BAB I PENDAHULUAN. manusia tersebut. Untuk memverbalisasi konsep-konsep tersebut, manusia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. manusia tersebut. Untuk memverbalisasi konsep-konsep tersebut, manusia"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa mencerminkan cara pandang manusia memaknai realita dunia di sekitarnya. Seiring berkembangnya pemikiran manusia, berkembang pula bahasa yang berfungsi untuk merealisasikan konsep atau ide yang ada dalam alam pikir manusia tersebut. Untuk memverbalisasi konsep-konsep tersebut, manusia menggunakan bentuk-bentuk yang sama dalam memaknai sesuatu yang berbedabeda. Wijana dan Rohmadi (2008:51) mengemukakan bahwa dalam ilmu makna, satuan-satuan kebahasaan memiliki hubungan bentuk dan makna dengan satuan kebahasaan yang lain. Satuan-satuan kebahasaan dimungkinkan memiliki berbagai makna. Salah satu fenomena terkait dengan suatu bentuk kebahasaan yang memiliki dua atau lebih makna adalah polisemi (Evans, 2007:126). Meskipun demikian, makna yang berbeda-beda tersebut apabila ditelusuri lebih lanjut masih saling terkait satu sama lain. Menurut Ullmann (melalui Wijana dan Rohmadi, 2008:42) polisemi merupakan elemen bahasa yang penting. Adanya polisemi membuat kosakata dalam suatu bahasa menjadi terbatas karena sejumlah konsep tidak harus diungkapkan dengan butir-butir leksikal yang berbeda, tetapi dengan butir leksikal yang sama atas dasar berbagai persamaan. Metafora sebagai bentuk kreatif penggunaan bahasa juga dapat memunculkan polisemi. Metafora sangat erat 1

2 2 kaitannya sebagai faktor utama motivasi, sebagaiperabot ekspresi,sebagai sumber sinonimi, polisemi, sebagai saluran emosi yang kuat, sebagai alat untuk mengisi senjang dalam kosakata, dan dalam beberapa peran yang lain (Ullmann, 1997: 265). Polisemi tidak hanya dipandang sebagai bentuk pengayaan makna melainkan menunjukkan pola-pola alam kognisi manusia dalam mengaitkan makna-makna tersebut berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari pengalamanpengalaman sebelumnya untuk mengungkapkan konsep-konsep yang lain. Salah satu kata berpolisemi adalah verba STAND. Verba ini berkaitan erat dengan sikap tubuh berdiri atau standing yang dialami dalam kehidupan sehari-hari. Verba ini menarik karena memiliki sejumlah makna yang kompleks dan bervariasi. Apabila dilihat dalam kamus akan ditemukan verba STAND dengan makna yang berbedabeda. Selain itu, konstruksi gramatikal verba inijuga bervariasi, terdiri atas verba tunggal, verba frasal, dan konstruksi idiomatis. (1) Don t just stand there.(oald:7) Jangan hanya berdiri di sana. (2) My offer still stands. (OALD:4) Tawaranku masih berlaku. (3) The tower stands 30 metres high. (OALD:23) Menara itu tingginya 30 meter. (4) Modern plastics can stand very high and low temperature. (OALD:35) Plastik modern dapat tahan suhu yang sangat tinggi dan rendah. (5) How can you stand by and see him accused of something he didn t do? (OALD:43) Bagaimana bisa kamu hanya diam saja melihatnya dipersalahkan? (6) You must stand up for your rights.(oald:63) Kamu harus memperjuangkan hak-hakmu. Kalimat (1) -(4) merupakan penggunaan verba STAND dalam konstruksi verba tunggal. Meskipun demikian, konstruksi gramatikal verba stand pada

3 3 masing-masing kalimat di atas berbeda apabila dilihat dari jenis predikatnya. Verba stand pada (1) merupakan bentuk predikat verbal intransitif yang diikuti oleh adverbia there, demikian juga dengan (2). Pada (3), verba stand berfungsi sebagai kopula yang bisa digantikan dengan is, sehingga kalimat tersebut dapat disetarakan dengan: The trophy is 5 feet. Dengan demikian, contoh (3) merupakan penggunaan verba stand dalam predikat kopulatif. Selain itu, terdapat pula verba stand yang dapat diikuti objek pada beberapa kasus, misalnya pada (4). Verba stand dalam predikat verbal semitransitif diikuti oleh frasa nomina very high temperaturesebagai pelengkap. Kemudian, apabila dicermati dari maknanya, stand pada contoh-contoh tersebut memiliki makna yang beragam: (1) berdiri, (2) berlaku, (3) berukuran, dan (4) menahan. Selanjutnya penggunaan verba STAND dalam Verba Frasal terdapat pada (5) dan (6). Verba STAND dapat bergabung dengan kelas kata lain seperti dalam contoh berikut. Verba stand dapat bergabung dengan sebuah partikel membentuk Verba Frasal, misalnya partikel partikel by pada (5 ) stand by. Selain itu, verba stand juga dapat membentuk Verba Frasal Preposisional seperti pada (6 ), verba stand diikuti oleh partikel up dan preposisi for secara bersamaan. Frase our rights merupakan objek preposisi klausa we stand up for our rights. Makna STAND yang dimunculkan melalui verba frasal di atas antara lain: (5) berpangku tangan/diam, dan (6) membela/memperjuangkan. (7) Four soldiers stood guard over the coffin. (OALD:338) Empat tentara menjaga peti jenazah itu. (8) When his parents died he had to learn to stand on her own two feet. (OALD:331) Ketika orang tuanya meninggal, ia harus belajar hidup mandiri.

4 4 Konstruksi idiomatis verba STAND terdapat pada kalimat (7) dan (8). Secara gramatikal contoh ( 7) merupakan konstruksi kopulatif verba stand dan nomina guard yang bermakna idiomatis mengawasi/menjaga dan contoh ( 8) konstruksi verba intransitif verba stand dan frase preposisional on her own two feet yang bermakna idiomatis mandiri. Pendekatan yang mampu menganalisis polisemi secara lebih luas adalah Linguistik Kognitif. Pendekatan ini merupakan studi bahasa dengan hubungannya terhadap pikiran dan pengalaman manusia. Dalam pandangan ini, bahasa adalah cara manusia mengungkapkan pikiran. Prinsip dasar pada kajian Linguistik Kognitif adalah pengejawantahan (embodiment). Pengalaman badaniah (embodied experience) yang ditangkap oleh kognisi manusia berperan dalam membentuk konsep-konsep ( embodied cognition). Pengalaman dan konseptualisasi tersebut inilah kemudian merefleksikan bagaimana manusia memaknai realita. (Evans & Green, 2006: 44-48). Salah satu model analisis terkait dengan polisemi adalah Polisemi Terprinsip (Principled Polysemy). Model ini dikembangkan oleh Tyler dan Evans, dalam studinya terhadap polisemi preposisi OVER, yang dianggap mampu mengkaji polisemi secara detail dan komprehensif. Dengan menerapkan Polisemi Terprinsip diharapkan dapat mengungkap polisemi verba STAND sebagai objek dari penelitian ini. Penelitian ini meneliti fenomena kebahasaan polisemi verba STAND melalui pendekatan Linguistik Kognitif. Verba STAND memiliki sejumlah makna yang berlainan tetapi sejatinya saling terkait satu dengan yang lain. Penelitian

5 5 mengenai polisemi ini menarik untuk dilakukan karena dapat untuk mengungkap hubungan antara bahasa dan pola pikir manusia. Lebih lanjut, pembahasan ini juga penting untuk mengetahui kategorisasi polisemi dalam sejumlah makna yang berbeda tetapi saling terkait, perluasan makna dari bentuk aslinya (prototipe), serta hubungan antara makna-makna tersebut.hal ini berangkat dari asumsi bahwa makna yang sangat beragam tersebut berasal dari satu makna yang dianggap sebagai makna utama. 1.2 Rumusan Masalah Sehubungan dengan masalah tersebut, rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini antara lain: 1) Bagaimana konstruksi gramatikal verba STAND? 2) Bagaimana makna prototipe dan perluasan verba STAND? 3) Bagaimana jejaring semantis verba STAND? 1.3 Tujuan Penelitian Untuk menjawab rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Mendeskripsikan konstruksi gramtikal verba STAND. 2) Mendeskripsikan makna prototipe dan perluasan verba STAND. 3) Mendeskripsikan jejaring semantis verba STAND.

6 6 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat baik secara teoretis dan praktis. Secara teoretis, diharapkan bahwa penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam studi Linguistik. Pendekatan Linguistik Kognitif yang digunakan dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi studi atau analisis kebahasaan. Dalam kaitannya dengan polisemi, diharapkan penelitian ini mampu memperkaya kajian mengenai polisemi. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran mengenai jejaring makna dalam polisemi yang membantu pembelajar bahasa dalam memahami baik kosakata maupun tatabahasanya. 1.5 Tinjauan Pustaka Berdasarkan penelusuran terhadap karya ilmiah yang telah dilakukan sebelumnya, sejauh pengamatan peneliti, pembahasan mengenai verba STAND pernah dilakukan oleh Gibbs (1994) dannewman (2002). Kajian terhadap kata stand dalam bahasa Inggris lebih khusus diteliti oleh Gibbs pada tahun Menurutnya, semantik psikologis untuk kata stand termotivasi secara signifikan oleh pengalaman badaniah orang berdiri ( the embodied experience of standing). Pengetahuan tersebut memunculkan berbagai sens yang berbeda mengenai kata stand, termasuk penggunaan non-fisik atau abstrak, yang terlihat dalam berbagai konteks. Gibbs menggunakan image shema untuk menggambarkan masing-masing sens dari standing dalam hubungan keruangan dan pergerakan. Dalam artikelnya pada tahun 2002 yang berjudul Embodied standing and the psychological semantics of stand, berdasarkan studi

7 7 ekperimennya Taking a stand on the meaning of stand: Bodily experience as motivation for polysemy, memberikan bukti tambahan untuk mendukung pandangan bahwa bahasa merupakan perwujudan dari pikiran yang dibuktikan dengan simbol-simbol linguistik yang abstrak pada dasarnya berlandaskan pada embodied action. Newman (2002) dalam artikelnya yang berjudul A cross-linguistic overview of the posture verbs sit, stand, and lie membahas yang berfokus pada makna-makna statif dari ketiga verba SIT, STAND, LIE (disebut juga verba postur). Kajian ini meliputi analisis makna utama dan perluasan makna secara figuratif maupun gramatikal. Kajian ini terinspirasi oleh refleksi terhadap realita dari pengalaman sehari-hari aktivitas duduk, berdiri, dan berbaring. Ketiga sikap tubuh tersebut memiliki peranan penting dalam keseharian dan banyak perluasan makna yang bersumber pada verba tersebut. Menurutnya, experiential realities kadang-kadang, walaupun tidak selalu, dipahami sebagai motivasi munculnya fakta-fakta kebahasaan. Disebutkan bahwa stand memiliki makna sentral yang terkait dengan 4 domain semantik rangka: spatio-temporal, force dynamic, active zone, dan socio-cultural. Dalam studi Linguistik Kognitif, khususnya polisemi, sejauh ini terdapat beberapa studi terkait yang pernah dilakukan antara lain penelitian yang telah dilakukan oleh Tyler & Evans (2001), Prayudha (2014), dan Kurniawan (2015). Pada tahun 2001, Tyler & Evans mengkaji polisemi preposisi OVER. Dalam studinya yang berjudul Reconsidering Prepositional Polysemy Networks:

8 8 The case of over, model analisis Polisemi Terprinsip (Principled Polysemy) untuk pertama kalinya diperkenalkan. Temuannya adalah bahwa preposisi OVER memiliki makna atas yang mendasari 14 makna perluasannya. Selanjutnya, relasi makna, makna prototipe serta perluasannya digambarkan dalam sebuah jejaring semantik. Model analisis polisemi Terprinsip tersebut menjadi acuan dalam mengungkap polisemi STAND. Verba STAND juga terkait dengan makna spasial (spasial configuration). Penelitian tersebut mengilhami Prayudha pada tahun Tesisnya yang berjudul Polisemi Pada Verba LOOK: Sebuah Kajian Linguistik Kognitif juga menggunakan model Polisemi Terprinsip untuk menganalisis polisemi verba LOOK. Hasil temuannya menyatakan bahwa verba LOOK terdiri dari empat makna spasial, 21 makna perluasan juga meliputi sejumlah makna dalam konstruksi idiomatis. Sementara itu, keseluruhan makna perluasan verba look dalam konstruksi idiomatis merupakan idiom transparan. Perluasan makna verba LOOK tersebut ia gambarkan dalam sebuah jejaring semantis. Satu tahun berikutnya, Kurniawan (2015) melakukan penelitian serupa yaitu Analisis Perluasan Makna Leksem PUT: Pendekatan Semantik Kognitif. Penelitian tersebut mengidentifikasi bentuk leksem PUT di dalam kalimat dan menganalisis perluasan maknanya. Perluasan makna disebabkan oleh metafora, metonimi, dan pragmatik. Leksem PUT memiliki 19 makna yang berbeda, 1 makna utama dan 18 makna perluasan. Teori Tatabahasa Kognitif ( Cognitive Grammar) digunakan untuk menganalisis konstruksi gramatikal dan Teori Skema

9 9 Gambar (Image Schema) yaitu skema abstrak yang divisualisasikan dalam gambar vektor yang menjelaskan relasi TR-LM. Penelitian polisemi verba STAND ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya khususnya pada teori yang menaungi. Polisemi verba postur ( sit, stand, dan lie) yang dikaji oleh Newman (2002) berfokus hanya pada makna - makna statif dari ketiga verba postur tersebut dalam kajian Linguistik Tipologi yang menerapkan teori Semantik Rangka ( Frame Semantics) untuk mencari makna sentral dan makna perluasan baik secara figuratif maupun tatabahasa. Sedangkan, Gibbs (2002) mengkaji polisemi stand dengan teori Psikolinguistik, khususnya Semantik Psikologis. Selain itu, Gibbs juga menerapkan teori Skema- Gambaran ( Image-Schema) untuk menentukan asosiasi makna-makna yang dimotivasi oleh the act of standing. Penelitian tersebut dipandang kurang mampu menjelaskan polisemi verba STAND secara menyeluruh karena terbatas pada keterkaitan antara pengalaman badaniah dan makna polisemi verba STAND yang dibuktikan melalui studi eksperimental. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan yang lebih kompleks yaitu dengan menerapkan metode Polisemi Terprinsip ( Principled Polysemy) yang diusung oleh Tyler dan Evans (2001). Penelitian mengenai polisemi dalam naungan LK dengan pendekatan Polisemi Terprinsip telah dilakukan, seperti tesis mengenai polisemi verba LOOKdan leksem PUT. Akan tetapi, penelitian serupa dengan objek verba STAND belum pernah diteliti. Hal tersebut menginspirasi kajian polisemi verba

10 10 STAND pada penelitian ini. Ini didasarkan pada verba STAND merupakan representasi simbolik dari suatu aktivitas keseharian manusia berkaitan dengan sikap tubuh orang berdiri atau menuju posisi berdiri. Pada akhirnya, penelitian ini akan membahas polisemi verba STAND secara mendalam dari sudut pandang Linguistik Kognitif dengan menerapkan model analisis Polisemi Terprinsip dengan tidak mengabaikan hasil kajian mengenai verba STAND yang telah dilakukan sebelumnya. 1.6 Landasan Teori Bagian ini menjelaskna teori-teori terkait dengan judul penelitian. Konsep teoritis yang akan dijelaskan adalah: (1) Linguistik Kognitif, (2) Polisemi, dan (3) Polisemi Terprinsip Linguistik Kognitif Linguistik Kognitif merupakan sebuah pendekatan yang berpandangan bahwa language is assumed to reflect certain fundamental properties and design features of human mind (Evans & Green, 2006:5). Pola-pola pikiran manusia (patterns of thought) atau konseptualisasi tersebut dikaji dalam linguistik kognitif. Pandangan ini senada dengan Kridalaksana (2008:145 ) bahwa LK merupakan suatu pendekatan dalam linguistik yang menekankan pelbagai hubungan dalam bahasa yang mewakili informasi dalam otak manusia. Akan tetapi, terdapat satu aspek yaitu pengalaman yang juga memiliki peran besar dalam membentuk

11 11 konsep-konsep tersebut. LK mengkaji hubungan antara bahasa (language), minda (mind), dan pengalaman sosiofisik (socio-physical) (Evans, 2009:47). Menurut Evans & Green (2006:40-41) Linguistik Kognitif memiliki dua komitmen kunci, yaitu Komitmen Generalisasi (Generalisation Commitment) dan Komitmen Kognitif ( Cognitive Commitment). Komitmen Generalisasi mewakili karakterisasi prinsip-prinsip umum yang berlaku pada semua aspek bahasa manusia, meliputi kategorisasi, polisemi, dan metafora. Kategorisasi berkaitan dengan kemiripan-kemiripan bentuk ( family resemblance). Meskipun kemiripan tersebut mungkin memusingkan tetapi pada dasarnya behubungan satu dengan yang lain. Polisemi pada mulanya hanya terbatas pada ranah lexical semantic tetapi oleh LK dilihat sebagai sebuah kunci generalisasi. Ini dikarenakan polisemi mengungkap prinsip keumuman yang mendasar diantara bentuk-bentuk leksikal, morfologi, dan sintaksis tersebut. Selanjutnya, dalam metafora terlihat adanya perluasan makna serta munculnya makna baru. Ranah konseptual kemudian digunakan untuk menyatakan satu konsep untuk konsep yang lain. Komitmen Kognitif melihat bahwa prinsip-prinsip struktur bahasa seharusnya merefleksikan apa yang yang diketahui tentang kognisi manusia dari ilmu-ilmu terkait yang lain, misalnya psikologi, kecerdasan buatan, cognitive neuroscience, dan filosofi. Komitmen ini meliputi perhatian, kategorisasi, dan metafora. Bahasa menyediakan cara-cara pemfokuskan perhatian pada aspek-aspek tertentu yang disandikan secara linguistik. Kemampuan yang dimiliki bahasa seperti ini disebut dengan pemrofilan. Dalam bingkai kognitif, prinsip-prinsip yang sama dalam kategorisasi juga digunakan dalam kategorisasi linguistik. Senada dengan Evans

12 12 dan Green, Radden dan Dirven (2007:3) menyatakan bahwa kategorisasi pada dasarnya bersifat konseptual dan banyak dari kategori konseptual tersebut tertuang juga dalam kategori linguistik. Kemudian, terkait dengan metafora terdapat konsep-konsep yang mewakili pengetahuan masyakarat yang kemudian diwujudkan dalam ekspresi kebahasaan, misalnya makna metaforis control merupakan salah satu makna preposisi over yang dimotivasi dari konsepsi metafora CONTROL IS UP. Dalam LK, Pengalaman badaniah ( embodied experience) memiliki peranan penting dalam membentuk konsep-konsep dasar. Sedangkan konsekuensi dari pengalaman dan konseptualisasi tersebut adalah mengenai pandangan terhadap realita. Hal ini disebut realisme pengalaman ( realism experiental). Bahasa tidak secara langsung merefleksikan dunia, tetapi merefleksikan bagaimana manusia memaknai dunia di luar mereka, pandangan tersebut dipengaruhi oleh kacamata pengejawatahan pada diri mereka (Evans & Green, 2006: 44-48). Secara garis besar LK dibagi menjadi 2 ranah kajian, yaitu Semantik Kognitif dan Tatabahasa Kognitif. Cabang LK yang pertama, semantik kognitif, berfokus pada studi mengenai hubungan antara pengalaman, sistem konseptual, dan struktur semantis dalam bahasa (Evans, 2009:49). Prinsip utama dari Semantik Kognitif adalah bahwa struktur konseptual terbentuk dan terkonsep dari pengalaman badaniah dan bahwa struktur semantis merupakan refleksi dari struktur konseptual. Hubungan ketiganya tersaji dalam Gambar 1.1.di bawah ini.

13 13 EMBODIMENT CONCEPTUAL STRUCTURE consists of conceptual representation including image schema SEMANTIC STRUCTURE consists of 'meaning' units like lexical concepts Gambar 1.1.From embodiment to linguistic meaning (diambil utuh dari Evans & Green, 2006:177) Cabang Linguistik Kognitif yang kedua, pendekatan kognitif tatabahasa (cognitive approach to grammar), awalnya disebut space grammar, pertama kali dikembangkan oleh Langacker pada tahun 1970-an. Dua prinsip dasar dalam Tatabahasa Kognitif adalah asas simbolik (the symbolic thesis) dan asas berbasis penggunaan (the usage-based thesis). Prinsip pertama berpegangan bahwa unsur tatabahasa yang mendasar adalah sebuah kumpulan simbolik bentuk dan makna. Poin dari adanya prinsip kedua adalah tidak adanya perbedaan terprinsip antara pengetahuan dan penggunaan bahasa. Hal ini dikarenakan pengetahuan bahasa adalah pengetahuan bagaimana bahasa digunakan (Evans et al., 2007: 20-22).

14 Polisemi Polisemi adalah fenomena dimana suatu bentuk leksikal memiliki makna yang berbeda-beda namun masih saling terkait (Evans, 2007:126). Namun demikian, diantara gugusan makana tersebut terdapat makna yang lebih prototipikal (Wijana dan Rohmadi, 2008:51). Pendapat lain menyatakan bahwa polisemi merupakan fenomena yang menyingkap banyak hubungan antara sintaks, semantik, dan pragmatik, serta hubungan antara bahasa, kognisi, dan interaksi sosial (Nerlich & Clarke, 2003:16). Terdapat empat fitur penting pada pendekatan LK dan kaitannya terhadap polisemi: (1) the flexibility of meaning, (2) the prototype, (3) theoretical model of semantic structure, (4) the radial set model, and the schematic network model (Lewandowska-Tomaszczyk, 2007:140) Polisemi Terprinsip Polisemi dalam lingkup Linguistik Kognitif telah dikaji melalui berbagai model pendekatan. Pendekatan polisemi pertama diperkenalkan oleh Lakoff (1987) dengan full-specification approach yang dikembangkan dari tatabahasa kognitif Langacker. Pendekatan ini mengkaji hubungan antara trajector (TR) dan landmark (LM). Kemudian, Kreitzer (1997) mengembangkan model pendekatan polisemi partial-specification approach. Dengan mengembangkan model yang sebelumnya, Kreitzer mampu menunjukkan bahwa sejumlah sens dalam jejaring polisemi dimotivasi dengan cara yang konsisten. Selain mengkaji hubungan TR- LM, Kreitzer juga menambahkan PATH. Bertolak pada pendekatan-pendekatan

15 15 sebelumnya, Tyler dan Evans (2001) mengembangkan model pendekatan Principled Polysemy dalam kajiannya mengenai preposisi over. Dalam pendekatan ini, makna terbagi atas makna utama (disebut dengan prototipe) dan makna perluasan. Kemungkinan makna-makna dari preposisi over dikategorisasi berdasarkan struktur semantisnya. Hubungan makna-makna tersebut kemudian digambarkan dalam sebuah jejaring semantis. Dalam pendekatan Polisemi Terprinsip, sebuah fenomena perluasan makna dapat dianalisis melalui 4 kerangka dasar, yaitu (1) penentuan makna yang berbeda, (2) penentuan makna utama atau primer, (3 ) protoscene (4) prinsip - prinsip kognitif (Tyler dan Evans, 2007: ). Pertama, makna yang berbeda dalam sebuah jejaring polisemi dapat ditentukan melalui 3 kriteria, yaitu semantic criterion, concept elaboration criterion, dan grammatical criterion. Menurut Evans (200 4:93) sebuah konsep leksikal dikatakan berbeda dari yang lain apabila: (i) terbukti memiliki makna yang berbeda, (ii) terdapat keterbatasan makna berdasarkan penggunaan kolokasi, dan (iii) menunjukkan konstruksi gramatikal yang unik atau sangat beragam. Kedua, makna prototipe merupakan makna utama dari makna-makna yang berbeda. Terdapat dua istilah, yaitu sanctioning sense dan origiation sense yang merujuk pada dua hal yang berbeda. Sanctioning sense adalah istilah untukmenyatakan suatu makna yang menjadi induk dari seluruh turunan makna, sedangkan Origination Sense merupakan makna yang benar-benar murni makna awal suatu leksem saat digunakan. Dalam hal ini yang dimaksud makna prototipe

16 16 atau makna utama adalah sanctioning sense. Makna utama dapat ditentukan melalui 5 cara: (1) makna yang terbukti sebagai makna awal dari sudut pandang sejarah, (2) makna yang menjadimaknadominandalam jejaring semantik, (3) maknadasardari makna-makna yang berhubungan, (4) makna yang mendahului proses kognitif atau dapat langsung tergambarkan, dan (5) seb uah makna yang terkait dengan pengalaman hidup manusia. (Evans, 2004:97). Ketiga, protoscene merupakan aspek hubungan koseptual ( proto) dan kesadaran visual terhadap sebuah kejadian spasial (scene). Protoscene ini adalah abstraksi mental dari makna utama, yaitu didapatkan dari penerapan makna utama yang digambarkan dengan pendekatan skema gambar yang terdiri atas skema TR (trajectory) benda yang bergerak dan LM (landmark) benda yang tidak bergerak. Keempat, prinsip-prinsip kognitif merupakan suatu prinsip yang meliputi analisis perspepsi dan konseptualisasi, seperti yang telah disebutkan dalam poin protoscene. Baik analisis persepsi dan konseptualisasi memiliki hubungan langsung dengan skema gambar.analisis persepsi merupakan suatu informasi yang telah terkonsep dan telah tersimpan dalam memori dalam bentuk skema abstrak yang disebut dengan skema gambar atau image schema. Sementara itu, konseptualisasi adalah konsep yang mewakili proyeksi dunia nyata yang dapat mewakili suatu fenomena yang sederhana seperti the cloud is over the sun (awan menutupi matahari) atau fenomena yang relatif rumit dan dinamis the cat ran over the hill and end up several miles away (kucing berlari menyusuri bukit dan berhenti setelah beberapa mil (Jakendoff, 1983).

17 Skema Gambar Skema gambar atau image-shema menurut Johnson (1987:xiv, xvi) adalah pola-pola interaksi perseptif dan gerak tubuh yang terkait dan membentuk pengalaman kita terhadap dunia nyata. Selebihnya dijelaskan bahwa pengalaman tersebut sifatnya luas, yaitu termasuk di dalamnya persepsi dasar, gerak tubuh, emosi, sejarah, sosial, dan dimensi-dimensi kebahasaan. Skema gambar ( image-schema) dan gambaran mental ( mental image) memiliki pengertian yang berbeda meskipun keduanya sama-sama memakai istilah image. Apabila kita memejamkan mata dan membayangkan wajah ayah dan ibu, saudara, atau teman dekat maka gambaran tersebut bersifat imajiner yang ada dalam ruang mental. Tidak seperti gambaran mental, skema gambar tidak didapat dari proses berpikir yang secara sadar dilakukan dan lebih bersifat abstrak yang dimunculkan dan dibentuk dari pengalaman-pengalaman badaniah. Teori skema gambar mengaplikasikan suatu istilah TR atau Trajectory dan LM atau Landmark. TR adalah figure atau yang bergerak dan LM adalah ground yang merupakan objek yang diam (Evans & Green, 2006: 181). Istilah TR dan LM sendiri dicetuskan oleh Langacker. Berikut ini adalah contoh skema gambar CONTAINMENT atau CONTAINER yang terdapat dalam preposisi out. Skema CONTAINERterdiri atas elemen interior (bagian dalam), batas, dan eksterior (bagian luar). Skema tersebut merupakan konsep abstrak yang memayungi konsep leksikal yang lebih khusus seperti pada preposisi out seperti pada kalimat John went out of the room. Kalimat tersebut memiliki konsep dasar CONTAINMENT dan sebuah pergerakan keluar dari suatu kontainer.

18 18 Skema 1.1. Skema gambar CONTAINER Skema 1.2. Skema gambar untuk partikel OUT Ini sekaligus membuktikan bahwa skema gambar partikel out pada skema 1.2 merupakan skema dengan konsep yang lebih khusus yang dimunculkan dari skema yang lebih dasar atau primitif yaitu CONTAINER, seperti terlihat pada skema Jejaring Semantis Makna-makna yang berbeda memiliki satu makna utama sebagai pusat dari perluasan makna-makna yang lain membentuk suatu jejaring semnatis Pada jejaring tersebut digambarkan suatu keterkaitan antara makna utama dan makna perluasan seperti jejaring sematis preposisi over pada penelitian Tyler & Evans yang mencakup 14 makna yang berbeda, temasuk di dalamnya yaitu makna protoscene atau abstraksi mental dari makna prototipe.

19 19 Gambar 1.2. Jejaring semantis preposisi over (Tyler & Evans, 2003:80) 1.7 Metode Penelitian Penelitian pada makalah ini bersifat deskriptif kualitatif. Metode deskriptif adalah penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga yang dihasilkan berupa perian bahasa. Selain itu, penelitian ini bersifat kualitatif karena baik data maupun analisis yang digunakan tidak berupa angka melainkan deskripsi atau penjelasan. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: tahap pengumpulan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis data Sumber Data Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini berasal dari Oxford Advanced Learner Dictionary (OALD) serta dari situs Corpus of Contemporary American English (COCA) yang diakses pada OALD memiliki sejumlah daftar yang mengenai penggunaan verba STAND mulai dari

20 20 konstruksi leksikal, frasal, dan idiom lengkap beserta maknanya. Selain itu, untuk mengekplorasi penggunaan STAND dalam bahasa Inggris penelitian ini menggunakan COCA atas dasar empat keunggulan: ukuran, variasi genre, terbarukan, dan aksesibilitas. Pertama, COCA memiliki jumlah data yang cukup besar yaitu lebih dari 450 juta kata. Pada hasil penelusuran lemma stand khususnya pada kelas verba (dengan entri [stand].[v*]), STAND pada COCA memiliki frekuensi penggunaan yang lebih besar apabila dibandingkan dengan korpus lain yang juga sering digunakan dalam penelitian, yaitu British National Corpus (BNC). Kedua, COCA terbagi menjadi beberapa genre, seperti percakapan, fiksi, majalah, surat kabar, dan teks akademik. Ketiga, dari tahun COCA memperbaharui data 20 juta pertahun. Keempat, COCA mudah diakses secara online melalui internet. Selain itu, sebagai pelengkap data, peneliti juga menggunakan kamus dwibahasa Inggris-Indonesia oleh John M. Echols dan Hassan Shadily untuk melihat arti makna kata verba STAND dalam bahasa Indonesia Pengumpulan Data Pada tahap ini, peneliti menjaring data melalui metode simak, yaitu menyimak penggunaan bahasa. Data pada penelitian ini diperoleh melalui teknik pustaka yang bersumber dari kamus Oxford Advanced Learner Dictionary (OALD) serta situs Corpus of Contemporary American English (COCA) yang diakses pada Data tersebut merupakan data sekunder berupa teks-teks yang memuat verba stand. Setelah menjaring data, peneliti

21 21 membuat klasifikasi data awal. Tahap pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Menyalin data dari kamus Oxford Advanced Learner Dictionary 2) Mengelompokkan data berdasarkan bentuknya (misalnya verba tunggal dan verba frasal) 3) Masuk ke situs Corpus of Contemporary American English 4) Memasukkan kata kunci berdasarkan data yang sudah terdaftar 5) Menyalin hasil telusuran dari Corpus of Contemporary American English ke dalam Microsoft Word 6) Mengelompokkan data berdasarkan bentuknya 7) Menandai data: label OALD untuk Oxford Advanced Learner Dictioanary dan COCA untuk Corpus of Contemporary American English Analisis Data Data yang sudah diperoleh kemudian dianalisis dengan sejumlah metode dan teknik. Metode yang digunakan antara lain: metode padan translasional dan metode distribusional atau agih. Dalam proses padanan data ke dalam Bahasa Indonesia, khususnya dalam pembuatan glos, peneliti menggunakan metode padan translasional melalui terjemahan bebas oleh peneliti. Kemudian, untuk melihat padanan-padanan verba STANDdalam Bahasa Indonesia, penulis merujuk pada Kamus Inggris-Indonesia oleh John M. Echols-Hassan Shadily.

22 22 Bab II pada penelitian ini melihat bentuk-bentuk konstruksi gramatikal yang melibatkan verba STAND. Pada analisis ini dilihat konstruksi gramatikal mencakup analisis sintaksis maupun semantis melalui metode agih, yaitu metode yang alat penentunya merupakan bagian dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto melalui Kesuma, 2007:47). Metode agih diterapkan melalui beberapa teknik lanjutan. Untuk mengetahui verba STAND dalam konstruksi verba frasaldan verba frasal preposisional digunakan teknik ubah sisip, lesap, balik, serta perluas. Penelitian ini menggunakan teori Tatabahasa Kognitif yang dikembangkan oleh Langacker. Sementara itu, unsur-unsur tersebut masih dapat dipecah lagi menjadi unsur-unsur yang lebih kecil. Untuk itu digunakan teknik bagi unsur langsung seperti pada contoh berikut. (9) I stood the little girl on a chair so that she could see. (OALD:24) Saya menempatkan gadis kecil itu di atas kursi agar dia bisa menyaksikan. (9 ) [I] NP [[[stood] V [thelittle girl] NP ] V [[on] P [a chair] NP ] PP ] VP Agent Verb Theme Goal Kalimat di atas terdiri atas NP+VP(V (V+NP)+PP(P+NP)). Masing-masing argumen, yang dikodekan dengan NP, memiliki peran AGENT, THEME, dan GOAL. Teori skema gambar, selanjutnya, diterapkan untuk mendeskripsikan kembali konstruksi tersebut dalam hubungan trajector (TR) dan landmark (LM). Relasi pertama adalah peran AGENT yang dilabeli TR terhadap THEME yang dilabeli LM. Kedua, THEME adalah sebagai TR pada konfigurasi keruangan terhadap GOAL yang dilabeli LM.

23 23 Skema 1.1 Skema gambar I stood the little girl on a chair Bab III memuat hasil analisis makna-makna verba STAND. Pada analisis perluasan makna digunakan metode agih melalui teknik ganti. Teknik ini untuk mengetahui makna-makna apa sajakah yang diwakili oleh verba STAND. Selain itu, digunakan pula teknik parafrase untuk menganalisis makna dalam konstruksi idiomatis. Selain itu, perluasan makna verba STAND didasarkan pada hasil kajian Gibbs (1994) mengenai 5 skema gambar utama yang dimiliki oleh verba STAND. Skema gambar pada analisis ini sedikit berbeda dengan analisis pada konstruksi gramatikal. Skema gambar yang dimaksud merupakan pola-pola pengalaman badaniah dan psikologis yang dialami oleh tubuh. Pada analisis ini dilihat skema gambar apa yang paling dominan dalam perluasan makna Penyajian Hasil Analisis Data Hasil analisis pada penelitian ini disajikan melalui teknik penyajian formal dan informal.penyajian hasil analisis data secara informal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa, sedangkan penyajian hasil analisis data formal yaitu penyediaan data dengan menggunakan kaidah (Kesuma, 2007:71-71). Analisis data secara informal disajikan melalui skema, tabel, serta gambar.

24 Sistematika Penyajian Penelitian ini disajikan dalam 5 bab. Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II menjawab rumusan masalah nomor (1) dengan menyajikan hasil analisis konstruksi gramatikal verba STAND. Bab III menjawab rumusan masalah nomor (2) dengan menyajikan hasil analisis makna prototipe dan perluasan makna verba STAND. Bab IV menjawab rumusan masalah nomor (3) dengan menginterpretasi hasil analisis pada Bab II dan III pada rumusan perluasan makna verba STAND serta keterkaitan makna-makna tersebut dalam sebuah jejaring semantis. Selanjutnya, dalam Bab V disajikan kesimpulan dan saran.

BAB VI PENUTUP. Tesis ini menguraikan analisis ciri semantis, konstruksi gramatikal, makna

BAB VI PENUTUP. Tesis ini menguraikan analisis ciri semantis, konstruksi gramatikal, makna 190 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Tesis ini menguraikan analisis ciri semantis, konstruksi gramatikal, makna spasial dan makna perluasan, serta makna prototipe dan jejaring semantis verba LOOK. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ingatan manusia berupa imaji atau image sebagaimana yang dikatakan oleh Saussure

BAB I PENDAHULUAN. ingatan manusia berupa imaji atau image sebagaimana yang dikatakan oleh Saussure BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan bahasa tercermin dalam penggunaan kata beserta maknanya. Kata memang begitu produktif dalam penggunaannya, sebab kata merupakan jembatan yang menghubungkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Tesis ini telah menguraikan analisis konstruksi gramatikal dasar, makna

BAB V PENUTUP. Tesis ini telah menguraikan analisis konstruksi gramatikal dasar, makna BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Tesis ini telah menguraikan analisis konstruksi gramatikal dasar, makna prototipe, perluasan dan idiomatis, serta keterikatan makna verba STAND dalam jejaring semantis sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan

Lebih terperinci

2015 METAFORA DALAM TUTURAN KOMENTATOR INDONESIA SUPER LEAGUE MUSIM : KAJIAN SEMANTIK KOGNITIF

2015 METAFORA DALAM TUTURAN KOMENTATOR INDONESIA SUPER LEAGUE MUSIM : KAJIAN SEMANTIK KOGNITIF BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepak bola menjadi cabang olahraga yang sangat populer dan digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain pertandingannya yang menarik terdapat pula fenomena bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah aspek penting dalam interaksi manusia. Ini berarti

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah aspek penting dalam interaksi manusia. Ini berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah aspek penting dalam interaksi manusia. Ini berarti komunikasi adalah sebuah proses interaksi untuk berhubungan dari satu pihak ke pihak lainnya. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba AMBIL, komponen semantis, kategorisasi, makna, polisemi, dan sintaksis

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. fungsi verba frasal berpartikel off. Analisis verba frasal berpartikel off pada tesis ini

BAB V PENUTUP. fungsi verba frasal berpartikel off. Analisis verba frasal berpartikel off pada tesis ini BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Tesis ini menguraikan analisis mengenai konstruksi gramatikal, makna, dan fungsi verba frasal berpartikel off. Analisis verba frasal berpartikel off pada tesis ini dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kejadian, komponen semantis, kategorisasi, dan makna.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kejadian, komponen semantis, kategorisasi, dan makna. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba kejadian, komponen semantis, kategorisasi, dan makna. Verba kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengungkapkan ide atau gagasan juga untuk sekedar menginformasikan apa yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengungkapkan ide atau gagasan juga untuk sekedar menginformasikan apa yang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu berinteraksi dengan sesama. Baik untuk mengungkapkan ide atau gagasan juga untuk sekedar menginformasikan apa yang ada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK 2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda

Lebih terperinci

2015 PERUBAHAN MAKNA UNGKAPAN PADA TULISAN BAJU GURITA BANDUNG

2015 PERUBAHAN MAKNA UNGKAPAN PADA TULISAN BAJU GURITA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tulisan adalah kumpulan huruf-huruf atau angka yang dituliskan dalam suatu bahasa tertentu. Tulisan merupakan buah dari pola pikir manusia. Tulisan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita-berita dan sebagainya (Sugono ed., 2015:872). Beritaberita dalam surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam menggunakan bahasa saat berkomunikasi baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Di dalam berbahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat

BAB I PENDAHULUAN. Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat bahasa Sunda. Dalam pandangan penulis, kelas verba merupakan elemen utama pembentuk keterkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Metafora berperan penting dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Metafora berperan penting dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metafora berperan penting dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Untuk menarik perhatian pembaca, judul-judul berita pada surat kabar, tabloid, atau majalah sering dinyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tak hanya menjadi media dalam memperoleh pengetahuan tetapi juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. tak hanya menjadi media dalam memperoleh pengetahuan tetapi juga menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengetahuan manusia tentang apapun tak bisa dipisahkan dari bahasa. Bahasa tak hanya menjadi media dalam memperoleh pengetahuan tetapi juga menjadi penentu bagaimana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah metafora sudah muncul dari hasil interpretasi terhadap Kejadian di

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah metafora sudah muncul dari hasil interpretasi terhadap Kejadian di BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori-Teori yang Relevan 2.1.1 Teori Metafora Klasik Istilah metafora sudah muncul dari hasil interpretasi terhadap Kejadian di Injil ketika Adam dan Eva memakan buah terlarang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Saat ini, komunikasi merupakan hal yang sangat penting dikarenakan

PENDAHULUAN. Saat ini, komunikasi merupakan hal yang sangat penting dikarenakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini, komunikasi merupakan hal yang sangat penting dikarenakan komunikasi dapat menyampaikan pesan antar umat manusia. Salah satu alat komunikasi adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena bersifat deskriptif dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Perumusan Masalah 1. Latar Belakang Bahasa adalah suatu simbol bunyi yang dihasilkan oleh indera pengucapan manusia. Bahasa sebagai alat komunikasi sangat berperan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut.

BAB V PENUTUP. dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut. BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut. Secara garis besar kalimat imperatif bahasa Indonesia dapat

Lebih terperinci

ABSTRAK MAKNA IDIOM BAHASA JEPANG: KAJIAN METABAHASA SEMANTIK ALAMI

ABSTRAK MAKNA IDIOM BAHASA JEPANG: KAJIAN METABAHASA SEMANTIK ALAMI ABSTRAK MAKNA IDIOM BAHASA JEPANG: KAJIAN METABAHASA SEMANTIK ALAMI Tesis ini membahas mengenai makna idiom bahasa Jepang. Idiom bahasa Jepang yang digunakan dibatasi pada idiom yang memakai nama anggota

Lebih terperinci

KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Abstrak Bahasa adalah sarana paling penting dalam masyarakat, karena bahasa adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses berbahasa adalah hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Dengan berbahasa, seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepemilikan bahasa membedakan manusia dari makhluk hidup yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. Kepemilikan bahasa membedakan manusia dari makhluk hidup yang lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepemilikan bahasa membedakan manusia dari makhluk hidup yang lain. Untuk mengerti kemanusiaan orang harus mengerti nature (sifat) dari bahasa yang membuat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu sistem yang dibutuhkan bagi manusia untuk dapat saling berkomunikasi satu sama lain. Bahasa menyampaikan pesan, konsep, ide, perasaan atau pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luasnya pemakaian bahasa menyebabkan makna sebuah kata mengalami pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur atau peneliti bahasa akan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. temuan dan hasil analisis. Subbab kedua membahas mengenai saran-saran dari

BAB V PENUTUP. temuan dan hasil analisis. Subbab kedua membahas mengenai saran-saran dari 128 BAB V PENUTUP Pembahasan terakhir dalam tulisan ini mengenai simpulan dan saran. Bab ini terdiri atas dua subbab. Subbab pertama membahas mengenai simpulan dari temuan dan hasil analisis. Subbab kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Analisis kalimat dapat dilakukan pada tiga tataran fungsi, yaitu fungsi sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan gramatikal antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu diantaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA (2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru tentang kategorisasi dan pemetaan metafora konseptual kata penyakit dalam bahasa Indonesia. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik (Tarigan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik (Tarigan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi yang memungkinkan manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya baik secara lisan maupun tulisan. Komunikasi akan berlangsung

Lebih terperinci

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) PERILAKU BENTUK VERBA DALAM KALIMAT BAHASA INDONESIA TULIS SISWA SEKOLAH ARUNSAT VITAYA, PATTANI, THAILAND

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Pengkajian teori tidak akan terlepas dari kajian pustaka atau studi pustaka karena teori secara nyata dapat dipeoleh melalui studi atau kajian kepustakaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling penting dalam kehidupan manusia. Manusia dapat mengungkapkan buah pikirannya, perasaannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013 BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini akan diuraikan, latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian bahasa dimulai setelah manusia menyadari keberagaman bahasa merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of Linguistics menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penulis mengambil beberapa jurnal, skripsi, disertasi dan bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan analisis kontrastif, adverbial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian dalam bidang linguistik berkaitan dengan bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa tulis memiliki hubungan dengan tataran gramatikal. Tataran gramatikal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 52 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Menurut Creswell (2010: 4-5), metode ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan memaknai segala sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. Chaer dan Leonie (2010:14 15) mengungkapkan bahwa dalam komunikasi, bahasa berfungsi sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia sudah tidak bisa ditahan lagi. Arus komunikasi kian global seiring berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam semua aktivitas kehidupan masyarakat disana. Variasi bahasa ini

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam semua aktivitas kehidupan masyarakat disana. Variasi bahasa ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dewasa ini, penggunaan unsur slang dalam bahasa Inggris Amerika hampir terdapat dalam semua aktivitas kehidupan masyarakat disana. Variasi bahasa ini dengan mudah bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan yang pesat saat ini. Film juga telah memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara sadar ataupun tidak, manusia seringkali menggunakan gaya bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Secara sadar ataupun tidak, manusia seringkali menggunakan gaya bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara sadar ataupun tidak, manusia seringkali menggunakan gaya bahasa kiasan atau majas untuk mengungkapkan, menyetujui, menggambarkan suatu hal secara tidak langsung.

Lebih terperinci

KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN BAHASA JEPANG

KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN BAHASA JEPANG KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN BAHASA JEPANG Kompetens Pedagogik 2. Menguasai teori belajar dan prinsip prinsip pembelajaran yang mendidik. 1. Memahami berbagai teori belajar dan prinsip prinsip

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Bahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga

Bab 1. Pendahuluan. Bahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang memiliki arti. Bahasa memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penulis rasakan sangat sulit untuk dipelajari adalah bagian grammar atau

BAB I PENDAHULUAN. yang penulis rasakan sangat sulit untuk dipelajari adalah bagian grammar atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai seseorang yang bukan merupakan penutur asli, penulis dapat memahami bahwa belajar bahasa Inggris bukanlah suatu hal yang mudah. Bagian yang penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber (BS) ke bahasa target (BT) dan makna BS harus dapat dipertahankan sehingga tidak terjadi pergeseran makna pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara verbal. Tentunya ilmu bahasa atau sering disebut linguistik memiliki cabangcabang ilmu bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Manusia menggunakan kata-kata dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Manusia menggunakan kata-kata dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya komunikasi manusia bisa saling berinteraksi. Salah satu alat komunikasi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah struktur frasa.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah struktur frasa. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu frasa, FP, kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik melalui lisan maupun tulisan. Salah satu bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia sebagai alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia sebagai alat komunikasi karena dengan bahasa kita dapat bertukar pendapat, gagasan dan ide yang kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008 31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. Ujaran-ujaran tersebut dalam bahasa lisan diproses melalui komponen fonologi, komponen

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba, verba

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba, verba BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba, verba ujaran, tipe semantis, makna, dan struktur semantis. Konsep-konsep

Lebih terperinci

2015 FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

2015 FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, masalah penelitian yang meliputi pengidentifikasian masalahah, pembatasan masalah, dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang

BAB I PENDAHULUAN. segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat vital yang dimiliki oleh manusia dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memahami maksud dan tujuan yang disampaikan oleh penutur berbeda-beda. Dilihat dari segi

BAB I PENDAHULUAN. memahami maksud dan tujuan yang disampaikan oleh penutur berbeda-beda. Dilihat dari segi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari segi fonologi, gramatikal, dan semantik kemampuan seorang anak dalam memahami maksud dan tujuan yang disampaikan oleh penutur berbeda-beda. Dilihat dari segi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat komunikasi. Manusia dapat menggunakan media yang lain untuk berkomunikasi. Namun, tampaknya bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan kesalahpahaman dalam memaknai kalimat bahasa Inggris adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan kesalahpahaman dalam memaknai kalimat bahasa Inggris adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu fenomena bahasa yang terkadang membuat permasalahan dan menimbulkan kesalahpahaman dalam memaknai kalimat bahasa Inggris adalah penggunaan kata it sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengusung permasalahan keilmuan. Materi yang dituangkan dalam tulisan ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. mengusung permasalahan keilmuan. Materi yang dituangkan dalam tulisan ilmiah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya ilmiah adalah karangan yang berisi gagasan ilmiah yang disajikan secara ilmiah serta menggunakan bentuk dan bahasa ilmiah. Karya tulis ilmiah mengusung permasalahan

Lebih terperinci

PRAGMATIK. Disarikan dari buku:

PRAGMATIK. Disarikan dari buku: PRAGMATIK Disarikan dari buku: Nadar, F.X. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Graha Ilmu: Yogyakarta. Cutting, Joan. 2006. Pragmatics and Discourse 2 nd Edition. New York: Rouledge. Wijana, I Dewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat pemakai bahasa membutuhkan satu

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba, verba gerakan agentif, komponen semantis, kategorisasi semantis, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesan yang disampaikan dapat melalui karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. Pesan yang disampaikan dapat melalui karya sastra. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa memiliki peranan penting dalam hal berkomunikasi. Fungsi penting dari bahasa adalah menyampaikan pesan dengan baik secara verbal atau tulisan. Pesan yang disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi.

BAB I PENDAHULUAN. ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya (Simanjuntak:1987:157).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu masalah diantaranya: pertama; pandangan dari objek yang utama, kedua;

BAB I PENDAHULUAN. satu masalah diantaranya: pertama; pandangan dari objek yang utama, kedua; BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian metafora merupakan analogi atau perbandingan suatu yang memiliki kemiripan dengan sesuatu yang lainya. Sebagai contoh sifat manusia yang dianalogikan atau diperbandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai makhluk sosial mutlak akan saling

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai makhluk sosial mutlak akan saling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai makhluk sosial mutlak akan saling berinteraksi dan berkomunikasi antara satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. linguistik (Austin & Sallabank, 2011). Melalui bahasa, seseorang dapat. dimaksudkan oleh penyampai pesan kepada orang tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. linguistik (Austin & Sallabank, 2011). Melalui bahasa, seseorang dapat. dimaksudkan oleh penyampai pesan kepada orang tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah kapasitas khusus yang ada pada manusia untuk memperoleh dan menggunakan sistem komunikasi yang kompleks, dan sebuah bahasa adalah contoh spesifik dari

Lebih terperinci

KAJIAN FRASA NOMINA BERATRIBRUT PADA TEKS TERJEMAHAN AL QURAN SURAT AL-AHZAB NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

KAJIAN FRASA NOMINA BERATRIBRUT PADA TEKS TERJEMAHAN AL QURAN SURAT AL-AHZAB NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan KAJIAN FRASA NOMINA BERATRIBRUT PADA TEKS TERJEMAHAN AL QURAN SURAT AL-AHZAB NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hurford dan Hearsly menyatakan bahwa semantik merupakan cabang dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hurford dan Hearsly menyatakan bahwa semantik merupakan cabang dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hurford dan Hearsly menyatakan bahwa semantik merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji arti di dalam bahasa (Hurford dan Hearsly, 1983:1). Saat seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu kalimat. Untuk membuat kalimat yang baik sehingga tuturan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu kalimat. Untuk membuat kalimat yang baik sehingga tuturan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan kata yang tepat di dalam sebuah tuturan diperlukan guna terciptanya saling kesepahaman diantara penutur seperti yang diungkapkan oleh Leech, (2003: 16),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk,

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mempelajari bahasa Inggris terutama yang berkenaan dengan makna yang terkandung dalam setiap unsur suatu bahasa, semantik merupakan ilmu yang menjadi pengukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial perlu untuk berinteraksi untuk bisa hidup berdampingan dan saling membantu. Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berinteraksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam

I. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi dalam hierarki gramatikal yaitu wacana, pemahaman mengenai wacana tidak bisa ditinggalkan oleh siapa saja terutama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wijana di dalam bukunya Pengantar Semantik Bahasa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Wijana di dalam bukunya Pengantar Semantik Bahasa Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wijana di dalam bukunya Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (2010:27-28) mengemukakan bahwa secara semantis kata tidak hanya memiliki makna untuk kata itu sendiri,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan & Jenis Penelitian Eriyanto (2001) menyatakan bahwa analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis isi selain analisis isi kuantitatif yang dominan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, konvensional, dan memiliki makna. Sifat dinamis itu muncul karena manusia sebagai

Lebih terperinci

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Kumairoh Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Dipnegoro Abstrak Bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh masyarakat dalam

Lebih terperinci

AMBIGUITAS DALAM PSIKOLINGUISTIK

AMBIGUITAS DALAM PSIKOLINGUISTIK AMBIGUITAS DALAM PSIKOLINGUISTIK MAKALAH Dipresentasikan di Program Pascasarjana BKU Linguistik Januari 2008 Oleh Tri Yulianty K. NIP 132310586 FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2008 Abstrak

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Afasia broca adalah gangguan pengutaraan atau gangguan produksi berbahasa yang ada hubungannya dengan komunikasi. Gangguan berbahasa ini terjadi, umumnya pada orang

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Permasalahan penggunaan bahasa dalam masyarakat seakan terus bermunculan. Dalam mengatasi hal tersebut, keterlibatan disiplin ilmu mutlak diperlukan.

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Linguistik merupakan ilmu bahasa yang di perlukan sebagai dasar untuk meneliti

Bab 1. Pendahuluan. Linguistik merupakan ilmu bahasa yang di perlukan sebagai dasar untuk meneliti Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Linguistik merupakan ilmu bahasa yang di perlukan sebagai dasar untuk meneliti suatu bahasa. Ilmu linguistik terdapat dalam semua bahasa. Dalam The New Oxford Dictionary

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah penelitian yang

Lebih terperinci

BAGAIMANA MANUSIA MEMAHAMI UJARAN

BAGAIMANA MANUSIA MEMAHAMI UJARAN BAGAIMANA MANUSIA MEMAHAMI UJARAN Oleh: Jatmika Nurhadi (060801) Dadang Baharudin Yusup (060525) DAFTAR ISI 1. STRUKTUR BATIN DAN STRUKTUR LAHIR 2. PROPOSISI 3. KONSTITUEN SEBAGAI REALITA PSIKOLOGIS 4.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe Penelitian ini adalah kualitatif eksploratif, yakni penelitian yang menggali makna-makna yang diartikulasikan dalam teks visual berupa film serial drama

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Kridalaksana,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Kridalaksana, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci