HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan Iradiasi terhadap Kadar Glukosa Darah Itik Cihateup

Transkripsi

1 (mg/dl) IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan Iradiasi terhadap Kadar Glukosa Darah Itik Cihateup Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan rata-rata kadar glukosa darah itik Cihateup pada kondisi pemeliharaan minim air ditampilkan pada Tabel 4 sebagai berikut: Tabel 4. Rataan Kadar Glukosa Darah Itik Cihateup Perlakuan Glukosa (mg/dl) Signifikasi P1 179,28 ± 0.75 a P2 178,60 ± 0.66 b Keterangan : Huruf yang berbeda (a,b) pada kolom signifikasi menunjukkan berbeda nyata (p < 0,05) 179,4 Kadar Glukosa Darah 179, ,8 178,6 178,4 178,2 P1 P2 ilustrasi 3. Jumlah rataan kadar glukosa darah itik Cihateup

2 Berdasarkan Tabel 4 dan Ilustrasi 3 menunjukkan bahwa diperoleh rataan nilai kadar glukosa tanpa kitosan iradiasi 179,28 mg/dl dan dengan kitosan iradiasi 150 ppm yaitu 178,6 mg/dl. Hasil analisis menggunakan metode eksperimental uji t tidak berpasangan, pemberian kitosan iradiasi terhadap kadar glukosa darah itik Cihateup berbeda nyata lebih rendah dengan kadar glukosa tanpa pemberian kitosan iradiasi (P < 0,05). Kadar glukosa yang lebih tinggi pada kelompok itik yang tidak diberi kitosan menunjukkan terjadi perubahan profil metabolisme pada ternak itik tersebut. Diketahui bahwa pada penelitian ini, itik dipelihara pada kondisi tanpa genangan air / kolam berenang. Pemeliharan itik dengan minim air merupakan sistim pemeliharaan yang tidak sesuai dengan sifatnya. Selain temperatur mikro kandang yang lebih tinggi dari zona nyamannya, sistem pemeliharaan ini memicu stress pada ternak itik tersebut. Stres fisiologik memicu aktivitas glikolisis (Franco-Jimenez dkk., 2007). Glikolisis meningkat sebagai dampak peningkatan aktivitas siklus adenin monofosfat (camp). Siklus ini mengaktifkan protein kinase dan fosforilasi sehingga memicu peningkatan perombakan glikogen menjadi glukosa (Ryder dkk., 2004). Aktivitas camp dipicu oleh pensignalan yang dilakukan oleh hormon epinefrin (yang diproduksi oleh adrenal medulla). Peningkatan epinefrin distimulasi oleh neuro transmiter terutama oleh kalsium sebagai dampak peningkatan hormon corticotropic realasing factor (crf). Shinder dkk., (2007) mengemukakan bahwa stress fisiologik memicu peningkatan hormon kortikotropin dan epinefrin melalui jalur transmisi oleh salah satu neurotransmiter yaitu kalsium. Inilah sebabnya terdapat perbedaan kadar glukosa kelompok itik yang dipelihara dalam keadaan stres (Tabel 4 dan Ilustrasi 3).

3 Pada kelompok itik yang diberi kitosan iradiasi tampak sangat efektif menurunkan kadar glukosa (Tabel 4 dan Ilustrasi 3). Pemberian kitosan dalam kadar tertentu dapat berdampak terhadap profil hormonal. Yin dkk. (2008) melaporkan bahwa pemberian kitosan iradiasi dapat menstimulasi hormonhormon steroid dan menekan hormon amino. Salah satu hormon amin yang penting adalah epinefrin. Apabila dikaitkan dengan pembahasan sebelumnya maka pemberian kitosan tentu akan mencegah aktivasi siklus camp. Sehingga ternak itik yang dalam keadaan stres tidak memproduksi glukosa melalui perombakan glikogen. Energi dapat diproduksi melalui perombakan kreatin fosfat dan atau melalui jalur glikoneogenesis. Inilah sebabnya kadar glukosa kelompok itik yang diberi kitosan tampak lebih rendah yaitu 178,6 (Tabel 4 dan Ilustrasi 3). 4.2 Pengaruh Pemberian Kitosan Iradiasi terhadap Kadar Kreatinin Darah Itik Cihateup Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan rata-rata kadar kreatinin darah itik Cihateup pada kondisi pemeliharaan minim air ditampilkan pada Tabel 5 sebagai berikut: Tabel 5. Rataan Kadar Kreatinin Darah Itik Cihateup Perlakuan Kreatinin (mg/dl) Signifikasi P1 6,01 ± 0,08 a P2 4,99 ± 0,88 b Keterangan : Huruf yang berbeda (a,b) pada kolom signifikasi menunjukkan berbeda nyata (P < 0,05) Berdasarkan Tabel 5 dan Ilustrasi 4 menunjukkan bahwa diperoleh rataan nilai kadar kreatinin tertinggi adalah tanpa kitosan iradiasi 6,01 mg/dl sedangkan

4 (mg/dl) dengan pemberian kitosan iradiasi 150 ppm mengalami penurunan sampai 4,9898 mg/dl. Hasil analisis menggunakan metode eksperimental uji t tidak berpasangan, pemberian kitosan iradiasi terhadap kadar kreatinin darah itik Cihateup menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0,05). Kadar Kreatinin Darah P1 P2 Ilustrasi 4. Jumlah Rata-rata Kadar Kreatinin Darah itik Cihateup Salah satu respon ternak apabila mengalami stres yaitu terjadinya perubahan profil hormonal. Mutaf dkk. (2008) menunjukkan peningkatan profil hormon epinefrin dan tiroksin pada ternak yang mengalami stres. Peningkatan epinefrin menstimulasi peningkatan denyut jantung serta peningkatan kontraksi otot-otot terkait dengan pernafasan (Pearce dkk., 2013). Kontraksi otot-otot jantung dan otot-otot respirasi yang melebihi dari normal memicu perombakan fosfo kreatin / kreatin fosfat menjadi kreatinin. Setiap perombakan satu mol kreatin fosfat menjadi kreatinin menghasilkan 1 molekul atp sebagai sumber energi, sehingga mekanisme ini sangat penting dalam

5 keadaan otot-otot berkontraksi lebih tinggi. Sistem pemeliharaan minim air memicu peningkatan stres panas pada ternak itik sehingga sumber energi utama untuk mendukung pengeluaran panasnya adalah melalui mekanisme katabolisme kreatin fosfat menjadi kreatinin (Tabel 5 dan Ilustrasi 4). Kadar kreatinin itik yang tampak lebih tinggi pada kelompok tanpa kitosan (Tabel 5 dan Ilustrasi 4). Semakin tinggi tekanan cekaman panas maka kontraksi otot yang mendukung pernafasan semakin tinggi laju kontraksinya, oleh karena itu dukungan energi tidak cukup hanya dengan katabolisme glukosa menjadi ATP. Pemanfaatan ATP dari kreatin fosfat juga semakin tinggi, sebagai alternatif penyediaan energi bagi otot dalam keadaan stres dan kerja berat. Ilustrasi 5. Mekanisme Metabolisme Kreatinin (Mushawwir, 2015). Pemberian kitosan iradiasi menjadi alasan agar kadar kreatinin darah tidak meningkat dalam keadaan stres. Hasil penelitian Wyss dan Kaddurrah (2000) dapat dijelaskan bahwa kitosan iradiasi mengandung glukosamina, menjadi sumber glukosa sebagai prekursor energi. Sehingga perombakkan kreatin fosfat

6 menjadi kreatinin bukan menjadi solusi utama dalam keadaan evaporasi panas berlebihan. Hasil penelitian yang di kemukakan Malpaux dkk., (2001) menunjukkan bahwa kitosan dapat mengaktifkan salah satu neurotransmitter yaitu Gamma aminobutirit acid (GABA). GABA bekerja untuk memperlambat atau bahkan menghentikan transmisi sistem syaraf pusat ke jaringan target sehingga berdampak menurunnya produksi epinefrin. Penurunan epinefrin menyebabkan kontraksi denyut jantung dan otot tidak meningkat. Hasil-hasil penelitian terdahulu tersebut memberikan penjelasan yang logis tidak dibutuhkannya jalur perombakan kreatin fosfat menjadi kreatinin secara berlebihan meskipun dalam keadaan stres. Kadar kreatinin yang lebih rendah berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat ada Tabel 5 dan Ilustrasi 4.