BAB I PENDAHULUAN. jangkauannya. Para pelaku bisnis tidak hanya melakukan kerja sama dengan

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan bilateral di dunia internasional memiliki andil yang cukup signifikan dalam hal pelaksanaan bisnis dunia. Sebagai salah satu contohnya, perkembangan dalam praktik bisnis di era globalisasi ini semakin meluas jangkauannya. Para pelaku bisnis tidak hanya melakukan kerja sama dengan sesama pengusaha di negaranya saja, namun tidak segan-segan untuk melakukan kerja sama dengan pengusaha di mancanegara. Tentu dengan praktik bisnis seperti ini dapat mendorong perekonomian di suatu negara, dalam hal ini Indonesia. Setiap tahunnya semakin banyak investasi yang masuk dikarenakan potensi yang dimiliki oleh Indonesia, baik dari segi sumber daya alam maupun sumber daya manusia, Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai negara tujuan investasi yang prospektif berdasarkan survei United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD). 1 Perlu diperhatikan bahwa setiap negara khususnya pengusaha bisnis tentu memiliki kepentingannya masing-masing untuk melindungi tujuan dari dijalankannya bisnis tersebut. Perlindungan hukum dalam dunia internasional tidak hanya diberikan dalam bidang publik, melainkan perlindungan secara privat juga dapat dilakukan yaitu dengan cara berkontrak secara cermat. Dalam dunia bisnis, jenis perlindungan privat digunakan secara luas oleh masyarakat bisnis yang terlibat transaksi lintas batas negara. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa alasan seperti berubahnya orientasi masyarakat internasional pasca Perang Dunia II ke arah 1 United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), 2017, World Investment Repost 2017, diakses pada tanggal 13 November 2017 Pukul WIB 1

2 2 pembangunan global, pesatnya pertumbuhan kebijakan, bentuk, dan materi transaksi bisnis internasional, dan alasan yang terakhir adalah kurang lengkapnya materi hukum publik (peraturan perundangundangan) berkaitan dengan variasi bentuk dan materi transaksi. 2 Untuk menumbuhkan rasa kepercayaan antara dua perusahaan lintas negara tersebut, tentu mereka akan membuat suatu kontrak yang dikenal sebagai kontrak internasional. Suatu kontrak bersifat internasional jika kontrak itu merupakan hubungan hukum yang mengikat lebih dari satu sistem hukum yang berlaku pada waktu yang sama di berbagai negara, sedangkan pertautan itu dapat disebabkan oleh orang, benua, atau perbuatan-perbuatan. 3 Kontrak internasional tunduk pada aturan-aturan hukum perdata yang mengatur hubungan hukum dan kepentingan hukum keperdataan dalam arti sempit maupun dalam arti luas di antara para pihak yang membuat kontrak internasional tersebut, sehingga jelas berbeda dengan pengertian dan istilah perjanjian internasional yang dikenal dalam hukum publik. 4 Van Hecke memberikan pemahaman bahwa para pihak dalam kontrak internasional berasal dari dua atau lebih negara yang berbeda. 5 Dalam setiap tahapan kontrak internasional seperti perencanaan, pelaksanaan, serta perlindungan kontrak internasional juga harus tunduk dalam hukum nasional tertentu. Prinsip kesepakatan dan kebebasan berkontrak kedua belah pihak tetap berlaku, namun pada umumnya hukum yang berlaku adalah hukum nasional dimana kontrak tersebut dibuat dan dilaksanakan. Kontrak yang dibuat oleh para pihak, baik antarwarga negara di dalam negeri maupun antarnegara dari negara yang berbeda, sering menghadapi kendala masalah penafsiran, karena klausul kontrak yang dibuat tidak 2 Muhammad Syaifuddin, 2012, Hukum Kontrak Memahami Kontrak dalam Perspektif Filsafat, Teori, Dogmatik, dan Praktik Hukum (Seri Pengayaan Hukum Perikatan), Penerbit Mandar Maju, Bandung, hlm M. Sumampow, 1968, Pilihan Hukum sebagai Titik Pertalian dalam Hukum Perjanjian Internasional, Disertasi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, hlm.46 4 Muhammad Syaifuddin, Op.cit., hlm Ibid., hlm. 282

3 3 mengakomodasi keinginan para pihak yang memiliki latar belakang negara yang berbeda. 6 Transaksi bisnis internasional dapat menimbulkan masalah yang cukup kompleks, terutama karena perkembangannya yang cukup pesat dan terdapatnya lebih dari sistem hukum nasional dalam satu transaksi. Hal tersebut dapat menimbulkan suatu beda pendapat atau beda penafsiran dalam pelaksanaan kontrak dimana salah satu pihak merasa tidak puas atau dirugikan, yang sering dikenal sebagai suatu tindakan wanprestasi. Wanprestasi dimaksudkan bahwa pihak debitur tidak melaksanakan apa yang seharusnya dilaksanakan seperti yang telah dinyatakan dalam kontrak dan telah disetujui oleh kedua belah pihak, sehingga pihak kreditur tidak mendapatkan apa yang seharusnya menjadi haknya. Para pihak dalam perjanjian pada saat penyusunan kontrak harus dapat memperkirakan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di kemudian hari agar dalam hal timbul sengketa dalam kontrak, para pihak siap untuk menyelesaikan sengketa tersebut dengan adil tanpa merugikan salah satu pihak. Penyelesaian sengketa hukum kontrak antarnegara, para pihak (termasuk negara yang bersangkutan) cenderung untuk memilih badan arbitrase yang telah lama dipandang sebagai badan atau forum penyelesaian sengketa yang netral. 7 Lembaga arbitrase terbukti efektif dalam menyelesaikan sengketa dagang internasional, hal ini terbukti dari kasus-kasus yang berhasil diselesaikan melalui arbitrase baik nasional maupun internasional. 8 6 Mariam Darus Badrulzaman, 2016, Kompilasi Hukum Perikatan, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm Oscar Scachter, 1991, International Law in Theory and Practice, Martinus Nijhoff, The Netherlands, hlm M. Khoidin, 2013, Hukum Arbitrase Bidang Perdata, Penerbit Aswaja Pressindo, Yogyakarta, hlm.27

4 4 Penulis memberikan contoh konkrit terkait kontrak kerja sama internasional yaitu seperti yang dibuat oleh PT Digital Network Aesthetik (DNA) dengan Les Copaque SDN BHD. PT DNA merupakan salah satu rumah produksi yang berkedudukan di Indonesia, kemudian Les Copaque SDN BHD merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pembuatan animasi 3 dimensi berstatus MSC yang berkedudukan di Malaysia. Kedua perusahaan lintas negara tersebut memutuskan untuk membuat suatu kontrak terkait dengan penyiaran kartun Upin&Ipin di Indonesia. Kontrak pertama yang dibuat antara PT DNA dengan Les Copaque SDN BHD terjadi pada tahun 2009, kemudian 5 tahun setelahnya yaitu pada tahun 2014 kedua perusahaan tersebut bersepakat untuk membuat kontrak lain dalam hal pelaksanaan kontrak yang dibuat pada tahun Tentu klausul dalam kedua kontrak tersebut (2009 dan 2014) terdapat beberapa perbedaan, yang akan difokuskan dalam penulisan hukum ini adalah klausul terkait dengan penyelesaian sengketa. Klausul mengenai penyelesaian sengketa yang menyatakan bahwa dalam hal terjadi sengketa maka dapat diselesaikan melalui badan arbitrase tercantum dalam salah satu pasal di dalam kedua kontrak tersebut. Titik pembeda kedua klausul arbitrase tersebut adalah dalam kontrak tahun 2009, badan arbitrase yang ditunjuk adalah badan arbitrase yang berkedudukan di Indonesia, yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), sedangkan dalam kontrak 2014, badan arbitrase yang ditunjuk adalah badan arbitrase yang berkedudukan di Malaysia, yaitu Kuala Lumpur Regional Centre for Arbitration (KLRCA). Kedua badan arbitrase tersebut berwenang untuk menyelesaikan sengketa yang timbul dalam hal pelaksanaan kontrak antara PT

5 5 DNA dengan Les Copaque SDN BHD karena secara nyata para pihak telah memberikan kewenangan kepada badan arbitrase tersebut didasari oleh kesepakatan mereka, sebagai contohnya BANI, meskipun BANI bersifat nasional (Indonesia), bukan berarti lembaga tersebut hanya berfungsi menyelesaikan sengketa-sengketa yang berskala nasional. BANI juga dapat menyelesaikan sengketa-sengketa yang berbobot internasional, asal hal itu diminta dan disepakati oleh para pihak. 9 Seiring dengan berjalannya waktu, pada tahun 2014 timbul suatu sengketa, dimana PT DNA merasa dirugikan oleh Les Copaque SDN BHD. Sengketa tersebut terjadi tepat setelah dibuatnya kontrak pada tahun 2014, maka secara teori seharusnya PT DNA hanya dapat mengajukan gugatan ke badan arbitrase di Malaysia yaitu KLRCA sesuai dengan Art.10 Commission Agreement 2014, tetapi karena PT DNA berkedudukan di Indonesia, perusahaan tersebut menginginkan untuk menggunakan ketentuan hukum Indonesia guna menyelesaikan sengketa tersebut, dengan kata lain ingin menyelesaikan sengketa tersebut di BANI. Pasal 1 angka 3 UU Arbitrase mensyaratkan bahwa dalam hal para pihak akan menyelesaikan kasus melalui BANI maka harus adanya suatu kesepakatan berupa: klausul arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau; 2. suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. 9 M. Yahya Harahap, 2003, Arbitrase, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, hlm Rachmadi Usman, 2003, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 119

6 6 Kontrak yang dibuat pada tahun 2014 para pihak dengan jelas telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa di KLRCA, sehingga secara teori PT DNA hanya bisa menggugat Les Copaque SDN BHD di KLRCA, bukan di BANI, namun PT DNA berhasil merealisasikan keinginannya, karena perusahaan tersebut berhasil untuk menggugat Les Copaque SDN BHD di BANI. Hal tersebut terjadi dikarenakan ternyata klausul perjanjian yang dibuat pada tahun 2009 yang menyatakan bahwa kedua belah pihak bersepakat dalam hal timbul sengketa di kemudian hari, maka akan diselesaikan melalui badan arbitrase di Indonesia yaitu BANI tidak dibatalkan oleh kontrak yang dibuat pada tahun Sehingga menurut pihak PT DNA, walaupun sudah ada kontrak terbaru yang dibuat pada tahun 2014, klausul kewenangan BANI (klausul arbitrase) yang tercantum pada tahun 2009 tetap berlaku. Berdasarkan uraian singkat kasus penyelesaian sengketa antara PT DNA dengan Les Copaque SDN BHD di atas tentu menimbulkan pertanyaan mendasar terkait dengan kekuatan hukum akan suatu klausul kontrak terbaru dibandingkan kekuatan hukum klausul kontrak terdahulu yang tidak dibatalkan. Secara teori, seharusnya kontrak terbarulah yang dijadikan pedoman dalam hal pelaksanaan kontrak, karena secara nyata kedua belah pihak memberikan persetujuan tanpa adanya paksaan dari pihak manapun untuk memperbaharui kontrak bisnis mereka. Dalam kasus tersebut, PT DNA dapat menggugat di BANI sesuai dengan ketentuan kontrak terdahulu (2009) dan gugatan tersebut diterima oleh Sekretariat BANI karena klausul yang memberikan kewenangan kepada BANI (klausul arbitrase) tidak dibatalkan oleh kontrak yang dibuat pada tahun 2014 dan memenuhi syarat formal untuk

7 7 mengajukan gugatan di BANI. Suatu pernyataan yang dituangkan dalam klausul perjanjian akan pembatalan ataupun pemberlakukan kontrak terdahulu disaat dibuatnya kontrak terbaru sangat berpengaruh dalam hal pelaksanaan kontrak dan memungkinkan membingungkan para pihak untuk memilah kontrak mana yang patut dijadikan pedoman pelaksanaan kontrak tersebut. Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, Penulis menyusun penelitian yang dituangkan dalam penulisan hukum yang berjudul Kekuatan Hukum Klausul Perjanjian Terdahulu yang Tidak Dibatalkan oleh Klausul Perjanjian Baru (Studi Kasus Perjanjian Kerja Sama antara PT Digital Network Aesthetik dengan Les Copaque SDN BHD). B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, Penulis telah menentukan untuk melakukan penelitian terkait permasalahan-permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kekuatan hukum klausul perjanjian terdahulu yang tidak dibatalkan oleh klausul perjanjian baru dalam perjanjian kerja sama antara PT Digital Network Aesthetik dengan Les Copaque SDN BHD? 2. Apakah akibat hukum dari klausul perjanjian terdahulu yang tidak dibatalkan oleh klausul perjanjian baru dalam hal penyelesaian perselisihan wanprestasi mengacu pada perjanjian kerja sama antara PT Digital Network Aesthetik dengan Les Copaque SDN BHD? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai oleh Penulis dalam penulisan hukum ini adalah:

8 8 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui dan menganalisis kekuatan hukum klausul perjanjian terdahulu yang tidak dibatalkan dengan klausul perjanjian baru dalam perjanjian kerja sama antara PT Digital Network Aesthetik dengan Les Copaque SDN BHD. b. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum klausul perjanjian terdahulu yang tidak dibatalkan dengan klausul perjanjian baru dalam hal penyelesaian perselisihan wanprestasi mengacu pada perjanjian kerja sama antara PT Digital Network Aesthetik dengan Les Copaque SDN BHD. 2. Tujuan Subjektif Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bahan dan data yang diperlukan dalam penyusunan penulisan hukum ini, guna menyelesaikan masalah yang diteliti serta melengkapi persyaratan akademik dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Penulisan hukum ini adalah karya asli dari penulis dan disusun berdasarkan pengetahuan serta pemahaman penulis berdasarkan ilmu-ilmu yang didapatkan di FH UGM serta membaca beberapa literatur terkait. Penulis tidak menemukan penulisan hukum lainnya yang juga membahas terkait dengan klausul perjanjian terdahulu yang tidak dibatalkan dengan klausul perjanjian baru, ditinjau dari kekuatan hukum serta akibat hukumnya. Beberapa penulisan hukum yang ditemukan oleh Penulis hanyalah membahas

9 9 terkait dengan pembatalan perjanjian, namun dalam penulisan hukum ini titik beratnya bukanlah dalam pembatalan perjanjian seperti yang diteliti oleh penulis hukum lainnya. Terdapat perbedaan dalam penulisan hukum tersebut yang berkaitan dengan pembatalan perjanjian, yaitu: 1. Rasny Resanya Arifuddin, 2008, Cacat Kehendak sebagai Alasan Pembatalan Perjanjian menurut KUHPerdata dan dalam Praktek, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Penelitian tersebut menitikberatkan konsep kekhilafan, paksaan dan penipuan serta penyalagunaan keadaan sebagai alasan pembatalan suatu perjanjian untuk memperoleh bahan hukum yang konkrit tentang pengaplikasian alasan-alasan pembatalan suatu perjanjian dalam suatu perkara dan untuk mengadakan tinjauan kasus terhadap alasan-alasan hukum pembatalan suatu perjanjian baik yang ditentukan dalam KUHPerdata dan yang berkembang dalam praktik. Hal ini jelas berbeda dengan penulisan hukum ini, karena penulisan hukum ini menitikberatkan terkait urgensi pencantuman klausul pembatalan perjanjian, bukan mengenai pembatalan perjanjian yang disebabkan oleh cacat kehendak. 2. Prita Anindya, 2009, Pembatalan Perjanjian sebagai Perbuatan Melawan Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta. Penelitian tersebut lebih menitikberatkan mengenai pembatalan perjanjian yang diklasifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum, sehingga lebih membahas penggolongan perbuatan hukum pembatalan perjanjian yang dilakukan oleh salah satu pihak. Hal tersebut jelas berbeda dengan penelitian ini yang lebih spesifik membahas mengenai

10 10 pencatuman klausul pembatalan perjanjian yang memiliki akibat hukum bagi para pihak dalam hal penyelesaian sengketa dalam perjanjian. 3. Fransisca Romana Nanik Alfiani, SH., 2016, Penyelesaian Sengketa Pembatalan Perjanjian Distribusi Makanan melalui Pengadilan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Penelitian tersebut (tesis) menitikberatkan mengenai pembatalan perjanjian sepihak yang merupakan perbuatan wanprestasi dapat digugat dengan perbuatan melawan hukum sesuai pasal 1365 KUHPerdata melalui pengadilan. Hal tersebut jelas berbeda dengan penulisan hukum ini karena pembatalan yang dimaksud adalah urgensi klausul pembatalan perjanjian serta gugatan yang dibahas dalam penelitian ini adalah gugatan arbitrase, bukan suatu gugatan yang diajukan ke pengadilan. 4. Adlina Darayani, 2017, Pembatalan Perjanjian dan Akibat Hukumnya Terhadap Para Pihak dan Pihak Ketiga yang Terkait pada Revitalisasi Pasar (Studi Kasus: Perumna dan PT Karya Jumagar Utama yang Terkait pada Revitalisas Pasar Malabar di Kota Tangerang, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Penelitian tersebut menitikberatkan dalam hal proses pembatalan perjanjian, serta akibat hukum yang dibahas hanya mengenai pembatalan perjanjian terhadap para pihak dan pihak ketiga terkhususkan dalam kasus revitalisasi pasar. Hal tersebut jelas berbeda dengan penelitian ini, karena dalam penelitian ini tidak membahas proses pembatalan perjanjian. Penelitian ini juga membahas akibat hukum pembatalan perjanjian, namun jelas berbeda dengan pembatalan perjanjian dalam penelitian tersebut karena penelitian ini membahas akibat hukum suatu klausul perjanjian

11 11 terdahulu yang tidak dibatalkan oleh klausul perjanjian baru, serta penelitian ini tidak mengambil studi kasus mengenai revitalisasi pasar, melainkan mengenai klausul arbitrase. Berdasarkan penelusuran dari penulisan hukum dan pokok permasalahan seperti yang dijelaskan dalam paragraf di atas, menunjukkan bahwa penelitian dengan judul Kekuatan Hukum Klausul Perjanjian Terdahulu yang Tidak Dibatalkan dengan Klausul Perjanjian Baru (Studi Kasus Perjanjian Kerja Sama antara PT DNA dengan Les Copaque SDN BHD) berbeda dengan penelitian lainnya. Dalam hal terdapat referensi yang tercantum dalam karya orang lain, maka penulis akan menyebutkan sumbernya dengan jelas. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran, penjelasan, dan pengetahuan yang mendalam mengenai kekuatan serta akibat hukum akan suatu klausul perjanjian terdahulu yang tidak dibatalkan oleh perjanjian baru. b. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum khususnya hukum perdata di Indonesia. c. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literatur kepustakaan tentang klausul perjanjian. 2. Manfaat Praktis

12 12 a. Bagi Akademisi Penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan suatu pemikiran dan pengetahuan baru dalam pengembangan ilmu hukum khususnya ilmu hukum perdata dalam bidang hukum perjanjian bisnis khususnya pembuatan perjanjian kerja sama. Serta diharapkan dapat membantu penulis-penulis hukum lainnya untuk dijadikan pedoman yang berhubungan dengan hukum perjanjian kerja sama di Indonesia. b. Bagi Masyarakat Penulisan hukum ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat terutama masyarakat yang menjalankan hubungan bisnis dengan pengusaha lain agar lebih teliti dalam menyusun suatu kontrak agar tidak dirugikan oleh pihak pembuat kontrak lainnya. c. Bagi Pemerintah Penulisan hukum ini diharapkan mampu memberikan gambaran serta pembelajaran mengenai permasalah penyusunan perjanjian kerja sama, agar kedua belah pihak dalam perjanjian tidak merasa dirugikan dengan cara penyusunan peraturan perundangundangan, pemberitahuan ataupun konsultasi yang diberikan oleh pejabat pemerintah terkait. d. Bagi Penulis Penulisan hukum ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan pengetahuan dalam memahami permasalahan-permasalahan yang nyata dihadapi dalam kasus yang diteliti sehingga dapat dijadikan bekal guna mempersiapkan diri dalam lingkungan kerja.