DINAMIKA STOK IKAN TERI Stolephorus indicus (Van Hasselt, 1983) DI TELUK BANTEN KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DINAMIKA STOK IKAN TERI Stolephorus indicus (Van Hasselt, 1983) DI TELUK BANTEN KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN"

Transkripsi

1 DINAMIKA STOK IKAN TERI Stolephorus indicus (Van Hasselt, 1983) DI TELUK BANTEN KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN ANDREANA FRISKA MAGDALENA C SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 i

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Dinamika Stok Ikan Teri Stolephorus indicus (Van Hasselt, 1983) di Teluk Banten, Kabupaten Serang, Provinsi Banten adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2010 Andreana Friska Magdalena C ii

3 RINGKASAN Andreana Friska Magdalena. C Dinamika Stok Ikan Teri Stolephorus indicus (Van Hasselt, 1983) di Teluk Banten, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Dibawah bimbingan Mennofatria Boer dan Zairion. Ikan teri merupakan salah satu tangkapan dominan setelah ikan peperek, tembang, dan cumi yang ditangkap di perairan Teluk Banten dan didaratkan di PPP Karangantu. Meningkatnya kebutuhan manusia akan pemenuhan gizi menyebabkan permintaan yang tinggi terhadap sumberdaya ikan teri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek-aspek dinamika stok seperti pola pertumbuhan, umur, mortalitas, dan menduga model pengelolaan yang tepat bagi ikan teri berdasarkan dari nilai potensi lestari secara ekonomi Maximum Economic Yield (MEY). Pengambilan data primer berupa pengukuran panjang dan bobot basah ikan contoh berlangsung mulai tanggal 01 Februari sampai dengan 21 Februari 2010 dengan interval waktu pengambilan contoh selama delapan hari. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilaksanakan pada bulan Desember 2009 hingga bulan Maret 2010 meliputi data produksi hasil tangkapan ikan teri yang didaratkan di PPP Karangantu dan upaya penangkapan berupa trip (bagan apung dan bagan tancap) selama sepuluh tahun ( ) serta keadaan umum dan kondisi perikanan teri di Teluk Banten. Pertumbuhan dan laju mortalitas dianalisis berdasarkan frekuensi panjang. Kelompok ukuran panjang dipisahkan dengan metode Normal Separation (NORMSEP), koefisien pertumbuhan (K) dan panjang asimtotik (L ) diduga dengan metode pendekatan Ford Walford, dan umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol (t 0 ) serta laju mortalitas alami (M) diduga dengan rumus empiris Pauly. Laju mortalitas total (Z) diduga dengan metode Jones dan van Zalinge, sedangkan laju mortalitas penangkapan diduga melalui hubungan Z - M dan laju eksploitasi (E) diduga dengan hubungan E = F/Z. Untuk pendugaan kondisi stok sumberdaya ikan teri dilakukan dengan analisis bioekonomi dengan model Gordon - Schaefer. Sebaran ukuran panjang ikan teri berada pada selang mm sampai mm. Koefisien pertumbuhan (K) ikan teri sebesar 0.20 per tahun dengan panjang asimtotik (L ) sebesar mm dan umur toritis (t 0 ) sebesar tahun sehingga diperoleh persamaan pertumbuhan von Bertalanffy untuk ikan teri adalah L t =109.55(1-exp[-0.20 (t+1.74)]). Laju mortalitas total (Z) ikan teri sebesar 2.84 per tahun dengan laju mortalitas alami (M) sebesar 0.84 per tahun dan laju mortalitas penangkapan sebesar 2.00 per tahun sehingga diperoleh laju eksploitasi mencapai 71% dimana nilai laju eksploitasi ini telah melebihi laju eksploitasi optimum 0.5 sehingga dapat diindikasikan stok ikan teri di Teluk Banten mengalami overfishing yaitu growth overfishing. Hasil analisis bioekonomi menghasilkan nilai Maximum Economic Yield (MEY) sebesar ton dan effort MEY sebesar trip per tahun dan pada kondisi Maximum Sustainable Yield (MSY) sebesar ton per tahun dengan effort MSY sebesar trip per tahun. Tingkat rente tertinggi terjadi pada kondisi MEY (Maximum Economic Yield) sebesar Rp juta per tahun, MSY iii

4 (Maximum Sustainable Yield) sebesar Rp juta per tahun, OA (Open Access) sebesar Rp 0 juta per tahun serta pada kondisi aktual sebesar Rp juta per tahun. Nilai rente pada kondisi aktual lebih kecil dibandingkan nilai rente MEY sehingga stok ikan teri di Teluk Banten mengalami kondisi tangkap lebih secara ekonomi (economic overfishing). Implementasi untuk pengelolaan stok ikan teri di Teluk Banten adalah pembatasan jumlah trip alat tangkap bagan dengan tidak melebihi jumlah upaya tangkapan optimum (f MEY ) sebesar trip/tahun dengan hasil tangkapan optimum (MEY) sebesar ton per tahun, pengaturan izin penangkapan dan pengaturan ukuran mata jaring serta perlunya kerjasama antar pemerintah sebagai pembuat kebijakan, masyarakat, dan pihak yang terkait dalam melaksanakan kebijakan pengelolaan stok ikan teri di Teluk Banten agar lestari secara biologi dan ekonomi. Kata kunci : ikan teri, Teluk Banten, pertumbuhan, laju eksplotasi, bioekonomi, growth dan economic overfishing. iv

5 DINAMIKA STOK IKAN TERI Stolephorus indicus (Van Hasselt, 1983) DI TELUK BANTEN KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN ANDREANA FRISKA MAGDALENA C Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 v

6 PENGESAHAN SKRIPSI Judul penelitian Nama NIM Program studi : Dinamika Stok Ikan Teri (Stolephorus indicus) di Teluk Banten, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. : Andreana Friska Magdalena : C : Manajemen Sumberdaya Perairan Menyetujui, Pembimbing I, Pembimbing II, Prof.Dr.Ir. Mennofatria Boer, DEA Ir. Zairion, M.Sc NIP NIP Mengetahui : Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP Tanggal Lulus: 29 Juni 2010 vi

7 PRAKATA Puji dan syukur kepada Tuhan YME atas berkat dan karunia-nya sehingga penelitian Dinamika Stok Ikan Teri (Stolephorus indicus) di Teluk Banten, Kabupaten Serang, Provinsi Banten dapat diselesaikan. Penelitian ini merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari 2010 Maret 2010 dan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana perikanan pada program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar - besarnya kepada seluruh pihak atascurahan waktu, perhatian, masukan, arahan, serta dukungan dalam upaya menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak untuk penyempurnaan tulisan ini selanjutnya. Semoga penelitian ini memberikan manfaat bagi pengelola perikanan dan pihak pihak yang memerlukannya. Bogor, Agustus 2010 Penulis vii

8 UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Mennofatria Boer. DEA selaku dosen pembimbing I dan Ir. Zairion, M.Sc selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Ir. Rahmat Kurnia, MSi selaku dosen penguji tamu dan Ir. Agustinus M. Samosir, M.Phil selaku dosen penguji dari program studi atas saran, nasehat, dan perbaikan yang diberikan. 3. Pengelola PPP Karangantu atas izin dan bantuannya selama peneliti melaksanakan penelitian. 4. Keluarga tercinta; Bapak, Mama, dan adik-adikku tersayang (Andreani Monalisa dan Andreas) atas doa, kasih sayang, semangat, perhatian, kesabaran, dan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis selama ini 5. Dimas Waraditya Nugraha, atas doa, dukungan, semangat, dan perhatian selama ini kepada penulis. 6. Teman seperjuangan dalam penelitian ini, Dinda Cressidanto, atas bantuan, semangat, dan dukungan selama penelitian hingga penyusunan skripsi. 7. Teman-teman MSP 43; Elfrida, Dian, Kiki, Widya, Novi, Yuli, Elin, Chika, Silvi, Nira, Via, Ilmi, Febri, Damora, Pandu, Bibun, dan teman-teman yang lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. 8. Teman-teman MSP 42; Kak Silfi dan Kak Desi, atas saran dan arahannya kepada penulis 9. Teman-teman ITK 43, Dwi Charnila dan Hilda, atas semangat, doa, dan saran selama ini kepada penulis Bogor, Agustus 2010 Penulis viii

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 April 1987 sebagai putri pertama dari pasangan Selamat Marpaung dan Romauli Butar-butar. Pendidikan formal ditempuh di SDN XII Aren Jaya Bekasi, SLTP NEGERI 1 Bekasi dan SMA Negeri 1 Bekasi. Pada tahun 2006 Penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Setelah melewati tahap persiapan bersama selama satu tahun, penulis diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Pendidikan Agama Kristen (2007), Metode Statistika (2008/2009), Dinamika Populasi (2009) dan Pengkajian Stok Ikan (2010). Penulis juga aktif di organisasi kemahasiswaan seperti menjadi anggota Departemen Sosial dan Lingkungan HIMASPER, anggota Soprano dalam Paduan Suara FPIK Endevours, serta aktif mengikuti seminar maupun kepanitiaan di lingkungan kampus IPB. Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian yang berjudul Studi Dinamika Stok Ikan Teri (Stolephorus indicus) di Teluk Banten Kabupaten Serang, Provinsi Banten. ix

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... xii xiii DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Teri (Stolephorus indicus) Kalsifikasi dan morfologi Jenis jenis ikan teri Waktu dan tempat pemijahan Makanan dan kebiasaan makan Tingkah laku dan hubungannya dengan lingkungan Migrasi dan penyebaran Pertumbuhan Hubungan panjang bobot Parameter pertumbuhan (L, K, dan t 0 ) Mortalitas dan Laju Eksploitasi Alat Tangkap Pengkajian Stok Ikan Model Bioekonomi Stok Pengelolaan Perikanan METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Pengumpulan Data Pengumpulan data primer Pengumpulan data sekunder Analisis Data Sebaran frekuensi panjang Identifikasi kelompok ukuran Pertumbuhan Hubungan panjang dan berat Parameter pertumbuhan Ford Walford (L, K) dan t Mortalitas dan Laju Eksploitasi Analisis Bioekonomi xiv x

11 xi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kondisi umum perairan Teluk Banten Kondisi perikanan teri di Teluk Banten Sebaran ukuran panjang ikan teri (Stolephorus indicus) Hubungan panjang bobot Parameter pertumbuhan (L, K dan t 0 ) Mortalitas dan laju eksploitasi Model bioekonomi stok ikan teri (Stolephorus spp.) Pembahasan Sebaran ukuran panjang ikan teri (Stolephorus indicus) Hubungan panjang bobot Parameter pertumbuhan (L, K dan t 0 ) Mortalitas dan laju eksploitasi Model bioekonomi stok ikan teri (Stolephorus spp.) Implemetasi untuk pengelolaan stok ikan teri KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR TABEL Halaman 1. Formula perhitungan pengelolaan ikan teri Nilai indeks separasi dan jumlah populasi teoritis total ikan teri (Stolephorus indicus) di Teluk Banten Parameter Pertumbuhan (L, K) dan t Laju mortalitas dan laju eksploitasi Data upaya penangkapan ikan teri di Teluk Banten tahun Hasil Analisis parameter bioekonomi dengan model Gordon-Schaefer Sebaran kelompok ukuran ikan teri (S. indicus) di Teluk Banten pada setiap pengamatan xii

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Hubungan antara effort dan CPUE Ikan teri Stolephorus indicus (Van Hasselt, 1983) Bagan Perahu Grafik MEY Daerah Penangkapan ikan teri di Teluk Banten Skema pengambilan contoh ikan teri (Stolephorus indicus) Komposisi hasil tangkapan PPP Karangantu Sebaran frekuensi panjang ikan teri setiap kelas panjang Hubungan panjang berat ikan teri (Stolephorus indicus) Kurva pertumbuhan ikan teri (Stolephorus indicus) Kurva bioekonomi teri (Stolephorus spp.) Pergeseran modus frekuensi panjang ikan teri teri (Stolephorus indicus) xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data hasil pengambilan contoh ikan teri (Stolephorus indicus) di Teluk Banten Sebaran Distribusi Frekuensi Ikan Teri (Stolephorus indicus) Uji t Nilai b Hubungan Panjang Bobot ikan teri (Stolephorus indicus) Perhitungan pendugaan parameter pertumbuhan (, K) dan t 0 (Stolephorus indicus) Analisis Laju Mortalitas total (Z) dengan metode Jones dan van Zalinge di dalam program Mortality Estimation, FISAT II Analisis metode NORMSEP ikan teri pada setiap penarikan contoh Rata-rata biaya penangkapan ikan teri di Teluk Banten per trip Solusi Bioekonomi sumberdaya ikan teri (Stolephorus spp.) dengan menggunakan model Algoritma Fox xiv

15 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teluk Banten secara geografis terletak pada LS sampai dengan LS dan BT sampai dengan BT dengan luas sekitar ha. Hasil tangkapan dominan yang ditangkap di Teluk Banten adalah ikan pelagis kecil seperti ikan teri, tembang, dan tetengkek yang didaratkan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu. Ikan teri merupakan hasil tangkapan yang cukup melimpah dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Ikan teri memiliki manfaat untuk mencegah osteoporosis, menambah kecerdasan, membuat tubuh lebih sehat pada anak-anak, dan mencegah timbulnya beragam penyakit. Setiap orang memerlukan kalsium sebesar 1 gram per hari untuk mencegah osteoporosis. Berdasarkan penelitian Haumahu (1995) ikan teri mengandung kalsium dan fluor yang cukup besar yaitu 500 mg per 100 gram bobot ikan teri. Kebutuhan kalsium tersebut mudah diperoleh dari ikan teri yang banyak terdapat di perairan Indonesia. Ikan teri juga memiliki peranan penting sebagai umpan hidup bagi penangkapan cakalang di bagian Indonesia Timur. Oleh karena itu permintaan terhadap konsumsi ikan teri semakin tinggi sedangkan produksi mengalami penurunan dari tahun mencapai 24 %. Hal ini dipengaruhi oleh peningkatan hasil tangkapan maupun alat tangkap yang digunakan (Ditjen Tangkap-DKP 2004). Sama halnya dengan sumberdaya ikan lain, ikan teri merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable). Hal ini berarti jika sumberdaya ikan diambil sebagian, ikan yang tersisa memiliki kemampuan untuk memperbaharui dirinya dengan berkembang biak (Nikijuluw 2002). Berdasarkan sifat inilah maka diperlukan suatu upaya pengelolaan sumberdaya ikan teri agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Pada dasarnya kemajuan yang dicapai dalam kegiatan usaha penangkapan di suatu daerah memerlukan adanya pengkajian secara menyeluruh, baik aspek biologi yaitu sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan, aspek sumberdaya yang mendukung keberhasilan operasi penangkapan, aspek teknis seperti alat tangkap, aspek sosial yaitu yang berkaitan dengan tenaga kerja, dan aspek ekonomi (Syakila 2009).

16 2 Aspek dinamika stok adalah pertambahan biomassa yang dipengaruhi oleh pertumbuhan dan rekruitmen, kemudian pengurangan biomassa yang dipengaruhi oleh mortalitas alami dan penangkapan (Russel 1931 in Haddon 2001). Minimnya informasi mengenai aspek biologi ikan teri dan kondisi stok ikan teri mendorong dilakukannya suatu pengkajian stok dan upaya pengelolaan ikan teri di Perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPP Karangantu agar sumberdaya tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Penelitian mengenai ikan teri yang pernah dilakukan sebelumnya adalah dampak perikanan payang terhadap kelestarian stok ikan teri nasi (Stolephorus spp.) di perairan Kabupaten Cirebon dan alternatif pengelolaannya oleh Supriyadi (2008) Rumusan Masalah Kegiatan penangkapan ikan teri di perairan Teluk Banten oleh nelayan Kabupaten Serang mengalami fluktuasi baik dari segi produksi hasil tangkapan maupun jumlah unit alat tangkap (Gambar 1). Ikan teri merupakan salah satu hasil tangkapan dominan yang didaratkan di PPP Karangantu, sehingga pelaku usaha perikanan teri terus meningkatkan upayanya dan pemanfaatan sumberdaya ini untuk meningkatkan produksi tangkapan sebanyak-banyaknya. Alat tangkap dominan yang digunakan untuk menangkap ikan teri adalah bagan tancap dan bagan perahu. Dari Gambar 1 tampak bahwa terjadi kenaikan jumlah trip alat tangkap bagan yang cukup signifikan akan menurunkan nilai CPUE (Catch per Unit Effort). Dari data tersebut dapat digambarkan secara umum terjadi peningkatan tekanan penangkapan dimana hal ini akan mempengaruhi hasil tangkapan ikan teri di perairan Teluk Banten yang akan menurunkan nilai CPUE. Kondisi tekanan penangkapan yang tinggi dan volume produksi yang terus meningkat serta belum adanya kegiatan budidaya dapat mengakibatkan penipisan stok ikan atau menurunya populasi ikan teri di perairan Teluk Banten yang akan memicu terjadinya upaya tangkap lebih (overfishing). Oleh karena itu, untuk mengetahui kondisi aktual sumberdaya ini perlu dilakukan suatu kajian dinamika stok untuk pengelolaan perikanan secara bekelanjutan.

17 3 C P U E Effort Gambar 1. Hubungan antara effort dengan CPUE Sumber : Ditjen Tangkap-DKP Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek-aspek dinamika stok meliputi pertumbuhan, umur, mortalitas, dan menduga kondisi stok ikan teri dan pemanfaatannya berdasarkan model bioekonomi Manfaat Sebagai langkah awal pengelolaan, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu masukan dari aspek biologi dan ekonomi dalam merumuskan rencana pengelolaan ikan teri di Teluk Banten.

18 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Teri Stolephorus indicus (Van Hasselt, 1983) Klasifikasi dan morfologi Menurut Saanin (1968) klasifikasi Stolephorus indicus (Gambar 2) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Malacopteygii Famili : Clupeidae Subfamili : Engraulidae Genus : Stolephorus Spesies : Stolephorus indicus (Van Hasselt, 1983) Nama umum : Indian Anchovy Nama lokal : Teri putih Gambar 2. Stolephorus indicus (Van Hasselt, 1983) Sumber : dokumen pribadi Hutomo et al. (1987) menyatakan bahwa ikan teri memiliki tanda-tanda khas yang membedakannya dari anggota famili Engraulidae yang lain yaitu sirip caudalnya bercagak dan tidak bergabung dengan sirip anal serta duri abdominalnya hanya terdapat antara sirip pektoral dan ventral yang berjumlah tidak lebih dari 7 buah, umumnya tidak berwarna atau agak kemerah-merahan, samping tubuhnya memiliki selempang putih keperak-perakan yang memanjang dari kepala sampai ekor dan bentuk tubuhnya yang bulat memanjang (fusiform) atau termampat

19 5 samping (compressed). Sisiknya kecil dan tipis sangat mudah lepas. Sirip dorsal umumnya tanpa duri pradorsal. Sebagian atau seluruhnya dibelakang anus, pendek dengan jari- jari lemah sekitar buah. Jari- jari lemah teratas dari sirip pektoral tidak memanjang. Tulang rahang atas mungkin memanjang mencapai celah insang. Gigi-giginya terdapat pada rahang, langit- langit, palatin, pterigoid, dan lidah. Stolephorus indicus memiliki ciri - ciri tubuh memanjang dan berbentuk silindris dengan panjang baku kali tinggi tubuh, kali panjang kepala. Moncong sama dengan diameter mata atau kadang-kadang lebih pendek. Maksila mencapai batas anterior dari praoperkulum dan meruncing pada ujungnya. Jari- jari lemah buah dan tidak mempunyai duri pradorsal; sirip anal buah; sirip pectoral buah; dan sirip ventral 7 buah. Sisik pada garis lateral berjumlah 40 buah. jumlah saringan insang pada lengkung insang pertama bagian bawah berjumlah buah. Sisik abdominal meruncing berjumlah 3 5 buah. Sebuah bintik hitam pada kepala (occiput). Punggung dan ekor berbintik-bintik dengan sirip lain bening. Stolephorus indicus sangat mirip dengan Stolephorus commersonnii, tetapi Stolephorus indicus tidak memiliki garis-garis pigmen pada punggungnya dan maksilanya pendek. Hidupnya soliter dan dapat ditemukan sepanjang tahun dalam jumlah kecil di sepanjang pantai Jawa, terutama bulan Juli- Agustus. Kadang-kadang spesies ini memasuki sungai-sungai di Sumatera dan Kalimantan (Hutomo et al. 1987) Jenis - jenis ikan teri Menurut Hutomo et al. (1987) ada lima jenis ikan teri yang dikemukan oleh Weber dan de Beaufort (1913) dalam bukunya yang berjudul Fishes og the Indo- Australian Archipelago, sedangkan berdasarkan penelitian Delsman (1931) in Hutomo et al. (1987) tentang telur dan larva ikan di Laut Jawa ditemukan jenis telur Stolephorus yang lebih banyak dari spesies yang dikemukakan oleh Weber dan de Beaufort. Hasil penelitian Hardenberg (1933 a & b; 1934) in Hutomo et al. (1987) telah membuktikan dugaan Delsman (1931) in Hutomo et al. (1987) tersebut dimana Ia mendapatkan 9 jenis Stolephorus dari perairan Indonesia.

20 6 Dari perkembangan identifikasi jenis-jenis ikan teri, ditemukan ada 9 jenis ikan teri yang pasti ada di perairan Indonesia. Delapan jenis termasuk kelompok ikan yang mempunyai sebaran distribusi yang luas, baik di Samudera Pasifik maupun di Samudera Hindia (S. devisi, S. heterolobus, S. commersonnii, S. indicus, S. insularis, S. baganensis, S. buccaneeri, dan S. tri) serta satu jenis lagi termasuk kelompok yang tidak terdapat di Samudera Pasifik (S. dubiosus) (Hutomo et al. 1987). Sembilan jenis ikan teri yang terdapat di Indonesia dan umumnya mempunyai ukuran tubuh sekitar 6 9 cm, misalnya Stolephorus heterolobus, Stolephorus insularis, dan Stolephorus zollingeri. Tetapi ada pula yang berukuran besar misalnya Stolephorus commersonni dan Stolephorus indicus yang dikenal sebagai teri kasar atau teri gelagah dan dapat mencapai panjang cm (Nontji 2005). Menurut Setyohadi et al. (2001) in Supriyadi (2008), identifikasi spesies ikan teri di perairan Selat Madura menunjukkan adanya empat jenis ikan teri berdasarkan morfologi, morfometri, dan penamaan secara lokal oleh nelayan Madura, yaitu teri nasi (Stolephorus spp.), teri putih (Stolephorus devisi), teri merah (Stolephorus heterolobus), dan teri hitam (Stolephorus buccaneri). Teri nasi sangat mudah dibedakan dengan jenis teri lainnya, karena memiliki warna putih transparan dan ukurannya lebih kecil. Selanjutnya, untuk teri putih memiliki warna putih transparan, ukurannya lebih besar dari teri nasi, warna abdomen keperakan (silvery colour), kepala lebih pendek dibandingkan teri merah, dengan selempang lateral relatif lebih kecil. Ikan teri merah mempunyai ukuran lebih besar dari teri nasi, kepala lebih pendek dibandingkan teri putih, warna daging agak kemerahan, selempang perak lateral lebih tebal, bagian abdomen berwarna keperakan. Pemberian nama teri hitam oleh nelayan dan pengepul adalah karena warnanya yang lebih kotor dibandingkan teri lainnya yang biasanya memiliki ciri warna daging lebih kotor dibandingkan teri merah, kepala panjang menyerupai teri merah, serta ukurannya lebih besar dibanding teri nasi (Setyohadi et al in Supriyadi 2008).

21 Waktu dan tempat pemijahan Ikan teri melakukan pemijahan sepanjang tahun, meskipun ikan teri dewasa banyak dijumpai di perairan payau namun telurnya tak dapat ditemukan pada salinitas yang kurang 17 (Nontji 2005). Salinitas pada Teluk Banten bervariasi karena input aliran sungai. Variasi salinitas akan mempengaruhi distribusi dan kelimpahan ikan karena ikan bertoleransi pada salinitas tertentu. Pengaruh salinitas juga berkaitan dengan orientasi migrasi ikan sebagai respon terhadap gradien salinitas, serta pengaruhnya terhadap reproduksi (Haumahu 1995). Ikan teri di Laut Jawa memijah pada malam hari dan malam hari berikutnya telur menetas menjadi larva. Puncak-puncak pemijahan ikan teri bersamaan dengan perubahan musim, dari musim barat laut ke musim tenggara antara bulan April dan Mei dan sebaliknya dari musim tenggara ke musim barat laut antara Desember dan Januari (Delsman 1931 in Hutomo et al. 1987). Ikan teri nasi memijah beberapa kali serta memiliki musim pemijahan yang panjang, bahkan sepanjang tahun. Fekunditasnya bervariasi dan berkisar antara butir untuk ukuran panjang ikan mm dan butir telur untuk ukuran panjang ikan mm (Hutomo et al. 1987) Makanan dan kebiasaan makan Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hardenberg (1934) in Hutomo et al. (1987) disimpulkan bahwa makanan Stolephorus umumnya terdiri dari organisme pelagis berukuran kecil meskipun komposisinya berbeda untuk masing - masing spesies. Jenis - jenis ikan yang berukuran kecil memakan crustacea kecil seperti Copepoda, Ostracoda, individu-individu kecil seperti Mysis, Sergetes, dan Euphasia serta larva Crustacea tingkat nauplius dan zoea. Selain itu, di dalam isi perutnya didapatkan larva Bivalvia, Gastropoda, Anelida, Pteropoda, dan Diatomae. Sedangkan jenis-jenis Stolephorus berukuran besar seperti Stolephorus indicus dan Stolephorus commersonii memangsa sebagian besar larva ikan bersama dengan Mysis dan Sergetes (Hutomo et al. 1987). Stolephorus heterolobus di Selat Singapura terutama pada ukuran sampai 40 mm memangsa fitoplankton dan copepoda dan setelah dewasa mulai memangsa calanoida yang lebih besar, Leptochela, polychaeta, Mysis, larva Squilla, Lucifer,

22 8 dan branchyura serta larva decapoda yang lain. Kadang-kadang larva Stolephorus terdapat di lambungnya (Hutomo et al. 1987). Makanan Stolephorus devisi sebagian besar terdiri dari zooplankton, meskipun demikian fitoplankton seperti Coscinodiscus dan dinoflagelata ditemukan juga di dalam isi lambungnya. Zooplankton yang dominan adalah fragmen krustasea dan copepod, sedangkan makanan Stolephorus heterolobus mirip dengan makanan Stolephorus devisi yang didominasi oleh fragmen krustasea dan copepod (Hutomo et al. 1987) Tingkah laku dan hubungannya dengan lingkungan Menurut Hardenberg (1934) in Hutomo et al. (1987) ikan teri (Stolephorus spp.) bersifat pelagik dan menghuni perairan pesisir dan estuari, tetapi beberapa jenis berada pada salinitas rendah antara Kebanyakan ikan teri hidup bergerombol, tetapi ada pula yang hidup soliter setidaknya untuk jangka waktu tertentu. Teri yang berukuran kecil seperti Stolephorus heterolobus, Stolephorus insularis, dan Stolephorus zollingeri, biasanya bergerombol sampai ratusan atau ribuan individu. Jenis-jenis ikan teri yang berukuran besar (Stolephorus indicus, Stolephorus commersonnii) cenderung untuk hidup soliter, karenanya tertangkap nelayan dalam jumlah kecil dan hanya pada bulan-bulan tertentu bisa tertangkap dalam gerombolan-gerombolan kecil sekitar ekor seperti pada bulan Juli- Agustus (Hutomo et al.1987). Ikan teri yang umumnya berkelompok (schooling) memiliki respon yang positif terhadap cahaya namun ikan teri memiliki kepekaan yang tinggi terhadap reaksi yang berupa gerakan yang berasal dari luar (Hutomo et al. 1987). Ikan teri merah, teri putih, dan teri hitam mempunyai sifat phototaxis positive, sedangkan ikan teri nasi diduga mempunyai sifat phototaxis negative. Hal ini terlihat dari komposisi hasil tangkapan alat angkap bagan yang sedikit terdapat ikan teri nasi yakni hanya 0.60% saja, sementara ikan teri putih (42 %), teri hitam (39.70 %), dan teri merah (17.80%). Diduga ikan teri nasi sangat sensitif terhadap sinar lampu yang digunakan alat tangkap bagan sebagai pengumpul ikan (FAD = Fish Agregating Device) dan menghindar dari predator yang terkonsentrasi di sekitar lampu bagan (Setyohadi et al in Supriyadi 2008).

23 9 Ikan ikan pada umumnya sangat peka terhadap cahaya yang datang dari arah atas (dorsal). Kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap keberhasilan penangkapan ikan dengan cahaya lampu adalah musim, fase bulan, kecerahan, dan ada atau tidaknya predator (Laevastu dan Hayes 1984 in Effendy 2005). Pengoperasian bagan menggunakan bantuan cahaya (light fishing) sehingga alat ini tidak efisien apabila digunakan pada saat bulan purnama karena pada saat ini ikan akan menyebar rata di kolom perairan. Oleh karena itu, pada bulan purnama nelayan bagan tidak melakukan operasi penangkapan. Cahaya bulan dapat menjadi tandingan bagi cahaya lampu. Menurut Nomura dan Yamazaki (1977) in Effendy (2005) penangkapan ikan dengan cahaya tidak efektif pada bulan purnama karena nilai luminositas cahaya lampu dan cahaya bulan pada kedalaman 20 meter hampir sama yaitu masing - masing lux dan lux. Musim sangat berpengaruh terhadap pemantulan cahaya lampu. Pada saat musim barat, lampu banyak kehilangan efektifitas dan efisiensinya, karena cahaya banyak dipantulkan oleh partikel partikel yang terlarut dalam air laut. Pemikatan oleh suatu sumber pencahayaan tidak hanya tergantung kepada sifat fototaksis positif dari ikan tersebut, tetapi juga oleh faktor ekologis yang berpengaruh terhadap makhluk hidup lainnya. Pada mulanya yang tertarik adalah jenis zooplankton, kemudian diikuti oleh ikan ikan kecil dan akhirnya ikan besar. Adanya cahaya di laut membuat organisme pemangsa (predator) sehingga pada lapisan air tersebut terdapat suatu komunitas dengan rantai makanan yang kompleks (Maeda vide Ben Yami (1987) in Effendy (2005). Peristiwa berkumpulnya ikan di bawah sumber cahaya, dibedakan atas dua kelompok. Kelompok pertama adalah ikan yang memiliki sifat fototaksis positif. Ikan tertarik secara langsung terhadap sumber cahaya atau yang dikenal sebagai peristiwa langsung. Kelompok yang kedua adalah ikan yang mempunyai maksud mencari makan (feeding). Ikan tertarik karena di sekitar cahaya banyak terdapat plankton dan ikan kecil untuk dimangsa, karena hal ini dikenal sebagai peristiwa tidak langsung (Ayodhyoa 1981 in Effendy 2005). Alasan dari beberapa jenis ikan termasuk ikan teri tertarik pada cahaya disebabkan antara lain oleh untuk mencari intensitas cahaya yang optimum, investigatory reflex, mencari makan, dan bergerombol yang merupakan reflex

24 10 defensif dari ikan terhadap predator. Pada umumnya pembentukan schooling beberapa jenis ikan termasuk ikan teri dikaitkan dengan penglihatan ikan tersebut. Ikan akan membentuk schooling pada saat terang dan menyebar pada saat gelap. Ikan ini akan lebih mudah dimangsa oleh predator dalam keadaan terpencar pencar dibandingkan saat mereka berkelompok. Adanya rangsangan cahaya pada malam hari, menyebabkan ikan tertarik ke daerah yang diterangi cahaya sehingga ikan ikan membentuk schooling dan lebih aman dari incaran predator (Kristjonsson 1968 in Effendy 2005) Migrasi dan penyebaran Ikan teri berdasarkan sifatnya yang sering melakukan migrasi memiliki penyebaran yang dipengaruhi oleh perubahan musim pada suatu daerah. Pola musim ikan teri terjadi secara periodik setiap tahunnya (Hutomo et al. 1987). Ikan teri menyebar pada daerah yang sangat luas. Daerah penangkapan terdapat di Samudera Hindia sebelah timur sampai daerah Pasififik Tengah bagian barat (Fischer dan Whitehead 1974 in Humahu 1995). Ikan teri pada siang hari membentuk gerombolan di dasar perairan dan bermigrasi menuju permukaan pada malam hari dimana tebalnya gerombolan adalah 6-15 meter. Kedalaman renang dari gerombolan ikan teri bervariasi selama siang hari dan bermigrasi ke daerah dangkal pada waktu pagi dan sore hari, hal ini berkaitan dengan cahaya. Menurut Was (1994) in Humahu (1995) pada pagi hari kelompok ikan teri akan bergerak ke lapisan permukaan, kemudian dengan seiring bertambahnya intensitas cahaya dan pemanasan lapisan permukaan air laut. Kelompok ikan akan terpecah menjadi kelompok yang lebih kecil. Setelah intensitas cahaya mencapai maksimum, kelompok ikan turun menyebar ke lapisan yang lebih dalam dengan membentuk kelompok yang lebih besar tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit dari lapisan permukaan. Menurut Hardenberg (1933) in Nontji (2005), yang banyak mempelajari biologi ikan teri di Indonesia menduga bahwa jenis tertentu seperti Stolephorus pseudoheterolobus mengadakan ruaya (migrasi) secara periodik. Ini didasarkan pada kenyataan yang dapat diamati di Perairan Bangka sampai Riau. Di Kepulauan Lingga yang terletak di sebelah utara Bangka, ikan ini dapat ditangkap hanya pada

25 11 bulan Februari hingga Agustus dengan tangkapan maksimum pada bulan Juli Agustus. Lebih ke utara dari Kepulauan Riau jenis ini baru bisa ditangkap pada bulan April hingga Oktober dimana dapat dilihat munculya dan habisnya pun dua bulan lebih cepat dibandingkan di Kepulauan Lingga. Jadi, tampaknya ada kemungkinan migrasi menuju ke utara. Nontji (2005) juga mengatakan bahwa teri juga memiliki daerah sebaran yang luas di daerah Indo-Pasifik, Tahiti, dan Madagaskar. Stolephorus zollingeri dan Stolephorus celebicus banyak terdapat di perairan Indonesia bagian timur, sedangkan Stolephorus tri ditemukan dalam jumlah banyak dekat muara-muara sungai besar di Sumatera dan Kalimantan. Stolephorus baganensis bahkan dapat masuk sampai jauh ke perairan payau Pertumbuhan Hubungan panjang bobot Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu (Effendie 1997). Analisa hubungan panjang berat dapat digunakan untuk mempelajari pertumbuhan. Berdasarkan Effendie (1997) terdapat dua faktor yang berpengaruh dalam pertumbuhan yaitu faktor dalam dan luar. Faktor dalam antara lain keturunan, jenis kelamin, penyakit, hormon, dan kemampuan memanfaatkan makanan. Sedangkan faktor luar diantaranya ketersediaan makanan, kompetisi dalam memanfaatkan ruang dan suhu perairan. Pola pertumbuhan dapat dipelajari melalui analisa hubungan panjang bobot. Persamaan hubungan panjang bobot ikan dimanfaatkan untuk berat ikan melalui panjangnya dan menjelaskan sifat pertumbuhannya. Bobot dapat dianggap suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu bobot ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Dengan kata lain hubungan ini dapat dimanfaatkan untuk menduga bobot melalui panjang (Effendie 1997). Hasil analisis hubungan panjang bobot akan menghasilkan suatu nilai konstanta (b) yaitu harga pangkat yang mmenunjukkan pola pertunbuhan ikan. Menurut Effendie (1997) ikan yang memiliki pola pertumbuhan isometrik (b=3), pertambahan panjangnya seimbang dengan pertumbuhan bobot. Sebaliknya pada ikan dengan pola pertumbuhan allometrik (b 3), pertambahan panjang tidak

26 12 seimbang dengan pertambahan bobot. Pertumbuhan dinyatakan allometrik positif apabila b>3, yang menandakan bahwa pertambahan bobot lebih cepat dibandingkan pertambahan panjang. Sedangkan pertumbuhan dinyatakan allometrik negatif apabila b<3, yang berarti bahwa pertambahan panjang lebih cepat dbandingkan pertambahan bobot (Ricker 1970 in Effendie 1997) Parameter pertumbuhan (L, K, dan t 0 ) Beverton & Holt (1957) menyebutkan bahwa persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy memberikan representasi pertumbuhan populasi ikan yang memuaskan. Hal ini dikarenakan pesamaan pertumbuhan Von Bartalanffy berdasarkan konsep fisiologis sehingga bisa digunakan untuk mengetahui beberapa masalah seperti variasi pertumbuhan karena ketersediaan makanan. Metode Ford Walford merupakan metode sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan L dan K dari persamaan von Bartalanffy dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama (Sparre dan Venema 1999). Metode ini memerlukan masukan panjang rata-rata ikan dari beberapa kelompok ukuran. Kelompok ukuran dipisahkan dengan menggunakan metode Battacharya (Sparre dan Venema 1999). Parameter - parameter yang digunakan dalam menduga pertumbuhan populasi yaitu panjang infinitif (L ) yang merupakan panjang maksimum secara teoritis, koefisien pertumbuhan (K), dan t 0 yang merupakan umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol (Sparre & Venema 1999). Panjang infinitif (L ) pada ikan teri nasi hanya mencapai 52 mm dengan koefisien pertumbuhan (K) 0.016/hari, sedangkan untuk ikan teri putih (Stolephorus devisi), nilai panjang infinitif (L ) mencapai 110 mm. Sementara dari penelitian di Teluk Jakarta diperoleh panjang infinitif (L ) Stolephorus devisi mencapai 97 mm dengan koefisien pertumbuhan (K) mencapai /hari dan untuk ikan teri merah (Stolephorus heterolobus) mencapai L sebesar 88 mm dengan koefisien pertumbuhan (K) sebesar /hari. Nilai faktor kondisi untuk semua jenis ikan teri menunjukkan kondisi allometris (Setyohadi et.al 2001 in Supriyadi 2008).

27 Mortalitas dan Laju Eksploitasi Pada suatu stok yang telah dieksploitasi perlu untuk membedakan mortalitas akibat penangkapan dan mortalitas alami. Laju mortalitas total (Z) adalah penjumlahan laju mortalitas alami (M) dan laju mortalitas penangkapan (F). Mortalitas alami adalah mortalitas yang terjadi karena berbagai sebab selain penangkapan seperti pemangsaan, penyakit, stres pemijahan, kelaparan, dan usia tua (Sparre & Venema 1999). Nilai laju mortalitas alami berkaitan dengan nilai parameter pertumbuhan Von Bartalanffy yaitu K dan L. Ikan yang pertumbuhan cepat (nilai K tinggi) mempunyai nilai M tinggi dan sebaliknya. Nilai M berkaitan dengan nilai L karena pemangsa ikan besar lebih sedikit dari ikan kecil, sedangkan mortalitas penangkapan adalah mortalitas yang terjadi akibat adanya aktivitas penangkapan (Sparre & Venema 1999). Laju eksploitasi (E) didefinisikan sebagai bagian suatu kelompok umur yang akan ditangkap selama ikan tersebut hidup. Dengan kata lain laju eksploitasi adalah jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total ikan yang mati karena semua faktor baik alami maupun penangkapan (Pauly 1984). Menurut Pauly (1984) menduga bahwa dalam stok yang dieksploitasi optimum, maka laju mortalitas alami (M) atau laju eksploitasi (E) sama dengan Alat Tangkap Alat tangkap ikan teri yang digunakan di perairan Teluk Banten adalah bagan perahu dan bagan tancap yang didominasi oleh bagan perahu. Bagan perahu merupakan perahu dengan empat persegi panjang berukuran kira-kira x m, terbuat dari bambu. Dengan alat bantu jaring bermata halus dengan ukuran lebih kecil sekitar 0.3 cm. Lampu petromaks bersifat phototaxis. Alat ini sangat sederhana sehingga tidak diperlukan keahlian khusus untuk menjalankan operasinya. Dalam satu bulan operasi bagan kira-kira 20 hari pada karena waktu gelap bulan, pada waktu bulan terang nelayan tidak mengoperasiannya (Mayrita 2010). Bagan tancap adalah bangunan dengan jaring angkat yang dipasang pada waktu malam hari pada waktu bulan gelap dengan bantuan lampu tekan (petromaks).

28 14 Alat ini di perkenalkan oleh orang-orang bugis (Makasar) ke seluruh wilayah perairan Indonesia. Umumnya bagan dipasag tidak jauh dari pantai. Alat ini dapat diusahakan sepanjang tahun tanpa ada pengaruh dari musim. Namun, umumnya pada musim barat nelayan jarang menggunakan alat ini karena dapat mudah roboh dan rusak disebabkan oleh pengaruh angin dan ombak (Hutomo et al. 1987). Menurut Subani (1972) in Hutomo et al. (1987) berdasarkan bentuk, macam, dan cara penggunaannya, bagan dibagi ke dalam dua golongan yaitu : a. Bagan tetap (tancap), alat ini tidak dapat dipindah-pindahkan. Alat ini terdiri dari anjang-anjang yang berfungsi sebagai rumah bagan, daun bagan yang berbentuk bujur sangkar. Jaring diberi bingkai dari bambu berukuran 7,5 x 7,5 m. Penggunaan tenaga cukup dua orang karena alat ini mudah dioperasikan. Alat ini biasanya dipasang pada kedalaman sekitar 8-15 meter, dan masih dekat dengan pantai/daratan. b. Bagan gerak (perahu), adalah suatu bentuk bagan yang dapat dipindahpindahkan di tempat- tempat yang di anggap baik serta tidak mengganggu alur kapal-kapal besar. Perbedaan alat ini dengan bagan tetap adalah pada rumah bagan. Bagan gerak dapat beranjang- anjang atau tanpa anjang. Bagan gerak memiliki beberapa jenis yaitu bagan rakit, bagan perahu beranjang, bagan perahu, dan bagan morotai (Gambar 3). Gambar 3. Bagan Perahu Sumber : Dokumetasi Pribadi Bagan perahu merupakan salah satu alat tangkap yang pengoperasiannya hanya dilakukan satu hari atau one day fishing. Nelayan bagan perahu biasanya menurunkan waring sekitar 3 7 kali dalam satu malam, hal ini bergantung pada banyaknya ikan yang tertangkap. Apabila ikan yang tertangkap cukup banyak, maka

29 15 waring akan terus diturunkan, namun apabila ikan yang tertangkap hanya sedikit, waring hanya diturunkan 3 4 kali (Mayrita 2010) Pengkajian Stok Ikan Pengkajian stok meliputi penggunaan berbagai perhitungan statistik dan matematik untuk membuat prediksi kuantitatif mengenai reaksi dari berbagai populasi ikan terhadap sejumlah pilihan atau alternatif pengelolaan (Widodo & Suadi 2006). Pengkajian stok mencakup suatu estimasi tentang jumlah dan kelimpahan dari sumberdaya. Selain itu, mencakup pula pendugaan terhadap laju penurunan sumberdaya yang diakibatkan oleh penangkapan, dan mengenai berbagai tingkat laju penangkapan atau tingkat kelimpahan stok yang dapat menjaga dirinya dalam jangka panjang (Widodo & Suadi 2006). Menurut Widodo et al. (1998), ukuran dari suatu stok ikan dalam suatu perairan dapat dinyatakan dalam jumlah atau berat total individu. Baik jumlah maupun berat (biomassa) suatu stok ikan di laut sulit diukur secara langsung. Oleh sebab itu dalam menduga ukuran ukuran stok ikan seringkali digunakan jumlah atau berat relatif yang dinyatakan sebagai densitas atau kelimpahan (abundance). Dengan densitas atau kelimpahan, umumnya diartikan sebagai jumlah atau berat individu per satuan area atau satuan upaya penangkapan. Sering dengan itu digunakan hasil tangkapan per unit upaya penangkapan (catch per unit effort /CPUE) dari suatu alat tangkap atau alat sampling tertentu. Proses penipisan stok sering diikuti dengan lima kombinasi yaitu penurunan produktivitas perikanan atau hasil tangkapan per unit upaya penangkapan (CPUE), penurunan hasil tangkapan total yang didaratkan, penurunan berat rata-rata ikan, perubahan dalam struktur umur populasi ikan (ukuran, umur), dan perubahan komposisi spesies ikan (ekologi perairan). Dalam menganalisis sumberdaya ikan, penentuan ukuran stok merupakan langkah penting dalam mempelajari berbagai stok terutama yang telah diusahakan. Hasil analisis akan sangat berguna bagi perencanaan pemanfaatan, pengembangan, dan perumusan strategi pengelolaan (Widodo et al. 1998).

30 Model Bioekonomi Stok Istilah bioekonomi diperkenalkan oleh seorang ekonom dari Kanada yaitu Scott Gordon. Gordon pertama kali menggunakan pendekatan ekonomi untuk menganalisis pengelolaan sumberdaya ikan yang optimal yang sebelumnya diperkenalkan Schaefer, seorang biolog, sehingga kemudian dikenal dengan istilah pendekatan bioekonomi atau model bioekonomi Gordon-Schaefer (GS) (Fauzi 2006). Pendekatan bioekonomi GS merupakan pendekatan sederhana dalam pengelolaan sumberdaya ikan yang bertujuan untuk melihat aspek ekonomi dengan kendala aspek biologi sumberdaya ikan, yaitu berapa tingkatan input (jumlah kapal, trip, GT) yang harus dikendalikan untuk menghasilkan manfaat ekonomi yang maksimum (Fauzi 2006). Pemikiran dengan memasukkan unsur ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya ikan, telah menghasilkan pendekatan baru yang dikenal dengan Maximum Economic Yield (MEY). Konsep MEY ini kemudian ditetapkan sebagai salah satu target reference point pengelolaan sumberdaya (Gambar 4). Gambar 4. Grafik MEY Sumber : Fauzi (2006) Keterangan : MEY : Maximum Economic Yield E MEY : Effort maksimum MSY : Maximum Sustainable Yield E MSY : Effort optimum secara ekonomi E OA : Effort Open Access π : rente (keuntungan) ekonomi TR : Total Revenue TC : Total Cost

31 17 Pendekatan MEY menggunakan beberapa asumsi (Fauzi 2004 in Randika 2008) yaitu : (1) Harga per satuan output adalah konstan. (2) Biaya per satuan upaya dianggap konstan. (3) Spesies sumberdaya ikan bersifat tunggal. (4) Strukutur pasar bersifat kompetitif. (5) Hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan (tidak memasukkan faktor pascapanen dan lain sebagainya). Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa kurva penerimaan total (Total Revenue /TR) adalah sama dengan kurva produksi lestari, karena harga ikan diasumsikan konstan dan penerimaan total akan ditentukan langsung oleh hasil tangkapan ikan. Kurva biaya total (Total Cost/TC) berbentuk garis lurus, yang mengindikasikan bahwa besarnya biaya meningkat secara proporsional dengan meningkatnya effort (Fauzi 2004 in Randika 2008). Fenomena yang dihadapi dalam pengelolaan sumberdaya ikan adalah kelebihan kapasitas yang berujung pada kondisi tangkap lebih (overfishing). Overfishing diartikan sebagai jumlah ikan yang ditangkap melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk mempetahankan stok ikan dalam wilayah perairan tertentu. Economic overfishing adalah upaya tangkap lebih secara ekonomi dan terjadi ketika ratio biaya terhadap harga terlalu besar (Fauzi 2006). Jumlah orang yang memiliki minat (interest) untuk memaksimumkan keuntungan sangat jarang bila dibandingkan dengan mereka yang ingin meningkatkan hasil tangkapan. Kenyataannya orang akan lebih mudah diajak untuk menangkap lebih banyak ikan dibandingkan mengejar nilai-nilai ekonomi yang abstrak. Beberapa keuntungan penggunaan model MEY yakni model ini sangat fleksibel dan dapat diadaptasikan untuk analisis costs and benefits bagi nelayan komersial, rekreasional, para pengolah (processors), konsumen, dan lainnya yang kegiatan usahanya berkaitan dengan perikanan. Selain itu, konsep ini dapat diaplikasikan terhadap setiap model biologi dan berbeda dengan konsep MSY karena MEY tidak berdasarkan konsep ekuilibrium. Kelemahan yang paling menonjol dari penggunaan net economic yield sebagai tujuan pengelolaan yaitu model ini bergantung pada harga ikan yang tertangkap serta

32 18 satuan biaya penangkapan yang bervariasi dari tahun ke tahun dan dari negara ke negara (Widodo & Suadi 2006) Pengelolaan Perikanan Menurut FAO (1997) in Widodo & Suadi (2006), pengelolaan perikanan adalah proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya dan implementasi dari aturan-aturan main dibidang ikan dalam rangka menjamin kelangsungan produktivitas sumber, dan pencapaian tujuan perikanan lainnya. Pengelolaan sumberdaya perikanan saat ini menuntut perhatian penuh dikarenakan oleh semakin meningkatnya tekanan eksploitasi terhadap berbagai stok ikan (Widodo & Suadi 2006). Secara umum tujuan pengelolaan perikanan dapat dibagi ke dalam empat kelompok yaitu biologi, ekologi, ekonomi dan sosial, yang mana tujuan sosial mencakup tujuan politik dan budaya. Menurut Boer & Azis (2007) bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan bertujuan demi tercapainya kesejahteraan para nelayan, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, penghasil devisa serta mengetahui porsi optimum pemanfaatan oleh armada penangkapan ikan. Selain itu, para pengelola perikanan memiliki tugas untuk menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan berdasarkan tangkapan maksimum lestari. Pendekatan yang umum digunakan dalam studi pengelolaan sumberdaya perikanan adalah pendekatan struktural atau analitik yaitu pendekatan dengan cara menjelaskan sistem sumberdaya perikanan melalui komponen - komponen yang membentuk sistem tersebut. Komponen - komponen tersebut adalah penambahan pertumbuhan dan mortalitas. Selain itu, mengingat tujuan pembangunan perikanan, maka diperlukan pendekatan bioekonomi dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Hal ini dikarenakan pendekatan bioekonomi merupakan perpaduan dua disiplin ilmu yaitu biologi dan ekonomi yang menghasilkan solusi tentang bagaimana memaksimalkan manfaat ekonomi dari pengelolaan sumberdaya ikan dengan kendala faktor biologinya (Hassanudin 2005).

33 19 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu, Teluk Banten, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Pengambilan data primer berupa pengukuran panjang dan bobot basah ikan teri yang di tangkap di Teluk Banten dan di daratkan di PPP Karangantu berlangsung mulai tanggal 1 Februari sampai 21 Maret Selanjutnya pengumpulan data sekunder dilaksanakan pada bulan Februari 2010 di PPP Karangantu. Pada Gambar 5 disajikan peta lokasi penelitian dan penangkapan ikan teri (Stolephorus indicus) di perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPP Karangantu. Gambar 5. Daerah Penangkapan ikan teri di Teluk Banten

34 Pengumpulan Data Data primer Pengumpulan data primer diperoleh dari pengambilan contoh yang dilakukan secara acak terhadap jenis ikan teri (Stolephorus indicus) yang tertangkap di Teluk Banten dan didaratkan di PPP Karangantu, Kabupaten Serang, Banten. Pengambilan contoh dilakukan selama 7 minggu dari bulan Februari sampai Maret dengan interval waktu 8 hari. Metode yang digunakan adalah pengukuran panjang dan bobot untuk menduga pertumbuhan populasi dan pola pertumbuhan individu ikan teri di Teluk Banten. Untuk memperoleh hasil yang baik dalam penggunaan metode frekuensi contoh harus banyak (Lagler 1970). Ikan contoh diidentifikasi dengan cara mengamati morfologi ikan, yakni bentuk tubuh, sirip pektoral, sirip dorsal, sirip ventral, sirip anal, sirip ekor, warna, dan ciri khusus lainnya. Pengambilan contoh ikan dilakukan dengan metode Penarikan Contoh Acak Sederhana (PCAS) yang tertangkap oleh kapal bagan perahu yang memiliki fishing ground sekitar Teluk Banten meliputi perairan Pulau Dua, Pulau Tunda, dan Pulau Panjang dan didaratkan di PPP Karangantu, kemudian dipilih secara acak sebanyak 3 bagan perahu. Masing masing bagan perahu dipilih satu keranjang secara acak, kemudian dari setiap keranjang diambil secara acak kurang lebih 50 ekor ikan contoh untuk diamati (Gambar 6). Ikan contoh kemudian diukur panjang dan bobot. Panjang ikan yang diukur adalah panjang total yaitu panjang ikan dari ujung mulut terdepan sampai dengan ujung sirip ekornya. Ikan yang telah diukur panjangnya langsung dipisahkan untuk dilakukan pengukuran bobot basah. Contoh yang diambil diukur panjangnya dengan menggunakan penggaris panjang 30 cm dengan ketelitian 0.1 cm, sedangkan bobot ikan teri menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0.1 gram. Bobot basah total adalah berat total jaringan tubuh ikan dan air yang terdapat di dalamnya. Selanjutnya pengumpulan data dan infomasi lainnya yaitu dengan observasi dan wawancara dengan nelayan ikan teri. Data dan informasi yang diperoleh meliputi data unit penangkapan ikan teri seperti pemilik mesin, kapal, nelayan atau anak buah kapal dan alat tangkap, kegiatan operasi penangkapan, daerah penangkapan, dan biaya operasi penangkapan.

35 21 Gambar 6. Skema pengambilan contoh ikan teri (Stolephorus indicus) Data sekunder Pengumpulan data sekunder yang dilakukan meliputi data produksi hasil tangkapan ikan teri (Stolephorus spp.) yang didaratkan di PPP Karangantu dan upaya penangkapan (kapal perikanan, alat tangkap dan jumlah nelayan), serta keadaan umum daerah Teluk Banten untuk menduga model bioekonomi stok dan potensi sumberdaya ikan teri di perairan tersebut. Pada penelitian ini digunakan upaya penangkapan yaitu jumlah trip bagan perahu dan bagan tancap yang dominan beroperasi di sekitar perairan Teluk Banten. Selain itu, data suhu yang digunakan dalam analisis mortalitas alami diperoleh dari hasil penelitian Manalu (2003) yaitu C Analisis Data Sebaran frekuensi panjang Penentuan distribusi frekuensi panjang ikan menggunakan data panjang total ikan teri yang ditangkap di perairan Banten dan didaratkan di PPP Karangantu. Tahap untuk menganalisis data frekuensi panjang ikan yaitu : (a) Menentukan jumlah selang kelas yang diperlukan (b) Menentukan lebar selang kelas;

36 22 (c) Menentukan kelas frekuensi dan memasukan frekuensi masing-masingg kelas dengan memasukkan panjang dan masing-masing ikan contoh pada selang kelas yang telah ditentukan. Sebaran frekuensi panjang yang telah ditentukann dalam selang kelas panjang yang sama, kemudian diplotkan dalam sebuah grafik. Pada grafik tersebutt dapat diduga pergeseran sebaran kelas panjang setiap pengambilan contoh, yang menggambarkan jumlah kelompok umur (kohort) yang ada dan perubahan posisi ukuran panjang kelompok umur yang sama Identifikasi kelompok ukuran Pendugaan kelompok ukuran dilakukan dengan menganalisis frekuensi panjang ikan teri. Dataa frekuensi panjang dianalisis dengan menggunakan salah satu metode yang terdapat di dalam program FISAT II (FAO-ICLARM Stok Assesment Tool) yaitu metode NORMSEP (Normal Separation).. Sebaran frekuensi panjang dikelompokkan kedalam beberapa kelompok umur yang diasumsikan menyebar normal, masing-masing dicirikan oleh rata-rata panjang dan simpangan baku. Menurut Boer (1996) jika f i adalah frekuensi ikan dalam kelas panjang ke-i (i = 1, 2,..., N), μ j adalah rata-rata panjang kelompok umur ke-j, σ j adalah simpangan baku panjang kelompok umur ke-j dan p j adalah proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j (j= 1, 2,..., G) maka fungsi objektif yang digunakan untuk menduga { j, j, j} adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum likelihood function) : (1) sedangkan yang merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan nilai tengah μ j dan simpangan baku σ j. x i adalah titik tengah kelas panjang ke-i. Fungsi objektif L ditentukann dengan cara mencari turunan pertama L masing- masing terhadap μ j, σ j j, dan p j sehingga diperoleh dugaan digunakan untuk menduga parameter pertumbuhan. j, j, dan j yang akan

37 Pertumbuhan Hubungan panjang dan bobot Bobot dapat dianggap sebagai fungsi dari panjang. Hubungan panjang dan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa berat ikan sebagai pangkat tiga. Namun sebenarnya tidak demikian karena panjang dan berat ikan berbeda-beda sehingga untuk menganalis hubungan panjang dan berat ikan masing-masing spesies ikan digunakan rumus sebagai berikut (Effendie 1997) W = α L β (2) W adalah bobot (gram), L adalah panjang(mm), α adalah intersep (perpotongan kurva hubungan panjang-berat dengan sumbu y), β adalah penduga pola pertumbuhan panjang-berat. Nilai α dan β diduga dari bentuk linier persamaan di atas yaitu : log W = log a + b log L (3) Untuk mendapatkan parameter a dan b, digunakan analisis regresi dengan Log W sebagai y dan Log L sebagai x, maka didapatkan persamaan regresi: y i = α i + β i x i +ε i Ý (4) konstanta b diduga dengan b 1 dan konstanta a diduga dengan b 0 Sedangkan b 1 dan b 0 masing-masing dihitung dengan (Dowdy et al. 2004) : b 1 = dan n x y 1 xi i i i i= 1 n i= 1 i= 1 n n xi xi i= 1 n i= 1 n n y (5) b (6) Untuk menguji nilai β 1 3 atau β 1 3 digunakan uji-t, dengan hipotesis: H 0 : β 1 3, hubungan panjang dengan bobot adalah isometrik. H 1 : β 1 < 3, hubungan panjang dengan bobot adalah allometrik.

38 24 t S (7) S adalah simpangan baku dugaan b 1 atau b yang dihitung dengan: S s x x (8) sedangkan s 2 adalah kuadrat tengah sisa sebagai penduga σ 2, yang dapat dihitung dengan: s y y b x y x y n (9) Pada selang kepercayaan 95 % bandingkan nilai t hitung dengan nilai t tabel kemudian keputusan yang diambil untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan yaitu : t hitung > t tabel : tolak hipotesis nol (H 0 ) t hitung <t tabel : gagal tolak hipotesis nol (H 0 ) Allometrik dibagi menjadi dua yaitu allometrik positif (b>3) dimana pertambahan berat ikan lebih cepat daripada pertambahan panjang dan allometrik negatif (b<3) dimana pertambahan panjang ikan lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan berat Plot Ford-Walford (L, K, dan t 0 ) Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan (K) dan L dilakukan dengan menggunakan metode plot Ford-Walford, sedangkan nilai dugaan t 0 (umur teorotis ikan pada saat panjang sama dengan nol ) diperoleh melalui persamaan Pauly (1983) Log (-t 0 ) = (Log L ) (Log K) (10) Ketiga nilai dugaan parameter tersebut dimasukkan ke model pertumbuhan Von Bertalanffy : L t = L [1 e K t t ) ( 0 ] (11) L t adalah panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu), L adalah panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik), K adalah koefisien pertumbuhan (per satuan waktu), dan t 0 adalah umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol. Untuk t sama dengan t+1, persamaan (11) menjadi :

39 25 L t+1 = L [1- e Sehingga, K t t ) ( 0 ] (12) L t+1 L t = L e K ( t t0 ) [1-e -K ] (13) Dengan mensubtitusikan persamaan (11) dan (13), diperoleh L t+1 L t = [L - L t ] [1- e -K ] (14) atau, L t+1 = L [1-e K ] + L t e K (15) L t dan L t+1 merupakan panjang ikan pada saat t dan saat t+1 yang merupakan panjang ikan yang dipisahkan oleh interval waktu yang konstan (1= tahun, bulan atau minggu) (Pauly 1984). Persamaan (15) dapat diduga dengan persamaan regresi linear y = b 0 + b 1 x, jika L t sebagai absis (x) diplotkan terhadap L t+1 sebagai ordinat (y) sehingga terbentuk kemiringan (slope) sama dengan e -K dan titik potong dengan absis sama dengan L [1-e K ]. Dengan demikian, nilai K dan L diperoleh dengan cara sebagai berikut : K = - ln (b) (16) dan L = a ( 1 b) (17)

40 Mortalitas dan Laju Eksploitasi Laju mortalitas total (Z) diduga berdasarkan persamaan kurva hasil tangkapan kumulatif berdasarkan data komposisi panjang (Metode Jones dan van Zalinge) (Sparre and Venema 1999). Ln C L, L a Z ln L L (18) K Z adalah laju mortalitas alami; K adalah koefisien pertumbuhan. Nilai Z di dapatkan dari hasil perhitungan dengan metode Jones anda van Zalinge yang diperoleh melalui bantuan program mortality estimation yang terintegrasi dalam program software FISAT II (FAO-ICLARM Stok Assesment Tool). Untuk laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut : Ln M = ln L ln K ln T (19) M adalah mortalitas alami, L adalah anjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan von Bartalanffy, K adalah koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan von Bartalanffy,T adalah rata-rata suhu permukaan air ( 0 C). Laju mortalitas penangkapan (F) ditentukan dengan : F = Z M (20) Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z) (Pauly 1984) : E = F F + M = Z F (21)

41 Analisis Bioekonomi Analisis bioekonomi merupakan salah satu alternatif pengelolaan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan dengan pertimbangan biologi dan ekonomi. Dalam pendekatann bioekonomi, tujuan utama adalah aspek ekonomi dengan kendalaa aspek biologi sumberdaya perikanan. Optimalisasi bioekonomi yang dilakukan dalam penelitian ini mengikuti Model Gordon-Schaefer (Fauzi 2006). Menurut Fauzi (2006), model fungsi produksi lestari dari Schaefer memiliki kelemahan secara metodelogi dan analisis, karena parameter r, q, dan K tersembunyi dalam nilai α dan β. Oleh karena itu, terhadap model Gordon-Schaefer perlu dilakukan modifikasi dengan menggunakan teknik estimasi parameter biologi (r, q, dan K) dalam menduga nilai tersebut digunakan model Algoritma Fox dengan persamaan : α dan β diduga oleh a sehingga diperoleh dan b dengan menggunakan Rancangan Linear Sederhana (22) (RLS), (23) (24) Ut adalah CPUE pada tahun ke t, q adalah koefisien alat tangkap, r adalah laju pertumbuhan instrinsik, E adalah effort, α, β, z adalah konstanta, K adalah Carrying Capacity, X adalah biomassa. Parameter ekonomi yang mempengaruhi model bioekonomii dalam perikanan tangkap adalah biayaa penangkapan (c) dan harga hasil tangkapan (p). Biaya penangkapan dalam kajian bioekonomi model Gordon-Schaefer didasarkan pada asumsi bahwa hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan.

42 28 Biaya penangkapan rata-rata diperoleh dari : (25) c adalah iaya penangkapan rata-rata (Rp) per hari per tahun, ci adalah biaya penangkapan responden ke-i, n adalah jumlah responden. Harga ikan rata-rata diperoleh dengan rumus sebagai berikut : (26) p adalah harga rata-rata ikan teri, p i adalah harga nominal ikan teri responden ke-i, n adalah jumlah responden. Dengan diperolehnya nilai parameter biologi (r, q, dan k) dan parameter ekonomi (p dan c) maka dapat dilakukan pengelolaan sumberdaya ikan teri melalui pendekatan bioekonomi seperti pada Tabel 2 berikut (Fauzi 2006). Tabel 1. Formula perhitungan pengelolaan ikan teri Kondisi Variabel MEY MSY OA Biomass (x) Catch (h) Effort (E) Rente Ekonomi (π)

43 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kondisi umum perairan Teluk Banten Perairan Teluk Banten adalah perairan semi tertutup dengan Pulau Panjang sebagai pengaman dari terpaan gelombang dan tiupan angin utara. Teluk Banten berhubungan langsung dengan Laut Jawa bagian barat dan terletak 90 km sebelah barat Jakarta. Perairan Laut Jawa merupakan daerah pertemuan arus yang dipengaruhi pergerakan air dari Samudera Hindia, Laut Cina Selatan, dan Laut Banda (Yuliana 2009). Suhu permukaan laut berkisar antara C C pada pagi hari dan C C pada siang hari. Menurut Laevastu dan Hayes (1981) in Haumahu (1995) mengemukakan bahwa kisaran suhu bagi kehidupan dan pemijahan ikan teri adalah C. Salinitas perairan Teluk Banten berkisar antara permil (Manalu 2003). Selain itu, pada kawasan ini tingkat kekeruhan perairan lebih tinggi daripada laut terbuka. Ikan teri menyukai perairan pantai yang terlindung dari gelombang laut seperti Teluk Banten bagian dalam dengan salinitas yang lebih rendah dari laut terbuka. Kedalaman perairan Teluk Banten berkisar 2-20 meter, sedangkan bagian mulut dapat mencapai 30 meter. Dasar perairan yang berpasir lumpur merupakan akibat bermuaranya beberapa sungai di Teluk Banten (Suswanti 2005). Beberapa sungai yang mengalir di perairan Karangantu antara lain Sungai Wadas, Domas, Soge, Kemanyungan, Baros, dan Pelabuhan (Mohamad 2006). Sungai Pelabuhan yang telah lama tersumbat menyebabkan pendangkalan yang semakin tinggi di bagian muaranya. Padang lamun yang tumbuh pada perairan yang dangkal dengan dasar berpasir juga banyak ditemukan di perairan ini (Mohamad 2006). Hasil tangkapan yang dominan adalah ikan pelagis kecil seperti ikan teri, tembang, dan tetengkek yang didaratkan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu.

44 Kondisi perikanan teri di Teluk Banten Penduduk sekitar Teluk Banten sebagian besar berprofesi sebagai pedagang dan nelayan tradisional yang menggunakann pancing, jaring rampus, payang, dan bagan. Bagan terdiri dari bagan tancap dan bagan perahu yang merupakan jenis bagan yang paling banyak digunakan oleh nelayan PPPP Karangantu. Bagan perahu memiliki kelebihan dibandingkann dengan bagan tancap dan bagan apung, karena pengoperasian sesuai dengan keinginan nelayan. Kapal-kapal di PPP Karangantu dominan berukuran kurang dari 10 GT. Jaring bagan perahu dan tancap memiliki ukuran 9 12 x 9 12 x 6-7 m yang terbuat dari bahan polyprophylenee (PP) dengan ukuran mata jaring 0.3 cm (Mayrita 2010). Ikan teri merupakan hasil tangkapan dominann keempat setelah peperek, tembang, dan cumi yang ditangkap di Teluk Banten dan didaratkan di Pelabuhan Perikan Pantai (PPP) Karangantu seperti yang disajikan pada Gambar 7 (Ditjen Tangkap-DKP 2009). Peperek Tembang Cumi Teri Kuniran Kurisi Kembung 108 ton 115 ton 119 ton 463 ton 209 ton 211 ton 338 ton Gambar 7. Komposisi hasil tangkapann ikan yang didaratkan PPP Karangantu Sumber : Ditjen Tangkap-DK KP 2009 Jenis ikan teri yang dominan tertangkap adalah Stolephorus indicus dengan daerah penangkapan ikan teri bagi nelayan bagan adalah Pulau Panjang, Pulauu Dua, dan Pulau Tunda. Penangkapan ikan teri dengan alat tangkap bagan dipengaruhi oleh fase bulan yang terdiri dari bulan gelap, setengah penuh, dan bulan terang karena alat tangkap ini memanfaatkan sifat ikan teri terhadap cahaya yaitu fototaxis positif. Hasil tangkapan maksimum terdapat pada fase bulan gelap. Hal ini dikarenakann alat tangkap bagan menggunakan cahaya lampu pijar dengann daya

45 31 sekitar watt dan berjumlah buah untuk satu kapal dalam pengoperasiannya sehingga pada fase bulan gelap ikan akan berkumpul pada sumber cahaya yang dihasilkan oleh bagan tersebut. Ikan teri didistibusikan ke berbagai daerah di sekitar teluk Banten hingga luar Banten seperti Jakarta, Bogor, dan Cilegon baik dalam bentuk segar maupun telah diolah menjadi ikan asin dengan harga kisaran Rp 8000, ,00/kg untuk ikan segar dan Rp 20000, ,00/kg untuk ikan asin Sebaran ukuran panjang ikan teri Stolephorus indicus Ikan teri yang diamati selama penelitian berjumlah 1289 ekor masing-masing 149 ekor pada penarikan contoh 2 (9 Februari), 158 ekor pada penarikan contoh 3 (17 Februari), 182 ekor pada penarikan contoh 4 (25 Februari), 393 ekor pada penarikan contoh 6 (13 Maret), dan 407 ekor pada penarikan contoh 7. Pada penarikan contoh 1 dan 5 tidak terdapat hasil tangkapan dari alat tangkap bagan karena sedang terjadi fase bulan terang. Panjang minimum dan panjang maksimum ikan teri adalah 15 mm dan 104 mm. Pada penarikan contoh 2 panjang ikan teri terletak pada selang mm sampai mm, pada penarikan contoh 3 panjang ikan teri terletak pada selang mm sampai mm, pada penarikan contoh 4 panjang ikan teri terletak pada selang mm sampai mm. Pada penarikan contoh 6 panjang ikan teri terletak pada selang mm sampai mm, dan pada penarikan contoh 7 panjang ikan teri terletak pada selang mm sampai mm (Gambar 8) Hubungan panjang bobot Analisis hubungan panjang berat menggunakan data panjang total dan berat basah ikan contoh untuk melihat pola pertumbuhan individu ikan teri di perairan Teluk Banten. Contoh ikan teri yang digunakan dalam analisis hubungan panjang berat sebanyak 149 ekor. Hubungan panjang berat ikan teri disajikan pada Gambar 9.

46 32 9 Februari 2010 n = Februari 2010 n = Februari 2010 n = Maret 2010 n = Maret 2010 n = 407 Gambar 8. Sebaran frekuensi panjang ikan teri setiap kelas panjang

47 33 b e r a t ( g r a m ) W= 0.048L n= Panjang (mm) L o g b W e r a t Log L= log W R² = n = Log L Gambar 9. Hubungan panjang berat ikan teri (Stolephorus indicus) Dari hasil analisis hubungan panjang berat diperoleh persamaan hubungan panjang berat ikan teri adalah W= 0.048L dengan kisaran nilai b antara dan umumnya mendekati 3. Setelah dilakukan uji t terhadap nilai b (α=0.05) diperoleh bahwa nilai b<3 (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa ikan teri memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif Parameter Pertumbuhan (L, K dan t 0 ) Parameter pertumbuhan Von Bertalanffy (K dan L ) diduga dengan menggunakan metode Plot Ford-Walford. Metode ini menggunakan kelompok ukuran panjang yang telah dipisahkan melalui program FISAT II (FAO-ICLARM Stok Assesment Tool), yaitu metode Normal Separation (NORMSEP). Dalam pemisahan kelompok ukuran ikan dengan menggunakan metode Normal Separation (NORMSEP), indeks separasi (separation index, SI) sangat penting untuk diperhatikan. Hasil analisis kelompok ukuran ikan memiliki panjang rata-rata dan indeks separasi seperti disajikan pada Tabel 2.

48 34 Tabel 2. Nilai indeks separasi dan jumlah populasi teoritis total ikan teri (Stolephorus indicus) di Teluk Banten Tanggal Lt SD Jumlah Populasi (N) S.I 9 Februari n.a Februari Februari Maret Maret n.a n.a n.a n.a Pada Tabel 3. disajikan parameter pertumbuhan L dan K (metode Ford- Walford) dan umur teoritis saat panjang ikan sama dengan nol (t 0 ) yang diperoleh melalui nilai rata-rata panjang kelompok umur dari penarikan contoh 2 sampai 7. Tabel 3. Parameter Pertumbuhan (L, K) dan t 0 Parameter pertumbuhan K (per tahun) 0.20 L (mm) t 0 (tahun) Persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy ikan teri L t =109.55(1-exp[-0.20 (t+1.74)]). Panjang total maksimum ikan yang tertangkap selama penelitian di Teluk Banten adalah 104 mm, panjang ini lebih kecil dari panjang infinitif ikan teri. Kurva pertumbuhan ikan teri di Teluk Banten disajikan pada Gambar 10 dengan memplotkan umur (bulan) dan panjang teoritis ikan (mm) sampai ikan berumur 48 bulan untuk mendekati panjang infinitif.

49 35 panjang (mm) L t =109.55(1-exp[-0.20(t+1.74)]) umur (bulan) Gambar 10. Kurva pertumbuhan ikan teri (Stolephorus indicus) Mortalitas dan laju eksploitasi Pada stok yang telah dieksploitasi perlu untuk membedakan mortalitas akibat penangkapan dan mortalitas alami. Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva hasil tangkapan kumulatif berdasarkan data komposisi panjang yang dianalisis dengan dan laju kematian alami (M) menggunakan rumus empiris Pauly dengan suhu rata rata permukaan C. Hasil analisis dugaan laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan teri dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Laju mortalitas dan laju eksploitasi Laju Mortalitas Nilai (per tahun) Total (Z) 2.84 Alami (M) 0.84 Penangkapan (F) 2.00 Eksploitasi (E) 0.71 Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui laju eksploitasi (E) ikan teri di perairan Teluk Banten sebesar 0.71 yang berarti 71 % kematian ikan teri disebabkan oleh aktifitas penangkapan. Nilai ini juga dapat mengindikasikan bahwa adanya tekanan penangkapan yang tinggi terhadap stok ikan teri di Teluk Banten. Adanya tekanan penangkapan yang tinggi dapat dilihat pada peningkatan jumlah usaha penangkapan (trip) yang disajikan dalam Tabel 5.

50 36 Tabel 5. Data upaya penangkapan ikan teri di Teluk Banten tahun Tahun Effort (trip) Produksi (ton) CPUE Sumber :Ditjen Tangkap-DKP (2004 & 2009) Model bioekonomi stok ikan teri (Stolephorus spp.) Berdasarkan hasil analisis bioekonomi dapat diketahui bahwa tingkat produksi tertinggi (h) terjadi pada kondisi MSY (Maximum Sustainable Yield) yaitu sebesar ton per tahun, setelah itu secara berturut-turut diikuti oleh tingkat produksi pada kondisi MEY (Maximum Economic Yield) dan OA (Open Access) sebesar ton per tahun dan ton per tahun. Hasil analisis parameter bioekonomi dengan pendekatan model Gordon-Schaefer disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Analisis parameter bioekonomi dengan model Gordon-Schaefer Pemanfaatan MEY MSY Aktual OA h (ton) Effort (trip) TR ( juta Rupiah) TC (juta Rupiah) rente (Ω) (juta Rupiah) Tingkat upaya (effort) optimal dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah secara berturut-turut adalah OA (Open Access) sebanyak trip per tahun, MSY (Maximum Sustainable Yield) sebanyak trip per tahun, MEY (Maximum Economic Yield) sebanyak trip per tahun. Tingkat rente tertinggi terjadi pada kondisi MEY (Maximum Economic Yield) sebesar Rp juta per

51 37 tahun, MSY (Maximum Sustainable Yield) sebesar Rp juta per tahun, OA (Open Access) sebesar Rp 0 per tahun. Kurva analisis bioekonomi dengan model Gordon Schaefer disajikan pada Gambar 11. h TC R e v e n u e E MEY EMSY 2000 EOA 3000 TR Effort (Trip) Gambar 11. Gambar kurva bioekonomi ikan teri (Stolephorus spp..) Rentee ekonomi maksimum untuk sumberdaya ikan teri (Gambar 11) diperoleh pada kondisi MEY, yang ditunjukkan oleh jarak vertikal antaraa penerimaan dan biaya merupakan jarak terbesar. Gambar 11 juga menjelaskan bahwa keseimbangan OA (open access) membutuhkan tingkat effort yang jauh lebih besar dari tingkat effort padaa kondisi MSY (Maximum Sustainable Yield) dan MEY (Maximum Economic Yield), sehingga kondisi ini akan menimbulkan terjadinya alokasi sumberdayaa yang tidak tepat. Tingkat effort yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi optimal MEY tampak lebih kecil dibandingka an dengan yang dibutuhkan untuk mencapai titik MSY. Dengan demikian tingkat upaya pada titik keseimbangan MEY terlihat lebih bersahabat dengan lingkungan dibandingkann dengan tingkat upaya padaa titik keseimbangan MSY.

52 Pembahasan Sebaran ukuran panjang ikan teri (Stolephorus indicus) Pergeseran selang ukuran panjang ikan yang banyak tertangkap ke selang ukuran yang lebih besar dapat dijadikan sebagai indikasi adanya pertumbuhan pada interval waktu pengamatan yaitu satu bulan. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pergeseran selang ukuran panjang ikan yang banyak tertangkap ke selang ukuran yang lebih besar dari 9 Februari 2010 sampai 21 Maret 2010 ke arah kanan sehingga dapat diindikasikan adanya pertumbuhan pada interval waktu pengamatan yaitu delapan hari. Hal ini dapat dilihat pada perubahan nilai tengah rata-rata dari masing-masing cohort yang diperoleh dari pemisahan kelompok ukuran melalui analisis metode Normal Separation (NORMSEP) yang terdapat dalam program FISAT II (Gambar 12). Untuk kelompok ukuran pertama diperoleh pergeseran nilai tengah rata-rata panjang sebesar mm pada penarikan contoh pertama (9 Februari 2010) hingga mm pada akhir penarikan contoh (21 Maret 2010). Sedangkan pada kelompok ukuran kedua yang digunakan dalam analisis parameter pertumbuhan Ford-Walford terdapat pergeseran nilai tengah rata-rata panjang sebesar mm pada penarikan contoh pertama (9 Februari 2010) hingga mm pada akhir penarikan contoh (21 Maret 2010). Sedangkan untuk kelompok ukuran ketiga hanya ditemukan pada penarikan contoh ketiga dan keempat (17 dan 25 Februari 2010) yaitu sebesar mm dan mm. Serta pada penarikan contoh terakhir dengan nilai tengah ratarata panjang mm. Hasil analisis pemisahan kelompok ukuran ikan teri menunjukkan bahwa jumlah total ikan yang diamati yaitu 1062 ekor. Jumlah ini dapat bernilai lebih besar ataupun lebih kecil dibandingkan dengan jumlah ikan contoh yang diobservasi. Perbedaan nilai teoritis dengan nilai observasi disebabkan oleh adanya pengacakan. Meskipun ikan contoh yang digunakan merupakan contoh acak yang sempurna nilai observasi akan tetap mengalami fluktuasi seputar distribusi yang sesungguhnya (distribusi dari populasi) (Sparre dan Venema 1999).

53 39 9 Februari 2010 n = Februari 2010 n = Februari 2010 n = Maret 2010 n = Maret 2010 n = 407 Gambar 12. Pergeseran nilai tengah rata - rata panjang ikan teri

54 40 Dalam pemisahan kelompok ukuran ikan dengan menggunakan metode Bhattacharya, indeks separasi (Separation Indeks, SI) sangat penting untuk diperhatikan. Menurut Hasselblad (1969), McNew & Summerflat (1978), dan Clark (1981) in Sparre dan Venema (1999), jika nilai I<2 maka pemisahan kelompok ukuran tidak mungkin dilakukan karena terjadi tumpang tindih yang besar antar kelompok ukuran ikan. Berdasarkan hasil pemisahan kelompok ukuran ikan teri pada 9 Februari 2010 diperoleh nilai indeks separasi antar kelompok ukuran yaitu Pada 17 Februari 2010 nilai indeks separasi antar kelompok ukuran adalah 7.46 dan Pada 25 Februari 2010 nilai indeks separasi antar kelompok ukuran adalah 4.97 dan Pada 13 Maret 2010 nilai indeks separasi antar kelompok ukuran adalah 5.96 serta pada 21 Maret 2010 nilai indeks separasi antar kelompok ukuran adalah 5.05 dan Hal ini menunjukkan bahwa pemisahan kelompok ukuran ikan teri di atas dapat diterima dan digunakan untuk analisis selanjutnya. Pergeseran selang ukuran panjang ikan yang banyak tertangkap ke selang ukuran yang lebih kecil dapat dijadikan sebagai indikasi adanya rekruitmen pada interval waktu pengamatan delapan hari. Hal ini dapat dilihat pada pengambilan contoh 13 Maret 2010 dimana munculnya selang ukuran panjang ikan yang lebih kecil mulai dari selang mm sampai selang mm (Gambar 12). Namun, untuk menentukan musim pemijahan dan rekruitmen ikan teri di Teluk Banten perlu dilakukan kajian lebih lanjut. Ikan berukuran besar dengan jumlah yang sangat sedikit ini diduga adalah induk ikan teri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lagler et al. (1977) bahwa ukuran terbesar yang muncul pada umumnya berhubungan dengan induk yang paling penting. Panjang minimum ikan teri yang tertangkap selama penelitian sebesar 15 mm dan panjang maksimum adalah 104 mm. Menurut Hutomo et al. (1987), panjang maksimum yang dapat dicapai ikan teri dapat 175 mm. Perbedaan panjang maksimum yang diperoleh dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan yaitu perbedaan lokasi pengambilan ikan contoh, keterwakilan contoh yang diambil, dan kemungkinan terjadinya tekanan penangkapan yang tinggi. Spesies yang sama pada lokasi yang berbeda akan memiliki pertumbuhan yang berbeda pula karena perbedaan faktor luar maupun faktor dalam yang

55 41 mempengaruhi pertumbuhan ikan tersebut. Selain itu, karena adanya pengacakan ketika pengambilan contoh sehingga peluang ikan besar terambil lebih besar. Menurut Effendie (1997) faktor dalam adalah faktor yang sulit dikontrol seperti keturunan, jenis kelamin, umur, parasit, dan penyakit. Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu suhu dan makanan. Dengan mengasumsikan bahwa ikan contoh sudah mewakili populasi yang ada maka ukuran panjang total maksimum yang lebih kecil bisa mengindikasikan adanya tekanan penangkapan yang tinggi. Namun, untuk menyimpulkan hal ini perlu dilakukan pembandingan spesies dan lokasi yang sama serta kajian lebih lanjut. Tabel 7. Sebaran kelompok ukuran ikan teri (S. indicus) di Teluk Banten pada setiap pengamatan Tanggal Nilai tengah panjang total (mm) kelompok ukuran 1 kelompok ukuran 2 kelompok ukuran 3 9 Februari Februari Februari Februari februari Hubungan panjang bobot Dari hasil analisis hubungan panjang bobot diperoleh persamaan hubungan panjang bobot ikan teri adalah W= 0.048L dengan kisaran nilai b antara dan umumnya mendekati 3. Setelah dilakukan uji t terhadap nilai b (α=0.05) diperoleh bahwa nilai b < 3 (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa ikan teri memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif, artinya bahwa pertumbuhan panjang ikan lebih cepat daripada pertumbuhan bobotnya (Effendie 1997). Pola pertumbuhan yang sama juga dimiliki oleh ikan teri di perairan Cirebon (Supriyadi 2008). Hal ini sesuai dengan pernyataan Setyohadi et.al (2001) in Supriyadi (2008) nilai faktor kondisi untuk semua jenis ikan teri menunjukkan kondisi allometris. Hubungan panjang bobot dari suatu populasi ikan mempunyai beberapa kegunaan, yaitu menurut Smith (1996) in Harmiyati (2010) dapat memprediksi bobot suatu jenis ikan dari panjang ikan yang dapat berguna untuk mengetahui biomassa populasi ikan tersebut. Parameter pendugaan antar kelompok-kelompok

56 42 ikan digunakan untuk mengidentifikasi keadaan populasi suatu jenis ikan berdasarkan ruang dan waktu, sedangkan menurut Fafioye (2005) in Harmiyati (2010) analisis panjang bobot yang dihubungkan dengan data kelompok umur dapat digunakan untuk mengetahui komposisi stok, umur saat pertama memijah, siklus kehidupan, kematian pertumbuhan, dan produksi. Faktor faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, diantaranya adalah faktor dalam dan faktor luar yang mencakup jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, jumlah makanan yang menggunakan sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, faktor kualitas air, umur, dan ukuran ikan serta matang gonad Effendie (1997). Menurut Bagenal (1978) in Dina (2008) faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan nilai b selain perbedaan spesies adalah faktor lingkungan, berbedanya stok ikan dalam spesies yang sama, tahap perkembangan ikan, jenis kelamin, tingkat kematangan gonad, bahkan perbedaan waktu dalam hari karena perubahan isi perut. Moutopoulos dan Stergiou (2002) in Kharat et al. (2008) menambahkan bahwa perbedaan nilai b juga dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah dan variasi ukuran ikan yang diamati Parameter pertumbuhan (L, K dan t 0 ) Kelompok ukuran yang digunakan dalam analisis pertumbuhan adalah kelompok ukuran kedua karena menghasilkan nilai L paling mendekati panjang maksimum yaitu 104 mm. Pada penelitian ini diperoleh nilai L sebesar mm dengan nilai K (koefisien pertumbuhan) sebesar 0.20/tahun atau /hari. Sehingga diperoleh suatu persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy ikan teri adalah L t =109.55(1-exp[-0.58(t+1.74)]). Panjang total maksimum ikan yang tertangkap selama penelitian di Teluk Banten adalah 104 mm, panjang ini lebih kecil dari panjang asimtotik (infinitif) ikan teri. Penelitian yang dilakukan Hutomo et al. (1987) untuk spesies S. devisi dan S. heterolobus di Teluk Jakarta dengan nilai koefisien pertumbuhan yang tinggi (2.41 dan 3.36) dan panjang infinitif yang lebih kecil yaitu mm dan 88 mm dibandingkan dengan penelitian ini untuk koefisien pertumbuhan (K) sebesar 0.20 dan panjang infinitif mm sehingga dapat dilihat bahwa semakin tinggi nilai

57 43 koefisien pertumbuhan maka semakin lama waktu yang dibutuhkan oleh spesies tersebut untuk mendekati panjang infinitif dan sebaliknya semakin kecil nilai koefisien pertumbuhan maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan oleh spesies tersebut untuk mendekati panjang infinitif. Perbedaan laju pertumbuhan ikan dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor internal yang terdiri dari (a) faktor genetik yang secara langsung membatasi ukuran maksimum ikan, dan (b) ukuran tubuh ikan. Jika laju pertumbuhan kecil maka ukuran tubuh ikan akan meningkat (Wooton 1990; Pauly 1994 in Welcomme 2001). Oleh karena itu faktor internal yang menyebabkan nilai K pada ikan teri (S. indicus) lebih kecil adalah faktor genetik karena perbedaan spesies dan faktor ukuran ikan teri yang relatif besar. Pada Gambar 10 di atas telah disajikan kurva pertumbuhan ikan teri dengan memplotkan umur (bulan) dan panjang teoritis (mm) ikan. Panjang maksimum ikan teri adalah 104 mm dan panjang asimtotik ikan teri adalah mm. Dapat diduga bahwa waktu yang diperlukan ikan teri untuk mendekati panjang infinitif sebesar mm adalah selama 48 bulan. Ikan muda memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan ikan tua (mendekati L ). Menurut Anderson & Gutreuter (1983) in Busacker et al. (1990), walaupun dengan laju pertumbuhan yang kecil, namun ikan tetap akan mengalami pertumbuhan panjang bahkan dalam kondisi faktor lingkungan yang tidak mendukung. Peningkatan ukuran panjang umumnya tetap berlangsung walaupun ikan mungkin dalam keadaan kekurangan makanan. Parameter pertumbuhan ikan ini memegang peranan yang penting dalam pengkajian stok ikan dan dalam menyusun rencana pengelolaan perikanan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Salah satu aplikasi yang paling sederhana adalah untuk mengetahui panjang ikan pada saat umur tertentu atau dengan menggunakan inverse persamaan pertumbuhan von Bertalanffy dapat diketahui umur ikan pada panjang tertentu. Dengan demikian akan lebih mudah dalam penyusunan rencana pengelolaan perikanan (Dina 2008).

58 Mortalitas dan laju eksploitasi Pada stok yang telah dieksploitasi perlu untuk membedakan mortalitas akibat penangkapan dan mortalitas alami. Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva hasil tangkapan kumulatif berdasarkan data komposisi panjang (Metode Jones dan van Zalinge). Nilai Z didapatkan dari hasil perhitungan dengan metode Jones anda van Zalinge yang diperoleh melalui analisis melalui program Mortality estimation yang terintegrasi dalam program software FISAT II (FAO-ICLARM Stok Assesment Tool) dan laju kematian alami (M) menggunakan rumus empiris Pauly dengan suhu rata rata permukaan C. Laju mortalitas total (Z) ikan teri adalah 2.84 per tahun dengan laju mortalitas alami (M) sebesar 0.84 per tahun dan laju mortalitas penangkapan (F) 2.00 per tahun. Faktor eksternal yang umum sebagai penyebab mortalitas alami adalah predasi (Beverton & Holt 1957). Menurut Sparre & Venema (1999) mortalitas alami dipengaruhi oleh pemangsaan, penyakit, stres pemijahan, kelaparan, dan usia tua. Menurut Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999), yang mempengaruhi nilai mortalitas alami (M) adalah faktor panjang maksimum (L ) dan laju pertumbuhan serta faktor lingkungan yaitu suhu rata-rata perairan. Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa laju mortalitas penangkapan (F) jauh lebih besar dibandingkan laju mortalitas alami (M). Hal ini menunjukkan bahwa faktor kematian ikan teri lebih besar disebabkan oleh aktivitas penangkapan. Hal ini dapat terlihat dari panjang maksimum ikan teri yang tertangkap lebih kecil yaitu 104 mm dari panjang asimtotik ikan teri yaitu mm dan jumlah tangkapan ikan teri berukuran besar yang sedikit. Selain itu, dapat diduga bahwa penurunan laju mortalitas alami disebabkan oleh menurunnya jumlah ikan yang tumbuh hingga usia tua dan mengalami kematian alami akibat telah tertangkap lebih dulu karena tingginya tekanan penangkapan. Tingginya laju mortalitas penangkapan dan menurunnya laju mortalitas alami dapat menunjukkan dugaan terjadinya kondisi growth overfishing yaitu berkurangnya jumlah ikan tua (Sparre & Venema 1999). Nilai mortalitas penangkapan dipengaruhi oleh tingkat eksploitasi. Semakin tinggi tingkat eksploitasi di suatu daerah maka mortalitas penangkapannya semakin besar (Lelono 2007). Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui laju eksploitasi (E)

59 45 ikan teri di peraran Teluk Banten sebesar 0.71 yang berarti 71 % kematian ikan teri disebabkan oleh aktifitas penangkapan. Menurut Gulland (1971) in Pauly (1984), laju eksploitasi optimum yaitu sebesar 0.5 sehingga dapat disimpulkan bahwa laju eksploitasi ikan teri telah melebihi batas optimum sehingga dapat diindikasikan ikan teri di Teluk Banten mengalami overfishing. Upaya tangkap lebih (overfishing) secara sederhana dapat diartikan sebagai penerapan sejumlah upaya penangkapan yang berlebihan terhadap suatu stok ikan. Upaya tangkap lebih ini dapat dibedakan menjadi dua pengertian yaitu growth overfishing, terjadi apabila ikan yang ditangkap sebelum mereka sempat tumbuh mencapai ukuran dimana peningkatan lebih lanjut dari pertumbuhan akan mampu membuat seimbang dengan penyusutan stok yang diakibatkan oleh mortalitas alami. Sedangkan yang kedua adalah recruitment overfishing yaitu pengurangan melalui penangkapan terhadap suatu stok sedemikian rupa sehingga jumlah stok induk tidak cukup banyak untuk memproduksi telur yang kemudian menghasilkan rekrut terhadap stok yang sama (Widodo & Suadi 2006). Pada saat hasil tangkapan menurun, kemungkinan terjadi salah satu dari kondisi ini atau terjadi keduanya secara bersamaan (Sparre & Venema 1999). Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh, kondisi tangkap lebih yang terjadi pada stok ikan teri di Teluk Banten adalah growth overfishing. Hal ini didukung oleh hasil tangkapan didominasi oleh ikan-ikan berukuran kecil, laju eksploitasi yang lebih besar dari laju eksploitasi optimum (0.5) yaitu 0.71, penurunan nilai CPUE secara umum dari tahun (Tabel 5), dan ukuran mata jaring (mesh size) alat tangkap bagan yang sangat kecil yaitu mm sehingga memungkinkan tertangkapnya seluruh ukuran ikan teri Model bioekonomi ikan teri (Stolephorus spp.) Dari hasil analisis data yang tersaji pada Tabel 6 dapat diketahui bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan pada kondisi open access cenderung akan merusak kelestarian sumberdaya ikan yang ada, hal ini ditunjukkan oleh jumlah tingkat effort yang sangat tinggi, rente ekonomi yang diperoleh pada kondisi open access (OA) sama dengan nol, karena keuntungan yang diperoleh sama dengan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan penangkapan. Pemanfaatan sumberdaya ikan pada

60 46 kondisi MEY (Maximum Economic Yield) tampak lebih bersahabat dengan lingkungan bahkan memberikan tingkat rente yang lebih besar dibanding pemanfaatan pada kondisi OA (open acces) dan MSY (Maximum Sustainable Yield). Dalam kondisi pengelolaan yang bersifat open access keseimbangan pengelolaan akan dicapai pada tingkat upaya E OA dimana penerimaan total (TR) sama dengan biaya total (TC). Dalam hal ini pelaku perikanan tidak mendapatkan keuntungan, bahkan mungkin keuntungan berada pada nilai negatif. Perikanan pada kondisi ini bebas untuk siapa pun dan tidak ada pengelolaan yang baik. Keadaan perikanan seperti ini, upaya penangkapan akan terus ditingkatkan selama masih ada produksi sampai seluruh rente terkuras habis (driven to zero). Kondisi ini menyebabkan kelebihan faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal yang seharusnya lebih produktif untuk kegiatan ekonomi lainnya. Perikanan yang open access akan menimbulkan kondisi economic overfishing (Fauzi 2006). Hasil analisis bioekonomi menunjukkan bahwa pada kondisi MEY memiliki effort terendah tetapi dengan keuntungan maksimum. Pada kondisi tersebut produksi maksimum secara ekonomi akan dicapai dan merupakan tingkat upaya yang optimal secara sosial (Fauzi 2006). Data aktual yang didapatkan untuk tingkat produksi sebesar ton per tahun telah melebihi tingkat produksi lestari pada kondisi MEY (Maximum Economic Yield), begitu juga untuk nilai upaya penangkapan sebesar trip per tahun telah melebihi nilai upaya penangkapan optimal secara ekonomi yaitu sebesar trip per tahun (Tabel 6). Apabila dilihat dari sisi rente ekonomi yang diperoleh, maka rente ekonomi pada kondisi pemanfaatan MEY (Maximum Economic Yield) sangat jauh lebih besar dari rente ekonomi pada kondisi aktual. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada pemanfaatan sumberdaya ikan teri di perairan Teluk Banten sudah terjadi overfishing yaitu economical overfishing. Keseimbangan bioekonomi menunjukkan bahwa jumlah upaya penangkapan aktual telah melebihi dari jumlah upaya penangkapan MEY (Maximum Economic Yield) begitupun dengan produksi. Hal ini terjadi karena upaya penangkapan telah melebihi titik optimal sehingga produksi atau hasil tangkapan tidak optimal. Kondisi ini mengindikasikan bahwa tingkat hasil tangkapan dan keuntungan yang didapatkan oleh nelayan menurun. Agar nelayan dapat mencapai keuntungan maksimum secara

61 47 lestari dengan model dinamik maka perlu segera dilakukan pengelolaan dengan mengontrol jumlah upaya penangkapan Implementasi untuk pengelolaan stok ikan teri Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terdapat beberapa indikasi tingginya tekanan penangkapan terhadap sumberdaya ikan teri yang mengarah pada gejala tangkap lebih (overfishing) antara lain jumlah ikan berukuran besar yang tertangkap sedikit, laju eksploitasi ikan teri yang tinggi yaitu 0.71 dan telah melebihi nilai laju eksploitasi optimum 0.5, serta nilai CPUE yang pada umumnya mengalami penurunan selama 10 tahun terakhir. Selain itu, dari hasil analisis yang diperoleh kondisi tangkap lebih stok ikan teri di Teluk Banten termasuk dalam kondisi growth overfishing. Hal ini dapat dilihat dari ukuran ikan besar yang tertangkap sedikit, peningkatan laju mortalitas penangkapan, tingginya laju eksploitasi, serta penurunan hasil tangkapan per satuan upaya. Data aktual yang didapatkan untuk tingkat produksi telah melebihi tingkat produksi lestari pada kondisi MEY (Maximum Economic Yield), begitu juga untuk nilai upaya penangkapan telah melebihi nilai upaya penangkapan optimal secara ekonomi dan apabila dilihat dari sisi rente ekonomi yang diperoleh, maka rente ekonomi pada kondisi pemanfaatan MEY (Maximum Economic Yield) sangat jauh lebih besar dari rente ekonomi pada kondisi aktual. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada pemanfaatan sumberdaya ikan teri di perairan Teluk Banten sudah terjadi overfishing yaitu economical overfishing. Untuk mengimbangi kondisi di atas agar tidak terjadi kondisi pemanfaatan sumberdaya ikan teri yang destruktif perlu dilakukan suatu upaya pengelolaan agar pemanfaatan sumberdaya ikan teri di Teluk Banten dapat berlangsung secara berkelanjutan dan tetap lestari dimana pengelolaannya mengikuti model bioekonomi Gordon Schaefer. Menurut Hogart et al. (2006) in Prasetya (2010) secara konvensional model pengelolaan sumberdaya perikanan dapat dilakukan melalui pengaturan jumlah alat tangkap (input control) dan hasil tangkapan (output control). Titik acuan yang digunakan adalah jumlah upaya maksimum secara ekonomi (f MEY ) dan MEY (Maximum Economic Yield) untuk memberikan keuntungan yang maksimum ini terhadap kegiatan penangkapan di Teluk Banten. Pengaturan upaya

62 48 penangkapan dimaksudkan untuk mengurangi laju mortalitas akibat penangkapan serta melindungi juvenil dan ikan-ikan dewasa. Pengaturan ini dilakukan dengan pembatasan jumlah trip alat tangkap bagan dengan tidak melebihi jumlah upaya tangkapan optimum (f MEY ) sebesar trip/tahun dengan hasil tangkapan optimum (MEY) sebesar ton per tahun sehingga menghasilkan rente (keuntungan) maksimum, izin penangkapan dan pengaturan ukuran mata jaring. Clark (1990) in Susanto (2006) mengatakan bahwa konsep dasar manajemen perikanan laut adalah upaya penangkapan. Hal ini disebabkan karena hanya variabel upaya penangkapan yang menggunakan kapal dan sejumlah masukan lainnya yang dapat dikendalikan secara langsung dan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya di suatu perairan, maka konsep yang harus dikembangkan adalah konsep pengelolaan atau kepemilikan tunggal, dimana stok ikan di wilayah perairan tertentu dianggap model oleh pemilik tunggal (single owner). Pemilik tunggal dapat diwakili oleh pemerintah daerah atau instansi lainnaya. Tujuan yang ingin dicapai oleh pemilik tunggal adalah memaksimalkan nilai sekarang (present value) dari keuntungan bersih kegiataan pemanfaatan sumberdaya perikanan sepanjang waktu. Salah satu cara untuk melakukan kontrol adalah dengan membatasi jumlah upaya tangkapan optimum(f MEY ) sebesar trip/tahun. Pengurangan upaya penangkapan (trip) dalam melaksanakan kebijakan pengelolaan sumberdaya stok ikan teri di Teluk Banten tidak lepas dari pengurangan nelayan bagan yang dapat menimbulkan terjadinya pengangguran. Hal ini akan menjadi masalah baru dalam penerapan kebijakan pengelolaan yang mengikuti pendekatan bioekonomi. Oleh karena itu perlu adanya kerjasama antara pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan pengelola, masyarakat khususnya nelayan, dan pihak yang terkait untuk memahami pentingnya kebijakan ini dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan dalam kurun waktu ke depan. Salah satu solusi yang mungkin akan membantu mengurangi adanya pengangguran nelayan adalah dengan menciptakan suatu alternatif pekerjaan baru seperti memperluas lapangan pekerjaan dalam kegiatan pengolahan hasil tangkapan. Dalam implementasinya, strategi pengelolaan seperti yang dijelaskan di atas memerlukan pengawasan yang baik. Oleh karena itu, keterlibatan masyarakat di

63 49 Teluk Banten sangat diperlukan agar strategi pengelolaan sumberdaya ikan perikanan dapat berjalan baik.

64 50 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1. Ikan teri (Stolephorus indicus) di Teluk Banten memiliki persamaan pertumbuhan L t =109.55(1-exp[-0.20 (t+1.74)]) dan pola pertumbuhannya adalah allometrik negatif dengan persamaan W= 0.048L Laju mortalitas (Z) ikan teri adalah 2.84 per tahun dengan laju mortalitas alami (M) sebesar 0.84 per tahun dan laju mortalitas penangkapan (F) sebesar 2.00 per tahun sehingga dapat diindikasikan bahwa kematian ikan teri di Teluk Banten sebagian besar disebabkan oleh aktivitas penangkapan dengan tingkat laju ekspoitasi (E) sebesar 0.71 dan sudah melebihi nilai optimum. 3. Hasil analisis kondisi stok ikan teri di Teluk Banten dengan pendekatan model bioekonomi Gordon Schaefer diperoleh nilai MEY (Maximum Economic Yield) dan F mey sebesar ton dan trip per tahun dengan rente optimum sebesar Rp juta, sedangkan untuk nilai MSY (Maximum Sustainable Yield) diperoleh ton dan trip per tahun dengan rente Rp juta. 4. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh diketahui bahwa ikan teri di Teluk Banten telah mengalami kondisi tangkap lebih yaitu growth overfishing dan economic overfishing. 5. Implementasi untuk rencana pengelolaan stok ikan teri di Teluk Banten adalah pembatasan jumlah trip alat tangkap bagan dengan tidak melebihi jumlah upaya tangkapan maksimum secara ekonomi (f MEY ) sebesar trip/tahun dengan hasil tangkapan optimum (MEY) sebesar ton per tahun, pengaturan izin penangkapan dan pengaturan ukuran mata jaring serta perlunya kerjasama antar pemerintah sebagai pembuat kebijakan, masyarakat, dan pihak yang terkait dalam melaksanakan kebijakan pengelolaan stok ikan teri di Teluk Banten agar lestari secara biologi dan ekonomi.

65 Saran Dalam penelitian studi dinamika stok ikan teri di Teluk Banten selanjutnya disarankan untuk dilakukan analisis aspek pola rekruitmen, reproduksi dan hasil tangkapan ikan teri agar dapat diketahui musim pemijahan ikan teri sehingga dapat menduga musim musim puncak penangkapan ikan teri. Ikan contoh yang diambil sebaiknya mewakili setiap musim penangkapan sehingga informasi yang diperoleh dapat lebih menyeluruh.

66 52 DAFTAR PUSTAKA Beverton RJH & Holt SJ On the dynamics of exploited fish population. Her Majessty s Statinery Office. London. 533 p. Boer M Pendugaaan koefisien pertumbuhan (L, K, t 0 ) berdasarkan data frekuensi panjang. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 4 (1) : Boer M dan Aziz KA Gejala tangkap lebih perikanan pelagis kecil di Perairan Selat Sunda. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 14 (2) : 98. Busacker GP, Adelman IR, & Goolish EM Growth. p in Schreck CB & Moyle PB (Editor), Methods for Fish Biology. Maryland USA: American Fisheries Society. Dina R Rencana pengelolaan sumberdaya ikan bada (Rasbora argyrotanaenia) berdasarkan analisis frekuensi panjang di Danau Maninjau, Sumatera Barat [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 76 hlm. [Ditjen Tangkap-DKP] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Dinas Kelautan dan Perikanan Statistik Perikanan Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu [Ditjen Tangkap-DKP] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Dinas Kelautan dan Perikanan Statistik Perikanan Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu Dowdy S, Wearden S, dan Dildo D Statistic for research. John Willey & Sons, Inc. Publication. Amerika. 627 p. Effendie MI Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 163 hlm. Effendy A Analisis optimasi faktor faktor produksi bagan motor di Selat Sunda, Provinsi Banten [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 135 hlm. Fauzi A Ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan : Teori dan aplikasi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 259 hlm. Haddon M Modelling and quantitative methods in fisheries. Chapman & Hall/ CRC. London, USA. 406 p.

67 53 Harmiyati D Analisis hasil tangkapan sumberdaya ikan ekor kuning (Caesio cuning) yang didaratkan di PPI Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,Institut Pertanian Bogor. Bogor. 71 hlm. Hasanuddin C N Analisis bioekonomi perikanan pelagis besar di Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 93 hlm. Haumahu S Hubungan antara kelimpahan ikan teri (Stolephorus spp.) dengan kelimpahan plankton dan kualitas air di Teluk Ambon dan Teluk Tuhaha [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 107 hlm. Hutomo M, Burhanuddin, Djamali A, & S. Matosewojo Sumberdaya ikan teri di Indonesia. Pusat Penelitian dan pengembangan Oseanogologi. LIPI. Jakarta. 80 hlm. Kharat SS, Khillare YK & Dahanukar N Allometric scalling in growth and reproduction of a freshwater loach Nemacheilus mooreh (Sykes, 1839). Electronic Journal of Ichthyology, Volume 1: April, p [terhubung berkala]. [13 Maret 2010]. King M Fisheries biology, assessment, and management. Fishing News Books. London. 341 p. Lagrer KF Freshwater fishery biology, 2 nd ed. WM. C. Company Publisher. Dubuque, Iowa, USA. 421 p. Lelono TD Dinamika populasi dan biologi ikan lemuru (Sardinella lemuru) yang tertangkap dengan purse seine di Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi Trenggalek, p In : Isnansetyo A, Murwantoko, Yusuf IBL, Djumanto, Saksono H, Dewi IP, Setyobudi E, Soeparno, Prabasunu N, Budhiyanti SA, Ekantari N, Ptiyono SB (editor). Prosiding. Seminar nasional tahunan IV hasil penelitian perikanan dan kelautan 28 Juli Jurusan Perikanan dan Kelautan. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Manalu M Kajian output yang dihasilkan operasi unit penangkapan jarring kejer di Teluk Banten [skripsi]. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 66 hlm. Mayrita Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan teri di perairan Teluk Banten [skripsi]. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 122 hlm. Mohamad Analisis pengembangan perikanan gillnet di perairan Pantai Karangantu, Kabupaten Serang, Provinsi Banten [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 101 hlm.

68 54 Mozartha M Ikan Teri Cegah Osteoporosis. Terhubung berkala. [ Nahib I Analisis bioekonomi dampak keberadaan rumpon terhadap kelestarian sumberdaya tuna kecil di perairan Teluk PAlabuhanratu, Kabupaten Sukabumi [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 122 hlm. Nikijuluw VPH Rezim pengelolaan sumberdaya perikanan. Pustaka Cidesindo. Jakarta Selatan. 254 hlm. Nontji A Laut nusantara. Djambatan. Jakarta. 372 hlm. Pauly D Fish population dynamics in tropical waters: A Manual for Use with Programmable Calculators. Manila: ICLARM. 325 p. Prasetya R Potensi dan laju eksploitasi sumberdaya ikan kerapu di perairan Teluk Lasongko, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 70 hlm. Randika ZA Analisis bioekonomi pemanfaatan optimal sumberdaya perikanan pelagis dan demersal di perairan Balikpapan, Kalimantan Timur [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 162 hlm. Saanin H Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan 1 dan 2. Binacipta. Bogor. 508 hlm. Sharif A Studi dinamika stok ikan layur (Trichiurus sp.) di Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 54 hlm. Sparre P & Venema SC Introduksi pengkajian stok ikan tropis buku-i manual (Edisi Terjemahan). Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan Bangsa- Bangsa dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 438 hlm.. Supriyadi Dampak perikanan payang terhadap kelestarian stok ikan teri nasi (Stolephorus spp.) di Perairan Kabupaten Cirebon dan alternative pengelolaannya [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 106 hlm. Susanto Kajian bioekonomi sumberdaya kepiting rajungan (Portunus pelagicus L) di perairan Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Agrisistem. 2(2):

69 55 Susanti W Optimalisasi pengelolaan perikanan bagan motor dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan di Kabupaten Serang, Provinsi Banten. 88 hlm. Syakila S Studi dinamika ikan tembang (Sardinella fimbriata) di Perairan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Departemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 88 hlm. Tutupoho SNE Pertumbuhan ikan motan (thynnichthys thynnoides Bleeker, 1852) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri, Riau [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 45 hlm. Welcomme RL Inland fisheries, ecology, & management. London: Fishing News Book, A division of Blackwell Science. 358 p. Widodo J, Aziz KA & Naamin N Metode pengkajian stok (stock assesment). In : Widodo J, Aziz KA, Priyono BE, Tampubolon GH, Naamin N, Djamali A (editor). Potensi dan penyebaran sumberdaya ikan laut di Perairan Indonesia. Komisi Nasional Pengkajian Stok Smberdaya Ikan Laut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Widodo J & Suadi Pengeloaan sumberdaya perikanan laut. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 252 hlm. Yuliana Karakteristik Unit Penangkapan Skala kecil di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu Srerang,Banten [Skripsi]. Teknologi Manajemen Perikanan Tangkap. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 78 hlm. Stolephorus. [terhubung berkala]. [12 Desember 2009].

70 56 Lampiran 1. Data hasil pengambilan contoh ikan teri (Stolephorus indicus) di Teluk Banten Tanggal Pengambilan Contoh No. 9/2/ /2/ /2/ /3/ /3/2010 PT B PT PT PT PT

71 57 Lampiran 1. (lanjutan) Tanggal Pengambilan Contoh No. 9/2/ /2/ /2/ /3/ /3/2010 PT B PT PT PT PT

72 58 Lampiran 1. (lanjutan) Tanggal Pengambilan Contoh No. 9/2/ /2/ /2/ /3/ /3/ PT B PT PT PT PT

73 59 Lampiran 1. (lanjutan) Tanggal Pengambilan Contoh No. 9/2/ /2/ /2/ /3/ /3/2010 PT B PT PT PT PT

74 60 Lampiran 1. (lanjutan) Tanggal Pengambilan Contoh No. 9/2/ /2/ /2/ /3/ /3/2010 PT B PT PT PT PT

75 61 Lampiran 1. (lanjutan) Tanggal Pengambilan Contoh No. 9/2/ /2/ /2/ /3/ /3/2010 PT B PT PT PT PT

76 62 Lampiran 1. (lanjutan) Tanggal Pengambilan Contoh No. 9/2/ /2/ /2/ /3/ /3/2010 PT B PT PT PT PT

77 63 Lampiran 1. (lanjutan) Tanggal Pengambilan Contoh No. 9/2/ /2/ /2/ /3/ /3/2010 PT B PT PT PT PT

78 64 Lampiran 1. (lanjutan) Tanggal Pengambilan Contoh No. 9/2/ /2/ /2/ /3/ /3/2010 PT B PT PT PT PT

79 65 Lampiran 1. (lanjutan) Tanggal Pengambilan Contoh No. 9/2/ /2/ /2/ /3/ /3/2010 PT B PT PT PT PT

80 66 Lampiran 1. (lanjutan) Tanggal Pengambilan Contoh No. 9/2/ /2/ /2/ /3/ /3/2010 PT B PT PT PT PT

81 67 Lampiran 1. (lanjutan) Tanggal Pengambilan Contoh No. 9/2/ /2/ /2/ /3/ /3/2010 PT B PT PT PT PT

82 68 Lampiran 2. Sebaran Distribusi Frekuensi Ikan Teri ((Stolephorus indicus) Selang kelas Batas bawah Batas atas xi f2 f3 f4 f6 f

83 69 Lampiran 2. (lanjutan) Selang kelas Batas bawah Batas atas xi f2 f3 f4 f6 f Lampiran 3. Uji t Nilai b Hubungan Panjang Bobot ikan teri (Stolephorus indicus) H 0 : b 3 H 1 : b < 3 Statistik regresi R Tabel Sidik Ragam (TSR) SK db JK KT F hitung f table Regresi E-30 Sisa Total Simpangan baku Intercept (a) slope (b) t hitung t (0.025;148) = 2.26 t hitung > t tabel maka tolak hipotesis nol (H 0 ), nilai b < 3 maka hubungan panjang dengan berat adalah allometrik negatif.

84 70 Lampiran 4. Perhitungan pendugaan parameter pertumbuhan (L, K) dan t 0 Regresikan Lt pada sumbu x dan Lt+1 pada sumbu y Lt Lt Hasil regresi dari parameter pertumbuhan A b K (-lnb) linf =a'/(1-b') (mm) Log t log L log K = log log 0.20 = t 0 = 10 ( ) t 0 = tahun Lampiran 5. Analisis Laju Mortalitas total (Z) dengan metode Jones dan van Zalinge di dalam program Mortality Estimation, FISAT II

85 71 Lampiran 6. Analisis Normal Separation (NORMSEP) ikan teri pada setiap penarikan contoh (a). Penarikan contoh 2 (9 Februari 2010) (b). Penarikan contoh 3 (17 Februari 2010) (c). Penarikan contoh 4 (25 Februari 2010)

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai dinamika stok ikan peperek (Leiognathus spp.) dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Lebih terperinci

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). 7 spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). Ikan kembung lelaki terdiri atas ikan-ikan jantan dan betina, dengan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan Teluk Banten Perairan Karangantu berada di sekitar Teluk Banten yang secara geografis terletak pada 5 0 49 45 LS sampai dengan 6 0 02

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian. 14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PPI Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh dari PPI Labuan merupakan hasil tangkapan nelayan disekitar perairan Selat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata kedalaman

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rajungan (Portunus pelagicus) Menurut www.zipcodezoo.com klasifikasi dari rajungan adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostrata Ordo : Decapoda

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU i ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU DESI HARMIYATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang 2.1.1. Klasifikasi dan morfologi Menurut www.fishbase.org, klasifikasi ikan tembang (Gambar 1) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 32 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Ikan Kurisi di Perairan Teluk Banten Penduduk di sekitar Teluk Banten kebanyakan memiliki profesi sebagai nelayan. Alat tangkap yang banyak digunakan oleh para nelayan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di PPN Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat (Gambar 2). Pengambilan data primer dilakukan selama tiga bulan dari tanggal

Lebih terperinci

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004). 24 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Oktober 2011. Lokasi penelitian berada di Selat Sunda, sedangkan pengumpulan data dilakukan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang 2.1.1. Klasifikasi dan tata nama Menurut www.fishbase.org (2009) taksonomi ikan tembang (Gambar 3) diklasifikasikan sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 9 dan MSY adalah: Keterangan : a : Perpotongan (intersept) b : Kemiringan (slope) e : Exponen Ct : Jumlah tangkapan Ft : Upaya tangkap (26) Model yang akan digunakan adalah model yang memiliki nilai korelasi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis). 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kuniran 2.1.1 Klasifikasi Ikan Kuniran Upeneus moluccensis, Bleeker 1855 Dalam kaitan dengan keperluan pengkajian stok sumberdaya ikan, kemampuan untuk mengidentifikasi spesies

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta, terletak di sebelah utara kota Jakarta, dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1. 1.Kondisi umum Perairan Utara Jawa Perairan Utara Jawa dulu merupakan salah satu wilayah perikanan yang produktif dan memilki populasi penduduk yang padat. Panjang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. besar maupun sedikit. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 3 spesies ikan Kembung

TINJAUAN PUSTAKA. besar maupun sedikit. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 3 spesies ikan Kembung TINJAUAN PUSTAKA Ikan Kembung (Rastrelliger spp.) Ikan Kembung merupakan salah satu ikan pelagis yang sangat potensial di Indonesia dan hampir seluruh perairan Indonesia ikan ini tertangkap dalam jumlah

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TPI Cilincing, Jakarta Utara. Pengambilan data primer berupa pengukuran panjang dan bobot ikan contoh yang ditangkap

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

VI. ANALISIS BIOEKONOMI 111 VI. ANALISIS BIOEKONOMI 6.1 Sumberdaya Perikanan Pelagis 6.1.1 Produksi dan Upaya Penangkapan Data produksi yang digunakan dalam perhitungan analisis bioekonomi adalah seluruh produksi ikan yang ditangkap

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan peperek (Leiognathus spp.) Sumber : dkp.co.id

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan peperek (Leiognathus spp.) Sumber :  dkp.co.id 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Peperek 2.1.1. Klasifikasi dan morfologi Menurut Saanin (1984) klasifikasi ikan peperek (Gambar 1) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum :

Lebih terperinci

2.2. Reaksi ikan terhadap cahaya

2.2. Reaksi ikan terhadap cahaya H. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bagan apung Bagan adalah alat tangkap yang menggunakan cahaya sebagai alat untuk menarik dan mengumpulkan ikan di daerah cakupan alat tangkap, sehingga memudahkan dalam proses

Lebih terperinci

MODEL PRODUKSI SURPLUS UNTUK PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

MODEL PRODUKSI SURPLUS UNTUK PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN i MODEL PRODUKSI SURPLUS UNTUK PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN NURALIM PASISINGI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian 21 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan dan pengumpulan data di lapangan dilakukan pada Bulan Maret sampai dengan April 2009. Penelitian dilakukan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakasanakan mulai awal bulan Maret sampai bulan Mei, dengan interval pengambilan data setiap dua minggu. Penelitian berupa pengumpulan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu 24 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012 yang meliputi: observasi lapang, wawancara, dan pengumpulan data sekuder dari Dinas

Lebih terperinci

3.3 Pengumpulan Data Primer

3.3 Pengumpulan Data Primer 10 pada bagian kantong, dengan panjang 200 m dan lebar 70 m. Satu trip penangkapan hanya berlangsung selama satu hari dengan penangkapan efektif sekitar 10 hingga 12 jam. Sedangkan untuk alat tangkap pancing

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas 30 mm 60 mm PENDAHULUAN Ekonomis & Ekologis Penting R. kanagurta (kembung lelaki) ~ Genus Rastrelliger spp. produksi tertinggi di Provinsi Banten, 4.856,7 ton pada tahun 2013, menurun 2.5% dari tahun 2010-2013

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi Umum Perairan Teluk Banten Letak geografis Teluk Banten berada dalam koordinat 05 o 49 45-06 o 02 00 LS dan 106 o 03 20-106 o 16 00 BT. Teluk Banten

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii : Perciformes

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii : Perciformes 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Umum Ikan Kurisi (Nemipterus furcosus) Ikan kurisi merupakan salah satu ikan yang termasuk kelompok ikan demersal. Ikan ini memiliki ciri-ciri tubuh yang berukuran

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan dangkal Karang Congkak, Kepulauan Seribu, Jakarta. Pengambilan contoh ikan dilakukan terbatas pada daerah

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer METODE PENELITIAN 108 Kerangka Pemikiran Agar pengelolaan sumber daya udang jerbung bisa dikelola secara berkelanjutan, dalam penelitian ini dilakukan beberapa langkah perhitungan untuk mengetahui: 1.

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi perairan pesisir Banten yaitu perairan PLTU-Labuan Teluk Lada dan Teluk Banten Bojonegara, Provinsi Banten.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum PPP Labuan, Banten Wilayah Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6 0 21-7 0 10 Lintang Selatan dan 104 0 48-106 0 11 Bujur Barat dengan luas

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun Kepulauan Seribu (Gambar 2). Lokasi pengambilan contoh dilakukan di perairan yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang berada di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran Klasifikasi dan tata nama

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran Klasifikasi dan tata nama 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran 2.1.1. Klasifikasi dan tata nama Menurut www.fishbase.org (2010) taksonomi ikan kuniran (Gambar 2) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut :

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846)  (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut : 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) www.fishbase.org (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru

5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru 5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru Perairan Kabupaten Barru terletak di pantai barat pulau Sulawesi dan merupakan bagian dari Selat Makassar. Perairan ini merupakan salah satu pintu masuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang bersifat terbarukan (renewable). Disamping itu sifat open access atau common property yang artinya pemanfaatan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Perikanan Layur di PPN Palabuhanratu Secara geografis, Teluk Palabuhanratu ini terletak di kawasan Samudera Hindia pada posisi 106 10-106 30 BT dan 6 50-7 30 LS dengan

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, PROVINSI DKI JAKARTA

KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, PROVINSI DKI JAKARTA KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, PROVINSI DKI JAKARTA YOGI MAULANA MALIK PERDANAMIHARDJA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2011 sampai bulan Februari 2012 dengan interval waktu pengambilan sampel 1 bulan. Penelitian dilakukan di Pelabuhan

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN Edy H.P. Melmambessy Staf Pengajar Univ. Musamus-Merauke, e-mail : edymelmambessy@yahoo.co.id ABSTRAK Ikan tongkol termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Dinas Hidro-Oseanografi 2004)

3. BAHAN DAN METODE. Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Dinas Hidro-Oseanografi 2004) 24 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini mengikuti penelitian bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan (MSPi) dan dilaksanakan selama periode bulan Maret 2011 hingga Oktober

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 31 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 cahaya Menurut Cayless dan Marsden (1983), iluminasi atau intensitas penerangan adalah nilai pancaran cahaya yang jatuh pada suatu bidang permukaan. cahaya dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Sardinella sp. merupakan kelompok ikan-ikan pelagis kecil, dari famili

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Sardinella sp. merupakan kelompok ikan-ikan pelagis kecil, dari famili TINJAUAN PUSTAKA Ikan Tamban (Sardinella albella) Ikan Sardinella sp. merupakan kelompok ikan-ikan pelagis kecil, dari famili Clupeidae yang lebih umum dikenal sebagai ikan herring. Famili Clupeidae terdiri

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Iluminasi cahaya Cahaya pada pengoperasian bagan berfungsi sebagai pengumpul ikan. Cahaya yang diperlukan memiliki beberapa karakteristik, yaitu iluminasi yang tinggi, arah pancaran

Lebih terperinci

DINAMIKA STOK IKAN PEPEREK (Leiognathus spp.) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

DINAMIKA STOK IKAN PEPEREK (Leiognathus spp.) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT DINAMIKA STOK IKAN PEPEREK (Leiognathus spp.) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT AFIFAH HAZRINA C24061965 SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 2.2. Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 2.2. Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pengelolaan perikanan adalah proses terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang 5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang Pemanfaatan sumberdaya perikanan secara lestari perlu dilakukan, guna sustainability spesies tertentu, stok yang ada harus lestari walaupun rekrutmen

Lebih terperinci

KAJIAN STOK DAN ANALISIS KETIDAKPASTIAN SUMBERDAYA IKAN KURISI

KAJIAN STOK DAN ANALISIS KETIDAKPASTIAN SUMBERDAYA IKAN KURISI KAJIAN STOK DAN ANALISIS KETIDAKPASTIAN SUMBERDAYA IKAN KURISI (Nemipterus furcosus, Valenciennes 1830) DI PERAIRAN TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU ARMANSYAH DWI GUMILAR SKRIPSI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 6 0'0"S 6 0'0"S 6 0'0"S 5 55'0"S 5 50'0"S 28 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada Maret 2011. Penelitian dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber :

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber : 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Layur (Tricihurus lepturus) Layur (Trichiurus spp.) merupakan ikan laut yang mudah dikenal dari bentuknya yang panjang dan ramping. Ikan ini tersebar di banyak perairan dunia.

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18. No. 2, April 2013 ISSN

Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18. No. 2, April 2013 ISSN ANALISIS BIOEKONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN KAKAP DI KABUPATEN KUTAI TIMUR (Bio-economic Analysis of Blood Snaper Resources Utilization in Kutai Timur Regency) ERWAN SULISTIANTO Jurusan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Perciformes

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Perciformes 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Biji Nangka 2.1.1. Klasifikasi Ikan biji nangka merupakan anggota dari famili Mullidae yang dikenal dengan nama goatfish. Menurut Cuvier (1829) in www.fishbase.org (2009)

Lebih terperinci

2. METODOLOGI PENELITIAN

2. METODOLOGI PENELITIAN 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terdiri dari lokasi pengambilan udang mantis contoh dan lokasi pengukuran sumber makanan potensial udang mantis melalui analisis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh yang memiliki potensi sumberdaya ikan. Jumlah sumberdaya ikan diperkirakan sebesar 11.131 ton terdiri

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) 2.1 Potensi dan Usaha Perikanan di Indonesia 2.1.1 Perikanan dan Potensi Indonesia Berdasarkan UU. No 31 tahun 2004. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

3. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 18 3. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di muara arah laut dan muara arah sungai Cimaja, Citiis, Citepus dan Sukawayana yang mengalir menuju Teluk Palabuhanratu, Kabupaten

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

STUDI DINAMIKA STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

STUDI DINAMIKA STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT STUDI DINAMIKA STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT SILFIA SYAKILA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19 Dimana : Log m = logaritma dari panjang pada kematangan yang pertama Xt = logaritma nilai tengah panjang ikan 50% matang gonad x = logaritma dari pertambahan nilai tengah panjang pi = jumlah matang

Lebih terperinci

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT JEANNY FRANSISCA SIMBOLON SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR 1 PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR (Trichiurus sp.) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT Adnan Sharif, Silfia Syakila, Widya Dharma Lubayasari Departemen Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN TEMBANG

PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN TEMBANG 1 PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI TELUK BANTEN, YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI KARANGANTU, SERANG, PROVINSI BANTEN EKA KEMAL YUWANA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Gambar 2 Peta Selat Bali dan daerah penangkapan ikan lemuru.

3 METODOLOGI. Gambar 2 Peta Selat Bali dan daerah penangkapan ikan lemuru. 3 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama bulan Juli 009 di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar - Perairan Selat Bali, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Perairan Selat Bali terletak

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA Agus Salim Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregistrasi I tanggal: 29 Mei 2008; Diterima

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumberdaya Ikan Tembang Klasifikasi dan deskripsi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumberdaya Ikan Tembang Klasifikasi dan deskripsi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumberdaya Ikan Tembang 2.1.1 Klasifikasi dan deskripsi Klasifikasi ikan Tembang (Gambar 1) menurut www.fishbase.org (2012) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengembangan Sistem Sistem analisa dan informasi akan pengkajian stok ikan ini bernama CIAFISH (Calculation, Information, and Analysis of Fisheries). Program CIAFISH dirancang

Lebih terperinci

PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU

PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU DAVID OCTAVIANUS SIAHAAN SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci