BAB I PENDAHULUAN. memberikan perhatian yang nyata untuk kesejahteraan orang lain, dan merasa

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial. Kelebihan manusia sebagai makhluk sosial yaitu kesediannya memberikan pertolongan dan mengulurkan tangan terhadap keluarga, kelompok atau komunitasnya, bahkan setiap menolong orang yang tidak dikenal, dari etnis atau bangsa lain tanpa pamrih dan tampa meminta imbalan. Perilaku menolong mengambarkan manusia sebagai makhluk yang tidak egois dan dermawan, mampu untuk memberikan perhatian yang nyata untuk kesejahteraan orang lain, dan merasa bahwa dirinya mempunyai kemampuan memberikan bantuan kepada orang lain. Perilaku prososial (prosocial behavior) adalah suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut dan mungkin bahkan melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong. Meskipun dapat menimbulkan suatu resiko, namun manusia mempunyai kebutuhan dasar untuk meminta dan memberikan pertolongan kepada orang lain, manusia tentu membutuhkan orang lain untuk meringankan sebagian beban yang dialami, jadi perilaku prososial sangat diperlukan dalam kehidupan manusia. 1 1 Baron & Byrne, Psikologi Sosial, (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama: 2003), h. 92 1

2 2 Perilaku prososial merupakan kecendrungan alamiah kita sebagai manusia. Kita mempunyai kebutuhan dasar untuk meminta dan memberikan pertolongan pada orang lain. Perilaku tolong-menolong secara sosial dan spritual, sangat disukai dan dianjurkan. Secera universal, masyarakat dibelahan dunia manapun sangat menyukai orang-orang yang dermawan, suka menolong, kooperatif, solider dan mau berkorban untuk orang lain. Sebaliknya, orang yang kikir, egois atau individualistis tidak disukai masyarakat. Bagi agama Islam, perilaku prososial merupakan perilaku yang sangat dihargai dan wajib dilakukan oleh para penganutnya. 2 Dalam Q.S Al-Maidah ayat 2, Allah Swt. berfirman: Artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-nya. 3 Dari ayat diatas dapat disimpulkan, bahwa orang melakukan perilaku menolong dihargai dan dihadiahi dengan surga nanti di hari pembalasan dan merekapun akan mendapat pertolongan Allah Swt. Orang yang dikategorikan orang yang baik adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain atau orang yang paling banyak melakukan perilaku tolong-menolong. 2 Rahman & Agus, Psikologi Sosial: Interagsi Pengetahuan Wahyudan Pengetahuan Empirik (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahannya, (Semarang: PT Karya Toha Putra), h.157

3 3 Menurut Derlega & Grzelak dalam buku Desmita menyatakan salah satu sumber perilaku prososial yaitu berasal dari dalam diri seseorang yang disebut dengan endosentris. Endosentris bersumber dari keinginan untuk mengubah diri sebagai suatu cara meningkatkan self-image positif yang berfokus pada aspek self-moral. 4 Perilaku prososial sangat diperlukan dan sering terjadi pada masa remaja karena masa remaja merupakan masa yang penuh dengan krisis baik krisis fisik, psikis, maupun sosial yang kesemuanya itu bertujuan untuk mengembangkan diri remaja dalam interaksi dengan orang lain. 5 Sebagai makhluk sosial, manusia khususnya remaja diharapkan memilki perilaku sosial yang tinggi, karena dengan perilaku prososial bertujuan untuk mensejahterakan orang lain dan mengurangi penderitaan bila dalam kesulitan. Perilaku prososial yang dilakukan diharapkan akan menciptakan kehidupan yang lebih selaras, terbentuk perilaku tolong menolong, menghargai dan terjalin hubungan yang harmonis antara individu yang satu dengan individu yang lain. Perilaku prososial pada dasarnya ada pada setiap diri manusia, hal ini terjadi karena naluri alami manusia sebagai makhluk yang saling membutuhkan tidak akan dapat dihilangkan pada diri manusia. Rasa ketergantungan sebagai kebutuhan untuk dibantu ketika terkena musibah muncul dengan spontan. Sedangkan rasa ibah bagi orang lain yang melihat juga muncul secara spontan tanpa dapat dibendung. Hanya saja potensi 4 Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: Remaja Rosdakarya: 2014), h Rahman Agus, Op. Cit. h. 213

4 4 munculnya perilaku prososial sangat kecil karena sangat terkait dengan faktor-faktor serta aspek-aspek yang berperan dalam terciptanya perilaku prososial. Teknologi yang semakin maju seakan mengukung hidup individu lepas dari dunia individu yang lainnya, bahkan untuk bertemu muka dengan tetangga sebelah rumahpun seperti tidak ada waktu lagi, yang terjadi adalah individu menjadi seorang yang individualisme. Perilaku prososial seakan hanya akan menjadi ajang pamer kekayaan sehingga nilai keikhlasan dalam memberi hilang. Menurut Papilaya, perilaku prosial muncul karena hasil interkasi dan keterkaitan antara berbagai macam faktor atau sebab. Penelitian ini akan difokuskan pada variabel yang relevan dengan karakteristik remaja dalam perkembangan fisik, psikis, sosial maupun moral remaja yaitu konsep diri. 6 Konsep diri merupakan perasaan seseorang tentang diri pribadi sebagai pribadi yang utuh dengan karakteristik yang unik, sehingga individu akan mudah dikenali sebagai sosok yang mempunyai ciri khas tersendiri. 7 Komponen dari konsep diri yaitu citra tubuh (body image), ideal diri (selfideal), harga diri (self-esteem), peran (self-role) dan identitas diri (selfidentity). 8 Untuk meningkatkan konsep diri secara keseluruhan, salah satu faktor yang paling penting adalah endosentris atau faktor dari dalam diri seseorang. Sedangkan salah satu bentuk dari konsep diri (self-consept) adalah Lukaningsi & Zuyina, Pengembangan Pribadi, (Yogyakarta: Nuha Medika, 2010), h Suliswati dkk, Konsep Diri Perawatan Jiwa (Jakarta: EGC, 2005), h

5 5 harapan diri (self-expectations). Harapan diri ini muncul karena ada komponen dari konsep diri (selft-consept) yang dapat dipahami secara baik. 9 Konsep diri yang utama adalah didasari dari pengalaman dan kultur yang ada dikeluarga, karena keluarga sebagai media pertama pembentuk konsep diri seseorang. Keluarga dapat memberikan perasaan mampu dan tidak mampu, perasaan diterima atau ditolak, dan dalam keluarga individu mempunyai kesempatan untuk mengidentifikasi dan meniru perilaku orang lain yang diinginkan, serta keluarga sebagai pendorong yang kuat agar individu mencapai tujuan yang sesuai atau pengharapan yang pantas. 10 Konsep diri yang dimiki remaja akan mempengaruhi perilakunya dalam hubungan sosial dengan individu lain. Menurut Retnowati, konsep diri berpengaruh pada sikap remaja dalam kehidupan sehari-hari, remaja dengan konsep diri rendah cendrung bersikap negatif dalam perilakunya dan merasa tidak dihargai, tidak diterimah dan berprilaku kurang baik dengan orang lain, sebaliknya remaja dengan konsep diri tinggi cendrung bersikap positif dengan kehidupannya, individu mampu melihat, diterimah dan diperlakukan baik oleh orang lain. Begitu pula dalam konteks perilaku prososial, konsep diri diperlukan agar remaja mampu melakukan tindakan yang menuntut pengorbanan (ikhlas) untuk membantu orang lain sesuai dengan apa yang diharapkan. Berdasarkan obeservasi awal yang dilakukan pada Oktober 2016 di SMPN 30 Padang, Jln. Baru Andalas, Kec. Padang Timur, ditemukan 9 Deswita, Op. Cit. h Suliswati, Op. Cit. h. 90

6 6 masi ada peserta didik yang memiliki konsep diri negatif, peserta didik sering merasa minder dengan bentuk tubuhnya sehingga lebih memilih menyendiri, pemalu, merasa tidak dihargai, tidak diterima dan berperilaku kurang baik dengan orang lain, hal ini dapat terlihat dari perilaku prososial yang ditunjukan peserta didik yang tergolong kurang baik, misalnya jika ada teman yang sakit didalam kelas mereka bersikap acuh tak acuh, ketika ada teman yang tidak membawa buku paket, pena atau penghapus mereka tidak mau meminjamkannya dengan alasan takut hilang atau takut rusak, saat memakan jajanan yang dibeli dihadapan teman mereka hanya memakan sendiri tanpa mau memberi jajan yang dibelinya sebagian kepada teman, peserta didik hanya mau membantu teman yang dekat dengan dirinya saja. 11 Kemudian pada tanggal 13 Oktober 2016, penulis melakukan wawancara dengan guru Bimbingan dan Konseling menyatan bahwa: Terdapat beberapa peserta didik yang memiliki konsep diri negatif sehingga berdampak pada perilaku prososialnya seperti menolong orang lain, berbagi, kerjasama, empati dan kejujuran kepada orang lain masih kurang, misalnya jika ada teman yang sakit didalam kelas mereka bersikap acuh tak acuh, saat ada teman yang tidak membawa buku paket, bolpoint atau penghapus tidak mau meminjamkannya dengan alasan takut hilang atau rusak, jika ada temannya yang lupa membawa uang jajan mereka cenderung mengejek dan tidak mau menolong dengan membagikan/meminjamkan uangnya atau memberikan jajan yang dibelinya sebagian ke teman, saat ada salah seorang yang Ibunya meninggal dunia mereka tidak bisa memberikan dorongan atau suport pada teman yang mengalami musibah. 12 Penulis juga mengadakan angket sosiometri pada kelas VIII yang penulis lakukan pada kelas VIII.2 dengan indikasi teman yang disenangi dan 11 Observasi, SMPN 30 Padang, tangggal: Oktober Rahmat Fajri Asy Syauqi (Guru Bimbingan dan Konseling SMPN 30 Padang), Wawancara Langsung, Padang: 13 Oktober 2016

7 7 tidak disenangi dalam belajar serta teman yang disenangi dan tidak disenagi dalam bermain disertai alsannya (hasil pengolahan angket dapat dilihat pada lampiran). Dari hasil sosiometri tersebut penulis menemukan masih ada peserta didik yang memiliki konsep diri negatif sehingga berdampak pada perilaku prososial peserta didik, dalam belajar masih ada sebagian peserta didik yang tidak disenangi dengan indikator: tidak mau membantu teman yang meminta diajari hal yang dirasa belum dimengerti, suka meribut, egois, tidak mau membantu teman yang susah, tidak mau bekerjasama dalam mengerjakan tugas kelompok dan memilih mengerjakan sendiri, tidak mau meminjamkan alat tulis seperti pena saat teman membutuhkannya serta sombong dengan prestasi yang didapatnya. Dalam bermain masih ada sebagian peserta didik yang tidak disenangi dengan indikator: suka memilih teman, berlaku kasar, egois tanpa mau mendengarkan pendapat teman meskipun itu benar, sombong, suka menghina, cuek terhadap lingkungan, tidak mau berbagi dan suka membentak teman. Berdasarkan hasil sosiometri yang penulis peroleh dari penyebaran angket di kelas VIII.2, terlihat masih ada sebagian peserta didik yang memiliki konsep diri negatif, hal ini terlihat dari bagaimana mereka mengambarkan sosok temannya, meraka merasa temannya sombong, berlaku kasar, menghina, suka membentak hal ini di karenakan meraka tidak bisa memandang diri sendiri secara positif sehingga berdampak pada perilaku

8 8 prososial. Hal ini mengakibatkan peserta didik menjadi kurang dalam menolong orang lain, berbagi, kerjasama dan memiliki rasa empati. Berdasarkan fakta diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Konsep Diri dengan Perilaku Prososial Peserta Didik Kelas VIII di SMPN 30 Padang Serta Implikasinya Terhadap Layanan Bimbingan dan Konseling B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian adalah Adakah Hubungan Konsep Diri dengan Perilaku Prososial Peserta Didik Kelas VIII di SMPN 30 Padang Serta Implikasinya Terhadap Layanan Bimbingan dan Konseling? C. Batasan Masalah Agar penelitian ini terarah penulis merasa perlu memberikan batasanbatasan sebagai berikut : 1. Konsep diri peserta didik kelas VIII di SMPN 30 Padang 2. Perilaku prososial peserta didik kelas VIII di SMPN 30 Padang 3. Hubungan konsep diri dengan perilaku prososial peserta didik kelas VIII di SMPN 30 Padang 4. Implikasi hubungan konsep diri dengan perilaku prososial peserta didik terhadap layanan bimbingan dan konseling kelas VIII di SMPN 30 Padang D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

9 9 1. Untuk mengetahui konsep diri peserta didik Kelas VIII di SMPN 30 Padang 2. Untuk mengetahui perilaku prososial peserta didik Kelas VIII di SMPN 30 Padang 3. Untuk mengetahui hubungan konsep diri dengan perilaku prososial Peserta Didik Kelas VIII di SMPN 30 Padang. 4. Untuk Mengetahui Implikasi Hubungan Konsep Diri dengan Perilaku Prososial Peserta Didik Terhadap Layanan Bimbingan dan Konseling Kelas VIII di SMPN 30 Padang E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait utamanya bagi pihak pihak berikut : 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu Bimbingan dan Konseling, guna mengembangkan konsep diri peserta didik kearah yang positif agar peserta didik mampu mengembangkan perilaku prososial dengan sesama. 2. Manfaat Praktis 1) Bagi Penulis Bagi penulis sendiri sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai gelar serjana di Fakultas Tarbiyah Jurusan Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Prodi Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) UIN Imam Bonjol Padang.

10 10 2) Bagi guru Bimbingan dan Konseling Bagi guru BK hasil penelitian ini memberikan informasi yang berkaitann dengan konsep diri dan perilaku prososial peserta didik dan dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam mematahkan permasalahan yang sering dialami oleh Peserta didik, serta memberikan solusi yang baik dalam mengatasi permasalahan. F. Defenisi Operasional Agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami judul penelitian ini, dibawah ini akan penulis jelaskan istilah-istilah yang dipakai dalam judul penelitian ini: 1. Konsep Diri Menurut staines dalam buku Burns konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan orang lain berpendapat mengenai diri kita dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. 13 Konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang dirinsendiri, nperasaan, keyakinan dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya. 14 Adapun yang penulis maksud adalah tentang peserta didik yang memiliki pandangan, perasaan atau konsep diri yang positif dan negatif baik bersifat psikologi, sosial, dan fisik sehingga mempengaruhi perilaku prososial peserta didik. 13 R.B. Burns, Konsep Diri, (Jakarta: Arkan 1993), h Jhon Santrock, Psokologi Remaja, (Jakarta, Erlangga : 2007), h.163

11 11 2. Perilaku Prososial Perilaku prososial (prosocial behavior) adalah suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut dan mungkin bahkan melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong. Meskipun dapat menimbulkan suatu resiko, namun manusia mempunyai kebutuhan dasar untuk meminta dan memberikan pertolongan kepada orang lain, manusia tentu membutuhkan orang lain untuk meringankan sebagian beban yang dialami, jadi perilaku prososial sangat diperlukan dalam kehidupan pesrta didik Implikasi Implikasi dalam kamus besar bahasa Indonesia merupakan kata benda yang memiliki arti keterlibatan atau keadaan terlibat, kata kerja dari implikasi adalah mengimplikasikan yang memiliki arti melibatkan. 16 Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan oleh tenaga profesional kepada seseorang atau kelompok individu untuk mengembangkan kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu dengan focus pribadi, mandiri yang mampu mengendalikan diri melalui penyelenggaraan berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung dalam proses pembelajaran 15 Baron & Byrne. Op. Cit. h Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Kompas Gramedia), h. 2014

12 12 Implikasi yang penulis maksud adalah menyajikan pendekatan yang dapat digunakan guru Bimbingan dan Konseling dalam memberikan layanan yang berbentuk rancangan program layanan Bimbingan dan Konseling khususnya layanan Informasi, layanan Penguasaan Konten dan layanan Bimbingan Kelompok untuk membangun konsep diri yang positif agar tercapainya perilaku prososial yang baik. 4. Layanan Bimbingan dan Konseling Didalam kamus besar bahasa Indonesia, layanan berasal dari kata kerja layan, kata kerjanya melayani yang mempunyai arti membantu menyiapkan (mengurus) apa-apa yang diperlukan seseorang. Layanan Bimbingan dan Konseling yaitu proses pemberian bantuan yang diberikan kepada peserta didik yang membutuhkan pertolongan agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, sehingga peserta didik sanggup mengarahkan dirinya sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekitarnya baik itu lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. 17 Maksud keseluruhan judul pembahasan ini adalah untuk mengetahui hubungan konsep diri dengan perilaku prososial peserta didik serta implikasi guru Bimbingan dan Konseling yang berupa pemberian layanan Bimbingan dan Konseling dalam mengataskan masalah yang berhubungan dengan konsep diri maupun perilaku prososial peserta didik. 17