BAB II LANDASAN TEORITIS. mendefenisikan kontrol diri (self-control) sebagai pengaturan prosesproses

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORITIS. mendefenisikan kontrol diri (self-control) sebagai pengaturan prosesproses"

Transkripsi

1 11 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Kontrol Diri 1. Pengertian Kontrol Diri Calhoun dan Acocella dalam M. Nur Ghufron & Rini Risnawati S, mendefenisikan kontrol diri (self-control) sebagai pengaturan prosesproses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang, dengan kata lain serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri. Goldfried dan Merbaum mendefenisikan kontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi positif. Kontrol diri juga menggambarkan keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti yang diinginkan. 1 Menurut Mahoney dan Thoresen, kontrol diri merupakan jalinan yang secara utuh (integrative) yang dilakukan individu terhadap lingkungannya. Individu dengan kontrol diri tinggi sangat memerhatikan cara-cara yang tepat untuk berperilaku dalam situasi yang bervariasi. Individu cenderung akan merubah perilakunya sesuai dengan permintaan situasi sosial yang kemudian dapat mengatur kesan yang dibuat perilakunya lebih responsif 2011) hal 22 1 M. Nur Ghufron &Rini Risnawita S, Teori-teori Psikologi, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 11

2 12 terhadap petunjuk situasional, lebih fleksibel, berusaha untuk memperlancar interaksi sosial, bersikap hangat, dan terbuka. 2 Istilah self regulation mempunyai kemiripan dengan istilah self control. Menurut Vohs dan Baummeiter, kedua istilah itu bisa digunakan secara bergantian, tapi sebagian pakar membedakannya. Sebagiannya menyebutkan bahwa self regulation digunakan untuk menunjukan pada konsep yang lebih umum mengenai perilaku-perilaku yang diarahkan pada pencapaian tujuan secara sadar maupun tidak sadar, sedangkan self control secara spesifik menunjukan pada pengendalian impuls secara sadar. 3 Kontrol diri (Self control) adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan merintangi impulsimpuls atau tingkah laku impulsif. 4 Kontrol diri merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya. Selain itu, juga kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi kemampuan untuk mengendalikan perilaku, kecenderungan menarik perhatian, keinginan mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain, selalu konform dengan orang lain, dan menutupi perasaannya. 5 2 Ibid,..hal Agus Abdul Rahman, Psikologi Sosial: Integrasi Pengetahuan Wahyu dan Pengetahuan Empirik, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013) h J.P Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006) h M. Nur Ghufron &Rini Risnawita S, Op Cit, hal 21

3 13 Pakar psikologi kontrol diri, Lazarus menjelaskan bahwa kontrol diri menggambarkan keputusan individu melalui pertimbangan kognitif untuk mengontrol perilaku guna meningkatkan hasil dan tujuan tertentu, sebagaimana yang diinginkan. Gleitman, mengatakan bahwa kontrol diri merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang ingin dilakukan tanpa terhalangi baik oleh rintangan maupun kekuatan yang berasal dari dalam diri individu. 6 Berdasarkan uraian pengertian di atas dapat dianalisis bahwa kontrol diri merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya. Jadi kontrol diri mengandung makna yaitu, melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu untuk bertindak. Semakin tinggi kontrol diri semakin intens pengendalian terhadap tingkah laku, seseorang yang memiliki kemampuan kontrol diri akan membuat keputusan dan mengambil tindakan yang efektif untuk menghasilkan sesuatu yang diinginkan dan menghindari akibat yang tidak diinginkan. 2. Aspek dan Jenis Kontrol Diri Averill dalam M. Nur Ghufron & Rini Risnawati menyebutkan kontrol diri dengan sebutan kontrol personal, yaitu kontrol prilaku, kontrol kognitif, dan mengontrol keputusan: 6 Syamsul Bahri Thalib, Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif, (Jakarta:Kencana, 2010) h. 107

4 14 a. Kontrol Perilaku (Behavior Control) Kontrol perilaku merupakan kesiapan tersedianya suatu respons yang dapat secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku ini diperinci menjadi dua komponen, yaitu: 7 1) Kemampuan mengatur pelaksanaan (regulated administrasion), merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau orang lain atau sesuatu di luar dirinya. Individu dengan kemampuan mengontrol diri yang baik akan mampu mengatur perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya. 2) Kemampuan mengatur stimulus (stimulus modifiabilility), merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara yang dapat digunakan, yaitu mencegah atau menjauhi stimulus, menempatkan tenggang waktu di antara rangkaian stimulus yang sedang berlangsung, menghentikan stimulus sebelum waktunya berakhir, dan membatasi intensitasnya. 8 b. Kontrol Kognitif (Cognitif Control) Kontrol kognitif merupakan kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, 7 M. Nur Ghufron & Rini Risnawati S, Op Cit,h Syamsul Bachri Thalib, Op Cit, hal. 110

5 15 menilai, atau menghubungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau mengurangi tekanan. 9 Mengontrol kognitif dibedakan atas dua komponen, yaitu: 1) Kemampuan untuk memperoleh informasi (information again). informasi yang dimiliki individu mengenai suatu keadaan akan membuat individu mampu mengantisipasi keadaan akan membuat individu mampu mengantisipasi keadaan melalui berbagai pertimbangan objektif. 2) Kemampuan melakukan penilaian (apraisal). Penilaian yang dilakukan individu merupakan usaha untuk menilai dan menafsirkan suatu keadaan dengan memperhatikan segi-segi positif secara subjektif. c. Mengontrol Keputusan (Decesional control) Mengontrol keputusan merupakan kemampuan individu untuk memilih dan menentukan tujuan yang diinginkan. Kemampuan mengontrol keputusan akan berfungsi baik bilamana individu memiliki kesempatan, kebebasan, dan berbagai alternatif dalam melakukan suatu tindakan. 10 Menurut Block dan Block dalam M. Nur Ghufron & Rini Risnawati ada tiga jenis kualitas kontrol diri, yaitu over control, under control, dan appropriate control. Over control merupakan kontrol diri 9 M. Nur Ghufron & Rini Risnawati S, Op Cit, Hal Syamsul Bachri Thalib, Op Cit, hal

6 16 yang dilakukan oleh individu secara berlebihan yang menyebabkan individu banyak menahan diri dalam bereaksi terhadap stimulus. Under control merupakan suatu kecenderungan individu untuk melepaskan impulsivitas dengan bebas tanpa perhitungan yang masak. Sementara appropriate control merupakan kontrol individu dalam upaya mengendalikan implus secara tepat. 11 Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa untuk mengukur kontrol diri biasanya digunakan aspek-aspek seperti, Kemampuan mengontrol perilaku, Kemampuan mengontrol stimulus, Kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian, Kemampuan menafsirkan peristiwa atau kejadian, dan Kemampuan mengambil keputusan. 3. Model Teoritis Kontrol Diri Rosenbaum dalam Triantoro Safari, mengembangkan model teoritis tentang kontrol diri bagi orang dewasa yang dijelaskan dalam tiga tipe kontrol diri, yaitu: a. Kontrol Diri Tipe Redresif, berfokus pada fungsi koreksi pada proses pengendalian diri. Bertujuan untuk mencapai homeostatis dengan berusaha menghilangkan keadaan yang mengganggu. Tujuannya adalah untuk mengurangi stres, kesakitan, dan emosi-emosi yang mengganggu. 11 M. Nur Ghufron &Rini Risnawita S, Op.Cit, hal 29-31

7 17 b. Kontrol Diri Tipe Reformatif, terapi diarahkan pada bagian mana yang mengubah gaya hidup, pola perilaku individu, dan kebiasaankebiasaannya yang destruktif. Tipe Reformatif ini berfokus pada hasil jangka panjang, bertujuan untuk mencegah timbulnya masalah pada masa depan klien, mencapai heterostatis, dan menekankan tindakan preventif. Kontrol diri reformatif ini menekankan klien untuk dapat menahan diri dari kenikmatan sesaat, dan ketabahan menghadapi stres. Metode reformatif yang digunakan seperti keterampilan perencanaan, pengembangan perilaku sehat, dan penguasaan keterampilan pemecahan masalah. c. Kontrol Diri Tipe Eksperiensial, individu diarahkan pada penerimaan dan pembukaan dirinya untuk menerima, serta mengalami pengalaman-pengalaman baru. Rosenbaum, mendefenisikan kontrol diri eksperiensial ini sebagai kemampuan individu untuk menjadi sensitif dan menyadari perasaan-perasaannya dan penghayatan akan stimulasi dari lingkungan yang spesifik. Tujuan dari terapi tipe ini diarahkan pada proses fasilitasi pemunculan perilaku baru, penghayatan emosi saat ini, meningkatkan keadaan heterostatis, dan memperkaya pengalaman yang diperoleh individu. 12 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model teoritis kontrol diri terbagi dalam tiga tipe diantaranya, kontrol diri tipe redresif, reformatif, dan eksperiensial Triantoro Safari, Terapi Kognitif Perilaku, (Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2004) h.

8 18 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri Kontrol diri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri ini terdiri dari faktor internal (dari diri individu) dan faktor eksternal (lingkungan individu). a. Faktor Internal Faktor internal yang ikut andil terhadap kontrol diri adalah usia. Semakin bertambah usia seseorang, maka semakin baik kemampuan mengontrol diri seseorang itu. b. Faktor Eksternal Faktor eksternal ini di antaranya adalah lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga terutama orangtua menentukan bagaimana kemampuan seseorang mengontrol dirinya. Hasil penelitian Natichah, menunjukan bahwa persepsi remaja terhadap penerapan disiplin orangtua yang semakin demokratis cenderung diikuti tingginya kemampuan mengontrol dirinya. Oleh sebab itu, bila orangtua menerapkan sikap disiplin kepada anaknya secara intens sejak dini, dan orangtua tetap konsisten terhadap semua konsekuensi yang dilakukan anak bila ia menyimpang dari yang sudah ditetapkan, maka sikap kekonsistensian ini akan diinternalisasi anak. Dikemudian akan menjadi kontrol diri baginya M. Nur Ghufron & Rini Risnawati, Ibid., hal. 32

9 19 B. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Kata konsumtif berasal dari bahasa Inggris yaitu, consumtive yang berarti sifat mengonsumsi, memakai, menggunakan, menghabiskan sesuatu secara berlebihan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata konsumtif diartikan sebagai 1) bersifat konsumsi (hanya memakai tidak menghasilkan sendiri), 2) bergantung pada hasil produksi lain. 14 Dalam artian luas konsumtif adalah perilaku berkonsumsi yang berlebihan, yang lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan, serta tidak ada skala prioritas atau juga dapat diartikan sebagai gaya hidup yang bermewahmewah. Konsumtif adalah suatu tindakan menggunakan suatu produk secara tidak tuntas. Artinya belum habis suatu produk dipakai, seseorang telah menggunakan produk jenis yang sama dari merek lain. 15 Perilaku konsumtif adalah perilaku ketergantungan dalam mengonsumsi barang meskipun barang tersebut tidak benar-benar dibutuhkan dan hanya sekedar memenuhi hasrat keinginan. 16 Perilaku konsumtif adalah perilaku individu yang boros mengkonsumsi barang maupun jasa secara berlebihan dengan mendahulukan keinginan dari pada kebutuhan, keinginan mengkonsumsi 14 WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2000), h Usman Efendi, Psikologi Konsumen, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h Deddy Kurniawan Halim, Psikologi Lingkungan Perkotaan, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 339

10 20 barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan untuk mendapatkan prestise. 17 Cahyana, memberikan definisi perilaku konsumtif sebagai tindakan yang dilakukan dalam mengonsumsi berbagai macam barang kebutuhan. Sedangkan James F.Angel, mengemukakan bahwa perilaku konsumtif dapat didefenisikan sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barangbarang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut. 18 Perilaku konsumtif merupakan sebagai suatu kecenderungan manusia yang melakukan konsumsi tiada batas, dimana manusia lebih mementingkan keinginan dari pada kebutuhan. Individu yang berperilaku konsumtif-konsumen yang bersifat irrasional- biasanya memiliki ciri-ciri antara lain: cepat tertarik dengan iklan dan promosi, mengoleksi produk bermerek atau branded yang sudah dikenal luas, memilih produk bukan berdasarkan kebutuhan, melainkan gengsi atau prestise. 19 Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumif adalah perilaku individu yang mengonsumsi jasa atau barang yang kurang atau bahkan tidak diperlukan secara berlebih dan tidak terencana. Jadi Seseorang yang memiliki perilaku konsumtif akan membelanjakan uangnya berdasarkan ambisi dan keinginan sekedar untuk mendapatkan 17 Susila Andica, Perilaku Konsumtif Ibu Rumah Tangga Miskin di Kanagarian Sisawah Kecamatan Sumpur Kudus Kabupaten Sijunjung Ditinjau dari Konseling Islam, (Skripsi IAIN Imam Bonjol Padang,2011), h Usman Efendi, Op Cit, h Ibid., h. 18

11 21 pujian dari orang lain. Perilaku konsumtif bukan hanya dimiliki orangorang yang bertaraf sosial tinggi akan tetapi pola hidup konsumtif juga dimiliki oleh semua kalangan, baik dari ibu-ibu rumah tangga, maupun remaja dan mahasiswa. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif Dalam Islam diajarkan agar pemeluknya tidak berlebih-lebihan dalam segala hal, namun juga tidak harus kekurangan. Sebab segala yang berlebih-lebihan (perilaku konsumtif) merupakan perbuatan yang cenderung mubazir dan tidak berguna. Sarlito W. Sarwono mengatakan bahwa perilaku konsumtif biasanya lebih dipengaruhi oleh faktor emosional dari pada rasio, karena pertimbangan-pertimbangan dalam membuat keputusan untuk membeli atau menggunakan suatu barang dan jasa lebih menitikberatkan pada status sosial, mode dan kemudahan dari pada pertimbangan ekonomis. 20 Perilaku konsumtif tidak hanya dipengaruhi oleh faktor emosional saja, akan tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti yang diungkapkan Setiadi, diantaranya: a. Latar Belakang Keluarga: seseorang yang memiliki latar belakang keluarga kaya, mewah dan terbiasa hidup serba ada akan terbiasa membelanjakan uangnya untuk memenuhi apa yang diinginkan meskipun itu bukan kebutuhan yang dapat menunjang kehidupannya. 20 Usman Efendi, Op Cit, h.17

12 22 b. Prestise: pembelian suatu barang yang merujuk pada individualitas demi kepuasan untuk menunjukan kemampuan sebagai gaya hidup yang bermewah-mewah pada orang lain agar dapat dikatakan lebih dan ingin dipuji. c. Motif: dorongan, gerak, hati dan tujuan yang melatar belakangi dan mempengaruhi individu untuk membeli suatu barang. d. Pendapatan: keadaan ekonomi yang dapat dibelanjakan baik itu pendapatan pribadi, keluarga atau kemampuan untuk meminjam kepada orang lain. e. Persepsi: proses yang timbul karena adanya sensasi yang diperoleh untuk mendapatkan kepuasan yang sama dengan orang lain dalam pemakaian suatu barang atau produk. f. Budaya: seseorang berperilaku konsumtif dipengaruhi oleh lingkungan dan kebudayaan, karena manusia adalah makhluk sosial yang memiliki komunitas sendiri, hasil interaksi dalam komunitas tersebut akan menghasilkan sebuah pola tingkah laku dan hubungan yang kemudian menjadi kebiasaan, sehingga individu yang satu dipengaruhi oleh individu yang lain. 21 Dari uraian di atas dapat disimpulan bahwa perilaku konsumtif seseorang merupakan hasil suatu hubungan yang saling mempengaruhi antara faktor-faktor budaya, faktor sosial, faktor peribadi dan faktor psikologis seseorang dalam membelanjakan uangnya untuk membeli suatu 21 Nugroho Setiadi. J, Perilaku Konsumen Perspektif Kontemporer pada Motif, Tujuan dan Keinginan Konsumen, (Jakarta: Kencana,2010), h

13 23 barang secara berlebihan yang dianggap sebagai sesuatu yang dapat meningkatkan prestisenya di masyarakat. Sejalan dengan motif perilaku konsumtif, motif perilaku konsumtif dapat dikatakan motif emosional yang berkaitan dengan keindahan, gengsi atau perasaan lainnya yang menunjukan kepuasan. Dikaitkan dengan motif emosional, pembeli disebut dengan impulse yaitu dorongan yang didasarkan keinginan atau untuk pemuasan atau keinginan secara sadar maupun tidak sadar. Pembeli impulsif dan proses pembeliannya disebut impulse buying (belanja impulsif). Impulse buying adalah proses pembelian barang yang terjadi secara spontan tanpa mengutamakan fungsi dan kegunaan yang dibeli. Jenis pembelian impulsif: a. Pembelian tanpa rencana sama sekali: konsumen belum punya rencana apapun terhadap pembelian suatu barang dan membeli barang itu begitu saja ketika terlihat. b. Pembelian yang setengah tak direncanakan : konsumen sudah ada rencana membeli suatu barang tapi tidak punya rencana merek atau jenis/berat dan membeli barang begitu ketika melihat barang tersebut. c. Barang pengganti yang tidak direncanakan : konsumen sudah berniat membeli suatu barang dengan merek tertentu dan meebeli barang dimaksud tapi dari merek lain. Pembelian impulsif biasanya terjadi ketika melihat barangnya. Disamping pembeli impulsif, dikenal juga orang-orang yang senang

14 24 belanja selalu membeli barang yang mungkin dia sendiri tidak pernah memakainya terutama barang yang sedang diobral. Bahkan membeli produk yang sesungguhnya diluar batas keuangannya, mereka ini dikenal dengan konsumen kompulsif. Dan proses pembeliannya disebut compulsive buying. Konsumen kompulsif merupakan konsumen yang keranjingan belanja atau cenderung suka membelanjakan uang untuk membeli barang meskipun barang tersebut tidak dibutuhkan. Pembelian kompulsif terjadi karena ketegangan psikologi yang menyebabkan meningkatnya keinginan seseorang untuk melakukan pembelian saat itu juga Indikator Perilaku Konsumtif Menurut Sumartono, definisi konsep perilaku konsumtif amatlah variatif, tetapi pada intinya muara dari pengertian perilaku konsumtif adalah membeli barang tanpa pertimbangan rasional atau bukan atas dasar kebutuhan pokok. Dan secara operasional, indikator perilaku konsumtif yaitu: 23 a. Membeli Produk Karena Iming-Iming Hadiah Individu membeli suatu barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli barang tersebut. 22 Usman Efendi, Op Cit,.h Isrozi Diwanto, Perilaku Konsumtif dikalangan Remaja, Studi Jorong Sampu Kenagarian Lubuk Gadang Utara Kec. Sangir Solok Selatan (Skripsi, IAIN Imam Bonjol Padang, 2016) h

15 25 b. Membeli Produk Karena Kemasannya Menarik Konsumen sangat mudah terbujuk untuk membeli produk yang dibungkus dengan rapi dan dihias dengan warna-warna yang menarik. Artinya motivasi untuk membeli produk tersebut hanya karena produk tersebut dibungkus dengan rapi dan menarik. c. Membeli Produk Demi Menjaga Penampilan Diri dan Gengsi Konsumen mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada umumnya konsumen mempunyai ciri khas dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya dengan tujuan agar konsumen selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain. Konsumen membelanjakan uangnya lebih banyak untuk menunjang penampilan diri. d. Membeli Produk atas Pertimbangan Harga (Bukan atas Dasar Manfaat atau Kegunaannya) Konsumen cenderung berperilaku yang ditandakan oleh adanya kehidupan mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal yang dianggap paling mewah. e. Membeli Produk Hanya Sekedar Menjaga Simbol Status Konsumen mempunyai kemampuan membeli yang tinggi baik dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya sehingga hal tersebut dapat menunjang sifat eksklusif dengan barang yang mahal dan memberi kesan berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi.

16 26 Dengan membeli suatu produk dapat memberikan simbol status agar kelihatan lebih keren dimata orang lain. f. Memakai Produk karena Unsur Konformitas Terhadap Model yang Mengiklankan Konsumen cenderung meniru perilaku tokoh yang diidolakannnya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang dapat dipakai tokoh idolanya. Konsumen juga cenderung memakai dan mencoba produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan public figure produk tersebut. g. Munculnya Penilaian Bahwa Membeli Produk dengan Harga Mahal akan Menimbulkan Rasa Percaya Diri yang Tinggi Konsumen sangat terdorong untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya apa yang dikatakan oleh iklan yaitu dapat menumbuhkan rasa percaya diri. Cross dan Cross, juga menambahkan bahwa dengan membeli produk yang mereka anggap dapat mempercantik penampilan fisik, mereka akan menjadi lebih percaya diri. h. Mencoba Lebih dari Dua Produk Sejenis (Merek Berbeda) Konsumen akan cenderung menggunakan produk jenis sama dengan merek yang lain dari produk sebelumnya ia gunakan, meskipun produk tersebut belum habis dipakainya.

17 27 4. Aspek Positif dan Aspek Negatif dari Perilaku Konsumtif Berperilaku konsumtif tidak hanya memberikan aspek negatif, tetapi juga memberikan aspek positif sebagaimana yang diungkapkan Prasetijo dan Lhalauw, dalam bukunya Perilaku Konsumen: 24 a. Dengan adanya sifat konsumtif maka barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat akan lebih banyak lagi sehingga perusahaan akan membutuhkan banyak tenaga kerja dalam pembuatan barang. Oleh karena itu pola hidup konsumtif dapat mengurangi jumlah pengangguran yang ada sehingga dapat menciptakan lapangan kerja baru, karena banyaknya permintaan yang datang. b. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mempermudah masyarakat dalam melaksanakan kegiatan dan mendorong masyarakat untuk bersifat lebih maju dan cepat tangkap terhadap hal-hal yang baru. c. Mempunyai barang yang beranekaragam. Hal yang sama juga diungkapkan oleh James, dalam bukunya yang berjudul Perilaku Konsumen: a. Membuka dan menambah lapangan pekerjaan, karena akan membutuhkan tenaga kerja lebih banyak untuk memproduksi barang dalam jumlah besar. b. Meningkatkan motivasi konsumen untuk menambah jumlah penghasilan, karena konsumen akan berusaha manambah penghasilan 24 Susila Andica, Op Cit,. h. 24

18 28 agar bisa membeli barang yang diinginkan dalam jumlah dan jenis yang beraneka ragam. c. Menciptakan pasar bagi produsen karena bertambahnya jumlah barang yang dikonsumsi masyarakat maka produsen akan membuka pasarpasar baru guna mempermudah pelayanan kepada masyarakat. Dari dampak positif perilaku konsumtif yang dikemukakan para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumtif memberikan kepuasan yang maksimal kepada seseorang dalam membeli dan memakai suatu barang, serta seseorang akan berusaha meningkatkan kemampuan finansialnya. Perilaku konsumtif juga berdampak positif terhadap perekonomian jika pembelian dilakukan terhadap barang dan jasa yang diproduksi dalam negeri sehingga banyak lapangan pekerjaan yang ada bagi masyarakat pada bagian perdagangan. Bila dilihat dari aspek negatifnya, maka perilaku konsumtif akan menimbulkan dampak: a. Pola hidup yang boros dan akan menimbulkan kecemburuan sosial, karena orang akan membeli semua barang yang diinginkan tanpa memikirkan harga barang tersebut murah atau mahal, barang tersebut diperlukan atau tidak, sehingga bagi orang yang tidak mampu mereka akan sanggup untuk mengikuti pola kehidupan yang seperti itu.

19 29 b. Mengurangi kesempatan untuk menabung, karena orang akan lebih banyak membelanjakan uangnya dibandingkan menyisihkan untuk ditabung. c. Cenderung tidak memikirkan kebutuhan yang akan datang, orang akan mengkonsumsi lebih banyak barang pada saat sekarang tanpa berfikir kebutuhannya di masa datang. 25 Dari dampak negatif di atas dapat disimpulkan bahwa pola hidup boros akan menimbulkan kecemburuan sosial, mengurangi kesempatan untuk menabung dan manusia cenderung tidak memikirkan kebutuhan yang akan datang. C. Hasil Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang terkait dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh: Peneliti Susila Andica, tahun 2011 dengan judul Perilaku Konsumtif Ibu Rumah Tangga Miskin di Kanagarian Sisawah Kecamatan Sumpur Kudus Kabupaten Sijunjung Ditinjau dari Konseling Islam IAIN Imam Bonjol Padang. Penelitian Susila Andica menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Susila menjelaskan fenomena yang ada secara akurat yang ditemukan dilapangan, fenomenanya adalah ibu rumah tangga miskin yang berperilaku konsumtif. Kesimpulan dari penelitian Susila Andica adalah terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perilaku konsumtif ibu rumah tangga miskin, bentuk-bentuk perilaku konsumtif ibu 25 Damsar, Sosiologi Ekonomi, ( Jakarta: Raja Wali Pers, 1997), h.107

20 30 rumah tangga miskin, akibat yang ditimbulkan oleh perilaku konsumtif ibu rumah tangga miskin. 26 Persamaan pada penelitian ini adalah sama-sama meneliti masalah perilaku konsumtif. Perbedaannya terdapat pada subjek penelitian, penelitian Susila yang menjadi subjek penelitian adalah ibu-ibu rumah tangga miskin, sedangkan yang menjadi subjek penulis adalah mahasiswa. Perbedan lainnya terdapat pada metode penelitian yang digunakan, Penelitian Susila Andica menggunakan metode kualitatif sedangkan penulis menggunakan metode kuantitatif. Perbedaan dan persamaan ini tentunya berpengaruh pada perbedaan maupun persamaan bentuk dan proses penelitian, pembuatan hipotesis, teknik pengumpulan data, pengolahan data, dan teknik analisis data dan hasil penelitian. Indah Haryani, dengan judul Hubungan Konformitas dan Kontrol Diri Dengan Perilaku Konsumtif Terhadap Produk Kosmetik pada Mahasiswi. Subjek penelitian Indah Haryani adalah mahasiswi jurusan akuntansi program studi S1 UIN Suska Riau, dengan menggunakan metode kuantitatif dengan jumlah sampel 120 orang. Pengumpulan data menggunakan skala konformitas, skala kontrol diri dan skala perilaku konsumtif terhadap produk kosmetik. Analisis data menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada hubungan antara konformitas dan kontrol diri dengan perilaku konsumtif pada mahasiswi jurusan akuntansi program studi S1 UIN Suska Riau, dengan 26 Susila Andica, Op Cit.. i

21 31 koefisien korelasi R= 0,539, F= 23,994 dan p= 0,000(p<0,05). Hasil penelitian Indah Haryani juga menunjukkan bahwa konformitas dan kontrol diri memiliki adjusted R squared sebesar 27,9% terhadap perilaku konsumtif dan sisanya sebesar 72,1% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitiannya tersebut. 27 Adapun yang menjadi perbedaan penelitian penulis dengan penelitian terdahulu sangat signifikan. Perbedaan itu pada grand teori dan metode penelitian. Penelitian indah Haryani menjadikan konformitas, kontrol diri dan perilaku konsumtif terhadap produk kosmetik sebagai grand teori, sedangkan penulis hanya memakai teori kontrol diri dan perilaku konsumtif secara umum dan menyeluruh. Sedangkan metode penelitian sama-sama menggunakan metode penelitian kuantitatif. Dari perbedaan dan persamaan ini tentunya sangat berpengaruh pada perbedaan dan persamaan proses dan bentuk penelitian, tekhnik dan lainnya. D. Kerangka Berfikir Kerangka berfikir atau kerangka konseptual merupakan sintesa tentang hubungan antara variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Berdasarkan teori-teori yang telah dideskripsikan tersebut, selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis sehingga menghasilkan 27 Indah Haryani, Hubungan Konformitas dan Kontrol Diri dengan Perilaku Konsumtif Terhadap Produk Kosmetik Pada Mahasiswi, (Skripsi Online Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau), Diakses 8 Maret 2017 Pukul WIB.

22 32 sintesa tentang hubungan antara variabel yang diteliti. Sintesa tentang hubungan tersebut, selanjutnya digunakan untuk merumuskan hipotesis. 28 Dari uraian tersebut, maka dapat digambarkan kerangka berpikir/kerangka konsep penelitian sebagai berikut: Kontrol Diri Perilaku Konsumtif Skema di atas menjelaskan bahwa semakin tinggi kontrol diri seseorang, maka semakin rendah perilaku konsumtifnya. Terdapat hubungan antara kontrol diri dengan perilaku konsumtif mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Imam Bonjol Padang. E. Hipotesis Penelitian Bentuk rumusan hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis hubungan (asosiatif). Hipotesis asosiatif adalah suatu pernyataan yang menunjukan dugaan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih. 29 Ho : Tidak ada hubungan antara kontrol diri (self control) dengan perilaku konsumtif mahasiswa semester II Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Imam Bonjol Padang. 28 Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2014), h Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, ( Bandung: Alfabeta, 2014), h. 89

23 33 Ha : Terdapat hubungan antara kontrol diri (self control) dengan perilaku konsumtif mahasiswa semester II Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Imam Bonjol Padang. Jadi hipotesis sementara dalam penelitian ini adalah : terdapat hubungan antara kontrol diri (self control) dengan perilaku konsumtif mahasiswa semester II Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Imam Bonjol Padang.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini, akan dijelaskan beberapa hal mengenai definisi kontrol diri, aspek kontrol diri, faktor yang mempengaruhi kontrol diri, definisi perilaku konsumtif, faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. digunakan untuk melakukan kategorisasi pada masing-masing data variabel

BAB IV HASIL PENELITIAN. digunakan untuk melakukan kategorisasi pada masing-masing data variabel 57 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskriptif Variabel Penelitian Skala kontrol diri terhadap perilaku konsumtif sebagai alat ukur yang telah disebarkan kepada subjek penelitian yang asli, akan diperoleh berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok orang melakukan dan menjalankan proses pemakaian barang

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok orang melakukan dan menjalankan proses pemakaian barang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumerisme merupakan suatu paham dimana seseorang atau sekelompok orang melakukan dan menjalankan proses pemakaian barang hasil produksi secara berlebihan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengganti barang tersebut. Akan tetapi, pada saat ini konsep belanja itu sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengganti barang tersebut. Akan tetapi, pada saat ini konsep belanja itu sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep belanja ialah suatu sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan untuk sehari-hari dengan jalan menukarkankan sejumlah uang sebagai pengganti barang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Definisi Perilaku Konsumtif Perilaku konsumtif adalah sebagai bagian dari aktivitas atau kegiatan mengkonsumsi suatu barang dan jasa yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605). BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Kontrol Diri 1. Pengertian Kontrol Diri Kontrol diri adalah kemampuan untuk menekan atau untuk mencegah tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Masyarakat dituntut untuk

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Masyarakat dituntut untuk BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi komunikasi yang semakin maju dan canggih menumbuhkan berbagai pengaruh bagi penggunanya. Adapun kemajuan teknologi tersebut tidak lepas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik. 1. Pengertian Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik. 1. Pengertian Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik 1. Pengertian Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik Kata konsumtif mempunyai arti boros, makna kata konsumtif adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. up, dan lainnya. Selain model dan warna yang menarik, harga produk fashion

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. up, dan lainnya. Selain model dan warna yang menarik, harga produk fashion BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Produk produk fashion pada masa sekarang ini memiliki banyak model dan menarik perhatian para pembeli. Mulai dari jenis pakaian, tas, sepatu, alat make up, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini merujuk pada penelitian sebelumnya. Berikut ini akan diuraikan beberapa penelitian terdahulu antara lain :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya suatu periode khusus dan periode sulit, dimana pada tahun-tahun awal. masa dewasa banyak merasakan kesulitan sehingga mereka

BAB I PENDAHULUAN. adanya suatu periode khusus dan periode sulit, dimana pada tahun-tahun awal. masa dewasa banyak merasakan kesulitan sehingga mereka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan salah satu elemen masyarakat yang sedang melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi. Menurut Hurlock, masa dewasa awal dimulai pada umur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. Kenakalan Remaja 1. Pengertian Kenakalan Remaja Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan dan tinggal di kota

BAB II LANDASAN TEORI. (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan dan tinggal di kota BAB II LANDASAN TEORI II. A. Pria Metroseksual II. A. 1. Pengertian Pria Metroseksual Definisi metroseksual pertama kalinya dikemukakan oleh Mark Simpson (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswi merupakan bagian dari masa remaja. Remaja yang di dalam bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene (kata bendanya, adolescentia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara suka rela

BAB II KAJIAN TEORI. dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara suka rela BAB II KAJIAN TEORI A. Disiplin Berlalu Lintas 1. Pengertian Disiplin Berlalu Lintas Menurut Hurlock (2005), disiplin berasal dari kata yang sama dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Perilaku Konsumtif. produk yang tidak tuntas artinya, belum habis sebuah produk yang dipakai

BAB II LANDASAN TEORI. A. Perilaku Konsumtif. produk yang tidak tuntas artinya, belum habis sebuah produk yang dipakai BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Perilaku konsumtif dapat diartikan sebagai suatu tindakan memakai produk yang tidak tuntas artinya, belum habis sebuah produk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Perilaku Konsumtif A.Perilaku Konsumtif Konsumtif merupakan istilah yang biasanya dipergunakan pada permasalahan, berkaitan dengan perilaku konsumen dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi pada saat individu beranjak dari masa anak-anak menuju perkembangan ke masa dewasa, sehingga remaja merupakan masa peralihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier, kebutuhan yang pertama yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier, kebutuhan yang pertama yang harus dipenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada dasarnya semua orang yang hidup di dunia ini memiliki kebutuhan untuk membuatnya bertahan hidup. Kebutuhan tersebut dibagi menjadi tiga bagian, diantaranya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya zaman telah menunjukkan kemajuan yang tinggi dalam berbagai aspek kehidupan. Selain menunjukkan kemajuan juga memunculkan gaya hidup baru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrol Diri 1. Definisi Kontrol Diri Kontrol diri mengacu pada kapasitas untuk mengubah respon diri sendiri, terutama untuk membawa diri mereka kepada standar yang sudah ditetapkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era moderen seperti ini seseorang sangatlah mudah untuk

Lebih terperinci

PROFIL KONTROL DIRI PESERTA DIDIK DALAM BELAJAR DI KELAS XI SMA NEGERI 1 RAMBATAN KABUPATEN TANAH DATAR. Oleh: Resci Nova Linda*)

PROFIL KONTROL DIRI PESERTA DIDIK DALAM BELAJAR DI KELAS XI SMA NEGERI 1 RAMBATAN KABUPATEN TANAH DATAR. Oleh: Resci Nova Linda*) PROFIL KONTROL DIRI PESERTA DIDIK DALAM BELAJAR DI KELAS XI SMA NEGERI 1 RAMBATAN KABUPATEN TANAH DATAR Oleh: Resci Nova Linda*) Fitria Kasih**) Rahma Wira Nita**) *Mahasiswa Bimbingan dan Konseling STKIP

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice)

BAB II LANDASAN TEORI. potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice) BAB II LANDASAN TEORI A. MOTIVASI BELAJAR 1. Definisi Motivasi Belajar Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam berperilaku, khususnya dalam perilaku membeli. Perilaku konsumtif merupakan suatu fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan kepribadian seseorang maka remaja mempunyai arti yang khusus. Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kontrol Diri 2.1.1. Pengertian Kontrol Diri Dalam Kamus Lengkap Psikologi, disebutkan bahwa selfcontrol (kontrol-diri) adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri;

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Konsumtif adalah pemakaian atau pengonsumsian barang-barang yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Konsumtif adalah pemakaian atau pengonsumsian barang-barang yang BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Konsumtif adalah pemakaian atau pengonsumsian barang-barang yang sifatnya karena tuntutan gengsi semata dan bukan menurut tuntutan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada mulanya belanja merupakan suatu konsep yang menunjukan sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari dengan cara menukarkan sejumlah uang untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumtif 2.1.1 Definisi Perilaku Konsumtif Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan (sikap), tidak saja badan atau ucapan. Kata konsumtif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang

BAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin cepat ini, mempercepat pula perkembangan informasi di era global ini. Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini dapat begitu mudahnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 55 BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Bab IV mendeskripsikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hasil penelitian. Baik dengan rumusan masalah penelitian, secara berurutan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Mental Accounting Mental accounting mengacu pada proses mengidentifikasi, mengkategorikan, dan mengevaluasi hasil dalam keuangan. (Thaler, 1980; Kahneman & Tversky, 1984;).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah Aktivitas berbelanja merupakan suatu aktivitas yang awam atau umum dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku konsumtif merupakan suatu fenomena yang banyak melanda kehidupan masyarakat terutama yang tinggal di perkotaan. Fenomena ini menarik untuk diteliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Belanja merupakan salah satu kegiatan membeli barang atau jasa yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Belanja merupakan salah satu kegiatan membeli barang atau jasa yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Belanja merupakan salah satu kegiatan membeli barang atau jasa yang sering dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selama hidup, manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja pun kehidupan untuk berkumpul bersama teman-teman tidak lepas

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja pun kehidupan untuk berkumpul bersama teman-teman tidak lepas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dilahirkan, individu sudah memiliki naluri bawaan untuk hidup berkelompok dengan orang lain. Gejala yang wajar apabila individu selalu mencari kawan baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dicermati dengan semakin banyaknya tempat-tempat per-belanjaan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dicermati dengan semakin banyaknya tempat-tempat per-belanjaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Majunya Pembangunan Nasional Indonesia diiringi dengan tingkat kompleksitas masyarakat yang lebih tinggi. Adanya kemajuan ini secara nyata menyebabkan hasrat konsumtif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah china, India, dan Amerika Serikat. Saat ini Indonesia menempati posisi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara historis, kecanduan telah didefinisikan semata-mata untuk suatu hal

BAB II LANDASAN TEORI. Secara historis, kecanduan telah didefinisikan semata-mata untuk suatu hal BAB II LANDASAN TEORI A. KECANDUAN BLACKBERRY SERVICE 1. Definisi Kecanduan Secara historis, kecanduan telah didefinisikan semata-mata untuk suatu hal yang berkenaan dengan zat adiktif (misalnya alkohol,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. hanya kadang kadang (Sapadin & Maguire, 1996:4). Prokrastinasi sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. hanya kadang kadang (Sapadin & Maguire, 1996:4). Prokrastinasi sebagai 19 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PROKRASTINASI 1. Pengertian Prokrastinasi Hampir setiap individu melakukan prokrastinasi walaupun mungkin hanya kadang kadang (Sapadin & Maguire, 1996:4). Prokrastinasi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi merupakan era yang tengah berkembang dengan pesat pada zaman ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini sangat mudah sekali mencari barang-barang yang diinginkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini sangat mudah sekali mencari barang-barang yang diinginkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini tidak dapat dipungkiri bahwa setiap individu memiliki berbagai macam kebutuhan yang harus dipenuhi baik itu kebutuhan pokok atau primer maupun kebutuhan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN INTENSITAS PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN INTENSITAS PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN INTENSITAS PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA Nia Devi Anggreini, Erik Saut H Hutahaean, Diah Himawati Fakultas Psikologi, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya Abstrak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. proses interaksi sosial. Soekanto (2009:55) menyatakan bahwa, Interaksi sosial

I. PENDAHULUAN. proses interaksi sosial. Soekanto (2009:55) menyatakan bahwa, Interaksi sosial 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam hidup bermasyarakat, akan saling berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain. Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan suatu proses interaksi sosial.

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS PADA PRODUK DAN PERILAKU KONSUMTIF PADA MAHASISWA BARU

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS PADA PRODUK DAN PERILAKU KONSUMTIF PADA MAHASISWA BARU NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS PADA PRODUK DAN PERILAKU KONSUMTIF PADA MAHASISWA BARU Oleh : INDAH IRYANTININGSIH SUSILO WIBISONO PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa atau 60 %.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa atau 60 %. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data Diri Responden Jumlah responden berdasarkan jenis kelamin, terdiri atas responden siswa laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang memiliki suatu kebutuhan yang berbeda-beda. Tiap orang juga

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang memiliki suatu kebutuhan yang berbeda-beda. Tiap orang juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang memiliki suatu kebutuhan yang berbeda-beda. Tiap orang juga mempunyai cara sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada orang memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Pada Produk X Dengan Citra Diri Remaja Putri

Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Pada Produk X Dengan Citra Diri Remaja Putri Jurnal Mediapsi 2016, Vol. 2, No. 1, 45-50 Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Pada Produk X Dengan Citra Diri Remaja Putri R. A. Adinah Suryati Ningsih, Yudho Bawono dhobano@yahoo.co.id Program Studi Psikologi,

Lebih terperinci

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI ASESMEN DAN MODIFIKASI PERILAKU PADA KELOMPOK REMAJA KONSUMTIF DI SEKOLAH MENENGAH ATAS DENPASAR OLEH: Ni Made Ari Wilani, S.Psi, M.Psi. PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Tuhan yang diberi berbagai kelebihan yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia adalah akal pikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perubahan dalam gaya hidup. Kehidupan yang semakin modern menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perubahan dalam gaya hidup. Kehidupan yang semakin modern menjadikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman dan teknologi membuat individu selalu mengalami perubahan dalam gaya hidup. Kehidupan yang semakin modern menjadikan individu berada dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN STUDI KASUS

PENDAHULUAN STUDI KASUS PENDAHULUAN STUDI KASUS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA DI DENPASAR OLEH: Ni Made Ari Wilani, S.Psi, M.Psi. PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelecehan Seksual 1. Pengertian Pelecehan Seksual Menurut Winarsunu (2008), pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Perilaku Konsumen Pengertian perilaku konsumen menurut para ahli sangatlah beraneka ragam, salah satunya yaitu menurut Kotler (2007) yang menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, yang bisa disebut dengan kegiatan konsumtif. Konsumtif

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, yang bisa disebut dengan kegiatan konsumtif. Konsumtif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Setiap manusia melakukan interaksi dengan manusia lainnya untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari,

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMTIF DALAM MEMBELI BARANG ONLINE SHOP PADA MAHASISWA DI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PERILAKU KONSUMTIF DALAM MEMBELI BARANG ONLINE SHOP PADA MAHASISWA DI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERILAKU KONSUMTIF DALAM MEMBELI BARANG ONLINE SHOP PADA MAHASISWA DI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam alat teknologi seperti televisi, koran, majalah, dan telepon.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam alat teknologi seperti televisi, koran, majalah, dan telepon. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan sesamanya. Dalam interaksi, dibutuhkan komunikasi yang baik antara kedua belah pihak. Pada kenyataannya,

Lebih terperinci

0.01 sebaran tidak normal. Tehnik uji yang digunakan adalah uji z dari. Uji ini untuk mengetahui bentuk hubungan antara variabel bebas dengan

0.01 sebaran tidak normal. Tehnik uji yang digunakan adalah uji z dari. Uji ini untuk mengetahui bentuk hubungan antara variabel bebas dengan 90 0.01 sebaran tidak normal. Tehnik uji yang digunakan adalah uji z dari Kolmogorov-Smirnov. b) Uji Linieritas hubungan. Uji ini untuk mengetahui bentuk hubungan antara variabel bebas dengan variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin hari teknologi semakin berkembang dengan sangat pesat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin hari teknologi semakin berkembang dengan sangat pesat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin hari teknologi semakin berkembang dengan sangat pesat dan canggih, sejalan dengan itu kebutuhan manusia pun semakin hari semakin bertambah. Berbagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumtif 2.1.1 Definisi Perilaku Konsumtif Menurut Fromm (1995) perilaku konsumtif merupakan perilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan berlebihan dan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Variabel adalah sesuatu yang dapat berubah-ubah dan mempunyai nilai yang berbeda-beda ( Turmudi, 2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Penyuluhan (Guideance and Conseling), merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Penyuluhan (Guideance and Conseling), merupakan bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bimbingan dan konseling yang dahulu dikenal dengan nama Bimbingan dan Penyuluhan (Guideance and Conseling), merupakan bagian tak terpisahkan dari sebuah sistem pendidikan.

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA MAHASISWI TINGKAT AWAL DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPI) BANDUNG

2015 HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA MAHASISWI TINGKAT AWAL DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPI) BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Religiusitas adalah suatu keadaan yang mendorong diri seseorang untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama yang dipeluknya. Religiusitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. konseptual dengan dunia empirik. Suatu penelitian sosial diharapkan

III. METODE PENELITIAN. konseptual dengan dunia empirik. Suatu penelitian sosial diharapkan III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menjembatani dunia konseptual dengan dunia empirik. Suatu penelitian sosial diharapkan mengungkap fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan terdapat perusahaan rokok (duniaindustri.com, 2015). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. dan terdapat perusahaan rokok (duniaindustri.com, 2015). Menurut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara pengkonsumsi rokok terbesar di dunia, dan terdapat 1.664 perusahaan rokok (duniaindustri.com, 2015). Menurut penuturan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi, manusia dimanjakan dengan kemajuan teknologi yang semakin maju, sehingga manusia cenderung berfikir konsumtif yang mencerminkan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PEMBUKAAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan globalisasi memberi pengaruh pada masyarakat Indonesia, salah satu

BAB I PEMBUKAAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan globalisasi memberi pengaruh pada masyarakat Indonesia, salah satu BAB I PEMBUKAAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi memberi pengaruh pada masyarakat Indonesia, salah satu pengaruh terlihat dari perubahan perilaku membeli pada masyarakat.parma (2007)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. teknologi menyebabkan meningkatnya jumlah barang atau produk yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. teknologi menyebabkan meningkatnya jumlah barang atau produk yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam yang semakin berkembang disertai dengan kemajuan teknologi menyebabkan meningkatnya jumlah barang atau produk yang ditawarkan di pasaran. Produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Globalisasi tersebut membuat berbagai perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Menurut Schiffman & Kanuk (2004), konsumen yang melakukan pembelian dipengaruhi motif emosional seperti hal-hal yang bersifat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KONTROL DIRI PESERTA DIDIK DI KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH 6 PADANG JURNAL FIRDILA ARIESTA NPM:

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KONTROL DIRI PESERTA DIDIK DI KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH 6 PADANG JURNAL FIRDILA ARIESTA NPM: HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KONTROL DIRI PESERTA DIDIK DI KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH 6 PADANG JURNAL FIRDILA ARIESTA NPM: 10060097 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH TINGGI KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen

BAB II URAIAN TEORITIS. Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen Terhadap Pembelian Produk Aqua (Studi pada Masyarakat Desa Slimbung Kecamatan Ngadiluwih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lina Nurlaelasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lina Nurlaelasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa dimana perasaan remaja lebih peka, sehingga menimbulkan jiwa yang sensitif dan peka terhadap diri dan lingkungannya. Remaja menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelas dunia, kosmetik, aksesoris dan pernak-pernik lainnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. kelas dunia, kosmetik, aksesoris dan pernak-pernik lainnya. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang mewarnai abad ke- 21 telah memunculkan suatu gaya hidup baru yang diberi label modern. Globalisasi memungkinkan tumbuhnya gaya hidup global,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh perusahaan dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh perusahaan dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu fungsi pokok yang harus dilakukan oleh perusahaan dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Interaksi Sosial 1. Pengertian Interaksi Sosial Gillin dalam (Sunarto, 2004:21) mendefinisikan interaksi sosial sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut

Lebih terperinci

Achmad Fariz Chariri Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Achmad Fariz Chariri Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang PENGARUH KONTROL DIRI TERHADAP PERILAKU SEKSUALITAS MAHASISWA UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN ADMINITRASI BISNIS ANGKATAN 2011 SURABAYA I. Latar Belakang Achmad Fariz

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak dan dewasa adalah fase pencarian identitas diri bagi remaja. Pada fase ini, remaja mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini,

BAB I PENDAHULUAN. perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Arus globalisasi yang terus berkembang memberikan perubahan pada perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini, masyarakat seringkali

Lebih terperinci

HUBUNGAN SELF-CONTROL DENGAN PERILAKU KONSUMTIF SEPATU BERMEREK PADA MAHASISWA UNIVERSITAS GUNADARMA

HUBUNGAN SELF-CONTROL DENGAN PERILAKU KONSUMTIF SEPATU BERMEREK PADA MAHASISWA UNIVERSITAS GUNADARMA HUBUNGAN SELF-CONTROL DENGAN PERILAKU KONSUMTIF SEPATU BERMEREK PADA MAHASISWA UNIVERSITAS GUNADARMA Nama : Retno Bembi R. NPM : 17513450 Pembimbing : Yudit Oktaria K. Pardede, M.Psi., Psi. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam diri manusia, yaitu logos dan eros (kualitas kemanusiaan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. dalam diri manusia, yaitu logos dan eros (kualitas kemanusiaan yang bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jung menyatakan, bahwa terdapat dua prinsip dan aspek yang utuh dalam diri manusia, yaitu logos dan eros (kualitas kemanusiaan yang bersifat universal). Logos adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan rencana. Pembelanja sekarang lebih impulsif dengan 21% mengatakan, mereka tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan rencana. Pembelanja sekarang lebih impulsif dengan 21% mengatakan, mereka tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku konsumen saat ini cenderung berbelanja barang tidak sesuai dengan rencana. Pembelanja sekarang lebih impulsif dengan 21% mengatakan, mereka tidak pernah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Keputusan Pembelian Konsumen. Menurut Setiadi (2008:415) berpendapat bahwa pengambilan keputusan

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Keputusan Pembelian Konsumen. Menurut Setiadi (2008:415) berpendapat bahwa pengambilan keputusan BAB II LANDASAN TEORI A. Uraian Teori 1. Pengertian Keputusan Pembelian Konsumen Menurut Setiadi (2008:415) berpendapat bahwa pengambilan keputusan konsumen, adalah proses pengintergasian yang mengkombinasikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. pendidikan agama Islam dalam meningkatkan pengendalian diri peserta didik di

BAB IV ANALISIS. pendidikan agama Islam dalam meningkatkan pengendalian diri peserta didik di BAB IV ANALISIS Setelah penulis mengumpulkan data di lapangan tentang upaya guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan pengendalian diri peserta didik di SMP Negeri 02 Tulis dengan berbagai metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besarnya tingkat konsumsi masyarakat sehingga menimbulkan penambahan dari sisi

BAB I PENDAHULUAN. besarnya tingkat konsumsi masyarakat sehingga menimbulkan penambahan dari sisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu oleh besarnya tingkat konsumsi masyarakat sehingga menimbulkan penambahan dari sisi produksi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pada posisi yang berkuasa cukup mengatakan atau memerintahkan orang

BAB II KAJIAN TEORI. pada posisi yang berkuasa cukup mengatakan atau memerintahkan orang BAB II KAJIAN TEORI A. Kepatuhan Tata Tertib 1. Definisi Kepatuhan Tata Tertib Menurut Baron (2003), kepatuhan adalah bentuk pengaruh sosial dimana satu orang memerintahkan seseorang atau lebih untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Religiusitas erat kaitannya dengan keyakinan terhadap nilai-nilai keislaman dan selalu diidentikkan dengan keberagamaan. Religiusitas dalam kehidupan seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa. 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa. 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia dalam masyarakat (Kamus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawaan dari lahir tetapi berkembang dari beribu-ribu pengalaman secara

BAB I PENDAHULUAN. bawaan dari lahir tetapi berkembang dari beribu-ribu pengalaman secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang unik dan berkembang menjadi organisme yang segar dan siap untuk belajar mengenal dirinya sendiri. Mengenal diri yang di maksud adalah

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMTIF DALAM MEMBELI BARANG PADA IBU RUMAH TANGGA DI KOTA SAMARINDA

PERILAKU KONSUMTIF DALAM MEMBELI BARANG PADA IBU RUMAH TANGGA DI KOTA SAMARINDA ejournal Psikologi, 2013, 1 (2): 148-156 ISSN 0000-0000, ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id Copyright 2013 PERILAKU KONSUMTIF DALAM MEMBELI BARANG PADA IBU RUMAH TANGGA DI KOTA SAMARINDA Endang Dwi Astuti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan ( field research) karena peneliti terlibat langsung dalam penelitian. Field research adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami peningkatan yang sangat pesat, bahkan menjadi sorotan publik karena dianggap sebagai ladang

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis diatas, diperoleh hasil yang menyatakan

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis diatas, diperoleh hasil yang menyatakan BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis diatas, diperoleh hasil yang menyatakan terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara konsep diri mahasiswa/i pendatang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah seseorang yang berada pada rentang usia tahun dengan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah seseorang yang berada pada rentang usia tahun dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah seseorang yang berada pada rentang usia 12-21 tahun dengan pembagian menjadi tiga masa, yaitu masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja tengah 15-18 tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Belanja idealnya dilakukan untuk

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Belanja idealnya dilakukan untuk BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana orang normal pada umumnya, mahasiswa berbelanja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Belanja idealnya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pokok

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 :

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 59 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman peran keluarga pada perilaku pembelian yang kompulsif dengan cara menguji pola komunikasi keluarga

Lebih terperinci