BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN"

Transkripsi

1 111 BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN Sekalipun pelaksanaan P2FM-BLPS di Kabupaten Bogor mengalami berbagai kendala, namun program tersebut sangat mendukung kebijakan pemberdayaan fakir miskin melalui KUBE dan berpotensi mengentaskan kemiskinan jika dikelola dan dikembangkan sesuai dengan kondisi masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan perumusan strategi pengembangan kebijakan dan penentuan prioritas langkah strategis yang patut dikembangkan untuk mendukung kebijakan. Maka dalam menentukan upaya pengembangan terhadap kebijakan pemberdayaan fakir miskin melalui KUBE dilakukan analisis pembobotan dengan menggunakan AHP (Analytical Hierarchy Process) agar diketahui kebijakan dan langkah strategis mana yang lebih diprioritaskan untuk dikembangkan Identifikasi Faktor Strategis Untuk merumuskan atau mengembangkan suatu kebijakan, Pemerintah Kabupaten Bogor harus mempertimbangkan banyak faktor agar kebijakan yang diputuskan implementatif dan relevan dengan kondisi masyarakat. Melalui formulasi dari hasil analisis terhadap kondisi kemiskinan dan implementasi kebijakan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bogor serta pelaksanaan BLPS-KUBE, dapat diidentifikasikan faktor-faktor strategis yang bisa mempengaruhi keputusan Pemerintah Kabupaten Bogor dalam mengembangkan kebijakan pemberdayaan fakir miskin melalui KUBE. Faktor-faktor strategis tersebut dapat dikategorikan sebagai kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, yaitu: 1. Kekuatan (Strenghts) a. Adanya komitmen pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan b. Adanya lembaga penanggulangan kemiskinan TKPK c. Adanya kebijakan yang mendukung pemberdayaan ekonomi masyarakat d. Cukup banyak program/kegiatan penanggulangan kemiskinan yang sudah dilaksanakan dan saling terpadu

2 Kelemahan (Weaknesses) a. Terbatasnya anggaran untuk penanggulangan kemiskinan b. Rendahnya pengetahuan/pendidikan Fakir Miskin dalam mengelola KUBE c. Keterbatasan aparatur dalam pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan di masyarakat d. Masih adanya kesalahan persepsi di masyarakat dalam mengartikan setiap bantuan pemerintah 3. Peluang (Opportunities) a. Adanya dukungan bantuan dana dan kegiatan penanggulangan kemiskinan dari Pemerintah Pusat b. Adanya dukungan pendampingan sosial pada P2FM-BLPS c. Adanya potensi kelembagaan masyarakat yang bisa dilibatkan d. Posisi Kabupaten Bogor cukup strategis bagi kegiatan perekonomian 4. Ancaman (Threats) a. Timbulnya konflik sosial akibat perbedaan kepentingan b. Timbul kredit macet akibat kegagalan usaha dan penyebab lainnya c. Rendahnya tingkat kepercayaan perbankan terhadap UMK d. Masih adanya keterbatasan sarana dan prasarana yang menunjang mobilitas masyarakat dan kegiatan perekonomian Perumusan Alternatif Strategi dan Program Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan Pemerintah Kabupaten Bogor dalam merumuskan strategi pengembangan kebijakan fakir miskin melalui KUBE tersebut, berikutnya dilakukan perumusan alternatif strategi dan program dengan menggunakan AHP (Analytical Hierarchy Process). Struktur hirarki yang digunakan untuk menggambarkan elemen-elemen yang diprioritaskan untuk dikembangkan terdiri dari 4 hirarki (level). Hirarki pertama adalah tujuan yaitu mengembangkan kebijakan pemberdayaan fakir miskin melalui KUBE di Kabupaten Bogor. Hirarki kedua adalah kebijakan strategis yang potensial dapat dilakukan (feasible) dengan mempertimbangkan kondisi faktor-faktor yang disebutkan pada Sub Bab 8.1. Adapun kebijakan strategis tersebut dapat dirumuskan menjadi: 1) Perbaikan Tata Kelola Program, 2) Pelaksanaan Pemberdayaan Fakir Miskin Berbasis

3 113 Komunitas, dan 3) Peningkatan Kinerja KUBE Fakir Miskin. Hirarki ketiga adalah aspek-aspek yang dipertimbangkan dalam alternatif strategi tersebut, dan hirarki keempat adalah prioritas langkah strategis/program yang bisa dikembangkan. Kebijakan trategis Perbaikan Tata Kelola Program perlu dikembangkan karena dalam pelaksanaan BLPS-KUBE masih banyak kekurangan dalam hal aspek pendanaan, manajemen, dan pendampingan sosial. Kebijakan strategis Pelaksanaan Pemberdayaan Fakir Miskin Berbasis Komunitas dimaksudkan untuk melibatkan masyarakat/komunitas dalam mendukung program, hal ini tentunya dipengaruhi adanya modal sosial dan kelembagaan yang ada di masyarakat. Sedangkan kebijakan strategis Peningkatan Kinerja KUBE Fakir Miskin diperlukan karena kondisi KUBE Fakir Miskin penerima program masih menghadapi kendala dalam hal aspek penguatan usaha, kualitas SDM, kelembagaan KUBE, dan akses pasar. Struktur hirarki yang digunakan untuk menggambarkan elemen-elemen yang diprioritaskan dalam pengembangan kebijakan fakir miskin melalui KUBE dapat dilihat pada Tabel 28. Dalam pemilihan prioritasnya, setiap elemen pada kebijakan strategis memiliki prioritasnya masing-masing. Sehingga prioritas yang akan dihasilkan pun dapat mempengaruhi prioritas sub kriteria di bawahnya dan pada akhirnya mempengaruhi prioritas langkah strategis yang penting untuk dikembangkan. Tabel 28. Struktur Hirarki Pengembangan Kebijakan Fakir Miskin melalui KUBE di Kabupaten Bogor Level 1 Level 2 Level 3 Level 4 Tujuan Kebijakan Strategis Aspek Pertimbangan Langkah Strategis A 1.B 1.C 1. Sosialisasi dan Koordinasi Pengembangan Kebijakan Pemberdayaan Fakir Miskin melalui KUBE A 1. Perbaikan Tata Kelola Program A 2. Pelaksanaan Pemberdayaan Fakir Miskin Berbasis Komunitas A 3. Peningkatan Kinerja KUBE Fakir Miskin A 1.B 1. Manajemen A 1.B 2. Pendampingan Sosial A 1.B 3. Pendanaan A 2.B 1. Modal Sosial A 2.B 2. Kelembagaan Masyarakat A 3.B 1. Penguatan Usaha A 3.B 2. Kualitas SDM Anggota KUBE A 3.B 3. Kelembagaan KUBE A 3.B 4. Akses Pasar A 1.B 1.C 2. Seleksi Penerima Program A 1.B 1.C 3. Monitoring dan Evaluasi A 1.B 2.C 1. Kualitas Pendamping A 1.B 2.C 2. Intensitas Pendampingan A 1.B 3.C 1. Sharing Pendanaan A 1.B 3.C 2. Tata Ulang Aturan Perguliran Dana A 2.B 1.C 1. Kepercayaan Masyarakat A 2.B 1.C 2. Tingkat Partisipasi A 2.B 2.C 1. Kelembagaan Non Formal A 2.B 2.C 2. Kelembagaan Formal A 3.B 1.C 1. Kemudahan Akses Modal A 3.B 1.C 2. Kerjasama Kemitraan A 3.B 2.C 1. Pendidikan Formal A 3.B 2.C 2. Pendidikan Non Formal A 3.B 3.C 1. Peran Serta Anggota A 3.B 3.C 2. Koperasi A 3.B 4.C 1. Sarana Prasarana A 3.B 4.C 2. Sistem Ekonomi Lokal

4 Analisis Prioritas Pengembangan Kebijakan Berdasarkan persepsi enam orang responden yang terlibat langsung dalam pelaksanaan P2FM-BLPS dan berpengaruh dalam perencanaan pengembangan kebijakan, maka diperoleh matriks persepsi dari masing-masing responden sebagaimana Lampiran 9. Metode yang digunakan dalam pengisian keputusan AHP dilakukan secara terpisah melalui wawancara dan kuisioner yang kemudian dilakukan perhitungan pendapat gabungan dengan mencari rata-rata penilaian dari semua responden dengan menggunakan metode rata-rata ukur/rata-rata geometris. Pembobotan responden tidak dilakukan dengan asumsi bahwa posisi seluruh responden sama dalam hal memberikan masukan keputusan pada pengembangan kebijakan. Hasil perhitungan pendapat gabungan juga dapat dilihat pada Lampiran 9 dan hasil pengolahan AHP menggunakan Expert Choise 2000 dapat dilihat pada Lampiran 10. Berdasarkan hasil olah data menggunakan Expert Choise 2000, terlihat bahwa untuk mencapai tujuan mengembangkan kebijakan pemberdayaan fakir miskin melalui KUBE di Kabupaten Bogor, elemen kebijakan strategis Perbaikan Tata Kelola Program memiliki nilai bobot 0,391, Pelaksanaan Pemberdayaan Fakir Miskin Berbasis Masyarakat memiliki nilai bobot 0,274, dan Peningkatan Kinerja KUBE Fakir Miskin memiliki nilai bobot 0,335. Dengan demikian urutan prioritas kebijakan strategis yang dapat ditempuh dalam pengembangan kebijakan fakir miskin melalui KUBE di Kabupaten Bogor adalah mengupayakan Perbaikan Tata Kelola Program, berikutnya Peningkatan Kinerja KUBE Fakir Miskin, dan terakhir Pelaksanaan Pemberdayaan Fakir Miskin Berbasis Masyarakat (Tabel 29). Tabel 29. Urutan Prioritas Kebijakan Strategis dalam Pengembangan Kebijakan Fakir Miskin melalui KUBE di Kabupaten Bogor Urutan Elemen Level Bobot Prioritas 1 A 1. Perbaikan Tata Kelola Program 2 0,391 2 A 3. Peningkatan Kinerja KUBE Fakir Miskin 2 0,335 3 A 2. Pelaksanaan Pemberdayaan Fakir Miskin Berbasis Komunitas 2 0,274 Sumber: Data Primer (diolah) Bobot persepsi gabungan responden dalam pohon hirarki pengembangan kebijakan pemberdayaan fakir miskin melalui KUBE dapat dilihat pada Gambar 19.

5 Perbaikan Tata Kelola Program Pada kebijakan strategis Perbaikan Tata Kelola Program, sub kriteria yang memiliki nilai bobot tertinggi adalah aspek Pendampingan Sosial dengan nilai bobot 0,495, kemudian berikutnya Manajemen dengan nilai bobot 0,352, dan Pendanaan dengan nilai bobot 0,153 (Gambar 20). Pendampingan Sosial dinilai sebagai aspek kunci dalam keberhasilan pemberdayaan fakir miskin melalui KUBE karena pendampingan bertujuan meningkatkan motivasi, kemampuan, dan peran para anggota KUBE dalam mencapai kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraan anggotanya. >Perbaikan Tata Kelola Progr... Pendampingan Sosial,495 Manajemen,352 Pendanaan,153 Inconsistency = 0,03 Gambar 20. Grafik Prioritas Aspek yang Dipertimbangkan pada Kebijakan Strategis Perbaikan Tata Kelola Program Pada aspek Pendampingan Sosial ini, rata-rata responden lebih memilih memprioritaskan langkah strategis peningkatan Intensitas Pendampingan (bobot 0,631) dibandingkan Kualitas Pendamping (bobot 0,369). Urutan prioritas langkah strategis pada aspek Pendampingan Sosial ditunjukkan pada Gambar 21. >Perbaikan Tata Kelola Program >Pendampingan Sosial Intensitas Pendampingan,631 Kualitas Pendamping,369 Inconsistency = 0,00 Gambar 21. Grafik Prioritas Langkah Strategis pada Aspek Pendampingan Sosial Melakukan pendampingan yang intensif dinilai lebih memudahkan dalam memantau proses/tahapan pemberdayaan fakir miskin, dengan demikian

6 116 permasalahan-permasalahan dalam pelaksanaan program dapat diidentifikasi lebih dini dan dicarikan solusi secepatnya. Sedangkan peningkatan Kualitas Pendamping diprioritaskan berikutnya karena dianggap dapat dilakukan selama proses pendampingan berjalan. Lagipula seorang Pendamping Sosial biasanya terbentuk setelah melalui pelatihan pekerjaan sosial terlebih dahulu sehingga peningkatan kualitasnya dapat dilakukan melalui pemberian pelatihan tingkat lanjutan atau saling berbagi pengalaman antar para Pendamping Sosial selama mereka bertugas. Pada aspek Manajemen, langkah strategis yang lebih diprioritaskan adalah Seleksi Penerima Program (bobot 0,569) daripada Sosialisasi dan Koordinasi (bobot 0,309) dan Monitoring dan Evaluasi dengan bobot 0,122 (Gambar 22). Adanya kegagalan dalam pemberdayaan fakir miskin melalui KUBE pada BLPS Fase I dinilai berawal dari tidak adanya KUBE Produktif di kedua kecamatan tersebut sebagaimana syarat KUBE Penerima BLPS. Dengan masuknya KUBE bentukan baru sebagai penerima BLPS merupakan kesalahan utama dalam penentuan sasaran sehingga menimbulkan macetnya perguliran dana akibat ketidaksiapan KUBE dalam usahanya. Beberapa KUBE bahkan melarikan dana untuk peruntukan lain karena tidak jelasnya jenis usaha. Untuk itu perlu direstrukturisasi proses seleksi terhadap KUBE penerima bantuan dana dari pemerintah sesuai aturan yang berlaku. >Perbaikan Tata Kelola Program >Manajemen Seleksi Penerima Program,569 Sosialisasi dan Koordinasi,309 Monitoring dan Evaluasi,122 Inconsistency = 0,01 Gambar 22. Grafik Prioritas Langkah Strategis pada Aspek Manajemen Untuk membenahi aspek Manajemen, perlu didukung pula dengan langkah Sosialisasi dan Koordinasi yang baik serta Monitoring dan Evaluasi yang berkelanjutan. Sosialisasi dibutuhkan agar informasi mengenai tujuan program, sifat dana bergulir yang diberikan, dan kriteria penerima dana dapat sampai kepada masyarakat miskin secara sempurna dan dipahami. Koordinasi sangat diperlukan untuk mendapatkan dukungan dari stakeholder lain atau program lain yang dapat

7 117 memperkuat pelaksanaan P2FM, serta agar tidak terjadi tumpang tindih pelaksanaan program. Koordinasi kepada stakeholder yang terlibat juga diperlukan agar memperoleh pemahaman yang sama akan program sehingga tujuan program tercapai. Monitoring dan Evaluasi sekalipun paling rendah diprioritaskan, harus tetap diadakan untuk mengawasi program agar berjalan sebagaimana mestinya. Pada Aspek Pendanaan, langkah strategis yang lebih diprioritaskan adalah Sharing Pendanaan (bobot 0,529) daripada Tata Ulang Aturan Perguliran Dana dengan bobot 0,471 (Gambar 23). Sharing Pendanaan dipandang lebih diperlukan untuk membiayai komponen-komponen yang tidak tercakup dalam anggaran pemerintah pusat, seperti: dana sosialisasi, kelanjutan pendampingan, serta monitoring dan evaluasi. Hal ini dibutuhkan demi keberlanjutan pelaksanaan kebijakan pemberdayaan fakir miskin melalui KUBE di Kabupaten Bogor. Sementara aturan dalam pengembalian dana harus ditinjau kembali mengingat adanya kemacetan dan kelambatannya tingkat pengembalian dana bergulir di tingkat anggota KUBE padahal masih banyak usulan UEP KUBE lain yang belum terpenuhi. >Perbaikan Tata Kelola Program >Pendanaan Sharing Pendanaan,529 Tata Ulang Perguliran Dana,471 Inconsistency = 0,00 Gambar 23. Grafik Prioritas Langkah Strategis pada Aspek Pendanaan Berdasarkan analisis prioritas secara global menggunakan Expert Choise 2000, didapat bahwa distribusi prioritas langkah strategis yang memiliki prioritas tertinggi pada kebijakan strategis Perbaikan Tata Kelola Program adalah langkah-langkah strategis dalam aspek Pendampingan Sosial, baru kemudian aspek Manajemen dan Pendanaan (Tabel 30). Hal ini terlihat dari posisi pentingnya langkah Intensitas Pendampingan yang prioritasnya paling tinggi diantara langkah-langkah strategis lainnya. Dengan demikian diperlukan rancangan program pengembangan kebijakan yang lebih berpihak pada Pendampingan Sosial terutama dalam hal meningkatkan Intensitas Pendampingan.

8 118 Tabel 30. Urutan Elemen yang Diprioritaskan Secara Global dalam Kebijakan Strategis Perbaikan Tata Kelola Program Urutan Elemen Level Bobot Prioritas 1 A 1. Perbaikan Tata Kelola Program 2 0,391 1 A 1.B 2. Pendampingan Sosial 3 0,193 2 A 1.B 1. Manajemen 3 0,138 3 A 1.B 3. Pendanaan 3 0,060 1 A 1.B 2.C 2. Intensitas Pendampingan 4 0,122 2 A 1.B 1.C 2. Seleksi Penerima Program 4 0,078 3 A 1.B 2.C 1. Kualitas Pendamping 4 0,071 4 A 1.B 1.C 1. Sosialisasi dan Koordinasi 4 0,042 5 A 1.B 3.C 1. Sharing Pendanaan 4 0,032 6 A 1.B 3.C 2. Tata Ulang Aturan Perguliran Dana 4 0,028 7 A 1.B 1.C 3. Monitoring dan Evaluasi 4 0,017 Sumber: Data Primer (diolah) Peningkatan Kinerja KUBE Fakir Miskin Pada kebijakan strategis Peningkatan Kinerja KUBE Fakir Miskin, aspek yang memiliki bobot tertinggi adalah peningkatan Kualitas SDM Anggota KUBE (bobot 0,340), disusul Penguatan Usaha (bobot 0,265), lalu Akses Pasar (bobot 0,260), dan Kelembagaan KUBE dengan bobot 0,135 (Gambar 24). Responden memandang bahwa meningkatkan Kualitas SDM Anggota KUBE lebih penting dalam meningkatkan keberhasilan usaha KUBE. Jika anggota KUBE memiliki kemampuan dalam hal manajemen dan pengetahuan yang baik dalam berusaha, niscaya usaha KUBE akan lebih siap dalam menghadapi pasar dan persaingan usaha. Namun hal itu perlu juga didukung pula dengan adanya penguatan usaha dan kemudahan dalam mengakses pasar karena KUBE >Peningkatan Kinerja KUBE F... Kualitas SDM Anggota KUBE,340 Penguatan Usaha,265 Akses Pasar,260 Kelembagaan KUBE,135 Inconsistency = 0,01 Gambar 24. Grafik Prioritas Aspek yang Dipertimbangkan pada Kebijakan Strategis Peningkatan Kinerja KUBE Fakir Miskin

9 119 Dalam meningkatkan Kualitas SDM Anggota KUBE, hal yang lebih diprioritaskan adalah peningkatan Pendidikan Non Formal (bobot 0,584) daripada Pendidikan Non Formal dengan bobot 0,416 (Gambar 25). Responden memandang kemampuan fakir miskin dalam menyerap materi pengetahuan cenderung lebih mudah melalui pelatihan keterampilan/praktek langsung yang diselenggarakan Pemerintah maupun Penyuluh Swadaya daripada melalui pendidikan formal/sekolah. Lagipula keterbatasan ekonomi masyarakat miskin menjadikan mereka tidak memprioritaskan memperoleh pendidikan lebih tinggi melalui bangku sekolah. >Peningkatan Kinerja KUBE Faki >Kualitas SDM Anggota KUBE Pendidikan Non Formal,584 Pendidikan Formal,416 Inconsistency = 0,00 Gambar 25. Grafik Prioritas Langkah Strategis pada Aspek Peningkatan Kualitas SDM Anggota KUBE Pada Aspek Penguatan Usaha, langkah strategis yang lebih diprioritaskan adalah mengupayakan Kerjasama Kemitraan (bobot 0,439) daripada menyediakan Kemudahan Akses Modal dengan bobot 0,561 (Gambar 26). Mengingat masih lemahnya kondisi KUBE dalam mengembalikan dana bantuan, langkah termudah untuk memperkuat usaha yang bisa dipilih KUBE adalah dengan menjalin kemitraan dengan dunia usaha yang lebih berhasil. Pemerintah perlu mengupayakan hal ini karena melalui kerjasama dengan dunia usaha yang sudah berpengalaman dan berhasil akan diperoleh dukungan kemudahan modal dan kepastian pasar. >Peningkatan Kinerja KUBE Faki >Penguatan Usaha Kerjasama Kemitraan,561 Kemudahan Akses Modal,439 Inconsistency = 0,00 Gambar 26. Grafik Prioritas Langkah Strategis pada Aspek Penguatan Usaha

10 120 Pada aspek Akses Pasar, langkah strategis yang lebih diprioritaskan adalah menyediakan Sarana Prasarana (bobot 0,581) daripada pengembangan Sistem Ekonomi Lokal dengan bobot 0,413 (Gambar 27). Dalam memasarkan hasil usaha diperlukan sarana dan prasarana yang baik untuk mobilitas kegiatan ekonomi yang mendukung usaha KUBE. Ketersediaan jalan, jembatan, listrik, sarana transportasi, dan pasar yang terjangkau akan menguntungkan KUBE dari sisi efisiensi biaya. >Peningkatan Kinerja KUBE Faki >Akses Pasar Sarana Prasarana,587 Sistem Ekonomi Lokal,413 Inconsistency = 0,00 Gambar 27. Grafik Prioritas Langkah Strategis pada Aspek Akses Pasar Alternatif lain yang bisa dikembangkan adalah mengembangkan sistem ekonomi lokal, dimana masyarakat lokal secara bersama-sama proaktif berusaha untuk memperbaiki dan mengembangkan lingkungan usahanya sehingga mereka mampu berkompetisi dengan daerah lain. Namun langkah ini dipandang memerlukan kajian yang mendalam mengenai potensi wilayah dan sarana pendukung lainnya sehingga akan lama terealisasi. Pada aspek meningkatkan Kelembagaan KUBE, langkah strategis yang lebih diprioritaskan adalah meningkatkan Peranserta Anggota (bobot 0,786) daripada Koperasi dengan bobot 0,214 (Gambar 28). Peranserta Anggota dalam KUBE merupakan cerminan adanya partisipasi dalam kelompok yang merupakan indikator adanya proses pemberdayaan sosial. Dengan meningkatnya peranserta anggota akan memudahkan KUBE berkembang karena segala usulan dan inisiatif dapat diakomodir, berikut permasalahan pun dapat segera diselesaikan secara mandiri. Pada kasus BLPS-KUBE, Koperasi merupakan lembaga yang dibentuk oleh campur tangan pemerintah sehingga lebih terkesan sebagai lembaga pengelola dana selama program berlangsung daripada lembaga yang memfasilitasi kebutuhan anggotanya. Menurut responden, Koperasi seharusnya dibentuk oleh anggotanya yang memiliki visi sama untuk mencapai tujuan bersama, untuk itu pembentukan Koperasi dalam

11 121 pengembangan kebijakan pemberdayaan fakir miskin melalui KUBE dipandang hanya diperlukan jika ada keinginan dan kebutuhan dari masyarakat. >Peningkatan Kinerja KUBE Faki >Kelembagaan KUBE Peran Serta Anggota,786 Koperasi,214 Inconsistency = 0,00 Gambar 28. Grafik Prioritas Langkah Strategis pada Aspek Kelembagaan KUBE Berdasarkan analisis prioritas secara global menggunakan Expert Choise 2000, didapat bahwa distribusi prioritas langkah strategis pada kebijakan strategis Peningkatan Kinerja KUBE Fakir Miskin tersebar hampir merata (Tabel 31), namun langkah strategis dalam aspek Peningkatan Kualitas SDM Anggota KUBE lebih penting untuk dipertimbangkan. Hal ini terlihat dari posisi pentingnya langkah peningkatan Pendidikan Non Formal yang prioritasnya lebih tinggi diantara langkahlangkah strategis lainnya, baru kemudian dipertimbangkan langkah penyediaan Sarana Prasarana dan membangun Kerjasama Kemitraan. Tabel 31. Urutan Elemen yang Diprioritaskan Secara Global dalam Kebijakan Strategis Peningkatan Kinerja KUBE Urutan Elemen Level Bobot Prioritas 2 A 3. Peningkatan Kinerja KUBE Fakir Miskin 2 0,335 1 A 3.B 3. Kualitas SDM Anggota KUBE 3 0,114 2 A 1.B 1. Penguatan Usaha 3 0,089 3 A 1.B 4. Akses Pasar 3 0,087 4 A 1.B 2. Kelembagaan KUBE 3 0,045 1 A 3.B 3.C 1. Pendidikan Non Formal 4 0,066 2 A 3.B 4.C 1. Sarana Prasarana 4 0,051 3 A 3.B 1.C 2. Kerjasama Kemitraan 4 0,050 4 A 3.B 3.C 2. Pendidikan Formal 4 0,047 5 A 3.B 1.C 1. Kemudahan Akses Modal 4 0,039 6 A 3.B 2.C 1. Peran Serta Anggota 4 0,036 7 A 3.B 4.C 2. Sistem Ekonomi Lokal 4 0,036 8 A 3.B 2.C 2. Koperasi 4 0,010 Sumber: Data Primer (diolah)

12 Pelaksanaan Pemberdayaan Fakir Miskin Berbasis Komunitas Pada kebijakan strategis Pelaksanaan Pemberdayaan Fakir Miskin Berbasis Komunitas, aspek yang memiliki bobot tertinggi adalah Modal Sosial (bobot 0,611) dan berikutnya adalah Kelembagaan Masyarakat dengan bobot 0,389 (Gambar 29). Kedua kriteria ini merupakan faktor-faktor yang akan mempengaruhi pelaksanaan pemberdayaan fakir miskin jika melibatkan peran serta masyarakat. Adanya keterlibatan masyarakat dalam memberdayakan fakir miskin dapat menciptakan ketahanan sosial masyarakat, yaitu kemampuan komunitas dalam mengembangkan keberfungsian sosial secara dinamis dari modal sosial yang dimiliki dalam memberikan perlindungan bagi kelompok rentan, kelompok kurang mampu, mengembangkan partisipasi politik anggota, mengelola konflik dan melestarikan SDA (Sattar, 2007). >Pelaksanaan Pemberdayaan... Modal Sosial,611 Kelembagaan Masyarakat,389 Inconsistency = 0,00 Gambar 29. Prioritas Aspek yang Dipertimbangkan pada Kebijakan Strategis Pelaksanaan Pemberdayaan Fakir Miskin Berbasis Komunitas Aspek Modal Sosial di masyarakat sangat dibutuhkan dalam mendukung keberhasilan pemberdayaan fakir miskin berbasis komunitas, untuk itu langkah strategis yang lebih diprioritaskan oleh responden adalah meningkatkan Kepercayaan Masyarakat (bobot 0,405) daripada meningkatkan Partisipasi Masyarakat dengan bobot 0,595 (Gambar 30). Untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat dimana KUBE berada, maka terlebih dahulu harus ada keyakinan dari lingkungan masyarakat akan adanya kebijakan KUBE yang memberdayakan fakir miskin di sekitarnya untuk entas dari kemiskinan. Responden memandang bahwa hal ini perlu dibenahi mengingat masih rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat akan program-program pemerintah sehingga kurang adanya dukungan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

13 123 >Pelaksanaan Pemberdayaan Fa >Modal Sosial Kepercayaan Masyarakat,595 Tingkat Partisipasi,405 Inconsistency = 0,00 Gambar 30. Grafik Prioritas Langkah Strategis pada Aspek Modal Sosial Keberadaan kelembagaan di masyarakat juga bisa menjadi potensi sumber kesejahteraan sosial yang dapat dilibatkan dalam pemberdayaan fakir miskin berbasis komunitas. Umumnya karakteristik utama rumah tangga miskin adalah lemahnya aksesibilitas terhadap kelembagaan-kelembagaan yang ada di sekelilingnya, terutama terhadap kelembagaan ekonomi dan penyedia informasi. Lemahnya akses terhadap jaringan ekonomi umumnya disebabkan karena mereka tidak memiliki persyaratan sosial yang cukup, misalnya lemahnya pendidikan, pengetahuan, dan kemampuan berkomunikasi. Untuk itu pengembangan terhadap kelembagaan sosial di masyarakat diperlukan sebagai potensi masyarakat yang akan dijadikan mitra dalam pemberdayaan terhadap fakir miskin. Pada Aspek Kelembagaan Masyarakat, langkah strategis meningkatkan keberdayaan Kelembagaan Non Formal adalah yang paling diprioritaskan (bobot 0,769) daripada Kelembagaan Formal dengan bobot 0,231 (Gambar 31). Kelembagaan Non Formal seperti kelompok pengajian dan ikatan keluarga dinilai lebih penting karena akses fakir miskin terhadap kelembagaan ini lebih mudah dibandingkan Kelembagaan Formal yang mempertimbangkan berbagai persyaratan sosial. >Pelaksanaan Pemberdayaan Fa >Kelembagaan Masyarakat Kelembagaan Non Formal,769 Kelembagaan Formal,231 Inconsistency = 0,00 Gambar 31. Grafik Prioritas Langkah Strategis pada Aspek Kelembagaan Masyarakat

14 124 Berdasarkan analisis prioritas secara global menggunakan Expert Choise 2000, didapat bahwa distribusi prioritas langkah strategis yang memiliki prioritas tertinggi pada kebijakan strategis Pelaksanaan Pemberdayaan Fakir Miskin Berbasis Komunitas adalah meningkatkan Kepercayaan Masyarakat dan meningkatkan keterlibatan Kelembagaan Non Formal di sekitar Fakir Miskin (Tabel 32). Dengan demikian pada strategi Pelaksanaan Pemberdayaan Fakir Miskin Berbasis Komunitas diperlukan rancangan program pengembangan kebijakan yang lebih berpihak pada kedua langkah strategis tersebut. Tabel 32. Urutan Elemen yang Diprioritaskan Secara Global dalam Kebijakan Strategis Pelaksanaan Pemberdayaan Fakir Miskin Berbasis Komunitas Urutan Elemen Level Bobot Prioritas 3 A 2. Pelaksanaan Pemberdayaan Fakir 2 0,274 Miskin Berbasis Komunitas 1 A 2.B 1. Modal Sosial 3 0,167 2 A 2.B 2. Kelembagaan Masyarakat 3 0,107 1 A 2.B 1.C 2. Kepercayaan Masyarakat 4 0,100 2 A 2.B 2.C 1. Kelembagaan Non Formal 4 0,082 3 A 2.B 1.C 1. Tingkat Partisipasi 4 0,068 4 A 2.B 2.C 2. Kelembagaan Formal 4 0,025 Sumber: Data Primer (diolah) Sintesis Prioritas Langkah Strategis Berdasarkan Tujuan Dalam mencapai tujuan pengembangan kebijakan fakir miskin melalui KUBE terhimpun 19 langkah strategis yang bisa dikembangkan. Hasil analisis sensitivitas terhadap kesembilan-belas langkah tersebut diperoleh bahwa meningkatkan intensitas pendampingan adalah langkah strategis yang paling tinggi diprioritaskan (bobot 0,122), diikuti dengan meningkatkan Kepercayaan Masyarakat (bobot 0,100), meningkatkan keberdayaan Kelembagaan Non Formal (bobot 0,082), dan seterusnya hingga Koperasi dengan bobot paling rendah yaitu 0,010 (Tabel 33). Kesembilan-belas langkah strategis ini merupakan interpretasi dari kebijakan Perbaikan Tata Kelola Program, Peningkatan Kinerja KUBE Fakir Miksin, dan Pelaksanaan Pemberdayaan Fakir Miskin Berbasis Masyarakat.

15 125 Tabel 33. Urutan Prioritas Global Program Pengembangan Kebijakan Fakir Miskin melalui KUBE di Kabupaten Bogor Urutan Langkah Strategis/Program Bobot Prioritas 1 A 1.B 2.C 2. Intensitas Pendampingan 0,122 2 A 2.B 1.C 1. Kepercayaan Masyarakat 0,100 3 A 2.B 2.C 1. Kelembagaan Non Formal 0,082 4 A 1.B 1.C 2. Seleksi Penerimaan Program 0,078 5 A 1.B 2.C 1. Kualitas Pendamping 0,071 6 A 2.B 1.C 2. Tingkat Partisipasi 0,068 7 A 3.B 2.C 2. Pendidikan Non Formal 0,066 8 A 3.B 4.C 1. Sarana Prasarana 0,051 9 A 3.B 1.C 2. Kerjasama Kemitraan 0, A 3.B 2.C 1. Pendidikan Formal 0, A 1.B 1.C 1. Sosialisasi dan Koordinasi 0, A 3.B 1.C 1. Kemudahan Akses Modal 0, A 3.B 3.C 1. Peran Serta Anggota 0, A 3.B 4.C 2. Sistem Ekonomi Lokal 0, A 1.B 3.C 1. Sharing Pendanaan 0, A 2.B 2.C 2. Kelembagaan Formal 0, A 1.B 3.C 2. Tata Ulang Aturan Perguliran Dana 0, A 1.B 1.C 3. Monitoring dan Evaluasi 0, A 3.B 3.C 2. Koperasi 0,010 Jumlah 1,000 Sumber: Data Primer (diolah) Tampak bahwa sekalipun kebijakan strategis Pelaksanaan Pemberdayaan Fakir Miskin Berbasis Komunitas memempati posisi ketiga dalam urutan prioritas kebijakan, namun secara global langkah strategis Kepercayaan Masyarakat dan Kelembagaan Non Formal pada strategi Pelaksanaan Pemberdayaan Fakir Miskin Berbasis Masyarakat menempati urutan kedua dan ketiga, lebih diprioritaskan daripada beberapa langkah strategis dari strategi Peningkatan Kinerja KUBE Fakir Miskin (Tabel 33). Hal ini karena modus sintesis yang digunakan adalah Sintesis Distribusi (Distributive Synthesis) dimana dapat digunakan jika perancangan program yang akan disusun dipilih berdasarkan beberapa alternatif yang diprioritaskan. Grafik hasil sintesis menggunakan modus Sintesis Distribusi dapat dilihat pada Gambar 32.

16 126 Synthesis with respect to: kan Pemberdayaan Fakir Miskin melalui KUBE Overall Inconsistency =,01 Intensitas Pendampingan,122 Kepercayaan Masyarakat,100 Kelembagaan Non Formal,082 Seleksi Penerima Program,078 Kualitas Pendamping,071 Tingkat Partisipasi,068 Pendidikan Non Formal,066 Sarana Prasarana,051 Kerjasama Kemitraan,050 Pendidikan Formal,047 Sosialisasi dan Koordinasi,042 Kemudahan Akses Modal,039 Peran Serta Anggota,036 Sistem Ekonomi Lokal,036 Sharing Pendanaan,032 Tata Ulang Perguliran Dana,028 Kelembagaan Formal,025 Monitoring dan Evaluasi,017 Koperasi,010 Gambar 32. Grafik Hasil Sintesis Menggunakan Modus Sintesis Distribusi (Distributive Synthesis) Sedangkan jika modus sintesis yang digunakan adalah Sintesis Ideal (Ideal Synthesis), maka grafik hasil sensistifitasnya sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 33. Sintesis Ideal digunakan jika perancangan program yang akan disusun dipilih berdasarkan satu saja alternatif yang prioritasnya paling tinggi. Synthesis with respect to: kan Pemberdayaan Fakir Miskin melalui KUBE Overall Inconsistency =,01 Intensitas Pendampingan,106 Pendidikan Non Formal,091 Seleksi Penerima Program,076 Kepercayaan Masyarakat,075 Kerjasama Kemitraan,071 Sarana Prasarana,070 Pendidikan Formal,065 Kualitas Pendamping,062 Kemudahan Akses Modal,056 Tingkat Partisipasi,051 Sistem Ekonomi Lokal,049 Kelembagaan Non Formal,048 Sosialisasi dan Koordinasi,041 Peran Serta Anggota,036 Sharing Pendanaan,033 Tata Ulang Perguliran Dana,029 Monitoring dan Evaluasi,016 Kelembagaan Formal,014 Koperasi,010 Gambar 33. Grafik Hasil Sintesis Menggunakan Modus Sintesis Ideal (Ideal Synthesis)

17 127 Berdasarkan Gambar 33, tampak bahwa Intensitas Pendampingan dari strategi Perbaikan Tata Kelola Program masih menempati urutan teratas prioritas langkah strategis untuk mencapai tujuan mengembangkan kebijakan pemberdayaan fakir miskin melalui KUBE di Kabupaten Bogor. Pada modus Sensitivitas Ideal ini kebijakan strategis Peningkatan Kinerja KUBE Fakir Miskin menempatkan langkah strategis meningkatkan Pendidikan Non Formal pada prioritas kedua sedangkan strategi Pelaksanaan Pemberdayaan Fakir Miskin Berbasis Masyarakat menempatkan langkah strategis meningkatkan Kepercayaan Masyarakat pada urutan keempat. Dengan demikian urutan prioritas kebijakan strategis dimana Perbaikan Tata Kelola Program di urutan pertama, Peningkatan Kinerja KUBE Fakir Miskin di urutan kedua, dan Pelaksanaan Pemberdayaan Fakir Miskin Berbasis Masyarakat di urutan ketiga sama dengan urutan penempatan langkah strategis yang diprioritaskan Perancangan Program Perancangan program ditujukan agar kebijakan pemberdayaan fakir miskin melalui KUBE di Kabupaten Bogor dapat relevan dengan kondisi kemiskinan masyarakat, juga didukung potensi kebijakan penanggulangan kemiskinan yang ada, dan potensi yang ada pada P2FM-BLPS. Dengan demikian bukan berarti langkahlangkah strategis yang tidak diproritaskan tidak perlu ditindaklanjuti secara nyata, bagaimanapun langkah-langkah strategis tersebut merupakan satu kesatuan untuk mensukseskan keberhasilan penerapan kebijakan. Hanya saja pada perumusan programnya, karena kurang diprioritaskan, langkah-langkah strategis ini bisa disisipkan sebagai program pendukung dari program inti. Dari hasil AHP dan wawancara dengan sejumlah individu dan pejabat daerah yang terkait maka diperoleh rumusan program dalam pengembangan kebijakan pemberdayaan fakir miskin melalui KUBE di Kabupaten Bogor sebagai berikut: 1. Peningkatan Intensitas Pendampingan Belajar dari permasalahan dalam P2FM-BLPS, pendampingan merupakan hal terpenting dalam keberhasilan pelaksanaan pemberdayaan fakir miskin melalui KUBE. Sasaran Program Peningkatan Intensitas Pendampingan adalah para Pendamping Sosial yang memfasilitasi aktivitas KUBE Fakir Miskin. Langkah yang paling penting dilakukan terlebih dahulu adalah mengalokasikan anggaran

18 128 bagi Honor Pendamping Sosial sepanjang pelaksanaan program. Agar penggunaan anggaran efektif dan pendampingan dapat berjalan sesuai harapan, dilakukan penyusunan rencana kerja pendampingan yang terstruktur, penataan kembali mengenai deskripsi kerja dan tanggung jawab pendampingan, penghimpunan case record dan laporan pendampingan secara berkala, serta dilakukan monitoring dan evaluasi oleh pemerintah. Jika diperlukan, untuk meningkatkan kualitas pendampingan dan koordinasi, Pendamping Sosial dapat diberikan pelatihan pekerjaan sosial tingkat lanjut dengan melibatkan Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FK-PSM). 2. Peningkatan Pelatihan Keterampilan Program ini merupakan wujud dari penguatan pendidikan non formal fakir miskin, sehingga sasaran utamanya adalah fakir miskin yang belum tergabung KUBE maupun fakir miskin yang sudah tergabung dalam KUBE (Anggota KUBE). Tujuan program ini agar didapat KUBE yang anggotanya memenuhi syarat kualifikasi dan terampil dalam menjalankan UEP. Langkah yang diambil adalah melaksanakan pelatihan keterampilan UEP, pelatihan manajemen pengelolaan KUBE bagi fakir miskin, pelatihan penerapan Teknologi Tepat Guna dalam mendukung usaha KUBE, dan pemberian stimulan usaha (bahan/alat usaha) bagi KUBE bentukan baru. Sebenarnya kegiatan pelatihan keterampilan dengan output pembentukan KUBE sudah rutin dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Bogor melalui Instansi Sosial yang ada, namun perlu ada peningkatan dalam hal kualitas dan kuantitas outputnya. Dalam hal peningkatan kualitas, anggota KUBE hendaknya terus dibina dengan berbagai pelatihan usaha dan manajemen. Sedangkan untuk meningkatkan kuantitas, jumlah sasaran dan kegiatan pelatihan keterampilan untuk terbentuknya KUBE baru harus ditingkatkan agar semakin banyak KUBE Produktif yang lebih siap diberdayakan melalui penguatan modal 3. Pembenahan Kembali Proses Seleksi Sasaran Program ini dilakukan untuk meminimalisasi kegagalan sebagaimana sebelumnya, terutama dalam hal menentukan sasaran fakir miskin yang akan diberdayakan dalam KUBE. Agar tersedia KUBE Produktif yang diharapkan, maka pemerintah hendaknya melakukan monitoring dan evaluasi terhadap KUBE-KUBE yang

19 129 sudah terbentuk sebelumnya. Dalam kasus P2FM-BLPS, jika jumlah KUBE Produktif tidak cukup tersedia sebaiknya tidak menunjuk KUBE bentukan baru karena sangat beresiko terhadap kegagalan. Langkah-langkah yang perlu dibenahi dalam pembentukan KUBE baru adalah mengidentifikasi kondisi keluarga fakir miskin, kemampuan SDM, dan dukungan sarana prasarana di sekitar fakir miskin. Berikutnya adalah pembentukan kelompok sesuai dengan kedekatan tempat tinggal dan kesamaan minat usaha. Kelompok ini kemudian diberikan pelatihan keterampilan usaha dan pendampingan sebagaimana pada dua alternatif program sebelumnya. 4. Peningkatan Kepercayaan Masyarakat Desa Program ini bertujuan untuk membangun kepercayaan masyarakat akan kebijakan. Dengan demikian didapat dukungan dari masyarakat sekitar untuk membantu pemerintah dalam mencapai keberhasilan kebijakannya. Jika kepercayaan sudah terbangun akan mudah dalam memotivasi masyarakat supaya bisa mengatasi permasalah sosial di lingkungannya secara mandiri sebagai wujud ketahanan sosial masyarakat. Melalui adanya ketahanan sosial, diharapkan masyarakat akan memfasilitasi sendiri pelaksanaan pemberdayaan fakir miskin dengan upaya dan dana secara mandiri tanpa membebani pemerintah. Sasaran program ini adalah komunitas masyarakat desa terutama para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan LPM. Langkah yang diambil terlebih dahulu adalah mensosialisasikan kebijakan pemberdayaan fakir miskin melalui KUBE kepada komunitas masyarakat secara umum. Kemudian masyarakat dimotivasi untuk mendukung pendampingan terhadap KUBE dalam jangka panjang melalui program bapak angkat atau kemitraan. Jika ini berhasil, pemerintah dapat mempercayakan/melepaskan program pemberdayaan fakir miskin kepada masyarakat secara mandiri. Kelak dana yang diperlukan untuk kelangsungan program ini diharapkan dapat terwujud dari dana masyarakat yang terhimpun. 5. Penguatan Kelembagaan Masyarakat Penguatan kelembagaan masyarakat ditujukan bagi potensi kelembagaan non formal maupun formal di masyarakat dalam mendukung proses pemberdayaan. Penguatan terhadap kelembagaan non formal ditujukan agar dapat memanfaatkan keterlibatan kelembagaan kekerabatan, adat, atau agama di lingkungan fakir

20 130 miskin. Kelembagaan non formal ini dinilai lebih dekat dengan rumah tangga miskin karena tidak memerlukan persyaratan khusus untuk terlibat di dalamnya. Sementara kelembagaan formal dinilai merupakan kelembagaan yang dekat dengan pemerintah dan jalur birokrasi. Langkah yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi kelembagaan formal dan non formal yang ada, mensosialisasikan kebijakan, melaksanakan bimbingan sosial dalam mewujudkan ketahanan sosial masyarakat, dan menjembatani/membangun sinergi antara lembaga non formal dengan kelembagaan formal dalam mendukung pendampingan, pengendalian, serta pengawasan. 6. Peningkatan Kerjasama Kemitraan Berdasarkan gambaran kasus P2FM-BLPS, kondisi KUBE di Kabupaten Bogor masih lemah dalam mengembalikan dana bantuan bergulir, sehingga langkah termudah untuk memperkuat usaha yang bisa dipilih KUBE adalah dengan menjalin kemitraan dengan dunia usaha yang lebih berhasil. Langkah yang diambil adalah memberikan sosialisasi kepada dunia usaha di sekitar KUBE untuk berperan serta membantu KUBE dalam hal aspek usahanya seperti, penyediaan modal, bahan baku, penjualan hasil usaha, kepastian pasar, dan lain-lain. Hal ini dapat dilakukan dengan sistem bapak angkat yang difasilitasi oleh pemerintah. 7. Peningkatan Sarana Prasarana Penunjang Kegiatan Usaha KUBE Dalam mencapai keberhasilan dan pengembangan usahanya, KUBE memerlukan dukungan akan sarana prasarana infrastruktur yang layak untuk memudahkan mobilitas usaha. Program ini juga dimaksudkan untuk mencegah keterisoliran dengan pangsa pasar KUBE di luar desa. Langkah yang diambil selain membangun sarana-prasarana adalah memfasilitasi terbentuknya sistem perekonomian lokal agar produk/usaha KUBE memiliki daya saing dalam hal kualitas, harga, dan efisiensi distribusi. Rancangan program, rencana tindak, pelaksana, sasaran, dan output program selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11.

BAB VI STRATEGI DAN PERANCANGAN PROGRAM

BAB VI STRATEGI DAN PERANCANGAN PROGRAM 99 BAB VI STRATEGI DAN PERANCANGAN PROGRAM 6.1 Perumusan Alternatif Strategi dan Program Untuk dapat merumuskan alternatif strategi dan program peningkatan pelayanan sampah perumahan pada kajian ini digunakan

Lebih terperinci

Berdasarkan hasil analisis menggunakan data SUSDA Tahun 2006 yang dibandingkan dengan 14 indikator kemiskinan dari BPS, diperoleh bahwa pada umumnya

Berdasarkan hasil analisis menggunakan data SUSDA Tahun 2006 yang dibandingkan dengan 14 indikator kemiskinan dari BPS, diperoleh bahwa pada umumnya 33 ABSTRACT ANDRI APRIYADI. The Strategic and Programs of Empowerment Poor People through Kelompok Usaha Bersama in Bogor District. Under guidance of YUSMAN SYAUKAT and FREDIAN TONNY NASDIAN. The objective

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Terwujudnya Masyarakat Bengkulu Utara yang Mandiri, Maju, dan Bermartabat Visi pembangunan Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 2011-2016 tersebut di atas sebagai

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi, BAB VI. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien.

Lebih terperinci

DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp

DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKj IP) DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp. 024-8311729 Kata Pengantar Dengan mengucapkan puji syukur

Lebih terperinci

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) mulai tahun Konsepsi Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akses pangan merupakan salah satu sub sistem ketahanan pangan yang menghubungkan antara ketersediaan pangan dengan konsumsi/pemanfaatan pangan. Akses pangan baik apabila

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA Penyusunan Perjanjian Kinerja merupakan salah satu tahapan dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja Intansi Pemerintah yang termuat dalam Peraturan Presiden Nomor 29 tahun 2014 tentang

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 2013-2 0 1 8 BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi SKPD Pada bagian identifikasi permasalahan berdasarkan tugas dan fungsi Bakesbangpol

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU

VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU 7.1. Evaluasi dan Strategi Pemberdayaan Keluarga Miskin 7.1.1. Evaluasi Kegiatan KUBE di Kelurahan Maharatu.

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN 221 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Tingkat partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri rakyat tergolong rendah dan bersifat parsial atau tidak ideal, di mana hanya dua tahapan partisipasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANAA KERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SALATIGAA TAHUN 2017

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANAA KERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SALATIGAA TAHUN 2017 PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANAA KERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SALATIGAA TAHUN 2017 1 PERENCANAAN KINERJA A. Perencanaan Stratejik Badan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan 25 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Situ Sawangan-Bojongsari, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat. Waktu penelitian adalah 5

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH RANCANGAN RPJP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2005-2025 V-1 BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH Permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta isu strategis serta visi dan misi pembangunan

Lebih terperinci

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi : Terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih menuju maju dan sejahtera Misi I : Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan, akuntabel

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Kekuatan yang dimiliki oleh kelompok pengrajin tenun ikat tradisional di desa Hambapraing, sehingga dapat bertahan sampai sekarang adalah, kekompakan kelompok, suasana

Lebih terperinci

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA KECAMATAN GEDEBAGE TAHUN EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPD TAHUN 2012

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA KECAMATAN GEDEBAGE TAHUN EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPD TAHUN 2012 BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA KECAMATAN GEDEBAGE TAHUN 2012 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPD TAHUN 2012 DAN CAPAIAN RENSTRA SKPD Untuk melaksanakan kebijakan yang merupakan perwujudan dari Visi

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Kehutanan dan Ketahanan Pangan (BP4K2P) Kabupaten Jayawijaya merupakan Organsasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA SOLOK 2017 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1998 telah meningkatkan angka kemiskinan di Indonesia, dari 25,9 juta (17,7%) pada tahun 1993 menjadi 129,6 juta atau 66,3% dari

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN Perangkat Daerah Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Lamongan merupakan unsur pelaksana teknis urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum.

Lebih terperinci

RENCANA KERJA (RENJA) DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016

RENCANA KERJA (RENJA) DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR RENCANA KERJA (RENJA) DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR JL. GAYUNG KEBONSARI NO. 167 SURABAYA

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN 6.1. STRATEGI Untuk mewujudkan visi dan misi daerah Kabupaten Tojo Una-una lima tahun ke depan, strategi dan arah

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN - 115 - BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi dan Misi, Tujuan dan Sasaran perlu dipertegas dengan upaya atau cara untuk mencapainya melalui strategi pembangunan daerah dan arah kebijakan yang diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang politik, ini terlihat bagaimana. kesehatan yang memadai untuk seluruh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang politik, ini terlihat bagaimana. kesehatan yang memadai untuk seluruh masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dialami oleh hampir atau keseluruhan negara di dunia. Indonesia, salah satu dari sekian negara di dunia,

Lebih terperinci

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan ata

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan ata No.1359, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-DPDTT. Dana Desa. Penetapan. Tahun 2018. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Kata Pengantar BAB 4 P E N U T U P. Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi

Kata Pengantar BAB 4 P E N U T U P. Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi BAB 4 P E N U T U P Kata Pengantar Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi Bab 4 Berisi : Gorontalo di susun sebagai bentuk pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Kesimpulan dari hasil penyusunan Gorontalo

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana pemerintah Kabupaten Natuna mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI Laporan Akhir Hasil Penelitian TA.2015 KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI Tim Peneliti: Kurnia Suci Indraningsih Dewa Ketut Sadra

Lebih terperinci

BAB VII ISU STRATEGIS DAN RENCANA AKSI DAERAH

BAB VII ISU STRATEGIS DAN RENCANA AKSI DAERAH BAB VII ISU STRATEGIS DAN RENCANA AKSI DAERAH 7.1. Isu Strategis Berbagai masalah yang dialami oleh miskin menggambarkan bahwa kemiskinan bersumber dari ketidakberdayaan dan ketidakmampuan dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Koordinasi Dinas Olahraga dan Pemuda Provinsi Jawa Barat Dinas Olahraga dan Pemuda

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian ini yang merupakan bagian penutup dari laporan penelitian memuat kesimpulan berupa hasil penelitian dan saran-saran yang perlu dikemukakan demi keberhasilan proses

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR RENCANA KERJA ( RENJA )

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR RENCANA KERJA ( RENJA ) Pemerintah Kabupaten Blitar PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR RENCANA KERJA ( RENJA ) DINAS PERTERNAKAN KABUPATEN BLITAR TAHUN 2017 Jl. Cokroaminoto No. 22 Telp. (0342) 801136 BLITAR 1 KATA PENGANTAR Puji syukur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Upaya penanganan kemiskinan sejak zaman pemerintah Orde Baru sudah dirasakan manfaatnya, terbukti dari jumlah penurunan jumlah penduduk miskin yang terjadi antara tahun 1976

Lebih terperinci

2 METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

2 METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran di Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kota Surakarta meliputi: 1. Strategi Pemasaran (Relation Marketing) dilaksanakan dengan fokus terhadap pelayanan masyarakat pengguna, sosialisasi kepada masyarakat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi sebagai urat-nadi berkehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional yang sangat penting perannya dalam ketahanan nasional.

Lebih terperinci

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE Analisis Masalah Pendekatan kelompok melalui pengembangan KUBE mempunyai makna strategis dalam pemberdayaan masyarakat miskin. Melalui KUBE,

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS TAHUN BAB I PENDAHULUAN

RENCANA STRATEGIS TAHUN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 KONDISI UMUM Sebagai lembaga pemerintah yang mandiri, KPU memiliki tugas dan fungsi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Peraturan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Berdasarkan hasil rapat Koordinasi Daerah Pembangunan Perempuan Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI. masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya angka IPM. Penggunaan APBD

BAB III. METODOLOGI. masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya angka IPM. Penggunaan APBD 22 BAB III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Peningkatan APBD idealnya dapat menghasilkan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya angka IPM. Penggunaan APBD untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

Workshop PPM Desa Timbulharjo Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial UNY UTAMI DEWI

Workshop PPM Desa Timbulharjo Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial UNY UTAMI DEWI Workshop PPM Desa Timbulharjo Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial UNY UTAMI DEWI RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDes) Pasal 63 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM ANTI KEMISKINAN (ANTI POVERTY PROGRAM) KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB II VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB II VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN A. Visi Visi yang telah ditetapkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pelalawan adalah Menjadi Fasilitator dan Penggerak Ekonomi Masyarakat Perikanan

Lebih terperinci

terukur dengan tingkat kepuasan pelayanan di bidang Bina Marga dan Pengairan.

terukur dengan tingkat kepuasan pelayanan di bidang Bina Marga dan Pengairan. 1. Evaluasi Kinerja Tujuan 1: Optimalisasi peran (koordinasi, sistem informasi, data, SDM, kelembagaan dan administrasi) dan akuntabilitas kinerja aparatur untuk meningkatkan efektivitasdan efisiensi pelayanan

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi 4.1.1 Visi Visi adalah pandangan ideal keadaan masa depan (future) yang realistik dan ingin diwujudkan, dan secara potensial

Lebih terperinci

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 92 VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 8.1. Identifikasi Potensi, Masalah dan Kebutuhan Masyarakat 8.1.1. Identifikasi Potensi Potensi masyarakat adalah segala sesuatu yang

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAYANAN DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOTA BANDUNG

GAMBARAN PELAYANAN DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOTA BANDUNG GAMBARAN PELAYANAN DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOTA BANDUNG Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung adalah salah satu perangkat daerah di lingkungan Pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM ANTI KEMISKINAN (ANTI POVERTY PROGRAM) KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

TARGET PEMBANGUNAN TAHUN KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

TARGET PEMBANGUNAN TAHUN KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL Lampiran. 200 20 202 203 204 2 3 4 5 6 7 8 9 PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 67,7 68 68,5 7 72,2 DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN SUMBER DAYA. Meningkatkan indek kualitas pembangunan manusia

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan pembangunan daerah Kabupaten Bengkulu Utara selama lima tahun, yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun

Lebih terperinci

BAB IV VISI MISI SASARAN DAN TUJUAN

BAB IV VISI MISI SASARAN DAN TUJUAN BAB IV VISI MISI SASARAN DAN TUJUAN 4.1. VISI DAN MISI Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan, yang mencerminkan harapan yang ingin dicapai dilandasi oleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH - 125 - BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Tujuan dan sasaran yang telah dirumuskan untuk mencapai Visi dan Misi selanjutnya dipertegas melalui strategi pembangunan daerah yang akan

Lebih terperinci

IV.B.21. Urusan Wajib Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

IV.B.21. Urusan Wajib Pemberdayaan Masyarakat dan Desa 21. URUSAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA Pemberdayaan masyarakat (Community Empowerment) sebagai sebuah paradigma pembangunan memiliki posisi unik jika dilihat dari perspektif urusan, karena sesungguhnya

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Visi, Misi, dan Strategi Pengelolaan PBK

PEMBAHASAN UMUM Visi, Misi, dan Strategi Pengelolaan PBK PEMBAHASAN UMUM Temuan yang dibahas dalam bab-bab sebelumnya memperlihatkan bahwa dalam menghadapi permasalahan PBK di Kabupaten Kolaka, pengendalian yang dilakukan masih menumpu pada pestisida sebagai

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN 241 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan (1) Karakteristik nelayan di lokasi penelitian secara spesifik dicirikan dengan: (a) karakteristik individu: pendidikan rendah, nelayan pendatang, motivasi intrinsik

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 0 1 4 A s i s t e n D e p u t i B i d a n g P e m b e r d a y a a n M a s y a r a k a t Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 K a

Lebih terperinci

III. METODOLOGI KAJIAN

III. METODOLOGI KAJIAN III. METODOLOGI KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Pembangunan merupakan suatu proses untuk melakukan perubahan yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan. Pembangunan juga bermakna pembebasan dari

Lebih terperinci

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN Paradigma pembangunan saat ini lebih mengedepankan proses partisipatif dan terdesentralisasi, oleh karena itu dalam menyusun

Lebih terperinci

Pengarahan KISI-KISI PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2014

Pengarahan KISI-KISI PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2014 Pengarahan KISI-KISI PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2014 PEMERINTAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2013 ISU STRATEGIS, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2014 A. Isu Strategis

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCABENCANA GEMPA BUMI DI KABUPATEN PIDIE, KABUPATEN PIDIE JAYA, DAN KABUPATEN BIREUEN PROVINSI

Lebih terperinci

Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto

Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto F.1306618 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Blitar Tujuan dan sasaran adalah tahap perumusan sasaran strategis yang menunjukkan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaimana pemerintah daerah Kabupaten Lingga mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAMPIRAN KEPUTUSAN BUPATI BADUNG NOMOR : 1529/03/HK/2015 TANGGAL : 24 JUNI 2015 TENTANG : PENGESAHAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN BADUNG TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF

RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF Saptastri Ediningtyas Kusumadewi Strategi Pemanfaatan Lahan Tidur untuk Hijau Produktif di OK! Jakarta. Dibawah bimbingan M. Syamsul Ma'arifdan E. Gumbira Sa'id. Untuk mengatasi dampak

Lebih terperinci

IV.B.22. Urusan Wajib Sosial

IV.B.22. Urusan Wajib Sosial 22. URUSAN SOSIAL Perlindungan dan kesejahteraan sosial diperlukan bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Meskipun telah banyak dicatat beberapa keberhasilan, beberapa masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pembangunan jangka panjang dalam dokumen Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 2025 adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang 2025. Pada perencanaan jangka menengah,

Lebih terperinci

RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI

RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI Dalam rangka mendapatkan strategi pengembangan KBU PKBM Mitra Mandiri dalam upaya pemberdayaan masyarakat, sebagaimana tujuan dari kajian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

IV.B.22. Urusan Wajib Sosial

IV.B.22. Urusan Wajib Sosial 22. URUSAN SOSIAL UUD 45 telah mengamanatkan bahwa Negara wajib memberi perlindungan dan jaminan kesejahteraan sosial. Beberapa masalah yang masih perlu mendapat perhatian diantaranya masih rendahnya kualitas

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBENTUKAN SENTRA HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 122 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Program Mengangkat Ekonomi Kerakyatan Melalui Koperasi Rukun Tetangga (RT) dalam Rangka Ketahanan Desa di Kabupaten Wonogiri, yang bertujuan untuk mempercepat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Karawang yang sejahtera, tertib, aman dan bersih yang menjadi

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Karawang yang sejahtera, tertib, aman dan bersih yang menjadi I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Kabupaten Karawang hakekatnya adalah ingin mewujudkan Kabupaten Karawang yang sejahtera, tertib, aman dan bersih yang menjadi landasan dalam proses pencapaian

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BANDUNG KECAMATAN BANDUNG KULON

PEMERINTAH KOTA BANDUNG KECAMATAN BANDUNG KULON BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF 5.1 Rencana Program Dan Kegiatan Peran strategis Kecamatan di Kota Bandung menuntut adanya peningkatan pelayanan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

Oleh: Tim IPB1 Serpong, 24 Mei 2016 EVALUASI SEMENTARA

Oleh: Tim IPB1 Serpong, 24 Mei 2016 EVALUASI SEMENTARA Oleh: Tim IPB1 Serpong, 24 Mei 2016 EVALUASI SEMENTARA Perbaikan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Visi Tangerang Selatan Terwujudnya Tangerang Selatan kota cerdas, berkualitas, berdaya saing, berbasis teknologi

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 41 TAHUN TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN Dalam rangka mewujudkan visi dan melaksanakan misi pembangunan daerah Kabupaten Ngawi 2010 2015, Pemerintah Kabupaten Ngawi menetapkan strategi yang merupakan upaya untuk

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Pada bagian perumusan isu strategis berdasarkan tugas dan fungsi Sekretariat Daerah Kabupaten Lamandau ada beberapa isu strategis yang krusial yang

Lebih terperinci

Rencana Kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pelalawan 2016 BAB. I PENDAHULUAN

Rencana Kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pelalawan 2016 BAB. I PENDAHULUAN BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil merupakan unsur pelaksanaan Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada dibawah dan bertanggung jawab

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Pembangunan Daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI W A L I K O T A K E D I R I PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI Menimbang WALIKOTA KEDIRI, : a. bahwa pelaksanaan pembangunan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan ( PUAP ) Berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS TAHUN

RENCANA STRATEGIS TAHUN RENCANA STRATEGIS TAHUN 2010-2015 INSTANSI VISI MISI TUGAS POKOK FUNGSI : BAPPEDA KABUPATEN KARANGASEM : TERWUJUDNYA PERENCANAAN PEMBANGUNAN YANG KOMPREHENSIF DAN BERKELANJUTAN : 1 MENINGKATKAN KAPASITAS

Lebih terperinci