LEMBAR PERSETUJUAN. Laporan Kerja Praktek dengan judul Evaluasi Kinerja Reboiler E-2 Pada Unit

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LEMBAR PERSETUJUAN. Laporan Kerja Praktek dengan judul Evaluasi Kinerja Reboiler E-2 Pada Unit"

Transkripsi

1 LEMBAR PERSETUJUAN Laporan Kerja Praktek dengan judul Evaluasi Kinerja Reboiler E-2 Pada Unit Sour Water Stripper 840-V2 Hydrocracking Complex (HCC) di PT.PERTAMINA (persero) RU II Dumai Riau oleh Mohd Fajri Amrullah dengan Nomor Induk Mahasiswa , Program Studi S1 Teknik Fakultas Universitas Riau, telah diperiksa dan disetujui oleh Dosen Pembimbing. Pekanbaru, Mei 2016 Ketua Program Studi S-1 Teknik Kimia Dosen Pembimbing Zulfansyah, ST., MT NIP Drs. Syamsu Herman, MT NIP Mengetahui, Ketua Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau Dr. Ir. Bahruddin, MT NIP

2 LEMBAR PENGESAHAN EVALUASI KINERJA REBOILER E-2 PADA UNIT SOUR WATER STRIPPER 840-V2 HYDROCRACKING COMPLEX (HCC) 15 Maret- 30 April 2016 Disusun Oleh Nama NIM : Mohd Fajri Amrullah : Mengetahui, Menyetujui, Lead of Process & Engineering Menyetujui, Pembimbing Kerja Praktek Senior Officer BP Refinery / Unit HR RU II Ismal Gamar Esti Budi Utami Mona Silvia

3 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapangan di PT. Pertamina (Persero) RU II Dumai. Judul tugas khusus adalah Evaluasi Kinerja Reboiler E-2 Pada Unit Sour Water Stripper 840-V2 Hydrocracking Complex (HCC). Dalam pelaksanaan praktek kerja lapangan dan penyusunan laporan, penyusun mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat kepada penulis, salah satunya nikmat sehat sehingga penulis bisa menyelesaikan laporan ini. 2. Kedua orangtua dan keluarga yang selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis. 3. Bapak Drs, Syamsu Herman, MT. Selaku Dosen Pembimbing Kerja Praktek di Universitas Riau. 4. Bapak Drs. Irdoni, HS, MS. Selaku Kordinator Kerja Praktek di JurusanTeknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau. 5. Ibu Esti Budi Utami, selaku Senior Officer BP Refinery / Unit HR RU II Dumai. 6. Bapak Ismal Gamar, selaku Lead of Process & Engineering RU II Dumai. 7. Kakak Mona Silvia, selaku Pembimbing Kerja Praktek penulis di Pertamina RU II Dumai. 8. Pak Asri yang telah memberikan pengarahan dan semangat kepada penulis selama di diklat. 9. Seluruh pegawai dan mitra kerja Pertamina atas keramah tamahannya kepada penulis. 10. Seluruh karyawan yang berada di bagian Process & Engineering atas keramahtamahannya, bimbingannya, dan dukungan moril kepada penulis. 11. Rekan-rekan Kerja Praktek yang berada di bagian Process & Engineering yang banyak membantu dan memberi kontribusi yang signifikan kepada penulis yaitu

4 Febiran Adhitya, Fadlillahi Hafiz, Peter, Genardus Oktavri, M. Wahyu Nugraha, Wahyu Mey R, Subkhan Maulana dari Universitas Riau (UNRI), Edo Ivanda, Yuda Lubose dari Universitas Pembangunan veteran Nasional Yogyakarta (UPN), Riska, Ajeng, Yessie dari Universitas Negeri Semarang (UNNES), Idun, Didit, Farouk dari Universitas Diponegoro (UNDIP). Mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan Laporan ini. Semoga dapat menambah pengetahuan pembaca mengenai proses kilang minyak bumi dan gas di PT. Pertamina RU II Dumai. Dumai, 30 April 2016 Penyusun (Mohd Fajri Amrullah)

5 BAB I PENDAHULUAN 1.1 PT. Pertamina RU II Dumai Pada tahun 1960, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengeluarkan kebijaksanaan, bahwa penambangan minyak dan gas bumi hanya dilaksanakan oleh Negara. Pihak asing yang terlibat di dalamnya hanya berdasarkan kontrak. Dua perusahaan dibentuk pada zaman transisi. Pertamina yang diberikan wewenang dan tanggung jawab untuk administrasi, manajemen, dan pengawasan terhadap kerja sama di bidang eksplorasi dan produksi. Permina juga mendapat tanggung jawab untuk mengatur proses distribusi minyak bagi kepulauan Indonesia. Tenaga ahli di bidang perminyakan agar terpenuhi kebutuhannya, Pertamina mendirikan sekolah Kader Teknik di Brandan. Pada tahun 1962 didirikan Akademi Perminyakan di Bandung. Tahun 1968, untuk mengkonsolidasi industri perminyakan dan gas, manajemen, eksplorasi pemasaran, dan distribusi, maka dua perusahaan Permina dan Pertamina menjadi PT. Pertamina. Industri ini mengoperasikan dua buah kilang, kapasitas total sekitar 180 MBSD, sebagai berikut: a. Kilang Minyak Putri Tujuh Dumai, dengan kapasitas 120 MBSD b. Kilang Minyak Sei Pakning, dengan kapasitas 50 MBSD Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama Pertamina Nomor 334/KPTS/DM/1967, dibangun kilang minyak Pertamina Unit Pengolaham II pada bulan April Pembangunan ini merupakan hasil kerja sama Pertamina dengan Far East Sumitomo Jepang, atas perjanjian Turn Key Project. Pelaksanaan teknis pembangunan dilakukan oleh kontraktor asing, yaitu Ishikawajima Harima Heavy Industries (IHI) yang membangun perrmesinan dan instalasi serta TAISEI Contruction Co yang membangun kontruksi kilang minyak RU II Dumai. Pada tahun 1972, Kilang Putri Tujuh mengalami perluasan untuk mengolah

6 bottom product menjadi bensin premium dan komponen mogas dengan mendirikan unit-unit baru seperti: a. b. c. d. Platforming Unit Naphtha Rerun Unit Hydrogen Unit Mogas Component Blending Plant Setelah proyek perluasan selesai di bangun, kilang baru ini di resmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 16 Februari Proyek ini mencakup beberapa proses dengan teknologi tinggi, yang terdiri dari unit-unit proses sebagai berikut: 1. High Vacuum Distillation Unit (110) 2. Delayed Coking Unit (140) 3. Coke Calciner Unit (170) 4. Naphtha Hydrotreating Unit (200) 5. Hydrocracker Unibon (211/212) 6. Distillate Hydrotreating Unit (220) 7. Continous Catalyst Regeneration- Platforming Unit (300/310) 8. Hidrobon Platforming Unit /PL-I (310) 9. Amine LPG Recovery Unit (410) 10. Hydrogen Plant (701/702) 11. Sour Water Stripper Unit (840) 12. Nitrogen Plant (940) 13. Fasilitas penunjang operasi kilang (utilitas) 14. Fasilitas tangki penimbun dan dermaga baru Kilang minyak Sei Pakning dibangun pada tahun 1968 oleh Refining Associater (Canada) Ltd atau Refican dan selesai pada tahun 1969 dengan kapasitas desain 25 MBSD. Beberapa sejarah kilang Sei Pakning adalah: 1. Penyerahan kilang dari pihak Refican pada Pertamina pada tahun Peningkatan kapasitas produksi menjadi 35 MBSD pada tahun Peningkatan kapasitas produksi menjadi 40 MBSD pada tahun Peningkatan kapasitas produksi menjadi 50 MBSD pada tahun 1982

7 Beberapa jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) yang telah diproduksi oleh kilang Pertamina RU II Dumai adalah : a. Premium-88 b. Aviation Turbin (AVTUR) c. Kerosene d. Automotive Diesel Oil (ADO) Sedangkan Produk non BBM antara lain: a. LPG b. Green Coke c. Produk lain Tabel 1.1 Produk dan Kapasitas Kilang No Produk Kapasitas 1 Fuel Gas LPG Premium Avtur Kerosene Automative Diesel Oil Low Sulphur Wax Residue Coke Lokasi PT. Pertamina RU II Dumai Pertamina RU II terletak di kota Dumai, yang berjarak 180 km dari kota Pekanbaru di tepi pantai Timur Sumatera, Provinsi Riau. Sebelah utara kilang berbatasan dengan Pulau Rupat, sebelah selatan merupakan perkampungan penduduk, sebelah barat terdapat perkantoran dan perumahan karyawan (sekitar 8 km dari kilang), dan sebelah timur terdapat perumahan penduduk. Kota Dumai

8 dipilih sebagai lokasi kilang minyak disebabkan oleh beberapa faktor yang menguntungkan, yaitu: a. Terletak di tepi pantai (selat Rupat) yang memiliki perairain yang tenang dan luas sehingga dapat dikunjungi oleh kapal-kapal berat dan supertanker, serta merupakan persimpangan lalu lintas dari barat ke timur. b. Letaknya berdekatan dengan daerah pengeboran minyak yang merupakan bahan baku kilang dan tedapat PT. Caltex Pasific Indonesia sebagai penyalur crude oil. c. Daerah Dumai merupakan daerah dataran rendah dan cukup stabil sehingga aman untuk mendirikan dan memperluas kilang. d. Daerah Dumai masih memiliki banyak hutan, sehingga memungkinkan perluasa daerah maupun pengembangan pabrik. e. Daerah Dumai merupakan daerah dengan kepadatan penduduk yang rendah, sehingga diharapkan dapat membantu pemerintah dalam program pemerataan penyebaran penduduk. f. Tanah Dumai merupakan tanah yang kurang subur, sehingga tidak merugikan apabila mendirikan kilang. 1.3 Garis Besar Proses Pengolahan Crude Oil Minyak mentah diproses dijadikan minyak jadi diperlukan proses fisika dan kimia untuk mengolahnya. Proses produksi dimulai dari proses penerimaan minyak mentah (Crude Oil). Kilang pertamina pada desain awalnya hanya mengolah minyak mentah jenis Sumatera Light Crude (SLC). Kemudian setelah dievaluasi mulai mengolah Minas Crude Oil/Sumatra Light Crude (SLC) sebesar 80-85% volum, Duri Crude oil (DCO) dan Mudi Crude Oil sebesar 15-20% volume yang diperoleh dari PT. Chevron Pasific Indonesia melalui sistim perpipaan. Selanjutnya minyak diolah dalam dua tahap pengolahan. Pada pengolahan tahap I (Primary Processing), setelah diendapkan airnya, minyak mentah didistilasi dalan Crude Distilation Unit (CDU). Produk yang diperoleh yaitu Naftha (8.2%), Kerosene (16.0%), Solar (17.8%), Gas (0.6%), dan Long Residue (57.2%) serta Losses (0.2%). Pada tahap I perolehan BBM masih

9 sedikit, maka diperlukan pengolahan tahap II untuk mengubah Long Residue menjadi BBM. Pengolahan Tahap II (Secondary Processing), dimulai dengan distilasi vakum long residue di High Vacuum Unit (HVU). Produk distilasi HVU adalah Solar, Heavy Vacuum Gas Oil (HVGO), Light Vacuum Gas Oil (LVGO) dan Short Residue. HVGO dan short residue masih perlu direngkah untuk dijadikan BBM. HVGO direngkah secara katalitik dalam Hydrocracker Unibon (HCU) dengan menggunakan katalis dan hidrogen pada tekanan tinggi. HVGO direngkah menghasilkan LPG, Naftha, Kerosin, Avtur, dan Solar. Pada bagian lain, yaitu short residue direngkah secara termal dalam Delayed Cooking Unit (DCU). Pada DCU short residue dipanaskan hingga 500 C agar terengkah menjadi LPG, Naftha, Solar dan Coke. Produk-produk yang dihasilkan berkualitas rendah, sehingga perlu di treating sebelum dipasarkan. Selanjutnya, untuk menghasilkan bensin, memerlukan proses Platforming. Produk Naftha dari CDU, dan HCU merupakan komponen bensin, namun masih memiliki angka oktan yang rendah. Oleh karena itu, nafta harus diolah pada platforming Unit (PL) untuk menghasilkan komponen bensin beroktan tinggi. Pada proses ini membutuhkan katalis. Katalis yang digunakan yaitu katalis platina. 1.4 Ruang Lingkup Kerja Praktek Ruang lingkup kerja praktek di PT. Pertamina RU II Dumai di tempatkan pada bagian PE (Eng & Dev). Depatemen ini merupakan bagian proses engineering seluruh unit pengolah Crude Oil. Sedangkan tugas khusus yang diberikan di unit SWS (Sour Water Stripper) Hydrocracking Complex (HCC) dengan melakukan evaluasi reboiler E-2 melalui simulasi Hysys dan perhitungan fouling factor. 1.5 Tujuan Kerja Praktek Tujuan Kerja Praktek yang dilaksanakan di Pertamina Refinery Unit II Dumai: a. Memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan S-1 jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau.

10 b. Mendapatkan gambaran nyata pengoperasian sistem proses dan utilitas untuk pengolahan minyak dan gas bumi. c. Memahami dan dapat menggambarkan pola inti proses produksi pada Pertamina Refinery Unit II Dumai, meliputi: 1. Bahan baku utama maupun penunjang 2. Proses yang terjadi 3. Produk yang dihasilkan, meliputi produk utama, produk samping, energi, dan limbah untuk industri proses pengolahan minyak dan gas bumi. 1.6 Pelaksanaan Kerja Praktek Kerja praktek dilaksanakan di Pertamina RU II Dumai pada bagian PE (Eng & Dev) dari tanggal 15 Maret s.d 30 April 2016 dengan alokasi waktu sebagai berikut: 1. Pembekalan kerja praktek dengan Overview seluruh unit produksi dan pendukung pada tanggal 1 April s/d 5 April Pertemuan dan perkenalan pembimbing lapangan dengan Mahasiswa di setiap bagian yang sudah ditetapkan, serta penyusunan jadwal kegiatan kerja praktek selama di kilang. 3. Kunjungan ke kilang untuk seluruh unit produksi di Pertamina RU II Dumai yang dilaksanakan pada tanggal 6 April s.d 15 April 2016, meliputi: HSC (HydroSkimming Complex) Production HCC (HydroCracking Complex) Production HOC (Heavy Oil Complex) Production Utilities Production OM (Oil Movement) Production Laboratory Production 4. Orientasi khusus yang meliputi studi literatur, pengumpulan data, dan pembuatan laporan, presentasi serta pengesahan dan kegiatan administrasi dari tanggal 16 Maret s.d 29 April 2016.

11

12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Bumi Definisi Minyak Bumi Minyak Bumi atau minyak mentah merupakan cairan kompleks yang disusun berbagai macam zat kimia organik yang berubah secara alamiah dan tersimpan dalam lapisan bumi selama ribuan tahun lamanya. Material ini ditemukan dalam jumlah besar dibawah permukaan bumi dan digunakan sebagai bahan bakar atau sebagai bahan mentah dalam berbagai industri kimia Karakteristik Minyak Bumi Komposisi kimia minyak bumi pada dasarnya adalah hidrokarbon. Meskipun demikian sejumlah kecil belerang dan senyawa oksigen sering terdapat dalam minyak bumi. Kandungan senyawa belerang bervariasi, mulai kisaran 0.1 sampai dengan 0.5% berat. Minyak bumi mengandung gas, cairan, dan elemen-elemen padat. Reliabilitas minyak bumi bervariasi mulai dari cairan setipis bensin hingga cairan yang cukup tebal dan sulit mengalir Komposisi Minyak Bumi Komposisi kimia dan sifat-sifat fisik minyak mentah sangat bervariasi, tapi komposisis elementalnya pada umumnya tetap, yaitu:

13 Tabel 2.1 Komposisi Elemental Minyak Mentah Komposisi Carbon Persentase (%) (C) Hydrogen (H) Sulfur (S) 0-3 Nitrogen (N) 0-1 Oksigen (O) 0-2 Berikut adalah senyawa-senyawa yang terdapat pada minyak bumi: Tabel 2.2 Senyawa Dalam Minyak Bumi Senyawa Hidrokarbon Senyawa non-hidrokarbon 1. Seri Parafin (CnH2n+2) 2. Seri Olefin atau Etilen (CnH2n) 3. Seri Naften (CnH2n) 4. Seri Aromatik (CnH2n-6) Senyawa sulfur Senyawa Nitrogen Senyawa Oksigen Senyawa Logam Garam-garam Karbondioksida Asam Naftalen Spesific Gravity Density (Sg) Minyak Bumi Tabel 2.3 Specific Gravity Density (Sg) Minyak Bumi Jenis Minyak Bumi Ringan SG (60/60 F) Medium Ringan Medium Berat Berat Sangat Berat API Gravity Minyak bumi memiliki rentang API, namun pada umumnya berkisar antra API

14 2.1.5 Sifat Kimia dan Fisika Produk Minyak Bumi LPG (Liquified Petroleum Gas) A. RVP (Reid Vapor Pressure) RVP menunjukkan kandungan fraksi ringan (C2) yang terdapat dalam LPG. Kadar C2 maksimum yang diijinkan adalah 0,2% volume. B. Kandungan Fraksi C5 dan Fraksi yang lebih berat Kandungan i-c5, n-c5, dan fraksi yang lebih berat dalam LPG maksimum 2% volum. Apabila kadungan fraksi tersebut melebihi 2% volume, maka nilai kalor LPG menjadi lebih rendah dari yang seharusnya Bensin A. Octane Number (ON) Octane Number atau bilangan oktan adalah tolak ukur kualitas antiknocking bensin. Knocking atau peletupan prematur adalah peledakan campuran uap bensin dan udara dalam silinder mesin Otto sebelum busi menyala, dimana peristiwa ini mengurangi daya mesin tersebut. Bensin premium mempunyai spesifikasi bilangan oktan minimum 88, Pertalite 90 minimum dan Pertamax plus minimum 95. B. Engine Deposit Deposit yang terbentuk dalam ruang pembakaran dipengaruhi oleh angka oktan bensin, sehingga tedensi pembentukan deposit merupakan faktor yang sangat penting Kerosene A. Smoke Point (Titik Asap) Tolak ukur pembakaran kualitas kerosene adalah kemampuan untuk terbakar tanpa menghasilkan asap. Smoke Point adalah tinggi nyala maksimal yang dapat dihasilkan oleh pembakaran kerosene tanpa membangkitkan asap

15 hitam. Tolak ukur ini berhubungan dengan kadar senyawa aromatik, makin tinggi kadar senyawa aromatik, makin rendah titik asapnya. Kerosene yang baik memiliki titik asap minimal 17 mm. B. Flash Point Flash point adalah temperatur terendah yang membuat uap diatas minyak mulai berkilat saat disodori api kecil Jet Fuel (Bahan Bakar Pesawat Jet) A. B. C. D. Smoke Point, nilai minimum yang diperbolehkan 25 mm. Flash Point, nilai minimum yang diperbolehkan 38 C Rentang Pendidihan/Distilasi Titik Beku (Freezing Point) Minyak Diesel atau Solar Dalam mesin diesel peletupan dapat terjadi, hal tersebut disebabkan karena nyala minyak diesel panas yang disemprotkan kedalam silinder yang berisi udara panas bertekanan. Oleh karena itu, minyak diesel diharapkan memiliki kecenderungan cukup kuat untuk menyala sendiri. Tolak ukur kualitas ini adalah bilangan etana. 2.2 Proses Pengolahan Minyak Bumi Pengilangan minyak bumi berfungsi untuk mengubah atau mengkonversikan minyak mentah dengan berbagai proses menjadi suatu produk yang ekonomis dan dapat dipasarkan. Proses pengolahan dalam kilang minyak bumi dapat dikategorikan sebagai berikut: a. Pengolahan Pertama (Primary Process) Proses pengolahan pertama yang utama adalah distilasi atmosferik, distilasi vakum, ekstraksi, adsorpsi, dan kristalisasi. b. Pengolahan Lanjut (Secondary Process) Proses pengolahan lanjut yang utama adalah perekahan termis, dan katalitis (thermal/catalytic cracking), hydrocracking, pengubahan termis dan katalitis

16 (thermal/catalytic performing), polimerisasi dan alkilasi. c. Proses Treating Proses Treating yang utama, yaitu Hydrotreating, mercaptan oxidation, acid/caustic treating, doctor treating dan amine treating. Reaksi-reaksi yang terjadi pada pengolahan minyak bumi: 1. Desulfurisasi Keberadan sulfur pada umpan platforming dapat mengganggu selektifitas dan stabilitas katalis. Kandungan maksimum yang diizinkan 0.5 ppm (sering digunakan 0.2 ppm). Reaksi desulfurisasi berlangsung baik pada temperatur C dan sulfur terpisah dalam bentuk H2S. 2. Denitrifikasi Kandungan nitrogen maksimum adalah 0.5 ppm, dimana kelebihan kandungan nitrogen akan menganggu recycle gas dan kestabilan pada aliran overhead akibat pembentukan NH4Cl. 3. Hidrogenasi Olefin Olefin menganggu kestabilan temperatur dalam platformer karena akan terpolimerisasi dan menyebabkan fouling dalam reaktor dan unit HE. Selain itu senyawa ini akan menimbulkan endapan karbon pada katalis. 4. Penghilangan Senyawa Oksigen Oksigen yang berada dalam bentuk senyawa phenol dapat menyebabkan fouling pada reaktor dan unit HE. 5. Dekomposisi Halida Dekomposisi senyawa halida jauh lebih sedikit dibandingkan dekomposisi sulfur. Senyawa halida maksimum yang dapat dihilangkan hanya sampai 90%, namun sulit tercapai pada kondisi reaksi desulfurisasi. 6. Penghilangan Senyawa Logam Logam yang terkandung antara lain logam arsenik, besi, fosfor, silikon, timah, tembaga, dan natrium. Logam-logam ini akan terkumpul dan melekat pad katalis, sehingga katalis perlu diganti apabila kandungan logam telah

17 mencapai 2% berat katalis. Senyawa logam dapat dihilangkan, yaitu reaktor harus berada pada temperatur hingga 315 C. 7. Proses Pengubahan Struktur Molekul (Reforming Katalitik) Reformasi katalitik adalah perubahan struktur molekul yang diperlancar dengan bantuan katalis. Proses ini merubah naphta dan bensin yang memiliki rentang titik didih C dan berbilangan oktan rata-rata dibawah 60 C. menjadi bensin berbilangan oktan 85. Karena komponen aktif katalis adalah platina, maka salah satu prosses reforming katalik yang terkenal bernama platforming. Reaksi-reaksi penting yang terjadi pada proses reforming katalitik adalah sebagai berikut: a. Dehidrogenasi nafta menjadi aromatik b. Isomerisasi nafta c. Dehidrosiklisasi d. Hydrocacking parafin berantai panjang 8. Proses Kombinasi Molekul Molekul-molekul dihrokarbon yang molekulnya kecil digabungkan menjadi senyawa yang bermolekul agak besar dan memiliki titik didih pada rentang yang diinginkan. Jika senyawa yang dirangkai adalah dari molekul yang sama, maka prosesnya diberi nama polimerisasi. Jika yang digunakan adalah molekul alkane ke molekul hidrokarbon tak jenuh, maka nama prosesnya adalah alkilasi. 9. Steam Reforming Secara umum reaksi yang terjadi adalah, reaksi penggeseran CO, absorbsi CO2, dan reaksi metanasi

18 BAB III DESKRIPSI PROSES DAN INSTRUMENTASI Berdasarkan jenis bahan baku serta proses yang terjadi di dalamnya, proses pengolahan umpan berupa minyak mentah yang masuk ke kilang PT. PERTAMINA (Persero) RU-II Dumai terbagi ke dalam tiga area proses. Ketiga area proses tersebut adalah : Proses I : HSC (Hydro Skimming Complex) 2. Proses II : HCC (Hydro Cracking Complex) 3. Proses III : HOC (Heavy Oil Complex) Proses I : HSC (Hydro Skimming Complex) Hydro Skimming Complex (HSC) meliputi kilang lama (existing plant) dan kilang baru (new plant). HSC ini terdiri dari pengolahan tingkat pertama (primary process) dan pengolahan tingkat kedua (secondary process). Pada pengolahan tingkat pertama fraksi-fraksi minyak bumi dipisahkan secara fisika kemudian pengolahan tingkat kedua dilakukan untuk menyempurnakan produk dari pengolahan tingkat pertama. Unit-unit yang terdapat dalam HSC meliputi: 1. Primary Unit : Crude Distillation Unit (CDU)/Topping Unit/Unit 100 Naphtha Rerun Unit (NRU)/Unit Secondary Unit Hydrobon Platforming Unit (PL-I)/Unit 301Naphtha Hydrotreating Unit (NHDT)/Unit 200 Platforming II (PL-II)-Unit 300 Continuous Catalyst Regeneration (CCR)-Platforming II (PL-II)/Unit Crude Distillation Unit (CDU)/Topping Unit-Unit 100 Unit ini berfungsi memisahkan minyak mentah (crude oil) atas fraksi-fraksinya berdasarkan perbedaan titik didih masing-masing pada tekanan 1 atm. Proses

19 pemisahan yang digunakan berupa distilasi atmosferik dengan temperatur aliran masuk kolom distilasi sebesar 330oC. Kapasitas pengolahan unit CDU di kilang PT. PERTAMINA (Persero) RU-II Dumai hingga saat ini adalah sebesar 127 MBSD, dengan kapasitas total pada perancangan sebesar 130 MBSD. Umpan minyak mentah yang diolah oleh kilang Dumai berasal dari Minas Crude Oil/Sumatra Light Crude (SLC) sebesar 80-85% volum, Duri Crude oil (DCO) dan Mudi Crude Oil sebesar 15-20% volume. Sementara kilang yang berada di Sungai Pakning mengolah umpan minyak mentah sebanyak 50 MBSD dengan komposisi umpan 90% volume Duri Crude Oil dan sisanya minyak dari sumber lain (mixing oil). Produk yang dihasilkan unit ini berupa Off gas, Naptha, Light Gas Oil(LGO), Heavy Gas Oil (HGO), dan Long Residu. Off gas dapat digunakan sebagai fuel gas sementara sisanya dibakar di Flare, sebagian naptha diambil sebagai produk, sedangkan sisanya diumpankan ke NRU (Naphtha Rerun Unit) untuk diolah lebih lanjut. LGO dan HGO diambil sebagai produk untuk komponen campuran Automotive Diesel Oil (ADO), sedangkan Long Residu sebagian besar diumpankan ke HVU (Heavy Vacum Unit) untuk diolah lebih lanjut dan sisanya diambil sebagai komponen campuran Low Sulfur Waxy Residu (LSWR) yang dapat digunakan dalam fuel oil ataupun dijual sebagai umpan industri lainnya. Fraksi-fraksi crude oil yang dihasilkan antara lain : a. Gas 0.5% volume on feed sebagai bahan bakar kilang. b. Straight Run Naphtha 7,75% volume on feed diolah lebih lanjut di NRU. c. Kerosene 15,7% volume on feed merupakan produk jadi light gas oil volume on feed sebagai komponen kerosene dan automotive diesel oil (ADO). d. Heavy Gas Oil (HGO), komponen ADO 11,05% volume on feed. e. Long residu 56% volume on feed sebagai bahan bakar kilang. f. Kapasitas design pengolahan unit ini sebesar BBL/hari. Tabel 3.1 Trayek Didih Produk CDU (LGO) 9%

20 No Produk Trayek didih, 0C LPG Naphtha Kerosene LGO HGO LSWR < >350 Crude oil yang akan diolah di CDU dipompakan oleh pompa 100-P-1 A/B/C dari tangki penyimpanan. Crude oil dialirkan ke dalam serangkaian heat exchanger (100-E-1 s.d 7) untuk dipanaskan oleh aliran produk. Fungsi preheater ini adalah, Meringankan beban heater 100-H-1 dalam memanaskan crude sampai ke temperatur pemisahan yang diinginkan. Mengurangi kebutuhan utilities untuk mendinginkan produk ke tangki. Untuk pengaturan pemanasan, bisa dilakukan dengan mengatur laju alir media pemanas dari panel dengan mengatur laju alir media pemanas kerosin, LGO, dan HGO produk. Jika terjadi kenaikan aliran crude oil, maka jumlah media pemanas yang digunakan bisa ditambah untuk mencapai temperatur outlet exchanger ke 100H-1 yang sama. Temperatur outlet exchanger dimonitor untuk mengetahui tingkat kinerja exchanger. Jika temperatur yang dapat dicapai menurun, maka ada indikasi HE mulai kotor oleh fouling, dan harus dilakukan cleaning. Indikator lain yang selalu di monitor adalah tekanan outlet exchanger. Indikator ini berfungsi sebagai pengaman exchanger dan heater 100-H-1 dari overpressure akibat tingginya kandungan air dalam crude oil. Selama pemanasan di exchanger, air yang terkandung dalam crude akan menguap dan berekspansi sehingga menaikkan tekanan. Nilai tekanan diharapkan tidak lebih dari 17 kg/cm2. Di lapangan, untuk melindungi HE dari overpressure, line outletcrude oil pada HE dilengkapi dengan Pressure Savety Valve (PSV). Kandungan air di tiap tangki crude berbeda. Oleh karena itu, panel selalu memonitor crude oil yang digunakan dari tangki mana (tarik full atau tarik gandeng

21 dari dua tangki) dan kandungan airnya. Jika kandungan air dari crude oil yang digunakan terlalu tinggi (diharapkan kurang dari 0,5%-vol), maka tindakan yang diambil adalah dengan mengurangi jumlah intake feed agar tekanan di exchanger tidak melonjak dan beban dapur tidak meningkat. Namun, dengan turunnya intake crude, maka akan mengurangi produk dan feed untuk unit lain. Oleh karena itu, tindakan ini perlu dikoordinasikan dengan unit lain. Di 100-H-1, crude oil dari exchanger masuk dalam 8 pass yang alirannya dikontrol oleh FC-102 s.d FC-109. Saat ini, posisi kontrol aliran crude inlet 100-H-1 dibuat manual dengan bukaan yang disesuaikan agar flow (laju alir) balance.crude dinaikkan temperaturnya sampai 330oC agar pemisahan di 100-T-1 berlangsung dengan baik. Control fuel yang digunakan pada 100-H-1 saat ini adalah control fuel oil. Jumlah fuel oil dikendalikan dari tekanannya, sehingga jika bukaan control valve terlalu besar dapat menyebabkan tekanan fuel oil turun dan dapat mempengaruhi bentuk flame pada burner. Diharapkan, tekanan fuel oil memiliki nilai antara 24kg/cm2 agar bentuk flame bagus dan tidak menyentuh tube. Oleh karena itu, untuk pengaturan fuel oil biasanya dikombinasikan dengan pengaturan bukaan valve fuel oil di lapangan.kenaikan fuel oil juga diiringi dengan penambahan atomizing steam. Trip sistem di 100-H-1 menerima sinyal dari Pass 1 (FC-102), Pass3 (FC-104), Pass 5 (FC-106), dan Pass 7 (FC-108). Jika keempat Pass ini terindikasi too low flow, maka selenoid akan jatuh dan heater akan trip untuk mencegah terjadinya kerusakan pada tube. Jika hanya satu atau dua yang terindikasi low flow, alarm akan berbunyi dan segera dilakukan tindakan untuk mengatur bukaan control valve crude inlet. Jika aliran belum tercapai, dapat dibantu dengan bukaan valve bypass. Kemudian, crude yang telah dipanaskan masuk ke 100-T-1 untuk difraksinasi menjadi beberapa fraksi berdasarkan perbedaan rentang titik didihnya. Proses fraksinasi dilakukan pada tekanan atmosferik dan temperatur sekitar 330 oc.fraksi Crude oil yang diperoleh antara lain Overhead gas yang nanti dipisahkan menjadi Offgas dan naphtha, kerosene, Light Gas Oil (LGO), Heavy Gas Oil (HGO), dan

22 Residu sebagai produk bottom. Pemisahan di 100-T-1 juga dibantu dengan menggunakan stripping steam untuk menurunkan tekanan parsial fraksi ringan sehingga lebih mudah menguap. Kolom 100-T-1 juga dilengkapi dengan pumparoundreflux untuk menjaga temperatur pemisahan di side draw. Aliran overhead gas didinginkan oleh kondesor 100-E-8 dengan media sea water sehingga menjadi aliran dua fasa dan kemudian ditampung di 100-D-1. Fasa cair adalah naphtha yang dipompakan oleh 100-P-2 A/B sebagian ke tangki dan sebagian lagi kembali ke kolom sebagai refluks yang berfungsi untuk menjaga temperatur top kolom 100-T-1. Fasa gas dialirkan ke suction JoyCompressor 100-C-1 A/B untuk kemudian dialirkan ke Fuel Gas System dan sejumlah kecil dibuang ke flare untuk menjaga tekanan kolom 100-T-1. Fraksi kerosene, LGO, dan HGO dari 100-T-1 masuk ke Stripper 100-T-2 A/B/C untuk dimurnikan dari fraksi-fraksi ringan yang terikut. Kemudian, dialirkan ke preheater untuk didinginkan dan dialirkan ke tangki penyimpanan. Residu sebagai produk bottom sebagian dialirkan ke 100-H-2 oleh 100-P-9 untuk direboil dan dikembalikan ke kolom 100-T-1 untuk menjaga temperatur pemisahan di flash zone dan memperbanyak kontak uap-cair agar pemisahan lebih tajam. Sisa residu dipompakan oleh 100-P-6 A/B untuk diolah di Heavy Vacuum Unit dan sebagian disimpan di tangki Naphtha Rerun Unit (NRU)-Unit 102 Unit ini berguna memisahkan fraksi ringan dari straight run naphtha pada topping unit menjadi Light Naphtha dan Heavy Naphtha serta gas untuk bahan bakar kilang (feed gas). Light Naphtha tersebut disebut juga dengan istilah Low Octane Mogas Component(LOMC)yang tidak mengandung olefin atau banyak mengandung parafin. Light Naphtha yang dihasilkan digunakan sebagai blending component premium dengan jarak titik didih 30-80oC, sedangkan Heavy Naphtha digunakan sebagai umpan Hydrobon Platforming Unit dengan jarak titik didih oC. Prinsip dasar proses ini sama dengan Topping Unit yaitu pemisahan berdasarkan titik didih.

23 Naphtha Rerun Unit (NRU) merupakan unit yang berfungsi memisahkan naphta produk CDU menjadi Light Naphtha dan Heavy Naphtha melalui proses distilasi. Light naphtha memiliki rentang titik didih 30-80oC sedangkan heavy naphtha oC. Light Naphtha diambil sebagai produk yang langsung disimpan ke dalam tangki, sedangkan Heavy Naphtha akan menjadi umpan untuk pengolahan lebih lanjut dalam unit Hydrobon Platforming (PL-1). Kedua komponen ini nantinya menjadi komponen yang digunakan dalam proses blending premium. Kapasitas pengolahan NRU sebesar 8 MBSD dengan umpan nafta yang dihasilkan oleh CDU, baik dari kilang Dumai maupun kilang Sungai Pakning. Produksi dari unit antara lain: Gas, sebagai bahan bakar kilang (feed gas). Off gas yang digunakan sebagai fuel gas atau dibuang ke flare Light Naphtha, sebagai Low Octane Mogas Component (LOMC) Heavy Naphtha, sebagai umpan Hydrobon Platforming unit(pl-i). Naptha dari tangki ditarik dengan pompa NR P-1 dan dialirkan ke heat exchanger (HE) ke tower T-1. Bottom produk dipompa dengan pompa P-2 kembali ke HE yang semula berfungsi untuk memanfaatkan panas, kemudian dilanjutkan ke cooler dan diperoleh hasil Heavy Naptha. Sebagian dari bottom produk dikembalikan ke kolom yang sebelumnya masuk di boiler. Dari atas kolom, gas dimasukkan ke kondensor dan cairannya ditampung dalam drum D-1 kemudian dipompakan kembali ke atas kolom dan sebagian didinginkan pada cooler dan hasilnya diperoleh sebagai Light Naptha. Gas masuk ke condenser, liquidnya ditampung dalam drum D-1 dan dikembalikan ke top splitter dengan pompa untuk sirkulasi saja Naphtha Hydrotreating Unit (NHDT)-Unit 200 Naphtha Hydrotreating Unit (NHDT) berfungsi menghilangkan impurities seperti sulfur, oksigen dan nitrogen, serta menjenuhkan olefin yang terdapat dalam stabilized naphtha dari Delayed Coker dan naphtha dari Hydrocracker dengan

24 bantuan katalis TK-527, TK 431, TK 10. Kandungan sulfur dan nitrogen maksimal dalam umpan platformer masing-masing 0.5 ppm untuk mencegah keracunan katalis. Umpan NHDT adalah cracked naphtha dari Delayed Coking Unit (DCU), Heavy Naphtha dari Hydrocracker Unibon (HCU) dan Naphtha dari Destillate Hydrotreating Unit (DHDT). Reaksi yang terjadi dalam unit ini adalah sebagai berikut: Penghilangan Sulfur : RSH + H2 RH + H2S Penghilangan Nitrogen : CH3NH2 + H2 CH4 + NH3 Penghilangan Oksigen : C6H5OH + H2 C6H6 + H2O Penjenuhan Olefin : R = R + H2 RH RH Penghilangan Klorida : R Cl + H2 RH + HCl Kapasitas pengolahan NHDT sebesar 10,1 MBSD. Produk yang dihasilkan oleh unit ini adalah: Gas yang dimanfaatkan sebagai fuel gas. Light Naphtha, sebagai Low Octane Mogas Component untuk campuran bensin Heavy Naphtha, sebagai umpan CCR-Platforming Unit (PL-II). Naphtha berupa umpan cair yang dipompakan dari Feed Surge Drum yang dicampur dengan gas kaya hidrogen dan melalui Combined Feed Reactor Effluent Exchanger dimana umpan menerima panas dari reaktor effluent mengalami pendinginan. Kemudian umpan berupa gas dipanaskan lagi di Charge Heater hingga mencapai temperatur reaksi. Naphtha dari tangki diatur berdasarkan level yang terbaca oleh LC-7 pada 200V-4 Feed Surge Drum. Jika level belum mencapai set point (65%), maka ditambahkan naphtha dari tangki (TK-05). Level ini dijaga agar operasi di NHDT stabil dan menjaga NPSH pompa 200-P-1 A/B. Crack naphtha dari Coker memiliki kandungan impurities dan olefin yang tinggi dibandingkan naphtha dari Unibon. Oleh karena itu, jumlahnya dibatasi sekitar 30% dari komposisi umpan NHDT.

25 Press 200-V-4 dijaga oleh PC-6 (11 kg/cm2) dengan sistem split valve. PCV-6 A mengalirkan gas dari 200-V-8 ke 200-V-4, sedangkan PCV-6 B mengalirkan gas dari 200-V-4 ke Fuel Gas System. Pada rentang bukaan control 0-50 %, valve A berada pada posisi open sedangkan valve B akan berada pada posisi close. Pada rentang bukaan control %, valve A akan berada pada posisi close sedangkan valve B berada pada posisi open. Tujuan dari penggunaan split valve ini adalah agar perubahan-perubahan yang terjadi saat press dijaga berjalan dengan smooth dan operasi berjalan dengan stabil. Press 200-V-4 dijaga untuk melindungi pompa dari kavitasi, dan membantu meringankan beban 200-P-1 A/B untuk menaikkan press feed ke press yang dibutuhkan untuk reaksi. Naphtha umpan reaktor kemudian dialirkan oleh 200-P-1 A/B untuk dipanaskan di 200-E-1 Combine Feed Exchanger dengan memanfaatkan panas produk reaksi dan dipanaskan di 200-H-1 Charge Heater sampai ke temperatur yang dibutuhkan reaksi (300oC). Sebelum masuk ke 200-E-1, naphtha umpan dicampur dengan Recycle Gas yang berasal dari kompresor 200-C-1 A/B. Jika flow recyclegas terlalu rendah (<6300 Nm3/jam) maka Charge Heater 200-H-1 akan trip. Fungsi recycle gas adalah menyediakan hydrogen untuk konsumsi reaksi hydrotreating dan menjaga stabilitas katalis dengan menurunkan coking rate akibat adanya reaksi hydrocraking. Jika pompa 200-P-1 A/B trip dan gagal untuk over pompa NHDT akan trip, maka feedpl-ii ditarik dari TK-06 yang dipompakan oleh 200-P-8. Pada kondisi ini, unit PL-II berada pada minimum capacity. Naphtha dari TK-06 merupakan tratednaphtha produk NHDT yang diisikan sebagian ke TK-06 selama operasi normal sampai pada level tertentu (90%) untuk keperluan startup dan emergency. Kemudian campuran umpan masuk ke reaktor 200-V-1 dan mengalami reaksi hydrotreating. Reaksi terjadi pada permukaan fixed bed katalis dan berlangsung dalam fasa uap. Reaksi bersifat eksotermis sehingga terjadi kenaikan temperatur dari inlet ke outlet reaktor karena panas yang dihasilkan reaksi diserap oleh fluida proses.

26 Dengan sifat reaksi yang eksotermis, maka jika kenaikan temperatur tidak dikendalikan dapat menyebabkan temperatur run away dan dapat merusak katalis dan material vessel. Untuk melindungi reaktor dari temperatur run away, reaktor dilengkapi dengan aliran gas quench yang merupakan recycle gas hasil kompresi di 200-C-1 A/B. Delta temperatur reaktor dijaga agar tidak lebih dari 45oC. Produk reaksi dari reaktor dialirkan ke 200-V-5 untuk memisahkan gas hasil dan sisa reaksi dari cairan naphtha pada tekanan tinggi (50 kg/cm2). Gas merupakan gas kaya hydrogen dengan sedikit kandungan hidrokarbon ringan produk cracking di dalam reaktor. Gas ini dialirkan ke 200-V-9 untuk dikompresi di Recycle GasCompressor 200-C-1 A/B dan dialirkan kembali untuk dimix dengan naphtha umpan dan untuk aliran quenching reaktor. Gas dari 200-V-5 dikompresi di 200-C-1 A/B untuk dinaikkan tekanannya agar dapat dicampur dengan naphtha umpan. Selain itu, gas juga digunakan untuk quenching reaktor dan sebagian dikirim kembali ke 200-V-4 untuk menjaga tekanannya. Kekurangan gas akibat konsumsi reaksi disupply dengan make up gas dari unit 300-Platforming dengan acuan tekanan 200-V-5 tetap 50 kg/cm2. Produk cair dari reaksi kemudian di alirkan ke 200-V-2 Naphtha Stripper untuk memisahkan gas-gas impurities (H2S, NH3) dari naphtha. Gas-gas ringan (H2, C1, C2) telah dipisahkan di 200-V-5 pada tekanan tinggi untuk menjaga gas-gas impurities tetap berada dalam fasa cair dan bercampur dalam aliran naphtha sehingga tidak berikut ke suction RecycleGasCompressor 200-C-1 A/B. Pemisahan di dalam Naphtha Stripper terjadi pada tekanan yang lebih rendah dari 200-V-5 dan temperatur yang lebih tinggi dari 200-V-5. Kondisi ini dibuat sedemikian rupa karena sifat gas yang terlarut dalam cairan akan lebih mudah menguap pada tekanan rendah dan temperatur tinggi. Dengan demikian, gas-gas impurities akan lebih mudah terpisah dari aliran naphtha. Pada aliran overhead Naphtha Stripper, diinjeksikan Unicor untuk mencegah korosi line akibat gas-gas impurities yang bersifat asam.

27 Gas top produk Naphtha Stripper dikirim ke unit Amine LPG untuk ditreatment lebih lanjut. Sedangkan treatednaphtha yang merupakan bottom produk Naphtha Stripper dialirkan ke 200-V-3 Naphtha Splitter untuk memisahkan Light Naphtha dan Heavy Naphtha. Pada kolom inilah pengaturan RVP Light Naphtha yang menjadi target operasi di NHDT. Pemisahan dilakukan pada tekanan lebih rendah dari tekanan pada kolom 200-V-2. Naphtha Stripper agar Light Naphtha lebih mudah teruapkan. Uap light naphtha di overhead kolom dibagi menjadi dua aliran, aliran pertama masuk ke kondensor sebelum masuk ke receiver, dan aliran kedua langsung masuk ke receiver dalam fasa uap melalui suatu control valve. Beda tekanan antara kedua aliran tersebut dijaga dengan memainkan bukaan control valve sehingga tekanan kolom terjaga. Hal ini dilakukan karena umpan yang masuk ke 200-V-3 sudah tidak mengandung gas Hydrobon Platforming Unit (PL-I)-Unit 301 Heavy Naphtha yang dihasilkan Naphtha Rerun Unit masuk sebagi umpan dalam Platforming I (PL-I). Unit ini terdiri dari 2 bagian, yaitu Hydrobon dan Platforming. Hydrobon berfungsi untuk memurnikan Heavy Naphtha dari NRU dengan cara hidrogenasi untuk menghilangkan kontaminan seperti senyawa-senyawa olefin dan logam-logam lain yang dapat meracuni katalis. Platforming bertujuan untuk mengubah nafta oktan rendah (54) menjadi nafta oktan tinggi melalui penataan ulang struktur molekul hidrokarbon menggunakan panas dan katalis. Proses dalam subunit ini berlangsung pada reaktor bertekanan atm dengan temperatur ± 487oC. Kapasitas pengolahan Hydrobon sebesar 6,2 MBSD. Hydrobon Platforming Unit ini memproduksi LPG dan reformat. Reaksi utama yang terjadi pada unit platforming adalah dehidrogenasi, Hydrocracking parrafin, isomerisasi, dehidrosiklisasi paraffin.berikut persamaan reaksinya: 1. Dehidrogenasi : C6H11CH3 C6H5CH3 + H2 2. Hydrocracking paraffin : C8H8 + H2 C5H12 + C3H8

28 3. Isomerisasi : C6H12 C2H5 CH(CH3) C2H5 4. Dehidrosiklisasi paraffin : C7H16 C7H14 + H2 Umpan yang diolah unit ini berupa heavy naphtha yang berasal dari NRU. Produk yang dihasilkan di antaranya: off gas yang digunakan untuk fuel gas dan sisanya dibuang ke flare, gas H2 dengan kemurnian 75 % yang digunakan sebagai recycle gas dalam proses, LPG (Liquefied Petroleum Gas), yang dikirim ke LPG Recovery Unit, dan yang utama berupa reformate (ON:93), sebagai komponen campuran premium Platforming II (PL-II)-Unit 300 Unit ini direncanakan untuk mengolah Heavy Naphtha dari Naphtha Hydrocrakcer agar menghasilkan mogas komponen beroktan tinggi (93) dengan bantuan katalis UOP R-164. Reactor Platforming mempunyai 3 buah reaktor yang tersusun seri secara vertikal dengan temperature 525oC dan tekanan 10 kg/cm2. Kapasitas pengolahan ini sebesar 8,9 MBSD. Reaksi-reaksi yang terjadi di dalam reaktor ini adalah Dehydrogenasi, Hydrocracking, Isomerisasi, dan Dehydrosklisasi. Pada CCR, unit ini dirancang untuk meregenerasi katalis bimetalik R-164 yang digunakan di Platforming secara terus menerus karena selama proses yang terjadi di Platforming, katalis mengalami deaktivasi akibat keracunan dan pembentukan coke. CCR dirancang dengan kapasitas sebesar 136 kg/jam. Produk-produk yang dihasilkan PL-II: Gas sebagai umpan Hydrobon Plant, NHDT, DHDT. LPG. Reformate/ komponen utama pembentukan mogas. H2. Umpan adalah Heavy Naphtha dari NHDT dengan spesifikasi : 1. Kandungan senyawa sulfur di bawah 200 ppm

29 2. Kandungan senyawa nitrogen di bawah 14 ppm 3. Initial Boiling Point 82-85oC Umpan yang dicampur dengan recycle gas mengalami pemanasan sampai pada temperatur yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi (290oC). Aliran combine feed kemudian dipanaskan di 300-E-1 Combine Feed Exchanger untuk mengurangi beban Charge Heater 300-H-1 dalam menaikkan temperatur umpan mencapai temperatur reaksi yang dibutuhkan. Pemanasan dilakukan dengan memanfaatkan panas yang dimiliki oleh aliran produk hasil reaksi di reaktor No V-3. Laju alir naphtha dikendalikan oleh FV-68. Pada inlet 300-E-1, terdapat line SUBP yang pada kondisi normal, kerangan SUBP berada dalam kondisi terblok. Line SUBP terhubung langsung ke kolom Debutanizer 300-V-6 dan digunakan saat startup selama sirkulasi feed sebelum mencapai temperatur cut in,dan saat keadaan emergency yang menyebabkan supply gas terhenti. Heater 300-H-1/2/3 berfungsi untuk memanaskan umpan reaktor agar reaksi konversi menjadi senyawa aromatik dapat berlangsung dengan baik. Panas yang dibawa oleh aliran umpan menyediakan energi yang dibutuhkan oleh reaksi endotermis. Interheater 300-H-2/3 berfungsi untuk menaikkan kembali temperatur fluida proses karena selama reaksi terjadi penurunan reaksi akibat panas yang dikandung fluida proses diserap untuk reaksi. Jika temperatur tidak dikembalikan ke 290oC, konversi kesetimbangan reaksi akan menurun dan reaksi berjalan lambat sehingga dengan LHSV yang sama konversi reaksi akan rendah. Heater 300-H-1/2/3 memiliki sistem trip sebagai berikut, Karena flow inlet ke 300-H-1/2/3 berupa gas, maka trip sistemnya tergantung dari flow recycle gas dari Recycle Gas Compressor 300-C-1. Jika flow recycle gas kurang dari 6300 Nm3/jam, maka heater trip. Jika flow air umpan boiler Steam Generator kurang dari 60 m3/jam, maka heater trip. Jika tekanan atomizing steam rendah, maka burner Fuel Oil akan trip. Namun, tidak mentripkan dapur karena masih ada burner Fuel Gas.

30 Jika tekanan pilot gas rendah, heater trip. Di dalam reaktor, terjadi reaksi konversi senyawa paraffin menjadi naphthen dan senyawa naphthen menjadi aromatic. Kandungan senyawa aromatic ini yang menyebabkan Octane Number dari reformat tinggi. Selain reaksi tersebut, terjadi juga reaksi hydrocracking, demetilasi, dan dealkilasi yang laju reaksinya bergantung pada kondisi keseimbangan katalis (Pt-Cl), dan kondisi operasi yang digunakan. Jika diamati, dari reaktor No.1 sampai No.3, temperatur outlet reaktor semakin tinggi sehingga delta temperatur reaktor semakin rendah. Hal ini disebabkan oleh ; Reaksi yang diharapkan banyak terjadi di dalam reaktor Platforming adalah reaksi dehidrogenasi naphthen dan dehidrosiklisasi paraffin yang dapat meningkatkan Octane Number. Kedua reaksi ini bersifat endotermis. Namun, terjadi juga reaksi samping yaitu reaksi hydrocracking yang menkonversi paraffin menjadi hidrokarbon ringan dan reaksi ini bersifat eksotermis. Pada reaktor 1 dan 2, reaksi dehidrogenasi dan dehidrosiklisasi terjadi sangat dominan dan cepat, sehingga secara keseluruhan kinetika reaksi besifat endotermis. Reaksi endotermis membutuhkan energi untuk bereaksi. Energi tersebut diambil dari panas yang dikandung oleh fluida proses itu sendiri, sehingga fluida proses mengalami penurunan temperatur. Pada reaktor 3, jumlah paraffin yang dapat terkonversi menjadi naphthen berkurang dan naphthen telah terkonversi semua menjadi aromat. Dengan demikian, reaksi hydrocraking yang bersifat eksotermis mulai menyeimbangi reaksi dehidrogenasi dan dehidrosiklisasi. Kinetika reaksi secara keseluruhan di reaktor 3 ini tergantung dari keadaan katalis dan kondisi operasi, sehingga bisa jadi kinetika total bersifat endotermis atau eksotermis. Karena jumlah reaksi hydrocraking mulai banyak, panas yang dihasilkan oleh reaksi hydrocracking diserap oleh fluida proses sehingga menaikkan temperatur outlet dan menurunkan delta temperatur di reaktor 3. Produk keluaran reaktor 300-V-3 kemudian didinginkan di 300-E-1 sehingga terbentuk dua fasa, cair dan gas. Produk reaksi dari reaktor Platformer adalah:

31 1. Gas produk reaksi: H2, C1, C2, C3, C4, Cl (Kaya H2) 2. Liquid produk reaksi: C3, C4, C5+ (Kaya C5+) Pemisahan pertama produk gas dan produk liquid dilakukan di 300-V-4. Sebagian gas masuk ke suction Recycle Gas Compressor 300-C-1 untuk dikirim ke inlet 300-E-1 untuk dicampur dengan feed Heavy Naphtha reaktor dan dikirim ke 310-CCR untuk purging katalis. Sebagian gas dikirim ke 300-V-14 untuk dikurangi kadar HCl-nya dan kemudian dikompresi di 300-C-2 A/B untuk dialirkan ke 300-V-5. Sedangkan produk liquid dialirkan ke suction pompa 300-P-1 A/B dan dicampur dengan aliran discharge kompresor 300-C-2 A/B untuk dialirkan ke 300-V V-5 HP separator memiliki dua fungsi yaitu, 1. Untuk merecovery LPG dari aliran gas sehingga gas hydrogen lebih murni dan jumlah LPG produk meningkat. 2. Memberikan tekanan pada gas yang akan dialirkan sebagai make up gas unit lain. Gas yang keluar dari 300-V-5 adalah Net gas dengan kemurnian hydrogen lebih tinggi yang nantinya akan dikirim ke NHDT, DHDT, CCR dan H2Plant. Produk cair dialirkan ke kolom Debutanizer 300-V-6 untuk merecovery LPG dari reformat. Pemisahan dilakukan pada tekanan yang lebih rendah dari tekanan 300-V-5 agar fraksi LPG dalam reformat lebih mudah menguap. Pada section ini dilakukan pengaturan untuk RVP Reformat dan kandungan C2/C5+ dalam LPG agar sesuai spesifikasi Continuous Catalytic Regeneration (CCR)-Unit 310 Continuous Catalytic Regeneration (CCR) merupakan unit yang berfungsi untuk meregenerasi katalis yang digunakan dalam platforming (PL-II) secara kontinu. Hal ini dilakukan karena terjadinya deaktivasi katalis akibat racun dan pembentukan coke. Kapasitas regenerasi katalis dalam unit CCR adalah sebesar 136 kg/jam dengan peralatan utama yaitu Regen Tower, Lock Hopper 1&2, dan Lift Engagers 1&2.

32 Proses regenerasi katalis ini dimulai dengan pengumpulan katalis dari Platformer Reactor di Catalyst Collector untuk selanjutnya masuk ke Lock Hopper 1. Lift Engagers 1 berfungsi untuk menaikkan katalis ke Regen Tower. Lift gas yang digunakan adalah N2. Di dalan Regent Tower, katalis dibakar dengan O2 sampai dengan 510 oc. Lock Hopper 1 & 2 digunakan untuk mengatur ketinggian katalis di Reactor dan di Regen Tower. Untuk menaikkan katalis hasil regenerasi, digunakan Lift Gas Hydrogen di Lift Engagers 2. Aliran gas bakar, gas purging dan fungsinya: Sistem pemindahan dan Sistem regenerasi Sistem pemindahan 1. Gas yang digunakan dalam sistem pemindahan adalah Recycle gas dari kompresor 300-C-1, nitrogen, dan booster gas dari kompresor 300-C-2 A/B. Gas ini digunakan untuk purging dan mengatur tekanan. 2. Pada pemindahan spent katalis, katalis kolektor dan LH 1 diberikan tekanan oleh recycle gas agar perbedaan tekanan di kedua vessel tersebut sebesar 0,09 kg/cm2. Tujuannya supaya katalis turun dari katalis kolektor ke LH 1 dengan melayang sehingga mengurangi gesekan yang akan mengurangi surface area katalis. Aliran recycle gas yang masuk ke katalis kolektor juga mencegah turunnya katalis dari reaktor selam proses loading LH LH 1 melakukan loading sampai pada level yang ditentukan sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Jika dalam waktu yang ditetapkan level tidak tercapai, maka long cycle alarm akan berbunyi dan loading katalis akan terhenti jika waktu long cycle sudah habis. 4. Sebelum melakukan unloading, katalis dalam LH 1 akan dipurge menggunakan gas nitrogen untuk mengusir uap-uap hidrokarbon agar tidak terbawa ke regen tower. Jika ada uap hidrokarbon terbawa ke regen tower, maka akan meningkatkan temperatur di regen tower karena uap hidrokarbon akan ikut terbakar dalam regen zone. Akibatnya, kandungan karbon yang keluar dari regen zone tidak sesuai spesifikasi dan akan

33 terbawa ke chlorination zone, terbakar, dan menaikkan temperatur regen tower. 5. Katalis kemudian dipindahkan ke sistem regenerasi menggunakan gas nitrogen dengan cara difluidisasikan. 6. Pada pemindahan regenerated katalis, purging dilakukan menggunakan booster gas yang memiliki kemurnian hydrogen tinggi. Sebelum unloading LH 2, katalis di purge dengan menggunakan nitrogen untuk menghilangkan oksigen. Kemudian katalis dipindahkan oleh LE 2 ke reduction zone menggunakan boster gas yang sekaligus akan mereduksi sisi metal katalis. Sistem regenerasi 1. Gas yang terlibat dalam sistem regenerasi adalah nitrogen dan udara. 2. Nitrogen digunakan untuk, Menjaga beda tekan antara DH dengan regen zone agar katalis tetap bisa mengalir secara gravitasi. Nitrogen yang digunakan adalah aliran dari LE 1 yang membawa katalis ke DH, kemudian diisap oleh blower 310CM-3 untuk sebagian dikembalikan ke LE 1 melewati Dust Collector untuk mengendapkan debu-debu katalis, dan sebagian lagi dikembalikan ke DH untuk menjaga tekanan di dalamnya. Purging SH untuk menghilangkan oksigen yang terikut katalis. Atomizing PDC yang diinjeksikan ke chlorination zone. 3. Udara diinjeksikan untuk melangsungkan reaksi pembakaran, mensuplai kebutuhan oksigen di chlorination zone dan mengeringkan katalis yang sudah diregenerasi. 4. Laju alir udara diatur dengan menggunakan acuan O 2Analyzer (AR-383) di regen zone 1,3%-mol untuk menjaga temperatur regen tower. Kandungan oksigen di regen tower telah terkondisikan sesuai dengan kebutuhan operasi dengan mensirkulasikan gas hasil bakar. Gas hasil bakar dari regen zone diisap oleh blower 310-CM-2 dan dikembalikan ke regen tower setelah sebagaian gas diventing untuk menjaga level oksigen dan tekanan di regen tower. Sebelum dikembalikan, gas didinginkan terlebih dulu

34 menggunakan udara yang diisap oleh 310-CM-4 dan kemudian dipanaskan oleh 310-H-2 untuk menyesuaikan dengan temperatur masuk ke regen tower. Gas hasil bakar dari chlorination zone diisap oleh blower 310-CM-1 dan dikembalikan ke tower setelah dipanaskan di 310-H-1 dan dicampur dengan uap PDC. Sebagian gas dari chlorination zone dialirkan ke regen zone untuk diventing. 5. Udara dapat diinjeksikan di dua lokasi, yaitu di zona pengeringan dan di aliran suction 310-CM-2. Dua lokasi injeksi ini berkaitan dengan sistem regenerasi katalis yaitu Upper air dan Lower air. Regenerasi dengan menggunakan upper air dilakukan jika umpan dikategorikan sebagai Black Catalyst dengan kandungan karbon sekitar 4%-wt. Jika kandungan karbon pada katalis sudah turun sekitar 2%-wt, maka regenerasi dilakukan dengan menggunakan Lower air. Injeksi udara untuk upper air dilakukan di suction 310-CM-2 dan injeksi udara untuk lower air dilakukan di zona pengeringan. Perbedaan kondisi antara upper air dan lower air terletak pada kandungan oksigen di regen zone. Jika kandungan karbon cukup tinggi, maka perlu dilakukan pembakaran lebih banyak untuk menguranginya. Dengan injeksi di suction 310-CM-2, kandungan oksigen dapat lebih tinggi dan pembakaran bisa ditingkatkan. B. Master control: Level Red zone-dh Kerja LH baik LH 1 maupun LH 2 dilakukan berdasarkan acuan level katalis di reduction zone dan DH. Level di kedua lokasi ini harus balance agar operasi di reaktor dan regenerator berjalan dengan baik. Pada saat LH 1 ready, LH menunggu perintah pengisian katalis ke DH jika level katalis di DH sudah rendah. Begitu pun saat LH 2 ready, LH menunggu perintah pengisian katalis ke reductionzone jika level katalis di reduction zone rendah. Namun, jika level katalis di reduction zone terlalu rendah, maka sistem di LH 1 terhenti untuk menjaga level katalis di reaktor sehingga reaksi di reaktor berlangsung dengan baik. Pada kondisi ini, walaupun level di DH rendah LH 1 tidak akan bekerja untuk memindahkan katalis ke DH.

35 C. Trip system Unit 310-CCR memiliki sistem yang mengautotrip unit jika terjadi kegagalan. Penyebab-penyebab unit 310-CCR trip antara lain, 3.2 Temperatur gas regenerasi mencapai nilai maksimum. Temperatur gas klorinasi mencapai nilai maksimum. Aliran gas regenerasi terlalu rendah. Aliran gas klorinasi terlalu rendah. Perbedaan tekanan antara DH dan regen tower terlalu rendah. Aliran purge ke SH terlalu rendah. Udara pembakaran yang rendah. Analyzer hydrogen-hydrocarbon. Proses II : HCC (Hydrocrakcing Complex) Hydrocrakcing Complex merupakan salah satu proyek perluasan Kilang. Pertamina RU-II Dumai, HCC ini didesain oleh Universal Oil Product (UOP). Unit-unit yang terdapat dalam HCC : 1. Hydrocracking Unibon (HCU)-Unit 211 dan Unit Amine and LPG Recovery-Unit Hydrogen Plant-Unit701 dan Unit Sour Water Stripper-Unit Nitrogen Plant-Unit Hydrocracking Unibon (HCU)-Unit 211/212 Unit Hydrocracking Unibon berfungsi mengolah Heavy Vacuum Gas Oil (HVGO) yang berasal dari HVU dan Heavy Cooker Gas Oil (HCGO) yang berasal dari DCU menjadi fraksi yang lebih ringan melalui reaksi Hydrocracking dengan bantuan gas Hidrogen (H2) yang berasal dari H2 plant. Produk-produk yang dihasilkan unit ini diantaranya off gas, LPG, Light naphtha, Heavy naphta, Light kerosene (sebagai komponen blending kerosene/avtur), Heavy kerosene (sebagai komponen kerosin/avtur), Automotive Diesel Oil (ADO), dan Bottom fractinator/recycle feed.

36 Hydrocracking Unibon terdiri dari dua unit yang identik dengan kapasitas pengolahan sebesar 31,5 MBSD per unit. Unit tersebut adalah HCU-Unit 211 dan HCU-Unit 212.Unit ini dioperasikan pada tekanan 170 kg/cm 2 (dengan tekanan rancangan sebesar 176 kg/cm2). Peralatan yang terdapat pada HCU digolongkan menjadi reaktor dan kolom fraksinasi. Untuk mempercepat dan mengarahkan reaksi, pada unit ini digunakan katalis berjenis DHC 8. Katalis DHC 8 terdiri dari acid site dan metal site.acid site katalis ini berupa Al2O3.SiO2 sebagai sumber power cracking, sedangkan metal site berupa Ni dan W yang berfungsi untuk mengarahkan reaksi hidrogenasi. Proses pengolahan pada Hydrocracker Unibon diawali dengan reaksi pembentukan ion karbonium dari olefin pada acidic center, dan pembentukan oleffin dari paraffin pada metallic center. Kecepatan reaksi Hydrocracking ini berbanding lurus dengan kenaikan berat molekul umpan paraffin. Dalam proses ini perlu dilakukan pencegahan terbentuknya fraksi C4 dalam isobutana, akibat kecenderungan terbentuknya tersier butyl carbonium yang cukup tinggi. Reaksi Hydrocracking sikloparafinik bertujuan untuk menciptakan produk siklik isobutana dengan menghilangkan gugus metil secara selektif tanpa menimbulkan perubahan pada cincin. Hydrocracking alkil aromatik ini menghasilkan produk berupa senyawa aromatik dan parafin. Reaksi samping dari isomerisasi ini adalah dealkilasi, siklisasi, penghilangan N, S, O2, halida, penjenuhan olefin, dan pengusiran logam. Keseluruhan rangkaian reaksi tersebut bersifat melepaskan panas (eksotermis). Di dalam Hydrocracker Unibon proses pengolahan diklasifikasikan menjadi proses yang berlangsung dalam reaktor dan proses yang berlangsung di bagian fraksinasi.

37 REAC TO R CHARG E H EATER FRESH FEED REAC TO RS R EC YC LE REAC TO R HP SEPARATO R RECYCLE CO M PRESSO R 1ST 2N D 3R D STAG E S U C T IO N D R U M S FLARE M P FLASH D R U M A M IN E L P G H P FLASH D RU M A M IN E L P G C -1 V -8 V -9 V -2 7 V -1 V -2 V -1 0 V -2 9 V -2 8 To D e b u t C o lu m n a t F r a c t.s e c tio n V -3 H -1 E -4 PO W ER R EC YC LE T U R B IN P -3 E -3 E -1 E -1 C -2 E -2 C -2 C -2 C A T A L Y S T : D H C -8 C o M o & T u n g s te n o n S i li c a A l u m i n a B a s e F la r e F ilt e r FRESH V -2 4 F E E D SURG E DR UM V -2 5 V -2 6 BAC KW ASH DR UM sw s H VG O & H CG O F ro m B o t t. F r a c t io n a t o r R EC YC LE FEED SU RG E D RU M H 2 M ake U p f r o m H y d r o g e n P la n t s F e e d P r o p e r tie s G r a v 3 1 S % A r o m a tic s % B R, H V G O F ( ) H C G O F ( ) H C U N IB O N /U N IT R E A C T O R S E C T IO N r s /p e - e n j.b a n g Gambar 3.1 Diagram Alir Hydrocracking Unibon- Unit Reactor Section Amine andlpgrecovery-unit 410 Unit ini berfungsi untuk menghilangkan senyawa sulfur dari gas LPG yang dihasilkan di unit-unit lain untuk mencegah rusaknya katalis di H 2plant serta mencegah terjadinya korosi ditangki LPG, dan untuk mendapatkan produk-produk LPG degan kadar C3 dan C4 yang diinginkan. Proses ini menggunakan absorbent MEA (Mono Ethanol Amine). Pemilihan larutan ini berdasarkan pada kemampuan aktivitas MEA yang tinggi tehadap H2S serta kelarutan terhadap hdrokarbon yang rendah.

38 Umpan berasal dari Platforming unit, NHDT, DHDT, dan HCU serta Debutenizer liquid dari CCR-Platforming dengan produk berupa LPG. Kapasitas pengolahan unit ini sebesar 1,7 MBSD dan dibagi menjadi 2 bagian : Absorben Section(off gas amine absorberand LPG amine absorber), untuk menghilangkan H2S dari off gas dan LPG. Amine Regeneration (vapor amine stripper), untuk merecovery lean amine dan rich amine. Gas dari umpan unit-unit ditampung di drum V-1 untuk memisahkan cairan yang terbawa bersama gas. Cairan dialirkan ke Sour Water Stripper (SWS) sistem sedangkan gas dipanaskan di E-3 kemudian dipanaskan lebih lanjut di H-1 sebelum masuk bagian atas recycle V-3. Hasil reaksi dialirkan dari bawah untuk pemanasan di E-3 dan didinginkan di E-4 dan masuk ke pemisah tekanan tinggi V-8. Cairan low pressure dimasukkan ke Debutanizer untuk menghilangkan gas hidrogen. Bottom product Debutanizer sebagian dikembalikan ke Naphtha Splitter. Hasil bawah splitter dedinginkan dan diambil sebagai produk Naphtha berat dari Splitter Drum LPG dialirkan ke soda wash drum V-11, gas dicuci dengan larutan soda kaustik. LPG yang telah ditreating di deetanizer didinginkan. Produk dasar dialirkan ke sphere tank sistem dengan terlebih dahulu membersihkan panas untuk memanasi umpan di deetanizer feed/bottom exchanger dan selanjutnya di pendingin E Hydrogen Plant (H2 Plant)-Unit 701/702 Hydrogen Plant adalah unit yang menghasilkan hidrogen dengan menggunakan sistem reforming dan gas yang kaya hidrogen. Unit ini terdiri dari 2 buah train dan dibangun untuk memenuhi kebutuhan hidrogen yang diperlukan pada proses Hydrocracking Unit. Umpan yang diolah berasal dari : H2 rich gas dari Platformer (70-80% H2 dan sedikit methane).

39 Saturated gases dari recovery (30-50% H2 dan sedikit methane dan ethane). LPG (propane dan butane). Tahapan yang terjadi di Hydrogen Plant adalah desulfurisasi, steam reforming, shift convention, absorbsi CO2 dan metanasi (Pertamina, 1984). Kapasitas unit ini sebesar Nm3/hr setiap satu train per hari. Produk yang dihasilkan adalah gas hydrogen. a. Desulfurisasi Feed hidrokarbon harus dihilangkan sifatnya untuk melindungi katalis di reformer. Tipe dari desulfurisasi dipengaruhi oleh feed stock dari senyawa sulfur pada feed. Hydrogen sulfida dan komponen sulfur reaktif dapat dihilangkan dengan absorbsi karbon aktif atau absorbsi Zinc Oksida panas. Komponen sulfur yang tidak reaktif pada feed stock dapat dihilangkan dengan hidrogenasi menjadi hidrogen sulfida memakai Zinc Oksida. Katalisator Zinc Oksida sangat baik untuk penghilangan senyawa sulfur pada feed stock. Adapun reaksinya sebagai berikut : ZnO + H2S ZnS + H2O Katalis Zinc Oksida digunakan pada suhu sampai 454oC, tatapi paling efektif pada suhu 340oC dan tekanan atmosfer sampai 50 kg/cm2. Sedangkan space velocity antara 200/jam sampai 2000/jam dan kandungan H2S maksimum 50 ppm. b. Steam Hydrocarbon Reforming Hidrokarbon setelah diproses pada desulfurizer dicampur dengan steam dan selanjutnya diproses pada reformer dengan bantuan katalis nikel dan alumina yang ditempatkan didalam tube reformer. Adapun reaksinya sebagai berikut: CnHm + nh2o CO + H2O nco2 + m(n+2)h2 CO2 + H2

40 CO + 3H2 CH4 + H2O Burner digunakan untuk memanaskan feed sampai mencapai suhu reaksi. Suhu operasi 850 oc dan tekanan 18 kg/cm2, sedangkan steam/ carbon sebasar 2,5-8 mol. Jika umpannya methane, diperlukan steam carbon ratio yang lebih kecil dibandingkan dengan buthane. Disamping kebutuhan steam untuk kebutuhan proses I Shift Catalyst. Kebutuhan steam harus seimbang agar effluent dari reformer jangan ada yang terbentuk methane. c. Shift Converter Karbon monoksida pada reformer tidak akan terabsorb pada absorbersystem dan karbon monoksida ini harus dikonversi menjadi karbon dioksida pada Shift Converter. Ini merupakan fungsi dari Shift Converter untuk mereaksikan karbon monoksida dengan steam menjadi bentuk tambahan antara hidrogen dengan karbon dioksida. Reaksi pada shift converter adalah: CO + H2O CO2 + H2 + Heat Walaupun reaksi ini eksotermis, namun berlangsung pada suhu rendah, konsentrasi steam yang tinggi dan tidak dipengaruhi oleh tekanan. Reaction rateakan terjadi pada suhu yang lebih tinggi, jika suhunya rendah konversinya lebih sempurna tetapi reaction rate lambat.oleh sebab itu dibutuhkan dua stage konversi, yaitu : High Temperature Shift Converter (HTSC) dengan suhu operasi oC dan tekanan 50 kg/cm2, tetapi pada tekanan pada 121 kg/cm2masih memungkinkan untuk beroperasi, sedangkan normal wet gas space velocity antara 1000 hingga 5000 per jam. Low Temperature Shift Converter (LTSC) yang beroperasi pada suhu oC dan tekanan 51 kg/cm2. Katalis memiliki thermal stability yang tinggi tetapi sangat dipengaruhi oleh senyawa sulfur dan klorida serta normal wet gas space velocity antara per jam. d. CO2 Absorbtion Beberapa sistem absorbsi yang digunakan untuk menghilangkan CO 2 dari produksi gas, yaitu :

41 a. Mono Ethanol Amine (MEA) b. UCAR Amine Guard System (Actived MEA) c. Hot Potassium Carbonat seperti Vetrocoke, Catacarb, Benfield process d. Sulfinol process Hot Potassium Carbonat dioperasikan pada suhu yang lebih tinggi dibandingkan MEA dan Sulfinol, oleh sebab itu biayanya lebih murah dibandingkan MEA dan sulfinol.mea dan Sulfinol solution mengabsorb pada suhu 35 o C sedangkan Hot Potassium Carbonate pada suhu 125oC. Untuk memilih proses yang mana yang dipakai, tergantung pada spefikasi produk dan steam balance. Reaksi yang terjadi pada Potassium Carbonate (K2CO3) dan CO2 sebagai berikut : K2CO3 + CO2 + H2O 2KHCO3 Reaksi ini terjadi 2 langkah : 1. Hydrolisis Potassium Carbonate K2CO3 + H2O KOH + KHCO3 2. Potassium Hydroxide direaksikan dengan CO2 menjadi Potassium Bicarbonate. KOH + CO2 KHCO3 Untuk menaikkan aktivitas dari Potassiun Carbonate digunakan amine borate dimana proses ini disebut Catacarb, sedangkan proses benfield menggunakan Hot Potassium Carbonate dengan actived agent DEA. e. Methanation Sisa-sisa dari karbon oksida yang keluar dari absorber sistem dirubah ke bentuk methane dengan bantuan katalis. Karbon oksida dihidrogenasi menjadi methane tejadi pada reaksi yang mana keduanya secara eksotermis. Adapun reaksinya adalah : CO + 3H2 CO2 + 4H2 CH4 + H2O CH4 + 2H2O Sisa karbon oksida bisa dikurangi sekitar 5-10 ppm pada proses methanasi. Suhu operasi antara oC dan tekanan hingga 60 kg/cm2, namun bisa

42 beroperasi hingga 250 kg/cm2. Katalis harus dilindungi dari sulfur, chlorine, dan arsenic.space velocity volume gas pada STP per jam, per volume katalis Sour Water Stripper (SWS)-Unit 840 Unit Sour Water Stripper berfungsi untuk mereuse air dari refinery sour water dengan menurunkan kadar kontaminan berupa H2S dan NH3 yang terkandung di dalamnya. Sejumlah 97 % volume H2S dan 90 volum NH3 dari umpan dengan kapasitas pengolahan 10.3 MBSD dapat dihilangkan dalam unit ini. Umpan unit Sour Water Stripper berasal dari Hydrocracker Unibon, Delayed Coking Unit, Distillate Hydrotreating Unit, Naphtha Hydrotreating Unit, dan Vacuum Distillation Unit. Sebelum masuk ke SWS, umpan unit ini dipanaskan terlebih dahulu dengan low pressure steam (LPS). Dalam unit SWS terjadi proses pemanasan dalam kolom pada tekanan 0,6 kg/cm2 sampai mencapai temperatur 120 oc. Di tahap selanjutnya, sebelum dibuang ke alam bebas (laut), air diproses terlebih dahulu di biotreatment Nitrogen Plant-Unit 300 Nitrogen Plant berfungsi menghasilkan nitrogen yang diperlukan pada proses start up dan shut down unit-unit proses, regenerasi katalis dan media blanketting tangki-tangki. Kapasitas pengolahan nitrogen plant sebesar Nm3/hari. Prinsip operasinya adalah pemisahan oksigen dan nitrogen dari udara berdasarkan titik embunnya. Pemisahan ini berlangsung pada temperatur operasi -180 oc. Proses ini menggunakan molecular sieve absorber untuk menyerap uap air dalam udara. Udara bebas bersama udara recycle dihisap dengan screw compressor C-81A/B yang masing-masing terdiri dari dua stage. Udara yang telah dimanfaatkan kompresor stage satu didinginkan di intercooler kemudian di stage kedua dimanfaatkan hingga tekanannya mencapai 6 kg/cm2, selanjutnya udara dialirkan ke cooler. System Fresh Refrigerant di E-94 dengan media pendingin air garam menurunkan suhu udara. Embun yang dihasilkan dipisahkan dalam pemisah V-84.

43 Sebelum diumpankan ke kolom udara, udara didinginkan pada pendingin udara E-58. Di dalam pendingin ini udara proses dibagi 2: pertama; udara tekanan tinggi keluar dari E-85 dialirkan menuju engine turbine untuk diambil tenaga kinetiknya. Kedua; keluar dari E-85 pada titik cairnya temperatur mencapai 160 oc dan diumpankan ke kolom rektifikasi (V-83) dari bagian bawah kolom. Nitrogen yang mempunyai titik didih lebih rendah dari oksigen akan menguap, dan mengalir kebagian atas kolom dan oksigen akan mengumpul didasar kolom sebagai cairan. Oksigen dari dasar kolom dialirkan ke HE (E-86) untuk didinginkan. Cairan dingin ini kemudian mengalir masuk ke E-95 untuk diembunkan. Nitrogen cair dikembalikan ke kolom sebagai refluks, sebagian lagi diambil sebagai produk yang dialirkan ke tangki penyimpanan nitrogen cair keluar pengembun E-95 (tangki V18A/B). Sebelum dikirim ke unit yang memerlukan, N2 cair diuapkan terlebih dahulu dalam penukar panas. 3.3 Proses III : HOC (Heavy Oil Complex) Unit-unit yang terdapat dalam HOC adalah : a. High Vacuum Distillation Unit (HVU) b. Delayed Coking Unit (DCU) c. Distillate Hydrotreating Unit (DHDT) d. Coke Calciner Unit (CCU) e. Waste Heat Boiler (WHB) High Vacuum Distillation Unit (HVU) Unit ini berfungsi memisahkan umpan LSWR dari CDU berdasarkan perbedaan titik didih. Kapasitas pengolahan unit ini sebesar 106 MBSDatau 702 m3/jam. Prinsip operasi unit HVU adalah distilasi pada kedaan vakum, karena penurunan tekanan menyebabkan penurunan titik didih hingga proses pemisahan dapat dilakukan tanpa terjadi thermal cracking. Kondisi vakum diperoleh dengan menarik produk gas dibagian atas kolom menggunakan tiga buah steam jet ejector. Proses pemisahan

44 berlangsung pada kondisi operasi dengan tekanan mmhg dan temperature operasi 410oC. Umpan dari CDU ditampung di feed surge drum (V-3), lalu diolah di V-5A untuk penghilangan garam (desalting). Sebelum masuk ke vacuum tower (V-1), umpan dipanaskan di H-1 A/B/CN. Produk atas didinginkan dan dipisahkan dari air dan gas di V-2. Produk samping berupa HVGO & LVGO, sedangkan produk bawah berupa LSWR dari CDU ditampung sementara di V-3 lalu diolah stage desalter di V5A dan V-5B untuk dikurangi kadar garamnya. Setelah itu, umpan dibagi menjadi dua aliran yang masing-masing dipanaskan di H-1A/B/CN sebelum masuk kekolom distilasi vakum V-1. Kondisi vakum di V-1 dibuat dengan MP steam ejector agar tekanan atas kolom sebesar 20 mmhg. Setelah didinginkan, produk atas kolom ditampung di V-2 untuk dipisahkan dari air, minyak, dan gas (fuel gas). Aliran produk samping adalah LVGO dan HVGO. Panas dari HVGO dimanfaatkan untuk panas MP steam (E-5 & E-6). Produk bawah berupa short residu dan diumpankan ke Delayed Coking Unit. Short residu sebagi umpan untuk DCU. Produk yang dihasilkan unit ini, seperti : Light Vacum Gas Oil (LVGO), digunakan sebagai komposisi blendingsolar. Heavy Vacum Gas Oil (HVGO), digunakan sebagai umpan hydrocracker unibon (HC Unibon). Short residu, digunakan sebagai umpan Delayed Coking Unit (DCU).

45 Gambar 3.2 Diagram Alir Proses Heavy Vacuum Unit di RU II Dumai Delayed Coking Unit (DCU) Delayed Coking Unit ini berfungsi untuk mengolah short residu dari Vacuum Distillation Unit (HVU) menjadi coke (kokas), fraksi-fraksi minyak yang lebih ringan dan gas. Unit ini memiliki kapasitas produksi sebesar 35,4 MBSD atau 233 m3/jam. Prinsip reaksi adalah thermal cracking, yaitu perengkahan hidrokarbon berat menjadi hidrokarbon rantai pendek pada temperature tinggi ( oC).Tingginya temperature menyebabkan terjadinya polimerisasi. Proses pembentukan green coke dari polimer : 1. Proses coking, feed HC masuk ke chamber selama 24 jam 2. Steaming out untuk membuang fraksi ringan yang tersisa selama 1 jam 3. Steaming out to blowdown system selama 2 jam.

46 4. Water quenching, selama 5 jam dengan menggunakan campuran air dan steam ( ± 22 m3/jam air ditambah ± 8 ton/jamsteam). 5. Water filling, pendinginan dengan air pada temperatur dibawah 100oC, selama 2 jam. 6. Pengeluaran coke dari chamber dengan menggunakan air 7. Warming up, setelah selesai dilakukan pembongkaran coke ( ± 5 jam sebelum switch). Pada unit DCU ini, short residu yang panas ditampung sementara di V-5 untuk kemudian diumpankan ke V-2 (fraksinator). BottomV-2 dipanaskan ke 140-H-1 dan terjadi reaksi thermal cracking di 140-V-1. Thermal cracking mengakibatkan perengkahan hidrokarbon rantai panjang menjadi molekul-molekul yang lebih kecil. Fraksi-fraksi didinginkan di E-8, produk atas V-2 ditampung di V-6 untuk dipisahkan dari air. Dalam fraksinator tersebut, dihasilkan produk atas berupa gas, LPG, cracked naphtha. Dari aliran samping, setelah melalui stripper V-3 & V- 4 diperoleh LCGO & HCGO. Dari V-6 campuran cairan dan gas dengan bantuan kompressor dialirkan ke HP seperator V-16 untuk memisahkan cairan hidrokarbon dari fasa gas. Fasa gas dari V16 digunakan sebagai absorber LCGO di V-17. Fasa cair dari V-16 dimasukkan ke kolom debutanizer V-18 sehingga diperoleh produk bawah berupa cracked naphtha dan produk atas berupa gas-gas fraksi ringan (C 1 C6) yang selanjutnya dipisahkan di LPG splitter V-20 menghasilkan unsaturated LPG. Produk terakhir V-1 adalah coke yang dikeluarkan 2 kali dalam 1 hari ( DCU beroperasi 2 train AB/CD).Produk yang dihasilkan berupa : Gas sebagai fuel gas LPG Naphtha sebagai umpan NHDT Light Coker Gas Oil (LCGO) sebagai umpan DHDT Heavy Coker Gas Oil (HCGO) sebagai umpan HC Unibon Green Coke.

47 FRACTIONATOR LIGHT & HEAVY COMP. SURGE DRUM FRACT. OH GAS COMP. INTERSTAGE COKER OIL RECEIVER STRIPPERS FRACT. OH RECEIVER V15 GAS TO FLARE GAS TO FLARE, FUEL GAS SYSTEM V23 V6 FEED SURGE DRUM DEBUT. OH RECEIVER V19 2nd 1st V21 C1 LPG SPLITTER OH RECEIVER SWS SWS V3 V5 COLD COND. EX T-3 HP SEPARATOR SWS V4 V2 GAS TO FUEL GAS SYSTEM V16 ABSORBER DEBUTHANIZER V17 LPG SPLITTER V18 E24 E19 CRACK SLOP EX T-4 CHARGE FEED FROM HVU V20 HCGO QUENCH UNSATURATED LPG LCGO CIRCULATION NAPHTHA TO TANK, NHDT V1 ABCD H1 ABCD BLOWDOWN CONDENSOR LCGO TO TANK, DHDT V7 V13 SWS HEATER HCGO TO TANK, HCU 211/212 BOC SEPARATOR V14 GAS TO FLARE V12 BOC KO DRUM CRACK SLOP TO TANK COKING CHAMBERS DELAYED COKING UNIT UNIT 140 rs/pe-enj.bang Gambar 3.3 Diagram Alir Proses Delayed Cooking Unit di RU II Dumai Distillate Hydrotreating Unit (DHDT) Unit ini berfungsi mengolah light coker gas oil (LCGO) dari delayed coker unit (DCU) dan CN (coker naphtha) dari DCU dan Tangki dengan cara menjenuhkan material hasil cracking yang tidak stabil dan membuang pengotor seperti sulfur dan nitrogen dengan bantuan gas hidrogen bertekanan. Reaksi yang terjadi dalam reaktor dalah penjenuhan olefin, penghilangan sulfur, penghilangan nitrogen, penghilangan

48 oksigen, penghilangan logam, dan penghilangan halida. Campuran produk hasil reaksi dipisahkan di kolom stripper dan splitter. Unit ini berkapasitas produksi sebesar 84,6 m3/jam. LCGO dari coking unit ditampung sementara di V-1 lalu dipanaskan di H-1. Sebelum dipanaskan, umpan terlebih dahulu dicampur dengan gas H 2 dari kompressor C-1AB. Setelah pemanasan, pereaksian dilakukan di V-2 & V-3. Setelah didinginkan di E-1 ABCD, keluaran V-3 diinjeksikan dengan air untuk mengambil NH3 dan H2S yang terbentuk. Selanjutnya dilakukan kondensasi di E-2 dan kondensat ditampung di HP separator (V-4). Fraksi atas V-4 diumpankan ke V-5 dan masuk ke aliran recycle. Fraksi bawah V-5 diumpankan kekolom stripper V-8 untuk memisahkan naphtha dan komponen LPG. Produk bawah V-8 diumpankan ke kolom splitter V-10 menghasilkan light kerosene dan heavy kerosene. Produk yang dihasilkan berupa : Gas sebagai fuel gas Naphtha sebagai umpan HC Unibon Light Kerosene sebagai campuran kerosin dan diesel Heavy kerosene sebagai campuran kerosin dan diesel Coke Calciner Unit (CCU) Coke Calciner digunakan untuk mengolah green coke menjadi calcined coke. Pada saat ini, coke calciner unit Pertamina RU-II Dumai tidak lagi beroperasi. Proses pengolahannya adalah pembakaran pada suhu 1250oC untuk menghilangkan material karbon yang mudah menguap dan kandungan air. Unit ini menghasilkan calcined cokesebesar ton perhari. Green coke dari DCU dipanaskan pada temperatur 1250 oc menggunakan calciner rotary kiln untuk menghilangkan semua zat volatil dan air. Rotary kiln dengan kemiringan tertentu digunakan untuk mendinginkan coke panas. Spray water dikontakkan langsung dengan coke panas. Panas gas hasil pembakaran coke di insenerator dilewatkan di Waste Heat Boiler (WHB)untuk menghasilkan steam.

49 WHB (waste heat boiler) saat ini tetap dioperasikan dengan modifikasi penambahan burner dan WHB beroperasi seperti boiler (unit pembangkin steam).

50 BAB IV UTILITAS DAN PENGOLAHAN LIMBAH 4.1 Utilitas Di dalam suatu pabrik terutama kilang minyak, utilitas merupakan suatu bagian yang penting guna menunjang operasi karena sebagian besar jalannya operasi ditentukan oleh adanya utilitas ini. Utilitas yang terdapat pada PT. PERTAMINA RUII Dumai adalah: 1. Plant Water, yang berfungsi sebagai : a. Air Pendingin Pompa b. Air umpan Boiler c. Air minum d. Water Hydrant e. Air bersih untuk perumahan 2. Steam, yang berfungsi sebagai : a. Penggerak Turbin b. Pemanas c. Atomizing steam (steam pembakaran) 3. Udara bertekanan (Pressed Air), yang berfungsi sebagai : a. Instrumen Air, untuk menjalankan instrumen pengontrol b. Plant Air, untuk pembersihan alat-alat 4. Sea Water, yang berfungsi sebagai : a. Air Pendingin pada cooler dan condensor b. Pendingin mesin-mesin di power plant c. Fire safety Unit-unit proses yang merupakan bagian dari Unit Utilitas adalah :

51 4.1.1Unit Penjernihan Air (Water Treatment Plant) Sumber air tawar diperoleh dari sungai Rokan. Pengolahan air inibertujuanuntukmemperoleh air yang memenuhisyaratsebagai air minum, air pendingin, dan air umpan boiler (Boiler Feed Water/BFW). Untuk memperoleh BFW harus dilakukan demineralisasi. Air sungai Rokan diolah untuk menghilangkan kekeruhan, COD, padatan terlarut, danwarna. Penambahan larutan NaOH dilakukan untuk menghindari korosi yang disebabkan oleh ph air yang rendah. Penambahan desinfektan seperti Cl2 dan Ca(OCl)2 dilakukan untuk mensterilkan air minum. Air sungai Rokan dipompa menuju WTP (Water Treatment Plant) Bukit Datuk yang berjarak 45 Km, kemudian ditampung dalam raw water pond. Di dalam raw water pond terjadi pengendapan lumpur, pasir, dan partikulat. Kemudian air ini dipompa menuju clearator dan diinjeksikan Aluminium Sulfat (Al2(SO4)3.18H2O), Soda Kaustik (NaOH) dan Coagulant Aid. Di dalam clearator ini, air dan bahan kimia diaduk dengan rapid mixer hingga terjadi koagulasi antara bahan kimia dengan kotoran kemudian terbentuk flok. Reraksi yang terjadi adalah: Al2(SO4)3.18H2O + 3Na2CO33 Al2(SO4)3.18H2O + Ca(HCO3)2 Na2 SO4 + 2Al(OH)3 + 18H2O 3CaSO4 + 2Al(OH)3 + 6CO2 + 18H2O Flok-flok yang terbentuk diendapkan dan dibuang secara periodik. Air jernih yang mengalami over flow ditampung dalam intermediate pond. Intermediate pond hanya berfungsi sebagai bak penampung air jernih. Air jernih lalu dialirkan ke sand filter yang berfungsi untuk memisahkan carry over flok dari clearator. Air jernih dari sand filter secara gravitasi dialirkan menuju treated water pond. Dari treated water pond air didistribusikan dengan pompa melalui sistem manifold. Manifold untuk kilang diinjeksikan corrosion inhibitor, sedangkan air untuk perumahan dan dok diinjeksikan Cl2 atau Ca(OCl)2 untuk desinfektan. Refinery water (raw water) dari WTP Bukit Datuk dikirim ke new plant dan dikirim kesand filter. Outlet sand filter ditampung pada filtered water tank. Dari tangki tersebut sementara sebelum didistribusikan dengan pompa menuju : 1. Portable WaterTank

52 2. Plant Water Calciner 3. Demineralizer 4. Make Up Cooling Water 5. Plant Water and House Station Unit Penyediaan Uap (Boiler Plant) Air umpan boiler memiliki persyaratan khusus karenadalam air masih terdapatzat-zat yang biasmembentukkerakpadatube boiler danzat-zat yang korosif. Kerak pada tube boiler disebabkan oleh garam-garam silikat dan karbonat. Kerak ini menyebabkan over heating karena menghambat transfer panas. Korosi pada pipa disebabkan adanya gas-gas korosif seperti : O2, CO2, ph air yang rendah, oleh karena itu gas-gas harus dihilangkan dan ph air dijaga tetap netral di dalam BFW. Garamgaram mineral yang larut dalam air bisa mengakibatkan buih sehingga perlu dihilangkan dengan demineralizer yang terdiri dari kation dan anion. Outlet demineralizer ditampung dalam tangki lalu dipompakan ke deaerator guna mengurangi kandungan O2 terlarut. Air yang keluar deaerator diinjeksikan hydrazine untuk menghilangkan O2 sisa kemudian didistribusikan ke boiler dengan pompa. Steam yang dihasilkan terbagi menjadi tiga jenis : 1. High Pressure Steam (HPS), P = 41 Kg/cm2 2. Middle Pressure Steam (MPS), P = 11 Kg/cm2 3. Low Pressure Steam (LPS), P = 3,5 Kg Unit Air Pendingin (Cooling Water Unit) Unit ini berfungsi untuk menampung air yang akan digunakan sebagai air pendingin pompa dan kompressor. Air yang digunakanadalah air tawardari WTP Bukit Datuk. Cooling tower di new plant berpusat di Utilities Circulation.Air daritangkididistribusikankecooling tower sebagaimake-up.untukmempertahankan level cooling tower makadiperlukanmake-up karena air yang kembali(return cooling tower) sangat sedikit. Untuk membuang sludge dan lumpur dilakukan dengan blow down. Untuk menghindar ipertumbuhan jasad renik (algae dan lumut), diinjeksikan

53 chlorine kedalam cooling tower sebanyak 10 Kg selama 6 jam dalamsatuhari. Di samping itu, diinjeksikan juga corrosion inhibitor berupadulcam 704 (untuk satu shift diberikan sebanyak 37.5 Liter) yang berfungsi untuk membentuk lapisan pada pipa sehingga tidak terjadi kontak langsung antara air dengan material pipa yang bias mengakibatkan perkaratan Unit Penyedia Udara Bertekanan Fungsi dari udara bertekanan yang dihasilkan oleh unit ini adalah : 1. InstrumentAir Udara bertekanan yang dihasilkan oleh kompresor masuk ke dalam receiver. Udara biasa masuk melalui filter dihisap oleh kompresor dan ditekan keluar melalui pendingin dan cyclone untuk memisahkan air, setelah itu masuk ke receiver. Tekanan udara dijaga dengan pressure recorder controller (PRC) sebesar 6.5 Kg/cm2. 2. Plant Air Digunakan sebagai pembersih dan flushing pipa-pipa. Di dalam unit kompresor juga terdapat cooling tower untuk mengatur air pendingin yang mendinginkan pompa dan kompresor. Untuk menjaga agar suhu air tetap rendah digunakan fan. Untuk mencegah korosi, diinjeksikan polycrin I dan polycrin AI (merupakan corrosion inhibitor) Unit Penyediaan Fuel Sistem penyediaan fuel oil di new plant berpusat di utilitas. Fuel oil dari tangki penampungan sementara sebelum didistribusikan dengan pompa menuju : 1. Boiler Utilitas 2. Vacuum Unit 3. Platforming Unit 4. Naphtha Hydrotreating Unit 5. Distillate Hydrotreating Unit 6. Hydrocracking Unibon

54 4.1.6 Unit Penyediaan Power (Power Plant) Merupakan unit yang penting dalam operasi kilang. Unit ini berfungsi sebagai penyedia tenaga listrik untuk kebutuhan kilang maupun perumahan karyawan. Unit ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu : 1. Power Generation 2. Power Distribution 3. Bengkel Listrik Pembangkit listrik yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik perumahan, kantor dan pabrik adalah : Kilang lama (existing plant), mempunyai Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan empat buah engine kapasitas masing-masing 3.5 MW dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) terdapat dua buah dengan kapasitas masing-masing 17,5 MW. Kilang baru (new plant), terdapat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang terdiri dari lima steam generator dengan kapasitas masing-masing 14 MW dengan tegangan 11 kv, dengan supply steam dari boiler. Untuk menggerakkan turbin generator digunakan steam yang dihasilkan oleh boiler, sedangkan untuk operasi pembangkit listrik di dua kilang tersebut diintegrasikan dengan trafo integrasi. Untuk keperluan perumahan, PLTG dengan tegangan 10,5 kv dinaikkan menjadi 11 kv dan dinaikkan lagi menjadi 27 kv. 4.2 Pengolahan Limbah Di dalam suatu pabrik terutama kilang minyak, sama halnya dengan utilitas, pengolahan limbah merupakan suatu bagian yang penting guna menjaga pencemaran terhadap lingkungan karena sebagian besar limbah cair dibuang ke laut. Tahap

55 pengolahan limbah pada PT. PERTAMINA RU-II Dumai adalah: Unit Separator, Unit Biotreatment, Unit Sedimentasi Unit Separator Hasil limbah buangan cair dari berbagai unit ditampung pada unit separator. Unit ini berfungsi untuk memisahkan minyak dan air yang ada pada limbah karena minyak yang ada pada limbah jika tidak dipisahkan maka akan mengakibatkan pencemaran lingkungan dan berdampak pada ekosistem laut. Pada alat ini limbah dari berbagai unit tadi ditampung kemudian dipisahkan antara lapisan minyak dan air. Lapisan air berada di bawah sedangkan minyak berada di atas kemudian lapisan air dialirkan ke Biotreatment sedangkan lapisan minyak dialirkan ke tempat penampungan minyak limbah yang kemudian bisa diolah lagi Unit Biotreatment Pada unit ini limbah cair dari separator ditambahkan dengan mikroba atau desinfektan supaya zat-zat yang berbahaya bisa dihilangkan oleh mikroba tersebut. Kemudian limbah cair tadi dialirkan ke bak sedimentasi agar dapat kandungan limbah cair tersebut memiliki minyak yang dibawah batas yang telah ditetapkan Unit Sedimentasi Pada unit ini limbah cair dari biotreatment tadi dibiarkan mengendap. Kandungan minyak mengendap di permukaan sedangkan air di bawah. Kemudian minyak yang menggumpal di permukaan dipompakan ke tempat penampungan limbah cair minyak supaya dapat diolah kembali. Sedangkan limbah cair tadi diambil sampel untuk diuji kandungan zat berbahaya kemudian baru dibuang ke laut. Tabel 4.1 Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Pengilangan Minyak Bumi Kadar Maks. Beban Pencemaran No. Parameter (mg/l) Maks. (gr/m3) 1 BOD COD

56 Minyak dan lemak Sulfida terlarut Ammonia terlarut Phenol total Temperatur 20 0,5 8 0,8 45oC PH 6,0-9,0 3 Debit limbah 1000 m /m3 bahan baku maks. minyak (Sumber:Kep.Men.Neg.LH no.42/menlh/x/1996) 20 0,5 8 0,8 45oC 6,0-9, m /m3 bahan baku minyak 3

57 BAB V SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN 5.1 Visi dan Misi Pertamina Visi Pertamina : Menjadi perusahaan minyak nacional kelas dunia Misi Pertamina : Menjalankan usaha inti minyak, gas, dan bahan bakar nabati secara terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat Visi Pertamina RU II Dumai Menjadi kilang minyak dan petrokimia yang kompetitif di Asia Tenggara Misi Pertamina RU II Dumai: Melakukan usaha di bidang pengolahan minyak bumi dan petrokimia yang dikelola secara profesional dan kompetitif berdasarkan tata nilai 6 C (Clean, competitive, confident, costumer focus, commercial & capable) untuk memberikan nilai tambah lebih bagi pemegang saham, pelanggan, pekerja dan lingkungan. 5.2 Struktur Organisasi Pertamina Refinery Unit II Dumai PT.Pertamina (persero) RU II Dumai dipimpin oleh seorang General Manager yang bertanggung jawab secara langsung kepada Direktur PT Pertamina (Persero) Pusat di Jakarta. Diagram struktur organisasi PT. Pertamina (persero) Refinery Unit II Dumai diperlihatkan pada Gambar 5.1 berikut ini:

58 General Manager sendiri membawahi kepala-kepala bidang atau manager yang membawahi bidang-bidang tertentu, antara lain: 1. Refinery Planning & Optimization Secara umum, peran Refinery Planning & Optimizationadalah merencanakan pengolahan kilang dengan melakukan optimasi antara konsumsi crude oil dan gross margin yang positif. Tugas-tugas yang dimiliki oleh bidang ini adalah: a. Merencanakan pola operasi kilang untuk memperoleh batasan keuntungan yang optimal. b. Menyalurkan hasil produksi serta mengatur penerimaan crude dan intermediet. c. Menyediakan data dan informasi untuk proses pengolahan dan produksi. d. Mengatur pengolahan di unit-unit operasi. Refinery Planning & Optimization ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu Refinery Planning,Supply Chain,dan Budget & Performance. a. Bagian Refinery Planning bertugas menyusun Rencana Kerja (RK) tahunan, STS (Short Term Schedule), rencana harian, GMH (Gross Margin Harian), dan kemudian membandingkan hasil real yang diperoleh di lapangan dengan RK dan STS yang telah disusun sebelumnya. b. Bagian Supply Chain, bertugas mengatur perencanaan pembuatan produk akhir melalui blending serta pengiriman produk ke konsumen, baik melalui pengapalan ataupun menggunakan sarana lainnya. c. Bagian Budget & Performance, bertugas mengatur budget dan performa kilang. 2. Engineering & Development Bidang Engineering & Development memiliki tugas-tugas sebagai berikut: a. Memberikan rekomendasi kepada bagian kilang mengenai kondisi operasi optimum dalam hal unjuk kerja peralatan, keekonomisan, dan keamanan. b. Mengevaluasi kondisi operasi, bahkan bila diperlukan memberikan rekomendasi untuk memodifikasi peralatan produksi serta memajukan teknik perbaikan.

59 c. Mengevaluasi kondisi operasi unit untuk uji unjuk kerja, perbandingan kondisi operasi sebelum dan sesudah Turn Around (TA). d. Memberikan saran mengenai maintenance system instrumentasi. e. Melaksanakan studi/modifikasi pada peralatan atau pada proses terkait. Bagian-bagian yang dibawahi oleh Engineering & Development adalah: a. Process Engineering Bagian ini dibagi ke dalam empat seksi, yaitu : Seksi Primary Seksi Secondary Seksi Process Control Seksi Safety dan Environmental Seksi Expert b. Facility Engineering Bagian ini bertanggung jawab terhadap kehandalan peralatan kilang melalui sudut pandang enginering mengenai hal-hal nonproses, contohnya rotating equipment dan nonrotating equipment yang meliputi masalah pada peralatan operasi dan analisis rencana pengembangan suatu alat operasi. c. Project Engineering Bagian ini bertanggung jawab terhadap pemeliharaan peralatan produksi, modifikasi peralatan produksi, pembuatan paket kontrak, dan pengawasan proyek-proyek. d. Energy Conservation &Loss Control Bagian ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian energi konservasi dan bagian loss control. Bagian energi konservasi dan loss control bertugas melakukan optimasi terhadap konsumsi energi di Pertamina RU II Dumai dan mengusahakan penggunaan bahan baku dan produk intermediet semaksimal mungkin sebelum sisanya dibuang menjadi limbah. 3. ProductionDumai

60 Secara umum, bidang ini berperan sebagai penanggung jawab kegiatan pengolahan minyak dari bahan baku hingga menjadi produknyauntukkilang di Dumai. Bidang ini membawahi beberapa bidang, yaitu: a. Hydroskimming Complex (HSC) Bagian HSC bertanggung jawab terhadap operasi unit-unit proses sebagai berikut: 1) Crude Distillation Unit (CDU) 2) Platforming I (Existing) 3) Naphtha RerunUnit (NRU) 4) Platforming II/ CCR (PL II-CCR) 5) Naphtha Hydrotreating Unit (NHDT) b. Hydrocracking Complex (HCC) Bagian HCC bertanggung jawab terhadap operasi unit-unit proses sebagai berikut : 1) Hydrocracking Unibon 2) Hydrogen Plant 3) Amine LPG Recovery 4) Nitrogen Plant 5) Sour Water Stripper (SWS) 6) Fuel Gas System c. Heavy Oil Complex (HOC) Bagian HOC bertanggung jawab terhadap operasi unit-unit proses sebagai berikut: 1) Heavy Vacuum Unit (HVU) 2) Delayed Coking Unit (DCU) 3) Distillate Hydrotreating Unit (DHDT) 4) Waste Heat Boiler (WHB) d. Utilities

61 Bagian Utilities bertanggung jawab terhadap unit-unit penunjang operasi kilang yang meliputi : 1) Pembangkit uap 2) Pembangkit listrik 3) Fasilitas penyediaan air tawar 4) Fasilitas penyediaan udara untuk memenuhi keperluan instrumentasi. e. Oil Movement Bidang ini berfungsi sebagai penunjang operasi kilang untuk kegiatan penampungan produk dan pengapalan (distribusi). Dalam pelaksanaannya bidang ini dibagi ke dalam dua bagian yaitu: 1) Tank Farm (TF) 2) Put Loading f. Laboratory Laboratorium merupakan tempat dilakukannnya analisis yang mencakup sifat fisik dan kimia suatu komponen seperti densitas, viskositas, flash point, komposisi, titik didih, impuritis, ph, dan lain-lain. Laboratorium dibagi ke dalam tiga seksi,yaitu : 1) Crude Environment dan Maintenance 2) Cair dan Coke 3) Analitika dan Gas 4. Production Sungai Pakning Bidang ini bertugas dan bertanggung jawab atas kinerja operasi kilang RU II Sungai Pakning yang dipimpin oleh seorang Manajer Produksi BBM Sungai Pakning. 5. Health, Safety & Environment Bidang ini membawahi bagian-bagian: a. Environmental b. Fire&Insurance c. Safety

62 d. OccupationalHealth 6. Maintenance Execution Bidang ini membawahi bagian-bagian: a. Maintenance Area 1 b. Maintenance Area 2 c. Maintenance Area 3 d. General Maintenance e. Workshop 7. Maintenance Planning & Support Bidang ini membawahi bagian-bagian: a. Planning & Scheduling b. Stationary Engineer c. T/A Coordinator d. Electrical & Instrumental Engineer e. Rotating Equipment Engineer 8. Area Pangkalan Brandan 9. Procurement Bagian ini berperan sebagai penanggung jawab terhadap kegiatan penyediaan, pengadaan material, serta suku cadang yang diperlukan bagi operasi perusahaan.bidang ini membawahi bagian-bagian: a. Inventory Control b. Purchasing c. Service &Warehousing d. Contract Office 10. Reliability Bagian ini bertanggung jawab atas kondisi peralatan mekanik unit-unit proses pada waktu operasi maupun perbaikan, melakukan pemeriksaan kondisi peralatan produksi dan saran-saran teknik pemeliharaan, serta

63 pemeriksaan kualitas material suku cadang. Bidang ini membawahi bagianbagian: a. Equipment Reliability b. Plant Reliability 11. General Affairs Bidang ini membawahi bagian-bagian: a. Legal b. Public Relation c. Security 12. Coordinator OPI Bidang ini membawahi bagian-bagian: a. Workstream Efinery HSE b. Port Integration Network 5.3 Peraturan Kerja Untuk memfasilitasi pengaturan pembagian kerja, maka Pertamina RU II Dumai membuat suatu peraturan kerja yang meliputi jam kerja, keamanan dan keselamatan kerja serta kesejahteraan dan jaminan sosial. Peraturan ini telah mendapat persetujuan dari Departemen Tenaga Kerja. 1. Jam Kerja Pada dasarnya jumlah jam kerja karyawan PT Pertamina RU II Dumai adalah 8 jam kerja per hari atau empat puluh jam kerja per minggu dengan 5 hari efektif kerja per minggu. Untuk memenuhi aturan jam kerja dalam menangani segala aktivitas kilang, Pertamina RU II Dumai membagi karyawannya menjadi dua golongan, yaitu karyawan shift dan nonshift (harian). Karyawan non shift bekerja 8 jam perhari mulai hari Senin sampai dengan hari Kamis dengan waktu kerja dimulai pukul wib sampai wib, diselingi waktu istirahat selama satu jam pada pukul wib sampai wib. Khusus untuk hari Jumat, waktu kerja dimulai pukul wib sampai wib, diselingi waktu istirahat selama

64 dua jam pada pukul wib sampai wib. Sedangkan karyawan shift bekerja dengan pembagian shift sebagai berikut : a. Shift I : wib b. Shift II : wib c. Shift III : wib 2. Keamanan dan Keselamatan Kerja Kilang minyak PT Pertamina RU II Dumai mempunyai resiko kecelakaan kerja yang tinggi. Oleh karena itu, Pertamina RU II Dumai menempatkan keamanan dan keselamatan kerja di peringkat pertama (safety first). Berikut halhal yangberhubungan dengan keamanan dan keselamatan kerja di Pertamina RU II Dumai: a. Perusahaan bertanggung jawab terhadap keselamatan kerja karyawan, terutama pada jam-jam kerja. b. Perusahaan memberikan dan menyediakan perlengkapan/pelindung kerja sesuai dengan kebutuhan. c. Perusahaan mengikutsertakan seluruh karyawan dalam program JAMSOSTEK. d. Perusahaan memasang rambu-rambu tanda bahaya dan petunjuk-petunjuk praktis untuk mencegah kecelakaan kerja. 3. Kesejahteraan dan Jaminan Sosial Kesejahteraan dan jaminan sosial diberikan kepada semua pegawai tetap. Kesejahteraan dan jaminan sosial ini meliputi : a. Perawatan Kesehatan Perawatan kesehatan para karyawan tetap PT Pertamina ditanggung oleh perusahaan, melalui dana khusus untuk pengobatan setiap karyawan. b. Pakaian Dinas Pakaian dinas diberikan oleh perusahaan kepada para karyawan tetap. c. Koperasi

65 Koperasi didirikan sebagai sarana penunjang ke arah peningkatan kesejahteraan karyawan. Dalam hal koperasi ini perusahaan ikut mendorong dan membantu tumbuh dan berkembangnya koperasi karyawan di perusahaan. d. Pendidikan Dalam hal pendidikan, perusahaan mengadakan pelatihan-pelatihan rutin bagi para operator. e. Fasilitas Perusahaan Rumah ibadah (mesjid dan gereja) dan kantin. f. Pembinaan Sumber Daya Manusia Beberapa hal yang dapat diperoleh karyawan dalam rangka pembinaan sumber daya manusia diantaranya pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan dari perusahaan. Kegiatannya meliputi: 1. Pendidikan dan pelatihan secara in-house : berada di lingkungan Pertamina 2. Mengirim karyawan untuk belajar di berbagai lembaga pendidikan dan pelatihan di dalam dan luar negeri.

66 BAB VI TUGAS KHUSUS 6.1 Latar Belakang Reboiler adalah heat exchanger atau alat perpindahan panas yang biasa digunakan pada kolom destilasi. Reboiler digunakan untuk menguapkan cairan yang masuk sehingga uap yang dihasilkan masuk kembali dan naik ke kolom, dan cairan sisanya akan tertinggal dibagian bawah kolom sebagai residu. Pemakaian alat perpindahan panas secara kontinyu selama berlangsungnya proses produksi pada pabrik dapat mengakibatkan kemampuan kerja dari alat perpindahan panas menjadi berkurang. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya kerak atau kotoran yang terbentuk dari fluida yang digunakan, sehingga menghambat jalannya proses perpindahan panas. Menurunnya kinerja alat di pabrik dapat diatasi dengan penggantian peralatan dan cleaning (pembersihan) perlatan atau kegiatan ini disebut dengan turn around. Turn around (TA) adalah kegiatan yang dilakukan secara terencana dengan menghentikan seluruh atau sebagian proses di pabrik untuk melaksanakan tindakan pemeriksaan, perawatan, pemeliharaan, modifikasi, penggantian peralatan, pembersihan peralatan, penggantian katalis, dan lain sebagainya. Setelah dilakukan turn around di pabrik, perlu dilakukan evaluasi dengan membandingkan kinerja alat sebelum dan sesudah turn around. Hasil evaluasi akan memberikan gambaran mengenai dampak turn around terhadap kinerja alat di pabrik. 6.2 Rumusan Masalah Evaluasi yang akan dilakukan adalah membandingkan kinerja reboiler E-2 pada kolom Sour Water Stripper 840-V2 di PT. Pertamina RU II sebelum dan sesudah turn around dengan menggunakan data aktual kondisi operasi. Parameter yang digunakan adalah nilai Fouling Factor.

67 6.3 Tujuan Tujuan dari tugas khusus ini adalah untuk mengetahui kinerja reboiler E-2 sebelum dan sesudah turn around. 6.4 Tinjauan Pustaka Perpindahan Panas Penukar panas atau heat exchanger (HE), adalah suatu alat yang memungkinkan perpindahan panas dan bisa berfungsi sebagai pemanas maupun sebagai pendingin. Penukar panas dirancang agar perpindahan panas antar fluida dapat berlangsung secara efisien. Pertukaran panas terjadi karena adanya kontak, baik antar fluida dengan dinding yang memisahkannya maupun antar fluida dengan fluida lainnya. Ada tiga cara proses perpindahan panas, yaitu dengan konduksi, konveksi dan radiasi. a. Perpindahan panas secara konduksi, adalah proses perpindahan panas tanpa disertai perpindahan partikel bahan. b. Perpindahan panas secara konveksi, adalah proses perpindahan panas akibat adanya gerakan partikel-partikel fluida yang melewati suatu permukaan. c. Perpindahan panas secara radiasi, adalah perpindahan panas karena adanya gelombang elektromagnetik yang bergerak dalam kecepatan cahaya. Faktorfaktor yang mempengaruhi perpindahan panas adalah: 1. Perbedaan temperatur kedua fluida ( T) 2. Thermal conductivity (k) 3. Luas permukaan bidang pemaparan panas (A) 4. Kecepatan aliran fluida (W) 5. Arah aliran fluida Reboiler

68 Reboiler adalah heat exchanger atau alat perpindahan panas yang biasa digunakan pada kolom destilasi. Reboiler digunakan untuk menguapkan cairan yang masuk sehingga uap yang dihasilkan masuk kembali dan naik ke column, dan cairan sisanya akan tertinggal di bagian bawah column sebagai residu. Tangki reboiler vertical dan horizontal bekerja dengan sirkulasi natural, dimana aliran yang mengalir ke reboiler disebabkan oleh ketidakseimbangan tekanan hidrostatik antara cairan di dalam tower dan campuran di dalam tube reboiler. Prinsip kerja reboiler pada dasarnya sama dengan Heat Exchanger secara umum, namun reboiler sebagai suatu sistem memerlukan peralatan tambahan lebih daripada sekedar Heat Exchanger sebagai instrumen, sehingga reboiler tidak dapat berdiri sendiri. Reboiler terdiri atas beberapa sistem yang berhubungan, misalnya sistem heat exchanger dan sistem kolom (destilasi, evaporasi, dan yang sejenisnya). Kedua sistem itu terhubung menjadi sebuah sistem reboiler dengan adanya pengembalian fluida (panas) ke dalam kolom dari reboiler. Gambar 6.1 Typical reboiler horisontal thermosyphon 6.5 Evaluasi Kinerja Reboiler

69 Evaluasi Kinerja Reboiler E-2 pada kolom Sour Water Stipper 840-V2 dilakukan dengan melakukan perhitungan terhadap nilai parameternya. Untuk mendapatkan nilai kondisi operasi seperti flowrate dan temperature pada reboiler E-2, perlu dilakukan simulasi menggunakan simulator ASPEN HYSYS V 8.6. Data yang dimasukkan kedalam simulator adalah data aktual pada kolom Sour Water Stipper 840-V2 sebelum dan sesudah turn around pabrik. Tabel 6.1 Data Aktual Sebelum dan Sesudah TA Keterangan Flow Feed Ammonia Feed Sulfida Feed Flow Refluk Pressure Top V-2 Pressure Bottom V-2 Flow Steam E-2 Pressure Steam Temperature Steam Flow Produk Ammonia Produk Sulfida Produk Sebelum TA (Minggu ke-3 Desember 2015) 47, ,56 0,56 0,70 8,71 3,70 151,25 44,22 101,10 4,40 Sesudah TA (Minggu ke- 4 Maret 2016) 57, ,07 0,56 0,70 10,96 3,53 149,90 52,17 61,65 2,955 Satuan m3/jam ppm ppm m3/jam kg/cm2 kg/cm2 ton/jam kg/cm2 Deg C m3/jam ppm ppm Hasil Simulasi Hysys Kondisi operasi pada reboiler E-2 yang didapat menggunakan simulator ASPEN HYSYS V 8.6 dapat dilihat pada Tabel 6.2. Tabel 6.2 Kondisi operasi Reboiler E-2 Keterangan Jenis Fluida Laju Alir (lb/hr) Sebelum TA (Minggu ke-3 Desember 2015) Shell Tube Sour Water Steam (Cold Fluid) (Hot Fluid) , ,24 Sesudah TA (Minggu ke- 4 Maret 2016) Shell Tube Sour Water Steam (Cold Fluid) (Hot Fluid) , ,6352

70 T masuk ( F) T keluar ( F) Q Reboiler (kcal/h) 192, , ,34 284, , ,82 192, , Nilai flooding, pressure drop, tempereature, dan vapor rate tiap tray kolom Sour Water Stipper 840-V2 yang didapat dari simulasi Hysys dapat diihat pada tabel 6.3. Tabel 6.3 Kondisi tiap tray kolom Sour Water Stipper 840-V2 Flooding (%) No Befor e TA Tray 1 36,70 Tray 2 36,69 Tray 3 36,63 Tray 4 36,57 Tray 5 36,50 Tray 6 31,96 Tray 7 50,21 Tray 8 51,75 Tray 9 52,36 Tray 10 52,93 Tray 11 53,49 Tray 12 54,05 Afte r TA 69,3 9 69,9 5 70,0 6 70,1 5 70,2 4 47,0 6 75,7 9 76,6 1 76,7 0 76,7 5 76,7 7 76,7 7 Delta P (bar) Before TA 0, , , , , , , , , , , , After TA 0, , ,0114 0, , , , , , , , , Temperature (C) Befor Afte e TA r TA 81,9 83, ,3 83,5 5 82,7 83, ,0 84, ,4 84, ,7 84, ,7 85, ,1 85, ,5 85,5 4 85,8 85, ,1 85, ,4 86,19 5 Vapor Rate (kg/h) Before After TA TA 4056,7 9009, ,6 4079, ,9 9249, , ,6 4129,9 9402, ,9 9475, ,0 789, ,3 833, ,3 854, ,6 874, ,2 894, ,9 913,79 2

71 Tray 13 54,59 Tray 14 55,12 Tray 15 55,64 Tray 16 56,15 Tray 17 56,66 Tray 18 57,15 Tray 19 57,64 Tray 20 58,11 Tray 21 58,58 Tray 22 59,05 Tray 23 59,49 Tray 24 59,95 Tray 25 60,41 Tray 26 61,15 76,7 5 76,7 1 76,6 7 76,6 3 76,5 7 76,5 2 76,4 6 76,4 0 76,3 4 76,2 8 76,2 2 76,1 6 76,1 0 76,3 6 0, , , , , , , , , , , , , , ,0143 0, , , , , , , , ,42 0, ,38 0,0144 0, , , ,59 86,64 86,86 87,08 87,3 87,52 87,74 87,95 88,16 88,81 89,06 89,16 86,7 2 86,9 7 87,2 2 87,4 5 87,6 9 87,9 1 88,1 4 88,3 6 88,5 8 88,7 9 89,0 1 89,2 2 89,4 3 89, , , , , , , , ,2 5404, , ,3 5453,3 5476, , , ,37 952, ,6 1104, ,4 1131, , , , , , Hasil Perhitungan Dari Tabel 6.2 dapat dihitung nilai Rd (Fouling Factor) pada reboiler E-2 dengan mengacu pada buku Process Heat Transfer, Donal Q.Kern; International Edition; Mc- Graw Hill. Tabel 6.4 Nilai Uc, Ud, dan Rd hasil perhitungan pada reboiler E-2 Keterangan Sebelum TA Sesudah TA (Minggu ke-3 Desember (Minggu ke- 4 Maret

72 2015) Uc (Btu/hr(ft2)oF) Ud (Btu/hr(ft2)oF) Rd (hr(ft2)of/btu) 2016) 153,05 61,21 0, ,71 262,52 0, Pembahasan Faktor pengotor (Fouling) merupakan besarnya terbentuk fouling (Pembentukan kerak) pada dinding heat exchanger yang berkontak dengan fluida. Pengotoran ini merupakan pengendapan dari fluida yang mengalir, juga disebabkan oleh korosi pada komponen dari heat exchanger akibat pengaruh dari jenis fluida yang dialirinya. Ini sangat mempengaruhi perpindahan panas pada heat exchanger. Selama heat exchanger ini dioperasikan faktor pengotoran akan terjadi. Terjadinya pengotoran tersebut, dapat mempengaruhi temperatur fluida yang mengalir serta menurunkan koefisien perpindahan panas menyeluruh dari fluida tersebut. Nilai Rd (Fouling Factor) dipengaruhi oleh Uc (heat transfer clean coeffisient) dan Ud (heat transfer design coeffisient). Dari hasil perhitungan didapatkan nilai Rd sebelum TA sebesar 0, hr(ft2)of/btu dan nila Rd sesudah TA sebesar 0, hr(ft2)of/btu. Nilai Rd sesudah TA lebih kecil dari nilai Rd sebelum TA. Fouling pada reboiler akan menyebabkan perpindahan panas menjadi tidak efektif dan akan mempengaruhi nilai Q (heat flow) pada reboiler. Dari simulasi menggunakan Hysys didapatkan nilai Q reboiler sebelum TA yaitu kcal/h, sedangkan nilai Q reboiler sesudah TA yaitu kcal/h. Hal ini menunjukkan bahwa pembersihan peralatan selama Turn Around membuat proses perpindahan panas pada reboiler E-2 menjadi lebih efektif. Q (heat flow) pada reboiler memiliki peranan yang penting terhadap pemisahan di kolom Sour Water Stipper 840-V2. Faktor-faktor yang mempengaruhi lainnya adalah pressure drop, temperature dan flooding pada tiap tray. Perbandingan nilai pressure drop tiap tray di kolom Sour Water Stipper 840V2 sebelum dan sesudah TA dapat dilihat pada gambar 6.2.

73 P (bar) Sebelum TA Sesudah TA Tray Gambar 6.2 Pressure Drop Vs Tray Dari grafik dapat dilihat bahwa nilai pressure drop tiap tray sesudah TA lebih besar dari sebelum TA. Nilai pressure drop maksimum sesudah TA adalah 0,01449 bar, sedangkan nilai pressure drop maksimum sebelum TA 0, bar. Nilai pressure drop sebelum dan sesudah TA pada tiap tray ini sangat kecil (mendekati 0) sehingga tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap pemisahan pada kolom Sour Water Stipper 840-V2. Perbandingan nilai temperature tiap tray di kolom Sour Water Stipper 840-V2 sebelum dan sesudah TA dapat dilihat pada gambar 6.3.

74 Teperature (C) 84 Sebelum TA 82 Sesudah TA Tray Gambar 6.3 Temperature Vs Tray Tempereture maksimum sebelum TA adalah 89,16 0 C sedangkan nilai temperature maksimun sesudah TA adalah 89,43 0C. Jika dilihat dari grafik nilai temperature tiap tray sebelum dan sesudah TA tidak memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Nilai Flooding adalah besaran yang menyatakan banyaknya liquid yang tertahan pada tray sehingga dapat menahan vapor yang akan menuju ke top stage. Nilai flooding maksimum yang diizinkan adalah 80% dengan nilai range best practice berkisar antara 60-80% (Ludwig, 1994). Perbandingan nilai flooding tiap tray di kolom Sour Water Stipper 840-V2 sebelum dan sesudah TA dapat dilihat pada gambar 6.4.

75 Flooding (%) Sebelum TA Sesudah TA Minimum Maksimum Tray Gambar 6.4 Flooding Vs Tray Dari grafik dapat dilihat nilai flooding tiap tray sesudah TA lebih besar dari nilai flooding sebelum TA. Nilai flooding maksimum sesudah TA adalah 76,36 %, sedangkan nilai flooding maksimum sebelum TA adalah 61,15 %. Nilai flooding sebelum TA pada tray 1 hingga tray 24 berada dibawah nilai batas minimum. Nilai flooding yang kecil menunjukkan sedikitnya jumlah liquid yang berada pada tray. Jumlah liquid yang sedikit akan menyebabkan perpindahan panas dan massa pada tray menjadi tidak efektif. Reboiler memiliki peranan yang penting dalam pemisahan dalam suatu kolom. Kinerja reboiler dapat dilihat pada nilai Q (heat flow) nya. Nilai Q reboiler sesudah TA lebih besar yaitu kcal/h, sedangkan nilai Q reboiler sebelum TA yaitu kcal/h. Nilai Q reboiler akan mempengaruhi laju vapor pada tiap tray kolom destilasi.

76 Vapor Rate (kg/h) Sebelum TA 3000 Sesudah TA Tray Gambar 6.5 Vapor Rate Vs Tray Dari grafik dapat dilihat bahwa nilai laju vapor tiap tray sesudah TA lebih besar dari nilai sebelum TA. Perbedaan laju vapor tiap tray ini cukup besar meskipun nilai feed yang masuk ke dalam kolom tidak jauh berbeda. Feed yang yang masuk ke kolom sebelum TA adalah 47,42 m3/h, sedangkan nilai feed yang masuk ke kolom sesudah TA adalah 57,66 m3/h. Besarnya nilai laju vapor akan membuat impuritis yang diuapkan menjadi lebih banyak sehingga kualitas produk yang dihasilkan akan menjadi lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari nilai impuritis (amonia dan sulfida) pada produk yang dihasilkan. Sebelum TA konsentrasi ammonia dan sulfida pada produk adalah 101,1 ppm dan 4,4 ppm, sedangkan sesudah TA konsentrasi ammonia dan sulfida pada produk lebih rendah yaitu 61,65 ppm dan 2,95 ppm

77 BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan Pada laporan ini terdapat beberapa kesimpulan mengenai PT. Pertamina (Persero) RU II Dumai yang didapatkan selama Kerja Praktek berlangsung, yaitu : 1. PT. Pertamina (Persero) RU II Dumai merupakan salah satu direktorat (kilang) dari PT. Pertamina (Persero) yang melaksanakan proses pemurnian dan pengolahan minyak dan gas bumi termasuk usaha petrokimia yang memiliki tugas dalam memenuhi kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) maupun Non Bahan Bakar 2. Minyak (NBBM) dalam negeri. Proses pengolahan minyak dan gas bumi di PT. Pertamina (Persero) RU II Dumai dilaksanakan dalam tiga unit utama, yaitu Hydroskimming Complex (HSC), 3. Hydrocracking Complex (HCC), dan Heavy Oil Complex (HOC). Produk yang dihasilkan oleh PT. Pertamina (Persero) RU II Dumai adalah produk BBM (Premium, Kerosene, Automotive Diesel Oil (ADO), Aviation Turbin (Avtur) dan produk non-bbm (LPG, Lube Base Oil (LBO), dan Green Coke). Green coke merupakan produk akhir dari proses pengilangan minyak bumi di PT. 4. Pertamina (Persero) RU II Dumai. Dari hasil evaluasi dengan menghitung nilai fouling factor dan simulasi menggunakan Hysys, dapat diketahui bahwa kinerja reboiler E-2 sesudah TA lebih baik dari sebelum TA. Nilai fouling factor sebelum dan sesudah TA adalah 0, hr(ft2)of/btu dan 0, hr(ft2)of/btu, sedangkan nilai Q reboiler sebelum dan sesudah TA adalah kcal/h dan kcal/h. 7.2 Saran Untuk meningkatkan dan menjaga kinerja reboiler disarankan untuk melakukan maintenance secara berkala dan tidak menjalankan reboiler melebihi batas designya.

78 DAFTAR PUSTAKA Kern, Donald Q.1983.Process Heat Transfer International Student Edition.Japan: Mc.Graw-Hill Book Company. Perry, Robert H.1997.Perry s Chemical engineer s Handbook.United State Of America:Mc.Graw-Hill Book Company. Yaws, C. L., 1999, Chemical Properties Handbook, McGraw Hill Company, Inc., New York Ludwig

79 LAMPIRAN A DATA DESIGN REBOILER E-2

80

Teknologi Minyak dan Gas Bumi. Di susun oleh : Nama : Rostati Sumarto( ) Wulan Kelas : A Judul : Sour water stripper

Teknologi Minyak dan Gas Bumi. Di susun oleh : Nama : Rostati Sumarto( ) Wulan Kelas : A Judul : Sour water stripper Teknologi Minyak dan Gas Bumi Di susun oleh : Nama : Rostati Sumarto(1500020074) Wulan Kelas : A Judul : Sour water stripper Proses Sour Water Stripping di Pabrik Minyak di Indonesia Balongan Cilacap Kilang

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG. Kilang PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan dilaksanakan. pada bulan Oktober 1994 dan diresmikan oleh Presiden

LATAR BELAKANG. Kilang PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan dilaksanakan. pada bulan Oktober 1994 dan diresmikan oleh Presiden LATAR BELAKANG Kilang PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan dilaksanakan pada bulan Oktober 1994 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 24 Mei 1995. Sumber bahan baku yang diolah di PT. PERTAMINA

Lebih terperinci

BAB III VACUUM DISTILLATION UNIT (VDU)

BAB III VACUUM DISTILLATION UNIT (VDU) BAB III VACUUM DISTILLATION UNIT (VDU) I. Pendahuluan Pada awalnya kilang hanya terdiri dari suatu Crude Distillation Unit (CDU) yang beroperasi dengan prinsip dasar pemisahan berdasarkan titik didih komponen

Lebih terperinci

Pengolahan Minyak Bumi

Pengolahan Minyak Bumi Primary Process Oleh: Syaiful R. K.(2011430080) Achmad Affandi (2011430096) Allief Damar GE (2011430100) Ari Fitriyadi (2011430101) Arthur Setiawan F Pengolahan Minyak Bumi Minyak Bumi Minyak bumi adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Minyak bumi terutama terdiri dari campuran senyawa-senyawa hidrokarbon yang sangat kompleks, yaitu senyawa-senyawa organik yang mengandung unsurunsur karbon dan hidrogen. Di samping

Lebih terperinci

BAB X VISBREAKING PROCESS

BAB X VISBREAKING PROCESS BAB X VISBREAKING PROCESS I. Pendahuluan Proses perengkahan panas (thermal cracking process) adalah suatu proses pemecahan rantai hydrocarbon dari senyawa rantai panjang menjadi hydrocarbon dengan rantai

Lebih terperinci

BAB III PROSES PEMBAKARAN

BAB III PROSES PEMBAKARAN 37 BAB III PROSES PEMBAKARAN Dalam pengoperasian boiler, prestasi yang diharapkan adalah efesiensi boiler tersebut yang dinyatakan dengan perbandingan antara kalor yang diterima air / uap air terhadap

Lebih terperinci

BAB VII INTRODUCTION TO FLUID CATALYTIC CRACKING (FCC)

BAB VII INTRODUCTION TO FLUID CATALYTIC CRACKING (FCC) BAB VII INTRODUCTION TO FLUID CATALYTIC CRACKING (FCC) Ringkasan Terjemahan dari Materi Presentasi Quak Foo, Lee Chemical and Biological Engineering, the University of British Columbia I. Apakah FCC itu?

Lebih terperinci

Pra Desain Pabrik Produksi Gasoline Pada Kilang Minyak Skala Kecil

Pra Desain Pabrik Produksi Gasoline Pada Kilang Minyak Skala Kecil F127 Pra Desain Pabrik Produksi Gasoline Pada Kilang Minyak Skala Kecil Bilal Chabibulloh, Wisnu Kusuma Atmaja, Juwari dan Renanto Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi

Lebih terperinci

Secara umum tahapan-tahapan proses pembuatan Amoniak dapat diuraikan sebagai berikut :

Secara umum tahapan-tahapan proses pembuatan Amoniak dapat diuraikan sebagai berikut : PROSES PEMBUATAN AMONIAK ( NH3 ) Amoniak diproduksi dengan mereaksikan gas Hydrogen (H 2) dan Nitrogen (N 2) dengan rasio H 2/N 2 = 3 : 1. Disamping dua komponen tersebut campuran juga berisi inlet dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tetradecene Senyawa tetradecene merupakan suatu cairan yang tidak berwarna yang diperoleh melalui proses cracking senyawa asam palmitat. Senyawa ini bereaksi dengan oksidan

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Dewasa ini permasalahan krisis energi cukup menjadi perhatian utama dunia, hal ini disebabkan menipisnya sumber daya persediaan energi tak terbarukan seperti minyak bumi

Lebih terperinci

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL FLYWHEEL: JURNAL TEKNIK MESIN UNTIRTA Homepage jurnal: http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jwl ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL Sadar Wahjudi 1

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KOLOM FRAKSINASI CRUDE DISTILLATION UNIT (CDU) PADA BEBAGAI OPERASI OVER KAPASITAS DENGAN SIMULASI HYSYS

EVALUASI KINERJA KOLOM FRAKSINASI CRUDE DISTILLATION UNIT (CDU) PADA BEBAGAI OPERASI OVER KAPASITAS DENGAN SIMULASI HYSYS EVALUASI KINERJA KOLOM FRAKSINASI CRUDE DISTILLATION UNIT (CDU) PADA BEBAGAI OPERASI OVER KAPASITAS DENGAN SIMULASI HYSYS EVALUASI KINERJA KOLOM FRAKSINASI CRUDE DISTILLATION UNIT (CDU) PADA BEBAGAI OPERASI

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KOLOM FRAKSINASI CRUDE DISTILLATION UNIT (CDU) PADA BEBAGAI OPERASI OVER KAPASITAS DENGAN SIMULASI HYSYS

EVALUASI KINERJA KOLOM FRAKSINASI CRUDE DISTILLATION UNIT (CDU) PADA BEBAGAI OPERASI OVER KAPASITAS DENGAN SIMULASI HYSYS EVALUASI KINERJA KOLOM FRAKSINASI CRUDE DISTILLATION UNIT (CDU) PADA BEBAGAI OPERASI OVER KAPASITAS DENGAN SIMULASI HYSYS Ummu Hani, Dinny Winda Astuti Abstrak Salah satu upaya memenuhi kebutuhan bahan

Lebih terperinci

Pengertian Cracking Perkembangan Catalytic Cracking Reaksi Perengkahan Katalis untuk Cracking Variabel Proses estimasi

Pengertian Cracking Perkembangan Catalytic Cracking Reaksi Perengkahan Katalis untuk Cracking Variabel Proses estimasi Pengertian Cracking Perkembangan Catalytic Cracking Reaksi Perengkahan Katalis untuk Cracking Variabel Proses estimasi Pengertian Cracking Cracking merupakan proses perengkahan atau dekomposisi, penyusunan

Lebih terperinci

MENGENAL KILANG PENGOLAHAN MINYAK BUMI (REFINERY) DI INDONESIA

MENGENAL KILANG PENGOLAHAN MINYAK BUMI (REFINERY) DI INDONESIA MENGENAL KILANG PENGOLAHAN MINYAK BUMI (REFINERY) DI INDONESIA Risdiyanta, ST., MT *) Abstrak Pengolahan adalah kegiatan utama dalam kegiatan usaha industri hilir minyak dan gas bumi, pengolahan bertujuan

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES

II. DESKRIPSI PROSES II. DESKRIPSI PROSES A. Proses Pembuatan Trimetiletilen Secara umum pembuatan trimetiletilen dapat dilakukan dengan 2 proses berdasarkan bahan baku yang digunakan, yaitu pembuatan trimetiletilen dari n-butena

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Gasoline dari Metanol dengan Fixed Bed MTG Process dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Gasoline dari Metanol dengan Fixed Bed MTG Process dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Energi merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia di samping sandang, pangan, dan papan. Keberlangsungan hidup manusia bergantung pada ketersediaan energi. Selama

Lebih terperinci

BAB V CATALYTIC REFORMING PROCESS/ PLATFORMING PROCESS

BAB V CATALYTIC REFORMING PROCESS/ PLATFORMING PROCESS BAB V CATALYTIC REFORMING PROCESS/ PLATFORMING PROCESS I. Pendahuluan Catalytic reforming (atau UOP menyebut Platforming) telah menjadi bagian penting bagi suatu kilang di seluruh dunia selama bertahun-tahun.

Lebih terperinci

MODIFIED PROSES CLAUSE PADA BERBAGAI UMPAN GAS REKAYASA PROSES APRILIANA DWIJAYANTI NIM

MODIFIED PROSES CLAUSE PADA BERBAGAI UMPAN GAS REKAYASA PROSES APRILIANA DWIJAYANTI NIM MODIFIED PROSES CLAUSE PADA BERBAGAI UMPAN GAS REKAYASA PROSES APRILIANA DWIJAYANTI NIM. 23014038 MAGISTER TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015 PENDAHULUAN Proses penghilangan

Lebih terperinci

V. SPESIFIKASI ALAT. Pada lampiran C telah dilakukan perhitungan spesifikasi alat-alat proses pembuatan

V. SPESIFIKASI ALAT. Pada lampiran C telah dilakukan perhitungan spesifikasi alat-alat proses pembuatan V. SPESIFIKASI ALAT Pada lampiran C telah dilakukan perhitungan spesifikasi alat-alat proses pembuatan pabrik furfuril alkohol dari hidrogenasi furfural. Berikut tabel spesifikasi alat-alat yang digunakan.

Lebih terperinci

RESIDU DAN FRAKSI-FRAKSI PETROLEUM CAIR

RESIDU DAN FRAKSI-FRAKSI PETROLEUM CAIR RESIDU DAN FRAKSI-FRAKSI PETROLEUM CAIR Fraksi-fraksi cair dari petroleum adalah nafta ringan, nafta berat, minyak-tanah, dan solar. Produk bawah dari unit distilasi adalah residu. Campuran-campuran ini

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. tanggal 10 Desember 1957 dengan nama PT.PERTAMINA pada tahun 1961

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. tanggal 10 Desember 1957 dengan nama PT.PERTAMINA pada tahun 1961 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat Perusahaan PT. PERTAMINA adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimililiki Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal

Lebih terperinci

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran K-13 kimia K e l a s XI MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi dan pembentukan minyak bumi. 2. Memahami fraksi-fraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi dan stripper adalah alat yang digunakan untuk memisahkan satu komponen atau lebih dari campurannya menggunakan prinsip perbedaan kelarutan. Solut adalah komponen

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PRAPERANCANGAN PABRIK KIMIA PRAPERANCANGAN PABRIK ETILEN GLIKOL DENGAN KAPASITAS TON/TAHUN. Oleh :

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PRAPERANCANGAN PABRIK KIMIA PRAPERANCANGAN PABRIK ETILEN GLIKOL DENGAN KAPASITAS TON/TAHUN. Oleh : EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PRAPERANCANGAN PABRIK KIMIA PRAPERANCANGAN PABRIK ETILEN GLIKOL DENGAN KAPASITAS 80.000 TON/TAHUN Oleh : JD Ryan Christy S Louis Adi Wiguno L2C008065 L2C008070 JURUSAN TEKNIK KIMIA

Lebih terperinci

RU II Dumai BAB I PENDAHULUAN

RU II Dumai BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak bumi (petroleum, crude oil) adalah campuran berbagai senyawa hidrokarbon dalam berbagai komposisi yang berasal dari dalam bumi. Terdapat dua teori pembentukan

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES

II. DESKRIPSI PROSES II. DESKRIPSI PROSES A. Jenis-Jenis Proses 1-Butena atau butilen dengan rumus molekul C 4 H 8 merupakan senyawa berbentuk gas yang larut dalam senyawa hidrokarbon, alkohol, eter tetapi tidak larut dalam

Lebih terperinci

INDUSTRI MINYAK BUMI

INDUSTRI MINYAK BUMI INDUSTRI PENGILANGAN MINYAK BUMI A. Teori Pengertian Minyak Bumi Minyak bumi adalah cairan kental, coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar, yang berada di lapisan atas dari beberapa area di kerak

Lebih terperinci

BAB II CRUDE DISTILLATION UNIT (CDU)

BAB II CRUDE DISTILLATION UNIT (CDU) BAB II RUDE DISTILLATION UNIT (DU) I. Pendahuluan rude Distillation Unit (DU) beroperasi dengan prinsip dasar pemisahan berdasarkan titik didih komponen penyusunnya. Kolom DU memproduksi produk LPG, naphtha,

Lebih terperinci

PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA

PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA BAB V PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA V.I Pendahuluan Pengetahuan proses dibutuhkan untuk memahami perilaku proses agar segala permasalahan proses yang terjadi dapat ditangani dan diselesaikan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Lokasi Area Kilang Minyak

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Lokasi Area Kilang Minyak BAB II DASAR TEORI 2.1 Kilang Minyak Balikpapan Kilang minyak ini terletak di tepi teluk Balikpapan, meliputi daerah seluas 2,5 km 2. Kilang ini merupakan kilang tua yang dibangun tahun 1922. Saat pecah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Nitrometana Nitrometana merupakan senyawa organik yang memiliki rumus molekul CH 3 NO 2. Nitrometana memiliki nama lain Nitrokarbol. Nitrometana ini merupakan

Lebih terperinci

A. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi

A. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi A. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi Istilah minyak bumi diterjemahkan dari bahasa latin (petroleum), artinya petrol (batuan) dan oleum (minyak). Nama petroleum diberikan kepada fosil hewan dan tumbuhan

Lebih terperinci

PLANT 2 - GAS DEHYDRATION AND MERCURY REMOVAL

PLANT 2 - GAS DEHYDRATION AND MERCURY REMOVAL PROSES PENGOLAHAN GAS ALAM CAIR (Liquifed Natural Gas) Gas alam cair atau LNG adalah gas alam (metana terutama, CH4) yang telah diubah sementara untuk bentuk cair untuk kemudahan penyimpanan atau transportasi.

Lebih terperinci

KOMPOSISI MINYAK BUMI

KOMPOSISI MINYAK BUMI KOMPOSISI MINYAK BUMI Komposisi Elementer Minyak bumi dan gas alam adalah campuran kompleks hidrokarbon dan senyawa-senyawa organik lain. Komponen hidrokarbon adalah komponen yang paling banyak terkandung

Lebih terperinci

Proses Produksi Amonia

Proses Produksi Amonia Proses Produksi Urea Proses pembuatan Urea dibuat dengan bahan baku gas CO2 dan liquid NH3 yang disupply dari Pabrik Amonia. Proses pembuatan Urea tersebut dibagi menjadi 6 unit, yaitu: (1) Sintesa Unit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dimetil Eter Dimetil Eter (DME) adalah senyawa eter yang paling sederhana dengan rumus kimia CH 3 OCH 3. Dikenal juga sebagai methyl ether atau wood ether. Jika DME dioksidasi

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Oleh Denni Alfiansyah 1031210146-3A JURUSAN TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG MALANG 2012 PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Air yang digunakan pada proses pengolahan

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES

II. DESKRIPSI PROSES II. DESKRIPSI PROSES A. JENIS-JENIS PROSES Proses pembuatan metil klorida dalam skala industri terbagi dalam dua proses, yaitu : a. Klorinasi Metana (Methane Chlorination) Reaksi klorinasi metana terjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 83 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 DATA FISIK DAN KIMIA BBM PERTAMINA Data Fisik dan Kimia tiga jenis BBM Pertamina diperolah langsung dari PT. Pertamina (Persero), dengan hasil uji terakhir pada tahun

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PROSES

BAB III PERANCANGAN PROSES BAB III PERANCANGAN PROSES 3.1. Uraian Proses Reaksi pembentukan C8H4O3 (phthalic anhydride) adalah reaksi heterogen fase gas dengan katalis padat, dimana terjadi reaksi oksidasi C8H10 (o-xylene) oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Phthalic Acid Anhydride (1,2-benzenedicarboxylic anhydride) Phthalic acid anhydride pertama kali ditemukan oleh Laurent pada tahun 1836 dengan reaksi oksidasi katalitis ortho

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK

LAPORAN KERJA PRAKTEK LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. PERTAMINA (PERSERO) UNIT PENGOLAHAN VI BALONGAN - INDRAMAYU Julianto 021 060 021 PRODI D3 TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PRARANCANGAN PABRIK SIKLOHEKSANA DENGAN PROSES HIDROGENASI BENZENA KAPASITAS TON PER TAHUN

TUGAS AKHIR PRARANCANGAN PABRIK SIKLOHEKSANA DENGAN PROSES HIDROGENASI BENZENA KAPASITAS TON PER TAHUN TUGAS AKHIR PRARANCANGAN PABRIK SIKLOHEKSANA DENGAN PROSES HIDROGENASI BENZENA KAPASITAS 26.000 TON PER TAHUN Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan Strata I Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Upstream dan Downstream Ter-Integrasi

Upstream dan Downstream Ter-Integrasi Upstream dan Downstream Ter-Integrasi Tujuan: Untuk menciptakan kemandirian energy, industry dan meningkatkan ketahanan energy dan industry nasional melalui pembangunan Upstream dan Downstream yang terintegrasi.

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. (2007), metode pembuatan VCM dengan mereaksikan acetylene dengan. memproduksi vinyl chloride monomer (VCM). Metode ini dilakukan

II. DESKRIPSI PROSES. (2007), metode pembuatan VCM dengan mereaksikan acetylene dengan. memproduksi vinyl chloride monomer (VCM). Metode ini dilakukan II. DESKIPSI POSES A. Jenis - Jenis Proses a) eaksi Acetylene (C2H2) dengan Hydrogen Chloride (HCl) Menurut Nexant s ChemSystem Process Evaluation/ esearch planning (2007), metode pembuatan VCM dengan

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI ASAM SULFAT

PROSES PRODUKSI ASAM SULFAT PRODU KSI A SAM SU LFAT BAB III PROSES PROSES PRODUKSI ASAM SULFAT 3.1 Flow Chart Proses Produksi Untuk mempermudah pembahasan dan urutan dalam menguraikan proses produksi, penulis merangkum dalam bentuk

Lebih terperinci

1. Densitas, Berat Jenis. Gravitas API

1. Densitas, Berat Jenis. Gravitas API UJI MINYAK BUMI DAN PRODUKNYA 2 1. Densitas, Berat Jenis dan Gravitas API Densitas minyak adalah massa minyak persatuan volume pada suhu tertentu. Berat spesifik atau rapat relatif (relative density) minyak

Lebih terperinci

ANALISA MERCHAPTAN SULFUR, NAPHTHALENES, FREEZING POINT DAN FLASH POINT PADA AVTUR DI PT. PERTAMINA (Persero) RU II DUMAI TUGAS AKHIR

ANALISA MERCHAPTAN SULFUR, NAPHTHALENES, FREEZING POINT DAN FLASH POINT PADA AVTUR DI PT. PERTAMINA (Persero) RU II DUMAI TUGAS AKHIR ANALISA MERCHAPTAN SULFUR, NAPHTHALENES, FREEZING POINT DAN FLASH POINT PADA AVTUR DI PT. PERTAMINA (Persero) RU II DUMAI TUGAS AKHIR AZIS PRATAMA 112401033 PROGRAM STUDI D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

PERHITUNGAN EFISIENSI BOILER

PERHITUNGAN EFISIENSI BOILER 1 of 10 12/22/2013 8:36 AM PERHITUNGAN EFISIENSI BOILER PERHITUNGAN EFISIENSI BOILER Efisiensi adalah suatu tingkatan kemampuan kerja dari suatu alat. Sedangkan efisiensi pada boiler adalah prestasi kerja

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1

ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1 EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol No. 2 Mei 214; 65-71 ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1 Anggun Sukarno 1) Bono 2), Budhi Prasetyo 2) 1)

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PROSES

BAB III PERANCANGAN PROSES BAB III PERANCANGAN PROSES 3.1 Uraian Proses 3.1.1 Persiapan Bahan Baku Proses pembuatan Acrylonitrile menggunakan bahan baku Ethylene Cyanohidrin dengan katalis alumina. Ethylene Cyanohidrin pada T-01

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PROSES

BAB II DESKRIPSI PROSES BAB II DESKRIPSI PROSES 2.1. Spesifikasi Bahan Baku dan Produk 2.1.1. Spesifikasi bahan baku 2.1.1.1. Ethylene Dichloride (EDC) a. Rumus Molekul : b. Berat Molekul : 98,96 g/mol c. Wujud : Cair d. Kemurnian

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PROSES

BAB III PERANCANGAN PROSES BAB III PERANCANGAN PROSES 3.1. Uraian Proses Larutan benzene sebanyak 1.257,019 kg/jam pada kondisi 30 o C, 1 atm dari tangki penyimpan (T-01) dipompakan untuk dicampur dengan arus recycle dari menara

Lebih terperinci

PROSES PEMISAHAN FISIK

PROSES PEMISAHAN FISIK PROSES PEMISAHAN FISIK Teknik pemisahan fisik akan memisahkan suatu campuran seperti minyak bumi tanpa merubah karakteristik kimia komponennya. Pemisahan ini didasarkan pada perbedaan sifat fisik tertentu

Lebih terperinci

atm dengan menggunakan steam dengan suhu K sebagai pemanas.

atm dengan menggunakan steam dengan suhu K sebagai pemanas. Pra (Rancangan PabrikjEthanoldan Ethylene danflir ' BAB III PERANCANGAN PROSES 3.1 Uraian Proses 3.1.1 Langkah proses Pada proses pembuatan etanol dari etilen yang merupakan proses hidrasi etilen fase

Lebih terperinci

BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES

BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES 34 BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES 3.1. Tangki Tangki Bahan Baku (T-01) Tangki Produk (T-02) Menyimpan kebutuhan Menyimpan Produk Isobutylene selama 30 hari. Methacrolein selama 15 hari. Spherical

Lebih terperinci

Evaluasi Kinerja Unit Sekunder pada Kilang Minyak dengan Integrasi Panas

Evaluasi Kinerja Unit Sekunder pada Kilang Minyak dengan Integrasi Panas Evaluasi Kinerja Unit Sekunder pada Kilang Minyak dengan Integrasi Panas Veni Indah Christiana 2308100167 Syennie Puspitasari 2308100168 Dosen Pembimbing: Ir. Musfil Ahmad Syukur, M.Eng.Sc Outline Pembahasan

Lebih terperinci

proses oksidasi Butana fase gas, dibagi dalam tigatahap, yaitu :

proses oksidasi Butana fase gas, dibagi dalam tigatahap, yaitu : (pra (Perancangan (PabnHjhjmia 14 JlnhiridMaleat dari(butana dan Vdara 'Kapasitas 40.000 Ton/Tahun ====:^=^=============^==== BAB III PERANCANGAN PROSES 3.1 Uraian Proses 3.1.1 Langkah Proses Pada proses

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Saat ini hidrogen diproyeksikan sebagai unsur penting untuk memenuhi kebutuhan clean energy di masa depan. Salah satunya adalah fuel cell. Sebagai bahan bakar, jika hidrogen

Lebih terperinci

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian HRSG HRSG (Heat Recovery Steam Generator) adalah ketel uap atau boiler yang memanfaatkan energi panas sisa gas buang satu unit turbin gas untuk memanaskan air dan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN Suriansyah Sabarudin 1) ABSTRAK Proses pembakaran bahan bakar di dalam silinder dipengaruhi oleh: temperatur,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil BAB II LANDASAN TEORI II.1 Teori Dasar Ketel Uap Ketel uap adalah pesawat atau bejana yang disusun untuk mengubah air menjadi uap dengan jalan pemanasan, dimana energi kimia diubah menjadi energi panas.

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI BBM DARI MINYAK BUMI DAN KILANG-KILANG BBM PERTAMINA. Refining Technology DIREKTORAT PENGOLAHAN PERTAMINA Januari 2015

PROSES PRODUKSI BBM DARI MINYAK BUMI DAN KILANG-KILANG BBM PERTAMINA. Refining Technology DIREKTORAT PENGOLAHAN PERTAMINA Januari 2015 PROSES PRODUKSI BBM DARI MINYAK BUMI DAN KILANG-KILANG BBM Refining Technology DIREKTORAT PENGOLAHAN Januari 2015 AGENDA PRESENTASI 1. Minyak Bumi yang diolah di Kilang 2. Proses-Proses di Kilang 3. Kualitas

Lebih terperinci

PRARANCANGAN PABRIK FORMALDEHID PROSES FORMOX KAPASITAS TON / TAHUN

PRARANCANGAN PABRIK FORMALDEHID PROSES FORMOX KAPASITAS TON / TAHUN EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA PRARANCANGAN PABRIK FORMALDEHID PROSES FORMOX KAPASITAS 70.000 TON / TAHUN JESSICA DIMA F. M. Oleh: RISA DEVINA MANAO L2C008066 L2C008095 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

CH 3 -O-CH 3. Pabrik Dimethyl Ether (DME) dari Styrofoam bekas dengan Proses Direct Synthesis. Dosen Pembimbing: Dr.Ir. Niniek Fajar Puspita, M.

CH 3 -O-CH 3. Pabrik Dimethyl Ether (DME) dari Styrofoam bekas dengan Proses Direct Synthesis. Dosen Pembimbing: Dr.Ir. Niniek Fajar Puspita, M. Pabrik Dimethyl Ether (DME) dari Styrofoam bekas dengan Proses Direct Synthesis CH 3 -O-CH 3 Dosen Pembimbing: Dr.Ir. Niniek Fajar Puspita, M.Eng 1. Agistira Regia Valakis 2310 030 009 2. Sigit Priyanto

Lebih terperinci

Tujuan Pembelajaran. Saat kuselesaikan bab ini, kuingin dapat melakukan hal-hal berikut.

Tujuan Pembelajaran. Saat kuselesaikan bab ini, kuingin dapat melakukan hal-hal berikut. Tujuan Pembelajaran Saat kuselesaikan bab ini, kuingin dapat melakukan hal-hal berikut. Mengenal contoh-contoh dari tujuh (7) obyektif pengendalian pada proses-proses kimia Menghitung indikator dari variabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahan bakar fosil merupakan salah satu sumber energi yang membutuhkan proses hingga dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Salah satu bahan bakar fosil yaitu minyak.

Lebih terperinci

PRARANCANGAN PABRIK BUTADIENASULFON DARI 1,3 BUTADIENA DAN SULFUR DIOKSIDA KAPASITAS TON PER TAHUN

PRARANCANGAN PABRIK BUTADIENASULFON DARI 1,3 BUTADIENA DAN SULFUR DIOKSIDA KAPASITAS TON PER TAHUN LAPORAN TUGAS PRARANCANGAN PABRIK PRARANCANGAN PABRIK BUTADIENASULFON DARI 1,3 BUTADIENA DAN SULFUR DIOKSIDA KAPASITAS 20.000 TON PER TAHUN Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan

Lebih terperinci

Pengolahan Kantong Plastik Jenis Kresek Menjadi Bahan Bakar Menggunakan Proses Pirolisis

Pengolahan Kantong Plastik Jenis Kresek Menjadi Bahan Bakar Menggunakan Proses Pirolisis EBT 03 Pengolahan Kantong Plastik Jenis Kresek Menjadi Bahan Bakar Menggunakan Proses Pirolisis Nasrun, Eddy Kurniawan, Inggit Sari Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Malilkussaleh Kampus

Lebih terperinci

Sulfur dan Asam Sulfat

Sulfur dan Asam Sulfat Pengumpulan 1 Rabu, 17 September 2014 Sulfur dan Asam Sulfat Disusun untuk memenuhi Tugas Proses Industri Kimia Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Chandrawati Cahyani, M.S. Ayu Diarahmawati (135061101111016)

Lebih terperinci

KATALIS LTS LK SEBAGAI SULFUR GUARD UNIT DESULFURIZER PABRIK AMONIAK KALTIM 2 PUPUK KALTIM

KATALIS LTS LK SEBAGAI SULFUR GUARD UNIT DESULFURIZER PABRIK AMONIAK KALTIM 2 PUPUK KALTIM KATALIS LTS LK-821-2 SEBAGAI SULFUR GUARD UNIT DESULFURIZER PABRIK AMONIAK KALTIM 2 PUPUK KALTIM Anton Sri Widodo, Suharyoso Departemen Pengendalian Proses PT Pupuk Kalimantan Timur Jl. Ir. James Simandjuntak

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PRARANCANGAN PABRIK KARBON DISULFIDA DARI METANA DAN BELERANG KAPASITAS TON/TAHUN

TUGAS AKHIR PRARANCANGAN PABRIK KARBON DISULFIDA DARI METANA DAN BELERANG KAPASITAS TON/TAHUN TUGAS AKHIR PRARANCANGAN PABRIK KARBON DISULFIDA DARI METANA DAN BELERANG KAPASITAS 40.000 TON/TAHUN Oleh : DienNurfathia UlfaHardyanti I0509012 I0509041 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PRARANCANGAN PABRIK AMMONIUM NITRAT PROSES STENGEL KAPASITAS TON / TAHUN

PRARANCANGAN PABRIK AMMONIUM NITRAT PROSES STENGEL KAPASITAS TON / TAHUN EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA PRARANCANGAN PABRIK AMMONIUM NITRAT PROSES STENGEL KAPASITAS 60.000 TON / TAHUN MAULIDA ZAKIA TRISNA CENINGSIH Oleh: L2C008079 L2C008110 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES

II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES.1 Jenis-jenis bahan baku dan proses Proses pembuatan VAM dapat dibuat dengan dua proses, yaitu proses asetilen dan proses etilen. 1. Proses Dasar Asetilen Reaksi yang terjadi

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA PRARANCANGAN PABRIK ETIL ASETAT PROSES ESTERIFIKASI DENGAN KATALIS H 2 SO 4 KAPASITAS 18.000 TON/TAHUN Oleh : EKO AGUS PRASETYO 21030110151124 DIANA CATUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Vinyl Chloride Monomer dari Ethylene Dichloride dengan Kapasitas Ton/ Tahun. A.

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Vinyl Chloride Monomer dari Ethylene Dichloride dengan Kapasitas Ton/ Tahun. A. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vinyl chloride monomer (VCM) merupakan senyawa organik dengan rumus molekul C 2 H 3 Cl. Dalam perkembangannya, VCM diproduksi sebagai produk antara dan digunakan untuk

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI S A L I N A N KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP; Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kimia memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat dikarenakan industri kimia banyak memproduksi barang mentah maupun barang jadi untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

H 2 S + 2NaOH Na 2 S + 2H 2 O

H 2 S + 2NaOH Na 2 S + 2H 2 O Treating untuk produk minyak bumi cara pencucian dengan larutan alkali (caustic, lye), Bau dan warna dapat diperbaiki dengan menghilangkan asam-2 organik (asam naphthenat dan phenol) senyawa senyawa sulfur

Lebih terperinci

PENGANTAR TEKNIK KIMIA JOULIE

PENGANTAR TEKNIK KIMIA JOULIE PENGANTAR TEKNIK KIMIA JOULIE Chemical Engineering PENGANTAR TEKNIK KIMIA Chemical Engineering 11 Kompetensi : Memiliki kemampuan mengenal secara umum peranan, manfaat dan resiko industri kimia. Memiliki

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) 1 No. Dokumen : F/751/WKS1/P/5 No. Revisi : 1 Tanggal Berlaku : 1 Juli 2016 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : SMA Negeri 1 Godean Mata Pelajaran : Kimia Kelas/Semester : XI/ Gasal

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SUMBER EMISI DAN PERHITUNGAN BEBAN EMISI

IDENTIFIKASI SUMBER EMISI DAN PERHITUNGAN BEBAN EMISI IDENTIFIKASI SUMBER EMISI DAN PERHITUNGAN BEBAN EMISI Oleh: *) Martono ABSTRAK Agar mampu menghitung beban emisi langkah pertama kita harus memahami sumber emisi dan beban emisi sehingga mampu mengestimasi

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Green Epichlorohydrin (ECH) dengan Bahan Baku Gliserol dari Produk Samping Pabrik Biodiesel Kapasitas 75.

Prarancangan Pabrik Green Epichlorohydrin (ECH) dengan Bahan Baku Gliserol dari Produk Samping Pabrik Biodiesel Kapasitas 75. A. LATAR BELAKANG BAB I PENGANTAR Saat ini Asia Tenggara adalah produsen biodiesel terbesar di Asia dengan total produksi 1.455 juta liter per tahun. Hal ini didukung dengan ketersediaan tanaman kelapa,

Lebih terperinci

SINTESIS BUTANOL H 9. OH, merupakan

SINTESIS BUTANOL H 9. OH, merupakan SINTESIS BUTANOL Salah satu jenis produksi industri kimia yang dibutuhkan dalam jumlah yang terus meningkat adalah industri n-butanol. n-butanol yang memiliki rumus kimia C 4 H 9 OH, merupakan produk hasil

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) 1 No. Dokumen : F/751/WKS1/P/5 No. Revisi : 1 Tanggal Berlaku : 1 Juli 2016 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : SMA Negeri 1 Godean Mata Pelajaran : Kimia Kelas/Semester : XI/ Gasal

Lebih terperinci

PRARANCANGAN PABRIK BUTENA-1 DENGAN PROSES DEHIDROGENASI N-BUTANA KAPASITAS TON/TAHUN

PRARANCANGAN PABRIK BUTENA-1 DENGAN PROSES DEHIDROGENASI N-BUTANA KAPASITAS TON/TAHUN TUGAS AKHIR PRARANCANGAN PABRIK BUTENA-1 DENGAN PROSES DEHIDROGENASI N-BUTANA KAPASITAS 60.000 TON/TAHUN Oleh : Annisa Shanti Rahmani I 0510004 Fitri Rista Riana I 0510016 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS BAB V ANALISIS. 5.1 Analisis History

BAB V ANALISIS BAB V ANALISIS. 5.1 Analisis History BAB V ANALISIS 5.1 Analisis History Seperti telah diuraikan di Bab III bahwa hasil perkiraan tingkat risiko yang dijadikan dasar untuk membuat Corrosion Mapping disandingkan dengan data historis yang dapat

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PROSES. bahan baku Metanol dan Asam Laktat dapat dilakukan melalui tahap-tahap sebagai

BAB III PERANCANGAN PROSES. bahan baku Metanol dan Asam Laktat dapat dilakukan melalui tahap-tahap sebagai BAB III PERANCANGAN PROSES 3.1 Uraian Proses Proses pembuatan Metil Laktat dengan reaksi esterifikasi yang menggunakan bahan baku Metanol dan Asam Laktat dapat dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH KANTONG PLASTIK JENIS KRESEK MENJADI BAHAN BAKAR MENGGUNAKAN PROSES PIROLISIS

PENGOLAHAN LIMBAH KANTONG PLASTIK JENIS KRESEK MENJADI BAHAN BAKAR MENGGUNAKAN PROSES PIROLISIS PENGOLAHAN LIMBAH KANTONG PLASTIK JENIS KRESEK MENJADI BAHAN BAKAR MENGGUNAKAN PROSES PIROLISIS Nasrun, Eddy Kurniawan, Inggit Sari Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Malilkussaleh Kampus

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KONSENTRASI TEKNIK ELEKTRONIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KONSENTRASI TEKNIK ELEKTRONIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA ANALISA SISTEM KONTROL LEVEL DAN INSTRUMENTASI PADA HIGH PRESSURE HEATER PADA UNIT 1 4 DI PLTU UBP SURALAYA. Disusun Oleh : ANDREAS HAMONANGAN S (10411790) JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KONSENTRASI TEKNIK ELEKTRONIKA

Lebih terperinci

Oleh : ENDAH DAHYANINGSIH RAHMASARI IBRAHIM DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. Achmad Roesyadi, DEA NIP

Oleh : ENDAH DAHYANINGSIH RAHMASARI IBRAHIM DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. Achmad Roesyadi, DEA NIP Oleh : ENDAH DAHYANINGSIH 2311105008 RAHMASARI IBRAHIM 2311105023 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. Achmad Roesyadi, DEA NIP. 19500428 197903 1 002 LABORATORIUM TEKNIK REAKSI KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

TUGAS PERANCANGAN PABRIK FORMALDEHID PROSES HALDOR TOPSOE KAPASITAS TON / TAHUN

TUGAS PERANCANGAN PABRIK FORMALDEHID PROSES HALDOR TOPSOE KAPASITAS TON / TAHUN XECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA TUGAS PERANCANGAN PABRIK FORMALDEHID PROSES HALDOR TOPSOE KAPASITAS 100.000 TON / TAHUN Oleh: Dewi Riana Sari 21030110151042 Anggun Pangesti P. P. 21030110151114

Lebih terperinci

PRARANCANGAN PABRIK FORMALDEHID MENGGUNAKAN METAL OXIDE CATALYST PROCESS KAPASITAS TON/TAHUN

PRARANCANGAN PABRIK FORMALDEHID MENGGUNAKAN METAL OXIDE CATALYST PROCESS KAPASITAS TON/TAHUN EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA PRARANCANGAN PABRIK FORMALDEHID MENGGUNAKAN METAL OXIDE CATALYST PROCESS KAPASITAS 50.000 TON/TAHUN Oleh: ROIKHATUS SOLIKHAH L2C 008 099 TRI NUGROHO L2C

Lebih terperinci

OLEH : SHOLEHUL HADI ( ) DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUDJUD DARSOPUSPITO, MT.

OLEH : SHOLEHUL HADI ( ) DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUDJUD DARSOPUSPITO, MT. PENGARUH VARIASI PERBANDINGAN UDARA- BAHAN BAKAR TERHADAP KUALITAS API PADA GASIFIKASI REAKTOR DOWNDRAFT DENGAN SUPLAI BIOMASSA SERABUT KELAPA SECARA KONTINYU OLEH : SHOLEHUL HADI (2108 100 701) DOSEN

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PROSES

BAB II DESKRIPSI PROSES BAB II DESKRIPSI PROSES 2.1. Spesifikasi Bahan Baku dan Produk 2.1.1. Spesifikasi bahan baku Etanol Fase (30 o C, 1 atm) : Cair Komposisi : 95% Etanol dan 5% air Berat molekul : 46 g/mol Berat jenis :

Lebih terperinci

BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA

BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA 2.1. Peningkatan Kualitas Batubara Berdasarkan peringkatnya, batubara dapat diklasifikasikan menjadi batubara peringkat rendah (low rank coal) dan batubara

Lebih terperinci

PROSES KERJA GAS COMPRESSOR DIDALAM PENGOLAHAN GAS ALAM DI PT. CNOOC SES Ltd.

PROSES KERJA GAS COMPRESSOR DIDALAM PENGOLAHAN GAS ALAM DI PT. CNOOC SES Ltd. PROSES KERJA GAS COMPRESSOR DIDALAM PENGOLAHAN GAS ALAM DI PT. CNOOC SES Ltd. Nama : Eirene Marten S. NPM : 22411340 Jurusan : Teknik Mesin Pembimbing : Ir. Arifuddin, MM. MSC Abstraksi Gas compressor

Lebih terperinci