V. ANALISIS SISTEM A. ANALISIS SITUASIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. ANALISIS SISTEM A. ANALISIS SITUASIONAL"

Transkripsi

1 V. ANALISIS SISTEM Metodologi sistem didasari oleh tiga pola pikir dasar keilmuan tentang sistem, yaitu : (1) sibernetik, atau berorientasi pada tujuan, dimana pendekatan sistem merupakan pendekatan yang dimulai dengan penetapan tujuan melalui analisa kebutuhan, (2) holistik, yaitu cara pandang yang utuh terhadap keseluruhan sistem, dan (3) efektif, yaitu mendahulukan hasil guna yang operasional baru dipikirkan efisiensi keputusan. Berdasarkan pemikiran ini metodologi sistem bertujuan untuk mendapatkan gugus alternatif sistem yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi dan diseleksi (Eriyatno, 1996). Metodologi ini terdiri dari dua tahapan, yaitu tahapan analisa (analisa sistem) dan tahapan sintesa (rekayasa sistem) atau pemodelan sistem. Analisa sistem dimulai dengan analisa kebutuhan, yaitu kebutuhan yang hendak dipenuhi dengan pembentukan sistem. Analisa kebutuhan dapat merupakan hasil survey, observasi lapang, dan lainnya. Dari hasil kebutuhan para pelaku dalam sistem, akan dapat diformulasikan permasalahan-permasalahan dalam sistem untuk mencapai tujuan. Setelah tahap analisa kebutuhan maka dilakukan identifikasi sistem, yaitu dengan mencari mata rantai hubungan antara kebutuhan dengan masalah yang harus dipecahkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, identifikasi ini digambarkan dalam diagram lingkar sebab akibat (causal loops) dan diagram inputoutput dari berbagai komponen yang dianggap mempengaruhi tujuan sistem. A. ANALISIS SITUASIONAL Sebagaimana telah dibahas di pendahuluan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor udang terbesar di dunia yaitu sebanyak ton atau 9.50%, menduduki urutan ketiga setelah Thailand sebanyak ton atau 15.65% di posisi pertama, dan Ekuador yang mencapai ton atau 10.18% di posisi kedua (Buletin em es Edisi 2010). Ekspor udang beku Indonesia ditujukan ke negara Amerika Serikat ton, Jepang ton, Belgia ton, Cina ton, Italia 1.199, dan Hongkong ton. Berdasarkan data statistik diperoleh bahwa total produksi udang di Indonesia tahun 2008 adalah sekitar ton. Terdiri dari hasil udang budidaya ton dan dari hasil udang tangkapan ton (UN Comtrade, 2009). 28

2 Pasar Udang Uni Eropa (UE) juga merupakan pasar yang potensial, sebab 70% dari seluruh kebutuhan udang konsumsi masayarakatnya berasal dari mancanegara. Setiap tahun UE mendatangkan udang dengan total nilai impor sekitar s.d ton. Selain pasar ekspor, pasar domestik juga merupakan pasar yang menjanjikan bagi udang vaname. Penduduk indonesia saat ini dengan populasi lebih dari 200 juta jiwa merupakan pasar yang potensial. Jika sekitar 10% saja dari jumlah tersebut makan udang, dimana setiap orang mengkonsumsi 0,5 kg per bulan, maka jumlah udang yang dibutuhkan adalah ton per bulan. Harga udang memang relatif tinggi, maka untuk menyiasati hal ini biasanya para pengusaha melempar udang berukuran besar yaitu ukuran 70 ke atas ke pasar luar negeri, sementara untuk ukuran udang kecil yaitu dipasarkan di dalam negeri. Semakin kecil ukuran udang maka harganya pun semakin murah. Saat ini harga udang di pasar dalam negeri berfluktuasi tajam. Harga tertinggi adalah Rp ,00 /kg untuk ukuran besar. Untuk udang vaname dengan ukuran 70, harganya berkisar Rp ,00 s.d Rp ,00 /kg. Untuk ukuran 80 dijual dengan harga Rp ,00 /kg. Melihat kondisi di atas, dapat ditarik kesimpulan secara kritis bahwa pada saat ini pasar udang masih terbuka lebar untuk Indonesia. Berapa pun jumlah udang yang diproduksi, kapasitas penyerapan pasar masih relatif cepat dan besar. Namun informasi ini sepertinya masih hanya dimiliki oleh pelaku ekonomi kalangan atas saja, sehingga pelaku ekonomi dari mata rantai usaha paling hulu masih terlihat belum terlalu giat dalam meningkatkan kapasitas produksinya. Secara umum mata rantai ekspor udang beku khususnya vaname dimulai dari para pelaku usaha pembibitan udang vaname (hatchery). Awalnya udang vaname merupakan udang introduksi dari mancanegara yang dicoba dibudidayakan di Indonesia untuk menanggulangi penurunan produksi udang akibat penyakit yang menyerang udang lokal seperti windu dan galah. Namun sejak disahkannya SK menteri kelautan dan perikanan RI No. 41/2001 mengenai peresmian udang vaname sebagai komoditas unggulan pemerintah untuk dibudidayakan di tanah air, sejumlah hatchery di Indonesia pun semakin berkembang. Hatchery memiliki peranan penting dalam menghasilkan kualitas udang yang sehat dan tahan penyakit, serta memenuhi kebutuhan permintaan petambak yang sedang melakukan pembesaran udang vaname. 29

3 Mata rantai kedua setelah hatchery adalah petambak pembesaran udang vaname yang biasa dilakukan oleh masyarakat sekitar pesisir pantai seperti Pangandaran, Sukabumi, Gersik, daerah Lampung Selatan, Sumbawa, Sulawesi Selatan, dan masih banyak lagi yang lainnya. Sebagian besar dari petambak yang ada saat ini hampir 70% merupakan petambak yang hanya mengunakan teknologi seadanya dari alam (ekstensif), sisanya dilakukan dengan teknologi semi intensif dan intensif. Udang merupakan komoditas perikanan yang memiliki tingkat resiko yang paling tinggi dibandingkan komoditas perikanan lainnya seperti lele, patin, dan kakap. Untuk menghasilkan mutu udang yang sehat dan berkualitas, diperlukan sebuah pengaturan pakan yang relatif terstandar dan memenuhi angka kecukupan gizi udang yang dibudidayakan. Namun biasanya untuk memenuhi standar tersebut diperlukan biaya yang cukup mahal, sehingga masyarakat lebih banyak memilih melakukan budidaya secara tradisional atau ekstensif. Mata rantai selanjutnya adalah pengumpul. Pengumpul ini bisa berupa pengumpul tidak resmi seperti tengkulak, atau pengumpul yang telah terorganisir seperti koperasi atau agen yang sengaja dibentuk oleh perusaha-perusahan eksportir udang beku. Udang merupakan komoditas yang cepat busuk, hanya kurang dari 2 jam setelah panen, udang sudah mulai busuk bila tidak dilakukan treatment tertentu. Kondisi tersebut membuat para petambak tradisional lebih memilih memborongkan udang hasil tangkapannya dengan harga relatif lebih murah kepada pengumpul. Mata rantai yang lainnya adalah pedagang. Pedagang ini terbagi menjadi dua, yaitu pedagang lokal dan eksportir. Pedagang lokal biasanya hanya memasarkan udang di tingkat lokal yang dijual ke para konsumen tingkat akhir langsung atau ke pengolah-pengolah untuk selanjutnya diolah ke dalam bentuk lain yang lebih tahan lama untuk kemudian dipasarkan di pasar tradisional dan supermarket. Eksportir memiliki jaringan perdagangan yang relatif lebih luas dan antar negara. Perusahaan eksportir biasanya mengekspor udang dalam bentuk udang beku, sehingga udang bisa tahan lama sampai dengan 6 bulan. Margin keuntungan yang didapat pun relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan pedagang lokal. Biasanya eksportir udang beku merangkap sebagai perusahaan cold storage, sehingga kualitas dari udang yang diperdagangkan pun relatif terjamin keamanannya. 30

4 Berdasarkan kondisi di atas dapat dilihat bahwa margin keuntungan terkecil adalah terdapat di para petambak. Margin terbesar berada pada tangan pedagang dan para eksportir. Hrga jual udang dari para petambak pada umumnya selalu ditekan oleh para pengumpul sehingga pendapat petambak terkadang lebih kecil dari harga pokok produksi. Usaha di sektor tambak udang vaname masih jarang dilirik untuk dibiayai oleh LKS atau lembaga keuangan karena tingkat resikonya yang relatif tinggi, sehingga masih diperlukan skema pembiayaan dari lembaga-lembaga keuangan, agar sektor usaha ini menggeliat lebih baik lagi. Lembaga keuangan syariah dapat berbentuk bank seperti bank syariah dan bank perkereditan Rakyat Syariah (BPRS) atau bukan bank seperti Koperasi Jasa dan Keuangan Syariah (KJKS) dan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT). Berdasarkan pengamatan di lapangan menunjukan bahwa pembiayaan yang sering diberikan oleh LKS sebagian besar (90%) murabahah, diikuti dengan pola mudharabah, musyarakah, dan gadai dengan sektor pembiayaan utama yang telah dilayani adalah perdagangan umum, diikuti dengan perdagangan hasil pertanian, industri rumah tangga dan jasa lainnya. Jangka waktu pembiayaan umumnya antara bulan bahkan untuk perdagangan umum dengan pola murabahah dapat antara 1-5 bulan. Tingkat keuntungan pembiayaan yang didapat antara 1,5-2,5% per bulan dengan rata-rata 2% per bulan. Syarat yang ditentukan bagi pembiayaan dengan pola bagi hasil dan bagi resiko adalah : (1) usaha yang dibiayai harus sesuai dengan syariah, (2) sistem pembukuan atau pengolahan keuangan harus benar dan transparan sehingga dapat terlihat porsi keuntungan (3) dari sisi karakter harus benar-benar nasabah yang amanah dan dapat dipercaya. Kendala yang dihadapi LKS dalam membiayai bidang agroindustri saat ini adalah tingginya fluktuasi harga bahan baku agroindustri dan harga produk sehingga margin yang didapat tidak besar, pembukuan keuangan khususnya usaha kecil dan menengah agroindustri yang tidak sesuai kaidah akuntansi sehingga sulit untuk menentukan bagi hasil keuntungan usaha, dan kurangnya permodalan LKS khususnya pada KJKS dan BMT untuk membiayai agroindustri. 31

5 B. ANALISIS KEBUTUHAN SISTEM Sistem Penunjang Keputusan kelayakan investasi agroindustri udang vaname dengan pola pembiayaan syariah harus dibuat berdasarkan kebutuhan setiap pelakunya yang dapat mempengaruhi jalannya sistem. Untuk itu perlu diidentifikasi pelaku dan kebutuhan dari masing-masing pelaku tersebut, sebagai langkah pertama pendekatan sistem. Hasil identifikasi pelaku yang terlibat dalam sistem agroindustri udang vaname adalah : (1) petambak udang, (2) pengusaha agroindustri udang beku (3) lembaga keuangan syariah (4) eksportir udang beku (4) pedagang perantara udang vaname baik udang biasa atau udang beku (5) dan pemerintah. Kebutuhan dari masingmasing pelaku dapat dilihat di tabel di bawah ini : Tabel 4. Analisis Kebutuhan SPK Agroindustri Udang Vaname dengan Pola Pembiayaan Syariah Pelaku Kebutuhan Petambak udang Produksi udang yang tinggi Harga jual udang hasil panen yang tinggi Biaya usaha tambak yang rendah Pasar udang yang terjamin Lembaga Keuangan Syariah (LKS) Tingkat resiko pembiayaan yang rendah Tingkat keuntungan pembiayaan yang tinggi Peningkatan jumlah nasabah LKS Pedagang perantara udang (Pengumpul) Margin keuntungan yang tinggi Mutu udang yang tingi Ketersediaan pasokan udang yang tinggi Kepastian pasar yang tinggi Pedagang lokal Ketersediaan modal usaha dan resiko yang rendah Ketersediaan bahan baku yang terjamin Harga bahan baku yang rendah Produk udang beku yang berkualitas Biaya operasional yang rendah Pemasaran yang terjamin Harga produk yang tinggi 32

6 Tabel 4. Analisis Kebutuhan SPK Agroindustri Udang Vaname dengan pola pembiayaan syariah Pelaku Eksportir udang beku Pemerintah Kebutuhan Margin keuntungan yang tinggi Mutu udang yang tingi Ketersediaan pasokan udang yang tinggi Kepastian pasar yang tinggi Meningkatnya lapangan pekerjaan Meningkatnya pendapatan masyarakat Meningkatnya pendapatan devisa Meningkatnya pendapatan daerah Meningkatnya kelestarian lingkungan C. FORMULASI PERMASALAHAN Berdasarkan kebutuhan para pelaku di atas, permasalahan yang dihadapi para pelaku usaha udang vaname dalam kaitannya dengan pembiayaan syariah adalah : 1) Harga produk udang yang fluktuatif dan tidak pasti yang menyebabkan keuntungan usaha agroindustri udang vanname tidak pasti. Ketidakpastian pendapatan ini akan mengakibatkan ketidakpastian tingkat keuntungan yang yang akan didapat baik oleh LKS maupun pengusaha agroindustri atas investasi yang dilakukannya. 2) Harga bahan baku udang vaname yang selalu fluktuatif dan tidak pasti menyebabakan biaya produksi menjadi tidak pasti sehingga menambah tingkat ketidakpastian pendapatan usaha agroindustri udang vaname 3) Tidak adanya kepastian tingkat kapasitas berjalannya usaha minimal yang harus dilaksanakan oleh pengusaha industri udang beku. Kapasitas berjalan usaha yang rendah akan mengakibatkan tingkat pendapatan usaha yang rendah pula. 4) Umumnya produksi komoditas pertanian perikanan tambak berfluktuasi dari musim ke musim, sehingga kontinyuitas produksinya sulit dipastikan. 5) Pada satu sisi UKM memiliki keterbatasan modal, sementara di sisi lain banyaknya aturan untuk mendapatkan kredit komersil pada lembaga pembiayaan, sehingga pengembangan UKM menjadi terbatas. 33

7 6) Tidak adanya kepastian nisbah bagi hasil. Dan bagi resiko yang memuaskan keduabelah pihak. Antara pengusaha agroindustri dan lembaga keuangan syariah yang akan turut membiayai usaha tersebut. LKS dalam melakukan pembiayan memiliki target keuntungan minimal yang harus didapat dari pembiayaannya agar dapat memberi bagi hasil yang layak bagi para deposan yang telah menitipkan uangnya, dapat menutupi biaya overhead yang dikeluarkan dan mendapatkan keuntungan yang layak dari pembiayaan yang dilakukan. Di pihak lain pengusaha juga ingin mendapatkan imbalan yang layak atas usahanya terlebih jika usaha yang diberikan melebihi target kapasitas berjalan usaha minimal yang telah ditetapkan. 7) Terbatasnya kemampuan SDM yang memiliki keahlian dan keterampilan khusus di bidang tambak dan agroindustri, sehingga teknologi yang banyak digunakan hanya berkisar pada teknologi konvensional. D. IDENTIFIKASI SISTEM Identifikasi sistem dimaksudkan untuk menentukan batasan sistem dan ruang lingkup penelaahan sistem. Disamping itu, identifikasi sitem juga merupakan mata rantai hubungan antara kebutuhan dan masalah yang harus dipecahkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Identifikasi sistem dapat digambarkan dalam bentuk diagram input-output. Diagram input output menggambarkan masukan dan keluaran dari model yang dikembangkan. Masukan dalam model terdiri dari masukan terkontrol dari dalam sistem, masukan tidak terkontrol dari dalam dan luar sistem dan masukan dari lingkungan. Sedangkan keluaran dalam model merupakan keluaran yang dikehendaki dan tidak dikehendaki (Marimin, 2008). Masukan terkontrol merupakan peubah variabel yang dapat divariasikan dengan tujuan agar keluaran yang tidak dikehendaki tidak terjadi. Apabila terjadi keluaran yang tidak dikehendaki artinya masukan terkontrol harus dirubah besarannya. Masukan terkontrol ini bersama dengan masukan tidak terkontrol dan masukan dari lingkungan diproses dalam kotak hitam sistem pembiayaan agroindustri udang vaname dengan pola pembiayaan syariah sehingga menghasilkan keluaran yang dikehendaki (Marimin, 2008). 34

8 Input terkontrol dalam model evaluasi kelayakan pembiayaan agroindustri udang vaname meliputi skema pembiayaan, nisbah bagi hasil dan bagi resiko, kapasitas berjalan produksi, teknologi pengolahan, sistem pengadaan bahan baku dan target LKS atas hasil pembiayaan. Pengendalian input terkontrol merupakan langkah kritis untuk mencapai output yang dikehendaki, yaitu tingkat pengembalian pembiayaan yang tinggi, tingkat resiko pembiayaan yang rendah, serta pengusaha mampu mengembalikan pembiayaan yang diterimanya. Dengan pengendalian input terkontrol diharapakan juga dapat sekaligus mencegah timbulnya output yang yang tidak dikehendaki yaitu biaya produksi yang meningkat, efisiensi usaha yang menurun, dan menurunnya laba operasional. Lingkungan Syariat Islam UU Pemerintah Input Tidak Terkontrol Harga Bahan Baku Udang Persaingan Industri Output yang dikehendaki Tingkat Pengembalian pembiayaan tinggi Tingkat Resiko Pembiayaan Rendah Pengusaha mampu mengembalikan pembiayaan yang diterimanya SPK Kelayakan Investasi Agroindustri Udang Vaname dengan pola pembiayaan Syariah Input Terkontrol Skema Pembiayaan Nisbah bagi hasil bagi resiko Teknologi pengolahan Kapasitas Berjalan Sistem Pengadaan Bahan Baku Target LKS atas pembiayaan Output yang tidak dikehendaki Biaya Produksi Meningkat Efisiensi Usaha Menurun Laba Operasional rendah Gambar 3. Diagram Kotak Gelap SPK Kelayakan Investasi Pembiayaan Syariah Input tidak terkontrol dalam model meliputi harga bahan baku udang, dan persaingan industri. Input tidak terkontrol ini akan mempengaruhi sistem dan menentukan apakah yang akan didapatkan adalah output yang dikehendaki atau tidak. 35

ANALISA SISTEM. Analisa Situasional

ANALISA SISTEM. Analisa Situasional ANALISA SISTEM Metodologi sistem didasari oleh tiga pola pikir dasar keilmuan tentang sistem, yaitu (1) sibernetik, atau berorientasi pada tujuan. Pendekatan sistem dimulai dengan penetapan tujuan melalui

Lebih terperinci

VII. IMPLEMENTASI MODEL

VII. IMPLEMENTASI MODEL VII. IMPLEMENTASI MODEL A. HASIL SIMULASI Simulasi model dilakukan dengan menggunakan data hipotetik berdasarkan hasil survey, pencarian data sekunder, dan wawancara di lapangan. Namun dengan tetap mempertimbangkan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN B. PENDEKATAN SISTEM

IV. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN B. PENDEKATAN SISTEM IV. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Lele merupakan salah satu ikan air tawar yang sudah cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia. Banyak jenis maupun varietas yang ada dan dikembangbiakkan di Indonesia.

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

4. ANALISIS SITUASIONAL

4. ANALISIS SITUASIONAL 29 4. ANALISIS SITUASIONAL Kinerja Sistem Komoditas Udang Komoditas udang Indonesia pernah mencatat masa keemasan sekitar tahun 1980 an, ditandai dengan komoditas udang windu menjadi primadona ekspor yang

Lebih terperinci

1.I. Latar Belakang lkan tuna sebagai salah satu sumber bahan baku bagi perekonomian

1.I. Latar Belakang lkan tuna sebagai salah satu sumber bahan baku bagi perekonomian I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang lkan tuna sebagai salah satu sumber bahan baku bagi perekonomian lndonesia memegang peran yang cukup penting, mengingat potensi sumberdaya ikan tuna di perairan lndonesia

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09 KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM :11.12.5999 KELAS : S1-SI-09 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 ABSTRAK Karya ilmiah ini berjudul BISNIS DAN BUDIDAYA

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi PT. Agung Sumatera Samudera Abadi secara legalitas berdiri pada tanggal 25 Januari 1997 sesuai dengan akta pendirian perseroan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan sektor kelautan Indonesia yang cukup signifikan dan Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas yang dikelilingi oleh perairan dan Indonesia

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN PG-122 IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN Fauziyah 1,, Khairul Saleh 2, Hadi 3, Freddy Supriyadi 4 1 PS Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini perikanan tangkap di Indonesia telah mengalami gejala padat tangkap

I. PENDAHULUAN. Saat ini perikanan tangkap di Indonesia telah mengalami gejala padat tangkap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini perikanan tangkap di Indonesia telah mengalami gejala padat tangkap atau overfishing, hal tersebut mengakibatkan timbulnya degradasi pada sistem laut, punahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pantai mencapai km dengan luas wilayah laut sebesar 7,7 juta km 2

BAB I PENDAHULUAN. pantai mencapai km dengan luas wilayah laut sebesar 7,7 juta km 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki panjang garis pantai mencapai 104.000 km dengan luas wilayah laut sebesar 7,7 juta km 2 (Pusat Data, Statistik dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA SISTEM

BAB IV ANALISA SISTEM 71 BAB IV ANALISA SISTEM 4.1. Analisa Situasional Agroindustri Sutera Agroindustri sutera merupakan industri pengolahan yang menghasilkan sutera dengan menggunakan bahan baku kokon yaitu kepompong dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan upaya

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan upaya peningkatan nilai tambah kekayaan sumber daya alam hayati, yang dulu lebih berorientasi kepada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sejak lama telah dikenal sebagai negara agraris. Hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki luas lahan dan agroklimat yang sangat potensial untuk dikembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 7% dari total UMKM berhasil meningkatkan statusnya, baik dari mikro menjadi

PENDAHULUAN. 7% dari total UMKM berhasil meningkatkan statusnya, baik dari mikro menjadi 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia memiliki peran strategis. Pada akhir tahun 2012, jumlah UMKM di Indonesia 56,53 juta unit dengan kontribusi terhadap penyerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasokan ikan nasional saat ini sebagian besar berasal dari hasil penangkapan ikan di laut, namun pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap disejumlah negara dan perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari peranan sektor perkebunan kopi terhadap penyediaan lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang di dalamnya terdapat berbagai macam potensi. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah lautan dengan luas mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.504 pulau dengan 13.466 pulau bernama, dari total pulau bernama, 1.667 pulau diantaranya berpenduduk dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai Negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi yang besar di sektor perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan memiliki

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI Oleh : FAUZI PANDJI IRAWAN NPM.0624310041 FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia maka semakin meningkat pula kebutuhan bahan makanan, termasuk bahan makanan yang berasal dari

Lebih terperinci

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN 143 V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN 1989-2008 Tujuan penelitian pertama yaitu mengetahui posisi daya saing Indonesia dan Thailand dalam mengekspor udang ketiga pasar utama akan dilakukan menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian. Ekspor negara Indonesia banyak dihasilkan dari sektor pertanian, salah satunya hortikultura

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO Pendahuluan Perkembangan perekonomian NTT tidak dapat hanya digerakkan oleh kegiatan perekonomian di Kota Kupang saja. Hal tersebut mengindikasikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang lndonesia adalah negara kepulauan dan maritim dengan garis pantai terpanjang di dunia yaitu sepanjang 81.000 km dan dengan jumlah pulau kurang lebih 17.508 pulau serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan, kelestarian ekosistem, serta persatuan dan kesatuan. Sedangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan bahan pangan adalah ketersediaan bahan pangan secara fisik di suatu wilayah dari segala sumber, baik itu produksi domestik, perdagangan dan bantuan. Ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan tumpuan harapan yang diandalkan oleh pemerintah untuk ikut berperan dalam upaya pemulihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyentuh kalangan bawah (grass rooth). Semula harapan ini hanya

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyentuh kalangan bawah (grass rooth). Semula harapan ini hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992, telah memberikan inspirasi untuk membangun kembali sistem keuangan yang lebih dapat menyentuh kalangan bawah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, terlebih sektor pertanian ini ternyata menjadi penyelamat perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung sumber daya ikan yang sangat banyak dari segi keanekaragaman jenisnya dan sangat tinggi dari

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Agribisnis Semakin bergemanya kata agribisnis ternyata belum diikuti dengan pemahaman yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fungsi pokok bank sebagai lembaga intermediasi sangat membantu dalam siklus aliran dana dalam perekonomian suatu negara. Sektor perbankan berperan sebagai penghimpun dana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian dan sektor industri merupakan sektor yang penting bagi perekonomian Indonesia. Di Indonesia, sektor industri berkaitan erat dengan sektor pertanian terutama

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah daratan 1,9 juta km 2 dan wilayah laut 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai 81.290 km, Indonesia memiliki potensi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Udang merupakan salah satu komoditas primadona di sub sektor perikanan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Udang merupakan salah satu komoditas primadona di sub sektor perikanan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditas primadona di sub sektor perikanan yang di harapkan dapat meningkatkan devisa negara. Permintaan pasar di luar negeri yang cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

I. PENDAHULUAN.  (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan sektor agribisnis yang hingga saat ini masih memberikan kontribusi yang cukup besar pada perekonomian Indonesia. Dari keseluruhan total ekspor produk

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

Komoditas Penentu Kinerja Ekspor Perikanan Indonesia

Komoditas Penentu Kinerja Ekspor Perikanan Indonesia Komoditas Penentu Kinerja Ekspor Perikanan Indonesia Robby Alexander Sirait 1 ) Per September 2016, ekspor hasil Dibandingkan tahun 2012, porsi nilai ekspor perikanan Indonesia mencapai krustasea terhadap

Lebih terperinci

Pi sang termasuk komoditas hortikultura yang penting dan sudah sejak. lama menjadi mata dagangan yang memliki reputasi internasional.

Pi sang termasuk komoditas hortikultura yang penting dan sudah sejak. lama menjadi mata dagangan yang memliki reputasi internasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pi sang termasuk komoditas hortikultura yang penting dan sudah sejak lama menjadi mata dagangan yang memliki reputasi internasional. Pisang selain mudah didapat karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Pertanian merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai potensi perikanan cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi Jawa Barat pada tahun 2010 terhadap

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP Kesimpulan BAB 5 PENUTUP 5.1. Kesimpulan Industri rumput laut memiliki peran penting dalam penciptaan lapangan kerja yang terkait dengan pendapatan masyarakat, diantaranya melalui keterlibatan nelayan dalam budi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapupaten Brebes merupakan sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark mengingat posisinya sebagai

Lebih terperinci

BABl PENDAHULUAN. Lembaga keuangan syariah lahir sebagai akibat adanya rasa

BABl PENDAHULUAN. Lembaga keuangan syariah lahir sebagai akibat adanya rasa BABl PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalab Lembaga keuangan syariah lahir sebagai akibat adanya rasa ketidakpercayaan pada sebagian masyarakat mengenai kinerja lembaga keuangan konverisional dan adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Udang windu (Penaeus monodon, Fabr.) merupakan salah satu. makanan sumber protein hewani yang banyak digemari masyarakat baik

I. PENDAHULUAN. Udang windu (Penaeus monodon, Fabr.) merupakan salah satu. makanan sumber protein hewani yang banyak digemari masyarakat baik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang windu (Penaeus monodon, Fabr.) merupakan salah satu makanan sumber protein hewani yang banyak digemari masyarakat baik dalam maupun luar negeri, karena udang windu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Salah satu komoditas pertanian khas tropis yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Udang adalah komoditas unggulan perikanan budidaya yang berprospek cerah. Udang termasuk komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial intermediary artinya menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional karena. pembangunan ekonomi diharapkan dapat menjadi motor penggerak

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional karena. pembangunan ekonomi diharapkan dapat menjadi motor penggerak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan penduduk, kebutuhan masyarakat semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pembangunan Bangsa Indonesia bidang ekonomi telah mendapat prioritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat mendukung untuk pengembangan usaha perikanan baik perikanan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat mendukung untuk pengembangan usaha perikanan baik perikanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu Negara yang memiliki kawasan perairan yang hampir 1/3 dari seluruh kawasannya, baik perairan laut maupun perairan tawar yang sangat

Lebih terperinci

PROSIDING ISSN: E-ISSN:

PROSIDING ISSN: E-ISSN: PRODUKSI IKAN PATIN SUPER Dwi Puji Hartono* 1, Nur Indariyanti 2, Dian Febriani 3 1,2,3 Program Studi Budidaya Perikanan Politeknik Negeri Lampung Unit IbIKK Produksi Ikan Patin Super Politeknik Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bank Islam merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bank Islam merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank Islam merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai organisasi perantara antara masyarakat yang kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan

Lebih terperinci

Pe n g e m b a n g a n

Pe n g e m b a n g a n Potensi Ekonomi Kakao sebagai Sumber Pendapatan Petani Lya Aklimawati 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 9 Jember 68118 Petani kakao akan tersenyum ketika harga biji kakao

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Kebijakan Harga Jual Pembiayaan Murabahah di BMT Istiqomah Unit

BAB V PEMBAHASAN. A. Kebijakan Harga Jual Pembiayaan Murabahah di BMT Istiqomah Unit BAB V PEMBAHASAN A. Kebijakan Harga Jual Pembiayaan Murabahah di BMT Istiqomah Unit II Tulungagung Pembiayaan yang ada di Lembaga Keuangan Syariah khususnya BMT Istiqomah merupakan kegiatan penyaluran

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Pada pembiayaan investasi pola musyarakah, hasil laba operasional usaha dibagi antar investor dengan menggunakan nisbah tertentu. Ketidakpastian tingkat hasil laba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dilihat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting di dalam perekonomian suatu negara sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran

III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Perbaikan kualitas udang melalui rantai pengendalian mutu perlu melibatkan unit pengadaan bahan baku, unit penyediaan bahan baku, unit pengolahan, dan laboratorium

Lebih terperinci

Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan, kelestarian ekosistem, serta persatuan dan kesatuan. Sedangkan sasaran program

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

Ekspor udang dalam beberapa tahun terakhir ini semakin memantapkan posisinya sebagai penghasil devisa andalan.

Ekspor udang dalam beberapa tahun terakhir ini semakin memantapkan posisinya sebagai penghasil devisa andalan. I. PENDAHULUAN A. Kondisi Perdagangan Udang Ekspor udang dalam beberapa tahun terakhir ini semakin memantapkan posisinya sebagai penghasil devisa andalan. Dalam kelompok ekspor barang-barang hasil pertanian,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan ikan merupakan salah satu faktor terpenting dalam suatu usaha budidaya

I. PENDAHULUAN. Pakan ikan merupakan salah satu faktor terpenting dalam suatu usaha budidaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan ikan merupakan salah satu faktor terpenting dalam suatu usaha budidaya perikanan. Ketersediaan pakan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional

II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perbedaan Syariah dengan Konvensional 2.1.1. Perbandingan Kinerja Bank Syariah dengan Bank Konvensional Kusafarida (2003) dalam skripsinya meneliti tentang perbandingan kinerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di subsektor perikanan mempunyai peranan yang penting bagi kelangsungan pembangunan secara keseluruhan,

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di subsektor perikanan mempunyai peranan yang penting bagi kelangsungan pembangunan secara keseluruhan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di subsektor perikanan mempunyai peranan yang penting bagi kelangsungan pembangunan secara keseluruhan, baik untuk meningkatkan gizi masyarakat maupun untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya kelautan berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja dan pendapatan penduduk.

Lebih terperinci

V. ANALISA SISTEM. 5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini

V. ANALISA SISTEM. 5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini V. ANALISA SISTEM 5. Agroindustri Nasional Saat Ini Kebijakan pembangunan industri nasional yang disusun oleh Departemen Perindustrian (5) dalam rangka mewujudkan visi: Indonesia menjadi Negara Industri

Lebih terperinci

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK Peneliti : Dewi Prihatini 1) mahasiswa yang terlibat : -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km serta terdiri atas 17.500 pulau, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan memiliki sumber daya laut yang melimpah. Wilayah perairan Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BUSINESS PLAN RUMAH PRODUKSI RAJUNGAN

BUSINESS PLAN RUMAH PRODUKSI RAJUNGAN BUSINESS PLAN RUMAH PRODUKSI RAJUNGAN PIU KABUPATEN KUBU RAYA TAHUN 2014 BUSINESS PLAN INFRASTRUKTUR KOMPONEN 2 RUMAH PRODUKSI RAJUNGAN A. LATAR BELAKANG Business Plan akan menjadi dasar atau pijakan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang utama di negara-negara berkembang. Peranan atau kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara menduduki

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

KELAPA SAWIT DI PULAU SUMATERA

KELAPA SAWIT DI PULAU SUMATERA & UNIVERSITAS RIAU BLUE PRINT PERENCANAAN STRATEGI TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK SISTEM INFORMASI KOPERASI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM RANGKA MENGUBAH SISTEM INFORMASI MANUAL MENUJU SISTEM INFORMASI TERKOMPUTERISASI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah seyogyanya bertumpuh pada sumberdaya lokal yang dimiliki dan aktivitas ekonomi yang mampu melibatkan dan menghidupi sebagian besar penduduk. Pemanfaatan

Lebih terperinci

6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN Hasil tangkapan di PPS Belawan idistribusikan dengan dua cara. Cara pertama adalah hasil tangkapan dari jalur laut didaratkan di PPS Belawan didistribusikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung merupakan jenis tanaman serealia yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional, mengingat fungsinya yang multiguna. Jagung dapat dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA di KAB. SUMBA TIMUR Perekonomian Provinsi NTT secara sektoral, masih didominasi oleh aktivitas sektor pertanian. Apabila dilihat secara lebih khusus lagi, penggerak

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT I. Perumusan Masalah Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang optimal membutuhkan sebuah pemahaman yang luas dimana pengelolaan SDA harus memperhatikan aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi hasil. Balas jasa atas modal diperhitungkan berdasarkan keuntungan atau

BAB I PENDAHULUAN. bagi hasil. Balas jasa atas modal diperhitungkan berdasarkan keuntungan atau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bank yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi menempati posisi yang sangat vital pada era perekonomian modern saat ini. Lalu lintas perdagangan dalam skala domestik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari aktivitas perdagangan international yaitu ekspor dan impor. Di Indonesia sendiri saat

Lebih terperinci

nilai ekonomis cukup tinggi dalam dunia perdagangan (Ruaw, 2011). Kelapa merupakan komoditi strategis karena perannya yang besar sebagai sumber

nilai ekonomis cukup tinggi dalam dunia perdagangan (Ruaw, 2011). Kelapa merupakan komoditi strategis karena perannya yang besar sebagai sumber 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya saing bisnis di pasar global tidak hanya ditentukan oleh kemampuan pelaku dalam memanajemeni usahanya tetapi juga oleh kinerja dari berbagai aktor yang terlibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci