STUDI DINAMIKA STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI DINAMIKA STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT"

Transkripsi

1 STUDI DINAMIKA STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT SILFIA SYAKILA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Studi Dinamika Stok Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) di Perairan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2009 Silfia Syakila C ii

3 RINGKASAN Silfia Syakila. C Studi Dinamika Stok Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) di Perairan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh Nurlisa A. Butet dan M. Mukhlis Kamal. Ikan tembang (Sardinella fimbriata) merupakan salah satu sumberdaya ikan ekonomis penting yang terdapat di perairan Teluk Palabuhanratu. Nilai ekonomisnya yang tinggi disertai permintaannya yang terus meningkat menjadikan ikan ini sebagai salah satu target utama penangkapan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika stok ikan tembang yang mencakup pertumbuhan dan mortalitas serta menduga kondisi sumberdaya melalui nilai potensi maksimum lestari atau MSY (Maximum Sustainable Yield), upaya atau effort optimum dalam kegiatan penangkapan dan kondisi aktual tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan tembang di perairan Teluk Palabuhanratu. Selain itu juga bertujuan untuk menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan atau TAC (Total Allowable catch) sumberdaya ikan tembang di perairan Teluk Palabuhanratu. Pengambilan data primer berupa pengukuran panjang total dan bobot basah ikan contoh berlangsung mulai bulan 14 Januari sampai 25 Maret 2009 dengan interval waktu pengambilan dua minggu. Pengumpulan data sekunder dilaksanakan pada Oktober 2008 sampai Maret 2009 meliputi data produksi hasil tangkapan ikan tembang yang di daratkan di TPI Palabuhanratu dan upaya penangkapan (perahu motor tempel) selama empat tahun ( ) serta keadaan umum dan kondisi perikanan tembang di daerah Teluk Palabuhanratu. Aspek pertumbuhan dan mortalitas dianalisis berdasarkan frekuensi panjang. Kelompok ukuran ikan dipisahkan dengan metode Bhattacharya, koefisien pertumbuhan (K) dan panjang asimtotik (L ) diduga dengan metode plot Ford Walford, dan umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol (t 0 ) serta laju mortalitas alami (M) diduga dengan rumus empiris Pauly. Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang sedangkan laju mortalitas penangkapan diduga dengan rumus F=Z-M dan laju eksploitasi diduga dengan rumus E=F/Z. Untuk pendugaan potensi sumberdaya ikan tembang dilakukan dengan cara analisis hasil tangkapan (catch) dan upaya penangkapan (effort) menggunakan model surplus produksi yang dikembangkan oleh Schaefer dan Fox. Sebaran ukuran panjang ikan tembang berada pada selang mm sampai mm. Koefisien pertumbuhan (K) ikan tembang sebesar 1,48 per tahun dengan panjang asimtotik (L ) sebesar 170,23 mm dan umur teoritis (t 0 ) sebesar -0,40 tahun sehingga diperoleh persamaan pertumbuhan von Bertalanffy untuk ikan tembang adalah L t = 170,23 (1-e [-1,48(t+0,40)] ). Pola pertumbuhan ikan tembang isometrik (p<0,05) dengan persamaan pertumbuhan W= 9x10-6 L 2,99. Laju mortalitas total (Z) ikan tembang 8,522 per tahun dengan laju mortalitas alami (M) 1,146 per tahun dan laju mortalitas penangkapan 7,376 per tahun sehingga diperoleh laju eksploitasi 0,866. Nilai laju eksploitasi ini telah melebihi nilai eksploitasi optimum 0,5 (overexploited). iii

4 Hasil analisis model stok ikan tembang mengikuti model Schaefer memperoleh nilai upaya penangkapan maksimum lestari (fmsy) sebesar 334 unit per tahun dengan jumlah tangkapan maksimum lestari (MSY) sebesar 89,2448 ton per tahun dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC) sebesar 71,3958 ton per tahun. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh diketahui bahwa stok ikan tembang di Teluk Palabuhanratu telah mengalami penurunan dan terjadi kondisi upaya tangkap lebih yang diduga lebih lanjut termasuk kondisi growth overfishing. iv

5 STUDI DINAMIKA STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT SILFIA SYAKILA C Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

6 PENGESAHAN SKRIPSI Judul Skripsi : Studi Dinamika Stok Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) di Perairan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat Nama : Silfia Syakila N I M : C Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan Menyetujui: Pembimbing I, Pembimbing II, Ir. Nurlisa A. Butet, M.Sc Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc NIP NIP Mengetahui: Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP Tanggal Ujian : 25 Agustus 2009 Tanggal Lulus :

7 PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Studi Dinamika Stok Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) di Perairan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat dengan baik. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis selama tiga bulan pada Januari hingga Maret 2009 dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu dalam memberikan bimbingan, dukungan, masukan dan arahan sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini dengan baik. Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Namun demikian, penulis berharap dengan tersusunnya skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak. Bogor, Agustus 2009 Penulis vii

8 UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ir. Nurlisa A. Butet, M.Sc selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc selaku dosen pembimbing II sekaligus Pembimbing Akademik yang banyak memberikan bimbingan serta masukan dan arahan selama penulis menempuh pendidikan di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan hingga pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. 3. Ir. Zairion, M.Sc selaku dosen penguji tamu dan Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku dosen penguji dari program studi yang telah memberikan masukan dan saran yang sangat berarti untuk penulis. 4. Keluarga tercinta; Ayah, Bunda, dan adik-adik ku tersayang (Neily, Fakhtar dan Widiya) atas doa, pengorbanan, keikhlasan serta dukungan semangatnya. 5. Para staf Tata Usaha MSP terutama Mba Widar, Bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan (MSPi) (terutama Mba Ami) serta seluruh civitas Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. 6. Ibu Imas dari PPN Palabuhanratu dan Mas Agus atas segala bantuan dan kerjasamanya. 7. Adnan Sharif selaku partner penelitian, Farah Amanda, rekan-rekan seperjuangan dari MSP 41 (terutama Supriyadi), MSP 42 (Gita, Ega, Rahmah, Muning, Fina, Ikhsan, Awan, Guse, Uni, Ebith, Ariev, Qq, Aa, Wati, Avie, Lenny, Endah), MSP 43 (terutama Gafar selaku ade asuh) dan Ika (ITK 42) atas doa, bantuan, dukungan, kesabaran, kerjasama dan semangatnya kepada penulis selama masa perkuliahan hingga pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi serta seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu. viii

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 Oktober 1986 sebagai putri pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Sutan Andi Mulia Lubis dan Ibu Ruwaida Idris. Pendidikan formal yang pernah jalani oleh penulis berawal dari TK Nurul Islam (1993), SD Muhammadiyah 12 Pamulang (1999), SLTPN 1 Pamulang (2002), dan SMAN 1 Ciputat (2005). Pada tahun 2005 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Setelah melewati tahap Tingkat Persiapan Bersama selama 1 tahun, penulis diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dengan minor Gizi Masyarakat, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi Asisten Luar Biasa Mata Kuliah Metode Statistika (2007/2008 dan 2008/2009), Asisten Praktikum Mata Kuliah Planktonologi (2008/2009), Asisten Praktikum Mata Kuliah Ekologi Perairan Pesisir (2008/2009) dan Asisten Luar Biasa Mata Kuliah Pengkajian Stok Ikan (2008/2009). Penulis juga aktif di organisasi kemahasiswaan sebagai Bendahara I HIMASPER (Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan) periode 2007/2008 dan sebagai conductor/dirigen Paduan Suara Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (Endeavour) serta turut aktif mengikuti seminar maupun berpartisipasi dalam berbagai kepanitiaan di lingkungan kampus IPB. Selain itu, pada tahun 2007 proposal penulis (kelompok) juga didanai oleh DIKTI untuk kategori Program Kreativitas Mahasiswa-Kewirausahaan dengan judul Pembuatan Preparat Permanen Sebagai Perangkat Pembelajaran Pada Materi Pokok Mikroorganisme Di Sekolah Dasar Dan Menengah (Sebagai Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan-KTSP). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul Studi Dinamika Stok Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) di Perairan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. ix

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x Halaman 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Klasifikasi dan morfologi Distribusi dan makanan Alat Tangkap Ikan Tembang Analisis Frekuensi Panjang Pertumbuhan Hubungan Panjang Berat Mortalitas dan Laju Eksploitasi Pengkajian Stok Ikan Model Surplus Produksi Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan Kondisi Lingkungan Perairan Pengelolaan Perikanan METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Pengumpulan Data Pengumpulan data primer Pengumpulan data sekunder Distribusi Frekuensi Panjang Identifikasi Kelompok Ukuran Pertumbuhan Plot Ford-Walford (L, K) dan t Analisis hubungan panjang berat Mortalitas dan Laju Eksploitasi Model Surplus Produksi HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Perairan Teluk Palabuhanratu Kondisi Perikanan Tembang di Palabuhanratu Sebaran Ukuran Panjang Parameter Pertumbuhan Hubungan Panjang Berat xii xiii xiv

11 4.6. Mortalitas dan Laju Eksploitasi Model Stok Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Rencana Pengelolaan Stok Ikan Tembang KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR TABEL Halaman 1. Data upaya penangkapan ikan tembang di Teluk Palabuhanratu tahun (unit) (Ditjen Tangkap-DKP 2007) Hasil tangkapan (ton) ikan tembang di Palabuhanratu (Ditjen Tangkap-DKP 2004, 2005, 2006, 2007) Sebaran kelompok ukuran ikan tembang di Palabuhanratu Parameter pertumbuhan berdasarkan model von Bertalanffy (K, L, t 0 ) ikan tembang di Palabuhanratu (Januari - Maret 2009) Parameter pertumbuhan ikan tembang (Sardinella fimbriata) dari beberapa hasil penelitian Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan tembang Laju mortalitas alami (M) dan laju mortalitas penangkapan (F) ikan tembang di Palabuhanratu pada waktu penelitian yang berbeda Data upaya penangkapan ikan tembang di Teluk Palabuhanratu tahun (unit) (Ditjen Tangkap-DKP 2007) Hasil tangkapan (ton) dan upaya penangkapan (unit) ikan tembang di Palabuhanratu (Ditjen Tangkap-DKP 2004, 2005, 2006, 2007) xii

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Diagram dinamika dari suatu stok yang dieksploitasi Ikan tembang (Sardinella fimbriata) Tahapan dan tingkat kebijakan yang diperlukan dalam pengelolaan perikanan Peta lokasi penangkapan ikan tembang (Sardinella fimbriata) Sebaran ukuran panjang ikan tembang (Sardinella fimbriata) pada tiap bulan yang di daratkan di Palabuhanratu Kelompok ukuran panjang ikan tembang Kurva pertumbuhan ikan tembang Hubungan panjang berat ikan tembang Kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang Grafik hubungan upaya dan CPUE dengan pendekatan Schaefer (1954) Grafik hubungan upaya dan CPUE dengan pendekatan Fox (1970) Hubungan upaya penangkapan dan hasil tangkapan (produksi) xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Alat yang digunakan Metode pengukuran panjang total dan bobot basah ikan contoh Kuesioner nelayan tembang Data panjang dan berat ikan contoh tiap bulan selama penelitian Sebaran frekuensi panjang ikan tembang Pemisahan kelompok ukuran dengan metode Bhattacharya Perhitungan pendugaan parameter pertumbuhan (L, K) dan t Uji t nilai b hubungan panjang berat Perhitungan pendugaan mortalitas total (Z), alami (M), penangkapan (F) dan laju eksploitasi (E) Perhitungan potensi lestari dengan model surplus produksi xiv

15 1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Secara geografis, perairan Teluk Palabuhanratu terletak pada Lintang Selatan dan Bujur Timur dengan luas wilayah ± Ha. Teluk Palabuhanratu berhubungan langsung dengan Samudera Hindia dan merupakan teluk terbesar sepanjang pantai selatan Pulau Jawa. Di Palabuhanratu terdapat Pelabuhan Perikanan Nusantara yang berada di Kabupaten Sukabumi dan menjadi basis perikanan tangkap terbesar di Jawa Barat (Handriana 2007). Perikanan tangkap Palabuhanratu memiliki potensi sumberdaya ikan yang cukup besar dan secara umum mengalami volume produksi yang terus meningkat (Ditjen Tangkap-DKP 2007). Salah satu sumberdaya ikan ekonomis penting yang terdapat di perairan Teluk Palabuhanratu adalah ikan tembang (Sardinella fimbriata). Nilai ekonomisnya yang tinggi disertai permintaannya yang terus meningkat menjadikan ikan ini salah satu target utama penangkapan, selain berbagai jenis ikan seperti cakalang, tongkol lisong, tongkol abu-abu, eteman/koto, layur, tuna albakora, tuna yellow fin dan layang. Permintaan ikan tembang semakin meningkat dari tahun ke tahun baik dalam bentuk segar maupun yang telah diolah (Ditjen Tangkap-DKP 2007). Mencermati pentingnya sumberdaya ikan bagi kebutuhan manusia baik untuk pemenuhan gizi maupun kegiatan perekonomian, mendorong manusia untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan sebanyak-banyaknya, termasuk ikan tembang. Ikan tembang di Palabuhanratu cukup potensial dan pertumbuhan produksinya mengalami perkembangan yang berarti baik dari segi hasil tangkapan maupun alat tangkap yang dipergunakan. Dengan demikian, kegiatan penangkapan ikan ini dapat mempengaruhi dan mengubah status stok sumberdaya ikan tembang terutama di perairan Teluk Palabuhanratu. Hal inilah yang mendorong perlunya pengkajian dinamika stok dan upaya pengelolaan terhadap sumberdaya ikan tembang di perairan Teluk Palabuhanratu. Beberapa hasil kajian menunjukkan bahwa intensitas pemanfaatan sumberdaya ikan yang terus meningkat (intensif), dengan sedikit upaya pengelolaan telah menyebabkan

16 2 terjadinya kehilangan yang cukup besar keanekaragaman sumberdaya ikan dan habitatnya (Dulvy et al in Widodo & Suadi 2006). Melihat hal tersebut maka usaha perikanan harus dilakukan secara rasional, hati-hati dan bertanggung jawab, yaitu tidak melebihi potensi lestari, tidak merusak lingkungan, serta sanggup memperbaiki kembali lingkungan yang rusak akibat dari usaha penangkapan yang dilakukan sehingga diperoleh usaha perikanan ikan tembang yang berkelanjutan. Pada dasarnya kemajuan yang dicapai dalam kegiatan usaha penangkapan di suatu daerah memerlukan adanya pengkajian secara meyeluruh, baik aspek biologi yaitu sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan, aspek sumberdaya yang mendukung keberhasilan operasi penangkapan, aspek teknis seperti alat tangkap, aspek sosial yaitu yang berkaitan dengan tenaga kerja, maupun aspek ekonomi. Adapun aspek biologi yang dikaji dapat berupa perubahan (dinamika) yang terjadi pada stok sumberdaya yang dieksploitasi yang dipengaruhi oleh pertumbuhan, rekrutmen, mortalitas alami dan penangkapan oleh usaha perikanan seperti yang terlihat pada Gambar 1. Rekrutmen Pertumbuha n Stok ikan yang dieksploitasi Mortalitas alami Mortalitas penangkapan Gambar 1. Diagram dinamika dari suatu stok yang dieksploitasi Pertimbangan kemampuan sumberdaya (aspek biologi) maupun aspek ekonomi ikan tembang dapat dijadikan sebagai dasar kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya ikan tembang secara berkelanjutan sedangkan untuk mencapai manfaat maksimum jangka panjang dapat dilakukan apabila sumberdaya perikanan dapat dialokasikan secara optimal. Russel (1931) in Haddon (2001) menjelaskan bahwa pada dasarnya aspek dinamika stok adalah stok dapat mengalami pertumbuhan biomassa yang dipengaruhi oleh rekrutmen dan pertumbuhan dan mengalami pengurangan biomassa yang dipengaruhi oleh kematian alami dan penangkapan. Sejauh ini informasi mengenai aspek biologi

17 3 dan kondisi stok ikan tembang masih minim. Penelitian tentang ikan tembang yang pernah dilakukan sebelumnya mengenai kebiasaan makan (Robiyanto 2006), distribusi dan makanan (Asriyana 2004) serta kelimpahan (Monintja et al. 1994). Oleh karena itu perlu kiranya dilakukan suatu studi dinamika stok ikan tembang khususnya di Perairan Teluk Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi untuk mengetahui kondisi aktual sumberdaya tersebut Perumusan Masalah Sifat dasar dari sumberdaya ikan adalah milik bersama (common property), yang pemanfaatannya dapat digunakan pada waktu yang bersamaan oleh lebih dari satu individu atau satuan ekonomi (open acces). Sifat dasar inilah yang memudahkan keluar masuknya individu atau pelaku usaha dalam upaya pemanfaatan sumberdaya ikan. Mengingat sumberdaya ikan memiliki sifat yang terbatas dan dapat rusak maka perlu dikelola untuk menjamin bahwa sumberdaya dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab. Kegiatan penangkapan ikan tembang (S. fimbriata) di daerah Palabuhanratu mengalami fluktuasi sepanjang tahun. Sejak tahun 2003 hingga saat ini, ikan tembang (S. fimbriata) menjadi salah satu ikan dominan yang tertangkap di daerah perairan Teluk Palabuhanratu. Pelaku usaha perikanan tembang terus meningkatkan upayanya dalam pemanfaatan sumberdaya ini demi mendapatkan hasil tangkapan sebanyak-banyaknya. Berdasarkan data statistik perikanan PPN Palabuhanratu tahun , diketahui bahwa alat tangkap yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan tembang secara umum meningkat jumlahnya seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data upaya penangkapan ikan tembang di Teluk Palabuhanratu tahun (unit) Tahun Effort (unit) Sumber : Ditjen Tangkap-DKP (2007)

18 4 Data di atas dapat mengindikasikan bahwa tekanan penangkapan terhadap sumberdaya ini terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini tentu saja mempengaruhi hasil tangkapan ikan yang diperoleh nelayan dari perairan Teluk Palabuhanratu. Secara umum, total produksi ikan di sana terus mengalami peningkatan seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil tangkapan (ton) ikan tembang di Palabuhanratu Tahun Produksi (Ton) , , , ,954 Sumber : Ditjen Tangkap-DKP (2004, 2005, 2006, 2007) Kondisi tekanan penangkapan yang tinggi, volume produksi yang terus meningkat dan belum adanya kegiatan budidaya dapat mengakibatkan penipisan stok ikan atau menurunnya jumlah populasi ikan tembang di perairan Teluk Palabuhanratu serta terjadinya upaya tangkap lebih (overfishing). Untuk mengetahui kondisi aktual sumberdaya ini perlu dilakukan suatu studi dinamika stok. Hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terhadap ikan tembang di Palabuhanratu oleh Monintja et al. (1994) dapat dijadikan pembanding untuk menduga kondisi stok ikan tembang di Palabuhanratu saat ini. Oleh karena itu maka dilakukan suatu studi dalam rangka pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap secara berkelanjutan, dimana dalam penelitian ini difokuskan pada dinamika stok sumberdaya ikan tembang dengan batasan daerah penangkapan perairan Teluk Palabuhanratu. Studi yang dilakukan diharapkan dapat menjawab beberapa permasalahan seperti bagaimana pola pertumbuhan dan tingkat mortalitas sumberdaya ikan tembang di perairan Teluk Palabuhanratu. Selain itu studi ini juga diharapkan dapat menduga model tujuan pengelolaan perikanan tembang yang tepat berdasarkan nilai potensi lestari (MSY) dan upaya atau effort optimum dalam kegiatan penangkapan sumberdaya ikan tembang di

19 5 perairan Teluk Palabuhanratu sehingga dapat ditentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika stok ikan tembang yang mencakup pertumbuhan dan mortalitas serta menduga kondisi sumberdaya melalui nilai potensi maksimum lestari atau MSY (Maximum Sustainable Yield), upaya atau effort optimum (f msy ) dalam kegiatan penangkapan. Selain itu juga bertujuan untuk menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan atau TAC (Total Allowable catch) sumberdaya ikan tembang di perairan Teluk Palabuhanratu.

20 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Klasifikasi dan morfologi Ikan tembang terkenal sebagai ikan pelagis kecil yang hidup bergerombol, dikenal juga dengan kelompok ikan sardine. Morfologi ikan tembang dapat dilihat pada Gambar 2. Sumber : Dokumentasi pribadi Gambar 2. Ikan tembang (Sardinella fimbriata) Menurut Cuvier and Valenciennes (1847) in (2008), klasifikasi ikan tembang adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Actinopterygii Subkelas : Neopterygii Ordo : Clupeiformes Famili : Clupeidae Subfamili : Clupeinae Genus : Sardinella Spesies : Sardinella fimbriata Sinonim : Clupea (Harengula) fimbriata (C.V) Nama Umum : Fringe-scale sardinella Fimbriated sardienlla (Peristiwady 2006)

21 7 Nama Lokal : Tembang (Jakarta), Mangida (Bali), Tembang lakara (Bugis), Sintring (Madura), Jurung (Pekanbaru), Matasa (Seram), Masamasa (Buton) (Peristiwady 2006) Ikan tembang (Sardinella fimbriata) memiliki bentuk badan yang memanjang dan pipih. Lengkung kepala bagian atas sampai di atas mata agak hampir lurus, dari setelah mata sampai awal dasar sirip punggung agak cembung. Tinggi badan lebih besar daripada panjang kepala. Mata tertutup oleh kelopak mata. Awal dasar sirip punggung sebelum pertengahan badan. Dasar sirip dubur sama panjang dengan dasar sirip punggung. Kepala dan badan bagian atas hijau kebiruan, sedangkan bagian bawah putih keperakan. Sirip-sirip berwarna keputihan. Sirip punggung (dorsal) mempunyai 18 jari-jari lemah, sirip dada (pectoral) mempunyai 15 jari-jari lemah, sirip dubur (anal) memiliki 18 jari-jari lemah dan sirip perut (ventral) memiliki 8 jari-jari lemah. Dapat mencapai ukuran 17 cm (Peristiwady 2006). Menurut Saanin (1984), ikan tembang (S. fimbriata) memiliki rangka terdiri dari tulang benar, bertutup insang. Kepala simetris, badan tidak seperti ular. Tidak seluruh sisik terbungkus dalam kelopak tebal. Bagian ekor tidak bercincin-cincin. Hidung tidak memanjang ke depan dan tidak membentuk rostrum. Pipi atau kepala tidak berkelopak keras dan tidak berduri. Sirip punggung terdiri dari jarijari lemah yang berbuku-buku atau berbelah. Bersisik, tidak bersungut dan tidak berjari-jari keras pada punggung. Tidak bersirip punggung tambahan yang seperti kulit, tidak berbercak-bercak yang bercahaya, bertulang dahi belakang, sirip dada senantiasa sempurna. Perut sangat pipih. Perut bersisik tebal yang bersiku. Sirip perut sempurna, rahang sama panjang, daun insang satu sama lain tidak melekat, bentuk mulut terminal (posisi mulut terletak di bagian depan ujung hidung), tajam serta bergerigi. Gigi lengkap pada langit-langit, sambungan tulang rahang dan lidah. Bentuk badan fusiform, pipih dengan sisik duri di bagian bawah badan, awal sirip punggung sebelum pertengahan badan dan berjari-jari lemah 17-20, dasar sirip dubur pendek dan jauh di belakang dasar sirip dorsal serta berjari-jari lemah 16-19, tapisan insang halus, berjumlah pada busur insang pertama bagian bawah, pemakan plankton. Beberapa dari jenis sardinella ada yang hampir

22 8 menyerupai satu sama lainnya, tapi ada yang mempunyai beberapa perbedaan morfologis, yang menandakan bahwa ikan itu berbeda spesiesnya (Dwiponggo 1982). Perbedaan morfologis ini dapat berupa perbedaan warna tubuh seperti yang terlihat pada Sardinella fimbriata (Valenciennes) dengan warna hijau kebiruan pada bagian badan atas, sedangkan warna biru gelap di bagian yang sama pada Sardinella lemuru Bleeker (Peristiwady 2006) Distribusi dan makanan Ikan tembang (S. fimbriata) adalah ikan permukaan dan hidup di perairan pantai serta suka bergerombol pada area yang luas sehingga sering tertangkap bersama ikan lemuru sampai pada kedalaman sekitar 200 m. Telur dan larva ikan tembang ditemukan di sekitar perairan mangrove atau bakau. Saat juvenil, ikan ini masih ada yang hidup di mangrove dan mulai memasuki daerah yang memiliki kadar garam sedang. Ketika dewasa spesies ini hidup bergerombol bersama ikan lemuru dan banyak ditemukan di dekat pantai sampai ke arah laut (www. fishbase.org). Radakov (Gunarso 1985 in Monintja et al. 1994), menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan ikan membentuk kelompok, antara lain sebagai perlindungan dari pemangsa, mencari dan menangkap mangsa, untuk tujuan pemijahan, bertahan pada musim dingin, untuk melalukan ruaya dan pergerakan serta terdapatnya suatu pengaruh dari faktor-faktor yang ada sekelilingnya. Menurut Peristiwady (2006), ikan tembang termasuk ikan pelagis kecil yang hidup di lautan terbuka, lepas dari dasar perairan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran suatu jenis ikan di perairan diantaranya adalah kompetisi antar spesies dan intra spesies, heterogenitas lingkungan fisik, reproduksi, ketersediaan makanan, arus air dan angin (Hanson in Pratiwi 1991). Pergerakan vertikal terjadi karena perubahan siang dan malam, dimana pada malam hari gerombolan ikan cenderung berenang ke permukaan dan berada pada permukaan sampai matahari sudah akan terbit dan pada waktu malam terang bulan gerombolan ikan tersebut agak berpencar atau berada tetap di bawah permukaan air (Dwiponggo 1978 in Monintja et al. 1994). Menurut Radhakrisnan (Hutomo et al in Monintja et al. 1994), pada saat akan memijah Sardinella fimbriata beruaya dari perairan pesisir ke perairan

23 9 lepas pantai. Ikan ini penyebarannya meliputi perairan Indonesia menyebar ke utara sampai Taiwan, ke selatan sampai ujung utara Australia dan ke barat sampai Laut Merah. Daerah penyebaran di Indonesia terutama berkumpul di daerah perairan Kalimantan Selatan, Laut Jawa, Sulawesi Selatan, Selat Malaka dan Laut Arafura ( Ikan tembang (S. fimbriata) seperti ikan clupeid lainnya memanfaatkan plankton sebagai makanannya (Pradini 1998). Menurut Day et al. (1989) in Asriyana (2004), pada umumnya makanan ikan ini memangsa crustacea ukuran kecil seperti copepoda, amphipoda dan udang stadia mysis serta larva-larva ikan. Selanjutnya diduga ada kemungkinan bahwa komposisi makanan akan berubah sesuai dengan musim serta jenis dan ketersediaan makanan di perairan. Dari jenis makanannya, ikan tembang tergolong omnivora cenderung ke herbivora Alat Tangkap Ikan Tembang Ikan tembang (S. fimbriata) termasuk ke dalam jenis ikan pelagis kecil yang ditangkap dengan berbagai macam alat tangkap seperti gillnet, payang, pukat cincin, bagan dan jaring insang hanyut. Menurut Aziz (1989) in Monintja et al. (1994), alat penangkap ikan yang termasuk selektif adalah gillnet, ukuran ikan yang tertangkap akan memiliki nilai maksimum pada beberapa ukuran ikan optimum dan menurun untuk ukuran yang lebih besar maupun lebih kecil dari ukuran tersebut. Selektivitas gillnet dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu yang pertama adalah dengan cara membandingkan hasil tangkapannya terhadap alat penangkapan lain yang tidak selektif (trawl) yang sudah diketahui selektivitasnya. Cara kedua adalah dengan membandingkan hasil tangkapan dari dua atau lebih gillnet dengan ukuran mata jaring yang berbeda. Rousenfell (1975) in Monintja et al. (1994), menyatakan gillnet tidak efektif dioperasikan apabila ikan dapat melihat jaring, sehingga sebagian besar gillnet dioperasikan pada malam hari, terutama jenis drift gillnet. Gillnet adalah jaring yang berbentuk empat persegi panjang, mempunyai ukuran mata jaring sama pada seluruh badan jaring, dimana lebar jaring lebih pendek dari panjangnya. Pemilihan ukuran mata jaring merupakan faktor yang penting dalam pengoperasian gillnet karena besarnya ukuran mata jaring akan mempengaruhi ukuran ikan yang tertangkap secara terjerat. Terdapat kecenderungan bahwa ukuran mata jaring

24 10 tertentu hanya menjerat ikan-ikan yang mempunyai kisaran ukuran fork length tertentu. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa ukuran mata jaring 1,75 ; 2,0 dan 2,25 panjang ikan tembang yang tertangkap adalah antara 9,0-14,0 cm Analisis Frekuensi Panjang Semua metode pengkajian stok (stock assessment) pada intinya memerlukan masukan data komposisi umur. Beberapa metode numerik telah dikembangkan yang memungkinkan dilakukannya konversi atas data frekuensi panjang ke dalam komposisi umur. Oleh karena itu kompromi paling baik bagi pengkajian stok dari spesies tropis adalah suatu analisis sejumlah data frekuensi panjang. Analisis data frekuensi panjang bertujuan untuk menentukan umur terhadap kelompokkelompok panjang tertentu. Dengan kata lain tujuannya adalah untuk memisahkan suatu distribusi frekuensi panjang yang kompleks ke dalam sejumlah kelompok ukuran (Sparre & Venema 1999). Umur ikan bisa ditentukan dari distribusi frekuensi panjang melalui analisis kelompok umur karena panjang ikan dari umur yang sama cenderung membentuk suatu distribusi normal. Kelompok umur bisa diketahui dengan mengelompokkan ikan dalam kelas-kelas panjang dan menggunakan modus panjang kelas tersebut untuk mewakili panjang kelompok umur. Hasil identifikasi kelompok umur dapat digunakan untuk menghitung pertumbuhan atau laju pertumbuhan (Busacker et al. 1990). Ketika suatu contoh dalam jumlah besar dan tidak bisa diambil dari suatu stok ikan atau invertebrata, panjang masing-masing individu bisa diukur dan digambarkan sebagai diagram frekuensi panjang. Jika pemijahan terjadi sebagai suatu peristiwa diskret, hal ini akan menghasilkan kelompok ukuran atau kelas yang berbeda yang dibuktikan dengan puncak atau modus pada distribusi frekuensi panjang (King 1995). Setelah komposisi umur diketahui melalui analisis frekuensi panjang, maka parameter pertumbuhan dapat ditentukan dengan metode-metode estimasi yang sesuai. Selain parameter pertumbuhan, mortalitas total juga dapat diduga dari hasil tangkapan yang dilinierkan dan metode ini merupakan metode berbasis panjang.

25 Pertumbuhan Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu (Effendie 1997). Selain itu juga bisa didefinisikan sebagai perubahan ukuran atau jumlah material tubuh baik perubahan positif maupun negatif, temporal maupun dalam jangka waktu yang lama (Busacker et al. 1990). Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam umumnya adalah faktor yang sulit dikontrol seperti keturunan, sex, umur, parasit dan penyakit. Faktor luar yang utama mempengaruhi petumbuhan ikan yaitu suhu dan makanan (Effendie 1997). Dari sudut pandang perikanan, pertumbuhan sebagaimana rekrutmen mempengaruhi berat tangkapan berkelanjutan yang dapat diambil dari suatu stok ikan (King 1995). Studi mengenai pertumbuhan pada dasarnya adalah penentuan ukuran badan sebagai suatu fungsi umur. Dalam menganalisa suatu populasi diperlukan ekspresi matematik yang menggambarkan pertumbuhan. Melalui ekspresi matematik ini maka ukuran baik panjang maupun berat suatu individu ikan pada umur tertentu dapat diduga (Gulland 1969). Beberapa model telah digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan dengan menggunakan persamaan matematika yang sederhana (Allen 1971 in King 1995). Selanjutnya King (1995) menyatakan bahwa salah satu diantaranya adalah persamaan pertumbuhan von Bertalanffy yang umum digunakan dalam studi pertumbuhan. Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy memberikan representasi pertumbuhan ikan yang memuaskan. Hal ini karena persamaan pertumbuhan von Bertalanffy berdasarkan konsep fisiologis sehingga bisa digunakan untuk mengetahui beberapa masalah seperti variasi pertumbuhan karena ketersediaan makanan (Beverton & Holt 1957) Hubungan Panjang Berat Analisa hubungan panjang berat dapat digunakan untuk mempelajari pertumbuhan. Ada dua faktor yang berpengaruh dalam studi pertumbuhan yaitu faktor dalam dan luar. Faktor dalam diantaranya faktor keturunan, jenis kelamin, penyakit, hormon dan kemampuan memanfaatkan makanan. Sedangkan faktor luar meliputi ketersediaan makanan, kompetisi dalam memanfaatkan ruang dan suhu perairan (Effendie 1979).

26 12 Persamaan hubungan panjang berat ikan dimanfaatkan untuk berat ikan melalui panjangnya dan menjelaskan sifat pertumbuhannya. Berat dapat dianggap sebagai satu fungsi dari panjang. Hubungan panjang dengan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Dengan kata lain hubungan ini dapat dimanfaatkan untuk menduga berat melalui panjang (Effendie 1997). Hasil analisis hubungan panjang berat akan menghasilkan suatu nilai konstanta (b), yaitu harga pangkat yang menunjukkan pola pertumbuhan ikan. Effendie (1997) menyebutkan bahwa pada ikan yang memiliki pola pertumbuhan isometrik (b=3), pertambahan panjangnya seimbang dengan pertambahan berat. Sebaliknya pada ikan dengan pola pertumbuhan allometrik (b 3), pertambahan panjang tidak seimbang dengan pertambahan berat. Pertumbuhan dinyatakan sebagai pertumbuhan allometrik positif bila b>3, yang menandakan bahwa pertambahan berat lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan panjang. Sedangkan pertumbuhan dinyatakan sebagai pertumbuhan allometrik negatif apabila nilai b<3, ini menandakan bahwa pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan pertambahan berat (Ricker 1970 in Effendie 1997). Menurut Robiyanto (2006), hubungan panjang berat ikan tembang jantan dan betina di perairan Ujung Pangkah pada bulan Juli sampai Desember diperoleh nilai b masing-masing 2,262 dan 2,759. Uji t terhadap nilai b menunjukkan pola pertumbuhan ikan tembang bersifat allometrik negatif, artinya pola pertumbuhan panjang lebih dominan Mortalitas dan Laju Eksploitasi Banyak faktor yang berperan di suatu lingkungan perairan sehingga menyebabkan berkurangnya kesempatan hidup individu ikan dalam suatu populasi. Pada suatu stok yang telah dieksploitasi perlu untuk membedakan mortalitas akibat penangkapan dan mortalitas alami. Laju mortalitas total (Z) adalah penjumlahan laju mortalitas penangkapan (F) dan laju mortalitas alami (M) (King 1995). Mortalitas alami adalah mortalitas yang terjadi karena berbagai sebab selain penangkapan seperti pemangsaan, penyakit, stres pemijahan, kelaparan dan usia tua (Sparre & Venema 1999). Beverton & Holt (1957) menduga bahwa predasi

27 13 merupakan faktor eksternal yang umum sebagai penyebab mortalitas alami. Nilai laju mortalitas alami berkaitan dengan nilai parameter pertumbuhan von Bertalanffy K dan L. Ikan yang pertumbuhannya cepat (nilai K tinggi) mempunyai M tinggi dan sebaliknya. Nilai M berkaitan dengan nilai L karena pemangsa ikan besar lebih sedikit dari ikan kecil. Menurut Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999) berdasarkan penelitiannya terhadap 175 stok ikan yang berbeda, faktor lingkungan yang mempengaruhi nilai M adalah suhu rata-rata perairan selain faktor panjang maksimum (L ) dan laju pertumbuhan. Sedangkan mortalitas penangkapan adalah mortalitas yang terjadi akibat adanya aktivitas penangkapan (Sparre & Venema 1999). Laju eksploitasi (E) didefinisikan sebagai bagian suatu kelompok umur yang akan ditangkap selama ikan tersebut hidup. Oleh karena itu laju eksploitasi juga dapat diartikan sebagai jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total ikan yang mati karena semua faktor baik faktor alam maupun faktor penangkapan (Pauly 1984). Gulland (1971) in Pauly (1984) menduga bahwa dalam stok yang dieksploitasi optimal maka laju mortalitas penangkapan (F) sama dengan laju mortalitas alami (M) atau laju eksploitasi (E) sama dengan 0,5. Penentuan laju eksploitasi merupakan salah satu faktor yang perlu diketahui untuk menentukan kondisi sumberdaya perikanan dalam pengkajian stok ikan (King 1995) Pengkajian Stok Ikan Menurut Widodo et al. (1998) menyatakan bahwa pengkajian stok (stock assessment) merupakan kegiatan aplikasi ilmu statistika dan matematika pada sekelompok data untuk mengetahui status stok ikan secara kuantitatif demi kepentingan pendugaan stok ikan dan alternatif kebijakan ke depan. Pengkajian stok mencakup suatu estimasi tentang jumlah dan kelimpahan (abundance) dari sumberdaya. Selain itu, mencakup pula pendugaan terhadap laju penurunan sumberdaya yang diakibatkan oleh penangkapan serta sebab-sebab lainnya, dan mengenai berbagai tingkat laju penangkapan atau tingkat kelimpahan stok yang dapat menjaga dirinya dalam jangka panjang (Widodo & Suadi 2006). Di dalam melakukan pendugaan potensi sumberdaya ikan laut di Indonesia digunakan beberapa metode yaitu metode penghitungan langsung, metode penandaan

28 14 (tagging), metode produksi surplus (surplus production methode), metode semikuantitatif (Widodo et al. 1998). Ukuran dari suatu stok ikan dalam suatu perairan dapat dinyatakan dalam jumlah atau berat total individu. Baik jumlah maupun berat (biomassa) suatu stok ikan di laut sulit diukur secara langsung. Oleh sebab itu dalam menduga ukuran stok ikan seringkali digunakan jumlah atau berat relatif yang dinyatakan sebagai densitas atau kelimpahan (abundance). Dengan densitas atau kelimpahan, umumnya diartikan sebagai jumlah atau berat individu per satuan area atau per satuan upaya penangkapan. Satuan yang sering digunakan ialah hasil tangkapan per unit upaya penangkapan (catch per unit effort/cpue) dari suatu alat tangkap atau alat sampling tertentu (Widodo et al. 1998). Perubahan ukuran stok dapat disebabkan oleh adanya berbagai perubahan dalam hal lingkungan, proses rekrutmen, pertumbuhan, kegiatan penangkapan, populasi organisme mangsa (prey), pemangsa (predator) atau pesaing (kompetitor). Selanjutnya perubahan ukuran stok, atau ukuran beberapa bagian tertentu dari stok dalam kurun waktu tertentu, dapat digunakan sebagai data statistik kasar untuk mengestimasi laju kematian atau laju kelangsungan hidup (survival rate) dari stok yang bersangkutan. Menurut Widodo & Suadi (2006), proses penipisan stok sering dibarengi dengan lima kombinasi yaitu penurunan produktivitas perikanan atau hasil tangkapan per unit upaya penangkapan (CPUE), penurunan hasil tangkapan total yang didaratakan, penurunan berat ratarata ikan, perubahan dalam struktur umur populasi ikan (ukuran, umur), dan perubahan komposisi spesies ikan (ekologi perikanan). Dalam menganalisis sumberdaya ikan, penentuan ukuran stok merupakan langkah penting dalam mempelajari berbagai stok terutama yang telah diusahakan. Hasil analisis akan sangat berguna bagi perencanaan pemanfaatan, pengembangan dan perumusan strategi pengelolaan (Widodo et al. 1998) Model Surplus Produksi Dalam Sparre & Venema (1999) pada umumnya hasil tangkapan (C) per unit upaya penangkapan (f) atau CPUE, dapat digunakan sebagai indeks kelimpahan relatif. Metode surplus produksi mendasarkan diri pada asumsi bahwa

29 15 CPUE merupakan fungsi dari f, baik bersifat linier seperti pada model Schaefer maupun bersifat eksponensial seperti pada model Fox. Tujuan penggunaan model surplus produksi adalah untuk menentukan tingkat upaya optimum (biasa disebut f msy atau effort MSY), yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu hasil tangkapan maksimum lestari tanpa mempengaruhi produktivitas stok secara jangka panjang, yang biasa disebut hasil tangkapan maksimum lestari (maximum sustainable yield/msy) (Sparre & Venema 1999). Dari model ini dapat diperoleh estimasi besarnya kelimpahan (biomassa) dan estimsi potensi dari suatu jenis atau kelompok jenis (species group) sumberdaya ikan (Widodo et al. 1998). Model surplus produksi merupakan model yang sangat sederhana dan murah biayanya (Widodo et al. 1998). Model ini dikatakan sederhana karena data yang diperlukan sangat sedikit, sebagai contoh tidak perlu menentukan kelas umur sehingga dengan demikian tidak perlu penentuan umur dan hanya memerlukan data tentang hasil tangkapan atau produksi yang biasanya tersedia di setiap tempat pendaratan ikan, dan upaya penangkapan (Sparre & Venema 1999). Selain itu, model ini dikatakan murah biayanya karena dalam penggunaan model ini biaya yang dikeluarkan lebih sedikit bila dibandingkan dengan model lain seperti dengan penggunaan trawl dan echosounder yang tergolong sangat mahal karena pelaksanaan kegiatan tersebut harus menggunakan kapal riset khusus, sehingga jumlah dana yang harus dikeluarkan untuk mengkaji seluruh perairan sangat besar (Wiyono 2005). Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa model surplus produksi banyak digunakan di dalam estimasi stok ikan di perairan tropis. Model surplus produksi dapat diterapkan bila dapat diperkirakan dengan baik tentang hasil tangkapan total (berdasarkan spesies) dan/atau hasil tangkapan per unit upaya (catch per unit effort/cpue) per spesies dan/atau CPUE berdasarkan spesies dan upaya penangkapannya dalam beberapa tahun (Sparre & Venema 1999). Namun jumlah upaya penangkapan yang dapat menggambarkan upaya yang benar-benar efektif dan bukan sekedar nominal amat sulit ditentukan. Oleh sebab itu penggunaan model ini memerlukan kehati-hatian dan sedapat mungkin dibarengi dengan berbagai informasi tambahan dan validasi dengan

30 16 menggunakan beberapa metode lain. Model ini dapat dipergunakan dalam menganalisis sumberdaya pelagis besar, pelagis kecil, udang dan krustasea lainnya, serta moluska (Widodo et al. 1998). Persyaratan untuk analisis model surplus produksi adalah sebagai berikut (Sparre & Venema 1999): (1) Ketersediaan ikan pada tiap-tiap periode tidak mempengaruhi daya tangkap relatif (2) Distribusi ikan menyebar merata (3) Masing-masing alat tangkap menurut jenisnya mempunyai kemampuan tangkap yang seragam Asumsi yang digunakan dalam model surplus produksi menurut Sparre &Venema (1999) adalah : (1) Asumsi dalam keadaan ekuilibrium Pada keadaan ekuilibrium, produksi biomassa per satuan waktu adalah sama dengan jumlah ikan yang tertangkap (hasil tangkapan per satuan waktu) ditambah dengan ikan yang mati karena keadaan alam. (2) Asumsi biologi Alasan biologi yang mendukung model surplus produksi telah dirumuskan dengan lengkap oleh Ricker (1975) in Sparre & Venema (1999) sebagai berikut : a. Menjelang densitas stok maksimum, efisiensi reproduksi berkurang, dan sering terjadi jumlah rekrut lebih sedikit daripada densitas yang lebih kecil. Pada kesempatan berikutnya, pengurangan dari stok akan meningkatkan rekrutmen b. Bila pasokan makanan terbatas, makanan kurang efisien dikonversikan menjadi daging oleh stok yang besar daripada oleh stok yang lebih kecil. Setiap ikan pada suatu stok yang besar masing-masing memperoleh makanan lebih sedikit; dengan demikian dalam fraksi yang lebih besar makanan hanya digunakan untuk mempertahankan hidup, dan dalam fraksi yang lebih kecil digunakan untuk pertumbuhan

31 17 c. Pada suatu stok yang tidak pernah dilakukan penangkapan terdapat kecenderungan lebih banyak individu yang tua dibandingkan dengan stok yang telah dieksploitasi (3) Asumsi terhadap koefisien kemampuan menangkap Pada model surplus produksi diasumsikan bahwa mortalitas penangkapan proporsional terhadap upaya. Namun demikian upaya ini tidak selamanya benar, sehingga kita harus memilih dengan benar upaya penangkapan yang benar-benar berhubungan langsung dengan mortalitas penangkapan. Suatu alat tangkap (baik jenis maupun ukuran) yang dipilih adalah yang mempunyai hubungan linear dengan laju tangkapan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan Bila penangkapan ikan lebih banyak dibandingkan kemampuan ikan memijah, maka wilayah laut tersebut akan miskin. Hal tersebut yang dikenal sebagai kondisi upaya tangkap lebih (overfishing). Sehubungan dengan hal itu terdapat analisis Total Allowable Catch (jumlah tangkapan yang diperbolehkan) dan Maximum Sustainable Yield (Jumlah Maksimum Tangkapan Lestari) (Poernomo 2009). Analisis surplus produksi juga dapat menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (Total allowable catch/tac) dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan (TP). Besarnya TAC biasanya dihitung berdasarkan nilai tangkapan maksimum lestari atau MSY (Maximum Sustainable Yield) suatu sumberdaya perikanan yang perhitungannya didasarkan atas berbagai pendekatan atau metode (Boer & Aziz 1995). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB/TAC) adalah 80% dari potensi maksimum lestarinya (MSY) (FAO 1995). Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) telah mengeluarkan daftar potensi sumberdaya ikan dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC). Potensi sumberdaya ikan di perairan Indonesia sebesar 6,25 juta ton per tahun. Potensi tersebut terdiri dari 4,4 juta ton per tahun yang berasal dari perairan teritorial dan perairan wilayah serta 1,85 juta ton per tahun dari perairan ZEEI. Akan tetapi manajemen perikanan menganut azas kehati-hatian (Precautionary approach), maka TAC ditetapkan sebesar 80% dari potensi tersebut (Atmaji 2007).

32 Kondisi Lingkungan Perairan Informasi mengenai kondisi lingkungan perairan penting untuk diketahui karena dapat menjelaskan hubungan antara spesies target dan lingkungannya. Parameter yang diukur pada umumnya adalah parameter yang diperkirakan berpengaruh langsung terhadap biologi, distribusi dan kelimpahan ikan. Parameter yang diperlukan, relatif mudah dan murah untuk diukur adalah suhu perairan (King 1995). Pada perairan laut dan limbah industri, salinitas perlu diukur. Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan (Boyd 1988). Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang disukai bagi pertumbuhannya. Peningkatan suhu dapat mengakibatkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme akuatik dan selanjutnya meningkatkan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu 10 0 C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat. Namun, peningkatan suhu ini disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut (Effendi 2003). Menurut Brown (1987) in Effendi (2003), peningkatan suhu sebesar 1 0 C akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10%. Kelarutan oksigen dan gasgas lain juga berkurang dengan meningkatnya salinitas sehingga kadar oksigen di laut cenderung lebih rendah daripada kadar oksigen di perairan tawar (Effendi 2003) Pengelolaan Perikanan Menurut FAO (1997) in Widodo & Suadi (2006), pengelolaan perikanan adalah proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya dan implementasi dari aturan-aturan main di bidang ikan dalam rangka menjamin kelangsungan produktivitas sumber, dan pencapaian tujuan perikanan lainnya. Pengelolaan sumberdaya perikanan saat ini menuntut perhatian penuh dikarenakan oleh semakin meningkatnya tekanan eksploitasi terhadap berbagai stok ikan (Widodo & Suadi 2006). Tujuan utama pengelolaan perikanan adalah untuk menjamin produksi yang berkelanjutan dari waktu ke waktu dari berbagai stok ikan (resource conservation), terutama melalui berbagai tindakan pengaturan

33 19 (regulations) dan pengkayaan (enhancement) yang meningkatkan kehidupan sosial nelayan dan sukses ekonomi bagi industri yang didasarkan pada stok ikan (Widodo 2002). Model pengelolaan perikanan pertama kali disusun dengan berbasis pada data hasil tangkapan dan upaya penangkapan. Model yang dibangun dari data tersebut dikenal sebagai model hasil tangkapan lestari atau yang lebih dikenal sebagai model maximum sustainable yield (MSY). Model MSY memusatkan perhatiannya pada keperluan untuk membatasi aktivitas penangkapan agar dapat meningkatkan hasil tangkapan jangka panjang yang mengarah kepada keadaan yang lestari, berlangsung terus-menerus dan rasional (Widodo & Suadi 2006). Semua kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan perikanan harus ditentukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut. Pada tahap awal, kebijakan harus ditujukan terutama untuk mendorong perkembangan perikanan. Kemudian setelah batas kemampuan (potensi, daya dukung) dari stok ikan telah tercapai, laju perkembangan harus mulai dikurangi. Selanjutnya, semua kebijakan akan lebih bersifat sebagai usaha pembatasan. Dalam bentuk model yang sederhana, tahapan dan sifat kebijakan yang diperlukan disajikan pada Gambar 3 berikut (Widodo & Suadi 2006). Schaefer (b=0) Maximum Sustainable Yield Y1 Y2 Mengurangi Mendorong Membatasi (Effort)opt Gambar 3. Tahapan dan tingkat kebijakan yang diperlukan dalam pengelolaan perikanan

34 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di TPI (Tempat Pendaratan Ikan) Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pengambilan data primer berupa pengukuran panjang dan berat ikan contoh yang ditangkap di perairan Teluk Palabuhanratu dan didaratkan di TPI Palabuhanratu berlangsung mulai bulan 14 Januari sampai 25 Maret 2009 dengan interval waktu pengambilan dua minggu. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilaksanakan pada bulan Oktober 2008 sampai Maret 2009 di PPN (Pelabuhan Perikanan Nusantara) Palabuhanratu. Berikut ini disajikan peta lokasi daerah penangkapan ikan tembang (Sardinella fimbriata) di perairan Teluk Palabuhanratu yang didaratkan di TPI Palabuhanratu (Gambar 4). Gambar 4. Peta lokasi penangkapan ikan tembang (Sardinella fimbriata)

35 Pengumpulan Data Pengumpulan data primer Data primer diperoleh dari pengambilan contoh yang dilakukan secara acak terhadap jenis ikan tembang (S. fimbriata) yang hanya tertangkap di perairan Teluk Palabuhanratu dan di daratkan di TPI Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pengambilan ikan contoh dilakukan dengan interval waktu pengambilan dua minggu selama tiga bulan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengukuran panjang dan berat untuk menduga pertumbuhan populasi dan pola pertumbuhan individu ikan tembang di Palabuhanratu. Menurut Lagler (1970) untuk memperoleh hasil yang baik dalam penggunaan metode frekuensi panjang maka jumlah contoh harus banyak. Panjang ikan tembang yang diukur adalah panjang total. Panjang total adalah panjang ikan yang diukur mulai dari ujung terdepan bagian kepala sampai ujung terakhir bagian ekornya (Effendie 1979). Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan penggaris panjang 30 cm dengan skala terkecil 1 mm. Sedangkan berat ikan tembang yang ditimbang adalah berat basah total. Berat basah total adalah berat total jaringan tubuh ikan dan air yang terdapat di dalamnya. Dalam hal ini digunakan timbangan digital yang mempunyai skala terkecil 1 gram. Pengukuran berat basah total merupakan cara pengukuran berat yang paling mudah dilakukan di lapangan (Busacker et al. 1990). Selanjutnya digunakan metode deskriptif survei yang bersifat studi kasus. Menurut Nawawi (2003) in Irnawati et al. (2006), bentuk survei yang digunakan sebagai bagian dari metode deskriptif yaitu dengan menggunakan analisis dokumenter atau analisis informasi. Penelitian dilakukan dari dokumen yang tersedia untuk mengungkapkan informasi berguna. Studi kasus adalah penelitian dengan karakteristik masalah yang berkaitan dengan latar belakang dan kondisi saat ini dari subyek yang diteliti serta interaksinya dengan lingkungan (Indriantoro & Supomo 1999 in Irnawati et al. 2006). Pengumpulan data dan informasi lainnya dilakukan dengan cara observasi dan wawancara dengan nelayan ikan tembang di sana. Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara berupa data unit penangkapan ikan tembang (pemilik, mesin, kapal, nelayan atau anak buah kapal dan alat tangkap), kegiatan operasi

36 22 penangkapan, daerah penangkapan, dan biaya operasi penangkapan. Informasi ini kemudian digunakan untuk mendeskripsikan kegiatan perikanan tembang di Palabuhanratu Pengumpulan data sekunder Data sekunder meliputi data produksi hasil tangkapan ikan tembang yang di daratkan di TPI Palabuhanratu dan upaya penangkapan (kapal perikanan, alat tangkap dan jumlah nelayan) selama empat tahun ( ), serta keadaan umum daerah Teluk Palabuhanratu untuk menduga model stok dan potensi sumberdaya ikan tembang di perairan tersebut. Pada penelitian ini digunakan upaya penangkapan yaitu jumlah perahu motor tempel. Hal ini dikarenakan menurut Ditjen Tangkap-DKP (2006), perahu motor tempel memiliki daerah penangkapan hanya di perairan Teluk Palabuhanratu. Data tersebut diperoleh dari studi pustaka dari arsip-arsip yang dimiliki oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi, TPI Palabuhanratu dan PPN Palabuhanratu Distribusi Frekuensi Panjang Data yang digunakan dalam penentuan distribusi frekuensi panjang ini adalah data panjang total dari ikan tembang yang ditangkap di perairan Palabuhanratu dan di daratkan di TPI Palabuhanratu. Tahap untuk menganalisis data frekuensi panjang ikan yaitu : (a) Menentukan jumlah selang kelas yang diperlukan (b) Menentukan lebar selang kelas; dan (c) Menentukan kelas frekuensi dan memasukkan frekuensi masing-masing kelas dengan memasukkan panjang masing-masing ikan contoh pada selang kelas yang telah ditentukan Distribusi frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam selang kelas yang sama kemudian diplotkan dalam sebuah grafik. Dari grafik tersebut dapat terlihat pergeseran distribusi kelas panjang setiap bulannya. Pergeseran distribusi frekuensi panjang menggambarkan jumlah kelompok umur (kohort) yang ada. Bila terjadi pergeseran modus distribusi frekuensi panjang berarti terdapat lebih dari satu kohort.

37 Identifikasi Kelompok Ukuran Kelompok ukuran ikan tembang (S. fimbriata) dipisahkan dengan menggunakan metode Bhattacharya. Metode Bhattacharya merupakan metode pemisahan kelompok umur secara grafis. Metode ini pada dasarnya terdiri atas pemisahan sejumlah distribusi normal, masing-masing mewakili suatu kohort ikan, dari distribusi keseluruhan, dimulai dari bagian sebelah kiri dari distribusi total. Begitu distribusi normal yang pertama telah ditentukan, ia disingkirkan dari distribusi total dan prosedur yang sama diulangi selama hal ini masih mungkin dilakukan untuk memisahkan distribusi-distribusi normal dari distribusi total (Sparre & Venema 1999). Keseluruhan proses dapat dibagi ke dalam lima tingkatan sebagai berikut : Langkah 1 : Tentukan suatu kemiringan yang tidak terkontaminasi (bersih dari suatu distribusi normal pada sisi kiri dari distribusi total). Langkah 2 : Tentukan distribusi normal dari kohort yang pertama dengan menggunakan suatu transformasi ke dalam suatu garis lurus. Langkah 3 : Tentukan jumlah ikan per grup panjang yang menjadi bagian dari kohort pertama dan kemudian kurangkan mereka dari distribusi total. Langkah 4 : Ulangi proses ini untuk distribusi normal berikutnya dari kiri, sampai tidak lagi dapat diketemukan distribusi normal yang bersih. Langkah 5 : Kaitkan nilai rata-rata panjang dari kohort-kohort yang ditentukan dalam langkah 1 sampai langkah 4 terhadap perbedaan umur antara kohort-kohort tersebut Pertumbuhan Plot Ford-Walford (L, K) dan t 0 Plot Ford-Walford merupakan salah satu metode paling sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan L dan K dari persamaan von Bertalanffy dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama (King 1995). Berikut ini adalah persamaan pertumbuhan von Bertalanffy.

38 24 L t = L (1-e [-K(t- t0)] ) Keterangan : L t L K t 0 : Panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu) : Panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik) : Koefisien pertumbuhan (per satuan waktu) : umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol Penurunan plot Ford-Walford didasarkan pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy dengan t 0 sama dengan nol, maka persamaannya menjadi sebagai berikut. L t = L (1-e [-K(t- t0)] ) (1) L t = L - L e [-Kt] L - Lt = L e [-Kt] (2) Setelah L t+1 disubtitusikan ke dalam persamaan (1) maka diperoleh perbedaan persamaan baru tersebut dengan persamaan (1) seperti berikut. L t+1 - L t = L (1-e [-K(t+1)] ) - L (1-e [-Kt] ) = -L e [-K(t+1)] + L e [-Kt] = L e [-Kt] (1-e [-K] ) (3) Persamaan (2) disubtitusikan ke dalam persamaan (3) sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut. L t+1 - L t = (L - Lt) (1-e [-K] ) = L (1-e [-K] ) - L t + L t e [-K] L t+1 = L (1-e [-K] ) + L t e [-K] (4) Persamaan (4) merupakan bentuk persamaan linear dan jika L t (sumbu x) diplotkan terhadap L t+1 (sumbu y) maka garis lurus yang terbentuk akan memiliki kemiringan (slope) (b) = e [-K] dan intersep (a) = L (1-e [-K] ). L t dan L t+1 merupakan panjang ikan pada saat t dan panjang ikan yang dipisahkan oleh interval waktu yang konstan (Pauly 1984). Umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol dapat diduga secara terpisah menggunakan persamaan empiris Pauly (Pauly 1983 in Lelono 2007) sebagai berikut. Log (-t 0 ) = 0,3922 0,2752 (Log L ) 1,038 (Log K)

39 Analisis hubungan panjang-berat Berat dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang dan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa berat ikan sebagai pangkat tiga. Namun sebenarnya tidak demikian karena bentuk dan panjang ikan berbedabeda sehingga untuk menganalisis hubungan panjang-berat masing-masing spesies ikan tembang digunakan rumus yang umum sebagai berikut (Effendie 1997) : Keterangan : W = a L b W = Berat L = Panjang a = Intersep (perpotongan kurva hubungan panjang-berat dengan sumbu y) b = Penduga pola pertumbuhan panjang-berat Untuk mendapatkan persamaan linier atau garis lurus digunakan persamaan sebagai berikut : Ln W = Ln a + b Ln L Untuk mendapatkan parameter a dan b, digunakan analisis regresi dengan ln W sebagai y dan Ln L sebagai x, maka didapatkan persamaan regresi : y = a + bx Untuk menguji nilai b = 3 atau b 3 dilakukan uji-t (uji parsial), dengan hipotesis : H 0 : b = 3, hubungan panjang dengan berat adalah isometrik. H 1 : b 3, hubungan panjang dengan berat adalah allometrik, dimana: Allometrik positif, jika b>3 (pertambahan berat lebih cepat daripada pertambahan panjang) dan, Allometrik negatif, jika b<3 (Pertambahan panjang lebih cepat daripada pertambahan berat). t hitung = b 1 Sb b 1 0

40 26 Keterangan : b 1 = Nilai b (dari hubungan panjang berat) b 0 = 3 Sb 1 = Simpangan koefisien b Setelah itu bandingkan nilai t hitung dengan nilai t tabel pada selang kepercayaan 95%. Kemudian untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan, kaidah keputusan yang diambil adalah : t hitung > t tabel : tolak hipotesis nol (H 0 ) t hitung < t tabel : gagal tolak hipotesis nol 3.6. Mortalitas dan Laju Eksploitasi Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinierkan berdasarkan data komposisi panjang (Sparre & Venema 1999) dengan langkahlangkah sebagai berikut. Langkah 1 : Mengkonversikan data panjang ke data umur dengan menggunakan inverse persamaan von Bertalanffy. Langkah 2 : Menghitung waktu yang diperlukan oleh rata-rata ikan untuk tumbuh dari panjang L 1 ke L 2 t Langkah 3 : Menghitung t t / 2 Langkah 4 : Menurunkan kurva hasil tangkapan (C) yang dilinierkan yang dikonversikan ke panjang Persamaan di atas adalah bentuk persamaan linear dengan kemiringan (b) = -Z Untuk laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999) sebagai berikut. Ln M = -0,0152-0,279*Ln L + 0,6543*Ln K+ 0,463*LnT

41 27 Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999) menyarankan untuk memperhitungkan jenis ikan yang memiliki kebiasaan menggerombol ikan dikalikan dengan nilai 0,8 sehingga untuk spesies yang menggerombol seperti ikan tembang nilai dugaan menjadi 20% lebih rendah. Keterangan : (-0,0152-0,279*Ln L + 0,6543*Ln K+ 0,463*LnT ) M = 0,8 e M : Mortalitas alami L : Panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy K : Koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy T : rata-rata suhu permukaan air ( 0 C) Laju mortalitas penangkapan (F) ditentukan dengan : F = Z-M Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z) (Pauly 1984) : 3.7. Model Surplus Produksi Pendugaan potensi sumberdaya ikan tembang dilakukan dengan cara analisis hasil tangkapan (catch) dan upaya penangkapan (effort) menggunakan model surplus produksi yang dikembangkan oleh Schaefer dan Fox. Model surplus produksi dapat diterapkan bila diketahui dengan baik tentang hasil tangkapan total (berdasarkan spesies) dan atau hasil tangkapan per unit upaya (catch per unit effort/cpue) per spesies dan atau CPUE berdasarkan spesies dan upaya penangkapannya dalam beberapa tahun. Upaya penangkapan harus mengalami perubahan substansial selama waktu yang dicakup (Sparre & Venema 1999). Tingkat upaya penangkapan optimum (f msy ) dan hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) dari unit penangkapan dengan model Schaefer (1954) in King (1995) dapat diketahui melalui persamaan berikut : (1) Hubungan antara hasil tangkapan (Y) dengan upaya penangkapan (f), Y = af + bf 2

42 28 (2) Upaya penangkapan optimum (f msy ) diperoleh dengan cara menyamakan turunan pertama hasil tangkapan (Y) terhadap upaya penangkapan (f) dengan nol atau dy/df = 0 : Y = af + bf 2 Y = a + 2bf Y = 0 a = -2bf f msy = -a/2b (3) Maximum sustainable yield (MSY) atau merupakan hasil tangkapan maksimum lestari diperoleh dengan mensubtitusikan nilai upaya penangkapan optimum (f msy ) ke persamaan pada butir 1 di atas, Y = af + bf 2 2 MSY = (a) f msy + (b) f msy MSY = -a 2 /4b Pada model ini, untuk mendapatkan gambaran pengaruh dari upaya penangkapan (f) terhadap hasil tangkapan per unit upaya penangkapan (CPUE) dan untuk mendapatkan nilai konstanta a dan b pada rumus di atas digunakan analisis regresi dengan melinierkan model Schaefer seperti berikut: Y = af + bf 2 CPUE (Y/f) = a+bf Rumus yang digunakan untuk mengetahui CPUE adalah sebagai berikut (Gulland 1983) : Keterangan : CPUE : Hasil tangkapan per upaya penangkapan (kg/unit) Catch : Hasil tangkapan per tahun (kg) ; dan Effort : Upaya penangkapan per tahun (unit). Model kedua yang digunakan dalam model surplus produksi adalah model alternatif yang diperkenalkan Fox (1970) in Sparre & Venema (1999). Model ini menghasilkan garis lengkung bila Y/f secara langsung diplot terhadap upaya (f), akan tetapi bila Y/f diplot dalam bentuk logaritma terhadap upaya maka akan menghasilkan garis lurus. Adapun perumusan model Fox (1970) in King (1995) sebagai berikut.

43 29 sehingga : Y = f (e a+bf )... (1) f msy dapat dicapai pada saat dy/df = 0, sehingga : Y = e a+bf + f b e a+bf = 0 (1+f b) (e a+bf ) = 0 jadi f msy =-1/b Untuk mendapatkan MSY, maka f msy dimasukkan ke dalam persamaan (1) MSY = (-1/b) (e a-1 ) Pada model ini untuk mendapatkan nilai konstanta a dan b pada rumus di atas juga digunakan analisis regresi dengan melinierkan model Fox seperti berikut: Y = f (e a+bf ) Y/f = e a+bf Ln (Y/f) = a+bf Kedua model tersebut kemudian dibandingkan nilai koefisien determinasinya (r 2 ) dari hasil regresi masing-masing. Model yang mempunyai nilai r 2 lebih besar menunjukkan model tersebut mempunyai hubungan yang lebih dekat dengan model sebenarnya. Koefisien determinasi merupakan bilangan yang menyatakan proporsi keragaman total nilai peubah Y yang dapat dijelaskan oleh nilai-nilai peubah X melalui hubungan linier tersebut (Walpole 1992). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC) adalah 80% dari potensi maksimum lestarinya (MSY) (FAO 1995). Hal ini berdasarkan prinsip kehatihatian dalam pendugaan stok sehingga pemanfaatan sumberdaya ikan dapat terus lestari. TAC = MSY x 80% Keterangan : MSY : Jumlah tangkapan maksimum lestari (ton); dan TAC : Jumlah tangkapan yang di perbolehkan

44 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Perairan Teluk Palabuhanratu Perairan Palabuhanratu merupakan sebuah perairan teluk di pantai selatan Pulau Jawa dan berhubungan langsung dengan Samudera Hindia. Perairan Teluk Palabuhanratu terletak di kawasan Samudera Hindia pada posisi Bujur Timur (BT) dan Lintang Selatan (LS) dengan luas wilayahnya ± Ha (Wewengkang 2002). Topografi dasar perairannya dengan batas 250 meter ke arah laut, kedalaman wilayah pesisir Palabuhanratu rata-rata berkisar antara 0 50 meter, pada kedalaman 10 meter dicapai pada jarak meter, kedalaman 25 meter dicapai pada jarak meter dari garis pantai ke arah laut (BLH Kabupaten Sukabumi 2003 in Hartami 2008). Berdasarkan peta batimetri yang dikeluarkan oleh Dishidros Angkatan Laut Tanjung Priok, kedalaman teluk berkisar antara meter sehingga konturnya membentuk jurang yang dalam. Kedalaman < 10 meter rata-rata hanya didapat hingga jarak ± meter dari bibir pantai (Hartami 2008). Perairan Palabuhanratu memiliki kadar salinitas yang cukup tinggi yaitu berkisar antara / 00. Tingginya kadar salinitas tersebut dipengaruhi oleh curah hujan (presipitasi) dan penguapan (evaporasi). Selain itu, adanya hubungan yang terbuka dengan Samudera Hindia dapat meningkatkan kadar salinitas di Teluk Palabuhanratu. Secara umum suhu permukaan air di Teluk Palabuhanratu berkisar antara C yang merupakan kisaran suhu yang optimal bagi pertumbuhan ikan tropis. Kandungan oksigen di perairan Teluk Palabuhanratu berada pada kisaran yang optimal bagi pertumbuhan organisme perairan baik pada saat musim timur maupun musim peralihan. Penurunan kandungan oksigen pada musim peralihan dikarenakan pada musim peralihan kondisi perairan relatif tenang (Hartami 2008). Oleh karena itu terlihat bahwa kondisi lingkungan perairan Teluk Palabuhanratu mendukung pertumbuhan ikan tropis termasuk ikan tembang. Terdapat dua pola musim di perairan Palabuhanratu yang berpengaruh terhadap aktifitas penangkapan ikan, yaitu musim timur yang berlangsung dari bulan Juni hingga September dan musim barat yang berlangsung dari bulan

45 31 Desember hingga Februari. Kondisi perairan pada musim timur relatif tenang, angin serta gelombang tidak begitu besar sehingga aktifitas penangkapan ikan cukup tinggi pada musim ini. Periode ini berlangsung pada musim kemarau. Hal yang sebaliknya terjadi pada musim barat. Pada musim ini, angin dan gelombang laut cukup tinggi sehingga menyulitkan nelayan untuk melaut. Pada musim barat umumnya aktifitas penangkapan ikan akan menurun. Diantara kedua musim tersebut terdapat musim peralihan pertama yaitu antara bulan Maret sampai Mei dan musim peralihan kedua yang berlangsung antara bulan Oktober sampai November Kondisi Perikanan Tembang di Palabuhanratu Berdasarkan Ditjen Tangkap-DKP (2007), penduduk sekitar Palabuhanratu sebagian besar berprofesi sebagai nelayan tradisional yang menggunakan pancing, jaring apus, dan payang sebagai alat tangkap utama serta menggunakan perahu motor tempel maupun kapal motor. Hasil tangkapan utamanya antara lain ikan layur (Trichiurus sp.), ikan tembang (Sardinella fimbriata), dan ikan tongkol (Euthynnus sp.). Ikan tembang (S. fimbriata) termasuk ke dalam kelompok ikan dominan di Palabuhanratu sejak tahun 2003 hingga sekarang. Dari hasil wawancara di lapangan jenis ikan ini banyak ditangkap dari perairan Teluk Palabuhanratu oleh nelayan perahu motor tempel dengan menggunakan alat tangkap jaring. Ukuran mata jaring yang digunakan saat ini sudah menjadi lebih kecil daripada tahuntahun sebelumnya. Pada tahun sebelumnya ukuran mata jaring yang digunakan untuk menangkap ikan tembang 1,75 ; 2,0 dan 2,25 inch sedangkan saat ini nelayan sebagian besar menggunakan ukuran mata jaring 1,5 inch. Hal ini dapat mengindikasikan adanya tekanan penangkapan terhadap sumberdaya tersebut dan untuk menduga hal tersebut akan dibahas pada bab selanjutnya. Ikan tembang (S. fimbriata) yang tertangkap di perairan Teluk Palabuhanratu didaratkan di PPN Palabuhanratu untuk kemudian didistribusikan ke berbagai daerah sekitar Palabuhanratu hingga luar Sukabumi seperti Jakarta. Ikan ini didistribusikan baik dalam keadaan segar maupun sudah diolah menjadi ikan asin. Harga rata-rata ikan tembang dalam bentuk segar adalah Rp.2.300/kg sedangkan yang sudah diolah menjadi ikan asin dapat mencapai Rp.1000/ekor.

46 Frekuensi relatif (%) Frekuensi relatif (%) Frekuensi relatif (%) Sebaran Ukuran Panjang Ukuran panjang ikan tembang (S. fimbriata) yang diamati selama penelitian berjumlah 978 ekor. Pada bulan Januari ikan tembang yang diamati sebanyak 369 ekor, bulan Februari sebanyak 368 ekor dan bulan Maret sebanyak 241 ekor. Sebaran ukuran panjang ikan tembang selama pengamatan di tiap bulannya disajikan pada Gambar Januari N= 369 ekor Februari N= 368 ekor Maret N= 241 ekor Selang Kelas Panjang (mm) Gambar 5. Sebaran ukuran panjang ikan tembang (Sardinella fimbriata) pada tiap bulan yang di daratkan di Palabuhanratu

47 33 Berdasarkan grafik di atas terlihat adanya pergeseran sebaran ukuran panjang. Pergeseran pertama dimulai dari sebaran panjang bulan Januari dan Februari. Pada bulan Maret sebaran frekuensi kelas bergeser ke sebelah kiri kembali. Hal ini menunjukkan selama bulan Januari sampai Maret terdapat dua kelompok ukuran. Pada bulan Januari, panjang ikan tembang terletak pada selang kelas mm sampai mm dengan frekuensi tertinggi pada selang mm. Pada bulan Februari, panjang ikan tembang terletak pada selang kelas mm sanpai mm dengan frekuensi tertinggi pada selang kelas mm dan pada bulan Maret terletak pada selang kelas mm sampai mm dengan frekuensi terbesar pada selang kelas mm. Pergeseran modus kelas panjang pada bulan Januari dan bulan Februari ke arah kanan menunjukkan adanya pertumbuhan. Selanjutnya laju pertumbuhan ikan tembang akan di bahas lebih dekat pada sub bab pertumbuhan. Sedangkan pada bulan Maret modus kelas panjang bergeser ke arah kiri. Hal ini dapat diduga karena adanya rekrutmen ikan tembang pada bulan Februari sehingga masuk individu baru dan membentuk kelas panjang yang baru. Namun untuk menentukan musim pemijahan dan rekrutmen ikan tembang di Palabuhanratu perlu dilakukan kajian lebih lanjut. Panjang total maksimum ikan tembang yang tertangkap selama penelitian adalah 165 mm. Menurut Peristiwady (2006), panjang total ikan tembang dapat mencapai 170 mm. Perbedaan ukuran panjang total ini dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan seperti perbedaan lokasi pengambilan ikan contoh, keterwakilan ikan contoh yang diambil dan kemungkinan tekanan penangkapan yang tinggi terhadap ikan. Spesies ikan yang sama tapi hidup di lokasi perairan yang berbeda akan mengalami pertumbuhan yang berbeda pula karena adanya faktor dalam dan faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan ikan tersebut. Menurut Effendie (1997), faktor dalam adalah faktor yang umumnya sulit dikontrol seperti keturunan, sex, umur, parasit dan penyakit. Faktor luar yang utama mempengaruhi petumbuhan ikan yaitu suhu dan makanan (Effendie 1997). Dengan mengasumsikan ikan contoh yang diambil sudah mewakili populasi yang ada maka ukuran panjang panjang total maksimum yang lebih kecil dapat disebabkan oleh adanya tekanan penangkapan yang tinggi. Namun untuk

48 110,5 113,5 116,5 119,5 122,5 125,5 128,5 131,5 134,5 137,5 140,5 143,5 146,5 149,5 152,5 155,5 158,5 161,5 164,5 Frekuensi 34 menyimpulkan hal tersebut perlu dilakukan pembandingan dengan spesies dari lokasi yang sama dan akan dibahas pada bab selanjutnya Parameter Pertumbuhan Parameter pertumbuhan dengan menggunakan model von Bertalanffy (K dan L ) diduga dengan metode Plot Ford-Walford. Metode ini merupakan salah satu metode paling sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama (King 1995) dan memerlukan data panjang rata-rata ikan dari setiap kelompok ukuran panjang (Sparre & Venema 1999). Kelompok ukuran ikan tembang (S. fimbriata) ini dipisahkan dengan menggunakan metode Bhattacharya. Jumlah ikan contoh yang digunakan dalam analisis parameter pertumbuhan sebanyak 978 ekor. Hasil pemisahan kelompok ukuran dengan menggunakan metode Bhattacharya menunjukkan bahwa ikan contoh terdiri atas tiga kelompok ukuran seperti ditampilkan pada Gambar Umur x+1 Umur x Umur x 0 Nilai tengah kelas panjang (mm) Gambar 6. Kelompok ukuran panjang ikan tembang Pada Tabel 3 disajikan hasil analisis pemisahan kelompok ukuran ikan tembang yaitu panjang rata-rata, jumlah populasi dan indeks separasi masingmasing kelompok ukuran.

49 35 Tabel 3. Sebaran kelompok ukuran ikan tembang di Palabuhanratu Kelompok ukuran Panjang rata-rata (mm) Jumlah Populasi 1 119,82 77,60 Indeks Separasi (I) 2 135,61 532,57 7, ,51 444,40 5,94 Total 1054,57 Hasil analisis pemisahan kelompok ukuran pada Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa jumlah total ikan contoh (nilai teoritis) yang diamati sebanyak 1055 ekor. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan jumlah total ikan contoh sebenarnya (nilai observasi) yang diamati. Perbedaan jumlah total ikan contoh ini dapat disebabkan oleh adanya pengacakan pada saat pengambilan ikan contoh. Walaupun ikan contoh yang digunakan merupakan contoh acak yang sempurna, nilai observasi akan tetap mengalami fluktuasi seputar distribusi dari populasi yang sesungguhnya (Sparre & Venema 1999). Dalam pemisahan kelompok ukuran ikan dengan menggunakan metode Bhattacharya sangat penting untuk memperhatikan nilai indeks separasi yang diperoleh. Menurut Hasselblad (1966), McNew & Summerfelt (1978) serta Clark (1981) in Sparre & Venema (1999) menjelaskan bahwa indeks separasi merupakan kuantitas yang relevan terhadap studi bila dilakukan kemungkinan bagi suatu pemisahan yang berhasil dari dua komponen yang berdekatan, bila indeks separasi kurang dari dua (I<2) maka tidak mungkin dilakukan pemisahan di antara dua kelompok ukuran karena terjadi tumpang tindih yang besar antar kelompok ukuran tersebut. Berdasarkan Tabel 1 di atas, nilai indeks separasi dari hasil analisis pemisahan kelompok ukuran ikan tembang sebesar 7,11 dan 5,94. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pemisahan kelompok ukuran ikan tembang dapat diterima dan digunakan untuk analisis selanjutnya. Hasil analisis parameter pertumbuhan ikan tembang yaitu koefisien pertumbuhan (K) dan panjang infinitif (L ) serta umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol (t 0 ) disajikan pada Tabel 4.

50 36 Tabel 4. Parameter pertumbuhan berdasarkan model von Bertalanffy (K, L, t 0 ) ikan tembang di Palabuhanratu (Januari - Maret 2009) Parameter Nilai a 52,94 b 0,689 K (per tahun) 1,48 L (mm) 170,23 t 0 (tahun) -0,40 Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy yang terbentuk untuk ikan tembang adalah L t = 170,23 (1-e [-1,48(t+0,40)] ). Panjang total maksimum ikan yang tertangkap di perairan Teluk Palabuhanratu dan didaratkan di TPI Palabuhanratu adalah 165 mm, panjang ini lebih kecil dari panjang asimtotik (infinitif) ikan tembang. Koefisien pertumbuhan (K) ikan tembang di Teluk Palabuhanratu adalah 1,48 per tahun. Hasil analisis beberapa peneliti mengenai parameter pertumbuhan ikan tembang (S. fimbriata) dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Parameter pertumbuhan ikan tembang (Sardinella fimbriata) dari beberapa hasil penelitian Sumber Tempat Koefisien pertumbuhan (K) L (cm) per tahun Effani (1998) Selat Madura 1,60 20,43-21,16 Monintja et al. (1994) Syakila (2009) Teluk Palabuhanratu Teluk Palabuhanratu 1,07 23,76 1,48 17,023 Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, ikan tembang di perairan Selat Madura memiliki K sebesar 1,60 per tahun dan L = 20,43-21,16 cm (Effani 1998). Perbedaan nilai yang diperoleh dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dapat berpengaruh adalah keturunan (faktor genetik), parasit dan penyakit sedangkan faktor eksternal dapat berpengaruh adalah suhu dan ketersediaaan makanan (Effendie 1997). Oleh karena itu, perbedaan nilai K dan panjang infinitif dengan ikan tembang di

51 Panjang (mm) 37 perairan Selat Madura diduga disebabkan oleh faktor genetik serta kondisi lingkungan yang berbeda dengan perairan Palabuhanratu. Penelitian yang sama mengenai pertumbuhan ikan tembang di perairan Palabuhanratu juga pernah dilakukan menghasilkan nilai koefisien pertumbuhan (K) dan panjang infinitif (L ) masing-masing sebesar 1,072 per tahun dan 23,76 cm (Monintja et al. 1994). Bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini terlihat bahwa nilai K menjadi lebih besar dengan L lebih kecil. Ikan dengan nilai K besar memiliki umur yang relatif pendek. Hal ini berarti ikan tembang saat ini memiliki siklus hidup dan ukuran panjang infinitif yang lebih pendek dibandingkan 15 tahun yang lalu. Selain itu, hasil ini juga dapat mengindikasikan bahwa ikan tembang di perairan Teluk Palabuhanratu telah mengalami tekanan dari laju penangkapan yang tinggi. Namun kajian mengenai laju penangkapan akan dibahas pada bab selanjutnya. Kurva pertumbuhan ikan tembang di perairan Teluk Palabuhanratu disajikan pada Gambar 7 dengan memplotkan umur (bulan) dan panjang teoritis ikan (mm) sampai ikan berumur 78 bulan. 180,00 160,00 140,00 L t = 170,23 (1-e [-1,48(t+0,40)] ) 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0, Umur (bulan) Gambar 7. Kurva pertumbuhan ikan tembang Pada saat ikan berumur 78 bulan (6,5 tahun), secara teoritis panjang total ikan adalah 170,21 mm. Berdasarkan kurva di atas terlihat bahwa laju pertumbuhan ikan tembang tidak sama selama rentang hidupnya. Ikan yang

52 Berat (gram) 38 berumur muda memiliki laju pertumbuhan lebih cepat dibandingkan ikan yang berumur tua. Parameter pertumbuhan ikan ini memegang peranan yang penting dalam pengkajian stok ikan. Salah satu aplikasi yang paling sederhana adalah untuk mengetahui panjang ikan pada saat umur tertentu atau dengan menggunakan inverse persamaan pertumbuhan von Bertalanffy dapat diketahui umur ikan pada panjang tertentu. Dengan demikian maka penyusunan rencana pengelolaan perikanan lebih mudah dilakukan Hubungan Panjang Berat Analisis hubungan panjang berat menggunakan data panjang total dan berat basah ikan contoh untuk melihat pola pertumbuhan individu ikan tembang di perairan Teluk Palabuhanratu. Hubungan panjang berat ikan tembang disajikan pada Gambar Hubungan Panjang Berat N=978 ekor y = 9E-06x2.990 R² = 0, Panjang total (mm) Gambar 8. Hubungan panjang berat ikan tembang Dari hasil analisis hubungan panjang berat diketahui bahwa persamaan hubungan panjang berat ikan tembang adalah W= 9x10-6 L 2,99 dengan kisaran nilai b sebesar 2,86 3,12. Dari nilai b yang diperoleh dan setelah dilakukan uji t (α=0,05) terhadap nilai b tersebut diketahui bahwa ikan tembang memiliki pola pertumbuhan isometrik, artinya pertambahan panjangnya seimbang dengan pertambahan berat (Effendie 1997). Pola pertumbuhan yang sama juga dimiliki oleh ikan tembang yang berasal dari perairan Teluk Jakarta dan memiliki

53 Ln[C(L1,L2)/Δt] 39 persamaan hubungan panjang berat W= 1,714x10-5 L 2,9763 (Hutomo & Martosewojo 2008). Namun pola pertumbuhan yang berbeda terdapat pada ikan tembang yang hidup di perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur yaitu memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif (Rosita 2007), artinya pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan pertambahan berat (Ricker 1970 in Effendie 1997). Osman (2004) in Lelono (2007) menjelaskan perbedaan nilai b dapat disebabkan oleh musim, jenis kelamin, area, temperatur, fishing time, fishing vessel dan tersedianya makanan. Moutopoulos & Stergiou (2002) in Kharat et al. (2008) menyatakan bahwa perbedaan nilai b juga dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah dan variasi ukuran ikan yang diamati Mortalitas dan Laju Eksploitasi Pada suatu stok yang telah dieksploitasi perlu untuk membedakan mortalitas akibat penangkapan dan mortalitas alami. Menurut King (1995) laju mortalitas total (Z) adalah penjumlahan laju mortalitas penangkapan (F) dan laju mortalitas alami (M) sehingga ketiga jenis mortalitas tersebut perlu dianalisis. Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) ikan tembang dilakukan dengan kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang. Kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 9. 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 t(l1+l2/2) Gambar 9. Kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang ( : titik yang digunakan dalam analisis regresi untuk menduga Z)

54 40 Untuk pendugaan laju mortalitas alami ikan tembang digunakan rumus empiris Pauly (Sparre & Venema 1999) dengan suhu rata-rata permukaan perairan Teluk Palabuhanratu 28,5 0 C (Hartami 2008). Hasil analisis dugaan laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan tembang dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan tembang Laju Nilai (per tahun) Mortalitas total (Z) 8,522 Mortalitas alami (M) 1,146 Mortalitas penangkapan (F) 7,376 Eksplotasi (E) 0,866 Laju mortalitas total (Z) ikan tembang adalah 8,522 per tahun dengan laju mortalitas alami sebesar 1,146 per tahun. Penelitian sebelumnya terhadap ikan tembang di perairan yang sama menduga konstanta laju mortalitas alami ikan tembang sebesar 1,995 per tahun (Monintja et al. 1994) dan bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh saat ini terlihat bahwa laju mortalitas alami ikan tembang di perairan Teluk Palabuhanratu mengalami penurunan. Beverton & Holt (1957) menduga bahwa predasi merupakan faktor eksternal yang umum sebagai penyebab mortalitas alami. Menurut Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999), yang mempengaruhi nilai mortalitas alami (M) adalah faktor panjang maksimum (L ) dan laju pertumbuhan serta faktor lingkungan yaitu suhu rata-rata perairan. Berdasarkan hal tersebut dapat diduga penurunan laju mortalitas ikan tembang saat ini disebabkan oleh menurunnya jumlah pemangsa ikan tembang pada saat penelitian yang terlihat dari jumlah predator ikan tembang seperti ikan layur yang tertangkap dan didaratkan sangat sedikit. Selain itu, kisaran suhu perairan juga mendukung untuk pertumbuhan ikan tembang. Menurut Hartami (2008) secara umum suhu permukaan air di Teluk Palabuhanratu berkisar antara C dan merupakan kisaran suhu yang optimal bagi pertumbuhan ikan tropis. Perbandingan hasil analisis laju mortalitas ikan tembang di Palabuhanratu dengan penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 7.

55 41 Tabel 7. Laju mortalitas alami (M) dan laju mortalitas penangkapan (F) ikan tembang di Palabuhanratu pada waktu penelitian yang berbeda Sumber Monintja et al. (1994) Tempat Teluk Palabuhanratu Laju Mortalitas Alami (M) per tahun Laju Mortalitas Penangkapan (F) per tahun 1,995 4,634 Syakila (2009) Teluk Palabuhanratu 1,146 7,376 Laju mortalitas penangkapan (F) ikan tembang adalah 7,376 per tahun. Laju mortalitas penangkapan ini jauh lebih besar dibandingkan laju mortalitas alami yaitu 1,146. Hal ini menunjukkan bahwa faktor kematian ikan tembang lebih besar disebabkan oleh kegiatan penangkapan. Mortalitas alami dipengaruhi oleh pemangsaan, penyakit, stres pemijahan, kelaparan dan usia tua (Sparre & Venema 1999). Oleh karena itu dapat diduga pula bahwa penurunan laju mortalitas alami disebabkan oleh menurunnya jumlah ikan yang tumbuh hingga berusia tua dan mengalami kematian secara alami akibat telah tertangkap lebih dulu karena tingginya aktifitas penangkapan. Tingginya laju mortalitas penangkapan dan menurunnya laju mortalitas alami juga dapat menunjukkan dugaan terjadinya kondisi growth overfishing yaitu sedikitnya jumlah ikan tua (Sparre & Venema 1999) karena ikan muda tidak sempat tumbuh akibat tertangkap sehingga tekanan penangkapan terhadap stok tersebut seharusnya dikurangi hingga mencapai kondisi optimum yaitu laju mortalitas penangkapan sama dengan laju mortalitas alami. Pada penelitian sebelumnya diperoleh nilai laju mortalitas penangkapan sebesar 4,634 per tahun. Jika dibandingkan dengan laju mortalitas yang diperoleh saat ini terlihat bahwa laju penangkapan ikan tembang di perairan Teluk Palabuhanratu mengalami peningkatan. Peningkatan laju penangkapan ini disebabkan oleh peningkatan jumlah upaya penangkapan (effort) yang terus dilakukan setiap tahunnya oleh nelayan di Teluk Palabuhanratu seperti disajikan pada Tabel 8.

56 42 Tabel 8. Data upaya penangkapan ikan tembang di Teluk Palabuhanratu tahun (unit) Tahun Effort (unit) Sumber : Ditjen Tangkap-DKP (2007) Berdasarkan hasil analisis juga diketahui laju eksploitasi ikan tembang di perairan Teluk Palabuhanratu sebesar 0,832 yang berarti 83,2% kematian ikan tembang di perairan tersebut disebabkan oleh aktifitas penangkapan. Laju eksploitasi ikan tembang yang besar disebabkan oleh penangkapan ikan tembang yang berlangsung setiap harinya oleh nelayan di Teluk Palabuhanratu. Bila dibandingkan dengan laju eksploitasi optimum yang dikemukakan oleh Gulland (1971) in Pauly (1984) yaitu sebesar 0,5 maka laju eksploitasi ikan tembang di perairan Teluk Palabuhanratu sudah melebihi nilai optimum tersebut. Nilai ini juga menguatkan indikasi adanya tekanan penangkapan yang tinggi terhadap stok ikan tembang di Teluk Palabuhanratu. Nilai mortalitas penangkapan dipengaruhi oleh tingkat eksploitasi. Semakin tinggi tingkat eksploitasi di suatu daerah maka mortalitas penangkapannya semakin besar (Lelono 2007). Selain itu, hal ini juga menjelaskan hasil analisis parameter pertumbuhan yang telah dibahas sebelumnya yaitu tingginya tekanan penangkapan mengakibatkan ukuran panjang maksimum ikan tertangkap saat ini menjadi lebih kecil serta meningkatnya koefisien pertumbuhan yang berarti umur ikan untuk mencapai panjang infinitif menjadi lebih pendek Model Stok Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Pendugaan potensi sumberdaya ikan tembang (S. fimbriata) dilakukan dengan menggunakan data hasil tangkapan ikan tembang yang ditangkap di perairan Teluk Palabuhanratu dan didaratkan di TPI Palabuhanratu serta upaya penangkapan yang menggunakan alat tangkap perahu motor tempel. Hasil tangkapan (produksi) serta upaya penangkapan ikan tembang berdasarkan data Statistik Perikanan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu dari tahun dapat dilihat pada Tabel 9.

57 CPUE (Ton/Unit) 43 Tabel 9. Hasil tangkapan (ton) dan upaya penangkapan (unit) ikan tembang di Palabuhanratu Tahun Produksi (Ton) Upaya (Unit) CPUE (Ton/Unit) , , , , , , , ,19 Sumber : Ditjen Tangkap-DKP (2004, 2005, 2006, 2007) Analisis potensi sumberdaya ikan tembang dilakukan dengan menggunakan model surplus produksi yang dikembangkan oleh Schaefer dan Fox. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data produksi dan upaya penangkapan ikan tembang di perairan Teluk Palabuhanratu dari tahun Dari Tabel 6 di atas secara umum hasil tangkapan per unit upaya penangkapan (CPUE) mengalami penurunan. Hal ini dapat mengindikasikan terjadinya penurunan stok ikan tembang di perairan Teluk Palabuhanratu. Namun untuk menyimpulkan hal tersebut perlu dilakukan kajian lebih lanjut. Grafik hubungan upaya dan hasil tangkapan per upaya (CPUE) dengan pendekatan Schaefer dan Fox dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11. 0,4000 0,3500 0,3000 0,2500 0,2000 0,1500 0,1000 0,0500 0,0000 y = -0,0008x + 0,5344 R² = 0, Upaya (Unit) Gambar 10. Grafik hubungan upaya dan CPUE dengan pendekatan Schaefer (1954)

58 Ln CPUE (Ton/Unit) 44 0,0000-0,5000 Upaya (Unit) ,0000-1,5000-2,0000-2,5000 y = -0,003x - 0,222 R² = 0,458-3,0000 Gambar 11. Grafik hubungan upaya dan CPUE dengan pendekatan Fox (1970) Dari hasil analisis diketahui nilai koefisien determinasi (r 2 ) hasil regresi antara upaya dengan hasil tangkapan per upaya (CPUE) model Schaefer lebih besar yaitu 63,33% dibandingkan dengan model Fox yaitu 45,8%. Hal ini menunjukkan model Schaefer lebih cocok untuk menggambarkan dinamika stok ikan tembang di Palabuhanratu pada periode sehingga dalam pengelolaan sumberdaya ikan tembang mengacu pada model Schaefer karena model yang mempunyai nilai koefisien determinasi (r 2 ) lebih besar menunjukkan model tersebut mempunyai hubungan yang lebih dekat dengan model yang sebenarnya (Walpole 1992). Hasil analisis model stok ikan tembang yang mengikuti model Schaefer memperoleh nilai upaya penangkapan optimum (f msy ) sebesar 334 unit per tahun dengan jumlah tangkapan maksimum lestari (MSY) sebesar 89,2448 ton per tahun dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC) sebesar 71,3958 ton per tahun. Berdasarkan nilai MSY yang diperoleh secara umum menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan tembang di Palabuhanratu berada di atas potensi lestarinya (MSY). Dari Tabel 6 terlihat bahwa pada tahun 2005 jumlah upaya penangkapan yang beroperasi di perairan Teluk Palabuhanratu sebesar 428 dan telah melebihi upaya penangkapan optimum sehingga mengakibatkan kondisi upaya tangkap lebih (overfishing). Jumlah upaya penangkapan yang melebihi batas optimum tersebut dapat menyebabkan menurunnya jumlah hasil tangkapan

59 Produksi (Ton) 45 (produksi) karena sudah melebihi potensi maksimum lestarinya seperti terlihat pada Gambar ,00 100,00 80,00 60, , ,00 0,00 Upaya (Unit) Schaefer Gambar 12. Hubungan upaya penangkapan dan hasil tangkapan (produksi) Jumlah upaya penangkapan yang telah melebihi upaya penangkapan optimum (f msy ) harus dibatasi sehingga sebaiknya tidak dilakukan penambahan upaya penangkapan lagi untuk kegiatan penangkapan ikan tembang di Teluk Palabuhanratu guna mengatasi kondisi upaya tangkap lebih (overfishing) yang terjadi di perairan tersebut. Beberapa ciri yang dapat menjadi patokan suatu perikanan sedang menuju kondisi upaya tangkap lebih adalah waktu melaut menjadi lebih panjang dari biasanya, lokasi penangkapan menjadi lebih jauh dari biasanya, ukuran mata jaring menjadi lebih kecil dari biasanya, yang kemudian diikuti produktivitas (hasil tangkapan per satuan upaya, CPUE) yang menurun, ukuran ikan yang semakin kecil, dan biaya penangkapan yang semakin meningkat (Widodo & Suadi 2006). Kondisi upaya tangkap lebih (overfishing) untuk sumberdaya ikan tembang di Teluk Palabuhanratu diindikasikan oleh ukuran mata jaring yang digunakan saat ini menjadi lebih kecil dari sebelumnya yaitu 1,5 inch dimana sebelumnya 1,75 ; 2,0 dan 2,25. Secara umum CPUE selama periode 4 tahun mengalami penurunan, dan panjang total ikan maksimum menjadi lebih kecil.

60 46 Menurut Widodo & Suadi (2006), upaya tangkap lebih (overfishing) secara sederhana dapat diartikan sebagai penerapan sejumlah upaya penangkapan yang berlebihan terhadap suatu stok ikan dan terbagi ke dalam dua pengertian yaitu growth overfishing dan recruitment overfishing. Growth overfishing terjadi jika ikan ditangkap sebelum mereka sempat tumbuh mencapai ukuran dimana peningkatan lebih lanjut dari pertumbuhan akan mampu membuat seimbang dengan penyusutan stok yang diakibatkan oleh mortalitas alami. Recruitment overfishing adalah pengurangan melalui penangkapan terhadap suatu stok sedemikian rupa sehingga jumlah stok induk tidak cukup banyak untuk memproduksi telur yang kemudian menghasilkan rekrut terhadap stok yang sama. Pada saat hasil tangkapan menurun kemungkinan terjadi salah satu dari kondisi tersebut atau terjadi keduanya secara bersamaan (Sparre & Venema 1999). Kondisi tangkap lebih yang terjadi pada stok ikan tembang di Teluk Palabuhanratu berdasarkan hasil analisis yang diperoleh diduga termasuk ke dalam pengertian growth overfishing sedangkan untuk menduga terjadinya recruitment overfishing pada stok ikan tembang perlu dilakukan penelitian lebih lanjut Rencana Pengelolaan Stok Ikan Tembang Pemanfaatan sumberdaya perikanan harus dilakukan secara rasional agar sumberdaya ikan tetap lestari. Menurut Undang-Undang Perikanan No 31 tahun 2004 bahwa pengelolaan perikanan dilakukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan serta terjaminnya kelestarian sumberdaya ikan. Tujuan utama pengelolaan perikanan adalah untuk menjamin produksi yang berkelanjutan dari waktu ke waktu dari berbagai stok ikan (resource conservation), terutama melalui berbagai tindakan pengaturan (regulations) dan pengkayaan (enhancement) yang meningkatkan kehidupan sosial nelayan dan sukses ekonomi bagi industri yang didasarkan pada stok ikan (Widodo 2002). Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh diketahui bahwa stok ikan tembang di Teluk Palabuhanratu telah mengalami penurunan dan terjadi kondisi tangkap lebih (overfishing) yang diduga lebih lanjut termasuk kondisi growth overfishing. Hal ini ditunjukkan dari perubahan yang terjadi dalam struktur populasi stok ikan yaitu meningkatnya koefisien pertumbuhan yang berarti umur

61 47 ikan untuk mencapai panjang infinitif menjadi lebih pendek dan ukuran ikan tertangkap yang semakin kecil, peningkatan laju mortalitas penangkapan, tingginya laju eksploitasi dan penurunan hasil tangkapan per satuan upaya. Untuk mencegah terjadinya pemanfaatan sumberdaya ikan tembang yang bersifat destruktif perlu dilakukan suatu pengelolaan sehingga menjamin produktivitas serta pemanfaatan terhadap sumberdaya ikan ini tetap lestari dan berkelanjutan. Pendekatan tujuan pengelolaan pada penelitian ini menggunakan konsep MSY sehingga model pengelolaan yang disarankan mengikuti model Schaefer yaitu upaya penangkapan yang digunakan sebaiknya tidak lebih dari 334 unit per tahun dengan jumlah maksimum tangkapan lestari sebesar 89,2448 ton per tahun dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 71,3958 ton per tahun. Pencegahan growth overfishing dapat dilakukan dengan pengaturan upaya penangkapan, pengaturan ukuran mata jaring dan penutupan musim atau daerah penangkapan (Widodo & Suadi 2006). Namun demikian, dalam pengelolaan perikanan sangat sulit untuk mengatur dan merubah kondisi yang telah ada sehingga upaya yang mungkin dilakukan adalah hanya berupa pembatasan seperti tidak mengijinkan perahu penangkap baru yang akan masuk ke perairan serta membatasi jumlah tangkapan nelayan tanpa mengurangi jumlah perahu nelayan yang telah ada saat ini sehingga tercapai pemanfaatan yang optimum.

62 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1. Ikan tembang (Sardinella fimbriata) di Teluk Palabuhanratu memiliki persamaan pertumbuhan L t = 170,23 (1-e [-1,48(t+0,40)] ). 2. Laju mortalitas total (Z) sebesar 8,522 per tahun dengan laju mortalitas alami (M) sebesar 1,146 dan laju mortalitas penangkapan (F) sebesar 7,376 sehingga diketahui bahwa kematian ikan tembang di Teluk Palabuhanratu sebagian besar diakibatkan oleh aktivitas penangkapan dengan laju eksploitasi (E) sebesar 0,866 dan sudah melebihi nilai optimum. 3. Model stok ikan tembang di Palabuhanratu mengikuti model Schaefer dengan upaya penangkapan optimum (f msy ) sebesar 334 unit per tahun dengan jumlah tangkapan maksimum lestari (MSY) sebesar 89,2448 ton per tahun dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC) sebesar 71,3958 ton per tahun. 4. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh diketahui bahwa ikan tembang di Teluk Palabuhanratu telah mengalami kondisi tangkap lebih (overfishing) yaitu growth overfishing Saran Dalam penelitian studi dinamika stok ikan tembang selanjutnya disarankan untuk dilakukan analisis aspek reproduksi dan pola rekrutmen agar dapat diketahui musim pemijahan ikan tembang sehingga dapat diduga musim penangkapan ikan tembang. Ikan contoh yang diambil sebaiknya mewakili setiap musim penangkapan sehingga informasi yang diperoleh dapat lebih menyeluruh. Selain itu, tidak menutup kemungkinan untuk digunakan model pengkajian stok yang lain sehingga dapat ditentukan model stok yang lebih mewakili untuk sumberdaya ikan tembang di perairan Teluk Palabuhanratu.

63 DAFTAR PUSTAKA Asriyana Distribusi dan makanan ikan tembang (Sardinella fimbriata Val) di Perairan Kendari, Sulawesi Tenggara [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 95 hlm. Atmaji W DKP dan kemiskinan nelayan. Suara Merdeka. Jawa Tengah. [terhubungberkala]. tm. [20 Desember 2008]. Beverton RJH & Holt SJ On the dynamics of exploited fish population. Her Majesty s Statinery Office. London, USA. 533 p. Boer M & Aziz KA Prinsip-prinsip dasar pengelolaan sumberdaya perikanan melalui pendekatan bio-ekonomi. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. III(2): Boyd CE Water quality in warmwater fish ponds. Auburn University Agricultural Experiments Station. Alabama, USA. 359 p. Busacker GP, Adelman IR, & Goolish EM Growth. p in Schreck, C. B and P. B. Moyle (editor), Methods for Fish Biology. American Fisheries Society, Maryland. USA. [Ditjen Tangkap-DKP] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Dinas Kelautan dan Perikanan Statistik perikanan tahun 2003 Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu. Sukabumi. xiii + 77 hlm. [Ditjen Tangkap-DKP] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Dinas Kelautan dan Perikanan Statistik perikanan tahun 2004 Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu. Sukabumi. xiv + 78 hlm. [Ditjen Tangkap-DKP] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Dinas Kelautan dan Perikanan Statistik perikanan tahun 2005 Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu. Sukabumi. xv + 78 hlm. [Ditjen Tangkap-DKP] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Dinas Kelautan dan Perikanan Statistik perikanan tahun 2006 Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu. Sukabumi. xvi + 77 hlm. Dwiponggo A Beberapa aspek biologi ikan lemuru, Sardinella spp. p In : Prosiding: Seminar perikanan lemuru Banyuwangi Januari Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta. Effani A Pendugaan pertumbuhan dan pola penambahan baru ikan tembang Sardinella fimbriata [Valentiennes, 1847] di perairan Selat Madura. Central Library of Brawijaya University. [terhubung berkala]. brawijaya.ac.id:jiubra &q=informasi. [25 Maret 2009].

64 50 Effendie MI Metode biologi perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 hlm. Effendie MI Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 163 hlm. Effendi H Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumbedaya dan lingkungan perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 hlm. [FAO] Food and Agriculture Organization Code of conduct for responsible fisheries. FAO. Rome, Italy. 41 p. Gulland JA Manual of methods for fish stock assessment, part 1: fish population analysis. FAO. Rome, Italy. 154 p. Gulland JA Fish stock assessment: a manual of basic methods, volume 1. John Wiley & Sons, inc. New York, USA. xii p. Haddon M Modelling and quantitative methods in fisheries. Chapman & Hall/CRC. London, USA. 406 p. Handriana J Pengoperasian pancing tonda pada rumpon di Selatan Perairan Teluk Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat [Skripsi]. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hlm. Hartami P Analisis Wilayah Perairan Teluk Pelabuhan Ratu untuk Kawasan Budidaya Perikanan Sistem Keramba Jaring Apung [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 142 hlm. Hutomo M & Martosewojo S Certain aspects of the biology of Sardinella fimbriata (Cuvier Valenciennes) from Jakarta Bay. Oseanologi di Indonesia No.5: Jurnal Nasional. [terhubung berkala]. [25 Maret 2009]. Irnawati R, Boesono H, & Khuliah A Kajian pengembangan perikanan tuna di Cilacap. p In : Prosiding: Seminar perikanan tangkap menuju paradigma teknologi perikanan tangkap yang bertanggung jawab dalam mendukung revitalisasi perikanan Agustus 2006, Bogor. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. King M Fisheries biology, assessment, and management. Fishing News Books. London, USA. 341 p. Kharat SS, Khillare YK & Dahanukar N Allometric scalling in growth and reproduction of a freshwater loach Nemacheilus mooreh (Sykes, 1839). Electronic Journal of Ichthyology, Volume 1: April, p [terhubung berkala]. [29 Juni 2009]. Lagler KF Freshwater fishery biology, 2 nd ed. WM. C. Company Publisher. Dubuque, Iowa, USA. 421 p.

65 51 Lelono TD Dinamika populasi dan biologi ikan lemuru (Sardinella lemuru) yang tertangkap dengan purse seine di Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi Trenggalek, p In: Isnansetyo A, Murwantoko, Yusuf IBL, Djumanto, Saksono H, Dewi IP, Setyobudi E, Soeparno, Prabasunu N, Budhiyanti SA, Ekantari N, Ptiyono SB (editor). Prosiding: Seminar nasional tahunan IV hasil penelitian perikanan dan kelautan 28 Juli Jurusan Perikanan dan Kelautan. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Monintja D, Zulkarnaen R & Mawardi W Studi tentang kelimpahan ikan tembang (Sardinella fimbriata) di Perairan Pelabuhan Ratu (tahap I: recruitment dan fishing mortality) [Laporan Penelitian]. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 104 hlm. Nybakken JW Biologi laut: suatu pendekatan ekologis. [Terjemahan dari Marine biology: An ecological approach]. Eidman HM, Koesoebiono, Bengen DG, Hutomo M, & Sukardjo S (penerjemah). PT Gramedia. Jakarta. 579 hlm. Pauly D Fish population dynamics in tropical waters : a manual for use with programmable calculators. ICLARM. Manila. Filipina. 325 p. Peristiwady T Ikan-ikan laut ekonomis penting di Indonesia. LIPI Press. Jakarta. xiv hlm. Poernomo S Langkah maju pengelolaan perikanan. Siaran Pers 02/02/2009, Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. [terhubung berkala]. [20 Maret 2009]. Pradini S Kebiasaan makanan ikan lemuru (Sardinella lemuru) dan keterkaitannya dengan ketersediaan pakan alami di Perairan Muncar, Banyuwangi [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hlm. Pratiwi NTM Studi kebiasaan makanan dan preferensi makanan ikan betutu (Oxyeleotris marmorata, Blkr) di Daerah Aliran Sungai Cisadane, Kabupaten Tangerang dan Waduk Saguling, Kabupaten Bandung [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 160 hlm. Robiyanto M Kebiasaan makanan ikan tembang (Clupea fimbriata) di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 46 hlm. Rosita R Studi kebiasaan makanan ikan tembang (Clupea fimbriata) pada bulan Januari-Juni 2006 di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 73 hlm.

66 52 Saanin H Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I dan II. Bina Cipta. Bandung. 508 hlm. Sparre P & Venema SC Introduksi pengkajian stok ikan tropis buku-i manual (Edisi Terjemahan). Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 438 hlm. Walpole RE Pengantar statistika, Edisi ke-3. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 515 hlm. Wewengkang I Analisis Sistem Usaha Penangkapan Ikan Layur (Trichiurus savala) di Palabuhanratu dan Kemungkinan Pengembangannya [Tesis]. Program Studi Teknologi Kelautan. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 92 hlm. Widodo J, Aziz KA & Naamin N Metode pengkajian stok (stock assessment), p In: Widodo J, Aziz KA, Priyono BE, Tampubolon GH, Naamin N, Djamali A (editor). Potensi dan Penyebaran sumberdaya komisi nasional pengkajian stok sumberdaya ikan laut di perairan Indonesia. Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Widodo J Pengantar pengkajian stok ikan. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 16 hlm. Widodo J & Suadi Pengelolaan sumberdaya perikanan laut. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 252 hlm. Wiyono ES Stok sumberdaya ikan dan keberlanjutan kegiatan perikanan. Inovasi Online, Volume 4: XVII/Agustus [terhubung berkala]. [29 Maret 2009]. Sardinella fimbriata. [terhubung berkala]. ame=sardinella&speciesname=fimbriata [15 Agustus 2008]. Tembang. [terhubung berkala]. pipp2/species.html?idkat=2&idsp=274 [13 Agustus 2008].

67

68 54 Lampiran 1. Alat yang digunakan Timbangan dapur digital Baskom kecil/wadah Meteran jahit dan penggaris panjang 30 cm

69 55 Lampiran 2. Metode pengukuran panjang total dan berat basah ikan contoh (a) Pengukuran panjang total ikan contoh (b) Pengukuran berat basah ikan contoh

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). 7 spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). Ikan kembung lelaki terdiri atas ikan-ikan jantan dan betina, dengan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang 2.1.1. Klasifikasi dan tata nama Menurut www.fishbase.org (2009) taksonomi ikan tembang (Gambar 3) diklasifikasikan sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum :

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang 2.1.1. Klasifikasi dan morfologi Menurut www.fishbase.org, klasifikasi ikan tembang (Gambar 1) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata kedalaman

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838 in www.fishbase.com) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian. 14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PPI Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh dari PPI Labuan merupakan hasil tangkapan nelayan disekitar perairan Selat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan Teluk Banten Perairan Karangantu berada di sekitar Teluk Banten yang secara geografis terletak pada 5 0 49 45 LS sampai dengan 6 0 02

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU i ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU DESI HARMIYATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rajungan (Portunus pelagicus) Menurut www.zipcodezoo.com klasifikasi dari rajungan adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostrata Ordo : Decapoda

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai dinamika stok ikan peperek (Leiognathus spp.) dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumberdaya Ikan Tembang Klasifikasi dan deskripsi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumberdaya Ikan Tembang Klasifikasi dan deskripsi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumberdaya Ikan Tembang 2.1.1 Klasifikasi dan deskripsi Klasifikasi ikan Tembang (Gambar 1) menurut www.fishbase.org (2012) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis). 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kuniran 2.1.1 Klasifikasi Ikan Kuniran Upeneus moluccensis, Bleeker 1855 Dalam kaitan dengan keperluan pengkajian stok sumberdaya ikan, kemampuan untuk mengidentifikasi spesies

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Ikan tembang (S. fimbriata)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Ikan tembang (S. fimbriata) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Klasifikasi ikan tembang menurut Saanin (1984) berdasarkan tingkat sistematikanya adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR 1 PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR (Trichiurus sp.) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT Adnan Sharif, Silfia Syakila, Widya Dharma Lubayasari Departemen Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta, terletak di sebelah utara kota Jakarta, dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata

Lebih terperinci

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004). 24 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Oktober 2011. Lokasi penelitian berada di Selat Sunda, sedangkan pengumpulan data dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut :

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846)  (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut : 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) www.fishbase.org (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii : Perciformes

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii : Perciformes 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Umum Ikan Kurisi (Nemipterus furcosus) Ikan kurisi merupakan salah satu ikan yang termasuk kelompok ikan demersal. Ikan ini memiliki ciri-ciri tubuh yang berukuran

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TPI Cilincing, Jakarta Utara. Pengambilan data primer berupa pengukuran panjang dan bobot ikan contoh yang ditangkap

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1. 1.Kondisi umum Perairan Utara Jawa Perairan Utara Jawa dulu merupakan salah satu wilayah perikanan yang produktif dan memilki populasi penduduk yang padat. Panjang

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 2.2. Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 2.2. Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pengelolaan perikanan adalah proses terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran Klasifikasi dan tata nama

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran Klasifikasi dan tata nama 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran 2.1.1. Klasifikasi dan tata nama Menurut www.fishbase.org (2010) taksonomi ikan kuniran (Gambar 2) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum

Lebih terperinci

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 9 dan MSY adalah: Keterangan : a : Perpotongan (intersept) b : Kemiringan (slope) e : Exponen Ct : Jumlah tangkapan Ft : Upaya tangkap (26) Model yang akan digunakan adalah model yang memiliki nilai korelasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. besar maupun sedikit. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 3 spesies ikan Kembung

TINJAUAN PUSTAKA. besar maupun sedikit. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 3 spesies ikan Kembung TINJAUAN PUSTAKA Ikan Kembung (Rastrelliger spp.) Ikan Kembung merupakan salah satu ikan pelagis yang sangat potensial di Indonesia dan hampir seluruh perairan Indonesia ikan ini tertangkap dalam jumlah

Lebih terperinci

STUDI DINAMIKA STOK IKAN LAYUR (Lepturacanthus savala) DI TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT

STUDI DINAMIKA STOK IKAN LAYUR (Lepturacanthus savala) DI TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT STUDI DINAMIKA STOK IKAN LAYUR (Lepturacanthus savala) DI TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT ADNAN SHARIF SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Sardinella sp. merupakan kelompok ikan-ikan pelagis kecil, dari famili

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Sardinella sp. merupakan kelompok ikan-ikan pelagis kecil, dari famili TINJAUAN PUSTAKA Ikan Tamban (Sardinella albella) Ikan Sardinella sp. merupakan kelompok ikan-ikan pelagis kecil, dari famili Clupeidae yang lebih umum dikenal sebagai ikan herring. Famili Clupeidae terdiri

Lebih terperinci

KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, PROVINSI DKI JAKARTA

KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, PROVINSI DKI JAKARTA KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, PROVINSI DKI JAKARTA YOGI MAULANA MALIK PERDANAMIHARDJA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 32 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Ikan Kurisi di Perairan Teluk Banten Penduduk di sekitar Teluk Banten kebanyakan memiliki profesi sebagai nelayan. Alat tangkap yang banyak digunakan oleh para nelayan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di PPN Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat (Gambar 2). Pengambilan data primer dilakukan selama tiga bulan dari tanggal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

KAJIAN POLA PERTUMBUHAN DAN CIRI MORFOMETRIK-MERISTIK BEBERAPA SPESIES IKAN LAYUR

KAJIAN POLA PERTUMBUHAN DAN CIRI MORFOMETRIK-MERISTIK BEBERAPA SPESIES IKAN LAYUR KAJIAN POLA PERTUMBUHAN DAN CIRI MORFOMETRIK-MERISTIK BEBERAPA SPESIES IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT Oleh : IRWAN NUR WIDIYANTO C24104077 SKRIPSI

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan dangkal Karang Congkak, Kepulauan Seribu, Jakarta. Pengambilan contoh ikan dilakukan terbatas pada daerah

Lebih terperinci

KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG DI PERAIRAN TELUK JAKARTA

KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG DI PERAIRAN TELUK JAKARTA 1 KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG DI PERAIRAN TELUK JAKARTA GENNY DINA CHAIRA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang berada di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakasanakan mulai awal bulan Maret sampai bulan Mei, dengan interval pengambilan data setiap dua minggu. Penelitian berupa pengumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Palabuhanratu merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang cukup tinggi di Jawa Barat (Oktariza et al. 1996). Lokasi Palabuhanratu

Lebih terperinci

2. METODOLOGI PENELITIAN

2. METODOLOGI PENELITIAN 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terdiri dari lokasi pengambilan udang mantis contoh dan lokasi pengukuran sumber makanan potensial udang mantis melalui analisis

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN Edy H.P. Melmambessy Staf Pengajar Univ. Musamus-Merauke, e-mail : edymelmambessy@yahoo.co.id ABSTRAK Ikan tongkol termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Perciformes

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Perciformes 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Biji Nangka 2.1.1. Klasifikasi Ikan biji nangka merupakan anggota dari famili Mullidae yang dikenal dengan nama goatfish. Menurut Cuvier (1829) in www.fishbase.org (2009)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang bersifat terbarukan (renewable). Disamping itu sifat open access atau common property yang artinya pemanfaatan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) Sumber :

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) Sumber : 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Ikan Cakalang Ikan cakalang (Gambar 1) dikenal sebagai skipjack tuna dengan nama lokal cakalang. Adapun klasifikasi ikan cakalang menurut Saanin (1984) adalah sebagai

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan peperek (Leiognathus spp.) Sumber : dkp.co.id

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan peperek (Leiognathus spp.) Sumber :  dkp.co.id 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Peperek 2.1.1. Klasifikasi dan morfologi Menurut Saanin (1984) klasifikasi ikan peperek (Gambar 1) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum :

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas 30 mm 60 mm PENDAHULUAN Ekonomis & Ekologis Penting R. kanagurta (kembung lelaki) ~ Genus Rastrelliger spp. produksi tertinggi di Provinsi Banten, 4.856,7 ton pada tahun 2013, menurun 2.5% dari tahun 2010-2013

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

Length-Weight based Stock Assesment Of Round Scad ( Decapterus russelli ) From Mapur Fishing Ground and Landed at Pelantar KUD Tanjungpinang

Length-Weight based Stock Assesment Of Round Scad ( Decapterus russelli ) From Mapur Fishing Ground and Landed at Pelantar KUD Tanjungpinang KAJIAN STOK IKAN LAYANG (Decapterus russelli) BERBASIS PANJANG BERAT DARI PERAIRAN MAPUR YANG DIDARATKAN DI TEMPAT PENDARATAN IKAN PELANTAR KUD KOTA TANJUNGPINANG Length-Weight based Stock Assesment Of

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumberdaya perikanan yang sangat besar. Walaupun demikian seiring meningkatnya jumlah penduduk dunia dan kebutuhan akan pangan

Lebih terperinci

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT JEANNY FRANSISCA SIMBOLON SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

KAJIAN STOK DAN ANALISIS KETIDAKPASTIAN SUMBERDAYA IKAN KURISI

KAJIAN STOK DAN ANALISIS KETIDAKPASTIAN SUMBERDAYA IKAN KURISI KAJIAN STOK DAN ANALISIS KETIDAKPASTIAN SUMBERDAYA IKAN KURISI (Nemipterus furcosus, Valenciennes 1830) DI PERAIRAN TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU ARMANSYAH DWI GUMILAR SKRIPSI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lemuru merupakan salah satu komoditas perikanan yang cukup penting. Berdasarkan data statistik perikanan Indonesia tercatat bahwa volume tangkapan produksi ikan lemuru

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

3.3 Pengumpulan Data Primer

3.3 Pengumpulan Data Primer 10 pada bagian kantong, dengan panjang 200 m dan lebar 70 m. Satu trip penangkapan hanya berlangsung selama satu hari dengan penangkapan efektif sekitar 10 hingga 12 jam. Sedangkan untuk alat tangkap pancing

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19 Dimana : Log m = logaritma dari panjang pada kematangan yang pertama Xt = logaritma nilai tengah panjang ikan 50% matang gonad x = logaritma dari pertambahan nilai tengah panjang pi = jumlah matang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber :

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber : 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Layur (Tricihurus lepturus) Layur (Trichiurus spp.) merupakan ikan laut yang mudah dikenal dari bentuknya yang panjang dan ramping. Ikan ini tersebar di banyak perairan dunia.

Lebih terperinci

MODEL PRODUKSI SURPLUS UNTUK PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

MODEL PRODUKSI SURPLUS UNTUK PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN i MODEL PRODUKSI SURPLUS UNTUK PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN NURALIM PASISINGI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Dan Morfologi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Klasifikasi ikan tembang menurut (Saanin, 1979) berdasarkan tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Dan Morfologi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Klasifikasi ikan tembang menurut (Saanin, 1979) berdasarkan tingkat 67 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Dan Morfologi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Klasifikasi ikan tembang menurut (Saanin, 1979) berdasarkan tingkat sistematikanya adalah sebagai berikut: Kingdom Filum

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Perikanan Layur di PPN Palabuhanratu Secara geografis, Teluk Palabuhanratu ini terletak di kawasan Samudera Hindia pada posisi 106 10-106 30 BT dan 6 50-7 30 LS dengan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian 21 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan dan pengumpulan data di lapangan dilakukan pada Bulan Maret sampai dengan April 2009. Penelitian dilakukan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah dan Sebaran Panjang Ikan Kuro Jumlah ikan kuro yang tertangkap selama penelitian berjumlah 147 ekor. Kisaran panjang dan bobot ikan yang tertangkap adalah 142-254 mm

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Gorontalo Utara. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Gorontalo Utara. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kabupaten Gorontalo Utara 1. Kondisi Goegrafis Kabupaten Gorontalo Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di Provinsi Gorontalo dengan luas yang

Lebih terperinci

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kurau Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus eleutheronema dan Species Eleutheronema

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia merupakan hasil tangkap sampingan dari perikanan rawai tuna (Prager et

BAB I PENDAHULUAN. dunia merupakan hasil tangkap sampingan dari perikanan rawai tuna (Prager et BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan berparuh (Istioporidae dan Xiphiidae) merupakan hasil tangkapan kedua terbesar setelah tuna, dimana terkadang tidak tercatat dengan baik di logbook (Cramer et

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus). 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan kurisi 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan kurisi terkenal sebagai ikan demersal yang hidup soliter dengan pergerakan yang lambat. Morfologi ikan kurisi dapat dilihat pada

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH INTAN KUSUMA JAYANTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. daerah yang berlumpur dan pada ekosistem mangrove. Ikan gelodok hanya

TINJAUAN PUSTAKA. daerah yang berlumpur dan pada ekosistem mangrove. Ikan gelodok hanya 21 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Ikan gelodok adalah ikan yang hidup di habitat intertidal ditemukan di daerah yang berlumpur dan pada ekosistem mangrove. Ikan gelodok hanya ditemukan

Lebih terperinci

The study of Sardinella fimbriata stock based on weight length in Karas fishing ground landed at Pelantar KUD in Tanjungpinang

The study of Sardinella fimbriata stock based on weight length in Karas fishing ground landed at Pelantar KUD in Tanjungpinang KAJIAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) BERBASIS PANJANG BERAT DI PERAIRAN KARAS YANG DI DARATKAN DI TEMPAT PENDARATAN IKAN PELANTAR KUD KOTA TANJUNGPINANG The study of Sardinella fimbriata stock

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT Umi Chodrijah 1, Agus Arifin Sentosa 2, dan Prihatiningsih 1 Disampaikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi perairan pesisir Banten yaitu perairan PLTU-Labuan Teluk Lada dan Teluk Banten Bojonegara, Provinsi Banten.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengembangan Sistem Sistem analisa dan informasi akan pengkajian stok ikan ini bernama CIAFISH (Calculation, Information, and Analysis of Fisheries). Program CIAFISH dirancang

Lebih terperinci

POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA

POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH RINA SARI LUBIS 090302054 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie- PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah Pengelolaan Perikanan 571 meliputi wilayah perairan Selat Malaka dan Laut Andaman. Secara administrasi WPP 571 di sebelah utara berbatasan dengan batas terluar ZEE Indonesia

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

VI. ANALISIS BIOEKONOMI 111 VI. ANALISIS BIOEKONOMI 6.1 Sumberdaya Perikanan Pelagis 6.1.1 Produksi dan Upaya Penangkapan Data produksi yang digunakan dalam perhitungan analisis bioekonomi adalah seluruh produksi ikan yang ditangkap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Palabuhan Ratu Perairan Palabuhan Ratu merupakan teluk semi tertutup yang berada di pantai selatan Jawa Barat, termasuk kedalam wilayah

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dari bulan Mei - Oktober 2011. Pengambilan ikan contoh dilakukan di perairan mangrove pantai Mayangan, Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ikan Peperek Klasifikasi dan Morfologi Menurut Saanin (1984) klasifikasi dari ikan peperek adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ikan Peperek Klasifikasi dan Morfologi Menurut Saanin (1984) klasifikasi dari ikan peperek adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAA 2.1 Ikan Peperek 2.1.1 lasifikasi dan Morfologi Menurut Saanin (1984) klasifikasi dari ikan peperek adalah sebagai berikut: Filum : Chordata elas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun Kepulauan Seribu (Gambar 2). Lokasi pengambilan contoh dilakukan di perairan yang

Lebih terperinci

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Maspari Journal 03 (2011) 24-29 http://masparijournal.blogspot.com Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Onolawe Prima Sibagariang, Fauziyah dan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Gambar 2 Peta Selat Bali dan daerah penangkapan ikan lemuru.

3 METODOLOGI. Gambar 2 Peta Selat Bali dan daerah penangkapan ikan lemuru. 3 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama bulan Juli 009 di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar - Perairan Selat Bali, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Perairan Selat Bali terletak

Lebih terperinci

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4.1 Kondisi Alat Tangkap dan Armada Penangkapan Ikan merupakan komoditas penting bagi sebagian besar penduduk Asia, termasuk Indonesia karena alasan budaya

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA PANTAI UNTUK PENGELOLAAN TAMAN REKREASI PANTAI KARTINI KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA PANTAI UNTUK PENGELOLAAN TAMAN REKREASI PANTAI KARTINI KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA PANTAI UNTUK PENGELOLAAN TAMAN REKREASI PANTAI KARTINI KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH MERTINA RAKHMAWATY SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci