BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah metafora sudah muncul dari hasil interpretasi terhadap Kejadian di

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah metafora sudah muncul dari hasil interpretasi terhadap Kejadian di"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori-Teori yang Relevan Teori Metafora Klasik Istilah metafora sudah muncul dari hasil interpretasi terhadap Kejadian di Injil ketika Adam dan Eva memakan buah terlarang (Kövecses, Palmer, dan Dirven, 2003: 134). Peristiwa ini disebut metafora untuk memperoleh kesadaran. Secara teoretis konsep metafora diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles dalam bukunya Poetika (Verspoor, 1993: 8). Pandangan Aristoteles merupakan pandangan klasik tentang metafora. Pandangan klasik adalah pandangan pertama mengenai metafora. Dalam pandangan klasik, metafora dipahami sebagai sejenis tambahan dekoratif pada bahasa sederhana, yaitu alat retorika untuk memperoleh pengaruh tertentu (Saeed, 1997: 303). Metafora bukan bagian dari bahasa sehari-hari, melainkan bagian dari bahasa puitis atau kesusastraan. Pendengar atau pembaca harus menafsirkan maksud pembicara. Versi ancangan ini diadopsi pada teori bahasa harfiah. Metafora menjadi titik tolak bahasa harfiah, yang dideteksi oleh pendengar sebagai suatu anomali, yang kemudian menggunakan beberapa strategi berbahasa untuk membangun makna yang dimaksudkan oleh pembicara. Menurut Verspoor (1993: 8 9), metafora dalam pandangan Aristoteles memiliki kekuatan dalam menekankan persamaan yang halus tetapi eksplisit di antara dua hal yang umumnya tidak berkaitan. Seperti pada puisi, metafora yang baik mengimplikasikan ciri-ciri persamaan intuitif dalam perbedaan. Aristoteles

2 menganggap bahwa metafora adalah simile eliptis; artinya, metafora dari bentuk X adalah Y dapat dialihkan secara langsung dengan simile dari bentuk X adalah seperti Y. Pandangan Aristoteles tentang metafora ini berbasis pada ciri objektif. Jadi, pengalihan metafora kepada simile mensyaratkan bahwa metafora dapat mengurangi daftar persamaan di antara objek-objek. Pandangan kedua tentang metafora dinamai pandangan romantis sebab berhubungan dengan pandangan romantis tentang imajinasi pada Abad ke-18 dan pada Abad ke-19 (Saeed, 1997: 303). Dalam pandangan romantis, metafora berintegrasi dengan bahasa dan pikiran sebagai suatu cara untuk memahami dunia. Dalam pandangan ini, metafora menjadi bukti tentang peran imajinasi dalam membangun konseptualisasi dan pernalaran. Tegasnya, dalam metafora ini tidak ditemukan perbedaan yang jelas antara bahasa harfiah dan bahasa figuratif. Berdasarkan pendapat di atas, sekarang telah diterima secara luas bahwa metafora tidak ditafsirkan sebagai simile (lihat Lakoff dan Johnson, 1980; Croft dan Cruse, 2004; Kövecses, 2006; dan Sandström, 2006). Metafora mencakup suatu pemetaan yang lebih kompleks antara ranah sumber dan ranah sasaran. Ahli psikologi dan ahli bahasa berasumsi bahwa metafora merupakan alat yang penting pada kognisi dan komunikasi sebab menawarkan cara-cara yang kurang akrab dalam mengonseptualisasikan sesuatu yang akrab dan, sebaliknya, cara-cara yang akrab dalam mengonseptualisasikan sesuatu yang kurang akrab. Dalam linguistik kognitif, metafora ialah keadaan dua-arah (two-way affair): dari metafora bahasa ke metafora konseptual, atau dari metafora konseptual ke metafora bahasa. Contohnya, ahli bahasa kognitif menggunakan kehadiran metafora yang berlimpah dan sistematis dalam bahasa sebagai dasar

3 untuk mendalilkan keberadaan metafora konseptual yang menerangkan peralihan dari bahasa ke pikiran Teori Metafora Konseptual Konsep metafora mulai berkembang sejak terbitnya buku Metaphor We Live By (1980) yang ditulis oleh George Lakoff bersama dengan koleganya, Mark Johnson. Buku ini berperan dalam menginspirasi pengembangan paradigma linguistik kognitif. Dalam buku ini diterangkan bahwa pemakaian bahasa metaforis dapat menjadi sama dengan pemakaian bahasa dalam pernalaran praktis. Ide keduanya diadopsi dan dielaborasi, antara lain, oleh Ronald W. Langacker, Charles J. Fillmore, Len Talmy, Gilles Fauconnier, dan Zlotan Kövecses. Lakoff dan Johnson (1980) dan para pengikutnya itu menunjukkan pentingnya metafora bahasa dalam menggambarkan aspek mentalitas manusia, cara manusia dalam memahami dan mengonseptualisasikan sesuatu (termasuk emosi). Salah satu prinsip dasar dalam linguistik kognitif ialah bahwa pemakaian bahasa dikuasai oleh suatu citra kompleks, gestalts, atau konfigurasi dan kognisi yang mendasari pemakaian bahasa metaforis dapat menjadi sama seperti pemakaian bahasa yang digunakan dalam pernalaran praktis (Palmer, 1996: 223). Dalam linguistik kognitif, pikiran dipahami bukan sebagai fenomena satuan (unitary phenomenon) (Kövecses, 2006: 5). Selain itu, kategori pikiran bukanlah gambaran dari kategori dunia, atau realitas objektif. Justru dunia diciptakan atau dibentuk oleh pikiran dengan cara-cara imajinatif. Hal ini meliputi proses kognitif sebagai kategorisasi yang berbasis pada prototipe, menata pengetahuan berbasis pada kerangka, dan memahami pengalaman melalui metafora (Kövecses, 2006:

4 9 11). Dengan kata lain, pikiran dalam linguistik kognitif pada pokoknya adalah harfiah dan figuratif. Perlu dicatat bahwa dalam linguistik kognitif terdapat tiga hipotesis dasar yang pada hakikatnya merupakan bentuk penolakan tokoh-tokoh linguistik kognitif terhadap ancangan sintaksis dan semantik yang berpengaruh kuat pada pada masa itu, yaitu tata bahasa generatif dan semantik keadaan-kebenaran. Ketiga hipotesis itu ialah (1) bahasa bukanlah piranti kognitif yang mandiri, (2) tata bahasa adalah konseptualisasi, dan (3) pengetahuan bahasa bersumber dari pemakaian bahasa (Croft dan Cruse, 2004: 1 4). Hipotesis pertama menerangkan bahwa representasi pengetahuan bahasa sejatinya adalah sama dengan representasi struktur konseptual lain, dan proses penggunaan pengetahuan itu tidak berbeda dengan kemampuan kognitif yang digunakan manusia di luar ranah bahasa. Pada hipotesis kedua, proses kognitif yang menguasai pemakaian bahasa, khususnya konstruksi dan komunikasi pada makna bahasa, pada prinsipnya adalah sama dengan kemampuan kognitif lainnya. Hipotesis yang ketiga menjelaskan bahwa kategori dan struktur dalam semantik, sintaksis, morfologi, dan fonologi dibentuk oleh kognisi manusia tentang ujaran khusus dalam kesempatan pemakaian yang khusus. Penelitian ini menggunakan teori Metafora Konseptual yang bersumber dari ancangan linguistik kognitif. Ciri penting dari teori ini ialah pemanfaatan aspek tertentu dari ranah sumber atau ranah sasaran yang berperan pada metafora. Artinya, jika disarankan bahwa metafora konseptual dapat dinyatakan dengan A ADALAH B, ini tidak berarti bahwa seluruh konsep A atau B tercakup yang dipilih hanyalah aspek tertentu. Lakoff dan Johnson (1980: 117) memberi ilustrasi

5 pada metafora hipotesis seperti CINTA sebagai PERJALANAN, WAKTU sebagai UANG, dan ALASAN sebagai PERANG. Pada metafora itu, fokus definisi ialah tingkat ranah pengalaman dasar seperti cinta, waktu, dan alasan. Pengalaman ini kemudian dikonseptualisasikan dan dibatasi dengan bertumpu pada ranah pengalaman dasar seperti perjalanan, uang, dan perang. Untuk memahami sebuah metafora, metafora itu hendaknya tidak dibaca secara harfiah, tetapi dibaca secara figuratif. Kalau dipahami secara harfiah, metafora dinilai melanggar norma interpretasi dan menghasilkan anomali semantis sebab sebuah kalimat harus relevan dengan konteks. Begitu metafora sudah dikenali akan tampak persamaan makna umum di antara kedua tipe makna ini, yaitu makna harfiah dan makna figuratif. Relasi metaforis dibentuk oleh pemetaan pada ranah sumber dan pada ranah sasaran. Makna yang baru, atau makna figuratif, pada ranah sumber dapat dipahami dengan baik karena makna ini dipetakan ke dalam ranah sasaran (makna harfiah). Singkatnya, peralihan sifat sasaran kepada sumber telah menciptakan perspektif baru pada sumber. Lebih jauh, metafora memiliki ciri kekovensionalan, kesistematisan, asimetri, dan abstraksi (Saeed, 1997: ; Sandström, 2006: 6 9). Ciri kekonvensionalan memunculkan isu kebaruan pada metafora. Ciri kesistematisan mengacu pada cara bahwa metafora tidak hanya menata butir perbandingan tunggal; ciri ranah sumber dan ranah sasaran bergabung sehingga sebuah metafora dapat diperluas, atau mempunyai logika internalnya sendiri. Ciri asimetri mengacu pada cara bahwa metafora bersifat langsung. Metafora tidak membuat perbandingan simetris antara dua konsep dalam menetapkan butir persamaan. Metafora memancing pendengar untuk mengalihkan ciri sumber kepada ciri

6 sasaran. Ciri abstraksi dikaitkan dengan asimetri. Metafora menggunakan sumber yang lebih konkret. Dalam penelitian ini, metafora cinta dianalisis dengan menggunakan skema-citra. Tanpa penggunaan skema-citra sukar bagi siapa pun untuk memahami pengalaman. Alasannya, karena pengalaman fisik manusia hadir dan bertindak pada dunia karena mencerap pengalaman, memindahkan tubuh, mengerahkan dan mengalami daya, dan lain-lain manusia membentuk struktur konseptual dasar yang digunakan untuk menata pikiran melintasi rentang ranah yang lebih abstrak. Johnson (1987), seperti dikutip oleh Saeed (1997: 308), mengusulkan skema-citra sebagai suatu level struktur kognitif yang lebih primitif yang mendasari metafora dan menyajikan hubungan sistematis antara pengalaman badani dan ranah kognitif yang lebih tinggi seperti bahasa. Sehubungan dengan hal itu, ada beberapa skema-citra perseptual yang diterapkan pada metafora cinta, yaitu skema WADAH, skema HUBUNGAN, skema DAYA, dan skema SUMBER-JALUR-TUJUAN (Kövecses, 2006: ). Sebagai contoh, skema WADAH memiliki elemen struktural interior, batas, dan eksterior. Logika dasar pada skema ini ialah bahwa segala sesuatunya berada di dalam atau berada di luar wadah. Lebih jauh, jika B ada pada A dan C ada pada B dapat disimpulkan bahwa C ada pada A. Misalnya, metafora KEADAAN sebagai WADAH, HUBUNGAN PERSONAL sebagai WADAH, dan BIDANG VISUAL sebagai WADAH. Elemen struktural pada skema HUBUNGAN mencakup dua entitas dan hubungan yang menyambungnya. Logika dasar skema ini meliputi keselarasan. Maksudnya, jika A dihubungkan dengan B, B dihubungkan dengan A atau jika A

7 dihubungkan dengan B, A dibatasi oleh B. Skema HUBUNGAN berguna sebagai ranah sumber pada beberapa metafora. Misalnya, pada HUBUNGAN sebagai SAMBUNGAN, kedua entitasnya dihubungkan dengan sambungan. Skema SUMBER-JALUR-TUJUAN memiliki elemen struktural sumber, jalur, tujuan, dan arah. Logika dasarnya ialah apabila seseorang pergi dari A ke B, dia harus melewati setiap titik persimpangan yang menghubungkan A dengan B. Metafora HIDUP sebagai PERJALANAN mengasumsikan skema SUMBER-JALUR-TUJUAN. Pemetaan dan submetafora pada metafora kompleks ini ialah MAKSUD sebagai TUJUAN. Peristiwa kompleks juga umumnya dipandang melibatkan keadaan awal (SUMBER), tahap tengahan (JALUR), dan tahap akhir (TUJUAN). Jelaslah bahwa skema-citra menyediakan pemahaman tentang dunia, baik secara harfiah maupun secara figuratif. Dasar untuk konstruksi metaforis ini terletak pada pengalaman dasar manusia yang membentuk skema citra dan menyajikan hubungan pengalaman badani dengan ranah kognitif yang lebih tinggi seperti bahasa (Saeed 2003: 353). Namun, dalam penggolongan makna kata adakalanya diperlukan lebih dari satu skema (Kövecses, 2006: 211). 2.2 Kajian Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan Pada bagian ini ditinjau secara ringkas hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Tinjauan ini bertujuan untuk (1) mengetahui model, arah, dan temuan yang telah dicapai dan (2) memanfaatkan hasil-hasil penelitian yang ada, baik metode, model, konsep, maupun teori.

8 Pertama, Siregar (2004), dalam penelitiannya yang berjudul Metafora Kekuasaan dan Metafora melalui Kekuasaan: Melacak Perubahan Kemasyarakatan melalui Perilaku Bahasa, membicarakan relasi kekuasaan dan metafora secara terperinci. Boleh dikatakan bahwa penelitiannya merupakan penelitian awal tentang metafora politik dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan teori Metafora Konseptual. Data penelitiannya secara umum adalah data tulis, tetapi korpusnya sangat kaya, luas, dan variatif. Siregar mengungkapkan kategorisasi metafora kekuasaan dalam bahasa Indonesia; misalnya, POLITIK sebagai CAIRAN, POLITIK sebagai API, POLITIK sebagai PERANG, dan sebagainya. Tak dapat dibantah bahwa penelitian Siregar berhasil memperlihatkan cara kerja teori Metafora Konseptual dalam menelaah fenomena kebahasaan. Model penelitiannya diadopsi dan dikembangkan dalam penelitian ini. Di samping itu, analisisnya yang sangat mendalam dan tuntas telah mengilhami penelitian yang dilakukan, khususnya dalam penetapan kategorisasi MCBA dan pemetaannya pada ranah sumber dan ranah sasaran. Kedua, Silalahi (2005), dalam artikelnya yang bertajuk Metafora dalam Bahasa Batak Toba, menyelidiki metafora KATA dalam bahasa Batak Toba. Korpus datanya berasal dari bahasa lisan yang digunakan oleh masyarakat yang tinggal di Kabupaten Tapanuli Utara dan di Kabupaten Toba Samosir. Sebagai acuan analisis, dia menerapkan teori semantik kognitif. Dalam penelitian ini, Silalahi berpendapat bahwa metafora KATA dalam bahasa Batak Toba terdiri atas delapan tipe semantis, yaitu (1) KATA sebagai BENDA, (2) KATA sebagai CAIRAN, (3) KATA sebagai HEWAN, (4) KATA

9 sebagai MAKANAN, (5) KATA sebagai MANUSIA, (6) KATA sebagai PERJALANAN, (7) KATA sebagai SENJATA, dan (8) KATA sebagai TUMBUHAN. Silalahi tidak menyinggung pemetaan metafora untuk menunjukkan korespondensi sistematis antara KATA dan berbagai acuannya dalam bahasa Batak Toba. Dia menggunakan teori semantik kognitif sehingga penelitiannya kurang relevan dengan penelitian MCBA mengingat perbedaan pada objek kajian. Kontribusi penelitiannya terletak pada model analisis dan konsep metafora dalam kerangka semantik kognitif. Hasil penelitiannya memperkaya wawasan dalam mengkaji metafora cinta dalam bahasa Angkola. Ketiga, Rajeg (2009), dalam artikelnya yang berjudul Cintanya Bertepuk Sebelah Tangan: Metaphoric and Metonymic Conceptualisation of LOVE in Indonesian, membicarakan konsep cinta dalam bahasa Indonesia. Untuk menganalisis konsep cinta, dia menggunakan teori Metafora Konseptual yang bersumber dari linguistik kognitif. Ada dua masalah yang menjadi fokus pembahasannya, yakni (1) tipe-tipe metafora dan metonimi konseptual yang membangun struktur konsep cinta dalam bahasa Indonesia dan (2) kaitan metafora dan metonimi pada konsep cinta. Pada bagian hasil penelitian dikemukakan bahwa tipe-tipe metafora konseptual yang menandai cinta adalah sebagai berikut: CINTA ADALAH CAIRAN (PANAS) PADA SUATU WADAH; CINTA ADALAH KESATUAN BAGIAN; CINTA ADALAH IKATAN; CINTA ADALAH API; CINTA ADALAH KEGILAAN; CINTA ADALAH MABUK; CINTA ADALAH KEKUATAN (ALAM dan FISIK);

10 CINTA ADALAH ATASAN SOSIAL; CINTA ADALAH LAWAN; CINTA ADALAH PERJALANAN; OBJEK CINTA ADALAH DEWA/DEWI; OBJEK CINTA ADALAH KEPEMILIKAN, RASIONAL ADALAH (KE) ATAS, EMOSIONAL ADALAH (KE) BAWAH; SADAR ADALAH (KE) ATAS, TIDAK SADAR ADALAH (KE) BAWAH. Rajeg juga mengusulkan bahwa metonimi konseptual untuk konsep emosi umumnya terdiri atas tipe dasar, yaitu (1) PENYEBAB EMOSI BAGI EMOSI dan (2) DAMPAK EMOSI BAGI EMOSI. Dari kedua tipe dasar ini, yang paling umum ialah DAMPAK EMOSI BAGI EMOSI. Tipe metonimi ini kemudian dibedakannya atas dua jenis respon, yaitu (1) respon fisiologis (misalnya, MUKA MEMERAH BERARTI CINTA) dan (2) respon tindakan/tingkah laku (misalnya, KEDEKATAN SECARA FISIK BERARTI CINTA). Penelitian Rajeg sangat menarik dan memberi inspirasi. Meskipun banyak datanya kurang alamiah sebab umumnya bersumber dari data tulis, Rajeg menganalisis tipe-tipe metafora cinta secara mendalam. Namun, dia tidak membicarakan pemetaan metafora cinta pada ranah sumber dan ranah sasaran. Akibatnya, tipe-tipe metafora cinta yang diusulkannya kurang didukung oleh bukti-bukti teoretis yang memadai. Sebagai suatu kajian awal tentang metafora cinta dalam bahasa Indonesia, tipe-tipe metaforanya dapat dijadikan sebagai titik tolak untuk menganalisis metafora cinta dalam bahasa Angkola. Keempat, Mulyadi (2010a), dalam artikelnya yang berjudul Metafora Emosi dalam Bahasa Indonesia, membahas dua masalah pokok, yaitu (1) tipetipe metafora emosi dalam bahasa Indonesia yang dihasilkan dari operasi verba

11 gerakan dan (2) pemetaan elemen EMOSI dan elemen GERAKAN. Kedua masalah itu kemudian dianalisisnya dengan menggunakan teori Metafora Konseptual. Sebagian besar datanya diperoleh dari surat kabar dan majalah. Dalam penelitiannya, Mulyadi menyimpulkan bahwa konseptualisasi emosi dalam bahasa Indonesia pada dasarnya bersumber dari sembilan citra metaforis, yaitu CAIRAN, BENDA, LAWAN, BINATANG BUAS, MUSUH TERSEMBUNYI, BEBAN, TEMPAT, DAYA ALAMI, dan DAYA FISIK. Pemetaan ranah-ranah pengalaman gerakan dan emosi pada metafora emosi ditata atas dua skema dasar, yaitu skema WADAH dan skema RUANG. Dalam pemetaan itu, persesuaian yang sistematis antara ranah sumber dan ranah sasaran melibatkan gagasan daya dan gagasan kendali. Penelitian Mulyadi menggunakan korpus data yang terbatas. Mungkin karena luasnya cakupan metafora emosi, ia membatasi kajiannya pada verba gerakan dan hanya mengacu pada lima jenis emosi dasar, yaitu gembira, sedih, marah, takut, dan malu. Implikasinya ialah bahwa generalisasi yang dihasilkannya tentang metafora emosi bahasa Indonesia masih bersifat tentatif. Meskipun demikian, tipe-tipe metafora emosi dan pemetaan metafora emosi yang menjadi objek penelitiannya sejalan dengan penelitian yang dilakukan. Oleh karena itu, model dan metode analisisnya bermanfaat dalam penelitian ini. Kelima, penelitian Nurismilida (2010) yang berjudul Metafora Bahasa Minangkabau Dialek Pariaman di Kelurahan Banjai Kecamatan Medan Denai Kota Medan pada pokoknya menelaah bentuk, fungsi, dan makna metafora dalam bahasa Minangkabau Dialek Pariaman di Kelurahan Banjai, Kecamatan Medan Denai. Dalam penelitian ini, beberapa konsep semantik struktural digunakannya

12 secara eklektik untuk menganalisis masalah penelitian. Data penelitiannya bersumber dari bahasa lisan. Kajian Nurismilida memiliki perbedaan yang mendasar dengan penelitian yang dilakukan. Konsep metafora dalam penelitian Nurismilida tidak bertalian sama sekali dengan konsep metafora dalam penelitian ini. Penelitian Nurismilida bertolak dari metafora struktural atau metafora klasik, dan bukan dari metafora konseptual sebagaimana yang dianut dalam linguistik kognitif. Sekalipun demikian, uraiannya tentang metafora struktural bermanfaat untuk menjelaskan perkembangan metafora, khususnya pada fase klasik.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA (2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru tentang kategorisasi dan pemetaan metafora konseptual kata penyakit dalam bahasa Indonesia. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Metafora berperan penting dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Metafora berperan penting dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metafora berperan penting dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Untuk menarik perhatian pembaca, judul-judul berita pada surat kabar, tabloid, atau majalah sering dinyatakan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kejadian, komponen semantis, kategorisasi, dan makna.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kejadian, komponen semantis, kategorisasi, dan makna. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba kejadian, komponen semantis, kategorisasi, dan makna. Verba kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara tanda - tanda linguistik atau tanda-tanda lingual dengan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara tanda - tanda linguistik atau tanda-tanda lingual dengan hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam linguistik terdapat kajian khusus mengenai makna yang dikenal dengan Semantik. Semantik adalah ilmu tentang makna. Para ahli bahasa memberikan pengertian semantik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak masih terpinggirkan dalam khazanah kesusastraan di Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang sastra anak. Hal

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dalam sebuah karya sastra, namun berkaitan dengan hal-hal yang dianggap sangat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dalam sebuah karya sastra, namun berkaitan dengan hal-hal yang dianggap sangat BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Metafora tidak terbatas menyangkut pada sebuah gaya bahasa yang terdapat dalam sebuah karya sastra, namun berkaitan dengan hal-hal yang dianggap sangat dekat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial perlu untuk berinteraksi untuk bisa hidup berdampingan dan saling membantu. Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. penggunaan gaya bahasa kiasan metafora yang disampaikan melalui ungkapanungkapan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. penggunaan gaya bahasa kiasan metafora yang disampaikan melalui ungkapanungkapan BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Dalam bahasa politik Nelson Mandela, penulis banyak menemukan penggunaan gaya bahasa kiasan metafora yang disampaikan melalui ungkapanungkapan metaforis linguistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Sudah berabad-abad yang lalu manusia menggunakan bahasa, baik bahasa tubuh, tulisan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Sudah berabad-abad yang lalu manusia menggunakan bahasa, baik bahasa tubuh, tulisan, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sudah berabad-abad yang lalu manusia menggunakan bahasa, baik bahasa tubuh, tulisan, maupun lisan. Bahasa sangat penting dalam perkembangan peradaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu diantaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian emosi telah dilakukan di banyak bahasa, baik dari bidang psikologi maupun linguistik. Penelitian tentang emosi dari bidang bahasa menarik, karena banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benar. Ini ditujukan agar pembaca dapat memahami dan menyerap isi tulisan

BAB I PENDAHULUAN. benar. Ini ditujukan agar pembaca dapat memahami dan menyerap isi tulisan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang lingkup pembelajaran bahasa Indonesia mencakup komponenkomponen kemampuan berbahasa Indonesia yang meliputi aspek berbicara, menyimak, menulis, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana

Lebih terperinci

MODEL GROUP MAPPING ACTIVITY (GMA) DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA

MODEL GROUP MAPPING ACTIVITY (GMA) DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA MODEL GROUP MAPPING ACTIVITY (GMA) DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA Rasional Pengajaran membaca dalam bahasa, termasuk dalam bahasa Sunda, kini telah berkembang. Namun khususnya dalam pengajaran membaca, hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterbitkan kurang begitu memperhatikan aspek gramatikal bahkan masih

BAB I PENDAHULUAN. diterbitkan kurang begitu memperhatikan aspek gramatikal bahkan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majalah merupakan salah satu sumber data yang dapat dijadikan sebagai bahan penelitian. Sudah sering sekali majalah dicari para peneliti untuk dikaji segi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh masyarakat umum dengan tujuan berkomunikasi. Dalam ilmu bahasa dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling utama dan vital untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling utama dan vital untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam berkomunikasi manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya, metafora muncul sebagai suatu gaya bahasa atau figure of

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya, metafora muncul sebagai suatu gaya bahasa atau figure of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awalnya, metafora muncul sebagai suatu gaya bahasa atau figure of speech yang membandingkan satu hal dengan istilah lain yang setara. Pada umumnya, metafora menggunakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008 31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian Burhan Bungin (2003:63) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif mengacu pada prosedur penelitian yang menghasilkan data secara

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang ampuh untuk mengadakan hubungan komunikasi dan melakukan kerja sama. Dalam kehidupan masyarakat, bahasa menjadi kebutuhan pokok

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia merupakan salah satu aset kebudayaan bagi bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia merupakan salah satu aset kebudayaan bagi bangsa 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan salah satu aset kebudayaan bagi bangsa Indonesia. Salah satu ragam bahasa di Indonesia adalah peribahasa. Berbicara mengenai peribahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu berinteraksi dengan lingkungan dengan selayaknya. meningkatkan dan mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

BAB I PENDAHULUAN. mampu berinteraksi dengan lingkungan dengan selayaknya. meningkatkan dan mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya pendidikan merupakan salah satu aspek utama bagi setiap insan manusia dalam meningkatkan mutu dan kualitas kehidupan di masa depan. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan yang pesat saat ini. Film juga telah memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat. Selain

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba AMBIL, komponen semantis, kategorisasi, makna, polisemi, dan sintaksis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang berbentuk lisan dan tulisan yang dipergunakan oleh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecamatan yang berbeda bisa ditemukan hal-hal yang menunjukkan bahasa itu

BAB I PENDAHULUAN. kecamatan yang berbeda bisa ditemukan hal-hal yang menunjukkan bahasa itu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu fonologi adalah suatu kajian bahasa dalam hal bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bunyi ujaran yang dimaksud adalah bentukan fonem-fonem yang

Lebih terperinci

22, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 dapat diungkapkan dengan makna sebagai representasi maksud emosional manusia yang tidak terbatas. Penggunaan bahas

22, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 dapat diungkapkan dengan makna sebagai representasi maksud emosional manusia yang tidak terbatas. Penggunaan bahas , Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 METAFORA PADA RUBRIK OPINI HARIAN KOMPAS Ananda Nurahmi Berkah Nastiti Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penggunaan metafora dalam rubrik opini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian 3.1.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013 BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini akan diuraikan, latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan lain. Manusia memiliki keinginan atau hasrat untuk memenuhi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari keseluruhan kajian mengenai pemikiran Kiai Ṣāliḥ tentang etika belajar pada bab-bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan penting, terutama mengenai konstruksi pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk mengikuti perkembangan zaman. Pembelajaran memiliki peran serta mendidik siswa agar menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. Ujaran-ujaran tersebut dalam bahasa lisan diproses melalui komponen fonologi, komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki acara adat yang berbeda-beda dalam upacara adat perkawinan, kematian dan memasuki rumah baru.dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini beranjak untuk memahami kontruksi nasionalisme dalam film,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini beranjak untuk memahami kontruksi nasionalisme dalam film, 35 BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe penelitian Penelitian ini beranjak untuk memahami kontruksi nasionalisme dalam film, menanggapi fenomena sosial tentang nasionalisme yang disinyalir mulai memudar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat

BAB I PENDAHULUAN. Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat bahasa Sunda. Dalam pandangan penulis, kelas verba merupakan elemen utama pembentuk keterkaitan

Lebih terperinci

KESALAHAN EJAAN DAN KETIDAKBAKUAN KATA PADA KARANGAN ARGUMENTASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 SUKOHARJO Tahun Pelajaran 2008/2009 SKRIPSI

KESALAHAN EJAAN DAN KETIDAKBAKUAN KATA PADA KARANGAN ARGUMENTASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 SUKOHARJO Tahun Pelajaran 2008/2009 SKRIPSI KESALAHAN EJAAN DAN KETIDAKBAKUAN KATA PADA KARANGAN ARGUMENTASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 SUKOHARJO Tahun Pelajaran 2008/2009 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mendapatkan Gelar S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat agar terjalin suatu kehidupan yang nyaman. komunitas selalu terlibat dalam pemakaian bahasa, baik dia bertindak

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat agar terjalin suatu kehidupan yang nyaman. komunitas selalu terlibat dalam pemakaian bahasa, baik dia bertindak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan proses interaksi manusia satu dengan yang lainnya. Komunikasi bertujuan memberikan informasi atau menyampaikan pesan kepada mitra tutur.

Lebih terperinci

2015 METAFORA DALAM TUTURAN KOMENTATOR INDONESIA SUPER LEAGUE MUSIM : KAJIAN SEMANTIK KOGNITIF

2015 METAFORA DALAM TUTURAN KOMENTATOR INDONESIA SUPER LEAGUE MUSIM : KAJIAN SEMANTIK KOGNITIF BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepak bola menjadi cabang olahraga yang sangat populer dan digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain pertandingannya yang menarik terdapat pula fenomena bahasa

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010 ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan. Seperti yang sering

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan. Seperti yang sering 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan. Seperti yang sering didengar dan diketahui fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Bahkan iklan memegang peran untuk menyampaikan pesan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Bahkan iklan memegang peran untuk menyampaikan pesan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iklan bukanlah sesuatu hal yang asing dalam kegiatan perekonomian Indonesia. Bahkan iklan memegang peran untuk menyampaikan pesan penjualan dan untuk mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Risma Dwi Saraswati, SISWA SEKOLAH DASAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Risma Dwi Saraswati, SISWA SEKOLAH DASAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menulis merupakan kegiatan kebahasaan yang memiliki peranan penting terhadap ilmu pengetahuan dalam mengantarkan suatu pemahaman ataupun gagasan-gagasan, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Batak Simalungun merupakan bahasa yang digunakan oleh suku Simalungun yang mendiami Kabupaten Simalungun. Bahasa Batak Simalungun merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II.

BAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II. BAB III ANALISIS Sesuai dengan permasalahan yang diangkat pada Tugas Akhir ini, maka dilakukan analisis pada beberapa hal sebagai berikut: 1. Analisis komunitas belajar. 2. Analisis penerapan prinsip psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut KBBI kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut KBBI kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan, yang 109 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut KBBI kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan, yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam

Lebih terperinci

Analisis metaforis..., Widya, FIB, UI, 2010.

Analisis metaforis..., Widya, FIB, UI, 2010. 119 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penggunaan bahasa adalah cerminan dinamika masyarakat penuturnya. Keunikan dan keapikan kemasan sebuah ujaran adalah cerminan keunikan sebuah budaya. Setiap budaya memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau lebih yang disebut masyarakat bilingual (dwibahasawan). Interferensi merupakan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam latar belakang ini, ada beberapa hal yang akan disampaikan penulis. hal tersebut terkait masalah yang diangkat. masalah atau isu yang diangkat tentunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tulisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. tulisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil karya manusia, baik lisan maupun tulisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki nilai estetika yang dominan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan konseptual dan intelektual anak-anak. Memahami proses. perkembangan kognitif anak-anak secara menyeluruh.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan konseptual dan intelektual anak-anak. Memahami proses. perkembangan kognitif anak-anak secara menyeluruh. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kemampuan linguistik terjadi di dalam konteks umum perkembangan konseptual dan intelektual anak-anak. Memahami proses pemerolehan bahasa itu akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana ialah satuan bahasa yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 2006: 49). Menurut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau 34 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

Lebih terperinci

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

Mata Kuliah Persepsi Bentuk Modul ke: Mata Kuliah Persepsi Bentuk Pertemuan 11 Fakultas FDSK Nina Maftukha, S.Pd., M.Sn Program Studi Desain Produk www.mercubuana.ac.id IDE Dalam dunia seni rupa umumnya dikenal ada dua struktur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana dalam Chaer, 2003:

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana dalam Chaer, 2003: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Pada umumnya seluruh kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan manusia lain. Proses interaksi tersebut terjadi karena adanya komunikasi antar anggota masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Representasi Matematis. solusi dari masalah yang sedang dihadapinya (NCTM, 2000).

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Representasi Matematis. solusi dari masalah yang sedang dihadapinya (NCTM, 2000). BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Representasi Matematis Representasi adalah suatu konfigurasi (bentuk atau susunan) yang dapat menggambarkan, mewakili atau melambangkan sesuatu dalam suatu cara (Goldin,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out Indonesia menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Metafora bagi sebagian besar orang merupakan sebuah sarana puitika dan

BAB I PENDAHULUAN. Metafora bagi sebagian besar orang merupakan sebuah sarana puitika dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Metafora bagi sebagian besar orang merupakan sebuah sarana puitika dan penghias retorika yang mempermasalahkan bentuk bahasa yang tidak biasa jika dibandingkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN. kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia secara formal mencakup pengetahuan kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi pembelajaran mengenai asal-usul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membicarakan secara langsung, menyampaikan lewat media-media elektronik,

BAB I PENDAHULUAN. membicarakan secara langsung, menyampaikan lewat media-media elektronik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Pada dasarnya setiap individu mempunyai pengalaman tentang suatu peristiwa. Pengalaman itu dapat berupa: kesenangan, kesedihan, keharuan, ketragiasan, dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Verba gerakan, seperti pindah, datang, dan berlari dapat ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. Verba gerakan, seperti pindah, datang, dan berlari dapat ditemukan pada BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Verba gerakan, seperti pindah, datang, dan berlari dapat ditemukan pada semua bahasa. Hal itu juga terdapat pada bahasa-bahasa daerah di Indonesia, termasuk bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang wajib

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang wajib BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang wajib dipenuhi bagi setiap insan. Mereka berusaha memenuhi kebutuhan tersebut dengan menghadiri sekolah atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, (i) verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32)

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Pada umumnya seluruh kegiatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma menurut Wimmer dan Dominick, yaitu seperangkat teori, prosedur, dan asumsi yang diyakini tentang bagaimana peneliti melihat dunia. 1 Sedangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bagian ini digambarkan bagan alur penelitian dalam bentuk diagram berikut

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bagian ini digambarkan bagan alur penelitian dalam bentuk diagram berikut A. Desaian Penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN Pada bagian ini digambarkan bagan alur penelitian dalam bentuk diagram berikut Tuturan Komentator Indonesia Super League Musim 2013-2014 Pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terus meninggi, ragam inovasi media terus bermunculan. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. yang terus meninggi, ragam inovasi media terus bermunculan. Berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, lalu lintas informasi berada pada tingkat kecepatan yang belum pernah dicapai sebelumnya. Demi memenuhi hasrat masyarakat akan informasi yang terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa tidak akan lepas dari dunia pembelajaran. Kita semua sebagai elemen di dalamnya memerlukan bahasa yang baik dan benar dalam proses pembelajaran. Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian alat komunikasi, baik komunikasi antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. sebagian alat komunikasi, baik komunikasi antara individu yang satu dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan unsur terpenting dalam kehidupan manusia, yaitu sebagian alat komunikasi, baik komunikasi antara individu yang satu dengan yang lain maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan penting dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan penting dalam interaksi manusia. Bahasa dapat digunakan manusia untuk menyampaikan ide, gagasan, keinginan, perasaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 52 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Menurut Creswell (2010: 4-5), metode ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan memaknai segala sesuatu yang

Lebih terperinci

SEMINAR PSIKOLOGI TERAPAN

SEMINAR PSIKOLOGI TERAPAN Modul ke: 14Fakultas Dr. PSIKOLOGI SEMINAR PSIKOLOGI TERAPAN BAB XIII Metode Penelitian KUALITATIF Antonius Dieben Robinson Manurung, MSi Program Studi PSIKOLOGI Menurut Banister, dkk (1994) penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan merupakan suatu kegiatan pengalihan makna atau pengungkapan

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan merupakan suatu kegiatan pengalihan makna atau pengungkapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penerjemahan merupakan suatu kegiatan pengalihan makna atau pengungkapan kembali isi suatu teks ke bahasa lain. Mengalihkan dan memindahkan makna serta memilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan siswa dalam membaca, merupakan salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan siswa dalam membaca, merupakan salah satu faktor yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan siswa dalam membaca, merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar dapat berjalan apabila siswa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Astri Rahmayanti, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Astri Rahmayanti, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap hari media massa dapat memberikan aneka sajian yang dapat dinikmati para pembaca setianya. Dalam satu edisi para pembaca mendapatkan berbagai informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan ide, maksud, pikiran, lain-lain. Sarana komunikasi tersebut. masyarakat dan bahasa tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan ide, maksud, pikiran, lain-lain. Sarana komunikasi tersebut. masyarakat dan bahasa tidak dapat dipisahkan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peristiwa komunikasi tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Komunikasi terjadi karena adanya sarana yang digunakan dalam mengungkapkan ide, maksud, pikiran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sosial masyarakat karena tanpa bahasa masyarakat akan sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sosial masyarakat karena tanpa bahasa masyarakat akan sulit untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial masyarakat karena tanpa bahasa masyarakat akan sulit untuk melanjutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana mengungkapkan ide, gagasan, pikiran realitas, dan sebagainya. dalam berkomunikasi. Penggunaan bahasa tulis dalam komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. sarana mengungkapkan ide, gagasan, pikiran realitas, dan sebagainya. dalam berkomunikasi. Penggunaan bahasa tulis dalam komunikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya tidak pernah terlepas dari komunikasi. Manusia memerlukan bahasa baik secara lisan maupun tertulis sebagai sarana mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

Mata Kuliah Persepsi Bentuk Modul ke: Mata Kuliah Persepsi Bentuk Pertemuan 11 Fakultas FDSK Ali Ramadhan S.Sn.,M.Ds Program Studi Desain Produk Grafis Dan Multimedia www.mercubuana.ac.id IDE Dalam dunia seni rupa umumnya dikenal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diucapkan dan tersampaikan oleh orang yang mendengarnya. Bahasa juga

BAB 1 PENDAHULUAN. diucapkan dan tersampaikan oleh orang yang mendengarnya. Bahasa juga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah kebutuhan utama bagi setiap individu karena dengan berbahasa kita dapat menyampaikan maksud yang ada di dalam pikiran untuk diucapkan dan tersampaikan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang

II. LANDASAN TEORI. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang II. LANDASAN TEORI 2.1 Pragmatik Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu salah satunya yaitu tentang pragmatik. Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keinginan dan sebagainya melalui bahasa, sehingga bahasa merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. keinginan dan sebagainya melalui bahasa, sehingga bahasa merupakan sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu melakukan komunikasi antar sesamanya. Setiap anggota masyarakat selalu terlibat dalam komunikasi, baik dia berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sejumlah verba yang bermakna dasar AMBIL

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sejumlah verba yang bermakna dasar AMBIL BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sejumlah verba yang bermakna dasar AMBIL artinya semua bahasa memiliki verba AMBIL yang membedakannya hanyalah bahasa dan maknanya. Misalnya,

Lebih terperinci

Konsep dan Model-Model Analisis Framing. Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom

Konsep dan Model-Model Analisis Framing. Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom Konsep dan Model-Model Analisis Framing Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom Konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penseleksian dan penyorotan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya dunia pendidikan, pengajaran Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya dunia pendidikan, pengajaran Bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya dunia pendidikan, pengajaran Bahasa Indonesia pun harus mengalami perkembangan, guru dituntut untuk lebih kreatif dalam menyajikan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Tesis ini menguraikan analisis ciri semantis, konstruksi gramatikal, makna

BAB VI PENUTUP. Tesis ini menguraikan analisis ciri semantis, konstruksi gramatikal, makna 190 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Tesis ini menguraikan analisis ciri semantis, konstruksi gramatikal, makna spasial dan makna perluasan, serta makna prototipe dan jejaring semantis verba LOOK. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci