RINGKASAN. TRI UTOMO ZELAN NOVIANDI. A Desain Taman Vertikal pada Kluster Pine Forest, Sentul City, Bogor. Dibimbing oleh HADI SUSILO ARIFIN.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RINGKASAN. TRI UTOMO ZELAN NOVIANDI. A Desain Taman Vertikal pada Kluster Pine Forest, Sentul City, Bogor. Dibimbing oleh HADI SUSILO ARIFIN."

Transkripsi

1 DESAIN TAMAN VERTIKAL PADA KLUSTER PINE FOREST, SENTUL CITY, BOGOR TRI UTOMOO ZELAN NOVIANDII DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN TRI UTOMO ZELAN NOVIANDI. A Desain Taman Vertikal pada Kluster Pine Forest, Sentul City, Bogor. Dibimbing oleh HADI SUSILO ARIFIN. Pesatnya penemuan teknologi baru memacu peningkatan pembangunan di segala sektor, khususnya pembangunan di sektor infrastuktur dan permukiman. Pembangunan yang terus berlanjut ini seolah tidak terkendali dan menyebabkan banyak terjadi aktivitas pembebasan lahan untuk membangun bangunan baru yang dapat menghasilkan keuntungan lebih besar. Akibatnya, lahan-lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) banyak yang berubah menjadi bangunan dan fasilitas lain terutama bangunan permukiman. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode untuk mensubtitusi fungsi RTH guna meningkatkan kualitas kenyamanan. Pada skala perumahan, metode yang dapat diterapkan adalah pembuatan taman vertikal. Taman vertikal menjadi trend dalam pembangunan kawasan permukiman yang memiliki konsep ramah lingkungan. Taman vertikal merupakan teknik penanaman secara vertikal dengan memanfaatkan lahan sempit. Taman vertikal ini sebenarnya merupakan salah satu aplikasi dari teknik vertikultur yang merupakan sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Fungsi taman vertikal ini dapat mensubtitusi fungsi RTH dalam lingkup mikro sehingga dapat meningkatkan kenyamanan bagi lingkungan sekitar taman vertikal. Penelitian ini berlokasi di kawasan permukiman Sentul City, tepatnya pada salah satu kluster di Sentul City yakni Pine Forest. Pengambilan lokasi di Pine Forest, Sentul City dikarenakan Pine Forest memiliki konsep penerapan taman vertikal sebagai salah satu konsep menuju Eco-city. Konsep ini merupakan program kerja sama antara Sentul City dan Institut Pertanian Bogor dan tagline City of Innovation guna mewujudkan pembangunan yang memperhatikan lingkungan. Penelitian ini memiliki tujuan yaitu: (1) menginventarisasi fungsi taman vertikal; (2) menganalisis struktur dan jenis tanaman yang sesuai digunakan pada taman vertikal di kluster Pine Forest, Sentul City dan (3) membuat alternatif desain taman vertikal yang sesuai untuk diterapkan pada kluster Pine Forest, Sentul City. Hasil desain diharapkan bermanfaat bagi pihak Sentul City maupun pengembang kawasan permukiman lain yang tertarik dalam menerapkan konsep taman vertikal. Tahapan dalam mendesain meliputi: (1) persiapan, yaitu perizinan dan pengumpulan data dari literatur; (2) inventarisasi, yaitu pengambilan data biofisik seperti bangunan, iklim, vegetasi dan dokumentasi tapak; (3) analisis dan Sintesis dengan metode yang berbeda pada setiap data yang telah didapat; (4) konsep yang terdiri dari konsep dasar GREEN dan pengembangan konsepnya serta (5) desain Taman Vertikal yang menghasilkan 3 alternatif tema desain yaitu Flaturistic, Georelief dan Arch-cone. Pine Forest memiliki dua jenis bangunan rumah yakni Pinus Ponderosa dan Pinus Patula. Data bangunan dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui dimensi bangunan khususnya dimensi dinding yang akan dijadikan taman vertikal. Dinding ini merupakan dinding yang sudah direncanakan oleh pihak Sentul City

3 untuk penerapan konsep taman vertikal. Selain dimensi dinding, arah hadap dinding juga diperhitungkan untuk analisis berikutnya. Analisis aspek iklim mikro difokuskan pada salah satu elemen iklim yaitu cahaya matahari. Arah datang cahaya matahari yang berbeda dalam satu tahun dipertimbangkan dalam desain. Dari hasil analisis, penerimaan cahaya matahari pada setiap dinding berbeda karena arah hadap dinding yang juga berbeda satu sama lain. Dinding yang menghadap ke arah timur akan mendapat sinar sepanjang tahun dibandingkan dengan dinding yang menghadap ke arah utara atau selatan. Hal ini menjadi pertimbangan dalam pemilihan tanaman khususnya kemampuan tanaman dalam hal penerimaan cahaya matahari. Penentuan struktur taman vertikal yang akan dipakai ditentukan dengan analisis terhadap dimensi facade dinding dan ruang hadap dinding. Dinding yang relatif lebih lebar memungkinkan untuk peletakkan taman vertikal dengan dimensi besar. Dinding yang relatif lebih sempit memungkinkan untuk peletakkan taman vertikal yang bersifat fleksibel (dapat ditentukan ukurannya). Ruang di hadapan taman vertikal juga perlu dipertimbangkan untuk menentukan tipe taman vertikal yang sesuai atau tidak banyak makan luas area. Pada rumah dengan ruang hadap taman vertikal yang relatif sempit, taman vertikal yang akan dipilih adalah tipe yang tidak terlalu banyak makan tempat (luas area) seperti struktur rangka besi. Sedangkan pada rumah dengan ruang hadap taman vertikal yang relatif luas, memungkinkan untuk memilih taman vertikal dengan lebar lebih seperti Vertical Greening Module (VGM). Penentuan jenis tanaman yang akan dipakai mempertimbangkan aspek penerimaan cahaya matahari, struktur taman vertikal dan tipe pertumbuhan dari tanaman. Pada struktur rangka besi memungkinkan penanaman dengan jenis tanaman merambat. Sedangkan pada struktur VGM memungkinkan penanaman dengan jenis tanaman penutup tanah. Tanaman yang dipilih merupakan tanaman dengan kemampuan penerimaan cahaya matahari penuh hingga seminaungan. Konsep dasar dari desain ini adalah GREEN yang memiliki pengertian yaitu G Good microclimate yaitu modifikasi iklim mikro untuk meningkatkan kenyamanan; R Refresh the air yaitu penyuplai udara bersih; E Efficiency yaitu penghematan dalam penggunaan lahan; E Energy yaitu penghematan energi dan N Natural yaitu berkesan alami. Konsep desain mengambil bentuk segitiga yang terinspirasi dari bentuk tajuk pohon pinus. Desain taman vertikal menhasilkan 3 alternatif desain yaitu Flaturistic, Geo-relief dan Arch-cone. Tema didapat dari kombinasi bentuk struktur taman vertikal dan penanamannya. Konstruksi pada struktur rangka besi menggunakan PVC Coated Steel Wire dengan dimensi panjang 30 m, lebar 0,5 1,8 m dan diameter kawat besinya 5 mm. Konstruksi pada struktur VGM menggunakan modul dengan material polypropylene re-cycled dengan dimensi satu buah modul yaitu panjang 50 cm, lebar 25 cm dan tebal 56 cm. Pada taman vertikal tipe rangka besi digunakan tanaman merambat dengan perakaran langsung dari bawah tanah seperti Allamanda sp, Stephanotis sp, Epipremnum sp, dan Passiflora sp. Pada taman vertikal tipe VGM digunakan tanaman penutup tanah dengan perakaran langsung pada modul VGM dan ditanam miring secara vertikal. Tanaman yang sesuai untuk VGM seperti Althernantera sp, Chlorophytum sp, Cuphea hyssopifolia, Lantana camara, dan Serissa foetida.

4 DESAIN TAMAN VERTIKAL PADA KLUSTER PINE FOREST, SENTUL CITY, BOGOR TRI UTOMO ZELAN NOVIANDI A Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian Nama Mahasiswa NRP Program Studi : Desain Taman Vertikal pada Kluster Pine Forest, Sentul City, Bogor : Tri Utomo Zelan Noviandi : A : Arsitektur Lanskap Disetujui Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S NIP Diketahui Ketua Departemen Arsitektur Lanskap Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP Tanggal Lulus :

6 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Desain Taman Vertikal pada Kluster Pine Forest, Sentul City, Bogor adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi. Bogor, September 2011 Tri Utomo Zelan Noviandi NRP A

7 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian dengan judul Desain Taman Vertikal pada Kluster Pine Forest, Sentul City, Bogor ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian yang dilakukan merupakan bagian dari kerja sama antara Institut Pertanian Bogor dengan Sentul City Tbk yang bertujuan untuk mewujudkan Eco-city atau kota ekologis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S selaku dosen pembimbing atas bimbingannya dalam penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak Sentul City yang telah banyak membantu dan mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di salah satu kluster di Sentul City, yaitu kluster Pine Forest. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penyusunan tulisan penelitian ini, khususnya kepada orangtua dan teman-teman di Arsitektur Lanskap 43 yang selalu mendukung penulis. Penulis terbuka dalam menerima masukan, kritik dan saran demi peningkatan kemampuan penulis di waktu yang akan datang. Semoga penelitian ini bermanfaat dan dapat menjadi referensi bagi siapa saja yang tertarik pada penerapan konsep taman vertikal. Bogor, September 2011 Penulis

9 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Bogor pada tanggal 25 November 1988 dari pasangan Bambang Pinudji Oetomo dan Tati Supriati. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Pada tahun 1994 Penulis mengikuti pendidikan di SD Islam Pondok Duta, Depok. Pada tahun 2000 Penulis mengikuti pendidikan di SLTP Negeri 7 Depok. Pada tahun 2003 Penulis melanjutkan studi menengah atas di SMA Negeri 2 Depok. Pada tahun 2006 Penulis melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu di Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Pada tahun 2007 Penulis berhasil masuk Program Studi Mayor Arsitektur Lanskap dan memilih beberapa Supporting Course sebagai penunjang. Selama melakukan studi di Departemen Arsitektur Lanskap Penulis berkesempatan menjadi Asisten Mahasiswa untuk Mata Kuliah Pelestarian Lanskap Sejarah dan Budaya. Selain itu Penulis juga aktif di kegiatan nonakademis diantaranya sebagai Pengurus Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian Periode sebagai staf Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa serta Periode sebagai Ketua Dewan perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian. Penulis juga pernah bergabung dalam berbagai kepanitiaan seperti Masa Perkenalan Fakultas Pertanian Angkatan 44, dan Masa Perkenalan Departemen Arsitektur Lanskap Angkatan 44. Penulis pernah mengikuti kompetisi akademis dan berhasil meraih Juara 1 pada Pekan Kreativitas Mahasiswa XXII bidang Pengabdian Masyarakat di Malang, Juli 2009.

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL.... DAFTAR GAMBAR i ii I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat Kerangka Pikir. 3 II TINJAUAN PUSTAKA Kota Berkelanjutan Ruang Terbuka Hijau Fungsi RTH Elemen Pengisi RTH Perubahan Iklim Desain Klimatis Pemecah Angin Pengontrol Cahaya Matahari Pengadaan Ventilasi dan Bukaan Taman Vertikal Jenis Taman Vertikal Tanaman untuk Taman Vertikal.. 17 III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Alat Tahapan Penelitian Persiapan Inventarisasi Analisis dan Sintesis Konsep Desain Taman Vertikal 25 IV KONDISI UMUM SENTUL CITY Geografis Iklim Geologi. 30

11 4.4 Tanah Hidrologi Vegetasi dan Satwa. 34 V DATA DAN ANALISIS Kondisi Umum Pine Forest Desain Bangunan Kluster Pine Forest Iklim Mikro Radiasi Matahari Sirkulasi dan Aktivitas Pengguna Struktur Taman Vertikal Tanaman untuk Taman Vertikal VI KONSEP Konsep Dasar Pengembangan Konsep Konsep Iklim Mikro Konsep Vegetasi Konsep Desain VII DESAIN TAMAN VERTIKAL Tema Desain Flaturistic Geo-relief Arch-cone Konstruksi dan Irigasi Desain Penanaman VIII SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran. 98 DAFTAR PUSTAKA 99

12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Alat yang Digunakan pada Penelitian Tabel 2. Jenis, Metode Pengumpulan dan Kegunaan Data Tabel 3. Data Kemiringan Lereng Sentul City Tabel 4. Batuan Penyusun Wilayah Sentul City Tabel 5. Status Kesuburan Tanah Sentul City Tabel 6. Jenis Fauna Vertebrata di Sentul City Tabel 7. Analisis Pemilihan Struktur Taman Vertikal Tabel 8. Analisis Penentuan Karakteristik Tanaman Tabel 9. Analisis Jenis Tanaman Tabel 10. Jenis Tanaman yang Dapat Digunakan pada Setiap Tipe Taman Vertikal 63 Tabel 11. Konsep Dasar Taman Vertikal pada Kluster Pine Forest 64 Tabel 12. Konsep Perbaikan Iklim Mikro dengan Taman Vertikal. 65 Tabel 13. Sifat Arsitektural dan Hortikultural Tanaman untuk Taman Vertikal... 93

13 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian... 3 Gambar 2. Ilustrasi Konsep Green Building... 5 Gambar 3. Konsep Pemecah Angin Gambar 4. Pembelokkan Arah Angin Gambar 5. Kecepatan Angin Direduksi oleh Sruktur Pemecah Angin. 11 Gambar 6. Vegetasi Penghalang Cahaya Matahari Gambar 7. Kontrol Arah Datang Cahaya Matahari Gambar 8. Bukaan pada Bangunan Dapat Berfungsi Sebagai Akses Masuk Udara (kiri), dan Udara yang Masuk Dapat Dikontrol kecepatannya (kanan) Gambar 9. Taman Vertikal Model Rangka Besi Gambar 10. Vertical Greening Module (VGM) Gambar 11. Pengait pada VGM (kiri) dan Penyusunan VGM (kanan) Gambar 12. Peta Lokasi Pine Forest Gambar 13. Skema Tahapan Penelitian Gambar 14. Grafik Rata-rata Suhu Udara Sentul City selama 11 Tahun 28 Gambar 15. Grafik Rata-rata Kelembaban Udara Sentul City selama 11 Tahun Gambar 16. Kondisi Eksisting Tapak Gambar 17. Kondisi Tahap Pembangunan Kluster Pine Forest yang Terdiri Dari Pembangunan Gerbang Utama Kluster (kiri dan kanan atas), Pembangunan Rumah (kiri bawah), dan Area Jogging Track (kanan bawah) Gambar 18. Letak Tipe Rumah Gambar 19. Ponderosa Standar Gambar 20. Ponderosa Sudut.. 44 Gambar 21. Patula Standar Gambar 22. Patula Sudut Gambar 23. Dimensi Dinding Taman Vertikal pada Tipe Ponderosa Gambar 24. Dimensi Dinding Taman Vertikal pada Tipe Patula... 48

14 Gambar 25. Arah Datang Sinar Matahari Gambar 26. Penyinaran Matahari pada Setiap Bulan Gambar 27. Kondisi Iklim Pine Forest Gambar 28. Sirkulasi Tapak Gambar 29. Sirkulasi dan Aktivitas pada Pinus Ponderosa Gambar 30. Sirkulasi dan Aktivitas pada Pinus Patula Gambar 31. Standar Orang Duduk pada Kursi Gambar 32. Konsep Vegetasi Gambar 33. Konsep Desain Gambar 34. Kombinasi Bentuk Segitiga Gambar 35. Site Plan Ponderosa Standar 70 Gambar 36. Site Plan Ponderosa Sudut Gambar 37. Site Plan Patula Standar.. 72 Gambar 38. Site Plan Patula Sudut. 73 Gambar 39. Perspektif Ponderosa Standar (Tema: Flaturistic).. 75 Gambar 40. Perspektif Ponderosa Sudut (Tema: Flaturistic). 76 Gambar 41. Perspektif Patula Standar (Tema: Flaturistic). 77 Gambar 42. Perspektif Patula Sudut (Tema: Flaturistic) 78 Gambar 43. Perspektif Ponderosa Standar (Tema: Geo-relief).. 80 Gambar 44. Gambar 45. Gambar 46. Gambar 47. Gambar 48. Gambar 49. Gambar 50. Gambar 51. Gambar 52. Gambar 53. Perspektif Ponderosa Sudut (Tema: Geo-relief). Perspektif Patula Standar (Tema: Geo-relief). Perspektif Patula Sudut (Tema: Geo-relief) Perspektif Ponderosa Standar (Tema: Arch-cone). Perspektif Patula Standar (Tema: Arch-cone) Konstruksi dan Irigasi pada Struktur Rangka Besi.. Konstruksi dan Irigasi pada struktur VGM. Konstruksi Geo-relief dan Arch-cone.. Desain Penanaman pada Struktur Rangka Besi... Desain Penanaman pada Struktur VGM

15 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya penemuan teknologi baru memacu peningkatan pembangunan di segala sektor, khususnya pembangunan di sektor infrastuktur dan permukiman. Pembangunan yang terus berlanjut ini seolah tidak terkendali dan menyebabkan banyak terjadi aktivitas pembebasan lahan untuk membangun bangunan baru yang dapat menghasilkan keuntungan lebih besar. Akibatnya, lahan-lahan di kota besar banyak yang berubah menjadi bangunan dan fasilitas lain yang tergolong elemen keras. Padahal dalam tata ruang kota yang baik, tidak hanya diisi oleh elemen keras seperti bangunan dan infrastruktur lainnya yang harus ada, tetapi juga diperlukan ruang terbuka, khususnya Ruang Terbuka Hijau. Dalam UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan, jumlah Ruang Terbuka Hijau di setiap kota harus sebesar 30 % dari luas kota tersebut. Menurut Sulaiman (2007), Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat setempat maupun untuk tujuan perlindungan wilayah yang lebih luas. RTH sangat diperlukan dalam pembangunan sebuah kota. Hal ini disebabkan karena fungsi ekologis RTH yang sangat penting antara lain peningkat kualitas air tanah, pencegah banjir, penyedia udara bersih, ameliorasi iklim mikro, dan penyerap polusi udara. Jumlah RTH yang memadai pada suatu lingkungan akan memberikan kenyamanan bagi manusia yang hidup di lingkungan tersebut. Lahan untuk RTH yang kini semakin berkurang menjadi kendala dalam memenuhi kebutuhan RTH. Oleh karena itu diperlukan metode baru untuk meningkatkan kualitas kenyamanan memanfaatkan lahan yang relatif sempit. Pada lingkungan permukiman, salah satu cara atau metode tersebut adalah dengan pembangunan taman vertikal. Taman vertikal merupakan teknik penanaman secara vertikal dengan memanfaatkan lahan sempit. Taman vertikal ini sebenarnya merupakan salah satu aplikasi dari teknik vertikultur. Menurut Widarto (1994), vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Pembuatan

16 2 taman vertikal bisa dilakukan pada media tumbuh vertikal seperti dinding, besi, maupun pot-pot yang disusun secara vertikal sehingga lahan yang dibutuhkan tidak luas. Fungsi taman vertikal ini dapat mensubtitusi fungsi RTH dalam lingkup mikro sehingga dapat meningkatkan kenyamanan bagi lingkungan sekitar taman vertikal. Saat ini taman vertikal menjadi trend khususnya pada permukiman dengan konsep keberlanjutan lingkungan. Salah satu permukiman yang mulai menerapkan konsep ini adalah permukiman Sentul City. Permukiman Sentul City menjadi kawasan yang tepat untuk penerapan taman vertikal karena sesuai dengan konsepnya yaitu Eco-city atau kota berkelanjutan. Salah satu kluster di Sentul City yang menerapkan konsep taman vertikal adalah kluster Pine Forest. Penerapan konsep taman vertikal membuktikan kesadaran akan lingkungan mulai tertanam di kalangan pengembang perumahan. Hal ini sangat baik dan bermanfaat sehingga dapat mewujudkan lingkungan yang sehat dan estetik. Konsep ini merupakan program kerja sama antara Sentul City dan Institut Pertanian Bogor dan tagline City of Innovation guna mewujudkan pembangunan yang memperhatikan lingkungan. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah: 1. Menginventarisasi fungsi taman vertikal. 2. Menganalisis struktur taman vertikal dan jenis tanaman yang sesuai digunakan pada taman vertikal di kluster Pine Forest, Sentul City. 3. Membuat alternatif desain taman vertikal yang sesuai untuk diterapkan pada kluster Pine Forest, Sentul City. 1.3 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak pengelola Sentul City dalam menerapkan hasil rancangan taman vertikal di kluster Pine Forest. Selain itu hasil desain juga diharapkan menjadi referensi bagi para pengembang permukiman yang tertarik pada penerapan konsep taman vertikal.

17 3 1.4 Kerangka Pikir Sentul City merupakan permukiman yang memilki konsep Eco-city atau kota berkelanjutan. Konsep ini diterapkan pada salah satu kluster unggulan di Sentul City yaitu Pine Forest. Kendala yang dihadapi Pine Forest dalam menerapkan konsep kota berkalanjutan adalah lahan untuk RTH yang terbatas. Oleh karena itu, diperlukan solusi berupa struktur yang dapat menggantikan fungsi RTH dalam lingkup mikro. Hal ini dapat diwujudkan dengan penerapan taman vertikal yang memperhatikan aspek fungsi serta estetika, sehingga didapatkan beberapa desain yang sesuai (Gambar 1). Sentul City Pine Forest Kluster menuju Eco-city Eco-city Hemat lahan Hemat material Hemat energi Kendala: RTH terbatas Solusi: Penerapan konsep taman vertikal pada taman rumah Aspek fungsi Meredam pemanasan dinding Menyerap CO 2 Aspek estetika Memperindah dan menambah semarak pada dinding Jenis tanaman Ukuran tanaman Sifat hortikultur tanaman Struktur taman vertikal Bentuk taman vertikal Ukuran taman vertikal Konsep taman vertikal Alternatif desain taman vertikal Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

18 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan Menurut King, Ross dan Yuen (1999) yang disitir oleh Uniaty (2008), kota berkelanjutan atau Eco-city adalah kota yang memiliki konsep berkelanjutan yang melibatkan aspek ekologi, ekonomi, dan budaya dari suatu kota. Saat ini konsep kota berkelanjutan banyak diterapkan dalam konsep perencanaan lanskap permukiman baru. Hal tersebut membuktikan para pengembang kawasan permukiman mulai menyadari pentingnya keberlanjutan lingkungan dengan mengutamakan perencanaan lanskap yang berbasis ekologi. Perencanaan lanskap yang berbasis ekologi memiliki pengertian yang berbeda pada setiap orang. Thompson dan Steiner (1997) mendefinisikan perencanaan sebagai integrasi dari pengetahuan ilmiah dan teknik yang menyediakan pilihan untuk membuat keputusan tentang alternatif masa depan. Perencanaan tidak hanya terfokus kepada pengetahuan ilmiah atau pengambilan keputusan saja, tetapi telaah dari integritas keduanya. Definisi perencanaan dalam konteks lanskap adalah keputusan tentang alternatif masa depan yang terfokus pada kebijakan dan keberlanjutan penggunaan dari suatu lanskap dalam mengakomodasi kebutuhan manusia. Hal ini berarti sumberdaya alam yang tersedia pada suatu lanskap tetap terlindungi. Dengan terlindunginya suatu sumberdaya alam, berarti juga menjaga sumberdaya alam tersebut untuk generasi yang akan datang. Kota berkelanjutan sangat berkaitan erat dengan Kota Hijau atau Green City. Kota Hijau adalah kota yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dalam segala aspek kehidupan dan penunjang bagi warganya, termasuk unsur-unsur lainnya baik tumbuhan dan tanaman, hewan dan satwa liar, maupun tanah, air dan udara (Arifin, Munandar, Arifin, Pramukanto dan Damayanti., 2008). Dalam tulisan lain yang berjudul Community Participatory Based Toward Green City, Arifin (2009) menjelaskan Kota Hijau sebagai sebuah konsep kota sehat dan ekologis. Kota yang ekologis mengedepankan pembangunan yang ramah

19 5 lingkungan. Pembangunan yang ramah lingkungan salah satunya dapat dicapai dengan menambah jumlah area hijau untuk memperbaiki kualitas lingkungan. Pembangunan yang ramah lingkungan harus memperhatikan aliran energi sehingga diperlukan teknologi untuk mendaur ulang energi. Selain itu pembangunan yang ramah lingkungan juga dapat dicapai dengan pemilihan material yang akan digunakan dalam pembangunan permukiman. Material yang digunakan dipilih dengan spesifikasi yang dapat meminimalkan terbuangnya aliran energi. Hal ini bertujuan agar energi yang ada di lingkungan tidak terbuang percuma, tetapi dapat dimanfaatkan. Konsep pembangunan yang ramah lingkungan saat ini telah banyak diterapkan pada konsep perancangan bangunan dan dikenal dengan bangunan ramah lingkungan atau Green Building (Gambar 2). Konsep ini idealnya dapat meminimalkan penggunaan energi dan lebih memanfaatkan energi alami dari alam. Gambar 2. Ilustrasi Konsep Desain Green Building (manajemenproyekindonesia.com, 2011)

20 6 2.2 Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang terdiri dari kawasan hijau lindung dan hijau binaan, adalah kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat setempat maupun untuk tujuan perlindungan wilayah yang lebih luas (Sulaiman, 2007). Ruang terbuka hijau memiliki peranan yang sangat penting bagi suatu kota sebagai penyuplai jasa lingkungan. RTH dapat dijumpai dalam berbagai penggunaan, seperti taman kota, hutan kota, greenbelt, area persawahan dan perkebunan, dan area lain yang juga didominasi vegetasi. RTH menjadi salah satu syarat dalam mengembangkan kota yang berbasiskan lingkungan Fungsi RTH RTH yang bersifat publik maupun privat memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam suatu wilayah perkotaan empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota. Fungsi ekologis RTH antara lain peningkatan kualitas air tanah, pencegah banjir, ameliorasi iklim mikro, sebagai penyedia udara bersih, dan penyerap polusi udara. Fungsi ekonomi, sosial, dan arsitektural dari RTH antara lain sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi dan landmark serta keindahan kota (Departemen ARL IPB, 2005). RTH ekologis yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota. RTH ini berperan dalam perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat kehidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota.

21 Elemen Pengisi RTH RTH dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tanaman atau vegetasi yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi serta rencana dan rancangan peruntukannya. Lokasi yang berbeda, seperti pesisir, pusat kota, kawasan industri, dan sempadan badan-badan air, juga akan memiliki permasalahan yang berbeda (Departemen ARL IPB, 2005). Kemudian hal tersebut akan berkonsekuensi pada rencana dan rancangan RTH yang berbeda. Untuk keberhasilan rancangan, penanaman dan kelestariannya maka sifat dan ciri serta kriteria (a) arsitektural dan (b) hortikultural tanaman dan vegetasi penyusun RTH harus menjadi bahan pertimbangan dalam menyeleksi jenis-jenis tanaman yang akan ditanam. Persyaratan umum tanaman untuk ditanam di wilayah perkotaan: a. disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota; b. mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur, udara dan air yang tercemar); c. tahan terhadap gangguan fisik (vandalisme); d. perakaran dalam sehingga tidak mudah tumbang; e. tidak gugur daun, cepat tumbuh, bernilai hias dan arsitektural; f. dapat menghasilkan O2 dan meningkatkan kualitas lingkungan kota; g. bibit/benih mudah didapatkan dengan harga yang murah/terjangkau oleh masyarakat; h. prioritas menggunakan vegetasi endemik/lokal; i. keanekaragaman hayati. Jenis tanaman endemik atau jenis tanaman lokal yang memiliki keunggulan tertentu (ekologis, sosial budaya, ekonomi, arsitektural) dalam wilayah kota dan menjadi bahan tanaman utama penciri RTH kota, merupakan jenis tanaman yang akan dikembangkan guna mempertahankan keanekaragaman hayati wilayahnya dan juga nasional. Dengan demikian penggunaan tanaman atau vegetasi endemik lebih diutamakan dalam mewujudkan RTH yang ideal.

22 8 2.3 Perubahan Iklim Planet Bumi mengalami pemanasan dan perubahan yang berlangsung lebih cepat dari yang diperkirakan (Braasch, 2007). Dalam sepuluh tahun terakhir, bumi yang telah menjadi tempat hidup dan berkembang manusia seolah menjadi tidak ramah dengan meningkatnya suhu di berbagai belahan dunia. Setiap orang, di setiap negara telah merasakan efek dari perubahan iklim ini. Perubahan iklim pada skala global disebabkan pemanfaaatan energi yang kurang tepat oleh manusia. Oleh karena itu, manusia harus lebih teliti dalam memanfaatkan energi demi mencegah perubahan iklim yang sangat cepat. Pemanasan global akibat terjadinya peningkatan konsentrasi gas rumah kaca yang sangat cepat sejak dimulainya era pra-industri telah menimbulkan dampak negatif pada sistem iklim global (Salinger, 2005). Dampak ini tidak mungkin dapat dihentikan lagi walaupun laju peningkatan gas rumah kaca dapat diturunkan atau bahkan dihentikan saat ini. Perubahan iklim yang sedang terjadi ini merupakan dampak jangka panjang dari pemanasan global. Pemansan global terjadi ketika ada konsentrasi gas-gas tertentu yang dikenal dengan gas rumah kaca yang terus bertambah di udara. Hal tersebut disebabkan oleh tindakan manusia, seperti kegiatan industri yang menyuplai gasgas rumah kaca seperti CO 2, asam nitrat, metan dan chlorofluorocarbon. Karbon dioksida (CO 2 ) umumnya dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi, gas dan penggundulan hutan serta pembakaran hutan. Asam nitrat dihasilkan oleh kendaraan dan emisi industri, sedangkan emisi metan disebabkan oleh aktivitas industri dan pertanian. Karbon dioksida, chlorofluorocarbon, metan, dan asam nitrat adalah gas-gas polutif yang terakumulasi di udara dan menyaring banyak panas dari matahari. Laut dan vegetasi yang dapat menangkap banyak CO 2, masih kurang untuk mengatasi emisi gas rumah kaca yang sangat besar. Ini berarti bahwa setiap tahun, jumlah akumulatif dari gas rumah kaca yang berada di udara bertambah dan itu berarti mempercepat pemanasan global. Untuk mengatasi masalah resiko perubahan iklim saat ini dan mendatang, dalam jangka pendek ialah bagaimana masyarakat dan berbagai pihak terkait dapat memanfaatkan informasi iklim secara efektif sehingga dampak negatif perubahan iklim dapat diminimalkan, sedangkan untuk dampak positifnya dapat

23 9 dimaksimalkan. Dalam jangka panjang ialah bagaimana perencanaan pembangunan dapat disesuaikan dengan perubahan iklim sehingga dapat menciptakan sistem pembangunan yang tahan terhadap perubahan iklim. Efek atau pengaruh perubahan iklim tentunya dapat diarasakan oleh manusia baik dalam lingkup makro maupun mikro. Efek perubahan iklim ini secara umum mempengaruhi aspek kehidupan manusia khususnya dari aspek kenyamanan. Kualitas kenyamanan yang semakin menurun menyebabkan manusia harus semakin pandai dalam mengatasi perubahan iklim tersebut. Manusia akan mengaplikasikan ilmu pengetahuannya untuk melawan perubahan iklim. Salah satu aplikasi nyata untuk membantu mengurangi efek perubahan iklim adalah dengan menambah jumlah RTH. Saat ini konsep pembangunan kota yang diiringi dengan penambahan jumlah RTH sudah menjadi hal yang umum. RTH yang didominasi oleh vegetasi diharapkan dapat memperbaiki kualitas lingkungan, khususnya sebagai fungsi ameliorasi iklim. Pada lingkungan permukiman konsep RTH untuk memperbaiki kualitas iklim mikro juga banyak diaplikasikan. Untuk permukiman dengan lahan yang terbatas, konsep RTH dapat diterapkan dalam bentuk taman vertikal. 2.4 Desain Klimatis Desain klimatis merupakan desain yang berdasarkan pada analisis iklim dan energi seperti energi matahari, angin, temperatur dan kelembaban yang bertujuan untuk memanfaatkan energi dan sumberdaya lingkungan (Watson dan Labs, 2003). Dengan kata lain desain yang dihasilkan merupakan hasil dari analisis iklim yang mendalam, sehingga kondisi iklim dapat termanfaatkan dan termodifikasi untuk mendapatkan kenyaman. Hasilnya berupa bentuk-bentuk atau pola desain yang dapat memanfaatkan sumberdaya lingkungan sekitar. Menurut Grey dan Deneke (1978), elemen utama dari iklim adalah radiasi matahari, temperatur udara, angin dan kelembaban. Keempat elemen tersebut mempengaruhi tingkat kenyamanan lingkungan. Suatu zona dapat terasa sangat nyaman atau sangat tidak nyaman, bergantung pada elemen iklim mikro yang terdapat pada zona tersebut. Untuk mendapatkan zona yang memiliki tingkat kenyamanan yang tinggi, elemen-elemen iklim tersebut dapat dimodifikasi.

24 10 Peningkatan tingkat kenyamanan dengan memperbaiki kondisi iklim ini disebut juga dengan ameliorasi iklim. Ameliorasi iklim atau perbaikan kondisi iklim ini dapat dicapai dengan menambah jumlah vegetasi. Menurut Laurie (1984) vegetasi berperan sebagai bahan penyerap pada suatu kawasan, salah satunya yaitu penyerap radiasi matahari atau kontrol radiasi. Peningkatan terhadap penyerapan radiasi matahari ini menyebabkan sinar matahari yang diterima berkurang. Hal ini mengakibatkan suhu lingkungan menurun sehingga kenyamanan meningkat. Selain dengan vegetasi, radiasi matahari juga dapat dikurangi dengan penambahan struktur yang dapat menghalangi cahaya matahari secara langsung. Menurut Watson dan Labs (2003) modifikasi iklim dapat diupayakan dengan beberapa konsep, seperti pemecah angin, pengontrol cahaya matahari, ventilasi alami serta penambahan elemen tanaman dan air. Konsep-konsep ini merupakan gagasan yang dapat digunakan dalam memodifikasi iklim dalam skala mikro. Konsep ini sesuai dengan konsep Green-Building yang telah diterapkan pada banyak bangunan Pemecah Angin Konsep pemecah angin digunakan untuk mengurangi kecepatan angin (Gambar 3). Pergerakan udara atau angin berpengaruh terhadap kenyamanan yang dirasakan oleh manusia. Pengaruhnya bisa bersifat positif atau negatif bergantung pada besarnya hembusan angin tersebut. Angin dapat mendinginkan suatu zona. Pendinginan dapat dirasakan berbeda bergantung pada lingkungan dan kecepatan angin. Angin dengan kecepatan tinggi dapat mengganggu kehidupan manusia. Angin Pemecah angin Gambar 3. Konsep Pemecah Angin (Watson dan Labs, 2003)

25 11 Upaya untuk mengontrol kecepatan angin sudah banyak diterapkan dan dikenal dengan konsep pemecah angin (windbreak). Pemecah angin dapat dibuat dengan menempatkan bermacam vegetasi pada tempat datangnya angin atau dengan menggunakan struktur (hardscape) yang dapat memecah angin. Pemecah angin dapat bersifat masif sehingga angin yang datang akan dibelokkan (Gambar 4). Pemecah angin yang semi massif (transparan) akan meneruskan angin dengan mengurangi kecepatan angin (Gambar 5). Dibelokkan Pemecah angin Tampak samping Tampak atas Gambar 4. Pembelokkan Arah Angin Angin diteruskan Pemecah angin Tampak samping Tampak atas Gambar 5. Kecepatan Angin Direduksi oleh Sruktur Pemecah Angin

26 Pengontrol Cahaya Matahari Konsep pengontrol cahaya matahari adalah konsep untuk menghalangi datangnya cahaya matahari (Gambar 6) dan mengontrol intensitas cahaya matahari yang datang. Pada negara 4 musim konsep ini bertujuan untuk memanfaatkan cahaya matahari agar suatu lingkungan tidak terlalu banyak mendapatkan sinar matahari pada musim panas dan mendapatkan sinar matahari yang cukup pada musim dingin (Gambar 7). Konsep ini diaplikasikan pada bentuk bangunan atau lanskap. Gambar 6. Vegetasi Penghalang Cahaya Matahari (Watson dan Labs, 2003) Musim panas Musim dingin Gambar 7. Kontrol Arah Datang Cahaya Matahari (Watson dan Labs, 2003) Pengadaan Ventilasi atau Bukaan Pengadaan ventilasi atau bukaan pada suatu bangunan bertujuan sebagai akses masuknya udara bersih dari lingkungan luar ke dalam bangunan. Masuknya udara bersih tersebut menyebabkan terjadinya sirkulasi udara sehingga udara di dalam bangunan terus tergantikan. Hal tersebut tidak hanya dapat meningkatkan kualitas kesehatan, tetapi juga dapat menghemat penggunaan AC karena masuknya udara bersih dari luar juga dapat menurunkan suhu dalam bangunan.

27 13 Udara yang masuk ke dalam bangunan dapat dikontrol kecepatannya dengan menambahkan elemen tertentu seperti tananam yang diletakkan pada akses masuk udara (Gambar 8). Gambar 8. Bukaan pada Bangunan Dapat Berfungsi Sebagai Akses Masuk Udara (kiri), dan Udara yang Masuk Dapat Dikontrol kecepatannya (kanan) (Watson dan Labs, 2003) 2.5 Taman Vertikal Pada wilayah perkotaan, terutama pada pusat-pusat kegiatan masyarakat perkotaan maupun pemukiman, cenderung sulit untuk menemukan lahan yang dapat dikembangkan untuk pertamanan maupun untuk lahan penanaman. Lahan yang tersedia biasanya lahan sisa yang luasnya terbatas dan kondisinya bermasalah. Oleh karena itu diperlukan pertimbangan-pertimbangan khusus dalam melakukan penanaman pada area tersebut. Salah satu cara untuk menanam pada kondisi tersebut adalah taman vertikal (Arifin dkk, 2008). Penanaman taman vertikal ini dilakukan pada struktur vertikal seperti tanggul atau dinding penahan (retaining wall) yang pada umumnya dibangun untuk menahan lereng. Penanaman atau penghijauan pada area ini selain membantu meningkatkan kestabilan lereng, juga menjadikan dinding lebih menarik dan bahkan dapat menciptakan habitat satwa. Taman vertikal sebenarnya sudah diterapkan sejak dulu dan merupakan perkembangan dari konsep vertikultur. Vertikultur sendiri biasanya lebih dikenal dalam istilah pertanian sebagai salah satu teknik menanam pada media vertikal. Vertikultur adalah istilah Indonesia yang diambil dari istilah verticulture dalam

28 14 bahasa inggris. Istilah ini berasal dari dua kata yaitu vertical dan culture. Makna vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat (Widarto, 1994). Taman vertikal menjadi solusi di lingkungan permukiman sebagai pengganti RTH karena fungsi taman vertikal dapat mensubtitusi fungsi RTH dalam lingkup mikro. Beberapa fungsi RTH yang dapat disubtitusi taman vertikal secara mikro antara lain, sebagai penyedia udara bersih, ameliorasi iklim mikro, pereduksi cahaya dan bising serta dapat peningkat kenyamanan Jenis Taman Vertikal Berikut merupakan jenis-jenis taman vertikal yang dibedakan berdasarkan medianya (Arifin dkk, 2008) : a. Dinding rambat Dinding rambat berupa elemen beton atau kayu yang disusun sedemikian rupa sehingga memungkinkan tanaman merambat atau tumbuh menempel pada dinding. b. Bronjong Bronjong berupa batu kali dengan diameter sekitar cm yang dibentuk blok dengan bantuan kawat baja. Bronjong biasanya sudah tersedia di pasar dengan ukuran blok tertentu. Bronjong memungkinkan tanaman (terutama tanaman-tanaman pionir dan tanaman merambat atau menempel) tumbuh. c. Bronjong halus Bronjong halus berbentuk seperti bronjong, hanya batu yang dibuat blok berukuran lebih kecil dengan ukuran kawat (kawat ayam) dan blok yang lebih kecil pula. d. Teknik vertikultur Teknik vertikultur sebenarnya merupakan teknik menanam pada wadah atau pot yang disusun vertikal membentuk dinding hijau yang berfungsi memperkuat permukaan lereng. Pada skala pekarangan, teknik vertikultur merupakan cara menanam dalam pot berjenjang vertikal.

29 15 e. Sel sarang lebah Berbentuk seperti sarang lebah yang terdiri dari beberapa lapis sel sehingga dapat diisi tanah untuk media tumbuh tanaman. Struktur sejenis sel yang dapat digunakan untuk pengganti sel yaitu paving grass-block. f. Kantong pasir Kantong pasir berupa karung-karung yang nantinya diisi tanah, terbuat dari bahan geotextile, yang memungkinkan tanaman tumbuh diantara serat-serat geotextile. g. Rangka besi Rangka besi merupakan struktur taman vertikal yang terdiri dari rangkaian besi dengan pola tertentu dan menempel pada dinding sehingga dapat dijadikan media tumbuh bagi tanaman pada taman vertikal. Pembentukan pola tumbuh tanaman mengikuti pola besi. Tanaman seolah diarahkan untuk tumbuh mengikuti bentuk tertentu (Gambar 9). Gambar 9. Taman Vertikal Model Rangka Besi ( Konsep mengarahkan pertumbuhan tanaman untuk mendapatkan pola tertentu disebut juga espalier. Espalier mirip dengan rangka besi, hanya saja konsep espalier tidak hanya menggunakan besi sebagai media tumbuhnya. Media tumbuh espalier dapat berupa elemen lain selain besi. h. Vertical Greening Module (VGM) Vertical Greening Module (VGM) adalah sistem modular untuk membuat taman vertikal yang berbentuk kotak (Gambar 10). Kotak VGM terbuat dari bahan plastik daur ulang (polypropylene recycled) dan akan diisi dengan media tanam non-tanah yang terbungkus oleh filter

30 16 fabrics/geotextile, rangka pendukung dari bahan metal yang digalvanis atau stainless steel dan pilaster. Bentuknya seperti keranjang plastik tempat menampung media tanam. Modul ini sangat praktis dan awet untuk digunakan dalam jangka waktu yang lama (10 tahun). Ukuran kotak ini 50 cm x 55 cm dengan ketebalan 12,5-25 cm. Karena berbentuk modul maka kita mudah mencopot dan menggantinya dengan tanaman lain jika sudah bosan. Modul ini sangat berat sehingga kurang praktis digunakan pada taman vertikal yang tinggi. Gambar 10. Vertical Greening Module (VGM) (trisigma.co.id) VGM dapat dikaitkan pada dinding karena struktur ini memiliki pengait pada bagian sudutnya. VGM juga dapat disusun dalam jumlah masal sehingga menghasilkan struktur yang lebih besar. Kotak-kotak ini dipasangkan pada sebuah rangka besi yang lebih besar dan menghasilkan susunan VGM yang lebih besar (Gambar 11). Gambar 11. Pengait pada VGM (kiri) dan Penyusunan VGM (kanan) (trisigma.co.id)

31 Tanaman untuk Taman Vertikal Tanaman menjadi salah satu elemen utama yang digunakan pada taman vertikal. Tanaman berfungsi sebagai elemen yang dapat menambah estetika sekaligus memperbaiki kualitas lingkungan sekitar. Tanaman yang akan digunakan pada taman vertikal diseleksi berdasarkan karakteristik tanaman tersebut. Beberapa karakteristik yang dapat menjadi pertimbangan antara lain jenis tanaman, kerapatan daun, pola perakaran dan pemeliharaan. Tanaman yang digunakan pada taman vertikal salah satunya memiliki pola tumbuh merambat sehingga sesuai digunakan pada taman vertikal terutama model rangka besi. Berikut merupakan beberapa jenis tanaman merambat yang biasa digunakan pada Taman vertikal: 1). Tendrils (sulur); 2) Clinging (bergantung); 3) Twinning; 4) Climbing (memanjat). Tendrils (sulur) memiliki sulur yang berbentuk seperti jari dan dapat mengikat pada media tumbuh jenis besi/teralis. Contoh dari tanaman ini adalah Anggur balon (Cardiospernum halicacabum) dan Ivy (Hedera helix). Clinging (tanaman bergantung) merupakan tipe tanaman merambat yang dapat menempelkan diri pada permukaan yang kasar. Tanaman ini dapat merusak cat dan kayu pada dinding. Twinning merupakan tipe tanaman merambat yang tipe rambatannya mengelilingi struktur atau media tumbuh. Struktur yang kuat diperlukan untuk membentuk pola pertumbuhan tanaman tipe ini. Contoh tanaman tipe ini adalah Thunbergia alata dan morning glory (Ipomea sp.). Climbing (tanaman memanjat) merupakan tipe tanaman merambat yang memerlukan media untuk menopang/mendukung tubuhnya. Taman vertikal dengan media tumbuh tertentu misalnya VGM, dapat menggunakan tanaman yang lebih beragam. Tanaman yang digunakan pada taman vertikal dengan tipe ini meliputi berbagai jenis rumput dan tanaman penutup tanah dengan warna yang menarik. Beberapa kriteria umum untuk mendapatkan tanaman yang sesuai untuk tumbuh pada VGM misalnya memiliki kerapatan daun yang tinggi, tanaman semi naungan, tanaman penutup tanah berdaun menarik atau

32 18 berbunga, perakaran di dalam media tanam pada vertical garden module dan perawatannya mudah Media tanam Menurut Blanck (2010), pada dasarnya, tanaman tidak membutuhkan tanah untuk proses hidupnya. Tanah hanyalah merupakan media mekanis untuk mengangkut material mineral dari akar sampai ke daun melalui proses kapilaritas, serta media untuk pijakan tempat tumbuh tanaman tersebut. Tanaman dapat tumbuh dengan baik, dan melaksanakan proses fotosintesis dengan air, bahan mineral yang dibutuhkan, karbondioksida, sinar matahari dan nutrisi lain yang penting. Berikut ini merupakan ciri-ciri dari media tanam yang dapat digunakan pada taman vertikal: 1. Mampu menopang tanaman secara kokoh, sehingga tanaman mampu berdiri tegak dan tidak mudah goyah. Untuk memenuhi syarat ini, maka harus dipilih media tanam yang tidak mudah lapuk dan bisa bertahan dalam jangka waktu lama. 2. Bersifat porous, sehingga mampu mengalirkan kelebihan air yang tidak dibutuhkan. Hal ini dibutuhkan untuk mencegah media tanam menjadi becek dan lembab secara berlebihan, yang berakibat pada resiko kebusukan atau serangan jamur pada tanaman. Untuk itu harus dipilih media tanam yang tidak bersifat padat dan mampu menciptakan rongga di dalam wadah media tanam, sehingga proses drainase dan aerasi berjalan dengan baik. 3. Mampu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, baik itu unsur hara makro maupun mikro, sehingga kebutuhan tanaman akan zat-zat makanan selalu terpenuhi. Untuk memenuhi syarat ini, bisa dilakukan dengan memasukkan unsur pupuk kandang kedalam ramuan media tanam, atau dengan menambahkan pupuk kimia yang umumnya berbentuk butiran. 4. Bersifat steril, bebas dari serangan serangga, jamur, virus dan mikroorganisma merugikan lainnya. Hal yang biasa dilakukan dalam mensterilisasi media tanam adalah dengan mengukus media tanam. Cara

33 19 ini efektif apabila media tanam yang dipakai sedikit. Apabila media tanam yang digunakan dalam jumlah banyak, maka media tanam bisa dijemur di bawah terik sinar matahari selama kurang lebih dua hari, lalu membungkusnya kedalam wadah plastic yang tertutup rapat. Cara lain yang sering pula digunakan dan lebih praktis adalah dengan cara kimia dengan aplikasi Furadan G sesuai takaran yang dianjurkan. 5. Sesuai dengan jenis tanaman hias yang dipilih. Hal ini perlu dilakukan, karena masing-masing jenis tanaman hias mempunyai karakterisktik berbeda-beda, sehingga membutuhkan media tanam yang berbeda pula. Media tanam yang digunakan pada vertical garden dibedakan menjadi dua berdasarkan bahan pembentuknya. Jenis media tanam yang pertama adalah media tanam yang berasal dari bahan organik. Media tanam ini contohnya arang, batang pakis, kompos, moss, pupuk kandang, sabut kelapa (coco peat), sekam padi, humus, rumput laut, felt dan lain-lain. Jenis media tanam yang kedua adalah media tanam yang tidak berasal dari bahan organik melainkan bahan anorganik. Media tanam ini contohnya gel, pasir, kerikil, pecahan batu bata, spons, tanah liat, vermikulit dan perlite, gabus, rockwool, zeolit, red lava dan lain-lain. Pemilihan media tanam untuk mendukung pertumbuhan tanaman pada taman vertikal memperhatikan bobot media tanam itu sendiri. Bobot media tanam mempengaruhi berat total dari tanam vertikal. Oleh karena itu untuk taman vertikal yang media tanamnya juga ikut disusun secara vertikal, sebaiknya dipilih media tanam dengan bobot yang relatif ringan.

34 20 BAB III ME ETODOLOG GI 3 Lokasi dan 3.1 d Waktu Penelitian Sentuul City meruupakan kawaasan permukkiman di sebbelah timur kota k Bogor, d termasuuk wilayah Kabupaten Bogor. Senntul City terrletak pada koordinat dan ,68 LS - 6º 34 6º 4 55,19 LS S dan 106º ,1 BT T - 106º 54 34,2 BT. P Pada kawasaan Sentul Ciity terdapat kkluster Pine Forest yang merupakan lokasi dari p penelitian (G Gambar 12). Wak ktu yang dibbutuhkan unntuk penelitian ini adalaah 7 bulan, dari bulan A April sampaai Novembeer 2010 dann dilanjutkan n pada tahaap penyusun nan skripsi s sampai Maaret Kegiatan penelitiannnya melipuuti tahap persiapan, i inventarisasi i, analisis, siintesis, konsep, dan pem mbuatan desaain taman verrtikal. U Sentul City K Kota Bogor Tanpa Skalla Sum mber : Google maps Pine Forrest G Gambar 12. Peta P Lokasi Pine Forest (

35 Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini berupa kamera digital, termometer, dan beberapa program komputer seperti Autocad 2006, Sketchup 6, dan Adobe Photoshop CS2. Alat yang digunakan bersama fungsinya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Alat yang Digunakan pada Penelitian Alat Kamera digital Termometer AutoCad 2006 Sketch up 6 Adobe Photoshop CS3 Fungsi Dokumentai gambar tapak Pengukuran suhu tapak Pembuatan gambar kerja Pembuatan gambar 3D Pembuatan gambar ilustrasi 3.3 Tahapan Penelitian Penelitian dilakukan dengan batasan produk akhir berupa desain taman vertikal di cluster Pine Forest, Sentul City. Penelitian diawali dengan tahap persiapan dan diikuti kegiatan lain sesuai proses desain, yaitu inventarisasi, analisis, sintesis, konsep dan pembuatan desain taman vertikal (Gambar 13). Persiapan Inventarisasi Analisis dan Sintesis Konsep Desain Taman vertikal Perizinan Pencarian data dari literatur Kelengkapan alat dan bahan Dokumentasi bangunan kluster Pine Forest Pengamatan Pengukuran suhu Iklim mikro, pengguna, struktur taman vertikal dan tanaman Konsep dasar GREEN Pengembangan konsep Konstruksi, vegetasi, alternatif desain taman vertikal Keg. lapang Kegiatan studio Gambar 13. Skema Tahapan Penelitian

36 Persiapan Persiapan merupakan tahap awal dari kegiatan penelitian ini. Persiapan yang dilakukan meliputi perizinan untuk mengambil data di lokasi penelitian, pencarian data tentang kondisi lokasi penelitian dan persiapan kelengkapan alat dan bahan yang diperlukan saat pengambilan data di lapangan. Perizinan meliputi kegiatan pembuatan proposal penelitian, sampai diperoleh izin untuk mengambil data. Pencarian data mengenai lokasi penelitian bertujuan untuk mengetahui kondisi tapak sebelum dilakukan observasi. Proses terakhir dari kegiatan persiapan adalah pengecekan kelengkapan alat dan bahan yang akan digunakan selama pengambilan data (inventarisasi) di lapangan Inventarisasi Inventarisasi dilakukan untuk mengetahui kondisi lapang secara langsung. Kegiatan di lapang meliputi pengamatan langsung dan pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian. Data yang diambil meliputi data biofisik seperti data umum yang terdiri dari lokasi, data bangunan dan dimensi dinding bangunan; data iklim mikro yang terdiri dari data suhu dan kelembaban mikro; data struktur taman vertikal yang terdiri dari media tanam, media tumbuh, irigasi dan drainase; serta data tanaman untuk taman vertikal yang terdiri dari jenis dan spesifikasi tanaman yang digunakan pada taman vertikal (Tabel 2). Data dikumpulkan melalui cara observasi lapang, data dari lembaga terkait dan studi pustaka. Observasi langsung di lapang dilakukan untuk mendapatkan data primer dan pengecekan ulang untuk data-data yang telah didapat dari lembaga terkait dan studi pustaka. Data yang telah terkumpul kemudian di analisis sesuai jenis datanya.

37 23 Tabel 2. Jenis, Metode Pengumpulan dan Kegunaan Data No Jenis Data Unit Umum Metode Pengumpulan Data Analisis Kegunaan 1 Lokasi dan aksesibilitas m, dpl Observasi langsung dan data dari pihak pengelola Mengetahui lokasi Pine Forest dan aksesibilitas menuju Sentul City dan Pine Forest 2 Bangunan Koordinat, jumlah bangunan Penghitungan langsung dan data dari pihak pengelola Mengetahui jumlah bangunan pada kluster Pine Forest 3 Dinding rumah Dimensi/ volume (m³) Iklim Mikro Data dari pihak pengelola Mengetahui dimensi dinding bangunan yang akan dibangun vertical garden 4 Suhu Udara ºC Pengukuran langsung dan dari BMG 5 Kelembaban Udara % Pengukuran langsung dan dari BMG Menetahui kondisi iklim mikro dari kluster Pine Forest Struktur Taman Vertikal 6 Media tanam Jenis media Pencarian dari literatur Untuk mengetahui jenis media tanam yang sesuai 7 Media tumbuh Jenis media Pencarian dari literatur Untuk mengetahui jenis media tumbuh dan pola media yang sesuai 8 Irigasi Pencarian dari literatur Untuk mengetahui model irigasi yang sesuai 9 Drainase Pencarian dari literatur Untuk mengetahui model drainase yang sesuai Tanaman 10 Jenis tanaman Spesies Pencarian dari literatur Untuk mengetahui jenis tanaman yang sesuai diterapkan pada vertical garden 11 Warna, tekstur, ukuran, fungsi, komposisi dan posisi Pencarian dari literatur Untuk mengetahui spesifikasi tanaman yang sesuai

38 Analisis dan Sintesis Analisis dilakukan pada empat aspek yaitu, (1) analisis iklim mikro yang terfokus pada radiasi matahari, (2) analisis pengguna, (3) analisis struktur taman vertikal terhadap dinding sebagai media tempel struktur dan (4) analisis tanaman yang akan digunakan pada masing-masing struktur taman vertikal. Keempat aspek ini dianalisis dengan cara yang berbeda. Iklim mikro dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui kondisi iklim mikro beserta potensi dan kendala yang ada pada kluster Pine Forest. Radiasi matahari dianalisis secara deskriptif dan spasial untuk mengetahui arah datang cahaya matahari terhadap arah hadap dinding rumah pada kluster Pine Forest. Dengan analisis ini, dapat diketahui intensitas dinding yang banyak terkena cahaya matahari sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam pemilihan tanaman yang sesuai dengan kondisi penyinaran. Pengguna tapak dianalisis dari tiga aspek yaitu sirkulasi, aktivitas dan visual. Pengguna tapak dianalisis secara spasial untuk mendapatkan titik-titik pusat aktivitas dan sudut pandang untuk melihat taman vertikal. Struktur taman vertikal ditentukan dengan mempertimbangkan dimensi dinding rumah pada setiap tipe rumah. Dimensi dinding yang terdiri dari luas dan tebal dinding akan menentukan model struktur taman vertikal yang memungkinkan untuk diterapkan di setiap tipe rumah. Selain dimensi dinding, ruang hadap dinding juga diperhitungkan dalam menentukan struktur taman vertikal. Tanaman yang akan digunakan pada taman vertikal dianalisis berdasarkan model struktur taman vertikal dan intensitas penyinaran yang didapat pada setiap dinding rumah. Tanaman dipilih berdasarkan karakteristik yang sesuai dengan memperhitungkan aspek estetika dan pemeliharaan Konsep Pada tahap ini ditentukan konsep taman vertikal yang tepat untuk diterapkan pada kluster Pine Forest. Konsep taman vertikal harus menyesuaikan dengan tema besar Sentul City yaitu Eco-city. Konsep yang dihasilkan terdiri dari dua konsep yaitu konsep dasar dan pengembangan konsep.

39 25 Konsep dasar mengusung tema GREEN yang merupakan singkatan dari fungsi taman vertikal itu sendiri. Pengembangan konsep terdiri dari konsep iklim mikro, konsep vegetasi dan konsep desain. Konsep desain mengambil bentuk segitiga (cone) dari tajuk pohon pinus. Kombinasi dari berbagai bentuk segitiga menghasilkan bentuk baru yang menarik sebagai desain pola struktur taman vertikal Desain Taman Vertikal Konsep yang telah didapat kemudian diturunkan dalam bentuk perancangan/desain taman vertikal yang sesuai diterapkan pada kluster Pine Forest. Desain taman vertikal meliputi beberapa gambar rancangan, seperti rancangan konstruksi struktur taman vertikal, vegetasi yang akan digunakan pada taman vertikal dan desain taman vertikal. Desain yang dibuat terdiri dari 3 alternatif desain dengan masing-masing keunggulan yang berbeda. Alternatif desain merupakan kombinasi dari pola struktur taman vertikal dengan penggunaan tanaman yang sesuai.

40 26 BAB IV KONDISI UMUM SENTUL CITY PT. Sentul City Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang properti. Perusahaan ini beralamat di Gedung Graha Utama, Jl. M.H. Thamrin, Sentul City, Bogor 15810, Jawa Barat, Indonesia. Kawasan Sentul City dapat dicapai melalui jalan tol Jagorawi atau sekitar 45 km dari Jakarta. Selain melalui tol Jagorawi, Sentul City juga dapat dicapai dengan jalan alternatif melalui kompleks permukiman Bogor Baru Desa Cimahpar Desa Cijayanti dengan jarak 13 km. Kondisi jalan menuju Sentul City melalui jalan alternatif ini kondisinya sudah cukup baik dengan fasilitas jalan aspal. 4.1 Geografis Sentul City merupakan sebuah kawasan permukiman dengan konsep kota berkelanjutan yang terletak pada wilayah administrasi Kabupaten Bogor, tepatnya di beberapa desa di sekitar Kecamatan Citeureup dan Kecamatan Kedung Halang, yaitu Desa Babakan Madang, Sumurbatu, Bojongkoneng, Cijayanti, Cipambuan, Citaringgul, Cadasngampar, dan Kadumangu. Sentul City terletak di sebelah timur kota Bogor. Kawasan ini juga dikelilingi beberapa gunung, yaitu G. Pangrango, G. Pancar, G. Paniisan, G. Liang, G. Garangsang, G. Salak dan G. Hambalang. Sentul City terletak pada koordinat 6º 34 4,68 LS - 6º 34 55,19 LS dan 106º 51 4,1 BT - 106º 54 34,2 BT. Sentul City memiliki luas areal sebesar 3000 ha, pada ketinggian antara 200 m sampai dengan 750 m di atas permukaan laut. Dengan areal yang cukup luas, Sentul City memiliki variasi kelerengan yang cukup variatif. Kemiringan lereng pada kawasan Sentul City berkisar antara 2% (datar) sampai dengan 40% (curam), dengan rincian antara lain: 1) <8%: 1109,3 ha; 2) 8%-15%: 706,3 ha; 3) 15%-25%: 695 ha; 4) >25%: 489,4 ha (Tabel 3). Daerah Sentul City yang dapat dibangun merupakan daerah dengan kemiringan lereng lebih kecil dari 15% atau seluas 1815,6 ha. Sedangkan daerah dengan kemiringan lebih besar dari 15% tidak boleh dibangun. Daerah yang tidak boleh dibangun ini memiliki luas 1184,4 ha dan dimanfaatkan sebagai area penghijauan bagi kawasan Sentul City.

41 27 Tabel 3. Data Kemiringan Lereng Sentul City Bentuk Wilayah Lereng (%) Perbedaan Tinggi (m) Luasan (Ha) Proporsi (%) Datar-Berombak (Undulating) ,3 36,98 Bergelombang (Rolling) ,3 23,54 Berbukit (Hilly) ,17 Bergunung-gunung (Mountainous) >25 > ,4 16,31 Sumber : ANDAL Sentul City (2000) Dengan kemiringan lereng yang cukup bervariatif, Sentul City tidak banyak memodifikasi permukaan tanah tersebut dengan cut and fill, tetapi kemiringan lereng tersebut tetap dimanfaatkan. Hal ini menyebabkan kebanyakan jalan di Sentul City dirancang mengikuti kontur. 4.2 Iklim Data suhu dan kelembaban udara diambil dari stasiun pengukur iklim Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Darmaga, Bogor. Suhu dan kelembaban pada kawasan Sentul City tidak mengalami banyak perubahan dari tahun 1998 sampai tahun Suhu kawasan Sentul City dari Januari 2000 sampai dengan Desember 2008 berkisar antara 23,2 C 27,5 C. Suhu terendah terjadi pada bulan Februari dan suhu tertinggi terjadi pada bulan Oktober (Gambar 14). Dari gambar tersebut, dapat diketahui bahwa suhu dari tahun 1998 sampai 2008 tidak mengalami banyak perubahan. Kelembaban udara rata-rata tahunan pada kawasan Sentul City yaitu berkisar antara 76,86% - 87,91%. Dari tahun 1998 sampai 2008, kelembaban udara di kawasan Sentul City tidak mengalami perubahan yang cukup besar. Kelembaban minimum terjadi pada bulan Agustus, sedangkan kelembaban maksimum terjadi pada bulan Februari (Gambar 15).

42 28

43 29

44 30 Pada musim kemarau, arah angin dominan bertiup dari arah utara dengan kecepatan terbesar 2-3 m/detik. Pada musim hujan, arah angin dominan bertiup dari arah selatan, dengan kecepatan terbesar 2-3 m/detik. Curah hujan di kawasan Sentul City menunjukkan angka yang cukup tinggi yakni dengan nilai rata-rata curah hujan tahuan 4000 mm/tahun. Curah hujan bulanannya memiliki nilai rata-rata berkisar dari 175,4 mm/bulan sampai dengan 475,5 mm/bulan. Jumlah hari hujan adalah 13 hari/bulan. Bulan paling basah berkisar antara bulan Oktober sampai dengan bulan Mei. Dalam lingkup mikro, di kawasan Sentul City sering terjadi hujan lokal. Hujan ini hanya turun pada sebagian wilayah Sentul City, sedangkan wilayah lainnya tidak mengalami hujan. 4.3 Geologi Batuan penyusun di kawasan Sentul City dapat dikelompokan ke dalam tiga satuan, yaitu satuan batuan lempung, satuan batuan vulkanik, dan satuan batuan endapan alluvial. Semua kelompok batuan tersebut sebagian besar telah mengalami pelapukan menjadi lempung, lempung lanauan, lanau lempungan, pasir, serta pasir lempungan (Tabel 4). Tanah pasir dan pasir lempungan dapat digolongkan ke dalam satuan lanau lempungan karena permeabilitasnya dan hanya terdapat pada lokasi tertentu. Tabel 4. Batuan Penyusun Wilayah Sentul City No Kelompok batuan Luasan Proporsi luasan Lempung-Lempung Lanauan 1968,4 ha 65,58% a Lempung 1223,0 ha b Lempung lanauan 745,4 ha Lanau Lempungan 1032,8 ha 34,42% a Lanau lempungan 106,6 ha b Pasir lempungan 926,2 ha Total Luasan 3001,2 ha 100% Sumber: ANDAL Sentul City (2000)

45 31 Batuan lempung terhampar cukup luas di bagian barat dan bagian tengah Sentul City, terdiri dari batu lempung dan batu lanau gampingan. Lanau adalah lempungan berwarna kecoklatan. Struktur dari batu ini kekar, sehingga di beberapa daerah membentuk morfologi yang cukup curam, terutama di lembah sungai. Kelompok batuan ini memiliki kemiringan pelapisan antara 40º - 65º. Kelompok batuan ini juga memiliki ketebalan lebih dari 250 m. Batuan vulkanik terdapat di bagian barat dan timur dari kawasan Sentul City. Di bagian barat, batuan ini terdapat dalam bentuk lapisan turf pasiran dengan ketebalan 4m - 6m, yang sebagian besar telah melapuk menjadi lempung, lanau, ataupun lanau lempung berwarna kecoklatan, sehingga kadang-kadang hanya dapat dibedakan dari satuan batu lempung yang ditutupinya berdasarkan warnanya. Di bagian timur, batuan vulkanik terdiri breksi dan lava yang bagian permukaannya mulai melapuk menjadi lanau lempungan dan pasir lempungan dengan ketebalan 6 meter dan semakin menebal kearah selatan. Endapan alluvial terdapat di bagian utara Sentul City, terutama pada lembah sungai yang lebar dan berkelok-kelok (meander). Batuan ini tersusun dari lanau, pasir, kerikil, dan bongkahan andesit yang bersifat lepas dan belum padu. Tebal batuan ini kurang dari 5 meter dari atas permukaaan tanah. Batuan juga dapat dilihat berdasarkan sifat fisik dan morfologi batuan tersebut. Berdasarkan sifat fisik dan morfologi batuan, Kawasan Sentul City merupakan kawasan yang rawan terhadap gerakan tanah, berupa longsoran tanah (land slide) dan rayapan tanah (soil creep). 4.4 Tanah Kesuburan tanah merupakan kemampuan inheren tanah menyediakan unsur hara dalam jumlah yang cukup dan perbandingan yang tepat bagi tanaman. Tanah pada kawasan Sentul City diklasifikasikan menjadi 5 jenis, yaitu Typic Hapludult, Typic Dystropept, Oxic Dystropept, Typic Hemitropept dan aquic Dystropept (Tabel 5). Secara visual tanah di kawasan ini berwarna coklat kemerahan sampai coklat kekuningan. Tanahnya bersifat lunak, semakin ke bawah semakin keras dan berwarna abu-abu dengan plastisitas sedang-tinggi serta agak kohesif.

46 32 Tabel 5. Status Kesuburan Tanah Sentul City No Klasifikasi KTK KB P2O5 Organik Kesuburan 1 Typic Hapludult S R SR-R S R 2 Typic Dystropept S SR-R SR-R S R 3 Oxic Dystropept R-S SR-R SR R-S R 4 Typic Hamitnopept R SR SR S-T R 5 Aquic Dystropept S S S S S Sumber: ANDAL Sentul (2000) Keterangan: SR : Sangat Rendah R : Rendah S : Sedang T : Tinggi Tanah dengan jenis Typic Hapludult memiliki laju infiltrasi rendah dengan kapasitas memegang air yang cukup baik. Hal ini menyebabkan tanah cenderung becek, aliran air permukaan (run off) tinggi, dan tanah sulit diolah pada lokasi berlereng. Selain itu kandungan bahan organiknya sedang dan ditemukan pada kedalaman lebih dari 130 cm. Kandungan P2O5 tanah ini sangat rendah akibat adanya fiksasi P yang tinggi. Tanah dengan jenis Typic Dystropept memiliki laju infiltrasi air dari rendah sampai tinggi. Pada tanah ini ketersediaannya akan kalium (K) rendah, kemampuan tukar kation (KTK) rendah dan kejenuhan basanya sangat rendah. Kandungan bahan organiknya baru ditemukan pada kedalaman lebih dari 130 cm di bawah permukaan tanah. Tanah dengan jenis Oxic Dystropept memiliki karakter yang mirip dengan tanah Typic Dystropept. Struktur tanah berpasir atau berdebu dengan kandungan liat 15% sehingga mengakibatkan air cepat meresap ataupun sebaliknya menggenang. Tanah jenis Typic Hemitpropept juga hampir mirip dengan tanah Typic Dystropept, keduanya termasuk pada ordo inceptisol dan berasal dari great group trop dengan tingkat dekomposisi tanah sedang (hermis).

47 33 Tanah dengan jenis Aquic Dystropept yang memiliki sifat sering jenuh air, kandungan air tanah cukup namun terkadang menggenang. Tanah jenis ini memiliki status kesuburan dengan tingkat sedang. Sedangkan tanah jenis lainnya memiliki status kesuburan yang rendah. 4.5 Hidrologi Jenis air di kawasan Sentul City berdasarkan airnya yaitu air tanah, air sungai dan mata air. Air tanah yang terdapat di kawasan Sentul City merupakan air tanah bebas yang tidak bertekanan. Kedudukan muka air tanah bebas berkisar antara 4 m sampai dengan 12 m, sehingga potensi air tanah di kawasan ini sangat terbatas dan dipengaruhi oleh musim. Sumber air dari mata air yang mengalir langsung menjadi aliran permukaan pada sungai-sungai yang ada pada kawasan dengan debit air yang umumnya kecil yaitu kurang lebih sebesar 0,5 l/det. Kawasan Sentul City dialiri oleh dua sungai utama yakni Sungai Cikeas dan Sungai Citeureup serta sungai-sungai kecil yang merupakan anak Sungai Cikeas dan Sungai Citeureup. Sungai Cikeas dan Sungai Citeureup dialiri air sepanjang tahun dengan debit air sungai Cikeas dan sungai Citeureup berturutturut adalah 84 liter/detik dan 75 liter/detik, sedangkan anak-anak sungainya tidak dialiri air sepanjang tahun. Anak-anak sungai ini hanya dialiri air pada musim penghujan dan akan kering pada musim kemarau. Sebelum Sentul City bekerja sama dengan PDAM kotamadya Bogor, untuk memenuhi kebutuhan air, Sentul City menampung air dari Sungai Citeureup dan air hujan ke dalam kolam. Setelah Sentul City bekerja sama dengan PDAM kotamadya Bogor, Kebutuhan akan air baku menjadi tidak masalah lagi sehingga air sungai dan air hujan kini dibiarkan mengalir begitu saja. Sejak tahun 1995, Sentul City telah mengelola air bersih secara mandiri dengan memanfaatkan teknik WTP temporary. Awalnya WTP temporary yang berlokasi di Danau Teratai yang memiliki kapasitas air 18 liter/detik dimanfaatkan oleh Sentul City untuk mendistribusikan air pada cluster Bukit Golf Hijau. WTP temporary ini berjalan sampai tahun Selanjutnya dibangun WTP permanen yang berlokasi di cluster Venesia dan memiliki kapasitas air 80 liter/detik. WTP

48 34 permanen ini berjalan sampai tahun Setelah itu Sentul City bekerja sama dengan PDAM kota Bogor untuk memenuhi kebutuhan air baku. 4.6 Vegetasi dan Satwa Jenis vegetasi di kawasan Sentul City umumnya ditanam berdasarkan peruntukan lahannya. Peruntukan lahan yang cukup menjadi perhatian dalam hal vegetasinya antara lain lahan sempadan jalan, area rekreasi dan Ruang Terbuka Hijau. Khusus pada bagian sempadan dan median jalan, pemilihan vegetasi yang dilakukan Sentul City tergolong vegetasi yang high maintenance atau tinggi tingkat pemeliharaannya. Pada lanskap sempadan jalan utama, jalan lingkungan dan jalan perumahan, vegetasi yang sering dijumpai adalah pohon trembesi (Samanea saman), kelapa sawit (Elaeis gueinensis), Akasia mangium (Acasia mangium), dan beberapa jenis palem seperti palem sadeng (Livistona rutondifolia), palem bismarck (Bismarkia nobilis), palem hijau (Pticosperma macharturii), dan palem ekor tupai (Wodyetia bifurcata). Untuk vegetasi dibelakang berm jalan, masih sering ditemui pinus (Pinus merkusii). Pada lanskap jalan juga ditemukan semak dan groundcover yang semarak antara lain dracaena (Dracaena sp), pandanpandanan (Pandanus pigmaeus), spider lily (Hymenocallis speciosa) dan kucai (Carex morrowii). Pada beberapa daerah rekreasi Sentul City, banyak dijumpai tanaman buah-buahan dan sayuran, diantaranya pohon belimbing (Averrhoa carambola), melinjo (Gnetum gnemon), lamtoro (Leucaena glauca), bacang (Mangifera foetida), mangga (Mangifera indica), sawo kecik (Manilkara kauki.), mengkudu (Morinda citrifolia L.), salam (Syzygium polyanthum), asam jawa (Tamarindus indica) dan kecapi (Sandoricum koetjapie). RTH Sentul City merupakan seluruh daerah hijau yang terdapat di dalam kawasan, baik taman perumahan, kapling kosong yang terisi rumput dan semak belukar, taman kantor, hutan pinus, dan lainnya. Pada RTH vegetasi yang dijumpai misalnya pohon pinus (Pinus merkusii), rumput (Axonopus compressus), beberapa jenis palem dan pohon berbuah.

49 35 Selain memiliki keanekaragaman vegetasi, Sentul City juga memiliki keanekaragaman satwa. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh Tim ANDAL Sentul City yang dilakukan di 10 titik pengamatan tercatat 52 jenis satwa. Satwa tercatat tersebut terdiri dari 7 spesies amphibi, 7 spesies reptil, 23 spesies burung, 6 spesies mamalia dan 10 spesies ikan (Tabel 6). Spesies amphibi yang ditemukan di kawasan Sentul City antara lain Kodok Budug (Bufo melanostictus), Bancet Hijau (Occidozyga lima) dan Katak Pohon (Polypedates leucomystax). Spesies reptil antara lain Ular sanca (Phyton sp), Ular leher merah (Rhabdophis subminiatus) dan biawak (Varanus salvator). Spesies burung antara lain Burung raja udang (Alcedo sp), Burung merpati (Columba livia) dan Burung layang-layang (Hirundo rustica). Spesies mamalia yang ditemukan di kawasan Sentul City antara lain Domba (Ovis aries), Berang-berang (Lutra cinerea), Babi (Sus sp) dan Kambing (Capra hircus). Spesies ikan antara lain Ikan mas (Cyprinus carpio), Belut (Monopterus albus), Ikan Nila (Tilapia nilotica) dan Ikan Mujair (Tilapia mosambica). Tabel 6. Jenis Fauna Vertebrata di Sentul City Kelompok Nama Latin Nama Lokal Bufo melanostictus Kodok budug / puru B. Asper Kodok Budug sungai Fejevarya limnocharis Katak tegalan Amfibi Occidozyga lima Bancet Hijau Polypedates leucomystax Katak pohon Rana chalconota Katak/kongkang kolam Rana erythraea Katak/kongkang gading Alcedo sp Burung raja udang Acridotheres javanicus Jalak kerbau Apus affinis Kepinis pohon Collocalia esculenta Burung layang-layang Aves Columba livia Burung merpati Gallus domesticus Ayam kampung Geophelia striata Burung perkutut Gerygone sulphurea Burung remetuk (flyeater) Halcyon chloris Burung raja udang

50 36 Hirundo rustica Lanius sach Lonchura Leucogastroides Lonchura punctata Megalema sp Nectarina jugularis Orthotomus sp Paser montanus Picnonotus cafer Prinia sp Spilornis sp Streptopelia chinensis Zosterops palpebrosa Capra hircus Felis domesticus Herpestes javanicus Ovis aries Mamalia Lutra cinerea Sus sp Mabuya multifasciata Tachydromus sexlineatus Calotes jubatus Hemydactylus frenatus Phyton sp Reptilia Rhabdophis subminiatus Varanus salvator Anguila sp Cyprinus carpio Gliptosternum Monopterus albus Puntius binotatus Ikan Poecilia reticulata Ophiocephalus sp Clarias sp Tilapia mosambica Tilapia nilotica Sumber: ANDAL Sentul (2000) Burung layang-layang Toed Pipit jawa pipit pinang Tohtor Burung sesap adu Cinenen Burung gereja Kutilang Perinjak Elang Burung tekukur Burung kacamata Kambing Kucing Garangan Domba Berang-berang/sero Babi Kadal Kadal orong-orong Londok (bunglon) Cicak Ular sanca Ular leher merah (cau mas) Biawak Sidat/Lubang/Moa Ikan mas Kehkel Belut Beunteur Impur (ikan seribu) Gabus (bogo) Lele Ikan mujair Ikan nila

51 37 BAB V DATA DAN ANALISIS 5.1 Kondisi Umum Pine Forest Pine Forest merupakan salah satu kluster di Sentul City yang lokasinya di bagian barat Sentul City. Salah satu konsep pembangunan kluster ini adalah adanya taman vertikal yaitu pemanfaatan dinding atau media vertikal lain sebagai media tumbuh tanaman. Taman vertikal berfungsi untuk menambah jumlah vegetasi dengan meminimalkan penggunaan lahan sebagai medianya. Dengan demikian taman vertikal dapat menjadi salah satu alternatif untuk menambah jumlah RTH di tengah permasalahan lahan yang semakin terbatas. Pine Forest dapat dicapai melalui jalan utama Sentul City, yakni Jalan Thamrin menuju Pine Forest walk dengan kendaraan pribadi ataupun kendaraan umum berupa ojek motor. Pine Forest Walk merupakan jalan penghubung antara jalan utama di Sentul City dengan kluster Pine Forest. Jalain ini memiliki panjang 1,4 km dengan lebar jalan 4-6 m dan dilengkapi saluran drainase terbuka selebar 0,75 m. Saat ini kondisi jalan ini sudah ditanami pohon di sisi jalannya seperti pohon pinus (Pinus merkusii) dan utilitas seperti jaringan listrik, komunikasi, jaringan air bersih dan lampu jalan. Jalan ini dibuat mengikuti kontur jalan yang bergelombang. Pine Forest dibangun pada lahan baru seluas kurang lebih 5 ha (Gambar 16). Adapun batas-batas Pine Forest adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Pine Forest Walk. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan jalan raya. c. Sebelah Barat berbatasan dengan Green Valley. d. Sebelah Timur berbatasan dengan aliran anak sungai Cikeas. Kondisi umum Pine Forest jika ditinjau dari aspek geografi dan iklim tidak jauh berbeda dengan kondisi Sentul City pada umumnya. Kondisi topografi bervariatif dari kemiringan datar hingga curam. Suhu tertinggi diukur pada saat siang hari dapat mencapai 32 C. Dari aspek hidrologi, kluster Pine Forest terletak di sebelah barat dari aliran anak sungai Cikeas. Lebar aliran anak sungai Cikeas yang melalui kluster Pine Forest sekitar 7-10 meter.

52

53 39 Pembangunan tahap awal kluster Pine Forest (Gambar 17) direncanakan dibangun 150 unit rumah dan 36 unit rumah toko (ruko). Selain area terbangun, pada cluster ini juga terdapat area non terbangun, tepatnya di sebelah timur kluster yang berbatasan langsung dengan aliran anak sungai Cikeas. Area ini memiliki kemiringan yang cukup curam dan akan dimanfaatkan sebagai RTH kluster dengan fasilitas berupa jogging track yang mengitari sampai ke sisi aliran anak sungai Cikeas. Padaa bagian utara dan selatan dari kluster Pine Forest terdapatt area yang akan dikembangkan untuk tahap selanjutnya. Saat ini area tersebut masih ditanami pohon untuk penghijauan. Sama halnya dengann sisi barat dari kluster Pine Forest, area tersebut direncanakan akan dikembangkan sebagai kluster baru yang bernama Green Valley. Saat ini kondisi area tersebut masih merupakan lahan kosong dan belum dilakukan pembangunan. Gambar 17. Kondisi Tahap Pembangunan Kluster Pine Forest yang Terdiri Dari Pembangunan Gerbang Utama Kluster (kiri dan kanan atas), Pembangunan Rumah (kiri bawah), dan Area Jogging Track (kanan bawah).

54 Desain Bangunan Kluster Pine Forest Pada kluster Pine Forest yang memiliki luas kurang lebih 5 ha, luas area terbangun berupa elemen keras cukup mendominasi. Setidaknya tiga per empat bagian dari kluster tersebut merupakan area yang akan dibangun, sisanya akan dimanfaatkan sebagai area penghijauan. Area terbangun pada kluster Pine Forest tersebut terdiri dari bangunan baik itu rumah ataupun ruko, dan juga jalan serta fasilitas lainnya yang dibangun. Bangunan berupa rumah tersebut akan dirancang dengan konsep taman vertikal. Pine Forest memiliki 150 unit rumah dan 36 unit rumah toko. Terdapat dua tipe rumah pada kluster Pine Forest antara lain Pinus Ponderosa, tipe standar dan sudut serta Pinus Patula, tipe standar dan sudut (Gambar 18). Sedangkan untuk rumah toko, areanya dinamai dengan nama Pinus Niaga. Rumah tipe Pinus Ponderosa dan Patula ini dirancang dengan konsep taman vertikal. Pinus Ponderosa merupakan salah satu tipe rumah di Pine Forest dengan luas bangunan 53 m² dan luas tanah 90 m², atau dengan kata lain perbandingan luas bangunan dengan luas tanahnya adalah 53/90 m² (Gambar 19). Tipe Pinus Ponderosa yang berada di sudut luas bangunannya tetap 53 m² (denahnya berbeda) tetapi luas tanahnya sedikit berbeda menyesuaikan dengan luas tanah yang tersisa di bagian sudut (Gambar 20). Pinus Patula juga merupakan salah satu tipe rumah di Pine Forest yang memiliki luas bangunan dan luas tanah yang lebih besar daripada tipe Pinus Ponderosa. Luas bangunan pada tipe ini adalah 75 m² dan luas tanahnya 150 m², atau dengan kata lain perbandingan luas bangunan dengan luas tanahnya adalah 75/150 m² (Gambar 21). Tipe Pinus Patula yang berada di sudut luas bangunannya tetap 75 m² (denahnya berbeda) tetapi luas tanahnya sedikit berbeda menyesuaikan dengan luas tanah yang tersisa di bagian sudut (Gambar 22). Pinus Niaga merupakan nama untuk kawasan perniagaan yang berada tepat pada welcome area cluster Pine Forest. Kawasan ini terdiri dari 36 unit rumah toko (ruko). Luas bangunan pada satu unit ruko adalah 100 m² dan luas tanahnya 67,5 m².

55 41 Taman vertikal yang akan dibuat pada kluster Pine Forest direncanakan dibuat pada setiap dinding rumah. Dinding yang terdapat pada setiap tipe rumah memiliki dimensi yang berbeda. Dinding ini terbuat dari batu bata dan semen. a. Pinus Ponderosa standar Pada rumah tipe Pinus Ponderosa standar, dinding yang akan dijadikan sebagai media tumbuh tanaman pada taman vertikal adalah dinding yang terletak pada bagian depan rumah. Dinding ini tepatnya berada di teras rumah dan menghadap ke arah utara ataupun selatan. Dinding ini memiliki dimensi antara lain, tinggi 255 cm, lebar 165 cm dan tebal 30 cm (Gambar 23). b. Pinus Ponderosa sudut Pada rumah tipe Pinus Ponderosa sudut, dinding yang akan dijadikan sebagai media tumbuh tanaman pada taman vertikal adalah dinding yang berada pada sisi rumah. Dinding ini berada pada sisi rumah yang menghadap ke sisi taman sudut dari rumah tersebut. Dinding ini memiliki dimensi antara lain, tinggi 255 cm, lebar 425 cm dan tebal cm (Gambar 23). c. Pinus Patula standar Pada rumah tipe Pinus Patula standar, dinding yang akan dijadikan sebagai media tumbuh tanaman pada taman vertikal adalah dinding yang terletak pada bagian depan rumah. Dinding ini tepatnya berada di muka rumah dan menghadap ke arah carport. Dinding ini memiliki dimensi antara lain, tinggi 513 cm, lebar 260 cm dan tebal 30 cm (Gambar 24). Bentuk dinding ini bukan merupakan balok utuh, tetapi berlubang dengan bentuk persegi panjang dengan skala manusia yang berfungsi sebagai sirkulasi manusia. d. Pinus Patula sudut Pada rumah tipe Pinus Patula sudut, dinding yang akan dijadikan sebagai media tumbuh tanaman pada taman vertikal ada 2 dinding, yaitu dinding depan rumah dan dinding sisi rumah (Gambar 24). Dinding depan rumah merupakan dinding yang langsung menghadap carport. Bentuk dan dimensinya pun sama dengan Pinus Patula standar. Dinding sisi rumah terletak pada sisi rumah yang menghadap ke taman sudut rumah tersebut. Dinding sisi ini memiliki dimensi antara lain, tinggi 255 cm, lebar 230 cm dan tebal 15 cm.

56

57

58

59

60

61

62

63 Iklim Mikro Berdasarkan data suhu udara yang didapat dari pengukuran langsung di tapak, suhu maksimum Pine Forest pada siang hari adalah 34 ºC. Pada suhu tersebut kenyamanan berkurang sehingga diperlukan penambahan jumlah vegetasi untuk menurunkan suhu udara. Curah hujan di Pine Forest sama dengan Sentul City yaitu 4000 mm/ tahun. Tingginya curah hujan dapat dimanfaatkan untuk mengairi taman vertikal di Pine Forest, khususnya taman vertikal yang langsung berhadapan dengan lingkungan luar (outdoor). Hal ini dapat menghemat penggunaan energi air untuk irigasi taman vertikal. Sistem irigasi dan drainase yang baik diperlukan dalam mengontrol jumlah air hujan yang diterima Pine Forest. Angin di Pine Forest berkecepatan 2-3 m/ detik dominan bertiup dari utara ke selatan pada musim kemarau dan dari selatan ke utara pada musim hujan. Angin yang melalui Pine Forest bermanfaat dalam meningkatkan kenyamanan Cahaya Matahari Berdasarkan koordinat garis lintang, posisi kluster Pine Forest berada pada bagian bumi selatan. Sinar matahari akan berbeda arah datang sinarnya sesuai posisi matahari terhadap bumi. Hal ini berpengaruh pada penerimaan cahaya matahari terhadap dinding taman vertikal yang memiliki arah hadap yang berbeda pada setiap tipe. Arah hadap dinding taman vertikal pada kluster Pine Forest diantaranya menghadap ke arah utara, selatan dan timur. Posisi dan arah hadap dinding taman vertikal mempengaruhi efektivitas taman vertikal dalam fungsinya mereduksi radiasi matahari. Indonesia yang memiliki dua musim akan mengalami penyinaran matahari sepanjang tahun. Pergeseran semu matahari menyebabkan cahaya matahari akan datang dari arah yang berbeda pada setiap musimnya (Gambar 25). Arah datang sinar matahari juga mempengaruhi penyinaran terhadap tanaman yang tumbuh pada taman vertikal.

64 50 Gambar 25. Arah Datang Sinar Matahari Pada negara tropis seperti Indonesia, pergerakan semu matahari tidak terlalu besar berpangaruh, sehingga Indonesia akan mengalami penyinaran sepanjang tahun. Hal ini menyebabkan dinding taman vertikal akan terkena sinar matahari sepanjang tahun walaupun arah hadap dinding-dinding itu berbeda. Dinding yang menghadap ke timur atau barat akan mendapatkan intensitas penyinaran yang lebih banyak daripada dinding yang mengahadap ke utara atau selatan (Gambar 26). Intensitas penyinaran yang berbeda akan mempengaruhi suhu suatu zona. Semakin tinggi intensitas sinar matahari, maka suhu lingkungan juga semakin tinggi. Untuk mendapatkan suhu yang nyaman, peranan taman vertikal diperlukan. Tanaman yang terdapat pada taman vertikal akan membantu meningkatkan kenyamanan tersebut. Intesitas penyinaran juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, sehingga pemilihan tanaman yang tepat menjadi sangat penting dalam mewujudkan taman vertikal yang ideal.

65 51 Pada rumah tipe Pinus Ponderosa baik standar maupun sudut, arah hadap dindingnya adalah utara atau selatan. Dinding ini tetap mendapatkan sinar matahari walaupun intensitasnya tidak sebanyak dinding yang menghadap timur atau barat. Pada dinding rumah tipe Pinus Ponderosa, tanaman yang akan digunakan adalah tanaman seminaungan. Dinding rumah tipe Pinus Patula akan mendapatkan penyinaran yang lebih banyak daripada tipe Ponderosa karena dindingnya menghadap ke arah timur. Pada tipe ini tanaman yang digunakan dapat dipilih tanaman berbunga yang kuat terhadap penyinaran matahari. April - September Oktober - Maret U Pagi hari S U Tengah hari S U Sore hari S Keterangan : Bayangan Gambar 26. Penyinaran Matahari pada Setiap Bulan (Knowles, 2003)

66

67 Sirkulasi dan Aktivitas Pengguna Pengguna tapak pada kluster Pine Forest yang utama adalah penghuni rumah di Pine Forest itu sendiri. Pine Forest dapat dicapai melalui Pine forest walk menuju gerbang utama Pine Forest. Sirkulasi utama dimulai dari gerbang utama Pine Forest menuju ke setiap jalan perumahan di blok Pine Forest. Sirkulasi ini dapat dilalui kendaraan maupun pejalan kaki. Sirkulasi lain merupakan sirkulasi pejalan kaki pada jogging track di area hijau Pine Forest (Gambar 28). Aktivitas manusia di Pine Forest terjadi di rumah, taman rumah, jalan perumahan dan area hijau Pine Forest. Aktivitas di taman rumah merupakan aktivitas yang memungkinkan penggunanya untuk menikmati taman vertikal secara visual. Pada rumah tipe Pinus Ponderosa standar, ruang untuk menikmati taman vertikal secara visual dapat dilakukan pada luar rumah ataupun dari garasi rumah. Teras rumah tidak terlalu luas sehingga butuh jarak yang lebih jauh untuk menikmati visual taman vertikal secara keseluruhan (Gambar 29). Pada rumah tipe Pinus Ponderosa sudut, ruang untuk menikmati taman vertikal dapat dilakukan pada taman rumah. Taman rumah cukup luas sehingga aktivitas menikmati taman vertikal dapat dilakukan bersama dengan aktivitas lain seperti duduk, berbincang-bincang, minum dan sebagainya (Gambar 29). Pada rumah tipe Pinus Patula standar, ruang untuk menikmati taman vertikal secara visual dapat dilakukan pada luar rumah. Dinding menghadap ke arah timur tepatnya langsung berhadapan dengan garasi. Aktivitas menikmati visualnya dilakukan dari jalan perumahan maupun dari garasi (Gambar 30). Pada rumah tipe Patula sudut, ruang untuk menikmati taman vertikal secara visual dapat dilakukan pada dua tempat. Dinding pertama yang terletak di depan rumah bersifat sama dengan dinding pada rumah tipe Patula sudut. Aktivitas menikmati visualnya dapat dilakukan dari jalan perumahan maupun dari garasi. Dinding kedua terletak di sisi rumah yang langsung berhadapan dengan rumah. Aktivitas menikmati taman vertikal secara visual dapat dilakukan pad ataman rumah bersama dengan aktivitas lain seperti duduk, berbincang-bincang, minum dan sebagainya (Gambar 30).

68

69

70

71 Struktur Taman Vertikal Pemilihan struktur taman vertikal yang akan diterapkan pada setiap tipe rumah ditentukan berdasarkan dimensi dinding dan ruang hadap dinding. Berdasarkan data dari hasil inventarisasi terdapat 4 tipe rumah dengan dimensi dinding sebagai berikut: 1. Pinus Ponderosa standar Tinggi: 255 cm; lebar: 165 cm; tebal: 30 cm 2. Pinus Ponderosa sudut Tinggi: 255 cm; lebar: 425 cm; tebal: cm 3. Pinus Patula standar Tinggi: 513 cm; lebar: 260 cm; tebal: 30 cm 4. Pinus Patula sudut a. Tinggi: 513 cm; lebar: 260 cm; tebal: 30 cm b. Tinggi: 255 cm; lebar: 230 cm; tebal: 15 cm Dinding yang relatif lebih lebar memungkinkan untuk peletakkan taman vertikal yang lebih luas. Pada dimensi dinding yang relatif luas ini akan ditempatkan taman vertikal dengan tipe Vertical Greening Module (VGM). Dinding yang relatif lebih sempit memungkinkan untuk peletakkan taman vertikal yang bersifat fleksibel (dapat ditentukan ukurannya). Pada dimensi dinding yang relatif sempit ini akan ditempatkan taman vertikal dengan tipe rangka besi. Selain dimensi dinding, ruang di hadapan dinding juga menjadi pertimbangan dalam pemilihan struktur taman vertikal (Tabel 7). Ruang di hadapan dinding dibagi menjadi kategori sempit dan luas berdasarkan standar orang untuk melakukan aktivitas minimal duduk sambil menikmati minuman. Menurut Neufert, standar satu orang untuk melakukan aktivitas duduk sambil menikmati minuman memiliki lebar cm (Gambar 31). Ruang di hadapan taman vertikal perlu dipertimbangkan untuk menentukan tipe taman vertikal yang sesuai atau tidak banyak makan luas area. Pada rumah dengan ruang hadap taman vertikal yang relatif sempit, taman vertikal yang akan dipilih adalah tipe yang tidak terlalu banyak makan tempat (luas area). Sedangkan pada rumah dengan ruang hadap taman vertikal yang relatif luas, memungkinkan untuk memilih taman vertikal dengan lebar lebih.

72 58 Gambar 31. Standar Orang Duduk pada Kursi (Neufert, 1999) Pada tipe ponderosa standar, ruang di hadapan dinding taman vertikal yang berupa teras rumah cukup sempit. Teras rumah ini memiliki panjang 3 m dan lebar 1,65 m. Pada dimensi luasan teras ini, aktivitas yang dilakukan hanya berdiri dan melihat. Aktivitas duduk pada kursi sulit dilakukan karena terlalu sempit. Luas teras yang sempit memungkinkan untuk membuat taman vertikal dengan lebar media tumbuh yang tidak memakan tempat. Pada tipe ponderosa sudut, dinding taman vertikal terletak di sisi rumah dan langsung berhadapan dengan taman sudut yang cukup luas. Lebar dari taman ini adalah 4,25 m dan memanjang di sisi rumah. Taman dengan dimensi ini memungkinkan terjadinya aktivitas di taman seperti duduk, bersantai, berbincangbincang dan sebagainya. Dengan ruang di hadapan taman vertikal yang cukup luas, maka pada rumah ini dapat diterapkan taman vertikal dengan tipe ramping atau tipe yang lebih lebar. Pada tipe patula standar dinding menghadap ke arah carport. Lantai carport yang memiliki panjang 5,5 m dan lebar 3 m ini memang lebih luas daripada teras ponderosa standar, tetapi jika digunakan untuk memarkir mobil, ruang yang tersisa menjadi sempit. Luas ruang tersisa yang sempit ini memungkinkan dibuat taman vertikal dengan tipe yang ramping. Tipe taman vertikal yang tergolong ramping misalnya dengan menggunakan rangka besi yang ditempelkan pada dinding.

73 59 Pada tipe patula sudut terdapat dua dinding taman vertikal. Dinding pertama yang terletak di depan rumah dan menghadap ke carport memiliki kondisi yang sama dengan dinding pada patula standar, sehingga taman vertikal yang akan diterapkan merupakan tipe yang ramping. Dinding kedua terdapat pada sisi rumah dan menghadap langsung ke arah taman sudut yang cukup luas. Kondisinya sama dengan dinding pada ponderosa sudut sehingga taman vertikal yang dapat diterapkan merupakan tipe ramping atau tipe yang lebih lebar. Tabel 7. Analisis Pemilihan Struktur Taman Vertikal Tipe Rumah Muka dinding (m²) Ruang hadap (m²) Kategori ruang hadap Struktur Taman vertikal Ponderosa Standar Sempit Rangka besi Sudut Luas VGM Pinus Patula Standar Sudut (a) Sempit (termakan garasi mobil) Sempit (termakan garasi mobil) Rangka besi Rangka besi Sudut (b) Luas VGM Dari tabel 7, diperoleh 2 macam struktur yang dapat diterapkan pada cluster Pine Forest yaitu struktur rangka besi dan Vertical Greening Module (VGM). Struktur rangka besi dapat diaplikasikan pada ruang yang relatif sempit sehingga struktur ini tidak memakan banyak ruang. VGM dapat diterapkan pada ruang yang relatif lebih luas.

74 Tanaman untuk Taman Vertikal Tanaman yang dapat tumbuh pada taman vertikal memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik tanaman yang akan digunakan pada taman vertikal ditentukan berdasarkan tipe struktur taman vertikal dan intensitas penyinaran pada dinding setiap tipe rumah (Tabel 8). Tabel 8. Analisis Penentuan Karakteristik Tanaman Tipe Rumah Struktur Taman vertikal Arah hadap dinding Intensitas penyinaran Karakteristik tanaman Pinus Ponderosa Standar Rangka Besi Utara / selatan Semi naungan Tanaman merambat, perakaran di dalam tanah, tanaman semi naungan Sudut VGM Utara / selatan Semi naungan Tanaman groundcover, dapat ditanam pada VGM, tanaman semi naungan Pinus Patula Standar Rangka besi Timur Cahaya penuh Tanaman merambat, perakaran di dalam tanah, tanaman dengan penyinaran penuh Sudut (a) Rangka besi Timur Cahaya penuh Tanaman merambat, perakaran di dalam tanah, tanaman dengan penyinaran penuh Sudut (b) VGM Utara / selatan Semi naungan Tanaman groundcover, dapat ditanam pada VGM, tanaman semi naungan Jenis tanaman yang dapat tumbuh pada taman vertikal ditentukan dengan mengacu pada karakteristik tanaman yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan melihat dari karakteristiknya, dipilih beberapa tanaman yang sesuai dengan karakteristik tersebut. Tanaman tersebut antara lain tanaman merambat tanaman penutup tanah. Tanaman ini dianalisis untuk mendapatkan tanaman yang sesuai bagi taman vertikal (Tabel 9).

75 61 Tabel 9. Analisis Jenis Tanaman Nama Tanaman Jenis Tanaman Penyinaran Penanaman Struktur Merambat Penutup tanah Cahaya penuh Semi naungan Dari bawah / tanah Pada media VGM Rangka Besi Allamanda sp x x x x x x Althernantera sp x x x x x Arachis pintoi x x x x x Bougainvillea sp x x x x x x Carex morrowii x x x x x Celosia sp x x x x x Chlorophytum sp x x x x x Clitoria ternatea x x x x x x x Congea tomentosa x x x x x x x Cuphea hyssopifolia x x x x x Epipremnum sp x x x x x Episcia cupreata x x x x Ficus repens x x x x x x x Hedera helix x x x x x Hemigraphis alternata x x x x x Ipomea tricolor x x x x x x x VGM

76 62 Nama Tanaman Jenis Tanaman Penyinaran Penanaman Struktur Merambat Penutup tanah Cahaya penuh Semi naungan Dari bawah / tanah Pada media VGM Rangka Besi Jasminum sp x x x x x x Lantana camara x x x x x Mandevilla sp x x x x Mansoa hymenaea x x x x x x Ophiopogon sp x x x x x Pandanus pygmaeus x x x x x Passiflora sp x x x x x x x Petunia sp x x x x Piper betle x x x x x x x Rhoeo discolor x x x x x x Selaginella sp x x x x x Serissa foetida x x x x x x Stephanotis sp x x x x Tillandsia usneoides x x x x x Torenia fournieri x x x x x Verbena lanciniata x x x x x VGM

77 63 Berdasarkan Tabel 10, beberapa jenis tanaman telah dianalisis untuk mendapatkan kesesuaian dengan struktur taman vertikal yang tersedia. Analisis ini mempertimbangkan penyinaran matahari sehingga dapat diketahui jenis tanaman yang sesuai untuk tipe rumah dan struktur taman vertikal. Tabel 10. Jenis Tanaman yang Dapat Digunakan pada Setiap Tipe Taman Vertikal Tipe Rumah Struktur Jenis Tanaman Ponderossa standar Rangka besi Congea tomentosa Epipremnum sp Ficus repens Hedera helix Passiflora sp Ponderosa sudut VGM Althernantera sp Chlorophytum sp Cuphea hyssopifolia Episcia cupreata Lantana camara Ophiopogon sp Pandanus pygmaeus Patula standar Rangka Besi Allamanda sp Congea tomentosa Hedera helix Mandevilla sp Passiflora sp Stephanotis sp a. Rangka Besi Allamanda sp Congea tomentosa Hedera helix Mandevilla sp Passiflora sp Stephanotis sp Patula sudut b. VGM Althernantera sp Carex morrowii Cuphea hyssopifolia Episcia cupreata Ophiopogon sp Pandanus pygmaeus Petunia sp

78 64 BAB VI KONSEP 6.1 Konsep Dasar Konsep dasar yang diusung pada perancangan taman vertikal di kluster Pine Forest adalah GREEN. GREEN mengacu pada konsep Green-Building yang memiliki pengertian yaitu bangunan yang ramah lingkungan. Dengan diterapkannya konsep ini pada taman vertikal diharapkan taman vertikal juga merupakan struktur yang ramah lingkungan. Konsep GREEN yang diterapkan pada taman vertikal ini memiliki beberapa fungsi, antara lain perbaikan iklim mikro, penyegar udara, efisiensi, energi dan alami (Tabel 11). Tabel 11. Konsep Dasar Taman Vertikal pada Kluster Pine Forest Konsep GREEN Fungsi Keterangan Implementasi G Good microclimate Modifikasi iklim mikro untuk mendapatkan kenyamanan Penggunaan tanaman dan penempatan struktur taman vertikal untuk menurunkan suhu lingkungan R Refresh the air Memberikan udara yang segar pada lingkungan sekitar Tanaman pada taman vertikal memberikan suplai oksigen pada lingkungan E Efficiency Efisiensi penggunaan sumberdaya lahan Penempatan dan dimensi vetical garden menghemat penggunaan lahan E Energy Menghemat energi Fungsi taman vertikal untuk menurunkan suhu udara dapat menghemat penggunaan energi listrik pada AC N Natural Memberikan kesan alami pada bangunan Tanaman pada taman vertikal memecah kekakuan pada bangunan

79 Pengembangan Konsep Konsep dasar GREEN dikembangkan menjadi tiga konsep pengembangan yang dapat menunjang konsep dasar tersebut. Pengembangan konsep ini meliputi konsep iklim mikro, konsep vegetasi dan konsep desain. Konsep iklim mikro merupakan konsep yang mengupayakan perbaikan iklim dalam skala mikro. Konsep vegetasi merupakan pemilihan tanaman yang didasari atas kondisi tapak, fungsi tanaman dan karakteristik tanaman. Konsep desain merupakan alternatif bentukan yang akan digunakan pada pola penanaman taman vertikal Konsep Iklim Mikro Taman vertikal diharapkan dapat mensubtitusi fungsi RTH dalam skala mikro untuk memperbaiki kualitas iklim mikro. Kualitas iklim mikro sangat penting sebagai indikator kenyamanan lingkungan. Iklim mikro yang dimodifikasi terdiri dari empat elemen utama iklim yaitu, radiasi matahari, suhu, kelembaban dan angin. Fungsi taman vertikal untuk memperbaiki iklim mikro dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Konsep Perbaikan Iklim Mikro dengan Taman Vertikal Elemen iklim Radiasi matahari Suhu udara Kelembaban udara Angin Peran taman vertikal Menyaring atau mereduksi sinar matahari yang datang, sehingga pada siang hari saat penyinaran maksimum terjadi, suhu lingkungan tidak terlalu tinggi. Menurunkan suhu udara dengan cara menyupai oksigen dan menyaring sinar matahari. Meningkatkan kelembaban udara dalam batasan standar kenyamanan. Membelokkan dan mengontrol kecepatan angin yang datang.

80 Konsep Vegetasi Vegetasi yang akan digunakan pada taman vertikal mempertimbangkan beberapa aspek, seperti kondisi alam tapak terutama radiasi matahari dan fungsi tanaman untuk memperbaiki kualitas udara. Kedua aspek ini dicocokan dengan karakteristik tanaman tersebut (Gambar 32). Arah datang dan lama penyinaran sinar matahari menjadi pertimbangan dalam pemilhan jenis tanaman. Hal ini berkaitan dengan kemampuan tanaman dalam ketahanannya terhadap penyinaran penuh atau tidak penuh. Arah hadap dinding juga mempengaruhi intensitas radiasi matahari yang diterima, sehingga pemilihan tanaman harus memperhatikan sifat tanaman terhadap penyinaran matahari. Selain radiasi matahari, aspek lain yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan tanaman adalah fungsi tanaman dan karakteristik tanaman. Tanaman yang dipilih diutamakan tanaman yang memiliki fungsi untuk menyuplai oksigen lebih untuk memperbaiki kualitas udara. Karakteristik tanaman dipertimbangkan untuk melihat aspek arsitektural dan hortikultural dari tanaman tersebut. Aspek arsitektural meliputi karakter fisik tanaman seperti ukuran, kerapatan, warna, tekstur dan sebagainya. Aspek hortikultural meliputi perakaran tanaman, ketahanan tanaman terhadap penyinaran dan fungsinya untuk memperbaiki kualitas udara. Jenis Tanaman pada Taman Vertikal Arsitektural Ukuran tanaman proporsional dengan struktur taman vertikal. Warna tanaman menarik sebagai estetika visual. Tekstur tanaman halus sampai sedang. Hortikultural Perakaran tanaman dapat menunjang penanaman pada struktur taman vertikal. Tanaman bertahan pada penyinaran penuh dan penyinaran tidak penuh. Berfungsi sebagai penyuplai oksigen untuk memperbaiki kualitas udara. Gambar 32. Konsep Vegetasi

81 Konsep Desain Konsep desain pada perancangan terinspirasi dari nama kluster yaitu Pine Forest yang berarti hutan pinus. Pola desain pada taman vertikal mengambil bentukan kanopi pohon pinus yang berbentuk segitiga (Gambar 33). Bentukan segitiga ini akan dikombinasikan untuk menciptakan desain yang estetik. Gambar 33. Konsep Desain Bentukan segitiga diaplikasikan dalam pola media tumbuh taman vertikal sehingga tanaman yang tumbuh akan mengikuti pola tersebut. Kombinasi beberapa pola segitiga menghasilkan bentukan baru yang dinamis (Gambar 34). Gambar 34. Kombinasi Bentuk Segitiga Elemen warna pada taman vertikal dominan hijau yang berasal dari warna tanaman pada taman vertikal. Tekstur yang didapat bervariasi dari sedang sampai halus yang berasal dari tekstur tanaman. Garis pola penanaman pada taman vertikal merupakan garis geometrik yang membentuk bidang-bidang segitiga. Setiap elemen desain menghasilkan satu kesatuan taman vertikal.

82 68 BAB VII DESAIN TAMAN VERTIKAL 7.1 Tema Desain Desain merupakan tahap setelah perencanaan yang menghasilkan gambar lebih detil. Desain taman vertikal di kluster Pine Forest, Sentul City merupakan implementasi dari konsep dasar, konsep iklim mikro, konsep vegetasi dan konsep desain. Keberadaan taman vertikal menjadi elemen penyatu antara bangunan dengan taman rumah. Dari aspek iklim, taman vertikal berfungsi memperbaiki kualitas iklim mikro dengan menurunkan suhu lingkungan sekitar. Taman vertikal dapat memberikan kesegaran pada lingkungan dengan peran tanaman pada taman vertikal sebagai penyuplai oksigen. Secara estetik, keberadaan taman vertikal memberikan kesan natural dan menambah indah kualitas visual pada bangunan. Desain taman vertikal ini terdiri dari tiga alternatif dengan tema yang berbeda. Setiap alternatif tema memiliki keunggulan masing-masing. Tema diambil dari ciri khas desain setiap taman vertikal, seperti bentuk struktur dan pola penanaman pada taman vertikal. Alternatif tema yang dikembangkan pada taman vertikal di kluster Pine Forest ini terdiri dari tiga alternatif, yaitu (1) Flaturistic, (2) Geo-relief, dan (3) Arch-cone. Setiap tema akan diterapkan pada masing-masing tipe rumah. Tipe rumah pada kluster Pine Forest dikelompokkan menjadi 4 tipe yakni, Pinus Ponderosa standar, Pinus Ponderosa sudut, Pinus Patula standar dan Pinus Patula sudut. Pada Pinus Ponderosa standar, taman vertikal dirancang pada sisi teras dekat pintu masuk rumah. Taman vertikal berfungsi sebagai penyambut orang yang akan masuk ke dalam rumah, penambah estetika pada teras rumah dan memberikan kesegaran bagi pemilik rumah saat keluar dari rumah. Taman vertikal pada tipe ini menghadap ke arah utara dan selatan. Pada Pinus Ponderosa sudut, taman vertikal dirancang pada sisi bangunan rumah yang menghadap ke arah taman sisi rumah. Taman vertikal berfungsi sebagai elemen estetik pada sisi bangunan rumah yang akan memperindah rumah. Selain itu taman vertikal juga berfungsi untuk menurunkan suhu lingkungan dalam skala mikro. Dengan demikian aktivitas di taman rumah seperti berkumpul

83 69 dengan keluarga akan menjadi semakin nyaman dengan keberadaan taman vertikal. Taman vertikal pada tipe ini menghadap ke arah utara dan selatan. Pada Pinus Patula standar, taman vertikal dirancang pada dinding luar bagian depan bangunan rumah. Posisinya berhadapan langsung dengan garasi rumah. Taman vertikal berfungsi sebagai penyambut orang yang datang ke rumah, penambah estetika pada bangunan dan penyedia udara bersih dari polusi kendaraan. Taman vertikal pada tipe ini menghadap ke arah timur. Pada Pinus Patula sudut, taman vertikal dirancang pada dua dinding luar rumah. Taman vertikal pertama terletak di sisi depan bangunan rumah dan menghadap langsung ke arah garasi, sama seperti tipe Patula standar. Taman vertikal berfungsi sebagai penyambut orang yang datang ke rumah, penambah estetika pada bangunan dan penyedia udara bersih dari polusi kendaraan. Taman vertikal ini menghadap ke arah timur. Taman vertikal kedua terletak di sisi samping bangunan yang langsung berhadapan dengan taman sisi rumah. Taman vertikal berfungsi sebagai penambah estetika dan penurun suhu lingkungan. Taman vertikal dapat dinikmati bersama dengan aktivitas lain di taman seperti berkumpul, mengobrol di taman dan sebagainya. Taman vertikal ini menghadap ke arah utara dan selatan. Taman vertikal yang diletakkan pada rumah tipe ponderosa tidak berfungsi secara maksimal. Hal ini disebabkan karena peletakan taman vertikal yang kurang tepat dan arah hadap dinding taman vertikal. Arah hadap dinding taman vertikal pada rumah tipe ponderosa adalah ke arah utara dan selatan. Hal ini menyebabkan fungsi taman vertikal untuk mereduksi penerimaan cahaya matahari tidak maksilmal. Taman vertikal yang diletakkan pada rumah tipe patula berfungsi secara maksimal. Hal ini disebabkan karena peletakan taman vertikal yang tepat dan arah hadap dinding taman vertikal yang sesuai. Arah hadap dinding taman vertikal pada rumah tipe ponderosa adalah ke arah timur. Hal ini menyebabkan fungsi taman vertikal untuk mereduksi penerimaan cahaya matahari maksilmal sehingga suhu bangunan dapat diturunkan dengan keberadaan taman vertikal.

84

85

86

87

88 Flaturistic Flaturistic merupakan usulan tema dari alternatif desain taman vertikal yang pertama pada kluster Pine Forest. Flaturistic diambil dari kata flat yang artinya datar dan futuristic yang artinya bergaya masa depan. Dengan demikian Flaturistic berarti desain taman vertikal yang memiliki permukaan yang datar dengan desain bergaya masa depan. Keunggulan dari tema Flaturistic ini adalah bentukan permukaan (facade) yang datar sehingga tidak memakan luas ruang dihadapannya. Selain itu desain yang bergaya masa depan juga memberikan kesan modern pada rumah. Pada taman vertikal dengan tipe rangka besi, tanaman yang digunakan untuk tema Flaturistic adalah tipe tanaman merambat. Perakaran terdapat dari bawah tanah dan sulur tanamannya merambat mengikuti pola rangka besi. Pertumbuhan sulur tanaman diatur sehingga menciptakan pola taman vertikal yang diinginkan. Perakaran yang hanya berasal dari bawah tanah menyebabkan tanaman yang dapat digunakan pada tipe rangka besi ini relatif lebih sedikit. Taman vertikal tipe ini dapat diterapkan pada rumah dengan tipe Ponderosa standar, Patula standar dan dinding pertama pada Patula sudut yang memiliki sifat yang sama dengan Patula standar. Pada taman vertikal yang menggunakan Vertical Greening Module (VGM), tanaman yang digunakan untuk tema Flaturistic adalah tanaman jenis penutup tanah. Tanaman penutup tanah ini dapat ditanam pada setiap modul VGM sehingga perakarannya berada pada modul VGM itu sendiri. Penanaman tanamannya diatur letaknya agar mendapat pola yang diinginkan. Tipe VGM memungkinkan tanaman yang ditanam lebih bervariatif sehingga pola desain yang didapat lebih bebas. Taman vertikal tipe ini dapat diterapkan pada rumah dengan tipe Ponderosa sudut, dan dinding kedua pada rumah tipe Patula sudut. Desain taman vertikal dengan tema Flaturistic dapat menambah estetika serta memberikan kesan gaya modern pada bangunan rumah. Ilustrasi penerapan taman vertikal pada setiap tipe rumah dapat dilihat pada Gambar 39, Gambar 40, Gambar 41 dan Gambar 42.

89

90

91

92

93 Geo-relief Georelief merupakan usulan tema dari alternatif desain taman vertikal yang kedua pada kluster Pine Forest. Geo-relief diambil dari kata geometric yang artinya ilmu ukur dan relief yang artinya suatu gambaran permukaan yang timbul. Dengan demikian Geo-relief berarti desain taman vertikal yang memiliki permukaan yang timbul keluar dengan pola desain yang terukur dan membentuk bidang-bidang segitiga. Keunggulan dari tema Geo-relief ini adalah bentukan permukaan (facade) yang timbul sehingga memberikan kesan visual yang variatif walaupun sedikit lebih memakan ruang di hadapan taman vertikal tersebut. Pada taman vertikal dengan tipe rangka besi, tanaman yang digunakan untuk tema Geo-relief adalah tipe tanaman merambat. Perakaran terdapat dari bawah tanah dan sulur tanamannya merambat mengikuti pola rangka besi. Pertumbuhan sulur tanaman diatur sehingga menciptakan pola taman vertikal yang diinginkan. Tanaman rambat pada bagian yang timbul dan tidak timbul dibedakan untuk mendapatkan desain yang menarik. Taman vertikal tipe ini dapat diterapkan pada rumah dengan tipe Ponderosa standar, Patula standar dan dinding pertama pada Patula sudut yang memiliki sifat yang sama dengan Patula standar. Pada taman vertikal yang menggunakan VGM, tanaman yang digunakan untuk tema Geo-relief adalah tanaman jenis penutup tanah. Tanaman penutup tanah ini dapat ditanam pada setiap modul VGM sehingga perakarannya berada pada modul VGM itu sendiri. Penanaman tanamannya diatur letaknya agar mendapat pola yang diinginkan. Pada bagian yang timbul dan tidak timbul, tanaman yang dipakai dibedakan untuk memberi variasi yang unik pad ataman vertikal. Tipe VGM memungkinkan tanaman yang ditanam lebih bervariatif. Taman vertikal tipe ini dapat diterapkan pada rumah dengan tipe Ponderosa sudut, dan dinding kedua pada rumah tipe Patula sudut. Desain taman vertikal dengan tema Geo-relief dapat menambah estetika dan kesegaran pada bangunan rumah. Ilustrasi penerapan taman vertikal pada setiap tipe rumah dapat dilihat pada Gambar 43, Gambar 44, Gambar 45 dan Gambar 46.

94

95

96

97

98 Arch-cone Arch-cone merupakan usulan tema dari alternatif desain taman vertikal yang ketiga pada kluster Pine Forest. Arch-cone diambil dari kata arch yang artinya lengkungan dan cone yang artinya bentuk kerucut. Bentuk kerucut terinspirasi dari tajuk pohon pinus. Dengan demikian Arch-cone berarti desain taman vertikal yang mempenyai bentuk lengkung kerucut. Keunggulan dari tema Arch-cone ini adalah bentukan permukaan (facade) yang menampilkan lengkung kerucut sehingga memberikan kesan visual yang modern dan selaras dengan nama kluster, yaitu Pine Forest. Pada taman vertikal dengan tipe rangka besi, tanaman yang digunakan untuk tema Arch-cone adalah tipe tanaman merambat. Perakaran terdapat dari bawah tanah dan sulur tanamannya merambat mengikuti pola rangka besi. Pertumbuhan sulur tanaman diatur sehingga menciptakan pola taman vertikal yang diinginkan. Tanaman rambat pada bagian yang timbul dan tidak timbul dibedakan untuk mendapatkan desain yang menarik. Taman vertikal tipe ini dapat diterapkan pada rumah dengan tipe Ponderosa standar, Patula standar dan dinding pertama pada Patula sudut yang memiliki sifat yang sama dengan Patula standar. Pada taman vertikal yang menggunakan VGM, tanaman yang digunakan untuk tema Arch-cone adalah tanaman jenis penutup tanah. Tanaman penutup tanah ini dapat ditanam pada setiap modul VGM sehingga perakarannya berada pada modul VGM itu sendiri. Penanaman tanamannya diatur letaknya agar mendapat pola yang diinginkan. Pada bagian yang timbul dan tidak timbul, tanaman yang dipakai dibedakan untuk memberi variasi yang unik pad ataman vertikal. Tipe VGM memungkinkan tanaman yang ditanam lebih bervariatif. Taman vertikal tipe ini dapat diterapkan pada rumah dengan tipe Ponderosa sudut, dan dinding kedua pada rumah tipe Patula sudut. Desain taman vertikal dengan tema Arch-cone dapat menambah estetika dan kesegaran pada bangunan rumah. Ilustrasi penerapan taman vertikal pada rumah dapat dilihat pada Gambar 47 dan Gambar 48

99

100

101 Konstruksi dan Irigasi Konstruksi yang dihasilkan dari desain taman vertikal ini dibedakan menjadi dua macam berdasarkan struktur yang digunakan pada desain ini. Konstruksi taman vertikal terdiri dari konstruksi struktur rangka besi dan VGM. Detail konstruksi menjelaskan material, teknik pengaitan pada dinding dan dimensi struktur taman vertikal itu sendiri. Selain konstruksi struktur taman vertikal, aspek irigasi juga diperhitungkan dalam desain untuk mengetahui teknik penyiraman dan aliran air yang akan mengariri tanaman pada taman vertikal. Sistem irigasi sangat penting peranannya untuk menjaga ketersediaan air untuk tanaman pada taman vertikal. Konstruksi struktur dan sistem irigasi dirancang dengan menyesuaikan kondisi bangunan dan tipe taman vertikal itu sendiri. Taman vertikal dengan struktur rangka besi diterapkan pada tipe rumah Ponderosa standar, Patula standar dan dinding pertama pada Patula sudut. Kelebihan dari struktur rangka besi adalah desainnya ramping sehingga tidak memerlukan banyak ruang untuk memasngnya. Struktur rangka besi yang digunakan merupakan jenis PVC Coated Steel Wire. Satu lembar rangka besi ini memilki panjang 30 m, lebar 0,5 1,8 m dan diameter kawat besinya 5 mm. Ukuran dari rangka besi disesuaikan dengan ukuran dinding pada taman vertikal. Rangka besi ini menjadi media tumbuh dari tanaman pada taman vertikal yang merupakan tanaman rambat. Rangka besi pada tema Flaturistic dibuat datar untuk mendapatkan permukaan yang datar pada taman vertikal. Sistem irigasi pada struktur rangka besi bersifat sederhana. Hal ini disebabkan karena dimensi taman vertikal yang relatif tidak luas. Dengan tanaman merambat yang ditanam langsung pada tanah dari bawah, maka irigasi dapat dilakukan dengan menyiram secara langsung pada bagian bawah tanaman yang merupakan tempat perakaran. Taman vertikal dengan struktur Vertical Greening Module (VGM) diterapkan pada tipe rumah Ponderosa sudut dan dinding kedua pada Patula sudut. Kelebihan dari VGM adalah strukturnya yang kuat dan dapat dibuat pola yang variatif pada penananaman tanamannya. Struktur VGM merupakan modul dengan material polypropylene re-cycled dengan dimensi satu buah modul yaitu panjang 50 cm, lebar 25 cm dan tebal 56 cm. Pemasangan VGM dapat dilakukan dengan

102 88 mudah karena sudah terdapat pengait pada modul tersebut. Modul yang akan dipasang, disusun terlebih dahulu sesuai dengan luasan taman vertikal yang dibuat. VGM berfungsi sebagai tempat bagi media tanam. Struktur VGM pada tema Flaturistic juga disusun secara datar. Sistem irigasi pada struktur VGM dapat menggunakan sistem irigasi tetes melalui pipa. Air disalurkan dari pusat berupa pompa ke pipa yang dirancang jalurnya agar melalui VGM. Air akan menetes sedikit demi sedikit pada VGM dan dapat diatur intensitasnya dengan menggunakan kran air. Sistem ini dapat mencegah terbuangnya air lebih banyak atau dengan kata lain dapat menghemat penggunaan air. Konstruksi pada setiap tema memiliki bentuk permukaan yang berbeda. Konstruksi pada tema Flaturistic memiliki permukaan taman vertikal yang datar. Konstruksi pada tema Geo-relief memiliki ciri khas yaitu permukaan taman vertikal yang timbul. Konstruksi pada tema Arch-cone memiliki ciri khas yaitu permukaan taman vertikal dengan lengkungan berbentuk kerucut. Sedangkan sistem irigasi pada setiap tema menggunakan sistem irigasi yang sama. Konstruksi struktur taman vertikal beserta sistem irigasinya media tumbuh bagi tanaman pad ataman vertikal. Detail dari konstruksi dan irigasi dari taman vertikal dapat dilihat pada Gambar 49, Gambar 50, dan Gambar 51.

103

104

105

106 Desain Penanaman Pada rumah tipe Ponderosa standar yang menggunakan struktur taman vertikal berupa rangka besi menggunakan tanaman merambat untuk merambati taman vertikalnya. Tanaman merambat yang dipilih memiliki kemampuan penerimaan cahaya sedang karena dindingnya menghadap ke utara atau selatan. Tanaman merambat yang ditanam mulanya diberi perlakuan tertentu untuk mendapatkan pola yang diinginkan. Tanaman yang digunakan pada tipe ini adalah Hedera helix, Epipremnum sp, Ficus repens, dan Passiflora sp. Pada rumah tipe Ponderosa sudut yang menggunakan struktur taman vertikal berupa VGM menggunakan tanaman jenis penutup tanah untuk mengisi taman vertikalnya. Tanaman penutup tanah yang dipilih memiliki kemampuan penerimaan cahaya sedang karena dindingnya menghadap ke utara atau selatan. Tanaman penutup tanah ditanam secara vertikal pada modul VGM yang telah diisi dengan media tanam. Penanamannya diatur untuk mendapatkan pola yang diinginkan. Tanaman yang digunakan pada tipe ini adalah Althernantera sp, Chlorophytum sp, Cuphea hyssopifolia, Lantana camara, dan Serissa foetida. Pada rumah tipe Patula standar yang menggunakan struktur taman vertikal berupa rangka besi menggunakan tanaman merambat untuk merambati taman vertikalnya. Tanaman merambat yang dipilih memiliki kemampuan penerimaan cahaya sedang sampai penuh karena dindingnya menghadap ke timur. Tanaman merambat yang ditanam mulanya diberi perlakuan tertentu untuk mendapatkan pola yang diinginkan. Tanman yang digunakan pada tipe ini adalah Allamanda sp, Stephanotis sp, Epipremnum sp, dan Passiflora sp. Pada rumah tipe Patula sudut terdapat dua dinding. Dinding pertama adalah dinding depan garasi yang menghadap ke arah timur, sedangkan dinding kedua adalah dinding taman sisi rumah yang menghadap ke arah utara atau selatan. Pada dinding pertama, struktur, dimensi dan sifatnya sama dengan dinding pada Patula standar. Oleh karena itu pemilihan tanaman juga disamakan dengan Patula standar untuk memberikan kesan seragam. Pada dinding kedua yang menggunakan struktur taman vertikal berupa VGM menggunakan tanaman jenis penutup tanah untuk mengisi taman vertikalnya. Tanaman penutup tanah yang dipilih memiliki kemampuan penerimaan cahaya sedang karena dindingnya

107 93 menghadap ke utara atau selatan. Tanaman penutup tanah ditanam secara vertikal pada modul VGM yang telah diisi dengan media tanam. Penanamannya diatur untuk mendapatkan pola yang diinginkan. Tanaman yang digunakan pada tipe ini adalah Ophiopogon sp, Cuphea hyssopifolia, Lantana camara, dan Selaginella sp. Pemilihan tanaman untuk taman vertikal pada setiap tipe rumah perlu diketahui karakteristiknya untuk melihat kesesuaiannya terhadap kondisi lingkungan maupun estetikanya. Karakteristik tanaman ini meliputi sifat arsitektural dan hortikultural. Sifat arsitektural merupakan ciri fisik tanaman seperti bentuk dan warna daun, warna bunga, tekstur tanaman dan sebagainya. Sifat hortikultural diperlukan untuk melihat kemampuan tanaman dalam penerimaan cahaya matahari, penyiraman air, perakaran dan sebagainya. Sifat arsitektural dan horticultural dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Sifat Arsitektural dan Hortikultural Tanaman untuk Taman Vertikal Spesies Arsitektural Hortikultural Allamanda sp Warna bunga kuning Penyinaran matahari penuh Warna daun hijau Penyiraman sedang Tekstur kasar Parakaran dari bawah Althernantera sp Warna daun hijau variegata Tekstur kasar Fungsi penyemarak Penyinaran matahari sedang sampai penuh Penyiraman intensif Perakaran dari dalam modul VGM Chlorophytum sp Warna daun hijau variegata Penyinaran matahari sedang Bentuk daun memanjang Penyiraman sedang Congea tomentosa Tekstur halus Warna daun hijau Warna bunga puti Tekstur halus Perakaran dari dalam modul VGM Penyinaran matahari sedang sampai penuh Penyiraman intensif Parakaran dari bawah

108 94 Cuphea hyssopifolia Warna bunga putih dan pink Warna daun hijau Tekstur halus Penyinaran matahari sedang sampai penuh Penyiraman intensif Perakaran dari dalam modul VGM Epipremnum sp Warna daun hijau gradasi Penyinaran matahari sedang sampai penuh Tekstur kasar Daun berbentuk hati Penyiraman intensif Parakaran dari bawah Ficus repens Warna daun hijau Daun kecil dan menyebar Tekstur halus Penyinaran matahari sedang sampai penuh Penyiraman intensif Kelembaban tinggi Hedera helix Warna daun hijau gradasi Tekstur halus Daun berbentuk bintang Penyinaran matahari sedang sampai penuh Penyiraman intensif Parakaran dari bawah Lantana camara Warna bunga merah Penyinaran matahari sedang sampai penuh Warna daun hijau Penyiraman sedang Ophiopogon sp Tekstur halus Warna daun hijau Daun berbentuk seperti jarum Tekstur halus Perakaran dari dalam modul VGM Penyinaran matahari sedang sampai penuh Penyiraman intensif Perakaran dari dalam modul VGM Passiflora sp Warna bunga merah Warna daun hijau Penyinaran matahari sedang sampai penuh Penyiraman sedang Tekstur kasar Parakaran dari bawah

109 95 Selaginella sp Warna daun hijau Penyinaran matahari sedang Tajuk menyebar Penyiraman intensif Tekstur halus Perakaran dari dalam modul VGM Serissa foetida Warna daun hijau Daun tebal Penyinaran matahari sedang sampai penuh Penyiraman sedang Tekstur halus Perakaran dari dalam modul VGM Stephanotis sp Warna bunga putih Penyinaran matahari penuh Warna daun hijau Tekstur halus Penyiraman sedang Parakaran dari bawah Media tanam yang digunakan pada taman vertikal disesuaikan berdasarkan penanaman tanaman. Pada tanam vertikal dengan tipe rangka besi, penanaman dilakukan dari bawah. Hal ini menyebabkan media tanam tidak menambah bobot dari taman vertikal. Pada tipe rangka besi, media tanam yang digunakan dapat berupa tanah. Pada taman vertikal dengan tipe VGM, penanaman dilakukan pada modul VGM. Media tanam dimasukkan ke dalam VGM dan berperan sebagai tempat perakaran tanaman. Pada tipe ini, media tanam ikut mempengaruhi bobot dari taman vertikal. Untuk meminimalkan bobot dari taman vertikal, media tanam dipilih yang memiliki bobot yang rendah seperti campuran sekam dengan tanah, batang pakis, dan kompos.

110

111

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan Menurut King, Ross dan Yuen (1999) yang disitir oleh Uniaty (2008), kota berkelanjutan atau Eco-city adalah kota yang memiliki konsep berkelanjutan yang

Lebih terperinci

Tabel 1. Alat yang Digunakan pada Penelitian

Tabel 1. Alat yang Digunakan pada Penelitian 20 BAB III ME ETODOLOG GI 3 Lokasi dan 3.1 d Waktu Penelitian Sentuul City meruupakan kawaasan permukkiman di sebbelah timur kota k Bogor, d termasuuk wilayah Kabupaten Bogor. Senntul City terrletak pada

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR. I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat Kerangka Pikir.

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR. I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat Kerangka Pikir. DAFTAR ISI DAFTAR TABEL.... DAFTAR GAMBAR i ii I PENDAHULUAN.. 1 1.1 Latar Belakang. 1 1.2 Tujuan.. 2 1.3 Manfaat 2 1.4 Kerangka Pikir. 3 II TINJAUAN PUSTAKA 4 2.1 Kota Berkelanjutan.. 4 2.2 Ruang Terbuka

Lebih terperinci

BAB VII DESAIN TAMAN VERTIKAL

BAB VII DESAIN TAMAN VERTIKAL 68 BAB VII DESAIN TAMAN VERTIKAL 7.1 Tema Desain Desain merupakan tahap setelah perencanaan yang menghasilkan gambar lebih detil. Desain taman vertikal di kluster Pine Forest, Sentul City merupakan implementasi

Lebih terperinci

BAB V DATA DAN ANALISIS

BAB V DATA DAN ANALISIS 37 BAB V DATA DAN ANALISIS 5.1 Kondisi Umum Pine Forest Pine Forest merupakan salah satu kluster di Sentul City yang lokasinya di bagian barat Sentul City. Salah satu konsep pembangunan kluster ini adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada Agustus Oktober 2010, mencakup pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Kota 2.2 Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Kota 2.2 Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Kota Simonds and Starke (2006) mengemukakan kota merupakan suatu wilayah luas yang padat penduduk yang merupakan pusat bagi kegiatan kegiatan ekonomi, sosial, dan politik

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR. Oleh : Annisa Budi Erawati A

PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR. Oleh : Annisa Budi Erawati A PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR Oleh : Annisa Budi Erawati A34201035 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah TINJAUAN PUSTAKA 1. Lanskap Sekolah Menurut Eckbo (1964) lanskap adalah ruang di sekeliling manusia mencakup segala hal yang dapat dilihat dan dirasakan. Menurut Hubbard dan Kimball (1917) dalam Laurie

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN. Oleh: Syahroji A

PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN. Oleh: Syahroji A PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN Oleh: Syahroji A34204015 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN SYAHROJI. Perancangan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PERANCANGAN VERTICAL GARDEN PADA DINDING JALAN UNDERPASS BOGOR MENGGUNAKAN BARANG BEKAS, SEBAGAI SOLUSI MENGHINDARI VANDALISME DAN PERBAIKAN LINGKUNGAN BIDANG KEGIATAN : PKM

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

BAB V KONSEP. mengasah keterampilan yaitu mengambil dari prinsip-prinsip Eko Arsitektur,

BAB V KONSEP. mengasah keterampilan yaitu mengambil dari prinsip-prinsip Eko Arsitektur, BAB V KONSEP 5.1 Konsep Dasar Konsep dasar yang digunakan dalam perancangan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bagi Anak Putus Sekolah sebagai tempat menerima pendidikan dan mengasah keterampilan yaitu mengambil

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Perancangan Gedung pusat kebugaran ini direncanakan untuk menjadi suatu sarana yang mewadahi kegiatan olahraga, kebugaran, dan relaksasi. Dimana kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS VERTICAL GARDEN (TANAMAN HIAS VERTICAL)

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS VERTICAL GARDEN (TANAMAN HIAS VERTICAL) KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS VERTICAL GARDEN (TANAMAN HIAS VERTICAL) Disusun Oleh : Nama : Sasanti Setianingsih Nim : 11.01.2937 Kelas : 11.D3TI.02 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 ABSTRAK Bisnis tanaman hias

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

SKRIPSI KAJIAN LANSKAP RUANG TERBUKA DI RT 01/08, KELURAHAN BARANANGSIANG, KECAMATAN BOGOR TIMUR, KOTA BOGOR MIFTAHUL FALAH A

SKRIPSI KAJIAN LANSKAP RUANG TERBUKA DI RT 01/08, KELURAHAN BARANANGSIANG, KECAMATAN BOGOR TIMUR, KOTA BOGOR MIFTAHUL FALAH A i SKRIPSI KAJIAN LANSKAP RUANG TERBUKA DI RT 01/08, KELURAHAN BARANANGSIANG, KECAMATAN BOGOR TIMUR, KOTA BOGOR MIFTAHUL FALAH A34203053 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU 3.1. Tinjauan Tema a. Latar Belakang Tema Seiring dengan berkembangnya kampus Universitas Mercu Buana dengan berbagai macam wacana yang telah direncanakan melihat

Lebih terperinci

Menanam Sayuran Dengan Teknik Vertikultur

Menanam Sayuran Dengan Teknik Vertikultur Menanam Sayuran Dengan Teknik Vertikultur Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP. Menyempitnya lahan-lahan pertanian ternyata bukan suatu halangan untuk mengusahakan budidaya tanaman sayuran. Sistem vertikultur

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009)

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009) 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di cluster Bukit Golf Hijau yang berada di dalam Sentul. Sentul terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah perkotaan pada umumnya tidak memiliki perencanaan kawasan yang memadai. Tidak terencananya penataan kawasan tersebut ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SINTESIS

BAB V ANALISIS SINTESIS BAB V ANALISIS SINTESIS 5.1 Aspek Fisik dan Biofisik 5.1.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Tapak terletak di bagian Timur kompleks sekolah dan berdekatan dengan pintu keluar sekolah, bangunan kolam renang,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman mentimun berasal dari kaki pegunungan Himalaya. Domestikasi dari tanaman liar ini berasal dari India utara dan mencapai Mediterania pada 600 SM. Tanaman ini dapat tumbuh

Lebih terperinci

KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A

KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A34203039 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN INDRA SAPUTRA. A34203039.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

PERANCANGAN Perancangan Rancangan Green Wall (

PERANCANGAN Perancangan Rancangan Green Wall ( 42 PERANCANGAN Perancangan Simonds (1983) mengatakan perancangan akan menghasilkan ruang tiga dimensi. Perhatian dalam perancangan ini ditujukan pada penggunaan volume atau ruang, dimana setiap volume

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang

BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang 62 BAB VII PERENCANAAN 7.1 KONSEP PERENCANAAN 7.1.1 Konsep Dasar Perencanaan Penelitian mengenai perencanaan lanskap pasca bencana Situ Gintung ini didasarkan pada tujuan mengembalikan fungsi situ mendekati

Lebih terperinci

KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI

KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 RINGKASAN INDAH CAHYA IRIANTI. A44050251.

Lebih terperinci

BAB V I APLIKASI KONSEP PADA RANCANGAN. karena itu, dalam perkembangan pariwisata ini juga erat kaitannya dengan

BAB V I APLIKASI KONSEP PADA RANCANGAN. karena itu, dalam perkembangan pariwisata ini juga erat kaitannya dengan BAB V I APLIKASI KONSEP PADA RANCANGAN Perancangan Taman Rekreasi dan Wisata Kuliner di Madiun berangkat dari semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap sarana rekreasi baik yang bersifat rekreatif

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK Oleh : Dina Dwi Wahyuni A 34201030 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4 1. Penanaman pohon bakau di pinggir pantai berguna untuk mencegah.. Abrasi Erosi Banjir Tanah longsor Jawaban a Sudah

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA Oleh : RIDHO DWIANTO A34204013 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI

PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 Judul Nama NRP : Pengaruh

Lebih terperinci

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/ Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/16-09-2014 APA ITU ARSITEKTUR TROPIS? TROPIS tropikos artinya : Garis Balik Garis lintang utara 23 0 27 adalah garis balik cancer dan matahari pada tanggal 27 Juni

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 2 Peta lokasi studi 15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar... 1 Daftar Isi... 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Permasalahan... 4 1.3 Tujuan... 5 BAB II PEMBAHASAN/ISI 2.1 Hakikat Penghijauan Lingkungan... 6 2.2 Peran

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A34203031 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan telah mengalami transformasi lingkungan fisik lahan. Transformasi lingkungan fisik lahan tersebut

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI PERAN EKOSISTEM HUTAN BAGI IKLIM, LOKAL, GLOBAL DAN KEHIDUPAN MANUSIA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan potensi lokal sebagai material dinding kedap. bila dibandingkan dengan makhluk lain adalah akal.

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan potensi lokal sebagai material dinding kedap. bila dibandingkan dengan makhluk lain adalah akal. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Pemanfaatan potensi lokal sebagai material dinding kedap suara Segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah SWT pasti memilki nilai kebaikan. Kekayaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Definisi dan Manfaat Vertikultur Vertikultur diambil dari istilah verticulture dalam bahasa lnggris (vertical dan culture). Menurut Nitisapto (1993) vertikultur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada PENDAHULUAN Latar Belakang Kota adalah suatu pusat pemukiman penduduk yang besar dan luas.dalam kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat kedudukan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU Cecep Kusmana Guru Besar Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber:

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber: 13 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Studi Lokasi penelitian ini berada pada CBD Sentul City, yang terletak di Desa Babakan Maday, Kecamatan Citeuruep, Kabupaten DT II Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atmosfer. Untuk memaksimalkan limbah sekam padi, sangat perlu untuk dicari

I. PENDAHULUAN. atmosfer. Untuk memaksimalkan limbah sekam padi, sangat perlu untuk dicari 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak, abu gosok, bahan bakar dan sebagai pembuatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 LAMPIRAN III UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Pasal 1 (1.1) Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. pengumpulan data, analisis, dan proses sintesis atau konsep perancangan.

BAB III METODE PERANCANGAN. pengumpulan data, analisis, dan proses sintesis atau konsep perancangan. BAB III METODE PERANCANGAN Pada perancangan hotel resort dalam seminar ini merupakan kajian berupa penjelasan dari proses perancangan yang disertai dengan teori-teori dan data-data yang didapat dari studi

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB VI R E K O M E N D A S I

BAB VI R E K O M E N D A S I BAB VI R E K O M E N D A S I 6.1. Rekomendasi Umum Kerangka pemikiran rekomendasi dalam perencanaan untuk mengoptimalkan fungsi jalur hijau jalan Tol Jagorawi sebagai pereduksi polusi, peredam kebisingan

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n T E N T A N G P E R M A K U L T U R S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n A PA ITU P ERMAKULTUR? - MODUL 1 DESA P ERMAKULTUR Desa yang dirancang dengan Permakultur mencakup...

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Surakarta, Desember Penulis

KATA PENGANTAR. Surakarta, Desember Penulis KATA PENGANTAR Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya, serta atas izinnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul Redesain Gelanggang

Lebih terperinci

REKOMENDASI Peredam Kebisingan

REKOMENDASI Peredam Kebisingan 83 REKOMENDASI Dari hasil analisis dan evaluasi berdasarkan penilaian, maka telah disimpulkan bahwa keragaman vegetasi di cluster BGH memiliki fungsi ekologis yang berbeda-beda berdasarkan keragaman kriteria

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 12 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III BAHAN DAN METODE Penelitian di lapang berlangsung dari April 2011 sampai Juni 2011. Kegiatan penelitian ini berlokasi di Kawasan Industri Karawang International

Lebih terperinci

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar WARNA HEALING ENVIRONMENT. lingkungan yang. mampu menyembuhkan. Gambar 4. 1 Konsep Dasar

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar WARNA HEALING ENVIRONMENT. lingkungan yang. mampu menyembuhkan. Gambar 4. 1 Konsep Dasar BAB IV: KONSEP 4.1. Konsep Dasar WARNA HEALING ENVIRONMENT lingkungan yang mampu menyembuhkan SUASANA Menghubungkan ruang luar dengan ruang dalam terutama pada area yang difokuskan untuk kesembuhan pasien.

Lebih terperinci

STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR

STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR Oleh : YAYAT RUHIYAT A34201018 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YAYAT RUHIYAT. Studi

Lebih terperinci

RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) WILAYAH PERKOTAAN

RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) WILAYAH PERKOTAAN Makalah Lokakarya PENGEMBANGAN SISTEM RTH DI PERKOTAAN Dalam rangkaian acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60 Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) WILAYAH

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 Kemampuan

Lebih terperinci

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan 116 VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar perencanaan adalah mengembangkan laboratorium lapang PPDF sebagai tempat praktikum santri sesuai dengan mata pelajaran yang diberikan dan juga dikembangkan

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu

METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu 19 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu Lokasi penelitian adalah Kelurahan Lenteng Agung RW 08. Waktu sejak pelaksanaan studi hingga pembuatan laporan hasil studi berlangsung selama 10 bulan (Maret 2011- Januari

Lebih terperinci

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 5 TAHUN 2010 Menimbang : PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN BUNDARAN MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar Peta Lokasi Tapak

BAB III METODOLOGI. Gambar Peta Lokasi Tapak 12 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi ini dilaksanakan pada wilayah pemakaman Tanah Kusir di jalan Bintaro Raya Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Tapak yang berada di sebelah timur Kali Pesanggrahan

Lebih terperinci

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian. III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN BAB V KONSEP PERENCANAAN 5.1 Konsep Dasar Perencanaan Dalam perencanaan rumah susun sederhana sewa yang sesuai dengan iklim tropis, ada beberapa kriteria yang diterapkan yaitu : 1. Sesuai dengan kebutuhan

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU PERTANIAN PERTEMUAN KE-8 SUMBERDAYA LAHAN

PENGANTAR ILMU PERTANIAN PERTEMUAN KE-8 SUMBERDAYA LAHAN PENGANTAR ILMU PERTANIAN PERTEMUAN KE-8 SUMBERDAYA LAHAN Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Dr. Ir. Budiarto, MP. Program Studi Agribisnis UPN Veteran Yogyakarta 1 TANAH PERTANIAN Pertanian berasal dari

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA)

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA) ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA) Juliana Maria Tontou 1, Ingerid L. Moniaga ST. M.Si 2, Michael M.Rengkung, ST. MT 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 2). Waktu penelitian sejak pelaksanaan hingga pembuatan laporan hasil studi berlangsung selama 9 bulan (Februari 2011-Oktober 2011).

III. METODOLOGI. 2). Waktu penelitian sejak pelaksanaan hingga pembuatan laporan hasil studi berlangsung selama 9 bulan (Februari 2011-Oktober 2011). 16 III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Bandara Internasional SoekarnoHatta, Tangerang, Banten dengan lokasi yang berada pada Terminal 3 (Gambar 2). Waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang BAB 5 KONSEP PERANCANGAN Konsep perancangan pada redesain kawasan wisata Gua Lowo di Kabupaten Trenggalek menggunakan tema Organik yang merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang

Lebih terperinci

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR Cesaria Wahyu Lukita, 1, *), Joni Hermana 2) dan Rachmat Boedisantoso 3) 1) Environmental Engineering, FTSP Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. Pembahasan yang dikemukakan dalam bagian bab ini ditujukan untuk

BAB III METODE PERANCANGAN. Pembahasan yang dikemukakan dalam bagian bab ini ditujukan untuk BAB III METODE PERANCANGAN Pembahasan yang dikemukakan dalam bagian bab ini ditujukan untuk dijadikan metode serta acuan dasar perancangan arsitektur, baik secara umum maupun khusus terkait dengan rancangan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN TANAMAN Gelombang Cinta (Anthurium plowmanii keris) PADA MEDIA CAMPURAN ARANG SEKAM DAN PUPUK KANDANG DENGAN PENAMBAHAN STARBIO SKRIPSI

PERTUMBUHAN TANAMAN Gelombang Cinta (Anthurium plowmanii keris) PADA MEDIA CAMPURAN ARANG SEKAM DAN PUPUK KANDANG DENGAN PENAMBAHAN STARBIO SKRIPSI PERTUMBUHAN TANAMAN Gelombang Cinta (Anthurium plowmanii keris) PADA MEDIA CAMPURAN ARANG SEKAM DAN PUPUK KANDANG DENGAN PENAMBAHAN STARBIO SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis ix H Tinjauan Mata Kuliah utan tropis yang menjadi pusat biodiversitas dunia merupakan warisan tak ternilai untuk kehidupan manusia, namun sangat disayangkan terjadi kerusakan dengan kecepatan yang sangat

Lebih terperinci

PERMUKIMAN SEHAT, NYAMAN FARID BAKNUR, S.T. Pecha Kucha Cipta Karya #9 Tahun 2014 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

PERMUKIMAN SEHAT, NYAMAN FARID BAKNUR, S.T. Pecha Kucha Cipta Karya #9 Tahun 2014 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM PERMUKIMAN SEHAT, NYAMAN DAN LAYAK HUNI Pecha Kucha Cipta Karya #9 Tahun 2014 FARID BAKNUR, S.T. KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM B A D A N P E N D U K U N G P E N G E M B A N G A N S I S T E M P E N Y E D I

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakchoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek (±

I. PENDAHULUAN. Pakchoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek (± 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pakchoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek (± 45 hari), termasuk dalam famili Brassicaceae. Umumnya, pakchoy jarang dimakan mentah,

Lebih terperinci