KOMPUTASI PARALEL UNTUK SISTEM IDENTIFIKASI TUMBUHAN OBAT MENGGUNAKAN FUZZY LOCAL BINARY PATTERN NGAKAN NYOMAN KUTHA KRISNAWIJAYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KOMPUTASI PARALEL UNTUK SISTEM IDENTIFIKASI TUMBUHAN OBAT MENGGUNAKAN FUZZY LOCAL BINARY PATTERN NGAKAN NYOMAN KUTHA KRISNAWIJAYA"

Transkripsi

1 KOMPUTASI PARALEL UNTUK SISTEM IDENTIFIKASI TUMBUHAN OBAT MENGGUNAKAN FUZZY LOCAL BINARY PATTERN NGAKAN NYOMAN KUTHA KRISNAWIJAYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Komputasi Paralel Untuk Sistem Identifikasi Tumbuhan Obat Menggunakan Fuzzy Local Binary Pattern benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Ngakan Nyoman Kutha Krisnawijaya NRP G Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

4 RINGKASAN NGAKAN NYOMAN KUTHA KRISNAWIJAYA. Komputasi Paralel untuk Sistem Identifikasi Tumbuhan Obat Menggunakan Fuzzy Local Binary Pattern. Dibimbing oleh YENI HERDIYENI dan BIB PARUHUM SILALAHI. Seiring dengan bertambahnya jumlah database citra tumbuhan obat, maka penelitian mengenai sistem identifikasi otomatis suatu spesies tumbuhan obat semakin dikembangkan untuk penelitian maupun pemantauan spesies tumbuhan obat. Penelitian ini menerapkan High Performance Computing (HPC) pada sistem identifikasi tumbuhan obat. Penelitian ini mengusulkan komputasi paralel pada pengolahan citra tanaman obat menggunakan Fuzzy Local Binary Pattern (FLBP). Tujuan utama penelitian ini adalah mengukur efisiensi komputasi paralel dalam pengolahan citra tumbuhan obat dan mengevaluasi model paralel yang dibangun. Penelitian ini membangun dua model perancangan paralel untuk identifikasi tumbuhan obat menggunakan FLBP. Model 1 menggunakan teknik data paralel dan model 2 menggunakan teknik task paralel pada proses FLBP. Kedua model perancangan ini diterapkan pada komputer cluster terdiri dari delapan komputer dengan spesifikasi yang sama. Pengembangan model perancangan paralel menggunakan model message-passing dengan library MPI dan bahasa pemrograman C/C++. Evaluasi model perancangan paralel menggunakan percepatan, efisiensi dan isoefisiensi. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa kedua model perancangan mampu mengurangi waktu komputasi ekstraksi fitur citra pada sistem identifikasi tumbuhan obat. Nilai percepatan model 1 pada saat proses ekstraksi data citra menggunakan 8 prosesor sebesar 7.64 dengan nilai efisiensi sebesar Model 2 menggunakan 8 prosesor menghasilkan nilai percepatan sebesar 6.9 dengan nilai efisiensi sebesar Hasil perbandingan nilai percepatan dan efisiensi kedua model perancangan menunjukkan bahwa model 1 lebih baik pada saat proses ekstraksi data citra daun. Hal ini dipengaruhi oleh proses pembagian area citra pada model 2 memerlukan biaya komunikasi yang kompleks. Hasil analisis pada model 2, jika penambahan sejumlah prosesor mempengaruhi biaya komunikasi yang dikeluarkan. Kondisi ini tidak terjadi pada model 1 sehingga percepatan dan efisiensi yang dihasilkan lebih baik dibandingkan model 2. Evaluasi model perancangan paralel pada proses ekstraksi citra kueri menunjukkan nilai percepatan model 1 sebesar 6.73 dengan nilai efisiensi Model 2 menghasilkan nilai percepatan sebesar 7.96 dengan nilai efisiensi sebesar Perbedaan nilai percepatan dan efisiensi yang dihasilkan dipengaruhi oleh pembagian data dari kedua model paralel. Model 1 membagi 20 kombinasi operator dan threshold FLBP. Proses pembagian data pada model 1 memungkinkan terjadinya pembagian data yang tidak ideal. Pembagian data yang ideal adalah pada saat setiap prosesor mengolah data dengan jumlah yang sama. Pembagian data yang tidak ideal dapat menyebabkan terjadinya kondisi idle. Kondisi idle dapat mempengaruhi kinerja dan waktu paralel yang dihasilkan oleh model 1. Pembagian data pada model 2 sangat ideal sehingga nilai percepatan dan efisiensi yang dihasilkan lebih baik dibandingakan model 1. Kata kunci: Fuzzy Local Binary Pattern, High Performance Computing, Komputasi Paralel.

5 SUMMARY NGAKAN NYOMAN KUTHA KRISNAWIJAYA. Parallel Computing for Medicinal Plant Identification System Using Fuzzy Local Binary Pattern. Supervised by YENI HERDIYENI and BIB PARUHUM SILALAHI. As biological image databases are increasing rapidly, automated species identification based on digital data is of great interest for accelerating biodiversity assessment, research and monitoring. This research applied high performance computing (HPC) on medicinal plant identification system. We propose parallel computing on medicinal plant image processing using Fuzzy Local Binary Pattern (FLBP). The main goal of the research was to measure the efficiency of parallel computing on medicinal plant image processing and evaluation whether this approach is reasonable for handling large data sets. This research proposes two models of parallel design to identify medicinal plant. The first model used data parallel design and the second model used task parallel design on FLBP process. Both of model are applied on the computer cluster, which consists of eight computers with the same spesicification. The development of the parallel design used the message-passing model with MPI library and the C/C++ language programming. The parallel computation performance was evaluated by speed up, efficiency and iso-efficiency. The experimental result shows that both of the parallel design models can reduce the computing time of the image feature extraction on a medicinal plant identification system. The values of the speedup on the first model by the time of the extraction was image data by using 8 processors, is 7.64 with efficiency value of The second model uses 8 processors generated the value of the speedup is 6.9 with efficiency value The result of the comparation values between the speedup and the efficiency of both design model shows that first model has better performance by the time of the extraction leaf images. This is affected by the process of image area dividing on the second model that requires more complex of communication cost. We analyzed that in the second model if we add processor would effect on communication cost. This condition did not occurred on the first model, so that the speedup and efficiency are better than the second model. The experimental result of query image extraction shows that the speedup on the first model is 6.73, with efficiency value of The second model produces speedup value is 7.96, with efficiency value of The different between speedup value and efficiency produced is affected by the dividing of data from those two parallel models. The first model divides 20 combination of the operator and FLBP threshold. The process of data dividing on first model enables unideal data partitioning. The ideal data dividing is at the time of each processors compute the data with the same volume. The unideal data dividing may cause an idle condition. The idle condition can affect the performance and the parallel time generated by the first model. The dividing of the data on second model by dividing the image area equal to the processors used. The data dividing on the second model is ideal condition, so that the speedup and efficiency are better than first model. Keywords: Fuzzy Local Binary Pattern, High Performance Computing, Parallel Computing.

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 KOMPUTASI PARALEL UNTUK SISTEM IDENTIFIKASI TUMBUHAN OBAT MENGGUNAKAN FUZZY LOCAL BINARY PATTERN NGAKAN NYOMAN KUTHA KRISNAWIJAYA Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Komputer pada Program Studi Ilmu Komputer SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Eng Heru Sukoco, SSi MT

9 Judul Tesis Nama NIM : Komputasi Paralel untuk Sistem Identifikasi menggunakan Fuzzy Local Binary Pattern : Ngakan Nyoman Kutha Krisnawijaya : G Tumbuhan Obat Disetujui oleh Komisi Pembimbing SSiMKom Dr Ir Bib Paruhu Silalahi MKom Angg Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Komputer Dekan Sekolah Pascasarjana,'::". '0\':'-00 e> :rqijt, : :P~hry.\l Sy~h, MScAgr "..~.< ~,.~ ~ ~: ; ;:~:,.~ ~.~,,", f :',.'~o ' ~~ -::~ : ~~:,,::o~: : ::: o ::~~ :~; o oo o>i Tanggal Ujian: 16 September 2013 Tanggal Lulus:

10 Judul Tesis Nama NIM : Komputasi Paralel untuk Sistem Identifikasi Tumbuhan Obat menggunakan Fuzzy Local Binary Pattern : Ngakan Nyoman Kutha Krisnawijaya : G Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom Ketua Dr Ir Bib Paruhum Silalahi, MKom Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Komputer Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Yani Nurhadryani, SSi MT Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 16 September 2013 Tanggal Lulus:

11

12 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 sampai Agustus 2013 adalah Komputasi Paralel Untuk Sistem Identifikasi Tumbuhan Obat Menggunakan Fuzzy Local Binary Pattern. Dalam menyelesaikan karya ilmiah ini penulis mendapatkan banyak sekali bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom dan Bapak Dr Ir Bib Paruhum Silalahi, MKom selaku pembimbing, serta Bapak Dr Eng Heru Sukoco, SSi MT selaku penguji dalam sidang tesis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orangtua, Bapak Ngakan Kutha Parthawijaya dan Ibu Ni Wayan Sariani atas doa, dukungan moral dan materi, kedua saudaraku tersayang, Ngakan Made Kutha Indrawijaya, SP dan Desak Rai Kutha Asriwijaya. Desak Nyoman Widyanthini atas perhatian, semangat dan dukungannya. Bapak Ir Ngakan Komang Kutha Ardhana, MSc dan keluarga atas nasihat, bantuan dan motivasinya. Penulis juga tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada semua teman seperjuangan Pasca Ilkom 13, atas kebersamaannya dalam perkuliahan, teman lima sekawan atas motivasi, diskusi, kritik selama kuliah dan penyelesaian penelitian ini, Yunda, Kak Ismi, Bang Ardiansyah, Rizky, Mega, Desta, Rahmat, Wahyuni, Mbak Gibtha dan semua teman LAB CI, atas diskusi, bantuan dan motivasinya serta pengelola pasca sarjana, seluruh dosen dan staf akademik Ilmu Komputer IPB atas bantuan dan bimbingannya selama penulis mengikuti perkuliahan di Ilmu Komputer IPB. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama penyelesaian karya ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satupersatu. Semoga karya ini dapat memberi manfaat. Bogor, September 2013 Ngakan Nyoman Kutha Krisnawijaya

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Fitur Tekstur 3 Local Binary Pattern (LBP) 3 Fuzzy Local Binary Pattern (FLBP) 4 Probabilistic Neural Network (PNN) 6 High Performance Computing (HPC) 8 Perancangan Desain Komputasi Paralel 10 Evaluasi Kinerja Paralel 12 Komputasi Paralel pada Aplikasi Pengolahan Citra Digital 13 Message Passing Interface (MPI) 14 3 METODE 15 Data Penelitian 16 Preprocessing 16 Ekstraksi Fitur dengan Fuzzy Local Binary Pattern 16 Komputasi Paralel 16 Pembagian Data Latih dan Uji 21 Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network 22 Evaluasi 22 Perangkat Keras dan Perangkat Lunak 22 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 Preprocessing Citra Daun Tumbuhan Obat 23 Ekstraksi Fitur dengan Fuzzy Local Binary Pattern 23 Komputasi Paralel 24 Evaluasi kinerja paralel model 1 29 Model 1 untuk citra kueri 31 Evaluasi kinerja paralel untuk citra kueri 32 Klasifikasi dan Evaluasi 33 Evaluasi kinerja paralel model 2 38 Model 2 untuk citra kueri 40 Evaluasi kinerja paralel untuk citra kueri 41 Klasifikasi dan Evaluasi 42 ii ii

14 ii Perbandingan kinerja model 1 dan model 2 43 Perbandingan akurasi model 1 dan model SIMPULAN DAN SARAN 47 Simpulan 47 Saran 47 DAFTAR PUSTAKA 48 LAMPIRAN 49 RIWAYAT HIDUP 51 DAFTAR TABEL 1 Operator LBP (Valerina 2012) 16 2 Pembagian data citra setiap spesies untuk setiap prosesor 28 3 Hasil evaluasi percepatan dan efisiensi model Hasil evaluasi isoefisiensi model Hasil evaluasi percepatan dan efisiensi model 1 untuk citra kueri 32 6 Hasil evaluasi percepatan dan efisiensi model Hasil evaluasi isoefisiensi model Hasil evaluasi percepatan dan efisiensi model 1 untuk citra kueri 41 DAFTAR GAMBAR 1 Skema komputasi LBP 4 2 Ukuran operator LBP 4 3 Fungsi keanggotaan m 0 () dan m 1 () sebagai fungsi dari p i 5 4 Skema komputasi FLBP dengan F= Struktur PNN 7 6 Shared memory 8 7 Distributed memory 9 8 Hybrid system 9 9 Model perancangan paralel Flynn Metode Foster Message passing antar prosesor Metode penelitian Model 1 paralel pembagian data Model 1 untuk citra kueri Model 2 paralel pembagian data dan proses FLBP Model 2 untuk citra kueri Hasil preprocessing citra tumbuhan obat Histogram FLBP pada tumbuhan obat Komputer cluster menggunakan 8 unit komputer Proses komunikasi menggunakan MPI_Scatterv dan MPI_Gatherv 28

15 iii 21 Percepatan model Efisiensi model Percepatan model 1 untuk citra kueri Efisiensi model 1 untuk citra kueri Perbandingan akurasi per kelas model Contoh citra data latih dan data uji kelas 7 (Pegagan) Contoh citra data latih dan data uji kelas 5 (Akar Kuning) Proses pembagian area citra daun Proses ekstraksi fitur FLBP pada area citra daun Proses point-to-point communication Topologi virtual GRID_COMM Topologi virtual communicator coll_comm Proses komunikasi pada communicator coll_comm Percepatan model Efisiensi model Percepatan model 2 untuk citra kueri Efisiensi model 2 untuk citra kueri Perbandingan akurasi per kelas model Contoh citra data latih dan data uji kelas 29 (Jambu Biji) Perbandingan percepatan Perbandingan efisiensi Perbandingan akurasi model 1 dan model Perbandingan akurasi model 1 dan model 2 (Lanjutan) Citra teridentifkasi salah pada model Perbedaan proses ekstraksi model 1 dan model 2 46

16 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati lebih dari spesies tumbuhan (Bappenas 2003). Groombridge dan Jenkins (2002) mencatat bahwa terdapat spesies tumbuhan obat di Indonesia. Spesies tumbuhan yang sudah digunakan sebagai tumbuhan obat sejumlah spesies. Ini berarti persentase tumbuhan obat yang sudah dimanfaatkan hanya sebesar 4.4% dari sumber daya yang tersedia. Salah satu penyebab kurangnya pemanfaatan tumbuhan obat adalah pengetahuan masyarakat tentang potensi tumbuhan obat masih minim. Peningkatan pengetahuan masyarakat tentang tumbuhan obat dapat dibantu dengan dikembangkannya sistem identifikasi tumbuhan obat. Penelitian tentang sistem identifikasi tumbuhan obat berdasarkan hasil ekstraksi fitur citra tumbuhan obat telah banyak dilakukan. Proses identifikasi dilakukan menggunakan organ vegetatif yang paling mudah ditemukan seperti daun. Valerina (2012) menggunakan metode ekstraksi fitur Fuzzy Local Binary Pattern (FLBP) dan metode klasifikasi Probabilistic Neural Network (PNN) untuk mengidentifikasi tumbuhan obat. Akurasi yang diperoleh dari sistem sebesar 66.3%. Herdiyeni dan Wahyuni (2012) juga menggunakan metode ekstraksi fitur dan klasifikasi yang sama untuk identifikasi tumbuhan obat. Sistem identifikasi telah dikembangkan di dalam aplikasi mobile berbasis Android. Pengembangan sistem identifikasi berbasis mobile bertujuan untuk memudahkan user dalam mengidentifikasi tumbuhan obat. Laxmi (2012) menerapkan Multiobjective Genetic Algorithm (MOGA) dalam sistem identifikasi tumbuhan obat. MOGA diterapkan untuk optimasi metode FLBP pada saat proses ekstraksi citra daun tumbuhan obat yang memiliki keragaman tekstur yang cukup tinggi. Laxmi (2012) mencatat bahwa penerapan metode FLBP untuk ekstraksi fitur memiliki waktu komputasi yang paling lama di dalam sistem yang dibangun. Hal ini terjadi karena FLBP merupakan metode ekstraksi fitur yang menggunakan fuzzification untuk mendapatkan pola tekstur dari citra. Semakin besar rentang fuzzy yang digunakan akan semakin banyak piksel citra yang diolah di dalamnya dan semakin besar waktu komputasi yang dibutuhkan. Rentang fuzzy pada FLBP ditentukan melalui threshold yang digunakan pada saat ekstraksi fitur. Selain algoritme yang digunakan dalam ekstraksi menggunakan FLBP, jumlah data yang diolah juga mempengaruhi waktu komputasi untuk esktraksi fitur. Menurut Nasir et al. (2012) High Performance Computing (HPC) merupakan metode untuk mengatasi permasalahan yang memiliki kompleksitas tinggi terkait dengan beban pekerjaan dan penggunaan banyak data. Paralel dan distributed computing merupakan bagian dari metode HPC. Komputasi paralel dapat diterapkan pada aplikasi pengolahan citra. Penerapan komputasi paralel dapat dilakukan pada setiap tahap dari pengolahan citra seperti preprocessing sampai dengan proses klasifikasi. Petryniak (2008) menganalisis penerapan komputasi paralel pada pengolahan citra. Penelitian ini mencoba berbagai model perancangan paralel seperti pembagian data ke beberapa prosesor dan diproses secara paralel. Model perancangan lainnya adalah membagi area citra dan didistribusikan ke sejumlah prosesor untuk diolah secara paralel. Selain

17 2 menganalisis waktu komputasi, Petryniak (2008) juga menganalisis waktu komunikasi paralel dari setiap model perancangan yang digunakan. Hasil dari penelitian ini adalah komputasi paralel dapat meningkatkan efisiensi pengolahan citra. Permasalahan waktu komputasi yang terjadi saat proses ekstraksi fitur FLBP pada sistem identifikasi tumbuhan obat memberikan motivasi untuk menerapkan metode HPC pada sistem identifikasi tumbuhan obat. Penerapan metode HPC diharapkan mampu mengurangi waktu komputasi pada saat ekstraksi fitur sistem identifikasi tumbuhan obat. Metode klasifikasi yang digunakan adalah Probabilistic Neural Network (PNN). Percepatan, efisiensi dan isoefisiensi digunakan untuk mengukur seberapa baik model perancangan paralel yang diterapkan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan menerapkan komputasi paralel pada proses ekstraksi fitur untuk identifikasi tumbuhan obat. Metode klasifikasi ekstraksi fitur yang digunakan adalah FLBP. Ruang Lingkup Penelitian Ruang Lingkup penelitian ini adalah: 1. Data yang digunakan adalah citra daun 30 spesies tumbuhan obat di Indonesia. 2. Operator LBP yang digunakan adalah operator LBP (8,1) dan (8,2). Threshold FLBP menggunakan rentang dari 1 sampai dengan Desain perancangan paralel berdasarkan pembagian data dan pembagian area citra. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah mengurangi waktu komputasi sistem pada saat ekstraksi fitur menggunakan FLBP. Sistem identifikasi yang dibangun diharapkan dapat menghasilkan informasi spesies tumbuhan obat secara cepat dan akurat.

18 2 TINJAUAN PUSTAKA Fitur Tekstur Fitur tekstur merupakan gambaran visualisasi dari sebuah objek. Tekstur dapat dicirikan sebagai variasi intensitas pencahayaan pada sebuah citra. Analisis tekstur memiliki peranan yang cukup penting dalam aplikasi pengolahan citra digital. Meskipun warna merupakan hal yang penting dalam mendeskripsikan citra akan tetapi informasi warna tidak cukup untuk mendeskripsikan suatu citra. Informasi yang terkandung pada tekstur adalah area, kekasaran, regularity, linearitas, dan frekuensi (Maenpaa 2003). Local Binary Pattern (LBP) Analisis tekstur digunakan di sebagian besar aplikasi seperti remote sensing, pengolahan citra pada biomedical, visual inspection dan identifikasi citra. Sejak awal 1970-an penelitian dan pengembangan metode ekstraksi fitur telah banyak diusulkan. Metode Local Binary Pattern (LBP) merupakan salah satu metode untuk merepresentasikan tekstur berdasarkan binary pattern (pola biner). Metode LBP cukup efektif di dalam menggambarkan pola tekstur lokal dari citra (Keramidas et al. 2011). Menurut Iakovidis et al. (2008) proses Local Binary Pattern (LBP) merepresentasikan tekstur lokal disekitar tekstur pusat berdasarkan operator ketetanggaan LBP. Setiap pola tekstur LBP direpresentasikan oleh sembilan elemen ={,,,, }, merupakan nilai piksel pusat dan (0 7) merupakan nilai piksel sekelilingnya (circular sampling). Nilai circular sampling dapat dicirikan oleh nilai biner (0 7) seperti pada Gambar 1(b) dengan Persamaan 1: 0, <0 = (1) 1, 0 dengan = adalah selisih antara nilai circular sampling dan piksel pusat.

19 4 (a) (b) (c) Gambar 1 Skema komputasi LBP (Iakovidis et al. 2008) Nilai biner yang dihasilkan kemudian akan dikonversi ke nilai desimal untuk mendapatkan nilai LBP menggunakan Persamaan 2 berikut: 7 LBP= i=0 d i. 2 i, LBP 0,255 (2) Nilai-nilai LBP yang dihasilkan akan direpresentasikan melalui histogram. Histogram akan menunjukkann frekuensi kemunculan dari setiap nilai LBP. Menurut Ahonen dan Pietikainen (2008) operator LBP dapat dikembangkan dengan menggunakan berbagai ukuran sampling points dan radius (Gambar 2). Pengamatan piksel ketetanggaan, akan digunakan notasi (, ) dimana P merupakan sampling points dan R merupakan radius. Nilai LBP dihasilkan sesuai dengan operator LBP yang digunakan. Semakin kecil radius dan semakin besar sampling points yang digunakan maka semakin banyak piksel yang diolah untuk mendapatkan nilai LBP. (8,1) (16,2) (8,2) Gambar 2 Ukuran operator LBP (Ahonen dan Pietikainen 2008) Fuzzy Local Binary Pattern (FLBP) Fuzzification pada proses LBP adalah transformasi variabel input menjadi variabel fuzzy berdasarkan pada sekumpulan fuzzy rule (Iakovidis et al. 2008). Berdasarkan penelitian Iakovidis et al. (2008), penelitian ini menggunakann dua fuzzy rule untuk menentukann representasi nilai biner dan mencari nilai fuzzy. Penentuan nilai fuzzy berdasarkan deskripsi selisih antara nilai circular sampling p i dan piksel pusat p center ( p i ) yaitu:

20 5 1 Rule R 0 : Semakin negatif nilai, maka nilai kepastian terbesar dari adalah 0. 2 Rule R 1 : Semakin positif nilai, maka nilai kepastian terbesar dari adalah 1. Berdasarkan rules R 0 dan R 1 dua fungsi keanggotaan ( ) dan ( ) dapat ditentukan (Gambar 3). Fungsi keanggotaan ( ) mendefinisikan derajat adalah 0. Fungsi keanggotaan ( ) adalah fungsi menurun yang didefinisikan pada Persamaan 3: ( )= 0,., < < 1, (3) fungsi keanggotaan ( ) mendefinisikan derajat adalah 1. Fungsi ( ) didefinisikan pada Persamaan 4: ( )= 1,., < < 0, (4) Fungsi keanggotaan ( ) dan ( ), (0,255) merepresentasikan threshold FLBP (F) yang mengontrol derajat ketidakpastian. Semakin besar nilai threshold yang digunakan maka semakin banyak nilai piksel yang diolah di dalam rentang fuzzy. Penentuan nilai threshold berdasarkan dari tekstur citra yang diekstraksi. Citra yang memiliki tekstur homogen cukup menggunakan nilai threshold yang kecil, sedangkan citra yang memiliki tekstur heterogen menggunakan nilai threshold yang lebih besar. Penggunaan threshold yang besar mempengaruhi waktu komputasi pada saat proses ekstraksi fitur. Gambar 3 Fungsi keanggotaan m 0 () dan m 1 () sebagai fungsi dari p i (Iakovidis et al. 2008)

21 6 Metode Fuzzy Local Binary Pattern menghasilkan satu atau lebih kode LBP, sedangkan metode LBP original hanya menghasilkan satu kode LBP saja. Nilai-nilai LBP yang dihasilkan FLBP memiliki tingkat kontribusi (, ) yang berbeda, bergantung pada nilai-nilai fungsi keanggotaan () dan () yang dihasilkan. Untuk ketetanggaan 3x3, kontribusi C LBP dari setiap kode LBP pada histogram FLBP didefinisikan pada Persamaan 5 (Iakovidis et al. 2008): = ( ) (5) Total kontribusi ketetanggaan 3x3 ke dalam bin histogram FLBP dihitung dengan menggunakan Persamaan 6: =1 (6) Kode LBP tersebut akan direpresentasikan dengan histogram yang dihitung dengan menjumlahkan kontribusi C LBP dari setiap nilai LBP seperti pada Gambar Gambar 4 Skema komputasi FLBP dengan F=10 (Iakovidis 2008) Probabilistic Neural Network (PNN) Menurut Wu et al. (2007), metode PNN merupakan Artificial Neural Network (ANN) yang menggunakan teorema probabilitas klasik (pengklasifikasian Bayes). PNN diperkenalkan oleh Donald Specht pada tahun Pelatihan yang digunakan PNN adalah pelatihan (training) supervised. Training data PNN mudah dan cepat. Bobot bukan merupakan hasil training melainkan nilai yang dimasukkan (tersedia). Struktur PNN seperti pada Gambar 5.

22 7 Gambar 5 Struktur PNN Keunggulan yang dimiliki PNN adalah tingkat keakuratan yang cukup tinggi dan waktu pelatihan yang cukup singkat. Akurasi PNN dipengaruhi oleh nilai dari parameter penghalusan ( ) dan pola pelatihan yang diberikan. Jika nilai ( ) tepat maka akurasi akan mendekati 100%. Struktur PNN terdiri atas empat lapisan yaitu lapisan masukan, pola, penjumlahan, dan keputusan. 1. Lapisan masukan (input layer) Lapisan masukan merupakan input x yang terdiri atas k nilai ciri yang akan diklasifikasikan pada salah satu kelas dari n kelas. 2. Lapisan pola (pattern layer) Pada lapisan pola dilakukan perkalian titik (dot product) antara input x dan vektor bobot x A, yaitu Z A = x x Ai, Z A kemudian dibagi dengan penghalusan ( ) tertentu dan dimasukkan ke dalam fungsi Parzen, yaitu ( )=exp( ). Persamaan yang digunakan pada lapisan pola didefinisikan Persamaan 7: ( )=exp ( ) ( ) (7) dengan x Ai sebagai vektor bobot atau vektor latih kelas ke-a urutan ke-i. 3. Lapisan penjumlahan (summation layer) Pada lapisan penjumlahan, setiap pola pada masing-masing kelas dijumlahkan sehingga menghasilkan population density function untuk setiap kelas. Persamaan 8 digunakan pada lapisan ini. (8) ( ) ( )= ( ) ( ) ( ) dengan ( ) = peluang kelas A ( ) = peluang bersyarat x jika masuk ke dalam kelas A = vektor latih kelas A urutan ke-i = dimensi vektor input

23 8 = jumlah pola pelatihan kelas A = bias atau penghalusan 4. Lapisan keputusan (output layer) Pada lapisan keputusan, input x akan diklasifikasikan ke kelas A jika nilai p A (x) paling besar dibandingkan kelas lainnya. High Performance Computing (HPC) HPC merupakan metode yang digunakan untuk memecahkan permasalahan yang memiliki kompleksitas yang tinggi seperti algoritme yang rumit dan terkait beban pekerjaan dengan jumlah data yang besar. HPC mampu mengurangi waktu komputasi akibat kompleksitas yang tinggi sehingga pekerjaan sistem menjadi efisien dan informasi yang dihasilkan lebih cepat didapatkan. Komputasi paralel dan distributed computing merupakan teknik yang digunakan dalam metode HPC. HPC telah dikembangkan dan digunakan dalam bidang bioinformatika, pengolahan citra dan bidang ilmu lainnya (Nasir et al. 2012). Model Perancangan HPC Menurut Quinn (2004) model perancangan paralel terbagi menjadi tiga yaitu: 1. Shared memory merupakan model perancangan dengan satu komputer memiliki banyak prosesor (multiprocessor). Dalam model perancangan ini dua atau lebih prosesor melakukan komputasi secara bersamaan dan mengakses memori yang sama. Gambar 6 menunjukkan skema shared memory. Gambar 6 Shared memory (Quinn 2004) 2. Distributed memory merupakan model perancangan dengan menggunakan banyak komputer (multi-computer) terhubung dengan jaringan dan bekerja secara paralel. Perbedaan antara shared memory dengan distributed memory adalah setiap prosesor memiliki local memory dan melakukan komputasi di dalam local memory tersebut. Distributed memory memerlukan komunikasi jaringan untuk menghubungkan memori antar prosesor. Gambar 7 menunjukkan skema distributed memory.

24 9 Gambar 7 Distributed memory (Quinn 2004) Menurut Prajapati dan Vij (2011) terdapat dua skema utama di dalam distributed memory yaitu: a. Master-slave. Dalam skema ini, terdapat satu komputer sebagai unit pengontrol yaitu komputer master. Tugas dari komputer master adalah mendistribusikan data atau pekerjaan ke komputer slave. Komputer slave bekerja secara paralel untuk menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kemudian hasilnya akan dikumpulkan kembali ke komputer master. b. Peer-to-peer. Dalam skema ini tidak ada komputer master sebagai unit pengontrol seperti pada skema master-slave. Seluruh prosesor memiliki kapabilitas yang sama dan saling terkoneksi untuk bekerja secara paralel. 3. Hybrid system merupakan penggabungan dari distributed memory dan shared memory. Dewasa ini model perancangan ini lebih dikembangkan untuk menghasilkan sistem yang lebih besar dan lebih cepat. Gambar 8 menunjukkan model perancangan hybrid system. MEMORY Prosesor Prosesor Prosesor Prosesor MEMORY Prosesor Prosesor Prosesor Prosesor NETWORK MEMORY Prosesor Prosesor Prosesor Prosesor MEMORY Prosesor Prosesor Prosesor Prosesor Gambar 8 Hybrid system (Quinn 2004) Klasifikasi model perancangan komputer paralel dapat juga ditinjau berdasarkan instruksi atau pekerjaan dan data yang digunakan. Model perancangan ini diperkenalkan oleh Flynn pada tahun 1966 (Quinn 2004). Menurut skema Flynn, Model perancangan HPC dapat diklasifikasikan menjadi Single Instruction Single Data (SISD), Single Instruction Multiple Data (SIMD), Multiple Instruction Single Data (MISD), Multiple Instruction Multiple Data (MIMD). Gambar 9 menunjukkan skema Flynn untuk komputasi paralel.

25 10 Gambar 9 Model perancangan paralel Flynn (Quinn 2004) Perancangan Desain Komputasi Paralel Komputasi paralel adalah penggunaan sejumlah prosesor yang saling bekerjasama untuk mencari suatu solusi tunggal dari suatu permasalahan. Tujuan pemrosesan paralel adalah untuk mempercepat waktu eksekusi dan mendistribusikan pencarian solusi dari permasalahan yang sangat kompleks (Quinn 2004). Metode Foster Menurut Quinn (2004), Ian Foster pada tahun 1995 menemukan suatu metode desain sistem paralel. Metode perancangan desain dimulai dari pembagian data/komputasi ke dalam beberapa bagian, menentukan komunikasi antar bagian tersebut. Jika komunikasi antar bagian terlalu besar maka dikelompokkan bagian yang memiliki komunikasi intensif dengan bagian lain. Langkah terakhir adalah memetakan kelompok tersebut pada sejumlah prosesor yang ada. Menurut Foster, langkah-langkah untuk mendesain algoritme paralel (Gambar 10) adalah sebagai berikut: a. Partisi (partitioning) Langkah pertama dalam merancang suatu proses paralelisme adalah memilah dan mencari bagian-bagian yang mungkin dikerjakan secara paralel (primitive task). Bagian yang mungkin dikerjakan pada proses paralel adalah bagian yang independent atau tidak saling terkait satu dengan lainnya. Partitioning adalah pembagian instruksi kerja (komputasi) dan data ke dalam beberapa bagian. Partitioning yang baik mampu membagi data dan komputasi ke dalam bagian yang sangat kecil. Partitioning menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan data decompotition dan pendekatan functional decompotition. Data decomposition yaitu pendekatan algoritme desain paralel yang prosesnya adalah membagi data ke dalam beberapa bagian kemudian menentukan bagaimana hubungan yang terjadi antara komputasi dan data. Functional decomposition adalah proses membagi komputasi ke dalam beberapa bagian, kemudian menentukan bagaimana hubungan data dengan komputasi yang ada. Tujuan utama dari

26 11 proses partitioning adalah mengidentifikasi sebanyak mungkin primitive task, karena primitive task adalah modal dasar dalam melakukan proses paralelisme. b. Komunikasi (communication) Setelah mendapatkan primitive task dari masalah yang diselesaikan dengan komputasi paralel, selanjutnya menentukan komunikasi antar task. Ada dua jenis komunikasi yang digunakan yaitu global dan local. Local communication adalah jika suatu task membutuhkan suatu nilai dari task lainnya, maka akan dibuat channel dari task penghasil data ke task yang memerlukan data. Global communication digunakan ketika sejumlah besar primitive task harus menghasilkan data untuk menunjang suatu proses komputasi. Contoh dari komunikasi global adalah kalkulasi penjumlahan nilai yang dilakukan oleh suatu proses primitive. c. Aglomerasi (agglomeration) Aglomerasi adalah proses pengelompokan task ke dalam task yang lebih besar guna meningkatkan kinerja maupun menyederhanakan pemrograman. Jumlah task yang berhubungan kadang-kadang lebih besar daripada jumlah prosesor yang digunakan. Tujuan utama dari aglomerasi adalah mengurangi overhead pada komunikasi. d. Pemetaan (mapping) Pemetaan adalah proses penandaan task ke prosesor. Tujuan dari pemetaan adalah memaksimalkan kemampuan prosesor dan meminimalkan komunikasi antar prosesor. Kemampuan prosesor adalah persentase rata-rata waktu prosesor dalam mengeksekusi suatu task untuk menyelesaikan suatu masalah dan memberi suatu solusi penyelesaian. Kemampuan prosesor maksimal jika komputasi berjalan seimbang sehingga memungkinkan semua prosesor memulai dan mengakhiri proses eksekusi pada waktu yang sama. Di sisi lain, kemampuan prosesor minimal jika satu atau lebih prosesor mengalami idle. Gambar 10 Metode Foster (Quinn 2004)

27 12 Evaluasi Kinerja Paralel Hukum Amdahl Menurut Amdahl (1967) dalam Quinn (2004), peningkatan pemrosesan paralel tidak hanya bergantung pada banyaknya prosesor yang digunakan, tetapi lebih dipengaruhi oleh fraksi rasio antara instruksi sekuensial dengan keseluruhan instruksi pada suatu program seperti pada Persamaan 9: = (9) dengan : nilai percepatan : waktu sekuensial : waktu paralel Percepatan juga dapat dihitung apabila hanya diketahui waktu pemrosesan instruksi paralel dan waktu pemrosesan instruksi sekuensial saja. Percepatan didefinisikan seperti pada Persamaan 10: = (10) dengan : nilai percepatan : waktu yang dibutuhkan sebuah prosesor untuk mengeksekusi perintah paralel : waktu yang dibutuhkan sebuah prosesor untuk mengeksekusi perintah sekuensial : banyaknya prosesor Efisiensi (Efficiency) Efisiensi adalah rasio antara waktu sekuensial dengan waktu paralel, yang didefinisikan seperti pada Persamaan 11: dengan = (11) : nilai efisiensi : waktu yang dibutuhkan sebuah prosesor untuk mengeksekusi perintah paralel : waktu yang dibutuhkan sebuah prosesor untuk mengeksekusi perintah sekuensial : banyaknya prosesor Efisiensi dapat digunakan untuk mengukur kinerja program paralel. Semakin tinggi efisiensi maka kinerja program semakin baik, namun jika sebaliknya maka kinerja program semakin buruk.

28 13 Hukum Gustafson-Barsis Menurut Quinn (2004) selain Hukum Amdhal, kinerja paralel diukur juga dengan menghitung skalabilitas (isoefficiency) menggunakan Hukum Gustafson- Barsis (1988). Pengukuran skalabilitas ini dengan menambahkan sejumlah data (N) dan prosesor (p) untuk menjaga nilai effisiensi dari program paralel. Isoeffisiency didefinisikan pada Persamaan 12: ( )= ( 1 ) = (12) dengan : skalabilitas : banyaknya prosesor E : efisiensi T : waktu yang dibutuhkan sebuah prosesor untuk mengeksekusi perintah paralel T : waktu yang dibutuhkan sebuah prosesor untuk mengeksekusi perintah sekuensial : selisih proses paralel dengan sekuensial T Komputasi Paralel pada Aplikasi Pengolahan Citra Digital Model perancangan paralel yang ada yaitu shared memory, distributed memory dan hybrid system. Ketiga model perancangan tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan tersendiri sehingga pemilihan model perancangan tergantung pada kebutuhan aplikasi yang dibangun. Penerapan paralel pada aplikasi pengolahan citra digital dapat dilakukan dengan tiga cara (Prajapati dan Vij 2011) yaitu: 1. Data paralel Data paralel adalah beberapa prosesor melakukan pekerjaan yang sama dengan data yang berbeda-beda (Quinn 2004). Proses paralel pada pengolahan citra digital dapat dilakukan dengan membagi proses pengolahan citra ke setiap prosesor. Pembagian yang ideal adalah setiap prosesor mendapatkan jumlah data yang sama. Pembagian data dapat dilakukan dengan salah satu dari tiga cara yaitu (1) paralel piksel, (2) baris atau kolom paralel dan (3) blok paralel yaitu citra dibagi per blok untuk diolah secara paralel (Prajapati dan Vij 2011). 2. Task paralel Task paralel adalah skema paralel dengan masing-masing prosesor melakukan task atau pekerjaan yang berbeda dengan data yang sama. Untuk melakukan task paralel dengan mencari pekerjaan yang tidak terkait dengan pekerjaan lainnya (independent task) (Quinn 2004). Pengolahan citra digital memiliki banyak independent task tergantung dari algoritme pengolahan yang digunakan (Prajapati dan Vij 2011).

29 14 3. Pipeline Pipeline adalah skema paralel yang dilakukan pada setiap tahapan dari algoritme pengolahan citra digital. Beberapa algoritme pengolahan citra digital memiliki tahapan-tahapan yang dapat diparalelkan. Tahapan tersebut adalah praproses, ekstraksi fitur, klasifikasi dan lain sebagainya. Tahapan inilah yang di proses secara paralel. Satu prosesor menangani satu tahapan dan prosesor lain menerima hasil tahapan dari prosesor sebelumnya sesuai dengan tahapan pada algoritme pengolahan citra digital. Message Passing Interface (MPI) MPI merupakan protokol untuk program paralel yang dikembangkan dalam skema distributed memory (Prajapati dan Vij 2011). MPI mengijinkan pertukaran data (message) antara prosesor yang terlibat (Gambar 11). Library MPI dapat berjalan di dalam bahasa pemrograman C, C++ dan Fortran. Prosesor dapat berkomunikasi satu dengan lainnya melalui fungsi komunikasi yang ada di MPI. MPI menyediakan sebuah grup proses (communicator) untuk tempat berkomunikasi prosesor yang tergabung di dalam model perancangan paralel. Informasi mengenai communicator ini disimpan di dalam variabel dengan tipe MPI_Comm. Communicator standar dari MPI yaitu MPI_Comm_World. Tipe komunikasi pada MPI yaitu point-to-point communication dan collective communication. Point-to-point communication adalah komunikasi yang melibatkan sepasang prosesor untuk saling bertukar data. Library MPI menyediakan MPI_Send dan MPI_Recv untuk melakukan point-topoint communication. Collective communication pada MPI melibatkan komunikasi antara semua prosesor yang terlibat di dalam communicator. Collective communication memiliki keuntungan dibandingkan point-to-point communication yaitu kompleksitas komunikasi yang lebih sederhana (Grama et al. 2003). Gambar 11 Message passing antar prosesor (Quinn 2004)

30 3 METODE Penelitian ini membangun sistem identifikasi spesies tumbuhan obat menggunakan metode ekstraksi fitur FLBP dan HPC. Terdapat dua perancangan paralel yang dilakukan yaitu paralel pembagian data (model 1) dan paralel proses FLBP (model 2). Citra yang akan diidentifikasi dikirimkan ke server untuk diolah. Pengolahan di server yaitu preprocessing dan juga ekstraksi fitur citra menggunakan metode FLBP. Proses ekstraksi FLBP ini dilakukan dengan paralel untuk mendapatkan hasil ekstraksi lebih cepat. Output dari server adalah informasi spesies tumbuhan obat citra input. Penerapan komputasi paralel dengan metode HPC diharapkan mampu mempercepat informasi output dari sistem yang dibangun. Tahapan seluruh proses identifikasi tumbuhan obat diilustrasikan pada Gambar 12. Gambar 12 Metode penelitian

31 16 Data Penelitian Pengambilan data 30 spesies tumbuhan obat dilakukan di rumah kaca Pusat Konservasi Ex-Situ Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia, Fakultas Kehutanan, IPB dan kebun Biofarmaka IPB. Pemotretan dilakukan dengan menggunakan lima kamera digital yang berbeda (7210 Supernova, DSC-W55, Samsung PL100, EX-Z35 dan Canon Digital Axus 95 IS). Total citra adalah sebanyak citra yang terdiri atas 30 spesies dengan masing-masing spesies terdiri atas 48 citra yang disajikan pada Lampiran 1. Preprocessing Preprocessing merupakan tahap awal dari proses identifikasi tumbuhan obat. Proses yang dilakukan pada tahap ini adalah mengganti latar belakang citra daun dengan warna putih. Ukuran citra diperkecil menjadi piksel. Mode warna citra diubah menjadi grayscale sebagai input untuk proses ekstraksi fitur. Ekstraksi Fitur dengan Fuzzy Local Binary Pattern Ekstraksi fitur menggunakan metode FLBP P,R. FLBP merupakan metode untuk merepresentasikan pola tekstur dari suatu citra. Langkah pertama untuk mendapatkan informasi tekstur dari suatu citra adalah dengan menentukan operator LBP dan juga threshold FLBP. Setelah penentuan operator dan threshold, citra akan dibagi ke dalam beberapa blok (local region) sesuai dengan operator circular neighborhood (P, R), yaitu sampling point (P) dan radius (R) yang digunakan. Selanjutnya adalah proses scanning citra (convolution) menggunakan local region untuk mendapatkan nilai LBP dari setiap local region. Nilai LBP akan direpresentasikan melalui histogram FLBP. Histogram tersebut menggambarkan frekuensi dari kontribusi nilai LBP yang muncul pada sebuah citra. Penelitian ini menggunakan operator (8,1) dan (8,2) yang disajikan pada Tabel 1 dan rentang threshold dari 1 sampai dengan 10 sehingga proses ekstraksi menggunakan 20 kombinasi operator dan threshold. Tabel 1 Operator LBP (Valerina 2012) (, ) Ukuran Blok (piksel) Kuantisasi sudut (8,1) (3 3) 45 o (8,2) (5 5) 45 o Komputasi Paralel Komputasi paralel didesain untuk mengurangi waktu komputasi pada saat melakukan proses ekstraksi fitur. Waktu komputasi dapat dikurangi dengan cara membagi data atau pekerjaan (komputasi) ke sejumlah p prosesor. Proses ekstraksi fitur yang sebelumnya dilakukan secara sekuensial (satu citra dalam satu

32 17 waktu) akan dilakukan secara bersamaan dengan beberapa prosesor. Desain komputasi paralel dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah dari metode Foster (1995) dalam Quinn (2004). Langkah-langkah tersebut adalah partisi, komunikasi, aglomerasi dan mapping. Penelitian ini menggunakan desain model perancangan seperti pada Gambar 13, 14, 15 dan 16. Desain model perancangan dirancang dengan menggunakan model perancangan distributed memory. Model 1 yaitu paralel pembagian data (Gambar 13). Arsitekur ini menggunakan teknik data paralelisasi. Data citra daun tumbuhan obat dibagi dan didistribusikan oleh prosesor master ke setiap prosesor slave. Proses ekstraksi fitur daun citra tumbuhan obat dilakukan pada setiap prosesor slave. Hasil ekstraksi yaitu histogram ciri dari setiap citra dikumpulkan dari prosesor slave ke prosesor master. Model 1 didesain juga untuk ekstraksi citra kueri (Gambar 14). Data yang dibagi adalah kombinasi operator LBP dan threshold FLBP. Masingmasing prosesor slave mendapatkan kombinasi yang berbeda. Citra kueri diekstraksi pada setiap prosesor slave menggunakan kombinasi operator LBP dan threshold FLBP yang berbeda. Model 2 yaitu paralel dengan membagi data citra daun tumbuhan obat dan paralel proses FLBP (Gambar 15). Model 2 menggunakan teknik data paralelisasi dan task paralelisasi. Model perancangan ini didesain selain memparalelkan data citra daun, juga memparalelkan proses FLBP pada saat ekstraksi dengan cara membagi area citra daun. Area citra daun dibagi oleh prosesor master dan didistribusikan ke setiap prosesor slave. Prosesor slave mengekstraksi area citra daun dan hasil ekstraksi dikumpulkan ke prosesor master. Prosesor master menjumlahkan hasil ekstraksi setiap area citra untuk menjadi histogram ciri dari daun tumbuhan tersebut. Desain model 2 untuk citra kueri (Gambar 16) dengan membagi area citra sebanyak jumlah prosesor yang digunakan. a. Model 1 Langkah pertama metode Foster untuk mendesain komputasi paralel adalah proses partisi. Pembagian data citra (partisi) pada model 1 dilakukan dengan cara melihat proses yang independent. Proses ekstraksi fitur tiap citra merupakan proses yang independent. Pembagian dilakukan dengan membagi dan menyebarkan data citra daun ke sejumlah p prosesor. Sehingga dalam kondisi ideal, prosesor akan mengekstraksi sebanyak / data citra daun, dengan N merupakan jumlah data citra daun dan p merupakan jumlah prosesor. Ekstraksi menggunakan 20 kombinasi operator LBP dan threshold FLBP di lakukan pada setiap prosesor slave.

33 18 Citra daun Pembagian Data Proses Ekstraksi FLBP Operator (8,1)&(8,2) dan threshold=(1-10) Operator (8,1)&(8,2) dan threshold=(1-10) Operator (8,1)&(8,2) dan threshold=(1-10) Operator (8,1)&(8,2) dan threshold=(1-10) Histogram Gather Komputer Master Histogram Gambar 13 Model 1 paralel pembagian data Langkah kedua adalah menentukan komunikasi dalam desain paralel. Komunikasi terjadi pada saat proses pembagian data citra daun dari prosesor master ke sejumlah prosesor slave. Komunikasi juga terjadi pada saat pengumpulan histogram hasil ekstraksi fitur menggunakan FLBP dari prosesor slave ke prosesor master. Komunikasi yang terjadi adalah collective communication. Collective communication merupakan komunikasi yang terjadi antara prosesor master dengan semua prosesor slave yang ada. Desain model 1 tidak membutuhkan proses aglomerasi dan mapping karena hanya sedikit proses komunikasi yang terjadi. Selain ekstraksi fitur seluruh data citra daun, desain paralel model 1 juga dibuat untuk ekstraksi fitur citra kueri. Citra kueri merupakan citra input dari user untuk diidentifikasi oleh sistem. Perancangan desain paralel citra kueri pada model 1 (Gambar 14) bertujuan agar output identifikasi yang dihasilkan oleh sistem dapat cepat didapatkan oleh user.

34 Histogram Gambar 14 Model 1 untuk citra kueri Desain paralel untuk ekstraksi fitur citra kueri pada model 1 berbeda dengan ekstraksi fitur seluruh data citra daun. Proses partisi pada paralel ekstraksi fitur citra kueri dibuat dengan cara membagi kombinasi operator LBP dan threshold FLBP. Penelitian ini menggunakan 20 kombinasi operator LBP dan threshold FLBP untuk ekstraksi seluruh citra daun dan citra kueri. Proses ekstaksi satu kombinasi dengan kombinasi lainnya merupakan proses yang independent. Kombinasi-kombinasi operator LBP dan threshold FLBP ini yang akan dibagi dan didistribusikan ke prosesor slave. Masing-masing prosesor slave akan mengekstraksi citra kueri menggunakan kombinasi yang berbeda. Proses komunikasi sama seperti desain model perancangan paralel untuk ekstraksi seluruh citra daun. b. Model 2 Proses partisi desain paralel model 2 adalah dengan membagi data citra daun ke sejumlah p prosesor. Pembagian data citra daun ini sama dengan proses pembagian pada model 1. Selain proses pembagian data citra daun, pada model 2 juga melakukan pembagian pada area citra (Gambar 15). Proses ekstraksi area citra merupakan proses yang independent di dalam metode FLBP. Proses komunikasi yang terjadi dalam model 2 adalah pada saat pembagian data citra daun dari prosesor master ke setiap prosesor slave, kemudian proses komunikasi terjadi antar prosesor slave pada saat mendistribusikan area citra yang akan diolah. Komunikasi juga terjadi pada saat pengumpulan histogram area citra dari prosesor slave ke prosesor master.

35 Histogram Gambar 15 Model 2 paralel pembagian data dan proses FLBP Proses aglomerasi dibutuhkan untuk desain model 2 dikarenakan proses komunikasi yang terjadi cukup kompleks. Aglomerasi didesain dengan membuat communicator baru di dalam MPI. Communicator adalah kelompok kerja prosesor yang tergabung di dalam model perancangan. Pengaturan komunikasi dapat dilakukan pada sebuah communicator. Pengaturan komunikasi bertujuan mengurangi komunikasi global pada model perancangan. Penelitian ini mengelompokkan prosesor membentuk grid cartesius (virtual topology). Topology ini mempermudah pembagian area citra ke sejumlah prosesor. Selanjutnya adalah membagi virtual topology menjadi communicator baru dengan nama col_comm. Pengelompokkan prosesor pada communicator baru ini berdasarkan prosesor yang memiliki id kolom yang sama pada virtual topology. Proses pembagian area citra dan ekstraksi FLBP dilakukan pada communicator col_comm.

36 21 Selain ekstraksi fitur seluruh data citra daun, desain paralel model 2 juga dibuat untuk ekstraksi fitur citra kueri. Perancangan desain paralel citra kueri pada model 2 (Gambar 16) dengan cara membagi area citra kueri ke sejumlah p prosesor. Setiap prosesor akan mengekstraksi area citra kueri dengan 20 kombinasi operator dan threshold Gambar 16 Model 2 untuk citra kueri Desain paralel untuk ekstraksi fitur citra kueri pada model 2 dirancang dengan membagi area citra dan mendistribusikannya ke sejumlah prosesor. Area citra diekstraksi secara paralel dengan sejumlah p prosesor. Hasil histogram masing-masing area akan dikumpulkan di prosesor master. Prosesor master akan menjumlahkan tiap-tiap histogram untuk mendapatkan histogram FLBP dari citra kueri. Proses komunikasi menggunakan point-to-point communication. Proses point-to-point communication adalah proses komunikasi antara prosesor master dengan satu prosesor slave (point-to-point). Perancangan komunikasi ini bertujuan untuk membagi area citra. Setiap prosesor slave mendapatkan area citra kueri yang berbeda sehingga pembagiannya menggunakan komunikasi point-to-point communication. Pembagian Data Latih dan Uji Pembagian data dilakukan dengan membagi data menjadi 2 bagian, yaitu data latih dan uji. Data latih digunakan sebagai masukan untuk pelatihan dengan PNN, sedangkan data uji digunakan untuk menguji model hasil pelatihan. Pengujian bertujuan mengetahui kemampuan dari model PNN dalam mengklasifikasi spesies tumbuhan obat. Klasifikasi dilakukan dengan membagi

37 22 data latih dan uji dengan komposisi masing-masing 80% dan 20%. Data latih untuk setiap kelas berjumlah 38 citra, sedangkan data uji setiap kelas berjumlah 10 citra. Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network Klasifikasi dilakukan menggunakan vektor histogram hasil ekstraksi menggunakan operator LBP dan threshold FLBP. Klasifikasi spesies tumbuhan obat dilakukan dengan PNN. Model perancangan PNN terdiri atas lapisan masukan, pola, penjumlahan dan keputusan. Lapisan masukan berupa vektorvektor histogram hasil ekstraksi tumbuhan obat. Lapisan pola memiliki satu model PNN dengan menggunakan nilai bias ( ) tetap. Nilai bias ditentukan dengan cara melakukan percobaan untuk menghaluskan fungsi kernel PNN. Lapisan pola juga menghitung jarak vektor data latih ke vektor data uji dan menghasilkan nilai kedekatan vektor data uji ke vektor data latih. Nilai kedekatan ini akan dijumlahkan dengan nilai kedekatan hasil perhitungan dari lapisan pola lainnya yang masih berada dalam satu kelas. Hasil penjumlahan berupa nilai probabilitas. Lapisan keputusan mengambil nilai probabilitas maksimum dari seluruh kelas. Nilai maksimum merupakan hasil klasifikasi dari data input. Evaluasi Pengujian data dilakukan untuk menilai tingkat keberhasilan klasifikasi citra kueri oleh sistem. Evaluasi dari kinerja model klasifikasi didasarkan pada banyaknya data uji yang diprediksi secara benar oleh model. Hasil perhitungan klasifikasi data uji ditampilkan dalam tabel confussion matrix. Tabel confussion matrix diproses untuk mendapatkan nilai akurasi. Nilai akurasi merupakan nilai perbandingan antara jumlah data yang berhasil dikenali oleh classifier dengan jumlah total data pengujian. Hal ini dapat dihitung menggunakan akurasi yang didefinisikan pada Persamaan 13. = 100% (13) Selain evaluasi akurasi, evaluasi juga dilakukan dengan menguji sistem paralel yang diterapkan. Pengujian menggunakan Persamaan 9, 10, 11 dan 12. Perangkat Keras dan Perangkat Lunak Delapan unit komputer yang digunakan pada penelitian ini memiliki spesifikasi yang sama yaitu, Processor Intel Core i CPU 3.10 Ghz, memori RAM 4 GB dan harddisk 500 GB. Masing-masing komputer menggunakan perangkat lunak yang sama yaitu Sistem Operasi Ubuntu Pengolahan citra menggunakan Library OpenCV dan sistem paralel menggunakan Library Message Passing Interface (MPI).

38 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Model perancangan paralel didesain dengan dua pendekatan yang berbeda yaitu model 1 membagi dan mendistribusikan data citra sedangkan pada model 2, proses paralel dilakukan dengan membagi data citra dan juga paralel proses FLBP. Preprocessing Citra Daun Tumbuhan Obat Preprocessing dilakukan dengan tujuan mempercepat waktu pengolahan data citra. Preprocessing data citra tumbuhan obat dilakukan dengan cara memperkecil ukuran citra menjadi dan mengubah mode warna citra menjadi grayscale. Hasil dari preprocessing seperti pada Gambar 17. Gambar 17 Hasil preprocessing citra tumbuhan obat (Laxmi 2012) Ekstraksi Fitur dengan Fuzzy Local Binary Pattern Citra grayscale hasil preprocessing digunakan sebagai input pada proses ekstraksi FLBP. Ekstraksi dilakukan menggunakan operator pada Tabel 1. Ciri FLBP didapat dengann mengekstraksi citra menggunakan nilai threshold fuzzifikasi (F) FLBP yang berbeda. Nilai threshold FLBP yang digunakan mulai dari F=1 sampai F=10. Nilai threshold FLBP menentukan nilai biner LBP yang dihasilkan. Jika terdapat sejumlah nilai yang berada dalam rentang fuzzy maka akan menghasilkan nilai biner sebanyak 2. Semakin besar nilai threshold FLBP maka akan semakin besar rentang nilai fuzzy pada saat pembacaan nilai piksel. Besarnya rentang fuzzy ini berbanding lurus dengan nilai biner LBP yang dihasilkan dan waktu komputasi pada saat ekstraksi fitur menggunakan FLBP. Ekstraksi FLBP menghasilkan histogram frekuensi nilai LBP. Histogram merupakan pertambahan C LBP dari nilai LBP. Panjang bin yang dihasilkan pada histogram FLBP P,R bergantung pada jumlah sampling points (P) yang digunakan, yaitu 2 P. Pada penelitiann ini, jumlah P yang digunakan adalah 8 sehingga jumlah bin pada histogram FLBP P,R sebanyak 2 8 = 256 bin. Salah satu contoh histogram FLBP seperti pada Gambar 18.

39 24 Frekuensi Histogram FLBP Nilai LBP Gambar 18 Histogram FLBP pada tumbuhan obat Komputasi Paralel Analisis performance metrics Analisis performance metric meliputi analisis algoritme sekuensial dan algoritme paralel proses ekstraksi fitur menggunakan metode FLBP. Analisis ini untuk mendapatkan persamaan-persamaan matematis dalam mengukur kinerja dari proses ekstraksi fitur menggunakan metode FLBP. Analisis sekuensial Analisis kinerja algoritme ekstraksi fitur metode FLBP pada sistem identifikasi tumbuhan obat secara sekuensial diukur pada persamaan kompleksitas. Waktu eksekusi dipengaruhi oleh ukuran data yaitu jumlah spesies dan jumlah citra, teknik ekstraksi metode FLBP yaitu jumlah operator LBP dan jumlah threshold FLBP serta ukuran citra. Sehingga apabila jumlah spesies sebanyak spesies, jumlah citra setiap spesies adalah citra, jumlah operator sebanyak k, rentang threshold dan ukuran citra adalah maka kompleksitasnya adalah sebagai berikut. = ( )+ ( ) ( ) dengan adalah waktu sekuensial pemrosesan ekstraksi fitur menggunakan metode FLBP. Analisis paralel Algoritme proses ekstraksi fitur menggunakan metode FLBP dalam implementasinya menggunakan jumlah spesies tumbuhan obat, setiap spesies memiliki jumlah citra daun tumbuhan obat sebagai data input. Proses ekstraksi fitur data input pada metode FLBP, tergantung pada operator dan threshold yang digunakan. Parelisasi dilakukan pada pembagian data input karena memiliki beban komputasi yang besar. Penelitian ini menerapkan dua model perancangan paralel untuk mengatasi permasalahan waktu komputasi pada sistem identifikasi tumbuhan obat.

40 25 Model 1 Model 1 membagi data input ke setiap prosesor. Proses ekstraksi fitur dilakukan di setiap prosesor dengan data input yang berbeda. Satu proses (prosesor master) bertugas membagi data, melakukan komputasi lokal dan mengumpulkan hasil komputasi dari proses lainnya, sedangkan proses lainnya bertugas melakukan komputasi lokal sesuai dengan data citra dan metode ekstraksi yang harus dikerjakan. Hasil komputasi lokal setiap proses dikumpulkan ke proses master. Waktu yang diperlukan sebanyak p prosesor untuk menyelesaikan masalah yang sama, maka kompleksitas untuk waktu eksekusi paralel dirumuskan sebagai berikut: = ( ) + 2( ) dengan merupakan waktu paralel dan 2( ) adalah waktu komunikasi yang dibutuhkan untuk membagi data input dan mengumpulkan hasil ekstraksi. Nilai percepatan model 1 dihitung dengan menggunakan Persamaan 9 seperti berikut: = = ( ) ( ) + 2( ) Selain nilai percepatan, dapat juga menghitung efisiensi dari model 1 dengan menggunakan Persamaan 11 seperti berikut: = =( )+2 ( ) = = ( ) ( )+2 ( ) dengan merupakan biaya paralel yang dikeluarkan oleh model 1. Untuk mempertahankan efisiensi yang konstan, W ukuran masalah harus proporsional terhadap (, ), atau Persamaan 12 harus terpenuhi. = (, ) Total overhead adalah sebagai berikut: = 2 ( ) Artinya jika jumlah proses bertambah dari p menjadi p, ukuran input citra daun tumbuhan obat harus bertambah sebesar 2 ( ) kali lipat, misal jumlah proses bertambah dari dua menjadi empat, maka ukuran input harus bertambah sebesar 16/4 = 4 kali lipat.

41 26 Model 2 Parelisasi pada model 2 diterapkan pada saat proses pembagian data input ke setiap prosesor dan juga pada saat ekstraksi citra daun (proses FLBP). Citra daun akan dibagi areanya sebanyak jumlah prosesor dan area tersebut diekstraksi. Hasil ekstraksi setiap area dikumpulkan ke prosesor master. Waktu yang diperlukan sebanyak p prosesor untuk menyelesaikan masalah yang sama, maka kompleksitas untuk waktu eksekusi paralel dirumuskan sebagai berikut: = ( ) + 2( )+ dengan merupakan waktu paralel, 2( ) proses komunikasi pada saat pembagian data citra dan merupakan proses komunikasi pembagian area citra. Nilai percepatan model 2 dapat dirumuskan dengan Persamaan 9 sebagai berikut: = = ( ) ( ) + 2( )+ Nilai efisiensi dapat dirumuskan menggunakan Persamaan 11 dengan biaya paralel ( ) dihitung terlebih dahulu. Persamaan nilai efisiensi dari model 2 adalah sebagai berikut: = =( )+2 ( )+ = = ( ) ( )+2 ( )+ Untuk mempertahankan efisiensi yang konstan, W ukuran masalah harus proporsional terhadap (, ), atau Persamaan 12 harus terpenuhi. Total overhead adalah sebagai berikut: = 2 ( )+ Artinya jika jumlah proses bertambah dari p menjadi p, ukuran input citra daun tumbuhan obat harus bertambah sebesar 2 ( )+ kali lipat, misal jumlah proses bertambah dari empat menjadi enam, maka ukuran input harus bertambah sebesar 72/32 = 2.25 kali lipat. Analisis hasil percobaan Ekstraksi fitur FLBP memiliki waktu komputasi yang cukup lama pada sistem identifikasi tumbuhan obat. Beberapa faktor yang mempengaruhi waktu komputasi pada saat proses ekstraksi adalah penggunaan dua operator LBP, masing-masing operator menggunakan threshold =1 sampai =10. Satu citra daun tumbuhan obat akan memiliki 20 histogram ciri hasil ekstraksi menggunakan kombinasi operator dan threshold tersebut. Penelitian ini mengolah

42 27 sebanyak citra sehingga menghasilkan sebanyak vektor histogram FLBP. Proses ekstraksi data citra latih yang dilakukan secara sekuensial (menggunakan satu komputer) memerlukan waktu selama detik atau delapan jam. Penelitian ini mencoba mengurangi waktu komputasi tersebut. Kedua model perancangan dijalankan dalam sebuah komputer cluster. Komputer cluster (Gambar 19) terdiri atas sejumlah komputer yang terkoneksi dalam Local Area Network (LAN) yang saling bekerja secara paralel. Komputer cluster pada penelitian ini menggunakan 8 unit komputer (prosesor) yang dihubungkan melalui kabel LAN 100Mbps. Gambar 19 Komputer cluster menggunakan 8 unit komputer Delapan unit komputer yang digunakan pada komputer cluster memiliki spesifikasi yang sama yaitu, Processor Intel Core i CPU 3.10 Ghz, memori RAM 4 GB dan harddisk 500 GB. Pada penelitian ini salah satu komputer cluster dijadikan prosesor master. Prosesor master memberikan perintah kepada prosesor slave untuk dikerjakan secara paralel. Prosesor master dan slave terhubung melalui kabel LAN dan satu unit switch. Komunikasi dalam topologi LAN hanya terjadi pada prosesor yang tergabung didalamnya tanpa ada komunikasi dari topologi jaringan lain. Oleh karena itu, nilai latency yang dihasilkan sangat baik yaitu miliseconds. Semakin kecil nilai latency dari suatu model perancangan cluster, maka semakin baik performa dari model perancangan tersebut. Pencatatan waktu ekstraksi fitur citra daun tumbuhan obat secara paralel dilakukan oleh prosesor master. Pengerjaan paralel pada sistem identifikasi tumbuhan obat hanya pada saat ekstraksi fitur citra daun. Setelah prosesor master menerima hasil ekstraksi fitur dari prosesor slave, prosesor master akan memroses hasil ekstraksi fitur tersebut untuk mendapatkan model PNN. Proses klasifikasi menggunakan PNN dikerjakan di dalam satu komputer yaitu komputer master. Model 1 Model 1 pada penelitian ini didesain untuk memecahkan permasalahan komputasi dengan banyak data. Perancangan model perancangan mengikuti metode Foster yaitu partisi, komunikasi, aglomerasi dan mapping.

43 28 Partisi Partisi dapat dilakukan dengan membagi citra ke beberapa prosesor kemudian dilakukan ekstraksi fitur di masing-masing prosesor. Tabel 2 menunjukkan proses pembagian data untuk setiap prosesor. Pembagian data citra dilakukan pada setiap spesies yang akan diekstraksi. Partisi yang ideal adalah saat setiap prosesor mendapatkan jumlah data yang sama. Tabel 2 Pembagian data citra setiap spesies untuk setiap prosesor Total data Jumlah Pembagian data Jumlah prosesor prosesor setiap prosesor yang kelebihan data Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat kondisi tidak ideal di dalam pembagian data citra ke setiap prosesor. Penggunaan 5 buah prosesor terjadi kondisi tidak ideal tersebut. Terdapat 3 buah prosesor yang mengolah data lebih banyak. 3 buah prosesor masing-masing mengolah 10 data citra dan 2 prosesor lainnya mengolah sebanyak 9 data citra untuk setiap spesiesnya. Kondisi tidak ideal juga terjadi pada penggunaan 7 buah prosesor. Kondisi ini terjadi karena terdapat 6 buah prosesor mengolah 7 data citra sedangkan 1 buah prosesor hanya mengolah 6 data citra. Hanya satu prosesor yang mengolah sebanyak 6 data citra setiap spesiesnya. Komunikasi Komunikasi yang digunakan pada model 1 adalah MPI_Scatterv (Gambar 20). MPI_Scatterv merupakan komunikasi yang disediakan oleh Library MPI untuk mendistribusikan jumlah data yang berbeda untuk setiap prosesor. Model 1 terdapat beberapa prosesor yang mengolah data tidak dalam jumlah yang sama. Gambar 20 Proses komunikasi menggunakan MPI_Scatterv dan MPI_Gatherv Pasangan dari proses MPI_Scatterv adalah proses MPI_Gatherv. MPI_Gatherv digunakan untuk mengumpulkan histogram hasil ekstraksi fitur

44 29 citra daun tumbuhan obat. Proses pengumpulan histogram terjadi dari prosesor slave ke prosesor master. Proses komunikasi yang terjadi pada model 1 cukup sederhana sehingga tidak menggunakan tahapan proses aglomerasi dan mapping. Hasil pengumpulan histogram FLBP selanjutnya menjadi input untuk proses PNN. Evaluasi kinerja paralel model 1 Hasil evaluasi percepatan dan efisiensi seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Penerapan proses paralel mampu meningkatkan percepatan pemrosesan ekstraksi fitur citra menggunakan FLBP. Peningkatan ini didapatkan dari perbandingan waktu paralel dengan waktu sekuensial. Tabel 3 Hasil evaluasi percepatan dan efisiensi model 1 Waktu paralel Jumlah processor ( ) (detik) Percepatan ( ) Efisiensi ( ) Percepatan Pengukuran kinerja model perancangan paralel yang pertama adalah percepatan. Percepatan merupakan hasil perbandingan antara waktu sekuensial dengan waktu paralel. Waktu sekuensial merupakan waktu proses ekstraksi fitur citra daun tumbuhan obat menggunakan satu prosesor sedangkan waktu paralel merupakan waktu ekstraksi fitur citra daun tumbuhan obat menggunakan multiprocessor. Hasil evaluasi percepatan menggunakan beberapa prosesor (Gambar 21) menunjukkan peningkatan percepatan kinerja pada saat ekstraksi fitur. Percepatan Jumlah Prosesor Gambar 21 Percepatan model 1

45 30 Berdasarkan grafik pada Gambar 21, penggunaan multi-processor untuk melakukan ekstraksi fitur citra daun tumbuhan dapat mengurangi waktu komputasi. Percobaan dilakukan dengan menggunakan 2 prosesor untuk ekstraksi fitur memerlukan waktu selama detik dengan percepatan mencapai 1.97 kali lebih cepat dari waktu sekuensial. Percobaan dilakukan sampai dengan menggunakan 8 prosesor memerlukan waktu selama detik dengan percepatan mencapai 7.64 kali lebih cepat dari waktu sekuensial. Menurut Grama et al. (2003) percepatan yang ideal adalah nilai percepatan yang dihasilkan sama dengan jumlah prosesor yang digunakan. Namun pada banyak percobaan seringkali tidak mencapai kondisi ideal tersebut. Hal ini disebabkan oleh faktor komunikasi yang terjadi selama proses paralel dan terdapat prosesor yang idle atau tidak berkerja. Percepatan yang dihasilkan dari semua percobaan mendekati kondisi ideal. Setiap percobaan menghasilkan nilai percepatan ( ) yang mendekati jumlah prosesor yang digunakan ( ). Efisiensi Efisiensi merupakan perbandingan antara percepatan dengan jumlah prosesor yang digunakan (p). Efisiensi mengukur seberapa efisien penggunaan sejumlah prosesor di dalam model perancangan paralel yang dibangun. Dalam model perancangan paralel yang ideal, efisiensi mencapai nilai satu. Penelitian ini mengukur nilai efisiensi (Gambar 22) pada model perancangan yang dibangun. Pengukuran efisiensi dilakukan untuk melihat seberapa maksimum prosesor yang bekerja di dalam model perancangan yang dibangun. Efisiensi Jumlah Prosesor Gambar 22 Efisiensi model 1 Nilai efisiensi yang dihasilkan pada model perancangan paralel pembagian data mendekati nilai ideal. Nilai efisiensi tertinggi adalah 0.97 pada saat penggunaan 2, 3, dan 4 prosesor. Penggunaan 5 prosesor terjadi penurunan nilai efisiensi menjadi Penurunan nilai efisiensi ini disebabkan oleh hasil proses pembagian data yang tidak ideal. Untuk pengolahan 48 data citra setiap spesiesnya terdapat 3 prosesor mengolah 10 data citra, sedangkan 2 prosesor mengolah 9 data citra. Pembagian data citra yang tidak ideal ini menyebabkan 2 prosesor dalam kondisi idle pada saat 3 prosesor lainnya masih mengolah data citra. Kondisi idle ini mempengaruhi nilai efisiensi pada pemrosesan paralel.

46 31 Namun, penurunan nilai efisiensi tidak secara signifikan. Penggunaan multiprocessor untuk mengekstraksi fitur sebanyak citra daun tumbuhan obat cukup ideal. Isoefisiensi Skalabilitas (isoefisiensi) merupakan kemampuan model perancangan paralel untuk mempertahankan nilai efisiensi dengan bertambahnya jumlah data dan prosesor. Jumlah prosesor pada model perancangan program paralel sangat diperhitungkan. Penggunaan sejumlah prosesor berhubungan dengan biaya komunikasi. Penggunaan prosesor yang efektif mampu mengurangi biaya komunikasi yang dikeluarkan oleh model perancangan paralel. Pengukuran isoefisiensi ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil evaluasi isoefisiensi model 1 =2 =3 =4 =5 =6 =7 = Berdasarkan perhitungan performance metric didapatkan bahwa untuk mempertahankan nilai efisiensi pada model 1 dengan menambahkan data citra sebesar 2 ( ). Tabel 4 menunjukkan penambahan prosesor dari berjumlah 2 menjadi 3 dengan penambahan data sebesar 2 ( ) mempertahankan efisiensi sebesar Model 1 untuk citra kueri Model 1 didesain juga untuk ekstraksi citra kueri. Sistem identifikasi yang dikembangkan dirancang untuk menerima citra input dari user. Citra kueri atau citra input ini akan diekstraksi fitur dan hasil ekstraksi berupa histogram FLBP. Proses ekstraksi fitur citra kueri akan diproses menggunakan model perancangan paralel. Proses partisi dilakukan dengan membagi dan mendistribusikan kombinasi operator dan threshold FLBP ke setiap prosesor. Setiap prosesor akan mengekstraksi fitur citra kueri menggunakan kombinasi yang berbeda. Proses komunikasi yang digunakan untuk citra kueri sama dengan proses komunikasi yang digunakan pada saat ekstraksi fitur citra daun tumbuhan obat (Gambar 20). Prosesor master akan membagi dan mendistribusikan kombinasi operator LBP

47 32 dan threshold FLBP ke setiap prosesor slave. Prosesor slave mengekstrasi fitur citra kueri dengan kombinasi yang diberikan oleh prosesor master. Hasil ekstraksi fitur menggunakan kombinasi operator LBP dan threshold FLBP berupa vektor histogram FLBP. Prosesor slave mengirimkan kembali histogram FLBP ke prosesor master. Evaluasi kinerja paralel untuk citra kueri Pengukuran kinerja paralel pada ekstraksi citra kueri menggunakan percepatan dan efisiensi. Pengukuran percepatan dengan membandingkan waktu sekuensial dengan waktu paralel ekstraksi citra kueri. Waktu sekuensial ekstraksi citra kueri adalah 24.9 detik. Tabel 5 menunjukkan waktu paralel yang dibutuhkan untuk ekstraksi citra kueri. Jumlah prosesor yang digunakan adalah sebanyak 2 prosesor sampai 8 prosesor. Tabel 5 Hasil evaluasi percepatan dan efisiensi model 1 untuk citra kueri Jumlah processor ( ) Waktu paralel (detik) Percepatan ( ) Efisiensi ( ) Hasil evaluasi percepatan (Gambar 23) dan efisiensi (Gambar 24) pada ekstraksi fitur citra kueri memperlihatkan tercapainya kondisi ideal. Penggunaan prosesor sampai dengan 5 buah prosesor efisiensi tercapai nilai satu dan nilai percepatan yang sama dengan jumlah prosesor. Percepatan Jumlah Prosesor Gambar 23 Percepatan model 1 untuk citra kueri

48 33 Grafik percepatan (Gambar 23) menunjukkan bahwa pemrosesan paralel untuk ekstraksi fitur citra kueri dapat meningkatkan percepatan proses ekstraksi fitur. Pengukuran percepatan mencapai kondisi ideal pada saat penggunaan prosesor sebanyak 2 sampai dengan 5 buah prosesor. Percobaan dengan menggunakan 2 prosesor, peningkatan percepatan sampai dengan 2.05 kali lebih cepat dari waktu sekuensial. Percobaan dengan 3, 4 dan 5 prosesor, peningkatan percepatan sama dengan jumlah prosesor yang digunakan. Percobaan dengan menggunakan 6 dan 8 prosesor memiliki nilai percepatan yang jauh dari kondisi ideal. Pengukuran efisiensi pada saat ekstraksi fitur citra kueri mencapai kondisi ideal (Gambar 24) pada saat penggunaan 3, 4 dan 5 prosesor. Percobaan menggunakan 6 prosesor, nilai efisiensi yang dihasilkan menurun, begitu juga dengan menggunakan 8 prosesor. Hal ini terjadi disebabkan oleh adanya prosesor yang dalam kondisi idle pada saat proses paralel berlangsung. Efisiensi Jumlah Prosesor Gambar 24 Efisiensi model 1 untuk citra kueri Klasifikasi dan Evaluasi Hasil ekstraksi fitur dari model 1 dibagi menjadi data latih dan uji dengan persentase masing-masing 80% dan 20%. Data latih sebanyak citra dan 300 citra menjadi data uji. Bias yang digunakan adalah 40. Hasil klasifikasi menggunakan classifier PNN menunjukkan jumlah citra yang berhasil diidentifikasi sebanyak 206 citra dari seluruh data uji sehingga diperoleh akurasi sebesar 68.89%. Perhitungan akurasi dapat dilihat sebagai berikut: = %=68.89% Perbandingan akurasi hasil ekstraksi untuk masing-masing kelas dapat dilihat pada grafik Gambar 25.

49 34 Akurasi % Kelas Gambar 25 Perbandingan akurasi per kelas model 1 Grafik pada Gambar 25 menunjukkan bahwa kelas 2 (Jarak Pagar), 6 (Daruju), 7 (Pegagan), 21 (Nanas Kerang) dan 26 (Cincau Hitam) merupakan kelas yang berhasil diidentifikasi dengan tingkat akurasi 100%, sedangkan kelas 5 (Akar Kuning) memiliki tingkat akurasi 0% yang berarti tidak pernah teridentifikasi benar. Adapun contoh citra latih dan citra uji kelas 7 dapat dilihat pada Gambar 26 dan kelas 5 dapat dilihat pada Gambar 27. Data Latih Data Uji Gambar 26 Contoh citra data latih dan data uji kelas 7 (Pegagan) Data Latih Data Uji Gambar 27 Contoh citra data latih dan data uji kelas 5 (Akar Kuning) Model 2 Model 2 didesain untuk memparalelkan proses ekstraksi fitur menggunakan FLBP. Langkah-langkah perancangan model 2 menggunakan metode Foster seperti pada perancangan model 1. Metode Foster terdiri atas partisi, efisiensi, aglomerasi dan mapping.

50 35 Partisi Proses partisi pada model 2 terbagi menjadi dua bagian yaitu pembagian data citra dan pembagian area citra. Pembagian data citra pada model 2 mengikuti model perancangan satu seperti terlihat pada Tabel 2. Partisi dilakukan dengan membagi citra ke beberapa prosesor kemudian dilakukan ekstraksi fitur di masing-masing prosesor. Pembagian area citra (Gambar 28) dilakukan saat prosesor mengekstraksi hasil pembagian data citra. Proses ekstraksi FLBP merupakan proses yang independent sehingga dapat dilakukan proses paralel pada area citra yang berbeda. Gambar 28 Proses pembagian area citra daun Proses ekstraksi fitur FLBP dilakukan pada area citra (Gambar 29). Area citra akan diekstraksi menggunakan prosesor yang berbeda. Hasil ekstraksi dari masing-masing area citra dijumlahkan untuk mendapatkan histogram FLBP hasil ekstraksi citra tersebut Gambar 29 Proses ekstraksi fitur FLBP pada area citra daun Komunikasi Model 2 memiliki komunikasi lebih kompleks dibandingkan model 1. Komunikasi yang digunakan adalah collective dan point-to-point communication. Collective communication digunakan saat pembagian data citra ke setiap prosesor. Proses komunikasi ini digunakan juga pada model 1. Komunikasi point-to-point terjadi pada saat pengiriman area citra dari satu prosesor ke prosesor pasangannya (Gambar 30). Prosesor A mengirimkan potongan area citra yang dimilikinya ke prosesor B sebagai pasangannya. Prosesor B kemudian mengekstraksi fitur potongan area citra prosesor A untuk mendapatkan histogram FLBP. Prosesor B mengirimkan histogram FLBP tersebut ke prosesor A. Proses komunikasi selanjutnya adalah prosesor B mengirimkan potongan area citra miliknya ke prosesor A dan prosesor A mengekstraksi fitur potongan citra tersebut. Histogram hasil ekstraksi fitur akan dikirimkan kembali ke prosesor B.

51 36 Prosesor A Send data Receive data Prosesor B Receive data Send data Gambar 30 Proses point-to-point communication Proses point-to-point communication pada Library MPI menggunakan MPI_Send untuk mengirimkan pesan atau perintah ke prosesor pasangan. MPI_Recv digunakan untuk menerima pesan atau perintah tersebut. Aglomerasi Model 2 memiliki proses komunikasi yang kompleks. Proses komunikasi mempengaruhi lama waktu komputasi pada model perancangan paralel. Proses komunikasi point-to-point sangat rawan terjadinya suatu kondisi deadlock. Kondisi deadlock terjadi apabila prosesor A dan prosesor B sama-sama melakukan pengiriman pesan atau dalam kondisi menerima pesan. Aglomerasi diperlukan untuk mengatur komunikasi antar prosesor dengan tujuan mengurangi overhead pada komunikasi tersebut. Aglomerasi pada penelitian ini adalah dengan membuat dua communicator baru. Communicator default yang disediakan Library MPI adalah MPI_COMM_WORLD yang berfungsi untuk mengatur komunikasi seluruh prosesor pada model 2. Komunikasi yang terjadi pada model 2 merupakan gabungan dari collective dan point-to-point communication. Pembuatan communicator baru bertujuan untuk mengatur komunikasi prosesor secara lebih spesifik, misalnya prosesor A hanya dapat berkomunikasi point-to-point dengan prosesor B. Communicator pertama adalah GRID_COMM yang merupakan virtual topology (Gambar 31). Communicator GRID_COMM ini berfungsi untuk mendapatkan id cartessius dan memudahkan mengolah data dalam bentuk matriks. Virtual topology adalah mekanisme pengubahan topologi model perancangan paralel dari linear menjadi grid cartessian. Topologi ini disediakan oleh Library MPI untuk memudahkan pekerjaan dalam bentuk matriks. Prosesor yang tergabung dalam topologi virtual ini akan memiliki id baru dalam bentuk cartesius. Gambar 31 menunjukkan penggunaan 4 prosesor dalam communicator MPI_COMM_WORLD yang memiliki id dari 0 sampai dengan 3. Virtual topology dalam communicator GRID_COMM mengubah topologi menjadi matriks berukuran 2 2 dan memiliki id (0,0) sampai dengan (1,1).

52 37 Gambar 31 Topologi virtual GRID_COMM Communicator kedua dibuat berdasarkan GRID_COMM yaitu communicator coll_comm (Gambar 32). Communicator coll_comm membagi topologi communicator GRID_COMM dari bentuk matriks menjadi bentuk vektor kolom. Gambar 32 Topologi virtual communicator coll_comm Pembuatan communicator baru GRID_COMM dan coll_comm bertujuan mempermudah proses komputasi pembagian area citra. Citra dalam bentuk matriks dibagi berdasarkan id GRID_COMM pada prosesor yang tergabung dalam communicator coll_comm. Proses komunikasi pada communicator coll_comm dapat dilihat pada Gambar 33.

53 38 Gambar 33 Proses komunikasi pada communicator coll_comm Gambar 33 menunjukkan alur proses komunikasi point-to-point pada communicator coll_comm. Prosesor dengan id coll_comm (0) mengirimkan area citra yang dimiliki ke prosesor id coll_comm (1) untuk diekstraksi fitur. Histogram hasil ekstraksi fitur prosesor id coll_comm (1) dikirimkan kembali ke prosesor id coll_comm (0). Prosesor dengan id coll_comm (0) akan menjumlahkan histogram hasil ekstraksi fitur miliknya dengan histogram id coll_comm (1). Proses selanjutnya adalah prosesor id coll_comm (1) mengirimkan area citra miliknya ke prosesor id coll_comm (0). Prosesor id coll_com (0) mengekstraksi area citra tersebut dan mengirimkan histogram hasil ekstrasi fitur ke prosesor id coll_comm (1). Evaluasi kinerja paralel model 2 Model 2 dirancang sebagai alternatif desain paralel dari model 1. Percobaan pada model 2 menggunakan 4, 6 dan 8 prosesor. Hasil evaluasi percepatan dan efisiensi seperti ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil evaluasi percepatan dan efisiensi model 2 Waktu paralel Jumlah processor ( ) (detik) Percepatan ( ) Efisiensi ( )

54 39 Percepatan Pengukuran kinerja dari model perancangan paralel yang kedua adalah percepatan. Hasil evaluasi percepatan (Gambar 34) menunjukkan peningkatan percepatan kinerja pada saat ekstraksi fitur menggunakan model 2. Percepatan Jumlah Prosesor Gambar 34 Percepatan model 2 Pembuatan communicator baru pada model 2 mempengaruhi jumlah prosesor yang digunakan. Communicator dengan topologi virtual cartesius hanya dapat dijalankan dengan jumlah prosesor yang dapat membentuk matriks. Percobaan pada model 2 menggunakan jumlah prosesor yaitu 4, 6 dan 8 prosesor. Masing-masing membentuk virtual topology menjadi matriks berukuran 2 2, 3 2 dan 4 2. Percobaan pertama menggunakan 4 prosesor menghasilkan percepatan sebesar 3.8 kali lebih cepat dari waktu sekuensial dengan waktu paralel detik. Percobaan pertama menggunakan 4 prosesor, percepatan yang dihasilkan mendekati kondisi ideal. Percobaan ketiga menggunakan 8 prosesor, percepatan yang dihasilkan adalah 6.9 kali lebih cepat dari waktu sekuensial dengan waktu paralel mencapai detik. Percobaan menggunakan 8 prosesor menghasilkan waktu paralel paling cepat diantara percobaan dengan 4 dan 6 prosesor. Penggunaan 8 prosesor merupakan percobaan yang paling jauh dari percepatan dengan kondisi ideal. Efisiensi Nilai efisiensi yang ideal adalah jika nilai efisiensi yang dihasilkan sama dengan satu. Gambar 35 memperlihatkan grafik nilai efisiensi dari penggunaan 4, 6 dan 8 jumlah prosesor pada model 2.

55 40 Efisiensi Jumlah Prosesor Gambar 35 Efisiensi model 2 Grafik efisiensi pada model perancangan paralel pembagian area citra memperlihatkan bahwa penurunan nilai efisiensi terjadi pada penggunaan 8 prosesor. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya biaya komunikasi yang terjadi seiring dengan bertambahnya jumlah prosesor. Hal ini membuktikan bahwa selain biaya komputasi, biaya komunikasi yang dikeluarkan oleh model perancangan paralel mempengaruhi percepatan dan efisiensi kinerja model perancangan tersebut. Isoefisiensi Pengukuran isoefisiensi model 2 dengan menambahkan sejumlah data dan jumlah prosesor. Hasil evaluasi isoefisiensi model 2 dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil evaluasi isoefisiensi model 2 =4 =6 = Model 2 untuk citra kueri Model 2 didesain juga untuk ekstraksi citra kueri. Proses ekstraksi fitur citra kueri menggunakan model perancangan paralel. Proses partisi dilakukan dengan membagi dan mendistribusikan area citra ke setiap prosesor. Setiap prosesor akan mengekstraksi fitur area citra kueri yang berbeda. Hasil ekstraksi fitur

56 41 menggunakan kombinasi operator LBP dan threshold FLBP berupa vektor histogram FLBP. Prosesor slave mengirimkan kembali histogram FLBP area citra kueri ke prosesor master. Prosesor master mengumpulkan dan menjumlahkan histogram FLBP masing-masing area citra. Evaluasi kinerja paralel untuk citra kueri Model 2 dirancang juga untuk citra kueri. Tabel 8 menunjukkan evaluasi kinerja paralel untuk ekstraksi citra kueri. Jumlah prosesor yang digunakan adalah sebanyak 4, 6 dan 8 prosesor. Tabel 8 Hasil evaluasi percepatan dan efisiensi model 1 untuk citra kueri Waktu paralel Jumlah processor ( ) Percepatan ( ) Efisiensi ( ) (detik) Hasil evaluasi percepatan (Gambar 36) dan efisiensi (Gambar 37) pada ekstraksi fitur citra kueri memperlihatkan mendekati kondisi ideal. Percobaan menggunakan 4, 6 dan 8 prosesor nilai efisiensi terjaga diatas Percepatan Jumlah Prosesor Gambar 36 Percepatan model 2 untuk citra kueri Grafik percepatan (Gambar 36) menunjukkan bahwa pemrosesan paralel berhasil meningkatkan percepatan proses ekstraksi fitur citra kueri. Setiap percobaan menghasilkan nilai percepatan mendekati nilai ideal. Percobaan dengan 4 prosesor menghasilkan percepatan 3.9 kali lebih cepat dibandingkan dengan waktu sekuensial. Percobaan dilakukan sampai dengan 8 prosesor menghasilkan nilai percepatan 7.9 kali lebih cepat dari waktu sekuensial. Pengukuran efisiensi pada saat ekstraksi fitur citra kueri mencapai kondisi ideal pada setiap percobaan (Gambar 37). Percobaan menggunakan 6 dan 8

57 42 prosesor menghasilkan nilai efisiensi yang tertinggi yaitu sebesar Nilai efisiensi menunjukkan seluruh prosesor bekerja secara optimal. Efisiensi Jumlah Prosesor Gambar 37 Efisiensi model 2 untuk citra kueri Klasifikasi dan Evaluasi Pembagian data hasil ekstraksi fitur dari model 2 sama dengan model 1. Bias yang digunakan sama yaitu 40. Hasil klasifikasi menggunakan classifier PNN menunjukkan jumlah citra yang berhasil diidentifikasi sebanyak 206 citra dari seluruh data uji sehingga diperoleh akurasi sebesar 68.89%. Perhitungan akurasi dapat dilihat sebagai berikut: = %=68.89% Hasil identifikasi citra seperti pada tabel confussion matrix di lampiran 2. Perbandingan akurasi hasil ekstraksi untuk masing-masing kelas dapat dilihat pada grafik Gambar 38.

58 43 Akurasi (%) Kelas Gambar 38 Perbandingan akurasi per kelas model 2 Grafik pada Gambar 38 menunjukkan bahwa kelas 2 (Jarak Pagar), 3 (Dandang Gendis), 6 (Daruju), 7 (Pegagan), 26 (Cincau Hitam) dan 29 (Jambu Biji) merupakan kelas yang berhasil diidentifikasi dengan tingkat akurasi 100%, sedangkan tingkat akurasi terburuk tetap dihasilkan oleh kelas 5 (Akar Kuning) dengan akurasi 0%. Adapun contoh citra latih dan citra uji kelas 29 dapat dilihat pada Gambar 39. Data Latih Data Uji Gambar 39 Contoh citra data latih dan data uji kelas 29 (Jambu Biji) Perbandingan kinerja model 1 dan model 2 Perbandingan kinerja antara model 1 dan model 2 dilakukan, untuk melihat pengaruh dari komputasi dan komunikasi terhadap waktu paralel yang dihasilkan. Perbandingan dengan melihat dari percepatan dan efisiensi yang dihasilkan dari masing-masing model perancangan. Perbandingan nilai percepatan dilakukan pada penggunaan 4, 6 dan 8 prosesor. Hasil nilai percepatan menunjukkan model 1 lebih baik dari model 2. Kecepatan masing-masing model perancangan dalam melakukan komputasi mengekstraksi dipengaruhi oleh komunikasi yang terjadi antar prosesor di dalam model perancangan. Model 2 memiliki komunikasi yang lebih kompleks dibandingkan dengan model 1. Semakin banyak jumlah prosesor yang digunakan maka semakin besar biaya komunikasi. Perbandingan percepatan arsitekur pertama dan kedua seperti pada Gambar 40.

59 44 Gambar 40 Perbandingan percepatan Pengukuran selanjutnyaa yaitu efisiensi dapat memperlihatkan pengaruh komunikasi pada kinerja masing-masing model perancangan. Perbandingan nilai efisiensi antara model 1 dan kedua seperti pada Gambar 41. Gambar 41 Perbandingan efisiensi Penurunan nilai efisiensi terjadi pada model 2 (Gambar 41). Penurunann nilai efisiensi disebabkan oleh terdapat prosesor yang tidak bekerja (idle) padaa saat penggunaan 6 dan 8 prosesor. Komunikasi kompleks menyebabkan terjadinya kondisi dimana prosesor tidak bekerja dan menunggu untuk mendapat perintah. Hasil nilai efisiensi menunjukkan semakin banyak penggunaan prosesor pada model 2 maka semakin menurun nilai efisiensi.

60 45 Perbandingan akurasi model 1 dan model 2 Model paralel dirancang untuk mengurangi waktu komputasi proses ekstraksi fitur citra menggunakan metode FLBP. Kedua model paralel mampu menjaga akurasi sebesar 68.89% untuk mengidentifikasi 300 citra kueri. Hasil perbandingan akurasi antara kedua model perancangan ditunjukkan pada Gambar 42 dan 43. Akurasi % Kelas Arsitektur 1 Arsitektur 2 Gambar 42 Perbandingan akurasi model 1 dan model 2 Akurasi % Kelas Arsitektur 1 Arsitektur 2 Gambar 43 Perbandingan akurasi model 1 dan model 2 (Lanjutan) Terdapat perbedaan identifikasi antara kedua model perancangan pada beberapa kelas. Gambar 44 (a) merupakan citra pada kelas 1 (Pandan Wangi), Gambar 44 (b) merupakan citra pada kelas 9 (Kemangi), Gambar 44 (c) merupakan citra pada kelas 12 (Bidani), Gambar 44 (d) merupakan citra pada kelas 14 (Tabat Barito), Gambar 44 (e) merupakan citra pada kelas 25

61 46 (Kemuning), yang teridentifikasi benar di model 1 tapi teridentifikasi salah di model 2. (a) (b) (c) (d) (e) Gambar 44 Citra teridentifkasi salah pada model 2 Perbedaan identifikasi ini terkait dengan teknik pembagian area citra pada model 2. Proses ekstraksi pada setiap area citra menghasilkan histogram lokal dari setiap area, histogram lokal tersebut kemudian digabungkan dan dijumlahkan untuk mendapatkan histogram global citra daun (Gambar 29). Proses penggabungan histogram lokal menjadi histogram global menyebabkan terjadinya pola tekstur yang berbeda dan diidentifikasi sebagai spesies lain, ditunjukkan pada Gambar 45. Model 2 mengidentifikasi Gambar 44 (a) sebagai spesies Andong, Gambar 44 (b) sebagai spesies Andong, Gambar 44 (c) sebagai spesies Sosor Bebek, Gambar 44 (d) sebagai Jeruk Nipis dan Gambar 44 (e) sebagai spesies Bidani. + Gambar 45 Perbedaan proses ekstraksi model 1 dan model 2

dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan

dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan Gambar 8 Struktur PNN. 1. Lapisan pola (pattern layer) Lapisan pola menggunakan 1 node untuk setiap data pelatihan yang digunakan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fuzzy Local Binary Pattern (FLBP) Fuzzifikasi pada pendekatan LBP meliputi transformasi variabel input menjadi variabel fuzzy, berdasarkan pada sekumpulan fuzzy rule. Dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki + 30.000 spesies tumbuh-tumbuhan ([Depkes] 2007). Tumbuh-tumbuhan tersebut banyak yang dibudidayakan sebagai tanaman hias. Seiring

Lebih terperinci

pola-pola yang terdapat pada suatu daerah bagian citra. Tekstur juga dapat membedakan permukaan dari beberapa kelas.

pola-pola yang terdapat pada suatu daerah bagian citra. Tekstur juga dapat membedakan permukaan dari beberapa kelas. Ruang Lingkup Penelitian Ruang Lingkup penelitian ini adalah: 1. Objek citra adalah data citra daun tumbuhan obat dan citra pohon tanaman hias di Indonesia. 2. Dalam penelitian ini operator MBLBP yang

Lebih terperinci

Panjang bin dari setiap penggabungan disesuaikan dengan skala yang digunakan,

Panjang bin dari setiap penggabungan disesuaikan dengan skala yang digunakan, Panjang bin dari setiap penggabungan disesuaikan dengan skala yang digunakan, misalnya penggabungan, +, maka panjang bin yang dihasilkan sebesar 28 bin. 2. Penggabungan operator dengan, Setiap histogram

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Operator descriptor

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Operator descriptor Tabel 1 Operator descriptor Operator (P, R) Ukuran Blok (piksel) Kuantisasi Sudut (8, 1) 3 x 3 45 derajat (8, 2) 5 x 5 45 derajat (16, 2) 5 x 5 22.5 derajat (24, 3) 7 x 7 15 derajat Penentuan ukuran blok

Lebih terperinci

Optimasi K-Means Clustering Menggunakan Particle Swarm Optimization pada Sistem Identifikasi Tumbuhan Obat Berbasis Citra

Optimasi K-Means Clustering Menggunakan Particle Swarm Optimization pada Sistem Identifikasi Tumbuhan Obat Berbasis Citra Tersedia secara online di: http://journal.ipb.ac.id/index.php/jika Volume 3 Nomor 1 halaman 38-47 ISSN: 2089-6026 Optimasi K-Means Clustering Menggunakan Particle Swarm Optimization pada Sistem Identifikasi

Lebih terperinci

PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI

PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Deteksi Kemiripan Citra Tanaman Anggrek Menggunakan Metode Support Vector Machine (SVM) Kernel Linear

Deteksi Kemiripan Citra Tanaman Anggrek Menggunakan Metode Support Vector Machine (SVM) Kernel Linear Jurnal Ilmiah ESAI Volume 8, No.3, Juli 214 ISSN No. 1978-634 Detecting Resemblance Of Orchid Plant Image Through Support Vector Machine (SVM) Of Kernel Linear Method Deteksi Kemiripan Citra Tanaman Anggrek

Lebih terperinci

Penggunakan lebih dari satu CPU untuk menjalankan sebuah program secara simultan. Tujuan Utama Untuk meningkatkan performa komputasi.

Penggunakan lebih dari satu CPU untuk menjalankan sebuah program secara simultan. Tujuan Utama Untuk meningkatkan performa komputasi. PARALLEL PROCESSING Penggunakan lebih dari satu CPU untuk menjalankan sebuah program secara simultan. Tujuan Utama Untuk meningkatkan performa komputasi. Komputasi Parallel Salah satu teknik melakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tahapan Penelitian Tahapan penelitian yang dilaksanakan ditunjukan pada Gambar 6. Akusisi Citra INPUT Citra Query Preprocessing Citra Pre processing Citra Ekstraksi Fitur

Lebih terperinci

EKSTRAKSI FITUR MENGGUNAKAN ELLIPTICAL FOURIER DESCRIPTOR UNTUK PENGENALAN VARIETAS TANAMAN KEDELAI HERMAWAN SYAHPUTRA

EKSTRAKSI FITUR MENGGUNAKAN ELLIPTICAL FOURIER DESCRIPTOR UNTUK PENGENALAN VARIETAS TANAMAN KEDELAI HERMAWAN SYAHPUTRA EKSTRAKSI FITUR MENGGUNAKAN ELLIPTICAL FOURIER DESCRIPTOR UNTUK PENGENALAN VARIETAS TANAMAN KEDELAI HERMAWAN SYAHPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 14, terdiri dari tahap identifikasi masalah, pengumpulan dan praproses data, pemodelan

Lebih terperinci

Gambar 15 Contoh pembagian citra di dalam sistem segmentasi.

Gambar 15 Contoh pembagian citra di dalam sistem segmentasi. dalam contoh ini variance bernilai 2000 I p I t 2 = (200-150) 2 + (150-180) 2 + (250-120) I p I t 2 = 28400. D p (t) = exp(-28400/2*2000) D p (t) = 8.251 x 10-4. Untuk bobot t-link {p, t} dengan p merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMILIHAN THRESHOLD DAN OPERATOR FUZZY LOCAL BINARY PATTERN MENGGUNAKAN MULTI OBJECTIVE GENETIC ALGORITHM GIBTHA FITRI LAXMI

OPTIMASI PEMILIHAN THRESHOLD DAN OPERATOR FUZZY LOCAL BINARY PATTERN MENGGUNAKAN MULTI OBJECTIVE GENETIC ALGORITHM GIBTHA FITRI LAXMI OPTIMASI PEMILIHAN THRESHOLD DAN OPERATOR FUZZY LOCAL BINARY PATTERN MENGGUNAKAN MULTI OBJECTIVE GENETIC ALGORITHM GIBTHA FITRI LAXMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 ii iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H

KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KEBUTUHAN KOMPUTER PARALEL

KEBUTUHAN KOMPUTER PARALEL PEMROSESAN KEBUTUHAN KOMPUTER Simulasi sirkulasi global laut di Oregon State University Lautan dibagi ke dalam 4096 daerah membentang dari timur ke barat, 1024 daerah membentang dari utara ke selatan dan

Lebih terperinci

PELABELAN OTOMATIS CITRA MENGGUNAKAN FUZZY C MEANS UNTUK SISTEM TEMU KEMBALI CITRA MARSANI ASFI

PELABELAN OTOMATIS CITRA MENGGUNAKAN FUZZY C MEANS UNTUK SISTEM TEMU KEMBALI CITRA MARSANI ASFI PELABELAN OTOMATIS CITRA MENGGUNAKAN FUZZY C MEANS UNTUK SISTEM TEMU KEMBALI CITRA MARSANI ASFI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring perkembangan teknologi mikroprosesor, proses komputasi kini dapat

BAB I PENDAHULUAN. seiring perkembangan teknologi mikroprosesor, proses komputasi kini dapat BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Proses komputasi yang dapat dilakukan oleh komputer telah berkembang dengan pesat. Pada awalnya proses komputasi hanya dapat dilakukan secara sekuensial saja. Sebuah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Neuro Fuzzy Neuro-fuzzy sebenarnya merupakan penggabungan dari dua studi utama yaitu fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA SUPPORT VECTOR MACHINE

ANALISIS KINERJA SUPPORT VECTOR MACHINE ANALISIS KINERJA SUPPORT VECTOR MACHINE (SVM) DAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK (PNN) PADA SISTEM IDENTIFIKASI TUMBUHAN OBAT DAN TANAMAN HIAS BERBASIS CITRA DEWI KANIA WIDYAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PENGANTAR KOMPUTASI MODERN

PENGANTAR KOMPUTASI MODERN PENGANTAR KOMPUTASI MODERN KOMPUTASI MODERN & PEMROSESAN PARALEL MARSHAL SAMOS 54412458 4IA15 UNIVERSITAS GUNADARMA 2016 1. Manakah yang termasuk karakteristik komputasi Modern yaitu : a. Komputer-komputer

Lebih terperinci

ANALISIS OPTIMISASI FORMULA DISTRIBUTED QUERY DALAM BASIS DATA RELASIONAL R. SUDRAJAT

ANALISIS OPTIMISASI FORMULA DISTRIBUTED QUERY DALAM BASIS DATA RELASIONAL R. SUDRAJAT ANALISIS OPTIMISASI FORMULA DISTRIBUTED QUERY DALAM BASIS DATA RELASIONAL R. SUDRAJAT SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 RINGKASAN ii Proses join query dalam sistem basis data terdistribusi

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

10. PARALLEL PROCESSING

10. PARALLEL PROCESSING 10. PARALLEL PROCESSING Parallel Processing Penggunakan lebih dari satu CPU untuk menjalankan sebuah program secara simultan. Tujuan Utama Untuk meningkatkan performa komputasi. Komputasi Parallel Salah

Lebih terperinci

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan deteksi penyakit pada daun rose dengan menggunakan metode ANN.

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan deteksi penyakit pada daun rose dengan menggunakan metode ANN. Laporan Akhir Projek PPCD Deteksi Penyakit Daun Menggunakan Artificial Neural Network (ANN) TRI SONY(G64130020), GISHELLA ERDYANING (G64130040), AMALIYA SUKMA RAGIL PRISTIYANTO (G64130044), MUHAMMAD RIZQI

Lebih terperinci

PENGOLAHAN PARALEL. Kebutuhan akan Komputer Paralel PENDAHULUAN. Dahulu:

PENGOLAHAN PARALEL. Kebutuhan akan Komputer Paralel PENDAHULUAN. Dahulu: PENGOLAHAN PARALEL PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 Kebutuhan akan Komputer Paralel Dahulu: Ilmu klasik didasarkan pada observasi, teori dan eksperimen Observasi dari fenomena menghasilkan hipotesa Teori dikembangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Arsitektur Komputer dengan Memori Terdistribusi Cluster yang dibangun di dalam penelitian ini termasuk dalam sistem komputer dengan arsitektur memori terdistribusi. Komputer-komputer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merancang aplikasi Paralel Processing yang diimplementasikan dengan penggunaan Computer-Unified-Device-Architecture (CUDA).

BAB I PENDAHULUAN. Merancang aplikasi Paralel Processing yang diimplementasikan dengan penggunaan Computer-Unified-Device-Architecture (CUDA). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Merancang aplikasi Paralel Processing yang diimplementasikan dengan penggunaan Computer-Unified-Device-Architecture (CUDA). 1.2. Latar Belakang Banyak Central Processing Unit

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN ALGORITMA PEMUTUAN EDAMAME MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DEDY WIRAWAN SOEDIBYO

PENGEMBANGAN ALGORITMA PEMUTUAN EDAMAME MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DEDY WIRAWAN SOEDIBYO PENGEMBANGAN ALGORITMA PEMUTUAN EDAMAME MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DEDY WIRAWAN SOEDIBYO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

PENENTUAN LOKASI PARKIR KOSONG MENGGUNAKAN ALGORITMA PROBABILISTIC NEURAL NETWORK (PNN) SKRIPSI JOKO KURNIANTO

PENENTUAN LOKASI PARKIR KOSONG MENGGUNAKAN ALGORITMA PROBABILISTIC NEURAL NETWORK (PNN) SKRIPSI JOKO KURNIANTO PENENTUAN LOKASI PARKIR KOSONG MENGGUNAKAN ALGORITMA PROBABILISTIC NEURAL NETWORK (PNN) SKRIPSI JOKO KURNIANTO 121402102 PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. -. Pengolahan data numerik dalam jumlah yang sangat besar. -. Kebutuhan akan ketersediaan data yang senantiasa up to date.

PENDAHULUAN. -. Pengolahan data numerik dalam jumlah yang sangat besar. -. Kebutuhan akan ketersediaan data yang senantiasa up to date. PENDAHULUAN 1 Kebutuhan akan Pengolahan Paralel Motivasi : - Pengolahan data numerik dalam jumlah yang sangat besar - Kebutuhan akan ketersediaan data yang senantiasa up to date Contoh 11 : Simulasi sirkulasi

Lebih terperinci

PENGGABUNGAN FITUR MORFOLOGI, LOCAL BINARY PATTERN VARIANCE, DAN COLOR MOMENTS UNTUK APLIKASI MOBILE IDENTIFIKASI CITRA TUMBUHAN OBAT

PENGGABUNGAN FITUR MORFOLOGI, LOCAL BINARY PATTERN VARIANCE, DAN COLOR MOMENTS UNTUK APLIKASI MOBILE IDENTIFIKASI CITRA TUMBUHAN OBAT PENGGABUNGAN FITUR MORFOLOGI, LOCAL BINARY PATTERN VARIANCE, DAN COLOR MOMENTS UNTUK APLIKASI MOBILE IDENTIFIKASI CITRA TUMBUHAN OBAT MAYANDA MEGA SANTONI DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

EKSTRAKSI TEKSTUR CITRA MENGGUNAKAN GAUSSIAN DAN MULTI-BLOCK LOCAL BINARY PATTERN UNTUK IDENTIFIKASI TUMBUHAN OBAT FANNY RISNURAINI

EKSTRAKSI TEKSTUR CITRA MENGGUNAKAN GAUSSIAN DAN MULTI-BLOCK LOCAL BINARY PATTERN UNTUK IDENTIFIKASI TUMBUHAN OBAT FANNY RISNURAINI EKSTRAKSI TEKSTUR CITRA MENGGUNAKAN GAUSSIAN DAN MULTI-BLOCK LOCAL BINARY PATTERN UNTUK IDENTIFIKASI TUMBUHAN OBAT FANNY RISNURAINI DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANN ALAM

Lebih terperinci

APLIKASI MOBILE UNTUK IDENTIFIKASI TUMBUHAN OBAT MENGGUNAKAN LOCAL BINARY PATTERN DENGAN KLASIFIKASI PROBABILISTIC NEURAL NETWORK

APLIKASI MOBILE UNTUK IDENTIFIKASI TUMBUHAN OBAT MENGGUNAKAN LOCAL BINARY PATTERN DENGAN KLASIFIKASI PROBABILISTIC NEURAL NETWORK APLIKASI MOBILE UNTUK IDENTIFIKASI TUMBUHAN OBAT MENGGUNAKAN LOCAL BINARY PATTERN DENGAN KLASIFIKASI PROBABILISTIC NEURAL NETWORK INTISARI Pauzi Ibrahim Nainggolan 1, Yeni Herdiyeni 2 1 Mahasiswa Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian untuk pengenalan nama objek dua dimensi pada citra

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian untuk pengenalan nama objek dua dimensi pada citra BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian untuk pengenalan nama objek dua dimensi pada citra adalah sebagai berikut. Gambar 3.1 Desain Penelitian 34 35 Penjelasan dari skema gambar

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

Identifikasi Citra Daun Menggunakan Morfologi, Local Binary Patterns dan Convex Hulls

Identifikasi Citra Daun Menggunakan Morfologi, Local Binary Patterns dan Convex Hulls ISSN : 2442-8337 Identifikasi Citra Daun Menggunakan Morfologi, Local Binary Patterns dan Convex Hulls Desta Sandya Prasvita Program Studi Sistem Informasi, STIMIK ESQ Jl. TB Simatupang Kavling 1, Cilandak,

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Artificial Neural Network Artificial neural network (ANN) / jaringan saraf tiruan adalah konsep yang merefleksikan cara kerja dari jaringan saraf biologi kedalam bentuk artificial

Lebih terperinci

AES pipeline yang diharapkan. Implementasinya akan menggunakan prosedur komunikasi MPI point-to-point send-receive untuk aliran proses penyandian.

AES pipeline yang diharapkan. Implementasinya akan menggunakan prosedur komunikasi MPI point-to-point send-receive untuk aliran proses penyandian. 7 Studi Pustaka Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah mengumpulkan semua informasi atau literatur yang terkait dengan penelitian. Informasi tersebut didapat dari buku, internet, dan artikel yang

Lebih terperinci

BAB I 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bidang komputer merupakan suatu bidang yang tidak akan pernah berhenti dan selalu berkembang kegunaanya hingga sekarang ini. Teknologi baru dan aplikasi baru selalu

Lebih terperinci

UJI DAN APLIKASI KOMPUTASI PARALEL PADA JARINGAN SYARAF PROBABILISTIK (PNN) UNTUK PROSES KLASIFIKASI MUTU BUAH TOMAT SEGAR

UJI DAN APLIKASI KOMPUTASI PARALEL PADA JARINGAN SYARAF PROBABILISTIK (PNN) UNTUK PROSES KLASIFIKASI MUTU BUAH TOMAT SEGAR UJI DAN APLIKASI KOMPUTASI PARALEL PADA JARINGAN SYARAF PROBABILISTIK (PNN) UNTUK PROSES KLASIFIKASI MUTU BUAH TOMAT SEGAR oleh: MOH. KHAWARIZMIE ALIM F14101030 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

EKSTRAKSI JALAN SECARA OTOMATIS DENGAN DETEKSI TEPI CANNY PADA FOTO UDARA TESIS OLEH: ANDRI SUPRAYOGI NIM :

EKSTRAKSI JALAN SECARA OTOMATIS DENGAN DETEKSI TEPI CANNY PADA FOTO UDARA TESIS OLEH: ANDRI SUPRAYOGI NIM : EKSTRAKSI JALAN SECARA OTOMATIS DENGAN DETEKSI TEPI CANNY PADA FOTO UDARA (Menggunakan Transformasi Wavelet Untuk Penghalusan Citra ) TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

>> KLASIFIKASI ARSITEKTURAL

>> KLASIFIKASI ARSITEKTURAL Sri Supatmi,S.Kom >> KLASIFIKASI ARSITEKTURAL Ada 3 skema klasifikasi arsitektural sistem komputer, yaitu: 1. Klasifikasi Flynn Didasarkan pada penggandaan alur instruksi dan alur data dalam sistem komputer.

Lebih terperinci

PERANCANGAN PENDETEKSI WAJAH DENGAN ALGORITMA LBP (LOCAL BINARY PATTERN) BERBASIS RASPBERRY PI

PERANCANGAN PENDETEKSI WAJAH DENGAN ALGORITMA LBP (LOCAL BINARY PATTERN) BERBASIS RASPBERRY PI PERANCANGAN PENDETEKSI WAJAH DENGAN ALGORITMA LBP (LOCAL BINARY PATTERN) BERBASIS RASPBERRY PI Nadia R.W (0822084) Email: neko882neko@yahoo.co.id Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,, Jl. Prof. Drg.

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM Dalam bab ini akan dibahas mengenai perancangan dan pembuatan sistem aplikasi yang digunakan sebagai user interface untuk menangkap citra ikan, mengolahnya dan menampilkan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PERACANGAN APLIKASI SISTEM PENDETEKSI GANGGUAN JARINGAN KOMPUTER MENGGUNAKAN MULTILAYER DENGAN PELATIHAN FEEDFORWARD SKRIPSI

ANALISIS DAN PERACANGAN APLIKASI SISTEM PENDETEKSI GANGGUAN JARINGAN KOMPUTER MENGGUNAKAN MULTILAYER DENGAN PELATIHAN FEEDFORWARD SKRIPSI ANALISIS DAN PERACANGAN APLIKASI SISTEM PENDETEKSI GANGGUAN JARINGAN KOMPUTER MENGGUNAKAN MULTILAYER DENGAN PELATIHAN FEEDFORWARD SKRIPSI SISKA MELINWATI 061401040 PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Astika Ayuningtyas Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto Yogyakarta, Jl Janti Blok R Lanud Adisutipto, Yogyakarta

Astika Ayuningtyas Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto Yogyakarta, Jl Janti Blok R Lanud Adisutipto, Yogyakarta Seminar SENATIK Nasional Vol. II, 26 Teknologi November Informasi 2016, ISSN: dan 2528-1666 Kedirgantaraan (SENATIK) Vol. II, 26 November 2016, ISSN: 2528-1666 PeP- 115 Pemrosesan Paralel pada Menggunakan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS AGLAONEMA MENGGUNAKAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK ADITYA DWI GUSADHA

IDENTIFIKASI JENIS AGLAONEMA MENGGUNAKAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK ADITYA DWI GUSADHA 1 IDENTIFIKASI JENIS AGLAONEMA MENGGUNAKAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK ADITYA DWI GUSADHA DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 IDENTIFIKASI

Lebih terperinci

PREDIKSI STATUS KEAKTIFAN STUDI MAHASISWA DENGAN ALGORITMA C5.0 DAN K-NEAREST NEIGHBOR IIN ERNAWATI G

PREDIKSI STATUS KEAKTIFAN STUDI MAHASISWA DENGAN ALGORITMA C5.0 DAN K-NEAREST NEIGHBOR IIN ERNAWATI G PREDIKSI STATUS KEAKTIFAN STUDI MAHASISWA DENGAN ALGORITMA C5.0 DAN K-NEAREST NEIGHBOR IIN ERNAWATI G651044054 SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

Disusun Oleh: Agenda. Terminologi Klasifikasi Flynn Komputer MIMD. Time Sharing Kesimpulan

Disusun Oleh: Agenda. Terminologi Klasifikasi Flynn Komputer MIMD. Time Sharing Kesimpulan Multiprocessor - Time Sharing Arsitektur dan Organisasi Komputer Disusun Oleh: Iis Widya Harmoko Ronal Chandra Yoga Prihastomo Magister Ilmu Komputer Universitas Budi Luhur Agenda Agenda presentasi adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Motivasi : -. Pengolahan data numerik dalam jumlah yang sangat besar. -. Kebutuhan akan ketersediaan data yang senantiasa up to date.

PENDAHULUAN. Motivasi : -. Pengolahan data numerik dalam jumlah yang sangat besar. -. Kebutuhan akan ketersediaan data yang senantiasa up to date. PENDAHULUAN 1 Kebutuhan akan Pengolahan Paralel Motivasi : - Pengolahan data numerik dalam jumlah yang sangat besar - Kebutuhan akan ketersediaan data yang senantiasa up to date Contoh 11 : Simulasi sirkulasi

Lebih terperinci

ORGANISASI KOMPUTER II AUB SURAKARTA

ORGANISASI KOMPUTER II AUB SURAKARTA ORGANISASI KOMPUTER II STMIK AUB SURAKARTA Umumnya sistem multiprosesor menggunakan dua hingga selusin prosesor. Peningkatan sistem multiprosesor menggunakan jumlah prosesor yang sangat banyak ratusan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI A II LANDASAN TEORI 2.1 Komputasi Paralel Teknologi komputasi paralel sudah berkembang lebih dari dua dekade, penggunaannya semakin beragam mulai dari kebutuhan perhitungan di laboratorium fisika nuklir,

Lebih terperinci

PENGGABUNGAN FITUR LOCAL BINARY PATTERNS UNTUK IDENTIFIKASI CITRA TUMBUHAN OBAT IYOS KUSMANA

PENGGABUNGAN FITUR LOCAL BINARY PATTERNS UNTUK IDENTIFIKASI CITRA TUMBUHAN OBAT IYOS KUSMANA PENGGABUNGAN FITUR LOCAL BINARY PATTERNS UNTUK IDENTIFIKASI CITRA TUMBUHAN OBAT IYOS KUSMANA DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRACT

Lebih terperinci

KOMPUTASI PARALEL UNTUK PENGOLAHAN PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA

KOMPUTASI PARALEL UNTUK PENGOLAHAN PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA KOMPUTASI PARALEL UNTUK PENGOLAHAN PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA Andri Lesmana Wanasurya Magister Teknik Elektro Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta, Indonesia andri.lesmana@atmajaya.ac.id Maria

Lebih terperinci

PERBAIKAN DAN EVALUASI KINERJA ALGORITMA PIXEL- VALUE DIFFERENCING ( PVD) ROJALI

PERBAIKAN DAN EVALUASI KINERJA ALGORITMA PIXEL- VALUE DIFFERENCING ( PVD) ROJALI PERBAIKAN DAN EVALUASI KINERJA ALGORITMA PIXEL- VALUE DIFFERENCING ( PVD) ROJALI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

OPTIMALISASI ALGORITMA DAN QUERY DENGAN MENGEKSPLOITASI KEMAMPUAN PROSESOR MULTI-CORE STUDI KASUS: PENGEMBANGAN SISTEM PENGOLAHAN DATA PERPAJAKAN PNS

OPTIMALISASI ALGORITMA DAN QUERY DENGAN MENGEKSPLOITASI KEMAMPUAN PROSESOR MULTI-CORE STUDI KASUS: PENGEMBANGAN SISTEM PENGOLAHAN DATA PERPAJAKAN PNS i Tesis OPTIMALISASI ALGORITMA DAN QUERY DENGAN MENGEKSPLOITASI KEMAMPUAN PROSESOR MULTI-CORE STUDI KASUS: PENGEMBANGAN SISTEM PENGOLAHAN DATA PERPAJAKAN PNS ANTONIUS BIMA MURTI WIJAYA No. Mhs.: 115301622/PS/MTF

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Metodologi Penelitian Berikut adalah alur metodologi penelitian yang akan digunakan dalam menyelesaikan penelitian tugas akhir ini : 3.2 Pengumpulan Data Gambar 3.1

Lebih terperinci

Organisasi & Arsitektur. Komputer. Org & Ars komp Klasifikasi Ars Komp Repr Data

Organisasi & Arsitektur. Komputer. Org & Ars komp Klasifikasi Ars Komp Repr Data Organisasi & Arsitektur Komputer Org & Ars komp Klasifikasi Ars Komp Repr Data Organisasi berkaitan dengan fungsi dan desain bagianbagian sistem komputer digital yang menerima, menyimpan dan mengolah informasi.

Lebih terperinci

A ALISIS KARAKTERISTIK MAHASISWA O AKTIF U IVERSITAS TERBUKA DE GA PE DEKATA CLUSTER E SEMBLE DYAH PAMI TA RAHAYU

A ALISIS KARAKTERISTIK MAHASISWA O AKTIF U IVERSITAS TERBUKA DE GA PE DEKATA CLUSTER E SEMBLE DYAH PAMI TA RAHAYU A ALISIS KARAKTERISTIK MAHASISWA O AKTIF U IVERSITAS TERBUKA DE GA PE DEKATA CLUSTER E SEMBLE DYAH PAMI TA RAHAYU SEKOLAH PASCASARJA A I STITUT PERTA IA BOGOR BOGOR 2009 PER YATAA ME GE AI TESIS DA SUMBER

Lebih terperinci

Identifikasi Jenis Kayu Menggunakan Support Vector Machine Berbasis Data Citra

Identifikasi Jenis Kayu Menggunakan Support Vector Machine Berbasis Data Citra Tersedia secara online di: http://journal.ipb.ac.id/index.php/jika Volume 3 Nomor 1 halaman 1-8 ISSN: 2089-6026 Identifikasi Jenis Kayu Menggunakan Support Vector Machine Berbasis Data Citra Wood Type

Lebih terperinci

Gambar 1. Hop multi komunikasi antara sumber dan tujuan

Gambar 1. Hop multi komunikasi antara sumber dan tujuan Routing pada Jaringan Wireless Ad Hoc menggunakan teknik Soft Computing dan evaluasi kinerja menggunakan simulator Hypernet Tulisan ini menyajikan sebuah protokol untuk routing dalam jaringan ad hoc yang

Lebih terperinci

Paralelisasi Transformasi Fourier pada Arsitektur General Purpose Graphic Processing Unit Untuk Klasifikasi Alat Musik Dengan Instrumen Solo

Paralelisasi Transformasi Fourier pada Arsitektur General Purpose Graphic Processing Unit Untuk Klasifikasi Alat Musik Dengan Instrumen Solo Paralelisasi Transformasi Fourier pada Arsitektur General Purpose Graphic Processing Unit Untuk Klasifikasi Alat Musik Dengan Instrumen Solo Ridwan Rismanto 5109201049 DOSEN PEMBIMBING Dr. Nanik Suciati,

Lebih terperinci

ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR )

ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR ) ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR ) TEGUH PAIRUNAN PUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Pada bab ini akan dijelaskan tentang pengujian dari masing masing metode computing dan juga analisa dari hasil pengujian tersebut. Pengujian dilakukan pada waktu proses dengan

Lebih terperinci

HALAMAN SAMPUL SKRIPSI PENGENALAN POLA TELAPAK TANGAN DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA BACK PROPAGATION NEURAL NETWORK

HALAMAN SAMPUL SKRIPSI PENGENALAN POLA TELAPAK TANGAN DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA BACK PROPAGATION NEURAL NETWORK HALAMAN SAMPUL SKRIPSI PENGENALAN POLA TELAPAK TANGAN DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA BACK PROPAGATION NEURAL NETWORK Oleh: MOH SHOCHWIL WIDAT 2011-51-034 PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

dan 3. Jumlah partisi vertikal (m) dari kiri ke kanan beturut-turut adalah 1, 2, 3, 4, dan 5. akurasi =.

dan 3. Jumlah partisi vertikal (m) dari kiri ke kanan beturut-turut adalah 1, 2, 3, 4, dan 5. akurasi =. dan 3. Jumlah partisi vertikal (m) dari kiri ke kanan beturut-turut adalah 1, 2, 3, 4, dan 5. Gambar 5 Macam-macam bentuk partisi citra. Ekstraksi Fitur Pada tahap ini semua partisi dari citra dihitung

Lebih terperinci

Analisis Kinerja Matrix Multiplication Pada Lingkungan Komputasi Berkemampuan Tinggi (Cuda Gpu)

Analisis Kinerja Matrix Multiplication Pada Lingkungan Komputasi Berkemampuan Tinggi (Cuda Gpu) Analisis Kinerja Matrix Multiplication Pada Lingkungan Komputasi Berkemampuan Tinggi (Cuda Gpu) 1 Machudor Yusman, 2 Anie Rose Irawati, 3 Achmad Yusuf Vidyawan 1 Jurusan Ilmu Komputer FMIPA Unila 2 Jurusan

Lebih terperinci

PENGENALAN KARAKTER DAN MANAJEMEN DATABASE PADA FORMULIR ISIAN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN METODE LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ)

PENGENALAN KARAKTER DAN MANAJEMEN DATABASE PADA FORMULIR ISIAN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN METODE LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ) PENGENALAN KARAKTER DAN MANAJEMEN DATABASE PADA FORMULIR ISIAN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN METODE LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ) SKRIPSI ANTONI SIAHAAN 051401063 PROGRAM STUDI S-1 ILMU

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 68 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Algoritma Pengujian dilakukan untuk mendapatkan algoritma yang paling optimal dari segi kecepatan dan tingkat akurasi yang dapat berjalan secara real time pada smartphone

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TANDA TANGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUBLE BACKPROPAGATION ABSTRAK

IDENTIFIKASI TANDA TANGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUBLE BACKPROPAGATION ABSTRAK IDENTIFIKASI TANDA TANGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUBLE BACKPROPAGATION Disusun oleh: Togu Pangaribuan 0722087 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Jl. Prof.Drg. Suria Sumantri, MPH No. 65, Bandung

Lebih terperinci

KONTRAK PEMBELAJARAN (KP) MATA KULIAH

KONTRAK PEMBELAJARAN (KP) MATA KULIAH KONTRAK PEMBELAJARAN (KP) MATA KULIAH Kode MK: TSK-617 Program Studi Sistem Komputer Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Pengajar : Eko Didik Widianto, ST, MT Semester : 6 KONTRAK PEMBELAJARAN Nama

Lebih terperinci

REALISASI PERANGKAT LUNAK UNTUK IDENTIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA PEMBULUH DARAH MENGGUNAKAN EKSTRAKSI FITUR LOCAL LINE BINARY PATTERN (LLPB)

REALISASI PERANGKAT LUNAK UNTUK IDENTIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA PEMBULUH DARAH MENGGUNAKAN EKSTRAKSI FITUR LOCAL LINE BINARY PATTERN (LLPB) REALISASI PERANGKAT LUNAK UNTUK IDENTIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA PEMBULUH DARAH MENGGUNAKAN EKSTRAKSI FITUR LOCAL LINE BINARY PATTERN (LLPB) Elfrida Sihombing (0922019) Jurusan Teknik Elektro Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini berbagai komunitas di antaranya akademik, peneliti, bisnis dan industri dihadapkan pada pertambahan kebutuhan komputasi yang semakin besar dan komplek. Kebutuhan

Lebih terperinci

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Program Studi Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang Abstrak. Saat ini, banyak sekali alternatif dalam

Lebih terperinci

DETEKSI SEBARAN TITIK API PADA KEBAKARAN HUTAN GAMBUT MENGGUNAKAN GELOMBANG-SINGKAT DAN BACKPROPAGATION (STUDI KASUS KOTA DUMAI PROVINSI RIAU)

DETEKSI SEBARAN TITIK API PADA KEBAKARAN HUTAN GAMBUT MENGGUNAKAN GELOMBANG-SINGKAT DAN BACKPROPAGATION (STUDI KASUS KOTA DUMAI PROVINSI RIAU) TESIS DETEKSI SEBARAN TITIK API PADA KEBAKARAN HUTAN GAMBUT MENGGUNAKAN GELOMBANG-SINGKAT DAN BACKPROPAGATION (STUDI KASUS KOTA DUMAI PROVINSI RIAU) TRI HANDAYANI No. Mhs. : 125301914 PROGRAM STUDI MAGISTER

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi komputer saat ini telah menghasilkan pencapaian yang sangat signifikan, baik dari segi perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software).

Lebih terperinci

EKSTRASI TEKSTUR CITRA MENGGUNAKAN LOCAL BINARY PATTERN UNTUK IDENTIFIKASI PENYAKIT TANAMAN PADI DAN ANTHURIUM BERBASIS WEBSITE TOMY KURNIAWAN

EKSTRASI TEKSTUR CITRA MENGGUNAKAN LOCAL BINARY PATTERN UNTUK IDENTIFIKASI PENYAKIT TANAMAN PADI DAN ANTHURIUM BERBASIS WEBSITE TOMY KURNIAWAN EKSTRASI TEKSTUR CITRA MENGGUNAKAN LOCAL BINARY PATTERN UNTUK IDENTIFIKASI PENYAKIT TANAMAN PADI DAN ANTHURIUM BERBASIS WEBSITE TOMY KURNIAWAN DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Pendahuluan Sebelumnya telah ada penelitian tentang sistem pengenalan wajah 2D menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- Means dan jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman padi ( Oryzasativa,sp ) termasuk kelompok tanaman pangan yang sangat penting dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Sampai saat ini, lebih dari

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Pendeteksian Kemacetan Lalu Lintas dengan Compute Unified Device Architecture (CUDA)

Pendeteksian Kemacetan Lalu Lintas dengan Compute Unified Device Architecture (CUDA) Pendeteksian Kemacetan Lalu Lintas dengan Compute Unified Device Architecture (CUDA) LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun sebagai syarat kelulusan tingkat sarjana oleh: Muhammad Ismail Faruqi / 13503045 PROGRAM

Lebih terperinci

Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna Identifikasi Tumbuhan Obat Berbasis Citra

Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna Identifikasi Tumbuhan Obat Berbasis Citra Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), Agustus 2013 ISSN 0853 4217 Vol. 18 (2): 85 91 Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna Identifikasi Tumbuhan Obat Berbasis Citra (Utilization of Computer Technology for

Lebih terperinci

FUZZY RULE-BASED SISTEM TEMUKEMBALI CITRA BUNGA ADI SUCIPTO AJI

FUZZY RULE-BASED SISTEM TEMUKEMBALI CITRA BUNGA ADI SUCIPTO AJI FUZZY RULE-BASED SISTEM TEMUKEMBALI CITRA BUNGA ADI SUCIPTO AJI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tesis saya

Lebih terperinci

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahan CBIR ( Content Based Image Retrieval) akhir-akhir ini merupakan salah satu bidang riset yang sedang berkembang pesat (Carneiro, 2005, p1). CBIR ini menawarkan

Lebih terperinci

Klasifikasi Citra Menggunakan Metode Minor Component Analysis pada Sistem Temu Kembali Citra

Klasifikasi Citra Menggunakan Metode Minor Component Analysis pada Sistem Temu Kembali Citra Jurnal Ilmiah Ilmu Komputer, Vol 15 No. 2, Desember 2010 : 38-41 Klasifikasi Citra Menggunakan Metode Minor Component Analysis pada Sistem Temu Kembali Citra Vera Yunita, Yeni Herdiyeni Departemen Ilmu

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA PEMBULUH DARAH MENGGUNAKAN EKSTRAKSI FITUR LOCAL BINARY PATTERN ABSTRAK

IDENTIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA PEMBULUH DARAH MENGGUNAKAN EKSTRAKSI FITUR LOCAL BINARY PATTERN ABSTRAK IDENTIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA PEMBULUH DARAH MENGGUNAKAN EKSTRAKSI FITUR LOCAL BINARY PATTERN Zeth Pasongli (0222113) Jurusan Teknik Elektro Email: zeth_pasongli@yahoo.com ABSTRAK Pola pembuluh

Lebih terperinci

SINKRONISASI DATA DENGAN PEMROSESAN PARALEL MENGGUNAKAN MODEL PEMROGRAMAN MAPREDUCE

SINKRONISASI DATA DENGAN PEMROSESAN PARALEL MENGGUNAKAN MODEL PEMROGRAMAN MAPREDUCE SINKRONISASI DATA DENGAN PEMROSESAN PARALEL MENGGUNAKAN MODEL PEMROGRAMAN MAPREDUCE Murti Retnowo Jurusan Manajemen Informatika, UTY, Yogyakarta e-mail: nowo.yogya@gmail.com ABSTRAK Penelitian dalam pemrosesan

Lebih terperinci

ARSITEKTUR KOMPUTER. Satu CPU yang mengeksekusi instruksi satu persatu dan menjemput atau menyimpan data satu persatu.

ARSITEKTUR KOMPUTER. Satu CPU yang mengeksekusi instruksi satu persatu dan menjemput atau menyimpan data satu persatu. ARSITEKTUR KOMPUTER Dua element utama pd sistem komputer konvensional: Memory Processor Klasifikasi Arsitektur komputer (Michael Flynn), berdasarkan karakteristiknya termasuk banyaknya processor, banyaknya

Lebih terperinci

PENGENALAN WAJAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISCRIMINATIVE LOCAL DIFFERENCE PATTERNS

PENGENALAN WAJAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISCRIMINATIVE LOCAL DIFFERENCE PATTERNS PENGENALAN WAJAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISCRIMINATIVE LOCAL DIFFERENCE PATTERNS Widyawan Tarigan NRP : 0222062 email : widyawan_tarigan@yahoo.com ABSTRAK Pada sistem pengenalan wajah, merancang deskriptor

Lebih terperinci