BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN"

Transkripsi

1 BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Gambaran Permasalahan Secara Umum Poligon bukanlah suatu bentuk yang spesifik seperti segitiga sama kaki, persegi, belah ketupat, ataupun jajargenjang, melainkan suatu bentuk bebas yang memenuhi definisi yang telah diberikan pada subbab.7. Sehingga diperlukan serangkaian proses dan feature extraction yang baik agar aplikasi dapat membedakan poligon yang satu dengan poligon yang lainnya. Rangkaian proses dan feature extraction yang digunakan akan dijelaskan pada subbab-subbab selanjutnya. Perhatikan gambar berikut ini. Gambar 3.1 Contoh Poligon Sejenis 33

2 34 Pada gambar di atas terdapat 100 buah poligon yang sejenis, yaitu segiempat. Untuk proses pengenalan secara manual dapat dikatakan tidak sulit karena jenis poligonnya adalah sama. Sedangkan untuk proses penghitungan secara manual dapat memerlukan waktu yang cukup lama. Hal ini tergantung kecepatan tiap individu dalam menghitung. Gambar 3. Contoh Poligon Tak Sejenis Pada gambar di atas terdapat 100 buah poligon yang berbeda, yaitu 0 segitiga, 0 segiempat, 0 segilima, 0 segienam, dan 0 segidelapan. Untuk proses pengenalan dan penghitungan secara manual pasti memerlukan waktu yang cukup lama. Tingkat keakuratan hasil perhitungan secara manual juga belum tentu tinggi. Hal ini tergantung

3 kondisi individu yang melakukan proses perhitungan dimana tingkat kelelahan mata dapat mengurangi ketelitian dalam menghitung Kebutuhan Sistem dan Pemenuhan Kebutuhan Sistem Sistem harus dapat mengenali dan menghitung jumlah masing-masing pola poligon yang terdapat pada input yang diberikan. Untuk memenuhi kebutuhan ini digunakan artificial neural networks sehingga dapat mengantisipasi penambahan pola poligon yang akan dikenali dengan tetap menyimpan pola poligon yang lama. Dalam hal ini artificial neural networks yang digunakan adalah metode backpropagation yang memberikan keakuratan dan kecepatan tinggi dalam proses pengenalan dan penghitungan. 3.3 Alur Program Secara Umum Aplikasi ini dapat dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu insert pola poligon, proses recognition and counting poligon, dan training pola poligon. Gambaran dari masing-masing proses ini secara umum dapat dilihat pada Gambar 3.3 dan Gambar 3.4 berikut.

4 36 mulai input dengan image file yang sudah ada ya tidak gambar dengan bentuk yang sudah disediakan pilih file image image processing polygon extraction feature extraction recognition and counting simpan pola atau lakukan recognition and counting simpan pola recognition and counting feature, target output, dan nama poligon hasil recognition and counting feature, target output, dan nama poligon selesai Gambar 3.3 Flowchart Proses Insert Pola Poligon dan Proses Recognition and Counting Poligon

5 37 mulai 1 setting network (learning rate, jumlah hidden units, jumlah unit ditiap hidden units, gunakan inisialisasi nguyen-widrow) baca pola pertama training dengan backpropagation belum file setting sudah ada tidak tidak baca pola selanjutnya pola habis setting network sudah error system <= target error ya ya Baca setting network setting network network selesai target error pola ada ada tidak ada selesai 1 Gambar 3.4 Flowchart Proses Training Pola Poligon

6 Image Processing Grayscaling Warna-warni pada image yang akan diproses bukan merupakan informasi vital dari image. Bagi komputer warna yang banyak hanya akan menambah beban komputasi yang tentunya memperlambat proses yang dilakukan terhadap image. Proses grayscaling yang menjadikan image berwarna banyak menjadi grayscale image, yaitu image dengan 56 tingkatan warna abu-abu, akan mempercepat proses yang dilakukan terhadap image. Warna abu-abu sendiri dibentuk dari perpaduan komponen warna yaitu R (Red), G (Green), dan B (Blue) dengan nilai setiap komponen adalah sama (dari 0 sampai 55). Untuk mendapatkan grayscale image dari image berwarna dilakukan dengan menyamakan nilai setiap komponen warna dari masing-masing pixel pada image. Hal ini dapat dilakukan dengan merata-ratakan nilai dari setiap komponen warna. Sebagai contoh, sebuah pixel terdiri dari R = 55, G = 0, dan B = 0 (pixel dengan warna merah murni) diubah menjadi pixel abu-abu dengan merata-ratakan nilai R, G, dan B nya sehingga mempunyai nilai R = G = B = ( ) div 3 = 85 (div adalah kependekan dari divisor yaitu operasi pembagian dengan hasil berupa bilangan bulat). Cara tersebut mempunyai kelemahan dalam kasus berikut. Ada dua pixel dimana pixel pertama memiliki nilai R = 55, G = 0, dan B = 0 dan pixel kedua memiliki nilai R = 0, G = 0, dan B = 55. Kedua pixel tersebut jika dilihat dengan mata manusia maka akan berwarna merah dan biru. Jika kedua pixel tersebut dijadikan pixel abu-abu dengan cara merata-ratakan nilai komponen warnanya maka akan didapatkan nilai yang sama yaitu R= G = B = 85. Hal tersebut dapat diatasi dengan mengubah cara konversinya dengan

7 mengalikan masing-masing komponen warna dengan nilai konstanta yang berlainan, dimana nilai-nilai konstanta yang dipakai untuk masing-masing komponen warna jika dijumlahkan akan bernilai 1 sehingga tetap akan menghasilkan nilai dengan kisaran dari 0 sampai 55. Misal nilai konstanta yang digunakan untuk masing-masing komponen warna 0.3, 0.6, dan 0.1 maka pada kasus di atas nilai R, G, dan B untuk pixel pertama = 0.3 * * * 0 = 76.5 dan nilai R, G, dan B untuk pixel kedua = 0.3 * * * 55 = 5.5, dikarenakan tingkatan warna abu-abu harus bilangan bulat maka harus dilakukan pembulatan terhadap hasil akhir perhitungan tersebut (boleh pembulatan ke bawah atau ke atas). berikut. Algoritma dan flowchart untuk melakukan proses grayscaling adalah sebagai GRAYSCALING FOR baris = 0 TO tinggi image 1 DO FOR kolom = 0 TO lebar image 1 DO pixel[kolom,baris].r = ROUND (0.3 * pixel[kolom,baris].r * pixel[kolom,baris].g * pixel[kolom,baris].b) pixel[kolom,baris].g = pixel[kolom,baris].r pixel[kolom,baris].b = pixel[kolom,baris].r END FOR END FOR END GRAYSCALING 39

8 40 mulai baris = 0 baris < tinggi image ya kolom = 0 kolom < lebar image tidak tidak pixel[kolom,baris].r = ROUND (0.3 * pixel[baris,kolom].r * pixel[kolom,baris].g * pixel[kolom,baris].b) pixel[kolom,baris].g = pixel[kolom,baris].r pixel[kolom,baris].b = pixel[kolom,baris].r ya kolom = kolom + 1 baris = baris + 1 selesai Gambar 3.5 Flowchart Proses Grayscaling 3.4. Corner Detection Proses corner detection dilakukan dengan menerapkan algoritma SUSAN corner detection. Saat ditemukan sebuah corner pada image maka posisi (posisi x atau posisi kolom dan posisi y atau posisi baris) dari corner tersebut akan disimpan ke dalam sebuah variabel array dari sebuah struktur data. Struktur data yang digunakan memiliki data-data sebagai berikut:

9 41 Posisi x dan y bertipe integer. Besar sudut yang dimiliki corner bertipe array double. Hubungan ke corner lain bertipe array integer. Setelah proses ini berakhir maka semua posisi corner yang ada pada image telah tersimpan. Penjelasan tentang proses ini dapat dilihat pada Lampiran Edge Detection Proses edge detection dilakukan dengan menerapkan algoritma SUSAN edge detection. Saat proses ini selesai maka akan dihasilkan sebuah image baru yang merupakan gambar rangka dari image lama. Dari image yang dihasilkan akan dilakukan pengecekan keterhubungan tiap-tiap corner yang didapat dari proses corner detection dengan menggunakan algoritma midpoint dengan memanfaatkan posisi pixel yang seharusnya merupakan posisi pixel pembentuk garis lurus di antara dua buah corner. Lihat nilai pixel pada posisi ini dari image yang dihasilkan. Jika nilai pixel adalah 55 (R = 55, G = 55, dan B = 55) atau berwarna putih berarti dua buah corner itu adalah tidak saling berhubungan. Setelah didapatkan keterhubungan antar corner maka dapat dicari besar sudut untuk setiap corner dengan menggunakan aturan cosinus yang dibahas pada subbab Hasilnya disimpan pada variabel array dari sebuah struktur data yang telah dijelaskan pada subbab Penjelasan proses ini dapat dilihat pada Lampiran 17.

10 4 3.5 Polygon Extraction Hasil dari image processing tersebut diperoleh informasi mengenai pixel-pixel pada image yang merupakan titik sudut dari poligon yaitu posisi, hubungannya ke titik sudut lain, dan besar sudut yang dimiliki oleh titik sudut tersebut. Meskipun informasi tersebut dimiliki, tetap belum dapat diketahui kombinasi atau urutan titik-titik yang manakah yang membentuk sebuah poligon. Hal tersebut dapat diselesaikan dengan menerapkan sebuah algoritma pencarian poligon, sebut saja polygon extraction. Dengan didasari oleh beberapa definisi tentang poligon pada subbab.7, polygon extraction ini dapat dilakukan dengan cara menelusuri titik-titik sudut yang didapatkan. Penelusuran ini dilakukan dari sebuah titik sudut ke titik sudut lainnya dengan persyaratan sebagai berikut: 1. Minimal titik sudut yang telah ditelusuri sebanyak tiga buah, karena dengan jumlah demikianlah baru dapat dibentuk suatu kurva tertutup yang dibentuk oleh garis-garis lurus.. Titik sudut yang akan ditelusuri berikutnya bukan merupakan salah satu titik sudut yang telah ditelusuri sebelumnya, kecuali titik tersebut merupakan titik awal penelusuran dan jumlah titik sudut yang telah ditelusuri lebih besar dari dua. 3. Titik terakhir dari penelusuran harus sama dengan titik awal penelusuran. Setelah proses polygon extraction ini selesai maka akan didapatkan sejumlah kumpulan urutan titik-titik sudut (vertex) yang membentuk poligon pada image, kumpulan vertex beserta informasi lain yang dimilikinya ini disimpan ke dalam sebuah variabel array dari

11 43 sebuah struktur data agar dapat digunakan oleh proses selanjutnya. Adapun struktur data yang digunakan memiliki data-data sebagai berikut: Vertex bertipe array dari sebuah struktur data (dengan data: posisi x dan y dari vertex bertipe integer, hubungan ke vertex lain bertipe array integer, dan sudut bertipe sebuah struktur data dengan data: lengan sudut bertipe array integer, besar sudut dalam radian bertipe double, dan besar sudut dalam derajat bertipe double). Arah poligon bertipe enumerasi arah yang digunakan yaitu CW (clockwise/searah putaran jarum jam) dan CCW (counter clockwise/berlawanan arah putaran jarum jam).

12 44 Algoritma dan flowchart untuk melakukan proses ini adalah sebagai berikut. POLYGON EXTRACTION SET titik_pembentuk_poligon = titik_sedang_ditelusuri = NIL SET poligon = NIL FOR index = 0 TO COUNT (titik_sudut) 1 DO IF index PARTOF (titik_pembentuk_poligon) THEN CONTINUE END IF PUSH (index, titik_sedang_ditelusuri) DO WHILE TRUE titik_akhir = titik lain yang berhubungan dengan titik_sudut[top (titik_sedang_ditelusuri)] IF titik_akhir PARTOF (titik_sedang_ditelusuri) AND COUNT (titik_sedang_ditelusuri) < 3) THEN BREAK IF COUNT (titik_sedang_ditelusuri) > AND titik_akhir = BOTTOM (titik_sedang_ditelusuri) THEN PUSH (titik_sedang_ditelusuri, titik_pembentuk_poligon) PUSH (titik_sedang_ditelusuri, poligon[topindex (poligon)+1]) BREAK; END IF PUSH (titik_akhir, titik_sedang_ditelusuri) END DO WHILE POPALL (titik_sedang_ditelusuri) END FOR END POLYGON EXTRACTION

13 45 mulai titik_pembentuk_poligon = NIL titik_sedang_ditelusuri = NIL poligon = NIL index = 0 index < COUNT(titik_sudut) ya index PART OF(titik_pembentuk_poligon) tidak PUSH(index,titik_sedang_ditelusuri) titik_akhir = titik lain yang berhubungan dengan titik_sudut[top (titik_sedang_ditelusuri)] ya titik_akhir PART OF (titik_sedang_ditelusuri) AND COUNT(titik_sedang_ditelusuri) < 3 tidak tidak COUNT(titik_sedang_ditelusuri) > AND titik_akhir = BOTTOM(titik_sedang_ditelusuri) PUSH(titik_sedang_ditelusuri,titik_pembetuk_poligon) PUSH(titik_sedang_ditelusuri,poligon[TOPINDEX(poligon)+1]) ya tidak PUSH(titik_akhir, titik_sedang_ditelusuri) ya POPALL(titik_sedang_ditelusuri) index = index + 1 selesai Gambar 3.6 Flowchart Proses Polygon Extraction

14 Menentukan Arah Poligon Penentuan arah dari poligon dapat dilakukan dengan mencari convex hull dari poligon menggunakan algoritma graham s scan. Misal bentuk poligon adalah sebagai berikut. Dengan urutan vertex pembentuk convex hull dapat ditentukan arah dari poligon. Jika urutan vertex pembentuk convex hull sesuai (searah) dengan urutan vertex pembentuk poligon maka dapat dikatakan arah poligon tersebut adalah CCW, sebaliknya maka arah poligon adalah CW. Penerapan algoritma graham s scan untuk poligon di atas akan menghasilkan convex hull yang terbentuk dari urutan vertex 3, 1, 0, dan 4 dan urutan tersebut mempunyai arah CCW. Sedangkan urutan vertex pembentuk poligon adalah 0, 1,, 3, dan 4. Maka arah dari poligon adalah CW, karena urutan vertex pembentuk convex hull berlawanan arah dengan urutan vertex pembentuk poligon, yang jelasnya ditunjukkan oleh gambar berikut.

15 arah urutan vertex poligon 3 arah urutan vertex convex hull Dengan gambar di atas perbedaan arah dari urutan vertex pembentuk convex hull dan arah dari urutan vertex pembentuk poligon dapat dilihat dengan jelas. Permasalahannya adalah komputer tidak dapat melihat, oleh karena itu diperlukan logika dan algoritma agar komputer dapat melihat perbedaan arah ini. Logika berikut dapat digunakan: 1. Anggap vertex 0, 1,, 3, 4, dan seterusnya mewakili nilai 0, 1,, 3, 4, dan seterusnya, maka vertex 3, 1, 0, dan 4 mewakili nilai 3, 1, 0, dan 4.. Jika nilai pertama lebih kecil dari nilai kedua maka beri tanda +, jika lebih besar beri tanda, begitu juga untuk nilai kedua dan nilai ketiga, nilai ketiga dan nilai keempat, dan seterusnya. 3. Anggap vertex pembentuk poligon selalu dimulai dari vertex 0, dan diikuti vertex 1,, 3, 4, dan seterusnya, maka akan didapatkan jumlah tanda + yang lebih banyak dari tanda. 4. Bandingkan jumlah tanda + dan yang didapatkan dari vertex pembentuk convex hull, jika jumlah tanda + lebih banyak dari berarti urutan vertex pembentuk convex hull searah dengan urutan vertex pembentuk poligon maka arah poligon adalah CCW, dan sebaliknya. Sedangkan algoritma pencarian arah poligon adalah sebagai berikut:

16 48 ARAH POLIGON (poligon) plus = 0 minus = 0 vertexs = GRAHAM S SCAN (poligon.vertexs) FOR index = 0 TO TOPINDEX(vertexs) 1 DO IF vertexs[index] < vertexs[index + 1] THEN plus = plus + 1 ELSE minus = minus + 1 END IF END FOR IF plus > minus THEN RETURN CCW ELSE RETURN CW END IF END ARAH POLIGON Setelah didapatkan arah dari poligon-poligon yang didapatkan pada proses polygon extraction maka simpan arah tersebut pada variabel array dari sebuah struktur data yang dijelaskan pada subbab 3.5. Algoritma graham s scan dapat dilihat pada subbab Feature Extraction Pengambilan Besar Sudut Dalam dari Poligon Perhatikan poligon berikut.

17 49 Setelah dilakukan corner detection akan diperoleh posisi dari sejumlah pixel yang merupakan vertex-vertex pembentuk poligon. Dari sejumlah vertex yang didapat akan dihitung terlebih dahulu besar sudut dalam untuk masing-masing vertex. Bagaimana hal itu dapat dilakukan jika yang diketahui hanyalah sejumlah posisi dari vertex-vertex poligon? Ilustrasi dari permasalahan ini ditunjukkan oleh gambar berikut. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan pengecekan keterhubungan vertex-vertex tersebut dengan menggunakan algoritma midpoint setelah didapatkan rangka dari poligon dengan melakukan edge detection. Asumsikan bahwa vertex-vertex tersebut berada pada koordinat cartesius seperti ditunjukkan gambar berikut.

18 50 dengan keterhubungan antar vertex sudah diketahui, vertex 0 terhubung dengan vertex 1 dan vertex 5, vertex 1 terhubung dengan vertex 0 dan vertex, vertex terhubung dengan vertex 1 dan vertex 3, vertex 3 terhubung dengan vertex dan vertex 4, vertex 4 terhubung dengan vertex 3 dan vertex 5, dan vertex 5 terhubung dengan vertex 0 dan vertex 4. Menggunakan aturan cosinus sebagai berikut: C b a A α c B b + c a cos A = bc α = arccos(cos A) a = BC b = AC c = AB dapat diperoleh besar sudut untuk masing-masing vertex. Misal, untuk besar sudut yang dibentuk oleh vertex 5, vertex 0, dan vertex 1 (sudut pada vertex 0)

19 51 didapat A = vertex 0, B = vertex 1, dan C = vertex 5, a, b, dan c masing-masing dapat dihitung menggunakan rumus jarak titik sebagai berikut. d (x1, y1) (x0, y0) d = ( x1 x0) + ( y1 y 0) Didapatkan: a = (15 5) + (5 15) = b = (5 5) + (5 5) = 0 c = (15 5) (0) cos A = + (15 5) + (14.14) (14.14) (0)(14.14) α = arccos(0.707) = = = Perhatikan kasus berikut. Bagaimana dengan besar sudut yang dibentuk vertex 0, vertex 1, dan vertex (sudut pada vertex 1) dan besar sudut yang dibentuk vertex 3, vertex 4, dan vertex 5 (sudut pada vertex 4)?

20 5 A = vertex 1, B = vertex 0, dan C = vertex. Didapatkan: a = (5 5) + (5 5) = 0 b = (5 15) + (15 5) = c = (15 5) + (15 5) = (14.14) + (14.14) (0) cos A = (14.14)(14.14) α = arccos( ) = 90.0 = A = vertex 4, B = vertex 3, dan C = vertex 5. Didapatkan: a = (5 5) + (0 5) = 0.6 b = (10 5) + (0 5) = 7.07 c = (5 10) + (0 0) = 15 (7.07) cos A = + (15) (0.6) (7.07)(15) α = arccos( 0.708) = = 0.708

21 53 pada dua kasus di atas besar sudut yang didapat untuk vertex 1 dan vertex 4 adalah bukan sudut dalam, dapat dilihat bahwa aturan cosinus hanya bisa digunakan untuk mencari sudut kecil (0-179 ). Lalu bagaimana agar yang nilai sudut yang didapat untuk vertex 1 dan vertex 4 adalah nilai sudut besarnya ( )? Jawabnya sederhana, untuk vertex 1 sudut besarnya adalah = dan untuk vertex 4 sudut besarnya adalah = 4.9. Permasalahannya adalah bagaimana cara mengetahui nilai sudut yang didapat dengan aturan cosinus merupakan sudut dalam atau sudut luar dari poligon. Menentukan apakah sudut dalam dari suatu vertex poligon adalah sudut kecil (nilai sudut yang didapat dari perhitungan menggunakan aturan cosinus) atau sudut besar (360 nilai sudut kecil) dapat dilakukan dengan melihat arah belok yang terjadi pada vertex yang bersangkutan, jika arah belok suatu vertex searah dengan arah dengan arah urutan vertex-vertex pembentuk poligon maka sudut dalam pada vertex tersebut adalah sudut kecil, dan sebaliknya jika arah belok suatu vertex berlawanan arah dengan arah urutan vertex-vertex pembentuk poligon maka sudut dalam pada vertex tersebut adalah sudut besar. Dalam hal ini arah yang dimaksud adalah CW (clockwise/searah perputaran jarum jam) dan CCW (counter clockwise/berlawanan arah putaran jarum jam).

22 54 Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa arah poligon adalah CCW. Lihat arah belok pada vertex 1, dapat dilihat bahwa dari vertex 0 menuju vertex 1 dan dari vertex 1 menuju vertex terjadi belokan dengan arah CW (berlawanan dengan arah poligon) maka sudut dalam pada vertex 1 adalah sudut besar. Begitu juga dari vertex 3 menuju vertex 4 dan dari vertex 4 menuju vertex 5 terjadi belokan dengan arah CW maka sudut dalam pada vertex 4 adalah sudut besar. Lain halnya dengan arah belok pada vertex 0, vertex, vertex 3, dan vertex 5 dapat dilihat bahwa semuanya memiliki arah belok yang searah dengan arah poligon maka sudut dalam pada vertex-vertex tersebut adalah sudut kecil. Masalah yang dihadapi sekarang adalah bagaimana menentukan arah belok dari vertex pertama menuju vertex kedua dan dari vertex kedua menuju vertex ketiga. Pemanfaatan perkalian cross vektor dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dengan membedakan tanda (negatif atau positif) dari hasil perkalian cross vektor dapat ditentukan arah belok pada suatu vertex.

23 55 untuk mengetahui apakah arah belok dari titik pusat sumbu menuju v1 dan dari v1 menuju v adalah CW atau CCW dapat ditentukan dengan melihat hasil perkalian vektor v1 dan v. x1 x v1 v = det = x1y xy1 y1 y Jika hasilnya negatif maka arah belok dari titik pusat menuju v1 dan dari v1 menuju v adalah CW dan sebaliknya jika positif maka arah belok dari titik pusat menuju v1 dan dari v1 menuju v adalah CCW. Rumus di atas dapat diterapkan asalkan titik awalnya adalah titik pusat sumbu (0, 0). Dengan memasukkan posisi dari vektor ke dalam rumus di atas didapat: 10 5 v 1 v = det = (10)(15) (5)(0) = adalah negatif maka arah belok dari titik pusat menuju v1 dan dari v1 menuju v adalah CW v v1 = det = (5)(0) (10)(15) = adalah positif maka arah belok dari titik pusat menuju v dan dari v menuju v1 adalah CCW. Permasalahan kembali timbul karena pada poligon titik awal tidaklah selalu titik pusat dari sumbu. Untuk permasalahan ini bisa memanfaatkan rumusan berikut.

24 56 v1' x1' y1' = v1 v0 = x1 x0 = y1 y0 dan v' = v v0 x' = x x0 y' = y y0 x1' x' v1' v' = det = x1' y' x'y1' = ( x1 x0)( y y0) ( x x0)( y1 y0) y1' y' Uji kebenaran rumusan di atas pada vertex-vertex poligon, misal untuk vertex 3 menuju vertex 4 dan dari vertex 4 menuju vertex 5. v v1 v v0 v1 v0 v v0 v 1 (10 5) (5 5) v 1' v' = det = (10 5)(5 0) (5 5)(0 0) = 75 (0 0) (5 0) karena bernilai negatif maka arah belok dari vertex 3 menuju vertex 4 dan dari vertex 4 menuju vertex 5 adalah CW dan berarti berlawanan dengan arah poligon maka sudut dalam pada vertex 4 adalah 360 sudut kecil = = 4.9. Setelah semua sudut dalam dari poligon didapatkan maka jadikan urutan sudut dalam mulai dari vertex 0 sampai vertex 5 sebagai salah satu feature dari poligon. Algoritma untuk pengambilan sudut dalam poligon adalah sebagai berikut. SUDUT DALAM (poligon) FOR vertex = 0 TO COUNT (poligon.vertexs) 1 DO IF arah belok poligon.vertexs[vertex] = poligon.direction THEN poligon.vertexs[vertex].angle = sudut_kecil ELSE poligon.vertexs[vertex].angle = 360 sudut_kecil END IF END FOR FOR i = 0 TO COUNT (poligon.vertexs) 1 DO

25 57 sudut[i] = poligon.vertexs[i] END FOR RETURN sudut END SUDUT DALAM Perhatikan gambar poligon berikut ini. Poligon 1 Poligon Besar sudut dalam perlu diambil sebagai feature, sebab jika sudut kecil (sudut yang diperoleh dari perhitungan menggunakan aturan cosinus) yang diambil maka kedua poligon di atas akan memiliki feature yang sama sehingga tidak dapat dibedakan atau dengan kata lain kedua poligon tersebut dianggap sama Pengambilan Perbandingan Sisi Poligon Selain sudut dalam, perbandingan sisi dari poligon diperlukan sebagai feature poligon agar dapat mewakili keunikan dari setiap poligon. Sebagai contoh jika hanya digunakan sudut dalam sebagai feature, bagaimana bentuk poligon berikut dapat dibedakan?

26 Poligon 1 Poligon Seperti terlihat kedua poligon mempunyai urutan sudut dalam yang sama yaitu 90, 90, 90, dan 90. Dengan menambahkan perbandingan sisi dari poligon maka kedua poligon tersebut dapat dibedakan. Misal pada poligon 1 panjang masing-masing sisi adalah 10 satuan maka poligon 1 memiliki perbandingan sisi 1:1:1:1 dan pada poligon panjang sisi 0 1 dan sisi 3 adalah 10 satuan sedangkan panjang sisi 1 dan 0 3 adalah 0 satuan maka poligon memiliki perbandingan sisi 1::1:. Urutan perbandingan sisi diambil berdasarkan sisi yang dibentuk oleh vertex pertama poligon dan vertex kedua, diikuti sisi yang dibentuk oleh vertex kedua dan vertex ketiga, kemudian sisi yang dibentuk oleh vertex ketiga dan vertex keempat, dan seterusnya sampai sisi terakhir yang dibentuk oleh vertex terakhir dan vertex pertama. Algoritma proses ini adalah sebagai berikut. 1 PERBANDINGAN SISI (poligon) j = 0 FOR vertex = 0 TO COUNT (poligon.vertexs) DO sisi[j] = DISTANCE (poligon.vertexs[vertex], poligon.vertexs[vertex+1]) j = j + 1 END FOR sisi[j] = DISTANCE (poligon.vertexs[0], poligon.vertexs[j]) minimum = MIN (sisi) FOR j = 0 TO COUNT (sisi) 1 DO perbandingan[j] = sisi[j] / minimum END FOR RETURN perbandingan END PERBANDINGAN SISI

27 Insert Pola Poligon Setelah didapatkan feature dari seluruh poligon yang ada pada image, maka feature-feature tersebut disimpan ke dalam data store (berupa tabel) untuk dapat digunakan saat training maupun saat recognition and counting. Struktur tabel yang digunakan diperlihatkan pada Tabel 3.1 berikut. Alasan untuk menggunakan tabel sebagai sarana untuk data store adalah untuk memanfaatkan kecepatan pencarian feature poligon, target output dari sebuah poligon, ataupun nama sebuah poligon menggunakan sintaks SQL dan memudahkan penambahan pola-pola poligon baru. Nama Field Tipe Data Keterangan Feature1 Text Besar sudut dalam secara berurutan Feature Text Perbandingan panjang sisi secara berurutan OutputTarget Text 0 -> mewakili -1 dan 1 -> mewakili +1 TargetName Text Nama Poligon Tabel 3.1 Struktur Tabel yang Digunakan sebagai Data Store Perlu diperhatikan disini, bahwa jika sebuah poligon terbentuk dari urutan vertex sebagai berikut: 0, 1,, 3, dan 4. Dengan feature sudut dalam berturut-turut (dalam derajat) 90, 116, 109, 108, dan 116 serta feature perbandingan sisinya 1.4, 1, 1.3, 1, dan 1.4, maka pola dari poligon tersebut tidak hanya feature dengan urutan seperti yang disebutkan di atas. Melainkan feature yang merupakan kombinasi dari kemungkinan pembentukan poligon dengan urutan vertex selain 0, 1,, 3, dan 4 misalnya selain urutan vertex 0, 1,, 3, 4 juga dapat dibentuk poligon dengan urutan 1,, 3, 4, 0, atau, 3, 4, 0, 1, atau 3, 4, 0, 1,, atau 4, 0, 1,, 3, atau 0, 4, 3,, 1, atau 4, 3,, 1, 0, atau 3,, 1, 0, 4, atau, 1, 0, 4, 3, atau 1, 0, 4, 3,. Feature sudut dalam dan perbandingan sisi dengan urutan tersebut juga harus dimasukkan sebagai pola suatu poligon, sehingga sebuah poligon dengan n sisi memiliki n pola. Hal ini perlu dilakukan mengingat

28 60 posisi, ukuran, dan orientasi poligon pada image adalah bebas. Perhatikan pada Gambar 3.5 pada field OutputTarget 0 mewakili target output minimum (-1) dan 1 mewakili target output maksimum (1) sehingga pada saat training maupun recognition and counting nilai 0 atau 1 pada field OutputTarget ini harus dikonversi terlebih dahulu sesuai dengan target output minimum dan target output maksimum yang digunakan. 3.9 Training Pola Poligon Pada proses ini error dari sistem untuk satu pola diperoleh dengan cara mengambil nilai absolut dari selisih maksimum output yang dihasilkan oleh network (output pada setiap unit dalam output units) dengan target output yang ditentukan. Sedangkan error sistem untuk satu epoch diperoleh dengan cara mengambil error sistem maksimum yang terjadi pada training masing-masing pola. Error sistem yang diperoleh dengan cara ini akan menjadi error maksimum yang akan didapatkan sewaktu proses recognition and counting atau dengan kata lain nilai absolut dari selisih maksimum output disetiap unit pada output units dengan target output yang telah ditentukan untuk sebuah pola poligon akan lebih kecil atau sama dengan error sistem. Algoritma dan flowchart untuk proses ini dapat dilihat pada subbab dan pada Gambar Recognition and Counting Poligon Proses ini dilakukan setelah network sudah di training dengan pola-pola yang ada, proses ini hanya melibatkan proses feedforward pada algoritma training backpropagation (lihat subbab ). Output yang dihasilkan disetiap unit pada

29 61 output units akan dibandingkan dengan target output untuk masing-masing pola poligon yang telah di training jika nilai absolut dari selisih maksimum output yang dihasilkan disetiap unit pada output units tersebut lebih kecil atau sama dengan error sistem yang ditentukan saat training maka poligon pada image akan dikenali sebagai poligon yang memiliki pola bersangkutan, selain itu maka poligon pada image akan dianggap sebagai unknown. Setiap pengenalan dilakukan akan diikuti penambahan counter untuk setiap bentuk poligon yang ada pada data store ditambah counter untuk bentuk unknown.

30 Perancangan Interface Aplikasi Rancangan interface untuk aplikasi yang dibuat adalah sebagai berikut. Program Edit Image Tools Help Toolbox Image field Action Preview Gambar 3.7 Rancangan Interface Aplikasi Gambar 3.7 di atas merupakan rancangan layar utama pada aplikasi yang akan dibuat. Layar utama tersebut terbagi menjadi lima bagian utama yang akan dijelaskan berikut ini. 1. Menu Terdiri dari menu: Program dengan submenu Load Image untuk membuka image untuk melakukan training atau recognition and counting, Save Image untuk menyimpan image buatan melalui toolbox yang disediakan, Save Image As berfungsi sama seperti Save Image hanya saja meminta nama file baru sebagai

31 63 nama file, Close Image untuk menutup image yang sedang terbuka, dan Exit untuk keluar dari aplikasi. Edit dengan submenu Undo dan Redo untuk kembali ke tahap sebelumnya dan maju ke tahap setelahnya. Image dengan submenu Grayscale untuk melakukan proses grayscaling pada image aktif, Corner Detection untuk melakukan proses corner detection pada image aktif, dan Edge Detection untuk melakukan proses edge detection pada image aktif. Tools dengan submenu View Angles untuk melihat titik sudut yang terdetektsi saat proses corner detection, Insert to Pattern untuk memasukkan pola poligon yang didapatkan dari image aktif ke data store, Training untuk melakukan training pola poligon yang ada pada data store, Simulate untuk melakukan recoginition and counting terhadap image aktif, dan Setting untuk melihat dan men set ulang setting dari network. Help dengan submenu How to Use dan About berisi cara penggunaan aplikasi dan tentang pembuat apikasi.. Image Field Merupakan tempat image aktif dan melihat perubahan yang terjadi pada image pada setiap proses yang dilakukan. 3. Toolbox Merupakan alat bantu yang dapat digunakan dalam proses penggambaran poligon pada image field. Berisi tombol-tombol (icon) yang dapat dipilih untuk membentuk poligon dengan warna dan orientasi yang diinginkan.

32 64 4. Action Berisi kumpulan icon yang menunjukkan proses yang dapat dilakukan. Icon yang tersedia antara lain: icon grayscaling, berfungsi sama seperti submenu Grayscale. icon corner detection, berfungsi sama seperti submenu Corner Detection. icon edge detection, berfungsi sama seperti submenu Edge Detection. icon undo, berfungsi sama seperti submenu Undo. icon redo, berfungsi sama seperti submenu Redo. 5. Preview Merupakan tempat untuk melihat image secara lebih mendetail karena adanya perbesaran sebesar tiga kali dari ukuran aslinya.

ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI PENGENAL DAN PENGHITUNG POLIGON MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORKS METODE BACKPROPAGATION

ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI PENGENAL DAN PENGHITUNG POLIGON MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORKS METODE BACKPROPAGATION Abstrak UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil tahun 2003/2004 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI PENGENAL DAN PENGHITUNG POLIGON MENGGUNAKAN ARTIFICIAL

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PROGRAM APLIKASI HANDS RECOGNIZER

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PROGRAM APLIKASI HANDS RECOGNIZER BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PROGRAM APLIKASI HANDS RECOGNIZER Dalam analisis dan perancangan sistem program aplikasi ini, disajikan mengenai analisis kebutuhan sistem yang digunakan, diagram

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI Oleh Nama : Januar Wiguna Nim : 0700717655 PROGRAM GANDA TEKNIK INFORMATIKA DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Analisis Sistem 3.1.1 Analisa Perbandingan Aplikasi Sebelumnya Gambar 3.1 Gambar Tampilan GeoSeg Versi 1.0.0.0 (Sumber Charles:2012) Pada aplikasi GeoSeg versi

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI 3.1 Rancangan Aplikasi Program aplikasi motion detection yang akan dirancang memiliki struktur hirarki di mana terdapat 3 sub menu dari menu utamanya yaitu sub menu file,

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Dalam pengerjaan perancangan dan pembuatan aplikasi pengenalan karakter alfanumerik JST algoritma Hopfield ini menggunakan software Borland Delphi 7.0. 3.1 Alur Proses Sistem

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Analisa Program Aplikasi Dalam proses identifikasi karakter pada plat nomor dan tipe kendaraan banyak menemui kendala. Masalah-masalah yang ditemui adalah proses

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM Dalam bab ini akan dibahas mengenai perancangan dan pembuatan sistem aplikasi yang digunakan sebagai user interface untuk menangkap citra ikan, mengolahnya dan menampilkan

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI. minimum 2 Giga Hertz dan memory RAM minimum 256 MB, sedangkan untuk

BAB 4 IMPLEMENTASI. minimum 2 Giga Hertz dan memory RAM minimum 256 MB, sedangkan untuk 74 BAB 4 IMPLEMENTASI 4.1 Spesifikasi Kebutuhan Sarana Untuk menjalankan training dalam program peramalan ini diperlukan spesifikasi Hardware dengan prosesor minimum setingkat Intel Pentium IV dengan kecepatan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERANCANGAN

BAB 3 METODE PERANCANGAN BAB 3 METODE PERANCANGAN 3.1 Konsep dan Pendekatan Tujuan utama yang ingin dicapai dalam pengenalan objek 3 dimensi adalah kemampuan untuk mengenali suatu objek dalam kondisi beragam. Salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Gambaran Umum Manusia mempunyai kemampuan untuk belajar sejak dia dilahirkan, baik diajarkan maupun belajar sendiri, hal ini dikarenakan manusia mempunyai jaringan saraf.

Lebih terperinci

BAB III ANALISA MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM

BAB III ANALISA MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM 30 BAB III ANALISA MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM III.1. Analisa Pada bab ini akan dibahas mengenai analisis permainan, yaitu konsep aturan dan cara bermain pada game yang berhubungan dengan program yang

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang BAB 3 PERANCANGAN SISTEM Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang diimplementasikan sebagai model estimasi harga saham. Analisis yang dilakukan adalah menguraikan penjelasan

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN. pelayanan kesehatan prima, Pt Binara Guna Mediktama pada tahun 1986 mendirikan

BAB 3 PEMBAHASAN. pelayanan kesehatan prima, Pt Binara Guna Mediktama pada tahun 1986 mendirikan BAB 3 PEMBAHASAN 3.1 Rumah Sakit Pondok Indah 3.1.1 Latar Belakang Guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan adanya rumah sakit swasta dengan pelayanan kesehatan prima, Pt Binara Guna Mediktama pada tahun

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 21 Teori Pengenalan Objek 211 Teori Pengenalan Objek pada Manusia Dalam kehidupan sehari-hari manusia melihat dan mengenali berbagai bentuk objek di sekitarnya Objek dikenali berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM Program aplikasi ini dirancang dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Visual C# 2008 Express Edition. Proses perancangan menggunakan pendekatan Object Oriented

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN 4.. Analisa Penelitian ini terdiri dari analisa kebutuhan data dan analisa proses identifikasi watermark untuk mendeteksi ada atau tidaknya watermark pada citra uang kertas

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 21 BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Arsitektur Sistem Template Formulir Sample Karakter Pengenalan Template Formulir Pendefinisian Database Karakter Formulir yang telah diisi Pengenalan Isi Formulir Hasil

Lebih terperinci

Eko Purwanto WEBMEDIA Training Center Medan

Eko Purwanto WEBMEDIA Training Center Medan Menguasai Adobe Photoshop 7.0 Eko Purwanto epurwanto@webmediacenter.com WEBMEDIA Training Center Medan www.webmediacenter.com Lisensi Dokumen: Seluruh dokumen di IlmuKomputer.Com dapat digunakan, dimodifikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan bahan yang digunakan dalam membantu menyelesaikan permasalahan, dan juga langkah-langkah yang dilakukan dalam menjawab segala permasalahan yang ada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pengerjaan tugas akhir ini ditunjukkan dalam bentuk blok diagram pada gambar 3.1. Blok diagram ini menggambarkan proses dari sampel citra hingga output

Lebih terperinci

SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON

SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON 30 BAB IV SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON 4.1 Gambaran Umum Sistem Diagram sederhana dari program yang dibangun dapat diilustrasikan dalam diagram konteks berikut. Gambar

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK OLEH ARIF MIFTAHU5R ROHMAN (2200 100 032) Pembimbing: Dr. Ir Djoko Purwanto, M.Eng,

Lebih terperinci

BAB 3 PE GEMBA GA METODE DA ALGORITMA PEMESI A MULTI AXIS

BAB 3 PE GEMBA GA METODE DA ALGORITMA PEMESI A MULTI AXIS BAB 3 PE GEMBA GA METODE DA ALGORITMA PEMESI A MULTI AXIS File STL hanya memuat informasi mengenai arah vektor normal dan koordinat vertex pada setiap segitiga / faset. Untuk mengolah data ini menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan tugas akhir ini akan membangun suatu model sistem yang

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan tugas akhir ini akan membangun suatu model sistem yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Model Pengembangan Tujuan tugas akhir ini akan membangun suatu model sistem yang melakukan proses data mulai dari pengolahan citra otak hingga menghasilkan output analisa

Lebih terperinci

BAB III METODE YANG DIUSULKAN

BAB III METODE YANG DIUSULKAN BAB III METODE YANG DIUSULKAN Pada bab ini akan dijelaskan tentang metode pengenalan manusia dengan menggunakan citra dental radiograph yang diusulkan oleh peneliti. Pengenalan ini akan dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN PROGRAM. dari OOP (Object Oriented Programming) di mana dalam prosesnya, hal-hal

BAB 3 PERANCANGAN PROGRAM. dari OOP (Object Oriented Programming) di mana dalam prosesnya, hal-hal BAB 3 PERANCANGAN PROGRAM 3.1 Spesifikasi Rumusan Rancangan Program Algoritma Genetika dirancang dengan mengikuti prinsip-prinsip dan sifatsifat dari OOP (Object Oriented Programming) di mana dalam prosesnya,

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN 32 BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN Pada bab ini akan dibahas tentang analisis sistem melalui pendekatan secara terstruktur dan perancangan yang akan dibangun dengan tujuan menghasilkan model atau representasi

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Definisi Masalah Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut sudah terintegrasi dengan komputer, dengan terintegrasinya sistem tersebut

Lebih terperinci

BAB VI. Ringkasan Modul. Mengedit Data Vektor Membuat Setting Snap Menambah Feature Linier Menambahkan Feature Titik Menggunakan Koordinat Absolut

BAB VI. Ringkasan Modul. Mengedit Data Vektor Membuat Setting Snap Menambah Feature Linier Menambahkan Feature Titik Menggunakan Koordinat Absolut BAB VI MENGEDIT DATA VEKTOR Ringkasan Modul Mengedit Data Vektor Membuat Setting Snap Menambah Feature Linier Menambahkan Feature Titik Menggunakan Koordinat Absolut 6.1. Mengedit Data Vektor Langkah awal

Lebih terperinci

3. Jika y1 = y2 (garis horisontal), maka (a) x = x + 1 dan y tetap (b) gambar titik (x,y) di layar (c) Selesai

3. Jika y1 = y2 (garis horisontal), maka (a) x = x + 1 dan y tetap (b) gambar titik (x,y) di layar (c) Selesai .3.1 Algoritma Brute Force Algoritma brute force untuk membentuk garis didasarkan pada persamaan (-6), yaitu : 1. Tentukan dua titik ujung (x1,y1) dan (x,y). Jika x1 = x (garis vertikal), maka (a) y =

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permainan catur cina, yang dikenal sebagai xiang qi dalam bahasa mandarin, merupakan sebuah permainan catur traditional yang memiliki jumlah 32 biji catur. Setiap

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN 44 BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN 3.1 Analisa Analisa yang dilakukan terdiri dari : a. Analisa terhadap permasalahan yang ada. b. Analisa pemecahan masalah. 3.1.1 Analisa Permasalahan Pengenalan uang kertas

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SEGMENTASI CITRA DAN ALGORITMA LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ) DALAM PENGENALAN BENTUK BOTOL

IMPLEMENTASI SEGMENTASI CITRA DAN ALGORITMA LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ) DALAM PENGENALAN BENTUK BOTOL IMPLEMENTASI SEGMENTASI CITRA DAN ALGORITMA LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ) DALAM PENGENALAN BENTUK BOTOL Andri STMIK Mikroskil Jl. Thamrin No. 122, 124, 140 Medan 20212 andri@mikroskil.ac.id Abstrak

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengembangan Sistem Pengenalan Wajah 2D

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengembangan Sistem Pengenalan Wajah 2D 30 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengembangan Sistem Pengenalan Wajah 2D Penelitian ini mengembangkan model sistem pengenalan wajah dua dimensi pada citra wajah yang telah disiapkan dalam

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Perancangan Sistem Neural Network di Matlab Gambar 3.1 Blok Diagram Perancangan Sistem Neural network 3.1.1 Training Neural Network Untuk pelatihan neural network penulis lebih

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM Pada bab analisa dan perancangan ini akan mengulas tentang tahap yang digunakan dalam penelitian pembuatan aplikasi implementasi kompresi gambar menggunakan metode

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 68 BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN Bab ini membahas tentang program yang telah dianalisis dan dirancang atau realisasi program yang telah dibuat. Pada bab ini juga akan dilakukan pengujian program. 4.1

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA S1-TI ALGORITMA & PEMROGRAMAN MODUL V STRUKTUR KONTROL PERULANGAN SEM I WAKTU 100 MNT I. STRUKTUR PERULANGAN Salah satu kelebihan

Lebih terperinci

PERTEMUAN 8 MATRIX. Introduction Definition How is matrix stored in memory Declaration Processing

PERTEMUAN 8 MATRIX. Introduction Definition How is matrix stored in memory Declaration Processing PERTEMUAN 8 MATRIX Introduction Definition How is matrix stored in memory Declaration Processing INTRODUCTION Sebuah larik yang setiap elemennya adalah larik lagi disebut matriks Contoh matriks identitas:

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Neuro Fuzzy Neuro-fuzzy sebenarnya merupakan penggabungan dari dua studi utama yaitu fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Identifikasi Masalah 3 dimensi atau biasa disingkat 3D atau disebut ruang, adalah bentuk dari benda yang memiliki panjang, lebar, dan tinggi. Istilah ini biasanya digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Pendahuluan Sebelumnya telah ada penelitian tentang sistem pengenalan wajah 2D menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- Means dan jaringan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN. Dalam proses produksi terdapat beberapa faktor yang akan mempengaruhi

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN. Dalam proses produksi terdapat beberapa faktor yang akan mempengaruhi BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Analisis Masalah Dalam proses produksi terdapat beberapa faktor yang akan mempengaruhi hasil keluaran produksi. Ada 4 faktor yang saling berhubungan satu dengan yang

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN KECERDASAN-BUATAN ROBOT PENCARI JALUR

BAB III PERANCANGAN KECERDASAN-BUATAN ROBOT PENCARI JALUR BAB III PERANCANGAN KECERDASAN-BUATAN ROBOT PENCARI JALUR Kecerdasan-buatan yang dirancang untuk robot pencari jalur ini ditujukan pada lingkungan labirin (maze) dua dimensi seperti ditunjukkan oleh Gambar

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN PROGAM

BAB 3 PERANCANGAN PROGAM 28 BAB 3 PERANCANGAN PROGAM Pada bab 3 ini menjelaskan bagaimana cara perancangan dari aplikasi peramalan pasien demam berdarah ini baik perancangan sistem maupuun perancangan database yang menjadi pukung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN / PERANCANGAN SISTEM. perancangan dan pembuatan program ini meliputi : dengan konversi notasi infix, prefix, dan postfix.

BAB III METODE PENELITIAN / PERANCANGAN SISTEM. perancangan dan pembuatan program ini meliputi : dengan konversi notasi infix, prefix, dan postfix. 21 BAB III METODE PENELITIAN / PERANCANGAN SISTEM 3.1. Metode Penelitian Metodologi penelitian yang digunakan untuk mendukung penyelesaian perancangan dan pembuatan program ini meliputi : 1. Studi literatur

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada BAB ini, penulis ingin membahas mengenai perencanaan dan implementasi dari Aplikasi tersebut, antara lain Flowchart dari sistem tersebut dan struktur data yang terdapat

Lebih terperinci

Strategi Algoritma Penyelesaian Puzzle Hanjie

Strategi Algoritma Penyelesaian Puzzle Hanjie Strategi Algoritma Penyelesaian Puzzle Hanjie Whilda Chaq 13511601 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia

Lebih terperinci

BAB 3 RANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 RANCANGAN PROGRAM APLIKASI 36 BAB 3 RANCANGAN PROGRAM APLIKASI 3.1 Struktur Menu Pertama-tama, pada program ini, terdapat 2 buah tombol utama, yaitu tombol Kuantitatif, dan tombol Kualitatif. Berikut, digambarkan struktur masingmasing

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA PENGENALAN KARAKTER MANDARIN DENGAN METODE BACK PROPAGATION

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA PENGENALAN KARAKTER MANDARIN DENGAN METODE BACK PROPAGATION UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil tahun 2005/2006 PENGENALAN KARAKTER MANDARIN DENGAN METODE BACK PROPAGATION DANIEL / 0600609706 MICHAEL WITANTO

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENGOLAHAN CITRA UNTUK MENGHITUNG RESISTANSI RESISTOR MENGGUNAKAN METODE BACK PROPAGATION

IMPLEMENTASI PENGOLAHAN CITRA UNTUK MENGHITUNG RESISTANSI RESISTOR MENGGUNAKAN METODE BACK PROPAGATION IMPLEMENTASI PENGOLAHAN CITRA UNTUK MENGHITUNG RESISTANSI RESISTOR MENGGUNAKAN METODE BACK PROPAGATION Abdi Haqqi An Nazilli 1, Deddy Kusbianto Purwoko Aji 2, Ulla Delfana Rosiani 3 1,2 Teknik Informatika,

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN PROGRAM

BAB 3 PERANCANGAN PROGRAM BAB 3 PERANCANGAN PROGRAM 3.1 Struktur Menu Program aplikasi kriptografi yang dirancang memiliki struktur hirarki di mana terdapat 3 sub menu dari menu utamanya. Bentuk struktur menu program aplikasi kriptografi

Lebih terperinci

BAB 4. Sistem Yang Diusulkan

BAB 4. Sistem Yang Diusulkan 61 BAB 4 Sistem Yang Diusulkan 4.1 Kerangka Sistem Pada bagian ini dijelaskan lebih lanjut mengenai kerangka sistem yang diusulkan serta urut-urutan sistem berjalan. 4.1.1 Pengambilan Data Pada proses

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 ANALISIS SISTEM LALU LINTAS Pemahaman tentang sistem yang akan dirancang sangat diperlukan sebelum perangkat lunak dibangun. Pembangunan perangkat lunak dimulai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN Pada bab ini berisi mengenai analisa dan perancangan program steganografi dengan menggunakan Matlab. Analisa ini bertujuan untuk mengetahui cara kerja proses steganografi

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Diagram alir apikasi image to text

Gambar 3.1. Diagram alir apikasi image to text ANALISA DAN PERANCANGAN 3.1 Analisa Sistem Dalam tahap ini penulis menganalisa kebutuhan dasar sistem. Analisa dilakukan terhadap data-data yang merepresentasikan masalah, sehingga dapat diketahui spesifikasi

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 3.1 ANALISIS

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 3.1 ANALISIS 29 BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 3.1 ANALISIS Dengan menggunakan Visual Basic 6.0 aplikasi perangkat ajar pengelolaan dan perhitungan ekspresi matematika yang akan dibangun dalam penelitian

Lebih terperinci

Tujuan : A. Percabangan Percabangan di dalam Java terdapat 2 macam, yaitu dengan memakai if dan switch.

Tujuan : A. Percabangan Percabangan di dalam Java terdapat 2 macam, yaitu dengan memakai if dan switch. Modul 2 Percabangan dan Loop Tujuan : 1. Praktikan mengetahui macam macam percabangan pada Java 2. Praktikan mengetahui macam macam loop pada Java 3. Praktikan mampu memahami logika percabangan dan loop

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN POGRAM APLIKASI

BAB 3 PERANCANGAN POGRAM APLIKASI BAB 3 PERANCANGAN POGRAM APLIKASI 3.1 Perancangan Program 3.1.1 Struktur Menu Program aplikasi yang dirancang memiliki struktur dimana terdapat dua sub menu dari menu utamanya. Bentuk struktur menu program

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Analisis 3.1.1 Analisis Permasalahan Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi, kebutuhan akan keamanan data juga semakin meningkat. Saat ini kejahatan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang bersifat diskrit yang dapat diolah oleh computer. Citra ini dapat dihasilkan melalui kamera digital dan scanner ataupun citra yang

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 56 BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Algoritma Prosedur Klasifikasi Dalam sistem Pengenalan Tulisan Tangan ini input berupa sebuah citra karakter, yang akan diproses menjadi fitur yang merupakan

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI VOLUME PEMAKAIAN AIR BERSIH DI KOTA PONTIANAK

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI VOLUME PEMAKAIAN AIR BERSIH DI KOTA PONTIANAK APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI VOLUME PEMAKAIAN AIR BERSIH DI KOTA PONTIANAK [1] Meishytah Eka Aprilianti, [2] Dedi Triyanto, [3] Ilhamsyah [1] [2] [3] Jurusan Sistem Komputer, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian untuk pengenalan nama objek dua dimensi pada citra

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian untuk pengenalan nama objek dua dimensi pada citra BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian untuk pengenalan nama objek dua dimensi pada citra adalah sebagai berikut. Gambar 3.1 Desain Penelitian 34 35 Penjelasan dari skema gambar

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. mendapatkan input, melakukan proses, dan menghasilkan output yang diinginkan oleh

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. mendapatkan input, melakukan proses, dan menghasilkan output yang diinginkan oleh 23 BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Rancangan Perangkat Keras Perangkat keras yang digunakan dalam sistem kali ini berupa rancangan untuk mendapatkan input, melakukan proses, dan menghasilkan output yang diinginkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN III.1. Analisa Sistem File manager atau file browser adalah sebuah perangkat lunak yang menyediakan antarmuka untuk bekerja dengan sistem berkas. Perangkat lunak ini sangat

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM. oleh sistem untuk mendapatkan hasil yang sesuai. Berikut ini adalah gambaran umum

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM. oleh sistem untuk mendapatkan hasil yang sesuai. Berikut ini adalah gambaran umum BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM 3.1 Analisis Kebutuhan Sistem Analisis kebutuhan sistem ini yaitu mengenai tahapan proses yang dibutuhkan oleh sistem untuk mendapatkan hasil yang sesuai. Berikut

Lebih terperinci

Pertemuan 2 Representasi Citra

Pertemuan 2 Representasi Citra /29/23 FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 2 Representasi Citra Representasi Citra citra Citra analog Citra digital Matrik dua dimensi yang terdiri

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN. Guna memenuhi adanya kebutuhan masyarakat pada bidang kesehatan, tempat fitness

BAB 3 PEMBAHASAN. Guna memenuhi adanya kebutuhan masyarakat pada bidang kesehatan, tempat fitness 42 BAB 3 PEMBAHASAN 3.1 FitPoint Gym Center 3.1.1 Latar belakang Guna memenuhi adanya kebutuhan masyarakat pada bidang kesehatan, tempat fitness center yaitu FitPoint gym pada tahun 2006 berdiri pertama

Lebih terperinci

Implementasi Metode Neural Network Pada Perancangan Pengenalan Pola Plat Nomor Kendaraan

Implementasi Metode Neural Network Pada Perancangan Pengenalan Pola Plat Nomor Kendaraan Konferensi Nasional Sistem & Informatika 2015 STMIK STIKOM Bali, 9 10 Oktober 2015 Implementasi Metode Neural Network Pada Perancangan Pengenalan Pola Plat Nomor Kendaraan Putu Kussa Laksana Utama 1,2

Lebih terperinci

Computer Graphic. Output Primitif dan Algoritma Garis. Erwin Yudi Hidayat. Computer Graphics C Version 2 Ed by Donald Hearn

Computer Graphic. Output Primitif dan Algoritma Garis. Erwin Yudi Hidayat. Computer Graphics C Version 2 Ed by Donald Hearn Computer Graphic Output Primitif dan Algoritma Garis Erwin Yudi Hidayat erwin@dsn.dinus.ac.id Computer Graphics C Version 2 Ed by Donald Hearn Addison Wesley is an imprint of erwin@dsn.dinus.ac.id CG -

Lebih terperinci

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Program Studi Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang Abstrak. Saat ini, banyak sekali alternatif dalam

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI CITRA BILANGAN DESIMAL 0-9 BERBASIS LEARNING VECTOR QUANTIZATION SECARA REAL TIME

IDENTIFIKASI CITRA BILANGAN DESIMAL 0-9 BERBASIS LEARNING VECTOR QUANTIZATION SECARA REAL TIME Jurnal POROS TEKNIK, Volume 4, No. 1, Juni 2012 : 24-29 IDENTIFIKASI CITRA BILANGAN DESIMAL 0-9 BERBASIS LEARNING VECTOR QUANTIZATION SECARA REAL TIME Gunawan Rudi Cahyono (1) (1) Staf Pengajar Jurusan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uang Kertas Rupiah Uang Rupiah Kertas adalah Uang Rupiah dalam bentuk lembaran yang terbuat dari Kertas Uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, dimana penggunaannya dilindungi

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN Rudy Adipranata 1, Liliana 2, Gunawan Iteh Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Informatika, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

Fitur bentuk merupakan fitur dasar dalam visual content

Fitur bentuk merupakan fitur dasar dalam visual content 7407030059 1 KLASIFIKASI CIRI BENTUK MENGGUNAKAN METODE FUZZY INFERENCE SYSTEM Mala Alfiyah Ningsih; Setiawardhana, S.T; Nana Ramadijanti, S.Kom,M.Kom Abstract Fitur bentuk merupakan fitur dasar dimana

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Implementasi 4.1.1 Spesifikasi Perangkat Keras Spesifikasi perangkat keras yang digunakan dalam pembuatan program ini adalah sebagai berikut: Prosesor Intel Atom 1,6

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 20 BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Rancangan Perangkat Keras Sistem ini hanya menggunakan beberapa perangkat keras yang umum digunakan, seperti mikrofon, speaker (alat pengeras suara), dan seperangkat komputer

Lebih terperinci

Sebelum membahas mengenai pemrograman LabVIEW, sebaiknya pembaca mengenal istilah istilah penting berikut ini.

Sebelum membahas mengenai pemrograman LabVIEW, sebaiknya pembaca mengenal istilah istilah penting berikut ini. Pemrograman LabVIEW 6.1 Istilah-Istilah Penting Sebelum membahas mengenai pemrograman LabVIEW, sebaiknya pembaca mengenal istilah istilah penting berikut ini. 1. G: dari kata graphical, merupakan sebutan

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Sistem Absensi Berbasis Webcam

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Sistem Absensi Berbasis Webcam BAB PEMBAHASAN.1 Sistem Absensi Berbasis Webcam Sistem absensi berbasis webcam adalah sistem yang melakukan absensi karyawan berdasarkan input citra hasil capture webcam. Sistem akan melakukan posting

Lebih terperinci

A. Dasar Teori. Urutan (Sequence) Pemilihan (Selection) Pengulangan (Iteration) Pernyataan Kondisional (If Statement)

A. Dasar Teori. Urutan (Sequence) Pemilihan (Selection) Pengulangan (Iteration) Pernyataan Kondisional (If Statement) A. Dasar Teori PHP melakukan eksekusi perintah mulai dari baris pertama kemudian ke baris berikutnya, sampai baris yang terakhir. Struktur kontrol digunakan untuk mengatur alur logika program agar sesuiai

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka berpikir Perubahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing tidak dapat dihindari. Untuk mengatasi perubahan yang tidak pasti ini diperlukan suatu prediksi.

Lebih terperinci

BAB 3 PENANGANAN JARINGAN KOMUNIKASI MULTIHOP TERKONFIGURASI SENDIRI UNTUK PAIRFORM-COMMUNICATION

BAB 3 PENANGANAN JARINGAN KOMUNIKASI MULTIHOP TERKONFIGURASI SENDIRI UNTUK PAIRFORM-COMMUNICATION BAB 3 PENANGANAN JARINGAN KOMUNIKASI MULTIHOP TERKONFIGURASI SENDIRI UNTUK PAIRFORM-COMMUNICATION Bab ini akan menjelaskan tentang penanganan jaringan untuk komunikasi antara dua sumber yang berpasangan.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI 3.1. Analisis Kebutuhan dan Masalah Analisis Kebutuhan

BAB 3 METODOLOGI 3.1. Analisis Kebutuhan dan Masalah Analisis Kebutuhan BAB 3 METODOLOGI 3.1. Analisis Kebutuhan dan Masalah 3.1.1. Analisis Kebutuhan Saat ini banyak permainan yang seharusnya dimainkan oleh dua orang atau lebih yang sudah dilengkapi dengan sistem komputer

Lebih terperinci

JURNAL PENGENALAN POLA KAKI O DAN KAKI X MENGGUNAKAN METODE BRAY-CURTIS DISTANCE

JURNAL PENGENALAN POLA KAKI O DAN KAKI X MENGGUNAKAN METODE BRAY-CURTIS DISTANCE JURNAL PENGENALAN POLA KAKI O DAN KAKI X MENGGUNAKAN METODE BRAY-CURTIS DISTANCE Recognition pattern of foot o and foot x using method bray-curtis distance Oleh: FATHUL MU ARIF 12.1.03.02.0091 Dibimbing

Lebih terperinci

Gambar 4.40 Layar Pelanggan

Gambar 4.40 Layar Pelanggan 162 penghapusan dapat ditekan tombol tidak, maka akan kembali ke layar pegawai. 1. Layar Pelanggan Kemudian jika user meng-klik menu pelanggan maka akan ditampilkan layar pelanggan dan muncul submenu input

Lebih terperinci

III HASIL DAN PEMBAHASAN

III HASIL DAN PEMBAHASAN Fungsi periodizer kutub tersebut dapat dituliskan pula sebagai: p θ, N, θ 0 = π N N.0 n= n sin Nn θ θ 0. () f p θ, N, θ 0 = π N N j= j sin Nj θ θ 0 diperoleh dengan menyubstitusi variabel θ pada f θ =

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK Fany Hermawan Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipatiukur 112-114 Bandung E-mail : evan.hawan@gmail.com

Lebih terperinci

APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu

Lebih terperinci

Studi Digital Watermarking Citra Bitmap dalam Mode Warna Hue Saturation Lightness

Studi Digital Watermarking Citra Bitmap dalam Mode Warna Hue Saturation Lightness Studi Digital Watermarking Citra Bitmap dalam Mode Warna Hue Saturation Lightness Evan 13506089 Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung E-mail : if16089@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS, ALGORITMA, DAN CONTOH PENERAPAN

BAB III ANALISIS, ALGORITMA, DAN CONTOH PENERAPAN BAB III ANALISIS, ALGORITMA, DAN CONTOH PENERAPAN 3.1 Analisis Berdasarkan cara menghitung besaran-besaran yang telah disebutkan pada Bab II, diperoleh perumusan untuk besaran-besaran tersebut sebagai

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Model Pengembangan Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi fitur yang terdapat pada karakter citra digital menggunakan metode diagonal

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisis Masalah Masalah dalam sisitem ini adalah bagaimana agar sistem ini dapat membantu pengguna sistem untuk melakukan pengamanan data (data security). Dalam

Lebih terperinci

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. perhitungan LSI dan juga interface yang akan dibuat oleh penulis.

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. perhitungan LSI dan juga interface yang akan dibuat oleh penulis. BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI Pada Bab ini, penulis akan membahas mengenai prosedur dan metodologi seperti perhitungan LSI dan juga interface yang akan dibuat oleh penulis. 3.1 Sistem CBIR Gambar 3.1 Sistem

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. ruangan yang menggunakan led matrix dan sensor PING))). Led matrix berfungsi

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. ruangan yang menggunakan led matrix dan sensor PING))). Led matrix berfungsi BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Pengertian Umum Perancangan Media Penyampaian Informasi Otomatis Dengan LED Matrix Berbasis Arduino adalah suatu sistem media penyampaian informasi di dalam ruangan yang menggunakan

Lebih terperinci