BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai lumpur bio, lumpur aktif, pemanfaatan alternatif lumpur bio, dan lumpur bio sebagai adsorben. Keempat bahasan merupakan pengembangan dari pustaka-pustaka yang ada. 2.1 Lumpur Bio Lumpur bio merupakan produk samping yang dihasilkan pada proses pengolahan air limbah menggunakan lumpur aktif ( Lumpur bio juga sering disebut biosolid karena berwujud semi padat dan mengandung berbagai material organik yang berasal dari limbah. Perkembangan proses pengolahan air limbah yang semakin modern berimbas pada produksi lumpur bio yang semakin naik pada tiap tahun. Lumpur bio yang dihasilkan oleh Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa dapat dilihat pada gambar 2.1 dan gambar 2.2 berikut : Produksi lumpur bio (juta/berat kering) Tahun Gambar 2.1 Produksi lumpur bio di Amerika Serikat (Sumber : 4

2 Gambar 2.2 Produksi lumpur bio di negara-negara Eropa (Sumber : Kandungan Lumpur Bio Lumpur bio merupakan endapan yang mengandung berbagai macam material. Material-material tersebut berasal dari substansi-substansi terlarut pada limbah ataupun zat-zat yang ditambahkan pada proses pengolahan air limbah. Komponenkomponen yang terdapat pada lumpur bio ialah (Rulkens, 2004): a. senyawa organik karbon tak beracun b. senyawa yang mengandung fosfor dan nitrogen c. polutan beracun seperti Zn, Pb, Cu, Cr, Ni, Cd, Hg, dioksin, pestisida, linier alkil sulfonat, nonil fenol (konsentrasi bevariasi dari ppm) 5

3 d. polutan mikrobiologis dan bakteri-bakteri patogen e. senyawa anorganik seperti senyawa-senyawa yang mengandung silikat, aluminat, kalsium, dan magnesium f. air (kandungan antara %). Kandungan senyawa-senyawa yang terkandung pada lumpur bio bervariasi tergantung asal dan jenis limbah yang diolah. Senyawa-senyawa tersebut terdapat dalam satu campuran. Karbon organik, fosfor, dan nitrogen merupakan senyawa yang berharga terutama untuk tanah sehingga lumpur bio dapat dimanfaatkan sebagai pupuk Perlakuan dan Pengolahan Pada Lumpur Bio Lumpur bio harus mengalami perlakuan-perlakuan awal sebelum digunakan lebih lanjut atau dibuang untuk memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan dan menurunkan biaya pengolahan. Beberapa proses perlakuan pada lumpur bio bertujuan untuk menurunkan volume atau massa dari lumpur bio tersebut. Dua tipe umum proses perlakuan pada lumpur bio ialah : a. Stabilisasi Proses stabilisasi bertujuan untuk menurunkan kandungan bakteri patogen, bau, dan padatan yang mudah menguap ( Lumpur bio harus distabilisasi sebelum dibuang ataupun diolah. Metode-metode utama yang sering digunakan untuk stabilisasi lumpur bio ialah stabilisasi dengan menggunakan basa, anaerobic digestion, aerobic digestion, composting, dan pengeringan dengan panas. Perbedaan dari metode-metode tersebut terletak pada bahan yang digunakan atau cara untuk proses stabilisasi. b. Pengurangan air Proses pengurangan air bertujuan untuk mengurangi kelebihan air pada lumpur bio. Proses pengurangan air yang biasa diterapkan ialah pengeringan udara, filter vakum, sentrifugasi, dan belt filter. Proses pengurangan air ini berguna untuk menurunkan energi yang digunakan pada pembakaran lumpur bio dan menghindari kerusakan pada boiler pada saat lumpur bio akan diinsinerasi. Biaya transportasi akan lebih ekonomis setelah air pada lumpur bio dikurangi. 6

4 Lumpur bio yang telah mengalami perlakuan awal dapat diolah lebih lanjut. Metode konvensional yang biasa diterapkan pada pengolahan lumpur bio ini seperti : a. Insinerasi Insinerasi lumpur bio merupakan pembakaran lumpur bio pada temperatur tinggi yang dilangsungkan di alat pembakar. Material organik yang mudah menguap akan terbakar dengan kehadiran oksigen. Residu dari proses insinerasi berupa abu dengan fraksi sekitar 20% volume, sehingga volume lumpur bio dapat diperkecil dengan cara ini. Proses insinerasi akan menghancurkan semua padatan yang mudah menguap dan bakteri patogen serta mendegradasi senyawa organik beracun. Logam tidak terdegradasi pada proses insinerasi tetapi akan terkonsentrasi pada abu dan material partikulat yang terkandung pada gas buangan. Penggunaan panas dari pembakaran dalam proses dapat mengefesiensikan biaya. Abu hasil pembakaran biasanya dikubur dengan metode landfill. Alat pengontrol polusi udara, seperti scrubber dibutuhkan untuk menjaga kualitas udara. Tipe insinerator yang sering digunakan ialah tungku unggun terfluidisasi. Lumpur bio dengan kandungan padatan mudah menguap yang rendah dan air yang tinggi akan susah untuk diinsinerasi. Oleh sebab itu, pengurangan air pada lumpur bio harus dilakukan terlebih dahulu. Batasan kandungan komponen pada udara dari proses insinerasi harus memenuhi nilai seperti yang tercantum pada tabel 2.1. Emisi melebihi nilai batas yang diterapkan akan mencemarkan udara dan menganggu kesehatan. 7

5 Tabel 2.1 Batas emisi udara pada proses insinerasi (Spinosa [2001]) Parameter Nilai batas (mg/m 3 ) HCl 10 HF 1 SO 2 50 NO Cd 0,05 Hg 0,05 As+Pb+Cr+Co+Cu+Mn+Ni+V+Sb 0,5 (ng/m 3 ) (Sumber : Spinosa, 2001) b. Landfill LandfillI merupakan area penguburan untuk lumpur yang telah diproses. Metode ini penting dalam mendukung semua sistem penanganan limbah untuk pembuangan akhir material-material yang tidak dapat dimanfaatkan kembali (Spinosa, 2001). Area landfill yang tersedia dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama. Landfill tidak dapat diterapkan pada limbah cair, limbah yang bersifat korosif, eksplosif, dan mudah terbakar. Perlakuan fisik, kimia, dan biologis harus diterapkan pada limbah yang akan mengalami proses landfill. Perlakuan-perlakuan tesebut akan mengubah karakteristik limbah untuk menurunkan volume dan sifat-sifat yang berbahaya dari limbah tersebut. Metode ini harus dipantau secara teratur untuk mencegah perusakan lingkungan. c. Land Application Land application merupakan metode penyebaran lumpur bio pada permukaan tanah ataupun menginjeksikan lumpur bio ke dalam tanah. Land aplication telah dipraktekkan selama beberapa dekade terakhir dan merupakan metode yang sering digunakan dalam pengolahan lumpur bio. Lumpur bio dapat berfungsi sebagai suplemen pada tanah ataupun pengganti pupuk komersial karena mengandung nutrien-nutrien organik. Lumpur bio dapat meningkatkan struktur tanah tersebut ( 8

6 Area pertanian dapat memperoleh keuntungan dari metode seperti ini. Lumpur bio yang akan digunakan pada land application harus memenuhi batas kandungan logam berat dan senyawa organik seperti yang tercantum pada tabel 2.2. Kandungan logam berat dan senyawa organik pada lumpur bio yang melebihi batas dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Tabel 2.2 Nilai batas kandungan logam dan senyawa organik pada lumpur bio untuk land application (Spinosa, 2001) Senyawa/unsur Nilai batas (mg/kg berat kering) Cd 250 Cr Cu Hg 250 Ni 7500 Pb Zn Senyawa organik terhalogenasi 500 Linier alkil benzen sulfonat 2600 Di (2-etilheksil) phthalate 100 Hidrokarbon aromatik polisiklik 6 Nonilfenol dan nonilfenoletoksilat 50 (Sumber : Spinosa, 2001) Penerapan metode-metode konvensional tersebut dalam pengolahan lumpur bio pada Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa dapat dilihat pada tabel 2.3 dan gambar

7 Tahun Tabel 2.3 Penggunaan metode konvensional pengolahan lumpur bio di Amerika Serikat Penggunaan (juta/ton berat kering) Pembuangan (juta/ton berat kering) Land Lain- Total Landfill Insinerasi Lain Application lain -lain 2,8 1,3 4,1 1,2 1,5 0,1 3,1 1,4 4,5 1,0 1,6 0,1 3,4 1,6 5,0 1,0 1,5 0,1 3,9 1,8 5,7 0,8 1,5 0,1 Total 2,8 2,6 2,6 2,5 (Sumber : Total 6,9 7,1 7,6 8,2 Gambar 2.3 Penggunaan metode konvensional pengolahan lumpur bio di negara-negara Eropa (Sumber : 10

8 2.2 Lumpur Aktif Sistem lumpur aktif termasuk salah satu jenis pengolahan biologis dimana mikroorganisme berada dalam pertumbuhan tersuspensi. Sistem lumpur aktif ini melibatkan produksi massa yang diaktifkan dari mikroorganisme yang mampu menstabilkan limbah secara aerobik. Proses lumpur aktif bersifat aerobik, artinya memerlukan oksigen untuk reaksi biologisnya. Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan cara mengalirkan udara atau oksigen murni ke dalam reaktor biologis sehingga cairan dalam reaktor dapat melarutkan oksigen lebih besar dari 2 mg/liter. Jumlah ini merupakan kebutuhan minimum yang diperlukan oleh mikroba dalam lumpur aktif (Setiadi dan Retno, 2003). Pada sistem biologis ini, mikroorganisme hidup dan tumbuh secara koloni. Koloni ini merupakan gumpalan-gumpalan kecil yang merupakan padatan mudah terendapkan serta menyerupai lumpur sehingga disebut lumpur aktif. Kata aktif menunjukkan bahwa selain mereduksi substrat, lumpur juga mempunyai permukaan yang dapat menyerap substrat secara aktif. Secara prinsip satuan operasi proses lumpur aktif tanpa daur ulang dapat dilihat pada gambar 1.4. Air buangan dalam keadaan tersuspensi. Konsentrasi zat organik di dalam reaktor akan berkurang karena adanya aktivitas mikroorganisme. Kondisi aerobik dicapai dengan aerasi yang juga berfungsi untuk menjaga kandungan reaktor senantiasa tersuspensi. Keluaran dari reaktor dialirkan ke dalam tangki pengendap secara kontinu untuk memisahkan fraksi padat dan cair. Pemisahan fraksi padat ini dapat dilakukan secara gravitasi karena berat jenis padatan lebih besar daripada air. Gambar 2.4 Satuan proses pengolahan biologis sinambung tanpa daur ulang (Setiadi dan Retno, 2003) 11

9 Berbagai modifikasi telah dilakukan terhadap sistem lumpur aktif, tetapi secara keseluruhan sistem pengolahan dengan lumpur aktif dapat dicirikan dengan tandatanda sebagai berikut : 1. Menggunakan lumpur mikroorganisme yang dapat mengkonversikan zat organik terlarut dalam air buangan menjadi biomassa baru dan zat organik 2. Pengolahan dengan lumpur aktif memungkinkan terjadinya pengendapan sehingga keluaran hanya sedikit mengandung padatan mikroba 3. Pengolahan dengan lumpur aktif mendaur ulang sebagian lumpur mikroorganisme dari tangki pengendap ke reaktor aerasi, kecuali pada reaktor aliran yang teraduk baik (terkadang mikroorganisme tidak perlu didaur ulang). 4. Kinerja pengolahan dengan lumpur aktif bergantung pada waktu tinggal sel rata-rata di dalam reaktor. Sistem pengolahan dengan lumpur aktif mempunyai beberapa macam modifikasi proses. Tiga klasifikasi dasar proses lumpur aktif berdasarkan rentang beban proses atau materi organik yang tersedia bagi mikroorganisme adalah tinggi, sedang, dan rendah. Tabel 2.4 berikut menunjukkan rentang MCRT (mean cell residence time) atau waktu tinggal sel rata-rata dan rasio F:M (Food to Microorganism) atau rasio makanan terhadap mikroorganisme dalam tiap rentang beban Tabel 2.4 Rentang beban proses lumpur aktif (Eckenfelder dkk [1992]) Rentang Beban MCRT, hari Rasio F:M lb BODs/hari/lb MLVSS Tinggi 3-5 0,4-1,5 Sedang ,2-0,4 Rendah ,05-0,2 Dalam tiga rentang beban ini, bentuk dan jumlah tangki aerasi bisa dimodifikasi untuk memvariasikan pola aliran. Variasi-variasi ini dapat dirancang dalam cara teraduk sempurna dan aliran sumbat, stabilisasi kontak, umpan bertingkat, 12

10 aerasi lanjut, parit oksidasi, aerasi berlaju tinggi, dan sistem lumpur aktif oksigen dengan tingkat kemurnian tinggi. 2.3 Pemanfaatan Alternatif Lumpur Bio Lumpur bio merupakan masalah tersendiri pada pengolahan limbah. Masalah ini disebabkan produksi lumpur bio semakin bertambah secara kontinu seperti yang terlihat pada gambar 2.1 dan 2.2, sementara pengolahan konvensional lumpur bio memerlukan biaya yang tinggi serta resiko pencemaran lingkungan dan kesehatan manusia. Proses insinerasi hanya akan menghasilkan kalor pembakaran dalam jumlah kecil karena masih terdapatnya air pada lumpur bio dan beresiko menghasilkan polutan udara karena kandungan material yang berbahaya pada lumpur bio. Metode pembuangan lumpur bio dengan metode landfill juga akan mencemari tanah. Metode land application merupakan metode konvensional yang masih banyak digunakan karena kandungan material organik berharga yang besar pada lumpur bio. Beberapa negara telah menerapkan batas kandungan senyawa organik dan logam pada lumpur bio seperti yang tercantum pada tabel 2.2. Kandungan senyawa organik dan logam yang melebihi batas dapat menyebabkan pencemaran pada tanah, tanaman, dan kesehatan manusia. Pengolahan pada lumpur bio agar memiliki kandungan senyawa organik dan logam di bawah batas yang telah diterapkan akan membutuhkan biaya tinggi. Penelitian-penelitian tentang manajemen lumpur bio sedang dikembangkan selama 20 tahun terakhir. Pemanfaatan lumpur bio untuk produksi biogas, proses penghilangan air dari lumpur bio, serta pengendalian proses termal sering diaplikasikan untuk mengolah lumpur bio. Namun biaya yang harus dikeluarkan juga tinggi. Oleh sebab itu, penelitian untuk mengembangkan proses pengolahan lumpur yang inovatif dan ekonomis masih terus dilakukan. Mayoritas penelitian mengarah pada penggunaan kembali lumpur ataupun produk-produk berharga yang terdapat di dalam lumpur. Beberapa alternatif pengembangan dalam pengolahan lumpur bio (Rulkens, 2004) ialah : 13

11 a. Meningkatkan kualitas lumpur Penghilangan partikel-partikel tersuspensi dan koloid merupakan langkah pertama pada pengolahan untuk menghilangkan logam berat dalam bentuk padat. Lumpur kemudian dipresipitasi dengan sodium sulfida untuk menghilangkan logam berat dalam bentuk terlarut. Lumpur dari pengolahan ini akan bebas dari logam berat sehingga dapat diolah secara biologis. b. Produksi biogas dari lumpur Produksi biogas sebagai sumber energi dapat diterapkan pada lumpur. Produksi biogas ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan pemanasan hidrotermal, mikrowave, penggunaan ozon, enzim, ataupun perlakuan awal menggunakan sodium hidroksida. c. Penggunaan lumpur sebagai sumber energi langsung Lumpur dapat digunakan sebagai sumber energi langsung melalui proses insinerasi dari lumpur kering. Proses insinerasi dapat diterapkan pada industri untuk menghasilkan kukus. d. Penurunan jumlah lumpur Jumlah lumpur dapat dikurangi dengan menggunakan berbagai cara seperti penggunaan protozoa, perlakuan lumpur oleh kombinasi ozon dengan oksidasi mikrobiologis aerobik, ataupun pengeringan lumpur. Pengeringan lumpur harus melalui tahap-tahap seperti koagulasi atau oksidasi udara basah. Pengeringan dengan teknologi terbaru menggunakan elektro-osmotik, sumber panas buangan berkalori rendah, ataupun pemanasan pada frekuensi tinggi. e. Pemanfaatan lumpur sebagai adsorben Lumpur bio dapat digunakan kembali pada pengolahan limbah dengan memanfaatkannya sebagai adsorben. Perlakuan-perlakuan, seperti pirolisis, penggunaan agen aktivasi, karbonisasi, dapat diterapkan pada lumpur bio agar dapat berfungsi sebagai adsorben. Adsorben ini dapat digunakan untuk mengadsorpsi zat warna dan berbagai macam polutan pada industri seperti benzen, senyawa organik, dioksin, ataupun SO 2. Penelitian tentang adsorben yang dihasilkan dari lumpur bio sedang dikembangkan. 14

12 2.4 Lumpur Bio Sebagai Adsorben Pemanfaatan lumpur bio sebagai adsorben merupakan pengembangan terbaru terhadap pengolahan lumpur bio. Lumpur bio dapat berfungsi sebagai adsorben setelah diberikan perlakuan-perlakuan untuk membentuk pori pada struktur lumpur bio tersebut. Adsorben dari lumpur bio dapat dihasilkan dengan proses karbonisasi untuk membentuk kokas aktif (Kojima dkk [2002]). Menurut Chiang dkk, adsorben dari lumpur bio dapat diperoleh dengan mencelupkan lumpur bio ke dalam agen aktivasi ZnCl 2. Agen aktivasi ini berguna meningkatkan dekomposisi material-material berkarbon yang terdapat pada lumpur bio tersebut serta mengendalikan pembentukan tar. Lumpur selanjutnya akan mengalami proses pirolisis pada rentang temperatur o C. Pirolisis akan menguapkan material-material volatil dan memutuskan ikatan pada material yang terdapat pada lumpur tersebut sehingga akan terbentuk ronggarongga kosong/pori pada lumpur. Pori-pori tadi yang menyebabkan lumpur dapat berfungsi sebagai adsorben. Model reaksi dan kinetika pirolisis dapat dibangun untuk menjelaskan hubungan reaksi pirolisis sebagai fungsi waktu dan temperatur (Chao dkk [2002]). Optimasi dapat dilakukan dengan model tersebut untuk mendapatkan keadaan proses pirolisis yang menghasilkan adsorben terbaik Pirolisis Pirolisis adalah suatu bentuk pembakaran yang mendekomposisi materi organik secara kimia dengan menggunakan panas tanpa kehadiran oksigen. Mayoritas substansi organik tidak stabil dalam proses sehingga dapat dipisahkan melalui kombinasi cracking panas dan reaksi kondensasi ke dalam fraksi gas, cair, dan padat selama pemanasan dalam atmosfer yang bebas oksigen. Proses pirolisis bersifat sangat endotermis. Oleh sebab itu, pirolisis sering disebut distilasi destruktif Karakteristik tiga fraksi komponen hasil pirolisis : 1. Aliran gas mengandung terutama hidrogen, metana, karbonmonoksida, karbondioksida, dan gas-gas lain bergantung karakteristik organik dari materi yang dipirolisis. 15

13 2. Fraksi yang mengandung aliran aspal dan/atau minyak yaitu berwujud cair pada temperatur kamar dan mengandung zat kimia seperti asam asetat, aseton, dan metanol. 3. Arang, kebanyakan berisi karbon murni dan materi inert apapun yang masuk proses. Distribusi fraksi produk sangat bervariasi bergantung temperatur pirolisis Pirolisis merupakan teknologi yang relatif baru muncul. Konsep dasar pirolisis telah dan tengah divalidasi.. Pirolisis biasanya terjadi di bawah tekanan atmosfer dan pada temperatur lebih dari C. Dalam praktek tidak mungkin dicapai atmosfer yang benar-benar bebas oksigen. Oksigen yang hadir dalam proses pirolisis dapat menyebabkan terjadinya oksidasi. Jika materi yang mudah menguap hadir dalam limbah maka akan terjadi desorpsi panas ( Pirolisis mengolah dan menghancurkan senyawa organik semi volatil, bahan bakar, dan pestisida dalam tanah. Pirolisis dapat diterapkan untuk mengolah organik dari limbah pengilangan minyak, limbah aspal batu bara, tanah yang terkontaminasi creosote (semacam cairan seperti minyak yang dibuat dari ter kayu), hidrokarbon, dan senyawa organik volatil. Materi organik ditransformasikan menjadi gas, cairan dalam jumlah kecil, dan residu padat yang mengandung karbon dan abu. Gas buangan dapat diolah dalam unit oksidasi termal sekunder. Peralatan pembuang partikulat juga dibutuhkan. Beberapa unit pirolisis tersedia, seperti rotary kiln, rotary hearth furnace dan fluidized bed furnace. Unit-unit ini serupa dengan insinerator kecuali mereka beroperasi pada temperatur yang lebih rendah dan lebih sedikit persediaan udaranya. Proses oksidasi lelehan garam juga bisa digunakan dalam proses pirolisis limbah. Pada oksidasi lelehan garam, limbah yang dapat terbakar dioksidasi dalam wadah berisi lelehan garam pada temperatur C. Tidak ada nyala api langsung pada proses ini. Limbah padat diinjeksikan dengan udara di bawah permukaan wadah berisi lelehan garam. Gas panas timbul dan garam yang menjadi basa mengikat asam dari gas. Panas dari lelehan garam terdegradasi dan melelehkan materi limbah. Bath garam berisi cairan yang menghilangkan beberapa partikel dalam gas. Produk samping tetap disimpan dalam lelehan. Gas yang keluar dari bath garam diproses dengan sistem emisi pembersihan sebelum dikeluarkan ke atmosfer. Lelehan 16

14 garam yang sudah digunakan diambil dari reaktor, didinginkan dan ditempatkan dalam landfill. Ada kekhawatiran proses yang menghancurkan molekul organik berklorin oleh panas berpotensi menciptakan produk pembakaran yang tidak sempurna termasuk dioksin dan furan. Senyawa-senyawa ini sangat beracun. Lelehan garam yang dipakai dapat bersifat berbahaya dan membutuhkan penanganan tertentu untuk dibuang. Pirolisis tidak efektif baik dalam menghancurkan atau memisahkan inorganik dari media terkontaminasi. Logam-logam volatil dibuang sebagai hasil dari proses temperatur tinggi tetapi logam-logam tersebut tidak terhancurkan. Produk samping yang mengandung logam berat membutuhkan stabilisasi sebelum pembuangan. Ketika gas buangan didinginkan, cairan akan berkondensasi, memproduksi minyak tar dan air yang terkontaminasi. Tar dan minyak ini merupakan limbah yang berbahaya sehingga dibutuhkan proses, metode penyimpanan, dan pembuangan tertentu Adsorpsi Adsorpsi berbeda dengan absorpsi karena absorpsi merupakan peristiwa yang terjadi sewaktu gas ataupun cairan memasuki struktur padatan dan membentuk campuran padat. Adsorpsi padat-cair memiliki kemiripan dengan mekanisme adsorpsi yang lain. Pada proses adsorpsi padat-cair, molekul-molekul yang berada pada fasa cair akan menempel pada permukaan padatan yang merupakan hasil dari gaya tarik pada permukaan padatan dan energi kinetik molekul-molekul cair. Melalui unit operasi adsorpsi, sistem campuran yang berfasa gas atau cair, secara selektif dapat ditangkap dan dihilangkan dari aliran gas atau cair dengan menggunakan variasi bahan spesifik sebagai adsorben. Bahan yang diadsorpsi oleh adsorben dikenal dengan adsorbat. Dua prinsip dari mekanisme adsorpsi ialah adsorpsi fisik dan adsorpsi kimia. Bila molekul-molekul cair mencapai permukaan adsorben tanpa reaksi kimia, fenomena ini disebut adsorpsi fisik. Mekanisme adsorpsi ini dapat melalui elektrostatik intermolekular atau gaya Van der Waals, ataupun dapat juga tergantung pada konfigurasi fisik dari adsorben seperti struktur pori-porinya. Adsorpsi fisik akan terjadi bila terjadi perbedaan energi dan/atau gaya tarik listrik sehingga molekul adsorbat terikat secara fisik pada molekul adsorben. 17

15 Jika molekul-molekul cair menempel pada permukaan adsorben melalui reaksi kimia dan pembentukan ikatan kimia, fenomena ini disebut sebagai adsorpsi kimia. Proses adsorpsi kimia merupakan proses yang bersifat tidak dapat balik (irreversibel) karena energi diperlukan untuk membentuk senyawa kimia yang baru pada permukaan adsorben. Tabel 2.5. Perbedaan adsorpsi fisika dan kimia Parameter Adsorpsi Fisika Adsorpsi Kimia Adsorben Adsorbat Rentang suhu Laju reaksi Energi aktivasi Panas adsorpsi Lapisan Reversibilitas Semua zat padat Semua larutan gas Dibawah suhu kritis Suhu rendah Rendah Rendah Dapat berlapis Sangat reversibel Beberapa zat padat Beberapa senyawa yang reaktif Umumnya suhu tinggi Tidak tentu Tinggi Tinggi Lapisan tunggal Terkadang (Sumber : Smith, 1982) Sifat khas yang dimiliki oleh adsorben ialah memiliki luas permukaan yang besar. Sifat-sifat bahan yang diadsorpsi dan sifat-sifat yang ada pada permukaan adsorben merupakan faktor yang mempengaruhi adsorpsi. Parameter-parameter berikut dapat digunakan untuk meningkatkan kelayakan dari adsorpsi fisik : a. Meningkatkan konsentrasi adsorbat b. Meningkatkan luas permukaan adsorben c. Memilih adsorben yang terbaik d. Menghilangkan kontaminan sebelum adsorpsi e. Meningkatkan waktu kontak adsorpsi f. Penggantian atau regenerasi adsorben dengan frekuensi tertentu Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas adsorpsi dan laju adsorpsi diantaranya ialah luas permukaan dan ukuran partikel adsorben, sifat-sifat adsorben dan adsorbat, ph, suhu, konsentrasi adsorbat, ukuran molekul adsorbat, dan kompetisi campuran zat terlarut. 18

16 Mekanisme adsorpsi Kinetika adsorpsi menerangkan tentang laju adsorpsi suatu solut dengan cara menentukan waktu tinggal yang dibutuhkan untuk selesainya suatu proses adsorpsi. Proses kinetika adsorpsi menguraikan laju dimana molekul dipindahkan dari larutan ke permukaan partikel adsorben (Banerje, 1997). Oleh sebab itu, molekul tersebut harus melalui suatu lapisan tipis dari pelarut yang mengelilingi partikel adsorben. Selanjutnya molekul adsorbat dipindahkan ke lokasi di dalam pori dan terakhir partikel adsorben berikatan dengan adsorbat Adsorpsi Isotermal Adsorpsi isotermal menunjukkan hubungan yang spesifik antara konsentrasi adsorbat dengan derajat penghilangannya dari larutan oleh suatu adsorben pada temperatur tetap. Hubungan pada adsorpsi isotermal dinyatakan dengan C e (konsentrasi adsorbat residual) dan q e (jumlah senyawa yang teradsorbsi per satuan berat adsorben). Adsorpsi isotermal dapat digunakan untuk menghitung kapasitas adsorpsi dari adsorben dan untuk menjelaskan kondisi kesetimbangan adsorpsi pada berbagai kondisi percobaan yang berbeda. Pemodelan adsorpsi isotermal yang banyak digunakan ialah model adsorpsi Langmuir dan model adsorpsi Freundlich Adsorpsi Isotermal Langmuir Model adsorpsi isotermal Langmuir mengikuti persamaan : dimana q e q m b C e q q.b.c m e e = (2.1) 1+ b.ce = kapasitas adsorpsi dari adsorben [mg/g] = kapasitas adsorpsi maksimum [mg/g] = tetapan energi ikatan antara adsorbat dan adsorben [l/mg] = konsentrasi adsorbat residual [mg/l] Model ini mampu menghitung kapasitas adsorpsi logam maksimum (q m ) Jumlah adsorbat yang teadsorpsi pada adsorben dapat dihitung dengan persamaan : 19

17 V.(C - C ) q = 0 e e m (2.2) dimana q e V C o C e m = kapasitas adsorpsi dari adsorben [mg/g] = volume larutan [l] = konsentrasi adsorbat awal [mg/l] = konsentrasi adsorbat residual [mg/l] = massa kering adsorben [g] Asumsi-asumsi yang digunakan dalam model Langmuir ialah (Langmuir, 1918) : 1. Adsorpsi dibatasi hanya pada lapisan tunggal 2. Terbatasnya tempat untuk terjadinya adsorpsi 3. Proses adsorpsi terjadi dapat balik (reversibel) dan akan mencapai kesetimbangan 4. Adsorpsi terlokalisasi dan tidak terjadi interaksi antara adsorbat-adsorben 5. Energi adsorpsi pada setiap sisi adalah sama dan tidak tergantung pada permukaan adsorben yang tertutup atau adsorben mempunyai permukaan yang homogen 6. Tidak ada perpindahan spesi yang teradsorpsi Adsorpsi Isotermal Freundlich Model adsorpsi isotermal Freundlich mengikuti persamaan : 1/ n e F.Ce q = K (2.3) dimana q e = kapasitas adsorpsi dari adsorben [mg/g] K F = tetapan Freundlich = kapasitas adsorpsi dari adsorben [(mg/g)(1/mg) 1/n ] C e = konsentrasi adsorbat residual [mg/l] n = tetapan yang menunjukkan intensitas adsorpsi dari adsorben 20

18 Asumsi yang digunakan pada model Freundlich ialah permukaan adsorben heterogen. Harga n dan harga q e yang semakin besar menujukkan bahwa pemakaian adsorben semakin layak secara ekonomi. Isoterm Freundlich diturunkan dengan pendekatan model Langmuir pada permukaan yang tidak berbentuk. Harga K F menujukkan kapasitas adsorpsi menyeluruh dan 1/n adalah faktor heterogen yang menunjukkan kekuatan energi ikat antara adsorbat dan adsorben. Kedua harga ini penting dalam memilih suatu adsorben sebagai media pemisah. 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, hasil uji kemampuan adsorpsi adsorben hasil pirolisis lumpur bio terhadap fenol akan dibahas. Kondisi operasi pirolisis yang digunakan untuk menghasilkan adsorben

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah kepada era industrialisasi. Terdapat puluhan ribu industri beroperasi di Indonesia, dan dari tahun

Lebih terperinci

BAB III TEKNOLOGI PEMANFAATAN SAMPAH KOTA BANDUNG SEBAGAI ENERGI

BAB III TEKNOLOGI PEMANFAATAN SAMPAH KOTA BANDUNG SEBAGAI ENERGI BAB III TEKNOLOGI PEMANFAATAN SAMPAH KOTA BANDUNG SEBAGAI ENERGI Waste-to-energy (WTE) merupakan konsep pemanfaatan sampah menjadi sumber energi. Teknologi WTE itu sendiri sudah dikenal di dunia sejak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara Batubara merupakan bahan bakar padat organik yang berasal dari batuan sedimen yang terbentuk dari sisa bermacam-macam tumbuhan purba dan menjadi padat disebabkan tertimbun

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK. Subtitle

PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK. Subtitle PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK Subtitle PENGERTIAN ZAT DAN SIFAT-SIFAT FISIK ZAT Add your first bullet point here Add your second bullet point here Add your third bullet point here PENGERTIAN ZAT Zat adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air

Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air Erlinda Sulistyani, Esmar Budi, Fauzi Bakri Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF

TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF DISUSUN OLEH RIZKIKA WIDIANTI 1413100100 DOSEN PENGAMPU Dr. Djoko Hartanto, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

MAKALAH PENYEDIAAN ENERGI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015 GASIFIKASI BATU BARA

MAKALAH PENYEDIAAN ENERGI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015 GASIFIKASI BATU BARA MAKALAH PENYEDIAAN ENERGI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015 GASIFIKASI BATU BARA Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Penyediaan Energi Dosen Pengajar : Ir. Yunus Tonapa Oleh : Nama

Lebih terperinci

Sulfur dan Asam Sulfat

Sulfur dan Asam Sulfat Pengumpulan 1 Rabu, 17 September 2014 Sulfur dan Asam Sulfat Disusun untuk memenuhi Tugas Proses Industri Kimia Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Chandrawati Cahyani, M.S. Ayu Diarahmawati (135061101111016)

Lebih terperinci

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten)

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten) Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten (Asisten) ABSTRAK Telah dilakukan percobaan dengan judul Kinetika Adsorbsi yang bertujuan untuk mempelajari

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI Sampah?? semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga, perdagangan, industri dan kegiatan pertanian. Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga

Lebih terperinci

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4. LIMBAH Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.B3 PENGERTIAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo.PP 85/1999

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 POLUTAN LOGAM BERAT Pencemaran lingkungan dengan zat beracun telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir sebagai akibat dari pesatnya pertumbuhan industri [8]. Aktivitas berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perak Nitrat Perak nitrat merupakan senyawa anorganik tidak berwarna, tidak berbau, kristal transparan dengan rumus kimia AgNO 3 dan mudah larut dalam alkohol, aseton dan air.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair mempunyai gaya tarik kearah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gayagaya ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar yang berasal dari fosil dari tahun ke tahun semakin meningkat, sedangkan ketersediaannya semakin berkurang

Lebih terperinci

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1 MATERI DAN PERUBAHANNYA Kimia Kelas X semester 1 SKKD STANDAR KOMPETENSI Memahami konsep penulisan lambang unsur dan persamaan reaksi. KOMPETENSI DASAR Mengelompokkan sifat materi Mengelompokkan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri mempunyai pengaruh besar terhadap lingkungan, karena dalam prosesnya akan dihasilkan produk utama dan juga produk samping berupa limbah produksi, baik limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas hidup manusia,

Lebih terperinci

PIROLISIS Oleh : Kelompok 3

PIROLISIS Oleh : Kelompok 3 PIROLISIS Oleh : Kelompok 3 Anjar Purnama Sari Bira Nur Alam Diani Din Pertiwi Fazari Aswar Gan-Gan Ahmad Fauzi Hikmah Farida N Isma Latifah Widya Yuliarti Yasoka Dewi Over View 1 Pendahuluan 2 Definisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Adsorpsi Adsorpsi adalah fenomena fisik yang terjadi saat molekul-molekul gas atau cair dikontakkan dengan suatu permukaan padatan dan sebagian dari molekulmolekul tadi mengembun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya.

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. BAB I PENDAHULUAN I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. Sumber pencemaran lingkungan diantaranya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 PENURUNAN KADAR CO 2 DAN H 2 S PADA BIOGAS DENGAN METODE ADSORPSI MENGGUNAKAN ZEOLIT ALAM Anggreini Fajar PL, Wirakartika M, S.R.Juliastuti, dan Nuniek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Studi kinetika adsorpsi merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam dunia industri selain kondisi kesetimbangan (isoterm adsorpsi) dari proses adsorpsi. Kinetika

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Adsorption nomenclature [4].

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Adsorption nomenclature [4]. BAB II DASAR TEORI 2.1 ADSORPSI Adsorpsi adalah fenomena fisik yang terjadi saat molekul molekul gas atau cair dikontakkan dengan suatu permukaan padatan dan sebagian dari molekul molekul tadi mengembun

Lebih terperinci

Judul PEMANFAATAN LUMPUR BIO SEBAGAI ADSORBEN MELALUI PIROLISIS : PENGUJIAN ULANG. Kelompok B Pembimbing

Judul PEMANFAATAN LUMPUR BIO SEBAGAI ADSORBEN MELALUI PIROLISIS : PENGUJIAN ULANG. Kelompok B Pembimbing TK-40Z2 Penelitian Semester II 2005/2006 Judul PEMANFAATAN LUMPUR BIO SEBAGAI ADSORBEN MELALUI PIROLISIS : PENGUJIAN ULANG Kelompok B.45.3.01 Imam Supriatna (13001029) Pembimbing Ir. Tjandra Setiadi, M.Eng,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisang Pisang adalah salah satu buah yang paling luas dikonsumsi di dunia dan mewakili 40% dari perdagangan dunia dalam buah-buahan [11]. Pisang merupakan buah terbesar kedua

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Prarancangan Pabrik Karbon Aktif dari BFA dengan Aktifasi Kimia Menggunakan KOH Kapasitas Ton/Tahun. A.

BAB I PENGANTAR. Prarancangan Pabrik Karbon Aktif dari BFA dengan Aktifasi Kimia Menggunakan KOH Kapasitas Ton/Tahun. A. BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah yang salah satu hasil utamanya berasal dari sektor pertanian berupa tebu. Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber daya alam merupakan bagian penting bagi kehidupan dan. keberlanjutan manusia serta makhluk hidup lainnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber daya alam merupakan bagian penting bagi kehidupan dan. keberlanjutan manusia serta makhluk hidup lainnya. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya alam merupakan bagian penting bagi kehidupan dan keberlanjutan manusia serta makhluk hidup lainnya. Namun dalam pemanfaatannya, manusia cenderung melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini pencemaran air merupakan permasalahan yang cukup serius. Aktivitas manusia dalam pemenuhan kegiatan sehari-hari, secara tidak sengaja telah menambah jumlah

Lebih terperinci

Karakteristik Limbah Padat

Karakteristik Limbah Padat Karakteristik Limbah Padat Nur Hidayat http://lsihub.lecture.ub.ac.id Tek. dan Pengelolaan Limbah Karakteristik Limbah Padat Sifat fisik limbah Sifat kimia limbah Sifat biologi limbah 1 Sifat-sifat Fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi yang sangat tinggi pada saat ini menimbulkan suatu pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu mengurangi pemakaian bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi dan stripper adalah alat yang digunakan untuk memisahkan satu komponen atau lebih dari campurannya menggunakan prinsip perbedaan kelarutan. Solut adalah komponen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, energi menjadi persoalan yang krusial di dunia, dimana peningkatan permintaan akan energi yang berbanding lurus dengan pertumbuhan populasi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Pengujian alat pendingin..., Khalif Imami, FT UI, 2008

BAB II DASAR TEORI. Pengujian alat pendingin..., Khalif Imami, FT UI, 2008 BAB II DASAR TEORI 2.1 ADSORPSI Adsorpsi adalah proses yang terjadi ketika gas atau cairan berkumpul atau terhimpun pada permukaan benda padat, dan apabila interaksi antara gas atau cairan yang terhimpun

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Singkong (Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia. Produksi singkong di Indonesia cukup besar yaitu mencapai 21.801.415 ton pada

Lebih terperinci

Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment)

Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment) Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment) dengan beberapa ketentuan antara lain : Waktu aerasi lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logam Berat Istilah "logam berat" didefinisikan secara umum bagi logam yang memiliki berat spesifik lebih dari 5g/cm 3. Logam berat dimasukkan dalam kategori pencemar lingkungan

Lebih terperinci

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar POLUSI Standart Kompetensi : Memahami polusi dan dampaknya pada manusia dan lingkungan Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi jenis polusi pada lingkungan kerja 2. Polusi Air Polusi Air Terjadinya polusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempurung Kelapa Tempurung kelapa terletak dibagian dalam kelapa setelah sabut. Tempurung kelapa merupakan lapisan keras dengan ketebalan 3 mm sam 5 mm. sifat kerasnya disebabkan

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #6 Genap 2014/2015. h t t p : / / t a u f i q u r r a c h m a n. w e b l o g. e s a u n g g u l. a c.

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #6 Genap 2014/2015. h t t p : / / t a u f i q u r r a c h m a n. w e b l o g. e s a u n g g u l. a c. Materi #6 Sumber Air 2 Air Tanah Lebih sedikit bakteri. Kemungkinan terdapat banyak larutan padat. Air Permukaan Lebih banyak bakteri. Lebih banyak padatan tersuspensi dan ganggang. 6623 - Taufiqur Rachman

Lebih terperinci

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 7 Universitas Indonesia

BAB II DASAR TEORI. 7 Universitas Indonesia BAB II DASAR TEORI 2.1 Adsorpsi 2.1.1 Pengertian Adsorpsi Adsopsi adalah proses dimana molekul-molekul fluida menyentuh dan melekat pada permukaan padatan (Nasruddin,2005). Adsorpsi adalah fenomena fisik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA PENCEMARAN Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan bakar utama berbasis energi fosil menjadi semakin mahal dan langka. Mengacu pada kebijaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Boiler merupakan salah satu unit pendukung yang penting dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. Boiler merupakan salah satu unit pendukung yang penting dalam dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Boiler merupakan salah satu unit pendukung yang penting dalam dunia industri. Boiler berfungsi untuk menyediakan kebutuhan panas di pabrik dengan mengubah air menjadi

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Pencemar Udara

Teknologi Pengolahan Pencemar Udara Teknologi Pengolahan Pencemar Udara TEKNOLOGI PENGOLAHAN PENCEMARAN UDARA Bentuk Pencemar Udara : PARTIKULAT dan GAS Partikulat terdiri bentuk padat dan cairan Gas pencemar : 1. Hidrokarbon : alifatik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum perkembangan jumlah penduduk yang semakin besar biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. Perkembangan tersebut membawa

Lebih terperinci

GREEN INCINERATOR Pemusnah Sampah Kota, Industri, Medikal dsbnya Cepat, Murah, Mudah, Bersahabat, Bermanfaat

GREEN INCINERATOR Pemusnah Sampah Kota, Industri, Medikal dsbnya Cepat, Murah, Mudah, Bersahabat, Bermanfaat GREEN INCINERATOR Pemusnah Sampah Kota, Industri, Medikal dsbnya Cepat, Murah, Mudah, Bersahabat, Bermanfaat WASTE-TO-ENERGY Usaha penanggulangan sampah, baik dari rumah tangga/penduduk, industri, rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota besar, semakin banyak didirikan Rumah Sakit (RS). 1 Rumah Sakit sebagai sarana upaya perbaikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Mutu Kitosan Hasil analisis proksimat kitosan yang dihasilkan dari limbah kulit udang tercantum pada Tabel 2 yang merupakan rata-rata dari dua kali ulangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenting di dalam menunjang kehidupan manusia. Aktivitas sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. terpenting di dalam menunjang kehidupan manusia. Aktivitas sehari-hari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin menipisnya sumber daya alam yang berasal dari sisa fosil berupa minyak bumi diakibatkan karena kebutuhan manusia yang semakin meningkat dalam penggunaan energi.

Lebih terperinci

kompartemen 1, kompartemen 2, kompartemen 3 dan outlet, sedangkan untuk E.Coli

kompartemen 1, kompartemen 2, kompartemen 3 dan outlet, sedangkan untuk E.Coli BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini parameter yang diuji adalah COD, E. Coli dan ph. Pemeriksaan COD dan ph dilakukan setiap 2 sekali dengan tujuan untuk mengetahui konsentrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong pesatnya perkembangan di berbagai sektor kehidupan manusia terutama sektor industri. Perkembangan

Lebih terperinci

PENGUJIAN ALAT INCINERATOR UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH PADAT RUMAH SAKIT TANPA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS

PENGUJIAN ALAT INCINERATOR UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH PADAT RUMAH SAKIT TANPA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS PENGUJIAN ALAT INCINERATOR UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH PADAT RUMAH SAKIT TANPA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS Ardi Dwi Prasetiono Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua makhluk hidup. Maka, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh

Lebih terperinci

Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS)

Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS) Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS) Padatan (solid) merupakan segala sesuatu bahan selain air itu sendiri. Zat padat dalam air ditemui 2 kelompok zat yaitu zat terlarut seperti garam dan molekul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan

Lebih terperinci

PROSES PEMISAHAN FISIK

PROSES PEMISAHAN FISIK PROSES PEMISAHAN FISIK Teknik pemisahan fisik akan memisahkan suatu campuran seperti minyak bumi tanpa merubah karakteristik kimia komponennya. Pemisahan ini didasarkan pada perbedaan sifat fisik tertentu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam +

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam + 6 adsorpsi sulfur dalam solar juga dilakukan pada AZT2 dan AZT2.5 dengan kondisi bobot dan waktu adsorpsi arang aktif berdasarkan kadar sulfur yang terjerap paling tinggi dari AZT1. Setelah proses adsorpsi

Lebih terperinci

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT.

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT. 1 PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT. Pencemaran Udara 2 3 Regulasi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara 4 Pencemaran Udara Masuknya atau

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Pengaruh Suhu Aktivasi Terhadap Kualitas Karbon Aktif Berbahan Dasar Tempurung Kelapa Rosita Idrus, Boni Pahlanop Lapanporo, Yoga Satria Putra Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak

Lebih terperinci

STUDI OPTIMASI PERBANDINGAN PERANCANGAN SEWAGE TREATMENT PLANT UNTUK KAPAL CORVETE UKURAN 90 METER, DENGAN MENGGUNAKAN METODE BIOLOGI DAN KIMIAWI

STUDI OPTIMASI PERBANDINGAN PERANCANGAN SEWAGE TREATMENT PLANT UNTUK KAPAL CORVETE UKURAN 90 METER, DENGAN MENGGUNAKAN METODE BIOLOGI DAN KIMIAWI STUDI OPTIMASI PERBANDINGAN PERANCANGAN SEWAGE TREATMENT PLANT UNTUK KAPAL CORVETE UKURAN 90 METER, DENGAN MENGGUNAKAN METODE BIOLOGI DAN KIMIAWI Pendahuluan PENCEMARAN AIR masuknya atau dimasukkannya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS 13.1. Pendahuluan Tepung beras merupakan bahan baku makanan yang sangat luas sekali penggunaannya. Tepung beras dipakai sebagai bahan pembuat roti, mie dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Studi kapasitas..., Prolessara Prasodjo, FT UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Studi kapasitas..., Prolessara Prasodjo, FT UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan hidrogen sebagai energi alternatif pengganti energi dari fosil sangat menjanjikan. Hal ini disebabkan karena hidrogen termasuk energi yang dapat diperbarui

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Oleh Denni Alfiansyah 1031210146-3A JURUSAN TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG MALANG 2012 PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Air yang digunakan pada proses pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan bakar fosil telah banyak dilontarkan sebagai pemicu munculnya BBM alternatif sebagai pangganti BBM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi pada saat ini dan pada masa kedepannya sangatlah besar. Apabila energi yang digunakan ini selalu berasal dari penggunaan bahan bakar fosil tentunya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuatan mesin pada awalnya bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan sehari-hari manusia atau aktifitasnya akan selalu menghasilkan suatu bahan yang tidak diperlukan yang disebut sebagai buangan atau limbah. Diantara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi membran telah banyak digunakan pada berbagai proses pemisahan dan sangat spesifik terhadap molekul-molekul dengan ukuran tertentu. Selektifitas membran ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir-hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Sampel Buatan Pada prosedur awal membuat sampel buatan yang digunakan sebagai uji coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peruraian anaerobik (anaerobic digestion) merupakan salah satu metode

BAB I PENDAHULUAN. Peruraian anaerobik (anaerobic digestion) merupakan salah satu metode BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peruraian anaerobik (anaerobic digestion) merupakan salah satu metode pengolahan limbah secara biologis yang memiliki keunggulan berupa dihasilkannya energi lewat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. BATUBARA Batubara merupakan batuan sedimentasi berwarna hitam atau hitam kecoklat-coklatan yang mudah terbakar, terbentuk dari endapan batuan organik yang terutama terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah perkebunan kelapa sawit adalah limbah yang berasal dari sisa tanaman yang tertinggal pada saat pembukaan areal perkebunan, peremajaan dan panen kelapa sawit.

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan - 1 -

Bab I Pendahuluan - 1 - Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pada saat ini, pengoperasian reaktor unggun diam secara tak tunak telah membuka cara baru dalam intensifikasi proses (Budhi, 2005). Dalam mode operasi ini, reaktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya perkembangan industri, semakin menimbulkan masalah. Karena limbah yang dihasilkan di sekitar lingkungan hidup menyebabkan timbulnya pencemaran udara, air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Kualitas air semakin hari semakin menurun akibat aktivitas manusia yang banyak menimbulkan polusi di perairan. Penurunan kualitas air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jagung (Zea Mays) Tanaman jagung dalam bahasa latin disebut Zea mays L, salah satu jenis tanaman biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan (Gramineae) yang sudah populer diseluruh

Lebih terperinci