MATERI PENDEKATAN KONSELING SINGKAT BERFOKUS SOLUSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MATERI PENDEKATAN KONSELING SINGKAT BERFOKUS SOLUSI"

Transkripsi

1 MATERI PENDEKATAN KONSELING SINGKAT BERFOKUS SOLUSI 1. Latar Belakang Konseling singkat berfokus solusi (SFBC), dipelopori oleh Insoo Kim Berg dan Steve DeShazer. Keduanya adalah direktur eksekutif dan peneliti senior di lembaga nirlaba yang disebut Brief Family Therapy Center (BFTC) di Milwaukee, Wisconsin, Amerika Serikat pada akhir tahun 1980-an. SFBC berbeda dengan terapi-terapi konvensional dengan menjauhkan diri dari masa lalu menuju baik masa sekarang maupun masa depan. SFBC merupakan salah satu pendekatan konseling Posmodern dengan mengedepankan keberdayaan konseli untuk mencari jalan keluar atau solusi sehingga konseli akan memilih sendiri tujuan yang hendak ia capai (Corey, 2013; Capuzzi dan Gross, 2011). Secara umum ada perbedaan yang mendasar antara pendekatan beriorientasi pemecahan masalah (solusi) dan pendekatan konvensional (psikoanalisis, gestalt, REBT, dan sebagainya). Seperti yang bisa dilihat dalam gambar 1. Pendekatan Konseling Berfokus Solusi Penyebab masalah belum tentu disesuaikan dengan pemecahannya (belum tentu match antara penyakitobatnya) Kurang memfokuskan pada permasalahannya namun lebih membahas solusi masalah tersebut Bersifat subjektif (menekankan pada sisi personal) Pendekatan Konvensional Penyebab masalah harus diketahui secara mendalam dan disesuaikan dengan pemecahannya/ solusinya Fokus pada pembahasan mencari akar sesuai sudut pandang teoritik daripada membahas solusi Obyektif dan lebih melihat dari sisi klinikal-medis (diselidiki secara mendasar masalah psikologisnya) Terapis/ konselor-konseli sebagai Umumnya konselor/ terapis partner untuk berkolaborasi bersama dipandang sebagai orang yang ahli (clients as expert in their life) dalam mengatasi masalah konseli (focus on counselors as expert) Gambar 1. Perbedaan Pendekatan SFBC dan Konvensional 1

2 Dalam perkembangannya, SFBC dipengaruhi model-model pemberian bantuan yang telah berkembang saat itu, diantaranya brief therapy yang dikembangkan Milton Erickson (Gladding, 2009), model perilaku, model kognitif-perilaku, dan sistem family therapy (Seligman, 2006). Secara filosofis, pendekatan SFBC didasari oleh suatu pandangan bahwa sejatinya kebenaran dan realitas bukanlah sesuatu yang bersifat absolut namun realitas dan kebenaran itu dapat dikonstruksikan. Seperti halnya pendekatan atau teori konseling yang lain, keberadaan pendekatan SFBC juga didasarkan pada landasan-landasan filosofis tertentu yang pada akhirnya menjadi paradigma dalam mengembangkan model dan teori SFBC yang ada pada saat ini. Secara filosofis, pendekatan SFBC didasari oleh suatu pandangan bahwa sejatinya kebenaran dan realitas bukanlah sesuatu yang bersifat absolut namun realitas dan kebenaran itu dapat dikonstruksikan. Pada dasarnya semua pengetahuan bersifat relatif karena ia selalu ditentukan oleh konstruk, budaya, bahasa atau teori yang kita terapkan kepada suatu fenomena tertentu. Dengan demikian, realitas dan kebenaran yang kita bangun (realitas yang kita konstruksikan) adalah hasil dari budaya dan bahasa kita. Apa yang dikemukakan tersebut merupakan beberapa pandangan yang dilontarkan oleh para penganut konstruktivisme sosial yang mengembangkan paradigmanya berdasarkan pandangan filosofis posmodern. Dalam perspektif terapeutik, konstruktivisme sosial merupakan sebuah perspektif terapeutik dengan suatu pandangan posmodern yang menekankan pada realitas konseli tanpa memperdebatkan apakah hal tersebut akurat atau rasional (Weishaar, 1993 dalam Corey, 2013). Pada dasarnya semua pengetahuan bersifat relatif karena ia selalu ditentukan oleh konstruk, budaya, bahasa atau teori yang kita terapkan kepada suatu fenomena tertentu. Dengan demikian, realitas dan kebenaran yang kita bangun (realitas yang kita konstruksikan) adalah hasil dari budaya dan bahasa 2

3 kita. Apa yang dikemukakan tersebut merupakan beberapa pandangan yang dilontarkan oleh para penganut konstruktivisme sosial yang mengembangkan paradigmanya berdasarkan pandangan filosofis postmodern. Dalam perspektif terapeutik, konstruktivisme sosial merupakan sebuah perspektif terapeutik dengan suatu pandangan posmodern yang menekankan pada realitas konseli tanpa memperdebatkan apakah hal tersebut akurat atau rasional (Weishaar, 1993 dalam Corey, 2013). Artinya bahwa pandangan postmoderen melihat bahwa pengetahuan hanya sebuah konstruksi sosial saja. Bagi orang-orang konstruksionisme sosial, realitas didasarkan pada penggunaan bahasa dan umumnya merupakan fungsi situasi di mana orangorang itu sendiri tinggal. Contohnya ketika seseorang merasa depresi, maka seketika itu dia mendefinisikan atau ia adopsi bahwa dirinya sedang depresi. Ketika sebuah definisi tentang diri telah diadopsi, akan sulit bagi individu tersebut untuk mengenali adanya perilaku yang berlawanan dengan definisi tersebut; contoh, sulit bagi seseorang yang menderita depresi untuk menyadari dan menghargai adanya masa-masa di dalam hidupnya di mana suasana hati/moodnya merasa baik atau senang (Corey, 2013). Dalam pemikiran postmoderen, bahasa dan penggunaannya menciptakan makna dalam cerita-cerita yang disampaikan oleh individu. Dengan demikian akan terdapat banyak sekali makna-makna cerita sebanyak orang-orang menceritakan kisah tersebut dan masing-masing cerita tersebut adalah benar bagi orang yang menceritakannya. Pemikiran postmodern tersebut memberikan dampak terhadap perkembangan teori konseling dan psikoterapi serta mempengaruhi praktik konseling dan psikoterapi kontemporer 2. Konsep Dasar 2.1 Pandangan tentang Hakikat Manusia 3

4 Pada dasarnya, Konseling Singkat Berfokus Solusi (SFBC) didasarkan pada pandangan yang positif dan optimistik tentang hakikat manusia (Corey, 2013; Gladding, 2009). Manusia adalah makhluk yang sehat dan kompeten. SFBC merupakan model konseling yang nonpatologis yang menekankan pentingnya kompetensi manusia daripada kekurangmampuan, dan kekuatan daripada kelemahannya. Disamping itu, Manusia mampu membangun solusi yang dapat meningkatkan kehidupannya. Manusia memiliki kemampuan menyelesaikan tantangan dalam hidupnya. Bagaimanapun pengaruh lingkungan terhadap manusia, konselor meyakini bahwa saat dalam layanan konseling, konseli mampu mengonstruksi (membangun) solusi terhadap masalah yang dihadapinya. Karena itu, konseli juga mampu mengonstruksi solusi terhadap masalahmasalah yang dihadapinya. Menurut de Shazer (dalam Corey, 2013) bahwa mengumpulkan informasi terkait masalah konseli bukanlah sesuatu yang penting, namun yang lebih utama adalah segera berkolaborasi bersama konseli untuk memfokuskan pada pencarian solusi-solusi yang sesuai dengan kemampuan diri konseli. Dalam SFBC, konseli memilih tujuan-tujuan yang mereka ingin capai dalam terapi, dan diberikan sedikit perhatian terhadap diagnosis, pembicaraan tentang sejarah, atau eksplorasi masalah (Bertolino & O Hanlon, 2002; Gingerich & Elisengart, 2000; O Hanlon & Weiner-Davis, 1989 dalam Corey, 2013) 2.2 Pandangan tentang Kepribadian Dalam pelaksanaan bantuan terhadap konseli, SFBC tidak menggunakan teori kepribadian dan psikopatologi yang berkembang saat ini. Konselor SFBC berkeyakinan bahwa kita tidak bisa memahami secara pasti tentang penyebab masalah individu. Oleh karena itu, konselor perlu tahu apa yang membuat orang memasuki masa depan yang lebih baik 4

5 dan lebih sehat, yaitu tujuan yang lebih baik dan lebih sehat. Individu tidak bisa mengubah masa lalu tetapi ia dapat mengubah tujuannya. Sebagai ganti teori kepribadian dan psikopatologi, masalah dan masa lalu, SFBC berfokus pada saat sekarang yang dipandu oleh tujuan positif yang spesifik yang dibangun berdasarkan bahasa konseli yang berada di bawah kendalinya (Prochaska & Norcross, 2007) 2.3 Asumsi Tingkah Laku Bermasalah Secara teoritik SFBC memandang masalah konseli bisa dilihat bahwa individu menjadi bermasalah karena ketidakmampuannya untuk mencari dan mengefektifkan dalam melakukan pemecahan yang telah dilakukannya. Dengan kata lain SFBC tidak ada memberikan konsep khusus tentang masalah yang dialami oleh konseli dan sejatinya konselor tidak bisa memahami secara pasti tentang penyebab masalah individu. Menurut Flanagan & Flanagan (2004:374) dalam pandangan postmodern masalah psikis dideskripsikan sebagai berikut: 1. Bahwa tidak ada diagnosis khusus atau kriteria khusus seperti pada penggunaan panduan diagnostik misalnya dengan DSM (Diagnostic and Statistic Manual for Mental Disorder) terhadap masalah psikis yang diderita oleh konseli khusus. 2. Mendiagnosis konseli dianggap sebagai prosedur yang tidak membantu (unhelpful procedure). Hal ini disebabakan karena terapis akan sibuk dan membuang banyak waktu dengan mencari masalah konseli serta akan memandang bahwa masalah konseli yang begitu luasnya diberikan kategori-kategori seakan-akan individu memang telah menderita masalah psikis yang berat. Misalnya individu (konseli) yang datang pada konselor menceritakan masalahnya, selanjutnya dengan hasil diagnosis konselor (misalnya dengan menggunakan DSM IV TR) ia dikategorikan sebagai orang yang depresi. Dengan demikian 5

6 konseli telah diberikan label bahwa dirinya adalah penderita depresi, karena apa yang konseli ungkapkan, sikapkan, perilakukan sesuai dengan apa yang tercantum dalam DSM. Dalam kondisi ini konselor/terapis lebih banyak mendiagnosis masalah konseli daripada memfokuskan pada solusi apa yang segera dikonstruk oleh konseli 3. Simptom-simptom masalah (misalnya: kecemasan, depresi) bukan wujud yang terpisah dari diri individu melainkan sebagai bagian dari pengalaman individu dlm menjalani keseluruhan kisah hidupnya. Dengan kata lain bahwa ketika individu memiliki gejala-gejala masalah yang terkait dengan psikisnya, maka masalah-masalah tersebut hakikatnya adalah bagian dari hidupnya yang memang memiliki peluang untuk muncul pada diri individu ketika ia menjalani kehidupannya. Hal ini menandakan bahwa sejatinya setiap individu mempunyai masalah-masalah tersebut (kecemasan, depresi, dsb) walaupun intensitas dan frekuensinya berbeda-beda. Dengan demikian individu tidak secara tiba-tiba atau mendadak memiliki masalah (misalnya kecemasan, depresi), namun justru individu dalam menjalani hidupnya berdampingan dengan masalah dan merupakan suatu kewajaran bahwa setiap manusia yang hidup memiliki masalah 3. Tujuan Konseling Pendekatan SFBC mencerminkan beberapa ide dasar tentang perubahan, interaksi, dan pencapaian tujuan-tujuan. Konselor SFBC yakin bahwa setiap orang memiliki kemampuan untuk menentukan tujuan-tujuan pribadi yang bermakna dan bahwa tiap orang memiliki kekuatan yang dibutuhkan untuk memecahkan permasalahan mereka. Tujuan tersebut bersifat unik bagi masing-masing klien dan tujuan tersebut dibuat oleh klien sendiri untuk menciptakan masa depan yang lebih bermakna (Prochaska & Norcross, 2007). Kurangnya kejelasan menganai preferensi, tujuan, dan hasil yang diinginkan 6

7 konseli dapat mengakibatkan kerenggangan antara konselor dan konseli. Oleh karena itu, sangat penting bahwa tahap awal terapi ditujukan untuk menggali apa saja yang diinginkan konseli dan permasalahan apa saja yang konseli bersedia untuk dipelajari (Bertolino & O Hanlon, 2002). Seorang konselor berfokus pada perubahan-perubahan yang kecil, realistik, dan dapat dicapai oleh klien yang dapat mengarahkan konseli pada hasil positif lainnya.. Karena kesuksesan cenderung dibangun dari keberhasilan kecil, tujuan-tujuan yang sederhana dipandang sebagai awal perubahan. Tujuan yang lebih baik dapat mengatasi masalah dan mengantarkan ke masa depan yang lebih produktif. Konselor perlu mengetahui karakteristik tujuan konseling yang baik dan produktif: positif, proses, saat sekarang, praktis, spesifik, kendali konseli, bahasa konseli. Dalam SFBT, terdapat beberapa bentuk tujuan: mengubah pandangan terhadap situasi atau suatu frame of reference (kerangka berpikir); merubah tindakan klien dalam menangani situasi problematis; dan mengarahkan kekuatan dan daya/tenaga yang dimiliki oleh klien (O Hanlon & Weiner- Davis, 1989 dalam Corey 2013). Tujuan utama dari SFBT meliputi membantu klien untuk mengadopsi pergeseran sikap dan bahasa klien dari berbicara mengenai permasalahan menjadi berbicara tentang berbagai solusi. Klien didorong untuk melakukan pembicaraan tentang perubahan atau solusi ketimbang berbicara mengenai masalah. Ini disadarkan asumsi bahwa apa yang kita bicarakan akan cenderung menjadi sesuatu yang kita hasilkan. Berbicara mengenai permasalahan akan menghasilkan permasalahan yang berkelanjutan. Berbicara mengenau perubahan akan menghasilkan perubahan. Saat individu belajar untuk berbicara, dalam artian apa yang mampu mereka lakukan dan kekuatan-kekuatan apa saja yang mereka miliki, dan tindakan apa saja yang telah mereka lakukan yang bekerja bagi dirinya, maka ini berarti bahwa mereka telah mencapai tujuan utama dari proses terapi 7

8 Selain itu, dalam pendekatan SFBC, ada beberapa konsep utama yang menjadi tujuan terapeutik (Walter & Peller, 1992; Proschaska & Norcross, 2007). Adapun kriteria tersebut adalah: 1.1.Bersifat positif Ungkapan tujuan yang terapiutik tidak berpusat pada kata-kata negatif. Ia mengandung kata maka, sebagai gantinya (instead). Sebagai contoh: ungkapan tujuan Saya akan meninggalkan kebiasaan minumminuman keras atau Saya akan keluar dari depresi dan ansietas, belum cukup mencerminkan suasana positif. Suasana positif baru tergambar dengan jelas ketika ungkapan tersebut bermuatan tindakan positif yang akan dilakukan, sehingga menjadi Sebagai ganti kebiasaan minum-minuman keras, saya berolah raga teratur lima kali dalam sepekan, Sebagai ganti depresi dan ansietas, saya mengikuti perkumpulan rohani setiap malam jum at. 1.2.Mengandung proses Kata kunci mewakili proses bagaimana, pertanyaan bertajuk bagaimana, semisal yang terwakili oleh pertanyaan bagaimana Anda akan melaksakan alternatif yang lebih sehat dan lebih membuahkan kebahagiaan ini? perlu terimplisitkan juga dalam tujuan terapeutik. Dalam tujuan terapeutik itu pula perlu terkandung jawaban atas pertanyaan tersebut. 1.3.Merangkum gagasan tentang kurun waktu kini Perubahan terjadi kini, bukan kemarin, bukan pula esok. Pertanyaan sederhana yang bisa membantu adalah, Setelah Anda meninggalkan hal yang lama hari ini, dan kemudian Anda tetap berada pada jalur yang tepat, hal apa yang akan Anda lakukan dengan cara yang berbeda? Apa pula yang akan Anda katakan dengan cara beda kepada diri Anda sendiri, hari ini juga, bukan esok? 8

9 1.4.Bersifat praktis Sifat praktis itu terwakili oleh jawaban yang memadai atas pertanyaan Sejauh mana tujuan Anda bisa dicapai?. Kata kunci di sini adalah dapat dicapai, dapat dilaksanakan. Konseli-konseli yang hanya menginginkan pasangan mereka, karyawan mereka, orang tua mereka, atau guru mereka berubah, tidak memiliki solusi yang dapat dilaksakan, dan mereka hanya kan berada dalam kehidupan yang dimuati lebih banyak problem. 1.5.Berusaha untuk merumuskan tujuan sespesifik mungkin Hal tersebut terwakili oleh jawaban yang memadai atas pertanyaan sespesifik apa Anda akan melakukan pekerjaan Anda?. Tujuan yang bersifat umum, global, abstrak atau ambigu, semisal yang terwakili oleh ungkapan Menggunakan waktu lebih banyak bersama keluargaku, tidak spesifik aku akan menggunakan waktu 15 menit untuk berjalan-jalan dengan ayahku setiap sore, atau Aku akan secara sukarela melatih regu sepakbola anakku. 1.6.Adanya kendali di tangan konseli Hal ini terwakili oleh jawaban yang memadai atas pertanyaan Apa yang akan Anda lakukan ketika alternatif baru terwujud?. Kata kunci disini adalah Anda. Artinya kata Anda karena memiliki kemampuan, tanggung jawab, dan kendali untuk mewujudkan hal-hal yang lebih baik Menggunakan bahasa konseli Gunakan kata-kata konseli untuk membentuk tujuan, bukan bahasa teoritis konselor. Aku akan bercakap-cakap sebagai sesama orang dewasa dengan ayahku lewat telepon seminggu sekali (bahasa konseli), adalah lebih efektif daripada Aku akan menyelesaikan konflik oedipalku dengan ayahku (bahasa teoritis konselor) 9

10 4. Prosedur Konseling Pada penerapan konseling singkat berfokus solusi, de Shazer & Yolan (2007) mengemukakan bahwa ada beberapa prinsip-prinsip utama yang mendasari pengaplikasian pendekatan ini dalam proses konseling. Hal tersebut meliputi seperti pada kotak 1 dibawah ini. PRINSIP-PRINSIP DASAR DALAM PENERAPAN SFBC Jika upaya (apa yg dilakukan konseli) tidak efektif, maka jangan sekali2 untuk tetap dipaksakan utk dilakukan. Jika upaya (apa yang dilakukan konseli) efektif/berhasil tetaplah untuk menjaga konsistensinya (jika perlu dapat dilakukan berulangulang) Jika upaya (apa yg dilakukan konseli) tidak bekerja dengan semestinya/tidak efektif, maka berhenti untuk melakukannya lagi. Menjaga proses konseling agar sesederhana mungkin Berdasarkan apa yang telah dipaparkan dalam kotak 2 menunjukkan bahwa dalam aplikasinya pendekatan SFBC telah memiliki rambu-rambu tertentu agar proses konseling memiliki daya efektifitas dan efisien terutama terkait proses pemecahan masalah. Meski demikian pendekatan ini tetap menekankan pembinaan hubungan yang kolaboratif pada awal sesi sehingga diharapkan antara konselor dan konseli bersama-sama merancang alternatif pemecahan masalah secara cepat. Bertolino dan O Hanlon (2002) menekankan pentingnya menciptakan hubungan-hubungan terapeutik yang kolaboratif dan melihat hal tersebut sebagai hal dibutuhkan agar terapi dapat berlangsung dengan sukses. Dengan mengakui bahwa terapis memiliki keahlian dalam menciptakan suatu konteks bagi perubahan, mereka menekankan bahwa para klien merupakan ahli di dalam kehidupan mereka sendiri dan seringkali memiliki pemahaman yang baik tentang apa saja yang bekerja dan tindakan apa saja yang tidak bekerja untuk dirinya di masa lalu, dan tindakan-tindakan apa saja yang dapat bekerja untuk dirinya di masa depan. Jika klien terlibat dalam proses terapi mulai dari awal sampai akhir, 10

11 kemungkinan terapi akan sukses jauh lebih besar. Singkatnya, hubungan kolaboratif dan kooperatif cenderung lebih efektif dibanding hubungan yang bersifat hirarki dalam terapi. Secara umum prosedur atau tahapan pelaksanaan SFBC menurut Corey (2013) adalah sebagai berikut: 1.1. Pada tahap ini konselor melakukan aktivitas sebagai berikut: (a) penciptaan kondisi fasilitatif dan kolaboratif, (b) pembicaraan topik netral, dan (c) penjelasan proses konseling 1.2. Konseli diberikan kesempatan untuk memaparkan masalah-masalah mereka yang dimungkinkan adanya solusi. Konselor mendengarkan dengan penuh perhatian dan cermat jawaban-jawaban konseli terhadap pertanyaan dari terapis, Bagaimana saya dapat membantu Anda? 1.3. Konselor berkolaborasi dengan konseli dalam membangun tujuan-tujuan yang dibentuk secara spesifik dengan baik secepat mungkin. Pertanyaannya adalah, apa yang akan menjadi berbeda dalam hidupmu ketika masalah-masalahmu terselesaikan? 1.4. Konselor menanyakan konseli tentang saat dimana masalah-masalah sudah tidak ada atau saat masalah-masalah terasa agak ringan. Konseli dibantu untuk mengeksplor pengecualian-pengecualian ini, dengan penekanan yang khusus pada apa yang mereka lakukan untuk membuat keadaan/ peristiwa-peristiwa tersebut terjadi Di akhir setiap percakapan membangun-solusi (solution-building), konselor memberikan konseli umpan balik simpulan, memberikan dorongan-dorongan, dan menyarankan apa yang konseli dapat amati atau lakukan sebelum sesi berikutnya yang lebih jauh untuk meyelesaikan masalah mereka. Secara umum proses konseling yang dilakukan oleh konselor pada sesi pertama menurut Sklare (2014) seperti yang ditunjukkan pada gambar 2. 11

12 Merumuskan Tujuan Tujuan Negatif Absen terhadap sesuatu Tujuan Positif Menginginkan sesuatu Gali lebih jauh apa yang dapat kamu lakukan yang menunjukkan bahwa kamu... aku tidak ingin untuk... Jadi apa yang dapat kamu lakukan sebagai ganti... Aku ingin orang lain utk berhenti... Apa perbedaan2 yg di luar? Apa yg kamu lakkukan jika mereka tidak berubah? Perubahan2 dari orang lain apa yg dapat dilakukan agar berguna untukmu Pertanyaan Keajaiban Apa lagi perbedaan/ kejadian setelah terjadi keajaiban Pertanyaan Pengecualian ceritakan pada saya kapan beberapa keajaiban (apa yang telah kamu sampaikan tadi) terjadi meskipun sejenak Pertanyaan Berskala (scalling) Adakah yang lain yang ingin saya butuhkan untuk diketahui Pesan 1. Pujian/penghargaan thd kesuksesan 2. Jembatan utk mengaitkan antara tujuan & tugas 3. Tugas : tindakan umum (observasi klien thd hal-hal yg dpt membawanya pada solusi) Gambar 2. Skema Tahapan Konseling SFBC Sesi 1 12

13 5. Teknik Konseling Dalam aplikasinya, pendekatan SFBC memiliki beberapa teknik intervensi khusus. Teknik ini dirancang dan dikembang dalam rangka membantu konseli untuk secara sadar membuat solusi atas permasalahan yang ia hadapi. Beberapa teknik dari SFBC (Corey, 2013; Capuzzi dan Gross, 2011) adalah: 1.1. Pertanyaan Pengecualian (Exception Question) Konselor SFBC menanyakan pertanyaan-pertanyaan exception untuk mengarahkan konseli pada waktu ketika masalah tersebut tidak ada. Exceptions merupakan pengalaman-pengalaman masa lalu dalam hidup konseli ketika pantas untuk mempunyai harapan masalah tersebut terjadi, tetapi bagaimanapun juga tetap tidak terjadi (de Shazer, 1985 dalam Corey 2013). Eksplorasi ini mengingatkan konseli bahwa masalah-masalah tidak semua-kuat dan tidak selamanya ada; hal itu juga memberikan suatu tempat dari kesempatan untuk menimbulkan sumber daya, menggunakan kekuatankekuatan, dan menempatkan solusi-solusi yang mungkin. Contoh Pertanyaan Pengecualian: Konseli:..Pak saya terus-menerus merasa sedih dan tidak nyaman semenjak saya berkonflik dengan sahabat dekat saya.. Konselor : Baik, dari apa yang kamu sampaikan tadi bisakah kamu sampaikan saat-saat dimana kamu merasa bahagia dengan sahabatmu atau kapan terakhir kamu merasa damai tanpa konflik ketika bersama sahabatmu?.. (konselor ingin melihat kemungkinan solusi ketika konseli sedang dalam kondisi yang berlawanan dengan apa yang disampaikan) Konseli:..Iya pak waktu kami mendiskusikan hobi, karena saya dan dia sama hobinya maka pasti asyik jika mengobrolkan hal ini... Konselor:..Wah bagus..nampaknya hal ini menjadikan kalian menjalin keakrapan ya..ehmm bisakah kamu gambarkan secara detail bagaimana kondisinya pada waktu itu? (konselor bersama klien berupaya mencari solusi berdasarkan pengalaman yang menyenangkan pada kondisi yang lain, sehingga dapat dijadikan kemungkinan alternatif solusi efektif) 1.2. Pertanyaan Keajaiban (Miracle Question) Meminta konseli untuk mempertimbangkan bahwa suatu keajaiban membuka suatu tempat untuk kemungkinan-kemungkinan di masa depan. Konseli didorong untuk membiarkan dirinya sendiri bermimpi tentang suatu cara/ 13

14 jalan untuk mengidentifikasi jenis-jenis perubahan yang paling mereka inginkan. Pertanyaan ini memiliki fokus masa depan dimana konseli dapat mulai untuk mempertimbangkan kehidupan yang berbeda yang tidak didominasi oleh masalah-masalah masa lalu dan sekarang ke arah pemuasan hidup yang lebih dimasa mendatang. Contoh Pertanyaan Keajaiban: Jika suatu keajaiban terjadi dan masalah Anda terpecahkan semalam, bagaimana Anda tahu bahwa hal tersebut telah terpecahkan, dan apa yang menjadi berbeda? Konseli kemudian didorong untuk melakukan apa yang menjadi berbeda kendati permasalahan dirasakan Pertanyaan berskala (Scaling Question) Scaling questions memungkinkan konseli untuk lebih memperhatikan apa yang mereka telah lakukan dan bagaimana mereka dapat mengambil langkah yang akan mengarahkan pada perubahan-perubahan yang mereka inginkan. Konselor selalu menggunakan scaling questions ketika perubahan dalam pengalaman seseorang tidak dapat diamati dengan mudah, seperti perasaan, suasana hati (mood), atau komunikasi. Contoh Pertanyaan Berskala: Seorang konseli yang mengemukakan perasaan-perasaan panik atau kegelisahan kepada konselor dapat dilihat tingkat kegelisahannya dengan mengaplikasikan teknik ini misalnya: Pada skala nol sampai 10, dimana nol adalah bagaimana perasaan Anda ketika pertama kali datang ke terapi dan 10 adalah perasaan Anda ketika terjadi keajaiban dan masalah Anda hilang, bagaimana Anda menilai kegelisahan Anda saat ini? 1.4.Rumusan Tugas Sesi Pertama (Formula First Session Task/FFST) Rumusan Tugas Sesi Pertama adalah suatu format tugas yang diberikan oleh konselor kepada konseli untuk diselesaikan pada antara sesi pertama dan sesi kedua. Konselor dapat berkata: Diantara saat ini dan pertemuan kita selanjutnya, saya berharap Anda dapat mengamati, sehingga Anda dapat menjelaskan pada saya pada pertemuan yang akan datang, tentang apa yang terjadi pada (keluarga, hidup, pernikahan, hubungan) Anda yang harapkan terus terjadi (de Shazeer, 1985, dalam Corey, 2013). 14

15 1.5.Umpan balik (Feedback) Para konselor SFBC pada umumnya mengambil waktu 5 sampai 10 menit pada akhir setiap sesi untuk menyusun suatu ringkasan pesan untuk konseli. Selama waktu ini konselor memformulasikan umpan balik yang akan diberikan pada konseli. Dalam pemberian umpan balik ini memiliki tiga bagian dasar yaitu sebagai pujian, jembatan penghubung dan pemberian tugas. 1.6.Presession change question (Pertanyaan perubahan prapertemuan) Pertanyaan perubahan prapertemuan dimaksudkan untuk menemukan pengecualian/mengeksplorasi solusi yang telah diupayakan konseli sebelum pertemuan konseling. Tujuannya menciptakan harapan terhadap perubahan, menekankan peran aktif dan tanggung jawab konseli dan menunjukkan bahwa perubahan bisa terjadi di luar ruang konseling. 6. Keunggulan dan Keterbatasan a. Keunggulan Berfokus pada solusi. Treatment terfokus pada hal yang spesifik dan jelas. Penggunaan waktu yang efektif. Berorientasi pada di sini dan sekarang (here and now). Penggunaan teknik-teknik intervensi bersifat fleksibel dan praktis b. Keterbatasan Dalam waktu relatif singkat konselor harus mampu melakukan penilaian untuk membantu konseli memformulasikan tujuan khusus, dan secara efektif menggunakan intervensi yang tepat hal ini dapat menimbulkan kesan prematur. Posisi not-knowing dapat menjadi kendala dalam seting multikultural Konseling bertujuan tidak secara tuntas menyelesaikan masalah konseli. Dalam penerapannya menuntut keterampilan konselor dalam penggunaan bahasa. Dalam proses konseling akan terjadi hambatan ketika konseli sulit untuk diajak berimajinasi. 15

16 Tidak ada seperangkat resep pemecahan masalah atau solusi secara tepat yang harus diikuti semuanya tergantung subyektifitas konseli Kurangnya pengalaman konselor memungkinkan memandang SFBC hanya sebagai teknik Kurangnya perhatian pada pendefinisian problem atau menyederhanakan problem 16

KEBERHASILAN KONSELING SINGKAT BERFOKUS SOLUSI MENGATASI PERMASALAHAN

KEBERHASILAN KONSELING SINGKAT BERFOKUS SOLUSI MENGATASI PERMASALAHAN KEBERHASILAN KONSELING SINGKAT BERFOKUS SOLUSI MENGATASI PERMASALAHAN Slameto, FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga slameto_uksw@yahoo.com ABSTRAK Perkembangan teori dan teknologi dalam bidang

Lebih terperinci

SOLUTION FOCUSED BRIEF COUNSELING (SFBC): ALTERNATIF PENDEKATAN DALAM KONSELING KELUARGA

SOLUTION FOCUSED BRIEF COUNSELING (SFBC): ALTERNATIF PENDEKATAN DALAM KONSELING KELUARGA SOLUTION FOCUSED BRIEF COUNSELING (SFBC): ALTERNATIF PENDEKATAN DALAM KONSELING KELUARGA Sumarwiyah Edris Zamroni Richma Hidayati Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus e-mail

Lebih terperinci

SOLUTION FOCUSED BRIEF GROUP THERAPY (SFBGT)

SOLUTION FOCUSED BRIEF GROUP THERAPY (SFBGT) 43 MODUL SOLUTION FOCUSED BRIEF GROUP THERAPY (SFBGT) Untuk Perilaku Agresif Remaja Oleh : Danang Setyo Budi Baskoro 44 Solution Focused Brief Group Therapy Untuk Perilaku Agresif Remaja Pengertian Solution

Lebih terperinci

Intervensi Kelompok (pengantar II) Danang Setyo Budi Baskoro, M.Psi

Intervensi Kelompok (pengantar II) Danang Setyo Budi Baskoro, M.Psi Intervensi Kelompok (pengantar II) Danang Setyo Budi Baskoro, M.Psi Konseling Kelompok Salah satu bentuk konseling dengan memanfaatkan kelompok untuk membantu, memberi umpan balik dan pengalaman belajar

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

MATERI DAN PROSEDUR. Pertemuan I : Pre-Session

MATERI DAN PROSEDUR. Pertemuan I : Pre-Session MATERI DAN PROSEDUR Pertemuan I : Pre-Session 1. Sesi 1 : Penjelasan tentang program intervensi Tujuan : - Membuat partisipan paham tentang terapi yang akan dilakukan - Memunculkan motivasi pada diri partisipan

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem

Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem Modul ke: Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem Fakultas Psikologi Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konseling Berbasis Problem Konseling berbasis problem:

Lebih terperinci

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran)

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran) A. Identitas Nama Umur Jenis kelamin Agama Pekerjaan Asal Sekolah Kelas : Nissa (Nama Samaran) : 18 tahun : Perempuan : Islam : Siswa : SMA Negeri 1 Sanden : XII Semester : 1 Alamat B. Deskripsi Kasus

Lebih terperinci

Reality Therapy. William Glasser

Reality Therapy. William Glasser Reality Therapy William Glasser 1. Latar Belakang Sejarah William Glasser lahir tahun 1925, mendapatkan pendidikan di Cleveland dan menyelesaikan sekolah dokter di Case Western Reserve University pada

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy)

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy) Modul ke: Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy) Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendekatan Kognitif Terapi kognitif: Terapi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisis tentang Gejala Gejala Depresi Yang Di Tampakkan Seorang

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisis tentang Gejala Gejala Depresi Yang Di Tampakkan Seorang 85 BAB IV ANALISA DATA A. Analisis tentang Gejala Gejala Depresi Yang Di Tampakkan Seorang Remaja Akibat Hamil di Luar Nikah di Desa UjungPangkah Gresik. Berdasarkan data yang dilakukan oleh konselor dalam

Lebih terperinci

Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi

Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 05 61033 Abstract Dalam perkuliahan ini akan didiskusikan mengenai Ketrampilan Dasar Konseling:

Lebih terperinci

Psikologi Konseling MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10

Psikologi Konseling MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10 MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Problem Solving Counseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 10 MK 61033 Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog Abstract Modul

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah data diperoleh dari

BAB IV ANALISIS DATA. penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah data diperoleh dari BAB IV ANALISIS DATA Pada bab ke empat ini peneliti akan menguraikan analisis dari data penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah data diperoleh dari lapangan yang berupa observasi dan wawancara

Lebih terperinci

Konsep Diri Rendah di SMP Khadijah Surabaya. baik di sekolah. Konseli mempunyai kebiasaan mengompol sejak kecil sampai

Konsep Diri Rendah di SMP Khadijah Surabaya. baik di sekolah. Konseli mempunyai kebiasaan mengompol sejak kecil sampai BAB IV ANALISIS ISLAMIC COGNITIVE RESTRUCTURING DALAM MENANGANI KONSEP DIRI RENDAH SEORANG SISWA KELAS VIII DI SMP KHADIJAH SURABAYA A. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Seorang Siswa Kelas VIII Mengalami

Lebih terperinci

Teori dan Teknik Konseling. Nanang Erma Gunawan

Teori dan Teknik Konseling. Nanang Erma Gunawan Teori dan Teknik Konseling Nanang Erma Gunawan nanang_eg@uny.ac.id Konselor memiliki daya terapeutik Diri konselor adalah sebagai instrumen Memiliki pengetahuan mengenai: - teori kepribadian dan psikoterapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, Dadang yang awalnya ingin melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara serentak batal menikah, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alrefi, 2014 Penerapan Solution-Focused Counseling Untuk Peningkatan Perilaku Asertif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alrefi, 2014 Penerapan Solution-Focused Counseling Untuk Peningkatan Perilaku Asertif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa awal remaja adalah masa seorang anak memiliki keinginan untuk mengetahui berbagai macam hal serta ingin memiliki kebebasan dalam menentukan apa yang ingin dilakukannya

Lebih terperinci

PENDEKATAN PENELITIAN (Strategi Penelitian) KUALITATIF

PENDEKATAN PENELITIAN (Strategi Penelitian) KUALITATIF PENDEKATAN PENELITIAN (Strategi Penelitian) KUALITATIF Adalah jenis-jenis rancangan penelitian yang menetapkan prosedur-prosedur khusus dalam penelitian Tugas individual Carilah penelitian kualitatif (bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Merupakan masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah komunikasi dalam konteks pedagogi adalah hal yang penting karena ketika proses pembelajaran berlangsung didalamnya terdapat interaksi antara guru dengan siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.I Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia hidup di zaman global yang menuntut perubahan sangat pesat, serta muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya. Di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas. 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam Bab berikut dipaparkan mengenai latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan dan pertanyaan penelitian, tujuan peneltian dan manfaat penelitian. A. Latar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. ketika melakukan observasi dan wawancara. dengan demikian dapat diketahui. untuk Menangani Anak Middle Child Syndrome. Tabel 4.

BAB IV ANALISIS DATA. ketika melakukan observasi dan wawancara. dengan demikian dapat diketahui. untuk Menangani Anak Middle Child Syndrome. Tabel 4. BAB IV ANALISIS DATA Dalam penelitian ini konselor menggunakan analisis deskripstif komparatif maksudnya adalah membandingkan data teori dengan data yang terjadi dilapangan ketika melakukan observasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB II TEKNIK KONSELING DALAM TEORI GESTALT

BAB II TEKNIK KONSELING DALAM TEORI GESTALT BAB I PENDAHULUAN Konseling atau Terapi Gestalt dikembangkan dari sumber dan pengaruh tiga disiplin ilmu yang sangat berbeda, yaitu Psikoanalisis yang dikembangkan oleh Wilhelm Reih, Fenomenologi Eksistensialisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi menyentuh segala aspek kehidupan manusia, tidak ada kegiatan yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan sebagai bagian intergral dari pelayanan kesehatan, ikut menentukan mutu dari pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan sebagai bagian intergral dari pelayanan kesehatan, ikut menentukan mutu dari pelayanan kesehatan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu keperawatan adalah suatu ilmu yang mempelajari pemenuhan kebutuhan dasar manusia mulai dari biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pemenuhan dasar tersebut

Lebih terperinci

Konseling merupakan inti kegiatan bimbingan secara keseluruhan yang berkenaan dengan pengentasan masalah dan fasilitasi perkembangan individu

Konseling merupakan inti kegiatan bimbingan secara keseluruhan yang berkenaan dengan pengentasan masalah dan fasilitasi perkembangan individu Konsep Dasar Konseling Dr. Suherman, M.Pd. Universitas Pendidikan Indonesia Konseling merupakan inti kegiatan bimbingan secara keseluruhan yang berkenaan dengan pengentasan masalah dan fasilitasi perkembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis

BAB II KAJIAN TEORETIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Komunikasi Matematis a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis Agus (2003) komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses penyampaian makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Psikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 12 61033 Agustini, M.Psi., Psikolog Abstract Dalam perkuliahan ini akan

Lebih terperinci

INTERVENSI DALAM PSIKOLOGI KLINIS. DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id

INTERVENSI DALAM PSIKOLOGI KLINIS. DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id INTERVENSI DALAM PSIKOLOGI KLINIS DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id dita.lecture@gmail.com INTERVENSI? Penggunaan prinsip-prinsip psikologi untuk menolong orang mengalami masalah-masalah

Lebih terperinci

Bab 5 PENUTUP. 1. Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kebencian Hd. a. Ayah Hd melakukan poligami. contoh yang baik bagi anaknya.

Bab 5 PENUTUP. 1. Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kebencian Hd. a. Ayah Hd melakukan poligami. contoh yang baik bagi anaknya. 78 Bab 5 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kebencian Hd terhadap ayahnya adalah: a. Ayah Hd melakukan poligami. b. Ayahnya kurang perhatian dikala istrinya (ibu Hd

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN TEORETIS BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan pustaka 2.1.1 Komunikasi Teraupetik Menurut Stuart (1998), mengatakan komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam memperbaiki

Lebih terperinci

Teori CIP (Cognitive Information Processing)

Teori CIP (Cognitive Information Processing) Banyak anggota prajurit tamtama angkatan bersenjata yang berada dalam masa transisi, mengamankan pekerjaan-pekerjaan atau karir baru merupakan prioritas paling tinggi mereka, memerlukan konselor-konselor

Lebih terperinci

MODUL VII COGNITIVE THERAPY AARON BECK

MODUL VII COGNITIVE THERAPY AARON BECK www.mercubuana.ac.id MODUL VII COGNITIVE THERAPY AARON BECK Aaron Beck adalah psikiater Amerika yang merintis penelitian pada psikoterapi dan mengembangkan terapi kognitif. Ia dianggap sebagai bapak cognitive

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah mempertinggi kemahiran siswa dalam menggunakan bahasa meliputi kemahiran menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Lebih terperinci

Membangun Ketrampilan Memfasilitasi

Membangun Ketrampilan Memfasilitasi Membangun Ketrampilan Memfasilitasi Fasilitasi menjelaskan proses membawa satu kelompok melalui cara pembelajaran, atau berubah dengan cara yang mendorong semua anggota kelompok tersebut, untuk berpartisipasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan, kini orangtua semakin memiliki banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk mendaftarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 55 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian didasarkan kepada pendekatan penelitian kualitatif didasari pertimbangan sebagai berikut : a. Penelitian secara spesifik fokus pada proses praktikum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Unconditional Self-Acceptance (USA). USA yang timbul dari penilaian individu

BAB II LANDASAN TEORI. Unconditional Self-Acceptance (USA). USA yang timbul dari penilaian individu BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penerimaan diri 2.1.1 Definisi Penerimaan Diri Ellis (dalam Richard et al., 201) konsep penerimaan diri disebut Unconditional Self-Acceptance (USA). USA yang timbul dari penilaian

Lebih terperinci

WAWANCARA. Marheni Eka Saputri

WAWANCARA. Marheni Eka Saputri WAWANCARA Marheni Eka Saputri Purpose and Objectives Arti pentingnya wawancara bagi pekerjaan dan perusahaan Mempelajari Jenis Wawancara dan Jenis- Jenis Pertanyaan dalam Wawancara Memahami struktur wawancara

Lebih terperinci

1. Bab II Landasan Teori

1. Bab II Landasan Teori 1. Bab II Landasan Teori 1.1. Teori Terkait 1.1.1. Definisi kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru dihadapkan pada karakterisktik siswa yang beraneka ragam dalam kegiatan pembelajaran. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajar secara lancar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Pendekatan Terapi Realitas (Reality Therapy)

Psikologi Konseling Pendekatan Terapi Realitas (Reality Therapy) Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Konseling Pendekatan Terapi Realitas (Reality Therapy) Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Terapi Realitas (Reality

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TEKNIK BIBLIOTERAPI DALAM MENANGANI FRUSTRASI

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TEKNIK BIBLIOTERAPI DALAM MENANGANI FRUSTRASI BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TEKNIK BIBLIOTERAPI DALAM MENANGANI FRUSTRASI SEORANG PEMUDA PUTUS CINTA DI DESA BADANG NGORO JOMBANG A. Analisis Proses Pelaksanaan Bimbingan

Lebih terperinci

TERAPI MODALITAS DALAM KEPERAWATAN JIWA

TERAPI MODALITAS DALAM KEPERAWATAN JIWA TERAPI MODALITAS DALAM KEPERAWATAN JIWA TERAPI MODALITAS DALAM KEPERAWATAN JIWA Pendahuluan Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. 1. Analisis tentang bentuk-bentuk Disharmoni Keluarga yang terjadi di. Desa Mojorejo Pungging Mojokerto

BAB IV ANALISIS DATA. 1. Analisis tentang bentuk-bentuk Disharmoni Keluarga yang terjadi di. Desa Mojorejo Pungging Mojokerto BAB IV ANALISIS DATA 1. Analisis tentang bentuk-bentuk Disharmoni Keluarga yang terjadi di Desa Mojorejo Pungging Mojokerto Dalam menganalisa pelaksanaan Bimbingan dan konseling Islam dengan konseling

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. Setelah diperoleh data dari lapangan melalui wawancara, observasi, dan

BAB IV ANALISIS DATA. Setelah diperoleh data dari lapangan melalui wawancara, observasi, dan 85 BAB IV ANALISIS DATA Setelah diperoleh data dari lapangan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi seperti yang sudah dipaparkan penulis, maka penulis menganalisa dengan analisa deskriptif. Adapun

Lebih terperinci

Konseling Kelompok. Pertemuan ke-13

Konseling Kelompok. Pertemuan ke-13 Konseling Kelompok Pertemuan ke-13 Pengantar Konseling kelompok memungkinkan konselor menghadapi bbrp konseli - dg keuntungan biaya yg lebih murah dmn proses kelompok jg memiliki keuntungan dg tjdnya keunikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Permasalah penelitian yang ingin dijabarkan disini adalah mengenai

BAB III METODE PENELITIAN. Permasalah penelitian yang ingin dijabarkan disini adalah mengenai BAB III METODE PENELITIAN Permasalah penelitian yang ingin dijabarkan disini adalah mengenai pengalaman subjek yang menderita HIV positif. Teori Viktor E. Frankl dalam penelitian ini dinyatakan bukan sebagai

Lebih terperinci

Terapi Cerita Bergambar Untuk Mengurangi Kesulitan Dalam Berkomunikasi Pada Seorang Remaja di Desa Wedoro Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo

Terapi Cerita Bergambar Untuk Mengurangi Kesulitan Dalam Berkomunikasi Pada Seorang Remaja di Desa Wedoro Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam Vol. 05, No. 01, 2015 ------------------------------------------------------------------------------- Hlm. 108 117 Terapi Cerita Bergambar Untuk Mengurangi Kesulitan

Lebih terperinci

Psikologi Konseling. Review Materi dan Praktikum. Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

Psikologi Konseling. Review Materi dan Praktikum. Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Psikologi Konseling Modul ke: Review Materi dan Praktikum Fakultas PSIKOLOGI Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengertian Konseling sebagai hubungan membantu

Lebih terperinci

Berikut adalah analisis dari hasil penelitian yang didapat dari wawancara dengan

Berikut adalah analisis dari hasil penelitian yang didapat dari wawancara dengan 124 5.1.2 Analisis Hasil Wawancara Berikut adalah analisis dari hasil penelitian yang didapat dari wawancara dengan kelima informan: Dari penelitian penulis mendapatkan bahwa konselor melakukan strategi

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. prakteknya. Membangun hubungan ini juga sangat penting bagi klien untuk

BAB III PENYAJIAN DATA. prakteknya. Membangun hubungan ini juga sangat penting bagi klien untuk BAB III PENYAJIAN DATA Membangun hubungan konseling antara konselor dan klien dalam mengatasi konflik pernikahan sangat penting bagi seorang konselor dalam prakteknya. Membangun hubungan ini juga sangat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS (BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI PERILAKU FIKSASI

BAB IV ANALISIS (BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI PERILAKU FIKSASI BAB IV ANALISIS (BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI PERILAKU FIKSASI PADA ANAK (STUDI KASUS ANAK YANG SELALU BERGANTUNG PADA ORANG LAIN)) A. Analisis Proses Pelaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada

Lebih terperinci

KONSELING KELOMPOK.

KONSELING KELOMPOK. KONSELING KELOMPOK http://kajianpsikologi.guru-indonesia.net Latar Belakang Konseling kelompok (salah satu prosedur terapeutik) menjadi metode kelompok yang semakin populer Atkinson (1991), keuntungan

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Di negara maju, penyakit stroke pada umumnya merupakan penyebab

BABI PENDAHULUAN. Di negara maju, penyakit stroke pada umumnya merupakan penyebab BAE~ I PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakaog Masalah Di negara maju, penyakit stroke pada umumnya merupakan penyebab kematian nomor tiga pada kelompok usia lanjut, setelah penyakit jantung dan

Lebih terperinci

JURNAL STUDI TENTANG CIRI-CIRI KEPRIBADIAN KONSELOR SEKOLAH SISWA KELAS XI SMKN 3 BOYOLANGU TULUNGAGUNG

JURNAL STUDI TENTANG CIRI-CIRI KEPRIBADIAN KONSELOR SEKOLAH SISWA KELAS XI SMKN 3 BOYOLANGU TULUNGAGUNG JURNAL STUDI TENTANG CIRI-CIRI KEPRIBADIAN KONSELOR SEKOLAH SISWA KELAS XI SMKN 3 BOYOLANGU TULUNGAGUNG The Study On Personality Characteristics Of School Counselors Class Xi Smk 3 Boyolangu Tulungagung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

Temukan diri Anda dan kemungkinankemungkinan. untuk masa depan Anda. Basic Training

Temukan diri Anda dan kemungkinankemungkinan. untuk masa depan Anda. Basic Training Temukan diri Anda dan kemungkinankemungkinan baru untuk masa depan Anda. Basic Training Anda adalah guru terbaik untuk diri Anda sendiri. Basic Training AsiaWorks menggunakan pendekatan pembelajaran berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Salah satu indikasi bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Salah satu indikasi bahwa manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Salah satu indikasi bahwa manusia sebagai makhluk sosial adalah perilaku komunikasi antarmanusia. Manusia tidak dapat hidup sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan secara efektif dan efisien yang dimulai dari perencanaan, mengupayakan agar individu dewasa tersebut mampu menemukan

BAB I PENDAHULUAN. berjalan secara efektif dan efisien yang dimulai dari perencanaan, mengupayakan agar individu dewasa tersebut mampu menemukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan upaya secara sistematis yang dilakukan pengajar untuk mewujudkan proses pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien yang dimulai

Lebih terperinci

Layanan Bimbingan dan Konseling Berbasis Gender

Layanan Bimbingan dan Konseling Berbasis Gender Layanan Bimbingan dan Konseling Berbasis Gender oleh : Sigit Sanyata Pelatihan Sadar Gender Untuk Mengoptimalkan Layanan Bimbingan dan Konseling Bagi Guru Bimbingan dan Konseling di Kabupaten Kulonprogo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa yang memasuki lingkungan sekolah baru, memiliki harapan dan tuntutan untuk mencapai kesuksesan akademik serta dapat mengatasi hambatan yang ada. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat tinggi, sedang, maupun rendah. Masalah (problem) didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tingkat tinggi, sedang, maupun rendah. Masalah (problem) didefinisikan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu kerap mengalami masalah tanpa terkecuali baik dalam tingkat tinggi, sedang, maupun rendah. Masalah (problem) didefinisikan sebagai suatu pernyataan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Sejarah Perkembangan Solution Focused Brief Therapy (SFBT)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Sejarah Perkembangan Solution Focused Brief Therapy (SFBT) 23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Solution Focused Brief Therapy (SFBT) a. Sejarah Perkembangan Solution Focused Brief Therapy (SFBT) SFBC (solution focus brief counseling) adalah salah satu

Lebih terperinci

KONSELING REMAJA Putri Marlenny P, S.Psi, M.Psi, Psikolog Rumah Duta Revolusi Mental HP/WA :

KONSELING REMAJA Putri Marlenny P, S.Psi, M.Psi, Psikolog Rumah Duta Revolusi Mental HP/WA : KONSELING REMAJA Putri Marlenny P, S.Psi, M.Psi, Psikolog Rumah Duta Revolusi Mental HP/WA : 081-5687-1604 NB : Materi ini telah TIM RDRM persentasikan di Dinas Kesehatan Kota Semarang 2017 About Me Nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal yang telah di pelajari dapat membantunya dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS 22/04/09

Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS 22/04/09 Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS 22/04/09 landasan filosofis landasan psikologis landasan sosial-budaya landasan ilmu pengetahuan dan teknologi Landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Patch Adam adalah film yang menceritakan tentang kisah nyata. perjalanan seorang dokter Amerika bernama Hunter Patch Adam.

I. PENDAHULUAN. Patch Adam adalah film yang menceritakan tentang kisah nyata. perjalanan seorang dokter Amerika bernama Hunter Patch Adam. I. PENDAHULUAN Patch Adam adalah film yang menceritakan tentang kisah nyata perjalanan seorang dokter Amerika bernama Hunter Patch Adam. Diperankan oleh Robin Williams sebagai Hunter, film ini memiliki

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Tentang Proses Konseling Keluarga Dalam Mengatasi Perilaku

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Tentang Proses Konseling Keluarga Dalam Mengatasi Perilaku BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Tentang Proses Konseling Keluarga Dalam Mengatasi Perilaku Cyberbullying Seorang Remaja Di wonocolo Surabaya Adapun proses pelaksanaan konseling keluarga dalam mengatasi

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP-KONSEP PSIKOANALAISIS DALAM KONSELING KELUARGA

APLIKASI KONSEP-KONSEP PSIKOANALAISIS DALAM KONSELING KELUARGA APLIKASI KONSEP-KONSEP PSIKOANALAISIS DALAM KONSELING KELUARGA A. Pendekatan Psikoanalisis Aliran psikoanalisis dipelopori oleh Sigmund Freud pada tahun 1896. Dia mengemukakan bahwa struktur kejiwaan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembar identik pun masih dapat dibedakan melalui sifat-sifat non-fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. kembar identik pun masih dapat dibedakan melalui sifat-sifat non-fisik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia memunculkan perbedaan karakter antara satu dengan yang lainnya. Tidak hanya seseorang

Lebih terperinci

TERAPI REALITAS UNTUK MEMBAWA GENERASI MUDA INDONESIA KEMBALI KEPADA REALITA KEHIDUPAN SAAT INI.

TERAPI REALITAS UNTUK MEMBAWA GENERASI MUDA INDONESIA KEMBALI KEPADA REALITA KEHIDUPAN SAAT INI. TERAPI REALITAS UNTUK MEMBAWA GENERASI MUDA INDONESIA KEMBALI KEPADA REALITA KEHIDUPAN SAAT INI. Yusak Novanto, S.Psi, M.Psi, Psikolog Fakultas Psikologi Universitas Pelita Harapan Surabaya yusak.novanto@uphsurabaya.ac.id

Lebih terperinci

Setelah mengikuti kegiatan belajar, diharapkan dapat : Menjelaskan pengertian KIP&K dlm pelayanan kes Menjelaskan perbedaan KIP&K dg jenis komunikasi

Setelah mengikuti kegiatan belajar, diharapkan dapat : Menjelaskan pengertian KIP&K dlm pelayanan kes Menjelaskan perbedaan KIP&K dg jenis komunikasi Setelah mengikuti kegiatan belajar, diharapkan dapat : Menjelaskan pengertian KIP&K dlm pelayanan kes Menjelaskan perbedaan KIP&K dg jenis komunikasi lain Menjelaskan tujuan KIP&K dlm pelayanan kes Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme berdasarkan eksplorasi terhadap sikap hidup orang-orang yang memandang diri mereka sebagai tidak materialistis.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DAN CITRA DIRI

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DAN CITRA DIRI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DAN CITRA DIRI DENGAN KESEPIAN PARA ISTRI ANGGOTA TNI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 oleh : DWI BUDI UTAMI F 100 040

Lebih terperinci

KONSEP DASAR GANGGUAN TINGKAH LAKU

KONSEP DASAR GANGGUAN TINGKAH LAKU KONSEP DASAR GANGGUAN TINGKAH LAKU 1. Hakekat Perilaku Manusia 2. Pengertian Gangguan Tingkah Laku 3. Problema Penetapan Gangguan Tingkah Laku pada Anak 4. Klasifikasi Gangguan Tingkah Laku 5. Penyebab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

ADJOURNING BAB I PENDAHULUAN

ADJOURNING BAB I PENDAHULUAN ADJOURNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelompok merupakan kesatuan unit yang terkecil dalam masyarakat. Individu merupakan kesatuan dari kelompok tersebut. Anggota kelompok tersebut merupakan individu-individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pendidikan nasional tidak terlepas dari proses pembelajaran di

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pendidikan nasional tidak terlepas dari proses pembelajaran di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberhasilan pendidikan nasional tidak terlepas dari proses pembelajaran di sekolah. Sekolah merupakan salah satu unsur yang dominan dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

IFA HANIFAH MISBACH, S.Psi, Psikolog UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

IFA HANIFAH MISBACH, S.Psi, Psikolog UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA IFA HANIFAH MISBACH, S.Psi, Psikolog UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Interview merupakan salah satu alat ukur untuk memperoleh informasi antara dua orang yang dilakukan dengan cara dua arah di dalam melakukan

Lebih terperinci

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang

Lebih terperinci

Fenomenologi Intuitif Carl Rogers: Psikolog (Aliran Humanisme) D. Tiala (pengampu kuliah Psikoterapi dan Konseling Lintas Budaya)

Fenomenologi Intuitif Carl Rogers: Psikolog (Aliran Humanisme) D. Tiala (pengampu kuliah Psikoterapi dan Konseling Lintas Budaya) Fenomenologi Intuitif Carl Rogers: Psikolog (Aliran Humanisme) D. Tiala (pengampu kuliah Psikoterapi dan Konseling Lintas Budaya) Carl Ransom Rogers lahir pada tanggal 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinios,

Lebih terperinci

PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS

PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS Psikologi Abnormal Psikologi Kepribadian PSIKOLOGI KLINIS Psikologi Perkembangan Asesmen dan Intervensi Psikopatologi Pengertian Metode yg digunakan untuk mengubah dan mengembangkan

Lebih terperinci

NO. Hal yang diungkap Daftar Pertanyaan

NO. Hal yang diungkap Daftar Pertanyaan 179 LAMPIRAN 180 181 A. Pedoman Wawancara NO. Hal yang diungkap Daftar Pertanyaan 1. Perkenalan dan Rapport 2. Riwayat Penyakit 3. Dampak penyakit terhadap kehidupan secara keseluruhan 4. Aspek Tujuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. diperoleh dari penyajian data adalah sebagai berikut : A. Analisis Bimbingan dan Konseling Islam dengan pendekatan

BAB IV ANALISIS DATA. diperoleh dari penyajian data adalah sebagai berikut : A. Analisis Bimbingan dan Konseling Islam dengan pendekatan BAB IV ANALISIS DATA Setelah menyajikan data hasil lapangan dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi maka peneliti melakukan analisis data. Analisis data ini dilakukan untuk memperoleh suatu hasil

Lebih terperinci

Komunikasi dengan tenaga kesehatan lain. Lilik s

Komunikasi dengan tenaga kesehatan lain. Lilik s Komunikasi dengan tenaga kesehatan lain Lilik s Perbedaan peran antar profesi Peluang melakukan kolaborasi berbagi, mengisi dan memberi masukan dalam tim menciptakan iklim kerja yang saling memuaskan dan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN KONSELOR DALAM MENGELOLA KONSELING BEHAVIORAL MELALUI ALAT PENILAIAN

KEMAMPUAN KONSELOR DALAM MENGELOLA KONSELING BEHAVIORAL MELALUI ALAT PENILAIAN KEMAMPUAN KONSELOR DALAM MENGELOLA KONSELING BEHAVIORAL MELALUI ALAT PENILAIAN Oleh : Dra. Nelly Nurmelly, MM (Widyaiswara Muda Balai Diklat Keagamaan Palembang) ABSTRACT : Bimbingan dan Konseling merupakan

Lebih terperinci

Fungsi monitoring merupakan aktivitas yang mendasari aktivitas lainnya.

Fungsi monitoring merupakan aktivitas yang mendasari aktivitas lainnya. Supervisi konselor bukan merupakan suatu entitas atau aktivitas tunggal. Aktivitas supervisi meliputi lima kegiatan, monitoring, konsultasi, konseling, pelatihan, instruksi, dan evaluasi. Fungsi monitoring

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN KOOPERATIF

PEMBELAJARAN KOOPERATIF 1 PEMBELAJARAN KOOPERATIF Karakteristik Pembelajaran kooperatif telah dikembangkan secara intensif melalui berbagai penelitian, tujuannya untuk meningkatkan kerjasama akademik antar mahasiswa, membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

Ph/WA: * * COACHING

Ph/WA: * * COACHING Ph/WA: 0858 8228 0303 * coachtogreat@gmail.com * dsuryar@gmail.com COACHING Coaching adalah sebuah industri yang bertumbuh sangat pesat, sebuah profesi baru. Berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang

Lebih terperinci