BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk nongkrong-nongkrong di cafe. Gaya hidup nongkrong di. kita sadari merupakan pengaruh dari globalisasi.

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, tingkat arus informasi telah berkembang dengan sedemikian rupa sehingga pengaruhnya dapat dengan cepat terlihat dan terasa di dalam masyarakat. Tanpa kita sadari, banyak unsur-unsur budaya global yang memasuki atau mempengaruhi dunia lokal dengan sangat cepat dan intensif. Salah satu budaya global yang sudah menjadi budaya atau tren di Indonesia yaitu gaya hidup masyarakat untuk nongkrong-nongkrong di cafe. Gaya hidup nongkrong di cafe yang menjadi tren di masyarakat Indonesia inilah yang ternyata tanpa kita sadari merupakan pengaruh dari globalisasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, cafe berarti tempat minum kopi yang pengunjungnya dihibur dengan musik. 1 Sedangkan menurut Wojowasito dan Poerwodarminto (Marsyangm, 1999;71), pengertian cafe adalah suatu restoran kecil yang mengutamakan penjualan cake (kue-kue), sandwich (roti isi), kopi, dan teh. Pilihan makanannya terbatas dan tidak menjual minuman beralkohol. 2 1 Kamus Besar Bahasa Indonesia 2 Setzer Munavizt, Pengertian dan Klasifkasi Rumah Makan atau Restoran, diakses pada tanggal 30 November 2015 jam 12:24 WIB.

2 2 Cafe sendiri berasal dari bahasa Perancis cafe. Arti secara harfiah adalah (minuman) kopi, tetapi kemudian menjadi tempat dimana seseorang bisa minum-minum, tidak hanya kopi, tetapi juga minuman lainnya. Di Indonesia, cafe berarti semacam tempat sederhana, tetapi cukup menarik dimana seseorang bisa makan makanan ringan. Cafe merupakan tempat yang biasa dipakai untuk bertemu dengan teman, relasi, atau kolega. Cafe adalah jenis restaurant yang paling sederhana dengan menu yang sangat sederhana pula. Jam buka cafe secara umum dimulai malam hingga pagi hari (06.00 pm am), tetapi beberapa cafe buka mulai pagi hingga malam hari (10.00 pm am). Tempat yang bisa untuk membuka cafe adalah sebuah rumah yang didekorasi dan ditata dengan baik, dan terkadang shopping mall juga merupakan tempat yang cocok untuk sebuah cafe. Belakangan ini banyak cafe yang bermunculan baik di kota-kota besar maupun di kota-kota kecil, tak terkecuali di Daerah Istimewa Yogyakarta. Banyaknya cafe yang bermunculan di Yogyakarta sendiri dikarenakan desakan tren gaya hidup masyarakat modern yang menginginkan cafe sebagai tempat untuk bersantai melepas penat, tempat bersosialisasi, dan juga sebagai sarana untuk bertemu rekan bisnis ataupun melakukan pekerjaan. Tak jarang pula kita jumpai banyak anak-anak muda (pelajar) terutama para mahasiswa yang memilih cafe sebagai tempat untuk berkumpul kelompok dalam mengerjakan tugas kuliah.

3 3 Sebagaimana kita ketahui, Yogyakarta yang terkenal sebagai kota pelajar dimana banyak kita jumpai universitas-universitas sebagai tempat para mahasiswa untuk menempuh jenjang pendidikan, tentunya banyak mahasiswa yang menjadikan cafe sebagai tempat nongkrong bersama teman ataupun mencari suasana baru untuk mengerjakan tugas kuliah. Selain itu banyak mahasiswa yang lebih memilih cafe sebagai tempat untuk mengerjakan tugas kuliah dengan alasan cafe tersebut dilengkapi dengan fasilitas wifi sehingga mempermudah mereka dalam menyelesaikan tugas kuliah. Atas dasar alasan itulah yang menarik minat para pelaku usaha untuk membuka usaha cafe di Yogyakarta. Definisi pelaku usaha menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melaui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Biasanya pelaku usaha yang membuka usaha cafe adalah anakanak muda atau mahasiswa. Mereka menyadari akan adanya tuntutan jaman yang serba modern ini dimana masyarakatnya lebih memilih cafe sebagai gaya tren hidup masa kini. Akan tetapi permasalahan yang dialami oleh pelaku usaha yang ingin membuka usaha cafe adalah tidak adanya lahan pribadi yang mereka miliki untuk membuka usaha cafe tersebut.

4 4 Sehingga mereka mencari solusi dengan cara melakukan perjanjian kerjasama dengan pihak yang memiliki lahan lebih agar nantinya lahan tersebut bisa dipakai untuk membuka usaha cafe, dimana sebagian keuntungan dari hasil penjualan produk di cafe tersebut nantinya diberikan kepada pihak yang menyediakan lahan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana 2 (dua) orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 3 Dari peristiwa tersebut, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kedua orang itu dinamakan perikatan sehingga dikatakan bahwa perjanjian menerbitkan dan menimbulkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janjijanji kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Perjanjian yang diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tentang perikatan bersifat terbuka. Hal ini berarti bahwa dalam suatu perjanjian, para pihak dapat menyesuaikan dengan apa yang dipikirkan dan tersirat dalam hati masing-masing yang kemudian dimusyawarahkan untuk diwujudkan secara nyata dengan cara merangkumnya dalam klausula isi perjanjian oleh mereka yang mengadakan perjanjian. 3 R. Subekti, 1990, Hukum Perjanjian, Intermassa, Jakarta, hlm. 1

5 5 Dalam perjanjian tidak terdapat hubungan hukum yang timbul dengan sendirinya seperti yang dijumpai pada harta benda kekeluargaan. Hubungan hukum itu tercipta oleh karena adanya tindakan hukum (rechtshandling). Tindakan atau perbuatan hukum menimbulkan hubungan hukum perjanjian sehingga terhadap satu pihak diberi oleh pihak lain untuk memperoleh prestasi, sedangkan pihak yang lain itu pun menunaikan prestasi. Jadi, satu pihak memperoleh hak (recht) dan pihak lain memikul kewajiban (plicht) untuk menyerahkan atau menunaikan prestasi. Hak dan kewajiban tersebut didasarkan pada sebab tertentu yang membuat terjadinya kesepakatan antara kedua belah pihak atas semua syarat perjanjian. Hal ini terikat pada Pasal 1337 KUHPerdata yang menyatakan bahwa, Suatu sebab terlarang, apabila dilarang oleh undangundang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. Sehingga terdapat keterikatan yang tidak dapat dilepas karena dalam melakukan perjanjian dibutuhkan hukum untuk mengatur jalannya suatu perjanjian dengan baik antara hukum dan perjanjian. Dalam pelaksanaan akta perjanjian biasanya telah ditentukan segala sesuatu yang menyangkut objek perjanjian tersebut. Prestasi itu adalah objek atau voorwerp dan verbintenis. Hubungan hukum yang dilakukan berdasarkan tindakan hukum sama sekali tidak berarti bagi hukum perjanjian tanpa adanya prestasi.

6 6 Terhadap suatu perjanjian, segala sesuatu yang menyangkut objek perjanjian tersebut seperti jangka waktu kontrak, pembagian keuntungan, penyelesaian permasalahan, dan lain-lain, biasanya telah ditentukan sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang dianut dalam hukum perjanjian. 4 KUHPerdata memberi pengertian pada perjanjian sesuai dengan Pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi, Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Apabila terjadi wanprestasi maka hukum bertugas memberikan ganti rugi melalui subjek hukum yang terdapat dalam perjanjian dalam hal berkewajiban atas prestasi, terhadap subjek hukum lain yang terdapat dalam perjanjian tersebut dalam haknya atas prestasi. Suatu perjanjian tidak terlepas dari asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak mengartikan bahwa para pihak bebas mengadakan perjanjian apa saja dengan berbagai bentuk, dengan ketentuan kontrak yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Asas kebebasan berkontrak ini dapat disimpulkan berdasarkan pada Pasal 1338 KUHPerdata, yang mengatakan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang- Undang bagi mereka yang membuatnya. Pasal ini dimaksudkan sebagai pernyataan bahwa setiap perjanjian bersifat mengikat kedua belah pihak, disertai adanya asas kebebasan berkontrak. 4 Ibid, hlm. 68

7 7 Di Yogyakarta sendiri, salah satu cafe yang melaksanakan perjanjian kerjasama dengan pihak penyedia lahan yaitu Ethnic Coffee. Ethnic Coffee didirikan di atas lahan milik toko alat tulis The Point yang berada di depan Mirota Kampus di Jalan C. Simanjuntak Yogyakarta. Dari luar mungkin kita tidak akan tahu bahwa ada cafe disana karena untuk dapat masuk ke Ethnic Coffee kita harus masuk dulu ke toko alat tulis tersebut. Lahan Ethnic Coffee menjadi satu dengan toko alat tulis The Point. Ethnic Coffee resmi dibuka pada tanggal 5 September 2015 oleh 3 orang mahasiswa UGM, yaitu Reyhan D. Gara, Nafarain Agung Haniefan, dan Jason Tadeus. Mereka bersama-sama mendirikan cafe tersebut dengan melakukan perjanjian kerjasama dengan pihak pemilik The Point. Dalam hal ini, Ethnic Coffee tidak melakukan perjanjian sewa menyewa lahan milik The Point, akan tetapi lebih mengarah ke perjanjian bagi hasil atau keuntungan dimana sebagian hasil penjualan produk dari Ethnic Coffee nantinya akan diberikan kepada pihak The Point karena sudah menyediakan sebagian lahannya untuk Ethnic Coffee. Dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama usaha cafe tersebut terdapat permasalahan dimana salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya terkait perjanjianperjanjian tambahan yang dilakukan secara lisan antara kedua belah pihak. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merasa tertarik untuk menulis dan membahas permasalahan tersebut dengan judul PELAKSANAAN PERJANJIAN KEMITRAAN ANTARA ETHNIC

8 8 COFFEE DENGAN TOKO ALAT TULIS THE POINT SEBAGAI PENYEDIA LAHAN. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dirumuskan sebagaimana di atas, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kemitraan antara Ethnic Coffee dengan toko alat tulis The Point sebagai penyedia lahan dalam kaitannya mengenai objek perjanjian berupa usaha cafe? 2. Bagaimana upaya penyelesaian yang dilakukan dalam permasalahan tidak dilaksanakannya kewajiban pihak The Point kepada pihak Ethnic Coffee terkait perjanjian tambahan yang dilakukan secara lisan? C. Tujuan Penelitian Dalam Penulisan Hukum ini terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai, yaitu : a. Tujuan Objektif 1) Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perjanjian kemitraan antara Ethnic Coffee dengan toko alat tulis The Point sebagai penyedia lahan dalam kaitannya mengenai objek perjanjian berupa usaha cafe. 2) Untuk mengetahui upaya penyelesaian yang dilakukan dalam permasalahan tidak dilaksanakannya kewajiban pihak The

9 9 Point kepada pihak Ethnic Coffee terkait perjanjian tambahan yang dilakukan secara lisan. b. Tujuan Subjektif Memperoleh data yang akurat yang berkaitan dengan data penelitian dan dijadikan dasar dalam penyusunan Penulisan Hukum sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Sepanjang pengamatan penulis berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan, belum pernah ada penelitian maupun penulisan hukum yang mengangkat judul Pelaksanaan Perjanjian Kemitraan Antara Ethnic Coffee dengan Toko Alat Tulis The Point Sebagai Penyedia Lahan. Meski demikian, telah ada beberapa penelitian yang mengangkat tema mengenai pelaksanaan perjanjian kerjasama, diantaranya penelitian dengan judul : 1. Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Antara Rental Rezta Transport Dengan Mitra Usaha di Kabupaten Sleman oleh Devi Setya pada tahun Penelitian ini membahas mengenai pelaksanaan perjanjian kerjasama antara mitra usaha dengan rental Rezta Transport serta perlindungan hukum bagi pihak mitra dan upaya penyelesaian dalam permasalahan pembatalan sepihak yang dilakukan oleh Rezta 5 Devi Setya, 2013, Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Antara Rental Rezta Transport Dengan Mitra Usaha di Kabupaten Sleman, Penulisan Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

10 10 Transport. Dalam penulisan hukum ini, dijelaskan bahwa Rezta Transport telah melakukan tindakan wanprestasi berupa tidak dilaksanakannya kerjasama sesuai dengan jangka waktu perjanjian. Tidak adanya perlindungan hukum bagi pihak mitra dalam permasalahan pembatalan perjanjian sepihak yang dilakukan oleh Rezta Transport walaupun jangka waktu perjanjian belum habis. Penyelesaian permasalahan antara pihak Rezta Transport dengan pihak mitra dilakukan dengan cara musyawarah kekeluargaan. 2. Pelaksanaan Perjanjian Kemitraan Yogya Chicken Yogyakarta oleh Citra L. Simanjuntak pada tahun Penelitian ini membahas mengenai dapatkah perjanjian kemitraan Yogya Chicken Yogyakarta dikualifikasikan sebagai perjanjian waralaba serta kedudukan hak dan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan perjanjian kemitraan Yogya Chicken Yogyakarta. Dalam penulisan hukum ini, dijelaskan bahwa perjanjian kemitraan tidak dapat dikualifikasikan sebagai perjanjian waralaba serta kedudukan hak dan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan perjanjian kemitraan Yogya Chicken Yogyakarta belum seimbang. 3. Perjanjian Kerjasama Peminjaman Nama Perusahaan di Bidang Jasa Konstruksi oleh Roselina Hermianti pada tahun Penelitian ini membahas mengenai tinjauan yuridis perjanjian peminjaman nama 6 Citra L. Simanjuntak, 2014, Pelaksanaan Perjanjian Kemitraan Yogya Chicken Yogyakarta, Penulisan Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 7 Roselina Hermianti N, 2014, Perjanjian Kerjasama Peminjaman Nama Perusahaan di Bidang Jasa Konstruksi, Penulisan Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

11 11 perusahaan di bidang jasa konstruksi serta perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian peminjaman nama perusahaan apabila terjadi perselisihan dalam pelaksanaannya. Dalam penulisan hukum ini, dijelaskan bahwa praktik peminjaman nama perusahaan merupakan suatu hal yang dilarang karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Terhadap perselisihan yang terjadi, perlindungan hukum yang diperoleh para pihak pada dasarnya kurang kuat dikarenakan perjanjian tersebut pada umumnya merupakan perjanjian di bawah tangan. Selain penelitian-penelitian di atas, masih terdapat beberapa penelitian lain yang mengangkat tema terkait perjanjian kerjasama. Namun, terdapat perbedaan diantara penelitian-penelitian yang telah ada dengan penulisan hukum yang dilakukan oleh penulis, terutama terkait objek dari penelitian itu sendiri. Kekhususan semacam ini sekaligus menjadi keaslian (otentisitas) dari penelitian ini. Apabila di luar pengetahuan penulis ternyata telah ada penelitian serupa, maka diharapkan penulisan hukum ini dapat saling melengkapi serta menambah literatur dan khasanah ilmu hukum khususnya di bidang hukum perdata. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Adapun manfaatnya yaitu sebagai berikut : a. Manfaat Teoritis

12 12 1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu hukum perdata, terutama mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hukum perjanjian. 2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian-penelitian yang sejenis dan berkaitan. b. Manfaat Praktis 1) Bagi penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis dalam bidang hukum keperdataan, khususnya terkait dengan hukum perjanjian. 2) Bagi masyarakat dan pembangunan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, mampu memberikan tambahan pemikiran dalam bidang hukum perdata, khususnya dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama.