BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Pustaka. 1. Tinjauan tentang tunagrahita ringan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Pustaka. 1. Tinjauan tentang tunagrahita ringan"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan tentang tunagrahita ringan a. Pengertian Tunagrahita Ringan Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Banyak istilah yang digunakan dalam Bahasa Inggris tentang anak tunagrahita yaitu mental retardation, mentally retarted, mental deficiency, mental defective, dan sebagainya. Begitu juga istilah anak tunagrahita dalam Bahasa Indonesia yaitu anak lemah ingatan, anak terbelakang mental, anak lemah pikir, anak lemah otak, dan sebagainya. Lepas dari berbagai perbedaan istilah mana yang tepat, tunagrahita umumnya diartikan sebagai bentuk kelainan intelegensi, yaitu suatu kondisi kecerdasan di bawah rata-rata normal. Diantara anak-anak tunagrahita terdapat anak tunagrahita tingkat ringan, anak tunagrahita tingkat sedang dan anak tunagrahita tingkat berat. Untuk lebih jelasnya peneliti kemukakan pendapat sebagai berikut : Martin dalam Wantah (2007: 10), menjelaskan tunagrahita ringan dengan istilah tunagrahita mampu didik memiliki kemampuan IQ 50-70, dan mereka dapat mempelajari ketrampilan, dan akademik mereka sampai kelas 6 SD. Sedangkan dalam PP No. 72 Tahun 1991 dalam Amin (1995: 22) dikemukakan bahwa Anak tunagrahita ringan ialah mereka yang memiliki hambatan dalam kecerdasan dan adaptasi sosial, namun mereka mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam pelajaran akademik, penyesuaian sosial, dan kemampuan bekerja. 6

2 7 Sementara Somantri (1996: 86) berpendapat, Anak tunagrahita ringan memiliki IQ antara menurut Binet, sedangkan menurut Skala Weschler (WISC) memiliki IQ dan mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Berdasarkan definisi tersebut dapat ditegaskan bahwa anak tunagrahita ringan adalah seseorang yang memiliki kemampuan intelektual di bawah ratarata namun masih dapat dikembangkan potensi akademiknya melalui pendidikan khusus setara dangan siswa sekolah dasar (SD). b. Karakteristik Tunagrahita Ringan Karakteristik anak tunagrahita adalah sesuatu hal yang nampak dan sering terjadi pada individu yang mengalami ketunagrahitaan. Keterbelakangan mental menunjukkan fungsi intelek dibawah ratarata secara jelas deangan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku yang terjadi pada masa perkembangan. Yang dimaksud penyesuaian perilaku adalah bahwa seseorang dikatakan tunagrahita bukan hanya dilihat dari IQ-nya saja akan tetapi perlu dilihat sejauh mana anak tersebut dapat menyesuaikan diri. Ada beberapa karakteristik anak tunagrahita ringan, diantaranya: Amin (1995: 37) mengemukakan siswa tunagrahita ringan mengalami kesukaran berfikir abstrak, tetapi masih dapat mengikuti pelajaran akademik di sekolah biasa maupun sekolah khusus. Pendapat ini senada dengan Hourcade dalam Wantah (2007: 16) yang menyatakan karakteristik tunagrahita ringan sebagai berikut: 1) Siswa tunagrahita ringan memerlukan dukungan yang terbatas (kadang-kadang). 2) Seringkali mereka hanya mengalami sedikit hambatan dalam perkembangannya yang merupakan kekurangan utamanya, kecuali pada bidang akademik. 3) Siswa tunagrahita ringan dapat bersekolah di sekolah regular. 4) Siswa tunagrahita ringan dapat mencapai kemampuan akademik kelas tiga sampai kelas enam SD. 5) Setelah dewasa, siswa tunagrahita ringan dapat memperoleh pekerjaan sendiri.

3 Sedangkan Munzayanah dalam penelitian Mulyono (2010: 27) menyebutkan karakteristik anak tunagrahita ringan adalah sebagai berikut: 1) Dapat dilatih untuk bermacam-macam tugas yang lebih tinggi atau kompleks. 2) Dapat dilatih dalam bidang sosial atau intelektual dalam batasbatas tertentu, misalnya membaca, menulis dan menghitung. 3) Dapat dilatih untuk pekerjaan-pekerjaan rutin maupun keterampilan. 8 Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik siswa tunagrahita ringan memiliki kemampuan inteleketual yang rendah sehingga kemampuan berfikir kognitif dan daya ingatnya rendah. Namun, siswa tunagrahita ringan masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan bila mendapatkan pendidikan khusus. c. Masalah Tunagrahita Ringan Masalah yang terdapat pada anak tunagrahita ringan berupa masalah kesulitan belajar, masalah penyesuaian diri serta masalah gangguan kepribadian dan emosi sebagai berikut: 1) Masalah kesulitan belajar sering terlihat dalam kemampuan belajar, dimana bila dibandingkan dengan anak normal, kemampuan intelektualnya lebih lambat untuk belajar pengetahuan dan keterampilan baru karena kesulitan dalam menangkap pelajaran, kesulitan dalam belajar yang baik, kemampuan berfikir abstrak yang terbatas, dan daya ingat yang lemah (Amin, 1995: 43) 2) Masalah penyesuaian sosial bisa berupa siswa tunagrahita ringan tidak mampu melakukan penyesuaian sosial sosial secara independen. Ia tidak dapat merencanakan masa depan dan bahkan suka berbuat kesalahan (Somantri, 1996: 86). 3) Masalah gangguan kepribadian dan emosi dijelaskan Amin (1995: 49) bahwa anak tunagrahita kurang memiliki kemampuan berfikir, keseimbangan pribadinya labil, kadang-kadang stabil dan kadangkadang kacau. Kondisi yang demikian itu dapat dilihat pada

4 9 penampilan tingkah lakunya sehari-hari. Misalnya: berdiri berjam-jam lamanya, gerakan yang hiperaktif, mudah marah, suka mengganggu orang lain di sekitarnya (bahkan tindakan merusak). Berdasarkan pendapat di atas dapat peneliti simpulkan bahwa dijumpai beberapa masalah yang ada pada anak tunagrahita ringan; diantaranya adalah: (1) Masalah kesulitan belajar; (2) Masalah Penyesuaian Diri; (3) Masalah gangguan kepribadian dan emosi. d. Layanan Pendidikan Tunagrahita Ringan Mereka yang termasuk dalam kelompok ini meskipun kecerdasan dan adaptasi sosialnya terhambat, namun mereka mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam bidang pelajaran akademik, penyesuaian sosial, dan kemampuan bekerja. Layanan pendidikan bagi anak tunagrahita ada berbagai bentuk yaitu bentuk segregasi dan integrasi. Purwanto (1998: 25) bentuk segregasi merupakan bentuk layanan yang terbesar bagi anak tunagrahita, bentuk ini meliputi sekolah luar biasa bagian C untuk tunagrahita mampu didik (ringan), dan C.1 untuk tunagrahita mampu latih (sedang), sekolah dasar luar biasa (SDLB) yang hanya menerima siswa tunagrahita mampu didik, panti rehabilitasi penyandang cacat mental (PRPCM). Bertitik tolak dari pandangan yang diuraikan di atas maka tempat dan sistem pendidikan bagi penyandang tunagrahita diperlukan beberapa macam (alternatif) disesuaikan dengan tingkat ketunaan yang disandangnya, yaitu sistem terpadu di sekolah umum, dan sistem segregasi di sekolah khusus. Amin (1995: 162) menjelaskan pelaksanaannya sebagai berikut: 1) Di sekolah umum dengan sistem terpadu a) Di kelas biasa tanpa kekhususan baik bahan pelajaran maupun guru. Anak tunagrahita yang dimasukkan dalam kelas ini adalah yang paling ringan ketunagrahitaannya, sehingga tidak memerlukan bahan khusus ataupun guru khusus. Bahan-bahannya

5 10 juga biasa-biasa saja hanya saja memerlukan waktu belajar yang lebih banyak dari rekan-rekannya yang normal. Mereka memerlukan perhatian yang khusus dari guru kelasnya, misalnya penempatan tempat duduknya, pengelompokan dengan temantemannya, mendapat giliran menjadi pemimpin kelompok dan lainlain. b) Di kelas biasa dengan guru konsultan. Anak tunagrahita ringan ditempatkan di kelas biasa, belajar bersama-sama teman di kelasnya di bawah pimpinan guru kelasnya, sesekali guru konsultan datang untuk membantu guru kelas dalam memahami masalah anak tunagrahita ringan dan caa menanganinya, memberikan petunjuk kepada guru kelas mengenai bahan atau metode yang sesuai dengan kebutuhan anak. Guru konsultan adalah guru ahli pendidikan luar biasa atau ahli lainnya. c) Di kelas biasa dengan guru kunjung. Anak tunagrahita ringan belajar bersama-sama temannya di kelas biasa dengan guru kelasnya. Guru kunjung memiliki jadwal waktu kunjungan berpindah-pindah dari sekolah yang satu ke sekolah yang lain, mengunjungi kelas-kelas atau memberikan saran kepada guru kelas serta berkonsultasi mengenai masalah-masalah yang dihadapi anak tunagrahita ringan. d) Di kelas biasa dengan ruang sumber. Anak tunagrahita ringan dapat pula di didik di kelas biasa dengan bantuan guru pendidikan luar biasa pada runag sumber. Yang dimaksud ruang sumber disini ialah ruangan khusus yang menyediakan berbagai fasilitas untuk mengatasi kesulitan-kesulitan belajar yang dihadapi anak tunagrahita ringan di kelas biasa. Dalam ruangan ini anak tunagrahita ringan mendapat bimbingan dari guru pembimbing khusus (GPK) untuk pelajaran-pelajaran tertentu. 2) Di sekolah khusus dengan sistem segregasi

6 11 Pelayanan pendidikan di sekolah khusus (sistem segregasi) yang bentuknya disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1991 pasal 4, pasal 5, dan pasal 6. Penjelasan pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut: Pasal 4 Bentuk satuan pendidikan luar biasa terdiri atas: (1) Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). (2) Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB). (3) Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB), dan (4) Bentuk lain yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 5 Lamanya pendidikan pada: (1) Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) sekurang-kurangnya 6 tahun. (2) Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB) sekurang-kurangnya 3 tahun, dan (3) Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB) sekurang-kurangnya 3 tahun. Pasal 6 (1) Pada pendidikan pra sekolah satuan pendidikan luar biasa dapat diselenggarakan dalam Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB). (2) Lama pendidikan Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB) 1 sampai dengan 3 tahun. Dalam mata pelajaran akademik anak tunagrahita ringan pada umumnya mampu mengikuti mata-mata pelajaran tingkat sekolah lanjutan baik SLTPLB dan SMLB, maupun di sekolah biasa dengan program khusus (Amin, 1995: 22). Dari penjelasan di atas dapat peneliti simpulkan bahwa bentuk layanan pendidikan integrasi yang mungkin dilakukan untuk anak-anak tunagrahita mampu didik (ringan) bentuknya adalah integrasi partial dapat berupa kelas khusus pada sekolah dasar, maupun layanan pendidikan

7 segregasi seperti di SLB C Setya Darma Surakarta dengan jenjang pendidikan TKLB, SDLB, SLTPLB, dan SMLB Kemampuan Berhitung Tunagrahita Ringan a. Hakikat Matematika Dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah, matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa termasuk siswa tunagrahita ringan. Ismail dalam Hamzah (2013: 48) mengemukakan bahwa matematika adalah ilmu yang membahas angka-angka dan perhitungannya, membahas masalah-masalah numerik, mengenal kuantitas dan besaran, mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur, sarana berpikir, kumpulan sistem dan alat. Paling dalam Mulyono Abdurrahman (1999: 217) menjelaskan matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia; menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, dan menggunakan pengetahuan tentang menghitung. Sedangkan Dali S. Naga dalam Mulyono Abdurrahman (1999: 218) mengemukakan matematika adalah aritmatika atau berhitung adalah cabang matematika yang berkenaan dengan sifat hubungan-hubungan bilanganbilangan nyata dengan perhitungan mereka terutama menyangkut penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa hakikat matematika adalah cara atau metode berfikir dan bernalar berupa kumpulan bilangan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan hitungan. b. Sifat-sifat Penjumlahan Ada beberapa sifat penjumlahan yang peneliti kemukakan menurut Wahyudi (2014: 101) yaitu:

8 13 1. Sifat Tertutup Hasil penjumlahan dua buah bilangan asli, maka bila dijumlahkan hasilnya merupakan bilangan asli juga. a + b = c Contoh: = 7 Bilangan 3. 4, dan 7 merupakan bilangan asli. 2. Sifat Pertukaran (Komutatif) Hasil penjumlahan dua buah bilangan tidak berubah, walaupun urutan letak kedua bilangan itu dipertukarkan. a + b = b + a Contoh: = = Sifat Pengelompokkan (Asosiatif) Hasil penjumlahan tiga buah bilangan tidak berubah, meskipun pengelompokannya berbeda. (a + b) + c = a + (b + c) Contoh: (2 +5) + 6 = 2 + ( ) = = 13 c. Tujuan Pembelajaran Matematika bagi Tunagrahita Ringan Secara umum tujuan pembelajaran matematika dalam Subarinah (2006: 1) adalah membentuk pola pikir siswa menjadi pola pikir yang sistemis, logis, kritis dengan penuh kecermatan. Mumpuniarti (2007: 118) mengungkapkan bahwa diberikannya matematika kepada siswa tunagrahita ringan bertujuan agar siswa tunagrahita mampu menggunakan konsep matematika untuk pemecahan masalah, penggunaan untuk situasi sehari-hari dan keterampilan menghitung.).

9 Kurikulum yang dirancang bagi tunagrahita ringan dikhususkan pada lembaga SLB C. Dalam penelitian Susi Wahyuningrum (2010: 7) disebutkan tujuan bidang studi matematika yang diajarkan di SLB C (mampu didik) adalah sebagai berikut : 1) Agar anak memiliki pengetahuan dasar yang fungsional tentang prinsip-prinsip dasar matematika. 2) Agar anak dapat bekerja dengan teliti, tekun, matematis dan kreatif. 3) Agar anak bersikap ekonomi, berbuat secara efesien dan efektif. 4) Agar anak cinta akan kebenaran, bertanggung jawab dan percaya kepada diri sendiri. 5) Agar anak dapat memecahkan masalah yang sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Dalam (SKKD) SDLB Anak Tunagrahita, mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: Mata Pelajaran Kelas Satuan Pendidikan Jenis Ketunaan : MATEMATIKA : IV : SDLB C Setya Darma Surakarta : Tunagrahita 14 Tabel 2.1 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Kelas IV SDLB C Setya Darma Surakarta Kompetensi Inti 1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya 2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab santun, Kompetensi Dasar 1.1 Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya 2.1 Menunjukkan sikap cermat dan teliti, jujur, tertib dan mengikuti aturan, peduli, disiplin waktu serta tidak mudah menyerah dalam mengerjakan tugas

10 15 Kompetensi Inti peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru dan tetangganya. 3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati [mendengar, melihat, membaca] dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, dan di sekolah. Kompetensi Dasar 2.2 Memiliki rasa ingin tahu dan ketertarikan pada matematika, yang terbentuk melalui pengalaman belajar. 2.3 Memiliki sikap terbuka, objektif, menghargai pendapat dan karya teman sebaya dalam diskusi kelompok maupun aktivitas sehari-hari. 3.1 Mengenal bilangan asli sampai 60 dengan menggunakan alat peraga sederhana (kubus satuan atau kelereng) 3.2 Mengenal operasi penjumlahan dan pengurangan pada bilangan asli maksimal 30 melalui kegiatan eksplorasi menggunakan benda konkrit 3.3 Mengenal bangun datar segi lima dan segi enam beraturan menggunakan benda-benda yang ada di sekitar rumah, sekolah, atau tempat bermain. 3.4 Memahami perbedaan berat ringan benda dengan menggunakan benda-benda di sekitarnya. 3.5 Mengenal konsep waktu (hari, tanggal, dan bulan) 3.6 Mengenal pecahan mata uang rupian (Rp500 s.d. Rp10.000) 4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa (lisan/tulis/isyarat) 4.1 Menulis bilangan asli sampai 60 dengan menggunakan alat peraga sederhana (kubus satuan atau kelereng) 4.2 Menghitung operasi penjumlahan dan pengurangan pada bilangan asli maksimal 30 melalui kegiatan

11 16 Kompetensi Inti yang jelas dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia Kompetensi Dasar eksplorasi menggunakan benda konkrit 4.3 Membuat bangun datar segi lima dan segi enam beraturan 4.4 Mengurutkan benda dari berat ke ringan atau sebaliknya. 4.5 Menuliskan nama hari, tanggal, dan bulan. 4.6 Menuliskan nilai tukar antar pecahan uang (Rp500 s.d. Rp d. Kemampuan Belajar Matematika Tunagrahita Ringan Kemampuan siswa tunagrahita ringan dari segi kognitif pada umumnya terhambat akibat lemahnya intelektual yang dimiliki. Kirk dalam Effendi (2006: 98) menyatakan perkembangan kognitif siswa tunagrahita ringan berhenti pada tahap operasional konkret. Oleh karena itu, meskipun usia kronologis siswa tunagrahita ringan sama dengan siswa normal, tetapi prestasi yang diraih berbeda dengan siswa normal. Meskipun demikian, potensi yang dimiliki siswa tunagrahita ringan masih dapat dikembangkan secara akademik melalui pendidikan khusus. Selain itu Effendi (2006: 98) menyebutkan dampak keterlambatan perkembangan kognitifnya antara lain: cenderung berpikir konkret dan sukar berpikir, mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi, prestasi tertinggi bidang baca dan tulis sedangkan hitung tidak lebih dari siswa normal setingkat kelas 3-4 SD. Keterampilan menghitung (arithmetic) diutamakan untuk anak tunagrahita ringan, karena itu sebagai bagian dari matematika yang dasar.

12 17 Matematika mempunyai cabang geometri, aljabar, termasuk aritmatika. Aritmatika sebagai sub kategori dari matematika dan menunjuk kepada pelajaran tentang bilangan, menghitung, tanda-tanda hitung dan pengoperasian bilangan. Pada anak tunagrahita lebih diutamakan pada aritmetika. Pada bidang matematika lainnya seperti geometri, aljabar tergantung kondisi anak jika memungkinkan juga diajarkan. Semua kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari perlu menggunakan matematika. Untuk itu, matematika yang dibelajarkan bagi anak tunagrahita ringan juga menopang dalam menjalankan kehidupan seharihari. Bidang matematika itu antara lain : hitung bilangan dan operasinya, bangun geometri, pengukuran serta penggunaan uang dan waktu. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan belajar matematika secara kognitif siswa tunagrahita ringan rendah. Meskipun demikian, potensi kemampuan berhitung yang dimiliki dapat dikembangkan melalui pendidikan khusus dengan memperhatikan tahapan perkembangannya yaitu operasional konkret. 3. Alat peraga block dienes untuk meningkatkan kemampuan berhitung tunagrahita ringan a. Pengertian Alat Peraga Pembelajaran yang mampu menjadikan siswa aktif membangun keilmuannya pada umumnya menggunakan sumber belajar berupa alat peraga sebagai alat bantu pembelajaran. Ali dalam Sundayana (2013: 7) menyatakan bahwa alat peraga adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyatakan pesan, merangsang pikiran, perasaan dan perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar. Pendapat lain mengenai pengertian alat peraga disampaikan Russefendi dalam Sundayana (2013: 7) yaitu alat yang menerangkan atau mewujudkan konsep matematika.

13 18 Terkait dengan pengertian alat peraga Arsyad (2013: 9) juga mengemukakan pendapatnya yaitu alat peraga adalah media alat bantu pembelajaran, dan segala macam benda yang digunakan untuk memperagakan materi pelajaran. Alat peraga disini mengandung pengertian bahwa segala sesuatu yang masih bersifat abstrak, kemudian dikonkretkan dengan menggunakan alat agar dapat dijangkau dengan pikiran yang sederhana dan dapat dilihat, dipandang, dan dirasakan. Sedangkan Pramudjono dalam Sundayana (2013: 8) berpendapat bahwa alat peraga matematika adalah benda konkret yang dibuat, dihimpun atau disusun secara sengaja digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep matematika. Dari pengertian di atas dapat peneliti simpulkan bahwa alat peraga adalah seperangkat benda kongkret yang sengaja dibuat atau dirancang dan digunakan untuk membantu menanamkan konsep-konsep yang abstrak, mengembangkan konsep dan prinsip-prinsip dalam matematika. Dengan bantuan alat peraga maka hal-hal yang bersifat abstrak akan dapat disajikan dalam bentuk konkrit sehingga anak tunagrahita ringan dapat memanipulasi atau mengotak-atik alat tersebut dengan cara melihat, memegang, meraba, memutar balik dan sebagainya sehingga kegiatan belajar akan terasa lebih menarik dan tentu saja akan meningkatkan motivasi mereka dalam belajar matematika. b. Prinsip Penggunaan Alat Peraga Selain mempersiapkan langkah-langkah penggunaan alat peraga, seperti persiapan guru, lingkungan, persiapan peserta didik, maka perlu pula mengetahui prinsip-prinsip umum dalam penggunaan alat peraga. Sukayati (2009: 9) mengidentifikasikan bahwa prinsip umum alat peraga di antaranya sebagai berikut: 1. Penggunaan alat peraga hendaknya sesuai dengan tujuan pembelajaran. 2. Alat peraga yang digunakan hendaknya sesuai dengan metode/strategi pembelajaran.

14 3. Tidak ada satu alat peragapun yang dapat atau sesuai untuk segala macam kegiatan belajar. 4. Guru harus terampil menggunakan alat peraga dalam pembelajaran. 5. Peraga yang digunakan harus sesuai dengan kemampuan siswa dan gaya belajarnya. 6. Pemilihan alat peraga harus obyektif, tidak didasarkan kepada kesenangan pribadi. 7. Keberhasilan penggunaan alat peraga juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Dari prinsip umum di atas dapat peneliti simpulkan bahwa penggunaan alat peraga lebih khusus dari media dan teknologi pembelajaran karena berfungsi hanya untuk memperagakan materi pelajaran yang bersifat abstrak sesuai dengan kemampuan siswa. 19 c. Persyaratan Alat Peraga Ada beberapa persyaratan yang harus dimiliki alat peraga agar fungsi atau manfaat dari alat peraga tersebut sesuai dengan yang diharapkan dalam pembelajaran. Menurut E.T. Ruseffendi dalam Sukayati (2009: 15) menyebutkan bahwa persyaratan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Sesuai dengan konsep matematika. 2. Dapat memperjelas konsep matematika, baik dalam bentuk real, gambar atau diagram dan bukan sebaliknya (mempersulit pemahaman konsep matematika) 3. Tahan lama (dibuat dari bahan-bahan yang cukup kuat). 4. Bentuk dan warnanya menarik. 5. Dari bahan yang aman bagi kesehatan peserta didik. 6. Sederhana dan mudah dikelola. 7. Ukuran sesuai atau seimbang dengan ukuran fisik dari peserta didik. 8. Peragan diharapkan menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep berpikir abstrak bagi peserta didik, karena alat peraga tersebut dapat dimanipulasi (dapat diraba, dipegang, dipindahkan, dipasangkan, dan sebagainya) agar peserta didik dapat belajar secara aktif baik secara individual maupun kelompok. 9. Bila mungkin alat peraga tersebut dapat berfaedah banyak.

15 20 d. Pengertian Block Dienes Block Dienes merupakan jenis alat peraga visual. Kamsiyati (2012: 32) mendefinisikan block dienes merupakan alat peraga yang dikembangkan oleh Z.P Dienes yang bertujuan untuk memahami konsep dasar bilangan, nilai tempat, dan aritmatika, baik itu penjumlahan, pengurangan, perkalian, maupun pembagian. Block dienes ini dapat dibuat dari balok kayu. Untuk bilangan dasar 10, blok dienes terdiri atas satuan (berupa dadu kecil), puluhan (berupa batang), ratusan (berupa balok), dan ribuan (berupa kubus besar). Selain itu Sukayati dan Agus Suharjana (2009: 16) mengemukakan bahwa block dienes berfungsi untuk mengajarkan konsep atau pengertian tentang banyak benda, membandingkan dan mengurutkan banyak benda, nilai tempat suatu bilangan (satuan, puluhan, ratusan dan ribuan) serta operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian sesuai jenjang kelas. Dari pengertian tersebut dapat peneliti simpulkan bahwa block dienes merupakan alat peraga visual berupa kubus satuan, puluhan, ratusan dan ribuan yang berfungsi sebagai alat peraga dalam pembelajaran konsep atau pengertian tentang banyak benda, membandingkan dan mengurutkan banyak benda, nilai tempat suatu bilangan serta operasi hitung. Block dienes terdiri dari potongan-potongan sebagai berikut: Ribuan Ratusan Puluhan Satuan Gambar 2.1. ilustrasi block dienes

16 21 e. Langkah-langkah Penggunaan Block Dienes Langkah penggunaan block dienes dalam pembelajaran matematika materi operasi hitung penjumlahan bagi siswa tunagrahita ringan dapat dilakukan sebagai berikut: a. Pengenalan block dienes 1) Siswa mengenal kubus kecil pada block dienes sebagai satuan yang setiap paket berjumlah 9. 2) Siswa mengenal bentuk batangan pada block dienes sebagai puluhan yang setiap paket berjumlah 90. b. Operasi hitung penjumlahan ke samping dan bersusun ke bawah 1) Memberikan soal penjumlahan 2) Siswa membaca bilangan pertama dari soal 3) Letakkan blok sesuai dengan bilangan pertama pada nilai tempatnya masing-masing. Puluhan pada tempat puluhan, satuan pada tempat satuan. 4) Siswa membaca bilangan ke dua atau bilangan penjumlah. 5) Letakkan blok sesuai dengan bilangan ke dua atau penjumlah pada nilai tempatnya masing-masing. Puluhan pada tempat puluhan, satuan pada tempat satuan. 6) Siswa kemudian membaca soal penjumlahan yang ditunjukkan oleh jumlah blok. 7) Sesuai dengan implementasi dari operasi penjumlahan, gabungkan blok satuan terlebih dahulu dan letakkan pada kotak hasil satuan. 8) Setiap 10 blok satuan, gantikan dengan 1 blok puluhan dan letakkan pada kotak hasil puluhan. 9) Lanjutkan menggabungkan blok puluhan dan letakkan pada kotak hasil puluhan. 10) Setiap 10 blok puluhan, gantikan dengan 1 blok ratusan dan letakkan pada kotak hasil ratusan.

17 22 11) Hitung jumlah blok pada kotak hasil sesuai dengan nilai tempatnya masing-masing. 12) Siswa kemudian menuliskan hasil yang diperoleh pada jawaban. 13) Agar siswa benar-benar paham, kegiatan ini dilakukan berulang kali dengan bilangan yang berbeda. Ini dapat dilakukan dengan bimbingan guru maupun oleh siswa sendiri. Contoh : = Gambar 2.2. Aplikasi Block Dienes dalam Penjumlahan f. Kelebihan dan Kelemahan Block Dienes Kelebihan dari alat peraga block dienes menurut Oktarandi (2014: 66) sebagai berikut: 1. Block Dienes ini berbentuk konkrit dan mudah digunakan untuk memahami konsep penjumlahan. 2. Terbuat dari balok kayu sehingga tidak mudah patah. 3. Mudah untuk di bawa kemana-mana 4. Dapat membantu siswa melakukan penjumlahan dan pengurangan dengan cepat, tepat dan akurat. Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan diatas dapat ditegaskan bahwa kelebihan block dienes sebagai berikut:

18 23 1. Materi pelajaran matematika akan lebih dikuasai anak, sebab dengan menggunakan alat peraga block dienes, materi sering diulang-ulang. 2. Anak tunagrahita ringan sukar memahami sesuatu yang abstrak, dengan menggunakan alat peraga block dienes dalam pembelajaran matematika anak akan lebih konkrit dalam menerima pelajaran. Sedangkan kelemahan dari block dienes menurut Oktarandi (2014: 67) yaitu membutuhkan ketelitian siswa dalam membaca angka dan meletakkan blok sesuai nilai tempat angka tersebut saat melakukan penjumlahan. B. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir merupakan penalaran untuk sampai pada hipotesis. Anak tunagrahita ringan mengalami hambatan dalam kemampuan intelektualnya. Hal ini mengakibatkan ketidakmampuannya dalam berpikir abstrak. Meskipun demikian, siswa tunagrahita ringan masih dapat dikembangkan kemampuan akademiknya di sekolah khusus atau SLB C. Salah satu kemampuan akademik yang terdapat dalam materi pembelajaran yang diberikan pada siswa tunagrahita ringan adalah kemampuan dalam operasi hitung penjumlahan maksimal 30. Kegiatan menjumlahkan ini sulit dipahami oleh siswa tunagrahita ringan yang memiliki daya abstraksi rendah. Pada dasarnya tahapan berpikir siswa tunagrahita ringan terdiri dari tahap konkret menuju tahap abstrak. Kondisi ini mengakibatkan siswa mengalami kesulitan dalam melakukan operasi hitung penjumlahan. Oleh karena itu, dibutuhkan alat peraga yang mampu membantu siswa dalam operasi hitung penjumlahan. Salah satu alat peraga yang dapat digunakan adalah block dienes. Alasan dipilihnya alat peraga ini untuk memudahkan siswa melakukan penjumlahan dan pengurangan dengan tepat yang terdiri atas satuan (berupa dadu kecil) dan puluhan (berupa batang). Berikut ini dapat digambarkan kerangka pemikiran yang dijadikan dasar pemikiran dalam penelitian ini. Kerangka tersebut merupakan dasar pemikiran dalam melakukan analisis pada penelitian ini.

19 24 Pembelajaran matematika materi penjumlahan dengan hasil maksimal 30 Anak tunagrahita ringan kelas IV SLB Setya Darma Surakarta Sebelum menggunakan block dienes Setelah menggunakan block dienes Kemampuan menghitung anak tunagrahita materi penjumlahan maksimal sampai 30 rendah Kemampuan menghitung anak tunagrahita materi penjumlahan maksimal sampai 30 meningkat Gambar 2.3. Bagan Kerangka Berpikir

20 25 C. Hipotesis Margono dalam penelitian Suparjo (2011: 50) menjelaskan hipotesis berasal dari kata hipo (hypo) dan tesis (thesis). Hipo berarti kurang dari, sedangkan tesis berarti pendapat. Jadi hipotesis adalah suatu pendapat atau kesimpulan yang sifatnya sementara, belum benar-benar berstatus sebagai suatu tesis. Hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa ada pengaruh positif penggunaan alat peraga block dienes sebagai upaya meningkatkan kemampuan berhitung penjumlahan pada anak tunagrahita ringan kelas IV di SLB-C Setya Darma Surakarta tahun ajaran 2015/2016.

4. Kompetensi Dasar Matematika KELAS: I

4. Kompetensi Dasar Matematika KELAS: I 4. Kompetensi Dasar Matematika KELAS: I 1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya 2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi

Lebih terperinci

I. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR MATEMATIKA SDLB AUTIS

I. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR MATEMATIKA SDLB AUTIS - 1765 - I. KOMPETENSI INTI DAN MATEMATIKA SDLB AUTIS KELAS: I Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi kecerdasan intelektual yang berada di bawah rata-rata dan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi kecerdasan intelektual yang berada di bawah rata-rata dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi kecerdasan intelektual yang berada di bawah rata-rata dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial pada umumnya terjadi pada siswa tunagrahita ringan. Namun,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR TUNAGRAHITA, MEDIA TANGGA BILANGAN, KEMAMPUAN BERHITUNG PENJUMLAHAN

BAB II KONSEP DASAR TUNAGRAHITA, MEDIA TANGGA BILANGAN, KEMAMPUAN BERHITUNG PENJUMLAHAN 12 BAB II KONSEP DASAR TUNAGRAHITA, MEDIA TANGGA BILANGAN, KEMAMPUAN BERHITUNG PENJUMLAHAN A. Tunagrahita 1. Pengertian Tunagrahita Anak tunagrahita secara umum mempunyai tingkat kecerdasan kemampuan intelektual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang anak dan memengaruhi anak dalam berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosialnya.

Lebih terperinci

I. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR MATEMATIKA SMALB TUNARUNGU

I. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR MATEMATIKA SMALB TUNARUNGU - 701 - I. KOMPETENSI INTI DAN MATEMATIKA SMALB TUNARUNGU KELAS: X Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Kompetensi

Lebih terperinci

KOMPETENSI DASAR MATEMATIKA SEKOLAH DASAR KELAS I - VI

KOMPETENSI DASAR MATEMATIKA SEKOLAH DASAR KELAS I - VI KOMPETENSI DASAR MATEMATIKA SEKOLAH DASAR KELAS I - VI KELAS I 1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya. 2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, keluarga, teman, dan guru. 3. Memahami pengetahuan

Lebih terperinci

I. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR MATEMATIKA SDLB TUNADAKSA

I. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR MATEMATIKA SDLB TUNADAKSA - 1315 - I. KOMPETENSI INTI DAN MATEMATIKA SDLB TUNADAKSA KELAS: I Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu alat merubah suatu pola pikir ataupun tingkah laku manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Sutjihati Somantri (2005: 107 ) anak tunagrahita sedang

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Sutjihati Somantri (2005: 107 ) anak tunagrahita sedang BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian tentang Anak Tunagrahita Sedang 1. Pengertian Anak Tunagrahita sedang Menurut Sutjihati Somantri (2005: 107 ) anak tunagrahita sedang disebut juga embisil. Kelompok ini memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengarah pada arti yang sama yaitu mereka yang kecerdasannya dibawah rata-rata

BAB I PENDAHULUAN. mengarah pada arti yang sama yaitu mereka yang kecerdasannya dibawah rata-rata 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak istilah yang digunakan untuk anak tunagrahita ringan, namun semua mengarah pada arti yang sama yaitu mereka yang kecerdasannya dibawah rata-rata sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menangani anak berkebutuhan khusus, termasuk di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. yang menangani anak berkebutuhan khusus, termasuk di dalamnya yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Luar Biasa merupakan salah satu bentuk pendidikan yang menangani anak berkebutuhan khusus, termasuk di dalamnya yaitu anak tunagrahita. Anak tunagrahita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Undang-Undang RI No. 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Undang-Undang RI No. 20 Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas diri dengan mengoptimalkan semua potensi kemanusiaan. (educational for all) yang tidak diskriminatif.

BAB I PENDAHULUAN. realitas diri dengan mengoptimalkan semua potensi kemanusiaan. (educational for all) yang tidak diskriminatif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi adalah sarana yang dapat mempermudah interaksi antar manusia di seluruh dunia. Sekarang ini komunikasi dan pendidikan merupakan bagian yang penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan pada umumnya adalah upaya membantu peserta. didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan pada umumnya adalah upaya membantu peserta. didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan pada umumnya adalah upaya membantu peserta didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang dimilikinya secara optimal. Salah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sekolah dasar (SD). A. Salim Choiri dan Ravik Karsidi dalam Sugiyartun

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sekolah dasar (SD). A. Salim Choiri dan Ravik Karsidi dalam Sugiyartun BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tunagrahita Ringan 1. Pengertian Tunagrahita Ringan Istilah tunagrahita sering disebut dengan retardasi mental atau hambatan mental (mentally handicap). Maria J. Wantah (2007:

Lebih terperinci

I. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR MATEMATIKA SMPLB AUTIS

I. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR MATEMATIKA SMPLB AUTIS - 1859 - I. KOMPETENSI INTI DAN MATEMATIKA SMPLB AUTIS KELAS: VII Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. Pendidikan di Indonesia telah memasuki tahap pembaruan dimana pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah hak semua anak, demikian pula dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus sudah diatur dalam Undang-Undang No.20

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES BERPIKIR SISWA DALAM BELAJAR GEOMETRI BERDASARKAN TEORI BELAJAR VAN HIELE

ANALISIS PROSES BERPIKIR SISWA DALAM BELAJAR GEOMETRI BERDASARKAN TEORI BELAJAR VAN HIELE ANALISIS PROSES BERPIKIR SISWA DALAM BELAJAR GEOMETRI BERDASARKAN TEORI BELAJAR VAN HIELE (Pada Siswa Kelas V SD Negeri Pabelan 1 Kartasura Tahun Ajaran 2007/2008) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

I. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR MATEMATIKA SDLB TUNANETRA

I. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR MATEMATIKA SDLB TUNANETRA - 105 - I. KOMPETENSI INTI DAN MATEMATIKA SDLB TUNANETRA KELAS I Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Kompetensi

Lebih terperinci

SRI MARDANI A

SRI MARDANI A 0 OPTIMALISASI PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA BLOK DIENES PADA SISWA KELAS III SD NEGERI 01 KADIPIRO KECAMATAN JUMAPOLO KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2009/2010 SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah meningkatkan sumber daya manusia (SDM).

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah meningkatkan sumber daya manusia (SDM). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sangat pesat terutama dalam bidang informasi begitu cepat, sehingga informasi yang terjadi di dunia, dapat kita

Lebih terperinci

I. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR MATEMATIKA SDLB TUNARUNGU

I. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR MATEMATIKA SDLB TUNARUNGU - 482 - I. KOMPETENSI INTI DAN MATEMATIKA SDLB TUNARUNGU KELAS: I Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Kompetensi

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI METODE PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE

UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI METODE PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI METODE PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE (PTK Pembelajaran Matematika di Kelas VIII SMP Negeri 2 Ngrampal) SKRIPSI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

B. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNARUNGU

B. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNARUNGU - 658 - B. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNARUNGU KELAS: X Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

L. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INGGRIS SMPLB AUTIS

L. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INGGRIS SMPLB AUTIS - 1877 - L. KOMPETENSI INTI DAN BAHASA INGGRIS SMPLB AUTIS KELAS: VII Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Kompetensi

Lebih terperinci

I. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR MATEMATIKA SMPLB TUNANETRA

I. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR MATEMATIKA SMPLB TUNANETRA - 205 - I. KOMPETENSI INTI DAN MATEMATIKA SMPLB TUNANETRA KELAS: VII Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Kompetensi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA METODE PEMBELAJARAN INDIVIDUAL, PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, ANAK TUNA GRAHITA

BAB IV ANALISIS DATA METODE PEMBELAJARAN INDIVIDUAL, PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, ANAK TUNA GRAHITA 84 BAB IV ANALISIS DATA METODE PEMBELAJARAN INDIVIDUAL, PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, ANAK TUNA GRAHITA Berdasarkan pada data yang telah dipaparkan pada BAB III, maka pada bab ini akan dilakukan analisis data.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan meliputi rencana dan proses yang akan menentukan hasil yang ingin di capai sebagaimana termasuk dalam UU No. 20 Tahun 2003, pasal 1 ayat (1) tentang

Lebih terperinci

J. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ILMU PENGETAHUAN ALAM SDLB AUTIS

J. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ILMU PENGETAHUAN ALAM SDLB AUTIS - 1777 - J. KOMPETENSI INTI DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM SDLB AUTIS KELAS: IV Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan.

Lebih terperinci

PELATIHAN PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN PONTIANAK BARAT

PELATIHAN PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN PONTIANAK BARAT PELATIHAN PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN PONTIANAK BARAT Syarifah Fadillah 1, Utin Desy Susiaty 2, Yadi Ardiawan 3 1,2,3 Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas

Lebih terperinci

14. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR MATEMATIKA SD/MI

14. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR MATEMATIKA SD/MI 14. KOMPETENSI INTI DAN MATEMATIKA SD/MI KELAS: I Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) kompetensi sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Kompetensi tersebut

Lebih terperinci

I. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR MATEMATIKA SMPLB TUNARUNGU

I. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR MATEMATIKA SMPLB TUNARUNGU - 591 - I. KOMPETENSI INTI DAN MATEMATIKA SMPLB TUNARUNGU KELAS: VII Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Kompetensi

Lebih terperinci

K. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SMPLB AUTIS

K. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SMPLB AUTIS - 1871 - K. KOMPETENSI INTI DAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SMPLB AUTIS KELAS: VII Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alat Peraga 2.1.1. Pengertian Alat Peraga Media pembelajaran diartikan sebagai semua benda yang menjadi perantara dalam proses pembelajaran. Berdasarkan fungsinya media dapat

Lebih terperinci

H. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA SMPLB TUNARUNGU

H. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA SMPLB TUNARUNGU - 585 - H. KOMPETENSI INTI DAN BAHASA INDONESIA SMPLB TUNARUNGU KELAS: VII Tujuan Kurikulum mencakup empat Kompetensi, yaitu (1) sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan.

Lebih terperinci

G. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SDLB TUNAGRAHITA

G. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SDLB TUNAGRAHITA - 919 - G. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SDLB TUNAGRAHITA KELAS : I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak tunagrahita merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus yang berhak mendapatkan pendidikan khusus. Pernyataan ini sesuai dengan UU No.20 tahun 2003

Lebih terperinci

KI dan KD Matematika SMP/MTs

KI dan KD Matematika SMP/MTs KI dan KD Matematika SMP/MTs Kelas VIII Kompetensi Inti 1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya 2. Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi,

Lebih terperinci

J. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ILMU PENGETAHUAN ALAM SMPLB TUNARUNGU

J. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ILMU PENGETAHUAN ALAM SMPLB TUNARUNGU - 599 - J. KOMPETENSI INTI DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM SMPLB TUNARUNGU KELAS: VII Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini tercantum pada undang-undanng Republik Indonesia No.20 pasal 5 ayat 2

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini tercantum pada undang-undanng Republik Indonesia No.20 pasal 5 ayat 2 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak bagi seluruh warga negara Indonesia, tidak terkecuali bagi warga negara yang berkebutuhan khusus termasuk anak luar biasa Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erma Setiasih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erma Setiasih, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan sarana belajar untuk mengembangkan potensi individu agar mencapai perkembangan secara optimal. Di tempat itulah semua potensi anak dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentangan usia lahir sampai 6 tahun. Pada usia ini secara terminologi disebut

BAB I PENDAHULUAN. rentangan usia lahir sampai 6 tahun. Pada usia ini secara terminologi disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anak usia 4-6 tahun merupakan bagian dari anak usia dini yang berada pada rentangan usia lahir sampai 6 tahun. Pada usia ini secara terminologi disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berawal dari permasalahan anak tunagrahita adalah individu yang mengalami penyimpangan, kelainan dan hambatan mental. Hambatan mental tersebut sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih progresif baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sosialnya sehingga mereka dapat

Lebih terperinci

L. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INGGRIS SMPLB TUNARUNGU

L. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INGGRIS SMPLB TUNARUNGU - 611 - L. KOMPETENSI INTI DAN BAHASA INGGRIS SMPLB TUNARUNGU KELAS: VII Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan.

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ALAT PERAGA MATEMATIKA. Dermalince Sitinjak, M.Pd Widyaiswara LPMP Sumatera Utara PENDAHULUAN

PENGGUNAAN ALAT PERAGA MATEMATIKA. Dermalince Sitinjak, M.Pd Widyaiswara LPMP Sumatera Utara PENDAHULUAN PENGGUNAAN ALAT PERAGA MATEMATIKA Dermalince Sitinjak, M.Pd Widyaiswara LPMP Sumatera Utara PENDAHULUAN Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran

Lebih terperinci

L. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INGGRIS SMPLB TUNADAKSA

L. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INGGRIS SMPLB TUNADAKSA - 1431 - L. KOMPETENSI INTI DAN BAHASA INGGRIS SMPLB TUNADAKSA KELAS: VII Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggarannya pendidikan di Indonesia telah dijamin seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa : Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Soal Matematika Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan dengan matematika. Soal tersebut dapat berupa soal pilihan ganda ataupun soal uraian. Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dibekali kemampuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. Potensi merupakan kemampuan seseorang untuk menghasilkan ide-ide atau informasi

Lebih terperinci

J. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ILMU PENGETAHUAN ALAM SMALB AUTIS

J. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ILMU PENGETAHUAN ALAM SMALB AUTIS - 1971 - J. KOMPETENSI INTI DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM SMALB AUTIS KELAS X Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna

BAB I PENDAHULUAN. anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuna grahita Ringan adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna grahita adalah kata lain

Lebih terperinci

J. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ILMU PENGETAHUAN ALAM SMPLB AUTIS

J. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ILMU PENGETAHUAN ALAM SMPLB AUTIS - 1865 - J. KOMPETENSI INTI DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM SMPLB AUTIS KELAS: VII Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan.

Lebih terperinci

G. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SMPLB TUNAGRAHITA

G. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SMPLB TUNAGRAHITA - 1006 - G. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SMPLB TUNAGRAHITA KELAS : VII Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

: Sehat Itu Penting : Pentingnya Kesehatan Diri dan Lingkungan. Nama Guru :... NIP/NIK :... Sekolah :... KURIKULUM 2013

: Sehat Itu Penting : Pentingnya Kesehatan Diri dan Lingkungan. Nama Guru :... NIP/NIK :... Sekolah :... KURIKULUM 2013 PERANGKAT PEMBELAJARAN RPP KURIKULUM 2013 Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester Tema Subtema :TEMATIK : SD/MI : V / 1 (SATU) : Sehat Itu Penting : Pentingnya Kesehatan Diri dan Lingkungan Nama

Lebih terperinci

: UTARI RAHADIAN SETIYOWATI K

: UTARI RAHADIAN SETIYOWATI K Pengaruh Penggunaan Media Kartu Limbah Rumah Tangga Bungkus Plastik Bermerk Terhadap Kemampuan Membaca Kata Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas DII SLB C YSSD Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan

BAB I PENDAHULUAN. rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tunagrahita adalah kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, bangsa Indonesia sedang mengerahkan segala daya upaya untuk melakukan pembangunan di segala bidang demi terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

K. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SDLB TUNADAKSA

K. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SDLB TUNADAKSA - 1333 - K. KOMPETENSI INTI DAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SDLB TUNADAKSA KELAS: IV Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004:22). Sedangkan menurut Horwart

Lebih terperinci

08. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan

08. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan 08. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. pesan merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat

BAB II KAJIAN TEORETIS. pesan merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Alat Peraga a. Pengertian Alat Peraga Alat peraga adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyatakan pesan merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan anak bermain mempunyai arti yang penting. Bermain merupakan ciri khas anak. Bermain akan menghilangkan kejenuhan anak dan membuat anak menemukan kesenangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik. Interaksi tersebut sangatlah penting untuk tercapainya tujuan pendidikan. Menurut Ki Hajar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lebih luas dari pada itu, yakni mengalami. Hal ini sejalan dengan pernyataan

TINJAUAN PUSTAKA. lebih luas dari pada itu, yakni mengalami. Hal ini sejalan dengan pernyataan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar Matematika Menurut Hamalik (2008:36) belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih

Lebih terperinci

J. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ILMU PENGETAHUAN ALAM SDLB TUNANETRA

J. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ILMU PENGETAHUAN ALAM SDLB TUNANETRA - 120 - J. KOMPETENSI INTI DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM SDLB TUNANETRA KELAS IV Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matematika diajarkan di taman kanak-kanak secara informal (Susanto, 2013:183).

BAB I PENDAHULUAN. matematika diajarkan di taman kanak-kanak secara informal (Susanto, 2013:183). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu bidang studi yang ada pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Bahkan matematika

Lebih terperinci

K. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SDLB AUTIS

K. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SDLB AUTIS - 1783 - K. KOMPETENSI INTI DAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SDLB AUTIS KELAS: IV Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemajuan pembangunan yang dicapai bangsa Indonesia khususnya pembangunan di bidang pendidikan akan mendorong tercapainya tujuan pembangunan nasional, maka

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar 2 HAKIKAT ANAK DIDIK

Kegiatan Belajar 2 HAKIKAT ANAK DIDIK Kegiatan Belajar 2 HAKIKAT ANAK DIDIK A. Pengantar Kita mengetahui bahwa dalam perkembangannya seorang anak berbeda dengan orang dewasa. Hal ini dapat kita lihat dengan jelas baik itu dalam bentuk fisik

Lebih terperinci

G. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SDLB TUNANETRA

G. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SDLB TUNANETRA - 79 - G. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SDLB TUNANETRA KELAS: I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan dirumuskan

Lebih terperinci

L. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INGGRIS SMPLB TUNANETRA

L. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INGGRIS SMPLB TUNANETRA - 223 - L. KOMPETENSI INTI DAN BAHASA INGGRIS SMPLB TUNANETRA KELAS: VII Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan.

Lebih terperinci

K. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SMPLB TUNANETRA

K. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SMPLB TUNANETRA - 217 - K. KOMPETENSI INTI DAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SMPLB TUNANETRA KELAS: VII Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi yaitu, (1) sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan.

Lebih terperinci

I. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR MATEMATIKA SMPLB TUNADAKSA

I. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR MATEMATIKA SMPLB TUNADAKSA - 1413 - I. KOMPETENSI INTI DAN MATEMATIKA SMPLB TUNADAKSA KELAS: VII Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Kompetensi

Lebih terperinci

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunalaras (SDLB-E)

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunalaras (SDLB-E) 41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunalaras (SDLB-E) A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang memiliki peran penting terhadap perkembangan prilaku siswa seperti aspek kognitif, afektif

Lebih terperinci

M. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA SMPLB TUNARUNGU

M. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA SMPLB TUNARUNGU - 618 - M. KOMPETENSI INTI DAN SENI BUDAYA SMPLB TUNARUNGU KELAS: VII Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : Kelas / Semester : II / 1 Tema 3 : Tugasku Sehari-Hari Sub Tema 1 : Bermain di Lingkungan Rumah Pembelajaran Ke : 4 Alokasi Waktu : 1 x Pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian untuk

BAB I PENDAHULUAN. investasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peranan penting dalam mengembangkan potensi sumber daya manusia secara optimal, karena pendidikan merupakan sarana investasi untuk meningkatkan pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Semakin berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) pada masa global ini, menuntut sumber daya manusia yang berkualitas serta bersikap kreatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Nasional sebagai usaha untuk mencerdaskan anak bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Nasional sebagai usaha untuk mencerdaskan anak bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional sebagai usaha untuk mencerdaskan anak bangsa harus selalu ditingkatkan. Meningkatnya pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari implementasi

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : Kelas / Semester : II / 1 Tema 3 : Tugasku Sehari-Hari Sub Tema 4 : Tugasku Dalam Kehidupan Sosial Pembelajaran Ke : 2 Alokasi Waktu : 1 x Pertemuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan mengenai (A) Kajian Teori, (B) Kajian Peneliti yang Relevan, dan (C) Kerangka Pikir. A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Matematika 1.1 Hakikat Matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. belajar sebagai suatu kebutuhan yang telah dikenal dan bahkan sadar atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA. belajar sebagai suatu kebutuhan yang telah dikenal dan bahkan sadar atau 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA Teori Belajar dan Pembelajaran 2.1 Hakikat Belajar Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Sejak lahir manusia telah mulai melakukan kegiatan

Lebih terperinci

L. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INGGRIS SMPLB TUNAGRAHITA

L. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INGGRIS SMPLB TUNAGRAHITA - 1028 - L. KOMPETENSI INTI DAN BAHASA INGGRIS SMPLB TUNAGRAHITA KELAS: VII Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan sebagai

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : Kelas / Semester : II / 1 Tema 3 : Tugasku Sehari-Hari Sub Tema 4 : Tugasku Dalam Kehidupan Sosial Pembelajaran Ke : 6 Alokasi Waktu : 1 x Pertemuan

Lebih terperinci

37. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

37. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) 37. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

Lebih terperinci

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) A. Kompetensi Inti Satuan Pendidikan : SDN... Kelas/Semester : I/1 Tema : 1 / Diriku Sub Tema : 1/ Aku dan Teman Baru Pembelajaran ke : 2 Waktu : 5 JP 1. Menerima,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Imas Masrini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Imas Masrini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seolah ada pertanyaan bayangan mengapa matematika merupakan salah satu pelajaran yang sulit di pahami dan siswa kurang memahami apa yang di anjurkan? apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh. anak perlu diberi stimulasi yang optimal melalui pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh. anak perlu diberi stimulasi yang optimal melalui pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa anak usia dini yang berlangsung (0 6) tahun merupakan masa peka bagi anak. Anak mulai sensitif menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi anak.

Lebih terperinci

37. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

37. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) 37. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

Lebih terperinci

G. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SDLB TUNADAKSA

G. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SDLB TUNADAKSA - 1290 - G. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SDLB TUNADAKSA KELAS: I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses bantuan yang diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam Djumhur mengartikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar Belajar adalah suatu proses atau usaha yang dilakukan dengan sadar oleh seseorang ditandai adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman dan latihan, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan berhitung merupakan aspek yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan berhitung merupakan aspek yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan berhitung merupakan aspek yang sangat penting dalam pembelajaran matematika bahkan sebelum disebut matematika, pembelajaran ini dinamakan pelajaran

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : Kelas / Semester : II / 1 Tema 3 : Tugasku Sehari-Hari Sub Tema 2 : Tugasku Sehari-Hari di Sekolah Pembelajaran Ke : 6 Alokasi Waktu : 1 x Pertemuan

Lebih terperinci