BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hen Day Production (HDP) ayam petelur pada THI yang berbeda (kuningan
|
|
- Agus Iskandar
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hen Day Production (HDP) Hen Day Production (HDP) ayam petelur pada THI yang berbeda (kuningan dan Cililin) berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hen Day Production (HDP) ayam petelur pada THI yang berbeda (Kuningan dan Cililin) Berdasarakan Hasil Penelitian No Lokasi THI Rata-rata HDP (%) 1 Kuningan 89 79,4 a 2 Cililin 72 83,7 b Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom rata-rata HDP menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) Hasil analisis uji T-tidak berpasangan (Tabel 1) menunjukkan bahwa ratarata HDP ayam petelur yang dipelihara di lokasi dengan THI lingkungan kandang sebesar 89 (Kuningan) berbeda sangat nyata lebih rendah (p < 0,01) yaitu sebesar 79,4% dibandingkan HDP ayam petelur yang dipelihara dengan THI lingkungan kandang lebih rendah (Cililin = 72) yaitu sebesar 83,7%. Hasil pengukuran dan analisis statistikanya dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa temperatur dan kelembaban merupakan faktor yang sangat menentukan performans ayam petelur. Diketahui bahwa THI merupakan interaksi antara temperatur dan kelembaban. Temperatur yang tinggi disertai kelembaban yang tinggi menyebabkan THI menjadi meningkat. Dalam kondisi seperti ini maka beban panas dalam tubuh ternak ayam menjadi sulit
2 29 disirkulasikan ke lingkungannya, sehingga efisiensi nutrien menjadi menurun, karena sebagian besar digunakan untuk proses homeostasis. Menurut Andi Mushawwir dan D. Latipudin (2013) bahwa nutrisi yang digunakan untuk produksi telur hanya merupakan kelebihan dari nutrisi yang digunakan untuk proses homeostasis dan hidup pokok. Terkait dengan pernyataan tersebut maka dapat dijelaskan bahwa ayam ras petelur yang dipelihara pada THI tinggi (Kuningan = 89), menyebabkan ayam cenderung menghabiskan energinya untuk melakukan proses homeostasis agar suhu tubuhnya tetap dipertahankan dalam keadaan normal. Selain itu pada THI yang tinggi akan menyebabkan terjadi penyesuaian pusat regulasi panas tubuh yang berdampak pada menurunnya konsumsi pakan sehingga mengakibatkan produksi telur menurun. Data konsumsi ransum (Lampiran 3) menunjukkkan bahwa rata-rata konsumsi ransum pada THI 89 (kuningan) yaitu sebesar 105g /ekor/hari dan pada THI rendah 72 (cililin) konsumsi ransum rata-rata sebesar 115g /ekor/hari. Konsumsi yang lebih rendah pada THI yang tinggi menjadi salah satu faktor utama lebih rendahnya HDP. Konsumsi yang rendah merupakan perilaku fisiologis guna mengurangi head increment agar beban panas tubuhnya dapat dikurangi. Dawson dan whictow (2000) mengungkapkan bahwa regulasi temperatur tubuh menjadi sangat berat ketika radiasi dan konveksi panas dari lingkungan sangat tinggi, apalagi jika diikuti dengan kelembaban yang tinggi. Salah satu cara untuk mengurangi beban panasnya maka ternak akan mengurangi konsumsi ransum.
3 30 Temperatur yang tinggi tidak hanya menurunkan konsumsi ransum hingga menyebabkan penurunan HDP. Dampak secara selular, akan meningkatkan tingginya produksi senyawa superoxide (O2 - ) dan hidroksil radikal (HO - ) (Weng dkk., 2007). Senyawa-senyawa tersebut merupakan senyawa yng bersifat radikal yang dapat menurunkan sintesis protein, merusak protein, dan mematikan sel-sel baik secara mikrosis (kematian karena kerusakan menbran) maupun kematian secara apoptosis (kematian karena kerusakan inti sel atau nukleus) (monteiro dkk., 2009). Salah satu protein yang dihambat sintesisnya karena tinggi senyawa radikal adalah 3-β-hydroxi steroid dehydrogenase (3-β-HSD). Protein ini merupakan gen enzim yang bertanggung jawab dalam sintesis hormon-hormon steroid di ovarium. Pertumbuhan folikel (yolk) sangat dipengaruhi oleh ekspresi hormo-hormon steroid seperti progesteron dan estrogen. Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat dikemukakan pula bahwa peningkatan temperatur disertai dengan kelembaban yang tinggi (ditunjukkan dengan nilai THI tinggi) berdasarkan penelitian ini, juga berdampak terhadap menurunnya ekspresi gen-gen 3-β-HSB sehingga menurunkan level hormonhormon steroid, yang berdampak terhadap rendahnya perkembangan folikel (yolk). Hasil penelitian ini sejalan dengan dengan hasil penelitian terdahulu yang dilaporkan oleh Taira dan Beck (2004;2006) bahwa peningkatan temperatur lingkungan secara signifikan menurunkan aktifitas 3-β-hydroxi steroid dehydrogenase didalam sel-sel granulosa di ovarium dan penurunan perkembangan folikel.
4 31 Menurunnya aktivitas adalah 3-β-hydroxi steroid dehydrogenase (3-β- HSD) yang menyebabkan penurunan pertumbuhan follikel oleh meningkatnya cekaman panas (THI tinggi). Penurunan 3-β-hydroxi steroid dehydrogenase menjadi salah satu alasan rendahnya HDP di lokasi pemeliharaan dengan THI tinggi yaitu Kuningan, dibandingkan dengan lokasi THI lebih rendah yaitu Cililin. Selain faktor penurunan ekspresi gen seperti dikemukan sebelumnya, faktor penyebab lain yang menyebabkan lebih rendahnya HDP di lokasi THI tinggi adalah aktifitas pengeluaran panas (thermoregulasi) sebagai bagian mekanisme homoestasis menyebabkan meningkatnya katabolisme nutrien menjadi energi. Dampak kerugian homoestasis ini bagi produksi telur, antara lain konsumsi energi intraselluler akan meningkat untuk mendorong perombakan nutrien menjadi energy sehingga bahan pembentukan telur berkurang. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Gasser dkk. (2006) dan Bird dkk. (2003) bahwa dalam kondisi cekaman panas terjadi peningkatan perombakan glikogen menjadi glukosa yang berdampak terhadap laju vitellogenesis sehingga menurunkan produksi telur. Merujuk pada hasil penelitian Gasser dkk. (2006) dan Bird dkk. (2003) maka dapat dikemukakan bahwa pemanfaatan nutrien untuk energi dan produksi di lokasi penelitian dengan THI yang lebih rendah (Cililin) lebih efisien, ditandai dengan HDP yang lebih tinggi yaitu (83,7%).
5 Pengaturan Panas Tubuh (thermoregulasi) pada Ayam Petelur Fase Layer Pengaturan panas tubuh (thermoregulasi) ayam petelur pada THI yang berbeda (kuningan dan Cililin) berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pengaturan panas tubuh (Thermoregulasi) ayam petelur fase layer pada Thempetarure Humadity Index (THI) yang berbeda No Lokasi THI Rata-rata Suhu Permukaan Tubuh ( 0 C) Jengger Pial Bulu Shank 1 Kuningan 89 37,8 a 35,0 a 33,6 a 40,2 a 2 Cililin 72 35,6 b 34,9 a 31,8 b 38,1 b Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom rata-rata yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p < 0,01). Hasil penelitian terhadap pengukuran suhu tubuh ayam petelur fase layer pada THI yang berbeda menunjukkan hasil bahwa pengukuran suhu permukaan tubuh pada bagian pial tidak berbeda nyata (p > 0,05). Namun demikian, suhu permukaan tubuh pada bagian jengger, bulu, dan shank menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p < 0,01) lebih tinggi di lokasi penelitian dengan THI = 89 (Kuningan), dibangdingkan pada THI = 72 (Cililin). Rata-rata temperatur permukaan jengger, bulu dan shank yang lebih tinggi pada lokasi penelitian dengan THI = 89 dibandingkan dengan suhu permukaan jengger, bulu dan shank pada lokasi penelitian dengan THI = 72, menunjukkan bahwa semakin tinggi THI maka usaha mengevaporasikan panas tubuh ayam tersebut juga semakin tinggi. Sebagaimana pernyataan Guay dkk. (2007) dan
6 33 Aengwanich (2007) bahwa dalam kondisi cekaman panas, meskipun ternak unggas tidak memiliki kelenjar keringat namun evaporasi panas dilakukan melalui panting dan melalui permukaan tubuhnya. Hasil penelitian yang sama juga telah dilaporkan oleh Andi Mushawwir dan Diding Latipudin (2012) bahwa permukaan radius ulna (Shank= betis) dan jengger menunjukkan dua permukaan tubuh yang paling efektif mengeluarkan panas, semakin tinggi suhu dan kelembaban maka temperature ke dua bagian tubuh tersebut juga semakin tinggi. Evaporasi panas melalui permukaan tubuh dapat dilakukan dengan bantuan sistem pembuluh darah yang mengalirkan panas tubuh melalui pembuluh darah, selanjutnya diradiasikan ke lingkungannya. Semakin tinggi panas tubuh yang datang dari lingkungan, maka semakin banyak pula panas yang dievaporasikan ke lingkungan nya. Hasil penelitian ini sesuai dengan penyataan Dawson dan Whittow (2000) bahwa panas tubuh dapat dievaporasikan melalui pembuluh-pembuh darah kecil yang beredar dipermukaan tubuh ayam, meskipun mekanisme ini tidak lebih efektif dibandingkan melalui panting. Pernyataan yang senada dengan hasil penelitian ini juga dikemukan oleh Yanagi dkk. (2002); Mutaf dkk. (2008) dan Yahav dkk. (2008) bahwa perubahan proporsi darah yang mengalir menuju pembuluh darah kapiler antara lain dipengaruhi oleh temperatur sebagai mekanisme rangsangan syaraf symphatetik untuk mengeluarkan panas tubuh dalam rangka mempertahankan suhu tubuh ternak. Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 2) tampak bahwa pada kedua lokasi pemeliharaan baik pada THI 89 maupun 72, jengger dan shank adalah organ yang
7 34 memiliki temperatur permukaan yang lebih tinggi di antara organ yang lain. Hasil ini menunjukkan bahwa jengger dan shank merupakan organ yang paling efektif untuk mengevaporasikan panas tubuh ternak ayam tersebut. Faktor yang menyebabakn kedua organ tersebut yang efektif untuk mengevaporasikan panas karena disebabkan pada kedua organ tersebut terdapat dan mengalir banyak pembuluh-pembuluh darah kecil, kemudian panas yang tinggi pada jenger dan shank akan terevaporasi melalui pergeseran dengan udara dari lingkungan. Sebagaimana dikemukakan pula oleh Yanagi dkk. (2002); Franco (2004) Mutaf dkk. (2008) dan Yahav dkk. (2008) bahwa pada unggas memiliki pembuluh darah kecil yang menegalir ke jengger dan shank sehingga kedua organ ini dapat mengevaporasikan panas melalui radiasi udara dari lingkungannya. Mekanisme fisiologik sehingga jengger dan shank mamp mengevaporasikan panas, terjadi karena perubahan pengaliran darah ke pembuluh darah kecil atau kapiler di jengger dan shank. Kemampuan perubahan laju alir darah di jengger dan shank karena disebabkan oleh peran pembuluh arteri-vena anastosoma (AVA) yang mampu merespon panas tubuh dan lingkungan. Suhu tubuh dan lingkungan yang tinggi menyebabkan dilatasi AVA pada kaki ungags dan jengger. Sebagaimana dikemukan oleh Yahav (2000); Mutah dan Seber (2005); Cangar dkk. (2008); Tan dkk. (2010) dan Rahardja (2010) bahwa panas tubuh dapat dievaporasikan karena kemampuan pembuluh darah melakukan dilatasi atau perbesaran yang disebabkan oleh respon areti-vena anastosoma (AVA), sehingga menyebabkan laju alir darah semakin tinggi.
8 35 Hasil penelitian ini juga sejalan dengan pernyataan Havenstein dkk. (2007) dan Shinder (2007) bahwa terkait dengan fungsi organ sebagai alat dalam mangevaporasikan panas organ-organ yang memiliki pembuluh darah kapiler yang banyak akan efektif sebagai organ yang mengevaporasikan panas lebih tinggi, dengan meningkatkan laju alir dan proporsi darah ke organ-organ tersebut.
9 36
TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe
Lebih terperinciThermoregulasi dan hen day production ayam petelur
THERMOREGULASI DAN HEN DAY PRODUCTION AYAM PETELUR FASE LAYER PADA TEMPERATURE HUMIDITY INDEX YANG BERBEDA THERMOREGULATION AND HEN DAY PRODUCTION OF LAYING HEN IN DIFFERENCE OF TEMPERATURE HUMIDITY INDEX
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk hasil peternakan yang berupa protein hewani juga semakin meningkat. Produk hasil
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN. layer sebanyak 120 ekor untuk pengukuran thermoregulasi dan 7500 ekor untuk
BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN 1.1. Objek Penelitian dan Alat Penelitian 1.1.1. Objek Penelitian Ternak yang digunakan dalam penelitian terdiri dari ayam petelur fase layer sebanyak 120 ekor untuk
Lebih terperinciBAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN
BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ciri-ciri ayam ras petelur produktif adalah jengger dan pial besar,
Lebih terperinciRESPON FISIOLOGI THERMOREGULASI AYAM RAS PETELUR FASE GROWER DAN LAYER A. Mushawwir dan D. Latipudin Laboratory of Animal Physiology and Biochemistry, Animal Science Faculty, Universitas Padjadjaran, Bandung
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Indonesia selama ini banyak dilakukan dengan sistem semi intensif.
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik merupakan hewan yang terbiasa hidup di kolam air untuk minum dan berenang dalam upaya menurunkan suhu tubuh. Sistem pemeliharaan itik di Indonesia selama ini banyak
Lebih terperinciPENDAHULUAN. sebagian hidupnya dilakukan ditempat berair. Hal ini ditunjukkan dari struktur fisik
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Itik merupakan ternak unggas penghasil daging dan telur yang cukup potensial disamping ayam. Ternak itik disebut juga sebagai unggas air, karena sebagian hidupnya dilakukan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan Iradiasi terhadap Kadar Glukosa Darah Itik Cihateup
(mg/dl) IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan Iradiasi terhadap Kadar Glukosa Darah Itik Cihateup Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan rata-rata kadar glukosa darah itik Cihateup pada
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Pemeliharaan itik dipeternakan rakyat tergolong sulit karena kondisi kandang
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemeliharaan itik dipeternakan rakyat tergolong sulit karena kondisi kandang harus menyesuaikan dengan kebutuhan itik yang tergolong unggas air, kebutuhan air bagi itik
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak
22 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Lingkungan Mikro Suhu dan kelembaban udara merupakan suatu unsur lingkungan mikro yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak homeothermic,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan
PENDAHULUAN Latar Belakang Ayam kampung merupakan ayam lokal di Indonesia yang kehidupannya sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan ayam buras (bukan ras) atau ayam sayur.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Broiler merupakan unggas penghasil daging sebagai sumber protein hewani yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Permintaan daging
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Telur. telur dihasilkan bobot telur berkisar antara 55,73-62,58 gram.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh terhadap Bobot Telur Hasil penelitian mengenai penggunaan grit dan efeknya terhadap bobot telur dihasilkan bobot telur berkisar antara 55,73-62,58 gram. Hasil rataan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk serta semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap tahunnya. Konsumsi protein
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena,
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena, menghasilkan produk peternakan seperti telur dan daging yang memiliki kandungan protein hewani
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan telur terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Untuk memenuhi
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Denyut Jantung Itik Cihateup Fase Grower
26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Denyut Jantung Itik Cihateup Fase Grower Hasil pengamatan denyut jantung itik Cihateup fase grower yang diberi minyak buah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Pengamatan tingkah laku pada ayam broiler di kandang tertutup dengan perlakuan suhu dan warna cahaya yang berbeda dilaksanakan dengan menggunakan metode scan sampling.
Lebih terperinciTHERMOREGULATION SYSTEM ON POULTRY
THERMOREGULATION SYSTEM ON POULTRY Oleh : Suhardi, S.Pt.,MP Pembibitan Ternak Unggas AYAM KURANG TOLERAN TERHADAP PERUBAHAN SUHU LINGKUNGAN, SEHINGGA LEBIH SULIT MELAKUKAN ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN SUHU
Lebih terperinciPENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang sebagian besar waktunya dihabiskan di air. Kemampuan termoregulasi itik menjadi rendah karena tidak
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar eritrosit, haemoglobin, hematokrit, dan MCV ayam peterlur yang diberi dan tanpa kitosan dalam pakan, berdasarkan hasil penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel.1 Kadar Eritrosit,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Ayam tipe medium atau disebut juga ayam tipe dwiguna selain sebagai ternak penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging (Suprianto,2002).
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein hewani yang dibutuhkan bagi hidup, tumbuh dan kembang manusia. Daging, telur, dan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak kelebihan dibandingkan ternak unggas yang lain, diantaranya adalah lebih tahan terhadap penyakit, memiliki
Lebih terperinciBAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi
1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi dapat merupakan masalah serius pada pengembangan ayam broiler di daerah tropis. Suhu rata-rata
Lebih terperinciPENDAHULUAN. relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan ayam ras pedaging yang waktu pemeliharaannya relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam broiler perlu ditingkatkan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh Puyuh merupakan salah satu komoditi unggas sebagai penghasil telur dan daging yang mendukung ketersediaan protein hewani yang murah serta mudah didapat (Permentan,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian Berdasarkan pengambilan data selama penelitian yang berlangsung mulai pukul 06.00 sampai pukul 16.00 WIB, data yang diperoleh menunjukkan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik Cihateup
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik merupakan jenis unggas petelur maupun pedaging yang cukup produktif dan potensial disamping ayam. Itik Cihateup berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. (Setianto, 2009). Cahaya sangat di perlukan untuk ayam broiler terutama pada
7 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cahaya Untuk Ayam Broiler Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan ayam, karena cahaya mengontrol banyak proses fisiologi dan tingkah laku ayam (Setianto,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. banyak dan menyebar rata di seluruh daerah Indonesia. Sayang, ayam yang besar
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam kampung sudah lama dikenal dan akrab dengan lidah masyarakat Indonesia. Telur dan dagingnya sudah lama digemari orang. Populasinya pun cukup banyak dan menyebar rata
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
56 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Tepung Kaki Ayam Broiler sebagai Subtitusi Tepung ikan di dalam Ransum terhadap Produksi Telur Ayam Arab (Gallus turcicus) Berdasarkan hasil penelitian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. dibandingkan dengan unggas-unggas lainnya seperti ayam. Fakultas Peternakan
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Itik Cihateup termasuk kedalam jenis unggas air yang memiliki sifat fisiologik terbiasa dengan air dan kemampuan thermoregulasi yang rendah dibandingkan dengan unggas-unggas
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. HSP 70 yang muncul pada sampel itik saat pengukuran menggunakan PCR harus
24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Susunan DNA Primer HSP 70 Pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar ekspresi gen HSP 70 yang muncul pada sampel itik saat pengukuran menggunakan PCR harus
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh
TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Puyuh merupakan salahsatu komoditas unggas sebagai penghasil telur. Keberadaan puyuh mendukung ketersediaan protein hewani yang murah serta mudah didapat. Puyuh yang dikembangkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam. bandingkan dengan unggas lainnya (Suryani et al., 2012).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kedu Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam Kedu berasal dari Desa Karesidenan Kedu Temanggung Jawa Tengah. Ayam Kedu memiliki kelebihan daya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4.
34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1 Kadar Albumin Darah Itik Cihateup Rata-rata kadar albumin darah itik Cihateup yang diberi ransum mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-rata
Lebih terperinciPengaruh Perbedaan Transportasi Sistem M-CLOVE dengan Konvensional dan Jenis Kelamin terhadap Respon Fisiologis Ayam Broiler
Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan ISSN 2303-2227 Vol. 04 No. 1 Januari 2016 Hlm: 204-211 Pengaruh Perbedaan Transportasi Sistem M-CLOVE dengan Konvensional dan Jenis Kelamin terhadap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Profil Ayam Kedu dan Status Nutrisi Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di Kabupaten Temanggung. Ayam Kedu merupakan ayam lokal Indonesia yang
Lebih terperinciPENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan
PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Ayam Ras petelur Ayam ras petelur merupakan tipe ayam yang secara khusus menghasilkan telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam kedu termasuk ragam ayam kampung dari spesies Gallus gallus yang
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kedu Pasca Tetas Ayam kedu termasuk ragam ayam kampung dari spesies Gallus gallus yang dikenal dengan Gallus Bankiva (Card dan Nesheim, 1979). Ayam kedu banyak ditemukan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat. Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konsumsi Pakan Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan konsumsi pakan ayam kampung super yang diberi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ternak unggas petelur yang banyak dikembangkan di Indonesia. Strain ayam petelur ras yang dikembangkan di Indonesia antara lain Isa Brown,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Ternak itik merupakan hewan homoiterm yang dapat melakukan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak itik merupakan hewan homoiterm yang dapat melakukan homeostatis pada suhu lingkungan yang tidak sesuai dengan suhu tubuhnya. Pemeliharaan itik kurang diminati
Lebih terperinciPENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam lokal merupakan jenis ayam yang banyak dipelihara orang di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Ayam lokal telah mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Hal
Lebih terperinciGambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lingkungan Tempat Penelitian Pemeliharaan puyuh dilakukan pada kandang battery koloni yang terdiri dari sembilan petak dengan ukuran panjang 62 cm, lebar 50 cm, dan tinggi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi ransum Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu. Ransum yang dikonsumsi oleh ternak digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua
Lebih terperinciPENDAHULUAN. dipertahankan. Ayam memiliki kemampuan termoregulasi lebih baik dibanding
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik merupakan hewan homoioterm yang suhu tubuhnya harus tetap dipertahankan. Ayam memiliki kemampuan termoregulasi lebih baik dibanding itik. Zona suhu kenyamanan (Comfort
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Ransum Ransum penelitian disusun berdasarkan rekomendasi Leeson dan Summers (2005) dan dibagi dalam dua periode, yakni periode starter (0-18 hari) dan periode finisher (19-35
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Cekaman Panas Selama Pemeliharaan Salama 6 minggu pemeliharaan, ayam broiler diberi tambahan sumber penerangan dan panas berupa lampu bohlam berdaya 60 watt yang dipasang
Lebih terperinciPEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler
29 IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler Hasil penelitian pengaruh lama penggunaan litter pada kandang panggung terhadap konsumsi ransum disajikan pada Tabel 5. Tabel
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan performa produksi meliputi produksi telur, bobot telur, dan konversi pakan) Coturnix-coturnix japonica dengan penambahan Omega-3 dalam pakan ditampilkan pada Tabel 4. Tabel
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat yang semakin meningkat, sejalan dengan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Bobot Potong Ayam Kampung Unggul Balitnak (KUB) umur 60 hari Bobot potong merupakan hasil identifikasi yang paling sederhana untuk mengukur pertumbuhan yakni dengan cara menimbang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, pada tahun 2010 mencapai 237,64 juta jiwa atau naik dibanding jumlah penduduk
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Tepung Kaki Ayam Broiler sebagai Subtitusi Tepung Ikan di dalam Ransum terhadap Kadar Protein Telur Ayam Arab (Gallus turcicus) Berdasarkan hasil penelitian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul Pengaruh tingkat energi protein dalam ransum terhadap total protein darah ayam Sentul dapat dilihat pada Tabel 6.
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga
1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang penting diperhatikan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014)
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha peternakan ayam broiler merupakan usaha subsektor peternakan yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014) populasi ayam broiler
Lebih terperinciPENDAHULUAN. melakukan aktivitas pada suhu lingkungan yang berbeda. Kondisi minim air dapat menyebabkan itik mengalami stress berat dan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup adalah jenis unggas air yang berbeda dengan yang lain dan memiliki kemampuan termoregulasi yang lebih rendah dari unggas lainnya. Itik mempunyai sifat yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu usaha yang mutlak dibutuhkan untuk mengembangkan budi daya ikan adalah penyediaan benih yang bermutu dalam jumlah yang memadai dan waktu yang tepat. Selama ini
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang berkembang pesat. Pada 2013 populasi broiler di Indonesia mencapai 1.255.288.000 ekor (BPS,
Lebih terperincilaboratorium FISIOLOGI TERNAK DAN BIOKIMIA
laboratorium FISIOLOGI TERNAK DAN BIOKIMIA Kuliah Perdana FISIOLOGI TERNAK Laboratorium Fisiologi Ternak dan Biokimia Staf Laboratorium 1. Dr. Ir. Lovita Adriani, M.S. (Kepala Lab.) 2. Ir. Heni St. Mainah,
Lebih terperinciUJIAN AKHIR SEMESTER JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TAMANSISWA
Dosen Waktu : Ir. Zasmeli Suhaemi, MP : Take Home ZUL ASPI Ceritakanlah dengan ringkas apa saja peran pemerintah dalam memajukan iklim perunggasan di Sumatera Barat. Unggas adalah hewan berdarah panas,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Ayam betina mempunyai alat repruduksi yang terdiri dari oviduct dan ovary.
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Produksi Telur Ayam betina mempunyai alat repruduksi yang terdiri dari oviduct dan ovary. Oviduct ayam terdapat dari dua buah, tapi hanya sebelah kiri yang berkembang,
Lebih terperinciUJIAN AKHIR SEMESTER JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TAMANSISWA
DERI AGUNG Ada banyak faktor pembatas dalam beternak unggas Di Indonesia, sebutkan faktor-faktor pembatas tersebut sekaligus solusinya. Pada tiga rangkaian keterkaitan dalam pengelolaan peternakan unggas,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ada kebanyakan hanya untuk menghasilkan hewan kesayangan dan materi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelinci sebagai salah satu sumber protein hewani pada saat ini di Indonesia belum dapat diterima sepenuhnya oleh masyarakat, sehingga budidaya kelinci yang ada saat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock dan merupakan hasil pemeliharaan dengan metode perkawinan tertentu pada peternakan generasi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia. Broiler memiliki kelebihan dan kelemahan.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Burung Puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica)
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica) Burung puyuh pertama kali didomestikasi atau diternakkan di Amerika pada tahun sekitar 1870 untuk diambil produksi telur
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah
23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, MCV, MCH dan MCHC ayam broiler dengan perlakuan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Fase Grower Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras dan tidak boleh disilangkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping (by product) berupa anak ayam jantan petelur. Biasanya, satu hari setelah
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
60 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Kombinasi Tepung Keong Mas (Pomacea canaliculata) dan Tepung Paku Air (Azolla pinnata) Terfermentasi Terhadap Produktivitas Telur Ayam Petelur Strain
Lebih terperinciSATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) VII
SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) VII A. 1. Pokok Bahasan : Sistem pernafasan dan peredaran darah A.2. Pertemuan minggu ke : 10 (2 jam) B. Sub Pokok Bahasan 1. Anatomi system pernafasan 2. Proses pernafasan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong.
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung dikenal sebagai jenis unggas yang mempunyai sifat dwi fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong. Wahju (2004) yang menyatakan bahwa Ayam
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun tahun 1997
PENDAHULUAN Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun tahun 1997 mernberikan dampak terhadap peningkatan populasi dan produksi peternakan. Ditinjau dari sea popuiasi ternak ayam ras petelur antara
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Manajemen Pemeliharaan Breeder Strain broiler breeder yang digunakan dalam penelitian ini ialah Cobb 500, Ross 308 dan Hubbard Classic. Ayam ayam tersebut dipelihara di kandang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam petelur memiliki keunggulan dan kelemahan, keunggulan ayam petelur yaitu memiliki
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu
HASIL DAN PEMBAHASAN Manajemen Pemeliharaan Komponen utama dalam beternak puyuh baik yang bertujuan produksi hasil maupun pembibitan terdiri atas bibit, pakan serta manajemen. Penelitian ini menggunakan
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut menunjukan bahwa ayam lokal mempunyai potensi yang baik untuk
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Ayam Lokal Ayam lokal merupakan jenis ayam yang banyak dipelihara orang di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Ayam lokal yang terdapat di Indonesia beragam penempilanya dan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama yang bertempat
Lebih terperinciakan timbul sebagai respons dan respons ini yang disebut cekaman (stres).
Pengembangan usaha peternakan di daerah tropis terutama di Indonesia masih banyak mengalami hambatan-hambatan sehingga usaha untuk mencapai produksi tertinggi masih belum tercapai. Salah satu faktor yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. dagingnya untuk dikonsumsi oleh manusia, yang selanjutnya meningkat untuk
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kuda sudah dikenal manusia sejak lama, dahulu kuda hanya dimanfaatkan dagingnya untuk dikonsumsi oleh manusia, yang selanjutnya meningkat untuk ditunggangi sebagai sarana
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah. Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Usus Besar
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Analisis sampel yang pertama diperoleh data berat basah yang menunjukkan berat sel dan air dari usus besar tersebut. Tabel 7. Pengaruh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure Line atau ayam
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure Line atau ayam galur murni, ayam pembibit Great Grand Parent Stock atau ayam pembibit buyut, ayam pembibit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah diketahui bahwa ketinggian menimbulkan stress pada berbagai sistem organ manusia. Tekanan atmosfer menurun pada ketinggian, sehingga terjadi penurunan tekanan
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi
Lebih terperinci