KERACUNAN ALUMINIUM PADA TANAH SAWAH DARI BAHAN INDUK SEDIMEN MANGROVE DI RANTAU RASAU, DELTA BERBAK, JAMBI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERACUNAN ALUMINIUM PADA TANAH SAWAH DARI BAHAN INDUK SEDIMEN MANGROVE DI RANTAU RASAU, DELTA BERBAK, JAMBI"

Transkripsi

1 KERACUNAN ALUMINIUM PADA TANAH SAWAH DARI BAHAN INDUK SEDIMEN MANGROVE DI RANTAU RASAU, DELTA BERBAK, JAMBI OLEH YULIANTI ENY KUSUMA SARASWATI A PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

2 KERACUNAN ALUMINIUM PADA TANAH SAWAH DARI BAHAN INDUK SEDIMEN MANGROVE DI RANTAU RASAU DELTA BERBAK, JAMBI OLEH YULIANTI ENY KUSUMA SARASWATI A Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

3 RINGKASAN Yulianti Eny Kusuma Saraswati. Keracunan Aluminium pada Tanah Sawah dari Bahan Induk Sedimen Mangrove di Rantau Rasau, Delta Berbak, Jambi. Di bawah bimbingan Basuki Sumawinata dan Suwardi. Pembukaan lahan rawa pasang surut di daerah Delta Berbak, Jambi dimulai pada tahun 1970-an. Daerah tersebut dikembangkan untuk lahan sawah melalui proyek pengembangan persawahan pasang surut. Dalam pelaksanaannya pada lahan tersebut dibangun saluran drainase yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan permukaan air tanah. Akibatnya, pada musim kemarau gambut menjadi kering dan mudah terbakar, sebagai akibatnya lapisan gambut menjadi hilang. Saat ini para petani bertanam pada lapisan tanah mineral yang dulu berada di bawah lapisan gambut. Lapisan tanah mineral di bawah lapisan gambut umumnya terbentuk dari bahan alluvial pada lingkungan pengendapan mangrove yang banyak mengandung mineral pirit. Apabila sedimen ini kering, maka pirit teroksidasi sehingga tanah berubah menjadi tanah sulfat masam yang mempunyai ph yang sangat rendah (ph<3) dan mengandung Fe sangat tinggi. Para ahli tanah menganggap bahwa Fe merupakan masalah besar karena dapat meracuni tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik kimia sedimen dan karakteristik kimia aluminium pada tanah berbahan sulfidik dari Rantau Rasau, Delta Berbak, Jambi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ph tanah sulfat masam berkisar pada ph 3.5 dan nilainya berfluktuasi tergantung musim. Kandungan unsur hara makro dan mikro juga rendah sehingga usaha penggunaan lahan sulfat masam untuk usaha pertanian harus memperhatikan masalah ini. Kandungan Fe total

4 dalam tanah sulfat masam sangat rendah hanya sekitar 2%. Nilai tersebut jauh lebih rendah dari tanah mineral pada umumnya. Sementara itu, kandungan Al-dd pada ph 4.2 mencapai me/100 g. Tingginya kandungan Al pada tanah sulfat masam menjadi masalah utama karena ph yang rendah kelarutan Al meningkat drastis sehingga Al dalam larutan tanah tinggi. Al dalam larutan tanah yang tinggi sangat beracun bagi tanaman. Asam sulfat yang dihasilkan pada oksidasi pirit menyebabkan ph tanah sangat rendah yang dapat menghancurkan struktur mineral liat tipe 2:1. Hancurnya struktur mineral liat Al oktahedra melepaskan Al ke dalam larutan tanah.

5 SUMMARY Yulianti Eny Kusuma Saraswati. Al Toxicity in Paddy Field Originated from Parent Material of Mangove Sediment at Rantau Rasau, Delta Berbak, Jambi. Supervised by Basuki Sumawinata and Suwardi. Land reclamation in tidal swamp area at Delta Berbak, Jambi had already begun in the years of 1970s. These areas were massively developed for tidal rice field through project of tidal rice field program. In the implementation of the project, drainage system had been made and caused the sinking of ground water. In dry season, peat layer become dry and easily burn and in the long run the peat layer was disappeared. Nowadays, farmers planting rice on mineral soil that formerly was under the peat layer. Mineral soil under the peat layer generally formed from alluvial materials of mangrove environment which contain a lot of pyrite mineral. If this sediment dried then the soil become an acid sulfate soil which is caused by the oxidation of pyrite and the ph reached lower than 3 and contains high Fe concentration. Scientists consider that Fe as a big problem because in high concentration Fe become toxic to plant. The objective of this research was to study the chemical characteristic of sediment as well as chemical characteristic of aluminum of soil originated from sulfidic materials from Rantau Rasau, Jambi. The result of this research showed that the soil ph of acid sulfate soils was about 3.5 and this value changed seasonally. The content of macro and micro nutrients were also low, therefore, the utilization of acid sulfate soil for agricultural purpose should consider these problems. The total content of Fe in acid sulfate soil is very low approximately only 2%. The value is far lower compared to mineral soils in general. Exchangeable Al in ph 4.2 reached me/100 g. Therefore, Al in acid sulfate soil become the main problems and become toxic for plants. Sulfuric acid released during pyrite oxidation caused soil ph very low that can dissolve the clay minerals of 2:1 type. The destruction of the clay mineral structure released Al in to soil solution.

6 Judul Skripsi : Keracunan Aluminium pada Tanah Sawah dari Bahan Induk Sedimen Mangrove di Rantau Rasau Delta Berbak, Jambi Nama Mahasiswa : Yulianti Eny Kusuma Saraswati Nomor Pokok : A Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr Ir Basuki Sumawinata, M.Agr. Dr Ir Suwardi, M.Agr. NIP NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr Ir Didy Sopandie, M.Agr. NIP Tanggal Lulus :

7 RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Danche Chaeruman (Almarhum) dengan Ibu Siti Asiah. Penulis dilahirkan di Sragen pada tanggal 18 Juli Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 03 Sragen, Jawa Tengah dan lulus pada tahun Penulis kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 01 Sragen, Jawa Tengah dan lulus pada tahun Pada tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Sragen, Jawa Tengah dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

8 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr Ir Basuki Sumawinata, M.Agr. selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan, nasehat dan dorongan serta kesabaran yang diberikan kepada penulis selama menjalani masa kuliah, penelitian hingga akhir penulisan skripsi dan telah memberikan pelajaran yang berharga bagi penulis di dalam kehidupan sehari-hari. 2. Dr Ir Suwardi, M.Agr. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan, saran dan dorongan kepada penulis dari awal penelitian hingga akhir penulisan skripsi. 3. Dr Ir Darmawan, M.Sc. yang telah memberikan saran, masukan kepada penulis dan membantu mengirim contoh tanah untuk analisis X-Ray. 4. Dr Ir Gunawan Djajakirana, M.Sc yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis. 5. Dr Dwi Tejo Baskoro, M.Sc. yang telah memberikan saran-saran dalam penelitian.

9 6. Dr Shin-Ichiro Wada (Assoc. Prof.) dari Kyushu University yang telah membantu pencirian sifat mineralogi dengan sinar X tanpa biaya. 7. Mama, Papa, kakak dan seluruh keluargaku tercinta atas segala kasih sayang, doa, nasehat, dorongan dan bantuan material maupun spiritual yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor. 8. Staf Laboratorium (Ibu Oktori K. Zaini, Ibu Yani Mariani, Bp. Simon M., Bp. Dadi) di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 9. Sahabatku Ita Handayani, Dany Surachman, Oka Dwipayana, Wina Widyani, Nani Susanti, Aditia Asnil, Ade Mulyadi dan Kakak-kakak kelas angkatan 38 atas bantuan dan kebaikan-kebaikan yang diberikan selama ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, September 2007 Penulis

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sulfat Masam dan Permasalahannya Pirit Kemasaman Tanah dan Pelapukan Mineral... 6 III. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Pengambilan Contoh Tanah Diskripsi Contoh Tanah Persiapan Contoh Tanah Analisis Contoh Tanah V. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat-sifat Morfologi Tanah Sifat-sifat Kimia Tanah Hasil Analisis Kimia Total Tanah Kandungan Aluminium pada Tanah Analisis Mineral Liat V. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 30

11 xii DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman 1. Jenis dan Metode Analisis Contoh Tanah Data Analisis Kimia Tanah dan Tekstur Tanah dari Delta Berbak Data Analisis Kimia Total dari Delta Berbak Data Analisis Kandungan Aluminium pada Berbagai Ekstraktan Data Rasio SiO 2 /(Al 2 O 3 +Fe 2 O 3 )... 23

12 xiii DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman 1. Peta Lokasi Daerah Penelitian Lokasi Pengambilan Contoh Tanah Perubahan ph pada Saluran Air Perbandingan Kurva XRD pada Tanah Sulfat Masam di Rantau Rasau pada kedalaman 0-5 cm, cm, cm, cm, cm, cm, cm Kurva XRD setelah Penambahan Glyserol (Sabiham dan Sumawinata, 1989) Lampiran 1. Data Analisis Kimia Total Delta Berbak, Jambi (Mediari, 2006)... 31

13 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembukaan lahan daerah rawa-rawa pasang surut di Delta Berbak, Jambi dimulai sejak tahun 1970-an. Daerah ini dikembangkan secara besar-besaran untuk persawahan melalui proyek pengembangan persawahan pasang surut. Akan tetapi kegiatan pembangunan sawah dan drainase pada daerah rawa-rawa bergambut dengan ketebalan m menyebabkan turunnya permukaan air tanah sehingga menyebabkan terjadinya penurunan permukaan tanah gambut (subsidence) atau gambut menjadi kering sehingga mudah terbakar atau dibakar pada saat pembersihan lahan. Sebagai akibatnya setelah lahan diusahakan kurang lebih 20 tahun sebagian besar lapisan gambut telah hilang dari permukaan tanah. Lapisan tanah mineral di bawah gambut umumnya terbentuk dari bahan sedimen mangrove. Lingkungan mangrove merupakan lokasi spesifik terbentuknya mineral pirit (FeS 2 ) sehingga sedimen mangrove banyak mengandung pirit. Dalam keadaan tergenang mineral pirit ini stabil dan apabila sedimen mangrove ini dikeringkan maka pirit akan teroksidasi dan menghasilkan berbagai senyawa beracun seperti asam sulfat, besi, dan lain-lain sehingga tanah berubah menjadi tanah sulfat masam. Tanah sulfat masam umumnya mempunyai ph yang sangat rendah (ph<3.5) sehingga kelarutan besi menjadi meningkat. Oleh karena itu para ahli tanah menganggap besi sebagai senyawa yang penting yang perlu diperhatikan karena ion besi pada konsentrasi tinggi akan meracuni tanaman (Gandini, 1998 dan Sudarmo, 2004). Akan tetapi, pendapat tentang terjadinya keracunan besi untuk tanaman padi pada tanah sulfat masam di Rantau

14 2 Rasau sebenarnya sulit diterima, karena hasil pengukuran kimia total oleh Mediari (2006), menunjukkan bahwa kandungan Fe 2 O 3 pada tanah sulfat masam sangat rendah (<2%). Jadi kandungan Fe 2 O 3 di tanah sulfat masam Rantau Rasau sangat rendah bila dibandingkan dengan kandungan Fe 2 O 3 pada tanah merah yang bisa mencapai 30%. Selain itu data hasil percobaan tanaman padi pada persawahan di Rantau Rasau menunjukkan bahwa pemberian unsur makro dan mikro (seperti penambahan Fe) dapat meningkatkan produksi padi sehingga dapat menghasilkan 4-5 ton gabah kering panen (GKP) per ha yang dibandingkan dengan tanpa perlakuan yang hanya menghasilkan ton GKP per ha (Suwardi et al., 2006). Selain itu, dari data hasil analisis tanaman terlihat bahwa varietas lokal (varietas semut) yang biasa ditanam oleh para petani di daerah tersebut menunjukkan lebih toleran terhadap keracunan Aluminium daripada padi varietas unggul seperti varietas Batanghari. Kemasaman tanah di tanah sulfat masam tidak statis, melainkan sangat dinamis sebagai contoh terjadinya fluktuasi permukaan air tanah yang dapat menyebabkan proses oksidasi pirit berlangsung dan air berfluktusi menurut musim (Wijaya et al., 2006) seperti tercantum pada Gambar 4, dan berbagai pengaruh manusia seperti penggalian parit Tujuan Mengingat kelarutan Aluminium sangat erat hubungannya dengan ph tanah, maka perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mempelajari karakteristik kimia sedimen dan karakteristik kimia Aluminium pada tanah sulfat masam di Rantau Rasau, Delta Berbak, Jambi.

15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Sulfat Masam dan Permasalahannya Istilah tanah sulfat masam digunakan untuk menggantikan istilah Katteklai (cat clay) yang dulu umum digunakan di Belanda. Istilah cat clay pertama kali dikemukakan oleh para petani Belanda untuk mencirikan tanah rawa yang bermasalah ketika dikeringkan dan umumnya tidak subur. Tanah tersebut dicirikan dengan adanya bercak kuning pucat. Sejalan dengan ilmu pengetahuan secara mineralogi bercak kuning pucat tersebut dikenal sebagai mineral jarosit yang merupakan rekristalisasi dari bahan-bahan hasil oksidasi dari mineral pirit dengan kation-kation dari tanah (Bloomfield and Coulter, 1973). Mineral jarosit termasuk ke dalam grup alunit. Grup alunit terbentuk dengan formula AB 3 (SO 4 ) 2 (OH) 6, di mana A terdiri dari K, Na, Pb, NH 4, atau H 3 O + dan B terdiri dari Fe 3+ atau Al 3+, dan mineral jarosit memiliki rumus kimia KFe 3 (SO 4 ) 2 (OH) 6. Tergantung pada keadaan lingkungan tempat pembentukkannya, selain mineral jarosite ditemukan pula mineral natrojarosit [NaFe 3 (SO 4 ) 2 (OH) 6 ] (Breemen, 1976). Hasil penelitian Sabiham dan Sumawinata (1989), bercak kuning yang terdapat pada tanah-tanah sulfat masam di pulau petak di Kalimantan Selatan merupakan mineral natrojarosit. Hasil dari berbagai laporan di tanah sulfat masam yang berasal dari tanah yang bergambut di Malaysia menunjukkan bahwa tanahtanah sulfat masam di daerah tersebut tidak ditemukan mineral jarosit pada profil tanahnya (Kosaka,1971 dalam Kittrick et al.,1982). USDA 1975, mengklasifikasikan tanah sulfat masam sebagai Sulfaquepts (Aquepts dengan horison sulfurik yang berada pada kedalaman 50 cm dari permukaan tanah), Sulfic Tropaquepts (tropaquepts dengan bercak jarosit dan

16 4 mempunyai ph 3,5-4 pada kedalaman 50 cm, atau dengan bercak jarosit dan ph kurang dari 4 pada kedalaman cm), atau Sulfic Haplaquepts (hampir mirip dengan Sulfiq Tropaquepts, tetapi di bawah kondisi iklim temperate). Sedangkan Pons et al., (1982) mendefinisikan tanah sulfat masam sebagai tanah yang terbentuk akibat tercemar oleh asam sulfat sebagai hasil oksidasi dari mineral pirit. Akibatnya ph tanah menjadi sangat rendah yaitu lebih rendah dari ph 4. Definsi dari Pons ini memungkinkan tanah-tanah sawah yang telah berubah menjadi sangat masam dikelompokkan menjadi tanah-tanah sulfat masam. Tanah sulfat masam dicirikan oleh ph yang sangat rendah (<3.5) diikuti dengan rendahnya ketersediaan kation-kation di kompleks jerapan serta rendahnya ketersediaan unsur hara P, selain itu kelarutan unsur yang dapat meracuni tanaman meningkat sangat tinggi. Pada lahan sulfat masam hanya rumput purun kudung (Eleocharis sp) dan pohon gelam (Melaleuca cajuput) serta salah satu jenis pakupakuan yang dapat berkembang pada kondisi tersebut. Penelitian Suwardi et al., (1999) menunjukkan tanaman tersebut mampu menyerap besi dan aluminium dalam jumlah sangat besar pada daunnya, hal ini menunjukkan bahwa tanaman yang dapat hidup di lahan sulfat masam adalah tanaman yang toleran terhadap keracunan aluminium. Sampai saat ini penyebaran tanah-tanah sulfat masam di Indonesia cukup luas yaitu meliputi 3-4 juta hektar, lahan-lahan ini tersebar di Kalimantan dan Sumatera, yang biasa oleh orang awam disebut lahan bongkor (Sumawinata et al., 2006).

17 Pirit Pirit adalah mineral yang memiliki rumus kimia FeS 2. Mineral pirit terdapat di alam dan melalui proses rekristalisasi pembekuan magma di wilayah mangrove. Pirit yang terbentuk dari pembekuan magma disebut dengan pirit primer. Di dalam pirit primer ini ditemukan pirit yang berbentuk seperti kristal petagondodecaeder atau 12 bidang segi lima, atau juga dalam bentuk kubus, yang biasanya berwarna kuning dan beberapa kristal dapat saling berikatan satu dengan yang lain. Selain itu mineral pirit bisa juga dijumpai dalam bentuk oktahedral dari segi tiga sebanyak 8 bidang (Anonim 2, 2007). Sedangkan pirit yang terbentuk di wilayah mangrove disebut dengan pirit sekunder, yang biasanya ditemukan dalam bentuk framboid pirit, dimana setiap sel dari framboidal tersebut terdiri dari bentuk oktaeder. Ukuran framboidal pirit bisa mencapai 50 µm (Poch et al., 2004). Pembentukan pirit sekunder terbentuk pada lingkungan masam. Pada keadaan reduksi FeS 2 (pirit) akan stabil dan tidak toksik bagi tanaman, tetapi ketika air didrainase untuk berbagai keperluan penggunaan lahan maka sedimen pirit akan teroksidasi dan berubah menjadi asam dan mengeluarkan bahan beracun dalam jumlah yang banyak seperti Al 3+, SO 2-4, dan Fe 3+ (Sumawinata, 1998). Ada dua mekanisme penting dalam oksidasi pirit yaitu mekanisme oksidasi pirit secara biokimia melalui aktivitas mikroorganisme dan oksidasi secara kimia. Thiobacillus ferrooxidans mengoksidasi besi ferro menjadi besi ferri dan mengoksidasi sulfida menjadi sulfat pada media yang sangat masam. Reaksi yang terjadi sebagai berikut (Silverman, 1967 dalam Elviza, 2004): Fe /4O 2 + H +? Fe /2 H 2 O 2S 2- +3O 2 + 2H 2 O? 2H 2 SO 4

18 Kemasaman Tanah dan Pelapukan Mineral Kemasaman tanah merupakan suatu masalah utama yang sering ditemui pada tanah-tanah di wilayah beriklim tropika basah. Tanah dengan nilai ph rendah (ph<3) digolongkan pada tanah masam, yang ditandai adanya asam bebas H 2 SO 4. Suasana yang sangat masam (ph<3.5) dalam waktu yang lama bukan saja menyebabkan asam (ion H + ) menjadi kation yang dominan pada komplek jerapan seperti yang ditulis oleh Sumawinata (1998) akan tetapi dapat menyebabkan pelarutan atau dekomposisi dari mineral-mineral termasuk mineral liat. Lingkungan yang sangat asam seperti pada tanah sulfat masam menyebabkan pelapukan mineral liat silikat, terutama mineral alumino-silikat meningkat, sehingga dapat mempengaruhi mineralogi tanah, komposisi dari larutan tanah dan membebaskan atau melarutkan Al sangat banyak (Van Breemen, 1976; Huang dan Violante, 1997). Aluminium merupakan kation utama yang dapat dipertukarkan pada tanah sulfat masam dan dijumpai dalam berbagai bentuk sebagai berikut: Al 3+, AlOH 2+, dan Al(OH 2 ) + (Dent, 1986; Rowell, 1994) yang pada ph tinggi mengendap dalam bentuk Al(OH) 3 atau gibsit (Lindsay, 1979). Ion Al 3+ lebih dominan pada ph di bawah 4.7 (Bohn, Mc Neal dan O Connor, 1979). Ion Al 3+, yang dilepas ke larutan tanah dan air terkoordinasi secara oktahedra dengan enam molekul air dan berupa sebuah ion Al(H 2 O) 3+ 6 (Huang dan Violante, 1997). Konsentrasi Al 3+ sebesar 1-2 ppm dalam larutan tanah dapat meracuni tanaman. Hal tersebut dikarenakan Aluminium terlarut terakumulasi pada jaringan akar dan akan menghambat pembelahan dan pemanjangan sel serta menghambat pembentukkan dinding sel (Dent, 1986).

19 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Pengambilan contoh tanah untuk penelitian ini dilakukan oleh Bapak Basuki Sumawinata. Lokasi pengambilan contoh tanah terletak pada lahan petani di SK 5 desa Rantau Makmur, daerah Transmigrasi di Rantau Rasau, Delta Berbak, Jambi (Gambar 1). Analisis contoh tanah dilakukan pada bulan Maret sampai Agustus 2006 di laboratorium Bagian Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah sulfat masam. Contoh tanah dipersiapkan sesuai dengan jenis analisis kemudian dianalisis di laboratorium dengan menggunakan bahan-bahan kimia sesuai dengan jenis analisisnya seperti aluminon asetat, NH 4 OAc ph 7,0; ph 4,8; ph 4,2, KCl, aquades dan lain-lain. Alat yang digunakan dalam pengambilan contoh tanah adalah bor dan paralon. Sedangkan alat yang digunakan di laboratorium seperti alat-alat gelas, Freeze dryer, ph dan EC meter, CHNS-Elemental Autoanalyzer, Muffle Furnance, dan lain-lain.

20 Legend Pengambilan contoh tanah Trans Rantau Rasau Trans Lambur Trans Dendang Trans Lagan Trans Kumpeh Shoreline County Boundary Road Gambarr koleksi pribadi Dr Dwi Tejo Baskoro Gambar 1. Peta Lokasi Daerah Penelitian

21 9 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu : (1) Pengambilan contoh tanah, (2) Deskripsi contoh tanah, (3) Persiapan contoh tanah untuk analisis, dan (4) Analisis tanah. 1. Pengambilan Contoh Tanah Lokasi pengambilan contoh tanah dilakukan pada lahan petani yang telah dibuat sistem surjan pada lahan tersebut (Gambar 2). Walaupun telah dibuat sistem surjan, akan tetapi pola penggunaan lahan tidak sepenuhnya mengikuti sistem surjan. Pada saat musim kering bagian yang dinaikkan (guludan) biasa ditanam tumbuhan seperti cabe, mentimun dan kadang-kadang ubi jalar, sedangkan pada bagian bawah tidak digunakan. Pada musim hujan, seluruh petak ditanami padi. Hal tersebut dilakukan oleh petani karena fluktuasi air di lahan ini cukup tinggi, di mana pada saat musim kering lahan menjadi kering dan tidak terpengaruh oleh efek pasang dan surut, akan tetapi di saat musim hujan lahan dapat tergenang sampai setinggi 120 cm. Pada lokasi ini telah dilakukan penelitian penanaman dengan penambahan tanah, pupuk N, P, K serta Mg, dan juga pemberian kapur. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada akhir bulan Febuari Contoh tanah diambil dengan menggunakan tabung paralon berukuran 4 inci pada kedalaman 0-70 cm. Letak pengambilan contoh dibuat pada bagian yang rendah dari sistem surjan.

22 10 Pengambilan Contoh Tanah Gambar 2. Lokasi Pengambilan Contoh Tanah 2. Deskripsi Contoh Tanah Di laboratorium contoh tanah dibagi menjadi dua bagian ke arah panjangnya dengan membelah tabung paralon. Satu bagian dari contoh tanah untuk deskripsi morfologi dan sebagian dari contoh tanah dipersiapkan untuk kepentingan analisis kimia. Deskripsi contoh tanah dilakukan berdasarkan sifatsifat tanah tersebut seperti bahan organik dan warna, di mana contoh tanah dibagi menjadi 2 bagian, yaitu pada kedalaman 0-45 cm dan cm. Pada kedalaman 0-70 cm tanah mempunyai sifat masif, tidak berstruktur dan memiliki bahan organik lebih dari 30%, tetapi ada sifat yang berbeda pada contoh tanah ini yaitu terjadi perubahan warna seperti kedalaman 0-45 cm tanah berwarna kelabu pucat sedangkan pada kedalaman cm tanah berwarna kelabu tua.

23 11 3. Persiapan Contoh Tanah untuk Analisis Pada persiapan contoh tanah dilakukan dengan cara membagi tiap 5 cm menurut kedalamannya, yaitu (0-5) cm, (5-10) cm, (10-15) cm, (15-20) cm, (20-25) cm, (25-30) cm, (30-35) cm, (35-40) cm, (40-45) cm, (45-50) cm, (50-55) cm, (55-60) cm, (60-65) cm, dan (65-70) cm. Contoh tanah kemudian diambil ± 20 g untuk diukur ph dan EC, sisa contoh tanah dimasukkan ke dalam freezer dan di kering dinginkan (ke dalam freeze dryer). Setelah kering contoh tanah ditumbuk sampai halus dan siap untuk dianalisis. 4. Analisis Contoh Tanah Jenis analisis contoh tanah yang telah dipersiapkan sebelumnya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis dan Metode Analisis Contoh Tanah No Jenis Analisis Metode (diukur dengan) ph EC Unsur-unsur mikro (Fe, Mn, Cu, Zn,) dan basa-basa (Ca, Mg) Basa-basa (K, Na) Al Peleburan contoh tanah Si S Analisis CN Pembakaran contoh tanah Liat Tekstur 1:1, dengan ph meter 1:1, dengan EC meter Larutan ekstrak NH 4 OAc ph 7.0; ph 4.8; ph 4.2; dan KCl [Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS)] Larutan ekstrak NH 4 OAc ph 7.0; ph 4.8; ph 4.2; dan KCl (Flame photometer) Larutan NH 4 OAc ph 4.8; ph 4.2; dan KCl (Spectrophotometer) Peleburan dengan NaOH Larutan ekstrak peleburan dengan NaOH (Spectrophotometer) Larutan ekstrak mix reagent (Spectrophotometer) CHNS-Elemental Autoanalyzer Muffle Furnance X-Ray Difraction Pipet

24 12 Cara analisis selengkapnya diuraikan sebagai berikut: Penetapan ph dan EC Penetapan ph dan EC dilakukan dengan cara sebagai berikut: contoh tanah ± 20 g diambil dan ditambahkan ± 20 ml air (aquades) dengan perbandingan 1 : 1, dikocok ± 30 menit dan kemudian diukur dengan menggunakan ph meter dan EC meter. Penetapan Ekstraksi untuk Unsur Mikro dan Basa-basa Penetapan Fe, Mn, Cu, Zn, Ca, Mg, K, dan Na dilakukan dengan cara sebagai berikut: contoh tanah ± 2 g diambil dan ditambahkan larutan NH 4 OAc ph 7.0 sebanyak 15 ml, kemudian disentrifiuse ± 15 menit dan disaring. Perlakuan selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama seperti ditambahkan larutan NH 4 OAc ph 7.0 dan disentrifiuse (3 kali ulangan) kemudian ditera dengan larutan NH 4 OAc ph 7.0 sampai 50 ml ke dalam labu takar. Untuk larutan NH 4 OAc ph 4.8, NH 4 OAc ph 4.2 dan KCl dilakukan dengan cara yang sama seperti perlakuan sebelumnya. Kemudian didapat larutan ekstrak tanah dari NH 4 OAc ph 7.0, NH 4 OAc ph 4.8, NH 4 OAc ph 4.2 dan KCl. Penetapan Fe, Mn, Cu, Zn, Ca dan Mg Penetapan Fe, Mn, Cu, Zn, Ca dan Mg dilakukan dengan cara sebagai berikut: larutan ekstrak tanah dari NH 4 OAc ph 7.0, NH 4 OAc ph 4.8, NH 4 OAc ph 4.2 dan KCl diukur langsung dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS).

25 13 Penetapan K dan Na Penetapan K dan Na dilakukan dengan cara sebagai berikut: larutan ekstrak tanah dari NH 4 OAc ph 7.0, NH 4 OAc ph 4.8, NH 4 OAc ph 4.2 dan KCl diukur langsung dengan menggunakan Flamephotometer. Penetapan Al (Metode Aluminon, Juo, 1985 dalam International Institute of Tropical Agriculture) Penetapan Al dilakukan dengan metode Aluminon dengan cara sebagai berikut: larutan ekstrak kurang lebih 1-5 ml dipipet dan dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml dan ditambahkan aquades ± 25 ml, kemudian ditambah 2 ml larutan Thioglycollic acid dan 1 ml HCl 1 N dan masukkan ke dalam labu takar. Selanjutnya larutan dipanaskan dengan Water bath pada suhu (80-90) C selama 30 menit, lalu didinginkan selama 1-2 jam. Kemudian ditambahkan 10 ml larutan buffer Aluminon acetate, lalu ditera dengan air aquades. Untuk pembuatan larutan standar, diambil 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 ml dari larutan standar Al 5 ppm ke dalam labu takar 50 ml. Selanjutnya ditambah 2 ml larutan Thioglycollic acid dan 2 ml 1 N HCl ke dalam labu takar. Perlakuan selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama seperti larutan contoh. Larutan standar dan larutan contoh kemudian diukur dengan menggunakan Spectrophotometer pada panjang gelombang 530 nm. Pembakaran Contoh Tanah untuk Analisis Kimia Total Sejumlah gram tanah dibakar dengan Muffle Furnance pada suhu 900 C selama 2 jam, setelah itu tanah didinginkan dan dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang. Tanah dimasukkan kembali ke dalam Muffle Furnance pada suhu 900 C selama 1 jam sampai bobotnya konstan, lalu didinginkan dan ditimbang.

26 14 Peleburan Contoh Tanah dengan NaOH (Decomposition by Sodium Hydroxide, Govett, 1961 dalam SSSA 1982) Sebanyak 0.05 g contoh tanah yang telah diabukan dilebur dengan 1,5 g NaOH menggunakan cawan nikel. Cawan nikel dipanaskan di atas bunsen selama ± 10 menit sampai contoh tanah telah benar-benar melebur dan berwarna kemerahan (dalam cawan). Setelah itu didinginkan lalu dilarutkan dengan air aquades dan dipindahkan ke dalam gelas piala (jangan lebih dari 1jam). Larutan kemudian diaduk dan ditambahkan 0.5 M H 2 SO 4 hingga mencapai ph 1.5. Larutan dipindahkan ke dalam labu takar 500 ml dan ditera dengan aquades kemudian disimpan dalam botol polyethilen. Penetapan Si (Metode Yellow Silicomolybdic Acid, Govett, 1961 dalam SSSA 1982) Penetapan Si dilakukan dengan metode Yellow Silicomolybdic Acid. Penetapan dilakukan dengan cara sebagai berikut: larutan ekstrak dipipet kurang lebih 20 ml ke dalam labu takar 50 ml, kemudian ditambahkan 10 ml 0.5 M H 2 SO 4, 10 ml larutan Ammonium molybdate, dan 10 ml larutan Tartaric acid ke dalam labu takar, setelah itu ditera dengan aquades. Untuk pemb uatan larutan standar diambil 0, 2, 4, 6, 8 ml dari larutan standar Si 50 ppm ke dalam labu takar 50 ml. Perlakuan selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama seperti larutan contoh. Larutan standar dan larutan contoh lalu diukur dengan menggunakan Spectrophotometer dengan panjang gelombang 400 nm. Penetapan C dan N Penetapan C dan N dilakukan dengan CHNS-Elemental Autoanalyzer. Jumlah contoh untuk analisis berkisar antara 5-50 mg. Untuk contoh yang mengandung logam-logam alkali dan alkali tanah perlu ditambahkan Wolfram (IV) oksida. Contoh yang mengandung sedikit logam alkali, kemudian

27 15 ditambahkan Wolfram (IV) oksida cukup satu kali berat contoh, sedangkan contoh yang mengandung logam alkali tinggi, ditambahkan Wolfram (IV) oksida sebanyak tiga kali berat contoh. Pada pengukuran unsur C dan N dilakukan pembungkusan contoh dengan menggunakan kotak tipis dari bahan timah sebelum dibakar, hal ini dilakukan untuk meminimalisir udara agar contoh tidak terkontaminasi. Setelah dilakukan pembungkusan contoh maka contoh dapat langsung diukur secara otomatis menggunakan CHNS-Elemental Autoanalyzer. Penetapan S Penetapan S dilakukan dengan metode Total Sulfur, dengan cara memipet 10 ml larutan ekstrak dan kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml, kemudian ditambahkan aquades sampai volumenya kira-kira 40 ml, 2 ml gelatin- BaCl 2, kocok sampai rata, setelah itu ditera dengan aquades dan kocok sampai merata, biarkan selama 30 menit. Larutan standar dibuat 0, 0.5, 1.0, 1.5, 2.0, 2.5, 3.0, 4.0, 5.0 ppm ke dalam labu takar 50 ml, masukkan 2 ml standar untuk bekerja (25 ppm) untuk mendapatkan standar 1 ppm. Larutan contoh dan larutan standar kemudian diukur dengan menggunakan Spectrophotometer dengan panjang gelombang 420 nm. Penetapan Tekstur Penetapan tekstur tanah dilakukan dengan menggunakan metode pipet. Contoh tanah diambil sebanyak ± 20 g lalu dimasukkan ke dalam gelas piala dan ditambah H 2 O 2 sedikit demi sedikit dan diaduk, kemudian diamkan sampai bahan organik hilang (rendam semalam). Contoh tersebut kemudian dibakar atau dipanaskan pada penangas air kurang lebih 2 hari, kemudian ditambah H 2 O 2, aquades 200 ml dan diaduk perlahan-lahan. Dengan ditambahkan H 2 O 2 20 ml terus menerus dilakukan sampai bahan organiknya hilang. Setelah itu sampel

28 16 diangkat dari penangas dan ditambahkan HCl, aquades 800 ml sambil diaduk, kemudian diamkan sampai tanah mengendap setelah itu air dibuang (pencucian). Perlakuan selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama dengan penambahan aquades 600, 500, 400 ml. Kemudian contoh ditambah Na-Pirophospat ± 40 ml sambil diaduk dan diamkan agar endapan terdispersi. Pisahkan pasir dengan cara contoh disaring (270 mesh) dan hasil siap disimpan ke dalam cawan porselin lalu di oven (60 o C). Untuk menentukan fraksi debu dan liat, menggunakan air (debu, liat) yang lolos dari saringan dan kemudian ditampung dalam tabung sedimen 1000 ml dan ditera kemudian rendam dalam bak air. Tabung dikocok 13 kali dan siap untuk dipipet. Pertama sampel dipipet dilakukan dengan cara pipet diletakkan ke dalam gelas ukur 1000 ml sampai terendam setengah isi gelas ukur (dengan kedalaman pemipetan 25 cm). Pemipetan pertama didapatkan fraksi debu dan disimpan dalam cawan kemudian di oven pada suhu 105 o C. Ukur suhu dalam bak air dan hasil dari pengukuran suhu akan digunakan untuk pemipetan selanjutnya yang akan didapat fraksi liat. Penetapan Jenis Mineral Liat Penetapan jenis mineral liat dilakukan dengan menggunakan X-Ray Diffraction setelah dilakukan pemisahan liat. Pemisahan liat dilakukan dengan cara sebagai berikut: air pada gelas ukur 1000 ml (air sisa tekstur yang sudah ditera dengan aquades ke 1000 ml) dikocok lalu diamkan kurang lebih 6 jam kemudian disifon dengan kedalaman 10 cm dan disimpan dalam gelas piala. Penjenuhan Mg dilakukan pada sampel dan diamkan, kemudian buang air penjenuhannya dan diambil endapan liatnya. Dari hasil pemisahan liat tersebut sampel disimpan di dalam preparat dan dikering udarakan. Kemudian sampel

29 17 dapat diukur langsung dengan menggunakan X-Ray Diffraction di Kyushu University.

30 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat-sifat Morfologi Tanah Hasil pengamatan morfologi tanah dari hasil pemboran terlihat bahwa pada kedalaman (0-70) cm tanah masih masif, tanah tidak berstruktur, bahan organik =30% dan banyak air. Pada contoh tanah terdapat perubahan warna yaitu pada kedalaman (0-45) cm tanah berwarna kelabu pucat, sedangkan pada kedalaman (>45) cm tanah berwarna kelabu tua. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pada analisis tekstur tanah sulfat masam tergolong liat, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 yang menunjukkan bahwa presentase liat tinggi yang berkisar antara ( ) persen. 4.2 Sifat-sifat Kimia Tanah Hasil analisis kimia tanah yang berasal dari Delta Berbak disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Data Analisis Kimia Tanah dan Tekstur Tanah dari Delta Berbak, Jambi Kedalaman ph EC Analisis (%) Basa-basa (me/100g) Tekstur (%) (cm) H 2 O (µs/cm) C N K Na Ca Mg Pasir Debu Liat Keterangan : - : tidak ada contoh

31 19 Dari data Tabel 2 terlihat bahwa ph tanah berkisar 4 dan pada lapisan di bawah 55 cm ph lebih tinggi mendekati 5. Hal ini sesuai dengan pendapat Wijaya (2006) pada Gambar 4 di mana ph tanah sulfat masam sangat dipengaruhi oleh musim. Pada awal musim hujan (bulan Oktober-Desember) ph rendah sampai 2.5 dan pada akhir musim hujan (bulan April-Mei) ph naik sampai 6. Pengambilan contoh tanah pada penelitian ini dilakukan pada saat musim hujan (akhir Februari), pada bulan Februari ph mendekati 4. Mengingat lapisan tanah (0-10) cm merupakan lapisan olah di mana telah diberikan perlakuan tanah merah, kapur serta pupuk maka lapisan tersebut terlihat agak berbeda dengan lapisan di bawahnya. Kandungan basa-basa K, Na, Ca dan Mg terlihat sangat rendah, di mana total basa-basa hanya berkisar antara 3-4 me/100g tanah yang dibandingkan dengan nilai KTK tanah tersebut berkisar me/100g. Dari hasil penelitian Sabiham dan Sumawinata (1989) tentang susunan mineral liat pada sedimen di bawah gambut di Delta Berbak, Jambi tersusun dari mineral liat smektit dan illit serta group kaolinit. Oleh karena itu nilai KTK tanah cukup tinggi. ph Dec Feb Feb-04 8-Mar Mar-04 7-Apr Apr-04 Tanggal Date 11-Apr-04 6-May May-04 4-Jul-04 7-Oct EC (us/cm) ph EC Sumber: Wijaya et al., 2006 Gambar 3. Perubahan ph pada Saluran Air

32 Hasil Analisis Kimia Total Tanah Hasil analisis kimia total contoh tanah disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Data Analisis Kimia Total Tanah dari Delta Berbak, Jambi. Kedalaman (cm) Analisis Kimia Total (%) CaO MgO K 2 O CuO ZnO MnO SiO 2 Al 2 O 3 Fe 2 O 3 Al 2 O 3 Fe 2 O tu tu tu tu tu tu tu tu tu tu tu tu tu tu tu tu tu tu tu tu tu tu tu tu tu Keterangan : tu : tidak terukur; - : tidak ada contoh Dari Tabel 3 terlihat bahwa secara umum kandungan besi pada tanah ini sangat rendah. Kandungan besi maksimum hanya sebesar 2.91 persen Fe 2 O 3, hal ini mendekati hasil penelitian Mediari (2006) yang mendapatkan kandungan besi total pada sedimen di Rantau Rasau kurang dari 2 persen Fe 2 O 3. Jadi kandungan Fe 2 O 3 =2% sangat rendah bila dibandingkan dengan kandungan Fe 2 O 3 pada tanah merah sekitar 30%. Hal ini menunjukkan bahwa pada tanah sulfat masam di Rantau Rasau terjadi kekurangan Fe bukan keracunan Fe seperti banyak ahli tanah menyatakan hal itu.. Secara umum dapat dikatakan bahwa kandungan aluminium dan besi pada lapisan atas (0-25) cm lebih tinggi dari pada lapisan di bawahnya. Lebih tingginya kandungan Fe 2 O 3, Al 2 O 3 dan total S pada lapisan 0-25 cm SiO 2 + Total S (%)

33 21 mungkin disebabkan karena terbentuknya kembali senyawa besi oksida dan jarosite pada permukaan retakan tanah sulfat masam. 4.4 Kandungan Alumunium pada Tanah Hasil analisis Aluminium pada berbagai ekstraktan dan kemasaman ekstraktan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Data Analisis Kandungan Al pada Berbagai Ekstraktan Al (me/100 g) Kedalaman Kode ph H (cm) 2 O NH 4 OAc KCl ph 4.2 ph Dari Tabel 4 terlihat bahwa semakin rendah ph ekstraktan maka semakin tinggi kelarutan aluminium. Kandungan Al yang diekstrak oleh larutan NH 4 OAc ph 4.2 terlihat hampir 3 kali lebih besar dari pada kandungan Al yang diekstrak oleh NH 4 OAc ph 4.8. Demikian pula kandungan Al yang diekstrak oleh IN KCl yang berada di antara kedua nilai tersebut. Hal ini dapat dimengerti karena ph KCl berada pada ph sekitar 4.2 sampai 4.8. Akan tetapi pengukuran ph KCl tidak dilakukan pada penelitian ini, karena tidak cukupnya contoh tanah.

34 22 Walaupun demikian informasi ini sangat penting untuk pengelolaan lahan sulfat masam, mengingat Wijaya et al., (2006) melaporkan bahwa ph tanah sangat berfluktuasi menurut musim. Apabila ph di atas 5.5 maka Al akan mengendap menjadi Al(OH) 3 dan tidak meracuni tanaman dan apabila ph tanah atau air berubah dari ph 5.5 menjadi lebih rendah satu satuan ph maka Aluminium akan meningkat sangat drastis. Pada kondisi itu Aluminium di larutan tanah merupakan unsur yang sangat beracun bagi tanaman, maka dengan kata lain permasalahan tanah sulfat masam adalah permasalahan keracunan Aluminium, selain juga masalah kekurangan unsur hara makro dan mikro Analisis Mineral Liat Hasil Analisis Mineral Liat dengan sinar-x pada setiap kedalaman disajikan pada Gambar 5. Lapisan kedalaman (0-25) cm tidak ditemukan peak 14 Å. Akan tetapi pada lapisan di bawahnya (>25cm) keberadaan peak 14 Å semakin nyata. Tidak munculnya peak 14 Å pada lapisan atas karena hancurnya peak 14 Å dan menyebabkan peak 10 Å dan 7 Å yang akan menjadi lebih dominan (lihat pada kedalaman 0-25 cm pada Gambar 5). Data tersebut menunjukkan bahwa akibat proses oksidasi pirit pada lapisan atas menyebabkan ph tanah turun sampai sekitar ph 3. Hal ini berakibat terhadap hancurnya struktur kristal dari mineral liat type 2:1. Jadi kelihatannya lapisan oktaheder dari liat type 2:1 hancur dan masuk ke dalam sistem larutan, sehingga kandungan Al pada air dan tanah meningkat. Walaupun di dalam penelitian ini tidak dilakukan pemberian glyserol untuk membedakan apakah mineral liat tersebut merupakan group vermikulit ataukah liat dengan type 2:1 mengembang dan mengkerut seperti group smektit, akan tetapi perlu dicatat bahwa penelitian Sabiham dan

35 23 Sumawinata (1989) pada Gambar 6 telah melaporkan bahwa peak 14 Å pada sedimen di Delta Berbak merupakan bagian dari mineral liat 2:1 atau group smektit. Pada peak 14 Å setelah pemberian glyserol akan bergeser ke peak 18 Å, di mana peak 18 Å mempunyai karakteristik montmorilonit. Proses penghilangan lapisan Alumi nium dari struktur kristal mineral liat juga terlihat dari data rasio SiO 2 /(Al 2 O 3 +Fe 2 O 3 ) (Tabel 5) di mana pada lapisan atas (0-25 cm) rasio tersebut berkisar 1.5 akan tetapi pada lapisan bawah (45-70 cm) rasionya sekitar Tabel 5. Data Rasio SiO 2 /(Al 2 O 3 +Fe 2 O 3 ) Kedalaman Al 2 O 3 Fe 2 O 3 SiO2 (cm). (%) Al 2O 3 + Fe2O * ** *** *** Keterangan : - : tidak ada puncak * : puncak lemah ** : puncak sedang *** : puncak kuat 3

36 24 Å Å Å Gambar 4. Perbandingan Kurva XRD Tanah Sulfat Masam di Rantau Rasau, Delta Berbak, Jambi pada Kedalaman 0-5 cm, cm, cm, cm, cm, cm, dan cm.

37 25 7 Å 18 Å 14 Å 10 Å Gambar 5. Kurva XRD setelah Penambahan Glyserol (Sabiham dan Sumawinata 1989)

38 V. KESIMPULAN 1. Permasalahan pada tanah sulfat masam adalah ph sangat rendah berkisar pada ph 3.5 dan nilai ini sangat berfluktuasi tergantung pada musim. Disamping itu, pada awal musim hujan ph sangat rendah dan meningkat sampai akhir musim hujan. Kandungan unsur hara makro dan mikro juga rendah sehingga perlu usaha perbaikan tanah agar lahan sulfat masam dapat digunakan untuk usaha pertanian. 2. Kandungan Fe 2 O 3 pada tanah sulfat masam tergolong rendah sekitar 2% sehingga Fe 2 O 3 bukan sebagai sumber keracunan bagi tanaman. Sementara itu kandungan Al-dd pada ph 4.2 mencapai me/100g. Kadar Al-dd yang tinggi ini menjadi permasalahan utama di tanah sulfat masam karena dengan jumlah sebanyak itu Al menjadi racun bagi tanaman. 3. Sumber Al yang tinggi berasal dari hancurnya struktur mineral liat type 2:1 pada saat ph tanah sangat rendah akibat oksidasi pirit yang menghasilkan asam sulfat.

39 DAFTAR PUSTAKA Anonim Kesuburan Tanah. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Anonim Pyrites. In: Wikipedia. Diakses pada tanggal 15 Agustus Bloomfield, C and J. K. Coulter Genesis and Management of Acid Sulfate Soils. Adv. Agronomy. 25: Acad. Press. Inc., New York and London. Bohn, H. L., B. L. Mc. Neal and G.A.O Connar Soil Chemistry. A Wiley- Interscience Publication. John Wiley & Sons. New York Chicester Bristane Toronto. Breemen, N. Van Genesis and solution chemistry of acid sulphate soils in Thailand, PUDOC. Wageningen. Dent, D ASS: A Baseline for Research and Development. ILRI Publication. Wageningen, The Netherlands. Elviza Karakteristik Air Genangan Tanah Sulfat Masam dan Alternatif Teknologi Perbaikannya. Skripsi. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Gandini, T Perubahan Sifat dan Klasifikasi Tanah Gambut Setelah 23 tahun penggunaan Lahan Untuk Pertanian di Delta Berbak, Jambi. IPB Bogor. Govett Decomposition by Sodium Hydroxide. In: Soil Science Society of America, Inc Methods of Soil Analysis Part 2 Chemical and Microbiological Properties Second Edition. Publisher Madison, Wisconsin USA. Number 9in the series Agronomy Govett Yellow Silicomolybdic Acid. In: Soil Science Society of America, Inc Methods of Soil Analysis Part 2 Chemical and Microbiological Properties Second Edition. Publisher Madison, Wisconsin USA. Number 9in the series Agronomy Huang, P. M dan A. Violante Pengaruh Asam Organik terhadap Kristalisasi dan Sifat Permukaan Produk Pengendapan Aluminium. Dalam: Huang, P. M dan M. Schnitzer. Interaksi Mineral Tanah dengan Organik Alami dan Mikroba. Gadjah Mada University Press. Juo, A. S. R Selected Methods for Soil and Plant Analysis. In: International Institute of Tropical Agriculture Ibadan, Nigeria. Manual series No. 1.

40 28 Kittrick, J. A, D. S. Fanning, and L. R. Hossner Acid Sulfate Weathering. Proceedings of a symposium sponsored by Divisions S-9, S-2, S-5, and S- 6 of the Soil Science Society of America in Fort Collins, Colorado, 5-10 Aug SSSA Special Publ. 10. Lindsay, W. L Chemical Equilibria in Soils. Colorido State University Fort Collins. A Wiley-Interscience Publication. John Wiley&Sons, New York. Chicestes. Bristane. Toronto. Mediari, B. A Pergerakan Vertikal Unsur-Unsur dalam Tanah yang Berkembang dari Sedimen Berpirit di Delta berbak, Jambi. Skripsi Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. IPB. Bogor. Poch, R. M, R. W. Fitzpatrick, B. P. Thomas, R. H. Merry, P. G. Self and M. D. Raven Contemporary and Relict Process in a Coastal Acid Sulfate Soil Sequence: Microscopic Features. The Regional Institute Ltd. SuperSoil tm. Diakses pada tanggal 17 Juli Pons, L. J, N.V. Breemen, and P. M. Driessen Physiography of Coastal Sediment and Development of Potential Soil Acidity. In: SSSA. Acid Sulfate Weathering. Proc. Symp. Publ. 10. Rowell, D. L Soil Science : Methods and Applications. Longman Singapore Publishing. Singapore. Sabiham, S and B. Sumawinata Study on Peat in the Coastal Plains of Sumatra and Borneo. South East Asian Studies, Kyoto University. Soepardi, G Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. IPB. Bogor Subiksa, I. G. M, S. Suping, Irawan dan I. P. G. A. Widjaja Prospek dan Kendala Penerapan Teknologi Pengelolaan Tanah dan Air Petak Tersier pada Lahan Sulfat Masam. Prosiding Kongres Nasional VI HITI, Penatagunaan Tanah sebagai Perangkat Penataan Ruang dalam Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. Buku II, Jakarta Desember Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. Sudarmo Perubahan Sifat-Sifat Bahan Sulfidik Akibat Pengeringan dan Pencucian Serta Pengaruhnya Terhadap Kualitas Air Cucian. Disertasi Program Pascasarjana. IPB, Bogor Sumawinata, B Pedological Studies on The Reclamation of Brackish Sedimen in South Kalimantan, Indonesia. Dissertation Kyoto University. Suwardi, B. Mulyanto, B. Sumawinata Hubungan Asosiasi Vegetasi dengan Sifat-sifat Tanah dalam Sekam Suksesi pada Sistem Pengelolaan Lahan Orang Banjar (SPLOB) di Kalimantan Selatan. Gakuryoku. 4 (2):

41 29 Suwardi, B. Sumawinata, H. Wijaya, G. Djajakirana and H. Furukawa Pilot Project of Rice Culture in Acid Sulfate Soil Collaborated with Provincial Goverment of Jambi Province. Proceeding of International Symposium on Nature and Land Management of Tropical Peat Land in South East Asia. Bogor, September Tan, K. H Dasar-Dasar Kimia Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Thomas, G. W Soil ph and Soil Acidity. In Soil Science Society of America. Methods of Soil Analysis Part 3. Chemical Methods. Number 5. University of Kentucky, Lexington, Kentucky. Inc. American Society of Agronomy, Inc. Madison, Wisconsin. USA. Wada, H, Seisuwan The Process of Pyrite Formation in Mangrove Soils. Pub44/pub44-h3.pdf. Diakses pada tanggal 17 Juli Wijaya, H., B Sumawinata, G Djajakirana, and H. Furukawa Agricultural Renovation of Degraded Acid Sulfate Soil Area in Sumatra. The 16 th Anual Meeting of The Japan Society of Tropical Ecology. Tokyo. Japan.

42 LAMPIRAN

43 Data Analisis Kimia Total Delta Berbak, Jambi Pemboran 2 (cm) Kedalaman (cm) Analisis CNS (%) Analisis Kimia Total (%) FeS 2 (%) C N S SiO 2 Al 2 O 3 Fe 2 O 3 MnO CuO ZnO CaO MgO K 2 O tu tu tu tu

KERACUNAN ALUMINIUM PADA TANAH SAWAH DARI BAHAN INDUK SEDIMEN MANGROVE DI RANTAU RASAU, DELTA BERBAK, JAMBI

KERACUNAN ALUMINIUM PADA TANAH SAWAH DARI BAHAN INDUK SEDIMEN MANGROVE DI RANTAU RASAU, DELTA BERBAK, JAMBI KERACUNAN ALUMINIUM PADA TANAH SAWAH DARI BAHAN INDUK SEDIMEN MANGROVE DI RANTAU RASAU, DELTA BERBAK, JAMBI OLEH YULIANTI ENY KUSUMA SARASWATI A 24102043 PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PERGERAKAN VERTIKAL UNSUR - UNSUR DALAM TANAH YANG BERKEMBANG DARI SEDIMEN BERPIRIT DI DELTA BERBAK, JAMB1 OLEH BINTARTI AQUARITA MEDIARI A

PERGERAKAN VERTIKAL UNSUR - UNSUR DALAM TANAH YANG BERKEMBANG DARI SEDIMEN BERPIRIT DI DELTA BERBAK, JAMB1 OLEH BINTARTI AQUARITA MEDIARI A PERGERAKAN VERTIKAL UNSUR - UNSUR DALAM TANAH YANG BERKEMBANG DARI SEDIMEN BERPIRIT DI DELTA BERBAK, JAMB1 OLEH BINTARTI AQUARITA MEDIARI A 24101079 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKLJLTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tumbuhan hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini memiliki respon yang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tumbuhan hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini memiliki respon yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tumbuhan hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini memiliki respon yang baik sekali terhadap kondisi lingkungan hidup dan perlakuan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS BAHAN AMELIORAN DALAM MENEKAN KELARUTAN ALUMINIUM PADA AIR DAN TANAH SULFAT MASAM NANI SUSANTI A

EFEKTIVITAS BAHAN AMELIORAN DALAM MENEKAN KELARUTAN ALUMINIUM PADA AIR DAN TANAH SULFAT MASAM NANI SUSANTI A EFEKTIVITAS BAHAN AMELIORAN DALAM MENEKAN KELARUTAN ALUMINIUM PADA AIR DAN TANAH SULFAT MASAM Oleh NANI SUSANTI A24103065 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEDALAMAN PIRIT DENGAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH DAN PRODUKSI KELAPA SAWIT (Elais guineensis)

HUBUNGAN KEDALAMAN PIRIT DENGAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH DAN PRODUKSI KELAPA SAWIT (Elais guineensis) J. Tanah Lingk., 13 (1) April 2011: 21-24 ISSN 1410-7333 HUBUNGAN KEDALAMAN PIRIT DENGAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH DAN PRODUKSI KELAPA SAWIT (Elais guineensis) Pyritic Depth Relationship with Some Soil

Lebih terperinci

UJI SIFAT KIMIA TANAH BERPIRIT AKIBAT LAMA PENGERINGAN DAN KEDALAMAN MUKA AIR TANAH ABSTRAK

UJI SIFAT KIMIA TANAH BERPIRIT AKIBAT LAMA PENGERINGAN DAN KEDALAMAN MUKA AIR TANAH ABSTRAK UJI SIFAT KIMIA TANAH BERPIRIT AKIBAT LAMA PENGERINGAN DAN KEDALAMAN MUKA AIR TANAH DEWI YULIANA E. Universitas Hindu Indonesia Denpasar ABSTRAK This research consisted of green house experiment prepared

Lebih terperinci

PEMILIHAN BAHAN AMELIORAN UNTUK MENGATASI KERACUNAN ALUMINIUM PADA TANAMAN PADI DI TANAH SULFAT MASAM. Oleh WINA WIDYANI DWI AHFYANTI A

PEMILIHAN BAHAN AMELIORAN UNTUK MENGATASI KERACUNAN ALUMINIUM PADA TANAMAN PADI DI TANAH SULFAT MASAM. Oleh WINA WIDYANI DWI AHFYANTI A PEMILIHAN BAHAN AMELIORAN UNTUK MENGATASI KERACUNAN ALUMINIUM PADA TANAMAN PADI DI TANAH SULFAT MASAM Oleh WINA WIDYANI DWI AHFYANTI A 24103043 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui percobaan rumah kaca. Tanah gambut berasal dari Desa Arang-Arang, Kecamatan Kumpeh, Jambi, diambil pada bulan

Lebih terperinci

EFISIENSI METODE INKUBASI DAN PENAMBAHAN NAOHDALAM MENENTUKAN KEBUTUHAN KAPUR UNTUK PERTANIAN DI LAHAN PASANG SURUT RINGKASAN

EFISIENSI METODE INKUBASI DAN PENAMBAHAN NAOHDALAM MENENTUKAN KEBUTUHAN KAPUR UNTUK PERTANIAN DI LAHAN PASANG SURUT RINGKASAN EFISIENSI METODE INKUBASI DAN PENAMBAHAN NAOHDALAM MENENTUKAN KEBUTUHAN KAPUR UNTUK PERTANIAN DI LAHAN PASANG SURUT HUSIN KADERI, TATY INDRIAN DAN HARYATUN Balai Peneitian Tanaman Pangan Lahan Rawa, Jl.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh TINJAUAN PUSTAKA Penggenangan Tanah Penggenangan lahan kering dalam rangka pengembangan tanah sawah akan menyebabkan serangkaian perubahan kimia dan elektrokimia yang mempengaruhi kapasitas tanah dalam

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KOMPOS DARI BAHAN TANAMAN KALIANDRA, JERAMI PADI DAN SAMPAH SAYURAN. Oleh ADE MULYADI A

KARAKTERISTIK KOMPOS DARI BAHAN TANAMAN KALIANDRA, JERAMI PADI DAN SAMPAH SAYURAN. Oleh ADE MULYADI A KARAKTERISTIK KOMPOS DARI BAHAN TANAMAN KALIANDRA, JERAMI PADI DAN SAMPAH SAYURAN Oleh ADE MULYADI A24101051 PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 1 KARAKTERISTIK KOMPOS

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Deskripsi profil tanah Andosol dari hutan Dusun Arca Order tanah : Andosol

Tabel Lampiran 1. Deskripsi profil tanah Andosol dari hutan Dusun Arca Order tanah : Andosol LAMPIRAN Tabel Lampiran 1. Deskripsi profil tanah Andosol dari hutan Dusun Arca Order tanah : Andosol Fisiografi : Volkan Bahan Induk : Abu / Pasir volkan intermedier sampai basis Tinggi dpl : 1301 m Kemiringan

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag LAMPIRAN 38 39 Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag Kadar total Satuan BF Slag Korea EF Slag Indonesia Fe 2 O 3 g kg -1 7.9 431.8 CaO g kg -1 408 260.0 SiO 2 g

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan contoh tanah dilaksanakan di petak percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) Lembang, Jawa Barat. Sementara analisis tanah

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012. Pengambilan contoh tanah dilakukan di beberapa tanah sawah di Pulau

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT. Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor

PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT. Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor Indonesia memiliki lahan rawa yang cukup luas dan sebagian besar

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

Lampiran 1. Laporan Hasil Pengujian Residu Pestisida

Lampiran 1. Laporan Hasil Pengujian Residu Pestisida LAMPIRAN Lampiran 1. Laporan Hasil Pengujian Residu Pestisida 53 Lampiran 2. Aplikasi Dosis Herbisida Selama 1 Musim Tanam No Blok Kebun Petak Luas (Ha) Aplikasi 1 (Liter) Aplikasi 2 (Liter) Ametryn 2,4-D

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan hakekatnya merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dari generasi ke generasi. Sudah sejak lama, komitmen pertambangan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga

Lebih terperinci

METODE ANALISIS. ph H 2 O (1:5) Kemampuan Memegang Air (Water Holding Capacity)

METODE ANALISIS. ph H 2 O (1:5) Kemampuan Memegang Air (Water Holding Capacity) METODE ANALISIS ph H 2 O (1:5) Alat - Alat penumbuk - Ayakan 0,5 mm - Timbangan - Mesin pengocok - ph meter - Botol kocok Bahan - Air aquades Metode - Haluskan bahan dan ayak dengan ayakan 0,5 mm - Timbang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi

Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi No Tahun Bulan Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 1987 206 220 368 352 218 17 34 4 62 107 200 210 1998 2 1989 183 198 205 301 150

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Rajiman A. Latar Belakang Pemanfaatan lahan memiliki tujuan utama untuk produksi biomassa. Pemanfaatan lahan yang tidak bijaksana sering menimbulkan kerusakan

Lebih terperinci

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990).

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). LAMPIRAN 74 Lampiran 1. Klasifikasi fraksi tanah menurut standar Internasional dan USDA. Tabel kalsifikasi internasional fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). Fraksi Tanah Diameter (mm) Pasir 2.00-0.02

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

PENGARUH DIMENSI DAN JARAK SALURAN DRAINASE TERHADAP DINAMIKA LENGAS TANAH ABSTRAK

PENGARUH DIMENSI DAN JARAK SALURAN DRAINASE TERHADAP DINAMIKA LENGAS TANAH ABSTRAK PENGARUH DIMENSI DAN JARAK SALURAN DRAINASE TERHADAP DINAMIKA LENGAS TANAH Dakhyar Nazemi dan K. Anwar Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) ABSTRAK Penelitian di lakukan pada lahan lebak tengahan,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Maret 2012 sampai Agustus 2012. Total pengambilan contoh tanah sebanyak 43 contoh dari tiga provinsi di

Lebih terperinci

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH Komponen kimia tanah berperan terbesar dalam menentukan sifat dan ciri tanah umumnya dan kesuburan tanah pada khususnya. Bahan aktif dari tanah yang berperan dalam menjerap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol 18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol Ultisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai horizon argilik atau kandik dengan nilai kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation basa) pada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3. 1. Waktu, Lokasi Pengambilan Tanah Gambut dan Tempat Penelitian Bahan gambut berasal dari Kabupaten Dumai, Bengkalis, Indragiri Hilir, Siak, dan Kampar, Provinsi Riau dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat Umum Tanah Masam Tanah tanah masam di Indonesia sebagian besar termasuk ke dalam ordo ksisol dan Ultisol. Tanah tanah masam biasa dijumpai di daerah iklim basah. Dalam keadaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian terak baja berpengaruh nyata terhadap peningkatan ph tanah (Tabel Lampiran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan mulai dari bulan Februari 2012 hingga Juni 2012. Pengambilan contoh tanah sebanyak 23 sampel dari 3 Provinsi di Pulau Jawa.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan tanah gambut dari Kumpeh, Jambi dilakukan pada bulan Oktober 2011 (Gambar Lampiran 1). Penelitian dilakukan mulai dari bulan Februari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

II. BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 15 II. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilaksanakan terdiri atas dua percobaan yaitu percobaan inkubasi dan percobaan rumah kaca. Percobaan inkubasi beserta analisis tanah

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

DISTRIBUSI BENTUK C-ORGANIK TANAH PADA VEGETASI YANG BERBEDA. Oleh : ANRI SUNANTO A

DISTRIBUSI BENTUK C-ORGANIK TANAH PADA VEGETASI YANG BERBEDA. Oleh : ANRI SUNANTO A DISTRIBUSI BENTUK C-ORGANIK TANAH PADA VEGETASI YANG BERBEDA Oleh : ANRI SUNANTO A24103106 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 DISTRIBUSI BENTUK

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme :

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme : TANAH Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah Hubungan tanah dan organisme : Bagian atas lapisan kerak bumi yang mengalami penghawaan dan dipengaruhi oleh tumbuhan

Lebih terperinci

ph SEDERHANA ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh Ferdy Ardiansyah

ph SEDERHANA ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh Ferdy Ardiansyah ph SEDERHANA ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh Ferdy Ardiansyah 1314151022 JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2014 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah adalah produk transformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya akar sebagai penopang tumbuhnya tanaman dan penyuplai kebutuhan

Lebih terperinci

Topik B1 - Penilaian Sifat fisik, kimia, dan biologi tanah gambut

Topik B1 - Penilaian Sifat fisik, kimia, dan biologi tanah gambut Topik B1 - Penilaian Sifat fisik, kimia, dan biologi tanah gambut 1 Bahan presentasi ini mencakup: Penilaian sifat fisik, kimia, dan biologi tanah gambut Pengambilan contoh tanah gambut di lapang untuk

Lebih terperinci

KEMASAMAN TANAH. Sri Rahayu Utami

KEMASAMAN TANAH. Sri Rahayu Utami KEMASAMAN TANAH Sri Rahayu Utami PENGELOLAAN TANAH H 2 O 2 H + + O -2 ph = - log [ H + ] H + OH - H + OH - H +OH - Acid ph = 6.0 Neutral ph = 7.0 Alkaline ph = 8.0 Acidity Neutrality Alkalinity Gambut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (Noor, 2001).

TINJAUAN PUSTAKA. dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (Noor, 2001). TINJAUAN PUSTAKA Lahan Gambut Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak atau hanya sedikit mengalami

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret hingga Juni 2015. Lokasi pengambilan sampel tanah dilakukan di kawasan hutan konservasi Desa Kerumutan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi 102 PEMBAHASAN UMUM Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi dengan pembuatan saluran irigasi dan drainase agar air dapat diatur. Bila lahan tersebut dimanfaatkan untuk bertanam

Lebih terperinci

DASAR ILMU TA AH Ba B b 5 : : S i S fa f t t K i K mia T a T nah

DASAR ILMU TA AH Ba B b 5 : : S i S fa f t t K i K mia T a T nah DASAR ILMU TA AH Bab 5: Sifat Kimia Tanah ph tanah Pertukaran Ion Kejenuhan Basa Sifat Kimia Tanah Hampir semua sifat kimia tanah terkait dengan koloid tanah Koloid Tanah Partikel mineral atau organik

Lebih terperinci

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 09: Sifat Kimia (2)- Mineral Liat & Bahan Organik Tanah

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 09: Sifat Kimia (2)- Mineral Liat & Bahan Organik Tanah Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 09: Sifat Kimia (2)- Mineral Liat & Bahan Organik Tanah Mineral Liat Liat dan bahan organik di dalam tanah memiliki kisi yang bermuatan negatif

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2014 s/d juni 2014. Lokasi penelitian dilaksanakan di perkebunan PT. Asam Jawa Kecamatan Torgamba, Kabupaten

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DIES NATALIS KE-52 FAKULTAS PERTANIAN UNLAM

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DIES NATALIS KE-52 FAKULTAS PERTANIAN UNLAM PROSIDING SEMINAR NASIONAL DIES NATALIS KE-52 FAKULTAS PERTANIAN UNLAM Banjarbaru, 28 September 2013 Pengelolaan Sumberdaya Lahan Sub Optimal untuk Produksi Biomassa Berkelanjutan FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN. E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN. E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia ABSTRACT This study is aimed at identifyimg the characteristics

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air 4 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air Budidaya jenuh air merupakan sistem penanaman dengan membuat kondisi tanah di bawah perakaran tanaman selalu jenuh air dan pengairan untuk membuat kondisi tanah jenuh

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LAHAN PASANG SURUT DARI ASPEK TANAH. Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si

KARAKTERISTIK LAHAN PASANG SURUT DARI ASPEK TANAH. Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si KARAKTERISTIK LAHAN PASANG SURUT DARI ASPEK TANAH Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si WILAYAH RAWA PASANG SURUT ZONA-I & ZONA II Pembagian zona lahan rawa di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) bagian bawah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

ANALISIS UNSUR HARA MIKRO TANAH GAMBUT SETELAH SETAHUN KEBAKARAN PADA HUTAN KONSERVASI DI KECAMATAN KERUMUTAN KABUPATEN PELALAWAN

ANALISIS UNSUR HARA MIKRO TANAH GAMBUT SETELAH SETAHUN KEBAKARAN PADA HUTAN KONSERVASI DI KECAMATAN KERUMUTAN KABUPATEN PELALAWAN SKRIPSI ANALISIS UNSUR HARA MIKRO TANAH GAMBUT SETELAH SETAHUN KEBAKARAN PADA HUTAN KONSERVASI DI KECAMATAN KERUMUTAN KABUPATEN PELALAWAN Oleh : Bayu Saputra 11182102126 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Fisika Kimia Abu Terbang Abu terbang adalah bagian dari sisa pembakaran batubara berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari tungku pembakaran yang mempergunakan bahan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh tanah yang miskin akan unsur hara, salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE

BAB III. BAHAN DAN METODE 10 BAB III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan dari bulan Februari dan berakhir pada bulan Agustus 2011. Proses pembuatan dan pengujian arang aktif dilakukan

Lebih terperinci

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN Tanah sulfat masam merupakan tanah dengan kemasaman yang tinggi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian lapang dilaksanakan dari bulan Januari s.d. Juli 2010. Lokasi percobaan terletak di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Ceria Prima II, Divisi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Lahan Kering di desa Cibadung Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat. Tanah di lokasi penelitian masuk dalam sub grup Typic Hapludult.

Lebih terperinci

Rizky Putri Sari M A

Rizky Putri Sari M A PELINDIAN PIRIT DAN JAROSIT PADA TANAH SULFAT MASAM DENGAN AIR GAMBUT PADA BEBERAPA NILAI Eh Oleh : Rizky Putri Sari M A14050021 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur terhadap Sifat Kimia Tanah Pengaplikasian Electric furnace slag (EF) slag pada tanah gambut yang berasal dari Jambi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Unsur Hara Lambang Bentuk tersedia Diperoleh dari udara dan air Hidrogen H H 2 O 5 Karbon C CO 2 45 Oksigen O O 2

Lebih terperinci

KORELASI ANTARA SIFAT-SIFAT TANAH DENGAN KETERSEDIAAN K TANAH PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT. Rasional

KORELASI ANTARA SIFAT-SIFAT TANAH DENGAN KETERSEDIAAN K TANAH PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT. Rasional KORELASI ANTARA SIFAT-SIFAT TANAH DENGAN KETERSEDIAAN K TANAH PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT Rasional Sebelum pengelolaan K tanah dilakukan, karakteristik tanah yang berpengaruh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 25 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Organik Asal Hasil analisis ph, KTK, kadar air, padatan terlarut (TSS), C-organik, N- total dan C/N pada bahan serasah pinus (SP), gambut kering (GK),

Lebih terperinci

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 08: Sifat Kimia (1): ph, KTK, KB

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 08: Sifat Kimia (1): ph, KTK, KB Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 08: Sifat Kimia (1): ph, KTK, KB ph tanah ph tanah ph tanah sifat kimia tanah yang amat penting (sifat fisik yang amat penting adalah tekstur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 2.1 Penggolongan Batuan Menurut Lingkungan Pembentukan : 1. Batuan Beku (Batuan Magmatik) 2. Batuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah Lahan sawah adalah lahan yang dikelola sedemikian rupa untuk budidaya tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau sebagian dari masa pertumbuhan padi.

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN

IV. HASIL PENELITIAN IV. HASIL PENELITIAN Karakterisasi Tanah Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah Ultisol memiliki tekstur lempung dan bersifat masam (Tabel 2). Selisih antara ph H,O dan ph KC1 adalah 0,4; berarti

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)=

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)= LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis ph H 2 O dengan ph Meter 1. Timbang 10 gram tanah, masukkan ke dalam botol kocok. 2. Tambahkan air destilata 10 ml. 3. Kocok selama 30 menit dengan mesin pengocok.

Lebih terperinci

Pupuk dolomit SNI

Pupuk dolomit SNI Standar Nasional Indonesia Pupuk dolomit ICS 65.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Syarat mutu... 1 4 Pengambilan contoh...

Lebih terperinci

PENGARUH APLIKASI SENYAWA HUMAT TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH VERTISOL DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays) Oleh: RONNI TOBING A

PENGARUH APLIKASI SENYAWA HUMAT TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH VERTISOL DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays) Oleh: RONNI TOBING A PENGARUH APLIKASI SENYAWA HUMAT TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH VERTISOL DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays) Oleh: RONNI TOBING A24104092 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENETAPAN KEMASAMAN TANAH BAB I PENDAHULUAN

PENETAPAN KEMASAMAN TANAH BAB I PENDAHULUAN PENETAPAN KEMASAMAN TANAH BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penetapan reaksi tanah (ph) tertentu yang terukur pada tanah ditentukan oleh seperangkat faktor kimia tertentu. Oleh karena itu, penentuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai Juni 2015. Lokasi pengambilan sampel tanah dilakukan di kawasan hutan konservasi Kelurahan

Lebih terperinci