BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Bahwa hal ini

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Bahwa hal ini"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebuah deklarasi bahwa negara ini berdiri dan berjalan berdasar pada ketentuan hukum. Pada Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 tersebut sekaligus menegaskan bahwa hukum adalah ujung tombak kemajuan dan perjalanan negara ini. Di bidang ketenagakerjaan, UUD 1945 telah memberikan pengaturan sebagaimana termuat pada Pasal 27 ayat (2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Bahwa hal ini berimplikasi pada sebuah kewajiban negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga negaranya. Serta peran aktif negara (legislatif) dalam menghasilkan suatu sumber hukum terlebih khusus yang mengatur dunia kerja dan ketenagakerjaan di Indonesia. Ketersediaan lapangan pekerjaan adalah suatu masalah yang sering dijumpai hampir di semua negara di dunia. Terlebih khusus negara-negara berkembang. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang juga mengalami masalah ketersediaan lapangan pekerjaan. Pemerintah sebagai pelayan masyarakat memang menjadi pihak pertama yang bertanggung jawab dalam hal ini, sebagaimana telah diamanatkan dalam UUD. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan, bahkan dapat pula dikatakan bahwa pihak di luar pemerintahan mendapat bagian untuk menyediakan lapangan 1

2 pekerjaan. Pihak di luar pemerintah atau sering kita sebut swasta, dalam perkembangannya juga sangat membantu dan merekalah yang menjadi mitra pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan. Oleh karenanya, masalah ketenagakerjaan menjadi hal yang sangat penting dan perlu mendapat perhatian khusus dari Pemerintah, dalam hal ini juga Legislatif. Peraturan perundang-undangan adalah solusi tepat untuk mengatur dan membantu masyarakat dalam terciptanya sebuah kondisi ketenagakerjaan yang baik dan teratur. Hal ini telah diwujudkan oleh Pemerintah Indonesia dengan adanya berbagai macam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang ketenagakerjaan. Selain bertumpu pada peraturan perundang-undangan, para ahli berpendapat ada beberapa sumber hukum ketenagakerjaan yang dapat menjadi pemecah masalah ketenagakerjaan di Indonesia. Budiono mengatakan bahwa sumber-sumber hukum ketenagakerjaan terdiri atas: 1 1. Perundang-undangan; 2. Kebiasaan; 3. Keputusan; 4. Traktat; dan 5. Perjanjian. 1 Budiono, Abdul Racmad, Hukum Perburuhan di Indonesia, Cet. I, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,

3 Sedangkan Shamad berpendapat bahwa sumber hukum ketenagakerjaan terdiri atas: 1. Peraturan perundang-undangan (undang-undang dalam arti materiil dan formil); 2. Adat dan kebiasaan; 3. Keputusan pejabat atau badan pemerintah; 4. Traktat; 5. Peraturan kerja (yang dimaksud adalah peraturan perusahaan); dan 6. Perjanjian kerja, perjanjian perburuhan, atau kesepakatan kerja bersama (KKB). Disamping kedua pendapat diatas, Prinst juga berpendapat bahwa sumber hukum ketenagakerjaan terdiri atas: 1. Undang-undang; 2. Adat atau kebiasaan; 3. Yurisprudensi; 4. Doktrin; dan 5. Agama. Selain itu Abdul Hakim juga berpendapat, sumber hukum ketenagakerjaan adalah: 1. Undang-undang; 2. Adat dan kebiasaan; 3. Agama; 4. Keputusan pejabat/badan pemerintah atau lembaga ketenagakerjaan; 3

4 5. Doktrin; 6. Traktat; 7. Perjanjian kerja; dan 8. Peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Dengan adanya pengaturan dan sumber hukum yang jelas, maka segala macam permasalahan dalam bidang ketenagakerjaan diharapkan dapat terselesaikan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Sehingga hak warga negara untuk mendapatkan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dapat terwujud dan terjamin. Berdasarkan pada sumber hukum ketenagakerjaan yang telah disebutkan, di mana semua ahli setuju bahwa sumber hukum utama dalam ketenagakerjaan adalah undangundang. Hal ini sejalan dengan sistem hukum yang dianut Indonesia. Mengingat Indonesia bekas jajahan Belanda, sebagaimana negara-negara Eropa Kontinental lainnya dan bekas jajahannya, Indonesia merupakan penganut civil law system. Tidak seperti Amerika Serikat dan negaranegara penganut common law lainnya, bahan-bahan hukum primer yang terutama bukanlah putusan pengadilan atau yurisprudensi, melainkan perundang-undangan. Untuk bahan hukum primer yang berupa perundangundangan, yang memiliki otoritas tertinggi adalah Undang-Undang Dasar karena semua peraturan di bawahnya baik isi ataupun jiwanya tidak boleh bertentangan UUD tersebut. Bahan hukum primer selanjutnya ialah undang-undang. Undang-undang merupakan kesepakatan antara 4

5 pemerintah dan rakyat, sehingga mempunyai kekuatan mengikat untuk penyelenggaraan kehidupan bernegara. 2 Dalam kaitannya dengan dunia ketenagakerjaan di Indonesia, undang-undang yang mengatur salah satunya adalah Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (dan untuk selanjutnya disingkat UU Ketenagakerjaan), yang mengatur tentang bagaimana terjadinya hubungan antara pencari kerja dan pemberi kerja. Dalam Pasal 1 angka 14 Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Pada angka 15 Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Dan angka 16 Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Perhatian khusus dalam Pasal 1 angka 14 sampai dengan 16 ini ialah para pihak yang terdapat di dalamnya. Dalam perjanjian kerja, pihaknya adalah pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja. Dalam hubungan kerja, pihaknya adalah pengusaha dengan pekerja/buruh. Sedangkan dalam hubungan industrial, pihaknya adalah pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah. Dari penjabaran para pihak di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dapat disebut sebagai Kencana, Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Pertama, Cetakan Ke-2, Jakarta : 5

6 perselisihan hubungan industial adalah jika perselisihan terjadi di antara para pihak tersebut. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (dan selanjutnya disingkat UU PPHI 3 ) pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan: Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Jelas bahwa pihak dalam perselisihan hubungan industrial adalah pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh. Pejabat atau badan tata usaha negara tidak disebut sebagai pihak. Jika perselisihan terjadi di mana di dalamnya tidak terdapat perjanjian kerja atau tidak ada hubungan kerja atau tidak memenuhi unsur dalam Pasal 1 angka 1 tersebut di atas, tidak dapat dibawa atau diajukan untuk diadili di PHI 4. Hal ini didasarkan pula pada Pasal 1 angka 17 UU Ketenagakerjaan yang demikian: Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial. Bertitik tolak dari pemahaman Pasal 1 angka 17 ini penulis menemukan sebuah kasus yang dinilai dapat diteliti 3 UU PPHI ialah Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial 4 PHI adalah Pengadilan Hubungan Industrial 6

7 terkait dengan kewenangan mengadili Pengadilan Hubungan Industrial, seperti yang termuat pada putusan dengan Nomor 02/Pdt.Sus.PHI/2015/PN.Yyk antara Dr. Endi Haryono, M.Si (sebagai PENGGUGAT) dengan Yayasan Kesejahteraan Pendidikan Dan Perumahan (YKPP) (sebagai Tergugat I) dan Rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta (sebagai TERGUGAT II). Latar belakang kasus ini bermula dari diangkatnya Penggugat oleh Tergugat I menjadi Dosen Tetap pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional - Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di institusi Tergugat II (Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta) yang antara lain berdasarkan Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Nomor : Skep / 031 / V / 1997 Tanggal 2 Mei 1997 tentang Pengangkatan Sebagai Pegawai Edukatif Tetap. Dengan demikian Penggugat adalah Pegawai Edukatif Tetap yang bekerja di bawah Tergugat I yaitu YKPP. Tergugat II (Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta) memiliki hubungan kerjasama dengan lembaga pendidikan tinggi lain. Salah satunya ialah Universitas Utara Malaya Malaysia baik dalam bentuk seminar, penelitian dan visiting lecturer. Pada Bulan Mei 2010, Penggugat mengikuti program visiting lecturer di Universitas Utara Malaya Malaysia, yang keturutsertaan Penggugat dalam program tersebut sudah dilaporkan dan atas sepengetahuan Tergugat II. Namun Tergugat II menganggap bahwa keturutsertaan Penggugat dalam program visiting lecturer adalah tanpa izin tertulis dari Tergugat II. Sehingga Tergugat II 7

8 menerbitkan Surat Perintah Rektor Nomor: Sprint/29-0/III/2011 yang pada pokoknya memerintahkan untuk menghentikan gaji sementara Penggugat terhitung mulai tanggal 01 April 2011 dan menghentikan tunjangan fungsional terhitung mulai tanggal 01 Juni Pada bulan Februari 2012, Tergugat II meminta Penggugat untuk kembali dari Malaysia dan mengajar lagi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik - Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta. Selanjutnya pada Bulan Februari 2012 itu pula Penggugat telah memenuhi panggilan dan amanat dari Tergugat II tersebut. Untuk kepentingan administrasi Penggugat untuk mengajar mata kuliah tertentu, beban SKS, honorarium dan sebagainya maka Tergugat II pun menerbitkan Surat Keputusan Nomor: SKEP/18/II/2012 tanggal 02 Februari 2012 yang pada pokoknya berisi pengangkatan sebagai dosen UPN Veteran Yogyakarta Semester Genap TA 20011/2012. Dengan demikian Penggugat telah menjalankan tugas secara aktif kembali sebagai dosen pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional - Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta. Pada bulan Februari 2013 Penggugat tidak diperbolehkan mengajar. Namun tidak dalam status diberhentikan dan tidak pula memperoleh hak sebagai pegawai. Karena merasa statusnya tidak menentu maka Penggugat menghadap Tergugat I dan disaksikan oleh BPH UPN Veteran Yogyakarta dalam penyelesaian permasalah tersebut. Dari pertemuan tersebut Tergugat I menawarkan 2 (dua) pilihan, yakni: Pertama, tetap melanjutkan karir sebagai dosen di bawah Tergugat I 8

9 dengan pindah tugas sebagai dosen di UPN Jakarta atau Kedua, mengajukan pilihan penyelesaian yang Penggugat inginkan dengan bertumpu pada prinsip win-win solution dan kekeluargaan. Karena memilih pilihan yang kedua, maka berdasar pada prinsip win-win solution dan kekeluargaan tersebut Penggugat mengajukan permohonan pengunduran diri sebagai dosen (pegawai) kepada Tergugat I, serta meminta pembayaran upah yang belum dibayarkan dan hak-hak lain yang sah sebagai pegawai seperti pengembalian dana asuransi pensiun dan tabungan hari tua pada Bank Pembangunan Daerah Yogyakarta yang dipotong setiap bulannya dari upah Pekerja, serta hak-hak normatif lainnya akibat putusnya hubungan kerja. Selanjutnya Penggugat membuat surat pernyataan kesediaan dan penerimaan untuk diberhentikan sebagai pegawai tetap oleh Tergugat I. Menanggapi surat pernyataan dari Penggugat, Tergugat I menerbitkan Surat Keputusan Nomor: SKEP/06/YKPP/II/2014 tanggal 20 Februari 2014 tentang Pemberhentian Pegawai di Lingkungan UPN Veteran Yogyakarta yang pada pokoknya memberhentikan Penggugat sebagai Pegawai Edukatif Tetap UPN Veteran Yogyakarta. Karena Penggugat merasa hak-haknya belum dipenuhi oleh Para Tergugat maka Penggugat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Yogyakarta. Gugatan diajukan dengan beberapa pokok gugatan, yakni: 9

10 1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya. 2. Menghukum Para Tergugat untuk membayar hak-hak normatif Penggugat sebesar Rp ,- (seratus duapuluh tiga juta lima ratus ribu rupiah) yang terdiri sebagai berikut: a. Upah + Tunjangan Fungsional sebesarrp ,- b. Tabungan Hari Tua sebesar Rp Rp ,- Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan berkekuatan hukum tetap. 3. Menghukum Para Tergugat untuk mengembalikan Dana Asuransi Pensiun Penggugat pada PT. Asuransi Jiwa Manulife Indonesia Cabang Yogyakarta kepada Penggugat selambatlambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan berkekuatan hukum tetap. 4. Menghukum Para Tergugat untuk melakukan Perubahan/Pencabutan Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) atas nama Dr. Endi Haryono, M.Si. (Penggugat) sebagai dosen UPN Veteran Yogyakarta sebagaimana tercatat pada KOPERTIS wilayah Yogyakarta selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan berkekuatan hukum tetap. 10

11 5. Menghukum Tergugat untuk menyerahkan dokumen-dokumen milik Penggugat dan surat keterangan bekerja selambatlambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan berkekuatan hukum tetap. 6. Membebankan biaya perkara kepada Tergugat. Dari gugatan tersebut Pengadilan pun menjatuhkan putusan sebagai berikut, yakni: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian. 2. Menghukum para Tergugat untuk membayar hak upah dan tunjangan fungsional sebesar: Rp ,00 x 20 bulan = Rp ,00 (delapan puluh empat juta lima ratus ribu rupiah) selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan berkekuatan hukum tetap. 3. Menghukum Tergugat II untuk memberikan surat keterangan kerja selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan berkekuatan hukum tetap. 4. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya. 5. Membebankan biaya perkara ini kepada negara. 11

12 Menanggapi gugatan tersebut Tergugat II memberikan eksepsi berdasarkan beberapa hal. Berikut ini adalah beberapa hal dalam eksepsi yang menjadi fokus penilitian penulis. Pertama, Pengadilan Hubungan Industrial secara absolut tidak berwenang dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara aquo (absolute competence). Hal ini karena pokok perkara aquo bukanlah mengenai perselisihan kepentingan, perselisihan hak, perselisihan antar serikat pekerja, maupun perselisihan pemutusan hubungan kerja. Hubungan hukum antara Penggugat in person dengan UPN Veteran Yogyakarta adalah hubungan kepegawaian, dimana Penggugat merupakan dosen tetap berdasarkan Surat Keputusan Nomor : Skep/031/V/1997 tentang Pengangkatan Pegawai tanggal 2 Mei 1997 yang secara jelas disebutkan bahwa status Penggugat adalah pegawai yang ditugaskan pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN Veteran Yogyakarta. Sebagai pegawai yang berstatus dosen di UPN Veteran Yogyakarta, Penggugat tunduk pada ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang pegawai dan dosen. Kedudukan hukum Penggugat sebagai seorang dosen tidak dapat dipersamakan dengan pekerja atau tenaga kerja sebagaimana halnya buruh, karena dosen tidak wajib tunduk pada hukum ketenagakerjaan namun wajib tunduk pada keberadaan hukum publik yang mengaturnya seperti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan peraturan-peraturan internal yang khusus diberlakukan di lingkungan UPN Veteran Yogyakarta, yang 12

13 mana hal demikian juga berlaku bagi Tergugat II. Oleh karena itu, Tergugat II selaku Rektor tidak ada hubungan hukum ketenagakerjaan dengan Penggugat karena Rektor bukan pengusaha melainkan pejabat tata usaha negara. Perkara aquo berkaitan dengan tuntutan hak normatif pegawai berkaitan dengan pemberhentian status Penggugat sebagai pegawai yang diberhentikan berdasarkan Surat Keputusan Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan (YKPP) Nomor : SKEP/06/YKPP/II/2014 tanggal 20 Februari 2014 tentang Pemberhentian Pegawai Di Lingkungan UPN Veteran Yogyakarta. Surat Keputusan YKPP Nomor : SKEP/06/YKPP/II/2014 tanggal 20 Februari 2014 tentang Pemberhentian Pegawai Di Lingkungan UPN Veteran Yogyakarta merupakan keputusan tata usaha negara (beschikking), karena memenuhi kriteria sebagai surat keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat atau badan tata usaha negara yang bersifat individual, final, dan konkrit sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha negara. Tergugat II diangkat sebagai Rektor UPN Veteran Yogyakarta berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor : 221/MPK.A4/KP/2014 tanggal 13 Oktober Dengan demikian Tergugat II jelas merupakan pejabat tata usaha negara. Di samping itu, Tergugat I juga merupakan badan dan/ atau pejabat tata usaha negara dengan alasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturan 13

14 pelaksana lainnya, menyatakan lembaga pendidikan tinggi swasta yang menjalankan salah satu dari urusan di bidang pemerintahan khususnya di bidang pendidikan merupakan badan tata usaha negara. Kedua, gugatan Penggugat adalah gugatan yang error in persona. Terhitung sejak tanggal 6 Oktober 2014 sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2014 tentang Pendirian Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, UPN Veteran Yogyakarta menjadi perguruan tinggi negeri dengan segala konsekuensi hukumnya, khususnya yang menyangkut tentang perpindahan aset kekayaan, organisasi, sumber daya manusia, mahasiswa, pegawai, serta hak dan kewajiban UPN Veteran Yogyakarta. Maka sejak saat itu, UPN Veteran Yogyakarta sudah tidak berada di bawah naungan YKPP. gugatan Penggugat adalah gugatan yang error in persona atau salah menentukan dan menerapkan subyek Tergugatnya. Bahwa dijadikannya YKPP sebagai Tergugat I merupakan kesalahan fatal karena YKPP sudah tidak lagi membawahi UPN Veteran Yogyakarta berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2014 tentang Pendirian Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta. Dalam gugatan Penggugat tersebut pula, yang meletakkan Rektor UPN Veteran Yogyakarta selaku Tergugat II adalah gugatan yang juga dikualifikasikan sebagai gugatan yang error in persona atau salah menentukan atau meletakkan subyek Tergugatnya. Dikarenakan dalam penerbitan Surat Keputusan YKPP Nomor : SKEP/06/YKPP/II/2014 tanggal 20 Februari 2014 tentang Pemberhentian Pegawai Di Lingkungan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta sama sekali tidak 14

15 terlibat atau melibatkan pihak Tergugat II. Dengan demikian, meletakkan Tergugat II sebagai subyek dalam perkara aquo tidak memiliki dasar hukum yang jelas, sehingga dengan demikian gugatan Penggugat dikualifikasikan sebagai gugatan error in persona atau salah menentukan subyek Tergugatnya. Ketiga, gugatan Penggugat adalah gugatan yang kabur, tidak jelas, dan tidak pasti (obscuur libel). Oleh karena gugatan Penggugat tidak dapat menjelaskan mengenai kewenangan, hubungan, dan keterkaitan hukum antara Tergugat I dan Tergugat II dalam kaitannya dengan kewajiban pemenuhan hak yang harus ditanggung oleh Tergugat II, maka gugatan Penggugat dikualifikasikan sebagai gugatan yang kabur, tidak jelas, dan tidak pasti (obscuur libel). Terhadap eksepsi dari Tergugat II hakim menyatakan bahwa gugatan Penggugat diajukan ke PHI sudah tepat. Dengan pemahaman bahwa hubungan kerja terjadi pertama kali antara Penggugat dengan Tergugat I sejak tahun 1997 sampai dengan keluarnya Perarutan Presiden No. 121 Tahun 2014 tentang Pendirian Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta tertanggal 6 Oktober Hakim juga beranggapan bahwa yang menjadi objek persengketaan antara kedua belah pihak adalah mengenai perselisihan hak yaitu upah yang belum dibayar, tabungan hari tua, dana pensiun serta perubahan/pencabutan Nomor Induk Dosen Nasional atas nama Penggugat di KOPERTIS Wilayah Yogyakarta, surat keterangan kerja Penggugat dan dokumen-dokumen milik Penggugat 15

16 lainnya akibat pemutusan hubungan kerja oleh Tergugat I yang telah disepakati oleh Penggugat. Berdasarkan uraian kasus di atas, penulis tertarik untuk mengangkatnya dalam penelitian skripsi yang berjudul Pertimbangan Hakim tentang Kewenangan Mengadili Pengadilan Hubungan Industrial dalam Putusan Nomor 02/Pdt.Sus.PHI/2015/PN/Yyk antara Dr. Endi Haryono, M.Si., dan YKPP dan Rektor UPN Veteran Yogyakarta. 16

17 B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian pada Latar Belakang diajukan permasalahan sebagai berikut: Apakah pertimbangan hakim tentang kewenangan mengadili Pengadilan Hubungan Industrial sudah tepat dalam perkara antara Dr. Endi Haryono M.Si., dengan YKPP dan Rektor UPN Yogyakarta? C. TUJUAN PENELITIAN Untuk menganalisis apakah pertimbangan hakim tentang kewenangan mengadili Pengadilan Hubungan Industrial sudah tepat dalam perkara antara Dr. Endi Haryono M.Si., dengan YKPP dan Rektor UPN Yogyakarta. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Penelitian ini bermanfaat untuk membantu menganalisis serta menentukan kewenangan mengadili Pengadilan Hubungan Industrial dan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam mengadili permasalahan hukum di Indonesia. Terlebih khusus dalam bidang Hukum Ketenagakerjaan. 2. Selain itu penelitian ini juga bermanfaat untuk melengkapi referensi karya ilmiah dalam bidang Hukum Ketenagakerjaan. 17

18 E. METODE PENELITIAN 1. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Karena yang diteliti adalah ketepatan pertimbangan hakim terhadap kewenangan mengadili dari Pengadilan Hubungan Industrial. 2. Jenis dan Teknik Pengambilan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa : a. Bahan Hukum Primer : Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-4, Peraturan Perundang-undangan, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2014 tentang Pendirian Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, Putusan Nomor 02/Pdt.Sus.PHI/2015/PN/Yyk. b. Bahan Hukum Sekunder : Buku Hukum (legal textbooks) dalam bidang Ketenagakerjaan; c. Bahan Hukum Tersier : Artikel Hukum, Jurnal Hukum, Doktrin-doktrin dan Pendapat Ahli Hukum. 18

19 pustaka. Sedangkan Teknik Pengambilan Datanya ialah dengan studi 3. Unit Amatan dan Analisis Unit Amatan dalam penelitian ini yaitu: a. UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; b. UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial; c. UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara; d. UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen e. Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2014 tentang Pendirian Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta; f. Putusan Nomor 02/Pdt.Sus.PHI/2015/PN/Yyk. Sedangkan Unit Analisisnya yaitu kewenangan mengadili Pengadilan Hubungan Industrial. 19

20 F. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I PENDAHULUAN. Berisi tentang Latar Belakang Masalah, Permasalahan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Metode Penelitian BAB II KEWENANGAN MENGADILI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM TEORI DAN PRAKTIK. Berisi tentang Prinsipprinsip Kewenangan Mengadili Pengadilan Hubungan Industrial dan Pengadilan Tata Usaha Negara, Kasus Posisi Perkara Nomor 02/Pdt.Sus.PHI/2015/PN/Yyk, dan Analisis terhadap Kewenangan Mengadili Pengadilan Hubungan Industrial setelah berlakunya Peraturan Presiden No. 121 Tahun 2014 tentang Pendirian Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta. BAB III PENUTUP. Berisi tentang Kesimpulan Dan Saran. 20

BAB II KEWENANGAN MENGADILI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM TEORI DAN PRAKTIK

BAB II KEWENANGAN MENGADILI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM TEORI DAN PRAKTIK BAB II KEWENANGAN MENGADILI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM TEORI DAN PRAKTIK A. KERANGKA TEORITIK PENYELESAIAN PERSELISIHAN DI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL 1. Perselisihan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) sudah mulai dikenal dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan

Lebih terperinci

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XII) PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial I. PEMOHON 1. Joko Handoyo, S.H.,.. Pemohon I 2. Wahyudi, S.E,. Pemohon II 3. Rusdi Hartono, S.H.,. Pemohon III 4. Suherman,.....

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27 Ayat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal 1 angka 16 didefinisikan sebagai Suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci

SKRIPSI. Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum. Universitas Kristen Satya Wacana. Matheus Wahyu Aribowo NIM:

SKRIPSI. Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum. Universitas Kristen Satya Wacana. Matheus Wahyu Aribowo NIM: PERTIMBANGAN HAKIM TENTANG KEWENANGAN MENGADILI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DALAM PERKARA ANTARA DR. ENDI HARYONO, M.Si., DENGAN YKPP DAN REKTOR UPN VETERAN YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA PUTUSAN 3.1. DUDUK PERKARA PT AYUNDA PRIMA MITRA MELAWAN PT ADI KARYA VISI

BAB 3 ANALISA PUTUSAN 3.1. DUDUK PERKARA PT AYUNDA PRIMA MITRA MELAWAN PT ADI KARYA VISI BAB 3 ANALISA PUTUSAN 3.1. DUDUK PERKARA PT AYUNDA PRIMA MITRA MELAWAN PT ADI KARYA VISI Awal permasalahan ini muncul ketika pembayaran dana senilai US$ 16.185.264 kepada Tergugat IX (Adi Karya Visi),

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.6,2004 KESRA Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah.Tenaga Kerja. Ketenagakerjaan. Perjanjian

Lebih terperinci

PERSELISIHAN HAK ATAS UPAH PEKERJA TERKAIT UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA (UMK) Oleh :

PERSELISIHAN HAK ATAS UPAH PEKERJA TERKAIT UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA (UMK) Oleh : 59 PERSELISIHAN HAK ATAS UPAH PEKERJA TERKAIT UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA (UMK) Oleh : I Nyoman Jaya Kesuma, S.H. Panitera Muda Pengadilan Hubungan Industrial Denpasar Abstract Salary are basic rights

Lebih terperinci

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 12/PUU-XIV/2016 Waktu Penyelesaian, Produk Hukum penyelesaian BNP2TKI, dan Proses Penyelesaian Sengketa Antara TKI dengan PPTKIS Belum Diatur Di UU 39/2004 I. PEMOHON

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 61/PUU.D-VIII/2010 Tentang Perlindungan dan Penghargaan Terhadap Hak-Hak Buruh

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 61/PUU.D-VIII/2010 Tentang Perlindungan dan Penghargaan Terhadap Hak-Hak Buruh RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 61/PUU.D-VIII/2010 Tentang Perlindungan dan Penghargaan Terhadap Hak-Hak Buruh I. PEMOHON M.Komarudin dan Muhammad Hafidz, sebagai perwakilan dari Federasi

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M P U T U S A N Nomor 221 K/Pdt.Sus-PHI/2018 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus perselisihan hubungan industrial

Lebih terperinci

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015. RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XIV/2016 Waktu Penyelesaian, Produk Hukum penyelesaian BNP2TKI, dan Proses Penyelesaian Sengketa Antara TKI dengan PPTKIS Belum Diatur Di UU 39/2004 I. PEMOHON

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang Disebabkan Karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di PT. Planet Electrindo Berdasarkan Putusan Nomor 323K/Pdt.Sus-PHI/2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beranekaragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk bekerja. Baik pekerjaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan

Lebih terperinci

Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial

Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial Masih ingatkah Anda dengan peristiwa mogok kerja nasional tahun 2012 silam? Aksi tersebut merupakan

Lebih terperinci

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN BAB 1 PERJANJIAN KERJA 1.1. DEFINISI Pasal 1 UU No. 13/2003 14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN

Lebih terperinci

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm Page 1 of 38 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang. uang yang digunakan untuk memenuhi tuntutan hidup mereka akan

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang. uang yang digunakan untuk memenuhi tuntutan hidup mereka akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang berkaitan dengan upaya pemenuhan kebutuhan hidup yang layak. Pada dasarnya manusia selalu berjuang dengan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. II/No.1/Jan Mar/2014

Lex Administratum, Vol. II/No.1/Jan Mar/2014 PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN SETELAH PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 1 Oleh : Moh. Iswanto Sumaga 2 A B S T R A K Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan bagaimanakah bentukbentuk sengketa setelah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM MENGENAI JUAL BELI RUMAH DENGAN OPER KREDIT (Studi Kasus Putusan Nomor : 71/Pdt.G/2012/PN.Skh) Oleh : NOVICHA RAHMAWATI NIM.

TINJAUAN HUKUM MENGENAI JUAL BELI RUMAH DENGAN OPER KREDIT (Studi Kasus Putusan Nomor : 71/Pdt.G/2012/PN.Skh) Oleh : NOVICHA RAHMAWATI NIM. TINJAUAN HUKUM MENGENAI JUAL BELI RUMAH DENGAN OPER KREDIT (Studi Kasus Putusan Nomor : 71/Pdt.G/2012/PN.Skh) Oleh : NOVICHA RAHMAWATI NIM. 12100022 ABSTRAK Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1. Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2.

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1. Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2. PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 Abstraksi Perselisihan Hubungan Industrial yang sebelumnya diatur didalam UU No.22

Lebih terperinci

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum Sejalan dengan perkembangan zaman era globalisasi sudah barang tentu tuntutan perkembangan penyelesaian sengketa perburuhan

Lebih terperinci

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 Abstraksi Perselisihan Hubungan Industrial yang sebelumnya diatur didalam UU No.22

Lebih terperinci

BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai

BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai 14 BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA 3.1. Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai Pentingnya kegiatan pendaftaran tanah telah dijelaskan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek)

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek) PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek) PENERAPAN HUKUM ACARA PERDATA KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN

Lebih terperinci

SILABUS. A. Identitas Mata Kuliah. 1. Nama Mata Kuliah : Perselisihan Hubungan Industrial. 2. Status Mata Kuliah : Wajib Konsentrasi

SILABUS. A. Identitas Mata Kuliah. 1. Nama Mata Kuliah : Perselisihan Hubungan Industrial. 2. Status Mata Kuliah : Wajib Konsentrasi SILABUS A. Identitas Mata Kuliah 1. Nama Mata Kuliah : Perselisihan Hubungan Industrial 2. Status Mata Kuliah : Wajib Konsentrasi 3. Kode Mata kuliah : 4. Jumlah SKS : 2 B. Deskripsi Mata Kuliah Perselisihan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB XII PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Pasal 150 Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1991 Tentang : Ganti Rugi Dan Tata Cara Pelaksanaannya Pada Peradilan Tata Usaha Negara

Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1991 Tentang : Ganti Rugi Dan Tata Cara Pelaksanaannya Pada Peradilan Tata Usaha Negara Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1991 Tentang : Ganti Rugi Dan Tata Cara Pelaksanaannya Pada Peradilan Tata Usaha Negara Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 43 TAHUN 1991 (43/1991) Tanggal : 5

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA UU No 21/2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh UU No 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan UU No 2/2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial UNTUK

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim I. PEMOHON Teguh Satya Bhakti, S.H., M.H. selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempunyai sifat, watak dan kehendak sendiri-sendiri. Namun di dalam masyarakat manusia mengadakan hubungan satu sama lain, mengadakan kerjasama, tolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam menghadapi perkembangan era globalisasi pekerja dituntut untuk saling berlomba mempersiapkan dirinya supaya mendapat pekerjaan yang terbaik bagi dirinya sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan

BAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sengketa adalah suatu pertentangan atas kepentingan, tujuan dan atau pemahaman antara dua pihak atau lebih. Sengketa akan menjadi masalah hukum apabila pertentangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004). RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 68/PUU-XIII/2015 Implikasi Interpretasi Frasa Anjuran Mediator dan Konsiliator pada Penyelesaian Sengketa Hubungan Industrial I. PEMOHON 1. Muhammad Hafidz

Lebih terperinci

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB (1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian kerja dalam Bahasa Belanda biasa disebut Arbeidsovereenkomst, dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Pengertian yang pertama disebutkan dalam

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KASUS PERKARA. perkara gugatan Perselisihan Hubungan Industrial adapun yang

BAB II GAMBARAN UMUM KASUS PERKARA. perkara gugatan Perselisihan Hubungan Industrial adapun yang BAB II GAMBARAN UMUM KASUS PERKARA A. Kronologi Kasus Sehubungan dengan perkara No. 722/K/Pdt.Sus/2011 tentang perkara gugatan Perselisihan Hubungan Industrial adapun yang mengajukan gugatan adalah Sayed

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia P U T U S A N Nomor 119 K/Pdt.Sus-PHI/2018 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus perselisihan hubungan industrial pada tingkat kasasi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 114/PUU-XIII/2015 Daluarsa Pemutusan Hubungan Kerja I. PEMOHON 1. Muhammad Hafidz (Pemohon I); 2. Wahidin (Pemohon II); 3. Chairul Eillen Kurniawan (Pemohon III); 4.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 60/PUU-XIII/2015 Persyaratan Menjadi Calon Kepala Daerah Melalui Jalur Independen

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 60/PUU-XIII/2015 Persyaratan Menjadi Calon Kepala Daerah Melalui Jalur Independen RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 60/PUU-XIII/2015 Persyaratan Menjadi Calon Kepala Daerah Melalui Jalur Independen I. PARA PEMOHON 1. M. Fadjroel Rachman, Pemohon I 2. Saut Mangatas Sinaga, Pemohon II

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Dra. Endang Susilowati, S.H., M.H., dan Ibrahim Sumantri, S.H., M.Kn., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 26 September 2013.

KUASA HUKUM Dra. Endang Susilowati, S.H., M.H., dan Ibrahim Sumantri, S.H., M.Kn., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 26 September 2013. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XI/2013 Pemenuhan Perjanjian Pekerjaan Waktu Tertentu, Perjanjian Pekerjaan Pemborongan, dan Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial I. PEMOHON Asosiasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Kenyataan telah membuktikan bahwa faktor ketenagakerjaan

Lebih terperinci

NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015 PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI LUAR PENGADILAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 2004 1 Oleh: Sigit Risfanditama Amin 2 ABSTRAK Hakikat hukum ketenagakerjaan adalah perlindungan

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR 3.1. Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja oleh majikan adalah jenis PHK yang sering terjadi,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2010 TENTANG PENGHASILAN, UANG KEHORMATAN, DAN HAK-HAK LAIN KETUA, WAKIL KETUA, DAN ANGGOTA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa P U T U S A N Nomor 1351 K/Pdt.Sus-PHI/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus perselisihan hubungan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 37, 1992 (ADMINISTRASI. Kesejahteraan. PENSIUN. Tenaga Kerja. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIII/2015 Perincian Nominal dalam Undang-Undang APBN 2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIII/2015 Perincian Nominal dalam Undang-Undang APBN 2015 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUUXIII/2015 Perincian Nominal dalam UndangUndang APBN 2015 I. PEMOHON Dr. Aji Sofyan Effendi, S.E., M.Si. Hasanuddin Rahman Daeng Naja, S.H., M.Hum., M.Kn. II. OBJEK

Lebih terperinci

INVENTARISASI PUTUSAN/KETETAPAN MAHKAMAH KONSTITUSI PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DALAM BIDANG KETENAGAKERJAAN

INVENTARISASI PUTUSAN/KETETAPAN MAHKAMAH KONSTITUSI PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DALAM BIDANG KETENAGAKERJAAN INVENTARISASI PUTUSAN/KETETAPAN MAHKAMAH KONSTITUSI PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DALAM BIDANG KETENAGAKERJAAN I. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun 1 13/10/2011 25/PUU-IX/2011 Menyatakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 52, 1991 (KEHAKIMAN. PENGADILAN. ADMINISTRASI. Peradilan Tata Usaha Negara. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran

Lebih terperinci

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1)

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1) HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XIII) PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1) copyright by Elok Hikmawati 1 Pemutusan Hubungan Kerja Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2010... TENTANG PENGHASILAN, UANG KEHORMATAN, DAN HAK-HAK LAIN KETUA, WAKIL KETUA, DAN ANGGOTA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 2.1 Perjanjian secara Umum Pada umumnya, suatu hubungan hukum terjadi karena suatu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem pengupahan yang berlaku sekarang ini sudah tidak lagi sesuai

Lebih terperinci

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan

Lebih terperinci

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan

Lebih terperinci

BAB III PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB III PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BAB III PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL A. Bipartit Sebagai Mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Undang-undang Yang Terkait Dengan Ketenagakerjaan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh; Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan Peraturan Kepala

Lebih terperinci

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU Oleh Suyanto ABSTRAK Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah mengatur mengenai

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015 PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN DALAM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 1 Oleh: Anjel Ria Meiliva Kanter 2 ABSTRAK Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian

Lebih terperinci

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ( K3 ) DAN HUKUM KETENAGAKERJAAN

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ( K3 ) DAN HUKUM KETENAGAKERJAAN MATA KULIAH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ( K3 ) DAN HUKUM KETENAGAKERJAAN DOSEN : HASTORO WIDJAJANTO, SH. MH. SKS : 2 ( DUA ) TUJUAN : - MENGETAHUI HUBUNGAN ANTARA PEKERJA/BURUH DAN PEMILIK PERUSAHAAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2010 TENTANG PENGHASILAN, UANG KEHORMATAN, DAN HAK-HAK LAIN KETUA, WAKIL KETUA, DAN ANGGOTA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN DAN PENITIPAN GANTI KERUGIAN KE PENGADILAN NEGERI DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBL1K INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2 Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi se

2 Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi se TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KESRA. Jaminan Sosial. Kecelakaan Kerja. Kematian. Program. Penyelenggaraan. ( (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 154). PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUUXII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah I. PEMOHON Moch Syaiful, S.H. KUASA HUKUM Muhammad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan Selatan adalah salah satu Provinsi di Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan Selatan adalah salah satu Provinsi di Indonesia yang BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Kalimantan Selatan adalah salah satu Provinsi di Indonesia yang penghasilan daerahnya sebagian besar bersumber dari sektor perkayuan, perkebunan dan perhotelan.

Lebih terperinci

MENTERI TIDAK BERWENANG UNTUK MEMBERHENTIKAN PEJABAT FUNGSIONAL WIDYAISWARA UTAMA GOLONGAN IV/e DARI DAN DALAM JABATANNYA

MENTERI TIDAK BERWENANG UNTUK MEMBERHENTIKAN PEJABAT FUNGSIONAL WIDYAISWARA UTAMA GOLONGAN IV/e DARI DAN DALAM JABATANNYA MENTERI TIDAK BERWENANG UNTUK MEMBERHENTIKAN PEJABAT FUNGSIONAL WIDYAISWARA UTAMA GOLONGAN IV/e DARI DAN DALAM JABATANNYA 216/K/TUN/2010 KASUS POSISI 1. Bahwa Penggugat adalah pemangku Jabatan Fungsional

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di BEBERAPA MASUKAN UNTUK PERUBAHAN UU PEMILU LEGISLATIF A. Umum Meski Pemilu 2004 dinilai berlangsung cukup lancar, namun banyak pihak yang merasa kecewa atas penyelenggaraan pemilihan umum tersebut, terutama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang 11 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang banyak, sehingga membutuhkan lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk menyerap tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hakikat manusia tidak hanya sebagai makhluk individu melainkan juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hakikat manusia tidak hanya sebagai makhluk individu melainkan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hakikat manusia tidak hanya sebagai makhluk individu melainkan juga makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat bertahan hidup secara utuh tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau ketentuan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. atau ketentuan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hukum mengandung pengertian yang luas yang meliputi semua peraturan atau ketentuan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan I. PEMOHON Sri Sudarjo, S.Pd, SH, selanjutnya disebut

Lebih terperinci