Chapter 8: Menerapkan Teori Difusi: Adopsi Program Literasi Media di Sekolah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Chapter 8: Menerapkan Teori Difusi: Adopsi Program Literasi Media di Sekolah"

Transkripsi

1 Chapter 8: Menerapkan Teori Difusi: Adopsi Program Literasi Media di Sekolah Oleh: Rosidah 1, Umi Rochayati 2, Ridwan Daud Mahande 3 1,2,3) Mahasiswa S3 PTK PPs UNY Dalam artikel Diffusion Theory and Instructional Technology, Surry dan Farquhar (1997) menjelaskan bahwa disiplin ilmu mulai dari pertanian hingga pemasaran telah menggunakan teori difusi untuk meningkatkan adopsi produk inovatif. Diskusi berfokus pada bagaimana teknologi instruksional menggunakan teori difusi inovasi dengan harapan untuk meningkatkan pelaksanaan dan pemanfaatan hasil pembelajaran yang inovatif dan praktis. Penerapan teori difusi teknologi instruksional berguna untuk meneliti bagaimana para pendukung literasi media dapat menerapkan teori difusi inovasi untuk meningkatkan adopsi program literasi media di sekolah-sekolah. Artikel dari Surry dan Farquhar (1997) membahas tentang bagaimana teori difusi dapat diterapkan pada program literasi media. A. Teori Difusi Inovasi Sebelum menguraikan teori difusi pada teknologi instruksional, penting untuk memahami prinsip-prinsip teori difusi secara umum. Everett M. Rogers (1995) adalah orang yang paling terkenal di bidang penelitian difusi. Bukunya, Difusi Inovasi (4 th ed.), paling sering dikutip. Rogers menunjukkan, difusi bukanlah satu, namun mencakup semua teori. Ini adalah beberapa perspektif teoritis yang berhubungan dengan konsep keseluruhan difusi yaitu meta-teori. Difusi adalah proses dimana suatu inovasi diadopsi oleh anggota dari komunitas tertentu. Ada empat faktor yang mempengaruhi adopsi suatu inovasi menurut Rogers, (1995), yaitu: (1) inovasi itu sendiri, (2) saluran komunikasi yang digunakan untuk menyebarkan informasi tentang inovasi, (3) waktu, dan (4) sifat masyarakat kepada siapa itu diperkenalkan. Rogers (1995) menjelaskan bahwa ada empat teori utama yang berhubungan dengan difusi inovasi, yaitu : teori proses keputusan inovasi, teori inovasi individu, teori tingkat adopsi, dan teori atribut yang dirasakan. 1

2 1. Teori Proses Keputusan Inovasi Teori proses keputusan inovasi berbasis pada waktu dan lima tahap yang berbeda, yaitu: (1) pengetahuan, potensi pengadopsi harus terlebih dahulu belajar tentang inovasi, (2) persuasi, mereka harus dibujuk tentang manfaat dari inovasi. (3) keputusan, mereka harus memutuskan untuk mengadopsi inovasi. (4) implementasi, setelah mereka mengadopsi inovasi, mereka harus menerapkannya. (5) konfirmasi, mereka harus mengkonfirmasi bahwa keputusan mereka untuk mengadopsi adalah keputusan yang tepat. Setelah tahap ini tercapai, maka diperoleh hasil difusi (Rogers, 1995). 2. Teori Inovasi Individu Teori inovasi individu didasarkan pada siapa pengadopsi inovasi dan kapan. Kurva berbentuk lonceng sering digunakan untuk menggambarkan persentase individu yang mengadopsi suatu inovasi. Kategori (1) inovator (2,5%). Ini adalah pengambil resiko dan pelopor, (2) pengadopsi awal (13,5%) yaitu pengguna awal dan membantu menyebarkan berita tentang inovasi kepada orang lain, (3) mayoritas awal (34%) mencari informasi/kompromi tentang kelayakan dan manfaat inovasi dan (4) mayoritas akhir (34%) melalui pertimbangan fungsi inovasi, (5) mayoritas terlambat (16%) ini adalah individu yang sangat skeptis dan menolak mengadopsi sampai benar-benar diperlukan. Dalam banyak kasus, mereka tidak pernah mengadopsi inovasi (Rogers, 1995). 3. Teori Tingkat Adopsi Teori tingkat adopsi menunjukkan bahwa adopsi inovasi yang terbaik diwakili oleh s-kurva. Teori ini menyatakan bahwa adopsi suatu inovasi tumbuh perlahan dan bertahap di awal. Kemudian akan memiliki periode pertumbuhan cepat yang akan berangsur-angsur berkurang (taper off) dan menjadi stabil dan akhirnya menurun (Rogers, 1995). 4. Teori Atribut Persepsi Teori atribut didasarkan pada gagasan bahwa individu akan mengadopsi suatu inovasi jika mereka menganggap bahwa inovasi tersebut memiliki atribut sebagai berikut; (1) inovasi harus memiliki beberapa keuntungan relatif lebih dari inovasi yang ada atau status quo, (2) inovasi harus kompatibel dengan nilai-nilai 2

3 dan praktik-praktik yang ada, (3) inovasi tidak bisa terlalu rumit (user friendly), (4) inovasi harus memiliki kemampuan percobaan (trialability) yang berarti inovasi dapat diuji untuk waktu yang terbatas tanpa adopsi, (5) inovasi harus menawarkan hasil yang dapat diamati (Rogers, 1995). B. Teori Difusi dan Teknologi Instruksional Surry dan Farquhar (1997) menunjukkan bahwa teknologi pembelajaran harus mempelajari teori difusi dengan tiga alasan, yaitu: 1. Kurangnya pemahaman inovasi dan adopsi dalam teknologi pembelajaran. Beberapa menyalahkan guru dan resistensi terhadap perubahan, sementara yang lain menyalahkan birokrasi dan kurangnya pendanaan. Dengan mempelajari teori difusi teknologi pembelajaran mungkin dapat menjelaskan, memprediksi dan sebab untuk faktor-faktor yang mempengaruhi atau menghambat adopsi dan difusi inovasi. 2. Teknologi pembelajaran tidak dapat dipisahkan dengan inovasi. Materi pembelajaran diproduksi sebagai hasil dari kemajuan teknologi inovasi tersebut. Bahan-bahan ini perlu diperkenalkan dan menyebar ke dalam sistem pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan potensi adopsi untuk memahami cara terbaik untuk menyajikan inovasi. 3. Teknologi pembelajaran mungkin dapat mengembangkan model sistematis adopsi dan difusi. Model ini telah berguna dalam pengembangan instruksional. Oleh karena itu, tampaknya bijaksana untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang mempengaruhi difusi untuk membangun model difusi yang efektif, (Surry & Farquhar, 1997). Surry dan Farquhar (1997) menjelaskan bahwa teori pengembangan instruksional, seperti teori di hampir semua disiplin ilmu, penelitian pendekatan difusi dari tingkat makro atau tingkat mikro. a) Pendekatan tingkat makro Surry dan Farquhar mengambil pendekatan tingkat makro perubahan sistemik. Filosofi yang mendasari dalam perubahan sistemik adalah keinginan untuk reformasi pendidikan lengkap (perubahan sekolah). Perubahan sistemik adalah tentang perubahan organisasi dan struktural. Ini tidak berurusan dengan 3

4 perubahan bagian-bagian individu tetapi berkaitan dengan pembenahan seluruh institusi. Sebuah contoh pendekatan tingkat makro untuk reformasi pendidikan. b) Pendekatan tingkat mikro Pemanfaatan produk adalah pendekatan tingkat mikro untuk pengembangan instruksional. Perhatian dalam pemanfaatan produk untuk satu set tertentu dari pengadopsi potensial. Perubahan ini tidak dimaksudkan untuk seluruh struktur pendidikan tetapi memang ditujukan untuk berbagai bagian dalam struktur yang akan memperoleh keuntungan dari inovasi (Surry & Farquhar, 1997). Proses pengembangan instruksional yang berorientasi pengguna merupakan contoh dari pendekatan pemanfaatan produk, (Burkman, 1987). Sehubungan dengan pendekatan makro dan pendekatan mikro di atas, Surry dan Farquhar (1997) menyatakan perubahan sistemik (makro) dan pemanfaatan produk (mikro) ke dalam dua sub-kategori yaitu determinisme dan instrumentalism. Determinis dan instrumentalis berbeda atas dasar otonomi dan kontinuitas. Kategori ini banyak memandu pengembang/adopter instruksional. Adapun kategori sebagai berikut: (1) Determinisme (berbasis pengembang) Determinis percaya bahwa perubahan adalah di luar kendali manusia. Mereka berpendapat bahwa perubahan dalam masyarakat adalah hasil dari sistem teknologi yang lebih tinggi dan produk menggantikan sistem rendah dan produk. Mereka juga percaya bahwa perubahan itu bukan proses evolusi yang lambat. Mereka berpikir itu adalah proses terputus ditandai dengan revolusi yang bergerak masyarakat maju dengan pesat (Surry & Farquhar, 1997). Determinis dibagi pada pandangan mereka tentang moralitas teknologi. Beberapa menyarankan bahwa teknologi adalah positif dan menggembirakan. Mereka percaya bahwa teknologi pada akhirnya akan menyembuhkan semua penyakit manusia namun juga berpikir teknologi yang akan over lead time pada kehancuran moral, intelektual dan fisik manusia. Teori berbasis Pengembang melihat pengembangan produk dan produsen sebagai penyebab utama perubahan. Fokusnya adalah pada gagasan bahwa apa pun teknologi 4

5 yang lebih tinggi pada akhirnya akan mengambil alih apa yang berteknologi rendah. Teori berbasis pengembang terbatas karena mereka tidak menyadari bahwa teknologi yang lebih tinggi bukan berarti lebih baik atau lebih efektif bagi pengguna (Surry & Farquhar, 1997). (2) Instrumentalism (berbasis adopter). Teori adopter berbasis mengenali dan dipandu oleh fakta bahwa pengguna akhir adalah elemen yang paling penting bagi perubahan (Surry & Farquhar, 1997). Burkman (1987) proses pengembangan instruksional yang berorientasi pengguna terfokus pada adopter tersebut. Proses ini memiliki lima langkah: (1) mengidentifikasi adopter, (2) mengukur persepsi adopter terhadap inovasi, (3) mengembangkan produk yang user-friendly, (4) menginformasikan adopter tentang inovasi, dan (5) memberikan dukungan pengguna. Proses Burkman (1987), berisi pentingnya pengguna karena pengguna sentral dalam setiap langkah. Selain itu, instrumentalis di sisi lain, melihat teknologi sebagai alat yang berada di bawah kendali manusia. Mereka percaya bahwa difusi inovasi teknologi pendidikan akan selalu menjadi proses evolusi yang lambat, bukan lompatan revolusioner. Selain itu, pengguna produk harus menjadi fokus dari inovasi dari tahap awal pengembangan untuk difusi inovasi. Surry dan Farquhar (1997) mengingatkan bahwa jika seseorang mengadopsi pandangan instrumentalis, seseorang harus tidak sepenuhnya membuang filosofi deterministik. Keunggulan teknologi tidak boleh dikorbankan karena fokusnya adalah pada pengguna akhir. Hal ini diperlukan untuk terus mengembangkan produk-produk dan sistem yang unggul. Namun, adopsi dan implementasi produk dan sistem seperti ini akan menjadi akibat langsung dari bagaimana terpisahkan bagian dari proses pengguna akhir (Surry & Farquhar, 1997). Pemahaman tentang Rogers '(1995) teori difusi dan Surry dan Farquhar (1997) penerapan teori difusi untuk pengembangan instruksional akan membantu bagaimana media literacy telah mengikuti model teori difusi. 5

6 C. Media Literacy sebagai Inovasi Teknologi Rogers (1995) mendefinisikan difusi sebagai proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dari waktu ke waktu di antara para anggota suatu sistem sosial. Dia menggambarkan sebuah inovasi sebagai ide baru, praktek, atau objek dianggap baru untuk individu (Rogers, 1995). Dia menjelaskan bahwa Teknologi adalah desain untuk tindakan instrumental yang mengurangi ketidakpastian dalam hubungan sebab-akibat yang terlibat dalam mencapai hasil yang diinginkan, (Rogers, 1995, hal. 35). Dia menjelaskan bahwa teknologi adalah informasi, bukan hanya peralatan. Kebanyakan teknologi memiliki komponen hardware dan software. Aspek hardware terdiri dari "alat yang mewujudkan teknologi sebagai obyek material atau fisik," dan aspek software terdiri dari "basis informasi untuk alat" (Rogers, 1995, hal. 14). Berdasarkan definisi Rogers, literasi media adalah inovasi teknologi karena dianggap menjadi ide baru oleh pengadopsi potensial. Konsep literasi media telah berkembang selama beberapa tahun, tetapi sedang "dipasarkan" sebagai ide baru dalam bentuk yang sekarang. Pendidik, kelompok peminat, dan orang tua telah menyadari kebutuhan untuk meningkatkan literasi media di kalangan anak muda. Oleh karena itu, gagasan media literacy sedang disajikan sebagai ide baru dan segar untuk pengadopsi potensial. Contoh menggunakan media dalam pembelajaran hal ini berhubungan karena literasi media juga merupakan inovasi teknologi karena memiliki komponen hardware dan software. Komponen perangkat keras termasuk media yang digunakan oleh individu untuk menerima pesan (misalnya, koran, majalah, radio, televisi, film, dan komputer). Komponen perangkat lunak termasuk segudang sumber daya (misalnya, buku, video, CD-ROM, kegiatan pembelajaran, dll) yang digunakan untuk media pendidikan. D. Menerapkan Teori Difusi Literasi Media Literasi Media merupakan inovasi teknologi yang berguna untuk menerapkan prinsip-prinsip teori difusi untuk lebih memahami difusi literasi media ke dalam sistem sosial. Hal ini dilakukan karena beberapa alasan, sebagai berikut: 6

7 1. Teori difusi menyediakan kerangka kerja yang membantu pendukung literasi media memahami mengapa literasi media diadopsi oleh beberapa individu dan bukan oleh orang lain. Seperti teknologi pembelajaran, pendukung literasi media dapat menggunakan teori difusi untuk menjelaskan, memprediksi dan memperhitungkan faktor-faktor yang meningkatkan atau menghambat difusi inovasi. Teori difusi membantu masyarakat literasi media mengidentifikasi kualitas (misalnya, keuntungan relatif, kompatibilitas, dll) yang akan membuat inovasi media literacy lebih menarik bagi pengadopsi potensial. 2. Teknologi media yang terus berubah dan memperkenalkan hardware dan software baru. Oleh karena itu, sangat penting untuk memiliki pemahaman yang solid tentang bagaimana memperkenalkan ide-ide baru ke dalam sistem sosial. Teori difusi membantu pemahaman tersebut lebih lanjut. 3. Penelitian difusi menyediakan beberapa model yang sukses yang dapat digunakan untuk mengembangkan kampanye difusi sukses untuk literasi media. Seperti disebutkan sebelumnya, empat faktor yang mempengaruhi adopsi suatu inovasi, yaitu: (1) inovasi itu sendiri, (2) saluran komunikasi yang digunakan untuk menyebarkan informasi tentang inovasi, (3) waktu, dan (4) sifat masyarakat kepada siapa itu diperkenalkan (Rogers, 1995). Sebuah persepsi lebih dekat pada literasi media sebagai suatu inovasi, diuraikan sebagai berikut: a) Inovasi Sendiri: Media Literasi Teori atribut yang dirasakan menunjukkan bahwa sebuah inovasi dengan lima atribut berikut akan lebih mungkin diadopsi oleh individu. Kelima atribut, (Rogers, 1995), yaitu: (1) Keuntungan relatif literasi media, Keuntungan relatif dari pelatihan literasi media : peningkatan kemampuan siswa untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan menghasilkan pesan media. Siswa terus-menerus dibanjiri dengan rentetan pesan media setiap hari. Terlalu sering mereka tidak tahu bagaimana membedakan pesan secara akurat satu media dari yang lain. Media pelatihan litersi memberikan siswa cara melihat, berpikir kritis dan memberikan keterampilan yang membantu mereka 7

8 mendeteksi bias pesan dan teknik persuasi serta mengenali nilai-nilai sosial dan budaya yang sedang dikomunikasikan dalam pesan media. Selanjutnya, media pelatihan literasi mengajarkan siswa bagaimana pesan media yang dibangun dan diproduksi. Melalui pelatihan siswa menjadi sadar bagaimana pesan media dibuat, kemampuan mengevaluasi dan menganalisis mereka meningkat. Sebuah tugas yang mungkin bagi siswa mungkin untuk menghasilkan iklan televisi. Tujuan dari tugas akan mencakup siswa (a) memperoleh pemahaman yang lebih baik dari proses produksi dan pembangunan pesan media, (b) belajar untuk mengoperasikan kamera video dan peralatan editing, (c) mengevaluasi dampak potensi komersial mereka pada audiens mereka, dan (d) belajar untuk bekerja sama. (2) Kompatibilitas literasi media, Selain keuntungan relatif dari pelatihan media literasi, pengadopsi potensial perlu tahu bagaimana pelatihan tersebut kompatibel dengan nilai-nilai yang ada dan praktek (Rogers, 1995). Ironisnya, sekolah telah mengajar bentuk melek media selama bertahun-tahun. Pelatihan media literacy mengajarkan contoh, sebuah film klasik seperti Orson Welles '"Citizen Cane" dapat digunakan untuk mengajarkan konsep-konsep sastra tradisional. Sebagai bagian dari analisis mendalam, siswa bisa menulis sebuah makalah yang berfokus pada tema-tema kontrol dan kekuasaan dalam film. Selain itu, sebuah esai yang menjelaskan makna metaforis kereta luncur, "Rosebud," akan merangsang pemikiran dan instruktif. Jelaslah bahwa konsep yang sama yang diajarkan, tetapi perubahan utama adalah medium. Ada unsur-unsur tambahan, seperti pencahayaan, suara, dan sinematografi, yang merupakan bagian dari proses bercerita dalam film, namun konsep sastra tetap. Oleh karena itu, guru tidak perlu mengubah ide-ide mendasar dalam kelas mereka untuk memasukkan media pelatihan keaksaraan. Mereka hanya harus menyertakan media yang berbeda. Oleh karena itu, guru diwajibkan oleh negara untuk memasukkan pelatihan literasi media dalam kelas mereka. 8

9 (3) Kompleksitas literasi media, Potensi pengadopsi tidak harus melihat pelatihan media literacy sebagai kegiatan yang kompleks (Rogers, 1995). Seperti disebutkan sebelumnya, para guru dapat terus menggunakan praktik pembelajaran yang mirip untuk mengajarkan keterampilan literasi media, guru hanya perlu untuk memasukkan media lain selain buku. Oleh karena itu, pelaksanaan pelatihan literasi media yang telah dibuat mudah oleh berbagai sumber daya yang tersedia untuk guru. (4) Trialability literasi media, Atribut dari trialability penting bagi sebuah inovasi seperti pelatihan media literacy karena pengadopsi potensial ingin tahu apakah manfaat yang mengklaim memiliki benar-benar ada (Rogers, 1995). Media pelatihan literasi dapat dengan mudah diimplementasikan pada dasar percobaan. Sebagai contoh, hampir semua guru dapat mencurahkan unit pelajaran untuk media pengajaran keterampilan literasi tanpa mengorbankan waktu yang berharga dan sumber daya. Karena beberapa negara memiliki media standar melek huruf, lebih mudah bagi para guru di sekolah-sekolah untuk menerapkan pelajaran Media literasi karena mereka mengikuti pedoman kurikulum. (5) Observability literasi media Observability adalah atribut kelima penting untuk pengadopsi potensial (Rogers, 1995). Jika guru dapat melihat perubahan dalam pengakuan siswa mengenai pesan yang positif dan negatif selama dan sesudah pelatihan melek media, maka adopsi lebih mungkin. Potensi pengadopsi juga dapat "mengamati" efektivitas dan manfaat dari pelatihan literasi media dengan memeriksa sejarah media pelatihan literasi di Amerika Serikat dan negaranegara lain. Brown (1991) menawarkan review yang sangat bagus dari program melihat kritis nasional dan internasional keterampilan. Potensi penerapan standar melek media ke dalam kurikulum sekolah yang ada sangat ditingkatkan karena melek media memiliki atribut keuntungan relatif, kompatibilitas, mengurangi kompleksitas, trialability, dan observability. 9

10 b) Saluran Komunikasi Pembahasan sebelumnya berfokus pada inovasi itu sendiri. Untuk lebih memahami bagaimana literasi media menyebar dan diadopsi, maka perlu untuk beralih ke saluran komunikasi yang digunakan untuk mengirimkan informasi tentang litersi media. Rogers (1995) mendefinisikan saluran komunikasi sebagai "sarana yang pesan mendapatkan dari satu orang ke orang lain" (hal. 18). Sifat dari hubungan antara individu menentukan seberapa sukses inovasi yang ditransmisikan dari sumber ke penerima dan efek transfer (Rogers, 1995). Rogers (1995) menjelaskan bahwa saluran media massa adalah cara yang paling cepat dan efisien untuk berkomunikasi dengan sejumlah besar pengadopsi potensial, tetapi komunikasi interpersonal lebih efektif dalam membujuk pengadopsi potensial untuk menerima ide baru. Face-to-face komunikasi antara individu-individu dari status sosial ekonomi dan tingkat pendidikan yang sama meningkatkan potensi penerimaan bahkan lebih. c) Waktu Faktor penting ketiga dalam proses difusi adalah unsur waktu. Waktu sering diabaikan dalam penelitian perilaku lainnya. Dimasukkannya waktu dalam penelitian difusi adalah salah satu kekuatan, tetapi pengukuran waktu (seringkali melalui recall individu) telah dikritik (Rogers, 1995). Namun demikian, waktu yang terlibat dalam tiga dari empat teori yang berhubungan dengan difusi inovasi: (1) teori proses keputusan inovasi, (2) teori inovasi individual, dan (3) teori tingkat adopsi. Uraian hubungan waktu dengan teori dijelaskan sebagai berikut: (1) Waktu dan proses keputusan inovasi Proses keputusan inovasi adalah proses melalui mana seorang individu belajar tentang inovasi, membentuk sikap, mengadopsi atau menolak, mengimplementasikan gagasan baru, dan menegaskan keputusan untuk melakukannya. Rogers (1995) mengidentifikasi lima langkah utama dalam proses: (a) pengetahuan, (b) persuasi, (c) keputusan, (d) pelaksanaan/implementasi, dan (e) konfirmasi. Sebuah perspektif makrotingkat litersi media menunjukkan bahwa inovasi ini masih dalam tahap pengetahuan tentang proses. Media pendukung keaksaraan telah bekerja keras 10

11 untuk membuat guru, administrator, dan orang tua sadar media pelatihan melek huruf dan kebutuhan untuk media keterampilan keaksaraan. Upaya untuk mempromosikan literasi media besar, tetapi seluruh negara tidak yakin. Masih ada individu dan kelompok yang menentang mengajar dengan televisi. Beberapa survei mencatat bahwa sebagian besar guru mengatakan mereka tidak punya waktu untuk menggunakan atau mengajarkan tentang media di dalam kelas mereka. Mereka terlalu sibuk mengajar dasar-dasar membaca, menulis, dan berhitung (Lloyd-Kolkin & Tyner, 1988; Wulfemeyer, Sneed, Van Ommeren, & Riffe, 1990; Yates, 1997; Tuggle, Sneed, & Wulfemeyer, 2000). Hal ini terbukti bahwa media literacy jauh dari penerimaan penuh dan adopsi di Amerika Serikat. Media literasi bergerak menuju tahap persuasi. Karena semakin banyak individu membentuk sikap yang menguntungkan terhadap literasi media, kemungkinan memutuskan untuk mengadopsi akan meningkat. Negara telah melewati pengetahuan, persuasi, dan keputusan tahapan proses inovasi-keputusan dan sedang dalam tahap implementasi. Beberapa mungkin berpendapat negara telah berlalu pelaksanaan dan sedang dalam proses konfirmasi keputusan untuk membuat media warga melek huruf. Pemeriksaan bagaimana media literacy telah menyebar sendiri ke negara Meksiko sangat membantu sebagai inovasi media literacy berdifusi sendiri di seluruh negeri. Pemimpin opini dapat menggunakan New Mexico serta negara-negara seperti Florida, Texas dan Massachusetts sebagai model untuk meningkatkan adopsi melek media dalam skala nasional. (2) Waktu dan inovasi individu Proses keputusan inovasi dipengaruhi oleh inovasi individu. Rogers (1995) mendefinisikan inovasi sebagai "sejauh mana unit individu atau lainnya adopsi relatif awal dalam mengadopsi ide-ide baru dari anggota lain dari sistem" (hal. 22). Beberapa individu mengadopsi ide baru jauh lebih awal daripada yang lain lakukan; ini adalah inovator. Inovator aktif mencari informasi baru dan mampu mengatasi ketidakpastian yang menyertai inovasi baru. Inovator sering memiliki eksposur yang lebih besar untuk saluran media massa dan jaringan 11

12 interpersonal mereka memperpanjang jauh melampaui area lokal mereka. Pengadopsi awal menerima inovasi segera setelah inovator (Rogers, 1995). Individu seperti Elizabeth Thoman, Kathleen Tyner, David Considine, Wally Bowen, dan Renee Hobbs akan dianggap pengadopsi awal dari konsep melek media. Mereka adalah beberapa ulama terkemuka di bidang literasi media saat ini dan mengupayakan pemasukan pelatihan literasi media dalam kurikulum sekolah. Mayoritas awal dan akhir mengikuti pengadopsi awal. Mayoritas awal adalah lebih lambat untuk menerima inovasi, tetapi melakukannya lebih cepat daripada mayoritas akhir (Rogers, 1995). Negara-negara yang telah memasukkan standar literasi media dalam kurikulum mereka akan dianggap sebagai mayoritas awal. Mayoritas terlambat akan menjadi negara-negara yang mengadopsi standar tersebut di masa depan. Mereka yang terakhir untuk mengadopsi atau yang tidak pernah mengadopsi standar keaksaraan media yang akan dianggap lamban. Lamban jarang menerima inovasi baru. Anggota setiap kelompok pengadopsi biasanya memiliki karakteristik umum seperti status sosial ekonomi, paparan media massa, dan jaringan yang terbatas atau lebar saluran antarpribadi (Rogers, 1995) (3) Waktu dan tingkat adopsi Tingkat adopsi adalah daerah ketiga dalam difusi inovasi yang melibatkan waktu (Rogers, 1995). Adopsi inovasi lambat dan bertahap di awal. Hal ini terbukti dengan literasi media. Banyak guru dan administrator telah enggan untuk mengadopsi literasi media. Namun, ada perubahan iklim dan semakin banyak sekolah yang menerima literasi media sebagai bagian integral dari proses pendidikan. Penerapan literasi media berkembang pesat, yang konsisten dengan tingkat teori adopsi. Pesatnya pertumbuhan akan taper off akhirnya dan menurun sedikit. Distribusi frekuensi kumulatif dari waktu ke waktu akan menyerupai berbentuk S-Kurva (Rogers, 1995). Karena semakin banyak orang menganggap pelatihan media literacy untuk memiliki keuntungan yang lebih besar relatif dan kompatibilitas, dan seperti, tingkat adopsi kemungkinan akan meningkat. 12

13 d) Sifat Masyarakat Faktor keempat dan terakhir, yang mempengaruhi difusi inovasi, adalah sifat dari masyarakat kepada siapa inovasi diperkenalkan. "Masyarakat" yang dikenal sebagai sistem sosial. Rogers (1995) mendefinisikan sistem sosial sebagai "satu set unit yang saling terkait yang terlibat dalam pemecahan masalah bersama untuk mencapai tujuan bersama" (hal. 23). Anggota sistem sosial dapat berupa individu, kelompok-kelompok informal, atau organisasi. Pendidik di sekolah dasar dan menengah adalah anggota dari sistem sosial bekerja sama untuk menciptakan masyarakat yang melek media. Difusi media literasi dalam sistem sosial ini tergantung pada (1) struktur sosial, (2) norma-norma dalam sistem, dan (3) pemimpin opini (Rogers, 1995). 1) Struktur sosial Dalam sistem sosial pendidik ada berbagai kelompok individu yang bertindak dan bereaksi secara berbeda. Oleh karena itu, struktur sosial diperlukan dalam sistem untuk memberikan keteraturan dan stabilitas dan untuk dapat memprediksi perilaku orang lain dengan beberapa tingkat akurasi (Rogers, 1995). Struktur komunikasi juga merupakan bagian penting dari sistem sosial. Tidak semua anggota suatu sistem sosial berkomunikasi sama satu sama lain. Biasanya, anggota yang paling mirip cenderung berkomunikasi satu sama lain. Sebagai pola komunikasi berkembang menjadi lebih mudah untuk memprediksi perilaku individu, termasuk ketika sebuah inovasi akan diadopsi (Rogers, 1995). Misalnya, guru dalam sekolah cenderung berkomunikasi satu sama lain lebih sering daripada yang mereka lakukan dengan administrator. Oleh karena itu, ketika seorang guru mengadopsi ide baru itu lebih mungkin guru-guru lain akan mengadopsi gagasan karena mereka seperti pikiran. 2) Norma Sebuah struktur sistem sosial memfasilitasi atau menghambat difusi inovasi (Rogers, 1995). Norma dalam sistem sosial menyediakan pedoman perilaku yang dapat diterima dan juga mempengaruhi difusi. Pedoman ini dapat menciptakan sebuah penghalang untuk difusi inovasi. Misalnya, norma di sekolah dasar adalah untuk mengajarkan dasar-dasar membaca, menulis, dan 13

14 matematika. Membangun fondasi fundamental ini sangat penting dan diterima oleh pendidik nasional. Norma mengajar dasar dasar menghambat adopsi media mengajarkan keterampilan keaksaraan karena guru sudah memiliki tugas yang mapan dan penting. Survei telah menunjukkan guru tidak merasa bahwa mereka memiliki waktu untuk mengajarkan keterampilan keaksaraan media yang karena mereka sulit ditekan untuk mendapatkan melalui dasardasar (Lloyd-Kolkin & Tyner, 1988; Wulfemeyer, Sneed, Van Ommeren, & Riffe, 1990; Yates 1997, Tuggle, Sneed, & Wulfemeyer, 2000). 3) Pemimpin opini Pemimpin opini juga mempengaruhi adopsi inovasi. Pemimpin opini adalah individu yang memberikan saran dan informasi tentang suatu inovasi kepada anggota sistem sosial (Rogers, 1995). Orang-orang ini cenderung mendukung norma-norma struktur sosial dan berfungsi sebagai model bagi orang lain. Pemimpin opini berada di pusat jaringan komunikasi dan mencapai sejumlah besar orang lain melalui aliran saling berhubungan informasi (Rogers, 1995). W. James Potter adalah contoh dari seorang pemimpin opini dalam sistem sosial pendidik. Dia adalah penulis dari Media Literasi, dan seorang sarjana yang luar biasa dan dihormati di bidang komunikasi. Bukunya dan karyakarya lain mempromosikan ide melek media dan pentingnya pendidikan dan masyarakat. Potter adalah seorang pemimpin opini karena statusnya di bidang komunikasi dan karena dia bekerja dalam struktur sosial. E. Kesimpulan Difusi literasi media difokuskan pada inovasi itu sendiri, saluran komunikasi yang digunakan untuk menyebarkan informasi tentang inovasi, dampak waktu, dan sifat dari sistem sosial yang mengadopsi litersi media. Tampaknya sebagai inovasi, media literacy memiliki potensi untuk diadopsi penuh dalam sistem sosial pendidik. Namun, media literacy harus didekati dari instrumentalis (berbasis-adopter) perspektif (Surry & Farquhar, 1997). Pengadopsi dalam hal ini adalah guru kelas. Jika ada upaya akar rumput antara pendidik kelas, maka literasi media akan berhasil baik. Keempat proyek USOE gagal, karena sebagian karena guru tidak tahu bagaimana untuk melaksanakan 14

15 program dan menggunakan bahan-bahan yang diberi (Brown, 1991). Sementara harus fokus pada siswa dalam merancang kurikulum literasi media, pengembang instruksional harus fokus pada guru karena mereka adalah orang-orang yang akan menggunakannya. Surry dan Farquhar (1997) mencatat, teori berbasis adopter dalam mengadopsi inovasi berjalan dengan lambat dan bertahap. Ini menjelaskan adopsi inovasi dalam literasi media, tetapi bagian yang menarik adalah bahwa tingkat adopsi yang terus berkembang. Penelitian empiris menilai efektivitas pelatihan literasi media dan program literasi media di sekolah akan meningkatkan adopsi inovasi pendidikan. Sumber: Hasil Review a Reader Prof. Zamroni, Ph.D Theories of Diffusion of Innovation Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta,

PENGGUNAAN TEORI. Dalam Program Promosi Kesehatan

PENGGUNAAN TEORI. Dalam Program Promosi Kesehatan PENGGUNAAN TEORI Dalam Program Promosi Kesehatan KEGUNAAN TEORI UNTUK PROGRAM Teori adalah Panduan terorganisir dan sistematis tentang pengetahuan, yang berlaku dalam berbagai macam keadaan, dirancang

Lebih terperinci

Praktikum Perilaku Konsumen

Praktikum Perilaku Konsumen Modul ke: Praktikum Perilaku Konsumen Difusi dan Inovasi Konsumen Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Ade Permata Surya, S.Gz., MM. Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id Definisi Inovasi dan Difusi Inovasi

Lebih terperinci

TEORI KOMUNIKASI KONTEKS BUDAYA DAN MASYARAKAT

TEORI KOMUNIKASI KONTEKS BUDAYA DAN MASYARAKAT PENYEBARAN INFORMASI DAN PENGARUH Teori Komunikasi-1, Sesi 14 Hipotesis Dua Langkah Lazarsfeld TEORI KOMUNIKASI KONTEKS BUDAYA DAN MASYARAKAT PENYEBARAN INFORMASI DAN PENGARUH: Hipotesis Dua Langkah Lazarsfeld

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perubahan Sosial Masyarakat tidak dapat dibayangkan dalam suatu keadaan yang tetap dan diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat akan selalu

Lebih terperinci

BAB 7 RUANG LINGKUP, TUJUAN, PRINSIP, STRATEGI DAN FUNGSI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

BAB 7 RUANG LINGKUP, TUJUAN, PRINSIP, STRATEGI DAN FUNGSI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MATERI KULIAH KOMUNIKASI PEMBANGUNAN BAB 7 RUANG LINGKUP, TUJUAN, PRINSIP, STRATEGI DAN FUNGSI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN Materi Kuliah Komunikasi Pembangunan Hal 1 A. RUANG LINGKUP KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Definisi-definisi Difusi adalah proses inovasi yang dikomunikasikan melalui saluran-saluran tertentu kepada anggota sistem sosial Komunikasi adalah se

Definisi-definisi Difusi adalah proses inovasi yang dikomunikasikan melalui saluran-saluran tertentu kepada anggota sistem sosial Komunikasi adalah se DIFUSI INOVASI Everett M. Rogers Jat Jat Wirijadinata Definisi-definisi Difusi adalah proses inovasi yang dikomunikasikan melalui saluran-saluran tertentu kepada anggota sistem sosial Komunikasi adalah

Lebih terperinci

Dalam konteks difusi inovasi menuju adopsi final itulah Rogers (1983) menawarkan karakteristik yang dapat membantu mengurangi ketidakpastian tentang

Dalam konteks difusi inovasi menuju adopsi final itulah Rogers (1983) menawarkan karakteristik yang dapat membantu mengurangi ketidakpastian tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teori difusi inovasi yang dikembangkan Everett M Rogers dikenal luas sebagai teori yang membahas keputusan inovasi. Melalui buku Diffusion of Innovation (DOI), Rogers

Lebih terperinci

Komunikasi Pemasaran dan Adopsi Produk Baru

Komunikasi Pemasaran dan Adopsi Produk Baru Komunikasi Pemasaran dan Adopsi Produk Baru Hensi Margaretta, MBA. 1 Pokok Bahasan Peran utama komunikasi pemasaran dalam mempengaruhi karakteristik inovasi Peran komunikasi lisan (word of mouth) 2 Produk

Lebih terperinci

DIFUSI INOVASI. Agustina Bidarti Fakultas Pertanian Unsri

DIFUSI INOVASI. Agustina Bidarti Fakultas Pertanian Unsri DIFUSI INOVASI M ETODE PENGEMBANGAN PARTISIPATIF Agustina Bidarti Fakultas Pertanian Unsri Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Adopsi 1. Sifat inovasi (keuntungan relatif, kompabilitas, kompleksitas, triabilitas,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis

TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis TINJAUAN PUSTAKA Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) Pola tanam adalah pengaturan penggunaan lahan pertanaman dalam kurun waktu tertentu, tanaman dalam satu areal dapat diatur menurut jenisnya.

Lebih terperinci

PENDIDIKAN. Oleh : Suyantiningsih, M.Ed. Jur. KTP FIP

PENDIDIKAN. Oleh : Suyantiningsih, M.Ed. Jur. KTP FIP PENDIDIKAN Oleh : Suyantiningsih, M.Ed. Jur. KTP FIP DEFINISI Difusi adalah proses inovasi yang dikomunikasikan melalui saluran-saluran tertentu kepada anggota sistem sosial Komunikasi adalah sebuah proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sering muncul ketika pertama kali mengkaji inovasi adalah masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sering muncul ketika pertama kali mengkaji inovasi adalah masalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Inovasi pengertian inovasi telah ditelaah dari berbagai sudut pandang dan disiplin ilmu, seperti manajemen bisnis, sosiologi, antropologi dan psikologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pergeseran paradigma dalam pendidikan yang semula terpusat menjadi terdesentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pergeseran paradigma dalam pendidikan yang semula terpusat menjadi terdesentralisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran paradigma dalam pendidikan yang semula terpusat menjadi terdesentralisasi membawa konsekuensi dalam pengelolaan pendidikan, khususnya di tingkat sekolah.

Lebih terperinci

HAND-OUT MATAKULIAH INOVASI DAN DIFUSI PENDIDIKAN. (Suyantiningsih, M.Ed.)

HAND-OUT MATAKULIAH INOVASI DAN DIFUSI PENDIDIKAN. (Suyantiningsih, M.Ed.) HAND-OUT MATAKULIAH INOVASI DAN DIFUSI PENDIDIKAN (Suyantiningsih, M.Ed.) PENDAHULUAN Dalam sejarah Amerika Serikat, teori difusi inovasi telah ada sejak tahun 1950-an. Dalam konteks sejarah yang dimaksud,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Teori Adopsi dan Difusi Inovasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Teori Adopsi dan Difusi Inovasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Teori Adopsi dan Difusi Inovasi Inovasi menurut Rogers (1983) merupakan suatu ide, praktek atau obyek yang dianggap baru oleh individu atau kelompok pengadopsi.

Lebih terperinci

INOVASI DALAM ORGANISASI

INOVASI DALAM ORGANISASI INOVASI DALAM ORGANISASI Banyak inovasi yang telah diadopsi oleh organisasi. Dan dalam banyak kasus, seorang individu tidak bisa mengadopsi ide baru sampai organisasi sebelumnya diadopsi. Bab ini terutama

Lebih terperinci

BAB V Perilaku Konsumen pada Pasar Konsumsi dan Pasar Bisnis

BAB V Perilaku Konsumen pada Pasar Konsumsi dan Pasar Bisnis BAB V Perilaku Konsumen pada Pasar Konsumsi dan Pasar Bisnis PASAR KONSUMEN DAN TINGKAH LAKU KONSUMEN DALAM MEMBELI Pasar konsumen: Semua individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS 8 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Difusi Inovasi Sejumlah konsep dan teori mengenai difusi inovasi yang dirujuk dari Rogers dan Shoemaker (1971) dan Rogers (1995) yang dikemukakan dalam subbab ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inovasi Rogers (2003) mengartikan inovasi sebagai ide, praktik atau objek yang dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya pengetahuan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TANJUNGPURA SIKAP

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TANJUNGPURA SIKAP PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TANJUNGPURA SIKAP a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religius; b. Menjunjung tinggi nilai

Lebih terperinci

Soal Jawab untuk Semua Materi 1. Ada dua landasan teori dalam pendekatan akuntansi keprilakuan, yakni pendekatan Normatif ke Deskriptif dan

Soal Jawab untuk Semua Materi 1. Ada dua landasan teori dalam pendekatan akuntansi keprilakuan, yakni pendekatan Normatif ke Deskriptif dan Soal Jawab untuk Semua Materi 1. Ada dua landasan teori dalam pendekatan akuntansi keprilakuan, yakni pendekatan Normatif ke Deskriptif dan Pendekatan Universal ke pendekatan Kontijensi. Dalam hal pendekata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Tujuan I.2 Batasan Masalah I.3 Sasaran

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Tujuan I.2 Batasan Masalah I.3 Sasaran BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Tujuan Masih banyak mahasiswa yang belum mengetahui tentang apa itu teknologi pendidikan. Sebagian dari mereka masih mengetahui teknologi pendidikan melalui prasangka-prasangka

Lebih terperinci

Modul Perkuliahan VII Komunikasi Massa

Modul Perkuliahan VII Komunikasi Massa Modul ke: 9 Modul Perkuliahan VII Komunikasi Massa Model Dampak / Pengaruh Komunikasi Massa Fakultas ILMU KOMUNIKASI Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., Ph.D Program Studi Broadcasting Judul Sub Bahasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2002) memberikan definisi

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Paradigma Adopsi Inovasi Paradigma lama kebijakan pembangunan selama ini mengalami distorsi terhadap pluralitas bangsa dengan melakukan perencanaan program

Lebih terperinci

negeri namun tetap menuntut kinerja politisi yang bersih.

negeri namun tetap menuntut kinerja politisi yang bersih. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persoalan politik di Indonesia saat ini adalah kurangnya kesadaran politik dalam masyarakat khususnya generasi pemuda untuk terlibat dalam partisipasi politik. Tuntutan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja Karakteristik Remaja Kepribadian Remaja dalam Sudut Pandang Konsumen

TINJAUAN PUSTAKA Remaja Karakteristik Remaja Kepribadian Remaja dalam Sudut Pandang Konsumen TINJAUAN PUSTAKA Remaja Karakteristik Remaja Masa remaja dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun dan berakhir pada sekitar usia 18 hingga 22 tahun (Santrock 2007). Menurut Santrock (2002), ciri utama remaja

Lebih terperinci

7 Prinsip Manajemen Mutu - ISO (versi lengkap)

7 Prinsip Manajemen Mutu - ISO (versi lengkap) 7 Prinsip Manajemen Mutu - ISO 9001 2015 (versi lengkap) diterjemahkan oleh: Syahu Sugian O Dokumen ini memperkenalkan tujuh Prinsip Manajemen Mutu. ISO 9000, ISO 9001, dan standar manajemen mutu terkait

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. proses pengambilan keputusan antara lain dengan melalui kampanye politik sebagai

Bab I. Pendahuluan. proses pengambilan keputusan antara lain dengan melalui kampanye politik sebagai Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sejak reformasi tahun 1998 merupakan langkah awal sistem demokrasi di indonesia yang membawa pada sistem politk yang sifatnya terbuka. Hal tersebut memungkinkan setiap

Lebih terperinci

BAB II SEJARAH DAN PERKEMBANGAN IKLAN

BAB II SEJARAH DAN PERKEMBANGAN IKLAN 1 ABSTRAK Perkembangan dunia komunikasi dan media massa adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Melalui media massa saat ini, masyarakat dapat memperoleh informasi yang tidak terbatas. Tidaklah heran

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. kesimpulan bahwa proses difusi, inovasi dan adopsi motor trail pada komunitas

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. kesimpulan bahwa proses difusi, inovasi dan adopsi motor trail pada komunitas BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Dari data-data penelitian yang diperoleh di lapangan yakni melalui kuesioner, wawancara dan hasil pengamatan, maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa proses

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Difusi Inovasi 2.1.1. Pengertian Difusi dan Inovasi Difusi Inovasi terdiri dari dua padanan kata yaitu difusi dan inovasi. Rogers (1983) mendefinisikan difusi sebagai proses

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 :

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Pada tahun 1960-an teknologi pendidikan menjadi salah satu kajian yang

BAB II URAIAN TEORITIS. Pada tahun 1960-an teknologi pendidikan menjadi salah satu kajian yang BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Teknologi Pendidikan Pada tahun 1960-an teknologi pendidikan menjadi salah satu kajian yang banyak mendapat perhatian di lingkungan ahli pendidikan. Pada awalnya, teknologi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. eksistensinya ditengah industri penyiaran televisi. Wawancara pun dilakukan

BAB IV ANALISIS DATA. eksistensinya ditengah industri penyiaran televisi. Wawancara pun dilakukan BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian dengan cara observasi, wawancara struktur maupun tidak berstruktur, dan dokumentasi. Obervasi yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion,

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Media telah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, bahkan kita tidak akan pernah terlepas dari media. Seiring dengan perkembangan peradaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 1). Pembelajaran menurut Sugandi (2006: 9) adalah seperangkat peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 1). Pembelajaran menurut Sugandi (2006: 9) adalah seperangkat peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bisa diartikan sebagai sebuah proses kegiatan pelaksanaan kurikulum suatu lembaga pendidikan yang telah ditetapkan (Sudjana, 2001: 1). Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini sistem pendidikan masih cenderung mengarah pada dua

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini sistem pendidikan masih cenderung mengarah pada dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama ini sistem pendidikan masih cenderung mengarah pada dua masalah pokok, yakni 1) bagaimana mengadaptasikan dengan benar kurikulum dan metode pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara sehingga muncul slogan Quality is everybody business, dimana

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara sehingga muncul slogan Quality is everybody business, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mutu merupakan kebutuhan utama setiap orang, setiap institusi bahkan setiap negara sehingga muncul slogan Quality is everybody business, dimana usaha untuk

Lebih terperinci

MENJADI PEMIMPIN BISNIS

MENJADI PEMIMPIN BISNIS MENJADI PEMIMPIN BISNIS ? ANDA PASTI BISA MENJADI PEMIMPIN BISNIS ANDA BISA MENJADI MOTIVATOR GUNAKAN SISI MANUSIA ANDA GUNAKAN TEKNIK MENAMBAH SEMANGAT TIM FOKUS PADA SISI TUGAS TIM MENGELOLA KONFLIK

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan Sikap..., Ferina Rahmawati, F.PSI UI, 2008

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan Sikap..., Ferina Rahmawati, F.PSI UI, 2008 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berjalannya waktu dan pesatnya perkembangan produkproduk penopang kehidupan manusia, kehidupan kita hampir tak bisa lepas dari sekumpulan iklan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dan selalu diwarnai nilai-nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dan selalu diwarnai nilai-nilai yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia tidak pernah lepas dan selalu diwarnai nilai-nilai yang lahir dari produk - produk seperti media cetak dan media elektronik. Produkproduk ini menjadi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. Service mempunyai banyak karakteristik seperti, bersifat intangible dan

BAB II KERANGKA TEORITIS. Service mempunyai banyak karakteristik seperti, bersifat intangible dan BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Pengertian Service Service atau layanan sekarang ini sudah sangat berbeda dengan layanan tradisional yang dulu pernah ada. Layanan sekarang ini lebih bersifat cepat, tanggap,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Program Food Safety Masuk Desa (FSMD) 2.1.1 Keamanan Pangan (Safety Food) Keamanan pangan (safety Food) diartikan sebagai kondisi pangan aman untuk dikonsumsi. Keamanan pangan

Lebih terperinci

PERSEPSI MAHASIWA TERHADAP IKLAN LUX VERSI BANDAR UDARA ATIQAH HASIHOLAN. Ayu Maiza Faradiba. Universitas Paramadina

PERSEPSI MAHASIWA TERHADAP IKLAN LUX VERSI BANDAR UDARA ATIQAH HASIHOLAN. Ayu Maiza Faradiba. Universitas Paramadina PERSEPSI MAHASIWA TERHADAP IKLAN LUX VERSI BANDAR UDARA ATIQAH HASIHOLAN Ayu Maiza Faradiba Universitas Paramadina ABSTRAK Tujuan Penelitian: untuk mengetahui sejauh mana persepsi mahasiswa Universitas

Lebih terperinci

PENINGKATAN PERAN PUSTAKAWAN PERGURUAN TINGGI MELALUI PROGRAM DIFUSI INFORMASI IPTEK KE MASYARAKAT

PENINGKATAN PERAN PUSTAKAWAN PERGURUAN TINGGI MELALUI PROGRAM DIFUSI INFORMASI IPTEK KE MASYARAKAT PENINGKATAN PERAN PUSTAKAWAN PERGURUAN TINGGI MELALUI PROGRAM DIFUSI INFORMASI IPTEK KE MASYARAKAT Wahid Nashihuddin Pustakawan Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah LIPI Gedung A PDII-LIPI, Jl.Jend.Gatot

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DAN BERFIKIR KRITIS

KOMUNIKASI DAN BERFIKIR KRITIS KOMUNIKASI DAN BERFIKIR KRITIS Disampaikan dalam Orientasi Perguruan Tinggi dan Kehidupan Kampus Universitas Slamet Riyadi Surakarta Tahun Akademik 2016 2017 Kamis, 15 September 2016 Oleh: SUGIARYO K.UPT

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Berdasarkan dari kerangka permasalahan yang ada dan dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini, maka landasan teori yang akan dipakai adalah teori

Lebih terperinci

TEORI KOMUNIKASI MASSA

TEORI KOMUNIKASI MASSA BAB 6 Modul 9 TEORI KOMUNIKASI MASSA Tujuan Intruksional Khusus: Mahasiswa mampu menjelaskan teori dan model dasar komunikasi massa, menjelaskan teori dan model tentang pengaruh komunikasi massa terhadap

Lebih terperinci

DIFUSI INOVASI TEKNOLOGI PENGELOLAAN SAMPAH PADA MASYARAKAT

DIFUSI INOVASI TEKNOLOGI PENGELOLAAN SAMPAH PADA MASYARAKAT J. Tek. Ling. Vol. 8 No. 3 Hal. 253-260 Jakarta, September 2007 ISSN 1441-318X DIFUSI INOVASI TEKNOLOGI PENGELOLAAN SAMPAH PADA MASYARAKAT Muhammad Ansorudin Sidik Peneliti pada Pusat Pengkajian Kebijakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan cara-cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan cara-cara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Perspektif Sosiologis Perspektif merupakan suatu kumpulan asumsi maupun keyakinan tentang sesuatu hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS 2.1 Pemikiran Konseptual Pemikiran konseptual pada penelitian ini didasarkan pada pencarian dan pemecahan masalah yang dihadapi oleh Jatis Mobile dalam menghadapi persaingan

Lebih terperinci

...,"'..,II'IIMSM' Bab 1 Literasi Media Massa. Bab 4 Majalah. Bab 2 Buku. Bab 5 Sound Recording. Bab 3 Koran. Bab 6 Film

...,'..,II'IIMSM' Bab 1 Literasi Media Massa. Bab 4 Majalah. Bab 2 Buku. Bab 5 Sound Recording. Bab 3 Koran. Bab 6 Film I(OMUNII(ASI ...,"'..,II'IIMSM' ~'", '," " :," ~ '.,',,;', ' :,",." Bab 1 Literasi Media Massa 2 Arti Penting Media Massa... 4 Kultur dan Nilai... 7 Media Massa Utama... 9 Perpaduan Teknologi... 13 MSM

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen

BAB II URAIAN TEORITIS. Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen Terhadap Pembelian Produk Aqua (Studi pada Masyarakat Desa Slimbung Kecamatan Ngadiluwih

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERDASARKAN PADA KATEGORI ADOPTER Oleh Ir. Gede Sedana, M.Sc. MMA Dosen Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra ABSTRAK

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERDASARKAN PADA KATEGORI ADOPTER Oleh Ir. Gede Sedana, M.Sc. MMA Dosen Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra ABSTRAK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERDASARKAN PADA KATEGORI ADOPTER Oleh Ir. Gede Sedana, M.Sc. MMA Dosen Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra ABSTRAK Pembagian anggota sistem sosial ke dalam kelompok-kelompok

Lebih terperinci

Memperkenalkan Penawaran Pasar Baru

Memperkenalkan Penawaran Pasar Baru Memperkenalkan Penawaran Pasar Baru MATA KULIAH MANAJEMEN PEMASARAN LANJUT JENIS-JENIS PRODUK BARU Produk baru berkisar dari produk baru bagi dunia yang menciptakan pasar yang seluruhnya baru pada satu

Lebih terperinci

MANAJEMEN LAYANAN SISTEM INFORMASI SERVIS STRATEGI & DESIGN 2KA30

MANAJEMEN LAYANAN SISTEM INFORMASI SERVIS STRATEGI & DESIGN 2KA30 MANAJEMEN LAYANAN SISTEM INFORMASI SERVIS STRATEGI & DESIGN 2KA30 Disusun oleh: Mukhamad Arif Kurniawan (17114619) Richart Wirianto (19114247) Indra Oktamara (15114300) FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut terciptanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut terciptanya masyarakat yang gemar belajar. Gemar belajar ditandai dengan timbulnya rasa ingin tahu untuk mencoba

Lebih terperinci

JURNAL 1 : POTENSI ADOPSI STRATEGI E-COMMERCE UNTUK DI LIBYA.

JURNAL 1 : POTENSI ADOPSI STRATEGI E-COMMERCE UNTUK DI LIBYA. Nama : Sapto N. Setiawan Jurusan : 42SIB JURNAL 1 : POTENSI ADOPSI STRATEGI E-COMMERCE UNTUK DI LIBYA. Penerapan electronic commerce (e-commerce) telah menjadikan hubungan bisnis yang sehat antara produsen

Lebih terperinci

Proses dan efek Media

Proses dan efek Media Proses dan efek Media McQuail Buku.2 bab.17 Kita di pengaruhi oleh media, tetapi mekanismenya seperti apa masih belum jelas. Penduduk empat musim berpakaian berdasarkan ramalan cuaca, membeli sesuatu berdasarkan

Lebih terperinci

Teori Komunikasi Massa 2. Komunikasi Massa Universitas Pembangunan Jaya, 2015

Teori Komunikasi Massa 2. Komunikasi Massa Universitas Pembangunan Jaya, 2015 Teori Komunikasi Massa 2 Komunikasi Massa Universitas Pembangunan Jaya, 2015 Teori yang Akan Dibahas : Diffusion of Innovation Theory Agenda Setting Theory Media Studies New Media Teori Difusi Inovasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan, baik itu perusahaan jasa maupun produk karena produk ataupun jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan, baik itu perusahaan jasa maupun produk karena produk ataupun jasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemasaran adalah kegiatan yang sangat penting untuk dilakukan oleh perusahaan, baik itu perusahaan jasa maupun produk karena produk ataupun jasa yang ditawarkan

Lebih terperinci

BERITA LITERASI MEDIA DAN WEBSITE KPI (ANALISIS ISI KUANTITATIF BERITA MENGENAI LITERASI MEDIA PADA WEBSITE KOMISI PENYIARAN INDONESIA)

BERITA LITERASI MEDIA DAN WEBSITE KPI (ANALISIS ISI KUANTITATIF BERITA MENGENAI LITERASI MEDIA PADA WEBSITE KOMISI PENYIARAN INDONESIA) BERITA LITERASI MEDIA DAN WEBSITE KPI (ANALISIS ISI KUANTITATIF BERITA MENGENAI LITERASI MEDIA PADA WEBSITE KOMISI PENYIARAN INDONESIA) Karina Pinem 100904046 Abstrak Penelitian ini berjudul Literasi Media

Lebih terperinci

Sosiologi Komunikasi. Aktivitas Komunikasi Massa. Frenia T.A.D.S.Nababan. Modul ke: Fakultas KOMUNIKASI. Program Studi PUBLIC RELATION

Sosiologi Komunikasi. Aktivitas Komunikasi Massa. Frenia T.A.D.S.Nababan. Modul ke: Fakultas KOMUNIKASI. Program Studi PUBLIC RELATION Modul ke: Sosiologi Komunikasi Aktivitas Komunikasi Massa Fakultas KOMUNIKASI Frenia T.A.D.S.Nababan Program Studi PUBLIC RELATION www.mercubuana.ac.id Bagian Isi Komunikasi Massa Sebagai Aktivitas Sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Perumusan strategi merupakan hal penting dalam kegiatan perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Perumusan strategi merupakan hal penting dalam kegiatan perusahaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perumusan strategi merupakan hal penting dalam kegiatan perusahaan. Perumusan strategi ini dirancang untuk pencapaian tujuan perusahaan di masa mendatang

Lebih terperinci

PEMASARAN SOSIAL KKBG. Pusat Pelatihan Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL Tahun 2007

PEMASARAN SOSIAL KKBG. Pusat Pelatihan Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL Tahun 2007 PEMASARAN SOSIAL KKBG Pusat Pelatihan Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL Tahun 2007 Media 6.1 TUJUAN PEMBELAJARAN TPU Setelah mengikuti pembelajaran

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG 1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN PENUNJANG PARIWISATA BERBASIS EKONOMI KREATIF DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media dapat diartikan sebagai alat atau sarana yang dipergunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media dapat diartikan sebagai alat atau sarana yang dipergunakan untuk 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengaruh Media Cetak Media dapat diartikan sebagai alat atau sarana yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak (Cangara, 2002), sedangkan media

Lebih terperinci

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI Sebagaimana telah dikemukakan di depan, fokus studi difusi ini adalah pada inovasi budidaya SRI yang diintroduksikan

Lebih terperinci

School of Communication &

School of Communication & Week 11 By Dr. Ida Nurnida Inovasi = perubahan? Inovasi adalah penggunaan gagasangagasan baru bagi organisasi yang menerimanya. Semua inovasi yang diterapkan dalam organisasi akan mengakibatkan perubahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran yang berorientasi pasar merupakan kebutuhan yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran yang berorientasi pasar merupakan kebutuhan yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemikiran yang berorientasi pasar merupakan kebutuhan yang tidak dapat dihindari lagi menjelang era millennium tiga ini. Era tersebut diyakini pula sebagai

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Media pembelajaran merupakan suatu alat atau perantara yang berguna untuk memudahkan proses belajar mengajar, dalam rangka mengefektifkan komunikasi antara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.1.1 Variabel penelitian Variabel penelitan adalah suatu atribut atau sifat nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. PENDEKATAN FILSAFATI

I. PENDAHULUAN II. PENDEKATAN FILSAFATI I. PENDAHULUAN Pengembangan Konseptual Teknologi Pendidikan terbagi atas dua bagian, yaitu landasan falsafah dan teori teknologi pendidikan. Pengertian falsafah itu sendiri adalah suatu rangkaian pernyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Televisi sebagai salah satu media komunikasi massa adalah yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Televisi sebagai salah satu media komunikasi massa adalah yang paling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Televisi sebagai salah satu media komunikasi massa adalah yang paling populer dibanding dengan media komunikasi lainnya. Hingga saat ini televisi masih menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rafina Widowati, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rafina Widowati, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterampilan menulis tergolong dalam kegiatan kebahasaan yang bersifat produktif. Chaedar Alwasilah (2007: 43) mengungkapkan bahwa menulis pada dasarnya bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menganalisis, dan mengevaluasi media massa. Pada dasarnya media literasi

BAB I PENDAHULUAN. menganalisis, dan mengevaluasi media massa. Pada dasarnya media literasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara sederhananya media literasi atau yang juga dikenal dengan melek media adalah kemampuan untuk memilih, menggunakan, memahami, menganalisis, dan mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari waktu ke waktu pasar mengalami evolusi bentuk tempat dan cara

BAB I PENDAHULUAN. dari waktu ke waktu pasar mengalami evolusi bentuk tempat dan cara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasar sebagai suatu bentuk pelayanan umum tempat terjadinya transaksi jual beli barang bagi masyarakat, merupakan salah satu cerminan perekonomian dan sosial

Lebih terperinci

PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam )

PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam ) PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam ) DAFTAR ISI I. DASAR HUKUM II. TUGAS, TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG III. ATURAN BISNIS IV. JAM KERJA V. RAPAT VI. LAPORAN DAN TANGGUNG JAWAB VII.

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Liza (2006) melakukan penelitian yang berjudul Peranan Struktur

BAB II URAIAN TEORITIS. Liza (2006) melakukan penelitian yang berjudul Peranan Struktur BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Liza (2006) melakukan penelitian yang berjudul Peranan Struktur Organisasi dalam Meningkatkan Efektivitas Kerja Pada Perusahaan Mandala Airlines Perwakilan

Lebih terperinci

BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER

BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER 46 BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER Merujuk pada definisi difusi inovasi menurut Rogers dan Shoemaker (1971), terdapat empat unsur dalam proses difusi, yaitu: (1) inovasi, (2) saluran

Lebih terperinci

ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI

ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI Modul ke: Pokok Bahasan : Filsafat Teknologi Dan Pemanfaatan Media Komunikasi Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom Program Studi (Marcomm) www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memasarkan produknya. Hal ini di sebabkan oleh banyaknya industri baru yang

BAB I PENDAHULUAN. memasarkan produknya. Hal ini di sebabkan oleh banyaknya industri baru yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini tingkat persaingan antar industri mie instant semakin ketat dalam memasarkan produknya. Hal ini di sebabkan oleh banyaknya industri baru yang bermunculan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun global dan kondisi ketidakpastian memaksa perusahaan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. maupun global dan kondisi ketidakpastian memaksa perusahaan untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi telah menuntut adanya perubahan dalam segala bidang, salah satunya adalah bidang pemasaran. Semakin tingginya tingkat persaingan di bisnis lokal maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membantu menjual barang dan memberikan layanan dalam bentuk informasi yang

BAB I PENDAHULUAN. membantu menjual barang dan memberikan layanan dalam bentuk informasi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam budaya modern, kita dapat melihat berkembangnya pengetahuan yang didukung oleh media, baik itu televisi maupun iklan. Iklan merupakan proses komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu keunggulan pemanfaatan teknologi adalah suatu nilai tambah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu keunggulan pemanfaatan teknologi adalah suatu nilai tambah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu keunggulan pemanfaatan teknologi adalah suatu nilai tambah bagi para penggunanya. Dengan menggunakan teknologi berbagai persoalan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

IPLEMENTASI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TERHADAP DESAIN KOMUNIKASI VISUAL (PERIKLANAN) Oleh : A.A.Sg. intan Pradnyanita

IPLEMENTASI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TERHADAP DESAIN KOMUNIKASI VISUAL (PERIKLANAN) Oleh : A.A.Sg. intan Pradnyanita IPLEMENTASI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TERHADAP DESAIN KOMUNIKASI VISUAL (PERIKLANAN) Oleh : A.A.Sg. intan Pradnyanita 201121007 PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2012 Judul : Iplementasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin cepat. Hal tersebut memiliki pengaruh pada perilaku konsumen yang

BAB I PENDAHULUAN. semakin cepat. Hal tersebut memiliki pengaruh pada perilaku konsumen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi informasi selalu berkembang, dan perkembangannya setiap hari semakin cepat. Hal tersebut memiliki pengaruh pada perilaku konsumen yang menginginkan informasi

Lebih terperinci

KONSEP TEKNOLOGI INFORMASI

KONSEP TEKNOLOGI INFORMASI KONSEP TEKNOLOGI INFORMASI Teknologi Teknologi adalah Ilmu yang berkaitan dengan seni atau sains dengan pengaplikasian pengetahuan saintifik ke praktis Apakah Teknologi Informasi Itu? Kamus Oxford (1995)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KONSEPTUAL. Patau jasa, untuk mempengaruhi pendapat publik, memenangkan dukungan

BAB II TINJAUAN KONSEPTUAL. Patau jasa, untuk mempengaruhi pendapat publik, memenangkan dukungan BAB II TINJAUAN KONSEPTUAL 2.1 Pengertian Iklan Iklan merupakan setiap bentuk komunikasi yang dimaksudkan untuk memotivasi seorang pembeli potensial dan mempromosikan penjual suatu produk Patau jasa, untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Periklanan sesungguhnya sama tuanya dengan peradaban manusia itu

BAB 1 PENDAHULUAN. Periklanan sesungguhnya sama tuanya dengan peradaban manusia itu 1 BAB 1 PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Periklanan sesungguhnya sama tuanya dengan peradaban manusia itu sendiri dan sudah lama digunakan sebagai wahana untuk mengkomunikasikan kebutuhan membeli atau

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XXV MERENCANAKAN KEGIATAN USAHA PENGOLAHAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

Pendamping (aktivis LSM) Kelompok sasaran (anggota masyarakat) Tujuan

Pendamping (aktivis LSM) Kelompok sasaran (anggota masyarakat) Tujuan Peran pekerja pengembangan masyarakat adalah membantu masyarakat dalam mengidentifikasi isu, masalah, dan kebutuhan sebagaimana apa yang dilihat sendiri menurut referensi ilmiah serta memfaslitasi munculnya

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK A. PENDAHULUAN Salah satu agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi informasi menjadi ciri khas pada era globalisasi saat ini. Perkembangan sistem informasi saat ini sangat pesat khusunya dalam urusan bisnis manusia. Terlebih

Lebih terperinci

CHAPTER 3 KETERAMPILAN UNTUK ABAD 21 DIAN PERMATASARI KUSUMA DAYU

CHAPTER 3 KETERAMPILAN UNTUK ABAD 21 DIAN PERMATASARI KUSUMA DAYU CHAPTER 3 KETERAMPILAN UNTUK ABAD 21 DIAN PERMATASARI KUSUMA DAYU Dalam perkembangan teknologi informasi dan komunikasi didunia pendidikan dampaknya sangatlah terasa saat ini dan kedepan. Sehingga orang

Lebih terperinci

The Public Administration Theory Primer (Sebuah Kesimpulan)

The Public Administration Theory Primer (Sebuah Kesimpulan) The Public Administration Theory Primer (Sebuah Kesimpulan) Tujuan utama buku ini adalah untuk menjawab tentang peran teori terkait permasalahan administrasi publik. Sebagaimana diketahui, tujuan utama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media sudah menjadi bagian kehidupan sehari-hari setiap orang pada umumnya, sehingga mereka sulit membayangkan hidup tanpa media, tanpa koran pagi, tanpa majalah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA OPINI MAHASISWA TENTANG EMOTICON LGBT (LESBIAN, GAY, BISEKSUAL, TRANGENDER) PADA MEDIA SOSIAL LINE

BAB IV ANALISIS DATA OPINI MAHASISWA TENTANG EMOTICON LGBT (LESBIAN, GAY, BISEKSUAL, TRANGENDER) PADA MEDIA SOSIAL LINE BAB IV ANALISIS DATA OPINI MAHASISWA TENTANG EMOTICON LGBT (LESBIAN, GAY, BISEKSUAL, TRANGENDER) PADA MEDIA SOSIAL LINE A. Temuan Penelitian Dalam penelitian kualitatif data merupakan bahan yang sangat

Lebih terperinci