PELABELAN D-LUCKY PADA JARINGAN HYPERCUBE, JARINGAN KUPU-KUPU, DAN JARINGAN BENES

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PELABELAN D-LUCKY PADA JARINGAN HYPERCUBE, JARINGAN KUPU-KUPU, DAN JARINGAN BENES"

Transkripsi

1 i PELABELAN D-LUCKY PADA JARINGAN HYPERCUBE, JARINGAN KUPU-KUPU, DAN JARINGAN BENES HALINI NORMA LIANI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2 ii

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pelabelan d-lucky pada Jaringan Hypercube, Jaringan Kupu-kupu, Jaringan Benes adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. iii Bogor, 12 Oktober 2016 Halini Norma Liani NIM G

4 iv ABSTRAK HALINI NORMA LIANI. Pelabelan d-lucky pada Jaringan Hypercube, Jaringan Kupu-kupu, dan Jaringan Benes. Dibimbing oleh TEDUH WULANDARI MAS OED dan FARIDA HANUM. Pelabelan d-lucky dari suatu graf merupakan pemetaan dari himpunan simpul yang berupa urutan biner dengan panjang n-dimensi pada deret {0,1} ke himpunan bilangan bulat {1,2,, k}, dengan k adalah bilangan bulat positif terkecil. Didefinisikan bobot dari suatu simpul adalah jumlah label dari tetangga terbukanya dan derajat simpul tesebut. Setiap simpul di graf dikatakan memiliki label d-lucky, jika setiap pasangan simpul yang adjacent memiliki bobot yang berbeda. Karya ilmiah ini menjelaskan pembuktian teorema-teorema yang menyatakan bahwa jaringan Hypercube, jaringan kupu-kupu, dan jaringan Benes memiliki pelabelan d- lucky dengan bilangan d-lucky dari graf tersebut adalah 2. Kata kunci: jaringan Hypercube, jaringan kupu-kupu, jaringan Benes, pelabelan d- lucky, adjacent ABSTRACT HALINI NORMA LIANI. D-lucky Labelling of Hypercube Network, Butterfly Network, and Benes Network. Supervised by TEDUH WULANDARI MAS OED and FARIDA HANUM. d-lucky labelling from a graph is a mapping from the set of vertices in the form of binary sequences of lenght n-dimension in the series {0,1} to the set of integers {1,2,, k}, where k is the smallest positive integer. Value from the vertex was defined as sum of the label from open neighborhood and degree of the vertex. Each vertex in a graph is said to have a d-lucky label, if every pair of adjacent vertices has a different value. This manuscript proves that the hypercube network, butterfly network, and benes network has a d-lucky labelling whose d-lucky number is 2. Keywords: Hypercube network, butterfly network, Benes network, d-lucky labelling, adjacent.

5 v PELABELAN D-LUCKY PADA JARINGAN HYPERCUBE, JARINGAN KUPU-KUPU, DAN JARINGAN BENES HALINI NORMA LIANI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Matematika DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

6 vi

7

8 viii PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penyusunan karya ilmiah ini juga tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Keluarga tercinta Bapak Sujono Hadi Suprayitno, Ibu Djumaryati, Mas Whisnu Odi Nugraha, Mas Arfi Kristian dan seluruh keluarga yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat, bimbingan, kasih sayang, dan motivasi, 2. Teduh Wulandari Mas oed, MSi dan Dra Farida Hanum, MSi selaku dosen pembimbing serta Dra Nur Aliatiningtyas, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan ilmu, motivasi, kesabaran, bimbingan, saran, dan bantuannya selama penulisan skripsi ini, 3. Mas Ade Siswandy yang selalu mendukung, mendengarkan keluh kesah, memberikan doa, motivasi dan semangat selama penulisan skripsi ini, 4. Keluarga An-Nissa dan HKRB 49 yang selalu mendukung dan memberikan semangat, saran, doa serta motivasi selama penulisan skripsi ini, 5. Fredy Seto, Ryvanu Adi Nugroho, Asnelly Putri, Syamsul serta teman-teman Matematika 49 yang selalu memberikan dukungan, keceriaan, dan segala bantuan yang telah diberikan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan khususnya matematika dan menjadi inspirasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya. Bogor, 12 Oktober 2016 Halini Norma Liani

9 ix DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar belakang 1 Tujuan Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Teori Graf 2 Pelabelan Graf 3 PEMBAHASAN 5 SIMPULAN 33 DAFTAR PUSTAKA 33 LAMPIRAN 34 RIWAYAT HIDUP 54

10 x DAFTAR TABEL 1 Hasil kali Cartesian dari jaringan Hypercube (Q n ) 5 2 Angka biner pada jaringan kupu-kupu BF(1) 13 3 Angka biner pada jaringan kupu-kupu BF(2) 13 4 Angka biner pada jaringan kupu-kupu BF(3) 15 5 Angka biner pada jaringan Benes BB(1) 22 6 Angka biner pada jaringan Benes BB(2) 23 7 Angka biner pada jaringan Benes BB(3) 25 DAFTAR GAMBAR 1 Contoh hasil kali dua graf 3 2 Graf sembarang 3 3 Pelabelan d-lucky pada graf G 4 4 Bentuk jaringan Hypercube (Q 2 ) 6 5 Bentuk jaringan Hypercube (Q 3 ) 7 6 Bentuk jaringan Hypercube (Q 4 ) 8 7 Pelabelan d-lucky pada jaringan Hypercube (Q 2 ) 9 8 Pelabelan d-lucky pada jaringan Hypercube (Q 3 ) 9 9 Pelabelan d-lucky pada jaringan Hypercube (Q 4 ) Bentuk jaringan kupu-kupu BF(1) Bentuk jaringan kupu-kupu BF(2) Bentuk jaringan kupu-kupu BF(3) Pelabelan d-lucky pada jaringan kupu-kupu BF(1) Pelabelan d-lucky pada jaringan kupu-kupu BF(2) Pelabelan d-lucky pada jaringan kupu-kupu BF(3) Diagram pembentukan jaringan kupu-kupu BF(n) Bentuk jaringan Benes BB(1) Bentuk jaringan Benes BB(2) Bentuk jaringan Benes BB(3) Pelabelan d-lucky pada jaringan Benes BB(1) Pelabelan d-lucky pada jaringan Benes BB(2) Pelabelan d-lucky pada jaringan Benes BB(3) Diagram pembentukan jaringan Benes BB(n) 32 DAFTAR LAMPIRAN 1 Simpul yang adjacent untuk bentuk jaringan Hypercube (Q 3 ) 34 2 Simpul yang adjacent untuk bentuk jaringan Hypercube (Q 4 ) 35 3 Simpul yang adjacent untuk bentuk jaringan kupu-kupu (BF(2)) 40 4 Simpul yang adjacent untuk bentuk jaringan kupu-kupu (BF(3)) 41 5 Simpul yang adjacent untuk bentuk jaringan Benes (BB(2)) 44 6 Simpul yang adjacent untuk bentuk jaringan Benes (BB(3)) 46

11 1 PENDAHULUAN Latar belakang Teori graf merupakan salah satu ilmu yang dibahas dalam matematika diskret. Teori graf dapat berfungsi sebagai model matematis untuk sistem yang melibatkan hubungan biner. Secara umum graf merupakan pasangan himpunan simpul (vertex) dan himpunan sisi (edge). Salah satu topik yang menarik dalam teori graf ialah masalah pelabelan. Pelabelan pada sebuah graf merupakan pemberian label pada elemen-elemen tertentu dari graf tersebut menggunakan bilangan bulat positif. Pelabelan graf muncul pertama kali pada 1967 setelah sebuah konjektur dari Ringel dan tulisan dari Rosa membahas mengenai pelabelan graf. Dalam karya ilmiah ini akan dibahas mengenai pelabelan d-lucky pada sebuah graf. Pelabelan d-lucky dari graf G merupakan suatu pelabelan dengan menggunakan bilangan bulat positif k terkecil sehingga graf G memiliki pelabelan d-lucky dengan {1,2,, k} sebagai himpunan label. Setiap simpul di graf G dikatakan memiliki label d-lucky, jika untuk setiap pasangan simpul yang adjacent di graf G memiliki nilai yang berbeda. Masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah apakah jaringan Hypercube, jaringan kupu-kupu, dan jaringan Benes memiliki pelabelan d-lucky dengan bilangan d-lucky dari graf G, dinotasikan dengan ηdl(g) adalah 2. Jaringan Hypercube, jaringan kupu-kupu dan jaringan Benes dapat diaplikasikan pada jaringan interkoneksi untuk pemrosesan paralel dan juga berperan penting dalam pengenalan beberapa komputer paralel komersial berbasis hypercube. Jaringan dasar yang digunakan untuk aplikasi jaringan interkoneksi merupakan jaringan Hypercube yang kemudian dikembangkan dengan menggunakan jaringan kupu-kupu dan jaringan Benes. Penerapan jaringan kupukupu pada jaringan interkoneksi untuk memfasilitasi diskusi, visualisasi, dan analisis algoritme routing hypercube. Jaringan kupu-kupu merupakan jaringan interkoneksi bertingkat yang menghubungkan prosesor dengan modul memori. Jaringan Benes merupakan perluasan dari jaringan kupu-kupu dengan prosesor tetap di sebelah kiri tapi modul memori bergerak ke kanan, dan kemudian empat node digabungkan di bagian tengah di setiap baris yang tidak melakukan fungsi routing. Properti penting dari jaringan Benes adalah rute permutasi tanpa konflik. Ini terkait dengan ketersediaan beberapa jalur tepi-disjoint antara setiap pasangan input dan output node (Parhami 2002). Sumber utama dari karya ilmiah ini ialah tulisan Mirka Miller, Indra Rajasingh, D. Ahima Emilet, dan D. Azubha Jemilet dalam artikel d-lucky Labelling of Graphs.

12 2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini ialah 1. merekonstruksi bukti bahwa jaringan Hypercube n-dimensi (Q n ) memiliki pelabelan d-lucky dengan bilangan d-lucky ηdl(q n ) = 2, 2. merekonstruksi bukti bahwa jaringan kupu-kupu n-dimensi BF(n) memiliki pelabelan d-lucky dengan bilangan d-lucky ηdl(bf(n)) = 2, 3. merekonstruksi bukti bahwa jaringan Benes n-dimensi BB (n) memiliki pelabelan d-lucky dengan bilangan d-lucky ηdl(bb(n)) = 2. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan beberapa definisi dan konsep dasar dari teori graf yang akan digunakan dalam pembahasan pada bab-bab selanjutnya. Teori Graf Definisi 1 (Graf) Suatu graf G adalah pasangan terurut (V, E) dengan V adalah himpunan takkosong dan berhingga dan E adalah himpunan pasangan tak terurut yang menghubungkan elemen-elemen V. Graf G dinotasikan dengan G = (V, E). Elemen V disebut simpul atau vertex sedangkan elemen E disebut sisi atau edge. Himpunan dari simpul-simpul pada graf G dinotasikan dengan V(G) atau V, sedangkan himpunan dari sisi-sisi pada graf G dinotasikan dengan E(G) atau E (Foulds 1992). Definisi 2 (Adjacent) Simpul u dan v pada graf G dikatakan adjacent jika terdapat sebuah sisi (edge) e ={u,v} di graf G, dan e menghubungkan simpul u dan v (Chartrand dan Oellermann 1993). Dalam karya ilmiah ini, selanjutnya sisi {u, v} dituliskan dengan uv. Definisi 3 (Derajat) Dalam graf G, derajat dari sebuah simpul v, dinotasikan dengan deg v, adalah banyaknya simpul yang adjacent dengan v (Chartrand dan Oellermann 1993). Definisi 4 (Tetangga terbuka) Simpul v dari graf G memiliki tetangga terbuka N(v) yang didefinisikan dengan N(v) = {u V(G) vu E(G)} (Chartrand dan Oellermann 1993). Definisi 5 (Hasil Kali Graf) Misalkan G dan H adalah graf dengan himpunan simpul berturut-turut ialah V(G) dan V(H) dan himpunan sisi ialah E(G) dan E(H). Didefinisikan graf G H ialah graf dengan himpunan simpul V(G) V(H) dan dua simpul (u 1, u 2 ) dan

13 (v 1, v 2 ) adalah adjacent pada G H jika dan hanya jika u 1 = v 1 dan u 2 v 2 E(H) atau u 2 = v 2 dan u 1 v 1 E(H) (Chartrand dan Oellermann 1993). Sebagai ilustrasi, misalkan V(G) = {g 1, g 2, g 3 } dan V(H) = {h 1, h 2, h 3 } maka dua simpul yang adjacent pada G H adalah sebagai berikut : V(G H) = {g 1 h 1, g 1 h 2, g 1 h 3, g 2 h 1, g 2 h 2, g 2 h 3, g 3 h 1, g 3 h 2, g 3 h 3 } Contoh hasil kali graf dapat dilihat pada Gambar 3. 3 Gambar 1 Contoh hasil kali dua graf Pelabelan Graf Karya ilmiah ini akan membahas pelabelan d-lucky pada beberapa jaringan. Berikut ini akan dijelaskan definisi tentang pelabelan graf. Definisi 6 (Pelabelan Graf) Sebuah pelabelan graf G adalah suatu pemetaan (fungsi) yang memetakan suatu himpunan dari elemen graf ke suatu himpunan bilangan bulat positif. Jika domain dari pemetaan adalah himpunan simpul maka pelabelan disebut pelabelan simpul (vertex labelling), jika domain dari pemetaan adalah himpunan sisi maka pelabelan disebut pelabelan sisi (edge labelling). Jika domainnya simpul dan sisi maka pelabelan disebut pelabelan total (total labelling) (Irfan dan Andrea 2016). Definisi 7 (Pelabelan d-lucky) Misalkan l V(G) {1,2,, k} adalah suatu pelabelan dari simpul-simpul di graf G yang berupa bilangan bulat positif. Didefinisikan c (u) = v N(u) l (v) + d (u), dengan d (u) adalah derajat dari u. Didefinisikan label l sebagai d-lucky jika c (u) c (v), untuk setiap pasangan simpul u dan v yang adjacent di G (Miller et al. 2015). Bilangan d-lucky dari graf G, dinotasikan dengan η dl (G), adalah bilangan k positif terbesar dari graf G dengan {1,2,..., k} sebagai himpunan label. Nilai dari c(u) dan c(v) adalah bobot dari simpul u dan v. Berikut akan diberikan contoh untuk memperoleh pelabelan d-lucky dari sebuah graf G pada untuk mengilustrasikan definisi pelabelan d-lucky. Gambar 2 Graf sembarang

14 4 Pilih simpul A sebagai u 1 dan simpul lainnya yang adjacent dengan simpul A sebagai B = v 1 dan C = v 2. Ini berarti N(u 1 ) = {v 1, v 2 }, kemudian lihat simpul v 1 dan v 2, semua simpul yang adjacent dengan simpul v 1 dan v 2 menjadi u dimulai dari u 2, u 3, u 6. Beri label pada l(a = u 1 ) = l(d = u 2 ) = l(e = u 3 ) = l(f = u 4 ) = l(g = u 5 ) = 2 dan l(v 1 ) = l(v 2 ) = 1. Akibatnya nilai dari c(u i ) dan c(v i ) adalah sebagai berikut: c(u 1 ) = v N(u 1 ) l (v) + d (u) = l(v 1 ) + l(v 2 ) + d(u 1 ) = = 4, N(v 1 ) = {u 1, u 2, u 3 }, sehingga c(v 1 ) = u N(v 1 ) l (u) + d (v) = l(u 1 ) + l(u 2 ) + l(u 3 ) + d(v 1 ) = = 9,... N(u 5 ) = {v 2 }, sehingga c(u 5 ) = v N(u 2 ) l (v) + d (u) = l(v 2 ) + d(u 5 ) = = 2. Kemudian cek nilai c(u) dan c(v) di setiap simpul yang adjacent. Karena c (u) c (v) untuk setiap pasangan simpul yang saling adjacent, akibatnya graf G memiliki pelabelan d-lucky. Karena bilangan positif terbesar pada graf G adalah 2, maka bilangan d-lucky pada graf Gadalah 2, dinotasikan dengan η dl (G) = 2. Gambar 3 Pelabelan d-lucky pada graf G Definisi 8 (Graf Lengkap ) Sebuah graf lengkap ialah suatu graf sederhana di mana setiap pasangan simpul yang berbeda bergabung dengan sebuah sisi. Dengan kata lain, graf sederhana di mana terdapat sebuah sisi diantara setiap pasangan simpul disebut graf lengkap. Jika graf lengkap memiliki simpul v 1, v 2,, v n maka himpunan sisi dapat dinyatakan dengan E = {(v i, v j ) v i v j ; i, j = 1, 2, 3 n}. Graf lengkap dari n simpul dinotasikan dengan K n (Ray 2013).

15 5 PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas teorema-teorema yang akan membuktikan bahwa jaringan Hypercube, jaringan kupu-kupu, dan jaringan Benes memiliki pelabelan d- lucky dengan bilangan d-lucky η dl (G) = 2. Pelabelan d-lucky pada Jaringan Hypercube Jaringan Hypercube adalah graf yang berbentuk Q n, dengan Q n didefinisikan secara rekursif sebagai Q 1 = K 2, Q n = Q n 1 Q 1 = K 2 K 2... K 2, dengan n 2. Himpunan simpul V dari Q n terdiri dari barisan bilangan biner dengan panjang n sedemikian sehingga V(Q n ) = {x 1, x 2,, x n } dengan x i {0,1}, i = 1, 2,, n (Miller et al. 2015). Pembentukan jaringan Hypercube (Q n ) dapat dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut. Langkah 1: Tentukan anggota himpunan dari V(Q n ) dengan cara hasil kali Cartesian anggota himpunan dari V(Q n 1 ) dan anggota himpunan V(K 2 ). Himpunan titik V dari Q n terdiri dari urutan biner dengan panjang n pada barisan {0,1}, yaitu, V(Q n ) = {x 1, x 2,, x n } dengan x i {0,1}, i = 1, 2,, n sehingga dapat diperoleh tabel sebagai berikut: Tabel 1 Hasil kali Cartesian dari jaringan Hypercube (Q n ) V(K 2 ) n V(Q n 1 ) V(Q n ) {0,1} 2 {0,1} {(0,0), (0,1), (1,0), (1,1)} {0,1} 3 {(0,0), (0,1), (1,0), (1,1)} {(0,0,0), (0,1,0), (1,0,0), (1,1,0), (0,0,1), (0,1,1), (1,0,1), (1,1,1)} {0,1} 4 {(0,0,0), (0,1,0), (1,0,0), (1,1,0), (0,0,1), (0,1,1), (1,0,1), (1,1,1)} {0,1} 5 {(0,0,0,0), (0,1,0,0), (1,0,0,0), (1,1,0,0), (0,0,1,1), (0,1,1,1), (1,0,1,1), (1,1,1,1)} {(0,0,0,0), (0,1,0,0), (1,0,0,0), (1,1,0,0), (0,0,1,1), (0,1,1,1), (1,0,1,1), (1,1,1,1)} {(0,0,0,0,0), (0,1,0,0,0), (1,0,0,0,0), (1,1,0,0,0), (0,0,1,1,1), (0,1,1,1,1), (1,0,1,1,1), (1,1,1,1,1)} Langkah 2: Tentukan sisi e E(Q n ) dari simpul yang adjacent. Suatu pasangan simpul dikatakan adjacent jika dan hanya jika e = x 1 x 2 dengan x 1, x 2 V(Q n ) dengan x 1 = (y 1, z 1 ) dan x 2 = (y 2, z 2 ) berdasarkan aturan y 1 = y 2 dan z 1 z 2 E(K 2 ) atau z 1 = z 2 dan y 1 y 2 E(Q n 1 ) (Chartrand dan Oellermann 1993). Lakukan hingga semua simpul dilabeli. Berikut akan diberikan contoh tiga kasus yang berbeda untuk memperoleh bentuk dari jaringan Hypercube.

16 6 Kasus 1 : Bentuk jaringan Hypercube (Q 2 ). Berdasarkan definisi hasil kali Cartesian, Q2 didefinisikan secara rekursif sebagai Q 2 = Q 1 K 2 dengan V(Q 2 ) = V(Q 1 ) V(K 2 ) dengan V(Q 1 ) = {0,1} dan V(K 2 ) = {0,1}. Akibatnya diperoleh V(Q 2 ) = {(0,0), (0,1), (1,0), (1,1)}. Selanjutnya ditentukan pasangan simpul yang adjacent dengan e = x 1 x 2 V(Q 2 ) dengan x 1 = (y 1, z 1 ) dan x 2 = (y 2, z 2 ). Simpul yang adjacent diperoleh berdasarkan aturan y 1 = y 2 dan z 1 z 2 E(K 2 ) atau z 1 = z 2 dan y 1 y 2 E(Q n 1 ). Sehingga diperoleh simpul yang adjacent untuk bentuk jaringan Hypercube (Q2) sebagai berikut: x 1 = (1,1), x 2 = (1,0) E(Q 2 ). Karena y 1 = y 2 = 1 dan 1, 0 V(K 2 ) akibatnya (1,1) dan (1,0) adjacent. x 1 = (1,0), x 2 = (0,1) E(Q 2 ). Karena y 1 = 1 y 2 = 0 dan 0, 1 V(K 2 ) atau z 1 = 0 z 2 = 1 dan 1, 0 V(Q 1 ) akibatnya (1,0) dan (0,1) tidak adjacent. x 1 = (0,1), x 2 = (0,0) E(Q 2 ). Karena y 1 = y 2 = 0 dan 1, 0 V(K 2 ) akibatnya (0,1) dan (0,0) adjacent. x 1 = (0,0), x 2 = (1,1) E(Q 2 ). Karena y 1 = 0 y 2 = 1 dan 0, 1 V(K 2 ) atau z 1 = 0 z 2 = 1 dan 0, 1 V(Q 1 ) akibatnya (0,0) dan (1,1) tidak adjacent. x 1 = (1,1), x 2 = (0,1) E(Q 2 ). Karena z 1 = z 2 = 1 dan 1, 0 V(Q 1 ) akibatnya (1,1) dan (0,1) adjacent. x 1 = (1,0), x 2 = (0,0) E(Q 2 ). Karena z 1 = z 2 = 0 dan 1, 0 V(Q 1 ) akibatnya (1,0) dan (0,0) adjacent. Gambar 4 Bentuk jaringan Hypercube (Q 2 ) Kasus 2 : Bentuk jaringan Hypercube (Q 3 ). Berdasarkan definisi hasil kali Cartesian, Q3 didefinisikan secara rekursif sebagai Q 3 = Q 2 K 2 dengan V(Q 3 ) = V(Q 2 ) V(K 2 ) dengan V(Q 2 ) = {(0,0),(0,1),(1,0),(1,1)} dan V(K 2 ) = {0,1}. Akibatnya diperoleh V(Q 3 ) = {(0,0,0), (0,1,0), (1,0,0), (1,1,0), (0,0,1), (0,1,1), (1,0,1), (1,1,1)}. Selanjutnya ditentukan pasangan simpul yang adjacent dengan e = x 1 x 2 V(Q 2 ) dengan x 1 = ((y 1, z 1 ), a 1 ) dan x 2 = ((y 2, z 2 ), a 2 ). Simpul yang adjacent diperoleh berdasarkan aturan y 1, z 1 = y 2, z 2 dan a 1 a 2 E(K 2 ) atau a 1 = a 2 dan (y 1, z 1 ), (y 2, z 2 ) E(Q n 1 ). Dengan cara yang sama dapat diperoleh simpul yang adjacent untuk bentuk jaringan Hypercube (Q3) sebagai berikut:

17 7 ((1,1),1) dan ((1,0),1) ((1,1),1) dan ((0,1),1) ((1,1),1) dan ((1,1),0) ((1,0),1) dan ((0,0),1) ((1,0),1) dan ((1,0),0) ((0,1),1) dan ((0,0),1) ((0,1),1) dan ((0,1),0) ((0,0),1) dan ((0,0),0) ((1,1),0) dan ((1,0),0) ((1,1),0) dan ((0,1),0) ((1,0),0) dan ((0,0),0) ((0,1),0) dan ((0,0),0) Gambar 5 Bentuk jaringan Hypercube (Q 3 ) Kasus 3 : Bentuk jaringan Hypercube (Q 4 ). Berdasarkan definisi hasil kali Cartesian, Q4 didefinisikan secara rekursif sebagai Q 4 = Q 3 K 2 dengan V(Q 4 ) = V(Q 3 ) V(K 2 ) dengan V(Q 3 ) ={(0,0,0), (0,1,0), (1,0,0), (1,1,0), (0,0,1), (0,1,1), (1,0,1), (1,1,1)}.dan V(K 2 ) = {0,1}. Akibatnya diperoleh V(Q 4 ) ={(0,0,0,0), (0,1,0,0), (1,0,0,0), (1,1,0,0), (0,0,1,1), (0,1,1,1), (1,0,1,1), (1,1,1,1)}. Selanjutnya ditentukan pasangan simpul yang adjacent dengan e = x 1 x 2 V(Q 2 ) dengan x 1 = ((y 1, z 1, a 1 ), b 1 ) dan x 2 = ((y 2, z 2, a 2 ), b 2 ). Simpul e yang adjacent diperoleh berdasarkan aturan y 1, z 1, a 1 = y 2, z 2, a 2 dan b 1 b 2 E(K 2 ) atau b 1 = b 2 dan (y 1, z 1, a 1 ), (y 2, z 2, a 2 ) E(Q n 1 ). Dengan cara yang sama dapat diperoleh simpul yang adjacent untuk bentuk jaringan Hypercube (Q 4 ) sebagai berikut: ((1,1,1), 1) dan ((1,0,1),1) ((1,1,1),1) dan ((0,1,1),1) ((1,1,1),1) dan ((1,1,0),1) ((1,1,1),1) dan ((1,1,1),0) ((1,0,1),1) dan ((0,0,1),1) ((1,0,1),1) dan ((1,0,0),1) ((1,0,1),1) dan ((1,0,1),0) ((0,1,1),1) dan ((0,0,1),1) ((0,1,1),1) dan ((0,1,0),1) ((0,1,1),1) dan ((0,1,1),0) ((0,0,1),1) dan ((0,0,0),1) ((0,0,1),1) dan ((0,0,1),0) ((1,1,0),1) dan ((1,0,0),1) ((1,1,0),1) dan ((0,1,0),1) ((1,1,0),1) dan ((1,1,0),0) ((1,0,0),1) dan ((0,0,0),1) ((1,0,0),1) dan ((1,0,0),0) ((0,1,0),1) dan ((0,0,0),1) ((0,1,0),1) dan ((0,1,0),0) ((0,0,0),1) dan ((0,0,0),0) ((1,1,1),0) dan ((1,0,1),0) ((1,1,1),0) dan ((0,1,1),0)

18 8 ((1,1,1),0) dan ((1,1,0),0) ((1,0,1),0) dan ((0,0,1),0) ((1,0,1),0) dan ((1,0,0),0) ((0,1,1),0) dan ((0,0,1),0) ((0,1,1),0) dan ((0,1,0),0) ((0,0,1),0) dan ((0,0,0),0) ((1,1,0),0) dan ((1,0,0),0) ((1,1,0),0) dan ((0,1,0),0) ((1,0,0),0) dan ((0,0,0),0) ((0,1,0),0) dan ((0,0,0),0) Gambar 6 Bentuk jaringan Hypercube (Q 4 ) Selanjutnya akan dibahas teorema yang digunakan untuk membuktikan bahwa jaringan Hypercube n-dimensi memiliki pelabelan d-lucky dengan bilangan d-lucky η dl (Q n ) = 2. Sebelum membuktikan bahwa jaringan Hypercube n-dimensi memiliki pelabelan d-lucky dengan bilangan d-lucky η dl (Q n ) = 2, akan diberikan tiga contoh kasus yang berbeda untuk mengilustrasikan pelabelan d-lucky pada jaringan Hypercube. Kasus 1: Pelabelan d-lucky pada jaringan Hypercube (Q 2 ). Pelabelan d-lucky pada jaringan Hypercube ( Q 2 ) memiliki V(Q 2 ) = {(0,0), (0,1), (1,0), (1,1)}. Pilih simpul (1,0) sebagai u 1 dan simpul lainnya yang adjacent dengan simpul u 1 sebagai v 1 dan v 2. Lihat simpul v 1, semua simpul yang adjacent dengan simpul v menjadi simpul u 2. Diberikan label pada simpul u 1 = u 2 = = 1 dan simpul v 1 = v 2 = = 2 dengan banyak simpul 2 2 = 4 dinotasikan l(u i ) = 1 dan l(v i ) = 2. Akibatnya nilai dari c(u i ) dan c(v i ) adalah sebagai berikut: c(u 1 ) = v N(u 1 ) l(v) + d(u 1 ) = (2 + 2) + 2 = 6, c(v 1 ) = u N(v 1 ) l(u) + d(v 1 ) = (1 + 1) + 2 = 4, c(u 2 ) = v N(u 1 ) l(v) + d(u 2 ) = (2 + 2) + 2 = 6, c(v 2 ) = u N(v 2 ) l(u) + d(v 2 ) = (1 + 1) + 2 = 4. Kemudian cek nilai c(u) dan c(v) di setiap simpul yang adjacent. Karena c(u) c(v) untuk setiap pasangan simpul yang saling adjacent, akibatnya jaringan Hypercube memiliki pelabelan d-lucky. Karena bilangan positif terbesar pada jaringan Hypercube adalah 2, maka bilangan d-lucky pada jaringan Hypercube adalah 2, dinotasikan dengan η dl (Q 2 ) = 2.

19 9 Gambar 7 Pelabelan d-lucky pada jaringan Hypercube (Q 2 ) Kasus 2: Pelabelan d-lucky pada jaringan Hypercube (Q 3 ). Pelabelan d-lucky pada jaringan Hypercube (Q 3 ) memiliki V(Q 3 ) ={(0,0,0), (0,1,0), (1,0,0), (1,1,0), (0,0,1), (0,1,1), (1,0,1), (1,1,1)}. Pilih simpul (1,1,1) sebagai u 1 dan simpul lainnya yang adjacent dengan simpul u 1 sebagai v 1, v 2, v 3 dan v 4. Lihat simpul v 1, semua simpul yang adjacent dengan simpul v menjadi simpul u dimulai dari u 2, u 3 dan u 4. Diberikan label pada simpul u 1 = u 2 = = 1 dan simpul v 1 = v 2 = = 2 dengan banyak simpul 2 3 = 8, dinotasikan l(u i ) = 1 dan l(v i ) = 2. Akibatnya nilai dari c(u i ) dan c(v i ) adalah sebagai berikut: c(u 1 ) = v N(u 1 ) l(v) + d(u 1 ) = ( ) + 3 = 9, c(v 1 ) = u N(v 1 ) l(u) + d(v 1 ) = ( ) + 3 = 6, c(u 2 ) = v N(u 1 ) l(v) + d(u 2 ) = ( ) + 3 = 9, c(v 2 ) = u N(v 2 ) l(u) + d(v 2 ) = ( ) + 3 = 6, c(u 3 ) = v N(u 3 ) l(v) + d(u 3 ) = ( ) + 3 = 9, c(v 3 ) = u N(v 3 ) l(u) + d(v 3 ) = ( ) + 3 = 6, c(u 4 ) = v N(u 4 ) l(v) + d(u 4 ) = ( ) + 3 = 9, c(v 4 ) = u N(v 4 ) l(u) + d(v 4 ) = ( ) + 3 = 6. Kemudian cek nilai c(u) dan c(v) di setiap simpul yang adjacent. Karena c(u) c(v) untuk setiap pasangan simpul yang saling adjacent, akibatnya jaringan Hypercube memiliki pelabelan d-lucky. Karena bilangan positif terbesar pada jaringan Hypercube adalah 2, maka bilangan d-lucky pada jaringan Hypercube adalah 2, dinotasikan dengan η dl (Q 3 ) = 2. Gambar 8 Pelabelan d-lucky pada jaringan Hypercube (Q 3 )

20 10 Kasus 3: Pelabelan d-lucky pada jaringan Hypercube (Q 4 ). Pelabelan d-lucky pada jaringan Hypercube (Q3) memiliki V(Q 4 ) = {(0,0,0,0), (0,1,0,0), (1,0,0,0), (1,1,0,0), (0,0,1,1), (0,1,1,1), (1,0,1,1), (1,1,1,1)}. Pilih simpul (1,1,1,0) sebagai u 1 dan simpul lainnya yang adjacent dengan simpul u 1 sebagai v 1, v 2,, v 8. Lihat simpul v 1, semua simpul yang adjacent dengan simpul v menjadi simpul u dimulai dari u 2, u 3,, u 8 dengan n adalah derajat dari simpul v 1. Diberikan label pada simpul u 1 = u 2 = = 1 dan simpul v 1 = v 2 = = 2 dengan banyak simpul 2 4 = 16, dinotasikan l(u i ) = 1 dan l(v i ) = 2. Akibatnya nilai dari c(u i ) dan c(v i ) adalah sebagai berikut: c(u 1 ) = v N(u 1 ) l(v) + d(u 1 ) = ( ) + 4 = 12, c(v 1 ) = u N(v 1 ) l(u) + d(v 1 ) = ( ) + 4 = 8, c(u 2 ) = v N(u 1 ) l(v) + d(u 2 ) = ( ) + 4 = 12, c(v 2 ) = u N(v 2 ) l(u) + d(v 2 ) = ( ) + 4 = 8, c(u 3 ) = v N(u 3 ) l(v) + d(u 3 ) = ( ) + 4 = 12, c(v 3 ) = u N(v 3 ) l(u) + d(v 3 ) = ( ) + 4 = 8, c(u 4 ) = v N(u 4 ) l(v) + d(u 4 ) = ( ) + 4 = 12, c(v 4 ) = u N(v 4 ) l(u) + d(v 4 ) = ( ) + 4 = 8, c(u 5 ) = v N(u 5 ) l(v) + d(u 5 ) = ( ) + 4 = 12, c(v 5 ) = u N(v 5 ) l(u) + d(v 5 ) = ( ) + 4 = 8, c(u 6 ) = v N(u 6 ) l(v) + d(u 6 ) = ( ) + 4 = 12, c(v 6 ) = u N(v 6 ) l(u) + d(v 6 ) = ( ) + 4 = 8, c(u 7 ) = v N(u 7 ) l(v) + d(u 7 ) = ( ) + 4 = 12, c(v 7 ) = u N(v 7 ) l(u) + d(v 7 ) = ( ) + 4 = 8, c(u 8 ) = v N(u 8 ) l(v) + d(u 8 ) = ( ) + 4 = 12, c(v 8 ) = u N(v 8 ) l(u) + d(v 8 ) = ( ) + 4 = 8. Kemudian cek nilai c(u) dan c(v) di setiap simpul yang adjacent. Karena c(u) c(v) untuk setiap pasangan simpul yang saling adjacent, akibatnya jaringan Hypercube memiliki pelabelan d-lucky. Karena bilangan positif terbesar pada jaringan Hypercube adalah 2, maka bilangan d-lucky pada jaringan Hypercube adalah 2, dinotasikan dengan η dl (Q 4 ) = 2. Gambar 9 Pelabelan d-lucky pada jaringan Hypercube (Q 4 )

21 Berikut diberikan langkah-langkah pelabelan d-lucky pada jaringan Hypercube (Q n ). Langkah 1: Pilih simpul pada himpunan V(Q n ) sebagai simpul u 1 dan semua simpul yang adjacent dengan simpul u 1 sebagai v 1, v 2,, v m dengan m adalah derajat dari simpul u 1. Lihat simpul v 1, semua simpul yang adjacent dengan simpul v menjadi simpul u dimulai dari u 2, u 3,, u n+1 dengan n adalah derajat dari simpul v 1. Prosedur ini dilakukan hingga semua simpul memiliki label u i dan v i. Langkah 2: Berikan label pada simpul u 1 = u 2 = = 1 dan simpul v 1 = v 2 = = 2 dengan banyak simpul 2 n, dinotasikan l(u i ) = 1 dan l(v i ) = 2. Langkah 3: Tentukan nilai c(u) dan c(v) dengan menggunakan rumus c(u) = v N(u) l(v) + d(u), dengan d(u) menunjukkan derajat dari u dan N(u) menunjukkan open neighborhood dari u. Langkah 3: Setelah didapatkan nilai dari setiap c(u) dan c(v), cek nilai c(u) dan c(v) untuk setiap pasangan simpul yang adjacent, jika c(u) c(v), untuk setiap pasangan simpul u dan v yang saling adjacent maka diperoleh label l sebagai d- lucky dinotasikan dengan η dl (Q n ). Jika c(u) = c(v) maka ulangi langkah 3 hingga syarat pelabelan d-lucky terpenuhi. Langkah 4: Ulangi langkah 3 hingga semua simpul pada jaringan Hypercube memiliki label d-lucky. Selanjutnya akan dibuktikan Teorema 2.3 yang menyatakan bahwa jaringan Hypercube n-dimensi memiliki pelabelan d-lucky. Teorema 1 Jaringan Hypercube n-dimensi memiliki pelabelan d-lucky dengan bilangan d-lucky η dl (Q n ) = 2. (Miller et al. 2015) Bukti Diberikan label pada setiap simpul u i dan simpul v i pada Hypercube (Q n ) dengan n 1 dan 2 dengan 0 < i=1 V(Q n ) 2 n, dinotasikan l(u i ) = 1 dan l(v i ) = 2. Akibatnya anggota tetangga terbuka dari N(u) berlabel 2 dan anggota tetangga terbuka dari N(v) berlabel 1 dengan derajat dari simpul u dan simpul v adalah n, dinotasikan dengan d(u) = n dan d(v) = n. Akan dibuktikan bahwa nilai c(u i ) c(v i ) dengan menggunakan aturan c(u) = v N(u) l(v) + d(u) dan c(v) = u N(v) l(u) + d(v). Sehingga dapat diperoleh: c(u i ) = v N(u i ) l(v) + d(u i ) = (2n) + n, c(v i ) = u N(v i ) l(u) + d(v i ) = n + n. Akibatnya c(u i ) c(v i ). Jadi jaringan Hypercube n-dimensi memiliki pelabelan d-lucky dan η dl (Q n ) = 2. 11

22 12 Pelabelan d-lucky pada Jaringan Kupu-Kupu Jaringan kupu-kupu adalah graf yang berbentuk BF(n), dengan BF(n) merupakan perluasan dari jaringan Hypercube ( Q n ). Jaringan kupu-kupu BF(n) memiliki himpunan simpul V = {(x, i) x V(Q n ), 0 i n}. Dua simpul (x, i) dan (y, j) ini dihubungkan oleh sebuah sisi dalam BF (n) jika dan hanya jika j = i + 1 dan dapat juga dalam kondisi (i) x = y, atau (ii) x berbeda dari y tepat pada angka biner ke 2 i di level j. Untuk x = y, simpul dihubungkan dengan sisi vertikal (langsung). Jika x y maka simpul dihubungkan dengan sisi silang (diagonal). Untuk i tetap, simpul (x, i) adalah simpul pada level i (Miller et al. 2015). Pembentukan jaringan kupu-kupu dapat dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: Langkah 1: Tentukan himpunan simpul BF(n) dengan menentukan himpunan simpul V(Q n ) terlebih dahulu, dengan V(BF(n)) = {(x, i) x V(Q n ), 0 i n}. Langkah 2: Berdasarkan langkah 1, tentukan balikan angka biner dari himpunan simpul V(Q n ) mulai dari yang terkecil hingga yang terbesar. Arti dari balikan angka biner adalah membaca urutan angka biner dari belakang. Langkah 3: Tentukan simpul yang adjacent dengan menggunakan aturan sebagai berikut : Dua simpul (x, i) dan (y, j) dihubungkan oleh sebuah sisi dalam BF(n) jika dan hanya jika j = i + 1 dan dapat juga dalam kondisi (i) x = y, atau (ii) x berbeda dari y tepat pada angka biner ke 2 i di level j. Untuk x = y, simpul dihubungkan dengan sisi vertikal (langsung). Jika x y maka simpul dihubungkan dengan sisi silang (diagonal). Untuk i tetap, simpul (x, i) adalah simpul pada level i dengan 0 i n. Langkah 4: Mulailah membentuk jaringan kupu-kupu dimulai dari sisi kiri dengan menggunakan balikan angka biner. Berikut akan diberikan contoh tiga kasus yang berbeda untuk memperoleh bentuk dari jaringan kupu-kupu untuk mengilustrasikan definisi 8. Kasus 1: Bentuk jaringan kupu-kupu BF(1). Diketahui himpunan simpul V(Q 1 ) = {0,1}, akibatnya himpunan simpul BF(1) yaitu V(BF(1)) = {(0,0), (0,1), (1,0), (1,1)}. Selanjutnya tentukan balikan angka biner pada himpunan simpul V(Q 1 ).

23 Tabel 2 Angka biner pada jaringan kupu-kupu BF(1) Angka biner Balikan angka biner Dua simpul (x, i) dan (y, j) dengan i dan j adalah level dari jaringan kupukupu akan saling adjacent jika dan hanya jika j = i + 1 saat x = y atau x y tepat di level j. Akibatnya setiap simpul dalam BF(1) akan saling adjacent jika dalam kondisi sebagai berikut: (0,0) dan (0,1) adjacent. Karena x = y = 0 akibatnya (0,0) dan (0,1) adjacent dengan sisi vertikal. (0,0) dan (1,1) adjacent. Karena x = 0 y = 1 dan karena x = 0 berbeda dari y = 1, dengan angka biner 2 0 = 1 di level 1, akibatnya (0,0) dan (1,1) adjacent dengan sisi diagonal pada angka biner pertama di level satu. (1,0) dan (1,1) adjacent. Karena x = y = 1 akibatnya (1,0) dan (1,1) adjacent dengan sisi vertikal. (1,0) dan (0,1) adjacent. Karena x = 1 y = 0 dan karena x = 1 berbeda dari y = 0, dengan angka biner 2 0 = 1 di level 1, akibatnya (1,0) dan (0,1) adjacent dengan sisi diagonal pada angka biner pertama di level satu. Mulailah membentuk jaringan kupu-kupu dimulai dari sisi kiri dengan mengunakan balikan angka biner. 13 Gambar 10 Bentuk jaringan kupu-kupu BF(1) Kasus 2: Bentuk jaringan kupu-kupu BF(2). Diketahui himpunan simpul V(Q 2 ) = {(0,0),(0,1),(1,0),(1,1)}, akibatnya himpunan simpul BF(2) yaitu V(BF(2)) = {(00,0), (00,1), (00,2), (01,0), (01,1), (01,2), (10,0), (10,1), (10,2), (11,0), (11,1), (11,2)}. Selanjutnya tentukan balikan angka biner pada himpunan simpul V(Q 2 ). Tabel 3 Angka biner pada jaringan kupu-kupu BF(2) Angka biner Balikan angka biner Dua simpul (x, i) dan (y, j) dengan i dan j adalah level dari jaringan kupukupu akan saling adjacent jika dan hanya jika j = i + 1 saat x = y atau x y tepat di level j. Dalam kondisi yang sama seperti pada jaringan kupu-kupu BF(1)

24 14 dapat diperoleh simpul yang adjacent untuk bentuk jaringan kupu-kupu BF(2) sebagai berikut : (00,0) dan (00,1) (00,0) dan (10,1) (10,0) dan (10,1) (10,0) dan (00,1) (01,0) dan (01,1) (01,0) dan (11,1) (11,0) dan (01,1) (11,0) dan (11,1) (00,1) dan (00,2) (00,1) dan (01,2) (10,1) dan (10,2) (10,1) dan (11,2) (01,1) dan (01,2) (01,1) dan (00,2) (11,1) dan (11,2) (11,1) dan (10,2) Mulailah membentuk jaringan kupu-kupu dimulai dari sisi kiri dengan mengunakan balikan angka biner. Gambar 11 Bentuk jaringan kupu-kupu BF(2) Kasus 3: Bentuk jaringan kupu-kupu BF(3). Diketahui himpunan simpul dari V(Q 3 ) ={(0,0,0), (0,1,0), (1,0,0), (1,1,0), (0,0,1), (0,1,1), (1,0,1), (1,1,1)}, akibatnya himpunan simpul BF(3) yaitu V(BF(3)) = {(000,0), (000,1), (000,2), (000,3), (010,0), (010,1), (010,2), (010,3), (100,0), (100,1), (100,2), (100,3), (110,0), (110,1), (110,2), (110,3), (001,0), (001,1), (001,2), (001,3), (011,0), (011,1), (011,2), (011,3), (101,0), (101,1), (101,2), (101,3), (111,0), (111,1), (111,2), (111,3)}. Selanjutnya tentukan balikan dari angka biner pada himpunan simpul V(Q 3 ).

25 Tabel 4 Angka biner pada jaringan kupu-kupu BF(3) Angka biner Balikan angka biner Dua simpul (x, i) dan (y, j) dengan i dan j adalah level dari jaringan kupukupu akan saling adjacent jika dan hanya jika j = i + 1 saat x = y atau x y tepat di level j. Dalam kondisi yang sama seperti pada jaringan kupu-kupu BF(1) dapat diperoleh simpul yang adjacent untuk bentuk jaringan kupu-kupu BF(3) sebagai berikut : (000,0) dan (000,1) (000,0) dan (100,1) (100,0) dan (100,1) (100,0) dan (000,1) (010,0) dan (010,1) (010,0) dan (110,1) (110,0) dan (010,1) (110,0) dan (110,1) (001,0) dan (001,1) (001,0) dan (101,1) (101,0) dan (101,1) (101,0) dan (001,1) (011,0) dan (011,1) (011,0) dan (111,1) (111,0) dan (111,1) (111,0) dan (011,1) (000,1) dan (000,2) (000,1) dan (010,2) (100,1) dan (100,2) (100,1) dan (110,2) (010,1) dan (010,2) (010,1) dan (000,2) (110,1) dan (100,2) (110,1) dan (110,2) (001,1) dan (001,2) (001,1) dan (011,2) (101,1) dan (101,2) (101,1) dan (111,2) (011,1) dan (011,2) (011,1) dan (001,2) (111,1) dan (111,2) (111,1) dan (101,2) (000,2) dan (000,3) (000,2) dan (001,3) (100,2) dan (100,3) (100,2) dan (101,3) (010,2) dan (010,3) (010,2) dan (011,3) (110,2) dan (111,3) (110,2) dan (110,3) (001,2) dan (001,3) (001,2) dan (000,3) (101,2) dan (101,3) (101,2) dan (100,3) (011,2) dan (011,3) (011,2) dan (010,3) (111,2) dan (111,3) (111,2) dan (110,3) Mulailah membentuk jaringan kupu-kupu dimulai dari sisi kiri dengan mengunakan balikan angka biner. 15

26 16 Gambar 12 Bentuk jaringan kupu-kupu BF(3) Selanjutnya akan dibahas teorema yang digunakan untuk membuktikan bahwa jaringan kupu-kupu n-dimensi memiliki pelabelan d-lucky dan η dl (BF(n)) = 2. Sebelum membuktikan bahwa jaringan kupu-kupu n-dimensi memiliki pelabelan d-lucky dan η dl (BF(n)) = 2, akan diberikan tiga contoh kasus yang berbeda untuk mengilustrasikan pelabelan d-lucky pada jaringan kupu-kupu. Kasus 1: Pelabelan d-lucky pada jaringan kupu-kupu (BF(1)). Pada level 0 semua simpul diberi label 1 dan pada level 1 semua simpul diberi label 2, kemudian setiap simpul u dan v diberikan label l(u) = 1 dan l(v) = 2. Kasus BF(n) dengan n = 1, terdiri dari kasus level 0 dan level n ganjil. Akibatnya nilai dari c(u) dan c(v) adalah sebagai berikut: Untuk level 0: c(u) = v N(u) l(v) + d(u) = 6, simpul u incident dengan 2 sisi dan anggota tetangga terbuka dari simpul u berlabel 2, dinotasikan dengan N(u) = 2. Untuk level n ganjil: c(v) = u N(v) l(u) + d(v) = 4, simpul v incident dengan 2 sisi dan anggota tetangga terbuka dari simpul v berlabel 1, dinotasikan dengan N(v) = 1. Kemudian cek nilai c(u) dan c(v) di setiap simpul yang adjacent. Karena c(u) c(v) untuk setiap pasangan simpul yang saling adjacent, akibatnya jaringan kupu-kupu memiliki pelabelan d-lucky. Karena bilangan positif terbesar pada jaringan kupu-kupu adalah 2, maka bilangan d-lucky pada jaringan kupu-kupu adalah 2, dinotasikan dengan η dl (BF(1)) = 2. Gambar 13 Pelabelan d-lucky pada jaringan kupu-kupu BF(1)

27 17 Kasus 2: Pelabelan d-lucky pada jaringan kupu-kupu (BF(2)). Pada level 0 dan level 2, semua simpul diberi label 1 dan pada level 1 semua simpul diberi label 2, kemudian setiap simpul u dan v diberikan label l(u) = 1 dan l(v) = 2. Kasus BF(n) dengan n = 2, terdiri dari kasus level 0, level i ganjil, dan level n genap. Akibatnya nilai dari c(u) dan c(v) adalah sebagai berikut: Untuk level 0: c(u) = v N(u) l(v) + d(u) = 6, simpul u incident dengan 2 sisi dan anggota tetangga terbuka dari simpul u berlabel 2, dinotasikan dengan N(u) = 2. Untuk level i ganjil: c(v) = u N(v) l(u) + d(v) = 8, simpul v incident dengan 4 sisi dan anggota tetangga terbuka dari simpul v berlabel 1, dinotasikan dengan N(v) = 1. Untuk level n genap: c(u) = v N(u) l(v) + d(u) = 6, simpul u incident dengan 2 sisi dan anggota tetangga terbuka dari simpul u berlabel 2, dinotasikan dengan N(u) = 2. Kemudian cek nilai c(u) dan c(v) di setiap simpul yang adjacent. Karena c(u) c(v) untuk setiap pasangan simpul yang saling adjacent, akibatnya jaringan kupu-kupu memiliki pelabelan d-lucky. Karena bilangan positif terbesar pada jaringan kupu-kupu adalah 2, maka bilangan d-lucky pada jaringan kupu-kupu adalah 2, dinotasikan dengan η dl (BF(2)) = 2. Gambar 14 Pelabelan d-lucky pada jaringan kupu-kupu BF(2) Kasus 3: Pelabelan d-lucky pada jaringan kupu-kupu (BF(3)). Pada level 0 dan level 2, semua simpul diberi label 1. Pada level 1 dan level 3, semua simpul diberi label 2. Kemudian setiap simpul u dan v diberikan label l(u) = 1 dan l(v) = 2. Kasus BF(n) dengan n = 3, terdiri dari kasus level 0, level i ganjil, level i genap, level n ganjil. Akibatnya nilai dari c(u) dan c(v) adalah sebagai berikut: Untuk level 0: c(u) = v N(u) l(v) + d(u) = 6, simpul u incident dengan 2 sisi dan anggota tetangga terbuka dari simpul u berlabel 2, dinotasikan dengan N(u) = 2. Untuk level i ganjil: c(v) = u N(v) l(u) + d(v) = 8, simpul v incident dengan 4 sisi dan anggota tetangga terbuka dari simpul v berlabel 1, dinotasikan dengan N(v) = 1.

28 18 Untuk level i genap: c(u) = v N(u) l(v) + d(u) = 12, simpul u incident dengan 4 sisi dan anggota tetangga terbuka dari simpul v berlabel 2, dinotasikan dengan N(u) = 2. Untuk level n ganjil: c(v) = u N(v) l(u) + d(v) = 4, simpul v incident dengan 2 sisi dan anggota tetangga terbuka dari simpul v berlabel 1, dinotasikan dengan N(v) = 1. Kemudian cek nilai c(u) dan c(v) di setiap simpul yang adjacent. Karena c(u) c(v) untuk setiap pasangan simpul yang saling adjacent, akibatnya jaringan kupu-kupu memiliki pelabelan d-lucky. Karena bilangan positif terbesar pada jaringan kupu-kupu adalah 2, maka bilangan d-lucky pada jaringan kupu-kupu adalah 2, dinotasikan dengan η dl (BF(3)) = 2. Gambar 15 Pelabelan d-lucky pada jaringan kupu-kupu BF(3) Berikut diberikan langkah-langkah pelabelan d-lucky pada jaringan kupukupu BF(n). Langkah 1: Berikan label pada simpul di setiap level berturut-turut dengan 1 dan 2 secara bergantian secara vertikal dan dimulai dari level 0 hingga level n. Langkah 2: Misalkan sisi e terdiri dari simpul u dan simpul v, dinotasikan dengan e = (u, v). Selanjutnya berikan label pada simpul u dengan 1 dan simpul v dengan 2, dinotasikan dengan l(u) = 1 dan l(v) = 2, maka anggota tetangga terbuka dari simpul u berlabel 2, dinotasikan dengan N(u) = 2, dan anggota tetangga terbuka dari simpul v berlabel 1, dinotasikan dengan N(v) = 1. Langkah 3: Tentukan nilai dari c(u) dan c(v) di setiap level dengan aturan c(u) = v N(u) l(v) + d(u) dan c(v) = u N(v) l(u) + d(v) dengan d(u) dan d(v) adalah derajat dari simpul u dan simpul v. Untuk menentukan nilai dari c(u) dan c(v) dibagi menjadi 3 kasus, yaitu kasus di level 0, di level i, terdapat i ganjil dan i genap, serta di level n, terdapat n genap dan n ganjil. Langkah 4: Setelah didapatkan nilai dari masing-masing c(u) dan c(v), cek nilai c(u) dan c(v) untuk setiap pasangan simpul yang adjacent, jika c(u) c(v), untuk setiap pasangan simpul u dan v yang saling adjacent maka diperoleh label l

29 sebagai d-lucky dinotasikan dengan η dl (BF(n)). Jika c(u) = c(v) maka ulangi langkah 3 hingga syarat pelabelan d-lucky terpenuhi. Langkah 5: Ulangi langkah 4 hingga semua simpul pada jaringan kupu-kupu memiliki label d-lucky. Selanjutnya akan dibuktikan Teorema 2.7 yang menyatakan bahwa jaringan kupu-kupu n-dimensi memiliki pelabelan d-lucky dengan bilangan d-lucky η dl (BF(n)) = 2. Teorema 2 Jaringan kupu-kupu n-dimensi BF(n), memiliki pelabelan d-lucky dengan bilangan d-lucky η dl (BF(n)) = 2. (Miller et al. 2015) Bukti BF(n) memiliki level dimulai dari level 0 sampai dengan level n. Simpul di setiap level berturut-turut dilabeli dengan 1 dan 2 secara bergantian dan bergerak secara vertikal. Tercatat bahwa setiap sisi e = (u, v) memiliki ujung (simpul) di level i dan ujung lainnya di level i + 1 atau i 1 (jika ada) dengan 0 i n. Kasus level 0: Misal u di level 0, u incident dengan 2 sisi, 1 sisi lurus dan 1 sisi silang dan berakhir di level 1. Diberikan label simpul u dengan 1, dinotasikan l(u) = 1 dengan u v dan anggota tetangga terbuka simpul u berlabel 2, dinotasikan N(u) = 2, maka c(u) = v N(u) l(v) + d(u) = 6 dengan d(u) adalah derajat dari u. Kasus level i ganjil: Misal v di level i ganjil dan berakhir di level i 1 dan i + 1. Diberikan label simpul v dengan 2, dinotasikan l(v) = 2 dengan u v dan anggota tetangga terbuka simpul v berlabel 1 dinotasikan N(v) = 1, v incident dengan 4 sisi, 2 sisi silang dan 2 sisi lurus,maka c(v) = u N(v) l(u) + d(v) = 8 dengan d(v) adalah derajat dari v. Kasus level i genap: Misal u di level i genap dan berakhir di level i 1 dan i + 1. Diberikan label simpul u dengan 1, dinotasikan l(u) = 1 dengan u v dan anggota tetangga terbuka simpul u berlabel 2 dinotasikan N(u) = 2, u incident dengan 4 sisi, 2 sisi silang dan 2 sisi lurus maka c(u) = v N(u) l(v) + d(u) = 12 dengan d(u) adalah derajat dari u. Kasus level n ganjil: Misal v di level n ganjil, v incident dengan 2 sisi, 1 sisi silang dan 1 sisi lurus serta berakhir di level n 1. Diberikan label simpul v dengan 2, dinotasikan l(v) = 2 dengan u v dan anggota tetangga terbuka simpul v berlabel 1 dinotasikan N(v) = 1, maka c(v) = u N(v) l(u) + d(v) = 4 dengan d(v) adalah derajat dari v. 19

30 20 Kasus level n genap: Misal v di level n genap, v incident dengan 2 sisi, 1 sisi silang dan 1 sisi lurus dan berakhir di level n 1. Diberikan label simpul u dengan 1, dinotasikan l(u) = 1 dengan u v dan anggota tetangga terbuka simpul v berlabel 2, dinotasikan N(v) = 2 maka c(u) = v N(u) l(v) + d(u) = 6 dengan d(u) adalah derajat dari u. Berdasarkan kasus tersebut disimpulkan bahwa nilai c(u) dan nilai c(v) untuk setiap pasangan simpul yang adjacent tidak sama, dinotasikan c(u) c(v). Akibatnya jaringan kupu-kupu n-dimensi BF(n) memiliki pelabelan d-lucky dengan bilangan d-lucky η dl (BF(n)) = 2. Berdasarkan kasus sebelumnya, algoritme yang dapat digunakan untuk menyelesaikan langkah-langkah pelabelan d-lucky BF(n) dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16 Diagram pembentukan jaringan kupu-kupu BF(n)

31 Pelabelan d-lucky pada Jaringan Benes Jaringan Benes adalah sebuah graf, dinotasikan dengan BB(n), dengan BB(n) merupakan back-to-back dari jaringan kupu-kupu, yang dilambangkan dengan BF(n). Yang dimaksud dengan back-to-back dari jaringan kupu-kupu adalah sebuah graf yang dicerminkan dengan awalan (kepala) graf yang saling bertemu di bagian tengah jaringan. Jaringan Benes memiliki 2n + 1 level, masingmasing dengan 2 n simpul. Jaringan Benes terdiri atas 2 jaringan kupu-kupu yang berhadap-hadapan, dengan kupu-kupu pertama merupakan cerminan dari kupukupu kedua (Miller et al. 2015). Berdasarkan definisi pembentukan jaringan Benes dapat dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: Langkah 1: Tentukan himpunan simpul BB(n) dengan menentukan himpunan simpul V(Q n ) terlebih dahulu, dengan V(BB(n)) = {(x, i) x V(Q n ), 0 i n}. Langkah 2: Berdasarkan langkah 1, tentukan balikan angka biner dari himpunan simpul V(Q n ) mulai dari yang terkecil hingga yang terbesar. Arti dari balikan angka biner adalah membaca urutan angka biner dari belakang. Langkah 3: Tentukan sisi yang adjacent pada setiap level dengan menggunakan aturan sebagai berikut : Langkah 3.1: Level 0 sampai dengan level n merupakan back to back dari BF(n) akibatnya berdasarkan pembentukan jaringan kupu-kupu untuk menentukan sisi yang adjacent dimulai dari level n menuju level 0 dengan cara sebagai berikut: Dua simpul (x, i) dan (y, j) dihubungkan oleh sebuah sisi dalam BB(n) jika dan hanya jika j = i 1 dan dapat juga dalam kondisi (i) (ii) x = y, atau x berbeda dari y tepat pada angka biner ke 2 k di level j, dengan k = n i. Untuk x = y, simpul dihubungkan dengan sisi vertikal (langsung). Jika x y maka simpul dihubungkan dengan sisi silang (diagonal). Untuk i tetap, simpul (x, i) adalah simpul pada level i dengan 0 i n. Langkah 3.2: Level n sampai dengan level 2n + 1 merupakan jaringan kupu-kupu, akibatnya berdasarkan pembentukan jaringan kupu-kupu sisi yang adjacent di tentukan dengan cara sebagai berikut: Dua simpul (x, i) dan (y, j) dihubungkan oleh sebuah sisi dalam BF(n) jika dan hanya jika j = i + 1 dan dapat juga dalam kondisi (i) (ii) x = y, atau x berbeda dari y tepat pada angka biner ke 2 k di level j, dengan k = i n. Untuk x = y, simpul dihubungkan dengan sisi vertikal (langsung). Jika x y maka simpul dihubungkan dengan sisi silang (diagonal). Untuk i tetap, simpul (x, i) adalah simpul pada level i dengan 0 i n. Langkah 4: Mulailah membentuk jaringan Benes dimulai dari sisi kiri dengan menggunakan balikan angka biner. 21

32 22 Berikut akan diberikan contoh tiga kasus yang berbeda untuk memperoleh bentuk dari jaringan Benes. Kasus 1: Bentuk jaringan Benes BB(1). Diketahui himpunan simpul dari V(Q 1 ) = {0,1}, akibatnya himpunan simpul BB(1) yaitu V(BB(1)) = {(0,0), (0,1), (0,2), (1,0), (1,1)(1,2)}. Selanjutnya tentukan balikan angka biner pada himpunan simpul V(Q 1 ). Tabel 5 Angka biner pada jaringan Benes BB(1) Angka biner Balikan angka biner Dikarenakan level 0 sampai dengan level 1 merupakan back to back BF(1) maka penentuan sisi yang adjacent dimulai dari level 1 menuju level 0, akibatnya dua simpul (x, i) dan (y, j) dengan i dan j adalah level dari jaringan Benes akan saling adjacent jika dan hanya jika j = i 1 saat x = y atau x y tepat di level j. Akibatnya setiap simpul dalam BB(1) akan saling adjacent jika dalam kondisi sebagai berikut: (0,1) dan (0,0) adjacent. Karena x = y = 0 akibatnya (0,1) dan (0,0) adjacent dengan sisi vertikal. (0,1) dan (1,0) adjacent. Karena x = 0 y = 1 dan karena x = 0 berbeda dari y = 1, dengan angka biner 2 0 = 1 di level 0 dengan k = 1 1 = 0, akibatnya (0,1) dan (1,0) adjacent dengan sisi diagonal pada angka biner pertama di level nol. (1,1) dan (1,0) adjacent. Karena x = y = 1 akibatnya (1,1) dan (1,0) adjacent dengan sisi vertikal. (1,1) dan (0,0) adjacent. Karena x = 1 y = 0 dan karena x = 1 berbeda dari y = 0, dengan angka biner 2 0 = 1 di level 0 dengan k = 1 1 = 0, akibatnya (1,1) dan (0,0) adjacent dengan sisi diagonal pada angka biner pertama di level nol. Dikarenakan level 1 sampai dengan level 2 juga merupakan jaringan kupukupu, akibatnya dua simpul (x, i) dan (y, j) dengan i dan j adalah level dari jaringan Benes akan saling adjacent jika dan hanya jika j = i + 1 saat x = y atau x y tepat di level j. Akibatnya setiap simpul dalam BB(1) akan saling adjacent jika dalam kondisi sebagai berikut: (0,1) dan (0,2) adjacent. Karena x = y = 0 akibatnya (0,1) dan (0,2) adjacent dengan sisi vertikal. (0,1) dan (1,2) adjacent. Karena x = 0 y = 1 dan karena x = 0 berbeda dari y = 1, dengan angka biner 2 0 = 1 di level 2 dengan k = 1 1 = 0, akibatnya (0,1) dan (1,2) adjacent dengan sisi diagonal pada angka biner pertama di level dua. (1,1) dan (1,2) adjacent. Karena x = y = 1 akibatnya (1,1) dan (1,2) adjacent dengan sisi vertikal. (1,1) dan (0,2) adjacent. Karena x = 1 y = 0 dan karena x = 1 berbeda dari y = 0, dengan angka biner 2 0 = 1 di level 2 dengan k = 1 1 = 0 akibatnya (1,1) dan (0,2) adjacent dengan sisi diagonal pada angka biner pertama di level dua. Mulailah membentuk jaringan Benes dimulai dari sisi kiri dengan mengunakan balikan angka biner.

33 23 Kasus 2: Bentuk jaringan Benes BB(2). Gambar 17 Bentuk jaringan Benes BB(1) Diketahui himpunan simpul dari V(Q 2 ) = {(0,0),(0,1),(1,0),(1,1)}, akibatnya himpunan simpul BB(2) yaitu V(BB(2)) = {(00,0), (00,1), (00,2), (00,3), (00,4)(01,0), (01,1), (01,2), (01,3), (01,4), (10,0), (10,1), (10,2), (10,3), (10,4), (11,0), (11,1), (11,2), (11,3), (11,4)}. Selanjutnya tentukan balikan angka biner pada himpunan simpul V(Q 2 ). Tabel 6 Angka biner pada jaringan Benes BB(2) Angka biner Balikan angka biner Dikarenakan level 0 sampai dengan level 2 merupakan back to back BF(2) maka penentuan sisi yang adjacent dimulai dari level 2 menuju level 0, akibatnya dua simpul (x, i) dan (y, j) dengan i dan j adalah level dari jaringan Benes akan saling adjacent jika dan hanya jika j = i 1 saat x = y atau x y tepat di level j. Dalam kondisi yang sama seperti pada jaringan Benes BB(1) dapat diperoleh simpul yang adjacent pada level 0 sampai dengan level 2 untuk bentuk jaringan Benes BB(2) sebagai berikut: (00,2) dan (00,1) (00,2) dan (10,1) (10,2) dan (10,1) (10,2) dan (00,1) (01,2) dan (01,1) (01,2) dan (11,1) (11,2) dan (01,1) (11,2) dan (11,1) (00,1) dan (00,0) (00,1) dan (01,0) (10,1) dan (10,0) (10,1) dan (11,0) (01,1) dan (01,0) (01,1) dan (00,0) (11,1) dan (11,0) (11,1) dan (10,0)

34 24 Dikarenakan level 2 sampai dengan level 4 juga merupakan jaringan kupukupu, akibatnya dua simpul (x, i) dan (y, j) dengan i dan j adalah level dari jaringan Benes akan saling adjacent jika dan hanya jika j = i + 1 saat x = y atau x y tepat di level j. Dalam kondisi yang sama seperti pada jaringan Benes BB(1) dapat diperoleh simpul yang adjacent pada level 2 sampai dengan level 4 untuk bentuk jaringan Benes BB(2) sebagai berikut: (00,2) dan (00,3) (00,2) dan (10,3) (10,2) dan (10,3) (10,2) dan (00,3) (01,2) dan (01,3) (01,2) dan (11,3) (11,2) dan (01,3) (11,2) dan (11,3) (00,3) dan (00,4) (00,3) dan (01,4) (10,3) dan (10,4) (10,3) dan (11,4) (01,3) dan (01,4) (01,3) dan (00,4) (11,3) dan (11,4) (11,3) dan (10,4) Mulailah membentuk jaringan Benes dimulai dari sisi kiri dengan mengunakan balikan angka biner. Kasus 3: Bentuk jaringan Benes BB(3). Gambar 18 Bentuk jaringan Benes BB(2) Diketahui himpunan simpul dari V(Q 3 ) ={(0,0,0), (0,1,0), (1,0,0), (1,1,0), (0,0,1), (0,1,1), (1,0,1), (1,1,1)}, akibatnya himpunan simpul BB(3) yaitu V(BB(3)) = {(000,0), (000,1), (000,2), (000,3), (000,4), (000,5), (000,6), (010,0), (010,1), (010,2), (010,3), (010,4), (010,5), (010,6), (100,0),

35 (100,1), (100,2), (100,3), (100,4), (100,5), (100,6), (110,0), (110,1), (110,2), (110,3), (110,4), (110,5), (110,6), (001,0), (001,1), (001,2), (001,3), (001,4), (001,5), (001,6), (011,0), (011,1), (011,2), (011,3), (011,4), (011,5), (011,6), (101,0), (101,1), (101,2), (101,3), (101,4), (101,5), (101,6)(111,0), (111,1), (111,2), (111,3), (111,4), (111,5), (111,6)}. Selanjutnya tentukan balikan dari angka biner pada himpunan simpul V(Q 3 ). Tabel 7 Angka biner pada jaringan Benes BB(3) Angka biner Balikan angka biner Dikarenakan level 0 sampai dengan level 3 merupakan back to back BF(3) maka penentuan sisi yang adjacent dimulai dari level 3 menuju level 0, akibatnya dua simpul (x, i) dan (y, j) dengan i dan j adalah level dari jaringan Benes akan saling adjacent jika dan hanya jika j = i 1 saat x = y atau x y tepat di level j. Dalam kondisi yang sama seperti pada jaringan Benes BB(1) dapat diperoleh simpul yang adjacent pada level 0 sampai dengan level 3 untuk bentuk jaringan Benes BB(3) sebagai berikut : (000,3) dan (000,2) (000,3) dan (100,2) (100,3) dan (100,2) (100,3) dan (000,2) (010,3) dan (010,2) (010,3) dan (110,2) (110,3) dan (010,2) (110,3) dan (110,2) (001,3) dan (001,2) (001,3) dan (101,2) (101,3) dan (101,2) (101,3) dan (001,2) (011,3) dan (011,2) (011,3) dan (111,2) (111,3) dan (111,2) (111,3) dan (011,2) (000,2) dan (000,1) (000,2) dan (010,1) (100,2) dan (100,1) (100,2) dan (110,1) (010,2) dan (010,1) (010,2) dan (000,1) (110,2) dan (100,1) (110,2) dan (110,1) (001,2) dan (001,1) (001,2) dan (011,1) (101,2) dan (101,1) (101,2) dan (111,1) (011,2) dan (011,1) (011,2) dan (001,1) (111,2) dan (111,1) (111,2) dan (101,1) (000,1) dan (000,0) (000,1) dan (001,0) (100,1) dan (100,0) (100,1) dan (101,0) (010,1) dan (010,0) (010,1) dan (011,0) (110,1) dan (111,0) (110,1) dan (110,0) (001,1) dan (001,0) (001,1) dan (000,0) (101,1) dan (101,0) (101,1) dan (100,0) (011,1) dan (011,0) (011,1) dan (010,0) (111,1) dan (111,0) (111,0) dan (110,0) 25

36 26 Dikarenakan level 3 sampai dengan level 6 juga merupakan jaringan kupukupu, akibatnya dua simpul (x, i) dan (y, j) dengan i dan j adalah level dari jaringan Benes akan saling adjacent jika dan hanya jika j = i + 1 saat x = y atau x y tepat di level j. Dalam kondisi yang sama seperti pada jaringan Benes BB(1) dapat diperoleh simpul yang adjacent pada level 3 sampai dengan level 6 untuk bentuk jaringan Benes BB(3) sebagai berikut : (000,3) dan (000,4) (000,3) dan (100,4) (100,3) dan (100,4) (100,3) dan (000,4) (010,3) dan (010,4) (010,3) dan (110,4) (110,3) dan (010,4) (110,3) dan (110,4) (001,3) dan (001,4) (001,3) dan (101,4) (101,3) dan (101,4) (101,3) dan (001,4) (011,3) dan (011,4) (011,3) dan (111,4) (111,3) dan (111,4) (111,3) dan (011,4) (000,4) dan (000,5) (000,4) dan (010,5) (100,4) dan (100,5) (100,4) dan (110,5) (010,4) dan (010,5) (010,4) dan (000,5) (110,4) dan (100,5) (110,4) dan (110,5) (001,4) dan (001,5) (001,4) dan (011,5) (101,4) dan (101,5) (101,4) dan (111,5) (011,4) dan (011,5) (011,4) dan (001,5) (111,4) dan (111,5) (111,4) dan (101,5) (000,5) dan (000,6) (000,5) dan (001,6) (100,5) dan (100,6) (100,5) dan (101,6) (010,5) dan (010,6) (010,5) dan (011,6) (110,5) dan (111,6) (110,5) dan (110,6) (001,5) dan (001,6) (001,5) dan (000,6) (101,5) dan (101,6) (101,5) dan (100,6) (011,5) dan (011,6) (011,5) dan (010,6) (111,5) dan (111,6) (111,5) dan (110,6) Mulailah membentuk jaringan Benes dimulai dari sisi kiri dengan mengunakan balikan angka biner. Gambar 19 Bentuk jaringan Benes BB(3)

37 Selanjutnya akan dibahas teorema yang digunakan untuk membuktikan bahwa jaringan Benes n-dimensi memiliki pelabelan d-lucky dengan bilangan d- lucky η dl (BB(n)) = 2. Sebelum membuktikan bahwa jaringan Benes n-dimensi memiliki pelabelan d-lucky dengan bilangan d-lucky η dl (BB(n)) = 2, akan diberikan tiga contoh kasus yang berbeda untuk mengilustrasikan pelabelan d-lucky pada jaringan Benes. Kasus 1: Pelabelan d-lucky pada jaringan Benes (BB(1)). Pada level 0 dan level 2 semua simpul diberi label 1 dan pada level 1 semua simpul diberi label 2, kemudian setiap simpul u dan v diberikan label l(u) = 1 dan l(v) = 2. Kasus BB(n) dengan n = 1, terdiri dari kasus level 0, level i ganjil dan level n. Akibatnya nilai dari c(u) dan c(v) adalah sebagai berikut: Untuk level 0: c(u) = v N(u) l(v) + d(u) = 6, simpul u incident dengan 2 sisi dan anggota tetangga terbuka dari simpul u berlabel 2, dinotasikan dengan N(u) = 2. Untuk level i ganjil: c(v) = u N(v) l(u) + d(v) = 8, simpul v incident dengan 4 sisi dan anggota tetangga terbuka dari simpul u berlabel 1, dinotasikan dengan N(v) = 1. Untuk level n: c(u) = v N(u) l(v) + d(u) = 6, simpul u incident dengan 2 sisi dan anggota tetangga terbuka dari simpul v berlabel 2, dinotasikan dengan N(v) = 2. Kemudian cek nilai c(u) dan c(v) di setiap simpul yang adjacent. Karena c(u) c(v) untuk setiap pasangan simpul yang saling adjacent, akibatnya jaringan Benes memiliki pelabelan d-lucky. Karena bilangan positif terbesar pada jaringan Benes adalah 2, maka bilangan d-lucky pada jaringan Benes adalah 2, dinotasikan dengan η dl (BB(1)) = Gambar 20 Pelabelan d-lucky pada jaringan Benes BB(1) Kasus 2: Pelabelan d-lucky pada jaringan Benes (BB(2)). Pada level 0, level 2, dan level 4 semua simpul diberi label 1 dan pada level 1 dan level 3 semua simpul diberi label 2, kemudian setiap simpul u dan v diberikan label l(u) = 1 dan l(v) = 2. Kasus BB(n) dengan n = 2, terdiri dari

38 28 kasus level 0, level i ganjil, level i genap, dan level n genap. Akibatnya nilai dari c(u) dan c(v) adalah sebagai berikut: Untuk level 0: c(u) = v N(u) l(v) + d(u) = 6, simpul u incident dengan 2 sisi dan anggota tetangga terbuka dari simpul u berlabel 2, dinotasikan dengan N(u) = 2. Untuk level i ganjil: c(v) = u N(v) l(u) + d(v) = 8, simpul v incident dengan 4 sisi dan anggota tetangga terbuka dari simpul v berlabel 1, dinotasikan dengan N(v) = 1. Untuk level i genap: c(u) = v N(u) l(v) + d(u) = 12, simpul u incident dengan 4 sisi dan anggota tetangga terbuka dari simpul v berlabel 2, dinotasikan dengan N(u) = 2. Untuk level i ganjil: c(v) = u N(v) l(u) + d(v) = 8, simpul v incident dengan 4 sisi dan anggota tetangga terbuka dari simpul v berlabel 1, dinotasikan dengan N(v) = 1. Untuk level n: c(u) = v N(u) l(v) + d(u) = 6, simpul u incident dengan 2 sisi dan anggota tetangga terbuka dari simpul u berlabel 2, dinotasikan dengan N(v) = 2. Kemudian cek nilai c(u) dan c(v) di setiap simpul yang adjacent. Karena c(u) c(v) untuk setiap pasangan simpul yang saling adjacent, akibatnya jaringan Benes memiliki pelabelan d-lucky. Karena bilangan positif terbesar pada jaringan Benes adalah 2, maka bilangan d-lucky pada jaringan Benes adalah 2, dinotasikan dengan η dl (BB(2)) = 2. Gambar 21 Pelabelan d-lucky pada jaringan Benes BB(2) Kasus 3: Pelabelan d-lucky pada jaringan Benes (BB(3)). Pada level 0, level 2, level 4, dan level 6 semua simpul diberi label 1 dan pada level 1, level 3, dan level 5 semua simpul diberi label 2, kemudian setiap simpul u dan v diberikan label l(u) = 1 dan l(v) = 2. Kasus BB(n) dengan n = 3, terdiri dari kasus level 0, level i ganjil, level i genap, level n ganjil dan level n ganjil. Akibatnya nilai dari c(u) dan c(v) adalah sebagai berikut: Untuk level 0:

39 c(u) = v N(u) l(v) + d(u) = 6, simpul u incident dengan 2 sisi dan anggota tetangga terbuka dari simpul u berlabel 2, dinotasikan dengan N(u) = 2. Untuk level i ganjil: c(v) = u N(v) l(u) + d(v) = 8, simpul v incident dengan 4 sisi dan anggota tetangga terbuka dari simpul v berlabel 1, dinotasikan dengan N(v) = 1. Untuk level i genap: c(u) = v N(u) l(v) + d(u) = 12, simpul u incident dengan 4 sisi dan anggota tetangga terbuka dari simpul v berlabel 2, dinotasikan dengan N(u) = 2. Untuk level i ganjil: c(v) = u N(v) l(u) + d(v) = 8, simpul v incident dengan 4 sisi dan anggota tetangga terbuka dari simpul v berlabel 1, dinotasikan dengan N(v) = 1. Untuk level i genap: c(u) = v N(u) l(v) + d(u) = 12, simpul u incident dengan 4 sisi dan anggota tetangga terbuka dari simpul v berlabel 2, dinotasikan dengan N(u) = 2. Untuk level i ganjil: c(v) = u N(v) l(u) + d(v) = 8, simpul v incident dengan 4 sisi dan anggota tetangga terbuka dari simpul v berlabel 1, dinotasikan dengan N(v) = 1. Untuk level n: c(u) = v N(u) l(v) + d(u) = 6, simpul u incident dengan 2 sisi dan anggota tetangga terbuka dari simpul u berlabel 2, dinotasikan dengan N(v) = 2. Kemudian cek nilai c(u) dan c(v) di setiap simpul yang adjacent. Karena c(u) c(v) untuk setiap pasangan simpul yang saling adjacent, akibatnya jaringan Benes memiliki pelabelan d-lucky. Karena bilangan positif terbesar pada jaringan Benes adalah 2, maka bilangan d-lucky pada jaringan Benes adalah 2, dinotasikan dengan η dl (BB(3)) = Gambar 22 Pelabelan d-lucky pada jaringan Benes BB(3)

SUPER (a,d) EDGE ANTIMAGIC TOTAL LABELING PADA GRAF PETERSEN RAHMAT CHAIRULLOH

SUPER (a,d) EDGE ANTIMAGIC TOTAL LABELING PADA GRAF PETERSEN RAHMAT CHAIRULLOH SUPER (a,d) EDGE ANTIMAGIC TOTAL LABELING PADA GRAF PETERSEN RAHMAT CHAIRULLOH DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

SUPER EDGE MAGIC STRENGTH PADA GRAF FIRE CRACKERS DAN GRAF BANANA TREES ANDINI QASHRINA DARMANAGARI

SUPER EDGE MAGIC STRENGTH PADA GRAF FIRE CRACKERS DAN GRAF BANANA TREES ANDINI QASHRINA DARMANAGARI SUPER EDGE MAGIC STRENGTH PADA GRAF FIRE CRACKERS DAN GRAF BANANA TREES ANDINI QASHRINA DARMANAGARI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi sebagai landasan teori dari penelitian ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi sebagai landasan teori dari penelitian ini. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan bilangan kromatik lokasi sebagai landasan teori dari penelitian ini. 2.1 Konsep Dasar Graf Beberapa konsep dasar

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Graf

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Graf Bab 2 TEORI DASAR Pada bab ini akan dipaparkan beberapa definisi dasar dalam Teori Graf yang kemudian dilanjutkan dengan definisi bilangan kromatik lokasi, serta menyertakan beberapa hasil penelitian sebelumnya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini.. Konsep Dasar Graf Pada bagian ini akan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Chartrand dan Zhang (2005) yaitu sebagai berikut: himpunan tak kosong dan berhingga dari objek-objek yang disebut titik

2. TINJAUAN PUSTAKA. Chartrand dan Zhang (2005) yaitu sebagai berikut: himpunan tak kosong dan berhingga dari objek-objek yang disebut titik 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Graf Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf yang diambil dari buku Chartrand dan Zhang (2005) yaitu sebagai berikut: Suatu Graf G adalah suatu pasangan himpunan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang tak kosong yang anggotanya disebut vertex, dan E adalah himpunan yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang tak kosong yang anggotanya disebut vertex, dan E adalah himpunan yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Graf Definisi 2.1.1 Sebuah graf G adalah pasangan (V,E) dengan V adalah himpunan yang tak kosong yang anggotanya disebut vertex, dan E adalah himpunan yang anggotanya

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan bilangan. kromatik lokasi sebagai landasan teori pada penelitian ini.

LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan bilangan. kromatik lokasi sebagai landasan teori pada penelitian ini. 6 II. LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan bilangan kromatik lokasi sebagai landasan teori pada penelitian ini. 2.1 Konsep Dasar Graf Pada sub bab ini akan diberikan

Lebih terperinci

DIMENSI METRIK PADA BEBERAPA KELAS GRAF

DIMENSI METRIK PADA BEBERAPA KELAS GRAF DIMENSI METRIK PADA BEBERAPA KELAS GRAF oleh DWI RIA KARTIKA M0112025 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

MAGIC STRENGTH PADA GRAF PATH, BISTAR, DAN CYCLE GANJIL DIMAS ENGGAR SATRIA

MAGIC STRENGTH PADA GRAF PATH, BISTAR, DAN CYCLE GANJIL DIMAS ENGGAR SATRIA MAGIC STRENGTH PADA GRAF PATH, BISTAR, DAN CYCLE GANJIL DIMAS ENGGAR SATRIA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

EDGE-MAGIC TOTAL LABELING PADA BEBERAPA JENIS GRAPH

EDGE-MAGIC TOTAL LABELING PADA BEBERAPA JENIS GRAPH LAPORAN PENELITIAN MANDIRI EDGE-MAGIC TOTAL LABELING PADA BEBERAPA JENIS GRAPH Oleh Abdussakir, M.Pd UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALANG FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI JURUSAN MATEMATIKA MEI 005 EDGE-MAGIC TOTAL

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf, graf pohon dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini 2.1 KONSEP DASAR GRAF Konsep

Lebih terperinci

PELABELAN SUPER VERTEX MAGIC RAHMALIA YULIARNI

PELABELAN SUPER VERTEX MAGIC RAHMALIA YULIARNI 0 PELABELAN SUPER VERTEX MAGIC RAHMALIA YULIARNI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 1 ABSTRAK RAHMALIA YULIARNI. Pelabelan Super Vertex

Lebih terperinci

KONSEP DASAR GRAF DAN GRAF POHON. Pada bab ini akan dijabarkan teori graf dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf

KONSEP DASAR GRAF DAN GRAF POHON. Pada bab ini akan dijabarkan teori graf dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf II. KONSEP DASAR GRAF DAN GRAF POHON Pada bab ini akan dijabarkan teori graf dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini. 2.1 Konsep Dasar Graf Pada bagian ini

Lebih terperinci

PELABELAN TOTAL SISI-AJAIB SUPER PADA GRAF

PELABELAN TOTAL SISI-AJAIB SUPER PADA GRAF Jurnal LOG!K@, Jilid 6, No. 1, 2016, Hal. 23-31 ISSN 1978 8568 PELABELAN TOTAL SISI-AJAIB SUPER PADA GRAF Yanne Irene Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif

Lebih terperinci

PENGERTIAN GRAPH. G 1 adalah graph dengan V(G) = { 1, 2, 3, 4 } E(G) = { (1, 2), (1, 3), (2, 3), (2, 4), (3, 4) } Graph 2

PENGERTIAN GRAPH. G 1 adalah graph dengan V(G) = { 1, 2, 3, 4 } E(G) = { (1, 2), (1, 3), (2, 3), (2, 4), (3, 4) } Graph 2 PENGERTIAN GRAPH 1. DEFINISI GRAPH Graph G adalah pasangan terurut dua himpunan (V(G), E(G)), V(G) himpunan berhingga dan tak kosong dari obyek-obyek yang disebut himpunan titik (vertex) dan E(G) himpunan

Lebih terperinci

DIMENSI METRIK KUAT PADA BEBERAPA KELAS GRAF

DIMENSI METRIK KUAT PADA BEBERAPA KELAS GRAF DIMENSI METRIK KUAT PADA BEBERAPA KELAS GRAF oleh FITHRI ANNISATUN LATHIFAH M0111038 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika FAKULTAS

Lebih terperinci

II. KONSEP DASAR GRAF DAN GRAF POHON. Graf G adalah himpunan terurut ( V(G), E(G)), dengan V(G) menyatakan

II. KONSEP DASAR GRAF DAN GRAF POHON. Graf G adalah himpunan terurut ( V(G), E(G)), dengan V(G) menyatakan II. KONSEP DASAR GRAF DAN GRAF POHON 2.1 Konsep Dasar Graf Teori dasar mengenai graf yang akan digunakan dalam penelitian ini diambil dari Deo (1989). Graf G adalah himpunan terurut ( V(G), E(G)), dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori penelitian ini. 2. Konsep Dasar Graf Teori dasar mengenai graf

Lebih terperinci

merupakan himpunan sisi-sisi tidak berarah pada. (Yaoyuenyong et al. 2002)

merupakan himpunan sisi-sisi tidak berarah pada. (Yaoyuenyong et al. 2002) dari elemen graf yang disebut verteks (node, point), sedangkan, atau biasa disebut (), adalah himpunan pasangan tak terurut yang menghubungkan dua elemen subset dari yang disebut sisi (edge, line). Setiap

Lebih terperinci

PELABELAN TOTAL SISI-AJAIB PADA GRAF PETERSEN IKHWAN AL AMIN

PELABELAN TOTAL SISI-AJAIB PADA GRAF PETERSEN IKHWAN AL AMIN PELABELAN TOTAL SISI-AJAIB PADA GRAF PETERSEN IKHWAN AL AMIN DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 04 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan definisi dan teorema yang berhubungan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan definisi dan teorema yang berhubungan dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan definisi dan teorema yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. 2.1. Konsep Dasar Graf Graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan terurut

Lebih terperinci

PELABELAN TOTAL SISI ANTIAJAIB SUPER PADA GRAF

PELABELAN TOTAL SISI ANTIAJAIB SUPER PADA GRAF Jurnal LOG!K@ Jilid 6 No. 2 2016 Hal. 152-160 ISSN 1978 8568 PELABELAN TOTAL SISI ANTIAJAIB SUPER PADA GRAF Yanne Irene Program Studi Matematika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Syarif Hidayatullah

Lebih terperinci

PELABELAN EDGE MAGIC PADA GRAF BUKU DAN SUPER EDGE MAGIC PADA GRAF MERGE HESTY NUGRAHENI

PELABELAN EDGE MAGIC PADA GRAF BUKU DAN SUPER EDGE MAGIC PADA GRAF MERGE HESTY NUGRAHENI PELABELAN EDGE MAGIC PADA GRAF BUKU DAN SUPER EDGE MAGIC PADA GRAF MERGE HESTY NUGRAHENI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN

Lebih terperinci

v 3 e 2 e 4 e 6 e 3 v 4

v 3 e 2 e 4 e 6 e 3 v 4 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi graf sebagai landasan teori dari penelitian ini... Konsep Dasar Graf Pada bagian ini akan diberikan

Lebih terperinci

PELABELAN SUPER EDGE MAGIC PADA GRAF CYCLE DAN GRAF WHEEL NURUL NUR INDAH SARI

PELABELAN SUPER EDGE MAGIC PADA GRAF CYCLE DAN GRAF WHEEL NURUL NUR INDAH SARI PELABELAN SUPER EDGE MAGIC PADA GRAF CYCLE DAN GRAF WHEEL NURUL NUR INDAH SARI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 0 ABSTRAK NURUL NUR INDAH

Lebih terperinci

Pelabelan Product Cordial Graf Gabungan pada Beberapa Graf Sikel dan Shadow Graph Sikel

Pelabelan Product Cordial Graf Gabungan pada Beberapa Graf Sikel dan Shadow Graph Sikel Pelabelan Product Cordial Graf Gabungan pada Beberapa Graf Sikel dan Ana Mawati*), Robertus Heri Sulistyo Utomo S.Si, M.Si*), Siti Khabibah S.Si, M.Sc*) Matematika, Fakultas Sains dan Matematika, UNDIP,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Graf G adalah suatu struktur (V,E) dengan V(G) = {v 1, v 2, v 3,.., v n } himpunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Graf G adalah suatu struktur (V,E) dengan V(G) = {v 1, v 2, v 3,.., v n } himpunan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Definisi 2.1 Graf (Deo,1989) Graf G adalah suatu struktur (V,E) dengan V(G) = {v 1, v 2, v 3,.., v n } himpunan tak kosong dengan elemen-elemennya disebut vertex, sedangkan E(G)

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF AMALGAMASI BINTANG

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF AMALGAMASI BINTANG Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 1 Hal. 6 13 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF AMALGAMASI BINTANG FADHILAH SYAMSI Program Studi Matematika, Pascasarjana

Lebih terperinci

Suatu graf G adalah pasangan himpunan (V, E), dimana V adalah himpunan titik

Suatu graf G adalah pasangan himpunan (V, E), dimana V adalah himpunan titik BAB II DASAR TEORI 2.1 Teori Dasar Graf 2.1.1 Graf dan Graf Sederhana Suatu graf G adalah pasangan himpunan (V, E), dimana V adalah himpunan titik yang tak kosong dan E adalah himpunan sisi. Untuk selanjutnya,

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF ULAT

BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF ULAT Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 1 Hal. 1 6 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF ULAT AIDILLA DARMAWAHYUNI, NARWEN Program Studi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bab ini terdiri dari tiga subbab. Subbab pertama adalah tinjauan pustaka yang memuat hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya dalam bidang dimensi metrik. Subbab kedua

Lebih terperinci

THE TOTAL EDGE IRREGULARITY STRENGTH OF DOUBLE HEADED CIRCULAR FAN GRAPH

THE TOTAL EDGE IRREGULARITY STRENGTH OF DOUBLE HEADED CIRCULAR FAN GRAPH 1 PENENTUAN NILAI TOTAL KETIDAKTERATURAN SISI GRAF KIPAS MELINGKAR BERKEPALA GANDA Winda Sari *), Nurdin, Jusmawati Jurusan Matematika, Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

GRAF DIVISOR CORDIAL

GRAF DIVISOR CORDIAL GRAF DIVISOR CORDIAL Deasy Bunga Agustina 1, YD. Sumanto 2, Bambang Irawanto 3 1,2,3 Jurusan Matematika FSM Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto, S.H. Tembalang Semarang Decy.bunga@gmail.com ABSTRACT.A

Lebih terperinci

DEFISIENSI SISI-AJAIB SUPER DARI GRAF KIPAS

DEFISIENSI SISI-AJAIB SUPER DARI GRAF KIPAS Jurnal Matematika UNAND Vol. No. 3 Hal. 5 ISSN : 303 90 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND DEFISIENSI SISI-AJAIB SUPER DARI GRAF KIPAS LIONI MASHITAH Program Studi Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

v 2 v 5 v 3 Gambar 3 Graf G 1 dengan 7 simpul dan 10 sisi.

v 2 v 5 v 3 Gambar 3 Graf G 1 dengan 7 simpul dan 10 sisi. Contoh Dari graf G pada Gambar 1 didapat e 1 incident dengan simpul dan, e incident dengan simpul dan, e 3 tidak incident dengan simpul, v, dan. Definisi 3 (Adjacent) Jika e={p,q} E, maka simpul p dikatakan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA. PELABELAN TOTAL (a, d)-busur ANTI AJAIB PADA GABUNGAN GRAF KORONA DAN GABUNGAN GRAF PRISMA TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA. PELABELAN TOTAL (a, d)-busur ANTI AJAIB PADA GABUNGAN GRAF KORONA DAN GABUNGAN GRAF PRISMA TESIS UNIVERSITAS INDONESIA PELABELAN TOTAL (a, d)-busur ANTI AJAIB PADA GABUNGAN GRAF KORONA DAN GABUNGAN GRAF PRISMA TESIS MURTININGRUM 1006786190 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM MAGISTER

Lebih terperinci

Nilai Ketakteraturan Total dari Graf Hasil Kali Comb dan

Nilai Ketakteraturan Total dari Graf Hasil Kali Comb dan ISSN 19-290 print/issn 20-099 online Nilai Ketakteraturan Total dari Graf Hasil Kali Comb dan Corry Corazon Marzuki 1, Riana Riandari 2 1,2 Jurusan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sultan

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Konsep Dasar

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Konsep Dasar Bab 2 Landasan Teori Pada bab ini akan diuraikan konsep dasar dan teori graf yang berhubungan dengan topik penelitian ini, termasuk didalamnya mengenai pelabelan total tak teratur titik dan total vertex

Lebih terperinci

GRAF SEDERHANA SKRIPSI

GRAF SEDERHANA SKRIPSI PELABELAN,, PADA BEBERAPA JENIS GRAF SEDERHANA SKRIPSI Oleh : Melati Dwi Setyaningsih J2A 005 031 PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

SUPER EDGE-MAGIC LABELING PADA GRAPH ULAT DENGAN HIMPUNAN DERAJAT {1, 4} DAN n TITIK BERDERAJAT 4

SUPER EDGE-MAGIC LABELING PADA GRAPH ULAT DENGAN HIMPUNAN DERAJAT {1, 4} DAN n TITIK BERDERAJAT 4 SUPER EDGE-MAGIC LABELING PADA GRAPH ULAT DENGAN HIMPUNAN DERAJAT {1, 4} DAN n TITIK BERDERAJAT 4 Abdussakir Jurusan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

KLASIFIKASI GRAF PETERSEN BERBILANGAN KROMATIK LOKASI EMPAT ATAU LIMA

KLASIFIKASI GRAF PETERSEN BERBILANGAN KROMATIK LOKASI EMPAT ATAU LIMA KLASIFIKASI GRAF PETERSEN BERBILANGAN KROMATIK LOKASI EMPAT ATAU LIMA (Tesis) Oleh : Devriyadi Saputra S NPM. 1427031001 MAGISTER MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

Lebih terperinci

DIMENSI PARTISI PADA TIGA HASIL OPERASI GRAF CYCLE DENGAN GRAF PATH

DIMENSI PARTISI PADA TIGA HASIL OPERASI GRAF CYCLE DENGAN GRAF PATH DIMENSI PARTISI PADA TIGA HASIL OPERASI GRAF CYCLE DENGAN GRAF PATH oleh HIDRA VERTANA M0112042 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika

Lebih terperinci

NILAI KETAKTERATURAN TOTAL SISI DARI GRAF TUNAS KELAPA

NILAI KETAKTERATURAN TOTAL SISI DARI GRAF TUNAS KELAPA NILAI KETAKTERATURAN TOTAL SISI DARI GRAF TUNAS KELAPA Moch. Zaenal A. 3, Slamin 4, Susi Setiawani 5 Abstract. A total edge irregular labeling on a graph G which has E edges and V vertices is an assignment

Lebih terperinci

Dasar-Dasar Teori Graf. Sistem Informasi Universitas Gunadarma 2012/2013

Dasar-Dasar Teori Graf. Sistem Informasi Universitas Gunadarma 2012/2013 Dasar-Dasar Teori Graf Sistem Informasi Universitas Gunadarma 2012/2013 Teori Graf Teori Graf mulai dikenal saat matematikawan kebangsaan Swiss bernama Leonhard Euler, yang berhasil mengungkapkan Misteri

Lebih terperinci

PELABELAN SELIMUT (a, d) CY CLE TOTAL ANTI AJAIB SUPER PADA GRAF BUNGA MATAHARI, GRAF BROKEN FAN, DAN GRAF GENERALIZED FAN

PELABELAN SELIMUT (a, d) CY CLE TOTAL ANTI AJAIB SUPER PADA GRAF BUNGA MATAHARI, GRAF BROKEN FAN, DAN GRAF GENERALIZED FAN PELABELAN SELIMUT (a, d) CY CLE TOTAL ANTI AJAIB SUPER PADA GRAF BUNGA MATAHARI, GRAF BROKEN FAN, DAN GRAF GENERALIZED FAN oleh KHUNTI QONAAH M0111048 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagai

Lebih terperinci

OPERASI PADA GRAF FUZZY

OPERASI PADA GRAF FUZZY OPERASI PADA GRAF FUZZY Budi Setiawan, Prof. Dr. Dwi Juniati, M.Si. Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Surabaya Jalan Ketintang Surabaya 60231 Email: b_diset@yahoo.com,

Lebih terperinci

PEWARNAAN TOTAL R-DINAMIS DENGAN TEKNIK FUNGSI PEWARNAAN BERPOLA PADA HASIL OPERASI COMB

PEWARNAAN TOTAL R-DINAMIS DENGAN TEKNIK FUNGSI PEWARNAAN BERPOLA PADA HASIL OPERASI COMB PEWARNAAN TOTAL R-DINAMIS DENGAN TEKNIK FUNGSI PEWARNAAN BERPOLA PADA HASIL OPERASI COMB SISI DARI GRAF CYCLE SERTA KAITANNYA DALAM KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI Putu Liana Wardani 1, Dafik 2, Susi

Lebih terperinci

BILANGAN AJAIB MAKSIMUM DAN MINIMUM PADA GRAF SIKLUS GANJIL

BILANGAN AJAIB MAKSIMUM DAN MINIMUM PADA GRAF SIKLUS GANJIL Jurnal Matematika UNAND Vol. No. 3 Hal. 150 156 ISSN : 303 910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN AJAIB MAKSIMUM DAN MINIMUM PADA GRAF SIKLUS GANJIL ANNISAH ISKANDAR Program Studi Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

PELABELAN TOTAL TITIK AJAIB GRAF HASIL KALI KARTESIUS DARI GRAF SIKEL

PELABELAN TOTAL TITIK AJAIB GRAF HASIL KALI KARTESIUS DARI GRAF SIKEL PELABELAN TOTAL TITIK AJAIB GRAF HASIL KALI KARTESIUS DARI GRAF SIKEL Maria Nita Kurniasari 1 Robertus Heri 2 12 Program Studi Matematika F.MIPA UNDIP Semarang Jl. Prof.Sudarto S.H Tembalang-Semarang Abstract.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Untuk menjelaskan pelabelan analytic mean pada graf bayangan dari graf bintang K 1,n dan graf bayangan dari graf bistar B n,n perlu adanya beberapa teori dasar yang akan menunjang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini dipaparkan beberapa hasil penelitian yang dilakukan para peneliti sebelumnya, pengertian dasar graf, operasi-operasi pada graf, kelaskelas graf, dan dimensi metrik pada

Lebih terperinci

PELABELAN E-CORDIAL PADA BEBERAPA GRAF CERMIN

PELABELAN E-CORDIAL PADA BEBERAPA GRAF CERMIN PELABELAN E-CORDIAL PADA BEBERAPA GRAF CERMIN Ermi Suwarni, 2 Lucia Ratnasari, S.Si, M.Si, 3 Drs. Bayu Surarso, M.Sc.PhD,2,3 Jurusan Matematika FSM UNDIP Jl. Pro. Soedarto, S.H, Tembalang Semarang 54275

Lebih terperinci

PELABELAN TOTAL SISI-AJAIB SUPER PADA GRAF DAN GRAF

PELABELAN TOTAL SISI-AJAIB SUPER PADA GRAF DAN GRAF PELABELAN TOTAL SISI-AJAIB SUPER PADA GRAF DAN GRAF SKRIPSI SARJANA MATEMATIKA Oleh: NURUL MUSTIKA SIREGAR 06134005 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ANDALAS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini dipaparkan beberapa hasil penelitian yang dilakukan para peneliti sebelumnya, pengertian dasar graf, operasi-operasi pada graf, kelas-kelas graf dan dimensi partisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar dalam teori graf dan teknik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar dalam teori graf dan teknik II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar dalam teori graf dan teknik pencacahan dalam bentuk definisi dan teorema yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. 2.1

Lebih terperinci

Abstract

Abstract Nilai Kromatik pada Graf Hasil Operasi Kiki Kurdianto 1,2, Ika Hesti A. 1,2, Dafik 1,3 1 CGANT- University of Jember 2 Department of Mathematics Education - University of Jember 3 Department of Information

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR TEORI GRAF

PENGETAHUAN DASAR TEORI GRAF PENGETAHUAN DASAR TEORI GRAF 1 Sejarah Singkat dan Beberapa Pengertian Dasar Teori Graf Teori graf lahir pada tahun 1736 melalui makalah tulisan Leonard Euler seorang ahli matematika dari Swiss. Euler

Lebih terperinci

Super (a,d)-h- antimagic total covering of connected amalgamation of fan graph

Super (a,d)-h- antimagic total covering of connected amalgamation of fan graph Super (a,d)-h- antimagic total covering of connected amalgamation of fan graph S. Latifah 1,, I. H. Agustin 1,, Dafik 1,3 1 CGANT - University of Jember Mathematics Department - University of Jember 3

Lebih terperinci

Penerapan Teorema Bondy pada Penentuan Bilangan Ramsey Graf Bintang Terhadap Graf Roda

Penerapan Teorema Bondy pada Penentuan Bilangan Ramsey Graf Bintang Terhadap Graf Roda Vol. 9, No.2, 114-122, Januari 2013 Penerapan Teorema Bondy pada Penentuan Bilangan Ramsey Graf Bintang Terhadap Graf Roda Hasmawati 1 Abstrak Graf yang memuat semua siklus dari yang terkecil sampai ke

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini dipaparkan beberapa hasil penelitian yang dilakukan para peneliti sebelumnya, pengertian dasar graf, operasi-operasi pada graf, kelas-kelas graf dan dimensi partisi

Lebih terperinci

Teori Ramsey pada Pewarnaan Graf Lengkap

Teori Ramsey pada Pewarnaan Graf Lengkap Teori Ramsey pada Pewarnaan Graf Lengkap Muhammad Ardiansyah Firdaus J2A 006 032 Skripsi Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Matematika PROGRAM STUDI MATEMATIKA

Lebih terperinci

oleh BANGKIT JOKO WIDODO M SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika

oleh BANGKIT JOKO WIDODO M SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika DIMENSI METRIK PADA GRAF SUN, GRAF HELM DAN GRAF DOUBLE CONES oleh BANGKIT JOKO WIDODO M0109015 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi dan konsep dasar dalam teori graf dan pelabelan graf yang akan digunakan pada bab selanjutnya. 2.1 Definisi dan Istilah Dalam Teori Graf

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi, istilah istilah yang berhubungan dengan materi

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi, istilah istilah yang berhubungan dengan materi II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi, istilah istilah yang berhubungan dengan materi yang akan dihasilkan pada penelitian ini. 2.1 Beberapa Definisi dan Istilah 1. Graf (

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK JOIN DARI DUA GRAF

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK JOIN DARI DUA GRAF Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 1 Hal. 23 31 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK JOIN DARI DUA GRAF YULI ERITA Program Studi Matematika, Pascasarjana Fakultas

Lebih terperinci

Jln. Perintis Kemerdekaan, Makassar, Indonesia, Kode Pos BASIS FOR DETERMINING THE WHEEL GRAPH

Jln. Perintis Kemerdekaan, Makassar, Indonesia, Kode Pos BASIS FOR DETERMINING THE WHEEL GRAPH PENETUAN BASIS BAGI GRAF RODA Nur Ulfah Dwiyanti Obed 1*), Nurdin 2), Amir Kamal Amir 3) 1 Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin Jln. Perintis Kemerdekaan,

Lebih terperinci

PELABELAN TOTAL TITIK AJAIB PADA COMPLETE GRAPH

PELABELAN TOTAL TITIK AJAIB PADA COMPLETE GRAPH PELABELAN TOTAL TITIK AJAIB PADA COMPLETE GRAPH SKRIPSI Oleh : Novi Irawati J2A 005 038 PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

DIMENSI METRIK PADA GRAF LOLLIPOP, GRAF MONGOLIAN TENT, DAN GRAF GENERALIZED JAHANGIR

DIMENSI METRIK PADA GRAF LOLLIPOP, GRAF MONGOLIAN TENT, DAN GRAF GENERALIZED JAHANGIR DIMENSI METRIK PADA GRAF LOLLIPOP, GRAF MONGOLIAN TENT, DAN GRAF GENERALIZED JAHANGIR oleh ARDINA RIZQY RACHMASARI M0112013 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar

Lebih terperinci

oleh ACHMAD BAIHAQIH M SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika

oleh ACHMAD BAIHAQIH M SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika TOTAL VERTEX IRREGULARITY STRENGTH DARI GRAF FRIENDSHIP DAN GRAF (n, t) KITE oleh ACHMAD BAIHAQIH M0108025 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

Jln. Perintis Kemerdekaan, Makassar, Indonesia, Kode Pos THE TOTAL EDGE IRREGULARITY STRENGTH OF WEB GRAPH

Jln. Perintis Kemerdekaan, Makassar, Indonesia, Kode Pos THE TOTAL EDGE IRREGULARITY STRENGTH OF WEB GRAPH 1 PENENTUAN NILAI TOTAL KETIDAKTERATURAN SISI GRAF WEB Nasrah Munir 1*), Nurdin 2), Jusmawati 3) 1 Jurusan Matematika, Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin Jln. Perintis Kemerdekaan,

Lebih terperinci

Edge-Magic Total Labeling pada Graph mp 2 (m bilangan asli ganjil) Oleh Abdussakir

Edge-Magic Total Labeling pada Graph mp 2 (m bilangan asli ganjil) Oleh Abdussakir Jurnal Saintika (ISSN 1693-640X) Edisis Khusus Dies Natalis UIN Malang, Juni 005. Halaman -7 Edge-Magic Total Labeling pada Graph mp (m bilangan asli ganjil) Oleh Abdussakir Abstrak Pelabelan total sisi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.. Definisi Graf Secara matematis, graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V,E) ditulis dengan notasi G = (V, E), yang dalam hal ini: V = himpunan tidak-kosong dari simpul-simpul

Lebih terperinci

MA3051 Pengantar Teori Graf. Semester /2014 Pengajar: Hilda Assiyatun

MA3051 Pengantar Teori Graf. Semester /2014 Pengajar: Hilda Assiyatun MA3051 Pengantar Teori Graf Semester 1 2013/2014 Pengajar: Hilda Assiyatun Bab 1: Graf dan subgraf Graf G : tripel terurut VG, E G, ψ G ) V G himpunan titik (vertex) E G himpunan sisi (edge) ψ G fungsi

Lebih terperinci

DIMENSI PARTISI PADA GRAF ANTIPRISMA, GRAF MONGOLIAN TENT, DAN GRAF STACKED BOOK

DIMENSI PARTISI PADA GRAF ANTIPRISMA, GRAF MONGOLIAN TENT, DAN GRAF STACKED BOOK DIMENSI PARTISI PADA GRAF ANTIPRISMA, GRAF MONGOLIAN TENT, DAN GRAF STACKED BOOK oleh TIA APRILIANI M0112086 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disebut vertex, sedangkan E(G) (mungkin kosong) adalah himpunan tak terurut dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. disebut vertex, sedangkan E(G) (mungkin kosong) adalah himpunan tak terurut dari II. TINJAUAN PUSTAKA Definisi 2.1 Graf Graf G adalah suatu struktur (V,E) dengan V(G) himpunan tak kosong dengan elemenelemenya disebut vertex, sedangkan E(G) (mungkin kosong) adalah himpunan tak terurut

Lebih terperinci

PENENTUAN BANYAKNYA GRAF TERHUBUNG BERLABEL BERORDE LIMA TANPA GARIS PARALEL. (Skripsi) Oleh Eni Zuliana

PENENTUAN BANYAKNYA GRAF TERHUBUNG BERLABEL BERORDE LIMA TANPA GARIS PARALEL. (Skripsi) Oleh Eni Zuliana PENENTUAN BANYAKNYA GRAF TERHUBUNG BERLABEL BERORDE LIMA TANPA GARIS PARALEL (Skripsi) Oleh Eni Zuliana FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PEGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016 ABSTRAK PENENTUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan zaman, maka perkembangan ilmu pengetahuan berkembang pesat, begitu pula dengan ilmu matematika. Salah satu cabang ilmu matematika yang memiliki

Lebih terperinci

Discrete Mathematics & Its Applications Chapter 10 : Graphs. Fahrul Usman Institut Teknologi Bandung Pengajaran Matematika

Discrete Mathematics & Its Applications Chapter 10 : Graphs. Fahrul Usman Institut Teknologi Bandung Pengajaran Matematika Discrete Mathematics & Its Applications Chapter 10 : Graphs Fahrul Usman Institut Teknologi Bandung Pengajaran Matematika 16/12/2015 2 Sub Topik A. Graf dan Model Graf B. Terminologi Dasar Graf dan Jenis

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan tentang definisi serta konsep-konsep yang mendukung

II.TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan tentang definisi serta konsep-konsep yang mendukung II.TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan tentang definisi serta konsep-konsep yang mendukung dalam penelitian ini. 2.1. Konsep Dasar Teori Graf Graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan terurut

Lebih terperinci

Lemma 1: Ada pelabelan titik (7, 1)-sisi antimagic pada graf Segitiga Bermuda Btr n,4

Lemma 1: Ada pelabelan titik (7, 1)-sisi antimagic pada graf Segitiga Bermuda Btr n,4 NILAI KETAKTERATURAN TOTAL SISI DARI GRAF SEGITIGA BERMUDA Novalita Anjelia A. P. 44, Slamin 45, Dafik 46 Abstract. For a simple graph G, a labelling λ V(G) E(G) {1, 2,, k} is called an edge irregular

Lebih terperinci

MATHunesa Jurnal Ilmiah Matematika Volume 6 No.2 Tahun 2018 ISSN

MATHunesa Jurnal Ilmiah Matematika Volume 6 No.2 Tahun 2018 ISSN MATHunesa Jurnal Ilmiah Matematika Volume 6 No.2 Tahun 2018 ISSN 2301-9115 BEBERAPA SYARAT GRAF TIDAK BERSAHABAT Salwa Yuliantina (Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya) E-mail : salwayuliantina@mhs.unesa.ac.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sepasang titik. Himpunan titik di G dinotasikan dengan V(G) dan himpunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sepasang titik. Himpunan titik di G dinotasikan dengan V(G) dan himpunan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Graf 1. Dasar-dasar Graf Graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V, E) ditulis dengan notasi G = (V, E), dimana V adalah himpunan titik yang tidak kosong (vertex)

Lebih terperinci

DIMENSI PARTISI PADA GRAPH HASIL KORONA C m K n. Oleh : Yogi Sindy Prakoso ( ) JURUSAN MATEMATIKA. Company

DIMENSI PARTISI PADA GRAPH HASIL KORONA C m K n. Oleh : Yogi Sindy Prakoso ( ) JURUSAN MATEMATIKA. Company DIMENSI PARTISI PADA GRAPH HASIL KORONA C m K n Oleh : Yogi Sindy Prakoso (1206100015) JURUSAN MATEMATIKA Company FAKULTAS MATEMATIKA Click to DAN add ILMU subtitle PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika adalah salah satu ilmu yang banyak memberikan dasar bagi berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Seiring dengan kemajuan dan perkembangan teknologi,

Lebih terperinci

PELABELAN TOTAL (a, d)-sisi-anti AJAIB PADA GRAF BINTANG

PELABELAN TOTAL (a, d)-sisi-anti AJAIB PADA GRAF BINTANG PELABELAN TOTAL (a, d)-sisi-anti AJAIB PADA GRAF BINTANG SKRIPSI SARJANA MATEMATIKA Oleh DWI NOVA RIZA 05134046 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

Lebih terperinci

PELABELAN TOTAL (a, d)-titik ANTIAJAIB SUPER PADA GRAF PETERSEN YANG DIPERUMUM P (n, 3) DENGAN n GANJIL, n 7

PELABELAN TOTAL (a, d)-titik ANTIAJAIB SUPER PADA GRAF PETERSEN YANG DIPERUMUM P (n, 3) DENGAN n GANJIL, n 7 Jurnal Matematika UNAND Vol. No. Hal. 78 84 ISSN : 0 90 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PELABELAN TOTAL (a, d)-titik ANTIAJAIB SUPER PADA GRAF PETERSEN YANG DIPERUMUM P (n, ) DENGAN n GANJIL, n 7 IRANISA

Lebih terperinci

GRUP AUTOMORFISME GRAF KIPAS DAN GRAF KIPAS GANDA

GRUP AUTOMORFISME GRAF KIPAS DAN GRAF KIPAS GANDA GRUP AUTOMORFISME GRAF KIPAS DAN GRAF KIPAS GANDA Siti Rohmawati 1, Dr.Agung Lukito, M.S. 2 1 Matematika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya Jalan Ketintang Gedung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 15 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Graf Definisi 2.1.1 Graf Sebuah graf G adalah pasangan (V,E) dengan V adalah himpunan yang tak kosong yang anggotanya disebut vertex, dan E adalah himpunan yang

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Ide Leonard Euler di tahun 1736 untuk menyelesaikan masalah jembatan

II. LANDASAN TEORI. Ide Leonard Euler di tahun 1736 untuk menyelesaikan masalah jembatan 4 II. LANDASAN TEORI Ide Leonard Euler di tahun 1736 untuk menyelesaikan masalah jembatan Konisberg yang kemudian menghasilkan konsep graf Eulerian merupakan awal dari lahirnya teori graf. Euler mengilustrasikan

Lebih terperinci

GRAF DIAMETER DUA DENGAN KOMPLEMENNYA DAN GRAF MOORE DIAMETER DUA

GRAF DIAMETER DUA DENGAN KOMPLEMENNYA DAN GRAF MOORE DIAMETER DUA GRAF DIAMETER DUA DENGAN KOMPLEMENNYA DAN GRAF MOORE DIAMETER DUA SKRIPSI Oleh : ASTRIA J2A 006 006 PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

EVALUASI DETERMINAN MATRIKS REKURSIF DENGAN FAKTORISASI LB RUDIANSYAH

EVALUASI DETERMINAN MATRIKS REKURSIF DENGAN FAKTORISASI LB RUDIANSYAH EVALUASI DETERMINAN MATRIKS REKURSIF DENGAN FAKTORISASI LB RUDIANSYAH DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK RUDIANSYAH. Evaluasi

Lebih terperinci

Pelabelan Total (a, d)-simpul Antimagic pada Digraf Matahari

Pelabelan Total (a, d)-simpul Antimagic pada Digraf Matahari Pelabelan Total (a, d)-simpul Antimagic pada Digraf Matahari Yuni Listiana, Darmaji Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Arief Rahman

Lebih terperinci

PELABELAN GRACEFUL SISI BERARAH PADA GRAF GABUNGAN GRAF SIKEL DAN GRAF STAR. Putri Octafiani 1, R. Heri Soelistyo U 2

PELABELAN GRACEFUL SISI BERARAH PADA GRAF GABUNGAN GRAF SIKEL DAN GRAF STAR. Putri Octafiani 1, R. Heri Soelistyo U 2 PELABELAN GRACEFUL SISI BERARAH PADA GRAF GABUNGAN GRAF SIKEL DAN GRAF STAR Putri Octafiani 1, R. Heri Soelistyo U 2 1,2 Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Jl. Prof. H. Soedarto, S. H, Tembalang, Semarang

Lebih terperinci

Bilangan Ramsey untuk Graf Bintang Genap Terhadap Roda Genap

Bilangan Ramsey untuk Graf Bintang Genap Terhadap Roda Genap Vol.4, No., 49-53, Januari 08 Bilangan Ramsey untuk Graf Bintang Genap erhadap Roda Genap Hasmawati Abstrak Untuk sebarang graf G dan H, bilangan Ramsey R(G,H) adalah bilangan asli terkecil n sedemikian

Lebih terperinci

PENENTUAN DIMENSI METRIK GRAF HELM

PENENTUAN DIMENSI METRIK GRAF HELM PENENTUAN DIMENSI METRIK GRAF HELM SKRIPSI Oleh : DIAN FIRMAYASARI S NIM : H 111 08 011 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 PENENTUAN DIMENSI

Lebih terperinci

BAB 2 GRAF PRIMITIF. Gambar 2.1. Contoh Graf

BAB 2 GRAF PRIMITIF. Gambar 2.1. Contoh Graf BAB 2 GRAF PRIMITIF Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai definisi graf, istilah-istilah dalam graf, matriks ketetanggaan, graf terhubung, primitivitas graf, dan scrambling index. 2.1 Definisi Graf

Lebih terperinci

EKSENTRIK DIGRAF DARI GRAF-GRAF KHUSUS

EKSENTRIK DIGRAF DARI GRAF-GRAF KHUSUS EKSENTRIK DIGRAF DARI GRAF-GRAF KHUSUS Sulistyo Unggul Wicaksono NIM : 13503058 Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung E-mail: if13058@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

DIMENSI METRIK PADA GRAF (n, t)-kite, UMBRELLA, G m H n, DAN K 1 + (P m P n )

DIMENSI METRIK PADA GRAF (n, t)-kite, UMBRELLA, G m H n, DAN K 1 + (P m P n ) DIMENSI METRIK PADA GRAF (n, t)-kite, UMBRELLA, G m H n, DAN K 1 + (P m P n ) Penulis Hamdani Citra Pradana M0110031 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

GRAF. V3 e5. V = {v 1, v 2, v 3, v 4 } E = {e 1, e 2, e 3, e 4, e 5 } E = {(v 1,v 2 ), (v 1,v 2 ), (v 1,v 3 ), (v 2,v 3 ), (v 3,v 3 )}

GRAF. V3 e5. V = {v 1, v 2, v 3, v 4 } E = {e 1, e 2, e 3, e 4, e 5 } E = {(v 1,v 2 ), (v 1,v 2 ), (v 1,v 3 ), (v 2,v 3 ), (v 3,v 3 )} GRAF Graf G(V,E) didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V,E), dengan V adalah himpunan berhingga dan tidak kosong dari simpul-simpul (verteks atau node). Dan E adalah himpunan berhingga dari busur (vertices

Lebih terperinci