MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN PELAGIS SECARA BERKELANJUTAN DI PPN PRIGI, TRENGGALEK, JAWA TIMUR AGUSTIN ROSS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN PELAGIS SECARA BERKELANJUTAN DI PPN PRIGI, TRENGGALEK, JAWA TIMUR AGUSTIN ROSS"

Transkripsi

1 MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN PELAGIS SECARA BERKELANJUTAN DI PPN PRIGI, TRENGGALEK, JAWA TIMUR AGUSTIN ROSS SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 i

2 ii

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Model Pengelolaan Perikanan Pelagis secara Berkelanjutan di PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Oktober 2011 Agustin Ross C iii

4 iv

5 ABSTRACT AGUSTIN ROSS. Model of Sustainable Pelagic Fisheries Management in PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur. Under direction of EKO SRI WIYONO and TRI WIJI NURANI. In order to achive sustainable fisheries activities,is need sustainable development concept. The concept of sustainable in fisheries content three important aspects, there are ecological, economic and social, which policy as a control of three aspects. The concepts were applied in the complex fisheries in Prigi. The aims of this study are: to determine fish superior in PPN Prigi; to assess fish stock; to account business feasibility of dominan fishing fleet; to map fishermen perceptions to fishing; suitable strategy to manage fisheries in PPN Prigi. The data were analysed by using scoring methods, surplus production model, financial analysis (profit, revenue cost ratio and payback period) and investment criteria (net present value, internal rate of return and net benefit cost ratio), perceptual map with discriminant analysis. Analysis strengths weaknesses opportunities threats (SWOT) to formulate a good strategy for the sustainability fisheries in PPN Prigi and Balanced Scorecard to measure rod success of strategy. The result analysed show that the fish superior in PPN Prigi are tuna, mackerel, skipjack tuna, sardine and scad. Based on the assessment, the whole of fish already indicated overfishing. The financial analysis show that all of fishing fleet except payang, are feasible to develop. And then stakeholder have similar perception of fisheries. Based on the strengths weaknesses opportunities and threats in PPN Prigi the suitable strategy, was developed. Keyword: fisheries sustainable management, pelagic fish, Prigi v

6 vi

7 RINGKASAN AGUSTIN ROSS. Model Pengelolaan Perikanan Pelagis secara Berkelanjutan di PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur. Dibimbing oleh EKO SRI WIYONO dan TRI WIJI NURANI. Pengelolaan perikanan bertujuan untuk mencapai manfaat yang optimal dan berkelanjutan. Konsep perikanan berkelanjutan memiliki tiga aspek penting yaitu ekologi, ekonomi dan sosial. Kebijakan berfungsi untuk mengatur keseimbangan ketiga aspek tersebut. Oleh karena itu penelitian ini meliputi tiga aspek keberlanjutan tersebut untuk membangun model perikanan tangkap yang berkelanjutan. PPN Prigi dipilih karena memiliki beberapa kendala dalam mencapai keberlanjutan perikanan, antara lain banyaknya unit penangkap ikan yang beroperasi dan berukuran sedang sehingga menekan sumberdaya pesisir, akses jalan menuju Prigi kurang mendukung perkembangan bisnis perikanan tangkap, dan belum ada visi bersama untuk membangun perikanan tangkap yang berkelanjutan diantara stakeholder. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan ikan unggulan di PPN Prigi, menghitung potensi ikan unggulan, menghitung kelayakan usaha unit penangkap ikan unggulan, memetakan kecenderungan persepsi stakeholder dan memberikan perumusan strategi dalam pembangunan perikanan tangkap berkelanjutan. Metode untuk menentukan ikan-ikan unggulan dianalisis dengan metode skoring. Surplus production model (SPM) digunakan untuk mengkaji potensi ikan unggulan. Analisis cashflow yang terdiri dari profit, revenue cost ratio dan payback period serta analisis investment criteria yang terdiri dari net present value, internal rate of return dan net benefit cost ratio digunakan untuk menghitung kelayakan usaha unit penangkap ikan. Perceptual map dengan analisis diskriminan ganda digunakan untuk memetakan kecenderungan persepsi stakeholder terhadap keadaan sosial. Perumusan strategi dilakukan dengan analisis strengths weaknesses opportunities threats (SWOT), dilanjutkan analisis balanced scorecard untuk memberikan tolok ukur keberhasilan dalam pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan. Ikan unggulan yang terdapat di PPN Prigi adalah tuna, tongkol, cakalang, lemuru dan layang, kelimanya merupakan ikan pelagis. Ikan-ikan ini dominan ditangkap oleh alat tangkap purse seine, pancing tonda, gillnet dan payang. Berdasarkan perhitungan potensi, kelima ikan ini terindikasi telah mengalami overfishing akibat kelebihan armada yang beroperasi (overeffort). Stok ikan yang dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai MSY untuk masing-masing ikan yaitu 1000,69 ton/tahun ikan tuna; 8853,01 ton/tahun ikan tongkol; 1056,56 ton/tahun ikan cakalang; 7497,64 ton/tahun ikan lemuru; dan 5324,21 ton/tahun ikan layang. Unit penangkapan ikan unggulan memiliki kelayakan usaha yang menguntungkan kecuali unit penangkapan payang secara IRR. Urutan prioritas unit penangkapan ikan ditinjau dari kelayakan usaha secara cashflow dan investment criteria adalah purse seine dengan total keuntungan Rp ,90/tahun; revenue cost ratio 2,55; payback period 2 tahun, net present value Rp ,61; internal rate of return 40,08% dan net benefit cost ratio 2,89. Tingginya nilai kelayakan usaha purse seine disebabkan unit penangkapan purse seine merupakan alat tangkap yang sesuai untuk menangkap vii

8 ikan yang bergerombol. Sehingga cocok digunakan di Prigi yang yang memiliki ikan unggulan berupa ikan pelagis. Unit penangkapan gillnet memiliki prioritas kelayakan usaha kedua. Hal ini disebabkan rendahnya nilai investasi, selain itu unit penangkapan gillnet di Prigi juga membawa pancing tonda, sehingga memiliki pendapatan ganda dari kedua alat tangkap tersebut. Pancing tonda memiliki prioritas kelayakan usaha ketiga. Sedangkan payang memiliki prioritas terakhir, dimana dari semua kriteria, payang selalu menempati urutan terendah. Persepsi antar stakeholder (nelayan, bakul/pedagang dan pihak pengelola) memiliki kecenderungan yang hampir sama, dilihat berdasarkan usia, tingkat pendidikan maupun pekerjaan. Persepsi ini diperlukan untuk memahami karakteristik stakeholder agar mudah untuk membangun visi bersama perikanan tangkap berkelanjutan. Perikanan tongkol dan cakalang dengan purse seine serta perikanan tongkol dengan gillnet hendaknya menjadi perhatian utama karena masih berpotensi untuk dikembangkan jika dikelola dengan baik. Berdasarkan perhitungan SWOT, keberlanjutan perikanan di PPN Prigi memiliki lebih banyak kelemahan dan ancaman. Hal ini disebabkan secara ekologi stok ikan telah mengalami penurunan, secara ekonomi akses menuju Prigi sulit ditempuh dan secara sosial belum terbentuknya visi bersama dan koordinasi yang baik antar stakeholder. Hasil analisis balanced scorecard, menyatakan hal utama yang hendaknya dilakukan adalah memfokuskan Prigi untuk pembelajaran dan pertumbuhan. Hal yang dapat dilakukan antara lain perbaikan pengumpulan data, pengawasan yang intens dan penyuluhan mengenai keberlanjutan terhadap nelayan dan pedagang. Kata kunci: ikan pelagis, model pengelolaan perikanan pelagis keberlanjutan, Prigi viii

9 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB ix

10 x

11 MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN PELAGIS SECARA BERKELANJUTAN DI PPN PRIGI, TRENGGALEK, JAWA TIMUR AGUSTIN ROSS C Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 xi

12 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si xii

13 Judul Tesis : Model Pengelolaan Perikanan Pelagis secara Berkelanjutan di PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur Nama Mahasiswa : Agustin Ross NRP : C Program Mayor : Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si Ketua Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si Anggota Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian: 19 September 2011 Tanggal Lulus: xiii

14 xiv

15 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah pembuatan strategi untuk model pengelolaan berkelanjutan. Judul yang dipilih yaitu Model Pengelolaan Perikanan Pelagis secara Berkelanjutan di PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Eko Sri wiyono, S.Pi, M.Si dan Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan saran. Terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si selaku penguji luar komisi dan Prof. Dr. Mulyono S. Baskoro, M.Sc selaku Ketua Program Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap-IPB. Disamping itu ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Rustardi, A.Pi, M.Si Kepala PPN Prigi beserta seluruh staf yang telah banyak memberikan bantuan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, ayah, mbak Lia dan mbak Ocha atas doa, dukungan dan semangat yang diberikan, serta kepada teman SPT-TPT 2009 atas kebersamaan yang singkat. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat. Bogor, Oktober 2011 Agustin Ross xv

16 xvi

17 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 15 Agustus 1985 dari ayah Drs. Abdullah. A. Rasyid dan ibu Mariyati, S.Pd. Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara. Penulis lulus Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Jember tahun Pada tahun yang sama penulis diterima masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP)-Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) dan dinyatakan lulus S1 tahun Penulis sempat bekerja sebagai Admin Distributor Mayora periode Februari-Juli Penulis melanjutkan pendidikan program Magister pada Sekolah Pascasarjana - IPB dengan memilih Program Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap (SPT) pada tahun Saat menempuh pendidikan penulis pernah bekerja sebagai pengajar freelance pada Lembaga Bimbingan Belajar Mitra Pelajar periode Desember 2010-Maret Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains, penulis melakukan penelitian dengan judul Model Pengelolaan Perikanan Pelagis secara Berkelanjutan di PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur. Penelitian yang dilakukan, dibimbing oleh Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si dan Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si. xvii

18 xviii

19 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... xvii DAFTAR TABEL... xxi DAFTAR GAMBAR... xxiii DAFTAR LAMPIRAN... xxv DAFTAR ISTILAH... xxvii 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Kerangka Penelitian Tujuan Manfaat TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model Pengelolaan Perikanan Tangkap Konsep Keberlanjutan Pengkajian Stok dengan Surplus Production Methods Kelayakan Usaha pada Unit Penangkapan Ikan Persepsi Stakeholder Persepsi Analisis perceptual maps Strategi Pengelolaan Perikanan Tangkap Strengths weaknesses opportunities threats (SWOT) Balanced scorecard Beberapa Penelitian yang Telah Dilakukan METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian xix

20 3.3 Metode Analisis Data Analisis skoring Keberlanjutan ekologi: potensi ikan unggulan Keberlanjutan ekonomi: kelayakan unit penangkapan ikan Keberlanjutan sosial: persepsi stakeholder Model pengelolaan berkelanjutan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Trenggalek Keadaan geografi Pemerintahan dan penduduk Keadaan Umum Perairan Keadaan Umum Perikanan Tangkap di PPN Prigi Fasilitas di PPN Prigi Unit penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan Produksi dan nilai produksi Pengolahan dan pemasaran HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Ikan unggulan di PPN Prigi Keberlanjutan Ekologi: Potensi Ikan Unggulan Ikan tuna Ikan tongkol Ikan cakalang Ikan lemuru Ikan layang Keberlanjutan Ekonomi: Kelayakan Usaha Unit Penangkap Ikan Unit penangkapan purse seine Unit penangkapan pancing tonda Unit penangkapan gillnet Unit penangkapan payang Keberlanjutan Sosial: Persepsi Stakeholder Persepsi stakeholder berdasarkan usia Persepsi stakeholder berdasarkan tingkat pendidikan Persepsi stakeholder berdasarkan pekerjaan Model Pengelolaan Berkelanjutan Pemfokusan model pengelolaan Perumusan strategi Tolok ukur keberhasilan strategi Pembahasan xx

21 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xxi

22 xxii

23 DAFTAR TABEL Halaman 1 Jenis dan cara pengumpulan data Matriks kombinasi model yang akan difokuskan Pembuatan matriks IFAS Matriks SWOT Jumlah dan jenis kapal di PPN Prigi periode Jenis dan jumlah alat penangkap ikan di PPN Prigi periode Produksi ikan di PPN Prigi periode Nilai produksi ikan di PPN Prigi periode Kriteria dan urutan prioritas untuk menentukan ikan unggulan Potensi dan presentase kelebihan tangkap untuk tiap jenis ikan Perbandingan kriteria kelayakan usaha unit penangkapan ikan pelagis di PPN Prigi Prioritas unit penangkapan berdasarkan cashflow dan investment criteria Penentuan fokus model pengelolaan yang cocok di Prigi Matriks IFAS perikanan pelagis berkelanjutan di PPN Prigi Matriks EFAS perikanan pelagis berkelanjutan di PPN Prigi Matriks SWOT strategi perikanan tangkap berkelanjutan di PPN Prigi Strategi keberlanjutan perikanan pelagis di PPN Prigi xxiii

24 xxiv

25 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Diagram kerangka pemikiran pengelolaan perikanan berkelanjutan di PPN Prigi Zona tumpang tindih kepentingan dalam pembangunan berkelanjutan diwakili modernisasi ekologi Model produksi surplus Diagram analisis SWOT Balanced scorecard sebagai suatu kerangka kerja tindakan strategis Lokasi penelitian Perkembangan jumlah nelayan di PPN Prigi periode Grafik maximum sustainable yield untuk ikan tuna Grafik maximum sustainable yield untuk ikan tongkol Grafik maximum sustainable yield untuk ikan cakalang Grafik maximum sustainable yield untuk ikan lemuru Grafik maximum sustainable yield untuk ikan layang Unit penangkapan purse seine Unit penangkapan pancing tonda Unit penangkapan gillnet Unit penangkapan payang Perceptual map stakeholder berdasarkan usia Perceptual map stakeholder berdasarkan tingkat pendidikan Perceptual map stakeholder berdasarkan pekerjaan xxv

26 xxvi

27 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Layout PPN Prigi Fasilitas fungsional di PPN Prigi Fasilitas penunjang di PPN Prigi Ikan unggulan di PPN Prigi Perhitungan Maximum Sustainable Yield Ikan Tuna Perhitungan Maximum Sustainable Yield Ikan Tongkol Perhitungan Maximum Sustainable Yield Ikan Cakalang Perhitungan Maximum Sustainable Yield Ikan Lemuru Perhitungan Maximum Sustainable Yield Ikan Layang Analisis Kelayakan Usaha Purse seine Analisis Kelayakan Usaha Pancing Tonda Analisis Kelayakan Usaha Gillnet Analisis Kelayakan Usaha Payang Perhitungan Analisis Diskriminan Ganda Berdasarkan Usia Perhitungan Analisis Diskriminan Ganda Berdasarkan Pendidikan Perhitungan Analisis Diskriminan Ganda Berdasarkan Pekerjaan xxvii

28 xxviii

29 DAFTAR ISTILAH ABK Berkelanjutan CCRF C MSY Df E optimum GT IRR Model : (Anak Buah Kapal) adalah orang yang bekerja di dalam kapal : berkesinambungan, berjalan terus-menerus tanpa mengganggu siklus : (Code of Conduct for Resonsible Fisheries) adalah standar internasional mengenai pola perilaku bagi praktek yang bertanggung jawab, dalam pengusahaan sumberdaya perikanan dengan maksud untuk menjamin terlaksananya aspek konservasi, pengelolaan : (Catch maximum sustainable yield) adalah jumlah potensi maksimum lestari dari sumberdaya yang dihitung dan dapat dimanfaatkan tanpa menggangu keberlanjutannya secara ekologi : (discount factor) adalah bilangan yang digunakan untuk mengalikan suatu nilai di masa yang akan datang dapat dinilai pada saat ini : (effort optimum) adalah jumlah unit penangkapan yang optimal untuk menangkap satu jenis ikan : (Gross Tonage) adalah satuan ukuran kapal. Perhitungan GT kapal ikan yang umum digunakan di Indonesia adalah volume total kapal x 0,25 : (internal rate of return) adalah persentase nilai keuntungan yang diperoleh pada penanaman modal dibandingkan dengan tingkat suku bunga bank yang berlaku : abstraksi atau penyederhanaan realitas sistem yang kompleks yang digambarkan dengan komponen-komponen yang relevan Net B/C : (net benefit cost ratio) adalah perbandingan antara keuntungan dengan biaya yang dikeluarkan selama umur teknis barang investasi NPV Pengelolaan Persepsi : (net present value) adalah keuntungan total selama umur teknis barang investasi yang dihitung pada saat ini : merupakan semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan untuk mencapai keberlanjutan : pendapat atau pemikiran seseorang mengenai suatu hal xxix

30 PP : (payback period) adalah jangka waktu pengembalian sejumlah invetasi yang ditanamkan dalam suatu usaha R/C : (revenue Cost Ratio) adalah berbandingan antara pendapatan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan yang dihitung dalam satu tahun Stakeholder perikanan : pihak yang terlibat dalam suatu sistem bisnis perikanan : total keuntungan dari suatu usaha yang dihitung dalam satu tahun xxx

31 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan (UU RI no ). Selanjutnya pasal 6 ayat 1 menyebutkan bahwa pengelolaan perikanan ditujukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumberdaya ikan. Kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa banyak kegiatan perikanan belum berjalan optimal, hal ini antara lain disebabkan oleh tidak efisiennya kegiatan penangkapan ikan, fasilitas-fasilitas pendukung perikanan yang belum terpenuhi dan sistem pengelolaan yang kurang optimal. Bertolak dari kondisi yang ada, maka untuk mengatasi permasalahanpermasalahan tersebut perlu dikembangkan model pembangunan perikanan berkelanjutan. Konsep perikanan berkelanjutan memiliki tiga dimensi penting, yaitu: ekologi, ekonomi dan sosial. Keberlanjutan ketiga dimensi tersebut merupakan tipe ideal, artinya suatu tipe yang hanya berfungsi sebagai acuan teoritas karena dalam kenyataan secara empiris sulit ditemukan. Fungsi kebijakan (policy) merupakan upaya untuk mengatur proses tarik ulur sehingga ketiganya dalam kondisi seimbang (Satria 2004). Keberlanjutan salah satu faktor menjadi prasyarat bagi keberlanjutan faktor dimensi lain. Tanpa keberlanjutan ekologi maka kegiatan ekonomi akan terhenti sehingga akan berdampak pula pada kehidupan sosial masyarakat yang terlibat kegiatan perikanan. Tanpa keberlanjutan ekonomi, (misalnya rendahnya harga ikan yang tidak sesuai dengan biaya operasional) maka akan menimbulkan eksploitasi besar-besaran yang dapat merusak kehidupan ekologi perikanan dan terjadinya konflik. Begitu pula tanpa keberlanjutan kehidupan sosial para stakeholder perikanan maka proses pemanfaatan perikanan dan kegiatan ekonomi tidak dapat berlangsung optimal. Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai pengelolaan perikanan maupun keberlanjutan perikanan menjadi bahan masukan untuk penelitian yang dilakukan. Beberapa penelitian tersebut, antara lain: Suman et al (2006) pada

32 2 penelitian berjudul Pola Pemanfaatan Sumberdaya Udang Dogol (Metapenaeus ensis de Haan) Secara Berkelanjutan di Perairan Cilacap dan Sekitarnya ; Suyasa (2007) melakukan penelitian Keberlanjutan dan Produktivitas Perikanan Pelagis Kecil yang Berbasis di Pantai Utara Jawa ; Hermawan (2006) melakukan mengenai Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil (Kasus Perikanan Pantai di Serang dan Tegal) dan Nurani (2008) melakukan penelitian berjudul Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik Dari Potensi Daerah (selengkapnya pada sub bab 2.8). Penelitian yang dilakukan oleh Suman terbatas pada keberlanjutan spesies udang dogol dengan memfokuskan pada aspek ekologi. Suyasa, Hermawan dan Nurani menilai keberlanjutan dari aspek ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan hukum kelembagaan. Hanya saja Suyasa dan Hermawan menggunakan teknik yang sama yaitu Rapfish sedangkan Nurani menggunakan pendekatan sistem. Sedangkan penelitian yang dilakukan penulis hanya meliputi tiga aspek keberlanjutan yaitu ekologi, ekonomi dan sosial dengan menggunakan pendekatan model skoring konvensional. Kabupaten Trenggalek terletak di perairan selatan Jawa Timur (WPP-RI 573) yang berbatasan dengan Samudera Hindia. Kabupaten Trenggalek memiliki 3 kecamatan yang terletak di wilayah pesisir pantai, yaitu kecamatan Watulimo, Munjungan dan Panggul. Wilayah pesisir Kabupaten Trenggalek memiliki potensi sumberdaya alam beragam diantaranya potensi tambang, hutan, perkebunan, pertanian, wisata alam dan perikanan (Kabupaten Trenggalek 2009). Luas laut yang dimiliki Kabupaten Trenggalek, 4 mil dari pantai sebesar 711,68 km 2 (BPS 2010). Sektor perikanan memberikan kontribusi pada perekonomian Kabupaten Trenggalek sebesar 20% pada tahun 2000 (Dirjen Perikanan Tangkap 2003). Isu lingkungan pesisir yang berkaitan dengan ekologi sumberdaya ikan di perairan Kabupaten Trenggalek antara lain potensi IUU fishing dan pencemaran yang mengakibatkan rusaknya ekosistem pesisir. Sedangkan isu sosial perikanan tangkap yang terjadi adalah konflik penempatan rumpon (Kabupaten Trenggalek 2009). Studi kasus pada penelitian ini dilakukan di PPN Prigi. PPN Prigi merupakan penyumbang terbesar sektor perikanan tangkap di Kabupaten Trenggalek. Namun kegiatan perikanan tangkap di PPN Prigi masih

33 3 terkonsentrasi di perairan teritorial. Hal ini disebabkan ukuran armada yang relatif kecil (<30GT), sehingga tidak mampu untuk beroperasi di perairan ZEEI dan terkonsentrasi pada perairan pantai. Jumlah alat tangkap yang banyak dan meningkat dari tahun ke tahun akan mengakibatkan sumberdaya pesisir mengalami tekanan secara ekologi yang lambat laun akan berdampak pada aspek lainnya. Akses jalan menuju Prigi yang sulit dilalui juga merupakan salah satu penghambat kegiatan ekonomi perikanan tangkap di Prigi. Aspek lain yang menjadi masalah dalam pengelolaan perikanan tangkap di Prigi adalah belum adanya visi bersama diantara para stakeholder perikanan. Agar dapat mengatasi persoalan yang ada maka diperlukan suatu model pengelolaan sehingga diketahui baik/buruknya suatu konsep keberlanjutan perikanan. Untuk mengelola PPN Prigi secara berkelanjutan, perlu diketahui ikan unggulan apa saja yang terdapat di perairan tersebut. Hal ini disebabkan ikan unggulan merupakan ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan sehingga kelestariannya perlu untuk diperhatikan. Potensi ikan unggulan perlu dihitung agar dapat memanfaatkan sumberdaya ikan tanpa mengganggu keberlanjutan ekologinya. Selain itu kelayakan usaha dari tiap unit alat tangkap yang dominan beroperasi perlu dipertimbangkan karena berkaitan dengan keberlanjutan ekonomi masyarakat nelayan, yang merupakan tangan pertama perikanan tangkap. Di sisi lain persepsi kehidupan sosial perikanan tangkap stakeholder perikanan perlu diketahui agar dapat memahami pandangan dari masing-masing stakeholder. Model pengelolaan perikanan difokuskan pada perikanan yang masih memiliki kemungkinan untuk berkembang. Langkah selanjutnya adalah memberikan rumusan strategi beserta tolok ukur keberhasilan strategi untuk mendukung pengelolaan perikanan tangkap secara berkelanjutan. 1.2 Perumusan Masalah Ada ketimpangan antara potensi sumberdaya ikan dan armada penangkapan ikan di PPN Prigi. Armada perikanan yang digunakan oleh nelayan masih relatif kecil (<30 GT) dan jumlahnya sangat banyak, akibatnya kapal tidak mampu menjangkau ZEEI dan terkonsentrasi pada perairan pantai. Kegiatan perikanan tangkap yang dilakukan secara terus-menerus di perairan pantai yang merupakan

34 4 daerah nursery ground, sangat mengkhawatirkan. Sejak awal tahun 2010 pendaratan ikan di PPN Prigi menurun drastis. Hal ini dapat menjadi salah satu indikasi terjadinya overfishing di wilayah pesisir tersebut, selain masalah cuaca yang mengganggu kegiatan penangkapan. Akses jalan menuju Prigi juga merupakan salah satu penghambat kegiatan perikanan tangkap di Prigi. Akses jalan yang kurang baik menyebabkan kegiatan ekonomi, baik investasi maupun distribusi hasil perikanan menjadi lebih sulit. Aspek lain yang menjadi masalah dalam pengelolaan perikanan tangkap di Prigi yaitu belum adanya visi bersama mengenai keberlanjutan diantara para stakeholder perikanan. Sehingga arah pengelolaan perikanan tangkap belum memiliki tujuan yang sama. Perumusan strategi/model pengelolaan perikanan pelagis berkelanjutan memerlukan uraian beberapa pertanyaan yang menjadi kunci langkah-langkah pengelolaan selanjutnya, yaitu: 1) Apa saja jenis ikan unggulan di PPN Prigi? 2) Berapa potensi ikan unggulan yang dapat dimanfaatkan secara optimal? 3) Bagaimana kelayakan usaha unit penangkapan ikan di PPN Prigi? 4) Bagaimana persepsi sosial perikanan tangkap oleh stakeholder di PPN Prigi? 5) Apakah fokus pengelolaan ikan pelagis dan bagaimana strategi yang cocok untuk mengelola kegiatan perikanan secara berkelanjutan di PPN Prigi? 1.3 Kerangka Pemikiran Masalah-masalah yang dihadapi dan telah disebutkan pada perumusan masalah disusun menjadi satu kerangka berpikir. Kerangka pemikiran merupakan rencana penelitian dari usulan penelitian, penelitian di lapangan, pengolahan data hingga menjadi tesis. Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

35 5 Perikanan tangkap Kegiatan perikanan tangkap makin tidak efisien dan menuju over fishing, antara lain disebabkan: 1. Armada penangkapan yang banyak dan berukuran kecil 2. Akses jalan menuju Prigi kurang baik 3. Belum ada visi bersama diantara stakeholder untuk mengelola perikanan Solusi? Keberlanjutan Perikanan Ekologi Ekonomi Sosial Kajian potensi sumberdaya ikan Surplus Production Model Kelayakan Usaha Analisis cashflow dan invesment criteria Persepsi stakeholder Perceptual Map Fokus model pengelolaan SWOT Balanced Scorecard Strategi Pengembangan Perikanan Berkelanjutan Gambar 1 Diagram kerangka pemikiran pengelolaan perikanan berkelanjutan di PPN Prigi.

36 6 1.4 Tujuan Tujuan penelitian Model Pengelolaan Perikanan Pelagis secara Berkelanjutan di PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur adalah: 1) menentukan jenis ikan unggulan di PPN Prigi saat ini; 2) menghitung potensi ikan unggulan; 3) menghitung kelayakan usaha alat penangkap ikan unggulan yang dominan; 4) memetakan persepsi stakeholder mengenai aspek sosial di PPN Prigi; 5) menyusun model pengelolaan pembangunan perikanan berkelanjutan di PPN Prigi. 1.5 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberi beberapa manfaat, antara lain: 1) menjadi salah satu acuan pemodelan pengelolaan perikanan berkelanjutan di perairan yang memiliki tipe/karakteristik seperti PPN Prigi 2) selanjutnya model ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan bagi pemerintah daerah sebagai pengembangan perikanan tangkap di lokasi kajian 3) selain itu hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi penyusunan model pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan di masa yang akan datang

37 7 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model Pengelolaan Perikanan Tangkap Model adalah abstraksi atau penyederhanaan realitas sistem yang kompleks dengan komponen-komponen yang relevan atau faktor-faktor yang dominan dari masalah yang dianalisis/diikutsertakan. Model menunjukkan hubungan-hubungan (langsung dan tidak langsung) dari aksi dan reaksi dalam pengertian sebab dan akibat. Karena sebuah model adalah suatu abstraksi realitas, maka model akan tampak kurang kompleks dibanding realitas itu sendiri. Pembentukan model dilakukan untuk menemukan variabel-variabel penting yang berkaitan atau menonjol. Teknik-teknik kuantitatif seperti statistik dan simulasi digunakan untuk menyelidiki hubungan yang ada diantara banyak variabel dalam suatu model (Mulyono 2002). Pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati (UU no Pasal 1 ayat 7). Naskah pembukaan hukum laut internasional United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 (dalam Nurani 2010) telah mengisyaratkan, perlu adanya suatu konvensi tentang hukum laut yang baru dan dapat diterima secara umum. Naskah tersebut menyatakan permasalahan ruang samudera merupakan permasalahan yang berkaitan erat satu sama lain dan perlu dianggap sebagai suatu kebulatan. Melalui suatu konvensi, suatu tertib hukum diberlakukan untuk dapat memudahkan komunikasi internasional dan memajukan penggunaan laut dan samudera secara damai, pendayagunaan sumberdaya alam secara adil dan efisien, malakukan konservasi sumberdaya alam hayati dan pengkajian, serta perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Indonesia telah turut meratifikasi UNCLOS 1982 melalui UU 17/1985.

38 8 Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) yang dicetuskan FAO tahun 1995 menyebutkan beberapa prinsip mengenai pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab serta himbauan bagi negara-negara lain untuk mengelola sumberdaya perikanannya. Butir-butir dalam prinsip-prinsip umum CCRF tersebut antara lain: 1) melindungi ekosistem perairan; 2) menjamin ketersediaan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan; 3) pencegahan kondisi tangkap berlebih (overfishing); 4) rehabilitasi populasi perikanan dan habitat kritis; 5) mengupayakan konservasi; 6) penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan; 7) pengontrolan yang efektif terhadap upaya-upaya penangkapan di laut; 8) mencegah konflik antara nelayan skala kecil, menengah dan industri; 9) penjaminan mutu hasil tangkapan; 10) penjaminan terhadap keamanan dan keselamatan kapal, alat tangkap dan ABK; dan 11) manajemen pengelolaan perikanan tangkap yang terpadu antar instansi/lembaga (Wisudo dan Solihin 2008). Berdasarkan beberapa pengertian mengenai model dan pengelolaan perikanan tersebut maka model pengelolaan perikanan tangkap dapat diartikan sebagai penyederhanaan realitas sistem yang kompleks dengan menemukan variabel-variabel penting yang berkaitan atau menonjol di bidang perikanan yang dilakukan secara hati-hati dan berdasarkan pada kajian-kajian ilmiah, sesuai dengan ketentuan UNCLOS 1982 dan CCRF untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. Pengelolaan sumberdaya perikanan menghendaki keterlibatan dari seluruh stakeholder yang terlibat dalam pemaanfaatan sumberdaya perikanan, mulai dari perencanaan penyusunan program, pelaksanaan monitoring dan evaluasi (Nurani 2010). 2.2 Konsep Keberlanjutan Konsep berkelanjutan yang telah disepakati oleh Komisi Brundtland menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan yaitu dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Konsep keberlanjutan dapat diperinci menjadi tiga aspek pemahaman, yaitu (Fauzi 2004):

39 9 1) keberlanjutan ekonomi: pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri; 2) keberlanjutan lingkungan: sistem yang berkelanjutan secara lingkungan harus mampu memelihara sumberdaya yang stabil, menghindari eksploitasi sumberdaya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaragaman hayati, stabilitas ruang udara dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi; 3) keberlanjutan sosial: keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan, menyediakan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender dan akuntabilitas politik. economic development community economic development -economic growth -private profit -market expansion -externalize costs conservationism Sustainable development -local self reliance -basic human needs -equity -partisipation -social accountability -appropriate technology community development -carrying cappacity -resource reservation -elegance ecological development S u m b e r : Pinfield G (1997) dalam deep ecology Gambar 2 Zona tumpang tindih kepentingan dalam pembangunan berkelanjutan diwakili modernisasi ekologi. Tantangan untuk memelihara sumberdaya secara berkelanjutan merupakan permasalahan yang cukup kompleks dalam pembangunan perikanan. Sumberdaya perikanan dikategorikan sebagai sumberdaya yang dapat pulih, namun seberapa besar ikan yang dapat dimanfaatkan tanpa harus menimbulkan

40 10 dampak negatif di masa mendatang harus dipertimbangkan. Keberlanjutan merupakan kata kunci dalam pembangunan perikanan yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi sumberdaya dan kesejahteraan masyarakat perikanan itu sendiri (Adam et al. 2006). 2.3 Pengkajian Potensi Ikan dengan Analisis Surplus Production Model Sumberdaya ikan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat pulih namun bukan tidak terbatas. Sumberdaya dapat mengalami penipisan kelimpahan (abundance) bahkan kemusnahan (collapse) jika dibiarkan dalam keadaan nirkelola. Pengkajian stok (stock assessment) dalam arti yang sebenarnya adalah mencakup segala upaya riset yang dilakukan untuk mengetahui respon sumberdaya ikan terhadap kebijakan pengelolaan, misalnya terhadap penambahan upaya penangkapan (jumlah dan atau ukuran kapal penangkapan, alat penangkapan ikan); terhadap pembatasan hasil tangkapan (jumlah ikan yang boleh ditangkap, ukuran ikan yang boleh ditangkap dan sebagainya) (Widodo, 2003). Kompleksnya faktor-faktor yang berkaitan, menyebabkan pengelolaan sumberdaya ikan banyak menghadapi kendala, sehingga salah satu cara yang cukup memadai untuk mengkajinya dapat dilakukan melalui pendekatan pemodelan. Model merupakan sekumpulan pernyataan yang dirumuskan dengan baik yang dapat menggambarkan sistem yang kompleks dan memungkinkan adanya pernyataan-pernyataan yang tepat mengenai bagaimana komponenkomponen sistem tersebut berinteraksi. Model produksi digunakan untuk mengetahui apakah penangkapan masih berada dalam batas potensi lestari atau telah melewatinya. Model produksi surplus merupakan model yang populer dalam literatur perikanan dan telah digunakan selama lebih dari empat puluh tahun. Hal ini dikarenakan model produksi surplus relatif sederhana dan hanya membutuhkan data hasil tangkapan dan upaya penangkapan time series yang relatif tersedia pada pusat penangkapan dan pendaratan ikan (Georgina et al 2004).

41 11 Hasil tangkapan MSY Sumber: Sparre & Venema 1999 Upaya Penangkapan Gambar 3 Model produksi surplus. 2.4 Kelayakan Usaha pada Unit Penangkapan Ikan Salah satu cara untuk mengetahui keberlanjutan ekonomi adalah dengan perhitungan analisis keuangan. Analisis keuangan yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis finansial rugi-laba (cashflow) dan analisis investment criteria untuk menilai kelayakan usaha pada unit penangkapan ikan. Studi kelayakan usaha adalah kajian mengenai layak atau tidak layak suatu usaha untuk dijalankan serta menghindari suatu usaha dari kebangkrutan. Analisis finansial rugi-laba akan menggambarkan aliran dana yang keluar dan masuk dalam suatu usaha pada periode waktu tertentu. Struktur biaya yang diperhitungkan dalam analisis finansial rugi-laba, yaitu: 1) biaya investasi, yaitu biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan barang modal atau modal tetap; 2) biaya tetap, yaitu biaya yang selalu dikeluarkan dan tidak tergantung volume produksi; 3) biaya variabel, yaitu biaya yang dikeluarkan berdasarkan volume produksi. Alat analisis untuk penghitungan rugi-laba ada lima namun pada penelitian ini hanya tiga yang digunakan, yaitu: keuntungan, revenue cost ratio (R/C) dan payback period (PP) (Hernanto 1989). Analisis investment criteria merupakan penilaian waktu uang (time value of money) karena uang bersifat time preference (skala waktu). Time preference menyatakan sejumlah sumber yang tersedia untuk dinikmati saat ini lebih berharga daripada sejumlah yang sama pada waktu yang akan datang. Faktorfaktor yang mempengaruhi time preference adalah: inflasi, adanya resiko yang tidak diketahui dimasa mendatang serta nilai konsumsi. Kriteria penilaian investasi pada analisis investment criteria, antara lain: net present value (NPV),

42 12 internal rate of return (IRR) dan net benefit cost ratio (Net B/C) (Kadariah et al 1999 dan Gray et al 2005). 2.5 Persepsi Stakeholder Persepsi Persepsi adalah proses seseorang menyeleksi dan menginterpretasi stimuli untuk membentuk deskripsi menyeluruh. Sifat abstrak dari persepsi menyebabkan deskripsi yang digambarkan oleh seseorang tidak objektif tetapi subjektif. Walaupun persepsi sulit diukur, untuk memperoleh gambaran persepsi seseorang tentang suatu objek terhadap objek lain secara relatif dapat dilakukan (Simamora 2005). Definisi persepsi juga dinyatakan oleh sebagai penafsiran unik terhadap situasi dan bukan pencarian yang benar terhadap situasi (Marliyah et al. 2004). Proses persepsi meliputi interaksi yang sulit dari kegiatan seleksi, penyusunan dan penafsiran yang semuanya tergantung pada penginderaan data. Karena persepsi melibatkan proses kognitif yang kompleks, maka melaluinya dapat dihasilkan gambaran unik tentang kenyataan yang kemungkinan berbeda dari kenyataannya. Persepsi sosial berhubungan secara langsung dengan cara individu melihat dan menilai orang lain, oleh karena itu proses persepsi sosial melibatkan orang yang melihat atau menilai dan orang yang dinilai. Pembahasan mengenai persepsi sosial mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi yang secara rinci adalah sebagai berikut (Simamora 2005): 1) faktor stimuli yang terdiri dari nilai, familiaritas, arti emosional dan intensitas; 2) faktor yang berhubungan dengan ciri-ciri khas kepribadian seseorang; 3) faktor pengaruh kelompok; 4) faktor perbedaan latar belakang kultural yang menyangkut antara lain: kekayaan bahasa, pembentukan konsep-konsep dan pengalaman khusus seseorang sebagai anggota kebudayaan tertentu.

43 Analisis Perceptual Map Perceptual map digunakan untuk mengelompokkan stakeholder apakah memiliki persepsi yang sama atau berbeda. Keunggulan pendekatan berdasar atribut yang digunakan pada perceptual map adalah lebih mudah membuat penamaan dimensi. Pendekatan berdasar atribut meminta responden untuk memeringkatkan jawaban. Perceptual map yang digunakan menggunakan analisis diskriminan ganda. Dimana variabel dependen yang digunakan adalah pertanyaan yang diajukan dan variabel independen adalah jawaban dari pertanyaan (Churchill 2005). Menurut Simamora (2005) analisis diskriminan merupakan teknik yang akurat untuk memprediksi seseorang termasuk dalam kategori apa, dengan catatan data-data yang dilibatkan terjamin akurasinya. Analisis diskriminan digunakan dengan variabel dependen kategoris (skala ordinal atau nominal) dan variabel independen skala metrik (interval dan rasio). 2.6 Strategi Pengelolaan Perikanan Tangkap Menurut Nikijuluw (2002) dikutip dalam Nurani (2008), sumberdaya perikanan harus dikelola dengan baik, karena sumberdaya perikanan sangat sensitif terhadap tindakan manusia. Pendekatan apapun yang dilakukan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya, jika pemanfaatan dilakukan secara berlebihan pada akhirnya sumberdaya akan mengalami tekanan secara ekologi dan akan menurun kualitasnya. Pengelolaan sumberdaya perikanan patut dilakukan supaya pembangunan perikanan dapat dilaksanakan dengan baik dan tujuan pembangunan dapat tercapai. Sumberdaya perikanan terdiri atas sumberdaya ikan, sumberdaya lingkungan, serta segala sumberdaya buatan manusia yang digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya. Oleh karena itu pengelolaan sumberdaya perikanan mencakup penataan pemanfaatan sumberdaya ikan, pengelolaan lingkungannya, serta pengelolaan kegiatan manusia. Secara lebih ekstrim dapat dikatakan, manajemen sumberdaya perikanan adalah manajemen kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya. Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dalam perkembangannya, konsep mengenai strategi terus berkembang. Definisi strategi pertama kali

44 14 dikemukakan oleh Chandler yang menyatakan strategi adalah tujuan jangka panjang dari suatu perusahaan, serta pendayagunaan dan alokasi semua sumberdaya penting untuk mencapai tujuan tersebut. Pemahaman yang baik mengenai konsep strategi dan konsep-konsep lain yang berkaitan, sangat menentukan suksesnya strategi yang disusun (Rangkuti 2001). Konsep-konsep tersebut adalah sebagai berikut: 1) distinctive competence: tindakan yang dilakukan oleh perusahaan agar dapat melakukan kegiatan lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya; 2) competitive advantage: kegiatan spesifik yang dikembangkan oleh perusahaan agar lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya Strengths weaknesses opportunities threats (SWOT) Salah satu perumusan strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan sektor perikanan adalah analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan analisis berbagai faktor secara sistematis yang didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities) serta meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini (Rangkuti 2001). Berikut disajikan diagram analisis SWOT. PELUANG 3. Mendukung strategi turn around 1. Mendukung strategi agresif KELEMAHAN KEKUATAN 4. mendukung strategi defensive 2. Mendukung strategi diversifikasi ANCAMAN Sumber: Rangkuti 2005 Gambar 4 Diagram analisis SWOT.

45 15 Keterangan dari masing-masing kuadran dalam gambar adalah sebagai berikut: kuadran 1 : merupakan situasi menguntungkan, dimana perusahaan memiliki peluang dan kekuatan. Strategi yang diterapkan di situasi ini adalah kebijakan pertumbuhan yang agresif. kuadran 2 : meskipun ada ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar). kuadran 3 : fokus strategi dalam kuadran ini adalah meminimalkan masalah internal sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik. kuadran 4 : merupakan situasi tidak menguntungkan karena dalam menentukan dan melaksanakan suatu program terdapat berbagai kelemahan internal dan ancaman dari eksternal, sehingga strategi yang diusulkan adalah defensive Balanced scorecard Pengukuran kinerja kebijakan strategis dilakukan dengan menggunakan balanced scorecard, yaitu tolok ukur operasional jangka pendek untuk mengukur keberhasilan strategi jangka panjang. Kaplan dan Norton (1996) menjelaskan bahwa balanced scorecard lebih dari sekedar sistem pengukuran taktis atau operasional. Perusahaan yang inovatif menggunakan balanced scorecard sebagai sebuah sistem manajemen strategis jangka panjang yang menghasilkan berbagai proses manajemen penting, yaitu: 1) memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi; 2) mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis; 3) merencanakan, menetapkan sasaran dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis; 4) meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis (Gambar 5).

46 16 Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi Memperjelas visi Menghasilkan konsensus Mengkomunikasikan dan menghubungkan Mengkomunikasikan dan mendidik Menetapkan tujuan Mengaitkan imbalan dengan ukuran kinerja-tonggak Balanced Scorecard Umpan balik dan pembelajaran strategis Mengartikulasikan visi bersama Memberikan umpan balik strategis Memfasilitasi tinjauan ulang dan pembelajaran strategi Merencanakan dan menetapkan sasaran Menetapkan sasaran Memadukan inisiatif strategis Mengalokasikan sumberdaya Menetapkan tonggak-tonggak Sumber: Robert S Kaplan dan David P Norton 1996 Gambar 5 Balanced scorecard sebagai suatu kerangka kerja tindakan strategis. Balanced scorecard merupakan tolok ukur keberhasilan yang dianalisis lebih lanjut dari tujuan strategis yang telah dihasilkan. Strategi dirumuskan menjadi empat perspektif, yaitu: 1) finansial; 2) pelanggan; 3) bisnis internal; serta 4) pembelajaran dan pertumbuhan (Nurani 2008). Tiap perspektif dirinci visi dan dirumuskan seluruh sasaran strategis. Sasaran merupakan indikator kinerja dari tujuan strategis, yang disebut juga sebagai indikator ukuran hasil atau indikator akibat. Selanjutnya tolok ukur perlu diterjemahkan dalam target-target kuantitatif yang dapat dijangkau pada periode waktu tertentu. Umpan balik dapat diperoleh melalui evaluasi terhadap pencapaian target dari tolok ukur yang sudah ditetapkan. Target-target yang sudah ditetapkan perlu dicapai melalui langkah-langkah tindakan atau inisiatif. Inisiatif dalam balanced scorecard disebut sebagai indikator sebab. Indikator sebab ini merupakan langkah untuk mencapai indikator akibat. Sebagai salah satu contoh untuk mencapai tujuan strategis meningkatkan sarana dan prasarana produksi

47 17 berkualitas untuk optimalisasi produksi dan pemenuhan kebutuhan pasar ekspor sasaran (indikator akibat) yang diharapkan adalah pelabuhan berfungsi optimal sebagai penyedia sarana produksi, pemasaran dan fungsi pelayanan lain, sehingga inisiatif (indikator akibat) agar sasaran tercapai adalah dengan tersedianya dan kemudahan memperoleh input produksi serta pengembangan fasilitas pelabuhan (Nurani 2011). 2.7 Beberapa Penelitian yang Telah Dilakukan Penelitian yang telah dilakukan mengenai pengelolaan perikanan maupun keberlanjutan perikanan menjadi bahan masukan untuk penelitian yang dilakukan. Beberapa penelitian tersebut, antara lain: Suman et al (2006) pada penelitian berjudul Pola Pemanfaatan Sumberdaya Udang Dogol (Metapenaeus ensis de Haan) Secara Berkelanjutan di Perairan Cilacap dan Sekitarnya. Kesimpulan yang diberikan pada penelitian ini adalah: 1) pola pemanfaatan sumberdaya udang dogol secara berkelanjutan di perairan Cilacap dan sekitarnya diusulkan tiga alternatif pola pemanfaatan yaitu penutupan musim penangkapan, pembatasaan upaya penangkapan dan penetapan kuota penangkapan. 2) penerapan pola pemanfaatan sumberdaya udang dogol secara berkelanjutan di perairan Cilacap dan sekitarnya dapat menjamin kelestarian sumberdaya, pemanfaatannya dalam waktu panjang dan meningkatkan kesejahteraan nelayan, disamping itu dapat mengintegrasikan aspek ekologi, ekonomi dan sosial sebagai dimensi dari perikanan berkelanjutan. Suyasa (2007) melakukan penelitian Keberlanjutan dan Produktivitas Perikanan Pelagis Kecil yang Berbasis di Pantai Utara Jawa. Hasilnya menunjukkan bahwa keberlanjutan ikan pelagis kecil baik dilihat dari dimensi ekologi, ekonomi, etik dan teknologi pada umumnya berada pada kategori kurang. Sedangkan dilihat dari dimensi sosial dan kelembagaan menunjukkan kategori sedang dan baik. Oleh karena itu strategi kebijakan pembangunan yang menjadi prioritas utama untuk mengatasi masalah diatas adalah diversifikasi usaha perikanan, relokasi nelayan dan armada perikanan serta perbaikan ekosistem perairan dengan melibatkan masyarakat.

48 18 Hermawan (2006) melakukan penelitian mengenai Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil (Kasus Perikanan Pantai di Serang dan Tegal). Analisis yang digunakan adalah Rapfish. Hasil yang diperoleh menunjukkan perikanan jaring udang di Pasauran Serang berstatus cukup berkelanjutan namun perikanan payang bugis berstatus kurang berkelanjutan akibat rendahnya nilai pada dimensi teknologi. Sedangkan perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Tegal untuk semua alat tangkap yang diteliti (jaring rampus, bundes dan payang gemplo) berstatus kurang berkelanjutan, terutama dari sisi ekologi. Nurani (2008) melakukan penelitian berjudul Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik Dari Potensi Daerah. Penelitian dilakukan di perairan selatan Jawa dengan menggunakan analisis pendekatan sistem. Hasil yang diperoleh adalah dua model pengembangan yaitu: 1) perikanan lepas pantai (SIMPELA) yang terintegrasi untuk perairan selatan Jawa dengan basis penangkapan di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu dengan tujuan penangkapan ikan tuna dan 2) perikanan pantai (SIMPETAI) yang cocok digunakan perikanan skala kecil dan menengah dengan tujuan penangkapan ikan unggulan lain seperti cakalang, tongkol, teri, bawal dan lobster.

49 19 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian berjudul Model Pengelolaan Perikanan Pelagis secara Berkelanjutan di PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur ini dilakukan di PPN Prigi, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Pengumpulan data di lapangan dilakukan selama lebih kurang 1,5 bulan yaitu pada bulan Februari-Maret Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Lokasi penelitian. 3.2 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi lapangan. Teknik penelitian lapangan yang sistematis meliputi wawancara pribadi, observasi, pengarsipan data dan survei melalui kuesioner. Penulis tidak sepenuhnya mengacu pada hasil yang disampaikan responden, namun menggabungkan dengan teknik lain sehingga diperoleh pandangan yang luas sebelum membuat kesimpulan. Teknik studi lapangan yang paling spopuler melibatkan penggunaan kuesioner. Penggunaan kuesioner berguna untuk mengurangi penyimpangan dan dan memperluas cakupan responden yang terlibat (Ivancevich et al 2005).

50 20 Penelitian ini bertujuan merumuskan strategi pada model pengelolaan yang cocok untuk keberlanjutan perikanan tangkap di daerah tersebut. Data yang diambil berupa data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan wawancara stakeholder perikanan di Prigi menggunakan kuesioner. Data yang dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis dan pengumpulan data Tujuan Penentuan ikan unggulan Menghitung potensi ikan unggulan Menghitung kelayakan usaha unit penangkapan ikan Memetakan persepsi stakeholder Menyusun model pengelolaan Jenis Data Data Sekunder Data Sekunder Data Primer Data Primer Data Primer Data Sekunder Sumber Data Laporan Statistik PPN Prigi Laporan Statistik PPN Prigi Nelayan pemilik kapal stakeholder (nelayan, bakul/pedagang, pengelola) stakeholder (nelayan, bakul/pedagang, pengelola) Laporan Statistik PPN Prigi, executive summary PPN Prigi Cara Pengumpulan Data Data 5 tahun teakhir mengenai jenis dan produksi ikan, rata-rata musim ikan dalam satu tahun dan tujuan utama pemasaran Data 5 tahun terakhir mengenai jenis dan jumlah ikan yang didaratkan dan data jenis dan jumlah alat tangkap yang beroperasi Wawancara dengan nelayan mengenai investasi, pendapatan, pengeluaran pada tiap unit penangkap ikan yang dominan menanngkap ikan unggulan Pengisisan kuesioner mengenai opini stakeholder terhadap kehidupan sosial perikanan tangkap di PPN Prigi serta hubungan antar stakeholder (pertanyaan selengkapnya dapat dilihat pada sub sub bab 3.3.4). Wawancara mengenai keadaan perikanan tangkap dari segi ekologi, ekonomi maupun sosial Data penunjang mengenai perkembangan terbaru pada perikanan tangkap di PPN Prigi Pengumpulan data untuk menganalisis keberlanjutan ekonomi dilakukan dengan metode purposive sampling, responden merupakan orang yang disarankan oleh pihak pelabuhan. Penggunaan metode ini dianggap lebih mudah untuk mewakili data karena rata-rata ukuran tiap unit alat tangkap hampir sama selain itu tidak semua pemilik kapal mudah dan mau untuk diwawancarai. Jumlah responden masing-masing 3 orang pemilik kapal dari tiap unit alat tangkap purse seine, pancing tonda, gillnet dan payang. Data primer juga dikumpulkan untuk analisis keberlanjutan sosial yang diambil dengan wawancara menggunakan kuesioner. Pengambilan data dilakukan dengan metode random. Penggunaan metode ini adalah agar dapat melihat sebaran persepsi dari tiap stakeholder.

51 21 Jumlah responden adalah 69 orang (10% dari tiap stakeholder) yang terdiri dari nelayan (alat tangkap purse seine, pancing tonda, gillnet dan payang), bakul/pedagang serta pengelola (pihak PPN Prigi, TPI, satker PSDKP, Perum PPS cabang Prigi dan Pol-Air). Khusus untuk nelayan, 10% dihitung dari jumlah kapal dengan asumsi persepsi nelayan dalam satu armada adalah sama. Data sekunder yang dikumpulkan berupa laporan statistik perikanan PPN Prigi yang digunakan untuk menganalisis keberlanjutan ekologi dan penentuan ikan unggulan. Selain itu data sekunder lain yang dikumpulkan adalah data BPS (2010) dan laporan-laporan mengenai kondisi PPN Prigi untuk mendukung penulisan. 3.3 Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis skoring untuk menentukan ikan unggulan, prioritas kelayakan usaha alat penangkap ikan serta penentuan fokus model pengelolaan yang digunakan, analisis potensi sumberdaya ikan unggulan menggunakan surplus production model (SPM), analisis kelayakan usaha menggunakan cashflow dan investment criteria, analisis persepsi stakeholder menggunakan perceptual map dengan diskriminan ganda serta analisis perumusan strategi menggunakan strength weaknesses opportunities threats (SWOT) dan balanced scorecard. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah analisis perumusan strategi menggunakan strength weaknesses opportunities threats (SWOT), dilanjutkan dengan penentuan kebijakan jangka pendek untuk mendukung kebijakan jangka panjang menggunakan balanced scorecard. Analisis lainnya merupakan analisis pendukung untuk membuat perumusan strategi Analisis penentuan jenis ikan unggulan Ikan unggulan adalah spesies target yang lebih diinginkan oleh stakeholder karena memiliki beberapa kelebihan. Ikan unggulan yang dianalisis pada penelitian ini didasarkan pada kondisi yang ada saat ini. Suatu jenis ikan tidak selamanya menjadi unggulan yang utamanya dipengaruhi oleh permintaan pasar. Ikan yang dipilih menjadi unggulan dalam penelitian ini adalah yang memiliki produksi > 100 ton/tahun dan selalu tersedia dalam 5 tahun terakhir.

52 22 Asumsi awal ini digunakan karena produksi dan kontinuitas produk sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Terdapat enam jenis ikan yang masuk dalam kategori tersebut, yaitu: tongkol, layang, tuna, layur, lemuru dan cakalang. Penentuan urutan prioritas ikan unggulan di PPN Prigi dihitung dengan menggunakan analisis skoring. Metode ini dapat digunakan untuk menilai beberapa aspek yang dianalisis dengan satuan yang berbeda. Penilaian beberapa kriteria (variabel) secara bersama menggunakan standardisasi nilai. Kriteria yang digunakan antara lain adalah produksi ikan, kontinuitas, nilai produksi dan tujuan utama pemasaran, keempatnya dianggap paling berpengaruh terhadap keunggulan jenis ikan. Setiap kriteria diberikan nilai dari yang tertinggi hingga terendah. Hal ini menunjukkan tingkat kualitas dari suatu satuan kriteria, selain itu dilakukan standardisasi nilai menggunakan fungsi nilai (Haluan & Nurani 1988). Standardisasi dengan fungsi nilai dapat dilakukan dengan rumus: V (x) = dimana: V (x) = fungsi nilai dari variabel x X 0 X 1 = nilai terendah dari kriteria x = nilai tertinggi dari kriteria x Fungsi V menunjukkan urutan prioritas. Alternatif ikan unggulan yang memiliki nilai V tertinggi merupakan ikan unggulan terpilih dari PPN Prigi Keberlanjutan ekologi: potensi ikan unggulan Keberlanjutan ekologi merupakan hal dasar yang harus dilakukan dalam suatu konsep pembangunan keberlanjutan. Ekologi dalam perikanan tangkap merupakan hubungan timbal balik antara sumberdaya yang tersedia dengan pemanfaatan sumberdaya yang dilakukan oleh manusia. Kajian stok sumberdaya perikanan menjadi penting untuk mengetahui berapa potensi ikan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Tujuan penggunaan model produksi surplus adalah untuk menentukan tingkat upaya optimum, yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan hasil tangkapan maksimum yang lestari tanpa mempengaruhi produktivitas stok secara

53 23 jangka panjang (MSY). Model produksi surplus yang lebih sering digunakan adalah model Schaefer (Sparre dan Venema 1999). Model Schaefer menghubungkan antara hasil tangkapan per-upaya penangkapan dengan upaya penangkapan sebagai berikut : CPUE = a be (1) Hubungan antara upaya penangkapan dengan hasil tangkapan adalah : 2 C = ae be...(2) Nilai intersep (a) dan slope (b) diduga dengan model-model penduga parameter biologi dari persamaan produksi Schaefer yaitu: (1) Equilibrium Schaefer h t 2 q k = qket Et (3) r (2) Disequilibrium Schaefer U (3) Schnute U r t+ 1 t 1 = r U t qe. (4) t 2U t kq + 1 t+ 1 t+ 1 U t Ln U (4) Walter-Hilborn t t r U t + U = r kq 2 Et + E q 2...(5) U t+ 1 r 1 = r U t qet...(6) U kq (5) Clark, Yoshimoto, dan Pooley (CYP) 2r 2 + r 2 r 2 + r q (2 + r) ( ) ln( qk) + ln( U ) ( E E ) LnU Keterangan : t+ 1 = t t + t+1 h t = hasil tangkapan pada periode t, U t = CPUE pada waktu t, U t+1 = CPUE pada waktu t+1, E t = upaya penangkapan (effort) pada waktu t, E t+1 = upaya penangkapan (effort) pada waktu t+1, k q r = konstanta daya dukung perairan, = konstanta kemampuan alat tangkap, = konstanta pertumbuhan alami (intrinsik)....(7)

54 24 Kelima model yang dikemukakan diatas, dipilih yang terbaik (best fit). Penilaian ini berdasarkan kesesuaian tanda dalam persamaan, pendekatan dengan koefisien determinasi (R 2 ) terbesar dan model yang memiliki nilai validasi mendekati nol. (1) nilai a dan b didapat melalui persamaan : a = qk (8) 2 q k b =.(9) r (2) jumlah upaya penangkapan optimum yang diperlukan untuk mendapatkan hasil tangkapan lestari diperoleh dengan menurunkan persamaan dari hubungan antara upaya penangkapan dengan hasil tangkapan, yaitu : dc de = ae 2bE... (10) Sehingga diperoleh persamaan a E opt =. (11) 2b (3) Hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) diperoleh: 2 a C MSY =....(12) 4b Keberlanjutan ekonomi: kelayakan unit penangkapan ikan Manusia tidak terlepas dari masalah ekonomi yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Perikanan tangkap membutuhkan keberlanjutan ekonomi agar dapat memenuhi kebutuhan hidup stakeholder dan konsumen. Keberlanjutan ekonomi perikanan tangkap di PPN Prigi pada penelitian ini dikaji dengan menghitung kelayakan usaha unit penangkapan ikan yang dominan menangkap ikan unggulan. Kelayakan usaha akan dihitung dengan analisis finansial cashflow dan analisis investment criteria. 1) Analisis finansial cashflow Perhitungan cashflow menggambarkan semua penerimaan dan pengeluaran perusahaan selama jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Alat analisis cashflow yang digunakan, antara lain (Hernanto 1989):

55 25 (1) Analisis keuntungan digunakan untuk menghitung jumlah keuntungan yang diperoleh dalam suatu usaha. Jika π bernilai negatif artinya usaha mengalami kerugian. dimana: π TR TC = keuntungan/laba = total pendapatan = total biaya π = TR TC (2) Revenue cost ratio (R/C) merupakan perbandingan pendapatan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan untuk menentukan layak atau tidaknya usaha yang dijalankan pada saat ini. kriteria: R/C ratio < 1 usaha tidak layak R/C ratio = 1 usaha impas R/C ratio > 1 usaha layak R/C = pendapatan/biaya (3) Payback period (PP) adalah adalah perhitungan untuk mengetahui dalam kurun waktu berapa lama nilai investasi akan kembali, sehingga penghitungannya menggunakan rumus: 2) Analisis investment criteria PP = ( ) Menurut Kadariah et al (1999) profitabilitas dapat dihitung dengan metode discounted cash flow. Metode ini memperhatikan nilai waktu uang (time value of money) karena uang memiliki time preference (skala waktu). (1) Future value (FV) atau nilai dimasa akan datang Rumus: FV = PV x (1+i) n Compounding Factor : (1+i) n Compounding factor adalah suatu bilangan yang dapat digunakan untuk mengalikan suatu jumlah pada waktu sekarang (PV) sehingga dapat diketahui jumlah di waktu yang akan datang (FV).

56 26 (2) Present value (PV): Rumus: PV= FV / (1+i) n Discount Factor : 1/ (1+i) n Discount Factor ialah bilangan yang dapat digunakan untuk mengalikan suatu jumlah di waktu yang akan datang (FV) supaya menjadi nilai sekarang (PV). Kriteria penilaian investasi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi 3 hal, yaitu (Kadariah et al 1999 dan Gray et al 2005): (1) Net present value (NPV) bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang diperoleh selama umur ekonomis proyek. NPV merupakan selisih antara nilai sekarang dari penerimaan dengan nilai sekarang dari pengeluaran pada tingkat bunga tertentu, yang dinyatakan dengan rumus: =1 (1 ) dimana : Bt = manfaat (penerimaan) bruto pada tahun ke-t (Rp) Ct = biaya bruto pada tahun ke-t (Rp) i = tingkat suku bunga (%) t = periode investasi (i = 1, 2, 3,..., n) kriteria: NPV > 0, berarti usaha layak/menguntungkan NPV = 0, berarti usaha mengembalikan biaya yang dikeluarkan/impas NPV < 0, berarti usaha tidak layak/rugi. (2) Internal rate of return (IRR) adalah tingkat suku bunga dari suatu usaha dalam jangka waktu tertentu yang membuat NPV dari usaha sama dengan nol, dinyatakan dengan rumus: IRR = i (i 2 -i 1 ) kriteria: IRR > i, berarti usaha layak IRR < i, berarti usaha tidak layak/rugi. (3) Net benefit cost ratio (Net B/C) adalah untuk mengetahui berapa besarnya penerimaan dibandingkan dengan pengeluaran selama umur ekonomis

57 27 proyek. Net B/C merupakan perbandingan antara total nilai sekarang dari penerimaan bersih yang bersifat positif (Bt Ct > 0) dengan total nilai sekarang dari penerimaan yang bersifat negatif (Bt Ct < 0), dengan rumus: Net B/C = =1 (1+ ) =1 (1+ ) dimana: kriteria: (1+ ) (1+ ) =1 > 0 dan =1 > 0 Net B/C > 1, berarti usaha layak/menguntungkan Net B/C = 1, berarti usaha pulang pokok/impas Net B/C < 1, berarti usaha tidak layak/rugi Keberlanjutan sosial: persepsi stakeholder Keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan, menyediakan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik (Fauzi 2004). Keberlanjutan dalam perikanan tangkap perlu memperhatikan kesetaraan pencapaian tujuan yang diharapkan oleh stakeholder maupun pihak pemerintah sebagai pengelola. Keberlanjutan sosial dalam penelitian ini dikaji dengan mendeskripsikan persepsi stakeholder. Perceptual map diperlukan untuk mengelompokkan dan mengetahui kecenderungan responden berada pada kelompok yang sama atau tidak. Analisis diskriminan ganda digunakan untuk memprediksi keanggotaan dari tiap responden yang dikategorikan berdasarkan usia, pendidikan dan pekerjaan dengan hasil akhir perceptual map. Perceptual map dihitung dengan software SPSS. Langkah-langkah pembuatan analisis diskriminan menurut Simamora (2005) adalah 1) merumuskan masalah; 2) mengestimasi koefisien fungsi diskriminan; 3) memastikan signifikansi determinan; 4) menginterpretasi hasil; dan 5) menguji signifikansi analisis diskriminan. Model analisis diskriminan ganda adalah persamaan yang menunjukkan kombinasi linier dari berbagai variabel independen. Pertanyaan yang digunakan untuk melihat persepsi stakeholder dalam atribut sosial berjumlah 7. Pertanyaan yang diajukan yaitu mengenai: kejelasan penangkapan (x1), konflik antar nelayan (x2), keberadaan organisasi (x3), hubungan antar stakeholder (x4), kemudahan

58 28 akses pelabuhan (x5), peningkatan pelayanan pelabuhan (x6) dan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan (x7). Jumlah persamaan sama dengan jumlah variabel dependen dikurangi 1, dengan persamaan sebagai berikut: dimana: D 1 b X = skor diskriminan D 1 = b 0 + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X b k X k = koefisien diskriminan atau bobot = prediktor atau variabel independen Model fungsi-fungsi yang digunakan dapat dipercaya akurat jika nilai hit ratio > proportional chance criterion. Hit ratio adalah persentase responden yang kelompoknya dapat diprediksi secara tepat, sedangkan proportional chance criterion adalah kesempatan klasifikasi dari setiap grup yang memiliki grup berukuran tidak sama (Simamora 2005). Rumus perhitungan nilai proportional chance criterion adalah sebagai berikut: dimana: C PRO p 1 2, p 2 2, p n 2 C PRO = p p p n 2 = proportional chance criterion = proporsi responden pada tiap grup Pada persepsi berdasarkan usia, jumlah grup dibagi berdasarkan distribusi frekuensi dari data usia responden. Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam distribusi frekuensi untuk data kuantitatif yaitu jumlah kelas, lebar kelas dan batas kelas (Supranto 2000). Jumlah kelas ditentukan dengan rumus: dimana: k n = banyak kelas = jumlah observasi k = 1+3,322 log n Sedangkan rumus untuk menentukan interval/lebar kelas adalah: dimana: c k X n X 1 = perkiraan lebar kelas = jumlah kelas = nilai observasi terbesar = nilai observasi terkecil c = 1

59 Model pengelolaan berkelanjutan Pembangunan berkelanjutan harus didukung pengelolaan yang baik. Salah satu cara pengelolan perikanan tangkap adalah perumusan strategi yang tepat dan sesuai untuk suatu daerah. Perumusan model pengelolaan perikanan berkelanjutan yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari perumusan strategi menggunakan SWOT. Selanjutnya perumusan strategi jangka panjang dan jangka pendek sebagai tolok ukur keberhasilan menggunakan analisis balanced scorecard. 1) Fokus model pengelolaan Sebelum membuat perumusan strategi, pertama ditentukan model pengelolaan yang paling cocok menjadi fokus di Prigi. Model yang diperhitungkan merupakan matriks kombinasi dari ikan unggulan dengan alat penangkap ikan dominan di PPN Prigi, sehingga terdapat 20 kombinasi model (hasil dari kombinasi 5 jenis ikan dan 4 jenis unit alat penangkap ikan). Analisis yang digunakan untuk membuat alternatif kebijakan diawali dengan membuat matriks kombinasi antara ikan unggulan dengan unit penangkapan ikan. Matriks kombinasi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Matriks kombinasi model yang akan dikembangkan Jenis ikan API A B C dst 1 A1 B1 C1 2 A2 B2 C2 dst Keterangan: A, B, C, dst = jenis alat penangkap ikan 1,2, dst = jenis ikan unggulan Analisis skoring merupakan analisis selanjutnya untuk menentukan prioritas model pengelolaan. Skoring didasarkan pada skor ikan unggulan, skor potensi dan pemanfaatan ikan (ekologi) dan skor kelayakan usaha tiap alat tangkap (ekonomi). Keberlanjutan sosial tidak diperhitungkan karena diasumsikan memiliki nilai yang sama untuk semua kombinasi model.

60 30 2) Perumusan strategi pengelolaan Analisis yang digunakan untuk membuat perumusan strategi adalah analisis SWOT. Dasar pembuatan SWOT adalah hasil pengamatan dan wawancara yang kemudian dibagi menjadi dua analisis, yaitu analisis internal yang terdiri dari faktor kekuatan dan kelemahan serta analisis eksternal yang terdiri dari faktor peluang dan ancaman. Dari faktor-faktor tersebut dibuat matriks Internal Factors Analysis Summary (IFAS) dan External Factors Analysis Summary (EFAS) seperti Tabel 3. Tabel 3 Pembuatan matriks IFAS Faktor Internal Bobot Rating Bobot*Rating 1. Kekuatan Kelemahan Total 1,0 Langkah-langkah pembuatan matriks IFAS dan EFAS adalah sebagai berikut: (1) pengisian faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan pada IFAS serta peluang dan ancaman pada EFAS; (2) pembobotan pada kolom 2 antara 0-1, nilai 1,0 untuk faktor yang dianggap sangat penting dan 0,0 untuk faktor yang dianggap tidak penting; (3) pemberian nilai rating pada kolom 3. Rating adalah pengaruh yang diberikan faktor, nilai 1 untuk pengaruh yang sangat kecil dan nilai 4 untuk pengaruh yang sangat besar; (4) kolom 4 adalah hasil perkalian bobot dan rating; (5) menjumlah total skor yang didapatkan dari kolom 4. Nilai total menunjukkan reaksi organisasi terhadap faktor internal dan eksternal. Nilai 1,00-1,99 menunjukkan posisi internal atau eksternalnya rendah, nilai 2,00-2,99 menunjukkan posisi internal atau eksternalnya rata-rata, sedangkan nilai 3,00-4,00 menunjukkan posisi internal atau eksternalnya kuat (Rangkuti, 2005). Setelah membuat matriks IFAS dan EFAS dilanjutkan dengan pembuatan matriks SWOT. Tabel 4 menggambarkan matriks SWOT. Langkah-langkah

61 31 pembuatan matriks SWOT adalah sebagai berikut: (1) merinci kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada kolom yang telah ada; dan (2) mencocokkan tiap pasang faktor sehingga terbentuk strategi SO, WO, ST dan WT dan mencatat semua strategi yang memungkinkan untuk dilaksanakan. Tabel 4 Matriks SWOT IFAS EFAS Opportunities (O) Threaths (T) Strengths (S) Strategi SO Strategi ST Weaknesses (W) Strategi WO Strategi WT 3) Tolok ukur keberhasilan strategi Tolok ukur keberhasilan strategi dianalisis dengan balanced scorecard. Balanced scorecard merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran dan pengendalian yang secara tepat dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang performa bisnis. Sistem balanced scorecard terdiri atas empat perspektif dilihat dari sisi internal dan eksternal. Sisi internal terdiri dari segi (1) finansial dan (2) bisnis internal, sedangkan sisi eksternal terdiri dari (3) pelanggan serta (4) pembelajaran dan pertumbuhan. Pengendalian perusahaan dapat dilakukan pada keempat perspektif tersebut dengan memfokuskan pada rasio-rasio kunci yang kritis dan strategis melalui target yang dapat dijangkau (Yuwono et al 2006 dalam Nurani 2011). Balanced scorecard bertujuan untuk mengukur kebijakan strategis yang diperoleh dari analisis SWOT, dimana dibuat tolok ukur operasional jangka pendek untuk mengukur keberhasilan jangka panjang. Langkah awal yang dilakukan dalam analisis balanced scorecard adalah menerjemahkan visi dan strategi, kemudian mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis; merencanakan, menetapkan sasaran dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis; meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis. Visi yang diemban dalam kasus ini adalah keberlanjutan perikanan tangkap di PPN

62 32 Prigi dengan menekankan pada model yang cocok dikembangkan, dengan misi mensejahterakan stakeholder dan rakyat dengan hasil perikanan. Berdasarkan strategi yang telah disusun, dibuat menjadi tolok ukur jangka pendek untuk mencapai tolok ukur jangka panjang sehingga dapat meraih strategi yang yang diharapkan. Tahap dalam penyusunan balanced scorecard (Nurani 2008), yaitu: (1) merinci visi berdasarkan masing-masing perspektif dan merumuskan stategi; (2) identifikasi faktor-faktor penting keberhasilan kinerja sistem; (3) mengembangkan tolok ukur, identifikasi sebab akibat dan menyusun keseimbangan sistem; (4) merinci scorecard dan tolok ukur unit sistem; (5) merumuskan tujuan-tujuan; dan (6) implementasi.

63 33 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Trenggalek Keadaan geografi Kabupaten Trenggalek terletak di selatan Provinsi Jawa Timur tepatnya pada koordinat 111 ο ο 11 BT dan 7 ο 53 8 ο 34 LS. Kabupaten Trenggalek memiliki luas wilayah daratan 1.261,40 km² dan luas laut 4 mil dari daratan adalah 711,68 km² (BPS Trenggalek 2010). Batas-batas wilayah Kabupaten Trenggalek yaitu: sebelah utara : Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Tulungagung sebelah timur : Kabupaten Tulungagung sebelah selatan : Samudera Hindia sebelah barat : Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Ponorogo Dua per tiga bagian dari luas wilayah Kabupaten Trenggalek terdiri dari tanah pegunungan dan sisanya merupakan tanah dataran rendah. Ketinggian tanahnya antara m diatas permukaan laut (dpl). Bahan tambang yang terkandung dalam pegunungan tersebut antara lain mangan, marmer dan kaolin. Susunan explorasi tanah di Kabupaten Trenggalek terdiri dari lapisan tanah andosol dan latosol, mediteran grumosol dan regosol, aluvial dan mediteran. Lapisan tanah aluvial terbentang di sepanjang aliran sungai di bagian wilayah timur dan merupakan lapisan tanah yang subur dengan luas sekitar 10%-15% dari seluruh wilayah. Bagian selatan, barat laut dan utara, tanahnya terdiri dari lapisan mediteran bercampur dengan lapisan grumosol dan latosol. Lapisan tanah ini sifatnya kurang daya serapnya terhadap air sehingga menyebabkan lapisan tanah ini kurang subur (BPS Trenggalek 2010) Pemerintahan dan penduduk Kabupaten Trenggalek terbagi menjadi 14 Kecamatan dan 157 desa. Setiap desa dapat dikelompokkan menjadi 3 tingkat, yaitu desa swadaya, desa swakarya dan desa swasembada (BPS Trenggalek 2010). Jumlah penduduk Kabupaten Trenggalek menurut hasil registrasi penduduk pada akhir tahun 2009 sebanyak jiwa, dengan presentase 50,49% laki-

64 34 laki dan 49,51% perempuan. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 0,98% dibanding tahun 2008, yang berjumlah jiwa. Peningkatan penduduk ini berdampak terhadap kepadatan penduduk yang pada tahun 2008 berjumlah 625 jiwa/km 2 menjadi 632 jiwa/km 2 (BPS Trenggalek 2010). Menurut data BPS Trenggalek (2010) sebagian besar penduduk Kabupaten Trenggalek berada pada usia muda. Artinya penduduk Trenggalek berpotensi sebagai penyedia tenaga kerja, namun kenyataannya hanya sedikit yang terserap. Jumlah pendaftar kerja pada tahun 2009 tercatat sebanyak jiwa dan yang belum mendapat kerja jiwa, sedangkan yang dapat terserap hanya jiwa atau sekitar 14%. Sektor yang paling banyak digeluti penduduk adalah bidang pertanian, bidang jasa dan pegawai negeri. Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Malaysia, Hongkong, Taiwan, Arab dan Singapura merupakan salah satu penyerap tenaga kerja. Menurut data Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Sosial Kabupaten Trenggalek jumlah TKI asal Kabupaten Trenggalek berjumlah 374 jiwa pada tahun Semua TKI tersebut berprofesi sebagai pembantu rumah tangga. Kabupaten Trenggalek juga mentrasmigrasikan penduduknya ke Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah dan Maluku sebanyak 198 jiwa pada tahun Keadaan Umum Perairan Kabupaten Trenggalek memiliki potensi sumberdaya alam pada perairan laut, payau dan tawar. Luas zona ekonomi eksklusif (ZEE) adalah km 2 dan panjang pantai selatan Kabupaten Trenggalek kurang lebih 96 km yang sebagian besar pantainya berbentuk teluk yang terdiri dari Teluk Panggul, Teluk Munjungan dan Teluk Prigi yang merupakan teluk terbesar. Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN Prigi) terdapat di area Teluk Prigi yang merupakan pusat berjalannya roda ekonomi perikanan (PPN Prigi 2006). Dasar perairan di Teluk Prigi merupakan lumpur bercampur pasir sedikit berbatu karang dengan kedalaman sekitar m, yang sebagian besar pantainya sudah terbuka dan hanya sebagian kecil saja yang masih terdapat hutan. Teluk Prigi mempunyai tiga pantai yang digunakan untuk wisata, yaitu Pantai Damas, Pantai Prigi dan Pantai Karanggongso (Adhicipta Engineering Consultant 2006).

65 35 Pulau-pulau kecil terdata yang terdapat di wilayah perairan Kabupaten Trenggalek sebanyak 26 pulau. Peraturan Presiden RI no 78 tahun 2005 tentang pengelolaan pulau-pulau kecil terluar, menyatakan bahwa dari 92 pulau terluar di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dua diantara pulau terluar tersebut berada di wilayah Kabupaten Trenggalek yaitu pulau Panekan di Kecamatan Munjungan dan Pulau Sekel di Kecamatan Watulimo (Kabupaten Trenggalek 2009). 4.3 Keadaan Umum Perikanan Tangkap di PPN Prigi PPN Prigi terletak di Teluk Prigi, Kecamatan Watulimo. PPN Prigi dapat dicapai melalui jalan darat dari ibukota Trenggalek selama kurang lebih satu jam. Fasilitas jalan menuju Prigi kurang memadai dengan kondisi berkelok-kelok karena merupakan daerah pegunungan serta banyaknya jalan berlubang Fasilitas di PPN Prigi Suatu Pelabuhan Perikanan atau Pangkalan Pendaratan Ikan akan berfungsi Perum PPS Pabrik Tepung dengan baik bila dilengkapi Ikan dengan berbagai fasilitas yang meliputi fasilitas pokok, fungsional dan penunjang. Fasilitas yang termasuk fasilitas pokok adalah dermaga, kolam pelabuhan, alat bantu navigasi dan pemecah gelombang/breakwater (Lubis 2006). Fasilitas dermaga dan kolam pelabuhan yang tersedia di PPN Prigi ada dua, satu di bagian barat/kulon dan satu di bagian timur/wetan. Kolam pelabuhan bagian barat dibatasi breakwater sebelah timur (BW 03) dengan panjang sekitar 310 m dan breakwater paralel di sebelah barat (BW 01 dan BW 02) sepanjang sekitar 165 m dan sekitar 175 m dengan kedalaman kolam 3,7 m. Dermaga barat digunakan untuk kapal-kapal berukuran sedang yaitu antara GT yang kebanyakan berupa kapal purse seine dan beberapa tonda. Kolam pelabuhan bagian timur dibatasi breakwater yang terletak di selatan (BW 04) sepanjang sekitar 390 m dengan kedalaman kolam 2,4 m hingga 2,8 m (Adhicipta Engineering Consultant 2006). Dermaga timur digunakan untuk kapal berukuran lebih kecil yaitu <20 GT, berupa kapal tonda, gillnet dan pancing ulur. Mulut kedua kolam pelabuhan menghadap ke barat dengan lebar mulut sekitar 100 m (Lampiran 1).

66 36 Fasilitas fungsional merupakan fasilitas yang dibangun untuk mendayagunakan pelayanan yang menunjang kegiatan di areal pelabuhan, sehingga manfaat dan kegunaan pelabuhan yang optimal dapat tercapai (Lubis 2006). Fasilitas fungsional yang terdapat di PPN Prigi yaitu dua buah Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang terdapat di tiap dermaga, instalasi PDAM, instalasi bahan bakar, instalasi listrik, bengkel, pagar keliling, tempat pengolahan hasil perikanan, pabrik es dan dua buah cold storage (Lampiran 2). Bangunan TPI merupakan milik PPN Prigi namun dikelola oleh petugas TPI dibawah Dinas Kelautan dan Perikanan Trenggalek. TPI hanya berfungsi sebagai tempat penimbangan ikan karena sistem pelelangan tidak berjalan. Hasil tangkapan yang didaratkan ada yang langsung dibawa oleh para pemilik kapal yang juga berperan sebagai pengepul/pengumpul atau pun dijual kepada para pedagang/bakul menurut harga yang disepakati. PPN Prigi juga membangun bengkel untuk pelayanan kapal serta pagar keliling untuk keamanan. Tempat pengolahan yang telah tersedia di area PPN Prigi adalah bangsal pengolahan yang merupakan hasil Kelompok Usaha bersama (KUB) dibawah Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Ditjen P2HP). Tempat pemindangan ikan di Bengkorok merupakan milik Dinas Kelautan dan Perikanan Trenggalek, namun belum berfungsi maksimal. Pabrik tepung ikan yang terdapat di PPN Prigi merupakan milik swasta. Instalasi PDAM, instalasi bahan bakar, instalasi listrik merupakan sarana yang disediakan oleh Perum PPS cabang Prigi. Salah satu cold storage yang tersedia adalah adalah milik Perum PPS namun telah disewakan kepada swasta, sedangkan cold storage yang lain dan pabrik es adalah milik swasta. Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang dibangun untuk memberi kemudahan dan kenyamanan bagi masyarakat perikanan yang ada di areal pelabuhan. Fasilitas ini berfungsi untuk memenuhi kesejahteraan sosial nelayan. Fasilitas ini terdiri atas fasilitas kesejahteraan yang meliputi: MCK, poliklinik, mess, warung dan mushola dan fasilitas administrasi yang meliputi: kantor pengelola pelabuhan, ruang operator, kantor syahbandar dan kantor beacukai (Lubis 2006). Fasilitas administrasi berupa kantor yang terdapat di PPN Prigi antara lain: kantor PPN Prigi, kantor syahbandar, kantor Satker PSDKP, kantor

67 37 Satker Pol-Air, kantor TPI dan kantor Perum PPS (Lampiran 3). Fasilitas kesejahteraan yang tersedia hanya kios/warung sedangkan MCK, poliklinik dan mushola belum tersedia Unit penangkapan ikan 1) Kapal Kapal yang digunakan di perairan Prigi adalah kapal motor dengan bahan kayu yang memiliki ukuran <30 GT. Kapal yang memiliki ukuran <10 GT merupakan kapal yang digunakan untuk mengoperasikan pancing ulur, sedangkan kapal dengan ukuran 10 hingga <30 GT kebanyakan digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap tonda, gillnet, dan payang. Kapal dengan ukuran 20 hingga <30 GT digunakan untuk mengoperasikan purse seine, dimana untuk mengoperasikan satu unit purse seine dibutuhkan 2 kapal. Jumlah dan jenis kapal di PPN Prigi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah dan jenis kapal di PPN Prigi periode Tahun Perahu tanpa motor Kapal <10GT Kapal 10-<20GT Kapal 20-<30GT Sumber: Statistik Perikanan PPN Prigi 2010 Perahu tanpa motor tidak ada lagi di perairan Prigi sejak tahun 2004 karena beralih fungsi menjadi kapal motor dengan ukuran < 10 GT. Perkembangan kapal < 10 GT mengalami pertumbuhan signifikan pada tahun 2003 dan 2004, yang pada tahun 2002 berjumlah 274 kapal menjadi 674 kapal pada tahun 2004, namun kemudian sejak tahun 2007 jumlahnya menurun karena para pemilik kapal mulai

68 38 menjual kapal kecil untuk diganti dengan kapal yang berukuran lebih besar agar dapat mencapai daerah operasi yang lebih jauh. Kapal berukuran 10-<20 GT mengalami penurunan hingga 50% pada tahun Penyebab pasti belum diketahui karena dari segi alat tangkap, produksi dan nilai produksi tidak ada kecenderungan menghadapi musim paceklik atau pun krisis ekonomi. Kemungkinan yang ada disebabkan pengurangan nelayan andon akibat konflik yang terjadi pada tahun 2001, yang mayoritas menggunakan alat tangkap payang. Pertumbuhan yang stabil terjadi pada kapal berukuran 20-<30 GT yang merupakan kapal untuk mengoperasikan purse seine. 2) Alat penangkap ikan Alat penangkap ikan yang digunakan di PPN Prigi saat ini, antara lain: purse seine, gillnet, payang, pukat pantai, pancing ulur, pancing tonda dan jaring klitik. Jumlah dan jenis alat tangkap yang beroperasi di PPN Prigi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Jenis dan jumlah alat penangkap ikan di PPN Prigi periode Tahun Purse seine Gillnet Jenis Alat Penangkap Ikan Pukat Pancing Pancing Payang Pantai Prawe Ulur Pancing Tonda Jaring Klitik Sumber: Statistik Perikanan PPN Prigi 2010 Pancing prawe atau mini longline sejak tahun 2009 dinyatakan tidak beroperasi lagi. Kenyataannya alat tangkap ini masih digunakan nelayan tonda pada waktu senggang meskipun jumlahnya sedikit. Penurunan jumlah alat tangkap ini seiring dengan menurunnya jumlah hasil tangkapan ikan layur sejak tahun 2006, selain itu juga disebabkan pengurangan jumlah armada < 10 GT oleh

69 39 pemilik kapal mulai tahun Pancing ulur juga mengalami penurunan drastis pada tahun Sedangkan pancing tonda mulai diperkenalkan di perairan Prigi sejak tahun 2004 dan mengalami penambahan setiap tahunnya. 3) Nelayan Nelayan purse seine dan payang di PPN Prigi hampir semuanya merupakan nelayan lokal dan hanya melaut one day fishing sedangkan nelayan pancing tonda dan gillnet sebagian ABK merupakan nelayan pendatang yang melaut 7-10 hari dalam satu kali trip. Nelayan di Prigi umumnya berpendidikan sampai jenjang SD atau SMP, berdasar sampel hanya sekitar 20% yang melanjutkan sampai jenjang SMA. Jumlah nelayan di PPN Prigi selalu mengalami penambahan dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan ikan memberikan penghidupan yang cukup menjanjikan bagi warga pesisir Prigi. Pada tahun 2000 nelayan di Prigi berjumlah orang dan pada tahun 2010 meningkat menjadi hampir dua kali lipat yaitu sejumlah orang. Gambar 7 menunjukkan perkembangan jumlah nelayan Prigi periode Jumlah (orang) Tahun Sumber: Statistik Perikanan PPN Prigi 2010 Gambar 7 Perkembangan jumlah nelayan di PPN Prigi periode Daerah penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan atau fishing ground nelayan Prigi kebanyakan masih terkonsentrasi di perairan teluk Prigi terutama kapal berukuran < 10 GT. Nelayan yang tidak memiliki rumpon menentukan sendiri daerah penangkapan

70 40 dengan spekulasi dari gejala-gejala perairan serta kabar yang diperoleh dari teman, sedangkan nelayan yang memiliki rumpon langsung menuju rumpon dengan bantuan GPS. Nelayan yang biasa menggunakan rumpon adalah nelayan tonda dan gillnet. Kepemilikan rumpon ada yang berkelompok maupun perorangan. Rumpon diletakkan pada jarak sekitar mil dari pantai dengan kedalaman m Produksi dan nilai produksi Hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Prigi beraneka ragam. Produksi yang dominan untuk kelompok pelagis kecil adalah layang dan lemuru, untuk kelompok pelagis besar didominasi ikan tongkol, cakalang dan tuna, untuk kelompok ikan demersal didominasi ikan layur, sedangkan jenis udang-udangan hanya didaratkan dalam jumlah relatif sedikit. Produksi ikan di PPN Prigi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Produksi ikan di PPN Prigi periode Tahun Cakalang Layang deles Layur Jenis Ikan (dalam ton) Lemuru Tongkol como Tuna Ikan lainnya Jumlah Sumber: Statistik Perikanan PPN Prigi 2010 Produksi ikan pada tahun 2002 dan 2003 mengalami kenaikan tajam. Hal ini disebabkan musim ubur-ubur sehingga mendominasi penangkapan. Hasil tangkapan ubur-ubur pada tahun 2002 sebanyak ton dan ton pada tahun Ikan layaran dan julung-julung juga mendominasi pada tahun 2001, masing-masing sebanyak ton dan 696 ton. Tahun 2010 merupakan tahun paceklik bagi nelayan dimana total produksi yang didaratkan berkurang sekitar

71 41 67% dari tahun 2009 yang berjumlah ,1 ton, menjadi 7.676,2 ton pada tahun Nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Prigi cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2000 hingga 2008, kemudian turun sedikit pada tahun 2009 dan turun drastis di tahun 2010 sebesar Rp ,- akibat musim paceklik. Tabel 8 menunjukkan nilai produksi ikan di PPN Prigi periode Tabel 8 Nilai produksi ikan di PPN Prigi periode Tahun Cakalang Layang Deles Nilai Produksi (dalam jutaan rupiah) Layur Lemuru Tongkol Como Tuna Ikan Lainnya Jumlah Sumber: Statistik Perikanan PPN Prigi 2010 Ikan tongkol selalu memberikan nilai produksi tertinggi sejak tahun 2004 seiring dengan meningkatnya pendaratan ikan tersebut. Ikan yang memiliki harga rata-rata tertinggi pada tahun 2010 adalah tuna, layur dan cakalang yaitu Rp 9.690,-/kg untuk ikan tuna, Rp 8.411,-/kg untuk ikan layur dan Rp 7.188,-/kg untuk ikan cakalang. Grafik perkembangan nilai produksi ikan di PPN Prigi dapat dilihat pada Gambar Pengolahan dan pemasaran Hasil tangkapan ikan dari PPN Prigi dipasarkan dalam bentuk segar dan olahan. Pengolahan yang dilakukan antara lain pembekuan, pemindangan, pengeringan/pengasinan, pengasapan, terasi dan tepung ikan. Ikan segar dipasarkan hanya di 3 kota yaitu Surabaya, Trenggalek dan Tulungagung. Dominansi pemasaran ikan segar yaitu kota Surabaya sebesar

72 ton atau sekitar 82% pada tahun Ikan yang dipasarkan ke Surabaya umumnya adalah ikan-ikan komoditi ekspor. Terbatasnya pemasaran ikan segar disebabkan ikan memiliki sifat mudah rusak, sehingga membutuhkan perlakuan ekstra dan tambahan biaya. Ikan yang dipasarkan dalam bentuk segar utamanya diperuntukkan bagi pasar ekspor, berupa ikan tuna, layur dan cakalang. Pemasaran ikan olahan lebih luas jangkauannya, yaitu Trenggalek, Tulungagung, Surabaya, Jombang, Malang dan Nganjuk. Surabaya juga mendominansi pemasaran ikan olahan dari PPN Prigi dengan total ton atau 33,56% pada tahun 2010, disusul Tulungagung, Malang, Jombang dan Nganjuk, sedangkan Trenggalek sendiri hanya menyerap ikan olahan sebesar 1,84%.

73 43 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Jenis Ikan Unggulan di PPN Prigi Pengelolaan membutuhkan penentuan ikan unggulan. Hal ini bertujuan agar dapat mengembangkan kegiatan perikanan yang sesuai dengan kondisi lapangan. Syarat utama suatu jenis ikan menjadi ikan unggulan yaitu dipengaruhi oleh permintaan pasar. Ikan unggulan yang dianalisis pada penelitian ini didasarkan pada kondisi yang ada saat penelitian dilakukan. Perhitungan standardisasi pada Tabel 9 menunjukkan bahwa urutan prioritas ikan unggulan di PPN Prigi adalah tuna, tongkol, cakalang, lemuru dan layang (Lampiran 4). Ikan layur untuk selanjutnya tidak disertakan karena memiliki prioritas terakhir dan bukan merupakan ikan pelagis. Ikan pelagis adalah ikan yang sebagian besar hidupnya berada pada lapisan permukaan hingga kolom air (Simbolon 2011). Ikan tuna, tongkol dan cakalang termasuk dalam ikan pelagis besar, sedangkan ikan lemuru dan layang termasuk dalam ikan pelagis kecil. Kelima ikan unggulan ini dianalisis lebih lanjut secara ekologi, kelayakan usaha penangkapannya dan persepsi sosial stakeholder. Tujuan akhir penelitian ini menghasilkan model pengelolaan perikanan pelagis berkelanjutan di PPN Prigi. Tabel 9 Kriteria dan urutan prioritas untuk menentukan ikan unggulan Nama Ikan Produksi Kontinuitas Nilai Produksi Ratarata 5 tahun terakhir (ton) V1 Ratarata musim ikan (bulan) V2 Harga (Rp) Tujuan Utama Pemasaran V3 Ke- V4 Total Tongkol 8.409, antar kota Layang 3.973, antar kota Tuna 494, ekspor Layur 386, ekspor Lemuru 5.768, diolah Cakalang 912, ekspor UP

74 Keberlanjutan Ekologi: Potensi Ikan Unggulan Keberlanjutan ekologi dalam penelitian ini dikaji dengan menghitung potensi ikan unggulan di PPN Prigi. Tujuannya untuk mengetahui tingkat pemanfaatan lestari agar sumberdaya ikan dapat berkelanjutan. Pengkajian potensi ikan dianalisis dengan menggunakan model produksi surplus. Potensi ikan unggulan PPN Prigi yang dikaji antara lain tuna, tongkol, cakalang, lemuru dan layang Ikan tuna (Thunnus sp.) Hasil tangkapan ikan tuna didominasi oleh alat tangkap pancing tonda sekitar 79% dari total hasil tangkapan, purse seine sekitar 9%, gillnet sekitar 8% dan sisanya oleh payang dan pancing ulur. Alat tangkap standar ikan tuna yang sesuai berdasarkan FPI (nilai terbesar) yaitu pancing tonda. Nilai FPI rata-rata untuk pancing tonda sebesar 76,33% dari total alat tangkap. Gillnet merupakan alat tangkap yang cukup berpengaruh pada penangkapan tuna dengan presentase FPI sebesar 15,57% dari total alat tangkap. Equilibrium Schaefer merupakan model poduksi surplus yang paling sesuai digunakan untuk menghitung maximum sustainable yield (MSY). Model ini digunakan karena memenuhi syarat, yaitu tanda sesuai dengan persamaan, memiliki R 2 paling tinggi yaitu 0,72 dan rata-rata nilai validasi sebesar 0,513. Perhitungan potensi ikan tuna dapat dilihat pada Lampiran 5. Gambar 8 menunjukkan grafik MSY untuk ikan tuna. Model Equilibrium Schaefer menunjukkan effort optimum untuk penangkapan ikan tuna sebanyak 56 unit pancing tonda dan catch MSY 1.000,69 ton/tahun. Data produksi aktual ikan tuna PPN Prigi tahun 2005 berjumlah 1179 ton dengan upaya penangkapan sebanyak 59 unit alat tangkap standar. Produksi ikan tuna tahun mengalami penurunan hingga setengah dari produksi tahun Hal ini terjadi seiring dengan penambahan alat tangkap pancing tonda sebanyak 6 unit dan penambahan unit gillnet sebanyak 9 unit. Data aktual penangkapan ikan tuna di PPN Prigi terindikasi overfishing yang disebabkan peningkatan alat tangkap yang beroperasi (overeffort).

75 45 produksi tuna (ton) junlah pancing tonda (unit) data aktual kurva produksi surplus batas MSY Gambar 8 Grafik maximum sustainable yield untuk ikan tuna Ikan tongkol (Euthynnus affinis) Penangkapan ikan tongkol didominasi oleh alat tangkap purse seine dengan total produksi sekitar 97%. Purse seine menjadi alat tangkap standar dengan ratarata FPI sebesar 82,44% dari semua alat tangkap. Alat tangkap lain tidak berpengaruh nyata terhadap penangkapan ikan tongkol. Perhitungan potensi ikan tongkol dapat dilihat pada Lampiran 6. Model yang dipilih untuk menghitung MSY adalah Equilibrium Schaefer. Model Equilibrium Schaefer memiliki R 2 lebih kecil daripada model Disequilibrium Schaefer yaitu 0,657. Model ini dipilih karena dapat menjelaskan kondisi aktual dengan rata-rata nilai validasi yang jauh lebih kecil yaitu 0,455. Model Equilibrium Schaefer menunjukkan effort optimum sebanyak 145 unit purse seine dan catch MSY 8.853,01 ton/tahun. Gambar 9 menunjukkan grafik produksi surplus ikan tongkol. Data produksi aktual ikan tongkol di PPN Prigi tahun 2005 sebesar ton atau terindikasi mendekati deplesi berdasarkan model Equilibrium Schaefer. Hal ini disebabkan banyaknya alat tangkap yang beroperasi, yaitu setara 278 unit alat tangkap standar. Produksi ikan tongkol tahun mulai mengalami peningkatan. Peningkatan ini terjadi akibat pengurangan jumlah armada standar menjadi 119 unit. Produksi ikan tongkol tahun 2010 mengalami penurunan tajam sebesar 67,69% dari tahun 2009 seiring dengan penambahan 7 unit purse seine.

76 46 Kondisi aktual selain tahun 2006 menunjukkan penangkapan ikan tongkol di PPN Prigi terindikasi mengalami kelebihan tangkap. produksi tongkol (ton) jumlah purse seine (unit) data aktual kurva produksi surplus batas MSY Gambar 9 Grafik maximum sustainable yield untuk ikan tongkol Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) Ikan cakalang (skipjack tuna) memiliki tingkah laku yang mirip dengan ikan tuna, sehingga alat tangkap standar yang digunakan sama dengan alat penangkap ikan tuna yaitu pancing tonda. Pancing tonda memberikan produksi sekitar 57% dari total tangkapan cakalang. Alat tangkap purse seine dan gillnet memberikan pengaruh cukup besar dalam penangkapan ikan cakalang yaitu sekitar 30% dan sekitar 11%. Perubahan jumlah ketiga unit penangkapan tersebut memberikan pengaruh terhadap jumlah alat tangkap standar. Alat tangkap pancing tonda memiliki rata-rata FPI sebesar 60,43%. Ratarata FPI gillnet dan purse seine masing-masing sebesar 20,5% dan 16,95%. Perhitungan potensi ikan cakalang dapat dilihat pada Lampiran 7. Model Equilibrium Schaefer merupakan model paling sesuai untuk menghitung MSY ikan cakalang. Model ini dipilih karena memenuhi syarat, yaitu tanda sesuai persamaan, nilai R 2 model memiliki rata-rata validasi 0,3025. Model Walter-Hilborn yang memiliki rata-rata validasi terkecil tidak dipilih karena menghasilkan effort MSY terlalu tinggi. Gambar 10 menunjukkan grafik MSY untuk ikan cakalang. Model Equilibrium Schaefer menghasilkan effort optimum pancing tonda sebanyak 106 unit

77 47 dan catch MSY 1.056,56 ton/tahun. Produksi aktual ikan cakalang di PPN Prigi tahun 2005 berjumlah 1134 ton dengan upaya penangkapan sebanyak 68 unit pancing tonda. Artinya walaupun upaya yang digunakan sedikit namun hasil tangkapan yang didaratkan melebihi jumlah maksimum lestari. Jumlah alat tangkap pancing tonda bertambah 6 unit dan alat tangkap gillnet bertambah 9 unit pada tahun Hal ini memberikan pengaruh terhadap penambahan alat tangkap standar menjadi 165 unit. Penambahan unit penangkapan standar yang sangat signifikan ini disebabkan tingginya FPI unit penangkapan purse seine pada tahun Penambahan jumlah upaya penangkapan ini menyebabkan penambahan produksi 193 ton atau 18% melebihi potensi lestari. Akibatnya pada tahun selanjutnya produksi ikan cakalang mengalami penurunan ( ). Data aktual tahun menunjukkan bahwa penangkapan ikan cakalang terindikasi mengalami kelebihan tangkap. produksi cakalang (ton) jumlah pancing tonda (unit) data aktual kurva produksi surplus batas MSY Gambar 10 Grafik maximum sustainable yield untuk ikan cakalang Ikan lemuru (Sardinella lemuru) Ikan lemuru merupakan ikan pelagis kecil yang hidup bergerombol (schooling). Pukat kantong atau jaring lingkar merupakan alat penangkap ikan yang memiliki produktivitas tinggi untuk menangkap ikan pelagis bergerombol. Jumlah tangkapan ikan lemuru lebih didominasi purse seine. Alat tangkap standar yang cocok digunakan untuk menangkap ikan lemuru di PPN Prigi adalah purse

78 48 seine dan payang yang masing-masing memiliki FPI 49% dan 45%. Perhitungan potensi ikan lemuru dapat dilihat pada Lampiran 8. Model paling sesuai untuk menghitung MSY ikan lemuru adalah Equilibrium Schaefer. Model ini memenuhi syarat tanda sesuai persamaan, memiliki R 2 cukup tinggi sebesar 0,76 dan rata-rata nilai validasi terkecil yaitu 0,338. Berdasarkan model Equilibrium Schaefer, effort optimum untuk ikan lemuru adalah 128 unit purse seine dan catch MSY 7497,64 ton/tahun. Gambar 11 menunjukkan kurva MSY untuk ikan lemuru. Jumlah tangkapan ikan lemuru sejak tahun 2009 menurun seiring dengan penambahan jumlah alat tangkap. Data aktual tahun menunjukkan penangkapan ikan lemuru terindikasi melebihi potensi maksimum lestari, bahkan tahun 2010 jumlah tangkapan ikan lemuru dalam kurva MSY kurang dari setengah dari tahun produksi lemuru (ton) jumlah purse seine (unit) data aktual kurva produksi surplus batas MSY Gambar 11 Grafik maximum sustainable yield untuk ikan lemuru Ikan layang (Decapterus macrosoma) Ikan layang tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia, dengan wilayah penangkapan terbanyak di perairan utara Jawa (Simbolon 2011). Sama halnya dengan ikan lemuru, ikan layang juga tergolong ikan pelagis kecil dan bergerombol, sehingga alat tangkap yang paling banyak menangkap ikan layang adalah purse seine. Purse seine mendaratkan sekitar 94% dari total ikan layang yang didaratkan di Prigi. Alat tangkap ini menjadi alat tangkap standar untuk menangkap ikan layang dengan rata-rata nilai FPI 67%. Selain itu payang juga

79 49 memiliki peran dalam menangkap ikan layang, terlihat dari nilai FPI sebesar 33%. Perhitungan potensi ikan layang dapat dilihat pada Lampiran 9. Dis-equilibrium Schaefer merupakan model paling sesuai untuk menghitung MSY ikan layang. Model ini memenuhi syarat tanda sesuai dengan persamaan, memiliki R 2 tertinggi kedua yaitu 0,807 dan nilai rata-rata validasi terkecil sebesar 2,22. Model Dis-equilibrium Schaefer untuk ikan layang menunjukkan effort optimum sebanyak 103 unit purse seine dan catch MSY 5324,21 ton/tahun. Gambar 12 menunjukkan grafik MSY untuk ikan layang. Alat tangkap standar yang beroperasi menangkap ikan layang tahun 2005 sangat banyak, sehingga dalam kurva produksi surplus ikan layang terindikasi mengalami kelebihan tangkap. Tahun produksi ikan layang meningkat seiring dengan berkurangnya jumlah alat tangkap standar, namun tahun 2010 produksi ikan layang turun hingga 90% yang salah satunya disebabkan meningkatnya jumlah alat tangkap. Berdasarkan data aktual yang tahun , penangkapan terhadap ikan layang terindikasi mengalami kelebihan tangkap akibat banyaknya alat penangkapan ikan yang beroperasi. produksi layang (ton) jumlah purse seine (unit) data aktual kurva produksi surplus batas MSY Gambar 12 Grafik maximum sustainable yield untuk ikan layang. Kelima ikan unggulan di PPN Prigi telah mengalami indikasi overfishing. Perbandingan diantara kelima ikan unggulan dapat dilihat pada Tabel 10. Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa ikan tuna walaupun merupakan ikan unggulan utama ternyata memiliki persentase kelebihan tangkap yang paling

80 50 tinggi. Sedangkan ikan cakalang memiliki persentase kelebihan tangkap yang paling kecil, disusul ikan tongkol. Tabel 10 Potensi dan presentase kelebihan tangkap untuk tiap jenis ikan Rata-rata Persentase Rata-rata Jenis kelebihan kelebihan E MSY C MSY C a k t u a l 5 tahun tangkap 5 tahun tangkap Ikan (unit) (ton/tahun) terakhir terakhir terhadap (ton/tahun) (ton/tahun) potensi (%) Tuna ,69 614,35 386,34 39 Tongkol , , ,88 16 Cakalang ,56 949,57 106,99 10 Lemuru , , ,03 23 Layang , , , Keberlanjutan Ekonomi: Kelayakan Usaha Unit Penangkapan Ikan Keberlanjutan ekonomi dalam penelitian ini dikaji dengan menghitung kelayakan usaha unit penangkap ikan yang dominan menangkap ikan unggulan. Alat tangkap tersebut antara lain: purse seine, pancing tonda, gillnet dan payang. Kelayakan usaha berpengaruh terhadap keberlanjutan usaha perikanan tangkap. Jika secara ekonomi usaha tidak menghasilkan manfaat yang cukup maka pemilik investasi akan menginvestasikan untuk usaha lain yang lebih bermanfaat. Analisis yang digunakan untuk menghitung kelayakan usaha yang adalah analisis rugi-laba (cashflow) dan investment criteria. Input yang diperhitungkan dalam analisis kelayakan usaha meliputi investasi unit penangkapan, biaya tetap dan biaya tidak tetap, penyusutan investasi, penerimaan serta bagi hasil antara pemilik dan ABK kapal Unit penangkapan purse seine Purse seine merupakan alat tangkap yang dioperasikan dengan melingkarkan jaring pada tempat yang diprediksi terdapat ikan kemudian menarik tali kolor bagian bawah. Unit penangkapan purse seine di PPN Prigi beroperasi menggunakan 2 kapal. Kapal yang lebih besar digunakan sebagai tempat ABK dan alat tangkap sedangkan kapal yang lebih kecil digunakan untuk menarik tali kolor saat hauling dan sebagai tempat hasil tangkapan. Dimensi kapal utama

81 51 purse seine yang digunakan di Prigi memiliki panjang m, lebar 4,5-5 m dan tinggi 1,5-2 m, dengan kekuatan mesin PK. Sedangkan kapal belakang memiliki panjang 13-17m, lebar 3-4 m dan tinggi 1-1,5 m dengan kekuatan mesin PK. Purse seine yang digunakan memiliki panjang antara m dengan kedalaman 60-90m. Gambar 13 menunjukkan kapal purse seine yang sedang sandar dan alat tangkap purse seine yang sedang diperbaiki nelayan. Gambar 13 Unit penangkapan purse seine. ABK purse seine di PPN Prigi berjumlah orang. Lama trip kapal sekitar 12 jam. Operasi penangkapan bisa dilakukan siang atau malam hari dengan daerah penangkapan masih terkonsentrasi di perairan teluk yaitu sekitar mil dari pantai. Musim puncak dimulai pada bulan Juli hingga November, pada bulan-bulan ini dalam satu bulan rata-rata nelayan melaut 22 hari sedangkan pada musim paceklik (Desember hingga Mei) tiap bulan nelayan melaut rata-rata 10 kali. Hasil tangkapan utama purse seine adalah tongkol, lemuru dan layang. Hasil tangkapan ini dijual kepada bakul di TPI, namun ada pula pemilik kapal yang juga berperan sebagai bakul/pengepul sehingga semua hasil tangkapan langsung ditampung. Sistem bagi hasil antara pemilik kapal dan ABK adalah 2:1. Sedangkan pada ABK, juru mudi mendapat 2 bagian, juru mesin, juru kolor, dan juru pantau mendapat bagian 1,5 sedangkan ABK lain mendapat 1 bagian. Total investasi unit penangkapan purse seine Rp ,00 yang terdiri dari investasi unit penangkapan serta alat bantu penangkapan; biaya yang dikeluarkan yaitu biaya tetap berupa biaya perawatan dan biaya tidak tetap berupa

82 52 biaya operasional dengan total biaya Rp ,00/tahun; penerimaan sebesar Rp ,00/tahun berasal dari penjualan hasil tangkapan dengan asumsi hanya ditangkap ikan tongkol, layang dan lemuru; penyusutan investasi tiap tahun adalah Rp ,76 dan total bagi hasil Rp ,33. Laba bersih pemilik sebesar Rp ,90. Perbandingan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan (R/C) sebesar 2,55. Lama modal investasi akan kembali (PP) 2 tahun. Ketiga analisis rugi-laba menunjukkan bahwa usaha perikanan purse seine menghasilkan keuntungan yang tinggi dan pengembalian modal relatif cepat. Perhitungan lengkap analisis usaha purse seine dapat dilihat pada Lampiran 10. Asumsi yang digunakan untuk menghitung kriteria investasi didasarkan pada perbandingan harga tiap komponen unit penangkapan dari tahun ke tahun. Asumsi tersebut antara lain: kenaikan harga alat tangkap sebesar 12% per tahun, kenaikan harga mesin 4% per tahun, kenaikan harga lampu dan genset 1% per tahun, kenaikan harga keranjang 3% per tahun, kenaikan harga BBM dan biaya variabel 1% per tahun, biaya perawatan kapal naik 2% per tahun, kenaikan harga ikan 0,5% per tahun serta kenaikan upah teknisi 1% per tahun. Discount factor yang digunakan sebesar 12%. Nilai NPV menunjukkan jumlah penerimaan yang akan diterima pemilik selama umur teknis unit purse seine (10 tahun) adalah sebesar Rp ,61. Tingkat keuntungan atas investasi bersih selama umur teknis purse seine (IRR) adalah 40,08% jauh lebih tinggi dibanding tingkat suku bunga yang berlaku, artinya lebih menguntungkan menanam investasi pada bisnis purse seine dibanding uang tersebut disimpan pada bank dengan tingkat suku bunga 12% per tahun. Nilai net B/C 2,89 merupakan perbandingan nilai manfaat (benefit) positif yang diterima dengan benefit negatif selama umur teknis purse seine. Berdasarkan analisis rugi-laba dan kriteria investasi, unit penangkapan purse seine layak dijalankan karena memiliki nilai π dan NPV > 0, R/C dan net B/C > 1 serta nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga. Tabel 11 menunjukkan perbandingan kriteria kelayakan usaha dari unit penangkap ikan pelagis di PPN Prigi.

83 Unit penangkapan pancing tonda Unit penangkapan pancing tonda beroperasi di PPN Prigi mulai tahun Cara operasi penangkapannya dengan menarik pancing yang dijalankan kapal di perairan dekat rumpon. Ukuran panjang kapal tonda berkisar m; lebar 3,25-3,5 m; tinggi 1,3-1,6 m; dengan daya mesin antara PK. ABK kapal tonda berjumlah 5 orang. Selain mengoperasikan pancing tonda, unit ini juga membawa rawai dan pancing ulur. Unit pancing tonda di PPN Prigi dan cara pengoperasiannya dapat dilihat pada Gambar 14. Sumber: Nurdin (2011) Gambar 14 Unit penangkapan pancing tonda. Keterangan: A. Kapal B. Kayu ; panjang 6 meter C. Tali utama ; Senar no.1000 (10-20 mtr) D. Tali pancing ; Senar no.200, buah, 0,5 mtr, jarak antar tali pancing 1-1,5 m E. Mata pancing no.8-9 F. Pemberat ; 0,5-1 kg. Unit pancing tonda melakukan trip selama 7-10 hari, sehingga dalam satu bulan hanya melakukan 3-4 kali trip. Musim puncak untuk penangkapan pancing tonda adalah bulan Mei hingga November sedangkan musim paceklik dimulai bulan Desember hingga April. Pancing tonda ini dioperasikan di area rumpon yang terletak antara mil dari pantai. Satu unit penangkapan biasanya beroperasi pada 2-3 rumpon secara bergantian selama trip penangkapan. Kepemilikan rumpon ada yang perorangan ada pula yang berkelompok. Hasil tangkapan utama pancing tonda adalah tuna dan cakalang. Sistem bagi hasil antara pemilik kapal dan ABK adalah 1:1. Juru mudi atau nahkoda mendapat 2 bagian sedangkan ABK lain 1 bagian. Perhitungan lengkap analisis usaha pancing tonda dapat dilihat pada Lampiran 11.

84 54 Total investasi pancing tonda sebesar Rp ,- ; total biaya yang dikeluarkan Rp ,00/tahun; penerimaan sebesar Rp ,00/ tahun berasal dari penjualan hasil tangkapan, dengan asumsi hanya ditangkap ikan cakalang dan tuna; penyusutan investasi tiap tahun sebesar Rp ,33 dan total bagi hasil Rp ,00. Laba bersih yang diterima pemilik selama satu tahun sebesar Rp ,67. Perbandingan penerimaan dengan biaya yang harus dikeluarkan (R/C) sebesar 2,18. Lama modal investasi akan kembali (PP) adalah 1,91 tahun atau setara dengan 23 bulan. Asumsi yang digunakan untuk menghitung kriteria investasi sama dengan asumsi yang digunakan pada unit penangkapan purse seine. Namun untuk kenaikan harga alat tangkap dihitung sebesar 5% per tahun. Selain itu unit pancing tonda memperhitungan kenaikan harga rumpon, yaitu sebesar 5% per tahun. NPV yang akan diterima pemilik selama umur teknis unit pancing tonda (10 tahun) yang telah di-discount rate dengan tingkat suku bunga 12% adalah sebesar Rp ,23. Tingkat keuntungan atas investasi bersih selama umur teknis unit pancing tonda (IRR) sebesar 47,36% jauh lebih tinggi dibanding tingkat suku bunga yang digunakan. Artinya lebih menguntungkan menanam investasi pada bisnis pancing tonda dibanding uang tersebut disimpan pada bank dengan tingkat suku bunga 12 % per tahun. Nilai net B/C 3,22 menunjukkan perbandingan nilai benefit positif dengan benefit negatif selama umur teknis unit pancing tonda. Berdasarkan analisis rugi-laba dan kriteria investasi, pancing tonda layak untuk dijalankan karena memiliki nilai π dan NPV > 0, R/C dan net B/C > 1 serta nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga. Perbandingan kriteria kelayakan usaha dari unit penangkap ikan pelagis di PPN Prigi dapat dilihat pada Tabel Unit penangkapan gillnet Gillnet adalah jaring yang bersifat menjerat ikan di bagian operkulum. Unit penangkapan gillnet di PPN Prigi biasa disebut kapal putihan. Sejak tahun 2005 hampir semua kapal gillnet membawa pancing tonda, sehingga analisis usaha unit penangkapan gillnet menghasilkan pendapatan ganda antara dua alat tangkap tersebut.

85 55 Dimensi kapal putihan memiliki panjang berkisar m; lebar 2,5-3,5 m; tinggi 1-1,5 m dengan daya mesin antara PK. ABK kapal gillnet berjumlah 4-5 orang. Lama trip unit penangkapan gillnet sekitar 7-10 hari, sehingga dalam satu bulan hanya melakukan 3-4 kali trip. Musim puncak biasanya terjadi pada bulan Mei-November, sedangkan bulan Desember-April merupakan musim paceklik. Pancing tonda biasanya dioperasikan siang hari, sedangkan sore dan malam hari nelayan mengoperasikan gillnet. Gambar 15 menunjukkan kapal gillnet dan desain alat tangkap gillnet. Sumber: Nurdin (2011) Gambar 15 Unit penangkapan gillnet. Keterangan: Jumlah jaring : 4-6 pis Pelampung besar : Bola ø 30 cm digunakan 4 buah / pis, Tali Pelampung PE ø 10 mm, 4-5 m. Bendera tanda : 2 x 1 meter, pada ujung jaring diberi lampu tanda (senter) Hasil tangkapan utama gillnet antara lain tongkol, cakalang dan baby tuna. Sedangkan hasil tangkapan utama pancing tonda yaitu tuna dan cakalang. Kapal putihan ini dioperasikan di area rumpon yang terletak antara mil dari pantai. Sama halnya dengan unit pancing tonda, kapal putihan juga beroperasi pada 2-3 rumpon secara bergantian selama operasi penangkapan. Pembagian hasil tangkapan antara pemilik kapal dan ABK adalah 1:1, dimana juru mudi atau nahkoda mendapat 2 bagian sedangkan ABK lain 1 bagian. Berdasarkan perhitungan analisis rugi-laba unit penangkapan gillnet layak dijalankan. Laba bersih yang diterima pemilik selama satu tahun sebesar Rp ,67. Perbandingan pendapatan dengan biaya (R/C) sebesar 2,34. Jangka waktu pengembalian investasi (PP) selama 1,65 tahun atau setara dengan 20 bulan. Perhitungan lengkap mengenai analisis usaha dapat dilihat pada Lampiran 12.

86 56 Asumsi yang digunakan untuk menghitung kriteria investasi sama dengan asumsi yang digunakan pada unit penangkapan pancing tonda dan ditambahkan kenaikan harga alat tangkap gillnet dihitung sebesar 7% per tahun. Nilai NPV selama umur teknis kapal putihan (10 tahun) yang telah di-discount rate dengan tingkat suku bunga 12% sebesar Rp ,08. Tingkat keuntungan atas investasi bersih selama umur teknis gillnet (IRR) sebesar 50,71% jauh lebih tinggi dibanding tingkat suku bunga yang berlaku. Artinya lebih menguntungkan menanam investasi pada usaha gillnet dibanding menyimpan pada bank dengan tingkat suku bunga 12% per tahun. Nilai net B/C 3,68 merupakan perbandingan benefit positif dengan benefit negatif selama umur teknis kapal putihan. Berdasarkan analisis rugi-laba dan kriteria investasi, unit penangkapan gillnet layak dijalankan karena memiliki nilai π dan NPV > 0, R/C dan net B/C > 1 serta nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga. Tabel 11 menunjukkan perbandingan kriteria kelayakan usaha dari unit penangkap ikan pelagis di PPN Prigi Unit penangkapan payang Payang termasuk dalam alat tangkap jaring kantong. Cara pengoperasiannya dengan menggiring kawanan ikan untuk masuk dalam kantong jaring. Gambar 16 menunjukkan unit penangkapan payang. Dimensi kapal payang di PPN Prigi memiliki ukuran panjang m; lebar 3,5-5 m; tinggi 1,1-1,25 m dengan kekuatan mesin sekitar PK. Panjang jaring rata-rata 50 m dengan rata-rata panjang kantong 15 m. ABK kapal payang berjumlah orang. Gambar 16 Unit penangkapan payang.

87 57 Lama satu kali trip operasi payang sama seperti purse seine, hanya sekitar 12 jam. Operasi penangkapan dilakukan siang atau malam hari. Daerah penangkapan masih terkonsentrasi di perairan teluk yaitu sekitar mil dari pantai. Rata-rata nelayan melaut 22 hari tiap bulan pada musim puncak yaitu pada bulan Juli-November, sedangkan pada musim paceklik (Desember-Juni) dalam satu bulan rata-rata nelayan melaut sekitar 10 hari. Hasil tangkapan utama payang adalah ikan layang dan lemuru. Sistem bagi hasil antara pemilik dan ABK adalah 2:1. Pembagian hasil pada ABK berdasar pekerjaan yang dilakukan. Juru mudi mendapat 2 bagian; juru mesin, penebar jaring, penata jaring (setelah hauling) mendapat 1,5 bagian dan ABK lain satu bagian. Total investasi unit penangkapan payang sebesar Rp ,00 ; total biaya yang dikeluarkan Rp ,00/tahun; penerimaan sebesar Rp ,00/tahun berasal dari penjualan hasil tangkapan dengan asumsi hanya ditangkap ikan layang dan lemuru; penyusutan investasi tiap tahun sebesar Rp ,33 dan total bagi hasil Rp ,33. Laba bersih yang diterima pemilik sebesar Rp ,33/tahun. Perbandingan penerimaan dengan biaya yang harus dikeluarkan (R/C) adalah 1,99. Lama modal investasi akan kembali (PP) adalah 4,56 tahun atau setara dengan 55 bulan. Perhitungan lengkap analisis usaha dapat dilihat pada Lampiran 13. Asumsi yang digunakan untuk menghitung kriteria investasi sama dengan asumsi yang digunakan pada unit penangkapan purse seine. Hanya saja kenaikan harga alat tangkap payang dihitung sebesar 9% per tahun. Nilai NPV selama umur teknis unit payang (10 tahun) yang telah didiscount rate dengan tingkat suku bunga 12% sebesar Rp ,47. Tingkat keuntungan atas investasi bersih selama umur teknis payang (IRR) adalah 10,08% lebih rendah dibanding tingkat suku bunga yang digunakan. Artinya lebih menguntungkan menanam investasi di bank dengan tingkat suku bunga 12% dibanding berinvestasi pada unit penangkapan payang. Nilai net B/C 1,47 adalah perbandingan nilai benefit positif dengan benefit negatif selama umur teknis payang.

88 58 Analisis cashflow dan investment criteria menunjukkan bahwa usaha perikanan payang menghasilkan keuntungan yang sedikit, perbandingan keuntungan-biaya yang hampir mendekati impas dan pengembalian modal yang lama dibandingkan dengan unit penangkapan yang lain. Analisis kriteria investasi menunjukkan bahwa penanaman investasi pada unit penangkapan payang tidak menguntungkan karena tingkat investasinya hanya sebesar 10,08% atau lebih kecil dibandingkan dengan tingkat suku bunga bank yang digunakan yaitu 12%. Perbandingan kriteria kelayakan usaha dari unit penangkap ikan pelagis di PPN Prigi dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Perbandingan kriteria kelayakan usaha unit penangkap ikan pelagis di PPN Prigi Jenis unit Kriteria analisis kelayakan usaha penangkapan Laba PP NPV IRR Net R/C ikan (Rp) (tahun) (Rp) ( % ) B/C Purse seine ,90 2,55 2, ,61 40,08 2,89 Gillnet ,67 2,34 1, ,08 57,21 3,68 Pancing tonda ,18 1, ,23 47,36 3,22 Payang ,33 1,99 4, ,47 10,08 1,47 Secara keseluruhan, semua unit penangkapan ikan pelagis di PPN Prigi layak diusahakan kecuali unit penangkapan payang dengan perhitungan IRR. Unit penangkap ikan unggulan memiliki nilai kriteria yang bervariasi, untuk itu perlu diberikan urutan prioritas. Hal ini dilakukan untuk mempermudah mengetahui alat tangkap apa yang lebih diprioritaskan berdasarkan perhitungan kelayakan usaha. Urutan prioritas unit penangkapan ikan berdasarkan kriteria cashflow dan investment criteria dapat dilihat pada Tabel 12. Urutan prioritas unit penangkapan ikan pelagis berdasarkan kriteria kelayakan usaha yaitu purse seine, disusul gillnet dan pancing tonda. Unit penangkapan payang memiliki total nilai 0 karena dibanding unit penangkap ikan yang lain, payang memiliki nilai kelayakan usaha yang paling rendah pada semua kriteria. Hal ini menyebabkan payang di PPN Prigi tidak mengalami perkembangan yang nyata dari tahun ke tahun.

89 59 Tabel 12 Prioritas unit penangkapan berdasarkan cashflow dan investment criteria Jenis Alat Penangkap Ikan V1 (π) V2 (R/C) V3 (PP) V4 (NPV) V5 (IRR) V6 (Net B/C) Total Purse seine Pancing tonda Gillnet Payang UP 5.4 Keberlanjutan Sosial: Persepsi Stakeholder Keberlanjutan sosial dalam penelitian ini dikaji dengan melihat kecenderungan persepsi sosial diantara stakeholder. Persamaan pandangan atau persepsi antar stakeholder mengenai hal-hal yang berhubungan dengan perikanan pelagis sangat penting untuk mewujudkan visi bersama dalam mencapai kegiatan perikanan berkelanjutan. Analisis diskriminan ganda digunakan untuk mengetahui kecenderungan persepsi stakeholder dengan hasil perceptual map. Kecenderungan persepsi stakeholder didasarkan pada usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan dari responden Persepsi stakeholder berdasarkan usia Hasil kuesioner dari 69 responden, diperoleh kisaran usia 23 tahun hingga 67 tahun. Pembagian grup usia didasarkan pada perhitungan jumlah kelas dan lebar kelas dari data yang tersedia, sehingga dihasilkan 7 grup. Grup tersebut yaitu: grup 1 kisaran usia tahun berjumlah 12 responden; grup 2 kisaran usia tahun berjumlah 11 responden; grup 3 kisaran usia tahun berjumlah 10 responden; grup 4 kisaran usia tahun berjumlah 11 responden; grup 5 kisaran usia tahun berjumlah 11 responden; grup 6 kisaran usia tahun berjumlah 5 responden; dan grup 7 kisaran usia 59 tahun berjumlah 9 responden. Mengenai kejelasan hak penangkapan, responden grup 1, grup 6 dan grup 7 berpendapat bahwa nelayan dari desa lain boleh menangkap ikan di perairan Prigi. Responden grup 2 dan grup 5 sebanyak 45,45% berpendapat bahwa nelayan dari kabupaten lain juga berhak menangkap ikan di perairan Prigi. Grup 3 terbagi menjadi 2 pendapat, 50% menyatakan nelayan dari desa lain boleh menangkap

90 60 ikan di Prigi dan 50% yang lain menyatakan bahwa nelayan dari kabupaten lain juga boleh menangkap ikan di Prigi. Sedangkan pada grup 4 responden memiliki 3 jawaban menyebar yang berpendapat bahwa yang berhak menangkap ikan di Prigi adalah nelayan desa setempat, nelayan dari desa lain dan nelayan dari kabupaten lain. Rata-rata responden dari semua grup (45,45-100% di tiap grup) memiliki persepsi bahwa konflik antar nelayan jarang terjadi dalam 5 tahun terakhir. Bahkan responden grup 5 sebanyak 45,45% menyatakan tidak pernah terjadi konflik di Prigi. Konflik nelayan yang cukup besar pernah terjadi di Prigi pada tahun Konflik ini terjadi antara nelayan lokal dan nelayan andon, penyebabnya adalah perbedaan pola kehidupan bersosialisasi. Hampir semua stakeholder mengetahui bahwa terdapat bermacam-macam organisasi nelayan di Prigi. Sebanyak 54,54%-100% dari tiap grup menyatakan bahwa terdapat beberapa organisasi atau kelompok nelayan di Prigi dan berjalan dengan baik. Namun sebanyak 45,45% responden dari grup 5 menyatakan bahwa organisasi nelayan di Prigi tidak berjalan dengan baik. Sesuai kondisi sebenarnya bahwa terdapat banyak organisasi atau kelompok nelayan di Prigi, sebagian berjalan dengan baik namun sebagian yang lain tidak berjalan optimal. Hubungan antar stakeholder dirasakan berada dalam kondisi baik oleh ratarata responden dari grup 3 dan 5 (60% dan 63,64%). Rata-rata responden dari grup 1, grup 2, grup 4 dan grup 6 (45,45-63,64%) merasa hubungan antar stakeholder di Prigi berjalan cukup baik. Sedangkan responden grup 7 memiliki persepsi yang menyebar, sebagian menyatakan hubungan stakeholder berjalan baik, sebagian lagi menyatakan berjalan cukup baik dan sebagian yang lain menyatakan sering terjadi konflik. Konflik yang dimaksud disini (dalam 5 tahun terakhir) adalah pertengkaran antara nelayan dengan pedagang atau antara sesama pedagang, umumnya mengenai harga hasil tangkapan ikan. Selanjutnya mengenai kemudahan akses pelabuhan, peningkatan pelayanan pelabuhan serta peningkatan pengetahuan dan ketrampilan nelayan > 60% dari tiap grup menyatakan bahwa hal-hal tersebut perlu dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa setiap stakeholder masih merasa kurang puas dengan

91 61 kondisi PPN Prigi. Selain itu nelayan juga merasa perlu untuk diberikan pengarahan mengenai pengetahuan dan ketrampilan. Jawaban tiap responden dianalisis menggunakan analisis diskriminan ganda. Lampiran 14 menampilkan hasil analisis diskriminan ganda mengenai prediksi keanggotaan responden berdasarkan usia, fungsi diskriminan dan wilks lambda. Semakin besar nilai wilks lambda (mendekati 1) artinya semakin besar kemiripan yang dimiliki oleh responden. Responden pada kelompok usia 59 tahun memiliki persentase tepat terprediksi paling banyak yaitu 5 responden atau 55,56%. Kelompok usia tahun paling sedikit responden yang terprediksi tepat dalam kelompoknya. Responden pada kelompok usia lainnya menyebar dalam kelompok dan di luar kelompoknya. Penyebab responden tidak terprediksi tepat pada grupnya adalah jawaban mereka yang lebih mirip dengan grup lain. Hit ratio atau persentase responden yang kelompoknya dapat diprediksi secara tepat sebesar 36,23 % atau sebanyak 25 orang. Nilai proportional chance criterion adalah 14,98%, sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan untuk memprediksi keanggotaan grup akurat karena nilai hit ratio > nilai proportional chance criterion (Sub sub bab 3.3.4). Gambar 17 Perceptual map stakeholder berdasarkan usia.

92 62 Gambar 17 menunjukkan sebaran persepsi responden berdasarkan usia. Grup 4, 6 dan 7 memiliki grup centroid atau pusat pengelompokkan yang saling tumpang tindih. Artinya persepsi dari tiga kelompok usia tersebut memiliki banyak kemiripan. Hal ini disebabkan responden pada grup 4, 6 dan 7 telah memiliki pengalaman yang banyak sehingga memiliki pandangan yang mirip. Selain itu grup centroid dari grup 3 yang rata-rata berasal dari pihak pengelola dan grup 5 yang rata-rata merupakan nelayan juga saling tumpang tindih. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman kerja yang telah dilalui para nelayan telah membuat mereka mengerti bagaimana arah tujuan yang hendak dilakukan oleh pihak pengelola. Sedangkan grup 1 dan grup 2 memiliki grup centroid yang sedikit agak jauh dari grup-grup lainnya. Usia yang masih muda dan baru bergabung di dunia perikanan membuat mereka belum memiliki pandangan yang terlalu mirip dengan responden lain yang lebih tua usianya dan telah lebih lama berada dalam kegiatan perikanan. Secara keseluruhan persepsi antar stakeholder berdasarkan usia lebih banyak memiliki kemiripan, terlihat dari letak grup centroid yang berdekatan, hanya sedikit responden yang memiliki pendapat berbeda (berada jauh dari grup centroid) Persepsi stakeholder berdasarkan tingkat pendidikan Jumlah responden yang disampling sebanyak 69 orang dengan tingkat pendidikan dibagi menjadi 4, yaitu: SD (grup 1) sebanyak 19 responden, SMP (grup 2) sebanyak 20 responden, SMA (grup 3) sebanyak 13 responden dan S1 (grup 4) sebanyak 17 responden. Mengenai kejelasan hak penangkapan, responden grup 1 (52,63%) dan grup 2 (55%) berpendapat bahwa nelayan dari desa lain boleh menangkap ikan di perairan Prigi. Responden pada grup 3 memiliki 3 jawaban menyebar dengan pendapat bahwa yang berhak menangkap ikan di Prigi adalah nelayan desa setempat, nelayan dari desa lain dan nelayan dari kabupaten lain. Sedangkan responden grup 4, mayoritas (70,59%) berpendapat bahwa nelayan dari kabupaten lain juga berhak menangkap ikan di perairan Prigi. Berbedanya pendapat grup 4 dengan grup lain disebabkan adanya perbedaan tingkat pendidikan. Responden berpendidikan S1 (grup 4) mengetahui

93 63 batas-batas perairan yang hanya boleh dikuasai nelayan Prigi maupun yang boleh dimanfaatkan nelayan dari desa atau kabupaten lain. Rata-rata responden dari semua grup (47,06%-85% di tiap grup) memiliki persepsi bahwa konflik antar nelayan jarang terjadi dalam 5 tahun terakhir. Stakeholder dengan tingkat pendidikan SD hingga S1 mengetahui bahwa terdapat bermacam-macam organisasi nelayan di Prigi. Sebanyak 89,74% grup 1, 70% grup 2 dan 84,62% grup 3 menyatakan bahwa terdapat beberapa organisasi atau kelompok nelayan di Prigi dan berjalan dengan baik. Jumlah grup 4 yang menyatakan organisasi nelayan berjalan dengan baik lebih sedikit dibanding grup lain (58,82%). Rata-rata responden grup 4 merupakan pihak pengelola, yang mengetahui dan sering dilibatkan pada kegiatan organisasi nelayan sehingga lebih mengetahui presentase organisasi yang masih berjalan dengan baik. Responden grup 1 (47,37%) dan grup 4 (64,71%) menyatakan bahwa hubungan antar stakeholder dalam kondisi baik. Sedangkan 60% grup 2 dan 61,54% grup 3 menyatakan bahwa hubungan antar stakeholder di Prigi berjalan cukup baik. Hanya 15,79% responden dari grup 1 dan 5% responden dari grup 2 yang merasa hubungan antar stakeholder sering terjadi konflik. Sebanyak 70%-94,12% dari tiap grup menyatakan perlu penambahan infrastruktur untuk kemudahan akses pelabuhan. Selanjutnya 70,59%-84,21% stakeholder berpendapat bahwa perlu adanya peningkatan pelayanan pelabuhan. Selain itu 73,68%-100% responden dari tiap grup merasa perlu untuk diadakannya peningkatan pengetahuan dan ketrampilan nelayan. Hanya sekitar 10% responden dari grup 1 yang merasa peningkatan pengetahuan dan ketrampilan nelayan tidak perlu dilakukan. Responden ini berpendapat bahwa modal lebih penting daripada peningkatan pengetahuan dan ketrampilan. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pendidikan yang rendah kurang dapat menerima perubahan baru untuk mencapai kemajuan. Analisis diskriminan ganda memprediksi keanggotaan responden berdasarkan tingkat pendidikan (Lampiran 15). Prediksi keanggotaan responden ini dihasilkan dari skor diskriminan tiap fungsi. Responden pada kelompok pendidikan SD dan SMP lebih banyak yang terprediksi masuk dalam grup pendidikan SMA, yaitu sebanyak 63,16% dan 40,00%. Artinya stakeholder

94 64 dengan tingkat pendidikan SD dan SMP cenderung memiliki persamaan persepsi setara pendidikan SMA. Hal ini dapat disebabkan lamanya pengalaman kerja karena responden grup 1 dan grup 2 rata-rata merupakan orang yang berusia lebih tua dan telah lama berada dalam kegiatan perikanan tangkap. Responden dengan tingkat pendidikan S1 yang terprediksi tepat dalam grupnya sebanyak 64,71%, mereka lebih memiliki kemiripan pemikiran dalam grupnya karena persamaan pengetahuan yang dimiliki selama menempuh pendidikan. Hit ratio persepsi berdasarkan pendidikan adalah 39,13 % atau sebanyak 27 orang, sedangkan nilai proportional chance criterion adalah 25,60%. Artinya model yang digunakan untuk memprediksi keanggotaan grup akurat karena nilai hit ratio > nilai proportional chance criterion (Sub sub bab 3.3.4). Gambar 18 Perceptual map stakeholder berdasarkan tingkat pendidikan. Gambar 18 menunjukkan sebaran persepsi responden berdasarkan tingkat pendidikan. Grup berpendidikan SD dan SMA memiliki grup centroid atau pusat pengelompokkan saling tumpang tindih. Responden dengan pendidikan SD mayoritas merupakan nelayan yang telah berumur dan memiliki banyak pengalaman. Hal ini menyebabkan pemikirannya memiliki kemiripan dengan responden berpendidikan SMA yang telah menerima pengetahuan lebih dalam. Selanjutnya grup pendidikan SMP memiliki grup centroid yang juga berdekatan dengan grup SD dan SMP. Sedangkan kelompok dengan tingkat pendidikan S1

95 65 grup centroid nya sedikit lebih jauh karena pola pikirnya berbeda, yang dipengaruhi tingkat pendidikannya. Secara keseluruhan persepsi stakeholder berdasarkan tingkat pendidikan juga memiliki kemiripan yang tinggi. Hal ini terlihat dari kedekatan grup centroid diantara keempat grup serta nilai wilks lambda yang mendekati 1. Fungsi diskriminan ganda dan nilai wilks lambda dapat dilihat pada Lampiran Persepsi stakeholder berdasarkan pekerjaan Responden berjumlah 69 orang dengan kelompok pekerjaan dibagi menjadi 3, yaitu: nelayan (grup 1) sebanyak 41 responden (terdiri dari 18 nelayan purse seine, 7 nelayan payang, 6 nelayan gillnet, dan 10 nelayan tonda), bakul/pedagang (grup 2) sebanyak 9 orang serta pihak pengelola (grup 3) sebanyak 19 orang (2 orang SatPol-Air, 2 orang Perum PPS, 2 orang DKP Trenggalek, 2 orang TPI, 2 orang Satker PSDKP dan 9 orang PPN Prigi). Mengenai kejelasan hak penangkapan, responden pada grup 1 (48,78%) dan grup 2 (55,56%) berpendapat bahwa nelayan dari desa lain boleh menangkap ikan di perairan Prigi. Responden grup 3 sebanyak 73,68% berpendapat bahwa nelayan dari kabupaten lain juga berhak menangkap ikan di perairan Prigi. Hal ini terkesan bahwa nelayan dan pedagang tidak ingin berbagi sumberdaya dengan nelayan dari kabupaten lain karena akan berpengaruh terhadap menurunnya pendapatan mereka. Responden dari semua grup (75,61% grup 1, 66,67% grup 2 dan 47,37% grup 3) memiliki persepsi bahwa konflik antar nelayan jarang terjadi dalam 5 tahun terakhir. Rata-rata responden grup 1 berpendapat bahwa hubungan antar stakeholder dalam kondisi cukup baik. Sedangkan grup 2 terbagi menjadi 2 kelompok besar yang setengahnya menyatakan hubungan antar stakeholder berjalan dengan baik dan sebagian lain menyatakan hubungan stakeholder berjalan cukup baik. Hanya sedikit responden dari grup 1 dan grup 2 yang menyatakan sering terjadi konflik antar stakeholder. Sedangkan 63,16% responden grup 3 berpendapat bahwa hubungan antar stakeholder berjalan dengan baik. Sejumlah 78,05% grup 1, 100% grup 2 dan 57,89% grup 3 menyatakan bahwa terdapat organisasi atau kelompok nelayan di Prigi dan berjalan dengan

96 66 baik. Namun pada pertanyaan lanjutan mengenai keikutsertaan nelayan pada organisasi atau kelompok tersebut 28 orang atau 68,29% responden nelayan menjawab tidak tergabung dalam kelompok/organisasi apapun. Hal ini seringkali membuat nelayan tersebut mengalami kerugian. Sebagai contoh nelayan tersebut tidak mengetahui atau tidak diprioritaskan ketika ada bantuan pemerintah. Bantuan pemerintah biasanya diserahkan pada organisasi untuk memudahkan pendistribusian. Sehingga perlu penanaman pemahaman mengenai pentingnya organisasi, terutama bagi nelayan. Selanjutnya >70% dari tiap grup menyatakan perlu adanya penambahan infrastruktur untuk kemudahan akses pelabuhan, perlu adanya peningkatan pelayanan pelabuhan dan perlu untuk diadakannya peningkatan pengetahuan dan ketrampilan nelayan. Hanya terdapat 7,32% responden dari grup 1 dan 11,11% responden dari grup 2 yang berpendapat bahwa tidak perlu lagi adanya peningkatan pengetahuan dan ketrampilan nelayan. Analisis diskriminan ganda digunakan untuk melihat prediksi keanggotaan responden berdasarkan pekerjaan (Lampiran 16). Prediksi keanggotaan responden ini dihasilkan dari skor diskriminan tiap fungsi. Responden grup nelayan, bakul dan pengelola yang terprediksi tepat masuk dalam grupnya masing-masing adalah 60,98%; 44,44% dan 73,68%. Anggota tiap grup yang diprediksi tepat masuk grupnya lebih banyak daripada yang keluar dari grup, kecuali untuk grup bakul/pedagang. Hit ratio persepsi stakeholder berdasarkan pekerjaan adalah 62,32% atau sebanyak 43 orang sedangkan nilai proportional chance criterion adalah 44,59 %. Artinya model yang digunakan untuk memprediksi keanggotaan grup akurat karena nilai hit ratio > nilai proportional chance criterion (Sub sub bab 3.3.4).

97 67 Pekerjaan Gambar 19 Perceptual map stakeholder berdasarkan pekerjaan. Gambar 19 menunjukkan sebaran responden berdasarkan pekerjaan. Grup 1 dan grup 2 memiliki grup centroid atau pusat pengelompokkan yang lebih dekat dibanding grup 3. Hal ini disebabkan nelayan dan pedagang memiliki kepentingan yang lebih mirip, yaitu untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Beberapa responden terprediksi keluar dari teritorial wilayahnya, namun secara keseluruhan ketiga grup memiliki grup centroid yang cukup dekat. Artinya persepsi ketiga grup pekerjaan tersebut memiliki kemiripan, hal ini diperkuat dengan nilai wilks lambda yang mendekati 1. Lampiran 16 menampilkan fungsi diskriminan dan nilai wilks lambda persepsi stakeholder berdasarkan pekerjaan. 5.5 Model Pengelolaan Berkelanjutan Pemfokusan model pengelolaan Fokus model pengelolaan yang cocok di PPN Prigi dihasilkan dari kombinasi antara unit penangkap ikan dan ikan unggulan. Tiap kombinasi dinilai menggunakan skoring. Skoring yang digunakan merupakan skor ikan unggulan, skor ekologi dan skor ekonomi. Hasil perhitungan skoring dari model yang paling cocok untuk perikanan pelagis di PPN Prigi dapat dilihat pada Tabel 13. Hasil skoring yang diperoleh, menunjukkan 3 model prioritas yang paling cocok

98 68 difokuskan di PPN Prigi. Fokus pengelolaan tersebut, yaitu perikanan tongkol menggunakan purse seine, perikanan cakalang menggunakan purse seine serta perikanan tongkol menggunakan gillnet. Tabel 13 Penentuan fokus model pengelolaan yang cocok di Prigi Kombinasi ikan dan API skor ikan unggulan Kriteria skor ekologi skor ekonomi Standardisasi V1 V2 V3 Total A A A A A B B B B B C C C C C D D D D D Keterangan: A=purse seine; B= pancing tonda; C=gillnet; D=payang 1=ikan tuna; 2=ikan tongkol; 3=ikan cakalang; 4=ikan lemuru; 5=ikan layang Setelah fokus model pengelolaan yang cocok untuk perikanan pelagis ditentukan, selanjutnya dirumuskan strategi pengelolaan yang baik untuk mencapai keberlanjutan perikanan pelagis. Perumusan strategi diawali dengan membuat matriks SWOT yang mewakili keberlanjutan ekologi, ekonomi dan sosial. Selanjutnya pembuatan balanced scorecard bertujuan mengukur apakah sasaran strategis dapat tercapai atau tidak. Hal ini dilakukan dengan memberikan rencana strategi jangka pendek dan rencana strategi jangka panjang sebagai tolok ukur keberhasilan agar sasaran strategis dapat tercapai.

99 Perumusan strategi Analisis SWOT yang dilakukan mengacu pada fokus model pengelolaan perikanan pelagis yang cocok di PPN Prigi. Hasil perhitungan keberlanjutan ekologi, ekonomi, sosial, hasil wawancara, kuesioner dan pengamatan di lapangan dianalisis menjadi faktor internal dan eksternal keberlanjutan perikanan pelagis. Analisis internal perlu diketahui untuk memanfaatkan kekuatan yang dimiliki PPN Prigi serta mengatasi kelemahan-kelemahan yang terjadi. Faktor internal (kekuatan dan kelemahan) jumlahnya cukup banyak. Faktor-faktor tersebut dijabarkan sebagai berikut: 1) Kekuatan: (1) Adanya partisipasi masyarakat untuk menjaga lingkungan yaitu dengan adanya kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS). POKMASWAS merupakan nelayan yang ikut mengawasi kegiatan perikanan utamanya di daerah pantai dan melaporkan pelanggaran kepada satuan kerja pengawasan sumberdaya perikanan (Satker PSDKP); (2) Adanya Daerah Perlindungan Laut (DPL) di daerah Karanggongso menjadi tempat yang ekologinya terjaga; (3) Tersedianya tempat pemindangan ikan meringankan biaya produksi yang dikeluarkan oleh pengolah ikan. Namun tempat pemindangan di bengkorok belum dimanfaatkan secara optimal. Bangsal pengolahan dimaksudkan untuk mendongkrak industri pengolahan ikan dengan diversifikasi produk (bakso ikan, nugget dan sosis); (4) Banyaknya bakul/pedagang menjadi suatu kekuatan agar harga ikan tidak hanya dimonopoli oleh bakul/pedagang tertentu; (5) Ketersediaan bahan perbekalan yang relatif mudah meringankan biaya operasional yang dikeluarkan nelayan karena margin pemasaran tidak terlalu besar; (6) Terbentuknya jaringan pemasaran yang baik membuat kegiatan pemasaran hasil perikanan berjalan lancar; (7) Hubungan yang baik diantara stakeholder mempermudah komunikasi dan pengelolaan bersama perikanan pelagis.

100 70 2) Kelemahan: (1) Produksi perikanan yang telah melewati batas maksimum lestari. Hal ini mengkhawatirkan karena jika sumberdaya ikan unggulan tereksploitasi habis, maka kegiatan perikanan akan terhenti; (2) Data yang kurang akurat menyebabkan sulit terkontrolnya sumberdaya ikan dan rancunya pengambilan keputusan manajemen perikanan; (3) Kurangnya pengawasan dan sarana pengawasan terhadap ZEE merupakan kelemahan yang dialami di perairan Indonesia. Hal ini memudahkan orang asing memasuki wilayah perairan Indonesia dan menyebabkan terjadinya IUU fishing; (4) Kualitas ikan yang kurang baik utamanya terjadi pada alat tangkap purse seine yang dalam operasionalnya tidak membawa es. Hal ini lebih dirasa merugikan pada saat musim panen. Ikan akan terjual dengan harga yang sangat murah karena melimpahnya hasil tangkapan dan kurangnya tempat menampung; (5) Fungsi TPI kurang optimal, sehingga menyebabkan kegiatan perikanan lebih dikuasai oleh bakul/pedagang. Hal ini menyebabkan masalah pembayaran yang dikeluhkan beberapa pemilik kapal karena pembayaran oleh bakul tidak langsung dibayar penuh. Sehingga biaya operasional tidak dapat langsung berputar; (6) Pendidikan dan pengetahuan nelayan yang relatif rendah menyebabkan sulitnya penerimaan konsep pembangunan perikanan keberlanjutan. Sebagai contoh persepsi dari mayoritas nelayan purse seine dan gillnet yang tidak menginginkan pembatasan alat tangkap maupun hasil tangkapan; (7) Kurangnya kesadaran masyarakat untuk bergabung dengan organisasi menyebabkan kurang berkembangnya pemikiran nelayan. Kerugian lain yang dialami nelayan adalah tidak mengetahui jika ada bantuan yang sedang turun dan sulitnya mendapat bantuan karena tidak terorganisir; (8) Perbedaan visi antar stakeholder dan kurangnya koordinasi menyebabkan kegiatan perikanan kurang berjalan optimal. Nelayan dan bakul/pedagang

101 71 lebih berorientasi pada nilai ekonomi tanpa memperhatikan keberlanjutan ekologi; (9) Peningkatan jumlah rumpon yang tidak terkontrol dapat menekan sumberdaya dan juga dapat menimbulkan konflik diantara para nelayan; (10) Jumlah armada penangkapan yang meningkat dari waktu ke waktu sangat mengakhawatirkan sumberdaya yang tersedia. Tabel 14 Matriks IFAS perikanan pelagis berkelanjutan di PPN Prigi No Kekuatan Faktor Bobot Rating Bobot* Rating 1 Adanya partisipasi masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan (POKMASWAS) Adanya DPL (Daerah Perlindungan Laut) Tersedianya tempat pengolahan (bangsal pengolahan, pemindangan bengkorok) Banyak pedagang/bakul Ketersediaan bahan perbekalan yang relatif mudah diperoleh Terbentuknya jaringan pemasaran perikanan baik pasar 6 7 Kelemahan lokal dan regional serta akses menuju pasar internasional Hubungan yang baik antar stakeholder (nelayan, bakul/pedagang dan pengeola) Produksi perikanan yang telah melewati batas penangkapan lestari berkelanjutan Data kurang akurat Kurangnya pengawasan dan sarana pengawasan terhadap ZEE Kualitas ikan yang kurang baik (HT purse seine yang tidak di-es) Fungsi TPI kurang optimal (hanya sebagai tempat penimbangan) Pengetahuan dan keterampilan nelayan masih relatif rendah Kurangnya kesadaran masyarakat untuk bergabung dalam organisasi Perbedaan visi antar stakeholder perikanan dan kurangnya koordinasi Penambahan rumpon yang tidak terkontrol Armada penangkapan yang meningkat tanpa ada batasan Total Tabel 14 menyajikan matriks Internal strategic Factors Analysis Summary (IFAS). Berdasarkan matriks IFAS diketahui bahwa PPN Prigi memiliki skor IFAS 2,389. Artinya posisi internalnya berada pada taraf rata-rata. PPN Prigi memiliki lebih banyak kelemahan yang harus diatasi agar dapat meraih peluang dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki.

102 72 Analisis eksternal diperlukan untuk melihat peluang apa saja yang dapat dimanfaatkan untuk meraih keberlanjutan perikanan pelagis di PPN Prigi serta persiapan menghadapi atau meminimalisir ancaman yang akan terjadi. Faktorfaktor eksternal (kekuatan dan kelemahan) dijabarkan sebagai berikut: 1) Peluang (1) Permintaan pasar terhadap ikan cakalang untuk ekspor dan tongkol untuk pemasaran antar kota; (2) Potensi ZEE yang belum dimanfaatkan secara optimal sehingga masih berpeluang untuk dikembangkan; (3) Penanaman modal oleh investor akan terjadi jika PPN Prigi dapat menarik dan memperlihatkan kelebihan pengelolaan, utamanya pada produk tongkol dan cakalang; (4) Berkembangnya informasi dan teknologi akan membantu mempermudah kegiatan penangkapan ikan; (5) Peluang pekerjaan di bidang perikanan akan terbentuk jika kegiatan perikanan dapat memberikan keberlanjutan. 2) Ancaman (1) Potensi terjadinya IUU (illegal, unreported, unregulated) fishing di lepas pantai akan merugikan kegiatan penangkapan secara ekologi, ekonomi maupun sosial; (2) Degradasi lingkungan akan mengakibatkan kerusakan ekologi yang akan berdampak terhadap sumberdaya ikan. Terutama untuk ikan tongkol yang hidup di perairan pantai yang kondisi lingkungannya lebih dinamis. Degradasi ini dapat disebabkan kegiatan penangkapan, hasil buangan mesin maupun sisa-sisa hasil pengolahan ikan di sekitar pantai; (3) Akses jalan menuju Prigi yang berliku dan sulit dilalui, utamanya untuk kendaraan berat menyulitkan pemasaran dari dan menuju PPN Prigi; (4) Masuknya produk asing akibat terjadinya perdagangan bebas membuat nelayan merasa dirugikan. Hal ini juga disebabkan kualitas ikan yang kurang bisa bersaing (hasil tangkapan purse seine); (5) Banyaknya produk subsitusi tongkol dan cakalang.

103 73 Tabel 15 Matriks EFAS perikanan pelagis berkelanjutan di PPN Prigi Bobot* Rating No Faktor Bobot Rating Peluang Permintaan pasar terhadap ikan-ikan unggulan baik pasar 1 lokal, regional maupun internasional Potensi perikanan ZEE yang belum dimanfaatkan secara 2 optimal Penanaman modal oleh investor untuk bisnis perikanan Berkembangnya informasi dan teknologi yang mendukung kegiatan perikanan Peluang lapangan kerja di bidang perikanan Ancaman 1 Potensi terjadinya IUU fishing di lepas pantai Degradasi lingkungan akibat limbah dari pengolahan dan buangan Akses jalan menuju Prigi yang relatif sulit dijangkau, mengahambat perkembangan industri perikanan Masuknya produk asing akibat berlakunya perdagangan bebas Banyaknya produk subsitusi perikanan Total Pemberian bobot dan rating dilakukan untuk memperoleh matriks EFAS (Tabel 15). Nilai total perkalian bobot dan rating adalah 2,202. Artinya kondisi ekternal PPN Prigi berada pada taraf rata-rata. Ancaman keberlanjutan perikanan pelagis memiliki nilai lebih besar dibandingkan dengan peluang yang dapat diraih. Hal yang perlu dilakukan adalah menguatkan internal PPN Prigi untuk mempersiapkan mengatasi ancaman yang ada. Berdasarkan matriks IFAS dan EFAS dibentuk perumusan strategi keberlanjutan perikanan pelagis di PPN Prigi. Perumusan strategi ini dibentuk dengan kombinasi antara kekuatan dengan peluang, kekuatan dengan ancaman, kelemahan dengan peluang serta kelemahan dengan ancaman. Tabel 16 menyajikan matriks SWOT strategi perikanan pelagis berkelanjutan untuk fokus model yang cocok di PPN Prigi. Setiap strategi yang terbentuk akan menjadi sasaran strategis yang akan dianalisis lebih lanjut dengan analisis balanced scorecard.

104 Tabel 16 Matriks SWOT strategi perikanan pelagis berkelanjutan di PPN Prigi Eksternal Internal PELUANG (O) 1. Permintaan pasar terhadap ikan-ikan unggulan baik pasar lokal, regional maupun internasional 2. Potensi perikanan ZEE yang belum dimanfaatkan optimal 3. Penanaman modal oleh investor untuk bisnis perikanan 4. Berkembangnya informasi dan teknologi yang mendukung perikanan 5. Peluang lapangan kerja di bidang perikanan ANCAMAN (T) 1. Potensi terjadinya IUU fishing di lepas pantai 2. Degradasi lingkungan akibat limbah dari pengolahan dan buangan 3. Akses jalan menuju Prigi yang relatif sulit dijangkau, mengahambat perkembangan industri perikanan 4. Masuknya produk asing akibat berlakunya perdagangan bebas 5. Banyaknya produk subsitusi perikanan KEKUATAN (S) 1. Adanya partisipasi masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan (POKMASWAS) 2. Adanya DPL (Daerah Perlindungan Laut) 3. Tersedianya tempat pengolahan (bangsal pengolahan, pemindangan bengkorok) 4. Banyak pedagang/bakul 5. Ketersediaan bahan perbekalan yang relatif mudah diperoleh 6. Terbentuknya jaringan pemasaran perikanan baik pasar lokal, regional maupun internasional 7. Hubungan yang baik antar stakeholder (nelayan, bakul/pedagang dan pengeola) Strategi SO: 1. Sistem pengelolaan industri perikanan pelagis berkembang (S3, S4, S5, S6, S7, O1, O2, O3, O4, O5) 2. Kerjasama dengan dinas pariwisata (S1, S2) Strategi ST: 1. Pembentukan laboratorium pengawas AMDAL (T2, S1, S2) 2. Penambahan pengawasan daerah penangkapan ikan (T1, S7) 3. Perbaikan infrastruktur akses jalan menuju Prigi (T5, S4, S5, S6) 4. Diversifikasi produk tongkol, tuna dan cakalang (T6, T7, S3) KELEMAHAN (W) 1. Produksi perikanan yang telah melewati batas penangkapan lestari berkelanjutan 2. Data kurang akurat 3. Kurangnya pengawasan terhadap ZEE 4. Kualitas ikan yang kurang baik (HT purse seine yang tidak di-es) 5. Fungsi TPI kurang optimal (hanya sebagai tempat penimbangan) 6. SDM nelayan relatif rendah 7. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk bergabung dalam organisasi 8. Perbedaan visi antar stakeholder perikanan dan kurangnya koordinasi 9. Pertambahan rumpon yang tidak terkontrol 10. Armada penangkapan yang meningkat tanpa ada batasan Strategi WO: 1. Pembuatan pelaporan data yang menguntungkan dua pihak (W1, W2, W3, W9, W10, O4) 2. Penyatuan visi membangun perikanan berkelanjutan (W2, W5, W7, W8, O3, O5) 3. Penambahan cold storage (W4, W6, O1, O2) Strategi WT: 1. Meminimalisir over fishing (W1, W2, W3, T1, T2, W9, W10) 2. Peningkatan SDM stakeholder, utamanya nelayan purse seine (W4, W5, W6, W7, W8, T5,T7)

105 SWOT menghasilkan kombinasi dari dua strategi. Strategi SO menghasilkan sasaran strategi untuk pengelolaan industri perikanan pelagis dan kerjasama dengan dinas pariwisata. Pengelolaan industri perikanan akan semakin mudah karena didukung banyaknya kekuatan di PPN Prigi. Kerja sama dengan dinas pariwisata akan membantu secara tidak langsung untuk menjaga daerah nursery groud agar tidak tereksploitasi. Strategi ST menghasilkan sasaran strategi pembentukan laboratorium deteksi pencemaran dan AMDAL, perbaikan sistem dan sarana pengawasan daerah penangkapan ikan, perbaikan infrastruktur akses jalan menuju Prigi dan diversifikasi produk tongkol dan cakalang. Pembentukan laboratorium bertujuan untuk meminimalisir terjadinya degradasi lingkungan akibat kegiatan penangkapan dan pengolahan yang berlangsung terus-menerus. Pengawasan yang intens dan dengan armada yang memadai akan menjaga wilayah perikanan Indonesia khususnya Prigi, untuk mengurangi IUU fishing. Perbaikan infrastruktur menuju Prigi bertujuan untuk lebih memudahkan pemasaran serta membangkitkan industri perikanan. Diversifikasi dan inovasi baru produk tongkol dan cakalang akan meningkatkan nilai jual kedua produk tersebut. Strategi WO menghasilkan sasaran strategis berupa perbaikan pelaporan data yang menguntungkan dua belah pihak, penyatuan visi membangun perikanan berkelanjutan dan penambahan cold storage. Perbaikan pelaporan bertujuan untuk memudahkan perencanaan manajemen dan pengambilan kebijakan yang tepat. Perbaikan pelaporan hendaknya menguntungkan bagi dua belah pihak yaitu nelayan (sebagai pengisi logbook) dan pemerintah sebagai pengumpul data. Penyatuan visi antar stakeholder untuk menghasilkan tujuan yang sama perlu dilakukan untuk membangun kegiatan perikanan pelagis berkelanjutan. Penambahan cold storage akan membantu menampung hasil tangkapan ikan, terutama pada musim puncak. Untuk itu perlu digalakkan membawa es (untuk unit purse seine) agar hasil tangkapan tersebut dapat diterima oleh cold storage. Hal ini diharapkan membuat hasil tangkapan tidak terjual dengan harga sangat murah karena kondisinya yang telah rusak. Strategi WT menghasilkan sasaran strategis berupa meminimalisir overfishing dan peningkatan SDM stakeholder. Pengurangan armada serta

106 76 pengaturan jumlah dan letak rumpon perlu dilakukan untuk menyesuaikan dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan agar dapat meminimalisir dampak overfishing. Peningkatkan pemahaman stakeholder utamanya nelayan yang ratarata tingkat pendidikannya masih rendah perlu dilakukan. Hal ini bertujuan untuk memberikan pengertian mengenai dampak pengurasan sumberdaya yang akan berakibat pada perekonomian dan sosial di masa yang akan datang. Selain itu peningkatan pengetahuan dan ketrampilan akan membantu nelayan memahami pentingnya menjaga kualitas ikan agar hasil tangkapan yang diperoleh terjual dengan harga yang pantas Tolok ukur keberhasilan strategi Balanced scorecard menyatakan keseimbangan antara ukuran internal yang terdiri dari bisnis internal dan pembelajaran dan ukuran eksternal yang terdiri dari finansial dan kepuasan pelanggan. Sasaran strategis yang termasuk dalam finansial adalah perbaikan infrastruktur (ST3). Mengelola industri perikanan (SO1) termasuk dalam kepuasan pelanggan karena akan memudahkan pelanggan yang datang dan menarik pelanggan baru. Penambahan cold storage (WO3) dan peningkatan kualitas ikan juga termasuk dalam kepuasan pelanggan. Sasaran strategis pada bisnis internal adalah kerjasama dengan dinas pariwisata (SO2) dan diversifikasi produk tongkol dan cakalang (ST4). Sedangkan pelaporan data yang menguntungkan kedua belah pihak (WO1), penyatuan visi membangun perikanan berkelanjutan (WO2), pendirian laboratorium analisis AMDAL (ST1), perbaikan pengawasan pada wilayah ZEE (ST2), meminimalisir overfishing (WT1) dan peningkatan SDM stakeholder (WT2) merupakan pertumbuhan dan pembelajaran. Banyaknya sasaran strategis yang merupakan pembelajaran disebabkan kondisi keberlanjutan PPN Prigi yang memiliki lebih banyak kelemahan dan ancaman sehingga perlu diciptakan pertumbuhan dan peningkatan kinerja jangka panjang. Indikator sebab (strategi jangka pendek) merupakan tolok ukur untuk mencapai indikator akibat (strategi jangka panjang). Indikator akibat merupakan tolok ukur keberhasilan untuk mencapai sasaran strategis. Strategi keberlanjutan perikanan pelagis di PPN Prigi dapat dilihat pada Tabel 17.

107 77 Tabel 17 Strategi keberlanjutan perikanan pelagis di PPN Prigi Sasaran Strategis Indikator akibat Ukuran strategis Indikator sebab Sistem pengelolaan industri perikanan pelagis yang terintegrasi Kerjasama dengan dinas pariwisata Pembuatan pelaporan data yang menguntungkan bagi dua pihak Penyatuan visi bersama membangun perikanan tangkap berkelanjutan Penambahan cold storage Pembentukan laboratorium AMDAL Penambahan pengawasan daerah penangkapan ikan Perbaikan infrastruktur akses jalan menuju Prigi Diversivikasi produk perikanan Meminimalisir overfishing Peningkatan SDM stakeholder (purse seine) kegiatan usaha perikanan terkelola dengan baik terpeliharanya kelestarian lingkungan meningkatnya pelaporan logbook nelayan stakeholder memiliki pemikiran dan visi sama dalam pembangunan perikanan tangkap berkurangnya HT yang ditolak cold storage meminimalisir degradasi lingkungan IUU fishing menurun meningkatnya pemenuhan kebutuhan pasar hasil tangkapan ikan termanfaatkan optimal ikan lestari ketrampilan dan pengetahuan nelayan pada usaha dan SDI meningkat pemanfaatan sumberdaya ikan dan jaringan pemasaran dengan tepat kepedulian setiap orang untuk memelihara lingkungan pemberian reward bagi nelayan yang mengisi logbook pertemuan rutin dan sharing antar stakeholder peningkatan pemahaman stakeholder mengenai keberlanjutan perikanan pelagis sosialisasi membawa es dan menjaga cold chain perhitungan tingkat pencemaran di perairan Prigi peningkatan sarana prasarana pengawasan perbaikan peraturan dan pemberian kuasa pada pengawas pengajuan perbaikan jalan pengolahan hasil tangkapan menjadi produk lain yang bernilai jual tinggi penghentian pemberian ijin penangkapan pengurangan armada penangkapan dan regulasi yang mendukung penyuluhan dan sosialisasi teknologi baru dan pemahaman keberlanjutan perikanan tangkap

108 78 Tabel 17 memperlihatkan tolok ukur keberhasilan untuk mencapai sasaran strategis. Tolok ukur dari tiap sasaran strategis dipaparkan sebagai berikut: 1) Pemanfaatan sumberdaya yang tepat akan menjaga kegiatan perikanan yang terkelola dan berkelanjutan. Tolok ukur keberhasilan tersebut akan menghasilkan sistem pengelolaan perikanan (utamanya tongkol dan cakalang) yang baik; 2) Kepedulian setiap orang untuk menjaga lingkungan laut perlu disosialisasikan dan diterapkan agar kelestarian lingkungan dapat terjaga. Jika lingkungan terjaga dengan baik, dapat dilakukan kerjasama dengan dinas pariwisata untuk daerah perlindungan laut. Tujuannya adalah menjaga agar tidak terjadi penangkapan di area yang merupakan nursery ground tersebut; 3) Perbaikan pelaporan hendaknya menguntungkan bagi dua belah pihak yaitu nelayan sebagai pengisi logbook dan pemerintah sebagai pengumpul data. Pemberian reward pada nelayan yang mengisi logbook dengan jelas dan baik perlu dilakukan. Hal ini diharapkan dapat mendorong meningkatnya pelaporan data yang yang akurat. Sehingga tujuan untuk memperoleh pelaporan data yang menguntungkan bagi kedua pihak dapat tercapai; 4) Pertemuan, sharing dan peningkatan pemahaman stakeholder mengenai kegiatan perikanan tangkap berkelanjutan perlu dilakukan agar terwujud visi bersama pengelolaan perikanan pelagis; 5) Untuk memenuhi kepuasan pelanggan, nelayan yang merupakan tangan pertama perikanan tangkap perlu diberikan sosialisasi dan penyuluhan pentingnya membawa es dan menjaga cold chain ikan. Jika hal tersebut dapat dilakukan maka kualitas hasil tangkapan akan diterima cold storage. Penambahan cold storage dapat dilakukan jika nelayan telah dapat menjaga kualitas ikan. Sehingga pada musim puncak hasil tangkapan ikan tidak terjual dengan harga murah karena kualitasnya yang rendah, selain itu kebutuhan akan ikan tongkol dan cakalang dapat terus terpenuhi; 6) Pembentukan laboratorium AMDAL diperlukan untuk meminimalisir degradasi lingkungan. Langkah awal untuk meminimalisir degradasi lingkungan adalah perhitungan tingkat pencemaran perairan. Pencemaran

109 79 dapat dihasilkan akibat pemanfaatan ikan di laut maupun pengolahan ikan di darat; 7) Peningkatan sarana prasarana, pengawasan yang intens, perbaikan peraturan dan penegakkannya serta pemberian kuasa pada pengawas perikanan yang bertugas merupakan tolok ukur keberhasilan dari berkurangnya IUU fishing; 8) Perbaikan akses jalan menuju Prigi hendaknya menjadi salah satu prioritas yang dilakukan dalam pengelolaan perikanan. Kondisi yang ada saat ini hanya angkutan dengan muatan sedikit yang dapat masuk ke Prigi. Untuk itu perlu dilakukan pengajuan dana untuk perbaikan jalan. Tolok ukur keberhasilan perbaikan akses jalan adalah meningkatnya kebutuhan pasar yang terpenuhi dengan transportasi yang efisien. 9) Hasil tangkapan hendaknya dapat dimanfaatkan secara optimal, untuk itu perlu dilakukan pengolahan hasil tangkapan menjadi produk lain (diversifikasi) agar produk tongkol dan cakalang memiliki nilai jual lebih tinggi; 10) Hasil potensi mengenai sumberdaya ikan unggulan yang terindikasi overfishing, memerlukan tindakan nyata. Hal utama yang dapat dilakukan adalah tidak lagi memberikan ijin penangkapan pada alat tangkap yang sama dan beroperasi di area yang sama. Regulasi yang mendukung pengurangan armada penangkapan sedikit demi sedikit, maupun pengalihan daerah penangkapan hendaknya diperkuat. Jika hal-hal tersebut dapat dilakukan, maka sumberdaya ikan akan lestari. 11) Untuk meningkatkan SDM stakeholder (utamanya nelayan purse seine) perlu dilakukan penyuluhan dan sosialisasi teknologi baru serta pemahaman keberlanjutan perikanan tangkap. Penyuluhan yang dilakukan akan meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan nelayan. 5.6 Pembahasan Penelitian ini mengkaji lebih dalam mengenai ikan unggulan karena stakeholder lebih memilih memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan pasar. Untuk itu keberlanjutan ikan unggulan perlu diperhatikan. Ikan pelagis unggulan

110 80 yang terdapat di PPN Prigi yaitu tuna, tongkol, cakalang, lemuru dan layang. Hasil ini berbeda dengan penelitian Nurani (2008) yang menyatakan ikan unggulan di Trenggalek adalah bawal hitam, teri, cakalang, peperek, layur dan kuwe. Hal ini dapat disebabkan penambahan kriteria pada penelitian ini berupa lama musim ikan dalam setahun juga dapat disebabkan perbedaan waktu pengambilan data. Seperti telah dijelaskan sebelumnya (Bab 5.1) bahwa suatu jenis ikan tidak selamanya akan tetap menjadi ikan unggulan. Ikan tuna dan cakalang merupakan salah satu komoditas ekspor. Ikan tuna yang dapat diekspor segar adalah yang berukuran > 20 kg, sedangkan ikan cakalang yang dapat diekspor beku adalah yang berukuran > 2 kg. Ikan tongkol dan layang sebagian besar dipasarkan ke Surabaya dalam bentuk segar maupun pindang. Sedangkan ikan lemuru dipasarkan setelah dipindang atau dikeringkan, selain itu ikan lemuru yang kualitasnya buruk akan diolah menjadi tepung ikan. Keberlanjutan perikanan dari aspek ekologi dikaji dengan menghitung potensi ikan unggulan. Potensi ikan yang dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai MSY untuk masing-masing ikan adalah 1000,69 ton/tahun ikan tuna; 8853,01 ton/tahun ikan tongkol; 1056,56 ton/tahun ikan cakalang; 7497,64 ton/tahun ikan lemuru; dan 5324,21 ton/tahun ikan layang. Penangkapan ikan tuna di PPN Prigi hanya sedikit yang menghasilkan kualitas ekspor segar. Ikan tuna yang tertangkap di rumpon berukuran relatif kecil (baby tuna). Hal ini mengkhawatirkan karena ikan tuna yang tertangkap belum pernah melakukan pemijahan, sehingga akan merusak siklus hidup ikan tuna. Hasil penelitian juga menyatakan bahwa ikan tuna memiliki potensi kelebihan tangkap yang paling tinggi dibandingkan ikan unggulan lain. Penelitian Nurdin (2011) memperkuat hasil penelitian ini. Penelitian tersebut menyatakan bahwa penggunaan rumpon untuk penangkapan ikan tuna di PPN Prigi layak secara teknis dan ekonomi tetapi tidak layak secara bioekologi. Penyebab tertangkapnya baby tuna adalah penggunaan alat tangkap pancing tonda. Pancing tonda tidak dapat menjangkau habitat hidup ikan tuna dewasa yang memiliki lapisan renang m dibawah permukaan laut (Simbolon 2011). Secara ekologi perikanan tuna menggunakan pancing tonda tidak layak untuk dilakukan.

111 81 Penangkapan ikan cakalang menggunakan pancing tonda tepat untuk dilakukan. Ikan cakalang memiliki habitat hidup pada lapisan renang yang jauh lebih dangkal dibandingkan ikan tuna yaitu 0-40 m (Simbolon 2011). Pancing tonda telah mampu untuk menjangkau fishing ground ikan cakalang. Perubahan alat tangkap menjadi lebih besar tidak perlu dilakukan karena diprediksi hanya akan menambah biaya operasional tanpa penambahan hasil tangkapan yang diinginkan. Diantara kelima ikan pelagis unggulan di PPN Prigi, ikan cakalang memiliki potensi kelebihan tangkap yang paling rendah. Purse seine adalah alat tangkap yang paling produktif untuk menangkap ikan pelagis yang hidup bergerombol. Ikan unggulan yang paling banyak tertangkap purse seine adalah tongkol, lemuru dan layang. Ikan tongkol memiliki sifat lebih kosmopolitan dibanding ikan tuna dan cakalang karena mampu hidup di perairan lebih dangkal dan bersalinitas lebih rendah (Simbolon 2011). Hal ini menyebabkan ikan tongkol banyak tertangkap purse seine bersama ikan layang dan lemuru pada daerah sekitar mil dari pantai. Perubahan ukuran unit penangkapan purse seine menjadi lebih besar tidak perlu dilakukan karena alat tangkap yang ada telah mampu beroperasi menjangkau fishing groud ikan tujuan penangkapan. Berdasarkan perhitungan model produksi surplus, kelima ikan unggulan di PPN Prigi terindikasi telah mengalami kelebihan tangkap akibat terlalu banyaknya unit penangkapan ikan yang beroperasi. Ikan tuna yang memiliki prioritas unggulan pertama ternyata telah mengalami kelebihan tangkap paling tinggi. Regulasi yang tepat diperlukan untuk mengurangi atau bahkan menghentikan sementara penangkapan ikan tuna. Produksi ikan tongkol, lemuru dan layang mengalami penurunan drastis pada tahun 2010 (Gambar 9, 11 dan 12). Perubahan ini dapat dipengaruhi oleh kegiatan penangkapan karena habitatnya di perairan pantai yang lebih mudah dijangkau oleh usaha penangkapan. Sedangkan ikan tuna dan cakalang mengalami penurunan produksi namun dalam taraf biasa. Selain disebabkan peningkatan jumlah alat tangkap, penurunan produksi ikan tongkol, lemuru dan layang juga diakibatkan perubahan cuaca. Ikan tuna dan cakalang hidup di perairan laut lepas yang lingkungannya relatif stabil, sedangkan ikan tongkol, lemuru dan layang

112 82 hidup di perairan pantai yang kondisi lingkungannya lebih dinamis dibandingkan dengan perairan laut lepas (Simbolon 2011). Kemungkinan lain adalah terjadinya kecenderungan perubahan komposisi jenis organisme yang merupakan reaksi dari adanya pengaruh akibat komunitas sumberdaya tersebut. Hal tersebut antara lain dinyatakan dalam bentuk interaksi antar spesies yang ada dalam komunitas ataupun adanya penggantian kelimpahan antar spesies-spesies tersebut (Nurhakim 2004). Keberlanjutan ekonomi dalam penelitian ini dikaji dengan menghitung kelayakan usaha unit penangkap ikan, yang dominan menangkap ikan unggulan. Alat penangkap ikan yang dominan tersebut adalah purse seine, gillnet, pancing tonda dan payang. Penggunaan alat tangkap selektif selain bermanfaat untuk pengelolaan sumberdaya perikanan juga bermanfaat secara ekonomi karena dengan penggunaan alat tangkap selektif diharapkan akan diperoleh ukuran ikan sesuai kebutuhan pasar (Nababan et al 2007). Unit penangkapan ikan yang diprioritaskan berdasarkan perhitungan cashflow dan investment criteria adalah purse seine, disusul gillnet dan pancing tonda. Unit penangkapan purse seine memiliki perbandingan pendapatan dan biaya yang tinggi (R/C = 2,55). Unit penangkapan gillnet memiliki urutan prioritas kedua karena memiliki pengembalian nilai investasi yang paling cepat dibandingkan alat tangkap lain (PP = 1,65 tahun) dan tingkat keuntungan selama umur alat tangkap yang paling tinggi (IRR = 57,21%) jauh dari tingkat suku bunga yang berlaku. Hal ini disebabkan rendahnya nilai investasi gillnet serta tingginya pendapatan karena unit penangkapan gillnet juga membawa alat tangkap tonda. Alat tangkap payang dinyatakan berada pada urutan ke empat atau tidak diprioritaskan. Payang memiliki R/C = 1,99 dan B/C = 1,45, lebih rendah jika dibandingkan dengan unit penangkapan lain. Jangka waktu pengembalian modal payang (PP) sangat lama yaitu 4,56 tahun. Penyebab lamanya PP adalah tingginya biaya operasional yang dikeluarkan namun hasil tangkapan payang bukan ikan bernilai ekonomis tinggi. Selain itu tingkat keuntungan selama umur alat tangkap lebih rendah dari tingkat suku bunga yang berlaku (IRR = 10,08 %). Artinya lebih menguntungkan menyimpan uang modal investasi di bank yang memiliki tingkat suku bunga 12 % dibandingkan menanamkan modal pada usaha payang. Hal inilah

113 83 yang menyebabkan jumlah alat tangkap payang tidak mengalami perkembangan berarti dari tahun ke tahun. Jika jumlah unit penangkapan purse seine, pancing tonda, gillnet dan payang tidak dikendalikan maka akan menguras sumberdaya sehingga menyebabkan overfishing. Hal tersebut pada akhirnya akan berdampak terhadap pengurangan penerimaan pemilik kapal dan menyebabkan kerugian. Pengendalian jumlah armada yang beroperasi perlu dilakukan. Pengurangan armada untuk menyesuaikan dengan kemampuan ikan bereproduksi akan meningkatkan pendapatan dan menjaga agar sumberdaya ikan tetap berjalan berkelanjutan. Aspek sosial dikaji dari persepsi sosial stakeholder terhadap perikanan. Heryanto (1998) mengungkapkan bahwa usia dapat mempengaruhi cara berpikir seseorang. Hal ini juga terlihat dari hasil pengelompokkan persepsi berdasarkan usia, dimana grup 4 (41-46), 6 (53-58) dan 7 ( 59) memiliki grup centroid atau pusat pengelompokkan yang saling tumpang tindih, artinya persepsi dari tiga kelompok usia tersebut memiliki banyak kemiripan. Hal ini disebabkan responden pada grup 4, 6 dan 7 memiliki usia berdekatan dan pengalaman yang banyak sehingga memiliki pandangan yang mirip. Selain itu grup centroid dari grup 3 yang rata-rata berasal dari pihak pengelola dan grup 5 yang rata-rata merupakan nelayan juga saling tumpang tindih. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman kerja yang telah dilalui nelayan telah membuat mereka mengerti bagaimana arah tujuan yang hendak dilakukan pihak pengelola. Ginting (1998) menyatakan bahwa konflik dapat muncul dari beberapa sebab, namun faktor yang cukup dominan adalah kerancuan tipe pemilikan sumberdaya dan kerancuan wewenang. Artinya kerancuan pemilikan menyebabkan tidak jelasnya siapa yang berhak untuk memanfaatkan satu sumberdaya dan berakibat timbulnya pertikaian antara pihak-pihak yang berbeda persepsi dalam penentuan kepemilikan sumberdaya perikanan dan kelautan. Oleh karena itu tipe dan konsep pemilikan yang berasosiasi dengan pemilikan sumberdaya kelautan dapat memberikan suatu kerangka kerja yang berguna untuk menganalisis kewenangan yang rancu dan konflik yang berkembang. Menurut Priyatna et al (2005) tindakan manusia dalam menghadapi sumberdaya milik bersama mengarah pada pemenuhan kepentingan sendiri dalam jangka pendek. Hal ini juga terlihat

114 84 pada persepsi hak penangkapan oleh nelayan Prigi yang 80,49% menyatakan bahwa hanya nelayan desa setempat dan desa sekitarnya yang berhak menangkap ikan di Prigi, namun 65,85% nelayan menolak jika diberlakukan pembatasan alat tangkap walaupun mengetahui bahwa jumlah dan ukuran ikan semakin berkurang. Dahuri (2002) menyatakan keberadaan nelayan Indonesia pada masa sekarang masih tergolong nelayan tradisional yang memiliki produktivitas rendah. Rendahnya SDM dapat menyebabkan rendahnya pendapatan dan pendapatan yang rendah dapat berakibat semakin meningkatnya kemiskinan nelayan. Berdasarkan hasil penelitian Suryani et al (2004), rendahnya tingkat pendidikan di kalangan nelayan dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain; orang tua yang lebih mengarahkan untuk menjadi nelayan dan dikenalkan pada laut sejak kecil sehingga tidak terpikir untuk sekolah, selain itu keterbatasan biaya dan tidak adanya keinginan dari diri sendiri. Penelitian yang penulis lakukan memperlihatkan bahwa jenjang pendidikan nelayan 36% hanya berpendidikan SD, 43% berpendidikan SMP dan 21% berpendidikan SMA. Nelayan berpendidikan SMA adalah golongan pemuda. Artinya nelayan di Prigi sedikit demi sedikit telah berubah dan mengerti mengenai pentingnya pendidikan. Berdasarkan pemetaan persepsi, perlu dilakukan penyuluhan mengenai kejelasan hak penangkapan pada grup usia 1, 6 dan 7. Grup dengan tingkat pendidikan SD memerlukan penyuluhan mengenai pentingnya pendidikan dan keterampilan agar dapat menerima teknologi baru. Sedangkan grup nelayan dan pedagang memerlukan penyuluhan mengenai kejelasan hak penangkapan dan perlunya berorganisasi. Batas-batas hak penangkapan yang jelas akan memberikan pengetahuan bahwa pada dasarnya sumberdaya adalah milik bersama dan perlu pengelolaan bersama diantara stakeholder. Hal ini diperlukan untuk menghindari terjadinya konflik. Mayoritas responden nelayan (68,29%) tidak terdaftar dalam organisasi atau perkumpulan nelayan apapun. Pentingnya berorganisasi perlu dijelaskan pada nelayan. Berorganisasi akan menambah berbagai keuntungan nelayan, antara lain meningkatnya pengetahuan, hubungan sosial yang terjalin serta kemudahan informasi dan distribusi jika ada bantuan untuk bidang perikanan. Nelayan umumnya memiliki persepsi yang lebih mirip dengan bakul/pedagang, hal ini dapat

115 85 disebabkan tingkat pendidikan yang rendah sehingga pemahaman mengenai keberlanjutan sulit diterima, selain itu keduanya juga kepentingan yang lebih mirip yaitu untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi. Sedangkan pengelola memiliki pandangan yang lebih berbeda karena lebih maju tingkat pendidikannya. Secara keseluruhan persepsi stakeholder perikanan di Prigi berdasarkan usia, tingkat pendidikan maupun pekerjaan cenderung memiliki kemiripan yang tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk mempersatukan visi dan misi perikanan tangkap yang berkelanjutan dapat diraih dengan relatif mudah karena semua stakeholder memiliki pandangan yang hampir sama. Perumusan strategi difokuskan pada perikanan tongkol dan cakalang menggunakan purse seine. Hasil pengkajian analisis IFAS dan EFAS menunjukkan lebih banyak terdapat kelemahan dan ancaman yang berhubungan dengan keberlanjutan perikanan pelagis di PPN Prigi. Hal ini menyebabkan strategistrategi yang dihasilkan lebih mengedepankan perbaikan kelemahan untuk dapat meraih peluang yang ada dalam jangka panjang. Kebijakan pengelolaan perikanan tangkap semestinya tidak hanya berupa regulasi yang mengontrol akses terhadap pemanfaatan sumberdaya yang ada, tetapi harus mampu membangun dan memberdayakan komunitas perikanan untuk mengatasi masalahnya (Wiyono 2006). Untuk itu perumusan strategi jangka pendek dan jangka panjang sebagai tolok ukur untuk mencapai sasaran strategis seperti yang dipaparkan pada hasil (Sub sub bab 5.5.3). Sebagai contoh, regulasi untuk penulisan logbook pada nelayan tidak akan berjalan efektif tanpa adanya timbal balik yang diterima nelayan. Data logbook dibutuhkan pihak pengelola/pemerintah untuk data base yang pada akhirnya digunakan untuk menentukan manajemen kebijakan pengelolaan. Nelayan dibutuhkan sebagai pencatat data logbook di atas kapal. Agar terjadi hubungan yang saling menguntungkan diantara keduanya diperlukan pemberian reward bagi nelayan yang mengisi logbook. Reward yang diberikan misalnya fasilitas penyimpanan ikan di cold storage dengan harga murah. Hal tersebut diharapkan dapat menambah kemauan nelayan untuk mengisi logbook sehingga pelaporan meningkat. Jika hasil ini tercapai maka data yang dibutuhkan pengelola dapat terkumpul.

116 86

117 87 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan pengolahan data yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Ikan pelagis unggulan di PPN Prigi adalah ikan tuna, tongkol, cakalang, lemuru dan layang; 2) Stok ikan yang dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai MSY untuk masingmasing ikan adalah 1000,69 ton/tahun ikan tuna; 8853,01 ton/tahun ikan tongkol; 1056,56 ton/tahun ikan cakalang; 7497,64 ton/tahun ikan lemuru; dan 5324,21 ton/tahun ikan layang. Kelima ikan unggulan ini terindikasi mengalami kelebihan tangkap; 3) Alat tangkap yang memiliki kelayakan usaha sesuai urutan prioritas adalah purse seine, gillnet, pancing tonda dan payang. Unit penangkapan payang memiliki total nilai paling rendah dari semua kriteria; 4) Nelayan umumnya memiliki persepsi yang lebih mirip dengan bakul/pedagang, hal ini dapat disebabkan tingkat pendidikan yang rendah sehingga pemahaman mengenai keberlanjutan sulit diterima, selain itu keduanya memiliki kepentingan yang lebih mirip yaitu untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi. Sedangkan pengelola memiliki pandangan yang lebih berbeda karena lebih maju pendidikannya. Namun dipandang dari usia, tingkat pendidikan maupun pekerjaan, stakeholder di Prigi memiliki persepsi yang hampir sama; 5) Fokus pengelolaan perikanan pelagis di Prigi adalah perikanan tongkol dan cakalang menggunakan purse seine. Sasaran strategis yang perlu diperhatikan untuk mencapai keberlanjutan perikanan pelagis di PPN Prigi adalah sistem industri pengelolaan perikanan pelagis yang terintegrasi, kerjasama dengan dinas pariwisata, pelaporan data yang menguntungkan kedua pihak, penyatuan visi membangun perikanan berkelanjutan, penambahan cold storage, pembentukan laboratorium pengawas AMDAL, penambahan pengawasan daerah penangkapan ikan, perbaikan infrastruktur jalan menuju Prigi, diversivikasi produk tongkol dan cakalang, meminimalisir overfishing, serta peningkatan SDM stakeholder.

118 Saran Saran yang dapat penulis berikan antara lain: 1) Untuk kasus perikanan di Prigi maka usulan pemodelan perikanan pelagis sebaiknya difokuskan pada perikanan tongkol menggunakan purse seine yang masih berpotensi lebih baik untuk dikelola; 2) Regulasi yang jelas dan tepat serta penegakkan hukum diperlukan untuk pengelolaan perikanan pelagis agar terhindar dari kemusnahan sumberdaya ikan unggulan yang telah terindikasi overfishing; 3) Penelitian lanjutan perlu dilakukan dengan menambahkan beberapa aspek lain dan memperdalam kajian tiap aspek yang berpengaruh terhadap keberlanjutan perikanan pelagis.

119 89 DAFTAR PUSTAKA Adam, Jaya I, Sondita MFA Model Bioekonomi Perairan Pantai (In-Shore) dan Lepas Pantai (Off-Shore) untuk Pengelolaan Perikanan Rajungan (Portunus pelagicus) di Perairan Selat Makassar. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 1(13): Adhicipta Engineering Consultant Executive Summary (Detail Engineering Design Studi Pengembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi Kabupaten Trenggalek Provinsi Jawa Timur). Surabaya. 28 hlm. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Trenggalek Kabupaten Trenggalek dalam Angka. Trenggalek: BPS Trenggalek. 411 hlm. Churchill GA Dasar-Dasar Riset Pemasaran. Diterjemahkan oleh Andriati, Yahya DK, Salim E. Jakarta: Erlangga. hlm 60. Dahuri R Kebijakan dan Program Pengembangan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan. Makalah disampaikan pada Rakerwil HIMAPIKANI, Bogor 2 Maret [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan Masterplan Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap- Departemen Kelautan dan Perikanan. 30 hlm. Fauzi, A Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Jakarta: PT. Gramedia. Georgina MT et al Model Surshing: Model Hybrid Antara Model Produksi Surplus dan Model Cushing dalam Pendugaan Stok Ikan (Studi Kasus: Perikanan Lemuru di Selat Bali). Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 2 (11): Ginting SP Konflik Pengelolaan Sumberdaya Kelautan di Sulawesi Utara dapat Mengancam Kelestarian Pemanfaatannya. Jurnal Pesisir dan Lautan. 1(2): Gray C, Simanjutak P, Sabur LK, Maspaitella PFL, Varley RCG Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 314 hlm. Haluan J, Nurani TW Penerapan Metode Skoring dalam Pemilihan Teknologi Penangkapan Ikan yang Sesuai untuk Dikembangkan di Suatu Wilayah Perairan. Buletin Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan- FPIK-IPB 2(1): Hermawan M Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil (Kasus Perikanan Pantai di Serang dan Tegal [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hernanto F Ilmu Usaha Tani. Jakarta: Penebar Swadaya. 309 hlm. Heryanto N Partisipasi Orang Tua dalam Program Wajib Belajar Pndidikan 9 Tahun [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

120 90 Ivancevich JM, Konopaske R, Matteson MT Perilaku dan Manajemen Organisasi. Diterjemahkan oleh penerbit Erlangga. Jakarta: Erlangga. hlm 339. Kabupaten Trenggalek Renstra Pesisir dan Lautan Terpadu Kabupaten Trenggalek. Trenggalek: Dinas Kelautan dan Perikanan Trenggalek. Kadariah, Karlina L, Gray C Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. hlm Kaplan RS, Norton DP Balanced Scorecard Menerjemahkan Strategi menjadi Aksi. Diterjemahkan oleh Peter Yosli Pasla. Jakarta: Erlangga. 276 hlm. Lubis E Pengantar Pelabuhan Perikanan. Bogor: PSP-FPIK-IPB. 110 hlm. Marliyah L, Dewi FIR, Suyasa PTYS Persepsi terhadap Dukungan Orang Tua dan Pembuatan Keputusan Karir Remaja. Jurnal Provitae Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara Jakarta. 1(1):63. Mulyono, S Riset Operasi. Jakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Nababan BO, Sari YD, Hermawan M Analisis Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil di Kabupaten Tegal Jawa Tengah (Teknik Pendekatan Rapfish). Jurnal Kebijakan dan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan 2(2): Nurani TW Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik Potensi Daerah [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nurani TW Model Pengelolaan Perikanan suatu Kajian Pendekatan Sistem. Bogor: Departemen PSP-FPIK-IPB. Nurani TW Perumusan Tolok Ukur Keberhasilan Pengembangan Perikanan Tuna menggunakan Balanced Scorecard. Di dalam: TW Nurani, D Simbolon, A Solihin, S Yuniarta, editor. New Paradigm in Marine Fisheries, Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan. Bogor: PSP-FPIK-IPB. hlm Nurdin E Teknologi dan Manajemen Perikanan Tuna Berbasis Rumpon yang Berkelanjutan di Prigi, Jawa Timur. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nurhakim S Estimasi Hasil Tangkapan Maksimum Sumberdaya Udang di Laut Arafura dengan Model Produksi Surplus. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 10(6): Pinfield G. (1997) Sustainability Indicators: A New too for Evaluation? In Farthing Evaluation of Local Environmental Policy Aldershot, Avebury dalam [PPN Prigi] Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi Statistik Perikanan Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi, Trenggalek: KKP-Dirjen PT-PPN Prigi.

121 91 Priyatna FN, Hartono TT, Nasution Z Implikasi Persepsi Hak Kepemilikan terhadap Tindakan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut (Studi Kasus di Desa Teluk, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 11(9): Rangkuti F Analisis SWOT Teknis Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 188 hlm. Satria A Paradigma Perikanan Berkelanjutan. Simamora B Analisis Multivariat Pemasaran. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 346 hlm. Simbolon D Bioekologi Dinamika Daerah Penangkapan Ikan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. hlm Sparre P, Venema SC Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Diterjemahkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta. hlm Suman A, Monintja D, Haluan J, Boer M Pola Pemanfaatan Sumberdaya Udang Dogol (Metapenaeus ensis de Haan) secara Berkelanjutan di Perairan Cilacap dan Sekitarnya. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 12(1): Supranto J Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta: Erlangga. hlm 63. Suryani N, Amanah S, Kusumastuti YI Analisis Pendidikan Formal Anak Pada Keluarga Nelayan di Desa Karangjaladri, Kecamatan Parigi, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Buletin Ekonomi Perikanan. 5(2): Suyasa IN Keberlanjutan dan Produktivitas Perikanan Pelagis Kecil yang Berbasis di Pantai Utara Jawa [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. [UU RI] Undang-Undang Republik Indonesia No Perubahan Atas Undang-Undang No 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan pasal 6 ayat 1. Widodo J Pengantar Pengkajian Stok Ikan. Jakarta: Pusat Riset Perikanan Tangkap-Departemen Kelautan dan Perikanan. Wisudo SH, Solihin, I Profil SDM Perikanan Tangkap Indonesia. Wiyono ES Analisis Kebijakan Perikanan Pantai di Indonesia. Di dalam: MFA Sondita, editor. Kumpulan Pemikiran Tentang Teknologi Perikanan Tangkap yang Bertanggungjawab. Bogor: PSP-FPIK-IPB. hlm Yuwono S, Sukarno E, Ichsan M Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced Scorecard menuju Organisasi yang Berfokus pada Strategi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

122 92

123 LAMPIRAN 93

124 Lampiran 1 Layout PPN Prigi TPI Barat BW 01 BW 02 Kolam Pelabuhan Barat BW 03 Kantor Syahbandar Cold Storage Kantor PPN TPI Timur BW 04 Kolam Pelabuhan Timur Sumber: diolah kembali

125 Lampiran 2 Fasilitas fungsional di PPN Prigi. (a) TPI Barat (b) TPI Timur (c) Bengkel (d) Bangsal Pengolahan (e) Pabrik Tepung (f) Cold Storage (g) Instalasi Listrik (h) Instalasi Bahan Bakar

126 Lampiran 3 Fasilitas penunjang di PPN Prigi. (a) Kantor PPN Prigi (b) Kantor Syahbandar (c) Kantor SatKer PSDKP (d) Kantor Satker Pol-Air (e) Kantor TPI Barat (f) Kantor TPI Timur (g) Kantor Perum PPS Prigi (h) Kios

8 Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) yang dicetuskan FAO tahun 1995 menyebutkan beberapa prinsip mengenai pengelolaan perikanan yang ber

8 Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) yang dicetuskan FAO tahun 1995 menyebutkan beberapa prinsip mengenai pengelolaan perikanan yang ber 7 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model Pengelolaan Perikanan Tangkap Model adalah abstraksi atau penyederhanaan realitas sistem yang kompleks dengan komponen-komponen yang relevan atau faktor-faktor yang dominan

Lebih terperinci

2 penelitian berjudul Pola Pemanfaatan Sumberdaya Udang Dogol (Metapenaeus ensis de Haan) Secara Berkelanjutan di Perairan Cilacap dan Sekitarnya ; Su

2 penelitian berjudul Pola Pemanfaatan Sumberdaya Udang Dogol (Metapenaeus ensis de Haan) Secara Berkelanjutan di Perairan Cilacap dan Sekitarnya ; Su 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

2 PERSEPSI USAHA PENANGKAPAN TUNA DI PPN TERNATE

2 PERSEPSI USAHA PENANGKAPAN TUNA DI PPN TERNATE 5 komposisi ukuran, dan daerah penangkapan. Interaksi yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi interaksi antar unit penangkapkan hand line, pumpboat, dan pole and line, interaksi antara sumberdaya ikan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh yang memiliki potensi sumberdaya ikan. Jumlah sumberdaya ikan diperkirakan sebesar 11.131 ton terdiri

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR 45 Komposisi hasil tangkapan yang diperoleh armada pancing di perairan Puger adalah jenis yellowfin tuna. Seluruh hasil tangkapan tuna yang didaratkan tidak memenuhi kriteria untuk produk ekspor dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan dilakukan selama 6 bulan dari Bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010. Pengambilan data dilakukan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian 35 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Timur, khususnya di PPP Labuhan. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan karena pelabuhan perikanan tersebut

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

III. PELAKSANAAN TUGAS AKHIR

III. PELAKSANAAN TUGAS AKHIR 26 III. PELAKSANAAN TUGAS AKHIR A. Lokasi, Waktu dan Pembiayaan 1. Lokasi Kajian Kajian tugas akhir ini dengan studi kasus pada kelompok Bunga Air Aqua Plantindo yang berlokasi di Ciawi Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 51 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teori Selama ini, pengelolaan sumberdaya perikanan cenderung berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata dengan mengeksploitasi sumberdaya perikanan secara besar-besaran

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang bersifat terbarukan (renewable). Disamping itu sifat open access atau common property yang artinya pemanfaatan

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumber daya perikanan dapat dipandang sebagai suatu komponen dari ekosistem perikanan dan memiliki peranan ganda sebagai faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN

8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN 8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN 8.1 Perumusan Kebijakan Strategis Pengembangan Perikanan Kajian Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik dari Potensi Daerah menghasilkan dua

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP

OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP SEKOLAH PASCA SARJANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 OPTIMISASI PERIKANAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data 19 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat. Pengambilan data di lapangan dilakukan selama 1 bulan,

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK BENI PRAMONO. Strategi Pengelolaan Perikanan Jaring

Lebih terperinci

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPI CITUIS, TANGERANG MOHAMMAD FACHRIZAL HERLAMBANG SKRIPSI

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPI CITUIS, TANGERANG MOHAMMAD FACHRIZAL HERLAMBANG SKRIPSI OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPI CITUIS, TANGERANG MOHAMMAD FACHRIZAL HERLAMBANG SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Maspari Journal 03 (2011) 24-29 http://masparijournal.blogspot.com Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Onolawe Prima Sibagariang, Fauziyah dan

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG DAN PEKALONGAN DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG RONY KRISTIAWAN

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG DAN PEKALONGAN DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG RONY KRISTIAWAN PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG DAN PEKALONGAN DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG RONY KRISTIAWAN SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian.

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian. 31 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data untuk kebutuhan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011 hingga Mei 2011 bertempat di Sibolga Propinsi Sumatera Utara (Gambar 3).

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR 1 PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR (Trichiurus sp.) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT Adnan Sharif, Silfia Syakila, Widya Dharma Lubayasari Departemen Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.2 Oktober 2009 ISSN : PENDEKATAN SISTEM DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA DAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUTAN

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.2 Oktober 2009 ISSN : PENDEKATAN SISTEM DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA DAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUTAN Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.2 Oktober 2009 ISSN : 1907-9931 PENDEKATAN SISTEM DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA DAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUTAN Mahfud Effendy Dosen Jurusan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PAJEKO DI TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA

KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PAJEKO DI TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PAJEKO DI TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA Feasibility effort of Fisheries, in North Halmahera Regency J Deni Tonoro 1, Mulyono S. Baskoro 2, Budhi H. Iskandar 2 Abstract The

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN

TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN ANDI HERYANTI RUKKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2 0 0 6 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Usaha pengolahan pindang ikan dipengaruhi 2 (dua) faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek produksi, manajerial,

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Pengumpulan Data

III. METODE KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Pengumpulan Data III. METODE KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lokasi unit usaha pembenihan ikan nila Kelompok Tani Gemah Parahiyangan yang terletak di Kecamatan Cilebar, Kabupaten Karawang, Jawa

Lebih terperinci

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA DODY SIHONO SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Investasi Investasi merupakan suatu tindakan pembelanjaan atau penggunaan dana pada saat sekarang dengan harapan untuk dapat menghasilkan dana di masa datang yang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi Strategi adalah istilah yang sering kita dengar untuk berbagai konteks pembicaraan, yang sering diartikan sebagai cara untuk mencapai keinginan tertentu

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data 15 III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu Pengambilan data dilakukan di PT. Mitra Bangun Cemerlang yang terletak di JL. Raya Kukun Cadas km 1,7 Kampung Pangondokan, Kelurahan Kutabaru, Kecamatan Pasar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Usaha pengembangan kerupuk Ichtiar merupakan suatu usaha yang didirikan dengan tujuan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Melihat dari adanya peluang

Lebih terperinci

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT JEANNY FRANSISCA SIMBOLON SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 257 11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 11.1 Pendahuluan Perikanan tangkap merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang sangat kompleks, sehingga tantangan untuk memelihara

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Visi pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia adalah bahwa wilayah pesisir dan laut beserta segenap sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Tempat penelitian dan pengambilan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang. 3.2 Alat

Lebih terperinci

2 KERANGKA PEMIKIRAN

2 KERANGKA PEMIKIRAN 2 KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan pada Bab Pendahuluan, maka penelitian ini dimulai dengan memperhatikan potensi stok sumber

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

RIKA PUJIYANI SKRIPSI

RIKA PUJIYANI SKRIPSI KONDISI PERIKANANN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING, BANDAR LAMPUNG RIKA PUJIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal Ismail, Indradi 1, Dian Wijayanto 2, Taufik Yulianto 3 dan Suroto 4 Staf Pengajar

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan merupakan salah satu sektor andalan bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, baik dalam skala lokal, regional maupun negara, dimana sektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci

PPN Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' '

PPN Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' 9 3 METODOLOGI PENELITIAN 3. Waktu dan Tempat Pengumpulan data di lapangan dilaksanakan pada bulan Juli 00 hingga Januari 0 di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Peta

Lebih terperinci

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU PUSPITA SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT PESISIR DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI DEBBY HERRYANTO C

PERSEPSI MASYARAKAT PESISIR DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI DEBBY HERRYANTO C PERSEPSI MASYARAKAT PESISIR DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI DEBBY HERRYANTO C54104067 SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

SELEKSI JENIS ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU DI SELAT BALI

SELEKSI JENIS ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU DI SELAT BALI BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume 20. 1 Edisi Maret 2012 Hal. 89-102 SELEKSI JENIS ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU DI SELAT BALI Oleh: Himelda 1*, Eko Sri Wiyono

Lebih terperinci

BAB V INDIKASI KEKUATAN, KELEMAHAN, ANCAMAN DAN PELUANG

BAB V INDIKASI KEKUATAN, KELEMAHAN, ANCAMAN DAN PELUANG BAB V INDIKASI KEKUATAN, KELEMAHAN, ANCAMAN DAN PELUANG 5.1 Analisis SWOT Analisis strengths, weakness, oppurtunities dan threats (SWOT) adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar dan melakukan pengamatan-pengamatan. Matematika juga merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian dilaksanakan pada perusahaan CV Septia Anugerah Jakarta, yang beralamat di Jalan Fatmawati No. 26 Pondok Labu Jakarta Selatan. CV Septia Anugerah

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO

SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 10 Lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 10 Lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Lambada Lhok Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar, Pemerintah Aceh. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Palabuhanratu merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang cukup tinggi di Jawa Barat (Oktariza et al. 1996). Lokasi Palabuhanratu

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 44 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Selat Malaka Perairan Selat Malaka merupakan bagian dari Paparan Sunda yang relatif dangkal dan merupakan satu bagian dengan dataran utama Asia serta

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan, Politeknik Perikanan Negeri Tual. Jl.

Lebih terperinci

D. Bambang Setiono Adi, Alfan Jauhari. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya

D. Bambang Setiono Adi, Alfan Jauhari. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Studi Pengembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi Kabupaten Trenggalek dengan Menggunakan Metode SWOT (Strenghts Weakness Opportunity Threats) dan QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) D.

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) SIBOLGA SUMATERA UTARA

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) SIBOLGA SUMATERA UTARA 1 TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) SIBOLGA SUMATERA UTARA Oleh : SAMSU RIZAL HAMIDI PANGGABEAN C54104008 Skripsi Sebagai salah

Lebih terperinci

BAB VI ARAHAN DAN STRATEGI

BAB VI ARAHAN DAN STRATEGI BAB VI ARAHAN DAN STRATEGI 6.1. Arahan Pengembangan Perikanan Tangkap Faktor-faktor penentu eksternal dan internal untuk pengembangan perikanan tangkap di wilayah pesisir Banyuasin dalam analisa SWOT untuk

Lebih terperinci

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari ABSTRAK

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari   ABSTRAK EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU Oleh T Ersti Yulika Sari Email: nonnysaleh2010@hotmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui usaha perikanan tangkap yang layak untuk

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci