Modul Training CARA MENGISOLASI VIRUS DANMENGIDENTIFIKASI DENGAN UJI SEROLOGI HEMAGLUTINASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Modul Training CARA MENGISOLASI VIRUS DANMENGIDENTIFIKASI DENGAN UJI SEROLOGI HEMAGLUTINASI"

Transkripsi

1 Modul Training CARA MENGISOLASI VIRUS DANMENGIDENTIFIKASI DENGAN UJI SEROLOGI HEMAGLUTINASI Oleh PROF. DR. DRH. GUSTI AYU YUNIATI KENCANA, MP LABORATORIUM VIROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR Disampaikan pada Acara: Training dan Workshop Laboratorium, Timor Leste. Pada tanggal: Nopember 2017, di Denpasar, Bali 1

2 KATA PENGANTAR Dalam rangka kerjasama antara Universitas Udayana dengan Pemerintah Timor Leste maka diadakan pelatihan keterampilan Teknik Laboratorik di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Modul kegiatan: Cara Mengisolasi Virus Dan Mengidentifikasi Dengan Uji Serologi Hemaglutinasi disusun dalam rangkaian kegiatan tersebut, tersusun atas tiga modul yang berisi tentang Kompetensi dasar, Indikator, Materi dan Rangkuman dari setiap Modul. Modul pertama: Pengertian Virus, berisikan penjelasan dasar tentang virus yang mengarahkan ke materi berikutnya. Modul kedua: Isolasi Virus, memuat tentang tata cara melakukan isolasi bahan terduga virus menggunakan telur ayam bertunas. Ada dua teknik isolasi yang dilakukan, yakni isolasi virus pada telur ayam bertunas (TAB) melalui jalur ruang alantois dan jalur inokulasi virus melalui korioalantois membran. Pada modul kedua juga dibahas tentang cara melakukan panen virus dari cairan alantois dan dari membran korioalantois. Modul ketiga: Identifikasi Virus Secara Serologi, memuat tentang cara melakukan Uji serologi Hemaglutinasi yang diawali dengan Cara Uji Hemaglutinasi (HA), dilanjutkan dengan Cara Uji Hambatan Hemaglutinasi (HI) dan cara membaca hasil uji Hemaglutinasi. Diharapkan melalui Modul 1, 2, dan 3 ini akan dapat dipahami tentang Virus sebagai agen penyakit dan cara membuktikannya secara serologi dengan uji HA dan HI. Denpasar, 10 Juli 2017 Penulis 2

3 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... 2 DAFTAR ISI... 3 PENDAHULUAN... 5 Modul 1: PENGERTIAN VIRUS... 7 A. Kompetensi Dasar... 7 B. Indikator... 7 C. Materi Virus sebagai mikroorganisme Perbedaan virus dengan mikroorganisme lain Struktur Dan Komposisi Virus Cara Mendiagnosis Penyakit Virus... 9 D. Rangkuman Modul 2: Modul 2: ISOLASI VIRUS A. Kompetensi Dasar B. Indikator C. Materi Manfaat melakukan inokulasi virus Sampel bahan isolasi virus Cara Pembuatan Inokulum Media Isolasi Virus: Telur Ayam Bertunas Candling Telur Ayam Bertunas Isolasi Virus pada Telur Ayam Bertunas Panen Virus D. Rangkuman Modul 3: IDENTIFIKASI VIRUS SECARA SEROLOGI A. Kompetensi Dasar B. Indikator

4 C. Materi Tujuan melakukan uji serologi Macam-macam uji serologi Uji HA/HI Untuk Identifikasi Penyakit Virus Cara Uji Hemaglutinasi D. Rangkuman DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Lampiran 1. Contoh soal-soal Virologi

5 PENDAHULUAN Penyakit hewan dapat disebabkan oleh virus, bakteri maupun parasit. Penyakit tersebut dapat menyerang manusia maupun hewan, bersifat sangat merugikan karena dapat mengakibatkan kematian yang tinggi pada ternak. Penyakit virus pada umumnya bersifat akut, bersifat menular dan kejadiannya berlangsung secara cepat menyebar pada kelompok hewan. Angka sakit (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) pada beberapa penyakit virus yang ganas (virulen) itu sangat tinggi. Morbiditas maupun mortalitas dapat mencapai 100%, misalnya pada penyakit Avian Influenza atau pada penyakit Newcastle Disease yang menyerang unggas, terutama unggas yang tidak dipelihara dengan baik. Pemeliharaan unggas yang baik dan benar yakni dengan menjaga kebersihan kandang dan lingkungan (biosekuriti) dan melakukan pencegahan dengan meberikan vaksinasi secara teratur guna meningkatkan kekebalan unggas terhadap penyakit tertentu. Perlu diingat bahwa penyakit virus tidak dapat diobati dengan pemberian antibiotika. Oleh karenanya pencegahan sangat memegang peranan penting dalam pengendalian penyakit virus. Vaksinasi dan biosekuriti adalah faktor utama dalam pencegahan penyakit virus. Pemberian vaksin secara teratur bermanfaat untuk meningkatkan kekebalan ayam. Keberhasilan vaksinasi dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan titer antibodi dengan uji serologi. Selain untuk memeriksa titer antibodi, pemeriksaan serologi juga bermanfaat untuk mendiagnosa penyakit virus. Beberapa contoh penyakit virus tersebut misalnya pada unggas: penyakit Avian Influenza/Flu burung, Newcastle Disease (ND) /Tetelo, penyakit Gumboro, pada anjing misalnya penyakit Rabies, Parvo, Distemper, pada babi penyakit Hog kolera, pada sapi penyakit Jembrana, penyakit Mulut dan Kuku. Selain menyebabkan kerugian secara ekonomi, beberapa penyakit virus hewan juga bersifat zoonosis yakni dapat menular ke manusia bahkan menyebabkan kematian pada manusia yang terinfeksi misalnya penyakit Flu burung, penyakit rabies. Penyakit virus mempunyai gejala klinis mirip yang disebut dengan istilah diagnose banding. Misalnya penyakit Flu burung mirip dengan penyakit ND karena kedua penyakit tersebut memiliki gejala klinis maupun angka sakit dan angka kematian 5

6 yang tinggi pada unggas. Untuk mendapatkan diagnose pasti dari kedua penyakit tersebut maka perlu untuk dilakukan pemeriksaan secara laboratorik guna menentukan agen penyebabnya. Untuk melakukan diagnose laboratorik meliputi beberapa tahapan yaitu meliputi: pengambilan sampel organ dari hewan sakit, pembuatan inokulum, melakukan isolasi dan identifikasi virus (agen penyakit). Pada modul ini akan dijelaskan secara ringkas tentang pengertian virus dan cara untuk melakukan isolasi virus dan cara untuk mengidentifikasi virus secara serologi. 6

7 Modul 1: PENGERTIAN VIRUS A. Kompetensi Dasar Memahami tentang virus dan tujuan mempelajari virus untuk tujuan diagnostik B. Indikator 1. Menjelaskan tentang virus sebagai mikroorganisme 2. Menjelaskan tentang perbedaan virus dengan mikroorganisme lain 3. Menjelaskan tentang struktur dan komposisi virus 4. Menjelaskan tentang cara mendiagnosis penyakit virus C. Materi 1. Virus sebagai mikroorganisme Virus adalah mikroorganisme terkecil diantara mikroorganisme lain (bakteri, parasit, klamedia, riketsia). Ukuran virus sangat kecil (ukuran virus nm) sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, tidak dapat dilihat dengan mikroskop cahaya. Virus hanya bias dilihat dengan mikroskop elektron. Namun demikian virus dapat diketahui berdasarkan atas sifat biologinya.. Virus disebut sebagai parasit obligat karena virus mutlak memerlukan sel hidup untuk menunjuang keperluannya hidupnya, untuk memperbanyak diri atau yang disebut bereplikasi. Virus hanya mampu bereplikasi pada sel hidup yang disukainya, virus tidak bisa hidup dan bereplikasi pada benda mati. Oleh karena itu perbanyakan virus hanya dapat dilakukan dengan cara diisolasikan pada media hidup, misalnya: telur ayam bertunas (telur berembrio), pada biakan sel atau kultur jaringan, atau diisolasikan pada hewan percobaan atau menggunakan hospes alami. 2. Perbedaan virus dengan mikroorganisme lain Mikroorganisme lain yang disebut disini meliputi: parasit, bakteri, klamedia, dan riketsia. Secara umum ada beberapa perbedaan yang mendasar diantara mikroorganisme tersebut. Perbedaan tersebut dapat ditinjau dari beberapa aspek, diantaranya adalah: 7

8 1. Tempat hidup: Virus adalah mikroorganisme yang bersifat intraseluler, artinya virus hanya hidup di dalam sel. Sementara mikroorganisme yang lain dapat hidup dan berkembang di luar sel. 2. Pemilikan membran plasma: Virus tidak memiliki membran plasma, sementara mikroorganisme yang lain memiliki membrane plasma. 3. Pembelahan biner: untuk memperbanyak diri maka virus melakukan dengan cara bereplikasi, sementara mikroorganisme yang lain dengan cara membelah diri secara biner. 4. Ukuran : Virus memiliki ukuran yang paling kecil diantara mikroorganisme yang lain. Bakteri, parasit, klamidia dan roketsia dapat melewati saringan bakteri yang menandakan ukurannya lebih besar darivirus. Sementara itu, virus jika disaring dengan saringan bakteri maka akan dapat melewati saringan bakteri. 5. Pemilikan Asam nukleat (DNA/ RNA) : DAN dan RNA adalah asam nukleat virus. Virus hanya memiliki satu macam asam nukleat saja, yakni DNA atau RNA. Sehingga virus dikelompokkan menjadi kelompok virus DNA dan kelompok virus RNA. Berbeda halnya dengan bakteri yang memiliki keduanya (DNA dan RNA) 6. Pemilikan Ribosom: Virus tidak memiliki ribosom, mikroorganisme yang lain memiliki ribosom 7. Kepekaan terhadap antibiotika: Virus tidak peka terhadap antibiotika, karenanya virus tidak dapat dibunuh dengan pemberian antibiotika. Mikroorganisme lain terbunuh dengan pemberian antibiotika. Itulah sebabnya untuk mengatasi penyakit virus yang lebih diutamakan adalah upaya pencegahan dengan meberikan vaksinasi secara teratur. Pemberian antibiotika pada penyakit virus ditujukan untuk mencegah infeksi sekunder oleh bakteri. 3. Struktur Dan Komposisi Virus Virus yang paling sederhana terdiri dari genom DNA atau RNA (sering disebut inti) serta diselubungi oleh protein yang disebut dengan kapsid. Virus yang paling sederhana adalah Sirkovirus dengan kapsid yang hanya disusun oleh 8

9 dua protein saja, sedangkan virus pox sebagai contoh virus kompleks tersusun atas puluhan protein. Protein kapsid dengan genom membentuk nukleokapsid, bentuknya bermacam-macam, ada berbentuk ikosahedral, heliks, dan komplek. Bentuk heliks bentuk ikosahedral Bagian luar virus disebut amplop yang tersusun atas lemak yang didapat dari hospesnya. Amplop tersusuna atas lemak dua lapis dan bergabung dengan protein permukaan virus. Protein ini berfungsi sebagi protein permukaan yang berperan dalam perlekatan virus dengan reseptor sel dan merupakan antigen yang menginduksi kekebalan. Virus beramplop pada umumnya mudah rusak. Virus beramplop hanya bersifat menular apabila amplopnya masih utuh. Genom virus ada RNA atau DNA, berserat tunggal (single strended=ss) atau berserat ganda (double stranded=ds). 4. Cara Mendiagnosis Penyakit Virus Diagnosis penyakit virus diawali dari sejarah kasus di lapangan. Diagnosis lapang meliputi: data epidemiologi, laporan tentang gejala klinis. Hewan yang sakit kemudian dibunuh untuk mengetahui organ yang mengalami perubahan patologi anatomi. Organ-organ tersebut selanjutnya dijadikan sampel untuk bahan uji di laboratorium. Selain sampel organ dari hewan sakit, bahan untuk isolasi virus dapat pula diambil dari hewan sehat yang dicurigai dengan melakukan pengambilan sampel dari swab kloaka, dan swab trakea. Selanjutnya dilakukan isolasi dan identifikasi agen penyebab penyakit. Identifikasi virus dapat dilakukan secara serologi dan molekuler (misalnya dengan uji hemaglutinasi dan uji molekuler dengan Polymerase Chain Reaction=PCR). 9

10 D. Rangkuman Virus adalah mikroorganisme terkecil, bersifat sebagai parasit obligat intraseluer yang artinya untuk dapat eksis berkembang maka virus mutlak memerlukan sel hidup. Virus tidak dapat dibunuh dengan antibiotika, oleh karena itu cara terbaik untuk mencegah penyakit virus adalah dengan melakukan vaksinasi dan meningkatkan biosekuriti. Untuk mendiagnosa penyakit virus dapat dilakukan dengan melakukan isolasi dan identifikasi agen dari sampel hewan yang diduga terinfeksi virus (diagnosa sementara). Sampel untuk bahan isolasi virus dapat diambil organ (pada hewan yang dibunuh) maupun dari swab (pada hewan yang masih hidup). Identifikasi virus dapat dilakukan secara serologi maupun secara molekuler. 10

11 Modul 2: ISOLASI VIRUS A. Kompetensi Dasar Memahami akan manfaat melakukan isolasi virus dan tahapan inokulasinya B. Indikator 1. Manfaat melakukan inokulasi virus 2. Menjelaskan sampel untuk bahan isolasi virus 3. Cara pembuatan inokulum 4. Menjelaskan tentang media untuk mengisolasikan virus 5. Menjelaskan tentang cara candling telur ayam bertunas 6. Menjelaskan tentang cara melakukan isolasi virus pada telur ayam bertunas (TAB) 7. Menjelaskan tentang cara panen virus pada telur ayam bertunas C. Materi 1. Manfaat melakukan inokulasi virus Adapun manfaat melakukan isolasi virus diantaranya adalah untuk menemukan agen penyebab penyakit. Disamping itu isolasi virus dapat dilakukan untuk memperbanyak virus (misalnya untuk bahan pembuatan vaksin). 2. Sampel bahan isolasi virus Pemilihan Sampel untuk Bahan Isolasi virus ND dan AI Bahan untuk isolasi virus yang baik adalah jika sampel diambil dalam keadaan segar, diambil saat infeksi pada fase akut. Penyakit ND dan AI mempunyai gejala klisis yang sangat mirip, yakni: kelainan sistema respirasi yang ditandai ngorok, keluar leleran hidung, batuk. Gejala lain berupa gangguan sistim pencernaan yang ditandai: diare, bulu kusam karena dehidrasi akibat diare profus. Ada pula gejala syaraf yang disebut tremor, ataxia, tortikolis (tandanya sayap terkulai dan leher terpuntir ke belakang). Perubahan patologi anatomi dari organ yang diakibatkan oleh kedua penyakit tersebut juga hampir sama. Perubahan patologi anatomi ditandai dengan perdarahan ringan sampai berat yang dijumpai pada trakea, paru-paru, 11

12 usus, provektrikulus, ventrikulus, dan otak. Perdarahan bentuk ptekie (perdarahan bintik) maupun eksimosa (perdarahan yang meluas) seringkali ditemukan pada organ-organ tersebut. Pada kasus AI perdarahan bintik juga ditemukan pada pankreas, juga pada kaki. Sampel untuk bahan pembuatan inokulum diambil dari organ-organ yang mengalami perubahan menciri. Biasanya semakin menciri perubahan patologi anatominya maka semakin tinggi pula titer virus hasil dipanen. Sampel organ diambil dalam keadaan segar, dan usahakan pengambilan organ seseteril mungkin. Organ ditempatkan di dalam tabung kaca steril selanjutnya dibuat inokulum untuk diinokulasikan pada media isolasi virus. Pada hewan yang masih hidup, sampel pemeriksaan dapat diambil dengan menggunakan swab. Pada unggas diambil dari swab trakea, swab kloaka. Pada mamalia juga dapat diambil dari swab kerongkongan, swab vagina, swab preputium. 3. Cara Pembuatan Inokulum a. Sampel berupa organ atau jaringan diambil sebanyak kira-kira 1 gram, ditempatkan pada mortar steril, lalu dipotong kecil-kecil dan digerus sampai halus sambil ditambahkan PBS ph 7,2 atau boleh juga NaCl fisiologis sampai konsentrasinya %. b. Selanjunya suspensi jaringan dipindahkan ke dalam tabung steril untuk disentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm selama menit, kemudian dipisahkan supernatant dari endapan. c. Diambil bagian supernatan sebanyak 9 ml, ditambahkan dengan antibiotika 1 ml yang sudah diencerkan (dengan dosis IU penicillin dan µg/ml streptomisin). Campuran tersebut selanjunya dieramkan pada inkubator bersuhu 37ºC selama 30 menit. d. Campuran supernatan yang berisi antibiotika tersebut selanjuntnya digunakan sebagai bahan untuk isolasi virus pada tahap berikutnya. 12

13 4. Media Isolasi Virus: Telur Ayam Bertunas Media yang digunakan untuk isolasi virus antara lain: telur ayam bertunas (TAB), biakan sel, hewan percobaan maupun hospes alami. Pada modul ini akan dibahas tentang isolasi virus (sampel uji virus AI dan ND pada pembuatan inokulum point 2.d). Media yang umum digunakan untuk isolasi virus ND dan AI adalah telur ayam bertunas (TAB). Alasan pemilihan telur ayam bertunas sebagai media isolasi Virus ND dan AI, antara lain: a. Mudah diperoleh b. Relative bebas dari mikroorganisme pathogen c. Peka terhadap infeksi virus ND dan AI d. Dapat diberikan tanda (ditulis dengan pensil: kode isolat, asal isolat, tanggal inokulasi, jenis penyakit). Sebelum digunakan telur diperiksa (candling) terlebih dahulu dengan menggunakan candler (teropong telur). 5. Candling Telur Ayam Bertunas Pemeriksaan telur ayam bertunas disebut candling yang dilakukan pada ruangan gelap untuk mengamati pergerakan embrionya. Teropong telur (candler) dihidupkan lalu telur diperiksa di depan Canler. Diamati pergerakan ambrio dan pembuluh darahnya. Telur yang fertile ditandai dengan pergerakan aktif dan darahnya merah. Sebaliknya telur yang infertile tidak ada pergerakan embrio dan pembuluh darahnya tampak hitam. Telur ayam bertunas beserta bagian-bagiannya dimuat pada Gambar 1 13

14 Gambar TAB Gambar 1. Telur ayam bertunas 6. Isolasi Virus pada Telur Ayam Bertunas Jalur inokulasi yang umum dilakukan pada telur ayam bertunas diantaranya adalah: a. inokulasi melalui ruang alantois b. inokulaasi melalui membrane korioalantois (Chorioalantoic membrane= CAM) c. inokulasi kantong kuning telur (Yolk Sac) d. inokulasi melaui ruang amnion (amnionic cavity) e. inokulasi melalui otak (intracerebtum) f. inokulasi melalui pembuluh darah (intra vena) Pada modul ini akan dijelaskan cara inokulasi virus melalui ruang alantois dan membrane korioalantois (CAM) Cara inokulasi virus melalui Ruang Alantois Jalur inokulasi ini dipilih untuk virus: Newcastle Disease, Avian Influenza, Infectious Bronchitis, Egg Drop Syndrome. Telur yang digunakan biasanya berumur 9-10 hari. Jalur inokulasi adalah sebagai berikut: a. Telur di candling untuk menentukan fertilatau tidak b. Ditandai ruang udaranya dengan menggunakan pensil 14

15 c. Kulit telur didesinfeksi dengan alkohol 70%. d. Dibuat lubang pada cangkang telur dengan menggunakan jarum penusuk e. Dilakukan inokulasi 0.2 ml inokulum/ butir telur dengan menggunakan spuit dengan jarum berukuran 1 ml. f. Lubang tempat suntikan tadi ditutup dengan menggunakan kuteks g. Diberikan label pada telur tentang isolat yang diisolasikan. h. Telur diinkubasikan di inkubator bersuhu 37ºC dan diamati setiap hari dengan cara di canding i. Kematian telur kurang dari 24 jam diabaikan dan dianggap telur terkontaminasi. j. Telur yang mati lebih dari 24 jam atau telur dengan embrio yang sudah lemah selanjutnya dimasukkan ke almari pendingin selama satu malam. k. Dilakukan pemanenen cairan alantois Cara Inokulasi Virus Melalui Membrana Korioalantois (CAM) Inokulasi melalui membrane korioalantois dilakukan untuk mengisolasi virus virus yang bersifat epiteliotrofik, misalnya: virus Marek, Gumboro, Distemper, Pox, Variola, Vaccinia. Biasanya pertumbuhan virus bersifat lambat yang ditandai dengan pembentukan pox pada CAM. Cara inokulasi CAM: a. Telur dipilih yang fertile dan berumur hari b. Dilakukan candling dan ditandai ruang udaranya dengan pensil. c. Dibuat satu tanda (x) dibagian horizontal yang dekat dengan pembuluh darah. d. Kulit telur didesinfeksi dengan alkohol 70 % kemudian dibuat lubang pada posisi ruang udara alami dengan menggunakan jarum penusuk steril. e. Dibuat lubang satu lagi di bagian horizontal yang telah diberikan tanda (point c). 15

16 f. Udara dihisap keluar dari lubang ruang udara alami (point d) untuk membuat ruang udara buatan pada lubang (point e) g. Diinokulasikan 0,1 ml inokulum melalui ruang udara buatan, lalu lubang tadi didesinfeksi dan ditutup dengan kutek h. Telur diinkubasikan pada inkubator bersuhu 37ºC dengan posisi horizontal, dan diamati setiap hari selama maximal 5 hari. i. Telur dipanen dan dimasukkan ke almari pendingin. 7. Panen Virus Telur yang sudah diinokulasi virus selanjutnya dikeluarkan dari almari pendingin untuk dipanen. Sebelum dipanen disediakan alat-alat bedah yang terdiri dari: gunting, pinset. Disiapkan pula cawan petri, tabung steril, spatula, pipet Pasteur, sarung tangan dan masker, satu kantong plastik tempat menampung sampah bekas panen Cara Panen Cairan Alantois a. Telur dikeluarkan dari almari pendingin, lalu dipotong cangkang telur pada bagian ruang udaranya secara melingkar dengan menggunakan gunting. b. Dikuakkan selaput korioalantoisnya dengan menggunakan pinset sehingga tampak embrio yang dikelilingi cairan alantois berwarna jernih. Apabila cairan alantoisnya tampak keruh itu menandakan terjadi kontaminasi bakteri dan tidak layak untuk diuji. c. Cairan alantois dipanen dengan cara diisap dengan pipet steril dan ditampung pada tabung steril. Embrio ditekan dengan spatula untuk mendapatkan cairan yang bebih banyak, lalu cairan alantois ditampung pada tabung steril kemudian diberi label untuk di uji HA/HI Cara Panen CAM a. Telur dikeluarkan dari almari pendingin, lalukulit telur digunting melingkar secara horizontal. 16

17 b. Embrio dikeluarkan dari cangkang telur dan ditampung pada cawan petri steril c. Ambil selaput CAM yang menempel pada cangkang telur danditempatkan pada cawan petri lain yang telah diisi PBS. d. CAM dicuci dengan PBS, digoyang-goyangkan sampai bersih dan diamati adanya bentuk pox pada CAM. e. Bagian CAM yang terinfeksi (bentuk pox) kemudian dipotong dan disimpan untuk bahan uji pada PCR atau uji AGPT D. Rangkuman Isolasi virus berguna untuk mendapatkan agen penyebab penyakit atau digunakan pula untuk memperbanyak virus misalnya untuk membuatan vaksin. Tahapan isolasi meliputi: pemilihan sampel, pembuatan inokulum, isolasi inokulum pada TAB, dan panen virus. Isolasi virus pada TAB melalui ruang alantois maka hasil panenya berupa cairan alantois, sedangkan isolasi virus melalui CAM yang dipanen adalah CAM yang terinfeksi virus yang ditandai dengan bentuk pox. 17

18 Modul 3: IDENTIFIKASI VIRUS SECARA SEROLOGI A. Kompetensi Dasar Memahami manfaat melakukan uji serologi dan teknik uji serologi B. Indikator 1. Menjelaskan tujuan melakukan uji serologi 2. Menjelaskan macam-macam uji serologi 3. Menjelaskan dasar pemilihan uji serologi HA/HI untuk diagnosis penyakit virus 4. Menjelaskan cara uji hemaglutinasi (HA) 5. Menjelaskan cara uji serologi Hambatan hemaglutinasi (HI) C. Materi 1. Tujuan melakukan uji serologi Uji serologi dilakukan untuk mengidentifikasi virus guna menentukan agen penyebab penyakit. Diagnose demikian disebut diagnose pasti. Caranya dengan menggunakan serum standar yang sudah diketahui. Prinsip dasar uji serologi adalah terjadinya ikatan antara antigen dengan antibodi yang homolog untuk membentuk ikatan antigen-antibodi komplek. 18 Pada uji hemaglutinasi, ikatan tersebut (kompleks antigen- antibodi homolog) dapat diketahui dengan menambahkan sel darah merah 1% sebagai indikator uji. Uji serologi juga dapat digunakan untuk mengukur titer antibodi hewan pascavaksinasi. Darah diambil dari hewan satu atau dua minggu setelah divaksinasi. Pada unggas pengambilan darah dilakukan melalui vena brakialis (vena sayap), dengan menggunakan spuit 1 atau 3 ml tergantung umurnya. Selanjutnya darah diletakkan pada posisi miring, dibiarkan sampai sarumnya keluar dengan sempurna. Serum yang keluar selanjutnya dipisahkan dan ditampung dengan tabung mikro untuk diuji titer antibodinya. Disamping itu uji serologi juga dapat digunakan untuk mengetahui munculnya penyakit baru dengan menggunakan serum dan antigen standar. Untuk penyakit yang sudah endemik, dilakukan pengambilan serum sepasang (paired sera) yakni serum yang diambil dua kali. Pengambilan pertama saat penyakit

19 berlangsung akut, sedangkan pengambilan serum yang kedua dilakukan 2-4 minggu kemudian. Selanjunya dibandingkan titer antibodinya. 2. Macam-macam uji serologi Beberapa uji serologi yang dikenal, diantaranya adalah: a. Haemaglutination and Haemaglutination Inhibition Test (HA/HI) b. Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) c. Agar Gel Presititation Test (AGPT) d. Flourescent Antibody Technique (FAT) e. Complement Fixation Test (CFT) f. Radio Immuno Assay (RIA) Pada modul ini hanya akan dijelaskan dan dipraktekkan tentang uji serologi HA/HI untuk mengidentifikasi virus ND dan AI. 3. Uji HA/HI Untuk Identifikasi Penyakit Virus Uji hemaglutinasi (HA/HI) digunakan khusus untuk virus-virus yang memiliki protein hemaglutini pada amplopnya. Misalnya: Virus Newcastle Disease, virus Avian Influenza, virus Parvo. Terjadinya hemaglutinasi ditandai dengan butiran berpasir akibat adanya ikatan antara sel darah merah 1% dengan protein hemaglutinin pada amplop virus. 4. Cara Uji Hemaglutinasi 4.1. Cara Uji Hemaglutinasi Cepat Uji hemaglutinasi cepat (rapid HA) dilakukan untuk deteksi cepat. Cara kerja: a. Diteteskan satu tetes suspensi antigen diatas gelas objek, didekatnya diteteskan pula satu tetes suspense sel darah merah 1 %. b. Kedua tetesan tersebut selanjutnya dicampurkan dengan menggunakan batang korek api lalu diaduk beberapa saat sampai merata. c. Diamati terjadinya butiran berpasir warna merah pada objek glas sebagai tanda reaksi itu positif. 19

20 4.2. Uji Hemaglutinasi Teknik Mikrotiter Uji ini untuk mengetahui titer virus, diperlukan untuk menyiapkan antigen 4 HA unit pada uji HI. Cara kerjanya: a. Disiapkan plat mikro 96 sumuran, lalu diisikan 0,025 µl PBS ke dalam semua lubang. b. Ditambahkan suspensi antigen yang diuji (dari cairan alantois hasil panen) pada tahap uji sebelumnya ke dalam lubang satu dan dua, selanjunya dilakukan pengenceran berseri kelipatan dua mulai dari lubang kedua sampai lubang ke sebelas dengan menggunakan pengencer mikro. c. Ditambahkan 0,25 µl PBS ke dalam setiap lubang plat mikro (mulai dari lubang 1 sampai lubang 12), selanjutnya diaduk dengan pengocok mikro. d. Ditambahkan ke dalam setiap lubang masing-masing 0,05 µl sel darh merah 1 % mulai lubang 1 sampai lubang 12, lalu diayak selama 30 detik. e. Plat mikro selanjutnya dieramkan pada suhu kamar dan diamati timbulnya aglutinasi sel darah merah. Pengamatan dilakukan setiap 15 menit selama satu jam. f. Titer virus ditentukan dari pengenceran tertinggi yang masih mampu mengalutinasi sel darah merah 1%. Titer virus yang diperoleh selanjutnya diencerkan menjadi 4 HA Unit. g. Identifikasi virus dilanjutkan dengan uji HI Uji Hambatan Hemaglutinasi (Uji HI) Uji ini digunakan untuk mengidentifikasi lebih lanjut virus yang diuji pada uji HA. Disamping itu uji HI juga dapat juga digunakan untuk menentukan titer antibodi hewan pascavaksinasi. Cara kerja: a. Disiapkan plat mikro 96 sumuran, lalu diisikan 0,025 µl PBS ke dalam semua lubang. 20

21 b. Serum yang akan di uji dipanaskan terlebih dahulu pada penangas air bersuhu 56 ºC selama 30 menit. c. Ditambahkan 0,025 µl serum ke dalam lubang 1 dan 2 dari sumuran plat mikro lalu diencerkan secara berseri kelipatan dua mulai dari sumuran ke dua sampai lubang ke sepuluh dengan pengencer mikro. d. Ditambahkan 0,25 µl suspensi antigen 4 HA unit mulai lubang n0 1 sampai 11, lubang nomor 12 hanya diisi 0,25 µl PBS. e. Plate mikro diayak selama 30 detik, kemudian diinkubasikan pada suhu kamar (sehu 23º C) selama 30 menit. Kedalam setiap lubang selanjutnya ditambahkan masing-masing 0.05 ml suspense sel darah merah 1 %, diayak kembali selama 30 detik. f. Plate mikro diletakkan pada suhu kamar, diamati setiap 15 menit, dibaca hasilnya. pengamatan dilakukan selama 1 jam g. Titer HI dinyatakan sebagai pengenceran tertinggi dari serum yang masih mampu menghambat terjadinya hemaglutinasi virus secara sempurna. D. Rangkuman Uji serologi dilakukan untuk mengidentifikasi virus sebagai agen penyebab penyakit, dengan menggunakan serum standar yang disebut dengan diagnose pasti. Prinsip dasar uji serologi adalah terjadinya ikatan antara antigen dengan antibodi yang homolog untuk membentuk ikatan antigen-antibodi komplek. Uji serologi juga digunakan untuk mengukur titer antibodi hewan pascavaksinasi. Disamping itu uji serologi juga dapat digunakan untuk mengetahui munculnya penyakit baru dengan menggunakan serum dan antigen standar. Untuk penyakit yang sudah endemik, dilakukan pengambilan serum sepasang (paired sera) yakni serum yang diambil dua kali. Pengambilan pertama saat penyakit berlangsung akut, sedangkan pengambilan serum yang kedua dilakukan 2-4 minggu kemudian pada masa kesembuhan. Uji HA positif ditandai dengan bentukan berpasir warna merah pada dasar plat mikro sebagai tanda hemaglutinasi. Jika HA positif itu tandanya antigen yang diuji memiliki hemaglutinin. Untuk memastikan agen (virusnya) dilanjutkan 21

22 dengan uji HI menggunakan serum standar. Uji HI positif ditandai dengan pengendapan sel darah merah 1%. Titer HI adalah pengenceran tertinggi serum yang mampu menghambat terjadinya hemaglutinasi sempurna. Sel darah merah disini hanya sebagai indikator uji. 22

23 DAFTAR PUSTAKA Delwart E., Li L Rapidly expanding genetic diversity and host renge of the Circoviridae viral family and other Rep encoding small circular ssdna genomes. Virus Res 164: Fenner FJ, Gibbs EPJ., Murphy FA. Rott R Studdert MJ., Veterinay Virology, San Diego: Academic Press. Herrington CS, Coates PJ, Dupex WP Viruses and Disease: Emerging Concepts for Prevention, diagnosis and treatment. J Pathol 235: Knipe DM, Howley PM., editors (2001). Folds Virology. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins Mac Lachlan NJ, Dubovi EJ, editor, Fenner s. Veterinary Virology. 4 th ed. London. Academic Press. OIE Manual of Diagnostic Test and Vaccines for Terrestrial Animals. Paris: Office international des Epizooties 23

24 Contoh 1. Soal-soal dari Lab. Virologi LAMPIRAN Petunjuk: Pilihlah beberapa jawaban yang tepat dengan cara memberi tanda silang (x) di depan hurufnya. Jawaban boleh lebih dari satu 1.Apakah virus termasuk mikroorganisme? Jawab: a. ya (mikroorganisme) b. tidak (bukan mikroorganisme) 2. Apakah virus termasuk parasit? Jawab : a. ya (parasit) b. tidak (bukan parasit) 3. Pernyataan yang benar tentang virus (jawaban lebih dari satu): Jawab: a. Dapat dilihat dengan mikroskop cahaya b. Ukurannya lebih besar daripada bakteri c. Dapat ditumbuhkan pada telur ayam bertunas (TAB) d. Penyebab penyakit Newcastle disease, Avian Influenza, Rabies 4. Cara mendiagnosa penyakit virus secara pasti dilakukan dengan Jawab: a. Cukup hanya melakukan isolasi virus b. Dengan melakukan isolasi dan identifikasi virus 5. Bagaimanakah cara memperbanyak virus? Jawab: a. Ditanam pada plat agar darah b. Ditaman pada telur ayam bertunas (TAB) c. Ditanam pada hewan percobaan 6. Ada berapa jalur yang saudara kenal untuk menanam virus pada TAB? Jawab : a. Jalur ruang alantois b. Jalur membran korioalantois c. Jalur sub kutan 7. Kalau saudara melakukan panen cairan alantois, yang saudara panen adalah: Jawab: a. antigen b. antibodi 24

25 8. Bagaimanakah cara mengidentifikasi virus? Jawab: a. Dengan uji serologi b. Dengan uji PCR 9. Yang manakah termasuk dalam uji Serologi? Jawab: a. Uji Elisa b. Uji Agar gel presipitasi (AGP) c. Uji Hemaglutinasi HA/HI 10. Berapakah titer antigen yang digunakan untuk uji serologi HI? Jawab: a. 2 HA unit b. 4 HA unit 11. Apakah tanda bahwa uji HA positif? Jawab : a. Ada pengendapan sel darah merah di dasar plat mikro b. Ada butiran berpasir di dasar plat mikro 12. Apakah tanda bahwa uji HI positif Jawab: a. Ada butiran berpasir di dasar plat mikro b. Ada pengendapan sel darah merah di dasar plat mikro 13. Uji serologi HA/HI dapat digunakan untuk: Jawab: a. Untuk mengidentifikasi penyakit baru b. Untuk menentukan titer antibodi (status kekebalan hewan) c. Untuk mengetahui penyakit yang sedang menginfeksi 14. Bahan-bahan boleh tidak ada ada pada uji HA: a. Antigen b. Antibodi d. PBS atau NaCl Fisiologi e. Sel darah merah 1% 15. Bahan-bahan yang harus ada pada Uji HI a. Antigen b. Antibodi c. PBS atau NaCl Fisiologi d. Sel darah merah 1% 25

26 26

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN 17 METODELOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai Maret 2010 sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Terpadu Bagian Mikrobiologi Medik dan laboratorium Bakteriologi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang 11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya 10 MATERI DAN METODA Waktu Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu FKH-IPB, Departemen Ilmu Penyakit Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 18 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan April 2013 sampai dengan April 2014. Sampel diambil dari itik dan ayam dari tempat penampungan unggas, pasar unggas dan peternakan

Lebih terperinci

SERODETEKSI PENYAKIT TETELO PADA AYAM DI TIMOR LESTE Muhammad Ulqiya Syukron 1, I Nyoman Suartha 2, Nyoman Sadra Dharmawan 3.

SERODETEKSI PENYAKIT TETELO PADA AYAM DI TIMOR LESTE Muhammad Ulqiya Syukron 1, I Nyoman Suartha 2, Nyoman Sadra Dharmawan 3. SERODETEKSI PENYAKIT TETELO PADA AYAM DI TIMOR LESTE Muhammad Ulqiya Syukron 1, I Nyoman Suartha 2, Nyoman Sadra Dharmawan 3. 1 Mahasiswa FKH Unud, 2 Lab Penyakit Dalam Veteriner, 3 Lab Patologi Klinik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilakukan di kandang pemeliharaan hewan coba Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. Pemeliharaan ayam penelitian, aplikasi ekstrak temulawak dan vaksinasi AI dilakukan di kandang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat 1. Bahan Bahan yang digunakan adalah daun tapak liman (E. scaber) diperoleh dari lapangan Dukuhwaluh, Purwokerto; untuk uji aktivitas anti virus digunakan telur

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 21 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, mulai Maret sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Mikrobiologi Medis, laboratorium Terpadu unit pelayanan mikrobiologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia memegang peran penting bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis unggas yang dibudidayakan

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI VIRUS Avian influenza ASAL BEBEK

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI VIRUS Avian influenza ASAL BEBEK ISOLASI DAN IDENTIFIKASI VIRUS Avian influenza ASAL BEBEK (Isolation and Identification of Avian Influenza Virus from Ducks) HARIMURTI NURADJI, L. PAREDE dan R.M.A. ADJID Balai Besar Penelitian Veteriner,

Lebih terperinci

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING 1 I Gst Ayu Agung Suartini(38) FKH - Universitas Udayana E-mail: gaa.suartini@gmail.com Tlf : 081282797188 Deskripsi IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO

Lebih terperinci

PENYAKIT VIRUS UNGGAS PENYAKIT VIRUS UNGGAS

PENYAKIT VIRUS UNGGAS PENYAKIT VIRUS UNGGAS PENYAKIT VIRUS UNGGAS PENYAKIT VIRUS UNGGAS i DR. DRH. GUSTI AYU YUNIATI KENCANA, MP Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2 1. Hak Cipta merupakan

Lebih terperinci

Inokulasi Virus pada Telur Ayam Berembrio

Inokulasi Virus pada Telur Ayam Berembrio Inokulasi Virus pada Telur Ayam Berembrio Virus adalah penyebab infeksi terkecil berdiameter 20-300 nm. Genom virus hanya mengandung satu macam asam nukleat yaitu RNA/DNA. Asam nukleat virus terbungkus

Lebih terperinci

NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease. tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin ( )

NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease. tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin ( ) Pendahuluan : NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin (078114032) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Newcastle Disease (ND) juga di kenal

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 8 BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Titrasi Virus Isolat Uji Berdasarkan hasil titrasi virus dengan uji Hemaglutinasi (HA) tampak bahwa virus AI kol FKH IPB tahun 3 6 memiliki titer yang cukup tinggi (Tabel ). Uji HA

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data 2.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan bulan Desember 2011. Kegiatan ini dilakukan di laboratorium Bagian Mikrobiologi Medik Departemen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

Lampiran 1. Road-map Penelitian

Lampiran 1. Road-map Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Road-map Penelitian Persiapan Penelitian Persiapan wadah dan ikan uji Bak ukuran 40x30x30cm sebanyak 4 buah dicuci, didesinfeksi, dan dikeringkan Diletakkan secara acak dan diberi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Newcastle disease (ND) merupakan suatu penyakit pada unggas yang sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus dan menyerang berbagai

Lebih terperinci

Kudrjawzow dan Rumanow (1928) yang telah dimodifikasi oleh Hardjoutomo dan Sri Poernomo (1976). Untuk pembuatan antigen kokto tersebut dikerjakan sepe

Kudrjawzow dan Rumanow (1928) yang telah dimodifikasi oleh Hardjoutomo dan Sri Poernomo (1976). Untuk pembuatan antigen kokto tersebut dikerjakan sepe PEMBUATAN ANTIGEN KOKTO UNTUK SERUM ASCOLI Koko Barkah Balai Penelitian Veteriner, Jalan R.E. Martadinata 30, Bogor 11614 PENDAHULUAN Antraks atau radang limpa adalah penyakit menular pada hewan yang disebabkan

Lebih terperinci

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS VIRUS FIRMAN JAYA OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS PENDAHULUAN Metaorganisme (antara benda hidup atau benda mati) Ukuran kecil :

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

II. METODOLOGI PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana,

II. METODOLOGI PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana, II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Metode Pengumpulan Data 2.1.1. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2009. Pengambilan sampel susu dilakukan di beberapa daerah di wilayah Jawa Barat yaitu

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM COMPARISON OF HI TEST AND ELISA FOR DETECTING ANTIBODY MATERNAL ND ON DAY OLD CHICK Oleh : Rahaju Ernawati* ABSTRACT This

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hog cholera 2.1.1 Epizootiologi Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan di Bali. Hampir setiap keluarga di daerah pedesaan memelihara

Lebih terperinci

Teknik Isolasi Bakteri

Teknik Isolasi Bakteri MODUL 3 Teknik Isolasi Bakteri POKOK BAHASAN : 1. Pengenceran Suspensi Bakteri dari Sumber Isolat/Lingkungan 2. Teknik Isolasi Bakteri TUJUAN PRAKTIKUM : 1. Memahami persiapan dan pelaksanaan pengenceran

Lebih terperinci

Pembuatan Preparat Utuh (whole mounts) Embrio Ayam

Pembuatan Preparat Utuh (whole mounts) Embrio Ayam Pembuatan Preparat Utuh (whole mounts) Embrio Ayam Epy Muhammad Luqman Bagian Anatomi Veteriner (Anatomi Perkembangan) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Tujuan : mempelajari keadaan morfologi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk.,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk., PENDAHULUAN Latar Belakang Tortikolis adalah gejala yang umum terlihat di berbagai jenis unggas yang dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk., 2014). Menurut Capua

Lebih terperinci

Teknik Isolasi Bakteri

Teknik Isolasi Bakteri MODUL 3 Teknik Isolasi Bakteri POKOK BAHASAN : 1. Pengenceran Suspensi Bakteri dari Sumber Isolat/Lingkungan 2. Teknik Isolasi Bakteri (Solid and Liquid Medium) TUJUAN PRAKTIKUM : 1. Memahami persiapan

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2. MATERI DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2.2. Materi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2011 sampai dengan bulan Maret 2012. Kegiatan ini dilakukan di laboratorium Bagian Mikrobiologi Medik Departemen

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung dari bulan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Road-map Penelitian

Lampiran 1. Road-map Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Road-map Penelitian Persiapan Penelitian Persiapan wadah dan ikan uji (15-30 Agustus 2013) Bak ukuran 45x30x35cm sebanyak 4 buah dicuci, didesinfeksi, dan dikeringkan Diletakkan secara

Lebih terperinci

AKABANE A. PENDAHULUAN

AKABANE A. PENDAHULUAN AKABANE Sinonim : Arthrogryposis Hydranencephaly A. PENDAHULUAN Akabane adalah penyakit menular non contagious yang disebabkan oleh virus dan ditandai dengan adanya Arthrogryposis (AG) disertai atau tanpa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Hama dan Penyakit dan rumah kaca Balai penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Bogor; pada bulan Oktober

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Newcastle Disease (ND) atau penyakit tetelo disebabkan oleh strain virulen avian Paramyxovirus serotipe tipe 1 (AMPV-1) dari genus Avulavirus yang termasuk dalam subfamily

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, mulai bulan Januari 2012

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai dengan Juni 2013. Lokasi pengambilan sampel rumput laut merah (Eucheuma cottonii) bertempat di Perairan Simpenan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Uji Serum (Rapid Test) Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) Ikan Mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Sebanyak 173 dan 62 contoh serum sapi dan kambing potong sejumlah berasal dari di provinsi Jawa Timur, Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Barat, Jakarta dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Penelitian I. Populasi dan Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskular pada Lahan Sayuran dan Semak 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah untuk penelitian ini diambil dari

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan April Bahan dan Alat.

METODE PENELITIAN. Waktu Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan April Bahan dan Alat. 23 METODE PENELITIAN Tempat Penelitian Pengambilan sampel daging sapi impor untuk penelitian ini dilakukan di Instalasi Karantina Produk Hewan (IKPH). Pengujian sampel dilakukan di laboratorium Balai Besar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat Reaksi antiserum TICV terhadap partikel virus yang terdapat di dalam jaringan tanaman tomat telah berhasil diamati melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini, berbagai penyakit infeksi mengalami peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai belahan dunia

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosa yang sangat fatal. Penyakit ini menginfeksi saluran pernapasan unggas dan juga mamalia. Penyebab penyakit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini jenis sampel diambil berupa serum dan usap kloaka yang diperoleh dari unggas air yang belum pernah mendapat vaksinasi AI dan dipelihara bersama dengan unggas

Lebih terperinci

BAB II. BAHAN DAN METODE

BAB II. BAHAN DAN METODE BAB II. BAHAN DAN METODE 2.1 Kultur Bakteri Pembawa Vaksin Bakteri Escherichia coli pembawa vaksin DNA (Nuryati, 2010) dikultur dengan cara menginokulasi satu koloni bakteri media LB tripton dengan penambahan

Lebih terperinci

Rickettsia prowazekii

Rickettsia prowazekii Rickettsia prowazekii Nama : Eva Kristina NIM : 078114026 Fakultas Farmasi Sanata Dharma Abstrak Rickettsia prowazekii adalah bakteri kecil yang merupakan parasit intraseluler obligat dan ditularkan ke

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian dan Analisis Data Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif meliputi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat 1. Bahan Bahan yang digunakan adalah daun kenikir (C. caudatus ); untuk uji aktivitas antivirus digunakan telur ayam berembrio yang berumur 9 11 hari, virus

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 24 3.1 Desain Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bentuk desain penelitian yang akan digunakan adalah bentuk deskriptif cross sectional untuk mengetahui pola sensitivitas Mycobacterium tuberculosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

Pengambilan dan Pengiriman Sampel

Pengambilan dan Pengiriman Sampel Pengambilan dan Pengiriman Sampel Kenali Laboratorium Anda Ketahui jenis-jenis uji yang dapat dilakukan dan pilihlah yang terbaik Sediakan semua informasi yang dibutuhkan Hubungi lab bila Anda perlu informasi

Lebih terperinci

Perbandingan Titer Antibodi Newcastle Disease pada Ayam Petelur Fase Layer I dan II

Perbandingan Titer Antibodi Newcastle Disease pada Ayam Petelur Fase Layer I dan II Perbandingan Titer Antibodi Newcastle Disease pada Ayam Petelur Fase Layer I dan II (COMPARISON OF NEWCASTLE DISEASE ANTIBODIES TITRE IN LAYER PHASE I AND II) Saiful Akbar 1, Ida Bagus Komang Ardana 2,

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1. Metode Pengumpulan Data 2.1.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Sampel nasi bungkus diambil dari penjual nasi bungkus di wilayah sekitar kampus Universitas Udayana Bukit Jimbaran.

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

BAB 4 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Avian Influenza-zoonosis Research

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Veteriner dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Veteriner dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Veteriner dan Laboratorium Biomolekuler Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorium dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorium dengan metode 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorium dengan metode difusi Kirby bauer. Penelitian di lakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian telah dilaksanakan di laboratorium BKP Kelas II Cilegon untuk metode pengujian RBT. Metode pengujian CFT dilaksanakan di laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Newcastle disease (ND) merupakan penyakit viral disebabkan oleh Newcastle disease virus (NDV) yang sangat penting dan telah menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Morbiditas

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian Persiapan dan Pemeliharaan Kelinci sebagai Hewan Coba

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian Persiapan dan Pemeliharaan Kelinci sebagai Hewan Coba 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Immunologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kandang Terpadu, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. 2004). Penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Dan Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah eksplanatori research adalah menjelaskan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan melalui

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada Januari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan,

Lebih terperinci

CIRI FISIOLOGI DAN MORFOLOGI BAKTERIOFAGE (VIRUS)

CIRI FISIOLOGI DAN MORFOLOGI BAKTERIOFAGE (VIRUS) CIRI FISIOLOGI DAN MORFOLOGI BAKTERIOFAGE (VIRUS) Diyan Herdiyantoro, SP., MSi. Laboratorium Biologi & Bioteknologi Tanah Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran 2009 Karakteristik Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatits B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) yang termasuk virus DNA, yang menyebakan nekrosis hepatoseluler dan peradangan (WHO, 2015). Penyakit Hepatitis B

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam peliharaan merupakan hasil domestikasi dari ayam hutan yang ditangkap dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung, pada bulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur dikenal oleh sebagian masyarakat dengan nama ayam negeri yang mempunyai kemampuan bertelur jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan ayam ayam

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmonella sp. 2.1.1 Klasifikasi Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C termasuk famili Enterobacteriaceae, ordo Eubacteriales, kelas Schizomycetes

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris murni yang dilakukan secara in vitro. Yogyakarta dan bahan uji berupa ekstrak daun pare (Momordica charantia)

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris murni yang dilakukan secara in vitro. Yogyakarta dan bahan uji berupa ekstrak daun pare (Momordica charantia) BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian eksperimental laboratoris murni yang dilakukan secara in vitro. B. Bahan Uji dan Bakteri Uji Bakteri uji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan berbagai asam amino, DHA dan unsur-unsur lainnya yang dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. kandungan berbagai asam amino, DHA dan unsur-unsur lainnya yang dibutuhkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fungsi terbesar produk peternakan adalah menyediakan protein, energi, vitamin dan mineral untuk melengkapi hasil-hasil pertanian. Salah satu nutrisi penting asal produk

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. 4.2 Subjek Penelitian Sampel dalam penelitian ini adalah C. albicans yang diperoleh dari usapan

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN 2.1 Persiapan Ikan Uji Ikan nila (Oreochromis niloticus) BEST didatangkan dari Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor yang berukuran rata-rata 5±0,2g, dipelihara selama ±

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2006 hingga Agustus 2007. Penangkapan polen dilakukan di kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan dan analisa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan Agustus 2012 sampai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 ulangan meliputi pemberian minyak atsiri jahe gajah dengan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR ISOLASI MIKROORGANISME. Disusun Oleh: Rifki Muhammad Iqbal ( ) Biologi 3 B Kelompok 6

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR ISOLASI MIKROORGANISME. Disusun Oleh: Rifki Muhammad Iqbal ( ) Biologi 3 B Kelompok 6 LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR ISOLASI MIKROORGANISME Disusun Oleh: Rifki Muhammad Iqbal (1211702067) Biologi 3 B Kelompok 6 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

Lebih terperinci

PENGAMBILAN DAN PENGIRIMAN SAMPEL

PENGAMBILAN DAN PENGIRIMAN SAMPEL PENGAMBILAN DAN PENGIRIMAN SAMPEL Pengambilan dan Pengiriman Sampel Kenali Laboratorium Anda Ketahui jenis-jenis uji yang dapat dilakukan dan pilihlah yang terbaik Sediakan semua informasi yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. 4.2 Sumber Data Sampel dalam penelitian ini adalah usapan (swab) dari lesi mukosa mulut subyek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mesin Tetas Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) dan melaui penetasan buatan (mesin tetas) (Paimin, 2000). Penetasan buatan dilakukan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru pada bulan Mei 2013 sampai dengan Juni 2013.

III. MATERI DAN METODE. Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru pada bulan Mei 2013 sampai dengan Juni 2013. III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di laboratorium Patologi Entomologi dan Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit peradangan hati akut atau menahun disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh seperti saliva, ASI, cairan

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM PARASITOLOGI

PENUNTUN PRAKTIKUM PARASITOLOGI PENUNTUN PRAKTIKUM PARASITOLOGI ISFANDA, DVM, M.Si FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH BESAR 2016 BAB 1 PEMERIKSAAN TELUR TREMATODA Pemeriksaan Telur Cacing Dengan Metode Natif Tujuan untuk

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Komposisi Media MGMK Padat dan Cara Pembuatannya Bahan: Koloidal kitin 12,5% (b/v) 72,7 ml. Agar 20 g.

LAMPIRAN. Lampiran 1. Komposisi Media MGMK Padat dan Cara Pembuatannya Bahan: Koloidal kitin 12,5% (b/v) 72,7 ml. Agar 20 g. 29 LAMPIRAN Lampiran 1. Komposisi Media MGMK Padat dan Cara Pembuatannya Bahan: K 2 HPO 4 0,7 g KH 2 HPO 4 0,3 g M g SO 4. 7H 2 O 0,5 g FeSO 4.7H 2 O 0,01 g ZnSO 4 0,001 g MnCl 2 0,001 g Koloidal kitin

Lebih terperinci