BAB I PENDAHULUAN. bebas dan merdeka merupakan isu yang penting sejak ditemukannya konsep

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. bebas dan merdeka merupakan isu yang penting sejak ditemukannya konsep"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemandirian Kekuasaan Kehakiman atau juga kekuasaan kehakiman yang bebas dan merdeka merupakan isu yang penting sejak ditemukannya konsep pembagian kekuasaan. Baron Montesquieu membagi kekuasaan dalam negara menjadi tiga cabang, yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Sebagaimana yang diketahui, bahwa cabang kekuasaan yudikatif berfungsi untuk menegakkan dan mengkontrol proses yudisial ataupun hukum di setiap negara di dunia. 1 Oleh karena itu, cabang kekuasaan ini sudah selayaknya tidak dipengaruhi oleh apapun kecuali hukum lewat peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini menjadi penting karena untuk dapat melindungi hak asasi manusia yang merupakan cita dari konstitusi negara manapun hukum yang adil menjadi satu hal yang tidak dapat ditawar lagi (indispensable) meski besar kekuasaan itu sendiri yang ingin mengintervensi hukum. 2 Menurut Pasal 1 UUD 1945, Negara Indonesia merupakan negara hukum yang menganut kedaulatan rakyat, kekuasaan kehakiman yang mandiri merupakan cita-cita sekaligus kewajiban. Meninjau lebih jauh mengenai spesifikasi negara hukum, baik Indonesia maupun Jerman lebih mendekati model konsep Rechtsstaat. 1 2 John Locke dalam Ahmad Suhelmi, 2001, Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara, Masyarakat, dan Kekuasaan, Gramedia, Jakarta, hlm. 8. Jimly Asshiddiqie, 2012, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Edisi Kedua, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 198.

2 2 Konsep ini pertama kali mengemuka pada akhir abad ke Rechtsstaat menggambarkan konsep negara yang diatur oleh hukum. Dalam konsep ini, setiap kegiatan administratif harus diatur oleh hukum (Administration by Law). Secara teoretis, penekanan konsep ini ada pada seberapa jauh hukum itu ditaati, bukan pada seberapa baik hukum itu mampu melindungi kebebasan dan hak warga negara. 4 Negara bermodel Rechtsstaat ini biasanya dibedakan dengan model lainnya yaitu Rule of Law temuan Albert Venn Dicey, yang berkarakter judge made law. 5 Negara hukum yang dibangun dalam konsep Rechtsstaat, setidaknya, harus memiliki ciri: 6 1. Perlindungan Hak Asasi Manusia; 2. Pemisahan kekuasaan; 3. Pemerintahan berdasarkan Undang-undang; dan 4. Adanya Peradilan Tata Usaha Negara. Indonesia termasuk merupakan negara yang memiliki ciri-ciri tersebut meski lebih spesifiknya Indonesia merupakan Negara Hukum Pancasila. Pancasila adalah cita hukum dalam kehidupan hukum bangsa Indonesia dan juga sebagai pemandu yang berfungsi menguji dan memberi arah hukum positif di Indonesia. 7 Keberadaan Pancasila merupakan faktor utama dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dimana mekanisme penyelenggaraan negara Indonesia haruslah didasarkan dan diukur dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu Heuschling, 2002, Rule of Law (and Rechtsstaat), hlm. 29, dalam Martin Krygier, International Encyclopedia of the Behavioral Science, 2nd edition, Elsevier, hlm. 4. Noriho Urabe, Rule of Law and Due Process: A Comparative View of the United States and Japan, Law and Contemporary Problem, Vol. 53, No. 1, January 1990, hlm. 62. Ibid. Jimly Asshiddiqe, tanpa tahun, Gagasan Negara Hukum Indonesia, hlm. 2. A. Hamid S. Attamimi, 1992, Pancasila Sebagai Ideologi dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara, BP-7 Pusat, Jakarta, hlm. 24.

3 3 sendiri. 8 Dengan kata lain, Pancasila menjadi dasar seluruh peraturan perundangundangan yang mengatur segala segi kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum dan pedoman tertinggi serta kaidah dasar Negara Hukum Pancasila di Indonesia. 9 Pada falsafah hukum yang berdasarkan Pancasila, Indonesia juga turut mencita-citakan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai manifestasi dari konsep pemisahan kekuasaan yang ada di ciri negara hukum tersebut. 10 Negara lain yang menganut konsep Rechtsstaat adalah Jerman. Bahkan negara inilah konsep Rechtsstaat lahir dan berkembang. Para ilmuwan belum bersepakat mengenai waktu pasti pembentukan kebangsaan Jerman. Namun, Perjanjian Verdun yang dilakukan tahun 843 M membagi Kerajaan Romawi di Jerman menjadi barat, tengah, dan timur. Hal ini menjadi awal terbelahnya kerajaan menjadi wilayah yang nantinya disebut Jerman dan yang lainnya disebut Perancis. Jerman pertama kali memiliki konstitusi pada tahun 1848, meskipun belum diterapkan. Konstitusi ini dibentuk atas prakarsa Raja Prussia yang mengumpulkan para ahli dalam wadah yang bernama the parliament of professor untuk membentuk konstitusi. Hal ini dilatarbelakangi krisis ekonomi di Eropa pada masa itu. Namun, konstitusi ini tidak pernah berhasil diterapkan Yudi Latief, 2011, Negara Paripurna Historisitas, Rasionalitas, dan Akuntualitas Pancasila, Kompas Gramedia, Jakarta, hlm. 41. Dahlan Thaib, 1991, Pancasila Yuridis Ketatanegaraan, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, hlm Lihat Pasal 27 Undang-Undang Dasar Ibid., hlm. 169.

4 4 Selanjutnya, pada 1871 Jerman kembali memiliki konstitusi baru. Konstitusi ini membentuk Jerman menjadi kerajaan federal dengan memiliki parlemen (Reichtag) dan dewan federal (Bundesrat). Setelah berlalunya Perang Dunia I, Jerman memiliki konstitusi baru yang sangat demokratis di tahun 1919 (Konstitusi Weimar). Inflasi dan depresi besar-besaran membuat masyarakat Jerman memilih NAZI hingga partai ini menjadi mayoritas di parlemen. Chancellor (ketua parlemen) yang akhirnya memegang pemerintahan ialah Adolf Hitler. Sejarah kemudian mencatat bahwa Hitler menyingkirkan lawan-lawan politiknya dan menciptakan tatanan pemerintah fasis yang bertolak belakang dengan Konstitusi Weimar. 12 Sekarang, Jerman menggunakan Basic Law (Das Grundgesetz für die Bundesrepublik Deutschland) yang terbentuk pada 23 Mei Konstitusi ini disusun oleh parlemen Jerman Barat bersama sekutu Prancis, Britania Raya, dan Amerika Serikat. Konstitusi yang sekarang dipengaruhi oleh Konstitusi Weimar (1919) dan juga oleh Amerika, sehingga punya nilai demokratis yang cukup tinggi. Konstitusi Jerman juga menjadi panutan bagi beberapa negara lain seperti Spanyol dan Yunani. 13 Sebagai negara hukum yang berciri Rechtsstaat, kekuasaan kehakiman di Indonesia dapat diperbandingkan dengan kekuasaan kehakiman di Jerman terutama mengenai hal status hukum jabatan hakim karena di negara hukum Rechtsstaat, batasan kewenangan hakim beserta dengan status hukum yang disematkan pada jabatan hakim dengan jelas ditentukan oleh hukum tertulis dan Ibid. Ibid.

5 5 tidak sebebas konsep judge made law di negara hukum dalam konsep Rule of Law. Selain itu, Jerman yang terbentuk jauh sebelum Indonesia tentu punya pengalaman lebih dalam konteks menjalankan konsep Rechtsstaat yang menjadikannya mungkin memiliki hal-hal yang dapat dijadikan pelajaran bagi Indonesia dalam merumuskan kemandirian kekuasaan kehakiman. Selain itu, sistem hukum civil law (hukum sipil) yang dianut baik oleh Indonesia dan Jerman memungkinkan struktur lembaga-lembaga negara di Indonesia memiliki kesamaan dengan struktur lembaga-lembaga negara di Jerman terutama dalam struktur di dalam pengadilan (yudikatif). Di Indonesia, terdapat kekuasaan kehakiman mulai dari yang terendah yang terletak pada daerah-daerah (pengadilan negeri pada kabupaten/kota dan pengadilan tinggi pada provinsi) hingga pengadilan ke tingkat tertinggi yakni MA (Mahkamah Agung) dan MK (Mahkamah Konstitusi), serta badan peradilan lainnya yakni KY (Komisi Yudisial). Sedangkan di Jerman, terdapat kekuasaan kehakiman tertinggi yakni Mahkamah Konstitusi Jerman (Bundesverfassungsgericht) beserta dengan kekuasaan kehakiman yang ada di daerah-daerah atau negara bagian (Lander of the Ministry of Justice). Pada Negara Indonesia dan Jerman memiliki tiga karakteristik yang tentu saja merupakan karateristik civil law itu sendiri pula. Karateristik yang pertama adalah adanya kodifikasi, hakim tidak terikat kepada presiden sehingga undang-undang menjadi sumber hukum yang terutama, dan sistem peradilan bersifat inkuisitorial. Inkuisitorial maksudnya, bahwa dalam sistem itu, hakim mempunyai peranan besar dalam mengarahkan dan memutuskan perkara. Hakim aktif dalam

6 6 menemukan fakta dan cermat dalam menilai alat bukti. 14 Hakim dalam civil law berusaha mendapatkan gambaran lengkap dari peristiwa yang dihadapinya sejak awal. Bentuk-bentuk sumber hukum dalam arti formal dalam sistem hukum civil law berupa peraturan perundang-undangan, hukum kebiasaan-kebiasaan, dan yurisprudensi. 15 Negara penganut civil law juga menempatkan konsitusi tertulis pada urutan tertinggi dalam hirarki peraturan perundangan dan diikuti UU dan peraturan lain di bawahnya Indonesia dengan UUD NRI Tahun 1945 dan Jerman dengan das Grundgesetz für die Bundesrepublik Deutschland. Kekuasaan kehakiman di suatu negara apapun di dunia perlu mewujudkan terciptanya kondisi dimana kekuasaan kehakiman tersebut berdiri bebas dan merdeka agar dalam hal melaksanakan semua tugas dan kewenangan yang telah ditentukan, suatu kekuasaan kehakiman tersebut terbebas dari campur tangan pihak lain yang tentu saja dapat mempengaruhi hakim dalam melakukan putusan atas suatu perkara hukum. Untuk mewujudkan kondisi kekuasaan kehakiman yang bebas dan merdeka tentu tidak mudah. Ada berbagai faktor yang menjadi acuan tercipta atau tidaknya kekuasaan kehakiman yang merdeka di suatu negara. 16 Dalam penelitian hukum ini, status hukum jabatan hakim diangkat menjadi salah satu poin penting untuk mewujudkan suatu kemandirian kekuasaan kehakiman pada suatu negara. Status hukum jabatan hakim mempengaruhi banyak hal mengenai kekuasan kehakiman pada suatu negara. Status hukum jabatan Ade Maman Suherman, 2004, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum (Civil law, Common Law, Hukum Islam), Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm Ibid. Dominggus Silaban, Sejarah Status Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, diakses 15 Juli 2016.

7 7 hakim dapat mempengaruhi bagaimana mekanisme rekrutmen calon hakim, mengenai sistematika penggajian dan juga mempengaruhi bagaimana negara memperlakukan hakim sesuai dengan status hukum yang disematkan pada jabatan hakim itu sendiri. Sebab, berawal dari ketentuan yang jelas maka implementasi serta perlakuan-perlakuan yang jelas sesuai dengan hukum dan ketentuan dapat dilaksanakan di lapangan. Berangkat dari hal ini pulalah suatu kekuasaan kehakiman yang berdiri bebas, mandiri dan merdeka dapat terwujud dimana lewat adanya suatu ketentuan terhadap jabatan hakim yang jelas maka terciptalah kebijakan dan perlakuan terhadap kekuasaan kehakiman yang berdasarkan hukum dan ketentuan yang jelas serta tindak laku kekuasaan kehakiman dalam melakukan tugas, kewajiban, kewenangan atau bahkan pemenuhan hak yang dapat dipenuhi dan sesuai dengan dasar hukum ataupun ketentuan yang berlaku. 17 Jabatan hakim memegang peranan penting sebagai perwujudan kekuasaan yudisial yang mandiri dan bebas dari intervensi ketika menghasilkan ataupun membuat putusan. Dari sinilah dapat diketahui ada atau tidak mandirinya kekuasaan kehakiman di suatu negara. Jabatan hakim adalah pelaku sentral dalam mewujudkan cita negara hukum, maka dari itu, negara perlu memberikan apa yang menjadi haknya yakni penghormatan secara hukum, politik, sosial dan ekonomi. 18 Pemilihan negara Jerman sebagai obyek studi perbandingan dalam penulisan hukum ini tidak lepas dari berhasilnya Jerman dalam mewujudkan Ibid. Takdir Rahmadi, Disampaikan pada Seminar: Kedudukan Hakim Sebagai Pejabat Negara Diselenggarakan Oleh Balitbangdiklatkumdil Mahkamah Agung RI) pada tanggal 26 November 2015.

8 8 kemandirian kekuasaan kehakiman, bagaimana Jerman begitu memperhatikan dan menekankan pada status hukum yang jelas yang tentu saja banyak mempengaruhi kualitas kekuasaan kehakiman dan kemandirian kehakiman di Jerman dalam melakukan berbagai aktivitas dan kebijakan yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Jerman dalam konstitusinya memiliki ketentuan yang jelas dan kompleks mengenai status hukum yang disematkan pada jabatan hakim. Sedangkan pada konstitusi maupun peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak diatur secara lanjut, lengkap dan kompleks mengenai status hukum jabatan hakim sebagaimana yang ada di Jerman. Imbas daripada kekosongan aturan mengenai status hukum hakim di Indonesia ini mempengaruhi mekanisme rekrutmen hakim di Indonesia serta perlakuan-perlakukan terhadap hakim yang tidak sesuai dengan status hakim sebagai pejabat negara di Indonesia, mulai dari penggajian, sistematika golongan dan kenaikan pangkat yang tidak sesuai dengan status pejabat negara yang disematkan pada jabatan hakim. Dengan tidak adanya suatu ketentuan yang lebih lanjut, jelas dan kompleks mengenai status hukum jabatan hakim di Indonesia maka penulis mengambil suatu studi perbandingan dengan kekuasaan kehakiman di negara Jerman yang akan dibandingkan dengan kekuasan kehakiman di Indonesia perihal status hukum jabatan hakim. Lewat pemahaman mengenai segala seluk beluk status hukum jabatan hakim yang ada di Jerman, penulis mengambil sebuah contoh dan pedoman yang mungkin dapat diimplikasikan pada kekuasaan kehakiman di Indonesia baik itu secara teori maupun teknisnya secara keseluruhan terutama mengenai status hukum jabatan hakim serta implementasi hukum dan perlakukan-

9 9 perlakuan yang dilaksanakan di lapangan yang sesuai dengan status hukum yang disematkan pada jabatan hakim. Maka disinilah sisi positif daripada komparasi atau perbandingan dalam materi kuliah Perbandingan Hukum Tata Negara yang mana dapat diambil keuntungan dengan cara membandingkan dua entitas atau lebih dari contohcontoh dari negara lain untuk dipelajari dan menjadi masukan yang sangat penting bagi keberlangsungan konstitusi di Indonesia pula. Hal inilah mendasari minat penulis untuk membandingkan pengaturan mengenai hal status hakim tersebut di Indonesia dengan di Jerman dalam bingkai kemandirian kekuasaan kehakiman. Hal inilah jugalah yang mendasari minat penulis untuk membandingkan pengaturan mengenai status hukum hakim tersebut di Indonesia dengan di Jerman dalam perwujudan kemandirian kekuasaan kehakiman. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah perbandingan mengenai status hukum jabatan hakim pada kekuasaan kehakiman negara Indonesia dan Jerman? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh Penulis dalam melakukan penelitian ini terbagi menjadi 2 (dua) bagian yakni tujuan objektif dan tujuan subjektif. 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui dan memahami secara lebih mendalam mengenai mengenai status hukum jabatan hakim pada kekuasaan kehakiman negara Indonesia dan status hukum jabatan hakim pada kekuasaan kehakiman

10 10 negara Jerman, serta studi perbandingan antara kedua status hukum jabatan hakim pada kekuasaan kehakiman negara tersebut. 2. Tujuan Subjektif Sebagai salah satu persyaratan akademis untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan Penulis di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada serta melalui internet, tidak ditemukan penelitian lain yang serupa dengan penelitian ini yaitu mengenai perbandingan mengenai status hukum jabatan hakim pada kekuasaan kehakiman negara Indonesia dan Jerman. Namun demikian, ada penelitian hukum lain yang memiliki kajian yang berkaitan dengan objek penelitian hukum ini, yaitu: 1. Karya Bonar C. Pasaribu dengan judul Penerapan Prinsip Independensi Kekuasaan Kehakiman pada Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc dalam Kerangka Negara Hukum Indonesia, yang berasal dari skripsi Fakultas Hukum UGM tahun Perumusan masalah dalam tulisan tersebut yaitu: Bagaimana penerapan prinsip independensi kekuasaan kehakiman pada Pengadilan Hak Asasi Manusia ad hoc dalam kerangka negara hukum Indonesia? 19 Terdapat beberapa perbedaan yang fundamental antara penelitian ini dengan penelitian di atas. Pada fokus penelitian di atas menekankan pada prinsip independensi yang terapkan pada lembaga yudikatif di Indonesia yakni 19 Bonar C. Pasaribu, 2011, Penerapan Prinsip Independensi Kekuasaan Kehakiman pada Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc dalam Kerangka Negara Hukum Indonesia, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 15.

11 11 Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc, sedangkan dalam penelitian ini memfokuskan independensi kekuasaan kehakiman dalam kajian yang lebih luas yakni antar negara Jerman dan Indonesia serta studi perbandingan yang dilakukan terhadap keduanya. 2. Karya Abraham Adi Atmawinugraha dengan judul Mekanisme Pemilihan Calon Hakim Konstitusi oleh Mahkamah Agung, yang berasal dari skripsi Fakultas Hukum UGM tahun Perumusan masalah dalam tulisan tersebut yaitu: Bagaimana pelaksanaan pemilihan calon Hakim Konstitusi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung? 20 Perbedaan dengan penelitian hukum ini adalah kajian yang dilakukan lebih kompleks dan lebih universal serta melakukan perbandingan dengan negara lain dalam hal tata pelaksanaannya yakni salah satunya mengenai pengangkatan dan pemberhentian hakim di negara Jerman dan Indonesia. E. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan dalam dunia ilmu pengetahuan terutama dalam hal kaitannya dengan fokus hukum tata negara yang membahas mengenai Perbandingan Hukum Tata Negara. Lewat aktivitas perbandingan 2 (dua) entitas hukum ini maka diharapkan mampu memberikan masukan untuk dijadikan acuan dan pedoman untuk negara Indonesia terutama bagi seorang profesi hakim dan bagaimana kejelasan ketentuan mengenai status hukum jabatan hakim yang sesuai dengan implementasi di lapangan. Nilai-nilai 20 Abraham Adi Atmawinugraha, 2014, Mekanisme Pemilihan Calon Hakim Konstitusi oleh Mahkamah Agung, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 10.

12 12 yang dipandang baik dan mampu membentuk sistem pengadilan di Indonesia yang lebih transparan, terstruktur dan independen terutama dalam hal mengenai status hukum jabatan hakim pada kekuasaan kehakiman di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis pada abad ke-18 (delapan belas), memunculkan gagasan dari para pakar hukum dan negarawan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara senantiasa memiliki seperangkat kaidah yang mengatur susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan kenegaraan untuk menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum (pemilu) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

Oleh Eggy Dwikurniawan (Mahasiswa Hukum Universitas Pakuan)

Oleh Eggy Dwikurniawan (Mahasiswa Hukum Universitas Pakuan) PERKEMBANGAN PENGATURAN KOMISI YUDISIAL DALAM UNDANG UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Oleh Eggy Dwikurniawan (Mahasiswa Hukum

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat). 1 Di dalam sebuah Negara Hukum yang demokratis, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat,

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Modul ke: 07 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengertian dan Definisi Konstitusi 2. Hakikat dan Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup kompleks di seluruh dunia. Berbagai pandangan seperti kedaulatan Tuhan, kedaulatan negara, kedaulatan

Lebih terperinci

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA oleh Susi Zulvina email Susi_Sadeq @yahoo.com Widyaiswara STAN editor Ali Tafriji Biswan email al_tafz@stan.ac.id A b s t r a k Pemikiran/konsepsi

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi penganut paham demokrasi. Seperti dapat diketahui dari penelitian Amos J. Peaslee pada tahun 1950,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah lembaga baru dengan kewenangan khusus yang merupakan salah satu bentuk judicial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara berdasarkan 1 BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara berdasarkan kekuasaan (macthstaat) yang berdasar atas kekuasaan belaka, sebagaimana telah diamanatkan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Korupsi masih menjadi masalah mendasar di dalam berjalannya demokrasi di Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi menjadi terhambat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadilan dan kepastian hukum tentulah menjadi dua harapan dari diberlakukannya hukum. Masyarakat yang kepentingannya tercemar akan merasa keadilannya terusik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi dari ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap, pikiran, perilaku, dan kebijakan pemerintahan negara

Lebih terperinci

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sebagai hukum dasar yang digunakan untuk penmbentukan dan penyelenggaraan Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar, yang pertama kali disahkan berlaku sebagai konstitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ada satu peristiwa penting dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1999 yang

Lebih terperinci

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Masriyani ABSTRAK Sebelum amandemen UUD 1945 kewenangan Presiden selaku kepala Negara dan kepala pemerintahan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transisi demokrasi di berbagai negara umumnya ditandai dengan terjadinya perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas kekuasaan kehakiman.

Lebih terperinci

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA - B Adriana Grahani Firdausy, S.H., M.H. BADAN EKSEKUTIF PENGERTIAN Badan pelaksana UU yang dibuat oleh badan legislatif bersama dengan Pemerintah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanggal 18 Agustus 1945 para pemimpin bangsa, negarawan pendiri NKRI dengan segala kekurangan dan kelebihannya telah berhasil merumuskan konstitusi Indonesia

Lebih terperinci

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan TRIAS POLITICA DI INDONESIA, ANTARA SEPARATION OF POWER DENGAN DISTRIBUTION OF POWER, MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945. Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP.19651216 198903

Lebih terperinci

RANCANGAN. Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke :

RANCANGAN. Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke : RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN KEPALA BADAN KEAHLIAN DPR RI ------------------------------------------------------------ (BIDANG HUKUM, HAM DAN KEAMANAN) Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan, karena pada satu sisi demokrasi memberikan

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan, karena pada satu sisi demokrasi memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi dan negara hukum adalah dua konsepsi mekanisme kekuasan dalam menjalankan roda pemerintahan negara. Kedua konsepsi tersebut saling berkaitan yang satu sama

Lebih terperinci

MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA

MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA A. SISTEM PEMERINTAHAN PARLEMENTER Sistem pemerintahan di mana kepala pemerintahan dipegang oleh presiden dan pemerintah tidak bertanggung jawab kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diskursus mengenai Mahkamah Konstitusi muncul saat dirasakan perlunya sebuah mekanisme demokratik, melalui sebuah lembaga baru yang berwenang untuk menafsirkan

Lebih terperinci

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 1 TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 DISUSUN OLEH: NAMA NIM PRODI : IIN SATYA NASTITI : E1M013017 : PENDIDIKAN KIMIA (III-A) S-1 PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM

Lebih terperinci

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP 2013 Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP Perhatian : Jawaban tertera pada kalimat yang ditulis tebal. 1. Di bawah ini merupakan harapan-harapan

Lebih terperinci

UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O

UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O Politik Nasional Indonesia Indonesia merupakan negara republik presidensil yang multipartai demokratis Politik nasional merupakan kebijakan menggunakan potensi nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Arti Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia Ketentuan Tentang Kekuasaan Kehakiman Diatur Dalam Bab IX, Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-undang Dasar 1945.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

KEWENANGAN MAHKAMAH SYAR IYAH DI ACEH SEBAGAI PENGADILAN KHUSUS DALAM PENYELESAIAN SENGKETA

KEWENANGAN MAHKAMAH SYAR IYAH DI ACEH SEBAGAI PENGADILAN KHUSUS DALAM PENYELESAIAN SENGKETA Kewenangan Mahkamah Syar iyah di Aceh sebagai Pengadilan Khusus Kanun Jurnal Ilmu Hukum Yusrizal, Sulaiman, Mukhlis No. 53, Th. XIII (April, 2011), pp. 65-76. KEWENANGAN MAHKAMAH SYAR IYAH DI ACEH SEBAGAI

Lebih terperinci

PENGISIAN DAN MASA JABATAN HAKIM KONSTITUSI 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

PENGISIAN DAN MASA JABATAN HAKIM KONSTITUSI 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 PENGISIAN DAN MASA JABATAN HAKIM KONSTITUSI 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Pendahuluan Kemampuan MK menjalankan peran sebagai pengawal konstitusi dan pelindungan hak konstitusional warga negara melalui

Lebih terperinci

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 33 BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 Dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan, kekuasaan

Lebih terperinci

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) A. Pengertian Politik POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan rangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Hukum dianggap merupakan terjemahan yang tepat dari istilah rechtsstaat. Istilah rechsstaat banyak dianut di negara-negara Eropa Kontinental yang bertumpu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Mahkamah Konstitusi 2.1.1. Pengertian Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi merupakan

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 ABSTRAK Undang-Undang Dasar 1945 (pasca amandemen) tidak

Lebih terperinci

Dua unsur utama, yaitu: 1. Pembukaan (Preamble) ; pada dasarnya memuat latar belakang pembentukan negara merdeka, tujuan negara, dan dasar negara..

Dua unsur utama, yaitu: 1. Pembukaan (Preamble) ; pada dasarnya memuat latar belakang pembentukan negara merdeka, tujuan negara, dan dasar negara.. & Apakah KONSTITUSI? 1. Akte Kelahiran suatu Negara-Bangsa (the birth certificate of a nation state); 2. Hukum Dasar atau hukum yang bersifat fundamental sehingga menjadi sumber segala peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

PENGAWASAN KOMISI YUDISIAL TERHADAP KEHORMATAN KELUHURAN DAN MARTABAT PERILAKU HAKIM BERDASARKAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945

PENGAWASAN KOMISI YUDISIAL TERHADAP KEHORMATAN KELUHURAN DAN MARTABAT PERILAKU HAKIM BERDASARKAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945 PENGAWASAN KOMISI YUDISIAL TERHADAP KEHORMATAN KELUHURAN DAN MARTABAT PERILAKU HAKIM BERDASARKAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945 Oleh: Verdinandus Kiki Afandi, Nengah Suantra, Made Nurmawati (Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum dan negara

Lebih terperinci

INTERVENSI POLITIK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 01 Juni 2016; disetujui: 23 Juni 2016

INTERVENSI POLITIK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 01 Juni 2016; disetujui: 23 Juni 2016 INTERVENSI POLITIK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 01 Juni 2016; disetujui: 23 Juni 2016 Mahkamah Konstitusi (yang selanjunya disebut MK) sebagai lembaga peradilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 mengandung empat pokok pikiran yang meliputi suasana dari

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 mengandung empat pokok pikiran yang meliputi suasana dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, dapat diketahui bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengandung empat pokok pikiran yang meliputi suasana dari

Lebih terperinci

SEJARAH HAK AZASI MANUSIA

SEJARAH HAK AZASI MANUSIA SEJARAH HAK AZASI MANUSIA Materi Perkuliahan Hukum dan HAM ke-2 FH Unsri URGENSI SEJARAH HAM Kepentingan paling mendasar dari setiap warga negara adalah perlindungan terhadap hak-haknya sebagai manusia.

Lebih terperinci

ASAS HUKUM TATA NEGARA. Riana Susmayanti, SH.MH

ASAS HUKUM TATA NEGARA. Riana Susmayanti, SH.MH ASAS HUKUM TATA NEGARA Riana Susmayanti, SH.MH SUMBER HTN Sumber hukum materiil, yaitu Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dan falsafah negara. Sumber hukum formil, (menurut Pasal7 UU No.

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN KONSTITUSI, KONSTITUSIONALISME DAN RULE OF LAW. Modul ke: 05Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika

KEWARGANEGARAAN KONSTITUSI, KONSTITUSIONALISME DAN RULE OF LAW. Modul ke: 05Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika KEWARGANEGARAAN Modul ke: 05Fakultas Nurohma, FASILKOM KONSTITUSI, KONSTITUSIONALISME DAN RULE OF LAW S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika Abstraksi dan Kompetensi ABSTRAKSI = Memahami pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi Republik Indonesia. Amandemen UUD 1945 sebanyak empat kali (1999-2002) berdampak pada perubahan perundang-undangan

Lebih terperinci

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA Montisa Mariana Fakultas Hukum, Universitas Swadaya Gunung Jati E-mail korespondensi: montisa.mariana@gmail.com Abstrak Sistem

Lebih terperinci

KEMERDEKAAN HAKIM SEBAGAI PELAKU KEKUASAAN KEHAKIMAN PASCA AMANDEMEN UUD TAHUN 1945 Oleh: A. Mukti Arto

KEMERDEKAAN HAKIM SEBAGAI PELAKU KEKUASAAN KEHAKIMAN PASCA AMANDEMEN UUD TAHUN 1945 Oleh: A. Mukti Arto KEMERDEKAAN HAKIM SEBAGAI PELAKU KEKUASAAN KEHAKIMAN PASCA AMANDEMEN UUD TAHUN 1945 Oleh: A. Mukti Arto I. Pendahuluan Pada tahun 1999 2002 dilakukan amandemen terhadap UUD Tahun 1945 yang merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari pembahasan bab-bab di atas dapat disimpulkan bahwa: hukum Republik Indonesia. Kata Merdeka disini berarti terbebas dari

BAB V PENUTUP. Dari pembahasan bab-bab di atas dapat disimpulkan bahwa: hukum Republik Indonesia. Kata Merdeka disini berarti terbebas dari 88 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan bab-bab di atas dapat disimpulkan bahwa: 1. Di dalam setiap pengambilan putusan yang dihasilkan, Mahkamah Konstitusi mendasarkan pada Undang-Undang No. 48

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN KONSTITUSI

NEGARA HUKUM DAN KONSTITUSI NEGARA HUKUM DAN KONSTITUSI I. Negara Hukum Aristoteles merumuskan negara hukum adalah Negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amandemen UUD 1945 membawa pengaruh yang sangat berarti bagi sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satunya adalah perubahan pelaksanaan kekuasaan negara.

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Negara dan Sistem Pemerintahan Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH. Program Studi Manajemen Bagian Isi Pengertian Negara Menurut Para Ahli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kecenderungan dasar manusia untuk hidup bermasyarakat dan berorganisasi

BAB I PENDAHULUAN. dari kecenderungan dasar manusia untuk hidup bermasyarakat dan berorganisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Partai politik merupakan salah satu bentuk perwujudan kebebasan berserikat sebagai salah satu persyaratan berjalannya demokrasi. Kebebasan berserikat lahir dari kecenderungan

Lebih terperinci

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam TUGAS AKHIR SEMESTER Mata Kuliah: Hukum tentang Lembaga Negara Dosen: Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam Oleh: Nurul Hapsari Lubis 110110130307 Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

LEMBAGA LEMBAGA NEGARA. Republik Indonesia

LEMBAGA LEMBAGA NEGARA. Republik Indonesia LEMBAGA LEMBAGA NEGARA Republik Indonesia 1. Sumbernya a. Berdasarkan UUD (Constitutionally entrusted powers) b. Berdasarkan UU (Legislatively entrusted powers) 2. fungsinya a. lembaga yang utama atau

Lebih terperinci

Asas asas Hukum Tata Negara

Asas asas Hukum Tata Negara Asas asas Hukum Tata Negara MAKALAH Dibuat untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Pengantar Hukum Indonesia di Bawah Bimbingan Dosen Ibu. Mas Anienda TF, SH, M.Hum Oleh : KELOMPOK 8 KELAS A PROGRAM STUDI ILMU

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara Gagasan Judicial Review Pembentukan MK tidak dapat dilepaskan dari perkembangan hukum & keratanegaraan tentang pengujian produk hukum oleh lembaga peradilan atau judicial review. keberadaan MK pd awalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara Welfare State (Negara Kesejahteraan) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara Welfare State (Negara Kesejahteraan) merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Peradilan administrasi merupakan salah satu perwujudan negara hukum, peradilan administrasi di Indonesia dikenal dengan sebutan Pengadilan Tata Usaha Negara.

Lebih terperinci

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai 105 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Lembaga perwakilan rakyat yang memiliki hak konstitusional untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL SILABI

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL SILABI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL SILABI Fakultas : Ilmu Sosial Jurusan/Program Studi : PKNH Mata Kuliah : PKH423 Hukum Tata Negara SKS : 4 Semester : 4 (A & B) Dosen : 1. Sri Hartini,

Lebih terperinci

KONSTITUSI DAN RULE OF LAW

KONSTITUSI DAN RULE OF LAW KONSTITUSI DAN RULE OF LAW Modul ke: 07 Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Program Studi Akuntansi Manajemen A. Pengertian dan Definisi Konstitusi B. Hakikat dan fungsi Konstitusi (UUD) C. Dinamika Pelaksanaan

Lebih terperinci

4 Ibid, hlm 3 5 Ibid, hlm 5

4 Ibid, hlm 3 5 Ibid, hlm 5 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara sebagai suatu identitas yang tampak abstark dan merupakan unsurunsur negara yang berupa rakyat, wilayah dan pemerintah. Salah satu unsur negara adalah rakyat.

Lebih terperinci

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK Modul ke: Konstitusi dan Rule of Law Pada Modul ini kita akan membahas tentang pengertian, definisi dan fungsi konstitusi dan Rule of Law mekanisme pembuatan konstitusi dan undang-undang serta fungsi,

Lebih terperinci

Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan. Pamungkas Satya Putra

Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan. Pamungkas Satya Putra 1 Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan 2 Bentuk negara staatsvormen. Dalam pendekatan historis dapat ditemui bahwa terdapat beberapa bentuk negara yaitu kerajaan (monarki), republik, kehalifahan (Osmani)

Lebih terperinci

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013)

Lebih terperinci

TEORI / AJARAN TTG HUBUNGAN H.I. DGN. H.N.: TEORI DUALISME, MONISME DAN PRIMAT HI

TEORI / AJARAN TTG HUBUNGAN H.I. DGN. H.N.: TEORI DUALISME, MONISME DAN PRIMAT HI TEORI / AJARAN TTG HUBUNGAN H.I. DGN. H.N.: TEORI DUALISME, MONISME DAN PRIMAT HI I II TEORI DUALISME MENEMPATKAN H.I. SBG. SISTEM HUKUM DARI H.I TEORI MONISME TERPISAH AS, INGGRIS, AUSTRALIA MENEMPATKAN

Lebih terperinci

RANGKUMAN KN KEDAULATAN ARTI : KEKUASAAN TERTINGGI

RANGKUMAN KN KEDAULATAN ARTI : KEKUASAAN TERTINGGI RANGKUMAN KN KEDAULATAN ARTI : KEKUASAAN TERTINGGI SUPREMUS Tertinggi DAULAT Tertinggi Kekuasaan tertinggi untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya dengan semua cara yang tersedia. KEDALAM Mengatur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang...1. B. Rumusan Masalah...7. C. Tujuan Penelitian...8. D. Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang...1. B. Rumusan Masalah...7. C. Tujuan Penelitian...8. D. Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii HALAMAN PERNYATAAN...iii KATA PENGANTAR...iv DAFTAR ISI...vii DAFTAR TABEL...xi INTISARI...xii ABSTRACT...xiii BAB I PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang...1

Lebih terperinci

Macam-macam konstitusi

Macam-macam konstitusi Macam-macam konstitusi C.F Strong, K.C. Wheare juga membuat penggolongan terhadap konstitusi. Menurutnya konstitusi digolongkan ke dalam lima macam, yaitu sebagai berikut: 1. 1. 1. konstitusi tertulis

Lebih terperinci

TAFSIR KONSTITUSI TERHADAP SISTEM PERADILAN DIINDONESIA* Oleh: Winarno Yudho

TAFSIR KONSTITUSI TERHADAP SISTEM PERADILAN DIINDONESIA* Oleh: Winarno Yudho TAFSIR KONSTITUSI TERHADAP SISTEM PERADILAN DIINDONESIA* Oleh: Winarno Yudho Tafsir adalah penjelasan atau keterangan, dengan demikian pembicaraan kita yang bertajuk "f afsir Konstitusi T erhadap Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanahkan pembentukan sebuah lembaga negara dibidang yudikatif selain Mahkamah Agung yakninya

Lebih terperinci

SISTEM POLITIK INDONESIA

SISTEM POLITIK INDONESIA NAMA : VINA RACHMAYA NIM : 124 674 042 PRODI : S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA 2012 KELAS : B SISTEM POLITIK INDONESIA A. Pengertian Sistem, Politik, dan Sistem Politik a. Sistem Sistem menurut pamudji (1981:4)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi Nasional tahun 1998 telah membuka peluang perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disakralkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar mengenai ketatanegaraan. 1 Berdirinya sebuah negara tidak lepas dari adanya konstitusi yang mendasarinya. Konstitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian pemilihan kepala daerah (pilkada) berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan

Lebih terperinci

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1 MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1 Oleh: Siti Awaliyah, S.Pd, S.H, M.Hum Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Malang A. Pengantar Kedaulatan merupakan salahsatu

Lebih terperinci

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP; UUDS 1950 A. Sejarah Lahirnya Undang-Undang Sementara 1950 (UUDS) Negara Republik Indonesia Serikat yang berdiri pada 27 Desember 1949 dengan adanya Konferensi Meja Bundar, tidak dapat bertahan lama di

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI A. Fungsi/Tugas Mahkamah Konstitusi 1. Panitera Panitera merupakan jabatan fungsional yang menjalankan tugas teknis administratif peradilan Mahkamah Konstitusi,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Kuliah ke 13) suranto@uny.ac.id 1 A. UUD adalah Hukum Dasar Tertulis Hukum dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Hukum dasar tertulis yaitu UUD, dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang 12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUDNRI 1945) pada Pasal 1 Ayat (2) mengamanatkan bahwa kedaulatan

Lebih terperinci

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan I. PEMOHON Sri Sudarjo, S.Pd, SH, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah pemerintah orde baru mengakhiri masa pemerintahannya pada tanggal 20 Mei 1998 melalui suatu gerakan reformasi, disusul dengan percepatan pemilu di tahun 1999,

Lebih terperinci

MELEPAS SANDERA POLITIK CALON HAKIM AGUNG Oleh: Muh. Ilham F. Putuhena *

MELEPAS SANDERA POLITIK CALON HAKIM AGUNG Oleh: Muh. Ilham F. Putuhena * MELEPAS SANDERA POLITIK CALON HAKIM AGUNG Oleh: Muh. Ilham F. Putuhena * Independensi Peradilan F. Andrew Hanssen mengatakan bahwa sistem perekrutan dan promosi seorang hakim dapat menjadi tolok ukur seberapa

Lebih terperinci

GAGASAN PEMBENTUKAN LEMBAGA PENGKAJIAN DAN PEMASYARAKATAN KONSTITUSI. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.

GAGASAN PEMBENTUKAN LEMBAGA PENGKAJIAN DAN PEMASYARAKATAN KONSTITUSI. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. GAGASAN PEMBENTUKAN LEMBAGA PENGKAJIAN DAN PEMASYARAKATAN KONSTITUSI Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. MENGAPA DAPAT DINILAI PENTING 1. Indonesia adalah negara yang sangat besar dengan penduduk terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law)

BAB I PENDAHULUAN. disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law) BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law) dan merupakan konstitusi bagi pemerintahan

Lebih terperinci

It s me. Contact : : :

It s me. Contact : : : Pengantar Kuliah It s me. Contact : E-mail Blog : kinarayn@gmail.com : http://www.kinarayn.wordpress.com Mata kuliah ini mengkaji beberapa hal yang berkaitan sistem peradilan yang berlaku di Indonesia,

Lebih terperinci

BADAN YUDIKATIF, BADAN LEGISLATIF DAN BADAN EKSEKUTIF

BADAN YUDIKATIF, BADAN LEGISLATIF DAN BADAN EKSEKUTIF BADAN YUDIKATIF, BADAN LEGISLATIF DAN BADAN EKSEKUTIF Oleh Kelompok 3 : Tondy Nugroho 153112350750001 Umayah Arindah 153112350750002 Mario Risdantino M. 153112350750005 Ketua Kelompok Tri Nadyagatari 153112350750006

Lebih terperinci