FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KEMANDIRIAN NELAYAN IKAN DEMERSAL DI KECAMATAN WANGI-WANGI SELATAN KABUPATEN WAKATOBI SULAWESI TENGGARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KEMANDIRIAN NELAYAN IKAN DEMERSAL DI KECAMATAN WANGI-WANGI SELATAN KABUPATEN WAKATOBI SULAWESI TENGGARA"

Transkripsi

1 FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KEMANDIRIAN NELAYAN IKAN DEMERSAL DI KECAMATAN WANGI-WANGI SELATAN KABUPATEN WAKATOBI SULAWESI TENGGARA M A R D I N PROGRAM STUDI ILMU PENYULUHAN PEMBANGUNAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kemandirian Nelayan Ikan Demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Pebruari 2009 Mardin NIM I ii

3 ABSTRACT MARDIN Factors affecting the fishermen s self-reliance at South Wangi- Wangi sub-district, District of Wakatobi, Southeast Sulawesi. Under the guidance of AMRI JAHI and RICHARD W.E. LUMINTANG. The research objectives were to determine: (1) the effect of the fishermen s age, education, experience, family size, and venturesome attitude on the competence, (2) the effect of the fishermen s competence on their self-reliance, (3) the effect of the fishermen s age, education level, experience, family size, and venturesome attitude on the self-reliance, (4) the effect of the fishermen s age, education, experience, family size, venturesome attitude, and competence on the fishermen s self-reliance. The data collection was conducted in South Wangi-Wangi sub-district, district of Wakatobi in July through September The respondents were the fishermen of demersal fish selected by simple random sampling from five villages included Mola Selatan, Mola Samaturu, Mola Bahari, Mola Nelayan Bhakti, and Mola Utara. Data were collected through direct interview using questionnaires. Regression analysis was used to analyze the data to meet the research objectives. The results indicated that: (1) the fishermen s competence was significantly affected by their ages, educations, experiences, family sizes, and venturesome attitudes. The predictor variables that were significantly affected the fishermen s competences were their educations, experiences, and venturesome attitudes, (2) the fishermen s self-reliance was significantly affected by their competences. Further, the predictor variables of the fishermen s competence that significantly affected the fishermen s self-reliance were their understanding about financial capital and their abilities to identify the fishing ground, (3) additionally; the fishermen s self-reliance was significantly affected by their ages, educations, experiences, family sizes, and venturesome attitudes. In this conjunction, the predictor variables that were significantly affected the fishermen s self-reliance were their experiences and venturesome attitudes, (4) lastly, the fishermen s self-reliance was significantly affected by their experiences, venturesome attitudes, and comptences. Key words: Self-reliance, demersal fish, fishermen, competence iii

4 RINGKASAN MARDIN Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kemandirian Nelayan Ikan Demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, dibimbing oleh AMRI JAHI dan RICHARD W.E. LUMINTANG. Nelayan mandiri memiliki sejumlah karakteristik khas yang membedakannya dengan nelayan lain. Karakteristik tersebut dapat diketahui dari empat komponen kemandirian, yakni kemandirian intelektual (intellectual self-reliance), kemandirian emosional (emotional self-reliance), kemandirian ekonomi (Economic self-reliance) dan kemandirian sosial (social self-reliance). Kemandirian nelayan berdasarkan keempat komponen tersebut dipengaruhi oleh faktor umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah anggota keluarga, sifat perintis, dan kompetensi sehingga perlu dilakukan penelitian. Tujuan penelitian adalah: (1) Menentukan pengaruh umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah anggota keluarga, sifat perintis pada kompetensi nelayan ikan demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi. (2) Menentukan pengaruh kompetensi pada kemandirian nelayan ikan demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi. (3) Menentukan pengaruh umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah anggota, sifat perintis pada kemandirian nelayan ikan demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi. (4) Menentukan pengaruh umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah anggota keluarga, sifat perintis dan kompetensi pada kemandirian nelayan ikan demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi. Hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut. (1) Umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah anggota keluarga dan sifat perintis berpengaruh pada kompetensi nelayan ikan demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi. (2) Kompetensi nelayan berpengaruh pada Kemandirian nelayan ikan demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi. (3) Umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah anggota keluarga dan sifat perintis berpengaruh pada kemandirian nelayan ikan demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi. (4) Umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah anggota keluarga, sifat perintis dan kompetensi berpengaruh pada kemandirian nelayan ikan demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi. Populasi penelitian sebanyak 324 orang nelayan yang tersebar pada 5 (lima) desa, yakni: Desa Mola Selatan, Desa Mola Samaturu, Desa Mola Bahari, Desa Mola Nelayan Bhakti, dan Desa Mola Utara. Pengambilan sampel ditetapkan dengan teknik simple random sampling. Total sampel berjumlah 76 orang yang diambil secara proporsional dari masing-masing desa. Analisis data dilakukan dengan analisis statistik deskriptif dan uji regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Faktor-faktor yang sangat berpengaruh pada kompetensi nelayan ikan demersal adalah pendidikan formal, pengalaman dan sifat perintis nelayan, (2) Peubah prediktor kompetensi yang sangat berpengaruh pada kemandirian nelayan adalah aspek permodalan dan penentuan daerah penangkapan, (3) Peubah prediktor yang sangat berpengaruh pada kemandirian nelayan ikan demersal adalah pengalaman dan sifat perintis nelayan, (4) Secara keseluruhan, peubah prediktor yang berpengaruh pada kemandirian adalah pengalaman, sifat perintis, dan kompetensi. Dengan demikian, maka kemandirian nelayan merupakan fungsi dari peubah kompetensi, pengalaman, dan sifat perintis. Kata-kata kunci: Kemandirian, ikan demersal, nelayan, kompetensi iv

5 Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin dari IPB v

6 FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KEMANDIRIAN NELAYAN IKAN DEMERSAL DI KECAMATAN WANGI-WANGI SELATAN KABUPATEN WAKATOBI SULAWESI TENGGARA M A R D I N Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat PROGRAM STUDI ILMU PENYULUHAN PEMBANGUNAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 vi

7 Judul : Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kemandirian Nelayan Ikan Demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara Nama : M a r d i n NIM : I Program Studi : Ilmu Penyuluhan Pembangunan (PPN) Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc Ketua Ir. Richard W.E. Lumintang, MSEA Anggota Diketahui Ketua Program Studi/Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal ujian : 6 Pebruari 2009 Tanggal lulus : vii

8 PRAKATA Segala puji dan rasa syukur hanya milik Allah SWT atas segala hidayah dan bimbingannya kepada penulis dalam menyelesaikan tesis berjudul " Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kemandirian Nelayan Ikan Demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara ". Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan (PS-PPN) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs-IPB). Penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada bapak Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc dan Ir. Richard W.E. Lumintang, MSEA selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan tesis ini. Selanjutnya, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Istri tercinta - Hariani Syamsuddin, S.Pd - atas segala dukungan, kesetiaan dan kesabarannya dalam proses penyelesaian studi. 2. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberikan beasiswa selama dua tahun (periode ) melalui program Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS). 3. Konsorsium Program Mitra Bahari (PMB)-COREMAP II Tahun 2008 yang telah memberikan bantuan penulisan tesis. 4. Para Kepala Desa yang telah memberi izin dan dukungan dalam melakukan pengumpulan data. 5. Wa Ode Asni, SE Sebagai enumerator dalam pengumpulan data. 6. Semua responden yang telah berkenan diwawancarai dalam pengumpulan data penelitian. 7. Para dosen dan staf pada Program Studi PPN atas segala dukungan dan motivasi yang diberikan selama penulis menuntut ilmu. 8. Teman-teman mahasiswa S2 dan S3 PPN - SPs IPB: Bu Syamsyiah Gafur, Pa Hatta, Pa Ayat, Pa Eka, Bu Kurnia, Bu Maria, Bu Riana, Pa Lukman, Pa Sihab, Pa Eko, Pa Oos, Pa Dirlan, mas Ba do, Pa Malta, dan Pa Ikhsan atas berbagai masukan, saran dan pendapat selama penulis menuntut ilmu di Program Studi PPN - SPs IPB. Semoga tesis ini memberi manfaat. Bogor, Pebruari 2009 Mardin viii

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Wanci-Buton pada tanggal 20 Juli 1969 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan bapak La Ode Ridjali (almarhum) dan ibu Rubaeni (almarhumah). Pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Pertama di selesaikan di Wanci, Kecamatan Wangi-Wangi, sedangkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di selesaikan di SMA Negeri 1 Kendari. Sarjana Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi lulus pada tahun 1994 dari Universitas Haluoleo Kendari. Sejak tahun 2000 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai tenaga pengajar pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo. Studi Program Pascasarjana pada Ilmu Penyuluhan Pembangunan Institut Pertanian Bogor mulai ditempuh pada tahun ajaran 2006 dengan biaya dari Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. ix

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Definisi istilah... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Kemandirian Nelayan Umur Pendidikan Formal Pengalaman Berusaha Jumlah Anggota Keluarga Sifat Perintis Nelayan Ringkasan Kompetensi Kompetensi yang Perlu Dikuasai oleh Nelayan Aspek Perencanaan Aspek Permodalan Penentuan Daerah Penangkapan Penentuan Waktu Menangkap Aspek Teknologi Penangkapan Pengambilan Keputusan dalam Memecahkan Masalah Pengendalian Usaha Aspek Pemasaran Ringkasan Kemandirian Pengertian Kemandirian Unsur-unsur Kemandirian Kemandirian Intelektual Kemandirian Emosional Kemandirian Ekonomi Kemandirian Sosial Ringkasan Kemandirian Nelayan pada Usaha Penangkapan Ikan Demersal Kemandirian Intelektual Merencanakan Kegiatan Penangkapan Menentukan Daerah Penangkapan Menentukan Cara Berproduksi Mengambil Keputusan dalam Memecahkan Masalah Mengambil Keputusan Pemasaran x

11 Kemandirian Emosional Melepas Ketergantungan dari Otoritas Keluarga Melepas Ketergantungan dari Ikatan Patron-Klien Menyikapi Ritual Kepercayaan Lokal Menyikapi Sikap Fatalistik Mengembangkan kerjasama dalam pemanfaatan laut Kemandirian Ekonomi Nilai aset Biaya Operasional Diversifikasi Usaha Pendapatan Jumlah tabungan Kemandirian Sosial Menjaga Independensi Membina Hubungan dengan Sesama Kelompok Nelayan Membina Hubungan dengan Kelompok bukan Nelayan Membina Hubungan dengan Kelompok Pemimpin Mengembangkan Strategi Adaptasi Ringkasan Pengaruh Umur, Pendidikan Formal, Pengalaman, Jumlah Anggota Keluarga dan Sifat Perintis pada Kemandirian Nelayan Pengaruh Umur pada Kemandirian Nelayan Pengaruh Pendidikan Formal pada Kemandirian Nelayan Pengaruh Pengalaman pada Kemandirian Nelayan Pengaruh Jumlah Anggota Keluarga pada Kemandirian Nelayan Pengaruh Sifat Perintis pada Kemandirian Nelayan Ringkasan III. KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Hipotesis IV. METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Rancangan Penelitian Data dan Instrumentasi Data Instrumentasi Validitas Instrumen Reliabilitas Instrumen Pengumpulan Data Analisis Data V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengantar Gambaran Umum Wilayah Penelitian Letak Geografis dan Batas Wilayah Iklim Penduduk Perikanan xi

12 5.3. Hasil Distribusi Nelayan Menurut Umur, Pendidikan Formal, Pengalaman Berusaha, Jumlah Anggota, dan Sifat Perintis Nelayan Distribusi Nelayan Menurut Kelompok Umur Distribusi Nelayan Menurut Pendidikan Formal Distribusi Nelayan Menurut Pengalaman Berusaha Distribusi Nelayan Menurut Jumlah Anggota Keluarga Distribusi Nelayan Menurut Sifat Perintis Kompetensi Nelayan Aspek Perencanaan Usaha Aspek Permodalan Penentuan Daerah Penangkapan Penentuan Waktu Menangkap Aspek Teknologi Penangkapan Pengambilan Keputusan dalam Memecahkan Masalah Aspek Pengendalian Usaha Aspek Pemasaran Kemandirian Nelayan Hipotesis Hipotesis Hipotesis Hipotesis Hipotesis Pembahasan VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

13 DAFTAR TABEL Halaman 1 Populasi dan sampel penelitian pada lima desa di Kecamatan Wangi- Wangi Selatan Distribusi nelayan menurut kelompok umur Distribusi nelayan menurut pendidikan formal Distribusi nelayan menurut pengalaman berusaha Distribusi nelayan menurut jumlah tanggungan keluarga Distribusi nelayan menurut sifat perintis Tingkat kompetensi nelayan pada 8 aspek usaha Distribusi nelayan menurut tingkat kemandirian Nilai koefisien regresi dan signifikansi umur, pendidikan formal, jumlah anggota keluarga, dan sifat perintis pada kompetensi nelayan Nilai koefisien regresi dan signifikansi peubah berpengaruh pada kompetensi nelayan Nilai koefisien regresi dan signifikansi faktor kompetensi pada kemandirian nelayan Nilai koefisien regresi dan signifikansi peubah kompetensi yang berpengaruh pada kemandirian nelayan Nilai koefisien regresi dan signifikansi faktor umur, pendidikan formal, jumlah anggota keluarga, dan sifat perrintis pada kemandirian nelayan Nilai koefisien regresi dan signifikansi pengalaman dan sifat perintis sebagai peubah berpengaruh pada kemandirian nelayan Nilai koefisien regresi dan signifikansi umur, pendidikan formal, jumlah anggota keluarga, sifat perintis, dan kompetensi pada kemandirian nelayan nelayan Nilai koefisien regresi dan signifikansi pengalaman, sifat perintis, dan kompetensi sebagai peubah berpengaruh pada kemandirian nelayan xiii

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Hubungan antar peubah penelitian Peta lokasi penelitian...61 xiv

15 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Nelayan mandiri memiliki sejumlah karakteristik khas yang membedakannya dengan nelayan lain. Karakteristik tersebut dapat diketahui dari empat komponen kemandirian, yakni kemandirian intelektual (intellectual self-reliance), kemandirian emosional (emotional self-reliance), kemandirian ekonomi (Economic self-reliance) dan kemandirian sosial (social self-reliance). Kemandirian nelayan secara intelektual, antara lain dapat diidentifikasi dari kemampuan merencanakan kegiatan penangkapan, menentukan daerah penangkapan, menentukan cara berproduksi, mengambil keputusan dalam memecahkan masalah, dan mengambil keputusan pemasaran. Selain itu, nelayan memiliki kemandirian emosional yang dapat diketahui dari keberaniannya melepas ketergantungan, baik dari otoritas keluarga maupun dari ikatan patron-klien, menyikapi ritual kepercayaan lokal, mengatasi sifat fatalistik, dan mengembangkan kerjasama pemanfaatan laut. Kemudian secara ekonomi, kemandirian nelayan dapat diketahui dari nilai aset yang dimiliki, biaya operasional, diversifikasi usaha, pendapatan dan jumlah tabungan. Selanjutnya, kemandirian sosial nelayan yang dapat diketahui dari kemampuan menjaga independensi, membina hubungan dengan sesama kelompok nelayan, kelompok bukan nelayan, kelompok pemimpin dan dapat mengembangkan strategi adaptasi tanpa harus bergantung pada pihak lain. Kemandirian merupakan sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangannya, di mana individu akan terus belajar untuk bersikap dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungannya, sehingga individu tersebut pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak sendiri (Mu'tadin, 2002). Penekanan kemandirian dalam hal ini terletak pada kemampuan individu nelayan dalam berpikir dan bertindak sendiri untuk merespon lingkungannya. Nelayan akan menunjukkan kemampuannya dalam setiap aktifitas pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap. Pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap yang dijalankan oleh nelayan secara mandiri dengan mengandalkan pengalaman yang turun temurun, penggunaan alat tangkap yang tradisional dan semi modern, sistem kelembagaan perikanan yang sederhana dan orientasi usaha telah mengarah pada usaha perikanan komersial. Nelayan berupaya untuk merespon permintaan pasar yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun, baik untuk pasar domestik, regional maupun pasar internasional.

16 Jenis ikan yang ditangkap berhubungan dengan kemandirian nelayan dalam usaha perikanan. Nelayan lebih cenderung menunjukkan kemandirian pada usaha penangkapan ikan-ikan demersal dibandingkan dengan penangkapan ikan pelagis. Ikan-ikan demersal seperti jenis kerapu (Serranidae), kakap (Lutjanidae), dan lencam (Lethrinus lentjam) dapat ditangkap pada wilayah tangkapan (fishing ground) yang relatif terjangkau oleh perahu tanpa motor sekalipun, sedangkan ikan pelagis, khususnya pelagis besar seperti jenis cakalang (Katsuwonus pelamis), tuna (Thunnus spp.) dan tongkol (Euthinnus affinis) dapat ditangkap dengan baik jika menggunakan kapal motor yang membutuhkan biaya yang relatif banyak dalam operasional penangkapan. Kemampuan nelayan dalam mengembangkan kemandirian pada usaha penangkapan ikan demersal sangat ditentukan oleh faktor umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah anggota keluarga dan sifat perintis nelayan. Umur berkaitan dengan aspek kematangan berpikir dalam pengambilan keputusan, pendidikan formal berkaitan dengan cara dan pola pikir nelayan dalam menjalankan usahanya, pengalaman memberi pertimbangan bagi nelayan dalam memilih stimulus yang akan menunjang usahanya, jumlah anggota keluarga merupakan pendorong bagi nelayan untuk menjalankan usahanya secara mandiri, tetapi juga bisa merupakan penghambat karena banyaknya pengeluaran rumah tangga untuk itu, sedangkan sifat perintis merupakan karakter yang menunjukkan keberanian nelayan dalam merintis hal baru pada usaha penangkapan ikan demersal. Faktor-faktor tersebut di atas akan membentuk kompetensi nelayan dalam menjalankan usahanya secara mandiri. Kompetensi yang dimaksud antara lain dapat diidentifikasi dari penggunaan intelektualitas mereka seperti pada aspek perencanaan, aspek permodalan, penentuan daerah penangkapan, penentuan waktu menangkap, aspek teknologi penangkapan, aspek pengambilan keputusan dalam memecahkan masalah, pengendalian usaha, dan pada aspek pemasaran. Di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan terdapat sekitar 324 orang nelayan yang sebagian besar aktifitasnya diarahkan pada penangkapan ikan demersal dan memiliki karakteristik sebagaimana disebutkan di atas. Nelayan dengan jumlah sebanyak 324 tersebut tersebar pada lima desa yang merupakan produsen ikan demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan. Berdasarkan uraian di atas, diperlukan kajian mendalam untuk menentukan pengaruh faktor umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah anggota keluarga, dan sifat perintis pada kemandirian nelayan ikan demersal. Nelayan mandiri adalah nelayan yang mandiri secara intelektual, emosional, ekonomi, maupun sosial. 2

17 I.2. Masalah Penelitian Nelayan memiliki peran untuk mengambil keputusan mengenai jenis ikan yang akan ditangkapnya, apakah jenis pelagis atau demeral. Aktifitas penangkapan ikan pada kelompok pelagis, terutama pelagis besar, selalu dilakukan dengan armada kapal motor sehingga memungkinkan terbentuknya sistem patron-klien, yakni antara juragan sebagai pemilik kapal dengan anak buah kapal (ABK) atau nelayan buruh. Kondisi ini menyebabkan nelayan buruh tersebut sulit untuk mengembangkan kemandiriannya karena adanya ketergantungan pada mekanisme kerja dari pemilik kapal. Namun hal ini jarang terjadi pada penangkapan ikan demersal karena nelayan dapat mengembangkan kemandiriannya dengan sarana tangkap yang relatif sederhana tanpa ada ketergantungan dari pemilik kapal atau juragan. Nelayan yang mandiri akan berupaya sedemikian rupa untuk menggunakan daya intelektualnya, mengendalikan emosi dan mengembangkan hubungan hubungan sosialnya agar dapat menekan resiko ketidakpastian dalam menjalankan usaha penangkapan ikan demersal. Sebaliknya, nelayan yang tidak mandiri hanya akan memanfaatkan faktor produksi yang dimilikinya tanpa ada upaya untuk menekan resiko ketidakpastian yang senantiasa dihadapi. Kondisi ini sangat ditentukan oleh faktor umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah anggota keluarga dan sifat perintis dari masing-masing individu nelayan. Berdasarkan hal-hal tersebut, secara khusus dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Seberapa besar pengaruh umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah anggota keluarga dan sifat perintis pada kompetensi nelayan ikan demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi? 2. Seberapa besar pengaruh kompetensi pada kemandirian nelayan ikan demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi? 3. Seberapa besar pengaruh umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah anggota keluarga dan sifat perintis pada kemandirian nelayan ikan demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi? 4. Seberapa besar pengaruh umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah anggota keluarga, sifat perintis dan kompetensi pada kemandirian nelayan ikan demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi? 3

18 1.3. Tujuan Penelitian Usaha perikanan tangkap dilakukan oleh nelayan sebagai upaya mendapatkan keuntungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Nelayan berperan dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan dengan cara dan tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Perbedaan cara dan kemampuan nelayan dalam menjalankan usaha penangkapan dapat diketahui dari jenis ikan yang mereka tangkap. Seorang nelayan yang melakukan usaha penangkapan ikan demersal akan lebih menunjukkan kemandiriannya, setidaknya karena dua alasan yakni alasan teknis dan alasan ekonomi. Teknik penangkapan ikan demersal dapat dilakukan dengan teknologi yang sederhana tanpa harus melibatkan perangkat teknologi yang kompleks, dan secara ekonomi, sarana tangkap yang digunakan relatif lebih terjangkau, bahkan dapat disediakan sendiri oleh nelayan terutama pada sarana tangkap yang sifatnya masih tradisional. Nelayan yang melakukan usaha penangkapan ikan demersal memiliki tingkat kemandirian yang berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan faktor umur, pendidikan formal, pengalaman berusaha, jumlah anggota keluarga dan sifat perintis masing-masing individu nelayan. Adanya perbedaan tersebut menyebabkan perbedaan pada tingkat kompetensi dan mempengaruhi kemandirian nelayan dalam usaha penangkapan ikan demersal. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menentukan pengaruh umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah anggota keluarga, sifat perintis pada kompetensi nelayan ikan demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi 2. Menentukan pengaruh kompetensi pada kemandirian nelayan ikan demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi 3. Menentukan pengaruh umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah anggota, sifat perintis pada kemandirian nelayan ikan demersal di Kecamatan Wangi- Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi 4. Menentukan pengaruh umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah anggota keluarga, sifat perintis dan kompetensi pada kemandirian nelayan ikan demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi 4

19 1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi setiap kalangan yang membutuhkan informasi tentang kemandirian nelayan dalam usaha penangkapan ikan demersal. Bagi kalangan pelajar, mahasiswa, dan akademisi, hasil penelitian dapat berguna sebagai sumber refefensi pengetahuan untuk kepentingan kajian pengembangan konsep-konsep berpikir tentang kemandirian nelayan dalam usaha penangkapan ikan demersal. Bagi pengambil kebijakan, khususnya di Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara, penelitian ini berguna sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan program pembangunan sektor perikanan tangkap, terutama pada usaha penangkapan ikan demersal. Penelitian ini juga diharapkan dapat berguna bagi pihak swasta yang membutuhkan data yang berkaitan dengan aspek kemandirian nelayan pada usaha penangkapan ikan demersal. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pelaku pemberdayaan masyarakat nelayan maupun bagi nelayan itu sendiri dalam usahanya melakukan penangkapan ikan demersal. Bagi pelaku pemberdayaan, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk menentukan pendekatan yang tepat dalam membangun kemandirian nelayan. Sedangkan bagi nelayan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai beberapa aspek yang perlu dikembangkan dalam usaha penangkapan ikan demersal Secara khusus penelitian ini dapat berguna: 1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan pada pengembangan usaha perikanan tangkap, khususnya usaha penangkapan ikan demersal 2. Sebagai bahan informasi bagi nelayan, khususnya nelayan yang memfokuskan kegiatan penangkapannya pada ikan demersal mengenai kemandirian yang harus mereka tingkatkan 3. Menambah perbendaharaan ilmu pengetahuan dan dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam pengembangan usaha perikanan tangkap, khususnya ikan demersal. 5

20 1.5. Definisi Istilah Beberapa istilah perlu didefinisikan secara khusus untuk menghindari kesalahan penafsiran dan ketidaktepatan dalam memahami setiap istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Selain itu, definisi istilah sekaligus merupakan koridor yang dapat mengarahkan pembahasan secara tepat sesuai dengan tujuan penelitian. Istilah-istilah yang perlu didefinisikan adalah sebagai berikut: 1. Nelayan adalah individu masyarakat yang menjadikan usaha penangkapan ikan sebagai mata pencaharian pokok. 2. Ikan Demersal adalah jenis ikan dasar yang menempati habitat pantai, lepas pantai atau laut dalam, baik yang terdapat pada ekosistem terumbu karang maupun pada ekosistem lain di dasar perairan 3. Umur nelayan adalah lamanya waktu hidup nelayan dalam satuan tahun yang dihitung sejak lahir hingga penelitian ini dilakukan. 4. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti oleh nelayan, dihitung dalam satuan tahun berdasarkan jenjang Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. 5. Pengalaman berusaha adalah lamanya nelayan menjalankan usaha penangkapan ikan demersal yang diukur dengan skala ordinal. 6. Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang kebutuhan hidupnya menjadi tanggungan nelayan, dihitung dalam satuan jiwa. 7. Biaya operasional adalah jumlah biaya yang dibutuhkan oleh nelayan untuk melakukan penangkapan ikan demersal, baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung yang dihitung dalam satuan operasional setiap bulan 8. Pendapatan nelayan adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran nelayan dalam menjalankan usaha penangkapan ikan demersal yang dihitung dalam satuan operasional rupiah per bulan. 9. Sifat perintis nelayan adalah sifat kepemimpinan nelayan yang mau melakukan atau mengalami hal-hal baru dan berani menanggung resiko untuk menguasainya. 10. Merencanakan usaha adalah kegiatan penetapan tujuan dan pemilihan langkah-langkah yang diperlukan oleh nelayan tangkap ikan demersal untuk mencapai tujuan usahanya. 6

21 11. Menentukan daerah penangkapan adalah kemampuan dan kebebasan nelayan dalam memilih perairan sebagai tempat untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan demersal 12. Diversifikasi usaha adalah kombinasi cabang usaha yang dilakukan oleh nelayan untuk menghadapi resiko ketidakpastian dalam usaha penangkapan ikan demersal 13. Jumlah tabungan adalah banyaknya simpanan nelayan dari keuntungan yang diperoleh dalam setiap proses produksi. Tabungan ini dapat berbentuk uang tunai, simpanan bank, dibelikan barang berharga atau sarana tangkap. 14. Kemandirian adalah sikap individu nelayan yang mengutamakan kemampuan diri sendiri dalam mengatasi berbagai masalah tanpa harus tergantung pada pihak lain, termasuk dalam membina kemungkinan hubungan kerjasama yang saling menguntungkan dengan berbagai pihak 7

22 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Kemandirian Nelayan Umur Hanafi (1993: 58) menulis bahwa umur seseorang merupakan salah satu karakteristik individu yang besarannya mempengaruhi fungsi biologis dan psikologis individu tersebut. Secara kronologis, umur dapat memberikan petunjuk untuk menentukan tingkat perkembangan individu karena relatif lebih mudah dan akurat untuk ditentukan (Salkind, 1985: 31). Terkait dengan masalah umur seseorang dalam melakukan suatu usaha, Staw (dalam Riyanti, 2003: 35) menyatakan bahwa umur ketika seseorang memulai usaha menjadi kurang penting, tetapi apabila sudah ada pelatihan dan persiapan yang memadai, maka semakin awal memulai suatu usaha akan semakin baik daripada menundanya. Hurlock (dalam Riyanti, 2003: 35) berpendapat bahwa perkembangan karir berjalan seiring dengan proses perkembangan manusia. Ia mengelompokkan perkembangan karier manusia menjadi tiga kelompok umur, yaitu umur dewasa awal (umur 18 tahun - 40 tahun), umur dewasa madya (umur 40 tahun - 60 tahun), dan umur dewasa akhir (umur di atas 60 tahun) Pendidikan Formal Istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental (Hasbullah, 2006 ; 1). Beberapa pengertian pendidikan yang dapat ditemukan, antara lain dikemukakan oleh Hasbullah (2006: 5), bahwa: 1) pendidikan merupakan suatu proses terhadap anak didik yang berlangsung terus sampai anak didik mencapai dewasa susila, 2) pendidikan merupakan perbuatan manusiawi yang lahir dari pergaulan antara orang dewasa dan orang yang belum dewasa dalam suatu kesatuan hidup, 3) pendidikan merupakan hubungan antar pribadi pendidik dan anak didik, dan 4) tindakan atau perbuatan mendidik menuntun anak didik mencapai tujuan-tujuan tertentu, dan hal ini tampak pada perubahan-perubahan dalam diri anak didik. 8

23 Undang-Undang No. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Diknas, 2003). Berdasarkan jenjang dan jenisnya, Undang-Undang tersebut menyatakan adanya jenjang pendidikan formal yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Sedangkan jenis pendidikannya mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, keagamaan dan khusus. Pendidikan dasar sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang di atas, merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar yang terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan, dapat berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat. Selanjutnya, pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi Pengalaman Berusaha Pengalaman adalah hasil dari proses mengalami oleh seseorang yang akan berpengaruh pada informasi yang diterima. Pengalaman akan menjadi dasar pembentukan pandangan individu untuk memberikan tanggapan dan penghayatan (Walker, 1973). Sedangkan menurut Padmowihardjo (1994: 19-20) pengalaman adalah suatu kepemilikan pengetahuan yang dialami seseorang dalam kurun waktu yang tidak ditentukan. Seseorang akan menghubungkan hal yang dipelajari dengan pengalamannya dalam proses belajar. Seluruh pemikiran manusia, kepribadian dan temperamen, secara psikologis ditentukan oleh pengalaman indera. Staw (dalam Riyanti, 2003: 37) berpendapat bahwa pengalaman dalam menjalankan usaha merupakan prediktor terbaik bagi keberhasilan suatu usaha, terutama bila usaha itu berkaitan dengan pengalaman usaha sebelumnya. Kebutuhan akan pengalaman mengelola usaha semakin diperlukan dengan meningkatnya kompleksitas lingkungan. 9

24 Jumlah Anggota Keluarga Jumlah anggota keluarga dimaksudkan sebagai banyaknya anggota keluarga yang ditanggung kehidupannya. Besar kecilnya tanggungan keluarga sangat terkait dengan tingkat pendapatan seseorang. Jumlah keluarga yang semakin besar menyebabkan seseorang memerlukan tambahan pengeluaran atau kebutuhan penghasilan yang lebih tinggi untuk membiayai kehidupannya. Hernanto (1993: 94) mengatakan bahwa besarnya jumlah anggota keluarga yang akan menggunakan jumlah pendapatan yang sedikit akan berakibat pada rendahnya tingkat konsumsi. Hal ini berpengaruh terhadap produktivitas kerja, kecerdasan dan menurunnya kemampuan berinvestasi. Soekartawi (1986: ) berpendapat bahwa banyaknya tanggungan keluarga akan berdampak pada pemenuhan kebutuhan keluarga. Jumlah keluarga yang semakin besar menyebabkan seseorang memerlukan tambahan pengeluaran atau kebutuhan penghasilan yang lebih tinggi untuk membiayai kehidupannya. Dengan demikian, besarnya jumlah tanggungan keluarga akan meningkatkan motivasi seseorang dalam mencari nafkah sebagai bagian tanggungjawab moral dalam memenuhi kebutuhan keluarganya Sifat Perintis Nelayan Rogers dan Shoemaker (1971; 183) menulis bahwa perintis (innovator) memiliki obsesi petualang (venturesome). Mereka sangat gemar untuk mencari gagasan-gagasan baru. Minat ini mendorong mereka untuk mencari hubungan dengan pihak-pihak di luar sistem, keluar dari lingkaran teman-temannya sendiri. Berkaitan dengan itu, Littauer (1996; 351) menggunakan istilah adventurous (petualang) yang menunjuk kepada orang yang mau melakukan suatu hal baru dan berani dengan tekad untuk menguasainya. Rogers dan Shoemaker (1971: 183) selanjutnya menulis bahwa nilai yang paling menonjol pada orang yang berjiwa perintis adalah pemberani dan petualang. Mereka suka pada hal-hal yang menyerempet bahaya, berani mengambil resiko dan seringkali terburu nafsu. Karena itu, orang yang memiliki sifat ini juga harus siap menerima kemunduran (setback) jika salah satu ide baru yang diadopsinya ternyata tidak berhasil. Minat mereka yang demikian besar untuk mencoba setiap gagasan baru, mendorong mereka untuk mencari hubungan dengan pihak di luar sistem. 10

25 Sifat-sifat di atas merupakan keniscayaan bagi seorang wirausaha yang sukses. Suryana (2006: 34) menulis bahwa wirausaha harus berani mengambil resiko dan belajar untuk mengelolanya. Berani mengambil resiko yang telah diperhitungkan sebelumnya merupakan kunci awal dalam dunia usaha, karena hasil yang akan dicapai akan proporsional dengan resiko yang akan diambil. Cara untuk mengelola resiko dapat dilakukan dengan mentransfer atau berbagi resiko kepada pihak lain seperti bank, investor, konsumen, pemasok, dan lan sebagainya. Hal seperti ini hanya dapat dilakukan oleh pelaku usaha yang memiliki sifat perintis. Nelayan yang memiliki sifat perintis senantiasa akan merespon setiap teknologi atau cara baru dalam menjalankan usaha penangkapan ikan dan selalu siap menghadapi resiko sebagai akibat dari keputusannya tersebut. Ringkasan Umur, pendidikan formal, pengalaman berusaha, jumlah anggota keluarga dan sifat perintis nelayan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya merupakan faktor penting untuk diketahui agar gambaran kecenderungan perilaku nelayan dalam menjalankan usaha penangkapan ikan dapat diketahui dengan jelas. Faktorfaktor tersebut melekat pada diri nelayan yang dibentuk oleh faktor biologis dan faktor sosio-psikologis dalam lingkungan sosialnya. Setiap individu nelayan memiliki perbedaan pada faktor-faktor tersebut sehingga berimplikasi pada perbedaan kemandirian dalam menjalankan usaha penangkapan ikan. Potensi yang dapat dipelajari melalui faktor umur, pendidikan formal, pengalaman berusaha, jumlah anggota keluarga dan sifat perintis nelayan adalah sebagai berikut: (a) Umur akan memberikan gambaran mengenai kematangan mental dan akumulasi pengalaman nelayan, (b) pendidikan formal dapat memberi penjelasan tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang dimiliki oleh nelayan, (c) pengalaman merupakan prediktor yang dapat memberi pertimbangan dalam memilih stimulus berdasarkan pengalaman usaha sebelumnya, (d) Jumlah anggota keluarga dapat menjadi beban sekaligus dorongan untuk lebih giat menambah kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan keluarganya, dan (e) sifat perintis menunjuk pada upaya nelayan dalam mencari gagasan, cara atau tempattempat penangkapat (fishing ground) baru untuk mengembangkan usahanya. 11

26 2. 2. Kompetensi Hornby (1995: ) mengartikan kompetensi (competence) adalah to do something of people having the necessary ability, authority, skill, knowledge; the ability to hold or contain something; the ability to produce, experience, understand and learn something. Kompetensi berarti kemampuan, kewenangan, pengetahuan, keterampilan, kemampuan memberi isi kepada sesuatu; kemampuan menghasilkan, mengalami dan mengerti tentang sesuatu. Soesarsono (2002:35) menulis bahwa kompetensi adalah karakteristik mendalam pada seseorang yang terkait dan menyebabkan pemenuhan bahkan melampaui kriteria kinerja pada situasi maupun tugas kerja. Sedangkan batasan kompetensi menurut Kepmen Diknas No. 045/U/2002 tanggal 2 April 2002 (dalam Soesarsono, 2002: 36) adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang tertentu. Crunkilton (dalam Mulyasa, 2002: 38-39) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Suparno (2001:14) mengartikan kompetensi sebagai kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas atau memiliki keterampilan dan kecakapan yang disyaratkan. Soesarsono (2002:36) mengemukakan bahwa kompetensi merupakan karakteristik mendalam pada diri seseorang menunjukkan cara berperilaku (behavior) dan berpikir pada berbagai situasi dan bersifat lama. Dalam hal ini terdapat lima tipe kompetensi, sebagai berikut: a. Motives (motivasi, karsa): hal yang secara konsisten orang pikirkan atau inginkan yang menyebabkan dia melakukan tindakan. Motivasi/karsa itu menggerakkan, mengarahkan dan memilah tingkahlaku menuju tindakan atau tujuan tertentu. b. Traits (ketangkasan sikap): merupakan karakteristik fisis dan tanggapan konsisten atas informasi atau situasi tertentu. c. Self concept (kepribadian, sikap mental): menyakut sikap, nilai dan citra diri d. Knowledge (pengetahuan): mengenai informasi yang dipunyai pada bidang tertentu. e. Skill (keterampilan): mengenai kemampuan untuk melakukan tugas fisik maupun mental 12

27 Selanjutnya, Gordon (dalam Mulyasa, 2002: 38-39) mengemukakan beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi sebagai berikut: a. Pengetahuan (Knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognitif. b. Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki. c. Kemampuan (skill), adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. d. Nilai (value), adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. e. Sikap (attitude), yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar. f. Minat (interest), yaitu kecenderungan untuk melakukan suatu perbuatan. Berdasarkan pengertian di atas, maka dalam pengertian kompetensi terdapat adanya pengetahuan dan kecakapan yang memadai, ada kewenangan untuk melakukan suatu tugas, adanya karakteristik yang mendalam dan terukur, adanya perilaku dan situasi kerja tertentu serta seperangkat tindakan cerdas yang penuh tanggungjawab pada diri seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu. Singkatnya, kompetensi merupakan kemampuan untuk melaksanakan tugas secara efektif yang mencakup pengetahuan dan kecakapan pribadi untuk mencapai kinerja yang superior Kompetensi yang Perlu Dikuasai oleh Nelayan Ralph Linton (dalam Depdikbud, 1996:72) menyatakan bahwa alam sekitar di mana suatu masyarakat bermukim banyak mengatur dan menentukan kehidupan mereka, bagaimana mereka mencari nafkah, bagaimana sistem pengetahuan mereka, bagaimana sistem kepercayaan mereka dan bagaimana hubunganhubungan dan perilaku sosial mereka lainnya. Masyarakat pesisir, khususnya yang menggantungkan kehidupannya sebagai nelayan, memiliki sistem pengetahuan kemaritiman dan berbagai aspek yang berkaitan dengan laut. Depdikbud (1996:72-82) telah mengidentifikasi beberapa pengetahuan tradisional nelayan antara lain: a) pengetahuan tentang angin dan hujan didasarkan pada perhitungan bulan hijriyah, b) pengetahuan tentang bintang-bintang untuk menentukan arah dan daerah yang dituju, c) pengetahuan tentang karang, d) pengetahuan tentang lokasi dan waktu penangkapan, e) pengetahuan tentang ombak, dan f) pengetahuan tentang hari baik dan hari buruk. 13

28 Selain beberapa pengetahuan tradisional tersebut di atas, terdapat beberapa aspek kompetensi yang perlu dikuasai oleh nelayan dalam kaitannya dengan usaha penangkapan ikan, sebagai berikut: Aspek Perencanaan Definisi yang sangat sederhana mengatakan bahwa perencanaan adalah kegiatan menetapkan tujuan dan memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Definisi ini cocok untuk perencanaan sederhana yang tujuannya dapat ditetapkan dengan mudah dan tidak terdapat faktor pembatas yang berarti untuk mencapai tujuan tersebut. Namun pada tingkat berikutnya, perencanaan dapat didefinisikan sebagai menetapkan suatu tujuan yang dapat dicapai setelah memperhatikan faktor-faktor pembatas, memilih, serta menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tesebut (Tarigan, 2006: 1-2) Begitu pentingnya aspek perencanaan dalam menjalankan suatu usaha, sehingga David H. Bangs, Jr (dalam Alma, 2007: 216) menyatakan bahwa seorang pengusaha yang tidak bisa membuat perencanaan sebenarnya telah merencanakan kegagalan. Oleh karena itu, nelayan yang kompeten adalah nelayan yang dapat menetapkan tujuan dan memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuannya terutama pada aspek modal, produksi, dan pemasaran hasil produksi Aspek Permodalan Menurut de Jonge (dalam Kusnadi, 2000: ) kegiatan perikanan sangat padat modal. Modal tersebut digunakan untuk membeli sarana produksi, seperti perahu, jaring, dan mesin. Selain untuk membeli sarana produksi dan biaya peralatan atas kerusakannya setiap saat, persediaan modal juga diperlukan untuk membiayai kebutuhan operasi perahu setiap hari. Modal usaha dapat bersumber dari modal sendiri, namun pada kegiatan perikanan skala usaha kecil, modal kadang juga bisa bersumber dari pinjaman keluarga dekat atau teman dekat. Bagi usaha yang sudah berjalan, modal juga bisa berasal dari laba yang ditahan untuk cadangan dari keuntungan usaha yang diperoleh selama beberapa periode sebelumnya (Effendi dan Oktariza, 2006: 98) Sebagian nelayan mencari modal pinjaman (kredit) dari pihak pedagang pengumpul atau dari tukang pembunga uang untuk membiayai usahanya, walaupun dengan tingkat bunga yang tinggi. Pada umumnya sumber kredit yang paling penting bagi nelayan adalah pedagang pengumpul (tengkulak). Biasanya nelayan membayar kredit tersebut dengan hasil produksi atau harus menjual hasil 14

29 produksinya kepada pedagang yang bersangkutan dengan harga yang disetujui bersama. Harga yang disetujui tersebut tidak setinggi harga pasaran yang berlaku setempat, tetapi lebih rendah dan cenderung merugikan pihak nelayan (Hanafiah dan Saefuddin,1983: ) Penentuan Daerah Penangkapan Nelayan yang kompeten memiliki pengetahuan tentang daerah penangkapan (fishing ground) ikan demersal. Daerah penangkapan ikan demersal dapat diketahui oleh nelayan melalui tanda-tanda atau triangulasi visual yang diwariskan secara turun-temurun, atau melalui pengetahuan tentang letak gugusan ekosistem terumbu karang. Perubahan daerah tangkapan ke daerah yang lebih jauh dari pantai, akan terjadi pula perubahan kedalaman (depth) perairan, dari perairan dangkal ke perairan yang lebih dalam. Daerah kontinental shelf depth (sampai sekitar 200 m) merupakan fishing ground yang banyak dipakai, tetapi dengan kapal yang lebih besar mungkin dilakukan penangkapan ikan-ikan dasar (demersal) pada depth yang lebih dalam dari 350 m. (Sudirman dan Mallawa, 2004: 6-7) Penentuan Waktu Menangkap Nelayan memiliki pengetahuan yang telah diwariskan secara turun temurun dalam menentukan waktu penangkapan yang dapat memberi hasil yang lebih banyak. Waktu di sini dapat berarti musim yang dilalui sepanjang tahun dan dapat pula berarti waktu yang dilalui dalam 24 jam sehari semalam. Kusnadi (2000: 94) menjelaskan keadaan ikan di perairan pantai pesisir berkaitan dengan kondisi musim setiap tahunnya. Musim kemarau berlangsung pada bulan Mei-Oktober, sedangkan musim hujan berlangsung pada November- April. Musim ikan berlangsung pada musim hujan yang secara efektif hanya selama tiga bulan, yakni Januari, Februari, dan Maret. Pada bulan-bulan tersebut, temperatur panas air laut rendah dan nelayan melakukan operasi penangkapan secara intensif. Sedangkan pada saat musim kemarau ketika temperatur panas air laut cukup tinggi, ikan sulit diperoleh dan tingkat penghasilan nelayan menurun. Depdikbud (1996: 81) menulis bahwa menurut pengetahuan nelayan, waktu yang sebaik-baiknya untuk melakukan penangkapan ikan ialah pada waktu pagi dan sore hari karena air laut tidak begitu panas sehingga ikan bermain di permukaan. Demikian pula untuk waktu malam, penangkapan ikan dilakukan dalam keadaan bulan redup karena ikan-ikan akan naik ke permukaan. 15

30 Aspek Teknologi Penangkapan Teknologi penangkapan ikan yang banyak digunakan oleh nelayan di Indonesia, pada umumnya masih bersifat tradisional, meskipun telah banyak perkembangan ke arah teknologi penangkapan yang lebih modern (Sudirman dan Mallawa (2004: 2). Teknologi penangkapan yang telah menjadi bagian dari kehidupan nelayan secara turun temurun maupun teknologi penangkapan yang baru mereka kenal, mengandung unsur kompetensi yang harus dikuasai. Kompetensi nelayan dalam melakukan penangkapan ikan dapat diketahui dari alat tangkap yang digunakan. Teknologi penangkapan yang digunakan oleh nelayan telah disebutkan dalam Statistik Indonesia (dalam Sudirman dan Mallawa (2004: 10) seperti trawl, pukat, jaring, pancing dan perangkap (seperti bubu dan sero). Nelayan yang kompeten adalah nelayan yang memiliki pengetahuan tentang alat tangkap tersebut dan dapat menggunakannya sesuai dengan karakteristik ekosistem daerah penangkapan dan jenis ikan yang ditangkap Aspek Pengambilan Keputusan dalam Memecahkan Masalah G.R. Terry (dalam Syamsi, 2000: 5) memberikan definisi pengambilan keputusan sebagai pemilihan alternatif perilaku dari dua alternatif atau lebih. Sedangkan Stoner dan Freeman (1989: 140) mengatakan bahwa pengambilan keputusan adalah proses untuk mengidentifikasi dan menyeleksi seperangkat tindakan untuk memecahkan masalah tertentu. Pengambilan keputusan terjadi sebagai reaksi terhadap masalah. Artinya terdapat penyimpangan antara keadaan sekarang dan keadaan yang diinginkan, yang menuntut pemikiran mengenai tindakan alternatif. Karena itu, dalam setiap proses pengambilan keputusan diperlukan data dan informasi untuk kemudian ditafsirkan dan dievaluasi. Pengambilan keputusan bisa didasarkan atas intuisi, rasio, fakta, pengalaman, dan wewenang. Keputusan yang didasarkan atas intuisi lebih bersifat subyektif, mudah terkena sugesti, pengaruh luar, rasa lebih suka yang satu daripada yang lain, dan faktor kejiwaan lainnya (Robins, 2006: ). Wiriadiharja (1987: 169) menulis bahwa dalam proses pengambilan keputusan yang berdasarkan rasio harus melalui langkah-langkah: 1) merumuskan masalah, 2) pengumpulan informasi, 3) memilih pemecahan keputusan yang paling layak, dan 4) melaksanakan keputusan. 16

31 Pengendalian Usaha Pengendalian usaha adalah bagian penting yang selalu harus diperhitungkan oleh nelayan. Perahu atau kapal yang sedang berada di tengahtengah lautan sangat perlu untuk dikendalikan, demikian pula dengan musim dan semua yang berhubungan dengan fenomena alam yang akan menghambat kegiatan penangkapan. Usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian, seperti menunda penangkapan (Sastrawidjaja dan Manadiyanto, 2002: 41-42). Selain itu, pengendalian dapat dilakukan dengan penciptaan alat tangkap seperti bubu yang dapat dipasang meskipun cuaca tidak bersahabat. Hal lain yang harus diperhatikan dalam pengendalian usaha penangkapan ikan adalah mengenai harga produksi. Apabila harga produksi tidak mampu dikendalikan dengan baik, maka boleh jadi nelayan akan rugi atau tidak mendapatkan keuntungan optimal. Oleh karena itu, Hanafiah dan Saefuddin (1983: 92) menulis bahwa dalam rangka pengendalian usaha untuk mendapatkan harga terbaik, maka penjualan hasil produksi harus dibandingkan dengan produk-produk serupa yang dijual oleh pihak pesaing. Dalam pada itulah, penentuan harga jual harus mempertimbangkan trend harga umum apakah meningkat atau menurun. Hal ini penting karena perubahan harga yang fluktuatif pada produk-produk perikanan, karena adanya variasi dalam penerimaan pasar yang kadang-kadang menyolok sekali, maupun karena perubahan sementara dalam permintaan konsumen Aspek Pemasaran Jolly dan Clonts (1993: 259), mengemukakan definisi pemasaran yang dikhususkan pada produk akuakultur terutama ikan. Dikatakan bahwa pemasaran produk akuakultur adalah kinerja (performance) dari keseluruhan aktivitas usaha yang dilibatkan dalam aliran produk dan jasa akuakultur sejak dari awal proses produksi hingga berada di tangan konsumen. Pemasaran ikan (fish marketing), bukanlah operasi mekanis maupun otomatis, tetapi merupakan proses yang kompleks di mana produk bentuknya dapat diubah, seperti ikan yang diubah menjadi fish cake. Philip Kotler (dalam Kasmir, 2006: ) mengatakan bahwa pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dengan mana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan cara menciptakan serta mempertukarkan produk dan nilai dengan pihak lain melalui mekanisme penawaran dan permintaan. 17

32 Ada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran barang atau jasa. Permintaan dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, harga barang lain yang memiliki hubungan, pendapatan, selera, jumlah penduduk, dan faktor khusus (akses). Sedangkan penawaran dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, harga barang lain yang memiliki hubungan, teknologi yang digunakan, harga input (ongkos produksi), tujuan usaha, dan faktor khusus (akses). Ringkasan Kompetensi adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas secara efektif yang mencakup pengetahuan dan kecakapan pribadi untuk mencapai kinerja yang superior. Kompetensi dalam penelitian ini menyangkut kemampuan nelayan pada bidang kognitif dan kecakapan pribadi dalam menyikapi dan menjalankan usaha penangkapan ikan demersal. Kompetensi yang perlu dikuasai oleh nelayan dalam hal ini menyangkut 8 aspek usaha yakni: (1) aspek perencanaan, (2) aspek permodalan, (3) aspek penentuan daerah penangkapan, (4) penentuan waktu menangkap, (5) aspek teknologi penangkapan, (6) aspek pengambilan keputusan dalam memecahkan masalah, (7) pengendalian usaha, dan (8) aspek pemasaran Kemandirian Pengertian Kemandirian Seorang penulis dan intelektual Amerika Serikat bernama Ralph Waldo Emerson membuat gerakan transendental pada abad ke 19 yang lebih menekankan intuisi individual dari pada rasionalisme ilmiah (scientific rationalism) sebagai sumber pengetahuan tertinggi. Dalam konsepnya tentang kemandirian (self reliance) pada tahun 1841, Emerson mengungkapkan optimismenya tentang kekuatan yang dimiliki oleh setiap individual (Encyclopedia, 2004). Beberapa ungkapan Emerson (1996) dituangkan dalam tulisan yang bernuansa pesan dan bermakna filofis untuk mengantar pembaca dalam memahami self reliance. Emerson, antara lain menulis bahwa: apa yang harus saya lakukan adalah semua apa yang saya pertimbangkan, bukan apa yang dipikirkan orang lain. Sangat penting bagi kita untuk mandiri sesuai dengan apa yang kita yakini. Jika tidak, maka kita tidak mengenal siapa diri kita, dan kita tidak akan mengenal siapapun. Kita harus mengenal diri kita sendiri dan biarkan orang 18

33 mengenal kita. Manusia sejati adalah mereka yang berada di tengah-tengah orang banyak dan tetap menjaga independensi atau ketidaktergantungan pada orang lain. Tindakan kita yang sesungguhnya dapat dijelaskan dari tindakantindakan kita yang lainnya. Sedangkan konformitas tidak akan menjelaskan apapun. Selain kata self reliance, kata lain tentang kemandirian juga diterjemahkan dari kata autonomy. Menurut Dworkin (dalam Agussabti, 2002: 44) kata autonomy pertama kali dipergunakan oleh bangsa Yunani berkaitan dengan sebuah kota yang penduduknya membuat hukum untuk mereka sendiri supaya bebas dari dominasi pihak asing. Kata autos bermakna self dapat merujuk pada self rule, self determination, dan independence. Kata nomos merujuk pada law, convention, usage atau custom. Menurut Sutari Imam Barnadib (dalam Mu tadin, 2002), kemandirian meliputi "perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Kartini dan Dali (dalam Mu tadin, 2002) yang mengatakan bahwa kemandirian adalah hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri. Di dalam kemandirian mengandung pengertian sebagai suatu keadaan dimana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya, mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugastugasnya, dan bertanggungjawab tetrhadap apa yang dilakukannya. Kemandirian dalam berwirausaha memiliki keterkaitan dengan kemandirian dan fleksibilitas yang ditularkan oleh orang tua yang melekat dalam diri anak sejak kecil. Meskipun belum ada studi banding dengan wirausaha yang orang tuanya bukan wirausaha, relasi dengan orang tua yang wirausaha tampaknya menjadi aspek penting yang membentuk keinginan seseorang untuk menjadi wirausaha (Staw dalam Riyanti, 2003: 38). Seseorang yang mandiri membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan dari keluarga serta lingkungan di sekitarnya, agar dapat mencapai otonomi atas diri sendiri. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Reber (dalam Mu tadin, 2002) bahwa kemandirian merupakan suatu sikap otonomi dimana seseorang secara relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain. 19

34 Tingkat kemandirian atau kemampuan untuk berdiri sendiri erat hubungannya dengan tingkat kepercayaan diri seseorang. Seseorang yang mempunyai kepercayaan diri yang relatif tinggi akan mampu menghadapi dan menyelesaikan pekerjaan tanpa harus menunggu perintah atau bantuan orang. Kemandirian terungkap dari segi inisiatif dan kemampuan untuk dapat menolong diri sendiri. Tentu saja kepercayaan diri yang tinggi dan dapat mengangkat tingkat kemandirian seseorang adalah hasil kerja keras yang sistematis selama beberapa minggu, bulan, bahkan beberapa tahun dengan tekun (Soesarsono, 2002; 70). Seorang wirausaha yang mandiri, memiliki tiga jenis modal utama yang harus dimiliki sebagaimana yang dikemukakan oleh Suryana (2006; 34), yaitu: 1) sumberdaya internal, misalnya kepandaian, keterampilan dan kemampuan menganalisis dan menghitung resiko, serta keberanian atau visi jauh ke depan, 2) sumberdaya eksternal, misalnya sumber modal usaha dan modal kerja, jaringan sosial serta jalur permintaan/penawaran, dan lain sebagainya, dan 3) faktor x, misalnya kesempatan dan keberuntungan Unsur-Unsur Kemandirian Havighurst (1972) mengemukakan beberapa aspek yang terdapat dalam kemandirian, yaitu: a) emosi, yang ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua, b) ekonomi, yang ditunjukkan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang tua, c) intelektual, yang ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi, d) Sosial, yang ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain. Ismawan (2003) menulis bahwa konsep kemandirian tidak hanya mencakup pengertian-pengertian kecukupan diri (self sufficiency) di bidang ekonomi, tetapi juga meliputi faktor manusia secara pribadi, yang di dalamnya mengandung unsurunsur penemuan diri (self discovery) berdasarkan kepercayaan diri (self confidence). Karena itu, kemandirian merupakan sikap yang mengutamakan kemampuan diri sendiri dalam mengatasi pelbagai masalah demi mencapai satu tujuan, tanpa menutup diri dengan pelbagai kemungkinan kerjasama yang saling menguntungkan. Artinya, bahwa dalam pengertian sosial, kemandirian juga bermakna sebagai organisasi diri (self organization) atau manajemen diri (self management) yang saling terkait dan saling melengkapi sehingga muncul suatu keseimbangan yang akan menjadi landasan bagi perkembangan berikutnya. 20

35 Faktor manusia secara pribadi sangat menentukan kemandiriannya dalam menjalankan suatu usaha, termasuk dalam upayanya mempertahankan kemandirian secara ekonomi. Faktor ini dapat diketahui dari beberapa aspek penting yang membangun kemandirian seseorang, seperti: kepercayaan diri (selfconfidence), manajemen diri (self-management), kemandirian emosional (emotional self-reliance), kemandirian intelektual (intellectual self-reliance), dan kemandirian sosial (social self-reliance). Unsur-unsur kemandirian yang dielaborasi sebagai variabel konsekuen dalam penelitian ini adalah pada aspek kemandirian intelektual, kemandirian emosional, kemandirian ekonomi, dan kemandirian sosial. Pemahaman lebih jauh tentang beberapa aspek yang terdapat dalam kemandirian tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut: Kemandirian Intelektual Kemandirian intelektual (Intellectual Self-Reliance) penekanannya terletak pada kemandirian berpikir (independent thinking). Presley (1995) menulis bahwa kemandirian berpikir sama pentingnya dengan kemandirian dalam sistem pendidikan yang berupaya menemukan cara bagi anak didik untuk berpikir mandiri dan menjadi pemikir kritis. Selanjutnya, Presley mendasarkan pandangannya pada kamus Oxford Unabridged bahwa yang termasuk dalam kemandirian (independent) itu adalah ketidaktergantungan seseorang dari pengaruh otoritas maupun pembentukan opini dari pihak lain. Namun demikian, dalam kemandirian selalu membutuhkan data dan informasi relevan yang mendasari opini tersebut. Cara mendapatkan informasi dan bagaimana menerapkannya akan menentukan seseorang itu mandiri atau tidak. Cara mendapatkan informasi menurut Suparno (2001: 107) dapat bersifat auditif, visual, kinestetik atau merupakan kombinasi dari ketiganya Kemandirian Emosional Emosi (emotion ) adalah satu rangkaian interaksi yang kompleks antara faktor-faktor subyektif dan obyektif yang dimediasi oleh sistem syaraf/hormonal, sehingga dapat membangkitkan pengalaman-pengalaman afektif seperti munculnya perasaan senang dan tidak senang. Selain itu, aspek emosi juga akan menghasilkan proses kognitif seperti pengaruh persepsi yang relevan secara 21

36 emosional dan penaksiran terhadap suatu obyek, sehingga menimbulkan perilaku tertentu. Perilaku tersebut dapat ditunjukkan secara ekspresif, mengarah pada suatu tujuan, dan bersifat adaptif (Kleinginna and Kleinginna dalam Richins, 1997). Selanjutnya Holbrook and O Shaughnessy (dalam Richins, 1997) menulis bahwa emosi adalah serangkaian reaksi terhadap situasi lingkungan sekitar. Beckert (2005) menggunakan istilah emotional autonomy untuk kemandirian emosional yang menunjuk kepada kemampuan seseorang untuk mengembangkan dirinya sendiri. Penelitian tentang kemandirian emosional ini lebih sering difokuskan pada masa remaja awal karena perubahan-perubahan biologis, sosial dan emosional yang terjadi selama periode tersebut sangat signifikan. Steinberg dan Silverberg (dalam Beckert, 2005) membuat skala pengukuran kemandirian emosional yang disebutnya sebagai Emotional Autonomy Scale (EAS). Asumsi dari kedua peneliti tersebut adalah bahwa dengan menjauhkan seseorang dari pengaruh orang tua, maka orang tersebut akan membangun kemandiriannya. Hoffman (1984) memandang kemandirian emosional sebagai pemisahan psikososial (psychosocial separation) dan menggunakan istilah emotional independence untuk itu. Hurlock (1980: ) menulis bahwa masa dewasa dini (umur sekitar 18 hingga 40 tahun) merupakan masa ketegangan emosional dan sering merupakan masa ketergantungan. Apabila ketegangan emosi terus berlanjut sampai umur tigapuluhan, umumnya hal ini nampak dalam bentuk keresahan yang berkaitan dengan masalah-masalah penyesuaian diri yang harus dihadapi saat itu dan berhasil tidaknya mereka dalam upaya penyelesaian masalah itu. Kekhawatirankekhawatiran utama mungkin terpusat pada pekerjaan mereka, antara lain karena mereka merasa tidak mengalami kemajuan secepat yang mereka harapkan. Oleh karena itu, penting untuk diperhatikan hubungan emosional seseorang dengan orang tua atau pendahulu mereka. Sejumlah teoritis dan penelitian kontemporer menyatakan bahwa otonomi [kemandirian] yang baik itu berkembang dari hubungan orang tua yang positif dan suportif. Hubungan ini memungkinkan untuk mengungkapkan perasaan positif dan negatif yang membantu perkembangan kompetensi sosial dan otonomi [kemandirian] secara bertanggungjawab (Desmita, 2006: 218). Hasil penelitian Lamborn dan Steinberg (dalam Desmita, 2006: 218) menunjukkan bahwa perjuangan remaja untuk meraih otonomi tampaknya berhasil dengan baik dalam lingkungan keluarga yang secara simultan memberikan dorongan dan kesempatan 22

37 bagi remaja untuk memperoleh kebebasan emosional. Sebaliknya, remaja yang tetap tergantung secara emosional pada orang tuanya terlihat kurang kompeten, kurang percaya diri, dan kurang berhasil dalam belajar dan bekerja dibandingkan dengan remaja yang mencapai kebebasan emosional (Dacey dan Kenny, dalam Desmita, 2006: 218). Kemandirian secara emosional dapat diketahui dari diri sendiri apakah kita tergolong orang yang cukup sensitif melihat sesuatu yang menuntut kita untuk bergerak melakukannya ataukah merupakan orang yang cuek dan tidak menghiraukan keadaan sekitar (Suparno, 2001: 107) Kemandirian Ekonomi Kemandirian ekonomi (Economic Self Reliance) adalah kemampuan dari suatu entitas untuk menopang kesejahteraannya. Entitas di sini dapat berupa individu, keluarga, komunitas, negara, daerah, maupun bangsa. Kemandirian ekonomi merupakan tujuan antara (intermediate end) yang memfasilitasi suatu entitas untuk mengejar visi mereka pada kehidupan yang lebih baik (Godfrey, 2003). Selanjutnya, Godfrey mengemukakan bahwa unsur-unsur dari kemandirian ekonomi itu terletak pada kemampuan suatu entitas untuk: 1) menyimpan surplus sumberdaya yang dihasilkan, dan 2) penataan ekonomi kehidupan agar tidak rentan terhadap goncangan. Dengan kata lain bahwa kemandirian ekonomi merupakan fungsi dari surplus generation dan economic vulnerability. Surplus itu sendiri diartikan sebagai kelebihan sumberdaya ekonomi dari yang sesungguhnya dibutuhkan (excess of subsistence). Mereka yang hidup pada keadaan subsisten atau berada di bawah level subsisten tidak dapat dikatakan sebagai orang yang mandiri. Demikian pula dengan mereka yang tidak memiliki cara untuk menata sumberdaya agar tidak rentan terhadap goncangan ekonomi. Kemandirian ekonomi sangat dipengaruhi oleh budaya ekonomi subordinasi yang mempertahankan hegemoni ekonomi dan menumbuhkan dependensi baru. Swasono (2003) menjelaskan bahwa hubungan ekonomi subordinasi tuan hamba dan taoke-koelie atau juragan-buruh yang merupakan suatu economic slavery system sebagaimana berlaku pada zaman usaha VOC, pasca VOC, cultuurstelsel dan pasca cultuurstelsel, secara imperatif perlu kita ubah menjadi hubungan ekonomi yang demokratis, yaitu hubungan ekonomi yang partisipatori-emansipatori. Hal ini ditujukan untuk menghindari keterdiktean, ketertundukan, ketakmandirian dan ketergantungan ekonomi. 23

38 Suatu budaya ekonomi subordinasi sebagaimana dijelaskan di atas, akan memberi dampak pada keadaan hidup yang subsisten, di mana seseorang yang tersubordinasi akan sulit mencapai surplus generation dan economic invulnerability. Dengan kata lain, kemandirian ekonomi sulit dicapai pada budaya ekonomi subordinasi Kemandirian Sosial Kemandirian Sosial (Social Self Reliance) dapat dipahami lebih jauh dari penjelasan Emerson (1996) yang menyatakan bahwa untuk menjadi mandiri, seseorang seharusnya tidak konformis (nonconformist). Apa yang akan dilakukan seharusnya adalah apa yang telah dipertimbangkan sendiri, bukan dari apa yang dipikirkan oleh orang lain. Emerson menekankan adanya kesadaran sendiri dan melakukan penarikan diri dari masyarakat (withdrawal from society) sehingga masyarakat dapat menerimanya apa adanya. Masyarakat telah membentuk gagasan tentang apa yang harus dilakukan oleh setiap individu dalam ikatan yang sangat kuat sehingga seseorang dapat meyakininya sebagai sesuatu yang pantas. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa masyarakat menghalangi individu untuk mandiri, karena adanya kesan yang diciptakan oleh orang-orang di sekitar mereka. Oleh karena itu, Emerson menekankan pentingnya sikap nonconformist dalam masyarakat untuk dapat mengembangkan kemandirian seseorang. Namun demikian, seseorang yang mandiri secara sosial haruslah orang yang mudah bergaul dan cakap bekerjasama dengan orang lain untuk mencapai cita-citanya pada masa yang akan datang (Suparno, 2001: ). Tubbs dan Moss (2001: 70-71) menulis suatu kritik mengenai penelitian konformitas, bahwa para subyek jarang mempertahankan cara pandang mereka terhadap pendapat mayoritas. Kelompok yang tinggi tingkat kepaduannya cenderung melakukan tekanan-tekanan konformitas yang kuat. Selanjutnya, Hare (dalam Tubbs dan Moss, 2001: 71) menyampaikan sejumlah hasil penelitian yang menunjukkan bahwa orang yang berkompromi cenderung untuk: 1) lebih menyerah atau bergantung, 2) amat membutuhkan persetujuan sosial dan kurang membutuhkan kemandirian, 3) lebih sering wanita dari pada pria, dan 4) rasa percaya dirinya kurang. 24

39 Ringkasan Kemandirian merupakan perilaku yang mengutamakan kemampuan diri sendiri dalam mengatasi berbagai masalah tanpa harus tergantung pada pihak lain, termasuk dalam membina kemungkinan hubungan kerjasama yang saling menguntungkan. Unsur-unsur kemandirian yang dielaborasi dalam penelitian ini adalah: a) Kemandirian intelektual, penekanannya terletak pada pentingnya kemampuan pikir seseorang dan terlepas dari pembentukan opini pihak lain. Seseorang yang mandiri secara intelektual, perlu mendapatkan data dan informasi relevan yang mendasari opini dan kemampuan pikirnya tersebut, b) Kemandirian emosional, penekanannya terletak pada kemampuan seseorang untuk mengembangkan dirinya sendiri dan berani melepaskan ketergantungan dari berbagai pihak yang ada di lingkungannya, c) Kemandirian ekonomi, lebih menekankan pada kemampuan suatu entitas untuk menopang kesejahteraannya. Unsur-unsur kemandirian ekonomi terletak pada kemampuan suatu entitas untuk menyimpan surplus sumberdaya yang dihasilkan dan menata ekonomi kehidupan agar tidak rentan terhadap goncangan, d) Kemandirian sosial, lebih menekankan pada kemampuan seseorang untuk tidak konformis pada setiap gagasan yang ditetapkan oleh komunitasnya. Orang yang mandiri secara sosial mendasarkan diri pada keyakinan sendiri dalam membina hubungan sosial dan dapat bergaul dengan lingkungan sosialnya secara akrab sebagai salah satu strategi adaptasi Kemandirian Nelayan pada Usaha Penangkapan Ikan Demersal : Kemandirian Intelektual Merencanakan Usaha Penangkapan Iqbal dan Simanjuntak (2004) mengemukakan bahwa perencanaan usaha adalah suatu set rangkaian dari rencana kegiatan yang akan dilakukan untuk menjalankan suatu usaha pada periode tertentu, mencakup: pengelolaan usaha, produk atau jasa yang dijual, pasar dan pemasaran, serta proyeksi keuangan. Rencana usaha dibuat dengan tujuan yang berbeda-beda, umumnya dimaksudkan untuk: mendirikan sebuah usaha baru; mendapatkan tambahan modal dari investor atau lembaga keuangan; dan menjadi alat manajemen bagi usaha yang sudah 25

40 berjalan. Rencana usaha yang baik harus mudah dibaca dan dipahami, isi dan urutannya logis, realistis untuk dicapai, merupakan prospektif ke depan, singkat dan jelas sesuai dengan keperluan usaha yang akan dijalankan. Umumnya, perencanaan usaha mencakup tiga hal pokok, yakni perencanaan modal usaha, perencanaan produksi, dan perencanaan pemasaran hasil. Effendi dan Oktariza (2006: 96) menulis bahwa sebelum memulai usaha, seorang pengusaha perikanan harus menyusun perencanaan modal, baik dari modal sendiri maupun dari modal luar. Sedangkan perencanaan produksi disusun untuk memberikan arahan bagi pelaksanaan produksi sehingga bisa berlangsung sesuai dengan yang dikehendaki. Selanjutnya perencanaan pemasaran dibutuhkan karena menyangkut aspek teknis, sistem dan strategi pemasaran. Ketiga komponen tersebut merupakan aspek-aspek perencanaan yang harus dikuasai oleh nelayan yang mandiri Menentukan Daerah Penangkapan Kebanyakan komunitas nelayan, individu jarang memiliki daerah penangkapan ikan khusus seperti yang terjadi pada usaha pertanian. Hak-hak komunal sering ditemukan, tetapi juga sering terjadi pembatasan daerah penangkapan seperti yang banyak terjadi pada taman nasional. Pollnac (1988: 247) menulis bahwa apabila tidak ada pengakuan resmi atas hak-hak pengakuan laut, maka daerah-daerah penangkapan ikan seringkali merupakan rahasia. Pollnac mencontohkan bahwa di Arembe, Brazilia, nelayan memandang laut sebagai suatu sumberdaya yang terbuka untuk umum (open acces), tetapi tempat-tempat penangkapan ikan yang bagus harus dirahasiakan. Lokasi penangkapan ikan dibuat dengan menggunakan triangulasi visual, dan pengetahuan tentang ikan diwariskan dari ayah ke putranya, dari generasi ke generasi. Kesulitan dalam mempertahankan batas-batas, karena nelayan berprinsip siapa yang datang duluan, akan dapat duluan (first-come, first-serve). Penggunaan triangulasi visual sebagaimana disebutkan di atas didasakan pada sifat-sifat yang dimiliki oleh ikan demersal. Rivai et al. (1983) menulis tentang sifat-sifat yang dimiliki ikan demersal antara lain adalah aktifitasnya rendah dan gerak perpindahannya tidak jauh, mempunyai gerombolan yang relatif kecil bila dibandingkan dengan ikan pelagis, pertumbuhannya lambat tetapi perkembangbiakannya stabil, demikian pula dengan daerah dan musim pemijahannya. 26

41 Berdasarkan hal tersebut, maka nelayan dapat menentukan sendiri daerah penangkapan sesuai dengan pengalamannya selama berinteraksi dengan ekosistem di mana ikan-ikan demersal itu berada. Nelayan akan menggunakan tanda-tanda atau triangulasi visual dalam menentukan daerah tangkapan yang dianggapnya akan memberi hasil yang lebih banyak Menentukan Cara Berproduksi Produksi (production) merupakan transformasi dari berbagai input atau sumberdaya menjadi output berupa barang dan jasa yang merujuk pada keseluruhan aktifitas yang terlibat dalam memproduksi barang dan jasa, dari meminjam untuk membangun atau melakukan ekspansi fasilitas produksi, menyewa tenaga kerja, membeli bahan mentah, menjalankan pengendalian mutu, akuntasi biaya, dan lain-lain (Salvatore, 2001: ). Untuk memproduksi dibutuhkan faktor-faktor produksi, yaitu alat atau sarana untuk melakukan proses produksi, seperti manusia (tenaga kerja), modal (uang atau modal seperti mesin), sumber daya alam (SDA), dan skill (teknologi) Hubungan antara faktor-faktor produksi (input) dengan hasil produksi (output) disebut dengan fungsi produksi. Bila faktor produksi tidak ada, maka tidak ada produksi (Putong, 2003: 100). Produksi yang diperoleh dalam perikanan tangkap meliputi penangkapan ikan dan proses penanganan atau pengolahannya sebelum dijual. Penangkapan ikan sangat terkait dengan alat tangkap dan teknik penangkapan, sedangkan proses penanganan ikan hasil tangkapan mencakup proses pengeringan, pengasinan dan perebusan, dan pendinginan. Jika ditinjau dari segi prinsip teknik penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan di Indonesia akan terlihat bahwa telah banyak pemanfaatan tingkah laku ikan untuk tujuan penangkapan ikan. Tingkah laku dimaksud antara lain adalah arah ikan berenang, penggunaan lampu dengan tujuan untuk menarik ikan, penggunaan rumpon, sifat ikan besar yang senantiasa memangsa ikan kecil, dan pemanfaatan warna cahaya (Sudirman dan Mallawa, 2004: 4). Salah satu ciri penting dari produksi perikanan adalah berlangsung musiman (seasonal production) yang kadang-kadang, bahkan sering terjadi panen berlangsung dalam waktu yang sangat singkat. Produksi musiman ini terjadi karena pengaruh cuaca dan ikim yang antara lain berdampak pada perubahan harga dan pengalihan usaha pada usaha alternatif (Hanafiah dan Saefuddin,1983: 82-84). 27

42 Mengambil Keputusan dalam Memecahkan Masalah Dasar pengambilan keputusan sangat tergantung dari permasalahan yang dihadapi dan tergantung juga pada individu yang membuat keputusan tersebut. Keputusan dapat diambil berdasarkan perasaan atau intuisi semata-mata, dan dapat pula diambil berdasarkan rasio. Mungkin suatu keputusan harus dipecahkan secara intuisi, dan mungkin lebih tepat jika keputusan tersebut didasarkan pada rasio (Syamsi, 2000: 16). Wiriadiharja (1987: ) menulis tentang adanya konsep pengambilan keputusan secara tradisional dan praktis. Pengambilan keputusan seperti ini dimaksudkan sebagai tindakan untuk memutuskan sendiri yang didasarkan atas sifat, hakekat dan situasi masalahnya. Permasalahan dalam masyarakat semakin lama semakin kompleks, sehingga ada individu yang menghendaki semua informasi untuk membuat keputusan yang bermutu, dan ada pula yang karena kompleksnya situasi, malahan membagi-bagi pendapatnya kepada kelompok. Berdasarkan hal tersebut, maka nelayan mandiri adalah nelayan yang mampu mengambil keputusan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya tanpa harus bergantung kepada pihak lain. Adapun interaksinya dengan pihak lain dijadikan sebagai bagian untuk memperoleh informasi yang dapat mendukung keputusan yang akan diambilnya Mengambil Keputusan Pemasaran Sistem tata niaga atau pemasaran hasil laut yang menguntungkan bagi semua pihak dapat dilakukan dengan mengakomodir kepentingan dari masingmasing pihak yang terlibat. Penetapan harga dan sistem tata niaga yang lain hendaklah mencitrakan rasa keadilan bersama antarpelaku usaha perikanan. Untuk itu, hendaknya nelayan dapat mengambil peran sebagai pemasar. Kehadiran mereka jelas akan memberikan sumbangan tersendiri dalam pengambilan kebijakan pasar sehingga kebijakan yang diambil dapat memenuhi rasa keadilan bersama. Semakin dominan peran nelayan di pasar, kebijakan akan banyak berpihak pada nelayan (Wijaya, 2007). Ada beberapa golongan pedagang perantara yang terlibat dalam pemasaran hasil perikanan rakyat. Mereka itu adalah: 1) tengkulak desa, yang aktif membeli ikan dari nelayan dengan mendatangi unit-unit usaha di mana produsen menjual ikannya, 2) pedagang pengumpul di pasar lokal, yang membeli ikan 28

43 terutama dari tengkulak desa dan kadang-kdang dari produsen di pasar lokal, 3) pedagang besar (grosir), yang aktif di pasar-pasar pusat kota dan menerima kiriman terutama dari pedagang pengumpul pasar lokal, 4) agen, yang aktif membeli ikan di unit-unit usaha perikanan atau di pasar-pasar lokal atas perintah dan untuk pedagang besar (eksportir), dan 5) eksportir, yang hanya ditemukan dalam perdagangan hasil perikanan bernilai ekspor (Hanafiah dan Saefuddin, 1983: ). Pengambilan keputusan untuk memasarkan produk ikan berbeda antara nelayan tradisional dengan nelayan kapal motor. Pada nelayan tradisional, lazimnya proses pelelangan dilakukan di tepi pantai pada tahap pertama. Pada saat ini biasanya pedagang pengumpul sudah menunggu untuk melakukan tawar menawar dan harga ikan dapat berubah dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sedangkan pada nelayan dengan kapal motor, biasanya yang berfungsi sebagai tauke adalah pemilik kapal dan akan membawa langsung hasil produksi ke tempat pelelangan (Mulyadi, 2005: ). Dengan demikian, maka nelayan yang mandiri adalah nelayan yang dapat mengambil keputusan sendiri untuk memasarkan hasil produksinya Kemandirian Emosional Melepas Ketergantungan dari Otoritas Keluarga Istilah otoritas (authority) menunjuk kepada kekuatan yang telah melembaga dan dikenal oleh individu yang bersangkutan. Pada umumnya, sosiolog menggunakan istilah ini dalam kaitannya dengan legitimasi kekuasaan melalui pengakuan atau pemilihan kedudukan (Schaefer, 1989: 386). Umumnya, anak laki-laki tertua dalam masyarakat patriarkhal memegang otoritas yang lebih besar (Schaefer, 1989: 323, Popenoe, 1989: 361). Laki-laki (patriark) tersebut bisa kakek atau paman dalam struktur keluarga besar (extended family) atau ayah dalam keluarga inti (nuclear family). Patriark ini merupakan pengambil keputusan dalam keluarga mengenai tempat tinggal, penggunaan alat, termasuk penentuan pernikahan bagi anak-anak (Popenoe, 1989: 361). Hurlock (1980: 279) menulis bahwa banyak orang dewasa muda yang tidak tertarik pada jenis pekerjaan yang selama ini telah ditekuni oleh orang tua atau sanak keluarganya. Meskipun dalam kenyataannya menunjukkan bahwa ada orang 29

44 yang memperoleh pekerjaan pertamanya mirip atau ada hubungannya dengan pekerjaan ibu, bapak atau sanak saudara mereka, namun kecenderungan umum ini tidak terjadi apabila orang dewasa muda tersebut memiliki tingkat pendidikan dan pelatihan yang jauh lebih tinggi dari pada orang tuanya. Namun demikian, masih banyak orang dewasa yang masih bingung tentang apa yang akan dikerjakan dalam hidupnya. Santrock (dalam Desmita, 2006: ) menulis bahwa keterikatan dengan orang tua pada masa remaja dapat membantu kompetensi sosial dan kesejahteraan sosialnya, antara lain seperti tercermin dalam penyesuaian emosional. Remaja yang memiliki hubungan yang nyaman dan harmonis dengan orang tua mereka, memiliki kesejahteraan emosional yang lebih baik. Sebaliknya, ketidakdekatan (detachment) emosional dengan orang tua berhubungan dengan perasaan-perasaan akan penolakan dengan orang tua yang lebih besar serta perasaan lebih rendahnya daya tarik sosial dan romantis yang dimiliki diri sendiri Melepas Ketergantungan dari Ikatan Patron-klien Struktur sosial dalam masyarakat nelayan umumnya dicirikan dengan kuatnya ikatan patron-klien. Kuatnya ikatan patron klien merupakan konsekuensi dari sifat kegiatan penangkapan ikan yang penuh resiko dan ketidakpastian. Hubungan patron-klien ini umumnya merupakan ikatan emosional friendship sekaligus instrumen friendship (Satria, 2002:32). Hubungan patron-klien dalam komunitas nelayan umumnya terjadi antara nelayan buruh dengan juragan. Mulyadi (2005: 80-81) menyatakan bahwa pada awalnya hubungan patron-klien bersifat mutualisme. Namun hubungan ini pada akhirnya bersifat eksploitatif. Misalnya kasus ikatan patron-klien di Labuan Maringgai (Lampung), di mana sekelompok Juragan mengikat hampir semua nelayan dengan ikatan utang. Mereka tidak diharuskan mengangsur utangnya bahkan cenderung ditambah terus sehingga jumlah utang klien makin bertambah. Sebagai imbalannya ada hak mutlak untuk membeli udang hasil tangkapan nelayan dengan harga yang ditetapkan sepihak. Selain itu, semua surat-surat berharga, terutama surat tanda kepemilikan perahu dan mesin disimpan sebagai jaminan. Solihin et al. (2005: ) merangkum beberapa hasil penelitian yang dilaporkan oleh Nasikun bersama rekan-rekan (1996) di daerah Muncar Jawa Timur, Elfiandri (2002) di pantai barat Sumatera Barat, dan Iwan (2002) di daerah 30

45 Kelurahan Nipah I dan Nipah II Kabupaten Tanjung Jabung. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan sebuah kesimpulan yang substansinya sama bahwa akibat penetrasi kapitalisme dalam aktivitas nelayan di daerah tersebut telah menciptakan ketergantungan dan menyebabkan kelompok nelayan buruh lebih cepat terseret dalam kemiskinan Menyikapi Ritual Kepercayaan Lokal Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan sangat beresiko, baik resiko kegagalan maupun resiko yang berkaitan dengan keselamatan jiwa. Oleh karena itu, pada umumnya nelayan melakukan ritual yang dipercaya dapat menghindarkan diri dari resiko-resiko tersebut. Nelayan memandang laut memiliki penguasa yang harus dihormati. Hal ini sebagaimana yang dilaporkan oleh Kusnadi (2000: 78) bahwa nelayan Madura mempercayai adanya penguasa di Selat Madura yakni Nabi Khidir as. Oleh karena itu senantiasa dilakukan upacara petik laut menjelang musim ikan setiap tahunnya untuk menghormati Nabi Khidir as. Dengan melakukan ritual ini, nelayan meminta keselamatan selama melaut dan agar diberi rezeki hasil tangkapan yang berlimpah. Di Kirdowono, Jawa Tengah, para nelayan berpegang pada beragam pantangan dan perawatan magis untuk perahu. Pantangan ditunjukkan antara lain ketika melewati muara Kirdowono, para pandega harus diam tak bersuara, sementara sang jurumudi berkonsentrasi membaca mantra minta izin kepada danyang muara agar perahu mereka diperbolehkan lewat. Di laut, mereka tidak boleh bersiul karena bisa mengundang badai, demikian pula mereka tidak boleh menyebut nama hewan-hewan liar seperti anjing, babi hutan, monyet, buaya dan kata-kata yang berarti lepas, lolos, dan bolong karena dipercaya tidak akan ada ikan yang tertangkap. Perawatan magis untuk perahu dilakukan dengan air cucian beras yang direndam dengan daun pinang (Areca cathecu), alang-alang (Imperata cylindrica), daun galing (Vitis trifolia), abu merang padi ketan hitam, dan berlian. Setelah itu badan perahu dilumuri dengan ramuan rempah-rempah yang terbuat dari lempuyang (zingiber spp.), kunir (Curcuma domestica), adas pulasari (Foeniculum vulgare) dan Jahe (Piper retrofractum). Setelah itu dilakukan selamatan kecil di geladak perahu dengan kemenyan dibakar dan berdoa kepada danyang tertentu agar perahu miliknya terlindungi dari bahaya dan membawa rejeki besar (Juwono, 1998: 53-55). 31

46 Masyarakat Bajou memiliki beberapa jenis ritual yang lazim dilakukan dalam kaitannya dengan kegiatan penangkapan ikan dan pelayaran, antara lain adalah 1) maccerak lopi, adalah jenis upacara selamatan atas perahu nelayan yang baru pertama kali digunakan untuk melaut, dengan melumuri darah ayam pada badan perahu, 2) maccerak masina, dengan melumuri darah ayam pada mesin atau motor penggerak, 3) pappasabbi ri nabitta adalah upacara selamatan pada saat tibanya musim penangkapan ikan, dengan tujuan semoga usaha mereka mendapat berkat dan memperoleh rezeki yang banyak, dan 4) pappasabbi ri puanna tasik yang berarti penyaksian kepada penguasa lautan. Melalui upacara tersebut nelayan Bajou yakin unsur penguasa lautan tidak akan menurunkan bencana dan mereka optimis akan beroleh hasil tangkapan yang melimpah (Depdikbud, 1996: ) Mengatasi Sikap Fatalistik Fatalisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa kita tidak memiliki kekuatan untuk melakukan sesuatu apapun secara aktual. Pandangan ini dapat dibahas dalam berbagai cara, yakni melalui: 1) fatalisme logis (logical fatalism) atau dalam beberapa hal juga disebut dengan fatalisme metafisis (metaphysical fatalism), 2) fatalisme teologis (theological fatalism) menyangkut eksistensi Ketuhanan, dan 3) determinisme kausal (causal determinism) yang umumnya tidak menunjuk pada fatalisme secara total (Encyclopedia, 2006) Sikap kurang rasional dalam diri seseorang akan merlahirkan pandangan fatalistik atau menyerahkan segala hal dan urusan pada kekuatan di luar manusia. Hikmat (2007: 6) menjelaskan bahwa sikap yang cenderung fatalistik dari sebagian komunitas lokal dalam menjalani kehidupannya merupakan kondisi yang merefleksikan lemah karsa. Kondisi ini telah menjadi budaya dan mengakibatkan sulitnya melepaskan mereka dari lingkaran kemiskinan, karena ada kecenderungan pada titik kritis tertentu mereka melakukan penyimpangan perilaku dan destruktif terhadap kemajuan lingkungan sekitarnya. Huraerah (2006) menjelaskan bahwa untuk mengatasi kemiskinan maka hendaknya diarahkan untuk mengikis nilai-nilai budaya negatif seperti adanya sikap fatalistik. Sebagai suatu komunitas yang terdiri dari berbagai latar belakang sosiopsikologis, komunitas nelayan memiliki kecenderungan pada sikap fatalistik tersebut. Hal ini disinyalir karena masyarakat nelayan selalu diidentikkan dengan kemisikinan. Nelayan yang mandiri secara emosional adalah nelayan yang dapat mengatasi sikap fatalistik dan dapat melepaskan diri dari stigma kemiskinan. 32

47 Mengembangkan Kerjasama dalam pemanfaatan laut Sumberdaya pesisir dan laut bersifat common property (milik bersama) dengan akses yang terbuka bagi setiap orang (open access). Istilah common property lebih mengarah pada kepemilikan di bawah kendali dan tanggungjawab pemerintah dan pada sifat sumberdaya itu sendiri yang merupakan public domain. Kemungkinan konflik dan kerjasama dalam pemanfaatan sumberdaya tersebut merupakan bagian penting yang perlu ditelaah. Upaya untuk mengatasi berbagai permasalahan dan isu-isu yang muncul dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut antara lain dapat dilakukan dengan model pengelolaan yang kolaboratif, yaitu memadukan unsur masyarakat pengguna (kelompok nelayan, pengusaha perikanan, dll) dan pemerintah yang dikenal dengan co-management. Model pengelolaan hendaknya menyatukan lembaga-lembaga terkait terutama masyarakat dan pemerintah serta stakeholder lainnya dalam setiap proses pengelolaan sumberdaya (Rudyanto, 2004). Model pengelolaan yang melibatkan kerjasama berbagai stakehorlder tersebut dapat menghindari kemungkinan konlik pemanfaatan sumberdaya laut. Satria (2002: 72) mengidentifikasi paling tidak ada empat macam konflik dalam masyarakat pesisir, khususnya nelayan yang dapat dikategorikan ke dalam berbagai macam bentuk berdasarkan faktor-faktor penyebabnya, yakni: 1) konflik kelas, yang terjadi antarkelas sosial nelayan, misalnya seperti yang terjadi antara nelayan trawl dan nelayan tradisional, 2) konflik orientasi, terjadi antara nelayan yang memiliki perbedaan orientasi dalam pemanfaatan sumberdaya, 3) konflik agraria, terjadi akibat perebutan fishing ground, dan 4) konflik primordial, terjadi akibat perbedaan identitas, etnik, asal daerah atau lainnya Kemandirian Ekonomi Nilai Aset Aset menunjuk kepada pemilikan kekayaan. Aset seorang individu dapat berupa uang tunai, deposito bank, saham, hak pensiun, rumah dan segala isinya. Aset dapat dikategorikan menjadi: 1) current asset adalah aset yang dapat diubah ke dalam bentuk tunai dalam jangka waktu satu tahun, seperti: uang tunai, penerimaan, dan barang dagangan, 2) fixed asset, adalah aset yang digunakan dalam periode waktu yang lama, seperti: tanah, bangunan, dan mesin-mesin, dan 3) liquid asset, adalah aset dalam bentuk tunai atau yang dapat dengan mudah diubah ke dalam bentuk tunai (Meyer dalam Encyclopedia, 2004). 33

48 Asset yang dimiliki oleh nelayan adalah semua peralatan dan armada tangkap, termasuk uang tunai yang digunakan untuk menjalankan kegiatan penangkapan ikan. Mulyadi (2005: 85-86) menulis bahwa nilai aset (inventaris) tetap/tidak bergerak dalam satu unit penangkapan juga disebut sebagai modal. Pada umumnya untuk satu unit penangkapan modal terdiri dari: alat-alat penangkapan, sampan atau armada tangkap, alat-alat pengolahan atau pengawet di dalam kapal, dan lain-lain. Penilaian terhadap aset nelayan dapat dilakukan dalam tiga cara. Pertama, didasarkan pada nilai alat-alat yang baru, yaitu berupa ongkos memperoleh alatalat tersebut menurut harga yang berlaku sekarang. Kedua, berdasarkan harga pembelian atau pembuatan alat-alat sesuai dengan investasi awal yang telah dilakukan dengan memperhitungkan penyusutan aset tiap tahun. Ketiga, dengan menaksir nilai alat pada waktu sekarang yakni harga yang akan diperoleh apabila alat-alat tersebut dijual (Mulyadi, 2005: 86) Biaya Operasional Pembiayaan berarti mencari dan mengurus modal uang yang berkaitan dengan transaksi-transaksi dalam arus barang dari sektor produksi sampai sektor konsumsi (Hanafiah dan Saefuddin, 1983: 15). Beberapa alternatif yang dapat dilakukan usaha kecil untuk mendapatkan pembiayaan yang dijadikan modal dasar maupun untuk langkah-langkah pengembangan usahanya, yaitu melalui kredit perbankan, pinjaman lembaga keuangan bukan bank, modal ventura, pinjaman dari dana penyisihan sebagian laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN), hibah, dan jenis-jenis pembiayaan lainnya (Anoraga, 1997: 48). Jumlah biaya yang dibutuhkan dalam usaha perikanan sangat bervariasi, tergantung jenis dan skala usahanya. Para pelaku usaha perikanan di Indonesia terutama skala usaha menengah dan kecil, mengembangkan usahanya dengan modal sendiri atau pinjaman dari bakul atau pedagang ikan tanpa dukungan dari pihak perbankan. Di beberapa daerah, nelayan memperoleh pinjaman modal dalam bentuk biaya operasi penangkapan atau untuk pembelian alat tangkap dan mesin dari para bakul dan pedagang ikan. Namun pemberian tersebut tidak cuma-cuma karena nelayan harus menjual hasil tangkapannya kepada bakul tersebut dengan harga yang lebih rendah (Effendi dan Oktariza (2006: 97). 34

49 Diversifikasi Usaha Diversifikasi usaha merupakan strategi adaptasi yang dilakukan oleh nelayan dengan mengkombinasikan pekerjaan untuk menghadapi ketidakpastian. Pada masyarakat tribal dan pertanian, kegiatan menangkap ikan jarang menjadi pekerjaan yang eksklusif. Oleh karena itu kegiatan penangkapan ikan selalu dikombinasikan dengan pekerjaan lain seperti bertani. Kegiatan menangkap ikan dilakukan secara bergantian dengan pekerjaan lain atau berpindah-pindah dari satu jenis penangkapan (metode dan peralatan tangkap) ke jenis penangkapan ikan lainnya, yang berbeda obyek dan karakteristiknya (Kusnadi, 2000: ) Suryana (2006: 156) menggunakan istilah perluasan cakupan usaha untuk diversifikasi usaha. Perluasan usaha bisa dilakukan dengan menambah jenis usaha baru, produk, dan jasa yang berbeda dari yang sekarang diproduksi, serta dengan teknologi yang berbeda. Dengan demikian, lingkup usaha ekonomis dapat didefinisikan sebagai suatu diversifikasi usaha ekonomis yang ditandai oleh total biaya produksi gabungan (joint total production) dalam memproduksi dua atau lebih jenis produk secara bersama-sama lebih kecil dari pada penjumlahan biaya produksi masing-masing produk itu bila diproduksi secara terpisah. Perluasan cakupan usaha ini bisa dilakukan jika wirausaha memiliki permodalan yang cukup Pendapatan Tujuan pokok dijalankannya suatu usaha adalah untuk memperoleh pendapatan, di mana pendapatan tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kelangsungan hidup usaha tersebut. Pendapatan yang diterima adalah dalam bentuk uang, dimana uang adalah merupakan alat pembayaran atau alat pertukaran (Samuelson dan Nordhaus, 1997: 36) Selanjutnya, pendapatan menunjukan jumlah seluruh uang yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), pendapatan terdiri dari upah, atau penerimaan tenaga kerja, pendapatan dari kekayaan seperti sewa, bunga dan deviden serta pembayaran transfer atau penerimaan dari pemerintah seperti tunjangan sosial atau asuransi pengangguran (Samuelson dan Nordhaus, 1997: 258 ). Sedangkan Winardi (1981: 11) menulis bahwa pendapatan seseorang dapat didefinisikan sebagai nilai benda-benda serta jasa-jasa yang selama periode tertentu akan dikonsumir olehnya, tanpa ia bertambah kaya atau bertambah miskin (oleh karenanya). 35

50 Pendapatan bisa dalam bentuk tunai (cash) atau tidak tunai (non-cash). Dalam bentuk tunai termasuk pembayaran yang diterima dari hasil penjualan komoditi (ikan), sedangkan pendapatan dalam bentuk tidak tunai mungkin dapat diperoleh dalam bentuk barang-barang atau jasa. Salah satu bentuk pendapatan yang tidak tunai adalah produk ikan yang dikonsumsi oleh anggota keluarga (Jolly dan Clonts, 1993: ). Sebagai salah satu elemen penentuan laba rugi suatu perusahaan, pendapatan belum mempunyai pengertian yang seragam. Hal ini disebabkan pendapatan biasanya dibahas dalam hubungannya dengan pengukuran dan waktu pengakuan pendapatan itu sendiri. Secara garis besar konsep pendapatan dapat ditinjau dua segi, yaitu menurut ilmu ekonomi dan menurut ilmu akuntansi (Rustam, 2002). Menurut ilmu ekonomi pendapatan adalah nilai maksimum yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula. Pengertian tersebut menitikberatkan pada total kuantitatif pengeluaran terhadap konsumsi selama satu periode. Dengan kata lain, pendapatan adalah jumlah harta kekayaan awal periode ditambah keseluruhan hasil yang diperoleh selama satu periode, bukan hanya yang dikonsumsi. Sedangkan ilmu akuntansi, menekankan pengertian pendapatan pada arus masuk penambahan lain atas aktiva suatu entitas atau penyelesaian kewajiban-kewajibannya atau kombinasi keduanya yang berasal dari penyerahan atau produksi barang, pemberian jasa atau kegiatan-kegiatan lain yang merupakan operasi inti Jumlah Tabungan Istilah tabungan kadang-kadang digunakan dalam pengertian yang sama dengan istilah investasi. Namun para ekonom yang menghitung pendapatan nasional menggunakan kedua istilah ini secara berhati-hati untuk dua pengertian yang berbeda (Mankiw, 2001: 208). Yudiantoro (2007: 87) membedakan istilah tabungan dengan investasi dari sisi berkembangnya dana yang tersimpan atau memang diserupakan dalam bentuk yang lain. Selanjutnya, Mankiw (2001: 208) membedakan antara tabungan swasta (private saving) dan tabungan publik (public saving). Tabungan swasta adalah jumlah pendapatan yang tersisa setelah rumah tangga membayar pajak dan membayar konsumsi mereka, sedangkan tabungan publik adalah jumlah pendapatan pajak yang tersisa pada pemerintah setelah dipotong belanja 36

51 pemerintah. Dengan demikian, maka yang menjadi fokus kajian studi ini adalah tabungan swasta atau jumlah pendapatan yang tersisa dan ditabung oleh rumah tangga nelayan setelah mengeluarkan pajak dan kebutuhan konsumsi mereka. Banyak cara yang dilakukan oleh nelayan atau petani tambak untuk menyimpan sebagian dari keuntungan hasil usaha mereka. Yudiantoro (2007: 88) mencontohkan cara yang ditempuh oleh petani tambak di wilayah Sidoarjo antara lain dengan menukarkan keuntungan yang mereka peroleh dengan pehiasan, baik emas maupun barang berharga lainnya. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kekurangan dana yang dibutuhkan untuk proses produksi berikutnya. Namun demikian, kemampuan nelayan untuk menyimpan atau menabung keuntungan hasil usahanya disinyalir masih sangat lemah. Lemahnya menyimpan surplus usaha ini pada hakekatnya bersumber dari sikap mental nelayan sendiri. Mereka mempunyai sifat pemboros. Bila pada musim banyak ikan tertangkap mereka lebih suka berpesta secara berlebihan, dan sebagainya. Mereka enggan menabung sehingga kesempatan pembentukan modal sendiri dari hasil penjualan produk tidak akan terjadi, bahkan modal usaha habis akibat sikap mental mereka itu (Hanafiah dan Saefuddin, 1983: 179) Kemandirian Sosial Menjaga Independensi Setiap individu tidak lepas dari pengaruh sistem sosial dan budaya yang berlaku dalam lingkungan atau kelompoknya. Individu selalu diperhadapkan pada tekanan-tekanan konformitas yang akan mempengaruhi interaksi sosialnya. Individu yang mandiri secara sosial senantiasa dapat menjaga independensi dari berbagai tekanan konformitas sehingga tidak terbawa arus pada semua keinginan kelompok. Popenoe (1989: ) menulis beberapa hasil eksperimen yang menunjukkan betapa kuatnya tekanan konformitas dalam suatu kelompok. Eksperimen tersebut antara lain dilakukan oleh Sherif dan Asch pada tahun 1936 dengan mengemukakan adanya konformitas informasional (informational conformity) dan konformitas normatif (normative conformity). Konformitas informasional dimaksudkan sebagai suatu keadaan di mana subyek merasa tidak berada dalam tekanan-tekanan konformitas karena telah menerima pandanganpandangan kelompoknya, sedangkan pada konformitas normatif subyek selalu menerima tekanan-tekanan sosial karena takut ditolak oleh kelompoknya. 37

52 Para psikolog membedakan independensi yang sebenarnya (true independence) dengan penolakan (rebellion). True independence dimaksudkan sebagai pengabaian terhadap harapan-harapan normatif dari seseorang atau kelompok, sedangkan rebellion adalah penolakan langsung dari harapan-harapan tersebut (McDavid dan Harari, 1974: 267). Selanjutnya, McDavid dan Harari (1974: 268) membuat sebuah model untuk membedakan antara rebellion, dependence, conformity, dan independence. Independence (independensi) dan rebellion dianggap serupa karena keduanya menunjukkan perilaku yang tidak konformis, tetapi berbeda dalam cara. Jika seseorang memiliki independensi yang sebenarnya, ada kemungkinan terdapat kesesuaian dengan norma-norma sosial yang berlaku, tetapi kadang-kadang dianggap ganjil Membina Hubungan dengan Sesama Kelompok Nelayan Hubungan yang terjadi antara sesama nelayan erat kaitannya dengan kesamaan karakteristik pekerjaan nelayan. Nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan cenderung melakukan hubungan dengan sesama anggota kelompok penangkap ikan atau biota laut lainnya. Hubungan ini dilandasi oleh sifatsifat kerjanya yang terkait dengan tempat pekerjaan yakni laut (Sastrawidjaja dan Manadiyanto, 2002: 41-40). Keterikatan individu nelayan dalam hubungan sosial dengan sesama nelayan sebagaimana disebutkan di atas merupakan pencerminan diri sebagai satu kesatuan sosial yang didasari oleh kesamaan jenis pekerjaan. Kusnadi (2000:13) menjelaskan bahwa setiap individu memiliki kualitas dan kuantitas yang berbedabeda dalam membina hubungan sosial. Hubungan yang tejadi antara individu ini akan membentuk jaringan sosial yang sekaligus merefleksikan terjadinya pengelompokkan sosial. Berdasarkan skala hubungan sosial yang dapat dimasuki oleh individu, Barnes (dalam Kusnadi, 2000: 13) menyebutkan dua macam jaringan yaitu jaringan total dan jaringan bagian. Jaringan total adalah keseluruhan jaringan yang dimiliki oleh individu dan mencakup berbagai konteks atau bidang kehidupan dalam masyarakat. Jaringan bagian adalah jaringan yang dimiliki oleh individu yang terbatas pada bidang kehidupan tertentu, misalnya jaringan politik, jaringan keagamaan, dan jaringan kekerabatan. Dengan demikian, maka hubungan yang terjadi di antara sesama nelayan merupakan bentuk jaringan bagian yang didasarkan atas kesamaan jenis pekerjaan. 38

53 Membina Hubungan dengan Kelompok bukan Nelayan Masyarakat nelayan yang mempunyai ciri-ciri sendiri, umumnya menunjukkan tata kemasyarakatan sendiri dan membina hubungan kerjasama dengan kelompok masyarakat lain. Hubungan dengan kelompok bukan nelayan dijelaskan oleh Sastrawidjaja dan Manadiyanto (2002: 40) antara lain dengan kelompok pedagang atau pemilik modal, kelompok pembuat sarana, maupun dengan kelompok pengolah hasil perikanan. Hubungan nelayan dengan kelompok bukan nelayan memainkan peran yang sangat penting. Kedudukan pedagang atau pemodal dapat menjadi fasilitator untuk mengalirkan produk nelayan ke luar kelompok nelayan, atau sebaliknya mengalirkan produk yang dihasilkan oleh kelompok bukan nelayan ke dalam kelompok nelayan. Selain itu, nelayan juga senantiasa membina hubungan dengan kelompok pengolah hasil perikanan sebagai bagian interaksi dalam menjamin kepastian pasar dari produk yang dihasilkannya. Selanjutnya, Kusnadi (2000: 15) menjelaskan bahwa individu yang memiliki mobilitas diri yang tinggi untuk melakukan hubungan sosial secara luas, memiliki peluang untuk membentuk jaringan yang semakin besar pula. Artinya, bahwa individu tersebut akan memasuki sejumlah pengelompokkan dan kesatuan sosial sesuai dengan ruang, waktu, situasi, dan kebutuhan atau tujuan yang hendak dicapainya Membina Hubungan dengan Kelompok Pemimpin Peranan pemimpin di dalam masyarakat nelayan sangatlah strategis, terutama dalam menjaga dan mengatur keseimbangan kegiatan yang berhubungan dengan kelompok di luar masyarakat nelayan, seperti kegiatan ekonomi, sosial, keagamaan dan budaya. Pemimpin yang mengambil peran dalam hal ini disebutkan oleh Sastrawidjaja dan Manadiyanto (2002: 46-47) adalah pemimpin formal dan pemimpin informal. Pemimpin formal yang dimaksud antara lain seperti Camat, Kepala Desa, dan Kepala Tempat Pendaratan Ikan. Sedangkan pemimpin informal adalah pemimpin yang tumbuh bersama masyarakat nelayan seperti orang yang dituakan atau karena garis keturunan kepemimpinan wilayah tersebut. Hubungan nelayan dengan kelompok pemimpin juga dijelaskan oleh Mubyarto et al. (1984: 51-52) terjadi dengan para sesepuh desa yang umumnya terdiri dari orang-orang tua yang dianggap bijaksana dan memiliki pengetahuan 39

54 luas di pelbagai bidang. Hubungan ini biasanya digelar dalam suatu pertemuan yang tujuannya sangat beragam, mulai dari pengerahan tenaga untuk berbagai kegiatan sampai pada perencanaan penggunaan uang hasil dari kongsi pelelangan yang telah dikuasai oleh desa itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut, maka nelayan yang mandiri secara sosial dapat diidentifikasi dari interaksinya dengan kelompok pemimpin formal maupun kelompok informal. Hubungan antara nelayan dengan kelompok pemimpin ini dapat terjadi melalui pertemuan yang direncanakan atau melalui interaksi interpersonal yang terjadi antara individu nelayan dengan kelompok pemimpin tersebut Mengembangkan Strategi Adaptasi Adaptasi nelayan dalam menjalankan usaha penangkapan ikan penuh dengan spekulasi dan ketidakpastian sehingga melahirkan perilaku khusus, seperti adanya etika pemerataan resiko. Perilaku ini, diperoleh setelah melalui proses waktu yang lama dan melembaga dalam pola kepemilikan kelompok terhadap sarana tangkap. Salah satu tujuan pola kepemilikan kelompok adalah untuk memperkecil kerugian yang mungkin di derita oleh nelayan (Masyhuri, 2000:14-15). Kesulitan-kesulitan kehidupan yang menimpa nelayan dan keluarganya merupakan sebab yang mengharuskan nelayan untuk mengembangkan strategi adaptasi. Kusnadi (2000: ) menulis bahwa pada umumnya nelayan yang menghadapi tekanan-tekanan sosial ekonomi dan kurang mampu mengatasinya sendiri, senantiasa memiliki dua strategi adaptasi yaitu memobilisasi peran istri dan anak-anak untuk ikut mencari nafkah keluarga, sementara suami mencari pekerjaan tambahan. Umumnya, istri nelayan berperan dalam menjual hasil tangkapan, Namun terdapat berbagai ragam pekerjaan yang bisa dimasuki oleh istri nelayan sebagai bentuk strategi adaptasi rumah tangga nelayan. Ragam pekerjaan tersebut dikemukakan oleh Upton dan Susilowati (1992: 155), antara lain seperti menjadi pengumpul kerang-kerangan, pengolah hasil ikan, pembersih perahu yang baru mendarat, pengumpul nener, pembuat jaring, pedagang ikan eceran dan pemilik warung. Depdikbud (1996:90) mengemukakan beberapa ragam pekerjaan istri atau wanita pada suku Bajo, yaitu bekerja sebagai pattaripang (pengumpul teripang), dan pappalele (pedagang perantara), disamping turut mencari nafkah sebagai pedagang warung atau kios. 40

55 Kusnadi (2000: ) menjelaskan bahwa strategi adaptasi nelayan dengan memobilisasi peran istri dan anak, ternyata memiliki beberapa keterbatasan, khususnya jika dikaitkan dengan struktur sumberdaya sosial ekonomi atau peluang-peluang eknomi yang tersedia. Oleh karena itu, mengembangkan jaringan sosial merupakan strategi adaptasi yang paling utama dan efektif bagi rumah tangga nelayan buruh (pandhiga) dalam mengatasi kesulitan ekonomi. Studi yang dilakukan oleh Mubyarto, Soetrisno, dan Dove (1984: ) mengidentifikasi adanya hubungan tolong menolong dan patron klien sebagai strategi yang bisa ditempuh oleh rumah tangga pandhiga untuk mengatasi kesulitan ekonomi. Corner dan Suyanto (dalam Kusnadi, 2000: ) menempatkan hubungan-hubungan kekerabatan, ketetanggaan, dan pertemanan dalam urutan kedua bagi upaya rumah tangga miskin untuk mengatasi kesulitan kehidupan sehari-hari. Hubungan pinjam meminjam secara timbal balik di antara kerabat, tetangga, dan sahabat untuk mengatasi kesulitan hidup sehari-hari merupakan pilihan terakhir jika strategi mencari pilihan tambahan, pengetatan anggaran belanja rumah tangga, dan penggadaian barang-barang yang dimilikinya tidak dapat lagi dilaksanakan. Ringkasan Kemandirian nelayan adalah kemampuan dan kebebasan nelayan untuk mengembangkan inisiatif dan mengoptimalkan segala daya dan upaya yang dimilikinya dan tidak suka mengandalkan orang lain, baik secara emosional, intelektual maupun secara sosial. Intinya adalah kepandaian dalam memanfaatkan potensi diri nelayan itu sendiri tanpa harus diatur oleh orang lain. Nelayan yang mandiri secara intelektual adalah nelayan yang bertumpu pada kemampuan pikirnya sendiri untuk mendapatkan dan menerapkan cara kerja dalam usaha penangkapan ikan demersal tanpa harus terpengaruh oleh pembentukan opini dari pihak lain. Termasuk ke dalam hal ini adalah merencanakan kegiatan penangkapan, menentukan daerah penangkapan, menentukan cara berproduksi, mengambil keputusan dalam memecahkan masalah, dan mengambil keputusan pemasaran. 41

56 Nelayan yang mandiri secara emosional adalah nelayan yang mampu mengendalikan ketegangan emosinya dan dapat menyesuaikan diri pada masalahmasalah yang dihadapinya tanpa harus bergantung pada otoritas keluarga, otoritas pemodal, maupun pada ritual kepercayaan. Lebih spesisik kemandirian emosional ini dapat dielaborasi dari kemampuan nelayan dalam melepas ketergantungan dari otoritas keluarga, melepas ketergantungan dari ikatan Patron-klien, menyikapi ritual kepercayaan lokal, mengatasi sikap fatalistik dan mengembangkan kerjasama dalam pemanfaatan laut. Nelayan yang mandiri secara ekonomi adalah nelayan yang mampu menopang kesejahteraannya dengan menyimpan surplus sumberdaya yang dihasilakannnya dan menata ekonomi kehidupannya agar tidak rentan terhadap goncangan. Kemandirian ekonomi ini dielaborasi dari nilai aset yang dimiliki, biaya operasional, diversifikasi usaha, pendapatan dan jumlah taungan. Nelayan yang mandiri secara sosial adalah nelayan yang mampu menyesuaikan diri dan tidak konformis terhadap setiap gagasan dalam masyarakat atau kelompoknya, tetapi harus selektif dan dapat menjaga independensi, dapat membina hubungan dengan sesama kelompok nelayan, kelompok bukan nelayan, dan kelompok pemimpin serta dapat mengembangkan strategi adaptasi untuk mendukung cita-citanya Pengaruh Umur, Pendidikan Formal, Pengalaman, Jumlah Anggota Keluarga dan Sifat Perintis pada Kemandirian Nelayan Pengaruh Umur pada Kemandirian Nelayan Bakir dan Manning (1984) mengemukakan bahwa umur produktif untuk bekerja di negara-negara berkembang umumnya adalah tahun. Namun umur kronologis di mana seseorang memulai karir sebagai wirausaha itu bervariasi, sebagaimana dikemukakan oleh Ronstandt (dalam Riyanti, 2003) bahwa kebanyakan wirausaha memulai usahanya antara umur 25 sampai 30 tahun. Sedangkan Staw (1991) sendiri mengungkapkan bahwa umumnya pria memulai usaha sendiri ketika berumur 30 tahun dan wanita pada umur 35 tahun. Hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan umur antara lain ditunjukkan oleh Syauta (1997) dan Riyanti (2003). Syauta meneliti umur sebagai salah satu variabel yang berhubungan dengan aplikasi motorisasi pada penangkapan ikan, sedangkan Riyanti memfokuskan penelitiannya pada aspek kewirausahaan dalam sudut pandang psikologi kepribadian. 42

57 Berdasarkan hasil penelitiannya, Syauta (1997: 52) menyimpulkan bahwa umur berhubungan nyata dengan kemampuan nelayan mengaplikasikan usaha penangkapan melalui motorisasi. Selain itu, umur juga berhubungan nyata dengan pengalaman berusaha, besarnya keluarga, interaksi dengan sumber informasi, keikutsertaan dalam kursus dan dukungan pembinaan nelayan. Riyanti (2003: 176) menyimpulkan bahwa variabel umur memiliki pengaruh yang bermakna pada keberhasilan usaha. Umur merupakan variabel yang terbukti memiliki konsistensi dalam mempengaruhi keberhasilan usaha. Umur yang berpengaruh terhadap keberhasilan usaha tidak hanya terkait dengan umur kronologis semata, melainkan juga dengan umur atau lama mengelola usaha. Bertambahnya umur seseorang dalam menjalankan suatu usaha semakin berhasil pula dalam mengelola usaha Pengaruh Pendidikan Formal pada Kemandirian Nelayan Pendidikan formal memainkan peranan penting pada saat wirausahawan mencoba mengatasi masalah-masalah dan mengoreksi penyimpangan dalam suatu praktek usaha. Meskipun pendidikan formal bukan syarat untuk memulai usaha baru, namun pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal akan memberi dasar yang baik, apalagi pendidikan formal tersebut terkait langsung dengan bidang usaha yang dikelola (Riyanti, 2003: 41). Variabel pendidikan boleh jadi bukan merupakan variabel penentu keberhasilan usaha, karena kemungkinan disebabkan tidak adanya keterkaitan antara ilmu yang diperoleh di bangku sekolah dengan pengetahuan yang diperlukan dalam mengelola usaha, atau karena ilmu yang diperoleh hanya sebatas teori tanpa praktek dalam dunia kerja (Riyanti, 2003: 177). Namun demikian, pendidikan formal merupakan salah satu aspek penting yang dapat meningkatkan kemampuan seseorang dalam berwirausaha. Suryana (2006: 5-6) menulis tentang beberapa kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha antara lain adalah kemampuan konseptual dalam mengatur strategi dan memperhitungkan resiko, kemampuan memimpin dan mengelola, serta kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi. Kemampuankemampuan seperti ini cenderung dimiliki oleh orang yang berpendidikan, sehingga cenderung lebih mandiri terutama pada aspek manajemen usaha atau yang berhubungan dengan kelembagaan usaha. 43

58 Keterkaitan antara pendidikan formal dengan kemandirian mengelola usaha perikanan tangkap, dapat dipahami lebih jauh dari tulisan Pollnac (1988: 264) bahwa karakteristik tingkat pendidikan resmi yang secara relatif rendah pada banyak masyarakat penangkap ikan di negara sedang berkembang mempunyai pengaruh negatif, khususnya dalam hal pengelolaan koperasi. Oleh karena banyak nelayan yang buta huruf, terasa sulit melatih mereka maupun mendapatkan pengelola dan akuntan yang bermutu di antara mereka. Pollnac mengambil contoh di Balize di mana standar pendidikan yang cukup tinggi pada masyarakat penangkap ikan sangat mendukung keberhasilan koperasi Pengaruh Pengalaman pada Kemandirian Nelayan Pengalaman bukan hanya sering menjadi prasyarat untuk melamar kerja, tetapi juga prasyarat untuk kelancaran usaha mandiri. Kalau hal ini disadari, maka suatu kesempatan kerja biasanya tidak disia-siakan walaupun upah atau gajinya rendah. Pengalaman dalam kegiatan sosial dan ekonomi merupakan modal yang sangat berharga (Soesarsono, 2002: 116). Pengalaman tampaknya merupakan modal yang sangat berharga bagi nelayan. Nelayan yang berpengalaman akan mampu menggerakkan segala daya upaya mereka, termasuk penyesuaian teknik penangkapan. Masyarakat nelayan yang masih tradisional, mengenali fenomena laut melalui pengalaman dan pengetahuan dari nenek moyang mereka (Sastrawidjaja dan Manadiyanto, 2002: 31). Dengan demikian, nelayan yang bepengalaman dalam melakukan usaha penangkapan ikan akan cenderung dapat menyesuaikan diri dan dapat menjalankan usahanya secara mandiri Pengaruh Jumlah Anggota Keluarga Pada Kemandirian Nelayan Fenomena kehidupan nelayan tidak dapat dilepaskan dari peranan keluarga. Di satu sisi anggota keluarga berfungsi sebagai penyedia utama tenaga kerja, tetapi di sisi lain, anggota keluarga merupakan bagian tanggungjawab yang harus dipenuhi kebutuhannya oleh kepala keluarga (Sastrawidjaja dan Manadiyanto, 2002: 36). Hal ini tentu akan mempengaruhi kemandirian nelayan dalam melakukan usaha penangkapan ikan demersal. Biasanya, nelayan yang mandiri selalu mengatur pekerjaan bagi anggota keluarganya. 44

59 Hasil penelitian Syauta (1997: 58) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan motorisasi penangkapan ikan laut di Kecamatan Salahutu, menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga berhubungan secara nyata dengan kemampuan nelayan dalam mengaplikasikan motorisasi penangkapan ikan laut. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga merupakan variabel yang berhubungan dengan kemandirian nelayan dalam menjalankan usaha penangkapan ikan Pengaruh Sifat Perintis pada Kemandirian Nelayan Seseorang yang berjiwa perintis memiliki tekad yang kuat. Littauer (1996: 26) memasukan orang yang berjiwa perintis ke dalam kelompok orang yang memiliki kepribadian koleris yang kuat. Orang dengan kepribadian seperti ini, antara lain memiliki karakter yang berbakat jadi pemimpin, dinamis dan aktif, sangat memerlukan perubahan, berkemauan kuat dan tegas, tidak mudah patah semangat, bebas dan mandiri, serta dapat menjalankan apa saja. Dalam melakukan suatu pekerjaan, orang koleris kuat selalu berorientasi pada target, mencari pemecahan praktis, bergerak cepat untuk bertindak, dan menekankan pada hasil. Karakter tersebut di atas merupakan karakter dan watak kewirausahaan sebagaimana dikemukakan oleh Meredith, et al. (2005: 5-6) yang antara lain menunjuk pada adanya percaya diri, ketidaktergantungan, berorientasi tugas dan hasil, kemampuan mengambil resiko, suka pada tantangan, bertingkah laku sebagai pemimpin, dan berorientasi pada masa depan. Pada masyarakat nelayan, karakter yang mengandung sifat-sifat perintis seperti disebutkan di atas, dapat ditelusuri dari simbol heroisme hidup masyarakat nelayan, seperti pada masyarakat nelayan di Lamalera. Oleona dan Bataona (2001: ) menulis bahwa bagi masyarakat nelayan Lamalera, perahu layar (Tena Laja) merupakan sumberdaya untuk memperjuangkan hidup di laut. Dengan perahu layar mereka berjuang tak mengenal lelah dan gentar, menerjang ombak dan badai mengarungi samudera luas. Sifat-sifat ini, merupakan sifat perintis nelayan dalam usahanya melakukan penangkapan ikan dengan semangat yang begitu tinggi, seolah tanpa mengenal lelah. Nelayan yang memiliki sifat perintis senantiasa akan mencoba setiap hal baru, baik daerah-daerah penangkapan baru, manajemen usaha, maupun sarana tangkap yang digunakan. 45

60 Ringkasan Faktor umur, pendidikan formal, pengalaman berusaha, jumlah anggota keluarga dan sifat perintis berpengaruh pada kemandirian nelayan ikan demersal. Bertambahnya umur yang disertai dengan konsistensi nelayan dalam menjalankan usahanya sangat berkaitan erat dengan bertambahnya pengalaman yang dapat mempengaruhi kemandirian nelayan. Pendidikan formal dapat meningkatkan kemampuan seseorang dalam menjalankan suatu usaha. Kemampuan dimaksud antara lain adalah kemampuan konseptual, kemampuan memimpin, kemampuan mengelola, kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi, yang kesemuanya berpengaruh pada kemandirian seseorang termasuk nelayan dalam menjalankan usaha penangkapan ikan demersal. Jumlah anggota keluarga mempengaruhi kemandirian nelayan pada dua sisi. Di satu sisi anggota keluarga berpengaruh pada penyediaan tenaga kerja keluarga, tetapi di sisi lain merupakan tanggungjawab yang harus dipenuhi kebutuhannya oleh kepala keluarga. Sedangkan sifat perntis berpengaruh pada kemandirian nelayan untuk menerjang tantangan dan melakukan terobosanterobosan baru seperti daerah-daerah penangkapan baru, manajemen usaha dan sarana tangkap yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan demersal. 46

61 III. KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Berpikir Setiap individu nelayan memiliki kemampuan yang berbeda untuk mengembangkan kemandiriannya dalam menjalankan usaha penangkapan ikan demersal. Perbedaan ini disebabkan antara lain oleh perbedaan umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusaha, jumlah anggota keluarga dan sifat perintis yang melekat pada masing-masing individu nelayan. Identifikasi kemandirian nelayan dalam hal ini dilakukan pada empat komponen yakni kemandirian intelektual, kemandirian emosional, kemandirian ekonomi dan kemandirian sosial. Nelayan yang mandiri secara intelektual ditunjukkan dengan kemampuan menggunakan daya pikirnya secara mandiri dan bebas dari pengaruh otoritas maupun pembentukan opini pihak lain. Pada nelayan ikan demersal, kemandirian seperti ini dapat diketahui antara lain dari kemampuannya merencanakan kegiatan penangkapan, kemampuan menentukan dan mengidentifikasi daerah penangkapan (fishing ground) yang dapat memberi hasil yang berlimpah, kemampuan dalam menentukan cara berproduksi, kemampuan mengambil keputusan dalam memecahkan masalah, dan kemampuan memasarkan hasil usahanya. Nelayan yang mandiri secara intelektual selalu berupaya mendapatkan informasi dan atau data yang dapat mendukung kemampuan intelektualnya tersebut. Kemandirian nelayan secara emosional ditunjukkan dengan kemampuan mengembangkan dirinya sendiri yang didasarkan pada keberanian melepaskan ketergantungan dari kendali berbagai pihak. Nelayan yang mandiri secara emosional adalah nelayan yang dapat melepas ketergantungannya pada otoritas keluarga dan ikatan patron-klien, dapat menyikapi ritual kepercayaan lokal, mengatasi sikap fatalistik dan dapat mengembangkan kerjasama dalam pemanfaatan laut. Kemandirian nelayan secara ekonomi ditunjukkan dengan kemampuannya untuk menyediakan dan meningkatkan semua kebutuhan yang diperlukan pada usaha penangkapan ikan demersal seperti aset usaha, biaya operasional, melakukan diversifikasi usaha, pendapatan dan tabungan Pada masyarakat patriarkhal, umumnya otoritas keluarga dipegang oleh laki-laki tertua. Keputusan pemegang otoritas berlaku untuk semua anggota keluarga dan harus dipatuhi. Nelayan yang mandiri adalah nelayan yang mampu melepas ketergantungannya pada kendali otoritas keluarga. 47

62 Ketergantungan nelayan juga terjadi dengan adanya ikatan patron-klien. Umumnya, struktur sosial dalam masyarakat nelayan dicirikan oleh kuatnya ikatan patron-klien. Meskipun munculnya ikatan patron-klien ini dilandasi oleh hubungan mutualisme, namun pada akhirnya hubungan ini bersifat eksploitatif dan nelayan selalu dirugikan dalam posisinya sebagai klien. Oleh karena itu, nelayan yang mandiri secara emosional adalah nelayan yang dapat melepaskan diri dari ketergantungan pada ikatan patron-klien. Pada masyarakat nelayan umumnya terdapat ritual kepercayaan dalam menjalankan kegiatan penangkapan ikan. Pada kelompok masyarakat nelayan yang masih memegang teguh ritual kepercayaan meyakini bahwa pelaksanaan ritual ini dapat menghindarkan diri dari resiko kegagalan dan resiko yang berkaitan dengan keselamatan jiwa. Ketergantungan pada ritual kepercayaan ini mengharuskan nelayan untuk mengalokasikan waktu bagi pelaksanaan ritual tersebut. Pelaksanaannya pun kadang-kadang harus tergantung pada orang yang memiliki kelebihan untuk melaksanakan ritual tersebut. Selain itu, dalam masyarakat nelayan terdapat sikap fatalistik dan potensi konflik interpersonal dalam pemanfaatan sumberdaya perairan. Nelayan yang mandiri akan menunjukkan kemampuannya dalam mengatasi dan mengendalikan setiap aspek emosi dalam menjalankan usaha penangkapan ikan demersal. Selanjutnya, kemandirian nelayan secara sosial dapat diidentifikasi dari kemampuannya menjaga independensi, membina hubungan dengan sesama kelompok nelayan membina hubungan dengan kelompok di luar nelayan dan dengan kelompok pemimpin, serta dapat mengembangkan strategi adaptasi untuk mengatasi kesulitan-kesulitan hidup. Nelayan yang mandiri secara sosial selalu menjaga independensi dari tekanan-tekanan konformitas kelompok dan lingkungan sosialnya. Mereka dapat saja menerima padangan-pandangan kelompoknya jika hal tersebut tidak merugikan usahanya dan karena alasan normatif untuk menunjukkan penghargaan pada kelompoknya. Nelayan yang mandiri membina hubungan sosial dicirikan oleh kemampuan mobilitasnya dalam berinteraksi dengan sesama kelompok nelayan maupun dengan kelompok bukan nelayan. Hal ini dilakukan dengan memasuki kelompokkelompok sosial atau individu sehingga berdampak pada meningkatnya pola interaksi mutualisme yang dapat menunjang perkembangan usahanya. Sedangkan kemampuan mengembangkan strategi adaptasi berkaitan dengan kesulitankesulitan hidup yang dialami oleh nelayan yang mengharuskannya untuk 48

63 mengembangkan strategi tersebut. Strategi ini dapat dilakukan dengan memobilisasi peran istri dan anak atau melalui hubungan pinjam meminjam secara timbal balik dengan kerabat, tetangga dan sahabat untuk mengatasi kesulitan hidup sehari-hari. Kemandirian sebagaimana disebutkan di atas sangat bergantung pada kompetensi yang dimiliki oleh nelayan. Nelayan yang kompeten adalah nelayan yang memiliki kemampuan menjalankan kegiatan penangkapan ikan demersal secara efektif pada beberapa aspek seperti: perencanaan usaha, aspek permodalan, penentuan daerah penangkapan (fishing ground), penentuan waktu menangkap, teknik penangkapan, pengambilan keputusan dalam memecahkan masalah, pengendalian usaha, dan pada aspek pemasaran. Kemandirian yang dilandasi oleh unsur kompetensi tersebut tidak sama bagi setiap nelayan. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan nelayan itu sendiri seperti faktor umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah tanggungan dan sifat perintis nelayan. Perbedaan ini menyebabkan adanya perbedaan kemampuan nelayan dalam mengembangkan kemandirian mereka pada usaha penangkapan ikan demersal. Berdasarkan uraian tersebut, secara sederhana alur pemikiran penelitian tentang pengaruh umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah tanggungan dan sifat perintis nelayan terhadap kemandirian nelayan ikan demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi ditunjukkan pada gambar berikut: Umur (X1) Pendidikan Formal (X 2) Pengalaman (X 3) Kompetensi Nelayan (X 6/Y 1) Kemandirian Nelayan (Y 2) Intelektual (Y2.1) Emosional (Y2.2) Ekonomi (Y2.3) Jumlah Anggota Keluarga (X 4) Sosial (Y2.4) Sifat Perintis (X 5) Gambar 1 Hubungan antar peubah penelitian 49

64 3.2. Hipotesis Hipotesis sering diartikan sebagai jawaban sementara atas permasalahan atau pertanyaan-pertanyaan penelitian yang akan diuji atau dibuktikan berdasarkan hasil analisis atas data yang dikumpulkan melalui penelitian tersebut (Hadi, 1981; Arikunto, 1993 dalam Mardikanto, 2001; 49). Hipotesis penelitian ini dibangun dari teori dan dirumuskan dalam kerangka berpikir mengenai keadaan, gejala, atau keterkaitan antar peubah yang diamati. Peubah-peubah yang diamati dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga bagian, yakni peubah antecedent, intervening dan peubah konsekuen. Peubah antecedent adalah umur, pendidikan formal, pengalaman berusaha, jumlah anggota keluarga, dan sifat perintis nelayan. Peubah intervening adalah kompetensi yang terdiri dari kompetensi nelayan pada aspek perencanaan usaha, permodalan, penentuan daerah penangkapan, penentuan waktu menangkap, teknologi penangkapan, pengambilan keputusan untuk memecahkan masalah, pengendalian usaha, dan pemasaran hasil. Peubah kompetensi juga dijadikan sebagai peubah antecedent untuk memprediksi pengaruhnya pada kemandirian. Sedangkan peubah konsekuennya adalah kemandirian nelayan, dielaborasi dari empat komponen, yakni: kemandirian intelektual, kemandirian emosional, kemandirian ekonomi, dan kemandirian sosial. Berdasarkan permasalahan, tujuan dan kerangka berpikir penelitian yang menunjukkan adanya keterkaitan antar peubah tersebut, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. 1. Umur (X 1 ), pendidikan formal (X 2 ), pengalaman (X 3 ), jumlah anggota keluarga (X 4 ) dan sifat perintis (X 5 ) berpengaruh pada kompetensi nelayan (Y 1 ) ikan demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi 2. Kompetensi nelayan (Y 1 ) berpengaruh pada Kemandirian (Y 2 ) nelayan ikan demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi. 3. Umur (X 1 ), pendidikan formal (X 2 ), pengalaman (X 3 ), jumlah anggota keluarga (X 4 ) dan sifat perintis (X 5 ) berpengaruh pada kemandirian nelayan (Y 2 ) ikan demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi 4. Umur (X 1 ), pendidikan formal (X 2 ), pengalaman (X 3 ), jumlah anggota keluarga (X 4 ), sifat perintis (X 5 ) dan kompetensi (X 6 ) berpengaruh pada kemandirian nelayan (Y 2 ) ikan demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi 50

65 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah semua nelayan yang seluruh atau sebagian besar aktivitasnya melakukan usaha penangkapan ikan demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan. Terdapat 5 (lima) desa yang penduduknya menjadikan usaha penangkapan ikan sebagai pekerjaan utama, yakni: Desa Mola Selatan, Desa Mola Samaturu, Desa Mola Bahari, Desa Mola Nelayan Bhakti, dan Desa Mola Utara. Jumlah populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: Tabel 1 Populasi dan sampel penelitian pada lima desa di Kecamatan Wangi- Wangi Selatan No Nama Desa Populasi (orang) Sampel (orang) 1 Desa Mola Selatan Desa Mola Samaturu Desa Mola Bahari Desa Mola Nelayan Bhakti Desa Mola Utara Jumlah Sumber: Registrasi Desa, Tahun 2007 Sampel penelitian adalah sebagian dari nelayan yang berada di lima desa tersebut. Hasil pengambilan sampel berdasarkan rumus Slovin diperoleh 76 orang nelayan yang menjadi responden dalam penelitian ini. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling) setelah menentukan proporsi jumlah sampel pada masing-masing desa. Secara rinci, sebanyak 13 orang dari keseluruhan sampel penelitian terdapat di Desa Mola Selatan, 14 orang di Desa Mola Samaturu, 16 orang di Desa Mola Bahari, 17 orang di Desa Mola Nelayan Bhakti, dan 16 orang di Desa Mola Utara Rancangan Penelitian Penelitian ini dirancang sebagai penelitian korelasional dengan mempelajari pengaruh dari umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah anggota keluarga dan sifat perintis sebagai peubah X pada kemandirian nelayan sebagai peubah Y dalam usaha penangkapan ikan demersal. 51

66 4.3. Data dan Instrumentasi Data Data yang dihimpun terdiri dari data primer dan data sekunder, menyangkut umur, pendidikan formal, pengalaman berusaha, jumlah anggota keluarga, sifat perintis dan kemandirian nelayan dalam usaha penangkapan ikan demersal. Data tersebut adalah: a. Umur, pendidikan formal, pengalaman berusaha, jumlah anggota keluarga, dan sifat perintis yang diduga berpengaruh pada kemandirian nelayan ikan demersal. 1) Umur yaitu satuan usia yang dihitung berdasarkan jumlah tahun sejak lahir hingga penelitian ini dilakukan. Berdasarkan hal tersebut, tingkat umur dibagi dalam tiga kategori yaitu kelompok umur: (1) muda = tahun, (2) sedang = tahun, dan (3) tua = tahun. 2) Pendidikan formal adalah lamanya nelayan mengikuti proses belajar melalui bangku sekolah yang dihitung dari jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi, dikategorikan menjadi: (1) rendah = 0-4 tahun, (2) sedang = 5-8 tahun, dan (3) tinggi = 9-2 tahun. 3) Pengalaman berusaha ikan demersal adalah lamanya nelayan menjalankan usaha penangkapan ikan demersal yang dinyatakan dalam tahun. Berdasarkan hal ini, pengalaman nelayan dibagi dalam tiga kategori yakni: (1) kurang = 1-17 tahun, (2) cukup = tahun, dan (3) berpengalaman = tahun. 4) Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya angota keluarga yang ditanggung sebagian atau seluruh kehidupannya oleh nelayan. Jumlah anggota keluarga dibagi menjadi tiga kategori yakni: (1) sedikit = 0-2 orang, (2) cukup = 3-5 orang, dan (3) banyak = 6-8 orang 5) Sifat perintis nelayan adalah sifat yang melekat pada nelayan untuk merintis hal baru yang berkaitan dengan usahanya untuk melakukan penangkapan ikan demersal dalam setiap bulannya. Sifat perintis ini dihitung berdasarkan intensitas nelayan dalam mencari hal baru, dikategorikan menjadi: (1) tidak merintis = 0 kali, (2) kurang = 1 2 kali, dan (3) banyak = 3 4 kali. b. Kompetensi nelayan adalah perilaku terukur yang dimiliki oleh nelayan untuk menjalankan usaha penangkapan ikan demersal secara efektif mencakup pengetahuan dan kecakapan pribadi untuk mencapai kinerja pada bidang 52

67 tugasnya dengan penuh tanggungjawab. Kompetensi yang diukur dalam penelitian ini lebih difokuskan pada kesadaran kognitif dalam menjalankan usaha penangkapan ikan demersal pada bidang kompetensi berikut: 1) Aspek perencanaan, ditunjukkan dengan kemampuan nelayan dalam: (a) memilih dan menetapkan jenis ikan demersal yang bernilai ekonomi tinggi untuk ditangkap seperti kerapu, sunu, baronang, (b) memilih untuk tidak menjual hasil produksinya kepada tengkulak, (c) memilih pasar yang memiliki kemudahan akses transportasi, (d) melakukan kalkulasi keuangan dan menabung sebagian pendapatannya. 2) Aspek permodalan, ditunjukkan dengan kemampuan nelayan dalam: (a) memahami peruntukkan modal usaha secara tepat, (b) menentukan sumber modal yang baik, (c) memahami cara memperoleh modal usaha, (d) mengetahui proses memperoleh pinjaman modal dari bank 3) Penentuan daerah penangkapan, ditunjukkan dengan kemampuan nelayan dalam: (a) mengidentifikasi habitat ikan demersal pada ekosistem karang, (b) mengidentifikasi habitat ikan demersal pada ekosistem lamun, (c) penggunaan triangulasi visual pada ekosistem laut dalam, dan (d) mengidentifikasi alur pergerakan ikan melalui pasang surut air laut 4) Penentuan waktu menangkap, ditunjukkan dengan kemampuan nelayan dalam: (a) menentukan waktu penangkapan berdasarkan musim (bulan), (b) menentukan waktu penangkapan berdasarkan temperatur air laut, (c) menentukan waktu penangkapan pada siang hari, dan (d) menentukan waktu penangkapan pada malam hari. 5) Aspek teknologi penangkapan, ditunjukkan dengan kemampuan nelayan dalam: (a) memilih alat tangkap yang sesuai untuk ekosistem karang, (b) memilih alat tangkap yang sesuai untuk ekosistem lamun, (c) memilih alat tangkap yang sesuai untuk ekosistem laut dalam, (d) memilih alat tangkap yang efektif dan efisien untuk menangkap ikan dalam jumlah besar. 6) Aspek pengambilan keputusan dalam memecahkan masalah, ditunjukkan dengan: (a) kemampuan mengidentifikasi masalah dan mengetahui faktor penghambat dan pendukung pemecahannya, (b) kemampuan mengumpulkan informasi untuk mendukung keputusannya, (c) sikap percaya diri, yakin dan optimis terhadap keputusan yang diambilnya, (d) sikap konsisten dalam menjalankan keputusannya 53

68 7) Pengendalian usaha, ditunjukkan dengan kemampuan nelayan dalam: (a) menyesuaikan intensitas kegiatan penangkapan dengan hambatanhambatan alam seperti ombak keras, (b) menggunakan jenis alat tangkap yang sesuai untuk cuaca yang tidak bersahabat, (c) mengendalikan harga jual, (d) menyisihkan hasil penjualan untuk modal usaha berikutnya 8) Aspek pemasaran, ditunjukkan dengan kemampuan nelayan dalam: (a) menjual langsung hasil produksi ke konsumen, (b) menentukan bentuk produk yang menguntungkan (hidup, segar atau olahan), (c) menentukan harga jual berdasarkan kualitas produk, (d) menentukan waktu yang tepat untuk menjual hasil produksi. Komponen kompetensi yang harus dimiliki oleh nelayan sebagaimana disebutkan di atas, diklasifikasi menjadi: (1) kurang kompeten, skor = 0 10, (2) cukup kompeten, skor = 11 21, dan (3) kompeten, skor = c. Kemandirian nelayan adalah sikap individu nelayan yang mengutamakan kemampuannya sendiri untuk mengatasi berbagai masalah yang berkaitan dengan usaha penangkapan ikan demersal tanpa harus tergantung pada pihak lain. Kemandirian ini diukur dari banyaknya bantuan yang dibutuhkan oleh nelayan dengan kategori: Kurang (skor ), sedang (skor ), tinggi (skor ). Kemandirian dalam penelitian ini dielaborasi dari 4 (empat) unsur yakni: kemandirian intelektual, kemandirian emosional, kemandirian ekonomi dan kemandirian sosial. Data dari keempat unsur tersebut adalah sebagai berikut: 1) Merencanakan usaha penangkapan, merupakan unsur kemandirian intelektual yang diukur dari kemampuan nelayan dalam menggunakan akal dan daya pikirnya untuk melakukan perencanaan usaha penangkapan ikan demersal. Perencanaan ini diukur dari banyaknya bantuan yang dibutuhkan oleh nelayan untuk merencanakan usaha, dikategorikan menjadi: (1) kurang mandiri (perlu cukup bantuan, (2) cukup mandiri (perlu sedikit bantuan), (3) mandiri (tidak perlu bantuan). 2) Menentukan daerah penangkapan, merupakan unsur kemandirian intelektual yang diukur dari kemampuan nelayan dalam memilih dan menentukan daerah penangkapan yang dianggapnya dapat memberikan hasil produksi yang optimal. Kemampuan ini diukur dari banyaknya bantuan yang dibutuhkan oleh nelayan, dikategorikan menjadi: (1) kurang mandiri (perlu cukup bantuan, (2) cukup mandiri (perlu sedikit bantuan), (3) mandiri (tidak perlu bantuan). 54

69 3) Menentukan cara berproduksi, merupakan unsur kemandirian intelektual yang menunjuk pada kemampuan nelayan untuk menentukan cara berproduksi atau cara menangkap ikan demersal yang dianggapnya sangat menguntungkan. Kemampuan ini diukur dari banyaknya bantuan yang dibutuhkan oleh nelayan, dikategorikan menjadi: (1) kurang mandiri (perlu cukup bantuan, (2) cukup mandiri (perlu sedikit bantuan), (3) mandiri (tidak perlu bantuan). 4) Mengambil keputusan dalam memecahkan masalah merupakan unsur kemandirian intelektual yang menunjuk pada kemampuan nelayan untuk mengidentifikasi dan menyeleksi seperangkat tindakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dalam usaha penangkapan ikan demersal. Kemampuan ini diukur dari banyaknya bantuan yang dibutuhkan oleh nelayan, dikategorikan menjadi: (1) kurang mandiri (perlu cukup bantuan, (2) cukup mandiri (perlu sedikit bantuan), (3) mandiri (tidak perlu bantuan). 5) Mengambil keputusan pemasaran merupakan unsur kemandirian intelektual yang menunjuk pada kemampuan nelayan untuk memilih dan menentukan alternatif pemasaran yang menguntungkan bagi hasil produksinya. Kemampuan ini diukur dari banyaknya bantuan yang dibutuhkan oleh nelayan, dikategorikan menjadi: (1) kurang mandiri (perlu cukup bantuan, (2) cukup mandiri (perlu sedikit bantuan), (3) mandiri (tidak perlu bantuan). 6) Melepas ketergantungan dari otoritas keluarga, merupakan unsur kemandirian emosional yang menunjuk kepada kemampuan nelayan untuk melepaskan ketergantungan dari otoritas keluarga dalam segala aspek yang berkaitan dengan usaha penangkapan ikan demersal, diukur dari banyaknya bantuan yang dibutuhkan, dikategorikan menjadi: (1) kurang mandiri (perlu cukup bantuan, (2) cukup mandiri (perlu sedikit bantuan), (3) mandiri (tidak perlu bantuan). 7) Melepas ketergantungan dari ikatan patron-klien, merupakan unsur kemandirian emosional yang menunjuk kepada kemampuan nelayan untuk melepaskan ketergantungan pada ikatan pola hubungan patron-klien dalam menjalankan usaha penangkapan ikan demersal, diukur dari banyaknya bantuan yang dibutuhkan yan dikategarikan menjadi: (1) kurang mandiri (perlu cukup bantuan, (2) cukup mandiri (perlu sedikit bantuan), (3) mandiri (tidak perlu bantuan). 55

70 8) Menyikapi ritual kepercayaan lokal, merupakan unsur kemandirian emosional yang menunjuk kepada kemampuan nelayan untuk menyikapi berbagai ritual kepercayaan lokal. Kemampuan ini diukur dari banyaknya bantuan yang dibutuhkan oleh nelayan untuk menyikapi ritual tersebut, dikategorikan menjadi: (1) kurang mandiri (perlu cukup bantuan, (2) cukup mandiri (perlu sedikit bantuan), (3) mandiri (tidak perlu bantuan). 9) Mengatasi sikap fatalistik, merupakan unsur kemandirian emosional yang menunjuk kepada kemampuan nelayan untuk mengatasi sikap fatalistik dalam menjalankan usaha penangkapan ikan demersal, Kemampuan ini diukur dari banyaknya bantuan yang dibutuhkan oleh nelayan untuk menyikapi sikap fatalistik tersebut, dikategorikan menjadi: (1) kurang mandiri (perlu cukup bantuan, (2) cukup mandiri (perlu sedikit bantuan), (3) mandiri (tidak perlu bantuan). 10) Mengembangkan kerjasama pemanfaatan laut merupakan unsur kemandirian emosional yang menunjuk kepada kemampuan nelayan untuk menyikapi berbagai kemungkinan konflik dan mengembangkannya dalam bentuk kerjasama, diukur dari banyaknya bantuan yang dibutuhkan dengan kategori: (1) kurang mandiri (perlu cukup bantuan, (2) cukup mandiri (perlu sedikit bantuan), (3) mandiri (tidak perlu bantuan). 11) Nilai aset merupakan unsur kemandirian ekonomi berupa nilai kekayaan yang dimiliki dan digunakan oleh nelayan untuk menjalankan usaha penangkapan ikan demersal. Aset yang dihitung adalah fixed asset berupa nilai dari sarana tangkap maupun sarana budidaya, rumah beserta perabotnya, tanah, dan lain-lain, dikategorikan menjadi: (1) rendah = Rp Rp , (2) sedang = Rp Rp dan (3) tinggi = Rp Rp ) Biaya operasional merupakan unsur kemandirian ekonomi yang menunjuk jumlah biaya yang dibutuhkan oleh nelayan untuk melakukan penangkapan ikan demersal, baik yang sifatnya langsung digunakan setiap kali melakukan penangkapan maupun tidak langsung yang disiapkan untuk mengatasi kerusakan sarana tangkap. Kebutuhan biaya operasional ini dihitung dalam satuan Rupiah/bulan, dikategorikan menjadi: (1) sedikit = Rp Rp , (2)cukup=Rp Rp , dan (3) banyak = Rp Rp

71 13) Diversifikasi usaha merupakan unsur kemandirian eknomi yang dilakukan oleh nelayan dengan jalan mengkombinasikan pekerjaannya untuk menghadapi resiko ketidakpastian dalam usaha penangkapan ikan demersal. Kemampuan nelayan dalam menjalankan diversifikasi usaha diukur dari ada tidaknya jenis usaha lain yang dilakukan, dikategorikan menjadi: (1) tidak ada = 0 jenis, (2) sedikit = 1 jenis, dan (3) banyak = 2-3 jenis. 14) Pendapatan merupakan unsur kemandirian ekonomi yang menunjuk pada besarnya penghasilan atau nilai rupiah yang diperoleh nelayan dalam menjalankan usaha penangkapan ikan demersal setiap bulannya. Pendapatan nelayan dibagi dalam kategori: (1) rendah = Rp Rp , (2) sedang = Rp Rp , dan (3) tinggi = Rp Rp ) Jumlah tabungan merupakan unsur kemandirian ekonomi yang menunjuk pada banyaknya nilai simpanan nelayan yang berbentuk uang tunai, simpanan bank, atau dibelikan barang berharga seperti emas, dikategorikan menjadi: (1) sedikit = Rp Rp , (2) sedang = Rp Rp , dan (3) banyak = Rp Rp ) Menjaga independensi, merupakan unsur kemandirian sosial yang menunjuk pada kemampuan nelayan untuk tetap independen dan tidak konformis secara kaku pada tatanan kelembagaan sosial dalam kelompok maupun lingkungannya. Kemampuan ini diukur dari banyaknya bantuan yang dibutuhkan untuk menjaga independensi sosial yang dibagi dalam kategori: (1) kurang mandiri (perlu cukup bantuan, (2) cukup mandiri (perlu sedikit bantuan), (3) mandiri (tidak perlu bantuan). 17) Membina hubungan dengan sesama kelompok nelayan, merupakan unsur kemandirian sosial yang menunjuk pada kemampuan responden untuk melakukan hubungan sosial dengan sesama nelayan, diukur dari banyaknya bantuan yang dibutuhkan untuk membina hubungan tersebut, dikategorikan menjadi: (1) kurang mandiri (perlu cukup bantuan, (2) cukup mandiri (perlu sedikit bantuan), (3) mandiri (tidak perlu bantuan). 18) Membina hubungan dengan kelompok di luar nelayan, merupakan unsur kemandirian sosial yang menunjuk pada kemampuan responden untuk melakukan hubungan dengan kelompok di luar nelayan, diukur dari 57

72 banyaknya bantuan yang dibutuhkan untuk membina hubungan tersebut, dikategorikan menjadi: (1) kurang mandiri (perlu cukup bantuan, (2) cukup mandiri (perlu sedikit bantuan), (3) mandiri (tidak perlu bantuan). 19) Membina hubungan dengan kelompok pemimpin, merupakan unsur kemandirian sosial yang menunjuk pada kemampuan responden untuk melakukan hubungan dengan kelompok pemimpin, baik pemimpin formal maupun dengan pemimpin nonformal. Kemampuan ini diukur dari banyaknya bantuan yang dibutuhkan untuk membina hubungan tersebut, dikategorikan menjadi: (1) kurang mandiri (perlu cukup bantuan, (2) cukup mandiri (perlu sedikit bantuan), (3) mandiri (tidak perlu bantuan). 20) Mengembangkan strategi adaptasi, merupakan unsur kemandirian sosial yang menunjuk pada kemampuan nelayan untuk melakukan adaptasi pada lingkungan sosialnya dalam mengantisipasi setiap keadaan yang tidak menguntungkan. Strategi ini antara lain dilakukan dengan memobilisasi istri dan anak untuk ikut mencari nafkah, mengembangkan jaringan sosial melalui pola hubungan tolong menolong atau pinjam-meminjam dengan kerabat, tetangga, dan teman. Kemampuan ini diukur dari banyaknya bantuan yang dibutuhkan untuk mengembangkan strategi adaptasi tersebut, dikategorikan menjadi: (1) kurang mandiri (perlu cukup bantuan, (2) cukup mandiri (perlu sedikit bantuan), (3) mandiri (tidak perlu bantuan) Instrumentasi Instrumen yang digunakan berupa kuesioner yang berisi seperangkat pertanyaan yang dijabarkan dari variabel-variabel penelitian. Agar data yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, instrumen penelitian diuji terlebih dahulu baik validitas maupun reliabilitasnya Validitas instrumen Validitas atau disebut pula kesahihan, menunjukkan berapa dekat alat ukur menyatakan apa yang seharusnya diukur (Sastroasmoro dan Ismael, 2003; 60). Menurut Singarimbun dan Effendi (1995: 122), validitas menunjukkan sejauhmana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Validitas yang diuji dalam penelitian ini adalah validitas konstruk (construct validity), yaitu dengan mendasarkan pada konsep dan definisi operasional. Untuk memenuhi syarat kesahihan (validitas) instrumen penelitian ini, maka upaya yang dilakukan adalah: 58

73 1) konsultasi dengan dosen pembimbing dalam penyusunan instrumen, 2) konsultasi dengan beberapa ahli yang menguasai aspek sosial ekonomi perikanan tangkap, 3) melakukan uji coba instrumen sebelum digunakan dalam pengumpulan data Reliabilitas Instrumen Suatu pengukuran dikatakan reliable, andal, memiliki ketepatan atau presisi, apabila memberikan nilai yang sama ataupun hampir sama jika pemeriksaan dilakukan berulang-ulang (Sastroasmoro dan Ismael, 2003; 55). Reliabilitas instrumen ini diperlukan untuk mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan pengukuran. Sebelum pengumpulan data dan pelaksanaan penelitian, maka terlebih dahulu dilakukan uji reliabilitas instrumen pada 20 (dua puluh) orang nelayan ikan demersal yang berada di wilayah administrasi Desa Mola Utara. Koefisien reliabilitas dihitung dengan menggunakan rumus Cronbach-alpha: Keterangan: k α = 1 - k - 1 Vi Vt α = koefisien reliabilitas alat ukur k = banyaknya butir pertanyaan Vi = varians butir pertanyaan Vt = varians total Penghitungan nilai koefisien reliabilitas instrumen dilakukan dengan memanfaatkan perangkat lunak program komputer SPSS (Statistical Package for the Social Sciences). Jika nilai koefisien reliabilitas berada pada nilai 0,6 1, maka instrumen penelitian ini dikatakan reliable atau signifikan (Marzuki dan Burhan, 2000: 309) Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juli 2008 sampai dengan bulan September Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara dan pengisian kuisioner yang telah disiapkan. Wawancara dengan nelayan yang menjadi responden dalam penelitian ini dilakukan pada lima desa terpilih yakni Desa Mola Selatan, Desa Mola Samaturu, Desa Mola Bahari, Desa Mola Nelayan Bhakti dan Desa Mola Utara. Sedangkan data sekunder diperoleh dari kantor pemerintah seperti kantor desa dan instansi terkait. 59

74 4.5. Analisis Data Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. 1. Analisis statistik deskiriptif dalam bentuk tabel distribusi frekuensi digunakan untuk mendeskripsikan setiap peubah. 2. Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menentukan pengaruh umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah anggota keluarga, sifat perintis dan kompetensi pada kemandirian nelayan ikan demersal. Rumus dari persamaan regresi adalah sebagai berikut: Y = α + β 1 X 1 + β 2 X 2 + e Keterangan: Y = Variabel dependen α = intersep β 1... β 2 = Koefisien regresi X 1... X 2 = Variabel independen e = error Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat komputer program SPSS versi 11,5. 60

75 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengantar Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2008 dengan tujuan untuk: (1) menganalisis pengaruh umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah anggota keluarga dan sifat perintis pada kompetensi nelayan ikan demersal, (2) menganalisis pengaruh faktor kompetensi pada kemandirian nelayan ikan demersal, (3) menganalisis pengaruh umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah anggota dan sifat perintis pada kemandirian nelayan, dan (4) menganalisis pengaruh umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah anggota keluarga, sifat perintis, dan kompetensi pada kemandirian nelayan ikan demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi. Sebanyak 76 orang nelayan ikan demersal yang menjadi sampel diperoleh secara simple random sampling. Data dari 76 orang nelayan tersebut digunakan untuk mencapai tujuan penelitian. Sebelum menyajikan hasil dan pembahasan penelitian, terlebih dahulu diuraikan gambaran umum willayah penelitian Gambaran Umum Wilayah Penelitian Letak Geografis dan Batas Wilayah Kecamatan Wangi-Wangi Selatan terletak di bagian tenggara pulau Sulawesi dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Wangi-Wangi, sebelah Selatan dan Barat berbatasan dengan Laut Flores, dan sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda. Lebih jelasnya letak Kecamatan Wangi-Wangi Selatan dapat dilihat pada Gambar 2 berikut: Kec. Wangi-Wangi Kec. Wangi-Wangi Selatan Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian 61

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KEMANDIRIAN NELAYAN IKAN DEMERSAL DI KECAMATAN WANGI-WANGI SELATAN KABUPATEN WAKATOBI SULAWESI TENGGARA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KEMANDIRIAN NELAYAN IKAN DEMERSAL DI KECAMATAN WANGI-WANGI SELATAN KABUPATEN WAKATOBI SULAWESI TENGGARA FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KEMANDIRIAN NELAYAN IKAN DEMERSAL DI KECAMATAN WANGI-WANGI SELATAN KABUPATEN WAKATOBI SULAWESI TENGGARA M A R D I N PROGRAM STUDI ILMU PENYULUHAN PEMBANGUNAN SEKOLAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Nelayan mandiri memiliki sejumlah karakteristik khas yang membedakannya dengan nelayan lain. Karakteristik tersebut dapat diketahui dari empat komponen kemandirian, yakni

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah semua nelayan yang seluruh atau sebagian besar aktivitasnya melakukan usaha penangkapan ikan demersal di Kecamatan Wangi-Wangi

Lebih terperinci

MODEL KEMANDIRIAN NELAYAN DI KECAMATAN PADANG CERMIN KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG

MODEL KEMANDIRIAN NELAYAN DI KECAMATAN PADANG CERMIN KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG MODEL KEMANDIRIAN NELAYAN DI KECAMATAN PADANG CERMIN KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG Anggalia Wibasuri 1) dan Besti Lilyana 2) 1) Fakultas Ilmu Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Manajemen, IBI Darmajaya

Lebih terperinci

KOMPETENSI PETANI JAGUNG DALAM BERUSAHATANI DI LAHAN GAMBUT: KASUS PETANI JAGUNG DI LAHAN GAMBUT DI DESA LIMBUNG KABUPATEN PONTIANAK KALIMANTAN BARAT

KOMPETENSI PETANI JAGUNG DALAM BERUSAHATANI DI LAHAN GAMBUT: KASUS PETANI JAGUNG DI LAHAN GAMBUT DI DESA LIMBUNG KABUPATEN PONTIANAK KALIMANTAN BARAT KOMPETENSI PETANI JAGUNG DALAM BERUSAHATANI DI LAHAN GAMBUT: KASUS PETANI JAGUNG DI LAHAN GAMBUT DI DESA LIMBUNG KABUPATEN PONTIANAK KALIMANTAN BARAT M A L T A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

MARIA BINUR FRANSISKA MANALU

MARIA BINUR FRANSISKA MANALU KOMPETENSI PEMILIK RUMAH MAKAN TRADISIONAL KELAS C DALAM PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN MAKANAN DI DAERAH TUJUAN WISATA JAKARTA TIMUR MARIA BINUR FRANSISKA MANALU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Kemandirian Nelayan 2.1.1. Umur Hanafi (1993: 58) menulis bahwa umur seseorang merupakan salah satu karakteristik individu yang besarannya

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL (Kasus di Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat) HENDRO ASMORO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING (Kasus Kelompok Tani Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok) DIARSI EKA YANI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR

KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK YUSNIDAR. Keefektivan Komunikasi Masyarakat

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR i ANALISIS MANAJEMEN KEUANGAN, TEKANAN EKONOMI, STRATEGI KOPING DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA NELAYAN DI DESA CIKAHURIPAN, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI HIDAYAT SYARIFUDDIN DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

MOTIVASI PETANI DALAM MENERAPKAN TEKNOLOGI PRODUKSI KAKAO (KASUS KECAMATAN SIRENJA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH) SYAMSYIAH GAFUR

MOTIVASI PETANI DALAM MENERAPKAN TEKNOLOGI PRODUKSI KAKAO (KASUS KECAMATAN SIRENJA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH) SYAMSYIAH GAFUR MOTIVASI PETANI DALAM MENERAPKAN TEKNOLOGI PRODUKSI KAKAO (KASUS KECAMATAN SIRENJA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH) SYAMSYIAH GAFUR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN PETANI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN USAHATANI: KASUS PETANI SAYURAN DI KABUPATEN BONDOWOSO DAN KABUPATEN PASURUAN ABDUL FARID

KEMANDIRIAN PETANI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN USAHATANI: KASUS PETANI SAYURAN DI KABUPATEN BONDOWOSO DAN KABUPATEN PASURUAN ABDUL FARID KEMANDIRIAN PETANI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN USAHATANI: KASUS PETANI SAYURAN DI KABUPATEN BONDOWOSO DAN KABUPATEN PASURUAN ABDUL FARID SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P.

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P. ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P. SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN Oleh : Dewi Maditya Wiyanti PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus: Rumahtangga Nelayan Tradisional Di Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang Propinsi Banten) RANTHY PANCASASTI SEKOLAH

Lebih terperinci

HUBUNGAN PROFIL INDIVIDU, IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI APARATUR DENGAN PELAKSANAAN GOOD GOVERNANCE

HUBUNGAN PROFIL INDIVIDU, IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI APARATUR DENGAN PELAKSANAAN GOOD GOVERNANCE HUBUNGAN PROFIL INDIVIDU, IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI APARATUR DENGAN PELAKSANAAN GOOD GOVERNANCE (Kasus pada Dinas Pertanian dan Peternakan, Dinas Perkebunan, Dinas Kelautan dan

Lebih terperinci

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBIASAAN MASYARAKAT MAKAN OYEK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBIASAAN MASYARAKAT MAKAN OYEK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBIASAAN MASYARAKAT MAKAN OYEK (Manihot utilissima) SEBAGAI BAHAN CAMPURAN NASI (Kasus di Kecamatan Sruweng Kebumen Jawa Tengah) BA DO RIYONO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR PUBLIK : MEMBANDINGKAN KINERJA RASIO KEUANGAN DENGAN ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) Oleh : Ahmad Susanto

KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR PUBLIK : MEMBANDINGKAN KINERJA RASIO KEUANGAN DENGAN ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) Oleh : Ahmad Susanto KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR PUBLIK 2007-2008: MEMBANDINGKAN KINERJA RASIO KEUANGAN DENGAN ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) Oleh : Ahmad Susanto PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCA SARJANA

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PEMUKA PENDAPAT KELOMPOK TANI DALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI USAHATANI PADI

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PEMUKA PENDAPAT KELOMPOK TANI DALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI USAHATANI PADI EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PEMUKA PENDAPAT KELOMPOK TANI DALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI USAHATANI PADI (Kasus di Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang NTT) IRIANUS REJEKI ROHI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

HUBUNGAN PROFIL INDIVIDU, IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI APARATUR DENGAN PELAKSANAAN GOOD GOVERNANCE

HUBUNGAN PROFIL INDIVIDU, IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI APARATUR DENGAN PELAKSANAAN GOOD GOVERNANCE HUBUNGAN PROFIL INDIVIDU, IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI APARATUR DENGAN PELAKSANAAN GOOD GOVERNANCE (Kasus pada Dinas Pertanian dan Peternakan, Dinas Perkebunan, Dinas Kelautan dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH

HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH (Kasus Desa Waimital Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat) RISYAT ALBERTH FAR FAR SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pancing Ulur Pancing Ulur (Gambar 2) merupakan salah satu jenis alat penangkap ikan yang sering digunakan oleh nelayan tradisional untuk menangkap ikan di laut. Pancing Ulur termasuk

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK BENI PRAMONO. Strategi Pengelolaan Perikanan Jaring

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PEMBACA DALAM MEMPEROLEH INFORMASI GAYA HIDUP SEHAT

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PEMBACA DALAM MEMPEROLEH INFORMASI GAYA HIDUP SEHAT FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PEMBACA DALAM MEMPEROLEH INFORMASI GAYA HIDUP SEHAT (Studi Kasus Pembaca Tabloid Senior di Kecamatan Bogor Utara) Oleh : ENDANG SRI WAHYUNI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lebih dari dua per tiga permukaan bumi tertutup oleh samudera. Ekosistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lebih dari dua per tiga permukaan bumi tertutup oleh samudera. Ekosistem BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Sumberdaya Maritim Indonesia Lebih dari dua per tiga permukaan bumi tertutup oleh samudera. Ekosistem perairan ini merupakan seumber dari berbagai macam produk dan

Lebih terperinci

EVALUASI IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT PADA LAYANAN PERIZINAN DI KEMENTERIAN PERTANIAN RI

EVALUASI IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT PADA LAYANAN PERIZINAN DI KEMENTERIAN PERTANIAN RI EVALUASI IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT PADA LAYANAN PERIZINAN DI KEMENTERIAN PERTANIAN RI Oleh : Ongki Wiratno PROGRAM STUDI MAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 @ Hak cipta

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ

PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO

MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA

SEKOLAH PASCASARJANA ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH TERHADAP LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: Sri Martini PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 ANALISIS DAMPAK

Lebih terperinci

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP.. Rumahtangga Nelayan Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang berperan dalam menjalankan usaha perikanan tangkap. Potensi sumberdaya

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 Hak Cipta

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU PUSPITA SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

PERANCANGAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENGEMBANGAN STRATEGI DI SEAMEO BIOTROP DEWI SURYANI OKTAVIA B.

PERANCANGAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENGEMBANGAN STRATEGI DI SEAMEO BIOTROP DEWI SURYANI OKTAVIA B. PERANCANGAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENGEMBANGAN STRATEGI DI SEAMEO BIOTROP DEWI SURYANI OKTAVIA B. PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERANCANGAN

Lebih terperinci

PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN PEMANFAATAN MEDIA KOMUNIKASI PRIMA TANI DAN AKSESIBILITAS KELEMBAGAAN TANI DENGAN PERSEPSI PETANI TENTANG INTRODUKSI TEKNOLOGI AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN (Kasus di Jawa Barat dan Sulawesi

Lebih terperinci

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5.1 Sumberdaya Ikan Sumberdaya ikan (SDI) digolongkan oleh Mallawa (2006) ke dalam dua kategori, yaitu SDI konsumsi dan SDI non konsumsi. Sumberdaya ikan konsumsi

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

METODE PERCOBAAN EKONOMI UNTUK MENGKAJI SISTEM PEMBIAYAAN DI PERBANKAN NOVIATI

METODE PERCOBAAN EKONOMI UNTUK MENGKAJI SISTEM PEMBIAYAAN DI PERBANKAN NOVIATI METODE PERCOBAAN EKONOMI UNTUK MENGKAJI SISTEM PEMBIAYAAN DI PERBANKAN NOVIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI

HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL DAN SUARA NARATOR VIDEO TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN TENTANG AIR BERSIH BERBASIS GENDER NURMELATI SEPTIANA

PENGARUH MODEL DAN SUARA NARATOR VIDEO TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN TENTANG AIR BERSIH BERBASIS GENDER NURMELATI SEPTIANA PENGARUH MODEL DAN SUARA NARATOR VIDEO TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN TENTANG AIR BERSIH BERBASIS GENDER NURMELATI SEPTIANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR ANALISIS PERAN GENDER DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN LAUT (STUDI KASUS DI KECAMATAN PANAI HILIR KABUPATEN LABUHANBATU PROPINSI SUMATERA UTARA) MAILINA HARAHAP SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN

PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE

PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ii ABSTRACT MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN. Analysis of Northern

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE PENDUGAAN PARAMETER DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL LA MBAU

PERBANDINGAN METODE PENDUGAAN PARAMETER DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL LA MBAU v PERBANDINGAN METODE PENDUGAAN PARAMETER DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL LA MBAU Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Matematika SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN)

HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) (Penelitian di SDIT Ummul Quro dan SDN Sukadamai 3 Bogor) NADIA JA FAR ABDAT

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOLEKTIBILITAS KREDIT DEBITUR PADA CABANG AREA II JAKARTA - PT BANK XYZ TBK. Oleh : Arlan Adrianda

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOLEKTIBILITAS KREDIT DEBITUR PADA CABANG AREA II JAKARTA - PT BANK XYZ TBK. Oleh : Arlan Adrianda ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOLEKTIBILITAS KREDIT DEBITUR PADA CABANG AREA II JAKARTA - PT BANK XYZ TBK Oleh : Arlan Adrianda PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG

PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG (Studi Kasus Pada Unit Bisnis Jasa Angkutan Divisi Regional Sulawesi Selatan) Oleh : Retnaning Adisiwi PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN PENGGUNA JASA PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP), BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM)

ANALISIS KEPUASAN PENGGUNA JASA PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP), BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM) ANALISIS KEPUASAN PENGGUNA JASA PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP), BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM) EPI RATRI ZUWITA PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH

Lebih terperinci

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN DAN POLA TANAM DI LAHAN HUTAN NEGARA DAN LAHAN MILIK INDRA GUMAY FEBRYANO

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN DAN POLA TANAM DI LAHAN HUTAN NEGARA DAN LAHAN MILIK INDRA GUMAY FEBRYANO PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN DAN POLA TANAM DI LAHAN HUTAN NEGARA DAN LAHAN MILIK Studi Kasus di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung INDRA GUMAY

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI KLINIK AGRIBISNIS PADA PRIMA TANI DI KECAMATAN LEUWI SADENG BOGOR NIA RACHMAWATI

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI KLINIK AGRIBISNIS PADA PRIMA TANI DI KECAMATAN LEUWI SADENG BOGOR NIA RACHMAWATI EFEKTIVITAS KOMUNIKASI KLINIK AGRIBISNIS PADA PRIMA TANI DI KECAMATAN LEUWI SADENG BOGOR NIA RACHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA HUBUNGAN IKLIM ORGANISASI SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA DENGAN KINERJA GURU PADA SMK ISLAM SUDIRMAN KABUPATEN SEMARANG TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH DALAM RANGKA REFORMA AGRARIA DI KABUPATEN PATI. Oleh: Darsini

ANALISIS PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH DALAM RANGKA REFORMA AGRARIA DI KABUPATEN PATI. Oleh: Darsini ANALISIS PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH DALAM RANGKA REFORMA AGRARIA DI KABUPATEN PATI Oleh: Darsini PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 Hak cipta milik

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN

PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA. Lis Noer Aini

MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA. Lis Noer Aini MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA Lis Noer Aini Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Arsitektur

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DENGAN PEMASARAN KERUPUK IKAN HASIL HOME INDUSTRY PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN TUBAN

HUBUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DENGAN PEMASARAN KERUPUK IKAN HASIL HOME INDUSTRY PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN TUBAN HUBUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DENGAN PEMASARAN KERUPUK IKAN HASIL HOME INDUSTRY PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN TUBAN NONO SAMPONO SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN SEJUMLAH KARAKTERISTIK PETANI METE DENGAN PENGETAHUAN MEREKA DALAM USAHATANI METE DI KABUPATEN BOMBANA, SULAWESI TENGGARA

HUBUNGAN SEJUMLAH KARAKTERISTIK PETANI METE DENGAN PENGETAHUAN MEREKA DALAM USAHATANI METE DI KABUPATEN BOMBANA, SULAWESI TENGGARA JURNAL P ENYULUHAN ISSN: 1858-2664 Juni 2006, Vol. 2, No. 2 HUBUNGAN SEJUMLAH KARAKTERISTIK PETANI METE DENGAN PENGETAHUAN MEREKA DALAM USAHATANI METE DI KABUPATEN BOMBANA, SULAWESI TENGGARA (THE RELATIONSHIP

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA KOMUNIKASI TERHADAP PEMBERDAYAAN PETANI PADA PROGRAM PRIMATANI LAHAN SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN KARAWANG DAROJAT PRAWIRANEGARA

PENGARUH MEDIA KOMUNIKASI TERHADAP PEMBERDAYAAN PETANI PADA PROGRAM PRIMATANI LAHAN SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN KARAWANG DAROJAT PRAWIRANEGARA PENGARUH MEDIA KOMUNIKASI TERHADAP PEMBERDAYAAN PETANI PADA PROGRAM PRIMATANI LAHAN SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN KARAWANG DAROJAT PRAWIRANEGARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA PENGARUH PERHATIAN ORANG TUA DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS X SMA NEGERI I GODEAN, SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015 TESIS Oleh : SULASTRI NPM. 122551400032

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara)

SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara) SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara) SKRIPSI WINDI LISTIANINGSIH PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI PALABUHANRATU DEWI EKASARI

ANALISIS RISIKO USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI PALABUHANRATU DEWI EKASARI ANALISIS RISIKO USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI PALABUHANRATU DEWI EKASARI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ANALISIS RISIKO USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI PALABUHANRATU

Lebih terperinci

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN PELAYANAN PENDAFTARAN TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

ANALISIS KEPUASAN PELAYANAN PENDAFTARAN TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KOTA JAMBI PROVINSI JAMBI ANALISIS KEPUASAN PELAYANAN PENDAFTARAN TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KOTA JAMBI PROVINSI JAMBI Oleh : TETET SUTADI PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 1

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH TERHADAP KINERJA EKONOMI PENGUSAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN KONAWE SELATAN

ANALISIS PENGARUH SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH TERHADAP KINERJA EKONOMI PENGUSAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN KONAWE SELATAN ANALISIS PENGARUH SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH TERHADAP KINERJA EKONOMI PENGUSAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN KONAWE SELATAN Oleh : Asmanto Mesman PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCA SARJANA

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN JARINGAN KOMUNIKASI AGRIBISNIS PETANI IKAN HIAS (KASUS DI KABUPATEN BOGOR)

KEEFEKTIFAN JARINGAN KOMUNIKASI AGRIBISNIS PETANI IKAN HIAS (KASUS DI KABUPATEN BOGOR) KEEFEKTIFAN JARINGAN KOMUNIKASI AGRIBISNIS PETANI IKAN HIAS (KASUS DI KABUPATEN BOGOR) OLEH : KURNIA SUCI INDRANINGSIH PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 ABSTRAK KURNIA SUCI INDRANINGSIH.

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI (PREPAID CARD) LOVITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

PENETAPAN HARGA JAMINAN POLIS ASURANSI JIWA DENGAN PREMI TAHUNAN DAN OPSI SURRENDER WELLI SYAHRIZA

PENETAPAN HARGA JAMINAN POLIS ASURANSI JIWA DENGAN PREMI TAHUNAN DAN OPSI SURRENDER WELLI SYAHRIZA PENETAPAN HARGA JAMINAN POLIS ASURANSI JIWA DENGAN PREMI TAHUNAN DAN OPSI SURRENDER WELLI SYAHRIZA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat nelayan merupakan bagian dari kelompok masyarakat yang tinggal di daerah pesisir. Pada umumnya mereka adalah kelompok masyarakat tertinggal yang berada pada

Lebih terperinci

PENGARUH KOMITMEN DAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP KINERJA PEGAWAI MELALUI KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

PENGARUH KOMITMEN DAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP KINERJA PEGAWAI MELALUI KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PENGARUH KOMITMEN DAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP KINERJA PEGAWAI MELALUI KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Studi Kasus Pada Sekretariat Daerah Kabupaten Jepara) TESIS Diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci