Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian
|
|
- Susanti Kusnadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2007
2 RINGKASAN EKSEKUTIF Pendahuluan (1) Modal adalah salah satu komponen yang tidak dapat diabaikan dalam proses produksi. Dalam bidang pertanian, modal identik dengan pembiayaan yang sangat sulit untuk ditanggulangi, khususnya dalam mengembangkan usahatani di pedesaan. Akses petani terhadap sumbersumber permodalan resmi masih sangat terbatas, kecuali dari para pelepas uang yang mahal karena dikenai bunga tinggi. Umumnya, hanya petani yang menguasai lahan luas yang dapat lebih mudah mendapatkan modal, pada hal, sebagian besar petani di pedesaan hanya menguasai lahan sempit. Jika lahan usahatani yang dijadikan agunan untuk mendapatkan kredit modal dari perbankan, maka hampir dapat dipastikan bahwa sebagian besar petani tidak layak mendapatkan modal yang bersumber dari lembaga keuangan resmi. Oleh karena itu, modal menjadi faktor penghambat dalam mengelola usahatani. (2) Posisi petani yang umumnya lemah mendorong pemerintah untuk turut membantu pembiayaan pertanian. Dalam hal ini berbagai instansi pemerintah terlibat dalam pembiayaan pertanian. Keterlibatan berbagai instansi tersebut perlu dikoordinasikan agar bisa bersinergi dalam mengatasi berbagai masalah. Mengingat resiko bisnis sektor pertanian relatif tinggi dibanding sektor-sektor lainnya, pembiayaan pertanian yang dilakukan sekarang tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar, tetapi pembiayaan di sektor pertanian perlu dibantu agar dapat memajukan para pelaku bisnis di sektor ini. (3) Keterlibatan lembaga/instansi pemerintah di luar Departemen Pertanian untuk membangun pertanian secara nasional patut dibanggakan. Berbagai program yang berkaitan dengan pembangunan pertanian dilaksanakan dengan fokus perhatian pada bidang tertentu, namun tetap menyangkut bidang pertanian. Besarnya pembiayaan yang dialokasikan untuk mendukung program pertanian pada lembaga/instansi di luar Departemen Pertanian layak diketahui untuk memahami keterlibatan lembaga/instansi tersebut dalam pembangunan pertanian. Hal ini diperlukan untuk membantu koordinasi terhadap simpul-simpul sinergi pembangunan yang direncanakan. (4) Masalahnya adalah bahwa pembiayaan pembangunan pertanian yang dilaksanakan lembaga/instansi pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung, hingga kini terus berjalan, namun tidak diketahui seberapa besar sumbangan masing-masing lembaga/instansi tersebut dalam pembangunan pertanian nasional. Pembiayaan untuk produksi tanaman (pangan, hortikultura dan perkebunan) dan produksi peternakan, masing-masing termasuk produk olahannya perlu diketahui dalam satu satuan waktu tertentu. Di sini, daftar semua program dan biaya yang dialokasikan, terserap atau tidak, oleh semua lembaga/instansi yang terlibat belum dimiliki. Oleh karena itu, analisis pada tingkat makro yang lebih terfokus pada analisis pengeluaran pemerintah untuk pembangunan ix
3 pertanian -- menurut sektor, sub sektor, program dan wilayah -- perlu dilakukan. (5) Masalah lain dalam konteks pembiayaan pertanian adalah tingkat pengembalian kredit yang umumnya rendah atau menimbulkan kredit bermasalah. Penghasilan dari usahatani jauh lebih kecil dibanding kebutuhan rumah tangga sehingga hanya sebagian kecil hasil panen yang dialokasikan untuk membayar kredit. Bisnis di bidang pertanian berisiko tinggi, baik dari gangguan alam seperti banjir dan kekeringan, serangan hama dan penyakit tanaman serta fluktuasi harga yang signifikan. Persyaratan pengajuan kredit yang tidak sederhana membuat banyak petani tidak bisa memanfaatkan plafon kredit yang disediakan pemerintah. Sektor swasta ternyata juga tidak tertarik untuk terlibat secara langsung dalam pembiayaan pertanian. (6) Suatu kajian yang lebih lengkap dan mendalam tentang masalah yang diuraikan diatas diharapkan dapat dideskripsikan melalui kegiatan penelitian ini. Perlu dikemukakan bahwa masalah pertama menyangkut alokasi anggaran pemerintah pada sejumlah lembaga/instansi dan menuntut jawaban dalam bentuk informasi lengkap tentang program yang dilaksanakan selama paling tidak 5 (lima) tahun terakhir. Sementara masalah kedua menyangkut alokasi anggaran yang dikeluarkan Departemen Pertanian dan menuntut jawaban yang lebih komprehensif tentang penggunaan dan pencapaian skim pembiayaan yang telah dan sedang berlangsung saat ini. Tujuan (7) Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengeluaran pemerintah untuk membiayai pembangunan sektor pertanian oleh berbagai lembaga/instansi pemerintah baik serta mengetahui perkembangan program pembiayaan di sektor pertanian pada 3 (tiga) skim pembiayaan yang dikelola Departemen Pertanian. Tersedianya data, informasi dan pengetahuan tentang hal tersebut diatas dinilai sangat penting untuk merumuskan kebijakan dalam rangka memperbaiki alokasi anggaran pembangunan pertanian dan meningkatkan kinerja skim pembiayaan di sektor pertanian. Secara rinci, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengumpulkan data, informasi dan pengetahuan tentang pengeluaran pemerintah untuk mendukung program pembangunan pertanian oleh berbagai lembaga/instansi pemerintahan di pusat maupun di daerah. 2. Mempelajari skim pembiayaan SP3, LM3 dan KKP secara komprehensif dan menganalisis keuntungan komparatif pembiayaan sektor pertanian menurut pencapaiannya. 3. Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan skim pembiayaan sektor pertanian. 4. Merumuskan saran kebijakan untuk meningkatkan koordinasi pengalokasian anggaran pembangunan pertanian dan meningkatkan kinerja skim pembiayaan sektor pertanian. x
4 Keluaran yang Diharapkan (8) Dengan sasaran tersedianya deskripsi program pembiayaan sektor pertanian atas dasar pengalokasian anggaran pembangunan nasional serta dipetakannya skim pembiayaan di sektor pertanian oleh sebagian program pembiayaan yang dikelola Departemen Pertanian, maka penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan: 1. Data, informasi dan pengetahuan tentang besarnya alokasi anggaran pembangunan sebagai pengeluaran pemerintah serta laju perkembangannya menurut program dan lembaga/instansi terkait. 2. Kinerja skim pembiayaan sektor pertanian, SP3, LM3 dan KKP dan perkiraan arah pengembangannya menurut sasaran program di lokasi yang bersangkutan. 3. Informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja skim pembiayaan pertanian. 4. Saran kebijakan untuk meningkatkan koordinasi pembangunan sektor pertanian dan perbaikan sasaran program skim pembiayaan di sektor pertanian. Metodologi (9) Penelitian ini diarahkan untuk menjawab dua bagian kegiatan tentang pembiayaan sektor pertanian. Kedua bagian tersebut mencakup: (a) analisis alokasi pengeluaran pemerintah oleh semua lembaga/instansi untuk sektor pertanian dan (b) analisis skim pembiayaan lingkup Departemen Pertanian. Memperhatikan dua bagian kegiatan tersebut diatas, fokus analisis akan dibatasi pada beberapa aspek sebagai berikut: 1. Pengeluaran pemerintah yang sifatnya membiayai kegiatan yang terkait langsung atau tidak langsung pada pembangunan pertanian secara nasional maupun regional. 2. Periode program diharapkan tidak lebih dari 5 (lima) tahun terakhir dan masih berlangsung hingga saat ini. 3. Program atau kegiatan pembiayaan sektor pertanian yang mendukung peningkatan produksi dan kualitas komoditas pada sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. 4. Program atau kegiatan skim pembiayaan sektor pertanian yang ditujukan kepada petani, kelompok tani, lembaga kemasyarakatan atau kelompok masyarakat lainnya. 5. Analisis yang mencakup kinerja program pembiayaan sektor pertanian dan skim pembiayaan sektor pertanian. 6. Implikasi kebijakan sebagai hasil analisis penelitian terhadap pembiayaan sektor pertanian. (10) Mengingat luasnya kegiatan pembiayaan sektor pertanian ini, maka pembiayaan di luar pengeluaran pemerintah (government spending) tidak termasuk di dalam cakupan penelitian ini. Disamping itu, karena banyaknya skim pembiayaan di Departemen Pertanian, maka akan dipilih xi
5 3 (tiga) program skim pembiayaan yang hingga kini masih berjalan untuk dianalisis secara lebih mendalam (in-depth study). Ketiga skim pembiayaan pertanian tersebut adalah: Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP3), Lembaga Mandiri dan Mengakar pada Masyarakat (LM3), dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP). (11) Untuk mengetahui besaran investasi pemerintah dalam pembangunan pertanian, maka dibutuhkan data sekunder yang akan diperoleh dari berbagai instansi di Jakarta. Sementara itu, lokasi penelitian untuk menganalisis skim pembiayaan program KKP, SP3, dan LM3 dilakukan di dua provinsi, yakni Provinsi Jawa Timur (Kabupaten Kediri dan Kabupaten Tulungagung) dan Provinsi Nusa Tenggara Barat (Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Lombok Tengah). Di tingkat regional data sekunder KKP diambil dari Provinsi Jawa Timur, data sekunder SP3 dari Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan data sekunder LM3 dari Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Hasil dan Pembahasan (12) Pada tahun 2007, total anggaran pembangunan pertanian adalah sebesar Rp 23,2 trilyun. Anggaran paling besar (Rp 8,8 trilyun) dikelola oleh Departemen Pertanian. Sementara itu, anggaran kedua terbesar (Rp 7,6 trilyun) dialokasikan untuk Departemen Perhubungan, PU, dan ESDM. Pengelola anggaran pembangunan di sektor pertanian lainnya adalah Departemen Dalam Negeri (Rp 1,2 trilyun), Departemen Kesehatan (Rp 0,99 trilyun), dan Depnakertrans (Rp 0,93 trilyun). Selebihnya masih terdapat anggaran pembangunan pertanian yang dikelola oleh departemen/non departemen maupun instansi pemerintah lainnya. (13) Rata-rata nilai anggaran pembangunan pertanian selama periode tahun adalah Rp 17,6 trilyun dengan rata-rata anggaran terbesar (Rp 6,8 trilyun) dikelola oleh Departemen Perhubungan, PU, Kimpraswil, dan ESDM. Selama periode tersebut rata-rata Departemen Pertanian mengelola jumlah anggaran terbesar kedua (Rp 4,96 trilyun). Sejak tahun 2002 hingga 2006 nilai anggaran Departemen Pertanian selalu di bawah akumulasi anggaran yang dikelola oleh Departemen Perhubungan, PU, Kimpraswil, dan ESDM. (14) Departemen Kesehatan, BKKBN dan Badan POM selama periode mengalami pertumbuhan anggaran pertanian tertinggi, yakni 29,26% per tahun. Pertumbuhan tertinggi berikutnya adalah Departemen Pertanian (27,77%/tahun), Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (12,39%/tahun) dan Departemen Perhubungan, PU, Kimpraswil dan ESDM (11,58%/tahun). Pertumbuhan anggaran terendah dialami oleh BKPM, BSN, dan BPN (-1,09%/tahun), Departemen Dalam Negeri (0,01%/tahun), dan Kementerian Negara Koperasi dan UKM (3,00%/tahun). (15) Secara relatif, rata-rata tertinggi pengelola anggaran pembangunan pertanian selama periode adalah Departemen Perhubungan, PU, Kimpraswil, dan ESDM (38,9%) dan diikuti oleh Departemen Pertanian (27,1%). Departemen Dalam Negeri, Departemen Tenaga xii
6 Kerja dan Transmigrasi, dan BPPT beserta kelompoknya, bertutut-turut mengelola 7,3%, 4,4%, dan 3,2%. (16) Pada tahun 2007 secara relatif anggaran Departemen Pertanian menduduki posisi paling tinggi (37.89%) dibandingkan dengan departemen/instansi lainnya. Sedangkan Departemen Perhubungan, PU, dan ESDM menempati urutan kedua (32,61). Masih adanya alokasi anggaran pembangunan pertanian di berbagai departemen/instansi diluar Departemen Pertanian (termasuk Departemen Kehutanan dan Departemen Kelautan dan Perikanan) menunjukkan adanya tumpang tindih kegiatan pembangunan sektor pertanian. Dalam kaitan ini, penganggaran untuk program pertanian yang dikelola oleh lembaga non Departemen Pertanian perlu ditinjau kembali. Juga perlu dipertanyakan sejauh mana mandat instansi lain dalam mengelola anggaran untuk sektor pertanian. Hal ini dibutuhkan agar pengaturan program pertanian yang dikelola berbagai instansi bisa dilaksanakan secara terpadu dan sekaligus menghindari adanya tumpang tindih program. (17) Pada tahun 2007 anggaran pembangunan pertanian terbesar dialokasikan untuk sarana dan prasarana (infrastruktur) sebesar Rp 2,57 trilyun. Urutan kedua adalah untuk permodalan dan bantuan pemberdayaan (Rp 1,99 trilyun). Berikutnya adalah untuk penyuluhan (Rp 0,57 trilyun), penelitian dan pengembangan (Rp 0,36 trilyun), dan pendidikan dan latihan (Rp 0,30 trilyun). Alokasi anggaran untuk kegiatan lainnya tercatat sebesar Rp 13,10 trilyun. (18) Selama periode , rata-rata anggaran pertanian yang terbesar juga tercatat untuk sarana dan prasarana (infrastruktur), yaitu 10,5 % dan yang kedua adalah untuk bantuan permodalan (8,5%). Urutan berikutnya adalah untuk penyuluhan (2,7%), penelitian dan pengembangan (1,6%), serta untuk pendidikan dan latihan (1,3%). Selama ini pembangunan infrastruktrur pertanian selalu menempati urutan tertinggi dalam alokasi anggaran, tetapi belakangan ini banyak diantara infrastruktur pertanian yang tidak bisa beroperasi secara optimal, terutama saluran irigasi sekunder maupun tersier yang tidak berfungsi dengan baik. Hal ini menunjukkan adanya indikasi anggaran yang diduga tidak dikelola secara efisien. (19) Pembiayaan di sektor pertanian menempati urutan nilai anggaran kedua secara nasional, tetapi dikelola oleh berbagai departemen/instansi yang kegiatannya dilapangan bisa tumpang tindih sehingga hasilnya tidak tercapai secara efektif. Sedangkan alokasi anggaran penelitian dan pengembangan yang relatif kecil (kurang dari 2%) tampaknya akan sulit diharapkan untuk menghasilkan temuan/inovasi yang relatif unggul dan dinamis. Lebih jauh lagi, anggaran per program bukan hanya dialokasikan untuk membiayai kegiatan teknis, tetapi juga termasuk biaya administrasi. (20) Secara aggregat, anggaran untuk pembiayaan pertanian yang dikelola Departemen Pertanian relatif kecil dan tersebar di berbagai instansi. Sedangkan alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur pertanian mendapat porsi terbesar dan dikelola instansi lain. Dalam kaitan ini, alokasi anggaran pembangunan pertanian sebaiknya dipusatkan atau dikoordinasikan oleh Departemen Pertanian. Jika modal petani dianggap xiii
7 penting, maka jumlah alokasi anggaran pembiayaan pertanian seharusnya dapat ditingkatkan. (21) Program pembiayaan KKP sangat membantu petani pangan maupun peternak. Walaupun demikian, jangka waktu pengajuan terlalu lama dan jangka waktu pengembalian dianggap terlalu pendek, kemudian besarnya agunan, biaya notaris, serta NPWP masih merupakan hambatan bagi petani untuk mendapatkan modal kerja. Petani yang berkelompok dan ada penjaminanya, misalnya petani tebu, bisa memanfaatkan KKP secara optimal. (22) SP3 umumnya hanya diminati kalangan usaha skala mikro, sementara usaha kecil I dan II yang memanfaatkan kredit tersebut relatif lebih sedikit. Proses pengajuan dan pencairan kredit dianggap terlalu lama serta persyaratan agunan dinilai memberatkan petani kecil. Demikian pula jangka waktu pengembalian kredit dirasakan relatif pendek. Masyarakat pertanian di sektor hulu hanya sedikit yang memanfaatkan SP3 dibanding penerima kredit yang bergerak di sektor hilir. (23) Bantuan dana LM3 berpotensi menggerakkan perekonomian pedesaan. Penilaian proposal kegiatan ini hendaknya dilakukan lebih cermat agar tidak ada kesan bahwa dana ini sangat mudah diperoleh serta sangat mudah dipertanggungjawabkan. Komunikasi antar lembaga calon penerima bantuan LM3 dengan dinas/instansi terkait setempat perlu dibina untuk menyiapkan proposal yang layak dan sesuai dengan program pembinaan yang sedang berjalan di daerah. Pemberian dana LM3 yang berasal dari dua atau tiga sumber untuk satu lembaga model perlu ditinjau kembali. Tidak semua lembaga model bisa mengelola dana LM3 dengan baik. Disamping itu, hal tersebut juga menimbulkan rasa cemburu bagi lembaga lain di lokasi yang bersangkutan yang tidak pernah menerima bantuan sejenis. (24) Strategi yang ditempuh pemerintah dalam kebijakan perkreditan untuk sektor pertanian dengan mengarahkan pada keterlibatan perbankan formal sebagai pelaksana (executing agency) merupakan langkah tepat. Namun, kebijakan pemerintah tersebut perlu diimbangi dengan upaya yang lebih sungguh-sungguh dalam membantu petani untuk meningkatkan skala usaha, kemampuan manajerial maupun aksesibilitas petani terhadap perbankan formal. (25) Bantuan dan fasilitasi pemerintah dapat diwujudkan dalam bentuk: (i) sertifikasi lahan secara murah dan mudah untuk memenuhi agunan yang selama ini menjadi kendala untuk bankable; (ii) pembinaan kelembagaan petani yang lebih intensif terutama dalam aspek manajerial usaha; (iii) inovasi teknologi pertanian dari hulu sampai hilir untuk meningkatkan produksi dan produktivitas usahatani, (iv) pembangunan infrastruktur pertanian yang memadai; (v) penyediaan sarana produksi secara tepat waktu dengan biaya terjangkau; (vi) adanya pengawasan dan pendampingan, misalnya dengan memfungsikan penyuluh pertanian dalam penyaluran kredit sehingga tepat sasaran; (vi) jaminan pemasaran produk pertanian, (vii) pemerintah hendaknya mendirikan lembaga keuangan khusus seperti bank pertanian yang berfungsi untuk menangani seluruh program pembiayaan pembangunan pertanian; keuntungannya xiv
8 adalah agar penyalurannya dapat lebih terarah dan tepat sasaran, termasuk untuk menghindari adanya penerima/petani yang memperoleh modal dari dua sumber program pembiayaan yang berbeda untuk membiayai satu kegiatan yang sama. Kesimpulan Dan Saran Kebijakan (26) Anggaran pembangunan pertanian tidak hanya dialokasikan di Departemen Pertanian, tetapi juga terdapat di berbagai departemen dan instansi pemerintah lainnya. Secara relatif, rata-rata tertinggi pengelola anggaran pembangunan pertanian selama periode adalah Departemen Perhubungan, PU, Kimpraswil, dan ESDM dan diikuti oleh Departemen Pertanian, Depdagri, Depnakertrans dan BPPT. Selama periode , rata-rata anggaran terbesar adalah untuk sarana dan prasarana (infrastruktur), dan yang kedua adalah bantuan permodalan. Urutan berikutnya adalah penyuluhan, litbang, dan diklat. (27) Penyaluran KKP tidak dapat sepenuhnya di akses oleh petani. Hal ini disebabkan oleh kurangnya informasi dan pengetahuan petani mengenai program KKP. Penerima SP-3 terbatas hanya pada petani perorangan yang pada umumnya memiliki skala usaha menengah dan luas. Penyaluran LM3 mempunyai potensi untuk dapat dikembangkan menjadi agen pembangunan agribisnis khususnya agroindustri di pedesaan, yang menyampaikan pesan pembangunan melalui kegiatan pendidikan moral dan sosial di dalam masyarakat. (28) Alokasi anggaran pembangunan pertanian sebaiknya dipusatkan atau dikoordinasikan oleh Departemen Pertanian agar lebih efisien dan efektif. Jika modal petani dianggap penting, maka jumlah alokasi anggaran pembiayaan pertanian seharusnya ditingkatkan. (29) Jangka waktu pengajuan KKP perlu dipersingkat dan jangka waktu pengembalian agar diperpanjang. Besarnya agunan dan biaya notaris perlu ditekan, serta NPWP sebaiknya tidak menjadi syarat pengajuan kredit. (30) Proses pengajuan dan pencairan kredit SP3 agar dipercepat, persyaratan agunan dikurangi nilainya, dan waktu pengembalian kredit diperpanjang. Masyarakat pertanian di sektor hulu diupayakan supaya makin banyak yang memanfaatkan SP3 dibanding penerima kredit yang bergerak di sektor hilir. (31) Proposal pengajuan LM3 supaya dinilai lebih cermat. Lembaga penerima dana supaya berkoordinasi dengan Dinas Pertanian/Peternakan setempat dalam pelaksanaan kegiatan. xv
PROPOSAL PENELITIAN PENINGKATAN 20 PERSEN AKSES PETANI TERHADAP BERBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN USAHATANI
PROPOSAL PENELITIAN PENINGKATAN 20 PERSEN AKSES PETANI TERHADAP BERBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN USAHATANI Bambang Sayaka Henny Mayrowani Sri Hery Susilowati Prayogo Utomo Hadi Rudy Rivai Sunarya Sugiyarto Azhari
Lebih terperinciLAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI
LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan mendasar bagi pengembangan usaha pertanian adalah lemahnya
Lebih terperinciREKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005
BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan
Lebih terperinciSeminar Hasil Penelitian ANALISIS KEBIJAKAN PEMBIAYAAN SEKTOR PERTANIAN
Seminar Hasil Penelitian ANALISIS KEBIJAKAN PEMBIAYAAN SEKTOR PERTANIAN Sahat Pasaribu Bambang Sayaka Wahyuning K. Sejati Adi Setiyanto Juni Hestina Jefferson Situmorang PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH
LAPORAN AKHIR KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH Oleh : Bambang Irawan Herman Supriadi Bambang Winarso Iwan Setiajie Anugrah Ahmad Makky Ar-Rozi Nono Sutrisno PUSAT SOSIAL
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata pada penyediaan
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB
Lebih terperinciSkim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)
28 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) Pendahuluan Latar Belakang Peraturan Presiden (PERPRES) Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini
Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas
Lebih terperinciKE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis
LAPORAN AKHIR TA. 2013 STUDI KEBIJA AKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAUU JAWAA (TAHUN KE-2) Oleh: Bambang Irawan Gatoet Sroe Hardono Adreng Purwoto Supadi Valeriana Darwis Nono Sutrisno
Lebih terperinciPROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:
PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung
Lebih terperinciBAB I P E N D A H U L U A N. 1. Latar Belakang
BAB I P E N D A H U L U A N 1. Latar Belakang Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional, dan undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, setiap
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang kehidupan sosial dan ekonomi bagi masyarakat di negara Indonesia ini. Selain menyediakan
Lebih terperinciMatrik Keterkaitan Dukungan Kelembagaan Dalam Pembangunan Pertanian
Matrik Keterkaitan Dukungan Kelembagaan Dalam Pembangunan Pertanian Menko Kesra BI Deptan, Dephut, Kelautan /Kan KLH/ BPN No Kebijakan Menko Perekonomian Depkes, BSN Karantina Kem- Ristek/ BPPT /LIPI 1
Lebih terperinciSEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.
SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian Indonesia dan dalam pembangunan nasional. Pembangunan dan perubahan struktur ekonomi tidak bisa dipisahkan dari
Lebih terperinciProspek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005
Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciBUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,
BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinci5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis
5Kebijakan Terpadu Pengembangan Agribisnis Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan kondisi yang makin seimbang. Persentase sumbangan sektor pertanian yang pada awal Pelita I sangat
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian adalah sektor penting dalam perekonomian Indonesia. Beberapa peran penting sektor pertanian yaitu menyerap tenaga kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan penyuluhan dalam pembangunan pertanian berperan sebagai jembatan yang menghubungkan antara praktek yang dijalankan oleh petani dengan pengetahuan dan teknologi
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 41/Permentan/OT.140/5/2007 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 41/Permentan/OT.140/5/2007 TENTANG PEDOMAN UMUM PENYALURAN BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT UNTUK KERINGANAN INVESTASI PERTANIAN (BLM-KIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciKEYNOTE SPEECH. Pada Seminar Nasional MENUJU PENDIRIAN BANK PERTANIAN (IPB International Convention Center, Bogor, 11 Mei 2009)
KEYNOTE SPEECH Pada Seminar Nasional MENUJU PENDIRIAN BANK PERTANIAN (IPB International Convention Center, Bogor, 11 Mei 2009) Assalaamu alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Gubernur Bank Indonesia Rektor
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permodalan merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk mendukung usaha baik dibidang pertanian maupun non-pertanian. Seringkali modal menjadi masalah yang penting
Lebih terperinciProspek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005
Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan
Lebih terperinciRINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI
RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk pembangunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN Oleh : Mewa Ariani Kedi Suradisastra Sri Wahyuni Tonny S. Wahyudi PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN Oleh : Sumaryanto Sugiarto Muhammad Suryadi PUSAT ANALISIS
Lebih terperinciBAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA
BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KATA PENGANTAR Untuk melaksanakan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciVISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dari sembilan program pembangunan yang ditetapkan pemerintah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari sembilan program pembangunan yang ditetapkan pemerintah melalui Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus 2006 yang lalu, program penanggulangan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 55,2012 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian
Lebih terperinciBAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,
BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru
Lebih terperinciPotensi daerah yang berpeluang pengembangan tanaman hortikultura; tanaman perkebunan; usaha perikanan; usaha peternakan; usaha pertambangan; sektor in
PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PEDESAAN MELALUI KOPERASI BERBASIS AGRIBISNIS Prof. Dr. H. Almasdi Syahza, SE., MP. Guru Besar Universitas Riau Email: asyahza@yahoo.co.id http://almasdi.unri.ac.id Pendahuluan
Lebih terperinciDeskripsikan Maksud dan Tujuan Kegiatan Litbangyasa :
ISI FORM D *Semua Informasi Wajib Diisi *Mengingat keterbatasan memory database, harap mengisi setiap isian dengan informasi secara general, singkat dan jelas. A. Uraian Kegiatan Deskripsikan Latar Belakang
Lebih terperinciKINERJA PEMBANGUNAN PERTANIAN: EVALUASI DAN IMPLIKASINYA
KINERJA PEMBANGUNAN PERTANIAN: EVALUASI 2004 2014 DAN IMPLIKASINYA Adi Setiyanto dan Bambang Irawan PENDAHULUAN Pembangunan pertanian periode 2000-2004, merupakan pembangunan yang menstabilisasi pemerintahan,
Lebih terperinciRINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.
RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, 2005. Analisis Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Agribisnis di Kabupaten Dompu Propinsi Nusa Tenggara Barat. Di Bawah bimbingan E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 dan telah berkembang menjadi krisis ekonomi dan multidimensi, pertumbuhan ekonomi nasional relatif masih
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika
Lebih terperinciPROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI
PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN
Lebih terperinciBUPATI LOMBOK TENGAH RANCANGAN PERATURAN BUPATI LOMBOK TENGAH NOMOR... TENTANG
BUPATI LOMBOK TENGAH RANCANGAN PERATURAN BUPATI LOMBOK TENGAH NOMOR... TENTANG INTEGRASI PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT DALAM STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN Menimbang : a. Bahwa pembangunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan salah satu sektor usaha yang paling banyak diminati oleh para pelaku usaha dan cukup prospektif untuk dikembangkan. UMKM dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus
I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Keterbatasan modal merupakan permasalahan yang paling umum terjadi dalam usaha, terutama bagi usaha kecil seperti usahatani. Ciri khas dari kehidupan petani adalah perbedaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan
16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa
Lebih terperinciProspek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005
Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang sangat beragam yang menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi agroklimat di Indonesia sangat
Lebih terperinciPERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011
PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011 1 Peran UMKMK Jumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sebanyak 51,3 juta unit usaha UMKM menyerap tenaga
Lebih terperinciSemakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin mudah bagi petani tersebut menyerap suatu inovasi atau teknologi, yang mana para anggotanya terd
BAB IPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menjadikan sektor pertanian yang iiandal dalam menghadapi segala perubahan dan tantangan, perlu pembenahan berbagai aspek, salah satunya adalah faktor kualitas sumber
Lebih terperinciPENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN Kementerian Pertanian Seminar Nasional Agribisnis, Universitas Galuh Ciamis, 1 April 2017 Pendahuluan Isi Paparan Kinerja dan permasalahan Posisi
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL
RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPeranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia
Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi
Lebih terperinciLatar Belakang Pembangunan bidang ekonomi, keseimbangan bidang pertanian dengan industri Pembangunan ekonomi berbasiskan kerakyatan; Pembangunan ekono
MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM UPAYA PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN BERBASIS AGRIBISNIS DI DAERAH RIAU Tim Peneliti: Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP. Henny Indrawati, SP., MM PENELITIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai keadaan tersebut,
Lebih terperinciKajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian
Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian PENDAHULUAN 1. Dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan masyarakat di perdesaan, Departemen Pertanian memfokuskan
Lebih terperinciBAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM
BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melalui Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari sembilan program pembangunan yang ditetapkan pemerintah melalui Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus 2006 yang lalu, program penanggulangan
Lebih terperinciKERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
55 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Sebagai badan, suatu peran tidak dapat tumbuh dan berkembang sendiri tanpa adanya partisipasi masyarakat. Selain sebagai institusi ekonomi, peran juga
Lebih terperinciPROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI
PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Peran kelembagaan dalam membangun dan mengembangkan
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.
Lebih terperinciV. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM
V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar
Lebih terperinciIII. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN
III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang
Lebih terperinciFAKTOR FAKTOR KELEMBAGAAN DALAM EKONOMI PERTANIAN
FAKTOR FAKTOR KELEMBAGAAN DALAM EKONOMI PERTANIAN A. Lembaga dan Peranannya Lembaga: organisasi atau kaidah, baik formal maupun informal, yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu
Lebih terperinciKEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK
KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK Jakarta, Januari 2013 KATA PENGANTAR Pengembangan kelembagaan peternak merupakan
Lebih terperinciPEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA. Saktyanu K. Dermoredjo
1 PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA Saktyanu K. Dermoredjo Pendahuluan 1. Dinamika perkembangan ekonomi global akhir-akhir ini memberikan sinyal terhadap pentingnya peningkatan daya saing. Seiring
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL)
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) Oleh : Prajogo U. Hadi Adimesra Djulin Amar K. Zakaria Jefferson Situmorang Valeriana Darwis PUSAT ANALISIS SOSIAL
Lebih terperinci-1- GUBERNUR BALI, Jdih.baliprov.go.id
-1- GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 105 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA DAN PERKEBUNAN PROVINSI BALI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan
Lebih terperinciMATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 PRAKIRAAN PENCAPAIAN TAHUN 2010 RENCANA TAHUN 2010
MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN BIDANG: WILAYAH DAN TATA RUANG (dalam miliar rupiah) PRIORITAS/ KEGIATAN PRIORITAS 2012 2013 2014 I PRIORITAS BIDANG PEMBANGUNAN DATA DAN INFORMASI SPASIAL A
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemerintah menyadari pemberdayaan usaha kecil menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat dan sekaligus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga investasi pada hakekatnya merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Lebih terperinciBAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN
BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2010 2014 (Edisi Revisi Tahun 2011), Kementerian Pertanian mencanangkan
Lebih terperinciStrategi dan Arah Kebijakan
dan Dalam rangka pencapaian visi dan misi yang diuraikan dalam tujuan dan sasaran, penyusunan strategi dan arah kebijakan pembangunan daerah menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan. adalah langkah-langkah
Lebih terperinciX. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO
X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak
Lebih terperinciRingkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1
Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh
Lebih terperinciKAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI
Laporan Akhir Hasil Penelitian TA.2015 KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI Tim Peneliti: Kurnia Suci Indraningsih Dewa Ketut Sadra
Lebih terperinciPERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar
PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian
Lebih terperinciPeran Bank Jateng Dalam Implementasi Program. Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi (KKP-E)
Peran Bank Jateng Dalam Implementasi Program Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi (KKP-E) JURNAL ILMIAH Disusun Oleh: CHEVIENE CHARISMA PUTRIE NIM. 115020200111003 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS
Lebih terperinciVII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat
VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT 7.1. Kinerja Lembaga Penunjang Pengembangkan budidaya rumput laut di Kecamatan Mangarabombang membutuhkan suatu wadah sebagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 2001 berdasarkan UU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang selanjutnya
Lebih terperinciVII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya
VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMEBERIAN INSENTIF DAN PEMEBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KONAWE SELATAN i! DITERBITKAN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 99/M-IND/PER/8/2010 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani
Lebih terperinci