DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU"

Transkripsi

1 PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp.) MENGGUNAKAN METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN Oleh : DICKA AR RAHIM. F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati Sagu (Metroxylon sp.) Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan, adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Februari 2009 Dicka Ar Rahim NRP. F

3 Dicka Ar Rahim F Produksi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus. dari Sirup Dekstrin Pati Sagu (Metroxylon sp.) Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan. Di bawah bimbingan Khaswar Syamsu RINGKASAN Indonesia adalah pemilik lahan sagu terbesar di dunia. Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah. Di dunia diperkirakan terdapat 2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di Indonesia. Sekitar 90% di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia, 2006). Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal. Selama ini baru sekitar 10% dari total area sagu nasional yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan serta industri. Jika dibudidayakan, produktivitas pati sagu kering mencapai 25 ton/ha/tahun, lebih banyak apabila dibandingkan dengan ubi kayu 1.5 ton/ha/tahun, kentang 2.5 ton/ha/tahun, maupun jagung 5.5 ton/ha/tahun. (Sumaryono, 2007) Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemungkinan penggunaan dekstrin dari pati sagu sebagai substart dalam pembuatan etanol, melihat potensi Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus sebagai mikroorganisme penghasil etanol, serta pemilihan laju aerasi dan konsentrasi gula pada substrat berdasarkan kadar etanol dan jumlah biomassa tertinggi yang dihasilkan. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap biomassa dan kadar etanol yang dihasilkan. Pada penelitian pertama dilakukan fermentasi sirup dekstrin dengan perlakuan konsentrasi yang berbeda yaitu 18%, 24%, 30%, dan 36% serta perlakuan pemberian aerasi sebesar 1vvm dan 2 vvm. Dari beberapa perlakuan tersebut terpilih konsentrasi 30% dan laju alir 1 vvm sebagai perlakuan terbaik untuk pertumbuhan khamir. Selama 24 jam dihasilkan jumlah biomassa tertinggi yaitu 2,98 g/l dengan nilai μ maks 0,29 jam -1. Pada jam ke-6 khamir tersebut masih mengalami fase log, hingga pada jam ke-12 pertumbuhan khamir sudah mulai masuk ke fase stasioner. Sisa total gula dalam substrat dan nilai ph mengalami penurunan selama proses fermentasi. Penurunan kandungan total gula dalam substart menunjukkan aktifitas sel dalam mengkonsumsi substrat sirup dekstrin. Sedangkan perubahan ph terjadi karena adanya pelepasan H + selama konsumsi NH 4 +, penggunaan asam amino sebagai sumber nitrogen dan akumulasi produk samping berupa asam-asam organik hasil metabolisme karbohidrat. Rekayasa bioproses dilakukan pada perlakuan terpilih dengan penghentian aerasi pada jam ke-6. Selama 24 jam fermentasi dihasilkan etanol sebanyak 24,94±0,16 g/l. Hasil ini jauh lebih tinggi dibandingkan perlakuan dengan aerasi penuh yang hanya menghasilkan etanol sebanyak 21,25±0,55 g/l. Pada jam ke-24, rata-rata ph pada aerasi penuh mencapai 3,05, sedangkan rata-rata ph pada aerasi yang dihentikan di jam ke-6 mencapai 3,15. ph yang terlalu rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Aerasi yang dihentikan pada jam ke- 6 mengubah kondisi lingkungan fermentasi dari kondisi aerob menjadi anaerob, sehingga proses fermentasi untuk pembentukan etanol berjalan secara maksimal.

4 Dicka Ar. Rahim F Ethanol Production by Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus. from Liquified Sago Starch (Metroxylon sp.) Using Full and Stopped Aeration Method. Supervised by Khaswar Syamsu SUMMARY Indonesia is known as the largest owner land of sago, with the area around 1 million ha, or 50% of 2 million ha of world sago area (Marsudi and Aprilia, 2006). The great potential of sago in Indonesia has not been used optimally. Thus far, only about 10% of the total national sago area that has been used to meet food and industry requirements. When sago is cultivated properly, it s dried starch productivity would reach 25 ton/ha/year, much higher as compared to cassava 1,5 tons/ha/year, potatoes 2,5 tons/ha/year, and corn 5,5 tons/ha/year. (Sumaryono, 2007) This research is aimed to find the possibility of using dextrin as substrate for ethanol production, to see potentiality of Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus as the ethanol producer, also the selection of aeration rate and total sugar concentration for fermentation. More over, this research also aims to determine the influence of bioprocess engineering (full and stopped aeration) to biomass and ethanol production. In the first study conducted, fermentation was treated at different substrate concentrations (18%, 24%, 30%, 36% w/v) and two regimes of aeration (1 vvm and 2 vvm). It is found that the best treatment was obtained from fermentation at 30% substrate concentration and 1 vvm aeration rate, which produced the highest amount of biomass (2,98 g/l) with the value of μ maks was 0,29 hour -1. For the first six hour cultivation, biomass growth was still in log phase. The residual sugar content in substrate and the ph value decreased during the fermentation process. The decline of residual sugar contents in substrate showed the activity of cells that consumed dextrin as substrate. While changes in ph was due to the release of H + during the consumption of NH 4 +, also the use of amino acids as nitrogen source and the accumulation of by products such as organic acids from carbohydrate metabolism. Bioprocess engineering was done on the treatment selected, with the stop of aeration after its first 6 hours cultivation. In 24 hours of fermentation, ethanol produced was 24,94±0,16 g/l. This results was much higher than the treatment with full aeration which only produced ethanol as much as 21,25±0,55 g/l. The ph at the end of fermentation in full aeration reached 3,05, while in stop aeration was 3,15. The extreme low ph can prevent the growth of microorganisms. The stop of aeration after the first 6 hour aeration change the environment of the fermentation conditions from aerob to be anaerob, so that the fermentation process for the formation of ethanol can be maximized.

5 PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp.) MENGGUNAKAN METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : DICKA AR RAHIM F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

6 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp.) MENGGUNAKAN METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : DICKA AR RAHIM F Dilahirkan pada tanggal 5 Mei 1986 Di Jakarta Tanggal lulus : 23 Februari 2009 Menyetujui, Bogor, Maret 2009 Dr. Ir Khaswar Syamsu, M. Sc. Dosen Pembimbing

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta,, pada tanggal 5 Mei 1986 sebagai anak pertama dari empat bersaudara bersa dari pasangan Bpk. Syafrul Bustamam dan Ibu Irmiza Gusti. Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMA A Negeri 78 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih ih Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Penulis melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik Mempelajari Mempelajari Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanol Bioetanol di PT. PG. Rajawali Unit II, II PSA Palimanan Cirebon,, Jawa Barat.. Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Produksi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati Sagu (Metroxylon sp.) Menggunakan Me Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan hentikan di bawah bimbingan Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M. Sc.

8 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Produksi Etanol dari Sirup Dekstrin Pati Sagu (Metroxylon sp.) oleh Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan. Skripsi ini disusun sabagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara moril maupun materil dari semua pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis haturkan kepada : 1. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M. Sc. selaku dosen pembimbing, atas segala bimbingan, nasehat dan arahan yang telah diberikan kepada penulis. 2. Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M. Sc. dan Drs. Purwoko, M. Si. atas masukan dan saran yang telah diberikan serta berkenan menjadi penguji ujian skripsi ini. 3. Orang tua penulis (Bapak Syafrul Bustamam dan Ibu Irmiza Gusti), dan seluruh keluarga besar penulis atas doa, pengorbanan, dukungan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis. 4. Rekan-rekanku di laboratorium bioindustri (Yuyun, Edy, Azhar, Hanik, Rita, dan Yayan) atas kerjasama dan bantuannya selama ini. 5. Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Penulis menyadari masih banyak kekurangan diberbagai sisi baik penyajian isi maupun penulisan dan penyusunan skripsi ini. Oleh sebab itu saran dan kritik akan menjadi masukan yang terbaik untuk lebih membangun, memperbaiki, dan menyempurnakannya untuk saat ini maupun masa mendatang. Semoga segala sesuatu yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya. Amiin. Bogor, Februari 2009 Penulis i

9 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. PATI SAGU... 4 B. SIRUP DEKSTRIN... 5 C. Saccharomycess cerevisiae var. ellipsoideus... 6 D. FERMENTASI... 7 E. KINETIKA FERMENTASI III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN FERMENTASI B. PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK C. REKAYASA BIOPROSES V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ii

10 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Karakteristik Pati Sagu... 4 Tabel 2. Nilai laju pertumbuhan spesifik (μ maks ) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm Tabel 3. Rendemen hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm Tabel 4. Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan iii

11 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Mikroba... 6 Gambar 2. Morfologi Saccharomyces cerevisiae (a) dan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus (b)... 7 Gambar 3. Embden Meyerhof-Parnas pathway.. 10 Gambar 4. Skema Instalasi Bioreaktor Gambar 5. Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var. ellipsoideus pada laju aerasi 1 vvm Gambar 6. Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var. ellipsoideus pada laju aerasi 2 vvm Gambar 7. Kurva perubahan ph pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 22 Gambar 8. Kurva perubahan ph pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm 22 Gambar 9. Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm Gambar 10. Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm Gambar 11. Histogram kadar etanol penelitian pertama Gambar 12. Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus pada penelitian lanjutan Gambar 13. Kurva perubahan ph pada penelitian lanjutan.. 29 Gambar 14. Kurva total gula pada penelitian lanjutan Gambar 15. Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian lanjutan 31 Gambar 16. Histogram kadar etanol penelitian lanjutan.. 32 iv

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Sagu Dengan Metode Luff Schroll Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu Lampiran 3. Analisis Total Gula Sirup Dekstrin Lampiran 4. Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin 43 Lampiran 5. Analisis Hasil Fermentasi Lampiran 6. Data Total Biomassa Lampiran 7. Data Kadar Etanol Lampiran 8. Data ph Lampiran 9. Data Total Gula Lampiran 10. Analisis Ragam Kinetika Fermentasi v

13 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat, dan diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN). Etanol merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM. Selain dapat diperbaharui etanol juga bersifat ramah lingkungan. Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun 2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5% (Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar nabati/biofuel sebagai bahan bakar alternatif). Selain digunakan sebagai bahan bakar, etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia, kosmetika serta industri lainnya. Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah molasses. Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas, sehingga Indonesia mengimpor molasses dari India. Data dari BPS menunjukkan bahwa impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai ton dengan nilai juta US$. Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol, yaitu sagu. Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah. Di dunia diperkirakan terdapat 2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di Indonesia. Sekitar 90% di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia, 2006). Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal. Selama ini baru sekitar 10% dari total area sagu nasional yang telah dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan. Jika dilihat dari potensi sagu yang tersedia, Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar tiga juta ton bioetanol (Anonim, 2007). Pemanfaatan pati sagu untuk industri bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah 1

14 Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan daerah lain. Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi. Sagu mampu menghasilkan pati kering ton/ha/tahun. Produktivitas pati kering padi hanya 6 ton/ha/tahun, sedangkan pati kering jagung hanya 5,5 ton/ha/tahun. Produktivitas sagu setara dengan tebu, namun lebih tinggi dibandingkan dengan ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering ton/ha/tahun (Sumaryono, 2007). Menurut Akyuni (2004), pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi, sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi untuk menghasilkan etanol. Suyandra (2007), melakukan pemanfaatan pati sagu untuk produksi etanol. Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi. Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada fermentasi adalah sirup glukosa. Namun untuk memproduksi sirup glukosa dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama. Hal ini menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup glukosa menjadi mahal dan boros energi. Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu, dapat dilakukan dengan mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin. Sirup dekstrin merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada proses pembuatan sirup glukosa. Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus. Saat fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi, dengan harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama fermentasi berlangsung. 2

15 B. TUJUAN Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu sebagai bahan baku. Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi yang dihasilkan, serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa total gula dan ph). Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar etanol yang dihasilkan, jumlah biomassa, sisa total gula dan ph. 3

16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. PATI SAGU Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan bahan makanan. Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional. Pati berbentuk butiran atau granula yang berwarna putih mengkilat, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa. Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 1,4 α-glukosa. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai karbonnya (Haryato dan Pangloli, 1992). Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp.) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Pati Sagu Karakterisasi Komposisi (%) Kadar Pati 82,13 Amilosa 27,75 Amilopektin 72,25 Kadar Serat 0,01 Kadar Air 5,76 Kadar Abu 0,12 Kadar Lemak 0,36 Kadar Protein 0,38 Sumber : Hartoto et al. (2005) Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam, umumnya berbentuk bola atau elips. Pati sagu berbentuk elips (prolate ellipsoidal), mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar daripada pati serealia. Pati sagu mengandung sekitar 27% amilosa dan sekitar 73% amilopektin. Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu sendiri. Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering, kurang lekat dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et al., 1986). 4

17 Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-d-glukosa, sedangkan amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(1,6)-d-glukosa sebanyak 4-5% dari berat total (Winarno, 1997). B. SIRUP DEKSTRIN Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase. Tahap likuifikasi dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan larutan iodium. Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-1,4 glikosidik oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga dihasilkan glukosa, maltosa, maltodekstrin, dan alfa limit dekstrin. Enzim α- amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α- 1,4 glikosidik pada amilosa, amilopektin dan glikogen. Ikatan α-1,6 glikosidik tidak dapat di putus oleh α-amilase, tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick, 1991). Enzim α-amilase umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens, B. Licheniformis, Aspergillus oryzae, dan Aspergillus niger. Nilai ph optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar 6 dengan suhu optimum 60 o C. Jika suhu semakin ditingkatkan maka ph optimum pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo, 1986). Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang memiliki aktivitas tinggi, sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar kg/ton pati atau 1500 U/kg substrat kering (Chaplin dan Buckle, 1990). Enzim α- amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS. Antara lain dengan nama Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar o C. Stabilitas Termamyl tergantung pada suhu, konsentrasi Ca 2+, kandungan ion dan ekuivalen dekstrosa. Dosis α-amilase yang biasa digunakan kg Termamyl 102 /ton pati kering. Satu knu (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang 5

18 dapat menghidrolisis 5,26 pati (gram standar) per jam suhu 37 o C, ph 5,6 pada kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic, 1995). C. Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi. Mikroba ini biasanya dikenal dengan baker s yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik. Produk metabolik utama adalah etanol, CO 2 dan air sedangkan beberapa produk lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit. Khamir ini bersifat fakultatif anaerobik. Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30 o C dan ph 4,0-4,6 agar dapat tumbuh dengan baik. Selama proses fermentasi akan timbul panas, apabila tidak dilakukan pendinginan, suhu akan makin meningkat sehingga proses fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg, 1983). Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu o C dan maksimum pada o C (Frazier dan Westhoff, 1978). ph pertumbuhan khamir yang baik antara 3-6. Perubahan ph dapat mempengaruhi pembentukan hasil samping fermentasi. Pada ph tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn, 1959). Pertumbuhan mikroba di dalam suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1. Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker, 1984). Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah, mudah tersedia dan efisien penggunaannya. Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi. 6

19 Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di dalamnya. Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri fermentasi. Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber karbon karena mahal harganya. Beberapa proses fermentasi dalam skala besar menggunakan garam amonium, urea, atau gas amonia sebagai sumber nitrogen (Fardiaz, 1988). Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus merupakan galur khamir yang biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff, 1978). Pada awal klasifikasi, khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan morfologi selnya. Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari industri bir di Jerman dan Inggris, sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal. Pada klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja, tidak cukup untuk membedakan dua spesies khamir, sehingga nama khamir anggur menjadi Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan Campbell, 1999). Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Morfologi Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus (A) dan Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan, 1986) D. FERMENTASI Menurut Prescot dan Dunn (1981), etanol dapat diproduksi dari gula melalui fermentasi pada kondisi tertentu. Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C 2 H 5 OH. 7

20 Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembang-biakannya. Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan adalah karbon, hidrogen, oksigen, fosfor, zat besi dan magnesium. Unsur karbon banyak diperoleh dari gula, sumber nitrogen didapatkan dari amonia, asam amino, peptida, pepton nitrat, atau urea tergantung pada jenis khamir. Fosfor merupakan unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari gula. Pada permulaan proses fermentasi, khamir memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob. Setelah terbentuk CO 2, reaksi akan berubah menjadi anaerob. Alkohol yang terbentuk akan menekan fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15% volume. Terhalangnya proses fermentasi, juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir yang digunakan (Prescot dan Dunn, 1981). Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik, walaupun demikian beberapa khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik. Proses respirasi pada kondisi aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena tidak tersedia lagi oksigen. Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar dibandingkan pada proses fermentasi. (Barnett et al., 2000). Bila terdapat udara pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel, karbondioksida, dan air. Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu o C dan maksimum pada o C. Sedangkan ph optimum 4-5. Batas minimal a w untuk khamir biasa adalah Menurut Casida (1968) ph pertumbuhan khamir yang baik adalah pada rentang 3-6. Perubahan ph dapat mempengaruhi pembentukan hasil samping fermentasi. Nilai ph pertumbuhan behubungan positif dengan pembentukan asam piruvat. Pada ph tinggi maka fase lag akan lebih singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat. Pengaruh ph pada pertumbuhan khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol. Nilai ph dapat 8

21 diturunkan menggunakan asam sitrat, sedangkan untuk menaikkan ph dapat digunakan natrium benzoat. Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu jam. Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol adalah 3-7 hari. Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan gula menjadi etanol dan CO 2 dilakukan oleh sel khamir. Secara teoritis konversi molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan Gay Lussac sebagai berikut C 6 H 12 O 6 2C 2 H 5 OH + 2CO 2 (gula) (etanol) (karbondioksida) Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 51.1% gula diubah menjadi etanol dan 49.9% diubah menjadi karbondioksida. Akan tetapi hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan. Pada kenyataanya hanya 90-95% dari nilai ini yang dapat dicapai. Konsentrasi alkohol yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan kadar gula. Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu, aerasi, kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey, 1954). Produk samping yang dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat. Pada kondisi anaerob, metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat, reaksi pemecahan C 6 menjadi 2 molekul C 3 yang terfosforilasi, reaksi oksidasireduksi dan reaksi dekarboksilasi. Gukosa mengalami fosforilasi menjadi glukosa-6-p dan fruktosa-6-p dengan ATP sebagai donor fosfat. Fruktosa-6-P kemudian dirubah menjadi fruktosa-1.6-di-p kemudian dipecah mencadi 2 molekul C 3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3- P. Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder. Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 1.3-difosfogliserat kemudian mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan akseptor fosfat ADP membentuk ATP. 9

22 Glukosa heksokinase glukosa-6-fosfat fosfoglukosa isomerase fruktosa-6-fosfat fosfofrukto kinase fruktosa-1,6-bifosfat aldolase gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat triose fosfat isomerasee gliseraldehid-3-fosfat gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase 1,3-bifosfo gliserat fosfogliserat kinase 3-fosfo gliserat fosfogliserat mutase 2-fosfo gliserat enolase fosfo enol piruvat piruvat kinase piruvat piruvat dekarboksilase alkohol dehidrogenase piruvat asetaldehid etanol Gambar 3. Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan, 2007) Selanjutnya, 3-P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP. Melalui reaksi 10

23 dekarboksilasi, asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO 2 yang kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol. Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering. Banyaknya suspensi khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3% (Prescott dan Dunn, 1959), sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10% (v/v). Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain. Zat makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon, nitrogen, dan mineral terutama fosfat. Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi komponen penyusun media pertumbuhannya. Pasokan sumber karbon merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal, tetapi pada kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum. Jika konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan terhambat (Casida, 1968). Dalam fermentasi skala industri, sumber karbon yang biasa digunakan adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung, serealia, kentang, dan sagu. Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi, tongkol jagung, bagas, limbah kayu, dan kertas. Sebelum digunakan, bahan-bahan tersebut harus dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto, 1992). Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi diantaranya corn step liqour, ekstrak gandum atau tauge, hidrolisat kasein, dan ekstrak khamir. Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber organik dan anorganik. Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step liqour, urea, protein, ekstak khamir dan tepung ikan. Sedangkan sumber nitrogen anorganik adalah amonia, amonium hidroksida dan amonium sulfat. Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk fermentasi skala besar adalah garam amonium, urea atau amonia. Pemilihan amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA. 11

24 E. KINETIKA FERMENTASI Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa sel, sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan kimianya (Reed dan Rehm, 1983). Kinetika fermentasi mempelajari perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa karena konsumsi substrat. Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk, baik metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani, 1994). Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch), fermentasi semi sinambung (fed batch), dan sistem sinambung (continous). Pada fermentasi curah pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung. Fermentasi secara curah, pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti pola seperti berikut. Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi. Pada fase lag terjadi pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat. Cepat atau lambatnya fase lag tergantung kepada kualitas, kuantitas, dan umur kultur yang dinokulasikan (Moat,1988). Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah secara eksponensial terhadap waktu. Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi sementara metabolik dihasilkan. Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan. Pada fase stasioner konsentrasi biomassa mencapai maksimum. Setelah fase tersebut terjadi fase kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey dan Olis, 1991). Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan dengan persamaan berikut 12

25 Keterangan : x : konsentrasi sel t : waktu fermentasi μ : laju pertumbuhan spesifik dx = μx-αx dt α: laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi; dx= μx dt Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel pada suatu selang waktu tertentu adalah; x1 x2 dx = t1 t2 μ dt x akan diperoleh persamaan; ln ( x 2 ) = μ t atau ln x 2 = ln x 1 + μ t laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada kondisi lingkungan fisik kimianya. Nilai maksimum (μ maks ) dicapai pada kondisi pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik yang menghambat pertumbuhan masih rendah. Menurut Wang et al. (1979), koefisien hasil sel hidup terhadap sumber karbon dinyatakan sebagai Yx/s, Koefisien konversi nutrien dalam substrat menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yp/s. Sedangkan koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Yp/x. Perhitungan yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan pertumbuhan sel adalah sebagai berikut Yx/s = X Yp/s = P Yp/x = P S S X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu. Informasi tersebut digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi. 13

26 III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven, inkubator, timbangan analitik, autoclave, ph-meter, jarum ose, desikator, tabung eppendorf, sentrifuge, gas chromatography, spektrofotometer, sparger, selang silikon, dan peralatan gelas seperti erlenmeyer, labu ukur, pipet, gelas ukur, tabung reaksi, gelas piala, cawan conway dan botol kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor). Skema instalasi bioreaktor dapat dilihat pada Gambar 4. Valve Sampling Flowmeter Sumbat Karet Sumbat Kapas (Udara Keluar) Udara Masuk Pompa Udara Sparger Bioreaktor (500 ml) Air Steril Gambar 4. Skema Instalasi Bioreaktor 2. Bahan Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu yang di peroleh di Pasar Bogor, serta Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Fateta- IPB. Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di 14

27 antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri. NaOH dan CaCO 3. Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak, maltosa, glokosa, pepton, (NH 4 ) 2 SO 4, trace element dan Ca(OH) 2. Bahan kimia untuk analisa antara lain H 2 SO 4, pereaksi Luff, HCl, NaOH, Na 2 S 2 O 3, indikator kanji, etanol, larutan iod, CaCO 3, K 2 Cr 2 O 7, Na 2 CO 3, glukosa standar dan larutan fenol. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan penelitian utama. 1. Persiapan Bahan a. Karakterisasi Pati Sagu Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu menggunakan metode Luff Shcroll. Analisis kadar pati dapat dilihat pada Lampiran 1. b. Pembuatan Sirup Dekstrin Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai substrat pada fermentasi etanol. Proses hidrolisis dilakukan secara enzimatis, menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati menjadi sirup dekstrin. Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada Lampiran 2. c. Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin Setelah proses hidrolisis, dilakukan pengujian total gula terhadap sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3). d. Penyiapan Inokulum Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir, 5 g ekstrak malt, 5 g pepton dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades. Mula-mula bahan ditimbang sesuai dengan jumlah yang ditentukan, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades. Media cair diatur phnya dengan menambahkan larutan H 2 SO 4 0,1 N hingga mencapai ph 4,5. 15

28 Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada suhu 121 o C selama 15 menit. Setelah sterilisasi selesai, erlenmeyer dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar. Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur murni khamir Saccharomyces cereviseae var. ellipsoideus dengan jarum ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi, lalu erlenmeyer ditutup kembali. Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30 o C) serta diberi aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm. 2. Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju pertumbuhan maksimum (μ maks ) Sacharomycess cereviseae var. ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula. Substrat fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda. Nilai ph cairan substrat diatur pada ph 5. Kemudian media disterilisasi pada suhu 121 o C selama 15 menit, setelah itu media didinginkan hingga 30 o C. Ditambahkan amonium sulfat 1 g/l dan trace element 1%. Selanjutnya inokulum sebanyak 10% volume substrat ditambahkan pada media. Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama fermentasi 24 jam. Pengamatan dilakukan tiap 6 jam, yang meliputi analisa biomassa, total gula sisa, dan ph. Analisa kadar etanol dan penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi. Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan maksimum (μ maks ), Yx/s, Yp/s, Yp/x, dan efisiensi pemanfaatan substrat. Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut : Yx/s = X Yp/s = P Yp/x = P S S X Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah perlakuan konsentrasi gula yang berbeda, yaitu 18% (b/v), 24% (b/v), 16

29 30% (b/v), dan 36% (b/v). Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda yaitu 1 vvm dan 2 vvm. Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan uji total gula (metode fenol), sedangkan laju aerasi diukur menggunakan flow meter. 3. Rekayasa Bioproses Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var. ellipsoides dari penelitian pertama, kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai μ maks telah dicapai. Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan pengamatan setiap 6 jam. Parameter yang diukur terhadap hasil fermentasi meliputi analisa biomassa, total gula sisa, analisa kadar etanol dan penghitungan kinetika fermentasi. Metode analisis pada tiap-tiap parameter dapat dilihat pada Lampiran 5. 17

30 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN FERMENTASI Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung kadar pati rata-rata sebesar 84,83%. Pati merupakan polimer senyawa glukosa yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin. Pada saat dilarutkan dalam air, pati akan terpisah menjadi dua fraksi. Fraksi terlarut yaitu amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang memiliki struktur bercabang. (Winarno, 1997). Sekitar sepertiga bagian dari pati sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin. Perbandingan antara amilosa dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi. Amilopektin yang tinggi menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan Oates, 1999). Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan digunakan. Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai substrat dalam fermentasi. Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan asam (Tjokroadikoesomo, 1986). Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan, sedangkan apabila menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak. Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida), disakarida, dan sedikit gula sederhana (monosakarida). Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol. Setelah proses hidrolisis, dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan total gulanya. Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan. Substrat yang digunakan dalam proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi total gula, yaitu 18 %, 24 %, 30 % dan 36 % (b/v). 18

31 Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus. Jenis khamir ini biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras. Keuntungan menggunakan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus adalah mempunyai waktu fermentasi lebih cepat, yaitu jam. Khamir ini mampu menghasilkan rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan wine (Frazier dan Westhoff, 1978). B. PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK Penelitian utama, fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan. Pada cairan fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus (aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18%, 24%, 30%, dan 36%. Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung (air bubble). Menurut Johnson (2008), aerasi dengan cara air bubble cukup efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi. Saccharomycess sp. bersifat fakultatif aerobik, dimana pada kondisi aerobik, oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi bioenergetiknya. Menurut Meyer (1978), pada kondisi aerobik pemanfaatan gula menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi : C 6 H 12 O 6 CO 2 + H 2 O + Biomassa sel Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus secara maksimal. Pada kondisi aerob gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs, energi ini diperlukan sel untuk memperbanyak diri. 1. Biomassa Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat dalam cairan fermentasi. Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan 19

32 yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke waktu. Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis, nitrogen yang cukup untuk sintesis protein, dan garam mineral serta faktor pertumbuhan (Campbell, 1999 di dalam Priest dan Campbell, 1999). Hasil pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar ln [Biomassa] % 24% 30% 36% Waktu (Jam) Gambar 5. Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus pada laju aerasi 1 vvm ln [Biomassa] % 24% 30% 36% Waktu (Jam) Gambar 6. Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus pada laju aerasi 2 vvm 20

33 Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup, untuk kemudian menghasilkan etanol. Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel. Pada konsentrasi substrat 18%-30% laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin yang digunakan. Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30% laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus menurun. Menurut Wang et. al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat pertumbuhan. Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa, maltosa, sukrosa, dan rafinosa. Pertumbuhan khamir dalam disakarida, oligosakarida, dan polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim dan enzim lainnya. Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama pertumbuhan (Griffin, 1981). Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus. Hal ini disebabkan oleh berlebihnya suplai O 2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang seharusnya, sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus itu sendiri. Pemberian aerasi dengan laju yang tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media. Adanya busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan, sehingga mengalami lisis dan mati. Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6, maka dipilih perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30% sebagai perlakuan terbaik. Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30% digunakan pada penelitian utama, karena menghasilkan biomassa paling banyak serta menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik. 21

34 2. ph Nilai ph pada awal fermentasi diset 5. Menurut Harrison dan Graham (1970), ph optimum untuk fermentasi yaitu 4,5-5,0. ph diatur dengan penambahan larutan HCl 3% pada media. Hasil pengukuran ph selama proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar ph % 24% 30% 36% Waktu (Jam) Gambar 7. Kurva perubahan ph pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 6 5 ph % 24% 30% 36% Waktu (Jam) Gambar 8. Kurva perubahan ph pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm Selama fermentasi terjadi penurunan ph. Pada 6 jam pertama fermentasi terjadi penurunan ph yang cukup drastis. Penurunan ph yang terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H + selama proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus. 22

35 Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH + 4, sedangkan khamir mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH 3. Sehingga selama metabolisme berlangsung khamir meninggalkan H + dalam media (Fardiaz, 1988). Penurunan nilai ph juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi produk samping berupa asam piruvat, asam sitrat, dan asam oksaloasetat yang dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway. 3. Konsumsi Substrat Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung. Total Gula (g/l) B Waktu (Jam) 18% 24% 30% 36% Gambar 9. Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula selama fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus. Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada, sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat. Hal ini ditandai dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa fermentasi. Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999), glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi. Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga 23

36 semakin rendah. Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula sederhana yang tersedia sangat sedikit. Gula sederhana seperti glukosa dan frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus pada masa awal pertumbuhannya. Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan terlalu tinggi, maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama, serta semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan. Moat (1979) menyatakan bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel). Dengan terjadinya plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan kematian pada sel khamir. Disakarida, sukrosa, dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler dan Hickey, 1954). Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir pembuat bir. Menurut Wang et al. (1979), jika mikroorganisme hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah amonium dan garam mineral, maka pertama kali pati akan dirubah menjadi glukosa, kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk antara. Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon. Efisiensi pemanfaatan substrat (%) Kadar Gula Total (%b/v) Gambar 10. Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 24

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. PATI SAGU Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan bahan makanan. Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu dengan bantuan air secara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN FERMENTASI Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung kadar pati rata-rata sebesar 84,83%. Pati merupakan polimer senyawa glukosa yang terdiri

Lebih terperinci

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari industri pati sagu rakyat di daerah Cimahpar, Bogor. Khamir yang digunakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995)

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995) Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995) Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang. Sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3%. Sampel kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Jumlah energi yang dibutuhkan akan meningkat seiring berjalannya waktu dan meningkatnya jumlah penduduk.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TETES TEBU (MOLASES) DAN UREA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN NITROGEN DALAM PRODUKSI ALGINAT YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI

PEMANFAATAN TETES TEBU (MOLASES) DAN UREA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN NITROGEN DALAM PRODUKSI ALGINAT YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI PEMANFAATAN TETES TEBU (MOLASES) DAN UREA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN NITROGEN DALAM PRODUKSI ALGINAT YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI Pseudomonas aeruginosa Desniar *) Abstrak Alginat merupakan salah satu produk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content

Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content NAMA : FATMALIKA FIKRIA H KELAS : THP-B NIM : 121710101049 Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content 1. Jenis dan sifat Mikroba Dalam fermentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar memiliki peran yang penting dalam kehidupan manusia. Krisis energi yang terjadi di dunia dan peningkatan populasi manusia sangat kontradiktif dengan kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sagu

TINJAUAN PUSTAKA Sagu 24 TINJAUAN PUSTAKA Sagu Tanaman sagu (Gambar 1) termasuk tumbuhan monokotil, keluarga Palmae, Marga Metroxylon, ordo Spadisiflorae. Nama Metroxylon berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata Metra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ethanol banyak dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik industri

BAB I PENDAHULUAN. Ethanol banyak dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik industri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ethanol banyak dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik industri maupun untuk keperluan sehari-hari. Ethanol merupakan salah satu produk industri yang penting

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI)

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) Di Susun Oleh : Nama praktikan : Ainutajriani Nim : 14 3145 453 048 Kelas Kelompok : 1B : IV Dosen Pembimbing : Sulfiani, S.Si PROGRAM STUDI DIII ANALIS

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber energi berbasis fosil (bahan bakar minyak) di Indonesia diperkirakan hanya cukup untuk 23 tahun lagi dengan cadangan yang ada sekitar 9.1 milyar barel (ESDM 2006),

Lebih terperinci

PEMANFAATAN HIDROLISAT PATI SAGU (Metroxylon sp.) SEBAGAI SUMBER KARBON PADA FERMENTASI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae

PEMANFAATAN HIDROLISAT PATI SAGU (Metroxylon sp.) SEBAGAI SUMBER KARBON PADA FERMENTASI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae PEMANFAATAN HIDROLISAT PATI SAGU (Metroxylon sp.) SEBAGAI SUMBER KARBON PADA FERMENTASI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae Oleh ISRA DHARMA SUYANDRA F34103030 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR C (KARBON) DAN KADAR N (NITROGEN) MEDIA KULTIVASI Hasil analisis molases dan urea sebagai sumber karbon dan nitrogen menggunakan metode Walkley-Black dan Kjeldahl,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin

I. PENDAHULUAN. Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin menipis seiring dengan meningkatnya eksploitasi manusia untuk pemenuhan kebutuhan akan bahan bakar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tongkol jagung merupakan limbah tanaman yang setelah diambil bijinya tongkol jagung tersebut umumnya dibuang begitu saja, sehingga hanya akan meningkatkan jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat. mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus

I. PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat. mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus pemasok energi nasional. Bioetanol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi permintaan. Artinya, kebijakan energi tidak lagi mengandalkan pada ketersediaan pasokan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

TIN 330 (2 3) DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN 2010

TIN 330 (2 3) DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN 2010 m. k. TEKNOLOGI BIOINDUSTRI TIN 330 (2 3) DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN 2010 PENDAHULUAN Bioreaktor : peralatan dimana bahan diproses sehingga terjadi transformasi biokimia yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

HIDROLISIS TONGKOL JAGUNG OLEH BAKTERI SELULOLITIK UNTUK PRODUKSI BIOETANOL DALAM KULTUR CAMPURAN

HIDROLISIS TONGKOL JAGUNG OLEH BAKTERI SELULOLITIK UNTUK PRODUKSI BIOETANOL DALAM KULTUR CAMPURAN HIDROLISIS TONGKOL JAGUNG OLEH BAKTERI SELULOLITIK UNTUK PRODUKSI BIOETANOL DALAM KULTUR CAMPURAN Oleh : M. EDY SHOFIYANTO F34104118 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HIDROLISIS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Proksimat Batang Sawit Tahapan awal penelitian, didahului dengan melakukan analisa proksimat atau analisa sifat-sifat kimia seperti kadar air, abu, ekstraktif, selulosa

Lebih terperinci

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME Metabolisme adalah seluruh reaksi kimia yang dilakukan oleh organisme. Metabolisme juga dapat dikatakan sebagai proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu, diperlukan upaya peningkatan produksi etanol secara besar-besaran

I. PENDAHULUAN. itu, diperlukan upaya peningkatan produksi etanol secara besar-besaran 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan bakar minyak (BBM) saat ini meningkat. Bahan bakar fosil tersebut suatu saat dapat habis karena eksploitasi terus menerus dan tidak dapat diperbaharui.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di 29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa Universitas Lampung

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia, disebabkan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan cadangan BBM semakin berkurang, karena

Lebih terperinci

IV. Hasil dan Pembahasan

IV. Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Keasaman Total, ph. Ketebalan Koloni Jamur dan Berat Kering Sel pada Beberapa Perlakuan. Pada beberapa perlakuan seri pengenceran kopi yang digunakan, diperoleh data ph dan

Lebih terperinci

Pengaruh Hidrolisa Asam pada Produksi Bioethanol dari Onggok (Limbah Padat Tepung Tapioka) Oleh :

Pengaruh Hidrolisa Asam pada Produksi Bioethanol dari Onggok (Limbah Padat Tepung Tapioka) Oleh : Pengaruh Hidrolisa Asam pada Produksi Bioethanol dari Onggok (Limbah Padat Tepung Tapioka) Oleh : Rizka Dwi Atika Arinda Dwi Apsari 2309 105 006 2309 105 010 Page 1 LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOKIMIA JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi yang ramah lingkungan. Selain dapat mengurangi polusi, penggunaan bioetanol juga dapat menghemat

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISA ASAM DAN ENZIMATIS

PEMBUATAN BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISA ASAM DAN ENZIMATIS PEMBUATAN BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISA ASAM DAN ENZIMATIS Nopita Hikmiyati dan Noviea Sandrie Yanie Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof.

Lebih terperinci

Jurnal Atomik., 2016, 01 (2) hal 65-70

Jurnal Atomik., 2016, 01 (2) hal 65-70 Jurnal Atomik., 2016, 01 (2) hal 65-70 ANALISIS VARIASI NUTRISI AMMONIUM SULFAT DAN UREA DALAM PEMBUATAN BIOETANOL DARI KULIT PISANG KEPOK (Musa paradisiaca. L) DENGAN HIDROLISIS ENZIMATIK DAN FERMENTASI

Lebih terperinci

REKAYASA BIOPROSES PRODUKSI BIOETANOL DARI HIDROLISAT PATI SAGU

REKAYASA BIOPROSES PRODUKSI BIOETANOL DARI HIDROLISAT PATI SAGU 1 REKAYASA BIOPROSES PRODUKSI BIOETANOL DARI HIDROLISAT PATI SAGU (Metroxylon sp.) MENGGUNAKAN Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoides PADA KULTIVASI NIR- SINAMBUNG DAN SEMI SINAMBUNG SUPATMAWATI SEKOLAH

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan

Media Kultur. Pendahuluan Media Kultur Materi Kuliah Bioindustri Minggu ke 4 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang murah sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan baku utama dalam penelitian ini adalah tongkol jagung manis kering yang diperoleh dari daerah Leuwiliang, Bogor. Kapang yang digunakan untuk

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL.

PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL. Pemanfaatan Sampah Sayuran sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioetanol (Deby Anisah, Herliati, Ayu Widyaningrum) PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL Deby Anisah 1), Herliati 1),

Lebih terperinci

REKAYASA BIOPROSES PEMBUATAN BIOETANOL DARI SIRUP GLUKOSA UBI JALAR (Ipomoea batatas L) DENGAN MENGGUNAKAN Saccharomyces cerevisiae AHNUR WAHYUNI

REKAYASA BIOPROSES PEMBUATAN BIOETANOL DARI SIRUP GLUKOSA UBI JALAR (Ipomoea batatas L) DENGAN MENGGUNAKAN Saccharomyces cerevisiae AHNUR WAHYUNI REKAYASA BIOPROSES PEMBUATAN BIOETANOL DARI SIRUP GLUKOSA UBI JALAR (Ipomoea batatas L) DENGAN MENGGUNAKAN Saccharomyces cerevisiae AHNUR WAHYUNI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Lebih terperinci

III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di

III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di 31 III METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pisang merupakan buah yang umum ditemui di Indonesia. Badan Pusat statistik mencatat pada tahun 2012 produksi pisang di Indonesia adalah sebanyak 6.189.052 ton. Jumlah

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN 19 III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu. Bahan kimia yang digunakan di dalam penelitian ini antara lain arang aktif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

TEKNIK FERMENTASI (FER)

TEKNIK FERMENTASI (FER) MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA TEKNIK FERMENTASI (FER) Disusun oleh: Jasmiandy Dr. M. T. A. P. Kresnowati Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu 1. Analisa Proksimat a. Kadar Air (AOAC 1999) Sampel sebanyak 2 g ditimbang dan ditaruh di dalam cawan aluminium yang telah diketahui

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, bertempat di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di Laboratorium Instrumentasi dan Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Media Kultur Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang

Lebih terperinci

Metabolisme (Katabolisme) Radityo Heru Mahardiko XII IPA 2

Metabolisme (Katabolisme) Radityo Heru Mahardiko XII IPA 2 Metabolisme (Katabolisme) Radityo Heru Mahardiko XII IPA 2 Peta Konsep Kofaktor Enzim Apoenzim Reaksi Terang Metabolisme Anabolisme Fotosintesis Reaksi Gelap Katabolisme Polisakarida menjadi Monosakarida

Lebih terperinci

Pembuatan Etanol dari Molase Secara Fermentasi Menggunakan Sel Saccharomyces cerevisiae yang Terimobilisasi pada Kalsium Alginat

Pembuatan Etanol dari Molase Secara Fermentasi Menggunakan Sel Saccharomyces cerevisiae yang Terimobilisasi pada Kalsium Alginat 75 Fahmi /Jurnal Teknologi Proses 5(2) Juli 2006: 68 74 Jurnal Teknologi Proses Media Publikasi Karya Ilmiah Teknik Kimia 5(2) Juli 2006: 75 80 ISSN 1412-7814 Pembuatan Etanol dari Molase Secara Fermentasi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

Metabolisme Energi. Pertemuan ke-4 Mikrobiologi Dasar. Prof. Ir. H. Usman Pato, MSc. PhD. Fakultas Pertanian Universitas Riau

Metabolisme Energi. Pertemuan ke-4 Mikrobiologi Dasar. Prof. Ir. H. Usman Pato, MSc. PhD. Fakultas Pertanian Universitas Riau Metabolisme Energi Pertemuan ke-4 Mikrobiologi Dasar Prof. Ir. H. Usman Pato, MSc. PhD. Fakultas Pertanian Universitas Riau Sumber Energi Mikroba Setiap makhluk hidup butuh energi untuk kelangsungan hidupnya

Lebih terperinci

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA SKRIPSI Untuk Memenuhui sebagian persyaratan Guna mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah laut yang luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput laut merupakan komoditas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. asam ataupun enzimatis untuk menghasilkan glukosa, kemudian gula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. asam ataupun enzimatis untuk menghasilkan glukosa, kemudian gula BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Bahan Baku Klasifikasi etanol secara mikrobiologis dipengaruhi oleh bahan bakunya, bahan baku berupa sumber pati prosesnya lebih panjang di banding dengan berbahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun 2010 pemakaian BBM sebanyak 388.241 ribu barel perhari dan meningkat menjadi 394.052 ribu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di Laboratorium Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia dan Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Juli 2011. Pengujian dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi Proses, Laboratorium Bioteknologi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair Karina Novita Dewi. 1211205027. 2017. Pengaruh Konsentrasi H 2 SO 4 dan Waktu Hidrolisis terhadap Karakteristik Gula Cair dari Ampas Padat Produk Brem di Perusahaan Fa. Udiyana di bawah bimbingan Dr. Ir.

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI DURIAN MELALUI HIDROLISIS. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh : Fifi Rahmi Zulkifli

PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI DURIAN MELALUI HIDROLISIS. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh : Fifi Rahmi Zulkifli PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI DURIAN MELALUI HIDROLISIS ENZIMATIK DAN FERMENTASI MENGGUNAKAN Sacharomyces cerevisiae Skripsi Sarjana Kimia Oleh : Fifi Rahmi Zulkifli 07 132 018 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Metabolisme karbohidrat

Metabolisme karbohidrat Metabolisme karbohidrat Dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Lektor mata kuliah ilmu biomedik Departemen Biokimia, Biologi Molekuler, dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Unila PENCERNAAN KARBOHIDRAT Rongga mulut

Lebih terperinci

Asam laktat (%)= V1 N BE FP 100% V2 1000

Asam laktat (%)= V1 N BE FP 100% V2 1000 7 Sebanyak 1 ml supernatan hasil fermentasi dilarutkan dengan akuades menjadi 25 ml di dalam labu Erlenmeyer. Larutan ditambahkan 2-3 tetes indikator phenolftalein lalu dititrasi dengan larutan NaOH.1131

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Substrat 1. Karakterisasi Limbah Tanaman Jagung Limbah tanaman jagung merupakan bagian dari tanaman jagung selain biji yang pemanfaatannya masih terbatas. Limbah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan November 2006 sampai dengan Januari 2008. Penelitian bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT NATA DE COCO UNTUK PRODUKSI BIOETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae HOLIANA

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT NATA DE COCO UNTUK PRODUKSI BIOETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae HOLIANA PEMANFAATAN LIMBAH PADAT NATA DE COCO UNTUK PRODUKSI BIOETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae HOLIANA DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL PEMBAHASAN 5.1. Sukrosa Perubahan kualitas yang langsung berkaitan dengan kerusakan nira tebu adalah penurunan kadar sukrosa. Sukrosa merupakan komponen utama dalam nira tebu yang dijadikan bahan

Lebih terperinci

SUBSTITUSI EKSTRAK AMPAS TEBU TERHADAP LAJU KEASAMAN DAN PRODUKSI ALKOHOL PADA PROSES PEMBUATAN BIOETHANOL BERBAHAN DASAR WHEY

SUBSTITUSI EKSTRAK AMPAS TEBU TERHADAP LAJU KEASAMAN DAN PRODUKSI ALKOHOL PADA PROSES PEMBUATAN BIOETHANOL BERBAHAN DASAR WHEY Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p 362 366 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj SUBSTITUSI EKSTRAK AMPAS TEBU TERHADAP LAJU KEASAMAN DAN PRODUKSI ALKOHOL PADA PROSES

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 yang bertempat di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk serta meningkatnya aktivitas pembangunan menyebabkan jumlah sampah dan pemakaian bahan bakar. Bahan bakar fosil seperti minyak bumi saat

Lebih terperinci

PRODUKSI FRUKTOSA DARI SIRUP GLUKOSA UBI JALAR (Ipomoea batatas (L.) Lamk.) SECARA FERMENTASI SINAMBUNG MENGGUNAKAN SEL Streptomyces SP- AM OBIL

PRODUKSI FRUKTOSA DARI SIRUP GLUKOSA UBI JALAR (Ipomoea batatas (L.) Lamk.) SECARA FERMENTASI SINAMBUNG MENGGUNAKAN SEL Streptomyces SP- AM OBIL PRODUKSI FRUKTOSA DARI SIRUP GLUKOSA UBI JALAR (Ipomoea batatas (L.) Lamk.) SECARA FERMENTASI SINAMBUNG MENGGUNAKAN SEL Streptomyces SP- AM OBIL.W TESIS MAGISTER Disusun oleh YOPI SETIAWATI NIM. 20698050

Lebih terperinci

BIOETANOL DARI BONGGOL POHON PISANG BIOETHANOL FROM BANANA TREE WASTE

BIOETANOL DARI BONGGOL POHON PISANG BIOETHANOL FROM BANANA TREE WASTE Jurnal Teknik Kimia, Vol., No.1, September 01 BIOETANOL DARI BONGGOL POHON PISANG I Wayan Warsa, Faudzia Septiyani, Camilla Lisna Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri UPN Veteran Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan produksi minyak bumi nasional yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan minyak bumi di Indonesia. Cadangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. biomasa, sedangkan 7% disintesis dari minyak bumi. terjadinya krisis bahan bakar pada masa yang akan datang, pemanfaatan etanol

I. PENDAHULUAN. biomasa, sedangkan 7% disintesis dari minyak bumi. terjadinya krisis bahan bakar pada masa yang akan datang, pemanfaatan etanol 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Nilna (2010) dalam Utomo dan Aisyah (2013), bioetanol dapat dibuat dari bahan-bahan bergula atau bahan berpati seperti tebu, nira nipah, sagu, sorgum, umbi kayu,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin

I. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin menipis. Menurut data statistik migas ESDM (2009), total Cadangan minyak bumi Indonesia pada tahun 2009

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

Produksi Glukosa Cair dari Pati Ubi Jalar Melalui Proses Likuifikasi dan Sakarifikasi Secara Enzimatis

Produksi Glukosa Cair dari Pati Ubi Jalar Melalui Proses Likuifikasi dan Sakarifikasi Secara Enzimatis Produksi Glukosa Cair dari Pati Ubi Jalar Melalui Proses Likuifikasi dan Sakarifikasi Secara Enzimatis 1) I Wayan Arnata, 1) Bambang Admadi H., 2) Esselon Pardede 1) Staf Pengajar PS. Teknologi Industri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisang Kepok Pisang kepok adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia) dan dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk. maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990).

BAB I PENGANTAR. dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk. maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990). BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Enzim menjadi primadona industri bioteknologi karena penggunaanya dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk yang mempunyai nilai ekonomis

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung a. Kadar Air Cawan kosong (ukuran medium) diletakkan dalam oven sehari atau minimal 3 jam sebelum pengujian. Masukkan cawan kosong tersebut dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Etanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat dijadikan sebagai energi alternatif dari bahan bakar nabati (BBN). Etanol mempunyai beberapa kelebihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Molase Molase adalah hasil samping dari proses pembuatan gula tebu. Meningkatnya produksi gula tebu Indonesia sekitar sepuluh tahun terakhir ini tentunya akan meningkatkan

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

Optimalisasi Penerapan Bioteknologi dalam Produksi Bioetanol dari Sagu (Metroxylon sp.)

Optimalisasi Penerapan Bioteknologi dalam Produksi Bioetanol dari Sagu (Metroxylon sp.) Optimalisasi Penerapan Bioteknologi dalam Produksi Bioetanol dari Sagu (Metroxylon Optimization of the Biotechnology Application in Production of Bioethanol from Sago (Metroxylon Sayu Nila Widayanti 1*),

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Sulfahri ( ) Desen Pembimbing Ir. Sri Nurhatika, MP. Tutik Nurhidayati, S.Si.M.Si.

Disusun Oleh : Sulfahri ( ) Desen Pembimbing Ir. Sri Nurhatika, MP. Tutik Nurhidayati, S.Si.M.Si. SIDANG TUGAS AKHIR (SB 091385) Disusun Oleh : Sulfahri (1507100022) Desen Pembimbing Ir. Sri Nurhatika, MP. Tutik Nurhidayati, S.Si.M.Si. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara bagian tropis yang kaya akan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara bagian tropis yang kaya akan sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan negara bagian tropis yang kaya akan sumber daya alamnya terutama pada tanaman penghasil karbohidrat berupa serat, gula, maupun pati. Pada umumnya

Lebih terperinci

PEMANFAATAN HIDROLISAT PATI SAGU (Metroxylon sp.) SEBAGAI SUMBER KARBON PADA FERMENTASI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae

PEMANFAATAN HIDROLISAT PATI SAGU (Metroxylon sp.) SEBAGAI SUMBER KARBON PADA FERMENTASI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae PEMANFAATAN HIDROLISAT PATI SAGU (Metroxylon sp.) SEBAGAI SUMBER KARBON PADA FERMENTASI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae Oleh ISRA DHARMA SUYANDRA F34103030 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan istilah yang tidak asing lagi saat ini. Istilah bioetanol

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan istilah yang tidak asing lagi saat ini. Istilah bioetanol BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bioetanol merupakan istilah yang tidak asing lagi saat ini. Istilah bioetanol digunakan pada etanol yang dihasilkan dari bahan baku tumbuhan melalui proses fermentasi.

Lebih terperinci

RESPIRASI SELULAR. Cara Sel Memanen Energi

RESPIRASI SELULAR. Cara Sel Memanen Energi RESPIRASI SELULAR Cara Sel Memanen Energi TIK: Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan cara sel memanen energi kimia melalui proses respirasi selular dan faktorfaktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Praktikum kali ini membahas mengenai isolasi khamir pada cider nanas. Cider merupakan suatu produk pangan berupa minuman hasil fermentasi dengan kandungan alkohol antara 6,5% sampai sekitar

Lebih terperinci

Ari Kurniawan Prasetyo dan Wahyono Hadi Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP-ITS. Abstrak

Ari Kurniawan Prasetyo dan Wahyono Hadi Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP-ITS. Abstrak PEMBUATAN ETANOL DARI SAMPAH PASAR MELALUI PROSES HIDROLISIS ASAM DAN FERMENTASI BAKTERI Zymomonas mobilis ETHANOL PRODUCTION FROM MARKET WASTES THROUGH ACID HYDROLYSIS AND FERMENTATION BY Zymomonas mobilis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ubi Jalar

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ubi Jalar II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ubi Jalar Ubi jalar sebagai salah satu komoditas pertanian penghasil karbohidrat dan sumber energi yang cukup tinggi. Kandungan karbohidrat ubi jalar menduduki peringkat keempat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu dan

I PENDAHULUAN. (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu dan I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kulit Pisang Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari buah pisang yang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi berupa bahan bakar minyak (BBM) berbasis fosil seperti solar, bensin dan minyak tanah pada berbagai sektor ekonomi makin meningkat, sedangkan ketersediaan

Lebih terperinci