ANALISIS PERILAKU KESETIAAN PARA TOKOH CERITA DALAM NOVEL KISAH 47 RONIN KARYA JOHN ALLYN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PERILAKU KESETIAAN PARA TOKOH CERITA DALAM NOVEL KISAH 47 RONIN KARYA JOHN ALLYN"

Transkripsi

1 ANALISIS PERILAKU KESETIAAN PARA TOKOH CERITA DALAM NOVEL KISAH 47 RONIN KARYA JOHN ALLYN ( JOHN ALLYN NO SAKUHIN NO 47 RONIN NO SHOUSETSU NI OKERU SHUJINKOU NO SHINJITSU NO KOI NO BUNSEKI ) SKRIPSI Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melenglapi salah satu syarat ujian sarjana dalam bidang ilmu Sastra Jepang Oleh: NANIK KRISTIANINGRUN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA DEPARTEMEN SASTRA JEPANG MEDAN 2008

2 Abstrak Karya Sastra adalah salah satu karya seni yang mengungkapkan nilai-nilai seni yang bermanfaat bagi manusia. Karya Sastra juga merupakan suatu pemikiran yang berdasarkan pada pengalaman seseorang. Salah satu jenis karya adalah Novel. Novel adalah Karya Sastra yang ditulis dalam bentuk cerita yang mudah dimengerti dan memiliki berbagai unsure sastra. Novel Kisah 47 Ronin Karya John Allyn adalah novel tentang kesetiaan Bushi yang diwujudkan dalam bentuk balas dendam 47 yang berdasarkan pada ajaran Budhindo. Bushido adalah cara hidup samurai. Cara hidup samurai merupakan istilah yang muncul dalam masyarakat selama abad Feodalisme untuk menunjukkan prilaku tradisional Jepang yang mempunyai aturan. Bushido juga merupakan perpaduan antara Konfusionisme dan Etika Feodal Jepang yang dapat di pahami sebagai perpaduan antara keadilan, keberanian, kebaikan hati, kesopanan, kesungguhan hati, kehornatan, kesetiaan, dan pengendalian diri. Pada zaman Edo, Bushido dianggap sebagai kebudayaan Bushi etika yang digunakan adalah moral kesetiaan atasan dan bawahan berdasarkan ajaran Konfusionisme. Seluruh etika yang terdapat dalam Bushido menjadi setandar moral agar para bushi dapat melihat hal yang benar dan hal yang salah dalam kehidupan. Salah satu etika bushido yang selalu digunakan pada masyarakat feodal adalah nilai kesetiaan. Di dalam bushido kesetiaan dianggap hal yang penting. Pada masa feodal Bushi harus memberi penghormatan pada tuan dengan memperlihatkan secara nyata tanggung jawab kesetiaan pribadi kepada seseorang

3 dan keturunannya sebagai gimu. Gimu adalah konsep balas budi yang telah diterima tanpa memilirkan untung rugi. Konsep kebaikan ini didalam bahasa Jepang disebut Giri. Giri adalah sikap untuk membalas kebaikan yang telah diterima dari orang lain. Kewajiban seseorang terhadap Giri nya terdiri dari bermacam-macam kewajiban, mulai dari rasa terima kasih terhadap kebaikan yang telah diterimanya sampai tugas balas dendam. Giri terdiri dari, Giri terhadap duniadan Giri terhadap nama seseorang. Giri terhadap dunia meliputi kewajiban terhadap pihak yang telah memberikan kebaikan seperti tuan dan keluarga. Sedangkan Giri terhadap nama orang lain selalu menjadi reputasi seseorang tanpa melihat pada kesalahan yang tewlah diperbuat. Adauchi adalah salah satu tradisi yang dilakukan masyarakat Feodal pada zaman Muromachi. Adauchi dapat diartikan memberikan segala hal untuk membalas dendam majikan. Ketika meninggal pengikut harus membuktikan kesetiaannya dengan Adauchi dan Junshi. Adauchi dilakukan oleh para samurai berdasarkan kesetiaan kepada tuan tanpa memandang hal yang benar atau salah.

4 KATA PENGANTAR Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Segala Puji milik Allah SWT, pencipta, pemilik dan pengatur alam semesta yang telah menciptakan manusia dan mengajarkan apa-apa yang tidak diketahui. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah keharibaan Rassullullah Muhammad SAW. Atas berkat dan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ANALISIS PERILAKU KESETIAAN PARA TOKOH CERITA DALAM NOVEL KISAH 47 RONIN KARYA JOHN ALLYN, yang merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Tidak sedikit hambatan dan rintangan yang penulis hadapi dalam menyelesaikan skripsi ini, baik dari keterbatasan bahan maupun keterbatasan penulis sendiri dalam menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini pnulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada orangorang yang dengan izin Allah telah menjadi perantara untuk membantu penulis menyelesaikan skripsi ini: 1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A.,Ph.D, selaku dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan. 2. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S,Ph.D, selaku Ketua Jurusan Program Sastra Jepang yang sekaligus sebagai pembimbing I, yang telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukkannya untuk membimbing 1

5 penulisan skripsi ini. Semoga keikhlasan bapak mendapat balasan dari- NYA. 3. Bapak Drs. Eman Kusdiyana M.Hum, selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukkannya untuk membimbing penulisan skripsi ini. Penulis hanya bisa berdoa semoga Allah membalas kebaikan Bapak. 4. Dosen-dosen Fakultas Sastra, khususnya dosen-dosen Sastra Jepang yang telah memberikan pengetahuan tentang bahasa, masyarakat dan budaya Jepang. 5. Kepada kedua orang tua yang penulis sayangi. Ibundaku tercinta Denok Suparti dan ayahandaku almarhum Sunaryono yang telah mencurahkan kasih sayangnya yang tak terhingga kepada ananda sampai hari ini, sehingga ananda dapat menyelesaikan skripsi ini. 6. Buat adik-adikku Tatik, Eris, Farid, Davit, yang telah memberikan dukungan moral serta doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 7. Semua pihak-pihak yang telah membantu penyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan teman-teman yang ingin mengetahui budaya Jepang.

6 Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak luput dari kekurangan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan untuk masa yang akan datang. Medan, November 2008 Nanik Kristianingrum 3

7 DAFTAR ISI Hal KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Ruang Lingkup Pembahasan Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori... 7 a. Tinjauan Pustaka... 7 b. Kerangka teori Tujuan dan Manfaat Penelitian Metode Penelitian BAB II. TINJAUAN UMUM KESETIAAN, NOVEL, DAN SEMIOTIKA Novel Kisah 47 Ronin Bushido Sebagai Budaya Samurai Zaman Edo Giri Sebagai Konsep Balas Budi Adauchi dan Junshi Sebagai Wujud Kesetiaan a. Adauchi b. Junshi Pemikiran Yang Melandasi Kesetiaan Novel dan Semiotika Novel Semiotika... 40

8 BAB III. ANALISIS PERILAKU KESETIAAN PARA TOKOH DALAM NOVEL KISAH 47 RONIN Analisis Tokoh Oishi Analisis Tokoh Hara Analisis Tokoh Kataoka Analisis Tokoh Chikara Analisis Tokoh Mimura BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK 5

9 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kebudayaan dimiliki oleh setiap bangsa. Oleh karena itu kebudayaan dari setiap bangsa saling berbeda, walaupun terkadang ada kesamaan seperti halnya kesamaan rumpun. Koentjaraningrat ( 1976: 28 ) menjelaskan budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, rasa, dan karsa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, dan karsa tersebut. Kebudayaan juga dapat dijelaskan dalam Situmorang ( 1995: 3 ) adalah sebuah jaringan makna yang dianyam oleh manusia dimana manusia tersebut hidup, dan mereka bergantung pada jaringan-jaringan makna tersebut. Salah satu hasil dari kebudayaan manusia itu adalah sastra. Istilah sastra dipakai untuk menyebutkan gejala budaya yang dapat dijumpai pada semua masyarakat meskipun secara sosial, ekonomi, dan keagamaan keberadaannya tidak merupakan keharusan ( Soeratno dalam Pradopo, 2001: 9 ). Ini berarti sastra dapat masuk dalam kehidupan manusia atau sastra itu merupakan gejala yang universal. Sejalan dengan pernyataan itu Wellek dan Austin dalam Nurgiyantoro (1995: 3 ) mengungkapkan bahwa sastra adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni dan objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Oleh karena itu karya sastra adalah salah satu karya seni karena karya sastra lebih leluasa mengungkapkan dan mengekspresikan nilai-nilai yang bermanfaat bagi manusia demi penyempurnaan kehidupan manusia. 1

10 Sebuah karya sastra sesungguhnya merupakan suatu penafsiran atau pemikiran tentang kehidupan. Pengarang menciptakan karyanya sebagai pengungkapan dari apa yang telah dilaksanakan, disaksikan, dialami, direnunungkan dan dirasakan orang mengenai segi-segi kehidupan. Karya sastra itu sendiri memiliki beberapa jenis dan ragam. Jenis-jenis sastra meliputi puisi, drama dan prosa. Karya prosa mempunyai ragam yaitu cerpen, roman, dan novel. Menurut Jacob Sumardjo ( 1991: ) novel adalah jenis sastra yang berupa cerita yang mudah dibaca dan dicerna. Novel juga kebanyakan mengandung suspense dalam alur cerita yang mudah menimbulkan sifat penasaran bagi pembacanya. Novel menurut Nurgiyantoro ( 1998 : 4 ) adalah sebuah karya fiksi yang berisi dunia imajinatif yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh dan lain sebagainya. Berbeda dengan Henry Guntur ( 1998 : 4 ) yang mengatakan bahwa novel adalah sebuah prosa yang fiktif yang dalam panjang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak, serta adegan kehidupan nyata dalam suatu alur atau suatu keadaan. Hal ini berarti bahwa dalam sebuah novel juga menceritakan kisah nyata tentang suatu keadaan yang terjadi dalam masyarakat. Seperti halnya yang dikatakan Aminuddin ( 2000 : 79 ) bahwa peristiwa dalam karya fiksi seperti halnya peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, selalu diemban oleh tokoh atau pelaku-pelaku tertentu yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Karena itulah di dalam sebuah karya sastra khususnya prosa, tokoh merupakan unsur terpenting. 2

11 Para penikmat sastra dapat secara bebas menafsirkan watak, dan karakter yang merujuk pada sifat dan sikap para tokoh. Tokoh cerita menempati posisi yang strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Seperti yang diungkapkan Abrams dalam Nurgiyantoro ( 1998 : 165 ) bahwa tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dari apa yang dilakukan dalam tindakan. Berdasarkan pernyataan di atas, diantara genre utama yaitu puisi, prosa, dan drama, genre prosalah khususnya novel yang dianggap paling dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial dan moral yang banyak digunakan sastrawan sebagai wadahnya untuk lebih bebas mengekspresikan kehidupan suatu masyarakat dan lebih luas menyajikan masalah-masalah kemasyarakatan. Novel Kisah 47 Ronin karya John Allyn ini menceritakan tentang sebuah kesetian yang diwujudkan dalam balas dendam yang dilakukan oleh anak buah Lord Asano yang dipimpin oleh Oishi akibat kematian tuannya. Atas kematian tuannya ini menyebabkan para samurai menjadi ronin. Ronin adalah sebutan untuk samurai yang kehilangan atau terpisah dari tuannya karena hilangnya kekuasaan tuannya. Karena kematian tuan Asano, atas perintah Shogun kastil dan wilayah kekuasaan tuan Asano harus dikembalikan kepada Shogun. Para samurai pengikut tuan Asano yang dipimpin oleh Oishi tidak terima dengan kematian pimpinannya. Oleh karena itu demi menjaga kehormatan dan kesetiaannya kepada tuan Asano, 3

12 para samurai melakukan balas dendam terhadap Kira yaitu seorang petugas istana karena Kira telah menghina dan menyebabkan majikan mereka yaitu tuan Asano dihukum mati dengan melakukan seppuku. Selain menarik novel ini juga menceritakan karakter- karakter yang imajinatif dan dengan jalan cerita yang mampu membawa pembaca merasa tersentuh, terharu dan penasaran. Oleh karena itu penulis akan menganalisis sebuah perilaku kesetiaan para tokoh berdasarkan bushido yang terdapat dalam novel tersebut. Situmorang ( 1995: 11 ) menjelaskan bahwa pada awalnya bushi adalah sekelompok petani yang dipersenjatai untuk mengabdi kepada tuannya kizoku. Pengertian lain tentang bushi seperti yang diutarakan oleh Nio Joe Lan ( 1962:52 ) bahwa bushi adalah golongan orang peperangan yang sudah biasa dengan kesukaran-kesukaran kehidupan sehingga mereka setia kepada pimpinannya. Untuk mengatur golongan bushi yang setia pada pimpinannya ini, dibentuklah sebuah susunan peraturan tertentu tentang kesetiaan yang dinamakan bushido. Bushido menurut Tsunetomo dalam Situmorang ( 1995:24 ) adalah janji untuk mengabdikan jiwa raganya terhadap tuan. Ciri pengabdian ini menganggap tuan sebagai sesuatu yang mutlak bagi hidup bushi tersebut sehingga bushi bersedia mati demi tuan. Gejala yang paling jelas adalah membalaskan dendam tuannya atau disebut dengan adauchi dan prilaku bunuh diri mengikuti kematian tuan sebagai tanda pengabdiannya terhadap tuannya. Nie joe Lan ( 1962: 102 ) menjelaskan bahwa di dalam bushido sifat utama dari seorang samurai adalah kesetiaan. Kesetiaan atau disebut juga dengan pengabdian diri di dalam Situmorang ( 2000: 1 ) adalah kesetiaan untuk melaksanakan perintah atau keinginan orang lain dengan mengorbankan 4

13 kepentingan sendiri. Seorang samurai harus mengorbankan jiwa raga, kebenaran, dan juga keluarganya apabila tuannya menginginkannya. Salah satu contoh perilaku kesetiaan terlihat pada cuplikan cerita halaman Secara diam-diam Oishi pergi mendaki bukit kecil di belakang kastil, dimana tempat keluarga Asano dimakamkan. Oishi berjalan membaca satu persatu batu nisan kemudian dia berhenti dan menengadah ke langit. Tuanku Asano, katanya dengan sepenuh hati, Hamba memanggilmu dari dunia roh. Tak ada jawaban kecuali desau angin yang merintih serta gesekan dedaunan. Tapi Oishi merasa lebih dekat dengan pimpinannya daripada di manapun juga, merasa nyaman karena bisa mengungkapkan isi hatinya dengan terbuka. Andai hamba bersamamu, tangisnya sambil berlutut dengan tangan yang dikatupkan dalam sikap memohon ampun. Setelah itu dia menjatuhkan tangan ke pangkuan dan menatap ke bawah dengan sikap rendah hati. Ketahuilah, Tuanku, bahwa kami tidak menyalahkan Anda. Anda melakukan apa yang akan dilakukan laki-laki untuk mempertahankan kehormatan, kesalahan ada di pihak lain. Berdasarkan cerita di atas, kesetiaan yang timbul dalam diri anak buah Asano merupakan bentuk pengabdian diluar batas kehidupan dan kematian, seorang samurai tidak akan menyalahkan tuannya, anak buah akan menganggap segala tindakan tuan mereka adalah benar, seorang samurai sejati juga rela melakukan apa saja demi menjaga kehormatan tuan tanpa memikirka benar atau salah, rasional atau tidak rasional termasuk melakukan adauchi dan junshi. 5

14 Dari uraian di atas dan setelah membaca novel tersebut, maka penulis ingin meneliti lebih dalam mengenai kesetiaan yang terdapat pada tokoh-tokoh cerita yang digambarkan dalam novel tersebut. Berdasarkan alasan di atas dalam penulisan ini, penulis mengambil judul ANALISIS PERILAKU KESETIAAN PARA TOKOH CERITA DALAM NOVEL KISAH 47 RONIN KARYA JOHN ALLYN. 1.2.Rumusan Masalah Novel Kisah 47 Ronin adalah novel yang menceritakan tentang keadaan Jepang yang terjadi pada awal abad ke-18, dimana Jepang pada saat itu sedang dilanda kekacauan, karena istana shogun yang berada di Edo marak sekali dengan kemewahan, korupsi, pesta pora dan jauh dari aturan-aturan sosial. Pada masa itu juga merupakan awal dari berakhirnya prajurit bayaran dan makin berkuasanya kelas pedagang. Hilangnya pengaruh ini sangat mereka rasakan pada saat itu karena para samurai sangat membenci segala bentuk usaha yang bertujuan untuk mencari segala keuntungan. Di tengah perubahan yang membingungkan itu, kekacauan sering muncul. Kekacauan utama terjadi akibat petani yang dikenakan pajak di luar batas kemampuan mereka oleh shogun. Selain itu para samurai terpaksa harus mematuhi tradisi istana yang mereka anggap sangat bertentangan dengan nilainilai moral. Hal ini mengakibatkan seorang Daimyo yaitu Asano dalam keadaan marah dan kecewa menyerang seorang pejabat istana yang dianggap telah melakukan korupsi. Tindakannya tersebut menyebabkan tuan Asano harus melakukan 6

15 seppuku. Karena kematian Asano tersebut mereka kehilangan tuannya, sehingga demi untuk menjaga kehormatan dan kesetiaannya terhadap tuannya maka para samurai membalaskan dendam tuannya. Berdasarkan keterangan di atas, dapat dirumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan,diantaranya sebagai berikut: 1. Pemikiran apa yang melatarbelakangi tindakan adauchi yang terdapat dalam novel Kisah 47 Roni karya John Allyn? 2. Bagaimanakah perwujudan dari perilaku kesetiaan pada tokoh cerita yang terdapat dalam novel Kisah 47 Ronin Karya John Allyn? 1.3. Ruang Lingkup Pembahasan Dari permasalahan yang ada di atas, maka penulis menganggap perlu adanya ruang lingkup pembahasan. Hal ini dimaksudkan agar permasalahan yang sudah ada menjadi tidak luas dan berkembang terlalu jauh sehingga dalam penulisan ini dapat lebih terarah dan terfokus. Analisis ini difokuskan pada pemikiran tentang kesetiaan yang melatar belakangi tindakan adauchi yang merupakan salah satu konsep bushido serta perwujudan dari kesetiaan yang terdapat dalam novel Kisah 47 Ronin karya John Allyn terutama dilihat dari segi tingkah laku, ucapan-ucapan, serta pikiran-pikiran tokoh cerita yang terdapat dalam cerita ini Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori a. Tinjauan Pustaka Menurut Martin dalam Situmorang ( 1995:I ) menyatakan bahwa masyarakat feodal adalah masyarakat yang militeristik yang hidup di atas tanah 7

16 yang terpecah belah. Hal ini terjadi karena lahirnya banyak pengusaha feodal yang memberikan perlindungan atas faktor produksi, terutama tanah kepada petani. Penguasa militer dengan perantara prajurit menekan pajak setinggi-tingginya dari petani sehingga para petani hidupnya menjadi tergantung pada penguasa militer tersebut. Dalam pemerintahan yang berdasarkan feodalisme atau kebudayaan feodal ini, Jepang mempunyai golongan militer yang sangat kuat bahkan dalam stratifikasi masyarakat pada saat ini menduduki tingkat pertama. Golongan militer ini disebut dengan bushi. Selain dikenal golongan militer dikenal juga ahli-ahli pedang yang disebut dengan samurai. Benedict ( 1982 : 335 ) mengatakan samurai adalah prajurit feodal yang berpedang dua. Bushido atau jalan hidup bushi menurut Kawakami dalam Bellah ( 1992: 121 ) pada awalnya berkembang dari kebutuhan-kebutuhan praktis para prajurit, selanjutnya dipopulerkan oleh ide-ide moral konfusius tidak hanya sebagai moralitas kelas prajurit tetapi juga sebagai landasan moral nasional. Kelas samurai secara sangat sadar dipandang sebagai perwujudan dan penjaga moralitas. Bushido menurut Benedict ( 1982 :333 ) adalah tata cara samurai yang merupakan prilaku tradisional Jepang yang ideal. Bushido yang ada di Jepang sebelum dipengaruhi oleh ajaran shido dari Tokugawa telah ada semenjak adanya bushi di Jepang yang disebut dengan bushido lama ( Situmorang 1995 : 21 ). Hal ini dapat ditandai dengan adanya pengabdian diri yang mutlak dari anak buah terhadap tuannya. Demi kesetiaan dan menjaga kehormatan tuan, seorang samurai 8

17 rela mati untuk mewujudkan balas dendam atas tuannya dan bunuh diri mengikuti kematian tuan tanpa mempertimbangkan dirinya sendiri. b. Kerangka Teori Penelitian kebudayaan ini dilakukan melalui novel yang merupakan sebuah karya sastra. Menurut Rene Wellek dalam Melani Budianto (1997 : 109 ) sastra adalah lembaga sosial yang memakai medium bahasa dalam menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah kenyataan sosial. Boulton dalam Aminuddin ( 2000 : 37) mengungkapkan bahwa cipta sastra selain menyajikan nilai-nilai keindahan serta paparan peristiwa yang mampu memberikan kepuasan batin pembacanya juga mengandung pandangan yang berhubungan dengan masalah keagamaan, filsafat, politik maupun berbagai problema yang berhubungan dengan kompleksitas kehidupan manusia. Karya sastra adalah karya seni seperti seni suara, seni lukis, seni pahat, dan lain-lain. Tujuannya pun sama yaitu untuk membantu manusia manyingkap rahasia keadaannya, untuk memberi makna pada eksistensinya, serta untuk membuka jalan kebenaran. Yang membedakan dengan seni lain adalah bahwa sastra memiliki aspek bahasa. Secara umum, sastra terdiri atas jenis-jenis sastra yang sangat bervariasi, misalnya drama, teater, puisi, prosa, dan lain-lain. Salah satu hasil karya sastra prosa adalah novel. Novel merupakan karya yang berupa prosa fiktif dalam panjang tertentu yang memiliki unsur peristiwa, plot, tema, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain. 9

18 Yamamoto Tsunetomo dalam Sri Rezeki ( skripsi, 2006: 37 ) mengatakan seorang bushi harus melakukan balas dendam ketika di tempat, tidak menunggu waktu, tidak memikirkan benar salah. Hal ini yang disebut dengan Perilaku adauchi ( balas dendam ). Anak buah wajib membalaskan dendam tuan. Selain dami nama ie dan demi harga diri, wajib membunuh orang yang menjadi musuh sesegera mungkin di tempat. Cara berpikir seperti ini adalah cara berpikir bushi yang hidup di masyarakat sejak zaman Kamakura. Situmorang ( 1995:25 ) mengatakan di dalam bushido seorang samurai tidak memikirkan benar atau salah, untung atau rugi, rasional atau tidak rasional. Dibawah sistem kesetiaan, para anak buah tidak diperbolehkan menggunakan penalaran, akal pikiran yang logika karena hal itu dapat menimbulkan pemberontakan. Setiap aturan dan pernyataan dari tuan harus jauh dari kritis. Kesetiaan adalah kehormatan tertinggi yang dimiliki oleh seorang samurai. Kesetiaan menurut Situmorang ( 2000: 1 ) adalah kesediaan untuk melaksanakan perintah atau keinginan orang lain dengan mengorbankan kepentingan sendiri. Seorang samurai wajib untuk mengabdi kepada tuannya, seorang samurai juga tidak memiliki rasa takut terhadap kematian. Untuk membuktikan bahwa dalam sebuah karya sastra yaitu novel terdapat kebudayaan yang mengungkapkan perilaku kesetiaan, maka penulis akan menggunakan pendekatan simiotik. Hoed dalam Nurgiyantoro ( 1998 : 40 ) mengatakan bahwa semiotik adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan lain-lain. Tanda-tanda itu dapat berupa gerakan mata, 10

19 bentuk tulisan, warna bendera, pakaian, karya seni: sastra, lukis, patung, fiksi,tari,musik, dan lain-lain yang berada disekitar kehidupan kita. Atau secara umum semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Berdasarkan teori semiotik di atas, maka penulis menginterprestasikan kondisi dan sikap tokoh kedalam tanda. Tanda-tanda yang terdapat dalam sebuah novel akan diinterprestasikan dan kemudian akan dipilih bagian mana yang terdapat pemikiran-pemikiran yang melatar belakangi tindakan adauchi serta mencerminkan perilaku kesetiaan yang dilihat dari segi tingkah laku, ucapanucapan dan pikiran-pikiran tokoh didalam cerita ini Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian Sesuai dengan pokok masalah yang telah diuraukan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penulis akan mendeskripsikan pemikiran-pemikiran yang melatar belakangi tindakan adauchi dalam novel Kisah 47 Ronin. 2. Penulis akan mendeskripsikan perwujudan perilaku kesetiaan pada tokoh cerita yang terdapat dalam novel Kisah 47 Ronin Manfaat Penelitian Penelitian ini sekiranya nanti dapat bermanfaat bagi pihak-pihak tertentu, antara lain yaitu: 1. Bagi peneliti dan masyarakat umum diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang makna yang terkandung dalan novel Kisah 47 Ronin. 11

20 2. Bagi masyarakat luas pada umumnya dan para pelajar bahasa Jepang khususnya diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang salah satu konsep bushido yaitu Adauchi Metode Penelitian Dalam melakukan sebuah penelitian, tentulah dibutuhkan metode sebagai penunjang untuk mencapai tujuan. Metode adalah cara melaksanakan penelitian. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang termasuk dalam cakupan penelitian kualitatif dan pendekatan semiotik. Metode deskriptif adalah suatu metode yang dipakai untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, mengkaji dan menginterprestasikan data. Menurut Koentjaraningrat ( 1976: 30 ) bahwa penelitian yang bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran secermat mungkin mengenai individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu. Dengan metode tersebut penulis akan menjelaskan pemikiran-pemikiran yang melatar belakangi tindakan adauchi yang merupakan suatu pemahaman dari konsep bushido serta prilaku adauchi yang terdapat dalam novel Kisah 47 Ronin karya John Allyn. Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah novel yang berjudul Kisah 47 Ronin Karya John Allyn yang diterbitkan oleh Matahati versi indonesia. Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan. Menurut Hadari ( 1991 : 133 ) studi kepustakaan adalah mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga bukubuku tentang pendapat, teori dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah 12

21 yang akan diteliti. Data yang diperoleh tersebut kemudian dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan dan saran. Selain itu penulis memanfaatkan berbagai fasilitas yang tersedia di Perpustakaan Umum Sumatera Utara dan juga pemanfaatan buku-buku koleksi pribadi penulis. 13

22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESETIAAN, NOVEL DAN SEMIOTIKA Kesetiaan adalah kehormatan tertinggi seorang samurai. Kehormatan seorang samurai pertama kali diberikan kepada tuan tanah yang paling berkuasa, kemudian kepada kazoku nya, kemudian keluarganya. Seorang samurai wajib untuk mengabdi kepada tuannya, sekalipun tuannya adalah seorang jendral militer, tuan tanah feodal, atau kepala keluarga. Perintah seorang atasan tidak boleh ditanyakan. Mereka harus mengikutinya dengan kemampuan terbaik seorang samurai sekalipun jika hal ini membuat ketidak bahagiaan atau menyebabkan kematian. Hidup seorang pelayan tergantung pada tuannya. Mereka harus mengorbankan apa saja yang diminta tuannya. Keadilan dalam diri seorang samurai tentunya juga dituntut dalam melaksanakan pengabdiaannya kepada tuan. Ketidak adilan bisa menjadikan samurai rendah dan tidak menusiawi. Samurai menanamkan etika khusus dalam kesehariannya menjalankan kesetiaan kepada tuan. Ketulusan dan kejujuran sama berharganya dengan nyawa mereka. Bushido no ichi-gon atau janji samurai, melebihi janji akan diri sendiri. Samurai juga membutuhkan pengendalian diri dan kesabaran agar benar-benar dihormati. Samurai tidak menunjukkan tanda dari penderitaan dan kesenangan. Samurai memikul segalanya tanpa merintih, tanpa menangis. Samurai berpegang teguh pada ketenangan dalam bersikap dan juga pada ketenangan dalam berpikir yang bisa saja terpengaruh oleh segala bentuk keinginan. Sehingga dapat dikatakan bahwa samurai adalah ksatria sejati. 14

23 Dalam cerita Akouroshi dalam Situmorang ( Wulandari,2006: 15 ), dikatakan bahwa kesetiaan mengorbankan jiwa raga terhadap tuannya tentunya didasarkan pada cita-cita bushi tersebut. Watsuji dalam Situmorang ( Wulandari, 2006: 15 ) mengatakan cita-cita bushi tersebut pada masa feodal adalah menjadi abdi tuan selama tujuh kali dalam reinkarnasi dalam hidup dan mati sesuai dengan pandangan Buddha Zen yang dianut para bushi pada waktu itu. Karena itu dikatakan, bushi yang baik adalah bushi yang setiap saat siap melakukan adauchi ( mewujudkan balas dendam tuan ) dan melakukan junshi ( bunuh diri mengikuti kematian tuan ) Novel Kisah 47 Ronin Kisah ini bermula pada abad ke 18 di Edo ibu kota Jepang kuno ( sekarang Tokyo ). Pada masa itu berlaku aturan dari istana yang termuat dalam undangundang pelestarian hidup. Hal ini tentunya sangat merugikan pihak petani dan rakyat kecil. Pada saat itu rakyat benar-benar terpuruk. Rakyat tidak mampu bertani karena selain pajak yang diberlakukan pihak istana sangat tinggi diatas pendapatan mereka, juga adanya larangan bagi manusia untuk membunuh binatang. Tragisnya lagi, demi mempertahankan hidupnya, rakyat terpaksa menjual anak-anak perempuan mereka di rumah-rumah pelacuran. Oishi Kuranosuke Yoshitaka merupakan kepala klan Asano. Klan Asano dipimpin oleh seorang Daimyo yang bernama Asano Takumi No Naganori. Dalam sistem pemerintahan pada zaman Edo setiap Daimyo diwajibkan melakukan sankin kotai yaitu peraturan yang mewajibkan setiap Daimyo untuk tinggal selang 15

24 setahun di Edo. Hal ini dilakukan oleh pihak keshogunan agar ketika terjadi peperangan atau ancaman para Daimyo sudah berada di Ibukota yaitu Edo. Kejadian ini terjadi pada tanggal 14 maret 1701 pada hari itu akan dilaksanakan upacara Istana di kediaman Shogun atau lebih tepatnya di ruangan Matsu No Ourouka atau tempat berkumpulnya para Daimyo, upacara ini dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan hubungan antara Kaisar dengan Shogun yang telah mempersatukan wilayah tersebut dengan kekuatan militer yang dihadiri oleh para Daimyo dari berbagai daerah serta satu orang Daimyo Shimpan yang masih tergolong keluarga keshogunan. Daimyo shimpan ini adalah Kira Kozuke No Suke Yoshihisa yang juga bertindak sekaligus sebagai pimpinan upacara Istana. Berdasarkan status kekuasaan wilayah, Kira tidak memiliki kekuasaan atas daerah tertentu yang dimiliki oleh para Daimyo yang lainnya, namun karena Kira pernah di utus ke Kyoto untuk mengikuti upacara di Istana maka telah memberikan gengsi tersendiri untuk dirinya yang berbeda dari Daimyo yang lain dan Kaisar telah memberikan kepercayaan tersendiri bagi Kira untuk melatih para Daimyo yang lain mengenai tata cara upacara di Istana. Kepercayaan Kisar inilah yang kemudian disalah gunakan oleh Kira untuk mendapatkan suap dari para Daimyo yang lain yang ingin belajar dengannya. Perilaku Kira ini diketahui oleh Asano. Asano menganggap sikap Kira tersebut bukanlah cirri dari seorang samurai yang baik. Karena sikap Asano yang dianggap kurang bersahabat dengan tidak mau memberikan upeti kepada Kira inilah yang kemudian menjadi pemicu perang dingin antara Kira dan Asano. Sikap Kira yang korupsi, sombong dan menganggap dirinya penting ini sangat jauh dari nilai samurai bagi Asano. 16

25 Pagi itu dalam perjalanan menuju kediaman Shogun, para rombongan Asano bertemu dengan sekumpulan orang-orang yang sedang memandu seekor anjing yang mati. Dalam pemerintahan Tokugawa Tsunayoshi seluruh binatang diperlakukan seperti layaknya seorang manusia terlebih pada seekor anjing. Ini dikarenakan Shogun pada saat itu lahir di tahun anjing, dan keinginannya untuk mempunyai anak membuat Tokugawa melarang untuk membunuh semua binatang, ini berdasarkan keyakinan Shogun apabila ia membunuh seekor binatang maka ia tidak akan mempunyai anak. Pemandangan ini mempunyai arti tersendiri bagi Asano, bukan awal hari yang menyenangkan, pikirnya dalam hati. Sesampainya di kediaman Shogun para Daimyo dari berbagai wilayah telah berkumpul. Diantaranya Tuan Date Yoshida yang merupakan rekan Asano dalam kepangkatan dan tugas. Di dalam ruangan tersebut juga terdapat Kira yang memandang Asano dan memperhatikan apakah ada perubahan pada sikap kedaerahan Asano. Kira berpikir pasti ada jalan untuk mengubah sikap Asano tersebut. Sebelum upacara di mulai, datang seorang pendamping ibunda Shogun yaitu Kajikawa, Kajikawa menghampiri Asano dan menanyakan apakah ada perubahan acara dalam upacara ini. Kira yang pada saat itu melihat percakapan itu langsung menjawab, Jangan membuang waktu dengan bertanya pada orang tolol itu. Jika pertanyaannya soal upacara tanyakan padaku attau Tuan Date atau salah satu pelayan, mereka lebih tahu dibanding Asano! Ucapan itu membuat Asano merasa kesal dan marah pada Kira. Kira lalu menghampiri Asano dan berkata Jika uang memang sangat berarti bagimu, ada cara lain untuk memuaskanku. Aku dengan istrimu cantik... kajikawa yang 17

26 menjadi saksi pada saat itu kurang yakin dengan apa yang didengarnya. Asano juga tidak percaya dengan pendengarannya. Asano yang sudah marah dan kesal, ia juga merasa tersinggung dengan perkataan Kira karena dianggap telah menghina harga dirinya sebagai seorang samurai. Akhirnya kesabarannya memuncak Asano langsung melukai bahu Kira dengan wakizashi ( pedang pendek ). Sikap Asano yang telah mengeluarkan pedang di kediaman Kaisar merupakan kesalahan besar apalagi telah melukai Kira yang sama sekali tidak melakukan pemberontakan. Perbuatan Asano ini membuat Tokugawa sangat marah, dan sebagai hukumannya Shogun memerintahkan Asano untuk melakukan seppuku. Asano masih merasa beruntung Kaisar masih memberikannya kesempatan untuk mati secara terhormat. Keputusan Seppuku ini juga yang menjadi bukti bagi para pengikut Asano bahwa majikan mereka melakukan kesalahan untuk menjaga harga dirinya sebagai seorang samurai sejati. Setelah kematian Asano seluruh kastil dan wilayah kekuasaan Asano di Ako ditarik dan diserahkan oleh shogun. Mendengar kematian tuan Asano seluruh anak buah Asano termasuk Oishi orang kepercayaan ( kaki tangan ) Asano tidak menerima kematian yang menimpa tuannya. Apalagi katika mendengar bahwa Kira orang yang menyebabkan tuannya mati ternyata masih hidup, seluruh anak buah Asano berencana untuk membalaskan dendam majikan mereka demi kehormatan dan kesetiaannya terhadap atasan mereka Asano. Pada saat itu terkumpul sekitar 300 orang yang setuju dan bersedia melakukan balas dendam. Namun Oishi tidak larut dalam emosi dan gegabah dalam mengambil tindakan, apalagi pada waktu itu ada undang-undang yang melarang tindakan balas dendam. Ketika teman-temannya memilih untuk mempertahankan kuil dan 18

27 sesegera mungkin membalas dendam kematian majikan mereka, dengan kepala dingin Oishi memilih untuk patuh pada undang-undang dan membiarkan kuil diambil alih secara damai sambil mengajukan surat petisi kepada shogun untuk menuntut keadilan. Waktupun berlalu tanpa ada kejelasan atas petisi tersebut. Para anak buah Asano hidup terpisah dan menjalani kehidupannya masing-masing. Para anak buah Asano rela meninggalkan keluarga dan hartanya demi kesetiaannya kepada Asano. Mereka tidak peduli terhadap nyawanya demi mewujudkan dendam tuannya Asano. Oishi juga menceraikan istrinya dan meninggalkan keluarganya dengan hidup bersama seorang geisha. Sementara yang lainnya ada yang menjadi guru beladiri, guru memanah, pelayan di rumah Kira, petani, dan pedagang. Namun gaya dan pola hidup Oishi tersebut mendapat kritik dari teman-temannya, sehingga menyebabkan adanya perpecahan diantara mereka karena menggap Oishi tidak setia dan melupakan rencana balas dendam mereka. Dua tahun berlalu sejak kematian Asano, maka tibalah saatnya pembalasan dendam para anak buah Asano. Setelah melalui ujian wakru dan kesabaran Oishi membuktikan kesetiannya, akhirnya ia berhasil mengumpulkan para anak buah Asano meskipun banyak yang berubah pikiran. Jumlah ronin yang terkumpul semakin sedikit hingga akhirnya hanya terkumpuk 47 ronin yang setia dan bersedia untuk melakukan balas dendam terhadap kematian tuan asano. Kisah 47 ronin menceritakan banyak cerita. Harga diri, kehormatan, dan kesetiaan yang ditunjukkan dengan balas dendam oleh para anak buah Asano. Bagaimana usaha Oishi, Hara, Kataoka, Horibe, dan Chikara dalam usahanya membalaskan dendam tuannya dengan kesetiaan- kesetian yang dimilikinya. 19

28 Namun diantara semua kisah 47 ronin adalah sebuah cerita yang mencerminkan sebuah kesabaran, kesetiaan, dan pengorbanan yang ditegakkan melalui ajaran bushido Bushido Sebagai Budaya Samurai Zaman Edo Bushido ( jalan/ cara prajurit ) adalah kode etik dan sebuah cara hidup, mirip dengan konsep prajurit pada abad pertengahan di Eropa. Bushido berkembang antara abad ke-11 dan ke-14 dan dijadikan sesuatu yang formal untuk anggota kelas samurai di awl-awal tahun keshogunan Tokugawa. Menurut kamus bahasa Jepang Sogakukan kokugo Daijiten: Bushido adalah sesuatu yang filosofi yang unik yang menyebar diantara kelas prajurit dari zaman Muromachi ( Sri Rezeki, 2006: 5 ). Benedict ( 1982: 333 ) mengatakan bushido adalah tata cara samurai. Tata cara samurai merupakan sebuah istilah yang dimasyarakatkan selama abad feodalisme untuk menunjukkan perilaku tradisional Jepang yang ideal. Nitobe dalam Benedict ( 1982: 333 ), memerincikan bushido sebagai perpaduan antara konfusionisme dengan etika feudal Jepang, dan dapat diartikan juga sebagai perpaduan antara keadilan, keberanian, kebaikan hati, kesopanan, kesungguhan hayi, kehormatan, kesetiaan, dan pengendalian diri. Pada zaman Edo bushido dianggap sebagi kebudayaan bushi. Maksudnya adalah bagaimana bushi melakukan kehidupannya pada zaman Edo. Pada zaman ini etika yang ditanamkan adalah sistem moral kesetiaan atasan dan bawahan berdasarkan ajaran konfusionisme. Seluruh etika yang terdapat dalam bushido 20

29 dijadikan standar moral agar para bushi dapat melihat dan membedakan sikap yang benar dan salah dalam menjalani kahidupannya. Salah satu etika dari bushido yang bertahan lama pada masyarakat feodal adalah nilai kesetiaan. Penghormatan dan kesetiaan pada tuan/ penguasa adalah keistimewaan khusus. Nitobe ( 1998: 135 ) mengatakan kesetiaan adalah nilai moral yang melekat pada setiap orang dalam tradisi tertentu. Nigel dalam Nitobe ( 1998; 145 ) mengatakan kesetiaan adalah kewajiban individu dan merupakan sebuah ikatan antara tuan dan anak buah yang tidak boleh dilanggar. Didalam bushido kesetiaan dianggap sangat penting. Pada masa feodal para bushi harus memberi penghormatan pada tuan yang diwujudkan secara nyata melalui tanggung jawab kesetiaan pribadi kepada seseorang dan keturunannya sebagai tanda terima kasih dan kasih sayang yang luar biasa pada tuan. Seperti halnya yang dijelaskan oleh Nie Joe Lan (1962: 102 ), dalam bushido, sifat utama dari seorang samurai adalah kesetiaan. Seorang samurai harus mengorbankan jiwa raga, kebenaran dan juga keluarganya, apabila tuannya menginginkannya. Seorang samurai juga harus memiliki sifat hidup hemat, sederhana dan tidak menghiraukan harta dunia. Seorang samurai juga harus dapat menahan rasa sakit tanpa merubah wajah. Menurut Sagara dalam Situmorang ( 1995: 27 ), bushido merupakan jalan menuju kematiaan. Hal ini menandakan bahwa dalam mewujudkan bushido harus dibayar dengan pengorbanan diri baik dalam pertempuran ataupun dalam ritualritual khusus seperti seppuku. Perilaku seppuku yang dilakukan bushi atau anak buah merupakan salah satu perwujudan karakter atau watak bushido yang 21

30 bermakna sebagai penghormatan, tetapi dapat juga sebagai suatu hukuman ( Seward, 1995: 1 ). Oleh karena itu bushido, jalan prajurit sangatlah penting bagi setiap upaya mempelajari nilai-nilai etika masa Tokugawa atau masa Jepang modern. Ini disebabkan karena bushi atau samurai merangkum atau dianggap merangkum nilai-niali dasar orang Jepang, dan juga karena pada masa Tokugawa maupun zaman modern etika bushido atau paling tidak sebagian besar darinya telah menjadi etika nasional ( Bellah, 1985: 121 ). Kelas samurai secara sangat sadar dipandang sebagai perwujudan dan penjaga moralitas Giri Sebagai Konsep Balas Budi Manusia adalah makhluk individu yang dilakukan dalam kelompok sosial ( Reischauer, 1982: 161 ). Kenyataan bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain menuntutnya untuk berperilaku sesuai dengan aturanaturan yang berlaku dalam masyarakat dimana ia tinggal. Karena masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang mempunyai suatu aturan-aturan atau norma-norma yang berlaku yang dijadikan sebagai konsep moral untuk melaksanakan hidup. Karena itu di dalam kehidupan masyarakat Jepang yang menonjol adalah peranan kelompok. Besarnya peranan kelompok dalam kehidupan masyarakat sebenarnya tidak hanya terdapat pada bangsa Jepang, karena pada umumnya terdapat juga pada umat manusia yang belum dipengaruhi oleh individualisme. Akan tetapi di Jepang wujudnya lebih kuat dan nyata. Dalam bermasyarakat, masyarakat Jepang lebih memberatkan pada berkelompok daripada individu. 22

31 Dalam hubungan antar individu maupun individu dengan satuan sosial yang lebih tinggi ketika bangsa Jepang belum dipengaruhi oleh medernisasi mereka senantiasa diliputi rasa berhutang ( on ) kepada orang tua, para penguasa, masyarakat dan Negara ( Sayidiman, 1982: 42 ). Menurut artikel Dewi Kania dalam Nur Afni ( skripsi,2005: 1 ) On adalah sebuah konsep yang merujuk kepada makna hutang budi yang berkaitan dengan segala kewajiban yang diterima oleh seseorang dari orang lain, baik sederajat maupun tidak dan hal ini menimbulkan kewajiban untuk dibayar. Selain itu pengertian on adalah sesuatu beban, suatu hutang, sesuatu yang harus dipikul seseorang sebaik mungkin( Benedict, 1982: 105 ). Bagi orang Jepang on merupakan perasaan berhutang yang paling utama dan selalu ada dalam kehidupan manusia ( benedict, 1982: 121 ). Dengan kata lain on adalah nilai-nilai penting yang harus dipertahankan didalam kehidupan masyarakat Jepang yang berkaitan dengan adanya jaringan hubungan kewajiban yang saling timbale balik. Karena adanya rasa hutang budi maka orang Jepang merasa berkewajiban untuk membalas budi baik dari orang tua, para penguasa, masyarakat dan Negara. Rasa kebajikan itu disebut gimu. Gimu adalah konsep pembalasan kebaikan setulus hati ( Hamzon,1995: 66 ). Yaitu bahwa kebaikan yang telah diterima tersebut harus dibalas tanpa memikirkan untung rugi. Konsep kebaikan ini dalam bahasa Jepang disebut dengan giri. Giri secara harfiah memiliki arti yang kurang jelas, tetapi sering diartikan menjadi jalan yang benar, jalan yang seharusnya dimiliki oleh manusia. Benedict ( 1982: 125 ) mengatakan giri adalah hutang-hutang yang wajib dibayar dalam jumlah yang tepat yang sama dengan jumlah kebaikan yang diterimanya dan ada batas waktu 23

32 pembayarannya. Jadi giri merupakan tuntutan yang harus dilakukan melalui tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari seseorang. Selain itu giri lebih merupakan janji akan menampilkan suatu sikap atau tindakan tertentu terhadap semua orang yang mengelilingi seseorang ( Minami dalam Nur Afni, 2005: 30 ). Pengertian giri bila dilihat dari karakter kanjinya dibagi menjadi gi dan ri. Yaitu gi ( 義 ) memiliki arti keadilan, kebenaran, moralitas, kemanusiaan, integritas, keutuhan, kehormatan, kesetiaan, dan ketaatan. Sedangkan ri ( 理 ) adalah alasan, akal, keadilan, kebenaran dan prinsip. Kemudian kedua kanji itu digabungkan dan memiliki arti yang spesifik. Menurut Harumi dalam Suyana, dalam pemakaiannya istilah giri merujuk kepada kewajiban-kewajiban sosial yang bersifat normative dan etis yang menghendaki orang Jepang untuk berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat dalam berhubungan dengan individu lain dimana seseorang menjalin hubungan yang khusus ( kripsi Nur Afni, 2005: 30 ). Menurut Mattulada ( Nur Afni, 2005:30 ) giri merupakan hutang yang harus dilunasi dengan perhitungan yang pasti atas suatu kebajikan yang telah diterima yang mempunyai batas waktu. Dalam pengertian lain giri berarti suatu kewajiban untuk membalas sikap atau kebaikan yang telah diterima dari orang lain dengan setimpal. Oleh karena itu Giri begitu kata pepatah orang Jepang adalah sesuatu yang paling berat untuk di tanggung. Kewajiban seseorang terhadap girinya mencakup suatu daftar kewajiban yang heterogen ( bermacam-macam ) mulai dari rasa terima kasih atas perbuatan baik yang pernah diterimanya sampai tugas balas dendam. Giri tersebut dibagi atas: 24

33 1. Giri terhadap dunia Giri terhadap dunia adalah kewajiban membayar kembali On kepada sesamanya. Giri terhadap dunia adalah kewajiban-kewajiban seseorang terhadap pihak-pihak yang telah memberikan kebaikan kepadanya seperti giri terhadap tuan, kepada hubungan-hubungan keluarga, giri terhadap orang lain yang bukan saudara, seperti pembagian uang guna kebajikan, pemberian bantuan pekerjaan, dan pada teman sekerja. Dan menurut Benedict ( 1982: 152 ) giri terhadap dunia adalah suatu kewajiban untuk membayar kembali semua kebaikan-kebaikan yang telah diterimanya. Secara umum, giri kepada dunia dapat digambarkan sebagai pemenuhan hubungan-hubungan yang bersifat kontrak, berbeda dengan gimu yaitu sesuatu pemenuhan kewajiban-kewajiban berdasarkan hubungan akrab yang dialami seseorang sejak lahir. Jadi dapat dikatakan bahwa giri terhadap dunia mencakup semua kewajiban yang menjadi tanggungan seseorang kepada keluarga mertuanya, sedangkan gimu adalah kewajiban yang menjadi tanggungan kepada keluarga kandung. Giri terhadap dunia bila digabungan pengertiannya berarti terima kasih dan kesetiaan. 2. Giri terhadap nama seseorang Yaitu kewajiban seseorang untuk menjaga agar reputasinya tidak ternoda. Giri terhadap nama ini bukan pembayaran kembali terhadap kebaikan yang telah diterima, tetapi kewjiban-kewajiban atau tindakan-tindakan yang tetap menjaga reputasi baik seseorang tanpa mendasarkannya pada suatu hutang tertentu yang sebelumnya dimiliki orang itu terhadap orang lain. Karena itu, giri ini mencakup didalamnya melaksanakan segala macam persyaratan etiket menurut tempat 25

34 seseorang yang sesuai. Misalnya, kalau merasa sakit sama sekali tidak memperlihatkannya, dan mempertahankan reputasi dalam profesi dan keahlian. Giri terhadap nama juga menuntut tidakan-tindakan yang menghilangkan noda atau cela, noda tersebut mengotori nama seseorang dan karena itu harus dihilangkan. Noda itu dapat memaksa seseorang mengorbankan semua miliknya, keluarga dan hidupnya sendiri demi kehormatan dan hal-hal yang dapat merugikan namanya seperti penghinaan. Para bushi atau samurai berhak menolak untuk berkompromi dengan penghinaan atas namanya, karena mereka mengangap aib seperti goresan disebuah pohon yang seiring waktu dapat meluas. Demi penghormatan para samurai juga harus mampu menderita dan mengendalikan diri tidak memperlihatkan perasaannya. Selain itu noda terhadap nama juga dapat memaksa seseorang untuk membalaskan dendam kepada orang yang merugikan namanya atau memaksa seseorang untuk melakukan bunuh diri, dan diantara keduanya ini terdapat segala macam tindakan ( Benedict 1982:152 ). Sebelum Jepang dipersatukan oleh Tokugawa, giri sering dianggap sebagai kebajikan yang lebih tinggi dari pada chu. Pada abad 12 seorang shogun dari Minamoto menuntut dari salah satu daimyo untuk menyerahkan musuh yang dilindunginya, daimyo itu membalas surat bahwa ia sangat tersinggung karena girinya dilibatkan dan ia menolak untuk menyalahinya sekalipun demi chu urusan Negara adalah wewenang sedikit saja yang saya miliki, tetapi giri untuk orang-orang terhormat merupakan kebenaran yang abadi yang melebihi otoritas shogun. Ia menolak melakukan tindakan tercela terhadap teman-teman yang dihormatinya. 26

35 Pada zaman feodal seseorang tidak dapat menolak tindakan terhadap giri. Jika ada pertentangan dengan chu maka seseorang dapat tetap bertahan pada giri dengan terhormat. Giri adalah hubungan tatap muka yang baik dan dihiasi dengan segala hal-hal tentang feodal. tahu giri berarti setia sampai mati kepada tuannya, membayar kembali giri adalah menyediakan hidup matinya bagi tuan dan kepada siapa orang berhutang segala-galanya. Giri samurai melebihi segala-galanya pada waktu itu dijadikan sejarah dan menghasilkan sejumlah cerita rakyat dan kesenian diseluruh Jepang seperti, drama noh, teater kabuki, dan tarian kagura Adauchi dan Junshi Sebagai Wujud Kesetiaan a. Adauchi Menurut Watsuji dalam Situmorang ( 1997: ) untuk membahas adauchi lebih tepat mengambil budo denraiki tulisan Ihara Saikaku ( ), dimana Saikaku mengambil tradisi bushido dari hikayat Shoga. Di dalamnya terdapat tulisan dari kumpulan-kumpulan cerpen yang bertemakan bushi no giri dan bushi no michi. Bushido atau jalan bushi tersebut mempunyai pemikiran membuang jiwa demi nama, khusus mempunyai pengertian mengorbankan seluruhnya untuk balas dendam ( adauchi ). Saikaku dalam Budo Shonshinshu menunjukkan dalam usaha adauchi, bushi tidak memandang akibat baik atau buruk. Hal ini merupakan sifat bushi dari zaman Muromachi. Dalam hal itu, kelihatan semangat mengorbankan jiwa dengan sia-sia demi nama. Setelah membunuh lawan masih ada kewajiban untuk melakukan seppuku. Kemudian, sikap terhadap kata-kata mengejek harus secara langsung menggerakkan diri untuk mencabut pedang. Watsuji mengatakan, 27

36 memang kelihatan cara ceroboh tetapi hal itu bukan hanya demi kewajiban untuk membunuh lawan tetapi juga keharusan mengorbankan jiwa demi nama. Budaya seperti ini menurut Watsuji dalam situmorang ( 1997: ) terjadi karena adanya hubungan yang sangat erat antara tuan pengikut yang telah berlangsung dari generasi-kegenerasi antara tuan dan anak buah. Oleh karena itu, anak buah berpikir segala sesuatu yang diterimanya selama hidup merupakan on ( budi ) dari tuan, yang harus dibayar dengan chu( penghormatan terhadap tuan ), yang diwujudkan dengan giri ( balas budi ). Hal ini diperkuat oleh pandangan ajaran Buddha zen, yang dianut oleh para bushi waktu itu, bahwa perjalanan di dunia kematian adalah gelap, oleh kerena itu para anak buah harus rela mati untuk menemani kematian tuan menuju raise ( dunia setelah mati ). Ini diperkuat lagi dengan adanya pandangan akan reinkarnasi yang dipercaya oleh bushi, sehingga timbullah cita-cita bushi untuk menjadi abdi tuan selama tujuh kali dalam siklus hidup dan mati dalam pandangan Buddha tersebut. Selanjutnya watsuji mengatakan orang mengincar adauchi untuk mematuhi bushi no michi ( jalan bushi ) dengan cara melakukan pembunuhan dengan sia-sia. Dalam adauchi, bushi mengutamakan giri sehingga perbuatan membuang jiwa dengan percuma adalah demi giri. Hal ini sesuai dengan pemikiran bushido lama. Oleh kerena itu dikalangan bushi sering timbul pertempuran yang tidak rasional dengan hanya alasan-alasan sepele. Menurut Tsunetomo dalam Situmorang ( 1997: 221 ), bushido adalah janji untuk mengabdi diri pada tuan. Dia berkata bahwa para anak buah hanya mempunyai satu tujuan hidup yaitu untuk mengabdi kepada tuan. Menurutnya hal ini mempunyai dua pengertian Yaitu: 28

37 1. Secara absolute mengutamakan tuan, yaitu kesetiaan mengabdi satu arah dengan mengabdikan jiwa raga bagi tuan. 2. Menjadi anak buah yang betul-betul dapat diandalkan yaitu betul-betul melaksanakan sumpah setia kepada tuan. Hal ini lah yang menyebabkab timbulnya sikap pengabdian anak buah terhadap tuan yang melewati batas hidup dan mati dengan cara adauchi dan junshi. Di dalam bushido lama, seorang bushi harus melakukan balas dendam ketika di tempat, tidak menunggu waktu, tidak perlu memikirkan benar salah. Anak buah wajib membalaskan dendam tuan. Selain demi nama ie dan demi harga diri sendiri, ia wajib membunuh orang yang menjadi musuh sesegera mungkin ditempat. b. Junshi Watsuji dalam Situmorang ( 1997 ) mengatakan awal dari kebiasaan junshi adalah adanya ikatan hubungan yang sangat kuat antara pengikut dan tuan, sehingga kematian dianggap gi dalam kelompok bushi. Sehubungan dengan cerita Buddha dalam perjalanan kematian mengatakan sepinya perjalanan sendirian dalam jalan kematian. Oleh kerena itu untuk menemani tuan yang sendirian dalam perjalanan kematian, anak buah melakukan junshi. Dengan demikian tuan adalah merupakan zettai teki ( bersifat mutlak bagi anak buah ). Dilihat dari kepentingan ie kebiasaan junshi ini sering menimbulkan kesulitan-kesulitan bagi generasi penerus yang akan menjadi ahli waris kekuasaan. Biasanya usaha untuk menghalang-halangi pengikut untuk melakukan 29

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan yang keberadaannya tidak merupakan keharusan (Soeratno dalam

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan yang keberadaannya tidak merupakan keharusan (Soeratno dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bagian dari kebudayaan yang dipengaruhi oleh segi-segi sosial dan budaya. Istilah sastra dipakai untuk menyebut gejala budaya yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan rumpun. Koentjaraningrat (1976 : 28) menjelaskan budaya adalah daya

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan rumpun. Koentjaraningrat (1976 : 28) menjelaskan budaya adalah daya 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kebudayaan dimiliki oleh setiap bangsa,oleh karena itu kebudayaan dari setiap bangsa saling berbeda, walaupun terkadang ada kesamaan seperti halnya kesamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kusut. Karya novel biasanya mengangkat berbagai fenomena yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kusut. Karya novel biasanya mengangkat berbagai fenomena yang terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil cipta atau karya manusia yang dapat dituangkan melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Selain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengakhiri hidup mereka) (http://wikipedia.org/wiki/bunuhdiri). Salah satu cara yang paling populer bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengakhiri hidup mereka) (http://wikipedia.org/wiki/bunuhdiri). Salah satu cara yang paling populer bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Jepang merupakan bagian dari masyarakat yang mudah terpengaruh dengan keadaan sekitar yang dapat membuat mereka merasa tertekan. Tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki oleh setiap bangsa, oleh karena itu kebudayaan dari setiap bangsa saling berbedabeda.

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki oleh setiap bangsa, oleh karena itu kebudayaan dari setiap bangsa saling berbedabeda. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta rasa, karsa, dan rasa tersebut Koentjaraningrat (1976:28).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijamah. Sedangkan Ienaga Saburo (dalam Situmorang, 2008: 3) membedakan

BAB I PENDAHULUAN. dijamah. Sedangkan Ienaga Saburo (dalam Situmorang, 2008: 3) membedakan 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ada terdapat berbagai macam definisi kebudayaan, ada yang membedakan antara budaya dan kebudayaan. Budaya adalah sesuatu yang semiotik, tidak kentara atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman Edo (1603-1867) adalah zaman dimana Jepang diperintah oleh keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan Tokugawa pada waktu itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang selain dikenal sebagai negara maju dalam bidang industri di Asia, Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra prosa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkrit yang membangkitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup

Bab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Tokoh Penokohan merupakan suatu bagian terpenting dalam membangun sebuah cerita. Penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan tokoh dalam cerita, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, media massa juga melakukan banyak

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, media massa juga melakukan banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi dan media massa saat ini memegang peranan yang penting dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, media massa juga melakukan banyak transformasi sosial dan

Lebih terperinci

BAHASA, BUDAYA, DAN IDENTITAS ORANG JEPANG DALAM NOVEL 47 RONIN KARYA JOHN ALLYN Oleh: Liastuti U.

BAHASA, BUDAYA, DAN IDENTITAS ORANG JEPANG DALAM NOVEL 47 RONIN KARYA JOHN ALLYN Oleh: Liastuti U. Lampiran Draft Artikel BAHASA, BUDAYA, DAN IDENTITAS ORANG JEPANG DALAM NOVEL 47 RONIN KARYA JOHN ALLYN Oleh: Liastuti U. ABSTRAK Di antara banyaknya nilai-nilai tradisional Jepang yang berakar dari budaya

Lebih terperinci

ANALISIS MORALITAS KESETIAAN TOKOH UTAMA NOVEL UESUGI KENSHIN KARYA EIJI YOSHIKAWA

ANALISIS MORALITAS KESETIAAN TOKOH UTAMA NOVEL UESUGI KENSHIN KARYA EIJI YOSHIKAWA ANALISIS MORALITAS KESETIAAN TOKOH UTAMA NOVEL UESUGI KENSHIN KARYA EIJI YOSHIKAWA Eiji Yoshikawa no Sakuhin Uesugi Kenshin To Iu Shousetsu No Shujinkou No Chuusei No Doutoku No Bunseki SKRIPSI Skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dialaminya. Hal ini sesuai dengan pendapat E. Kosasih ( 2012: 2)

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dialaminya. Hal ini sesuai dengan pendapat E. Kosasih ( 2012: 2) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra yang lahir di tengah-tengah masyarakat merupakan hasil imajinasi atau ungkapan jiwa sastrawan, baik tentang kehidupan, peristiwa, maupun pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam sastra kita dapat menemukan gambaran hidup dan rangkaian sejarah yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam sastra kita dapat menemukan gambaran hidup dan rangkaian sejarah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu karya manusia yang menarik untuk dikaji adalah sastra, karena dalam sastra kita dapat menemukan gambaran hidup dan rangkaian sejarah yang sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (keindahan bahasa) yang dominan.karya sastra merupakan ungkapan pribadi

BAB I PENDAHULUAN. (keindahan bahasa) yang dominan.karya sastra merupakan ungkapan pribadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu hasil karya manusia baik lisan maupun nonlisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki nilai estetik (keindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia, (dan masyarakat) melalui

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia, (dan masyarakat) melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia, (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adalah sekelompok orang yang menempati suatu wilayah tertentu

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adalah sekelompok orang yang menempati suatu wilayah tertentu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah sekelompok orang yang menempati suatu wilayah tertentu yang secara langsung atau tidak langsung saling berhubungan untuk memenuhi kebutuhannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan seni dan karya yang sangat berhubungan erat dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu bentuk hasil pemikiran dan pekerjaan seni yang kreatif

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu bentuk hasil pemikiran dan pekerjaan seni yang kreatif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu bentuk hasil pemikiran dan pekerjaan seni yang kreatif dimana manusia beserta kehidupannya menjadi objeknya. Sebagai hasil seni kreatif sastra juga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 ANALISIS KESETIAAN PADA TOKOH-TOKOH SAMURAI DALAM KOMIK SHANAOU YOSHITSUNE KARYA SAWADA HIROFUMI Skripsi Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (1994:10) Sastra juga sebagai pengungkapan baku dari apa yang telah disaksikan

BAB I PENDAHULUAN. (1994:10) Sastra juga sebagai pengungkapan baku dari apa yang telah disaksikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sastra adalah ungkapan pribadi manusia, yang berupa pengalaman, perasaan, pemikiran, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkrit yang membangkitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kata sastra berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari kata sas- yang berarti mengarahkan,

BAB I PENDAHULUAN. Kata sastra berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari kata sas- yang berarti mengarahkan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kata sastra berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari kata sas- yang berarti mengarahkan, memberi petunjuk atau instruksi, sedangkan akhiran tra berarti alat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Sepanjang pengamatan peneliti, tidak ditemukan penelitian yang membahas nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pengalaman dan gambaran dalam bermasyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pengalaman dan gambaran dalam bermasyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan cerminan keadaan sosial masyarakat yang dialami pengarang, yang diungkapkan kembali melalui perasaannya ke dalam sebuah tulisan. Dalam tulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur.

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra sebagai hasil karya seni kreasi manusia tidak akan pernah lepas dari bahasa yang merupakan media utama dalam karya sastra. Sastra dan manusia sangat erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra di Indonesia saat ini cukup pesat. Terbukti dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan drama. Hasil

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sebelumnya yang Relevan Penelitian tentang nilai-nilai moral sudah pernah dilakukan oleh Lia Venti, dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, yang dapat membangkitkan pesona dengan alat bahasa dan dilukiskan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, yang dapat membangkitkan pesona dengan alat bahasa dan dilukiskan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna

BAB I PENDAHULUAN. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam kebudayaannya. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan proses kreatif seorang pengarang melalui daya imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata sastra diambil dari bahasa latin dan juga sansekerta yang secara harafiah keduanya diartikan sebagai tulisan. Sastra merupakan seni dan karya yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak cukup dengan tumbuh dan berkembang akan tetapi. dilakukan dengan proses pendidikan. Manusia sebagai makhluk sosial

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak cukup dengan tumbuh dan berkembang akan tetapi. dilakukan dengan proses pendidikan. Manusia sebagai makhluk sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting bagi manusia, karena pendidikan akan menentukan kelangsungan hidup manusia. Seorang manusia tidak cukup dengan tumbuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra bukanlah hal yang asing bagi manusia, bahkan sastra begitu akrab karena dengan atau tanpa disadari terdapat hubungan timbal balik antara keduanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep. 1. Pengertian Novel. Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam keberagaman sering kali lupa terhadap nilai-nilai kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam keberagaman sering kali lupa terhadap nilai-nilai kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupannya di masyarakat yang penuh dengan berbagai macam keberagaman sering kali lupa terhadap nilai-nilai kebudayaan yang dimilikinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan merupakan sebuah bentuk ekspresi atau pernyataan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Sebagai ekspresi kebudayaan, kesusastraan mencerminkan sistem sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi Jepang dimulai pada saat Jepang melakukan Restorasi Meiji.

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi Jepang dimulai pada saat Jepang melakukan Restorasi Meiji. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modernisasi Jepang dimulai pada saat Jepang melakukan Restorasi Meiji. Sebelum melakukan Restorasi, Jepang mengalami masa isolasi selama kurang lebih 250 tahun selama

Lebih terperinci

BAB III MAKNA FILOSOFI BUSHIDOU DI DALAM SIKAP AIKIDOUKA. 3.1 Filosofi Gi (Kebenaran) di dalam Sikap Aikidouka

BAB III MAKNA FILOSOFI BUSHIDOU DI DALAM SIKAP AIKIDOUKA. 3.1 Filosofi Gi (Kebenaran) di dalam Sikap Aikidouka BAB III MAKNA FILOSOFI BUSHIDOU DI DALAM SIKAP AIKIDOUKA 3.1 Filosofi Gi (Kebenaran) di dalam Sikap Aikidouka Prinsip utama aikidou adalah gi. Gi terdapat dalam diri aikidouka yaitu jasmani dan jiwa. Jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinasi, kemudian tercipta suatu pemikiran imajinatif yang akan tercermin lewat

BAB I PENDAHULUAN. imajinasi, kemudian tercipta suatu pemikiran imajinatif yang akan tercermin lewat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra pada dasarnya mengungkapkan kejadian, namun kejadian tersebut bukanlah fakta yang sesungguhnya melainkan fakta dari hasil pemikiran pengarang. Pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak akan terlepas dari imajinasi pengarang. Karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak akan terlepas dari imajinasi pengarang. Karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Karya sastra tidak akan terlepas dari imajinasi pengarang. Karya sastra merupakan sebuah ciptaan yang disampaikan secara komunikatif untuk tujuan estetika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang karya-karya sastranya telah dibaca dan di terjemahkan kedalam banyak bahasa. Seperti

BAB I PENDAHULUAN. yang karya-karya sastranya telah dibaca dan di terjemahkan kedalam banyak bahasa. Seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang adalah salah satu negara maju yang telah melahirkan sastrawan sastrawan yang karya-karya sastranya telah dibaca dan di terjemahkan kedalam banyak bahasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang pengarang dalam memaparkan berbagai permasalahan-permasalahan dan kejadian-kejadian dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam

Bab 1. Pendahuluan. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam Bahasa Indonesia, kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada kesusasteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih tetap ada sampai sekarang ini. Wanita Jepang memiliki citra sebagai seorang wanita yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sastra mengambil isi sastra tersebut dari kehidupan sehari-hari yang terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. sastra mengambil isi sastra tersebut dari kehidupan sehari-hari yang terdapat 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat. Isi yang ditampilkan dalam sebuah karya sastra adalah proses karya budaya

Lebih terperinci

Matematika Pernikahan

Matematika Pernikahan Matematika Pernikahan Pernikahan adalah karunia terpenting yang diberikan kepada umat manusia selama seminggu masa Penciptaan. Setelah menciptakan dunia yang sempurna, dilengkapi dengan segala yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN A. Analisis Tujuan Pendidikan Akhlak Anak dalam Keluarga Nelayan di Desa Pecakaran Kec. Wonokerto.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalamnya terdapat pengilustrasian, pelukisan, atau penggambaran kehidupan

I. PENDAHULUAN. dalamnya terdapat pengilustrasian, pelukisan, atau penggambaran kehidupan ` I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil ciptaan manusia melalui kesadaran yang tinggi serta dialog antara diri pengarang dengan lingkungannya. Sebuah karya sastra di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam kebudayaannya. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna yang dianyam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Darma Persada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bila membicarakan Jepang, maka hal yang akan terbayang adalah sebuah Negara modern di mana penduduknya memiliki kedisiplinan yang tinggi, maju, kaya, dan sebutan-sebutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS PSIKOLOGIS TOKOH UTAMA DALAM NOVEL KITCHEN KARYA BANANA YOSHIMOTO BANANA YOSHIMOTO NO SAKUHIN NO KITCHEN NO

ANALISIS PSIKOLOGIS TOKOH UTAMA DALAM NOVEL KITCHEN KARYA BANANA YOSHIMOTO BANANA YOSHIMOTO NO SAKUHIN NO KITCHEN NO ANALISIS PSIKOLOGIS TOKOH UTAMA DALAM NOVEL KITCHEN KARYA BANANA YOSHIMOTO BANANA YOSHIMOTO NO SAKUHIN NO KITCHEN NO SHOUSETSU NI OKERU SHUJINKOU NO SHINRITEKI NO BUNSEKI SKRIPSI Skripsi ini Diajukan Kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya sebuah karya sastra tentu tidak akan terlepas dari kehidupan pengarang baik karya sastra yang berbentuk novel, cerpen, drama, maupun puisi. Latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan dalam proses terciptanya melalui intensif, selektif, dan subjektif. Penciptaan suatu karya sastra bermula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai perwujudan kehidupan manusia dan masyarakat melalui bahasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, memberi petunjuk atau intruksi, tra artinya alat atau sarana sehingga dapat disimpulkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang dialaminya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah salah satu seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan kehidupan manusia subjeknya. Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah alat yang digunakan sastrawan untuk mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah alat yang digunakan sastrawan untuk mengungkapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah alat yang digunakan sastrawan untuk mengungkapkan berbagai fenomena kehidupan manusia. Fenomena kehidupan manusia menjadi hal yang sangat menarik

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos.

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos. 7 BAB II LANDASAN TEORI E. Pengertian Psikologi Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos. Psyche artinya jiwa dan logos berarti ilmu. Dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia. Kemampuan berbahasa seseorang dapat menunjukkan kepribadian serta pemikirannya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra dengan masyarakat mempunyai hubungan yang cukup erat. Apalagi pada zaman modern seperti saat ini. Sastra bukan saja mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra sebagai sebuah ungkapan pribadi pengarang berdasarkan kreativitas/ imajinasi pengarang. Sastra juga dapat dijadikan sebagai wadah seorang pengarang untuk

Lebih terperinci

BAB II PENGABDIAN DIRI MASYARAKAT JEPANG DAN KAMIKAZE. Jepang adalah masyarakat yang berkebudayaan rasa malu. Ruth Benedict

BAB II PENGABDIAN DIRI MASYARAKAT JEPANG DAN KAMIKAZE. Jepang adalah masyarakat yang berkebudayaan rasa malu. Ruth Benedict BAB II PENGABDIAN DIRI MASYARAKAT JEPANG DAN KAMIKAZE 2.1 Masyarakat Berkebudayaan Rasa Malu Ruth Benedict dalam Situmorang mengatakan (1995 : 64) bahwa masyarakat Jepang adalah masyarakat yang berkebudayaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Berdasarkan pustaka yang telah dikumpulkandari penelitiansebelumnya,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Berdasarkan pustaka yang telah dikumpulkandari penelitiansebelumnya, 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan pustaka yang telah dikumpulkandari penelitiansebelumnya, ada beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian

Lebih terperinci

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang 1 PENDAHULUAN Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan berbagai masalah yang dihadapinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. pengarang tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius yang kemudian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu karya sastra tercipta tidak dalam kekosongan sosial budaya. Artinya, pengarang tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius yang kemudian dengan elegannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan, karena dapat memberi kesadaran kepada pembaca tentang

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan, karena dapat memberi kesadaran kepada pembaca tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan yang dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN BUSHIDO. karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN BUSHIDO. karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN BUSHIDO 2.1 Novel 2.1.1 Novel sebagai Sebuah Karya Fiksi Fananie (2000:6) mengungkapkan bahwa secara umum sastra merupakan karya fiksi yang merupakan hasil kreasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik yang berdasarkan aspek kebahasaan

Lebih terperinci

ANALISIS PESAN MORAL ON, GIMU, DAN GIRI DALAM NOVEL TOKYO TOWER KARYA LILY FRANKY

ANALISIS PESAN MORAL ON, GIMU, DAN GIRI DALAM NOVEL TOKYO TOWER KARYA LILY FRANKY ANALISIS PESAN MORAL ON, GIMU, DAN GIRI DALAM NOVEL TOKYO TOWER KARYA LILY FRANKY RIRI FURANKI SAN GA TSUKUTTA TOUKYO TAWAA TO IU SHOUSETSU NO ON, GIMU, GIRI NO DOUGI NO DENGON NO BUNSEKI SKRIPSI Skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009:

Lebih terperinci

Dalam Roma 12-13, Paulus berbicara tentang hubungan orang Kristen dengan...

Dalam Roma 12-13, Paulus berbicara tentang hubungan orang Kristen dengan... Lesson 12 for December 23, 2017 ALLAH Roma 12:1-2 Roma 13:11-14 KEDATANGAN YESUS YANG KEDUA KALI HUKUM TAURAT Dalam Roma 12-13, Paulus berbicara tentang hubungan orang Kristen dengan... GEREJA ORANG LAIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan termasuk salah satu dasar pengembangan karakter seseorang. Karakter merupakan sifat alami jiwa manusia yang telah melekat sejak lahir (Wibowo, 2013:

Lebih terperinci

1 Tesalonika. 1 1 Dari Paulus, Silas, dan Timotius. 2 1 Saudara-saudara, kamu tahu bahwa

1 Tesalonika. 1 1 Dari Paulus, Silas, dan Timotius. 2 1 Saudara-saudara, kamu tahu bahwa 301 1 Tesalonika 1 1 Dari Paulus, Silas, dan Timotius untuk jemaat yang tinggal di Tesalonika, yang ada dalam Allah Bapa dan Tuhan Yesus Kristus. Semoga Allah memberikan berkat dan damai sejahtera kepada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1. Latar Belakang Sastra 1 merupakan curahan hati manusia berupa pengalaman atau pikiran tentang suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan

Lebih terperinci

PENGABDIAN DIRI DALAM DRAMA KANADEHON CHUSINGURA

PENGABDIAN DIRI DALAM DRAMA KANADEHON CHUSINGURA Halaman 11 Chusin Gura PENGABDIAN DIRI DALAM DRAMA KANADEHON CHUSINGURA Hamzon Situmorang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Abstract The Kanadehon Chushingura is a drama writen by Chikamatsu Monzaemon

Lebih terperinci