BAB I PENDAHULUAN. Metafora berperan penting dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Untuk
|
|
- Hamdani Budiaman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metafora berperan penting dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Untuk menarik perhatian pembaca, judul-judul berita pada surat kabar, tabloid, atau majalah sering dinyatakan secara metaforis. Ekspresi metaforis biasanya juga mengisi percakapan di antara partisipan, baik dalam situasi formal maupun dalam situasi nonformal. Misalnya, ekspresi metaforis seperti membuang waktu, menang berdebat, menyerang KPK, atau mendidih darah terdengar begitu akrab dan lazim dalam bahasa Indonesia sehari-hari. Hal ini sejalan dengan pendapat Lakoff dan Johnson (1980: 3) yang mengatakan bahwa sistem konseptual manusia pada hakikatnya adalah metafora. Sejauh mana peran metafora dalam bahasa diterangkan dengan baik oleh Hai-Yun (2007: 34). Menurut Hai-Yun, ada tiga fungsi komunikatif dari metafora. Pertama, metafora memungkinkan penutur bahasa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan yang abstrak dan rumit apabila dia (merasa) terbatas dalam penggunaan bahasa harfiah. Kedua, metafora merupakan suatu cara komunikasi yang rapi sebab banyak informasi dapat disampaikan secara ringkas. Ketiga, metafora mampu memberikan gambaran yang lebih kaya, lebih hidup, dan lebih terperinci tentang pengalaman subjektif penutur bahasa daripada pengalaman tersebut diekspresikan secara harfiah (lihat juga Verspoor, 1993: 5; Croft dan Cruse, 2004: 193).
2 Metafora dalam kenyataannya merupakan suatu mekanisme yang lazim digunakan oleh penutur bahasa untuk mengungkapkan jenis-jenis peristiwa yang berbeda, khususnya peristiwa-peristiwa abstrak. Karena kelaziman itu, ekspresi metaforis dapat memengaruhi makna harfiah kata-kata (lihat Saeed, 1997: 16; Mercer, 2000: 79). Tidak terlalu mengherankan jika batas antara makna harfiah dan makna figuratif kadang-kadang sulit ditentukan dengan jelas. Lakoff dan Johnson (1980) mengemukakan bahwa tidak ada perbedaan prinsip antara pemakaian bahasa harfiah dan pemakaian bahasa metaforis. Menurut kedua pelopor linguistik kognitif itu, hal itu terjadi karena sebagian besar proses pikiran manusia adalah metaforis dan sistem konseptual manusia dibangun dan dibatasi secara metaforis (Lakoff dan Johnson, 1980: 6). Keadaan internal, khususnya keadaan emosional, sering dideskripsikan secara metaforis (Verspoor, 1993: 42; Sandström, 2006: 1; dan Rajeg, 2009: 4). Ekspresi metaforis untuk keadaan emosional didasari asumsi bahwa kualitas keadaan emosional sulit diungkapkan dan dipahami dengan baik jika hanya menggunakan bahasa harfiah. Apabila suatu keadaan emosional (misalnya, sedih) dapat dinamai dengan mudah, penutur bahasa pada umumnya terkendala dalam menyediakan deskripsi harfiah tentang kualitas pengalaman emosi tertentu, kecuali yang bersangkutan menggunakan ekspresi metaforis (misalnya, hancur hatinya). Hal ini mencerminkan kegunaan metafora untuk konsep-konsep abstrak. Sehubungan dengan hal itu, Hai-Yun (2007: 35) menjelaskan bahwa ada dua cara penutur bahasa dalam menyampaikan kualitas keadaan emosionalnya. Pertama, penutur menggunakan bahasa harfiah dalam mendeskripsikan suatu peristiwa yang dipicu oleh keadaan emosional tertentu dan dia berharap bahwa
3 petutur dapat menyimpulkan perasaannya dengan tepat. Pada kasus seperti ini, deskripsi harfiah tidak menggambarkan kualitas keadaan subjektif, tetapi menandai keadaan emosional yang diperolehnya. Kedua, penutur menggunakan metafora untuk mendeskripsikan kualitas keadaan emosionalnya. Pada cara yang kedua ini, deskripsi metaforis mengungkapkan upaya dalam menggolongkan kualitas keadaan subjektif. Lebih jauh, ada berbagai kategori metafora untuk menyatakan keadaan emosional. Penamaan metafora itu didasari tipe emosi dasar yang disandangnya. Salah satu di antara kategori metafora itu ialah metafora cinta; artinya, konsep cinta dinyatakan dengan bahasa metaforis atau bahasa figuratif. Rajeg (2009: 7) berpendapat bahwa cinta tergolong konsep emosi yang bermetafora tinggi sebab cinta selain dapat dianggap sebagai suatu hubungan, juga dianggap sebagai emosi. Apabila cinta dipahami sebagai sebuah konsep emosi universal dapat diartikan bahwa ekspresi metaforis untuk konsep cinta ditemukan pada bahasa-bahasa di dunia meskipun cara-cara yang digunakan penutur dalam mengonseptualisasikan emosi cinta itu berbeda-beda. Misalnya, dalam bahasa Inggris, konsep love memiliki lebih dari dua puluh ranah semantis yang berbeda yang dapat ditempatkan pada sumbernya, antara lain PERJALANAN, PERANG, API, dan PERMAINAN (Kövecses, 2006: ). Akibat perbedaan pada konseptualisasi tentang cinta, jumlah ranah cinta dalam bahasa Inggris tentunya berlainan dengan ranah cinta dalam bahasa-bahasa yang lain, termasuk dalam bahasa Angkola, yaitu bahasa yang umumnya dituturkan oleh masyarakat yang berdomisili di Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara.
4 Penelitian tentang metafora cinta dalam bahasa Angkola sangat penting untuk dilakukan. Sekurang-kurangnya, ada tiga alasan utamanya. Pertama, bahasa Angkola kaya akan ekspresi metaforis untuk menyatakan cinta. Perasaan cinta yang muncul di dalam diri seseorang didorong oleh suatu keinginan untuk selalu bersama atau keinginan untuk berada di dekat orang yang dicintai dan orang itu biasanya akan merasakan kerinduan yang mendalam apabila ditinggal pergi oleh pasangannya dalam jangka waktu yang lama. Bukti tentang kekayaan metafora cinta dalam bahasa Angkola (selanjutnya disingkat MCBA) tercermin dari faktor budayanya. Dalam masyarakat Angkola, konsep holong, yang dapat diterjemahkan sebagai cinta dan kasih sayang, merupakan sumber dari segala sumber masyarakat hukum adat (Lubis, 2006: 25). Konsep holong bertalian erat dengan konsep domu persatuan dan kesatuan. Lubis (2006: 25) mengemukakan bahwa konsep holong dan domu merupakan falsafah hidup yang bulat dan utuh dalam masyarakat Angkola, seperti terdapat pada ungkapan holong manjalahi domu ( kasih sayang akan menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan ) dan domu manjalahi holong ( rasa persatuan dan kesatuan akan menumbuhkan kasih sayang ). Bertolak dari kenyataan itu tidak berlebihan jika ditafsirkan bahwa konsep cinta merupakan ekspresi pengalaman dasar pada masyarakat Angkola. Karena metafora merupakan konseptualisasi pengalaman manusia yang bersumber dari bahasa alami, jenis penelitian ini tentu dapat menyingkap konsepsi dan persepsi penutur bahasa Angkola tentang realitas sosialnya, terutama dalam penggolongan emosi cinta. Contohnya, perhatikan konsep cinta pada ekspresi metaforis dalam bahasa Angkola. Dengan metafora, peristiwa cinta pada kalimat (1) dan (2) terlihat lebih
5 jelas. Pada kalimat (1), ekspresi cinta diungkapkan secara langsung dengan kata holong kasih sayang. Sebaliknya, pada kalimat (2) makna cinta dibentuk secara tidak langsung melalui kombinasi antara kata parrasuan hubungan dan kata bondul makkalang aral melintang. Interpretasi yang diperoleh dari penjelasan ini ialah bahwa kalimat (1) pada dasarnya bersumber dari ekspresi CINTA sebagai KESATUAN (yang ditandai oleh penggunaan kata padomu merajut ), sedangkan kalimat (2) mengekspresikan CINTA sebagai PERJALANAN (yang ditandai oleh penggunaan kata bondul makkalang). (1) Hami sannari giot padomu holong. 1Jm sekarang mau AKT.rajut sayang Kami sedang merajut cinta. (2) Parrosuan on adong bondul makkalang. hubungan PART ada aral melintang Hubungan ini mendapat rintangan. Pemahaman terhadap kategori cinta pada kedua contoh di atas didasari pertimbangan bahwa relasi metaforis sejatinya dibentuk oleh pemetaan pada ranah sumber dan ranah sasaran. Esensi metafora adalah pemahaman terhadap satu ranah pengalaman, yaitu ranah sasaran, berdasarkan ranah pengalaman lain, yaitu ranah sumber (lihat Lakoff dan Johnson, 1980: 117; Verspoor, 1993: 10 11; dan Palmer, 1996: 224). Pemahaman itu didasarkan pada seluruh ranah pengalaman, dan tidak didasarkan pada konsep-konsep yang terpisah. Dalam pengertian lain, sebuah makna baru tercipta pada ranah sumber dan makna itu kemudian dipetakan ke dalam ranah sasaran. Pemahaman terhadap makna (baru) itu dapat dicapai melalui satu penafsiran dengan memahami seluruh kalimat atau, dalam kerangka
6 linguistik kognitif, dengan menemukan persamaan makna umum yang terdapat di antara ranah sumber dan ranah sasaran. Alasan yang kedua ialah bahwa penelitian tentang MCBA mempunyai nilai signifikansi yang tinggi. Alasan ini mengacu pada fakta bahwa makna cinta pada ekspresi metaforis tidak selalu mudah untuk ditafsirkan. Sebagai sebuah konsep emosi, ciri-ciri semantis yang termuat pada konsep cinta kadang-kadang bertumpang-tindih dengan ciri-ciri semantis pada konsep emosi lain (misalnya, gembira). Hal ini tampak dengan jelas pada contoh-contoh berikut. (3) Matania bolnang. 3Tg. terbelalak Matanya berbinar. (4) Mukonia jeges. muka 3.Tg. cantik Wajahnya berseri-seri. (5) Parmikimnia manarik. senyum 3Tg. AKT.tarik Senyumnya sumringah. Metafora pada kalimat (3) (5) di atas mencerminkan salah satu dari dua keadaan emosional, yakni cinta atau gembira. Tanpa pelibatan konteks, contohcontoh itu cenderung ditafsirkan sebagai metafora gembira. Hal ini menunjukkan bahwa MCBA mengandung potensi ketaksaan yang tinggi dengan kategori metafora emosi yang lain sehingga tingkat analisisnya dianggap lebih rumit. Agar diperoleh interpretasi yang tepat perlu disediakan bukti-bukti pendukung tentang fenomena seperti itu.
7 Perlu dikemukakan bahwa metafora cinta juga memiliki batas yang kabur dengan metafora nafsu, seperti terlihat pada ekspresi Nafsunia kuat Nafsunya meluap-luap atau dengan metafora takut, seperti pada ekspresi Tarottoknia dotukdotuk Jantungnya berdebar-debar. Kesulitan lain ditemukan pada metafora sedih, khususnya dalam pemuatan citra hati, seperti tampak pada kalimat Dohotnia mangaciti ate-atekku Dia menghancurkan hatiku. Interpretasi terhadap kategori emosi yang kabur seperti ini mensyaratkan penggunaan berbagai konteks yang tepat. Apabila tidak, interpretasi atas ekspresi metaforis itu menjadi kurang tepat dan kurang berterima dalam bahasa Angkola. Alasan yang ketiga ialah bahwa penelitian ini, sejauh yang diketahui, belum pernah dikerjakan, lebih-lebih penelitian yang berbasis pada ancangan linguistik kognitif. Perhatian dan minat dari para ahli semantik untuk meneliti metafora emosi baru muncul akhir-akhir ini (lihat Rajeg, 2009; Mulyadi, 2010a, b). Penelitian yang ada umumnya mengandalkan korpus yang terbatas sehingga belum dapat merumuskan generalisasi yang valid tentang metafora emosi. Terkait dengan hal ini, benar bahwa Siregar (2004) telah mengkaji metafora politik dalam bahasa Indonesia secara mendalam, tetapi hasil penelitiannya berbeda dengan masalah yang dibicarakan dalam penelitian ini. Penelitian semantik pada bahasa-bahasa daerah mencakup aspek-aspek semantis yang umum, seperti tipe-tipe makna, sinonim, antonim, ketaksaan makna, dan lain-lain (Silalahi, 2005: 96). Analisis metafora pada bahasa-bahasa daerah, antara lain, dikerjakan oleh Silalahi (2005) dan Nurismilida (2010). Akan tetapi, kedua jenis penelitian itu berbeda dengan penelitian MCBA walaupun ada kontribusinya pada tingkatan tertentu (lihat Bab II). Dengan korpus data yang luas,
8 jelaslah bahwa penelitian ini dimungkinkan untuk menghasilkan suatu generalisasi yang valid tentang kategori semantis MCBA dan pemetaan konseptual pada kedua ranahnya. 1.2 Perumusan Masalah Penelitian ini pada dasarnya membahas relasi cinta (sebuah konsep abstrak) dengan berbagai peristiwa konkret seperti perjalanan, benda, cairan, api, perang, atau binatang buas yang ditemukan dalam bahasa Angkola. Relasi semantis antara konsep konkret dan konsep abstrak itu meliputi dua subjek penelitian yang menarik untuk diuji. Masalah penelitian ini dirumuskan secara ringkas sebagai berikut: (1) Bagaimanakah kategorisasi semantis dari metafora cinta yang terdapat dalam bahasa Angkola? (2) Bagaimanakah pemetaan konseptual metafora cinta pada ranah sumber dan ranah sasaran dalam bahasa Angkola? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) mendeskripsikan pola-pola berbahasa penutur bahasa Angkola, khususnya ekspresi yang terkait dengan metafora cinta; (2) menjelaskan konsepsi dan persepsi penutur bahasa Angkola tentang ekspresi cinta secara metaforis.
9 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini tentu bertalian dengan masalah penelitian. Sejalan dengan masalah penelitian, penelitian ini bertujuan sebagai berikut: (1) mendeskripsikan kategorisasi metafora cinta dalam bahasa Angkola; (2) menerangkan pemetaan ranah sumber dan ranah sasaran pada metafora cinta dalam bahasa Angkola. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat Teoretis Manfaat teoretis penelitian ini ialah: (1) menjadi salah satu model acuan yang dapat diadopsi untuk melakukan penelitian metafora emosi (khususnya metafora cinta) yang berbasis pada ancangan linguistik kognitif, (2) memperkaya dan memperluas wawasan para mahasiswa yang menekuni bidang semantik tentang kajian metafora cinta dalam perspektif linguistik kognitif Manfaat Praktis Manfaat praktis dari hasil penelitian ini ialah: (1) menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi para pejabat daerah dalam merancang program pembangunan, terutama di Kecamatan Padang Bolak;
10 (2) menumbuhkan pemahaman penutur bahasa-bahasa daerah lain tentang karakteristik budaya Angkola. 1.5 Definisi Istilah Dalam penelitian ini terdapat sejumlah istilah yang perlu dibatasi dengan ketat untuk menghindari terjadinya salah tafsir. Istilah-istilah yang dimaksud meliputi cinta, metafora, metonimi, kategori, dan skema-citra. Berikut ini dijelaskan pengertian dari istilah-istilah tersebut. Istilah cinta mengacu pada jenis emosi yang dipicu oleh pikiran tentang keinginan melakukan hal-hal yang baik kepada orang lain (Wierzbicka, 1999: 53). Emosi cinta melibatkan dua jenis partisipan, yaitu orang yang merasakan cinta (pecinta) dan orang yang menjadi sasaran, penyebab, atau objek cinta (Tissari, 2006: 136). Di sini cinta yang diekspresikan menyangkut dua jenis hubungan, yaitu hubungan romantis dan hubungan keluarga. Selanjutnya, metafora ialah mekanisme kognitif dalam memahami satu ranah pengalaman berdasarkan struktur konseptual dari ranah pengalaman lain yang bertalian secara sistematis (Lakoff dan Johnson, 1980: 117; Verspoor, 1993: 10; dan Kövecses, 2006: 130). Kedua ranah ini disebut ranah sumber dan ranah sasaran. Ranah sumber ialah jenis ranah yang lebih konkret, sedangkan ranah sasaran adalah jenis ranah yang lebih abstrak (Kövecses, 2006: 117). Istilah metafora bertalian dengan istilah metonimi, yaitu sebuah proses kognitif tempat elemen konseptual atau entitas (benda, peristiwa, sifat), sumber, menyediakan akses mental kepada entitas konseptual yang lain (benda, peristiwa, sifat), sasaran, dalam kerangka, ranah, atau model kognitif ideal yang sama
11 (Kövecses, 2006: 99; Lakoff dan Johnson, 1980: 36; dan Palmer, 1996: ). Berbeda dengan metafora yang fungsi utamanya adalah pemahaman, metonimi berfungsi referensial; artinya, metonimi memungkinkan penggunaan satu entitas untuk mengacu pada entitas lain. Perbedaan yang lain ialah bahwa jika metafora dipetakan melintasi ranah konseptual, pemetaan pada metonimi terjadi pada satu ranah tunggal (Saeed, 2003: 352). Istilah berikutnya ialah kategori yang dibatasi oleh Lakoff (1987: 17) sebagai kumpulan ciri umum dari anggota kategori sehingga tidak ada anggota yang lebih utama dari anggota lainnya. Pada bagian yang lain, Lakoff (1987: 6) berpendapat bahwa kategori adalah suatu wadah abstrak, dan benda-benda terletak di dalam atau di luar kategori. Benda-benda dianggap sebagai kategori yang sama jika dan hanya jika memiliki ciri-ciri tertentu secara umum. Ciri-ciri yang umum itu digunakan untuk membatasi kategori. Istilah terakhir yang digunakan dalam penelitian ini ialah skema-citra, yaitu pola-pola dinamis yang berulang dari interaksi perseptual kita dan program mekanis yang menyatu dengan pengalaman kita (Johnson, 1987: xix dalam Kövecses, 2006: 207). Dalam kaitan dengan definisi skema-citra, Kövecses (2006: ) menegaskan bahwa skema citra mempunyai dua ciri semantis yang penting: pertama, skema-citra pada dasarnya adalah imajistik dan tidak proposisional dan kedua, skema-citra sangat skematik, atau abstrak.
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
(2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru tentang kategorisasi dan pemetaan metafora konseptual kata penyakit dalam bahasa Indonesia. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah metafora sudah muncul dari hasil interpretasi terhadap Kejadian di
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori-Teori yang Relevan 2.1.1 Teori Metafora Klasik Istilah metafora sudah muncul dari hasil interpretasi terhadap Kejadian di Injil ketika Adam dan Eva memakan buah terlarang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dalam sebuah karya sastra, namun berkaitan dengan hal-hal yang dianggap sangat
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Metafora tidak terbatas menyangkut pada sebuah gaya bahasa yang terdapat dalam sebuah karya sastra, namun berkaitan dengan hal-hal yang dianggap sangat dekat dengan
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kejadian, komponen semantis, kategorisasi, dan makna.
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba kejadian, komponen semantis, kategorisasi, dan makna. Verba kejadian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian emosi telah dilakukan di banyak bahasa, baik dari bidang psikologi maupun linguistik. Penelitian tentang emosi dari bidang bahasa menarik, karena banyak
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
52 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Menurut Creswell (2010: 4-5), metode ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan memaknai segala sesuatu yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam teori semantik, atau dengan perkataan lain, membahas segala aspek makna
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pragmatik adalah telaah mengenai segala aspek makna yang tidak tercakup dalam teori semantik, atau dengan perkataan lain, membahas segala aspek makna ucapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Verba gerakan, seperti pindah, datang, dan berlari dapat ditemukan pada
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Verba gerakan, seperti pindah, datang, dan berlari dapat ditemukan pada semua bahasa. Hal itu juga terdapat pada bahasa-bahasa daerah di Indonesia, termasuk bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diterbitkan kurang begitu memperhatikan aspek gramatikal bahkan masih
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majalah merupakan salah satu sumber data yang dapat dijadikan sebagai bahan penelitian. Sudah sering sekali majalah dicari para peneliti untuk dikaji segi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi, manusia dapat memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial perlu untuk berinteraksi untuk bisa hidup berdampingan dan saling membantu. Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berinteraksi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan, diperlukan suatu metode
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan, diperlukan suatu metode agar mendapatkan hasil yang diinginkan. Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013
BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini akan diuraikan, latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.
Lebih terperinciERIZA MUTAQIN A
IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA BAHASA IKLAN PRODUK (STUDI KASUS DI RADIO GSM FM) SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif,
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan analisis wacana kritis. Pendekatan analisis wacana kritis
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. atau persamaan; misal kaki gunung, kaki meja, berdasarkan kias pada kaki manusia (Harimurti, 2008: 152).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai sistem komunikasi merupakan alat untuk mengekspresikan pikiran kita, perasaan kita, dan pendapat kita. Tentunya ketika berbicara kepada seseorang tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana ialah satuan bahasa yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 2006: 49). Menurut
Lebih terperinci22, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 dapat diungkapkan dengan makna sebagai representasi maksud emosional manusia yang tidak terbatas. Penggunaan bahas
, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 METAFORA PADA RUBRIK OPINI HARIAN KOMPAS Ananda Nurahmi Berkah Nastiti Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penggunaan metafora dalam rubrik opini
Lebih terperinci2015 METAFORA DALAM TUTURAN KOMENTATOR INDONESIA SUPER LEAGUE MUSIM : KAJIAN SEMANTIK KOGNITIF
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepak bola menjadi cabang olahraga yang sangat populer dan digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain pertandingannya yang menarik terdapat pula fenomena bahasa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia secara formal mencakup pengetahuan kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi pembelajaran mengenai asal-usul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh masyarakat umum dengan tujuan berkomunikasi. Dalam ilmu bahasa dikenal dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian secara umum, bahasa merupakan suatu bentuk alat komunikasi manusia yang berupa lambang bunyi melalui alat ucap yang dikeluarkannya akan memunculkan sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbentuknya pembagian bahasa di dunia yang memiliki ciri-ciri yang unik yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup sendiri melainkan selalu berinteraksi dan berkomunikasi dengan makhluk sosial lainnya, untuk keperluan
Lebih terperinci2015 FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, masalah penelitian yang meliputi pengidentifikasian masalahah, pembatasan masalah, dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian,
BAB I PENDAHULUAN Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian, batasan masalah, dan rumusan masalah. Selanjutnya, dipaparkan pula tujuan dan manfaat penelitian. Pada bagian berikutnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu hasil budaya manusia yang bernilai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu hasil budaya manusia yang bernilai sangat tinggi. Hal ini terlihat dari manfaat bahasa yang dapat digunakan manusia untuk berkomunikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari kegiatan berpikir. Berpikir mencangkup banyak aktivitas seseorang (kowiyah, 2012:175), seperti saat kita berpikir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan pembangunan dan peningkatan sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia dapat dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak. Kehilangan pendengaran yang ringan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, konvensional, dan memiliki makna. Sifat dinamis itu muncul karena manusia sebagai
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Pada umumnya seluruh kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahasa oleh berbagai media, baik itu media cetak maupun media non-cetak.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Banyak hal yang dapat dikaji dalam masyarakat, antara lain pemakaian bahasa oleh berbagai media, baik itu media cetak maupun media non-cetak. Media cetak yang banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu masalah diantaranya: pertama; pandangan dari objek yang utama, kedua;
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian metafora merupakan analogi atau perbandingan suatu yang memiliki kemiripan dengan sesuatu yang lainya. Sebagai contoh sifat manusia yang dianalogikan atau diperbandingkan
Lebih terperinci1. Kita harus melaporkan kejadian itu besok, tetapi mereka sekarang tidak berada di sini.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Deiksis sebagai salah satu kajian pragmatik yang pemaknaan suatu bahasa harus disesuaikan dengan konteksnya. Pemakaian bahasa yang tidak teratur dan tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendapat dari seorang penutur kepada mitra tutur. mengemukakan pendapat, yang perlu diperhatikan bukan hanya kebahasaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memperlakukan bahasa sebagai alat komunikasi. Keinginan dan kemauan seseorang dapat dimengerti dan diketahui oleh orang lain melalui bahasa dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya, metafora muncul sebagai suatu gaya bahasa atau figure of
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awalnya, metafora muncul sebagai suatu gaya bahasa atau figure of speech yang membandingkan satu hal dengan istilah lain yang setara. Pada umumnya, metafora menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. benar. Ini ditujukan agar pembaca dapat memahami dan menyerap isi tulisan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang lingkup pembelajaran bahasa Indonesia mencakup komponenkomponen kemampuan berbahasa Indonesia yang meliputi aspek berbicara, menyimak, menulis, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan produk dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan. wacana. Tindak tutur dapat pula disebut tindak ujar.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak tutur terdapat dalam komunikasi bahasa. Tindak tutur merupakan produk dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. penggunaan gaya bahasa kiasan metafora yang disampaikan melalui ungkapanungkapan
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Dalam bahasa politik Nelson Mandela, penulis banyak menemukan penggunaan gaya bahasa kiasan metafora yang disampaikan melalui ungkapanungkapan metaforis linguistik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia dilahirkan di dalam dunia sosial yang harus bergaul dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia dilahirkan di dalam dunia sosial yang harus bergaul dengan manusia lain di sekitarnya. Sejak awal hidupnya dia sudah bergaul dengan lingkungan sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan keterampilan menulis dan hasil dari produk menulis itu.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterampilan menulis dapat kita klasifikasikan berdasarkan dua sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang tersebut adalah kegiatan atau aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam latar belakang ini, ada beberapa hal yang akan disampaikan penulis. hal tersebut terkait masalah yang diangkat. masalah atau isu yang diangkat tentunya
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Pada bagian ini digambarkan bagan alur penelitian dalam bentuk diagram berikut
A. Desaian Penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN Pada bagian ini digambarkan bagan alur penelitian dalam bentuk diagram berikut Tuturan Komentator Indonesia Super League Musim 2013-2014 Pengolahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan mempertentangkan aspek-aspek dua bahasa yang berbeda untuk menemukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan menerjemahkan bukanlah sesuatu yang baru bagi manusia karena sudah sejak lama manusia melaksanakannya. Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah
31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah cara atau menuju suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam (internal) dan unsur luar (eksternal). Unsur internal berkaitan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebuah wacana memiliki dua unsur pendukung utama, yaitu unsur dalam (internal) dan unsur luar (eksternal). Unsur internal berkaitan dengan aspek formal kebahasaan,
Lebih terperinciANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010
ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Variasi bahasa tersebut dapat dilihat dari berbagai segi. Dari segi penutur, variasi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua bahasa, khusus bahasa Indonesia umumnya memiliki variasi. Variasi bahasa tersebut dapat dilihat dari berbagai segi. Dari segi penutur, variasi bahasa
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Representasi Matematis. solusi dari masalah yang sedang dihadapinya (NCTM, 2000).
BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Representasi Matematis Representasi adalah suatu konfigurasi (bentuk atau susunan) yang dapat menggambarkan, mewakili atau melambangkan sesuatu dalam suatu cara (Goldin,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tuturanlisan adalah media elektronik, seperti televisi dan radio. Adapun, untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa digunakan manusia salah satunya yaitu sebagai alat komunikasi dengan lingkungannya. Tuturan manusia dapat diekspresikan melalui media massa baik lisan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pragmatik memiliki lima bidang kajian salah satunya deiksis. berarti penunjukan atau hal petunjuk dalam sebuah wacana atau tuturan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pragmatik ialah ilmu bahasa yang mempelajari makna berdasarkan situasi dan tempat tuturan dilakukan. Levinson (dalam Suwandi, 2008: 64) menyatakan pragmatik adalah
Lebih terperinciKARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS
KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan yang pesat saat ini. Film juga telah memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat. Selain
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
BAB V SIMPULAN DAN SARAN Dalam bab terakhir penelitian tesis ini, peneliti membaginya menjadi dua bagian. Bagian pertama berisi simpulan dari keseluruhan hasil penelitian yang telah dilakukan dan bagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia diharapkan dapat saling mengenal dan berhubungan satu sama lain, saling berbagi pengalaman dalam
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008
31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian 3.1.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan untuk
Lebih terperincimemperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga timbul adanya suatu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kemampuan keterampilan dan sikap. Seseorang dapat belajar dari pengalaman sendiri maupun pengalaman
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pelajaran 2011/2012. Bab 1 ini mencakup latar belakang masalah penelitian,
2 BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bab 1 peneliti memaparkan yang menjadi pendahuluan penelitian Studi tentang Register Penyiar Radio sebagai Bahan Pembelajaran Berbicara serta Pelaksanaannya pada Siswa Kelas X
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat vital yang dimiliki oleh manusia dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini masuk dalam kategori penelitian kualitatif.
76 III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Yang Digunakan Penelitian ini masuk dalam kategori penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuanya tidak
Lebih terperinciBAB l PENDAHULUAN. mengalami perkembangan seiring dengan pengguna bahasa. Bahasa merupakan alat
BAB l PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa melakukan hubungan interaksi dengan manusia lain untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dalam melakukan interaksi tersebut manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tarigan (1987 : 27), Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia perlu berinteraksi antarsesama. Untuk menjalankan komunikasi itu diperlukan bahasa karena bahasa adalah alat komunikasi.
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
102 BAB V SIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini membahas penggunaan leksikon Arab dalam bahasa Sunda yang dituturkan masyarakat adat Kampung Dukuh dengan menggunakan perspektif etnolinguistik.. Temuan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
Nama Judul : Endang Dwi Suryawati : Kemetaforaan dalam lirik lagu dangdut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Roman Jacobson (dalam Tarigan, 1987:11) menyebutkan dua fungsi bahasa, yaitu fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Menurut Felicia (2001), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sosial masyarakat karena tanpa bahasa masyarakat akan sulit untuk
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial masyarakat karena tanpa bahasa masyarakat akan sulit untuk melanjutkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nana Sutarna, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Proses pembelajaran yang bermakna sangat menentukan terwujudnya pendidikan yang berkualitas. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling utama dan vital untuk memenuhi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam berkomunikasi manusia memerlukan sarana untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan bahasa di dalam karya sastra terkait dengan sejumlah ragam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan bahasa di dalam karya sastra terkait dengan sejumlah ragam bahasa yang digunakan sebagai wujud pemaparan gagasan yang merujuk pada bentuk komunikasi karya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana dalam Chaer, 2003:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Pada umumnya seluruh kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan sastra. Pada intinya kegiatan bersastra sesungguhnya adalah media
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari sebuah kesusastraan, terlepas dari apakah kegiatan bersastra dilakukan didasari ataupun tanpa didasari kesadaran untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Untuk menjalin hubungan dan kerja sama antar oarang lain, manusia
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Pemahaman Pemahaman terhadap suatu pelajaran diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Pengkajian teori tidak akan terlepas dari kajian pustaka atau studi pustaka karena teori secara nyata dapat dipeoleh melalui studi atau kajian kepustakaan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber manusia itu tergantung pada kualitas pendidikan. Peran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber manusia itu tergantung pada kualitas pendidikan. Peran pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehariannya manusia saling membutuhkan interaksi dengan sesama untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menyadari bahwa manusia adalah makhluk sosial, maka dalam kesehariannya manusia saling membutuhkan interaksi dengan sesama untuk melangsungkan hidup mereka.
Lebih terperinciPRATIWI AMALLIYAH A
KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF PADA WACANA DIALOG JAWA DALAM KOLOM GAYENG KIYI HARIAN SOLOPOS EDISI BULAN JANUARI-APRIL 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat
Lebih terperinciMETAFORA ClNTA DALAM BAHASA ANGKOLA. Rumnasari K. Siregar Politeknik Negeri Medall Eddy Setia FIB Universitas Sumatera Utara
KaJial1 Linguis{ik, Febman' 2013, 129-138 {VPY17,ijJf @20I3, Program.':Illldi LJilJ{uisfik SP-s USL~ ISSN 169/J-4660 T'aJlllllRe-J(J, No 1 METAFORA ClNTA DALAM BAHASA ANGKOLA Rumnasari K. Siregar Politeknik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya tidak pernah terlepas dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam berkomunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan,
Lebih terperinciBagan 3.1 Desain Penelitian
26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Peneliti mencoba mengilustrasikan desain penelitian dalam menganalisis wacana pemberitaan Partai Demokrat dalam Media Indonesia. Penelitian ini menggunakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia merupakan salah satu aset kebudayaan bagi bangsa
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan salah satu aset kebudayaan bagi bangsa Indonesia. Salah satu ragam bahasa di Indonesia adalah peribahasa. Berbicara mengenai peribahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan
13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan
Lebih terperinciIMPLIKATUR PERCAKAPAN DAN DAYA PRAGMATIK PADA IKLAN PRODUK KOSMETIK DI TELEVISI SKRIPSI
IMPLIKATUR PERCAKAPAN DAN DAYA PRAGMATIK PADA IKLAN PRODUK KOSMETIK DI TELEVISI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yakni sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang dipelajari secara sosial oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang dipelajari secara sosial oleh manusia untuk menyampaikan pendapat dan maksud yang tersimpan di dalam pikiran ketika berada dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkomunikasi merupakan suatu kegiatan yang mempergunakan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa yang hendaknya dikuasai oleh peserta didik. Sebagai salah satu productive skill, keterampilan menulis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan tersebut dibangun oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi kewacanaan.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama lain
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
32 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah SD Negeri Layungsari yang terletak di Kecamatan Cihideung Kota
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK 2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan secara lisan maupun tertulis. Melalui bahasa, manusia berinteraksi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi manusia. Manusia menggunakan bahasa sebagai media untuk mengungkapkan pikirannya, baik yang dilakukan secara lisan
Lebih terperinciAnalisis metaforis..., Widya, FIB, UI, 2010.
119 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penggunaan bahasa adalah cerminan dinamika masyarakat penuturnya. Keunikan dan keapikan kemasan sebuah ujaran adalah cerminan keunikan sebuah budaya. Setiap budaya memiliki
Lebih terperinciKOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI
KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan
Lebih terperinci