II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ubi Jalar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ubi Jalar"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ubi Jalar Ubi jalar sebagai salah satu komoditas pertanian penghasil karbohidrat dan sumber energi yang cukup tinggi. Kandungan karbohidrat ubi jalar menduduki peringkat keempat setelah padi, jagung dan ubi kayu. Sehingga ubi jalar memiliki peran yang penting sebagai cadangan pangan yang bila produksi padi dan jagung tidak mencukupi lagi. Ubi jalar dikenal sebagai bahan pangan alternatif sebagai pengganti beras dan jagung (Juanda dan Bambang 2004). Ubi jalar merupakan tanaman ubi-ubian yang tergolong tanaman semusim (berumur pendek). Tanaman ubi jalar hanya satu kali berproduksi dan setelah itu tanaman mati. Tanaman ubi jalar tumbuh menjalar pada permukaan tanah dengan panjang tanaman dapat mencapai 3 meter, tergantung pada varietasnya (Rukmana 2006). Klasifikasi lengkap ubi jalar (Ipomoea batatas L) adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dycotiledone Ordo : Convolvulales Famili : Convolvulaceae Genus : Ipomoea Spesies : Ipomoea batatas L. Ubi jalar mempunyai keragaman jenis yang cukup banyak, yang terdiri dari jenis-jenis lokal dan varietas unggul. Jenis-jenis ubi jalar tersebut mempunyai perbedaan yaitu pada bentuk, ukuran, warna daging umbi, warna kulit, daya simpan, komposisi kimia, sifat pengolahan dan umur panen. Varietas ubi jalar cukup banyak diantaranya adalah Mendut, Kalasan, Lampenang, Sawo, Sukuh, Cilembu, Rambo, Georgia, Borobudur, Gedang, Tumpuk, Muara Takus, Klenang dan lain-lain. Varietas unggul dari Papua diantarannya Salosa, Patiki, dan Sawentar (Suhartina 2005). Pada umumnya ubi jalar dibagi dalam dua golongan yaitu ubi jalar yang berumbi lunak karena banyak mengandung air dan ubi jalar yang berumbi keras karena banyak mengandung pati (Lingga et al. 1986).

2 Menurut Suprapti (2003), ubi jalar dapat tumbuh hampir di semua jenis tanah termasuk lahan kritis. Kondisi tanah yang paling ideal untuk budidaya ubi jalar berada di dataran rendah 500 m di atas permukaan laut. Tanaman ubi jalar. mudah beradaptasi pada lingkungan termasuk tanah dengan aerasi dan drainase yang kurang baik. Potensi pengembangan produksi ubi jalar di Indonesia disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas ubi jalar Indonesia Tahun Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha) Sumber : Badan Pusat Statistik (2008b) Ubi jalar bisa ditanam baik pada lahan sawah maupun lahan tegalan. Pada umumnya di daerah pedesaan mempunyai produktifitas sekitar 10 ton per hektar. Sedangkan dengan teknik budidaya yang tepat beberapa ubi jalar dapat menghasilkan lebih dari 30 ton umbi basah per hektar. Terdapat 8 varietas unggul yang dilepas sejak tahun 1990 hingga Varietas-varietas ini selain mempunyai produktivitas tinggi, juga mempunyai sifat agak tahan terhadap hama boleng Cylas formicarius dan penyakit kudis Sphaceloma batatas. Pada umumnya di dataran rendah, ubi jalar dipanen pada umur 3.5 sampai dengan 5 bulan. Sedangkan di dataran tinggi ubijalar dipanen pada umur 5 sampai dengan 8 bulan (Gadang BKP Jatim 2008). Ubi jalar memiliki waktu panen yang lebih singkat jika dibandingkan dengan beberapa tanaman umbi lainnya yang ada di Indonesia. Tabel 2 menunjukkan perbandingan karakteristik beberapa tanaman umbi di Indonesia. Umur panen ubi jalar lebih singkat (3 3.5 bulan) serta produktivitas cukup tinggi (10-30 ton/ha). Selain itu, ubi jalar cocok ditanam disemua jenis tanah atau pada daerah yang marijinal yang tidak terlalu subur, tidak membutuhkan pupuk yang banyak untuk pertumbuhannya. Dengan beberapa keunggulan yang dimiliki oleh

3 ubi jalar, maka diharapkan ubi jalar dapat digunakan sebagai salah satu alternatif bahan baku pada pembuatan bahan bakar yang sumbernya dari alam (biofuel) khususnya untuk pembuatan bioetanol. Tabel 2. Perbandingan karakteristik tanaman penghasil bioetanol Karakteristik Ubi Jalar Singkong Tebu Kentang Talas Jenis Tanah Cocok untuk Cocok untuk Tanah lembab Tanah lembab Tanah lembab semua jenis tanah semua jenis tanah ph Kebutuhan Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi pupuk Masa panen (bulan) Kandungan Karbohidrat (%) bk Produktivitas (ton/tahun) Kadar sukrosa = 10 % Sumber : Departemen Pertanian (2008) 2.2 Sirup Glukosa Sirup glukosa merupakan suatu larutan yang diperoleh dari pati atau sumber karbohidrat lain melalui hidrolisa yang komponen utamanya adalah glukosa (Judoamidjojo et al. 1989). Defenisi sirup glukosa menurut SNI adalah cairan jernih dan kental dengan komponen utamanya glukosa, yang diperoleh dari hidrolisis pati dengan cara kimia atau enzimatik. Menurut Maiden (1970), glukosa cair berupa larutan dengan kekentalan antara Be yang dihasilkan melalui hidrolisis pati dengan katalis asam, enzim, dan gabungan keduanya. Zat pati yang dapat dihidrolisis berasal dari bahan yang mengandung pati seperti jagung, gandum, ubi kayu dan ubi jalar. Sirup glukosa atau sering juga disebut gula cair mengandung D-glukosa, maltosa, dan polimer D-glukosa yang dibuat melalui proses hidrolisis pati. Proses hidrolisis pati pada dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati (C 6 H 12 O 6 ) n menjadi unit-unit monosakarida (C 6 H 12 O 6 ). Produk-produk hasil hidrolisis pati umumnya dikarakterisasi berdasarkan tingkat derajat hidrolisisnya dan dinyatakan

4 dengan nilai DE (Dextrose Equivalent) yang menunjukkan persentase dari dekstrosa murni dalam basis berat kering pada produk hidrolisis. Dekstrosa murni adalah dekstrosa dengan derajat polimerisasi 1 (unit dekstrosa tunggal). Suatu produk hidrolisis pati dengan nilai DE 15, menunjukkan bahwa persentase dekstrosa murni pada produk kurang lebih sebesar 15 % (bk) (Meyer, 1978). Hidrolisis pati dapat dilakukan dengan menggunakan katalis enzim, asam atau gabungan keduanya pada waktu, suhu dan ph tertentu. Pada hidrolisis pati dengan asam, molekul pati akan dipecah secara acak oleh asam dan gula yang dihasilkan sebagian besar merupakan gula pereduksi. Proses hidrolisis menggunakan katalis asam juga memerlukan suhu yang sangat tinggi yaitu o C. Menurut Judoamidjojo (1992), hidrolisis pati secara asam hanya akan mendapatkan sirup glukosa dengan dekstrosa equivalen (DE) sebesar 55. Kelemahan dari hidrolisis pati secara asam antara lain yaitu diperlukan peralatan yang tahan korosi, menghasilkan sakarida dengan spektra-spektra tertentu saja karena katalis asam menghidrolisa secara acak. Jika nilai ekuivalen dekstrosa ditingkatkan, selain terjadi degradasi karbohidrat, juga terjadi rekombinasi produk degradasi yang dapat berpengaruh terhadap warna, rasa pada sirup glukosa yang dihasilkan. Pembuatan sirup glukosa secara enzimatis dapat menghasilkan rendemen dan mutu sirup glukosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara hidrolisis asam. Pada hidrolisis pati secara enzimatis, enzim memutus rantai pati secara spesifik pada percabangan tertentu. Hidrolisis pati secara enzim dapat menghasilkan sirup glukosa dengan dekstrosa equivalen (DE) lebih dari 95%. Penggunaan enzim dapat mencegah terjadinya reaksi sampingan karena sifat enzim sangat spesifik, sehingga dapat mempertahankan flavor dan aroma bahan dasar. Pembuatan sirup glukosa dengan hidrolisis enzim terdiri dari tiga tahapan dalam mengkonversi pati, yaitu gelatinisasi, likuifikasi dan sakarifikasi. Gelatinisasi merupakan pembentukan suspensi kental dari granula pati, likuifikasi merupakan proses hidrolisis pati parsial yang ditandai dengan menurunnya viskositas dan sakarifikasi yaitu proses lebih lanjut dari hidrolisis untuk menghasilkan glukosa (Chaplin dan Buckle 1990).

5 Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-(1.4) glikosidik oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak hingga dihasilkan glukosa, maltosa, maltodekstrin dan α-limit dekstrin. Tahap likuifikasi dilakukan sampai mencapai derajat konversi sekitar 10-20% DE, atau sampai cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan larutan iodium. Tujuan dari likuifikasi adalah untuk melarutkan pati secara sempurna, mencegah isomerisasi gugusan pereduksi dari glukosa dan mempermudah kerja enzim α- amilase untuk menghidrolisa pati (Judoamidjojo et al. 1989). Dalam proses likuifikasi, hal yang perlu diperhatikan adalah konsentrasi substrat, penggunaan enzim yang stabil pada suhu tinggi, pengaturan suhu, pengaturan ph dan pengadukan serta pemanasan segera dan kontinu. Pengaturan ph larutan dapat digunakan NaOH dan HCl. Sakarifikasi merupakan proses dimana oligosakarida sebagai hasil dari tahap likuifikasi dihidrolisis lebih lanjut oleh enzim tunggal atau enzim campuran menjadi glukosa. Pada proses sakarifikasi, oligosakarida sebagai hasil dari tahap likuifikasi dihidrolisis lebih lanjut menjadi glukosa oleh enzim amiloglukosidase. Faktor yang sangat penting diperhatikan pada proses sakarifikasi adalah dosis enzim yang digunakan dan waktu sakarifikasi (Hartoto et al. 2005). 2.3 Enzim Penghidrolisis Pati Enzim yang dapat menghidrolisis pati terdiri dari dua jenis yaitu enzim yang dapat memecah ikatan α-1.4 glikosidik dan enzim yang dapat mengkatalis hidrolisa spesifik dari ikatan α-1.6 glikosidik pada amilopektin. Grup yang pertama dibedakan lagi atas endo-enzim yang memecah ikatan α-1.4 glikosidik secara random atau pada ikatan yang berada di tengah rantai polimer, dan secara ekso-enzim yang memecah ikatan α-1.4 glikosidik dari bagian ujung polimer (Judoamidjojo et al. 1989) Enzim alfa amilase Enzim α-amilase menghidrolisis ikatan ikatan α-1.4 glikosidik amilosa, amilopektin dan glikogen. Enzim ini bersifat sebagai endoamilase yaitu enzim yang memecah pati secara acak dari tengah atau dari bagian dalam molekul. Hidrolisis amilosa oleh α-amilase terjadi melalui dua tahap. Tahap pertama

6 adalah degradasi menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Degradasi ini terjadi sangat cepat diikuti pula dengan menurunnya viskositas dengan cepat. Tahap kedua relatif lambat dengan pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir. Hidrolisis amilopektin oleh α-amilase menghasilkan glukosa, maltosa dan berbagai jenis α-limit dekstrin, yaitu oligosakarida yang terdiri dari empat atau lebih residu glukosa yang mengandung ikatan α-1.6 glikosidik (Suhartono 1989). Aktivitas α-amilase dapat diukur berdasarkan penurunan kadar pati yang larut dan kadar dekstrin yang terbentuk, pengukuran viskositas atau jumlah gula pereduksi yang terbentuk. Adanya amilosa pada pati atau dekstrin dapat diketahui berdasarkan warna yang terjadi bila diberikan iodium. Amilosa dengan iodium akan memberikan warna biru, sedangkan dekstrin dengan iodium berwarna coklat (Judoamidjojo et al. 1989). Enzim α-amilase terbagi atas dua golongan yaitu α-amilase termostabil yang banyak digunakan pada proses likuifikasi pada suhu tinggi, dan α-amilase termolabil yang banyak digunakan pada proses sakarifikasi. Mikroorganisme penghasil enzim amilase dapat berupa bakteri dan kapang. Bakteri yang dapat menghasilkan amilase diantaranya B. Subtilis, B licheniformis, Aspergillus sp., Bacillus sp., dan Bacillus circulans (Arcinthya 2007). Bakteri tersebut menghasilkan amilase yang bersifat termostabil yaitu, enzim tersebut dapat aktif atau bekerja dalam suhu yang tinggi sehingga proses hidrolisis akan menjadi lebih mudah dan cepat dengan adanya bantuan panas atau suhu, sehingga proses pemutusan ikatan polisakarida lebih mudah. Menurut Fogarty (1983), enzim α- amilase pada umumnya stabil pada kisaran ph Enzim α-amilase dari B. licheniformis mempunyai aktivitas optimum ph 6.5 dan suhu 90 o C (Berghmans 1980) Enzim Glukoamilase (AMG) Enzim glukoamilase juga disebut amiloglokosidase yang disingkat AMG, gamma amilase serta α-1.4 D-glukan glukohidrolase atau EC (Fogarty 1983). Enzim glukoamilase memecah ikatan polimer monosakarida pada bagian luar dan menghasilkan unit-unit glukosa dari ujung non-pereduksi rantai polimer polisakarida. Aktifitas enzim ini akan menurun secara drastis bila sampai pada ikatan glukosida α-1.6.

7 Enzim-enzim yang tergolong di dalam kelompok glukoamilase ini dapat diperoleh dari bagian strain Aspergillus dan Rhizopus. Enzim glukoamilase bersifat eksoamilase yaitu dapat memutus rantai pati menjadi molekul-molekul glukosa pada bagian non pereduksi dari molekul tersebut. Baik ikatan α-1.4 maupun α-1.6 dapat diputuskannya (Tjokroadikoesoemo 1986). Aktivitas optimum enzim glukoamilase dipengaruhi oleh ph dan suhu. Sumber enzim yang berbeda akan menghasilkan enzim dengan kondisi aktivitas yang berbeda pula. Menurut Fogarty (1983), ph optimal enzim tersebut berkisar antara , tetapi hal itu juga tergantung sumber enzimnya. Suhu optimumnya berkisar antara o C. Pada umumnya mikroba termofilik akan menghasilkan enzim glukoamilase yang relatif tahan terhadap panas, demikian juga sebaliknya mikroba mesofilik pada umumnya menghasilkan enzim glukoamilase yang kurang tahan panas. 2.4 Bioetanol Bioetanol merupakan etanol atau etil alkohol (C 2 H 5 OH) atau sering juga disebut dengan grain alcohol. Etanol berbentuk cairan tidak berwarna dan mempunyai bau yang khas, biodegradable, kadar racun yang rendah dan sangat sedikit menimbulkan polusi bagi lingkungan. Berat jenis pada suhu 15 o C sebesar dan titik didihnya o C pada tekanan 76 mmhg. Sifat lainnya adalah larut dalam air dan eter dan mempunyai panas pembakaran 328 Kkal. Bioetanol diperoleh dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Etanol umumnya digunakan dalam industri sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk minuman keras seperti sake atau gin, dan bahan baku farmasi dan kosmetika. Berdasarkan kadar alkoholnya, etanol terbagi menjadi tiga grade yaitu grade industri dengan kadar alkohol %, netral dengan kadar alkohol %, umumnya digunakan untuk minuman keras atau bahan baku farmasi, dan grade bahan bakar dengan kadar alkohol diatas % (Hambali et al. 2007). Bahan baku untuk pembuatan bioetanol secara fermentasi berupa karbohidrat, dan hampir semua karbohidrat terbentuk dalam tanaman melalui proses fotosintesa, baik sebagai gula (sakarida) yang terdiri dari satu atau dua gugus sakarosa, maupun senyawa lebih komplek sebagai zat pati dan selulosa.

8 Bahan hasil pertanian yang berkadar pati tinggi, meliputi biji-bijian (gandum, jagung, beras, dll), kacang-kacangan dan umbi-umbian (kentang, ubi jalar dan ubi kayu). Karbohidrat dalam bentuk zat pati tersebut untuk pembuatan etanol harus dihidrolisa dahulu menjadi glukosa (Assegaf, 2009). Pada Tabel 3 disajikan berbagai jenis tanaman yang biasa dibudidayakan dan dapat dijadikan bahan baku bioetanol. Tabel 3. Tanaman penghasil bioetanol Etanol Produktivitas Umur panen Etanol Tanaman (1/ton) (t/ha) (bulan) (1/ha/tahun) Ubi kayu Jagung (6930)* Ubi jalar (8520)* Sweet sorgum (1378.8)* Biji sorgum (4668)* Talas * diganti oleh penulis dengan 3 kali panen ubi jalar dalam setahun Sumber : Shintawaty (2006) Bioetanol yang digunakan sebagai bahan bakar mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya lebih ramah lingkungan, karena bahan bakar tersebut memiliki nilai oktan 92 lebih tinggi dari premium dengan nilai oktan 88, dan pertamax dengan nilai oktan 94 (Mursyidin 2007). Penggunaan bioetanol di Indonesia dijadikan sebagai bahan pensubtitusi, yang pada umumnya masih dalam bentuk campuran dengan bensin dalam konsentrasi 10% (E-10) yaitu 10 persen bioetanol dan 90 persen bensin. Campuran bioetanol dalam bensin dikenal dengan istilah gasohol. Penambahan etanol dalam bensin disamping dapat menambah volume bahan bakar minyak juga dapat meningkatkan nilai oktan bensin. Disamping itu, penambahan etanol dalam bensin dapat berfungsi sebagai sumber oksigen sehingga dapat menghasilkan pembakaran yang lebih bersih. Pada point ini bioetanol dapat diposisikan sebagai pengganti methyl tertiary-butyl ether (MTBE) yang banyak digunakan sebagai bahan aditif dalam bensin.

9 Etanol sebagai bahan bakar memiliki karakteristik yang mirip dengan bensin sehingga dapat digunakan untuk mensubstitusinya. Etanol bersifat mudah terbakar dengan nyala biru tanpa jelaga serta mudah menguap. Jika dibandingkan dengan bensin, etanol memiliki karakteristik yang lebih baik. Dilihat dari rumus kimianya, (C 2 H 5 OH), etanol mengandung 35 persen oksigen sehingga dapat meningkatkan efisiensi pembakaran dan mengurangi emisi gas rumah kaca, bersifat ramah lingkungan karena emisi gas buangnya rendah terhadap senyawasenyawa yang berpotensi sebagai polutan (karbon monoksida, nitrogen oksida, dan gas-gas rumah kaca), mudah terurai dan aman karena tidak mencemari air. Kelebihan lain yang dimiliki bioetanol dibandingkan dengan bensin yaitu dapat diperbaharui dan cara pembuatannya yang sederhana yaitu melalui fermentasi menggunakan mikroorganisme tertentu. Pembuatan bioetanol dari glukosa melibatkan proses fermentasi. Fermentasi adalah perubahan 1 mol glukosa menjadi 2 mol etanol dan 2 mol CO 2. Proses fermentasi dilakukan dengan menambahkan yeast atau ragi untuk mengkonversi glukosa menjadi bioetanol yang bersifat anaerob yaitu, tidak memerlukan oksigen (O 2 ). Menurut Judoadmidjojo et al. (1989), proses fermentasi pembentukan etanol membutuhkan bantuan yeast atau khamir. Untuk bahan yang mengandung gula dalam bentuk polisakarida atau oligosakarida, terlebih dahulu harus diubah dulu dalam bentuk yang lebih sederhana yaitu monosakarida (fruktosa atau glukosa). Yeast tersebut akan merubah gula-gula sederhana yaitu fruktosa atau glukosa (C 6 H 12 O 6 ) menjadi etanol (C 2 H 5 OH) dan karbondioksida (CO 2 ). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : C 6 H 12 O 6 2 C 2 H 5 OH + 2 CO 2 Monosakarida Etanol Karbondioksida Menurut Paturau (1981) bahwa fermentasi etanol membutuhkan waktu jam. Prescott dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol yang diperlukan adalah 3 sampai 7 hari. Frazier dan Westhoff (1978) menambahkan suhu optimum fermentasi o C dan kadar gula persen.

10 2.5 Khamir Khamir maupun bakteri dapat digunakan untuk memproduksi etanol. Khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoides mampu menghasilkan etanol dalam jumlah tinggi (16-18%) pada media yang sesuai. Khamir yang lain yang dapat digunakan adalah Schizosaccharomyces sp., S. uvarum dan Kluyveromyces sp. Bakteri Zymomonas mobilis diketahui merupakan penghasil etanol yang potensial (Hartoto 1992). Khamir memerlukan media dan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan adalah karbon, hidrogen, oksigen, fosfor, potasium zat besi dan magnesium. Unsur karbon banyak diperoleh dari gula, sedangkan sebagai sumber notrogen dapat digunakan amonia, garam amonium, asam amino, peptida, pepton, nitrat atau urea tergantung dari jenis khamir (Prescott dan Dunn 1981). Menurut Frazier dan Westhoff (1978), khamir tumbuh optimum pada suhu o C dan maksimum pada suhu o C, ph yang disukai antara 4-5. Batas minimal a w untuk khamir biasa adalah sedangkan khamir osmofilik dapat tumbuh pada a w yang lebih rendah yaitu sekitar , namun banyak juga khamir osmofilik pertumbuhannya terhenti pada a w 0.78 seperti pada larutan garam ataupun sirup gula. Saccharomyces cerevisiae dapat memfermentasi glukosa, sukrosa, galaktosa serta rafinosa (Kunkee dan Mardon 1970). S. cerevisiae merupakan top yeast tumbuh cepat dan sangat aktif memfermentasi pada suhu 20 o C (Frazier dan Westhoff 1978). S. cerevisiae dapat toleran terhadap alkohol yang cukup tinggi (12-18 % v/v), tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32 o C (Harisson dan Graham 1970). Menurut Hartoto (1992), pada kondisi aerobik atau konsentrasi glukosa tinggi S. cerevisiae tumbuh dengan baik, namun alkohol yang dihasilkan rendah. Sedangkan pada kondisi anaerobik, pertumbuhan lambat dan piruvat dari jalur katabolik dipecah oleh enzim piruvat dekarboksilase menjadi asetaldehid dan karbondioksida secara reduksi oleh enzim alkohol dehidrogenase. Pada kondisi aerobik, pemecahan gula mengikutsertakan oksigen atmosfir melalui beberapa lintasan proses. Pada respirasi oksidasi sempurna dari glukosa menghasilkan CO 2

11 dan air, sedang oksidasi tidak sempurna diikuti oleh akumulasi asam dan lain-lain produk intermediet. Pertumbuhan khamir cukup bervariasi dari suhu 0 o C sampai 47 o C. Secara umum, khamir dapat tumbuh dengan baik pada suasana asam, yaitu ph 3.5 sampai 3.8 yang dapat menghambat sebagian bakteri. Toleransi asamnya adalah selang ph 2.2 sampai 8.0. Mekanisme pembentukan etanol oleh khamir melalui jalur Embden-Meyerhof-Parnas Pathway atau lebih dikenal dengan jalur glikolisis. Alur dari tahap glikolisis disajikan pada Gambar 01. Hasil dari tahap glikolisis atau jalur EMP adalah memecah glukosa menjadi dua molekul asam piruvat. Proses yang terjadi dalam jalur glikolisis adalah sebagai berikut : 1. Glikolisis diawali dengan reaksi pembentukan senyawa glukosa-6-fosfat dari glukosa. Reaksi tersebut merupakan reaksi yang membutuhkan energi yang diambil dari pemutusan ikatan fosfat dari ATP. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim heksokinase atau glukokinase. Pada tahap ini, satu molekul ATP digunakan dan satu molekul ADP dihasilkan; 2. Reaksi kedua adalah pembentukan isomer fruktosa-6-fosfat dari glukosa-6- fosfat. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim fosfoheksosa isomerase. 3. Fruktosa-6-fosfat selanjutnya dikonversi menjadi fruktosa-1,6-bisfosfat oleh enzim fosfofruktokinase. Reaksi ini berjalan spontan dan merupakan rate limiting step pada proses glikolisis. Pada tahap ini pun satu molekul ATP digunakan dan satu molekul ADP dihasilkan; 4. Tahap selanjutnya adalah reaksi pemecahan fruktosa-1,6-bisfosfat oleh enzim aldolase menjadi dihidroksiasetonfosfat (DHAP) dan gliseraldehid-3-fosfat (GA-3P). Tahap ini merupakan salah satu tahap penting dalam proses glikolisis (dimana C 6 dirubah menjadi 2C 3 ); DHAP dan GA-3P merupakan senyawa yang memiliki susunan molekul yang sama; GA-3P langsung digunakan dalam tahap selanjutnya glikolisis dan DHAP dikonversi menjadi GA-3P oleh enzim triosefosfat isomerase; 5. Gliseraldehid-3-fosfat (GA-3P) dioksidasi dengan penambahan fosfat inorganis (Pi) menjadi 1,3-difosfo-gliserat (1,3-dP-GA) oleh enzim gliseraldehid-3-fosfat-dehidrogenase.

12 Gambar 01. Tahap Glikolisis (Embden-Meyerhof-Parnas Pathway) (Crueger dan Anneliese 1984)

13 6. 1,3-difosfo-gliserat melepaskan satu grup fosfat untuk membentuk ATP dan ADP dan kemudian dikonversi menjadi 3-fosfogliserat (3P-GA) oleh enzim 3- fosfogliseratkinase; 7. 3-fosfogliserat (3P-GA) selanjutnya dikonversi menjadi 2-fosfogliserat (2P- GA) oleh enzim fosfogliserat mutase; 8. 2-fosfogliserat (2P-GA) selanjutnya didehidrasi menjadi fosfofenol piruvat oleh enzim enolase; 9. Tahap terakhir dari jalur glikolisis adalah defosforelasi fosfofenol piruvat (PEP) menjadi piruvat oleh enzim piruvat kinase; pada tahap ini dibentuk sebuah molekul ATP. Reaksi setelah pembentukan DHAP dan GA-3P selama proses glikolisis berlangsung sebanyak dua kali. Piruvat yang merupakan produk akhir dari tahap glikolisis ini merupakan kunci pada proses metabolisme. Secara keseluruhan, reaksi dari proses glikolisis adalah sebagai berikut : Glukosa + 2 ADP + 2 NAD Pi 2 pyruvate + 2 ATP + 2 (NADH + H + ) Setelah melalui tahapan glikolisis, piruvat yang terbentuk kemudian diubah menjadi asetaldehid dan CO 2 oleh enzim piruvate dekarboksilase, setelah itu enzim alkohol dehidrogenase mengubah asetaldehid menjadi alkohol. Gambar 02. Proses Pembentukan Etanol dari Piruvat 2.5 Kultivasi Sistem Fed Batch Sistem fed batch merupakan kultur batch yang diumpankan dengan media secara kontinyu atau berurutan tanpa pengambilan cairan kultur, sehingga volume kultur semakin bertambah selama waktu kultivasi. Kultivasi fed batch umumnya lebih unggul dibandingkan dengan sistem batch dan kontinyu, terutama untuk

14 mengubah konsentrasi media membentuk produk dengan produktivitas yang tinggi (Son et al. 2007). Kultur fed batch sebagai kultur dengan pasokan nutrisi secara kontinyu yang dapat dioperasikan dalam dua cara yaitu dengan volume yang berubah-ubah dan dengan volume konstan. Tipe kultivasi ini dapat mencegah penghambatan substrat terhadap pertumbuhan dengan menambahkan substrat pada tahap batch dan dapat menyebabkan perubahan laju pertumbuhan secara periodik (Stanbury dan Whitaker 1984). Pada saat pertumbuhan suatu organisme pada kultur batch dibatasi oleh konsentrasi salah satu substrat dalam media, maka konsentrasi biomassa pada fase stasioner (Xmaks), dijelaskan dengan persamaan 1 (dengan asumsi bahwa jumlah inokulum awal tidak signifikan dibandingkan biomassa akhir). X max Y SR (1) Dimana, Y = yield untuk substrat pembatas (g biomassa/g substrat yang dikonsumsi) SR = konsentrasi substrat dalam media. Jika media segar ditambahkan ke dalam bejana kultivasi pada laju dilusi (D) yang lebih kecil daripada µ max maka sebenarnya semua substrat akan dikonsumsi saat diumpankan ke dalam sistem. Meskipun jumlah volume dalam bejana bertambah seiring waktu kultivasi namun sebenarnya konsentrasi sel (x) adalah konstan, yaitu (dx/dt 0) dan oleh karena itu µ = D. Sistem tersebut dikatakan berada dalam quasi-steady state. Semakin bertambahnya waktu kultivasi dan volume kultur, maka laju dilusi akan menurun. Nilai D dijelaskan pada persamaan 2. D = F/Vo + F.t (2) Dimana, D = laju dilusi F = laju pengumpanan Vo = volume awal kultur T = waktu pengumpanan pada operasi fed batch Kinetika Monod memperkirakan bahwa jika nilai D turun maka konsentrasi residu substrat juga akan menurun, sehingga akan menyebabkan peningkatan

15 konsentrasi biomassa. Pada laju pertumbuhan yang lebih tinggi, konsentrasi substrat awal akan lebih besar daripada konsentrasi residu substrat dan peningkatan konsentrasi substrat tidak signifikan. Laju dilusi pada kultur fed batch dapat dipertahankan konstan dengan meningkatkan laju pengumpanan secara ekponesial (Trevan et al. 1987). 2.7 Kinetika Fermentasi Mikroorganisme tumbuh dalam suatu spektrum lingkungan fisik dan kimiawi yang sangat luas, pertumbuhannya dan kegiatan-kegiatan fisiologik lainnya merupakan suatu respon terhadap lingkungan fisiko kimiawinya. Kinetika fermentasi menggambarkan pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroorganisme, bukan hanya pertumbuhan sel aktif, tetapi juga kegiatankegiatan sel sel-sel istirahat dan sel mati, berhubung masih banyak produk-produk komersial diproduksi setelah pertumbuhan mikroorganisme terhenti. Menurut Judoamidjojo et al. (1992), pertumbuhan mikrobial biasanya dicirikan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menggandakan massa sel atau jumlah sel. Waktu ganda massa dapat berbeda dengan waktu ganda sel, karena massa sel dapat meningkatkan tanpa peningkatan dalam jumlah sel. Namun demikian bila pada suatu lingkungan tertentu interval antara massa sel atau penggandaan jumlah adalah konstan dengan waktu, maka organisme itu tumbuhan pada kecepatan eksponensial. Pada keadaan ini pertumbuhan dinyatakan sebagai : dx dt dn = µ X (1) atau = µ n N (2) dt Dimana : X = konsenstrasi sel (g/l) N = jumlah sel (sel/l) µ = laju pertumbuhan spesifik dalam jam -1 (massa) t = waktu (menit) µ n = laju pertumbuhan spesifik dalam jam -1 (jumlah) Persamaan (1) menggambarkan peningkatan massa sel dan kesetimbangan dan persamaan (2) menggambarkan peningkatan jumlah sel dengan fungsi waktu.

16 Pada umumnya pertumbuhan diukur dengan peningkatan massa, sehingga µ dapat digunakan. Jika persamaan (1) diintegralkan maka akan menjadi : X 2 X1 t 2 dx / x = µ dt (3) t1 Bila laju pertumbuhan spesifik tetap, maka akan menghasilkan : x2 ln = µ t (4) x 1 Untuk kasus dimana t = td, maka : ln 2 0,693 td = = (5) µ µ Dimana td adalah waktu ganda sel. Selama fermentasi batch, laju pertumbuhan spesifik adalah konstan dan tidak tergantung pada perubahan konsentrasi nutriennya (Stanbury dan Whitaker 1984). Bentuk hubungan antara laju pertumbuhan dan konsentrasi substrat telah diteliti oleh Monod (1942), dengan persamaan sebagai berikut : µ max S µ = K s + S Dimana, µ = laju pertumbuhan spesifik µ max = laju pertumbuhan spesifik yang maksimal S = konsentrasi substrat K s = konstanta penggunaan substrat, nilainya sama dengan konsentrasi substrat pada saat µ = ½ µ max dan merupakan ukuran afinitas mikroorganisme terhadap substrat Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroorganisme merupakan proses biokonversi. Dimana nutrien kimiawi yang diumpankan pada fermentasi dikonversi menjadi massa sel dan metabolit-metabolit. Setiap konversi dapat dikuantifikasikan oleh suatu koefisien hasil yang dinyatakan sebagai massa sel atau produk yang terbentuk per unit massa nutrien yang dikonsumsi, yaitu Y x/s untuk sel dan Y p/s untuk produk yang dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

17 x p Y x/s = Y p/s = S S Dimana, Y x/s = rendemen pembentukan sel oleh substrat Y p/s = rendemen pembentukan produk oleh substrat Menurut Sa id (1987) bahwa tumbuh yang dicirikan oleh peningkatan massa sel, hanya terjadi bilamana kondisi-kondisi kimiawi dan fisika tertentu terpenuhi, misalnya terdapatnya suhu dan ph yang dapat sesuai dan tersedianya nutrien yang dibutuhkan. Kinetika pertumbuhan dan pembentukan produk memperlihatkan kemampuan sel dalam memberikan respon terhadap lingkungan. Pertumbuhan mikroorganisme secara batch yang ditumbuhkan pada medium tertentu, memiliki kurva seperti yang disajikan pada Gambar 03. Umumnya, pertumbuhan diukur dengan pengukuran massa sel. Fase pertumbuhan dimulai pada fase adaptasi, fase pertumbuhan yang dipercepat, fase pertumbuhan logaritma (eksponensial), fase pertumbuhan yang mulai dihambat, fase stasioner maksimum, fase kematian dipercepat, dan fase kematian logaritma. Pada fase adaptasi, mikroba baru menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, sehingga sel belum membelah diri. Sel mikroba mulai membelah diri pada fase pertumbuhan yang dipercepat, tetapi waktu generasinya masih panjang. Fase permulaan sampai fase pertumbuhan dipercepat sering disebut lag phase. Kecepatan sel membelah diri paling cepat terdapat pada fase pertumbuhan logaritma atau pertumbuhan eksponensial, dengan waktu generasi pendek dan konstan. Selama fase logaritmik, metabolisme sel paling aktif, sintesis bahan sel sangat cepat dengan jumlah konstan sampai nutrien habis atau terjadinya penimbunan hasil metabolisme yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan. Selanjutnya pada fase pertumbuhan yang mulai terhambat, kecepatan pembelahan sel berkurang dan jumlah sel yang mati mulai bertambah. Pada fase stasioner maksimum jumlah sel yang mati semakin meningkat sampai terjadi jumlah sel hidup hasil pembelahan sama dengan jumlah sel yang mati, sehingga jumlah sel hidup konstan, seolah-olah tidak terjadi pertumbuhan (pertumbuhan nol). Pada fase kematian yang dipercepat kecepatan kematian sel terus meningkat sedang kecepatan pembelahan sel nol, sampai pada fase kematian logaritma maka

18 kecepatan kematian sel mencapai maksimal, sehingga jumlah sel hidup menurun dengan cepat seperti deret ukur. Walaupun demikian penurunan jumlah sel hidup tidak mencapai nol, dalam jumlah minimum tertentu sel mikroba akan tetap bertahan sangat lama dalam medium tersebut. Gambar 03. Kinetika Fermentasi batch. Kurva : (a) memperlihatkan massa sel bila tidak terjadi lisis, (b) massa sel bila terjadi lisis dan diikuti pertumbuhan kriptik, dan (c) Viabel Cell Count bila terjadi lisis (Wang et al. 1979). Menurut Wang et al. (1979), pertumbuhan juga dapat dihubungkan dengan konsumsi nutrien selain dihubungkan dengan pembentukan produk. Pembentukan produk tidak mungkin terjadi tanpa adanya sel. Oleh karena itu, diharapkan pertumbuhan dan pembentukan produk sangat erat kaitannya dengan penggunaan nutrien, dan ini tergantung pada kontrol pengaturan metaboliknya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN FERMENTASI Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung kadar pati rata-rata sebesar 84,83%. Pati merupakan polimer senyawa glukosa yang terdiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin

I. PENDAHULUAN. Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin menipis seiring dengan meningkatnya eksploitasi manusia untuk pemenuhan kebutuhan akan bahan bakar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu, diperlukan upaya peningkatan produksi etanol secara besar-besaran

I. PENDAHULUAN. itu, diperlukan upaya peningkatan produksi etanol secara besar-besaran 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan bakar minyak (BBM) saat ini meningkat. Bahan bakar fosil tersebut suatu saat dapat habis karena eksploitasi terus menerus dan tidak dapat diperbaharui.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan produksi minyak bumi nasional yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan minyak bumi di Indonesia. Cadangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. PATI SAGU Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan bahan makanan. Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu dengan bantuan air secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi yang ramah lingkungan. Selain dapat mengurangi polusi, penggunaan bioetanol juga dapat menghemat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Jumlah energi yang dibutuhkan akan meningkat seiring berjalannya waktu dan meningkatnya jumlah penduduk.

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ubi Jalar

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ubi Jalar II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ubi Jalar Ubi jalar atau ketela rambat atau sweet potato diduga berasal dari Benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting, terutama di jaman modern dengan mobilitas manusia yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting, terutama di jaman modern dengan mobilitas manusia yang sangat 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber energi utama umat manusia saat ini diperoleh dari bahan bakar fosil yang salah satunya yaitu bahan bakar minyak (BBM) yang merupakan cairan yang sangat penting,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian wilayah Asia. Khusus wilayah Asia, penghasil singkong terbesar adalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagian wilayah Asia. Khusus wilayah Asia, penghasil singkong terbesar adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Singkong (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu hasil pertanian tanaman pangan di daerah tropika yang meliputi Afrika, Amerika Selatan, dan sebagian wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat. mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus

I. PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat. mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus pemasok energi nasional. Bioetanol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia, disebabkan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan cadangan BBM semakin berkurang, karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisang Kepok Pisang kepok adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia) dan dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. biomasa, sedangkan 7% disintesis dari minyak bumi. terjadinya krisis bahan bakar pada masa yang akan datang, pemanfaatan etanol

I. PENDAHULUAN. biomasa, sedangkan 7% disintesis dari minyak bumi. terjadinya krisis bahan bakar pada masa yang akan datang, pemanfaatan etanol 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Nilna (2010) dalam Utomo dan Aisyah (2013), bioetanol dapat dibuat dari bahan-bahan bergula atau bahan berpati seperti tebu, nira nipah, sagu, sorgum, umbi kayu,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber energi berbasis fosil (bahan bakar minyak) di Indonesia diperkirakan hanya cukup untuk 23 tahun lagi dengan cadangan yang ada sekitar 9.1 milyar barel (ESDM 2006),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ethanol banyak dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik industri

BAB I PENDAHULUAN. Ethanol banyak dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik industri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ethanol banyak dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik industri maupun untuk keperluan sehari-hari. Ethanol merupakan salah satu produk industri yang penting

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI)

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) Di Susun Oleh : Nama praktikan : Ainutajriani Nim : 14 3145 453 048 Kelas Kelompok : 1B : IV Dosen Pembimbing : Sulfiani, S.Si PROGRAM STUDI DIII ANALIS

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI DURIAN MELALUI HIDROLISIS. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh : Fifi Rahmi Zulkifli

PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI DURIAN MELALUI HIDROLISIS. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh : Fifi Rahmi Zulkifli PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI DURIAN MELALUI HIDROLISIS ENZIMATIK DAN FERMENTASI MENGGUNAKAN Sacharomyces cerevisiae Skripsi Sarjana Kimia Oleh : Fifi Rahmi Zulkifli 07 132 018 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi permintaan. Artinya, kebijakan energi tidak lagi mengandalkan pada ketersediaan pasokan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar memiliki peran yang penting dalam kehidupan manusia. Krisis energi yang terjadi di dunia dan peningkatan populasi manusia sangat kontradiktif dengan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaplek (Manihot esculenta Crantz) Gaplek (Manihot Esculenta Crantz) merupakan tanaman perdu. Gaplek berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL.

PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL. Pemanfaatan Sampah Sayuran sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioetanol (Deby Anisah, Herliati, Ayu Widyaningrum) PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL Deby Anisah 1), Herliati 1),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi berupa bahan bakar minyak (BBM) berbasis fosil seperti solar, bensin dan minyak tanah pada berbagai sektor ekonomi makin meningkat, sedangkan ketersediaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar 123 kalori per 100 g bahan (Rukmana, 1997). Berdasarkan kandungan tersebut, ubi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tongkol jagung merupakan limbah tanaman yang setelah diambil bijinya tongkol jagung tersebut umumnya dibuang begitu saja, sehingga hanya akan meningkatkan jumlah

Lebih terperinci

VIII. GLIKOLISIS Dr. Edy Meiyanto, MSi., Apt.

VIII. GLIKOLISIS Dr. Edy Meiyanto, MSi., Apt. VIII. GLIKOLISIS Dr. Edy Meiyanto, MSi., Apt. Tujuan Instruksional Umum (TIU) Setelah mengikuti kuliah bagian ini diharapkan mahasiswa dapat menyebutkan dan menjelaskan proses reaksi glikolisis Pendahuluan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengepresan (Abbas et al., 1985). Onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan

I. PENDAHULUAN. pengepresan (Abbas et al., 1985). Onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Industri tapioka merupakan salah satu industri yang cukup banyak menghasilkan limbah padat berupa onggok. Onggok adalah limbah yang dihasilkan pada poses pengolahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR C (KARBON) DAN KADAR N (NITROGEN) MEDIA KULTIVASI Hasil analisis molases dan urea sebagai sumber karbon dan nitrogen menggunakan metode Walkley-Black dan Kjeldahl,

Lebih terperinci

BIOETHANOL. Kelompok 12. Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto

BIOETHANOL. Kelompok 12. Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto BIOETHANOL Kelompok 12 Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto PENGERTIAN Bioethanol adalah ethanol yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya menggunakan proses farmentasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya semakin meningkat. Hal ini disebabkan kerena pertambahan jumlah penduduk serta meningkatnya penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pisang merupakan buah yang umum ditemui di Indonesia. Badan Pusat statistik mencatat pada tahun 2012 produksi pisang di Indonesia adalah sebanyak 6.189.052 ton. Jumlah

Lebih terperinci

Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase (Hidrolisis Pati secara Enzimatis)

Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase (Hidrolisis Pati secara Enzimatis) Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase (Hidrolisis Pati secara Enzimatis) Disarikan dari: Buku Petunjuk Praktikum Biokimia dan Enzimologi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content

Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content NAMA : FATMALIKA FIKRIA H KELAS : THP-B NIM : 121710101049 Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content 1. Jenis dan sifat Mikroba Dalam fermentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau

BAB I PENDAHULUAN. Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau CH3CH2OH dengan titik didihnya 78,4 C. Sementara bioetanol adalah etanol yang diproduksi dari proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kulit Pisang Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari buah pisang yang belum

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat dan Kegunaan Penelitian, (5) Kerangka pemikiran,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomi dan telah banyak dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

Produksi Glukosa Cair dari Pati Ubi Jalar Melalui Proses Likuifikasi dan Sakarifikasi Secara Enzimatis

Produksi Glukosa Cair dari Pati Ubi Jalar Melalui Proses Likuifikasi dan Sakarifikasi Secara Enzimatis Produksi Glukosa Cair dari Pati Ubi Jalar Melalui Proses Likuifikasi dan Sakarifikasi Secara Enzimatis 1) I Wayan Arnata, 1) Bambang Admadi H., 2) Esselon Pardede 1) Staf Pengajar PS. Teknologi Industri

Lebih terperinci

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA SKRIPSI Untuk Memenuhui sebagian persyaratan Guna mencapai

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Utama dan (3) Tepung yang Terpilih Setelah Fermentasi

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Utama dan (3) Tepung yang Terpilih Setelah Fermentasi IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Penelitian Pendahuluan, (2) Penelitian Utama dan (3) Tepung yang Terpilih Setelah Fermentasi 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari industri pati sagu rakyat di daerah Cimahpar, Bogor. Khamir yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indutri. Pemanfaat jagung dalam bidang industri selain sebagai sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indutri. Pemanfaat jagung dalam bidang industri selain sebagai sumber BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Jagung Jagung merupakan tanaman yang banyak dijadikan sebagai bahan baku indutri. Pemanfaat jagung dalam bidang industri selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak bumi pun menurun. Krisis energi pun terjadi pada saat ini, untuk

BAB I PENDAHULUAN. minyak bumi pun menurun. Krisis energi pun terjadi pada saat ini, untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan sumber energi semakin meningkat seiring dengan perkembangan zaman. Namun hal tersebut tidak diimbangi dengan ketersediaan sumber energi yang ada. Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejak revolusi industri pada tahun 1800-an, strategi efisiensi biaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejak revolusi industri pada tahun 1800-an, strategi efisiensi biaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak revolusi industri pada tahun 1800-an, strategi efisiensi biaya produksi per unit barang atau jasa diterapkan guna memacu produksi semua jenis barang dan jasa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Fermentasi Alkohol Fermentasi merupakan kegiatan mikroba pada bahan pangan sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki. Mikroba yang umumnya terlibat dalam fermentasi adalah

Lebih terperinci

Metabolisme (Katabolisme) Radityo Heru Mahardiko XII IPA 2

Metabolisme (Katabolisme) Radityo Heru Mahardiko XII IPA 2 Metabolisme (Katabolisme) Radityo Heru Mahardiko XII IPA 2 Peta Konsep Kofaktor Enzim Apoenzim Reaksi Terang Metabolisme Anabolisme Fotosintesis Reaksi Gelap Katabolisme Polisakarida menjadi Monosakarida

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber genetik tanaman jagung berasal dari benua Amerika. Konon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber genetik tanaman jagung berasal dari benua Amerika. Konon BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung (Zea mays) Sumber genetik tanaman jagung berasal dari benua Amerika. Konon bentuk liar tanaman jagung disebut pod maize, telah tumbuh 4.500 tahun yang lalu di Pegunungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Proksimat Batang Sawit Tahapan awal penelitian, didahului dengan melakukan analisa proksimat atau analisa sifat-sifat kimia seperti kadar air, abu, ekstraktif, selulosa

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan industri kelapa sawit yang cukup potensial sebagai penghasil devisa negara menyebabkan luas areal dan produksi kelapa sawit di Indonesia semakin meningkat. Sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang UKDW. minyak semakin meningkat, sedangkan cadangan energi minyak bumi (fosil)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang UKDW. minyak semakin meningkat, sedangkan cadangan energi minyak bumi (fosil) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada beberapa tahun terakhir, kebutuhan manusia terhadap bahan bakar minyak semakin meningkat, sedangkan cadangan energi minyak bumi (fosil) setiap harinya semakin berkurang.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Onggok merupakan limbah dari industri tapioka yang berbentuk padatan yang

TINJAUAN PUSTAKA. Onggok merupakan limbah dari industri tapioka yang berbentuk padatan yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Onggok Onggok merupakan limbah dari industri tapioka yang berbentuk padatan yang diperoleh pada proses ekstraksi. Pada proses ekstraksi ini diperoleh suspensi pati sebagai filtratnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Molase Molase adalah hasil samping dari proses pembuatan gula tebu. Meningkatnya produksi gula tebu Indonesia sekitar sepuluh tahun terakhir ini tentunya akan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. Komposisi utama pati adalah amilosa dan amilopektin yang mempunyai sifat alami berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biji Jali Tanaman jali termasuk dalam tanaman serealia lokal. Beberapa daerah menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai. Klasifikasi

Lebih terperinci

Metabolisme karbohidrat

Metabolisme karbohidrat Metabolisme karbohidrat Dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Lektor mata kuliah ilmu biomedik Departemen Biokimia, Biologi Molekuler, dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Unila PENCERNAAN KARBOHIDRAT Rongga mulut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) berasal dari Amerika Tengah, pada tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia (Rukmana, 2001). Ubi jalar (Ipomoea

Lebih terperinci

PRODUK BIOETANOL DARI PATI MANGGA (Mangifera Indica L.) DENGAN PROSES HIDROLISA ENZIM DAN FERMENTASI

PRODUK BIOETANOL DARI PATI MANGGA (Mangifera Indica L.) DENGAN PROSES HIDROLISA ENZIM DAN FERMENTASI PRODUK BIOETANOL DARI PATI MANGGA (Mangifera Indica L.) DENGAN PROSES HIDROLISA ENZIM DAN FERMENTASI Oleh : Dewi Istiqoma S. (2308 030 016) Pradita Anggun S. (2308 030 018) Dosen Pembimbing : Prof. Dr.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama terdapat didalam tumbuh-tumbuhan yaitu kira-kira 75% disamping itu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama terdapat didalam tumbuh-tumbuhan yaitu kira-kira 75% disamping itu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karbohidrat 1. Pengertian Karbohidrat Karbohidrat adalah senyawa yang mengandung unsur-unsur; C, H dan O, terutama terdapat didalam tumbuh-tumbuhan yaitu kira-kira 75% disamping

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati 1 I. PENDAHULUAN Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati (lebih banyak mengandung amilopektin dibanding amilosa). Untuk keperluan yang lebih luas lagi seperti pembuatan biskuit,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. grade industri dengan kadar alkohol %, netral dengan kadar alkohol 96-99,5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. grade industri dengan kadar alkohol %, netral dengan kadar alkohol 96-99,5 2.1 Tinjauan Umum Bioetanol BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bioetanol merupakan etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung komponen gula, pati atau selulosa seperti singkong dan tetes tebu. Etanol umumnya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu dan

I PENDAHULUAN. (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu dan I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Ubi Jalar a b c d e f Gambar 1. Gambar tanaman ubi jalar a (putih), b (kuning), c (ungu) dan gambar umbi ubi jalar d (putih), e (kuning), f (ungu) (Sarwono, 2005). Taksonomi

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN KARBOHIDRAT KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati,

Lebih terperinci

GAPLEK KETELA POHON (Manihot utillisima pohl) DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger

GAPLEK KETELA POHON (Manihot utillisima pohl) DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI GAPLEK KETELA POHON (Manihot utillisima pohl) DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL PEMBAHASAN 5.1. Sukrosa Perubahan kualitas yang langsung berkaitan dengan kerusakan nira tebu adalah penurunan kadar sukrosa. Sukrosa merupakan komponen utama dalam nira tebu yang dijadikan bahan

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI BIOETHANOL BONGGOL PISANG

PROSES PRODUKSI BIOETHANOL BONGGOL PISANG PROSES PRODUKSI BIOETHANOL BONGGOL PISANG Latar Belakang Menipisnya cadangan bahan bakar fosil dan meningkatnya populasi manusia sangat kontradiktif dengan kebutuhan energi bagi kelangsungan hidup manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah. Jumlah kalori yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah. Jumlah kalori yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karbohidrat 1. Definisi karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia, khususnya bagi penduduk negara yang sedang berkembang karena

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN JASAD RENIK

PERTUMBUHAN JASAD RENIK PERTUMBUHAN JASAD RENIK DEFINISI PERTUMBUHAN Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Pada organisme multiselular, yang disebut pertumbuhan

Lebih terperinci

KINETIKA PERTUMBUHAN MIKROBA

KINETIKA PERTUMBUHAN MIKROBA KINETIKA PERTUMBUHAN MIKROBA. Karakteristik pertumbuhan mikroba Pertumbuhan mikroba merupakan pertambahan jumlah sel mikroba Pertumbuhan mikroba berlangsung selama nutrisi masih cukup tersedia Pertumbuhan

Lebih terperinci

FERMENTASI ETANOL DARI SAMPAH TPS GEBANG PUTIH SURABAYA

FERMENTASI ETANOL DARI SAMPAH TPS GEBANG PUTIH SURABAYA TUGAS AKHIR FERMENTASI ETANOL DARI SAMPAH TPS GEBANG PUTIH SURABAYA Oleh: MUSTIKA HARDI (3304 100 072) Sampah Sampah dapat dimanfaatkan secara anaerobik menjadi alkohol. Metode ini memberikan alternatif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. asam ataupun enzimatis untuk menghasilkan glukosa, kemudian gula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. asam ataupun enzimatis untuk menghasilkan glukosa, kemudian gula BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Bahan Baku Klasifikasi etanol secara mikrobiologis dipengaruhi oleh bahan bakunya, bahan baku berupa sumber pati prosesnya lebih panjang di banding dengan berbahan

Lebih terperinci

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME Metabolisme adalah seluruh reaksi kimia yang dilakukan oleh organisme. Metabolisme juga dapat dikatakan sebagai proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan istilah yang tidak asing lagi saat ini. Istilah bioetanol

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan istilah yang tidak asing lagi saat ini. Istilah bioetanol BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bioetanol merupakan istilah yang tidak asing lagi saat ini. Istilah bioetanol digunakan pada etanol yang dihasilkan dari bahan baku tumbuhan melalui proses fermentasi.

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOETANOL DARI UBI JALAR (Ipomea batatas) DENGAN PROSES FERMENTASI Saccharomyces cerevisiae

PEMBUATAN BIOETANOL DARI UBI JALAR (Ipomea batatas) DENGAN PROSES FERMENTASI Saccharomyces cerevisiae TUGAS AKHIR PEMBUATAN BIOETANOL DARI UBI JALAR (Ipomea batatas) DENGAN PROSES FERMENTASI Saccharomyces cerevisiae Manufacture Of Bioethanol from Sweet Potato (Ipomea batatas) with Saccharomyces cerevisiae

Lebih terperinci

Jurnal Atomik., 2016, 01 (2) hal 65-70

Jurnal Atomik., 2016, 01 (2) hal 65-70 Jurnal Atomik., 2016, 01 (2) hal 65-70 ANALISIS VARIASI NUTRISI AMMONIUM SULFAT DAN UREA DALAM PEMBUATAN BIOETANOL DARI KULIT PISANG KEPOK (Musa paradisiaca. L) DENGAN HIDROLISIS ENZIMATIK DAN FERMENTASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara bagian tropis yang kaya akan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara bagian tropis yang kaya akan sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan negara bagian tropis yang kaya akan sumber daya alamnya terutama pada tanaman penghasil karbohidrat berupa serat, gula, maupun pati. Pada umumnya

Lebih terperinci

TEKNOLOGI FERMENTASI DAN ENZIM UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARATA

TEKNOLOGI FERMENTASI DAN ENZIM UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARATA TEKNOLOGI FERMENTASI DAN ENZIM UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARATA BAB VII KINETIKA PERTUMBUHAN MIKROBIA Pertumbuhan adalah suatu pertambahan secara teratur seluruh komponen sel hidup a. Uniseluler ( yeast,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah laut yang luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput laut merupakan komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang industri jasa maupun industri pengolahan bahan baku menjadi

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang industri jasa maupun industri pengolahan bahan baku menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, kehidupan sebagian besar masyarakatnya adalah ditopang oleh hasil-hasil pertanian dan pembangunan disegala bidang industri jasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pisang merupakan buah yang tumbuh di daerah-daerah di Indonesia. Menurut data Direktorat Jendral Hortikultura produksi pisang pada tahun 2010 adalah sebanyak 5.755.073

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kimia organik, istilah alkohol merupakan nama satuan golongan senyawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kimia organik, istilah alkohol merupakan nama satuan golongan senyawa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sintesis alkohol dari nasi limbah rumah makan Dalam kimia organik, istilah alkohol merupakan nama satuan golongan senyawa organik yang tersusun dari unsur-unsur C, H dan O dengan

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao BAB 1V A. Hasil Uji Pendahuluan HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Pengukuran Kadar Gula Pereduksi Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao sebelum dan sesudah hidrolisis diperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbagai usaha untuk meningkatkan produksi gula selain gula tebu karena gula tebu

I. PENDAHULUAN. berbagai usaha untuk meningkatkan produksi gula selain gula tebu karena gula tebu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gula merupakan senyawa organik yang penting sebagai sumber kalori karena mudah dicerna di dalam tubuh dan mempunyai rasa manis. Gula juga digunakan sebagai bahan baku pembuat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Enzim adalah produk protein sel hidup yang berperan sebagai biokatalisator

II. TINJAUAN PUSTAKA. Enzim adalah produk protein sel hidup yang berperan sebagai biokatalisator II. TINJAUAN PUSTAKA A. Enzim Enzim adalah produk protein sel hidup yang berperan sebagai biokatalisator dalam proses biokimia, baik yang terjadi di dalam sel maupun di luar sel (Poedjadi, 1994). Berdasarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren

Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren Djeni Hendra, MSi. Pusat Litbang Hasil Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Cirebon, 5 April 2016 Outline

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

KUALITAS BIOETANOL LIMBAH PADAT BASAH TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA. Skripsi

KUALITAS BIOETANOL LIMBAH PADAT BASAH TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA. Skripsi 0 KUALITAS BIOETANOL LIMBAH PADAT BASAH TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KANDUNGAN AMILOSA PADA PATI PALMA Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa yang terdiri atas dua fraksi, yaitu amilosa dan amilopektin. Selain kedua fraksi tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti makanan pokok karena mengandung karbohidrat sebesar 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar

Lebih terperinci

KADAR GLUKOSA DAN KADAR BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissima pohl) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4

KADAR GLUKOSA DAN KADAR BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissima pohl) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4 KADAR GLUKOSA DAN KADAR BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissima pohl) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

Metabolisme Karbohidrat. Oleh : Muhammad Fakhri, S.Pi, MP, M.Sc Tim Pengajar Biokimia

Metabolisme Karbohidrat. Oleh : Muhammad Fakhri, S.Pi, MP, M.Sc Tim Pengajar Biokimia Metabolisme Karbohidrat Oleh : Muhammad Fakhri, S.Pi, MP, M.Sc Tim Pengajar Biokimia LATAR BELAKANG Kemampuan ikan untuk memanfaatkan karbohidrat tergantung pada kemampuannya menghasilkan enzim amilase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bakar alternatif pengganti minyak bumi yang terbaru dan lebih ramah lingkungan. Salah

BAB I PENDAHULUAN. bakar alternatif pengganti minyak bumi yang terbaru dan lebih ramah lingkungan. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan bahan bakar fosil semakin meningkat seiring bertambahnya populasi manusia dan perkembangan ekonomi, mengakibatkan menipisnya ketersediaan minyak bumi sebagai

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan. Bioetanol

Teknologi Pengolahan. Bioetanol Teknologi Pengolahan Djeni Hendra, MSi Bioetanol Pusat Litbang Hasil Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Yogyakarta, 11 Februari 2016 Outline I Latar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin

I. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin menipis. Menurut data statistik migas ESDM (2009), total Cadangan minyak bumi Indonesia pada tahun 2009

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4

ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4 ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Lebih terperinci