PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN TINGKIR TENGAH BENDOSARI KOTAMADYA SALATIGA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN TINGKIR TENGAH BENDOSARI KOTAMADYA SALATIGA"

Transkripsi

1 PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN TINGKIR TENGAH BENDOSARI KOTAMADYA SALATIGA TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta Disusun Oleh : ANDIKA INDRA CAHYADI I PROGRAM DIPLOMA III TEKNIK SIPIL TRANSPORTASI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 011

2

3

4

5 PERSEMBAHAN ALLAH SWT. Engkau terlalu banyak membari sedangkan aku seringkali lupa dan lalai dari mengingatmu. Terimakasih atas segala sesuatu yang telah Engkau berikan sehingga aku dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan lancar. Dengan kerja keras, semangat dan doa, akhirnya Tugas Akhir ini terselesaikan juga. Dengan rendah hati, sebuah karya kecilku ini kupersembahkan... Teruntuk yang Tersayang : 1. Bapak dan Ibu, Untuk kasih sayang yang slalu tercurah, walaupun Dika belum bisa membuat bapak dan ibu bangga, tapi bapak dan ibu tetap memberikan dukungan. Terima kasih atas semangat, nasehat dan doanya selama ini. Maaf jika dalam pengerjaan TA agak molor.. Saudara-saudariku, Adikku Desty, saudara- saudaraku semua, terima kasih atas (materi,dukungan,nasehat dan do anya).

6 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmad, hidayah serta inayahnya-nya, sehingga Tugas Akhir PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN TINGKIR TENGAH BENDOSARI KOTAMADYA SALATIGA dapat diselesaikan dengan baik. Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk meraih gelar Ahli Madya pada Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dengan adanya Tugas Akhir ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman mengenai perencanaan jalan bagi penulis maupun pembaca. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan dan pengerjaan Tugas Akhir ini. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dekan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.. Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Achmad Basuki, ST, MT selaku Ketua Program D3 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. SJ Legowo, ST, MT, Selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir. 5. Ir Joko Sarwono, MT dan Ir Djumari, MT, selaku penguji Tugas Akhir. 6. Ir. Agus Sumarsono, MT, Selaku Dosen Pembimbing Akademik 7. Bapak, Ibu, Adikku, dan semua pihak yang selalu memberi semangat dan motivasi dalam penyusunan dan commit pengerjaan to user Tugas Akhir ini.

7 8. Sahabat, orang orang terdekat dan teman-teman D3 Teknik Sipil Transportasi 008. Dalam Penyusunan Tugas Akhir ini penulis menyadari masih terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, maka diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun, akhir kata semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amin. Surakarta, Juli 011 Penyusun ANDIKA INDRA CAHYADI

8 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR NOTASI... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xix BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Tujuan Teknik Perencanaan Perencanaan Geometrik Jalan Perencaan Tebal Perkerasan Lentur Rencana Anggaran Biaya Bagan Alir/ Flow Chart Perencanaan... 5 BAB II DASAR TEORI.1. Klasifikasi Jalan Kecepatan Rencana Bagian bagian Jalan Alinemen Horisontal Panjang Bagian Lurus Tikungan Diagram Superelevasi...

9 Halaman.4.4. Jarak Pandang Daerah Kebebasan Samping Di Tikungan Pelebaran Perkerasan Kontrol Overlapping Perhitungan Stationing Alinemen Vertikal Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Lalu Lintas Koefisien Distribusi Kendaraan Angka Ekivalen (E) Daya Dukung Tanah Faktor Regional Indeks Permukaan Koefisien Kekuatan Relative Batas Batas Minimum Tebal Perkerasan Analisa Komponen Perkerasan Rencana anggaran Biaya (RAB) BAB III PERENCANAAN JALAN 3.1. Penetapan Trace Jalan Gambar Perbesaran Peta Penghitungan Trace Jalan Penghitungan Azimuth Penghitungan Sudut PI Penghitungan Jarak Antar PI Perhitungan Kelandaian melintang Penghitungan Alinemen Horizontal Tikungan PI Tikungan PI Tikungan PI Penghitungan Stationing... 96

10 Halaman 3.4. Kontrol Overlapping Penghitungan Alinemen Vertikal Perhitungan Kelandaian Memanjang Penghitungan Lengkung Vertikal PV PV PV PV PV PV BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN 4.1. Data Perencanaan Tebal Perkerasan Perhitungan Volume Lalu Lintas Perhitungan Volume Lalu Lintas Harian Rata-rata Angka Ekivalen (E) Masing-Masing Kendaraan Penentuan Koefisien Distribusi Kendaraan (C) Penghitungan Lintas Ekivalen Penentuan CBR Desain Tanah Dasar Penentuan Daya Dukung Tanah (DDT) Penentuan Faktor Regional (FR) Penentuan Indeks Permukaan (IP) Indeks Permukaan Awal (IPo) Indeks Permukaan Akhir (IPt) Penentuan Indeks Tebal Perkerasan (ITP) BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA DAN TIME SCHEDULE 5.1. Typical Potongan Melintang Analisa Perhitungan Volume Pekerjaan Penghitungan Volume Pekerjaan Tanah Penghitungan Volume Pekerjaan Drainase

11 Halaman Penghitungan Volume Pekerjaan Dinding Penahan Penghitungan Volume Pekerjaan Perkerasan Penghitungan Volume Pekerjaan Pelengkap Analisa Perhitungan Waktu Pelaksanaan proyek Pekerjaan Umum Pekerjaan Tanah Pekerjaan Drainase Pekerjaan Dinding Penahan Pekerjaan Perkerasan Pekerjaan Pelengkap Analisa Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Bobot Pekerjaan Persen(%) Bobot Pekerjaan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Saran PENUTUP DAFTAR PUSTAKA

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1. Bagan Alir Perencanaan Alinemen Horisontal... 5 Gambar 1.. Diagram Alir Perencanaan Alinement Vertikal... 6 Gambar 1.3 Diagarm Alir Perencanaan Tebal Perkerasan... 7 Gambar 1.4 Diagram Alir RAB dan Time Schedule... 8 Gambar.1. DAMAJA, DAMIJA, DAWASJA...11 Gambar. Lengkung Full Circle Gambar.3. Lengkung Spiral Circle Spiral Gambar.4. Lengkung Spiral Spiral... 1 Gambar.5. Superelevasi... Gambar.6. Diagram Superelevasi Full Circle... 3 Gambar.7. Diagram Superelevasi Spiral Circle Spiral... 5 Gambar.8. Diagram Superelevasi Spiral Spiral... 6 Gambar.9. Jarak Pandangan Pada Lengkung Horizontal untuk Jh Gambar.10. Jarak Pandangan Pada Lengkung Horizontal Gambar.11. Pelebaran Perkerasan Pada Tikungan... 3 Gambar.1. Kontrol Overlaping Gambar.13. Stationing Gambar.14. Diagram Alir Tikungan Full Circle Gambar.15. Diagram Alir Tikungan S-C-S Gambar.16. Diagram Alir Tikungan S-S Gambar.17. Lengkung Vertikal Cembung Gambar.18. Lengkung Vertikal Cekung... 4 Gambar.19. Susunan Lapis Kontruksi Perkerasan Lentur Gambar.0. Korelasi DDT dan CBR Gambar 3.1. Azimuth Gambar 3.. Cara Menghitung Kemiringan Jalan Gambar 3.3. Lengkung Spiral - Spiral Gambar 3.4. Diagram Superelevasi Tikungan PI

13 Halaman Gambar 3.5. Tikungan PI Gambar 3.6. Diagram Superelevasi Tikungan PI Gambar 3.7. Lengkung Spiral - Spiral Gambar 3.8. Diagram Superelevasi Tikungan PI Gambar 3.9. Stasioning Gambar Kontrol Over Lapping Gambar Lengkung Vertikal PVI Gambar 3.1. Lengkung Vertikal PVI Gambar Lengkung Vertikal PVI Gambar Lengkung Vertikal PVI Gambar Lengkung Vertikal PVI Gambar Lengkung Vertikal PVI Gambar 4.1. Korelasi DDT dan CBR Gambar 4.. Grafik Penentuan Nilai Indeks Tebal Perkerasan (ITP) Gambar 4.3. Susunan Perkerasan Gambar 4.4. Typical Cross section Gambar 5.1. Potongan Melintang Jalan Gambar 5.. Typical Cross section STA 1+071, Gambar 5.3. Typical Cross section STA Gambar 5.4. Sket Volume Galian Saluran Gambar 5.5. Sket Volume Pasangan Batu Gambar 5.6. Detail Plesteran Pada Drainase Gambar 5.7. Sket Volume Pasangan Batu pada Dinding Penahan Gambar 5.8.Detail Plesteran pada Dinding Penahan Gambar 5.9. Sket Lapis Pondasi Bawah Gambar Sket Lapis Pondasi Atas Gambar Sket Lapis Permukaan Gambar 5.1. Sket Marka Jalan

14 DAFTAR TABEL Halaman Tabel.1. Ketentuan Klasifikasi : Fungsi, Kelas Beban, Medan Jalan... 9 Tabel.. Kecepatan Rencana (Vr) Tabel.3. Penentuan Lebar Jalur dan Bahu... 1 Tabel.4. Panjang Bagian Lurus Maksimum Tabel.5. Panjang jari Jari Minimum Tabel.6. Landai relatif Maksimum Tabel.7. Jari Jari Tikungan Yang tidak Perlu LS Tabel.8. Jarak Pandang henti (Jh) Minimum... 8 Tabel.9. panjang Jarak Pandang Mendahului Berdasar Vr Tabel.10 Panjang Minimum Lengkung Vertikal Tabel.11 Kelandaian Maksimum yang Diiinkan Tabel.1 Panjang Kritis Tabel.13 Koefisien Distribusi Kendaraan Tabel.14 Angka Ekivalen Sumbu Kendaraan Tabel.15 Prosentase Kendaraan Berat Tabel.16 Indeks Permukaan Akhir UR (Ipt) Tabel.17 Indeks Permukaan Awal UR (IPo) Tabel.18 Koefisien Kekuatan Relatif Tabel.19 Lapis Permukaan... 5 Tabel.0 Lapis Pondasi Atas Tabel 3.1. Rekapitulasi Panjang jarak Trace Tabel 3.. Penghitungan Kelandaian Melintang Tabel 3.3. Elevasi Tanah Asli Tabel 3.4. Data Titik PVI Tabel 4.1. Nilai LHRs Tabel 4.. Perhitungan Lalu Lintas Harian Rata-rata Tabel 4.3. Perhitungan Lintas Ekivalen

15 Halaman Tabel 4.4. Perhitungan Lintas Ekivalen Tabel 4.5. Data CBR Tanah Dasar Tabel 4.6. Perhitungan Jumlah dan Prosentase CBR Tabel 4.7. Faktor Regional (FR) Tabel 5.1. Hasil perhitungan volume galian dan timbunan Tabel 5.. Hasil perhitungan volume galian pondasi pada dinding penahan Tabel 5.3. Hasil perhitungan volume pasangan batu pada dinding penahan Tabel 5.4. Hasil Perhitungan Luas Siaran pada Dinding Penahan Tabel 5.5. Rekapitulasi perkiraan waktu pekerjaan Tabel 5.6. Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya

16 DAFTAR NOTASI a : Koefisien Relatif a` : Daerah Tangen A : Perbedaan Kelandaian (g 1 g ) % α B C Ci CS CT d D D` Δ Δh D tjd D maks DDT e E Ec Ei em en Eo Es Ev f fm Fp : Sudut Azimuth : Perbukitan : Perubahan percepatan : Koefisien Distribusi : Circle to Spiral, titik perubahan dari lingkaran ke spiral : Circle to Tangen, titik perubahan dari lingkaran ke lurus : Jarak : Datar : Tebal lapis perkerasan : Sudut luar tikungan : Perbedaan tinggi : Derajat lengkung terjadi : Derajat maksimum : Daya dukung tanah : Superelevasi : Daerah kebebasan samping : Jarak luar dari PI ke busur lingkaran : Angka ekivalen beban sumbu kendaraan : Superelevasi maksimum : Superelevasi normal : Derajat kebebasan samping : Jarak eksternal PI ke busur lingkaran : Pergeseran vertical titik tengah busur lingkaran : Koefisien gesek memanjang : Koefisien gesek melintang maksimum : Faktor Penyesuaian

17 g G h i I ITP Jd Jh k L Lc LEA LEP LER LET Ls Ls` Lt O p θc θs PI PLV PPV PTV R R ren R min SC S-C-S SS : Kemiringan tangen ; (+) naik ; (-) turun : Pegunungan : Elevasi titik yang dicari : Kelandaian melintang : Pertumbuhan lalu lintas : Indeks Tebal Perkerasan : Jarak pandang mendahului : Jarak pandang henti : Absis dari p pada garis tangen spiral : Panjang lengkung vertikal : Panjang busur lingkaran : Lintas Ekivalen Akhir : Lintas Ekivalen Permulaan : Lintas Ekivalen Rencana : Lintas Ekivalen Tengah : Panjang lengkung peralihan : Panjang lengkung peralihan fiktif : Panjang tikungan : Titik pusat : Pergeseran tangen terhadap spiral : Sudut busur lingkaran : Sudut lengkung spiral : Point of Intersection, titik potong tangen : Peralihan lengkung vertical (titik awal lengkung vertikal) : Titik perpotongan tangen : Peralihan Tangen Vertical (titik akhir lengkung vertikal) : Jari-jari lengkung peralihan : Jari-jari rencana : Jari-jari tikungan minimum : Spiral to Circle, titik perubahan spiral ke lingkaran : Spiral-Circle-Spiral : Spiral to Spiral, titik tengah lengkung peralihan

18 S-S ST T Tc TC Ts TS Tt UR Vr Xs Y Ys : Spiral-Spiral : Spiral to Tangen, titik perubahan spiral ke lurus : Waktu tempuh : Panjang tangen circle : Tangen to Circle, titik perubahan lurus ke lingkaran : Panjang tangen spiral : Tangen to Spiral, titik perubahan lurus ke spiral : Panjang tangen total : Umur Rencana : Kecepatan rencana : Absis titik SC pada garis tangen, jarak lurus lengkung peralihan : Factor penampilan kenyamanan : Ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, jarak tegak lurus ke titik

19 DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN A SOAL TUGAS AKHIR LAMPIRAN B LEMBAR KOMUNIKASI DAN PEMANTAUAN LAMPIRAN C FORM SURVEY LALU-LINTAS LAMPIRAN D DAFTAR HARGA SATUAN (Upah, Bahan dan Peralatan) LAMPIRAN E ANALISA HARGA SATUAN PEKERJAAN LAMPIRAN F GAMBAR AZIMUTH LAMPIRAN G GAMBAR TRACE JALAN LAMPIRAN H GAMBAR LONG PROFIL LAMPIRAN I GAMBAR CROSSECTION LAMPIRAN J GAMBAR PLAN PROFIL LAMPIRAN K GAMBAR NOMOGRAM

20 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaringan jalan raya yang merupakan prasarana transportasi darat memegang peranan yang sangat penting dalam sektor perhubungan terutama untuk kesinambungan barang dan jasa. Keberadaan jalan raya sangat diperlukan untuk menunjang laju pertumbuhan ekonomi seiring dengan meningkatnya kebutuhan sarana transportasi yang dapat menjangkau daerah daerah terpencil yang merupakan sentra produksi barang atau jasa. Jalan raya direncanakan agar dapat menampung arus lalu lintas yang akan melewatinya selama umur rencana. Atau dengan perkataan lain, lalu lintas merupakan pembebanan yang harus dipikul oleh suatu konstruksi jalan. Sebagai prasarana transportasi, Jalan raya dibuat untuk menyalurkan berbagai moda transportasi jalan yang bergerak dari asalnya ke tujuannya. Moda transportasi seperti mobil penumpang, bus, dan truk, merupakan alat untuk melakukan perpindahan orang dan barang. Dalam kaitan ini, jalan direncanakan untuk menyalurkan aliran kendaraan dari berbagai klasifikasi kendaraan sesuai fungsinya. Pembuatan Jalan yang menghubungkan Tingkir Tengah Bendosari, Salatiga yang bertujuan untuk memberikan kelancaran, keamanan, dan kenyamanan bagi pemakai jalan serta di harapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar jalur jalan.

21 1. Rumusan Masalah Bagaimana merencanakan geometrik jalan yang menghubungkan Tingkir Tengah Bendosari agar memperoleh jalan yang sesuai dengan fungsi dan kelas jalannya? Bagaimana merencanakan Tebal Perkerasan Jalan, Anggaran Biaya, dan Time Schedule yang di butuhkan untuk membuat jalan tersebut? 1.3 Tujuan Dalam perencanaan pembuatan jalan ini ada tujuan yang hendak dicapai yaitu : a. Merencanakan bentuk geometrik dari jalan kelas fungsi arteri IIA b. Merencanakan tebal perkerasan pada jalan tersebut. c. Merencanakan anggaran biaya dan Time Schedule yang dibutuhkan untuk pembuatan jalan tersebut. 1.4 Teknik Perencanaan Dalam penulisan ini perencanaan yang menyangkut hal pembuatan jalan akan disajikan sedemikian rupa sehingga memperoleh jalan sesuai dengan fungsi dan kelas jalan. Hal yang akan disajikan dalam penulisan ini adalah :

22 1.4.1 Perencanaan Geometrik Jalan Dalam perencanaan geometrik jalan raya pada penulisan ini mengacu pada Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota ( TPGJAK ) Tahun 1997 dan Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya Tahun 1970 yang dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga. Perencanaan geometrik ini akan membahas beberapa hal antara lain : a. Alinemen Horisontal Alinemen (Garis Tujuan) horisontal merupakan trase jalan yang terdiri dari : Garis lurus (Tangent), merupakan jalan bagian lurus. Lengkungan horisontal yang disebut tikungan yaitu : a.) b.) c.) Full Circle Spiral Circle Spiral Spiral Spiral Pelebaran perkerasan pada tikungan. Kebebasan samping pada tikungan b. Alinemen Vertikal Alinemen Vertikal adalah bidang tegak yang melalui sumbu jalan atau proyeksi tegak lurus bidang gambar. Profil ini menggambarkan tinggi rendahnya jalan terhadap muka tanah asli. c. Stationing d. Overlapping

23 1.4. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Penulisan ini membahas tentang perencanaan jalan baru yang menghubungkan dua daerah. Untuk menentukan tebal perkerasan yang direncanakan sesuai dengan Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisis Komponen Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga. Satuan perkerasan yang dipakai adalah sebagai berikut : 1. Lapis Permukaan (Surface Course) : Laston MS 744. Lapis Pondasi Atas (Base Course) : Batu Pecah Kelas A CBR 100% 3. Lapis Pondasi Bawah (Sub Base Course) : Sirtu Kelas A CBR 70 % Rencana Anggaran Biaya dan Jadwal Waktu Pelaksanaan ( Time Schedule) Menghitung rencana anggaran biaya yang meliputi : 1. Volume Pekerjaan. Harga satuan Pekerjaan, bahan dan peralatan 3. Alokasi waktu penyelesaian masing-masing pekerjaan. Dalam mengambil kapasitas pekerjaan satuan harga dari setiap pekerjaan perencanaan ini mengambil dasar dari Analisa Harga Satuan No. 08 / T / BM / 009 Dinas Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga.

24 1.5. Bagan Alir / Flow Chart Perencanaan Untuk lebih jelasnya, perencanaan jalan ini dapat dilihat pada bagan alir/flow Chart dibawah ini : a. Alinemen Horisontal Mulai Data : Jari jari rencana (Rr) Sudut luar tikungan (Δ) Kecepatan Rencana (Vr) Dicoba Tikungan Full circle Tidak Rr Rmin FC Dicoba Tikungan S C - S YA YA Perhitungan data tikungan Perhitungan Pelebaran perkerasan Perhitungan daerah kebebasan samping Lc 0 m YA Tidak Tikungan S - S Perhitungan data tikungan Perhitungan Pelebaran perkerasan Perhitungan daerah kebebasan samping Perhitungan data tikungan Perhitungan Pelebaran perkerasan Perhitungan daerah kebebasan samping Selesai Gambar 1.1 Diagram Alir Perencanaan Alinemen Horisontal

25 b. Alinemen Vertikal Mulai Data : Stationing PPV Elevasi PPV Kelandaian Tangent (g) Kecepatan Rencana (Vr) Perbedaan Aljabar Kelandaian (A) Perhitungan Panjang Lengkung Vertikal Berdasarkan Syarat kenyamanan pengemudi Syarat drainase Syarat keluwesan bentuk Pengurangan goncangan Perhitungan : Pergeseran vertikal titik tengah busur lingkaran (Ev) Perbedaan elevasi titik PLV dan titik yang ditinjau pada Sta (y) Stationing Lengkung vertikal Elevasi lengkung vertikal Selesai Gambar 1.. Diagram Alir Perencanaan Alinemen Vertikal

26 c. Perencanaan Tebal Perkerasan Mulai Data : LHR Pertumbuhan Lalu lintas (i) Kelandaian Rata rata Iklim Umur rencana (UR) CBR Rencana Menghitung Nilai LER Berdasarkan LHR Penentuan Nilai DDT Berdasarkan Korelasi CBR 90% Penentuan Faktor Regional (FR) berdasarkan berdasarkan tabel.13 Menentukan IPo berdasarkan daftar VI SKBI Menentukan IPt berdasarkan LER Menentukan nomor nomogram berdasarkan IPt dan IPo Menentukan ITP berdasarkan nilai LER dan DDT dengan nomogram yang sesuai Menentukan ITP berdasarkan ITP dan FR dengan nomogram Penentuan tebal perkerasaan Selesai Gambar 1.3. Diagram commit Alir to Perencanaan user Tebal Perkerasaan

27 d. Perencanaan Rencana Anggaran Biaya dan Time schedule Mulai Data Rencana Anggaran Gambar Rencana Daftar Harga Satuan Bahan, Upah Pekerja, dan Peralatan Perhitungan Volume Perkerasaan Harga Satuan Pekerjaan Rencana Anggaran Biaya Time schedule Selesai Gambar 1.4. Diagram Alir Perencanaan Rencana Anggaran Biaya dan Time Schedule

28 BAB II DASAR TEORI.1 Klasifikasi Jalan Klasifikasi menurut fungsi jalan terbagi atas : 1) Jalan Arteri ) Jalan Kolektor 3) Jalan Lokal Klasifikasi jalan di Indonesia menurut Bina Marga dalam Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK) No 038/T/BM/1997, disusun pada tabel berikut: Tabel.1 Ketentuan klasifikasi : Fungsi, Kelas Beban, Medan FUNGSI JALAN ARTERI KOLEKTOR LOKAL KELAS JALAN I II IIIA IIIA IIIB IIIC Muatan Sumbu Terberat, (ton) > Tidak ditentukan TIPE MEDAN D B G D B G D B G Kemiringan Medan, (%) <3 3-5 >5 <3 3-5 >5 <3 3-5 >5 Sumber : TPGJAK No 038/T/BM/1997 Klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan (Administratif) sesuai PP. No. 6 / 1985 : Jalan Nasional, Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten/Kotamadya, Jalan Desa dan Jalan Khusus Keterangan : Datar (D), Perbukitan (B) dan Pegunungan (G)

29 . Kecepatan Rencana Kecepatan rencana (Vr) pada ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang lenggang, dan tanpa pengaruh samping jalan yang berarti. Tabel. Kecepatan Rencana (Vr) sesuai klasifikasi fungsi dan klasifikasi medan Kecepatan Rencana, Vr, km/jam Fungsi Datar Bukit Pegunungan Arteri Kolektor Lokal Sumber : TPGJAK No 038/T/BM/ Bagian Bagian Jalan 1 Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA) a. Lebar antara batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua sisi jalan b. Tinggi 5 meter diatas permukaan perkerasan pada sumbu jalan c. Kedalaman ruang bebas 1,5 m di bawah muka jalan Ruang Milik Jalan (RUMIJA) Ruang daerah milik jalan (RUMIJA) dibatasi oleh lebar yang sama dengan RUMAJA ditambah ambang pengaman konstruksi jalan dengan tinggi 5m dan kedalaman 1,5m.

30 3 Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA) Ruang sepanjang jalan di luar RUMIJA yang dibatasi oleh tinggi dan lebar tertentu, diukur dari sumbu jalan sesuai dengan fungsi jalan: a. Jalan Arteri minimum 0 meter b. Jalan Kolektor minimum 15 meter c. Jalan Lokal minimum 10 meter a m b a n g bahu RUMIJA RUMAJA Jalur lalu lintas bahu m selokan selokan -4% -% -% -4% m Batas kedalaman RUMAJA m RUWASJA 0 m Arteri min 40,00m Kolektor min 30,00m Lokal min 0,00m Gambar.1 RUMAJA, RUMIJA, RUWASJA, di lingkungan jalan antar kota commit ( TPGJAK to user )

31 Tabel.3 Penentuan lebar jalur dan bahu

32 .4 Alinemen Horisontal Pada perencanaan alinemen horisontal, umumnya akan ditemui dua bagian jalan, yaitu : bagian lurus dan bagian lengkung atau umum disebut tikungan yang terdiri dari 3 jenis tikungan yang digunakan, yaitu : Lingkaran ( Full Circle = F-C ) Spiral-Lingkaran-Spiral ( Spiral- Circle- Spiral = S-C-S ) Spiral-Spiral ( S-S ).4.1 Panjang Bagian Lurus Panjang maksimum bagian lurus harus dapat ditempuh dalam waktu,5 menit (Sesuai V r ), dengan pertimbangan keselamatan pengemudi akibat dari kelelahan. Tabel.4 Panjang Bagian Lurus Maksimum Fungsi Panjang Bagian Lurus Maksimum ( m ) Datar Bukit Gunung Arteri Kolektor Sumber : TPGJAK No 038/T/BM/ Tikungan a) Jari - Jari Tikungan Minimum Agar kendaraan stabil saat melalui tikungan, perlu dibuat suatu kemiringan melintang jalan pada tikungan yang disebut superelevasi (e). Pada saat kendaraan melalui daerah superelevasi, akan terjadi gesekan arah melintang jalan antara ban kendaraan dengan permukaan aspal yang menimbulkan gaya gesekan melintang.

33 Perbandingan gaya gesekan melintang dengan gaya normal disebut koefisien gesekan melintang (f). Rumus penghitungan lengkung horizontal dari buku TPGJAK : Rmin = r 17xV ( e f )... (1) Dd = 143,4... () Rd Keterangan : Rd : Jari-jari lengkung (m) Dd : Derajat lengkung ( o ) Untuk menghindari terjadinya kecelakaan, maka untuk kecepatan tertentu dapat dihitung jari-jari minimum untuk superelevasi maksimum dan koefisien gesekan maksimum. f mak = 0,19 ( x Vr )... (3) R min = maks r V 17( e f maks... (4) ) ,53( e D maks = V r maks f maks )... (5) Keterangan : R min : Jari-jari tikungan minimum, (m) V r : Kecepatan kendaraan rencana, (km/jam) e maks : Superelevasi maksimum, (%) f maks : Koefisien gesekan melintang maksimum Dd : Derajat lengkung ( ) D maks : Derajat maksimum Untuk perhitungan, digunakan e maks = 10 % sesuai tabel

34 Tabel.5 panjang jari-jari minimum (dibulatkan) untuk e maks = 10% VR(km/jam) R min (m) Sumber : TPGJAK No 038/T/BM/1997 Untuk kecepatan rencana < 80 km/jam berlaku f maks = - 0,00065 V + 0, km/jam berlaku f maks = - 0,0015 V + 0,4 b). Lengkung Peralihan (Ls) Dengan adanya lengkung peralihan, maka tikungan menggunakan jenis S-C-S. panjang lengkung peralihan (Ls), menurut Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997, diambil nilai yang terbesar dari tiga persamaan di bawah ini : 1. Berdasar waktu tempuh maksimum (3 detik), untuk melintasi lengkung peralihan, maka panjang lengkung : Ls = Vr x T... (6) 3,6. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal, digunakan rumus Modifikasi Shortt: V Ls = 0,0 x r Rd c 3 V -,77 x r ed c... (7) 3. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian Ls = ( em en ) xv r... (8) 3,6 r e 4. Sedangkan Rumus Bina Marga Ls = W ( e e ) m n tjd... (9)

35 Keterangan : T = Waktu tempuh = 3 detik Rd = Jari-jari busur lingkaran (m) C = Perubahan percepatan 0,3-1,0 disarankan 0,4 m/det r e = Tingkat pencapaian perubahan kelandaian melintang jalan, sebagai berikut: Untuk Vr 70 km/jam r e mak = 0,035 m/m/det Untuk Vr 80 km/jam r e mak = 0,05 m/m/det e e m e n m = Superelevasi = Superelevasi Maksimum = Superelevasi Normal = Besarnya landai relatif maksimum yang dipengaruhi oleh kecepatan dan tingkah laku pengemudi. Tabel.6 Landai relatif maksimum berdasarkan empiris (AASHTO 90) Kecepatan Rencana 1/m (Km/jam) AASHTO / / / / / / 104 1/ /50 Sumber :

36 c) Jenis Tikungan dan Diagram Superelevasi 1. Bentuk busur lingkaran Full Circle (F-C) Tc Ec TC CT Lc Rc Rc Gambar. Lengkung Full Circle Keterangan : O TC CT Rd Tt Lc Ec = Sudut Tikungan = Titik Pusat Tikungan = Tangen to Circle = Circle to Tangen = Jari-jari busur lingkaran = Panjang tangen (jarak dari TC ke PI atau PI ke TC) = Panjang Busur Lingkaran = Jarak Luar dari PI ke busur lingkaran

37 FC (Full Circle) adalah jenis tikungan yang hanya terdiri dari bagian suatu lingkaran saja. Tikungan FC hanya digunakan untuk R (jari-jari) yang besar agar tidak terjadi patahan, karena dengan R kecil maka diperlukan superelevasi yang besar. Tabel.7 Jari-jari tikungan yang tidak memerlukan lengkung peralihan V r (km/jam) R min Sumber : TPGJAK No 038/T/BM/1997 Tc = Rc tan ½... (10) Ec = Tc tan ¼... (11) Lc = Rc... (1) o 360

38 . Tikungan Spiral-Circle-Spiral (S-C-S) Keterangan gambar : Gambar.3 Lengkung Spiral-Circle-Spiral Xs Ys Ls Lc Ts TS SC Es s Rd p = Absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik ST ke SC = Jarak tegak lurus ketitik SC pada lengkung = Panjang dari titik TS ke SC atau CS ke ST = Panjang busur lingkaran (panjang dari titik SC ke CS) = Panjang tangen dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST = Titik dari tangen ke spiral = Titik dari spiral ke lingkaran = Jarak dari PI ke busur lingkaran = Sudut lengkung spiral = Jari-jari lingkaran = Pergeseran tangen terhadap spiral k = Absis dari p pada garis tangen spiral Rumus-rumus yang digunakan :

39 - s = Ls360 Rd... (13) - Δc = PI ( x s)... (14) - Xs = Ls x Ls 1 40 Rd... (15) - Ys = Ls 6 Rd... (16) - P = Ys Rd x ( 1 cos s )... (17) - K = Xs Rd x sin s... (18) - Et = Rd p Cos 1 Rr... (19) - Tt = ( Rd + p ) x tan ( ½ PI ) + K... (0) - Lc = c Rd (1) - Ltot = Lc + ( x Ls)... () Jika P yang dihitung dengan rumus di bawah, maka ketentuan tikungan yang digunakan bentuk S-C-S. P = Ls 4Rd < 0,5 m... (3) Untuk Ls = 1,0 m maka p = p dan k = k Untuk Ls = Ls maka P = p x Ls dan k = k x Ls 3. Tikungan Spiral-Spiral (S-S) Tikungan yang disertai lengkung peralihan.

40 Gambar.4 Lengkung Spiral-Spiral Untuk bentuk spiral-spiral berlaku rumus sebagai berikut: Lc = 0 dan s = ½ PI... (4) L tot = x Ls... (5) Untuk menentukan s rumus sama dengan lengkung peralihan. Lc = c Rd (6) P, K, Ts, dan Es rumus sama dengan lengkung peralihan.

41 .4.3 Diagram Superelevasi Super elevasi adalah kemiringan melintang jalan pada daerah tikungan. Untuk bagian jalan lurus, jalan mempunyai kemiringan melintang yang biasa disebut lereng normal atau Normal Trawn yaitu diambil minimum % baik sebelah kiri maupun sebelah kanan AS jalan. Hal ini dipergunakan untuk system drainase aktif. Harga elevasi (e) yang menyebabkan kenaikan elevasi terhadap sumbu jalan di beri tanda (+) dan yang menyebabkan penurunan elevasi terhadap jalan di beri tanda (-). As Jalan Tt e = - % e = - % Kiri = ki - Kanan = ka - Kemiringan normal pada bagian jalan lurus h = beda tinggi Kiri = ki + emaks As Jalan Tt emin Kanan = ka - h = beda tinggi Kemiringan melintang pada tikungan belok kanan emin As Jalan Tt emaks Kanan = ka + + h = beda tinggi Kiri = ki - Kemiringan melintang pada tikungan belok kiri Gambar.5 Superelevasi Sedangkan yang dimaksud diagram super elevasi adalah suatu cara untuk menggambarkan pencapaian super elevasi dan lereng normal ke kemiringan

42 melintang (Super Elevasi). Diagram super elevasi pada ketinggian bentuknya tergantung dari bentuk lengkung yang bersangkutan. a) Diagam super elevasi Full-Circle menurut Bina Marga As Jalan As Jalan i ii e = 0 % en= -% en= -% iii iv e = +% e maks en= -% e min Gambar.6. Diagram Super Elevasi Full Circle.

43 Ls pada tikungan Full-Cirle ini sebagai Ls bayangan yaitu untuk perubahan kemiringan secara berangsur-angsur dari kemiringan normal ke maksimum atau minimum. W Ls m e n e d... (7) Keterangan : Ls = Lengkung peralihan. W m e n = Lebar perkerasan. = Kelandaian Relatif = Kemiringan normal. e d = Kemiringan maksimum. Kemiringan lengkung di role, pada daerah tangen tidak mengalami kemiringan TC maks Jarak kemiringan = /3 Ls CT min TC Jarak kemiringan awal perubahan = 1/3 Ls CT

44 b) Diagram super elevasi pada Spiral-Cricle-Spiral. Bagian lurus Bagian lengkung peralihan Bagian lengkung penuh Bagian lengkung peralihan Bagian lurus 1 Ts 3 4 Sc Sisi luar tikungan 4 Cs 3 1 Ts e max e n E = 0 % e n 0 % -% Sisi dalam tikungan Ls Lc Ls 1) en-% q en-% ) 0 % q en-% 3) +% q -% 4) e maks q e min Gambar.7 Diagram super elevasi Spiral-Cirle-Spiral.

45 c.) Diagram superelevasi Tikungan berbentuk Spiral Spiral. e IV maks I Ts II III V VI VII 0% 0% en = - % en = - % TS Ls e min Ls ST I As Jalan II As Jalan 0 % en = -% en = -% en = -% III IV +% As Jalan e maks As Jalan -% e min Gambar.8 Diagram Superelevasi Spiral-Spiral

46 .4.4 Jarak Pandang Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat mengemudi sedemikian rupa, sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu (antisipasi) untuk menghindari bahaya tersebut dengan aman. Jarak pandang terdiri dari : o Jarak pandang henti (Jh) o Jarak pandang mendahului (Jd) Menurut ketentuan Bina Marga, adalah sebagai berikut : A. Jarak Pandang Henti (Jh) 1) Jarak minimum Jh adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan didepan. Setiap titik disepanjang jalan harus memenuhi ketentuan Jh. ) Asumsi tinggi Jh diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan 15 cm, yang diukur dari permukaan jalan. 3) Rumus yang digunakan. Jh dalam satuan meter, dapat dihitung dengan rumus : Jh = Jht + Jhr... (8)

47 Vr Vr 3,6 Jh T... (9) 3,6 g fp Dimana : Vr T = Kecepatan rencana (km/jam) = Waktu tanggap, ditetapkan.5 detik g = Percepatan gravitasi, ditetapkan 9.8 m/det fp =Koefisien gesek memanjang antara ban kendaraan dengan perkerasan jalan aspal, ditetapkan (menurut AASHTO), fp akan semakin kecil jika kecepatan (Vr) semakin tinggi dan sebaliknya. (Menurut Bina Marga, fp = ) Persamaan (9) dapat disederhanakan menjadi: o Untuk jalan datar : Vr Jh 0.78Vr T 54 fp... (30) o Untuk jalan dengan kelandaian tertentu : Vr Jh 0.78Vr T...(31) 54 ( fp L) Dimana : L = landai jalan dalam (%) dibagi 100 Tabel.8 Jarak pandang henti (Jh) minimum Vr, km/jam Jh minimum (m) Sumber : TPGJAK No 038/T/BM/1997 B. Jarak Pandang Mendahului (Jd)

48 1) Jarak adalah jarak yang memungkinkan suatu kendaraan mendahului kendaraan lain didepannya dengan aman sampai kendaraan tersebut kembali kelajur semula. ) Asumsi tinggi Jh diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan 105 cm. 3) Rumus yang digunakan. Jd, dalam satuan meter ditentukan sebagai berikut : Jd = d 1 + d + d 3 + d 4 Dimana : d 1 = Jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m) d = Jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali kelajur semula (m) d 3 = Jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang dari arah berlawanan setelah proses mendahului selesai (m) d 4 = Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan. Rumus yang digunakan : a T1 d T1 Vr m...(3) d 0. 78Vr T...(33) d antara m...(34) 3 Vr, km/jam d 3 (m) d d...(35) 4 3 Dimana : T 1 = Waktu dalam (detik), x Vr

49 T = Waktu kendaraan berada dijalur lawan, (detik) xVr a m = Percepatan rata-rata km/jm/dtk, (km/jm/dtk), xvr = perbedaan kecepatan dari kendaraan yang menyiap dan kendaraan yang disiap, (biasanya diambil km/jam) Tabel.9 Panjang jarak pandang mendahului berdasarkan Vr Vr, km/jam Jd (m) Sumber : TPGJAK No 038/T/BM/ Daerah Bebas Samping di Tikungan Jarak pandang pengemudi pada lengkung horisontal (di tikungan), adalah pandanngan bebas pengemudi dari halangan benda-benda di sisi jalan. Daerah bebas samping di tikungan dihitung bedasarkan rumus-rumus sebagai berikut: 1. Jarak pandangan lebih kecil daripada panjang tikungan (Jh < Lt). Lajur Luar Lt Jh Lajur Dalam garis pandang E Penghalang Pandangan R R' R Gambar.9 Jarak pandangan pada lengkung horizontal untuk Jh < Lt

50 Keterangan : Jh Lt E R = Jarak pandang henti (m) = Panjang tikungan (m) = Daerah kebebasan samping (m) = Jari-jari lingkaran (m) Maka: E = R ( 1 cos 8.65 Jh R' )... (36). Jarak pandangan lebih besar dari panjang tikungan (Jh > Lt) LAJUR LUAR Lt Jh LAJUR DALAM d Lt E d R R' GARIS PANDANG R PENGHALANG PANDANGAN untuk Jh > Lt 8.65 Jh Jh Lt 8.65 Jh m = R 1 cos sin... (37) R' R' Keterangan: Jh = Jarak pandang henti Lt = Panjang lengkung total R = Jari-jari tikungan Gambar.10. Jarak pandangan pada lengkung horizontal R = Jari-jari sumbu lajur

51 .4.6 Pelebaran Perkerasan Pelebaran perkerasan dilakukan pada tikungan-tikungan yang tajam, agar kendaraan tetap dapat mempertahankan lintasannya pada jalur yang telah disediakan. Gambar dari pelebaran perkerasan pada tikungan dapat dilihat pada gambar berikut ini. p Gambar.11 Pelebaran Perkerasan Pada Tikungan 1. Rumus yang digunakan : B = n (b + c) + (n + 1) Td + Z... (38) b = b + b... (39) b = Rd - Rd p... (40) Td = Rd A p A Rd... (41) = B - W... (4)

52 Keterangan: B = Lebar perkerasan pada tikungan n = Jumlah jalur lalu lintas b = Lebar lintasan truk pada jalur lurus b = Lebar lintasan truk pada tikungan p = Jarak As roda depan dengan roda belakang truk A = Tonjolan depan sampai bumper W = Lebar perkerasan Td = Lebar melintang akibat tonjolan depan Z = Lebar tambahan akibat kelelahan pengamudi c = Kebebasan samping = Pelebaran perkerasan Rd = Jari-jari rencana.4.7 Kontrol Overlapping Pada setiap tikungan yang sudah direncanakan, maka jangan sampai terjadi Over Lapping. Karena kalau hal ini terjadi maka tikungan tersebut menjadi tidak aman untuk digunakan sesuai kecepatan rencana. Syarat supaya tidak terjadi Over Lapping : λn > 3detik Vr Dimana : λn = Daerah tangen (meter) Vr = Kecepatan rencana

53 Contoh : Gambar.1. Kontrol Over Lapping Vr = 80 km/jam =, m/det. Syarat over lapping a a, dimana a = 3 x V detik = 3 x, =66,66 m

54 bila d 1 = d A-1 TS 1 66,66 m (aman) d = STA TS1 STA sungai (0,5 L) 66,66 m (aman) d 3 = STA Sungai 3 (0,5 L) STA ST 1 66,66 m (aman) d 4 = STA TC STA sungai 3 (0,5 L) 66,66 m (aman) d5 = STA sungai 4 (0,5 L) STA CT 66,66 m (aman).4.8 Perhitungan Stationing Stasioning adalah dimulai dari awal proyek dengan nomor station angka sebelah kiri tanda (+) menunjukkan (meter). Angka stasioning bergerak kekanan dari titik awal proyek menuju titik akhir proyek. Contoh : Contoh perhitungan stationing : Sta A = Sta PI 1 = Sta A + d 1 Sta TS 1 = Sta PI 1 - Ts 1 Sta SS 1 = Sta TS 1 + Ls 1 Sta ST 1 = Sta SS 1 + Ls 1 Sta PI = Sta ST 1 + d Ts 1 Sta TC = Sta PI Tc Sta CT = Sta TC + Lc Sta TS 3 = Sta CT + d 3 Tc Ts 3 Sta SS 3 = Sta TS 3 + Ls 3 Sta ST 3 = Sta SS 3 + Ls 3 Sta B = Sta ST 3 + commit d 4 Ts to 3 user

55 Sta Sungai 1 = Sta A + (jarak A Sungai 1 ) Sta Sungai = Sta Sungai 1 + jarak Sungai 1 - Sungai Sta Sungai 3 = Sta PI 1 + jarak PI 1 -Sungai 3 Sta Sungai 4 = Sta PI + jarak PI -Sungai 4 Sta Sungai 5 = Sta B jarak Sungai 5 -B Gambar.13. Stasioning

56 Flow chart gambar.14 57

57 Flow chart gambar.15

58 Flow chart gambar.16.5 Alinemen Vertikal Alinemen Vertikal adalah perencanaan elevasi sumbu jalan pada setiap titik yang ditinjau, berupa profil memanjang. Pada peencanaan alinemen vertikal terdapat kelandaian positif (Tanjakan) dan kelandaian negatif (Turunan), sehingga kombinasinya berupa lengkung cembung dan lengkung cekung. Disamping kedua lengkung tersebut terdapat pula kelandaian = 0 (Datar).

59 Rumus-rumus yang digunakan untuk alinemen vertikal : elevasi akhir elevasi awal g 100%... (43) Sta akhir Sta awal A = g g 1... (44) A Lv Ev... (45) 800 A x y... (46) 00 Lv Panjang Lengkung Vertikal (PLV) 1. Berdasarkan syarat keluwesan Lv 0, 6Vr... (47). Berdasarkan syarat drainase Lv 40 A... (48) 3. Berdasarkan syarat kenyamanan Lv Vr t... (49) 4. Berdasarkan syarat goncangan Vr A Lv... (50) 360 Panjang lengkun vertikal bisa ditentukan langsung dengan tabel di bawah ini yang didasarkan pada penampilan, kenyamanan, dan jarak pandang. Tabel.10 Panjang Minimum Lengkung Vertikal Kecepatan Rencana (km/jam) Perbedaan Kelandaian Memanjang (%) Panjang Lengkung (m) <

60 40 60 >60 Sumber : TPGJAK No 038/T/BM/1997 1). Lengkung vertikal cembung 0,6 0, Adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangent berada di atas permukaan jalan PVI 1 g 1 Ev g PLV h 1 m d 1 d J h L h PTV Gambar..17 Lengkung Vertikal Cembung Keterangan : PLV = Titik awal lengkung parabola PV1 = Titik perpotongan kelandaian g 1 dan g g = Kemiringan tangen : (+) naik, (-) turun A = Perbedaan aljabar landai ( g1 - g ) % EV Jh h 1 = Pergeseran vertikal titik tengah besar lingkaran (PV1 m) meter = Jarak pandang = Tinggi mata pengaruh h = Tinggi halangan ). Lengkung vertikal cekung Adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangent berada di bawah permukaan jalan.

61 PLV LV g 1 % EV J h g % PTV EV PV1 Gambar.18. Lengkung Vertikal Cekung. Keterangan : PLV = Titik awal lengkung parabola PV1 = Titik perpotongan kelandaian g 1 dan g g = Kemiringan tangen : (+) naik, (-) turun A = Perbedaan aljabar landai ( g1 - g ) % EV Lv V = Pergeseran vertikal titik tengah besar lingkaran (PV1 m) meter = Panjang lengkung vertikal = Kecepatan rencana ( km/jam) Rumus-rumus yang digunakan pada lengkung parabola cekung sama dengan rumus-rumus yang digunakan pada lengkung vertikal cembung. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan Alinemen Vertikal 1) Kelandaian maksimum. Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh mampu bergerak dengan kecepatan tidak kurang dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah. Tabel.11 Kelandaian Maksimum commit yang diijinkan to user

62 Landai maksimum % Vr (km/jam) <40 Sumber : TPGJAK No 038/T/BM/1997 ) Kelandaian Minimum Pada jalan yang menggunakan kerb pada tepi perkerasannya, perlu dibuat kelandaian minimum 0,5 % untuk keperluan kemiringan saluran samping, karena kemiringan jalan dengan kerb hanya cukup untuk mengalirkan air kesamping. 3) Panjang kritis suatu kelandaian Panjang kritis ini diperlukan sebagai batasan panjang kelandaian maksimum agar pengurangan kecepatan kendaraan tidak lebih dari separuh Vr. Tabel.1 Panjang Kritis (m) Kecepatan pada awal Kelandaian (%) tanjakan (km/jam) Sumber : TPGJAK No 038/T/BM/ Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Perencanaan konstruksi lapisan perkerasan lentur disini untuk jalan baru dengan Metoda Analisa Komponen, yaitu dengan metoda analisa komponen SKBI Surface Course Base Course

63 Subbase Course CBR tanah dasar Subgrade Gambar.19. Susunan Lapis Konstruksi Perkerasan Lentur Adapun untuk perhitungannya perlu pemahaman Istilah-istilah sebagai berikut :.6.1 Lalu lintas 1. Lalu lintas harian rata-rata (LHR) Lalu lintas harian rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal umur rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau masingmasing arah pada jalan dengan median. - Lalu lintas harian rata-rata permulaan (LHR P ) LHR P S n 1 i 1 LHR... (51) 1 - Lalu lintas harian rata-rata akhir (LHR A ) LHR A P n 1 i LHR... (5). Rumus-rumus Lintas ekivalen - Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) LEP LHR n jmp - Lintas Ekivalen Akhir (LEA) LEA LHR n jmp Pj Aj C E... (53) C E... (54)

64 - Lintas Ekivalen Tengah (LET) LET LEP LEA... (55) - Lintas Ekivalen Rencana (LER) LER LET Fp... (56) n Fp... (57) 10 Dimana: i 1 = Pertumbuhan lalu lintas masa konstruksi i J n1 n C E = Pertumbuhan lulu lintas masa layanan = jenis kendaraan = masa konstruksi = umur rencana = koefisien distribusi kendaraan = angka ekivalen beban sumbu kendaraan.6. Koefisien Distribusi Kendaraan Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut daftar di bawah ini: Tabel.13 Koefisien Distribusi Kendaraan Jumlah Lajur Kendaraan ringan *) Kendaraan berat **) 1 arah arah 1 arah arah 1 Lajur 1,00 1,00 1,00 1,00 Lajur 0,60 0,50 0,70 0,50 3 Lajur 0,40 0,40 0,50 0,475 4 Lajur - commit 0,30 to user - 0,45

65 5 Lajur 6 Lajur - - 0,5 0, ,45 0,40 *) Berat total < 5 ton, misalnya : Mobil Penumpang, Pick Up, Mobil Hantaran. **) Berat total 5 ton, misalnya : Bus, Truk, Traktor, Semi Trailer, Trailer. Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI , Halaman Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban umum (Setiap kendaraan) ditentukan menurut rumus daftar sebagai berikut: beban satu sumbu tunggal dlm kg - E. Sumbu Tunggal... (58) beban satu sumbu ganda dlm kg - E. Sumbu Ganda (59)

66 Tabel.14 Angka Ekivalen (E) Sumbu Kendaraan Beban Sumbu Angka Ekivalen Kg Lb Sumbu Tunggal Sumbu Ganda Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI , Halaman 10

67 .6.4 Daya Dukung Tanah Dasar (DDT dan CBR) Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi DDT dan CBR. DDT CBR Gambar.0. Korelasi DDT dan CBR Catatan : Hubungan nilai CBR dengan garis mendatar kesebelah kiri diperoleh nilai DDT Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI , Halaman 13

68 .6.5 Faktor Regional (FR) Faktor regional bisa juga juga disebut faktor koreksi sehubungan dengan perbedaan kondisi tertentu. Kondisi-kondisi yang dimaksud antara lain keadaan lapangan dan iklim yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan daya dukung tanah dan perkerasan. Dengan demikian dalam penentuan tebal perkerasan ini Faktor Regional hanya dipengaruhi bentuk alinemen ( Kelandaian dan Tikungan) Tabel.15 Prosentase kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim Iklim I < 900 mm/tahun Iklim II 900 mm/tahun Kelandaian 1 (<6%) Kelandaian II (6 10%) Kelandaian III (>10%) % kendaraan berat % kendaraan berat % kendaraan berat 30% >30% 30% >30% 30% >30% 0,5 1,5 1,0 1,5,0,5 1,0,0 1,5,0,5 3,0 1,5,0,5,5 3,0 3,5 Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI Indeks Permukaan (IP) Indeks Permukaan ini menyatakan nilai dari pada kerataan / kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah sebagai berikut : IP = 1,0 : adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat menggangu lalu lintas kendaraan.

69 IP = 1,5 : adalah tingkat pelayanan rendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus ). IP =,0 IP =,5 : adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang mantap : adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik. Tabel.16 Indeks permukaan Pada Akhir Umur Rencana ( IPt) LER= Lintas Ekivalen Klasifikasi Jalan Rencana *) Lokal Kolektor Arteri Tol < 10 1,0 1,5 1,5 1,5, ,5 1,5,0, ,5,0,0,0,5 - > ,0,5,5,5 *) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI , Halaman 15 Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan ( kerataan / kehalusan serta kekokohan) pada awal umur rencana menurut daftar di bawah ini: Tabel.17 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo) Jenis Lapis Perkerasan IPo Rougnes *) mm/km LASTON ,9 3,5 > 1000 LASBUTAG 3,9 3, ,4 3,0 > 000 HRA 3,9 3, ,4 3,0 < 000 BURDA 3,9 3,5 < 000 BURTU 3,4 3,0 < 000 LAPEN 3,4 3,0 3000,9,5 > 3000 LATASBUM,9,5 BURAS,9,5 LATASIR,9,5 JALAN TANAH,4 JALAN KERIKIL,4 Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI

70 .6.7 Koefisien kekuatan relative (a) Koefisien kekuatan relative (a) masing-masing bahan dan kegunaan sebagai lapis permukaan pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan untuk (bahan yang distabilisasikan dengan semen atau kapur) atau CBR (untuk bahan lapis pondasi atau pondasi bawah). Tabel.18 Koefisien Kekuatan Relatif Koefisien Kekuatan Relatif Kekuatan Bahan a1 a a3 Ms (kg) Kt CBR kg/cm % 0, , , , , LASTON 0, , , , HRA Jenis Bahan LASBUTAG 0, Aspal Macadam 0, LAPEN (mekanis) 0, LAPEN (manual) - 0, , , LASTON ATAS - 0, LAPEN (mekanis) - 0, LAPEN (manual) - 0, Stab. Tanah dengan - 0, semen - 0, Stab. Tanah dengan - 0, kapur - 0, Pondasi Macadam (basah) - 0, Pondasi Macadam - 0, Batu pecah (A) - 0, Batu pecah (B) - 0, Batu pecah (C) - - 0, Sirtu/pitrun (A) - - 0, Sirtu/pitrun (B) - - 0, Sirtu/pitrun (C) - - 0,10 - commit - to user 0 Tanah / lempung kepasiran

71 Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI Batas batas minimum tebal perkerasan 1. Lapis permukaan : Tabel.19 Lapis permukaan ITP Tebal Minimum (cm) Bahan < 3,00 5 Lapis pelindung : (Buras/Burtu/Burda) 3,00 6,70 5 Lapen /Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston 6,71 7,49 7,5 Lapen / Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston 7,50 9,99 7,5 Lasbutag, Laston 10,00 10 Laston Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI Lapis Pondasi Atas : Tabel.0 Lapis Pondasi atas Tebal ITP Minimum Bahan ( Cm ) < 3,00 15 Batu pecah,stbilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur. Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, 3,00 0 *) stabilisasi tanah dengan kapur 7,49 7,50 9,99 10 Laston atas 0 digunakan material berbutir kasar. Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam. 15 Laston Atas 10 1,14 0 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston atas. 1,5 5 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston atas. *) batas 0 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi bawah

72 Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI Lapis pondasi bawah : Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm.6.9 Analisa komponen perkerasan Penghitungan ini didstribusikan pada kekuatan relatif masing-masing lapisan perkerasan jangka tertentu (umur rencana) dimana penetuan tebal perkerasan dinyatakan oleh Indeks Tebal Perkerasan (ITP) Rumus: ITP a... (60) 1D1 ad a3d3 D 1,D,D 3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan (cm) Angka 1,,3 masing-masing lapis permukaan, lapis pondasi atas dan pondasi bawah.7 Rencana Anggaran Biaya (RAB) Untuk menentukan besarnya biaya yang diperlukan terlebih dahulu harus diketahui volume dari pekerjaan yang direncanakan. Pada umumnya pembuat jalan tidak lepas dari masalah galian maupun timbunan. Besarnya galian dan timbunan yang akan dibuat dapat dilihat pada gambar Long Profile. Sedangkan volume galian dapat dilihat melalui gambar Cross Section. Selain mencari volume galian dan timbunan juga diperlukan untuk mencari volume dari pekerjaan lainnya yaitu:

73 1. Volume Pekerjaan a. Pekerjaan persiapan - Peninjauan lokasi - Pengukuran dan pemasangan patok - Pembersihan lokasi dan persiapan alat dan bahan untuk pekerjaan - Pembuatan Bouplank b. Pekerjaan tanah - Galian tanah - Timbunan tanah c. Pekerjaan perkerasan - Lapis permukaan (Surface Course) - Lapis pondasi atas (Base Course) - Lapis pondasi bawah (Sub Base Course) - Lapis tanah dasar (Sub Grade) d. Pekerjaan drainase - Galian saluran - Pembuatan talud e. Pekerjaan pelengkap - Pemasangan rambu-rambu - Pengecatan marka jalan - Penerangan

74 . Analisa Harga Satuan Analisa harga satuan diambil dari Harga Satuan Dasar Upah Dan Bahan Serta Biaya Operasi Peralatan Dinas Bina Marga Surakarta Tahun anggaran Kurva S Dari hasil analisis perhitungan waktu pelaksanaan, analisis harga satuan pekerjaan dan perhitungan bobot pekerjaan, maka dapat dibuat Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Time Schedule pelaksanaan proyek dalam bentuk Bar Chard dan Kurva S. Kurva S sendiri dibuat dengan cara membagi masing masing bobot pekerjaan dalam (Rp) dengan jumlah bobot pekerjaan keseluruhan dikali 100% sehingga hasilnya adalah dalam (%), kemudian bobot pekerjaan (%) tersebut dibagi dengan lamanya waktu pelaksanaan tiap jenis pekerjaan setelah itu hasil perhitungan dimasukkan dalam tabel time schedule. Dari tabel tersebut dapat diketahui jumlah (%) dan % komulatif tiap minggunya, yang selanjutnya diplotkan sehingga membentuk Kurva S.

75 BAB III PERENCANAAN JALAN 3.1. Penetapan Trace Jalan Gambar Perbesaran Peta Peta topografi skala 1: dilakukan perbesaran pada daerah yang akan dibuat Azimut menjadi 1: dan diperbesar lagi menjadi 1: 5.000, menjadi trace jalan digambar dengan memperhatikan kontur tanah yang ada Penghitungan Trace Jalan Dari trace jalan (skala 1: 5.000) dilakukan penghitungan-penghitungan azimuth (skala 1:10.000), sudut tikungan dan jarak antar PI dapat dilihat pada gambar 3.1.

76 Azimuth gb 3.1

77 3.1.3 Penghitungan Azimuth Diketahui koordinat: A = ( 0 ; 0 ) PI 1 = (-875 ; 450) PI = (-1700 ; 550) PI 3 = (-55 ; 75) B = (-3400 ; 650) A1 X 1 X A ArcTg 360 Y1 YA ArcTg ' " X X 1 ArcTg 360 Y Y ArcTg ' " 54 40,4 3 X 3 X ArcTg 360 Y3 Y ArcTg ' " 58 34,08 3B X 4 X 3 ArcTg 360 Y4 Y ArcTg ' " 6 3,7

78 3.1.4 Penghitungan Sudut PI " ' " ' " ' , , A " ' " ' " ' , , ,08 81 " ' " ' " ' , , ,08 81 B Penghitungan jarak antar PI 1) Menggunakan rumus Phytagoras: m Y Y X X d A A A 983,93 0) (450 0) 875 ( ) ( ) ( m Y Y X X d 831,04 450) ( ) 1700 ( ) ( ) ( m Y Y X X d 843,36 550) ( ) 55 ( ) ( ) ( m Y Y X X d B 878,1 75) (650 55) 3400 ( ) ( ) (

79 ) Menggunakan rumus Sinus: m Sin Sin X X d A A A 983, " ' m Sin Sin X X d 831, , " ' m Sin Sin X X d 843, , " ' m Sin Sin X X d B 878,1 6 3, " '

80 3) Menggunakan rumus Cosinus: m Cos Cos Y Y d A A A 983, " ' m Cos Cos Y Y d 831, , " ' m Cos Cos Y Y d 843, , " ' m Cos Cos Y Y d B 878,1 6 3, " '

81 Tabel 3.1 Rekapitulasi Panjang Jarak Trace d No Rumus A B d Rumus Phytagoras : 1 d ( X ) ( Y ) 983,93 831,04 843,36 878,1 3536,54 Rumus Sinus : X d Sin 983,93 831,04 843,36 878,1 3536,54 3 Rumus Cosinus : Y Cos 983,93 831,04 843,36 878,1 3536,54 Jadi panjangnya jarak dari A ke B adalah: d AB d A1 d ,54 m d 3 d 3B 983,93 831,04 843,36 878,1

82 3.1.6 Penghitungan Kelandaian Melintang Untuk menentukan jenis medan dalam perencaan jalan raya, perlu diketahui jenis kelandaian melintang pada medan dengn ketentuan : 1. Kelandaian dihitung tiap 50 m. Potongan melintang 100 m dihitung dari as jalan ke samping kanan dan kiri Contoh perhitungan kelandaian melintang trace Jalan yang akan direncanakan pada awal proyek, STA m

83 Contoh perhitungan: Kiri b a A a 1 b 1 Kanan +687,5 a. Elevasi Titik A Kanan a1 elevasi titik kanan 675 1,5 b1, ,5 9,8 677,78 m 675 m a1 678,5 m 1,5 m (Beda tinggi antara garis kontur) b1 b. Elevasi Titik A Kiri a elevasi titik kiri 675 1,5 b, 675 1,5 7,1 678,87 m 675 m a 678,5 m 1,5 m (Beda tinggi antara garis kontur) b Gambar 3. Cara commit Menghitung to user Kemiringan Jalan

84 Hasil perhitungan dengan cara yang sama dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Perhitungan Kelandaian Melintang ELEVASI ELEVASI KELAS STA JARAK KANAN KIRI H L I (%) MEDAN D D D D D D D D D D D D D D D D B D D D D D B D D D D B B D D B B B B B B B (Bersambung ke halaman berikutnya)

85 (Lanjutan Tabel 3.) B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B 3+536, B

86 Dari data kelandaian melintang didapat : DATAR BUKIT GUNUNG = 3 Titik = 40 Titik = 0 Titik 7 Titik + Dari data diatas diketahui kelandaian rata rata adalah : Kelandaian Mel int ang Jumlah potongan 9,61% 7 4,06% Dalam penentuan desain kecepatan rencana Vr, yang digunakan adalah kelandaian melintang. Jadi menurut perhitungan kelandaian melintang, kategori medan masuk dalam kategori medan BUKIT. Menurut tabel II.6 TPGJAK, hal 11 klasifikasi fungsi jalan arteri IIA dengan medan datar dapat direncanakan dengan kecepatan km/jam. Diambil kecepatan rencana Vr 80 km/jam.

87 3. Perhitungan Alinemen Horizontal Data dan klasifikasi desain : Peta yang di pakai adalah peta Kotamadya Salatiga. Jalan rencana kelas II (Arteri) dengan muatan sumbu terberat 10 ton. Klasifikasi medan: Vr = 80 km / jam e max = 10 % e n = % Lebar perkerasan (W) = x 3,5 m Untuk e max = 10 %, maka f max = 0,14 Sumber: Buku Silvia Sukirman, Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan atau menggunakan rumus: f max 0,0015V 0,14 0,4 0, ,4 R min Vr 17 e f ,1 0,14 max max 09,974 m 10 m D max ,53x emax fmax Vr ,53x0,1 0, ,8

88 3..1 Tikungan PI 1 Diketahui: PI = ,6 Direncanakan Rr = 50 m > R min = 10 m. Dengan Vr = 80 km/jam berdasarkan (TPGJAK 1997 Tabel II.18), R min untuk FC = 900 m > Rd. Sehingga tikungan jenis Full Circle tidak dapat digunakan. a) Menentukan superelevasi desain: 143,4 Dd Rr 143, ,73 e tjd emax D max 0,10 5,73 6,8 0,0974 9,74 % Dd e D max max Dd 0,10 5,73 6,8 b) Penghitungan lengkung peralihan (Ls) 1. Berdasarkan waktu tempuh maximum (3 detik) untuk melintasi lengkung peralihan, maka panjang lengkung: Vr Ls T 3, ,6 33,33m. Berdasarkan rumus modifikasi Shortt: 3 Vr Vr etjd Ls 0,0,77 Rd c c ,097 0,0, ,4 0,4 59,51m

89 3. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian: em en Ls Vr 3,6 re dimana re = tingkat pencapaian perubahan kelandaian melintang jalan, untuk Vr 60 km / jam, re max = 0,05 m/ m/det. 0,1 0,0 Ls 80 3,6 0,05 71,11 m 4. Berdasarkan rumus Bina Marga: w Ls m en etjd 3, ,097 8,18 m Dipakai nilai Ls yang memenuhi dan efisien 71,11 m dibulatkan 75 m. c) Penghitungan Өs, c, dan Lc Ls 360 s 4 Rd ,14 50 c 85 0 PI ' 59 14,14 0 ' '' , '' ( s) ' 40 11, ( 85 '' 0 ' 59 14,14 '' ) Lc c Rd ' '' , ,45 m

90 Syarat tikungan jenis S-C-S c > 0 = , < 0.(tidak memenuhi) Lc > 0 = -661,45 < 0 m...(tidak memenuhi) Tikungan jenis SCS tidak memenuhi syarat, maka di coba jenis tikungan S S d) Perhitungan besaran-besaran tikungan s PI 0 9 ' 0 8,8 ' 18 17,6 s Rd Ls 90 0 '' '' ,8 3, ,55 m Ls P Rd 1 coss 6 Rd 88, cos ,31 m '' '' 0 9 ' 8,8 3 Ls K Ls Rd xsins 40 Rd 3 88,55 51,58 50 sin ,1m Ts Rd P 89,1m tan ,31 tan / 1 / PI 1 10 K 0 9 ' 8,8 '' '' 0 ' 9 8,8 '' 44,1

91 Rd P Es Rd cos 1 PI ,31 cos 1 0 ' ,8 5,31 m '' 50 Kontrol perhitungan tikungan jenis S S : Ts > Ls 89,1 > 88,55... (Tikungan jenis S S bisa digunakan) e) Perhitungan pelebaran perkerasan di tikungan: Jalan kelas arteri II dengan muatan sumbu terberat 10 ton sehingga direncanakan kendaraan terberat yang melintas adalah kendaraan besar. Vr = 80 km/jam Rd = 50 m n = c = 0,8 (Kebebasan samping) b =,6 m (Lebar lintasan kendaraan besar pada jalan lurus) p = 18,9 m (Jarak antara as roda depan dan belakang kendaraan besar) A = 1, m (Tonjolan depan sampai bemper kendaraan besar) Secara analitis : ' c n Td Z B n b 1 dimana : B = Lebar perkerasan pada tikungan n = Jumlah lajur Lintasan () b = Lebar lintasan kendaraan commit pada tikungan to user

92 c = Kebebasan samping (0,8 m) Td = Lebar melintang akibat tonjolan depan Z = Lebar tambahan akibat kelainan dalam mengemudi Perhitungan : b '' Rd 50 0,715m Rd 50 P 18,9 b ' b b,6 0,715 3,3m '' Td Rd 50 0,09 m A P A Rd 1, 18,9 1, 50 Z 0,105 0,105 0,53m Vr Rd B n b' c n 1Td 3,3 0,8 1 8,86m Z 0,09 0,53 Lebar perkerasan pada jalan lurus x 3,5 = 7 m Ternyata B > 7 8,86 m > 7 8,86 7 = 1,86 m karena B > W, maka diperlukan pelebaran perkerasan pada tikungan PI 1 sebesar 1,86 m

93 f) Penghitungan kebebasan samping pada PI Data-data: Vr = 80 km / jam Rr = 55 m W = x 3,5m = 7 m (lebar perkerasan) Ls = 88,55 m Jarak pandang henti (Jh) minimum = 10 m (Tabel TPGJAK 1997 hal 1) Jarak pandang menyiap (Jd) = 550 m (Tabel TPGJAK 1997 hal ) Lebar penguasaan minimal = 40 m Perhitungan : R' Rr 1 50 / 7 / W 46,5m Mo 0,5( lebar daerah penguasaan jalan w) 0,5(40 7) 16,5m L panjang total lengkung horisontal xls x88,55 177,1m Berdasarkan jarak pandang henti untuk Jh < L 10 < 177,1 m 90 Jh m R' (1 cos ) R' ,5(1 cos ) 3,14 46,5 7,7m

94 Berdasarkan jarak pandang menyiap untuk Jm > L 550 > 177,1 m 90 L 1 m R' 1 cos / R' ,1 46,51 cos 3,14 46,5 81,33m 90 L Jm Lsin R' 1 / , ,1 sin 3,14 46,5 Karena Mo < M sehingga ruang bebas samping yang tersedia tidak mencukupi, sehingga perlu dipasang rambu dilarang menyiap sebelum masuk tikungan. g) Hasil Perhitungan Tikungan PI 1 menggunakan tipe S S ( Spiral Spiral ) dengan hasil penghitungan sebagai berikut: Δ 1 = ,6 Rr = 50 m Ls = 88,55 m Dtjd = 5,73 m E tjd = 9,74 m m = 00 m Ts = 89,1 m Es = 5,31 m P = 1,31 m k = 44,1 m e max = 10 % e tjd = 9,74 % e n = % B = 7.64 m E = 0.64 m Jh = 10 m Jd = 550 m

95 Gambar 3.3 Lengkung Spiral-Spiral

96 Bagian lurus Bagian lengkung Bagian lengkung Bagian lurus II III Kanan IV III II TS e max = 9,74 % ST 0% 0% - % e min = -9,74% - % Ls = 88,55 m Kiri Ls = 88,55 m en-% q en-% en-% 0 % q q +% q e max = +9,74 % -% e min = -9,74 % Gambar 3.4. Diagram Super Elevasi Tikungan PI 1 (belok kiri) commit ( Spiral to user Spiral )

97 3.. Tikungan PI Diketahui: PI = ,7 Direncanakan Rd = 1100 m > R min = 10 m. Dengan Vr = 80 km/jam berdasarkan (TPGJAK 1997, Tabel II.18), R min untuk FC = 900 m < Rd, sehingga tikungan jenis Full Circle dapat digunakan. a) Menentukan superelevasi desain: 143,4 Dd Rd 143, `,30 e tjd e 0,10 1,30 6,8 0.,034 3,4% Dtjd max Dmax emax Dtjd D max 0,10 1,30 6,8 b) Penghitungan lengkung peralihan (Ls) 1. Berdasarkan waktu tempuh maximum (3 detik) untuk melintasi lengkung peralihan, maka panjang lengkung: Vr Ls T 3, ,6 66,66m

98 . Berdasarkan rumus modifikasi Shortt: 3 Vr Vr etjd Ls 0,0,77 Rd c c ,034 0,0, ,4 0,4 7,06 m 3. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian: Ls em en Vr 3,6 re Dimana re = tingkat pencapaian perubahan kelandaian melintang jalan, untuk Vr 80 km / jam, re max = 0,05 m/ m/det. 0,1 0,0 Ls 80 3,6 0,05 71,11m 4. Berdasarkan rumus Bina Marga : w Ls m ( en etjd ) 3,5 00 (0.0 0,034) 37,8 m Dipakai nilai Ls yang memenuhi dan efisien 71,11 m dibulatkan 75 m c) Penghitungan Besaran- Besaran Tikungan PI Rr Lc '53,7" ,19m Tc Rr tan1 PI tan1 5 3'53,7" 48,65m Ec Tc tan1 4 PI 0 48,65 tan '53,7" 1,08m Tc > Lc

99 (48,65) > 97,19 97,3 > 97,19...( Tikungan F-C bisa digunakan ) h) Perhitungan pelebaran perkerasan di tikungan: Jalan kelas arteri II dengan muatan sumbu terberat 10 ton. Namun dalsehingga direncanakan kendaraan terberat yang melintas adalah kendaraan besar. Vr = 80 km/jam Rd = 1100 m n = c = 0,8 (Kebebasan samping) b =,6 m (Lebar lintasan kendaraan sedang pada jalan lurus) p = 18,9 m (Jarak antara as roda depan dan belakang kendaraan besar) A = 1, m (Tonjolan depan sampai bemper kendaraan besar) Secara analitis : ' c n Td Z B n b 1 dimana : B = Lebar perkerasan pada tikungan n = Jumlah lajur Lintasan () b = Lebar lintasan kendaraan pada tikungan c = Kebebasan samping (0,8 m) Td = Lebar melintang akibat tonjolan depan Z = Lebar tambahan akibat kelainan dalam mengemudi

100 Perhitungan : b '' Rd ,16m Rd 1100 P 18,9 b ' b b,6 0,16,76 m '' Td Rd ,01 m A P A Rd 1, 18,9 1, 1100 Z B 0,105 0,105 0,53m n Vr Rd b' c n 1Td,76 0,8 1 7,394m Z 0,01 0,53 Lebar perkerasan pada jalan lurus x 3,5 = 7 m Ternyata B > 7 7,394 m > 7 7,394 7 = 0,394 m karena B > W, maka diperlukan pelebaran perkerasan pada tikungan PI sebesar 0,394 m

101 i) Penghitungan kebebasan samping pada PI Data-data: Vr = 80 km / jam Rr = 1100 m W = x 3,5m = 7 m (lebar perkerasan) Lc = 97,19 m Jarak pandang henti (Jh) minimum = 10 m (Tabel TPGJAK 1997 hal 1) Jarak pandang menyiap (Jd) = 550 m (Tabel TPGJAK 1997 hal ) Lebar penguasaan minimal = 40 m Perhitungan : R' Rr 1 / W / 1096,5m Mo 0,5( lebar daerah penguasaan 0,5(40 7) 16,5m jalan w) Berdasarkan jarak pandang henti untuk Jh > Lc 10 > 97,13 m 90 Jh m R'(1 cos ) R' ,5(1 cos ) 3,141096,5 1,64m Berdasarkan jarak pandang menyiap untuk Jd > L 550 > 97,19 m 90 Jd m R' 1 cos R' ,51 cos / ,19 3, ,5 90,54m 1 / 90 Jd Jd Lcsin R' sin 3, ,5

102 Karena Mo < M sehingga ruang bebas samping yang tersedia tidak mencukupi, sehingga perlu dipasang rambu dilarang menyiap sebelum masuk tikungan. j) Hasil perhitungan Tikungan PI menggunakan tipe F-C (Full Circle ) dengan hasil penghitungan sebagai berikut: 1. Δ PI = ,7. Rr = 1100 m 3. Tc = 48,65 m 4. Ec = 1,08 m 5. Lc = 97,19 m 6. Ls = 75 m 7. e max = 10 % 8. e tjd = 3,4 % 9. e n = % Tc Ec TC CT Lc Rc Rc Gambar 3.5. Tikungan PI

103 Perhitungan Kelandaian Melintang Jalan Potongan III-III 5,4 % x % 1/3 LS = 5 /3 LS = 50 LS = 75 Nilai x adalah : 5,4 x x x , ,6 Jadi besar kelandaian pada potongan III-III adalah : Kelandaian Pot. III-III = x % = +1,6 %

104 I II III IV IV III II I /3 Ls 1/3 Ls 1/3 Ls /3 Ls e maks = + 3,4% ( kiri ) e = 0% e = 0% e n = - % e n = - % e min = - 3,4% (kanan) I II Ls = 75m III IV Lc = 97,19 m IV III II I Ls = 75m TC 1 CT 1 0% +1,6% +3,4% -% -% -% -% -3,4% Potongan I I Potongan II II Potongan III III Potongan IV IV Gambar 3.6 Diagram Superelevasi Tikungan PI Full Circle ( belok kanan

105 3.. Tikungan PI 3 Diketahui: PI 3 = ,8 Direncanakan Rr = 75 m > R min = 10 m. Dengan Vr = 80 km/jam berdasarkan (TPGJAK 1997 Tabel II.18), R min untuk FC = 900 m > Rr. Sehingga tikungan jenis Full Circle tidak dapat digunakan. a) Menentukan superelevasi desain: 143,4 Dd Rr 143, ,1 e tjd emax D 0,10 5,1 6,8 0,0944 9,4% Dd max e D max max Dd 0,1 5,1 6,8 b) Penghitungan lengkung peralihan (Ls) 1. Berdasarkan waktu tempuh maximum (3 detik) untuk melintasi lengkung peralihan, maka panjang lengkung: Vr Ls T 3, ,6 66,66m. Berdasarkan rumus modifikasi Shortt: 3 Vr Vr etjd Ls 0,0,77 Rr c c ,094 0,0, ,4 0,4 51,13m 147

106 3. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian: em en Ls Vr 3,6 re dimana re = tingkat pencapaian perubahan kelandaian melintang jalan, untuk Vr 60 km / jam, re max = 0,05 m/ m/det. 0,1 0,0 Ls 80 3,6 0,05 71,11 m 4. Berdasarkan rumus Bina Marga: w Ls m en etjd 3, ,094 79,8 m Dipakai nilai Ls yang memenuhi dan efisien 71,11 m dibulatkan 75 m. c) Penghitungan Өs, c, dan Lc Ls 360 s 4 Rd ,14 75 c 7 0 PI 16 ' 49 1, ' '' (s) ' 5' 30,8 '' 8, ( 7 '' 0 ' 49 1,9 '' ) Lc c Rd ' '' , ,95 m

107 Syarat tikungan jenis S-C-S c > 0 = , > 0.(ok) Lc > 0 = 5,95 < 0 m, tidak memenuhi syarat tikungan jenis S C S maka di coba jenis tikungan S S. d) Perhitungan besaran-besaran tikungan s PI ' 6 15,4 '' ' 30,8 s Rd Ls 90 0 '' '' ,4 3, ,95 m Ls P Rd 1 coss 6 Rd 80, cos ,99 m '' 0 ' 6 15,4 3 Ls K Ls Rr x sin s 40 Rd 3 80,95 80,95 75 sin ,4 m Ts Rr P tan 81,36 m Rr P Es Rr cos 1 PI ,99 cos 1 0 ' ,8 4,01 m 1 / PI ,99 tan / 1 16 '' K ' 0 '' 30,8 ' 6 15,41 '' '' 40,4

108 Kontrol perhitungan tikungan jenis S S : Ts > Ls 81,36 > 80,95... (Tikungan jenis S S bisa digunakan) e) Perhitungan pelebaran perkerasan di tikungan: Jalan kelas II arteri dengan muatan sumbu terberat 10 ton sehingga direncanakan kendaraan terberat yang melintas adalah kendaraan besar. Vr = 80 km/jam Rr = 75 m n = c = 0.8 (Kebebasan samping) b =.6 m (Lebar lintasan kendaraan sedang pada jalan lurus) p = 18,9 m (Jarak antara as roda depan dan belakang kendaraan besar) A = 1, m (Tonjolan depan sampai bemper kendaraan besar) Secara analitis : ' c n Td Z B n b 1 dimana : B = Lebar perkerasan pada tikungan n = Jumlah lajur Lintasan () b = Lebar lintasan kendaraan pada tikungan c = Kebebasan samping (0,8 m) Td = Lebar melintang akibat tonjolan depan Z = Lebar tambahan akibat kelainan dalam mengemudi

109 Perhitungan : b '' Rr 75 Rr 0,650 m 75 P 18,9 b ' b b,6 0,650 3,5 m '' Td Rr 75 0,085 m A P A Rr 1, 18,9 1, 75 Z 0,105 0,105 0,51m Vr Rr B n b' c n 1Td 3,5 0,8 1 8,695m Z 0,085 0,51 Lebar perkerasan pada jalan lurus x 3,5 = 7 m Ternyata B > 7 8,695 m > 7 8,695 7 = 1,695 m karena B > W, maka diperlukan pelebaran perkerasan pada tikungan PI 3 sebesar 1,695 m. f) Penghitungan kebebasan samping pada PI 3

110 Data-data: Vr = 80 km / jam Rr = 75 m W = x 3,5m = 7 m (lebar perkerasan) Lc = Lt = 80,95 m Jarak pandang henti (Jh) minimum = 10 m (Tabel TPGJAK 1997 hal 1) Jarak pandang menyiap (Jd) = 550 m (Tabel TPGJAK 1997 hal ) Lebar penguasaan minimal = 40 m Perhitungan : R' Jari Rr jari AS / 16,5 / W. m jalan dalam.7 71,5m 1 Mo / ( pengawasan w) 0,5(40 7) Lt panjang total lengkung horisontal xls x80,95 161,9 m Berdasarkan jarak pandang henti untuk Jh < L 10 < 161,9 m 90 Jh m R' (1 cos ) R' ,5(1 cos ) 3,14 71,5 6,61m Berdasarkan jarak pandang menyiap untuk Jd > L 550 > 161,9 m 90 L 1 m R' 1 cos / R' ,9 1 71,5 1 cos / ,9 3,14 71,5 68,16m 90 L Jm Lsin R' ,9 sin 3,14 71,5

111 Karena Mo < M sehingga ruang bebas samping yang tersedia tidak mencukupi, sehingga perlu dipasang rambu dilarang menyiap sebelum masuk tikungan. g) Hasil perhitungan Tikungan PI 3 menggunakan tipe S S dengan hasil penghitungan sebagai berikut: ΔPI = ,8 Rr = 75 m e max = 10 % e tjd = 9,44 % e n = % Өs = ,4 Ls = 80,95 m P = 0.99 m K = 40,4 m Ts = 81,36 m Es = 4,01 m

112 Gambar 3.7. Lengkung Spiral-Spiral

113 Bagian lurus Bagian lengkung Bagian lengkung Bagian lurus II III Kanan IV III II e max = 9,44 % ST TS 0% 0% - % e min = -9,44% - % Ls = 80,95 m Kiri Ls = 80,95 m en-% q en-% en-% 0 % q q +% q e max = +9,44 % -% e min = -9,44 % Gambar 3.8. Diagram Super Elevasi Tikungan PI 3 (belok kiri) ( Spiral Spiral )

114 3.3. Perhitungan Stationing Data : ( Perhitungan jarak dari peta dengan skala 1: ) d A-1 d 1- d -3 d 3-B = 983,93 m = 831,04 m = 843,36 m = 878,1 m Sungai I = (-117 ; 60) Sungai II = (-54 ; 80) Sungai III = (-190 ; 500) Sungai IV = (-115 ; 640) Sungai V = (-805 ; 700) Jarak A Sungai ,49m Jarak Sungai Sungai 1 478,57 m Jarak Jarak Jarak Jarak Sungai PI 1 Sungai PI PI Sungai 3 PI 1 3 Sungai ,88m ,00m ,04m ,65m

115 Jarak Jarak Jarak Sungai PI 3 Sungai 4 PI Sungai B ,7m ,11m ,1 m 1. Tikungan PI 1 ( S - S ) Ts 1 Ls 1 = 89,1 m = 88,55 m. Tikungan PI ( F - C ) Tc Lc = 48,65 m = 97,19 m 3. Tikungan PI 3 ( S - S ) Tt 3 = 81, 36 m Ls 3 = 80,95 m

116 Sta A = Sta PI 1 = Sta A + d 1 = (0+000) + 983,93 = 0+983,93 Sta TS 1 = Sta PI 1 - Ts 1 = ( 0+983,93 ) ( 89,1 ) = 0+894,7 Sta SS 1 = Sta TS 1 + Ls 1 = (0+894,7) + 88,55 = 0+983,7 Sta ST 1 = Sta SS 1 + Ls 1 = ( 0+983,7 ) + 88,55 = 1+071,8 Sta PI = Sta ST 1 + d Ts 1 = (1+071,8) + 831,04 89,1 = 1+813,65 Sta TC = Sta PI Tc = (1+813,65) 48,65 =1+765 Sta CT = Sta TC + Lc =(1+765) + 97,19 = 1+86,19

117 Sta TS 3 = Sta CT + d 3 Tc Ts 3 = (1+86,19) + 843,36-48,65 81,36 = 575,54 Sta SS 3 = Sta TS 3 + Ls 3 = (+575,54) + 80,95 = +656,49 Sta ST 3 = Sta SS 3 + Ls 3 = (+656,49) + 80,95 = +737,44 Sta B = Sta ST 3 + d 4 Ts 3 = (+737,44) + 878,1 81,36 = 3534,9 < 3536,54...(OK) Sta Sungai 1 = Sta A + (jarak A Sungai 1 ) = (0+000) + 131,49 = 0+131,49 Sta Sungai = Sta Sungai 1 + jarak Sungai 1 - Sungai = 0+131, ,57 = 0+610,05 Sta Sungai 3 = Sta PI 1 + jarak PI 1 -Sungai 3 = 0+983, ,00 = 1+401,93 Sta Sungai 4 = Sta PI + jarak PI -Sungai 4 = 1+813, ,65 = +38,3

118 Sta Sungai 5 = Sta B jarak Sungai 5 -B = 3534,9 597,1 = +939, Kontrol Overlaping Diketahui: Diketahui : V ren 80 km / , jam m / det Syarat overlapping a 3xV ren 3, 66,66 d > a Aman d > 66,66 m Aman Diketahui koordinat: A = ( 0 ; 0 ) PI 1 = (-875 ; 450) PI = (-1700 ; 550) PI 3 = (-55 ; 75) B = (-3400 ; 650) Panjang Jembatan (L) = 50 m

119 Sehingga agar tidak overlaping d n > 66,66 m 1. A (Awal proyek) dengan Tikungan 1 d 1 = ( Jarak A - PI 1 ) Ts 1 = 983,93 89,1 = 894,7 m > 66,66 m Aman. Tikungan 1 dengan jembatan d = Sta TS 1 Sta sungai (0,5 L) = (0+894,7) (0+610,05) 5 = 59,67 m > 66,66 m Aman 3. Tikungan 1 dengan jembatan 3 d 3 = Sta sungai 3 (0,5L) Sta ST1 = (1+401,93) 5 (1+071,8) =305,11 m > 66,66 m Aman 4. Tikungan dengan jembatan 3 d 4 = Sta TC Sta sungai 3 (0,5L) = (1+765) (1+401,93) 5 5. Tikungan dengan jembatan 4 = 338,07 m > 66,66 m Aman d 5 = Sta sungai 4 (0,5L) Sta CT = (+38,3) 5 (1+86,19) = 351,11 m > 66,66 m Aman

120 6. Tikungan 3 dengan jembatan 4 d 6 = Sta TS3 Sta sungai 4 (0,5L) = (+575,54) (+38,3) 5 7. Tikungan 3 dengan jembatan 5 = 31,4 m > 66,66 m Aman d 7 = Sta sungai 5 (0,5L) Sta ST3 = (+939,44) 5 (+737,44) = 177 m > 66,66 m Aman 8. Akhir Proyek dengan jembatan 5 d 8 = (jarak sungai 5 -B) (0,5L) = 597, Tikungan 1 dengan tikungan = 57,1 m > 66,66 m Aman d 9 = Sta TC - Sta ST1 = (1+765) (1+071,8) 10. Tikungan dengan tikungan 3 = 693,18 m > 66,66 m Aman d 10 = Sta TS3 Sta CT = (+575,54) (1+86,19) = 713,35 m > 66,66 m Aman

121 Sket stationing 3.9

122 Long profile gb 3.10

123 3.5 Perhitungan Alinemen Vertikal Tabel 3.3 Elevasi Tanah Asli Stationing Elevasi Stationing Elevasi ,

124 Elevasi Jembatan Rencana : Jembatan 1 Elevasi dasar sungai = +673,46 Elevasi muka air sungai = +674,5 Elevasi muka air sungai saat banjir = +676 Ruang bebas = 1,5 m Tebal plat jembatan = 1 m Elevasi rencana jembatan minimum = +678,5 Elevasi rencana = +679

125 Jembatan Elevasi dasar sungai = +671,13 Elevasi muka air sungai = +67,5 Elevasi muka air sungai saat banjir = +674 Ruang bebas = 1,5 m Tebal plat jembatan = 1 m Elevasi rencana jembatan minimum = +676,5 Elevasi rencana = +677

126 Jembatan 3 Elevasi dasar sungai = +673,67 Elevasi muka air sungai = +674,5 Elevasi muka air sungai saat banjir = +676 Ruang bebas = 1,5 m Tebal plat jembatan = 1 m Elevasi rencana jembatan minimum = +678,5 Elevasi rencana = +679,5

127 Jembatan 4 Elevasi dasar sungai = +673,34 Elevasi muka air sungai = +675 Elevasi muka air sungai saat banjir = +676,5 Ruang bebas = 1,5 m Tebal plat jembatan = 1 m Elevasi rencana jembatan minimum = +679 Elevasi rencana = +679,5

128 Jembatan 5 Elevasi dasar sungai = +665,45 Elevasi muka air sungai = +667 Elevasi muka air sungai saat banjir = +668,5 Ruang bebas = 1,5 m Tebal plat jembatan = 1 m Elevasi rencana jembatan minimum = +671 Elevasi rencana = +671,76

129 Sket profil

130 Perhitungan Kelandaian memanjang Contoh perhitungan kelandaian g ( A PVI 1 ) Elevasi A = 679 m STA A = Elevasi PVI 1 = 679 m STA PVI 1 = g 1 Elevasi PVI STA PVI (0 300) (0 000) 0 % 1 1 Elevasi STA A A 100 Untuk perhitungan selanjutnya disajikan dalam tabel 3.3 berikut : Tabel 3.4 Data Titik PVI No Titik STA Elevasi (m) 1 A PV PV PV PV ,5 6 PV ,5 7 PV ,757 8 B 3+536,54 671,757 Jarak (m) Kelandaian Memanjang 300 g1 = 0 % 150 g = 1,3 % 300 g3 = 0 % 500 g4 = 0,5 % 1150 g5 = 0 % 450 g6 = 1,7 % 686,54 g7 = 0 %

131 3.5.. Penghitungan lengkung vertikal PV1 (STA 0+300) g 1 = 0 % PLV 1 A 1 PPV 1 g = 1,3 % B 1 1. Perhitungan Lv PTV 1 Gambar 3.11 Lengkung Vertikal PVI 1 A g g 1 1,3% 0% 1,3 %( cekung ) Syarat keluwesan bentuk Lv 0,6 V 0, m Syarat drainase Lv 40 A m Syarat kenyamanan Lv V t m Pengurangan goncangan V A Lv m 360 Diambil Lv terbesar, yaitu = 66,67 m Cek syarat Jh > Lv = 10 > 66,67, maka menggunakan rumus :

132 405 Lv Jh A ,33 1,3 71,54m(tidak memenuhi) Menurut Tabel II.4 TPGJAK, untuk Vr = 80 km/jam Lengkung Vertikal minimum adalah 80 m. Jadi diambil LV = 80 m A Lv 1,3 80 Ev1 0, 13m X 1 Lv m 4 4 A 1,3 Y1 X m 00 Lv Stationing Lengkung Vertikal Sta PLV 1 Sta A 1 = Sta PVI 1 1 / Lv 1 = (0+300) 1 80 = 0+60 = Sta PVI 1 1 / 4 Lv = (0+300) 1 80 = Sta PPV 1 = Sta PVI 1 = Sta B 1 Sta PTV 1 = Sta PVI / 4 Lv = (0+300) = = Sta PVI / Lv = (0+300) = 0+340

133 3. Elevasi Lengkung Vertikal Elevasi PLV 1 = Elevasi PVI 1-1 Lv g1 = % = 679 m Elevasi A 1 = Elevasi PVI 1-1 g3 4 = % = 678,97m Lv - y Elevasi PPV 1 = Elevasi PVI 1 - Ev = 679 0,13 = 678,87 m Elevasi B 1 = Elevasi PVI 1-1 g 4 = % = 678,70 m Lv - y Elevasi PTV 1 = Elevasi PVI 1-1 Lv g = % = 678,47 m PV (STA 0+450)

134 PLV A g = 1,3 % PPV B PTV g 3 = 0 % 1. Perhitungan Lv A g 3 g 0% 1,3% Gambar 3.1 Lengkung Vertikal PVI 1,3 %( cembung ) Syarat keluwesan bentuk Lv 0,6 V 0, m Syarat drainase Lv 40 A m Syarat kenyamanan Lv V t m Pengurangan goncangan V A Lv m 360 Diambil Lv terbesar, yaitu = 66,67 m Cek syarat Jh > Lv = 10 > 66,67, maka menggunakan rumus : 405 Lv Jh A ,33 1,3 71,54m(tidak memenuhi) Menurut Tabel II.4 TPGJAK, commit untuk Vr to = user 80 km/jam Lengkung Vertikal minimum adalah 80 m.

135 Jadi diambil LV = 80 m A Lv 1,3 80 Ev 0, 13m X 1 Lv m 4 4 A 1,3 Y X m 00 Lv Stationing Lengkung Vertikal Sta PLV Sta A 3 = Sta PVI 1 / Lv = (0+450) 1 80 = = Sta PVI 1 / 4 Lv = (0+450) 1 80 = Sta PPV = Sta PVI = Sta B Sta PTV = Sta PVI + 1 / 4 Lv = (0+450) = = Sta PVI + 1 / Lv = (0+450) = Elevasi Lengkung Vertikal Elevasi PLV = Elevasi PVI + 1 Lv g = ,3% = 677,5 m

136 Elevasi A = Elevasi PVI + 1 g 4 = ,3% = 677,9 m Elevasi PPV = Elevasi PVI + Ev = ,13 = 677,13 m Lv + y +0,035 4 Elevasi B = Elevasi PVI + 1 g3 4 = % = 677,035 m Lv + y + 0,035 4 Elevasi PTV = Elevasi PVI + 1 Lv g4 = % = 677 m

137 PV3 (STA 0+750) PTV 3 B 3 PLV 3 A 3 PPV 3 g 4 = 0,5 % g 3 = 0 % Gambar 3.13 Lengkung Vertikal PVI 3 1. Perhitungan Lv A g 4 g 3 0,5% 0% 0,5 %( cekung ) Syarat keluwesan bentuk Lv 0,6 V 0, m Syarat drainase Lv 40 A 40 0,5 0 m Syarat kenyamanan Lv V t m Pengurangan goncangan V A Lv m 360

138 Diambil Lv terbesar, yaitu = 66,67 m Cek syarat Jh > Lv = 10 > 66,67, maka menggunakan rumus : 405 Lv Jh A ,5 570m(tidak memenuhi) Menurut Tabel II.4 TPGJAK, untuk Vr = 80 km/jam Lengkung Vertikal minimum adalah 80 m. Jadi diambil LV = 80 m A Lv 0,5 80 Ev3 0, 05m X 1 Lv m 4 4 A. x 0,5 0 Y3 00 Lv m. Stationing Lengkung Vertikal Sta PLV 3 Sta A 3 = Sta PVI 3 1 / Lv = (0+750) 1 80 = = Sta PVI 3 1 / 4 Lv = (0+750) 1 80 = Sta PPV 3 = Sta PVI 3 = Sta B 3 = Sta PVI / 4 Lv = (0+750) = 0+770

139 Sta PTV 3 = Sta PVI / Lv = (0+750) = Elevasi Lengkung Vertikal Elevasi PLV 3 = Elevasi PVI Lv g3 = % = 677 m Elevasi A 3 = Elevasi PVI g3 4 = % = 677,01 m Elevasi PPV 3 = Elevasi PVI 3 + Ev = = 677,05 m Lv + y + 0,015 4 Elevasi B 3 = Elevasi PVI g4 4 = ,5 % = 677,11 m Lv + y + 0,015 4 Elevasi PTV 3 = Elevasi PVI Lv g4 = ,5 % = 677, m

140 PVI 4 (STA 1+50) g 5 = 0 % g 4 = 0,5% PPV 4 B 4 PTV 4 A 4 PLV 4 Gambar 3.14 Lengkung Vertikal PVI 4 1. Perhitungan Lv A g 5 g 4 0% 0,5% 0,5 %( cembung ) Syarat keluwesan bentuk Lv 0,6 V 0, m Syarat drainase Lv 40 A 40 0,5 0 m Syarat kenyamanan Lv V t m Pengurangan goncangan V A Lv m 360

141 Diambil Lv terbesar, yaitu = 66,67 m Cek syarat Jh > Lv = 10 > 66,67, maka menggunakan rumus : 405 Lv Jh A ,5 570m(tidak memenuhi) Menurut Tabel II.4 TPGJAK, untuk Vr = 80 km/jam Lengkung Vertikal minimum adalah 80 m. Jadi diambil LV = 80 m A Lv 0,5 80 Ev 4 0, 05m X 1 Lv m 4 4 A. x 0,5 0 Y4 00 Lv m. Stationing Lengkung Vertikal Sta PLV 4 Sta A 4 = Sta PVI 4 1 / Lv = (1+50) 1 80 = 1+10 = Sta PVI 4 1 / 4 Lv = (1+50) 1 80 = Sta PPV 4 = Sta PVI 4 = 1+50 Sta B 4 = Sta PVI / 4 Lv = (1+50) =

142 Sta PTV 4 = Sta PVI / Lv = (1+50) = Elevasi Lengkung Vertikal Elevasi PLV 4 = Elevasi PVI 4-1 Lv g 4 = 679, ,5% = 679,3 m Elevasi A 4 = Elevasi PVI 4-1 g 4 4 = 679, ,5% = 679,39 Elevasi PPV 4 = Elevasi PVI 4 - Ev = = 679,45 m Lv - y - 0,015 4 Elevasi B 4 = Elevasi PVI 4-1 g5 4 = 679, % = 679,48 m Lv - y - 0,015 4 Elevasi PTV 4 = Elevasi PVI 4-1 Lv g4 = 679, % = 679,5 m

143 PV5 (STA +400) g 5 = 0 % PLV 5 A 5 PPV 5 g6 = 1,7 % B 5 PTV 5 Gambar 3.15 Lengkung Vertikal PVI 5 1. Perhitungan Lv A g g 1 1,7% 0% 1,7 %( cekung ) Syarat keluwesan bentuk Lv 0,6 V 0, m Syarat drainase Lv 40 A ,8 m Syarat kenyamanan Lv V t m Pengurangan goncangan V A Lv ,78 m 360

144 Diambil Lv terbesar, yaitu = 68,6 m Cek syarat Jh > Lv = 10 > 68,6, maka menggunakan rumus : 405 Lv Jh A ,7 4,53m(tidak memenuhi) Menurut Tabel II.4 TPGJAK, untuk Vr = 80 km/jam Lengkung Vertikal minimum adalah 80 m. Jadi diambil LV = 80 m A Lv 1,780 Ev5 0, 17m X 1 Lv m 4 4 A 1,7 Y5 X m 00 Lv Stationing Lengkung Vertikal Sta PLV 5 Sta A 5 = Sta PVI 5 1 / Lv 1 = (+400) 1 80 = +360 = Sta PVI 5 1 / 4 Lv = (+400) 1 80 = Sta PPV 5 = Sta PVI 5 = +400 Sta B 5 = Sta PVI / 4 Lv = (+400) = +40 4

145 Sta PTV 5 = Sta PVI / Lv = (+400) = Elevasi Lengkung Vertikal Elevasi PLV 5 = Elevasi PVI 5-1 Lv g5 = 679, % = 679,50 m Elevasi A 5 = Elevasi PVI 5-1 g5 4 = 679, % = 679,46 m Elevasi PPV 5 = Elevasi PVI 5 - Ev = 679,5 0,17 = 679,33 m Lv - y Elevasi B 5 = Elevasi PVI 5-1 g6 4 = 679, % = 679,11 m Lv - y Elevasi PTV 5 = Elevasi PVI 5-1 Lv g6 = 679, % = 678,81 m

146 PV6 (STA +850) PLV 6 g 6 = 1,7 % A 6 PPV 6 B 6 PTV 6 g 7 = 0 % 1. Perhitungan Lv Gambar 3.16 Lengkung Vertikal PVI 6 A g 7 g 6 0% 1,7% 1,7 %( cembung ) Syarat keluwesan bentuk Lv 0,6 V 0, m Syarat drainase Lv 40 A ,8 m Syarat kenyamanan Lv V t m Pengurangan goncangan V A Lv ,78 m 360

147 Diambil Lv terbesar, yaitu = 68,6 m Cek syarat Jh > Lv = 10 > 68,6, maka menggunakan rumus : 405 Lv Jh A ,7 4,53m(tidak memenuhi) Menurut Tabel II.4 TPGJAK, untuk Vr = 80 km/jam Lengkung Vertikal minimum adalah 80 m. Jadi diambil LV = 80 m A Lv 1,780 Ev6 0, 17m X 1 Lv m 4 4 A 1,7 Y6 X m 00 Lv Stationing Lengkung Vertikal Sta PLV 6 Sta A 6 = Sta PVI 6 1 / Lv = (+850) 1 80 =+810 = Sta PVI 6 1 / 4 Lv = (+850) 1 80 = Sta PPV 6 = Sta PVI 6 = +850 Sta B 6 = Sta PVI / 4 Lv = (+850) =

148 Sta PTV 6 = Sta PVI / Lv = (+850) = Elevasi Lengkung Vertikal Elevasi PLV 6 = Elevasi PVI Lv g6 = 671, ,7% = 67,45 m Elevasi A 6 = Elevasi PVI g6 4 = 671, ,7% = 67,14 m Elevasi PPV 6 = Elevasi PVI 6 + Ev = 671, ,17 = 671,93 m Lv + y +0,043 4 Elevasi B 6 = Elevasi PVI g7 4 = 671, % = 671,80 m Lv + y + 0,043 4 Elevasi PTV 6 = Elevasi PVI Lv g4 = 671, % = 671,757 m

149 BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN 4.1 Data Perencanaan Tebal Perkerasan Jenis jalan yang direncanakan Tebal perkerasan = Jalan kelas II (jalan Arteri) = lajur dan arah Jalan dibuka pada tahun = 01 Pelaksanaan konstruksi jalan dimulai tahun = 011 Masa pelaksanaan = 1 tahun Perkiraan pertumbuhan lalu lintas selama pelaksaaan = % Umur rencana (UR) = 10 tahun Perkiraan pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana = 7 % Perkiraan curah hujan rata-rata = mm/th Susunan lapis perkerasan Surface course = Laston MS 744 Base course = Batu pecah (kelas A) CBR 100% Sub base course = Sirtu (kelas A) CBR 70% C = (Koefisien distribusi kendaraan) didapat dari jumlah jalur arah

150 Tabel 4.1 Nilai LHR S No Jenis kendaraan LHR S ( Kendaraan / hari / arah ) 1 Mobil 3818 Bus Pick-UP Truk As (13 ton) Truk 3 As (0 ton) 608 Jumlah total 7066 (sumber : Survey lalu lintas daerah Tingkir Salatiga 5 Mei 011) 4. Perhitungan Volume Lalu Lintas Perhitungan Lalu Lintas Harian Rata-rata Jalan direncanakan tahun 011 maka LHRs ( LHR Survai) yang dipakai LHR tahun 011 dari tabel 4.1. Jalan dibuka tahun 01 maka LHR Awal Umur Rencana adalah LHR tahun 011 dengan pertumbuhan lalu lintas %, maka i 1 = % dan masa kontruksi (n 1 ) = 1 tahun Umur rencana adalah 10 th, maka LHR Akhir Umur Rencana adalah LHR tahun 0 dengan pertumbuhan lalu lintas ( i ) = 7 % dan umur rencana (n ) = 10 tahun Rumus LHR Awal Umur Rencana ( LHR 01 ) : LHR 011 (1 + i 1 ) n 1 Rumus LHR Akhir Umur Rencana ( LHR 0 ) : LHR 01 (1 + i ) n (Sumber : Buku Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI Hal. 11)

151 Contoh Perhitungan Lalu Lintas Harian Rata-rata Pada Mobil Penumpang : LHR Awal Umur Rencana (LHR 01 ) LHR 01 = LHR 011 (1 + 0,0) 1 = 3818 x (1 + 0,0) 1 = 3894,36 ~ 3894 LHR Akhir Umur Rencana (LHR 0 ) LHR 0 = LHR 01 (1 +0,06) 10 = 3894 x (1 +0,07) 10 = 7660,8 ~ 7661 Tabel 4. Perhitungan Lalu Lintas Harian Rata-rata No Jenis Kendaraan LHR awal perencanaan / LHR Survai LHR Awal Umur Rencana (LHR 01 ) LHR Akhir Umur Rencana (LHR 0 ) LHR 011 LHR 011 (1 + 0,0) 1 LHR 01 (1 +0,07) 10 1 Mobil Bus Pick-UP Truk As (13 ton) Truk 3 As (0 ton)

152 4... Perhitungan Angka Ekivalen (E) Masing-Masing Kendaraan Angaka Ekivalen (E) dari suatu sumbu kendaraan adalah angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu tunggal seberat 8,16 ton ( lb). Berdasarkan Buku Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI Daftar III Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan dapat dihitung sebagai berikut: Tabel 4.3 Perhitungan Angka Ekivalen (E) No Jenis Kendaraan Angka Ekivalen (E) 1 Mobil ton (1+1) 0,000 0, 000 = 0,0004 Bus 6 ton (+4) 0,0036 0, 0577 = 0, Pick -UP ton (1+1) 0,000 0, 000 = 0, Truk as 13 ton (5+8) 0,1410 0, 938 = 1, Truk 3 as 0 ton (6+7.7) 0,93 + 0,745 = 1,0375

153 4..3. Penentuan Koefisien Distribusi Kendaraan ( C ) Berdasarkan Buku Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI Daftar II Koefisien distribusi kendaraan ( C ) dapat diketahui nilai C yaitu 0,5. Jumlah Kendaraan Ringan Kendaraan Berat lajur 1 arah arah 1 arah arah Perhitungan Lintas Ekivalen Contoh perhitungan lintas Ekivalen untuk mobil: LEP (Lintas Ekivalen Permulaan) : Rumus LEP = C x E x LHR 01 = 0,5 x 0,0004 x 3894 = 0,7789 LEA (Lintas Ekivalen Akhir) : Rumus LEA = C x E x LHR 0 = 0,5 x 0,0004 x 7661 = 1,53 LET (Lintas Ekivalen Tengah) : Rumus LET = ½ (LEP + LEA) = ½ (0, ,53) = 1,1555

154 LER (Lintas Ekivalen Rencana) : UR Rumus LER = LET x = 1,1555x 10 = 1,1555 Sumber : (Buku Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI ). Tabel 4.4 Perhitungan Lintas Ekivalen No Jenis Kendaraan LEP LEA LET LER C x E x C x E x ½ (LEP + UR LET x 10 LHR 01 LHR 0 LEA) 1 Mobil O,7789 1,53 1,1555 1,1555 Bus 14,506 8,5356 1,508 1,508 3 Pick-UP 0,36 0,4575 0,3450 0, Truk As (13 ton) 56, , , , Truk 3 As (0 ton) 31,708 63, ,78 477,78 Jumlah ( ) 899, , , ,9558

155 4.3 Penentuan CBR Desain Tanah Dasar Harga CBR digunakan untuk menetapkan daya dukung tanah dasar (DDT), berdasarkan grafik korelasi DDT dan CBR. Yang dimaksud harga CBR disini adalah CBR lapangan atau CBR laboratorium. Jika digunakan CBR lapangan dilakukan dengan tes DCP ( Dinamic Cone Pnetrometer ) pada musim hujan ( keadaan terjelek tanah di lapangan), jika digunakan CBR laboratorium maka pengambilan contoh tanah dasar dilakukan dengan tabung (undisturb), kemudian direndam dan diperiksa harga CBR-nya. Dari pengujian DCP didapat data sebagai berikut: Tabel 4.5 Data CBR Tanah Dasar STA CBR (%) STA CBR (%) STA CBR (%) STA CBR (%) STA commit to user

156 CBR (%) STA CBR (%) 7 6 Tabel 4.6 Penghitungan jumlah dan prosentase CBR yang sama atau lebih besar No CBR Jumlah yang sama atau lebih besar Persen yang sama atau lebih besar /37 x 100 % = 100 % /37x 100 % = 89,19 % /37x 100 % = 6,16 % /37 x 100 % = 1,6 % Yang selanjutnya akan dibuat grafik penentuan CBR, antara CBR tanah dasar dengan persen yang sama atau lebih besar. Sehingga akan didapatkan nilai CBRnya. Yaitu nilai CBR 90%.

157 Grafik 4.1. Grafik hubungan CBR Tanah Dasar dengan Prosentase CBR yang sama atau lebih besar.

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN PANDAAN TAPEN KOTA MADYA SALATIGA TUGAS AKHIR

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN PANDAAN TAPEN KOTA MADYA SALATIGA TUGAS AKHIR PERENCANAAN GEOMETRIK DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN PANDAAN TAPEN KOTA MADYA SALATIGA TUGAS AKHIR Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Ahli Madya pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN KARTASURA SUKOHARJO

PERENCANAAN GEOMETRIK TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN KARTASURA SUKOHARJO PERENCANAAN GEOMETRIK TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN KARTASURA SUKOHARJO ( DUWET KUDU ) TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya (A.Md.) pada Program

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN, DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN GONDANG SAMBUNG MACAN KABUPATEN SRAGEN

PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN, DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN GONDANG SAMBUNG MACAN KABUPATEN SRAGEN PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN, DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN GONDANG SAMBUNG MACAN KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya (A.Md.) pada Program

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN, ANGGARAN BIAYA, DAN RENCANA KERJA JALAN BANYUDONO KRECEK KABUPATEN BOYOLALI TUGAS AKHIR

PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN, ANGGARAN BIAYA, DAN RENCANA KERJA JALAN BANYUDONO KRECEK KABUPATEN BOYOLALI TUGAS AKHIR PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN, ANGGARAN BIAYA, DAN RENCANA KERJA JALAN BANYUDONO KRECEK KABUPATEN BOYOLALI TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Klasifikasi dan Fungsi Jalan 3.1.1 Klasifikasi Menurut Fungsi Jalan Menurut Bina Marga (1997), fungsi jalan terdiri dari : a. jalan arteri : jalan yang melayani angkutan utama

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN NGAWEN KARANGPADANG KOTAMADYA SALATIGA TUGAS AKHIR

PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN NGAWEN KARANGPADANG KOTAMADYA SALATIGA TUGAS AKHIR i PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN NGAWEN KARANGPADANG KOTAMADYA SALATIGA TUGAS AKHIR Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Ahli Madya pada

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Tinjauan pustaka

BAB II DASAR TEORI Tinjauan pustaka BAB II DASAR TEORI.1. Tinjauan pustaka Perencanaan geometrik jalan adalah perencanaan route dari suatu ruas jalan secara lengkap, meliputi beberapa elemen yang disesuaikan dengan kelengkapan data dan data

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. tanah adalah tidak rata. Tujuannya adalah menciptakan sesuatu hubungan yang

BAB III LANDASAN TEORI. tanah adalah tidak rata. Tujuannya adalah menciptakan sesuatu hubungan yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pengertian Geometrik Jalan Raya Geometrik merupakan membangun badan jalan raya diatas permukaan tanah baik secara vertikal maupun horizontal dengan asumsi bahwa permukaan tanah

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN KECAMATAN SIDOMUKTI KINTELAN KIDUL KOTAMADYA SALATIGA

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN KECAMATAN SIDOMUKTI KINTELAN KIDUL KOTAMADYA SALATIGA digilib.uns.ac.id PERENCANAAN GEOMETRIK DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN KECAMATAN SIDOMUKTI KINTELAN KIDUL KOTAMADYA SALATIGA TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN GARENDONG-JANALA

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN GARENDONG-JANALA Sudarman Bahrudin, Rulhendri, Perencanaan Geometrik Jalan dan Tebal Perkerasan Lentur pada Ruas Jalan Garendong-Janala PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN GARENDONG-JANALA

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN NGARUM BELANGAN KABUPATEN SRAGEN

PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN NGARUM BELANGAN KABUPATEN SRAGEN PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN NGARUM BELANGAN KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya (A.Md.) pada Program

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALAN RAYA CEMOROSEWU-DESA PACALAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA

PERENCANAAN JALAN RAYA CEMOROSEWU-DESA PACALAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA PERENCANAAN JALAN RAYA CEMOROSEWU-DESA PACALAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN GONDANG-BLIMBING KABUPATEN SRAGEN

PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN GONDANG-BLIMBING KABUPATEN SRAGEN PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN GONDANG-BLIMBING KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya (A.Md.) pada Program

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA Sabar P. T. Pakpahan 3105 100 005 Dosen Pembimbing Catur Arief Prastyanto, ST, M.Eng, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN. Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI

BAB IV PERENCANAAN. Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI BAB IV PERENCANAAN 4.1. Pengolahan Data 4.1.1. Harga CBR Tanah Dasar Penentuan Harga CBR sesuai dengan Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI 2.3.26.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Bab II Landasan Teori

BAB II DASAR TEORI. Bab II Landasan Teori BAB II DASAR TEORI 2.1 Klasifikasi Jalan Klasifikasi menurut fungsi jalan terbagi atas : 1) Jalan Arteri 2) Jalan Kolektor 3) Jalan Lokal Klasifikasi jalan di Indonesia menurut Bina Marga dalam Tata Cara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan disain yang menggunakan material tersebut telah sangat luas sehingga material

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan disain yang menggunakan material tersebut telah sangat luas sehingga material BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Fungsi Jalan 2.1.1. Pengertian Jalan Kemajuan teknologi menjadi sangat cepat dan berlanjut sampai sekarang. Pengetahuan dan segala penemuan mengenai tanah dan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Tebal Perkerasan Dalam usaha melakukan pemeliharaan dan peningkatan pelayanan jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah daerah yang mengalami kerusakan

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN PAPAHAN KAYANGAN KABUPATEN KARANGANYAR TUGAS AKHIR

PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN PAPAHAN KAYANGAN KABUPATEN KARANGANYAR TUGAS AKHIR PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN PAPAHAN KAYANGAN KABUPATEN KARANGANYAR TUGAS AKHIR Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Ahli Madya (A.Md.)

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRI, TEBAL PERKERASAN, ANGGARAN BIAYA DAN RENCANA KERJA JALAN DAWUNG - KORIPAN

PERENCANAAN GEOMETRI, TEBAL PERKERASAN, ANGGARAN BIAYA DAN RENCANA KERJA JALAN DAWUNG - KORIPAN PERENCANAAN GEOMETRI, TEBAL PERKERASAN, ANGGARAN BIAYA DAN RENCANA KERJA JALAN DAWUNG - KORIPAN TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN SODONG KEMBANGARUM KABUPATEN SALATIGA TUGAS AKHIR

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN SODONG KEMBANGARUM KABUPATEN SALATIGA TUGAS AKHIR PERENCANAAN GEOMETRIK DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN SODONG KEMBANGARUM KABUPATEN SALATIGA TUGAS AKHIR Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Ahli Madya pada Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA ( RUAS JALAN TEGALSARI - KARANGPANDANG ) KOTAMADYA SALATIGA

PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA ( RUAS JALAN TEGALSARI - KARANGPANDANG ) KOTAMADYA SALATIGA digilib.uns.ac.id PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA ( RUAS JALAN TEGALSARI KARANGPANDANG ) KOTAMADYA SALATIGA TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Lebih terperinci

Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Tanjung Perak Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Sampang...

Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Tanjung Perak Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Sampang... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... i ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR, GRAFIK DAN DIAGRAM... xv DAFTAR SIMBOL... xvi BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Umum... 1 1.2.

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (HSKB 250) Lengkung Geometrik

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (HSKB 250) Lengkung Geometrik PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (HSKB 50) Lengkung Geometrik PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL MAGISTER TEKNIK JALAN RAYA UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN Lengkung busur lingkaran sederhana (full circle)

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Oleh NRP :

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Oleh NRP : Oleh Mahasiswa PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN LENTUR (FLEXIBLE PAVEMENT) JALAN DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SEPANJANG RUAS JALAN Ds. MAMEH Ds. MARBUI STA 0+00 STA 23+00 MANOKWARI PROPINSI PAPUA

Lebih terperinci

BAB III METODE PERENCANAAN. 1. Metode observasi dalam hal ini yang sangat membantu dalam mengetahui

BAB III METODE PERENCANAAN. 1. Metode observasi dalam hal ini yang sangat membantu dalam mengetahui 3.1. Metode Pengambilan Data BAB III METODE PERENCANAAN 1. Metode observasi dalam hal ini yang sangat membantu dalam mengetahui keadaan medan yang akandiencanakan. 2. Metode wawancara dalam menambah data

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGATAR

DAFTAR ISI KATA PENGATAR DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Halaman Persetujuan iii Motto dan Persembahan iv ABSTRAK v ABSTRACK vi KATA PENGATAR vii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xii DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Lingkar Barat Metropolitan Surabaya Jawa Timur

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Lingkar Barat Metropolitan Surabaya Jawa Timur Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Lingkar Barat Metropolitan Surabaya Jawa Timur Ferdiansyah Septyanto, dan Wahju Herijanto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Bina Marga Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan saat melakukan survei visual adalah kekasaran permukaan, lubang, tambalan, retak, alur,

Lebih terperinci

Eng. Ibrahim Ali Abdi (deercali) 1

Eng. Ibrahim Ali Abdi (deercali) 1 PENDAHULUAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN Jalan raya adalah suatu lintasan yang bertujuan melewatkan lalu lintas dari suatu tempat ke tempat lain. Arti lintasan menyangkut tanah yang diperkuat (diperkeras)

Lebih terperinci

Volume 5 Nomor 1, Juni 2016 ISSN

Volume 5 Nomor 1, Juni 2016 ISSN Volume 5 Nomor 1, Juni 2016 ISSN 2320-4240 PERENCANAAN PERKERASAN DAN PENINGKATAN GEOMETRIK JALAN Rulhendri, Nurdiansyah Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Ibnu Khaldun Bogor petot.nurdiansyah@yahoo.com,

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRI, TEBAL PERKERASAN, ANGGARAN BIAYA DAN RENCANA KERJA (RUAS JALAN PRINGAPUS WATES) KOTAMADYA SALATIGA

PERENCANAAN GEOMETRI, TEBAL PERKERASAN, ANGGARAN BIAYA DAN RENCANA KERJA (RUAS JALAN PRINGAPUS WATES) KOTAMADYA SALATIGA PERENCANAAN GEOMETRI, TEBAL PERKERASAN, ANGGARAN BIAYA DAN RENCANA KERJA (RUAS JALAN PRINGAPUS WATES) KOTAMADYA SALATIGA TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya

Lebih terperinci

Menetapkan Tebal Lapis Perkerasan

Menetapkan Tebal Lapis Perkerasan METODE PERHITUNGAN BIAYA KONSTRUKSI JALAN Metode yang digunakan dalam menghitung tebal lapis perkerasan adalah Metode Analisa Komponen, dengan menggunakan parameter sesuai dengan buku Petunjuk Perencanaan

Lebih terperinci

PROYEK AKHIR. PROGRAM DIPLOMA III TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

PROYEK AKHIR. PROGRAM DIPLOMA III TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya PROYEK AKHIR FERRYA RASTRATAMA SYUHADA NRP. 3109038001 MULYADI NRP. 3109038003 Dosen Pembimbing : R. Buyung Anugraha Affandhie, ST. MT PROGRAM DIPLOMA III TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan

Lebih terperinci

Oleh : ARIF SETIYAFUDIN ( )

Oleh : ARIF SETIYAFUDIN ( ) Oleh : ARIF SETIYAFUDIN (3107 100 515) 1 LATAR BELAKANG Pemerintah Propinsi Bali berinisiatif mengembangkan potensi pariwisata di Bali bagian timur. Untuk itu memerlukan jalan raya alteri yang memadai.

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN JEPANAN- PANDEYAN KECAMATAN NGEMPLAK BOYOLALI

PERENCANAAN JALAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN JEPANAN- PANDEYAN KECAMATAN NGEMPLAK BOYOLALI PERENCANAAN JALAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN JEPANAN- PANDEYAN KECAMATAN NGEMPLAK BOYOLALI Oleh : Arie Reymond Dau I.80400 PROGRAM DIPLOMA III TEKNIK SIPIL TRANSPORTASI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Kelandaian maksimum untuk berbagai V R ditetapkan dapat dilihat dalam tabel berikut :

Kelandaian maksimum untuk berbagai V R ditetapkan dapat dilihat dalam tabel berikut : ALINYEMEN VERTIKAL 4.1 Pengertian Alinyemen Vertikal merupakan perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi dalam

Lebih terperinci

EVALUASI ALINEMEN HORIZONTAL PADA RUAS JALAN SEMBAHE SIBOLANGIT

EVALUASI ALINEMEN HORIZONTAL PADA RUAS JALAN SEMBAHE SIBOLANGIT EVALUASI ALINEMEN HORIZONTAL PADA RUAS JALAN SEMBAHE SIBOLANGIT TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Oleh: DARWIN LEONARDO PANDIANGAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Parameter Desain

BAB III LANDASAN TEORI. A. Parameter Desain BAB III LANDASAN TEORI A. Parameter Desain Dalam perencanaan perkerasan jalan ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu berdasarkan fungsi jalan, umur rencana, lalu lintas, sifat tanah dasar, kondisi

Lebih terperinci

5.3. Perencanaan Geometrik Jalan 1. Alinyemen Horisontal Spiral-Circle-Spiral

5.3. Perencanaan Geometrik Jalan 1. Alinyemen Horisontal Spiral-Circle-Spiral 5.3. Perencanaan Geometrik Jalan 1. Alinyemen Horisontal Spiral-Circle-Spiral PARAMETER SCS - 1 SCS - 2 Vr 80 80 19.97 6.09 R 541.743 3528.377 e 0.045374 0.045374 en 0.02 0.02 e maks 0.08 0.08 Ls 66.66667

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN POPONGAN TUNGGULTANI KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN KARANGANYAR TUGAS AKHIR

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN POPONGAN TUNGGULTANI KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN KARANGANYAR TUGAS AKHIR PERENCANAAN GEOMETRIK DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN POPONGAN TUNGGULTANI KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN KARANGANYAR TUGAS AKHIR Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Ahli Madya

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. membandingkan perhitungan program dan perhitungan manual.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. membandingkan perhitungan program dan perhitungan manual. BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Validasi Program Validasi program dimaksudkan untuk mengetahui apakah hasil dari perhitungan program ini memenuhi syarat atau tidak, serta layak atau tidaknya program ini

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G 9 BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu-lintas. Jenis konstruksi perkerasan

Lebih terperinci

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN MENGGUNAKAN SOFTWARE AUTODESK LAND DESKTOP 2006 Veronica Dwiandari S. NRP:

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN MENGGUNAKAN SOFTWARE AUTODESK LAND DESKTOP 2006 Veronica Dwiandari S. NRP: PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN MENGGUNAKAN SOFTWARE AUTODESK LAND DESKTOP 2006 Veronica Dwiandari S. NRP: 0721079 Pembimbing: Dr. Budi Hartanto S., Ir., M.Sc. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 24 BAB III LANDASAN TEORI A. Alinyemen Horisontal Jalan Raya Alinemen horisontal atau trase suatu jalan adalah proyeksi sumbu jalan tegak lurus bidang kertas yang terdiri dari garis lurus dan garis lengkung.

Lebih terperinci

SKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH)

SKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH) SKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH) Disusun oleh : M A R S O N O NIM. 03109021 PROGAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR 4.1 Data Perencanaan Tebal Perkerasan Jenis jalan yang direncanakan Arteri) Tebal perkerasan = Jalan kelas IIIA (jalan = 2 lajur dan 2 arah Jalan dibuka pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di zaman yang semakin maju ini, transportasi menjadi hal vital dalam kehidupan manusia. Kesuksesan bertransportasi sangatlah dipengaruhi oleh ketersediaan sarana dan

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PENGHUBUNG PERKEBUNAN PT. JEK (JABONTARA EKA KARSA) BERAU-KALIMANTAN TIMUR

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PENGHUBUNG PERKEBUNAN PT. JEK (JABONTARA EKA KARSA) BERAU-KALIMANTAN TIMUR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PENGHUBUNG PERKEBUNAN PT. JEK (JABONTARA EKA KARSA) BERAU-KALIMANTAN TIMUR FATKHUL MUIN (1) ARIE SYAHRUDDIN S, ST (2) BAMBANG EDISON, S.Pd, MT (2) ABSTRAK Kabupaten Berau adalah

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK PADA RUAS JALAN TANJUNG MANIS NILAS KECAMATAN SANGKULIRANG

PERENCANAAN GEOMETRIK PADA RUAS JALAN TANJUNG MANIS NILAS KECAMATAN SANGKULIRANG PERENCANAAN GEOMETRIK PADA RUAS JALAN TANJUNG MANIS NILAS KECAMATAN SANGKULIRANG Oleh : AGUS BUDI SANTOSO JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SAMARINDA ABSTRAK Perencanaan

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN WONOBOYO PELEM KECAMATAN WONOGIRI KABUPATEN WONOGIRI TUGAS AKHIR

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN WONOBOYO PELEM KECAMATAN WONOGIRI KABUPATEN WONOGIRI TUGAS AKHIR PERENCANAAN GEOMETRIK DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN WONOBOYO PELEM KECAMATAN WONOGIRI KABUPATEN WONOGIRI TUGAS AKHIR Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Ahli Madya pada Jurusan

Lebih terperinci

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM BENTLEY MX ROAD Rizky Rhamanda NRP:

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM BENTLEY MX ROAD Rizky Rhamanda NRP: PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM BENTLEY MX ROAD Rizky Rhamanda NRP: 0521006 Pembimbing: Ir. Silvia Sukirman Pembimbing Pendamping: Sofyan Triana, ST., MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V.1 TINJAUAN UMUM Dalam Bab ini, akan dievaluasi tanah dasar, lalu lintas, struktur perkerasan, dan bangunan pelengkap yang ada di sepanjang ruas jalan Semarang-Godong. Hasil evaluasi

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA (RUAS JALAN KRASAK PRINGAPUS) KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR

PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA (RUAS JALAN KRASAK PRINGAPUS) KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR digilib.uns.ac.id PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA (RUAS JALAN KRASAK PRINGAPUS) KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Ahli

Lebih terperinci

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000 Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Gambar Situasi Skala 1:1000 Penentuan Trace Jalan Penentuan Koordinat PI & PV Perencanaan Alinyemen Vertikal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dasar Perencanaan Geometrik 2.1.1 Pengertian Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang dititik beratkan pada alinyemen horizontal dan alinyemen

Lebih terperinci

BAB II1 METODOLOGI. Berikut ini adalah bagan alir (Flow Chart) proses perencanaan lapis

BAB II1 METODOLOGI. Berikut ini adalah bagan alir (Flow Chart) proses perencanaan lapis BAB II1 METODOLOGI 3.1 Kriteria dan Tujuan Perencanaan Dalam dunia civil, salah satu tugas dari seorang civil engineer adalah melakukan perencanaan lapis perkerasan jalan yang baik, benar dan dituntut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan Geometrik Jalan Raya 2.1.1 Umum Perencanaan geometrik adalah bagian dari perencanaan jalan dimana bentuk dan ukuran yang nyata dari suatu jalan yang direncanakan beserta

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Klasifikasi Jalan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Klasifikasi Jalan BAB III LANDASAN TEORI A. Klasifikasi Jalan Jalan raya di Indonesia dapat diklasifikasikan murut fungsi jalan, kelas jalan,status jalan yang ditetapkan berdasarkan manfaat jalan, arus lalu lintas yang

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Geometrik. Tabel 5.1 Spesifikasi data jalan berdasarkan TCPGJAK.

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Geometrik. Tabel 5.1 Spesifikasi data jalan berdasarkan TCPGJAK. BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Geometrik Perhitungan geometrik adalah bagian dari perencanaan geometrik jalan yang menitik beratkan pada perencanaan bentuk fisik, sehingga dapat memenuhi

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN BATAS KABUPATEN TAPANULI UTARA SIPIROK (SECTION 2)

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN BATAS KABUPATEN TAPANULI UTARA SIPIROK (SECTION 2) PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN BATAS KABUPATEN TAPANULI UTARA SIPIROK (SECTION 2) LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERANCANGAN PENINGKATAN JALAN SELATAN-SELATAN CILACAP RUAS SIDAREJA - JERUKLEGI

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERANCANGAN PENINGKATAN JALAN SELATAN-SELATAN CILACAP RUAS SIDAREJA - JERUKLEGI LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERANCANGAN PENINGKATAN JALAN SELATAN-SELATAN CILACAP RUAS SIDAREJA - JERUKLEGI Disusun oleh : AGUSTIAN NIM : L2A 000 014 AHMAD SAFRUDIN NIM : L2A 000 016 Disetujui

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perhitungan

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perhitungan BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Perhitungan 1. Data Spesifikasi Jalan Ruas jalan Yogyakarta-Wates Km 15-22 termasuk jalan nasional berdasarkan Keputusan Meteri Pekerjaan Umum No. 631/KPTS/M/2009

Lebih terperinci

BAB III METODA PERENCANAAN

BAB III METODA PERENCANAAN BAB III METODA PERENCANAAN START PENGUMPULAN DATA METODA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU JALAN LAMA METODE BINA MARGA METODE AASHTO ANALISA PERBANDINGAN ANALISA BIAYA KESIMPULAN DAN SARAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Perencanaan Geometrik Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang dititik beratkan pada alinyemen horizontal dan alinyemen vertical sehingga

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Pavement Condition Index (PCI) Pavement Condotion Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perencanaan dan perancangan secara umum adalah kegiatan awal dari rangkaian fungsi manajemen. Inti dari sebuah perencanaan dan perancangan adalah penyatuan pandangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN START Jalan Lama ( Over Lay) Data data sekunder : - Jalur rencana - Angka ekivalen - Perhitungan lalu lintas - DDT dan CBR - Faktor Regional - Indeks Permukaan - Indeks Tebal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Jalan Klasifikasi jalan merupakan aspek penting yang pertama kali harus diidentifikasikan sebelum melakukan perancangan jalan, karena kriteria desain suatu rencana

Lebih terperinci

Dalam perencanaan lapis perkerasan suatu jalan sangat perlu diperhatikan, bahwa bukan cuma karakteristik

Dalam perencanaan lapis perkerasan suatu jalan sangat perlu diperhatikan, bahwa bukan cuma karakteristik PENDAHULUAN Jalan raya memegang peranan penting dalam meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian serta pembangunan suatu negara. Keberadaan jalan raya sangat diperlukan untuk menunjang laju pertumbuhan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN BLITAR - SRENGAT (STA STA ) DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN TUGAS AKHIR

PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN BLITAR - SRENGAT (STA STA ) DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN BLITAR - SRENGAT (STA 3+450 - STA 10+520) DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN TUGAS AKHIR Untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana (Strata-1) Program

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN DRONO NGANOM KECAMATAN NGADIROJO KABUPATEN WONOGIRI

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN DRONO NGANOM KECAMATAN NGADIROJO KABUPATEN WONOGIRI PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN DRONO NGANOM KECAMATAN NGADIROJO KABUPATEN WONOGIRI TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Perencanaan Geometrik 2.1.1 Pengertian Perencanaan Geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang dititik beratkan pada alinymen horizontal dan alinymen

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN. TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALAN LINGKAR SELATAN SEMARANG ( Design of Semarang Southern Ringroad )

LEMBAR PENGESAHAN. TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALAN LINGKAR SELATAN SEMARANG ( Design of Semarang Southern Ringroad ) LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALAN LINGKAR SELATAN SEMARANG ( Design of Semarang Southern Ringroad ) Disusun Oleh : MARIA PARULIAN SITANGGANG L2A3 01 027 TEGUH ANANTO UTOMO L2A3 01 037 Semarang,

Lebih terperinci

ELEMEN PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN

ELEMEN PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN ELEMEN PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN Alinemen Horizontal Alinemen Horizontal adalah proyeksi dari sumbu jalan pada bidang yang horizontal (Denah). Alinemen Horizontal terdiri dari bagian lurus dan lengkung.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar perencanaan geometrik 2.1.1 Pengertian Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang menitik beratkan pada perencanaan bentuk fisik jalan

Lebih terperinci

PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN BANGKALAN BATAS KABUPATEN SAMPANG STA KABUPATEN BANGKALAN PROPINSI JAWA TIMUR

PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN BANGKALAN BATAS KABUPATEN SAMPANG STA KABUPATEN BANGKALAN PROPINSI JAWA TIMUR PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN BANGKALAN BATAS KABUPATEN SAMPANG STA 14+650 18+100 KABUPATEN BANGKALAN PROPINSI JAWA TIMUR Dosen Pembimbing : Ir. CHOMAEDHI. CES, Geo 19550319 198403 1 001 Disusun

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALAN TOL SEMARANG KENDAL

LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALAN TOL SEMARANG KENDAL LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALAN TOL SEMARANG KENDAL Disusun Oleh : RADITYO ARDHIAN PRATAMA L2A000142 RONNY SAGITA L2A000157 Disetujui dan disahkan pada : Hari : Tanggal : Dosen

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO 1993 1 (Studi Kasus Paket Peningkatan Ruas Jalan Siluk Kretek, Bantul, DIY) Sisqa Laylatu Muyasyaroh

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Untuk memenuhi sebagai persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S-1) Diajukan Oleh : ADI SISWANTO

TUGAS AKHIR. Untuk memenuhi sebagai persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S-1) Diajukan Oleh : ADI SISWANTO PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE KONSTRUKSI BERTAHAP PADA RUAS JALAN DURENAN-BANDUNG-BESUKI PADA STA 171+550 182+350 DI KABUPATEN TULUNGAGUNG TUGAS AKHIR Untuk memenuhi sebagai persyaratan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Geometrik Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi

Lebih terperinci

4.1.URAIAN MATERI 1: MERENCANA ALIGNEMEN VERTICAL JALAN

4.1.URAIAN MATERI 1: MERENCANA ALIGNEMEN VERTICAL JALAN 4.1.URAIAN MATERI 1: MERENCANA ALIGNEMEN VERTICAL JALAN Alignemen vertikal jalan diperlukan pada saat arah jalan mengalami pendakian dan penurunan pada posisi arah jalan. Kondisi ini dapat merubah sudut

Lebih terperinci

PENGANTAR PERENCANAAN JALAN RAYA SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006

PENGANTAR PERENCANAAN JALAN RAYA SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006 PENGANTAR PERENCANAAN JALAN RAYA SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006 PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN STANDARD PERENCANAAN Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya No. 13/1970 Direktorat

Lebih terperinci

NOTASI ISTILAH DEFINISI

NOTASI ISTILAH DEFINISI DAFTAR DEFINISI, ISTILAH DAN SIMBOL Ukuran kinerja umum NOTASI ISTILAH DEFINISI C KAPASITAS Arus lalu-lintas maksimum (mantap) yang dapat (smp/jam) dipertahankan sepanjang potongan jalan dalam kondisi

Lebih terperinci

KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM SAMPAI DENGAN KM ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA

KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM SAMPAI DENGAN KM ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM 109+635 SAMPAI DENGAN KM 116+871 ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA DOUBLE TRACK GEOMETRIC INVESTIGATION FROM KM 109+635 UNTIL KM 116+870 BETWEEN CIGANEA

Lebih terperinci

PROYEK AKHIR Perencanaan Dan Teknis Pelaksanaan Perkerasan Jalan Dengan Metode Analisa Komponen Pada Kawasan Alak Kabupaten Kupang.

PROYEK AKHIR Perencanaan Dan Teknis Pelaksanaan Perkerasan Jalan Dengan Metode Analisa Komponen Pada Kawasan Alak Kabupaten Kupang. PROYEK AKHIR Perencanaan Dan Teknis Pelaksanaan Perkerasan Jalan Dengan Metode Analisa Komponen Pada Kawasan Alak Kabupaten Kupang. Oleh Paul Oktavianus Dethan 3109038008 Muhamad Rivai 3109038011 Pembimbing

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Diagram Nilai PCI

Gambar 3.1. Diagram Nilai PCI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Penentuan Kerusakan Jalan Ada beberapa metode yang digunakan dalam menentukan jenis dan tingkat kerusakan jalan salah satu adalah metode pavement condition index (PCI). Menurut

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA.1 Tinjauan Umum Di dalam merencanakan suatu kegiatan atau proyek dibutuhkan dasar teori mengenai hal tersebut. Dasar teori ini diambil dari kajian pustaka yang ada dari bahan-bahan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM KM JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM KM JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM 121+200 KM 124+200 JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR DIDI SUPRYADI NRP. 3108038710 SYAMSUL KURNAIN NRP. 3108038710 KERANGKA PENULISAN BAB I. PENDAHULUAN BAB

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan Geometrik Jalan Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang dititik beratkan pada alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal sehingga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan Geometrik Jalan Raya 2.1.1 Umum Dalam perencanaan jalan raya, bentuk geometriknya harus sedimikian sehingga jalan yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Tebal Perkerasan dengan Metode Analisa Komponen dari Bina Marga 1987 1. Data Perencanaan Tebal Perkerasan Data perencanaan tebal perkerasan yang digunakan dapat

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Tol Pandaan-Malang dengan Jenis Perkerasan Lentur

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Tol Pandaan-Malang dengan Jenis Perkerasan Lentur E69 Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Tol Pandaan-Malang dengan Jenis Perkerasan Lentur Muhammad Bergas Wicaksono, Istiar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut

Lebih terperinci

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 3.1. KENDARAAN RENCANA Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi (termasuk radius putarnya) dipilih sebagai acuan dalam perencanaan geometrik jalan raya.

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN PEMBANGUNAN JALAN RUAS ONGGORAWE MRANGGEN PROPINSI JAWA - TENGAH

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN PEMBANGUNAN JALAN RUAS ONGGORAWE MRANGGEN PROPINSI JAWA - TENGAH PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN PEMBANGUNAN JALAN RUAS ONGGORAWE MRANGGEN PROPINSI JAWA - TENGAH Diajukan Sebagai Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) DISUSUN OLEH : SLAMET RIYADI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN STANDAR PERENCANAAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN STANDAR PERENCANAAN II-1 BAB II LANDASAN TEORI DAN STANDAR PERENCANAAN.1 Pengertian Jalan Tol Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1980 tentang Jalan BAB I Pasal 1 ayat ( h ) menyebutkan : Jalan Tol adalah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kendaraan rencana dikelompokan kedalam 3 kategori, yaitu: 1. kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang,

BAB III LANDASAN TEORI. Kendaraan rencana dikelompokan kedalam 3 kategori, yaitu: 1. kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang, BAB III LANDASAN TEORI 3.1.Kendaraan Rencana Menurut Dirjen Bina Marga (1997), kendaraan rencana adalah yang dimensi dan radius putarnya digunakan sebagai acuan dalam perencanaan geometric jalan. Kendaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Geometrik Menurut Hendarsin (2000) bahwa perencanaan geometrik jalan adalah perencanaan rute dari suatu ruas jalan secara lengkap, meliputi beberapa elemen yang

Lebih terperinci