Kerjasama : Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN KUDUS Dengan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun 2009

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kerjasama : Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN KUDUS Dengan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun 2009"

Transkripsi

1 Katalog BPS : Publikasi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator komposit tunggal yang digunakan untuk mengukur pencapaian pembangunan manusia yang telah dilakukan di suatu wilayah. Walaupun tidak dapat mengukur semua dimensi dari pembangunan manusia, namun mampu mengukur dimensi pokok pembangunan manusia yang dinilai mencerminkan status kemampuan dasar (basic capabilities) penduduk. Ketiga kemampuan dasar itu adalah umur panjang dan sehat yang diukur melalui angka harapan hidup waktu lahir, berpengatahuan dan berketrampilan yang diukur melalui angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, serta akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup layak yang diukur dengan pengeluaran konsumsi. IIN ND DE EK KS SP PE EM MB BA AN NG GU UN NA AN NM MA AN NU US SIIA A ((IIP KU AB UD BU DU UP US PA S AT TE EN NK PM M)) K KA Publikasi ini mencakup Tentang : 1. Pembangunan manusia : konsep dan metodologi 2. Kondisi geografis dan potensi daerah 3. Upaya pembangunan manusia perbandingan antar kecamatan : ¾ Indeks Kesehatan ¾ Indeks Pendidikan ¾ Indeks Daya Beli ¾ IPM per Kecamatan Kerjasama : BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN KUDUS Jl. Mejobo Komp. Perkantoran Kudus Telp/Fax : (0291) bps_kudus@telkom.net; bps3319@mailhost.bps.go.id. BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN KUDUS Dengan BAPPEDA KABUPATEN KUDUS

2 Katalog BPS : INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN KUDUS Kerjasama : BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN KUDUS Dengan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun 2009 BAPPEDA KABUPATEN KUDUS ix

3 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN KUDUS TAHUN 2009 No. Publikasi : Katalog BPS : Jumlah Halaman : 109 Halaman Naskah : Seksi Sosial BPS Kabupaten Kudus Gambar Kulit : Seksi Sosial BPS Kabupaten Kudus Diterbitkan Oleh : BPS Kabupaten Kudus bekerjasama dengan BAPPEDA Kabupaten Kudus Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya May be cited with reference of the source Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun 2009 i

4 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah bahwa buku Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Kudus Tahun 2009 telah selesai disusun dan menjadi bagian pelengkap dari berbagai indikator pembangunan daerah. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur pencapaian pembangunan daerah dalam dimensi pembangunan manusia, yang dimulai dari kemampuan dasar ( Basic Capabelities ) penduduk dari aspek kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Publikasi ini dapat terwujud berkat koordinasi yang baik antara Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kudus dengan Pemerintah Kabupaten Kudus Cq. BAPPEDA Kabupaten Kudus, serta bantuan dari berbagai pihak baik instansi Pemerintah maupun Swasta. Kepada semua pihak yang telah membantu atas terbitnya publikasi ini disampaikan terima kasih dan semoga bermanfaat. Kudus, September 2010 KEPALA BAPPEDA KABUPATEN KUDUS Dra.WHENY SULISTYOWATI, M.Si. Pembina Utama Muda NIP Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun 2009 ii

5 PRAKATA Pembangunan saat ini bukan hanya memfokuskan diri pada pembangunan fisik semata. Pembangunan yang lebih berorientasi manusia atau pembangunan manusia sudah menjadi perhatian banyak fihak, di samping pembangunan fisik wilayah. Semakin tinggi derajat keberhasilan pembangunan manusia, semakin berkualitas sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki akan semakin besar percepatan pembangunannya. Oleh karena itu, pembangunan manusia itu sendiri perlu dikedepankan agar proses pembangunan secara keseluruhan dapat mencapai hasil yang optimal. Buku Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun 2009 dibuat oleh kerja sama BAPPEDA dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Kudus, buku ini memberikan gambaran tentang pencapaian pembangunan manusia yang telah dilakukan di Kabupaten Kudus per kecamatan. Mudah-mudahan buku ini dapat dipakai dan bermanfaat, serta turut memberikan sumbangsih dalam rangka menuju keadaan yang labih baik di Kabupaten Kudus khususnya dan negara kita tercinta Republik Indonesia pada umumnya. Berbagai upaya telah dilakukan dalam penyusunan buku ini, namun kami mengakui masih banyak kekurangannya, untuk itu kritik dan saran tetap kami harapkan. Kudus, September 2010 Badan Pusat Statistik Kab. Kudus Kepala DRS. SUGITA NIP : Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun 2009 iii

6 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ii PRAKATA... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 3 BAB II PEMBANGUNAN MANUSIA : KONSEP DAN METODOLOGI Pembangunan Manusia Pembangunan Manusia Indonesia Konsep Pembangunan Manusia Konsep Pembangunan Manusia dalam Kebijakan Indeks Pembangunan Manusia dan Pemanfaatannya dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Indikator Pembangunan Manusia: Alat Ukur Pencapaian Pembangunan Indikator Komposit Utama IPM Lamanya Hidup (Longevity) Tingkat Pendidikan Standar Hidup Tingkat Pertumbuhan IPM Tingkatan Status IPM Indikator Tunggal Pembangunan Manusia Diagram Teknis IPM BAB III KONDISI GEOGRAFIS DAN POTENSI DAERAH Gambaran Umum Wilayah Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun 2009 iv

7 3.1.1 Kondisi Geografis Letak Wilayah Potensi Daerah Potensi Ekonomi Sumber Daya Manusia Perbandingan Nilai IPM Kabupaten Kudus di Jawa Tengah Tahun BAB IV UPAYA PEMBANGUNAN MANUSIA (PERBANDINGAN ANTAR KECAMATAN) Indeks Kesehatan Indeks Pendidikan Indeks Daya Beli IPM per Kecamatan Reduksi Shortfall BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Implikasi Kebijakan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun 2009 v

8 DAFTAR TABEL Tabel 1. Kondisi Ideal (Sasaran) dan Kondisi terburuk Komponen IPM Tabel 2. Lama Bersekolah berdasarkan Jenjang Pendidikan dan Kelas Tabel 3. Daftar Indikator Tunggal Pembangunan Manusia Tabel 4. Luas Wilayah dan Banyaknya Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan Tabel 5. Jumlah Industri dan Tenaga Kerja Tahun Tabel 6. Nilai Produksi dan Investasi Sektor Industri Tahun Tabel 7. Pertumbuhan PDRB dan Kontribusinya Tahun Tabel 8. Jumlah Penduduk dan Kepadatannya Tahun Tabel 9. Penduduk Usia 10 Tahun keatas Menurut Jenis Kegiatan Hasil SAKERNAS Tahun Tabel 10. Penduduk ( >10 Tahun ) yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Kudus Hasil SAKERNAS Tahun Tabel 11. Nilai dan Rangking IPM Se Jawa Tengah Tahun Tabel 12. Angka Harapan Hidup per Kecamatan Tahun Tabel 13. Visi Indonesia Sehat Tahun Tabel 14. Persentase Rumah Sehat dan Sarana Air Bersih Menurut Kecamatan Tahun Tabel 15. Angka Kematian Bayi Tahun Tabel 16. Angka Pertolongan Kelahiran oleh Nakes Tahun Tabel 17. Angka Kematian Balita Tahun Tabel 18. Angka Kematian Ibu Maternal Tahun Tabel 19. Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah per Kecamatan Tahun Tabel 20. Kelompok Usia menurut Jenjang Pendidikan Tabel 21. Angka Partisipasi Kasar Tahun Tabel 22. Angka Partisipasi Murni Tahun Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun 2009 vi

9 Tabel 23. Daya Beli per Kecamatan Tahun Tabel 24. PDRB per Kapita per Kecamatan Tahun Tabel 25. Angka IPM per Kecamatan Tahun Tabel 26. Nilai dan Status Pembangunan Manusia Tabel 27. Nilai IPM dan Reduksi Shortfall Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun 2009 vii

10 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Beberapa Indikator Pembangunan Manusia Indonesia Gambar 2. Hubungan Antara Pembangunan Manusia dan Pertumbuhan Ekonomi Gambar 3. Analisis Pembangunan Manusia Gambar 4. Diagram Teknis Penghitungan IPM Gambar 5. Grafik Nilai IPM Tahun Eks. Karesidenan Pati Gambar 6. Grafik Nilai Ranking IPM Eks-Karesidenan Pati Gambar 7. Grafik Angka Harapan Hidup Sejak Lahir Gambar 8. Grafik Persentase Rumah Sehat dan Akses Air Bersih Gambar 9. Grafik Angka Kematian Bayi Tahun Gambar 10. Grafik Persentase Pertolongan Kelahiran Oleh Nakes Gambar 11. Grafik Angka Kematian Balita Tahun Gambar 12. Angka Kematian Ibu Maternal Tahun Gambar 13. Angka Melek Huruf Tahun Gambar 14. Rata-rata Lama Sekolah Tahun Gambar 15. Grafik APK Tingkat SD Tahun Gambar 16. Grafik APK Tingkat SMP Tahun Gambar 17. Grafik APK Tingkat SMA Tahun Gambar 18. Grafik APM Tingkat SD Tahun Gambar 19. Grafik APM Tingkat SMP Tahun Gambar 20. Grafik APM Tingkat SMA Tahun Gambar 21. Grafik Rata-rata Pengeluaran Per Kapita Gambar 22. Grafik PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku Gambar 23. Grafik PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan Gambar 24. Grafik Nilai IPM Tahun Gambar 25. Kuadran Nilai IPM dan Reduksi Shortfall Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun 2009 viii

11 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengukur tingkat pencapaian suatu pembangunan dari berbagai perspektif digunakan berbagai macam indikator seperti, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Gini Ratio, Indek Mutu Hidup (IMH), Pola Konsumsi, Indeks Kesehatan Ibu dan Anak dan masih banyak indikator lainnya. Berbeda dengan konsep pembangunan yang memberikan perhatian utama pada pertumbuhan ekonomi, dengan asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi pada akhirnya menguntungkan manusia, pembangunan manusia memperkenalkan konsep yang lebih luas dan lebih komprehensif yang mencakup semua pilihan yang dimiliki oleh manusia di semua golongan masyarakat pada semua tahap pembangunan. Pembangunan manusia memperluas pembahasan tentang konsep pembangunan dari diskusi tentang cara-cara (pertumbuhan PDB) ke diskusi tujuan akhir dari pembangunan. Pembangunan manusia juga merupakan perwujudan tujuan jangka panjang dari suatu masyarakat, dan meletakkan pembangunan di sekeliling manusia, bukan manusia di sekeliling pembangunan. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur panjang, sehat dan menjalankan kehidupan yang produktif. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

12 Pembangunan manusia lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi, tetapi tidak anti terhadap pertumbuhan. Dalam perspektif pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi bukanlah tujuan akhir. Pertumbuhan ekonomi adalah alat untuk mencapai tujuan akhir, yaitu memperluas pilihan-pilihan bagi manusia. Walaupun demikian, tidak ada hubungan yang otomatis antara pertumbuhan ekonomi dengan kemajuan pembangunan manusia. Dimasukkannya konsep pembangunan manusia ke dalam kebijakan-kebijakan pembangunan sama sekali tidak berarti meninggalkan berbagai strategi pembangunan terdahulu, yang antara lain bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan absolut dan mencegah perusakan lingkungan. Konsep pembangunan manusia juga telah menarik perhatian para pembuat kebijakan di Indonesia. Pendekatan pembangunan manusia dianggap lebih mendekati tujuan utama pembangunan sebagaimana di kemukakan dalam garis-garis besar haluan negara (GBHN) tahun 1993, yaitu pembangunan manusia seutuhnya. Prof. Moris mensponsori penggunaan indeks komposit yang terdiri dari tiga komponen yaitu: Tingkat Kematian Bayi/Infant Mortality Rate (IMR), Angka Harapan Hidup (Life Expectation at Age 0) dan Tingkat Melek Huruf/Literacy Rate. Yang kemudian dikenal dengan Physical Quality of Life Index (PQLI) dan di Indonesia dikenal dengan nama Indeks Mutu Hidup (IMH). Pada waktu itu IMH sangat cocok digunakan karena mudah dalam menyusunnya, tetapi karena dipandang masih banyak kelemahan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

13 dari IMH yaitu tidak memperhitungkan sektor ekonomi yaitu daya beli masyarakat. Menjelang Tahun 2000 sebuah badan international yang bernaung dalam Perserikatan Bangsa Bangsa yaitu The United Nation Development Program (UNDP) memperkenalkan dan mengembangkan suatu indeks komposit yang memasukkan unsur keberhasilan pembangunan ekonomi dan keberhasilan sosial yaitu Human Development Index (HDI) dan di Indonesia dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), untuk menyempurnakan dan menggantikan Physical Quality of Life (PQLI) atau Indeks Mutu Hidup (IMH) sebagai pengukur keberhasilan pembangunan manusia, yang selanjutnya diikuti dan menjadi acuan bagi negara-negara di dunia. Mulai tahun 2004, Badan Pusat Statistik Kabupaten Kudus bekerja sama dengan Kantor Litbanglahtasipda Kabupaten Kudus menerbitkan publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus dan sekarang dilanjutkan kerjasama dengan kantor BAPPEDA Kabupaten Kudus. Upaya untuk menghitung berbagai indeks sampai tingkat kecamatan adalah sangat penting karena proses desentralisasi yang sedang berjalan di Indonesia saat ini akan memindahkan sebagian besar proses pembangunan ke tangan pemerintah daerah. 1.2 Tujuan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dapat mengukur pencapaian suatu daerah dalam tiga dimensi pembangunan manusia, yaitu: Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

14 Lamanya hidup, diukur dengan angka harapan hidup. Pengetahuan, diukur dengan pencapaian pendidikan. Standar kehidupan yang layak, diukur dengan tingkat pendapatan yang disesuaikan.. Walaupun demikian, indeks-indeks ini tidak dengan sendirinya menyajikan gambaran yang utuh. Berbagai indikator pembangunan manusia lainnya masih harus ditambahkan untuk melengkapinya, antara lain Indek Pembangunan Jender (IPJ), Indeks Pemberdayaan Jender (IDJ), dan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM). Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

15 BAB II PEMBANGUNAN MANUSIA : KONSEP DAN METODOLOGI 2.1 Pembangunan Manusia Di era globalisasi saat ini, Indonesia sangat memerlukan konsensus sosial baru, karena telah terjadi pergeseran yang fundamental dalam tata nilai dan persepsi masyarakat. Disamping itu juga, muncul banyak harapan berjuta-juta orang akan adanya kemungkinan untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik bagi dirinya maupun bagi Indonesia. Sekarang ini masyarakat menjadi lebih sadar akan hak-hak mereka, bukan saja hak di bidang politik tetapi juga hak di bidang ekonomi, misalnya atas pangan, kesehatan, atau pekerjaan. Ketika masyarakat menekankan identitas kedaerahan dan identitas etnisnya, mereka tidak sekedar menuntut otonomi atas kebebasan politik yang lebih besar, tetapi mereka juga menyuarakan bahwa sebagian dari hak sosial dan ekonomi dasar mereka belum terpenuhi. Bagaimana pemerintah Indonesia dapat mensikapi dan memenuhi tuntutan akan berbagai hak tersebut? Bukan hanya di Indonesia, keraguan yang sama juga muncul di negara-negara miskin di seluruh dunia, dimana dukungan bagi pemenuhan hak-hak ekonomi terbentur pada pertanyaan yang sulit untuk dijawab mengenai siapa yang berkewajiban untuk memenuhi tuntutan akan hak hak tersebut. Tetapi perlu disadari bahwa tidak semua hak harus berpasangan dengan kewajiban yang terkait. Pendekatan yang lebih baik adalah dengan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

16 memandang bahwa tuntutan akan hak merupakan langkah awal menuju upaya pemenuhannya dan merupakan bentuk pencarian pengakuan akan hak tersebut, guna memperoleh dukungan lebih lanjut. Dimasa mendatang, sebagian besar dari hak-hak tersebut harus dipenuhi di tingkat kabupaten. Indonesia telah memulai program desentralisasi yang cukup radikal yang telah menimbulkan banyaknya permasalahan yang cukup rumit, khususnya tentang hubungan keuangan antara pusat dan daerah, dan kemungkinan melebarnya jurang ketimpangan jika kabupaten-kabupaten yang lebih kaya maju sangat pesat, meninggalkan kabupaten-kabupaten lainnya. Bagaimana Indonesia dapat menjamin bahwa desentralisasi benar-benar akan menjadi perekat bagi persatuan nasional dan memperkuat komitmen nasional terhadap pembangunan manusia? Salah satunya adalah dengan membuat konsensus baru : suatu kesepakatan bahwa semua orang Indonesia, sebagai warga Negara Indonesia, berhak atas suatu standar pembangunan manusia yang telah menjadi kesepakatan nasional. Dengan adanya kesepakatan ini, perbedaan budaya daerah dan keberagaman etnik bukan lagi menjadi elemen pembeda yang dapat menyebabkan perpecahan di dalam masyarakat, namun akan menjadi unsur pembangunan bangsa yang kuat dan solid. Dalam konteks perencanaan pembangunan daerah, issu pembangunan manusia tersebut sudah barang tentu tidak cukup hanya disajikan dalam bentuk pernyataan politik (political statement) saja dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah, namun harus mampu dijabarkan dalam program-program yang nyata. Untuk sampai pada proses tersebut sudah barang tentu diperlukan pengukuran-pengukuran Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

17 terhadap pembangunan manusia itu sendiri, yang justru selama ini menjadi kendala perencanaan di daerah. Dalam konteks wawasan pembangunan manusia, secara berkelanjutan kehidupan masyarakat perlu dipantau perubahannya terutama yang berkaitan dengan kemajuan setelah suatu periode, yang dalam konteks pembangunan berarti mengevaluasi kinerja pembangunan di suatu wilayah. Pemantauan dimaksud semestinya juga dilakukan dalam kerangka akuntabilitas publik yang mengevaluasi kinerja pemerintah pusat sebagai penyelenggara negara maupun pemerintah wilayah (kabupaten atau kota) sebagai penyelenggara pemerintahan wilayah. Bidang kehidupan yang perlu dipantau meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, baik yang berkaitan dengan individu dalam hal kelangsungan hidup secara individu (kebutuhan dasar, kesehatan dan KB), tumbuh kembang (pendidikan dan gizi), partisipasi (ketenagakerjaan, politik), perlindungan (kesejahteraan sosial, hukum dan ketertiban), maupun yang berkaitan dengan wilayah seperti kependudukan, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan. Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Report) merupakan upaya untuk memberikan gambaran tentang pencapaian pambangunan yang dicapai oleh suatu wilayah dengan menggunakan alat ukur berupa indikator komposit IPM (Indeks Pembangunan Manusia) yang diterjemahkan dari HDI (Human Development Indeks). Pencapaian pembangunan dimaksud akan dilihat apakah sudah berwawasan pembangunan manusia yaitu pembangunan yang bertujuan untuk memperluas peluang. Secara konsep, pembangunan manusia yang Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

18 diajukan oleh UNDP maknanya melihat keterlibatan partisipasi aktif penduduk dalam pembangunan sejak perumusan, penentuan kebijakan hingga evaluasi, sehingga disebut sebagai pembangunan yang berpusat pada penduduk (people centered development): oleh, dari, dan untuk penduduk. Oleh karena hanya mencakup tiga komponen utama, maka IPM harus dilihat sebagai penyederhanaan dari realitas yang kompleks dari luasnya dimensi pembangunan manusia, Dengan demikian IPM perlu dilengkapi dengan kajian dan analisis yang dapat mengungkapkan dimensi pembangunan manusia lainnya dan tidak terbatas pada sektorsektor utama saja (kesehatan, pendidikan, dan ekonomi). Menyikapi hal tersebut diperlukan persepsi yang sama dan komprehensif mengenai pembangunan manusia. Perlu disadari bersama bahwa perbedaan persepsi mengenai pembangunan akan menimbulkan permasalahan dan akan menjadi begitu kompleks terutama bila dikaitkan dengan keterbatasan kemampuan aparat dan dana yang tersedia di daerah. 2.2 Pembangunan Manusia Indonesia Krisis ekonomi yang terjadi pada akhir 1997 memicu program reformasi ekonomi yang komprehensif untuk Indonesia. Pemilihan umum tahun 1999 dan berlanjut pemilihan umum 2004, telah mengubah reformasi ekonomi menjadi suatu perubahan sistem yang mendasar, suatu transisi sistemik. Ada tiga tantangan utama yang menjadi ciri dari transisi Indonesia : konsolidasi menuju pemerintahan yang demokratis, desentralisasi politik dan ekonomi, serta penciptaan ekonomi pasar non- Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

19 patrimonial yang berlandaskan perangkat aturan yang jelas. Adanya keinginan yang kuat untuk melaksanakan ketiganya dalam suatu proses reformasi yang simultan dan saling terkait, mengharuskan Indonesia melakukan usaha yang sama beratnya dengan usaha negara-negara yang baru muncul dari lorong perang dingin dan sosialisme otoritarian di negara-negara bekas Uni Soviet. Sebagaimana dibahas dalam Laporan Pembangunan Manusia 2000 (Human Development Report-HDR 2000) yang diterbitkan UNDP, pemikiran mengenai suatu sistem politik yang dapat diterapkan secara universal mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan pengakuan atas struktur hak asasi manusia yang juga bersifat universal. Pengakuan atas kebenaran pemikiran tersebut bukan hanya sekedar suatu kesimpulan teoritis atau filosofis. Kini, pemikiran tersebut telah menjadi bagian dari serangkaian konvensi dan kesepakatan-kesepakatan internasional yang mencakup Hak-Hak Anak hingga Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Pendekatan hak asasi manusia dalam pembangunan terkait erat dengan tujuan pembangunan manusia yang telah dicanangkan dalam rangkaian Laporan Pembangunan Manusia yang diterbitkan tahun Kesimpulannya ditulis dalam HDR 2000: Hak asasi juga memberikan legitimasi moral dan prinsip-prinsip keadilan sosial pada tujuan pembangunan manusia. Pandangan tentang hak asasi membantu mengarahkan prioritas kepada orang-orang yang paling berkekurangan akibat adanya diskriminasi. Pandangan ini juga mengarahkan perhatian pada kebutuhan akan informasi dan hak suara politik untuk semua orang sebagai isu pembangunan, dan pada hak-hak sipil dan hak-hak politik sebagai bagian integral dari pembangunan manusia. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

20 Angka Harapan Hidup (tahun) Angka Kematian Bayi per 1000 kelahiran hidup)) Angka Buta Huruf (%) Gambar 1. Beberapa Indikator Pembangunan Manusia Indonesia Gambar 1. menunjukkan perkembangan dari berbagai komponen IPM, seperti angka harapan hidup pada saat lahir, angka buta huruf dewasa dan angka kematian bayi, sebagai indikasi pencapaian pembangunan manusia di Indonesia yang sangat mengesankan. Angka harapan hidup pada saat lahir meningkat dari 41 tahun pada tahun 1960 menjadi 66,2 pada tahun Pada periode yang sama, angka kematian bayi (per seribu kelahiran hidup yang meninggal sebelum usia 1 tahun) menurun secara drastis dari 159 menjadi 48 kematian per seribu kelahiran hidup. Begitu juga angka buta huruf orang dewasa (proporsi dari Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

21 penduduk yang berusia 15 tahun keatas yang tidak dapat membaca dan menulis) menurun drastis dari 61 persen menjadi hanya 11,6 persen. 2.3 Konsep Pembangunan Manusia Konsep pembangunan manusia yang didefinisikan oleh United Nation Development Program (UNDP) adalah suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk. Berdasarkan konsep tersebut, penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir, dan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana untuk mencapai tujuan tersebut. Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai landasan operasional pembangunan nasional Indonesia menyebutkan bahwa hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia. Dalam kerangka demikian, pembangunan nasional sesungguhnya menempatkan manusia sebagai obyek (tujuan) sekaligus subyek (pelaku) pembangunan atau menempatkan manusia sebagai titik sentral. Pembangunan manusia memiliki hakekat yang demikian luas, namun setidaknya ada empat hal pokok yang perlu diperhatikan untuk menjamin tercapainya pembangunan manusia, yaitu: produktivitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan (UNDP, 1995 : 12). Produktivitas Manusia harus berkemampuan untuk meningkatkan produktivitasnya dan berpartisipasi penuh dalam proses mencari Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

22 penghasilan dan lapangan kerja. Oleh karenanya, pertumbuhan ekonomi merupakan bagian dari model pembangunan manusia. Pemerataan Setiap orang harus memiliki kesempatan yang sama. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapuskan sehingga semua orang dapat berpartisipasi dan mendapatkan keuntungan dari peluang yang tersedia. Kesinambungan Akses terhadap peluang atau kesempatan harus tersedia bukan hanya untuk generasi sekarang tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Semua bentuk sumber daya fisik, manusia, alam harus dapat diperbarui. Pemberdayaan Pembangunan harus dilakukan oleh semua orang, bukannya semata-mata (dilakukan) untuk semua orang. Semua orang harus berpartisipasi penuh dalam pengambilan keputusan dan proses yang mempengaruhi kehidupan mereka. Harapan dan pilihan-pilihan lain masih dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat luas seperti kebebasan berpolitik, sosial dan ekonomi sampai pada kesempatan menjadi kreatif dan produktif. Pilihan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

23 lain yang saat ini berkembang secara global adalah kebebasan menikmati kehidupan yang sesuai dengan harkat manusiawinya dan tentunya jaminan adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia merupakan bagian dari paradigma tersebut. Paradigma pembangunan manusia mempunyai dua sisi, dan apabila kedua faktor tidak seimbang maka hasilnya adalah frustasi (UNDP, 1995:11). Faktor pertama berupa formasi kapabilitas manusia seperti perbaikan taraf kehidupan, kesehatan, pendidikan dan ketrampilan. Faktor lainnya adalah pemanfaatan kapabilitas untuk kegiatan yang bersifat produktif, kultural, sosial, dan politik. Konsep pembangunan manusia dalam pengertian diatas jauh lebih luas dari pada teori-teori pembangunan ekonomi yang konvensional termasuk model pertumbuhan ekonomi, pembangunan sumber daya manusia (SDM), pendekatan kesejahteraan, dan pendekatan kebutuhankebutuhan dasar manusia. Model pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan pendapatan dan produksi nasional (GNP). Pembangunan SDM menempatkan manusia terutama sebagai input dari proses produksi (sebagai suatu sarana bukan tujuan). Pendekatan kesejahteraan melihat manusia sebagai pemanfaat (beneficiaries) bukan sebagai agen perubahan dalam pembangunan. Pendekatan kebutuhan dasar memfokuskan pada penyediaan barang dan jasa kebutuhan hidup. Namun demikian, pembangunan ekonomi atau lebih tepat pertumbuhan ekonomi - merupakan prasyarat bagi tercapainya pembangunan manusia, karena dengan pembangunan ekonomi akan terjamin peningkatan produktifitas dan peningkatan pendapatan melalui penciptaan kesempatan kerja. Menurut UNDP (1996) hubungan antara Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

24 pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi bersifat timbal balik. Sukar dibayangkan apabila ada negara yang dapat menjalankan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan tanpa pertumbuhan ekonomi yang memadai. Akan tetapi hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia secara empiris terbukti tidak bersifat otomatis. Artinya, banyak negara (atau wilayah) yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat tanpa diikuti oleh pembangunan manusia yang seimbang. Sebaliknya, banyak pula negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang sedang tetapi terbukti dapat meningkatkan kinerja pembangunan manusia secara mengesankan. Bukti empiris ini tidak berarti bahwa pertumbuhan ekonomi tidak penting bagi pembangunan manusia. Pertumbuhan ekonomi justru merupakan sarana utama bagi pembangunan manusia, terutama pertumbuhan ekonomi yang merata secara sektoral dan kondusif terhadap penciptaan lapangan kerja. Hubungan yang tidak otomatis ini sesungguhnya merupakan tantangan bagi pelaksana pemerintahan untuk merancang kebijakan yang mantap, sehingga hubungan keduanya saling memperkuat. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia berlangsung melalui dua jalur (gambar 2). Jalur pertama melalui kebijaksanaan dan pengeluaran pemerintah. Dalam hal ini faktor yang menentukan adalah pengeluaran pemerintah untuk subsektor sosial yang merupakan prioritas seperti pendidikan dan kesehatan dasar. Besarnya pengeluaran ini merupakan indikasi besarnya komitmen pemerintah terhadap pembangunan manusia. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

25 Jalur kedua adalah melalui kegiatan pengeluaran rumahtangga. Dalam hal ini faktor yang menentukan adalah besar dan komposisi pengeluaran rumahtangga untuk kebutuhan dasar seperti pemenuhan nutrisi anggotanya, untuk biaya pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar, serta untuk kegiatan lainnya yang serupa. Selain pengeluaran pemerintah dan pengeluaran rumah tangga hubungan antara kedua variabel itu berlangsung melalui penciptaan lapangan kerja. Aspek ini sangat penting karena sesungguhnya penciptaan lapangan kerja merupakan jembatan utama yang mengaitkan antara keduanya (UNDP, 1996:87). Melalui upaya pembangunan manusia kemampuan dasar dan ketrampilan tenaga kerja termasuk petani, pengusaha dan manajer akan meningkat. Selain itu, pembangunan manusia akan mempengaruhi jenis produksi domestik, kegiatan riset dan pengembangan teknologi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi komposisi output dan ekspor suatu negara. Kuatnya hubungan timbal balik antara pertumbuhan dan pembangunan manusia akan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor kelembagaan, pemerintah, distribusi sumber daya swasta dan masyarakat, modal sosial, LSM dan organisasi kemasyarakatan. Faktor-faktor kelembagaan pemerintah jelas peranannya karena keberadaannya sangat mentukan implementasi suatu kebijakan publik. Faktor distribusi sumber daya juga jelas karena tanpa distribusi sumber daya yang merata (misalnya dalam penguasaan lahan atau sumber daya ekonomi lainnya) hanya akan menimbulkan frustasi masyarakat. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

26 Pembangunan Manusia Reproduksi Modal Sosial, LSM dan Organisasi Kemasyarakatan Kemampuan Pekerja dan Petani Pengusaha Manajer Pengeluaran Prioritas Pengeluaran Rumah Tangga untuk Kebutuhan dasar Ketenagakerjaan Produksi R & D Dan Teknologi Kebijaksanaan dan Pengeluaran Pemerintah Kegiatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Komposisi Output dan Ekspor Distribusi Sumber Daya Swasta dan Masyarakat Ketenagaker jaan Institusi dan Pemerintah Pertumbuhan Ekonomi Tabungan Luar Negeri Tabungan Dalam Negeri Modal Fisik Gambar 2. Hubungan Antara Pembangunan Manusia dan Pertumbuhan Ekonomi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

27 Faktor modal sosial menegaskan arti penting peranan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan terhadap sistem dan perilaku pemerintahan. Semua faktor-faktor tersebut berperan sebagai semacam katalisator bagi berlangsungnya hubungan timbal balik antara keduanya secara efisien. 2.4 Konsep Pembangunan Manusia dalam Kebijakan Dimasukkannya konsep pembangunan manusia ke dalam kebijakan-kebijakan pembangunan sama sekali tidak berarti meninggalkan berbagai stategi pembangunan terdahulu, yang antara lain bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan absolut, dan mencegah perusakan lingkungan. Perbedaannya adalah bahwa dari sudut pandang pembangunan manusia, semua tujuan tersebut diatas diletakkan dalam kerangka untuk mencapai tujuan utama, yaitu memperluas pilihan-pilihan bagi manusia. Dari waktu ke waktu, berbagai laporan pembangunan manusia di tingkat global memberikan usulan-usulan kebijakan, baik untuk agenda internasional maupun untuk agenda nasional. Tujuan utama dari usulanusulan tingkat dunia adalah untuk memberi masukan bagi paradigma baru pembangunan manusia yang berkelanjutan dan berlandaskan pada keamanan manusia (human security), kemitraan baru antara negaranegara berkembang dan negara-negara maju, bentuk kerjasama internasional yang baru, serta kesepakatan global baru. Di sisi lain, usulan untuk tingkat nasional meletakkan titik berat pada keutamaan manusia dalam proses pembangunan, pada kebutuhan akan kemitraan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

28 baru antara negara dengan pasar, serta bentuk kerja sama baru antara pemerintah, institusi-institusi masyarakat madani, komunitas dan rakyat. Konsep pembangunan manusia juga telah menarik perhatian para pembuat kebijakan di Indonesia. Dibandingkan dengan pendekatan ekonomi tradisonal yang lebih memperhatikan peningkatan produksi dan produktivitas, pendekatan pembangunan manusia dianggap lebih mendekati tujuan utama pembangunan sebagaimana dikemukakan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993, yaitu pembangunan manusia seutuhnya. Indeks Pembangunan Manusia juga menyajikan ukuran kemajuan pembangunan yang lebih memadai dan lebih menyeluruh dari pada ukuran tunggal pertumbuhan PDB per kapita. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memperkenalkan konsep pembangunan manusia dan mengaplikasikannya dalam proses pembangunan di Indonesia. Langkah awal yang telah dilakukan adalah menyediakan data set yang diperlukan. Pada tahun 1996, Badan Pusat Statistik (BPS) mempublikasikan indeks pembangunan manusia di tingkat propinsi untuk tahun 1990 dan 1993, diikuti dengan publikasi indeks yang sama untuk tahun 1996 pada tahun Perbandingan antar propinsi ini telah menarik banyak perhatian, khusunya dari propinsi-propinsi yang secara ekonomi lebih maju tetapi ternyata mempunyai tingkat pembangunan manusia yang relatif rendah. Kontroversi ini berhasil memicu kesadaran daerah akan keterbatasan pendekatan ekonomi tradisional terhadap pembangunan dan lebih mengarahkan perhatian daerah pada pembangunan yang berpusat pada manusia. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

29 2.5 Indeks Pembangunan Manusia dan Pemanfaatannya dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Pembangunan merupakan manifestasi dari aspirasi dan tujuan suatu bangsa yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan secara struktural melalui upaya yang sistematis. Sasaran dasar pembangunan pada akhirnya adalah penguasaan atas sumber daya (pendapatan untuk hidup layak), peningkatan derajat kesehatan (usia hidup panjang dan sehat), dan meningkatkan pendidikan (kemampuan baca tulis dan ketrampilan untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat dan kegiatan ekonomi). Pembangunan manusia merupakan paradigma pembangunan yang menempatkan manusia (penduduk) sebagai fokus dan sasaran akhir dari seluruh kegiatan pembangunan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator komposit tunggal yang digunakan untuk mengukur pencapaian pembangunan manusia yang telah dilakukan di suatu wilayah. Walaupun tidak dapat mengukur semua dimensi dari pembangunan manusia, namun mampu mengukur dimensi pokok pembangunan manusia yang dinilai mencerminkan status kemampuan dasar (basic capabilities) penduduk. Ketiga kemampuan dasar itu adalah umur panjang dan sehat yang diukur melalui angka harapan hidup waktu lahir, berpengatahuan dan berketrampilan yang diukur melalui angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, serta akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup layak yang diukur dengan pengeluaran konsumsi. Oleh karena itu pemanfaatan IPM dalam perencanaan pembangunan daerah harus dilengkapi oleh kajian dan analisis situasi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

30 terhadap indikator-indikator yang mempengaruhi ketiga komponen tersebut baik langsung maupun tidak langsung. Analisis situasi dilakukan melalui suatu pendekatan logis untuk menentukan indikator-indikator yang mempengaruhi perkembangan nilai IPM. Kerangka pemikiran analisis pembangunan manusia disusun dalam bagan seperti terlihat di bawah ini: I P M Komp. IPM-1 Komp. IPM-2 Komp. IPM-3 Var. Indikator Var. Indikator Var. Indikator Var. Indikator Var. Indikator Var. Indikator Tentukan Program Pembangunan (TKP) Program Pembangunan Sub Sektor Sub Sektor Sub Sektor Sektor Gambar 3. Analisis Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

31 Pendekatan logis yang dilakukan menghasilkan variabel-variabel yang dianggap mempengaruhi setiap komponen IPM. Namun demikian, variabel-varibel tersebut tidak secara mutlak mempunyai keterkaitan langsung dengan komponen-komponen IPM. Sehingga besar kontribusi masing-masing variabel terhadap komponen IPM belum terukur. Selain itu variabel-variabel tersebut bergerak secara dinamis, artinya variabel yang mempengaruhi akan terus berubah sesuai dengan kajian dan analisis situasi. Oleh karenanya belum dapat ditetapkan model keterkaitan yang baku dari setiap variabel di dalam komponen IPM yang dapat digunakan dalam menentukan nilai IPM yang akan dicapai. 2.6 Indikator Pembangunan Manusia : Alat Ukur Pencapaian Pembangunan Secara konsep, pembangunan manusia adalah upaya yang dilakukan untuk memperluas peluang penduduk untuk mencapai hidup layak, yang secara umum dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas dasar dan daya beli. Pada tataran praktis, peningkatan kapasitas dasar adalah upaya untuk meningkatkan produktifitas penduduk melalui peningkatan pengetahuan dan derajat kesehatan. Upaya ini merupakan bagian dari fungsi dan tanggung jawab pemerintah dalam menyediakan fasilitas sosial-ekonomi dasar. Sedangkan peningkatan daya beli ditempuh melalui pertumbuhan ekonomi sehingga tercipta perluasan kesempatan kerja. Upaya ini merupakan fungsi badan usaha swasta dengan pengaturan pemerintah untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

32 Apakah fungsi-fungsi tersebut berjalan serta seberapa besar pencapaian yang telah diperoleh dalam suatu periode, diperlukan suatu alat ukur yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan secara menyeluruh dari upaya pembangunan manusia. Dalam hal ini dikenal dua kategori alat ukur, yaitu (i) indikator komposit suatu indeks tunggal yang mengndung banyak dimensi pemikiran dan pengukuran berbentuk IPM, IKM, dan IPJ, serta (ii) indikator tunggal suatu nilai statistik (rata-rata, proporsi, rasio, rate) yang hanya mengandung dimensi tunggal dari fenomena yang menjadi fokus perhatian. Secara bersamaan kedua jenis indikator tersebut (tunggal dan komposit) harus digunakan secara bersamaan untuk dapat mengidentifikasikan permasalahan secara terarah dan spesifik. 2.7 Indikator Komposit Utama IPM Indikator komposit pembangunan manusia adalah alat ukur yang dapat digunakan untuk melihat pencapaian pembangunan manusia secara antar wilayah dan antar waktu. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan alat ukur dimaksud yang menunjukkan persentase pencapaian dalam pembangunan manusia dengan memperhatikan pada tiga faktor yang paling esensial dalam kehidupan manusia, yaitu: kelangsungan hidup, pengetahuan, dan daya beli. Secara umum IPM adalah rata-rata pencapaian dalam tiga faktor. Pencapaian setiap faktor dihitung sebagai persentase pencapaian terhadap sasaran dengan cara: Pencapaian x 100 Indeks Faktor / Komponen ke i = Sasaran Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

33 Dimana: pencapaian = kondisi pada saat pengukuran kondisi terburuk, sasaran = kondisi terbaik kondisi terburuk. Sebagai indikator komposit, IPM mempunyai manfaat terbatas, terutama kalau disajikan tersendiri hanya dapat menunjukkan status pembangunan manusia suatu wilayah. Namun demikian manfaat yang terbatas tersebut dapat diperluas kalau dilakukan perbandingan antar waktu dan antar wilayah, sehingga posisi relatif suatu wilayah terhadap wialayah yang lain dapat diketahui serta kemajuan/pencapaian antar waktu di suatu wilayah dan perbandingannya dengan pencapaian wilayah lain dapat dibahas. Tabel 1 Kondisi Ideal (Sasaran) dan Kondisi terburuk Komponen IPM Kondisi Faktor Komponen Ideal Terburuk Sasaran (1) (2) (3) (4) (5) Kelangsungan Hidup Pengetahuan Daya Beli Angka Harapan Hidup (tahun) Angka Melek Huruf (persen) Rata-rata lama Sekolah (tahun) Konsumsi riil per kapita (Rp) 85,0 25, IPM bernilai 0 100, yang semakin tinggi menyatakan status pencapaian yang lebih tinggi. Komponen IPM adalah indikator dampak sehingga memberikan gambaran tentang dampak pembangunan. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

34 Indikator yang digunakan serta kondisi terburuk dan kondisi ideal dari setiap faktor disajikan pada tabel 1. IPM disusun dari tiga komponen: lamanya hidup, diukur dengan harapan hidup pada saat lahir; tingkat pendidikan, diukur dengan kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk dewasa (dengan bobot dua per tiga) dan rata-rata lama sekolah (dengan bobot sepertiga); dan tingkat kehidupan yang layak, diukur dengan pengeluaran per kapita yang telah disesuaikan (PPP Rupiah). Indeks ini merupakan rata-rata sederhana dari ketiga komponen tersebut diatas: IPM = 1/3 [ Indeks X 1 + Indeks X 2 + Indeks X 3 ] Dimana X 1, X 2, dan X 3 adalah lamanya hidup, tingkat pendidikan, dan tingkat kehidupan yang layak. Indeks X (i,j) = (X (i,j) X (i-min) ) / (X (i-max) X (i-min) ) Dimana: X (i,j) : Indikator ke i dari daerah j X (i-min) X (i-max) : Nilai minimum dari X i : Nilai maksimum dari X i Untuk setiap komponen IPM, masing-masing indeks dapat dihitung dengan rumus umum berikut: Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

35 2.7.1 Lamanya Hidup (Longevity) Kemampuan untuk bertahan hidup lebih lama diukur dengan indikator harapan hidup pada saat lahir (Life Expectancy at Birth e o ). Angka e o yang disajikan pada laporan ini merupakan angka perhitungan yang dilakukan secara tidak langsung berdasarkan dua data dasar, yaitu rata-rata jumlah kelahiran hidup dan rata-rata jumlah anak yang masih hidup, yang dilaporkan dari tiap kelompok ibu-ibu umur tahun. Untuk memperoleh e o diperlukan sistem program analisis kependudukan sejenis MORTPAK dengan data input yang berasal dari Sensus Penduduk (SP) atau Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Proses awalnya adalah menghitung Mean Age Child Bearing dengan prosedur Children Ever Born (rata-rata anak lahir hidup) sebagai input, dilanjutkan menghitung e o dengan Mean Age Child Bearing sebagai input Tingkat Pendidikan Dalam publikasi ini, komponen tingkat pendidikan diukur dari dua indikator, angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Angka melek huruf adalah persentase dari penduduk usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis dalam huruf latin atau huruf lainnya, terhadap jumlah penduduk usia 15 tahun atau lebih. Indikator ini diberi bobot dua per tiga. Bobot sepertiga sisanya diberikan pada indikator rata-rata lama sekolah, yaitu rata-rata jumlah tahun yang telah dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

36 pernah dijalani. Indikator ini dihitung dari variabel pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan tingkat pendidikan yang sedang diduduki. Tabel 2. Lama Bersekolah berdasarkan Jenjang Pendidikan dan Kelas Jenjang Pendidikan Kelas Jumlah tahun bersekolah (kumulatif) (1) (2) (3) Tidak Pernah Sekolah 0 SD SMP SMA Diploma I 13 II 14 III 15 S1 I 13 II 14 III 15 IV 16 S S Lamanya bersekolah dapat dikonversikan langsung dari jenjang pendidikan dan kelas tertinggi yang pernah diduduki seseorang, misalnya Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

37 jika seseorang pendidikan tertingginya adalah SMP kelas 2, maka ia memiliki jumlah tahun bersekolah sama dengan 8 tahun, yaitu 6 tahun bersekolah di tingkat SD ditambah dengan 2 tahun di SMP. Seseorang yang bersekolah sampai kelas 2 SMU, maka jumlah tahun bersekolah adalah 11 tahun. Secara sederhana prosedur penghitungan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : Dimana MYS fi Si I MYS = f : rata-rata lama sekolah (dalam tahun) : banyak penduduk berumur 10 tahun ke atas pada jenjang pendidikan I : skor masing-masing jenjang pendidikan I : jenjang pendidikan ( = 1,2,..7). i xs f i i Untuk memudahkan perhitungan, dapat digunakan tabel konversi sebagaimana terlihat pada tabel 2. Tabel diatas menyajikan faktor konversi dari tiap jenjang pendidikan yang ditamatkan. Khusus Indeks Pendidikan dihitung dengan bobot yang berbeda dari setiap komponen sebagai berikut: Indeks Pendidikan = 2/3 Indeks Melek Huruf + 1/3 Indeks Lama Sekolah Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

38 2.7.3 Standar Hidup Standar hidup, dalam laporan ini didekati dari pengeluaran riil per kapita yang telah disesuaikan. Untuk menjamin keterbandingan antar daerah dan antar waktu, dilakukan penyesuaian sebagai berikut: 1. Menghitung pengeluaran per kapita dari data Susenas.[=Y]; 2. Menaikkan nilai Y sebesar 20% [=Y 1 ], karena dari berbagai studi diperkirakan bahwa data dari Susenas cenderung lebih rendah sekitar 20%; 3. Menghitung nilai riil Y 1 dengan mendeflasi Y 1 dengan Indeks Harga Konsumen (CPI) [=Y 2 ]; 4. Menghitung nilai daya beli Purchasing Power Parity (PPP) untuk tiap daerah yang merupakan harga suatu kelompok barang, relatif terhadap harga kelompok barang yang sama di daerah yang ditetapkan sebagai standar; Membagi Y 2 dengan PPP untuk memperoleh nilai Rupiah yang sudah disetarakan antar daerah [=Y 3 ]; Paritas daya beli Purchasing Power Parity (PPP) - dihitung dengan metode yang juga digunakan oleh International Comparison Project (ICP) dalam menstandarisasi PDB untuk perbandingan antar negara. Penghitungan didasarkan pada harga 27 komoditas yang ditanyakan pada modul konsumsi Susenas. Formula penghitungan PPP adalah sebagai berikut: Dimana: E (i,j) PPP = P (9,j) Q (i,j) Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

39 E (i,j) = Pengeluaran untuk komoditi j di daerah i, P (9,j) = Harga komoditi j di daerah standar. Q (i,j) = Volume komoditi j (unit) yang di konsumsi di daerah. 5. Mengurangi nilai Y3 dengan menggunakan formula Atkinson untuk mendapatkan estimasi daya beli [=Y4]. Langkah ini ditempuh berdasarkan prinsip penurunan manfaat marginal dari pendapatan. Formula Atkinson yang digunakan untuk menyesuaikan nilai Y3 adalah: C(I) = C (i), jika C (i) < Z = Z + 2 (C (i) Z) 1/2, jika Z < C (i) < 2Z = Z + 2 (Z) 1/2 + 3 (C (i) - 2Z) 1/3, jika 2Z < C (i) < 3Z = Z + 2 (Z) 1/2 + 3 (Z) 1/3 + 4 (C (i) 3Z) 1/4, jika 3Z < C (i) < 4Z Dimana: C(i) = PPP dari nilai riil pengeluaran per kapita, Z = Batas tingkat pengeluaran yang ditetapkan secara arbiter sebesar Rp per kapita per tahun atau Rp per kapita per hari. 2.8 Tingkat Pertumbuhan IPM. Untuk mengukur kecepatan perkembangan IPM dalam suatu kurun waktu digunakan reduksi Shortfall per tahun (annual reduction in shortfall). Ukuran ini secara sederhana menunjukkan perbandingan antara capaian yang telah ditempuh dengan capaian yang masih harus ditempuh untuk mencapai titik ideal (IPM=100). Prosedur penghitungan reduksi shortfall IPM (= r) dapat dirumuskan sebagai berikut; Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

40 dimana : r = [ [ IPM t+n - IPM t ] x 100 ] 1/n [ IPM ideal - IPM t ] 1. IPM t : IPM pada tahun t 2. IPM t+n : IPM pada tahun t+n 3. IPM ideal : Tingkatan Status IPM Dengan menggunakan IPM, UNDP membagi tingkatan status pembangunan manusia suatu Negara atau wilayah ke dalam tiga golongan, yaitu: 1. IPM rendah = IPM < IPM menengah = 50 IPM < IPM tinggi = IPM 80 Untuk keperluan perbandingan antar daerah Kabupaten/Kota, tingkatan status sedang/menengah dipecah menjadi 2 (dua), yaitu: IPM Menengah bawah = 50 IPM < 66 IPM Menengah atas = 66 IPM < Indikator Tunggal Pembangunan Manusia Permasalahan di berbagai aspek tidak dapat digambarkan oleh indikator komposit, sehingga untuk memperoleh gambaran yang lebih Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

41 spesisik dan terfokus perlu dilengkapi dengan indikator-indikator tunggal (input, proses, output dan outcome) dari setiap aspek kehidupan maupun sektor pembangunan. Dengan indikator tunggal besarnya permasalahan dapat diketahui, misalnya di tingkat perencanaan tentang kelompok sasaran dan investasi (indikator input), di tingkat implementasi tentang partisipasi kelompok sasaran dalam program (indikator proses), monitoring tentang hasil dan manfaat program (indikator output dan outcome). Indikator tunggal yang termasuk dalam set indikator pembangunan manusia seperti yang tercermin oleh IPM, atau ukuran deprivasi (keterbelakangan) manusia dalam lamanya hidup, pengetahuan dan standar hidup layak. Pemberdayaan merupakan salah satu isu pokok pembangunan manusia yang secara praktis meliputi: (i) Pertumbuhan ekonomi dengan isu strategis kesempatan kerja. (ii) Peningkatan kapasitas dasar dengan isu strategis peningkatan partisipasi sekolah, peningkatan derajat kesejahteraan masyarakat, penurunan laju pertumbuhan penduduk alami. (iii) Pengurangan penduduk miskin. Berbagai indikator tunggal dapat diidentifikasi yang dapat menunjukkan adanya kemajuan dalam isu tersebut karena intervensi pemerintah. Demikian juga indikator tersebut sedapat mungkin dapat digunakan untuk menunjukkan sebagai faktor-faktor penyebab yang bersifat: mendasar, tidak langsung, dan langsung terhadap kemajuan atau Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

42 pencapaian pembangunan manusia. Sekitar 50 indikator telah diidentifikasi yang dapat diperoleh secara berkesinambungan pada tingkat kabupaten dan kota yang sebagian diantaranya disajikan pada tabel 3. Indikator tersebut dapat digunakan untuk memberikan penjelasan lebih lanjut tentang pencapaian pembangunan manusia. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

43 Tabel 3. Daftar Indikator Tunggal Pembangunan Manusia. No Indikator Jenis Sumber Data A B C D E F G Kependudukan Jumlah Penduduk Tingkat Pertumbuhan Penduduk Setahun Rasio Jenis Kelamin Angka Ketergantungan Ekonomi % PDRB Sektor Pertanian, Industri, dan Jasa PDRB per Kapita Pertumbuhan PDRB per Kapita Pendidikan Rata-rata Lama Sekolah Angka Melek Huruf Angka Partisipasi Murni (SD, SLTP, SLTA) Jumlah Penduduk Usia Sekolah Kesehatan Angka Kematian Bayi % Penolong Kelahiran Tenaga Medis Jumlah Puskesmas per penduduk Jumlah Bidan Desa Ketenagakerjaan Partisipasi Angkatan Kerja Angka Pengangguran Terbuka % Pekerja Sektor Pertanian, Industri, dan Jasa Kemiskinan Jumlah Penduduk Miskin % Penduduk Miskin % Pengeluaran untuk Makanan Perumahan % Rumahtangga dengan Lantai Tanah % Rumahtangga dengan Air Bersih Input Outcome Output Outcome Outcome Output Outcome Outcome Outcome Output Input Outcome Output Input Input Output Outcome Proses Outcome Outcome Outcome Output Output SP dan Proyeksi Penduduk PDRB Susenas dan Dinas Pendidikan SP, SUPAS, Proyeksi Susenas dan Dinkes Susenas Susenas Susenas Indikator merupakan petunjuk, yang memberikan indikasi tentang sesuatu keadaan dan merupakan refleksi dari keadaan tersebut. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

44 Dengan kata lain Indikator merupakan variable penolong dalam mengukur perubahan. Variabel-variabel ini terutama digunakan apabila perubahan yang akan dinilai tidak dapat diukur secara langsung. Indikator yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain: 1. Sahih (valid), indikator harus dapat mengukur sesuatu yang sebenarnya akan diukur oleh indikator tersebut. 2. Obyektif, untuk hal yang sama indicator harus memberikan hasil yang sama pula walaupun dipakai oleh orang yang berbeda dan pada waktu yang berbeda. 3. Sensitif, perubahan yang kecil mampu dideteksi oleh indikator. 4. Spesifik, indikator hanya mengukur perubahan situasi yang dimaksud Indikator bisa bersifat tunggal yang isinya terdiri dari satu indikator dan bisa bersifat jamak (indikator komposit) yang merupakan gabungan dari beberapa indikator. IPM merupakan salah satu indikator komposit. Menurut jenisnya indikator dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu : 1. Indikator input, berkaitan dengan penunjang pelaksanaan program dan turut menentukan keberhasilan program, seperti : rasio dokterpenduduk, rasio puskesmas-penduduk. 2. Indikator proses, yang menggambarkan bagaimana proses pembangunan berjalan, seperti : angka partisipasi sekolah kasar atau murni (APK atau APM), persentase kelahiran ditolong tenaga medis. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

45 3. Indikator output/outcome, yang menggambarkan hasil (output) suatu program kegiatan yang telah berjalan, seperti : angka kematian bayi (AKB), angka kelahiran hidup, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) Diagram Teknis IPM Penghitungan indeks-indeks pembangunan manusia digambarkan pada diagram di bawah ini (Gambar 4.). IPM DIMENSI Umur Panjang Pengetahuan Kehidupan Dan sehat yang layak INDIKATOR Angka Harapan Angka Melek Rata-rata La,ma Pengeluaran per Hidup saat Lahir Huruf (Lit) Sekolah (MYS) Kapita Riil (PPP) INDEKS Indeks Harapan Indeks Lit Indeks MYS Indeks Pendapatan DIMENSI Hidup Indeks Pendidikan INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA Gambar 4. Diagram Teknis Penghitungan IPM Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

46 BAB III KONDISI GEOGRAFIS DAN POTENSI DAERAH 3.1 Gambaran Umum Wilayah Kondisi Geografis Letak geografis Kabupaten Kudus berada pada posisi antara 110 o 36 dan 110 o 50 Bujur Timur dan antara 6 o 51 dan 7 o 16 Lintang Selatan. Jarak terjauh dari barat ke timur adalah 16 km dan dari utara ke selatan 22 km. Topografinya terbagi atas dua bagian, yaitu dataran rendah di wilayah bagian selatan dan dataran tinggi di wilayah bagian utara. Ketinggian Kabupaten Kudus rata-rata ± 55 m di atas permukaan laut, beriklim tropis dan bertemperatur sedang dengan suhu udara berkisar antara 18 o C sampai dengan 29 o C, dengan kelembaban udara rata-rata bervariasi antara 75 persen sampai dengan 87 persen. Kabupaten Kudus bercurah hujan relatif rendah, rata-rata di bawah 2000 mm/tahun dan berhari hujan rata-rata 97 hari/tahun Letak Wilayah Kabupaten Kudus sebagai salah satu kabupaten di Jawa Tengah terletak di antara empat kabupaten di Jawa Tengah, yaitu di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Jepara dan Kabupaten Pati, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Pati, sebelah selatan berbatasan dengan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

47 Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Pati, serta sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Demak dan Kabupaten Jepara. Tabel 4. Luas Wilayah dan Banyaknya Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan Kecamatan Luas Ha % Jumlah Desa/Kelurahan (1) (2) (3) (4) 010 Kaliwungu , Kota , Jati , Undaan , Mejobo , Jekulo , Bae , Gebog , Dawe ,19 18 Kabupaten Kudus , Sumber : BPS Kabupaten Kudus Wilayah Kabupaten Kudus terbagi menjadi 9 kecamatan, dan 132 desa/kelurahan. Kabupaten Kudus merupakan daerah kabupaten paling kecil di wilayah Jawa Tengah, yaitu dengan luas wilayah hanya 42,516 km 2. Kecamatan Dawe merupakan kecamatan paling luas yaitu 8,584 km 2 atau mencapai 20,19 persen wilayah Kabupaten Kudus, sedangkan Kecamatan Kota merupakan daerah paling kecil wilayahnya, hanya 1,047 km 2 atau 2,46 persen dari wilayah Kabupaten Kudus. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

48 Walaupun demikian Kecamatan Kota merupakan kecamatan dengan jumlah desa/kelurahan terbanyak, yaitu 25 desa/kelurahan, sedangkan Kecamatan Bae hanya terdiri dari 10 desa dan merupakan kecamatan paling sedikit jumlah desanya. 3.2 Potensi Daerah Potensi Ekonomi Sektor Industri merupakan tiang penyangga utama perekonomian Kabupaten Kudus dengan kontribusi sebesar 65,33 persen terhadap PDRB Kabupaten Kudus Menurut BPS, sektor industri dibedakan dalam kelompok industri besar, industri sedang, industri kecil, dan industri rumah tangga. Industri besar adalah perusahaan dengan tenaga kerja 100 orang atau lebih, industri sedang adalah perusahaan dengan tenaga kerja 20 sampai 99 orang, industri kecil adalah perusahaan dengan tenaga kerja 5 sampai 19 orang, dan industri rumah tangga adalah perusahaan dengan tenaga kerja kurang dari 5 orang. Perusahaan industri besar dan sedang di Kabupaten Kudus tahun 2009 tercatat sebanyak 186 perusahaan dengan menyerap orang tenaga kerja. Dilihat dari jenis komoditi, perusahaan industri tembakau mendominasi produksi perusahaan, yaitu mencapai 34,69 persen dari total usaha industri di Kabupaten Kudus, diikuti industri pakaian jadi sebesar 18,88 persen, industri percetakan, penerbitan dan kertas sebesar 13,78 persen, dan industri makanan dan minuman sebesar 8,16 persen. Sedangkan penyerapan tenaga kerja terbesar masih dari industri tembakau Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

49 yaitu sebesar 80,13 persen diikuti industri percetakan, penerbitan dan kertas 8,26 persen. Walaupun terjadi penurunan jumlah industri besar dan sedang sebesar 6,2 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, namun terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor industri besar dan sedang sebesar 8,6 persen. Tabel 5. Jumlah Industri dan Tenaga Kerja Tahun Kecamatan Tenaga Tenaga Usaha Usaha Kerja Kerja (1) (2) (3) (4) (5) 010 Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Kabupaten Kudus Sumber : Dinas Perindustrian, Koperasi, dan UMKM Kab. Kudus Menurut Dinas Perindustrian, Koperasi dan UMKM Kabupaten Kudus, jumlah industri besar/sedang dan kecil/menengah di Kabupaten Kudus sebanyak kurang lebih unit perusahaan dan menyerap tenaga kerja sebanyak kurang lebih orang tenaga kerja. Menurut Kantor Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Kudus, yang Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

50 dimaksud industri kecil adalah usaha industri yang memiliki aset bersih (selain tanah dan bangunan tempat usaha) kurang dari 200 juta rupiah atau memiliki hasil penjualan tahunan kurang atau sama dengan satu milyar rupiah. Tabel 6. Nilai Produksi dan Investasi Sektor Industri Tahun (Juta Rp) Kecamatan Nilai Produksi Nilai Investasi Nilai Produksi Nilai Investasi (1) (2) (3) (4) (5) 010 Kaliwungu , , , , Kota , , , , Jati , , , , Undaan , , , , Mejobo , , , , Jekulo , , , , Bae , , , , Gebog , , , , Dawe , , , ,50 Kabupaten Kudus , , , ,15 Sumber : Dinas Perinkop dan Kantor PPT Kab. Kudus Besarnya kontribusi sektor industri menunjukkan bahwa sektor ini memegang peranan penting dalam menopang perekonomian Kabupaten Kudus, memberi kontribusi sebesar 63,84 persen terhadap total pendapatan domestik regional bruto Kabupaten Kudus. Walaupun secara geografis Kabupaten Kudus merupakan kabupaten dengan wilayah Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

51 terkecil di Jawa Tengah, namun dari sisi industri memiliki potensi dan peluang pasar yang dapat diandalkan. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu tolok ukur pembangunan di suatu daerah, karena terdapat kaitan yang erat antara pertumbuhan ekonomi dengan pemerataan pembangunan. Tahun 2009, pertumbuhan ekonomi menunjukkan perkembangan yang sangat baik. Ekonomi Kabupaten Kudus tumbuh sebesar 3,78 persen. Tabel 7. Pertumbuhan PDRB dan Kontribusinya Tahun Lapangan Usaha Pertumbuhan Kontribusi Pertum- Kontribusi % % buhan % % (1) (2) (3) (4) (5) Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bangunan Perdagangan Angkutan Keuangan Jasa PDRB ,00 3,78 100,00 Potensi ekonomi suatu daerah khususnya sektor perdagangan dapat diketahui dari banyaknya pasar yang ada. Pasar merupakan media pertemuan antara penjual dan pembeli, sehingga makin ramai transaksi terjadi berarti makin tinggi pula potensi sektor perdagangan. Jumlah pasar di Kabupaten Kudus sebanyak 26 pasar, yang terdiri dari 22 pasar Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

52 umum dan 4 pasar hewan. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang cukup besar jika dibandingkan dengan jumlah kecamatan yang ada, atau rata-rata per kecamatan ada 3 buah pasar, hanya Kecamatan Bae yang tidak memiliki pasar Sumber Daya Manusia Manusia di samping sebagai pelaku pembangunan juga sekaligus sebagai sasaran pembangunan. Data-data kependudukan merupakan data pokok yang dibutuhkan baik kalangan pemerintah maupun swasta sebagai bahan untuk perencanaan dan evaluasi hasil-hasil pembangunan. Hampir di setiap aspek perencanaan pembangunan baik di bidang sosial, ekonomi, maupun politik memerlukan data kependudukan. Tabel 8. Jumlah Penduduk dan Kepadatannya Tahun 2009 Kecamatan Penduduk Sex Kepadatan Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio Penduduk (1) (2) (3) (4) (5) (6) 01 Kaliwungu , Kota , Jati , Undaan , Mejobo , Jekulo , Bae , Gebog , Dawe , Kab. Kudus , Sumber : BPS Kabupaten Kudus Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

53 Jumlah penduduk Kabupaten Kudus tahun 2009 sebanyak jiwa, terdiri dari laki-laki dan wanita, dengan sex rasio sebesar 98,14. Angka tersebut mempunyai arti jumlah penduduk laki-laki lebih sedikit dari perempuan. Dari 100 perempuan hanya ada 98 laki-laki. Data menunjukkan laki-laki lebih sedikit dari perempuan merata di semua kecamatan di Kabupaten Kudus, kecuali Kecamatan Gebog sex rasio lebih dari 100 persen, artinya jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari jumlah penduduk perempuan.. Data mengenai rasio jenis kelamin berguna untuk pengembangan perencanaan pembangunan yang berwawasan gender, terutama yang berkaitan dengan perimbangan pembangunan laki-laki dan perempuan secara adil. Misalnya, karena adat dan kebiasaan jaman dulu yang lebih mengutamakan pendidikan laki-laki dibanding perempuan, maka pengembangan pendidikan berwawasan gender harus memperhitungkan kedua jenis kelamin dengan mengetahui berapa banyaknya laki-laki dan perempuan dalam umur yang sama. Informasi tentang rasio jenis kelamin juga penting diketahui oleh para politisi, terutama untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam parlemen. Persebaran penduduk atau disebut juga distribusi penduduk menurut tempat tinggal dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu persebaran penduduk secara geografis dan persebaran penduduk secara administratif, disamping itu ada persebaran penduduk menurut klasifikasi tempat tinggal yakni desa dan kota. Apabila dilihat penyebarannya, maka kecamatan yang paling tinggi persentase jumlah penduduknya adalah Kecamatan Jekulo yakni sebesar 12,79 persen dari jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Kudus, kemudian berturut-turut Kecamatan Jati 12,66 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

54 persen, dan Kecamatan Dawe dengan nilai 12,38 persen. Sedangkan kecamatan yang terkecil jumlah penduduknya adalah Kecamatan Bae sebesar 8,10 persen. Informasi tentang distribusi penduduk secara geografis dan terkonsentrasinya penduduk di suatu tempat memungkinkan pemerintah mengatasi kepadatan penduduk, yang umumnya disertai dengan kemiskinan, dengan pembangunan dan program-program untuk mengurangi beban kepadatan penduduk atau melakukan realokasi pembangunan atau realokasi penduduk untuk bermukim di tempat lain. Kepadatan penduduk berkaitan dengan daya dukung (carrying capacity) suatu wilayah. Indikator yang umum dipakai adalah Rasio Kepadatan Penduduk (density ratio) yaitu rasio yang menyatakan perbandingan antara banyaknya penduduk terhadap luas wilayah atau berapa banyaknya penduduk per kilometer persegi pada tahun tertentu. Kepadatan penduduk dari waktu ke waktu cenderung mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan jumlah penduduk. Tahun 2009 tercatat sebesar jiwa setiap km 2. Di sisi lain penyebaran penduduk sangat tidak merata, Kecamatan Kota merupakan kecamatan yang terpadat penduduknya yaitu jiwa per km 2, dan Kecamatan Undaan paling rendah kepadatanya penduduknya yaitu 954 jiwa per km 2. Tenaga kerja yang terampil merupakan potensi sumber daya manusia yang sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan menyongsong era globalisasi. Menurut BPS, penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 10 tahun ke atas dan dibedakan sebagai angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Dari jenis kegiatannya, angkatan kerja yaitu penduduk yang siap terlibat dalam Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

55 kegiatan ekonomi produktif meliputi kegiatan bekerja dan yang aktif mencari pekerjaan. Sedangkan untuk bukan angkatan kerja mencakup kegiatan sekolah, mengurus rumah tangga dan kegiatan lainnya. Pertumbuhan penduduk tiap tahun akan berpengaruh terhadap jumlah angkatan kerja. Penghitungan Angka Partisipasi Angkatan Kerja dapat dilakukan dengan membandingkan antara jumlah penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja dengan jumlah penduduk yang termasuk dalam usia kerja. Tabel 9. Penduduk Usia 10 Tahun keatas Menurut Jenis Kegiatan Hasil SAKERNAS Tahun 2009 Kegiatan Utama Jumlah Persen (1) (2) (3) Angkatan Kerja ,54 Bekerja ,86 Mencari Pekerjaan ,68 Bukan Angkatan Kerja ,46 Sekolah ,22 Mengurus Rumah Tangga ,77 Lainnya ,46 Jumlah ,00 Sumber : BPS dan Disnakertrans Kab. Kudus Tabel 9. merupakan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional tahun 2009, dari tabel tersebut dapat dihitung Angka Partisipasi Angkatan Kerja Kabupaten Kudus yaitu sebesar 64,54 persen. Semakin tinggi nilai Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

56 Angka Partisipasi Angkatan Kerja (APAK) menunjukkan semakin besar bagian dari penduduk usia kerja yang sesungguhnya terlibat, atau berusaha untuk terlibat, dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa, dalam kurun waktu tertentu Pengangguran Terbuka merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah penah berkerja), atau sedang mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Tingkat Pengangguran hasil SAKERNAS 2009 adalah 3,68 persen. Proporsi atau jumlah pengangguran terbuka dari angkatan kerja berguna sebagai acuan pemerintah bagi pembukaan lapangan kerja baru. Disamping itu, trend indikator ini akan menunjukkan keberhasilan progam ketenagakerjaan dari tahun ke tahun. Besarnya angka pengangguran terbuka mempunyai implikasi sosial yang luas karena mereka yang tidak bekerja tidak mempunyai pendapatan. Semakin tinggi angka pengangguran terbuka maka semakin besar potensi kerawanan sosial yang ditimbulkannya, contohnya kriminalitas. Sebaliknya semakin rendah angka pengangguran terbuka maka semakin stabil kondisi sosial dalam masyarakat. Sangatlah tepat jika pemerintah seringkali menjadikan indikator ini sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan. Sektor industri menjadi gantungan hidup sebagian besar tenaga kerja di Kabupaten Kudus, sekitar 37,36 persen mempunyai lapangan usaha di sektor tersebut. Sektor lain selain sektor industri yang paling Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

57 banyak adalah sektor perdagangan dan sektor pertanian, masing-masing sebesar 17,65 persen dan 15,95 persen Tabel 10. Penduduk ( >10 Tahun) yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Kudus Hasil SAKERNAS Tahun 2009 Lapangan Usaha Tenaga Kerja Persentase (1) (2) (3) Pertanian 65, Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan 152, Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan 46, Perdagangan, Hotel dan Restoran 72, Pengangkutan dan Komunikasi 23, Bank, dan Lembaga Keuangan 3, Jasa-jasa 44, Jumlah 408, , Perbandingan Nilai IPM Kabupaten Kudus di Jawa Tengah Tahun Teori bahwa kemajuan ekonomi suatu daerah tidak mesti dibarengi dengan kemajuan sumber daya manusianya terjadi di Kabupaten Kudus. Semua orang mengakui Kabupaten Kudus adalah kabupaten yang kaya, kenyataannya melihat angka IPM Kabupaten Kudus pada tahun 2008 ternyata hanya menduduki rangking 13 di Jawa Tengah, tutun satu tingkat jika dibandingkan pada tahun Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

58 Tabel 11. Nilai dan Rangking IPM Se Jawa Tengah tahun Kabupaten/Kota Nilai Nilai Nilai Ranking Ranking IPM IPM IPM Ranking (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 01. Cilacap 69, , Banyumas 70, , Purbalingga 69, , Banjarnegara 68, , Kebumen 69, , Purworejo 70, , Wonosobo 68, , Magelang 70, , Boyolali 69, , Klaten 71, , Sukoharjo 71, , Wonogiri 69, , Karangayar 71, , Sragen 67, , Grobogan 69, , Blora 68, , Rembang 69, , Pati 71, , Kudus 71, , Jepara 70, , Demak 70, , Semarang 72, , Temanggung 72, , Kendal 68, , Batang 68, , Pekalongan 69, , Pemalang 67, , Tegal 67, , Brebes 65, , Kota Magelang 75, , Kota Surakarta 76, , Kota Salatiga 75, , Kota Semarang 75, , Kota Pekalongan 72, , Kota Tegal 72, ,20 8 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

59 Di tingkat eks Karesidenan Pati, Kabupaten Kudus juga bukan yang terbaik, nilainya kalah dengan nilai IPM Kabupaten Pati dengan perbedaan selisih 2 rangking, yaitu rangking 11 dengan rangking 13. Berikut grafik yang menggambarkan posisi nilai IPM Kabupaten Kudus di peta Eks-Karesidenan Pati Blora Rembang Pati Kudus Jepara Gambar 5. Grafik Nilai IPM Tahun Eks. Karesidenan Pati Seluruh kabupaten di eks-karesidenan Pati menunjukkan peningkatan nilai IPM dari tahun ke tahun. Semenjak tahun 2004 terjadi peningkatan nilai IPM yang cukup baik, hanya saja percepatan pencapaiannya berbeda-beda untuk masing-masing kabupaten. Nilai IPM dapat diperbandingkan antar daerah. Dengan demikian dapat dibuat ranking dari nilai IPM yang tertinggi sampai dengan nilai IPM yang terendah di suatu daerah. Pada tahun 2008 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

60 Kabupaten Kudus tetap menempati rangking 13 di wilayah Provinsi Jawa Tengah, dan menempati rangking 2 di wilayah eks-karesidenan Pati. Berikut grafik ranking nilai IPM Kabupaten Kudus di peta wilayah eks- Karesidenan Pati Blora Rembang Pati Kudus Jepara Gambar 6. Grafik Nilai Ranking IPM Eks-Karesidenan Pati Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

61 BAB IV UPAYA PEMBANGUNAN MANUSIA (PERBANDINGAN ANTAR KECAMATAN) Setelah dihitung IPM untuk tingkat kabupaten maka untuk lebih berdaya guna dan berhasil guna, diperlukan IPM tingkat kecamatan sebagai evaluasi pembangunan di masing-masing kecamatan. Diakui untuk ketepatan evaluasi pembangunan manusia pada lingkup kecil seperti kecamatan diperlukan antara lain sampel survei yang relatif besar atau keragaman data yang sangat komplek. Dengan keterbatasan yang ada, penghitungan IPM pada tingkat kecamatan dilakukan dengan acuan hasil Susenas dengan sampel yang sangat terbatas. Sebelum mengetahui angka IPM seluruh kecamatan, akan lebih berarti jika komponen angka IPM dibahas terlebih dahulu, yaitu Indeks Harapan Hidup (IHP), Indeks Pendidikan (IP) dan Indeks Daya Beli (Purchasing Power Parity atau PPP). 4.1 Indeks Kesehatan Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduk dari suatu negara. Meningkatnya perawatan kesehatan melalui Puskesmas, meningkatnya daya beli masyarakat akan meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang memadai, Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

62 yang pada gilirannya akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidupnya. Angka Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Angka Harapan Hidup yang rendah di suatu daerah harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gisi dan kalori termasuk program pemberantasan kemiskinan. Tabel 12. Angka Harapan Hidup per Kecamatan Tahun Kecamatan Angka Harapan Hidup (1) (2) (3) 010 Kaliwungu 70, Kota 69, Jati 69, Undaan 69, Mejobo 69, Jekulo 68, Bae 68, Gebog 71, Dawe 68, Kabupaten Kudus 69,69 69,71 Konsep angka harapan hidup adalah suatu peluang atau kesempatan seseorang sejak lahir mencapai umur tertentu Sebagai hasil penghitungan matematis, angka harapan hidup sangat dipengaruhi oleh Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

63 berbagai variabel input data kuantitatif, Data yang digunakan untuk perhitungan angka harapan hidup adalah paritas anak lahir hidup dan paritas anak masih hidup untuk masing-masing wanita kelompok umur tahun. Angka harapan hidup akan semakin tinggi jika angka paritas anak masih hidup mendekati angka paritas anak lahir hidup. Paritas anak masih hidup semakin tinggi angkanya berarti semakin sedikit kematian yang dialami anak yang lahir hidup. Keseluruhan variabel input atau faktor-faktor yang mempengaruhi angka matematis harapan hidup itu demikian banyak untuk diidentifikasi. Untuk menentukan variabel tertentu yang paling berinteraksi akan membutuhkan pengujian statistik. Salah satu pengujian statistik yang pernah dilakukan, bahwa faktor lingkungan memiliki kontribusi 45 persen terhadap peningkatan atau penurunan kualitas kesehatan penduduk. Faktor lingkungan seperti misalnya ketersediaan air bersih, kualitas perumahan, ketersediaan jamban, sanitasi, dan lain sebagainya. Angka harapan hidup penduduk Kabupaten Kudus seperti yang terlihat pada tabel 12. adalah sebesar 69,71. Angka ini menggambarkan bahwa rata-rata penduduk Kabupaten Kudus meninggal pada umur 70 tahun. Sebetulnya angka harapan hidup berlainan untuk laki-laki dan perempuan, menurut perhitungan angka harapan hidup untuk penduduk laki-laki Kabupaten Kudus sebesar 67,35 dan angka harapan hidup untuk penduduk perempuan Kabupaten Kudus sebesar 71,27. Angka ini menunjukkan bahwa perempuan mempunyai peluang hidup lebih lama dari laki-laki. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

64 Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Gambar 7. Grafik Angka Harapan Hidup Sejak Lahir Jika melihat angka harapan hidup masing-masing kecamatan, tidak ada perbedaan yang mencolok, angka berkisar 68 sampai 70 tahun. Angka tertinggi oleh Kecamatan Kaliwungu dan Kecamatan Gebog, terendah Kecamatan Jekulo, Kecamatan Bae dan Kecamatan Dawe. Apakah derajat kesehatan di Kecamatan Jekulo,Kecamatan Bae dan Kecamatan Dawe lebih rendah dari Kecamatan Kaliwungu dan Kecamatan Gebog, tentunya harus diadakan penelitian lebih lanjut, yang jelas angka-angka tersebut dapat berubah jika angka kematian anak dan balita dapat ditekan serendah mungkin. Pada Tabel 13. disajikan sebagian dari Visi Indonesia Sehat 2010, dimana angka harapan hidup waktu lahir Indonesia pada tahun 2010 besok adalah 67,9 tahun. Sekarang ini angka harapan hidup waktu Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

65 lahir Kabupaten Kudus sebesar 69,71 tahun, berarti telah mencapai target seperti yang diinginkan oleh Visi Indonesia Sehat Tantangan ke depan tentunya harus dilaksanakannya program-program yang tujuannya lebih dapat menaikkan angka harapan hidup Tabel 13. Visi Indonesia Sehat Tahun 2010 INDIKATOR TARGET 2010 (1) (2) 1. Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup Angka Kematian Balita per 1000 Kelahiran Hidup Angka Harapan Hidup Waktu Lahir 67,9 4. Persentase Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Persentase Keluarga Memiliki Akses Air Bersih Persentase Rumah Sehat 80 Berdasarkan penelitian yang ada, bahwa faktor lingkungan mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam peningkatan maupun penurunan kualitas kesehatan penduduk. Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus pada tahun 2009 telah melaksanakan penelitian terhadap rumah sehat dan sanitasi dasar yang dimiliki oleh rumahtangga di Kabupaten Kudus. Hasilnya seperti yang disajikan di Tabel 14. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

66 Tabel 14. Persentase Rumah Sehat dan Sarana Air Bersih Menurut Kecamatan Tahun 2009 Kecamatan Rumah Sehat Sarana Air Bersih (%) (%) (1) (2) (3) 010 Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Kabupaten Kudus 75,45 80,10 Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Kudus Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus, kondisi perumahan yang dinyatakan sehat hanya 75,45 persen. Nilai ini jauh dari target rumah sehat pada Visi Indonesia Sehat 2010 yang nilainya harus mencapai 80 persen. Sedangkan untuk indikator sarana air bersih sebesar 80,10 persen. Angka ini sedikit naik jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang nilainya mencapai 78,09 persen. Pada tahun pencapaiannya masih dibawah target Visi Indonesia Sehat 2010 yang nilainya mencapai 85 persen. Melihat angka persentase rumah sehat tersebut, dari sembilan kecamatan di Kabupaten Kudus hanya Kecamatan Kota yang memenuhi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

67 persentase rumah sehat menurut Visi Indonesia Sehat Sedangkan untuk sarana air bersih yang dimiliki oleh rumahtangga, tidak ada kecamatan yang melampui angka persentase yang digariskan oleh Visi Indonesia Sehat 2010, semua masih dibawah angka 85 persen Rumah Sehat Air Bersih Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Gambar 8. Grafik Persentase Rumah Sehat dan Akses Air Bersih Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal; adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Kematian bayi eksogen atau Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

68 kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktorfaktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar. Tabel 15. Angka Kematian Bayi Tahun Kecamatan Angka Kematian Bayi/1000 Kelahiran (1) (2) (3) 010 Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Kabupaten Kudus 5,02 5,91 Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat dimana angka kematian itu dihitung. Kegunaan Angka Kematian Bayi untuk pengembangan perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan kematian bayi yang lain. Karena kematian neonatal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan dengan kehamilan maka program-program untuk mengurangi angka kematian neo-natal adalah yang bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan Ibu hamil, misalnya program pemberian pil besi dan suntikan anti tetanus. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

69 Sedangkan Angka Kematian Post-NeoNatal dan Angka Kematian Anak serta Kematian Balita dapat berguna untuk mengembangkan program imunisasi, serta program-program pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak, program penerangan tentang gisi dan pemberian makanan sehat untuk anak dibawah usia 5 tahun Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Gambar 9. Grafik Angka Kematian Bayi Tahun Angka kematian bayi Kabupaten Kudus relatif kecil, menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus dari hasil penelitian pada tahun 2008 hanya 5,91 kematian per 1000 kelahiran hidup. Angka ini agak naik jika dibandingkan tahun Angka ini jauh lebih kecil dari angka yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Visi Indonesia Sehat Kecilnya jumlah kematian bayi tidak terlepas dari peranan petugas kesehatan dalam rangka membantu proses persalinan, dimana pertolongan persalinan oleh Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

70 petugas kesehatan di Kabupaten Kudus mencapai 94,22 persen, hampir semua persalinan ditolong oleh petugas kesehatan, padahal angka persalinan oleh tenaga kesehatan ditarget pemerintah sebesar 90 persen. Tabel 16. Angka Pertolongan Kelahiran oleh Nakes Tahun Kecamatan Angka Persalinan oleh Nakes (1) (2) (3) 010 Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Kabupaten Kudus 99,66 94,22 Diharapkan dengan semakin tinggi persentase pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan akan menurunkan angka kematian bayi. Pada tahun 2009, angka kematian bayi meningkat dibanding tahun 2008, Hal ini sejalan dengan data angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang menurun. Jika pada pada tahun 2008 angka pertolongan persalinan oleh petugas kesehatan sebesar 99,66 persen, maka tahun 2009 turun menjadi 94,22 persen. Kesadaran masyarakat untuk meminta bantuan persalinan kepada petugas kesehatan yang menurun, mengakibatkan resiko kematian bayi meningkat. Dari sembilan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

71 kecamatan yang ada di Kabupaten Kudus, semua kecamatan mencapai nilai persentase pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan target Visi Indonesia Sehat 2010 sebesar 90 persen. Prestasi ini harusnya selalu dipertahankan, sehingga pada tahun-tahun mendatang, angka kematian bayi dapat selalu ditekan dengan cara memperbanyak pertolongan kelahiran oleh tenaga kesehatan Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Gambar 10. Grafik Persentase Pertolongan Kelahiran Oleh Nakes Balita atau bawah lima tahun adalah semua anak termasuk bayi yang baru lahir, yang berusia 0 sampai menjelang tepat 5 tahun (4 tahun, 11 bulan, 29 hari). Pada umumnya ditulis dengan notasi 0-4 tahun. Angka Kematian Balita adalah jumlah kematian anak berusia 0-4 tahun Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

72 selama satu tahun tertentu per 1000 kelahiran hidup anak pada pertengahan tahun itu (termasuk kematian bayi). Kematian dewasa umumnya disebabkan karena penyakit menular, penyakit degeneratif, kecelakaan atau gaya hidup yang beresiko terhadap kematian. Kematian bayi dan balita umumnya disebabkan oleh penyakit sistim pernapasan bagian atas (ISPA) dan diare, yang merupakan penyakit karena infeksi kuman. Faktor gizi buruk juga menyebabkan anak-anak rentan terhadap penyakit menular, sehingga mudah terinfeksi dan menyebabkan tingginya kematian bayi dan balita di sesuatu daerah. Tabel 17. Angka Kematian Balita Tahun Kecamatan Angka Kematian Balita/1000 lahir Hidup (1) (2) (3) 010 Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Kabupaten Kudus 10,49 5,91 Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Kudus Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

73 Angka kematian balita terlihat meningkat pada tahun 2008 ini dibandingkan tahun 2006, namun kembali menurun di tahun 2009 Dari 9 kecamatan di Kabupaten Kudus, hanya Kecamatan Jati dan Kecamatan Bae yang menunjukkan kenaikan angka kematian balita. Sedangkan lainnya menunjukkan penurunan yang cukup signifikan. Angka kematian balita tertinggi terdapat di Kecamatan Undaan sebesar 11,19 disusul Kecamatan Bae sebesar 8,41. Kecamatan Bae pada tahun 2008, menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus tidak terdapat kematian Balita Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Gambar 11. Grafik Angka Kematian Balita Tahun Secara umum angka kematian balita Kabupaten Kudus masih cukup baik, karena masih di bawah angka Visi Indonesia Sehat 2010 yang sebesar 57 per kelahiran hidup. Bagaimana pun juga, angka ini Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

74 harap diperhatikan karena sangat penting, Dan kecenderungannya dari tahun ke tahun malah menunjukkan kenaikan. Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh dll. Tabel 18. Angka Kematian Ibu Maternal Tahun Kecamatan Angka Kematian Ibu Maternal (1) (2) (3) 010 Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Kabupaten Kudus Informasi mengenai tingginya Angka Kematian Ibu (Maternal Mortality Rate) akan bermanfaat untuk pengembangan program peningkatan kesehatan reproduksi, terutama pelayanan kehamilan dan membuat kehamilan yang aman bebas risiko tinggi (making pregnancy safer), program peningkatan jumlah kelahiran yang dibantu oleh tenaga Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

75 kesehatan, penyiapan sistim rujukan dalam penanganan komplikasi kehamilan, penyiapan keluarga dan suami siaga dalam menyongsong kelahiran, yang semuanya bertujuan untuk mengurangi Angka Kematian Ibu dan meningkatkan derajat kesehatan reproduksi. Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per kelahiran hidup Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Gambar 12. Angka Kematian Ibu Maternal Tahun Angka kematian ibu maternal Kabupaten Kudus juga menunjukkan penurunan. Pada tahun 2006 menunjukkan angka 78 sedangkan pada tahun 2007 meningkat menjadi 108, sedangkan pada tahun 2008 kembali menurun menjadi 70, kembali meningkat pada tahun Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

76 2009 menjadi 81. Ada satu kecamatan yang angka kematian ibu maternal melebihi angka yang ditetapkan oleh Visi Indonesia Sehat 2010, yaitu 150 kematian per kelahiran, yaitu Kecamatan Jati. 4.2 Indeks Pendidikan Pembangunan pendidikan di Indonesia telah menunjukkan keberhasilan yang cukup besar. Wajib Belajar 6 tahun, yang didukung pembangunan infrastruktur sekolah dan diteruskan dengan Wajib Belajar 9 tahun adalah program sektor pendidikan yang diakui cukup sukses. Hal ini terlihat dari meningkatnya partisipasi sekolah dasar dari 41 persen pada tahun 1968 menjadi 94 persen pada tahun 1996, sedangkan partisipasi sekolah tingkat SMP meningkat dari 62 persen tahun 1993 menjadi 80 persen tahun Tetapi dibalik keberhasilan program-program tersebut, terdapat berbagai fenomena dalam sektor pendidikan. Kasus tinggal kelas, terlambat masuk sekolah dasar dan ketidakmampuan untuk meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi merupakan hal yang cukup banyak menjadi sorotan di dunia pendidikan. Kasus putus sekolah yang juga banyak terjadi terutama di daerah pedesaan menunjukkan bahwa pendidikan belum banyak menjadi prioritas bagi orang tua. Rendahnya prioritas tersebut antara lain dipicu oleh akses masyarakat terhadap pendidikan yang masih relatif kecil, terutama bagi keluarga miskin yang tidak mampu membiayai anak mereka untuk meneruskan sekolah ke jenjang lebih tinggi. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

77 Selain itu, ujian akhir sekolah dianggap tidak dapat menjadi ukuran kemampuan murid. Nilai rata-rata ujian akhir yang rendah seringkali diikuti oleh persentase kelulusan yang cukup tinggi. Pada tahun ajaran 1998/1999, rata-rata nilai Ujian Akhir Nasional (UAN) SMA di Indonesia adalah 3,99. Padahal nilai minimum untuk lulus adalah 6. Tetapi pada periode tersebut, 97 persen siswa SMA dinyatakan lulus. Hal ini menunjukkan bahwa nilai ujian akhir bukanlah satu-satunya alat untuk menyaring kelulusan murid. Bidang pendidikan yang diharapkan dapat mencetak tenagatenaga atau SDM berkualitas telah menjadi perhatian banyak pihak. Pembangunan manusia tidak terlepas dari upaya peningkatan kemampuan penduduk untuk menyerap hasil-hasil pembangunan. Untuk mencapai sasaran pembangunan tersebut, maka penduduk harus terbebas dari, antara lain buta huruf atau buta aksara. Dengan demikian semakin tinggi persentase penduduk yang terbebas dari buta huruf atau semakin tinggi angka melek huruf maka peluang tercapainya sasaran pembangunan akan semakin besar. Angka Melek Huruf (AMH) adalah persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bisa membaca dan menulis serta mengerti sebuah kalimat sederhana dalam hidupnya sehari-hari. AMH dapat digunakan untuk : 1. Mengukur keberhasilan program-program pemberantasan buta huruf, terutama di daerah pedesaan di Indonesia dimana masih tinggi jumlah penduduk yang tidak pernah bersekolah atau tidak tamat SD. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

78 2. Menunjukkan kemampuan penduduk di suatu wilayah dalam menyerap informasi dari berbagai media. 3. Menunjukkan kemampuan untuk berkomunikasi secara lisan dan tertulis. Sehingga angka melek huruf dapat berdasarkan kabupaten mencerminkan potensi perkembangan intelektual sekaligus kontribusi terhadap pembangunan daerah. Dalam rangka terbebasnya penduduk dari buta huruf, program pembangunan manusia berupa pengentasan buta huruf menjadi semakin penting. Pada tabel 19. terlihat angka melek huruf Kabupaten Kudus sebesar 92,48 persen, ini artinya masih terdapat 7,52 persen penduduk Kabupaten Kudus yang buta huruf. Angka ini dihitung menurut kelompok umur 15 tahun keatas.. Tabel 19. Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah per Kecamatan Tahun 2009 Kecamatan Angka Melek Huruf Rata-rata Lama Sekolah (1) (2) (3) 010 Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Kabupaten Kudus 92,48 8,11 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

79 Kecamatan Kota Kudus menduduki urutan teratas baik untuk angka melek huruf maupun rata-rata lama sekolah. Angka melek huruf Kecamatan Kota sebesar 97,81 persen, dengan demikian hanya ada 2,19 persen yang buta huruf. Terendah Kecamatan Undaan dengan angka melek huruf sebesar 87,88 persen, maka masih ada yang buta huruf sebesar 12,12 persen. Sasaran pemerintah untuk tahun 2010, angka melek huruf ditentukan sebesar 95 persen. Di Kabupaten Kudus hanya ada tiga kecamatan yang telah melampui sasaran yang ditetapkan yaitu Kecamatan Kota Kudus, Kecamatan Jati, dan Kecamatan Gebog. Enam kecamatan lainnya belum mencapai sasaran Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Gambar 13. Angka Melek Huruf Tahun Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

80 Lamanya Sekolah atau years of schooling adalah sebuah angka yang menunjukkan lamanya bersekolah seseorang dari masuk sekolah dasar sampai dengan tingkat pendidikan terakhir. Pada prinsipnya angka ini merupakan transformasi dari bentuk kategorik Tingkat Pendidikan Tertinggi (TPT) menjadi bentuk numerik. Lamanya bersekolah merupakan ukuran akumulasi investasi pendidikan individu. Setiap tahun tambahan sekolah diharapkan akan membantu meningkatkan pendapatan individu tersebut. Rata-rata lama bersekolah dapat dijadikan ukuran akumulasi modal manusia suatu daerah. Ukuran ini mengatasi masalah kekurangan estimasi dari TPT yang tidak mengakomodir kelas tertinggi yang pernah dicapai individu. Tetapi, jumlah tahun bersekolah ini tidak mengindahkan kasuskasus tidak naik kelas, putus sekolah yang kemudian melanjutkan kembali, dan masuk sekolah dasar di usia yang terlalu muda atau sebaliknya. Sehingga nilai dari jumlah tahun bersekolah menjadi terlalu tinggi kelebihan estimasi atau bahkan terlalu rendah (underestimate). Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

81 Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Gambar 14. Rata-rata Lama Sekolah Tahun Rata-rata lama sekolah yang merupakan komponen penghitungan IPM, seperti halnya komponen angka melek huruf, merupakan indikasi kemampuan penduduk untuk berperan aktif dan sekaligus kemampuan penduduk untuk menyerap dan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan. Rata-rata lama sekolah menggambarkan berapa lama seseorang berpartisipasi aktif dalam kegiatan sekolah (formal), semakin tinggi rata-rata lama sekolah maka akan semakin tinggi pula kualitas SDM-nya. Pada tabel 19. terlihat rata-rata lama sekolah yang dihitung menurut kelompok umur yang sama yaitu 15 tahun keatas, menunjukkan bahwa penduduk Kabupaten Kudus rata-rata lama sekolah hanya 8,11 tahun. Angka ini menggambarkan bahwa penduduk Kabupaten Kudus kira-kira hanya sekolah sampai kelas dua SMP saja. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

82 Untuk rata-rata lama sekolah, Kecamatan Kota sebesar 9,94 tahun yang artinya penduduk Kecamatan Kota Kudus belajar sampai kelas 3 SMP (tamat SMP). Kecamatan Undaan menduduki rangking paling bawah untuk rata-rata lama sekolah dengan hanya sebesar 6,97 tahun, artinya penduduk Kecamatan Undaan sekolah hanya sampai kelas 6 SD (tamat SD) saja. Semestinya ada korelasi yang khusus untuk menggambarkan hubungan antara angka melek huruf dengan rata-rata lama sekolah, tidak mesti angka melek huruf tinggi maka rata-rata lama sekolah juga tinggi. Seperti terlihat Kecamatan Dawe mempunyai angka melek huruf lebih rendah dari Kecamatan Kaliwungu, namun rata-rata lama sekolahnya lebih tinggi. Demikian juga kasus yang sama terjadi pada Kecamatan Jekulo. Namun demikian terlihat adanya pola tertentu jika dilihat pada skala kabupaten per kecamatan seperti terlihat yang menggambarkan grafik angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, yaitu adanya kecenderungan bahwa jika angka melek hurufnya tinggi maka rata-rata lama sekolahnya tinggi. Begitu juga sebaliknya jika angka melek hurufnya rendah, maka rata-rata lama sekolahnya juga rendah. Perhitungan indeks pendidikan menggunakan rumusan angka melek huruf mempunyai porsi sebesar dua per tiga, sedangkan satu per tiga sisanya merupakan porsi rata-rata lama sekolah. Wajib belajar sembilan tahun yang digembar-gemborkan pemerintah sejak lama kenyataannya masih menjadi angan-angan yang harus diwujudkan. Kabupaten Kudus saja rata-rata lama sekolahnya masih 8,11 tahun, dan untuk menjadikan rata-rata 9 tahun sungguh Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

83 merupakan tantangan yang cukup berat. Namun demikian dengan adanya program pemerintah yang saat ini sedang digulirkan yakni dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang sasarannya membebaskan biaya sekolah anak-anak usia sekolah SD dan SMP, akan dapat menaikkan rata-rata lama sekolah menjadi rata-rata sembilan tahun. Di Jawa Tengah baru ada empat daerah yang telah memenuhi wajib belajar 9 tahun, yaitu Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga dan Kota Semarang. Mengapa pemerintah menggunakan angka partisipasi sekolah dalam menilai kesuksesan program wajib belajar? Mengapa jumlah murid tidak bisa dijadikan ukuran? Umumnya, terdapat dua ukuran partisipasi sekolah yang utama, yaitu Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM). Keduanya mengukur penyerapan penduduk usia sekolah oleh sektor pendidikan. Perbedaan diantara keduanya adalah penggunaan kelompok usia "standar" di setiap jenjang pendidikan. Usia standar yang dimaksud adalah rentang usia yang dianjurkan pemerintah dan umum dipakai untuk setiap jenjang pendidikan, yang ditampilkan pada tabel berikut: Tabel 20. Kelompok Usia Menurut Jenjang Pendidikan Jenjang Kelompok usia (1) (2) SD 7-12 tahun SMP tahun SMA tahun Perguruan tinggi 19 tahun keatas Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

84 Angka partisipasi sekolah merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia sekolah. Angka tersebut memperhitungkan adanya perubahan penduduk terutama usia muda. Ukuran yang banyak digunakan di sektor pendidikan seperti pertumbuhan jumlah murid lebih menunjukkan perubahan jumlah murid yang mampu ditampung di setiap jenjang sekolah. Sehingga, naiknya persentase jumlah murid tidak dapat diartikan sebagai semakin meningkatnya partisipasi sekolah. Kenaikan tersebut dapat pula dipengaruhi oleh semakin besarnya jumlah penduduk usia sekolah yang tidak diimbangi dengan ditambahnya infrastruktur sekolah serta peningkatan akses masuk sekolah sehingga partisipasi sekolah seharusnya tidak berubah atau malah semakin rendah. Di Indonesia, proporsi penduduk muda sendiri semakin menurun akibat semakin rendahnya angka fertilitas. Penurunan ini akan menyebabkan semakin menurunnya jumlah anak-anak yang masuk sekolah dasar. Bila ukuran seperti perubahan jumlah murid digunakan, bisa jadi ditemukan penurunan jumlah murid di sekolah dasar dengan interpretasi terjadi penurunan partisipasi sekolah. Namun, bila digunakan angka partisipasi sekolah, maka akan ditemukan peningkatan partisipasi di tingkat SD yang disebabkan semakin rendahnya jumlah penduduk usia SD. Angka Partisipasi Kasar (APK) menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu tingkat pendidikan. APK merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang pendidikan. Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

85 sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. Misal, APK SD sama dengan jumlah siswa yang duduk di bangku SD dibagi dengan jumlah penduduk kelompok usia 7 sampai 12 tahun. Tabel 21. Angka Partisipasi Kasar Tahun Angka Partisipasi Kasar Kecamatan SD SMP SMA (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 010 Kaliwungu 94,50 91,03 94,36 100,45 73,35 78, Kota 153,39 146,53 179,83 176,84 195,21 187, Jati 92,36 85,57 71,49 68,91 32,88 31, Undaan 106,16 99,46 96,46 94,70 27,91 44, Mejobo 107,44 97,64 85,67 87,55 51,53 57, Jekulo 102,32 96,47 92,92 87,84 36,08 40, Bae 101,63 92,31 100,48 104,27 90,78 81, Gebog 71,74 104,59 65,82 72,55 35,85 37, Dawe 113,60 103,41 82,47 85,42 30,07 36,07 Kabupaten Kudus 102,16 102,06 96,56 97,35 64,87 66,93 Sumber : Diknas Kabupaten Kudus APK Kabupaten Kudus tahun 2009 sebesar 102,06 persen, sedikit menurun jika dibandingkan dengan tahun 2008, yang nilainya sebesar persen. Angka ini menggambarkan sebanyak persen anak usia 7 sampai 12 tahun di Kabupaten Kudus bersekolah di SD dan sederajat. Kelebihan 2.06 persen bisa jadi anak usia SD dari Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

86 daerah lain bersekolah, atau mungkin alasan lain bersekolah di pondok pesantren, di wilayah Kabupaten Kudus. Terkadang kita akan menemukan APK lebih dari 100% seperti pada Tabel 21 diatas. Hal ini disebabkan pembilang dari rumus APK, yaitu jumlah siswa, adalah seluruh siswa yang saat ini sedang sekolah di suatu jenjang pendidikan dari berbagai kelompok usia. Sebagai contoh, banyak anak-anak usia diatas 12 tahun, tetapi masih sekolah di tingkat Sekolah Dasar (SD) Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Gambar 15. Grafik APK Tingkat SD Tahun Adanya siswa dengan usia lebih tua dibanding usia standar di jenjang pendidikan tertentu menunjukkan terjadinya kasus tinggal kelas atau terlambat masuk sekolah. Sebaliknya, siswa yang lebih muda Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

87 dibanding usia standar yang duduk di suatu jenjang pendidikan menunjukkan siswa tersebut masuk sekolah di usia yang lebih muda. Kasus di Kecamatan Kota, yang APK baik SD, SMP, maupun SMA di atas 100 persen disebabkan adanya murid-murid yang berasal dari kecamatan-kecamatan lain di sekitar Kecamatan Kota yang bersekolah di sekolah-sekolah baik SD, SMP, maupun SMA di Kecamatan Kota. Dengan masuknya murid-murid tersebut akan membuat pembilang angka APK menjadi lebih besar dari jumlah anak sekolah yang merupakan penduduk asli Kecamatan Kota Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Gambar 16. Grafik APK Tingkat SMP Tahun Angka Partisipasi Kasar (APK) Kecamatan Kota menjadi semakin besar di jenjang pendidikan yang makin tinggi. Hal ini diakibatkan jumlah sekolah yang lebih tinggi terkonsentrasi di Kecamatan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

88 Kota. Masalah ini mengakibatkan APK kecamatan lainnya menjadi semakin kecil pada jenjang yang makin tinggi, karena murid-murid di kecamatan tersebut akan mencari sekolah yang lebih tinggi di Kecamatan Kota. Solusinya harus dibuatkan sekolah-sekolah dengan jenjang lebih tinggi merata di masing-masing kecamatan Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Gambar 17. Grafik APK Tingkat SMA Tahun Angka Partisipasi Kasar SMP dan SMA pada tahun 2009 terlihat menurun sangat tajam dibandingkan dengan tahun Hal ini harus menjadi perhatian yang serius dari instansi terkait, karena hal ini menyebabkan angka rata-sata lama sekolah menjadi relatif konstan. Angka Partisipasi Murni (APM) adalah persentase siswa dengan usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk di usia yang sama. APM menunjukkan partisipasi sekolah penduduk usia Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

89 sekolah di tingkat pendidikan tertentu. Seperti APK, APM juga merupakan indikator daya serap penduduk usia sekolah di setiap jenjang pendidikan. Tetapi, jika dibandingkan APK, APM merupakan indikator daya serap yang lebih baik karena APM melihat partisipasi penduduk kelompok usia standar di jenjang pendidikan yang sesuai dengan standar tersebut. Tabel 22. Angka Partisipasi Murni Tahun Angka Partisipasi Murni Kecamatan SD SMP SMA (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 010 Kaliwungu 78,07 74,18 63,66 73,10 45,82 46, Kota 129,07 121,38 120,81 128,13 136,91 124, Jati 76,50 70,44 49,41 46,60 22,91 21, Undaan 86,92 80,34 67,84 56,82 16,65 26, Mejobo 88,01 78,37 55,85 63,81 35,29 37, Jekulo 85,66 79,22 65,49 58,74 18,48 26, Bae 84,29 75,34 72,35 64,76 50,13 46, Gebog 59,05 86,34 47,65 48,58 20,24 22, Dawe 93,66 83,53 58,18 59,24 18,84 22,88 Kabupaten Kudus ,44 66,74 61,09 41,62 42,37 Sumber : Diknas Kabupaten Kudus Selisih antara APK dan APM menunjukkan proporsi siswa yang tertinggal atau terlalu cepat bersekolah. Kelemahan APM adalah kemungkinan adanya kekurangan estimasi karena siswa diluar kelompok usia yang standar di tingkat pendidikan tertentu. Contoh: Seorang anak Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

90 usia 6 tahun bersekolah di SD kelas 1 tidak akan masuk dalam penghitungan APM karena usianya lebih rendah dibanding kelompok usia standar SD yaitu 7-12 tahun. APM SD Kabupaten Kudus sama dengan 83,44 persen, artinya dari 100 penduduk usia 7-12 tahun, 83 orang bersekolah di bangku SD. Angka tahun 2009 sedikit menurun dibandingkan dengan tahun Jika dilihat angka per kecamatan, hanya ada satu kecamatan mengalami kenaikan, yaitu Kecamatan Gebog. Sedangkan delapan kecamatan lainnya menurun Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Gambar 18. Grafik APM Tingkat SD Tahun Partisipasi sekolah penduduk usia di SMP sebesar 66,83 persen, lebih rendah dibanding APM SD. Hal ini merupakan indikasi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

91 pada usia tersebut sudah banyak yang masuk pada bursa kerja, atau alasan lain misal kesulitan ekonomi sehingga tidak melanjutkan sekolah di SMP Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Gambar 19. Grafik APM Tingkat SMP Tahun Terjadi sedikit kenaikan angka APM pada tahun 2009 dari tahun 2008, yaitu dari 66,74 persen menjadi 66,83 persen. Penurunan terjadi di Kecamatan Jati, Undaan, Jekulo, dan Bae. Lima Kecamatan lainnya mengalami kenaikan. Pada jenjang yang lebih tinggi yaitu SMA, APM menjadi jauh lebih kecil. Alasan-alasan yang mungkin terjadi adalah sudah tercapainya wajib belajar 9 tahun, sehingga tidak melanjutkan ke jenjang SMA yang kemudian masuk dalam bursa kerja. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

92 Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Gambar 20. Grafik APM Tingkat SMA Tahun Pada tahun 2009, APM tingkat SMA sedikit meningkat dari 41,62 persen menjadi 42,37 persen. Berarti pada tahun 2009 hanya 42 dari 100 anak usia 15 sampai 18 tahun yang bersekolah di SMA dan sederajat. Penurunan angka terjadi di Kecamatan Kota, Jati, dan Bae seperti terlahat di gambar 20 di atas. 4.3 Indeks Daya Beli Daya beli sebagai indikator untuk mengukur pencapaian kemajuan ekonomi yang langsung dinikmati oleh masyarakat, menjadi bagian atau komponen dari IPM. Sebagai ukuran kemajuan ekonomi, daya beli merupakan salah satu indikator tentang kondisi ekonomi yang terjadi secara agregat. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

93 Daya beli pada lingkup rumah tangga dan penduduk merupakan nilai nominal atas manfaat yang dirasakan masyarakat dari hasil aktifitas ekonomi yang dilakukan. Secara umum, semakin tinggi kemampuan atau daya beli merupakan ukuran semakin baiknya kondisi dan kemajuan ekonomi, dan cenderung semakin besar nilai manfaat yang dapat dirasakan dari hasil aktifitasnya. Namun demikian sebagai ukuran agregat, daya beli merupakan nilai perwakilan dari nilai suatu populasi yang diukurnya. Oleh karena itu, bukan berarti bahwa peningkatan daya beli merupakan indikasi langsung dari suatu kondisi ekonomi yang semakin baik. Artinya untuk mengukur kemampuan ekonomi penduduk, masih diperlukan indikator ekonomi lainnya, antara lain harga barang dan jasa (inflasi atau deflasi), ketersediaan barang dan jasa, dan sebagainya. Pada sebagian wilayah seperti pedalaman di Bagian Indonesia Timur, daya beli masyarakat relatif tinggi karena kemampuan mereka memperoleh pendapatan relatif tinggi dengan memanfaatkan hasil lingkungan, tetapi mereka mempunyai keterbatasan menikmati hasil pendapatan karena terbatasnya ketersediaan barang dan jasa. Pada bagian wilayah lain (Jakarta misalnya), sangatlah beragam jenis barang dan jasa yang tersedia, dan pendapatan masyarakat juga relatif tinggi, tetapi karena banyaknya kebutuhan dan keinginan (dengan kualitas baik) yang dianggap standar untuk lingkungan perkotaan, dan biasanya harga lebih tinggi maka pendapatan secara riil kurang memenuhi seperti yang diinginkan untuk mendapatkan barang dan jasa tersebut. Jadi banyak faktor penting yang diungkap dalam rangka menyiapkan data daya beli masyarakat. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

94 Tabel 23. Daya Beli per Kecamatan Tahun Kecamatan Daya Beli (Rp 000) (1) (2) (3) 010 Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Kabupaten Kudus 633,57 635,90 Nilai rata-rata pengeluaran untuk konsumsi Kabupaten Kudus sebesar Rp ,- per kapita per bulan, atau Rp ,- per kapita per tahun. Terdapat selisih yang sangat mencolok jika dibandingkan dengan pendapatan pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita yang sebesar Rp ,66,-. PDRB menggambarkan pendapatan Kabupaten Kudus secara keseluruhan, artinya berdasarkan PDRB penduduk Kabupaten Kudus rata-rata berpendapatan kurang lebih 36 juta per kapita per tahun, atau 3 juta per kapita per bulan. Kenyataannya dari pendapatan 3 juta per bulan hanya dikeluarkan kurang lebih 300 ribu saja per bulannya, terdapat selisih yang cukup besar yaitu lebih dari 2,7 juta per bulan. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

95 360, , , , , , ,000 Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe 220, , Gambar 21. Grafik Rata-rata Pengeluaran Per Kapita Membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk dapat menjelaskan sebetulnya kemana saja pendapatan yang begitu besar, apakah semua itu merata di semua penduduk ataukah pendapatan itu hanya dinikmati oleh kalangan tertentu saja. Perlu disadari, arah dan tujuan pembangunan nasional mengisyaratkan bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan harus dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan hasil-hasil yang dicapai harus dapat dinikmati merata oleh seluruh rakyat. Dengan demikian tersirat bahwa tujuan pembangunan nasional tidak semata-mata mengejar pertumbuhan yang tinggi, namun juga harus diikuti dengan aspek peningkatan pendapatan dan aspek pemerataan, yakni mengurangi kesenjangan pendapatan kelompok berpenghasilan rendah dan tinggi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

96 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat dilihat dari tiga sudut pandang yang saling berbeda, namun mempunyai satu pengertian yang sama, yaitu : 1. Dari sudut pandang Produksi, adalah merupakan jumlah nilai produski netto dari barang dan jasa yang dihasilkan wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dikelompokkan menjadi 9 kelompok lapangan usaha, yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik gas dan air, sektor bangunan, sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi, sektor lembaga keuangan sewa bangunan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. 2. Dari sudut pandang Pendapatan, adalah merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh berbagai faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa faktor produksi adalah upah/gaji, sewa tanah, bunga modal dan balas jasa skill/keuntungan sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB, kecuali balas jasa faktor produksi seperti tersebut diatas termasuk pula komponen penyusutan dan pajak langsung netto. Seluruh komponen pendapatan ini secara total disebut sebagai Nilai Tambah Bruto. 3. Dari sudut pandang Pengeluaran, adalah merupakan jumlah pengeluaran oleh rumah tangga, lembaga swasta tidak mencari untung dan pengeluaran pemerintah sebagai konsumen, pengeluaran untuk pembentukan modal tetap, serta perubahan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

97 stok dan ekspor netto di suatu daerah/wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Pengertian ekspor netto adalah jumlah nilai ekspor dikurangi jumlah nilai impor. Dari ketiga sudut pandang tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa jumlah pengeluaran berbagai komponen akan sama dengan jumlah produk akhir barang dan jasa yang dihasilkan oleh produsen, akan sama pula jumlah pendapatan yang diterima oleh faktorfaktor produksi yang terlibat. Tabel 24. PDRB per Kapita per Kecamatan Tahun Kecamatan Berlaku Konstan Berlaku Konstan (1) (2) (3) (4) (5) 010 Kaliwungu , , , , Kota , , , , Jati , , , , Undaan , , , , Mejobo , , , , Jekulo , , , , Bae , , , , Gebog , , , , Dawe , , , ,40 Kab. Kudus , , , ,80 Sumber : BPS Kabupaten Kudus Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita adalah merupakan hasil bagi produk domestik regional bruto dengan jumlah penduduk pertengahan tahun di suatu daerah. Pendapatan regional per Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

98 kapita atau disebut income per kapita adalah produk netto atas dasar biaya faktor produksi dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. 120,000, ,000,000 80,000,000 60,000,000 40,000,000 20,000,000 Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Gambar 22. Grafik PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku Pada penyajian atas dasar harga berlaku, semua angka pendapatn regional dinilai atas dasar harga berlaku pada masing-masing tahunnya, baik pada saat menilai produksi maupun biaya antara, karenanya komponen nilai tambah dan komponen pengeluaran Produk Domestik Bruto akan menjadi harga berlaku. Sedangkan penyajian atas dasar harga konstan suatu tahun dasar, semua angka-angka baik saat menilai produksi maupun biaya antara dinilai atas dasar harga yang terjadi pada tahun dasar tertentu. Oleh karena itu perkembangan angka-angka pendapatan regional dari tahun ke Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

99 tahun merupakan perkembangan riil dan bukan perkembangan yang dipengaruhi oleh perubahan harga. 45,000,000 40,000,000 35,000,000 30,000,000 25,000,000 20,000,000 15,000,000 10,000,000 5,000,000 Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Gambar 23. Grafik PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan Pada Gambar 22 dan 23. terlihat PDRB per kapita baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan untuk masing-masing kecamatan di Kabupaten Kudus variasinya sangat tajam, dan tidak terlihat adanya pola khusus yang menggambarkan PDRB per kapita dengan ratarata pengeluaran, kecuali di tiga kecamatan yang PDRB per kapitanya tinggi dan rata-rata pengeluarannya pun ternyata juga tinggi, yaitu Kecamatan Kaliwungu, Kecamatan Kota Kudus, dan Kecamatan Jati. PDRB per kapita yang tinggi di tiga kecamatan tersebut bisa disebabkan karena faktor-faktor produksi mengelompok di tiga kecamatan tersebut. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

100 Seperti diketahui pabrik-pabrik yang merupakan faktor produksi yang besar-besar memang ada di tiga kecamatan tersebut. Kehadiran pabrik-pabrik tersebut tidak mesti membuat pendapatan penduduk di kecamatan itu saja yang menjadi tinggi, tetapi karena karyawan pabrik datang dari penduduk berbagai pelosok di wilayah Kabupaten Kudus, seharusnya pendapatan penduduk penduduk di wilayah kudus relatif merata. Kalau pun tidak, hanya karena faktor kesempatan kerja saja yang kurang merata. 4.4 IPM per Kecamatan Dari gabungan indeks harapan hidup, indeks pendidikan dan indeks daya beli, dengan menggunakan rumus tertentu maka dihasilkan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Angka IPM Kabupaten Kudus seperti yang terlihat pada tabel 25. adalah sebesar 72,65. Angka ini masuk dalam katagori menengah atas pada status pembangunan manusia versi UNDP (Tabel 26). Semua kecamatan di Kabupaten Kudus pada posisi dengan status menengah atas, dalam arti semua mencapai nilai diatas 66. Kecamatan Kota mencapai nilai tertinggi angka IPM-nya sebesar 75,37. Kecamatan Kota mempunyai nilai indek harapan hidup yang tidak tinggi yaitu mempunyai nilai angka harapan hidup sebesar 69,67 tahun, dan hanya menduduki peringkat ke lima dari sembilan kecamatan. Namun di dua indeks lainnya yaitu indeks pendidikan dan indeks daya beli, nilainya tertinggi di antara semua kecamatan di Kabupaten Kudus. Indeks pendidikan yang terdiri dari indikator yaitu angka melek huruf dan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

101 rata-rata lama sekolah, Kecamatan Kota mempunyai nilai angka melek huruf sebesar 97,81 persen, dan rata-rata lama sekolah sebesar 9,94 tahun. Tabel 25. Angka IPM per Kecamatan Tahun 2009 Kecamatan Indeks Harapan Hidup Indeks Pendidikan Indeks Daya Beli IPM (1) (2) (3) (4) (5) 010 Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Kabupaten Kudus Dibandingkan tahun 2008, terjadi pergeseran ranking. Tahun 2008 Kecamatan Gebog di posisi rangking satu, tapi untuk tahun 2009 digeser oleh Kecamatan Kota. Posisi terakhir tidak terjadi pergeseran, yaitu Kecamatan Jekulo. Selama tiga tahun terakhir, posisi tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Mejobo, Undaan, dan Jekula tidak mengalami perubahan, tetap di ranking paling bawah. Kecamatankecamatan lainya pada posisi tetap tanpa ada pergeseran. Urutan peringkatnya adalah Kecamatan Kota, Gebog, Jati, Kaliwungu, Bae, Dawe, Mejobo, Jekulo, dan Undaan. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

102 Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Gambar 24. Grafik Nilai IPM Tahun Kecamatan Jekulo mempunyai nilai IPM terendah, yaitu sebesar 70,74. Semua indeks, baik indeks harapan hidup, indeks pendidikan dan indeks daya beli Kecamatan Jekulo cukup baik, hanya saja semua nilai indeks tersebut merata di bawah, walaupun bukan yang terbawah. Nilai angka harapan hidup Kecamatan Jekulo sebesar 68,98 tahun, merupakan peringkat tujuh dari sembilan kecamatan. Nilai angka melek huruf sebesar 89,89 persen, menduduki peringkat enam dari sembilan kecamatan. Nilai rata-rata lama sekolah sebesar 7,17 yang merupakan peringkat delapan dari sembilan kecamatan, dan nilai daya beli sebesar 632,87 yang menduduki peringkat delapan. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

103 Tabel 26. Nilai dan Status Pembangunan Manusia Nilai IPM Status Pembangunan Manusia (1) (2) < 50 Rendah 50 IPM < 66 Menengah Bawah 66 IPM < 80 Menengah Atas 80 Tinggi Sesuai dengan kriteria UNDP, Kabupaten Kudus dan semua kecamatannya berada pada posisi status pembangunan manusia di bagian menengah atas. Posisi tersebut berkisar dari nilai IPM sebesar 66 sampai dengan 80. Mestinya semua berharap Kabupaten Kudus dapat mencapai nilai IPM minimal 80, sehingga dapat dikategorikan daerah dengan nilai pembangunan manusia yang tinggi. Untuk mengukur percepatan pencapaian nilai IPM dapat dihitung berdasarkan rumus Reduksi Shortfall. 4.5 Reduksi Shortfall Perbedaan laju perubahan IPM selama periode waktu tertentu dapat diukur dengan rata-rata reduksi shortfall per tahun. Nilai shortfall mengukur keberhasilan dipandang dari segi jarak antara apa yang telah Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

104 dicapai dengan apa yang harus dicapai, yaitu jarak dengan nilai maksimum. Kondisi ideal yang dapat dicapai adalah IPM sama dengan 100. Nilai reduksi shortfall yang lebih besar menandakan peningkatan IPM yang lebih cepat. Pengukuran ini didasarkan pada asumsi bahwa laju perubahan tidak bersifat linier, tetapi laju perubahan cenderung melambat pada tingkat IPM yang lebih tinggi. Nilai shortfall dihitung dengan rumus sebagai berikut : Shortfall = (IPMx IPMo) / (IPM ideal IPMo) * 100 Dimana : IPMx = Nilai IPM tahun sekarang IPMo = Nilai IPM tahun sebelumnya IPM ideal = Nilai IPM yang diinginkan (= 100) Untuk klasifikasi wilayah, angka IPM dan Shortfall dapat digambarkan dalam grafik 4 kuadran, yaitu menggambarkan : IPM rendah dengan shortfall rendah IPM rendah dengan shortfall tinggi IPM tinggi dengan shortfall rendah IPM tinggi dengan shortfall tinggi. Jika digambarkan dengan kuadran dimana garis vertikal adalah nilai IPM dengan sumbu tengah nilai IPM Kabupaten Kudus, dan garis horinsontal adalah nilai reduksi Shortfall dengan sumbu tengah nilai Shortfall Kabupaten Kudus, maka yang terdapat pada kuadran satu adalah Kecamatan Kota, dan Kecamatan Bae, dimana dua kecamatan ini Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

105 mempunyai nilai IPM yang tinggi dan percepatan pencapaian yang tinggi pula. Pada tahun 2006, di kuadran satu hanya Kecamatan Jati dan Kecamatan Gebog, menyusul di tahun 2007 adalah Kecamatan Kota. Di tahun 2008, Kecamatan Gebog masuk kuadran dua. Disusul Kecamatan Jati pada tahun Tabel 27. Nilai IPM dan Reduksi Shortfall Kecamatan IPM Nilai Shortfall (1) (2) (3) (4) 010 Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe Kabupaten Kudus 72,14 72,65 2,91 Pada kuadran dua yang dulunya pada tahun 2006 hanya ada satu kecamatan, yaitu Kecamatan Kota. Posisi kuadran dua pada tahun 2007 ini kosong, tidak ada kecamatan pada posisi ini. Pada tahun 2008 Kecamatan Gebog masuk di kuadran ini, disusul Kecamatan Jati Pada Posisi ini menggambarkan kecamatan mempunyai nilai IPM yang tinggi, namun percepatan pencapaiannya rendah. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

106 Posisi kuadran tiga terdapat Kecamatan Kaliwungu, Kecamatan Mejobo, Kecamatan Dawe, dan Kecamatan Jekulo. Pada posisi ini menggambarkan ke empat kecamatan tersebut mempunyai nilai IPM yang rendah serta percepatan pencapaiannya juga rendah. Sebelumnya tahun 2006 hanya tiga kecamatan di kuadran ini, yaitu Kecamatan Undaan, Kecamatan Mejobo, dan Kecamatan Dawe. Pada tahun 2007, percepatan pencapaian nilai IPM tiga kecamatan yaitu Kaliwungu, Jekulo, dan Bae melemah, sehingga masuk pada kuadran tiga, padahal tahun 2006 masuk di kuadran empat. Pada tahun 2008 Kecamatan Mejobo yang sebelumnya di kuadran empat masuk di kuadran tiga, dengan demikian kecepatan pencapaian Kecamatan Mejobo melemah. Tahun 2009 Bae masuk kuadran satu dan Kecamatan Undaan masuk kuadran empat. Gambar 25. Kuadran Nilai IPM dan Reduksi Shortfall Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kudus Tahun

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER IPM (INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA) KABUPATEN PASER TAHUN 2011 Pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Paser pada kurun 2007 2011 terus mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development)

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perencanaan pembangunan dewasa ini, pembangunan manusia senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development) dirumuskan sebagai perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA K o t a B a t a m Tahun 2015 No. Publikasi : 2171.15.07 No. Katalog BPS : 4102.002.2171 Ukuran Buku : 21 cm x 15 cm Jumlah Halaman : viii + 50 Naskah : Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.7 April 2013 ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERIODE 2007-2011 H. Syamsuddin. HM ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Konsep Pembanguanan Manusia dan Pengukurannya UNDP mendefenisikan pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk. Dalam konsep tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

Indeks Pembangunan Manusia

Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia Kuliah Pengantar: Indeks Pembangunan Sub Bidang Pembangunan Perdesaan Di Program Studi Arsitektur, ITB Wiwik D Pratiwi, PhD Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan, khususnya pembangunan manusia dapat dinilai secara parsial dengan melihat seberapa besar permasalahan yang paling mendasar di masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 (Oleh Endah Saftarina Khairiyani, S.ST) 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan era globalisasi menuntut setiap insan untuk menjadi

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang Bab I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Informasi statistik merupakan salah satu bahan evaluasi pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah, serta sebagai bahan masukan dalam proses perumusan kebijakan perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program pencapaian pembangunan. Dalam skala internasional dikenal tujuan pembangunan milenium (Millenium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O15

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O15 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 0/07/Th. VIII, 1 Juli 016 PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN 011 - O15 Selama kurun waktu 011-015, IPM Kabupaten Ngada meningkat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

KOMPONEN IPM 5.1 INDIKATOR KESEHATAN. Keadaan kesehatan penduduk merupakan salah satu modal

KOMPONEN IPM 5.1 INDIKATOR KESEHATAN. Keadaan kesehatan penduduk merupakan salah satu modal KOMPONEN IPM Pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki manusia (masyarakat). Di antara berbagai pilihan, yang terpenting yaitu berumur panjang dan sehat,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O14

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O14 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 02/10/Th. VII, 05 Oktober 2015 PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN 2010-2O14 (PENGHITUNGAN DENGAN MEMAKAI METODE BARU) Selama kurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam memperkuat suatu perekonomian agar dapat berkelanjutan perlu adanya suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu negara sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem desentralistik atau otonomi daerah merupakan salah satu keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut dilatarbelakangi oleh pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan salah satu kebijakan pengembangan wilayah yang mencoba merubah sistem sentralistik menjadi desentralistik. Melalui kebijakan ini, diharapkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang harus dicapai dalam pembangunan. Adapun salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan dalam pembangunan adalah

Lebih terperinci

Lokasi: Dermaga Desa Kota Batu, Kec.Warkuk Ranau Selatan. suatu paradigma yang menempatkan manusia sebagai titik

Lokasi: Dermaga Desa Kota Batu, Kec.Warkuk Ranau Selatan. suatu paradigma yang menempatkan manusia sebagai titik LATAR BELAKANG Pembangunan manusia merupakan perwujudan jangka panjang dari masyarakat itu sendiri, yaitu meletakkan pembangunan di sekeliling manusia, bukan manusia di sekeliling pembangunan 1 Lokasi:

Lebih terperinci

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju Katalog BPS: 4102002.7604 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju Human Development Index of Mamuju Regency 2012 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAMUJU Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Mamuju

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

HUMAN DEVELOPMENT INDEX

HUMAN DEVELOPMENT INDEX HUMAN DEVELOPMENT INDEX Oleh : 1. ITRA MUSTIKA (135030201111117) 2. YUSRIN RIZQI FARADITA (135030201111119) 3. DINAR DWI PURNAMASARI (135030201111135) 4. ERVINGKA RAHMA Y.S (135030207111101) Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi bagi suatu negara. Demi meningkatkan kelanjutan ekonomi suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi bagi suatu negara. Demi meningkatkan kelanjutan ekonomi suatu 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Manusia merupakan harta atau aset yang sangat berharga bagi kelanjutan ekonomi bagi suatu negara. Demi meningkatkan kelanjutan ekonomi suatu negara, pengembangan kualitas akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu wilayah akan berkembang sesuai dengan cara alokasi pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Sumber daya tersebut adalah sumber daya manusi (SDM) dan sumber daya modal,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta pembangunan seluruh aspek kehidupan masyarakat. Hakikat pembangunan ini mengandung makna bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Indeks Pembangunan Manusia Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Pembangunan manusia menempatkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i ii v viii I. PENDAHULUAN 1 7 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rasional 4 1.3. Perumusan Masalah 5 1.4. Tujuan dan Manfaat Studi 5 1.4.1.

Lebih terperinci

Katalog BPS: 4102002.1274 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA TEBING TINGGI Jl. Gunung Leuser No. Telp (0621) 21733. Fax (0621) 21635 Email: bps1274@mailhost.bps.go.id BADAN PUSAT STATISTIK KOTA TEBING TINGGI STATISTICS

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 32 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil lokasi di seluruh kabupaten dan kota yang berada di Provinsi Banten, yaitu Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang,

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013 BADAN PUSAT STATISTIK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013 BPS KABUPATEN WONOSBO Visi: Pelopor Data Statistik Terpercaya Untuk Semua Nilai-nilai Inti BPS: Profesional Integritas Amanah Pelopor Data Statistik

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembangunan manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada tahun 1990 UNDP (United Nations Development Programme) dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembangunan manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada tahun 1990 UNDP (United Nations Development Programme) dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam bab ini diuraikan definisi dan teori pembangunan manusia, pengukuran pembangunan manusia, kajian infrastruktur yang berhubungan dengan pembangunan manusia, dan kajian empiris

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xix BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen RPJMD

Lebih terperinci

Indikator Pembangunan. Pengantar Ekonomi Pembangunan

Indikator Pembangunan. Pengantar Ekonomi Pembangunan Indikator Pembangunan Pengantar Ekonomi Pembangunan Sub Pokok bahasan pertemuan ke-2 Perlunya Indikator Pembangunan Indikator Moneter Indikator Sosial Kelemahan Indikator pendapatan per kapita Indikator

Lebih terperinci

Human Development Index ( HDI ) Salah Satu Indikator Yang Populer Untuk Mengukur Kinerja Pembangunan Manusia

Human Development Index ( HDI ) Salah Satu Indikator Yang Populer Untuk Mengukur Kinerja Pembangunan Manusia Human Development Index ( HDI ) Salah Satu Indikator Yang Populer Untuk Mengukur Kinerja Pembangunan Manusia M. Faqihudin Progdi Manajemen FE. UPS Tegal m.faqihudin@yahoo.co.id ABSTRAK Tujuan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada akhirnya melakukan perbaikan perbaikan untuk mencapai taraf hidup dan

BAB I PENDAHULUAN. pada akhirnya melakukan perbaikan perbaikan untuk mencapai taraf hidup dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS : 4102004.1111 Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara Jl. T. Chik Di Tiro No. 5 Telp/Faks. (0645) 43441 Lhokseumawe 24351 e-mail : bpsacehutara@yahoo.co.id, bps1111@bps.go.id BADAN PUSAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan pembangunan daerah Kota Yogyakarta maka dibuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RPJMD

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017 Nomor ISBN : Ukuran Buku : 6,5 x 8,5 inchi Jumlah Halaman : vii + 38 Halaman Naskah Penanggung

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi nasional yang dapat dicapai melalui pembenahan taraf hidup masyarakat, perluasan lapangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

2.1. Konsep dan Definisi

2.1. Konsep dan Definisi 2.1. Konsep dan Definisi Angka Harapan Hidup 0 [AHHo] Perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak lahir (0 tahun) yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk. Angka Kematian Bayi (AKB) Banyaknya kematian bayi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjuan Penelitian Terdahulu Suliswanto (2010), Melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Produk Domestik Bruto (PDRB) Dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Terhadap Angka Kemiskinan

Lebih terperinci

Beberapa prinsip dasar dalam penyusunan Indeks Pembanguan Manusia Kabupaten Banyuwangi tahun 2010 yaitu:

Beberapa prinsip dasar dalam penyusunan Indeks Pembanguan Manusia Kabupaten Banyuwangi tahun 2010 yaitu: BAB II METODOLOGI 2. 1 PRINSIP DASAR PENYUSUNAN Prinsip dasar penyusunan publikasi ini masih merupakan kelanjutan dari tahun sebelumnya, yaitu tetap melakukan pengukuran terhadap kinerja pembanguan manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Ekonomi 2.1.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG. I n d e k s P e m b a n g u n a n M a n u s i a K a b u p a t e n B a n y u w a n g i

1.1 LATAR BELAKANG. I n d e k s P e m b a n g u n a n M a n u s i a K a b u p a t e n B a n y u w a n g i BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dari berbagai indikator makro ekonomi dan sosial yang kerap digunakan sebagai alat ukur dalam menentukan keberhasilan pembangunan di suatu daerah, implementasinya terkadang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDG s), yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDG s), yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara berkembang seperti Indonesia, peranan sumber daya manusia mengambil tempat yang sentral, khususnya dalam setiap pencapaian pembangunan ekonomi, di

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG 1. Metodologi No. 03/6474/Th. VI, 07 Desember 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA BONTANG Tahun 2015 Secara nasional Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2015 berdasarkan metode baru Tahun 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang sangat erat, jumlah penduduk menentukan efisiensi perekonomian dan kualitas dari tenaga kerja itu

Lebih terperinci

Data Pokok Pembangunan 2014 PEMBANGUNAN MANUSIA

Data Pokok Pembangunan 2014 PEMBANGUNAN MANUSIA PEMBANGUNAN MANUSIA Proses pembangunan yang sedang dilaksanakan terutama pada Negara berkembang hakikatnya adalah pembangunan terhadap manusianya. Taraf kualitas kehidupan manusia merupakan tujuan utama

Lebih terperinci

RPJMD KABUPATEN LINGGA DAFTAR ISI. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar

RPJMD KABUPATEN LINGGA DAFTAR ISI. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar i ii vii Bab I PENDAHULUAN I-1 1.1 Latar Belakang I-1 1.2 Dasar Hukum I-2 1.3 Hubungan Antar Dokumen 1-4 1.4 Sistematika Penulisan 1-6 1.5 Maksud dan Tujuan 1-7 Bab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih baik. Upaya pembanguan ini ditujukan

Lebih terperinci

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah BADAN PUSAT STATISTIK Kabupaten Bandung Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Soreang, 1 Oktober 2015 Ir. R. Basworo Wahyu Utomo Kepala BPS Kabupaten Bandung Data adalah informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional dikenal adanya tujuan posisi manusia sebagai central dalam

BAB I PENDAHULUAN. internasional dikenal adanya tujuan posisi manusia sebagai central dalam BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah objek utama dalam perabadan dunia. Dalam skala internasional dikenal adanya tujuan posisi manusia sebagai central dalam pembangunan dan peradaban,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik selama periode tertentu. Menurut Sukirno (2000), pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. baik selama periode tertentu. Menurut Sukirno (2000), pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara yang berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Analisis jalur dikenal dengan path analysis dikembangkan pertama tahun 1920-an

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Analisis jalur dikenal dengan path analysis dikembangkan pertama tahun 1920-an BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Analisis Jalur Analisis jalur dikenal dengan path analysis dikembangkan pertama tahun 1920-an oleh seorang ahli genetika yaitu Sewall Wright. Analisis jalur sebenarnya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv ix BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Apriliyah S. Napitupulu, Pengaruh Indikator Komposit Indeks

BAB I PENDAHULUAN. 1 Apriliyah S. Napitupulu, Pengaruh Indikator Komposit Indeks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 4102002.3523 Katalog BPS: 4102002.3523 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN TAHUN 2011 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN TUBAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN 2011 No. Publikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk pola

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepada semua pihak yang telah membantu menyusun publikasi ini kami sampaikan terima kasih. Temanggung, November 2016

KATA PENGANTAR. Kepada semua pihak yang telah membantu menyusun publikasi ini kami sampaikan terima kasih. Temanggung, November 2016 KATA PENGANTAR Semangat otonomi daerah yang digulirkan dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 dan telah direvisi dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi

Lebih terperinci

Bupati Kepulauan Anambas

Bupati Kepulauan Anambas Bupati Kepulauan Anambas KATA SAMBUTAN Assalammulaikum Wr. Wb. Salam Sejahtera Untuk Kita Semua Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya kepada kita semua dan tak lupa dihaturkan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU H.Nevi Hendri, S.Si Soreang, 1 Oktober 2015 Pendahuluan Metodologi IPM Hasil Penghitungan IPM Metode Baru Penutup Pendahuluan SEJARAH PENGHITUNGAN IPM 1990:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sementara pada waktu yang sama mengalami pertumbuhan penduduk yang cepat.

BAB I PENDAHULUAN. sementara pada waktu yang sama mengalami pertumbuhan penduduk yang cepat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk yang besar akan menguntungkan bila diikuti dengan kualitas yang memadai. Artinya aspek kualitas penduduk menjadi sangat penting agar jumlah yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang berkeadilan, berdaya saing, maju, dan sejahtera dalam wadah. rupa sehingga setiap tahap semakin mendekati tujuan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang berkeadilan, berdaya saing, maju, dan sejahtera dalam wadah. rupa sehingga setiap tahap semakin mendekati tujuan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah suatu proses perubahan menuju ke arah yang lebih baik dan terus menerus untuk mencapai tujuan yakni mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkeadilan,

Lebih terperinci

Makalah Pembangunan Berkelanjutan BAB I PENDAHULUAN

Makalah Pembangunan Berkelanjutan BAB I PENDAHULUAN Makalah Pembangunan Berkelanjutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan pembangunan berkelanjutan sekarang telah merupakan komitmen setiap orang, sadar atau tidak sadar, yang bergelut

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN MANOKWARI TAHUN 2013 ISSN : No. Publikasi/Publication Number : 9105.1104 No. Katalog BPS/Catalogue Number: 1101001.9105 Ukuran Buku/Book Size : 16,5 cm x 21,5 cm Jumlah

Lebih terperinci

Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya (tahun) sekolah formal yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa me

Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya (tahun) sekolah formal yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa me BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG No.02/05/33.08/Th. I, 04 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN MAGELANG 2016 1. Perkembangan IPM Kabupaten Magelang, 2010-2016 Pembangunan manusia

Lebih terperinci

Katalog BPS:

Katalog BPS: Katalog BPS: 4103.1409 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT (INKESRA) KABUPATEN ROKAN HILIR TAHUN 2013 No. Katalog : 4103.1409 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah Gambar Kulit dan Setting Diterbitkan Oleh Kerjasama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan TUJUAN 3 Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan 43 Tujuan 3: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Target 4: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar

Lebih terperinci

Kata Sambutan. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kata Sambutan. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Bupati Bandung Kata Sambutan Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ungkapan syukur kehadirat Illahi Rabbi, atas limpahan rahmat dan hidayah-nya kita masih diberi kesempatan untuk membangun Kabupaten

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 1413.7371 Indeks Pembangunan Manusia Kota Makassar 2014 Katalog BPS : 1413.7371 Naskah/Editor : Seksi Neraca Wilayah & Analisis Statistik Gambaran Kulit : Seksi Neraca Wilayah & Analisis

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya INDIKATOR KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI ACEH 2016 Nomor Publikasi : 11522.1605 Katalog BPS : 4102004.11 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : xvii + 115 Halaman Naskah Gambar Kulit Diterbitkan

Lebih terperinci

BAB VII KETERCAPAIAN INDIKATOR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI KOTA SUKABUMI DAN ANALISIS KESENJANGAN

BAB VII KETERCAPAIAN INDIKATOR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI KOTA SUKABUMI DAN ANALISIS KESENJANGAN 138 BAB VII KETERCAPAIAN INDIKATOR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI KOTA SUKABUMI DAN ANALISIS KESENJANGAN Pada bab ini akan dibahas tentang ketercapaian indikator pembangunan berkelanjutan di Kota Sukabumi

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BANTEN TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BANTEN TAHUN 2016 No. 30/05/36/Th.XI, 5 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BANTEN TAHUN 2016 PEMBANGUNAN MANUSIA BANTEN TERUS MENGALAMI KEMAJUAN Pembangunan manusia di Banten pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR DAERAH Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau pencapaian visi dan misi bupati dan wakil bupati pada akhir periode masa jabatan, maka ditetapkanlah beberapa indikator kinerja

Lebih terperinci

Katalog BPS : KERJASAMA BADAN PUSAT STATISTIK DENGAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN

Katalog BPS : KERJASAMA BADAN PUSAT STATISTIK DENGAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN Katalog BPS : 4102002.1404 KERJASAMA BADAN PUSAT STATISTIK DENGAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pelalawan Tahun 2008 ISBN : 979 484 930 8

Lebih terperinci

BAB VII P E N U T U P

BAB VII P E N U T U P BAB VII P E N U T U P Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Akhir Tahun 2012 diharapkan dapat memberikan gambaran tentang berbagai capaian kinerja, baik makro maupun mikro dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2015 dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci