BAB II LANDASAN TEORETIS. biasanya diberikan kepada atasan atau orang tua. Dalam penulisan ini bhakti yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORETIS. biasanya diberikan kepada atasan atau orang tua. Dalam penulisan ini bhakti yang"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Bhakti Terhadap Orang Tua Bhakti dalam pengertiannya merupakan wujud hormat dan patuh yang biasanya diberikan kepada atasan atau orang tua. Dalam penulisan ini bhakti yang akan dibahas adalah mengenai bhakti seorang anak terhadap orang tua. Anak dalam mewujudkan bhaktinya terhadap orang tua sudah diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana Pasal 321 Tiap-tiap anak berwajib memberi nafkah, kepada kedua orang tuanya dan para keluarga sedarah dalam garis keatas, apabila mereka dalam keadaan miskin. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tersebut lebih mengedepankan kebutuhan secara ekonomi dalam hal mewujudkan sikapa Bhakti terhadap orang tua. Berbakti yang merupakan sikap hormat dan patuh dapat dilakukan dengan menjadi anak yang baik serta dapat membanggakan nama keluarganya. Selain Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pasal 321, pemerintah juga mengeluarkan Undang-Undang No 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan di Pasal 46 ayat 2 jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuannya. Hal tersebut diharapkan setiap anak yang telah berumah tangga tidak melupakan jasa orang tuanya. Dengan selalu menjaga hubungan baik setelah menikah serta masih membantu menyokong kebutuhan orang tuanya merupakan sikap Bhakti yang dapat dilakukan seorang anak yang telah menikah. 14

2 digilib.uns.ac.id 15 Bhakti adalah sikap tunduk dan hormat. Berpijak dari kutipan di atas dapat ditarik simpulan bahwa bhakti anak kepada orang tua adalah sikap hormat seorang anak yang ditujukan kepada orang tua yang telah berjasa dalam kehidupan seorang anak. Dalam Kitab Suci Tri Pitaka bagian Anggutara Nikaya dijelaskan oleh Buddha bahwa terdapat empat lapangan yang utama untuk menanam jasa kebajikan, yang pertama adalah para Buddha, yang kedua adalah para Arahat (orang mencapai kesucian), yang ketiga adalah Ibu dan terakhir adalah ayah. Empat tempat sebagai ladang untuk berbuat kebajikan dituliskan salah satunya ibu dan ayah yang tidak lain adalah orang tua. Ibu dan ayah menjadi sosok yang sangat tepat untuk berbuat kebaikan karena orang tua telah melahirkandan merawat anak-anak hingga tumbuh dengan sehat. Orang tua selalu memberikan segala keperluan yang dibutuhkan oleh anaknya. Mengetahui hal tersebut, sebagai seorang anak seharusnya menjaga orang tuanya dengan penuh kasih sayang dan tidak menyakiti baik secara fisik dan psikis. Dalam agama Islam, manusia khususnya anak memiliki kewajiban terhadap anak setidaknya ada sepuluh kewajiban. Kewajiban tersebut antara lain: memberi makan jika dibutuhkan, memberi pelayanan jika diminta. Hal ini harus kita lakukan dengan ikhlas dan sabar, menyambut jika dipanggil, menaati jika diperintah, berbicara dengan lemah lembut (sopan), memberi pakaian jika diperlukan, jika berjalan bersama tidak boleh mendahului orang tua, menyukai baginya apa yang ia suka bagi dirinya sendiri, menjauhkan dari apa yang tidak disukainya, berdoa memintakan ampun baginya setiap kita berdoa untuk diri kita sendiri.

3 digilib.uns.ac.id 16 Anak dalam kedudukan di sebuah keluarga harus selalu berusaha untuk tidak menyakiti orang tuanya. Dengan melaksanakan sepuluh kewajiban yang telah disebutkan di atas, seorang anak dapat mewujudkan rasa baktinya terhadap orang tua. Berbicara dengan sopan serta selalu mendoakan orang tua agar selalu hidup berbahagia sudah menjadi kepuasan bagi orang tua yang telah mengasuh anak hingga menjadi dewasa. Dalam agama Buddha terdapat lima kewajiban anak terhadap orang tua, hal ini tertulis dalam Kitab Suci Tri Pitaka dibagian Digha NIkaya Vol IV. No 31 yaitu: menyokong orang tua, melakukan kewajiban-kewajiban terhadap orang tua, menjaga nama baik dan tradisi keluarga, membuat dirinya pantas menerima warisan, dan melakukan pelimpahan jasa untuk orang tuanya yang telah meninggal. Mewujudkan bakti terhadap orang tua tidak hanya dilaksanakan ketika orang tua masih hidup, tetapi ketika orang tua meninggal hendaknya seorang anak tetap menunjukkan rasa baktinya terhadap orang tua. Dalam agama Islam terdapat lima hak yang harus didapatkan oleh orang tua yang telah meninggal, yaitu: menshalati (mendoakan) kedua orang tuanya, beristighfar untuk mereka berdua, menunaikan janji kedua orang tua, memuliakan teman kedua orang tua, dan menyambung tali silaturahmi dengan kerabat ibu dan ayah. Kelima hal tersebut merupakan wujud bakti yang dapat membuat orang tua bangga. Selain mewujudkan rasa bakti terhadap orang tua yang telah meninggal, kelima hal tersebut jika dilaksanakan juga dapat menjaga hubungan dengan para kerabat kedua orang tua. Dengan terjaganya hubungan antar kerabat orang tua yang telah meninggal maka anak dapat memiliki banyak saudara sehingga dalam kehidupan kedepannya mendapatkan kemudahan.

4 digilib.uns.ac.id 17 Dalam agama Buddha jika orang tua telah meninggal juga mengadakan semacam upacara yaitu pelimpahan jasa atau pattidana. Upacara tersebut dilaksanakan sebagai wujud kewajiban anak terhadap orang tua yang telah meninggal seperti tertulis dalam Sigalovada Sutta. Dalam penjelasan tentang upacara pelimpahan jasa akan di uraikan dalam sub bab selanjutnya. 2. Buddha Theravada Theravada berasal dari bahasa Pali yang terdiri dari dua kata yaitu thera dan vada. Thera berarti sesepuh khususnya sesepuh terdahulu, dan vada berarti perkataan atau ajaran. Jadi Theravada berarti ajaran para sesepuh. Istilah Theravada muncul sebagai salah satu aliran agama Buddha dalam Dipavamsa, catatan awal sejarah Sri Lanka pada abad ke-4 Masehi. Istilah ini juga tercatat dalam Mahavamsa, sebuah catatan sejarah penting yang berasal dari abad ke-5. Diyakini Theravada merupakan wujud lain dari salah satu aliran agama Buddha terdahulu yaitu Sthaviravada (Bahasa Sanskerta: Ajaran Para Sesepuh), sebuah aliran agama Buddha awal yang terbentuk pada Sidang Agung Sangha ke-2 (443 SM). Dan juga merupakan wujud dari aliran Vibhajjavada yang berarti Ajaran Analisis (Doctrine of Analysis) atau Agama Akal Budi (Religion of Reason). Sejarah Theravada tidak lepas dari sejarah Buddha Gotama sebagai pendiri agama Buddha. Setelah Sang Buddha parinibbana (meninggal dunia) tiga bulan kemudian diadakan Sidang Agung Sangha (Sangha Samaya). Sidang Agung tersebut diadakan pada tahun 543 SM (3 bulan setelah bulan Mei), berlangsung selama 2 bulan Dipimpin oleh Y.A. Maha Kassapa dan dihadiri oleh 500 orang Bhikkhu yang semuanya Arahat (tingkat kesucian tertinggi). Sidang diadakan di Goa Satapani di kota Rajagaha. Sponsor sidang agung ini adalah Raja Ajatasatu.

5 digilib.uns.ac.id 18 Tujuan Sidang adalah menghimpun Ajaran Sang Buddha yang diajarkan kepada orang yang berlainan, di tempat yang berlainan dan dalam waktu yang berlainan. Mengulang Dhamma dan Vinaya agar Ajaran Sang Buddha tetap murni, kuat, melebihi ajaran-ajaran lainnya. Y.A. Upali mengulang Vinaya dan Y.A. Ananda mengulang Dhamma. Sidang Agung Sangha ke-2, pada tahun 443 SM, dimana awal Buddhisme mulai terbagi menjadi dua. Di satu sisi kelompok yang ingin perubahan beberapa peraturan minor dalam peraturan kebbhikhuan (Vinaya), disisi lain kelompok yang ingin mempertahankan Vinaya apa adanya. Kelompok yang ingin perubahan Vinaya memisahkan diri dan dikenal dengan Mahasanghika yang merupakan cikal bakal Mahayana. Sedangkan yang mempertahankan Vinaya disebut Sthaviravada. Sidang Agung Sangha ke-3 (313 SM), Sidang ini hanya diikuti oleh kelompok Sthaviravada. Sidang ini memutuskan untuk tidak merubah Vinaya, dan Moggaliputta Tissa sebagai pimpinan sidang menyelesaikan buku Kathavatthu yang berisi penyimpangan-penyimpangan dari aliran lain. Saat itu pula Abhidhamma dimasukkan. Setelah itu ajaran-ajaran ini di tulis dan disahkan oleh sidang. Kemudian Y.M. Mahinda (putra Raja Asoka) membawa Tipitaka ini ke Sri Lanka tanpa ada yang hilang sampai sekarang dan menyebarkan Buddha Dhamma di sana. Di sana ajaran ini dikenal sebagai Theravada. Kitab Suci yang dipergunakan dalam agama Buddha Theravada adalah Kitab Suci Tipitaka yang dikenal sebagai Kanon Pali (Pali Canon). Kitab suci Agama Buddha yang paling tua, yang diketahui hingga sekarang, tertulis dalam Bahasa Pali, yang terbagi dalam tiga kelompok besar (yang disebut sebagai

6 digilib.uns.ac.id 19 pitaka atau keranjang ) yaitu: Vinaya Pitaka, Sutta Pitaka, dan Abhidhamma Pitaka. Karena terdiri dari tiga kelompok tersebut, maka Kitab Suci Agama Buddha dinamakan Tipitaka (Pali). Agama Buddha Theravada hanya mengakui Buddha Gotama sebagai Buddha sejarah yang hidup pada masa sekarang. Meskipun demikian Theravada mengakui pernah ada dan akan muncul Buddha-Buddha lainnya. Dalam Theravada terdapat dua jalan yang dapat ditempuh untuk mencapai Pencerahan Sempurna yaitu Jalan Arahat (Arahatship) dan Jalan Kebuddhaan (Buddhahood). Perkembangan agama Buddha Theravada dimulai dari perhimpunan Theosofi yang bertujuan untuk membina persaudaraan universal melalui penghayatan pengetahuan tentang semua agama termasuk agama Buddha, telah menarik perhatian dan minat orang-orang Indonesia terpelajar. Dari mempelajari agama Buddha kemudian timbullah dorongan untuk menghayati dan mengamalkan ajaran agama Buddha. Dari sinilah bermulanya orang-orang Indonesia terpelajar mengenal agama Buddha sampai akhirnya menjadi penganut Buddha. Orang Indonesia terpelajar yang kemudian menjadi umat Buddha melalui Theosofi antara lain M.S. Mangunkawatja, Ida Bagus Jelanti, The Boan An, Drs. Khoe Soe Khiam, Sadono, R.A. Parwati, Ananda Suyono, I Ketut Tangkas, Slamet Pudjono, Satyadharma, lbu Jamhir, Ny. Tjoa Hm Hoey, Oka Diputhera dan lain-lainnya. Meskipun theosofi tidak bertujuan untuk membangkitkan kembali agama Buddha narnun dari theosofi ini lahir penganut agama Buddha yang kemudian setelah Indonesia merdeka menjadi pelopor kebangkitan kembali agama Buddha di Indonesia. Karena itu baik Perhimpunan Theosofi Indonesia maupun Perhimpunan Pemuda Theosofi Indonesia secara tidak langsung

7 digilib.uns.ac.id 20 mempunyai andil yang besar dalam kebangkitan kembali agama Buddha di Indonesia. The Boan An yang menjadi pimpinan GSKI dan Perhimpunan Pemuda Theosofi Indonesia, kemudian ditahbiskan menjadi Bhikkhu di Burma dengan nama Bhikkhu Ashin Jinarakkhita. Sejak 2500 tahun Buddha Jayanti, tepatnya tahun 1956 saat kebangkitan kembali agama Buddha di bumi Indonesia, Bhikkhu Ashin Jinarakkhita-lah yang memimpin kebangkitan kembali agama Buddha ke seluruh lndonesia. Karena itu Bhikkhu Ashin Jinarakkhita dinyatakan sebagai Pelopor Kebangkitan agama Buddha secara nasional di Indonesia. Dari bhikkhu Ashin Jinarakkhita lahir tokoh-tokoh umat Buddha di Indonesia seperti Sariputra Sadono, K. Karbono, Soemantri MS, Suraji Ariakertawijaya, Oka Diputhera, I Ketut Tangkas, Ida Bagus Gin dan pimpinan Buddha lainnya yang sampai sekarang masih aktif dalam organisasi Buddhis dan ada pula di antaranya telah menjadi Bhikkhu scperti Ida Bagus Gin vane sekarang dikenal dengan nama Bhikkhu Girirakkhito. Jadi dari Gabungan Tri Dharma Indonesia dan Perhimpunan Theosofi Indonesia serta Perhimpunan Pemuda Theosofi Indonesia lahir penganut-penganut agama Buddha yang kemudian bersama-sama dengan Bhikkhu Ashin Jinarakkhita mempelopori kebangkitan kembali agama Buddha dalam tahun kebangkitannya yakni tahun Nama-nama yang mendampingi Bhikkhu Ashin Jmarakkhita dalam mempelopori kebangkitan kembali agama Buddha dalam era 2500 tahun Buddha Jayanti tahun 1956 antara lain M.S. Mangunkawatja, Sariputra Sadono, Sasanasobhana, Sosro Utomo, I Ketut Tangkas, Ananda Suyono, R.A. Parwati, Satyadharma, lbu Jayadevi Djamhir,

8 digilib.uns.ac.id 21 Pannasiri Go Eng Djan, Ida Bagus Giri, Drs. Khoe Soe Khiam, Ny. Tjoa Hin Hoey, Harsa Swabodhi, Krishnaputra, Oka Diputhera dan sebagainya. Organisasi Buddhis yang mempersiapkan kebangkitan kembali agama Buddha di Indonesia adalah International Buddhis Mission Bagian Jawa dibawah pimpinan Yosias van Dienst, yang banyak mendapat bantuan dari Perhimpunan Theosofi dan Gabungan Sam Kauw. Organisasi Buddhis yang mempelopori kebangkitan danperkembangan agama Buddha di Indonesia sejak tahun 1950-an ialah Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI) yang diketuai oleh Sariputra Sadono, kemudian oleh Karbono, Soemantri MS, Oka Diputhera (Sek. Jen) sampai kemudian berganti nama menjadi Majelis Ulama Agama Buddha Indonesia (MUABI) yang kemudian menjadi Majelis Upasaka Pandita Agama Buddhayana Indonesia. Yang membentuk PUUI adalah Bhikkhu Ashin Jinarakkhita dalam tahun 1954, sebagai pembantunya dalam menyebarkan agama Buddha di Indonesia. Kemudian Bhikkhu Ashin Jinarakkhita merestui berdirinya Perhimpunan Buddhis Indonesia tahun 1958 dengan Ketua Urnunanya Sariputra Sodono dan Sek. Jen. Sasana Sobhana. Kemudian Ketua Umum PERBUDHI adalah Soemantri MS dengan Sek. Jen. Oka Diputhera. Perbudhi kemudian dilebur menjadi Budhi bersama-sama dengan organisasi Buddhis lainnya. Dalam tahun 1958 berdiri Sangha Suci Indonesia yang kemudian ganti nama menjadi Maha Sangha Indonesia. Maha Sangha Indonesia kemudian pecah melahirkan Sangha Indonesia. Dengan demikian di Indonesia terdapat dua Sangha yakni Maha Sangha Indonesia dan Sangha Indonesia. Maha Sangha Indonesia dipimpin oleh

9 digilib.uns.ac.id 22 Bhikkhu Ashin Jinarakkhita dan Sangha Indonesia dipimpin oleh Bhikkhu Girirakkhito. Tahun 1974 atas prakarsa Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha, Gde Pudja MA, telah diadakan perternuan antara Maha Sangha Indonesia dan Sangha Indonesia. Hasil dan perternuan tersebut melahirkan Sangha Agung Indonesia yakni gabungan dari Maha Sangha Indonesia dan Sangha Indonesia. Sebagai Maha Nyaka Sangha Agung Indonesia terpilih Sthavira. Ashin Jinarakkhita. Kemudian setelah Kongres Umat Buddha Indonesia di Yogyakarta, di Indonesia terdapat tiga kelompok Sangha, yakni Sangha Agung Indonesia, Sangha Theravada Indonesia dan Sangha Mahayana Indonesia yang sernuanya tergabung dalam Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI). Sangha Mahayana Indonesia dibentuk tahun Dewasa ini pengurusnya terdiri atas Bhiksu Dharmasagaro (Ketua Urnum), Bhiksu Dharmabatama (Ketua 1), Bhiksu Sakyasakti (Ketua II), Bhiksu Dutavira (Sekretaris Urnum), Bhiksu Dhyanavira (Sekretaris 1) dan Bhiksu Andhanavira (Sekretaris II). Sangha Mahayana Indonesia inilah yang, mencetuskan ide pembangunan Pusdikiat Buddha Mahayana Indonesia. Cita-cita Sangha adalah menyebarluaskan ajaran Buddha Mahayana di Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia serta menterjemahkan kitab-kitab suci agama Buddha ke dalam bahasa Indonesia (Suarjaya, 2003: ). Pada tanggal 20 Maret 2000, MAGABUDHI secara resmi keluar dari keanggotaan WALUBI, atas desakan dari banyak pengurus daerah. Alasan keluar adalah karena tidak semua anggota WALUBI menerima Sang Buddha Gotama

10 digilib.uns.ac.id 23 sebagai tokoh sentral atau pendiri agama Buddha. Para tokoh agama Buddha Theravada merasa bahwa WALUBI pada saat itu dijadikan paying oleh aliran yang mengaku beraliran Buddha. 3. Tradisi Pattidana Tradisi mencakup kelangsungan masa lalu dimasa kini daripada sekedar menunjukkan fakta bahwa masa kini berasal dari masa lalu. Menurut arti yang lengkap bahwa tradisi merupakan keseluruhan benda material dan gagasan yang berasal dari masa lalu namun benar-benar sekarang masih ada, belum dihancurkan, dirusak, dibuang atau dilupakan. maka, tradisi dapat diartikan warisan, apa yang benar-benar tersisa dari masa lalu. Hal ini senada dengan yang dikatakan Shil, Tradisi berarti segala sesuatu yang disalurkan atau diwariskan dari masa lalu ke masa kini (Shil, 1981:12 dalam buku Piotr, 2007: 70). Tradisi atau kebiasaan dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu atau agama yang sama. hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah. Hasan Hanafi dalam Hakim, (2003: 29) mendefinisikan bahwa tradisi merupakan segala warisan masa lampau yang pada masa kita dan masuk dalam kebudayaan yang sekarang berlaku. Artinya bagi pandangan Hanafi bahwa tradisi itu tidak hanya peninggalan sejarah, tetapi juga merupakan persoalan zaman sekarang dengan berbagai tingkatannya. Tradisi merupakan tindakan yang dilakukan oleh nenek moyang dan sampai sekarang masih berlaku atau

11 digilib.uns.ac.id 24 dilaksanakan oleh generasi penerusnya. Jadi tradisi seperti upacara pelimpahan jasa yang dijalani oleh masyarakat agama Buddha di Desa Jatisari merupakan salah satu usaha untuk melestarikan sebuah tradisi khususnya tradisi yang dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat agama Buddha. Secara langsung bila adat atau tradisi disandingkan dengan struktur masyarakat melahirkan makna kata kolot, kuno, murni tanpa pengaruh, atau sesuatu yang dipenuhi dengan sifat takliq. Tradisi merupakan sinonim dari kata budaya yang keduanya merupakan hasil karya. Tradisi adalah hasil karya masyarakat, begitupun dengan budaya. Keduanya saling mempengaruhi. Kedua kata ini merupakan personifikasi dari sebuah makna hukum tidak tertulis, dan hukum tak tertulis ini menjadi patokan norma dalam masyarakat yang dianggap baik dan benar. (Sugono. 2001: 1208). Kebudayaan merupakan sebuah produk yang selalu ada di dalam sebuah masyarakat. Setiap masyarakat tersebut mengembangkan sebuah kebudayaan yang mengandung unsur-unsur khas daerahnya masing-masing. Unsur khas tersebut merupakan sebuah keunikan yang tidak bisa ditemukan pada kebudayaan masyarakat lain. Selain memiliki sebuah ciri khas, masyarakat juga menciptakan kebudayaan dengan memasukkan berbagai unsur nilai dan moral yang dianggap baik oleh masyarakat. Nilai-nilai ini pada akhirnya akan menambah nilai kebudayaan tersebut sebagai sebuah kearifan lokal yang harus dilestarikan. Sampai saat ini di Dieng terdapat upacara pemotongan rambut gimbal yang masyarakat lokal percaya sebagai penolak bala. Anak-anak berambul gimbal disana mendapatkan perlakuan khusus, pada waktu pemotongan rambut itu, segala keinginan si anak gimbal akan dipenuhi. Karena

12 digilib.uns.ac.id 25 dipercaya, bila tidak dipenuhi akan menimbulkan musibah untuk masyarakat Dieng. Bagi individu (mari kita ambil kasus optimal, terdidik individu) ribuan contoh ini mewakili koeksistensi, dalam substrata yang merupakan pengalaman bersama dan visi yang sama dari kenyataan mengungkapkan melalui peristiwa sejarah, keputusan politik, dan guideposts mereka meninggalkan, karya sastra, atau hanya jejak orang lain dengan yang ia sekarang mengatakan. Percakapan tersebut adalah dua-sisi, jawabannya mencapai kita sebagai secara teratur seperti yang kita cari untuk mengajukan pertanyaan. Di masa lalu sama manusia hidup, menderita, diharapkan dan mati, sehingga kita sekarang ini tidak dapat dipisahkan dari menggemakan, pencarian kita bertemu dapat difahami oleh jawaban. Pada kenyataannya, ada pertukaran permanen antara masa lalu dan masa kini, yang terakhir bermusyawarah mantan sementara ketertarikan kembali membentuk dirinya sendiri di dalam terang dari pengalaman baru (Molnar, 2010: 7). Sebagai sistem budaya, tradisi menyediakan seperangkat model untuk bertingkah laku yang bersumber dari sistem nilai dan gagasan utama (vital). Tradisi juga merupakan suatu sistem yang menyeluruh, yang terdiri dari cara, aspek dan pemberian arti laku ujaran, laku ritual, dan beberapa jenis laku lainnya dari manusia atau sejumlah manusia yang melakukan tindakan satu dengan yang lain. Unsur terkecil dari sistem tersebut adalah simbol. Simbol meliputi simbol konstitutif (yang berbentuk kepercayaan), simbol penilaian norma, dan sistem ekspresif (simbol yang menyangkut pengungkapan perasaan) (Mursal Esten, 1999: 22). Jadi, yang menjadi hal penting dalam memahami tradisi adalah sikap atau orientasi pikiran atau benda material atau gagasan yang berasal dari masa lalu

13 digilib.uns.ac.id 26 yang dipakai orang di masa kini. Sikap dan orientasi ini menempati bagian khusus dari keseluruhan warisan historis dan mengangkatnya menjadi tradisi. Arti penting penghormatan atau penerimaan sesuatu yang secara sosial ditetapkan sebagai tradisi menjelaskan betapa menariknya fenomena tradisi. Tilaar (2004: 191) menjelaskan bahwa kreativitas, inovasi, enkulturasi, akulturasi di dalam transmisi kebudayaan menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang aktif. Kemampuan kreativitas dan aktivitas manusia adalah proses pendidikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa antara pendidikan dan kebudayaan saling terkait satu dengan yang lainnya. Permasalahan dari latar belakang perubahan sosial budaya dan tradisi pelimpahan jasa/pattidana yaitu bagaimana perubahan bentuk, fungsi dan makna tradisi pattidana yang dipengaruhi oleh perubahan sosial budaya masyarakat serta peranannya dalam pendidikan masyarakat. Kebudayaan mengalami perkembangan (dinamis) seiring dengan perkembangan manusia itu sendiri, oleh karenanya tidak ada kebudayaan yang bersifat statis. Faktor-faktor yang menjadi penyebab perubahan kebudayaan yaitu: (1) perubahan lingkungan alam, (2) perubahan yang disebabkan adanya kontak dengan suatu kelompok lain, (3) perubahan karena adanya penemuan (discovery), (4) perubahan yang terjadi karena suatu masyarakat atau bangsa mengadopsi beberapa elemen kebudayaan material yang telah dikembangkan oleh bangsa lain di tempat lain, (5) perubahan yang terjadi karena suatu bangsa memodifikasi cara hidupnya dengan mengadopsi suatu pengetahuan atau kepercayaan baru, atau karena perubahan dalam

14 digilib.uns.ac.id 27 pandangan hidup dan konsepsinya tentang realitasnya (Setiadi, 2006: 44; lihat Maran, 2007: 51). Shil menegaskan bahwa, Manusia tak mampu hidup tanpa tradisi meski mereka sering merasa tak puas terhadap tradisi mereka (Shil, 1981: 322 dalam Sztompka, 2007: 74). Berdasarkan yang dikatakan Shil, maka suatu tradisi memiliki fungsi bagi masyarakat yaitu: a. Dalam bahasa klise dinyatakan, tradisi adalah kebijakan turun-temurun. Tempatnya di dalam kesadaran, keyakinan norma dan nilai yang dianut kini serta di dalam benda yang diceritakan di masa lalu. Tradisi pun menyediakan fragmen warisan historis yang dipandang bermanfaat. Tradisi seperti onggokan gagasan dan material yang dapat digunakan orang dalam tindakan kini dan untuk membangun masa depan. b. Memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup, keyakinan, pranata dan aturan yang sudah ada. Semuanya memerlukan pembenaran agar dapat mengikat anggotanya. Salah satu sumber legitimasi terdapat dalam tradisi. Biasa dikatakan, Selalu seperti itu atau, orang mempunyai keyakinan demikian meski dengan resiko yang paradoksial yakni bahwa tindakan tertentu hanya akan dilakukan karena orang lain melakukan hal yang sama di masa lalu atau keyakipnan tertentu diterima semata-mata karena mereka telah menerima sebelumnya (Shil, 1981: 21 dalam Sztompka, 2007: 75). c. Menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan, memperkuat loyalitas primordial terhadap bangsa, komunitas dan kelompok. Tradisi daerah, kota dan komunitas lokal sama perannya yakni mengikat warga atau anggotanya dalam bidang tertentu.

15 digilib.uns.ac.id 28 d. Membantu menyediakan tempat pelarian dari keluhan, ketidakpuasan dan kekecewaan serta ketidakpuasan kehidupan modern. Tradisi yang mengesankan masa lalu yang lebih bahagia menyediakan sumber pengganti kebanggaan bila masyarakat berada dalam krisis Sztompka, 2007: 76). Pattidana adalah berdana dengan cara pelimpahan jasa. Pattidana juga diartikan sebagai memberikan inspirasi kebajikan/kebahagiaan bagi makhluk lain. Pattidana sering diterjemahkan sebagai Pelimpahan Jasa, (Widiyanto, 2011: 28-29). Setelah melakukan jasa-jasa/perbuatan baik, maka seseorang (sanak keluarga) biasanya menyatakan bahwa perbuatan baik ini dilakukan atas nama orang tua yang telah meninggal agar mereka turut berbahagia. Harapannya adalah para orang tua yang telah meninggal mengetahui perbuatan baik yang telah dilakukan dan tumbuh pikirannya ikut berbahagia dalam batin sehingga dapat terlahir kembali di alam bahagia. Sejarah kemunculan tradisi Pattidana ini terdapat di Kitab Suci Tri Pitaka bagian Paramatthajotika (Ilustrasi Arti Tertinggi) yang merupakan kitab komentar Khuddakapatha bagian dari Tri Pitaka. Sejarah kemunculan Pattidana dapat diuraikan sebagai berikut. Pada suatu hari, Raja Bimbisara berdana makanan kepada Sang Buddha dan siswa-siswa Beliau. Tetapi setelah berdana makanan kepada Sang Buddha dan siswa-siswa Beliau, Raja lupa melakukan pelimpahan jasa. Raja lupa melimpahkan jasa kebajikannya kepada sanak saudaranya yang terlahir di alam peta (alam setan), menjadi makhluk peta selama 92 kalpa. Pada waktu itu raja sibuk memikirkan tempat untuk Sang Buddha dan siswa-siswa-nya, tempat untuk tinggal dan menginap.

16 digilib.uns.ac.id 29 Malam harinya, Raja Bimbisara tidak bisa tidur, beliau mendengar suarasuara jeritan yang mengerikan, teriakan-teriakan putus asa yang mengerikan. Sepanjang malam raja tidak bisa tidur hingga pagi hari. Pagi harinya, karena tidak bisa tidur semalam suntuk, maka wajah raja menjadi pucat pasi, beliau terganggu oleh jeritan-jeritan putus asa yang mengerikan, suara-suara jeritan dari alam peta. Raja pergi menemui Sang Buddha, raja menceritakan pengalamannya mendengarkan suara-suara jeritan putus asa dan bertanya kepada Sang Buddha: Bhante, apakah yang akan terjadi pada diri saya dan ciri-ciri apakah itu, yang mengganggu saya sepanjang malam? Apakah ini suatu pertanda yang buruk bagi saya sebagai raja, Bhante? Sang Buddha dengan tenang memberi jawaban kepada raja: Raja yang agung, tidak akan terjadi apapun pada dirimu raja! Yang terjadi sebenarnya adalah: sanak saudaramu yang terlahir di alam peta menjadi makhluk peta, selama sembilan puluh dua kalpa, mereka telah lama menunggu dan menurut kamma mereka, sudah waktunya mereka mendapatkan pelimpahan jasa. Kalau demikian halnya, apakah mereka bisa mendapatkan pelimpahan jasa hari ini? Raja bertanya kepada Sang Buddha. Sang Buddha memberikan jawaban bahwa: Hal itu bisa dilakukan hari ini. Raja Bimbisara menjadi semangat dan mengundang Sang Buddha serta bhikkhu Sangha untuk menerima dana makan di istana raja, Sang Buddha menyetujui dengan berdiam diri. Raja kembali ke istana, memberi instruksi kepada pelayan istana untuk mempersiapkan dana makanan yang besar dan meriah kepada Sang Buddha dan siswa-siswa Beliau. Beraneka makanan dan minuman dipersiapkan oleh raja, juga kain jubah serta tempat tinggal untuk

17 digilib.uns.ac.id 30 murid-murid-nya. Setelah semuanya siap, raja mempersilahkan Sang Buddha dan siswa-siswa-nya memasuki ruang istana. Ketika sampai di ruang istana raja, Sang Buddha dengan menggunakan kekuatan batin-nya, mampu membuka tabir sehingga raja bisa melihat makhluk peta yang jumlahnya ribuan, mereka berdiri berderet-deret dengan tubuh kurus kering tinggal kulit pembalut tulang, urat-urat nadinya menonjol keluar, rambut kusut seperti ijuk sungguh suatu pemandangan yang mengerikan. Raja merasa kasihan dengan makhluk-makhluk peta tersebut. Raja mulai melayani Sang Buddha dengan mempersembahkan air, dengan pikiran: Semoga jasa dari mempersembahkan air ini, jasanya melimpah pada sanak saudaraku yang terlahir di alam peta. Ketika air itu disentuh dan diterima oleh Sang Buddha, saat itu juga muncul keajaiban: di alam peta muncul kolamkolam air yang dalam, persegi empat, airnya jernih, dan di sana juga tumbuh bunga teratai. Raja bisa melihat semua kejadian di alam peta sekarang makhluk peta bisa minum sepuasnya dan mandi sepuasnya. Tubuh makhluk peta sekarang menjadi segar. Raja semakin bersemangat, raja kemudian mempersembahkan bubur beras kepada Sang Buddha, ketika bubur beras itu disentuh dan diterima oleh Sang Buddha, maka di alam peta seketika muncul makanan-makanan surgawi yang lezat-lezat, sehingga tubuh makhluk peta berubah menjadi segar, sehat dan padat, berisi dan bercahaya. Makhluk peta telah berubah menjadi makhluk surgawi, oleh karena itu, raja semakin bersemangat mempersembahkan kain jubah dan tempat tinggal.sekarang makhluk peta berubah menjadi makhluk dewa dan dewi dengan

18 digilib.uns.ac.id 31 istana yang megah. Raja merasa puas dengan kemuliaan yang telah dialami oleh sanak saudaranya menjadi dewa-dewi yang cemerlang. Berdasar penjelasan di atas dapat disimpulkan pattidana adalah pelimpahan jasa yang diperuntukkan untuk para orang tua atau leluhur yang telah meninggal. Melalui pattidana, orang tua yang telah meninggal diharapkan ikut berbahagia atas perbuatan yang baik yang dilakukan keluarga sehingga terkondisi terlahir di alam bahagia. Dengan terlahir ke alam yang bahagia tentunya sebagai anak juga merasa bahagia karena perbuatan berupa upacara pelimpahan jasa dapat membantu orang tuanya sehingga dapat berbahagia. Sebagai bentuk rasa bhakti anak kepada orangtua akan melakukan pelimpahan jasa kepada orang tuanya yang telah meninggal. Anak yang baik akan banyak melakukan perbuatan jasa, misalnya: (1) mempersembahkan makanan, jubah, obat-obatan kepada anggota Sangha, (2) banyak berdana kepada korban bencana alam, anak yatim piatu, para tuna netra atau orang jompo, (3) melepaskan binatang yang hidupnya menderita, (4) mencetak buku-buku pendidikan atau keagamaan yang kemudian kebagikan kepada mereka yang membutuhkan, (5) berdana untuk pembangunan atau pemeliharaan tempat ibadah dan bermeditasi. Setelah melakukan banyak perbuatan jasa, lalu berdoa semoga orang tua atau sanak keluarga yang telah meninggal dunia turut berbahagia atau turut bersimpati mengetahui keturunannya gemar berbuat kebajikan (Enawaty, 2008: 37). Pendapat di atas dapat disimpulkan sebagai anak yang berbakti kepada orang tua akan senantiasa banyak melakukan perbuatan baik atas nama orang tua yang telah meninggal dunia. Kebajikan-kebajikan yang telah dilakukan kemudian dilimpahan kepada orang tua yang telah meninggal dengan upacara pelimpahan

19 digilib.uns.ac.id 32 jasa. Melalui pelimpahan jasa akan mengkondisikan orang tua yang meninggal dunia akan turut berbahagia. Dalam melaksanakan upacara pelimpahan jasa, umat Buddha akan membacakan paritta atau doa. Paritta adalah kalimat yang penuh perlindungan. Paritta-paritta yang dibacakan dalam upacara pelimpahan jasa antara lain: a. Pubbabhaganamakara berisi tentang memuji Buddha Gotama karena pencapaian penerangan sempurna. b. Saranagamana Patha berisi tentang kalimat perlindungan terhadap Buddha, Dhamma (ajaran Buddha), dan Sangha (perkumpulan para Bhikkhu yang tugasnya menyebarkan Dhamma). c. Pabbatopama Gatha berisi tentang perenungan terhadap kelapukan dan kematian yang mencengkeram semua makhluk hidup dan perenungan berupa kepada setiap makhluk yang mampu menjaga dang mengendalikan perbuatan, ucapan dan pikiran saat kematian datang akan berbahagia di alam surga. d. Ariyadhana Gatha berisi tentang pengembangan terhadap keyakinan, sila (moralitas), dan penembusan terhadap Dhamma. e. Buddhanussati berisi tentang perenungan terhadap Buddha yang telah sempurna dalam tingkah lakunya dan pembimbing manusia dan Dewa. f. Dhammanussati berisi tentang perenungan terhadap ajaran Buddha (Dhamma) yang tak termakan oleh waktu, mengundang untuk dibuktikan. g. Sanghanussati berisi tentang perenungan terhadap Sangha sebagai siswa Buddha yang telah bertindak baik dan patut menerima persembahan. h. Sumanggala Gatha I berisi tentang pujian agar semua makhluk mendapatkan berkah serta semoga para dewa melindungi dan semoga dengan kekuatan

20 digilib.uns.ac.id 33 Buddha, Dhamma, dan Sangha kesejahteraan selalu melimpah pada semua makhluk. i. Bhavana berisi tentang pegembangan pikiran yang penuh cinta kasih dan mendoakan agar mendiang dapat terlahir di alam yang berbahagia. j. Ettavatatiadipattidana berisi tentang harapan agar semua makhluk hidup berbahagia, dan dengan timbunan jasa kebajikan yang telah dilakukan dapat membantu sanak keluarga agar hidup berbahagia (Dhammadhiro, 2012: 16-20). Dalam tradisi pattidana menggunakan air sebagai simbol kebajikan yang telah dilakukan agar melimpah kepada sanak keluarga yang telah meninggal. Air pada tradisi pattidana dituangkan ke gelas atau mangkuk yang kosong. Penuangan air ini sebaiknya dilakukan oleh salah satu sanak keluarga yang mengadakan upacara pelimpahan jasa tersebut. Hal tersebut dilakukan agar orang tua yang telah meninggal dapat berbahagia jika melihat keluarganya atau anaknya masih menghormatinya, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Buddha Gotama sebagai berikut: Sebagaimana sungai yang meluap, airnya akan mengalir memenuhi lautan; demikianlah persembahan yang akan dilakukan oleh sanak keluarga dari alam manusia menuju ke para mendiang Orang yang mengenang budi yang mereka lakukan di waktu lampau bahwa,`ia memberi ini kepadaku. Ia melakukan hal ini untukku. Ia adalah kerabatku, sahabatku, dan temanku,` patut memberikan persembahan dana kepada mereka yang telah meninggal. (Paritta suci; Tirokudda sutta bait 8 & 9 ) Jelas dari apa yang telah disampaikan Buddha Gaotama, ketika kita mengetahui kondisi seperti itu, sebagai kerabat yang masih bernafas sampai detik ini hendaknya kita berfikir, apa yang dapat dilakukan untuk mereka terutama yang

21 digilib.uns.ac.id 34 masih mempunyai ikatan persaudaraan dengan kita atau pernah menjadi orang tua kita dikelahiran yang lampau maupun dikelahiran saat ini. Setidaknya kita berusaha untuk memberikan makan ketika mereka lapar, dan memberi minuman ketika mereka haus. Sebagai anak yang berbakti kepada orang tua, sebagai saudara yang ingat dengan keluarganya, sebagai kerabat yang ingat dengan leluhurnya tentu kita harus mengingat kembali. 4. Hakikat Orang Tua Orang tua menurut Arifin (1997: 114) adalah orang yang menjadi pendidik dan membina yang berada di lingkungan keluarga, orang tua adalah ayah ibu kandung, orang yang dianggap tua (cerdik, pandai, ahli dan sebagainya), orang yang disegani. Orang tua disini adalah ayah dan ibu. Salah satu tugas dan peran orang tua yang tidak dapat dipindahkan adalah mendidik anak anaknya. Sebab orang tua memberi kehidupan anak, maka mereka mempunyai kewajiban yang teramat penting untuk mendidik anak mereka. Jadi tugas sebagai orang tua tidak hanya sekedar menjadi perantara makhluk baru dengan kelahiran, tetapi juga memelihara dan mendidiknya, agar dapat melaksanakan pendidikan terhadap anak-anaknya, maka diperlukan adanya beberapa pengetahuan tentang pendidikan. Mengenai kewajiban orang tua terhadap anak, menurut Wowor (2004: 62) menjelaskan orang tua mempunyai tanggung jawab kepada anak adalah harus dapat menghindarkan anak dari perbuatan yang tidak baik, harus menganjurkan anak untuk selalu berbuat baik dan berguna, memberikan pendidikan yang baik untuk anak. Berdasarkan penjelasan dari Wowor dapat disimpulkan bahwa orang tua memiliki tanggung jawab yang besar untuk anak-anaknya. Orang tua harus

22 digilib.uns.ac.id 35 mengkondisikan anaknya menghindari perbuatan jahat sehingga menjadi anggota masyarakat yang berguna. Orang tua memiliki kewajiban untuk mengkondisikan anak-anaknya berbuat baik dan memberikan pendidikan yang terbaik. Orang tua mengharapkan anaknya menjadi orang yang baik, berbudi pekerti, serta berguna bagi kemasyarakatan. Orang tua harus dapat mengetahui karakter anak sehingga lebih mudah untuk mendidik dan memberikan pendidikan kepada anak. Disamping etika yang baik yang digunakan oleh orang tua dalam memberikan pendidikan juga harus mengajari anak dengan upacan yang benar, berfaedah, tepat pada waktunya, serta bermanfaat bagi anak dan dikembangkan dengan pikiran cinta kasih dan kasih sayang kepada anak (Dhammananda, 2003: 83). Berpijak dari penjelasan Dhammanda dapat disimpulkan orang tua harus mengajari anak dengan ucapan yang benar, berfaedah, tepat pada waktunya. Dengan ucapan yang baik tentunya anak akan mudah dalam bergaul dengan teman-temannya dan orang yang lebih tua. Jasa orang tua amat besar dan sulit terbalas oleh anak-anaknya selama hidupnya. Dalam Kitab Suci Tri Pitaka bagaian Anguttara Nikaya Bab IV ayat 2 Sang Buddha memberikan perumpamaan sebagai berikut : Bila seorang anak menggendong ayahnya dipundak kiri dan ibunya di pundak kanan selama seratus tahun, maka anak tersebut belum cukup membalas jasa kebaikan yang mendalam dari orang tuanya. Orang tua juga memiliki peran sebagai pola asuh bagi anak-anaknya. Pola asuh orang tua merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anakanaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, menunjukkan otoritasnya, dan memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya (Tarmudji, 2011: 4). Berdasarkan pendapat

23 digilib.uns.ac.id 36 Tarmudji orang tua berperan aktif dalam membangun interaksi dengan anakanaknya. Orang tua juga memberikan aturan-aturan demi kebaikan anak-anaknya. Orang tua senantiasa memberikan perhatian kepada anak-anaknya dalam segala kondisi suka maupun duka. Salah satu peran orang tua adalah menjadi guru yang mendidik dan mengajar anaknya. Dalam keluarga dengan penuh cinta kasih orang tua mendidik anaknya agar menghindari kejahatan dan menimbun kebaikkan. Anak yang mendapat pendidikan yang baik akan berbakti dengan menunjang orang tuanya (Mukti, 2006: 321). Berdasarkan penjelasan dari Mukti dapat disimpulkan bahwa orang tua berjasa dalam mendidik anak-anaknya. Orang tua mendidik anaknya dengan penuh cinta kasih. Tujuan orang tua mendidik anaknya agar menjadi anak yang baik dan berbakti kepada orang tua. Dalam mendidik anak-anaknya, orang tua harus menyeimbangkan antara pendidikan moral, intelektual, emosional dan sosial. Apabila orang tua mampu mendidik anaknya baik secara moral, intelektual, emosional dan sosial maka anak diharapkan dalam perkembangannya menjadi anak yang mudah diterima di masyarakat. Orang tua juga pasti akan bangga jika melihat anaknya menjadi anak yang berguna untuk lingkungan dan masyarakat. Suatu keluarga tidak jarang akan menemui perbedaan cara berpikir moral yang telah menjadi kepribadian masing-masing suami istri dalam suatu rumah tangga bukan saja mengakibatkan gagalnya pembentukan kepribadian anak-anak mereka. Karena tidak jarang maka hal itu malah menjadi sumber utama gagalnya suatu rumah tangga yang dibangun oleh keluarga-keluarga pemula dan rumah tangga pun segera berakhir dengan perceraian. Bahkan juga tidak jarang dapat

24 digilib.uns.ac.id 37 meruntuhkan suatu bangunan keluarga yang telah sekian lama dibina dan dalam suatu persesuaian yang tidak kunjung selesai. Sudah tentu, kondisi keluarga yang gagal terbina dengan baik cenderung melahirkan anak-anak dengan kepribadian yang kurang baik. Bagi suatu keluarga (suami istri) yang memiliki tingkat perbedaan yang tinggi dalam cara berpikir moralnya, maka diantara mereka akan terjadi kondisi saling tarik menarik. Kondisi tarik-menarik dan masa-masa persesuaian cara berpikir moral ini jika berjalan lancar, maka suami atau istri mengikuti dari salah satu cara berpikir moral lainnya. Dalam hal ini, perlu diketahui bahwa masa-masa penyesuaian ini membutuhkan waktu yang cukup panjang dan memerlukan strategi yang tepat. Panjang pendeknya waktu yang dibutuhkan antara lain bergantung pada jauh tidaknya jarak perbedaan yang dimiliki oleh pasangan suami istri tersebut. Adapun strategi yang tepat untuk digunakan adalah dilakukan oleh pihak yang telah memiliki cara berpikir moral yang lebih tinggi karena secara teoritis ada kecenderungan bahwa cara berpikir moral yang lebih tinggi akan dapat menarik cara berpikir moral yang lebih rendah, bukan sebaliknya. Kondisi tarik menarik dan persesuaian cara berpikir moral yang terjadi pada suami istri tidak selalu berakhir dengan lancar sehingga rumah tangga menjadi damai dan tenteram. Tidak jarang ditemukan suatu rumah tangga terbina di dalam suatu kondisi dimana cara berpikir moral antara suami istri tetap berbeda selamanya. Kondisi dan situasi yang demikian diikuti dan disanksikan oleh anakanak setiap saat. Bahkan anak-anak mereka juga ikut serta bermain dalam suasana saling mendukung dalam perbedaan cara berpikir moral tersebut. Kondisi demikian, memang tidak salah dan juga tidak berbahaya selama dilakukan dalam

25 digilib.uns.ac.id 38 suasana rumah tangga yang demokratis dan dilandasi oleh suasana cinta kasih keluarga serta dalam nuansa penerapan ketiga prinsip moral yang telah disebutkan. Oleh karena itu, yang menjadi pokok persoalan adalah bagaimana ketiga prinsip moral (kemerdekaan, kesamaan, dan saling terima) benar-benar dimiliki oleh setiap orang tua, baik suami maupun istri dalam suatu keluarga. Jika ketiga prinsip moral tidak menjadi pegangan suatu keluarga, maka hampir dapat dipastikan akan terjadinya kegagalan dalam usaha pembentukan kepribadian anak melalui rumah tangga. Artinya, cara berpikir moral kognitif tidak akan berhasil apabila kondisi prasyarat yang dibutuhkan tidak dipenuhi terlebih dahulu karena peningkatan pertimbangan moral dapat berkembang dalam suasana noninduktif. Adanya perbedaan cara berpikir moral yang dibangun atas pertimbangan moral akan dapat mengubah moral kognitif setiap orang yang ada dalam keluarga. Sebaliknya, tiadanya perbedaan cara berpikir moral dalam bentuk tingkat pertimbangan moral yang lebih tinggi, maka akan menyebabkan kemacetan pertumbuhan moral kognitif orang yang terdapat dalam keluarga. (Sjarkawi, 2011:80). Berdasarkan kutipan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa orang tua harus memperhatikan lingkungan keluarga sehingga dapat menciptakan lingkungan yang sehat, nyaman, serasi serta lingkungan yang sesuai dengan keadaan anak. Orang tua juga sangat dibutuhkan dalam pembentukan moral anaknya sehingga dapat mendidik seorang anak menjadi anak yang berbakti terhadap orang tua. Dengan memberi contoh perbuatan moral yang baik serta berpegang pada tiga prinsip moral maka orang tua sudah mengajarkan hal yang baik terhadap anaknya.

26 digilib.uns.ac.id Hakikat Anak Definisi anak adalah keturunan kedua, yang menurut hukum mempunyai usia tertentu hingga hak dan kewajibanya dianggap terbatas. Dalam hal ini yang dimaksud dengan anak disini adalah anggota dalam suatu keluarga yang berasal dari keturunan orang tua mereka yang keberadaanya merupakan bagian terpenting dalam memfokuskan dalam pemberian bimbingan, arahan dan pemberian pendidikan serta tanggung jawab orang tua lainnya. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 4 dituliskan bahwa Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Peraturan tersebut menegaskan hak anak yang harus dilindungi oleh orang tua hingga tumbuh menjadi pribadi yang mandiri. Waktu memasuki dunia sekolah pada umur lima atau enam tahun, anak sudah memiliki kepribadian yang dinamis yang tercermin dalam sikap, kebiasaan dan ide-ide mengenai setiap aspek kehidupan. Sifat-sifat emosional dan sosial ini mempengaruhi kemampuan belajarnya. Kalau anak telah mengalami perlakuan yang penuh kasih sayang serta telah memperoleh latihan-latihan yang diperlukan, akan bergairah sekali belajar, sifat kebocahanya akan ditinggalkan, minatnya akan lebih tertuju pada orang lain dan kesediaannya bekerjasama dengan guru pun akan semakin mantap. Sebaliknya, apabila orang tua tidak berhasil memberikan kasih sayang yang diperlukan, anak berkemungkinan tidak berhasil menjadi murid yang baik dan berhasil, sekolah bahkan menjadi beban tambahan disamping beban keinginan orang tua yang dipikulnya (Mahmud, 1990:144).

27 digilib.uns.ac.id 40 Lebih lanjut lagi, seorang anak belajar bagaimana cara memberikan kasih sayang terhadap sesama dari dalam lingkungan keluarga. Perasaan marah dan kasih sayang seorang anak diwarnai dari rumah dan tempat tinggalnya. Berbagai macam perasaan dan sikap yang menjadi dasar dalam berinteraksi dan berhubungan dengan sesama manusia berawal dari lingkungan rumah tangga. Pengalaman-pengalaman tersebut akan tertanam kuat dalam jiwanya sehingga segala perilakunya dalam menyikapi perkara yang baik atau yang buruk, ego, dan kecenderungannya semuanya tergantung dan bersumber dari kondisi kehidupan rumah tangga (Ningsih, 2008: 7). Dalam kehidupan rumah tangga, anak mampu menjadi meyikapi segala permasalahan tergantung dari kondisi keluarga. Kepribadian anak dalam menyikapi permasalahan juga dapat menentukan kedewasaan anak. Seorang anak dalam menjaga orang tuanya hendaknya mengerti tentang karakteristik orang tuanya agar dalam merawat orang tua di kemudian hari tidak mendapatkan kesulitan yang besar. Kepribadian merupakan ciri atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya, keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir. Menurut Paul Gunadi (Sjarkawi, 2011: 11-12) pada umumnya terdapat lima penggolongan kepribadian yang sering dikenal dalam kehidupan sehari-hari, yaitu sebagai berikut: a. Tipe Sanguin Seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri-ciri antara lain: memiliki banyak kekuatan, bersemangat, mempunyai gairah hidup, dapat membuat lingkungannya gembira dan senang. Akan tetapi, tipe ini pun memiliki

28 digilib.uns.ac.id 41 kelemahan, antara lain: cenderung implusif, bertindak sesuai emosinya atau keinginannya. Orang tipe seperti ini sangat mudah dipengaruhi oleh lingkungannya dan rangsangan dari luar dirinya, kurang bisa menguasai diri atau penguasaan diri lemah, cenderung mudah jatuh ke dalam percobaan karena godaan dari luar dapat dengan mudah memikatnya dan dia bisa masuk terperosok ke dalamnya b. Tipe Flegmatik Seseorang yang termasuk dalam tipe ini memiliki ciri antara lain: cenderung tenang, gejolak emosi tidak tampak, misalnya dalam kondisi sedih atau senang, sehingga turun naiknya emosi tidak terlihat secara jelas. Orang bertipe seperti ini cenderung dapat menguasai dirinya dengan cukup baik dan lebih introspektif, memikirkan ke dalam, dan mampu melihat, menatap, dan memikirkan masalah-masalah yang terjadi disekitarnya. Orang bertipe ini juga memiliki kelemahan, antara lain: ada kecenderungan untuk mengambil mudahnya dan tidak mau susahnya. Dengan kelemahan ini, mereka kurang mau berkorban demi orang lain dan cenderung egois. c. Tipe Melankolik Orang yang termasuk tipe ini memiliki ciri antara lain: terobsesi dengan karyanya yang paling bagus atau paling sempurna, mengerti estetika keindahan hidup, perasaannya sangat kuat, dan sangat sensitif. Kelemahan dari orang bertipe ini antara lain: sangat mudah dikuasi oleh perasaan dan cenderung perasaan yagn mendasari hidupnya sehari-hari adalah perasaan yang murung. Pembentukan kepribadian melalui peningkatan pertimbangan moral, kiranya dapat membantu kelompok ini dalam mengatasi perasaannya yang kuat dan

29 digilib.uns.ac.id 42 sensitivitas yang mereka miliki melalui peningkatan kognitifnya. Dengan demikian, kekuatan emosionalnya dapat berkembang secara seimbang dengan perkembangan moral kognitifnya. d. Tipe Korelik Orang yang termasuk tipe ini memiliki ciri antara lain: cenderung berorientasi pada pekerjaan dan tugas, mempunyai disiplin kerja yang sangat tinggi, mampu melaksanakan tugas dengan setia dan bertanggung jawab atas tugas yang diembannya. Orang yang bertipe ini memiliki kelemahan antara lain: kurang mampu merasakan perasaan orang lain, kurang mampu mengembangkan rasa kasihan pada orang yang sedang menderita, dan perasaannya kurang bermain. Kelompok ini perlu ditingkatkan kepekaan sosialnya melalui pengembangan emosional yang sedang seimbang dengan moral kognitifnya sehingga menjadi lebih peka terhadap penderitaan orang lain. e. Tipe Asertif Seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri antara lain: mampu menyatakan pendapat, ide, dan gagasannya secara tegas, kritis, tetapi perasaannya halus sehingga tidak menyakiti perasaan orang lain. Perilaku mereka mempertahankan hak sendiri, tetapi tidak sampai mengabaikan atau mengancam hak orang lain, melibatkan perasaan dan kepercayaan orang lain sebagai bagian dari interaksi dengan mereka, mengekspresikan perasaan dan kepercayaan sendiri dengan cara terbuka, langsung, jujur, dan tepat. Karena tipe asertif ini adalah tipe yang ideal maka tidak banyak ditemukan kelemahannya. Oleh karena itu, peningkatan pertimbangan moral kognitif anak

30 digilib.uns.ac.id 43 didik secara sadar dan terencana diniatkan untuk mencapai model kepribaian tipe asertif ini (Sjarkawi, 2011: 11-12). Agar anak-anak memiliki kepribadian yang baik dan terhindar dari pelanggaran-pelanggaran moral, maka perlu adanya pembinaan agama sejak dini kepada anak-anak dalam keluarga dan adanya kerja sama antara keluarga, sekolah dan masyarakat. Sebaik apapun pendidikan moral dalam keluarga tanpa adanya dukungan dari sekolah dan masyarakat, sulit bagi anak-anak untuk memiliki kepribadian yang baik. Begitu juga pendidikan kepribadian di sekolah, tanpa adanya dukungan dari keluarga dan masyarakat sulit bagi anak untuk memiliki pribadi yang baik. Dengan demikian, ketiga jenis lembaga ini tidak dapat dipisahkan dan harus saling mendukung. Proses pembinaan nilai-nilai agama dalam membentuk kepribadian anakanak dapat dimulai sejak lahir sampai dewasa. Ketika lahir anak sudah diperkenalkan dengan agama. Bersamaan dengan itu, anak-anak dibimbing mengenai nilai-nilai moral, seperti cara bertutur kata yang baik, berpakaian yang baik, bergaul dengan baik, dan lainnya. Kepada anak-anak ditanamkan sifat-sifat yang baik, seperti nilai kejujuran, keadilan, hidup sederhana, sabar dan lainnya. Selain itu, agar anak-anak memiliki nilai-nilai moral yang baik, juga di dalam keluarga, khususnya antara ibu dan bapak harus menjaga harmonisasi hubungan antara keduanya dan harus menjadi suri tauladan bagi anak-anaknya. Kepribadian merupakan pembawaan atau pola kelakuan seseorang. Anak dalam hal berbakti terhadap orang tuanya harus dimulai dari membentuk kepribadian anak tersebut. Kepribadian meliputi tingkah laku, cara berpikir, perasaan, dan cara sehari-hari dalam berinteraksi dengan keluarga dan orang lain.

31 digilib.uns.ac.id 44 Orang tua dapat membentuk kepribadian seorang anak dari sejak dini agar kedepannya ketika anak sudah menginjak dewasa dan berumah tangga sendiri, anak masih ingat akan jasa orang tuanya. Dengan mengingat jasa dari orang tuanya, anak hendaknya mampu menjadi anak yang berbhakti terhadap orang tuanya. Dari hal ini, hubungan antara orang tua dan anak tidak dapat dipisahkan, karena sebaik atau seburuk apapun anak itu merupakan hasil dari didikan orang tua atau lingkungan keluarganya. 6. Landasan Teori a. Hermeneutika Hermeneutika berasal dari kata Yunani; hermencuein, yang artinya diterjemahkan "menafsirkan", kata bendanya: hermeneia artinya "tafsiran". Dalam tradisi Yunani kuno kata hermeneuein dipakai dalam tiga makna, yaitu mengatakan (to say), menjelaskan (to explain), dan menerjemahkan (to translate). Dari tiga makna ini, kemudian dalam kata Inggris diekspresikan dengan kata: to interpret, Dengan demikian perbuatan interpretasi menunjuk pada tiga hal pokok: pengucapan lisan (an oral recitation), penjelasan yang masuk akal (areasonable explanation), dan terjemahan dari bahasa lain (a translation from another language), atau mengekspresikan (Palmer, 1969: 23). Menafsirkan sesuatu berhubungan dengan proses perubahan. Perubahan yang tadinya belum mengerti menjadi mengerti. Hal ini juga dikemukakan oleh Richard E. Palmer dalam buku Hermeneuitk sebuah metode filsafat karya E. Sumaryono tahun 1999 hal. 24 yang menyatakan bahwa istilah hermeneuitk pada akhirnya dapat diartikan sebagai proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti. Perubahan tersebut yang mendasari adanya

UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya

UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya 1 UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya Kelahiran Bodhisattva berikut menunjukkan bagaimana sebagai seorang pertapa, beliau mempraktikkan kemurahan hati dan pemberian secara terusmenerus,

Lebih terperinci

Mari berbuat karma baik dengan mendanai cetak ulang buku ini sebagai derma Dharma kepada sesama dan pelimpahan jasa kepada leluhur.

Mari berbuat karma baik dengan mendanai cetak ulang buku ini sebagai derma Dharma kepada sesama dan pelimpahan jasa kepada leluhur. book Bakti Kepada Bakti Kepada Orangtua merupakan paduan ajaran klasik Buddha yang inspiratif dengan tampilan modern yang atraktif, sehingga merupakan sarana efektif untuk: membelajarkan sifat luhur sejak

Lebih terperinci

Sutta Nipata menyebut keempat faktor sebagai berikut: Lebih lanjut, murid para

Sutta Nipata menyebut keempat faktor sebagai berikut: Lebih lanjut, murid para 1 Ciri-ciri Seorang Sotapanna (The Character of a Stream-enterer) Pada umumnya Tipitaka menjelaskan seorang Sotapanna sehubungan dengan empat faktor. Tiga faktor pertama dari keempat faktor Sotapatti ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu fenomena yang menarik pada zaman modern di Indonesia adalah pemahaman dan implementasi tentang nilai-nilai moral dalam kehidupan masyarakat kita yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi merupakan aktivitas ilmiah tentang prilaku manusia yang berkaitan dengan proses mental

Lebih terperinci

LEMBAR SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN SMA EHIPASSIKO SCHOOL BSD

LEMBAR SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN SMA EHIPASSIKO SCHOOL BSD LEMBAR SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2016-2017 SMA EHIPASSIKO SCHOOL BSD Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Hari, Tgl : Rabu, 8 Maret 2017 Kelas/Semester : X/ganjil Alokasi Waktu : 10.30-12.30

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN A. Analisis Tujuan Pendidikan Akhlak Anak dalam Keluarga Nelayan di Desa Pecakaran Kec. Wonokerto.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pattidana berasal dari dua kata yaitu patti jasa, dan dana pelimpahan

BAB I PENDAHULUAN. Pattidana berasal dari dua kata yaitu patti jasa, dan dana pelimpahan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pattidana berasal dari dua kata yaitu patti jasa, dan dana pelimpahan atau memberi. Pattidana adalah berdana dengan cara pelimpahan jasa. Pattidana

Lebih terperinci

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) 21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya

Lebih terperinci

Agama dan Tujuan Hidup Umat Buddha Pengertian Agama

Agama dan Tujuan Hidup Umat Buddha Pengertian Agama Agama dan Tujuan Hidup Umat Buddha Pengertian Agama Kata agama berasal dari kata dalam bahasa Pali atau bisa juga dari kata dalam bahasa Sansekerta, yaitu dari akar kata gacc, yang artinya adalah pergi

Lebih terperinci

Kasih dan Terima Kasih Kasih dan Terima Kasih

Kasih dan Terima Kasih Kasih dan Terima Kasih Namo tassa bhagavato arahato sammā sambuddhassa. Pada kesempatan yang sangat baik ini saya menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada seluruh jajaran pengurus Dhammavihārī Buddhist Studies (DBS)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat peka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memeluk suatu ajaran atau agama tersebut. Manusia terikat dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang memeluk suatu ajaran atau agama tersebut. Manusia terikat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agama memiliki pengaruh besar terhadap tindakan dan prilaku manusia yang memeluk suatu ajaran atau agama tersebut. Manusia terikat dengan aturan-aturan dan ideologi

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL 1. Bentuk dan Fungsi Lembaga Sosial Pada dasarnya, fungsi lembaga sosial dalam masyarakat beraneka macam berdasarkan jenis-jenis lembaganya. Oleh karena itu, kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernilai, penting, penerus bangsa. Pada kenyataannya, tatanan dunia dan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. bernilai, penting, penerus bangsa. Pada kenyataannya, tatanan dunia dan perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas keadaan anak di muka peta dunia ini masih belum menggembirakan. Nasib mereka belum seindah ungkapan verbal yang kerap kali memposisikan anak bernilai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

Dhamma Inside. Bersikap Ramah. Standar. Berada di luar Kata-kata : Alamilah Sendiri. Vol Oktober 2015

Dhamma Inside. Bersikap Ramah. Standar. Berada di luar Kata-kata : Alamilah Sendiri. Vol Oktober 2015 Dhamma Inside Vol. 23 - Oktober 2015 Bersikap Ramah Standar Berada di luar Kata-kata : Alamilah Sendiri Bersikap Ramah Oleh : Bhikkhu Santacitto Pada umumnya, ramah dipahami sebagai sikap positif yang

Lebih terperinci

SILABUS. Kegiatan Pembelajaran Instrumen. Mengidentifikasi delapan anugerah yang diminta. Tes Lisan. Pangeran Siddharta

SILABUS. Kegiatan Pembelajaran Instrumen. Mengidentifikasi delapan anugerah yang diminta. Tes Lisan. Pangeran Siddharta SILABUS Sekolah : SMP NEGERI 4 TANJUNGPINANG Kelas : VIII (Delapan) Mata Pelajaran : PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA Semester : 1 (Satu) Aspek : Sejarah Standar Kompetensi : 1. Mengungkapkan sejarah Pangeran Siddharta

Lebih terperinci

D. ucapan benar E. usaha benar

D. ucapan benar E. usaha benar 1. Keyakinan yang dituntut dalam agama Buddha adalah A. keyakinan tanpa dasar terhadap seluruh ajaran Buddha B. keyakinan yang muncul dari proses pembelajaran, pengalaman, dan perenungan C. keyakinan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membiasakan anak dengan prinsip-prinsip hidup yang mencerminkan kepribadian

BAB I PENDAHULUAN. membiasakan anak dengan prinsip-prinsip hidup yang mencerminkan kepribadian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terciptanya keluarga yang baik harus diawali dengan suatu pernikahan, karena pernikahan adalah satu-satunya sarana untuk membentuk rumah tangga dan melahirkan anak-anak.

Lebih terperinci

Pendahuluan Tipiṭaka. Pariyatti Sāsana hp ; pin. Sunday, September 29, 13

Pendahuluan Tipiṭaka. Pariyatti Sāsana  hp ; pin. Sunday, September 29, 13 Pendahuluan Tipiṭaka Pariyatti Sāsana www.pjbi.org; hp.0813 1691 3166; pin 2965F5FD Kronologi Kanon Pāḷi Tradisi lisan pada jaman Buddha. Kitab suci yang ada sekarang bersumber pada Konsili-konsili yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra bukanlah hal yang asing bagi manusia, bahkan sastra begitu akrab karena dengan atau tanpa disadari terdapat hubungan timbal balik antara keduanya.

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN. Indikator Pencapaian Kompetensi Instrumen

SILABUS PEMBELAJARAN. Indikator Pencapaian Kompetensi Instrumen SILABUS PEMBELAJARAN Sekolah : SMP Kelas : VIII (Delapan) Mata Pelajaran : PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA Semester : 1 (Satu) Aspek : Sejarah Standar : 1. Mengungkapkan sejarah Pangeran Siddharta pada masa bertapa

Lebih terperinci

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Dasar (SD)

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Dasar (SD) 21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

Merenungkan/Membayangkan Penderitaan Neraka

Merenungkan/Membayangkan Penderitaan Neraka Merenungkan/Membayangkan Penderitaan Neraka Oleh: U Sikkhānanda (Andi Kusnadi) Seseorang harus benar-benar mempertimbangkan dan merenungkan penderitaan yang akan dijalaninya di neraka. Sewaktu Sang Buddha

Lebih terperinci

6. Pattidāna. (Pelimpahan Kebajikan) hp , pin bb.2965f5fd

6. Pattidāna. (Pelimpahan Kebajikan)  hp , pin bb.2965f5fd 6. Pattidāna (Pelimpahan Kebajikan) Tirkuḍḍa sutta 1 (Khp. 6) Makanan dan minuman berlimpah, makanan keras maupun lunak dihidangkan, tetapi tidak ada serangpun yang mengingat mereka. Mahluk-mahluk terkndisi

Lebih terperinci

Dharmayatra tempat suci Buddha

Dharmayatra tempat suci Buddha Dharmayatra tempat suci Buddha 1. Pengertian Dharmayatra Dharmayatra terdiri dari dua kata, yaitu : dhamma dan yatra. Dharmma (Pali) atau Dharma (Sanskerta) artinya kesunyataan, benar, kebenaran, hukum,

Lebih terperinci

SĪLA-2. Pariyatti Sāsana hp ; pin!

SĪLA-2. Pariyatti Sāsana  hp ; pin! SĪLA-2 Pariyatti Sāsana www.pjbi.or.id; hp.0813 1691 3166; pin! 2965F5FD Murid-buangan (Upāsakacaṇḍāla) Vs Murid-permata (upāsakaratana) Murid buangan atau pengikut-yang-ternoda (upāsakamala) atau pengikut-kelas-bawah

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBINAAN UMAT OLEH DHARMADUTA. Oleh: Warsito. Abstrak:

STRATEGI PEMBINAAN UMAT OLEH DHARMADUTA. Oleh: Warsito. Abstrak: STRATEGI PEMBINAAN UMAT OLEH DHARMADUTA Oleh: Warsito Abstrak: Perkembangan Dharmaduta di Indonesia telah berkembang pesat sejak masa kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur.

Lebih terperinci

yang berhubungan dengan aturan agama Islam. Hal yang wajib dilakukan secara tertib adalah melaksanakan shalat. Shalat merupakan tiang agama Islam

yang berhubungan dengan aturan agama Islam. Hal yang wajib dilakukan secara tertib adalah melaksanakan shalat. Shalat merupakan tiang agama Islam 1 NYAI AHMAD DAHLAN Bangsa Indonesia pada umumnya, khususnya keluarga besar Muhammadiyah dan Aisiyah di manapun berada, selayaknyalah menyambut gembira Surat Keputusan Republik Indonesia, Jenderal Soeharto

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. masyarakat itu sendiri. Akan tetapi, masyarakat itu sangatlah kompleks. Untuk menjadikan

BAB II LANDASAN TEORI. masyarakat itu sendiri. Akan tetapi, masyarakat itu sangatlah kompleks. Untuk menjadikan BAB II LANDASAN TEORI Eksistensi dari karya sastra di tengah masyarakat tidak lepas dari pengakuan masyarakat itu sendiri. Akan tetapi, masyarakat itu sangatlah kompleks. Untuk menjadikan karya sastra

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu dimana manusia mempunyai perasaan, jiwa, hati dan pikiran masing-masing

Lebih terperinci

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan L A M P I R A N 57 INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan Anda diminta untuk memilih 1 (satu) pernyataan dari setiap rumpun yang

Lebih terperinci

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD)

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) 11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia dalam kehidupannya. Kemajuan zaman memiliki nilai yang positif dalam kehidupan manusia, dimana pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG A. Analisis tentang Upaya Guru PAI dalam Membina Moral Siswa SMP Negeri 1 Kandeman Batang Sekolah adalah lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan anak-anak supaya memiliki visi dan masa depan sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan anak-anak supaya memiliki visi dan masa depan sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan generasi penerus bangsa. Di pundaknya teremban amanat guna melangsungkan cita-cita luhur bangsa. Oleh karena itu, penyiapan kader bangsa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : II/MPR/1978 TENTANG PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN PANCASILA (EKAPRASETIA PANCAKARSA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS

Lebih terperinci

BUTIR BUTIR PANCASILA YANG TERBARU BESERTA CONTOH PENGAMALAN

BUTIR BUTIR PANCASILA YANG TERBARU BESERTA CONTOH PENGAMALAN BUTIR BUTIR PANCASILA YANG TERBARU BESERTA CONTOH PENGAMALAN Butir butir Pancasila yang dahulu ada 36 butir sekarang diubah menjadi 45 butir pancasila. Dan sekarang ini masyarakat banyak yang belum tahu

Lebih terperinci

Kebahagiaan Berdana. Diposkan pada 02 Desember 2015

Kebahagiaan Berdana. Diposkan pada 02 Desember 2015 Kebahagiaan Berdana Diposkan pada 02 Desember 2015 Berdana dan melaksanakan Dhamma di dalam kehidupan sehari-hari, itulah berkah utama Kehidupan berlangsung terus dari waktu ke waktu. Hari berganti bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk memotivasi, membina, membantu, serta membimbing seseorang untuk mengembangkan segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan

Lebih terperinci

2. "Hiduplah dengan penuh hikmat terhadap orang-orang luar, pergunakanlah waktu yang ada. " Kolose 4:5.

2. Hiduplah dengan penuh hikmat terhadap orang-orang luar, pergunakanlah waktu yang ada.  Kolose 4:5. 1. "Tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus

Lebih terperinci

SEKOLAH SESUDAH INI. "Dan mereka akan melihat wajah-nya dan nama-nya akan tertulis di dahi mereka."

SEKOLAH SESUDAH INI. Dan mereka akan melihat wajah-nya dan nama-nya akan tertulis di dahi mereka. SEKOLAH SESUDAH INI "Dan mereka akan melihat wajah-nya dan nama-nya akan tertulis di dahi mereka." Sorga adalah sebuah sekolah; bidang studinya, alam semesta; gurunya, Yang tak berkesudahan hari-nya. Cabang

Lebih terperinci

Mengapa bhikkhu harus dipotong rambutnya? Mengapa bhikkhu itu tidak boleh beristeri? Mengapa anak perempuan tidak boleh dekat bhikkhu?

Mengapa bhikkhu harus dipotong rambutnya? Mengapa bhikkhu itu tidak boleh beristeri? Mengapa anak perempuan tidak boleh dekat bhikkhu? TENTANG SANG BUDDHA 1. Apa arti kata Buddha? Kata Buddha berarti "Yang telah Bangun" atau "Yang telah Sadar", yaitu seseorang yang dengan usahanya sendiri telah mencapai Penerangan Sempurna. 2. Apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak

Lebih terperinci

Islami. Pernikahan Dalam Islam

Islami. Pernikahan Dalam Islam Islami Pernikahan Dalam Islam Pernikahan merupakan ikatan diantara dua insan yang mempunyai banyak perbedaan, baik dari segi fisik, asuhan keluarga, pergaulan, cara berfikir (mental), pendidikan dan lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Keluarga adalah tempat pertama bagi anak belajar mengenai segala hal yang ada dalam kehidupan. Orang tua berperan penting dalam perkembangan anak dan memiliki

Lebih terperinci

Sutta Kalama: Kepada Para Kalama (Kalama Sutta: To the Kalamas)

Sutta Kalama: Kepada Para Kalama (Kalama Sutta: To the Kalamas) 1 Sutta Kalama: Kepada Para Kalama (Kalama Sutta: To the Kalamas) [Anguttara Nikaya 3.65] Demikianlah telah saya dengar. Bhagavan sedang melakukan perjalanan bersama orang-orang Kosala dengan sekumpulan

Lebih terperinci

Khanti Sebagai Kekuatan Mendidik Bagi Guru TK. Wiska Wijaya NIM Masa usia dini anak merupakan masa keemasan (golden ages), usia 0-8

Khanti Sebagai Kekuatan Mendidik Bagi Guru TK. Wiska Wijaya NIM Masa usia dini anak merupakan masa keemasan (golden ages), usia 0-8 Khanti Sebagai Kekuatan Mendidik Bagi Guru TK Wiska Wijaya NIM 0250111010489 Masa usia dini anak merupakan masa keemasan (golden ages), usia 0-8 tahun merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitif untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan

I. PENDAHULUAN. Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan diwariskan manusia dari generasi ke generasi. Setiap bangsa memiliki kebudayaan, meskipun

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI AGAMA RI PADA PERINGATAN HARI AMAL BAKTI KE-69 KEMENTERIAN AGAMA TANGGAL 3 JANUARI 2015

SAMBUTAN MENTERI AGAMA RI PADA PERINGATAN HARI AMAL BAKTI KE-69 KEMENTERIAN AGAMA TANGGAL 3 JANUARI 2015 SAMBUTAN MENTERI AGAMA RI PADA PERINGATAN HARI AMAL BAKTI KE-69 KEMENTERIAN AGAMA TANGGAL 3 JANUARI 2015 Assalamu alaikum wr. Wb. Salam sejahtera untuk kita semua, Saudara-saudara keluarga besar Kementerian

Lebih terperinci

Pengenalan Abhidhamma

Pengenalan Abhidhamma (Sesion 1) TRIPITAKA/TIPITAKA Pengenalan Abhidhamma 1. Pengertian Abhidhamma 2. Abhidhamma merupakan bagian dari Tipitaka 3. Sejarah Abhidhamma 4. 5 macam maksud abhidhamma 5. Pengertian Abhidhammatthasangaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memiliki buah hati tentunya merupakan dambaan bagi setiap orang yang telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah terbesar nan

Lebih terperinci

Tidak Ada Ajahn Chan. Kelahiran dan Kematian

Tidak Ada Ajahn Chan. Kelahiran dan Kematian Tidak Ada Ajahn Chan Kelahiran dan Kematian Latihan yang baik adalah bertanya kepada diri Anda sendiri dengan sungguh-sungguh, "Mengapa saya dilahirkan?" Tanyakan diri Anda sendiri dengan pertanyaan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua. BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Kematian bagi masyarakat Tionghoa (yang tetap berpegang pada tradisi) masih sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber malapetaka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Ratu Ester yang Cantik

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Ratu Ester yang Cantik Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan Ratu Ester yang Cantik Allah menunjuk kepada Tuhan dalam Alkitab. Penulis: Edward Hughes Digambar oleh: Janie Forest Disadur oleh: Ruth Klassen Diterjemahkan oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unsur penentu pertama dan utama keberhasilan pembinaan anak sebagai generasi penerus. Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah,

Lebih terperinci

CERITA RAKYAT DEWI SRITANJUNG SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI KEARIFAN LOKAL

CERITA RAKYAT DEWI SRITANJUNG SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI KEARIFAN LOKAL CERITA RAKYAT DEWI SRITANJUNG SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI KEARIFAN LOKAL Firdauzia Nur Fatimah, Edy Tri Sulistyo Universitas Sebelas Maret ningfirda15@gmail.com, edytrisulistyo9@gmail.com

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu tradisi dipersatukannya dua insan manusia dalam ikatan suci, dan keduanya ingin mencapai tujuan yang sama yaitu menjadi keluarga yang harmonis.

Lebih terperinci

Sutta Mahavacchagotta (The Greater Discourse to Vacchagotta)

Sutta Mahavacchagotta (The Greater Discourse to Vacchagotta) 1 Sutta Mahavacchagotta (The Greater Discourse to Vacchagotta) Demikianlah telah saya dengar. Suatu ketika Bhagavan sedang berada di Kalantakanivapa, Hutan Bambu, di Rajagaha. Kemudian Samana Vacchagotta

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak (baik yang dilahirkan ataupun diadopsi). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai orang tua kadang merasa jengkel dan kesal dengan sebuah kenakalan anak. Tetapi sebenarnya kenakalan anak itu suatu proses menuju pendewasaan dimana anak

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK 32 BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Hak dan Kewajiban antara Orang Tua dan Anak menurut UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang yang memiliki ciri-ciri pengenal kebudayaan yang membedakannya dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang yang memiliki ciri-ciri pengenal kebudayaan yang membedakannya dari 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Cerita Rakyat Cerita rakyat merupakan bagian folklore, yang dimaksud adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal kebudayaan yang membedakannya dari kelompok

Lebih terperinci

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA - 1266 - E. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA KELAS : I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MAHA SANGHA SABHA (PASAMUAN AGUNG) TAHUN 2002 SANGHA THERAVADA INDONESIA. Nomor : 02/PA/VII/2002

KEPUTUSAN MAHA SANGHA SABHA (PASAMUAN AGUNG) TAHUN 2002 SANGHA THERAVADA INDONESIA. Nomor : 02/PA/VII/2002 KEPUTUSAN Nomor : 02/PA/VII/2002 Tentang: PROGRAM KERJA LIMA TAHUN ( TAHUN 2002 2007 ) NAMO TASSA BHAGAVATO ARAHATO SAMMASAMBUDDHASSA Memperhatikan : Musyawarah dan mufakat dalam Mahã Sangha Sabhã (Pesamuan

Lebih terperinci

Mari berbuat karma baik dengan mendanai cetak ulang buku ini sebagai derma Dharma kepada sesama dan pelimpahan jasa kepada leluhur, agar ajaran

Mari berbuat karma baik dengan mendanai cetak ulang buku ini sebagai derma Dharma kepada sesama dan pelimpahan jasa kepada leluhur, agar ajaran book Mari berbuat karma baik dengan mendanai cetak ulang buku ini sebagai derma Dharma kepada sesama dan pelimpahan jasa kepada leluhur, agar ajaran Buddha bisa kita sebar kepada banyak orang. KARMA Ajaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan karakter secara eksplisit maupun implisit telah terbentuk dalam berbagai mata pelajaran yang diajarkan. Melalui pendidikan karakter diharapkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS POLA BIMBINGAN AGAMA ISLAM ANAK KARYAWAN PT. PISMATEX DI DESA SAPUGARUT

BAB IV ANALISIS POLA BIMBINGAN AGAMA ISLAM ANAK KARYAWAN PT. PISMATEX DI DESA SAPUGARUT BAB IV ANALISIS POLA BIMBINGAN AGAMA ISLAM ANAK KARYAWAN PT. PISMATEX DI DESA SAPUGARUT Pada bab ini, peneliti akan menganalisis kegiatan bimbingan agama Islam anak karyawan PT. Pismatex di desa Sapugarut

Lebih terperinci

RELIGIUS SEBAGAI MISTIK DAN NABI DI TENGAH MASYARAKAT Rohani, Juni 2012, hal Paul Suparno, S.J.

RELIGIUS SEBAGAI MISTIK DAN NABI DI TENGAH MASYARAKAT Rohani, Juni 2012, hal Paul Suparno, S.J. 1 RELIGIUS SEBAGAI MISTIK DAN NABI DI TENGAH MASYARAKAT Rohani, Juni 2012, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Suster Mistika dikenal oleh orang sekitar sebagai seorang yang suci, orang yang dekat dengan Tuhan,

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 234 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Perkawinan merupakan rentetan daur kehidupan manusia sejak zaman leluhur. Setiap insan pada waktunya merasa terpanggil untuk membentuk satu kehidupan baru, hidup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Seseorang yang mengalami peristiwa membahagiakan seperti dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Seseorang yang mengalami peristiwa membahagiakan seperti dapat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai pengalaman baik positif maupun negatif tidak dapat lepas dari kehidupan seseorang. Pengalaman-pengalaman tersebut akan memberi pengaruh yang pada akhirnya

Lebih terperinci

Tata Upacara Pernikahan Sipil

Tata Upacara Pernikahan Sipil Tata Upacara Pernikahan Sipil 1 Penyerahan calon mempelai oleh wakil keluarga K Romo yang kami hormati. Atas nama orang tua dan keluarga dari kedua calon mempelai, perkenankanlah kami menyerahkan putra-putri

Lebih terperinci

"Ia [kasih]tidak melakukan yang tidak sopan."

Ia [kasih]tidak melakukan yang tidak sopan. "Ia [kasih]tidak melakukan yang tidak sopan." SOPAN SANTUN Nilai sopan santun sangat kurang dihargai. Banyak orang yang baik hatinya kurang memiliki tingkah laku yang baik. Banyak orang dihormati karena

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Hari Anak Nasional, 23 Juli 2010 Jumat, 23 Juli 2010

Sambutan Presiden RI pada Hari Anak Nasional, 23 Juli 2010 Jumat, 23 Juli 2010 Sambutan Presiden RI pada Hari Anak Nasional, 23 Juli 2010 Jumat, 23 Juli 2010 PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA HARI ANAK NASIONAL, TANGGAL 23 JULI 2010 DI TAMAN MINI INDONESIA INDAH (TMII),

Lebih terperinci

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar henysari74@gmail.com ABSTRAK Dalam pengenalan ajaran agama tidak luput dari

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. Dra. Dewi Indrawati MA 1

PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. Dra. Dewi Indrawati MA 1 Subdit PEBT PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL Dra. Dewi Indrawati MA 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan kekayaan dan keragaman budaya serta

Lebih terperinci

Kompetensi Dasar: - Menumbuhkan kesadaran luhur dalam melaksanakan peringatan hari raya

Kompetensi Dasar: - Menumbuhkan kesadaran luhur dalam melaksanakan peringatan hari raya Pendidikan Agama Buddha 2 Hari Raya Agama Buddha Petunjuk Belajar Sebelum belajar materi ini Anda diharapkan berdoa terlebih dahulu dan membaca materi dengan benar serta ketika mengerjakan latihan soal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Denpasar. Pada zaman dahulu, perempuan wangsa kesatria yang menikah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Denpasar. Pada zaman dahulu, perempuan wangsa kesatria yang menikah dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dahulu masalah kasta atau wangsa merupakan permasalahan yang tak kunjung sirna pada beberapa kelompok masyarakat di Bali, khususnya di Denpasar. Pada zaman

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Salah satu kebebasan yang paling utama dimiliki tiap manusia adalah kebebasan beragama. Melalui agama, manusia mengerti arti dan tujuan hidup yang sebenarnya. Agama

Lebih terperinci

Th A Hari Minggu Biasa VIII 26 Februari 2017

Th A Hari Minggu Biasa VIII 26 Februari 2017 1 Th A Hari Minggu Biasa V 26 Februari 2017 Antifon Pembuka Mzm. 18 : 19-20 Tuhan menjadi sandaranku. a membawa aku keluar ke tempat lapang. a menyelamatkan aku karena a berkenan kepadaku. Pengantar Rasa-rasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik yang berdasarkan aspek kebahasaan

Lebih terperinci

MATERI I MATERI I. subyek yang ikut berperan

MATERI I MATERI I. subyek yang ikut berperan subyek yang ikut berperan 14 1 7. PERTANYAAN UNTUK DISKUSI Menurut Anda pribadi, manakah rencana Allah bagi keluarga Anda? Dengan kata lain, apa yang menjadi harapan Allah dari keluarga Anda? Menurut Anda

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KITAB AT-TAHLIYATU WA AT-TARGÎB FI AT-TARBIYATU WA AT-TAHDÎB KARYA SAYYID MUHAMMAD

BAB IV ANALISIS KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KITAB AT-TAHLIYATU WA AT-TARGÎB FI AT-TARBIYATU WA AT-TAHDÎB KARYA SAYYID MUHAMMAD BAB IV ANALISIS KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KITAB AT-TAHLIYATU WA AT-TARGÎB FI AT-TARBIYATU WA AT-TAHDÎB KARYA SAYYID MUHAMMAD Pencapaian Proses pendidikan yang berkarakter dalam kitab At-Tahliyatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku bangsa Tionghoa merupakan salah satu etnik di Indonesia. Mereka menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan leluhur orang Tionghoa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak akan terlepas dari imajinasi pengarang. Karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak akan terlepas dari imajinasi pengarang. Karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Karya sastra tidak akan terlepas dari imajinasi pengarang. Karya sastra merupakan sebuah ciptaan yang disampaikan secara komunikatif untuk tujuan estetika

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN

SILABUS PEMBELAJARAN SILABUS PEMBELAJARAN Sekolah : SMP Kelas : IX (Sembilan) Mata Pelajaran : PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA Semester : 1 (Satu) Aspek : Sila Standar : 1. Mengkonstruksikan pergaulan yang baik dan sikap umat berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan salah satu aspek yang penting perkembangan individu dewasa (Kelley & Convey dalam Lemme, 1995).

Lebih terperinci