FORMULASI SEDIAAN TABLET LIQUISOLID GLIBENKLAMID DENGAN PELARUT GLISERIN DAN AMILUM KENTANG SEBAGAI CARRIER MATERIAL. Skripsi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FORMULASI SEDIAAN TABLET LIQUISOLID GLIBENKLAMID DENGAN PELARUT GLISERIN DAN AMILUM KENTANG SEBAGAI CARRIER MATERIAL. Skripsi"

Transkripsi

1 FORMULASI SEDIAAN TABLET LIQUISOLID GLIBENKLAMID DENGAN PELARUT GLISERIN DAN AMILUM KENTANG SEBAGAI CARRIER MATERIAL Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Diajukan oleh: Buana Cahya Wijaya NIM : FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016

2 FORMULASI SEDIAAN TABLET LIQUISOLID GLIBENKLAMID DENGAN PELARUT GLISERIN DAN AMILUM KENTANG SEBAGAI CARRIER MATERIAL Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Diajukan oleh: Buana Cahya Wijaya NIM : FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 i

3 ii

4 iii

5 HALAMAN PERSEMBAHAN Kupersembahkan karya ini untuk : Kedua orang tuaku dan kedua kakakku atas motivasi dan doanya Sahabat-sahabatku yang selalu setia menemaniku iv

6 v

7 vi

8 PRAKATA Puji syukur penulis kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas kasih, berkat, dan penyertaan-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Formulasi Sediaan Tablet Liquislod Glibenklamid dengan Pelarut Gliserin dan Amilum Kentang sebagai Carrier Material dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Selama menyelesaikan perkuliahan, penelitian, dan penulisan skripsi ini peneliti mendapatkan motivasi, kerja keras, pantang menyerah, kritik dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Aris Widyawati, M.Si., PhD., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma 2. Bapak Dr. Teuku Nanda Saifullah Sulaiman, M.Si., Apt. sebagi Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan waktu, bimbingan, kritik, dan saran mulai dari penulisan proposal, penelitian, hingga penulisan skripsi. 3. Ibu Wahyuning Setyani, M.Sc., Apt., sebagai dosen penguji yang telah memberikan waktu masukan, kritik dan saran kepada penulis. 4. Ibu Dr. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt., sebagai dosen penguji yang telah memberikan waktu, masukan, kritik dan saran kepada penulis. vii

9 5. dr. Fenty M.Kes., Sp.PK sebagai dosen pembimbing akademik atas pendampingannya selama perkuliahan. 6. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt sebagai Kepala Penanggung Jawab Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanat Dharma Yogyakarta yang telah memberikan ijin dalam penggunaan fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini. 7. Semua dosen-dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah sabar dalam mendidik dan memberikan ilmu kepada penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 8. Bapak Musrifin, Bapak Agung, Mas Kunto, Bapak Parlan, Bapak Kayat dan segenap laboran dan staff karyawan, yang telah membantu selama penelitian berlangsung. 9. Adhi darma Wijaya, Debbie Lukito, Indra Cahya Wijaya dan Veronica Cahya Wijaya sebagai orang tua dan kakak yang selalu memberikan doa, semangat dan finansial sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. 10. Teman skripsi seperjuangan Yudha Adi Prabowo dan Desion Sudi yang dapat bekerja sama dengan baik selama penelitian berlangsung. 11. Sahabat-sahabatku Bartolomeus Widiasta, Laurensius Danang Wicaksana, Desion Sudi, Yudha Adi Prabowo, Satrio Budi Utomo, Jonathan Wijaya, Malvin Choco, Kevien Arditanoyo, Michael Giovanni, Bernadus Anggi, Yohannes Wikan, Clarisa Dian, Linda viii

10 Evelina Larisa, Lotmi Barasa, Vinsensia Septima yang selalu memberikan dukungan, semangat, motivasi, dan persahabatan yang paling berkesan sampai selamanya. 12. Grup Change or Die yang selalu memberikan dukungan semangat kepada penulis 13. Teman-teman FST B 2012 dan angkatan 2012 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang juga memberikan warna selama masa perkuliahan penulis. 14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan doa, bantuan, dan dukungan selama penelitian skripsi. Penulis menyadari bahwa penyusun skripsi ini masih banyak kekurangan mengingat keterbatasan kemampuan serta pengalaman yang dimiliki. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan oleh penulis untuk menyempurnakan skripsi ni. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Yogyakarta, 20 Juli 2016 Penulis ix

11 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI BERJUDUL... HALAMAN PERSEMBAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... PRAKARTA.... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v vi vii x xv xvi xvii INTISARI... xviii ABSTRACT... xix BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 3 C. Keaslian Penelitian... 3 D. Manfaat Penelitian... 4 E. Tujuan Penelitian... 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 5 A. Tablet Liquisolid... 5 x

12 1. Definisi liquisolid Keuntungan dan kerugian tablet liquisolid Komponen Tablet Liquisolid... 6 a. Pelarut non-volatile... 6 b. Carrier material... 6 c. Coating material... 6 d. Superdisintegran Cara pembuatan sediaan tablet liquisolid Mekanisme meningkatnya pelepasan obat liquisolid Model matematika tablet liquisolid Uji sifat alir serbuk liquisolid a. Sudut diam b. Kecepatan alir c. Kerapatan serbuk ruahan d. Kerapatan serbuk mampat e. Hausner ratio f. Indeks kompresibilitas g. Distribusi ukuran partikel h. Kandungan lembab (Moisture Content) Uji Mutu tablet liquisolid a. Keragaman bobot b. Keseragaman kandungan c. Kekerasan tablet xi

13 d. Kerapuhan tablet e. Waktu hancur tablet f. Disolusi tablet B. Monografi Bahan Glibenklamid Gliserin Amilum kentang HDK Wacker N20 (Aerosil) Avicel PH 102 (Microcrystalline Cellulose) Sodium Starch Glycolate (SSG) Magnesium Stearat C. Landasan Teori D. Hipotesis BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian B. Variabel Penelitian C. Definisi Operasional D. Alat dan Bahan Penelitian E. Tata Cara Penelitian Pembuatan sediaan tablet liquisolid Uji mutu serbuk liquisolid a. Indeks kompresibilitas b. Uji homogenitas serbuk xii

14 1) Pembuatan larutan induk ) Penentuan panjang gelombang maksimum ) Pembuatan kurva baku ) Homogenitas serbuk Uji mutu tablet liquisolid a. Uji keseragaman kandungan b. Uji kekerasan tablet c. Uji kerapuhan tablet d. Uji waktu hancur tablet e. Penetapan kadar f. Uji disolusi ) Pembuatan larutan bufer fosfat ph 8, ) Pembuatan larutan induk ) Penentuan panjang gelombang maksimum ) Pembuatan kurva baku ) Uji disolusi tablet F. Analisis Data BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Sifat Alir Serbuk Liquisolid Indeks kompresibilitas B. Hasil Uji Homogenitas Serbuk Liquisolid C. Hasil Uji Mutu Tablet Liquisolid Keseragaman kandungan tablet xiii

15 2. Kekerasan tablet Kerapuhan tablet Waktu hancur tablet D. Hasil uji Penetapan tablet E. Hasil Uji Disolusi Tablet Penentuan Panjang gelombang maksimum Penentuan Persamaan Kurva baku Uji Disolusi Obat F. Penentuan Formula Optimum BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIOGRAFI PENULIS xiv

16 DAFTAR TABEL Tabel I. Hubungan sudut diam dan sifat alir serbuk Tabel II. Parameter indeks kompresibilitas, hausner ratio, dan kategori.. 14 Tabel III. Penggunaan uji keseragaman pada sediaan tablet Tabel IV. Formula tablet liquisolid glibenklamid Tabel V. Hasil uji homogenitas serbuk liquisolid Tabel VI. Hasil penetapan kadar tablet liquisolid glibenklamid Tabel VII. Pemberian nilai dan bobot pada respon Tabel IX. Hasil prediksi formula optimum dan hasil formula R1 dan R xv

17 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Skema secara umum liquisolid... 8 Gambar 2. Struktur kimia glibenklamid Gambar 3. Struktur kimia gliserin Gambar 4. Struktur kimia amilum kentang Gambar 5. Model plot respon indeks kompresibilitas serbuk Gambar 6. Spectrum graph glibenklamid dalam Methanol Gambar 7. Kurva Baku Glibenklamid dalam metanol Gambar 8. Model plot respon keseragaman kandungan tablet Gambar 9. Model plot respon kekerasan tablet Gambar 10. Model plot respon kerapuhan tablet Gambar 11. Model plot respon waktu hancur tablet Gambar 12. Spectrum graph glibenklamid dalam bufer fosfat ph 8, Gambar 13. Kurva baku glibenklamid dalam bufer fosfat Gambar 14.a Profil disolusi tablet liquisolid glibenklamid R1-R4 (n=6) Gambar 14.b Profil disolusi tablet liquisolid glibenklamid R5-R8 (n=6) Gambar 15. Model plot respon disolusi tablet Gambar 16. Model plot formula optimum tablet xvi

18 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Sertifikat Analisis (Certificate Of Analysis COA) Lampiran 2. Hasil spektrofotometer UV glibenklamid Lampiran 3. Data hasil uji sifat alir serbuk Lampiran 4. Data hasil uji homogenitas campuran Lampiran 5. Data hasil uji sifat fisik tablet Lampiran 6. Data penetapan kadar tablet Lampiran 7. Data hasil uji disolusi tablet Lampiran 8. Perhitungan keseragaman kandungan Lampiran 9. Perhitungan disolusi tablet Lampiran 10. Data hasil kurva baku glibenklamid Lampiran 11. Analisis statistik sifat alir, sifat fisik dan disolusi tablet liquisolid glibenklamid dengan Design Expert 9.0 dan formula optimum Lampiran 12. Analisis statistik sediaan tablet liquisolid glibenklamid dengan menggunakan sofware R studio Lampiran 13. Dokumentasi xvii

19 INTISARI Glibenklamid merupakan obat antidiabetik oral golongan sulfonilurea yang digunakan untuk pengobatan diabetes melitus tipe II dan termasuk dalam Biopharmaceutics Classification System (BCS) 2 yang memiliki kelarutan rendah dalam air dan memiliki permeabilitas tinggi. Penelitian ini memformulasikan sediaan tablet liquisolid glibenklamid dengan menggunakan pelarut gliserin dan amilum kentang sebagai carrier material. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pelarut gliserin dan amilum kentang sebagai carrier material terhadap sifat fisik dan profil disolusi pada tablet liquisolid glibenklamid serta mengetahui proporsi optimum campuran bahan pelarut gliserin dan amilum kentang sebagai carrier material dalam tablet liquisolid glibenklamid. Pada penelitian ini menggunakan metode simplex lattice design untuk optimasi formula dengan perbandingan run gliserin : amilum kentang R1 (0%:100%), R2 (0%:100%), R3 (25%:75%), R4 (50%:50%), R5 (50%:50%), R6 (75%:25%), R7 (100%,0%), dan R8 (100%,0%). Pengujian sifat serbuk meliputi indeks kompresibilitas. Pengujian sifat fisik tablet meliputi keseragaman kandungan, kekerasan, waktu hancur, kerapuhan, dan disolusi. Analisis data dengan menggunakan Design Expert 9.0. Hasil penelitian menunjukkan gliserin berpengaruh signifikan meningkatkan respon kerapuhan, meningkatkan persentase obat yang terdisolusi serta menurunkan kekerasan dan waktu hancur dengan proporsi optimum campuran gliserin : amilum kentang pada jumlah 25 mg dan 287 mg (100% : 0%). Kata kunci : liquisolid, glibenklamid, gliserin, amilum kentang, disolusi tablet, simplex lattice design. xviii

20 ABSTRACT Glibenclamide is an oral antidiabetics drug used for the treatment of diabetes type II and include as Biopharmaceutics Classification System (BCS) II which has a low solubility in water and high permeability. This research is formulation liquisolid glibenclamide tablet dosage with glycerin solvent and potato starch as carrier material. This study aims to determine the effect of solvents glycerin and potato starch as carrier material on the physical properties and dissolution profile in liquisolid glibenclamide tablet as well as to get optimum proportions of glycerin solvent and potato starch as carrier material in glibenclamide liquisolid tablet. This study uses the method of optimization models simplex lattice design with a comparison of each formula Run (R) glycerin : potato starch are R1 and R2 (0%: 100%), R3 (25%: 75%), R4 and R5 (50%: 50%), R6 (75% : 25%), R7 and R8 (100%, 0%). Powder evaluation includes compressibility index. Evaluation tablet includes tablet content uniformity, hardness, friability, disintegration time and dissolution. Data evaluation and evaluation of tablet powder was analyzed by Design Expert 9.0. The results showed that glycerin significantly increase friability, percentage drug dissolution, also decrease tablet hardness and disintegration time of tablet with optimum mixture proportion glycerin : potato starch by an amount of 25 mg and 287 mg (100%: 0%). Key words : glibenclamide, glycerin, potato starch, physical properties, dissolution tablet, simplex lattice design. xix

21 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Glibenklamid adalah salah satu obat antidiabetik oral golongan sulfonilurea generasi kedua yang digunakan untuk pengobatan diabetes tipe II. Glibenklamid merupakan obat yang termasuk dalam Biopharmaceutics Classification System (BCS) 2 yang memiliki kelarutan yang rendah dalam air dan memiliki permeabilitas tinggi (Sirisha, Sruthi, and Eswariah, 2012). Pada obat yang termasuk dalam BCS II, bioavailabilitas obat ditentukan dari kelarutan obat tersebut dalam cairan gastrointestinal (Savjani, Gajjar and Savjani, 2012), sehingga diperlukan teknik dalam formulasi untuk meningkatkan kelarutan obat, diantaranya pengecilan ukuran partikel (mikronisasi), penambahan surfaktan, pembuatan obat dalam bentuk garam, pembentukan kompleks, atau dengan pembuatan dispersi solid, dan Liquisolid (Hadisoewignyo, 2012). Pada penelitian ini dilakukan formulasi tablet liquisolid untuk meningkatkan kelarutan obat glibenklamid. Liquisolid merupakan salah satu teknik dalam meningkatkan laju disolusi obat yang memiliki keuntungan pada pembuatannya yang sederhana dengan biaya produksi yang relatif murah serta dapat meningkatkan bioavailabilitas obat yang tergolong BCS II dan BCS IV (Mahapatra et al., 2014). Liquisolid membutuhkan 2 komponen utama berupa pelarut dan carrier materialr Syarat pelarut dalam tablet liquisolid yaitu harus inert, memiliki titik didih yang tinggi, viskositas yang rendah, dan bersifat non- 1

22 2 volatile. Contoh pelarut yang biasa digunakan PEG, propilen glikol, tween, gliserin, dimetil etil asetamida, polisorbat (Syed and Pavani, 2012). Syarat carrier material yaitu harus memiliki daya absorpsi yang tinggi sehingga dapat menyerap suspensi obat. Contoh carrier material yaitu starch, cellulose dan laktosa (Kulkarni, Aloorkar, Mane and Gaja, 2010). Pada penelitian ini digunakan pelarut berupa gliserin, bahan ini banyak digunakan sebagai bahan tambahan pada suatu formulasi untuk meningkatkan kelarutan obat yang sukar larut dalam air. Glibenklamid memiliki kelarutan dalam gliserin yang cukup tinggi dibandingkan beberapa pelarut lainnya yaitu sebesar 7,17 µg/ml (Singh et al., 2012). Gliserin diketahui telah berhasil digunakan untuk formulasi likuisolid dan dapat memperbaiki profil disolusi pada beberapa obat seperti Spironoloacton (Akbari et al., 2015), indometachin (Saeedi et al., 2011). Pada penelitian ini juga digunakan amilum kentang sebagai carrier. Amilum banyak digunakan sebagai bahan tambahan dalam suatu formulasi sediaan tablet untuk dapat hancur dengan baik dalam medium disolusi dan memiliki laju disolusi yang tinggi (Javadzadeh, Siahi, Asnaashari and Nokhodchi, 2007). Amilum kentang juga memiliki kemampuan disintegrasi serta pelepasan obat yang baik dibandingkan amilum padi dan amilum jagung (Andrzej, Karol, Magdalena and Ewa, 2014). Amilum diketahui telah berhasil digunakan untuk formulasi likuisolid dan dapat memperbaiki profil disolusi serta menurunkan kerapuhan tablet pada beberapa obat seperti Lovastatin (Shyam et al., 2014) glyburide (Mohiuddin et al., 2014), carbamazepine (Vranikova et al., 2013).

23 3 Formulasi sediaan tablet liquisolid glibenklamid dengan pelarut gliserin dan amilum kentang sebagai carrier material diharapkan mampu memberikan pengaruh terhadap sifat fisik dan persentase obat yang terdisolusi serta mendapatkan proporsi formula optimum sediaan tablet liquisolid glibenklamid. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, timbul beberapa masalah yang akan diteliti sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh pelarut gliserin dan amilum kentang sebagai carrier material terhadap sifat fisik dan profil disolusi tablet liquisolid glibenklamid? 2. Berapa proporsi optimum campuran pelarut gliserin dan amilum kentang sebagai carrier material dalam tablet liquisolid glibenklamid? C. Keaslian Penelitian Telah dilakukan beberapa penelitian tentang formulasi sediaan tablet liquisolid glibenklamid dengan berbagai macam kombinasi pelarut dan carrier material diantaranya PEG 400 dengan MCC oleh Sirisha (2012), propilen glikol dengan Amilum kentang oleh Arun Kumar (2012), Synperonic PE/L44, dan Cremophor ELP dengan Amilum kentang oleh Javaheri (2014). Formulasi sediaan tablet Glibenklamid untuk meningkatkan kecepatan disolusi dengan teknik Liquisolid dengan kombinasi pelarut tween 80 dan carrier material dengan Amilum jagung oleh Sirisha (2012). Sejauh penelusuran peneliti, penelitian tentang Formulasi Sediaan Tablet Liquisolid Glibenklamid dengan Pelarut Gliserin dan Amilum kentang sebagai Carrier Material belum pernah dilakukan.

24 4 D. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penelitian untuk pengembangan formulasi tablet liquisolid glibenklamid dengan pelarut gliserin dan amilum kentang sebagai carrier material. b. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang sediaan tablet liquisolid gilbenklamid bagi masyarakat. E. Tujuan Penelitian a) Tujuan umum Mengetahui pengaruh pelarut gliserin dan amilum kentang sebagai carrier material terhadap sifat fisik dan profil disolusi tablet liquisolid glibenklamid. b) Tujuan khusus Mengetahui proporsi campuran pelarut gliserin dan amilum kentang sebagai carrier material terhadap sifat fisik dan profil disolusi tablet liquisolid glibenklamid.

25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tablet Liquisolid 1. Definisi liquisolid Liquisolid merupakan suatu teknik pembuatan tablet untuk meningkatkan laju disolusi obat yang diperkenalkan oleh Spires pada tahun 2002 (Spireas, 2002). Metode ini telah diketahui dapat meningkatkan luas permukaan obat dan persen obat terbasahi, liquisolid pada obat dengan kelarutan yang rendah dalam air diharapkan dapat meningkatkan pelepasan dan bioavailabilitas obat secara oral (Pavani, Noman dan Syed, 2013). Formulasi tablet liquisolid dapat diterapkan pada berbagai macam obat yang sukar larut air atau hampir tidak larut air dengan dosis obat yang kecil (kurang dari 100 mg) (Sinkar, Gondkar and Saudagar, 2015). 2. Keuntungan dan Kerugian dari Teknik Liquisolid Adapun beberapa keuntungan dari teknik liquisolid antara lain metode pembuatannya sederhana, biaya produksi yang rendah, meningkatkan pelepasan dan bioavailabilitas obat yang tergolong BCS II dan BCS IV, memiliki bioavailabilitas yang lebih baik dibandingkan dengan tablet konvensional, pelepasan obat tidak dipengaruhi makanan dan ph pada obat oral dengan kelarutan yang rendah dalam air (Mahapatra et al, 2014). Sedangkan kerugian dari metode ini adalah memiliki keterbatasan dalam memformulasikan obat dengan dosis besar (lebih dari 100 mg), dikarenakan pada obat dengan dosis yang besar 5

26 6 dibutuhkan penambahan pelarut, carrier material dan coating material dalam jumlah yang besar untuk mendapatkan sifat alir dan kompresibilitas baik sehingga dapat meningkatkan bobot tablet (Syed et al., 2012). 3. Komponen tablet liquisolid a. Pelarut non volatile Pelarut non volatile merupakan bahan yang bertindak sebagai surfakatan untuk membantu kelarutan bahan aktif dalam air. Syarat pelarut dalam liquisolid bersifat inert, tidak menguap, memiliki titik didih tinggi, dapat melarutkan bahan aktif dan dapat terdispersi dalam sistem liquisolid. Contoh pelarut non volatile yang dapat digunakan dalam formulasi tablet liquisolid antara lain PEG, propilen glikol, tween, gliserin, dimetil etil asetamida, polisorbat (Syed et al., 2012). b. Carrier material Carrier material merupakan bahan yang berfungsi sebagai penyerap liquid medication dalam formulasi tablet liquisolid. Syarat carrier material yang dapat digunakan dalam formulasi liquisolid antara lain memiliki pori dan daya serap yang mencukupi untuk menyerap liquid medication. Contoh carrier yang dapat digunakan dalam formulasi tablet liquisolid antara lain amilum, beberapa tingkatan microcrystalline cellulose dan laktosa. (Syed et al., 2012). c. Coating material Coating material merupakan bahan yang digunakan untuk melapisi partikel basah carrier yang telah menyerap liquid medication, sehingga menghasilkan serbuk yang kering (Priya, Kumari, Ankita, 2013). Syarat coating material yang baik adalah memiliki diameter partikel berkisar antara 0,01-5 µm

27 7 dan daya adsorpsi yang tinggi untuk menghasilkan serbuk yang kering dan memiliki laju alir yang baik. Coating material yang relatif sering digunakan dalam formulasi liquisolid adalah colloidal silicon dioxide (Aerosil, Cab-O-Sil M5) (Vraníková and Gajdziok, 2013). d. Superdisintegran Superdisintegran merupakan bahan yang digunakan untuk mempercepat waktu hancurnya tablet dalam medium air, dan dapat terdisintegrasi menjadi partikel penyusunnya sehingga akan meningkatkan kecepatan disolusi dan tercapainya bioavailabilitas yang diharapkan. Jenis bahan penghancur seperti pati dan jenis-jenis lainnya merupakan jenis bahan penghancur yang umumnya digunakan dan harganya relatif murah. Biasanya digunakan dengan konsentrasi 5-20% dari berat tablet (Lachman, Ziff and Spiro, 1994). Syarat-syarat bahan superdisintegran harus menghasilkan kehancuran yang cepat, memenuhi kompaktibilitas yang baik, ukuran partikel kecil,dan memiliki sifat alir yang baik (Debjit, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, and Chandira, 2009). Superdisintegran memiliki daya mengembang yang sangat tinggi dan cepat pada medium air sehingga mampu mendesak penyusun tablet lainnya ke arah luar secara cepat yang akan menyebabkan tablet dapat segera hancur (Sulaiman, 2007). 4. Cara pembuatan sediaan tablet liquisolid Tablet liquisolid dibuat dengan cara menambahkan bahan aktif yang sukar larut dalam air ke dalam pelarut non-volatile hingga membentuk suspensi yang kemudian diubah menjadi bentuk serbuk yang mudah mengalir, nonadherent dan siap untuk dikempa setelah penambahan carrier material dan

28 8 coating material (Gubbi and Jarag, 2009). Berikut merupakan tahapan secara umum pembuatan tablet liquisolid pada gambar 1. Bahan aktif ditamba + Pelarut nonvolatile solven ditambahkan Carrier dan coating material dicampur Serbuk kering ditambahkan Dikempa menjadi tablet dicampur dicampur Eksipien lain (pelicin dan pengikat) ditambahkan Disintegran Gambar 1. Skema secara umum liquisolid (Priya et al., 2013). Tablet liquisolid dirancang khusus dengan menambahkan bahan obat ke dalam pelarut hingga terbentuk suspensi obat yang di serap oleh carrier material sehingga suspensi obat dapat terdispersi merata pada sediaan serbuknya (Spireas, 2002). Tablet liquisolid dapat diaplikasikan dengan baik untuk bahan obat dengan dosis kecil. Peningkatan laju pelepasan obat sebanding dengan fraksi obat yang berada dalam dispersi molekulernya (Hadisoewignyo, 2012). Pembuatan tablet liquisolid umumnya menggunakan superdisintegran dan bahan pelicin. Superdisintegran dapat membuat tablet menjadi mudah untuk hancur sehingga dapat membuat tablet menjadi lebih cepat untuk terdisolusi. Bahan pelicin digunakan untuk memudahkan serbuk untuk mengalir sehingga dapat dikempa menjadi tablet (Hadisoewignyo, 2012).

29 9 5. Mekanisme meningkatnya pelepasan obat liquisolid a. Meningkatnya luas permukaan bahan obat Ketika obat dalam sistem liquisolid larut dalam pelarut non-volatile, obat akan berada pada keadaan dispersi molekuler di dalam carrier. Hal ini menyebabkan luas permukaan obat menjadi besar sehingga pelepasan obat meningkat. Dalam tablet liquisolid, pelepasan obat akan menjadi cepat karena luas permukaan obat besar dibanding dengan partikel obat yang dibuat dengan metode cetak langsung yang memiliki luas permukaan yang kecil untuk obat yang sulit larut (Vraníková et al., 2013). b. Meningkatnya kelarutan obat dalam air Perlu diketahui bahwa sedikit jumlah pelarut non-volatile dalam liquisolid tidak ikut melarutkan bahan obat. Pada antar permukaan padat-cairan (liquisolid tablet dan medium disolusi), sangat memungkinkan sedikit jumlah dari pelarut tersebut berdifusi keluar bersama dengan molekul obat dan bertindak sebagai ko-solven yang akan membantu meningkatkan kelarutan bahan obat dalam air (Lohithatsu et al., 2014). c. Meningkatkan proses pembasahan Pelarut non-volatile dalam liquisolid dapat bertindak sebagai surfaktan dengan menurunkan tegangan permukaan antara permukaan tablet dengan medium disolusi sehingga pembasahan dari partikel-partikel obat liquisolid meningkat (Vraníková et al., 2013). Pembasahan dalam liquisolid ini dapat dilihat dari sudut kontak yang kecil. Sudut kontak yang kecil berarti pembasahan meningkat (Kulkarni et al., 2010).

30 10 6. Model matematika tablet liquisolid Suatu pendekatan matematika yang dinyatakan Spireas dalam formulasi liquisolid untuk menghitung jumlah non-volatile solvent, carrier material dan coating material sehingga serbuk liquisolid memiliki kemampuan mengalir dan kompresibilitas yang baik. Rasio eksipien (R) merupakan rasio dari jumlah carrier (Q) dan coating material (q), nilai R ditunjukan dengan persaaman (1) R =...(1) Liquid load factor (L f ) merupakan rasio dari jumlah liquid medication (W) dan carrier material (Q). Nilai L f ditunjukkan persamaan (2). L f =...(2) Kecepatan disolusi pada liquisolid akan semakin tinggi seiring meningkatnya rasio eksipien (R) pada rentang 5 hingga 20. (Burra, Yamsani, Vobalaboina, 2011). Serbuk liquisolid akan memiliki sifat alir yang baik pada nilai rasio 20 (Satheeshbabu, Ghowthamarajan, Gayathri, Saravanan, 2011). Nilai rasio eksipien yang rendah akan mengakibatkan penurunan kecepatan disolusi dan meningkatnya nilai L f akan menurunkan sifat kompresibilitas campuran akhir (Vajir, Sahu, Ghuge, Bang, Bakde, 2012). Nilai L f yang tinggi dan Rasio eksipien yang rendah akan menghasilkan tablet dengan jumlah liquid medication yang berlebihan dan tidak dapat diserap oleh pembawa, sehingga akan menurunkan sifat kompresibilitas dan menyebabkan sejumlah liquid medication yang keluar dari partikel primer ketika di kempa. Pada beberapa kasus, difusi obat pada partikel primer lebih cepat dibanding difusi obat pada stagnant layer

31 11 (Hadisoewignyo, 2012). Hubungan antara liquid load factor (L f ) dan nilai R ditunjukkan dengan persamaan (3) dan persamaan (4). L f = ɸ + φ (1/R)...(3) L f = Ψ+ϕ (1/R)...(4) Nilai Ψ dan ϕ menyatakan jumlah maksimum pelarut non-volatile yang digunakan dan memiliki kompaktibilitas yang baik yang ditandai dengan kekerasan tablet yang mencukupi dan tanpa adanya cairan yang keluar pada saat pencetakan tablet (Abbas, Rasool, and Rajab, 2014 ). 7. Uji sifat alir serbuk liquisolid Sifat alir serbuk sangat penting dalam memastikan proses pencampuran yang efisien serta menjaga keseragaman bobot tiap tablet saat dikempa. Sifat alir serbuk dipengaruhi oleh ukuran, bentuk partikel, bobot jenis, kelembapan yang menyebabkan adanya kohesif antar partikel. (Siregar, 2008). Metode-metode yang dapat digunakan dalam mengevaluasi sifat alir serbuk antara lain: a. Sudut diam Sudut diam merupakan sudut permukaan bebas yang terjadi antara tumpukan serbuk terhadap bidang horizontal yang dipengaruhi oleh kohesi antarpartikel. Nilai sudut diam digunakan untuk mengetahui mampu alir serbuk yang dipengaruhi oleh kohesi antar partikel. Serbuk yang tidak kohesif akan memiliki sifat alir yang baik, menyebar dan membentuk timbunan yang rendah sedangkan serbuk yang lebih kohesif akan membentuk timbunan yang lebih tinggi yang kurang menyebar. Pengukuran sudut diam dapat dilakukan dengan

32 12 menggunakan metode sudut jatuh. (Siregar, 2008). Hubungan sudut diam dan sifat alir serbuk ditunjukkan pada tabel I. Tabel I. Hubungan sudut diam dan sifat alir serbuk Sudut diam ( o ) Sifat aliran < 25 Sangat baik Baik Cukup baik > 45 Sangat buruk (Aulton, 2007). b. Kecepatan alir Kecepatan alir merupakan waktu yang dibutuhkan sejumlah serbuk untuk mengalir melalui suatu alat. Mudah tidaknya granul atau serbuk dipengaruhi oleh bentuk, luas permukaan, kerapatan, kelembaban granul. Kecepatan alir serbuk = ( ) ( )...(5) 100 gram serbuk dengan kecepatan alir 10 g/detik dapat dikatakan baik (Siregar, 2008). c. Kerapatan serbuk ruahan Kerapatan serbuk ruahan adalah perbandingan antara massa serbuk yang belum dimampatkan terhadap volume termasuk kontribusi volume pori antarpartikel. Kerapatan serbuk ruahan tergantung pada kepadatan partikel serbuk dan susunan partikel serbuk. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan gelas ukur maka kerapatan serbuk ruahan dinyatakan dalam gram per ml (g/ml). Kerapatan serbuk ruahan, dapat dihitung dengan rumus:...(6)

33 13 M merupakan bobot serbuk dan V o merupakan volume wadah dalam satuan ml (Depkes RI, 2014). d. Kerapatan serbuk mampat Kerapatan serbuk mampat adalah tingkatan dari kerapatan serbuk mampat yang diperoleh dengan cara mengetuk dengan secara mekanis gelas ukur atau bejana pengukur yang berisi serbuk. Kerapatan serbuk mampat, dapat dihitung dengan rumus :...(7) M merupakan bobot serbuk dan V f merupakan volume setelah pengetukan. (Depkes RI, 2014). e. Hausner ratio Hausner ratio merupakan angka yang berhubungan dengan kemampuan alir dari serbuk, dan tidak bernilai mutlak untuk suatu bahan tertentu, tergantung dari metode yang digunakan untuk menentukannya (Arulkumaran and Padmapreetha, 2014). Uji Hausner ratio dapat dinyatakan dengan rumus :...(9) V o merupakan bobot volum sebelum dimampatkan dan V f merupakan bobot volum setelah pengetukan (Depkes RI, 2014). f. Indeks kompresibilitas Indeks kompresibilitas yaitu kemampuan granul untuk menurunkan volumenya (memampatkan diri) pada tekanan tertentu. Indeks kompresibilitas dipengaruhi oleh kerapatan, ukuran dan bentuk partikel. Semakin kecil persen

34 14 indeks pengetapan serbuk atau granul, semakin baik sifat alirnya. Sebaliknya, semakin besar indeks pengetapan serbuk atau granul, semakin buruk sifat alirnya (Sirisha et al., 2012). Uji ini dapat dinyatakan dengan rumus :...(8) (Depkes RI, 2014). Berikut merupakan paramater indeks kompresibilitas, hausner ratio dan kategori yang disajikan pada tabel II. Tabel II. Parameter indeks kompresibilitas, hausner ratio, dan kategori Indeks kompresibilitas (%) Hausner ratio Kategori < 10 1,00-1,11 Sangat Baik ,12-1,18 Baik ,19-1,25 Cukup Baik ,26-1,34 Agak Baik ,35-1,45 Buruk ,46-1,59 Sangat Buruk >38 > 1,60 Sangat Buruk Sekali (Arulkumaran et al., 2014). g. Distribusi Ukuran Partikel Ukuran dan distribusi ukuran partikel atau granul akan mempengaruhi bobot tablet, keseragaman bobot, waktu disintegrasi, kerapuhan (friabilitas) sifat alir, dan kinetika kecepatan pengeringan pada granulasi basah. Metode yang sering digunakan untuk mengukur ukuran partikel dan distribusi partikel adalah mikroskopi, pengayakan dan sedimentasi (Dewi, 2010). h. Kandungan Lembab (Moisture Content) Material yang akan dikempa harus memiliki kandungan lembab/kadar air dalam batas-batas tertentu. Hal ini penting karena berhubungan dengan sifat alir, proses pengempaan, kompatibilitas dan stabilitas. Salah satu cara untuk

35 15 mengetahui kelembaban suatu bahan padat adalah dengan perhitungan menggunakan data berdasarkan bobot keringnya. Angka hasil perhitungan ini dianggap sebagai kandungan lembab (MC/moisture content) (Sulaiman, 2007). Persamaan untuk menghitung moisture content yaitu:...(10) (Dewi, 2010). 8. Uji Mutu tablet liquisolid a. Keseragaman bobot Keseragaman bobot tablet menentukan dosis dari tiap tablet yang telah diproduksi. Keseragaman bobot dapat ditentukan berdasarkan penetapan kadar zat aktif pada contoh bets yang mewakili menggunakan metode analisis yang sesuai (Depkes RI, 2014). Variasi bobot tablet yang dikempa dipengaruhi oleh jumlah serbuk yang memenuhi die pada proses pengempaan tablet (Allen, Popovich, Ansel, 2014). b. Keseragaman kandungan Uji keseragaman kandungan berdasarkan pada penetapan kadar masing masing kandungan zat aktif dalam satuan sediaan. Keseragaman kandungan untuk sediaan padat ditentukan dengan cara menetapkan kadar masing-masing 10 satuan menggunakan metode analisis yang sesuai dan kemudian dihitung nilai penerimaan. Perhitungan nilai penerimaan dengan rumus : Np =...(11)

36 16 M merupakan nilai rujukan, merupakan rata-rata dari masing-masing kandungan (X 1, X 2, X n ) yang dinyatakan dalam persentase, k merupakan konstanta penerimaan dan s merupakan simpangan baku sampel. Berikut merupakan penggunaan uji keseragaman pada sediaan tablet yang disajikan pada tabel III. Tabel III. Penggunaan uji keseragaman pada sediaan tablet Bentuk sediaan Tipe Sub tipe Dosis dan perbandingan zat aktif Tablet 25 mg dan 25% < 25 mg atau < 25% Tidak bersalut Keragaman bobot Keseragaman kandungan Salut Selaput Keragaman bobot Keseragaman kandungan Lainnya Keseragaman kandungan Keseragaman kandungan (Depkes RI, 2014). c. Kekerasan tablet Tablet harus cukup kuat untuk mempertahankan bentuk selama mengalami perlakuan mekanik pada saat proses pengemasan, transportasi, hingga pada saat pemakaian (Arulkumaran et al., 2014). Kekerasan tablet merupakan parameter penting dalam pembuatan tablet karena dapat mempengaruhi proses disintegrasi dan disolusi tablet (Allen et al., 2014). Kekerasan tablet dipengaruhi oleh bobot bahan, kompatibilitas bahan, tekanan pengempaan, celah antara punch atas dan punch bawah pada saat pengempaan pengempaan (Siregar, 2008) d. Kerapuhan tablet Kerapuhan tablet merupakan kecenderungan tablet untuk remuk selama penanganan, pengemasan dan pengiriman (Allen et al., 2014). Uji kerapuhan tablet dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kerusakan tablet yang terjadi

37 17 akibat goncangan atau gesekan selama pengangkutan. Kerapuhan tablet dianggap cukup baik bila hasilnya kurang dari 1 % (Sulaiman, 2007). e. Waktu hancur tablet Waktu hancur tablet adalah waktu yang diperlukan tablet untuk pecah dan menjadi partikel-partikel penyusunnya, sehingga akan meningkatkan luas permukaan yang kontak dengan cairan dalam tubuh. Tekanan kompresi akan mempengaruhi waktu hancur tablet. Semakin besar tekanan kompresinya pada maka waktu hancur tablet makin lambat (Siregar, 2008). Waktu yang diperlukan untuk menghancurkan tablet tidak lebih dari 15 menit (Allen et al., 2014). Selain tekanan kompresi waktu hancur tablet juga dipengaruhi oleh pemilihan bahan pembuatan tablet (Aulton, 2007) f. Disolusi tablet Disolusi adalah proses melarutnya zat aktif (bahan obat) dalam sediaan obat ke dalam suatu medium. Pada umumnya medium yang digunakan berupa air. Disolusi merupakan proses kinetik, sehingga prosesnya diamati dari pengamatan terhadap jumlah zat aktif yang terlarut ke dalam medium sebagai fungsi waktu. Disolusi juga merupakan tahap penentu terjadinya absorpsi. Berdasarkan laju disolusi, dapat diperkirakan kecepatan absorbsi yang mempengaruhi mulai kerja, intensitas, dan lama kerja obat di dalam tubuh.pada tahun 1897, Noyes dan Whitney mencoba menguantifikasikan jumlah obat yang terlarut melalui persamaan : dw/dt = D.S/h (Cs-C)... (12)

38 18 W merupakan berat zat aktif yang terlarut dalam medium selama waktu t, sehingga dw/dt adalah kecepatan disolusi zat aktif (gram/waktu). D adalah koefisien difusi zat yang terlarut dalam medium yang digunakan, S adalah luas kontak muka zat aktif- medium, h adalah tebal lapisan tipis (film-difusi), sedangkan Cs adalah konsentrasi dalam keadaan saturasi. Harga C menunjukkan konsentrasi zat aktif terlarut pada saat t (Fudholi, 2013). Pengujian disolusi sediaan tablet liquisolid glibenklamid mengikuti penerimaan uji disolusi tablet glibenklamid yang tertera dengan nilai Q30 yaitu 75% zat aktif glibenklamid harus dapat larut setelah 30 menit dalam medium disolusi (United States Pharmacopeial Convention, 2014). B. Monografi bahan 1. Glibenklamid Glibenklamid merupakan serbuk hablur putih atau hampir putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau. Glibenklamid mempunyai berat molekul sebesar dengan Titik leleh 169,5 0 C (Abdul, Swathimutyam, Padmanabha, Nalini, and Prakash, 2011). Glibenklamid (Gliburide) merupakan antidiabetik oral golongan sulfonilurea generasi kedua yang digunakan untuk pengobatan diabetes tipe II memiliki durasi aksi obat selama 24 jam (Sweetman, 2009). Gambar 2. Struktur Kimia Glibenklamid (Abdul et al., 2011).

39 19 Glibenklamid bekerja dengan menurunkan kadar glukosa dalam darah dengan merangsang sel β Langerhans pankreas untuk memproduksi insulin. Kanal Ca terbuka dan ion Ca 2+ akan masuk sel β, merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptida-c. Dosis yang dianjurkan untuk DM tipe 2 adalah 2,5-5 mg setiap hari. Pada penggunaan dosis yang besar dapat menyebabkan hipoglikemia. Glibenklamid lebih efektif diminum 30 menit sebelum makan agar mencapai kadar optimal di plasma. Obat ini cepat diserap dalam saluran pencernaan, cukup diberikan satu kali sehari (Suherman, 2007). Glibenklamid tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam metilen klorida, sukar larut dalam etanol dan metanol (Sweetman, 2009). Glibenklamid termasuk salah satu obat yang masuk dalam golongan 2 dari Sistem Klasifikasi Biofarmasetika (BCS) yang memiliki kelarutan yang rendah dalam air dan memiliki permeabilitas yang tinggi (Sirisha et al., 2012). Glibenklamid memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang 229,5 nm dalam metanol (Sudharshan and Bonde, 2009). Glibenklamid dalam medium disolusi buffer phosphate ph 8.5 memiliki panjang gelombang nm (Gianotto, Arantes, Larra-Filho, Filho, and Fregonezi-Nery, 2007). 2. Gliserin Gliserin memiliki pemerian cairan jernih yang tidak berwarna dan tidak berbau. surfaktan atau emulgator non-ionik. Gliserin larut dalam air, methanol, ethanol (95%), sedikit larut dalam aseton, praktis tidak larut dalam kloroform. Gliserin memiliki titik leleh 17,8 0 C, bobot jenis 1,262 g/cm 3.

40 20 Gliserin merupakan pelarut non-volatile yang digunakan dalam pembuatan tablet liquisolid (Kulkarni et al., 2010). Gliserin memiliki sifat yang stabil pada suhu ruang, tidak toksik dan tidak mengiritasi (Alvarez-Nunez and Medina, 2004). Gambar 3. Struktur kimia gliserin (Alvarez-Nunez and Medina, 2004). 3. Amilum Kentang Amilum kentang atau pati kentang memiliki pemerian pemerian serbuk putih yang tidak berbau dan tidak berasa. Amilum kentang memiliki berat molekul 0,8-0,9 g/cm 3. Amilum kentang mengandung amilosa sebesar 20-23%. Amilum praktis tidak larut dalam air dingin dan ethanol dan larut dalam air panas. Amilum kentang memiliki sifat yang stabil pada suhu ruang dan bersifat inert (Häusler, 2009). Gambar 4. Struktur kimia amilum kentang (Häusler, 2009). Mekanisme aksi amilum adalah dengan aksi kapiler, deformasi dan pengembangan ketika kontak dengan air dengan suhu 37 o C, sehingga dapat memutuskan ikatan hidrogen yang terbentuk pada saat pengempaan. Pada proses pengempaan amilum akan terdistribusi pada seluruh bagian tablet sehingga dapat

41 21 membentuk jembatan hidrofil sehingga apabila tablet kontak dengan air, air akan segerap diserap dengan cepat oleh tablet melalui jembatan hidrofil (Sulaiman, 2007). Amilum baik digunakan sebagai pengisi dan penghancur dalam tablet karena memiliki daya kompak, dapat menyerap air dan dapat terdisintegrasi dengan baik saat pelepasan obat dalam medium air (Siregar, 2008). Amilum kentang dapat digunakan sebagai carrier sebagai peningkat bioavailabilitas obat dengan kelarutan yang rendah (Häusler, 2009). 4. HDK Wacker N20 (Aerosil) Aerosil merupakan silikon dioksida murni yang diketahui dalam jumlah kecil dapat menyerap air yang cukup besar. Aerosil berbentuk serbuk keputihputihan, ringan, tidak berbau, dan tidak berasa yang memiliki berat molekul sebesar 60,08 dan praktis tidak larut dalam pelarut organik, air, dan asam, kecuali asam hidrofluorat. Larut dalam larutan hangat hidroksida alkali. Aerosil dapat berfungsi sebagai glidant pada konsentrasi 0,1-0,5% (Hapgood, 2009). 5. Avicel PH 102 Avicel merupakan salah satu merek dagang dari selulosa mikrokristal berupa serbuk putih, tidak berbau dan tidak berasa dan banyak digunakan sebagai bahan tambahan pada tablet cetak langsung, karena bahan ini dapat berfungsi sebagai bahan pengisi, pengikat, dan sekaligus penghancur tablet. Avicel dapat larut dalam 5% b/v larutan NaOH, praktis tidak larut dalam air, larutan asam, dan sebagian pelarut organik. Avicel digunakan sebagai pengikat (binder) pada konsentrasi % (Guy, 2009). Avicel memiliki kompresibilitas dan sifat alir

42 22 yang baik dan dapat meningkatkan waktu hancur (Sulaiman, 2007). Avicel PH- 102 merupakan pengikat kering yang cukup efektif dalam pencampuran kering (Siregar, 2008). Avicel PH-102 memiliki ukuran partikel 100 μm, kadar airnya 3-5%, dan bobot jenis 0,28 0,33 g/ml (Guy, 2009). Avicel juga dapat meningkatkan laju alir dan mengurangi variasi dari berat tablet (Ohwoavworhua, Adelakun and Okhamafe, 2009). 6. Sodium Starch Glycolate (SSG) Sodium Starch Glycolate (SSG) Pemeriannya berupa serbuk putih, tidak berbau, tidak berasa, dan mudah mengalir dan sangat higroskopis. SSG memiliki nama lain yaitu explotab carboxymethyl starch, sodium salt, primojel. Larut sebagian dalam etanol 95% dan praktis tidak larut dalam air. Sodium Starch Glycolate merupakan contoh superdisintegran yang dapat mengembang cepat ketika kontak dengan medium air dan sering digunakan pada formulasi tablet liquisolid. SSG umum digunakan sebagai penghancur pada konsentrasi 2 hingga 8% (Young, 2009). 7. Magnesium Stearat Magnesium stearat digunakan sebagai lubricant untuk mengurangi gesekan ketika sediaan padat dikeluarkan dari proses pengempaan. Magnesium stearat memiliki pemerian serbuk putih, tidak berbau, tidak berasa, dan mudah mengalir. Magnesium stearat dapat larut sebagian dalam etanol 95% dan praktis tidak larut dalam air. Magnesium stearat umum digunakan sebagai pelicin untuk menghindari terjadinya capping tablet pada konsentrasi 0,25 5%. Magnesium stearat bersifat hidrofobik dan penggunaan magnesium stearat melebihi batas

43 23 dapat menurunkan kekerasan, kecepatan disintegrasi, kecepatan disolusi serta dapat meningkatkan kerapuhan tablet (Allen and Luner, 2009). C. Landasan teori Liquisolid merupakan salah satu metode pembuatan tablet yang digunakan untuk meningkatkan kecepatan disolusi obat yang sukar larut dalam air. Metode liquisolid memiliki komponen utama yaitu pelarut dan carrier material sangat mempengaruhi sifat fisik dan kecepatan disolusi tablet (Hadisoewignyo, 2012). Metode liquisolid memiliki komponen utama yaitu pelarut dan carrier material. Pelarut yang digunakan pada penelitian ini yaitu gliserin. Penelitian yang dilakukan oleh Ghadi (2015) tentang formulasi tablet liquisolid spironolacton dengan pelarut gliserin, pada peningkatan proporsi gliserin memberikan respon penurunan kekerasan tablet, peningkatan persentase kerapuhan tablet dan peningkatan jumlah obat yang terdisolusi. Gliserin bersifat inert larut dalam air, bahan ini banyak digunakan sebagai bahan tambahan pada suatu formulasi untuk meningkatkan kelarutan obat yang sukar larut. Obat yang ditambahkan pelarut akan berada pada keadaan dispersi molekuler dan ketika campuran menjadi suspensi, obat akan berada dalam dispersi kasar. Pendispersian tersebut menyebabkan luas permukaan obat menjadi besar, menurunkan tetapan dielektrik obat, dan menurunkan sudut kontak sehingga terjadi peningkatan kelarutan obat. Carrier material yang digunakan dalam penelitian ini adalah amilum kentang. Amilum banyak digunakan sebagai bahan tambahan dalam suatu

44 24 formulasi sediaan tablet untuk memiliki waktu hancur dengan baik dalam medium disolusi dan memiliki laju disolusi yang tinggi (Javadzadeh et al., 2007). Mekanisme aksi amilum adalah dengan aksi kapiler, deformasi dan pengembangan ketika kontak dengan air dengan suhu 37 o C, air akan segerap diserap dengan cepat oleh tablet melalui jembatan hidrofil (Sulaiman, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Shyam (2014) tentang formulasi tablet liquisolid lovastatin dengan amilum kentang sebagai carrier material, pada peningkatan proporsi amilum kentang memberikan respon peningkatan waktu hancur, peningkatan persentase obat yang tedisolusi, penurunan kekerasan tablet dan penurunan persentase kerapuhan. D. Hipotesis 1. Peningkatan proporsi gliserin sebagai pelarut dapat meningkatkan persentase kerapuhan, meningkatkan persentase obat yang terdisolusi dan menurunkan kekerasan tablet. Peningkatan proporsi amilum kentang sebagai carrier material dapat meningkatkan waktu hancur, meningkatkan persentase obat yang terdisolusi, menurunkan kekerasan tablet dan menurunkan persentase kerapuhan tablet. 2. Proporsi gliserin dengan jumlah 25 mg dan amilum kentang sejumlah 287 mg diperkirakan sebagai formula optimum.

45 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah eksperimental murni dengan melakukan percobaan pembuatan formulasi sediaan tablet liquisolid glibenklamid dengan menggunakan kombinasi pelarut gliserin dan amilum kentang sebagai carrier material. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Formulasi Teknologi Sediaan Padat dan Laboratorium Farmasi Fisika Universitas Sanata Dharma. B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perbandingan gliserin dan amilum kentang menggunakan simplex lattice design dengan R1 (0%:100%), R2 (0%:100%), R3 (25%:75%), R4 (50%:50%), R5 (50%:50%), R6 (75%:25%), R7 (100%,0%), dan R8 (100%,0%). 2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah disolusi tablet liquisolid, sifat fisik serbuk liquisolid (indeks kompresibilitas), sifat fisik tablet liquisolid (keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, waktu hancur). 3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah lokasi pemesanan bahan yang dipakai, nomor ayakan, dan waktu pencampuran. 4. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu dan kelembaban ruangan. 25

46 26 C. Definisi Operasional 1. Sifat fisik serbuk merupakan parameter untuk mengukur kualitas serbuk 2. Indeks kompresibilitas merupakan banyaknya ruang kosong pada campuran serbuk yang akan berdampak pada pembuatan tablet. 3. Sifat fisik tablet merupakan parameter untuk mengukur kualitas dari tablet yang akan diproduksi. Parameter tersebut meliputi uji kekerasan,kerapuhan, waktu hancur, keseragaman bobot, dan disolusi tablet. 4. Keseragaman kandungan merupakan salah satu parameter yang menunjukkan setiap tablet yang dibuat memiliki kadar obat yang sama. 5. Kekerasan tablet merupakan salah satu parameter yang menunjukkan interaksi-interaksi antar komponennya seperti goncangan dan keretakan tablet. 6. Kerapuhan tablet merupakan salah satu parameter yang menunjukkan kekuatan tablet terhadap benturan mekanik saat pentabletan. 7. Waktu hancur tablet merupakan salah satu parameter yang menunjukkan waktu yang dibutuhkan tablet telah hancur sempurna. 8. Disolusi merupakan salah satu parameter yang menunjukkan kadar obat yang terlarut sempurna pada waktu tertentu. 9. Formula tablet optimum merupakan formula yang memenuhi standar penerimaan sediaan tablet yang ditetapkan meliputi memiliki kandungan zat aktif sebesar 90% sampai 120%, kerapuhan < 0,8%, waktu hancur 15 menit, dan terdisolusi sebesar 100 % setelah 30 menit.

47 27 D. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat Hardness tester merk Pharmatest, Volumenometer merk ERWEKASYM, disintegran tester merk ATMI, attrition tester merk ATMI, timbangan analitik merk DeltaRange, MELTTER AE260, mesin cetak tablet single punch KORSCH, statif, mortir dan stamper,alat uji disolusi tablet RC-6 D, Spektrofotometer UV SCHIMADZU, stopwatch, dan alat- alat gelas. 2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yang memiliki spesifikasi pharmaceutical grade adalah glibenklamid (PT. IFARS SOLO), Gliserin (P&G Chemical), Amilum kentang (FAGRON), Avicel PH-102 (FMC BioPolymer),, HDK Wacker N20 (Wacker Chemie AG Werk Burghausen), Mg stearat (Nitica, India), SSG (Gujarat Overseas Inc. India).

48 28 E. Tata Cara Penelitian Formula penelitian dibuat dengan perbandingan gliserin : amilum kentang R1 (0%:100%), R2 (0%:100%), R3 (25%:75%), R4 (50%:50%), R5 (50%:50%), R6 (75%:25%), R7 (100%,0%), dan R8 (100%,0%) yang ditunjukan pada tabel IV. Bahan Tabel IV. Formula tablet liquisolid glibenklamid Jumlah (mg) R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 Glibenklamid Gliserin Amilum kentang Aerosil Avicel PH SSG 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 MG stearat 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 Total Keterangan : Penentuan perbandingan komposisi pelarut gliserin dan carrier material amilum kentang pada masing-masing formula dilakukan dengan menggunakan simplex lattice design dari Design Expert 9.0 dan didapatkan 8 formula yang disebut R1 hingga R8. 1. Pembuatan sediaan tablet liquisolid Semua bahan ditimbang sesuai formula. Glibenklamid dan pelarut gliserin dimasukkan dalam mortir dan diaduk hingga rata sehingga membentuk suspensi. Suspensi tersebut kemudian diserap dengan dengan amilum kentang dan diaduk dalam mortir selama 5 menit. Campuran ditambahkan aerosil sebagai coating dan diaduk kembali selama 5 menit. Campuran dimasukkan kedalam cube mixer dan diaduk selama 15 menit dalam cube mixer dengan kecepatan 50 rpm. Massa serbuk kering dikeluarkan dari cube mixer kemudian diayak dengan pengayak mesh nomer 16. Massa serbuk yang telah diayak kemudian dimasukkan ke dalam cube mixer dan ditambahkan Avicel PH-102, SSG dan Mg stearat yang sudah ditimbang. Massa sebuk lalu dicampur homogen selama 15 menit di dalam

49 29 cube mixer. Selanjutnya diuji sifat alir serbuk dan uji homogenitas serbuk. Serbuk yang telah diuji, kemudian dikempa menjadi tablet. Tablet yang sudah dikempa dilakukan pengujian meliputi sifat fisik dan uji disolusi. 2. Uji mutu serbuk liquisolid a. Indeks kompresibilitas Timbang seksama lebih kurang 100 g serbuk (M) dengan tingkat akurasi 0,1%, masukan dalam gelas ukur 250 ml tanpa pemampatan. Ratakan permukaan serbuk dengan hati-hati tanpa pemampatan jika perlu, dan bacalah volume (V 0 ) pada skala tersebut. Pasang gelas ukur pada penyangga. Lakukan sebanyak 10, 500 dan 1250 ketukan sampai bobot volum serbuk mencapai minimum. Perubahan volum serbuk dihitung sebagai V f. Bobot jenis ketuk kemudian dapat dihitung (Depkes RI, 2014). b. Uji homogenitas serbuk 1. Pembuatan larutan induk Larutan induk dibuat dengan cara menimbang seksama 100,0 mg glibenklamid kemudian dilarutkan dengan metanol hingga 100 ml (Sudharshan et al., 2009). 2. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum Larutan induk kemudian diambil 100 µl dan diencerkan dengan larutan metanol hingga 10 ml sehingga didapat konsentrasi 10 µg/ml. Larutan dimasukkan dalam kuvet dan diamati absorbansi pada panjang gelombang nm sehingga akan diketahui serapan maksimum (Sudharshan et al., 2009).

50 30 3. Pembuatan kurva baku Larutan induk dibuat seri kadar dengan konsentrasi 3,98 µg/ml, 5,97 µg/ml, 7,96 µg/ml, 9,95 µg/ml, 11,94 µg/ml dan diencerkan dengan metanol. Setelah itu larutan dibaca dengan Spektrofotometer UV pada panjang gelombang serapan maksimum, Serapan yang didapat dari masing-masing pengenceran diplotkan dengan kadar dan dibuat kurva dengan persamaan garis dan regresi linier. 4. Homogenitas serbuk Pengujian dilakukan dengan mengambil 10 titik sampel serbuk. Sampel ditimbang seksama masing-masing 88,0 mg kemudian ditambahkan metanol sampai 100 ml. Sampel kemudian disaring dengan menggunakan milipore. Serapan dibaca menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 229,0 nm. Homogenitas serbuk harus memenuhi kriteria coefficient variation (CV) kurang dari 5 %. 3. Uji mutu tablet liquisolid a. Keseragaman kandungan Masing-masing 10 tablet digerus satu per satu kemudian diambil sebanyak 88 mg kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan metanol sampai batas tanda sehingga didapat konsentrasi sebesar 8 µg/ml Serapan dibaca menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 229,0 nm. Hasil serapan kemudian dihitung kadar tiap-tiap formula (Run) dan nilai penerimaan.

51 31 b. Uji kekerasan tablet Sebanyak 20 tablet diletakkan satu per satu secara horizontal pada hardness tester, kemudian salah satu bagian dari mesin ini akan bergerak maju untuk menghancurkan tablet dan alat membaca ukuran tablet yang hancur.. Kemudian, hasilnya dihitung rata-ratanya (Anilkumar, Arun, Amol, Harinath, 2010). c. Uji kerapuhan tablet Sebanyak 20 tablet ditimbang secara bersamaan dan dicatat sebagai bobot awal. Seluruh tablet dimasukkan ke dalam attrition tester dengan kecepatan putar 25 rpm selama 4 menit. Tablet hasil atrition tester dibersihkan dari serbuk serbuk halus yang menempel dan ditimbang kembali. Nilai persen kerapuhan dapat dihitung dari selisih penimbangan awal dengan penimbangan akhir dibagi penimbangan awal dan dikalikan 100 persen (Arulkumaran et al., 2014). d. Uji waktu hancur tablet Enam tablet dipilih secara acak diletakkan di dalam tabung disintegran tester. Tabung dimasukkan kedalam bejana yang telah diisi air bersuhu 37 0 C, tinggi air tidak kurang dari 15 cm sehingga tabung dapat turun naik dengan jarak 7,5 cm. Kemudian dicatat waktu hancur tablet. Tablet dikatakan hancur apabila ada bagian tablet ada yang tertinggal di atas kasa. Waktu hancur tablet dikatakan baik 15 menit (Depkes RI, 2014). e. Penetapan kadar Satu tablet ditimbang lalu digerus, kemudian diambil 88,0 mg dengan seksama lalu dilarutkan dengan metanol dalam labu takar 10 ml sampai batas

52 32 tanda. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum metanol. diperoleh dengan memasukkan nilai serapan ke dalam kurva baku glibenklamid dalam metanol. Percobaan diulang sebanyak tiga kali tiap running dan dihitung rata-rata serta simpangan deviasi (SD). f. Uji Disolusi 1. Pembuatan Larutan buffer phosphate ph 8,5 Larutan buffer phosphate ph 8,5 sebagai medium disolusi dibuat dengan cara menimbang sebanyak 6,8 gram monobasic potassium phosphat dan 1,99 gram NaOH kemudian ditambahkan akuadest ke dalam labu takar 1000 ml hingga batas tanda (United States Pharmacopeial Convention, 2014). 2. Pembuatan larutan induk Larutan induk dibuat dengan cara menimbang seksama 67,0 mg glibenklamid kemudian ditimbang seksama lalu dilarutkan 40 ml metanol di dalam labu takar 500 ml. Sonifikasi selama 5 menit lalu ditambahkan medium disolusi hingga batas tanda (United States Pharmacopeial Convention, 2014). 3. Penentuan panjang gelombang maksimum Larutan induk kemudian diambil 400 µl dan diencerkan dengan larutan buffer phosphate ph 8,5 hingga 10 ml. Larutan ini dimasukkan dalam kuvet dan diamati absorbansi pada panjang gelombang nm sehingga akan diketahui serapan maksimum. 4. Pembuatan kurva baku Larutan induk dibuat seri kadar dengan konsentrasi 2,668 µg/ml, 4,002 µg/ml, 5,336 µg/ml, 6,670 µg/ml, 8,004 µg/ml yang diencerkan sampai 25 ml

53 33 dengan buffer phosphate ph 8,5. Setelah itu larutan dibaca dengan Spektrofotometer UV pada panjang gelombang serapan maksimum, Serapan yang didapat dari masing-masing pengenceran diplotkan dengan kadar dan dibuat kurva dengan persamaan garis dan regresi linier. 5. Uji disolusi tablet Tablet dimasukkan ke dalam labu yang berisi larutan 0,05 M buffer phosphate ph 8,5 yang berfungsi sebagai media disolusi. Jarak pengaduk dayung dari dasar labu adalah 2,5 ± 0,2 cm dan pengaduk dayung diputar pada kecepatan 50 rpm. Suhu medium dijaga konstan 37 ± 0,5º C dengan volume media disolusi yang digunakan adalah 900 ml. Sampel obat yang terlepas ke medium diambil pada menit ke 0, 5, 10, 15, 30, dan 45 menit sebanyak 5 ml pada posisi yang telah ditentukan. Setiap kali pengambilan sampel diganti dengan volume yang sama (5,0 ml) dengan medium buffer phosphate. Serapan dari larutan uji ditetapkan kadarnya dengan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang maksimum. F. Analisis Data Data yang diperoleh dari percobaan adalah data indeks kompresibilitas, homogenitas serbuk, uji disolusi dan sifat fisik tablet meliputi keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan tablet, dan waktu hancur tablet. Data sifat fisik yang diperoleh, dihitung rata-rata dan standar deviasi. Data sifat alir, sifat fisik, dan uji disolusi tablet dianalisis menggunakan Design Expert 9.0 sehingga didapatkan interaksi dari kedua komponen untuk masingmasing respon dan formula optimum. Analisis statistik yang digunakan yaitu uji ANOVA pada taraf kepercayaan 95% dengan menggunakan Design Expert 9.0

54 34 dan uji T tidak berpasangan dengan menggunakan R studio Nilai p-value yang kurang dari 0,05 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.

55 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Sifat Alir Serbuk Liquisolid Serbuk liquisolid yang dihasilkan diuji sifat alirnya untuk mengetahui kemampuan alir serbuk dalam mengisi ruang kompresi pada mesin pencetak tablet sehingga tablet yang dihasilkan memiliki keseragaman bobot yang baik. Pengujian sifat alir serbuk liquisolid dilakukan dengan metode indeks kompresibilitas. 1. Indeks Kompresibilitas Indeks kompresibilitas merupakan kemampuan granul untuk berkurang/menurun volumenya setelah diberi tekanan tertentu (Sulaiman, 2007). Peningkatan nilai indeks kompresibilitas menunjukkan penurunan kemampuan alir serbuk, sedangkan penurunan nilai indeks kompresibilitas menunjukkan peningkatan kemampuan alir. Indeks kompresibilitas dipengaruhi oleh bentuk, kerapatan dan ukuran partikel (Sirisha et al., 2012). Respon indeks kompresibilitas ditunjukkan pada persamaan 13. Y= 3,50 X 1 + 0,05 X 2-0,01 X 1 X 2... (13) Keterangan : X 1 = Gliserin X 2 = Amilum kentang 35

56 36 Model plot respon indeks kompresibilitas ditunjukan pada gambar 5. Keterangan: Y = Respon indeks kompresibilitas A = Komponen gliserin B = Komponen amilum kentang = Design point = Convidence interval --- = Tolerance interval Gambar 5. Model plot respon indeks kompresibilitas serbuk liquisolid Pada persamaan (13) dapat diketahui bahwa gliserin, amilum kentang dan interaksi gliserin dan amilum kentang memberikan pengaruh respon indeks kompresibilitas. Persamaan (13) memiliki nilai p-value pada lack of fit sebesar 0,6836 (p>0,05), sehingga dinyatakan persamaan tersebut dapat menggambarkan eksperimental. Hasil anova untuk persamaan (13) sebesar 0,0011 (p<0,05) maka dapat dinyatakan terdapat perbedaan signifikan, sehingga penambahan tunggal maupun interaksi gliserin dan amilum kentang pengaruhnya besar terhadap persentase indeks kompresibilitas serbuk liquisolid. Nilai positif menunjukkan penggunaan komponen gliserin meningkatkan indeks kompresibilitas dengan nilai 3,50. Komponen gliserin memiliki pengaruh yang dominan terhadap peningkatan indeks kompresibilitas, hal ini disebabkan gliserin akan menyebabkan serbuk menjadi basah dan menjadi lebih padat, sehingga berdampak pada peningkatan indeks kompresibilitas. Nilai negatif pada interaksi amilum kentang menunjukkan amilum kentang mampu menyerap gliserin menjadi serbuk kering sehingga

57 37 menurunkan indeks kompresibilitas. Hasil indeks kompresibilitas serbuk pada tiap formula menunjukkan indeks kompresibilitas serbuk berada pada rentang 11,49%- 13,79% sehingga dapat dikatakan serbuk memenuhi persyaratan indeks kompresibilitas yang baik yaitu berada pada rentang 11%-15% (Arulkumaran et al., 2014). B. Hasil Uji Homogenitas Serbuk Uji Homogenitas serbuk dilakukan untuk mengetahui apakah proses pencampuran serbuk yang dilakukan menghasilkan campuran yang homogen. Pengukuran dilakukan menggunakan working standar glibenklamid dalam metanol pada instrumen spektrofotometer UV untuk menentukan panjang gelombang maksimum. Hasil serapan maksimum terukur pada panjang gelombang 229 nm yang ditunjukan pada gambar ,0 Gambar 6. Spectrum graph glibenklamid dalam metanol (panjang gelombang vs absorbansi) Menurut Bilal (2013) serapan glibenklamid dalam metanol berada pada panjang gelombang dalam kisaran 229,5 nm. Hal ini tidak berbeda jauh dari penelitian tersebut dalam penentuan absorbansi panjang gelombang dibandingkan dengan hasil yang didapat. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi absorbansi

58 Absorbansi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38 yaitu zat yang dianalisis, peralatan, suhu, konsentrasi yang tinggi dan zat pengganggu (Gandjar and Rohman, 2009). Berikut kurva baku glibenklamid yang ditunjukkan pada gambar 7. 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 y = 0,0606x + 0,058 r = 0, Konsentrasi (µg/ml) Gambar 7. Kurva baku glibenklamid dalam metanol (n=1) Persamaan kurva baku glibenklamid dalam metanol yang didapat yaitu Y= 0,0606X + 0,058 dengan nilai regresi (r) sebesar 0,998. Menurut Miller dan Miller (2010), nilai r yang dianjurkan untuk sebuah analisis dengan menggunakan persamaan regresi linear adalah r dengan nilai diatas 0,99, sehingga persamaan tersebut dapat digunakan untuk penetapan kadar obat glibenklamid.

59 39 Pengujian homogenitas serbuk dilakukan dengan mengambil 10 titik sampel pada bagian atas tengah dan bawah cube mixer dan diukur dengan instrumen spektofotometer UV. Hasil penetapan kadar tablet ditunjukan pada tabel V. Tabel V. Hasil uji homogenitas serbuk liquisolid Sample no glibenklamid (%) 1 95, , , , , , , , , ,88 96,39 SD 1,44 CV 1,49 % Hasil uji homogenitas diperoleh kadar 96,39 ± 1,44 (%) dengan coefficient variation (CV) sebesar 1,49 %, sehingga serbuk yang dibuat dapat dikatakan sudah homogen karena memenuhi persyaratan uji homogenitas yaitu memiliki CV kurang dari 5% (Depkes RI, 2014).

60 40 C. Hasil Uji Mutu Fisik Tablet Liquisolid 1. Keseragaman Kandungan Tablet Liquisolid Uji keseragaman kandungan bertujuan untuk mengetahui kandungan zat aktif tiap tablet liquisolid yang telah dikempa. Respon keseragaman kandungan ditunjukkan pada persamaan 14. Y=2,230 X 1 + 0,311 X 2-0,007 X 1 X 2... (14) Keterangan : X 1 = Gliserin X 2 = Amilum kentang Model plot respon keseragaman kandungan ditunjukan pada gambar 8. Keterangan: Y = Respon keseragaman kandungan A = Komponen gliserin B = Komponen amilum kentang = Design point = Convidence interval --- = Tolerance interval Gambar 8. Model plot respon keseragaman kandungan tablet liquisolid Pada persamaan (14) dapat diketahui bahwa gliserin, amilum kentang dan interaksi gliserin dan amilum kentang memberikan pengaruh respon keseragaman kandungan. Persamaan tersebut memiliki nilai p-value pada lack of fit sebesar 0,3347 (p>0,05), sehingga dinyatakan persamaan tersebut dapat menggambarkan eksperimental. Hasil anova untuk persamaan (14) sebesar 0,0820 (p>0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan sehingga penambahan tunggal maupun interaksi gliserin dan amilum kentang pengaruhnya kecil terhadap keseragaman kandungan tablet liquisolid. Nilai positif

61 41 menunjukkan penggunaan komponen gliserin meningkatkan kadar obat yang terbaca dengan nilai 2,30. Komponen gliserin memiliki pengaruh yang dominan terhadap peningkatan keseragaman kandungan, hal ini disebabkan penambahan gliserin akan mendispersikan glibenklamid menjadi partikel yang lebih kecil, sehingga berdampak pada peningkatan kelarutan glibenklamid dalam metanol. Nilai negatif menunjukkan interaksi amilum kentang dalam menurunkan kadar obat yang terbaca dengan nilai -0,007, hal ini disebabkan komponen amilum kentang memiliki mekanisme pelepasan obat dengan mengembang dalam air sehingga obat sulit untuk lepas. Hasil keseragaman kandungan tablet pada tiap formula menunjukkan kadar tiap tabletnya berada pada rentang 93,65-100,45 dengan nilai penerimaan 2,81-7,56% sehingga dapat dikatakan tablet memenuhi persyaratan keseragaman kandungan yaitu memiliki nilai penerimaan kurang dari 15% (Depkes RI, 2014). 2. Kekerasan Tablet Liquisolid Kekerasan tablet merupakan parameter yang menggambarkan ketahanan tablet terhadap tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadi keretakan tablet selama pembungkusan, pengangkutan dan pemakaian. Kekerasan tablet dipengaruhi oleh bobot bahan, kemampuan alir serbuk, kompaktibilitas bahan, tekanan pengempaan, celah antara punch atas dan punch bawah pada saat pengempaan pengempaan. Respon kekerasan tablet ditunjukkan pada persamaan 15. Y= 47,83 X 1 + 0,03 X 2 + 0,24 X 1 X 2 + 0,0003 X 1 X 2 (X 1 X 2 )... (15) Keterangan : X 1 = Gliserin X 2 = Amilum kentang

62 42 Model plot respon kekerasan tablet ditunjukan pada gambar 9. Keterangan: Y = Respon kekerasan tablet A = Komponen gliserin B = Komponen amilum kentang = Design point = Convidence interval --- = Tolerance interval Gambar 9. Model plot respon kekerasan tablet liquisolid Pada persamaan (15) dapat diketahui bahwa gliserin, amilum kentang dan interaksi gliserin dengan amilum kentang memberikan pengaruh respon kekerasan tablet. Persamaan tersebut memiliki nilai p-value pada lack of fit sebesar 0,41 (p>0,05), sehingga dinyatakan persamaan tersebut dapat menggambarkan eksperimental. Hasil p-value pada anova untuk persamaan (15) sebesar 0,0001 (p<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan signifikan sehingga penambahan tunggal maupun interaksi gliserin dan amilum kentang pengaruhnya besar terhadap kekerasan tablet liquisolid. Nilai negatif pada persamaan (15) menunjukkan penggunaan komponen gliserin yang dominan terhadap penurunan kekerasan tablet dengan nilai 47,83. Komponen gliserin memiliki pengaruh yang dominan terhadap penurunan kekerasan tablet, hal ini disebabkan gliserin yang dijerap oleh amilum menyebabkan serbuk menjadi lebih lembab sehingga menyebabkan serbuk memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang kurang baik. Hasil pada tiap formula

63 43 memiliki kekerasan tablet pada rentang 4,0 7,8 sehingga dapat dikatakan tablet memenuhi persyaratan kekerasan tablet yaitu antara 4 kg hingga 8 kg. 3. Kerapuhan Tablet Liquisolid kerapuhan tablet merupakan parameter kecenderungan tablet untuk terkikis selama penanganan, pengemasan dan pendistribusian. Kerapuhan tablet dipengaruhi oleh bobot bahan, kelembaban, kompatibilitas bahan, tekanan pengempaan. Respon kerapuhan tablet ditunjukkan pada persamaan 16. Y= 5,23 X 1 + 0,001 X 2 0,026 X 1 X 2 0,00003 X 1 X 2 (X 1 X 2 )... (16) Keterangan : X 1 = Gliserin X 2 = Amilum kentang Model plot respon kerapuhan tablet ditunjukan pada gambar 10. Keterangan: Y = Respon kerapuhan tablet A = Komponen gliserin B = Komponen amilum kentang = Design point = Convidence interval --- = Tolerance interval Gambar 10. Model plot respon kerapuhan tablet liquisolid Pada persamaan (16) dapat diketahui bahwa gliserin, amilum kentang dan interaksi gliserin dan amilum kentang memberikan pengaruh respon kerapuhan tablet. Persamaan tersebut memiliki nilai p-value pada lack of fit sebesar 0,8557 (p>0,05), sehingga dinyatakan persamaan tersebut dapat

64 44 menggambarkan eksperimental. Nilai p-value pada anova untuk persamaan (16) sebesar 0,0001 (p<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan signifikan sehingga penambahan tunggal maupun interaksi gliserin dan amilum kentang pengaruhnya besar terhadap persentase kerapuhan tablet liquisolid. Nilai positif pada persamaan (16) menunjukkan penggunaan komponen gliserin meningkatkan kerapuhan tablet dengan nilai 5,23 dan nilai negatif menunjukkan interaksi amilum kentang menurunkan kerapuhan tablet dengan nilai -0,026. Komponen gliserin memiliki pengaruh yang dominan terhadap peningkatan kerapuhan tablet, hal ini disebabkan gliserin yang dijerap oleh amilum menyebabkan serbuk menjadi lebih lembab dan menghasilkan tablet yang lebih rapuh. Hasil kerapuhan tablet pada tiap formula menunjukkan bahwa nilai kerapuhan tablet berada pada rentang 0,28 0,67 % sehingga dapat dikatakan tablet memenuhi persyaratan kerapuhan tablet yaitu memiliki nilai kerapuhan yang kurang dari 1 % (Sharma, 2010). 4. Waktu Hancur Tablet Waktu hancur tablet adalah waktu yang diperlukan tablet untuk pecah dan menjadi partikel-partikel penyusunnya, sehingga akan meningkatkan luas permukaan yang kontak dengan cairan dalam tubuh (Siregar, 2008). Waktu hancur dipengaruhi tekanan kompresi dan kompaktibilitas bahan (Aulton, 2007). Waktu hancur bukan menjadi parameter nilai biovalibilitas dalam tubuh (Depkes RI, 2014).

65 45 Respon waktu hancur tablet ditunjukan pada persamaan 17. Y= 0,480 X 1 + 0,002 X 2 + 0,002 X 1 X 2... (17) Keterangan : X 1 = Gliserin X 2 = Amilum kentang Model plot respon waktu hancur tablet ditunjukan pada gambar 11. Keterangan: Y = Respon waktu hancur tablet A = Komponen gliserin B = Komponen amilum kentang = Design point = Convidence interval --- = Tolerance interval Gambar 11. Model plot respon waktu hancur tablet liquisolid Pada persamaan (17) dapat diketahui bahwa gliserin, amilum kentang dan interaksi gliserin dan amilum kentang memberikan pengaruh respon waktu hancur tablet. Persamaan (17) memiliki nilai p-value pada lack of fit sebesar 0,9199 (p>0,05), sehingga dinyatakan persamaan tersebut dapat menggambarkan eksperimental. Nilai p-value untuk anova pada persamaan (17) sebesar 0,0004 (p<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan signifikan sehingga penambahan tunggal maupun interaksi gliserin dan amilum kentang pengaruhnya besar terhadap waktu hancur tablet liquisolid. Nilai negatif pada persamaan (17) menunjukkan penggunaan komponen gliserin menurunkan waktu hancur tablet dengan nilai -0,480 dan nilai positif menunjukkan interaksi amilum kentang meningkatkan waktu hancur tablet dengan

66 46 nilai 0,002. Komponen gliserin memiliki pengaruh yang dominan dalam menurunkan waktu hancur, hal ini disebabkan gliserin yang lebih cenderung hidrofil dan larut dalam air sehingga dapat menurunkan waktu hancur tablet. Komponen amilum kentang memiliki pengaruh dalam meningkatkan waktu hancur, hal ini disebabkan amilum kentang yang memiliki mekanisme mengembang dalam air dan tidak larut dalam air, sehingga dapat meningkatkan waktu hancur tablet. Hasil waktu hancur tablet pada tiap formula menunjukkan bahwa waktu hancur tablet berada pada rentang 0,81-1,26 menit, sehingga dapat dikatakan tablet memenuhi persyaratan waktu hancur tablet yaitu kurang dari 15 menit (Depkes RI, 2014). D. Hasil Uji Penetapan Tablet Liquisolid Uji penetapan kadar dilakukan untuk mengetahui kadar glibenklamid dalam tablet untuk digunakan dalam perhitungan uji disolusi. Hasil penetapan kadar tablet ditunjukan pada tabel VI. Tabel VI. Hasil penetapan kadar glibenklamid dalam tablet liquisolid Formula tablet glibenklamid ± SD (%) n= 3 CV (%) R1 97,98 ±1,80 1,84 R2 95,78 ± 1,56 1,63 R3 97,36± 1,09 1,12 R4 96,67 ± 1,46 1,51 R5 97,29 ± 1,55 1,59 R6 95,23 ± 1,67 1,75 R7 95,64 ± 1,92 2,00 R8 97,15 ± 1,61 1,66 Hasil penetapan kadar pada tiap formula menunjukkan bahwa kadar glibenklamid dalam tablet berada pada rentang 93,44% hingga 99,22%, sehingga

67 47 memenuhi persyaratan kadar tablet glibenklamid yang tidak kurang dari 90 % dan tidak lebih dari 110 % (United States Pharmacopeial Convention, 2014) E. Hasil Uji Disolusi Tablet Liquisolid 1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan menggunakan working standar glibenklamid dalam buffer phosphate pada instrumen spektrofotometer UV. Hasil serapan maksimum terukur pada panjang gelombang 204,5 nm yang ditunjukan pada gambar ,5 Gambar 12. Spectrum graph glibenklamid dalam buffer phosphate (panjang gelombang vs absorbansi) Menurut Gianotto (2007) glibenklamid dalam medium buffer phosphate memberikan serapan yang besar pada panjang gelombang 204,5. Dengan demikian panjang gelombang 204,5 nm dapat digunakan sebagai panjang gelombang maksimum dalam penentuan kurva baku glibenklamid dalam medium buffer phosphate.

68 Absorbansi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Penentuan Persamaan Kurva Baku Hasil penentuan persamaan kurva baku pada panjang gelombang 204,5 nm ditunjukkan pada gambar 13. 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 y = 0,0982x - 0,006 r = 0, Konsentrasi (µg/ml) Gambar 13. Kurva baku glibenklamid dalam buffer phosphate 0,05 M (n=1) Pada gambar (13) menunjukkan absorbansi pada pengukuran seri kadar glibenklamid berada pada range 0,2-0,8. Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometri hendaknya antara 0,2 hingga 0,8 karena memiliki persen kesalahan terkecil yaitu 0,5% (Gandjar et al., 2009). Berdasarkan pengukuran seri kadar glibenklamid dalam buffer phosphate 0,05 M didapatkan persamaan y = 0,0982x 0,006 dengan nilai regresi (r) sebesar 0,999. Menurut Miller dan Miller (2010), nilai r yang dianjurkan untuk sebuah analisis dengan menggunakan persamaan regresi linier adalah r dengan nilai diatas 0,99, sehingga persamaan tersebut dapat digunakan untuk uji disolusi tablet liquisolid glibenklamid.

69 Obat Terdisolusi (%) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Uji Disolusi Obat Disolusi merupakan salah satu parameter yang menunjukkan kadar obat yang terlarut sempurna pada medium disolusi pada waktu tertentu. United State Pharmacope XXXVII mensyaratkan bahwa kelarutan tablet glibenklamid dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 75% dengan menggunakan alat tipe II (tipe dayung) dalam medium buffer phosphate ph 8.5. Menurut Brian (2014) medium disolusi buffer phosphate dapat mensimulasikan tubuh pada pengujian disolusi dengan obat yang tergolong dalam asam lemah. Pada penelitian ini waktu uji disolusi selama 45 menit untuk melihat apakah pada waktu tersebut masih terjadi pelepasan zat aktif atau tidak. Hasil pengungkapan disolusi obat dengan melihat nilai Q30 yaitu persentase kadar obat terdisolusi dalam medium pada waktu 30 menit. Berikut profil uji disolusi tablet liquisolid glibenklamid yang dinyatakan dalam grafik persentase (%) obat terdisolusi dengan waktu yang ditunjukkan pada gambar 14.a dan 14.b R1 R2 R3 R Waktu (menit) Gambar 14.a. Profil disolusi tablet liquisolid glibenklamid (n=6)

70 Obat Terdisolusi (%) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI R5 R6 R7 R Waktu (menit) Gambar 14.b. Profil disolusi tablet liquisolid glibenklamid (n=6) Pada pengujian disolusi ini didapatkan hasil akhir medium disolusi yang jernih dengan terdapatnya partikel amilum kentang yang mengembang pada medium disolusi, hal ini disebabkan amilum kentang yang memiliki mekanisme mengembang di dalam air. glibenklamid yang dapat terdisolusi hingga waktu 45 menit tidak dapat mencapai 100%, hal ini disebabkan karena adanya partikel glibenklamid yang diperantarai gliserin untuk masuk ke dalam amilum kentang dan terjebak hingga amilum kentang tersebut mengembang pada medium disolusi. Hasil disolusi tablet pada tiap formula menunjukkan bahwa disolusi tablet pada waktu 30 menit berada rentang 75,08% - 96,99%, sehingga dapat dikatakan tablet memenuhi persyaratan kadar glibenklamid yang terdisolusi dalam waktu 30 menit tidak kurang dari 75% (United States Pharmacopeial Convention, 2014).

71 51 Respon disolusi tablet liquisolid ditunjukkan pada persamaan 18. Y= 8,71 X 1 + 0,26 X 2-0,03 X 1 X 2... (18) Keterangan : X 1 = Gliserin X 2 = Amilum kentang Model plot respon disolusi tablet ditunjukan pada gambar 15. Keterangan: Y = Respon disolusi tablet A = Komponen gliserin B = Komponen amilum kentang = Design point = Convidence interval --- = Tolerance interval Gambar 15. Model plot respon disolusi tablet liquisolid Pada persamaan (18) dapat diketahui bahwa gliserin, amilum kentang dan interaksi gliserin dan amilum kentang memberikan pengaruh respon disolusi tablet. Persamaan (18) memiliki nilai p-value pada lack of fit sebesar 0,7506 (p>0,05), sehingga dinyatakan persamaan tersebut dapat menggambarkan eksperimental. Nilai p-value untuk anova pada persamaan (18) yang diperoleh sebesar 0,0002 (p<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan signifikan antar formula sehingga penambahan tunggal maupun interaksi gliserin dan amilum kentang memberikan pengaruh yang besar terhadap disolusi tablet liquisolid. Nilai positif pada persamaan (18) menunjukkan penggunaan komponen gliserin dan komponen amilum kentang masing-masing meningkatkan persentase disolusi obat dengan nilai 8,71 dan 0,26. Komponen gliserin memiliki pengaruh yang dominan dalam meningkatkan persentase obat yang terdisolusi, hal ini

72 52 disebabkan gliserin dapat meningkatkan pelepasan obat dengan mengecilkan ukuran partikel, meningkatkan persentase obat yang terbasahi dan bertindak sebagai ko-solven. Hasil negatif menunjukkan interaksi komponen gliserin dan amilum kentang menurunkan persentase obat yang terdisolusi, penurunan disolusi terjadi karena komponen gliserin sebagai pelarut dalam jumlah banyak akan membuat obat tetap berikatan dengan gliserin (Hadisoewignyo, 2012) dan komponen amilum kentang memiliki mekanisme pelepasan obat dengan mengembang dalam air sehingga sulit dalam pelepasan obatnya sehingga interaksi keduanya menyebabkan obat sulit untuk lepas dalam waktu tertentu. F. Penentuan Formula Optimum Formula optimum ditentukan dengan menggunakan Design Expert versi 9.0 yang diawali dengan menentukan parameter sifat fisik (keseragaman kandungan, kekerasan, kerapuhan, waktu hancur) dan disolusi tablet liquisolid. Liquisolid merupakan metode pembuatan sediaan tablet yang diciptakan untuk meningkatkan disolusi obat yang sukar larut, sehingga pada respon uji disolusi diberikan nilai 3 point. Disolusi obat dalam sediaan tablet sangat dipengaruhi oleh waktu hancur, jika waktu yang dibutuhkan tablet untuk terdisintegrasi semakin cepat maka disolusi obat akan berjalan lebih cepat karena terjadi peningkatan luas permukaan pada zat aktif dengan medium disolusi. Sehingga respon waktu hancur diberikan nilai 2.

73 53 Nilai dan bobot parameter yang dioptimasi dapat dilihat pada tabel VII. Respon Tabel VII. Pemberian nilai dan bobot pada respon Goal Minimum point Maksimum point Bobot Keseragaman kandungan (%) In range 90 % 110 % - Kekerasan (kg) In range 4 kg 8 kg - Kerapuhan (%) In range 0 % 1 % - Waktu hancur (menit) Minimize 0 menit 15 menit ++ Disolusi obat (Q30) (%) Maksimal 75% 100% +++ Pada tabel VII pemberian nilai dan bobot respon kemudian dibuat hasil prediksi untuk mendapatkan persamaan polinomial dan grafik untuk setiap respon. Berikut hasil prediksi Design Expert 9.0 yang dapat dilihat pada gambar 16. Keterangan: Y = Respon disolusi tablet A = Komponen gliserin B = Komponen amilum kentang = Design point = Convidence interval --- = Tolerance interval Gambar 16. Model plot formula optimum tablet Pada gambar 16 menunjukkan ada satu solusi dalam memprediksikan formula optimum dengan proporsi gliserin 25 mg dan amilum kentang 287 mg (100% : 0%) yang sama dengan formula R7 dan R8 dan nilai desirability-nya sebesar 0,905. Desirability merupakan nilai yang besarnya nol sampai dengan satu yang artinya bahwa semakin nilai desirability mendekati satu maka semakin tinggi mendapatkan nilai respon yang diinginkan. Verifikasi data selanjutnya

74 54 dilakukan untuk melihat hasil prediksi dengan hasil percobaan yang kemudian dianalisis dengan uji T tidak berpasangan dengan menggunakan R studio Berikut hasil prediksi formula optimum dan hasil formula R1 dan R2 disajikan pada tabel VIII. Tabel VIII. Hasil prediksi formula optimum dan hasil formula R1 dan R2 Paramater Prediksi formula optimum Hasil formula Optimum Nilai p-value I II I II Keseragaman Kandungan 97,52 97,28 97,19 0,46 0,42 (%) Kekerasan (Kg) 4,31 4,28 4,27 0,36 0,14 Kerapuhan (%) 0,60 0,62 0,62 0,32 0,37 Waktu hancur (menit) 1,10 1,11 1,13 0,71 0,29 Disolusi obat (Q30) 92,42 92,79 91,87 0,51 0,24 Berdasarkan tabel VIII parameter keseragaman kandungan, kekerasan, waktu hancur, kerapuhan, dan disolusi tablet mempunyai nilai p-value lebih dari 0,05 untuk fomula R1 dan R2 sehingga dapat dsimpulkan tidak ada perbedaan signifikan antara prediksi dan hasil formula optimum. Hasil ini menunjukkan bahwa formula hasil percobaan tablet liquisolid glibenklamid sesuai dengan teori dan membuktikan bahwa formula optimum yang didapat dari simplex lattice design dengan Design Expert 9.0 telah valid.

75 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Gliserin sebagai pelarut berpengaruh signifikan meningkatkan persentase kerapuhan, persentase obat yang terdisolusi serta menurunkan kekerasan dan waktu hancur tablet. 2. Campuran bahan pelarut gliserin dan amilum kentang sebagai carrier material menghasilkan formula optimum dengan perbandingan konsentrasi gliserin : Amilum kentang (100% : 0%) metode Simplex Lattice Design dengan proporsi jumlah bahan (25 : 287) mg. B. Saran 1. Perlu dilakukan validasi formula optimum dalam banyak titik agar dapat menggambarkan secara jelas sifat fisik dan disolusi tablet pada formula optimum. 2. Perlu dilakukan validasi metode pada uji penetapan kadar dan disolusi. 3. Perlu dilakukan penurunan bobot tablet sehingga bahan eksipien yang digunakan tidak terlalu banyak karena dosis yang digunakan kecil. 4. Perlu dilakukan pengembangan dalam formula agar dapat memberikan pelepasan obat hingga 100%. 55

76 56 DAFTAR PUSTAKA Abbas, A.A., Rasool, A.A., and Rajab, N.A., 2014, Preparation and Comparative Evaluation of Liquisolid Compact and Solid Dispersion of Candesarta Cilexetil, International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 6, 1-2. Abdul, B.M., Swathimutyam, P., Padmanabha, R.A., Nalini, S., and Prakash,V.D., 2011, Development and Validation of Glibenclamide in Nanoemulsion Formulation by using RP-HPLC, Journal of Pharmaceutical and Biomedical science, 8, 1-5. Akbari, J., Saeedi, M., Semnani, K.M., Ghadi, Z.S., Hosseini, S.S., 2015, Improving the Dissolution Properties of Spironolactone Using Liquisolid Technique, Pharmaceutical and Biomedical Research, 1, Allen, L.V., Luner, P.E., 2009, Handbook of Pharmaceuticals Excipient, 6th ed., The Pharmaceutical Press, London, pp Allen, L.V., Popovich, N.G., Ansel, H.C., 2014, Ansel s Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery Systems 10 th edition, Lippincott William & Wilkins, Baltimore, pp , Andrzej, P., Karol, I., Magdalena, N., Ewa, P., 2014, The Excipients Used in the Non-coated Tablets - A REVIEW, Chair and Department of Applied Pharmacy, 26, Anilkumar, S., Arun,W., Amol, P., and Harinith, M., 2010, Development and Characterisation of Oral Dissolving Tablet of Nifedipine Using Camphor as a Subliming Material, Research Journal of Pharmaceutical Biological and Chemical Sciences, 1, Arulkumaran, K.S.G., and Padmapreetha, J., 2014, Enhancement of Solubility of Ezetimibe by Liquisolid Technique, International Journal of Pharmaceutical Chemistry and Analysis, 1, Aulton, M.E., 2007, Aulton s Pharmaceutics The Design and Manufacture of Medicines 3rd edition, Philadelphia, PP Alvarez-Nunez, F.A., Medina, C., 2004, Handbook of Pharmaceuticals Excipient, 6th ed., The Pharmaceutical Press, London, pp Burra, S., Yamsani, M., Vobalaboina, V., 2011, The Liquisolid technique: an overview, Brazilian Journal of Pharmaceutical Sciences, 47,

77 57 Debjit, B., Chiranjib, B., Krishnakanth, Pankaj, Chandira, R. M., 2009, Fast Dissolving Tablet, Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, 1, Dewi, K.S., 2010, Formulasi Sediaan Tablet Fast Disintegrating Antasida dengan Starch 1500 sebagai Bahan Penghancur dan Laktosa sebagai Bahan Pengisi, Skripsi, 2, Depkes RI, 2014, Farmakope Indonesia, jilid V, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp Fudholi, A., 2013, Disolusi & Pelepasan Obat in vitro, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, pp. 3,59, , 142. Gianotto, E.A.S., Arantes, R.P., Lara-Filho, M.J., Filho A.C.S.C., and Fregonezi- Nery, M.M, 2007, Dissolution Test for Glibenclamide Tablet, Quim.Nova, 30, Gubbi, S., and Jarag, R., 2009, Liquisolid Technique for Enhancement of Dissolution Properties of Bromhexine Hydrochloride, J. Pharm and Tech, 2, Guy, 2009, Handbook of Pharmaceuticals Excipient, 6th ed., The Pharmaceutical Press, London, pp Hadisoewignyo, L., 2012, Likuisolid: Teknik Pembuatan Tablet untuk Bahan Obat Tidak Larut Air, Medicinus, 25, Hapgood, K.P., 2009, Handbook of Pharmaceuticals Excipient, 6th ed., The Pharmaceutical Press, London, pp Häusler, O., 2009, Handbook of Pharmaceuticals Excipient, 6th ed., The Pharmaceutical Press, London, pp Javadzadeh, Y., Siahi, M.R., Asnaashari, S., Nokhodchi, A., 2007, Liquisolid Technique as a Tool for Enhancement of Poorly Water-soluble Drugs and Evaluation of Their Physicochemical Properties, Acta Pharm., 57, Kulkarni, A.S., Aloorkar, N.H., Mane, M.S., and Gaja, J.B., 2010, Liquisolid Systems : A Review, International Journal of Pharmaceutical Sciences and Nanotechnology, 3, Lachman, M. E., Ziff, M. A., & Spiro, A., III, 1994, Maintaining a sense of control in later life. In R. P. Abeles, H. C. Gift, & M. G. Ory (Eds.), Springer, New York, pp Lohithatsu, D., Ramana, J.V., Girish, P., Harsha, I.N.S., Madhu, G., Lavanya, K., Swathi, D.S., 2014, A Latest Review on Liquisolid Technique as a Novel Approach, World Journal of Pharmaceutical Research, 3,

78 58 Mahapatra et al., 2014, Liquisolid Technique: A novel approach in pharmaceutical formulation development, Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, 6, Mohiuddin, M. Z., Puligilla, S., Chukka, S., Devadasu, V., and Penta, J., Formulation and Evaluation of Glyburide Liquisolid Compacts, International Journal of Pharma Research & Review, 3, Ohwoavworhua, F. O., Adelakun, and Okhamafe, 2009, Processing Pharmaceutical Grade Microcrystalline Cellulose from Groundnut Husk: Extraction Methods and Characterization, International Journal of Green Pharmacy, Pavani, E., Noman, S., Syed, I.A., 2013, Liquisolid Technique Based Sustained Release Tablet of Trimetazidine Dihydrochloride, Departmen of Pharmaceutics, 5, Priya, C., Kumari, R., Ankita, K., 2013, liquisolid technique an approach for enhancement of solubility, Journal of Drug Delivery & Therapeutics, 3, Saeedi, M., Akbari, J., Semnani, K.M., Farda, R.E., Dara, S.S.R., and Soleymani, A., 2009, Enhancement of Dissolution Rate of Indomethacin Using Liquisolid Compacts, 1, Satheeshbabu, N., Gowthamarajan, K., Gayathri, R., Saravanan, T., 2011, Liquisolid: A Novel Technique To Enhance Bioavailability, Journal of Pharmacy Research, 4, Savjani, K.T., Gajjar, A.K., and Savjani, J.K., 2012, Drug Solubility: Importance and Enhancement Techniques, International Scholarly Research Network, Shyam, J., Krishna R.V., Madhavi, K., Krishna V.M and Sudheer, K.D., 2014, Enhancement of solibility and Dissolution Properties of Lovastatin by Liquisolid Technique, 4, Singh, S.K., Srinivasan, K.K., Gowthamarajan, K., Prakash, D., Gaikwad, N.B., Singare, D.S., 2012, Influence of Formulation Parameters on Dissolution Rate Enhancement of Glyburide Using Liquisolid Technique, Informa Health Care, 8, Sinkar, N. B., Gondkar, S. B., and Saudagar R. B., 2015, Liquisolid Systems: Solubility Enhancement of Poor Soluble Drugs, World Journal of Pharmaceutical Research, 4, Siregar, Charles, J.P., dan Wikarsa, S., 2008, Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-Dasar Praktis, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 1, 54-56, 149, 185, 193, 223, 235.

79 59 Sirisha, V.N.L., Sruthi, B., and Eswaraiah, M.C., 2012, Preparation and In-Vitro Evaluation of Liquid Solid Compacts of Glibenclamide, International journal researh journal of pharmacy, 3, 1-4. Spireas, S., 2002, Liquisolid System and Methods of Preparation Same, Pharmaceutical Research, 9, 1-6. Sudharshan, P.S., and Bonde, C.G., 2009, Development and Validation of Analytical Method for Simultaneous Estimation of Glibenclamide and Metformin HCl in Bulk and Tablet using UV-visible spektroscopy,int.j. Chem Tech Res, 1, Suherman, Suharti, K., Insulin dan Antidiabetik Oral, Dalam: Gunawan,S.G., R.Setiabudy, Nafradi, Elysabeth, 2007, Farmakologi dan Terapi, Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universirtas Indonesia, Jakarta, pp. 4. Sulaiman, T.N.S., 2007, Teknologi Formulasi Sediaan Tablet, Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta, pp.80, 96,103, Sweetman, S.C., 2009, Martindale The Complete Drug Reference, 36 th ed., The Pharmaceutical Press, London, p.64. Syed, I.A., Pavani, E., 2012, The Liquisolid Technique: Based Drug Delivery System, International Journal of Pharmaceutical Sciences and Drug Research, United States Pharmacopeial Convention, 2014, The United States Pharmacopeia, 28th edition, United States Pharmacopeial Convention Inc., Rockville, pp Vajir, S., Sahu, V., Ghuge, N., Bang. P, Bakde, B.V., 2012, Enhancement of Dissolution Rate of Poorly Water Soluble Diclofenac Sodium by Liquisolid Technique, 1, Vraníková, B., and Gajdziok, J., 2013, Liquid System and Aspects Influencing Their Research and Development, Acta Pharm., Young, P.M., 2009, Handbook of Pharmaceuticals Excipient, 6th ed., The Pharmaceutical Press, London, pp

80 60 Lampiran 1. Sertifikat Analisis (Certificate Of Analysis COA 1. Glibenklamid

81 61 2. Gliserin

82 62 3. Amilum kentang

83 63 4. Aerosil (HDK Wacker N20)

84 64 5. Avicel PH 102

85 65 6. Sodium Starch Glycollate

86 66 7. Magnesium Stearat

87 67 Lampiran 2. Hasil spektrofotomer UV glibenklamid 1. Spectrum graph dan Peak detection glibenklamid dalam metanol 2. Kurva baku glibenklamid dalam metanol

88 68 3. Spectrum graph dan Peak detection glibenklamid dalam buffer phosphat 4. Deteksi dan kurva baku glibenklamid dalam buffer phosphat

89 69 Lampiran 3. Data hasil uji sifat alir serbuk 1. Uji indeks kompresibilitas Formula R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 Volume awal (ml) Volume mampat (ml) Indeks Kompresibilitas (%) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,14 Rata-rata ± SD Indeks Kompresibilitas (%) 13,28 ± 0,45 12,96 ± 0,23 12,48 ± 0,34 11,85 ± 0,31 12,21 ± 0,31 12,40 ± 0,29 13,55 ± 0,30 13,36 ± 0,31 Contoh perhitungan indeks kompresibilitas (IK) : Diketahui berat serbuk : 100 gram IK (%) : x 100% = x 100% = 12,941%

90 70 Lampiran 4. Data hasil uji homogenitas campuran Persamaan regresi linier : y = 0,0606x + 0,058 r = 0,998 Tabel Absorbansi sampel serbuk glibenklamid R8 No Absorbansi Konsentrasi sampel (mg/l) (%) dalam 550 mg serbuk 1 0,520 7,62 95,30 2 0,536 7,89 98,60 3 0,532 7,82 97,77 4 0,527 7,74 96,74 5 0,520 7,62 95,30 6 0,516 7,56 94,47 7 0,532 7,82 97,77 8 0,530 7,79 97,36 9 0,522 7,66 95, ,518 7,59 94,88 96,39 SD 1,44 CV 1,49 %

91 71 Lampiran 5. Data hasil uji sifat fisik tablet 1. Keseragaman kandungan Formula R1 Persamaan kurva baku Y= 0,0606x + 0,058 R= 0,998 No Serapan Konsentrasi (%) tablet (mg/l) 1 0,539 7,94 99,22 2 0,531 7,81 97,57 3 0,529 7,77 97,15 4 0,527 7,74 96,74 5 0,523 7,67 95,92 6 0,523 7,67 95,92 7 0,519 7,61 95,09 8 0,513 7,51 93,85 9 0,537 7,90 98, ,533 7,84 97,98 Rata-rata ( ) ± Simpangan deviasi (SD) 96,82 ± 1,67 Nilai penerimaan (Np) 5,69 Formula R2 No Serapan Konsentrasi (%) tablet (mg/l) 1 0,533 7,84 97,98 2 0,534 7,85 98,18 3 0,521 7,64 95,50 4 0,517 7,57 94,68 5 0,533 7,84 97,98 6 0,527 7,74 96,74 7 0,532 7,82 97,77 8 0,521 7,64 95,50 9 0,516 7,56 94, ,513 7,51 93,85 Rata-rata ( ) ± Simpangan deviasi (SD) 96,27 ± 1,66 Nilai penerimaan (Np) 6,21

92 72 Formula R3 No Serapan Konsentrasi (%) tablet (mg/l) 1 0,523 7,67 95,92 2 0,515 7,54 94,27 3 0,530 7,79 97,36 4 0,536 7,89 98,60 5 0,532 7,82 97,77 6 0,525 7,71 96,33 7 0,519 7,61 95,09 8 0,528 7,76 96,95 9 0,514 7,52 94, ,512 7,49 93,65 Rata-rata ( ) ± Simpangan deviasi (SD) 96,00 ± 1,70 Nilai penerimaan (Np) 6,57 Formula R4 No Serapan Konsentrasi (%) tablet (mg/l) 1 0,533 7,84 97,98 2 0,530 7,79 97,36 3 0,523 7,67 95,92 4 0,545 8,04 100,45 5 0,529 7,77 97,15 6 0,522 7,66 95,71 7 0,520 7,62 95,30 8 0,526 7,72 96,53 9 0,533 7,84 97, ,517 7,57 94,68 Rata-rata ( ) ± Simpangan deviasi (SD) 96,91 ± 1,68 Nilai penerimaan (Np) 5,61

93 73 Formula R5 No Serapan Konsentrasi (%) tablet (mg/l) 1 0,531 7,81 97,57 2 0,526 7,72 96,53 3 0,518 7,59 94,88 4 0,514 7,52 94,06 5 0,536 7,89 98,60 6 0,530 7,79 97,36 7 0,524 7,69 96,12 8 0,521 7,64 95,50 9 0,516 7,56 94, ,538 7,92 99,01 Rata-rata ( ) ± Simpangan deviasi (SD) 96,41 ± 1,71 Nilai penerimaan (Np) 6,19 Formula R6 No Serapan Konsentrasi (%) tablet (mg/l) 1 0,520 7,62 95,30 2 0,515 7,54 94,27 3 0,516 7,56 94,47 4 0,513 7,51 93,85 5 0,542 7,99 99,83 6 0,528 7,76 96,95 7 0,521 7,64 95,50 8 0,517 7,57 94,68 9 0,540 7,95 99, ,534 7,85 98,18 Rata-rata ( ) ± Simpangan deviasi (SD) 96,25 ± 2,21 Nilai penerimaan (Np) 7,56

94 74 Formula R7 No Serapan Konsentrasi (%) tablet (mg/l) 1 0,526 7,72 96,53 2 0,523 7,67 95,92 3 0,535 7,87 98,39 4 0,532 7,82 97,77 5 0,527 7,74 96,74 6 0,524 7,69 96,12 7 0,519 7,61 95,09 8 0,541 7,97 99,63 9 0,539 7,94 99, ,529 7,77 97,15 Rata-rata ( ) ± Simpangan deviasi (SD) 97,26 ± 1,48 Nilai penerimaan (Np) 4,78 Formula R8 No Serapan Konsentrasi (%) tablet (mg/l) 1 0,527 7,74 96,74 2 0,541 7,97 99,63 3 0,533 7,84 97,98 4 0,529 7,77 97,15 5 0,535 7,87 98,39 6 0,531 7,81 97,57 7 0,533 7,84 97,98 8 0,539 7,94 99,22 9 0,532 7,82 97, ,528 7,76 96,95 Rata-rata ( ) ± Simpangan deviasi (SD) 97,94 ± 0,94 Nilai penerimaan (Np) 2,81

95 75 2. Uji Kekerasan Tablet Replikasi Formula (kg) R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 1 6,8 7,7 6,4 5,4 6,1 5,5 4,3 4,1 2 7,3 7,3 6,2 5,6 5,5 5,1 4,2 4,4 3 7,6 7,5 6,4 5,5 6,2 5,1 4,4 4,5 4 7,3 7,7 6,4 5,4 5,8 5,1 4,1 4,4 5 7,7 7,8 6,1 5,7 5,6 5,0 4,5 4,3 6 7,3 7,7 6,4 5,7 5,7 5,2 4,5 4,4 7 7,3 7,7 6,3 5,8 5,7 5,2 4,3 4,4 8 7,8 7,1 6,1 6,0 5,9 5,3 4,2 4,5 9 7,1 7,4 6,5 5,8 5,8 5,0 4,2 4,1 10 7,8 7,5 6,4 6,2 6,8 5,3 4,2 4,1 11 7,4 7,5 6,5 5,7 5,5 5,1 4,4 4,3 12 7,0 7,4 6,5 5,8 5,7 5,2 4,2 4,5 13 7,7 7,7 6,1 5,9 5,9 5,2 4,4 4,1 14 7,3 7,5 6,3 5,6 5,8 5,4 4,0 4,3 15 7,7 7,3 6,2 5,8 5,8 5,0 4,3 4,3 16 7,3 7,7 6,1 5,6 5,9 5,4 4,4 4,4 17 7,4 7,5 6,5 5,7 5,8 4,9 4,5 4,3 18 7,5 7,7 6,5 5,8 5,7 5,2 4,4 4,5 19 7,3 7,6 6,3 5,8 5,8 5,3 4,5 4,1 20 7,4 7,0 6,2 5,9 6,0 5,4 4,3 4,5 X 7,40 7,51 6,32 5,73 5,80 5,18 4,31 4,32 SD 0,26 0,22 0,15 0,19 0,17 0,15 0,28 0,15

96 76 3. Uji Kerapuhan Tablet Replikasi Rata-rata ± SD Formula Bobot yang hilang (%) Bobot yang hilang (%) R1 0,43 0,49 0,28 0,40 ± 0,11 R2 0,41 0,37 0,39 0,39 ± 0,02 R3 0,54 0,30 0,42 0,42 ± 0,12 R4 0,45 0,38 0,48 0,44 ± 0,05 R5 0,45 0,32 0,52 0,43 ± 0,10 R6 0,38 0,54 0,52 0,48 ± 0,08 R7 0,67 0,46 0,67 0,60 ± 0,12 R8 0,59 0,64 0,59 0,61 ± 0,03 4. Uji Waktu Hancur Tablet Replikasi Rata-rata ± SD Formula menit menit R1 0, ,88 0,84 ± 0,04 R2 0,96 0,94 0,86 0,92 ± 0,05 R3 1,02 1,09 1,13 1,08 ± 0,06 R4 1,12 1,17 1,22 1,17 ± 0,05 R5 1,22 1,07 1,16 1,15 ± 0,07 R6 1,13 1,14 1,26 1,18 ± 0,07 R7 1,12 1,15 1,08 1,12 ± 0,04 R8 1,04 1,17 1,02 1,08 ± 0,08

97 77 Lampiran 6. Data penetapan kadar tablet Persamaan regresi linier Y= 0,0606X + 0,058 r= 0,998 Formula Absorbansi Konsentrasi (%) Rata-rata kadar ± SD CV (%) 0,523 7,67 95,92 R1 0,537 7,90 98,80 97,98 ± 1,80 1,84 0,539 7,94 99,22 0,531 7,81 97,57 R2 0,519 7,61 95,09 95,78 ± 1,56 1,63 0,517 7,57 94,68 0,526 7,72 96,53 R3 0,536 7,89 98,60 97,36 ± 1,09 1,12 0,528 7,76 96,95 0,528 7,76 96,95 R4 0,533 7,84 97,98 96,67 ± 1,46 1,51 0,519 7,61 95,09 0,530 7,79 97,36 R5 0,522 7,66 95,71 97,29 ± 1,55 1,59 0,537 7,90 98,80 0,527 7,74 96,74 R6 0,521 7,64 95,50 95,23 ± 1,67 1,75 0,511 7,48 93,44 0,514 7,52 94,06 R7 0,519 7,61 95,09 95,64 ± 1,92 2,00 0,532 7,82 97,77 0,520 7,62 95,30 R8 0,533 7,84 97,98 97,15 ± 1,61 1,66 0,534 7,85 98,18

98 78 Lampiran 7. Data hasil uji disolusi tablet Persamaan regresi linier Y= 0,0982X - 0,006 dengan nilai r = 0,999 Formula R1 Jumlah zat aktif glibenklamid ( ) Berat tablet percobaan : 552 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi , ,01 0 1,01 20, , ,67 0,006 1,67 34, ,13 2 2,49 0,015 2,51 51, , ,67 0,029 3,69 75, , ,90 0,049 3,95 80,40 Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs Fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,37 0 1,37 28, , ,07 0,008 2,08 42, , ,97 0,017 2,99 60, , ,31 0,031 4,34 88, , ,47 0,053 4,53 92,20

99 79 Berat tablet percobaan : 549 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,25 0 1,25 25, , ,78 0,007 1,78 36, , ,88 0,015 2,89 59, , ,09 0,031 4,12 84, , ,36 0,051 4,41 90,26 Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi , ,32 0 1,32 26, , ,11 0,007 2,12 43, , ,90 0,017 2,91 59, , ,89 0,031 3,92 79, , ,16 0,050 4,21 85,80

100 80 Berat tablet percobaan : 550 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,17 0 1,17 23, , ,16 0,007 2,17 44, , ,80 0,018 2,82 57, , ,65 0,030 3,68 75, , ,11 0,049 4,15 84,81 Berat tablet percobaan: 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,08 0 1,08 22, , ,65 0,006 1,66 33, , ,73 0,015 2,75 55, , ,94 0,030 3,97 80, , ,22 0,051 4,27 86,93 Rata-rata Q 0 menit : 0,00 % ± 0,00 % Rata-rata Q 5 menit : 24,48 % ± 2,88 % Rata-rata Q 10 menit : 39,00 % ± 4,79 % Rata-rata Q 15 menit : 57,32 % ± 3,52 % Rata-rata Q 30 menit : 80,59 % ± 5,20 % Rata-rata Q 45 menit : 86,74 % ± 4,17 %

101 81 Formula R2 Jumlah zat aktif glibenklamid ( ) Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,15 0 1,15 24, , ,83 0,006 1,84 38, , ,77 0,017 2,78 58, , ,83 0,032 3,86 80, , ,27 0,053 4,32 90,13 Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,26 0 1,26 26, , ,14 0,007 2,15 44, , ,99 0,018 3,01 62, , ,03 0,033 4,07 84, , ,34 0,054 4,40 91,68

102 82 Berat tablet percobaan: 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,19 0 1,19 24, , ,00 0,007 2,00 41, , ,75 0,018 2,77 57, , ,72 0,032 3,75 78, , ,29 0,053 4,34 90,50 Berat tablet percobaan: 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,32 0 1,32 27, , ,18 0,007 2,19 45, , ,95 0,019 2,97 61, , ,09 0,033 4,12 85, , ,44 0,055 4,49 93,60

103 83 Berat tablet percobaan : 550 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,41 0 1,41 29, , ,25 0,008 2,26 47, , ,82 0,019 2,84 59, , ,89 0,032 3,92 81, , ,20 0,054 4,25 88,77 Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,36 0 1,36 28, , ,09 0,008 2,10 43, , ,88 0,018 2,90 60, , ,92 0,033 3,96 82, , ,22 0,054 4,27 88,99 Rata-rata Q 0 menit : 0,00 % ± 0,00 % Rata-rata Q 5 menit : 26,75 % ± 2,06 % Rata-rata Q 10 menit : 43,59 % ± 3,16 % Rata-rata Q 15 menit : 59,99 % ± 2,02 % Rata-rata Q 30 menit : 82,27 % ± 2,79 % Rata-rata Q 45 menit : 90,61 % ± 1,81 %

104 84 Formula R3 Jumlah zat aktif glibenklamid ( ) Berat tablet percobaan : 552 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) ,08 2 1,58 0 1,58 32, , ,51 0,009 2,52 51, , ,95 0,023 2,97 60, , ,68 0,039 3,72 76, , ,03 0,060 4,09 83,76 Berat tablet percobaan: 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) ,09 2 1,76 0 1,76 36, , ,80 0,010 2,81 57, , ,37 0,024 3,40 69, , ,22 0,041 4,26 87, , ,38 0,063 4,44 91,11

105 85 Berat tablet percobaan : 550 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,48 0 1,48 30, , ,05 0,008 2,06 42, ,16 2 3,04 0,020 3,06 62, , ,98 0,040 4,02 82, , ,09 0,061 4,15 85,23 Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) ,09 2 1,76 0 1,76 36, , ,35 0,010 2,36 48, , ,12 0,022 3,14 64, , ,81 0,040 3,85 79, , ,25 0,060 4,31 88,43

106 86 Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,19 0 1,19 24, , ,44 0,007 2,44 50, , ,24 0,022 3,27 66, , ,22 0,041 4,26 87, , ,64 0,063 4,70 96,37 Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,08 0 1,08 22, , ,51 0,006 2,52 51, , ,02 0,023 3,05 62, , ,12 0,040 4,16 85, , ,42 0,062 4,48 91,85 Rata-rata Q 0 menit : 0,00 % ± 0,00 % Rata-rata Q 5 menit : 30,26 % ± 5,85 % Rata-rata Q 10 menit : 50,28 % ± 5,01 % Rata-rata Q 15 menit : 64,54 % ± 3,24 % Rata-rata Q 30 menit : 82,95 % ± 4,58 % Rata-rata Q 45 menit : 89,46 % ± 4,64 %

107 87 Formula R4 Jumlah zat aktif glibenklamid ( ) Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,04 0 1,04 21, , ,62 0,006 2,63 54, , ,30 0,020 3,32 68, , ,72 0,039 3,76 77, , ,01 0,059 4,07 84,13 Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,19 0 1,19 24, , ,80 0,007 2,81 58, , ,52 0,021 3,54 73, , ,98 0,040 4,02 82, , ,20 0,061 4,26 87,94

108 88 Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) ,08 2 1,58 0 1,58 32, , ,08 0,009 3,09 63, , ,63 0,023 3,65 75, , ,53 0,041 4,57 94, , ,66 0,064 4,72 97,47 Berat tablet percobaan : 549 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,26 0 1,26 26, , ,73 0,007 2,74 56, , ,48 0,021 3,50 72, , ,76 0,040 3,80 78, , ,94 0,060 4,00 82,92

109 89 Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,34 0 1,34 27, , ,84 0,007 2,85 58, , ,46 0,022 3,49 71, , ,16 0,040 4,20 86, , ,45 0,062 4,52 93,26 Berat tablet percobaan : 552 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,43 0 1,43 29, , ,15 0,008 3,16 65, , ,74 0,023 3,76 77, ,22 2 4,14 0,041 4,18 86, , ,34 0,062 4,41 90,82 Rata-rata Q 0 menit : 0,00 % ± 0,00 % Rata-rata Q 5 menit : 27,01 % ± 3,82 % Rata-rata Q 10 menit : 59,47 % ± 4,19 % Rata-rata Q 15 menit : 73,21 % ± 3,07 % Rata-rata Q 30 menit : 84,44 % ± 6,13 % Rata-rata Q 45 menit : 89,42 % ± 5,55 %

110 90 Formula R5 Jumlah zat aktif glibenklamid ( ) Berat tablet percobaan : 549 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,48 0 1,48 30, , ,08 0,008 3,09 63, , ,85 0,025 3,87 79, , ,05 0,047 4,10 84, , ,12 0,069 4,19 86,36 Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,50 0 1,50 30, , ,88 0,008 2,89 59, , ,57 0,024 3,60 73, , ,98 0,045 4,02 82, , ,29 0,069 4,36 89,43

111 91 Berat tablet percobaan : 552 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,34 0 1,34 27, , ,84 0,007 2,85 58, , ,63 0,024 3,65 74, , ,01 0,046 4,06 83, , ,27 0,069 4,34 88,89 Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,32 0 1,32 27, , ,10 0,007 3,11 63, , ,79 0,025 3,82 78, , ,01 0,046 4,06 83, , ,16 0,069 4,23 86,80

112 92 Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,15 0 1,15 23, ,14 2 2,68 0,006 2,68 55, , ,52 0,023 3,54 72, , ,87 0,045 3,91 80, , ,09 0,068 4,16 85,28 Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,59 0 1,59 32, , ,99 0,009 3,00 61, , ,65 0,025 3,67 75, , ,20 0,046 4,24 87, , ,34 0,070 4,41 90,58 Rata-rata Q 0 menit : 0,00 % ± 0,00 % Rata-rata Q 5 menit : 28,72 % ± 3,27 % Rata-rata Q 10 menit : 60,24 % ± 3,36 % Rata-rata Q 15 menit : 75,82 % ± 2,73 % Rata-rata Q 30 menit : 83,46 % ± 2,23 % Rata-rata Q 45 menit : 87,89 % ± 2,05 %

113 93 Formula R6 zat aktif glibenklamid ( ) Berat tablet percobaan : 550 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,14 0 1,14 23, , ,63 0,006 3,64 76, , ,83 0,026 3,86 81, , ,03 0,048 4,08 85, , ,12 0,070 4,19 88,09 Berat tablet percobaan : 549 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,08 0 1,08 22, , ,19 0,006 3,20 67, , ,54 0,024 3,56 74, , ,83 0,046 3,88 81, , ,98 0,069 4,05 85,14

114 94 Berat tablet percobaan : 549 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,43 0 1,43 30, , ,30 0,008 3,31 69, , ,89 0,025 3,91 82, , ,20 0,048 4,25 89, , ,44 0,071 4,51 94,83 Berat tablet percobaan : 552 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,43 0 1,43 29, , ,10 0,008 3,11 64, , ,98 0,024 4,00 83, , ,29 0,049 4,34 90, , ,45 0,072 4,53 94,70

115 95 Berat tablet percobaan : 552 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,70 0 1,70 35, , ,17 0,009 3,18 66, , ,89 0,024 3,91 81, , ,09 0,048 4,14 86, , ,22 0,070 4,29 89,69 Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,74 0 1,74 36, , ,39 0,010 3,40 71, , ,03 0,025 4,06 85, , ,29 0,049 4,34 90, , ,45 0,072 4,53 94,88 Rata-rata Q 0 menit : 0,00 % ± 0,00 % Rata-rata Q 5 menit : 29,80 % ± 5,73 % Rata-rata Q 10 menit : 69,33 % ± 4,10 % Rata-rata Q 15 menit : 81,47 % ± 3,51 % Rata-rata Q 30 menit : 87,48 % ± 3,61 % Rata-rata Q 45 menit : 91,22 % ± 4,18 %

116 96 Formula R7 zat aktif glibenklamid ( ) Berat tablet percobaan : 549 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,96 0 1,96 41, , ,98 0,011 3,99 83, , ,09 0,033 4,12 86, , ,53 0,056 4,58 96, , ,66 0,081 4,74 99,23 Berat tablet percobaan : 549 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,72 0 1,72 36, , ,94 0,010 3,95 82, , ,01 0,033 4,05 84, , ,27 0,055 4,33 90, , ,42 0,079 4,50 94,21

117 97 Berat tablet percobaan : 548 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,81 0 1,81 38, , ,27 0,010 4,28 89, , ,34 0,035 4,38 91, , ,56 0,057 4,62 96, , ,73 0,081 4,81 100,96 Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,92 0 1,92 40, , ,05 0,011 4,06 84, , ,12 0,033 4,16 86, , ,36 0,056 4,42 92, , ,49 0,080 4,57 95,41

118 98 Berat tablet percobaan 552 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,65 0 1,65 34, , ,85 0,009 3,86 80, , ,92 0,032 3,95 82, , ,25 0,055 4,31 89, , ,38 0,079 4,46 92,93 Berat tablet percobaan : 549 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,89 0 1,89 39, , ,09 0,010 4,10 85, , ,22 0,034 4,25 89, , ,47 0,056 4,53 94, , ,62 0,081 4,70 98,46 Rata-rata Q 0 menit : 0,00 % ± 0,00 % Rata-rata Q 5 menit : 38,23 % ± 2,57 % Rata-rata Q 10 menit : 84,53 % ± 3,20 % Rata-rata Q 15 menit : 86,87 % ± 3,30 % Rata-rata Q 30 menit : 93,42 % ± 2,98 % Rata-rata Q 45 menit : 96,87 % ± 3,15 %

119 99 Formula R8 zat aktif glibenklamid ( ) Berat tablet percobaan : 549 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,85 0 1,85 38, , ,74 0,010 3,75 77, , ,22 0,031 4,25 87, , ,34 0,054 4,40 90, , ,44 0,079 4,51 93,11 Berat tablet percobaan : 550 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,78 0 1,78 36, , ,01 0,010 4,02 82, , ,29 0,033 4,32 88, , ,45 0,055 4,51 92, , ,56 0,079 4,64 95,59

120 100 Berat tablet percobaan : 550 mg Menit Abs Fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,00 0 2,00 41, , ,09 0,011 4,10 84, , ,31 0,033 4,34 89, , ,45 0,055 4,51 92, , ,49 0,079 4,57 94,08 Berat tablet percobaan : 549 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,89 0 1,89 38, , ,01 0,010 4,02 83, , ,23 0,033 4,27 88, , ,40 0,055 4,45 91, , ,49 0,079 4,57 94,25

121 101 Berat tablet percobaan : 549 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,91 0 1,91 39, , ,89 0,011 3,90 80, , ,16 0,032 4,19 86, , ,31 0,054 4,36 89, , ,40 0,078 4,48 92,35 Berat tablet percobaan : 549 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi terkoreksi (mg) terdisolusi (%) , ,29 0 2,29 47, , ,72 0,013 3,73 77, , ,01 0,031 4,05 83, , ,36 0,053 4,42 91, , ,49 0,079 4,57 94,24 Rata-rata Q 0 menit : 0,00 % ± 0,00 % Rata-rata Q 5 menit : 40,24 % ± 3,74 % Rata-rata Q 10 menit : 80,82 % ± 3,11 % Rata-rata Q 15 menit : 87,30 % ± 2,16 % Rata-rata Q 30 menit : 91,54 % ± 1,17 % Rata-rata Q 45 menit : 93,94 % ± 1,11 %

122 102 Lampiran 8. Perhitungan keseragaman kandungan Persamaan regresi linier Y= 0,0606x + 0,058 R= 0,998 Formula R1 No Serapan Konsentrasi (%) tablet (mg/l) 1 0,539 7,94 99,22 2 0,531 7,81 97,57 3 0,529 7,77 97,15 4 0,527 7,74 96,74 5 0,523 7,67 95,92 6 0,523 7,67 95,92 7 0,519 7,61 95,09 8 0,513 7,51 93,85 9 0,537 7,90 98, ,533 7,84 97,98 Rata-rata ( ) ± Simpangan deviasi (SD) 96,82 ± 1,67 Nilai penerimaan (Np) 5,69 Contoh perhitungan: Konsentrasi sampel 1 Y= 0,0606x + 0,058 0,539 = 0,0606x + 0,058 X= 7,94 mg/l (mg) = Konsentrasi sampel 1 (mg/l) x faktor pengenceran (fp) x Volume labu takar(ml) = 7,94 mg/l x 1 x 0,1 L = 0,79 mg sampel (%) = ( ) = = 0,90 % Jumlah zat aktif (mg) dalam 550 mg tablet Jumlah zat = ( ) = = 4,96 mg 550 mg tablet (%) = = = 99,22 %

123 103 Perhitungan nilai penerimaan Rata-rata kadar R1 jika = 96,82 % T = 100%, maka M (kasus 1) yang digunakan jika 98,5 % Kondisi : M = Nilai penerimaan : Np = 98,5 - + ks = 98,5 96,82 + 2,4(1,67) = 5,69 %

124 104 Lampiran 9. Perhitungan disolusi tablet Persamaan regresi linier Y= 0,0982X - 0,006 dengan nilai r = 0,999 Formula R1 Jumlah zat aktif glibenklamid ( ) Menit Abs fp (mg) Faktor terkoreksi koreksi terdisolusi (mg) , ,01 0 1,01 20, , ,67 0,006 1,67 34, ,13 2 2,49 0,015 2,51 51, , ,67 0,029 3,69 75, , ,90 0,049 3,95 80,40 Berat tablet percobaan = 552 mg Berat tablet sesungguhnya = 550 mg Fp (faktor pengenceran) = 10 ml /5 ml = 2 Perhitungan : 1. (mg) menit ke-5 Y = 0,0982X - 0,006 0,049 = 0,0982X - 0,006 X = 0,560 µg/ml = 0,560 µg/ml x fp x 900 ml = 1008 µg = 1,01 mg

125 Faktor koreksi menit ke-5 = ( ) 3. terkoreksi menit ke-5 = kadar (mg) + faktor koreksi 4. awal glibenklamid = = 1, = 1,01 mg = = 4,941 mg 5. terdisolusi = Keterangan : = = 20,50 % Faktor koreksi : kadar dalam medium yaitu pada pengambilan medium tiap selang waktu sebanyak 5,0 ml dan diganti dengan volume medium yang sama, tiap pengambilan tersebut, akan terjadi pengurangan kadar dalam medium sehingga agar kadar dalam medium dianggap tetap maka dijadikan faktor koreksi.

126 106 Lampiran 10. Data hasil kurva baku glibenklamid 1. Hasil kurva baku glibenklamid dalam metanol Konsentrasi Absorbansi (µg/ml) 3,98 0,315 5,97 0,406 7,96 0,528 9,95 0,664 11,94 0,789 Persamaan regresi linier : Y = 0,0606x + 0,058 r = 0,998 Pembuatan Kurva Baku : a. Pembuatan larutan induk dengan cara mengambil 100 mg glibenklamid ad 100 ml metanol. Konsentrasi glibenklamid murni (Certificate of Analysis) : 99,5 % Jumlah yang diambil : 99,5% x 100 mg = 99,5 mg b. Dibuat variasi konsentrasi dari larutan induk adalah sebagai berikut : Konsentrasi 3,98 µg/ml C 1 V 1 =C 2 V µg/ml x 0,4 ml = C 2 x 100 ml, => C 2 = 3,98 µg/l Konsentrasi 5,97 µg/ml C 1 V 1 =C 2 V µg/ml x 0,6 ml = C 2 x 100 ml, => C 2 = 5,97 µg/l Konsentrasi 7,96 µg/ml

127 107 C 1 V 1 =C 2 V µg/ml x 0,8 ml = C 2 x 100 ml, => C 2 = 7,96 µg/ml Konsentrasi 9,95 µg/ml C 1 V 1 =C 2 V µg/ml x 1 ml = C 2 x 100 ml, => C 2 = 9,95 µg/ml Konsentrasi 11,94 µg/ml C 1 V 1 =C 2 V µg/ml x 1,2 ml = C 2 x 100 ml, => C 2 = 11,94 µg/ml 2. Hasil kurva baku glibenklamid dalam bufer fosfat ph 8,5 Konsentrasi Absorbansi ( ) 2,668 0,253 4,002 0,385 5,336 0,528 6,670 0,647 8,004 0,777 Persamaan regresi linier : Y= 0,0982x - 0,006 r = 0,9996 Pembuatan Kurva Baku : a. Pembuatan larutan induk dengan cara mengambil 67,0 mg glibenklamid ad 500 ml metanol dan bufer fosfat PH 8,5. Konsentrasi glibenklamid murni (Certificate of Analysis) : 99,5 % Jumlah yang diambil : 99,5% x 67 mg = 66,7 mg b. Dibuat variasi konsentrasi dari larutan induk adalah sebagai berikut : Konsentrasi 2,668

128 108 C 1 V 1 =C 2 V 2 133,4 x 0,5 ml = C 2 x 25 ml, => C 2 = 2,668 Konsentrasi 4,002 C 1 V 1 =C 2 V 2 133,4 x 0,75 ml = C 2 x 25 ml, => C 2 = 4,002 Konsentrasi 5,336 C 1 V 1 =C 2 V 2 133,4 x 1 ml = C 2 x 25 ml, => C 2 = 5,336 Konsentrasi 6,670 C 1 V 1 =C 2 V 2 133,4 x 1,25 ml = C 2 x 25 ml, => C 2 = 6,670 Konsentrasi 8,004 C 1 V 1 =C 2 V 2 133,4 x 1,5 ml = C 2 x 25 ml, => C 2 = 8,004 Keterangan : C 1 = Konsentrasi larutan induk (mg/l) V 1 = Volume yang diambil dari larutan induk (ml) C 2 = Konsentrasi larutan yang dibuat (mg/l) V 2 = Volume labu takar (ml)

129 109 Lampiran 11. Analisis statistik sifat alir, sifat fisik dan disolusi tablet liquisolid glibenklamid dengan software Design Expert 9.0 dan formula optimum 1. Sifat alir a. Respon indeks kompresibilitas Signifikasi model persamaan Model persamaan respon kecepatan alir Persamaan simplex lattice design : Y= 3,50 X 1 + 0,05 X 2-0,01 X 1 X

130 Sifat fisik tablet a. Respon keseragaman kandungan Signifikasi model persamaan Model persamaan respon keseragaman kandungan Persamaan simplex lattice design : Y = 2,230 X 1 + 0,311 X 2-0,007 X 1 X 2 Respon kekerasan tablet

131 111 Model persamaan respon kekerasan tablet Persamaan simplex lattice design : Y= 47,83 X 1 + 0,03 X 2 + 0,24 X 1 X 2 + 0,0003 X 1 X 2 (X 1 X 2 ) b. Respon kerapuhan tablet Model persamaan respon kerapuhan tablet Persamaan simplex lattice design : Y= 5,23 X 1 + 0,001 X 2 0,026 X 1 X 2 0,00003 X 1 X 2 (X 1 X 2 )

132 112 c. Respon waktu hancur Model persamaan respon waktu hancur tablet Persamaan simplex lattice design : Y = - 0,480 X 1 0,002 X 2 + 0,002 X 1 X 2 3. Disolusi tablet (Q 30 )

133 113 Model persamaan respon disolusi tablet (Q 30 ) Persamaan simplex lattice design : Y= 8,71 X 1 + 0,26 X 2-0,03 X 1 X 2 4. Penentuan formula optimum Formula dengan proporsi Gliserin : Amilum kentang (25:287) mg yang dipilih dengan nilai desirability 0,904.

134 114 Lampiran 12. Analisis statistik sediaan tablet liquisolid glibenklamid dengan menggunakan sofware R studio Formula Optimum 1 Uji t tidak berpasangan

135 115 Respon Nilai p-value Keseragaman Kandungan (%) 0, 46* Kekerasan (Kg) 0,36* Kerapuhan (%) 0,32* Waktu hancur (menit) 0,71* Disolusi obat (%) 0,51* Keterangan * p-value > 0,05 menunjukkan data tidak berbeda signifikan, ** p-value < 0,05 menunjukkan data berbeda signifikan 2. Formula Optimum 2 Uji t tidak berpasangan

136 116 Respon Nilai p-value Keseragaman Kandungan (%) 0, 42* Kekerasan (Kg) 0,14* Kerapuhan (%) 0,37* Waktu hancur (menit) 0,29* Disolusi obat (%) 0,24* Keterangan * p-value > 0,05 menunjukkan data tidak berbeda signifikan, ** p-value < 0,05 menunjukkan data berbeda signifikan

137 117 Lampiran 13. Dokumentasi A. Dokumentasi alat 1. Cube mixer 2. Alat uji indeks kompresibilitas

138 Mesin cetak tablet 4. Alat uji kekerasan tablet dan kerapuhan tablet 5. Alat uji waktu hancur dan disolusi tablet

139 119 B. Dokumentasi hasil formula tablet Formula R1 Formula R2 Formula R3 Formula R4

140 120 Formula R5 Formula R6 Formula R7 Formula R8

141 121 Formula Optimum

142 122 BIOGRAFI PENULIS Buana Cahya Wijaya lahir di Tegal pada tanggal 1 Mei 1994, merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Adhi Darma Wijaya dan Ibu Debbie Lukito. Penulis memulai pendidikan dibangku TK Elkana Tegal pada tahun , dilanjutkan di SD Pius Tegal pada tahun SMP Negeri 7 Tegal pada tahun SMA Pangudi Luhur santo Joseph Yogyakarta pada tahun Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di program studi S1 Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun Selama menempuh pendidikan S1, penulis memiliki pengalaman sebagai seksi perlengkapan Pengobatan dan jalan Sehat (2014), Pengobatan gratis (2015) dan asisten dosen praktikum Farmakokinetika- Biofarmasetika (2016).

FORMULASI SEDIAAN TABLET LIQUISOLID GLIBENKLAMID DENGAN PELARUT PEG 400 DAN LAKTOSA SEBAGAI CARRIER MATERIAL SKRIPSI

FORMULASI SEDIAAN TABLET LIQUISOLID GLIBENKLAMID DENGAN PELARUT PEG 400 DAN LAKTOSA SEBAGAI CARRIER MATERIAL SKRIPSI FORMULASI SEDIAAN TABLET LIQUISOLID GLIBENKLAMID DENGAN PELARUT PEG 400 DAN LAKTOSA SEBAGAI CARRIER MATERIAL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Lebih terperinci

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan di bidang teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, memberikan dampak pengembangan terhadap metode untuk meningkatkan mutu suatu obat.

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN NATRIUM ALGINAT SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : YENNYFARIDHA K100040034

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam penyimpanan. Akan tetapi obat yang bersifat lipofil dalam bentuk tablet

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam penyimpanan. Akan tetapi obat yang bersifat lipofil dalam bentuk tablet BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sediaan tablet merupakan sediaan yang disukai dalam pengobatan penyakit kronis. Hal ini disebabkan bentuk sediaan tablet mudah digunakan dan praktis dalam penyimpanan.

Lebih terperinci

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi BAB 1 PENDAHULUAN Dalam dunia farmasi saat ini berkembang dengan pesatnya yang memberikan dampak berkembangnya metode dalam meningkatkan mutu suatu obat. Mutu dijadikan dasar acuan untuk menetapkan kebenaran

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum BAB 1 PENDAHULUAN Seiring berjalannya waktu, teknologi farmasi telah berkembang pesat. Hal ini dibuktikan dengan munculnya berbagai metode baru dalam industri farmasi yang memiliki tujuan akhir untuk mendapatkan

Lebih terperinci

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009). BAB 1 PENDAHULUAN Tablet merupakan bentuk sediaan yang paling popular di masyarakat karena bentuk sediaan tablet memiliki banyak keuntungan, misalnya: massa tablet dapat dibuat dengan menggunakan mesin

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: HENI SUSILOWATI K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

SKRIPSI. Oleh: HENI SUSILOWATI K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN EXPLOTAB SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh: HENI SUSILOWATI K100 040 020

Lebih terperinci

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saat ini, sediaan farmasi yang paling banyak digunakan adalah sediaan tablet, yang merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkular,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan jaman yang semakin modern menuntut semua hal yang serba cepat dan praktis, termasuk perkembangan sediaan obat. Bentuk sediaan obat padat berupa

Lebih terperinci

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan BAB 1 PENDAHULUAN Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang relatif lebih stabil secara fisika kimia dan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang sering dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tablet Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam dunia kesehatan, obat dengan berbagai sediaan sangat dibutuhkan masyarakat untuk mengobati suatu penyakit. Obat-obatan bentuk padat dapat diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak hanya orang tua tetapi para remaja sekarang ini juga banyak yang menderita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak hanya orang tua tetapi para remaja sekarang ini juga banyak yang menderita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit yang banyak dialami masyarakat Indonesia pada saat ini. Seiring dengan gaya hidup yang tidak sehat, tidak hanya

Lebih terperinci

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya kemajuan teknologi dalam industri farmasi sekarang ini, terutama di bidang sediaan solida termasuk sediaan tablet yang telah mengalami banyak perkembangan dalam

Lebih terperinci

FORMULASI TABLET LIKUISOLID IBUPROFEN MENGGUNAKAN PROPILEN GLIKOL SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE DAN PVP K-30 SEBAGAI POLIMER

FORMULASI TABLET LIKUISOLID IBUPROFEN MENGGUNAKAN PROPILEN GLIKOL SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE DAN PVP K-30 SEBAGAI POLIMER FORMULASI TABLET LIKUISOLID IBUPROFEN MENGGUNAKAN PROPILEN GLIKOL SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE DAN PVP K-30 SEBAGAI POLIMER NEHRU WIBOWO 2443007022 FAKULTAS FARMASI UNIKA WIDYA MANDALA SURABAYA 2011 ABSTRAK

Lebih terperinci

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat; BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, perkembangan terhadap metode pembuatan sediaan obat untuk meningkatkan mutu obat juga semakin maju. Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tablet adalah sediaan oral dalam bentuk padat yang mengandung bahan aktif dengan atau tanpa bahan tambahan yang sesuai (Departemen Keshatan RI, 2014). Tablet

Lebih terperinci

SKRIPSI SANASHTRIA PRATIWI K Oleh :

SKRIPSI SANASHTRIA PRATIWI K Oleh : OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN LEPAS LAMBAT TABLET TEOFILIN DENGAN MATRIKS ETIL SELULOSA (EC) DAN HIDROKSIPROPIL METIL SELULOSA (HPMC) DENGAN METODE SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : SANASHTRIA PRATIWI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut: 4.1.1 Pemeriksaan bahan baku Hasil pemeriksan bahan baku ibuprofen, Xanthan Gum,Na CMC, sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi dalam bidang kefarmasian saat ini telah cukup maju atau dapat dikatakan mengalami modernisasi. Hal ini berkenaan dengan derajat kualitas obat

Lebih terperinci

FORMULASI SEDIAAN TABLET PARASETAMOL DENGAN PATI BUAH SUKUN (Artocarpus communis) SEBAGAI PENGISI

FORMULASI SEDIAAN TABLET PARASETAMOL DENGAN PATI BUAH SUKUN (Artocarpus communis) SEBAGAI PENGISI FORMULASI SEDIAAN TABLET PARASETAMOL DENGAN PATI BUAH SUKUN (Artocarpus communis) SEBAGAI PENGISI Dwi Elfira Kurniati*, Mirhansyah Ardana, Rolan Rusli Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS,

Lebih terperinci

SKRIPSI UMI SALAMAH K Oleh :

SKRIPSI UMI SALAMAH K Oleh : OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN LEPAS LAMBAT TABLET TEOFILIN DENGAN MATRIKS ETIL SELULOSA (EC) DAN HIDROKSIETIL SELULOSA (HEC) DENGAN METODE SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : UMI SALAMAH K 100 030 007 FAKULTAS

Lebih terperinci

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari.

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari. BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini industri farmasi telah tumbuh dan berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut ditandai dengan adanya kemajuan di bidang teknologi farmasi, khususnya dalam pembuatan sediaan

Lebih terperinci

FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI PENGHANCUR

FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI PENGHANCUR As-Syifaa Vol 08 (02) : Hal. 64-74, Desember 2016 ISSN : 2085-4714 FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kulit pisang merupakan bahan buangan limbah buah pisang yang jumlahnya cukup banyak. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, kulit pisang

Lebih terperinci

sediaan tablet cukup kecil dan wujudnya padat sehingga memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya (Siregar, 1992). Telah diketahui bahwa

sediaan tablet cukup kecil dan wujudnya padat sehingga memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya (Siregar, 1992). Telah diketahui bahwa BAB I PENDAHULUAN Seiring berjalannya waktu, sintesis obat dengan tingkat kelarutan rendah terus meningkat. Beberapa obat yang kelarutannya rendah seperti ibuprofen, piroxicam, carbamazepine, furosemid

Lebih terperinci

OPTIMASI FORMULA TABLET EKSTRAK ETANOL SALAM-SAMBILOTO MENGGUNAKAN PVP K-30 SEBAGAI PENGIKAT DAN CROSPOVIDONE SEBAGAI PENGHANCUR

OPTIMASI FORMULA TABLET EKSTRAK ETANOL SALAM-SAMBILOTO MENGGUNAKAN PVP K-30 SEBAGAI PENGIKAT DAN CROSPOVIDONE SEBAGAI PENGHANCUR OPTIMASI FORMULA TABLET EKSTRAK ETANOL SALAM-SAMBILOTO MENGGUNAKAN PVP K-30 SEBAGAI PENGIKAT DAN CROSPOVIDONE SEBAGAI PENGHANCUR INDAHWATI WIJAYA 2443011002 PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

OPTIMASI FORMULA TABLET PARASETAMOL DENGAN KOMBINASI Ac-Di-Sol DAN PVP K-30 MENGGUNAKAN METODE FACTORIAL DESIGN

OPTIMASI FORMULA TABLET PARASETAMOL DENGAN KOMBINASI Ac-Di-Sol DAN PVP K-30 MENGGUNAKAN METODE FACTORIAL DESIGN OPTIMASI FORMULA TABLET PARASETAMOL DENGAN KOMBINASI Ac-Di-Sol DAN PVP K-30 MENGGUNAKAN METODE FACTORIAL DESIGN RICHARD HARTONO LEHMAN 2443005022 FAKULTAS FARMASI UNIKA WIDYA MANDALA SURABAYA 2010 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rute pemberian secara oral merupakan rute yang paling umum digunakan hingga 50 60% dari keseluruhan bentuk sediaan. Bentuk sediaan padat pada umumnya lebih disukai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco

BAB III METODE PENELITIAN. ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco 17 BAB III METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Bahan yang digunakan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco chemical),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Selama ini, kemajuan teknologi dalam industri farmasi, terutama dibidang sediaan solida termasuk sediaan tablet telah mengalami banyak perkembangan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, salah satu penyebab masalah lingkungan hidup yang sering dijumpai adalah limbah. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang kian pesat, produksi limbah juga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, Tablet merupakan sediaan obat yang paling banyak digunakan di masyarakat. Sediaan Tablet merupakan bentuk sediaan solid mengandung bahan obat (zat aktif)

Lebih terperinci

kurang dari 135 mg. Juga tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya lebih dari180 mg dan kurang dari 120 mg.

kurang dari 135 mg. Juga tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya lebih dari180 mg dan kurang dari 120 mg. PEMBAHASAN TABLET Setelah dilakukan uji granul dan granul dinyatakan layak untuk dikempa, proses yang selanjutnya dilakukan adalah pencetakan tablet sublingual famotidin. Sebelum pencetakan, yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi sangat pesat, salah satunya yaitu pengembangan bentuk sediaan obat yang semakin banyak. Namun,

Lebih terperinci

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al,

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al, BAB 1 PENDAHULUAN Sediaan farmasi terdapat berbagai macam bentuk berbeda yang didalamnya terkandung suatu bahan obat untuk pengobatan penyakit tertentu. Salah satu bentuk sediaan yang paling populer adalah

Lebih terperinci

FORMULASI TABLET LIKUISOLID IBUPROFEN MENGGUNAKAN POLIMER HIDROFILIK HPMC K4M DAN TWEEN 80 SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE MESSI

FORMULASI TABLET LIKUISOLID IBUPROFEN MENGGUNAKAN POLIMER HIDROFILIK HPMC K4M DAN TWEEN 80 SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE MESSI FORMULASI TABLET LIKUISOLID IBUPROFEN MENGGUNAKAN POLIMER HIDROFILIK HPMC K4M DAN TWEEN 80 SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE MESSI 2443008005 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu contoh jenis tanaman obat yang bisa dimanfaatkan yaitu daun pepaya (Carica papaya). Menurut penelitian Maniyar dan Bhixavatimath (2012), menunjukkan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN AVICEL PH 102/EMCOMPRESS SEBAGAI FILLER-BINDER

PENGGUNAAN AVICEL PH 102/EMCOMPRESS SEBAGAI FILLER-BINDER PENGGUNAAN AVICEL PH 102/EMCOMPRESS SEBAGAI FILLER-BINDER DAN SSG/CROSPOVIDONE SEBAGAI SUPERDISINTEGRANT PADA OPTIMASI FORMULA TABLET IBUPROFEN DENGAN METODE CETAK LANGSUNG GRACESYA FLORENSYA TENY 2443007017

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic. 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Amilum Biji Nangka Pada penelitian ini didahulu dengan membuat pati dari biji nangka. Nangka dikupas dan dicuci dengan air yang mengalir kemudian direndam larutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

FORMULASI TABLET LIKUISOLID PIROKSIKAM MENGGUNAKAN GLISERIN SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE

FORMULASI TABLET LIKUISOLID PIROKSIKAM MENGGUNAKAN GLISERIN SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE FORMULASI TABLET LIKUISOLID PIROKSIKAM MENGGUNAKAN GLISERIN SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE LILY KUSUMA DEWI 2443006018 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2010 ABSTRAK FORMULASI

Lebih terperinci

OPTIMASI FORMULA ORALLY DISINTEGRATING TABLET DOMPERIDONE MENGGUNAKAN SUPERDISINTEGRANT AC-DI-SOL DAN PENGIKAT GELATIN

OPTIMASI FORMULA ORALLY DISINTEGRATING TABLET DOMPERIDONE MENGGUNAKAN SUPERDISINTEGRANT AC-DI-SOL DAN PENGIKAT GELATIN OPTIMASI FORMULA ORALLY DISINTEGRATING TABLET DOMPERIDONE MENGGUNAKAN SUPERDISINTEGRANT AC-DI-SOL DAN PENGIKAT GELATIN JEANY YUSIANA IWANTONO 2443009106 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA

Lebih terperinci

OPTIMASI FORMULA TABLET ASAM MEFENAMAT MENGGUNAKAN METODE FACTORIAL DESIGN

OPTIMASI FORMULA TABLET ASAM MEFENAMAT MENGGUNAKAN METODE FACTORIAL DESIGN OPTIMASI FORMULA TABLET ASAM MEFENAMAT MENGGUNAKAN METODE FACTORIAL DESIGN FILLICYA THELVYANTHIE 2443005093 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2010 ABSTRAK OPTIMASI FORMULA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tablet merupakan salah satu bentuk sediaan oral berupa sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, seiring dengan semakin bertumbuhnya jumlah penduduk mengakibatkan sering terjadinya permasalahan dalam lingkungan hidup, seperti salah satunya mengenai

Lebih terperinci

BEBY YUNITA

BEBY YUNITA PENGGUNAAN AVICEL PH 102/SDL SEBAGAI FILLER- BINDER DAN Ac-Di-Sol/CROSPOVIDONE SEBAGAI SUPERDISINTEGRANT PADA OPTIMASI FORMULA TABLET IBUPROFEN DENGAN METODE CETAK LANGSUNG BEBY YUNITA 2443007025 FAKULTAS

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: HADI CAHYO K

SKRIPSI. Oleh: HADI CAHYO K OPTIMASI KOMBINASI HIDROKSIPROPIL METILSELULOSA SEBAGAI MATRIKS DAN AVICEL PH 101 SEBAGAI FILLER UNTUK FORMULA TABLET KAPTOPRIL LEPAS LAMBAT SISTEM FLOATING SKRIPSI Oleh: HADI CAHYO K 100 080 103 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

Tablet likuisolid ibuprofen

Tablet likuisolid ibuprofen Majalah Farmasi Indonesia, 22(3), 197 203, 2011 Tablet likuisolid ibuprofen Liquisolid ibuprofen tablets Lannie Hadisoewignyo* ), Evania Hadi dan Nehru Wibowo Fakultas Farmasi Unika Widya Mandala Surabaya,

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Pemeriksaan Bahan Baku Pemeriksaan bahan baku ibuprofen, HPMC, dilakukan menurut Farmakope Indonesia IV dan USP XXIV.

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Pemeriksaan Bahan Baku Pemeriksaan bahan baku ibuprofen, HPMC, dilakukan menurut Farmakope Indonesia IV dan USP XXIV. BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Percobaan Ibuprofen, HPMC 6 cps (Shin-Etsu), PVP K-30, laktosa, acdisol, amprotab, talk, magnesium stearat, kalium dihidrogen fosfat, natrium hidroksida, natrium dihidrogen fosfat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sediaan obat alam merupakan warisan budaya Indonesia yang dipercaya oleh masyarakat dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, sehingga masyarakat semakin terbiasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Dari jenis-jenis sediaan obat yang ada di pasaran, tablet merupakan bentuk sediaan yang paling

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, kemajuan dibidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan dalam meningkatkan mutu dan kualitas suatu obat, terutama dibidang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. adalah obat yang menentang kerja histamin pada H-1 reseptor histamin sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. adalah obat yang menentang kerja histamin pada H-1 reseptor histamin sehingga 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tablet CTM digunakan sebagai antihistaminikum. Antihistaminikum adalah obat yang menentang kerja histamin pada H-1 reseptor histamin sehingga berguna dalam menekan

Lebih terperinci

Beberapa hal yang menentukan mutu tablet adalah kekerasan tablet dan waktu hancur tablet. Tablet yang diinginkan adalah tablet yang tidak rapuh dan

Beberapa hal yang menentukan mutu tablet adalah kekerasan tablet dan waktu hancur tablet. Tablet yang diinginkan adalah tablet yang tidak rapuh dan BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini industri farmasi telah tumbuh dan berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut ditandai dengan adanya kemajuan di bidang teknologi farmasi, khususnya dalam pembuatan sediaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Mengapung Verapamil HCl Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih lima formula untuk dibandingkan kualitasnya, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beberapa keuntungan dibanding dengan sediaan farmasi lain. Beberapa keuntungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beberapa keuntungan dibanding dengan sediaan farmasi lain. Beberapa keuntungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tablet merupakan salah satu sediaan obat yang sering dipakai karena memiliki beberapa keuntungan dibanding dengan sediaan farmasi lain. Beberapa keuntungan penggunaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tablet merupakan salah satu sediaan farmasi yang sangat digemari, karena bentuknya yang padat, mudah di bawa dan dapat menghasilkan efek yang cepat. Dalam

Lebih terperinci

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Asetosal 150 mg Starch 10% PVP 5% Laktosa q.s Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% Monografi a. Asetosal Warna Bau

Lebih terperinci

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, terutama dalam bidang farmasi, memberikan kesempatan pada bagian Research and Development di sebuah industri farmasi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pisang (Musa paradisiaca) merupakan tanaman yang banyak terdapat di Indonesia, umumnya tumbuh di daerah tropis maupun subtropis. Diantara buah-buahan yang terdapat

Lebih terperinci

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien) Defenisi tablet Berdasarkan FI III : Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

OPTIMASI FORMULA TABLET FLOATING IBUPROFEN MENGGUNAKAN HPMC K4M AMILUM KULIT PISANG AGUNG DAN NATRIUM BIKARBONAT SEBAGAI FLOATING AGENT

OPTIMASI FORMULA TABLET FLOATING IBUPROFEN MENGGUNAKAN HPMC K4M AMILUM KULIT PISANG AGUNG DAN NATRIUM BIKARBONAT SEBAGAI FLOATING AGENT OPTIMASI FORMULA TABLET FLOATING IBUPROFEN MENGGUNAKAN HPMC K4M AMILUM KULIT PISANG AGUNG DAN NATRIUM BIKARBONAT SEBAGAI FLOATING AGENT KRESENSIA APRIANA BUKARIM 2443012219 PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Dari jenis sediaan obat yang ada, tablet dan jenis-jenis modifikasinya merupakan sediaan yang

Lebih terperinci

OPTIMASI KONSENTRASI MAGNESIUM STEARAT, AEROSIL, DAN AMILUM MANIHOT

OPTIMASI KONSENTRASI MAGNESIUM STEARAT, AEROSIL, DAN AMILUM MANIHOT OPTIMASI KONSENTRASI MAGNESIUM STEARAT, AEROSIL, DAN AMILUM MANIHOT DALAM PEMBUATAN TABLET EKSTRAK DAUN PARE (MOMORDICA CHARANTIA L.) DENGAN METODE CETAK LANGSUNG FRANSISKUS APRIYADI 2443007112 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Bahan dan Alat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak daun sirih hijau (Piper betle, L) diperoleh dari PT. Borobudur Natural Herbal Industry,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENGGUNAAN BAHAN PENGHANCUR SECARA INTRAGRANULAR, EKSTRAGRANULAR, DAN KOMBINASINYA

PERBANDINGAN PENGGUNAAN BAHAN PENGHANCUR SECARA INTRAGRANULAR, EKSTRAGRANULAR, DAN KOMBINASINYA 1 Journal of Pharmaceutical Science and Clinical Research 2016, 01, 1-9 PERBANDINGAN PENGGUNAAN BAHAN PENGHANCUR SECARA INTRAGRANULAR, EKSTRAGRANULAR, DAN KOMBINASINYA Ahmad Ainurofiq 1* dan Nailatul Azizah

Lebih terperinci

IFNA ANGGAR KUSUMA K

IFNA ANGGAR KUSUMA K OPTIMASI FORMULA SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DAN GELATIN SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : IFNA ANGGAR KUSUMA K100040029

Lebih terperinci

1. Penetapan panjang gelombang serapan maksimum Pembuatan kurva baku... 35

1. Penetapan panjang gelombang serapan maksimum Pembuatan kurva baku... 35 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv INTISARI... xv ABSTRACT... xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah...

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. R/ Acetosal 100 mg. Mg Stearat 1 % Talkum 1 % Amprotab 5 %

PEMBAHASAN. R/ Acetosal 100 mg. Mg Stearat 1 % Talkum 1 % Amprotab 5 % PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini kami membuat sediaan tablet dengan cara Granulasi Kering. Tablet yang dibuat sebanyak 300 buah. Komposisi tablet yang akan kami buat adalah sebagai berikut : R/ Acetosal

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia),

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia), BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. BAHAN Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia), pragelatinisasi pati singkong suksinat (Laboratorium Farmasetika, Departemen Farmasi FMIPA UI),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan sebagian besar wilayahnya adalah daerah hutan yang memiliki banyak kekayaan alam berupa tanaman. Tanaman asli Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat berbeda dalam ukuran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi di bidang farmasi begitu pesat, termasuk pengembangan berbagai

Lebih terperinci

FORMULASI KAPSUL EKSTRAK LUMBRICUS RUBELLUS DENGAN AVICEL PH 101 SEBAGAI PENGISI DAN AMILUM JAGUNG SEBAGAI PENGIKAT

FORMULASI KAPSUL EKSTRAK LUMBRICUS RUBELLUS DENGAN AVICEL PH 101 SEBAGAI PENGISI DAN AMILUM JAGUNG SEBAGAI PENGIKAT FORMULASI KAPSUL EKSTRAK LUMBRICUS RUBELLUS DENGAN AVICEL PH 101 SEBAGAI PENGISI DAN AMILUM JAGUNG SEBAGAI PENGIKAT BEE SHIA 2443006070 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2010

Lebih terperinci

ANAK AGUNG BAGUS MARADI WISWA DAMANA

ANAK AGUNG BAGUS MARADI WISWA DAMANA PENGARUH VARIASI PERBANDINGAN RANITIDIN HIDROKLORIDA DENGAN EKSIPIEN AMILUM SINGKONG FULLY PREGELATINIZED TERHADAP SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSI TABLET Skripsi ANAK AGUNG BAGUS MARADI WISWA DAMANA 1008505087

Lebih terperinci

OPTIMASI FORMULA SEDIAAN LEPAS LAMBAT TABLET KAPTOPRIL DENGAN MATRIKS HIDROKSI PROPIL METIL SELULOSA DAN AVICEL PH 102 SEBAGAI FILLER SKRIPSI

OPTIMASI FORMULA SEDIAAN LEPAS LAMBAT TABLET KAPTOPRIL DENGAN MATRIKS HIDROKSI PROPIL METIL SELULOSA DAN AVICEL PH 102 SEBAGAI FILLER SKRIPSI OPTIMASI FORMULA SEDIAAN LEPAS LAMBAT TABLET KAPTOPRIL DENGAN MATRIKS HIDROKSI PROPIL METIL SELULOSA DAN AVICEL PH 102 SEBAGAI FILLER SKRIPSI Oleh: FATKHU ROKHANIAH K 100 070 024 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

Zubaidi, J. (1981). Farmakologi dan Terapi. Editor Sulistiawati. Jakarta: UI Press. Halaman 172 Lampiran 1. Gambar Alat Pencetak Kaplet

Zubaidi, J. (1981). Farmakologi dan Terapi. Editor Sulistiawati. Jakarta: UI Press. Halaman 172 Lampiran 1. Gambar Alat Pencetak Kaplet Zubaidi, J. (1981). Farmakologi dan Terapi. Editor Sulistiawati. Jakarta: UI Press. Halaman 17 Lampiran 1. Gambar Alat Pencetak Kaplet Lampiran. Perhitungan Karakteristik Pati Kentang Merah Berat kentang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR.. vii. DAFTAR ISI.. viii. DAFTAR GAMBAR. xi. DAFTAR TABEL. xiii. DAFTAR LAMPIRAN. xiv. INTISARI.. xv. ABSTRAC.

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR.. vii. DAFTAR ISI.. viii. DAFTAR GAMBAR. xi. DAFTAR TABEL. xiii. DAFTAR LAMPIRAN. xiv. INTISARI.. xv. ABSTRAC. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.. vii DAFTAR ISI.. viii DAFTAR GAMBAR. xi DAFTAR TABEL. xiii DAFTAR LAMPIRAN. xiv INTISARI.. xv ABSTRAC. xvi BAB I. PENDAHULUAN. 1 A. LATAR BELAKANG MASALAH.. 1 B. PERUMUSAN MASALAH..

Lebih terperinci

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat terutama dalam bidang industri farmasi memacu setiap industri farmasi untuk menemukan dan mengembangkan berbagai macam sediaan obat. Dengan didukung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian obat di Indonesia secara oral sudah sangat umum digunakan oleh masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Diantara sediaan beberapa sediaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hipertensi merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang terjadi di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hipertensi merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang terjadi di digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hipertensi merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang terjadi di seluruh dunia, karena prevalensi yang terus meningkat sejalan dengan perubahan gaya

Lebih terperinci

OPTIMASI FORMULA SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DAN CMC

OPTIMASI FORMULA SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DAN CMC OPTIMASI FORMULA SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DAN CMC Na SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri farmasi baik dalam maupun luar negeri bersaing untuk menghadirkan suatu sediaan obat yang memiliki harga yang murah dengan pemakaian yang mudah.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... i ii iii iv v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... x xi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Singkong Gambar 2.1 Tumbuhan singkong (Prastika, 2012) Singkong Manihot esculenta Crantz merupakan tanaman tipikal daerah tropis. Tanaman singkong tumbuh pada iklim yang panas

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PEKTIN KULIT PISANG AGUNG SEBAGAI PENGIKAT TABLET IBUPROFEN

PEMANFAATAN PEKTIN KULIT PISANG AGUNG SEBAGAI PENGIKAT TABLET IBUPROFEN PEMANFAATAN PEKTIN KULIT PISANG AGUNG SEBAGAI PENGIKAT TABLET IBUPROFEN FITRIYA VANIA CHANDRA 2443010078 PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2015 ABSTRAK PEMANFAATAN

Lebih terperinci

OPTIMASI FORMULA TABLET LIKUISOLID KLORFENIRAMIN MALEAT MENGGUNAKAN XANTHAN GUM SEBAGAI POLIMER DAN PEG 400 SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE

OPTIMASI FORMULA TABLET LIKUISOLID KLORFENIRAMIN MALEAT MENGGUNAKAN XANTHAN GUM SEBAGAI POLIMER DAN PEG 400 SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE OPTIMASI FORMULA TABLET LIKUISOLID KLORFENIRAMIN MALEAT MENGGUNAKAN XANTHAN GUM SEBAGAI POLIMER DAN PEG 400 SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE ERIC TUSEAN CHIANGGONO 2443009059 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK

Lebih terperinci

OPTIMASI FORMULA TABLET LIKUISOLID KLORFENIRAMIN MALEAT MENGGUNAKAN GUAR GUM DAN TWEEN 80

OPTIMASI FORMULA TABLET LIKUISOLID KLORFENIRAMIN MALEAT MENGGUNAKAN GUAR GUM DAN TWEEN 80 OPTIMASI FORMULA TABLET LIKUISOLID KLORFENIRAMIN MALEAT MENGGUNAKAN GUAR GUM DAN TWEEN 80 SIEK, MARTHA ANDRIYANI 2443009045 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2013 ABSTRAK OPTIMASI

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Tablet Asam Folat. Sebagai contoh F1 (Formula dengan penambahan Pharmacoat 615 1%).

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Tablet Asam Folat. Sebagai contoh F1 (Formula dengan penambahan Pharmacoat 615 1%). Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Tablet Asam Folat Sebagai contoh F1 (Formula dengan penambahan Pharmacoat 615 1%). Dibuat formula untuk 100 tablet, berat pertablet 00 mg dan penampang tablet 9 mm. Berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan populasi sebesar 256 juta jiwa. Indonesia menjadi negara terbesar kedua se-asia-pasifik yang sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

FORMULA TABLET SALUT FILM EKSTRAK KULIT BUAH DELIMA PUTIH (Punica granatum) MENGGUNAKAN KOLLICOAT PROTECT SEBAGAI PENYALUT STEFANY LUKE

FORMULA TABLET SALUT FILM EKSTRAK KULIT BUAH DELIMA PUTIH (Punica granatum) MENGGUNAKAN KOLLICOAT PROTECT SEBAGAI PENYALUT STEFANY LUKE FORMULA TABLET SALUT FILM EKSTRAK KULIT BUAH DELIMA PUTIH (Punica granatum) MENGGUNAKAN KOLLICOAT PROTECT SEBAGAI PENYALUT STEFANY LUKE 2443013005 PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK

Lebih terperinci

Revika Rachmaniar, Dradjad Priambodo, Maulana Hakim. Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran. Abstrak

Revika Rachmaniar, Dradjad Priambodo, Maulana Hakim. Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran. Abstrak PROFIL DISOLUSI TABLET IBUPROFEN MENGGUNAKAN VARIASI DISINTEGRAN SHEFFIELD TM TABLETTING SYSTEM DTHV, SHEFFIELD TM TABLETTING SYSTEM DTFD, DAN AVICEL PH 102 Revika Rachmaniar, Dradjad Priambodo, Maulana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aloe vera merupakan spesies aloe yang paling banyak dijual dan diproses. Di industri makanan, aloe vera digunakan sebagai sumber makanan fungsional, bahan

Lebih terperinci