BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jagung (Zea Mays) Tanaman jagung dalam bahasa latin disebut Zea mays L, salah satu jenis tanaman biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan (Gramineae) yang sudah populer diseluruh dunia [14] khususnya di Indonesia. berikut: Secara umum, klasifikasi dan sistematika tanaman jagung [15] sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledone : Graminae : Graminaceae : Zea Spesies : Zea mays L. Tanaman jagung merupakan tanaman andalan Indonesia karena selain digunakan sebagai bahan pangan di sebagian wilayah di tanah air ini, juga menjadi bahan utama untuk pakan ternak [16]. Batang jagung merupakan bagian terbesar dari tanaman jagung. Batang jagung tegak, beruas-ruas terbungkus pelepah daun, mudah terlihat [16], bulat silindris, berisi berkas-berkas pembuluh sehingga memperkuat berdirinya batang [14]. berikut : Komponen kimia yang terdapat pada batang jagung [17], adalah sebagai Tabel 2.1 Komponen Kimia Pada Batang Jagung Komponen Ukuran Panjang Serat (mm) 0,7 1,5 Diameter Serat (micron) 11,6 12,1 Selulosa (%) 39,9 Lignin (%) 21,2 Pentosan (%) 21,8 Ekstrak dalam Aseton (%) 5,2 Debu (%) 4,8 7

2 Tanaman jagung banyak kegunaannya, hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Batang dan daun tanaman yang muda digunakan untuk pakan ternak. Batang dan daun tanaman jagung yang sudah tua (setelah dipanen) dapat digunakan sebagai pupuk hijau dan kompos. Di daerah sentra tanaman jagung, batang dan daun jagung yang kering digunakan untuk kayu bakar. Kegunaan lain jagung adalah sebagai bahan baku pembuatan ternak dan industri bir, industri farmasi, dextrin termasuk untuk perekat dan industri tekstil [14]. Gambar 2.1 Permukaan batang jagung dengan 500 perbesaran menggunakan (Scanning electron microscope) SEM [3] 2.2 Logam Berat Logam berat terdapat di seluruh lapisan alam, namun dalam konsentrasi yang sangat rendah. Dalam air laut konsentrasinya berkisar antara ppm. Pada tingkat kadar yang rendah, beberapa logam berat umumnya dibutuhkan oleh organisme hidup untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya. Namun sebaliknya bila kadarnya meningkat, logam berat berubah sifat menjadi racun [18]. Telah diketahui bahwa beberapa jenis logam yang beracun mengakibatkan dampak berbahaya terhadap banyak bentuk kehidupan. Logam yang beracun terhadap manusia dan lingkungan ekologi termasuk Kromium (Cr), Tembaga (Cu), Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Mangan (Mn), Kadmium (Cd), Nikel (Ni), Zinc (Zn) dan Besi (Fe) [19]. 8

3 Beberapa logam berat tersebut banyak digunakan dalam berbagai keperluan. oleh karena itu diproduksi secara rutin dalam skala industri. Penggunaan logamlogam berat tersebut dalam berbagai keperluan sehari-hari secara langsung telah mencemari lingkungan [20]. 2.3 Polutan Logam Berat Pencemaran lingkungan oleh zat beracun telah meningkat pada akhir- akhir ini sebagai akibat banyaknya industri [21]. Aktivitas berbagai industri pada umumnya menghasilkan limbah cair yang sering menjadi permasalahan bagi lingkungan karena mengandung berbagai macam kontaminan yang berbahaya. Pencemaran ini berdampak pada penurunan kualitas air dan meningkatnya padatan tersuspensi pada air. Salah satu jenis pencemar pada air disebabkan oleh logam berat. Logam berat tidak seperti polutan organik yang pada beberapa kasus pencemaran dapat didegradasi [22]. Akibatnya, logam-logam tersebut terakumulasi di lingkungan terutama membentuk senyawa kompleks dengan zat organik dan anorganik dalam ekosistem perairan. Logam berat tersebut memiliki potensi merusak sistem fisiologi dan biologis manusia, jika melewati batas toleransi dapat menimbulkan berbagai penyakit dan gangguan [21,23]. Logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa saluran, yaitu saluran pernapasan, pencernaan, dan penetrasi melalui kulit [22]. Berdasarkan tingkat toksisitas dan dampak pencemaran bagi lingkungan, logam berat dapat klasifikasikan dalam beberapa bagian [22], yaitu: 1. Sangat beracun, yaitu dapat mengakibatkan kematian atau gangguan kesehatan dalam waktu singkat. Logam-logam tersebut antara lain: Hg, Cd, Pb, As, Sb, Ti, Co, Be, dan Cu. 2. Moderat, yaitu mengakibatkan gangguan kesehatan baik yang dapat pulih maupun yang tidak dapat pulih dalam waktu yang relatif lama. Logam-logam tersebut antara lain: Ba, Au, Li, Mn, Se, Te, Va, dan Rb. 3. Kurang beracun, dalam jumlah besar dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Logam-logam tersebut antara lain: Bi, Fe, Ca, Mg, Ni, K, Zn, dan Ag. 9

4 2.4 Teknologi Penyerapan Logam Berat Logam berat dapat menyebabkan ancaman bagi lingkungan karena dapat menghasilkan kandungan racun yang tinggi terhadap ekosistem dan manusia [23,24]. Pada umumnya pencemaran tersebut berada pada sistem perairan dan tanah. Pemurnian air adalah merupakan salah satu cara terbaik untuk membantu mengatasi masalah tersebut [6]. Dari beberapa cara pemurnian air dari logam berat, proses adsorpsi lebih efisien dan lebih murah dibandingkan teknologi penjerapan logam berat lainnya [25] seperti, koagulasi, presipitasi kimia, elektroflotasi [26], pertukaran ion, dan pemisahan membran [24]. Berikut adalah teknologi pemisahan logam berat yang sering digunakan : Elektroflotasi Beberapa teknik tradisional yang dilakukan untuk pengolahan air limbah tidak menunjukkan kinerja yang memuaskan untuk larutan yang sangat encer ( 50 mg dm -3 ), terutama karena efisiensi operasionalnya rendah dan biaya ekstraksi yang tinggi. Metode elekroflotasi merupakan alternatif yang dapat diterapkan dalam berbagai skala, baik skala kecil, menengah maupun besar. Elektroflotasi adalah proses sederhana yang mengapungkan ion atau partikel padatan, yang terlarut dalam fasa cair. Pengapungan terjadi akibat adhesi pada gelembung kecil hidrogen dan oksigen pada katoda dan anoda pada sel flotasi [26] Pemisahan Membran Membran dapat didefinisikan sebagai hambatan selektif antara dua fasa dengan perpindahan massa yang berlangsung dari fasa donor ke fasa akseptor. Salah satu jenis membran yang digunakan adalah Liquid Membranes (LMs). Dalam kasus LMs, membran terdiri dari fasa cair memisahkan dua larutan yang tidak saling bercampur. Penghilangan logam berat dapat juga dilakukan dengan menggunakan Membrane Bioreaktor (MBR) [24]. Dari penelitian yang dilakukan MBR, dinilai dapat memisahkan Fe, Cu, dan Cd yang cukup tinggi dari limbah perkotaan Adsorpsi Adsorpsi merupakan suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida/substansiterlarut yang ada dalam larutan, terikat pada suatu padatan (adsorben) yang ditimbulkan oleh gaya kimia-fisika antara sustansi dan penyerapnya. Adsorpsi 10

5 logam berat mengunakan adsorben umumnya dipelajari dengan menggunakan sistem batch [3,27,28,29]. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi adalah ph, suhu, konsentrasi dan waktu kontak [3,23,28,30,31,32]. Jenis larutan disediakan dalam bentuk larutan satu sistem atau larutan biner. Perbedaan ini didasarkan pada karakteristik adsorpsi yang ingin dilihat. 2.5 Adsorpsi Adsorpsi adalah proses yang terjadi pada permukaan suatu zat padat yang berkontak dengan suatu larutan dimana terjadi akumulasi molekul-molekul larutan pada permukaan zat padat tersebut. Zat-zat organik dalam larutan yang memiliki kelarutan yang rendah di dalam air, makin mudah pula untuk diadsorpsi dari larutannya. Semakin rendah kepolaran suatu senyawa organik makin baik teradsorpsi dari larutan yang bersifat polar ke permukaan yang non polar [33]. Substansi yang diserap disebut adsorbat sedangkan material yang berfungsi sebagai penyerap disebut adsorban [20] Mekanisme Adsorpsi Adsorpsi secara umum terjadi akibat proses penggumpalan substansi terlarut yang ada dalam larutan oleh permukaan zat atau benda penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia-fisika antara substansi terlarut (adsorbat) dengan penyerapnya (adsorban). Proses interaksi dapat saja terjadi antara cairan dan gas, padatan atau cairan lain. Adsorpsi fisika terjadi karena adanya ikatan Van der waals, apabila ikatan tarik antar molekul adsorbat dengan adsorban lebih besar dari ikatan antara molekul zat terlarut dengan pelarutnya maka zat terlarut akan dapat diadsorpsi [34]. Sedangkan adsorpsi kimia merupakan hasil dari reaksi kimia antara molekul adsorbat dan adsorban dimana terjadi pertukaran elektron [35]. [34]: Adsorpsi terhadap air buangan mempunyai tahapan proses seperti berikut 1. Transfer molekul-molekul adsorbat menuju lapisan film yang mengelilingi adsorban. 2. Difusi adsorbat melalui lapisan film (film diffusion). 3. Difusi adsorbat melalui kapiler atau pori-pori dalam adsorban (proses pore diffusion) 4. Adsorbsi adsorbat pada permukaan adsorban. 11

6 2.5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Adsorpsi Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme adsorpsi adalah agitasi, karakteristik adsorbat, ukuran molekul adsorbat, ph larutan, temperatur dan waktu kontak [34]. 1. Agitasi Jika agitasi yang terjadi antara partikel karbon dengan cairan relatif kecil, permukaan film dari liquid sekitar partikel akan menjadi tebal dan difusi film akan terbatas. 2. Karakteristik adsorban Ukuran partikel dan luas permukaan merupakan karakteristik terpenting dari adsorban. Ukuran partikel adsorban mempengaruhi tingkat adsorpsi yang terjadi. Tingkat adsorpsi meningkat seiring mengecilnya ukuran partikel. Total kapasitas adsorpsi tergantung pada total luas permukaan dimana ukuran partikel adsorban tidak berpengaruh besar pada total luas permukaan adsorban. 3. Ukuran molekul adsorbat Ukuran molekul merupakan bagian yang penting dalam adsorpsi karena molekul harus memasuki micropore dari partikel adsorban untuk diadsorpsi. Tingkat adsorpsi biasanya meningkat seiring dengan semakin besarnya ukuran molekul dari adsorbat. Kebanyakan limbah terdiri dari bahan-bahan campuran sehingga ukuran molekulnya berbeda-beda. Pada situasi ini akan memperburuk penyaringan molekul karena molekul yang lebih besar akan menutup pori sehingga mencegah jalan masuknya molekul yang lebih kecil. 4. Waktu Kontak Waktu yang diperlukan untuk mencapai keadaan setimbang pada proses penyerapan ion logam oleh adsorban hanya beberapa menit saja [36]. Jumlah zat yang diadsorpsi pada permukaan adsorban merupakan proses untuk mencapai kesetimbangan karena laju adsorpsi juga diikuti dengan proses desorpsi. Pada saat mula-mula reaksi, proses adsorpsi lebih dominan daripada proses desorpsi sehingga proses adsorpsi berlangsung cepat. Pada akhir-akhir mencapai keadaan setimbang, peristiwa adsorpsi juga cenderung mengalami perlambatan proses penyerapan pada keadaan setimbang namun hal ini tidak terlihat secara makroskopis. Pada setiap jenis adsorban yang 12

7 digunakan, waktu untuk mencapai saat setimbang berbeda-beda. Perbedaan waktu untuk mencapai keadaan setimbang dikarenakan jenis interaksi yang terjadi antara adsorban dan adsorbat. Secara umum, waktu untuk mencapai kesetimbangan melalui mekanisme secara fisika (physisorption) lebih cepat bila dibandingkan dengan mekanisme secara kimia (chemisorption) [37]. Adsorpsi secara fisika, interaksi antara adsorban dan adsorbat terjadi melalui pembentukan ikatan yang lebih kuat bila dibandingkan dengan mekanisme secara kimia. Mekanisme secara kimia diawali dahulu dengan mekanise fisika, yaitu pada partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorban melalui gaya Van der waals atau juga melalui ikatan hidrogen, kemudian diikuti mekanisme secara kimia dengan menimbulkan ikatan yang lebih kuat yaitu ikatan kovalen dengan energi yang dilepaskan relatif tinggi, sekitar 100 kj/mol [38]. 5. Keasaman (ph) Tingkat keasaman atau ph mempunyai pengaruh dalam proses adsorpsi. Untuk mencapai ph optimum dalam proses adsorpsi ditandai dengan jumlah maksimum yang dapat diserap adsorban adalah ditetapkan melalui uji laboratorium. Keasaman (ph) akan mempengaruhi sisi aktif biomassa serta berpengaruh pada mekanisme adsorpsi ion logam. Pada ph yang rendah, proses adsorpsi ion logam juga semakin rendah atau lambat. Hal ini dikarenakan pada kondisi asam, gugus fungsi yang terdapat pada adsorban terprotonasi sehingga terjadi pengikatan ion hidrogen (H + ) dan ion hidronium [38]. Sementara itu ionion logam dalam larutan sebelum teradsorpsi oleh adsorban terlebih dahulu mengalami hidrolisis dan menghasilkan proton [39]. Dalam kondisi ph rendah (<7) permukaan adsorban akan bermuatan positif sehingga mengalami tolakan antara pemukaan adsorban dengan ion logam akibatnya proses adsorpsi menjadi lambat dan rendah. Sementara itu pada ph tinggi (>7), maka proses adsorpsi relatif tinggi, hal ini dikarenakan komplek hidrokso logam (MOH + ) yang akan terbentuk di dalam larutan lebih banyak, demikian juga permukaan adsorban akan bermuatan negatif sehingga melepaskan proton sehingga melalui gaya elektrostatik akan terjadi tarik menarik yang menyebabkan peningkatan adsorpsi [40]. 13

8 2.6 Kapasitas Adsorpsi Prinsip proses adsorpsi sangat sesuai dalam menyerap untuk memisahkan suatu bahan dengan konsentrasi yang rendah dari campuran yang mengandung bahan dengan konsentrasi tinggi. Dalam proses adsorpsi, konsentrasi dalam larutan begitu berpengaruh pada pengambilan spesifik ion logam dan dengan adanya variasi konsentrasi larutan maka dapat ditentukan kapasitas adsorpsi dengan menggunakan metode isotermal adsorpsi. Proses adsorpsi larutan juga diikuti pengamatan isotermal adsorpsi yaitu hubungan antara banyaknya zat yang teradsorpsi persatuan berat adsorden dengan konsentrasi zat terlarut pada temperatur tertentu. Permukaan zat padat dapat mengadsorpsi zat terlarut dari larutannya, hal ini dikarenakan adanya pengumpulan molekul-molekul suatu zat pada permukaan zat lain sebagai akibat ketidakseimbangan gaya-gaya pada permukaan tersebut. Kemampuan interaksi antara adsorbat dengan adsorban dipengaruhi dari sifat masing-masing adsorbat dan adsorbannya. Salah satu cara untuk menentukan komponen mana yang diadsorpsi lebih kuat adalah dengan menentukan kepolaran dari adsorbat dan adsorbannya. Apabila adsorbannya bersifat polar, maka komponen yang memiliki sifat polar akan terikat lebih kuat dibandingkan dengan komponen yang kurang polar [37]. Selain itu porositas adsorban juga dapat mempengaruhi. Adsorban dengan porositas yang besar mempunyai kemampuan menyerap yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan adsorban yang memiliki porositas kecil. Untuk meningkatkan porositas adsorban bisa dengan cara mengaktivasi secara fisika seperti mengalirkan uap air panas ke dalam pori-pori adsorban atau dengan mengaktivasi secara kimia yaitu dengan aktivasi selulosa melalui penggantian gugus OH pada selulosa dengan gugus HSO - 3 melalui proses sulfonasi [36]. Pada sistem biner, larutan disediakan dalam ph dan perbandingan konsentrasi tertentu dengan suhu yang dijaga konstan. Jumlah logam teradsorpsi per satuan massa adsorben pada kesetimbangan (pers.(1)), Jumlah logam teradsorpsi per satuan massa adsorben pada waktu t (pers.(2)), dan persentasi penghapusan pada waktu t (pers.(3)), dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini : 14

9 q e = C 0 C e V m ads...(1) [5,15,17,23,24] q t = C 0 C t V m ads...(2) [5] R% = C 0 C e.100 % C 0... (3) [5,23] Keterangan: q e = massa logam teradsorpsi pada kesetimbangan (mg/g) q e = massa logam teradsorpsi pada waktu t (mg/g) R% = Persentasi penghapusan logam (%) C 0 = konsentrasi logam awal (mg/l) C t = konsentrasi pada waktu t (mg/l) C e = konsentrasi kesetimbangan (mg/l) V = volume larutan (L) m ads = massa adsorben Persamaan-persamaan di atas mengasumsikan bahwa perubahan volume fase cair massal diabaikan karena konsentrasi zat terlarut kecil dan volume yang ditempati oleh adsorben juga kecil. Jumlah logam berat teradsorpsi pada sampel dihitung dengan menggunakan kurva kalibrasi yang ditentukan berdasarkan hasil eksperimen. 2.7 Kesetimbangan Isotermal Adsorpsi Kesetimbangan isotermal adsorpsi adalah salah satu data penting untuk memahami mekanisme adsorpsi dan menggambarkan bagaimana adsorbat dapat berinteraksi dengan adsorben sehingga perlu untuk mengoptimalan penggunaan adsorben [31]. Untuk mengoptimalkan desain sistem adsorpsi, sangat penting untuk menetapkan hubungan yang paling sesuai dalam kurva keseimbangan [41]. Untuk mendapatkan isotermal adsorpsi, pengaruh konsentrasi pada kapasitas adsorpsi ion logam dari suatu adsorben, dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi awal larutan ion logam [23]. Beberapa persamaan isotermal yang (g) 15

10 tersedia untuk menganalisis data eksperimen adalah Langmuir, Freundlich, Langmuir-Freundlich. Data adsorpsi logam berat dalam kesetimbangan yang diperoleh secara eksperimental yang diterapkan dalam persamaan isotermal (Langmuir, Freundlich, Langmuir-Freundlich ) merupakan model isotermal adsorpsi untuk adsorpsi fasa cair [31]. Model adsorpsi ini memberikan representasi dari kesetimbangan adsorpsi antara adsorbat dalam larutan dan permukaan aktif adsorben. Isotermal Langmuir yang berlaku untuk lapisan adsorpsi monomolekular dapat diterapkan untuk mendapatkan kapasitas adsorpsi maksimum. Isotermal Langmuir mengasumsikan bahwa pertukaran ion maksimum tergantung pada tingkat kejenuhan satu lapisan molekul adsorbat pada permukaan adsorben, bahwa energi pertukaran ion adalah konstan, dan bahwa tidak ada transmigrasi molekul adsorbat pada bidang permukaan. Bentuk linear dari isotermal Langmuir dapat dilihat pada (pers. (4)) [41]. Sedangkan model Freundlich awalnya diusulkan sebagai persamaan empiris untuk menggambarkan data pada adsorben heterogen yaitu melalui mekanisme adsorpsi multi lapisan, seperti karbon aktif (pers.(5) [23,41]. Persamaan Langmuir, Freundlich dan Langmuir-Freundlich isotermal adsorpsi secara berurutan dapat dinyatakan sebagai berikut: q e = q m K L C e 1+K L C e...(4) [23,31,41] q e = K F C e 1 n...(5) [23,28,31,41] q e = q m K L C e 1 n 1+K L C e 1 n...(6) [31] dimana q e (mg/g) adalah jumlah keseimbangan spesifik adsorbat, C e (mg/l) adalah konsentrasi kesetimbangan adsorbat, q m (mg/g) adalah kapasitas adsorpsi maksimal dan K (K L dan K F ) (L/mg) dan n adalah konstanta empiris yang menunjukkan tingkat adsorpsi dan efektivitas adsorpsi masing-masing. Konstanta 16

11 n memberikan gambaran tentang kelas heterogenitas dalam distribusi pusat energi dan berhubungan dengan besarnya kekuatan pendorong adsorpsi. Oleh karena itu, nilai n tinggi menunjukkan permukaan adsorben relatif seragam, sedangkan nilai n yang rendah menunjukkan adsorpsi tinggi pada larutan berkonsentrasi rendah. Selain itu, nilai n rendah menunjukkan adanya bagian yang besar dari situs aktif permukaan berenergi tinggi [31]. Namun berbeda untuk larutan biner. Bentuk persamaannya akan berubah karena pada biner terdapat beberapa logam yang akan mempengaruhi kesetimbangan adsorpsinya. Sehingga (pers. (4)) di atas dapat diturunkan sebagai berikut: q e,a = [28] q m,a K L,a C e,a 1+K L,a C e,a +K L,b C e,b...(7) Dimana a dan b adalah jenis logam yang digunakan dalam larutan. Pada (pers. (7)) di atas dapat juga dianalogikan dengan (pers. (6)), karena (pers. (6)) digunakan untuk mono-sistem sehingga harus disesuaikan dengan sistem biner. 2.8 Kinetika Adsorpsi Kinetika adsorpsi merupakan laju penyerapan suatu fluida oleh adsorben dalam jangka waktu tertentu. Untuk menyelidiki proses adsorpsi logam berat, model kinetik yang berbeda digunakan untuk menggambarkan tingkat penyerapan adsorbat pada adsorben [41]. Pada berbagai penelitian, data kinetika adsorsi diperoleh secara empiris dengan menggunakan model persamaan orde satu, persamaan orde dua dan model Elovich [31,41]. Tujuannya untuk mempelajari kinetika adsorpsi dan menemukan model terbaik yang cocok untuk data eksperimen. Ketiga model ini telah banyak digunakan untuk menggambarkan kinetika penyerapan logam maupun senyawa organik pada berbagai jenis adsorben yang berbeda [23,31,41]. a. Persamaan Orde Satu Dalam banyak kasus, model kinetika persamaan orde satu kurang cocok dengan seluruh rentang waktu kontak, dan umumnya berlaku pada tahap awal proses adsorpsi [41]. Persamaan persamaan orde satu dinyatakan sebagai berikut: 17

12 1 q t = k 1 q e1 t + 1 q e1...(8) [23] Dimana q e dan q t adalah jumlah adsorbat (logam berat) yang diserap (mg/g) pada keadaan setimbang dan selang waktu tertentu, t (min) dan k 1 merupakan tetapan laju adsorpsi persamaan orde satu (min -1 ). Plot antara 1 q t vs t akan menghasilkan sebuah garis lurus untuk mendapatkan tingkat parameter. Parameter tersebut adalah nilai k 1, kapasitas adsorpsi (q e,cal ) dan koefisien korelasi (R 2 ). b. Persamaan Orde Dua Seperti yang dapat diamati, persamaan persamaan orde dua tampaknya memiliki model yang lebih baik dibandingkan dua persamaan lainnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai koefisien korelasi (R 2 ) yang didapatkannya cukup besar [31] dan nilai q e teoritis yang dihasilkan sangat dekat dengan nilai q e eksperimental, hal ini menunjukkan bahwa data adsorpsi sangat cocok dibuat dengan menggunakan persamaan persamaan orde dua [23]. Persamaan tersebut dapat dilihat di bawah ini : t = t...(9) q t k 2 q e q e [31,41] Dimana k 2 merupakan tetapan laju adsorpsi persamaan orde dua (g/mg.min). 2.9 Proses Difusi Difusi merupakan suatu proses berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian berkonsentrasi rendah. Dalam proses adsorpsi dapat dipahami sebagai proses berpindahnya suatu substansi dari pelarut menembus permukaan adsorben. Menurut Fonseca dkk., [27] proses adsorpsi terjadi pada permukaan luar dan permukaan pori-pori bagian dalam adsorben, sehingga untuk dapat teradsorpsi, proses-proses yang terjadi pada padatan dalam larutan umumnya mengalami : 1. Perpindahan massa zat terlarut/padatan dari cairan ke permukaan adsorben. 18

13 2. Difusi dari permukaan adsorben ke dalam adsorben melalui pori. 3. Perpindahan massa zat padat dari cairan dalam pori ke dinding pori adsorben. 4. Adsorpsi padatan pada dinding pori adsorben. Difusi ion pada suatu adsorben dapat dibagi dua, yaitu difusi eksternal dan difusi internal. Jika difusi dari suatu ion hanya meliputi bagian luar permukaan adsorben atau memiliki keterbatasan, maka disebut sebagai difusi eksternal yang dapat dideskripsikan menggunakan persamaan berikut: ln C t C 0 = z. t + C...(10) [23] Dengan z : z = k f A V...(11) C 0, C t, dan A/V berturut-turut adalah konsentrasi awal larutan, konsentrasi pada waktu t, dan perbandingan antara total luas permukaan partikel terhadap volume larutan. A/V dapat dihitung dengan : A = 3m...(12) V ρd [23] Dimana m adalah massa adsorben (g), d adalah diameter partikel (µm), dan ρ adalah densitas adsorben (g/cm 3 ). Koefisien difusi eksternal, k f (cm/s), dapat dideterminasikan dari slop/kemiringan pada garis dari plot antara ln(c t /C o ) versus t. Jika difusi ion terjadi pada permukaan dalam dan pori-pori, maka proses ini disebut difusi internal. Difusi internal dapat dideskripsikan menggunakan data percobaan mengikuti persamaan berikut : q t = k id t + C...(13) [42] Dimana q t adalah kapasitas adsorpsi pada waktu t (mg/g), k id adalah koefisien difusi (mg/g.min 0,5 ) dan t adalah waktu adsorpsi. 19

14 2.10 Preferensi Adsorpsi (Prefential Adsorption) Sering pada suatu larutan terdapat dua atau lebih substansi terlarut (ion) yang akan diadsorpsi [1,23,27]. Jika ditinjau berdasarkan sifat kimia-fisika, masing-masing ion terlarut memiliki propertis yang berbeda (ukuran partikel, konfigurasi elektron, keelektronegatifan) [43]. Perbedaan sifat ini dapat mempengaruhi mekanisme adsorpsi yang terjadi. Sehingga ada substansi yang lebih disukai (dominan) diadsorpsi dan ada substansi yang kurang disukai. Peristiwa ini disebut sebagai kecenderungan adsorpsi (prefential adsorption). Kecenderungan Adsorpsi suatu adsorben terhadap satu dari dua ion pada larutan biner, dapat didefinisikan menggunakan faktor separasi B A, yaitu : B A = q A C B q B C A...(14) [23] Jika ion A memiliki interaksi yang lebih baik terhadap adsorben, maka faktor separasi akan lebih besar dari satu. Jika sebaliknya, ion B interaksi yang lebih baik, maka faktor separasi akan lebih kecil dari satu. Faktor separasi dihitung dari data kesetimbangan adsorpsi. Jika faktor separasi mendekati nilai satu, maka selektivitas adsorben cukup buruk. Namun, jika faktor separasi lebih besar atau lebih kecil dari satu, maka selektivitas adsorben cukup baik [23]. 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 POLUTAN LOGAM BERAT Pencemaran lingkungan dengan zat beracun telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir sebagai akibat dari pesatnya pertumbuhan industri [8]. Aktivitas berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kontaminasi Logam Kadmium (Cd) Kadmium dapat ditemukan dalam jumlah yang relatif sedikit. Namun demikian, tingkat toksisitas kadmium sangat tinggi karena termasuk dalam logam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan komponen alami yang terdapat di kulit bumi yang tidak dapat didegradasi atau dihancurkan (Agustina, 2010). Logam dapat membahayakan bagi kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas hidup manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan hidup dikatakan tercemar apabila telah terjadi perubahanperubahan dalam tatanan lingkungan itu sehingga tidak sama lagi dengan bentuk asalnya, sebagai akibat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna Adsorpsi Zat Warna Pembuatan Larutan Zat Warna Larutan stok zat warna mg/l dibuat dengan melarutkan mg serbuk Cibacron Red dalam air suling dan diencerkan hingga liter. Kemudian dibuat kurva standar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri mempunyai pengaruh besar terhadap lingkungan, karena dalam prosesnya akan dihasilkan produk utama dan juga produk samping berupa limbah produksi, baik limbah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logam Berat Istilah "logam berat" didefinisikan secara umum bagi logam yang memiliki berat spesifik lebih dari 5g/cm 3. Logam berat dimasukkan dalam kategori pencemar lingkungan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli(2-amino-2-dioksi-β-d-glukosa) yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan serta turunannya sangat bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Sebagian besar bumi terdiri atas air karena luas daratan lebih kecil dibandingkan

Lebih terperinci

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten)

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten) Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten (Asisten) ABSTRAK Telah dilakukan percobaan dengan judul Kinetika Adsorbsi yang bertujuan untuk mempelajari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tomat merupakan buah dengan panen yang melimpah, murah, tetapi mudah busuk dan menjadi limbah yang mencemari lingkungan. Pemerintah daerah telah membuat kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Berbagai macam industri yang dimaksud seperti pelapisan logam, peralatan listrik, cat, pestisida dan lainnya. Kegiatan tersebut dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ). 0.45 µm, ph meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang

Lebih terperinci

TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) SUB KIMIA FISIK. 16 Mei Waktu : 120menit

TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) SUB KIMIA FISIK. 16 Mei Waktu : 120menit OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) BIDANG KIMIA SUB KIMIA FISIK 16 Mei 2017 Waktu : 120menit Petunjuk Pengerjaan H 1. Tes ini terdiri atas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 JENGKOL Tumbuhan jengkol atau lebih dikenal dengan tumbuhan Jering adalah termasuk dalam famili Fabaceae (suku biji-bijian). Tumbuhan ini memiliki nama latin Pithecellobium

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Waktu Optimal yang Diperlukan untuk Adsorpsi Ion Cr 3+ Oleh Serbuk Gergaji Kayu Albizia Data konsentrasi Cr 3+ yang teradsorpsi oleh serbuk gergaji kayu albizia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan baik udara, tanah, ataupun air banyak terjadi akibat dari aktivitas manusia. Menurut UU No.32 tahun 2009, yang dimaksud dengan pencemaran adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekosistem di dalamnya. Perkembangan industri yang sangat pesat seperti

I. PENDAHULUAN. ekosistem di dalamnya. Perkembangan industri yang sangat pesat seperti I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan industri dan teknologi beberapa tahun terakhir ini menyebabkan peningkatan jumlah limbah, baik itu limbah padat, cair maupun gas. Salah satunya adalah pencemaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi. Air digunakan hampir di setiap aktivitas makhluk hidup. Bagi manusia, air

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, hasil uji kemampuan adsorpsi adsorben hasil pirolisis lumpur bio terhadap fenol akan dibahas. Kondisi operasi pirolisis yang digunakan untuk menghasilkan adsorben

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 28 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Limbah Padat Agar-agar Limbah hasil ekstraksi agar terdiri dari dua bentuk, yaitu padat dan cair. Limbah ini mencapai 65-7% dari total bahan baku, namun belum

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA ISOTHERM ADSORPSI Oleh : Kelompok 2 Kelas C Ewith Riska Rachma 1307113269 Masroah Tuljannah 1307113580 Michael Hutapea 1307114141 PROGRAM SARJANA STUDI TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2013 di Laboratorium Riset dan Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan oleh logam berat menjadi masalah yang cukup serius seiring dengan penggunaan logam berat dalam bidang industri yang semakin meningkat. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun gas dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. maupun gas dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses industrialisasi tidak dapat melepaskan diri dari efek negatif yang ditimbulkannya. Adanya bahan sisa industri baik yang berbentuk padat, cair, maupun gas dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah kepada era industrialisasi. Terdapat puluhan ribu industri beroperasi di Indonesia, dan dari tahun

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN

LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN LA.1 Pengaruh Konsentrasi Awal Terhadap Daya Serap Tabel LA.1 Data percobaan pengaruh konsentrasi awal terhdap daya serap Konsentrasi Cd terserap () Pb terserap () 5 58,2 55,2

Lebih terperinci

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+ MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IV Peran Riset dan Pembelajaran Kimia dalam Peningkatan Kompetensi Profesional Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengaplikasikan sifat-sifat alami proses naturalisasi limbah (self purification).

BAB I PENDAHULUAN. mengaplikasikan sifat-sifat alami proses naturalisasi limbah (self purification). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, proses pengolahan limbah terutama limbah cair sering mengaplikasikan sifat-sifat alami proses naturalisasi limbah (self purification). Salah satu cara yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberadaan logam berat di sistem perairan dan distribusinya, diatur oleh

I. PENDAHULUAN. Keberadaan logam berat di sistem perairan dan distribusinya, diatur oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan logam berat di sistem perairan dan distribusinya, diatur oleh kesetimbangan dinamik dan interaksi fisika-kimia. Logam berat dalam perairan antara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran lingkungan karena logam berat merupakan masalah yang sangat serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring dengan perkembangan di bidang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kadmium (Cd) Stuktur Kimia Zeolit

TINJAUAN PUSTAKA Kadmium (Cd) Stuktur Kimia Zeolit TINJAUAN PUSTAKA Kadmium (Cd) Unsur kadmium dengan nomor atom 48, bobot atom 112,4 g/mol, dan densitas 8.65 g/cm 3 merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya, karena dalam jangka waktu panjang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. 8 kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Kapasitas Tukar Kation Kapasitas tukar kation

Lebih terperinci

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya.

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. BAB I PENDAHULUAN I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. Sumber pencemaran lingkungan diantaranya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menunjukkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menunjukkan kecenderungan yang mengarah pada green science, yaitu penguasaan ilmu pengetahuan yang membantu pelestarian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Perlakuan awal kaolin dan limbah padat tapioka yang dicuci dengan akuades, bertujuan untuk membersihkan pengotorpengotor yang bersifat larut dalam air. Selanjutnya

Lebih terperinci

Suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida, cairan maupun gas, terikat kepada suatu padatan atau cairan (zat penyerap/ adsorben).

Suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida, cairan maupun gas, terikat kepada suatu padatan atau cairan (zat penyerap/ adsorben). Suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida, cairan maupun gas, terikat kepada suatu padatan atau cairan (zat penyerap/ adsorben). Contoh Adsorben alami dan buatan Adsorben alami : Zeolit alami Abu sekam

Lebih terperinci

Warna Bau ph Kuning bening Merah kecoklatan Coklat kehitaman Coklat bening

Warna Bau ph Kuning bening Merah kecoklatan Coklat kehitaman Coklat bening BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data Penelitian ini mengambil enam sampel limbah batik. Untuk mempermudah penyebutan sampel, sampel diberi kode berdasarkan tempat pengambilan sampel. Keterangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin meningkat seiring dengan perkembangan kehidupan manusia. Perkembangan tersebut diikuti dengan meningkatnya aktivitas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Singkong (Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia. Produksi singkong di Indonesia cukup besar yaitu mencapai 21.801.415 ton pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan perairan yang disebabkan oleh logam-logam berat seperti kadmium, timbal dan tembaga yang berasal dari limbah industri sudah lama diketahui. Untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber daya alam merupakan bagian penting bagi kehidupan dan. keberlanjutan manusia serta makhluk hidup lainnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber daya alam merupakan bagian penting bagi kehidupan dan. keberlanjutan manusia serta makhluk hidup lainnya. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya alam merupakan bagian penting bagi kehidupan dan keberlanjutan manusia serta makhluk hidup lainnya. Namun dalam pemanfaatannya, manusia cenderung melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya dalam arti (toksisitas) yang tinggi, biasanya senyawa kimia yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya dalam arti (toksisitas) yang tinggi, biasanya senyawa kimia yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu tatanan lingkungan hidup dapat tercemar atau menjadi rusak disebabkan oleh banyak hal. Namun yang paling utama dari sekian banyak penyebab tercemarnya suatu tatanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penjelasan Umum Penelitian ini menggunakan lumpur hasil pengolahan air di PDAM Tirta Binangun untuk menurunkan ion kadmium (Cd 2+ ) yang terdapat pada limbah sintetis. Pengujian

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Biomaterial Berbasis Selulosa (TKS dan Serbuk Gergaji) Sebagai Adsorben Untuk Penyisihan Ion Krom dan Tembaga Dalam Air

Pemanfaatan Biomaterial Berbasis Selulosa (TKS dan Serbuk Gergaji) Sebagai Adsorben Untuk Penyisihan Ion Krom dan Tembaga Dalam Air Pemanfaatan Biomaterial Berbasis Selulosa (TKS dan Serbuk Gergaji) Sebagai Adsorben Untuk Penyisihan Ion Krom dan Tembaga Dalam Air Ratni Dewi 1, Fachraniah 1 1 Politeknik Negeri Lhokseumawe ABSTRAK Kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan logam berat sebagai polutan bagi lingkungan hidup diawali dengan meningkatnya populasi dan industrialisasi dari proses modernisasi manusia dan lingkungan

Lebih terperinci

STUDI KEMAMPUAN LUMPUR ALUM UNTUK MENURUNKAN KONSENTRASI ION LOGAM Zn (II) PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI ELEKTROPLATING

STUDI KEMAMPUAN LUMPUR ALUM UNTUK MENURUNKAN KONSENTRASI ION LOGAM Zn (II) PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI ELEKTROPLATING STUDI KEMAMPUAN LUMPUR ALUM UNTUK MENURUNKAN KONSENTRASI ION LOGAM Zn (II) PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI ELEKTROPLATING Oleh : Eka Masrifatus Anifah (3306 100 016) Dosen Pembimbing : Welly Herumurti, ST.,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari ber.ua Amerika, selanjutnya berkembang meiuas di se'.uiuh dur.ia

II. TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari ber.ua Amerika, selanjutnya berkembang meiuas di se'.uiuh dur.ia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tunibiilian nenas (Ananas comosus) Nenas atau nanas "Pineapple" bukan tanaman asli Indonesia. Nenas berasal dari ber.ua Amerika, selanjutnya berkembang meiuas di se'.uiuh dur.ia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya industri-industri yang berkembang, baik dalam skala besar

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya industri-industri yang berkembang, baik dalam skala besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Dengan semakin banyaknya industri-industri yang berkembang, baik dalam skala besar maupun kecil (skala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Studi kinetika adsorpsi merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam dunia industri selain kondisi kesetimbangan (isoterm adsorpsi) dari proses adsorpsi. Kinetika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang kecenderungan pemakaian bahan bakar sangat tinggi sedangkan sumber bahan bakar minyak bumi yang di pakai saat ini semakin menipis. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

Penyisihan Besi (Fe) Dalam Air Dengan Proses Elektrokoagulasi. Satriananda *) ABSTRAK

Penyisihan Besi (Fe) Dalam Air Dengan Proses Elektrokoagulasi. Satriananda *) ABSTRAK Penyisihan Besi (Fe) Dalam Air Dengan Proses Elektrokoagulasi Satriananda *) ABSTRAK Air yang mengandung Besi (Fe) dapat mengganggu kesehatan, sehingga ion-ion Fe berlebihan dalam air harus disisihkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya teknologi di bidang pertanian, industri, dan kehidupan sehari-hari meningkatkan jumlah polutan berbahaya di lingkungan. Salah satu dampak peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan salah satu unsur alam yang sama pentingnya dengan air dan udara. Tanah adalah suatu benda alami, bagian dari permukaan bumi yang dapat ditumbuhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum perkembangan jumlah penduduk yang semakin besar biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. Perkembangan tersebut membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proporsi Protein kasar limbah (%) (% BK) Palabilitas. Limbah jagung Kadar air (%)

BAB I PENDAHULUAN. Proporsi Protein kasar limbah (%) (% BK) Palabilitas. Limbah jagung Kadar air (%) BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tanaman jagung (Zea Mays) merupakan salah satu tanaman andalan Indonesia. Tanaman jagung merupakan bahan pangan di beberapa bagian wilayah di Indonesia. Selain itu,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) Sudaryatno Sudirham ing Utari Mengenal Sifat-Sifat Material (1) 16-2 Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) BAB 16 Oksidasi dan Korosi Dalam reaksi kimia di mana oksigen tertambahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri di Indonesia saat ini berlangsung sangat pesat seiring

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri di Indonesia saat ini berlangsung sangat pesat seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perkembangan industri di Indonesia saat ini berlangsung sangat pesat seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, hal ini ditandai dengan semakin banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Logam krom (Cr) merupakan salah satu logam berat yang sering digunakan dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri pelapisan logam,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004). 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Penelitian ini menggunakan campuran kaolin dan limbah padat tapioka yang kemudian dimodifikasi menggunakan surfaktan kationik dan nonionik. Mula-mula kaolin dan

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu kebutuhan air tidak pernah berhenti (Subarnas, 2007). Data

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu kebutuhan air tidak pernah berhenti (Subarnas, 2007). Data BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air adalah kebutuhan utama bagi seluruh makhluk hidup, semuanya bergantung pada air untuk atau dalam melakukan aktivitas mereka sehari hari, oleh karena itu kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian ini dilakukan dengan metode experimental di beberapa laboratorium dimana data-data yang di peroleh merupakan proses serangkaian percobaan

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan. konsentrasi awal optimum. abu dasar -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,11 mg/g - q%= 82%

Hasil dan Pembahasan. konsentrasi awal optimum. abu dasar -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,11 mg/g - q%= 82% konsentrasi awal optimum abu dasar -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,11 mg/g - q%= 82% zeolit -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,5 mg/g - q%= 90% Hubungan konsentrasi awal (mg/l) dengan qe (mg/g). Co=5-100mg/L. Kondisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi membran telah banyak digunakan pada berbagai proses pemisahan dan sangat spesifik terhadap molekul-molekul dengan ukuran tertentu. Selektifitas membran ini

Lebih terperinci

TES AWAL II KIMIA DASAR II (KI-112)

TES AWAL II KIMIA DASAR II (KI-112) TES AWAL II KIMIA DASAR II (KI112) NAMA : Tanda Tangan N I M : JURUSAN :... BERBAGAI DATA. Tetapan gas R = 0,082 L atm mol 1 K 1 = 1,987 kal mol 1 K 1 = 8,314 J mol 1 K 1 Tetapan Avogadro = 6,023 x 10

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jagung (Zea mays) Menurut Effendi S (1991), jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting selain padi dan gandum. Kedudukan tanaman ini menurut

Lebih terperinci

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM L A M P I R A N 268 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM PARAMETER KADAR MAKSIMUM BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/ton) TSS 20 0,40 Sianida Total (CN) tersisa 0,2 0,004 Krom Total (Cr) 0,5

Lebih terperinci

a. Pengertian leaching

a. Pengertian leaching a. Pengertian leaching Leaching adalah peristiwa pelarutan terarah dari satu atau lebih senyawaan dari suatu campuran padatan dengan cara mengontakkan dengan pelarut cair. Pelarut akan melarutkan sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air dan sumber-sumbernya merupakan salah satu kekayaan alam yang mutlak dibutuhkan oleh makhluk hidup guna menopang kelangsungan hidupnya dan berguna untuk memelihara

Lebih terperinci

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) Reaktor, Vol. 11 No.2, Desember 27, Hal. : 86- PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) K. Haryani, Hargono dan C.S. Budiyati *) Abstrak Khitosan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Diagram konsumsi energi final per jenis (Sumber: Outlook energi Indonesia, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Diagram konsumsi energi final per jenis (Sumber: Outlook energi Indonesia, 2013) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hingga kini kita tidak bisa terlepas akan pentingnya energi. Energi merupakan hal yang vital bagi kelangsungan hidup manusia. Energi pertama kali dicetuskan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah logam berat mengacu kepada unsur logam yang mempunyai kerapatan relatif tinggi dan bersifat toksik atau beracun bahkan pada konsentrasi yang relatif rendah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat sangat berbahaya bagi lingkungan. Banyak laporan yang memberikan fakta betapa berbahayanya pencemaran lingkungan terutama oleh logam berat pada

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a

Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a a Prodi Fisika, FMIPA Universitas Tanjungpura, Jalan Prof. Dr. Hadari Nawawi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong pesatnya perkembangan di berbagai sektor kehidupan manusia terutama sektor industri. Perkembangan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Aktivasi Zeolit Sebelum digunakan, zeolit sebaiknya diaktivasi terlebih dahulu untuk meningkatkan kinerjanya. Dalam penelitian ini, zeolit diaktivasi melalui perendaman dengan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 7 Universitas Indonesia

BAB II DASAR TEORI. 7 Universitas Indonesia BAB II DASAR TEORI 2.1 Adsorpsi 2.1.1 Pengertian Adsorpsi Adsopsi adalah proses dimana molekul-molekul fluida menyentuh dan melekat pada permukaan padatan (Nasruddin,2005). Adsorpsi adalah fenomena fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus berkurang dikarenakan adanya sumber-sumber air yang tercemar.

BAB I PENDAHULUAN. harus berkurang dikarenakan adanya sumber-sumber air yang tercemar. 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Air merupakan bagian tervital dari kehidupan. Hampir seluruh aspek kehidupan melibatkan air dalam prosesnya. Keberadaan air di bumi pun sangat besar jumlahnya,

Lebih terperinci

PENURUNAN KADAR PHENOL DENGAN MEMANFAATKAN BAGASSE FLY ASH DAN CHITIN SEBAGAI ADSORBEN

PENURUNAN KADAR PHENOL DENGAN MEMANFAATKAN BAGASSE FLY ASH DAN CHITIN SEBAGAI ADSORBEN PENURUNAN KADAR PHENOL DENGAN MEMANFAATKAN BAGASSE FLY ASH DAN CHITIN SEBAGAI ADSORBEN Anggit Restu Prabowo 2307 100 603 Hendik Wijayanto 2307 100 604 Pembimbing : Ir. Farid Effendi, M.Eng Pembimbing :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Mutu Kitosan Hasil analisis proksimat kitosan yang dihasilkan dari limbah kulit udang tercantum pada Tabel 2 yang merupakan rata-rata dari dua kali ulangan.

Lebih terperinci

SINTESIS KARBON AKTIF DARI LIMBAH KULIT PISANG KEPOK (Musa Paradisiaca) MENGGUNAKAN AKTIVATOR NaOH DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN MALACHITE GREEN

SINTESIS KARBON AKTIF DARI LIMBAH KULIT PISANG KEPOK (Musa Paradisiaca) MENGGUNAKAN AKTIVATOR NaOH DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN MALACHITE GREEN SINTESIS KARBON AKTIF DARI LIMBAH KULIT PISANG KEPOK (Musa Paradisiaca) MENGGUNAKAN AKTIVATOR NaOH DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN MALACHITE GREEN Skripsi diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup lebih dari 4 5 hari tanpa minum air dan sekitar tiga perempat bagian tubuh

BAB I PENDAHULUAN. hidup lebih dari 4 5 hari tanpa minum air dan sekitar tiga perempat bagian tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia di bumi, air sangat penting bagi pemeliharaan bentuk kehidupan. Tidak seorang pun dapat bertahan hidup lebih dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Persiapan Adsorben Cangkang Gonggong Cangkang gonggong yang telah dikumpulkan dicuci bersih dan dikeringkan dengan matahari. Selanjutnya cangkang gonggong

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MINYAK KELAPA SAWIT Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia [11]. Produksi CPO Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya, seperti

Lebih terperinci