Policy Brief Globalisasi, Pertumbuhan, dan Disadvantaged Labours di Indonesia: Analisa dan Implikasi Kebijakan. Oleh: Deni Friawan & Carlos Mangunsong
|
|
- Lanny Yuwono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Policy Brief Globalisasi, Pertumbuhan, dan Disadvantaged Labours di Indonesia: Analisa dan Implikasi Kebijakan Oleh: Deni Friawan & Carlos Mangunsong LATAR BELAKANG Globalisasi telah menciptakan tidak hanya kesempatan tapi juga resiko dan dampak yang tidak sama terhadap berbagai kelompok masyarakat yang berbeda. Di Indonesia, kebijakan deregulasi dan libaralisasi perdagangan dan investasi yang dilakukan sejak pertengahan 1980an telah berhasil menciptakan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, terutama di sektor manufaktur-padat tenaga kerja. Petumbuhan tinggi dari sektor manufaktur ini telah menyediakan kesempatan kerja dan meningkatkan upah para pekerja Indonesia. Namun, di sektor ini juga timbul peningkatan ketidakpuasan dikalangan para pekerja yang berkaitan dengan beberapa isu, seperti pekerja anak, lingkungan kerja yang tidak baik, pelanggaran peraturan tentang upah dan kejehteraan pekerja dan kesewenangan terhadap pekerja muda dan perempuan Study ini bertujuan untuk menganalisa dampak dari globalisasi terhadap pekerja, terutama yang bekaitan dengan pekerja yang tidak/kurang beruntung (disadvantaged worker). Secara khusus, study ini bertujuan untuk meneliti tentang status dan karaktersistik dari disadvantaged workers, menganalisa faktor-faktor penentu tingkat penghasilan, dan mengajukan beberapa rekomendasi kebijakan yang potensial. Pada studi ini, globalisasi direpresentasikan dalam pengertianya yang sempit sebagai kebijakan libaralisasi perdaganan dan investasi dan krisis keuangan Asia 1997/98. sementara disadvantaged workers didefiniskan sebagai kelompok pekerja yang termarginalkan atau mendapatkan dampak positif yang paling rendah, atau bahkan menerima dampak negative, dari globalisasi dan kelompok pekerja yang kemungkinan lebih rentan dalam pasar tenaga kerja di Indonesia. Status dan karakteristik disadvantaged worker ini diperoleh dari data pengangguran (unemployment), setengah menganggur (underemployment), pekerja berpenghasilan rendah (low income worker). Untuk itu studi ini akan menggunakan metode deskripsi statistik (tabulasi silang) dari karakteristik penganggur, setengah menganggur, dan status upah. Selain itu, studi ini juga akan menggunakan model regresi pendapatan Mincer (1958;1974) dan Oaxaca Decomposition (1973). 1
2 STATUS DAN KARAKTERISTIK DISADVANTAGED LABOUR Dalam tiga dekade terakhir Indonesia telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang disertai dengan perubahan struktural yang signifikan dalam perekonomian dan pasar kerja di Indonesia. Perubahan struktural ini telah berpengaruh dan membentuk keseluruhan kondisi permintaan dan penawaran tenaga kerja di Indonesia. Di sisi permintaan, kebijakan liberalisasi perdagangan yang dimulai sejak pertengahan 1980an tidak hanya telah membuat perekonomian Indonesia lebih terintegrasi dengan pasar global, tapi juga telah menciptakan pertumbuhan yang tinggi, khususnya pada sektor industri manufaktur yang padat tentaga kerja. Pertumbuhan yang tinggi dan berkelanjutan pada sektor ini telah mendorong peningkatan permintaan tenaga kerja. Sementara itu, di sisi penawaran, kebijakan program keluarga berencana yang dilaksanakan sejak awal 1970an telah berhasil menurunkan tingkat fertilitas secara signifikan dan program pembangunan gedung sekolah dan kampanye pendidikan dasar telah secara substantial meningkatkan investasi dibidang sumber daya manusia. Kedua kebijakan penting ini pada akhirnya berdampak pada peningkatan yang dramatis pada jumlah dan kualitas tenaga kerja indonesia Kondisi permintaaan dan penawaran tenaga kerja tersebut beserta interaksinya telah menentukan hasil akhir dari pasar tenaga kerja di Indonesia. peningkatan integrasi ekonomi yang berhubungan dengan pertumbuhan yang tinggi pada sektor manufaktur padat tenaga kerja telah meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pemingkatkan permintaan tenaga kerja yang pada akhirnya mempercepat proses industrialisasi, formalisasi dan urbanisasi. Bagaimana tren permintaan ini berdampak pada pasar tenaga kerja sangat tergantung dari kapasitas sektor industri-formal-urban dalam menyerap penawaran tenaga kerja yang tersedia. Kapasitas pernyerapan ini yang pada akhirnya menentukan hasil akhir dari pasar tenaga kerja. Dalam konteks itu maka disadvantaged labour diartikan sebagai kelompok tenaga kerja yang termarginalkan atau mendapatkan dampak postif yang terendah--atau bahkan menerima dampak negative--dari integrasi ekonomi, peningkatan permintaan tenaga kerja dan kemampuan penyerapan tersebut. Dampak tersebut dapat diterusuri dengan menganalisa pola dari status tenaga kerja, seprti pengangguran, setengah menganggur dan pendapatan pekerja berdasarkan berbagai karakteristik pekerja. Berikut ini adalah beberapa temuan dari perubahan pola status tenaga kerja berdasarkan berbagai karakateristiknya. Unemployment Pengangguran di Indonesia memiliki beberapa karakteristik. Pertama, tingkat pengangguran terbuka di wilayah perkotaan lebih tinggi dibanding daerah pedesaan. Selama tingkat pengangguran terbuka di perkotaan berkisar antara 5.7% hingga 9.7%, sedangkan tingkat pengangguran terbuka tertinggi yang pernah dialami di daerah pedesaan hanya sekitar 3.7%. Meskipun demikian, gap tingkat pengangguran di kota dan desa mengalami penurunan dari 5 kali menjadi hanya berkisar 2.5 kali antara 2
3 1986 dan Tingginya tingkat pengangguran terbuka di daerah perkotaan karena tingginya proporsi tenaga kerja muda di kota yang secara aktif mencari kerja dan tingginya migrasi pekerja muda dari desa yang mencari pekerjaan di kota. Kedua, tingkat pengangguran terbuka pada kelompok pekerja perempuan terus meningkat dari 2.7% pada priode menjadi 6.6% pada priode dan melebihi tingkat pengangguran terbuka untuk kelompok pekerja laki-laki sejak priode , baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Tingginya tingkat pengangguran pada kelompok pekerja wanita dibandingkan pada kelompok pekerja laki-laki disebabkan oleh semakin tingginya kesempatan kerja yang tersedia untuk perempuan dan hal ini telah menarik minat lebih banyak pekerja perempuan yang lebih aktif untuk mencari pekerjaan. Ketiga, tingkat pengangguran terbuka pada pekerja usia muda lebih tinggi dibanding perkerja dewasa atau yang lebih tua. Tingkat pengangguran terbuka untuk pekerja kelompok umur tahun mencapai 85% hingga 90% dari seluruh pekerja yang menggangur pada periode , dan tingkat pengangguran terbuka pekerja kelompok umur tahun dan tahun adalah yang tertinggi diantara kelompok pekerja lainnya. Hal ini bukan karena mereka kurang employable tapi karena keberlanjutan aliran masuk pekerja yang baru saja menamatkan sekolah kedalam pasar tenaga kerja yang tengah mengalami trasisi dari bersekolah secara penuh ke bekerja secara penuh. Selain itu, relative tingginya persentase pekerja muda yang berusia terhadap total populasi pada periode yang saja. Keempat, porsi pengangguran yang lebih terdidik meningkat secara dramatis, karena kebanyakan pencari kerja di tahun 1980an akhir dan 1990an adalah pekerja yang memiliki tingkat pendidikan akhir SMA dan Perguruan Tinggi (PT) sebagai akibat keberhasilan perluasan akses pendidikan dan peningkatan tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh generasi yang lebih muda secara umum. Persentase tingkat penganguran untuk pekerja tamatan pendidikan SMA dan PT meningkat hamper 2 kali lipat dari 7% menjadi 12% antara tahun 1986 dan 2000, sedangkan proporsi tingkat pengangguran untuk pekerja dengan pendidikan SMA mencapai 57% pada periode yang sama. Terakhir, hipotesa penganggur mewah hanya benar sebagian saja dalam menjelaskan pengangguran di Indonesia. Hal ini dikarenakan hanya terdapat perbedaan yang kecil dalam tingkat pengangguran terbuka pada setiap kuintail pengeluaran. Underemployment Sementara itu, pekerja setengah mengangur (underemployment) memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut. Pertama, tingkat pekerja paruh waktu terus mengalami penurunan pada tahun-tahun sebelum krisis 1998 karena adanya urbanisasi yang tinggi dan akibat dari perpindahan pekerja keluar dari sektor pertanian, dimana tingkat jam kerja yang lebih pendek lebih sering ditemui. Total pekerja yang bekerja kurang dari 25 jam per minggu turun dari 24% pada periode menjadi 23% pada periode 3
4 , sedangkan pekerja yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu turun dari 42% menjadi 38% pada periode yang sama. Kedua, selama krisis ekonomi 1998 tingkat pekerja paruh waktu kembali meningkat, baik itu di daerah pedesaan ataupun di perkotaan dan tingkat pekerja paruh waktu untuk kelompok pekerja wanita meningkat lebih tinggi dibanding untuk kelompok pekerja lakilaki. Pada tahun 1998, tingkat persentase setengah menganggur di daerah perkotaan dan pedesaan meningkat masing-masing sebesar 3 dan 1 poin dibandingkan yang terjadi pada periode 1994 dan Sementara itu, tingkat persentase pekerja yang bekerja paruh waktu bagi kelompok pekerja perempuan juga meningkat lebih tinggi sebesar 3 poin, dibandingkan kelompok pekerja laki-laki yang meningkat hanya 1 poin. Peningkatan tingkat setengah menganggur di perkotaan dan pedesaan selam krisis dikarenakan penurunan pertumbuhan industry di perkotaan dan peningkatan pertumbuhan disektor pertanian komoditas. Sementara itu, peningkatan pekerja paruh waktu yang lebih tinggi untuk kelompok pekerja perempuan dibandingkan dengan kelompok pekerja laki-laki dikarenakan peningkatan jumlah pekerja perempuan yang masuk ke pasar kerja untuk membantu pendapatan keluarganya dan banyaknya jumlah pekerja perempuan yang mengalami pemotongan jam kerja selama krisis ekonomi. Ketiga, sebelum krisis tingkat pekerja bekerja paruh waktu di daerah pedesaan lebih tinggi dibanding di daerah perkotaan. Hamper 90% dari pekerja paruh waktu ditahun 1986 berarda di pedesaan dan kebanyakan dari mereka bekerja disektor pertanian dan proporsi pekerja paruh waktu di pedesaan mencapai 46%, bandingkan dengan di perkotaan yang hanya 21.6%. Keempat, sebagian besar pekerja yang bekerja paruh waktu adalah pekerja perempuan, dimana pekerja perempuan menyumbang lebih dari 55% dari pekerja paruh waktu, dan mereka hanya menyumbang kurang dari 29% dari keseluruhan pekerja yang bekerja penuh waktu. Lebih lanjut, proporsi pekerja paruh waktu di kelompok pekerja perempuan mencapai 57.3%, lebih tinggi dibandingkan pada kelompok pekerja laki-laki yang hanya mencapai 30.6%. Tingginya tingkat setengah menganggur pada kelompok pekerja perempuan disebabkan oleh peningkatan jumlah tenaga kerja perempuan dan jumlah jam kerja perempuan yang secara umum lebih pendek karena masih banyaknya pekerja perempuan yang harus membagi waktu mereka untuk aktifitas produktif dan domestik. Kelima, sebagian pekerja paruh waktu berasal dari kelompok pekerja yang memiliki tingkat pendidikan rendah dan proporsi pekerja paruh waktu di kelompok ini lebih tinggi dibandingkan kelompok pekerja dari tingkat pendidikan lainnya. Pekerja dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD, tamat SD dan SMP menyumbang 94% dari total pekerja paruh waktu. Proporsi pekerja paruh waktu untuk kelompok pekerja dengan tingkat pendidikan rendah, yaitu: 47.4% untuk tidak tamat SD, 38% untuk tamat SD, dan 33% untuk tamat SMP, lebih tinggi dibandingkan proporsi pekerja paruh waktu untuk kelompok pekerja tamat SMA (25%) dan tamat PT (20%). 4
5 Keenam, sebagaimana yang diindikasikan pada data tahun 2004, pekerja paruh waktu terus terkonsentarasi pada kelompok pekerja di daerah pedesaan, pekerja perempuan, dan pekerja muda dan pekerja berpendidikan rendah, walaupun proporsinya terus menurun secara signifikan dari tahun ke tahun. Tingkat Upah Berkaitan dengan struktur upah dan karakteristiknya, berikut adalah beberapa temuan penting dari perubahan struktur upah dan karakteristiknya. Pertama, sebelum krisis pendapatan nominal meningkat lebih tinggi dibandingkan peningkatan inflasi. Tingkat pendapatan nominal meningkat rata-rata sebesar 11.7% pertahun, sementara tingkat inflasi meningkat rata-rata sebesar 8.3% pertahun, sehinga mengakibatkan peningatan sebesar 3.3% pertahun pada pendapatan riil dalam kurun waktu Lebih lanjut, tingkat kemiskian nasional sebelum krisis juga menurun dari 27% menjadi 11% pada peirode 1982 dan 1997, walaupun tingkat kemiskinan kembali meningkat pada masa setelah krisis, seperti yang terjadi pada tahun 2000, yaitu sebesar 24%. Kedua, kelompok pekerja perempuan dan kelompok pekerja di pedesaan secara terus menerus mendapatakan pendapatan yang lebih kecil dibanding pendapatan kelompok pekerja laki-laki dan pekerja di perkotaan. Perkerja perempuan dan pekerja di pedesaan menerima pendapatan 70% lebih rendah dibanding pekerja laki-laki dan pekerja di perkotaan, dan pekerja perempuan terus-menerus mendapatkan tingkat pendapatan yang paling rendah pada periode Meskipun demikian, ketiga, tingkat pendapatan riil pekerja perempuan meningkat lebih besar dibandingkan pekerja laki-laki dan pekerja dipedesaan menerima peningkatan pendapatan yang lebih tinggi dibanding pekerja diperkotaan, sehingga menurunkan gappendapatan pekerja laki-laki dan perempuan dan gap pendapatan pekerja di perkotaan dan di pedesaan. Selama periode 1990 dan 2000, tingkat pendapatan pekerja perempuan relative terhadap pekerja laki-laki meningkat dari 51% menjadi 56% pada sektor pertanian dan dari 47% menjadi 63% pada sektor manufaktur Keempat, ketika pekerja di sektor pertanian terus menerima pendapatan yang paling rendah, liberalisasi ekonomi yang dilaksanakan sejak pertangahan 1980an telah meningkatkan pertumbuhan pendapatan, baik itu disektor manufaktur dan juga di sektor pertanian, yang pada akhirnya menurunkan perbadaan upah antar sektor. Selama periode , tingkat upah di sektor pertanian meningkat dari 48% menjadi 55% dari ratarata pendapatan nasional. Sementara itu tingakt pendapatan di sektor manufaktur meningkat dari 95% menjadi 100% dari rata-rata nasional, sebelum kembali turun menjadi 93% dari rata-rata nasional pada tahun Kelima, sejalan dengan peningkatan tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh sebagian besar penduduk, perbedaan tingkat upah antar kelompok pendidikan mengecil secara signifikan. Lebih lanjut, perbedaan tingkat pendapatan tertinggi terjadi pada kelompok pendidikan rendah dan secara progresif mengecil dengan meningkatnya tingkat pendidikan yang ditamatkan. Perbedaan tingkat pendapatan berkisar dari 50% dari rata- 5
6 rata nasional untuk kelompok pekerja berpendidikan SD dan 20% dari rata-rata nasional untuk pekerja berpendidikan SMA. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa: ketika unemployment merupakah masalah yang lebih sering ditemui di perkotaan dan underemployment dan pekerja berpenghasilan rendah merupakan masalah yang lebih sering ditemui di pedesaan, pekerja muda, perempuan dan kurang berpendidikan/berketerampilan, terutama mereka yang berasal dari keluarga miskin, dapat dikategorikan sebagai disadvantaged workers. Selama pembangunan ekonomi, tingkat unemployment, underemployment, dan pekerja berpenghasilan rendah pada kelompok ini tetap saja tinggi, walaupun petumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan, khususnya pada sektor industri padat tenaga kerja, telah berhasil mendorong peningkatan tambahan permintaan tenaga kerja dan peningkatan penyediaan lapangan kerja serta peningkatan upah untuk kelompok yang kurang/tidak beruntung ini. Lebih dari itu, peningkatan tingkat unemployment, underemployment dan pekerja berpenghasilan rendah selama krisis pada kelompok pekerja muda, perempuan dan berpendidikan rendah telah juga membuat kelompok pekerja ini menjadi relative rentan di pasar tenaga kerja. Dari temuan-temuan di atas, maka ada beberapa saran yang dapat diajukan dari studi ini. Pertama, kebijakan apapun untuk mendukung penciptaan lapangan kerja dan perbaikan pendapatan seharusnya ditargetkan pada kelompok pekerja yang kurang/tidak beruntung ini, yaitu pekerja perempuan, muda dan berpendidikan rendah. Kedua, berdasarkan pengalaman liberalisasi ekonomi di pertengahan 1980an yang tidak hanya telah berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan permintaan pekerja, tapi juga berhasil memindahkan pekerja dari sektor pertanian di pedesaan yang berproduktivitas rendah dan berpenghasilan rendah ke sektor formal di perkotaan yang relatif berpenghasilan lebih baik, maka kebijakan apapun untuk memperluas lapangan kerja di sektor formal di luar sektor pertanian menjadi sangat penting dalam mengurangi tingkat unemployment, underemployment dan pekerja berpenghasilan rendah untuk para disadvantaged workers. Dalam konteks ini maka kebijakan untuk menghapuskan hambatan peningkatan investasi swasta dan pertumbuhan output melalui perbaikan tata kelola pemerintahan (governance), kepastian hukum, infrastruktur menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan. Ketiga, pemerintah seharusnya memfokuskan diri untuk membantu para penganggur terdidik (SMA dan PT) dengan cara memberikan informasi tenaga kerja yang lebih baik dan cara mempertemukan yang lebih baik antara para pencari kerja dan penerima kerja. Keempat, walaupun semakin banyak penganggur yang berasal dari kelompok yang berpendidikan, pemerintah sebaiknya terus meningkatkan investasi dibidang sumber daya 6
7 manusia, seperti melalui program wajib belajar. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa tingkat kemiskinan dan tingkat underemployment untuk pekerja berpendidikan berada dibawah rata-rata nasional dan kebanyakan mereka menerima pendapatan yang lebih tinggi dan stabil dibandingkan pekerja berpendidikan rendah. 7
8 DAFTAR PUSTAKA Alisjahbana, Arminda S. and Chris Manning (2006). Labour Market Dimensions of Poverty in Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies 42 No. 2. p: Dhanani, Syafiq (2004). Unemployment and Underemployment in Indonesia, : Paradoxes and Issues International Labour Organization (ILO) Working Paper. Dhanani, Syafiq, Iyanatul Islam (2004). Indonesian Wage Structure and Trends, ILO Working Paper. Feridhanusetyawan, Tubagus, Haryo Aswicahyono, and Ari A. Perdana (2001). The Male-Female Wage Differentials in Indonesia Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Working Paper No Islam, Iyanatul (2002). Poverty, Employment and Wages: An Indonesian Perspective. Paper was presented in ILO-JMHLW-Government of Indonesia Seminar on Strengthening Employment and Labour Market Policies for Poverty Alleviation and Economic Recovery in East and Southeast Asia. 8
Perdagangan, Pertumbuhan Ekonomi, dan Lapangan Kerja *
Policy Brief Perdagangan, Pertumbuhan Ekonomi, dan Lapangan Kerja * Oleh: Haryo Aswicahyono and Pratiwi Kartika Pendahuluan Meningkatnya perhatian terhadap pertumbuhan yang merata telah meningkatkan kebutuhan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Ketenagakerjaan Penduduk suatu negara dapat dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk yang berusia kerja
Lebih terperinciGambar Perkembangan Kemiskinan di Indonesia,
Kemiskinan Termasuk bagian penting dari aspek analisis ketenagakerjaan adalah melihat kondisi taraf kehidupan penduduk, yang diyakini merupakan dampak langsung dari dinamika ketenagakerjaan. Kemiskinan
Lebih terperincilaporan penelitian ini dan menyajikan hipotesis. dan sumber data, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data.
penelitian sebelumnya yang dipakai sebagai acuan dalam penulisan laporan penelitian ini dan menyajikan hipotesis. Bab III : Metode Penelitian Metode penelitian, menjelaskan mengenai metode penelitian yang
Lebih terperinciKeadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat
Keadaan Ketenagakerjaan No. 69/11/76/Th. XI, 6 November BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI BARAT Keadaan Ketenagakerjaan Di Provinsi Sulawesi Barat : Tingkat Pengangguran Terbuka di Sulawesi Barat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan masalah sosial ekonomi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengangguran menjadi layak diperbincangkan karena berkaitan erat dengan masalah sosial ekonomi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Sejak tahun 1997 sampai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah
7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pengertian Tenaga Kerja Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik di dalam
Lebih terperinciSektor Informal yang Teroganisasi: Menata Kota untuk Sektor Informal
Sektor Informal yang Teroganisasi: Menata Kota untuk Sektor Informal Haryo Winarso Gede Budi 1 Pengantar Istilah sektor informal biasanya digunakan untuk menunjukkan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun
Lebih terperinciMelebihi Batas Pertanian
Presentasi Ekonomika Pertanian dan Perdesaan Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Yogyakarta, 14 Mei 2013 Melebihi Batas Pertanian Oleh: Ulfa Maulidya Adrian Nalendra Perwira Ade bayu Erlangga Vincentia Anggita
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016
BPS PROVINSI SULAWESI BARAT KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS No. 69/11/76/Th.X, 7 November AGUSTUS : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SULAWESI BARAT SEBESAR 3,33 PERSEN Penduduk usia kerja di Sulawesi Barat
Lebih terperinciEduard Marpaung KSBSI
Eduard Marpaung KSBSI Menurut data BPS 2014 Buruh Informal pada tahun 2014 sekitar 59,38%. Pertumbuhan sektor informal ini tidak banyak berubah dari 10 tahun sebelumnya. Yang hanya terjadi adalah berpindahnya
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2016
BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 74/11/35/Th. XIV, 7 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2016 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA JAWA TIMUR SEBESAR 4,21 PERSEN Jumlah angkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola perekonomian yang cenderung memperkuat terjadinya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang bermuara kepada
Lebih terperinciRINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012
RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...
Lebih terperinciPERBANDINGAN TENAGA KERJA INDONESIA DENGAN NEGARA ASEAN ABSTRAK
PERBANDINGAN TENAGA KERJA INDONESIA DENGAN NEGARA ASEAN Muliasari Pinilih 1, Heni Yulianti 2 1) Dosen STMIK AMIKOM Purwokerto 2) Mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi UNSOED Email : m_pinilih@yahoo.co.id ABSTRAK
Lebih terperinciRuang Lingkup Perencanaan Sumber Daya Manusia
S Modul 1 Ruang Lingkup Perencanaan Sumber Daya Manusia PENDAHULUAN Devanto S. Pratomo, Ph.D umber daya manusia diyakini sebagai salah satu penentu utama dari keberhasilan suatu bangsa atau negara. Perencanaan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator berjalannya roda perekonomian suatu negara. Ketika ekonomi tumbuh, maka ada peningkatan produksi barang dan jasa yang memerlukan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi sebuah negara, keberhasilan pembangunan ekonominya dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2007) menyatakan
Lebih terperinciProfil Pekerjaan yang Layak INDONESIA
Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Ringkasan Selama 15 tahun terakhir, Indonesia mengalami perubahan sosial dan politik luar biasa yang telah membentuk latar belakang bagi pekerjaan layak di negeri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seiring dengan berlangsungnya proses demografis. Pada tahun 2004, di Jawa. 1,07 persen bila dibanding tahun 2003 (BPS, 2004).
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan dan jumlah komposisi tenaga kerja tersebut akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya
Lebih terperinciTARGET PENYERAPAN TENAGA KERJA DALAM UNDANG-UNDANG APBN
TARGET PENYERAPAN TENAGA KERJA DALAM UNDANG-UNDANG APBN Pertumbuhan ekonomi dan Pengangguran Pertumbuhan ekonomi dan pengangguran memiliki hubungan yang erat karena penduduk yang bekerja berkontribusi
Lebih terperinciFokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global
Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang
Lebih terperinciBADAN PUSAT STATISTIK
BADAN PUSAT STATISTIK KEBUTUHAN DATA KETENAGAKERJAAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN OLEH: RAZALI RITONGA DIREKTUR STATISTIK KEPENDUDUKAN DAN KETENAGAKERJAAN BADAN PUSAT STATISTIK Pokok bahasan Latar Belakang
Lebih terperinciMenanggapi Akibat Globalisasi terhadap Kinerja Tenaga Kerja: Pengalaman dari Sektor Tekstil dan Garmen Indonesia
Policy Brief Menanggapi Akibat Globalisasi terhadap Kinerja Tenaga Kerja: Pengalaman dari Sektor Tekstil dan Garmen Indonesia Oleh: Dionisius Narjoko Perekonomian Indonesia semakin terintegrasi dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saat ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan. Jumlah penganggur
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang cukup serius dihadapi Indonesia dewasa ini adalah masalah pengangguran. Pengangguran merupakan masalah ketenagakerjaan yang saat ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (growth). Pembangunan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yaitu apabila tingkat
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi suatu Negara secara umum beroreintasi pada pertumbuhan (growth). Pembangunan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yaitu apabila tingkat kegiatan ekonomi
Lebih terperinciVIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. produktivitas tenaga kerja di semua sektor.
VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Dalam jangka pendek peningkatan pendidikan efektif dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja pertanian dibanding dengan sektor industri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan seringkali dikaitkan dengan proses industrialisasi. Proses industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur kegiatan untuk meningkatkan
Lebih terperinciMENINGKATKAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS MELALUI PEKERJAAN YANG LAYAK. Oleh : 9 Juli 2015 DPN APINDO
MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS MELALUI PEKERJAAN YANG LAYAK 9 Juli 2015 Oleh : DPN APINDO Intervensi khusus diperlukan untuk mengatasi masalah tingginya insiden pekerjaan berupah rendah, termasuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang sangat ditakuti oleh semua negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum
Lebih terperinciPengaruh Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran di Indonesia 1
Pengaruh Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran di Indonesia 1 1. Pendahuluan Salah satu titik awal kelahiran ilmu ekonomi makro adalah adanya permasalahan ekonomi jangka pendek yang tidak
Lebih terperinciIndonesia: Tren Sosial dan Ketenagakerjaan (terbaru) November Tren tahun 2015 memperlihatkan penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi...
ASIA-PACIFIC DECENT WORK DECADE 2006 Indonesia: Tren Sosial dan Ketenagakerjaan (terbaru) November International Labour Organization Tren tahun memperlihatkan penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi... saing
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA BARAT
BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 29/05/32/Th.XIX, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI 2017 Angkatan kerja pada Februari 2017 sebanyak 22,64 juta orang, naik sekitar 0,46 juta orang
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016
BPS PROVINSI JAWA TIMUR KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016 No. 33/05/35/Th.XIV, 4 Mei 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,14 PERSEN Penduduk usia 15 tahun ke atas di Jawa Timur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perekonomian menjadi salah satu indikator kemajuan suatu daerah. Pembangunan ekonomi daerah tidak hanya bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, melainkan
Lebih terperinciPerluasan Lapangan Kerja
VII Perluasan Lapangan Kerja Perluasan lapangan kerja untuk menciptakan lapangan kerja dalam jumlah dan mutu yang makin meningkat, merupakan sebuah keniscayaan untuk menyerap angkatan kerja baru yang terus
Lebih terperinciPASAR TENAGA KERJA Indonesia dan Internasional. Manajemen Sumber Daya Manusia Kelas I
PASAR TENAGA KERJA Indonesia dan Internasional Manajemen Sumber Daya Manusia Kelas I Oleh: Kelompok 5 RIZKY DITYA LARASATI 125100300111010 NURUL AZIZAH 125100300111012 SYIFA KHAIRUNNISA 125100300111032
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting daripada pembangunan nasional, dengan tujuan akhir adalah untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi wilayah atau regional merupakan salah satu bagian penting daripada pembangunan nasional, dengan tujuan akhir adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian penting dari pembangunan suatu negara bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rate in the United Kingdom yang dimuat pada jurnal Economica, menunjukkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan antara inflasi dan pengangguran mulai menarik perhatian para ekonom pada akhir tahun 1950an, ketika A W Phillips dalam tulisannya dengan judul The Relationship
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015
BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 71 /11/76/Th.IX, 5 November KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS AGUSTUS : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SULAWESI BARAT SEBESAR 3,35 PERSEN Jumlah penduduk usia kerja di Sulawesi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertujuan melindungi kondisi ekonomi dari para pekerja berupah rendah (Gramlich,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan upah minimum adalah sebuah kebijakan institusional yang bertujuan melindungi kondisi ekonomi dari para pekerja berupah rendah (Gramlich, 1976; Card dan Krueger,
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN NGADA AGUSTUS 2011 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 0,74 PERSEN
BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 03/03/Th. IV, 20 Maret 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN NGADA AGUSTUS 2011 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 0,74 PERSEN Jumlah angkatan kerja di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semakin banyak penduduknya maka semakin besar pula kesempatan kerja yang dibutuhkan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebagai salah satu penduduk terbanyak di dunia setelah RRC, India dan Amerika Serikat. Oleh karena ini, tentunya Indonesia memiliki angkatan kerja
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
No. 74/11/35/Th.XV, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Keadaan Ketenagakerjaan Jawa Timur Agustus 2017 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa Timur sebesar
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. orang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara yang satu dengan
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara yang satu dengan yang lain. Secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hal ini dapat tercapai bila jumlah supply tenaga kerja yang besar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Jumlah penduduk dan angkatan kerja yang besar merupakan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG FEBRUARI 2017
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 01/05/18/Th.X, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG FEBRUARI 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,43 PERSEN Penduduk yang bekerja pada Februari
Lebih terperinciAnalisis Kondisi Ketenagakerjaan di Provinsi Jambi
Analisis Kondisi Ketenagakerjaan di Provinsi Jambi Junaidi, Junaidi; Z,Zulfanetti; Hardiani, Hardiani ABSTRAK Analisis ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi ketenaga kerjaan di Provinsi Jambi yang mencakup
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2015
BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 78//35/Th. XIII, 5 November 05 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 05 AGUSTUS 05: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA JAWA TIMUR SEBESAR 4,47 PERSEN Jumlah angkatan kerja di
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI LAMPUNG KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017 AGUSTUS 2017 TINGKAT PENGANGGUR- AN TERBUKA SEBESAR 4,33 PERSEN Penduduk yang bekerja pada Agustus 2017 berkurang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peningkatan pendapatan (PDRB). Dalam hal ini faktor-faktor produksi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbaikan dalam bidang pendidikan dapat secara positif mempengaruhi suatu bangsa dalam produktivitas, GDP, dan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan gambaran
Lebih terperincisuatu negara. Pada dasarnya keberadaan penduduk di suatu negara akan mempercepat pembangun negara semakin besar. Tetapi jika pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk adalah salah satu faktor pembentuk berdirinya suatu negara, tanpa penduduk maka suatu wilayah teritorial tidak dapat berdiri kokoh sebagai suatu negara. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan
Lebih terperinciBAB V KESEMPATAN KERJA
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN EKONOMI BAB V KESEMPATAN KERJA Dr. KARDOYO, M.Pd. AHMAD NURKHIN, S.Pd. M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU
Lebih terperinciBAB IV KONDISI TENAGA KERJA KONSTRUKSI. Tenaga kerja konstruksi merupakan bagian dari sektor konstruksi yang mempunyai
BAB IV KONDISI TENAGA KERJA KONSTRUKSI 4.1 Umum Tenaga kerja konstruksi merupakan bagian dari sektor konstruksi yang mempunyai peran yang signifikan dalam pembangunan ekonomi nasional. Dalam Analisis Kebutuhan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017
BPS PROVINSI JAWA TIMUR KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 No. 33/05/35/Th.XV, 5 Mei 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,10 PERSEN Penduduk usia 15 tahun ke atas di Jawa Timur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2016
BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 28/05/32/Th. XVIII,4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 8,57 PERSEN Berdasarkan hasil Sakernas bulan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang ingin dijadikan kenyataan
Lebih terperinciANALISIS HASIL PENELITIAN
69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama pemerintah dari masa ke masa. Permasalahan ini menjadi penting mengingat erat kaitannya dengan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016
No.75/11/52/Th. X, 7 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,94 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Nusa Tenggara Barat pada Agustus 2016 mencapai
Lebih terperinciPendidikan dan Partisipasi Angkatan Kerja Wanita di Indonesia: Analisis Terhadap Hipotesis Kurva-U. Devanto Shasta Pratomo* Universitas Brawijaya
Pendidikan dan Partisipasi Angkatan Kerja Wanita di Indonesia: Analisis Terhadap Hipotesis Kurva-U Devanto Shasta Pratomo* Universitas Brawijaya AbSTrAK Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat eksistensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,
Lebih terperinciINDIKATOR KETENAGAKERJAAN PROVINSI MALUKU UTARA FEBRUARI 2016 ISBN : No. Publikasi : 82520.1609 Katalog BPS : 2302003.82 Ukuran Buku : B5 (17,6 x 25 cm) Jumlah Halaman : 27 Naskah : Bidang Statistik Sosial
Lebih terperinciDAMPAK PERTUMBUHAN INDUSTRI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI KABUPATEN SIDOARJO
Judul : Dampak Pertumbuhan Industri Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kabupaten Sidoarjo SKPD : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo Kerjasama Dengan : - Latar Belakang Pembangunan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015
No. 06/05/53/Th. XV, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 3,12% Angkatan kerja NTT pada Februari 2015 mencapai 2.405.644 orang, bertambah
Lebih terperinciBAB IV KEPENTINGAN INDONESIA DALAM PERUMUSAN KEBIJAKAN PERBURUHAN. 95 memang terkait dengan tidak mewajibkan meratifikasi konvensi tersebut.
BAB IV KEPENTINGAN INDONESIA DALAM PERUMUSAN KEBIJAKAN PERBURUHAN Fakta bahwa Indonesia tidak meratifikasi konvensi ILO No.131 dan No. 95 memang terkait dengan tidak mewajibkan meratifikasi konvensi tersebut.
Lebih terperinciDampak Kebijakan Upah Minimum terhadap Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Perkotaan Indonesia
Ringkasan Eksekutif Laporan Penelitian Tim Peneliti SMERU Dampak Kebijakan Upah Minimum terhadap Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Perkotaan Indonesia Laporan dari Lembaga Penelitian SMERU,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORITIS
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian-Pengertian 2.1.1 Kesempatan Kerja Kesempatan kerja identik dengan Sasaran Pembangunan Nasional, khususnya pembangunan ekonomi. Oleh karena kesempatan kerja merupakan
Lebih terperinciBAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN
BAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka yang mencapai 9,5 persen berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan sosial. Kerja merupakan fitrah manusia yang asasi.
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PAPUA BARAT FEBRUARI 2017
No. 23/05/91/Th. XI, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PAPUA BARAT FEBRUARI 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 7,52 PERSEN Keadaan Angkatan Kerja Februari 2017 dibanding Februari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah sosial terbesar yang dihadapi oleh setiap negara di dunia dan setiap negara berusaha untuk mengatasinya. Kemiskinan adalah faktor yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di suatu negara tentunya tidak bisa terlepas dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di suatu negara tentunya tidak bisa terlepas dari keikutsertaan seluruh komponen masyarakat, tidak terkecuali peranan wanita didalamnya.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sampai era tahun 1980-an, para analis ketenagakerjaan pada umumnya menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius (Depnakertrans, 2004a).
Lebih terperinciANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN
ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya
Lebih terperinciEkonomi Sumber Daya Manusia
Modul 1 Ekonomi Sumber Daya Manusia Rossanto Dwi Handoyo, SE, M.Si. S PENDAHULUAN ebagian besar para ekonom menelaah ekonomi kesejahteraan (welfare economics) lebih banyak terpusat pada pasar tenaga kerja.
Lebih terperinciA. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi lebih rendah dibanding jumlah penduduk
SMP kelas 9 - EKONOMI BAB 8. Potensi dan Upaya Indonesia Menjadi Negara MajuLatihan Soal 8.1 1. Pengangguran yang terjadi karena ketidaksesuaian antara jenis pekerjaan yang tersedia dengan kemampuan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi dalam konteks demografi cukup memberikan sumbangan yang sangat besar pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini Indonesia sedang menikmati manfaat demografis dimana populasi penduduk usia kerja tumbuh lebih cepat daripada populasi anak- anak dan lanjut usia. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir
Lebih terperinciINDIKATOR PASAR TENAGA KERJA INDONESIA FEBRUARI 2015 ISSN: 2088-5679 No. Publikasi: 04120.1501 Katalog BPS: 2032004 Ukuran Buku: 21 cm x 29 cm Jumlah Halaman: 20 + 98 halaman Naskah: Subdirektorat Statistik
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU AGUSTUS 2013
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 77/11/21/Th. VIII, 6 November 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU AGUSTUS 2013 AGUSTUS 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,25
Lebih terperinciCAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak
CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG FEBRUARI 2016
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 01/05/18/Th.IX, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,54 PERSEN Penduduk yang bekerja pada Februari
Lebih terperinciKeadaan Ketenagakerjaan Maluku Utara Agustus 2017
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI MALUKU UTARA Keadaan Ketenagakerjaan Maluku Utara Agustus 2017 Agustus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Maluku Utara sebesar 5,33 persen. Angkatan kerja pada Agustus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan
BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara
Lebih terperinciPROSES PEMBANGUNAN EKONOMI DENGAN KELEBIHAN TENAGA KERJA
PROSES PEMBANGUNAN EKONOMI DENGAN KELEBIHAN TENAGA KERJA KONSEP PEMBANGUNAN EKONOMI KELEBIHAN TENAGA KERJA SEBAB Rasio luas tanah dengan jumlah pendapatan kecil dan pertambahan penduduk cepat TEORI LEWIS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara kesetaraan jender dengan proses pembangunan ekonomi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan antara kesetaraan jender dengan proses pembangunan ekonomi merupakan hal penting untuk memutuskan sebuah kebijakan, hal ini karena bagian dari pembangunan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016
No.36/05/52/Th. IX, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,66 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Nusa Tenggara Barat pada Februari 2016 mencapai
Lebih terperinciBEBERAPA MASALAH DAN KEBIJAKAN PUBLIK TENTANG INFRASTRUKTUR: TINJAUAN DARI PERSPEKTIF ILMU EKONOMI
ORASI ILMIAH GURU BESAR IPB ORASI ILMIAH GURU BESAR IPB BEBERAPA MASALAH DAN KEBIJAKAN PUBLIK TENTANG INFRASTRUKTUR: TINJAUAN DARI PERSPEKTIF ILMU EKONOMI BEBERAPA MASALAH DAN KEBIJAKAN PUBLIK TENTANG
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI GORONTALO FEBRUARI 2017
KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI GORONTALO FEBRUARI 2017 No. 28/05/75/Th. XI, 5 Mei 2017 - Jumlah angkatan kerja pada Februari 2017 mencapai 590.063 orang, bertambah 27.867 orang dari keadaan Agustus 2016
Lebih terperinci