LENTIGINOSIS GENERALISATA PADA SATU KELUARGA SEBAGAI MANIFESTASI SINDROM LEOPARD

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LENTIGINOSIS GENERALISATA PADA SATU KELUARGA SEBAGAI MANIFESTASI SINDROM LEOPARD"

Transkripsi

1 Laporan Kasus LENTIGINOSIS GENERALISATA PADA SATU KELUARGA SEBAGAI MANIFESTASI SINDROM LEOPARD Hernayati M. Hutabarat,* Nindita Hapsari,* Siti Aisah Boediardja,* Herman Cipto,* Inge Ade Krisanti*, Triana Agustin,* Todung DA Silalahi,** Piprim B Yanuarso,*** Fikny H**** *Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, **Pelayanan Jantung Terpadu, RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta ***Departemen Ilmu Kesehatan Anak **** Departemen Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung dan Tenggorokan FK Universitas Indonesia/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta ABSTRAK Sindrom LEOPARD merupakan genodermatosis yang jarang ditemukan, diturunkan secara dominan autosomal, dan melibatkan kelainan multiorgan. Kelainan kulit dapat merupakan petanda awal sehingga diperlukan kewaspadaan dokter untuk mencegah komplikasi lanjut. Dilaporkan satu kasus perempuan usia 9 tahun dengan lentiginosis generalisata, berjumlah ratusan, disertai makula café-au-lait, tanpa keluhan tambahan lain. Pasien memiliki dua anak kembar laki-laki dan seorang anak perempuan dengan kelainan kulit sama. Pemeriksaan histopatologik sesuai lentigo. Diagnosis sindrom LEOPARD ditegakkan berdasarkan ditemukannya dua kelainan lain pada pasien selain lentiginosis multipel, yaitu skoliosis dan atrial septal defect, meskipun tidak ditemukan keluhan apapun sebelumnya. Pada salah seorang anak kembar pasien ditemukan kriptorkidisme, sedangkan pada anak perempuan ditemukan hipertrofi septum asimetris. Mereka dianjurkan menghindari pajanan matahari, memakai tabir surya, dan mendapatkan konseling genetik. Ibu dan anak perempuan diberikan terapi kelainan jantung, anak laki-laki dirujuk ke bagian anak dan bedah, serta observasi periodik setiap enam bulan untuk pemantauan timbulnya kelainan lain. Saat ini baru sekitar 00 kasus sindrom LEOPARD dilaporkan di dunia. Identifikasi awal diperlukan pada kasus yang mengancam jiwa, terutama yang melibatkan sistem kardiovaskular. Pada kasus ini kelainan jantung ditemukan pada tahap dini sehingga komplikasi lanjut dapat dicegah. Konseling genetik dan observasi periodik merupakan bagian penting tatalaksana penyakit. (MDVI 01i; 38/s; 30s - 37s) Kata kunci: lentiginosis generalisata, sindrom LEOPARD, atrial septal defect, konseling genetic. ABSTRACT Korespondensi : Jl. Diponegoro 71, Jakarta Pusat Telp/Fax: drhernarr@yahoo.co.id LEOPARD syndrome is a rare, autosomal dominant inheritance genodermatoses, involving multisystem abnormalities. Cutaneous lesions can be the early sign, thus requiring physicians awareness to prevent further complications. Case report. A 9 year-old woman had generalized lentiginosis accompanied by café-aulait macules without any secondary complaints. She has two twin sons and a daughter with the same complaint. Histopathological finding was consistent with lentigo. The patient s diagnosis of LEOPARD syndrome was based on two other abnormalities beside lentiginosis, which were scoliosis and atrial septal defect, eventhough there were no previous symptoms. One of the twins had cryptorchidism and the daughter had asymmetrical septal hypertrophy. They were suggested to avoid extensive sun exposure and use sunscreen, and received genetic counseling. The mother was treated for her heart disease, while the twin was referred to the pediatric and surgery department. They were advised for periodic observation every six months to monitor further abnormalities. There are only about 00 reports of LEOPARD syndrome cases all over the world. Early identification is needed, especially in life threatening cases such as cardiovascular involvement. In this case, the heart defect was found in the early stage, so further complications could be prevented. Genetic counseling and periodic observations are important parts of the disease management.(mdvi 011; 38/s; 30s - 37s) Keywords: generalized lentiginosis, LEOPARD syndrome, atrial septal defect, genetic counseling 30 S

2 Hernayati M. Hutabarat dkk Lentiginosis Generalisata pada satu keluarga sebagai manifestasi Sindrom Leopard PENDAHULUAN Sindrom LEOPARD (SL) adalah genodermatosis yang sangat jarang ditemukan, sampai saat ini hanya sekitar 00 kasus yang pernah dilaporkan di seluruh dunia. 1 Penyakit ini melibatkan kelainan multi organ dan diturunkan secara dominan autosomal. Zeisler dan Becker pertama kali melaporkan kasus lentiginosis multipel disertai pectus carinatum, hipertelorisme, dan prognatisme. Gorlin dkk. 3 mengajukan LEOPARD sebagai akronim multiple Lentigines, Electrocardiographic conduction, Ocular hypertelorism, Pulmonary stenosis, Abnormality of genitalia, Retardation of growth, Deafness (sensorineural). Sindrom ini dikenal pula sebagai sindrom lentiginosis multipel, cardio-cutaneous syndrome, dan profuse lentiginosis. 1 Karakteristik penyakit ini berupa lentigo multipel dengan spektrum ekspresivitas penyakit yang sangat luas, mulai dari gejala minimal sampai dengan berat. Voron 4 mengelompokkan gejala penyakit ke dalam sembilan kategori, yaitu kelainan kulit, jantung, genitourinaria, endokrin, defek neurologik, dismorfisme kepala-wajah, short stature, anomali tulang, dan riwayat keluarga konsisten dengan pewarisan secara dominan autosomal. Voron 4 mengajukan kriteria diagnostik SL, yaitu jika terdapat lentiginosis multipel, maka minimal harus ditemukan dua gejala lainnya; jika tidak ditemukan lentiginosis multipel, namun memiliki riwayat keluarga dengan SL, maka minimal harus ada tiga gejala lainnya. Dismorfisme wajah yang dapat ditemukan, misalnya hipertelorisme okular, ptosis palpebral, dan low set ears. Tinggi badan biasanya di bawah 5 persentil. Defek jantung terutama berupa kardiomiopati hipertrofik dan kelainan EKG. Lentiginosis dapat kongenital, namun gejala sering baru muncul pada usia 4-5 tahun dan semakin banyak ketika memasuki usia pubertas. Gejala yang sering menyertai antara lain adalah makula café au lait, anomali tulang dada, kriptorkidisme, keterlambatan pubertas, hipotoni, gangguan pertumbuhan ringan, tuli sensorineural, dan kesulitan belajar. Pada sekitar 85% kasus, terdapat mutasi heterozigot gen protein-tyrosine phosphatase, nonreceptor type 11 (PTPN 11) pada akson 7,, atau 13. Pasien tanpa mutasi PTPN ternyata menunjukkan mutasi pada gen RAF1. Kasus ini dikemukakan karena sangat jarang ditemukan, disertai komplikasi yang serius, dan perlu dibedakan dengan sindrom lentiginosis lainnya. LAPORAN KASUS Perempuan usia 9 tahun datang dengan keluhan bercak coklat di hampir pada seluruh permukaan tubuh. Awalnya disadari ketika berusia lima tahun, muncul beberapa bercak coklat yang seiring usia semakin besar dan bertambah banyak, sebagian berwarna lebih gelap. Tidak terdapat gatal, nyeri, atau kemerahan yang mendahului timbulnya bercak. Bercak coklat rata dengan permukaan kulit, berjumlah hampir mencapai ribuan, dengan ukuran serta bentuk bervariasi, sebagian besar berbentuk bulat dan lainnya tidak teratur. Warna mulai dari coklat muda sampai dengan coklat gelap. Bercak juga terdapat di telapak tangan dan kaki, ketiak kiri dan kanan, sekitar kemaluan, serta bibir, namun tidak terdapat di bagian dalam mukosa mulut, sklera dan konjungtiva. Bercak tidak hanya timbul di bagian yang terpajan matahari, namun juga di daerah yang tertutup pakaian. Pasien menyangkal pernah mengalami kejang, sakit kepala hebat, gerakan yang tidak disadari, gangguan keseimbangan, maupun sering hilang kesadaran. Tidak terdapat gangguan penglihatan maupun pendengaran. Tidak terdapat riwayat sesak napas, cepat lelah jika beraktivitas, keringat dingin, kebiruan di ujung jari dan bibir, nyeri dada, maupun telapak tangan sering basah. Gangguan nyeri perut berulang, diare berulang, buang air besar berdarah atau seperti ter, muntah warna kehitaman, dan gangguan menelan juga disangkal. Tidak terdapat gangguan berkemih, nyeri pinggang, dan gangguan perdarahan. Tidak terdapat keluhan nyeri tulang dan pasien merasa dapat duduk maupun berdiri dengan tegak. Pasien mengalami haid pertama ketika berusia 14 tahun dan saat ini haid teratur. Secara umum kecerdasan pasien terlihat dalam batas normal, pendidikan terakhir sampai dengan SLTA, dan tidak terdapat gangguan interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Pasien memiliki dua anak laki-laki kembar identik berusia lima tahun dan seorang anak perempuan berusia 18 bulan. Pada kedua anak kembarnya terdapat bercak coklat yang sama baru muncul sejak anak usia lima bulan. Semakin lama bercak coklat semakin banyak, dan terdapat pada hampir seluruh permukaan tubuh, termasuk di telapak tangan dan kaki, ketiak kiri dan kanan, sekitar kemaluan dan batang penis, serta bibir, namun tidak di bagian dalam mulut, sklera, dan konjungtiva. Jumlah bercak lebih sedikit dibandingkan dengan ibu. Dari anamnesis, pada kedua anak kembar juga tidak ditemukan gejala kelainan neurologis, jantung, genitourinaria, endokrin, maupun skeletal. Gangguan tumbuh kembang ditemukan saat anak baru bisa berjalan tertatih ketika usia 15 bulan dan mengucapkan mama ketika usia 16 bulan. Saat ini anak sudah dapat berbicara dengan lancar, berat badan sukar naik sehingga perawakan tampak lebih kecil dibandingkan teman sebayanya. Anak kembar terlihat sangat aktif, sulit berkonsentrasi, dan perhatian mudah teralih. Menurut gurunya di sekolah anak tidak bisa diam, sukar menerima pelajaran, dan sukar konsentrasi. Pada anak perempuan pasien juga ditemukan bercak kulit yang sama dengan jumlah lebih sedikit, namun seiring bertambahnya usia bercak juga bertambah jumlah dan ukurannya. Tidak ditemukan gejala kelainan neurologis, jantung, genitourinaria, endokrin, maupun skeletal pada pemeriksaan fisis, namun sampai saat ini belum dapat 31 S

3 MDVI Vol 38 No. Suplemen Tahun 011; 30 s - 37 s berjalan dan baru dapat mengeluarkan 1- patah kata. Berat badan sukar naik dan perawakan tampak lebih kecil dibandingkan anak seusianya. Pemeriksaan fisis pada ibu ditemukan tulang belakang yang agak melengkung, tidak ditemukan dismorfisme wajah yang berarti serta kelainan mata dan telinga luar, kelenjar tiroid tidak teraba. Tidak ditemukan kelainan pada dada, abdomen, dan ekstremitas. Pada status dermatologikus, generalisata terdapat makula hiperpigmentasi berwarna mulai dari coklat muda sampai coklat tua, bentuk bulat, tepi teratur, berukuran miliar sampai dengan numular, berbatas tegas, jumlahnya hampir mencapai ribuan, tersebar diskret. A. B C. D Gambar 1.:A: pasien; B: anak kembar I; C: anak kembar II; D: anak perempuan. Bercak coklat ditemukan hampir di seluruh permukaan tubuh berupa efelid, lentigo dan makula café-au-lait, dengan jumlah lentigo hampir mencapai ribuan pada ibu dan ratusan pada anak kembar. Pada pasien terdapat gambaran tulang belakang yang sedikit melengkung (gambar A), axillary/inguinal freckling pada anak ( B, C3). Pada mukosa bibir pasien terdapat bercak kecoklatan (A1), tetapi tidak pada anak (C1). Perhatikan adanya hipertelorisme okular pada anak perempuan (D1) 3 S

4 Hernayati M. Hutabarat dkk Lentiginosis Generalisata pada satu keluarga sebagai manifestasi Sindrom Leopard Gambaran ini menyerupai lentigo dan efelid. Pada punggung atas, bahu kiri dan kanan, ketiak kiri, dan paha kiri belakang terdapat makula hiperpigmentasi, berwarna coklat muda, bentuk dan tepi tidak teratur, berukuran numular sampai dengan plakat, batas tegas, jumlahnya > 6 lesi. Lesi sesuai dengan makula café-au-lait (gambar 1). Pada bokong kanan, lipat lutut kanan, dan di bawah kelopak mata kiri terdapat makula hiperpigmentasi berwarna coklat muda, berukuran numular sampai dengan plakat, berbatas tegas, dan di atasnya terdapat makula hiperpigmentasi berwarna yang lebih gelap, berukuran miliar sampai dengan lentikular, berbatas tegas, multipel, diskret. Gambaran ini menyerupai nevus spilus (gambar ). Pada bibir juga terdapat makula hiperpigmentasi berwarna coklat muda, berbentuk bulat, tepi teratur, berukuran miliar, multiple, diskret (gambar 3). Pemeriksaan fisis pada anak kembar didapatkan gizi kurang, perawakan pendek, dan gangguan tumbuh kembang. Pada salah satu anak kembar tidak teraba testis kirinya. Keadaan umum tidak tampak sakit dan keduanya hiperaktif. Status dermatologikus pada anak kembar terdapat lentigo berjumlah ratusan disertai makula café-au-lait, tetapi jumlah lesi lebih sedikit. Tidak ditemukan lesi menyerupai nevus spilus. Pada anak perempuan pasien, didapatkan gizi kurang, perawakan pendek, gangguan tumbuh kembang, dan hipertelorisme okular. Pada status dermatologikus juga didapatkan lentigo disertai makula café-au-lait, berjumlah lebih sedikit, dan tidak ada lesi menyerupai nevus spilus. Pada pasien dilakukan biopsi kulit pada salah satu lesi. Gambaran histopatologis menunjukkan peningkatan jumlah melanin di stratum basalis dan rete ridges memanjang, hal ini sesuai dengan lentigo (gambar 4). Pasien dirujuk ke Departemen Neurologi, Divisi kardiologi, gastroenterohepatologi, dan endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Mata, THT, dan Obstetri Ginekologi. Secara klinis tidak ditemukan gangguan neurologis pada pasien, hasil elektromiografi dalam batas normal dan direncanakan untuk pemeriksaan Magnetic Resource Imaging (MRI) kepala. Pada pemeriksaan ekokardiografi ditemukan atrial septal defect (ASD) dan regurgitasi pulmonar ringan. Pemeriksaan ultra sonografi (USG) saluran cerna tidak menunjukkan kelainan, tidak ditemukan polip maupun tumor lain dalam saluran cerna. Fungsi endokrin dalam batas normal, kadar T3 dan T4 serum normal. Pada pemeriksaan foto rontgen dada ditemukan gambaran skoliosis dengan sudut deviasi 15 o. Pemeriksaan brainstem evoked response audiometry (BERA) di Departemen THT menunjukkan tuli konduktif telinga kanan. Tidak ditemukan kelainan mata. Pada pemeriksaan obstetri-ginekologi tidak ditemukan bercak kecoklatan pada mukosa vagina. Pemeriksaan USG saluran reproduksi menunjukkan hasil dalam batas normal, tidak ditemukan tumor. Gambar : lesi mirip nevus spilus pada pasien, berupa makula hiperpigmentasi berwarna coklat muda, di atasnya terdapat makula hiperpigmentasi dengan warna lebih gelap, berukuran miliar. Gambar 3: pada bibir pasien terdapat makula hiperpigmentasi, berwarna coklat muda, bentuk bulat, tepi teratur, berukuran miliar, multipel, diskret. Gambar 4: Gambaran histopatologis menunjukkan peningkatan jumlah melanin di stratum basalis dan rete ridges memanjang, sesuai dengan lentigo. 33 S

5 MDVI Vol 38 No. Suplemen Tahun 011; 30 s - 37 s Ketiga anak pasien dirujuk ke Departemen Anak Divisi tumbuh kembang, gizi, neurologi, jantung, endokrin, dan gastroenterohepatologi. Tidak ditemukan kelainan neurologis secara klinis, namun pada kedua anak kembar didapati attention deficit hyperactive disorder (ADHD) dan dianjurkan untuk terapi sensorineural integration di Unit Gambar 5: pedigree keluarga Tabel : Gambaran fenotip yang ditemukan pada ibu dan anak-anaknya. ADHD: attention deficit hyperactive disorder Gambaran fenotip Ibu Anak I (laki-laki) Anak II (perempuan) Kembar I Kembar II Multiple Lentigines Electrocardiographic conduction Ocular hypertelorism Pulmonary stenosis, Abnormality of genitalia Retardation of growth Deaffnes (sensorineural) BERDASARKAN KRITERIA VORON Abnormalitas kulit + (lentiginosis + (lentiginosis + (lentiginosis + (lentiginosis generalisata, makula generalisata, makula generalisata, makula generalisata, makula café-au-lait, bercak café-au-lait) café-au-lait) café-au-lait) seperti nevus spilus) Kelainan jantung + (ASD, regurgitasi (hipertropi septum pulmonar ringan) jantung asimetris) Kelainan genitourinaria - (+) kriptorkidisme -? Gangguan endokrin -??? Defek neurologik - +/? (ADHD) +/? (ADHD)? Dismorfisme kepala-wajah (hipertelorisme okular) Short stature Anomali tulang + (skoliosis) Riwayat keluarga konsisten dengan autosomal dominan 34 S

6 Hernayati M. Hutabarat dkk Lentiginosis Generalisata pada satu keluarga sebagai manifestasi Sindrom Leopard Rehabilitasi Medik (URM). Anak juga dianjurkan untuk menjalani CT-scan kepala untuk penapisan. Kedua anak kembar juga didiagnosis gizi kurang, short stature dengan hasil bone scan average boy, dan failure to thrive. Pemeriksaan ekokardiografi tidak menunjukkan kelainan. Pada salah seorang anak kembar terdapat undescendent testis sinistra (kriptorkidisme) dan dianjurkan untuk pemeriksaan USG testis. Yang dikonfirmasi oleh Divisi Bedah Anak dan direncanakan untuk orchidopexy. Pemeriksaan BERA menunjukkan hasil tuli konduktif pada salah seorang anak kembar. Anak perempuan tidak memiliki kelainan neurologik, tetapi terdapat gizi kurang, short stature, dan failure to thrive. Pemeriksaan EKG menunjukkan pemanjangan interval PR. Hasil ekokardiografi sesuai dengan hipertrofi septum asimetris. Didapatkan pula hipertelorisme okular. Salah seorang saudara laki-laki dari pihak ibu mempunyai bercak coklat yang sama, namun jumlahnya hanya beberapa. Nenek dari pihak ibu meninggal dunia pada usia 55 tahun, menurut pasien karena penyakit bocor jantung, namun tidak diketahui apakah mempunyai kelainan kulit yang sama. Dari pedigree tiga generasi dapat dilihat bahwa penurunan penyakit sesuai dengan dominan autosomal (gambar 5). Dari anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang, maka berdasarkan kriteria Voron ditegakkan diagnosis sindrom LEOPARD, karena ibu memiliki lentiginosis multipel, kelainan jantung berupa ASD dan regurgitasi pulmonal ringan, serta skoliosis. Anak kembar menderita lentiginosis multipel, kriptorkidismus, short stature, dan keterlambatan tumbuh kembang. Pada anak perempuan terdapat lentiginosis multipel, kelainan EKG, hipertrofi septum jantung asimetris, hipertelorisme okular, short stature, dan keterlambatan tumbuh kembang (tabel 1). Diagnosis banding kasus ini adalah sindrom Noonan, neurofibromatosis tipe 1 (NF1), dan sindrom Peutz-Jeghers. Tatalaksana berupa non medikamentosa dan medikamentosa. Diberikan penjelasan kepada keluarga pasien mengenai penyakit, perjalanan penyakit, pengobatan yang dapat diberikan, dan prognosis. Tatalaksana medikamentosa dilakukan bersama Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Bedah Anak, Bedah Ortopedi, Kardiovaskular, THT dan URM. Pada kelainan kulit diberikan tabir surya SPF 30. Pada ibu direncanakan pemeriksaan kardiologi lanjutan dan ASD closure. Untuk penanganan skoliosis direncanakan dirujuk ke Departemen Bedah Ortopedi. Tatalaksana pada ketiga anak pasien dilakukan di Departemen Anak untuk perbaikan gizi, pemantauan tumbuh kembang, dan kriptorkidismus yang mungkin memerlukan terapi hormonal atau terapi bedah. Pasien anak juga dirujuk ke Departemen URM untuk terapi sensory integration. Anak perempuan dengan kelainan jantung disarankan untuk pemantauan ketat dengan kontrol ke Poliklinik Kardiologi Anak setiap bulan. DISKUSI Gejala klinis yang timbul pada individu dengan SL dapat sangat bervariasi, mulai dari beberapa gejala sampai dengan spektrum yang lengkap, bergantung pada ekspresivitas dan penetrance penyakit. Pada kasus ini ibu datang hanya dengan keluhan bercak hiperpigmentasi pada kulitnya tanpa keluhan lainnya yang dirasa mengganggu. Keluarga tidak menyadari akan kemungkinan penyakit lain selain kulit. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut pada ibu dan anak-anaknya ditemukan kelainan multi organ. Berdasarkan kriteria Voron keluarga tersebut terdiagnosis sebagai pasien SL. Pada SL identifikasi awal diperlukan terutama pada kasus yang mengancam jiwa yang melibatkan kardiovaskular. Pada kasus ini kelainan jantung ibu dan anak perempuannya ditemukan masih dalam tahap dini sehingga komplikasi lanjut, yaitu berkembangnya kelainan menjadi kardiomiopati dapat dicegah dengan penatalaksanaan yang sesuai. Pada SL gangguan jantung yang paling sering ditemukan adalah kardiomiopati hipertrofik yang dapat mengancam jiwa. Biasanya kelainan ini merupakan penyebab kematian mendadak pada SL. 1 Oleh karena itu kelainan kulit dapat menjadi petanda awal sehingga diperlukan kewaspadaan dokter dalam mengidentifikasi kasus sedini mungkin dan mencegah komplikasi lanjut. Gambaran fenotip atau ekspresivitas SL sampai saat ini masih sangat bervariasi. Banyak laporan kasus yang menunjukkan fenotip yang berbeda satu dengan yang lainnya. Seiring perkembangan zaman, makin banyak gambaran klinis yang dapat terdeteksi pada sindrom ini. Beberapa laporan tersebut menambah perbendaharaan daftar gejala klinis yang dapat ditemukan pada SL dan masih terus berkembang hingga sekarang karena terbatasnya penelitian yang dilakukan serta jumlah kasus yang sangat sedikit. Lentiginosis multipel merupakan gambaran karakteristik SL. Makula café-au-lait terdapat pada sekitar 50% kasus dan mempunyai gambaran yang sama dengan NF1. 1 Pada kasus ini, anak dan ibu mempunyai bercak hiperpigmentasi di daerah ketiak yang mirip dengan axillary/ intertriginal freckling atau Crowe s sign pada NF. Adanya Crowe s sign disertai makula café-au-lait menimbulkan dugaan ke arah neurofibromatosis, namun warna yang lebih gelap secara klinis dan pemeriksaan histopatologis mendukung lentigo. Dari beberapa tinjauan pustaka, jarang disebutkan adanya Crowe s sign pada kasus SL. Hal lain yang juga menarik dari kasus ini adalah ditemukannya lesi kulit yang secara klinis mirip dengan nevus spilus, gambaran ini juga jarang disebutkan pada beberapa tinjauan pustaka. Namun hal ini belum dikonfirmasi secara histopatologis. Pada nevus spilus, bercak berwarna lebih muda dapat mempunyai gambaran histopatologis yang sama dengan lentigo, namun bercak dengan warna lebih gelap di atasnya dapat menunjukkan gambaran nevus 35 S

7 MDVI Vol 38 No. Suplemen Tahun 011; 30s - 37s melanositik tipe junctional atau compound. 1 Ditemukannya lesi pada mukosa bibir menimbulkan dugaan diagnosis sindrom Peutz-Jeghers (lesi hiperpigmentasi mukokutaneus disertai polip dan hamartoma saluran cerna) dan Carney complex (miksoma di kulit, jantung, dll, lesi hiperpigmentasi, dan hiperaktivitas endokrin)., 3 Meskipun demikian lesi tidak ditemukan di mukosa oral dan mukosa vagina ibu. Pada kasus SL dapat ditemukan beberapa keganasan, antara lain neuroblastoma, 4 melanoma maligna, 5 dan beberapa jenis leukemia. 8 Hal ini disebabkan karena PTPN 11 dan RAF adalah gen yang terlibat dalam kaskade RAS/MAPK (mitogen activated protein kinase). Protein ini berperan penting dalam proliferasi, diferensiasi, kehidupan, dan kematian sel, serta proses onkogenesis dalam tubuh manusia. 6 Diperlukan pengawasan seumur hidup terhadap kemungkinan timbulnya keganasan, termasuk keganasan kulit. Hal ini juga menjelaskan luasnya spektrum penyakit dan terdapatnya beberapa gejala tumpang tindih yang dapat ditemukan pada beberapa sindrom yang terlibat dalam mutasi jalur RAS/MAPK (Noonan, LEOPARD, Costello, sindrom cardio-facio-cutaneous /CFC, dan NF1). 10 Anak yang hiperaktif pernah didapatkan pada satu kasus SL, namun tidak dilaporkan sebagai salah satu gambaran fenotip. 7 Pada kasus ini ditemukan gejala ADHD pada anak kembar. Namun apakah gejala hiperaktif pada anak dapat ditambahkan sebagai salah satu gejala fenotip yang dapat ditemukan pada SL masih belum dapat dipastikan. Penatalaksanaan secara multidisiplin, konseling genetik, dan observasi periodik sangat diperlukan pada keluarga ini mengingat banyaknya organ yang terlibat dan pewarisan genetik dengan pola autosomal dominan. Prognosis penyakit sangat dipengaruhi oleh kelainan multi organ yang dialami serta tingkat keparahannya, deteksi dini, dan tatalaksana secara multidisiplin. Penyakit pada pasien dan keluarganya adalah penyakit yang diturunkan secara genetik dan merupakan suatu sindrom dengan keterlibatan multi organ. Kelainan kulit bukan satu-satunya gejala yang dapat ditemukan. Kelainan dapat meliputi gangguan neurologis, mata, THT, jantung, genitalia, tumbuh kembang, kelainan tulang, dan kemungkinan kelainan lainnya yang mungkin saat ini belum ditemukan, namun dapat berkembang seiring bertambahnya usia. Perawatan kulit dianjurkan sedapat mungkin menghindari sinar matahari langsung dan pemakaian tabir surya karena kelainan kulit dapat berkembang menjadi tumor atau keganasan kulit. Pengobatan kulit hanya bertujuan untuk memperbaiki secara kosmetik, misalnya pada daerah wajah untuk mengurangi warna bercak kecoklatan, namun lesi kulit dapat terus bertambah. Tatalaksana penyakit ini terutama ditujukan pada kelainan multiorgan dan mencari kemungkinan kelainan sistem lain melalui penapisan/ screening. Tujuannya agar kelainan dapat ditemukan pada tahap awal sehingga lebih cepat dan lebih mudah ditangani sehingga prognosis lebih baik. Prognosis sangat bergantung pada kelainan multi organ yang ada, deteksi dini, dan tatalaksana secara multidisiplin. Konseling genetik pada genodermatosis berperan penting. Kepada keluarga dijelaskan bahwa penyakit diturunkan secara genetik dengan pola penurunan secara dominan autosomal. Kelainan dapat timbul pada setiap generasi dan tidak berhubungan dengan jenis kelamin. Kemungkinan keturunan yang dapat mengalami kelainan serupa bervariasi, mulai dari 50% sampai dengan 100% pada tiap kelahiran. Namun gejala yang timbul pada setiap individu sangat bervariasi, mulai dari sangat ringan hingga sangat berat, mulai dari sedikit gejala hingga gejala lengkap, bergantung pada ekspresivitas dan penetrance penyakit. Pasien dianjurkan untuk tidak mempunyai keturunan lagi, namun jika ingin mempunyai keturunan lagi atau jika suatu saat anak-anaknya ingin menikah, dianjurkan untuk melakukan konseling genetik, agar mendapat informasi lengkap dan siap dengan kemungkinan yang terjadi. Pasien dan keluarga dianjurkan kontrol teratur untuk tatalaksana kelainan yang ada dan pengawasan terhadap kelainan lain yang mungkin timbul. Untuk pengawasan perkembangan penyakit pasien dan keluarganya dianjurkan kontrol untuk dilakukan penapisan minimal enam bulan sekali. Pengawasan ketat dianjurkan bila terdapat kelainan melibatkan neurologis, jantung, tumbuh kembang, tumor/ keganasan kulit, dan sebagainya dengan kontrol teratur ke divisi terkait. Keluarga perlu diberikan penjelasan bahwa penyakit ini bukan penyakit menular dan bukan penyakit kutukan. Pemeriksaan genetik, terutama pemeriksaan PTPN 11, dapat dianjurkan untuk diagnosis pasti. Keterbatasan pada laporan kasus ini adalah belum dilakukan biopsi kulit guna membedakannya dengan nevus spilus serta tidak dilakukan pemeriksaan genetik, terutama PTPN 11 dan RAF1 (karena di FKUI-RSCM belum ada fasilitas tersebut). Pemeriksaan ini sebenarnya dapat memberikan kepastian diagnosis SL. Namun, penapisan mutasi genetik terutama dianjurkan pada pasien yang tidak memenuhi kriteria diagnostik Voron untuk SL. 8 DAFTAR PUSTAKA 1. Sarkozy A, Digilo MC, Dallapiccola B. Leopard syndrome. Orphanet J Rare Dis. 008; 3(13): Zeisler EP. Generalized lentigo. Arch Dermatol Syph. 1936; 33: Gorlin RJ, Anderson RC, Moller JH. The Leopard (multiple lentigenes) syndrome revisited. Brith Defects Orgin Artic Ser. 1971; 7(4): Voron DA, Hatfield HH, Kalkhoff RK. Multiple lentigines syndrome.am J Med 1976; 60: Wolff K, Johnson RA, Surrmond D. Nevus spilus. Dalam: Wolff K, Johnson RA, Surrmond D, penyunting. Fitzpatrick s color atlas and synopsis of clinical dermatology. New York: 36 S

8 Hernayati M. Hutabarat dkk Lentiginosis Generalisata pada satu keluarga sebagai manifestasi Sindrom Leopard McGraw-Hill; 005; h Chong WS, Klanwarin W, Giam YC. Generalized lentiginosis in two children lacking systemic associations: case report and review of the literature. Ped Dermatol. 004; 1(): Horvarth A, Stratakis CA. Carney complex and lentiginosis. Pigment Cell Melanoma Res. 009; : Hasle H. Malignant diseases in Noonan syndrome and related disorders. Horm Res. 009; 7(): Se I Shima M, Mizutani Y, Shibuya Y, Arakawa C, Yoshida R, Ogata T. Malignant melanoma in a woman with LEOPARD syndrome: identification of a germline PTPN11 mutation and a somatic BRAF mutation. Br J Dermatol. 007; 157: Aoki Y, Niihori T, Narumi Y, Kure S, Matsubara Y. The RAS/ MAPK Syndromes: Novel Roles of the RAS Pathway in Human genetic disorders. Human Mutation. 008; 9(8): Kalev I, Muru K, Teek R, Zordania R, Reimand T, Kobas K, Qunap K. LEOPARD syndrome with recurrent PTPN11 mutation 79C and different cutaneous manifestations: two case reports and a review of the literature. Eur J Pediatr. 010; 169: SArkozy A, Conti E, Cristina Digilio M, Marino B, Morini E, Pacileo G, et al. Clinical and molecular analysis of 30 patients with multiple lentigines LEOPARD syndrome. J Med Genet. 004; S

Gangguan pendengaran pada sindroma LEOPARD

Gangguan pendengaran pada sindroma LEOPARD Laporan Kasus Gangguan pendengaran pada sindroma LEOPARD Semiramis Zizlavsky, Ronny Suwento, Dina Alia Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Does Dimenhydrinate Suppress Skin Prick Test (SPT) Response? A. Preliminary Study of Histamine Skin Test

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Does Dimenhydrinate Suppress Skin Prick Test (SPT) Response? A. Preliminary Study of Histamine Skin Test : : Does Dimenhydrinate Suppress Skin Prick Test (SPT) Response? A Preliminary Study of Histamine Skin Test : anti histamine oral akan menekan respon kulit pada uji tusuk kulit (UTK). Dimenhidrinat, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan sinar. pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. 2

BAB I PENDAHULUAN. muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan sinar. pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Melasma adalah hipermelanosis yang didapat yang umumnya simetris berupa makula yang tidak merata berwarna coklat muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT ATRIAL SEPTAL DEFECT DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG, PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2009

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT ATRIAL SEPTAL DEFECT DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG, PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2009 ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT ATRIAL SEPTAL DEFECT DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG, PERIODE 1 JANUARI 2007-31 DESEMBER 2009 Renaldy, 2010 Pembimbing I :dr. Sri Nadya Saanin M.Kes Pembimbing II :dr. Evi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindrom neurokutaneus merupakan sekelompok besar kelainan kongenital

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindrom neurokutaneus merupakan sekelompok besar kelainan kongenital BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom neurokutaneus merupakan sekelompok besar kelainan kongenital yang sangat bervariasi, tidak saling terkait, dengan karakteristik klinis, patologis dan genetik

Lebih terperinci

BAYI DENGAN RESIKO TINGGI: KELAINAN JANTUNG KONGENITAL. OLEH. FARIDA LINDA SARI SIREGAR, M.Kep

BAYI DENGAN RESIKO TINGGI: KELAINAN JANTUNG KONGENITAL. OLEH. FARIDA LINDA SARI SIREGAR, M.Kep BAYI DENGAN RESIKO TINGGI: KELAINAN JANTUNG KONGENITAL OLEH. FARIDA LINDA SARI SIREGAR, M.Kep PENDAHULUAN Sekitar 1% dari bayi lahir menderita kelainan jantung bawaan. Sebagian bayi lahir tanpa gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom Waardenburg (SW) adalah kumpulan kondisi genetik yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan perubahan warna (pigmentasi) dari rambut, kulit dan mata.

Lebih terperinci

Neurofibromatosis Type-1 / Von Recklinghausen Disease: A Case Report

Neurofibromatosis Type-1 / Von Recklinghausen Disease: A Case Report Neurofibromatosis Tipe-1 / Von Recklinghausen Disease: Sebuah Laporan Kasus Jonathan Kurnia Wijaya 1, Wong Hendra Wijaya 2 Laporan Kasus 1 Mahasiswa Kepaniteraan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 1

BAB V KESIMPULAN. Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 1 BAB V KESIMPULAN Osteogenesis imperfekta (OI) atau brittle bone disease adalah kelainan pembentukan jaringan ikat yang umumnya ditandai dengan fragilitas tulang, osteopenia, kelainan pada kulit, sklera

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

PENYAKIT DARIER PADA ANAK

PENYAKIT DARIER PADA ANAK PENYAKIT DARIER PADA ANAK dr. Imam Budi Putra, SpKK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP H. ADAM MALIK M E D A N PENYAKIT DARIER PADA ANAK Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non melanoma. Kelompok non melanoma dibedakan atas karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa

Lebih terperinci

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Keberhasilan Terapi Tingtura Podofilin 25% Pada Pasien AIDS Dengan. Giant Condyloma Acuminatum

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Keberhasilan Terapi Tingtura Podofilin 25% Pada Pasien AIDS Dengan. Giant Condyloma Acuminatum : : Keberhasilan Terapi Tingtura Podofilin 25% Pada Pasien AIDS Dengan Giant Condyloma Acuminatum Tanggal kegiatan : 23 Maret 2010 : GCA merupakan proliferasi jinak berukuran besar pada kulit dan mukosa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. contohnya wajah dan leher (Wolff et al., 2008). Lesi melasma ditandai oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. contohnya wajah dan leher (Wolff et al., 2008). Lesi melasma ditandai oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melasma adalah kelainan pigmentasi didapat dengan gambaran klinis berupa makula cokelat muda hingga cokelat tua pada daerah terpajan matahari, contohnya wajah dan leher

Lebih terperinci

PTIRIASIS VERSIKOLOR

PTIRIASIS VERSIKOLOR Case Report Session PTIRIASIS VERSIKOLOR Oleh: Fitria Ramanda 0910312137 Miftahul Jannah Afdhal 1010312064 Preseptor: dr. Sri Lestari, Sp. KK (K), FAADV, FINSDV BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RSUP

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN

LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama Umur Negeri asal Suku Agama Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat : A : 6 tahun : Jambi : Minang : Islam : Laki-laki : Pelajar : Sungai Penuh, Jambi Seorang pasien anak laki-laki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. 1 Pada saat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Sekitar 1% dari bayi lahir menderita kelainan jantung bawaan. Sebagian bayi lahir tanpa gejala dan gejala baru tampak pada masa kanak- kan

PENDAHULUAN Sekitar 1% dari bayi lahir menderita kelainan jantung bawaan. Sebagian bayi lahir tanpa gejala dan gejala baru tampak pada masa kanak- kan BAYI DENGAN RESIKO TINGGI: KELAINAN JANTUNG KONGENITAL OLEH. FARIDA LINDA SARI SIREGAR, M.Kep PENDAHULUAN Sekitar 1% dari bayi lahir menderita kelainan jantung bawaan. Sebagian bayi lahir tanpa gejala

Lebih terperinci

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Apakah kanker rahim itu? Kanker ini dimulai di rahim, organ-organ kembar yang memproduksi telur wanita dan sumber utama dari hormon estrogen dan progesteron

Lebih terperinci

riwayat personal-sosial

riwayat personal-sosial KASUS OSCE PEDIATRIK 1. (Gizi Buruk) Seorang ibu membawa anaknya laki-laki berusia 9 bulan ke puskesmas karena kha2atir berat badannya tidak bisa naik. Ibu pasien juga khawatir karena anaknya belum bisa

Lebih terperinci

HUBUNGAN SIKAP DUDUK SALAH DENGAN TERJADINYA SKOLIOSIS PADA ANAK USIA TAHUN DI SEKOLAH DASAR NEGERI JETIS 1 JUWIRING

HUBUNGAN SIKAP DUDUK SALAH DENGAN TERJADINYA SKOLIOSIS PADA ANAK USIA TAHUN DI SEKOLAH DASAR NEGERI JETIS 1 JUWIRING HUBUNGAN SIKAP DUDUK SALAH DENGAN TERJADINYA SKOLIOSIS PADA ANAK USIA 10 12 TAHUN DI SEKOLAH DASAR NEGERI JETIS 1 JUWIRING DISUSUN OLEH : ANDUNG MAHESWARA RAKASIWI J 110070089 PROGRAM STUDI D4 FISIOTERAPI

Lebih terperinci

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita Saat menemukan penderita ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya. Langkah langkah penilaian pada penderita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypty dan atau Aedes albopictus. Infeksi virus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung bawaan terjadi pada 8 bayi dari. setiap 1000 kelahiran. (Sommer, 2008) Penyakit jantung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung bawaan terjadi pada 8 bayi dari. setiap 1000 kelahiran. (Sommer, 2008) Penyakit jantung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung bawaan terjadi pada 8 bayi dari setiap 1000 kelahiran. (Sommer, 2008) Penyakit jantung bawaan yang paling sering terjadi ialah defek septum ventrikel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Saat ini masyarakat dihadapkan pada berbagai penyakit, salah satunya adalah penyakit Lupus, yang merupakan salah satu penyakit yang masih jarang diketahui oleh masyarakat,

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang bagian paru, namun tak

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus:

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II Catatan Fasilitator Rangkuman Kasus: Agus, bayi laki-laki berusia 16 bulan dibawa ke Rumah Sakit Kabupaten dari sebuah

Lebih terperinci

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru merupakan penyebab kematian terbanyak di dunia akibat kanker, baik pada pria maupun wanita di dunia. Di seluruh dunia, kematian akibat kanker paru sendiri

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM. Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J Dosen Pembimbing : Drg. Nilasary Rochmanita FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

LAPORAN PRAKTIKUM. Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J Dosen Pembimbing : Drg. Nilasary Rochmanita FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI LAPORAN PRAKTIKUM Oral Infection by Staphylococcus Aureus in Patients Affected by White Sponge Nevus: A Description of Two Cases Occurred in the Same Family Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J 52010

Lebih terperinci

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010 THALASEMIA A. DEFINISI Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI KANKER PAYUDARA DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN, BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2009

ABSTRAK PREVALENSI KANKER PAYUDARA DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN, BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2009 ABSTRAK PREVALENSI KANKER PAYUDARA DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN, BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2009 Ervina, 2011 Pembimbing I : dr. July Ivone, MKK, Mpd Ked Pembimbing II : dr. Sri Nadya Saanin M.Kes

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa yang begitu penting dalam hidup manusia, karena pada masa tersebut terjadi proses awal kematangan organ reproduksi manusia yang disebut sebagai

Lebih terperinci

Dr. Prastowo Sidi Pramono, Sp.A

Dr. Prastowo Sidi Pramono, Sp.A Dr. Prastowo Sidi Pramono, Sp.A PENYAKIT JANTUNG BAWAAN Penyakit jantung yang dibawa dari lahir kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir akibat gangguan atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. duduk terlalu lama dengan sikap yang salah, hal ini dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. duduk terlalu lama dengan sikap yang salah, hal ini dapat menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebiasaan duduk dapat menimbulkan nyeri pinggang apabila duduk terlalu lama dengan sikap yang salah, hal ini dapat menyebabkan otot punggung akan menjadi tegang

Lebih terperinci

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh para wanita di Hong Kong dan negara-negara lain di dunia. Setiap tahunnya, ada lebih dari 3.500 kasus kanker payudara baru

Lebih terperinci

Gambar 1. Atresia Pulmonal Sumber : (http://www.mayoclinic.org/images/pulmonary-valve-atresia-lg-enlg.jpg)

Gambar 1. Atresia Pulmonal Sumber : (http://www.mayoclinic.org/images/pulmonary-valve-atresia-lg-enlg.jpg) DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FKUP RSHS BANDUNG TUGAS PENGAYAAN Oleh : Asri Rachmawati Pembimbing : dr. H. Armijn Firman, Sp.A Hari/Tanggal : September 2013 ATRESIA PULMONAL PENDAHULUAN Atresia pulmonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu. Pemberian antibiotik seperti penisilin pada streptococcal faringitis turut

BAB I PENDAHULUAN. individu. Pemberian antibiotik seperti penisilin pada streptococcal faringitis turut BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Stenosis mitral adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan katup mitral. Stenosis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan neonatal. Kematian neonatus

Lebih terperinci

CARA YANG TEPAT DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA

CARA YANG TEPAT DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA CARA YANG TEPAT DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA Oleh : Debby dan Arief Dalam tubuh terdapat berjuta-juta sel. Salah satunya, sel abnormal atau sel metaplasia, yaitu sel yang berubah, tetapi masih dalam batas

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Beragamnya penyakit infeksi membuat kebanyakan orang segera berobat ke dokter meski hanya penyakit ringan. Rasanya tidak puas jika dokter tidak memberi obat apapun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 1

BAB I PENDAHULUAN. Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteogenesis imperfekta (OI) atau brittle bone disease adalah kelainan pembentukan jaringan ikat yang umumnya ditandai dengan fragilitas tulang, osteopenia, kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular adalah sistem organ pertama yang berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang

Lebih terperinci

MODUL 3 SKENARIO 3 : HARUSKAH DIAMPUTASI?

MODUL 3 SKENARIO 3 : HARUSKAH DIAMPUTASI? MODUL 3 SKENARIO 3 : HARUSKAH DIAMPUTASI? Osta, 17 tahun, datang ke dokter bersama orang tuanya dengan keluhan timbul benjolan di lutut kanan sejak 2 bulan yang lalu. Sebelumnya, Osta sering merasakan

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

Infantile Idiophatic Scoliosis Skoliosis pada Anak

Infantile Idiophatic Scoliosis Skoliosis pada Anak [Artikel Pediatri] Ensiklopedi Fisioterapi Kementerian Pendidikan dan Profesi Ikatan Mahasiswa Fisioterapi Indonesia (IMFI) Pusat Infantile Idiophatic Scoliosis Skoliosis pada Anak Skoliosis merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1.5 Manfaat Penelitian 1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan dengan memberikan informasi bahwa ada hubungan antara kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia

Lebih terperinci

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU AKSEPTOR KB TERHADAP NY. Y DI BPS HERTATI

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU AKSEPTOR KB TERHADAP NY. Y DI BPS HERTATI ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU AKSEPTOR KB TERHADAP NY. Y DI BPS HERTATI Oleh : Rita Purnamasari Tanggal : 11 November 2011 Waktu : 10.00 WIB I. PENGKAJIAN A. IDENTITAS ISTERI SUAMI Nama : Ny. Y Tn. A Umur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dari rata-rata nasional (1,4%), yaitu pada urutan tertinggi ke-6 dari 33 provinsi

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dari rata-rata nasional (1,4%), yaitu pada urutan tertinggi ke-6 dari 33 provinsi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor ganas adalah pertumbuhan sel/jaringan yang tidak terkendali, terus bertumbuh/bertambah, immortal (tidak dapat mati), dapat menyusup ke jaringan sekitar, dan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jantung adalah organ yang sangat vital bagi manusia, jantung merupakan pompa muskular yang menggerakan darah untuk membawa nutrien dan gas ke semua sel, jaringan, organ

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit kanker merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini berkembang semakin cepat. Di dunia ini, diperkirakan lebih dari 1 juta orang menderita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembesaran kelenjar (nodul) tiroid atau struma, sering dihadapi dengan sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan yang begitu berarti

Lebih terperinci

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Apakah diabetes tipe 1 itu? Pada orang dengan diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat membuat insulin. Hormon ini penting membantu sel-sel tubuh mengubah

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR

LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR Diajukan guna melengkapi tugas Komuda Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan adanya penyempitan pada katup mitral (Rilantono, 2012). Kelainan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan adanya penyempitan pada katup mitral (Rilantono, 2012). Kelainan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stenosis mitral adalah penyakit kelainan katup jantung yang menyebabkan terlambatnya aliran darah dari atrium kiri menuju ventrikel kiri pada fase diastolik disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik atau yang dikenal juga dengan Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit reumatik autoimun yang ditandai adanya inflamasi yang tersebar

Lebih terperinci

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1 Mengapa Kita Batuk? Batuk adalah refleks fisiologis. Artinya, ini adalah refleks yang normal. Sebenarnya batuk ini berfungsi untuk membersihkan tenggorokan dan saluran napas. Atau dengan kata lain refleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat, berupa

BAB I PENDAHULUAN. Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat, berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Melasma (juga dikenal sebagai chloasma atau topeng kehamilan) berasal dari bahasa Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat,

Lebih terperinci

VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016

VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016 INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK DAN PEMULASARAN JENAZAH RUMAH SAKIT DR. KARIADI Jl. Dr. Sutomo No. 16 Semarang. Telp. (024) 8413993 PRO JUSTITIA VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016 Atas permintaan tertulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Heart Association (2015), Penyakit Jantung Bawaan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Heart Association (2015), Penyakit Jantung Bawaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut American Heart Association (2015), Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung

Lebih terperinci

Bab IV Memahami Tubuh Kita

Bab IV Memahami Tubuh Kita Bab IV Memahami Tubuh Kita Pubertas Usia reproduktif Menopause Setiap perempuan pasti berubah dari anak-anak menjadi dewasa dan perubahan dari dewasa menjadi dewasa yang lebih tua Sistem Reproduksi Perempuan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN S IDENTITAS PASIEN S NAMA: MUH FARRAZ BAHARY S TANGGAL LAHIR: 07-03-2010 S UMUR: 4 TAHUN 2 BULAN ANAMNESIS Keluhan utama :tidak

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit kardiovaskular yang terjadi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit kardiovaskular yang terjadi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Jantung Bawaan Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit kardiovaskular yang terjadi sejak lahir, dimana terjadi anomali perkembangan struktur kardiovaskular seperti

Lebih terperinci

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Leukemia Leukemia merupakan kanker yang terjadi pada sumsum tulang dan sel-sel darah putih. Leukemia merupakan salah satu dari sepuluh kanker pembunuh teratas di Hong Kong, dengan sekitar 400 kasus baru

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENDAHULUAN Seorang ibu akan membawa anaknya ke fasilitas kesehatan jika ada suatu masalah atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. World Health Organization Quality of Life (WHOQOL) mendefinisikan

I. PENDAHULUAN. World Health Organization Quality of Life (WHOQOL) mendefinisikan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization Quality of Life (WHOQOL) mendefinisikan kesehatan sebagai suatu keadaan fisik, mental, dan kesejahteraan sosial yang baik, bukan sekedar tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang. Congenital rubella syndrome (CRS) adalah kumpulan kelainan kongenital yang

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang. Congenital rubella syndrome (CRS) adalah kumpulan kelainan kongenital yang BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Congenital rubella syndrome (CRS) adalah kumpulan kelainan kongenital yang terjadi pada anak sebagai akibat dari infeksi rubela pada ibu selama kehamilan. WHO memperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Neurofibromatosis tipe 1 (NF1, MIM ) merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Neurofibromatosis tipe 1 (NF1, MIM ) merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Neurofibromatosis tipe 1 (NF1, MIM 162200) merupakan penyakit neurokutan yang paling sering ditemukan dengan insidensi 1 dalam 3500 kelahiran hidup pada semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada sel-sel yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada sel-sel yang terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada sel-sel yang terdapat pada jaringan payudara, bisa berasal dari komponen kelenjarnya (epitel maupun lobulusnya) dan

Lebih terperinci

NEUROFIBROMA. Disusun Oleh :

NEUROFIBROMA. Disusun Oleh : LAPORAN KASUS KELOMPOK I NEUROFIBROMA Disusun Oleh : Ajeng Dyah Ayu WP NIM : 0808120800 Ardila Usman NIM: 0808151350 Indah Prasetya Putri NIM: 0808151325 Vidya Nur Fakhriani NIM: 0808151222 Zakiah Fitriyanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anomali kongenital atau kelainan kongenital didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Anomali kongenital atau kelainan kongenital didefinisikan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anomali kongenital atau kelainan kongenital didefinisikan sebagai kelainan struktural maupun fungsional yang terdapat saat lahir dan berbeda dari keadaan normal.

Lebih terperinci

Penyebab, Gejala, dan Pengobatan Kanker Payudara Thursday, 14 August :15

Penyebab, Gejala, dan Pengobatan Kanker Payudara Thursday, 14 August :15 Kanker payudara adalah penyakit dimana selsel kanker tumbuh di dalam jaringan payudara, biasanya pada ductus (saluran yang mengalirkan ASI ke puting) dan lobulus (kelenjar yang membuat susu). Kanker atau

Lebih terperinci

Written by Administrator Sunday, 07 August :30 - Last Updated Wednesday, 07 September :03

Written by Administrator Sunday, 07 August :30 - Last Updated Wednesday, 07 September :03 Muntah tanpa Sebab Bayi belum selesai makan, tiba-tiba "BOOMM!" Makanannya mengotori baju. Mengapa? Gumoh hingga muntah kerap terjadi pada bayi berusia kurang dari enam bulan. Perilaku ini membuat ibu

Lebih terperinci

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI TIDUR Tidur suatu periode istirahat bagi tubuh dan jiwa Tidur dibagi menjadi 2 fase : 1. Active sleep / rapid eye movement (REM) 2. Quid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kasus keracunan pestisida organofosfat.1 Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kasus keracunan pestisida organofosfat.1 Menurut World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan pestisida secara luas berdampak pada meningkatnya kasus, yakni sebanyak 80% kasus pestisida merupakan kasus pestisida.1 Menurut World Health Organization

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur dan fungsi gen pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur dan fungsi gen pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur dan fungsi gen pada organisme. Hubungan genetika dengan ilmu ortodonsia sangat erat dan telah diketahui sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak semua manusia yang harus dijaga,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak semua manusia yang harus dijaga, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak semua manusia yang harus dijaga, dipelihara, dan dibina sebaik-baiknya sehingga dapat tercapai kualitas hidup yang baik. World Health Organisation

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN MANAJEMEN TERPADU BAYI MUDA UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN PENDAHULUAN Bayi muda : - mudah sekali menjadi sakit - cepat jadi berat dan serius / meninggal - utama 1 minggu pertama kehidupan cara memberi pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan. Hal tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kerentanan fisik individu sendiri, keadaan lingkungan

Lebih terperinci

BAB XXIV. Kanker dan Tumor. Kanker. Masalah pada leher rahim. Masalah pada rahim. Masalah pada payudara. Masalah pada indung telur

BAB XXIV. Kanker dan Tumor. Kanker. Masalah pada leher rahim. Masalah pada rahim. Masalah pada payudara. Masalah pada indung telur BAB XXIV Kanker dan Tumor Kanker Masalah pada leher rahim Masalah pada rahim Masalah pada payudara Masalah pada indung telur Jenis kanker lain yang sering ditemukan Ketika kanker tidak dapat disembuhkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Yogyakarta atau Rumah Sakit Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota

Lebih terperinci

3. Pemeriksaan Tajam Penglihatan (Visus) dan Buta Warna. Pemeriksaan HBs Ag Malaria (untuk daerah endemis malaria)

3. Pemeriksaan Tajam Penglihatan (Visus) dan Buta Warna. Pemeriksaan HBs Ag Malaria (untuk daerah endemis malaria) Lampiran : Surat No. 224/DL.004/V/AMG-2012 Tanggal 15 Mei 2012 Hal : Pemeriksaan Kesehatan MACAM DAN JENIS PEMERIKSAAN KESEHATAN 1. Riwayat Penyakit (Anamnesis) 2. Pemeriksaan Fisik (Physical Test) 3.

Lebih terperinci

: Satu Kasus Tersangka Dermatomiositis Yang Menunjukan

: Satu Kasus Tersangka Dermatomiositis Yang Menunjukan : Satu Kasus Tersangka Dermatomiositis Yang Menunjukan Perbaikan Dengan Terapi Metilprednisolon Abstrak : Dermatomiositis adalah kasus jarang ditemukan, ditandai berupa miopatia inflamatorik idiopatik

Lebih terperinci

Secondary Brain Tumor

Secondary Brain Tumor Secondary Brain Tumor Dr. Nurhayana Lubis Dr. Widi Widowati Dr. Semuel Wagio Dr. Teguh AR, SpS (K) Neuro-Onkologi Dept. Neurologi Mei 2006 Pendahuluan Lokasi yang berbeda dari otak mempunyai fungsi yang

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman :

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman : 1. Pengertian Angina pektoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada yang khas, yaitu seperti rasa ditekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melasma merupakan kelainan yang ditandai lesi makula hiperpigmentasi pada kulit yang sering terpapar sinar matahari seperti wajah, leher, atau lengan. Melasma masih

Lebih terperinci

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract. Vivit Erdina Yunita, 1 Afdal, 2 Iskandar Syarif 3

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract.  Vivit Erdina Yunita, 1 Afdal, 2 Iskandar Syarif 3 705 Artikel Penelitian Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan Timbulnya Kejang Demam Berulang pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Anak RS. DR. M. Djamil Padang Periode Januari 2010 Desember 2012 Vivit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis merupakan kasus paling sering dilakukan pembedahaan pada anak, walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi keterlambatan

Lebih terperinci

CHECKLIST KELUHAN UROGENITAL. Nama mahasiswa : Penguji : Tanggal : Nilai :

CHECKLIST KELUHAN UROGENITAL. Nama mahasiswa : Penguji : Tanggal : Nilai : CHECKLIST KELUHAN UROGENITAL Nama mahasiswa : Penguji : Tanggal : Nilai : No Aspek yang dinilai Nilai 0 1 2 Anamnesis 1 Memberi salam dan memperkenalkan diri keduanya 0 : melakukan< 2 3 Menanyakan identitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Kehamilan Ektopik Terganggu Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi diluar rongga uteri. Lokasi tersering

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr.

BAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kista coklat ovarium adalah salah satu entitas atau jenis kista ovarium yang paling sering ditemukan para klinisi dalam bidang obstetri dan ginekologi.

Lebih terperinci

DDH (Developmental Displacement of the Hip)-I

DDH (Developmental Displacement of the Hip)-I DDH (Developmental Displacement of the Hip)-I DDH juga diistilahkan sebagai Developmental Displasia of the hip. Dahulu, lebih populer dengan nama CDH (Congenital Dislocation of the Hip) atau yang dalam

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013 ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013 Bram Adhitama, 2014 Pembimbing I : July Ivone, dr, MKK.MPd.Ked Pembimbing II : Cherry Azaria,dr.

Lebih terperinci