TINJAUAN PUSTAKA Sagu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Sagu"

Transkripsi

1 24 TINJAUAN PUSTAKA Sagu Tanaman sagu (Gambar 1) termasuk tumbuhan monokotil, keluarga Palmae, Marga Metroxylon, ordo Spadisiflorae. Nama Metroxylon berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata Metra dan Xylon. Metra berarti isi batang, sedang Xylon berarti kayu (Flach, 1983). Gambar 1. Tanaman Sagu Tanaman sagu digolongkan secara garis besar menjadi dua golongan yaitu golongan yang berbunga/berbuah satu kali dan golongan yang berbunga atau berbuah dua kali atau lebih (Soerjono, 1980). Golongan sagu yang berbunga atau berbuah satu kali bernilai ekonomis lebih tinggi karena memiliki kandungan pati yang tinggi. Jenis sagu yang termasuk dalam golongan tersebut adalah Metroxylon rumphii Martius, Metroxylon sagus Rottboll, Metroxylon sylvester Martius, Metroxylon micracantum Martius, Metroxylon longispinum Martius. Sedangkan golongan yang berbunga atau berbuah dua kali atau lebih rendah mengandung karbohidrat, tumbuh di daerah dataran tinggi yang terdiri dari Metroxylon filare dan Metroxylon elanum.

2 25 Bagian terpenting dari tanaman sagu adalah batang sagu, karena merupakan tempat penyimpanan cadangan makanan (karbohidrat) yang dapat menghasilkan pati sagu. Tinggi pohon sagu dapat mencapai 15 meter (Ruddle et al., 1978). Ukuran dari batang sagu dan kandungan patinya tergantung pada jenis sagu, umur dan habitatnya. Pada bagian dalam batang pohon sagu terdapat gumbar (empulur) yang mengandung karbohidrat. Pada umur panen sekitar 11 tahun ke atas empelur sagu mengandung pati sekitar persen (Rumalu, 1981 dalam Haryanto dan Pangloli, 1992). Setiap pohon sagu dapat menghasilkan sagu berkisar antara kg tepung sagu basah (Sastrapradja et al., 1980). Kandungan pati maksimal ada pada saat sagu sebelum berbunga. Munculnya primordia bunga biasanya menunjukkan kandungan pati menurun. Kandungan pati menurun karena digunakan sebagai energi untuk pembentukan bunga dan buah. Setelah pembungaan dan pembentukan buah, batang akan menjadi kosong dan tanaman sagu mati. Keadaan tersebut mempermudah petani untuk mengetahui kandungan pati sagu secara maksimum (Haryanto dan Pangloli, 1992). Sagu (Metroxylon sp.) merupakan tumbuhan asli Indonesia. Selain di Indonesia sagu ditemukan hanya dibeberapa negara lain, seperti Papua New Guinea, Malaysia, Thailand, dan Filipina (Ruddle et al., 1978). Indonesia memiliki areal sagu terbesar dengan luas sekitar 1,5 juta hektar atau 60% dari 2,5 juta hektar sagu dunia. Peta populasi sagu dunia disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Peta populasi sagu dunia (sumber: www. traditionaltree.org)

3 26 Sagu merupakan salah satu sumber karbohidrat potensial disamping beras, khususnya bagi sebagian masyarakat di kawasan Timur Indonesia seperti Papua dan Maluku. Beberapa produk olahan pati sagu antara lain papeda, sinoli, soun, ongol-ongol, dan sebagainya. Diperkirakan sekitar 90% areal sagu Indonesia berada di kawasan Timur Indonesia. Lima daerah potensial sagu terbesar di Indonesia, yaitu untuk Papua hektar; Maluku hektar; riau hektar; Sulawesi Utara hektar dan Sulawesi Tenggara hektar (Chiljo,2009). Umumnya daerah pertumbuhan sagu pada daerah terisolasi dan jauh dari perkotaan. Sagu banyak tumbuh di daerah-daerah marjinal, dimana tumbuhan penghasil karbohidrat lainnya lebih sulit untuk tumbuh. Pemanfaatan sagu di Indonesia belum maksimal dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand yang hanya memiliki luas areal sagu seluas 1,5% dan 0,2% dari total luas areal sagu dunia. Sistem pengolahan sagu di Indonesia masih sangat rendah yang ditandai dengan kapasitas dan produktivitas pengolahan yang masih rendah. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar pengolahan sagu ditujukan hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Cara sederhana tersebut menghasilkan rendemen yang rendah dan kurang efisien. Pati sagu di pasar internasional digunakan sebagai bahan subsitusi tepung terigu untuk pembuatan biskuit, mie, sirup berkadar fruktosa tinggi, industri perekat, dan industri farmasi. Pemanfaatan dan nilai tambah sagu ditingkat petani masih sangat sederhana. Sagu memiliki kandungan karbohidrat, protein, lemak, kalsium, dan zat besi yang tinggi. Dengan kandungan tersebut, sagu berpotensi sebagai bahan baku untuk membuat bioenergi. Batang merupakan komponen hasil utama pada tanaman sagu. Tepung sagu diperoleh dari empulur, sehingga pengolahan hasilnya cukup berat dan memerlukan alat yang khusus pula. Batang sagu yang sudah ditebang selanjutnya dikuliti untuk mendapatkan empulur yang mengandung tepung. Selanjutnya, empulur yang dihasilkan diparut agar memudahkan peremasan (pengepresan). Peremasan dilakukan dengan menggunakan alat pres untuk mengeluarkan pati dari parutan empulur. Setelah selesai peremasan, dilakukan penyaringan untuk membuang serat-serat kasar dari empulur. Suspensi pati yang didapatkan

4 27 kemudian diendapkan untuk memisahkan pati sagu dari air. Langkah selanjutnya adalah pengeringan, pengepakan dan penyimpanan atau distribusi ke konsumen. Peralatan pengolahan sagu sudah tersedia atau mudah disediakan kecuali untuk kegiatan pemarutan. Pemarutan empulur dapat dilakukan dengan menggunakan alat berupa silinder berpaku yang digerakkan oleh generator. Silinder berpaku mudah direkayasa di pedesaan, sementara generator membutuhkan biaya yang cukup mahal. Kondisi seperti ini tidak mudah bagi kebanyakan masyarakat Papua yang rata-rata berpendapatan sangat rendah. Oleh karena itu, umumnya masyarakat Papua menggunakan teknik pengolahan dan peralatan tradisional. Untuk meningkatkan efisiensi pengolahan sagu, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Papua telah merakit alat pangkur sagu dan alat peremas spesifik lokasi, yaitu pangkur rantai, pangkur tali, dan pangkur gendong. Pangkur merupakan alat pemarut empulur untuk mempermudah peremasan, sedangkan alat peremas digunakan untuk memisahkan tepung sagu dari empulur. Pangkur dirakit dengan menggunakan bahanbahan yang tersedia di pedesaan. Konstruksi pangkur terdiri atas silinder kayu berpaku, gir sepeda roda belakang, pegas, dan rantai atau tali yang berfungsi sebagai belt. Penggunaan pangkur lebih efisien dibandingkan dengan pengolahan cara tradisional. Ekstraksi Pati Sagu Cara dan alat pengambilan pati sagu dapat dibedakan antara lain (1) cara tradisional; (2) tradisional yang disempurnakan; dan (3) cara modern. Pengambilan pati sagu pada umumnya terdiri dari dua tahap pekerjaan, yaitu penghancuran ela atau bagian lunak dari batang sagu setelah ditebang serta pemerasan ela yang telah dihancurkan. Proses penghancuran ela bertujuan untuk menghancurkan serat yang ada pada batang sagu, sehingga tepung yang terkandung dalam serat dapat diambil semaksimal mungkin. Pati sagu perlu dipisahkan dari serbuk batang yang tercampur. Pemisahan dilakukan dengan pemerasan dan pengendapan. Serbuk batang sagu yang telah dikeruk dimasukkan ke dalam keranjang, lalu diangkut ke tempat pemerasan, dan dituang ke dalam bak pemerasan. Pemerasan dilakukan dengan tangan atau

5 28 menggunakan kaki. Untuk memudahkn pemisahan pati sagu, serat-serat batang tersebut diberi air. Pemerasan dihentikan setelah air yang menetes jernih. Sifat Fisika Kimia Pati Pati merupakan salah satu bentuk karbohidrat tanaman yang terbentuk melalui proses fotosintesis. Pati terdapat dalam butir-butir kecil atau granula yang terkumpul dalam biji, umbi dan bagian dalam batang. Adapun sumber pati yang telah banyak digunakan antara lain ubi kayu, ubi jalar, jagung, beras, sagu, kentang, dan barley (Brautlecht, 1953). Bentuk dan ukuran granula khas untuk setiap jenis pati, sehingga sifat ini dapat digunakan untuk menentukan sumbernya (Hill dan Kelly, 1942). Granula pati terdiri atas lapisan tipis yang merupakan susunan melingkar dari molekulmolekul pati dengan bentuk kristal kecil yang disebut micella. Granula pati dalam keadaan murni berwarna putih, mengkilat, tidak berbau dan tidak berasa (Brautlecht, 1953). Granula pati sagu berbentuk ellips dengan ukuran µ. Sifat fisika kimia pati sagu sebagai berikut : Gelatinisasi Bila granula pati dimasukkan ke dalam air dingin maka akan terjadi pengembangan granula yang dapat bersifat bolak-balik (reversible). Besarnya pengembangan tergantung pada jenis pati dan perlakuan sebelumnya (Williams, 1968). Pengembangan terjadi karena sejumlah kecil air menyerap ke bagian amorf dari granula pati, yang memiliki ikatan intermolekuler kurang kuat. Bila suspensi pati dipanaskan maka air akan lebih mudah masuk ke dalam granula. Mula-mula terjadi sedikit pengembangan sampai tercapai suhu 60 o C akan terjadi pengembangan granula yang sangat cepat dengan meningkatnya suhu (Radley, 1968). Pengembangan granula pati karena pemanasan ini disebut suhu gelatinisasi pati dan proses ini tidak kembali (irreversible). Suhu pada saat terjadinya pengembangan granula pati dengan membentuk gel disebut suhu gelatinisasi. Pengembangan granula pati akan menyebabkan terjadinya beberapa perubahan diantaranya hilangnya sifat birefringent granula, peningkatan viscositas dan kecerahan suspensi (Radley, 1968).

6 29 Menurut Brautlecht (1953), ukuran granula pati sagu berkisar antara µm, sebagian besar terdiri dari granula berukuran besar (50-70 µm), dan hanya sedikit yang berukuran kecil (10-20 µm). Umumnya butiran pati yang berukuran kecil akan menggelatinisasi lebih lambat dan pada suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan butiran pati yang berukuran besar, karena setiap granula akan mengembang pada saat tercapainya suhu gelatinisasi masing-masing. Oleh karena itu, adanya variasi dari ukuran gelatinisasi dan merupakan ciri khas dari masing-masing jenis pati. Suhu gelatinisasi pati sagu berkisar pada 60 o C (Jarowenko, 1976). Amilosa dan Amilopektin Amilosa adalah komponen berantai lurus dengan ikatan α-(1,4) D-glukosa. Tiap polimer pati mengandung unit D-glukosa. Amilosa bersifat hidrofilik, karena banyak mengandung gugus hidroksil pada molekulnya yang bersifat polar. Rantai lurus amilosa cenderung membentuk susunan paralel satu sama lain dan saling berkaitan melalui ikatan hidrogen. Jika hal ini terjadi maka afinitas amilosa terhadap air akan menurun karena adanya ikatan antara molekul. Kumpulan molekul amilosa akan meningkat sampai mencapai suatu titik dimana terjadi pengendapan bila konsentrasinya rendah, dan akan terbentuk gel bila konsentrasinya tinggi. Amilopektin adalah polimer berantai cabang, yang setiap cabang terdiri unit D-glukosa dengan ikatan α-(1,4) glikosidik dan pada tempat sambungan percabangannya dengan ikatan α-(1,6) glikosidik. Perbandingan antara jumlah amilosa dan amilopektin dari tiap jenis pati berlainan, pada umumnya pati mengandung amilosa sekitar % dengan amilopektin % (Whistler, 1977). Khususnya pati sagu menurut Johnson dan Peterson (1974) perbandingan kandungannya adalah % amilosa dan % amilopektin. Komposisi Kimia Pati Sagu Komposisi kimia pati sagu sangat bervariasi. Variasi tersebut tidak banyak dipengaruhi oleh perbedaan spesies, umur, dan habitat di mana pohon sagu tumbuh. Faktor utama yang mempengaruhi variasi tersebut adalah faktor pengolahanannya. Komposisi kimia pati sagu dapat dilihat pada Tabel 1.

7 30 Tabel 1. Komposisi kimia pati sagu dalam 100 gram bahan Komponen Kadar Kalori (kal) 285,0 Air (%) 27,0 Protein (%) 0,2 Karbohidrat (%) 71,0 Serat kasar (%) 0,3 Kalsium (mg) 30,0 Besi (mg) 0,7 Lemak, karoten, thiamin dan vitamin C Sangat sedikit Sumber: Ruddle et al. (1978). Sirup Glukosa Pati Sagu Sirup glukosa pati sagu berupa cairan jernih dan kental dengan komponen utamanya glukosa yang diperoleh dari hidrolisis pati. Hidrolisis pati menjadi glukosa dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan enzim atau asam pada waktu, suhu, dan ph tertentu. Berbagai metode hidrolisis pati telah banyak dikembangkan, diantaranya hidrolisis asam, hidrolisis enzim dan kombinasi antara asam dan enzim. Hidrolisis pati menjadi sirup glukosa dengan asam telah lama digunakan pada pembuatan sirup glukosa dan menghasilkan sirup glukosa dengan DE-42 yang banyak digunakan pada industri permen. Hidrolisis secara asam memiliki kekurangan dibandingkan dengan hidrolisis enzim, yaitu timbulnya warna dan flavor yang tidak diinginkan, sehingga dapat menurunkan mutu produk, serta memerlukan kondisi proses yang ekstrim. Berbeda dengan hidrolisis enzimatis, selain kondisi proses yang tidak ekstrim, pemakaian enzim dapat menghasilkan rendemen dan mutu larutan glukosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan hidrolisis secara asam. Pada hidrolisis secara enzimatis ikatan pati terpotong secara teratur atau sesuai dengan jenis enzim yang digunakan, sedangkan hidrolisis secara asam pemotongan terjadi secara acak. Terdapat tiga tahapan dalam mengkonversi pati pada proses hidrolisis pati sagu, yaitu tahap gelatinisasi, likuifikasi, dan sakarifikasi. Tahap gelatinisasi merupakan tahapan pembentukan suspensi kental dari granula pati, tahap

8 31 likuifikasi berupa proses hidrolisis pati parsial yang yang ditandai dengan menurunnya viscositas, dan tahap sakarifikasi adalah proses lebih lanjut dari hidrolisis untuk menghasilkan glukosa (Chaplin dan Buckle, 1990). Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-1,4 glikosidik oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak, sehingga dihasilkan glukosa, maltosa, maltodekstrin dan α-limit dekstrin. Enzim α-amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus α-(1,4) glikosidik dan amilosa, amilopektin, dan glikogen. Ikatan α-(1,6) glikosidik tidak dapat diputus oleh α-amilase, tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang yang lebih pendek (Nikolov dan Reilly, 1991). Enzim α-amilase umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens, B. licheniformis, Aspergillus oryzae, dan A. niger. Nilai ph optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar 6 dengan suhu optimum 60 o C. Apabila suhu dinaikkan, maka ph optimum pun semakin meningkat sampai kisaran tujuh (Tjokroadikoesomo, 1986). Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan memiliki aktivitas yang tinggi, sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 0,5-0,6 kg/ton pati atau 1500 U/kg substrat kering (Chaplin dan Bucke, 1990). Enzim α-amilase komersial dibuat oleh Novo Industry AS antara lain dengan nama Termamyl yang mempunyai ketahanan terhadap suhu sekitar o C. Stabilitas Termamyl tergantung pada suhu, konsentrasi Ca 2+, kandungan ion dan ekuivalen dekstrosa. Dosis α-amilase yang biasa digunakan antara 0,5-0,6 kg Termamyl 120 L per ton pati kering. Satu knu (kilo Novo α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang dapat menghidrolisis 5,26 pati (gram standar) per jam dengan suhu 37 o C, ph 5,6 pada kondisi standar. Proses selanjutnya adalah sakarifikasi oleh enzim amiloglukosidase. Amiloglukosidase merupakan eksoenzim yang terutama memecah ikatan α-(1,4) dengan melepaskan unit-unit glukosa dari ujung non reduksi molekul amilosa dan amilopektin untuk memproduksi β-d-glukosa. Nama trivial yang sering digunakan pada enzim ini adalah amiloglukosidase (AMG), glukomilase, dan gamma-amilase (Kulp, 1975). Amiloglukosidase ditemukan pada tahun 1950-an dan digunakan secara luas pada teknologi bioproses pati dan industri makanan.

9 32 Kegunaan yang luas dan spesifik menyebabkan amiloglukosidase digunakan pada produksi gula cair. Amiloglukosidase diproduksi pada skala besar dari kapang dan khamir, tetapi hanya Aspergillus dan Rhizopus yang digunakan secara komersial. Suhu optimum untuk amiloglukosidase berkisar o C dengan ph optimum 3-8. amiloglukosidase yang umum digunakan pada tahap likuifikasi berasal dari Aspergillus niger. Pada kondisi yang sesuai, amiloglukosidase ditambahkan dengan dosis berkisar 1,65-0,80 liter enzim per ton pati dengan dosis sebesar 200 U/kg pati (Chaplin dan Buckle, 1990). Amiloglukosidase yang berasal dari Novo yaitu AMG yang tersedia dalam bentuk cairan dengan aktivitas 200, 300 atau 400 AGU g -1. satu AGU (Amiloglukosidase Unit) adalah jumlah enzim yang menghidrolisis 1 µmol maltosa per menit pada suhu 25 o C dan kondisi standar (Kearsley dan Dziedzic, 1995). Kultivasi Etanol Menurut Prescot dan Dunn (1959), etanol dapat diproduksi dari gula melalui kultivasi pada kondisi tertentu. Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya dapat dihidrolisis menjadi gula kemudian dikultivasi untuk membentuk etanol. Etanol merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C 2 H 5 OH. Etanol adalah suatu cairan tak berwarna dengan bau yang khas. Berat jenis secara spesifikasi cairan ini pada 15 o C sebesar 0,7937 dan mulai mendidih pada suhu 78,32 o C (760 mm air raksa). Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses kultivasi gula dari sumber karbohidrat dengan menggunakan bantuan mikroorganisme. Proses produksi etanol berbahan baku karbohidrat dapat dilihat pada Gambar 4. Mikroba yang digunakan dalam kultivasi etanol adalah khamir. Khamir yang biasa digunakan untuk menghasilkan etanol adalah Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoides. Khamir ini sering digunakan pada kultivasi etanol karena menghasilkan etanol yang tinggi, toleran terhadap kadar etanol yang tinggi, mampu hidup pada suhu yang tinggi, tetap stabil selama kondisi kultivasi dan dapat bertahan hidup pada ph rendah (Rehm dan Reed, 1981).

10 33 Gambar 4. Diagram alir proses produksi etanol (Wyman, 2001) Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoides dapat diperoleh dalam bentuk kultur murni biasanya digunakan dalam pembuatan minuman beralkohol (brewing yeast dan wine yeast). Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembang-biakannya. Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan berupa karbon, hidrogen, oksigen, fosfor, zat besi, dan magnesium. Unsur karbon banyak diperoleh dari gula dan sumber nitrogen didapatkan dari amonia, asam amino, peptida, pepton, nitrit atau urea tergantung pada jenis khamir. Fosfor merupakan unsur penting dalam kehidupan khamir terutama dari pembentukan alkohol dari gula. Pada awal proses kultivasi, khamir memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya, sehingga kultivasi berlangsung secara aerob. Selanjutnya setelah terbentuk CO 2, reaksi akan berubah secara anaerob. Alkohol yang terbentuk akan menghalangi kultivasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15% volume. Konsentrasi alkohol akan menghalangi kultivasi, tergantung pada suhu dan jenis khamir yang digunakan (Prescot dan Dunn, 1959). Khamir tumbuh terbaik pada kondisi aerobik, walaupun demikian beberapa khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik. Proses respirasi pada kondisi aerobik selanjutnya digantikan dengan proses kultivasi pada kondisi anaerobik

11 34 karena tidak tersedia lagi oksigen. Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada respirasi jauh lebih besar dari pada energi yang dihasilkan pada kultivasi (Barnett et al., 2000). Apabila terdapat udara pada proses kultivasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit, karena terjadi respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi karbondioksida dan air. Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu o C dan maksimum pada o C. Sedangkan ph optimum adalah 4-5. Batas minimal a w untuk khamir biasanya adalah 0,88-0,94 sedangkan untuk khamir osmofilik dapat tumbuh pada a w yang lebih rendah yaitu sekitar 0,32-0,65. Namun banyak juga khamir osmofilik yang pertumbuhannya terhenti pada a w 0,78 seperti pada larutan garam atau sirup (Frazier dan Westhoff, 1978). Menurut Casida (1968), ph pertumbuhan khamir yang baik adalah pada rentang antara 3-6. Perubahan ph dapat mempengaruhi pembentukan hasil samping kultivasi. Nilai ph pertumbuhan berhubungan positif dengan pembentukan asam piruvat. Pada ph tinggi, maka lag fase akan lebih singkat dan aktifitas kultivasi akan meningkat. Pengaruh ph pada pertumbuhan khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol. Nilai ph dapat dipertahankan dalam medium konstan dengan menambahkan buffer (larutan penyangga). Paturau (1981) menyatakan bahwa kultivasi etanol memerlukan waktu jam. Prescott dan Dunn (1959) menyatakan waktu kultivasi etanol adalah 3-7 hari. Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses konversi gula menjadi etanol dan CO 2 dilakukan oleh sel khamir Pada kondisi anaerob, metabolisme glukosa menjadi etanol melalui jalur Embden Meyerhoff-Parnas yang merupakan reaksi-reaksi fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat, reaksi pemecahan C 6 menjadi 2 molekul C 3 yang terforforilasi, reaksi oksidasi-reduksi dan reaksi dekarboksilasi. Jalur Embden Meyerhoff- Parnas dapat dilihat pada Gambar 5.

12 35 Keterangan : ATP = Adenosin Trifosfat ADP = Adenin Difosfat NAD = Nikotinamida Adenin Dinukleotida NADP = Nikotinamida Adenin Dinukleotida Fosfat NADPH = Nikotinamida Adenin Dinukleotida Tereduksi Gambar 5. Skema Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Prescott dan Dunn, 1959) Enzim yang berperan dalam pembuatan etanol dari glukosa adalah heksosinase, fosfoheksoisomerase., fosfofruktokinase, aldose, triosefosfat isomerase, 3-fosfat gliseraldehid dehidrogenase, fosfogliserokinase, piruvat karboksilase, dan alkohol dehidrogenase. Secara teoritis konversi molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO 2 menurut persamaan Gay Lussac sebagai berikut:

13 36 Berdasarkan persamaan di atas dapat dijelaskan bahwa secara teoritis 51,1 % gula diubah menjadi etanol dan 48,9 % diubah menjadi karbondioksida. Akan tetapi hasil ini tidak sepenuhnya dapat tercapai diakibatkan karena adanya hasil samping. Pada kenyataannya hanya % dari nilai tersebut yang dapat tercapai. Konsentrasi alkohol yang dihasilkan dalam kultivasi tergantung pada jenis khamir yang digunakan dan kadar gula, sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu, aerasi, kadar gula, dan keasaman (Underkofler dan Hickey,1954). Produk samping yang dihasilkan berupa asam piruvat dan asam laktat. Glukosa mengalami fosforilasi menjadi glukosa-6-p dan fruktosa-6-p dengan ATP sebagai donor fosfat. Fruktosa-6-P kemudian diubah menjadi fruktosa 1,6-di-P menggunakan ATP sebagai donor fosfat. Fruktosa-1,6-di-P selanjutnya dipecah menjadi dua molekul C 3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseridehida-3-p. Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserolfosfat, kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder. Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 1,3-di-fosfogliserat kemudian mengalami defosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan aseptor fosfat ADP membentuk ATP. Selanjutnya, 3-P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian terbentuk asam fosfoetanol piruvat dengan menghasilkan ATP. Melalui reaksi dekarboksilasi, asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO 2 yang berikutnya akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol. Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering. Banyaknya suspensi khamir yang ditambahkan dalam kultivasi besar adalah sekitar 1-3 % (Prescott dan Dunn,1959). Menurut Undekofler dan Hickey (1954) paling sedikit penambahan inokulum aktif pada pembuatan wine adalah sekitar 1 % apabila substrat yang dipergunakan bersih dan bebas dari khamir yang tidak diinginkan. Sementara itu, Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum sebesar 10 % (v/v). Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu dengan yang lainnya. Zat makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon, nitrogen, mineral terutama fosfat (Casida, 1968). Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh

14 37 konsentrasi komponen penyusun media pertumbuhannya. Pasokan sumber karbon merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal, akan tetapi pada kenyataannya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum. Apabila konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan terhambat (Sa id, 1987). Sumber karbon yang digunakan pada kultivasi etanol skala industri adalah karbohidrat yang dapat diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung, serelia, kentang, sagu, ubi kayu, dan lain-lain. Sumber nitrogen yang dapat dipergunakan dalam proses kultivasi diantaranya corn steep liquor, ekstrak gandum atau tauge, hidrolisat kasein, dan ekstrak khamir. Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber organik dan anorganik, yang termasuk sumber organik adalah corn steep liquor, urea, protein, ekstrak khamir dan tepung ikan, sedangkan sumber nitrogen anorganik adalah gas amonia, amonium hidroksida dan amonium sulfat. Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk kultivasi skala besar adalah garam amonium, urea atau amonia. Pemilihan garam ammonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga yang relatif murah dan mudah didapat. Selain itu NPK dan ZA juga harga ekonomis dan mudah didapat. Kinetika Fermentasi Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa sel. Sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan kimianya (Reed dan Rehm, 1983). Kinetika kultivasi mempelajari perkembang-biakan mikroba yang dilanjutkan oleh kenaikan konsentrasi biomassaa karena konsumsi substrat. Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik metabolit primer maupun metabolit skunder (Mangunwidjaja dan Suryani, 1994). Menurut Bailey dan Olis (1991) kultivasi media cair dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu kultivasi sistem nir-sinambung (batch), kultivasi semi sinambung (fed-batch), dan sistem sinambung (continuous). Pada kultivasi nirsinambung, pemanenan produk dilakukan setelah kultivasi berakhir dan tidak dilakukan lagi penambahan komponen substrat selama kultivasi berlangsung (Rachman, 1989).

15 38 Proses kultivasi untuk pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti pola pertumbuhannya. Fase-fase pertumbuhan mikroba secara umum yaitu fase permulaan (initial phase), fase pertumbuhan dipercepat (phase of accelerated growth), fase logaritma atau eksponensial (logaritmic phase atau exponential phase), fase pertumbuhan yang mulai terhambat (phase of neganitive accelerated growth), fase kematian yang dipercepat (phase of accelerated death), fase kematian logaritma (logaritmic death phase) (Hidayat et al., 2006). Fase eksponensial terjadi pertumbuhan secara cepat dimana jumlah sel bertambah secara eksponensial terhadap waktu. Menurut Rehm dan Reed (1981) pada fase eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi, sementara dihasilkan metabolit. Pada saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan. Pada fase stasioner konsentrasi biomassa mencapai maksimum. Setelah fase tersebut terjadi fase kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu sel yang hidup (Bailey dan Olis, 1991). Pertumbuhan mikroba pada proses kultivasi secara umum mengikuti pola seperti disajikan pada Gambar 6. Ln konsentrasi biomassa Fase adaptasi Fase log/eksponensial Fase pertumbuhan lambat Fase stasioner Waktu Gambar 6. Kurva pertumbuhan mikroba. Pada keadaan lingkungan tertutup/nir-sinambung (batch) pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:

16 39 dx x x... (1) dt keterangann : x : Konsentrasi sel t : waktu kultivasi µ : laju pertumbuhan spesifik α : laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil, sehingga α dapat diabaikan, maka persamaan 1 menjadi: dx x... (2) dt Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel pada suatu selang waktu tertentu adalah: x2 dx t 2 dt dx... (3) X1 t1 akan diperoleh persamaan: x2 ln t x atau ln x ln 2 x1 t... (4) 1 Laju pertumbuhan spesifik (µ) bersifat tidak konstan tergantung pada kondisi lingkungan fisik dan kimianya. Nilai laju pertumbuhan maksimum (µ maks ) dicapai pada kondisi pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik yang menghambat pertumbuhan masih rendah. Menurut Wang et al. (1979), koefisien hasil sel hidup terhadap sumber karbon dinyatakan sebagai Yx/s, koefisien konversi nutrien dalam substrat menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yp/s, sedangkan koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Yp/x. Perhitungan yang biasa dilakukan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan pertumbuhan sel adalah sebagai berikut:

17 40 X X o Yx / s X X o Yx / s So S... (5) S S S o P P Po Yp / s P Po Yp / s So S... (6) S S S o P P Po Yp / x P Po Yp / x X o X... (7) X X X o Parameter-parameter di atas perlu diketahui agar pada kultivasi skala yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu. Informasi tersebut digunakan untuk meningkatkan efisiensi kultivasi. Kultur fed-batch merupakan kultur batch dengan pemasukan secara sinambung atau secara teratur dengan medium tanpa pengeluaran cairan kultur, sehingga volume kultur bertambah dengan bertambahnya waktu. Pembentukan biomassa pada sistem ini dapat ditulis dalam persamaan di bawah ini (Hidayat, 2006). Xt Xo Y( Sr S)... (8) Konsentrasi biomassa akhir dihasilkan pada saat S = 0 yang dapat dijelaskan sebagai X maks, dan X 0 relatif kecil terhadap X maks, sehingga : X maks Y. Sr... (9) Jika pada waktu X = X maks mulai dimasukkan substrat baru dengan laju umpan pengenceran yang kurang/lebih kecil dari µ maks, maka semua substrat akan dikonsumsi sama cepatnya dengan kultur awal, sehingga : FSr. X / Y...(10) X = total biomassa dalam kultur, diuraikan oleh X = µv dimana V merupakan volume fermentor pada waktu t. Dari persamaan 10 dapat disimpulkan bahwa substrat yang masuk setara dengan substrat yang dikonsumsi oleh sel. Jadi ds/dt = 0. Meskipun total gula dalam kultur (X) bertambah dengan waktu, konsentrasi sel (x) sebenarnya tetap konstan, dan dx/dt = 0, oleh karena itu µ = D. Laju pengenceran akan berkurang dengan bertambahnya volume dan D (laju dilusi) akan memberikan bentuk:

18 41 F D...(11) ( V 0 Ft) Menurut kinetika Monod, sisa substrat akan berkurang dengan semakin rendah D dan menghasilkan peningkatan konsentrasi sel. Quasi steady state dapat tercapai pada D < µ maks dan K s < Sr. Penggunaan kultur fed-batch dalam industri kultivasi mampu membuat sisa konsentrasi substrat menjadi sangat rendah. Rendahnya sisa substrat memberikan keuntungan dalam: 1. Mengurangi pengaruh penekanan (represi) langsung dari sumber karbon yang digunakan dan membuat kondisi kultur dalam kapasitas aerasi fermentor. 2. Menghindari efek toksik dari komponen medium.

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. PATI SAGU Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan bahan makanan. Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu dengan bantuan air secara

Lebih terperinci

REKAYASA BIOPROSES PRODUKSI BIOETANOL DARI HIDROLISAT PATI SAGU

REKAYASA BIOPROSES PRODUKSI BIOETANOL DARI HIDROLISAT PATI SAGU 1 REKAYASA BIOPROSES PRODUKSI BIOETANOL DARI HIDROLISAT PATI SAGU (Metroxylon sp.) MENGGUNAKAN Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoides PADA KULTIVASI NIR- SINAMBUNG DAN SEMI SINAMBUNG SUPATMAWATI SEKOLAH

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN FERMENTASI Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung kadar pati rata-rata sebesar 84,83%. Pati merupakan polimer senyawa glukosa yang terdiri

Lebih terperinci

PEMANFAATAN HIDROLISAT PATI SAGU (Metroxylon sp.) SEBAGAI SUMBER KARBON PADA FERMENTASI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae

PEMANFAATAN HIDROLISAT PATI SAGU (Metroxylon sp.) SEBAGAI SUMBER KARBON PADA FERMENTASI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae PEMANFAATAN HIDROLISAT PATI SAGU (Metroxylon sp.) SEBAGAI SUMBER KARBON PADA FERMENTASI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae Oleh ISRA DHARMA SUYANDRA F34103030 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin

I. PENDAHULUAN. Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin menipis seiring dengan meningkatnya eksploitasi manusia untuk pemenuhan kebutuhan akan bahan bakar

Lebih terperinci

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari industri pati sagu rakyat di daerah Cimahpar, Bogor. Khamir yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Jumlah energi yang dibutuhkan akan meningkat seiring berjalannya waktu dan meningkatnya jumlah penduduk.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat. mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus

I. PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat. mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus pemasok energi nasional. Bioetanol

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber energi berbasis fosil (bahan bakar minyak) di Indonesia diperkirakan hanya cukup untuk 23 tahun lagi dengan cadangan yang ada sekitar 9.1 milyar barel (ESDM 2006),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. BOTANI TANAMAN SAGU

II. TINJAUAN PUSTAKA A. BOTANI TANAMAN SAGU II. TINJAUAN PUSTAKA A. BOTANI TANAMAN SAGU Sagu merupakan tanaman yang berasal dari ordo Spadiciflorae, kelas Angiospermae, subkelas Monocotyledoneae, famili Palmae, genus Metroxylon. Keluarga Palmae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi permintaan. Artinya, kebijakan energi tidak lagi mengandalkan pada ketersediaan pasokan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU

DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp.) MENGGUNAKAN METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN Oleh : DICKA AR RAHIM. F34104121 2009

Lebih terperinci

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA Agus Budiyanto, Abdullah bin Arif dan Nur Richana Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian n Disampaikan Pada Seminar Ilmiah dan Lokakarya Nasional 2016

Lebih terperinci

Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase (Hidrolisis Pati secara Enzimatis)

Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase (Hidrolisis Pati secara Enzimatis) Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase (Hidrolisis Pati secara Enzimatis) Disarikan dari: Buku Petunjuk Praktikum Biokimia dan Enzimologi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

TIN 330 (2 3) DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN 2010

TIN 330 (2 3) DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN 2010 m. k. TEKNOLOGI BIOINDUSTRI TIN 330 (2 3) DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN 2010 PENDAHULUAN Bioreaktor : peralatan dimana bahan diproses sehingga terjadi transformasi biokimia yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI)

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) Di Susun Oleh : Nama praktikan : Ainutajriani Nim : 14 3145 453 048 Kelas Kelompok : 1B : IV Dosen Pembimbing : Sulfiani, S.Si PROGRAM STUDI DIII ANALIS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Proksimat Batang Sawit Tahapan awal penelitian, didahului dengan melakukan analisa proksimat atau analisa sifat-sifat kimia seperti kadar air, abu, ekstraktif, selulosa

Lebih terperinci

Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content

Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content NAMA : FATMALIKA FIKRIA H KELAS : THP-B NIM : 121710101049 Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content 1. Jenis dan sifat Mikroba Dalam fermentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi yang ramah lingkungan. Selain dapat mengurangi polusi, penggunaan bioetanol juga dapat menghemat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. Komposisi utama pati adalah amilosa dan amilopektin yang mempunyai sifat alami berbeda-beda.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomi dan telah banyak dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ubi Jalar

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ubi Jalar II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ubi Jalar Ubi jalar sebagai salah satu komoditas pertanian penghasil karbohidrat dan sumber energi yang cukup tinggi. Kandungan karbohidrat ubi jalar menduduki peringkat keempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaplek (Manihot esculenta Crantz) Gaplek (Manihot Esculenta Crantz) merupakan tanaman perdu. Gaplek berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Utama dan (3) Tepung yang Terpilih Setelah Fermentasi

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Utama dan (3) Tepung yang Terpilih Setelah Fermentasi IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Penelitian Pendahuluan, (2) Penelitian Utama dan (3) Tepung yang Terpilih Setelah Fermentasi 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME Metabolisme adalah seluruh reaksi kimia yang dilakukan oleh organisme. Metabolisme juga dapat dikatakan sebagai proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu, diperlukan upaya peningkatan produksi etanol secara besar-besaran

I. PENDAHULUAN. itu, diperlukan upaya peningkatan produksi etanol secara besar-besaran 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan bakar minyak (BBM) saat ini meningkat. Bahan bakar fosil tersebut suatu saat dapat habis karena eksploitasi terus menerus dan tidak dapat diperbaharui.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan produksi minyak bumi nasional yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan minyak bumi di Indonesia. Cadangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati 1 I. PENDAHULUAN Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati (lebih banyak mengandung amilopektin dibanding amilosa). Untuk keperluan yang lebih luas lagi seperti pembuatan biskuit,

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Tanaman Sagu Spesies Mitroxylon Sago

Gambar 1.1. Tanaman Sagu Spesies Mitroxylon Sago 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman sagu (Metroxylon sago) merupakan tanaman yang tersebar di Indonesia, dan termasuk tumbuhan monokotil dari keluarga Palmae, marga Metroxylon, dengan ordo

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. asam ataupun enzimatis untuk menghasilkan glukosa, kemudian gula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. asam ataupun enzimatis untuk menghasilkan glukosa, kemudian gula BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Bahan Baku Klasifikasi etanol secara mikrobiologis dipengaruhi oleh bahan bakunya, bahan baku berupa sumber pati prosesnya lebih panjang di banding dengan berbahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia, disebabkan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan cadangan BBM semakin berkurang, karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kulit Pisang Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari buah pisang yang belum

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL.

PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL. Pemanfaatan Sampah Sayuran sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioetanol (Deby Anisah, Herliati, Ayu Widyaningrum) PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL Deby Anisah 1), Herliati 1),

Lebih terperinci

IV. Hasil dan Pembahasan

IV. Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Keasaman Total, ph. Ketebalan Koloni Jamur dan Berat Kering Sel pada Beberapa Perlakuan. Pada beberapa perlakuan seri pengenceran kopi yang digunakan, diperoleh data ph dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti makanan pokok karena mengandung karbohidrat sebesar 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995)

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995) Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995) Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang. Sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3%. Sampel kemudian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar memiliki peran yang penting dalam kehidupan manusia. Krisis energi yang terjadi di dunia dan peningkatan populasi manusia sangat kontradiktif dengan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Sekitar 30 % ubi kayu dihasilkan di Lampung. Produksi tanaman ubi kayu di Lampung terus meningkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar 123 kalori per 100 g bahan (Rukmana, 1997). Berdasarkan kandungan tersebut, ubi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR C (KARBON) DAN KADAR N (NITROGEN) MEDIA KULTIVASI Hasil analisis molases dan urea sebagai sumber karbon dan nitrogen menggunakan metode Walkley-Black dan Kjeldahl,

Lebih terperinci

KADAR GLUKOSA DAN KADAR BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissima pohl) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4

KADAR GLUKOSA DAN KADAR BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissima pohl) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4 KADAR GLUKOSA DAN KADAR BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissima pohl) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT. Karbohidrat berasal dari kata karbon (C) dan hidrat atau air (H 2 O). Rumus umum karborhidrat dikenal : (CH 2 O)n

KARBOHIDRAT. Karbohidrat berasal dari kata karbon (C) dan hidrat atau air (H 2 O). Rumus umum karborhidrat dikenal : (CH 2 O)n KARBOHIDRAT Dr. Ai Nurhayati, M.Si. Februari 2010 Karbohidrat berasal dari kata karbon (C) dan hidrat atau air (H 2 O). Rumus umum karborhidrat dikenal : (CH 2 O)n Karbohidrat meliputi sebagian zat-zat

Lebih terperinci

BIOLOGI JURNAL ANABOLISME DAN KATABOLISME MEILIA PUSPITA SARI (KIMIA I A)

BIOLOGI JURNAL ANABOLISME DAN KATABOLISME MEILIA PUSPITA SARI (KIMIA I A) BIOLOGI JURNAL ANABOLISME DAN KATABOLISME MEILIA PUSPITA SARI (KIMIA I A) PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Jalan Ir. H. Juanda No. 95

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ubi Kayu BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada pra rancangan pabrik ini bahan baku yang digunakan adalah ubi kayu. Ubi kayu (Manihot Esculenta Crant) termasuk dalam kelas Eupharbiaceace, dapat ditanam pada

Lebih terperinci

Metabolisme (Katabolisme) Radityo Heru Mahardiko XII IPA 2

Metabolisme (Katabolisme) Radityo Heru Mahardiko XII IPA 2 Metabolisme (Katabolisme) Radityo Heru Mahardiko XII IPA 2 Peta Konsep Kofaktor Enzim Apoenzim Reaksi Terang Metabolisme Anabolisme Fotosintesis Reaksi Gelap Katabolisme Polisakarida menjadi Monosakarida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pisang merupakan buah yang umum ditemui di Indonesia. Badan Pusat statistik mencatat pada tahun 2012 produksi pisang di Indonesia adalah sebanyak 6.189.052 ton. Jumlah

Lebih terperinci

TANAMAN PENGHASIL PATI

TANAMAN PENGHASIL PATI TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Molase Molase adalah hasil samping dari proses pembuatan gula tebu. Meningkatnya produksi gula tebu Indonesia sekitar sepuluh tahun terakhir ini tentunya akan meningkatkan

Lebih terperinci

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb.

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Anabolisme = (biosintesis) Proses pembentukan senyawa

Lebih terperinci

Metabolisme Energi. Pertemuan ke-4 Mikrobiologi Dasar. Prof. Ir. H. Usman Pato, MSc. PhD. Fakultas Pertanian Universitas Riau

Metabolisme Energi. Pertemuan ke-4 Mikrobiologi Dasar. Prof. Ir. H. Usman Pato, MSc. PhD. Fakultas Pertanian Universitas Riau Metabolisme Energi Pertemuan ke-4 Mikrobiologi Dasar Prof. Ir. H. Usman Pato, MSc. PhD. Fakultas Pertanian Universitas Riau Sumber Energi Mikroba Setiap makhluk hidup butuh energi untuk kelangsungan hidupnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada PENDAHULUAN Latar Belakang Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang terus meningkat. Namun demikian peningkatan ini tidak seimbang dengan pertambahan jumlah penduduk sehingga terjadi masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah. Jumlah kalori yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah. Jumlah kalori yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karbohidrat 1. Definisi karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia, khususnya bagi penduduk negara yang sedang berkembang karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Bakteri Acetobacter xylinum Kedudukan taksonomi bakteri Acetobacter xylinum menurut Holt & Hendrick (1994) adalah sebagai berikut : Divisio Klass Ordo Subordo Famili

Lebih terperinci

PRODUK BIOETANOL DARI PATI MANGGA (Mangifera Indica L.) DENGAN PROSES HIDROLISA ENZIM DAN FERMENTASI

PRODUK BIOETANOL DARI PATI MANGGA (Mangifera Indica L.) DENGAN PROSES HIDROLISA ENZIM DAN FERMENTASI PRODUK BIOETANOL DARI PATI MANGGA (Mangifera Indica L.) DENGAN PROSES HIDROLISA ENZIM DAN FERMENTASI Oleh : Dewi Istiqoma S. (2308 030 016) Pradita Anggun S. (2308 030 018) Dosen Pembimbing : Prof. Dr.

Lebih terperinci

Produksi Glukosa Cair dari Pati Ubi Jalar Melalui Proses Likuifikasi dan Sakarifikasi Secara Enzimatis

Produksi Glukosa Cair dari Pati Ubi Jalar Melalui Proses Likuifikasi dan Sakarifikasi Secara Enzimatis Produksi Glukosa Cair dari Pati Ubi Jalar Melalui Proses Likuifikasi dan Sakarifikasi Secara Enzimatis 1) I Wayan Arnata, 1) Bambang Admadi H., 2) Esselon Pardede 1) Staf Pengajar PS. Teknologi Industri

Lebih terperinci

KINETIKA PERTUMBUHAN MIKROBA

KINETIKA PERTUMBUHAN MIKROBA KINETIKA PERTUMBUHAN MIKROBA. Karakteristik pertumbuhan mikroba Pertumbuhan mikroba merupakan pertambahan jumlah sel mikroba Pertumbuhan mikroba berlangsung selama nutrisi masih cukup tersedia Pertumbuhan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS.

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS. i ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenaipenentuan aktivitas enzim amilase dari kecambah biji jagung lokal Seraya (Zea maysl.). Tujuan dari penelitian ini adalahuntuk mengetahui waktu optimum dari

Lebih terperinci

Metabolisme karbohidrat

Metabolisme karbohidrat Metabolisme karbohidrat Dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Lektor mata kuliah ilmu biomedik Departemen Biokimia, Biologi Molekuler, dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Unila PENCERNAAN KARBOHIDRAT Rongga mulut

Lebih terperinci

Pendahuluan Fermentasi telah lama dikenal manusia dan kini beberapa diantaranya berkembang ke arah industri spt roti, minuman beralkohol, yoghurt, kej

Pendahuluan Fermentasi telah lama dikenal manusia dan kini beberapa diantaranya berkembang ke arah industri spt roti, minuman beralkohol, yoghurt, kej FERMENTASI ENZIM Pendahuluan Fermentasi telah lama dikenal manusia dan kini beberapa diantaranya berkembang ke arah industri spt roti, minuman beralkohol, yoghurt, keju, kecap, tempe dsb. Dalam fermentasi

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISA ASAM DAN ENZIMATIS

PEMBUATAN BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISA ASAM DAN ENZIMATIS PEMBUATAN BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISA ASAM DAN ENZIMATIS Nopita Hikmiyati dan Noviea Sandrie Yanie Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbagai usaha untuk meningkatkan produksi gula selain gula tebu karena gula tebu

I. PENDAHULUAN. berbagai usaha untuk meningkatkan produksi gula selain gula tebu karena gula tebu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gula merupakan senyawa organik yang penting sebagai sumber kalori karena mudah dicerna di dalam tubuh dan mempunyai rasa manis. Gula juga digunakan sebagai bahan baku pembuat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. PREPARASI SUBSTRAT DAN ISOLAT UNTUK PRODUKSI ENZIM PEKTINASE Tahap pengumpulan, pengeringan, penggilingan, dan homogenisasi kulit jeruk Siam, kulit jeruk Medan, kulit durian,

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 12 Biologi

Antiremed Kelas 12 Biologi Antiremed Kelas 12 Biologi UTS BIOLOGI latihan 1 Doc Name : AR12BIO01UTS Version : 2014-10 halaman 1 01. Perhatikan grafik hasil percobaan pertumbuhan kecambah di tempat gelap, teduh, dan terang berikut:

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Media Kultur Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk. maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990).

BAB I PENGANTAR. dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk. maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990). BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Enzim menjadi primadona industri bioteknologi karena penggunaanya dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk yang mempunyai nilai ekonomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara bagian tropis yang kaya akan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara bagian tropis yang kaya akan sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan negara bagian tropis yang kaya akan sumber daya alamnya terutama pada tanaman penghasil karbohidrat berupa serat, gula, maupun pati. Pada umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ethanol banyak dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik industri

BAB I PENDAHULUAN. Ethanol banyak dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik industri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ethanol banyak dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik industri maupun untuk keperluan sehari-hari. Ethanol merupakan salah satu produk industri yang penting

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan

Media Kultur. Pendahuluan Media Kultur Materi Kuliah Bioindustri Minggu ke 4 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang murah sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biji Jali Tanaman jali termasuk dalam tanaman serealia lokal. Beberapa daerah menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai. Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tongkol jagung merupakan limbah tanaman yang setelah diambil bijinya tongkol jagung tersebut umumnya dibuang begitu saja, sehingga hanya akan meningkatkan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah laut yang luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput laut merupakan komoditas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat dan Kegunaan Penelitian, (5) Kerangka pemikiran,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian wilayah Asia. Khusus wilayah Asia, penghasil singkong terbesar adalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagian wilayah Asia. Khusus wilayah Asia, penghasil singkong terbesar adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Singkong (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu hasil pertanian tanaman pangan di daerah tropika yang meliputi Afrika, Amerika Selatan, dan sebagian wilayah

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN KARBOHIDRAT KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengepresan (Abbas et al., 1985). Onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan

I. PENDAHULUAN. pengepresan (Abbas et al., 1985). Onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Industri tapioka merupakan salah satu industri yang cukup banyak menghasilkan limbah padat berupa onggok. Onggok adalah limbah yang dihasilkan pada poses pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk serta meningkatnya aktivitas pembangunan menyebabkan jumlah sampah dan pemakaian bahan bakar. Bahan bakar fosil seperti minyak bumi saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) berasal dari Amerika Tengah, pada tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia (Rukmana, 2001). Ubi jalar (Ipomoea

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisang Kepok Pisang kepok adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia) dan dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)  HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri 11 didinginkan. absorbansi diukur pada panjang gelombang 410 nm. Setelah kalibrasi sampel disaring dengan milipore dan ditambahkan 1 ml natrium arsenit. Selanjutnya 5 ml sampel dipipet ke dalam tabung

Lebih terperinci

POLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi

POLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi POLISAKARIDA Shinta Rosalia Dewi Polisakarida : polimer hasil polimerisasi dari monosakarida yang berikatan glikosidik Ikatan glikosidik rantai lurus dan rantai bercabang Polisakarida terbagi 2 : Homopolisakarida

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki TINJAUAN PUSTAKA Ubi jalar ungu Indonesia sejak tahun 1948 telah menjadi penghasil ubi jalar terbesar ke empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki kandungan nutrisi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Hijauan Pakan Dalam meningkatkan meningkatkan produksi ternak, ketersediaan hijauan makanan ternak merupakan bagian yang terpenting, karena lebih dari 70% ransum ternak terdiri

Lebih terperinci

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA SKRIPSI Untuk Memenuhui sebagian persyaratan Guna mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anorganik dan limbah organik. Limbah anorganik adalah limbah yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. anorganik dan limbah organik. Limbah anorganik adalah limbah yang berasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Limbah merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia yang sudah terpakai, baik dalam skala rumah tangga, industri, pertambangan dan lainlain. Limbah berdasarkan

Lebih terperinci