MENGKAJI SISTEM HUKUM INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MENGKAJI SISTEM HUKUM INDONESIA"

Transkripsi

1 MENGKAJI SISTEM HUKUM INDONESIA (Kajian Perbandingan Dengan Sistem Hukum Lainnya) Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya Abstrak Cara berhukum setiap masyarakat memiliki ciri dan karakter khas masing-masing. Cara berhukum tersebut melahirkan tradisi atau sistem hukum yang berbeda, seperti sistem eropa kontinental, anglo saxon sistem hukum Pancasila. Sistem eropa kontinental menjadikan aturan tertulis yang terkodifikasi secara sistematik sebagai sumber primer, sedangkan sistem anglo saxon menempatkan putusan hakim sebagai sumber primernya. Sistem hukum Pancasila bersifat prismatik yakni sistem yang memadukan semua hal yang baik-baik dari semua sistem yang ada. Sistem hukum Pancasila merupakan peleburan yang baik-baik dari beberapa sistem, baik eropa kontinental, anglo saxon, dan sistem lainnya. Kata kunci: Sistem Hukum, Sistem Hukum Pancasila, dan Prismatik. A. Pendahuluan Martin Kryger menyatakan bahwa law as tradition. Sebagai sebuh tradisi maka hukum mempunyai tiga elemen utama, yakni pastness, autoritative presence, dan transmission. Lebih lanjut, dikatakan bahwa di samping sebagai sebuh tradisi, hukum dibentuk secara sistematik dan secara terus menerus untuk menjaga dan memelihara hubungan antara individu dalam masyarakat. 1 Pendapat tersebut menerangkan bahwa hukum tidak dapat dilepaskan dari perkembangan kehidupan masyarakat. Karenanya, hukum merupakan produk budaya/tradisi yang eksis di dalam masyarakat. Kiranya, pandangan Cicero yang menyatakan bahwa ubi societas ibi ius dan pandangan von Savigny tentang volkgeist dapat dijadikan rujukan bahwa perkembangan masyarakat selalu diikuti oleh perkembangan hukum. Dengan kata lain, bahwa setiap perubahan masyarakat akan berimplikasi kepada perubahan hukum. Masyarakat merupakan laboratorium bagi hukum itu sendiri. Sebagai sebuah tradisi, hukum di setiap masyarakat berbeda satu dengan lainnya yang sangat dipengaruhi oleh latar belakang kesejarahan, karakter/perilaku, rasa hukum, dan cara pandang. Pada masyarakat yang cenderung homogen dengan karakter tunggal, membutuhkan hukum yang terkodifikasi melalui pembentukan undang-undang. Namun pada masyarakat yang heterogen cenderung pengembangan hukumnya melaui case by case melalui putusan pengadilan. Dalam masyarakat yang religius, hukum kebanyakan dipengaruhi oleh nilai-nilai agama, sehingga hukumnya memiliki karakter religius dan transcendence. Perbedaan latar belakang kesejerahan, karakter/perilaku, rasa hukum, dan cara pandang di atas melahirkan cara ber-hukum yang berbeda pula. Cara ber-hukum tersebut yang kita kenal dengan istilah tradisi hukum atau sistem hukum. Dewasa ini, telah berkembang beberapa sistem hukum di berbagai belahan dunia diantaranya adalah sistem hukum eropa daratan, sistem hukum anglo saxon, hukum islam, hukum adat, dan sistem 1 Martin Kryger, Law as Tradition, Journal of Law and Philosophy, Vol. 5 No. 2 August 1986, hlm

2 Mengkaji Sistem Hukum Indonesia... hukum Indonesia serta sistem lainnya. Walaupun antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain memiliki sistem hukum yang berbeda, namun memiliki tujuan yang sama, yakni untuk mengatur aktifitas manusia dalam bermasyarakat. Joseph Dainow menyatakan tujuan utama dari system hukum adalah untuk mengatur dan mengharmonisasi aktifitas manusia dalam berbermasyarakat sebagia bagian dari budaya peradaban, sejarah dan kehidupan masyarakatnya. 2 Indonesia sebagai sebuah negara dan bangsa yang berdaulat juga memiliki tradisi atau sistem hukum yang khas dibandingkan dengan masyarakat dunia lainnya. Sistem hukum Indonesia tersebut tentu lahir dari sebuah perjalanan sejarah panjang, tradisi dan kebudayaan yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan eksistensi negara dan bangsa Indonesia itu sendiri. Untuk itu perlu dikaji mengenai kekhasan sistem hukum Indonesia dengan mencoba membandingkan dengan sistem yang lain. B. Pembahasan 1. Sistem Hukum Eropa Kontinental Sistem eropa kontinental atau sistem sipil berasal dari bahasa Latin ius civile yakni hukum yang diterapkan kepada seluruh masyarakat Romawi. Pada zaman Kaisar Justinian (Abad ke-vi BC), dilakukan kodifikasi Corpus Iuris Civilis yang terdiri atas empat buku, yakni Instituti, Diegesta/Pandectae, Caudex, dan Novellae. Dalam perkembangannya, ketentuan Corpus Iuris Civilis tersebut dijadikan dasar penyusunan kodifikasi kitab hukum di berbagai negara seperti Jerman, Belanda, Italia, Perancis dan beberapa negara Asia, termasuk Indonesia. Sumber hukum pertama sistem eropa kontinental adalah peraturan perundangundangan. Joseph Dainow menyatakan bahwa secara umum sumber hukum yang utama dalam sistem eropa kontinental adalah legislasi yang terkodifikasi secara sistematik. 3 Senada dengan hal tersebut, Vincy Fon dan Fransico Parisi 4 menyatakan undang-undang merupakan sumber hukum primer, sedangkan putusan pengadilan adalah sumber hukum sekunder. Dalam sistem eropa kontinental, mengikatnya hukum dikarenakan hukumnya disusun dalam undang-undang yang terkodifikasi secara sistematis. Dengan demikian, sistem eropa kontinental menekankan pentingnya hukum yang tertulis, yaitu peraturan perundang-undangan sebagai dasar utama sistem hukumnya. Secara hostoris, hal tersebut lahir dari berkembangnya asas legalitas di Eropa yang meminta adanya hukum yang ditulis dalam sebuah undang-undang untuk menjamin perlindungan terhadap rakyat. Tujuan dari hukum tertulis adalah untuk menjamin bahwa hukum itu harus pasti. Hukum yang pasti tersebut bercirikan adanya kejelasan baik tulisan dan makna, tidak sumir, tidak multitafsir, dan tidak ambigu Berdasarkan konsep di atas, pengembanan hukum dalam sistem eropa kontinental dilakukan melalui proses legislasi. Untuk itu, peran hakim hanya terbatas pada melaksanakan norma undang-undang yang dibentuk oleh parlemen. Hakim diibaratkan sebagai the speaker of the law semata, karena diskresi hakim yang sangat terbatas. Bahkan 2 Joseph Dainow, The Civil Law and The Common Law: Some Points of Comparison, The Americal Journal of Comparative Law, Vol. 15, No. 3 ( ), hlm Ibid, hlm Vincy Fon and Fransico Parisi, Judicial Precedent in Civil Law System: A dynamic Analysis, International Review of Law and Economics, (2006), hlm

3 dalam menerapkan suatu norma hukum ke dalam kasus konkret, hakim hanya menafsirkan sesuai dengan penafsiran parlemen. Dengan demikian, hakim sangat pasif dan tidak memiliki peranan yang besar dalam pengembanan hukum. Hakim hanya berperan sebagai negative legislator. Hakim tidak diberikan kewenangan untuk membentuk hukum. Hakim tidak boleh menjadi positive legislator. Peran hakim tersebut dapat dikemukakan dalam model di bawah ini: 5 P C I feedback Dari model di atas, maka hakim hanya mempunyai peranan untuk melaksanakan command dari parlemen untuk diterapkan pada kasus-kasus konkret. Hakim diikat oleh undang-undang sebagai sebuah perintah dari parlemen. Hakim hanya berkewajiban untuk melaksanakan undang-undang sebagaimana mestinya. Vincy Fon dan Fransico Parisi 6 menyatakan tugas utama hakim dan pengadilan adalah untuk menyelesaikan kasus yang diajukan kepadanya, pengadilan dan hakim tidak diberikan kewenangan untuk menciptakan aturan atau norma. Posisi hakim seperti inilah yang melatar-belakangi pendapatnya Jeremy Bentham, John Austin dan Hans Kelsen dalam mengembangkan positivisme hukum. Walaupun John Austin dengan analytical jurisprudence-nya berpendapat bahwa hakim mempunyai kewenangan untuk menafsirkan undang-undang, namun kewenangan tersebut sangat terbatas sehingga bukan dalam rangka judge made law. Dengan kuatnya posisi undang-undang, maka tidak dikenal prinsip precedent atau stare decisis. Artinya, bahwa hakim tidak mempunyai kewajiban untuk mengikuti putusan hakim sebelumnya. Biasanya, putusan hakim bersifat inter parties yang hanya mengikat para pihak yang berperkara, sehingga hakim tidak terikat. Namun dalam perkembangannya, sistem eropa kontinental mengenal prinsip jurisprudence constante, dimana hakim menjadikan putusan sebelumnya sebagai sumber hukum putusannya dengan syarat adanya kesamaan dengan kasus yang baru. 7 Di samping kedua karakter utama di atas, sistem eropa kontinental mempunyai ciriciri yang lain, di antaranya: a. Hukum publik dan hukum privat dipisahkan secara tegas. b. Sistem peradilan tidak mengenal sistem juri. c. Metode berpikir hakim dilakukan secara deduktif. 5 Lihat Pendapat Jeremy Bentham dalam Anthony D Amato, Analytic Jurisprudence Ontology, Ohio: Anderson Publishing Co., 1996, hlm Vincy Fon and Fransico Parisi, Loc.cit. 7 Ibid, hlm

4 Mengkaji Sistem Hukum Indonesia Sistem Hukum Anglo Saxon Sistem anglo saxon atau dikenal juga dikenal sistem common law pada awalnya berkembang di Inggris sekitar abad ke-xi. Sistem ini mulai berkembang semenjak menguatnya posisi raja dengan mendirikan institusi baru dalam bentuk pengadilan kerajaan. Sistem ini berasal dari kebiasaan-kebiasaan yang ditemukan dalam putusan pengadilan, sehingga hukumnya bersifat tidak tertulis. Dalam perkembangannya, sistem ini menyebar ke berbagai koloni Inggris dengan beberapa varian, di antaranya adalah sistem anglo-america. Dalam sistem ini, hukum yang diciptakan oleh pengadilan atau hakim melalui putusannya merupakan sumber hukum primer. Joseph Dainow 8 menyatakan putusan yang dibuat oleh pengadilan atau hakim tidak hanya mengikat para pihak yang berperkara, namun putusan tersebut wajib diikuti oleh hakim yang lain setelahnya dalam kasus yang sama, karenanya putusan tersebut menjadi aturan umum atau aturan kebiasaan. Dari pendapat tersebut, hakim memiliki peranan yang sangat penting di dalam pengembanan hukum. Hakim mempunyai tugas untuk menciptakan hukum melalui putusan-putusan-nya. Konsep seperti ini dalam sistem hukum common law disebut jugde made law. Hakim berfungsi sebagai positive legislator, di mana hakim memformulasikan norma hukum case by case. Putusan hakim yang berisi prinsip atau norma hukum kemudian dijadikan norma umum yang tidak hanya mengikat para pihak yang bersengketa, namun berlaku dan mengikat umum. Peranan hakim dalam sistem anglo saxon dapat dilihat dalam model di bawah ini: 9 P C I feedback Dari gambar di atas, maka dalam sistem ini fungsi hakim sangat besar dalam pengembanan hukum. Hakim tidak hanya berfungsi menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya, namun hakim berfungsi juga untuk menciptakan aturan yang berlaku umum. Dalam rangka menciptakan aturan, hakim diberikan kewenangan untuk melakukan pemaknaan ulang terhadap ketentuan aturan yang sudah ada. Hakim tidak terbatas pada pelaksanaan fungsi sebagai mulut undang-undang, lebih dari itu, hakim merupakan positive legislator. Begitu pentingnya posisi hakim, maka dalam sistem hukum common law dikenal prinsip precedent atau prinsip stare decisis. Vincy Fon dan Fransico Parisi 10 menyatakan dengan adanya prinsip stare decisis, maka hakim setelahnya wajib untuk memutus perkara berdasarkan putusan pengadilan sebelumnya. Josep Dainow 11 bahkan menyatakan bahwa prinsip precedent memberikan kesetabilan dan keberlanjutan dalam sistem anglo saxon, 8 Joseph Dainow, Op.cit, hlm Lihat Pendapat John Chipman Gray dalam Anthony D Amato, Op.cit, hlm Vincy Fon and Fransico Parisi, Op.cit, hlm Joseph Dainow, Op.cit, hlm

5 dimana dalam kasus yang sama pengadilan diwajibkan untuk mengikuti putusan sebelumnya sehingga aka ada putusan yang sama terhadap kasus yang sama. Dari uraian di atas, maka prinsip stare decisis mewajibkan hakim setelahnya untuk mengikuti hakim sebelumnya. Hakim tidak diperbolehkan untuk perkara yang sama untuk membuat putusan yang berbeda. Prinsip tersebut hanya dapat dikesampingkan apabila hakim setelahnya melihat putusan hakim sebelumnya sudah out of date, dengan pertimbangan yang didasarkan pada kebenaran dan akal sehat. Di samping kedua karakter utama di atas, sistem common law mempunyai ciri-ciri yang lain, di antaranya: a. Hukum publik dan privat tidak dipisahkan secara jelas. b. Sistem peradilan memakai sistem juri. c. Metode berpikir hakim dilakukan secara induktif. 3. Perbedaan Antara Sistem Hukum Eropa Kontinental dan Anglo Saxon Dari uraian di atas, di bawah ini dikemukakan beberapa perbedaan antara sistem eropa kontinental dan sistem anglo saxon: No Karakteristik Eropa Kontinental Anglo Saxon 1 Sumber hukum utama Undang-undang Putusan hakim 2 Sifat Hakim Pelaksana undang-undang Penemu dan pencipta hukum (judge made law) 3 Pengembanan hukum Proses legislasi/parlemen Proses peradilan melalui putusan hakim 4 Penggunaan prinsip precedent Tidak menggunakan secara ketat, lebih pada jurisprudence constante 5 Pembagian hukum Hukum publik dan hukum privat dipisahkan secara tegas 153 Menggunakan secara ketat sebagai kewajiban Tidak ada pembagian yang tegas 6 Bentuk hukum Tertulis yang utama Tidak tertulis/kebiasaan 7 Sistem juri Tidak memakai sistem juri, yang menentukan bersalah atau tidak adalah hakim Memakai sistem juri untuk menentukan apakah seseorang bersalah atau tidak 8 Metode berpikir hakim deduktif induktif 4. Sistem Hukum Campuran Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa masyarakat selalu berubah-ubah. Perubahan tersebut juga menyebabkan tradisi (hukum) mengalami perubahan. Bahkan, dengan adanya globalisasi yang begitu cepat, tidak ada sekat dan jarak antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya. Masyarakat dengan tradisi hukum tertentu akan mempengaruhi tradisi masyarakat hukum lainnya. Oleh karenanya, tidak ada satu-pun negara yang menampakkan dirinya secara murni, baik sebagai negara dengan sistem eropa continental maupun sebagai negara anglo saxon. Hal tersebut, manandakan bahwa globalisasi juga secara langsung mengubah tradisi hukum lama yang otonom satu dengan yang lainnya, menjadi tradisi hukum yang saling mempengaruhi. Karenanya, telah muncul varian sistem hukum campuran, yang merupakan bentuk interaksi antara semua sistem hukum yang ada. Di bawah ini dikemukakan beberapa contoh perkembangan sistem hukum campuran: a. bahwa sumber hukum primer sistem eropa kontinental adalah legislasi/hukum tertulis. Namun dalam perkembangannya, putusan hakim juga juga dijadikan sebagai sumber hukum disamping hukum tertulis. Sebaliknya, sistem anglo saxon juga menjadikan

6 154 Mengkaji Sistem Hukum Indonesia... hukum tertulis sebagai sumber hukum. Hal tersebut dapat dilihatnya peranan parlemen dalam pembentukan undang-undang. b. bahwa peranan hakim dalam sistem eropa kontinental yang semula hanya sebagai juru bicara legislasi, telah mengalami perubahan di mana peranan hakim yang begitu kuat dalam menemukan hukum. Hakim sedikit banyak menciptakan norma hukum dalam putusan-putusannya. Bahkan hakim juga di beberapa negara dapat mengeluarkan aturan. Bagitupun dalam sistem common law, hakim juga pelaksana undang-undang, misalkan dalam melakukan judicial review terhadap tindakan-tindakan pemerintah. c. bahwa baik dalam sistem eropa kontinental maupun sistemanglo saxon, pengembanan hukumnya dilakukan melalui parlemen dan lembaga yudisial. Dalam sistem hukum civil law banyak pengembanan hukum melalui putusan-putusan hakim, yang kemudian dipositivisasi ke dalam undang-undang, terutama melalui mekanisme judicial review. Begitupun dalam sistem hukum common law, penguatan fungsi parlemen sebagai bagian dari ajaran pemisahan kekuasaan mempunyai kewenangan yang besar dalam menentukan norma hukum yang berlaku, termasuk yang akan dilaksanakan oleh lembaga yudisial. d. bahwa walaupun sistem hukum eropa kontinental tidak menerapkan prinsip precedent namun telah dianut judicial constante (yurisprudensi tetap) di berbagai negara dengan sistem eropa kontinental. e. bahwa pembagian antara hukum publik dan hukum privat yang tegas dalam sistem hukum eropa kontinental tidak dapat dipertahankan secara ketat, karena dalam perkembangannya juga muncul hukum-hukum dengan karaktek campuran. f. Bahwa menjadikan hukum tertulis dalam sistem hukum civil law sebagai bentuk hukumnya juga tidak diberlakukan secara ketat, karena di beberapa negara juga dikenal hukum tidak tertulis. Misalkan berupa algemene beginselen van behoorlijke bestuur dalam hukum administrasi. Bahkan banyak hukum tertulis yang dikalahkan dengan hukum tidak tertulis. Lembaga peradilan juga wajib untuk menggali hukum tidak tertulis. Sebaliknya, hukum tidak tertulis dalam sistem hukum common law dipersandingkan dengan hukum tertulis yang dibentuk lembaga parlemen. Percampuran sistem hukum tersebut tidak dapat dielak-kan dalam era globalisasi sekarang ini. Karena, tidak ada satu-pun masyarakat hukum (negara) yang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, kecuali dengan bekerjasama satu dengan yang lain. Untuk itu, bisa jadi suatu negara yang dulu-nya menganut sistem hukum civil law mengadopsi konsep hukum yang ada dalam sistem hukum common law, dan sebaliknya. Untuk itu, dewasa ini tidak ada negara yang memiliki sistem hukum yang otonom, tetapi satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Keterkaitan antara satu sistem dengan sistem yang lain itulah yang melahirkan sistem campuran. 5. Sistem Hukum Indonesia Banyak ahli yang berpendapat bahwa Indonesia menganut siste eropa continental. Mereka ber-alasan bahwa karena Indonesia pernah menjadi daerah jajahan belanda selama berabad-abad yang notebene adalah negara dengan sistem eropa kontinental. Menurut penulis, alasan kesejarahan tersebut memang tidak dapat dipungkiri sangat mempengaruhi sistem hukum Indonesia, namun bukan berarti Indonesia memakai sistem eropa kontinental secara mutlak.

7 Sebagaimana penulis ungkapkan pada paragraf pertama bahwa law as tradition, maka pertanyaan yang muncul adalah apakah sistem eropa kontinetal merupakan tradisi hukum Indonesia? Tentu bukan. Jika bukan, maka sistem hukum eropa kontinental tidak dapat dipaksakan menjadi sistem hukum Indonesia. Meminjam pendapat Eugen Ehrlich 12 yang menyatakan hukum berkembang dan eksis pada masyarakat itu sendiri, bukan pada undang-undang, ilmu pengetahuan hukum ataupun pada putusan hakim. Dengan pendapat tersebut, maka hukum sebagai sebuah tradisi/budaya harus ditemukan dalam masyarakat. Begitupun dengan sistem hukum Indonesia harus digali dari budaya masyarakat Indonesia. Untuk itu, penulis berpendapat bahwa sistem hukum Indonesia memiliki karakteristik tersendiri yang berdasarkan Pancasila. Pancasila merupakan refleksi kebudayaan bangsa dan rakyat Indonesia. Pancasila merupakan jiwa bangsa Indonesia. Untuk itu, Indonesia memiliki sistem tersendiri dalam berhukum yakni sistem hukum Pancasila. Terkait dengan hal tersebut, penulis menyitir pendapat Moh. Mahfud MD yang menyatakan bahwa sistem hukum Pancasila merupakan sistem hukum yang bersifat prismatik, yakni suatu konsep perpaduan antara hal-hal yang baik dari seluruh sistem yang ada. 13 Pancasila berisi perpaduan antara dari hal-hal yang baik dari pandangan individualism dan kolektifisme, pandangan rechtsstaat dan rule of law, pandangan law as tool of social engineering dan the living law, dan pandangan religious nation state yakni negara berlandaskan agama, namun bukan agama tertentu. 14 Dari pendapat di atas, maka sistem hukum Pancasila merupakan peleburan yang baik-baik dari beberapa sistem hukum, baik eropa kontinental, anglo saxon, dan sistem lainnya. Sistem hukum Pancasila dipengaruhi oleh sistem-sistem hukum tersebut. Sehingga, dalam sistem hukum Pancasila ada unsur eropa kontinental, anglo saxon, hukum islam dan hukum adat. Apa atau konsep hukum yang baik dalam sistem-sistem hukum tersebut dimasukkan ke dalam sistem hukum Pancasila. Jadi, dapat dikatakan bahwa sistem hukum Pancasila bercirikan pada sistem yang religius, sistem yang humanis, dan sistem yang sosius. Sistem hukum yang religius merupakan refleksi dari nilai ketuhanan yang ada dalam Sila ke-1. Sistem hukum yang humanis merupakan refleksi dari nilai kemanusiaan yang ada dalam Sila ke-2, Sila ke-3 dan Sila ke-4. Adapun sistem hukum yang sosius merupakan refleksi dari nilai keadilan sosial yang ada dalam Sila ke-5. Konsep sistem hukum Pancasila yang prismatik tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Civil Common 12 Eugen Ehrlich, Fundamental Law Principles of The Law Sociology of Law, Walter L. Moll trans., Moh. Mahfud MD, Politik Hukum Dalam PERDA Berbasis Syariah, Jurnal Quia Iustum, Volume 14 Nomor 1, 2007, hlm Ibid, hlm

8 Mengkaji Sistem Hukum Indonesia... Sistem lainnya Sistem Hukum Pancasila Sistem lainnya Hukum Islam Hukum Adat C. Penutup Hukum merupakan produk budaya, karenanya antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain memiliki tradisi hukum yang berbeda yang sangat dipengaruhi oleh latar belakang kesejarahan, karakter/perilaku, rasa hukum, dan cara pandang. Dalam sistem eropa kontinental, aturan tertulis yang terkodifikasi secara sistematik merupakan sumber utama dan hakim berperan hanya sebagai the speaker of the law. Hakim merupakan negative legislator yakni tidak diberikan kewenangan untuk menciptakan norma aturan baru. Adapun dalam sistem anglo saxon, putusan hakim merupakan sumber utama dan hakim berperan sebagai positive legislator yang memiliki kewenangan dan kebebasan yang besar untuk menciptakan norma baru dalam putusannya. Bahkan dalam sistem anglo saxon, dikenal prinsip stare decisis, dimana hakim wajib mengikuti putusan hakim sebelumnya dalam kasus yang sama. Seiring dengan adanya globalisasi, maka tidak ada negara yang sistemnya otonom, namun sistem-sistem tersebut saling mempengaruhi dan berinteraksi, sehingga lahir sistem yang bersifat campuran. Sistem hukum Indonesia memiliki karakter khas sesuai dengan budaya Indonesia sendiri, yakni sistem hukum Pancasila yang bersifat prismatik yakni peleburan antara hal-hal yang baik dari semua sistem yang ada. Sistem hukum Pancasila merupakan peleburan yang baik-baik dari beberapa sistem hukum, baik eropa kontinental, anglo saxon, dan sistem lainnya. Daftar Pustaka Anthony D Amato, Analytic Jurisprudence Ontology, Ohio: Anderson Publishing Co., Eugen Ehrlich, Fundamental Principles of The Sociology of Law, Walter L. Moll trans., Joseph Dainow, The Civil Law and The Common Law: Some Points of Comparison, The Americal Journal of Comparative Law, Vol. 15, No. 3 ( ). Martin Kryger, Law as Tradition, Journal of Law and Philosophy, Vol. 5 No. 2 August Moh. Mahfud MD, Politik Hukum Dalam PERDA Berbasis Syariah, Jurnal Quia Iustum, Volume 14 Nomor 1, Vincy Fon and Fransico Parisi, Judicial Precedent in Civil Law System: A dynamic Analysis, International Review of Law and Economics, (2006). 156

9 157

HUKUM POSITIF DAN THE LIVING LAW (EKSISTENSI DAN KEBERLAKUANNYA DALAM MASYARAKAT)

HUKUM POSITIF DAN THE LIVING LAW (EKSISTENSI DAN KEBERLAKUANNYA DALAM MASYARAKAT) DiH Jurnal Ilmu Hukum Volume 13 Nomor 26 Agustus 2017 HUKUM POSITIF DAN THE LIVING LAW (EKSISTENSI DAN KEBERLAKUANNYA DALAM MASYARAKAT) Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya syofyan@untag-sby.ac.id

Lebih terperinci

Civil Law adalah sistem hukum yang banyak dianut oleh negara-negara Eropa

Civil Law adalah sistem hukum yang banyak dianut oleh negara-negara Eropa BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA Match Day 2 SISTEM HUKUM DI DUNIA Pada dasarnya sistem hukum yang ada di dunia ini sangat beragam macamnya, setiap sistem hukum memiliki karakter khas dan penganutnya,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HUKUM PERDATA 4 SISTEM HUKUM DI DUNIA. Oleh : Diah Pawestri Maharani, SH MH

PERBANDINGAN HUKUM PERDATA 4 SISTEM HUKUM DI DUNIA. Oleh : Diah Pawestri Maharani, SH MH PERBANDINGAN HUKUM PERDATA 4 SISTEM HUKUM DI DUNIA Oleh : Diah Pawestri Maharani, SH MH SISTEM HUKUM ANGLO SAXON/COMMON LAW Common Law atauanglo Saxon (Anglo Amerika) Sistem hukum Anglo Saxon, Anglo Amerika,

Lebih terperinci

SISTEM HUKUM MAKALAH

SISTEM HUKUM MAKALAH SISTEM HUKUM MAKALAH Dibuat untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Pengantar Hukum Indonesia di Bawah Bimbingan Dosen Bpk. FAUZUL ALIWARMAN, SHI., M.Hum. Ibu MAS ANIENDA TF, SH., MH. Oleh : KELOMPOK 3 KELAS

Lebih terperinci

SISTEM HUKUM DAN POSISI HUKUM INDONESIA. Fajar Nurhardianto* Abstak

SISTEM HUKUM DAN POSISI HUKUM INDONESIA. Fajar Nurhardianto* Abstak SISTEM HUKUM DAN POSISI HUKUM INDONESIA Fajar Nurhardianto* Abstak Dalam suatu sistem yang baik tidak boleh terdapat suatu pertentangan antara bagian-bagian. Selain itu juga tidak boleh terjadi duplikasi

Lebih terperinci

Pandangan tokoh Teori Sociological Jurisprudence mengenai hukum yang baik dalam. masyarakat

Pandangan tokoh Teori Sociological Jurisprudence mengenai hukum yang baik dalam. masyarakat MAKALAH TEORI HUKUM/KELAS A REGULE Pandangan tokoh Teori Sociological Jurisprudence mengenai hukum yang baik dalam masyarakat DISUSUN OLEH: MARIA MARGARETTA SITOMPUL,SH 117005012/HK PROGRAM STUDI MAGISTER

Lebih terperinci

Demokrasi seringkali mati dalam kamar dengan pintu tertutup Dalam negara hukum, hukum adalah raja. Omnes legume servi sumus ut liberi esse possimus

Demokrasi seringkali mati dalam kamar dengan pintu tertutup Dalam negara hukum, hukum adalah raja. Omnes legume servi sumus ut liberi esse possimus NEGARA HUKUM Demokrasi seringkali mati dalam kamar dengan pintu tertutup Dalam negara hukum, hukum adalah raja. Omnes legume servi sumus ut liberi esse possimus (CICERO) Pada dasarnya manusia ingin bebas,

Lebih terperinci

Sistem Hukum. Nur Rois, S.H.,M.H.

Sistem Hukum. Nur Rois, S.H.,M.H. Sistem Hukum Nur Rois, S.H.,M.H. Prof. Subekti sistem hukum adalah susunan atau tatanan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian yang teratur,terkait, tersusun dalam suatu pola,

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU HUKUM SISTEM HUKUM ANGLO SAXON (COMMON LAW) KELOMPOK 1

PENGANTAR ILMU HUKUM SISTEM HUKUM ANGLO SAXON (COMMON LAW) KELOMPOK 1 PENGANTAR ILMU HUKUM SISTEM HUKUM ANGLO SAXON (COMMON LAW) KELOMPOK 1 1. Budi Prakoso (1106099515) 2. Rainandri Rahma A H (1406633821) 3. Siti Fadilla (1406633903) 4. Anggit Puspa Kinanthi (1406633954)

Lebih terperinci

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA - B Adriana Grahani Firdausy, S.H., M.H. BADAN EKSEKUTIF PENGERTIAN Badan pelaksana UU yang dibuat oleh badan legislatif bersama dengan Pemerintah

Lebih terperinci

MATERI KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM MATCH DAY 15 SISTEM HUKUM

MATERI KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM MATCH DAY 15 SISTEM HUKUM MATERI KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM MATCH DAY 15 SISTEM HUKUM A. Sistem Banyak sekali pemahaman mengenai definisi sistem, setiap pakar memberikan masing-masing pendapatnya, namun dapat kiranya jika pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Hukum dianggap merupakan terjemahan yang tepat dari istilah rechtsstaat. Istilah rechsstaat banyak dianut di negara-negara Eropa Kontinental yang bertumpu

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN SOSIOLOGI HUKUM. 9/8/2012 Pertumbuhan Sosiologi Hukum

PERTUMBUHAN SOSIOLOGI HUKUM. 9/8/2012  Pertumbuhan Sosiologi Hukum PERTUMBUHAN SOSIOLOGI HUKUM 1 Perbandingan Karakteristik Karakteristik Sociological Jurisprucende Sociology of Law 1. Ilmu Induk Ilmu Hukum Sosiologi 2. Sifat kajian Hub. Normatik/ logistik Kusalitas (exprerience)

Lebih terperinci

Pendahuluan. A. Perbandingan sebagai Metode- Sasaran

Pendahuluan. A. Perbandingan sebagai Metode- Sasaran Pendahuluan A. Perbandingan sebagai Metode- Sasaran adanya hasil/ capaian yang diperoleh/ dikehendaki/ diinginkan Taylor: suatu hubungan J.S Mill: hubungan yang merupakan sebab akibat Soerjono Soekanto:

Lebih terperinci

filsafat meliputi ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Adapun filsafat hukum merupakan kajian terhadap hukum secara menyeluruh hingga pada tataran

filsafat meliputi ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Adapun filsafat hukum merupakan kajian terhadap hukum secara menyeluruh hingga pada tataran ix Tinjauan Mata Kuliah F ilsafat hukum merupakan kajian terhadap hukum secara filsafat, yakni mengkaji hukum hingga sampai inti (hakikat) dari hukum. Ilmu hukum dalam arti luas terdiri atas dogmatik hukum,

Lebih terperinci

Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia

Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia Penyelenggaraan otonomi daerah yang kurang dapat dipahami dalam hal pembagian kewenangan antara urusan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

RESUME PENGERTIAN, PERSAMAAN, DAN PERBEDAAN SISTEM HUKUM. Nama : Tiara Audini Sasmita NIM : B1A Kelas : Genap

RESUME PENGERTIAN, PERSAMAAN, DAN PERBEDAAN SISTEM HUKUM. Nama : Tiara Audini Sasmita NIM : B1A Kelas : Genap RESUME PENGERTIAN, PERSAMAAN, DAN PERBEDAAN SISTEM HUKUM Nama : Tiara Audini Sasmita NIM : B1A014186 Kelas : Genap PENGERTIAN SISTEM HUKUM Sistem hukum merupakan keseluruhan elemen-elemen dan aspek yang

Lebih terperinci

IMPLIKASI ASAS LEGALITAS TERHADAP PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN. Oleh : Supeno, SH.MH

IMPLIKASI ASAS LEGALITAS TERHADAP PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN. Oleh : Supeno, SH.MH IMPLIKASI ASAS LEGALITAS TERHADAP PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN Oleh : Supeno, SH.MH Abstrak Indonesia sebagai negara yang pernah dijajah oleh Belanda sudah tentu akan mendapatkan pengaruh dalam berbagai

Lebih terperinci

A.Latar Belakang Masalah

A.Latar Belakang Masalah A.Latar Belakang Masalah Setiap manusia hidup mempunyai kepentingan. Guna terpenuhinya kepentingan tersebut maka diperlukan adanya interaksi sosial. Atas interaksi sosial tersebut akan muncul hak dan kewajiban

Lebih terperinci

HUKUM DAN SISTEM HUKUM DI INDONESIA

HUKUM DAN SISTEM HUKUM DI INDONESIA HUKUM DAN SISTEM HUKUM DI INDONESIA PENGERTIAN HUKUM E. UTRECHT : Hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk hidup yang berisi perintahperintah dan larangan-larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu

Lebih terperinci

PERADILAN: PROSES PEMBERIAN KEADILAN DI SUATU LEMBAGA YANG DISEBUT PENGADILAN:

PERADILAN: PROSES PEMBERIAN KEADILAN DI SUATU LEMBAGA YANG DISEBUT PENGADILAN: HUKUM YANG DICIPTAKAN MELALUI PUTUSAN PENGADILAN PERADILAN dan PENGADILAN PERADILAN: PROSES PEMBERIAN KEADILAN DI SUATU LEMBAGA YANG DISEBUT PENGADILAN PENGADILAN: LEMBAGA ATAU BADAN YANG BERTUGAS MENERIMA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup kompleks di seluruh dunia. Berbagai pandangan seperti kedaulatan Tuhan, kedaulatan negara, kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Hukum yang dianut oleh

Lebih terperinci

BADAN YUDIKATIF, BADAN LEGISLATIF DAN BADAN EKSEKUTIF

BADAN YUDIKATIF, BADAN LEGISLATIF DAN BADAN EKSEKUTIF BADAN YUDIKATIF, BADAN LEGISLATIF DAN BADAN EKSEKUTIF Oleh Kelompok 3 : Tondy Nugroho 153112350750001 Umayah Arindah 153112350750002 Mario Risdantino M. 153112350750005 Ketua Kelompok Tri Nadyagatari 153112350750006

Lebih terperinci

TENTIR UJIAN TENGAH SEMESTER PENGANTAR HUKUM INDONESIA BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM 2012

TENTIR UJIAN TENGAH SEMESTER PENGANTAR HUKUM INDONESIA BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM 2012 TENTIR UJIAN TENGAH SEMESTER PENGANTAR HUKUM INDONESIA BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM 2012 1. Pada saat ini terdapat beberapa aturan Hindia Belanda yang masih berlaku di Indonesia. Mengapa peraturan

Lebih terperinci

SEJARAH CIVIL LAW DAN COMMON LAW SYSTEM, HUBUNGANNYA DALAM PERKEMBANGAN HUKUM DI INDONESIA

SEJARAH CIVIL LAW DAN COMMON LAW SYSTEM, HUBUNGANNYA DALAM PERKEMBANGAN HUKUM DI INDONESIA SEJARAH CIVIL LAW DAN COMMON LAW SYSTEM, HUBUNGANNYA DALAM PERKEMBANGAN HUKUM DI INDONESIA MATA KULIAH : SEJARAH DAN POLITIK HUKUM DOSEN : H. L. Syapruddin, SH., M.Hum. Disusun Oleh Kelompok V : Achmad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara Welfare State (Negara Kesejahteraan) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara Welfare State (Negara Kesejahteraan) merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Peradilan administrasi merupakan salah satu perwujudan negara hukum, peradilan administrasi di Indonesia dikenal dengan sebutan Pengadilan Tata Usaha Negara.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, hlm Tinjauan hukum..., Dwi Agung Tursina, FH UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, hlm Tinjauan hukum..., Dwi Agung Tursina, FH UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah yang mempunyai peranan penting dalam bidang hukum adalah masalah kenotariatan. Di Indonesia, notaris merupakan profesi hukum yang menghasilkan produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Page 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Itu berarti bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ada satu peristiwa penting dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1999 yang

Lebih terperinci

RINGKASAN BUKU PENGANTAR ILMU HUKUM PROF PETER MAHMUD MARZUKI

RINGKASAN BUKU PENGANTAR ILMU HUKUM PROF PETER MAHMUD MARZUKI 1 RINGKASAN BUKU PENGANTAR ILMU HUKUM PROF PETER MAHMUD MARZUKI 1. BAB 1 : KARAKTERISTIK ILMU HUKUM 1. Tiga tahap besar evolusi pemikiran manusia menurut August Comte (1798-1857) a. Teologis : semua gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C amandemen ketiga Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C amandemen ketiga Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah panjang mengenai pengujian produk legislasi oleh sebuah lembaga peradilan (judicial review) akan terus berkembang. Bermula dari Amerika (1803) dalam perkara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gagalnya konsep legal state atau negara penjaga malam, melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. Gagalnya konsep legal state atau negara penjaga malam, melahirkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagalnya konsep legal state atau negara penjaga malam, melahirkan konsep baru yang populer dengan sebutan negara kesejahteraan atau welfare state. Semula dalam konspsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam Negara Hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. Persamaan

Lebih terperinci

Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan. Pamungkas Satya Putra

Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan. Pamungkas Satya Putra 1 Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan 2 Bentuk negara staatsvormen. Dalam pendekatan historis dapat ditemui bahwa terdapat beberapa bentuk negara yaitu kerajaan (monarki), republik, kehalifahan (Osmani)

Lebih terperinci

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL HUKUM PERDATA INTERNASIONAL I Nyoman Ngurah Suwarnatha, S.H., LL.M. 9/18/2012 3:21 PM Ngurah Suwarnatha 1 Pendahuluan dan Definisi HPI HPI merupakan bagian daripada hukum nasional. Istilah internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagaimana tercantum pada Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan secara tegas bahwa Indonesia merupakan Negara Hukum. Maka

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Peranan Metodologi Dalam Penelitian / Kajian Hukum

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Peranan Metodologi Dalam Penelitian / Kajian Hukum 50 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Peranan Metodologi Dalam Penelitian / Kajian Hukum Cara kerja keilmuan salah satunya ditandai dengan penggunaan metode (Inggris: method, Latin: methodus, Yunani: methodos-meta

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 8/Sep/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 8/Sep/2015 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1 Oleh : Arther Henpri Moniung 2 ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PERBEDAAN ANTARA SISTEM HUKUM CIVIL LAW (EROPA KONTINENTAL) DENGAN COMMON LAW (ANGLO SAXON)

TINJAUAN PERBEDAAN ANTARA SISTEM HUKUM CIVIL LAW (EROPA KONTINENTAL) DENGAN COMMON LAW (ANGLO SAXON) 1 TINJAUAN PERBEDAAN ANTARA SISTEM HUKUM CIVIL LAW (EROPA KONTINENTAL) DENGAN COMMON LAW (ANGLO SAXON) TUGAS MATA KULIAH : BUSINESS LAW DOSEN : Prof. MARWAH M. DIAH, SH. MPA Dr. GATOT SOEMARTONO, SH. SE.

Lebih terperinci

PERBANDINGAN SEJARAH PERKEMBANGAN. Common Law. Sejarah& Perkembangan Hk Inggris 9/27/2014 SISTEM HK COMMON LAW & SISTEM HK ROMAWI GERMANIA

PERBANDINGAN SEJARAH PERKEMBANGAN. Common Law. Sejarah& Perkembangan Hk Inggris 9/27/2014 SISTEM HK COMMON LAW & SISTEM HK ROMAWI GERMANIA PERBANDINGAN SEJARAH PERKEMBANGAN SISTEM HK COMMON LAW & SISTEM HK ROMAWI GERMANIA 1 2 Sejarah& Perkembangan Hk Inggris Terbagi dalam tiga kelompok hukum: Common Law Equity Law Statute Law Adalah: Common

Lebih terperinci

Hukum Perdata. Rahmad Hendra

Hukum Perdata. Rahmad Hendra Hukum Perdata Rahmad Hendra Hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi

Lebih terperinci

Tinjauan Positivisme Hukum

Tinjauan Positivisme Hukum Positivisme Hukum R. Herlambang Perdana Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga Pengantar Pendidikan Hukum Kritis HuMa-Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Makassar 7-10 Juli 2008 Tinjauan Positivisme

Lebih terperinci

BAB. VI PEMBIDANGAN HUKUM

BAB. VI PEMBIDANGAN HUKUM BAB. VI PEMBIDANGAN I. ISTILAH Istilah lain dari Pembidangan Hukum : Klasifikasi Hukum, Lapangan Hukum, penggolongan Hukum Pembidangan hukum, membicarakan tentang keanekaragaman hukum dilihat dari berbagai

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia* PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN Oleh : Ida Kurnia* Abstrak KHL 1982 tentang Hukum Laut yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PANCASILA DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM 1. Penegakan Hukum Penegakan hukum mengandung makna formil sebagai prosedur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk di dalamnya perkembangan aktivitas ekonomi. Masyarakat Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk di dalamnya perkembangan aktivitas ekonomi. Masyarakat Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberadaan hukum selalu berhubungan dengan keberadaan manusia oleh sebab itu dikenal istilah ubi societas ibi ius yang artinya dimana ada manusia,disitu ada hukum. Terdapat

Lebih terperinci

Definisi tentang Hukum Berbagai pandangan ahli tentang hukum dipaparkan sebagai berikut:

Definisi tentang Hukum Berbagai pandangan ahli tentang hukum dipaparkan sebagai berikut: RESENSI BUKU: HUKUM DALAM MASYARAKAT: Perkembangan dan Masalah Oleh: Drs. Ali Uraidy, MH. * Pendahuluan Perdebatan hukum normatif dan hukum empiris tidak menemukan titik temu hingga dewasa ini. Masing-masing

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis Yuridis Putusan Hakim Praperadilan Mengenai Penetapan Status Tersangka Menurut Pasal 77 Kuhap Jo Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-VIII/2014 tentang Perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mediasi sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa alternatif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mediasi sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa alternatif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mediasi sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan sudah lama dipakai dalam berbagai kasus-kasus bisnis, lingkungan hidup,

Lebih terperinci

Doktrin Precedent dan Plea Bargaining System. Oleh : Supriyanta, SH.MHum Fak. Hukum UNISRI Abstrak

Doktrin Precedent dan Plea Bargaining System. Oleh : Supriyanta, SH.MHum Fak. Hukum UNISRI Abstrak Doktrin Precedent dan Plea Bargaining System Oleh : Supriyanta, SH.MHum Fak. Hukum UNISRI Abstrak Doktrin precedent dikenal dalam tatanan hukum Anglo Saxon, dimana hakim terikat pada putusan hakim terdahulu

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

II. Istilah Hukum Perdata

II. Istilah Hukum Perdata I. Pembidangan Hukum Privat Hukum Hukum Publik II. Istilah Hukum Perdata = Hukum Sipil >< Militer (Hukum Privat Materil) Lazim dipergunakan istilah Hukum Perdata Prof.Soebekti pokok-pokok Hukum Perdata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai perwujudan dari negara hukum

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM SISTEM HUKUM ABSTRACT

KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM SISTEM HUKUM ABSTRACT KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM SISTEM HUKUM (The Structure of Customary Law In Indonesia s Legal System) Oleh: Mahdi Syahbandir *) ABSTRACT Kata Kunci: Hukum Adat, Sistem Hukum. This article aim is to describe

Lebih terperinci

PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di

PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. I Hukum Islam telah ada dan berkembang seiring dengan keberadaan Islam itu sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Bahwa hal ini

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Bahwa hal ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebuah deklarasi bahwa negara ini berdiri dan berjalan berdasar pada ketentuan hukum. Pada Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 tersebut sekaligus

Lebih terperinci

Mencermati Ratio Decidendi Mk Dalam Putusan Nomor 122/Puu-Vii/2009 Tentang Penderogasian Norma Hukum dan Sifat Putusan Ptun

Mencermati Ratio Decidendi Mk Dalam Putusan Nomor 122/Puu-Vii/2009 Tentang Penderogasian Norma Hukum dan Sifat Putusan Ptun Mencermati Ratio Decidendi Mk Dalam Putusan Nomor 122/Puu-Vii/2009 Tentang Penderogasian Norma Hukum dan Sifat Putusan Ptun Widodo Ekatjahjana 1 ABSTRACT Ratio decidendi of the Constitutional Court that

Lebih terperinci

http://sasmini.staff.hukum.uns.ac.id 1. Hukum alam/naturalisme 2. Positivisme 3. Utilitarianisme 4. Mazhab sejarah/historis 5. Sociological jurisprudence 6. Realisme hukum 7. Teori-teori kritis tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan hukum menjadi pedoman/landasan oleh pemerintah dalam menjalankan pemerintahan negara. Makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bebas dan merdeka merupakan isu yang penting sejak ditemukannya konsep

BAB I PENDAHULUAN. bebas dan merdeka merupakan isu yang penting sejak ditemukannya konsep 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemandirian Kekuasaan Kehakiman atau juga kekuasaan kehakiman yang bebas dan merdeka merupakan isu yang penting sejak ditemukannya konsep pembagian kekuasaan. Baron

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan undang-undang yang berlaku. Meskipun menganut sistem hukum positif,

I. PENDAHULUAN. dan undang-undang yang berlaku. Meskipun menganut sistem hukum positif, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang berdasarkan pada hukum positif, artinya hukumhukum yang berlaku di Indonesia didasarkan pada aturan pancasila, konstitusi, dan undang-undang

Lebih terperinci

Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Internasional

Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Internasional Bahan Kuliah Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Internasional Isnaini Sejarah Perkembangan HPI HPI mulai abad ke-2 SM Masa kekaisaran Romawi s/d Perkemba ngan HPI universsal di Jerman Friederich Carl Von

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diskursus mengenai Mahkamah Konstitusi muncul saat dirasakan perlunya sebuah mekanisme demokratik, melalui sebuah lembaga baru yang berwenang untuk menafsirkan

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP HUKUM ISLAM. Ngurah Suwarnatha, S.H., LL.M. Suwarnatha.pusku.com Suwarnatha.hol.es

RUANG LINGKUP HUKUM ISLAM. Ngurah Suwarnatha, S.H., LL.M. Suwarnatha.pusku.com Suwarnatha.hol.es RUANG LINGKUP HUKUM ISLAM Ngurah Suwarnatha, S.H., LL.M. Suwarnatha.pusku.com Suwarnatha.hol.es Pendapat orientalis terhadap kedudukan dan peranan Hukum Islam Menurut Rene David Universitas Paris, menyatakan

Lebih terperinci

Pengantar Ilmu Hukum Materi Sumber Hukum. Disampaikan oleh : Fully Handayani Ridwan

Pengantar Ilmu Hukum Materi Sumber Hukum. Disampaikan oleh : Fully Handayani Ridwan Pengantar Ilmu Hukum Materi Sumber Hukum Disampaikan oleh : Fully Handayani Ridwan Sebelum membahas Sumber-sumber hukum, ada baiknya perlu memahami bahwa ada tiga dasar kekuatan berlakunya hukum (peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perpaduan hal-hal atau bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan. susunan pandangan, teori, asas yang teratur.

BAB I PENDAHULUAN. perpaduan hal-hal atau bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan. susunan pandangan, teori, asas yang teratur. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Secara umum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang terorganisasi dan kompleks, suatu himpunan atau perpaduan

Lebih terperinci

2

2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Hukum adalah pembatasan kebebasan setiap orang demi kebebasan semua orang... Kaidah hukum mengarahkan diri hanya pada perbuatanperbuatan lahiriah. Jadi. saya berbuat sesuai dengan

Lebih terperinci

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL Kelas D- Fakultas Hukum UGM All Images: Internet s Archive FOKUS BAHASAN PRINSIP TERITORIAL PRINSIP PERSONAL TEORI STATUTA TEORI UNIVERSAL LAHIRNYA HPI

Lebih terperinci

JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A.

JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A. JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A. Latar Belakang Sifat pluralisme atau adanya keanekaragaman corak

Lebih terperinci

Hukum Perdata Internasional. Bagas Samudera

Hukum Perdata Internasional. Bagas Samudera Hukum Perdata Internasional Bagas Samudera Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Internasional Awal Perkembangan Hukum Perdata Internasional Didalam perkembangan sejarah HPI, tampaknya perdagangan (pada taraf

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. III/No. 1/Jan-Mar/2014

Lex Crimen Vol. III/No. 1/Jan-Mar/2014 KEWENANGAN HAKIM DALAM MEMERIKSA DAN MEMUTUS PERKARA PIDANA YANG DIAJUKAN KE PENGADILAN 1 Oleh: IMMANUEL CHRISTOPHEL LIWE 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

HUKUM PERDATA ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

HUKUM PERDATA ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. HUKUM PERDATA ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. 1 HUKUM PERDATA Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanah merupakan kebutuhan dasar manusia. Sejak lahir sampai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanah merupakan kebutuhan dasar manusia. Sejak lahir sampai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan dasar manusia. Sejak lahir sampai meninggal dunia, manusia membutuhkan tanah untuk tempat hidupnya. Secara kosmologis, tanah adalah tempat

Lebih terperinci

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016 Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016 DPR & PRESIDEN PERLU MEMPERHATIKAN PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MERUMUSKAN PASAL KESUSILAAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadilan dan kepastian hukum tentulah menjadi dua harapan dari diberlakukannya hukum. Masyarakat yang kepentingannya tercemar akan merasa keadilannya terusik dan

Lebih terperinci

SEJARAH HAK AZASI MANUSIA

SEJARAH HAK AZASI MANUSIA SEJARAH HAK AZASI MANUSIA Materi Perkuliahan Hukum dan HAM ke-2 FH Unsri URGENSI SEJARAH HAM Kepentingan paling mendasar dari setiap warga negara adalah perlindungan terhadap hak-haknya sebagai manusia.

Lebih terperinci

HUKUM PERBANKAN INDONESIA

HUKUM PERBANKAN INDONESIA HUKUM PERBANKAN INDONESIA Oleh: Irdanuraprida Idris HUKUM Dalam Pandangan Masyarakat Ketika seseorang berhadapan dengan Hukum pada saat kondisi sedang normal, orang cenderung berpandangan bahwa Hukum adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tegas dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. tegas dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eksistensi Negara Indonesia sebagai negara hukum telah diatur secara tegas dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan Negara Indonesia

Lebih terperinci

JUDGE MADE LAW: FUNGSI DAN PERANAN HAKIM DALAM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA. Moh. Imron Rosyadi STAI Taswirul Afkar Surabaya

JUDGE MADE LAW: FUNGSI DAN PERANAN HAKIM DALAM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA. Moh. Imron Rosyadi STAI Taswirul Afkar Surabaya JUDGE MADE LAW: FUNGSI DAN PERANAN HAKIM DALAM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA Moh. Imron Rosyadi STAI Taswirul Afkar Surabaya imronros@gmail.com Abstrak: Salah satu fungsi dari hukum ialah sebagai alat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian sehingga

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki ketentuan hukum yang berlaku nasional dalam hukum perkawinan, yaitu Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Ketentuan Undang-undang

Lebih terperinci

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT HUKUM

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT HUKUM ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT HUKUM Sejarah perkembangan filsafat memberikan sumbangsih dalam menjamurnya aliran-aliran filsafat berdasarkan tahapan periode perkembangan filsafat itu sendiri. Aliran-aliran filsafat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia menerima hukum sebagai

Lebih terperinci

PENGGOLONGAN HUKUM. Nama anggota : Mega Aditya Lavinda (19) Megantoro Prasetyo W (20) Mitsaqan Ghalizha (21) Ahmad hafiyyan (03)

PENGGOLONGAN HUKUM. Nama anggota : Mega Aditya Lavinda (19) Megantoro Prasetyo W (20) Mitsaqan Ghalizha (21) Ahmad hafiyyan (03) PENGGOLONGAN HUKUM Nama anggota : Mega Aditya Lavinda (19) Megantoro Prasetyo W (20) Mitsaqan Ghalizha (21) Ahmad hafiyyan (03) Penggolongan Hukum Hukum menurut bentuknya. Hukum menurut tempat berlakunya.

Lebih terperinci

BAB III SUMBER HUKUM

BAB III SUMBER HUKUM BAB III SUMBER HUKUM A. Pengertian Sumber Hukum Adapun yang dimaksud dengan sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan

Lebih terperinci

PERTAMA HAKIKAT BANGSA DAN NEGARA. MATRIKULASI supentri

PERTAMA HAKIKAT BANGSA DAN NEGARA. MATRIKULASI supentri PERTAMA HAKIKAT BANGSA DAN NEGARA MATRIKULASI supentri MANUSIA, BANGSA DAN NEGARA MANUSIA. MANUSIA BERASAL DARI BAHASA SANSAKERTA YAITU MANU, ARTINYA BERPIKIR DAN BERAKAL BUDI. DALAM SEJARAH, HOMO BERARTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat, kita tidak bisa terhindar dari adanya hukum yang berlaku. Hukum telah ada sejak manusia ada, sesuai dengan asas ubi societa ibi ius, dimana

Lebih terperinci

Pengantar Hukum Dagang. Copyright by dhoni yusra

Pengantar Hukum Dagang. Copyright by dhoni yusra Pengantar Hukum Dagang Copyright by dhoni yusra Manusia adalah mahluk sosial Kebutuhan dasar Perdagangan Salah satu usaha manusia LATAR BELAKANG MUNCULNYA HUKUM DAGANG Dimulai ketika jaman romawi, hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

HUKUM, POLITIK DAN ETIKA. Oleh :

HUKUM, POLITIK DAN ETIKA. Oleh : HUKUM, POLITIK DAN ETIKA Oleh : Iwan Darmawan, SH., MH. (Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Indonesia) Perseteruan Polisi dan KPK terus

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK. A. Sejarah Kelahiran Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik

BAB III TINJAUAN ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK. A. Sejarah Kelahiran Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik BAB III TINJAUAN ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK A. Sejarah Kelahiran Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik Sejak dianutnya konsepsi welfare state, yang menempatkan pemerintah sebagai pihak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sebagaimana penegasannya dalam penjelasan umum Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sebagaimana penegasannya dalam penjelasan umum Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara hukum yang diidealkan oleh para pendiri bangsa sebagaimana penegasannya dalam penjelasan umum Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) tentang

Lebih terperinci

BAB III FUNGSI HAKIM DAN SIKAP HAKIM TERHADAP PERBEDAAN NORMA HUKUM DAN NILAI KEADILAN. 1. Fungsi Hakim Perspektif Hukum Positif

BAB III FUNGSI HAKIM DAN SIKAP HAKIM TERHADAP PERBEDAAN NORMA HUKUM DAN NILAI KEADILAN. 1. Fungsi Hakim Perspektif Hukum Positif BAB III FUNGSI HAKIM DAN SIKAP HAKIM TERHADAP PERBEDAAN NORMA HUKUM DAN NILAI KEADILAN A. Fungsi Hakim 1. Fungsi Hakim Perspektif Hukum Positif Indonesia merupakan negara yang menganut paham trias politica

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HUKUM PIDANA DALAM USAHA PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA NASIONAL YANG BERKUALITAS

PERBANDINGAN HUKUM PIDANA DALAM USAHA PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA NASIONAL YANG BERKUALITAS PERBANDINGAN HUKUM PIDANA DALAM USAHA PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA NASIONAL YANG BERKUALITAS ABSTRACT Oleh Syafi Uddin Aditya A. A. Sri Indrawati Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit).

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan

Lebih terperinci

FENOMENA DALAM KEKOSONGAN HUKUM Oleh : Hario Mahar Mitendra Diterima 19 April 2018; disetujui 26 April 2018

FENOMENA DALAM KEKOSONGAN HUKUM Oleh : Hario Mahar Mitendra Diterima 19 April 2018; disetujui 26 April 2018 FENOMENA DALAM KEKOSONGAN HUKUM Oleh : Hario Mahar Mitendra Diterima 19 April 2018; disetujui 26 April 2018 Negara Indonesia merupakan Negara hukum, sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-

Lebih terperinci

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU 62 BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU 3.1. Kekuatan berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Peraturan Perundang-undangan

Lebih terperinci

INTERVENSI POLITIK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 01 Juni 2016; disetujui: 23 Juni 2016

INTERVENSI POLITIK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 01 Juni 2016; disetujui: 23 Juni 2016 INTERVENSI POLITIK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 01 Juni 2016; disetujui: 23 Juni 2016 Mahkamah Konstitusi (yang selanjunya disebut MK) sebagai lembaga peradilan

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM INDONESIA

NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM INDONESIA NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM INDONESIA Angga Setiawan P.U Ari Widido Bayu Gilang Purnomo Arsyadani Hasan Binabar Sungging L Dini Putri P K2510009 K2510011 K2510019 K2111007 K2511011 K2511017 N E G A R

Lebih terperinci