BAB II DASAR TEORI Sistem Gerak Quadcopter. Quadcopter memiliki empat baling-baling penggerak yang diposisikan tegak lurus

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II DASAR TEORI Sistem Gerak Quadcopter. Quadcopter memiliki empat baling-baling penggerak yang diposisikan tegak lurus"

Transkripsi

1 A II DASAR TEORI 2.1. Sistem erak Quadcopter Quadcopter memiliki empat baling-baling penggerak yang diposisikan tegak lurus terhadap bidang datar seperti pada ambar 2.1. ambar 2.1. entuk Dasar Quadcopter Masing-masing rotor (baling-baling dan motor penggeraknya) menghasilkan daya angkat dan memiliki jarak yang sama terhadap pusat massa pesawat. Dengan daya angkat masing-masing rotor sebesar lebih dari seperempat berat keseluruhan, memungkinkan Quadcopter untuk terbang. 6

2 7 Untuk membantu menganalisa gerak dari Quadcopter, dibentuk 2 sistem koordinat kartesian 3 dimensi yaitu sistem koordinat lokal pesawat (body frame, Q b ) dan sistem koordinat bumi (ground frame, Q g ), seperti ambar 2.2. F p4 ψ Z b F p1 θ Y b R F p3 φ X b F p2 F g z g y g x g ambar 2.2. round Frame dan ody Frame round frame merupakan kerangka tetap yang berada di bumi yang dijadikan acuan terhadap body frame yang terdapat pada pesawat. Orientasi atau arah hadap dari pesawat dapat direpresentasikan sebagai kerangka acuan pesawat (body frame) yang dirotasi oleh matrix rotasi R.

3 8 M 4 F p4 F p1 L ψ Z b Y b M 1 F p3 θ φ X b F p2 F g M 3 M 2 ambar 2.3. aya Dorong dan Yawing Moment Analisis gaya yang bekerja pada setiap rotor dapat ditunjukan pada ambar 2.3. Dengan berputarnya rotor menimbulkan efek aerodinamik yang menyebabkan gaya dorong keatas yang berbanding lurus dengan kuadrat kecepatan angular rotor tersebut [13]: F k 2 p f p (2.1) dimana k f adalah konstanta rotor yang diperoleh dari percobaan. Semakin cepat putaran rotor menyebabkan gaya dorong tersebut semakin besar. Setiap baling-baling memberikan gaya dorong keatas sebesar F p yang tegak lurus terhadap kerangka pesawat (body frame) atau searah sumbu z b. Sementara gaya gravitasi bekerja pada pusat massa Quadcopter atau pada sumbu -z g. Jika adalah vektor posisi dari quadcopter dan m adalah massa dari quadcopter dengan rotasi matrik R didapatkan: (2.2)

4 9 m 2 d r dt R 0 mg Fp Perbedaan gaya dorong ke atas pada masing-masing rotor menyebabkan gerak rotasi dengan pusat rotasi O (pusat massa Quadcopter). Jika jarak antara pusat masa O dengan pusat rotor adalah L maka: F F F L Fres Fres Fp Fp L Fres res p4 p2 1 3 (2.3) (2.4) dimana θ adalah torsi yang bekerja searah sudut θ (roll) dan φ adalah torsi yang bekerja searah sudut φ (pitch). Sesuai dengan hukum III Newton tentang aksi dan reaksi, pada setiap rotor timbul yawing moment yang berlawanan dengan arah putar propeller rotor tersebut [13], seperti pada ambar 2.3. Yawing moment ini berbanding lurus dengan kuadrat kecepatan angular rotor sesuai dengan persamaan 2.8. M 2 km p (2.5) Pada persamaan 2.8, k m merupakan konstanta yawing moment yang diperoleh dari percobaan. erdasarkan konfigurasi arah putar rotor pada ambar 2.3, rotor 2 dan 4 berputar searah dengan sudut ψ positif, sedangkan rotor 1 dan 3 berputar berlawanan arah atau sudut ψ

5 10 negatif. Sehingga rotor 2 dan 4 memberikan yawing moment searah sudut ψ negatif, dan sebaliknya, rotor 1 dan 3 memberikan yawing moment searah sudut ψ positif. Sehingga bila dikehendaki sudut ψ diam, atau = 0, maka: M 2 M 4 M 1 M 3 0 (2.6) erak dari Quadcopter ditentukan oleh kombinasi dari setiap gaya keatas (searah sumbu z p ) yang ditimbulkan oleh masing-masing rotor. Sehingga dengan mengatur kombinasi kecepatan putar masing-masing rotor, gerak dari quadcopter dapat diarahkan. Sebagai contoh, jika diasumsikan F p1 F p3 = 0, atau Quadcopter tidak melakukan rotasi pada sudut φ dan sudut φ = 0, maka dengan memberikan kombinasi kecepatan angular yang berbeda pada rotor 3 dan rotor 1, akan menyebabkan sudut θ 0, seperti pada ambar 2.4. z g F p2 cos(θ) z p F p4 F p2 cos(θ) + F p4 cos(θ) F p4 sin(θ) θ O F p2 sin(θ) + F p4 sin(θ) θ x g F p2 cos(θ) F p2 x p F p2 sin(θ) F g = mg ambar 2.4. Resultan aya Akibat Sudut θ 0

6 11 erdasarkan ambar 2.4, pada pusat massa O timbul gaya resultan searah sumbu x g positif yang menyebabkan Quadcopter bergerak searah dengan gaya tersebut. Semakin besar sudut θ menyebabkan gaya searah sumbu x g semakin besar. Jika diharapkan Quadcopter bergerak datar searah sumbu x g, maka besarnya kombinasi gaya yang searah dengan sumbu z g harus sama dengan besarnya g. Hal yang sama pula dapat berlaku pada sudut θ. Dengan mengatur kombinasi kedua sudut tersebut didapatkan resultan gaya yang dapat bergerak ke segala arah Motor LDC (rushless Direct Current) Quadcopter membutuhkan penggerak berupa baling-baling yang diputar oleh motor. Spesifikasi yang harus dipenuhi oleh sistem gerak ini adalah torsi, efisiensi dan getaran yang ditimbulkan oleh berputarnya motor dan baling-baling. Motor dengan getaran yang terlalu besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan pada AHRS. Efisiensi motor berkaitan dengan durabilitas terbang dari pesawat, mengingat sumber daya (battery) yang digunakan terbatas. rushless Direct Current Motor atau biasa disebut LDC adalah motor DC yang proses komutasinya tidak menggunakan sikat seperti motor DC pada umumnya. Dibandingkan dengan motor DC dengan sikat, LDC memiliki beberapa kelebihan yaitu: efisiensi tinggi, kecepatan dan torsi yang tinggi, respon dinamis yang tinggi, masa operasi yang panjang dan operasi tanpa noise [15]. Sehingga dengan kelebihan-kelebihan tersebut, LDC banyak digunakan pada aplikasi aeromodelling dan termasuk pada quadcopter. Motor LDC adalah tipe motor sinkron. Artinya, medan magnet yang dihasilkan oleh stator dan medan magnet yang dihasilkan oleh rotor mempunyai frekuensi yang sama. Rotor

7 12 (bagian motor yang berputar) pada LDC terdiri dari magnet permanen, sedangkan stator terdiri dari kumparan. erbeda dengan motor DC dengan sikat, di mana rotor berupa lilitan dan stator berupa magnet tetap. Pada umumnya, motor LDC yang banyak tersedia adalah tipe 3 fasa. ambar 2.5 menunjukan gambar mekanik dan koneksi elektrik dari motor LDC 3 fasa. Pengkabelan kumparan stator tergabung menjadi 4 koneksi: A,, C dan common 1. Setiap fasa terdiri dari dua buah kumparan identik yang terpisah. ambar 2.5. Struktur Mekanis dan Elektik Motor LDC 3 fasa[18] Untuk berputar penuh, motor LDC memiliki 6 langkah komutasi. Setiap langkah komutasi melibatkan 2 kutub yang dieksitasi. Permasalahan yang timbul dalam menjalankan langkah-langkah komutasi ini adalah pendeteksian posisi rotor, karena posisi rotor menentukan langkah komutasi yang harus dilakukan. Ada dua jenis metode yang digunakan, yaitu dengan beberapa hall effect sensor dan metode tanpa sensor (sensorless) yang memanfaatkan EMF (ack Electromotive Force). 1 Umumnya koneksi common merupakan koneksi didalam motor dan tidak dikeluarkan atau dihubungkan dengan kabel keluar.

8 13 Pendeteksian posisi rotor dengan hall effect sensor memanfaatkan kepekaan sensor ini dalam mendeteksi medan magnet permanen pada rotor. eberapa hall effect sensor diletakan sedemikian rupa hingga setiap posisi rotor dapat didteksi. Metode sensorless memanfaatkan arus listrik yang dihasilkan kumparan yang tidak tereksitasi yang diukur dari common dan kutub yang tidak tereksitasi, karena pada prinsipnya kutub yang tidak tereksitasi merupakan kumparan yang dapat menghasilkan arus listrik jika ada medan magnet menyinggungnya. LDC yang digunakan pada aeromodelling adalah LDC sensorless 3 fasa. Untuk menggerakannya digunakan ESC (Electronics Speed Controller). ESC merupakan pengendali kecepatan LDC dengan input berupa modulasi lebar pulsa (PWM). Dengan antarmuka PWM, kecepatan motor dapat diatur dengan mudah oleh pengendali seperti mikrokontroler. LDC pada aeromodelling biasanya memiliki satuan kv, 1000 kv = 1000 RPM per Volt aling-aling (Propeller) aling-baling adalah alat yang mengubah gerak putar menjadi daya dorong. Daya dorong inilah yang dimanfaatkan pesawat terbang dan kapal laut sebagai penghasil daya dorong utama. Pembahasan baling-baling pada tugas akhir ini dibatasi hanya pada parameter baling-baling yang digunakan dalam RC (Radio Control) aeromodelling. Ada beberapa parameter penting yang dimiliki baling-baling pada RC aeromodelling. Parameter-parameter ini bisa dijadikan pedoman untuk memilih baling-baling sesuai dengan kebutuhan[11]:

9 14 1. Diameter dan pitch Semua baling-baling RC yang tersedia memiliki 2 buah ukuran, yaitu diameter dan pitch. Diameter dihitung berdasarkan diameter lingkaran yang dibentuk saat balingbaling berputar. Jika baling-baling dianalogikan sebagai sebuah sekrup, pitch merupakan jarak yang ditempuh oleh baling-baling jika diputar 1 putaran penuh. Semakin panjang diameter dan pitch baling-baling semakin banyak pula udara yang disapu dan semakin besar pula daya dorong yang dihasilkan. Tapi diameter dan pitch dari baling-baling ini harus disesuaikan dengan motor dan sumber daya yang digunakan. iasanya produsen motor sudah memeberikan spesifikasi baling-baling untuk motor-nya. Satuan dari diameter dan pitch dari baling-baling RC adalah inch. aling-baling dengan ukuran 10x4.5 memiliki diameter 10 inch dan pitch 4.5 inch. 2. Jumlah bilah Umumnya, jumlah bilah pada baling-baling RC aeromodelling adalah 2 bilah. Tetapi ada beberapa yang menggunakan 3 bilah dan 4 bilah. Semakin banyak bilah pada baling-baling menyebabkan semakin banyak udara yang disapu sehingga menghasilkan daya dorong yang lebih besar. Semakin banyak bilah juga menuntut motor dengan torsi yang lebih besar. iasanya penambahan jumlah bilah bertujuan untuk memperkecil diameter baling-baling, tentunya untuk menghasilkan performa yang sama (dengan motor yang sama) pitch-nya harus dikurangi.

10 15 ambar 2.6. aling-baling dengan ermacam Jumlah ilah 3. Arah putar Dengan arah gaya dorong yang sama, baling-baling RC aeromodelling memiliki dua jenis arah putaran: searah jarum jam (CW, clockwise) dan berkebalikan arah jarum jam (CCW, counter clockwise). Arah putar ini menentukan yawing moment yang dihasilkan dari baling-baling. Pada Quadcopter, dibutuhkan sepasang baling-baling CW dan CCW agar yawing moment saling menghilangkan. a b ambar 2.7. aling-baling CW(a) dan CCW(b)

11 Attitude Heading Reference System (AHRS) Informasi orientasi pesawat sangat penting untuk diketahui oleh sistem pengendali utama pesawat. Informasi ini akan menjadi sumber masukan bagi pengendali utama untuk mengendalikan kecepatan motor demi mempertahankan sudut orientasi yang telah ditentukan. Untuk mengetahui orientasi pesawat dalam ruang, Quadcopter membutuhkan sebuah piranti elektronik yang disebut Attitude Heading Reference System (AHRS). AHRS merupakan integrasi dari beberapa sensor dan menggunakan perhitungan tertentu untuk memadukan data dari sensor-sensor tersebut. Pada bagian selanjutnya akan dibahas teori dasar yang digunakan untuk membangun AHRS. Pembahasan dimulai dengan sensor-sensor yang digunakan, teori rotasi matrik dan algoritma yang dipakai untuk mendapatkan informasi orientasi yang akurat Akselerometer Akselerometer adalah sensor yang digunakan untuk mengukur percepatan atau perubahan kecepatan terhadap waktu. Sensor ini dipasang bersama benda yang akan diukur akselerasinya, seperti mengukur perubahan kecepatan roket yang meluncur atau digunakan untuk analisis getaran (vibration analysis) pada mesin, serta digunakan untuk mendeteksi gerak dan kemiringan pada smart phone. Pada aplikasinya dalam AHRS, akselerometer digunakan sebagai sensor pendeteksi arah percepatan gravitasi yang nantinya akan diolah menjadi sudut kemiringan pesawat terhadap bidang horisontal permukaan bumi

12 Konsep Akselerometer: Sistem Massa-Pegas Akselerometer dapat dianalogikan sebagai sebuah sistem massa-pegas (mass spring system) yang bekerja berdasarkan Hukum Newton dan Hukum Hooke. Prinsip kerja dari sensor ini akan dijelaskan sebagai berikut. ambar 2.8. Sistem Massa-Pegas sebagai Akselerometer Hukum Newton II menyatakan jika massa m dan mengalami percepatan sebesar a, maka ada gaya yang bekerja pada massa tersebut sesuai dengan persamaan 2.7: F ma (2.7) Hukum Hooke menyatakan jika pegas dengan konstanta pegas k direnggangkan sehingga berubah panjangnya sebesar Δx, maka ada gaya F yang bekerja pada pegas tersebut dinyatakan dalam persamaan 2.8: F k x (2.8) Pada ambar 2.8, diilustrasikan sebuah sistem dengan massa m 1 yang bebas bergerak secara horisontal pada sebuah bidang berdinding m 2. Massa m 1 dihubungkan ke dinding bidang m 2 oleh sebuah pegas. Awalnya bidang m 2 diam (ambar 2.8a) dan pegas dalam kondisi tidak merenggang. Pada ambar 2.8b, ada percepatan horisontal a yang

13 18 bekerja pada sistem ini yang menyebabkan pegas merenggang sebesar Δx. Renggangnya pegas ini dikarenakan adanya gaya yang bekerja pada m 1 akibat percepatan a. Dengan menggabungkan Hukum Newton dan Hukum Hooke didapatkan: ma kx (2.9) Dimana, k=konstanta pegas (N/m) Δx=perenggangan pegas (m) a=akselerasi sistem (m/s 2 ) Sehingga percepatan yang dialami oleh sistem sebesar: a k x m (2.10) Dengan persamaan 2.10, jika konstanta pegas dan massa diketahui, alat ukur percepatan dapat dibuat hanya dengan mengukur perubahan panjang dari pegas Sensor Akselerometer Elektronik dengan Teknologi MEMS Sensor akselerometer elektronik adalah sensor akselerometer yang hasil pengukuran akselerasinya dinyatakan dalam tegangan atau data digital. Seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa akselerometer dapat dibangun dengan massa yang dikaitkan dengan pegas, akselerometer elektronik memiliki prinsip yang sama dalam mengukur percepatan. Hanya saja tidak mungkin untuk membuat sensor dengan ukuran yang relatif besar seperti ambar 2.8. Hingga pada akhir abad 20 dikembangkan teknologi MEMS (Micro-Electro-Mechanical Systems), yang mampu menerapkan prinsip akselerometer massa-pegas ke dalam sebuah chip.

14 19 Akselerometer dengan teknologi MEMS memanfaatkan perubahan kapasitansi dua buah plat terhadap perubahan jarak antar plat tersebut karena pengaruh akselerasi dari luar. Prinsip kerja dari akselerometer kapasitif ini dijelaskan sebagai berikut. Pada ambar 2.9, terdapat plat yang tetap (Y) dan plat yang dapat bergerak secara elastis (X). Saat sistem mendapatkan akselerasi (ambar 2.9b), jarak antara kedua plat ini akan berubah dan menyebabkan kapasitansi kedua plat juga berubah. Selanjutnya dengan rangkaian elektronik perubahan kapasitansi ini diubah menjadi tegangan yang proporsional dengan akselerasi eksternal yang dirasakan oleh sistem. ambar 2.10 menunjukan foto mekanika pengindraan percepatan dari sebuah chip akselerometer dengan teknologi MEMS. Akselerasi Pegas Pegas X Y X Y b) Posisi normal tanpa percepatan a) Jarak X-Y merenggang karena akselerasi ambar 2.9. Struktur Akselerometer Elektronik

15 20 ambar Foto Mikroskopik Mekanik Akselerometer dengan Teknologi MEMS Percepatan Statis dan Dinamis pada Akselerometer Ada dua jenis percepatan yang dapat dideteksi oleh akselerometer, yaitu percepatan statis dan percepatan dinamis. Percepatan dinamis adalah percepatan yang dialami oleh benda bergerak, sedangkan percepatan statis adalah percepatan yang dialami oleh benda diam. Setiap benda dalam medan gravitasi bumi mendapatkan gaya tarik ke pusat bumi atau disebut gaya berat. Sebagai contoh, meskipun batu pada permukaan tanah kelihatan diam, tetapi ada percepatan statis yang bekerja pada batu tersebut karena pengaruh gaya tarik bumi. Dalam mengukur percepatan dengan akselerometer, perlu ditilik apakah percepatan statis atau dinamis yang bekerja pada sensor ini, karena hasil pengukuran akselerometer merupakan gabungan antara kedua percepatan ini. Misalnya benda yang mula-mula diam dan

16 21 bergerak mendatar terhadap permukaan bumi. enda tersebut mendapatkan dua percepatan, yaitu percepatan gerak (dinamis) dan percepatan gravitasi yang arahnya ke bawah (statis). a. massa-pegas dalam keadaan normal a b. pegas merenggang karena ada percepatan dinamis (a ) c. pegas mengerut karena ada percepatan statis (gravitasi) g ambar Percepatan Statis dan Dinamis pada Akselerometer Massa-Pegas Pada ambar 2.11 diperlihatkan akselerometer massa pegas untuk menjelaskan fenomena ini. Jika akselerometer massa pegas ini digerakkan searah tanda panah pada akselerometer (ambar 2.11a) maka pegas akan merenggang karena ada pengaruh gaya yang menimbulkan percepatan. Dengan asumsi bahwa ada gaya gravitasi yang bekerja menuju pusat bumi, jika akselerometer kita arahkan ke tanah (arah panah pada sensor menunjuk

17 22 pusat bumi, ambar 2.11b ) pegas tidak akan merenggang tetapi mengerut. Respon pegas terhadap percepatan statis (gaya berat) berlawanan dengan respon pegas terhadap percepatan dinamis meskipun kedua percepatan memiliki arah yang sama Sumbu Pengukuran Akselerometer Dalam mengukur percepatan, akselerometer memiliki sumbu pengukuran (axis). Percepatan yang searah dengan sumbu ini memiliki nilai maksimum, tetapi jika arah percepatan ini membentuk sudut maka besarnya percepatan yang terukur merupakan proyeksi percepatan yang bekerja terhadap sumbu pengukuran. Sumbu pengukuran a percepatan dari luar membentuk sudut α akselerometer α a cos percepatan yang dirasakan oleh akselerometer ambar Pengukuran Percepatan yang Membentuk Sudut Terhadap Sumbu Pengukuran. ambar 2.12 menunjukan proyeksi percepatan dinamis pada akselerometer yang hanya memiliki satu sumbu pengukuran. Akselerometer yang banyak tersedia biasanya memiliki lebih dari satu sumbu pengukuran yang saling tegak lurus. Sumbu pengukuran ini sama dengan sumbu pada sistem koordinat kartesian.

18 23 ambar Akselerometer dengan 3 sumbu pengukuran. Jumlah dari sumbu pengukuran akselerometer menentukan kapabilitas dari sensor ini. Untuk mendeteksi besar dan arah percepatan pada satu bidang dibutuhkan dua sumbu pengukuran, dan jika dalam ruang dibutuhkan tiga sumbu pengukuran. Pada pengaplikasiannya dalam AHRS, digunakan akselerometer 3 sumbu pengukuran untuk mendeteksi arah percepatan gravitasi dalam ruang. Karena percepatan gravitasi merupakan percepatan statis, maka sumbu pengukuran harus disesuaikan, mengingat arah percepatan statis berkebalikan dengan percepatan dinamis jika diukur oleh akselerometer. Sehingga akselerometer pada ambar 2.13 memiliki sumbu pengukuran dinamis dan statis seperti pada ambar z y x sumbu pengukuran statis x sumbu pengukuran dinamis y z ambar Sumbu pengukuran percepatan dinamis dan statis

19 Parameter Akselerometer Ada beberapa parameter penting yang dimiliki akselerometer yang tersedia di pasar. Parameter ini penting untuk diperhatikan dalam memilih tipe akselerometer untuk diaplikasikan dalam sebuah sistem. 1. Jumlah sumbu pengukuran (axis) Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa jumlah sumbu pengukuran ini menentukan kapabilitas akselerometer dalam mengukur besar dan arah percepatan. Sebagai contoh akselerometer ADXL202 produksi Analog Device[] memiliki dua sumbu pengukuran, sedangkan LIS3LV02DL produksi ST Microelectronics memiliki tiga sumbu pengukuran. 2. Nilai skala penuh (full scale) Nilai skala penuh merupakan percepatan maksimum yang dapat diukur oleh akselerometer. Nilai skala penuh biasanya mempunyai jangkauan positif dan negatif. Parameter ini penting untuk menentukan efektif tidaknya akselerometer yang akan dipilih terhadap aplikasi dimana akselerometer digunakan. Sebagai contoh, untuk mengukur akselerasi roket dengan percepatan maksimum 60g (588 m/s2, 1g=9.8 m/s2) akan sangat tidak efektif jika menggunakan ADXL202 yang memiliki skala penuh ±10g. 3. Antarmuka Dalam pengaplikasiannya akselerometer dihubungkan ke unit pemroses seperti mikrokontroler atau mikroprosesor. Ada dua jenis sistem antarmuka akselerometer untuk berhubungan dengan unit pengolah, yaitu analog dan digital. Pada antarmuka analog, hasil pengukuran percepatan direpresentasikan dalam tegangan keluaran sedangkan pada antarmuka digital percepatan hasil pengukuran direpresentasikan dengan data digital. Akselerometer dengan antarmuka digital menggunakan protokol komunikasi yang banyak

20 25 dipakai dalam sistem benam seperti I2C (Inter-Integrated Circuit), SPI (Serial Peripheral Interface) dan PWM (Pulse Width Modulation). Di dalam akselerometer dengan keluaran data digital sudah terdapat ADC (Analog Digital Converter) internal sehingga tidak diperlukan lagi ADC tambahan. 4. Frekuensi cuplik esarnya frekuensi cuplik akselerometer merupakan kemampuan akselerometer untuk memperbarui data percepatan dalam periode waktu tertentu. Parameter ini penting untuk diperhitungkan pada aplikasi akselerometer untuk mengukur jarak atau navigasi iroskop Elektronik Sensor giroskop adalah sensor yang dapat mengukur kecepatan angular dari sebuah objek di mana sensor ini terpasang. Sensor ini sering digunakan pada sistem navigasi pesawat untuk menentukan arah hadap. Pembahasan giroskop pada tugas akhir ini hanya dibatasi pada giroskop elektronik (prinsip kerjanya dan parameter-parameternya), agar pembahasan tidak melebar Prinsip Kerja iroskop arpu Tala Ada banyak metode untuk mendeteksi kecepatan sudut, antara lain vibrating ring gyroscope, tuning fork gyroscope, macro laser ring gyroscope dan piezoelectric plate gyroscope. Metode yang paling banyak digunakan dan diproduksi sampai sekarang adalah giroskop garpu tala Draper 2 (Draper tuning fork). 2 Charles Stark Draper Laboratory adalah organisasi riset non profit yang fokus terhadap perancangan dan pengembangan teknologi mutakhir untuk solusi masalah keamanan nasional, eksplorasi ruang angkasa, kesehatan dan energi. erlokasi di Cambridge, Massachusetts. Dibangun oleh Charles Stark Draper ( ) pada tahun 1930.

21 26 iroskop garpu tala dibuat dengan memanfaatkan resonansi dari dua buah resonantor yang bergetar yang disebabkan oleh efek Coriolis 3. Efek Coriolis adalah defleksi yang timbul pada kerangka acuan rotasi yang besarnya berbanding lurus dengan kecepatan rotasi. Fenomena ini dijelaskan sebagai berikut: ambar Meriam pada Piring esar yang erputar. Misal ada sebuah meriam pada pusat sebuah piring besar yang dapat berputar seperti pada ambar Saat piring besar tersebut tidak berputar dan peluru ditembakan dari pusat piring, pada umumnya peluru tersebut bergerak lurus dari pusat piring. Tetapi ketika piring besar tersebut berputar dan meriam menembakan sebuah peluru, maka peluru tersebut tidak memiliki lintasan lurus (seperti saat piring besar tidak berputar) tetapi berbelok. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh rotasi piring terhadap gerak dari peluru. Semakin cepat piring berputar, semakin besar pula pembelokan peluru yang terjadi. Fenomena inilah yang disebut dengan efek Coriolis. 3 Coriolis efect, pertama kali dikemukakan oleh seorang ilmuwan Perancis bernama aspard-ustave Coriolis ( ).

22 27 rotasi yang diukur z cor v y respon efek Coriolis vibrasi x ambar Efek Coriolis pada iroskop arpu Tala. Pada ambar 2.16, jika ada benda bergerak dengan kecepatan v searah sumbu y, dan mendapat pengaruh rotasi dengan kecepatan sudut pada sumbu z maka akan timbul akselerasi Coriolis cor yang searah dengan sumbu x: cor 2v (2.11) MEMS yroscope dibangun berdasarkan prinsip Coriolis pada sebuah garpu tala yang bergetar seperti pada ambar Jika garpu tala pada ambar 2.16 digetarkan pada sumbu y dan garpu tala tersebut diputar pada sumbu z, maka dengan prinsip Coriolis akan timbul getaran juga pada arah sumbu x. Semakin cepat garpu tala ini diputar, maka akan semakin besar getaran yang dirasakan pada sumbu x. Selanjutnya dengan rangkaian elektronik getaran pada sumbu x ini dikonversikan ke dalam besaran elektrik sehingga kecepatan putar dapat dengan mudah diukur dan diolah.

23 28 Dengan teknologi MEMS, sangat dimungkinkan untuk membuat giroskop dalam ukuran sangat kecil, meskipun di dalamnya terdapat sistem mekanik yang rumit. ambar[] menunjukan foto mekanik giroskop garpu tala Draper dengan teknologi MEMS. ambar Prototipe Pertama MEMS yroscope arpu Tala Draper Laboratory Seiring dengan berkembang pesatnya teknologi MEMS, membuat MEMS gyroscope menjadi semakin kecil, kompak dan murah. anyak produsen komponen elektronik yang mengembangkan MEMS gyro ini, diantaranya adalah ST Microelectronics, Analog Device dan InvenSense Sumbu Pengukuran iroskop Sama halnya dengan akselerometer, giroskop memiliki sumbu pengukuran. Rotasi dideteksi berdasarkan sumbu pengukuran yang menjadi poros rotasi. Ada banyak giroskop yang tersedia di pasar dan beberapa diantaranya memiliki lebih dari satu sumbu pengukuran yang artinya ada lebih dari satu giroskop dalam sebuah chip. Sumbu-sumbu rotasi pengukuran tersebut saling tegak lurus sehingga posisi masing-masing giroskop didalamnya juga saling tegak lurus.

24 29 Pada penggunaannya dalam AHRS pada Tugas Akhir ini digunakan giroskop dengan tiga sumbu pengukuran seperti pada ambar ambar Sumbu Pengukuran Digital yroscope IT3205[4] Parameter Sensor iroskop Sensor gyroscope memiliki beberapa parameter yang menentukan karakteristik dan kualitas dari sensor ini: 1. Resolusi Resolusi dari gyroscope merupakan kecepatan putar minimum yang dapat dideteksi oleh sensor. Pada gyroscope dengan keluaran data digital, resolusi dinyatakan dalam satuan bit terkecil per kecepatan putar atau LS/( /s). iroskop dengan resolusi tinggi dapat mendeteksi perubahan orientasi yang kecil. 2. Full-scale Range Full-scale Range merupakan jangkauan maksimum besarnya kecepatan putar yang dapat dideteksi oleh sensor. Sebagai contoh, sensor gyroscope IT3205[..] memiliki fullscale range sebesar ±2000 /s. Artinya, sensor ini dapat mendeteksi kecepatan putar maksimum 2000 dalam satu detik atau rad/s.

25 30 3. ZRO (Zero Rate Output) Zero Rate Output pada sensor gyroscope merupakan besarnya keluaran sensor saat diam (tidak berotasi). Dalam implementasinya untuk mengukur arah hadap, yaitu dengan mengintegralkan kecepatan sudut (keluaran gyroscope), keluaran giroskop harus di-offset dengan ZRO-nya terlebih dahulu agar nilai ZRO ini tidak ikut diintegralkan dari waktu ke waktu. 4. Short- or Long-term Drift Pada saat diam, meskipun sudah di-offset dengan ZRO, data keluaran sensor gyroscope tidak akan tetap 0 /s, tapi berubah-ubah. Perubahan ini kecil dan dengan frekwensi yang lambat, akan tetapi sangat terasa nantinya jika diintegralkan dalam jangka waktu yang lama. Short- or Long-term Drift merupakan nilai peak-to-peak dari keluaran giroskop saat tidak ada rotasi. 5. Jumlah sumbu pengukuran Ada banyak gyroscope yang diproduksi yang memiliki lebih dari satu sumbu pengukuran. Misalnya LPY503AL produksi ST Microelectronics[20] memiliki 2 sumbu pengukuran dan IT3205 produksi Invensense[19] memiliki 3 sumbu pengukuran. Jumlah sumbu pengukuran menentukan kapabilitas dari giroskop dalam mendeteksi rotasi. Misalnya, giroskop dengan hanya dua sumbu pengukuran tidak cukup untuk menentukan arah hadap dalam ruang. Untuk mengukur rotasi atau arah hadap dalam ruang dibutuhkan 3 sumbu pengukuran.

26 Orientasi Kinematik Pada bagian ini akan membahas perhitungan kinematis dari orientasi pesawat terhadap bumi yang direpresentasikan dengan rotasi matrik Sistem Koordinat Orientasi kinematik selalu berkaitan dengan perhitungan orientasi relatif dari sistem koordinat lokal pesawat (body frame) ke sistem koordinat bumi (ground frame)[12]. Setiap sensor pada pesawat baik akselerometer maupun giroskop bekerja pada sistem koordinat lokal pesawat, sedangkan orientasi dari pesawat yang berkaitan erat dengan gaya gravitasi bumi ditilik dari sistem koordinat bumi. ambar ody Frame dan round Frame Pada pembahasan ini, titik asal kedua sistem koordinat dipertemukan pada titik yang sama untuk memudahkan analisis rotasi. Sistem koordinat bumi menggunakan notasi OXYZ dan sistem koordinat lokal pesawat dinotasikan sebagai Oxyz. Vektor satuan untuk sistem koordinat bumi (OXYZ) adalah I, J dan K. Sedangkan vektor satuan untuk sistem koordinat lokal pesawat adalah i, j dan k. Dua sistem koordinat ini divisualisasikan pada ambar 2.19.

27 32 Pada sistem koordinat bumi, vektor satuan I, J dan K ditulis sebagai: I 0, J 1, K (2.12) Pada sistem koordinat lokal, vektor satuan i, j dan k ditulis sebagai: i 0, j 1, k (2.13) Representasi Orientasi dengan Rotasi Matrik Pada bagian ini akan dibahas bagaimana merepresentasikan vektor pada sistem koordinat lokal ke sistem koordinat bumi dan sebaliknya. Vektor i jika dilihat dari sistem koordinat bumi dinotasikan sebagai i : i i i i x y z (2.14) Selanjutnya, ix pada sistem koordinat bumi merupakan proyeksi vektor i ke sumbu X pada sistem koordinat bumi: Di mana cos( X, i) i i cos( X, i) x i i cos( I, i) x merupakan nilai kosinus sudut yang dibentuk vektor I dan i. (2.15) (2.16)

28 33 Karena panjang vektor satuan I dan i bernilai 1, maka: cos( I, i) ix (2.17) atau bisa ditulis: i I i cos( I, i) x ix I i (2.18) (2.19) Dengan cara yang sama pada Sehingga vektor i dapat ditulis: Dengan cara yang sama pada Selanjutnya dibentuk matrik i y dan i z diperoleh: iy iz J i K i I i i J i K i j dan k didapatkan: I j I k j J j, k J k K j K k R dari vektor i, j dan k : R i j k (2.20) (2.21) (2.22) (2.23)

29 I i I j Ik Ki K j Kk R J i J j J k cos( I, i) cos( I, j) cos( I, k) R cos( J, i) cos( J, j) cos( J, k) cos( K, i) cos( K, j) cos( K, k) Dengan cara yang sama, vektor satuan pada sistem koordinat bumi ( I, J, K 34 (2.24) (2.25) ) jika ditilik dari sistem koordinat lokal dapat diperoleh dengan mengganti notasi I, J, K menjadi i, j, k: I i I I j I k, J i J J j J k, K i K K j K k (2.26) Sehingga, jika dibentuk dalam sebuah matrik R menjadi: R I J K I i J i Ki I k J k Kk R I j J j K j cos( I, i) cos( J, i) cos( I, i) R cos( I, j cos( J, j) cos( J, j) cos( I, k cos( J, k) cos( K, k) (2.27) (2.28) (2.29)

30 35 Matrik R dan R merupakan Direction Cosine Matrix (DCM) karena berisi kosinus dari semua kemungkinan kombinasi vektor satuan pada sistem koordinat bumi dan sistem koordinat lokal. DCM disebut juga matrik rotasi karena mendefinisikan rotasi dari kerangka acuan satu ke kerangka acuan lainnya. Dengan DCM, vektor pada sistem koordinat lokal dapat didefinisikan pada sistem koordinat bumi dan sebaliknya. Ditinjau vektor r pada sistem koordinat lokal: r r r r x y z (2.30) Vektor r akan dihitung pada sistem koordinat bumi dengan memanfaatkan DCM. Pada sistem koordinat bumi vektor r dinotasikan: r r r r x y z (2.31) Ditinjau salah satu komponen vektor r x sebagai proyeksi vektor r terhadap sumbu X (koordinat bumi): r r cos( I, r ) x (2.32) Karena rotasi tidak mengubah panjang vektor dan sudut antara dua vektor, maka: r r (2.33) (2.34)

31 36 I I 1 cos( I, r ) cos( I, r ) (2.35) Sehingga persamaan 2.32 dapat ditulis: r I r cos( I, r ) x r I r x (2.36) (2.37) erdasarkan persamaan 2.21: I i r x rx I j ry I k rz (2.38) r ( Ii) r ( I j) r ( I k) r x x y z (2.39) Dengan cara yang sama didapatkan: r ( J i) r ( J j) r ( J k) r y x y z r ( K i) r ( K j) r ( K k) r z x y z (2.40) (2.41) Sehingga jika dituliskan dengan matrik:

32 37 I i I j Ik r x Ki K j Kk rz r R r r J i J j J k ry (2.42) (2.43) Pada persamaan 2.43 dapat dicermati bahwa vektor r pada sistem koordinat lokal ( pada sistem koordinat bumi. Vektor r yang r ) dirotasikan oleh R menjadi vektor r bekerja pada sistem koordinat lokal pesawat bisa berupa kecepatan translasi, kecepatan sudut, gaya, percepatan dan vektor-vektor lainnya. Untuk mempermudah penulisan dan membedakan setiap komponen pada R dan R, digunakan notasi sebagai berikut: r r r Xx Xy Xy R ryx ryy ryz r r r Zx Zy Zz rxx ryx rzx T R ( R ) rxy ryy r Zy rxz ryz r Zz (2.44) (2.45)

33 Rotasi Matrik dan Sudut Euler 3 Sudut Euler adalah 3 sudut yang membentuk rotasi sebuah objek dalam ruang ( ). Sehingga dibutuhkan 3 parameter untuk merepresentasikan orientasi sebuah objek pada sistem 3 dimensi Sudut-sudut itu antara lain: rotasi dengan sumbu rotasi sumbu x, disebut dengan roll (φ) rotasi dengan sumbu rotasi sumbu y, disebut dengan pitch (θ) rotasi dengan sumbu rotasi sumbu z, disebut dengan yaw (ψ) Dalam kaitannya dengan rotasi matrik, ketiga sudut Euler ini dapat membentuk rotasi matrik dengan persamaan 2.46: cos cos sin cos cos cos sin cos sin cos sin sin R cos sin sin sin sin cos sin sin sin cos sin sin cos cos cos (2.46) Hal yang perlu diperhatikan pada pembentukan rotasi matrik dengan 3 sudut Euler (atau sebaliknya) adalah urutan rotasi, karena urutan rotasi yang berbeda membentuk orientasi yang berbeda, meskipun besarnya sudut-sudut pembentuk sama besarnya. Pada persamaan 2.46, urutan yang dipakai adalah z-y-x atau yaw-pitch-roll Algoritma DCM-IMU (Direction Cosine Matrix Inertial Measurement Unit) Peran utama dari AHRS adalah mengolah data-data sensor untuk menghasilkan tiga sudut Euler (roll, pitch dan yaw) yang tepat dan akurat. Sudut-sudut ini merupakan representasi orientasi pesawat di udara terhadap kerangka acuan bumi. Selanjutnya, data tiga sudut ini dimanfaatkan oleh pengendali gerak motor sebagai masukan umpan balik dari sistem kendali loop tertutup.

34 39 Sebenarnya, sensor akselerometer dapat digunakan untuk mengukur sudut roll dan pitch, dengan menghitung arah percepatan gravitasi. Namun, ada tiga alasan yang menyebabkan sensor ini tidak bisa langsung digunakan sebagai sumber informasi tunggal untuk orientasi pesawat: 1. Pengaruh percepatan dinamis Percepatan yang bekerja pada pesawat bukan hanya percepatan gravitasi, tetapi juga percepatan dinamis. Pesawat tidak akan hanya melayang dan diam (hovering), tetapi juga bergerak dan timbul percepatan dinamis yang dirasakan oleh akselerometernya. Sehingga percepatan dinamis akan mengganggu pengukuran percepatan statis (gravitasi bumi), yang mengakibatkan pengukuran arah percepatan gravitasi menjadi tidak akurat. Akan tetapi, pesawat tidak akan selalu mengalami percepatan atau perlambatan. Ada kondisi di mana pesawat bergerak dengan kecepatan konstan. Pada kondisi ini, arah percepatan gravitasi dapat diukur, karena tidak ada percepatan dinamis yang bekerja pada akselerometer. 2. Pengaruh vibrasi Akselerometer peka terhadap getaran yang ditimbulkan oleh sistem mekanik pesawat seperti motor dan baling-baling. Hal ini mengakibatkan pengukuran arah percepatan statis gravitasi menjadi terganggu akibat percepatan dinamis dari getaran. Meskipun demikian, vibrasi pada akselerometer dapat diatasi dengan beberapa metode filter digital seperti LPF (Low Pass Filter), MA (Moving Average) dan tapis Kalman.

35 40 3. Keterbatasan pengukuran sudut yaw Akselerometer hanya mendeteksi arah percepatan gravitasi untuk mendapatkan sudut roll dan pitch. Pada saat akselerometer dalam kondisi mendatar, tidak ada proyeksi percepatan gravitasi untuk mendapatkan sudut yaw. erbeda dengan akselerometer, giroskop hampir tidak terpengaruh oleh getaran dan percepatan dinamis translasi. Keluaran dari giroskop merupakan kecepatan sudut, integral terhadap waktu dari keluaran giroskop ini adalah sudut. Namun karena giroskop memiliki short-or-long term drift, semakin lama hasil integral tidak akan menghasilkan sudut yang tepat. Algoritma DCM-IMU[16] menggabungkan kedua sensor ini untuk mendapatkan informasi orientasi pesawat yang akurat. Algoritma ini bekerja menggunakan rotasi matrik yang selanjutnya diubah menjadi sudut-sudut Euler. Rotasi matrik dibentuk dari kecepatan angular giroskop. Selanjutnya, dengan arah vektor gravitasi bumi oleh akselerometer, drift dari rotasi matrik hasil pembentukan giroskop dideteksi dan menghasilkan drift error. Drift error ini diumpankan balik dengan kontrol PI (Proposional Integral) sebagai koreksi error yang terjadi. ambar 2.20 menunjukan blok diagram dari proses algoritma DCM-IMU.

36 41 roll(φ) giroskop ω + - update rotasi matrik R normalisasi R R Euler pitch(θ) yaw(ψ) kontrol PI drift error detektor drift vektor gravitasi akselerometer arah utara magnet bumi magnetometer ambar lok Diagram Algoritma DCM-IMU Pembentukan Rotasi Matrik dari Kecepatan Sudut iroskop Rotasi matrik dapat dibentuk dengan perubahan sudut sesuai dengan persamaan 2.47: 0 dz d y R ( t dt) R ( t) R ( t) d z 0 d x d y d x 0 1 d z d y R ( t dt) R ( t) d z 1 d x d y d x 1 (2.47) (2.48) karena, d dt (2.49) maka,

37 42 1 zdt ydt R ( t dt) R ( t) zdt 1 xdt ydt xdt 1 (2.50) dimana, R = matrik rotasi x =kecepatan sudut pada sumbu x y =kecepatan sudut pada sumbu y z =kecepatan sudut pada sumbu z Dengan persamaan 2.50, rotasi matrik dapat dibentuk dengan data kecepatan sudut pada giroskop. Namun, karena adanya kemungkinan numerical error pada pembacaan sensor giroskop, menyebabkan rotasi yang dibentuk tidak memenuhi orthogonalitas matrik rotasi. Sehingga perlu dilakukan koreksi orthogonalitas dan normalisasi. Matrik rotasi memiliki vektor-vektor baris yang saling tegak lurus. Seharusnya, perkalian dot antar vektor baris pada matrik rotasi bernilai 0, karena adanya numerical error pada pembacaan giroskop menyebabkan vektor-vektor baris (juga berlaku pada kolom) dari matrik rotasi tidak saling tegak lurus dan perkalian dot antar vektor baris ini 0. X r r r Xx Xy Xz, Y r r r Yx Yy Yz, Z r r r Zx Zy Zz (2.51)

38 43 r r Xx Yx Xy ryy error X Y r r Xz r Yz (2.52) Selanjutnya untuk mengatasi kondisi ini, setengah dari error dibagikan kepada kedua vektor baris: rxx error rxy X orthogonal X Y 2 r Xz orthogonal (2.53) (2.54) r Yx error ryy Y orthogonal Y X 2 r Yz orthogonal Untuk memperoleh Z orthogonal, digunakan cross product dari kedua vektor baris yang sudah orthogonal: Z X Y orthogonal orthogonal orthogonal (2.55) Langkah selanjutnya adalah menjaga magnitude dari masing-masing vektor agar bernilai 1. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah membagi setiap vektor baris dengan magnitude-nya. Cara ini kurang efektif jika diimplementasikan dalam mikrokontroler dengan keterbatasan memori dan kecepatan, karena melibatkan operasi akar dalam mencari

39 44 magnitude. Cara alternatif yang dapat dipakai adalah dengan menggunakan ekspansi Taylor untuk memastikan magnitude dari setiap vektor baris agar bernilai 1. 1 X 3 X X X 2 norm orthogonal orthogonal orthogonal 1 Y 3 Y Y Y 2 norm orthogonal orthogonal orthogonal 1 Z 3 Z Z Z 2 norm orthogonal orthogonal orthogonal (2.56) (2.57) (2.58) Koreksi Drift Pada proses sebelumnya telah didapatkan matrik rotasi bentukan giroskop yang orthogonal. Namun, matrik rotasi ini belum akurat untuk merepresentasikan orientasi pesawat terhadap kerangka acuan bumi, karena orientasi pesawat pada saat sistem mulai bekerja belum diketahui. Masalah kedua adalah drift dan error kuantisasi dari pembacaan giroskop menyebabkan rotasi matrik merambat berubah tidak sesuai dengan kenyataan fisik. Untuk mengatasi masalah tersebut digunakan akselerometer sebagai referensi arah percepatan gravitasi. Jika diasumsikan tidak ada percepatan dinamis yang bekerja pada pesawat, dari data akselerometer didapatkan vektor gravitasi yang terukur pada sistem koordinat lokal pesawat: A A A A x y z (2.59)

40 45 erdasarkan rotasi matrik yang telah terbentuk, vektor gravitasi pada sistem koordinat bumi jika dilihat dari sistem koordinat lokal adalah: R rxx ryx rzx 0 rxy ryy r Zy 0 rxz ryz r Zz 1 r r r Zx Zy Zz (2.60) (2.61) (2.62) Seharusnya vektor A dan akan sama jika rotasi matrik yang dibentuk adalah tepat. Tetapi karena adanya error yang telah disinggung sebelumnya, error pitch roll diperoleh dengan cross product dari kedua vektor: errorroll _ pitch A (2.63) Kesalahan pada sudut roll dan pitch dapat dideteksi dengan menggunakan persamaan Selanjutnya untuk mendeteksi error yaw digunakan arah hadap dari kompas digital.

41 46 Jika vektor M merupakan vektor arah utara magnet bumi pada sistem koordinat lokal pesawat: Dan vektor M x M M y M z U merupakan vektor arah utara pada sistem koordinat bumi: 1 U 0 0 Maka dengan cara yang sama error yaw diperoleh: erroryaw M U (2.64) (2.65) (2.66) Selanjutnya error keseluruhan didapatkan: error error error roll _ pitch _ yaw roll _ pitch yaw (2.67) Untuk mengkompensasi kesalahan rotasi matrik yang terbentuk, error yang dideteksi melalui perhitungan sebelumnya diumpankan ke proses pembentukan matrik rotasi dengan kontrol PI (propotional-integral). Penggunaan kontrol loop tertutup ini bertujuan untuk mendapatkan koreksi yang cepat dan tepat terhadap rotasi matrik yang dibentuk.

42 Perhitungan 3 Sudut Euler dari Matrik Rotasi Sudut-sudut Euler merupakan representasi orientasi yang tepat dan mudah diiplementasikan sebagai input kendali gerak pesawat. Sebagai contoh, untuk menjaga keseimbangan pesawat saat dalam kondisi hovering (melayang diam), sistem kendali gerak harus menjaga sudut pitch dan roll agar tetap 0 (datar terhadap permukaan bumi). Setelah matrik rotasi sudah terbentuk dan terkoreksi, selanjutnya dengan persamaan 4, dari matrik rotasi ini didapatkan sudut-sudut Euler: rzy arctan rzz arcsin r Zx r Yx arctan rzx (2.68) (2.69) (2.70)

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Pada skripsi ini dilakukan beberapa pengujian dan percobaan untuk mendapatkan hasil rancang bangun Quadcopter yang stabil dan mampu bergerak mandiri (autonomous). Pengujian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Mikrokontroller AVR Mikrokontroller adalah suatu alat elektronika digital yang mempunyai masukan serta keluaran serta dapat di read dan write dengan cara khusus. Mikrokontroller

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Pitch Roll Yaw Pada Quadcopter. (Syahrizal Rangku, 2014 : 5)

Gambar 2.1 Pitch Roll Yaw Pada Quadcopter. (Syahrizal Rangku, 2014 : 5) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Quadcopter Quadcopter adalah salah satu jenis pesawat tanpa awak yang memiliki 4 buah motor sebagai penggerak propeller yang menghasilkan gaya angkat. Gaya angkat pada 4 buah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Quadrotor. Quadrotor merupakan salah satu jenis wahana yang dapat terbang dan

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Quadrotor. Quadrotor merupakan salah satu jenis wahana yang dapat terbang dan BAB II DASAR TEORI 2.1 Quadrotor Quadrotor merupakan salah satu jenis wahana yang dapat terbang dan mendarat secara vertikal. Kemampuan tersebut didapatkan dengan menggunakan 4 buah motor dan baling-baling

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Pada bab ini akan dibahas mengenai pengujian alat serta analisis dari hasil pengujian. Tujuan dilakukan pengujian adalah mengetahui sejauh mana kinerja hasil perancangan wireless

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian. Perkembangan teknologi MEMS (Micro Electro Mechanical System)

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian. Perkembangan teknologi MEMS (Micro Electro Mechanical System) BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Sensor adalah jenis tranduser yang digunakan untuk mengubah besaran mekanis, magnetis, panas, sinar, dan kimia menjadi tegangan dan arus listrik. Sensor sering digunakan

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Gerakan quadcopter (http://www.iofer.com/d0n24-axis-hj450-strong-smooth-quadcopter)

Gambar 2.1 Gerakan quadcopter (http://www.iofer.com/d0n24-axis-hj450-strong-smooth-quadcopter) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Quadcopter Quadcopter merupakan pesawat tanpa awak yang memiliki empat buah motor dan baling-baling di tiap ujung-ujung kerangka utama. Bagian tengah digunakan untuk peletakkan,

Lebih terperinci

Pemodelan Sistem Kontrol Motor DC dengan Temperatur Udara sebagai Pemicu

Pemodelan Sistem Kontrol Motor DC dengan Temperatur Udara sebagai Pemicu Pemodelan Sistem Kontrol Motor DC dengan Temperatur Udara sebagai Pemicu Brilliant Adhi Prabowo Pusat Penelitian Informatika, LIPI brilliant@informatika.lipi.go.id Abstrak Motor dc lebih sering digunakan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN MENGENAI INERTIAL NAVIGATION SYSTEM

BAB III TINJAUAN MENGENAI INERTIAL NAVIGATION SYSTEM 32 BAB III TINJAUAN MENGENAI INERTIAL NAVIGATION SYSTEM 3.1 Pergerakan rotasi wahana terbang Wahana terbang seperti pesawat terbang dan helikopter mempunyai sistem salib sumbu x, y, dan z di mana masing-masing

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. robotika. Salah satu alasannya adalah arah putaran motor DC, baik searah jarum jam

BAB 2 LANDASAN TEORI. robotika. Salah satu alasannya adalah arah putaran motor DC, baik searah jarum jam BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jenis Jenis Motor DC Motor DC merupakan jenis motor yang paling sering digunakan di dalam dunia robotika. Salah satu alasannya adalah arah putaran motor DC, baik searah jarum jam

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA II.1 Umum Motor induksi merupakan motor arus bolak balik ( AC ) yang paling luas digunakan dan dapat dijumpai dalam setiap aplikasi industri maupun rumah tangga. Penamaannya

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM KENDALI GERAK PADA PLATFORM ROBOT PENGANGKUT

PERANCANGAN SISTEM KENDALI GERAK PADA PLATFORM ROBOT PENGANGKUT PERANCANGAN SISTEM KENDALI GERAK PADA PLATFORM ROBOT PENGANGKUT Ripki Hamdi 1, Taufiq Nuzwir Nizar 2 1,2 Jurusan Teknik Komputer Unikom, Bandung 1 qie.hamdi@gmail.com, 2 taufiq.nizar@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Letak CoM dan poros putar robot pada sumbu kartesian.

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Letak CoM dan poros putar robot pada sumbu kartesian. BAB II DASAR TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa teori pendukung yang digunakan sebagai acuan dalam merealisasikan sistem yang dirancang. Teori-teori yang digunakan dalam realisasi skripsi ini antara

Lebih terperinci

GENERATOR SINKRON Gambar 1

GENERATOR SINKRON Gambar 1 GENERATOR SINKRON Generator sinkron merupakan mesin listrik arus bolak balik yang mengubah energi mekanik menjadi energi listrik arus bolak-balik. Energi mekanik diperoleh dari penggerak mula (prime mover)

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. maka dari hukum Newton diatas dapat dirumuskan menjadi: = besar dari gaya Gravitasi antara kedua massa titik tersebut;

BAB II DASAR TEORI. maka dari hukum Newton diatas dapat dirumuskan menjadi: = besar dari gaya Gravitasi antara kedua massa titik tersebut; BAB II DASAR TEORI Pada bab ini penulis akan menjelaskan teori - teori penunjang yang diperlukan dalam merancang dan merealisasikan tugas akhir ini. Teori - teori yang digunakan adalah gaya gravitasi,

Lebih terperinci

SELF-STABILIZING 2-AXIS MENGGUNAKAN ACCELEROMETER ADXL345 BERBASIS MIKROKONTROLER ATmega8

SELF-STABILIZING 2-AXIS MENGGUNAKAN ACCELEROMETER ADXL345 BERBASIS MIKROKONTROLER ATmega8 SELF-STABILIZING 2-AXIS MENGGUNAKAN ACCELEROMETER ADXL345 BERBASIS MIKROKONTROLER ATmega8 I Nyoman Benny Rismawan 1, Cok Gede Indra Partha 2, Yoga Divayana 3 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

Universitas Medan Area

Universitas Medan Area BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori Generator listrik adalah suatu peralatan yang mengubah enersi mekanis menjadi enersi listrik. Konversi enersi berdasarkan prinsip pembangkitan tegangan induksi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kecepatan

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kecepatan BAB II DASAR TEORI Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan pada Bab I, tujuan skripsi ini adalah merancang sistem forensik digital pada kendaraan bermotor khususnya disini sepeda motor.

Lebih terperinci

BAB II HARMONISA PADA GENERATOR. Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang

BAB II HARMONISA PADA GENERATOR. Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang BAB II HARMONISA PADA GENERATOR II.1 Umum Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang digunakan untuk menkonversikan daya mekanis menjadi daya listrik arus bolak balik. Arus

Lebih terperinci

SISTEM KENDALI POSISI MOTOR DC Oleh: Ahmad Riyad Firdaus Politeknik Batam

SISTEM KENDALI POSISI MOTOR DC Oleh: Ahmad Riyad Firdaus Politeknik Batam SISTEM KENDALI POSISI MOTOR DC Oleh: Ahmad Riyad Firdaus Politeknik Batam I. Tujuan 1. Mampu melakukan analisis kinerja sistem pengaturan posisi motor arus searah.. Mampu menerangkan pengaruh kecepatan

Lebih terperinci

terhadap gravitasi, sehingga vektor gravitasi dapat diestimasi dan didapatkan dari pengukuran. Hasil akselerasi lalu diintregasikan untuk mendapatkan

terhadap gravitasi, sehingga vektor gravitasi dapat diestimasi dan didapatkan dari pengukuran. Hasil akselerasi lalu diintregasikan untuk mendapatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada kurun waktu yang singkat, Unmanned Aerial Vehicle (UAV) telah menarik banyak perhatian warga sipil, karena keunggulan mesin ini yang dapat berfungsi

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya-gaya pada benda 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gerak objek 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

BAB II MOTOR SINKRON. 2.1 Prinsip Kerja Motor Sinkron

BAB II MOTOR SINKRON. 2.1 Prinsip Kerja Motor Sinkron BAB II MTR SINKRN Motor Sinkron adalah mesin sinkron yang digunakan untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik. Mesin sinkron mempunyai kumparan jangkar pada stator dan kumparan medan pada rotor.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB IV HASIL DAN ANALISA BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Perancangan Hasil perancangan pada sistem ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu hasil perancangan quadrotor, embedded system dan ground control. 4.1.1 Hasil Perancangan

Lebih terperinci

Mekatronika Modul 9 Motor Stepper

Mekatronika Modul 9 Motor Stepper Mekatronika Modul 9 Motor Stepper Hasil Pembelajaran : Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan karakteristik dari Motor Stepper Tujuan Bagian ini memberikan informasi mengenai karakteristik dan penerapan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Pengaturan keseimbangan robot merupakan suatu cara agar robot dapat setimbang. Dengan menggunakan 2 roda maka akan lebih efisien dalam hal material dan juga karena tidak

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dibahas mengenai perancangan dan realisasi sistem yang dibuat. Gambar 3.1 menunjukkan blok diagram sistem secara keseluruhan. Anak Tangga I Anak Tangga II Anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi di bidang transportasi terus berkembang pesat. Hal ini ditandai dengan bermunculannya kendaraan yang modern dan praktis

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI PERANGKAT KERAS

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI PERANGKAT KERAS BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI PERANGKAT KERAS 3.1. Spesifikasi Perancangan Perangkat Keras Secara sederhana, perangkat keras pada tugas akhir ini berhubungan dengan rancang bangun robot tangan. Sumbu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perancangan dan pembuatan skripsi ini, memerlukan beberapa teori-teori yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perancangan dan pembuatan skripsi ini, memerlukan beberapa teori-teori yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perancangan dan pembuatan skripsi ini, memerlukan beberapa teori-teori yang dapat menunjang pembuatan skripsi ini. Teori tersebut dapat mengambil dari buku, internet, maupun dari

Lebih terperinci

PERANCANGAN KONTROL NON-LINIER UNTUK KESTABILAN HOVER PADA UAV TRICOPTER DENGAN SLIDING MODE CONTROL

PERANCANGAN KONTROL NON-LINIER UNTUK KESTABILAN HOVER PADA UAV TRICOPTER DENGAN SLIDING MODE CONTROL Presentasi Tesis PERANCANGAN KONTROL NON-LNER UNTUK KESTABLAN HOVER PADA UAV TRCOPTER DENGAN SLDNG MODE CONTROL RUDY KURNAWAN 2211202009 Dosen Pembimbing: DR. r. Mochammad Rameli r. Rusdhianto Effendie

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN SRM (switched reluctance motor) atau sering disebut variable reluctance motor adalah mesin listrik sinkron yang mengubah torsi reluktansi menjadi daya mekanik. SRM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan sistem kendali yang efektif, efisien dan tepat. Sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan sistem kendali yang efektif, efisien dan tepat. Sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Motor DC (Direct Current) adalah motor yang menggunakan sumber tegangan searah. Terdapat beberapa jenis motor DC yang tersedia, diantaranya adalah motor DC dengan kumparan

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI KONTROLER PID UNTUK AUTONOMOUS MOVING FORWARD MANUEVER PADA QUADCOPTER

PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI KONTROLER PID UNTUK AUTONOMOUS MOVING FORWARD MANUEVER PADA QUADCOPTER PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI KONTROLER PID UNTUK AUTONOMOUS MOVING FORWARD MANUEVER PADA QUADCOPTER By : Zam Yusuf / 10105063 Dosen Pembimbing : Ir. Ali Fatoni,MT. AGENDA PRESENTASI 1. Pendahuluan. Perancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efesiensi, torsi, kecepatan tinggi dan dapat divariasikan, serta biaya perawatan

BAB I PENDAHULUAN. efesiensi, torsi, kecepatan tinggi dan dapat divariasikan, serta biaya perawatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan teknologi, kebutuhan akan motor yang memiliki efesiensi, torsi, kecepatan tinggi dan dapat divariasikan, serta biaya perawatan rendah semakin meningkat.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO TUGAS AKHIR ISWAN PRADIPTYA L2E FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN

UNIVERSITAS DIPONEGORO TUGAS AKHIR ISWAN PRADIPTYA L2E FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN UNIVERSITAS DIPONEGORO RANCANG BANGUN WAHANA TERBANG TANPA AWAK QUADROTOR DENGAN SISTEM KENDALI KESTABILAN ORIENTASI ROLL DAN PITCH TUGAS AKHIR ISWAN PRADIPTYA L2E 006 058 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II MOTOR ARUS SEARAH. searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Pada prinsip

BAB II MOTOR ARUS SEARAH. searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Pada prinsip BAB II MOTOR ARUS SEARAH 2.1. Umum Motor arus searah (DC) adalah mesin yang mengubah energi listrik arus searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Pada prinsip pengoperasiannya, motor arus searah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Internasional Batam

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Internasional Batam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesawat terbang model UAV (Unmanned Aerial Vehicle) telah berkembang dengan sangat pesat dan menjadi salah satu area penelitian yang diprioritaskan. Beberapa jenis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Medan Magnet Medan Magnet, dalam ilmu Fisika, adalah suatu medan yang dibentuk dengan menggerakan muatan listrik (arus listrik) yang menyebabkan munculnya gaya di muatan listrik

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3. 1. Spesifikasi Sistem Pada tugas akhir ini, penulis membuat sebuah prototype dari kendaraan skuter seimbang. Skuter seimbang tersebut memiliki spesifikasi sebagai

Lebih terperinci

SISTEM TELEMETRI DATA PADA MOBIL RC (RADIO CONTROLLED)

SISTEM TELEMETRI DATA PADA MOBIL RC (RADIO CONTROLLED) SISTEM TELEMETRI DATA PADA MOBIL RC Nicolas Alfonso B. Oetama, Lukas B. Setyawan, F. Dalu Setiaji SISTEM TELEMETRI DATA PADA MOBIL RC Nicolas Alfonso B. Oetama 1, Lukas B. Setyawan 2, F. Dalu Setiaji 3

Lebih terperinci

Signal Conditioning Test for Low-Cost Navigation Sensor

Signal Conditioning Test for Low-Cost Navigation Sensor Signal Conditioning Test for Low-Cost Navigation Sensor Iwan Tirta 1,Romi Wiryadinata 2 Jurusan Teknik Elektro, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Cilegon, Indonesia 1 iwantirta7777@gmail.com, 3 romi@wiryadinata.web.id

Lebih terperinci

Bab V. Motor DC (Direct Current)

Bab V. Motor DC (Direct Current) Bab V Motor DC (Direct Current) 52 5.1. Pendahuluan Salah satu komponen yang tidak dapat dilupakan dalam sistem pengaturan adalah aktuator. Aktuator adalah komponen yang selalu bergerak mengubah energi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. searah. Energi mekanik dipergunakan untuk memutar kumparan kawat penghantar

BAB II DASAR TEORI. searah. Energi mekanik dipergunakan untuk memutar kumparan kawat penghantar BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum Generator arus searah mempunyai komponen dasar yang hampir sama dengan komponen mesin-mesin lainnya. Secara garis besar generator arus searah adalah alat konversi energi mekanis

Lebih terperinci

MOTOR DC BRUSHLESS TIGA FASA-SATU KUTUB

MOTOR DC BRUSHLESS TIGA FASA-SATU KUTUB ORBITH Vol. 8 No. 1 Maret 2012: 32-37 MOTOR DC BRUSHLESS TIGA FASA-SATU KUTUB Oleh : Djodi Antono Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Semarang Jln. Prof. Sudarto Tembalang Semarang 50275

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI 3 Ø

BAB II MOTOR INDUKSI 3 Ø BAB II MOTOR INDUKSI 3 Ø 2.1. Prinsip Kerja Motor Induksi Pada motor induksi, supply listrik bolak-balik ( AC ) membangkitkan fluksi medan putar stator (B s ). Fluksi medan putar stator ini memotong konduktor

Lebih terperinci

PENGARUH BEBAN DAN KONDISI PEMBEBANAN TERHADAP KARAKTERISTIK GERAK SISTEM PENGGERAK PRESISI

PENGARUH BEBAN DAN KONDISI PEMBEBANAN TERHADAP KARAKTERISTIK GERAK SISTEM PENGGERAK PRESISI 144 PENGARUH BEBAN DAN KONDISI PEMBEBANAN TERHADAP KARAKTERISTIK GERAK SISTEM PENGGERAK PRESISI Ahmad Su udi Dosen Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung ABSTRAK Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN DAN PEMBUATAN. Blok diagram penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada gambar berikut.

BAB III METODE PERANCANGAN DAN PEMBUATAN. Blok diagram penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada gambar berikut. BAB III METODE PERANCANGAN DAN PEMBUATAN 3.1 Diagram Alur Penelitian Blok diagram penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada gambar berikut. Perancangan Pengumpulan Informasi Analisis Informasi Pembuatan

Lebih terperinci

SISTEM KENDALI DAN MUATAN QUADCOPTER SEBAGAI SISTEM PENDUKUNG EVAKUASI BENCANA

SISTEM KENDALI DAN MUATAN QUADCOPTER SEBAGAI SISTEM PENDUKUNG EVAKUASI BENCANA 1022: Ahmad Ashari dkk. TI-59 SISTEM KENDALI DAN MUATAN QUADCOPTER SEBAGAI SISTEM PENDUKUNG EVAKUASI BENCANA Ahmad Ashari, Danang Lelono, Ilona Usuman, Andi Dharmawan, dan Tri Wahyu Supardi Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika 25 BAB 3 DINAMIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya pada benda diam 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gaya dan percepatan benda 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

Keep running VEKTOR. 3/8/2007 Fisika I 1

Keep running VEKTOR. 3/8/2007 Fisika I 1 VEKTOR 3/8/007 Fisika I 1 BAB I : VEKTOR Besaran vektor adalah besaran yang terdiri dari dua variabel, yaitu besar dan arah. Sebagai contoh dari besaran vektor adalah perpindahan. Sebuah besaran vektor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia industri diperhadapkan pada suatu persaingan (kompetisi). Kompetisi dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia industri diperhadapkan pada suatu persaingan (kompetisi). Kompetisi dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Untuk dapat meraih suatu tujuan yang dikehendaki, akhir akhir ini dunia industri diperhadapkan pada suatu persaingan (kompetisi). Kompetisi dapat meliputi kemampuan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT Bab ini akan menjelaskan tentang perancangan, gambaran sistem serta realisasi perangkat keras maupun perangkat lunak yang digunakan pada tongkat tunanetra. 3.1. Gambaran Alat Alat

Lebih terperinci

PERANCANGAN ROBOT OKTAPOD DENGAN DUA DERAJAT KEBEBASAN ASIMETRI

PERANCANGAN ROBOT OKTAPOD DENGAN DUA DERAJAT KEBEBASAN ASIMETRI Asrul Rizal Ahmad Padilah 1, Taufiq Nuzwir Nizar 2 1,2 Jurusan Teknik Komputer Unikom, Bandung 1 asrul1423@gmail.com, 2 taufiq.nizar@gmail.com ABSTRAK Salah satu kelemahan robot dengan roda sebagai alat

Lebih terperinci

MEKANIKA UNIT. Pengukuran, Besaran & Vektor. Kumpulan Soal Latihan UN

MEKANIKA UNIT. Pengukuran, Besaran & Vektor. Kumpulan Soal Latihan UN Kumpulan Soal Latihan UN UNIT MEKANIKA Pengukuran, Besaran & Vektor 1. Besaran yang dimensinya ML -1 T -2 adalah... A. Gaya B. Tekanan C. Energi D. Momentum E. Percepatan 2. Besar tetapan Planck adalah

Lebih terperinci

BAB II V E K T O R. Untuk menyatakan arah vektor diperlukan sistem koordinat.

BAB II V E K T O R. Untuk menyatakan arah vektor diperlukan sistem koordinat. .. esaran Vektor Dan Skalar II V E K T O R da beberapa besaran fisis yang cukup hanya dinyatakan dengan suatu angka dan satuan yang menyatakan besarnya saja. da juga besaran fisis yang tidak cukup hanya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini adalah sebuah prototip Tricopter dengan bentuk dasar berupa segitiga sama sisi dengan panjang sisi 20 cm. Pada tiap-tiap sudut segitiga tersebut terdapat perpanjangan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Arduino Mega 2560

BAB II DASAR TEORI Arduino Mega 2560 BAB II DASAR TEORI Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori penunjang yang diperlukan dalam merancang dan merealisasikan skripsi ini. Bab ini dimulai dari pengenalan singkat dari komponen elektronik utama

Lebih terperinci

TKC306 - Robotika. Eko Didik Widianto. Sistem Komputer - Universitas Diponegoro

TKC306 - Robotika. Eko Didik Widianto. Sistem Komputer - Universitas Diponegoro Robot Robot TKC306 - Robotika Eko Didik Sistem Komputer - Universitas Diponegoro Review Kuliah Pembahasan tentang aktuator robot beroda Referensi: : magnet permanen, stepper, brushless, servo Teknik PWM

Lebih terperinci

Pertemuan ke-5 Sensor : Bagian 1. Afif Rakhman, S.Si., M.T. Drs. Suparwoto, M.Si. Geofisika - UGM

Pertemuan ke-5 Sensor : Bagian 1. Afif Rakhman, S.Si., M.T. Drs. Suparwoto, M.Si. Geofisika - UGM Pertemuan ke-5 Sensor : Bagian 1 Afif Rakhman, S.Si., M.T. Drs. Suparwoto, M.Si. Geofisika - UGM Agenda Pengantar sensor Pengubah analog ke digital Pengkondisi sinyal Pengantar sensor medan EM Transduser

Lebih terperinci

KINEMATIKA. Fisika. Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom

KINEMATIKA. Fisika. Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom KINEMATIKA Fisika Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom Sasaran Pembelajaran Indikator: Mahasiswa mampu mencari besaran

Lebih terperinci

SANGAT RAHASIA. 30 o. DOKUMEN ASaFN 2. h = R

SANGAT RAHASIA. 30 o. DOKUMEN ASaFN 2. h = R DOKUMEN ASaFN. Sebuah uang logam diukur ketebalannya dengan menggunakan jangka sorong dan hasilnya terlihat seperti pada gambar dibawah. Ketebalan uang tersebut adalah... A. 0,0 cm B. 0, cm C. 0, cm D.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam merealisasikan suatu alat diperlukan dasar teori untuk menunjang hasil yang optimal. Pada bab ini akan dibahas secara singkat mengenai teori dasar yang digunakan untuk merealisasikan

Lebih terperinci

Kinematika Gerak KINEMATIKA GERAK. Sumber:

Kinematika Gerak KINEMATIKA GERAK. Sumber: Kinematika Gerak B a b B a b 1 KINEMATIKA GERAK Sumber: www.jatim.go.id Jika kalian belajar fisika maka kalian akan sering mempelajari tentang gerak. Fenomena tentang gerak memang sangat menarik. Coba

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motor Arus Searah Sebuah mesin yang mengubah energi listrik arus searah menjadi energi mekanik dikenal sebagai motor arus searah. Cara kerjanya berdasarkan prinsip, sebuah konduktor

Lebih terperinci

SOAL DINAMIKA ROTASI

SOAL DINAMIKA ROTASI SOAL DINAMIKA ROTASI A. Pilihan Ganda Pilihlah jawaban yang paling tepat! 1. Sistem yang terdiri atas bola A, B, dan C yang posisinya seperti tampak pada gambar, mengalami gerak rotasi. Massa bola A, B,

Lebih terperinci

PRINSIP KERJA MOTOR. Motor Listrik

PRINSIP KERJA MOTOR. Motor Listrik Nama : Gede Teguh Pradnyana Yoga NIM : 1504405031 No Absen/ Kelas : 15 / B MK : Teknik Tenaga Listrik PRINSIP KERJA MOTOR A. Pengertian Motor Listrik Motor listrik merupakan sebuah perangkat elektromagnetis

Lebih terperinci

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA Dalam gerak translasi gaya dikaitkan dengan percepatan linier benda, dalam gerak rotasi besaran yang dikaitkan dengan percepatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pergerakan meja kerja digerakan oleh sebuah motor sebagai penggerak dan poros

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pergerakan meja kerja digerakan oleh sebuah motor sebagai penggerak dan poros 46 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penggerak Poros Ulir Pergerakan meja kerja digerakan oleh sebuah motor sebagai penggerak dan poros ulir sebagai pengubah gaya puntir motor menjadi gaya dorong pada meja kerja

Lebih terperinci

PRINSIP KERJA ALAT UKUR GAYA, TORSI, DAN DAYA

PRINSIP KERJA ALAT UKUR GAYA, TORSI, DAN DAYA PRINSIP KERJA ALAT UKUR GAYA, TORSI, DAN DAYA 1. ALAT UKUR GAYA Alat ukur gaya yang paling sederhana dan dapat mengukur secara langsung adalah dinamometer. Dalam laboratorium fisika, nama lain dari dinamometer

Lebih terperinci

Analisis Fisika Mekanis Sederhana pada Permainan Billiard

Analisis Fisika Mekanis Sederhana pada Permainan Billiard Analisis Fisika Mekanis Sederhana pada Permainan Billiard Iko Saptinus (08/270108/PA/12213) Abstract Permainan Billiard tidak bisa lepas dari konsep-konsep fisika. Ketika bola utama (bola putih) dipukul

Lebih terperinci

Teknik Tenaga Listrik(FTG2J2)

Teknik Tenaga Listrik(FTG2J2) Teknik Tenaga Listrik(FTG2J2) Generator Sinkron Ahmad Qurthobi, MT. Teknik Fisika Telkom University Ahmad Qurthobi, MT. (Teknik Fisika Telkom University) Teknik Tenaga Listrik(FTG2J2) 1 / 35 Outline 1

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT 3.1 Gambaran Umum Pada bab ini akan dibahas mengenai perencanaan perangkat keras elektronik (hardware) dan pembuatan mekanik robot. Sedangkan untuk pembuatan perangkat

Lebih terperinci

Generator listrik adalah sebuah alat yang memproduksi energi listrik dari sumber energi mekanik, biasanya dengan menggunakan induksi elektromagnetik.

Generator listrik adalah sebuah alat yang memproduksi energi listrik dari sumber energi mekanik, biasanya dengan menggunakan induksi elektromagnetik. Generator listrik Generator listrik adalah sebuah alat yang memproduksi energi listrik dari sumber energi mekanik, biasanya dengan menggunakan induksi elektromagnetik. Proses ini dikenal sebagai pembangkit

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2011 Yogyakarta, 26 Juli Intisari

SEMINAR NASIONAL TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2011 Yogyakarta, 26 Juli Intisari Sistem Pendorong pada Model Mesin Pemilah Otomatis Cokorda Prapti Mahandari dan Yogie Winarno Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma J1. Margonda Raya No.100, Depok 15424

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Perancangan sistem dilakukan dari bulan Juli sampai Desember 2012, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Perancangan sistem dilakukan dari bulan Juli sampai Desember 2012, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Perancangan sistem dilakukan dari bulan Juli sampai Desember 2012, bertempat di Laboratorium Terpadu Teknik Elektro, Jurusan Teknik Elektro, Universitas

Lebih terperinci

DESAIN SENSORLESS (MINIMUM SENSOR) KONTROL MOTOR INDUKSI 1 FASA PADA MESIN PERONTOK PADI. Toni Putra Agus Setiawan, Hari Putranto

DESAIN SENSORLESS (MINIMUM SENSOR) KONTROL MOTOR INDUKSI 1 FASA PADA MESIN PERONTOK PADI. Toni Putra Agus Setiawan, Hari Putranto Putra Agus S, Putranto, Desain Sensorless (Minimum Sensor) Kontrol Motor Induksi 1 Fasa Pada DESAIN SENSORLESS (MINIMUM SENSOR) KONTROL MOTOR INDUKSI 1 FASA PADA MESIN PERONTOK PADI Toni Putra Agus Setiawan,

Lebih terperinci

BAB II MOTOR ARUS SEARAH

BAB II MOTOR ARUS SEARAH BAB II MOTOR ARUS SEARAH 2.1 Umum Motor arus searah (motor DC) adalah mesin yang mengubah energi listrik arus searah menjadi energi mekanis. Pada prinsip pengoperasiannya, motor arus searah sangat identik

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SENSOR PERCEPATAN DAN GYROSCOPE UNTUK MENENTUKAN TRAJECTORY ROKET MENGGUNAKAN INERTIAL NAVIGATION SYSTEM(INS)

PEMANFAATAN SENSOR PERCEPATAN DAN GYROSCOPE UNTUK MENENTUKAN TRAJECTORY ROKET MENGGUNAKAN INERTIAL NAVIGATION SYSTEM(INS) bidang TEKNIK PEMANFAATAN SENSOR PERCEPATAN DAN GYROSCOPE UNTUK MENENTUKAN TRAJECTORY ROKET MENGGUNAKAN INERTIAL NAVIGATION SYSTEM(INS) BOBI KURNIAWAN,ST.,M.Kom Program StudiTeknik Elektro FakultasTeknikdanIlmuKomputer

Lebih terperinci

PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap 1 Diponegoro Physics Competititon Tingkat SMA

PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap 1 Diponegoro Physics Competititon Tingkat SMA PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap 1 Diponegoro Physics Competititon Tingkat SMA 1. Soal Olimpiade Sains bidang studi Fisika terdiri dari dua (2) bagian yaitu : soal isian singkat (24 soal) dan soal pilihan

Lebih terperinci

Rancang Bangun Inertial Measurement Unit Untuk Unmanned Aerial Vehicles Quadrotor

Rancang Bangun Inertial Measurement Unit Untuk Unmanned Aerial Vehicles Quadrotor JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 F-55 Rancang Bangun Inertial Measurement Unit Untuk Unmanned Aerial Vehicles Quadrotor Muhammad Alfiansyah, Rudy Dikairono dan Pujiono. Jurusan

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI 3 FASA

BAB II MOTOR INDUKSI 3 FASA BAB II MOTOR INDUKSI 3 FASA 2.1 Umum Motor listrik merupakan beban listrik yang paling banyak digunakan di dunia, motor induksi tiga fasa adalah suatu mesin listrik yang mengubah energi listrik menjadi

Lebih terperinci

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan 1. Sebuah benda dengan massa 5 kg yang diikat dengan tali, berputar dalam suatu bidang vertikal. Lintasan dalam bidang itu adalah suatu lingkaran dengan jari-jari 1,5 m Jika kecepatan sudut tetap 2 rad/s,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unmanned aerial vehicles (UAVs) atau wahana tanpa awak merupakan wahana terbang tanpa ada yang mengendalikan penerbangan wahana tersebut. Sebuah UAV dapat berupa pesawat

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH. : perangkat keras sistem : perangkat lunak sistem. xiii

DAFTAR ISTILAH. : perangkat keras sistem : perangkat lunak sistem. xiii DAFTAR ISTILAH USART : Jenis komunikasi antar mikrokontroler tipe serial yang menggunakan pin transmitter dan receiver. Membership function : Nilai keanggotaan masukan dan keluaran dari logika fuzzy. Noise

Lebih terperinci

KINEMATIKA. A. Teori Dasar. Besaran besaran dalam kinematika

KINEMATIKA. A. Teori Dasar. Besaran besaran dalam kinematika KINEMATIKA A. Teori Dasar Besaran besaran dalam kinematika Vektor Posisi : adalah vektor yang menyatakan posisi suatu titik dalam koordinat. Pangkalnya di titik pusat koordinat, sedangkan ujungnya pada

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN 3.1. Bagian Perangkat Keras Robot Humanoid Kondo KHR-3HV

BAB III PERANCANGAN 3.1. Bagian Perangkat Keras Robot Humanoid Kondo KHR-3HV BAB III PERANCANGAN Pada bab ini akan dibahas perancangan tugas akhir yang meliputi mekanik robot yang dibuat, sistem kontrol robot, dan algoritma perangkat lunak pada robot. 3.1. Bagian Perangkat Keras

Lebih terperinci

SP FISDAS I. acuan ) , skalar, arah ( ) searah dengan

SP FISDAS I. acuan ) , skalar, arah ( ) searah dengan SP FISDAS I Perihal : Matriks, pengulturan, dimensi, dan sebagainya. Bisa baca sendiri di tippler..!! KINEMATIKA : Gerak benda tanpa diketahui penyebabnya ( cabang dari ilmu mekanika ) DINAMIKA : Pengaruh

Lebih terperinci

DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR

DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR Fisika Kelas XI SCI Semester I Oleh: M. Kholid, M.Pd. 43 P a g e 6 DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR Kompetensi Inti : Memahami, menerapkan, dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Semua mekanisme yang telah berhasil dirancang kemudian dirangkai menjadi satu dengan sistem kontrol. Sistem kontrol yang digunakan berupa sistem kontrol loop tertutup yang menjadikan

Lebih terperinci

Dinamika. DlNAMIKA adalah ilmu gerak yang membicarakan gaya-gaya yang berhubungan dengan gerak-gerak yang diakibatkannya.

Dinamika. DlNAMIKA adalah ilmu gerak yang membicarakan gaya-gaya yang berhubungan dengan gerak-gerak yang diakibatkannya. Dinamika Page 1/11 Gaya Termasuk Vektor DlNAMIKA adalah ilmu gerak yang membicarakan gaya-gaya yang berhubungan dengan gerak-gerak yang diakibatkannya. GAYA TERMASUK VEKTOR, penjumlahan gaya = penjumlahan

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PENENTU AXIS Z ZERO SETTER

BAB II SISTEM PENENTU AXIS Z ZERO SETTER BAB II SISTEM PENENTU AXIS Z ZERO SETTER 2.1 Gambaran Umum Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan pada Bab I, tujuan skripsi ini adalah merancang suatu penentu axis Z Zero Setter menggunakan

Lebih terperinci

BAB II WIRELESS AIR MOUSE

BAB II WIRELESS AIR MOUSE BAB II WIRELESS AIR MOUSE Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan pada Bab I, tujuan skripsi ini adalah merancang dan merealisasikan wireless air mouse sebagai alat bantu presentasi. Wireless

Lebih terperinci

Uraian Materi. W = F d. A. Pengertian Usaha

Uraian Materi. W = F d. A. Pengertian Usaha Salah satu tempat seluncuran air yang popular adalah di taman hiburan Canada. Anda dapat merasakan meluncur dari ketinggian tertentu dan turun dengan kecepatan tertentu. Energy potensial dikonversikan

Lebih terperinci

Rancang Bangun Inertial Measurement Unit Untuk Unmanned Aerial Vehicles Quadrotor

Rancang Bangun Inertial Measurement Unit Untuk Unmanned Aerial Vehicles Quadrotor Rancang Bangun Inertial Measurement Unit Untuk Unmanned Aerial Vehicles Quadrotor Muhammad Alfiansyah, Rudy Dikairono, ST., MT., dan Pujiono, ST., MT. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. mesin listrik yang mengubah energi listrik pada arus searah (DC) menjadi energi

BAB II DASAR TEORI. mesin listrik yang mengubah energi listrik pada arus searah (DC) menjadi energi BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum (1,2,4) Secara sederhana motor arus searah dapat didefenisikan sebagai suatu mesin listrik yang mengubah energi listrik pada arus searah (DC) menjadi energi gerak atau energi

Lebih terperinci

Perancangan dan Implementasi Kontroler PID Gain Scheduling untuk Gerakan Lateral Way-to-Way Point pada UAVQuadcopter

Perancangan dan Implementasi Kontroler PID Gain Scheduling untuk Gerakan Lateral Way-to-Way Point pada UAVQuadcopter JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Prin B-234 Perancangan dan Implementasi Kontroler PID Gain Scheduling untuk Gerakan Lateral Way-to-Way Point pada UAVQuadcopter Tri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. UAV (Unnmaned Aerial Vehicle) secara umum dapat diartikan sebuah wahana udara

I. PENDAHULUAN. UAV (Unnmaned Aerial Vehicle) secara umum dapat diartikan sebuah wahana udara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang UAV (Unnmaned Aerial Vehicle) secara umum dapat diartikan sebuah wahana udara jenis fixed-wing, rotary-wing, ataupun pesawat yang mampu mengudara pada jalur yang ditentukan

Lebih terperinci

BAB III PENDAHULUAN 3.1. LATAR BELAKANG

BAB III PENDAHULUAN 3.1. LATAR BELAKANG 20 BAB III PENDAHULUAN 3.1. LATAR BELAKANG Motor induksi merupakan motor listrik arus bolak balik (AC) yang paling luas digunakan. Penamaannya berasal dari kenyataan bahwa motor ini bekerja berdasarkan

Lebih terperinci