Kata Pengantar. Bogor, Oktober 2013 Kepala Pusat, Dr. Handewi P. Saliem. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kata Pengantar. Bogor, Oktober 2013 Kepala Pusat, Dr. Handewi P. Saliem. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian 1"

Transkripsi

1

2 Kata Pengantar Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP) merupakan salah satu unit kerja eselon dua di lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Dalam pelaksanaan tugasnya, PSEKP memfokuskan diri pada analisis dan pengkajian sosial ekonomi dan kebijakan di bidang pertanian. Selain itu, PSEKP juga menelaah ulang program dan kebijakan pertanian, melaksanakan kerja sama serta mendayagunakan hasil analisis dan pengkajian maupun konsultasi publik di bidang sosial ekonomi dan kebijakan pertanian. Selama lebih dari tiga dasawarsa, PSEKP telah melaksanakan tugasnya sebagai sebuah lembaga penelitian yang kritis dan dipercaya di tingkat nasional maupun internasional. Dalam melakukan kegiatan penelitian, lembaga ini banyak menghasilkan pengetahuan sosial ekonomi pertanian, serta proaktif dalam memberikan alternatif rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian kepada stakeholder lingkup Kementerian Pertanian dan lembaga pemerintah lainnya Dalam buku ini disampaikan informasi tentang sejarah, visi, misi, tugas dan fungsi, struktur organisasi, keberadaan sumberdaya manusia, fasilitas, program penelitian, publikasi, fasilitas perpustakaan serta kegiatan kerja sama penelitian yang dilaksanakan oleh PSEKP. Penerbitan buku ini dimaksudkan untuk memberikan informasi singkat tentang kiprah dan keberadaan PSEKP. Selain itu diharapkan melalui penerbitan buku ini dapat mendorong berbagai pihak terkait untuk lebih memanfaatkan hasil penelitian PSEKP, serta terjalinnya komunikasi dan kerja sama dalam kegiatan penelitian dan pemanfaatan hasil. Kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam membantu penerbitan buku ini kami sampaikan terima kasih, dan saran serta masukan pembaca sangat diharapkan untuk penyempurnaan pada edisi berikutnya. Bogor, Oktober 2013 Kepala Pusat, Dr. Handewi P. Saliem Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian 1

3 Sejarah Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP) merupakan salah satu lembaga penelitian setingkat eselon II di lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pada awal berdirinya tahun 1976, lembaga ini dikenal sebagai Pusat Penelitian Agro Ekonomi (PAE). Sejalan dengan dinamika pembangunan pertanian, beberapa kali lembaga ini mengalami perubahan nama. Pada tahun 1990, PAE berubah menjadi Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian (P/SE), kemudian menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Puslitbangsosek) pada tahun Pada tahun 2005, berganti nama lagi menjadi Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Terakhir pada tahun 2010, berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 61/Permentan/OT.140/8/2010, nama lembaga ini ditetapkan menjadi Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Dalam kurun waktu lebih dari tiga dasawarsa dari sejak berdirinya ( ), PSEKP telah dipimpin oleh tujuh Kepala Pusat, yaitu Prof. Dr. Syarifudin Baharsyah ( ), Dr. Faisal Kasryno ( ), Prof. Dr. Effendi Pasandaran ( ), Prof. Dr. Achmad Suryana ( ), Prof. Dr. Tahlim Sudaryanto ( ), Prof. Dr. Pantjar Simatupang ( ), Prof. Dr. Tahlim Sudaryanto ( ), dan Dr. Handewi P. Saliem (2010 sekarang) Tugas Pokok dan Fungsi PSEKP mempunyai tugas melaksanakan analisis dan pengkajian sosial ekonomi dan kebijakan pertanian. Fungsi PSEKP adalah: (a) merumuskan program analisis sosial ekonomi dan kebijakan pertanian; (b) melaksanakan analisis dan pengkajian sosial ekonomi dan kebijakan di bidang pertanian; (c) melaksanakan telaah ulang program dan kebijakan di bidang pertanian; (d) memberikan pelayanan teknik di bidang analisis sosial ekonomi dan kebijakan pertanian; (e) melaksanakan kerja sama dan mendayagunakan hasil analisis dan pengkajian serta konsultasi publik di bidang sosial ekonomi dan kebijakan pertanian; (f) mengevaluasi dan melaporkan hasil 2 Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

4 analisis dan pengkajian sosial ekonomi dan kebijakan pertanian; dan (g) mengelola urusan tata usaha dan rumah tangga pusat. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 634/Kpts/OT.140/1/2011, tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, maka PSEKP dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya di dukung Unit Eselon III, yaitu Bagian Umum, Bidang Program dan Evaluasi, serta Bidang kerja sama dan Pendayagunaan Hasil, disamping kelompok jabatan fungsional sebagai pelaksana teknis kegiatan penelitian dan pengkajian dan tugas teknis lainnya, secara lengkap uraian tugas unit eselon III tersebut adalah sebagai berikut: A. Bagian Umum, terdiri dari: 1. Subbagian Kepegawaian dan Rumah Tangga, mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, rumah tangga, surat menyurat dan kearsipan. 2. Subbagian Keuangan dan Perlengkapan, mempunyai tugas melakukan urusan keuangan dan perlengkapan. B. Bidang Program Dan Evaluasi, terdiri dari: 1. Subbidang Program, mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan rencana, program dan anggaran kegiatan analisis dan pengkajian sosial ekonomi dan kebijakan pertanian. 2. Subbidang Evaluasi dan Pelaporan, mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan analisis dan pengkajian sosial ekonomi dan kebijakan pertanian. C. Bidang Kerja Sama dan Pendayagunaan Hasil, terdiri dari: 1. Subbidang Kerja Sama, mempunyai tugas memberikan pelayanan teknik dan penyiapan bahan penyusunan kerja sama analisis dan pengkajian sosial ekonomi dan kebijakan pertanian. 2. Subbidang Pendayagunaan Hasil, mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan promosi, diseminasi, komersialisasi, dokumentasi, serta pelaksanaan urusan perpustakaan dan publikasi hasil analisis dan pengkajian sosial ekonomi dan kebijakan pertanian. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian 3

5 Visi Menjadi institusi penelitian/pengkajian yang kritis dan terpercaya, bertaraf internasional dalam menghasilkan informasi dan ilmu pengetahuan sosial ekonomi pertanian, serta proaktif dalam memberikan alternatif rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian. Misi Melakukan analisis dan pengkajian, guna menghasilkan informasi dan ilmu pengetahuan sosial ekonomi pertanian yang merupakan produk primer PSEKP. Analisis kebijakan, yaitu kegiatan untuk mengolah informasi dan ilmu pengetahuan hasil analisis menjadi rumusan usulan dan pertimbangan kebijakan pembangunan pertanian. Melakukan advokasi kebijakan pembangunan pertanian kepada stakeholder terkait. Mengembangkan kemampuan institusi PSEKP sehingga mampu mewujudkan visi dan misinya secara berkelanjutan. Program Penelitian Untuk melaksanakan misi, dengan mempertimbangkan lingkungan strategis dan implikasinya terhadap tantangan pembangunan pertanian, program utama PSEKP untuk lima tahun ke depan ( ) adalah sebagai berikut: 1. Program Pengkajian Kebijakan Penguatan dan Perlindungan Usaha Pertanian 2. Program Pengkajian Kebijakan Sumberdaya Alam, Infrastruktur dan Investasi Pertanian 3. Program Pengkajian Kebijakan Kelembagaan dan Regulasi Pertanian 4. Program Pengkajian Kebijakan Ekonomi Makro, Ketahanan Pangan, Pengentasan Kemiskinan dan Pembangunan Perdesaan 4 Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

6 5. Program Penelitian Dinamika Ekonomi Pertanian dan Perdesaan 6. Evaluasi dan Tanggap Cepat Atas Isu Kebijakan Aktual 7. Program Diseminasi Hasil dan Peningkatan Kapasitas Lembaga Struktur Organisasi Kepala Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Dr. Handewi P. Saliem Kabid Kerjasama dan Pendayagunaan Hasil Dr. Sri Hery Susilowati Kabid Program dan Evaluasi Ir. Supena Friyatno, MSi Kabag Umum Ir. Hasyim Asyari, MM Plh. Kasubbid Pendayagunaan Hasil Kasubbid Program Kasubbag Kepegawaian dan RT Ir. Wartiningsih M. Suryadi, SP Endro Gunawan, SP, ME Kasubbid Kerjasama Dr. Hermanto Plh. Kasubbid Evaluasi dan Pelaporan Ir. Sri H.Suhartini, MSi Kasubbag Keuangan dan Perlengkapan Drs. Agus Subekti Kelompok Jabatan Fungsional Dukungan Sumberdaya Manusia Dalam pelaksanaan tupoksinya PSEKP didukung oleh sumberdaya manusia yang handal sebanyak 167 orang. Secara rinci pegawai yang bergelar Doktor 29 orang, Magister 33 orang, Sarjana 36 orang, Diploma 16 orang, SMU 45 orang, serta SLTP/SD 8 orang. Dari pegawai tersebut, 87 orang diantaranya merupakan tenaga fungsional dengan rumpun fungsional sebagai berikut: 81 orang memiliki jabatan fungsional Peneliti di berbagai keahlian (3 orang diantaranya telah menjadi Profesor Riset) dan 6 orang tenaga fungsional non peneliti (Pranata Komputer, Pustakawan, Arsiparis, Litkayasa). Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian 5

7 PSEKP memiliki tiga Kelompok Peneliti (Kelti), yaitu: (1) Ekonomi Makro dan Perdagangan Internasional; (2) Ekonomi Pertanian dan Manajemen Agribisnis; (3) Sosial Budaya Pertanian dan Perdesaan. Bila dilihat dari latar belakang dan disiplin ilmu yang ditekuni, sebagian besar staf peneliti PSEKP mempunyai disiplin ilmu Ekonomi Pertanian, terutama untuk jenjang S2 dan S3 serta Sosial Ekonomi Pertanian pada jenjang S1. Sementara itu minat dan bidang keahlian yang ditekuni para peneliti dapat dipilah antara lain Sistem Usaha Pertanian, Kebijakan Pertanian dan Pembangunan, Sosiologi Pertanian dan Perdesaan, Ekonomi Internasional, Perdagangan Internasional, Ekonomi Lahan, Ilmu Ekonomi Sumberdaya, Sosiologi dan Kelembagaan, Pembangunan Wilayah, Pemberdayaan Masyarakat, Penyuluhan dan Komunikasi, Agribisnis serta Pembiayaan Pertanian (rincian terlampir). Fasilitas 1. Laboratorium Komputer dan Analisis Data Untuk pengolahan data penelitian, PSEKP didukung sebuah laboratorium komputer yang dilengkapi dengan PC stand alone dan PC LAN (Local Areal Network). Dalam perkembangan ke depan direncanakan akan dibangun laboratorium Perdagangan Internasional dan Panel Petani Nasional (PATANAS). Selain fasilitas tersebut, juga tersedia database berupa kumpulan data primer maupun sekunder dari kegiatan penelitian yang telah dilaksanakan. Program yang digunakan dalam analisis data meliputi SAS, STATA, GAMS, 6 Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

8 SHAZAM, GTAP, RunDynam, TradeCAN, GEMPACK, CSPro2, Minitab, SPSS serta aplikasi program analisis lainnya. 2. Perpustakaan dan Penyebaran Informasi Penelitian Pengolahan Bahan Pustaka Pengolahan bahan pustaka selama ini menggunakan program CDS/ISIS dengan jumlah database mencapai 19. Nama-nama database adalah BUKU, BPS, STAT, MAJA, DALAK, BROSUR, KORAN, ACIAR, IFPRI, PROS, P/SE, THESIS, CGPRT, SDP, SAE, WIN, SEMI, SP, dan TAHUN. Untuk peningkatan pelayanan kepada pengguna, Pada tahun 2007 perpustakaan secara bertahap telah mengolah bahan pustaka menggunakan program WIN/ISIS. Kemudian pada tahun 2010 terjadi perubahan Database sesuai dengan arahan dari Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian menjadi 4 Database yaitu: BUKU, MAJALAH, SEMINAR, dan IPTAN. Untuk mendapatkan informasi mengenai buku dan artikel yang dimiliki, dapat diakses melalui website Koleksi dan Jumlah Database Bahan Pustaka di Perpustakaan PSEKP per Desember 2012 No. Database Koleksi Jumlah 1. BUKU Kumpulan buku-buku yang dimiliki pustaka MAJALAH Kumpulan majalah yang dimiliki pustaka SEMINAR Kumpulan makalah seminar IPTAN Kumpulan artikel/tulisan ilmiah pertanian 7586 Total Pelayanan Perpustakaan Pelayanan perpustakaan PSEKP yang diberikan kepada pengguna, dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan sistem pelayanan terbuka untuk peneliti PSEKP dan sistem pelayanan tertutup untuk pengguna luar PSEKP. Sistem pelayanan dan penelusuran data, dilakukan melalui sistem katalog dengan pola komputerisasi, serta untuk pemenuhan data yang dibutuhkan oleh pengguna, disediakan layanan langsung melalui petugas perpustakaan atau dapat dilakukan secara online setelah Perpustakaan Digital PSEKP dioperasionalkan, sehingga materi yang dibutuhkan dari Perpustakaan PSEKP dapat secara langsung diakses oleh pengguna. Kerja Sama Antar Perpustakaan Kerja sama antarperpustakaan dalam kaitannya dengan pelayanan informasi kepada pengguna, dilaksanakan melalui Subbidang Pendayagunaan Hasil Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian 7

9 dengan seluruh perpustakaan lingkup Badan Litbang Pertanian terutama yang berada di Bogor. Dalam kegiatan kerja sama ini perpustakaan menyediakan formulir/bon pinjaman Pelayanan Antar-Perpustakaan (PAP). Sejak tahun 2009 kerja sama antarperpustakaan selain diarahkan pada penelusuran publikasi PSEKP di seluruh perpustakaan yang terdaftar dalam pendistribusian publikasi PSEKP juga melalui jaringan perpustakaan digital. Secara lebih luas, kerja sama informasi, publikasi dan perpustakaan juga tidak hanya dilakukan dengan berbagai perpustakaan lingkup Departemen Pertanian, tetapi juga dengan berbagai perpustakaan Universitas, Lembaga Penelitian maupun Institusi-institusi terkait di daerah. Di tingkat Pusat dengan Perpustakaan Nasional, Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian, perpustakaan lingkup Badan Litbang, maupun perpustakaan Lembaga lembaga Riset Nasional/ Internasional lainnya. Tahun 2012, kerja sama perpustakaan melalui Subbidang Pendayagunaan Hasil, tercatat mencapai: 18 Eselon I, 84 Eselon II, 79 Perpustakaan Universitas, 31 Perpustakaan BPTP, 9 Lembaga Internasional, 22 Perpustakaan Dinas Propinsi, serta 11 perpustakaan instansi lainnya diseluruh Indonesia. Publikasi Publikasi yang diterbitkan oleh PSEKP terdiri atas : (1) Jurnal Agro Ekonomi (JAE), (2) Forum Penelitian Agro Ekonomi (FAE), (3) Analisis Kebijakan Pertanian (AKP), (4) Prosiding Hasil Seminar Nasional, (5) Buku Tematik, (6) Laporan Tahunan, (7) Laporan Teknis Hasil Penelitian, dan (8) Newsletter. Sejak tahun 2006, tiga publikasi PSEKP telah mendapatkan akreditasi. Pada tahun 2012, hasil akreditasi ulang oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) diterapkan akreditasi untuk Forum Penelitian Agro Ekonomi (FAE) berdasarkan SK No. 444/AU2/P2MI-LIPI/08/2012 dan untuk Jurnal Agro Ekonomi (JAE) 444/AU2/P2MI-LIPI/08/2012. Untuk Analisis Kebijakan Pertanian (AKP) tidak terakreditasi. Informasi tentang profil dan publikasi yang telah dihasilkan PSEKP dapat diakses melalui website: Penulis untuk publikasi berkala (JAE, FAE, dan AKP) terbuka bagi peneliti dan tenaga pengajar lembaga dan institusi di luar PSEKP. Demikian juga topik yang di tulis, meliputi berbagai isu seputar pembangunan perdesaan dan pertanian. Secara detail keragaan dari publikasi berkala tersebut adalah sebagai berikut: Jurnal Agro Ekonomi (JAE) Jurnal Agro Ekonomi (JAE) adalah media primer penyebaran hasil-hasil penelitian sosial ekonomi pertanian dengan misi meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan profesional para ahli sosial ekonomi pertanian. JAE memuat informasi bagi ilmuwan dan pemerhati pembangunan pertanian, pengambil kebijakan, dan pelaku pembangunan pertanian dan perdesaan. 8 Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

10 JAE diterbitkan oleh PSEKP 2 kali setahun, pada bulan Mei dan Oktober. Selama tahun jumlah naskah yang sudah diterbitkan di JAE sebanyak 20 naskah. Sebagian besar penulis di JAE berasal dari luar lingkup PSEKP dan hanya 30 persen dari lingkup PSEKP. Penulis dari luar PSEKP umumnya berasal dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia dan beberapa negara. Dari hasil penelusuran terbitan JAE selama dua tahun terakhir (20 naskah) diperoleh persentase topik dari artikel yang diterbitkan di JAE sebagai berikut: (a) Sumberdaya (15%), (b) Pengembangan agribisnis (15%), (c) Ketahanan pangan (15%), (d) Evaluasi program pembangunan pertanian (10%), (e) Pemasaran/ perdagangan Internasional (25%), dan (f) Kelembagaan dan organisasi (20%). Forum Penelitian Agro Ekonomi (FAE) Forum Penelitian Agro Ekonomi (FAE) merupakan publikasi ilmiah yang memuat review hasil penelitian sosial ekonomi pertanian dan juga menampung naskah-naskah yang berupa gagasan ataupun konsepsi orisinal dalam bidang sosial dan ekonomi pertanian. Media ini terbit dua kali setahun yaitu bulan Juli dan Desember. Jumlah naskah yang telah diterbitkan pada Forum Penelitian Agro Ekonomi dari tahun sebanyak 20 naskah yang penulisnya berasal dari PSEKP (95%) dan dari luar PSEKP (5%). Topik dari 20 naskah yang telah diterbitkan tersebut berkisar pada isu: (a) Pengembangan Agribisnis (25%), (b) Kelembagaan dan Organisasi (25 %), (c) Ketahanan Pangan (termasuk diversifikasi, keamanan pangan) (15%), (d) Pembangunan Perdesaan (25%), (e) Kredit, Pembiayaan, Asuransi (5%), (f) Sumberdaya (lahan, tenaga kerja, alam) (15%), dan (g) Isu Lingkungan/ Pembangunan Berkelanjutan (10%). naskah (37.5%). Analisis Kebijakan Pertanian (AKP) Analisis Kebijakan Pertanian (AKP) adalah media jurnal ilmiah yang membahas isu aktual kebijakan pertanian yang memuat artikel analisis kebijakan pertanian dalam bentuk gagasan, dialog dan polemik. AKP terbit empat kali setahun yaitu pada bulan Maret, Juni, September, dan Desember. Jumlah naskah yang diterbitkan pada Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian selama dua tahun terakhir ( ) adalah 40 naskah. Dari jumlah tersebut yang berasal dari PSEKP sebanyak 25 naskah (62,5%) dan dari luar PSEKP sebanyak 15 Topik artikel yang dimuat berkisar pada isu sebagai berikut: (a) Pemasaran/Perdagangan Internasional (15%), (b) Pembangunan Perdesaan (2,5%), (c) Sumberdaya (lahan, Tenaga Kerja, alam) (15%), (d) Kredit, Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian 9

11 Pembiayaan, Asuransi (2,5%), (e) Ketahanan Pangan (termasuk diversifikasi, keamanan pangan (7,5%); (f) Evaluasi Program Pembangunan Pertanian (15%); (g) Kelembagaan dan Organisasi (20%); (h) Isu lingkungan/ Pembangunan Berkelanjutan (5%); (i) Pengembangan Agribisnis (5%); dan (j) lain-lain (12,5%). Kerja Sama Penelitian 1. Lembaga dan Lingkup Kerja Sama Sebagai Lembaga Penelitian yang memiliki tugas dan fungsi melaksanakan analisis dan pengkajian sosial ekonomi dan kebijakan pertanian, Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP) telah melaksanakan kegiatan penelitian bekerja sama dengan instansi/lembaga dalam dan luar negeri. Beberapa lembaga/instansi yang telah menjalin kerja sama dalam kurun waktu dua tahun terakhir ( ) adalah: No Mitra Kerjasama Judul Penelitian Luar negeri 1 International Food Policy Research Institute (IFPRI) 2 International Food Policy Research Institute (IFPRI) 3 Australian Centre for International Agricultural (ACIAR) 4 The International Development Research (IDRC) 5 Michigan State University (MSU) Dalam negeri 1 Kemenristek/Badan Litbang Market for High-Value Commodities in Indonesia: Promoting Competitiveness and Inclusiveness Plausible Futures for Economic Development and Structural Adjustment in Indonesia-Impacts and Policy Implication for the Asia Pasific Region Cost Effective Bio Security for Non Industrial Commercial Poultry Production in Indonesia Eco-Health Assessment on Poultry Production Clusters (Ppcs) for the Livelihood Improvement of Small Producers Access to Modernizing Value Chains by Smalls Farmers in Indonesia and Nicaragua Studi Kebutuhan Pengembangan Produk Olahan Pertanian dalam Rangka Liberalisasi Perdagangan Masa/Waktu Tahun Anggaran 1 juni 2009 November Januari Desember 2011 Juni 2008 November 2012 Juli 2011 Juli 2014 Februari September Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

12 No Mitra Kerjasama Judul Penelitian 2 Kemenristek/Badan Litbang 3 Kemenristek/Badan Litbang 4 Kemenristek/Badan Litbang 5 Kemenristek/Badan Litbang Peningkatan Kapabilitas Kelompok Tani dalam Adaptasi terhadap Perubahan Iklim Analisis Volatilitas Komoditas Pangan dalam Rangka Peningkatan Stabilisasi Harga Pangan Pokok Proyeksi Kinerja Petani Jangka Panjang dalam Mendukung Pengembangan MP3EI di Koridor Sumatera Analisis Permintaan, Penawaran dan Kebijakan Pengembangan Komoditas Tanaman Pangan Utama dalam Program MP3EI di Koridor Sulawesi dan Gorontalo Masa/Waktu Tahun Anggaran Beberapa Hasil Terpilih Kegiatan Kerja Sama Kerja sama penelitian PSEKP dengan lembaga internasional dan nasional telah menghasilkan beberapa rekomendasi serta pengetahuan baru, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut: A. Peningkatan Kapabilitas Kelompok Tani dalam Adaptasi terhadap Perubahan Iklim Penelitian ini merupakan kerjasama antara Kemenristek dan PSEKP. Latar belakang penelitian ini adalah lemahnya kapabilitas kelompok tani dalam menanggulangi dampak perubahan iklim dengan hasil penelitian sebagai berikut: Bentuk adaptasi secara antisipatif yang dilakukan petani pada kasus kebanjiran di Kabupaten Bantul adalah membuat saluran draenase berupa selokan untuk membuang kelebihan air, dan melakukan pemeliharaan/pendalaman saluran draenase. Di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat bentuk adaptasi antisipatif terhadap kasus kebanjiran dilakukan dengan penyesuaian pola tanam, jenis varietas dan dosis pemupukan. Bentuk adaptasi antisipatif terhadap kasus kekeringan di Kabupaten Gunung Kidul, DIY adalah menaikkan air dari sungai dengan membuat bendungan atau dam, membuat sumur ladang dan membuat sumur bor. Pada kasus kekeringan di Jawa Barat, adaptasi responsif dilakukan dengan cara: (1) menggunakan varietas padi berumur pendek misalnya varietas Ciherang; (2) melakukan curi start tanam, dengan cara memanen sebagian kecil tanaman padi MH lebih awal guna mempersiapkan persemaian pada MK1; (3) mengurangi dosis pupuk urea pada Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian 11

13 MK 1; (4) menjadikan jerami hasil MH sebagai pupuk organik; (5) meningkatkan pupuk organik untuk mengikat air sehingga dapat memperlambat penguapan; (6) melakukan pompanisasi dengan sumber air berasal dari saluran pembuangan; (7) menjemput air (istilah setempat gilir giring), dimana biaya menjemput air biasanya ditanggung oleh pemerintah desa.efektifitas strategi adaptasi pada kasus kebanjiran Di Kabupaten Bantul, DIY mencapai nilai R/Ca rasio 1.09 dari R/Cn rasio 1.56 dalam kondisi normal. Produktivitas rata-rata dalam kondisi kebanjiran hanya mencapai 4,5 ton per hektar, sementara dalam kondisi normal produktivitas padi rata-rata mencapai 6,0 ton per hektar per musim. Efektifitas strategi adaptasi pada kasus kebanjiran Di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, mencapai nilai R/Ca rasio 1.01 dari nilai R/Cn rasio 1.47 dalam kondisi normal. produktivitas rata-rata hanya mencapai 3,5 ton per hektar sedangkan dalam kondisi normal produktivitas padi rata-rata mencapai 5,0 ton per hektar. Efektifitas strategi adaptasi pada kasus kekeringan di Kabupaten Gunung Kidul DIY, hanya mencapai nilai R/Ca rasio 0.93 R/C dari R/Cn rasio dalam kondisi normal Produktivitas padi rata-rata dalam kondisi normal mencapai 5,5 ton per hektar, sedangkan dalam kondisi terjadi kekeringan produktivitas rata-rata hanya mencapai 3,5 ton per hektar. Dengan harga jual yang sama, fenomena ini menyebabkan penerimaan total usahatani padi diantara kedua kondisi tersebut juga sangat berbeda. Efektifitas strategi adaptasi dalam kasus Kekeringan di Kabupaten Indramayu Jawa Barat hanya mencapai nilai R/Ca rasio 0.24, menurun drastis dari R/Cn 1,7 dalam kondisi normal. Pada kondisi normal, produktivitas usahatani padi pada MK 1 hanya mencapai 3,0 ton GKP per hektar, sedangkan pada kondisi kekeringan produktivitas padi hanya mencapai 0.4 kuintal GKP per hektar. Kapabilitas kelompok dianalisis dengan menilai faktorfaktor eksternal dan internal, baik dari aspek teknis, ekonomi, sosial dan kelembagaan yang mempengaruhinya. Dukungan faktor eksternal dalam aspek teknologi, informasi dan infrastruktur di Provinsi DIY dan Jawa Barat relatif belum memadai ( 2,44). Demikian juga dari aspek kebijakan, Pemerintah Pusat dan Daerah dalam membantu peningkatan kapasitas kelompok menghadapi perubahan iklim relatif kurang memadai (<2,00). Faktor internal, aspek teknis terkait aspek penguasaan pengetahuan dan kemampuan kelompok tani terhadap perubahan iklim secara umum masih relatif rendah dan kurang memadai (<2,44). Paling tidak terdapat 5 (lima) hal yang menjelaskan mengapa tingkat pengetahuan kelompok tani terhadap masalah perubahan iklim relatif rendah, yaitu: teknologi adaptasi untuk mengatasi perubahan iklim, relatif kurangnya pelatihan penyuluhan teknologi, keikutsertaan dalam sekolah lapang iklim, dan pemahaman tentang perubahan iklim. Faktor ekonomi yang berupa ketersediaan sarana prasarana dan permodalan finansial masih jauh dari memadai untuk mengatasi dampak perubahan iklim berupa kebanjiran di Kabupaten Indramayu (2,20) dan di Kabupaten Gunung Kidul (2,23). Dalam kasus kekeringan Kabupaten Bantul dan Gunung Kidul memiliki nilai yang sama 12 Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

14 yaitu 2,07. Dengan lemahnya dua faktor ini akan sulit bagi kelompok tani mempunyai kapabilitas yang dapat diandalkan untuk merespon dampak perubahan iklim. Faktor sosial terkait dengan respon pengurus dan kompetensi SDM dalam kelompok secara umum masih belum memadai (<3,00). Respon pengurus terhadap dampak kekeringan nampak lebih tinggi dibandingkan kebanjiran. Pada kasus di Provinsi DIY, antara kebanjiran dan kekeringan, tidak menunjukkan kesenjangan yang besar (kebanjiran=2,60; kekeringan=2,65). Pada kasus di Jawa Barat, terdapat kesenjangan antara kasus kebanjiran (1,90) dan kasus kekeringan (2,75). Faktor sosial terkait aspek kompetensi anggota dalam kelompok secara umum hampir memadai. Pada kasus kebanjiran, tingkat kompetensi anggota kelompok tani di Provinsi DIY mencapai 2,88 dan 2,74 untuk Provinsi Jabar. Sementara pada kasus kekeringan, tingkat kompetensi anggota kelompok tani di Provinsi DIY mencapai 2,72 dan di Provinsi Jabar mencapai 2,76. B. Analisis Permintaan, Penawaran dan Kebijakan Pengembangan Komoditas Tanaman Pangan Utama dalam Program MP3EI di Koridor Sulawesi Penelitian ini merupakan kerjasama antara Kemenristek dengan PSEKP. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui secara aktual bagaimana situasi mengenai permintaan dan penawaran serta pengembangan komoditas pangan saat ini. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kerangka pemanfaatan hasil penelitian ini yaitu berupa bentuk: (1) Laporan hasil penelitian yang dapat dimanfaatkan oleh lembaga/instansi terkait di lokasi penelitian, (2) Publikasi hasil penelitian sebagai bahan informasi dan pertimbangan perumusan kebijakan dalam pengembangan komoditas tanaman pangan utama (padi, jagung dan kedelai) khususnya di lokasi penelitian Provinsi Sulawesi Selatan dan Gorontalo, (3) Seminar hasil penelitian untuk menyebarluaskan hasil penelitian. Strategi pemanfaatan hasil penelitian ini yaitu dengan cara mengirimkan hasil laporan penelitian ke instansi/lembaga terkait di lokasi penelitian, menyebarluaskan hasil penelitian melalui media publikasi hasil penelitian, dan publikasi seminar hasil penelitian. Hasil penelitian atau kajian memiliki urgensi penting sebagai bahan informasi kebijakan dalam pengembangan komoditas tanaman pangan utama (padi, jagung dan kedelai) khususnya di lokasi penelitian Provinsi Sulawesi Selatan dan Gorontalo dimasa mendatang. Dengan demikian pengembangan dan peningkatan informasi hasil penelitian untuk tahun yang akan datang perlu terus ditingkatkan dalam rangka mendukung kebijakan pengembangan komoditas tanaman pangan utama (padi, jagung dan kedelai). Hal ini disebabkan oleh dinamisnya berbagai aspek yang menyangkut aspek sosial ekonomi dan kebijakan pengembangan tanaman pangan. Keberlanjutan penelitian/kajian dengan dukungan dana dari program Ristek sangat diharapkan. Dukungan keberlanjutan kajian juga tidak hanya dari program ristek pusat, akan tetapi juga dari pemerintah daerah. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian 13

15 C. Proyeksi Kinerja Pembangunan Pertanian Jangka Panjang: dalam Mendukung Pengembangan MP3EI di Koridor Sumatera Pembangunan pertanian merupakan salah satu bagian integral dari pembangunan nasional. Meskipun peran relatif sektor pertanian terhadap perekonomian nasional cenderung terus menurun, namun dinamika yang terjadi di perekonomian Indonesia ditopang oleh sektor pertanian dan intervensi pemerintah terhadap kebijakan makro ekonomi yang menyangkut sektor pertanian masih cukup kuat. Pertumbuhan rata-rata PDB sektor pertanian dalam periode tahun mencapai 3,2 persen, namun kontribusinya terhadap ekonomi nasional secara keseluruhan menurun dari 19,0 persen pada 1990 menjadi hanya 15 persen pada Di sisi lain, sektor pertanian masih diharapkan dapat menjadi katup pengaman bagi penyediaan kesempatan kerja. Pada 1990 sektor pertanian menyerap sekitar 56 persen dari total tenaga kerja dan turun menjadi 38 persen pada Implikasi dari kebijakan seperti ini akan mempengaruhi efisiensi sektor pertanian dan memperlambat peningkatan produktifitas pertanian dan pada akhirnya akan melemahkan daya saing produk pertanian. Pembangunan pertanian dapat didefinisikan sebagai suatu proses perubahan sosial yang implementasinya tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan status dan kesejahteraan petani saja, tetapi juga untuk mengembangkan potensi sumberdaya manusia baik secara ekonomi, sosial, politik, budaya, lingkungan, maupun melalui perbaikan, pertumbuhan dan perubahan. Sejalan dengan hal itu indikasi keberhasilan pembangunan suatu negara atau wilayah yang banyak digunakan adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi diukur dari tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) untuk lingkup nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk lingkup wilayah. Selain dipengaruhi faktor internal, pertumbuhan ekonomi suatu negara juga dipengaruhi faktor eksternal, terutama setelah era ekonomi yang semakin mengglobal. Secara internal, tiga komponen utama yang menentukan pertumbuhan ekonomi tersebut adalah pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Ketiga komponen tersebut sebaiknya berkedudukan sejajar dalam mengelola sumberdaya ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya. Pada era globalisasi seperti saat ini dinamika perekonomian nasional sangat dipengaruhi oleh perekonomian regional dan internasional. Oleh karena itu, pembangunan pertanian memerlukan penyempurnaan dan perbaikan dari kegiatan pembangunan sebelumnya menyesuaikan dinamika perubahan lingkungan strategis yang selalu berubah. Hal ini menjadi penting karena kinerja pembangunan pertanian tidak akan terlepas dari lingkungan strategis yang melingkupinya, baik lingkungan strategis internasional, regional, nasional maupun wilayah/daerah. Dengan demikian untuk dapat merumuskan arah pembangunan pertanian ke depan secara baik, maka pemahaman yang seksama atas dinamika lingkungan strategis serta proyeksi pembangunan pertanian tersebut perlu dilakukan. Untuk mendukung 14 Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

16 pembangunan ekonomi Indonesia, pemerintah membuat Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). MP3EI ditetapkan oleh Peraturan Presiden RI No. 32 Tahun MP3EI menjadi acuan untuk menetapkan kebijakan sektoral bagi menteri dan pimpinan lembaga non kementerian di masing-masing bidang dan acuan untuk penyusunan kebijakan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, MP3EI sebagai salah satu pemicu dalam mempercepat pembangunan ekonomi nasional dalam kurun waktu 15 tahun yang sesuai dengan rencana pemerintah dalam RPJMN tahun Sementara bagi dunia usaha MP3EI merupakan acuan bagi dunia usaha untuk berinvestasi dengan tujuan utama menghasilkan produk-produk yang mempunyai nilai tambah (added value) dan membangun pusat-pusat produk unggulan di luar pulau Jawa. Strategi utama MP3EI adalah: (1) pengembangan koridor ekonomi, (2) konektifitas nasional (daerah) dan (3) pengembangan Iptek dan SDM. Untuk mensukseskan MP3EI Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah untuk melakukan langkah-langkah sebagai berikut: (1) revisi UU agar terjamin kepastian hukum, (2) percepatan infrastruktur, (3) debirokrasi aparatur negara, (4) reformasi pelaksanaan peraturan perpajakan, bea cukai dan tarif, (5) dukungan perbankan nasional (Perpres 32 Tahun 2011). Program MP3EI terdiri dari 22 kegiatan utama, di mana 15 kegiatan di antaranya merupakan bidang usaha industri, yaitu: Pengembangan Klaster Industri Kelapa Sawit, Karet, Batu Bara, Nikel, Tembaga, Minyak dan Gas, Makanan Minuman, Kakao, Tekstil, Mesin Peralatan Transportasi, Perkapalan, Baja, Aluminium, Telematika, dan Alutsista. Program dan kegiatan tersebut difokuskan pada 6 koridor ekonomi yang telah ditetapkan. Keenam koridor tersebut terdiri dari: 1) Koridor Sumatera, 2) Koridor Jawa, 3) Koridor Kalimantan, 4) Koridor Sulawesi, 5) Koridor Bali Nusa Tenggara, dan 6) Koridor Papua Kepulauan Maluku. Masing-masing koridor ekonomi memiliki fokus kegiatan utama yang akan dikembangkan. Untuk koridor ekonomi Sumatera, kegiatan ekonomi yang akan dikembangkan akan difokuskan pada kelapa sawit, karet, batu bara, besi baja, dan perkapalan. Berdasarkan ketentuan dalam MP3EI, Kementerian Pertanian akan fokus pada pengembangan kelapa sawit dan karet di koridor Sumatera,. Sedangkan untuk Koridor Ekonomi Jawa sebagai Sentra Pengembangan Industri Makanan/Pangan difokuskan pada pengembangan industri makanan/pangan melalui penumbuhan industri di pedesaan yang mengolah produk-produk pertanian menjadi produk olahan makanan. Pada koridor Sumatera, Kementerian Pertanian telah membangun kawasan sentra produksi padi, jagung dan kakao berdasarkan potensi agroekosistem dan memfasilitasi kegiatan penyediaan infrastruktur, perbenihan maupun pemberdayaan petani. Pada Koridor Ekonomi Bali-NTB-NTT Kementerian Pertanian akan mengembangkan koridor ini sebagai sentra produksi jagung, kedelai dan ternak. Pada tahun 2011 telah dialokasikan anggaran di Bali, NTB dan NTT untuk mendukung pengembangan jagung, kedelai dan ternak. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian 15

17 Adapun untuk koridor Ekonomi Papua, Kementerian Pertanian akan mengembangkan Koridor Ekonomi ini sebagai sentra produksi pangan, perkebunan dan peternakan. Hasil proyeksi kinerja pembangunan pertanian jangka panjang diharapkan akan dapat menjadi bahan dalam mencari peluang yang perlu dirumuskan dalam dinamika lingkungan strategis untuk mempertajam tujuan dan sasaran pembangunan pertanian antara lain dengan mengevaluasi kembali kebijakankebijakan yang telah dilakukan. Disamping itu searah dengan dinamika lingkungan strategis, maka penajaman arah dan pengelompokan kebijakan yang memperhatikan pasar dan lingkungan sumberdaya spesifik lokalita. Hal ini disebabkan kedua potensi tersebut akan sangat menentukan keuntungan komparatif dan kompetitif dari komoditas pertanian Indonesia. Success Story dan Penelitian Unggulan PSEKP Dua Tahun Terakhir 1. Success Story PSEKP Sebagai salah satu lembaga penelitian yang mendalami kajian tentang aspek sosial ekonomi pertanian di Indonesia, keberadaan PSEKP telah banyak mewarnai berbagai wacana dan kebijakan di seputar pembangunan ekonomi perdesaan, khususnya yang terkait dengan isu pertanian. Pengumpulan data series tentang beberapa indikator pembangunan perdesaan, dalam bentuk panel data mikro petani nasional (PATANAS), diacu berbagai kalangan stakeholders baik dalam negeri maupun luar negeri (seperti World Bank), dimana data PATANAS dirujuk sebagai indikator pencapaian pembangunan pertanian, khususnya di wilayah perdesaan pada berbagai agroekosistem. Database PATANAS dengan cakupan berbagai aspek ekonomi pertanian, juga digunakan oleh banyak mahasiswa untuk penyelesaian program S-2 dan S-3 mereka. Selain PATANAS, beberapa hasil penelitian lainnya yang sangat menonjol adalah PUAP, PSDS, Studi Kebijakan Akselerasi Pertumbuhan Produksi Padi di Luar Pulau Jawa dan Kajian Alternatif Skema Pembiayaan APBN untuk Mendukung Swasembada Beras. Implikasi kebijakan penelitian PUAP antara lain untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani melalui penyediaan modal dalam kegiatan agribisnis. Dalam tata perdagangan dunia yang semakin terbuka saat ini PSEKP juga berperan sangat nyata dalam memandu para pengambil kebijakan di 16 Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

18 Kementerian Pertanian, Perdagangan, Perindustrian, Kantor Menko Perekonomian serta Kementerian Luar Negeri, dalam menyikapi atau mengambil inisiatif berbagai kebijakan terkait komoditas pertanian Indonesia di forum kerja sama multilateral dan bilateral. Peran serta PSEKP merupakan wujud dari komitmen perlindungan petani dan konsumen dalam negeri. Peneliti PSEKP secara aktif menjadi anggota delegasi Republik Indonesia dalam berbagai forum internasional tentang perdagangan komoditas pertanian, seperti WTO, APEC dan lainnya. Untuk medukung keterlibatan peneliti PSEKP dalam berbagai forum ini, beberapa topik penelitian dilakukan terkait dengan perdagangan internasional, proyeksi serta perilaku harga dan indikator lainnya dari komoditas terpilih. Selain beberapa hal di atas, secara sporadis PSEKP juga telah mewarnai berbagai kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia, yang dilakukan secara cepat, akurat dan tepat melalui kegiatan analisis kebijakan (Anjak). Berbagai kajian yang dilakukan didasarkan pada permintaan untuk mendukung suatu kebijakan, baik dari lingkup Kementerian Pertanian ataupun stakeholder (seperti Bappenas dan Kementerian Perdagangan) lainnya, dan juga bersifat antisipasi terhadap berbagai hal yang terkait dengan dampak dari suatu kebijakan atau dari suatu kejadian. Beberapa kajian cepat yang terkait dengan penanggulangan bencana erupsi Merapi, subsidi pupuk dan stabilisasi harga pasar merupakan contoh dari kegiatan yang telah dilakukan. 2. Penelitian Unggulan Dua Tahun Terakhir Beberapa hasil penelitian unggulan yang dijadikan sintesis, pertimbangan dan advokasi kebijakan pembangunan pertanian dan digunakan oleh pimpinan Kementerian Pertanian serta pihak terkait lainnya selama tahun diantaranya adalah: A. Penentuan Desa Calon Lokasi PUAP 2011 dan Evaluasi Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan Dalam pelaksanaan pembangunan pertanian, sebagian besar pelaku/ petani menghadapi kendala permodalan, baik modal sendiri maupun akses terhadap lembaga permodalan yang ada. Untuk mengatasi keterbatasan modal petani tersebut, pemerintah mengambil inisiatif untuk memberikan stimulan bantuan modal finansial berasal dari APBN dalam bentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) ke kelompok tani/gapoktan. Pola BLM telah dimulai tahun 2000 dan sejak tahun 2008, pola BLM ini diperkenalkan dalam bentuk program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) dibawah koordinasi PNPM Mandiri yang dilanjutkan pada tahun Untuk menyempurnakan pelaksanaan program PUAP tahun 2011 perlu dilakukan kegiatan yang mencakup: (a) membantu penentuan calon penerima dana BLM PUAP 2011 dan (b) evaluasi terhadap pelaksanaan program PUAP sebelumnya. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian 17

19 Evaluasi kinerja pelaksanaan program PUAP sudah dilaksanakan sejak tahun Secara umum, hasil evaluasi menunjukkan bahwa kinerja input, proses, output, outcome, dan dampak program masih belum dapat mencapai sasaran secara optimal. Di sisi lain, evaluasi tentang Program PUAP baru dilakukan pada Tahun 2011 dan hal ini sangat dibutuhkan untuk mendapatkan informasi dan pemahaman terhadap kelayakan pelaksanaan program PUAP. Seluruh informasi yang akan dikumpulkan diharapkan dapat memberikan gambaran secara holistik tentang pencapaian program PUAP di perdesaan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, Kementerian Pertanian telah merealisasikan pencairan dana BLM PUAP sebanyak gapoktan yang tersebar di 33 Provinsi wilayah Indonesia, yakni gapoktan pada tahun 2008, 9884 gapoktan (2009) dan 8587 gapoktan (2010). Hingga bulan November 2011, berdasarkan lima SK penetapan dana BLM PUAP mencakup 6697 gapoktan dengan nilai penyaluran Rp Hal ini berarti bahwa sampai dengan tahun 2011, dari total desa di Indonesia (lebih dari desa) maka hampir 50 persen jumlah desa yang ada di Indonesia telah menerima dana BLM PUAP. Meskipun sumber usulan tetap sama dari tahun ke tahun, yakni usulan dari pemerintah daerah, aspirasi masyarakat dan unit kerja eselon I lingkup Kementan, namun terjadi perubahan pada mekanisme pengusulan desa calon lokasi penerima dana BLM PUAP. Perubahan mekanisme pengusulan desa ini terjadi akibat penyesuaian pelaksanaan PUAP dari tahun ke tahun. Pada aspek sosialisasi yang dilakukan berjenjang dari tingkat provinsi hingga desa dirasakan masih sangat kurang. Hal ini sangat berkaitan erat dengan pemahaman Program PUAP hingga level pengurus gapoktan dan petani. Pada umumnya, baik Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani menganggap materi pelatihan telah dapat dipahami dengan baik, namun pelaksanaan pelatihan terus diupayakan meningkat, baik dari aspek waktu, praktikum dan kualitas nara sumber. Koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah perlu ditingkatkan. Frekuensi pendampingan oleh Penyuluh Pendamping umumnya lebih intensif dibandingkan pendampingan oleh Penyelia Mitra Tani. Hal ini antara lain disebabkan oleh rasio jumlah gapoktan yang harus didampingi oleh Penyelia Mitra Tani melebihi kapasitasnya sehingga menjadi kurang optimal. Introduksi inovasi teknologi dan rekayasa kelembagaan lebih menekankan pada pendekatan budaya material (bantuan dana, alsintan, sarana produksi) dibanding nonmaterial (membangun sistem nilai). Peranan BPTP dalam inovasi teknologi terhadap gapoktan cukup menonjol dengan langkah operasional kegiatankegiatan yang dilakukan oleh BPTP yang terkait dengan integrasi PUAP dan program lainnya. Pembinaan untuk kelembagaan Gapoktan dan LKM-A yang telah dilakukan melalui pendekatan kelompok, namun pendekatan partisipatif masih belum dilakukan secara maksimal. Pengembangan kelembagaan 18 Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

20 Gapoktan dan LKM-A cenderung menggunakan pendekatan struktural dari pada pendekatan kultural; Penyaluran dana BLM PUAP umumnya masih dilakukan oleh pengurus gapoktan atau unit usaha yang ada di bawah gapoktan. Pendirian Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) masih jarang ditemui di lokasi provinsi contoh, kecuali di Jawa Timur dan Kabupaten Karo yang pada umumnya sudah membentuk LKM-A sebagai pengelola dana PUAP, walaupun sifatnya masih berupa unit usaha di bawah Gapoktan dan pengurusnya juga masih merangkap sebagai pengurus Gapoktan. Perkembangan dana BLM PUAP cukup lancar, kecuali untuk gapoktan di Provinsi NTB yang perkembangan dananya ada yang negatif karena terjadi penurunan harga ternak sapi. Perguliran dana PUAP rata-rata 2-4 kali dengan tingkat jasa yang ditetapkan antara 1,5 hingga 2,5 persen per bulan. Mekanisme peminjaman dana BLM PUAP umumnya yarnen, meskipun ada juga yang bulanan atau bahkan tahunan (kasus ternak sapi). Rata-rata gapoktan telah mempunyai unit usaha simpan pinjam, dengan menetapkan simpanan pokok, wajib dan sukarela yang merupakan syarat dalam pembentukan unit usaha simpan pinjam dan merupakan salah satu sumber permodalan yaitu sebagai modal swadaya masyarakat. Implikasi kebijakan dari penelitian ini adalah program PUAP ditujukan, antara lain untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani melalui penyediaan modal dalam kegiatan agribisnis. Dalam hal pembinaan kegiatan gapoktan oleh PP dan PMT, informasi yang sangat kuat menunjukkan bahwa kwalitas dan frekwensi pembinaan mereka tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Selain karena tidak memiliki sarana angkutan sendiri, sebagian PP masih berstatus honorer dengan masa depan yang tidak pasti. Demikian juga dengan PMT yang harus membagi waktu untuk mengunjungi 20 hingga 30 gapoktan secara bergiliran, namun hanya mendapat honorarium 8-10 bulan dalam setahun. Kondisi seperti ini diduga turut berkontribusi terhadap kurang efektifnya pembinaan di lapangan. Dalam konteks ini, sangat arif mengusulkan agar dapat dicarikan jalan keluar untuk kedua masalah diatas. Alternatif yang dapat diusulkan untuk dipertimbangkan adalah kepastian masa depan para penyuluh. Pengangkatan penyuluh lapangan (atau PP) yang berstatus tenaga honorer menjadi pegawai tetap pemerintah perlu diprioritaskan dan diusulkan anggaran untuk kegiatan mereka, bahkan secara bertahap perlu diangkat penyuluhpenyuluh baru dan diberi tanggungjawab bersama-sama petani membantu meningkatkan kinerja usahatani pada setiap gapoktan. Selanjutnya, mengikuti pengangkatan PMT di daerah yang bantuannya sangat dibutuhkan untuk mendorong pengembangan gapoktan, maka kepada mereka layak diberikan kontrak dengan honorarium penuh selama 12 bulan dalam masa satu tahun. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian 19

21 Menyoroti kelembagaan PUAP saat ini, harus diakui bahwa tidak semua gapoktan penerima BLM PUAP memiliki potensi kuat memajukan agribisnis di wilayah masing-masing. Gapoktan yang memiliki potensi kuat untuk dikembangkan, dengan persyaratan tertentu, perlu diidentifikasi. Pembinaan berkelanjutan terhadap gapoktan berpotensi ini harus dilakukan dalam berbagai program yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Perkuatan kelembagaan harus dilakukan dengan berbagai upaya, baik upaya yang dilakukan pemerintah pusat dan disinkronkan dengan upaya yang mampu dilakukan oleh pemerintah daerah. Sinergi program kedua tingkat pemerintahan ini harus dilakukan secara terpadu agar percepatan pengembangan dapat diciptakan. Evaluasi yang dilakukan melalui penelitian ini mengindikasikan perlunya perkuatan kelembagaan gapoktan potensial tersebut. Jika Program PUAP masih atau tidak dilanjutkan pada tahun-tahun yang akan datang pada desa/gapoktan lainnya, hasil penelitian ini mengindikasikan perlunya dilaksanakan identifikasi gapoktan potensial, khususnya gapoktan yang telah mempunyai LKM dan menekuni usaha ekonomi yang menjanjikan. Hal ini perlu dipertimbangkan dan dijadikan prioritas kegiatan (Ditjen PSP) pada tahun yang akan datang sehingga proses pengembangannya dapat dipercepat dan menjadi model yang dapat ditiru oleh gapoktan lain dalam peningkatan pengelolaan bantuan dana Program PUAP. Aspek lain terkait dengan dibutuhkannya dokumen legal LKM-A untuk melaksanakan dan memperluas kegiatan usaha/agribisnis adalah pemilihan bentuk badan hukum yang sesuai dengan keberadaan petani dalam gapoktan. Peran pembina gapoktan di daerah sangat penting. Para pembina daerah seharusnya memiliki agenda pembinaan yang jelas, terarah, serta konsisten dan dilakukan oleh individu-individu yang mewakili instansi/lembaga terkait. Daerah masih sangat lemah dalam koordinasi kegiatan seperti ini, terutama karena selain tidak memiliki agenda pembinaan yang jelas, seringnya pergantian pejabat yang mengurus kepentingan petani di daerah sangat memengaruhi kinerja para pembina ini. Arah dan konsistensi pembinaan dapat berubah dan kelanjutan kegiatan juga dapat terhambat. Oleh karena itu, para pembina di daerah perlu berkoordinasi dan membuat agenda pembinaan yang konkrit dan berkelanjutan, dan jika pergantian pejabat di daerah tidak dapat dihindarkan, maka setiap individu pembina ini harus tunduk pada agenda pembinaan dengan kegiatan yang telah disepakati. Tim Pembina/Teknis Program PUAP harus mengambil inisiatif melakukan komunikasi secara intensif dengan berbagai instansi terkait dan merumuskan berbagai bentuk pembinaan gapoktan, jika perlu untuk setiap gapoktan lengkap dengan materi, waktu, tempat, dan berbagai kebutuhan lainnya. 20 Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

22 B. Panel Petani Nasional (PATANAS): Indikator Pembangunan Pertanian dan Perdesaan di Wilayah Agroekosistem Lahan Kering Berbasis Sayuran dan Palawija Pembangunan pertanian dari sejak pemerintahan Orde Baru hingga ke pemerintahan Orde reformasi tidak pernah berhenti yang ditandai dengan silih bergantinya kebijakan dan program yang dijalankan yang semuanya dimaksudkan untuk mencapai target-target utama pembangunan pertanian. Selama lima tahun kedepan ( ) ada 4 (empat) target utama Kementerian Pertanian, yaitu: (a) pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan, (b) peningkatan diversifikasi pangan, (c) peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor, dan (d) peningkatan kesejahteraan petani (Kementerian Pertanian, 2009). Untuk mengetahui hasil-hasil dan dampak dari pembangunan pertanian khususnya yang berkaitan dengan target utama berupa peningkatan kesejahteraan petani sudah barang tentu pemerintah membutuhkan informasi yang dimaksudkan untuk mempertajam tujuan dan sekaligus kebijakan maupun program pembangunan pertanian itu sendiri. Infomasi tersebut dirumuskan dalam bentuk indikatorindikator pembangunan ekonomi. Dengan diperolehnya indikator-indikator pembangunan ekonomi tersebut akan diperoleh sejumlah manfaat. Pertama, indikator-indikator tersebut dapat melengkapi indikator pembangunan ekonomi di tingkat agregat nasional, provinsi atau kabupaten yang secara berkala diterbitkan oleh BPS. Kedua, indikatorindikator tersebut dapat digunakan untuk memperoleh gambaran tentang dinamika hasil-hasil dan dampak pembangunan pertanian di tingkat rumah tangga di wilayah pedesaan khususnya yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan petani dalam periode Ketiga, indikator-indikator tersebut dapat dijadikan masukan dalam rangka mempertajam tujuan dan sekaligus kebijakan maupun program pembangunan khususnya pembangunan pertanian yang bersifat spesifik lokasi dan spesifik komoditas. Secara garis besar tujuan penelitian adalah menyajikan sejumlah indikator yang merefleksikan dinamika hasil-hasil dan dampak pembangunan pertanian dan perdesaan di wilayah agroekosistem lahan kering berbasis sayuran dan palawija khususnya di tingkat usahatani dan rumah tangga. Lokasi penelitian dilakukan di Provinsi Lampung, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukan bahwa luas lahan tegalan tidak mengalami pertambahan, sementara di sisi lain jumlah penduduk terus meningkat sehingga tekanan jumlah penduduk terhadap lahan pertanian cenderung semakin berat yang diindikasikan oleh rata-rata luas lahan tegalan per rumah tangga yang relatif sempit. Konsekuensinya, daya serap subsektor tanaman pangan di desa-desa lokasi penelitian terhadap pertambahan tenaga kerja akan semakin terbatas. Oleh karena itu, pemerintah perlu membuka seluas-luasnya lapangan kerja di sektor Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian 21

23 non-pertanian agar terjadi pergeseran struktur kesempatan kerja di wilayah pedesaan Kapasitas produksi usahatani komoditas utama (komoditas basis) di desa-desa lokasi penelitian masih memungkinkan ditingkatkan melalui penggunaan benih unggul berlabel dan penerapan pemupukan berimbang. Dalam hubungan ini yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah tetap memberikan subsidi untuk pupuk anorganik. Subsidi semacam ini harus juga diterapkan untuk benih palawija dan sayuran. Melalui pemberian subsidi pupuk dan benih diharapkan beban biaya usahatani yang harus ditanggung petani menjadi relatif lebih ringan. Pada saat ini diversifikasi sumber pendapatan harus dilakukan rumah tangga petani sebagai konsekuensi dari terbatasnya pendapatan dari usahatani komoditas utama (komoditas basis) dan atau sektor pertanian untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga sehari-hari baik berupa pengeluaran makan maupun non-makanan. Dengan menggunakan pangsa pengeluaran pangan sebagai petunjuk tingkat kesejahteraan, selama periode tahun secara agregat rumah tangga petani lahan kering berbasis palawija mengalami peningkatan kesejahteraan yang ditunjukkan oleh penurunan pangsa pengeluaran pangan dari 62 persen pada tahun 2008 menjadi 57,54 persen pada tahun 2011, sementara itu secara agregat rumah tangga petani lahan kering berbasis sayuran mengalami penurunan tingkat kesejahteraan yang ditunjukkan oleh kenaikan pangsa pengeluaran pangan dari 47 persen pada tahun 2008 menjadi 56,67 persen pada tahun Selama periode tahun jumlah rumah tangga miskin khususnya di desa-desa lokasi penelitian diperkirakan meningkat disebabkan oleh penurunan tajam profitabilitas beberapa usahatani dan relatif rendahnya tingkat dan laju upah tenaga kerja di sektor pertanian selama periode tahun tersebut. Oleh karena itu program raskin dinilai tetap bermanfaat bagi meringankan beban pengeluaran (khususnya pengeluaran pangan) bagi penduduk miskin. C. Keragaan, Permasalahan dan Upaya Mendukung Akselerasi Program Swasembada Daging Sapi Selama 40 tahun terakhir industri sapi potong Indonesia mengalami dinamika yang arahnya cenderung negatif. Ketika dasawarsa Indonesia merupakan negara eksportir sapi potong. Kemudian pada dasawarsa Pemerintah mengambil kebijakan menghentikan ekspor sapi potong dan kerbau). Akhirnya sejak awal tahun 1990-an sampai saat ini justru Indonesia menjadi negara pengimpor sapi potong. Hal ini disebabkan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan. Di lain pihak, pertumbuhan produksi daging sapi dalam negeri relatif lambat. 22 Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

24 Mengingat pentingnya kemandirian pangan, dengan dukungan politik dan dana serta pengalaman di masa lalu maka kebijakan swasembada daging sapi dan kerbau dilakukan lagi dengan rancangan yang melibatkan berbagai stakeholder. Rancangan dibuat dalam suatu dokumen berupa blue print (BP). Dengan demikian diharapkan program akan memberi hasil lebih baik dari dua program sebelumnya. Untuk mendapat hasil sesuai dengan tujuan dan maksud dari PSDS maka diperlukan data dan informasi terkait dengan implementasi dan dampak PSDS. Untuk itu penelitian yang terkait dengan kinerja dan upaya akselerasi PSDS perlu dilakukan sebagai bahan masukan bagi instansi terkait yang melaksanakan program tersebut, khususnya Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjennak dan Keswan), Kementerian Pertanian (Kementan). Dalam BP, PSDS 2014 akan ditempuh dengan 13 rencana aksi. Namun darimana menurunkan ketigabelas rencana aksi tersebut merupakan masalah yang perlu ditelusuri. Apakah kegiatan yang ada diturunkan dari struktur organisasi Ditjennak yang cenderung membagi tugas namun tidak melihat urgensi kegiatan dikaitkan dengan keterbatasan dana dan waktu untuk melaksanakan program? Atau, kegiatan yang ada diturunkan dari teori fungsi produksi atau penawaran, sehingga upaya yang dilakukan adalah bagaimana menggeser kurva penawaran ke kanan. Selanjutnya dari peubah yang ada apakah ada langkah-langkah penentuan prioritas, sehingga kegiatan mana yang didahulukan. Artinya, perlu diketahui apa konsep swasembada yang digunakan dan upaya apa yang dilakukan untuk mencapai swasembada tersebut. Implementasi kebijakan selama ini cenderung bersifat top down dan seragam pada berbagai daerah. Padahal kondisi bervariasi dan kebijakan akan dirasakan berbagai pihak. Senjang permintaan dan penawaran daging sapi nasional terus melebar. Untuk menutupi senjang tersebut dipenuhi dari impor. Pertumbuhan volume impor ternak dan daging sapi nasional terus meningkat. Efisiensi produksi dan pemasaran di dan dari negara eksportir memicu semakin besarnya pangsa impor tersebut. Akibatnya industri sapi potong nasional yang berbasis peternakan skala kecil terus terdesak. Apabila tidak ada upaya khusus, ketergantungan impor akan semakin meningkat dan mengancam kemandirian pangan dan industri sapi potong nasional. Pemerintah mencanangkan program swasembada daging sapi (PSDS). Upaya tersebut tidak mudah, membutuhkan alokasi anggaran yang besar, butuh komitmen tinggi antar instansi dan tingkat Pemerintahan, melibatkan banyak stakeholder dan membutuhkan waktu lama. Agar program berjalan efektif diperlukan informasi dan data dukung terkait dengan permasalahan implementasi program di lapangan sejak konsep, dukungan anggaran dan pelaksanaan kegiatan di lapang. Informasi dan data dukung tersebut akan dikomunikasikan kepada berbagai instansi terkait untuk mengakselerasi tujuan dan maksud yang ingin dicapai PSDS. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian 23

25 Penelitian ini memperlihatkan bahwa pelaksanaan PSDS 2014 baik di tingkat pusat maupun di berbagai daerah khususnya pada empat lokasi penelitian mendapat dukungan berbagai pihak. Hal itu terlihat dari dukungan program dan dana baik dari Ditjen dalam Kementan, kementerian lain, Pemda, Program CSR dan Community Development pihak swasta yang mendukung 13 kegiatan PSDS 2014 koheren mencapai sasaran. Distribusi dokumen formal sebagai payung hukum pelaksanaan PSDS di daerah masih belum berjalan dengan baik. Sosialisasi dan pelaksanaan di daerah terutama pada tingkat kabupaten/kota terkadang menghadapi kendala dana operasional akibat sistem otonomi daerah yang mengharuskan daerah membiayai sendiri programnya. Dukungan SDM untuk mensukseskan PSDS masih kurang, terutama pada aspek budidaya (reproduksi) dan pascapanen (tenaga di RPH). SDM mutlak diperlukan untuk menjamin berlangsungnya keseluruhan program terlaksana dengan baik sesuai dengan petunjuk pelaksanaan 13 kegiatan PSDS. Peningkatan populasi dan produksi ternak dan daging sapi melalui berbagai program pada poknak termasuk SMD diperkirakan akan berpengaruh positif namun dalam menentukan calon kelompok dan calon lokasi perlu diperketat. Pencapaian target pengembangan pupuk organik dan biogas akan mudah dicapai, namun hasilnya tidak berpengaruh langsung pada kegiatan peningkatan populasi dan produksi terrnak dan daging sapi. Kegiatan ini dapat merangsang peternak untuk berusaha karena mampu memberi penghasilan baik tunai maupun tidak. Kegiatan integrasi sawit sapi merupakan potensi besar untuk meningkatkan populasi dan produsi ternak dan daging sapi. Namun pihak pengelola perkebunan sawit masih banyak yang belum terlibat, padahal potensi keuntungan yang dihasilkan cukup baik. Penyediaan bibit sapi dalam bentuk produksi dan distribusi semen beku menunjukkan hasil yang baik terutama yang dilakukan oleh UPT Pusat. Namun dalam pelaksanaan IB di tingkat peternak masih mengalami hambatan. Hal ini terindikasi dari nilai service per conception (S/C) yang besar dan jarak kelahiran lebih dari 14 bulan. Masalah utama adalah kekurangan tenaga inseminator, pemeriksa kebuntingan, dan tenaga lain yang mendukung keberhasilan IB. Implementasi kegiatan penjaringan betina produktif masih mendua antara dilakukan di RPH, di pasar hewan, atau di tingkat peternak. Hasil sementara beberapa sapi betina hasil penjaringan sudah memberi keturunan dengan kualitas yang baik. Namun beberapa opsi tersebut memiliki kelemahan dan kelebihan, terutama ada dugaan terjadi manipulasi pemanfaatan dana. Pengendalian impor ternak dan daging sapi pada akhir 2010 telah mampu mendorong meningkatnya volume pemasaran dari sentra produksi terutama dari Jawa ke sentra konsumsi di Jabar. Hal ini terindikasi dari banyaknya sapi yang diperdagangkan di pasar hewan Ciwareng 24 Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

26 yang memperdagangkan sapi bibit dan sapi potong serta sapi yang masuk RPH Ciroyom Bandung. Di tingkat makro, untuk mensukseskan PSDS 2014 dukungan kebijakan impor sapi bibit/bakalan, daging sapi, dan jeroan harus ditinjau ulang untuk menjamin kelangsungan usahaternak sapi skala kecil yang mendominasi peternakan sapi Indonesia. Diharapkan pemerintah tidak melakukan kebijakan berstandar ganda, sehingga akan menghambat target yang ingin dicapai Program PSDS. Implikasi kebijakan dari penelitian ini adalah: (1) Seleksi kelompok mendukung peningkatan populasi perlu dilakukan dengan seleksi ketat sehingga hasilnya menjadi lebih efektif. Upaya lain adalah melibatkan BUMN, investor lokal, dan mengembangkan usaha skala menengah yang ada di masyarakat; (2) Mulai 2012 sebaiknya penerapan pengolahan pupuk organik dan biogas dilakukan pada lokasi yang benar-benar dibutuhkan dan sumber pupuk kandang tersedia tidak disamaratakan pada setiap daerah. Pada beberapa daerah, keberadaan biogas dan pupuk organik masih belum dibutuhkan; (3) Upaya mengoptimalkan sistem integrasi sawit sapi memerlukan peran pihak lain di luar Kementerian Pertanian, seperti pihak BUMN, Asosiasi Perkebunan, dan penyandang dana yang terkait dengan usaha perkebunan sawit; (4) Namun beberapa opsi tersebut memiliki kelemahan dan kelebihan, terutama ada dugaan terjadi manipulasi pemanfaatan dana. Karena masih pada tahap awal, maka kegiatan ini perlu terus dimonitor dan dievaluasi secara khusus, sehingga terhindar dari upaya-upaya moral hazard yang merugikan; (5) Untuk meningkatkan efektivitas program penjaringan betina produktif memerlukan monitoring, evaluasi, dan perbaikan terus-menerus, sehingga terhindar dari upaya-upaya moral hazard yang merugikan; (6) Kegiatan VBC belum memberi hasil yang memuaskan. Oleh karena itu, kegiatan VBC sebaiknya dialihkan pada kegiatan pertama, yaitu pengembangan usaha pembiakan sapi lokal; (7) Untuk mendorong kegiatan peningkatan populasi dan produksi daging sapi di dalam negeri diperlukan pengendalian impor ternak dan daging sapi yang dilakukan dengan komitmen tinggi dan konsisten; (8) Perbaikan di berbagai lini harus dilakukan di tingkat mikro dan makro dan mengarahkan kegiatan menjadi lebih fokus, sehingga dana, tenaga, dan waktu untuk mencapai target swasembada menjadi lebih efisien dan efektif; (9) Distribusi dan pemasaran sapi dan daging harus memperhatikan aspek keswan dan kesmavet. Pencegahan penyakit menular dari ternak ke ternak atau dari ternak ke manusia harus menjadi agenda setiap pihak yang terlibat dalam saluran distribusi dan pemasaran tersebut; (10) Masyarakat perlu ditingkatkan kesadarannya tentang pentingnya memperoleh daging ASUH dari ternak yang sehat dan tidak membeli karena harga murah. Di setiap mata rantai pemasaran akan selalu ada celah pelanggaran terkait kedua aspek tersebut. Peran Pemerintah penting dalam membuat aturan dan sanksi tegas atas pelanggaran kedua aspek ini, sehingga memberi efek jera. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian 25

27 D. Studi Kebijakan Akselerasi Pertumbuhan Produksi Padi di Luar Jawa Secara historis, Pulau Jawa merupakan sentra produksi padi dan sebagian besar produksi padi nasional dihasilkan di Pulau Jawa. Selama tahun sekitar persen produksi padi nasional dihasilkan di Pulau Jawa. Sekitar 95 persen produksi padi tersebut dihasilkan dari lahan sawah dan sisanya dihasilkan dari lahan kering (padi ladang). Akan tetapi, laju pertumbuhan produksi padi sawah di Pulau Jawa akhir-akhir ini justru cenderung turun. Selama tahun produksi padi sawah di Jawa rata-rata meningkat 1,60 persen per tahun tetapi pada tahun laju peningkatan produksi padi tersebut hanya sebesar 0,59 persen per tahun. Dalam jangka panjang laju pertumbuhan produksi padi di Jawa diperkirakan akan terus mengalami penurunan atau semakin lambat terutama karena konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian di Pulau Jawa akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan jumlah penduduk yang membutuhkan lahan untuk pemukiman sehingga akan mengurangi kapasitas produksi padi sawah. Oleh karena itu, untuk mendorong peningkatan produksi padi nasional maka perlu dilakukan suatu terobosan dengan memacu peningkatan produksi padi di luar Jawa. Secara agronomis upaya peningkatan produksi padi tersebut dapat ditempuh melalui peningkatan produktivitas, peningkatan luas tanam, dan peningkatan intensitas tanaman padi, khususnya di daerah yang memiliki agroklimat yang sesuai untuk pengembangan tanaman padi. Kecamatan di Pulau Sulawesi sebagian besar memiliki basis sumberdaya lahan kering (74,7% kecamatan). Hal ini mengungkapkan bahwa sebagian besar kecamatan di pulau Sulawesi memiliki sumberdaya lahan kering yang relatif dominan. Jika dikaji menurut peranannya terhadap luas tanaman padi di Pulau Sulawesi, maka sebagian besar kecamatan tidak tergolong sebagai sentra tanaman padi dan hanya 214 kecamatan atau 27,5 persen kecamatan yang tergolong sentra tanaman padi. Struktur tanaman pangan yang didominasi oleh tanaman padi dan areal tanaman padi yang relatif luas, menyebabkan kecamatan sentra padi memiliki peranan cukup besar terhadap total luas tanaman padi di Pulau Sulawesi. Sekitar 75 persen tanaman padi di Pulau Sulawesi dikembangkan pada kecamatan sentra tanaman padi dan sisanya diusahakan pada kecamatan non sentra tanaman padi. Namun sekitar 62 persen tanaman kedele juga dikembangkan pada kecamatan sentra padi dan sisanya dikembangkan pada kecamatan non sentra tanaman padi. Dari segi luas lahan sawah, luas lahan sawah cenderung lebih besar di kecamatan sentra tanaman padi (3601 ha/kecamatan) dibanding kecamatan bukan sentra tanaman padi (784 ha/kecamatan). Dari segi luas lahan sawah per keluarga, luas lahan sawah per keluarga relatif lebih luas di kecamatan sentra 26 Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

28 tanaman padi (0,56 ha/keluarga) dibanding kecamatan bukan sentra tanaman padi (0,18 ha/keluarga). Dari segi ketersediaan jaringan irigasi, jumlah desa yang tersedia jaringan irigasi cenderung lebih banyak di kecamatan sentra tanaman padi (71,8% desa) dibanding kecamatan bukan sentra tanaman padi (36,1% desa). Dari segi jumlah tenaga kerja buruh tani, jumlah tenaga kerja buruh tani relatif lebih banyak di kecamatan sentra tanaman padi (2888 orang per kecamatan) dibanding kecamatan bukan sentra tanaman padi (1274 orang per kecamatan). Selanjutnya, dari segi keberadaan fasilitas kredit, jumlah desa yang telah menikmati fasilitas kredit cenderung lebih banyak di kecamatan sentra tanaman padi (KKP 9,6% desa;kuk 26,4% desa; KPR 11,2% desa dan kredit lainnya 41,2% desa) dibanding kecamatan bukan sentra tanaman padi (KKP 4,9% desa; KUK 22,2% desa;kpr 6,3% desa; dan kredit lainnya 25,7% desa). Dari segi peranan sektor pertanian sebagai sumber pendapatan penduduk, peranan sektor pertanian sebagai sumber pendapatan penduduk cenderung lebih besar di kecamatan sentra tanaman padi (97,0%) dibanding kecamatan bukan sentra tanaman padi (81,7%). Dari segi luas tanam padi, luas tanam padi cenderung lebih banyak di kecamatan sentra tanaman padi (5210 ha/kecamatan) dibanding kecamatan bukan sentra tanaman padi (654 ha/kecamatan). Kemudian, dari segi IP padi, 60,8 persen luas sawah di kecamatan sentra tanaman padi memiliki IP padi persen. Sementara itu 70,5 persen luas sawah di kecamatan bukan sentra tanaman padi memiliki IP padi kurang dari 100 persen. Besarnya peranan faktor-faktor penentu pengembangan padi diurut dari yang terbesar hingga terkecil adalah sebagai berikut: (1) kondisi iklim dan tanah (31,0%), (2) karakteristik sumberdaya lahan (18,6%), (3) infrastruktur pendukung (14,7%), (4) lembaga pendukung (9,7%), (5) lingkungan sosial ekonomi (10,3%), (6) karakteristik petani (7,5%), dan (7) ketersediaan teknologi (8,1%). Di Pulau Sulawesi, Sumatera dan Papua ketersediaan air masih melebihi kebutuhan air dengan kata lain masih mengalami surplus. Surplus air tersebut pada umumnya terjadi pada musim hujan maupun musim kemarau. Di Pulau Sulawesi surplus air tersebut sekitar 89 persen pada musim hujan dan 37 persen pada musim kemarau dan hal ini menunjukkan bahwa dari segi ketersediaan air peningkatan luas tanaman semusim masih memungkinkan. Dalam konteks perluasan tanaman padi hal tersebut mengindikasikan bahwa peluang keberhasilan peningkatan IP padi di Pulau Sulawesi masih cukup besar. Potensi perluasan sawah di Pulau Sulawesi sebesar 423 ribu hektar. Seluruh sumberdaya lahan yang dapat dijadikan lahan sawah tersebut berupa lahan bukan rawa. Di Pulau Sulawesi kendala sosial pengembangan lahan sawah relatif kecil dibanding Pulau Maluku dan Papua atau Pulau Kalimantan, karena sebagian besar petani di Pulau Sulawesi telah terbiasa menanam padi. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian 27

29 Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa secara sosial peluang keberhasilan perluasan lahan sawah dalam rangka mendorong peningkatan produksi padi di luar Pulau Jawa relatif besar di Pulau Sulawesi dibanding pulau lainnya. Khusus di Provinsi Sulawesi Selatan, terdapat 146 kecamatan atau 52,0 persen kecamatan yang memiliki potensi pengembangan padi relatif tinggi dengan total luas sawah sekitar 479,9 ribu hektar atau 81,0 persen dari luas sawah yang tersedia. Kecamatan tersebut pada umumnya merupakan kecamatan sentra tanaman padi. Sekitar 53 persen lahan sawah tersebut terdapat di 4 kabupaten utama, yaitu Kabupaten Wajo, Bone, Pinrang dan Sidrap. Sementara di Provinsi Sulawesi Tengah terdapat 31 kecamatan atau 27,2 persen kecamatan yang memiliki potensi pengembangan padi relatif tinggi dengan total luas sawah sekitar 94,2 ribu hektar atau 63 persen dari luas sawah yang tersedia. Kecamatan tersebut pada umumnya merupakan kecamatan sentra tanaman padi. Sekitar 59,5 persen lahan sawah tersebut terdapat di 3 kabupaten utama, yaitu Kabupaten Sigi, Parigi Moutong dan Banggai. Implikasi kebijakan penelitian ini adalah bahwa ancaman konversi lahan sawah pada tipe kecamatan sentra padi relatif tinggi sehingga lahan sawah yang tersedia cenderung berkurang, padahal pada wilayah tersebut mempunyai peranan relatif besar terhadap luas tanaman padi, kedele dan jagung. Untuk mengatasi masalah ini perlu diterapkan kebijakan insentif yang difokuskan pada kecamatan potensial padi. Disamping untuk mengatasi masalah konversi lahan kebijakan tersebut juga diperlukan untuk mengurangi kemiskinan di wilayah tersebut. Peluang peningkatan IP padi di Pulau Sulawesi juga masih cukup besar mengingat surplus air pada musim hujan dan musim kemarau masih cukup besar. Dalam kaitan ini, pemanfaatan air sungai untuk irigasi melalui pompanisasi merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh, mengingat cukup banyak desa yang dilalui sungai tetapi hanya sebagian kecil yang telah dimanfaatkan untuk irigasi. Pendekatan lain yang perlu ditempuh pada lahan sawah irigasi adalah melakukan penataan jadwal pengairan dan pasokan air yang optimal untuk usahatani padi. Dalam kaitan ini koordinasi dengan institusi pengairan sangat diperlukan. E. Panel Petani Nasional (Patanas): Dinamika Indikator Pembangunan Pertanian Dan Perdesaan di Wilayah Agroekosistem Lahan Kering Berbasis Perkebunan Penelitian PATANAS (Panel Petani Nasional) merupakan kajian yang bersifat panel, dirancang untuk memantau dan memahami berbagai perubahan jangka panjang profil rumahtangga di daerah perdesaan. Kajian PATANAS menghasilkan data panel mikro, gabungan data time series dan cross section 28 Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

30 yang memiliki kandungan data dan informasi yang rinci serta memiliki spektrum ekonomi dan sosial yang sangat luas mencakup berbagai variasi agroekosistem dan wilayah serta komoditas basis. Dinamika pembangunan pertanian dan perdesaan di wilayah agroekosistem lahan kering berbasis perkebunan mengkaji perubahan kondisi sosial ekonomi perdesaan dalam rentang waktu Dari kajian ini akan dihasilkan sejumlah indikator pembangunan pertanian dan perdesaan. Tujuan umum penelitian adalah mengkaji dinamika sosial ekonomi perdesaan di agroekosistem lahan kering berbasis perkebunan dalam periode guna menghasilkan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan kapasitas produksi usahatani dan kesejahteraan rumah tangga di wilayah agroekosistem lahan kering berbasis perkebunan. Dasar pemilihan provinsiprovinsi yang menjadi lokasi penelitian yang mewakili agroekosistem lahan kering berbasis perkebunan yang sudah dilakukan pada survei pertama (tahun 2009) adalah berdasarkan konsep sentra produksi dengan metoda LQ (Loqation Qoution), adalah Jambi (mewakili komoditas karet dan kelapa sawit), Jawa Timur (mewakili komoditas Tebu), Kalimantan Barat (mewakili komoditas karet dan kelapa sawit), dan Sulawesi Selatan (mewakili komoditas kakao). Kajian penelitian ini menghasilkan kesimpulan antara lain: (1) Dinamika penguasaan lahan selama periode mengalami peningkatan cukup nyata pada wilayah komoditas basis karet dan kelapa sawit yang umumnya diperoleh melalui lahan warisan yang semula masih berupa hutan dan melalui pembelian kebun dari petani lain dengan distribusi penguasaan lahan yang dicerminkan melalui indeks Gini secara umum bergeser dari status ketimpangan ringan ke sedang; (2) Penyerapan tenaga kerja dan partisipasi kerja cenderung meningkat, kecuali untuk wilayah komoditas basis tebu yang cenderung menurun; (3) Adopsi teknologi budidaya cenderung meningkat yang ditunjukkan melalui peningkatan partisipasi penggunaan bibit unggul, dan teknik pemeliharaan yang baik; (4) Pendapatan rumahtangga perkebunan setara beras meningkat rata-rata 82 persen dari 3707 kg/kapita/tahun menjadi 6753 kg/kapita/tahun karena membaiknya harga komoditas perkebunan dan semakin banyaknya ragam sumber pendapatan; (5) Selama periode pengeluaran total rumahtangga secara nominal meningkat 50 persen, sedangkan secara riil setara kg beras rata-rata hanya meningkat 17 persen; (6) Secara rataan insiden kemiskinan (headcount index) berkisar 5,0 persen - 15,0 persen, kecuali untuk kabupaten Pinrang yang mewakili agroekosistem lahan kering perkebunan berbasis komoditas kakao sebesar 35,9 persen; (7) Secara umum nilai tukar petani (NTP) pekebun selama periode terhadap total pengeluaran, dan total konsumsi pangan dan non pangan, namun nilai tukar terhadap biaya produksi cenderung menurun, yang mengindikasikan semakin meningkatnya biaya produksi usahatani; dan (8) Pada kelembagaan Agribisnis, cara pemasaran Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian 29

BOOKLET DEPARTEMEN PERTANIAN 2007

BOOKLET DEPARTEMEN PERTANIAN 2007 BOOKLET PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2007 KATA PENGANTAR Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP), merupakan salah satu lembaga penelitian/pengkajian

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN T.A. 2012 PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

Lebih terperinci

PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN 2014 PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Badan

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) T.A. 2011

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) T.A. 2011 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) T.A. 2011 PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2011 KATA PENGANTAR Laporan

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN 2013 PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) TA. 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) TA. 2013 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) TA. 2013 PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN 2013 KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja

Lebih terperinci

dalam merefleksikan penelitian dan pengembangan pertanian pada TA. 2013

dalam merefleksikan penelitian dan pengembangan pertanian pada TA. 2013 Sarana dan Kegiatan Prasarana Penelitian KKegiatan Badan Litbang Pertanian saat ini didukung oleh sumber daya manusia dalam merefleksikan penelitian dan pengembangan pertanian pada TA. 2013 jumlah relatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN VISI

BAB I PENDAHULUAN VISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP), merupakan sebuah lembaga penelitian/pengkajian Eselon II di bawah Sekretariat Jenderal Departemen

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) T.A. 2010

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) T.A. 2010 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) T.A. 2010 PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2010 KATA PENGANTAR Laporan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan Rubrik Utama MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan Oleh: Dr. Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor olume 18 No. 2, Desember

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

LAPORAN KINERJA PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN LAPORAN KINERJA PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN 2015 PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2016 KATA PENGANTAR Laporan

Lebih terperinci

Kegiatan Penelitian. Kegiatan Penelitian

Kegiatan Penelitian. Kegiatan Penelitian Kegiatan Penelitian Dalam memasuki periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahap ke-2 yaitu tahun 2010 2014 setelah periode RPJMN tahap ke-1 tahun 2005 2009 berakhir, pembangunan pertanian

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KATA PENGANTAR Untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2010 2014 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian

Lebih terperinci

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan,

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan, CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP 2013 A. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan September 2011 sebesar 29,89 juta orang (12,36 persen).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN

ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian nasional dan dunia saat ini ditandai dengan berbagai perubahan yang berlangsung secara

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL. Oleh :

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL. Oleh : LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL Oleh : Pantjar Simatupang Agus Pakpahan Erwidodo Ketut Kariyasa M. Maulana Sudi Mardianto PUSAT PENELITIAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

LAPORAN KINERJA PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN LAPORAN KINERJA PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN 2016 PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2017 KATA PENGANTAR Laporan

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani

Lebih terperinci

BIRO HUKUM DAN HUMAS

BIRO HUKUM DAN HUMAS RENCANA KINERJA TAHUNAN 2011 BIRO HUKUM DAN HUMAS BIRO HUKUM DAN HUMAS SEKRETARIAT JENDERAL, KEMENTERIAN PERTANIAN 2010 Kata Pengantar Negara Republik Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUN 2013 PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUN 2013 PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUN 2013 PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN Kementerian Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani. No. 70

Lebih terperinci

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai keadaan tersebut,

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN TAHUN 2014 BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM 2007-2015 Pendahuluan 1. Target utama Kementerian Pertanian adalah mencapai swasembada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 43/Permentan/OT.010/8/2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 43/Permentan/OT.010/8/2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 43/Permentan/OT.010/8/2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era otonomi daerah, pembangunan ekonomi menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam daerah maupun faktor eksternal, seperti masalah kesenjangan dan isu

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) GUGUS TUGAS KALENDER TANAM TERPADU DI PROVINSI BENGKULU

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) GUGUS TUGAS KALENDER TANAM TERPADU DI PROVINSI BENGKULU RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) GUGUS TUGAS KALENDER TANAM TERPADU DI PROVINSI BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012 RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN 2011 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03//Permentan/OT.140/1/2011 TANGGAL : 31 Januari 2011 PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

KATA SAMBUTAN GUBERNUR PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT

KATA SAMBUTAN GUBERNUR PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT KATA SAMBUTAN GUBERNUR PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT Assalamu alaikum Wr. Wb. Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu wilayah yang sebagian besar lahan pertaniannya terdiri atas lahan kering.

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN TAHUN 20 KATA PENGANTAR Pusat Penyuluhan Pertanian (Pusluhtan) sebagai salah satu unit kerja/organisasi di lingkungan Badan Penyuluhan dan Pengembangan

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN

KEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN KEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN Disampaikan Pada Rakornas Gubernur Dan Bupati/Walikota DEPARTEMEN PERTANIAN Jakarta, 31 Januari 2008 1 LATAR BELAKANG Pengembangan Usaha

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peraturan Presiden No 32 Tahun 2011 tentang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan sebuah langkah besar permerintah dalam mencapai

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan ke depan pembangunan ekonomi Indonesia tidaklah mudah untuk diselesaikan. Dinamika ekonomi domestik dan global mengharuskan Indonesia senantiasa siap terhadap

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei a.n Kepala Badan, Dr. Ir. Edi Abdurachman, MS, MSc

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei a.n Kepala Badan, Dr. Ir. Edi Abdurachman, MS, MSc KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemarintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah untuk melaksanakan Akuntabilitas Kinerja Instansi

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

X.117 ANALISIS PERMINTAAN, PENAWARAN DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS TANAMAN PANGAN UTAMA DALAM PROGRAM MP3EI DI KORIDOR SULAWESI

X.117 ANALISIS PERMINTAAN, PENAWARAN DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS TANAMAN PANGAN UTAMA DALAM PROGRAM MP3EI DI KORIDOR SULAWESI X.117 ANALISIS PERMINTAAN, PENAWARAN DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS TANAMAN PANGAN UTAMA DALAM PROGRAM MP3EI DI KORIDOR SULAWESI Dr. Ir. Adang Agustian, MP PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

PROGRES PELAKSANAAN REVITALISASI PERTANIAN

PROGRES PELAKSANAAN REVITALISASI PERTANIAN PROGRES PELAKSANAAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Dalam rangka pelaksanaan Revitalisasi Pertanian (RP) Departemen Pertanian telah dan sedang melaksanakan berbagai kebijakan yang meliputi : (a)

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015

POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015 POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015 Dr. Sahat M. Pasaribu Pendahuluan 1. Semua Negara anggota ASEAN semakin menginginkan terwujudnya kelompok masyarakat politik-keamanan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

Jakarta, 10 Maret 2011

Jakarta, 10 Maret 2011 SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM ACARA TEMU KONSULTASI TRIWULANAN KE-1 TAHUN 2011 BAPPENAS-BAPPEDA PROVINSI SELURUH INDONESIA Jakarta,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN PENDAHULUAN Bambang Sayaka Gangguan (shocks) faktor-faktor eksternal yang meliputi bencana alam, perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih menghadapi sejumlah permasalahan, baik di bidang ekonomi, sosial, hukum, politik, maupun

Lebih terperinci

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 A. Latar Belakang Sepanjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 18 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi Nasional yang bertumpu pada upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur seperti

Lebih terperinci

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA Pendahuluan Policy Brief PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA 1. Dinamika perkembangan ekonomi global akhir-akhir ini memberikan sinyal tentang pentingnya peningkatan daya saing pertanian. Di tingkat

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB VI LANGKAH KEDEPAN

BAB VI LANGKAH KEDEPAN BAB VI LANGKAH KEDEPAN Memperkuat Kemampuan Swasembada Pangan 367 368 Memperkuat Kemampuan Swasembada Pangan LANGKAH-LANGKAH KEDEPAN Agenda pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan pangan melalui swasembada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peran penting dalam pembangunan nasional, karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan

Lebih terperinci

BAB 5: INDIKASI INVESTASI INFRASTRUKTUR

BAB 5: INDIKASI INVESTASI INFRASTRUKTUR BAB 5: INDIKASI INVESTASI INFRASTRUKTUR Pelaksanaan MP3EI memerlukan dukungan pelayanan infrastruktur yang handal. Terkait dengan pengembangan 8 program utama dan 22 kegiatan ekonomi utama, telah diidentifikasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014

Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014 Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014 Kementerian Perindustrian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun

FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun 2017-2020 SK KETUA DEWAN RISET NASIONAL NOMOR: 27/Ka.DRN/X/2017 TENTANG PEMBENTUKAN FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA PERIODE

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA GENETIK PERTANIAN INDONESIA: Studi Kasus Padi

VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA GENETIK PERTANIAN INDONESIA: Studi Kasus Padi POLICY BRIEF VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA GENETIK PERTANIAN INDONESIA: Studi Kasus Padi Tim Peneliti: Ening Ariningsih Pantjar Simatupang Putu Wardana M. Suryadi Yonas Hangga Saputra PUSAT SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA Penurunan daya saing sektor industri agro Indonesia pada tahun 1995-2000, khususnya dibandingkan dengan Thailand dan China, perlu diantisipasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH Pembangunan Koridor Ekonomi (PKE) merupakan salah satu pilar utama, disamping pendekatan konektivitas dan pendekatan pengembangan sumber daya manusia

Lebih terperinci

TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM BAB X BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI BAGIAN PERTAMA TUGAS DAN FUNGSI

TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM BAB X BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI BAGIAN PERTAMA TUGAS DAN FUNGSI TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM BAB X BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI BAGIAN PERTAMA TUGAS DAN FUNGSI Pasal 721 Badan Pembinaan Konstruksi mempunyai tugas melaksanakan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN Oleh : Mewa Ariani Kedi Suradisastra Sri Wahyuni Tonny S. Wahyudi PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan, manfaat dan sistematika penulisan penelitian. Pendahuluan ini dimaksudkan untuk menjelaskan latar belakang penelitian sesuai

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian PENDAHULUAN POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN Dr. Adang Agustian 1) Salah satu peran strategis sektor pertanian dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian di era global ini masih memainkan peran penting. Sektor pertanian dianggap mampu menghadapi berbagai kondisi instabilitas ekonomi karena sejatinya manusia memang

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan

Lebih terperinci