KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, PROVINSI DKI JAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, PROVINSI DKI JAKARTA"

Transkripsi

1 KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, PROVINSI DKI JAKARTA YOGI MAULANA MALIK PERDANAMIHARDJA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 RINGKASAN Yogi Maulana Malik Perdanamihardja. C Kajian Stok Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) di Perairan Teluk Jakarta, Provinsi DKI Jakarta. Dibawah bimbingan Mennofatria Boer dan Nurlisa A Butet lkan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) termasuk kelompok ikan pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Akibat penangkapan yang dilakukan secara terus menerus diperlukan kajian mengenai stok ikan kembung lelaki yang dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan sumberdaya ikan kembung lelaki di wilayah tersebut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Februari Lokasi pengambilan contoh ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Kamal Muara yang mewakili perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara. Ikan contoh diambil dengan selang waktu 2 minggu sekali. Total ikan yang diambil selama penelitian mencapai 447 ekor. Ikan contoh tersebut diukur panjang dan bobotnya di PPI Kamal Muara dan selanjutnya data yang diperoleh dianalisis untuk mengetahui hubungan panjang bobot, mortalitas, pertumbuhan, kondisi stok, serta rencana pengelolaan. Sebaran panjang ikan kembung lelaki berkisar antara mm. Data yang dianalisis dengan aplikasi NORMSEP menggunakan paket program FiSAT II menunjukkan adanya pemisahan kelompok umur. Parameter pertumbuhan yang diperoleh adalah L sebesar 276,77 mm, K mencapai 0,3410 per tahun, serta t 0 mencapai -0,9372 tahun. Ikan dengan nilai K lebih besar memiliki umur yang relatif lebih pendek. Pola pertumbuhan ikan allometrik negatif yang berarti pertambahan ukuran panjang lebih dominan dibandingkan pertambahan bobotnya. Nilai mortalitas total (Z) ikan kembung lelaki diduga dengan analisis regresi mencapai 0,9320. Nilai mortalitas alami (M) dengan model Pauly mencapai 0,3149 sehingga mortalitas penangkapan (F) mencapai 0,6170. Laju eksploitasi (E) ikan kembung lelaki yang didapatkan mencapai 0,6620, artinya 66,20% kematian ikan kembung lelaki di Teluk Jakarta disebabkan kegiatan penangkapan. Model stok ikan kembung lelaki mengikuti model Schaefer dengan upaya penangkapan maksimum lestari (f MSY ) sebesar 136 unit per tahun dan jumlah tangkapan maksimum lestari (MSY) sebesar 12,89 ton per tahun dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC) sebesar 10,31 ton per tahun. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh diketahui bahwa di Teluk Jakarta terjadi gejala penurunan populasi sumberdaya ikan kembung lelaki yang disebabkan tangkap lebih (overfishing), dimana upaya tangkap yang digunakan dalam menangkap ikan lebih besar sehingga hasil tangkapannya menjadi lebih sedikit. Adapun upaya pemulihan yang dapat disarankan terhadap sumberdaya ikan kembung lelaki ialah pembatasan jumlah alat dan upaya tangkap serta aturan pembatasan atau larangan waktu penangkapan tertentu. Kata kunci : Ikan kembung lelaki, kajian stok, Teluk Jakarta

3 KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, PROVINSI DKI JAKARTA YOGI MAULANA MALIK PERDANAMIHARDJA C Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

4 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : Kajian Stok Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) di Perairan Teluk Jakarta, Provinsi DKI Jakarta adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini. Bogor, November 2011 Yogi Maulana Malik Perdanamihardja C

5 PENGESAHAN SKRIPSI Judul Skripsi : Kajian Stok Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) di Perairan Teluk Jakarta, Provinsi DKI Jakarta Nama Mahasiswa : Yogi Maulana Malik Perdanamihardja NIM Program Studi : C : Manajemen Sumberdaya Perairan Menyetujui : Pembimbing I, Pembimbing II, (Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA) (Ir. Nurlisa A Butet, M.Sc) NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP Tanggal lulus : 30 September 2011 vi

6 PRAKATA Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul Kajian Stok Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) di Perairan Teluk Jakarta, Provinsi DKI Jakarta; disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada Desember 2010, dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA. selaku dosen pembimbing pertama dan Ir. Nurlisa A Butet, M.Sc. selaku dosen pembimbing kedua serta Ir. Agustinus M.Samosir, M.Phil selaku Komisi Pendidikan S1 yang telah banyak membantu dalam pemberian bimbingan, masukan, dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Namun demikian, penulis berharap dengan tersusunnya skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak. Bogor, November 2011 Penulis vii

7 UCAPAN TERIMAKASIH Puji dan syukur kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan skripsi Kajian Stok Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) di Perairan Teluk Jakarta, Provinsi DKI Jakarta dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, diantaranya adalah : 1) Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA dan Ir. Nurlisa A Butet, M.Sc masing masing selaku ketua dan angota komisi pembimbing skripsi dan akademik yang telah banyak memberikan arahan dan masukan hingga penyelesaian skripsi ini. 2) Dr. Yonvitner, S.Pi, M.Sc sebagai sebagai dosen penguji tamu yang selalu memberikan motivasi kepada penulis dan juga telah banyak memberikan saran dan perbaikan dalam skripsi ini. 3) Ir. Agustinus Samosir, M.Phil dan Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku Komisi Pendidikan Program S1, atas saran, nasehat dan perbaikan yang diberikan. 4) Ir. Zairion, M.Sc atas saran, motivasi dan nasehat yang telah diberikan. 5) Para staf Tata Usaha MSP yang saya hormati dan banggakan, terutama Mbak Widar, Mbak Maria, juga Mbak Zaenab atas arahan dan kesabarannya. 6) Keluarga tercinta, Ayah Endjah B Sastramihardja, Ibu Ida Hamidah, kakakkakakku, Endri Budiman, Ir. Rita Handayani P, Denny Herdiana P, S.Kom, dan Ella Suciati S.H, yang selalu memberikan kasih sayang dan semangat yang luar biasa hingga saat ini dan yang akan datang. 7) Keluarga Bapak Darsa Sunarya, Ibu Hapsah, ka Rizka, uni Teti, uni Reni, uni Susi, a Dani, dan keluarga masing-masing yang telah memberikan dukungan moril dan semangat selama menjalankan studi hingga selesai. 8) Ibu Sri Turni Hartati, Ibu Prihatiningsih, Bapak Taryadhi, dan para staf di Balai Riset Perikanan Laut PPS Nizam Zachman Muara Baru Jakarta, juga ibu Sri bagian statistik perikanan Dinas Pertanian dan Kelautan DKI Jakarta Gunung Sahari yang banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tugas skripsi ini. 9) Bapak Rano, Bapak Syahril, Mas Kiki, dan semua pihak termasuk para nelayan dan juragan kapal yang telah banyak membantu penulis melakukan penelitian di PPI Kamal Muara Jakarta 10) Wepe, Romanto, Glen, Austin, Eka, Pipit, Dara, Ayuba, Endah, Alim, Echie, Amanah, Ekie, Nani, Agus, Arman, Adit, Keloy, Nta, Adit MNH 44, Ka Silfi, Ka Age, Ka Damora, Ka Dita, Ka Nadler, Ka Widya, Ka Icel, dan seluruh teman MSP 44 terimakasih atas persahabatan, motivasi dan bantuannya selama ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Terimakasih Bogor, November 2011 Yogi Maulana Malik.P C viii

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 1990 dari pasangan Bapak Endjah B Sastramihardja, BA dan Ibu Ida Hamidah sebagai anak kelima dari lima bersaudara. Pendidikan formal penulis dimulai di SD Negeri 09 Jakarta tahun 1995 dan lulus pada tahun Pada tahun 2004, penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Sumbangsih 2 Jakarta. Pada tahun 2007, penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 23 Jakarta. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama studi di SMA, penulis mendapat kesempatan untuk mewakili sekolah dan provinsi DKI Jakarta dalam ajang Duta Remaja Indonesia tahun Selama masa perkuliahan, penulis menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan Kepengurusan Selain itu, penulis juga pernah mengikuti seminar pada tahun 2010 yang diadakan di Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan di IPB penulis pernah menjadi PJ Kelas m.k Manajemen Sumberdaya Perikanan (2010/2011). Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dengan judul Kajian Stok Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) di Perairan Teluk Jakarta, Provinsi DKI Jakarta. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, M.Sc dan Ir. Nurlisa A Butet, M.Sc. ix

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Biologis dan Ekologis Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta ) Alat Tangkap Ikan Kembung Lelaki Hubungan Panjang Bobot Sebaran Frekuensi Panjang Pertumbuhan Mortalitas dan Laju Eksploitasi Model Surplus Produksi Jumlah Tangkapan Yang Diperbolehkan Pengelolaan Perikanan METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Alat dan Bahan Pengumpulan Data Data primer Data sekunder Analisis Data Identifikasi spesies Sebaran frekuensi panjang Identifikasi kelompok ukuran Hubungan panjang bobot Pendugaan L, K dan t Laju eksploitasi dan mortalitas Metode surplus produksi HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi perairan Teluk Jakarta xiii xiv xv x

10 Kegiatan perikanan kembung lelaki Kondisi perikanan kembung lelaki di PPI Kamal Muara Jakarta Sebaran frekuensi panjang Pembahasan Kelompok umur Parameter pertumbuhan Hubungan panjang dan bobot Laju eksploitasi dan mortalitas Model stok ikan kembung lelaki Rencana pengelolaan stok ikan kembung lelaki KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA xi

11 DAFTAR TABEL Halaman 1. Data produksi upaya penangkapan ikan kembung lelaki tahun 2002 hingga 2010 di PPI Kamal Muara (Data Perikanan DKI Jakarta 2010) 3 2. Sebaran frekuensi panjang ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) di Teluk Jakarta dari pengambilan contoh Desember 2010-Februari Sebaran kelompok ukuran ikan kembung lelaki di Teluk Jakarta menggunakan FiSAT II Parameter pertumbuhan ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) dari beberapa hasil penelitian Hasil perhitungan hubungan panjang bobot ikan kembung lelaki Hasil perhitungan hubungan panjang bobot ikan kembung lelaki dengan pemisahan jenis kelamin jantan dan betina saat pengambilan contoh ke-7 (26 Februari 2011) Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan kembung lelaki Data hasil tangkapan, upaya, dan CPUE di PPI Kamal Muara, Jakarta (Dinas Kelautan dan Pertanian, Provinsi DKI Jakarta ). 44 xii

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Skema perumusan masalah sumberdaya ikan kembung lelaki Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) (Dokumentasi pribadi) Bentuk dan bagian-bagian pada alat tangkap payang Peta lokasi penelitian (Google Maps 2010) Alat yang digunakan selama penelitian Skema karakter morfometrik yang diukur pada ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) Hubungan panjang dan bobot pada ikan Komposisi hasil tangkap ikan dominan menggunakan jaring payang yang didaratkan di PPI Kamal Muara (Modifikasi data sekunder PPI Kamal Muara tahun 2010) Pergeseran modus frekuensi panjang ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki Hubungan panjang bobot ikan kembung lelaki Grafik hubungan upaya dan CPUE dengan model Schaefer.. 49 xiv

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Sebaran frekuensi panjang ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) yang dianalisis dengan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) menggunakan program FiSAT II Nilai parameter pertumbuhan ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) di Teluk Jakarta menggunakan plot Ford Walford Uji statistik nilai b ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) di Teluk Jakarta pada pengambilan contoh pertama Perhitungan pendugaan mortalitas total (Z), mortalitas alami (M), mortalitas penangkapan (F), dan laju eksploitasi (E) ikan kembung lelaki Data panjang dan bobot ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) selama pengambilan contoh di PPI Kamal Muara Analisis model surplus produksi menggunakan model Schaefer Kuesioner nelayan di PPI Kamal Muara xv xiv

14 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 2,7 km 2. Di dalan perairan tersebut terdapat keanekaragaman sumberdaya ikan laut yang melimpah (Ditjen Tangkap-DKP 2010). Menurut Handani (2002), sumberdaya ikan laut di Indonesia dikelompokkan menjadi sumberdaya ikan pelagis kecil (termasuk didalamnya ikan kembung lelaki, ikan layang, ikan tembang, dan ikan selar), ikan pelagis besar (termasuk didalamnya ikan tongkol, ikan tuna, dan ikan cakalang), dan sumberdaya ikan demersal. Sumberdaya ikan pelagis kecil diduga merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang cukup melimpah dan banyak ditangkap untuk dijadikan konsumsi masyarakat (Merta et al in Suyedi 2001). Ikan pelagis umumnya hidup di daerah neritik dan membentuk schooling yang berfungsi sebagai konsumen antara produsen dengan ikan-ikan besar dalam food chain. Sumberdaya ikan pelagis penyebarannya terutama di perairan dekat pantai, dimana terjadi proses kenaikan massa air laut (upwelling) karena makanan utamanya adalah plankton. Sumberdaya ini dapat membentuk biomassa yang sangat besar sehingga merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang cukup melimpah di perairan Indonesia (Mallawa 2006). Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) sebagai salah satu jenis sumberdaya ikan pelagis kecil memiliki peranan yang penting bagi produksi perikanan laut di kawasan Teluk Jakarta yang memiliki potensi cukup besar. Ikan kembung lelaki biasanya hidup di wilayah dekat pantai dan membentuk gerombolan besar. Daerah penyebarannya di perairan pantai Indonesia dengan konsentrasi terbesar di Kalimantan, Sumatera Barat, Laut Jawa dan Selat Malaka. Ikan kembung lelaki cenderung berenang mendekati permukaan air pada waktu malam hari dan pada siang hari turun ke lapisan yang lebih dalam. Gerakan

15 2 vertikal ini dipengaruhi oleh gerakan harian plankton dan mengikuti perubahan suhu, faktor hidrografis dan salinitas (Widyantoro 2009). Ikan kembung lelaki merupakan salah satu sumberdaya yang memiliki nilai ekonomis penting, dimana ikan kembung lelaki banyak ditangkap untuk konsumsi dan pemenuhan kebutuhan protein masyarakat DKI Jakarta pada khususnya. Berdasarkan Data Perikanan DKI Jakarta tahun 2010, produksi ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) Teluk Jakarta yang didaratkan di PPI Kamal Muara sejak tahun 2002 hingga tahun 2010, merupakan salah satu ikan dominan yang tertangkap di daerah perairan Teluk Jakarta dan mengalami fluktuasi jumlah produksi tiap tahun berikutnya. Produksi ikan kembung lelaki tahun 2002 sebesar 9.28 ton berbanding data produksi terakhir pada tahun 2010 sebanyak ton, terdapat gejala penurunan jumlah produksi ikan kembung lelaki per tahunnya. Hal ini dapat menjadi indikasi adanya ancaman terhadap stok sumberdaya ikan kembung lelaki, sehingga perlu adanya pengelolaan perikanan yang tepat sehingga sumberdaya ikan kembung lelaki dapat tetap lestari dan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan Perumusan Masalah Sifat dasar dari sumberdaya ikan adalah milik bersama (common property), yang pemanfaatannya dapat digunakan pada waktu yang bersamaan oleh lebih dari satu individu atau satuan ekonomi (open access). Sifat dasar inilah yang memudahkan keluar masuknya individu atau pelaku usaha dalam upaya pemanfaatan sumberdaya ikan. Mengingat sumberdaya ikan memiliki sifat yang terbatas dan dapat rusak maka perlu dikelola untuk menjamin bahwa sumberdaya dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab. Kegiatan penangkapan ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) di daerah Teluk Jakarta mengalami fluktuasi sepanjang tahun. Sejak tahun 2002 hingga saat ini, ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) menjadi salah satu ikan dominan yang tertangkap di daerah perairan Teluk Jakarta. Pelaku usaha perikanan kembung lelaki terus meningkatkan upayanya dalam pemanfaatan sumberdaya ini demi mendapatkan hasil tangkapan sebanyak-banyaknya.

16 3 Berdasarkan data statistik perikanan DKI Jakarta tahun , diketahui produksi ikan kembung lelaki yang didaratkan di PPI Kamal Muara cenderung menurun, sedangkan alat tangkap payang yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan kembung lelaki secara umum meningkat jumlahnya seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data produksi dan upaya penangkapan ikan kembung lelaki tahun 2002 hingga 2010 di PPI Kamal Muara (Data Perikanan DKI Jakarta 2010) Tahun Produksi (ton) Upaya (unit payang) Hal ini mengindikasikan bahwa di Teluk Jakarta terjadi gejala penurunan populasi sumberdaya ikan kembung lelaki yang disebabkan tangkap lebih (overfishing), dimana upaya tangkap yang digunakan dalam menangkap ikan semakin besar sehingga hasil tangkapannya menjadi lebih sedikit (prinsip bioekonomi). Oleh karena itu maka dilakukan suatu studi dalam rangka pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap secara berkelanjutan, dimana dalam penelitian ini difokuskan pada kajian stok sumberdaya ikan kembung lelaki dengan batasan daerah penangkapan perairan Teluk Jakarta yang didaratkan di PPI Kamal Muara. Studi yang dilakukan diharapkan dapat menjawab beberapa permasalahan seperti bagaimana pola pertumbuhan dan tingkat mortalitas sumberdaya ikan kembung lelaki di perairan Teluk Jakarta. Selain itu studi ini juga diharapkan dapat menduga model pengelolaan perikanan kembung lelaki yang tepat berdasarkan nilai potensi lestari (MSY) dan upaya atau effort optimum dalam kegiatan

17 4 penangkapan sumberdaya ikan kembung lelaki diperairan Teluk Jakarta sehingga dapat ditentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status stok ikan kembung lelaki melalui pendugaan beberapa parameter stok dibawah ini: 1) Mengetahui parameter dinamika populasi ikan kembung lelaki di perairan Teluk Jakarta seperti koefisien pertumbuhan von Bertalanffy, pola pertumbuhan, serta laju mortalitas dan eksploitasi. 2) Menduga tangkapan maksimum lestari atau MSY (Maximum Sustainable Yield) sumberdaya ikan kembung lelaki di perairan Teluk Jakarta. 3) Menentukan upaya optimum atau effort optimum dari kegiatan penangkapan sumberdaya ikan kembung lelaki di perairan Teluk Jakarta. 4) Menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) atau TAC (Total Allowable Catch) sumberdaya ikan kembung lelaki di perairan Teluk Jakarta. Berdasarkan Gambar 1, sumberdaya perikanan di kawasan Teluk Jakarta salah satunya merupakan sumberdaya ikan kembung lelaki. Permintaan pasar yang tinggi terhadap ikan kembung lelaki mengalami peningkatan setiap tahunnya sehingga mengakibatkan ancaman terhadap stok ikan kembung lelaki di Teluk Jakarta yang terlihat dalam Tabel 1, mengalami tren penurunan produksi. Ancaman terhadap stok ini diakibatkan oleh penangkapan yang belum terkendali dan belum teratur, sehingga mengakibatkan eksploitasi terhadap sumberdaya ikan kembung lelaki yang berlebihan. Berdasarkan asumsi diatas, perlu dilakukan rencana pengelolaan dan studi hasil tangkap perikanan kembung lelaki sehingga dihasilkan suatu dugaan serta informasi yang digunakan untuk pengelolaan sumberdaya ikan kembung lelaki di Teluk Jakarta kedepannya sehingga produktivitasnya tetap lestari di masa yang akan datang.

18 5 Permintaan pasar tinggi Stok Ikan Kembung Lelaki yang menurun Upaya penangkapan yang tinggi Mengancam kelestarian sumberdaya ikan kembung lelaki Penangkapan yang tidak terkendali dan belum diatur Pengaturan penangkapan dan pengelolaan Pendugaan potensi dan status stok melalui parameter dinamika populasi Menduga MSY, effort optimum, dan TAC sumberdaya ikan kembung lelaki Gambar 1. Skema perumusan masalah sumberdaya ikan kembung lelaki 1.4. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi biologi perikanan kembung lelaki seperti parameter dinamika populasi diantaranya hubungan panjang bobot, mortalitas dan status stok sumberdaya ikan kembung lelaki serta memberikan informasi yang berguna sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan mengenai pengelolaan dan pengembangan perikanan kembung lelaki di perairan Teluk Jakarta.

19

20 7 spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). Ikan kembung lelaki terdiri atas ikan-ikan jantan dan betina, dengan periode pemijahan di Teluk Jakarta dan Laut Jawa terjadi dalam dua periode yaitu musim timur mulai Juni, Juli, hingga Agustus dan periode musim barat pada Februari hingga April (Burhanuddin 1984). Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) memiliki ciri-ciri morfologi sebagai berikut : kepala lebih panjang dibandingkan dengan tebal tubuh, rahang sebagian tersembunyi, tertutup oleh tulang lakrimal yang memanjang hingga tepi rongga mata, bukaan insang sangat panjang, terlihat ketika mulut sedang terbuka, memiliki kantung renang, memiliki sirip punggung pertama berjari-jari keras IX- XI; sirip punggung pertama berjari-jari lemah ; finlet pada sirip anal ; serta finlet pada sirip dada 19-22; V, 1+5. Ikan kembung lelaki dalam keadaan hidup berwarna keemasan pada bagian punggung, sedangkan dalam keadaan mati berwarna garis kegelapan pada bagian punggung dan tanda hitam dekat batas bawah sirip dada; sirip punggung berwarna kekuningan dengan corak hitam, sirip ekor dan sirip dada berwarna kekuningan. Daerah penyebaran ikan kembung lelaki di perairan pantai Indonesia dengan konsentrasi terbesar di perairan Laut Jawa, Kalimantan, Sumatera Barat, dan Selat Malaka. Ikan kembung lelaki hidup di perairan pantai dan tersebar di wilayah Indo-Pasifik barat dengan suhu perairan kurang lebih 17 0 C. Ikan kembung lelaki dewasa banyak ditemukan di lepas pantai dan pesisir yang dalam. Ikan ini memakan plankton dan biasa ditemukan bergerombol di kolom perairan. Ikan kembung lelaki cenderung berenang mendekati permukaan air pada waktu malam hari dan pada siang hari turun ke lapisan yang lebih dalam. Gerakan vertikal ini dipengaruhi oleh gerakan harian plankton dan mengikuti perubahan suhu, faktor hidrografis dan salinitas air laut. Ikan kembung lelaki biasanya dijual dalam bentuk segar atau diproses menjadi ikan pindang dan ikan asin seperti peda yang lebih tahan lama. Ikan kembung lelaki yang masih kecil juga sering digunakan sebagai umpan hidup untuk memancing cakalang (Widyantoro 2009).

21

22 9 ukuran mata jaring bagian kantong mencapai 1 inchi 3 inchi dan ukuran mata jaring bagian sayap 8 inchi, serta tali ris berjenis marlon pada bagian sayap sepanjang ±8 m. Jenis kapal yang dipakai untuk operasional alat tangkap ini adalah perahu motor dengan ukuran 5-6 GT Hubungan Panjang Bobot Dalam perhitungan untuk menduga suatu pertumbuhan terdapat dua model yang dapat digunakan yaitu model yang berhubungan dengan bobot dan model yang berhubungan dengan panjang (Effendie 1979). Model-model tersebut menggunakan persamaan matematik untuk menggambarkan suatu pertumbuhan. Analisis pola pertumbuhan menggunakan data panjang bobot. Persamaan hubungan panjang bobot ikan yang dihasilkan dari perhitungan dimanfaatkan untuk menjelaskan pola pertumbuhannya. Bobot dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang bobot ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Dengan kata lain hubungan ini dapat dimanfaatkan untuk menduga bobot melalui panjang (Effendie 1979). Effendie (2002) menjelaskan bahwa jika nilai panjang dan bobot diplotkan dalam suatu gambar maka akan didapatkan persamaan W = al b. Hasil analisis hubungan panjang bobot akan menghasilkan suatu nilai konstanta (b) yaitu harga pangkat yang menunjukkan pola pertumbuhan ikan. Ikan yang memiliki pola pertumbuhan isometrik (b=3), pertambahan panjangnya seimbang dengan pertambahan bobot. Sebaliknya pada ikan dengan pola pertumbuhan allometrik (b 3), pertambahan panjang tidak seimbang dengan pertambahan bobot. Pola pertumbuhan allometrik positif (b>3) menyatakan pertambahan bobot lebih cepat dibandingkan pertambahan panjang. Sedangkan pertumbuhan allometrik negatif (b<3) menyatakan pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan pertambahan bobot Sebaran Frekuensi Panjang Dalam melakukan pendugaan stok suatu spesies ikan digunakan masukan berupa data komposisi umur. Menurut Sparre & Venema (1999) in Ruth (2011),

23 10 bagian tubuh ikan berupa sisik dan otolith pada bagian kepala ikan memiliki lingkaran-lingkaran tahunan yang digunakan sebagai metode untuk menghitung data komposisi umur pada perairan beriklim sedang. Lingkaran yang terbentuk pada sisik dan otolith pada ikan disebabkan oleh fluktuasi yang kuat dalam berbagai kondisi lingkungan perairan dari musim panas ke musim dingin serta sebaliknya. Tujuan analisis data berdasarkan sidik frekuensi panjang digunakan untuk menentukan umur terhadap kelompok-kelompok panjang tertentu. Analisis tersebut bermanfaat dalam pemisahan suatu distribusi frekuensi panjang yang kompleks ke dalam sejumlah kelompok ukuran (Sparre & Venema 1999 in Ruth 2011). Menurut Pauly (1984), fungsi sidik frekuensi panjang adalah menentukan umur dan membandingkan pada metode lain yang menggunakan struktur kompleks. Setelah komposisi umur diketahui melalui sidik frekuensi panjang, selanjutnya parameter pertumbuhan dapat ditentukan dengan metode estimasi yang sesuai. Metode berbasis panjang selain digunakan untuk menduga parameter pertumbuhan juga dapat digunakan unruk menduga mortalitas total dari hasil tangkapan yang dilinierkan (King 1995) Pertumbuhan Effendie (2002) menyatakan pertumbuhan suatu individu merupakan pertambahan bobot atau panjang dalam satuan waktu, sedangkan pertumbuhan dalam suatu populasi dinyatakan dengan penambahan jumlah individu. Namun jika ditelaah lebih lanjut, pertumbuhan merupakan proses biologis yang kompleks yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang selanjutnya dibagi menjadi dua bagian besar yaitu faktor dalam dan faktor luar.. Faktor dalam umumnya adalah faktor yang sulit dikontrol, antara lain keturunan, parasit, dan penyakit. Sedangkan faktor luar yang paling mempengaruhi pertumbuhan adalah makanan dan suhu perairan. Pada perairan tropis, makanan merupakan faktor yang lebih penting daripada suhu perairan (Effendie 2002). Ada beberapa metode yang umum digunakan untuk menduga parameter-parameter pertumbuhan (K=koefisien

24 11 pertumbuhan; L = panjang asimtotik; t 0 = umur ikan ketika panjangnya sama dengan nol), yaitu plot Gulland & Holt, plot Ford Walford, metode Chapman, dan plot von Bertalanffy. Studi tentang pertumbuhan pada dasarnya merupakan penentuan ukuran badan sebagai suatu fungsi umur (Ruth 2011). Umur secara teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol, dapat diduga secara terpisah menggunakan persamaan empiris Pauly (Pauly 1983 in Lelono 2007). Menurut Ambarini (1997) persamaan pertumbuhan ikan kembung lelaki di Teluk Jakarta Lt = 27,5 (1-e 0,53(t-0,32) ). Nilai b (koefisien regresi) yang didapat sebesar 2,3221. Nilai ini lebih kecil dibandingkan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Laut Jawa sebesar 3,193. Faktor yang mempengaruhi diantaranya faktor lingkungan seperti suhu perairan Mortalitas dan Laju Eksploitasi Banyak faktor yang berperan di suatu lingkungan perairan sehingga menyebabkan berkurangnya kesempatan hidup individu ikan dalam suatu populasi. Pada suatu stok yang telah dieksploitasi perlu untuk membedakan mortalitas akibat penangkapan dan mortalitas alami. Laju mortalitas total (Z) adalah hasil penjumlahan laju mortalitas penangkapan (F) dan laju mortalitas alami (M) (King 1995). Mortalitas alami merupakan mortalitas yang disebabkan oleh pemangsaan, penyakit, stress, pemijahan, kelaparan dan usia tua (Sparre & Venema 1999). Menurut Beverton & Holt (1957), predasi merupakan faktor eksternal yang umum sebagai penyebab mortalitas alami. Nilai laju mortalitas alami berkaitan dengan nilai parameter pertumbuhan von Bertalanffy, yaitu K (koefisien pertumbuhan) dan L (panjang maksimum teoritis suatu jenis ikan). Ikan yang pertumbuhannya cepat (nilai koefisien pertumbuhan (K) tinggi) memiliki laju mortalitas alami (M) yang tinggi dan sebaliknya. Mortalitas alami berhubungan dengan L, karena pemangsa bagi ikan berukuran besar lebih sedikit dari ikan kecil yang lebih mudah dimangsa jenis ikan lain. Menurut Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999), berdasarkan penelitiannya terhadap 175 stok ikan yang berbeda, faktor lingkungan yang mempengaruhi nilai M adalah suhu rata-rata perairan selain faktor panjang maksimum (L ) dan laju pertumbuhan. Sedangkan mortalitas

25 12 penangkapan adalah mortalitas yang terjadi akibat adanya aktivitas penangkapan oleh manusia (Sparre & Venema 1999). Laju eksploitasi (E) didefinisikan sebagai bagian suatu kelompok umur yang akan ditangkap selama ikan tersebut hidup. Oleh karena itu laju eksploitasi juga dapat diartikan sebagai jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total ikan yang mati karena semua faktor, baik faktor alami maupun faktor penangkapan (Pauly 1984). Gulland (1971) in Pauly (1984) menduga bahwa dalam stok yang dieksploitasi optimal maka laju mortalitas penangkapan (F) sama dengan laju mortalitas alami (M) atau laju eksploitasi (E) sama dengan 0,5. Penentuan laju eksploitasi merupakan salah satu faktor yang perlu diketahui untuk menentukan kondisi sumberdaya perikanan dalam pengkajian stok ikan (King 1995) Model Surplus Produksi Model surplus produksi didasarkan pada asumsi bahwa CPUE merupakan fungsi dari f, baik bersifat linear seperti pada model Schaefer maupun bersifat eksponensial seperti pada model Fox. Dalam model surplus produksi Schaefer mengasumsikan bahwa kenaikan bersih biomassa adalah fungsi dari besarnya populasi (Atmadja et al. 2003). Tujuan penggunaan model surplus produksi adalah untuk menentukan tingkat upaya optimum (biasa disebut f MSY atau effort MSY), yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu hasil tangkapan maksimum lestari tanpa mempengaruhi produktivitas stok secara jangka panjang, yang biasa disebut hasil tangkapan maksimum lestari (Maximum Sustainable Yield / MSY) (Sparre & Venema 1999). Dari model ini dapat diperoleh estimasi besarnya kelimpahan (biomassa) dan estimasi potensi dari suatu jenis atau kelompok jenis (species group) sumberdaya ikan (Widodo & Nurhakim 1998). Pada kondisi dimana perikanan tangkap berkembang secara bertahap, populasi ikan membutuhkan waktu penyesuaian terhadap tekanan alat tangkap yang semakin bertambah. Periode waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keseimbangan tidak pernah diketahui. Hasil penelitian terakhir mendapatkan bahwa banyak stok ikan sudah mengalami penurunan secara terus menerus sejak

26 13 pertama kali ditangkap, dan populasi ikan berkurang 80% dalam 15 tahun sejak pertama kali dieksploitasi (Myers & Worm, 2003 in Wiadnya et al. 2009). Implikasinya adalah bahwa banyak stok populasi ikan yang tidak pernah mencapai kondisi keseimbangan. Model surplus produksi merupakan model yang sangat sederhana dengan biaya yang relatif murah (Widodo & Nurhakim 1998). Model ini dikatakan sederhana karena data yang diperlukan sangat sedikit, sebagai contoh tidak perlu menentukan kelas umur sehingga dengan demikian tidak perlu penentuan umur dan hanya memerlukan data tentang hasil tangkapan atau produksi yang biasanya tersedia di setiap tempat pendaratan ikan, dan upaya penangkapan (Sparre & Venema 1999). Selain itu, model ini dikatakan murah biayanya karena dalam penggunaan model ini biaya yang dikeluarkan lebih sedikit bila dibandingkan dengan model lain seperti dengan penggunaan trawl dan echosounder yang tergolong sangat mahal karena pelaksanaan kegiatan tersebut harus menggunakan kapal riset khusus, sehingga jumlah dana yang harus dikeluarkan untuk mengkaji seluruh perairan sangat besar (Wiyono 2005). Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa model surplus produksi banyak digunakan di dalam estimasi stok ikan di perairan tropis. Model surplus produksi dapat diterapkan bila data hasil tangkapan total (berdasarkan spesies), hasil tangkapan per unit upaya (catch per unit effort/cpue) atau per spesies, atau CPUE berdasarkan spesies dan upaya penangkapannya dalam beberapa tahun tersedia (Sparre & Venema 1999). Namun jumlah upaya penangkapan yang dapat menggambarkan upaya yang benar-benar efektif dan bukan sekedar nominal amat sulit ditentukan. Oleh sebab itu penggunaan model ini memerlukan kehati-hatian dan didukung dengan berbagai informasi tambahan dan validasi dengan menggunakan beberapa metode lain. Model ini dapat dipergunakan dalam menganalisis sumberdaya pelagis besar, pelagis kecil, udang dan krustasea lainnya, serta moluska (Widodo & Nurhakim 1998). Persyaratan untuk analisis model surplus produksi adalah sebagai berikut (Sparre & Venema 1999):

27 14 (1) Ketersediaan ikan pada tiap-tiap periode tidak mempengaruhi daya tangkap relatif (2) Distribusi ikan menyebar merata (3) Masing-masing alat tangkap menurut jenisnya mempunyai kemampuan tangkap yang seragam. Asumsi yang digunakan dalam model surplus produksi menurut Sparre &Venema (1999) adalah : (1) Asumsi dalam keadaan ekuilibrium Pada keadaan ekuilibrium, produksi biomassa per satuan waktu adalah sama dengan jumlah ikan yang tertangkap (hasil tangkapan per satuan waktu) ditambah dengan ikan yang mati karena keadaan alam. (2) Asumsi biologi Alasan biologi yang mendukung model surplus produksi telah dirumuskan dengan lengkap oleh Ricker (1975) in Sparre & Venema (1999) sebagai berikut : a. Menjelang densitas stok maksimum, efisiensi reproduksi berkurang, dan sering terjadi jumlah rekrut lebih sedikit daripada densitas yang lebih kecil. Pada kesempatan berikutnya, pengurangan dari stok akan meningkatkan jumlah rekrutmen. b. Bila pasokan makanan terbatas, makanan kurang efisien dikonversikan menjadi daging oleh stok yang besar daripada oleh stok yang lebih kecil. Setiap ikan pada suatu stok yang besar masing-masing memperoleh makanan lebih sedikit; dengan demikian dalam fraksi yang lebih besar makanan hanya digunakan untuk mempertahankan hidup, dan dalam fraksi yang lebih kecil digunakan untuk pertumbuhan c. Pada suatu stok yang tidak pernah dilakukan penangkapan terdapat kecenderungan lebih banyak individu yang tua dibandingkan dengan stok yang telah dieksploitasi (3) Asumsi terhadap koefisien kemampuan menangkap Pada model surplus produksi diasumsikan bahwa mortalitas penangkapan proporsional terhadap upaya. Namun demikian upaya ini tidak selamanya benar, sehingga kita harus memilih dengan benar upaya

28 15 penangkapan yang benar-benar berhubungan langsung dengan mortalitas penangkapan. Suatu alat tangkap (baik jenis maupun ukuran) yang dipilih adalah yang mempunyai hubungan linear dengan laju tangkapan Jumlah Tangkapan Yang Diperbolehkan Bila penangkapan ikan lebih banyak dibandingkan kemampuan ikan memijah, maka wilayah laut tersebut akan miskin secara sumberdaya. Hal ini dikenal sebagai kondisi upaya tangkap lebih (overfishing). Sehubungan dengan hal itu terdapat analisis Total Allowable Catch (TAC) atau jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) dan Maximum Sustainable Yield (MSY) atau jumlah maksimum tangkapan lestari (Poernomo 2009). Analisis surplus produksi juga dapat menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (Total Allowable Catch/TAC) dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan (TP). Besarnya TAC biasanya dihitung berdasarkan nilai tangkapan maksimum lestari atau MSY (Maximum Sustainable Yield) suatu sumberdaya perikanan yang perhitungannya didasarkan atas berbagai pendekatan atau metode (Boer & Aziz 1995). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB/TAC) adalah 80% dari potensi maksimum lestarinya (MSY). Akan tetapi manajemen perikanan menganut azas kehati-hatian (Precautionary approach), maka TAC ditetapkan sebesar 80% dari potensi tersebut (Atmaji 2007) Pengelolaan Perikanan Menurut Boer & Aziz (2007), pengelolaan sumberdaya perikanan bertujuan demi tercapainya kesejahteraan para nelayan, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, penghasil devisa serta mengetahui porsi optimum pemanfaatan oleh armada penangkapan ikan. Selain itu pengelola perikanan memiliki tugas untuk menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan berdasarkan tangkapan maksimum lestari. Pendekatan yang umum digunakan dalam studi pengelolaan sumberdaya perikanan adalah pendekatan struktural atau analitik yaitu pendekatan dengan cara menjelaskan sistem sumberdaya

29 16 perikanan melalui komponen-komponen yang membentuk sistem tersebut. Komponen-komponen tersebut adalah rekrutmen, pertumbuhan dan mortalitas. Pendekatan secara struktural cukup ideal namun berbiaya termahal serta membutuhkan waktu yang cukup lama, dimana untuk dapat memahami setiap komponen diperlukan penelitian khusus yang beragam, mulai dari aspek biologi hingga aplikasi model-model kuantitatif sebagai alat bantu studi. Pendekatan selanjutnya adalah pendekatan global yang menjelaskan sistem sumberdaya perikanan tanpa memperhatikan komponen yang membentuknya, melainkan berdasarkan data maupun informasi yang paling mudah dikumpulkan, seperti data tangkapan, upaya tangkap, produksi dan nilai produksi serta informasi lain yang diperoleh melalui sistem pelaporan kegiatan armada perikanan di pelabuhan, tempat pelelangan ikan atau tempat lain yang telah ditentukan (Boer & Aziz 2007). Tujuan utama pengelolaan perikanan adalah untuk menjamin produksi yang berkelanjutan dari waktu ke waktu dari berbagai stok ikan (resource conservation), terutama melalui berbagai tindakan pengaturan (regulations) dan pengayaan (enhancement) yang meningkatkan kehidupan sosial nelayan dan sukses ekonomi bagi industri yang didasarkan pada stok ikan (Widodo & Suadi 2002). Dalam pengelolaan perikanan sangat sulit untuk mengatur dan merubah kondisi yang telah ada sehingga upaya yang mungkin dilakukan adalah hanya berupa pembatasan seperti tidak mengijinkan perahu penangkap baru yang akan masuk ke perairan serta membatasi jumlah tangkapan nelayan tanpa mengurangi jumlah perahu nelayan yang telah ada saat ini. Menurut Widodo & Suadi (2006), proses penipisan stok sering dibarengi dengan lima kombinasi yaitu penurunan produktivitas perikanan atau hasil tangkapan per unit upaya penangkapan (CPUE), penurunan hasil tangkapan total yang didaratkan, penurunan bobot rata-rata ikan, perubahan dalam struktur umur populasi ikan (ukuran, umur), serta perubahan komposisi spesies ikan (ekologi perikanan). Pengelolaan perikanan harus ditentukan melalui beberapa tahap diantaranya tahap awal, saat produksi ikan masih berada di bawah nilai

30 17 tangkapan maksimum lestari (MSY), maka kebijakan harus ditujukan terutama untuk mendorong perkembangan perikanan. Setelah batas kemampuan (potensi, daya dukung) dari stok ikan telah tercapai (MSY), laju perkembangan penangkapan ikan mulai dikurangi. Selanjutnya ketika nilai tangkapan berada di atas ambang nilai MSY, semua kebijakan akan lebih bersifat sebagai usaha pembatasan (Widodo & Suadi 2006).

31

32

33

34 Data sekunder Data sekunder meliputi data kapal perikanan, alat tangkap nelayan PPI Kamal Muara, kapasitas dan nilai produksi perikanan kembung lelaki, dan keadaan umum daerah Teluk Jakarta. Data tersebut diperoleh dari hasil studi pustaka serta arsip milik Balai Riset Perikanan Laut PPS Nizam Zachman Kotamadya Jakarta Utara, Instalasi Riset Perikanan Teluk PPI Kamal Muara, serta Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta Analisis Data Identifikasi spesies Ikan kembung lelaki hasil pengambilan contoh yang diperoleh dari PPI Kamal Muara selanjutnya diidentifikasi jenisnya menggunakan buku identifikasi ikan yang dilakukan di laboratorium Biologi Makro Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Identifikasi yang dilakukan dengan cara mengamati morfologi tubuh ikan dari ujung kepala hingga ekor ikan Sebaran frekuensi panjang Data panjang total ikan kembung lelaki yang diperoleh dari pengambilan contoh di PPI Kamal Muara kemudian dilakukan analisis sebaran frekuensi panjang. Proses yang dilakukan dalam analisis data fekuensi panjang ikan yaitu: a. Menentukan jumlah selang kelas b. Menentukan lebar selang kelas c. Menentukan frekuensi kelas dan memasukan frekuensi masing-masing kelas dengan memasukkan panjang dan tiap ikan contoh pada selang kelas yang telah ditentukan sebelumnya. Setelah diketahui sebaran frekuensi panjang ikan yang telah ditentukan dalam selang kelas panjang yang sama, kemudian diplotkan dalam sebuah grafik. Dalam sebaran frekuensi panjang yang telah diplotkan dalam grafik tersebut dapat diduga pergeseran sebaran kelas panjang setiap pengambilan contoh, yang

35 22 menggambarkan jumlah kelompok umur (cohort) yang ada dan perubahan posisi ukuran panjang kelompok umur yang sama Identifikasi kelompok ukuran Analisis frekuensi panjang dilakukan untuk pendugaan kelompok ukuran. Menurut Gayanilo, et al (1994), data frekuensi panjang dapat dianalisis dengan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO-ICLARM Stock Asessment Tool) sehingga menghasilkan sebaran frekuensi panjang yang dikelompokkan kedalam beberapa kelompok umur dengan asumsi menyebar normal, masing-masing dicirikan oleh rata-rata panjang dan simpangan baku. Menurut Boer (1996) in Chaira (2010), jika fi adalah frekuensi ikan dalam kelas panjang ke-i (i = 1, 2,, N), μ j adalah rata-rata panjang kelompok umur ke-j, σ j adalah simpangan baku panjang kelompok umur ke-j (j= 1, 2,, G), maka fungsi objektif yang digunakan untuk menduga {μj, σj, pj} adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum likehood function) dengan persamaan sebagai berikut: L N i 1 i G f log p q (1) j 1 j ij Sedangkan q ij j exp 2 1 x i j 2 ( ) 2 1 j yang merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan nilai tengah μ j dan simpangan baku σ j.x i adalah titik tengan kelas panjang ke-i. Fungsi objektif L ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap μj, σj, dan pj sehingga diperoleh dugaan rata-rata yang akan digunakan untuk menduga parameter pertumbuhan Hubungan panjang bobot Menurut Effendie (2002) in Chaira (2010), bobot dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang dan bobot hampir mengikuti hukum

36

37 24 H0 : ß 1 = 3, hubungan panjang dengan bobot adalah isometrik. H1 : ß 1 3, hubungan panjang dengan bobot adalah allometrik. Pola pertumbuhan allometrik terdiri dari dua macam, yaitu allometrik positif, jika b>3 (pertambahan bobot lebih cepat daripada pertambahan panjang) dan allometrik negatif, jika b<3 (pertambahan panjang lebih cepat daripada pertambahan bobot). Adapun statistik uji yang digunakan adalah: t hitung b b 1 sb 1 0 (6) s b1 adalah simpangan baku dugaan b 1 atau b yang dihitung dengan : sb 1 = ^ ( )^ (7) Sedangkan s 2 adalah kuadrat tengah sisa sebagai penduga σ 2, yang dapat dihitung dengan : s 2 = [ ^ [ (8) Untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan pada selang kepercayaan 95% bandingkan dengan nilai t hitung dengan nilai t tabel, sehingga kaidah keputusan yang diambil adalah jika t hitung < t tabel, tolak hipotesis nol (H 0 ) atau pola pertumbuhan bersifat allometrik, dan jika t hitung > t tabel, gagal tolak hipotesis nol (H 0 ) atau pola pertumbuhan bersifat allometrik Pendugaan L, K dan t 0 Pertumbuhan panjang ikan dapat dinyatakan dengan model von Bertalanffy sebagai berikut (Sparre & Venema 1999). Lt = L (1-e [-K(t- t 0)] ) (9)

38 25 Lt adalah panjang ikan pada saat umur ke-t (millimeter), L adalah panjang maksimum teoritis (panjang asimtotik), K adalah koefisien pertumbuhan (per tahun), t 0 adalah umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol (tahun). Koefisien pertumbuhan (K) dan L dapat diduga dengan menggunakan metode plot Ford-Walford, dan nilai t 0 diperoleh dengan menggunakan persamaan Pauly. Penurunan plot Ford Walford didasarkan pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy dengan t 0 sama dengan nol, maka persamaanya sebagai berikut: L t L (1 exp [ k ( t t0 )] ) (10) L [ )] L L exp Kt [ Kt ] L t L exp ) (11) Selanjutnya perbedaan dua panjang ikan suksesif : L t 1 L t L (1 exp [ k ( t 1)] ) L (1 exp [ Kt ] ) L (exp ) L [ (exp [ k( t 1)] Kt] ) [ kt] [ K] L exp (1 exp ) (12) Jika persamaan (10) didistribusikan ke persamaan (12) diperoleh persamaan : L t 1 L t ( L L )(1 exp t [ K ] ) L t 1 L L (1 exp (1 exp [ k ] ) L ) L L exp [ k ] [ K ] t t t exp [ K ] ) ) (13) Persamaan (12) merupakan bentuk persamaan linear antara L t (sumbu x) di plotkan terhadap L t+1 (sumbu y) sedemikian sehingga memilki kemiringan (slope) (b) = ( b) [ K] [ K] exp dan intersep ( a) L (1 exp ). L t dan L t+1 merupakan panjang ikan pada saat t dan t+1 yaitu panjang ikan yang dipisahkan oleh interval waktu yang konstan (Pauly 1984). Umur secara teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol dapat di duga secara terpisah menggunakan persamaan empiris pauly (Pauly 1984) sebagai berikut :

39 26 Log (-t 0 ) = 0,3922-0,2752 (Log L ) 1,038 (Log K) (14) Laju eksploitasi dan mortalitas Laju mortalitas (alami dan penangkapan) populasi ikan dapat digunakan untuk menduga tingkat eksploitasi ikan tersebut di suatu perairan. Menurut Aziz (1989), terdapat dua pendekatan dasar untuk menghitung laju mortalitas; pertama ialah laju mortalitas tahunan, yaitu suatu pendugaan laju mortalitas yang mencakup suatu periode tertentu. Kesulitan pendekatan ini adalah dalam hal pemisahan nilai mortalitas tahunan ke dalam bagian-bagian dari mortalitas akibat penangkapan dan penyebab alamiah. Kedua ialah laju mortalitas seketika (Z) yang diturunkan melalui teori kalkulus dan dapat dipisahkan dengan mudah ke dalam komponen penangkapan dan komponen alamiah. Mortalitas total ialah jumlah semua kematian dalam populasi akibat penangkapan (F) dan alami (M), secara matematika dirumuskan menjadi Z = F+M (Effendie, 1979). Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinearkan berdasarkan data komposisi panjang (Sparre & Venema 1999) dengan langkah-langkah sebagai berikut: Langkah 1 : Mengkonversikan data panjang ke data umur dengan menggunakan turunan model von Bertalanffy. 1 L t( L) t Ln 0 1 (15) K L Langkah 2 : Menghitung waktu yang diperlukan oleh rata-rata ikan untuk tumbuh dari panjang L 1 ke L 2 (Δt) t t( L 2 ) t( L ) 1 1 K L Ln L L L 1 2 (16) Langkah 3 : Menghitung (t + Δt / 2) L1 L t 2 2 t 0 1 K L1 L Ln 1 2L 2 (17)

40 27 Langkah 4 : Menurunkan kurva hasil tangkapan (C) yang dilinierkan yang dikonversikan ke panjang c L, L2 ) L Ln c Z * t t( L L ) 2 ( 1 1 L2 1 2 (18) Model di atas adalah bentuk model linear dengan kemiringan (b)=-z. Untuk laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999) sebagai berikut. Ln M = -0,0152-0,279*Ln L + 0,6543*Ln K+ 0,463*Ln T M = e (-0,0152-0,279*Ln L + 0,6543*Ln K+ 0,463*Ln T ) (19) Keterangan : M : Mortalitas alami L : Panjang asimtotik pada model pertumbuhan von Bertalanffy K : Koefisien pertumbuhan pada model pertumbuhan von Bertalanffy T : Rata-rata suhu permukaan air ( 0 C) Laju mortalitas penangkapan (F) ditentukan dengan : F = Z-M (20) Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z) (Pauly 1984) : E F F M F Z (21) Laju mortalitas penangkapan (F) atau laju eksploitasi optimum menurut Gulland (1971) in Pauly (1984) adalah: F optimum M sehingga 0, 5 E optimum (22)

41 Metode surplus produksi Tingkat upaya optimum (f MSY ) dan hasil tangkapan optimum (MSY) dari unit penangkapan dapat diketahui melalui persamaan berikut (King 1995) : (1) Hubungan antara CPUE dengan upaya penangkapan (f), CPUE = a+bf (23) (2) Hubungan antara hasil tangkapan (C) dengan upaya penangkapan (f), C = af + bf 2 (24) (3) Upaya penangkapan optimum (f MSY ) diperoleh dengan cara menyamakan turunan pertama hasil tangkapan (C) terhadap upaya penangkapan (f) dengan nol: C = af + bf 2 C = a + 2bf C = 0 a = -2bf f MSY = -a/2b (25) (4) Maximum Sustainable Yield (MSY) merupakan hasil tangkapan optimum diperoleh dengan mensubtitusikan nilai upaya penangkapan optimum, (f MSY ) ke persamaan di atas sehingga, C = af + bf 2 2 C MSY = (a) f MSY + (b) f MSY MSY = -a 2 /4b (26) Perumusan di atas dikenal dengan model Schaefer. Pada model ini didapatkan gambaran pengaruh dari upaya penangkapan (f) terhadap hasil tangkapan per unit upaya penangkapan (CPUE). Selanjutnya untuk mendapatkan nilai konstanta a dan b pada rumus di atas digunakan analisis regresi linear. Model berikutnya yang digunakan dalam metode surplus produksi adalah model alternatif Fox. Model ini menghasilkan garis lengkung bila Y/f secara langsung diplot terhadap upaya (f), akan tetapi bila Y/f diplot dalam bentuk

42 29 logaritma terhadap upaya maka akan menghasilkan garis lurus. Adapun perumusan model Fox sebagai berikut (King 1995). Y = f (e a+bf ) (27) MSY dapat dicapai pada saat dy/df = 0, sehingga : Y = e a+bf + f b e a+bf = 0 (1+f b) (e a+bf ) = 0 jadi f MSY = - (28) Untuk mendapatkan MSY, maka f MSY dimasukkan ke dalam persamaan (27) sehingga : MSY = (- ) (e a-1 ) (29) Analisis surplus produksi juga dapat menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (Total Allowable Catch/TAC). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC) adalah 80% dari tangkapan maksimum lestarinya (Maximum Sustainable Yield/MSY) sebagai prinsip manajemen perikanan yang mengandung azas kehati-hatian. TAC = 80% x MSY (30) Keterangan : TAC : Total Allowable Catch MSY : Maximum Sustainable Yield

43 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata kedalaman 15 meter. Di daratan Jakarta terdapat 13 sungai dengan total debit air rata-rata 112,7 m 3 /detik yang mengalir ke Teluk Jakarta. Di Teluk Jakarta bermuara 13 sungai, diantaranya 9 muara sungai yang besar dari arah barat ke timur yaitu Muara Kamal, M. Cengkareng, M. Angke, M. Karang, M. Ancol, M. Sunter, M. Cakung, M. Marunda, dan M. Gembong. Sepanjang 32 km kawasan pantai Teluk Jakarta terdapat berbagai kegiatan sosial-ekonomi skala besar yang memberikan beban berat terhadap lingkungan perairan Teluk Jakarta (Sarjono 2009). Berdasarkan hasil penelitian Sarjono (2009), secara umum suhu permukaan air laut di Teluk Jakarta berkisar antara 28,7 31,50 0 C. Berdasarkan baku mutu Kepmen LH No 51 tahun 2004, suhu perairan untuk biota laut berkisar antara C. Berdasarkan hal tersebut, kisaran suhu permukaan perairan Teluk Jakarta diatas kisaran normal dan merupakan kisaran suhu yang melebihi baku mutu suhu air laut berdasarkan Kepmen LH No 51 tahun Perairan Teluk Jakarta memiliki nilai salinitas perairan berkisar antara o / oo. Nilai ph atau derajat keasaman perairan bersifat basa dan cenderung stabil pada kisaran nilai 7,59 8,59. Konsentrasi oksigen terlarut (DO) menyatakan besarnya kandungan oksigen yang terlarut dalam suatu perairan, pada Teluk Jakarta berada pada kisaran nilai 0,45-6,47 mg/l. Konsentrasinya dipengaruhi oleh suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Melalui hasil angket terhadap para nelayan, terdapat dua pola musim penangkapan di perairan Teluk Jakarta yang berpengaruh terhadap aktivitas penangkapan ikan, yaitu musim timur yang berlangsung dari bulan Juni hingga September dan musim barat yang berlangsung dari bulan Desember hingga Februari. Kondisi perairan pada musim timur relatif tenang, angin serta gelombang tidak begitu besar sehingga aktifitas penangkapan ikan cukup tinggi pada musim ini. Periode ini berlangsung pada musim kemarau. Hal

44 31 yang sebaliknya terjadi pada musim barat. Pada musim ini, angin dan gelombang laut cukup tinggi sehingga menyulitkan nelayan untuk melaut. Pada musim barat umumnya aktivitas penangkapan ikan akan menurun Kegiatan perikanan kembung lelaki Permintaan terhadap ikan pelagis seperti ikan tuna, tenggiri, dan termasuk ikan kembung lelaki terus mengalami peningkatan permintaan pasar setiap tahunnya, diantaranya permintaan dari pasar domestik. Permintaan yang tinggi ini menyebabkan nelayan di PPI Kamal Muara terus mengupayakan hasil tangkapan ikan kembung lelaki. Ikan kembung lelaki ditangkap oleh nelayan menggunakan perahu motor dan alat tangkap payang. Pada saat melaut, nelayan berpedoman pada indikasi alam dalam menentukan daerah tangkapan juga waktu penangkapan. Menurut nelayan di PPI Kamal Muara, beberapa pertanda alam seperti fase bulan, gemercik air, serta melihat ke arah angin berhembus maupun arus laut merupakan indikasi alam yang diamati para nelayan dalam melakukan upaya penangkapan ikan kembung lelaki. Operasi penangkapan ikan kembung lelaki umumnya dilakukan secara one day fishing sehingga ikan tidak membutuhkan perlakuan khusus karena langsung didaratkan di PPI Kamal Muara. Ikan kembung lelaki yang telah didaratkan di PPI Kamal Muara, sebagian dijadikan komoditi ekspor dan sebagian dijual langsung dalam bentuk segar seharga Rp Rp35.000,-/kg Kondisi perikanan kembung lelaki di PPI Kamal Muara Jakarta PPI Kamal Muara sebagai salah satu tempat pendaratan ikan yang berlokasi di provinsi DKI Jakarta, berdiri sejak tahun 2002 dan digunakan sebagai sarana atau fasilitas yang disediakan pemerintah kepada masyarakat nelayan di sekitar DKI Jakarta untuk melakukan transaksi kegiatan perikanan Teluk Jakarta. Ikan kembung lelaki merupakan hasil tangkapan dominan ketiga (17%) setelah ikan tembang (26,81%) dan layur (49,66%) yang ditangkap di Teluk Jakarta dan didaratkan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Kamal Muara seperti yang disajikan pada Gambar 8.

45 0.50% 6.42% 17% 49.66% Layur Tembang Tenggiri 26.81% Kembung lelaki Cumi-cumi

46 Sebaran frekuensi panjang Ikan kembung lelaki yang diamati selama kegiatan penelitian mencapai 447 ekor. Pada bulan Desember diperoleh sebanyak 113 ekor, Januari 244 ekor, dan Februari sebanyak 90 ekor. Fluktuasi hasil tangkapan ikan kembung lelaki yang diamati disebabkan oleh beberapa hal seperti pengaruh buruknya cuaca. Tabel 2. Sebaran frekuensi panjang ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) di Teluk Jakarta dari pengambilan contoh Desember 2010-Februari 2011 Selang Kelas 4 Desember 18 Desember 1 Januari 15 Januari 29 Januari 12 Februari (mm) 26 Februari Total Berdasarkan Tabel 2. diketahui bahwa pada bulan Desember kisaran selang kelas panjang ikan contoh dimulai dari mm hingga mm, pada bulan Januari kisaran selang kelas panjang mulai dari mm hingga mm, dan pada bulan Februari kisaran selang kelas panjang dimulai pada selang kelas mm hingga mm. Pada bulan Desember, modus

47 34 sebaran frekuensi kelas ukuran panjang berada pada selang kelas mm. Pada bulan Januari modus berada pada selang kelas mm.. Selanjutnya, pada bulan Februari modus berada pada selang kelas mm. Berdasarkan hasil pengamatan, ikan yang tertangkap pada bulan Desember hingga Februari lebih sedikit karena dipengaruhi oleh cuaca ketika dilakukan aktivitas penangkapan. Waktu pengambilan contoh ketika penangkapan dilakukan pada musim barat sehingga hasil tangkapan ikan cenderung mengalami penurunan. Analisis frekuensi panjang berguna dalam menentukan parameter pertumbuhan dengan cara mengelompokkan ikan dalam kelas-kelas panjang dan menggunakan modus panjang kelas untuk mengetahui umur ikan. Analisis frekuensi panjang ini menghasilkan fluktuasi yang menggambarkan adanya pengelompokkan modus Pembahasan Kelompok Umur Umur ikan diduga melalui analisis sebaran frekuensi panjang yang dapat menduga kelompok umur, karena frekuensi panjang ikan tertentu umumnya berasal dari umur yang sama dan cenderung membentuk sebaran normal. Berdasarkan metode NORMSEP (Normal Separation) yang terdapat dalam paket program FiSAT II (FAO-ICLARM Stock Assessment Tool) dapat menggambarkan jumlah kohort dari sebaran frekuensi panjang ikan. Tabel 3. Sebaran kelompok ukuran ikan kembung lelaki di Teluk Jakarta menggunakan FiSAT II. Waktu n Nilai tengah panjang total (mm) Indeks Separasi Kelompok Ukuran 4 Desember ,17 ± 13, Desember ,69 ± 14, Januari ,84 ± 13, Januari ,17 ± 14, Januari ,52 ± 9, Februari ,81 ± 9, Februari ,07 ± 11,365 0

48 4 Desember Desember Januari Januari Januari Februari Februari 2011

49 36 Grafik pertumbuhan ikan kembung lelaki pada Gambar 9, menunjukkan terdapat satu modus sebaran panjang. Terlihat terjadi pergeseran modus tiap pengambilan contoh ikan yang menggambarkan terjadinya penambahan ukuran panjang ikan. Pergeseran setiap dua minggu mulai pengambilan contoh pertama pada tanggal 4 Desember 2010 hingga 26 Februari 2011 terjadi pertumbuhan panjang masing-masing 2.52, 0.15, 0.33, 1.35, 0.29, dan 0.26 mm dengan selang waktu masing-masing pertumbuhan selama empat belas hari Parameter pertumbuhan Hasil analisis parameter pertumbuhan ikan kembung lelaki (K dan L ) menggunakan metode plot Ford Walford, menunjukkan bahwa ikan kembung lelaki di Teluk Jakarta memiliki nilai K sebesar 0,3410/tahun dan nilai L mencapai 276,77 mm. Nilai t 0 yang diperoleh menggunakan rumus Pauly mencapai -0,9372 tahun. Sehingga diperoleh persamaan pertumbuhan panjang ikan kembung lelaki di Teluk Jakarta dengan fungsi von Bertalanffy adalah Lt=276,77(1-e (-0,3410(t+0,9372) ). Hasil analisis parameter pertumbuhan ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) oleh beberapa peneliti yang dilakukan di Teluk Jakarta dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Parameter pertumbuhan ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) dari hasil penelitian di perairan Teluk Jakarta Parameter (Perdanamihardja, 2011) (Handani, 2002) K (per tahun) 0,3410 0,2 L (mm) 276, t 0 (tahun) -0,9372-0,9 Panjang teoritis yang dapat dicapai ikan kembung lelaki yang tertangkap di perairan Teluk Jakarta dan didaratkan di PPI Kamal Muara adalah 263 mm, panjang ini lebih kecil dari panjang asimtotik (infinitif) ikan kembung lelaki yang mencapai 276,77 mm. Koefisien pertumbuhan (K) ikan kembung lelaki di Teluk Jakarta adalah 0,3410/tahun.

50 37 Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya di perairan Teluk Jakarta, ikan kembung lelaki memiliki nilai K sebesar 0,2 per tahun dan L sebesar 392 mm (Handani 2002). Perbedaan nilai yang diperoleh dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dapat berpengaruh diantaranya genetik, parasit, dan penyakit sedangkan faktor eksternal yang dapat berpengaruh adalah suhu dan ketersediaan makanan (Effendie 1997). Perbedaan parameter pertumbuhan dapat disebabkan perbedaan interval waktu pengambilan contoh, musim, ukuran ikan yang terambil, dan daerah penangkapan (Aziz 1989). Selain itu perbedaan juga disebabkan jumlah ikan contoh yang diambil untuk diamati selama penelitian yang berbeda. Bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini terlihat bahwa nilai koefisien pertumbuhan (K) menjadi lebih besar dengan panjang infinitif (L ) yang semakin kecil dibandingkan hasil penelitian sebelumnya. Diketahui bahwa ikan dengan nilai K lebih besar memiliki umur yang relatif pendek (Sparre & Venema 1999). Melalui perhitungan menggunakan nilai parameter pertumbuhan yang diperoleh dari hasil penelitian dengan model von Bertalanffy, menunjukkan ikan kembung lelaki saat ini memiliki siklus hidup dan ukuran panjang infinitif yang lebih pendek dibandingkan 9 tahun yang lalu. Selain itu, hasil ini juga dapat mengindikasikan bahwa ikan kembung lelaki di perairan Teluk Jakarta telah mengalami tekanan dan laju penangkapan yang tinggi. Namun kajian laju penangkapan akan dibahas pada bab selanjutnya. Berdasarkan kurva pertumbuhan pada Gambar 10., ikan kembung lelaki di Teluk Jakarta, menunjukkan bahwa ikan yang berumur muda memiliki laju pertumbuhan yang relatif lebih cepat daripada ikan dewasa. Panjang observasi maksimum ikan kembung lelaki mencapai 263 mm pada usia 8 bulan. Pertambahan laju pertumbuhan ikan kembung lelaki mulai berhenti pada saat ikan kembung lelaki berumur 20 bulan. Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki di perairan Teluk Jakarta disajikan pada Gambar 10. dengan memplotkan umur (bulan) dan panjang teoritis ikan (mm) hingga ikan berumur 20 bulan.

51

52

53 40 Tabel 5. Hasil perhitungan hubungan panjang bobot ikan kembung lelaki Pengambilan contoh Waktu N a b R 2 Keterangan t hitung 1 4 Desember , ,762 0,845 Allometrik negatif Desember , ,854 0,95 Allometrik negatif Januari , ,863 Allometrik negatif Januari , ,756 0,803 Allometrik negatif Januari , ,609 0,773 Allometrik negatif Februari , ,330 0,875 Allometrik negatif Februari , ,553 0,848 Allometrik negatif Gabungan ,877 0,780 Allometrik negatif Tabel 6. Hasil perhitungan hubungan panjang bobot ikan kembung lelaki dengan pemisahan jenis kelamin jantan dan betina saat pengambilan contoh ke-7 (26 Februari 2011) Jenis kelamin Waktu N a b R 2 Keterangan t hitung Jantan 26 Februari , ,654 0,971 Allometrik negatif Betina 26 Februari , ,833 0,976 Allometrik negatif Total 26 Februari , ,553 0,848 Allometrik negatif Hasil analisis menunjukkan bahwa hubungan panjang bobot total pada ikan kembung lelaki memiliki korelasi yang erat. Hal ini berdasarkan nilai koefisien korelasi (R 2 ) yang mendekati satu. Nilai b ikan kembung lelaki yang diperoleh melalui pengambilan contoh selama musim barat penangkapan (Desember-Februari) di Teluk Jakarta ialah sebesar 2,877, yang berarti pola pertumbuhan ikan kembung lelaki adalah allometrik negatif. Berdasarkan hasil analisis pengambilan contoh ke-7 pada 26 Februari 2011, yang memisahkan jenis kelamin jantan dan betina ikan kembung lelaki pada Tabel 6., menunjukkan bahwa hubungan panjang bobot ikan kembung lelaki secara keseluruhan memiliki persamaan W = 0,00004L 2,553. Ikan kembung lelaki jantan memiliki persamaan hubungan panjang bobot W = 0,00007L 2,654, dengan nilai b sebesar 2,654 dan ikan kembung lelaki betina memiliki persamaan hubungan panjang bobot W = 0,00003L 2,833, dengan nilai b sebesar 2,833. Melalui perbandingan hubungan panjang bobot total dan hubungan panjang bobot melalui pemisahan kelamin jantan dan betina pada pengambilan

54 41 contoh 26 Februari 2011 diketahui pola pertumbuhan ikan kembung lelaki secara umum adalah allometrik negatif, artinya pertambahan panjang ikan lebih dominan dibandingkan dengan pertambahan bobotnya. Kisaran nilai b pada umumnya yang dikemukakan oleh Lagler et al. (1977) berfluktuasi antara 2,5 hingga 4; dan kebanyakan mendekati nilai 3. Osman (2004) in Lelono (2007) menjelaskan perbedaan nilai b dapat disebabkan oleh faktor lingkungan dan perbedaan waktu dalam hari karena perubahan isi perut. Mautopoulos & Stergiou (2002) in Kharat et al. (2008) menyatakan bahwa perbedaan nilai b juga dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah dan variasi ukuran ikan yang diamati. Pola pertumbuhan yang berbeda terdapat pada ikan kembung lelaki yang hidup di perairan Maladewa, Asia Selatan yaitu memiliki pola pertumbuhan allometrik positif (Moazzam et al. 2005), artinya pertambahan bobot lebih dominan dibandingkan pertambahan panjangnya (Effendie 1997) Laju eksploitasi dan mortalitas Mortalitas total (Z) terdiri dari dua komponen yang menurunkan ketersediaan stok. Kedua komponen tersebut ialah mortalitas alami (M) dan mortalitas karena penangkapan (F). Secara matematika dirumuskan menjadi Z = F+M (Sparre dan Venema 1999 in Effendie 1997). Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva hasil tangkapan kumulatif berdasarkan data komposisi panjang yang dianalisis dengan laju kematian alami (M) menggunakan rumus empiris Pauly dengan suhu rata-rata permukaan 30,1 0 C Dugaan mortalitas alami (M) dari stok ikan dihitung dengan menggunakan persamaan Pauly (Pauly 1980 in Handani 2002) sebagai berikut : log M = x log L x log K x log T keterangan : L = ukuran panjang ikan maksimum yang dapat dicapai (mm) K = koefisien pertumbuhan von Bertalanffy (per tahun) T = rata-rata suhu permukaan air tahunan ( 0 C) Dalam hasil dugaan mortalitas total, alami, dan penangkapan serta laju eksploitasi yang disajikan pada Tabel 7. dibawah, laju mortalitas total ikan

55 42 kembung lelaki (Z) sebesar 0,9320 per tahun dengan laju mortalitas alami (M) 0,3149 per tahun, dengan laju mortalitas penangkapan sekitar 0,6170 per tahun. Tabel 7. Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan kembung lelaki Laju Nilai (Perdanamihardja, 2011) Mortalitas total (Z) 0,9320 Mortalitas alami (M) 0,3149 Mortalitas penangkapan (F) 0,6170 Eksploitasi (E) 0,6620. Laju mortalitas alami dihitung secara empiris dengan menggunakan rata-rata suhu air tahunan teluk Jakarta senilai 30,1 0 C (Sarjono 2009). Menurut Sparre & Venema (1999) bahwa mortalitas alami dipengaruhi oleh pemangsaan, penyakit, kelaparan dan genetik. Menurut Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999) bahwa faktor lingkungan yang mempengaruhi nilai mortalitas alami (M) adalah suhu rata-rata perairan (T) selain faktor panjang maksimum secara teoritis (L ) dan laju pertumbuhan (K). Laju mortalitas penangkapan (F) didapatkan sebesar 0,6170 per tahun, dimana nilai F jika dibandingkan dengan fraksi nilai M, maka nilainya lebih besar. Menurut Lelono (2007) bahwa semakin tinggi tingkat eksploitasi di suatu daerah maka mortalitas penangkapannya semakin besar. Hasil penelitian juga dibandingkan dengan penelitian ikan kembung lelaki di Teluk Jakarta yang dilakukan oleh Handani (2002) bahwa ikan kembung lelaki yang tertangkap di Teluk Jakarta menghasilkan nilai Z, M, F dan E sebesar 0,9, 0,5, 0,4 dan 0,44. Bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh saat ini terlihat bahwa laju mortalitas penangkapan ikan kembung lelaki di perairan Teluk Jakarta mengalami peningkatan. Selain itu, menurut Beverton & Holt (1957), diduga bahwa predasi merupakan faktor eksternal yang umum sebagai penyebab mortalitas alami. Menurut Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999), yang mempengaruhi nilai mortalitas alami (M) adalah faktor panjang maksimum (L ) dan laju pertumbuhan serta faktor lingkungan yaitu suhu rata-rata perairan. Berdasarkan hal tersebut dapat diduga peningkatan laju mortalitas alami ikan kembung lelaki saat ini juga bisa disebabkan oleh pengaruh lingkungan perairan

56 43 seperti pencemaran serta peningkatan suhu rata-rata perairan. Selain itu, kisaran suhu perairan Teluk Jakarta kurang mendukung untuk pertumbuhan ikan kembung lelaki. Menurut Sarjono (2009) secara umum suhu permukaan air di Teluk Jakarta berkisar 30,1 0 C dan merupakan kisaran suhu yang melebihi angka optimal bagi pertumbuhan ikan tropis. Laju mortalitas penangkapan (F) ditentukan dengan F = Z-M. Laju mortalitas penangkapan (F) ikan kembung lelaki adalah 0,6170 per tahun. Laju mortalitas penangkapan ini lebih besar dibandingkan laju mortalitas alami yaitu 0,3149. Hal ini menunjukkan faktor kematian ikan kembung lelaki lebih disebabkan oleh kegiatan penangkapan. Pada penelitian sebelumnya diperoleh nilai laju mortalitas penangkapan sebesar 0,4 per tahun. Jika dibandingkan dengan laju mortalitas yang diperoleh saat ini terlihat bahwa laju penangkapan ikan kembung lelaki di perairan Teluk Jakarta mengalami peningkatan. Peningkatan laju penangkapan ini mengakibatkan semakin berkurangnya stok ikan kembung lelaki yang dapat ditangkap di Teluk Jakarta. Berdasarkan hasil analisis juga diketahui laju eksploitasi ikan kembung lelaki di perairan Teluk Jakarta sebesar 0,6620 yang berarti 66,20% kematian ikan kembung lelaki di perairan tersebut disebabkan oleh aktivitas penangkapan. Laju eksploitasi ikan kembung lelaki ini mengindikasikan status perikanan kembung lelaki yang sangat terancam ketersediaannya, akibat penangkapan ikan kembung lelaki yang berlangsung setiap harinya oleh nelayan di Teluk Jakarta sehingga mengakibatkan jumlah populasi dalam stok akan terus berkurang. Laju eksploitasi ikan kembung lelaki di Teluk Jakarta telah melebihi nilai eksploitasi optimum sebesar 0,5. Nilai laju eksploitasi ikan kembung lelaki ini menyatakan indikasi adanya tekanan penangkapan yang tinggi terhadap stok ikan kembung lelaki di perairan Teluk Jakarta. Nilai mortalitas penangkapan dipengaruhi oleh laju eksploitasi. Semakin tinggi tingkat eksploitasi, makin tinggi mortalitas penangkapan. Tingginya laju mortalitas penangkapan dan menurunnya laju mortalitas alami juga dapat menunjukkan dugaan terjadi growth overfishing yaitu sedikitnya jumlah ikan tua (Spare dan Venema 1999) karena ikan muda tidak diberikan kesempatan untuk tumbuh sehingga dibutuhkan pengurangan dalam upaya penangkapan ikan kembung lelaki.

57 44 Selain itu, hal ini juga menjelaskan hasil analisis parameter pertumbuhan yang telah dibahas sebelumnya yaitu tingginya tekanan penangkapan mengakibatkan ukuran panjang maksimum ikan tertangkap saat ini menjadi lebih kecil serta meningkatnya koefisien pertumbuhan yang berarti umur ikan untuk mencapai panjang infinitif menjadi semakin pendek Model stok ikan kembung lelaki Pendugaan potensi sumberdaya ikan kembung lelaki dilakukan dengan menggunakan data hasil tangkapan ikan kembung lelaki yang ditangkap di perairan Teluk Jakarta dan didaratkan di PPI Kamal Muara serta upaya penangkapan yang menggunakan perahu motor. Hasil tangkapan (produksi) serta upaya penangkapan ikan kembung lelaki berdasarkan Data Perikanan DKI Jakarta dari tahun 2002 hingga 2010 disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Data hasil tangkapan, upaya, dan CPUE di PPI Kamal Muara, Jakarta (Dinas Kelautan dan Pertanian, Provinsi DKI Jakarta ) Tahun Hasil Tangkapan (ton) Upaya payang (unit) CPUE (ton/unit/tahun) Analisis potensi sumberdaya ikan kembung lelaki dilakukan dengan menggunakan model surplus produksi yang dikembangkan oleh Schaefer. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data produksi dan upaya penangkapan ikan kembung lelaki menggunakan alat tangkap payang di perairan Teluk Jakarta dari tahun Dari Tabel 8. di atas secara umum nilai hasil tangkapan per unit upaya penangkapan (CPUE) mengalami fluktuasi. Hal

58 CPUE (ton/unit/tahun) y = x R² = Upaya penangkapan (unit)

59 46 dilakukan penambahan upaya penangkapan lagi untuk kegiatan penangkapan ikan kembung lelaki di Teluk Jakarta guna mengatasi kondisi upaya tangkap lebih yang terjadi di perairan tersebut. Ciri yang dapat menjadi patokan suatu perikanan berada dalam kondisi upaya tangkap lebih diantaranya produktivitas (hasil tangkapan per satuan upaya, CPUE) yang menurun, ukuran ikan yang semakin kecil, dan biaya penangkapan yang semakin meningkat (Widodo & Suadi 2006). Secara umum CPUE selama periode 9 tahun mengalami penurunan, dan panjang total ikan maksimum menjadi semakin kecil. Menurut Widodo & Suadi (2006), upaya tangkap lebih (overfishing) secara sederhana dapat diartikan sebagai penerapan sejumlah upaya penangkapan yang berlebihan terhadap suatu stok ikan dan terbagi ke dalam dua pengertian yaitu growth overfishing dan recruitment overfishing. Growth overfishing terjadi jika ikan ditangkap sebelum mereka sempat tumbuh mencapai ukuran dimana peningkatan lebih lanjut dari pertumbuhan akan mampu membuat seimbang dengan penyusutan stok yang diakibatkan oleh mortalitas alami. Recruitment overfishing adalah pengurangan melalui penangkapan terhadap suatu stok sedemikian rupa sehingga jumlah stok induk tidak cukup banyak untuk memproduksi telur yang kemudian menghasilkan rekrut terhadap stok yang sama. Pada saat hasil tangkapan menurun kemungkinan terjadi salah satu dari kondisi tersebut atau terjadi keduanya secara bersamaan (Sparre & Venema 1999). Kondisi tangkap lebih yang terjadi pada stok ikan kembung lelaki di Teluk Jakarta berdasarkan hasil analisis yang diperoleh diduga termasuk ke dalam pengertian growth overfishing sedangkan untuk menduga terjadinya recruitment overfishing pada stok ikan kembung lelaki perlu dilakukan penelitian lebih lanjut Rencana pengelolaan stok ikan kembung lelaki Pemanfaatan sumberdaya perikanan harus dilakukan secara bijak agar sumberdaya ikan tetap lestari. Hal ini sesuai menurut Undang-Undang Perikanan No 45 tahun 2009 bahwa pemanfaatan sumberdaya perikanan harus seimbang dengan daya dukungnya, sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat secara terus menerus. Salah satunya dilakukan dengan pengendalian usaha perikanan melalui pengaturan pengelolaan perikanan. Menurut Widodo &

60 47 Nurhakim (1998), tujuan utama pengelolaan perikanan adalah untuk menjamin produksi yang berkelanjutan dari waktu ke waktu dari berbagai stok ikan (resource conservation), terutama melalui berbagai tindakan pengaturan (regulations) dan pengkayaan (enhancement) yang meningkatkan kehidupan sosial nelayan dan sukses ekonomi bagi industri yang didasarkan pada stok ikan. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh diketahui bahwa stok ikan kembung lelaki di Teluk Jakarta telah terjadi penurunan populasi sumberdaya ikan kembung lelaki yang disebabkan tangkap lebih (overfishing), dimana upaya tangkap yang digunakan dalam menangkap ikan lebih besar sehingga hasil tangkapannya menjadi lebih sedikit. Jadi sebaiknya eksploitasi ikan kembung lelaki di Teluk Jakarta dikurangi upaya penangkapannya, terutama sebelum ikan kembung lelaki melakukan pemijahan yang terjadi pada musim pemijahan bulan Februari hingga April serta Juni hingga Agustus, untuk menjaga ketersediaan stoknya di masa yang akan datang. Adapun upaya pemulihan terhadap sumberdaya ikan kembung lelaki dapat dilakukan melalui pembatasan jumlah alat dan upaya tangkap serta aturan pembatasan atau larangan waktu penangkapan ketika akan terjadi musim pemijahan yang berlangsung pada bulan Februari hingga April dan pada bulan Juni hingga Agustus. Hal tersebut dilakukan guna memberikan kesempatan ikan kembung lelaki untuk melakukan reproduksi atau berkembangbiak, sehingga ikan dewasa yang sudah tertangkap sudah melakukan pemijahan dan didapatkan biomassa ikan kembung lelaki yang optimum. Alternatif pengelolaan perikanan kembung lelaki yang dapat diterapkan, ialah: 1) Pembatasan jumlah alat tangkap di Teluk Jakarta agar tidak melebihi upaya tangkap optimum sebesar 136 unit. Pembatasan jumlah alat tangkap ini guna memulihkan stok ikan kembung lelaki yang telah mengalami overfishing secara bertahap. Selain itu pembatasan kuota penangkapan (TAC) ikan kembung lelaki tiap tahun sebesar 10,31 ton. Penentuan kuota penangkapan sebesar 80% dari tangkapan maksimum lestari diharapkan dapat memulihkan stok ikan kembung lelaki yang telah mengalami overfishing karena masih menyisakan 20% stok ikan yang dapat tetap hidup guna melakukan pemijahan agar tetap lestari.

61 48 2) Adanya pengaturan mengenai pergiliran waktu penangkapan ikan kembung lelaki bagi nelayan secara periodik agar pemanfaatan sumberdaya ikan tetap berada pada kondisi yang optimum. 3) Selain itu teknik pengelolaan perikanan tangkap yang dapat diterapkan pada perikanan kembung lelaki antara lain penutupan musim penangkapan pada periode pemijahan untuk sementara waktu jika diperlukan (Widodo & Suadi 2006)

62 49 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kesimpulan dari kajian stok ikan kembung lelaki di perairan Teluk Jakarta, Provinsi DKI Jakarta yaitu : 1. Berdasarkan hasil pendugaan parameter-parameter populasi yang diperoleh dari hasil diketahui bahwa pertumbuhan panjang ikan kembung lelaki di perairan Teluk Jakarta mengikuti model Von Bartallanfy L t = (1-e (t ) ). Semakin tinggi nilai koefisien pertumbuhannya maka akan semakin pendek umur ikan tersebut. 2. Pertumbuhan ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) di Teluk Jakarta berpola allometrik negatif. Pertambahan panjang ikan kembung lelaki lebih dominan dibandingkan dengan pertambahan bobot. 3. Laju mortalitas total (Z) mencapai 0,9320 per tahun dengan laju mortalitas alami (M) mencapai 0,3149 dan laju mortalitas tangkap (F) sebesar 0,6170 sehingga diketahui bahwa kematian ikan kembung lelaki di perairan Teluk Jakarta diakibatkan oleh aktivitas penangkapan dengan laju eksploitasi (E) mencapai 0,6620 per tahun. Hasil analisis menyatakan status pemanfaatan perikanan kembung lelaki di Teluk Jakarta sudah mengalami tangkap lebih (overfishing). Laju eksploitasi sudah melewati batasan optimum senilai 0,5 (E 0,5). 4. Nilai jumlah tangkapan maksimum lestari (MSY) sumberdaya ikan kembung lelaki di Teluk Jakarta mencapai 12,89 ton per tahun. Berdasarkan nilai MSY mengikuti model Schaefer, menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan kembung lelaki di Teluk Jakarta berada di atas potensi lestarinya (MSY). 5. Nilai upaya penangkapan optimum (f MSY ) sumberdaya ikan kembung lelaki di Teluk Jakarta mencapai 136 unit payang per tahun. Upaya penangkapan yang telah melebihi upaya penangkapan optimum (f MSY ) harus dibatasi guna mengatasi kondisi upaya tangkap lebih yang terjadi di perairan tersebut.

63 50 6. Nilai jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC) untuk penangkapan sumberdaya ikan kembung lelaki di Teluk Jakarta mencapai 10,31 ton per tahun. Penentuan kuota penangkapan sebesar 80% dari tangkapan maksimum lestari diharapkan dapat memulihkan stok ikan kembung lelaki yang telah mengalami overfishing karena masih menyisakan 20% stok ikan yang dapat tetap hidup guna melakukan pemijahan agar tetap lestari Saran Dalam penelitian kajian stok ikan kembung lelaki selanjutnya disarankan kajian mengenai aspek biologi dan ekologi ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) secara lebih mendalam. Informasi mengenai aspek reproduksi dan tempat pemijahan (spawning ground) ikan kembung lelaki penting diketahui. Selain itu, tidak menutup kemungkinan untuk digunakan model pengkajian stok yang lain sehingga dapat ditentukan model stok yang lebih mewakili untuk sumberdaya ikan kembung lelaki di perairan Teluk Jakarta.

64 51 DAFTAR PUSTAKA Affandi R, Sulistiono, Firmansyah A, Sofiah S, Brojo M, dan Mamangke J Aspek biologi ikan butini (Glossogobius matanensis) di danau Towuti, Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 14(1) : Ambarini, D Pengkajian Laju Pertumbuhan dan Mortalitas Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) yang ditangkap di perairan Teluk Jakarta. [Skripsi]. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. 69 hal. (Tidak dipublikasikan). Atmaji W DKP dan kemiskinan nelayan. Suara Merdeka. Jawa Tengah.[terhubungberkala]. /opi04.htm. [20 Januari 2011]. Atmadja S.B., Nugroho D., Suwarso, Hariati T. & Mahisworo Pengkajian stok ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Laut Jawa [Review of the fish stocks and fishery of the Java Sea Fishery Management Area]. In: Widodo J., Wiadnya N.N. & Nugroho D. (Eds). Prosiding forum pengkajian stok ikan laut Jakarta, Juli PUSRIPT- BRKP, Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. pp Aziz KA Dinamika Populasi Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas. Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. 115 hal. Beverton RJH dan Holt SJ On the dynamics of exploited fish population. Her Majesty s Statinery Office. London, USA. 533 p. Boer M dan Aziz KA Prinsip-prinsip dasar pengelolaan sumberdaya perikanan melalui pendekatan bio-ekonomi. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. III(2): Boer M Pendugaan koefisien pertumbuhan (L, K, t0) berdasarkan data frekuensi panjang. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 4(1):75-84 Boer M dan Aziz KA Rancangan Pengambilan Contoh Upaya Tangkap dan Hasil Tangkap untuk Pengkajian Stok Ikan. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Jilid 14, Nomor I: Burhanuddin Sumberdaya ikan kembung. Lembaga Oseanologi Nasional LIPI Jakarta. 50 hal.

65 52 Busacker GP, Adelman IR, dan Goolish EM Growth. p in Schreck, C. B and P. B. Moyle (editor), Methods for Fish Biology. American Fisheries Society, Maryland. USA. Chaira GD Kajian Stok Sumberdaya Ikan Tembang ((Sardinella madarensis Lowe, 1839) Dengan Menggunakan Sidik Frekuensi Panjang di Perairan Teluk Jakarta. [Skripsi]. Departemem Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 66 hlm. Collete BB dan CE Nauen FAO Species Catalouge, Vol.2. Scrombids of the world. An annotated and illustrated catalogue of tunas, mackerels, bonitos, and related species known to date. FAO Fish. Synop.125(2). 137 hal. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Statistik Perikanan Tahun 2005 Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. PPS Nizam Zachman Jakarta. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Statistik Perikanan Tahun 2005 Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. PPS Nizam Zachman Jakarta. Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta Sistem Informasi Perhitungan Statistik SIMPATI Analisis Rasio Produksi Berdasarkan Jenis Ikan Untuk Provinsi Jakarta Dalam Rentang waktu Jakarta. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Statistik Perikanan Tahun 2005 Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. PPS Nizam Zachman Jakarta. Effendie M I Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 163 hlm. Effendie M I Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor Effendie MI Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 163 hal. Gayanilo Jr FC, Sparre P, dan Pauly D The FAO-ICLARM Stock Assessment Tools (FiSAT) User s Guide. FAO Computerized Information Series (Fisheries) No. 8 Rome, FAO. 124 hal. Handani Pendugaan beberapa parameter biologi ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) yang didaratkan di TPI Muara Angke, Jakarta Utara. [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

66 53 Irnawati S Analisis Bio-Teknis Unit Penangkapan Payang di Perairan Ulak Karang, Sumatera Barat. Skripsi. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. King M Fisheries biology, assessment, and management. Fishing News Books. London, USA. 341 p. Kharat SS, Khillare YK dan Dahanukar N Allometric scalling in growth and reproduction of a freshwater loach Nemacheilus mooreh (Sykes, 1839). Electronic Journal of Ichthyology, Volume 1: April, p [terhubung berkala] ]. Lagler KF, JE Bardach, dan RR Miller Species Identification Sheets. Volume II. FAO. United Nations Rome. 407 p. Lelono TD Dinamika populasi dan biologi ikan lemuru (Sardinella lemuru) yang tertangkap dengan purse seine di Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi Trenggalek, p In: Isnansetyo A, Murwantoko, Yusuf IBL, Djumanto, Saksono H, Dewi IP, Setyobudi E, Soeparno, Prabasunu N, Budhiyanti SA, Ekantari N, Ptiyono SB (editor). Prosiding: Seminar nasional tahunan IV hasil penelitian perikanan dan kelautan 28 Juli Jurusan Perikanan dan Kelautan. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Mallawa A Pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan dan berbasis masyarakat. [abstrak]. In: Lokakarya Agenda Penelitian Program COREMAP II; Kabupaten Selayar, 9-10 Sep Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unhas. Abstr no 244. Hlm 12. Moazzam et al Indian Mackerel (Rastrelliger kanagurta) from Pakistani. Some aspects of biology and fisheries. Marine Fisheries Department, Government of Pakistan, Fish Harbour, West Wharf Karachi 74900:Pakistan. Nikolsky GV The ecology of fishes. Academic Press. New York. 325 p. Pauly D Fish population dynamics in tropical waters : a manual for use with programmable calculators. ICLARM. Manila. Filipina. 325 p. Poernomo S Langkah maju pengelolaan perikanan. Siaran Pers 02/02/2009, Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. [terhubung berkala]. [20 Januari 2011]. Rizal DA Studi biologi reproduksi ikan senggiringan (Puntius johorensis) di daerah aliran sungai (DAS) Musi, Sumatera Selatan [skripsi].

67 54 Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 79 hal. Ruth AE Kajian Stok Sumberdaya Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus Cuvier 1829) Dengan Menggunakan Sidik Frekuensi Panjang Yang Didaratkan Di TPI Cilincing, Jakarta Utara. [Skripsi]. Departemem Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 72 hlm. Saadah Beberapa aspek biologi ikan petek (Leiognathus splendens Cuv.) di perairan teluk Labuan, jawa barat. [Skripsi]. Departemem Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 71 hlm. Saanin H Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I dan II. Bandung: Bina Cipta Sarjono A Analisis kandungan logam berat Cd, Pb, dan Hg pada air dan sedimen di perairan Kamal Muara, Jakarta Utara. [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Sparre P. dan S. C. Venema Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis Buku I Manual (Edisi Terjemahan). Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan Bangsa-bangsa dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. Sujastani S Dinamika populasi ikan kembung lelaki di Laut Jawa. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 14(6) : Suyedi R Sumberdaya Ikan Pelagis. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. [terhubung berkala]. [19 April 2011] Triana, N Biologi Reproduksi Ikan Kuniran Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) di Perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara.. [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 53 hlm. Walpole RE Pengantar statistic, edisi ke-3. [Terjemahan dari Introduction to statistic 3 rd edition]. Sumantri B (penerjemah). PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 515 hlm. Wiadnya DGR, Djohani R, Erdmann MV, Halim A, Knight M, Mous Peter J, Pet Jos, Pet-Soede L Kajian kebijakan pengelolaan perikanan tangkap di Indonesia: Menuju Pembentukan Kawasan Perlindungan Laut. JPPI. 9 (5): 1-23.

68 55 Widodo J dan Suadi Pengelolaan sumberdaya perikanan laut. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. p.49. Widodo J dan S. Nurhakim, Konsep Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Disampaikan dalam Training of Trainers on Fisheries Resource Management. 28 Oktober s/d 2 November Hotel Golden Clarion. Jakarta. Widyantoro Wisnu Water Biodiversity. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. [19 November 2010] Wiyono ES Stok sumberdaya ikan dan keberlanjutan kegiatan perikanan. Inovasi Online, Volume 4: XVII/Agustus [terhubung berkala]. [2 Maret 2011]. (20 April 2011) (14 Juli 2011) UU Republik Indonesia No.45 Tahun 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN.

69 LAMPIRAN 56

70

71

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). 7 spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). Ikan kembung lelaki terdiri atas ikan-ikan jantan dan betina, dengan

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata kedalaman

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian. 14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PPI Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh dari PPI Labuan merupakan hasil tangkapan nelayan disekitar perairan Selat

Lebih terperinci

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004). 24 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Oktober 2011. Lokasi penelitian berada di Selat Sunda, sedangkan pengumpulan data dilakukan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai dinamika stok ikan peperek (Leiognathus spp.) dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU i ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU DESI HARMIYATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TPI Cilincing, Jakarta Utara. Pengambilan data primer berupa pengukuran panjang dan bobot ikan contoh yang ditangkap

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis). 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kuniran 2.1.1 Klasifikasi Ikan Kuniran Upeneus moluccensis, Bleeker 1855 Dalam kaitan dengan keperluan pengkajian stok sumberdaya ikan, kemampuan untuk mengidentifikasi spesies

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan Teluk Banten Perairan Karangantu berada di sekitar Teluk Banten yang secara geografis terletak pada 5 0 49 45 LS sampai dengan 6 0 02

Lebih terperinci

3.3 Pengumpulan Data Primer

3.3 Pengumpulan Data Primer 10 pada bagian kantong, dengan panjang 200 m dan lebar 70 m. Satu trip penangkapan hanya berlangsung selama satu hari dengan penangkapan efektif sekitar 10 hingga 12 jam. Sedangkan untuk alat tangkap pancing

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta, terletak di sebelah utara kota Jakarta, dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 32 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Ikan Kurisi di Perairan Teluk Banten Penduduk di sekitar Teluk Banten kebanyakan memiliki profesi sebagai nelayan. Alat tangkap yang banyak digunakan oleh para nelayan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan dangkal Karang Congkak, Kepulauan Seribu, Jakarta. Pengambilan contoh ikan dilakukan terbatas pada daerah

Lebih terperinci

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 9 dan MSY adalah: Keterangan : a : Perpotongan (intersept) b : Kemiringan (slope) e : Exponen Ct : Jumlah tangkapan Ft : Upaya tangkap (26) Model yang akan digunakan adalah model yang memiliki nilai korelasi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1. 1.Kondisi umum Perairan Utara Jawa Perairan Utara Jawa dulu merupakan salah satu wilayah perikanan yang produktif dan memilki populasi penduduk yang padat. Panjang

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di PPN Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat (Gambar 2). Pengambilan data primer dilakukan selama tiga bulan dari tanggal

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR 1 PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR (Trichiurus sp.) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT Adnan Sharif, Silfia Syakila, Widya Dharma Lubayasari Departemen Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rajungan (Portunus pelagicus) Menurut www.zipcodezoo.com klasifikasi dari rajungan adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostrata Ordo : Decapoda

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas 30 mm 60 mm PENDAHULUAN Ekonomis & Ekologis Penting R. kanagurta (kembung lelaki) ~ Genus Rastrelliger spp. produksi tertinggi di Provinsi Banten, 4.856,7 ton pada tahun 2013, menurun 2.5% dari tahun 2010-2013

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. besar maupun sedikit. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 3 spesies ikan Kembung

TINJAUAN PUSTAKA. besar maupun sedikit. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 3 spesies ikan Kembung TINJAUAN PUSTAKA Ikan Kembung (Rastrelliger spp.) Ikan Kembung merupakan salah satu ikan pelagis yang sangat potensial di Indonesia dan hampir seluruh perairan Indonesia ikan ini tertangkap dalam jumlah

Lebih terperinci

STUDI DINAMIKA STOK IKAN LAYUR (Lepturacanthus savala) DI TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT

STUDI DINAMIKA STOK IKAN LAYUR (Lepturacanthus savala) DI TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT STUDI DINAMIKA STOK IKAN LAYUR (Lepturacanthus savala) DI TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT ADNAN SHARIF SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi perairan pesisir Banten yaitu perairan PLTU-Labuan Teluk Lada dan Teluk Banten Bojonegara, Provinsi Banten.

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakasanakan mulai awal bulan Maret sampai bulan Mei, dengan interval pengambilan data setiap dua minggu. Penelitian berupa pengumpulan

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun Kepulauan Seribu (Gambar 2). Lokasi pengambilan contoh dilakukan di perairan yang

Lebih terperinci

PEMANTAUN PARAMETER DINAMIKA POPULASI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger sp) DI PERAIRAN PESISIR PULAU TERNATE PROVINSI MALUKU UTARA

PEMANTAUN PARAMETER DINAMIKA POPULASI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger sp) DI PERAIRAN PESISIR PULAU TERNATE PROVINSI MALUKU UTARA PEMANTAUN PARAMETER DINAMIKA POPULASI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger sp) DI PERAIRAN PESISIR PULAU TERNATE PROVINSI MALUKU UTARA Umar Tangke Staf Pengajar Faperta UMMU-Ternate, e-mail: khakafart@yahoo.com

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang bersifat terbarukan (renewable). Disamping itu sifat open access atau common property yang artinya pemanfaatan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian 21 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan dan pengumpulan data di lapangan dilakukan pada Bulan Maret sampai dengan April 2009. Penelitian dilakukan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU, BANTEN

KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU, BANTEN KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU, BANTEN VISKA DONITA PRAHADINA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii : Perciformes

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii : Perciformes 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Umum Ikan Kurisi (Nemipterus furcosus) Ikan kurisi merupakan salah satu ikan yang termasuk kelompok ikan demersal. Ikan ini memiliki ciri-ciri tubuh yang berukuran

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 2.2. Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 2.2. Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pengelolaan perikanan adalah proses terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

KAJIAN STOK DAN ANALISIS KETIDAKPASTIAN IKAN KUNIRAN

KAJIAN STOK DAN ANALISIS KETIDAKPASTIAN IKAN KUNIRAN KAJIAN STOK DAN ANALISIS KETIDAKPASTIAN IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus Cuvier 1829) DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG YANG DIDARATKAN DI TPI CILINCING JAKARTA AUSTIN EFFLIN WINDA RUTH SKRIPSI

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sebaran frekuensi panjang ikan kuniran (Upeneus sulphureus) betina yang dianalisis dengan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation)

Lampiran 1. Sebaran frekuensi panjang ikan kuniran (Upeneus sulphureus) betina yang dianalisis dengan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) 58 Lampiran 1. Sebaran frekuensi panjang ikan kuniran (Upeneus sulphureus) betina yang dianalisis dengan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) menggunakan program FiSAT II 59 Lampiran 1. (lanjutan)

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Gambar 2 Peta Selat Bali dan daerah penangkapan ikan lemuru.

3 METODOLOGI. Gambar 2 Peta Selat Bali dan daerah penangkapan ikan lemuru. 3 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama bulan Juli 009 di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar - Perairan Selat Bali, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Perairan Selat Bali terletak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

2. METODOLOGI PENELITIAN

2. METODOLOGI PENELITIAN 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terdiri dari lokasi pengambilan udang mantis contoh dan lokasi pengukuran sumber makanan potensial udang mantis melalui analisis

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Perciformes

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Perciformes 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Biji Nangka 2.1.1. Klasifikasi Ikan biji nangka merupakan anggota dari famili Mullidae yang dikenal dengan nama goatfish. Menurut Cuvier (1829) in www.fishbase.org (2009)

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN Edy H.P. Melmambessy Staf Pengajar Univ. Musamus-Merauke, e-mail : edymelmambessy@yahoo.co.id ABSTRAK Ikan tongkol termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang 2.1.1. Klasifikasi dan tata nama Menurut www.fishbase.org (2009) taksonomi ikan tembang (Gambar 3) diklasifikasikan sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum :

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lemuru merupakan salah satu komoditas perikanan yang cukup penting. Berdasarkan data statistik perikanan Indonesia tercatat bahwa volume tangkapan produksi ikan lemuru

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut :

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846)  (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut : 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) www.fishbase.org (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata

Lebih terperinci

STUDI DINAMIKA STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

STUDI DINAMIKA STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT STUDI DINAMIKA STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT SILFIA SYAKILA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

MODEL PRODUKSI SURPLUS UNTUK PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

MODEL PRODUKSI SURPLUS UNTUK PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN i MODEL PRODUKSI SURPLUS UNTUK PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN NURALIM PASISINGI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

KAJIAN POLA PERTUMBUHAN DAN CIRI MORFOMETRIK-MERISTIK BEBERAPA SPESIES IKAN LAYUR

KAJIAN POLA PERTUMBUHAN DAN CIRI MORFOMETRIK-MERISTIK BEBERAPA SPESIES IKAN LAYUR KAJIAN POLA PERTUMBUHAN DAN CIRI MORFOMETRIK-MERISTIK BEBERAPA SPESIES IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT Oleh : IRWAN NUR WIDIYANTO C24104077 SKRIPSI

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

STUDI DINAMIKA STOK IKAN BIJI NANGKA

STUDI DINAMIKA STOK IKAN BIJI NANGKA STUDI DINAMIKA STOK IKAN BIJI NANGKA (Upeneus sulphureus Cuvier, 1829) DI PERAIRAN UTARA JAWA YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG, KABUPATEN LAMONGAN, PROVINSI JAWA TIMUR NIRA NUR

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran Klasifikasi dan tata nama

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran Klasifikasi dan tata nama 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran 2.1.1. Klasifikasi dan tata nama Menurut www.fishbase.org (2010) taksonomi ikan kuniran (Gambar 2) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum

Lebih terperinci

KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) DI PERAIRAN SELAT SUNDA NUR LAILY HIDAYAT

KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) DI PERAIRAN SELAT SUNDA NUR LAILY HIDAYAT KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) DI PERAIRAN SELAT SUNDA NUR LAILY HIDAYAT DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT Umi Chodrijah 1, Agus Arifin Sentosa 2, dan Prihatiningsih 1 Disampaikan

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang 2.1.1. Klasifikasi dan morfologi Menurut www.fishbase.org, klasifikasi ikan tembang (Gambar 1) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19 Dimana : Log m = logaritma dari panjang pada kematangan yang pertama Xt = logaritma nilai tengah panjang ikan 50% matang gonad x = logaritma dari pertambahan nilai tengah panjang pi = jumlah matang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI SELAT SUNDA

PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI SELAT SUNDA PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI SELAT SUNDA DONNY FANDRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2 Peta lokasi penelitian PETA LOKASI PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2 Peta lokasi penelitian PETA LOKASI PENELITIAN 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dibagi dalam 2 tahapan berdasarkan waktu kegiatan, yaitu : (1) Pelaksanaan penelitian lapangan selama 2 bulan (September- Oktober

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci

DINAMIKA STOK DAN ANALISIS BIO-EKONOMI IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta) DI TPI BLANAKAN, SUBANG, JAWA BARAT

DINAMIKA STOK DAN ANALISIS BIO-EKONOMI IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta) DI TPI BLANAKAN, SUBANG, JAWA BARAT DINAMIKA STOK DAN ANALISIS BIO-EKONOMI IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta) DI TPI BLANAKAN, SUBANG, JAWA BARAT Oleh : PARULIAN SINAGA C24063482 SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut memiliki sifat spesifik, yakni akses terbuka (open access). Sumberdaya perikanan juga bersifat kepemilikan bersama (common property). Semua individu

Lebih terperinci

KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG DI PERAIRAN TELUK JAKARTA

KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG DI PERAIRAN TELUK JAKARTA 1 KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG DI PERAIRAN TELUK JAKARTA GENNY DINA CHAIRA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

VI. ANALISIS BIOEKONOMI 111 VI. ANALISIS BIOEKONOMI 6.1 Sumberdaya Perikanan Pelagis 6.1.1 Produksi dan Upaya Penangkapan Data produksi yang digunakan dalam perhitungan analisis bioekonomi adalah seluruh produksi ikan yang ditangkap

Lebih terperinci

PENDUGAAN KELOMPOK UMUR DAN OPTIMASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN CAKALANG (KATSUWONUS PELAMIS) DI KABUPATEN BOALEMO, PROVINSI GORONTALO

PENDUGAAN KELOMPOK UMUR DAN OPTIMASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN CAKALANG (KATSUWONUS PELAMIS) DI KABUPATEN BOALEMO, PROVINSI GORONTALO PENDUGAAN KELOMPOK UMUR DAN OPTIMASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN CAKALANG (KATSUWONUS PELAMIS) DI KABUPATEN BOALEMO, PROVINSI GORONTALO Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 1, Juni

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH INTAN KUSUMA JAYANTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

KAJIAN STOK DAN ANALISIS KETIDAKPASTIAN SUMBERDAYA IKAN KURISI

KAJIAN STOK DAN ANALISIS KETIDAKPASTIAN SUMBERDAYA IKAN KURISI KAJIAN STOK DAN ANALISIS KETIDAKPASTIAN SUMBERDAYA IKAN KURISI (Nemipterus furcosus, Valenciennes 1830) DI PERAIRAN TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU ARMANSYAH DWI GUMILAR SKRIPSI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

FLUKTUASI HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DENGAN ALAT TANGKAP JARING INSANG HANYUT (DRIFT GILLNET) DI PERAIRAN DUMAI, PROVINSI RIAU

FLUKTUASI HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DENGAN ALAT TANGKAP JARING INSANG HANYUT (DRIFT GILLNET) DI PERAIRAN DUMAI, PROVINSI RIAU FLUKTUASI HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DENGAN ALAT TANGKAP JARING INSANG HANYUT (DRIFT GILLNET) DI PERAIRAN DUMAI, PROVINSI RIAU Helisha Damayanti 1), Arthur Brown 2), T. Ersti Yulika Sari 3) Email : helishadamayanti@gmail.com

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 14 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April tahun 2012. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan April tahun 2012 sedangkan

Lebih terperinci

STATUS STOK SUMBERDAYA IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier, 1817) DI PERAIRAN SELAT SUNDA

STATUS STOK SUMBERDAYA IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier, 1817) DI PERAIRAN SELAT SUNDA STATUS STOK SUMBERDAYA IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier, 1817) DI PERAIRAN SELAT SUNDA MUHAMMAD SYAHLI INDRA MULIA NUSANTARA SIREGAR DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

STATUS STOK SUMBERDAYA IKAN LEMURU (Sardinella lemuru) DI PERAIRAN SELAT SUNDA GAMA SATRIA NUGRAHA

STATUS STOK SUMBERDAYA IKAN LEMURU (Sardinella lemuru) DI PERAIRAN SELAT SUNDA GAMA SATRIA NUGRAHA STATUS STOK SUMBERDAYA IKAN LEMURU (Sardinella lemuru) DI PERAIRAN SELAT SUNDA GAMA SATRIA NUGRAHA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5.1 Pendahuluan Pemanfaatan yang lestari adalah pemanfaatan sumberdaya perikanan pada kondisi yang berimbang, yaitu tingkat pemanfaatannya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 010 di daerah pantai berlumpur Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Udang contoh yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengembangan Sistem Sistem analisa dan informasi akan pengkajian stok ikan ini bernama CIAFISH (Calculation, Information, and Analysis of Fisheries). Program CIAFISH dirancang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN MORTALITAS IKAN TAWES (Barbonymus gonionotus) DI DANAU SIDENRENG KABUPATEN SIDRAP Nuraeni L. Rapi 1) dan Mesalina Tri Hidayani 2)

PERTUMBUHAN DAN MORTALITAS IKAN TAWES (Barbonymus gonionotus) DI DANAU SIDENRENG KABUPATEN SIDRAP Nuraeni L. Rapi 1) dan Mesalina Tri Hidayani 2) PERTUMBUHAN DAN MORTALITAS IAN TAWES (Barbonymus gonionotus) DI DANAU SIDENRENG ABUPATEN SIDRAP Nuraeni L. Rapi 1) dan Mesalina Tri Hidayani 2) 1) Program Studi Budidaya Perairan STITE Balik Diwa Makassar

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL ANALISIS PARAMETER DINAMIKA POPULASI IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) YANG DIDARATKAN DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN KELURAHAN TENDA KECAMATAN HULONTHALANGI KOTA GORONTALO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON Oleh: Asep Khaerudin C54102009 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN SELAR (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG

KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN SELAR (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN SELAR (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG Wenny Damayanti SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

5 EVALUASI UPAYA PENANGKAPAN DAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN

5 EVALUASI UPAYA PENANGKAPAN DAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN 5 EVALUASI UPAYA PENANGKAPAN DAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN 5.1 Pendahuluan Armada penangkapan yang dioperasikan nelayan terdiri dari berbagai jenis alat tangkap,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang berada di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi

Lebih terperinci

structure Population of Indian Mackerel, Rastrelliger kanagurta Catch in Pancana Waters, Barru District

structure Population of Indian Mackerel, Rastrelliger kanagurta Catch in Pancana Waters, Barru District ISSN Online 2407-6279 Jurnal Galung Tropika, 4 (1) Januari 2015, hlmn. 42-49 ISSN Cetak 2302-4178 STRUKTUR POPULASI IKAN KEMBUNG LELAKI (RASTRELLIGER KANAGURTA) YANG TERTANGKAP DI PERAIRAN PANCANA KABUPATEN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi Umum Perairan Teluk Banten Letak geografis Teluk Banten berada dalam koordinat 05 o 49 45-06 o 02 00 LS dan 106 o 03 20-106 o 16 00 BT. Teluk Banten

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Pengumpulan Data

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Pengumpulan Data 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Model dan Simulasi, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Waktu pelaksanaan dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia merupakan hasil tangkap sampingan dari perikanan rawai tuna (Prager et

BAB I PENDAHULUAN. dunia merupakan hasil tangkap sampingan dari perikanan rawai tuna (Prager et BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan berparuh (Istioporidae dan Xiphiidae) merupakan hasil tangkapan kedua terbesar setelah tuna, dimana terkadang tidak tercatat dengan baik di logbook (Cramer et

Lebih terperinci

Length-Weight based Stock Assesment Of Round Scad ( Decapterus russelli ) From Mapur Fishing Ground and Landed at Pelantar KUD Tanjungpinang

Length-Weight based Stock Assesment Of Round Scad ( Decapterus russelli ) From Mapur Fishing Ground and Landed at Pelantar KUD Tanjungpinang KAJIAN STOK IKAN LAYANG (Decapterus russelli) BERBASIS PANJANG BERAT DARI PERAIRAN MAPUR YANG DIDARATKAN DI TEMPAT PENDARATAN IKAN PELANTAR KUD KOTA TANJUNGPINANG Length-Weight based Stock Assesment Of

Lebih terperinci

POTENSI LESTARI IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA

POTENSI LESTARI IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 2 November 2015: 159-168 ISSN 2087-4871 POTENSI LESTARI IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI

Lebih terperinci

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang 5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang Pemanfaatan sumberdaya perikanan secara lestari perlu dilakukan, guna sustainability spesies tertentu, stok yang ada harus lestari walaupun rekrutmen

Lebih terperinci

POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA

POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH RINA SARI LUBIS 090302054 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH 1,2) Urip Rahmani 1, Imam Hanafi 2, Suwarso 3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

RIKA PUJIYANI SKRIPSI

RIKA PUJIYANI SKRIPSI KONDISI PERIKANANN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING, BANDAR LAMPUNG RIKA PUJIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh 14 Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2009. Lokasi pengambilan ikan contoh adalah tempat pendaratan ikan (TPI) Palabuhanratu. Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Ekobiologi,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid Program Studi Ilmu Kelautan STITEK Balik Diwa Makassar Email : hartati.tamti@gmail.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci