LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI MODUL 3 PERANCANGAN KESEIMBANGAN LINTASAN PADA LANTAI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI MODUL 3 PERANCANGAN KESEIMBANGAN LINTASAN PADA LANTAI"

Transkripsi

1 LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI MODUL 3 PERANCANGAN KESEIMBANGAN LINTASAN PADA LANTAI Disusun Oleh: 1. Artati Rut P. Girsang Alif Mawaddah Alfiana Yohana S T Siahaan Stefanus Kris Hertanto Andy Imanuel PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

2 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat dan karunianya, kami berhasil menyelesaikan laporan praktikum Perancangan Teknik Industri modul 3 Perancangan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai ini dengan baik. Laporan ini kami susun untuk melengkapi tugas praktikum Perancangan Teknik Industri. Penyusunan laporan ini telah terselesaikan berkat bantuan banyak pihak, baik pada saat pelaksanaan praktikum maupun pada saat penyusunan laporan praktikum Perancangan Teknik Industri pada modul 3 Perancangan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada : 1. Seluruh Asisten Laboratorium Sistem Produksi (LSP) yang telah membimbing kami dalam melakukan praktikum dan menyusun laporan praktikum Perancangan Teknik Industri modul 3 Perancangan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai ini. 2. Segenap rekan rekan mahasiswa / mahasiswi Teknik Industri yang telah membantu dalam banyak hal dalam penyusunan laporan ini. 3. Seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian laporan modul 3 Perancangan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai ini dengan baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak mungkin kami sebutkan satu-persatu. Namun, dalam penyusunan laporan ini kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan. Akhir kata, semoga laporan ini bermanfaat bagi penyusun selaku praktikan pada khususnya dan seluruh pihak pada umumnya. Semarang, 4 November Penyusun i

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR TABEL...viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Pembatasan Masalah Sistematika laporan... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sistem Produksi Push System Pull System Lini Produksi Line Balancing Tujuan Line Balancing Langkah-Langkah Line Balancing Metode-Metode Line Balancing Manfaat Line Balancing Secara Teknis dan Ekonomis Istilah Istilah Line Balancing Jenis-Jenis dalam Sistem Manufaktur Pola Aliran Material Sistem Kanban ii

4 2.5.1 Tujuan Kanban Jenis Jenis Kanban BAB III METODOLOGI PENELITIAN Flowchart Metodologi Penelitian Input ( Hasil Peramalan, Presedence Diagram, Baku) Penentuan Siklus dengan Pendekatan Teknis dan Demand Perancangan Stasiun Kerja Perhitungan Performansi Lintasan Tiap Metode Pemilihan Lintasan dengan Performansi Terbaik Simulasi Keseimbangan Lintasan Produksi yang Terpilih Perhitungan Jumlah Kanban Perhitungan Performansi Implementasi Lintasan Analisa Perbandingan Implementasi dengan Teori BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pengumpulan Data Presedence diagram Baku Forecasting Jam Kerja dan Kapasitas Palet Pengolahan Data Presedence Constrain Perhitungan Siklus Perhitungan Jumlah SK Optimum Pembentukan SK dengan Metode LOB Pembentukan Performansi iii

5 4.2.6 Pemilihan Metode LOB Moving Card Perhitungan SK Pola Aliran Material Dimensi Palet BAB V ANALISIS Presedence Diagram Pemilihan Siklus Pemilihan Metode LOB Siklus Kerja Tinggal Komponen Idle Time Waiting Time Transfer Kanban Analisis Perbandingan LE ( Line Efficiency) dan SI (Smoothness Index) Analisis Keterkaitan Antar Modul BAB VI PENUTUP Kesimpulan Saran iv

6 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Straight Line Gambar 2.2 S-shaped Gambar 2.3 U-Shaped Gambar 2.4 Circular Gambar 2.5 Odd Angle Gambar 2.6 Pola Aliran Kombinasi Gambar 2.7 Tree Assembly Line Patterns Gambar 2.8 Dendretic Assembly Line Pattern Gambar 2.9 Overhead Assembly Line Pattern Gambar 2.10 Straight Line Arrangment Gambar 2.11 Diagonal Arrangment Gambar 2.12 Perpendicular Arrangment Gambar 2.13 Circular Arrangment Gambar 3.1 Metodologi Penelitian Gambar 4.1 Presedence Diagram Gambar 4.2 Presedence Diagram Untuk Perakitan Tamiya Gambar 4.3 Grafik Tinggal Komponen SK Gambar 4.4 Grafik Tinggal Komponen Roller SK Gambar 4.5 Grafik Tinggal Komponen SK Gambar 4.6 Grafik Tinggal Komponen SK Gambar 4.7 Grafik Tinggal Komponen SK Gambar 4.8 Grafik Tinggal Komponen SK Gambar 4.9 Grafik Tinggal Komponen SK Gambar 4.10 Grafik Tinggal Komponen SK v

7 Gambar 4.11 Grafik Tinggal Komponen SK Gambar 4.12 Grafik Tinggal Komponen SK Gambar 4.13 Grafik Tinggal Komponen SK Gambar 4.14 Grafik Waiting Time SK Gambar 4.15 Grafik Waiting Time SK Gambar 4.16 Grafik Waiting Time SK Gambar 4.17 Grafik Waiting Time SK Gambar 4.18 Grafik Waiting Time SK Gambar 4.19 Grafik Waiting Time SK Gambar 4.20 Grafik Waiting Time SK Gambar 4.21 Grafik Waiting Time SK Gambar 4.22 Grafik Waiting Time SK Gambar 4.23 Grafik Transfer Kanban Stasiun Kerja Gambar 4.24 Grafik Transfer Kanban Stasiun Kerja Gambar 4.25 Grafik Transfer Kanban Stasiun Kerja Gambar 4.26 Grafik Transfer Kanban Stasiun Kerja Gambar 4.27 Grafik Transfer Kanban Stasiun Kerja Gambar 4.28 Grafik Transfer Kanban Stasiun Kerja Gambar 4.29 Grafik Transfer Kanban Stasiun Kerja Gambar 4.30 Grafik Transfer Kanban Stasiun Kerja Gambar 4.31 Grafik Transfer Kanban Stasiun Kerja Gambar 4.32 Grafik Transfer Kanban Stasiun Kerja Gambar 4.33 Grafik Transfer Kanban Stasiun Kerja Gambar 4.34 Pola Aliran Material Gambar 4.35 Gambar Contoh Dimensi Pallet vi

8 Gambar 5.1 Grafik Idle Time SK Gambar 5.2 Grafik Idle Time SK Gambar 5.3 Grafik Idle Time SK Gambar 5.4 Grafik Idle Time SK Gambar 5.5 Grafik Idle Time SK Gambar 5.6 Grafik Idle Time SK Gambar 5.7 Grafik Idle Time SK Gambar 5.8 Grafik Idle Time SK Gambar 5.9 Grafik Idle Time SK Gambar 5.10 Grafik Idle Time SK Gambar 5.11 Grafik Idle Time SK vii

9 DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Data Baku Tabel 4.2 Hasil Peramalan Tabel 4.3 Kapasitas Palet Tabel 4.4 Perhitungan dengan Metode Region Approach (RA) Tabel 4.5 Metode LCR Tabel 4.6 Bobot metode RPW Tabel 4.7 Perhitungan dengan Metode RPW Tabel 4.8 Metode Moodie Young Tabel 4.9 Rekapitulasi Perhitungan Metode LOB Tabel 4.10 Moving Card Tabel 4.11 Rekap Performansi Lintasan Praktik Tabel 4.12 Tinggal Komponen SK Tabel 4.13 Tinggal Komponen SK Tabel 4.14 Tinggal Komponen SK Tabel 4.15 Tinggal Komponen SK Tabel 4.16 Tinggal Komponen SK Tabel 4.17 Tinggal Komponen SK Tabel 4.18 Tinggal Komponen SK Tabel 4.19 Tinggal Komponen SK Tabel 4.20 Tinggal Komponen SK Tabel 4.21 Tinggal Komponen SK Tabel 4.22 Tinggal Komponen SK Tabel 4.23 Idle Time Tabel 4.24 Rekap Waiting Time SK viii

10 Tabel 4.25 Rekap Waiting Time SK Tabel 4.26 Rekap Waiting Time SK Tabel 4.27 Rekap Waiting Time SK Tabel 4.28 Rekap Waiting Time SK Tabel 4.29 Rekap Waiting Time SK Tabel 4.30 Rekap Waiting Time SK Tabel 4.31 Rekap Waiting Time SK Tabel 4.32 Rekap Waiting Time SK Tabel 4.33 Rekap Waiting Time SK Tabel 4.34 Rekap Waiting Time SK ix

11 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi dan ilmu pengetahuan berkembang pesat dewasa ini. Perkembangan ini memunculkan banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Berbagai cara dan metode ditemukan, semakin memudahkan pekerjaan manusia. Cara dan metode selalu dikembangkan agar manusia dapat melakukan pekerjaan dengan efektif dan efisien sehingga dapat mengurangi beban pekerjaan dan meningkatkan kualitas dan kuantitas produk. PT. Golets sebagai perusahaan pembuat Tamiya, sangat bergantung pada proses produksi. Segala cara dan metode yang dapat membantu proses produksi menjadi lebih baik akan segera diimplementasikan guna meningkatkan produktivitas perusahaan. Perusahaan berusaha memenuhi seluruh permintaan dengan proses produksi yang efisien sehingga akan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Dalam perkembangannya, perusahaan menemukan cara menciptakan proses kerja yang efektif dan efisien, yaitu dengan menerapkan keseimbangan lintasan di lantai produksi. Keseimbangan lintasan merupakan upaya untuk menciptakan keseimbangan di setiap stasiun kerja dalam produksi sehingga memenuhi target jumlah dan waktu penyelesaian suatu produk. Penerapan keseimbangan lintasan akan meningkatkan produktivitas karena dirancang untuk menghindari bottleneck, waiting time, delay time, dan idle time. Selain itu biaya pengeluaran yang berhubungan dengan lantai produksi menjadi minimum, seperti biaya operator akan berkurang sesuai jumlah stasiun kerja, penataan ruang menjadi lebih efektif. Dalam perancangan keseimbangan lintasan di lantai produksi diperlukan hasil forecast demand yang ditargetkan untuk dipenuhi. Selain itu, diperlukan precedence diagram guna melihat operasi kerja yang ada dan operasi ketergantungannya. baku digunakan untuk melihat waktu dalam menyelesaikan operasi kerja. Data forecast yang digunakan adalah 2 tahun periode, dan data akan diolah untuk mendapatkan keseimbangan lintasan, yaitu jumlah stasiun kerja yang seimbang. 1

12 1.2 Perumusan Masalah Masalah yang akan dibahas dalam praktikum modul 4 ini adalah cara menerapkan Line Balancing pada proses perakitan tamiya sehingga terjadi keseimbangan lintasan di lantai produksi guna meningkatkan produktifitas perusahaan dengan meminimalkan kemungkinan terjadinya bottleneck, waiting time, idle time, dan delay time. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari praktikum perancangan keseimbangan lintasan pada lantai produksi ini adalah : 1. Memahami konsep dan pentingnya keseimbangan lintasan (line of balancing) pada lantai produksi. 2. Mengetahui dan mampu menerapkan metode keseimbangan lintasan. 3. Memahami maksud smoothest index dan line efficiency dalam konsep keseimbangan lintasan. 4. Memahami konsep,fungsi dan aplikasi kanban dalam lintasan produksi. 1.4 Pembatasan Masalah Pembatasan masalah yang digunakan dalam praktikum ini adalah: 1. Metode pencarian jumlah stasiun kerja yang digunakan adalah metode Region Approach, Largest Candidate Rule, Ranked Position Weight, dan Moodie Young 2. Proses produksi hanya sebatas proses perakitan Tamiya. 3. Dalam pengalokasian stasiun kerja memperhatikan operasi kerja dalam Precedence Diagram. 4. Perhitungan performansi menggunakan smoothest index dan line efficiency. 5. Sistem produksi yang siterapkan PT. Golets adalah sistem make to stock. 1.5 Sistematika laporan Sistematika yang digunakan dalam penulisan laporan ini adalah : BAB I PENDAHULUAN Berisi latar belakang dilakukannya praktikum perencanaan keseimbangan lintasan pada lantai produksi, perumusan masalah, tujuan penulisan, pembatasan masalah dan asumsi, dan sistematika penulisan. 2

13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berisi dasar teori yang berkaitan dengan perancangan keseimbangan lintasan produksi seperti definisi sistem produksi dan Line of Balancing, bentuk dan jenis inventory, jenis-jenis waktu dalam sistem manufaktur, layout lini produksi, serta aplikasi keseimbangan lintasan dan sistem kanban BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM Berisi tentang alur metodologi praktikum dan alur penelitian yang digunakan dalam praktikum Perancangan Teknik Industri Modul 4 tentang Perencanaan Line of Balancing BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Berisi tentang pengumpulan data yang diperlukan dalam merancang suatu keseimbangan lintasan. Data ini diperoleh dari praktikum PTI pada Modul-Modul sebelumnya. Pengolahan data meliputi penentuan precedence kontrain, perhitungan waktu siklus, jumlah stasiun kerja optimum, dan performansi lintasan, pembentukan sk dengan metode LOB, pemilihan LOB, dan penggunaan moving card. BAB V ANALISIS Analisis dilakukan pada precedence diagram operasi, pemilihan waktu siklus, pemilihan metode LOB, dan waktu siklus kerja yang meliputi waktu tinggal komponen, idle time, waiting time, dan waktu transfer kanban. BAB VI KESIMPULAN Berisi kesimpulan dan saran dari hasil praktikum yang telah dilakukan. 3

14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Produksi Produksi merupakan fungsi pokok pada setiap organisasi yang mencakup segala aktivitas yang bertanggung jawab dalam menciptakan nilai tambah produk yang merupakan output dari setiap organisasi industri itu. Produksi adalah bidang yang terus berkembang selaras dengan perkembangan teknologi, dimana produksi memiliki suatu jalinan hubungan timbal balik (dua arah) yang sangat erat dengan teknologi. Sedangkan menurut Arif (2010), sistem produksi merupakan kumpulan dari sub sistem yang saling berinteraksi satu sama lain dengan tujuan untuk mentransformasi input produksi menjadi output dari proses produksi. Input produksi dapat berupa bahan baku, tenaga kerja, mesin, informasi dan modal. Sedangkan output produksi berupa produk yang dihasilkan serta output yang lain seperti limbah, informasi, dan sebagainya (Hartini, 2011) Push System Push system merupakan sistem produksi manufaktur yang berorientasi untuk mengantisipasi kebutuhan, dengan upaya untuk mengurangi resiko stock-out. Dalam manufacturing, Push System kurang lebih memiliki arti sebagai berikut: Venkatesh (1996) menyatakan pada sistem push, sebuah mesin melakukan proses produksi tanpa harus menunggu permintaan dari mesin yang akan melakukan proses berikutnya. Goddard dan Brooks (1984), sistem push dan pull diasosiasikan dengan aliran informasi. Mereka mendefinisikan push sebagai aksi untuk mengantisipasi kebutuhan. Villa dan Watanabe (1993) menggambarkan kaitan sistem push dengan proses manajemen dalam upaya mengurangi risiko stock-out. Push system berkaitan dengan sistem Make to Stock. Make To Stock adalah pola produksi yang bertujuan untuk disimpan. Untuk mengantisipasi permintaan konsumen, perusahaan memproduksi produk dalam jumlah yang besar. Strategi yang dilakukan dalam lingkungan manufaktur ini adalah mengusahakan agar jumlah produk yang 4

15 dihasilkan meningkat jumlahnya dengan cara melakukan peramalan terhadap permintaan periode kedepan yang digunakan sebagai perencanaan produksi (Hartini,2010) Pull System Pull system merupakan sistem produksi manufaktur yang berorientasi untuk memenuhi permintaan dari konsumen, dengan proses produksi yang terus mengalir dan ekspektasi inventori yang kecil. Dalam manufacturing, Push System kurang lebih memiliki arti sebagai berikut: Venkatesh (1996) menyatakan pada sistem pull, sebuah mesin melakukan proses produksi hanya jika ada permintaan dari mesin yang akan melakukan proses selanjutnya. Goddard dan Brooks (1984), sistem push dan pull diasosiasikan dengan aliran informasi. Mereka mendefinisikan pull sebagai aksi untuk melayani permintaan. Villa dan Watanabe (1993) menggambarkan kaitan sistem pull sebagai suatu proses produksi yang mengalir dengan ekspektasi inventori sekecil mungkin. Pull system berkaitan dengan sistem Make To Order. Make To Order adalah pola produksi yang dilakukan berdasarkan jumlah pesanan konsumen dan berdasar waktu yang telah ditentukan. Strategi yang dilakukan lingkungan produksi ini adalah menepati waktu (due date) akan pesanan dari konsumen. Pull system merupakan sistem yang identik dengan implementasi dari sistem produksi Just in Time. Just in Time merupakan sistem produksi yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan di Jepang, dengan prinsip jika perusahaan hanya akan memproduksi barang saat ada permintaan (Hartini, 2010). 2.2 Lini Produksi Lini produksi adalah penempatan area-area kerja di mana operasi-operasi diatur secara berurutan dan material bergerak secara kontinu melalui operasi yang terangkai seimbang. Menurut karakteristik proses produksinya, lini produksi dibagi menjadi lini fabrikasi dan lini perakitan. Lini fabrikasi merupakan lini produksi yang terdiri atas sejumlah operasi pekerjaan yang bersifat membentuk atau mengubah bentuk benda kerja. Lini perakitan merupakan lini produksi yang terdiri atas sejumlah operasi perakitan yang 5

16 dikerjakan pada beberapa stasiun kerja dan digabungkan menjadi benda assembly atau subassembly (Baroto, 2002). Kriteria umum keseimbangan lini produksi adalah memaksimalkan efisiensi atau meminimumkan balance delay. Tujuan pokok dari penggunaan metode ini adalah untuk mengurangi atau meminimumkan waktu menganggur (idle time) pada lini yang ditentukan oleh operasi yang paling lambat. Tujuan perencanaan keseimbangan lini adalah mendistribusikan unit-unit kerja atau elemen-elemen kerja pada setiap stasiun kerja agar waktu menganggur dari stasiun kerja pada suatu lini produksi dapat ditekan seminimum mungkin, sehingga pemanfaatan dari peralatan maupun operator dapat digunakan semaksimal mungkin. Lini perakitan (assembly line) adalah sebuah lini produksi yang mana material atau bahan bergerak secara continue dalam tingkat rata-rata seragam pada seluruh urutan stasiun kerja di mana pekerjaan perakitan dilakukan (Baroto, 2002). Persyaratan umum yang harus digunakan dalam suatu keseimbangan lini produksi adalah dengan meminimumkan waktu menganggur (idle time) dan meminimumkan pula keseimbangan waktu senggang (balance delay). Tujuan dari lini produksi yang seimbang yaitu menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada setiap work station sehingga setiap work station selesai pada waktu yang seimbang dan mencegah terjadinya bottle neck. Bottle neck yaitu suatu operasi yang membatasi output dan frekuensi produksi. Tujuan lain dari lini produksi yang seimbang yaitu menjaga agar lini perakitan tetap lancar dan berlangsung terus menerus dan meningkatkan efisiensi atau produktivitas (Gaspersz, 2004). Tanda-tanda ketidakseimbangan pada suatu lini produksi dapat dilihat dari beberapa hal, seperti adanya stasiun kerja yang sibuk dan waktu menganggur yang mencolok, selain itu adanya produk setengah jadi pada beberapa stasiun kerja. Adapun hal-hal yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan pada lini produksi antara lain adalah perencanaan lini yang salah, peralatan atau mesin yang sudah tua sehingga sering mengalami kerusakan, operator yang kurang terampil, metode kerja yang kurang baik (Biegel, 1992). 6

17 2.2.1 Line Balancing Menurut Gasperz (2000), Line Balancing merupakan metode penyeimbangan penugasan elemen-elemen dari suatu assembly line stasiun kerja untuk meminimumkan banyaknya stasiun kerja yang dibutuhkan sehingga dapat meminimumkan biaya total produksi dan idle time pada semua stasiun untuk tingkat output tertentu, dalam melakukan penyeimbangan tugas ini, kebutuhan waktu per unit produk yang di spesifikasikan untuk setiap tugas dan hubungan sekuensial harus dipertimbangkan. Selain itu dapat pula dikatakan bahwa Line Balancing sebagai suatu teknik untuk menentukan product mix yang dapat dijalankan oleh suatu assembly line untuk memberikan fairly consistent flow of work melalui assembly line itu pada tingkat yang direncanakan. Assembly line itu sendiri adalah suatu pendekatan yang menempatkan fabricated parts. secara bersama pada serangkaian work stations yang digunakan dalam lingkungan repetitive manufacturing atau dengan pengertian yang lain adalah sekelompok orang dan mesin yang melakukan tugas-tugas sekuensial dalam merakit suatu produk. Sedangkan idle time adalah waktu dimana operator/sumber-sumber daya seperti mesin, tidak menghasilkan produk karena: setup, perawatan (maintenance), kekurangan material, kekurangan perawatan, atau tidak dijadwalkan (Gasperz, 2000) Tujuan Line Balancing Tujuan dasar daripada penyeimbang lintasan perakitan adalah menugaskan elemen-elemen kerja pada stasiun kerja dalam berbagai cara dimana batasan precedence tidak dilanggar dan waktu menganggur minimal. Umumnya merencanakan keseimbangan dalam sebuah lintasan meliputi usaha yang bertujuan untuk mencapai suatu kapasitas yang optimal, dimana tidak terjadi penghamburan fasilitas (waktu, tenaga dan material). Tujuan ini tercapai bila (Hartini, 2010): 1. Lintasan bersifat seimbang, setiap stasiun kerja mendapatkan beban kerja yang sama nilainya diukur dengan waktu. 2. Jumlah waktu menganggur minimum di setiap stasiun kerja sepanjang lintasan perakitan. 3. Stasiun kerja berjumlah minimum 7

18 2.2.3 Langkah-Langkah Line Balancing Menurut Gaspersz (2004) langkah-langkah pemecahan masalah dalam Line Balancing adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasikan tugas-tugas individual atau aktivitas yang akan dilakukan. b. Menentukan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap tugas. c. Menentukan precedence constraints, jika ada yang berkaitan dengan setiap tugas tersebut. d. Menentukan output dari assembly line yang dibutuhkan. e. Menentukan waktu total yang tersedia untuk memproduksi output tersebut. f. Menghitung cycle time yang dibutuhkan. Cycle Time = waktu produksi yang tersedia / tingkat produksi harian g. Memberikan tugas kepada pekerja dan mesin. h. Menetapkan minimum banyaknya workstations yang dibutuhkan untuk memproduksi output yang diinginkan Metode-Metode Line Balancing Penyeimbangan lintasan memerlukan metode tertentu yang sistematis. Metode penyeimbangan lini rakit yang biasa digunakan antara lain: 1. Metode formulasi dengan program sistematis Dalam memecahkan masalah keseimbangan lintasan digunakan metode riset operasi. Dalam memecahkan masalah, operasi-operasi dikelompokkan kedalam beberapa kombinasi untuk menjadi tugas setiap stasiun kerja. Selanjutnya mencari alternatif terbaik dari kombinasi-kombinasi tersebut untuk mendapatkan urutan urutan tugas sepanjang lintasan produksi / perakitan. Metode ini kurang praktis diterapkan pada persoalaan yang nyata karena dalam memecahkan masalah metode ini lebih menekankan pada aspek teoritis saja walaupun hasil yang dicapai optimum. 2. Metode branch and bound Pada dasarnya metode ini adalah prosedur pohon diagram pohon keputusan. Setiap iterasi dari prosedur ini dimulai dengan sebuah simpul yang menggambarkan penugasan elemen-elemen kerja pada sebuah stasiun kerja. Apabila tidak ditemukan ada solusi yang terdekat, prosedur bercabang pada sejumlah simpul turunan yang sebelumnya tidak 8

19 terdominasi tetapi feasible kemudian dihitung batas bawah untuk setiap simpul. Simpul yang batas bawahnya paling kecil akan diambil sebagai patokan untuk iterasi berikutnya, seandainya solusi awalnya lebih baik. 3. Metode probabilistik Metode ini dikembangkan oleh para ahli karena seringkali mengalami kesulitan dalam memecahkan keseimbangn lintasan perakitan, terutama oleh adanya perubahan kecepatan kerja (konsistensi kerja dari para operator apabila mereka beralih dari satu siklus ke siklus berikutnya). Perubahan kecepatan kerja ini timbul akibat adanya variasi waktu untuk menyelesaikan pekerjaan yang dilakukannya. 4. Metode heuristik Metode heuristik pertama kali digunakan oleh Simon dan Newll untuk menggambarkan pendekatan tertentu untuk memecahkan masalah dan membuat keputusan. Beberapa metode heuristik yang umum dikenal adalah: A. Metode Helgeson-Birnie Metode ini disebut juga metode rangked positional weight (metode peringkat bobot posisi). Metode ini sesuai dengan namanya dikemukakan oleh Helgeson dan Birnie. Langkah-langkah dalam metode ini adalah sebagai berikut. 1. Buat precedence diagram untuk setiap proses. 2. Tentukan bobot posisi untuk masing-masing elemen kerja yang berkaitan dengan waktu operasi untuk waktu pengerjaan yang terpanjang dari mulai operasi permulaan hingga sisa operasi sesudahnya. 3. Membuat rangking tiap elemen pengerjaan berdasarkan bobot posisi di langkah 2 Pengerjaan yang mempunyai bobot terbesar diletakkan pada rangking pertama. 4. Tentukan waktu siklus (CT). 5. Pilih elemen operasi dengan bobot tertingg i, alokasikan ke suatu stasiun kerja. Jika masih layak (waktu stasiun < CT), alokasikan operasi dengan bobot tertinggi berikutnya, namun lokasi ini tidak boleh membuat waktu stasiun > CT. Ketentuan lebih lanjut adalah : 9

20 1. Bila alokasi suatu elemen operasi membuat waktu stasiun > CT, maka sisa waktu ini (CT ST) dipenuhi dengan alokasi elemen operasi dengan bobot paling besar dan penambahannya tidak membuat ST < CT. 2. Jika elemen operasi yang jika dialokasikan untuk membuat ST < CT sudah tidak ada, kembali ke langkah 5. B. Metode Region Approach Metode ini dikenal juga dengan nama metode Region Approach. Metode ini dikembangkan untuk mengatasi kekurangan metode bobot posisi. Metode ini tetap tidak akan menghasilkan solusi optimal, tetapi solusi yang dihasilkannya sudah cukup baik dan mendekati optimal. Pada prinsipnya, metode ini berusaha membebankan terlebih dahulu pada operasi yang memiliki tanggung jawab keterdahuluan yang besar. Bedworth menyebutkan bahwa kegagalan metode bobot posisi adalah mendahulukan operasi dengan waktu operasi terbesar daripada operasi dengan waktu operasi yang tidak terlalu besar. Dalam metode ini diagram precedence dengan elemen-elemennya dikelompokkan dalam sejumlah kolom. Semua elemen yang bergabung dalam sebuah kolom independen karenanya bisa dipermutasikan di antara mereka dalam berbagai cara tanpa melanggar kaidah precedence. Elemen-elemen juga bisa ditransfer dari satu kolom ke kolom lain di kanannya tanpa mengubah precedence dengan menjaga permutabilitas dalam kolom yang baru. Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk menyelesaikan persoalan adalah sebagai berikut: a. Buat diagram precedence dari persoalan yang dihadapi b. Kelompokkan daerah precedence dari kiri ke kanan dalam bentuk kolom-kolom. c. Gabungkan elemen-elemen dalam daerah precedence yang paling kiri dalam berbagai cara dan ambil hasil gabungan terbaik yang hasilnya sama atau hampir sama dengan waktu siklus. d. Apabila ada elemen-elemen yang belum tergabung dan jumlahnya kecil dari C lanjutkan menggabungkan dengan elemen di daerah precedence di kanannya dengan memperhatikan batasan precedence. 10

21 C. Metode Largest Candidate Rules Menurut Groover, Mikell. P (1987), metode largest-candidate rule adalah metode yang termudah untuk dipahami. Elemen kerja diurutkan berdasarkan lamanya waktu operasi. Langkah-langkah penyelesaian dengan metode largest-candidate rule adalah sebagai berikut: a) Susun elemen-elemen kerja mulai dari elemen yang memiliki waktu operasi terpanjang. b) Pilih elemen yang feasible (dengan memperhatikan elemen sebelumnya, apakah sudah diberi beban terlebih dahulu) mulai dari urutan teratas. c) Lanjutkan proses hingga terbentuk stasiun-stasiun kerja tanpa melebihi waktu siklus yang ada. d) Ulangi langkah di atas hingga semua elemen telah diberi tugas. D. Metode Moodie Young Metode Moodie-Young memiliki dua tahap analisis. Fase (tahap) satu adalah membuat pengelompokan stasiun kerja berdasarkan matriks hubungan antar-task, tidak dirangking seperti metode Helgeson-Birnie. Fase dua, dilakukan revisi pada hasil fase satu. Fase satu: Elemen pengerjaan ditempatkan pada stasiun kerja yang berurutan dalam lini perakitan dengan menggunakan aturan largest-candidate. Aturan largest-candidate terdiri atas penempatan elemen-elemen yang ada untuk tujuan penurunan waktu. Dari sini, bila dua elemen pengerjaan cukup untuk ditempatkan di stasiun, salah satu yang mempunyai waktu yang lebih besar ditempatkan pertama. Setelah masing-masing elemen ditempatkan, ketersediaan elemen dipertimbangkan untuk tujuan pengurangan nilai waktu untuk penugasan selanjutnya. Sebagai pemisalan, matriks P menunjukkan pengerjaan pendahulu masing-masing elemen dan matriks F pengerjaan pengikut untuk tiap elemen untuk tiap prosedur penugasan. Fase dua: Pada fase dua ini mencoba untuk mendistribusikan waktu nganggur (idle) secara merata (sama) untuk tiap-tiap stasiun melalui mekanisme jual dan transfer elemen antarstasiun. Langkah-langkah pada step dua ini adalah sebagai berikut(groover,1987). 11

22 1. Menentukan dua elemen terpendek dan terpanjang dari waktu stasiun dari penyeimbangan fase satu. 2. Tentungan setengah dari perbedaan kedua nilai tujuan (GOAL). 3. GOAL = (STmax STmin) / Menentukan elemen tunggal dalam STmax yang lebih kecil dari kedua nilai GOAL dan yang tidak melampaui elemen pengerjaan terdahulu. 5. Menentukan semua penukaran yang mungkin dari STmax dengan elemen tunggal dari STmin yang mereduksi STmax dan mendapatkan STmin akan lebih kecil dari 2 x GOAL. 6. Lakukan penukaran yang ditunjukkan oleh kandidat dengan perbedaan mutlak terkecil antara kandidat tersebut dengan GOAL. 7. Bila tidak ada penukaran atau transfer yang dimungkinkan antara stasiun terbesar dan terkecil, mengusahakan penukaran antara rank pada pengerjaan berikut: N (stasiun ranking ke N memiliki jumlah waktu idle terbesar), N-1, N-2, N-3,, 3, 2, Bila penukaran masih tidak mungkin, lakukan pembatasan dengan nilai GOAL dan ulangi langkah satu hingga enam Manfaat Line Balancing Secara Teknis dan Ekonomis Secara teknis, line balancing bermanfaat untuk meminimumkan jumlah idle time pada stasiun kerja, menghindari penumpukan material dan menyeimbangkan lintasan produksi sehingga dengan manfaat teknis tersebut erat hubungannya dengan manfaat ekonomis karena ongkos- ongkos untuk biaya produksi semakin berkurang. Karena tercapai keseimbangan produksi maka tidak terjadi penghamburan biaya material dan biaya tambahan untuk upah pekerja ( Hartini,2011) Istilah Istilah Line Balancing Terdapat beberapa istilah yang biasa digunakan dalam line balancing. Beberapa istilah dalam line balancing adalah sebagai berikut. a. Precedence diagram Precedence diagram merupakan gambaran secara grafis dari urutan operasi kerja, serta ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang tujuannya 12

23 mempermudahkan pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait di dalamnya. b. Work element Work element atau elemen kerja merupakan bagian dari seluruh proses perakitan yang dilakukan. c. operasi operasi adalah waktu standar untuk menyelesaikan suatu operasi. d. Cycle time Cycle time adalah waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk per satu stasiun. e. Work station Work station adalah tempat pada lini perakitan dimana proses perakitan dilakukan. f. Efisiensi work station Efisiensi work station digunakan untuk mengetahui persentase perbandingan antara total waktu dalam work station dengan cycle time. g. Station time dan idle time Station time merupakan jumlah waktu dari elemen kerja yang dilakukan pada suatu stasiun kerja yang sama, sedangkan idle time merupakan selisih antara cycle time dengan station time. h. Line efficiency Line efficiency adalah rasio dari total waktu di stasiun kerja dibagi dengan waktu siklus dikalikan jumlah stasiun kerja. i. Balance delay Balance delay digunakan untuk mengetahui seberapa besar waktu menganggur dalam suatu lintasan produk j. Smoothness Index Smoothness index adalah cara untuk mengukur tingkat waktu tunggu relatif dari suatu lini perakitan. 13

24 2.3 Jenis-Jenis dalam Sistem Manufaktur a. Tunggu Manufaktur (Manufacturing Lead Time) Dalam lingkungan bisnis modern yang kompetitif, kemampuan pabrik manufaktur menyerahkan produk pada pelanggan dalam waktu yang paling singkat seringkali memenangkan order. ini dikenal dengan nama waktu tunggu manufaktur. Secara spesifik, kita mendefinisikan waktu tunggu manufaktur (MLT : manufacturing lead time) adalah waktu total yang dibutuhkan untuk pengerjaan part atau produk tertentu dalam pabrik. Produksi umumnya terdiri dari serangkaian proses pengerjaan tunggal dan penyimpanan, inspeksi dan aktivitas aktivitas non produktif lainnya. Karenanya aktivitas aktivitas produksi dibagi menjadi dua kategori utama, elemen operasi dan non operasi. Suatu operasi adalah proses pengerjaan yang dikerjakan pada benda kerja saat unit tersebut berada dalam mesin produksi. Elemen non operasi meliputi penanganan, penyimpanan sementara, inspeksi dan sumber sumber penundaan saat unit tidak berada dalam mesin. Untuk produksi massal jenis aliran garis (flow line), keseluruhan lini produksi dipersiapkan terlebih dahulu. Juga waktu non operasi diantara langkah pengerjaan mudahnya adalah waktu pemindahan untuk memindahkan part atau produk dari satu stasiun kerja ke stasiun berikutnya. Apabila semua stasiun kerja terintegrasi sehingga semua stasiun mengerjakan secara berurutan benda kerjanya sendiri, maka waktu untuk menyelesaikan semua operasi adalah waktu yang dipakai oleh setiap unit pengerjaan selama melewati seluruh stasiun dalam lini produksi. Stasiun dengan waktu operasi terpanjangan menentukan langkah/kecepatan dari seluruh stasiun yang ada. b. Cycle Time Cycle time adalah waktu yang digunakan untuk menyelesaikan 1 siklus pekerjaan dengan sekuens standar kerja yang telah ditentukan. Unutk mendapatkan data cycle time dapat menggunakan observasi waktu kerja (dengan stopwatch maupun video) pada produksi aktual. 14

25 c. Tact time Tact time adalah waktu untuk memproduksi 1 unit produk yang berdasarkan pada kecepatan permintaan konsumen. Apabila dirumuskan, maka akan menjadi seperti berikut: Tact time = waktu kerja per shift volume per shift ( 2.1) d. Cycle time dan lead time Lead time dimulai ketika permintaan dibuat dan berakhir ketika pengantaran dilakukan. Sementara cycle time dimulai ketika pekerjaan dimulai sesuai permintaan dan berakhir kketika item siap untuk diantar. Jadi cycle time lebih menggambarkan ukuran mekanis sebuah kapabilitas proses, sementara lead time adalah apa yang dilihat oleh konsumen. Dalam hal ini lead time bergantung pada cycle time. Lead time dan cycle time juga berhubungan dengan Work in process secara proses keseluruhan. Jadi dapat digambarkan bahwa: Lead time = cycle time WIP.(2.2) e. Pekerjaan Dalam Proses (Work In Process) Pekerjaan dalam proses (work in process, WIP) adalah kuantitas part/produk yang sedang berada di dalam pabrik baik yang sedang diproses maupun yag berada diantara operasi pengerjaan. WIP adalah penyimpanan dimana suatu keadaan material sedang diubah dari bahan baku menjadi produk jadi. Ukuran yang tepat tentang WIP bisa didapat dari persamaan: WIP = Keterangan: AU (PC)(MLT) WIP = Work in Process dalam pabrik (bk), A = ketersediaan, U = utilisasi, PC = kapasitas produksi dari fasilitas (bk/minggu), MLT = waktu tunggu manufaktur (minggu), S = jumlah shift per minggu (shift/minggu), H = jam/shift. SH.....(2.3) 15

26 Work in process menyajikan investasi oleh pabrik tapi hal ini tidak dapat diubah menjadi revenue sampai semua operasi pengerjaan diselesaikan. Banyak perusahaan manufaktur menanggung biaya yang besar karena pekerjaan tetap berada dalam proses di pabrik terlalu lama (Suprapto, 2002). 2.4 Pola Aliran Material Dalam perencanaan tata letak, hal yang perlu diperhatikan yaitu sistem pemindahan bahan atau proses yang terjadi pada fasilitas tersebut. Hal ini dikarenakan aktivitas ini akan menentukan hubungan keterkaitan antara satu fasilitas produksi dengan fasilitas produksi lainnya atau antara satu departemen dengan departemen lainnya. Dengan demikian, perencanaan tipe layout dan pola aliran bahan perlu direncanakan secara serentak. Perencanaan pola aliran material memiliki beberapa keuntungan, sebagai berikut (Wignjosoebroto, 1996): 1. Menambah efisiensi dari proses produksi yang ada 2. Penggunaan floor space yang lebih baik 3. Aktivitas material handling akan berlangsung secara lebih sederhana 4. Mengurangi waktu menganggur (idle time) pada fasilitas produksi 5. Mengurangi waktu pengerjaan dan in-process inventory 6. Penggunakan tenaga kerja secara lebih efisien 7. Mengurangi kemungkinan terjadinya kerusakan dari produk yang dihasilkan 8. Mengurangi jarak perpindahan material 9. Memudahkan aktivitas supervisi, menyederhanakan pengawasan dan mempermudah proses handling 10. Mengurangi terjadinya kecelakaan saat proses operasi berlangsung Faktor yang mempengaruhi perencanaan pola aliran material, yaitu: 1. Area luasan yang yang tersedia 2. Ukuran atau dimensi dari lantai tersebut 3. Luas area yang diperlukan untuk masing-masing mesin atau fasilitas produksi lainnya 16

27 Pola aliran bahan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pola aliran bahan untuk proses produksi atau fabrikasi dan pola aliran bahan untuk proses perakitan atau asssembly. A. Pola Aliran Bahan Untuk Proses Fabrikasi - Straight Line Pola aliran ini dirancang berdasarkan garis lurus atau starght line dan digunakan untuk proses produksi yang berlangsung singkat, relative sederhana dan umum terdiri dari beberapa komponen atau beberapa macam production equipment. Dalam penerapannya, total jarak perpindahan akan lebih kecil karena jarak antara masing-masing mesin pendek. Gambar 2.1 Straight Line - Zig-zag atau S-shaped Pola aliran ini dapat diterapkan jika aliran proses produksi lebih panjang dibandingkan dengan luasan area yang dibutuhkan. Dengan demikian, pola aliran ini dapat mengatasi masalah keterbatasan area. - U-shaped Gambar 2.2 S-shaped Pola aliran ini dapat diterapkan jika menginginkan mengawali dan mengakhiri proses produksi di lokasi yang sama. Pola aliran ini dapat mempermudah pemanfaatan fasilitas transportasi dan pengawasan keluar-masuk material dari 17

28 dan menuju pabrik. Apabila garis aliran bahan relative panjang, maka U- Shaped menjadi tidak efisien dan lebih baik menggunakan tipe zig-zag. Gambar 2.3 U-Shaped - Circular Pola aliran ini dapat digunakan apabila menginginkan mengembalikan material atau produk pada titik awal aliran produksi berlangsung. Selain itu, pola aliran ini dapat digunakan apabila departemen penerimaan dan pengiriman berada di lokasi yang sama. Gambar 2.4 Circular - Odd-Angle Pola aliran ini baik digunakan pada kondisi sebagai berikut: Apabila proses handling dilakukan secara mekanis Memiliki keterbatasan area Menginginkan pola aliran yang tetap dari fasilitas-fasilitas produksi yang ada Odd-angle ini akan memberikan lintasan yang pendek dan bermanfaat untuk area yang kecil. 18

29 Gambar 2.5 Odd Angle B. Pola Aliran Bahan Untuk Proses Assembly a. Combination Assembly Line Pattern Disini main assembly line akan disuplai dari sejumlah sub-assembly line atau part-line. Sub-assembly line ini berada pada sisi-sisiyang sama. Combination assembly line ini akan memerlukan lintasanyang panjang Gambar 2.6 Pola Aliran Kombinasi b. Tree Assembly Line Pattern Pada assembly line pattern, sub-assembly line akan berada dua sisi dari mainassembly line. Hal ini dirasakan cukup bermanfaat karena akan dapat diperkecil lintasan dari main assembly line. Kalau combination assembly line pattern akan memungkinkan untukmenempatkan main assembly line atau sepanjang jalan lintasan (aisle), maka tree assembly line pattern ini akan baik dipakai terutama bilamain assembly line berada di bagian tengah dari bangunan pabrik. 19

30 Gambar 2.7 Tree Assembly Line Patterns c. Dendretic Assembly Line Pattern Pola ini kelihatan lebih tidak teratur dibandingkan dengan combination atau tree assembly line pattern. Disini tiap bagian berlangsung operasi sepanjang lintasan produksi sampai menuju produksi yang lengkap untuk proses assembling. Gambar 2.8 Dendretic Assembly Line Pattern d. Overhead Assembly Line Pattern Sebenarnya pola ini bukanlah merupakan suatu assembly line pattern, akan tetapi merupakan sejumlah pattern yang sama atautidak sama yang terletak pada tingkat/lantai yang berlainan.pola aliran bahan dalam suatu pabrik akan tergantung pada beberapa faktor: 1. Area luasan yang tersedia. 2. Ukuran atau dimensi dari lantai tersebut. 3. Luas area yang dibutuhkan untuk masing-masing mesin atau fasilitasproduksi lainnya. Pengaturan mesin ini pada dasarnya, dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu : 1. Pengaturan menurut garis lurus (straight line arrangement) 2. Pengaturan menurut diagonal atau membentuk sudut (diagonal arrangement) 20

31 3. Pengaturan menurut garis tegak lurus (perpendicular arrangement) 4. Pengaturan menurut bentuk lingkaran (circular arrangement) Gambar 2.9 Overhead Assembly Line Pattern e. Straight Line Arrangement Disini sumbu dari mesin akan sejajar dengan sumbu darijalan lintasannya (aisle), dengan kata lain mesin-mesin akan diatur sejajar dengan jalan lintasan tersebut. Jumlah jalan lintasan adalah setengah jari dari jumlah deretan mesin-mesin yang diatur Gambar 2.10 Straight Line Arrangment f. Diagonal Arrangement Dengan pengaturan mesin secara diagonal ini, maka sumbu mesin akan membuat sudut tertentu dengan lintasan. Material dapat diletakkan pada kedua sisi dari mesin (seperti halnya dengan straight line arrangement). Pengaturan mesin semacam ini akan dapat mengatasi masalah keterbatasan luas area yang ada. Gambar 2.11 Diagonal Arrangment 21

32 g. Perpendicular Arragement Pengaturan mesin dilakukan tegak lurus dengan sumbu dari jalan lintasan seperti halnya dengan diagonal arrangement material bisa dikirim/diambil melalui dua sisi jalan lintasan yang ada. Gambar 2.12 Perpendicular Arrangment h. Circular Arrangement Pengaturan mesin semacam ini akan bermanfaat bila seorang operator dapat mengoperasikan lebih dari satu buah mesin Gambar 2.13 Circular Arrangment Langkah-langkah perencanaan pola aliran bahan, yaitu: 1. Identifikasi elemen yang akan bergerak mengalir melalui mesin dan fasilitas produksi yang ada, sepereti material, operator, scrap, mesin, peralatan produksi, informasi, dan lain-lain. 2. Mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk mesing-masing elemen, seperti production routing, macam dan jumlah scrap, gerakan pemindahan operator, data teknis setiap mesin dan peralatan yang bergerak pindah tempat selama proses produksi berlangsung. 3. Mengamasti urutan proses pengerjaan dari awal hingga akhir dengan memperhatikan mesin dan peralatan lain yang digunakan. 4. Memperhatikan factor-faktor yang berkaitan dengan aliran elemen produksi lainnya, seperti karestik material, material handling equipment yang digunakan, gerakan kerja 22

33 operator, fasilitas yang digunakan, lokasi shipping dan receiving, aisle, bentuk bangunan, dan lain-lain. 5. Membuat beberapa kemungkinan pengaturan yang sesuai untuk fasilitas produksi. 6. Membuat analisa teknik untuk memilih alternative aliran bahan dan penempatan lokasi dari fasilitas produksi yang ada (Wignjosoebroto, 1996). 2.5 Sistem Kanban Kanban adalah penjadwalan produksi dan sistem kartu pengendali inventory.sistem kanban menggunakan paper card untuk mengendalikan penjadwalan aktivitas produksi dan penggunaan inventory. Sistem JIT (Just In Time) tidak harus memiliki sistem kanban untuk beroperasi, suatu sistem kanban mendukung lingkungan JIT agar dapat diterapkan dalam unitary atau produksi lot kecil (Hartini,2010) Tujuan Kanban Ada beberapa tujuan kanban yang diperlukan dalam suatu perusahaan yaitu (Monden,2000): a. Sebagai perintah, Kanban berlaku sebagai alat perintah antara produksi dan pengiriman. Bila komponen perlu diambil atau perintah pengangkutan dikeluarkan maka suatu alamat dituliskan pada kanban. b. Pengendalian Visual, berlaku sebagai alat uuntuk pengendalian visual karena bukan saja memberikan informasi numerik, melainkan informasi fisik dalam bentuk kartu kanban c. Pengurangan Biaya Pengelolaan, berfungsi mengurangi biaya manajemen dengan membantu mengurangi jumlah ahli peramalan. d. Mencegah produksi berlebihan. Sistem kanban merupakan mekanisme pengendalian diri sehingga memungkinkan tiap proses melakukan penyesuaian kecil terhadap pasokan untuk jadwal produksi bulanannya karena adanya fluktuasi permintaan bulanan. e. Memperbaiki operasi dan proses manual, membantu perbaikan operasi sangat dibutuhkan karena peningkatan produktivitas memberikan perbaikan keuangan sehingga memperbaiki perusahaan secara keseluruhan. 23

34 2.5.2 Jenis Jenis Kanban Ada dua jenis kanban yang sering digunakan diantaranya kanban pengambilan dan kanban perintah produksi. Kanban pengambilan menspesifikasikan jenis dan jumlah produk yang harus diambil dari proses terdahulu oleh proses berikutnya dab kanban perintah produksi menspesifikasikan jenis dan jumlah produk yang harus dihasilkan oleh proses terdahulu (Sipper,1997). 1. Kanban Pengambilan Merupakan sebuah otorisasi untuk memindahkan suatu kontainer dari outbound buffer stasium upstream (sebelumnya ) ke inbound buffer stasiun downstream. Prosedur full container kanban satu kartu dengan hanya menggunakan kanban pengambilan adalah Tahap 1: Bila operator stasiun downstream melakukan akses terhadap full container maka kanban pengambilan dilepas dan diletakkan pada pos kanban. Tahap 2: Material handler membaca kanban pengambilan dan membawanya ke stasiun upstream. Tahap 3: Material handler meletakkan kanban pengambilan ke full container (yang berada pada outbound buffer) dan membawanya ke stasiun doenstream. Tahap 4: Setiap kali stasiun downstream mengosongkan kontainer, maka material handler akan mengambil dan membawa empty container ke stasiun upstream. (Seringkali tahap 2 dan 4 digabung hanya satu kali perjalanan). 2. Kanban Perintah Produksi Kanban perintah produksi digunakan sebagai otorisasi untuk memproduksi komponen-komponen atau rakitan-rakitan. Dalam sistem yang menggunakan kartu ini, tidak ada produksi yang diizinkan tanpa adanya kanban perintah produksi, disebut sebagai sistem tarik dua kartu. Prosedur dari sistem tarik dua kartu ini adalah sebagai berikut (Sipper,1997): 24

35 Tahap 1: Pembawa dari proses berikutnya pergi ke gudang proses terdahulu dengan kanban pengambilan yang disimpan dalam pos kanban pengambilan bersama kontainer kosong. Tahap 2: Bila pembawa proses berikutnya mengambil suku cadang di gudang A, pembawa itu melepaskan kanban perintah produksi yang dilampirkan pada unit fisik dalam kontainer (perhatikan bahwa tiap kontainer mempunyai satu lembar kanban) dan menaruh kanban ini dalam pos penerima kanban. Tahap 3: Untuk tiap kanban perintah produksi yang dilepaskannya, di tempat itu ia menempelkan satu kanban pengambilan. Tahap 4: Bila pekerjaan dimulai pada proses berikutnya, kanban pengambilan harus ditaruh dalam pos kanban pengambilan. Tahap 5: Pada proses terdahulu, kanban perintah produksi harus dikumpulkan dari pos penerima kanban pada waktu tertentu atau bila sejumlah unit telah diproduksikan dan harus ditempatkan dalam pos kanban perintah produksi dengan urutan yang sama dengan urutan penyobekan kanban di gudang A. Tahap 6: Menghasilkan suku cadang sesuai dengan urutan nomor kanban perintah produksi dalam pos. Tahap 7: Ketika diolah, unit fisik dan kanban itu harus bergerak berpasangan. Tahap 8: Bila unit fisik diselesaikan dalam proses ini, unit ini dan kanban perintah produksi ditaruh dalam gudang A, sehingga pembawa dari proses berikutnya dapat mengambilnya kapan saja. 25

36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dibawah ini merupakan metodologi yang dilakukan selama praktikum. 3.1 Flowchart Metodologi Penelitian Mulai INPUT Hasil Peramalan, Presedence Diagram, Baku Penentuan Siklus dengan Pendekatan Demand dan pendekatan teknis Kelogisan Lintasan Perancangan Stasiun Kerja Perhitungan Performansi Lintasan Tiap Metode Pemilihan Lintasan dengan Metode Terbaik Simulasi Keseimbangan Lintasan Produksi Yang Terpilih Perhitungan Jumlah Kanban Kartu Kanban Perhitungan Performansi Implementasi Lintasan Analisa Perbandingan Implementasi dengan Teori Selesai Gambar 3.1 Metodologi Penelitian Gambar 3.1 diatas menggambarkan metodologi praktikum modul 3 yang berjudul Perancangan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai. Langkah awal dari modul ini adalah 26

37 mengumpulkan input data yang diperlukan pada praktikum. Input tersebut berupa hasil peramalan yang telah didapatkan dari modul sebelumnya yaitu forecasting, presedence diagram dan waktu baku yang didapatkan dari modul 2 Perancangan Sistem Kerja. Setelah mengumpulkan input tersebut, selanjutnya yang dilakukan adalah penentuan waktu siklus dengan menggunakan pendekatan demand dan pendekatan teknis. Tahap ini memerlukan penalaran atas kelogisan lintasan. Kemudian, melakukan perancangan stasiun kerja menggunakan metode Heuristik yang terdiri dari metode Heigeson Birnie (Ranked Position Weight/RPW, Largest Candidate Rule (LCR), Killbridge Wester (Region Approach/RA), dan Moodie Young. Langkah selanjutnya ialah melakukan perhitungan performansi tiap metode dengan melakukan perhitungan Line Efficiency dan Smoothness Indexs. Selanjutnya melakukan pemiilihan lintasan dengan performansi terbaik yaitu lintasan yang memiliki Line Efficiency terbesar dan Smoothness Indexs terkecil. Kemudian, melakukan simulasi keseimbangan lintasan produk yang terpilih dengan memperhatikan kanban dan selanjutnya melakukan perhitungan jumlah kanban yang diperlukan dalam proses produksi pada stasiun kerja yang telah dirancang. Selanjutnya melakukan perhitungan performansi implementasi lintasan dan langkah terakhir adalah melakukan analisa perbandingan antara implementasi yang dilakukan dengan teori yang telah dibuat. Output yang diperoleh dari modul ini adalah kecepatan produksi,jumlah operator, jumlah SK, jumlah kanban dan performansi lintasan Input ( Hasil Peramalan, Presedence Diagram, Baku) Input yang digunakan dalam modul 3 (Perancangan Keseimabangan Lintasan Pada Lantai) ini diperoleh dari modul sebelumnya yang terdiri dari hasil peramalan, presedence diagram, dan waktu baku. Hasil peramalan (forecasting) yang diguanakan terdiri dari 3 komponen yaitu koleksi, anak- anak, dan style. baku diperoleh dari modul 2 (Perancangan Sistem Kerja) yang merupakan perkalian dari waktu normal dengan % allowance. Setelah waktu baku didapatkan, maka dapat dibuat presedence diagram dari operasi perakitan Tamiya tersebut yang menggambarkan secara grafis dari urutan operasi kerja serta ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang bertujuan untuk memudahkan pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait didalamnya. 27

38 3.1.2 Penentuan Siklus dengan Pendekatan Teknis dan Demand Penentuan waktu siklus dengan pendekatan demand dan teknis dilakukan terlebih dahulu dengan memperhatikan waktu jam kerja. Pada modul ini, jam kerja yang digunakan adalah 8 jam kerja per hari dan 5 hari kerja efektif dalam seminggu. Setelah diketahui jam kerja tersebut, maka dapat dihitung waktu siklus dengan pendekatan demand dan teknis. siklus dengan pendekatan demand merupakan pembagian dari waktu produksi per periode terhadap demand yang digunakan. Kemudian untuk mencari output digunakan pembagian antara efisiensi jam kerja terhadap waktu siklus tersebut sehingga SL juga dapat dihitung. Pendekatan teknis merupakan waktu baku yang tertinggi yyang digunakan. Output yang dihasilkan dari pendekatan teknis merupakan pembagian antara efisiensi jam kerja dengan waktu baku terbesar sehingga dari output tersebut dapat diketahui % kapasitas produksi untuk 1 lini yang merupakan pembagian antara output dengan demand. Selanjutnya mencari total produksi lini dengan mengalikan output tersebut dengan lini produksi yang pada akhirnya dapat diketahui overproduction dari pendekatan tersebut. Setelah pendekatan demand dan teknis sudah diketaui, maka dapat dibandingkan kedua pendekatan tersebut sehingga dapat diputuskan apakah suatu perusahaan tersebut menggunakan pendekatan demand atau teknis Perancangan Stasiun Kerja Perancangan stasiun kerja dapat dihitung setelah kita memutuskan apakah perusahaan tersebut menggunakan pendekatan demand atau teknis. Berdasarkan metode metode LOB perancangan stasiun kerja terdiri dari 4 metode diantaranya metode Killbridge Wester (Region Approach / RA), metode Largest Candidate Rule (LCR), metode Heigeson Birnie (Ranked Position Weight), dan Moodie Young. Metode metode diatas didasarkan atas penyederhanaan persoalan kombinasi yang kompleks yang dapat dipecahkan secara sederhana sehingga keempat metode tersebut dinamakan metode Heuristik Perhitungan Performansi Lintasan Tiap Metode Dari metode metode yang digunakan dalam perancangan stasiun kerja tersebut, maka dapat dihitung performansi lintasan tiap metode. Performansi lintasan tiap metode 28

39 terdiri dari Line Efficiency dan Smoothness Index. Line Efficiency merupakan rasio dari total waktu terhadap keterkaitan waktu siklus dengan jumlah stasiun kerja yang dinyatakan dalam persentase. Sedangkan Smoothness Index merupakan index yang menunjukkan kelancaran relative dari suatu keseimbangan lini. Smoothness Index sempurna jika nilainya Pemilihan Lintasan dengan Performansi Terbaik Pemilihan metode terbaik pada metode keseimbangan lintasan yaitu dengan melihat parameter Line Efficiency dan Smoothing Index. Metode terbaik dilihat pada line efficiency yang paling besar dan smoothing indexnya paling kecil dari keempat metode yang digunakan Simulasi Keseimbangan Lintasan Produksi yang Terpilih Simulasi keseimbangan lintasan produksi yang terpilih dapat dilakukan setelah kita mengetahui metode terbaik pada metode keseimbangan lintasan tersebut.simulasi keseimbangan lintasan produksi yang terpilih dilakukan dengan memperhatikan kartu kanban yang digunakan Perhitungan Jumlah Kanban Perhitungan jumlah kanban dilakukan untuk melihat berapa kali komponen komponen diambil dari warehouse. Setiap stasiun kerja memiliki perhitungan jumlah kanban yang berbeda beda dikarenakan komponen dari setiap stasiun tidak sama Perhitungan Performansi Implementasi Lintasan Performansi lintasan dapat diperoleh dari stasiun kerja perakitan tersebut. Performansi implementasi lintasan tersebut terdiri dari waktu awal komponen tersebut berada dalam stasiun kerja, waktu mulai proses operasi dan waktu tinggal komponen tersebut. Selanjutnya, dari waktu yang telah diperoleh waiting time yang merupakan pengurangan dari waktu mulai proses stasiun kerja ke n dengan waktu masuk stasiun kerja ke n. Dari hasil waiting time yang diperoleh maka dapat dibuat grafik yang menunjukkan waiting time dari suatu stasiun kerja Analisa Perbandingan Implementasi dengan Teori Dari performansi lintasan yang telah diketahui, maka dapat dilakukan analisis implementasi dengan teori. Langkah terakhir ini merupakan analisis perbandingan antara 29

40 implementasi yang dilakukan dalam melakukan perakitan dengan rancangan yang telah dibuat sehingga output yang diharapkan dari modul ini adalah jumlah operator, jumlah stasiun kerja, kecepatan produksi, performansi lintasan dan jumlah kanban. 30

41 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam modul 3 (Perancangan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai) ini adalah presedence diagram yang diperoleh dari modul 2 ( Perancangan Sistem Kerja ), waktu baku yang diperoleh dari modul 2 (Perancangan Sistem Kerja), Forecasting yang diperoleh dari modul 1(Forecasting), jam kerja dan kapasitas palet yang diberikan di modul 3 (Perancangan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai) Presedence diagram Dibawah ini merupakan gambar presedence diagram di dalam operasi kerja perakitan Tamiya. Gambar Presedence Diagram ini didapatkan dari modul 2 (Perancangan Sistem Kerja) yang berguna untuk mengetahui langkah langkah dari perakitan Tamiya. Gambar 4.1 Presedence Diagram 31

42 4.1.2 Baku Berikut merupakan data waktu baku didalam operasi perakitan Tamiya yang diperoleh dari modul 2 (Perancangan Sistem Kerja ). Tabel 4.1 Data Baku No Operasi Kerja Baku (Detik) 1 Memasang gear kecil ke chasis 6,16 2 Memasang as roda depan ke dalam chasis assy 10,03 3 Memasang roda depan kanan ke chasis assy 4,41 4 Memasang roda depan kiri ke chasis assy 6,21 5 Memasang gear besar ke chasis assy 3,43 6 Memasang as roda belakang ke chasis assy 8,02 7 Memasang roda belakang kanan ke chasis assy 4,84 8 Memasang roda belakang kiri ke chasis assy 7,37 9 Memasang gardan ke chasis assy 8,69 10 Memasang gear dinamo pada dinamo 8,41 11 Memasang plat belakang besar ke rumah dinamo 9,68 12 Memasang plat belakang kecil ke rumah dinamo assy 8,07 13 Memasang dinamo assy pada rumah dinamo assy 7,85 14 Memasang rumah dinamo assy kedalam chasis assy 6,00 15 Memasang pengunci dinamo kerumah dinamo assy 8,50 16 Memasang tuas on off ke chasis assy 8,05 17 Memasang plat depan ke chasis assy 8,52 18 Memasang penutup plat depan ke chasis assy 13,30 19 Memasang baterai pada chasis assy 9,75 20 Memasang penutup baterai ke chasis assy 6,51 21 Memasang baut ke roller depan kanan 5,89 22 Memasang roller depan kanan assy ke chasis assy 21,52 23 Memasang baut pada roller depan kiri 7,32 24 Memasang roller depan kiri assy ke chasis assy 20,64 25 Memasang baut pada roller tengah kanan 7,76 26 Memasang roller tengah kanan assy ke chasis assy 17,27 27 Memasang baut pada roller tengah kiri 5,65 28 Memasang roller tengah kiri assy ke chasis assy 19,85 32

43 Tabel 4.1 Data Baku (Lanjutan) No Operasi Kerja Baku (Detik) 29 Memposisikan bumper belakang assy ke chasis assy 10,72 30 Memasang sekrup kanan pada bumper belakang 26,09 31 Memasang sekrup kiri bumper assy ke chasis assy 31,14 32 Memasang body pada chasis assy 9,77 33 Memasang pengunci body ke chasis assy 8,61 34 Melakukan inspeksi 4,23 Total 350, Forecasting Berikut merupakan hasil peramalan yang diperoleh dari modul 1 ( Forecasting). No Tabel 4.2 Hasil Peramalan Koleksi Anakanak Style

44 Tabel 4.2 Hasil Peramalan (Lanjutan) No Koleksi Anakanak Style

45 4.1.4 Jam Kerja dan Kapasitas Palet Jam Kerja Berikut merupakan jam kerja yang ditetapkan oleh perusahaan Penetapan hari kerja efektif karyawan yaitu 5 hari kerja dalam 1 minggu kerja karyawan adalah 8 jam kerja Kapasitas Palet Dibawah ini merupakan kapasitas palet yang digunakan Tabel 4.3 Kapasitas Palet No. Komponen Kapasitas 1 Pengunci Baterai 8 2 Body 8 3 Pengunci Body 8 4 Bumper 5 5 Skrup 15 6 Roller 20 7 Baut 15 8 Gardan 10 9 Roda As Roda Penutup Plat Depan Tuas On/Off Plat Depan Penutup Dinamo 8 15 Gear Besar Gear Kecil Plat Besar Plat Kecil Rumah Dinamo Dinamo 8 21 Gear Dinamo Baterai 15 35

46 4.2 Pengolahan Data Presedence Constrain Dibawah ini merupakan gambar presedence diagram didalam operasi perakitan Tamiya. Gambar 4.2 Presedence Diagram Untuk Perakitan Tamiya Gambar 4.2 diatas merupakan presedence diagram dari operasi perakitan Tamiya yang didapatkan dari modul 2 (Perancangan Sistem Kerja). Presedence Diagram ini digunakan untuk mengetahui langkah langkah dari perakitan Tamiya. Dari gambar 36

47 diatas diketahui terdapat 1 constrain yaitu pada operasi 29 dan 30 yakni memposisikan bumper belakang assy ke chasis assy dan memasang sekrup kanan pada bumper belakang Perhitungan Siklus Diasumsikan jam kerja per hari adalah 8 jam dan dalam seminggu terdapat 5 hari kerja. Berikut perhitungan waktu siklusnya: Pendekatan Teknis Pendekatan Teknis ditentukan berdasarkan waktu baku terbesar. pendekatan Teknis Output = baku konstrain terbesar = 36,81 = Efisiensi jam kerja baku terbesar = ,81 = unit % Kapasitas Produksi 1 = Output Demand = = 0,56 Lini = Demand x baku Efisiensi jam kerja = x 36, = 1,77 = 2 lini Total produksi lini = output x lini = x 2 = % Kapasitas Produksi 2 = Total produksi lini Demand 2 tahun x 100% = x 100% = 112,87% = 113% Overproduction = % Kapasitas Produksi 2 100% Pendekatan Demand siklus demand Output = = 113% - 100% = 13% = Efisiensi jam kerja siklus waktu produksi/periode = demand = 20,77 detik 37

48 SL = = unit 20,77 = Output Demand = x 100% x 100% = 100,02% Dari perhitungan pendekatan demand dan teknis yang telah dilakukan, maka terlihat bahwa pendekatan Teknis merupakan pendekatan yang terpilih karena memiliki constrain (tidak dapat dipisah ) Perhitungan Jumlah SK Optimum Pendekatan Teknis Jumlah Stasiun = jumlah STk CT = 350,26 36,81 =9,51 10 stasiun kerja Pendekatan Demand Jumlah Stasiun = jumlah STk CT = 350,26 20,77 = 16,86 stasiun 17 stasiun kerja Pembentukan SK dengan Metode LOB Metode Killbridge Wester ( Region Approach ) CT ( Cycle Time ) : 36,81 Berikut merupakan perhitungan dengan metode Killbridge Wester ( Region Approach ) yang dilakukan dengan memperhatikan presedence diagram. Tabel 4.4 Perhitungan dengan Metode Region Approach (RA) SK NO Operasi Kerja Baku 1 Memasang gear kecil ke chasis 6,16 2 Memasang as roda depan ke dalam chasis assy 10, Memasang roda depan kanan ke chasis assy 4,41 4 Memasang roda depan kiri ke chasis assy 6,21 17 Memasang plat depan ke chasis assy 6.92 SK Slack Time 35,33 1,48 38

49 Tabel 4.4 Perhitungan dengan Metode Region Approach (Lanjutan) SK NO Operasi Kerja Baku 5 Memasang gear besar ke chasis assy 3,43 6 Memasang as roda belakang ke chasis assy 8, Memasang roda belakang kanan ke chasis assy 4,84 8 Memasang roda belakang kiri ke chasis assy 7,37 16 Memasang tuas on off ke chasis assy 8,05 9 Memasang gardan ke chasis assy 8, Memasang baut ke roller depan kanan 5,89 Memasang roller depan kanan assy ke 22 21,52 chasis assy 10 Memasang gear dinamo pada dinamo 8,41 11 Memasang plat belakang besar ke rumah dinamo 9,68 4 Memasang plat belakang kecil ke 12 rumah dinamo assy 8,07 13 Memasang dinamo assy pada rumah dinamo assy 7,85 23 Memasang baut pada roller depan kiri 7, Memasang roller depan kiri assy ke chasis assy 20,64 14 Memasang rumah dinamo assy kedalam chasis assy 6,00 25 Memasang baut pada roller tengah kanan 7, Memasang roller tengah kanan assy ke chasis assy 17,27 15 Memasang pengunci dinamo kerumah dinamo assy 8,50 27 Memasang baut pada roller tengah kiri 5, Memasang roller tengah kiri assy ke chasis assy 19,85 19 Memasang baterai pada chasis assy 9, Memposisikan bumper belakang assy ke chasis assy 10,72 30 Memasang sekrup kanan pada bumper belakang 26,09 SK Slack Time 31,71 5,1 36,1 0,71 34,01 2, ,85 33,53 3,28 35,25 1,56 36,

50 Tabel 4.4 Perhitungan dengan Metode Region Approach (Lanjutan) SK No Operasi Kerja Baku SK Slack Time 9 31 Memasang sekrup kiri bumper assy ke chasis assy 31,14 31,14 5,67 18 Memasang Penutup Plat Depan 13, Memasang Penutup Baterai Ke Chasis Assy 6,51 29,58 7,23 32 Memasang body ke chasis assy 9, Memegang Pengunci Body ke Chasis 8,61 34 Melakukan Inspeksi 4,23 12,84 23,97 Metode Largest Candidate Rule ( LCR ) CT ( Cyce Time) : 36,81 Berikut merupakan perhitungan dengan metode LCR ( Largest Candidate Rule) Tabel 4.5 Metode LCR SK Elemen Ti Jumlah CT- Stk 29 10, , , ,14 31,14 5, , , ,01 2,8 12 8, ,85 9 8, , ,52 34,85 1,96 1 6,16 5 3, ,03 3 4, ,95 2,86 4 6, ,30 6 8, ,73 2,08 7 4,84 40

51 Tabel 4.5 Metode LCR (Lanjutan) SK Elemen Ti SK Slack Time 8 7, , , , ,27 34,78 2, , , ,64 34,47 2, , , ,52 27,41 9,4 27 5, ,85 35,27 1, , , ,23 12,84 23,97 Metode Heigeson Birnie (Ranked Positionn Weight ) CT (Cycle Time) : 36,81 Berikut merupakan perhitungan dengan metode Heigeson Birnie (Ranked Positionn Weight ) yang didahului dengan pemberian bobot dalam setiap operasi kerja. Tabel 4.6 Bobot metode RPW Operasi Kerja Elemen Bobot

52 Tabel 4.6 Bobot metode RPW (Lanjutan) Operasi Kerja Elemen Bobot

53 Berikut merupakan rekap perhitungan dengan metode RPW yang dilakukan berdasarkan bobot operasi kerja dan juga memperhatikan presedence diagram. Tabel 4.7 Perhitungan dengan Metode RPW Stasiun Elemen Ti Stasiun Siklus Slack

54 Metode Moodie Young Berikut merupakan hasil akhir dari fase 1 (LCR) SK Elemen Ti 1 Tabel 4.8 Metode Moodie Young 29 10, ,09 Jumlah CT- Stk 36, ,14 31,14 5, , , , ,85 9 8, , ,52 1 6,16 5 3, ,03 3 4,41 4 6, ,30 6 8,02 7 4,84 8 7, , , , , , , , ,51 34,01 2,8 34,85 1,96 33,95 2,86 34,73 2,08 34,78 2,03 34,47 2,34 44

55 Tabel 4.8 Metode Moodie Young (Lanjutan) SK Elemen Ti , , , , , , ,23 Jumlah CT- Stk 27,41 9,4 35,27 1,54 12,84 23,97 Penentuan Goal Goal = (ST max- ST min )/2 Goal = (36,81 12,84 ) / 2 = 11,985 Tidak ada yang dipindahkan karena pada ST max merupakan constraint Pembentukan Performansi Metode Killbridge Wester (Region Approach /RA) LE = k k=1 STk K.CT x 100% LE = 350,26 x100% = 86,50 % 11x36,81 SI = k k=1 (STmax STk) 2 SI = 716,8417 = 26,77 Metode Largest Candidate Rule (LCR) k LE = i=1 STi x 100% (k x CT) LE = 350,26 11 x 36,81 = 86,5 % 45

56 k SI = (ST max ST k ) 2 i=1 SI = 731,23 = 27,04 Metode Heigeson Birnie (Ranked Position Weight) k LE = i=1 STi x 100% (k x CT) LE = 350,25 12 x 36,81 = 79,29 % k SI = (ST max ST k ) 2 i=1 SI = 1747,864 = 41,80 Metode Moodie Young k LE = i=1 STi x 100% (k x CT) LE = 350,26 11 x 36,81 = 86,5 % k SI = (ST max ST k ) 2 i=1 SI = 731,23 = 27, Pemilihan Metode LOB Berikut merupakan rekap perhitungan LE ( Line Efficiency), SI (Smoothness Index) dari semua metode LOB (Line Of Balancing) yang diperoleh dari 4 metode keseimbangan lintasan. 46

57 Tabel 4.9 Rekapitulasi Perhitungan Metode LOB Metode LE (Line Efficiency ) SI (Smoothness Index) RA 86,50 % 26,77 LCR 86,5 % 27,04 RPW 79,29 % 41,80 Moodie Young 86,5 % 27,04 Pemilihan metode terbaik pada keseimbangan lintasan dipilih dengan melihat parameter Line Efficiency (LE ) dan Smoothness Index (SI). Dari perhitungan yang telah dilakukan diperoleh bahwa metode terbaik didapatkan dari LE yang paling besar da SI yang paling kecil. Berdasarkan tabel rekap diatas, maka diketahui metode terbaik adalah pada metode RA ( Region Approach) yakni 86,50 % pada Line Efficiency dan 26,77 pada Smoothness Index. 47

58 4.2.7 Moving Card Untuk mengetahui apakah adanya perbedaan performansi lintasan teori dengan praktiknya, maka dilakukan simulasi praktikum menggunakan conveyor dengan menggunakan metode yang dipilih dari satu shift yaitu metode Region Approach, dengan Ws sebesar 36,81 detik dan performansi LE = 86,50% dan SI = 26,77% sehingga didapatkan rincian waktu-waktu yang diperlukan sebagai berikut: Tabel 4.10 Moving Card No Pallet Stasiun Kerja Operasi Kerja Masuk SK Mulai Proses Selesai Proses Selesai SK Total SK Total Pengerjaan Efisiensi Keluar Kanban Masuk Komponen Memasang gear kecil ke chasis Memasang as roda depan ke dalam chasis assy Memasang roda depan kanan ke chasis assy Memasang roda depan kiri ke chasis assy Memasang plat depan ke chasis assy Memasang gear besar ke chasis assy Memasang as roda belakang ke chasis assy Memasang roda belakang kanan ke chasis assy Memasang roda belakang kiri ke chasis assy 09: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

59 Tabel 4.10 Moving Card No Pallet Stasiun Kerja Operasi Kerja Masuk SK Mulai Proses Selesai Proses Selesai SK Total SK Total Pengerjaan Efisiensi Keluar Kanban Masuk Komponen Memasang tuas on off ke chasis assy Memasang gardan ke chasis assy Memasang baut ke roller depan kanan Memasang roller depan kanan assy ke chasis assy Memasang gear dinamo pada dinamo Memasang plat belakang besar ke rumah dinamo Memasang plat belakang kecil ke rumah dinamo assy Memasang dinamo assy pada rumah dinamo assy Memasang baut pada roller depan kiri Memasang roller depan kiri assy ke chasis assy Memasang rumah dinamo assy kedalam chasis assy Memasang baut pada roller tengah kanan Memasang roller tengah kanan assy ke chasis assy 10: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

60 Tabel 4.10 Moving Card No Pallet Stasiun Kerja Operasi Kerja Masuk SK Mulai Proses Selesai Proses Selesai SK Total SK Total Pengerjaan Efisiensi Keluar Kanban Masuk Komponen Memasang pengunci dinamo kerumah dinamo assy Memasang baut pada roller tengah kiri Memasang roller tengah kiri assy ke chasis assy Memasang baterai pada chasis assy Memposisikan bumper belakang assy ke chasis assy Memasang sekrup kanan pada bumper belakang Memasang sekrup kiri bumper assy ke chasis assy Memasang Penutup Plat Depan 13: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :22.60 Memasang Penutup Baterai Ke Chasis Assy 15: : :26.73 Memasang body ke chasis assy 15: :32.53 Memegang Pengunci Body ke Chasis 15: : :01.60 Melakukan Inspeksi 16: :10.77 Memasang gear kecil ke chasis Memasang as roda depan ke dalam chasis assy 10: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

61 Tabel 4.10 Moving Card No Pallet Stasiun Kerja Operasi Kerja Masuk SK Mulai Proses Selesai Proses Selesai SK Total SK Total Pengerjaan Efisiensi Keluar Kanban Masuk Komponen Memasang roda depan kanan ke chasis assy Memasang roda depan kiri ke chasis assy Memasang plat depan ke chasis assy Memasang gear besar ke chasis assy Memasang as roda belakang ke chasis assy Memasang roda belakang kanan ke chasis assy Memasang roda belakang kiri ke chasis assy Memasang tuas on off ke chasis assy Memasang gardan ke chasis assy Memasang baut ke roller depan kanan Memasang roller depan kanan assy ke chasis assy Memasang gear dinamo pada dinamo Memasang plat belakang besar ke rumah dinamo 11: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

62 Tabel 4.10 Moving Card No Pallet Stasiun Kerja Operasi Kerja Masuk SK Mulai Proses Selesai Proses Selesai SK Total SK Total Pengerjaan Efisiensi Keluar Kanban Masuk Komponen Memasang plat belakang kecil ke rumah dinamo assy Memasang dinamo assy pada rumah dinamo assy Memasang baut pada roller depan kiri Memasang roller depan kiri assy ke chasis assy Memasang rumah dinamo assy kedalam chasis assy Memasang baut pada roller tengah kanan Memasang roller tengah kanan assy ke chasis assy Memasang pengunci dinamo kerumah dinamo assy Memasang baut pada roller tengah kiri Memasang roller tengah kiri assy ke chasis assy Memasang baterai pada chasis assy Memposisikan bumper belakang assy ke chasis assy Memasang sekrup kanan pada bumper belakang 13: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

63 Tabel 4.10 Moving Card No Pallet Stasiun Kerja Operasi Kerja Masuk SK Mulai Proses Selesai Proses Selesai SK Total SK Total Pengerjaan Efisiensi Keluar Kanban Masuk Komponen Memasang sekrup kiri bumper assy ke chasis assy Memasang Penutup Plat Depan 15: : : : : : : : :41.87 Memasang Penutup Baterai Ke Chasis Assy 16: : :45.47 Memasang body ke chasis assy 16: :50.87 Memegang Pengunci Body ke Chasis 16: : :20.30 Melakukan Inspeksi 17: :38.93 Memasang gear kecil ke chasis Memasang as roda depan ke dalam chasis assy Memasang roda depan kanan ke chasis assy Memasang roda depan kiri ke chasis assy Memasang plat depan ke chasis assy Memasang gear besar ke chasis assy Memasang as roda belakang ke chasis assy Memasang roda belakang kanan ke chasis assy 16: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

64 Tabel 4.10 Moving Card No Pallet Stasiun Kerja Operasi Kerja Masuk SK Mulai Proses Selesai Proses Selesai SK Total SK Total Pengerjaan Efisiensi Keluar Kanban Masuk Komponen Memasang roda belakang kiri ke chasis assy Memasang tuas on off ke chasis assy Memasang gardan ke chasis assy Memasang baut ke roller depan kanan Memasang roller depan kanan assy ke chasis assy Memasang gear dinamo pada dinamo Memasang plat belakang besar ke rumah dinamo Memasang plat belakang kecil ke rumah dinamo assy Memasang dinamo assy pada rumah dinamo assy Memasang baut pada roller depan kiri Memasang roller depan kiri assy ke chasis assy Memasang rumah dinamo assy kedalam chasis assy Memasang baut pada roller tengah kanan 17: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

65 Tabel 4.10 Moving Card No Pallet Stasiun Kerja Operasi Kerja Masuk SK Mulai Proses Selesai Proses Selesai SK Total SK Total Pengerjaan Efisiensi Keluar Kanban Masuk Komponen Memasang roller tengah kanan assy ke chasis assy Memasang pengunci dinamo kerumah dinamo assy Memasang baut pada roller tengah kiri Memasang roller tengah kiri assy ke chasis assy Memasang baterai pada chasis assy Memposisikan bumper belakang assy ke chasis assy Memasang sekrup kanan pada bumper belakang Memasang sekrup kiri bumper assy ke chasis assy Memasang Penutup Plat Depan 20: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :06.87 Memasang Penutup Baterai Ke Chasis Assy 22: : :11.90 Memasang body ke chasis assy 23: :17.93 Memegang Pengunci Body ke Chasis 23: : :50.17 Melakukan Inspeksi 23: : : : : : : : : : : : : : : : Memasang gear kecil ke chasis 17: : : : : : : : :

66 Tabel 4.10 Moving Card (Lanjutan) No Pallet Stasiun Kerja Operasi Kerja Masuk SK Mulai Proses Selesai Proses Selesai SK Total SK Total Pengerjaan Efisiensi Keluar Kanban Masuk Komponen Memasang as roda depan ke dalam chasis assy Memasang roda depan kanan ke chasis assy Memasang roda depan kiri ke chasis assy Memasang plat depan ke chasis assy Memasang gear besar ke chasis assy Memasang as roda belakang ke chasis assy Memasang roda belakang kanan ke chasis assy Memasang roda belakang kiri ke chasis assy Memasang tuas on off ke chasis assy Memasang gardan ke chasis assy Memasang baut ke roller depan kanan Memasang roller depan kanan assy ke chasis assy Memasang gear dinamo pada dinamo 17: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

67 Tabel 4.10 Moving Card (Lanjutan) No Pallet Stasiun Kerja Operasi Kerja Masuk SK Mulai Proses Selesai Proses Selesai SK Total SK Total Pengerjaan Efisiensi Keluar Kanban Masuk Komponen Memasang plat belakang besar ke rumah dinamo Memasang plat belakang kecil ke rumah dinamo assy Memasang dinamo assy pada rumah dinamo assy Memasang baut pada roller depan kiri Memasang roller depan kiri assy ke chasis assy Memasang rumah dinamo assy kedalam chasis assy Memasang baut pada roller tengah kanan Memasang roller tengah kanan assy ke chasis assy Memasang pengunci dinamo kerumah dinamo assy Memasang baut pada roller tengah kiri Memasang roller tengah kiri assy ke chasis assy Memasang baterai pada chasis assy Memposisikan bumper belakang assy ke chasis assy 19: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

68 Tabel 4.10 Moving Card (Lanjutan) No Pallet Stasiun Kerja Operasi Kerja Masuk SK Mulai Proses Selesai Proses Selesai SK Total SK Total Pengerjaan Efisiensi Keluar Kanban Masuk Komponen Memasang sekrup kanan pada bumper belakang Memasang sekrup kiri bumper assy ke chasis assy Memasang Penutup Plat Depan 22: : : : : : : : : : :47.70 Memasang Penutup Baterai Ke Chasis Assy 23: : :54.57 Memasang body ke chasis assy 23: :00.50 Memegang Pengunci Body ke Chasis 24: : :25.53 Melakukan Inspeksi 24: :32.83 Memasang gear kecil ke chasis Memasang as roda depan ke dalam chasis assy Memasang roda depan kanan ke chasis assy Memasang roda depan kiri ke chasis assy Memasang plat depan ke chasis assy Memasang gear besar ke chasis assy Memasang as roda belakang ke chasis assy 21: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

69 Tabel 4.10 Moving Card (Lanjutan) No Pallet Stasiun Kerja Operasi Kerja Masuk SK Mulai Proses Selesai Proses Selesai SK Total SK Total Pengerjaan Efisiensi Keluar Kanban Masuk Komponen Memasang roda belakang kanan ke chasis assy Memasang roda belakang kiri ke chasis assy Memasang tuas on off ke chasis assy Memasang gardan ke chasis assy Memasang baut ke roller depan kanan Memasang roller depan kanan assy ke chasis assy Memasang gear dinamo pada dinamo Memasang plat belakang besar ke rumah dinamo Memasang plat belakang kecil ke rumah dinamo assy Memasang dinamo assy pada rumah dinamo assy Memasang baut pada roller depan kiri Memasang roller depan kiri assy ke chasis assy Memasang rumah dinamo assy kedalam chasis assy 23: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

70 Tabel 4.10 Moving Card (Lanjutan) No Pallet Stasiun Kerja Operasi Kerja Masuk SK Mulai Proses Selesai Proses Selesai SK Total SK Total Pengerjaan Efisiensi Keluar Kanban Masuk Komponen Memasang baut pada roller tengah kanan Memasang roller tengah kanan assy ke chasis assy Memasang pengunci dinamo kerumah dinamo assy Memasang baut pada roller tengah kiri Memasang roller tengah kiri assy ke chasis assy Memasang baterai pada chasis assy Memposisikan bumper belakang assy ke chasis assy Memasang sekrup kanan pada bumper belakang Memasang sekrup kiri bumper assy ke chasis assy Memasang Penutup Plat Depan 25: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :37.12 Memasang Penutup Baterai Ke Chasis Assy 27: : :45.76 Memasang body ke chasis assy 27: :52.36 Memegang Pengunci Body ke Chasis 28: : :12.29 Melakukan Inspeksi 28: : : : : : : : : : : : : : : :

71 Tabel 4.10 Moving Card (Lanjutan) No Pallet Stasiun Kerja Operasi Kerja Masuk SK Mulai Proses Selesai Proses Selesai SK Total SK Total Pengerjaan Efisiensi Keluar Kanban Masuk Komponen Memasang gear kecil ke chasis Memasang as roda depan ke dalam chasis assy Memasang roda depan kanan ke chasis assy Memasang roda depan kiri ke chasis assy Memasang plat depan ke chasis assy Memasang gear besar ke chasis assy Memasang as roda belakang ke chasis assy Memasang roda belakang kanan ke chasis assy Memasang roda belakang kiri ke chasis assy Memasang tuas on off ke chasis assy Memasang gardan ke chasis assy Memasang baut ke roller depan kanan Memasang roller depan kanan assy ke chasis assy 22: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

72 Tabel 4.10 Moving Card (Lanjutan) No Pallet Stasiun Kerja Operasi Kerja Masuk SK Mulai Proses Selesai Proses Selesai SK Total SK Total Pengerjaan Efisiensi Keluar Kanban Masuk Komponen Memasang gear dinamo pada dinamo Memasang plat belakang besar ke rumah dinamo Memasang plat belakang kecil ke rumah dinamo assy Memasang dinamo assy pada rumah dinamo assy Memasang baut pada roller depan kiri Memasang roller depan kiri assy ke chasis assy Memasang rumah dinamo assy kedalam chasis assy Memasang baut pada roller tengah kanan Memasang roller tengah kanan assy ke chasis assy Memasang pengunci dinamo kerumah dinamo assy Memasang baut pada roller tengah kiri Memasang roller tengah kiri assy ke chasis assy Memasang baterai pada chasis assy 24: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

73 Tabel 4.10 Moving Card (Lanjutan) No Pallet Stasiun Kerja Operasi Kerja Masuk SK Mulai Proses Selesai Proses Selesai SK Total SK Total Pengerjaan Efisiensi Keluar Kanban Masuk Komponen Memposisikan bumper belakang assy ke chasis assy Memasang sekrup kanan pada bumper belakang Memasang sekrup kiri bumper assy ke chasis assy Memasang Penutup Plat Depan 27: : : : : : : : : : : : : : : : : : : :48.34 Memasang Penutup Baterai Ke Chasis Assy 28: : :56.34 Memasang body ke chasis assy 28: :01.87 Memegang Pengunci Body ke Chasis 29: : :18.21 Melakukan Inspeksi 29: :28.64 Memasang gear kecil ke chasis Memasang as roda depan ke dalam chasis assy Memasang roda depan kanan ke chasis assy Memasang roda depan kiri ke chasis assy Memasang plat depan ke chasis assy Memasang gear besar ke chasis assy 26: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

74 Tabel 4.10 Moving Card (Lanjutan) No Pallet Stasiun Kerja Operasi Kerja Masuk SK Mulai Proses Selesai Proses Selesai SK Total SK Total Pengerjaan Efisiensi Keluar Kanban Masuk Komponen Memasang as roda belakang ke chasis assy Memasang roda belakang kanan ke chasis assy Memasang roda belakang kiri ke chasis assy Memasang tuas on off ke chasis assy Memasang gardan ke chasis assy Memasang baut ke roller depan kanan Memasang roller depan kanan assy ke chasis assy Memasang gear dinamo pada dinamo Memasang plat belakang besar ke rumah dinamo Memasang plat belakang kecil ke rumah dinamo assy Memasang dinamo assy pada rumah dinamo assy Memasang baut pada roller depan kiri Memasang roller depan kiri assy ke chasis assy 27: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

75 Tabel 4.10 Moving Card (Lanjutan) No Pallet Stasiun Kerja Operasi Kerja Masuk SK Mulai Proses Selesai Proses Selesai SK Total SK Total Pengerjaan Efisiensi Keluar Kanban Masuk Komponen Memasang rumah dinamo assy kedalam chasis assy Memasang baut pada roller tengah kanan Memasang roller tengah kanan assy ke chasis assy Memasang pengunci dinamo kerumah dinamo assy Memasang baut pada roller tengah kiri Memasang roller tengah kiri assy ke chasis assy Memasang baterai pada chasis assy Memposisikan bumper belakang assy ke chasis assy Memasang sekrup kanan pada bumper belakang Memasang sekrup kiri bumper assy ke chasis assy Memasang Penutup Plat Depan Memasang Penutup Baterai Ke Chasis Assy 29: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :09.18 Memasang body ke chasis assy 32: :14.35 Memegang Pengunci Body ke Chasis 32: : :51.22 Melakukan Inspeksi 32: : : : : : : : : : : : : : : :

76 Perhitungan Performansi: PALET 14 LE = k k=1 STk K.CT x 100% LE = x100% = % 11x36,81 SI = k k=1 (STmax STk) 2 SI = = PALET 16 LE = LE = k k=1 STk K.CT x36,81 x 100% x100% = % SI = k k=1 (STmax STk) 2 SI = = PALET 25 LE = k k=1 STk K.CT x 100% LE = x100% = % 11x36,81 SI = k k=1 (STmax STk) 2 SI = = PALET 26 LE = k k=1 STk K.CT x 100% 66

77 LE = x100% = % 11x36,81 SI = k k=1 (STmax STk) 2 SI = = PALET 32 LE = k k=1 STk K.CT x 100% LE = x100% = % 11x36,81 SI = k k=1 (STmax STk) 2 SI = = PALET 33 LE = k k=1 STk K.CT x 100% LE = x100% = % 11x36,81 SI = k k=1 (STmax STk) 2 SI = = PALET 38 LE = k k=1 STk K.CT x 100% LE = x100% = % 11x36,81 SI = k k=1 (STmax STk) 2 67

78 SI = = Rata-Rata Performansi LE palet 14+LE palet 16+LE palet 25+LE palet 26+LE palet 32+LE palet 33+LE palet 38 LE= 7 SI= = = % SI palet 14+SI palet 16+SI palet 25+SI palet 26+SI palet 32+SI palet 33+SI palet 38 = = Rekap Performansi Lintasan Praktik : Dibawah ini merupakan table rekap dari perhitungan LE dan SI lintasan terbaik praktik untuk tiap palet: Tabel 4.11 Rekap Performansi Lintasan Praktik No Palet LE SI % 20, % 52, % 28, % 14, % 30, % 33, % 29,51664 Rata-rata 92,74724% 30,

79 4.2.8 Perhitungan SK Tinggal Komponen a. Stasiun kerja 1 o Operator : Afryan Eki Tanoga o Operasi kerja : Memasang gear kecil ke chasis Memasang as roda depan ke dalam chasis assy Memasang roda depan kanan ke chasis assy Memasang roda depan kiri ke chasis assy Memasang plat depan ke chasis assy o tinggal komponen tinggal komponen = waktu mulai proses operasi waktu awal komponen berada dalam SK contoh untuk pallet 14 : 09.06, ,00 = 00.19,77 detik Dibawah ini adalah tabel rekap waktu tinggal komponen stasiun kerja 1 Tabel 4.12 Tinggal Komponen SK 1 No. Palet Mulai Proses Masuk Komponen Tinggal Komponen , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,20 69

80 Praktikum Perancangan Teknik Industri Dibawah ini adalah grafik waktu tinggal komponen stasiun kerja 1 03:36.00 Tinggal Komponen Stasiun Kerja 1 02: : :26.40 Tinggal Komponen 00: : No. Pallet Gambar 4.3 Grafik Tinggal Komponen SK 1 b. Stasiun kerja 2 o Operator : Bonita Melinda Pangaribuan o Operasi kerja : Memasang gear besar ke chasis assy Memasang as roda belakang ke chasis assy Memasang roda belakang kanan ke chasis assy Memasang roda belakang kiri ke chasis assy Memasang tuas on off ke chasis assy o tinggal komponen tinggal komponen = waktu mulai proses operasi waktu awal komponen berada dalam SK contoh untuk pallet 14 : 09.47, ,00 = 01.51,47 detik 70

81 Praktikum Perancangan Teknik Industri Dibawah ini adalah tabel rekap waktu tinggal komponen stasiun kerja 2 Tabel 4.13 Tinggal Komponen SK 2 No. Palet Mulai Proses Masuk Komponen Tinggal Komponen , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,87 Dibawah ini adalah grafik waktu tinggal komponen stasiun kerja 2 Tinggal Komponen Stasiun Kerja 2 03: : : : :43.20 Tinggal Komponen 00: No. Pallet Gambar 4.4 Grafik Tinggal Komponen Roller SK 2 c. Stasiun kerja 3 o Operator : Deandy Audy Harman D. o Operasi kerja : Memasang garden ke chasis assy 71

82 Memasang baut ke roller depan kanan Memasang roller depan kanan assy ke chasis assy o tinggal komponen tinggal komponen = waktu mulai proses operasi waktu awal komponen berada dalam SK contoh untuk pallet 14 : 10.25, ,00 = 03.57,73 detik Dibawah ini adalah tabel rekap waktu tinggal komponen stasiun kerja 3 Tabel 4.14 Tinggal Komponen Roller SK 3 No. Palet Mulai Proses Masuk Komponen Tinggal Komponen 14 10: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

83 Praktikum Perancangan Teknik Industri Dibawah ini adalah grafik waktu tinggal komponen stasiun kerja 3 04: : :26.4 Tinggal Komponen SK 3 00: No. Pallet Tinggal Komponen Gambar 4.5 Grafik Tinggal Komponen SK 3 d. Stasiun kerja 4 o Operator : Alif Mawaddah A. o Operasi kerja : Memasang gear dinamo pada dynamo Memasang plat belakang besar ke rumah dynamo Memasang plat belakang kecil ke rumah dynamo assy Memasang dinamo assy pada rumah dinamo assy o tinggal komponen tinggal komponen = waktu mulai proses operasi waktu awal komponen berada dalam SK contoh untuk pallet 14 : 11.08, ,00 = 00.46,20 detik 73

84 Praktikum Perancangan Teknik Industri Dibawah ini adalah tabel rekap waktu tinggal komponen stasiun kerja 4 Tabel 4.15 Tinggal Komponen Roller SK 4 No. Palet Mulai Masuk Tinggal Proses Komponen Komponen 14 11: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :00.07 Dibawah ini adalah grafik waktu tinggal komponen stasiun kerja 4 Tinggal Komponen SK 4 05: : : : : : : : No. Pallet Tinggal Komponen Gambar 4.6 Grafik Tinggal Komponen SK 4 74

85 e. Stasiun kerja 5 o Operator : Herdianto N. o Operasi kerja : Memasang baut pada roller depan kiri Memasang roller depan kiri assy ke chasis assy Memasang rumah dynamo ke chasis assy o tinggal komponen tinggal komponen = waktu mulai proses operasi waktu awal komponen berada dalam SK contoh untuk pallet 14 : 11.46, ,90 = 02.41,47 detik Dibawah ini adalah tabel rekap waktu tinggal komponen stasiun kerja 5 Tabel 4.16 Tinggal Komponen Roller SK 5 No. Palet Mulai Proses Masuk Komponen Tinggal Komponen 14 11: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

86 Praktikum Perancangan Teknik Industri Dibawah ini adalah grafik waktu tinggal komponen stasiun kerja 5 Tinggal Komponen SK 5 06: : : : : : : : : : No. Pallet Tinggal Komponen Gambar 4.7 Grafik Tinggal Komponen SK 5 f. Stasiun kerja 6 o Operator : Andy Imanuel o Operasi kerja : Memasang baut pada roller tengah kanan Memasang roller tengah kanan assy ke chassis assy Memasang pengunci dinamo kerumah dinamo assy o tinggal komponen tinggal komponen = waktu mulai proses operasi waktu awal komponen berada dalam SK contoh untuk pallet 14 : 12:25:17 07:25:03 = 05:00:14 detik 76

87 Praktikum Perancangan Teknik Industri Dibawah ini adalah tabel rekap waktu tinggal komponen stasiun kerja 6 Tabel 4.17 Tinggal Komponen SK 6 No. Palet Mulai Proses Masuk Komponen Tinggal Komponen 14 12: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :48.40 Dibawah ini adalah grafik waktu tinggal komponen stasiun kerja 6 Tinggal Komponen SK6 05: : : : : : : : : No Pallet Tinggal SK6 Gambar 4.8 Grafik Tinggal Komponen SK 6 77

88 g. Stasiun kerja 7 o Operator : Imam Indra Permana o Operasi kerja : Memasang baut pada roller tengah kiri Memasang roller tengah kiri assy ke chasis assy Memasang baterai pada chasis assy o tinggal komponen tinggal komponen = waktu mulai proses operasi waktu awal komponen berada dalam SK contoh untuk pallet 14 : 13: :12.50 = 00:54.70 detik Dibawah ini adalah tabel rekap waktu tinggal komponen stasiun kerja 7 Tabel 4.18 Tinggal Komponen SK 7 No. Palet Mulai Proses Masuk Komponen Tinggal Komponen 14 13: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

89 Praktikum Perancangan Teknik Industri 05: : : :52.8 Dibawah ini adalah grafik waktu tinggal komponen stasiun kerja 7 Tinggal Komponen SK7 02: :26.4 Tinggal SK7 00: : No Pallet Gambar 4.9 Grafik Tinggal Komponen SK 7 h. Stasiun kerja 8 o Operator : Ilham Bestari o Operasi kerja : Memposisikan bumper belakang assy ke chasis assy Memeasang sekrup kanan pada bumper belakang o tinggal komponen tinggal komponen = waktu mulai proses operasi waktu awal komponen berada dalam SK contoh untuk pallet 14 :13: :44.97= 00:59.66 detik 79

90 Praktikum Perancangan Teknik Industri Dibawah ini adalah tabel rekap waktu tinggal komponen stasiun kerja 8 Tabel 4.19 Tinggal Komponen SK 8 No. Palet Mulai Proses Masuk Komponen Tinggal Komponen 14 13: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :19.83 Dibawah ini adalah grafik waktu tinggal komponen stasiun kerja 8 Tinggal Komponen SK8 02: : : : : : : : : : No Pallet Tinggal SK8 Gambar 4.10 Grafik Tinggal Komponen SK 8 80

91 i. Stasiun kerja 9 o Operator : Muhammad Iqbal o Operasi kerja : Memasang sekrup kiri bumper ke chasis assy o tinggal komponen tinggal komponen = waktu mulai proses operasi waktu awal komponen berada dalam SK contoh untuk pallet 14 : 14: :37.17 = 02:43.76 detik Dibawah ini adalah tabel rekap waktu tinggal komponen stasiun kerja 9 Tabel 4.20 Tinggal Komponen SK 9 No. Palet Mulai Proses Masuk Komponen Tinggal Komponen 14 14: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

92 Praktikum Perancangan Teknik Industri 05: : : :52.80 Dibawah ini adalah grafik waktu tinggal komponen stasiun kerja 9 Tinggal Komponen SK 9 02: :26.40 Tinggal Komponen SK 9 00: : Nomor Pallet Gambar 4.11 Grafik Tinggal Komponen SK 9 j. Stasiun Kerja 10 a. Operator : Stellya Veronica b. Operasi kerja : Memasang penutup plat depan Memasang penutup baterai ke chasis assy Memasang body ke chasis assy c. tinggal komponen tinggal komponen = waktu mulai proses operasi waktu awal komponen berada dalam SK contoh untuk pallet 14 : 15: :25.20 = 01:39.63 detik 82

93 Praktikum Perancangan Teknik Industri Dibawah ini adalah tabel rekap waktu tinggal komponen stasiun kerja 9 Tabel 4.21 Tinggal Komponen SK 10 No. Palet Mulai Proses Masuk Komponen Tinggal Komponen 14 15: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :28.55 Dibawah ini adalah grafik waktu tinggal komponen stasiun kerja 10 04: : :52.80 Tinggal Komponen SK 10 02: :26.40 Tinggal Komponen SK 10 00: : Nomor Pallet Gambar 4.12 Grafik Tinggal Komponen SK 10 83

94 k. Stasiun Kerja 11 a. Operator : Artati Rut b. Operasi kerja : Memasang pengunci body ke chasis Melakukan inspeksi c. tinggal komponen tinggal komponen = waktu mulai proses operasi waktu awal komponen berada dalam SK contoh untuk pallet 14 : 15: :18.30 = 02:36.23 detik Dibawah ini adalah tabel rekap waktu tinggal komponen stasiun kerja 11 Tabel 4.22 Tinggal Komponen SK 11 No. Palet Mulai Proses Masuk Komponen Tinggal Komponen 14 15: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

95 Praktikum Perancangan Teknik Industri Dibawah ini adalah grafik waktu tinggal komponen stasiun kerja 11 Tinggal Komponen SK 11 05: : : : : : : : : Nomor Pallet Tinggal Komponen SK 11 Gambar 4.13 Grafik Tinggal Komponen SK 11 85

96 Idle Time Berikut ini merupakan idle time dari setiap stasiun kerja di tujuh kesuksesan perakitan Tamiya. Contoh perhitungan nya untuk perakitan palet 14 untuk stasiun 9 adalah : Idle time = SK Pengerjaan. = 00: :22.3 = detik Tabel 4.23 Idle Time Pallet SK Total SK Total Pengerjaan Idle : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

97 Tabel 4.23 Idle Time (Lanjutan) Pallet SK Total SK Total Pengerjaan Idle 4 00: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

98 Tabel 4.23 Idle Time (Lanjutan) Pallet SK Total SK Total Pengerjaan 38 Idle 6 00: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : Waiting Time Waiting Time adalah waktu menganggur operator dimana operator tidak melakukan kegiatan karena menunggu perakitan dari stasiun sebelumnya A. Stasiun Kerja 1 Operator: Afryan Eki Tanoga Operasi: Memasang gear kecil ke chasis Memasang as roda depan ke dalam chasis assy Memasang roda depan kanan ke chasis assy Memasang roda depan kiri ke chasis assy emasang plat depan ke chasis assy Waiting time: Waiting Time = mulai proses SK ken masuk SKn 88

99 Waiting Time Praktikum Perancangan Teknik Industri Contoh: untuk palet 14 Waiting Time = 09:07,00 09:05,80 = 1.20 Dibawah ini merupakan rekapitulasi waiting time pada SK 1: Tabel 4. Menunjukan hasil rekapitulasi perhitungan waiting time pada SK 1. Perhitungan dilakukan dengan mulai proses SK ke n masuk SK ke n Tabel Rekap Waiting Time SK 1 No. Waiting Time Mulai Proses SK Masuk SK Palet (detik) 14 09:07,00 09:05, :29,17 10:28, :55,87 16:55, :39,77 17:38, :47,60 21:44, :27,17 22:25, :11,20 26:09, Berikut ini merupakan grafik dari rekap waiting time SK1: Waiting Time SK Palet ke- Waiting Time SK-1 Gambar 4.14 Grafik Waiting Time SK 1 89

100 B. Stasiun Kerja 2 Operator: Bonita Pangaribuan Operasi: Memasang gear besar ke chasis assy Memasang as roda belakang ke dalam chasis assy Memasang roda belakang kanan ke chasis assy Memasang roda belakang kiri ke chasis assy Memasang tuas on off ke chasis assy Waiting time: Waiting Time = mulai proses SKn masuk SKn Contoh: untuk palet 14 Waiting Time = 09:47,47 09:45,77= 1.70 Dibawah ini merupakan rekapitulasi waiting time pada SK 2: Tabel 4. Menunjukan hasil rekapitulasi perhitungan waiting time pada SK 2. Perhitungan dilakukan dengan mulai proses SK ke n masuk SK ke n Tabel Rekap Waiting Time SK 2 No. Palet Mulai Proses SK ke N Masuk SK ke N Waiting Time (detik) 14 09:47,47 09:45, :14,60 11:12, :36,30 17:35, :21,03 18:19, :25,70 22:23, :08,83 23:07, :55,87 26:55,

101 Waiting Time Praktikum Perancangan Teknik Industri Berikut ini merupakan grafik dari rekap waiting time SK 2: Waiting Time SK Waiting Time SK Palet ke- Gambar 4.15 Grafik Waiting Time SK 2 C. Stasiun Kerja 3 Operator: Deandy Audy Harman Donida Operasi: Memasang garden ke chasis assy Memasang baut ke roller depan kanan Memasang roller depan kanan assy ke chasis assy Waiting time: Waiting Time = mulai proses SK n masuk SK n Contoh: untuk palet 14 Waiting Time = 10:25,73 10:25,67 = 00:00,06 Dibawah ini merupakan rekapitulasi waiting time pada SK 3: Tabel 4.x Menunjukan hasil rekapitulasi perhitungan waiting time pada SK 3. Perhitungan dilakukan dengan mulai proses SK ke n masuk SK ke n 91

102 Tabel 4.26 Rekap Waiting Time SK 3 No. Masuk SK ke Waiting Time Mulai Proses SK ke N Palet N (detik) 14 10:25,67 10:25,73 00:00, :48,70 11:49,03 00:00, :13,63 18:14, :58,40 19:00, :03,53 23:04, :44,47 24:44, :33,40 27:35,80 Berikut ini merupakan grafik dari rekap waiting time SK3: 00:01,14 00:01,80 00:01,00 00:00,36 00:02,40 Gambar Grafik Waiting Time SK 3 D. Stasiun Kerja 4 Operator: Alif Mawaddah Alfiana Operasi: Memasang gear dynamo pada dynamo Memasang plat belakang besar ke rumah dynamo 92

103 Memasang plat belakang kecil ke rumah dynamo assy Memasang dynamo assy pada rumah dynamo assy Waiting time: Waiting Time = mulai proses SK n masuk SK n Contoh: untuk palet 14 Waiting Time = 11:08,20 11:01,40 = 00:06,80 Dibawah ini merupakan rekapitulasi waiting time pada SK 4: Tabel 4. Menunjukan hasil rekapitulasi perhitungan waiting time pada SK 4. Perhitungan dilakukan dengan mulai proses SK ke n masuk SK ke n Tabel 4.27 Rekap Waiting Time SK 4 No. Palet Mulai Proses SK ke N Masuk SK ke N Waiting Time (detik) 14 11:01,40 11:08,20 00:06, :28,50 12:28,50 00:00, :51,93 18:52,03 00:00, :33,00 19:35,87 00:02, :40,43 23:41,93 00:01, :21,53 24:21,83 00:00, :08,03 28:09,07 00:01,04 Berikut ini merupakan grafik dari rekap waiting time SK 4: Gambar 4.17 Grafik Waiting Time SK 4 93

104 E. Stasiun Kerja 5 Operator: Herdianto Naibaho Operasi: Memasang baut pada roller depan kiri Memasang roller depan kiri assy ke chasis assy Memasang rumah dynamo assy ke dalam chasis assy Waiting time: Waiting Time = mulai proses SK n masuk SKn Contoh: untuk palet 14 Waiting Time = 11:46,37 11:46,37 = 00:00,00 Dibawah ini merupakan rekapitulasi waiting time pada SK 5: Tabel 4.x Menunjukan hasil rekapitulasi perhitungan waiting time pada SK 5. Perhitungan dilakukan dengan mulai proses SK ke n masuk SK ke n Tabel 4.1 Rekap Waiting Time SK 5 No. Mulai Proses SK ke Masuk SK ke Waiting Time Palet N N (detik) 14 11:46,37 11:56,80 00:00, :11,00 13:22,73 00:00, :37,10 19:47,67 00:00, :19,07 20:30,20 00:00, :27,47 24:38,10 00:00, :09,37 25:20,40 00:00, :58,27 29:05,17 00:00,00 F. Stasiun Kerja 6 Operator: Andy Imanuel Operasi: Memasang baut pada roller tengah kanan 94

105 Memasang roller tengah kanan assy ke chasis assy Memasang pengunci dinamo kerumah dinamo assy Waiting time: Waiting Time = mulai proses SKn masuk SK n Contoh: untuk palet 16 Waiting Time = 13: :50.47 = detik Dibawah ini merupakan rekapitulasi waiting time pada SK 6: Tabel 4.x Menunjukan hasil rekapitulasi perhitungan waiting time pada SK 6. Perhitungan dilakukan dengan mulai proses SK ke n masuk SK ke n No. Palet Tabel Rekap Waiting Time SK 6 Mulai Proses SK ke Masuk SK ke N N 14 12: : Waiting Time (detik) 16 13: : : : : : : : : : : :

106 Waiting Time Praktikum Perancangan Teknik Industri Berikut ini merupakan grafik dari rekap waiting time SK6: 1.5 Waiting Time SK Palet ke - Gambar 4.18 Grafik Waiting Time SK 6 G. Stasiun Kerja 7 Operator: Imam Indra Operasi: Memasang baut pada roller tengah kiri Memasang roller tengah kiri assy ke chasis assy Memasang baterai pada chasis assy Waiting time: Waiting Time = mulai proses SK n masuk SK n Contoh: untuk palet 14 Waiting Time = 13: :05.70 = 1.50 detik Dibawah ini merupakan rekapitulasi waiting time pada SK 7: Tabel 4.x Menunjukan hasil rekapitulasi perhitungan waiting time pada SK 7. Perhitungan dilakukan dengan mulai proses SK ke n masuk SK ke n 96

107 Waiting Time Praktikum Perancangan Teknik Industri No. Palet Tabel Rekap Waiting Time SK 7 Mulai Proses SK ke Masuk SK ke N N 14 13: : Waiting Time (detik) 16 14: : : : : : : : : : : : Berikut ini merupakan grafik dari rekap waiting time SK7: Waiting Time SK Palet ke - Gambar Grafik Waiting Time SK 7 H. Stasiun Kerja 8 Operator: Ilham Bestari F Operasi: Memposisikan bumper belakang assy ke chasis assy Memasang sekrup kanan pada bumper belakang 97

108 Waiting time: Waiting Time = mulai proses SKn masuk SKn Contoh: untuk palet 14 Waiting Time = 13: :44.50= 0.03 detik Dibawah ini merupakan rekapitulasi waiting time pada SK 8: Tabel 4.x Menunjukan hasil rekapitulasi perhitungan waiting time pada SK 8. Perhitungan dilakukan dengan mulai proses SK ke n masuk SK ke n No. Palet Tabel 4. 31Rekap Waiting Time SK 8 Mulai Proses SK ke Masuk SK ke N N 14 13: : : :11.47 Waiting Time (detik) : : : : : : : : : :

109 Waiting Time Praktikum Perancangan Teknik Industri Berikut ini merupakan grafik dari rekap waiting time SK8: Waiting Time SK Palet ke - Gambar 4. 2 Grafik Waiting Time SK 8 I. Stasiun Kerja 9 Operator: M. Iqbal Operasi: Memasang sekrup kiri bumper assy ke chasis assy Waiting time: Waiting Time = mulai proses SK n masuk SKn Contoh: untuk palet 14 Waiting Time = 14:20,93 14:12,23 = 8.70 Dibawah ini merupakan rekapitulasi waiting time pada SK 9: Tabel 4. Menunjukan hasil rekapitulasi perhitungan waiting time pada SK9. Perhitungan dilakukan dengan mulai proses SK ke n masuk SK ke n 99

110 Waiting Time Praktikum Perancangan Teknik Industri Tabel 4. 32Rekap Waiting Time SK 9 No. Palet Mulai Proses SK ke N Masuk SK ke N Waiting Time (detik) 14 14: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :00.00 Berikut ini merupakan grafik dari rekap waiting time SK9: Waiting Time SK Palet ke- Waiting Time SK-9 J. Stasiun Kerja 10 Operator: Stella Veronica Operasi: Gambar Grafik Waiting Time SK 9 Memasang Penutup Plat Depan 100

111 Memasang Penutup Baterai Ke Chasis Assy Memasang body ke chasis assy Waiting time: Waiting Time = mulai proses SKn masuk SKn Contoh: untuk palet 14 Waiting Time = 15:04,83 15:04,83= 0.00 Dibawah ini merupakan rekapitulasi waiting time pada SK 10: Tabel 4. Menunjukan hasil rekapitulasi perhitungan waiting time pada SK 10. Perhitungan dilakukan dengan mulai proses SK ke n masuk SK ke n Tabel 4.33 Rekap Waiting Time SK 10 No. Palet Mulai Proses SK ke N Masuk SK ke N Waiting Time (detik) 14 15: : : : : : : : : : : : : : K. Stasiun Kerja 11 Operator: Artatirut P. Girsang Operasi: Memasang Pengunci body ke chasis assy Melakukan inspeksi Waiting time: 101

112 Waiting Time Praktikum Perancangan Teknik Industri Waiting Time = mulai proses SK n masuk SKn Contoh: untuk palet 14 Waiting Time = 15: :41.10 = detik Dibawah ini merupakan rekapitulasi waiting time pada SK 11: Tabel 4.x Menunjukan hasil rekapitulasi perhitungan waiting time pada SK 11. Perhitungan dilakukan dengan mulai proses SK ke n masuk SK ke n No. Palet Tabel 4.34 Rekap Waiting Time SK 11 Mulai Proses SK ke Masuk SK ke N N 14 15: : Waiting Time (detik) 16 17: : : : : : : : : : : : Berikut ini merupakan grafik dari rekap waiting time SK11: Waiting Time SK-11 Waiting Time SK Palet ke- Gambar 4.22 Grafik Waiting Time SK

113 Transfer Kanban Berikut ini merupakan waktu transfer kanban tiap stasiun kerja, yaitu: 1. Stasiun Kerja 1 Operator : Afryan Eki Operasi Kerja : 1. Memasang gear kecil ke chasis 2. Memasang as roda depan ke dalam chasis assy 3. Memasang roda depan kanan ke chasis assy 4. Memasang roda depan kiri ke chasis assy 5. Memasang plat depan ke chasis assykanban Semua part Contoh perhitungan waktu transfer kanban pada palet 14 stasiun kerja 1: Transfer Kanban = Masuk Komponen Keluar Kanban = 08:47,00 08:27,00 = 00:20,00 detik Berikut ini adalah tabel waktu transfer kanban stasiun kerja 1 pada palet yang berhasil: Palet Tabel 4.35 Transfer Kanban Stasiun Kerja 1 Keluar Kanban Masuk Komponen Transfer Kanban 14 08:27,00 08:47,00 00:20, :09,00 10:29,00 00:20, :01,00 16:46,00 00:45, :01,00 16:46,00 00:45, :39,00 21:12,00 00:33, :48,00 22:16,00 00:28, :08,00 23:25,00 00:17,00 103

114 Praktikum Perancangan Teknik Industri Berikut ini adalah grafik waktu transfer kanban stasiun kerja 1 pada palet yang berhasil Tranfer Kanban Stasiun Kerja 1 00: : : : : : : No Palet Gambar 4.23 Grafik Transfer Kanban Stasiun Kerja 1 2. Stasiun Kerja 2 Operator : Bonita Pangaribuan Operasi Kerja : 1. Memasang gear besar ke chasis assy 2. Memasang as roda belakang ke chasis assy 3. Memasang roda belakang kanan ke chasis assy 4. Memasang roda belakang kiri ke chasis assy 5. Memasang tuas on off ke chasis Contoh perhitungan waktu transfer kanban pada palet 14 stasiun kerja 2: Transfer Kanban = Masuk Komponen Keluar Kanban = 07:56,00 07:26,00 = 00:30,00 detik 104

115 Praktikum Perancangan Teknik Industri Berikut ini adalah tabel waktu transfer kanban stasiun kerja 2 pada palet yang berhasil Tabel 4.36 Transfer Kanban Stasiun Kerja 2 Palet Keluar Kanban Masuk Komponen Transfer Kanban 14 07:26,00 07:56,00 00:30, :36,00 11:10,00 00:34, :51,00 17:34,00 00:43, :51,00 17:34,00 00:43, :40,00 20:01,00 00:21, :40,00 20:01,00 00:21, :22,00 24:48,00 00:26,00 Berikut ini adalah grafik waktu transfer kanban stasiun kerja 2 pada palet yang berhasil : 00: : : : : : :00.00 Tranfer Kanban Stasiun Kerja No Palet Gambar 4.24 Grafik Transfer Kanban Stasiun Kerja 2 3. Stasiun Kerja 3 Operator : Alif Mawadah Operasi Kerja : 1. Memasang gardan ke chasis assy 2. Memasang baut ke roller depan kanan 3. Memasang roller depan kanan assy ke chasis assy 105

116 Praktikum Perancangan Teknik Industri Contoh perhitungan waktu transfer kanban pada palet 14 stasiun kerja 3: Transfer Kanban = Masuk Komponen Keluar Kanban = 06: :14.00 = 00:14.00 detik Berikut ini adalah tabel waktu transfer kanban stasiun kerja 3 pada palet yang berhasil Palet Tabel 4.37 Transfer Kanban Stasiun Kerja 3 Keluar Kanban Masuk Komponen Transfer Kanban 14 06:14,00 06:28,00 00:14, :45,00 10:59,00 00:14, :06,00 17:13,00 00:07, :06,00 17:13,00 00:07, :04,00 21:19,00 00:15, :04,00 21:19,00 00:15, :57,00 27:18,00 00:21,00 Berikut ini adalah grafik waktu transfer kanban stasiun kerja 3 pada palet yang berhasil : 00:25.92 Tranfer Kanban Stasiun Kerja 3 00: : : No Palet Gambar 4.25 Grafik Transfer Kanban Stasiun Kerja 3 106

117 4. Stasiun Kerja 4 Operator : Deandy Operasi Kerja : 1. Memasang gear dinamo pada dinamo 2. Memasang plat belakang besar ke rumah dinamo 3. Memasang plat belakang kecil ke rumah dinamo assy 4. Memasang dinamo assy pada rumah dinamo assy Contoh perhitungan waktu transfer kanban pada palet 14 stasiun kerja 4: Transfer Kanban = Masuk Komponen Keluar Kanban = 10: :02.00 = 00:10.00 detik Berikut ini adalah tabel waktu transfer kanban stasiun kerja 4 pada palet yang berhasil Tabel 4.38 Transfer Kanban Stasiun Kerja 4 Palet Keluar Kanban Masuk Komponen Transfer Kanban 14 10:02,00 10:22,00 00:20, :02,00 10:22,00 00:20, :10,00 15:26,00 00:16, :10,00 15:26,00 00:16, :22,00 22:24,00 00:02, :22,00 22:44,00 00:22, :55,00 25:09,00 00:14,00 107

118 Praktikum Perancangan Teknik Industri Berikut ini adalah grafik waktu transfer kanban stasiun kerja 4 pada palet yang berhasil: Tranfer Kanban Stasiun Kerja 4 00: : : : : : : No Palet Gambar 4.26 Grafik Transfer Kanban Stasiun Kerja 4 5. Stasiun Kerja 5 Operator : Herdi Operasi Kerja : 1. Memasang baut pada roller depan kiri 2. Memasang roller depan kiri assy ke chasis assy 3. Memasang rumah dinamo assy kedalam chasis assy Contoh perhitungan waktu transfer kanban pada palet 14 stasiun kerja 5: Transfer Kanban = Masuk Komponen Keluar Kanban = 09: :46.00 = 00:18.90 detik 108

119 Praktikum Perancangan Teknik Industri Berikut ini adalah tabel waktu transfer kanban stasiun kerja 5 pada palet yang berhasil Tabel 4.39 Transfer Kanban Stasiun Kerja 5 Palet Keluar Kanban Masuk Komponen Transfer Kanban 14 08:46,00 09:04,90 00:18, :46,00 09:01,87 00:15, :51,07 14:12,87 00:21, :51,07 14:12,87 00:21, :33,13 21:44,93 00:11, :33,13 21:44,93 00:11, :56,97 27:06,60 00:09,63 Berikut ini adalah grafik waktu transfer kanban stasiun kerja 5 pada palet yang berhasil : 00: : : : : : :00.00 Tranfer Kanban Stasiun Kerja No Palet Gambar 4.27 Grafik Transfer Kanban Stasiun Kerja 5 6. Stasiun Kerja 6 Operator : Andy Operasi Kerja : 1. Memasang baut pada roller tengah kanani 2. Memasang roller tengah kanan assy ke chasis assy 3. Memasang pengunci dinamo kerumah dinamo assy 109

120 Praktikum Perancangan Teknik Industri Contoh perhitungan waktu transfer kanban pada palet 14 stasiun kerja 6: Transfer Kanban = Masuk Komponen Keluar Kanban = 07: :00.37 = 00:24.66 detik Berikut ini adalah tabel waktu transfer kanban stasiun kerja 6 pada palet yang berhasil Tabel 4.40 Transfer Kanban Stasiun Kerja 6 Palet Keluar Kanban Masuk Komponen Transfer Kanban 14 07:00,37 07:25,03 00:24, :05,73 13:23,23 00:17, :50,47 17:00,23 00:09, :50,47 17:00,23 00:09, :39,10 24:53,27 00:14, :39,10 24:53,27 00:14, :39,20 28:49,10 00:09,90 Berikut ini adalah grafik waktu transfer kanban stasiun kerja 6 pada palet yang berhasil : 00: : : : : : :00.00 Tranfer Kanban Stasiun Kerja No Palet Gambar 4.28 Grafik Transfer Kanban Stasiun Kerja 6 110

121 7. Stasiun Kerja 7 Operator : Imam Operasi Kerja : 1. Memasang baut pada roller tengah kiri 2. Memasang roller tengah kiri assy ke chasis assy 3. Memasang baterai pada chasis assy Contoh perhitungan waktu transfer kanban pada palet 14 stasiun kerja 7: Transfer Kanban = Masuk Komponen Keluar Kanban = 12: :11.30 = 01:01.20 detik Berikut ini adalah tabel waktu transfer kanban stasiun kerja 7 pada palet yang berhasil Tabel 4.41 Transfer Kanban Stasiun Kerja 7 Palet Keluar Kanban Masuk Komponen Transfer Kanban 14 11:11,30 12:12,50 01:01, :11,30 12:12,50 01:01, :32,63 17:47,90 00:15, :32,63 17:47,90 00:15, :24,03 21:57,90 00:33, :14,73 25:53,97 00:39, :14,73 25:53,97 00:39,24 111

122 Praktikum Perancangan Teknik Industri Berikut ini adalah grafik waktu transfer kanban stasiun kerja 7 pada palet yang berhasil : 01: :51.84 Tranfer Kanban Stasiun Kerja 7 00: : : No Palet Gambar 4.29 Grafik Transfer Kanban Stasiun Kerja 7 8. Stasiun Kerja 8 Operator : Ilham Operasi Kerja : 1. Memposisikan bumper belakang assy ke chasis assy 2. Memasang sekrup kanan pada bumper belakang Contoh perhitungan waktu transfer kanban pada palet 14 stasiun kerja 8: Transfer Kanban = Masuk Komponen Keluar Kanban = 12: :18.50 = 00:26.47 detik 112

123 Praktikum Perancangan Teknik Industri Berikut ini adalah tabel waktu transfer kanban stasiun kerja 8 pada palet yang berhasil Tabel 4.42 Transfer Kanban Stasiun Kerja 8 Palet Keluar Kanban Masuk Komponen Transfer Kanban 14 12:18,50 12:44,97 00:26, :18,50 12:44,97 00:26, :58,87 21:12,00 00:13, :58,87 21:12,00 00:13, :59,87 26:27,63 00:27, :59,87 26:27,63 00:27, :44,47 29:14,17 00:29,70 Berikut ini adalah grafik waktu transfer kanban stasiun kerja 8 pada palet yang berhasil : 00:34.56 Tranfer Kanban Stasiun Kerja 8 00: : : : No Palet Gambar 4.30 Grafik Transfer Kanban Stasiun Kerja 8 9. Stasiun Kerja 9 Operator : Iqbal Operasi Kerja : 1. Memasang sekrup kiri bumper assy ke chasis assy Contoh perhitungan waktu transfer kanban pada palet 14 stasiun kerja 9: 113

124 Praktikum Perancangan Teknik Industri Transfer Kanban = Masuk Komponen Keluar Kanban = 11: :19.13 = 00:18.04 detik Berikut ini adalah tabel waktu transfer kanban stasiun kerja 9 pada palet yang berhasil Tabel 4.43 Transfer Kanban Stasiun Kerja 9 Palet Keluar Kanban Masuk Komponen Transfer Kanban 14 11:19,13 11:37,17 00:18, :19,13 11:37,17 00:18, :00,07 19:16,40 00:16, :00,07 19:16,40 00:16, :13,57 26:25,23 00:11, :13,57 26:25,23 00:11, :13,57 26:25,23 00:11,66 Berikut ini adalah grafik waktu transfer kanban stasiun kerja 9 pada palet yang berhasil : 00: : : : : :00.00 Tranfer Kanban Stasiun Kerja No Palet Gambar 4.31 Grafik Transfer Kanban Stasiun Kerja 9 114

125 10. Stasiun Kerja 10 Operator : Stella Operasi Kerja : 1. Memasang Penutup Plat Depan 2.Memasang Penutup Baterai Ke Chasis Assy 3. Memasang body ke chasis assy Contoh perhitungan waktu transfer kanban pada palet 14 stasiun kerja 10: Transfer Kanban = Masuk Komponen Keluar Kanban = 13: :04.00 = 00:21.20 detik Berikut ini adalah tabel waktu transfer kanban stasiun kerja 10 pada palet yang berhasil : Tabel 4.44 Transfer Kanban Stasiun Kerja 10 Palet Keluar Kanban Masuk Komponen Transfer Kanban 14 13:04,00 13:25,20 00:21, :04,00 13:25,20 00:21, :32,67 19:52,67 00:20, :32,67 19:52,67 00:20, :30,57 26:46,47 00:15, :30,57 26:46,47 00:15, :17,03 29:29,90 00:12,87 Berikut ini adalah grafik waktu transfer kanban stasiun kerja 10 pada palet yang berhasil : 115

126 Praktikum Perancangan Teknik Industri Tranfer Kanban Stasiun Kerja 10 00: : : : : : : No Palet Gambar 4.32 Grafik Transfer Kanban Stasiun Kerja Stasiun Kerja 11 Operator : Artati Rut Operasi Kerja : 1. Memegang Pengunci Body ke Chasis 2. Melakukan Inspeksi Contoh perhitungan waktu transfer kanban pada palet 14 stasiun kerja 11: Transfer Kanban = Masuk Komponen Keluar Kanban = 13: :00.57 = 00:17.73 detik 116

127 Praktikum Perancangan Teknik Industri Berikut ini adalah tabel waktu transfer kanban stasiun kerja 11 pada palet yang berhasil : Tabel 4.45 Transfer Kanban Stasiun Kerja 11 Palet Keluar Kanban Masuk Komponen Transfer Kanban 14 13:00,57 13:18,30 00:17, :28,10 16:36,67 00:08, :14,57 20:23,37 00:08, :14,57 20:23,37 00:08, :10,17 24:23,13 00:12, :10,17 24:23,13 00:12, :45,20 28:59,93 00:14,73 Berikut ini adalah grafik waktu transfer kanban stasiun kerja 11 pada palet yang berhasil : 00: : : : : :00.00 Tranfer Kanban Stasiun Kerja No Palet Gambar 4.33 Grafik Transfer Kanban Stasiun Kerja

128 4.2.9 Pola Aliran Material Berikut merupakan gambar dari pola aliran material pada pengerjaan perakitan Tamiya. Mulai SK 1 Eki SK 2 Bonita SK 3 Deandy SK 4 Alif SK 5 Herdi SK 6 Andy SK 7 Imam SK 8 Ilham SK 9 Iqbal SK 10 Stellya SK 11 Rut Selesai Gear Kecil, As Roda, Roda, Plat Depan Gardan, Roller, Baut Roller, Baut Roller, Baut, Baterai Sekrup Pengunci Body Gear Besar, As Roda, Roda, Tuas On/Off Gear Dinamo, Dinamo, Plat Belakang Besar, Plat Belakang kecil, Rumah Dinamo Roller, Baut, Pengunci Dinamo Bumper, Sekrup Penutup Plat Depan, Penutup Baterai, Body Warehouse Gambar 4.34 Pola Aliran Material Gambar di atas menunjukkan pola aliran material pada proses perakitan yang telah dilakukan sebelumnya. Arah aliran bahannya dalam garis lurus yang digerakkan oleh konveyor mencakup semua stasiun kerja, dari stasiun kerja 1 hingga 11. Warehouse ditempatkan di belakang stasiun stasiun terakhir. 118

129 Dimensi Palet kerja Berikut ini merupakan dimensi dari palet yang digunakan dalam stasiun Gambar 4.35 Gambar Contoh Dimensi Pallet 119

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Definisi Line Balancing Line Balancing merupakan metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja yang saling berkaitan/berhubungan dalam suatu lintasan atau

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Menurut Baroto (2002, p192), aliran proses produksi suatu departemen ke departemen yang lainnya membutuhkan waktu proses produk tersebut. Apabila terjadi hambatan atau

Lebih terperinci

BAB VI LINE BALANCING

BAB VI LINE BALANCING BAB VI LINE BALANCING 6.1 Landasan Teori Keseimbangan lini perakitan (line balancing) merupakan suatu metode penugasan pekerjaan ke dalam stasiun kerja-stasiun kerja yang saling berkaitan dalam satu lini

Lebih terperinci

PERBAIKAN LINI FINISHING DRIVE CHAIN AHM OEM PADA PT FEDERAL SUPERIOR CHAIN MANUFACTURING DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI DAN METHODS TIME MEASUREMENT

PERBAIKAN LINI FINISHING DRIVE CHAIN AHM OEM PADA PT FEDERAL SUPERIOR CHAIN MANUFACTURING DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI DAN METHODS TIME MEASUREMENT Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer PERBAIKAN LINI FINISHING DRIVE CHAIN AHM OEM PADA PT FEDERAL SUPERIOR CHAIN MANUFACTURING DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI DAN METHODS TIME MEASUREMENT Lina Gozali *, Lamto

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Line Balancing Line balancing merupakan penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas dari suatu assembly line ke work stations untuk meminimumkan banyaknya work station

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Line Balancing Keseimbangan lini produksi bermula dari lini produksi massal, dimana dalam proses produksinya harus dibagikan pada seluruh operator sehingga beban kerja

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efektifitas 2.1.1. Pengertian Efektifitas Pengertian efektifitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB VI LINE BALANCING

BAB VI LINE BALANCING BAB VI LINE BALANCING 6.1. Landasan Teori Line Balancing Menurut Gaspersz (2004), line balancing merupakan penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas dari suatu assembly line ke work stations untuk meminimumkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Keseimbangan Lini Keseimbangan lini merupakan suatu metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun kerja yang saling berkaitan dalam satu lini produksi sehingga

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 20 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teknik Pengukuran Data Waktu Jam Henti Di dalam penelitian ini, pengukuran waktu setiap proses operasi sangat dibutuhkan dalam penentuan waktu baku setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Konsep & Teori 2.1.1 Proses Produksi Perusahaan tidak terlepas dari proses produksi dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Oleh karena itu, perusahaan berusaha agar proses produksi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pembebanan Pembebanan (loading) dapat diartikan pekerjaan yang diberikan kepada mesin atau operator. Pembebanan menyangkut jadwal waktu kerja operator dalam kurun waktu satu hari

Lebih terperinci

PENENTUAN JUMLAH TENAGA KERJA DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI PADA DIVISI PLASTIC PAINTING PT. XYZ

PENENTUAN JUMLAH TENAGA KERJA DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI PADA DIVISI PLASTIC PAINTING PT. XYZ PENENTUAN JUMLAH TENAGA KERJA DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI PADA DIVISI PLASTIC PAINTING PT. XYZ Lina Gozali, Andres dan Feriyatis Program Studi Teknik Industri Universitas Tarumanagara e-mail: linag@ft.untar.ac.id

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Line Balancing Line Balancing adalah suatu analisis yang mencoba melakukan suatu perhitungan keseimbangan hasil produksi dengan membagi beban antar proses secara berimbang

Lebih terperinci

Analisa Keseimbangan Lintasan Dengan Menggunakan Metode Helgeson-Birnie (Ranked Positional Weight) Studi Kasus PT. D

Analisa Keseimbangan Lintasan Dengan Menggunakan Metode Helgeson-Birnie (Ranked Positional Weight) Studi Kasus PT. D Analisa Keseimbangan Lintasan Dengan Menggunakan Metode Helgeson-Birnie (Ranked Positional Weight) Studi Kasus PT. D Adi Kristianto Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sarjanawiyata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan juga hasil sampingannya, seperti limbah, informasi, dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. dan juga hasil sampingannya, seperti limbah, informasi, dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, sistem produksi terdiri dari elemen input, proses dan elemen output. Input produksi ini dapat berupa bahan baku, mesin, tenaga kerja, modal

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Optimasi adalah persoalan yang sangat penting untuk diterapkan dalam segala sistem maupun organisasi. Dengan optimalisasi pada sebuah sistem

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 41 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Observasi Lapangan Identifikasi Masalah Studi Kepustakaan Pengambilan Data Waktu Siklus Pengujian Waktu Siklus : 1. Uji Keseragaman Data 2. Uji Kenormalan

Lebih terperinci

ANALISIS ASSEMBLY LINE BALANCING PRODUK HEAD LAMP TYPE K59A DENGAN PENDEKATAN METODE HELGESON-BIRNIE Studi Kasus PT. Indonesia Stanley electric

ANALISIS ASSEMBLY LINE BALANCING PRODUK HEAD LAMP TYPE K59A DENGAN PENDEKATAN METODE HELGESON-BIRNIE Studi Kasus PT. Indonesia Stanley electric ANALISIS ASSEMBLY LINE BALANCING PRODUK HEAD LAMP TYPE K59A DENGAN PENDEKATAN METODE HELGESON-BIRNIE Studi Kasus PT. Indonesia Stanley electric Abstrak Heru Saptono 1),Alif Wardani 2) JurusanTeknikMesin,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Diagram Alir Observasi lapangan Identifikasi masalah Pengumpulan data : 1. Data komponen. 2. Data operasi perakitan secara urut. 3. Data waktu untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Studi Gerak dan Waktu ( Barnes h.257 ) Studi Gerak dan Waktu merupakan suatu ilmu yang terdiri dari teknik-teknik dan prinsip-prinsip untuk mendapatkan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN EFISIENSI LINTASAN KERJA MENGGUNAKAN METODE RPW DAN KILLBRIDGE-WESTERN

MENINGKATKAN EFISIENSI LINTASAN KERJA MENGGUNAKAN METODE RPW DAN KILLBRIDGE-WESTERN 2017 Firman Ardiansyah E, Latif Helmy 16 MENINGKATKAN EFISIENSI LINTASAN KERJA MENGGUNAKAN METODE RPW DAN KILLBRIDGE-WESTERN Firman Ardiansyah Ekoanindiyo *, Latif Helmy * * Program Studi Teknik Industri

Lebih terperinci

ANALISIS METODE MOODIE YOUNG DALAM MENENTUKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI

ANALISIS METODE MOODIE YOUNG DALAM MENENTUKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 5, No. 03(2016), hal 229-238 ANALISIS METODE MOODIE YOUNG DALAM MENENTUKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI Dwi Yuli Handayani, Bayu Prihandono,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 10 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perancangan sistem kerja Suatu ilmu yang terdiri dari teknik-teknik dan prinsip-prinsip untuk mendapatkan rancanganterbaik dari system kerja yang bersangkutan. Teknik-teknik

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN LINI PRODUKSI PADA PT PAI

KESEIMBANGAN LINI PRODUKSI PADA PT PAI KESEIMBANGAN LINI PRODUKSI PADA PT PAI Citra Palada Staf Produksi Industri Manufaktur, PT ASTRA DAIHATSU MOTOR HEAD OFFICE Jln. Gaya Motor III No. 5, Sunter II, Jakarta 14350 citra.palada@yahoo.com ABSTRACT

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI LINE REAR AXLE ASSY DENGAN METODE LINE BALANCING DI PT. XYZ

MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI LINE REAR AXLE ASSY DENGAN METODE LINE BALANCING DI PT. XYZ MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI LINE REAR AXLE ASSY DENGAN METODE LINE BALANCING DI PT. XYZ Margono Sugeng 1) dan Ari Setyawan 2) Program Studi Teknik Industri, Institut Sains dan Teknologi Nasional email:

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1. Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Di dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapi perusahaan, maka sebelumnya harus dilakukan pengamatan dan penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. manajemen pemasaran, dan manajemen keuangan. Berikut ini merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. manajemen pemasaran, dan manajemen keuangan. Berikut ini merupakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Manajemen Operasi 2.1.1 Pengertian Manajemen Operasi Manajemen operasi merupakan salah satu fungsi bisnis yang sangat berperan penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. massal. Sejumlah pekerjaan perakitan dikelompokkan kedalam beberapa pusatpusat

BAB I PENDAHULUAN. massal. Sejumlah pekerjaan perakitan dikelompokkan kedalam beberapa pusatpusat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Keseimbangan lintasan perakitan berhubungan erat dengan produksi massal. Sejumlah pekerjaan perakitan dikelompokkan kedalam beberapa pusatpusat kerja,

Lebih terperinci

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Di era globalisasi ini, fashion merupakan tuntutan dari gaya hidup berbagai kalangan di masyarakat. Oleh karena itu, perusahaan yang bergerak di industri pakaian berlomba untuk menghasilkan produk

Lebih terperinci

METODE REGION APPROACH UNTUK KESEIMBANGAN LINTASAN

METODE REGION APPROACH UNTUK KESEIMBANGAN LINTASAN Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 5, No. 03(2016), hal 205 212. METODE REGION APPROACH UNTUK KESEIMBANGAN LINTASAN Maria Pitriani Miki, Helmi, Fransiskus Fran INTISARI Lintasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. rupa sehingga tidak ada waktu dan tenaga yang terbuang sia-sia sehingga dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. rupa sehingga tidak ada waktu dan tenaga yang terbuang sia-sia sehingga dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Efisien dalam dunia industri berarti memanfaatkan sumber daya sedemikian rupa sehingga tidak ada waktu dan tenaga yang terbuang sia-sia sehingga dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peta Kerja Peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas (biasanya kerja produksi). Lewat peta-peta ini kita bisa melihat semua langkah

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL

BAB V ANALISIS HASIL BAB V ANALISIS HASIL Berdasarkan pengumpulan dan pengolahan data yang ada pada bab sebelumnya, maka akan dilakukan analisis guna mengetahui hasil yang lebih optimal. Pembahasan ini dilakukan untuk memberikan

Lebih terperinci

Analisis Kebutuhan Man Power dan Line Balancing Jalur Supply Body 3 D01N PT. Astra Daihatsu Motor Karawang Assembly Plant (KAP)

Analisis Kebutuhan Man Power dan Line Balancing Jalur Supply Body 3 D01N PT. Astra Daihatsu Motor Karawang Assembly Plant (KAP) Analisis Kebutuhan Man Power dan Line Balancing Jalur Supply Body 3 D01N PT. Astra Daihatsu Motor Karawang Assembly Plant (KAP) Umi marfuah 1), Cholis Nur Alfiat 2) Teknik Industri Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

ANALISIS KESEIMBANGAN LINTASAN LINE PRODUKSI DRIVE ASSY DI PT. JIDECO INDONESIA

ANALISIS KESEIMBANGAN LINTASAN LINE PRODUKSI DRIVE ASSY DI PT. JIDECO INDONESIA ANALISIS KESEIMBANGAN LINTASAN LINE PRODUKSI DRIVE ASSY DI PT. JIDECO INDONESIA Sutarjo, ST. Sekolah Tinggi Teknologi Wastukancana Purwakarta Email : Sutarjo06@gmail.com Risris Nurjaman, MT. Dosen Universitas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Proses Produksi 3.1.1 Pengertian Proses Produksi Proses adalah cara, metoda dan teknik bagaimana sumber yang tersedia (tenaga kerja, mesin, bahan baku dan sarana pendukung) yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Line Balancing Line Balancing adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan) yang dipergunakan untuk pembuatan produk. Line Balancing (Lintasan Perakitan) biasanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Praktikum Sistem Produksi ATA 2014/2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Praktikum Sistem Produksi ATA 2014/2015 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktifitas produksi yang terjadi pada sebuah perusahaan tidak hanya terbatas pada hal yang berkaitan dengan menghasilkan produk saja, namun kegiatan tersebut erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lini Produksi 2.2.1 Pengertian Lini Produksi Lini produksi adalah penempatan area-area kerja dimana operasioperasi diatur secara berturut-turut dan material bergerak secara

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian kerja dalam kaitannya dengan upaya peningkatan produktifitas. Analisa dan penelitian kerja adalah suatu aktifitas yang ditujukan untuk mempelajari prinsip-prinsip atau

Lebih terperinci

ANALISIS LINE BALANCING PADA LINI PERAKITAN HANDLE SWITCH DI PT. X

ANALISIS LINE BALANCING PADA LINI PERAKITAN HANDLE SWITCH DI PT. X Profesionalisme Akuntan Menuju Sustainable Business Practice PROCEEDINGS ANALISIS LINE BALANCING PADA LINI PERAKITAN HANDLE SWITCH DI PT. X Didit Damur Rochman, Wiring Respati Caparina. Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 28 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam melakukan penelitian diperlukan adanya tahapan-tahapan yang jelas agar penelitian yang dilakukan terarah, tahapan ini disusun ringkas dalam sebuah metodologi penelitian.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK CV SURYA ADVERTISING & T SHIRT merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri garment. Jenis produk yang diproduksi perusahaan meliputi kemeja lengan panjang, kemeja lengan pendek, kaos

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Teknik pengukuran

Lebih terperinci

ABSTRAK. i Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. i Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT Multi Garmenjaya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri garment. Penulis melakukan pengamatan pada lini produksi produk celana jeans yang diproduksi secara mass production. Masalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Keseimbangan Lini (Line Balancing) Keseimbangan lini adalah pengelompokan elemen pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja yang bertujuan membuat seimbang jumlah pekerja yang

Lebih terperinci

PERBAIKAN SISTEM KERJA DAN ALIRAN MATERIAL PADA PT. M MOTORS AND MANUFACTURING

PERBAIKAN SISTEM KERJA DAN ALIRAN MATERIAL PADA PT. M MOTORS AND MANUFACTURING PERBAIKAN SISTEM KERJA DAN ALIRAN MATERIAL PADA PT. M MOTORS AND MANUFACTURING Niken Parwati¹, Ibnu Sugandi². Program Studi Teknik Industri, Universitas Al Azhar Indonesia, Jakarta 12110 niken.parwati@uai.ac.id

Lebih terperinci

pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem

pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem 24 pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik. Pengertian dari waktu baku yang normal,wajar, dan terbaik dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa waktu baku

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 41 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Data dan Informasi Data yang diperoleh dan dikumpulkan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder, yaitu:tabel 3.1 Jenis Data dan Informasi

Lebih terperinci

PENENTUAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE HELGESON-BIRNIE

PENENTUAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE HELGESON-BIRNIE Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 5, No. 03(2016), hal 239-248 PENENTUAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE HELGESON-BIRNIE Puji Astuti Saputri, Shantika

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix ABSTRAK...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix ABSTRAK... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix ABSTRAK... x BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan dunia industri menyebabkan terjadinya persaingan yang cukup ketat antar perusahaan. Kualitas merupakan faktor dasar konsumen terhadap

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengukuran Waktu Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktuwaktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus. Teknik pengukuran waktu terbagi atas dua bagian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Industri Tugas Akhir Sarjana Semester Genap tahun 2006/2007 STUDI KESEIMBANGAN LINI PERAKITAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE-METODE HEURISTIK SERTA PERENCANAAN KEGIATAN

Lebih terperinci

Perbaikan Lintasan CU dengan Metode Line Balancing

Perbaikan Lintasan CU dengan Metode Line Balancing Erwanto, et al / Perbaikan Lintasan CU dengan Metode Line Balancing / Jurnal Titra, Vol.5, No 2, Juli 2017, pp. 387-392 Perbaikan Lintasan CU dengan Metode Line Balancing Intan Mei Erwanto 1, Prayonne

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Berikut ini adalah diagram alir yang digunakan dalam penyelesaian studi kasus ini: Mulai

BAB 3 METODE PENELITIAN. Berikut ini adalah diagram alir yang digunakan dalam penyelesaian studi kasus ini: Mulai BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Flowchart Metode Penelitian Berikut ini adalah diagram alir yang digunakan dalam penyelesaian studi kasus ini: Mulai Studi Pendahuluan: Pengamatan flow process produksi Assembly

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT. Tenda Trijaya Indonesia merupakan salah satu perusahaan tenda yang terpercaya kualitasnya. Perusahaan ini menjadi pemasok ke departemen sosial, perusahaan-perusahaan besar di Indonesia, bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan industri manufaktur yang begitu pesat menuntut perusahaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan industri manufaktur yang begitu pesat menuntut perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri manufaktur yang begitu pesat menuntut perusahaan untuk terus bertahan dan berkembang. Perusahaan yang mampu bertahan dan berkembang dengan baik

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL Kondisi Keseimbangan Lintasan Produksi Aktual

BAB V ANALISA HASIL Kondisi Keseimbangan Lintasan Produksi Aktual BAB V ANALISA HASIL 5.1. Kondisi Keseimbangan Lintasan Produksi Aktual Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, kondisi aktual saat ini tidak seimbang penyebab utama terjadinya ketidak seimbangan lintasan

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI LITERATUR. Tanggungjawab seorang pemimpin perusahaan adalah mengatur seluruh

BAB 2 STUDI LITERATUR. Tanggungjawab seorang pemimpin perusahaan adalah mengatur seluruh BAB 2 STUDI LITERATUR Tanggungjawab seorang pemimpin perusahaan adalah mengatur seluruh sumberdaya produksi secara efisien dan efektif sehingga diperoleh keuntungan yang maksimum (maximum profit). Tanpa

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Keseimbangan Lini

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Keseimbangan Lini BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Keseimbangan Lini engolahan data Gambar 4.1 Skema Metodologi Penelitian 79 A Perancangan Keseimbangan Lini Metode

Lebih terperinci

MACAM/TIPE TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI & POLA ALIRAN PEMINDAHAN BAHAN

MACAM/TIPE TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI & POLA ALIRAN PEMINDAHAN BAHAN MACAM/TIPE TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI & POLA ALIRAN PEMINDAHAN BAHAN Dalam perencanaan tata letak pabrik dalam hal ini lazim kita sebut pula sebagai tata letak mesin (machine lay-out) maka harus pula

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Tata Letak Pabrik Tata letak adalah suatu landasan utama dalam dunia industri. Terdapat berbagai macam pengertian atau definisi mengenai tata letak pabrik. Wignjosoebroto

Lebih terperinci

MINIMALISASI BOTTLENECK PROSES PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LINE BALANCING

MINIMALISASI BOTTLENECK PROSES PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LINE BALANCING MINIMALISASI BOTTLENECK PROSES PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LINE BALANCING Yayan Indrawan, Ni Luh Putu Hariastuti Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya Putu_hrs@yahoo.com

Lebih terperinci

PERENCANAAN & PENGENDALIAN OPERASI

PERENCANAAN & PENGENDALIAN OPERASI PERENCANAAN & PENGENDALIAN OPERASI KOMPETENSI MATA KULIAH Setelah mempelajari mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan mampu: Memahami pengembangan sistem pengendalian produksi dan umpan balik informasi perkembangan

Lebih terperinci

Line Balancing (Keseimbangan Lini Produksi)

Line Balancing (Keseimbangan Lini Produksi) 1 Line Balancing (Keseimbangan Lini Produksi) 2 Konsep Dasar Stasiun kerja (Work Stations) adalah area kerja yang terdiri dari satu atau lebih pekerja/mesin yang mempunyai tugas khusus Lini produksi (Production

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan tujuan rancang fasilitas Wignjosoebroto (2009; p. 67) menjelaskan, Tata letak pabrik adalah suatu landasan utama dalam dunia industri. Perancangan tata letak pabrik

Lebih terperinci

Penerapan Metode Line Balancing Produk Tall Boy Cleopatra dan Aplikasinya pada Tata Letak Mesin PT. Funisia Perkasa

Penerapan Metode Line Balancing Produk Tall Boy Cleopatra dan Aplikasinya pada Tata Letak Mesin PT. Funisia Perkasa Universitas Bina Nusantara Jurusan Teknik Industri Tugas Akhir Sarjana Semester genap tahun 2006/2007 Penerapan Metode Line Balancing Produk Tall Boy Cleopatra dan Aplikasinya pada Tata Letak Mesin PT.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

DAFTAR ISI DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRAK Perkembangan industri manufaktur dan tingkat persaingan yang ada saat ini menimbulkan permasalahan yang kompleks. Salah satu permasalahan yang paling penting dalam suatu industri manufaktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan perusahaan bertipe repetitive manufacturing dengan produksi

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan perusahaan bertipe repetitive manufacturing dengan produksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lingkungan perusahaan bertipe repetitive manufacturing dengan produksi massal, peranan perencanaan produksi sangat penting, terutama dalam penugasan kerja

Lebih terperinci

Ratih Wulandari, ST., MT

Ratih Wulandari, ST., MT 10/7/2015 Teknik IndustriIndustri-UG Ratih Wulandari, ST., MT Perencanaan dan pengendalian produksi yaitu merencanakan kegiatan-kegiatan produksi, agar apa yang telah direncanakan dapat terlaksana dengan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Flowchart Metodologi Penelitian adalah langkah-langkah yang dibuat untuk memudahkan Pemecahkan suatu masalah dalam sebuah Penelitian. Berikut ini adalah Flow Chart Pemecahan

Lebih terperinci

Universitas Bina Nusantara. Jurusan Teknik Industri Skripsi Sarjana Teknik Industri Semester Genap tahun 2006/2007

Universitas Bina Nusantara. Jurusan Teknik Industri Skripsi Sarjana Teknik Industri Semester Genap tahun 2006/2007 Universitas Bina Nusantara Jurusan Teknik Industri Skripsi Sarjana Teknik Industri Semester Genap tahun 2006/2007 Optimalisasi Proses Produksi Dengan Usulan Lini Keseimbangan Pada CV. Teluk Harapan Alexander

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Penelitian Cara Kerja Pada laporan skripsi ini penelitian cara kerja menggunakan metode penelitian yang dilakukan melalui operation process chart. Dan dalam perhitungan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan produksi dan operasi merupakan kegiatan yang paling pokok

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan produksi dan operasi merupakan kegiatan yang paling pokok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keseimbangan Lintasan berkaitan dengan bagaimana operasi yang ditunjuk pada stasiun kerja dapat dioptimalkan melalui menyeimbangkan kegiatan yang ditugaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi, hampir semua perusahaan yang bergerak di bidang industri pakaian dihadapkan pada suatu masalah, yaitu adanya tingkat persaingan yang semakin

Lebih terperinci

ANALISIS PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI KERJA DENGAN PENERAPAN KAIZEN (Studi Kasus pada PT Beiersdorf Indonesia PC Malang)

ANALISIS PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI KERJA DENGAN PENERAPAN KAIZEN (Studi Kasus pada PT Beiersdorf Indonesia PC Malang) ANALISIS PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI KERJA DENGAN PENERAPAN KAIZEN (Studi Kasus pada PT Beiersdorf Indonesia PC Malang) ANALYSIS OF PRODUCTIVITY AND WORK EFFICIENCY IMPROVEMENT WITH KAIZEN

Lebih terperinci

SISTEM PRODUKSI JUST IN TIME (SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU) YULIATI, SE, MM

SISTEM PRODUKSI JUST IN TIME (SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU) YULIATI, SE, MM SISTEM PRODUKSI JUST IN TIME (SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU) II YULIATI, SE, MM PRINSIP DASAR JUST IN TIME ( JIT ) 3. Mengurangi pemborosan (Eliminate Waste) Pemborosan (waste) harus dieliminasi dalam setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Keseimbangan lini produksi bermula dari lini produksi masal, dimana tugastugas yang dikerjakan dalam proses harus dibagi kepada seluruh operator agar beban kerja dari operator merata.

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II STUDI LITERATUR BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Assembling Line Balancing Lini produksi adalah penempatan area-area kerja dimana operasi-operasi diatur secara berturut-turut dan material bergerak secara kontinu melalui operasi

Lebih terperinci

BAB VII SIMULASI CONVEYOR

BAB VII SIMULASI CONVEYOR BAB VII SIMULASI CONVEYOR VII. Pembahasan Simulasi Conveyor Conveyor merupakan peralatan yang digunakan untuk memindahkan material secara kontinyu dengan jalur yang tetap. Keterangan yang menjelaskan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional semakain meningkat. Hal tersebut menuntut perusahaan-perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. internasional semakain meningkat. Hal tersebut menuntut perusahaan-perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi sekarang ini, persaingan antara perusahaanperusahaan industri manufaktur baik di pasar nasional maupun di pasar internasional semakain

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Tata Letak Pabrik atau Fasilitas Tata letak pabrik atau fasilitas produksi dan area kerja adalah masalah yang kerap kali kita jumpai dalam teknik

Lebih terperinci

Journal Knowledge Industrial Engineering (JKIE)

Journal Knowledge Industrial Engineering (JKIE) Available online at http://jurnal.yudharta.ac.id/v/index.php/jkie Journal Knowledge Industrial Engineering (JKIE) RANCANGAN KESEIMBANGAN LINTASAN STASIUN KERJA GUNA MENINGKATKAN EFISIENSI WAKTU SIKLUS

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN 125 BAB V ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN 5.1 Hasil Analisis Dari Ketiga Metode Tabel 5.1 Hasil Perbandingan dari ketiga Metode METODE OBJEK PERCOBAAN 1 PERCOBAAN 2 Line Efficiency 91.37% 94.41% RPW Balance

Lebih terperinci

PENENTUAN JUMLAH STASIUN KERJA DENGAN MEMPERTIMBANGKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DI PT. MERCEDES BENZ INDONESIA

PENENTUAN JUMLAH STASIUN KERJA DENGAN MEMPERTIMBANGKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DI PT. MERCEDES BENZ INDONESIA PENENTUAN JUMLAH STASIUN KERJA DENGAN MEMPERTIMBANGKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DI PT. MERCEDES BENZ INDONESIA KAREL L. MANDAGIE DAN IWAN Program Studi Teknik Industri Universitas Suryadarma ABSTRAK

Lebih terperinci

ANALISA PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI CELANA NIKE STYLE X BERDASARKAN PENGUKURAN WAKTU BAKU PADA PT. XYZ. Benny Winandri, M.

ANALISA PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI CELANA NIKE STYLE X BERDASARKAN PENGUKURAN WAKTU BAKU PADA PT. XYZ. Benny Winandri, M. ANALISA PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI CELANA NIKE STYLE X BERDASARKAN PENGUKURAN WAKTU BAKU PADA PT. XYZ Benny Winandri, M.Sc, MM ABSTRAK: PT. XYZ adalah industri yang memproduksi pakaian jadi. Seperti

Lebih terperinci

Analisis Keseimbangan Lintasan pada Lantai Produksi CV. Bobo Bakery

Analisis Keseimbangan Lintasan pada Lantai Produksi CV. Bobo Bakery Analisis Keseimbangan Lintasan pada Lantai Produksi CV. Bobo Bakery Merry Siska 1), Ruby Suryanata 2) Jurusan Teknik Industri,Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau merrysiska@uin-suska.ac.id

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Proses Manufaktur (Mikell P. Groover. 2001, p29-30) Proses manufaktur dapat didefinisikan sebagai penerapan proses fisik dan kimia untuk mengubvah geometri, sifat sifat dan atau

Lebih terperinci

Perbaikan Tata Letak Fasilitas dengan Mempertimbangkan Keseimbangan Lintasan (Studi Kasus)

Perbaikan Tata Letak Fasilitas dengan Mempertimbangkan Keseimbangan Lintasan (Studi Kasus) Perbaikan Tata Letak Fasilitas dengan Mempertimbangkan Keseimbangan Lintasan (Studi Kasus) Priscilla Gandasutisna 1, Tanti Octavia 2 Abstract: PT. X is a job-order plastic packaging industry using line

Lebih terperinci

PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN METODE HEURISTIK (STUDI KASUS PT XYZ MAKASSAR)

PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN METODE HEURISTIK (STUDI KASUS PT XYZ MAKASSAR) PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN METODE HEURISTIK (STUDI KASUS PT XYZ MAKASSAR) Saiful, Mulyadi, DAN Tri Muhadi Rahman Program Studi Teknik Industri, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

ANALISA PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI MENGGUNAKAN THEORY OF CONSTRAINTS DAN TABU SEARCH

ANALISA PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI MENGGUNAKAN THEORY OF CONSTRAINTS DAN TABU SEARCH ANALISA PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI MENGGUNAKAN THEORY OF CONSTRAINTS DAN TABU SEARCH TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Oleh Kevin Prayoga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini adalah pengertian keseimbangan lini (line balancing)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini adalah pengertian keseimbangan lini (line balancing) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Konsep Line Balancing 2.1.1 Pengertian Line Balancing Berikut ini adalah pengertian keseimbangan lini (line balancing) menurut beberapa para ahli : Menurut Gasperz (2004)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI Keseimbangan lini produksi bermula dari lini produksi masal, dimana tugas-tugas yang dikerjakan dalam proses harus dibagi kepada seluruh operator agar beban kerja dari para operator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Tugas Akhir Latar Belakang Masalah. Pada produksi yang mempunyai tipe produksi massal, yang melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Tugas Akhir Latar Belakang Masalah. Pada produksi yang mempunyai tipe produksi massal, yang melibatkan Laporan Tugas Akhir 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada produksi yang mempunyai tipe produksi massal, yang melibatkan sejumlah besar komponen yang harus dirakit, perencanaan produksi memegang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategi dan meningkatkan keunggulan kompetitif (competitive advantage). Cara

BAB I PENDAHULUAN. strategi dan meningkatkan keunggulan kompetitif (competitive advantage). Cara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era global dalam dunia industri telah menyebabkan bertambahnya jumlah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur, baik perusahaan yang berskala kecil maupun besar.

Lebih terperinci

ANALISIS KESEIMBANGAN LINI PADA LINTASAN TRANSMISI MF06 DENGAN PENERAPAN METODE RANKED POSITIONAL WEIGHT

ANALISIS KESEIMBANGAN LINI PADA LINTASAN TRANSMISI MF06 DENGAN PENERAPAN METODE RANKED POSITIONAL WEIGHT ANALISIS KESEIMBANGAN LINI PADA LINTASAN TRANSMISI MF06 DENGAN PENERAPAN METODE RANKED POSITIONAL WEIGHT Disusun oleh: Nama : Rizki Ari Sandi Npm : 36412550 Jurusan : Teknik Industri Dosen Pembimbing :

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksi Proses produksi adalah serangkaian aktifitas yang diperlukan untuk mengolah ataupun merubah sutu kumpulan masukan (input) menjadi sejumlah keluaran (output) yang

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan I-1

BAB I Pendahuluan I-1 I-1 BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan yang ketat antar industri manufaktur di bidang elektronik dan permintaan konsumen yang terus menigkat setiap tahunnya, membuat para pelaku industri

Lebih terperinci