BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP SENGKETA TATA USAHA NEGARA TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI BNI 1946 AKIBAT SKANDAL PEMALSUAN LC FIKTIF

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP SENGKETA TATA USAHA NEGARA TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI BNI 1946 AKIBAT SKANDAL PEMALSUAN LC FIKTIF"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP SENGKETA TATA USAHA NEGARA TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI BNI 1946 AKIBAT SKANDAL PEMALSUAN LC FIKTIF A. ANALISIS TERHADAP PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA. 1. Analisis terhadap kompetensi pengadilan tata usaha Negara dalam memeriksa dan memutus perkara dengan obyek sengketa surat keputusan yang dikeluarkan oleh pihak direksi PT.BNI (persero) tbk. Majelis hakim pengadilan tinggi tata usaha Negara Jakarta memberikan pertimbangan bahwa berdasarkan pasal 1 jo. Pasal 136 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Jo.Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Jo.Kesepakatan Kerja Bersama antara PT.BNI (Persero), tbk dengan serikat pekerja bank bni dimana telah diatur secara tegas bahwa penyelesaian perselisihan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh secara musyawarah untuk mufakat.selanjutnya bila tidak tercapai kata

2 sepakat dalam musyawarah tersebut, maka pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Berdasarkan pasal 124 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yang berhak dan berwenang untuk menyelesaikan perselisihan antara tergugat dengan penggugat adalah Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4d) Dan/Atau Panitia Penyelesaian Perburuhan Pusat (P4P), P4D dan ATAU P4P, P4D dan/atau P4Ptetap melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum terbentuknya pengadilan hubungan industrial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 2 Tahun Selanjutnya apabila penggugat tetap keberatan terhadap putusan P4Ddan/atau P4Ptersebut, maka penggugat dalam mengajukan gugatan kepada pengadilan tinggi tata usaha Negara (PT.TUN) terhadap putusan P4Ddan/atau P4P yang merupakan keputusan tata usaha negara kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) dan bukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara berdasarkan pasal 51 Undang Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, majelis hakim PTUN Jakarta memprtimbangkan bahwa seharusnya yang berwenang memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan sengketa perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja

3 (PHK)antara tergugat dengan penggugat dalam perkara ini adalah panitia penyelesaian perselisihan perburuhan daerah (P4D) dan/atau panitia penyelesaian perselisihan perburuhan pusat (P4P). Penulis tidak sependapat dengan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, mengenai kompetensi PTUN Jakarta dalam memeriksa dan memutus perkara dengan obyek sengketa surat keputusan yang dikeluarkan oleh pihak direksi PT.BNI (persero) tbk. Penulis juga tidak sependapat tentang pertimbangan hakim pengadilan tata usaha Negara yang pada pokoknya telah menerima eksepsi tentang kewenangan absolute pengadilan tata usaha Negara Jakarta. Apabila dicermati dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, ternyata PT.BNI (persero) tbk merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal tersebut dapat dilihat dalam ketentuan bab1 pasal 1 angka 2 Undang-Undang Republic Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara yang menyatakan bahwa perusahaan perseroan yang selanjutnya atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh Negara republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003.Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruhnya atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui pernyataan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan sedangkan dalam pasal 1 angka 10 undang-undang aquo kekayaan Negara yang dipisahkan merupakan kekayaan Negara yang berasal dari APBN untuk dijadikan

4 penyertaan modal Negara pada perseroan dan/atau perum serta perseroan terbatas lainnya. Sebagaimana disebutkan pula dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 bahwa maksud dan tujuan dari didirikannya bumn (dalam hal ini adalah PT.BNI (persero) tbk), adalah salah satunya memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan Negara pada khususnya dan untuk mengejar keuntungan. Berdasarkan ketentuan perundang-undangan di atas, maka PT.BNI (persero) tbk.merupakan BUMN yang sebagian besar modalnya adalah kekayaan Negara yang dipisahkan serta sesuai dengan tugas dan usahanya untuk mendapatkan keuntungan.namun tugas tersebut tidak lepas dari sebagian tugas pemerintahan yaitu untuk kesejahteraan rakyat, masyarakat dan bangsa. Tergugat (direksi PT.BNI (persero) tbk) dalam menerbitkan surat keputusan yang dijadikan obyek gugatan dalam perkara adalah berkualitas sebagai badan atau pejabat tata usaha Negara yang menurut ketentuan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun Ukuran sebagai badan atau pejabat tata usaha Negara yaitu dalam fungsi dalam melaksanakan urusan pemerintahan yaitu kegiatan yang bersifat eksekutif. Penggugat adalah sebagai karyawan PT.BNI (persero) tbk, yang diangkat dengan surat keputusan direksi PT.BNI (persero) tbk, dan bukan dilingkup lembaga kontrak kerja. Peraturan mengenai kepegawaian di PT.BNI (persero)

5 tbk, diatur di dalam buku pedoman kebijakan,organisasi dan prosedur kerja PT. BNI (persero) tbk. Apabila diteliti surat keputusan DireksiPT.BNI (persero) tbk, nomor : Kp/Dir/115/R Tanggal 12 Maret 2004 perihal pemberhentian penggugat sebagai karyawan di PT.BNI (persero) tbk, adalah telah memenuhi unsur-unsur sebagaimana disyaratkan oleh pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan sesuai dengan ketentuan pasal 1 angka 4 jo. Pasal 50 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo.Undang- Undang Nomor 9 Tahun Menurut pendapat penulis sengketa yang bersangkut paut dengan surat keputusan tergugat tersebut merupakan sengketa tata usaha Negara dan pengadilan tata usaha Negara berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikannya. Berdasarkan penelitian penulis terhadap kasus seperti sengketa antara direksi PT.BNI (persero) tbk yang telah diberhentikan dengan surat pemberhentian oleh direksi PT.BNI (persero) tbk, sudah pernah sudah ada sengketa yang hampir sama obyek sengketanya dan telah mendapatkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu yurisprudensi putusan mahkamah agung republik Indonesia dalam perkara sengketa tata usaha Negara Reg.No.009/G.TUN/1996/PTUN.Jktyang diputus pada tanggal 6 maret 1997 jo. Putusan pengadilan tinggi tata usaha Negara Jakarta Reg.No.48/B/1997/PT.TUN.Jkt tanggal 4 juli 1997 yang telah diputus oleh

6 Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan putusan kasasireg.no.157/k/tun/1998 tanggal 3 mei Berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut dapat disimpulkan bahwa terhadap sengketa menjadi kewenangan pengadilan tata usaha Negara Jakarta untuk memeriksa,memutus dan menyelesaikannya. 2. Terhadapobyek gugatan dalam perkara dengan onyek sengketa surat keputusan yang dikeluarkan oleh pihak PT.BNI (persero) tbk. Obyek gugatan dalam perkara ini menurut tergugat adalah Surat Keputusan Direksi PT.BNI (persero) tbk Nomor KP/DIR/115/R tanggal 12 maret 2004 perihal pemberhentian. Menurut penulis, apabila diteliti secara cermat dalam bantahan penggugat yang menyebutkan bahwa adanya bunyi ketentuan angka 1 dan 2 sebagaimana disebutkan di dalam Bab V Buku Pedoman KepegawaianPT.BNI (persero) tbk, peraturan tersebut secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut: sanksi administrative/hukum jabatan instruktur No. In/005/SDM tanggal 16 januari 2004 memberikan kewenangan direksi untuk melakukan penyimpangan dalam pemrosesan kasus yang dapat menyimpang dari ketentuan buku pedoman kepegawaian ini dan buku pedoman pemrosesan kasus.penyimpangan yang dimaksud adalah khusus terhadap kasus-kasus berat yang menjurus pada fraud atau kesalahan berat (terdapat indikasi kuat adanya kesalahan berat sebagaimana diatur dalam pasal 158 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).

7 Berdasarkan ketentuan tersebut dapat disimpulkan secara acontrario bahwa hanya kasus-kasus berat yang disebutkan di dalam ketentuan pasal 158 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 saja yang dapat memberikan kewenangan kepada direksi untuk dapat melakukan penyimpangan dalam pemrosesan sebagaimana dicantumkan oleh buku pedoman kepegawaian dan buku pedoman pemrosesan kasus, sedangkan terhadap kasus-kasus yang di luar ketentuan pasal 158 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tidak dapat memberikan kewenangan kepada direksi untuk melakukan penyimpangan dalam pemrosesan kasus-kasus yang menjurus pada fraud atau kesalahan berat sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan peraturan yang ada dan berlaku di lingkungan PT.BNI (persero) tbk. Apabila diteliti pengenaan sanksi yang telah ditetapkan tehadap penggugat sebagaiman yang didalilkan tergugat di dalam jawabannya atas gugatan serta seperti yang disebutkan di dalam hasil Rapat Direksi tanggal 16 februari 2004 ternyata kasus tersebut tidak termasuk sebagai suatu kasus yang menjurus pada fraud atau kesalahan yang berat, disebutkan dalam pasal 158 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, sehingga dalam hal ini direksi tidak berwenang melakukan penyimpangan dalam pemrosesan kasus tersebut. Berdasarkan uraian di atas penulis berpendapat, tindakan direksi PT.BNI (persero) tbk dalam menerbitkan surat keputusan nomor : KP/DIR/115/R tanggal 12 maret 2004 perihal pemberhentian tersebut tidak didasarkan pada alasanalasan yang belum dibuktikan kebenarannya dan dibuat tanpa ada pengacara dan tidak dibuat berita acara pemeriksaan. Perbuatan penerbitan surat keputusan

8 direksi tersebut telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di lingkungan PT.BNI (persero) tbk, seperti Buku Pedoman Kepegawaian Dalam Bab IV mengenai sengketa penyelidikan personalia yang terlibat kasus, BAB V mengenai sanksi administraitif/hukuman jabatan, serta Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Menurut penulis, apabila diteliti lebih lanjut ternyata dalam penerbitan surat keputuan direksi tersebut juga bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana yang tercantum dalam pasal 53 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Terhadap fakta ini didasarkan pada keterangan para pihak dan bukti-bukti yang diajukan oleh pihak-pihak yang bersengketa dimana dalam penerbitan surat keputusan nomor: KP/DIR/115/R tanggal 12 maret 2004 tersebut tidak melakukan prosedur wawancara atau diberi kesempatan untuk membela diri. Terhadap fakta tersebut, pihak tergugat dalam jawabannya telah menyampaikan bantahannya bahwa tergugat telah terlebih dahulu mengirimkan surat no.sdm/11/997/r tanggal 24 februari 2004 perihal pemberintahuan keputusan direksi atas sanksi administrative berupa pemberhentian tanpa predikat sebelum penerbitan surat keputusan nomor:kp/dir/115/r tanggal 12 maret 2004 tersebut. Namun demikian tergugat masih memberikan kesempatan kepada penggugat untuk mengajukan permohonan pengunduran diri yang

9 ditindaklanjuti oleh penggugat dengan mengirimkan suratnya tertanggal 1 maret 2004 perihal pengunduran diri. Pengunduran diri dari penggugat tersebut adalah disebabkan adanya suratno. SDM/11/997/R tanggal 24 februari 2004.Pengunduran diri penggugat bukan atas prakarsa dari diri penggugat atau bukan permohonan berhenti yang murni dari penggugat. Namun menurut penulis walaupun penggugat mengajukan pengunduran diri, penggugat tetap dapat mengajukan keberatan terhadap pihak tergugat atas penerbitan surat keputusan direksi nomor:kp/dir/115/r tanggal 12 maret Dalam hal ini tidak diberikannya kesempatan untuk menyampaikan pendapat atau membela diri kepada penggugat sebelum diterbitkannya surat keputusan nomor:kp/dir/115/r tanggal 12 maret 2004 tersebut tidak dibenarkan menurut hukum sebagaimana yang diatur dalam pasal 53 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.Pada yang dilanggar oleh penggugat adalah asas kecermatan. asas kecermatan masyarakat agar badan pemerintah sebelum relevan, dan menunjukkan pula semua kepentingan yang relevan ke dalam pertimbangannya. Bila fakta-fakta penting kurang diteliti itu berarti tidak cermat.kalau pemerintah secara lalim atau tidak mementingkan pihak ketiga itupun berarti tidak cermat.dalam rangka ini asas kecermatan dapat mensyaratkan bahwa yang berkepentingan didengar terlebih dahulu, sebelum mereka dihadapkan pada suatu

10 keputusan yang merugikan.bila yang berkepentingan memperoleh kesempatan menjelaskan pandangan mereka secara lisan, asas ini membawa serta pula bahwa dari dengar pendapat dibuatkan laporan tertulis. Maka dapat disimpulkan bahwa surat keputusan direksi nomor KP/DIR/115/R tanggal 12 maret 2004 selain bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik yaitu asas kecermatan juga dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang sewenang-wenang dalam arti tidak mempertimbangkan kepentingan yang terkait khususnya kepentingan penggugat sehingga merugikan pihak penggugat. Oleh karena itu, berdasarkan uraian penulis di atas maka surat keputusan direksi nomor KP/DIR/115/R tanggal 12 maret 2004 seharusnya dibatalkan dan juga dicabut. Berdasarkan uraian tersebut pula maka gugatan penggugat seharusnya dikabulkan untuk seluruhnya dan nama baik, harkat dan martabat penggugat juga seharusnya direhabilitasi, serta mengembalikan posisi penggugat pada posisi dan jabatan semula. B.. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG SUDAH SESUAI DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 JO.UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA. Terhadap keberatan-keberatan yang diajukan oleh pemohon kasasi yang dahulu tergugat dan terbanding pada pokoknya yaitu:

11 1. Bahwa pengadilan tinggi tata usaha Negara Jakarta telah keliru dalam memberikan pertimbangan, karena pengadilan tinggi tata usaha Negara telah menganggap bahwa pemohon kasasi/tergugat adalah merupakan badan usaha milik Negara, sehingga secara otomatis keputusan yang dikeluarkan adalah merupakan putusan dari pejabat/badan tata usaha Negara. Padahal pertimbangan pengadilan tinggi tata usaha Negara Jakarta tersebut bertentangan dengan ketentuan pasal 48 jo. Pasal 51 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo. Peraturan Pemerintah No.30 Tahun 1980 dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut di atas maka sengketa yang terjadi antara pemohon kasasi/tergugat dengan termohon kasasi/penggugat tunduk pada ketentuan pasal 136 Undang-Undang Nomor 13 Tahun bahwa pertimbangan pengadilan tinggi tata usaha Negara Jakarta yang menyatakan bahwa tindakan pemohon kasasi/tergugat menerbitkan obyek sengketa adalah merupakan tindakan yang keliru dan bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik yaitu kecermatan dan juga dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang sewenang-wenang dalam arti tidak memperhatikan kepentingan termohon kasasi/penggugat dan juga melanggar asas audi et alteram partem, adalah merupakan pertimbangan yang keliru. Hal ini karena pertimbangan tersebut adalah merupakan pertimbangan yang berlebihan dan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya yang terungkap di

12 persidangan. Padahal terbitnya keputusan pemohon kasasi/tergugat nomor: KP/DIR/115/R tanggal 12 maret 2004 adalah didasari oleh ketentuanketentuan yang benar, yaitu buku pedoman kebijakan organisasi dan prosedur PT.BNI (persero) tbk. Perihal Buku Pedoman Kepegawaian Bab.V sanksi administrative/hukuman jabatan Instruksi Nomor IN/005/SDM Tanggal 16 Januari 2004 pada halaman huruf f (kewenangan kebijakan proses kasus pegawai). Disamping itu termohon kasasi/penggugat juga telah mengajukan surat pengunduran diri sebagaimana surat termohon kasasi/penggugat tertanggal 1 maret bahwa pertimbangan pengadilan tinggi tata usaha Negara Jakarta mengenai eksepsi yang diajukan pemohon kasasi/tergugat khususnya mengenai telah lewat waktunya gugatan yang diajukan oleh termohon kasasi/penggugat tidak jelas dan cenderung menjustifikasi keinginan dari termohon kasasi/penggugat dan melanggar ketentuan dari pasal 55 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986.Padahal sudah jelas yang menjadi obyek sengketa adalalah surat keputusan direksi nomor KP/DIR/115/R tanggal 12 maret 2004 bukan keputusan pemohon kasasi/tergugat nomor DIR/691 tertanggal 21 nopember 2004, yang berarti gugatan termohon kasasi/penggugat yang diajukan pada tanggal 2 desember 2004 telah melampaui tenggang waktu lebih dari 90 hari

13 sebagaimana ditentukan dalam pasal 55 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun bahwa pengadilan tinggi tata usaha Negara Jakarta telah memberikan pertimbangan yang tidak jelas terhadap eksepsi yang diajukan oleh pemohon kasasi/tergugat mengenai tidak jelas atau kaburnya obyek sengketa dalam gugatannya. Pada awal gugatan termohon kasasi/penggugat menyatakan bahwa yang menjadi obyek sengketa adalah keputusan pemohon kasasi/tergugat nomor KP/DIR/115/r tanggal 12 maret 2004, namun dalam uraian gugatan selanjutnya termohon kasasi/penggugat berusaha mengaburkan obyek sengketa dengan keputusan pemohon kasasi/tergugat nomor DIR/691 tertanggal 21 nopember 2004 dan dalam hal ini tidak dipertimbangkan oleh pengadilan tinggi tata usaha Negara. Keberatan-keberatan yang diuraikan di atas tidak dapat dibenarkan, karena judex factie pengadilan tinggi tata usaha Negara Jakarta tidak salah menerapkan hukum, lagi pula dalam hal ini mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan di tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak dilaksanakan atau ada kesalahan dalam penerapan atau pelanggaran hukum yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 Undang-Undang

14 Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung. Keberatan-keberatan tersebut diuraikan oleh Mahkamah Agung. Mahkamah Agung dalam memberikan putusannya didasarkan pada ketentuan dari pasal 131 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo.Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, yang meneyebutkan acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung. Pasal 52 undang-undang nomor 14 tahun 1985 mengatakan dalam mengambil putusan, mahkamah agung tidak terikat pada alasan-alasan yang diajukan oleh pemohon kasasi dan dapat memakai alasan-alasan hukum yang lain. Dalam hal ini mahkamah agung melihat pada ketentuan pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 pemeriksaan kasasi untuk perkara yang diputus oleh pengadilan di lingkungan peradilan agama atau yang diputus oleh pengadilan di lingkungan peradilan tata usaha Negara, dilakukan menurut ketentuan undang-undang ini.dalam hal ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo.Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Penulis dalam hal ini sependapat dengan keputusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa judex factie pengadilan tinggi tata usaha Negara Jakarta tidak salah menerapkan hukum.bahwa amar putusan majelis hakim pengadilan

15 tinggi tata usaha Negara Jakarta No. 63/B/2005/PT/TUN.Jkt.tanggal 11 mei 2005 tersebut perlu diperbaiki sepanjang mengenai penetapan hakim pengadilan tinggi tata usaha Negara Jakarta tentang penundaan pelaksanaan tindak lanjut administrasi surat keputusan no.kp/dir/115/r tanggal 12 maret 2004 tentang pemberhentian, harus dinyatakan tidak berlaku lagi. Sehingga amar putusan pengadilan tinggi tata usaha Negara Jakarta poin 5 harus dihilangkan atau dihapus dari amar putusan. Penulis dalam hal ini sepakat dengan Mahkamah Agung dalam memberikan putusannya didasarkan pada ketentuan pasal 30, pasal 52 dan pasal 55 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Jo.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung, sebagai kewenangan dari Mahkamah Agung, sedangkan dalam memberikan putusannya Mahkamah Agung melihat dari pasal 131 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Berdasarkan apa yang dipertimbangkan di atas, lagi pula dari sebab tidak ternyata bahwa judex factie pengadilan tinggi tata usaha Negara Jakarta dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh pemohon kasasi sebagai pihak yang kalah maka harus membayar perkara dalam tingkat kasasi ini.

BAB III KRONOLOGIS PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA ANTARA DIREKSI PT.BNI DAN KARYAWANNYA

BAB III KRONOLOGIS PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA ANTARA DIREKSI PT.BNI DAN KARYAWANNYA BAB III KRONOLOGIS PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA ANTARA DIREKSI PT.BNI DAN KARYAWANNYA A. PIHAK YANG BERSENGKETA 1. Penggugat Drs.HERU SARJONO,MM; kewarganegaraan Indonesia, alamat di jalan pejompongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum dimana pancasila. sebagai falsafah atau pandangan hidup dan Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum dimana pancasila. sebagai falsafah atau pandangan hidup dan Undang-Undang Dasar 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum dimana pancasila sebagai falsafah atau pandangan hidup dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasr negaranya.sehingga warga

Lebih terperinci

P U T U S A N No. 26 K/PHI/2007 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perselisihan hubungan

P U T U S A N No. 26 K/PHI/2007 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perselisihan hubungan P U T U S A N No. 26 K/PHI/2007 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perselisihan hubungan industrial dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai

Lebih terperinci

PPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum

PPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum 1 PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (PPHI) Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh

Lebih terperinci

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa PUTUSAN Nomor 4 K/TUN/2018 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG memeriksa perkara tata usaha negara pada tingkat kasasi telah memutus sebagai berikut

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek)

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek) PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek) PENERAPAN HUKUM ACARA PERDATA KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN

Lebih terperinci

Hal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06

Hal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06 P U T U S A N No. 62 K/TUN/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 77/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 77/PUU-XV/2017 rtin MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 77/PUU-XV/2017 PERIHAL PERMOHONAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

P U T U S A N No. 237 K/TUN/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

P U T U S A N No. 237 K/TUN/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G P U T U S A N No. 237 K/TUN/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah mengambil putusan sebagai berikut

Lebih terperinci

P U T U S A N No. 172 K/TUN/2000 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara

P U T U S A N No. 172 K/TUN/2000 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara P U T U S A N No. 172 K/TUN/2000 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam

Lebih terperinci

P U T U S A N No. 177 K/TUN/2002

P U T U S A N No. 177 K/TUN/2002 P U T U S A N No. 177 K/TUN/2002 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam

Lebih terperinci

P U T U S A N No. 483 K/TUN/2001

P U T U S A N No. 483 K/TUN/2001 P U T U S A N No. 483 K/TUN/2001 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam

Lebih terperinci

Hal. 1 dari 11 hal. Put. No.83 K/TUN/07

Hal. 1 dari 11 hal. Put. No.83 K/TUN/07 P U T U S A N No. 83 K/TUN/2007 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam

Lebih terperinci

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAMBI NOMOR: 01/ G/ TUN/2003/PTUN.JBI

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAMBI NOMOR: 01/ G/ TUN/2003/PTUN.JBI ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAMBI NOMOR: 01/ G/ TUN/2003/PTUN.JBI BY : ANNEKA SALDIAN MARDHIAH Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha

Lebih terperinci

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara BAB III Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara oleh Pejabat Tata Usaha Negara A. Upaya Hukum Ada kalanya dengan keluarnya suatu putusan akhir pengadilan sengketa antara Penggugat

Lebih terperinci

P U T U S A N No. 163 K/TUN/2005 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

P U T U S A N No. 163 K/TUN/2005 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G P U T U S A N No. 163 K/TUN/2005 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan uraian yang telah penulis jabarkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan uraian yang telah penulis jabarkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah penulis jabarkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Alasan Penggugat mengajukan gugatan terhadap PT BNI

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian diskusi dalam bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan,

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian diskusi dalam bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan, 114 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Dari rangkaian diskusi dalam bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut: a. UU Perbankan, UU Bank Indonesia, PP No.25/1999 dan SK DIR Bank Indonesia No.32/53/KEP/DIR

Lebih terperinci

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum Sejalan dengan perkembangan zaman era globalisasi sudah barang tentu tuntutan perkembangan penyelesaian sengketa perburuhan

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR 3.1. Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja oleh majikan adalah jenis PHK yang sering terjadi,

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 33/B/2012/PT.TUN-MDN

P U T U S A N Nomor : 33/B/2012/PT.TUN-MDN P U T U S A N Nomor : 33/B/2012/PT.TUN-MDN ------------------------------------------------------------------------------- Publikasi putusan ini dimaksudkan sebagai informasi kepada publik, sedangkan turunan

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 163 K/TUN/2004

P U T U S A N NOMOR : 163 K/TUN/2004 P U T U S A N NOMOR : 163 K/TUN/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G Memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah mengambil putusan sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILIHAN DAN SENGKETA PELANGGARAN

Lebih terperinci

P U T U S A N 82 K/TUN/2007

P U T U S A N 82 K/TUN/2007 P U T U S A N No. 82 K/TUN/2007 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam

Lebih terperinci

BAB VII PERADILAN PAJAK

BAB VII PERADILAN PAJAK BAB VII PERADILAN PAJAK A. Peradilan Pajak 1. Pengertian Keputusan adalah suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa P U T U S A N No. 313 K/TUN/2000.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KASUS PERKARA. perkara gugatan Perselisihan Hubungan Industrial adapun yang

BAB II GAMBARAN UMUM KASUS PERKARA. perkara gugatan Perselisihan Hubungan Industrial adapun yang BAB II GAMBARAN UMUM KASUS PERKARA A. Kronologi Kasus Sehubungan dengan perkara No. 722/K/Pdt.Sus/2011 tentang perkara gugatan Perselisihan Hubungan Industrial adapun yang mengajukan gugatan adalah Sayed

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA 1 HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA I. Pengertian, asas & kompetensi peradilan TUN 1. Pengertian hukum acara TUN Beberapa istilah hukum acara TUN, antara lain: Hukum acara peradilan tata usaha pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 53/B/2013/PT.TUN-MDN

P U T U S A N Nomor : 53/B/2013/PT.TUN-MDN P U T U S A N Nomor : 53/B/2013/PT.TUN-MDN ---------------------------------------------------------------------------------- Publikasi putusan ini dimaksudkan sebagai informasi kepada publik, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 LAMPIRAN : Keputusan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia Nomor : Kep-04/BAPMI/11.2002 Tanggal : 15 Nopember 2002 Nomor : Kep-01/BAPMI/10.2002 Tanggal : 28 Oktober 2002 PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Maia PUTUSAN No. 326 K/TUN/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Gambaran hasil penelitian dalam Bab mengenai Hasil Penelitian dan Analisis ini akan dimulai dari pemaparan hasil penelitian terhadap peraturan perundangundangan sebagaimana

Lebih terperinci

Hal. 1 dari 15 hal. Put. No.467 K/TUN/05

Hal. 1 dari 15 hal. Put. No.467 K/TUN/05 P U T U S A N No. 467 K/TUN/2005 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor : 38/G/2012/PTUN-Pbr

PUTUSAN Nomor : 38/G/2012/PTUN-Pbr PUTUSAN Nomor : 38/G/2012/PTUN-Pbr DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tata Usaha Negara Pekanbaru yang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara pada tingkat

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 07/Pdt.G/2010/MS-Aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 07/Pdt.G/2010/MS-Aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 07/Pdt.G/2010/MS-Aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Mahkamah Syar'iyah Aceh yang mengadili perkara Harta Bersama pada tingkat banding,

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM SENGKETA PENETAPAN LOKASI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 101 kepemilikannya, bertujuan untuk memberikan kepastian hukum terhadap sertipikat hak atas tanah dan perlindungan terhadap pemegang sertipikat hak atas tanah tersebut. Namun kepastian hukum dan perlindungan

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR: 109/PDT/ 2012/PTR.

P U T U S A N NOMOR: 109/PDT/ 2012/PTR. P U T U S A N NOMOR: 109/PDT/ 2012/PTR. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Pekanbaru, yang memeriksa dan mengadili perkara - perkara perdata dalam Tingkat Banding, dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

P U T U S A N No. 98 K/TUN/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

P U T U S A N No. 98 K/TUN/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G P U T U S A N No. 98 K/TUN/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G Memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah mengambil putusan sebagai berikut

Lebih terperinci

PUTUSAN NOMOR : 322 K/AG/2007

PUTUSAN NOMOR : 322 K/AG/2007 PUTUSAN NOMOR : 322 K/AG/2007 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata agama dalam tingkat kasasi telah memutuskan

Lebih terperinci

TERBANDING, semula PENGGUGAT;

TERBANDING, semula PENGGUGAT; PUTUSAN Nomor 432/Pdt/2015/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung di Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat banding telah menjatuhkan

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK UMUM Pelaksanaan pemungutan Pajak yang tidak sesuai dengan Undang-undang perpajakan akan menimbulkan ketidakadilan

Lebih terperinci

P U T U S A N 322 K/TUN/2005 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

P U T U S A N 322 K/TUN/2005 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G P U T U S A N No. 322 K/TUN/2005 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah mengambil putusan sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) sudah mulai dikenal dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Yati Nurhayati ABSTRAK Permasalahan perburuhan yang terjadi antara pekerja dan pengusaha atau antara para pekerja

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD-HOC PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN HAKIM AD-HOC PADA MAHKAMAH AGUNG PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XII) PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 114/PUU-XIII/2015 Daluarsa Pemutusan Hubungan Kerja I. PEMOHON 1. Muhammad Hafidz (Pemohon I); 2. Wahidin (Pemohon II); 3. Chairul Eillen Kurniawan (Pemohon III); 4.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN DAN PENITIPAN GANTI KERUGIAN KE PENGADILAN NEGERI DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam hubungan industrial di Indonesia, setiap permasalahan yang terjadi di tingkat perusahaan

I. PENDAHULUAN. Dalam hubungan industrial di Indonesia, setiap permasalahan yang terjadi di tingkat perusahaan I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Dalam hubungan industrial di Indonesia, setiap permasalahan yang terjadi di tingkat perusahaan dan masalah-masalah ketenagakerjaan yang timbul harus diselesaikan terlebih

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK UMUM Pelaksanaan pemungutan Pajak yang tidak sesuai dengan Undang-undang perpajakan akan menimbulkan ketidakadilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU. Oleh; YOSRAN,S.H,M.Hum

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU. Oleh; YOSRAN,S.H,M.Hum PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU OLEH PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA Oleh; YOSRAN,S.H,M.Hum Kewenangan absolut pengadilan dilingkungan peradilan tata usaha negara adalah memeriksa, memutus

Lebih terperinci

UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Undang-undang Yang Terkait Dengan Ketenagakerjaan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh; Undang-Undang

Lebih terperinci

P U T U S A N 463 K/TUN/2005 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

P U T U S A N 463 K/TUN/2005 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G P U T U S A N No. 463 K/TUN/2005 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah mengambil putusan sebagai berikut

Lebih terperinci

SIFAT KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

SIFAT KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL SIFAT KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL OLEH : SOLECHAN 1. A. PENDAHULUAN Sejak dahulu sampai sekarang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN KERJA

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK I. PEMOHON Yan Herimen, sebagai Pemohon I; Jhoni Boetja, sebagai Pemohon II; Edy

Lebih terperinci

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra 90 V. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut : 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial I. PEMOHON 1. Joko Handoyo, S.H.,.. Pemohon I 2. Wahyudi, S.E,. Pemohon II 3. Rusdi Hartono, S.H.,. Pemohon III 4. Suherman,.....

Lebih terperinci

Di daerah Aceh sebelum perkara hak milik antara para ahli waris dapat diperiksa oleh pengadilan umum, haruslah diputus terlebih dahulu

Di daerah Aceh sebelum perkara hak milik antara para ahli waris dapat diperiksa oleh pengadilan umum, haruslah diputus terlebih dahulu 1. Putusan MA no.645 K/Sip/1970 (10 Februari 1971) Setiap orang dianggap mengetahui aturan-aturan hukum 2. Putusan MA no.93 K/Kr/1969 (11 Maret 1970) Sengketa tentang utang-piutang merupakan sengketa perdata

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M PUTUSAN Nomor 186 K/TUN/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG Memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD-HOC PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN HAKIM AD-HOC PADA MAHKAMAH AGUNG PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

P U T U S A N No. 57 K/TUN/2006

P U T U S A N No. 57 K/TUN/2006 P U T U S A N No. 57 K/TUN/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD-HOC PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN HAKIM AD-HOC PADA MAHKAMAH AGUNG PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 1 Tahun - Jangka Waktu Hibah - Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

Lebih terperinci

BAB III BAWASLU DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILU. A. Kewenangan Bawaslu dalam Menyelesaikan Sengketa Pemilu

BAB III BAWASLU DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILU. A. Kewenangan Bawaslu dalam Menyelesaikan Sengketa Pemilu 41 BAB III BAWASLU DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILU A. Kewenangan Bawaslu dalam Menyelesaikan Sengketa Pemilu Pemilihan umum merupakan pesta demokrasi yang dilakukan untuk memilih seorang pemimpin.

Lebih terperinci

INVENTARISASI PUTUSAN/KETETAPAN MAHKAMAH KONSTITUSI PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DALAM BIDANG KETENAGAKERJAAN

INVENTARISASI PUTUSAN/KETETAPAN MAHKAMAH KONSTITUSI PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DALAM BIDANG KETENAGAKERJAAN INVENTARISASI PUTUSAN/KETETAPAN MAHKAMAH KONSTITUSI PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DALAM BIDANG KETENAGAKERJAAN I. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun 1 13/10/2011 25/PUU-IX/2011 Menyatakan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 120/B/2012/PT.TUN-MDN

P U T U S A N Nomor : 120/B/2012/PT.TUN-MDN P U T U S A N Nomor : 120/B/2012/PT.TUN-MDN -------------------------------------------------------------------------------- Publikasi putusan ini dimaksudkan sebagai informasi kepada publik, sedangkan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan

Lebih terperinci

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 12/PUU-XIV/2016 Waktu Penyelesaian, Produk Hukum penyelesaian BNP2TKI, dan Proses Penyelesaian Sengketa Antara TKI dengan PPTKIS Belum Diatur Di UU 39/2004 I. PEMOHON

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 175/B/2012/PT.TUN-MDN

P U T U S A N. Nomor : 175/B/2012/PT.TUN-MDN P U T U S A N Nomor : 175/B/2012/PT.TUN-MDN --------------------------------------------------------------------------------------------- Publikasi putusan ini dimaksudkan sebagai informasi kepada publik,

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Maia P U T U S A N Nomor 92 PK/Pdt.Sus-PHI/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus perselisihan hubungan industrial

Lebih terperinci

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015. RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XIV/2016 Waktu Penyelesaian, Produk Hukum penyelesaian BNP2TKI, dan Proses Penyelesaian Sengketa Antara TKI dengan PPTKIS Belum Diatur Di UU 39/2004 I. PEMOHON

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.6,2004 KESRA Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah.Tenaga Kerja. Ketenagakerjaan. Perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan berkembangnya kehidupan manusia dalam bermasyarakat, banyak sekali terjadi hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut, baik peristiwa hukum maupun perbuatan

Lebih terperinci

P U T U S A N No. 24 K/PHI/2007 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Perselisihan Hubungan

P U T U S A N No. 24 K/PHI/2007 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Perselisihan Hubungan P U T U S A N No. 24 K/PHI/2007 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Perselisihan Hubungan Industrial dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004). RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 68/PUU-XIII/2015 Implikasi Interpretasi Frasa Anjuran Mediator dan Konsiliator pada Penyelesaian Sengketa Hubungan Industrial I. PEMOHON 1. Muhammad Hafidz

Lebih terperinci

Hal. 1 dari 11 hal. Put. No.88 K/TUN/07

Hal. 1 dari 11 hal. Put. No.88 K/TUN/07 P U T U S A N No. 88 K/TUN/2007 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

MATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO

MATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO MATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 2004 DENGAN PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NO. 14 TAHUN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK UMUM Pelaksanaan pemungutan Pajak yang tidak sesuai dengan Undang-undang perpajakan akan menimbulkan ketidakadilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pekerja/buruh dan Pengusaha Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pekerja/buruh adalah Setiap orang yang bekerja

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Maia P U T U S A N Nomor 493 K/Pdt.Sus-PHI/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus perselisihan hubungan industrial

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 222 K/TUN/2005

P U T U S A N Nomor : 222 K/TUN/2005 P U T U S A N Nomor : 222 K/TUN/2005 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah mengambil putusan sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci