FORMULASI SEDIAAN TABLET LIQUISOLID GLIBENKLAMID DENGAN PELARUT PEG 400 DAN LAKTOSA SEBAGAI CARRIER MATERIAL SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FORMULASI SEDIAAN TABLET LIQUISOLID GLIBENKLAMID DENGAN PELARUT PEG 400 DAN LAKTOSA SEBAGAI CARRIER MATERIAL SKRIPSI"

Transkripsi

1 FORMULASI SEDIAAN TABLET LIQUISOLID GLIBENKLAMID DENGAN PELARUT PEG 400 DAN LAKTOSA SEBAGAI CARRIER MATERIAL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Oleh : Yudha Adi Prabowo NIM : FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016

2 FORMULASI SEDIAAN TABLET LIQUISOLID GLIBENKLAMID DENGAN PELARUT PEG 400 DAN LAKTOSA SEBAGAI CARRIER MATERIAL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Oleh : Yudha Adi Prabowo NIM : FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 i

3 ii

4 iii

5 HALAMAN PERSEMBAHAN Karya ini saya persembahkan untuk Kedua orang tuaku, Kakakku mas Yana, serta Sahabat-sahabatku. Sebagai ungkapan terima kasihku iv

6 v

7 vi

8 PRAKATA Puji syukur penulis kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas kasih, berkat, dan penyertaan-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Formulasi Sediaan Tablet Liquislod Glibenklamid dengan Pelarut PEG 400 dan Laktosa sebagai Carrier Material dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Selama menyelesaikan perkuliahan, penelitian, dan penulisan skripsi ini peneliti mendapatkan motivasi, kerja keras, pantang menyerah, kritik dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Aris Widyawati, M.Si., PhD., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma 2. Bapak Dr. Teuku Nanda Saifullah Sulaiman, M.Si., Apt. sebagi Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan waktu, bimbingan, kritik, dan saran mulai dari penulisan proposal, penelitian, hingga penulisan skripsi. 3. Ibu Wahyuning Setyani, M.Sc., Apt., sebagai dosen penguji yang telah memberikan waktu, masukan, kritik, dan saran kepada penulis. 4. Ibu Dr. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt., sebagai dosen penguji yang telah memberikan waktu, masukan, kritik, dan saran kepada penulis. 5. dr. Fenty M.Kes., Sp.PK sebagai dosen pembimbing akademik atas pendampingannya selama perkuliahan. vii

9 6. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt sebagai Kepala Penanggung Jawab Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanat Dharma Yogyakarta yang telah memberikan ijin dalam penggunaan fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini. 7. Semua dosen-dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah sabar dalam mendidik dan memberikan ilmu kepada penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 8. Bapak Musrifin, Bapak Agung, Mas Kunto, Bapak Parlan, Bapak Kayat, dan segenap laboran dan staff karyawan, yang telah membantu selama penelitian berlangsung. 9. Fx. Wiryadi, Fl. Rahartini dan Yana Adi Prakosa sebagai orang tua dan kakak yang selalu memberikan doa, semangat, dan finansial sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. 10. Teman skripsi seperjuangan Buana Cahaya Wijaya dan Desion Sudi ynag dapat bekerja sama dengan baik selama penelitian berlangsung. 11. Sahabat-sahabatku Bartolomeus Widiasta, Laurensius Danang Wicaksana, Desion Sudi, Buana Cahya Wijaya, Satrio Budi Utomo, Jonathan Wijaya, Malvin Choco, Michael Giovanni, Bernadus Anggi, Yohannes Wikan, Alberto, Rizki Zul, Aris Dwi Saputra, Firmiana Lisa, Novena Adi, Clarisa Dian, Putri Wulandari, Claudia Rosari Dewi yang selalu memberikan dukungan, semangat, motivasi, dan persahabatan yang paling berkesan sampai selamanya. viii

10 12. Grup Change or Die dan MAU BISA selalu memberikan dukungan semangat kepada penulis. 13. Teman-teman FST A 2012 dan angkatan 2012 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang juga memberikan warna selama masa perkuliahan penulis. 14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan doa, bantuan, dan dukungan selama penelitian skripsi. Penulis menyadari bahwa penyusun skripsi ini masih banyak kekurangan mengingat keterbatasan kemampuan serta pengalaman yang dimiliki. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan oleh penulis untuk menyempurnakan skripsi ni. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Yogyakarta, 23 Mei 2016 Penulis ix

11 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... PRAKARTA... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... i ii iii iv v vi vii x xv DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii INTISARI... xviii ABSTRACT... xix BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 3 C. Keaslian Penelitian... 3 D. Manfaat Penelitian... 4 E. Tujuan Penelitian... 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 5 A. Sediaan Tablet Liquisolid... 5 x

12 1. Definisi liquisolid Tujuan pembuatan sediaan tablet liquisolid Keuntungan dan kerugian tablet liquisolid Model matematikan tablet liquisolid Mekanisme meningkatnya pelepasan obat liquisolid Eksipien Tablet Liquisolid a. Pelarut non-volatile b. Carrier material c. Coating material d. Superdisintegran Cara pembuatan sediaan tablet liquisolid Uji sifat alir serbuk liquisolid a. Sudut diam b. Kecepatan alir c. Kerapatan serbuk ruahan d. Kerapatan serbuk mampat e. Indeks kompresibilitas f. Hausner ratio g. Distribusi ukuran partikel h. Kandungan lembab (Moisture Content) Evaluasi tablet liquisolid a. Keragaman bobot b. Keseragaman kandungan xi

13 c. Kekerasan tablet d. Kerapuhan tablet e. Kerapuhan tablet f. Waktu hancur tablet g. Disolusi tablet B. Monografi Bahan Glibenklamid Polietilen glikol 400 (PEG 400) Laktosa HDK Wacker N20 (Aerosil) Avicel PH 102 (Microcrystalline Cellulose) Sodium Starch Glycolate (SSG) Magnesium Stearat C. Landasan Teori D. Hipotesis BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional C. Definisi Operasional D. Alat dan Bahan Penelitian E. Tata Cara Penelitian Pembuatan sediaan tablet liquisolid Evaluasi mutu sifat alir serbuk liquisolid xii

14 a. Sudut diam dan kecepatan alir b. Hausner ratio dan Indeks kompresibilitas c. Uji homogenitas serbuk ) Pembuatan larutan induk ) Penentuan panjang gelombang maksimum ) Pembuatan kurva baku ) Homogenitas serbuk Evaluasi mutu fisik tablet liquisolid a. Uji keseragaman kandungan b. Uji kekerasan tablet c. Uji kerapuhan tablet d. Uji waktu hancur tablet e. Penetapan kadar f. Uji disolusi ) Pembuatan larutan bufer fosfat ph 8, ) Pembuatan larutan induk ) Penentuan panjang gelombang maksimum ) Pembuatan kurva baku ) Uji disolusi tablet F. Analisis Data BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Sifat Alir Serbuk Liquisolid Kecepatan alir xiii

15 2. Sudut diam Hausner ratio Indeks kompresibilitas Uji homogenitas serbuk B. Hasil Uji Sifat Fisik Tablet Liquisolid Keseragaman kandungan tablet Kekerasan tablet Kerapuhan tablet Waktu hancur tablet C. Penetapan tablet D. Hasil Uji Disolusi Tablet Panjang gelombang maksimum Kurva baku Hasil uji disolusi E. Penentuan Formula Optimum BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIOGRAFI PENULIS xiv

16 DAFTAR TABEL Tabel I. Hubungan sudut diam dan sifat alir serbuk Tabel II. Parameter indeks kompresibilitas, hausner ratio, dan kategori Tabel III. Penggunaan uji keseragaman kandugan dan uji keragaman bobot untuk sediaan Tabel IV. Tabel penerimaan Tabel V. Formula tablet liquisolid glibenklamid Tabel VI. Hasil penetapan kadar tablet liquisolid glibenklamid Tabel VII. Pemberian nilai dan bobot pada respon Tabel VIII. Hasil prediksi formula optimum dan hasil formula R1 dan R xv

17 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Skema secara umum liquisolid Gambar 2. Struktur kimia glibenklamid Gambar 3. Struktur kimia PEG Gambar 4. Struktur kimia laktosa Gambar 5. Model plot respon kecepatan alir serbuk Gambar 6. Model plot respon sudut diam serbuk Gambar 7. Model plot respon hausner ratio serbuk Gambar 8. Model plot respon indeks kompresibilitas serbuk Gambar 9. Hasil panjang gelombang maksimum glibenklamid dalam metanol Gambar 10. Kurva Baku Glibenklamid dalam metanol Gambar 11. Model plot respon keseragaman kandungan tablet Gambar 12. Model plot respon kekerasan tablet Gambar 13. Model plot respon kerapuhan tablet Gambar 14. Model plot respon waktu hancur tablet Gambar 15. Panjang gelombang maksimum glibenklamid dalam bufer fosfat ph 8, Gambar 16. Kurva baku glibenklamid dalam bufer fosfat ph 8, Gambar 17. Model plot respon disolusi tablet Gambar 18. Kurva jumlah terdisolusi tablet liquisolid glibenklamid terhadap waktu (menit) Gambar 19. Model plot formula optimum tablet xvi

18 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Sertifikat Analisis (Certificate Of Analysis COA) Lampiran 2. Hasil spektrofotometer UV glibenklamid Lampiran 3. Data hasil uji sifat alir serbuk Lampiran 4. Data hasil uji homogenitas campuran Lampiran 5. Data hasil uji sifat fisik tablet Lampiran 6. Data penetapan kadar tablet Lampiran 7. Data hasil uji disolusi tablet Lampiran 8. Contoh perhitungan keseragaman kandungan Lampiran 9. Contoh perhitungan disolusi tablet Lampiran 10. Data hasil kurva baku glibenklamid Lampiran 11. Analisis statistik sifat alir, sifat fisik dan disolusi tablet liquisolid glibenklamid dengan software Design Expert 9.0 dan formula optimum Lampiran 12. Analisis statistik sifat alir, sifat fisik dan disolusi tablet liquisolid glibenklamid dengan software R Lampiran 13. Dokumentasi xvii

19 INTISARI Glibenklamid adalah obat antidiabetik oral yang digunakan untuk pengobatan diabetes tipe II dan termasuk BCS kelas II yang memiliki kelarutan rendah dalam air. Penelitian ini memformulasikan sediaan tablet liquisolid glibenklamid dengan pelarut PEG 400 dan laktosa sebagai carrier material. PEG 400 dapat melarutkan obat yang sukar larut dan laktosa dapat memberikan laju pelepasan obat yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelarut PEG 400 dan laktosa sebagai carrier material terhadap sifat fisik dan profil disolusi serta mendapatkan proporsi optimum. Penelitian ini menggunakan metode optimasi simplex lattice design dengan perbandingan tiap formula Run (R) PEG 400 : laktosa yaitu R1 dan R2 (0%:100%), R3 (25%:75%), R4 dan R5 (50%:50%), R6 (75%:25%), R7 dan R8 (100%,0%). Evaluasi serbuk meliputi kecepatan alir, sudut diam, indeks kompresibilitas, dan hausner ratio. Evaluasi tablet meliputi keseragaman kandungan, kekerasan, kerapuhan, waktu hancur dan disolusi. Data evaluasi serbuk dan evaluasi tablet dianalisis dengan software Design Expert 9.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PEG 400 berpengaruh signifikan menaikkan kerapuhan, disolusi, keseragaman kandungan, dan waktu hancur tablet, sedangkan laktosa berpengaruh signifikan menaikkan kekerasan tablet. Interaksi keduanya berpengaruh signifikan terhadap kenaikkan keseragaman kandungan tablet. Proporsi optimum campuran PEG 400 : Laktosa dengan jumlah 5 mg dan 307 mg (0% : 100%). Kata kunci : glibenklamid, PEG 400, laktosa, sifat fisik tablet, disolusi tablet, simplex lattice design. xviii

20 ABSTRACT Glibenclamide is an oral antidiabetics used for the treatment of diabetes type II and including BCS class II drug class which has a low solubility in water. This research is formulation liquisolid glibenclamide tablet dosage with PEG solvent 400 and lactose as carrier material. PEG 400 can dissolve the poorly soluble drug and lactose can give a good rate of drug release. This study aims to determine the effect of solvents PEG 400 and lactose as carrier material on the physical properties and dissolution profile as well as to get optimum proportions. This study uses the method of optimization models simplex lattice design with a comparison of each formula Run (R) PEG 400: lactose are R1 and R2 (0%: 100%), R3 (25%: 75%), R4 and R5 (50%: 50%), R6 (75% : 25%), R7 and R8 (100%, 0%). Evaluation includes powder flow rate, angle of repose, compressibility index and Hausner ratio. Evaluation includes tablet content uniformity, hardness, friability, disintegration time and dissolution. Data evaluation and evaluation of tablet powder was analyzed by Ekspert 9.0 design software. The results showed that PEG 400 significantly increase the friability, dissolution, content uniformity, and disintegration time of tablets, whereas lactose significanty increase the tablet hardness. Interactions are both significantly influenced increase the tablet content uniformity. The optimum proportion of the mixture of PEG 400: Lactose by an amount of 5 mg and 307 mg (0%: 100%). Key words : glibenclamide, PEG 400, lactose, physical properties, dissolution tablet, simplex lattice design. xix

21 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Glibenklamid adalah obat antidiabetik oral golongan sulfonilurea generasi kedua yang digunakan untuk pengobatan diabetes tipe II. Glibenklamid merupakan obat yang memiliki masalah dengan kelarutan. Glibenklamid termasuk salah satu obat yang masuk dalam golongan 2 dari Sistem Klasifikasi Biofarmasetika (BCS) yang memiliki kelarutan yang rendah dalam air dan memiliki permeabilitas yang tinggi (Sirisha, Sruthi, and Eswariah, 2012). Obat dengan kelarutan yang rendah dapat memberikan pengaruh pada disolusi obat. Kecepatan disolusi merupakan waktu yang dibutuhkan obat untuk melarut seluruhnya. Kecepatan disolusi menjadi kecepatan pembatas (rate-limiting step) dari proses absorbsi. Obat yang memiliki kelarutan rendah-permabilitas tinggi, kecepatan absorbsi obat ditentukan oleh kecepatan disolusi obat dalam cairan ditempat absorpsi (Shivajinagar, 2000). Berbagai macam cara dapat dilakukan untuk meningkatkan kelautan obat diantaranya pengecilan ukuran partikel, penambahan surfaktan, pembuatan obat dalam bentuk garam, pembentukan kompleks, atau dengan pembuatan dispersi padat, dan liquisolid (Hadisoewignyo, 2012). Penelitian ini menggunakan metode liquisolid untuk meningkatkan kelarutan obat glibenklamid dalam air. Tablet liquisolid dibuat dengan cara mencampurkan zat aktif yang sukar larut dalam air dengan pelarut non-volatile menjadi suspensi atau larutan kemudian diserap dengan menggunakan carrier material, dan disalut dengan coating material sehingga menjadi serbuk kering 1

22 2 kemudian dikempa menjadi tablet (Gubbi and Jarag, 2009). Tablet liquisolid memiliki komponen utama yaitu pelarut sebagai pelarut obat dan carrier material sebagai penyerap (adsorben). Syarat pelarut dalam tablet liquisolid yaitu harus inert, memiliki titik didih yang tinggi dan non-volatile. Contoh pelarut yang biasa digunakan PEG, propilen glikol, tween, gliserin, N,N-dimethylacetamide, polisorbat (Syed et al.,2012). Syarat carrier material yaitu harus memiliki daya adsorpsi yang tinggi sehingga dapat menyerap cairan menjadi serbuk kering dan dikempa menjadi tablet. Contoh carrier material yaitu starch, cellulose dan laktosa (Kulkarni et al., 2010). Penelitian ini menawarkan pelarut polietilen glikol 400 (PEG 400) dan laktosa sebagai carrier material. PEG 400 sering digunakan sebagai pelarut dalam suatu formulasi karena memiliki keunggulan dapat meningkatkan kelarutan obat yang sukar larut dalam air dan bersifat larut air. Penelitian yang dilakukan oleh Penta (2014) tentang formulasi tablet liquisolid gliburide dengan pelarut PEG 400 pada proporsi 5 mg dapat memiliki waktu hancur kurang dari 5 menit, memiliki nilai kerapuhan kurang dari 0,5%, dan dapat terdisolusi sampai 100% dalam waktu 15 menit. Penelitian ini menggunakan laktosa sebagai carrier material karena memiliki keunggulan yaitu memiliki stabilitas yang baik, menjaga kekerasan tablet, memperbaiki sifat fisik tablet, mudah dikeringkan, dan memberikan laju pelepasan obat yang baik. Laktosa cocok digunakan dalam tablet yang mengandung zat aktif dalam konsentrasi kecil karena mudah melakukan pencampuran yang homogen (Siregar, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Nagabandi (2014) tentang formulasi sediaan tablet ketoprofen dengan laktosa

23 3 sebagai carrier material dengan proporsi 329 mg akan membuat tablet memiliki kekerasan sampai 5 kg, memiliki waktu hancur kurang dari 5 menit, memiliki kerapuhan kurang dari 0,125% dan dapat terdisolusi sampai 100 % dalam waktu 45 menit. Formulasi sediaan tablet liquisolid glibenklamid dengan pelarut PEG 400 dan laktosa sebagai carrier material diharapkan mampu memberikan pengaruh terhadap sifat fisik dan profil disolusi serta mendapatkan proporsi formula optimum sediaan tablet liquisolid glibenklamid. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, muncul beberapa masalah yang akan diteliti sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh pelarut PEG 400 dan laktosa sebagai carrier material terhadap sifat fisik dan profil disolusi tablet liquisolid glibenklamid? 2. Berapa proporsi optimum campuran bahan pelarut PEG 400 dan laktosa sebagai carrier material laktosa dalam tablet liquisolid glibenklamid? C. Keaslian Penelitian Telah dilakukan penelitian tentang formulasi sediaan tablet liquisolid glibenklamid dengan kombinasi pelarut PEG 400 dan carrier material microcrystaline cellulose oleh Sirisha (2012). PEG 400 dapat melarutkan zat aktif glibenklamid yang akan mempengaruhi pelepasan obat. Penelitian yang dilakukan oleh Pravala (2013) tentang formulasi tablet liquisolid nebivolol hidroklorida kombinasi PEG 400 dan laktosa, dapat meningkatkan kecepatan disolusi dibanding nebivolol hidroklorida yang ada di pasaran. Nagabandi (2011) melakukan penelitian tentang formulasi tablet ketoprofen dengan kombinasi pelarut propilen

24 4 glikol dan carrier material laktosa dapat melepaskan zat aktif sebesar 100 % setelah 45 menit. Sejauh penelusuran peneliti, penelitian tentang formulasi sediaan tablet liquisolid glibenklamid dengan pelarut PEG 400 dan laktosa sebagai carrier material belum pernah dilakukan. D. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penelitian untuk pengembangan formulasi tablet liquisolid glibenklamid dengan pelarut PEG 400 dan laktosa sebagai carrier material. b. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang sediaan tablet liquisolid glibenklamid bagi masyarakat. E. Tujuan Penelitian a. Tujuan umum Mengetahui pengaruh pelarut PEG 400 dan laktosa sebagai carrier material terhadap sifat fisik dan profil disolusi tablet liquisolid glibenklamid. b. Tujuan khusus Mengetahui proporsi campuran bahan pelarut PEG 400 dan laktosa sebagai carrier material terhadap sifat fisik dan profil disolusi tablet liquisolid glibenklamid.

25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sediaan Tablet Liquisolid 1. Definisi liquisolid Liquisolid merupakan salah satu metode yang relatif baru diperkenalkan oleh Spires pada tahun Liquisolid juga disebut dengan powdered solution technology. Liquisolid merupakan metode pembuatan sediaan tablet untuk obat golongan Sistem Klasifikasi Biofarmasetika (BCS) kelas 2 dan kelas 4 yang memiliki kelarutan yang rendah (Spireas, 2002). Pada umumnya, liquisolid diterapkan untuk obat dengan dosis terapi kecil (kurang dari 50 mg). Penelitian tablet liquisolid glyburide dosis kecil memiliki perbandingan obat : eksipien (pelarut, carrier material, coating material) sebesar 1 : 65 (mg) (Penta, Mohiuddin, Puligilla, Chuka, and Devadasu, 2014). Liquisolid memiliki keterbatasan dalam penerapan obat dengan dosis terapi besar (lebih dari 50 mg). Hal ini akan mengakibatkan peningkatan jumlah carrier material dan coating material sehingga berpengaruh pada volume bobot tablet menjadi tinggi. Pada umumnya, untuk obat dosis besar perlu ditambahkan polimer hidrofilik supaya tidak perlu adanya penambahan carrier material dan coating material dengan jumlah besar. Polimer hidrofilik akan meningkatkan persen obat terbasahai yang juga akan meningkatkan laju pelepasan obat (Hadisoewignyo, 2012). Penelitian tablet liquisolid ibuprofen yang memiliki dosis besar, penggunaan obat 5

26 6 sebesar 25 % dan 58-66% untuk carrier material pada bobot 800 mg tiap formula (Oktara, 2012). 2. Tujuan pembuatan sediaan tablet liquisolid Tujuan pembuatan sediaan tablet liquisolid adalah untuk meningkatkan kelarutan obat yang sukar larut dalam air atau hampir tidak larut air sehingga diformulasikan menjadi bentuk sediaan padat dengan pelepasan obat yang baik. Peningkatan kelarutan diperoleh dengan melihat persen obat terdisolusi tablet seluruhnya dalam waktu yang singkat. Peningkatan kelarutan obat dalam metode liquisolid adalah peningkatan kelarutan obat secara kinetika karena dipengaruhi oleh sifat fisikokimia obat, formulasi dan pelarutan. Sifat fisikokimia obat dan pelarutan berpengaruh terhadap luas permukaan pada kinetika disolusi. Kelarutan yang terjadi pada permukaan solut (zat terlarut), semakin besar luas permukaan, maka semakin cepat pelapasan obat. Formulasi berpengaruh pada bahan tambahan yang digunakan karena akan mempengaruhi tegangan permukaan antara medium tempat obat melarut dengan bahan obat (Oktara, 2012). 3. Keuntungan dan kerugian tablet liquisolid Keuntungan dari tablet liquisolid antara lain dapat meningkatkan pelepasan obat sediaan oral untuk zat aktif yang sulit larut dalam air, tidak membutuhkan eksipien dalam jumlah banyak dibanding fomulasi lainnya yaitu dispersi padat. metode pembuatannya sederhana, biaya produksinya yang tidak mahal, ph pada zat aktif tidak mempengaruhi proses pencampuran karena bentuk berupa padatan sehingga tidak begitu besar berpengaruh terhadap kestabilan, pelepasan obat dapat dimodifikasi menggunakan bahan tambahan yang sesuai, dan dapat diaplikasikan

27 7 untuk produksi skala industri (Vraníková and Gajdziok, 2013). Kerugian pembuatan dengan metode liquisolid adalah terbatasnya metode ini untuk obat dengan dosis besar, karena akan terjadi peningkatan jumlah carrier material (bahan penyerap) dan coating material (bahan penyalut) dalam jumlah besar sehingga mempengaruhi volum bobot tablet yang dibuat. Peningkatan jumlah carrier material (bahan penyerap) dan coating material (bahan penyalut) dalam jumlah besar akan mempengaruhi kompresibilitas dan sifat alir menjadi kurang baik, menyebakan akan sulit dikempa menjadi tablet (Yadav et al., 2009). 4. Model matematika tablet liquisolid Suatu pendekatan matematika dapat digunakan untuk formulasi liquisolid yang dinyatakan oleh Spireas. Model matematika ini digunakan untuk menghitung jumlah bahan tambahan ( pelarut, carrier material dan coating material) sehingga memiliki kemampuan mengalir dan kompresibilitas yang baik. Rasio antara liquid medication (W) dan carrier material (Q) dikenal dengan liquid load factor (Lf). Liquid medication merupakan obat yang tidak larut yang kemudian didispersikan dalam pelarut non-volatile (Hadisoewignyo, 2012). Liquid load factor (Lf) merupakan rasio jumlah liquid medication (W) dan carrier material (Q). Nilai Lf ditunjukkan persamaan (1). Lf = W Q... (1) Nilai R : rasio antara carrier material (Q) dengan coating material (q). Nilai R ditunjukkan persamaan (2). R = Q q... (2)

28 8 Hubungan antara liquid load factor (Lf) dan nilai R ditunjukkan dengan persamaan (3) dan persamaan (4). Lf = ɸ + φ (1/R)... (3) Lf = Ψ+ϕ (1/R)... (4) Nilai ɸ dan φ menyatakan jumlah maksimum pelarut non-volatile yang digunakan dan memiliki kemampuan mengalir yang baik. Nilai Ψ dan ϕ menyatakan jumlah maksimum pelarut non-volatile yang digunakan dan memiliki kompaktibilitas yang baik yang ditandai dengan kekerasan tablet yang mencukupi dan tanpa adanya cairan yang keluar pada saat pencetakan tablet (Abbas, Rasool, and Rajab, 2014 ). Parameter nilai liquid load factor (Lf) dan nilai R dapat digunakan untuk optimasi dalam penentuan kemampuan serbuk mengalir dan kompresibilitasnya. Penelitian yang dilakukan oleh Al-Sarraf (2014) tentang tablet liquisolid telmisartan menunjukkan bahwa seiring dengan meningkatnya nilai R maka kecepatan disolusi akan meningkat. 5. Mekanisme pelepasan obat liquisolid a. Meningkatnya luas permukaan bahan obat Ketika obat larut dalam pelarut non-volatile menjadi larutan atau bentuk cair, obat akan berada pada keadaan dispersi molekuler di dalam campuran serbuk. Campuran obat dengan pelarut non-volatile yang membentuk suspensi akan berada dalam keadaan dispersi kasar. Hal tersebut menyebabkan luas permukaan obat menjadi besar sehingga mempengaruhi pelepasan obat menjadi meningkat dan berpengaruh dalam absorpsi obat dalam tubuh menjadi maksimal. Apabila peningkatan kelarutan obat melebihi batas kelarutannya, maka akan terjadi

29 9 peningkatan fraksi obat yang tidak larut dibanding dengan fraksi yang larut sehingga akan menurunkan laju pelepasan obat (Hadisoewignyo, 2012). Hasil campuran serbuk liquisolid, akan memiliki luas permukaan yang besar pada obatnya karena menjadi larutan/suspensi/bentuk cair dibanding dengan metode cetak langsung yang memiliki luas permukaan yang kecil karena tidak ada penambahan bahan pelarut dalam formulasinya (Nagabandi, Ramarao, and Jayaveera, 2011). b. Meningkatnya kelarutan obat dalam air Mekanisme utama dalam peningkatan pelepasan obat adalah pelarut yang digunakan. Peningkatan kelarutan obat dalam air terjadi karena adanya pelarut nonvolatile yang bertindak sebagai ko-solven (Hadisoewignyo, 2012). Ko-solven akan mempengaruhi polaritas obat yang dapat ditunjukkan dengan tetapan dielektriknya. Ko-solven yang memiliki tetapan dielektrik rendah akan menurunkan tetapan dielektrik obat yang tidak larut air setelah pencampuran. Semakin rendah tetapan dielektrik pelarut, campuran yang digunakan maka semakin besar obat yang dapat larut di dalamnya karena obat bersifat tidak larut dalam air. PEG 400 memiliki tetapan dielektrik sebesar 12,4 yang termasuk dalam kategori tetapan dielektrik rendah (1-20) (UNC,1996). c. Meningkatkan proses pembasahan Pelarut non-volatile dapat bertindak sebagai surfaktan sehingga pembasahan dari partikel-partikel obat liquisolid meningkat (Hadisoewignyo, 2012). Pelarut non-volatile yang digunakan dalam pembasahan partikel obat akan menurunkan tegangan permukaan antara medium disolusi dan permukaan tablet.

30 10 Pembasahan dalam liquisolid ini dapat dilihat dari sudut kontak yang kecil. Sudut kontak yang kecil berarti pembasahan meningkat (Kulkarni, Aloorkar, Mane and Gaja, 2010). 6. Eksipien tablet liquisolid a. Pelarut non-volatile Pelarut non-volatile adalah bahan yang digunakan untuk melarutkan bahan aktif yang memiliki kelarutan rendah. Pelarut tersebut tidak mengalami penguapan dan terdispersi dalam sistem liquisolid. Syarat pelarut dalam tablet liquisolid adalah inert, memiliki titik didih yang tinggi (lebih dari C). Contoh pelarut non volatile adalah PEG, propilen glikol, tween, gliserin, N,N-dimethylacetamide, polisorbat (Syed et al., 2012). b. Carrier material Carrier material adalah suatu bahan yang berfungsi sebagai penyerap (adsorbents) cairan dan digunakan dalam formulasi tablet liquisolid. Carrier material harus memiliki daya adsorpsi yang tinggi sehinga dapat menyerap liquid medication agar menjadi serbuk yang kering supaya dapat dicetak menjadi tablet. Contoh carrier material dalam liquisolid adalah starch, cellulose dan laktosa (Kulkarni et al., 2010). c. Coating material Coating material adalah bahan penyalut yang digunakan dalam formulasi tablet liquisolid. Coating material berfungsi sebagai adsorbent yang membantu carrier material dalam menyerap liquid medication. Syarat coating material yang baik adalah memiliki diameter partikel berkisar antara 0,01-5 µm, memiliki daya

31 11 absorpsi yang tinggi yang dapat menyerap partikel carrier basah menjadi serbuk kering yang memiliki laju alir yang baik. Coating material yang paling sering digunakan dalam formulasi liquisolid adalah colloidal silicon dioxide (Aerosil, Cab-O-Sil M5) (Vraníková et.al., 2013). d. Superdisintegran Superdisintegran adalah suatu bahan penghancur yang dapat digunakan untuk mempercepat waktu hancur tablet. Bahan penghancur yang ditambahkan akan membantu hancurnya tablet menjadi granul sehingga akan meningkatkan kecepatan disolusi tablet (Edge,Steele, Stainforth, Chen, and Woodcock, 2002). Syarat-syarat superdisintegran adalah harus menghasilkan kehancuran yang cepat, memenuhi kompaktibilitas yang baik, ukuran partikel kecil, dan memiliki sifat alir yang baik (Debjit, Chiranji, Krishnakanth, Pankaj, and Margret, 2009). Mekanismenya adalah daya mengembang superdisintegran sangat tinggi dan cepat sehingga mampu mendesak ke arah luar secara cepat yang akan menyebabkan tablet dapat segera hancur (Sulaiman, 2007). 7. Cara pembuatan sediaan tablet liquisolid Tablet liquisolid dibuat dengan cara melarutkan bahan aktif yang sukar larut dalam air dengan pelarut menjadi suspensi atau bentuk cair diubah menjadi bentuk serbuk yang mudah mengalir, non-adherent setelah penambahan carrier material dan coating material, kemudian dikempa menjadi tablet (Gubbi, et al., 2009). Tablet liquisolid memiliki komponen utama yaitu adanya pelarut dan carrier material. Tablet liquisolid dirancang khusus sehingga mengandung liquid medication dalam sediaan serbuknya. Liquid medication adalah

32 12 obat yang tidak larut air yang didispersikan dalam pelarut non-volatile (Sprieas, 2002). Berikut merupakan tahapan secara umum pembuatan tablet liquisolid pada gambar 1. Obat /pelarut nonvolatille Tablet (+) Carrier dan campur coating material Bahan penghancur Serbuk kering (+) Gambar 1. Skema pembuatan secara umum liquisolid (Syead and Pavani, 2012). Tablet liquisolid dapat diaplikasikan dengan baik untuk bahan obat dengan dosis kecil. Peningkatan laju pelepasan obat sebanding dengan fraksi obat yang berada dalam dispersi molekulernya (Hadisoewignyo, 2012). Pembuatan tablet liquisolid biasanya menggunakan superdisintegran dan ditambahkan bahan pelicin. Superdisintegran dapat membuat tablet menjadi mudah untuk hancur sehingga dapat membuat tablet menjadi lebih cepat untuk terdisolusi. Bahan pelicin digunakan untuk memudahkan serbuk untuk mengalir sehingga dapat dikempa menjadi tablet. 8. Uji sifat alir serbuk liquisolid a. Sudut diam Sudut diam merupakan sudut tetap yang terjadi antara gundukan partikel berbentuk kerucut dengan bidang horizontal. Besar kecil nilai sudut diam dipengaruhi oleh bentuk ukuran dan kelembapan serbuk atau granul. (Syead et al., 2012). Perhitungan sudut diam dihitung dengan rumus : tan α : h r...(5)

33 13 α adalah sudut diam, h adalah ketinggian kerucut (cm), dan r adalah jarijari (cm) (Sulaiman, 2007). Berikut hubungan sudut diam dan sifat alir serbuk ditunjukkan pada tabel 1. Tabel I. Hubungan sudut diam dan sifat alir serbuk Sudut diam ( o ) Sifat aliran < 25 Sangat baik Baik Cukup baik > 40 Sangat buruk (Sulaiman, 2007). b. Kecepatan alir Kecepatan alir adalah cepat tidaknya sejumlah serbuk yang diperlukan untuk mengalir melalui suatu alat. Mudah tidaknya granul atau serbuk dipengaruhi oleh bentuk, luas permukaan, kerapatan, kelembaban granul. Kecepatan alir serbuk = Bobot (gram) waktu (detik) = 100 gram t detik...(6) Biasanya untuk 100 gram serbuk kecepatan alir 10 g/detik dianggap baik (Siregar, 2008). c. Kerapatan serbuk ruahan Kerapatan serbuk ruahan adalah perbandingan antara massa serbuk yang belum dimampatkan terhadap volume termasuk kontribusi volume pori antarpartikel. Kerapatan serbuk ruahan tergantung pada kepadatan partikel serbuk dan susunan partikel serbuk. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan gelas ukur maka kerapatan serbuk ruahan dinyatakan dalam gram per ml (g/ml). Kerapatan serbuk ruahan, dapat dihitung dengan rumus :

34 14 Bobot jenis ruah = M Vo...(7) M merupakan bobot serbuk dan Vo merupakan volume wadah dalam satuan ml. d. Kerapatan serbuk mampat (DirjenPOM, 2014). Kerapatan serbuk mampat adalah tingkatan dari kerapatan serbuk mampat yang diperoleh dengan cara mengetuk dengan secara mekanis gelas ukur atau bejana pengukur yang berisi serbuk. Kerapatan serbuk mampat, dapat dihitung dengan rumus : Bobot jenis ketuk = M Vf...(8) M merupakan bobot serbuk dan Vf merupakan volume setelah pengetukan. e. Indeks kompresibilitas (Dirjen POM, 2014). Indeks kompresibilitas yaitu kemampuan granul untuk menurunkan volumenya (memampatkan diri) pada tekanan tertentu. Indeks kompresibilitas dipengaruhi oleh kerapatan, ukuran,dan bentuk partikel. Semakin kecil persen indeks pengetapan serbuk atau granul, semakin baik sifat alirnya. Sebaliknya, semakin besar indeks pengetapan serbuk atau granul, semakin buruk sifat alirnya (Sirishaet al., 2012). Uji ini dapat dinyatakan dengan rumus : Indeks kompresibilitas = Vo Vf x 100%...(9) Vo f. Hausner ratio (Dirjen POM, 2014). Hausner ratio merupakan angka yang berhubungan dengan kemampuan alir dari serbuk, dan tidak bernilai mutlak untuk suatu bahan tertentu,

35 15 tergantung dari metode yang digunakan untuk menentukannya (Arulkumaran and Padmapreetha, 2014). Uji ini dapat dinyatakan dengan rumus : Hausner Ratio = Vo Vf...(10) Vo merupakan bobot volum sebelum dimampatkan dan Vf merupakan bobot volum setelah pengetukan (Dirjen POM, 2014). Berikut merupakan paramater indeks kompresibilitas, hausner ratiodan kategori yang disajikan pada tabel 2. Tabel II. Parameter indeks kompresibilitas, hausner ratio, dan kategori Indeks kompresibilitas (%) Hausner ratio Kategori < 10 1,00 ± 1,11 Sangat Baik ,12 ± 1,18 Baik ,19 ± 1,25 Cukup Baik ,26 ± 1,34 Agak Baik ,35 ± 1,45 Buruk ,46 ± 1,59 Sangat Buruk >38 > 1,60 Sangat Buruk Sekali (Arulkumaran et al., 2014). g. Distribusi ukuran partikel Ukuran dan distribusi ukuran partikel atau granul akan mempengaruhi bobot tablet, keseragaman bobot, waktu disintegrasi, kerapuhan (friabilitas) sifat alir, dan kinetika kecepatan pengeringan pada granulasi basah. Metode yang sering digunakan untuk mengukur ukuran partikel dan distribusi partikel adalah mikroskopi, pengayakan, dan sedimentasi (Dewi, 2010). h. Kandungan Lembab (Moisture Content) Material yang akan dikempa harus memiliki kandungan lembab/kadar air dalam batas-batas tertentu. Hal ini penting karena berhubungan dengan sifat alir,

36 16 proses pengempaan, kompatibilitas, dan stabilitas. Salah satu cara untuk mengetahui kelembaban suatu bahan padat adalah dengan perhitungan menggunakan data berdasarkan bobot keringnya. Angka hasil perhitungan ini dianggap sebagai kandungan lembab (MC/moisture content) (Sulaiman, 2007). Persamaan untuk menghitung MC yaitu: % MC = Bobot air dalam sampel Bobot sampel kering x 100%...(11) (Dewi, 2010). 9. Evaluasi tablet liquisolid a. Keragaman bobot Keragaman bobot tablet menentukan dosis dari tiap tablet yang telah diproduksi. Keragaman bobot ditentukan berdasarkan penetapan kadar zat aktif pada contoh bets yang mewakili menggunakan metode analisis yang sesuai. (Dirjen POM, 2014). b. Keseragaman kandungan Uji keseragaman kandungan berdasarkan pada penetapan kadar masing masing kandungan zat aktif dalam satuan sediaan. Keseragaman kandungan untuk sediaan padat ditentukan dengan cara menetapkan kadar masing-masing 10 satuan menggunakan metode analisis yang sesuai dan kemudian dihitung nilai penerimaan. Secara umum, perhitungan nilai penerimaan dengan rumus : Np = M x + ks....(12) M merupakan nilai rujukan, x merupakan rata-rata dari masing-masing kandungan (X1, X2, Xn) yang dinyatakan dalam persentase, k merupakan konstanta penerimaan dan s merupakan simpangan baku sampel.

37 17 Tabel III. Penggunaan uji keseragaman kandugan dan uji keragaman bobot untuk sediaan Bentuk sediaan Tipe Sub tipe Dosis dan perbandingan zat aktif Tablet 25 mg dan 25% < 25 mg atau < 25% Tidak Bersalut Keragaman bobot Keseragaman kandungan Salut Selaput Keragaman bobot Keseragaman kandungan Lainnya Keseragaman kandungan Keseragaman kandungan (Dirjen POM, 2014). c. Kekerasan tablet Tablet harus cukup kuat untuk mempertahankan bentuk selama mengalami perlakuan mekanik pada saat proses pengemasan, transportasi, hingga pada saat pemakaian (Arulkumaran et al., 2014). d. Kerapuhan tablet Uji kerapuhan tablet dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kerusakan tablet yang terjadi akibat goncangan atau gesekan selama pengangkutan. Kerapuhan tablet dianggap cukup baik bila hasilnya kurang dari 1 % (Sharma, 2010). e. Waktu hancur tablet Waktu hancur tablet adalah waktu yang diperlukan tablet untuk pecah dan menjadi partikel-partikel penyusunnya, sehingga akan meningkatkan luas permukaan yang kontak dengan cairan dalam tubuh. Tekanan kompresi akan mempengaruhi waktu hancur tablet. Semakin besar tekanan kompresinya pada maka waktu hancur tablet makin lambat (Siregar, 2008). Waktu yang diperlukan untuk menghancurkan tablet tidak lebih dari 15 menit (Ansel, 2005).

38 18 f. Disolusi tablet Disolusi adalah proses melarutnya zat aktif (bahan obat) dalam sediaan obat ke dalam suatu medium. Pada umumnya medium yang digunakan berupa air. Suatu obat untuk diabsorbsi, pertama kali obat tersebut harus dapat terlarut dalam cairan obat tersebut akan diabsorbsi. Efektifitas dari suatu tablet dalam melepaskan obatnya untuk diabsorbsi sistemik tergantung pada laju disintegrasi dari bentuk sediaan, deagregasi dari granul dan disolusi dari partikel zat aktif (Sulaiman, 2007). Disolusi merupakan proses kinetik, sehingga prosesnya diamati dari pengamatan terhadap jumlah zat aktif yang terlarut ke dalam medium sebagai fungsi waktu. Disolusi juga merupakan tahap penentu terjadinya absorpsi. Berdasarkan laju disolusi, dapat diperkirakan kecepatan absorbsi yang mempengaruhi mulai kerja, intensitas, dan lama kerja obat di dalam tubuh.pada tahun 1897, Noyes dan Whitney mencoba menguantifikasikan jumlah obat yang terlarut melalu persamaan : dw/dt = D.S/h (Cs-C)...(13) W adalah berat zat aktif yang terlarut dalam medium selama waktu t, sehingga dw/dt adalah kecepatan disolusi zat aktif (gram/waktu). D adalah koefisien difusi zat yang terlarut dalam medium yang digunakan, S adalah luas kontak muka zat aktif- medium, h adalah tebal lapisan tipis (film-difusi), sedangkan Cs adalah konsentrasi dalam keadaan saturasi. Harga C menunjukkan konsentrasi zat aktif terlarut pada saat t (Fudholi, 2013). Interpretasi pengujian disolusi sediaan tablet mengikuti tabel penerimaan untuk sediaan tablet lepas segera. Tabel penerimaan untuk sediaan tablet lepas segera disajikan pada tabel 4.

39 19 Tabel IV. Tabel penerimaan Tahap Jumlah yang diuji Kriteria Penerimaan S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5 %. S2 6 Rata-rata dari 12 unit (S1+ S2) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q, dan tidak satu unitpun yang lebih kecil dari Q-15%. S3 12 Rata-rata dari 24 unit (S1+ S2+ S3) adalah sama atau lebih besar dari Q, tidak lebih kecil Q- 15% dan tidak satu unitpun yang lebih kecil dari Q-25%. (Dirjen POM, 2014). Pengujian sampai tiga tahap dilanjutkan apabiila tahap S1 dan S2 tidak memenuhi kriteria penerimaan. Harga Q menunjukkan jumlah zat aktif yang terlarut dalam medium yang dinyatakan dalam persentase kadar pada masingmasing monografi (Dirjen POM, 2014). Glibenklamid memiliki nilai Q30 yaitu 75% harus dapat larut setelah 30 menit dalam medium disolusi (United States Pharmacopeial Convention, 2014). B. Monografi Bahan 1. Glibenklamid Glibenklamid adalah serbuk hablur putih atau hampir putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau. Nama ilmiah glibenklamid adalah N-p-[2-(5-Kloro-2- metoksibenzamida) etil] benzenasulfonil-n'-sikloheksillurea. Mempunyai berat molekul sebesar 494,00. Titik lelehnya 169,5 0 C (Abdul, Swathimutyam, Padmanabha, Nalini, and Prakash, 2011). Glibenklamid tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam metilen klorida, sukar larut dalam etanol dan metanol (Dirjen POM, 2014). Glibenklamid memiliki kelarutan dalam air sebesar 0,00206 mg/ml (Drugbank.com, 2015). Glibenklamid memiliki nilai pka sebesar 5,3 (Rohayati,

40 20 Hasanah, Saptarini, and Aryanti, 2015). Glibenklamid bersifat basa karena pengujian disolusi dalam bufer ph 8,5 (United States Pharmacopeial Convention, 2014). Gambar 2. Struktur kimia glibenklamid (Abdul et al.,2011). Glibenklamid merupakan antidiabetik oral golongan sulfonilurea generasi kedua yang digunakan untuk pengobatan diabetes tipe II memiliki durasi aksi obat selama 24 jam (Sweetman, 2009). Glibenklamid bekerja dengan merangsang sekresi hormon insulin dari granul sel-sel β Langerhans pankreas. Interaksi dengan ATP- sensitive K channel pada membrane sel sel β yang menimbulkan depolarisasi membran dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. Kanal Ca terbuka dan ion Ca 2+ akan masuk sel β, merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptida-c (Suherman, 2007). Pada penggunaan dosis yang besar dapat menyebabkan hipoglikemia. Glibenklamid lebih efektif diminum 30 menit sebelum makan agar mencapai kadar optimal di plasma. Obat ini cepat diserap dalam saluran pencernaan, cukup diberikan satu kali sehari. Dosis yang dianjurkan untuk DM tipe 2 adalah 2,5-5 mg setiap hari (Suherman, 2007). Glibenklamid termasuk salah satu obat yang masuk dalam golongan 2 dari Sistem Klasifikasi Biofarmasetika (BCS) yang memiliki kelarutan yang rendah dalam air dan memiliki permeabilitas yang tinggi (Sirisha, Sruthi, and Eswariah,

41 ). Glibenklamid memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang 229,5 nm dalam metanol (Bilal, Rehman, Akash, Ibrahim, and Hussan, 2013). Glibenklamid dalam medium disolusi bufer fosfat memiliki panjang gelombang 204,5 nm (Gianitto, Arantes, Larra-Filho, Filho, and Fregonezi-Nery, 2007). 2. Polietilen glikol 400 (PEG 400) Polietilen glikol 400 merupakan cairan kental jernih, tidak berwarna, bau khas lemah, sedikit higroskopis. PEG 400 dapat larut dalam air, etanol (95%), aseton, glikol lain dan hidrokarbon aromatik, praktis tidak larut dalam eter, dan dalam hidrokarbon alifatik. PEG 400 adalah golongan dari polietilen glikol dengan berat molekul yang rendah. PEG 400 memiliki bobot jenis 1,128 g/cm 3 (Kibbe, 2000). PEG 400 merupakan pelarut non-volatile yang digunakan dalam pembuatan tablet liquisolid (Kulkarni et al., 2010). Gambar 3.Struktur kimia PEG 400 (Kibbe, 2000). Glibenklamid memiliki kelarutan dalam PEG 400 sebesar 15 mg/ml (Sirisha et al., 2012). Polietilen glikol 400 (PEG 400) memiliki sifat yang stabil, mudah bercampur dengan komponen-komponen lain, tidak beracun, tidak iritatif, dan efektif dalam rentang ph yang lebar (Rowe et al., 2009). 3. Laktosa Laktosa memiliki pemerian serbuk putih, mengalir bebas. Nama lainnya adalah4-o-beta-d-galaktopiranosil-d-glukosa. Laktosa memiliki berat molekul

42 22 360,31 g/mol dan titik leleh C. Laktosa mudah larut dalam air secara perlahanlahan, praktis tidak larut dalam etanol (Dirjen POM, 2014). Laktosa memiliki stabilitas yang baik dan merupakan zat yang dapat memberikan pelepasan dan laju disolusi zat aktif dengan baik. Laktosa adalah salah satu jenis carrier material yang termasuk golongan sakarida. Gambar 4. Struktur kimia laktosa (Nithiyanantham and Palaniappan, 2013). Laktosa monohidrat dikenal sebagai gula susu. Laktosa mempunyai daya larut dan kemanisan laktosa lebih rendah daripada gula lainnya (Dewi, 2010). Formulasi dengan laktosa biasanya menunjukkan kecepatan pelepasan zat aktif dengan baik, mudah dikeringkan, harganya murah dan tidak peka terhadap variasi moderat dalam kekerasan tablet pada pengempaan. Laktosa cocok digunakan dalam tablet yang mengandung zat aktif dalam konsentrasi kecil karena mudah melakukan pencampuran yang homogen (Siregar, 2008). 4. HDK Wacker N20 (Aerosil) Nama lain dari aerosil adalah silicon dioxide, cab-o-sil, fumed silica, Wacker HDK N20. Aerosil memiliki rumus bangun SiO2 dengan berat molekul 60,08. Bahan ini berbentuk serbuk keputih-putihan, ringan, tidak berbau, dan tidak berasa, dan praktis tidak larut dalam pelarut organik, air, dan asam, kecuali asam hidrofluorat. Larut dalam larutan hangat hidroksida alkali. Aerosil berfungsi sebagai glidant pada konsentrasi 0,1-0,5% (Kibbe, 2000).

43 23 5. Avicel PH 102 (Microcrystalline Cellulose) Avicel PH 102 merupakan nama lain dari Microcrystalline Cellulose, Emcocel, Fibrocel, Vivapur, dan Tabulose. Pemeriannya berupa serbuk putih, tidak berbau, tidak berasa. Kelarutannya larut dalam 5% b/v larutan NaOH, praktis tidak larut dalam air, larutan asam, dan sebagian pelarut organik. Avicel digunakan sebagai pengikat (binder) pada konsentrasi % (Rowe et al., 2009). Avicel memiliki kompresibilitas dan sifat alir yang baik dan dapat meningkatkan waktu hancur (Sulaiman, 2007). Avicel PH-102 merupakan pengikat kering yang paling efektif dalam pencampuran kering (Siregar, 2008). 6. Sodium Starch Glycolate (SSG) Sodium Starch Glycolate memiliki nama lain yaitu explotab carboxymethyl starch, sodium salt, primojel. Pemeriannya berupa serbuk putih, tidak berbau, tidak berasa, dan mudah mengalir. Larut sebagian dalam etanol 95% dan praktis tidak larut dalam air. Sodium Starch Glycolate merupakan contoh superdisintegran yang sering digunakan pada formulasi tablet liquisolid. SSG umum digunakan sebagai penghancur pada konsentrasi 0,25 5% (Kibbe, 2000). 7. Magnesium Stearat Magnesium stearat berupa serbuk halus, putih dan voluminus, bau lemah khas,. Magnesium stearat tidak larut dalam air, dalam etanol, dan dalam eter (Depkes RI, 2014). Magnesium stearat umum digunakan sebagai pelicin (lubricant) pada konsentrasi 0,25 5% (Siregar, 2008).

44 24 C. Landasan Teori Liquisolid adalah metode pembuatan tablet yang digunakan untuk meningkatkan kelarutan obat yang sukar larut atau tidak larut dalam air sehingga berpengaruh pada kecepatan disolusi (Hadisoewignyo, 2012). Metode liquisolid memiliki komponen utama yaitu pelarut dan carrier material sangat mempengaruhi sifat fisik dan kecepatan disolusi tablet. Bahan pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah PEG 400. PEG 400 dapat meningkatkan kelarutan obat yang sukar larut, mempercepat waktu hancur karena bersifat larut dalam air, dan bersifat stabil (Siregar, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Penta (2014) tentang formulasi tablet liquisolid gliburide dengan pelarut PEG 400 pada proporsi 5 mg dapat memiliki waktu hancur kurang dari 5 menit, memiliki nilai kerapuhan kurang dari 0,5%, dan dapat terdisolusi sampai 100% dalam waktu 15 menit. Mekanismenya ketika obat larut dalam PEG 400, obat akan berada pada keadaan dispersi molekuler dan ketika campuran menjadi suspensi, obat akan berada dalam dispersi kasar. Pendispersian tersebut menyebabkan luas permukaan obat menjadi besar, menurunkan tetapan dielektrik obat, dan menurunkan sudut kontak sehingga terjadi peningkatan kelarutan obat. Carrier material yang digunakan dalam penelitian ini adalah laktosa. Formulasi dengan laktosa menunjukkan kecepatan pelepasan zat aktif yang baik dan cocok digunakan dalam tablet yang mengandung zat aktif dalam konsentrasi kecil (Siregar, 2008). Laktosa juga dapat memperbaiki sifat fisik tablet dan tidak peka terhadap variasi moderat dalam kekerasan tablet pada pengempaan. Penelitian yang dilakukan oleh Nagabandi (2014) tentang formulasi tablet liquisolid

45 25 ketoprofen dengan laktosa sebagai carrier material pada proporsi 329 mg akan membuat tablet memiliki kekerasan sampai 5 kg, memiliki waktu hancur kurang dari 5 menit, memiliki kerapuhan kurang dari 0,125% dan dapat terdisolusi sampai 100 % dalam waktu 45 menit. Proporsi PEG 400 sebagai pelarut dan laktosa sebagai carrier material diperoleh dengan metode optimasi simplex lattice design dengan software Design Expert 9.0. D. Hipotesis 1. PEG 400 dan laktosa dapat memberikan pengaruh terhadap sifat fisik tablet yaitu meningkatkan keseragaman kandungan, memiliki waktu hancur kurang dari 5 menit, memiliki kerapuhan kurang dari 0,5%, memiliki kekerasan sampai 5 kg dan dapat terdisolusi sampai 100% dalam waktu 45 menit. 2. Proporsi PEG 400 dengan jumlah 5 mg dan laktosa yang berada pada proporsi mendekati 329 mg diperkirakan sebagai formula optimum.

46 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah eksperimental murni dengan melakukan percobaan pembuatan formulasi sediaan tablet liquisolid glibenklamid dengan menggunakan kombinasi pelarut PEG 400 dan laktosa sebagai carrier material. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Formulasi Teknologi Sediaan Padat dan Laboratorium Farmasi Fisika Universitas Sanata Dharma. B. Variabel Penellitian dan Definisi Operasional 1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perbandingan PEG 400 dan laktosa menggunakan metode optimasi simplex lattice design dengan perbandingan formula Run (R) : R1 dan R2 (0%:100%), R3 (25%:75%), R4 dan R5 (50%:50%), R6 (75%:25%), R7 dan R8 (100%:0%). 2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat alir serbuk liquisolid (kecepatan alir, sudut diam, indeks kompresibilitas, hausner ratio), sifat fisik tablet liquisolid (keseragaman kandungan, kerapuhan, kekerasan, waktu hancur), dan disolusi. 3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah lokasi pemesanan bahan yang dipakai, nomor ayakan, dan waktu pencampuran. 4. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu dan kelembaban ruangan. 26

47 27 C. Definisi Operasional 1. Sifat fisik tablet merupakan parameter untuk mengukur kualitas dari tablet yang akan diproduksi. Parameter tersebut meliputi uji kekerasan, kerapuhan, waktu hancur, keseragaman kandungan, dan disolusi tablet. 2. Kekerasan tablet merupakan salah satu parameter yang menunjukkan interaksi-interaksi antar komponennya seperti goncangan dan keretakan tablet. 3. Kerapuhan tablet merupakan salah satu parameter yang menunjukkan kekuatan tablet terhadap benturan mekanik saat pentabletan. 4. Waktu hancur tablet merupakan salah satu parameter yang menunjukkan waktu yang dibutuhkan tablet telah hancur sempurna. 5. Keseragaman kandungan merupakan salah satu parameter yang menunjukkan setiap tablet yang dibuat memiliki kadar yang sama. 6. Disolusi merupakan salah satu parameter yang menunjukkan kecepatan terlarutnya obat secara sempurna. 7. Sifat alir serbuk merupakan parameter untuk mengukur kualitas serbuk yang terdiri dari kecepatan alir, indeks kompresibilitas, sudut diam, dan hausner ratio. 8. Indeks kompresibilitas merupakan banyaknya ruang kosong pada campuran serbuk yang akan berdampak pada pembuatan tablet. 9. Sudut diam merupakan sudut yang dibentuk antara timbunan sebuk pada bidang horizontal.

48 Liquid medication merupakan larutan obat atau obat yang tidak larut air didispersikan dalam pelarut non-volatile. 11. Formula tablet optimum merupakan formula yang memenuhi standar penerimaan sediaan tablet yang ditetapkan meliputi memiliki kandungan zat aktif sebesar 90% sampai 120%, kerapuhan < 1 %, waktu hancur 15 menit, dan terdisolusi sebesar 100 % setelah 30 menit. D. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat Hardness tester merk Pharmatest, Volumenometer merk ERWEKASYM, disintegran tester merk ATMI, attrition tester merk ATMI, timbangan analitik merk DeltaRange, MELTTER AE260, mesin cetak tablet single punch KORSCH, statif, mortir dan stamper, Dissolution tester RC-6 D, Spektrofotometer UV SCHIMADZU, stopwatch, dan alatalat gelas. 2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yang memiliki spesifikasi derajat farmasetis adalah glibenklamid (PT. IFARS SOLO), Laktosa (DFE Pharma), Avicel PH-102 (FAGRON), PEG 400 (ID Chemical), HDK Wacker N20 (Wacker Chemie AG Werk Burghausen), Mg stearat (Nitica, India), SSG (Gujarat Overseas Inc. India).

49 29 E. Tata Cara Penelitian Penentuan perbandingan komposisi pelarut PEG 400 dan laktosa sebagai carrier material pada masing-masing formula Run (R) dilakukan menggunakan simplex lattice design dari software Design Expert 9.0. Formula yang digunakan dalam pembuatan tablet liquisolid glibenklamid dapat dilihat pada tabel 5. Tabel V. Formula tablet liquisolid glibenklamid Bahan Jumlah (mg) R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 Glibenklamid PEG Laktosa Aerosil Avicel PH SSG 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 Mg Stearat 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 Total Keterangan : Formula R1, Formula R2 : PEG 400 0% dan laktosa 100% Formula R3 : PEG % dan laktosa 75% Formula R4, Formula R5 : PEG % dan laktosa 50% Formula R6 : PEG % dan laktosa 25% Formula R7, Formula R8 : PEG % dan laktosa 0% 1. Pembuatan sediaan tablet liquisolid Semua bahan ditimbang sesuai formula. Laktosa dikeringkan dengan oven pada suhu 60 0 C selama ± 10 menit. Glibenklamid dan pelarut PEG 400 dimasukkan dalam mortir dan diaduk hingga rata sehingga membentuk suspensi. Campuran tersebut kemudian diserap dengan laktosa yang sudah dikeringkan dan diaduk hingga terbentuk massa serbuk. Massa serbuk kemudian ditambahkan aerosil dan dimasukkan ke dalam cube mixer, dicampur selama 15 menit dengan kecepatan 20

50 30 rpm. Massa serbuk dikeluarkan dari cube mixer kemudian diayak dengan pengayak mesh 16. Massa serbuk yang telah diayak kemudian dimasukkan ke dalam cube mixer dan ditambahkan Avicel PH-102, SSG dan Mg stearat yang sudah ditimbang. Massa serbuk dikeluarkan dan diayak dengan pengayak mesh 16. Massa serbuk dicampur selama 15 menit di dalam cube mixer dengan kecepatan yang sama. Massa serbuk kemudian diuji homogenitas dan sifat alir. Serbuk yang telah diuji, kemudian dikempa menjadi tablet. Tablet yang sudah dikempa dilakukan pengujian meliputi sifat fisik dan profil disolusi. 2. Evaluasi mutu sifat alir serbuk liquisolid a. Sudut diam dan kecepatan alir Sebanyak 100 gram serbuk liquisolid dimasukkan dalam corong dengan bagian bawah lubang ditutup, kemudian tutup lubang corong dibuka sehingga seluruh serbuk keluar dari corong, dicatat kecepatan alirnya. Sudut diam dihitung dari gundukan berbentuk kerucut dengan tangen sudut diamnya, yaitu besar antara serbuk dengan permukaan dengan tinggi serbuk yang diketahui (Sulaiman, 2007). b. Hausner ratio dan indeks kompresibilitas Timbang saksama kurang lebih 100 gram serbuk (M) dan dimasukkan dalam gelas ukur 250 ml tanpa pemampatan. Permukaan serbuk diratakan dan dibaca volume awal (Vo) pada skala tersebut. Gelas ukur dipasang pada penyangga. Mesin dihidupkan dan dihentakan sebanyak 500 ketukan sampai bobot volum serbuk mencapai minimum. Perubahan volume serbuk dihitung sebagai Vf. Bobot jenis ketuk kemudian dapat dihitung (Siregar, 2008).

51 31 c. Uji homogenitas serbuk 1) Pembuatan larutan induk Larutan induk dibuat dengan cara menimbang ± 100,0 mg glibenklamid dimasukkan dalam labu takar 100 ml dilarutkan metanol sampai batas tanda (Bilal, et al., 2013). 2) Penentuan panjang gelombang maksimum Larutan induk kemudian diambil 100 µl dan dimasukkan dalam labu takar 100 ml kemudian diencerkan dengan metanol samapi batas tanda. Larutan dimasukkan dalam kuvet dan diamati absorbansi pada panjang gelombang nm sehingga akan diketahui serapan maksimum (Bilal, et al., 2013). 3) Pembuatan kurva baku Larutan induk dibuat seri kadar dengan konsentrasi 3,98 µg/ml; 5,97 µg/ml; 7,96 µg/ml; 9,55 µg/ml; 11,94 µg/ml dan diencerkan dengan metanol dalam labu takar 100 ml sampai batas tanda. Setelah itu larutan dibaca dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang serapan maksimum. Serapan yang didapat dari masing-masing pengenceran diplotkan dengan kadar dan dibuat kurva dengan persamaan garis dan regresi linier maksimum (Bilal, et al., 2013). 4) Homogenitas serbuk Pengujian dilakukan dengan mengambil 10 titik sampel serbuk yang sudah ditentukan. Sampel ditimbang masing-masing ± 44,0 mg kemudian ditambahkan metanol dalam labu takar 100 ml sampai batas tanda. Larutan disonifikasi selama 10 menit kemudian disaring. Serapan dibaca dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum. Homogenitas serbuk

52 32 harus memenuhi kriteria persen recovery (CV) kurang dari 5 % (Pharmaceutical CGMPs, 2003). 3. Evaluasi mutu fisik tablet liquisolid a. Keseragaman kandungan Masing-masing 10 tablet digerus satu per satu kemudian diambil sebanyak 44,0 mg kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan metanol sampai batas tanda. Larutan disonifikasi selama 10 menit kemudian disaring. Serapan dibaca menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum. Hasil serapan kemudian dihitung kadar tiap-tiap formula (Run) dengan menggunakan persaamaan kurva baku glibenklamid dalam metanol dan nilai penerimaan (Dirjen POM, 2014). b. Uji kekerasan tablet Sebanyak 10 tablet diletakkan satu per satu secara horizontal pada hardness tester, kemudian salah satu bagian dari mesin ini akan bergerak maju untuk menghancurkan tablet dan alat membaca ukuran tablet yang hancur. Hasilnya kemudian dihitung rata-rata (Anilkumar, Arun, Amol, Harinath, 2010). c. Uji kerapuhan tablet Dua puluh tablet diambil dan ditimbang seluruh tablet secara bersamaan dan dicatat sebagai bobot awal. Seluruh tablet dimasukkan ke dalam attrition tester dan menghidupkan tombol putar 25 putaran/menit selama 4 menit. Tablet dibersihkan dari debu dan ditimbang kembali. Dihitung selisih dari penimbangan awal dengan penimbangan akhir dikalikan 100 persen, maka akan diperoleh nilai persen kerapuhannya (Arulkumaran et al., 2014).

53 33 d. Uji waktu hancur tablet Enam tablet dipilih secara acak diletakkan di dalam tabung disintegran tester. Tabung dimasukkan kedalam bejana yang telah diisi air bersuhu 37 o ±0,2 o C, tinggi air tidak kurang dari 15 cm sehingga tabung dapat turun naik dengan jarak 7,5 cm. Kemudian dicatat waktu hancur tablet. Tablet dikatakan hancur apabila ada bagian tablet ada yang tertinggal di atas kasa. Waktu hancur tablet dikatakan baik 15 menit (Dirjen POM, 2014). e. Penetapan kadar Sebanyak dua puluh tablet ditimbang lalu digerus, kemudian diambil 44,0 mg dengan saksama lalu dilarutkan dengan metanol dalam labu takar 100 ml sampai batas tanda. Larutan disonifikasi selama 10 menit kemudian disaring. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum metanol. diperoleh dengan memasukkan nilai serapan ke dalam kurva baku glibenklamid dalam metanol. Percobaan diulang sebanyak tiga kali tiap formula (run)dan dihitung rata-rata serta simpangan deviasi (SD) (Bilal et al., 2013). f. Uji Disolusi 1) Pembuatan larutan bufer fosfat ph 8,5 Larutan bufer fosfat ph 8,5 sebagai medium disolusi dibuat dengan cara menimbang sebanyak 6,8 gram monobasic potassium phosphat dan 1,99 gram NaOH kemudian ditambahkan akuadest ke dalam labu takar 1000 ml hingga batas tanda (United States Pharmacopeial Convention, 2014).

54 34 2) Pembuatan larutan induk Larutan induk dibuat dengan cara menimbang saksama 67,0 mg glibenklamid lalu dilarutkan 40 ml metanol di dalam labu takar 500 ml. Sonifikasi selama 5 menit lalu ditambahkan medium disolusi hingga batas tanda. (United States Pharmacopeial Convention, 2014). 3) Penentuan panjang gelombang maksimum Larutan induk kemudian diambil 900 µl dan diencerkan dengan larutan bufer fosfat ph 8,5 hingga 10 ml. Larutan ini dimasukkan dalam kuvet dan diamati absorbansi pada panjang gelombang nm sehingga akan diketahui serapan maksimum (United States Pharmacopeial Convention, 2014). 4) Pembuatan kurva baku Larutan induk dibuat seri kadar dengan konsentrasi 2,68 µg/ml, 4,02 µg/ml, 5,36 µg/ml, 6,7 µg/ml, 8,04 µg/ml dan diencerkan sampai 10 ml dengan bufer fosfat ph 8,5. Setelah itu larutan dibaca dengan Spektrofotometer UV pada panjang gelombang serapan maksimum, Serapan yang didapat dari masing-masing pengenceran diplotkan dengan kadar dan dibuat kurva dengan persamaan garis dan regresi linier (United States Pharmacopeial Convention, 2014). 5) Uji disolusi tablet Tablet dimasukkan ke dalam labu yang berisi larutan 0,05 M bufer fosfat ph 8,5 yang berfungsi sebagai media disolusi. Jarak pengaduk dayung dari dasar labu adalah 2,5 ± 0,2 cm dan pengaduk dayung diputar pada kecepatan 50 rpm. Suhu medium dijaga konstan 37 ± 0,5º C dengan volume media disolusi yang digunakan adalah 900 ml. Sampel obat yang terlepas ke

55 35 medium diambil pada menit ke 0, 5, 10, 15, 30, dan 45 menit sebanyak 5 ml pada posisi yang telah ditentukan. Setiap kali pengambilan sampel diganti dengan volume yang sama (5,0 ml) dengan medium bufer. Serapan dari larutan uji ditetapkan kadarnya dengan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang maksimum (United States Pharmacopeial Convention, 2014). F. Analisis Data Data yang diperoleh dari percobaan adalah data sifat alir serbuk, homogenitas serbuk, penetapan kadar, profil disolusi dan sifat fisik tablet meliputi keseragaman kandungan, kekerasan, kerapuhan tablet, dan waktu hancur tablet. Data sifat alir dan sifat fisik yang diperoleh, dihitung rata-rata dan standar deviasi. Data sifat alir, sifat fisik, dan profil disolusi tablet dianalisis menggunakan Design Expert 9.0 sehingga didapatkan interaksi dari kedua komponen untuk masing-masing respon dan fomula optimum. Analisis stastistik yang digunakan Design Expert 9.0 dan R Salah satu formula dengan proporsi optimum dipilih dan diuji kembali sifat fisiknya dan dibandingkan dengan menggunakan uji T tidak berpasangan menggunakan perangkat lunak R dengan taraf kepercayaan 95% sebagai hasil verifikasi proporsi optimum yang didapatkan.

56 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Sifat Alir Serbuk Liquisolid Serbuk liquisolid diuji sifat alirnya meliputi waktu alir, sudut diam, indeks kompresibilitas dan hausner ratio. 1. Kecepatan alir Kecepatan alir merupakan salah satu parameter dalam menentukan sifat alir alir serbuk. Kecepatan alir menunjukkan mudah tidaknya serbuk mengalir ke dalam mesin pencetak tablet (Siregar, 2008). Persamaan respon kecepatan alir adalah sebagai berikut : Y = ,11 X1-0,18 X ,14 X1X2 + 0,73X1 X2(X1-X2) +0,0006X1X2(X1 X2) 2...(14) Keterangan : X1 = komponen PEG 400 X2 = komponen laktosa Berikut model plot respon kecepatan alir ditunjukkan pada gambar 5. Keterangan : Y= respon kecepatan alir A= komponen PEG 400 B= komponen Laktosa = Design point = Convidence interval ---=Tolerence interval Gambar 5. Model plot respon kecepatan alir serbuk Pada persamaan (14) dapat diketahui bahwa PEG 400, laktosa, dan interaksi komponen PEG 400-laktosa memberikan pengaruh respon kecepatan alir. 36

57 37 Nilai negatif menunjukkan penggunaan komponen PEG 400 dan komponen laktosa masing-masing menurunkan kecepatan alir dengan nilai ,11 dan -0,18. Komponen PEG 400 memiliki pengaruh yang dominan terhadap penurunan kecepatan alir serbuk. Penurunan respon kecepatan alir disebabkan karena komponen PEG 400 akan menyebabkan terjadinya pembasahan pada serbuk sehingga menyebabkan penurunan kecepatan alir. Kurva ini menunjukkan adanya interaksi positif PEG 400-laktosa dengan nilai interaksi sebesar + 371,14. Interaksi antara komponen tersebut dalam formula dapat menaikkan kecepatan alir serbuk. Kenaikan kecepatan alir serbuk terjadi karena laktosa sebagai adsorbent akan menyerap PEG 400 menjadi serbuk kering sehingga menaikkan kecepatan alir serbuk. Berdasarkan data kecepatan alir serbuk (lampiran 3), hasil menunjukkan kecepatan alir semua formula serbuk berada pada rentang 39,95-55,78 gram/detik sehingga dapat dikatakan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan yaitu lebih dari 10 gram /detik (Siregar, 2008). Hasil uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar formula Run (R) R1, R2, dan R3. 2. Sudut diam Sudut diam merupakan sudut tetap yang terjadi antara permukaan suatu tumpukan partikel serbuk berbentuk kerucut dengan bidang horizontal. Persamaan respon sudut diam adalah sebagai berikut : Y= -482,82 X1+ 0,08 X2 +2,42 X1X2 + 0,002 X1X2 (X1 X2)...(15) Keterangan : X1 = komponen PEG 400 X2 = komponen laktosa

58 38 Berikut model plot respon sudut diam ditunjukkan pada gambar 6. Keterangan : Y= respon sudut diam A= komponen PEG 400 B= komponen Laktosa = Design point = Convidence interval --=Tolerence interval Gambar 6. Model plot respon sudut diam serbuk Pada persamaan (15) dapat diketahui bahwa PEG 400, laktosa, dan interaksi komponen PEG 400-laktosa memberikan pengaruh respon sudut diam. Nilai negatif menunjukkan penggunaan komponen PEG 400 menurunkan sudut diam dengan nilai -482,82 dan nilai positif penggunaan komponen laktosa menaikkan sudut diam dengan nilai 0,08. Penurunan sudut diam terjadi karena PEG 400 akan berikatan dengan komponen lain, menyebabkan sudut kontak menjadi kecil (kohesifitas) sehingga terjadi penurunan sudut diam. Berdasarkan model plot interaksi sudut diam (gambar 6), kurva yang dihasilkan melengkung ke bawah. Hal ini menunjukkan adanya interaksi positif dengan nilai interaksi sebesar +2,42. Interaksi komponen PEG 400 dan komponen laktosa memberikan pengaruh dalam menaikkan sudut diam. Komponen laktosa yang memiliki bentuk partikel halus akan mengalami kesulitan untuk mengalir sehingga dapat menaikkan sudut diam serbuk. Berdasarkan data sudut diam serbuk (lampiran 3), hasil menunjukkan sudut diam campuran serbuk berada pada rentang 18, ,40 0 sehingga dapat

59 39 dikatakan memenuhi persyaratan sudut diam yang baik yaitu kurang dari Hasil uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antar formula Run (R). 3. Hausner ratio Hausner ratio merupakan perbandingan antara volume awal sebelum pengetapan dengan volume setelah pengetapan yang mempengaruhi sifat alir serbuk. Hausner ratio merupakan parameter untuk mengevaluasi sifat alir dalam serbuk. Persamaan respon hausner ratio adalah sebagai berikut : Y=13,18 X1+0,003X2-0.07X1X2-0,00007 X1X2(X1X2)...(16) Keterangan : X1 = komponen PEG 400 X2 = komponen laktosa gambar 7. Berikut model plot interaksi respon hausner ratio yang ditunjukkan pada Keterangan : Y= respon hausner ratio A= komponen PEG 400 B= komponen Laktosa = Design point = Convidence interval --=Tolerence interval Gambar 7. Model plot respon hausner ratio serbuk Pada persamaan (16) dapat diketahui bahwa PEG 400, laktosa, dan interaksi komponen PEG 400-laktosa memberikan pengaruh respon hausner ratio. Nilai positif menunjukkan penggunaan komponen PEG 400 dan komponen laktosa masing-masing menurunkan hausner ratio dengan nilai 13,18 dan 0,003. Komponen PEG 400 berpengaruh dominan dalam menaikkan respon hausner ratio. Hal ini disebabkan karena komponen PEG 400 akan membasahi serbuk dan

60 40 membentuk partikel serbuk padat sehingga meningkatkan respon hausner ratio. Serbuk dibutuhkan tekanan yang keras untuk dikempa menjadi tablet. Berdasarkan model plot interaksi hausner ratio (gambar 7), kurva yang dihasilkan sigmoid. Hal ini menunjukkan interaksi komponen PEG 400-Laktosa akan menurunkan respon hausner ratio dengan nilai interaksi -0, Berdasarkan data hausner ratio (lampiran 3) menunjukkan bahwa hasil dari semua formula (run) memiliki nilai hausner ratio yang berada pada rentang 1,18-1,31. Nilai hausner ratio yang dihasilkan memenuhi persyaratan yaitu masuk dalam kategori sifat alir baik sampai agak baik. Hasil uji stastistik menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antar formula Run (R). 4. Indeks kompresibilitas Indeks kompresibilitas merupakan kemampuan granul untuk menurunkan volumenya (memampatkan diri) pada tekanan tertentu. Persamaan respon indeks kompresibilitas adalah sebagai berikut : Y= 24942,45 X1 + 0,10 X2-143,06X1X2 0,28X1X(X1-X2) 0,0004 X1X2 (X1-X2) 2...(17) Keterangan : X1 = komponen PEG 400 X2 = komponen laktosa Berikut model plot indeks kompresibilitas yang ditunjukkan pada gambar 8. Keterangan : Y= respon indeks kompresibilitas A= komponen PEG 400 B= komponen Laktosa = Design point = Convidence interval --=Tolerence interval Gambar 8. Model plot respon indeks kompresibilitas serbuk

61 41 Pada persamaan (17) dapat diketahui bahwa PEG 400, laktosa, dan interaksi komponen PEG 400-laktosa memberikan pengaruh respon indeks kompresibilitas. Nilai positif menunjukkan penggunaan komponen PEG 400 dan komponen laktosa masing-masing menaikkan indeks kompresibilitas yaitu dengan nilai 24942,45 dan 0,10. Komponen PEG 400 merupakan komponen yang dominan terhadap komponen laktosa dalam menaikkan respon indeks kompresibilitas. Hal ini disebabkan karena komponen PEG 400 sebagai pelarut akan membuat serbuk menjadi padat dan terbasahi sehingga menyebabkan sifat alir kurang baik. Berdasarkan model plot interaksi indeks kompresibilitas (gambar 8), kurva yang dihasilkan sigmoid. Hal ini menunjukkan adanya interaksi negatif PEG 400-laktosa dengan nilai interaksi sebesar -143,06. Interaksi antara komponen tersebut dalam formula dapat menurunkan indeks kompresibilitas. Penurunan indeks kompresibilitas serbuk terjadi karena komponen laktosa akan mudah mengabsorbsi PEG 400 menjadi serbuk kering secara maksimal sehingga menurunkan indeks kompresibilitas. Berdasarkan data indeks kompresibilitas (lampiran 3) menunjukkan bahwa semua formula memiliki nilai indeks kompresibilitas yang berada pada rentang 15% - 22,22%. Kategori indeks kompresibilitas yang dihasilkan adalah baik sampai agak baik. Hasil uji stastistik menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antar formula Run (R). 5. Uji homogenitas serbuk Uji homogenitas serbuk dilakukan dengan menggunakan penetapan kadar serbuk campuran. Campuran dinyatakan homogen jika kadar zat aktif pada beberapa titik sama. Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan

62 42 spektrofotometer UV. Glibenklamid diukur untuk menentukan panjang gelombang maksimum dengan konsentrasi 0,995 µg/ml Hasil Serapan maksimum yang terukur sebesar 229,0 nm ditunjukkan pada gambar ,0 Gambar 9. Hasil panjang gelombang maksimum glibenklamid dalam metanol Menurut Bilal (2013), serapan glibenklamid dalam metanol berada pada panjang gelombang dalam kisaran 229,5 nm. Metanol memiliki absorbansi UV cut off pada panjang gelombang 210 nm (Moffat, Oselton, and Widdop, 2011). Hasil yang didapat pada panjang gelombang 229 nm membuktikan bahwa serapan tersebut merupakan serapan dari zat akitif glibenklamid. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi absorbansi yaitu zat yang dianalisis, peralatan, suhu, konsentrasi tinggi dan zat penggangu (Gandjar and Rohman, 2009). Hasil kemudian dibuat beberapa seri konsentrasi untuk menentukan kurva baku glibenklamid. Persamaan regresi linier kurva baku glibenklamid dalam metanol adalah y = 0,062x + 0,025 dan nilai r = 0,995. Hasil regresi (r) uji yaitu sebesar 0,995. Menurut Miller dan

63 Absorbansi 43 Miller (2010), nilai r yang dianjurkan untuk sebuah analisis dengan menggunakan persamaan regresi linier adalah r dengan nilai diatas 0,99. Persamaan kurva baku menunjukkan korelasi yang linier karena r hitung lebih besar dari r tabel pada n= 5 (0,995 > 0,511),dengan demikian Hukum Lambert-Beer terpenuhi bahwa absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi sehingga dapat digunakan untuk menetapkan kadar glibenklamid. Berikut kurva baku glibenklamid yang ditunjukkan pada gambar 10. 0,8 0,7 0,6 y = 0,062x + 0,025 R² = 0,995 0,5 0,4 0,3 0,2 0, Konsentrasi (µg/ml) Gambar 10. Kurva baku glibenklamid dalam metanol Pengujian homogenitas dilakukan pengambilan 10 titik sampel serbuk pada bagian atas (3), tengah (4), dan bawah (3) titik sampel pada cube mixer. Pengambilan 10 titik tersebut diharapkan dapat mewakili keseluruhan campuran serbuk akhir. Hasil uji homogenitas dapat dilihat pada lampiran 4. Hasil diperoleh dengan rata-rata kadar 128,03 ± 2,5 (%) dan koefisien variansi (CV) sebesar 1,95%. Hasil yang didapat memenuhi persyaratan yaitu kurang dari 5 % yang berarti serbuk yang dibuat homogen.

64 44 B. Hasil Uji Sifat Fisik Tablet Liquisolid 1. Keseragaman kandungan tablet Uji keseragaman kandungan bertujuan untuk mengetahui kandungan zat aktif tiap tablet. Farmakope Indonesia V mempersyaratkan bahwa apabila dosis tiap tablet 25 mg maka harus dilakukan uji keseragaman kandungan. Persamaan respon keseragaman kandungan tablet sebagai berikut : Y= - 962,92 X1 + 0,40 X2 + 4,88X1X2 +0,005X1X2(X1-X2)...(18) Keterangan : X1 = komponen PEG 400 X2 = komponen laktosa Model plot respon keseragaman kandungan ditunjukkan pada gambar 11. Keterangan : Y= respon keseragaman kandungan A= komponen PEG 400 B= komponen Laktosa = Design point = Convidence interval --=Tolerence interval Gambar 11. Model plot keseragaman kandungan tablet Pada persamaan (18) dapat diketahui bahwa PEG 400, laktosa, dan interaksi komponen PEG 400-laktosa memberikan pengaruh respon keseragaman kandungan. Nilai negatif menunjukkan penggunaan komponen PEG 400 menurunkan pelepasan zat aktif glibenklamid dengan nilai - 962,92 dan nilai positif menunjukkan penggunaan komponen laktosa menaikkan pelepasan zat aktif glibenklamid dengan nilai 0,40. Komponen PEG 400 akan memperlambat pelepasan zat akitf glibenklamid karena PEG 400 akan membuat obat tetap

65 45 berikatan dengan pelarut sehingga sulit lepas apabila digunakan dalam jumlah pelarut besar (Hadisoewignyo, 2012). Berdasarkan model plot interaksi keseragaman kandungan, kurva yang dihasilkan adalah sigmoid. Hal ini menunjukkan adanya interaksi positif PEG 400-laktosa dengan nilai interaksi sebesar 4,88. Interaksi antara komponen tersebut dalam formula dapat meningkatkan pelepasan zat aktif glibenklamid. Peningkatan respon disebabkan karena laktosa dapat memudahkan tablet melepaskan zat aktif obat ketika dalam campuran serbuk. Sifat laktosa yang dapat melepaskan zat aktif dengan baik menyebabkan peningkatan pelepasan zat aktif dalam tablet (Siregar, 2008). Hasil persamaan nilai p-value yang diperoleh sebesar 0,2544 (p>0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan sehingga penambahan tunggal maupun interaksi PEG 400 dan laktosa pengaruhnya kecil terhadap keseragaman kandungan tablet liquisolid. Hasil uji stastistik menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antar formula Run (R). Berdasarkan data keseragaman kandungan tablet (lampiran 3). Hasil keseragaman kandungan tablet menunjukkan bahwa semua formula memiliki kadar rata-rata yang tinggi tiap tabletnya yaitu antara 92,32 % sampai 105,22% dengan nilai penerimaan kurang dari 15% (L1) sesuai dengan tablet persyaratan keseragaman kandungan tablet pada Farmakope Indonesia V. Demikian dapat disimpulkan bahwa rata-rata kandungan tablet antar formula seragam. 2. Kekerasan tablet Kekerasan tablet merupakan parameter yang menunjukkan ketahanan tablet terhadap guncangan mekanik dan pengikisan yang akan mempengaruhi sifat

66 46 fisik tablet. Kekerasan tablet dapat dipengaruhi oleh tekanan pengempaan, bahan pengikat, metode, dan kompresibilitas. Semakin besar tekanan pengempaan, maka tablet akan memiliki kekerasan yang tinggi. Persamaan respon kekerasan adalah sebagai berikut : Y= -3,62 X1 + 5,60 X2 + 0,01 X1X2...(19) Keterangan : X1 = komponen PEG 400 X2 = komponen laktosa Model plot interaksi respon kekerasan tablet ditunjukkan pada gambar 12. Keterangan : Y= respon kekerasan A= komponen PEG 400 B= komponen Laktosa = Design point = Convidence interval --=Tolerence interval Gambar 12. Model plot respon kekerasan tablet Pada persamaan (19) dapat diketahui bahwa PEG 400, laktosa, dan interaksi komponen PEG 400-laktosa memberikan pengaruh respon kekerasan tablet. Nilai negatif menunjukkan penggunaan komponen PEG 400 menurunkan kekerasan tablet yaitu dengan nilai 3,62 dan nilai positif menunjukkan penggunaan komponen laktosa menaikkan kekerasan yaitu dengan nilai 5,60. Komponen laktosa berpengaruh dominan menaikkan kekerasn tablet. Hal ini disebabkan karena laktosa yang bersifat pengabsorbsi, lebih mudah mengikat PEG 400 sehingga meningkatkan kekerasan tablet. Berdasarkan model plot interaksi kekerasan, kurva yang dihasilkan melengkung ke bawah. Hal ini ditunjukkan

67 47 interaksi positif dengan nilai interaksi sebesar 0,01 sehingga campuran PEG 400- laktosa tidak berpengaruh secara dominan dalam menaikkan kekerasan tablet. Hasil persamaan menunjukkan nilai p-value yang diperoleh 0,1384 (p>0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antar formula sehingga penambahan tunggal maupun interaksi PEG 400 dan laktosa pengaruh kecil terhadap kekerasan tablet liquisolid. Hasil uji stastistik menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antar formula Run (R). Berdasarkan hasil data kekerasan tablet (lampiran 5) menunjukkan bahwa semua formula memiliki kekerasan pada rentang 3,36-5,41 kg. Pada umumnya tablet memiliki kekerasan berkisar antara 4-10 kg. Namun, tablet memiliki kekerasan kurang dari 4 kg, masih dapat memenuhi persyaratan apabila persyaratan kerapuhan tablet terpenuhi (Sulaiman, 2007). 3. Kerapuhan tablet Kerapuhan tablet merupakan parameter ketahanan tablet terhadap guncangan yang terjadi selama proses pembuatan, pengemasan, dan pendistribusian. Apabila tablet mudah rapuh maka akan mempengaruhi kadar dalam tablet. Semakin besar harga persentase kerapuhan, maka semakin besar massa tablet yang hilang (Sulaiman, 2007). Kerapuhan tablet juga dapat menggambarkan kekerasan tablet. Semakin keras tablet maka tablet yang dihasilkan tidak mudah rapuh. Persamaan yang diperoleh adalah sebagai berikut : Y = 41,81X1-0,00005X2-0,21X1X2-0,0004X1X2(X1 X2)...(20) Keterangan : X1 = komponen PEG 400 X2 = komponen laktosa

68 48 Model plot respon kerapuhan tablet ditunjukkan pada gambar 13. Keterangan : Y= respon kerapuhan tablet A= komponen PEG 400 B= komponen Laktosa = Design point = Convidence interval --= Tolerence interval Gambar 13. Model plot respon kerapuhan tablet Pada persamaan (20) dapat diketahui bahwa PEG 400, laktosa, dan interaksi komponen PEG 400-laktosa memberikan pengaruh respon kerapuhan tablet. Nilai positif menunjukkan penggunaan komponen PEG 400 menaikkan kerapuhan tablet yaitu dengan nilai 41,81 dan nilai negatif menunjukkan penggunaan komponen laktosa menurunkan kerapuhan tablet yaitu dengan nilai -0, Komponen PEG 400 berpengaruh besar dalam menaikkan kerapuhan tablet disebabkan karena komponen PEG 400 yang dominan dengan laktosa akan memudahkan udara luar akan masuk dalam tablet sehingga mudah terkena lembab dan dapat menaikkan kerapuhan tablet. Berdasarkan model plot interaksi kerapuhan maka kurva yang dihasilkan adalah sigmoid. Hasil persamaan menunjukkan nilai p-value yang diperoleh 0,0410 (p<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh signifikan antar formula sehingga penambahan tunggal maupun interaksi PEG 400 dan laktosa pengaruhnya kecil terhadap kerapuhan tablet liquisolid. Hasil uji stastistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antar formula Run (R). Berdasarkan hasil data kerapuhan tablet (lampiran 5)

69 49 menunjukkan bahwa semua formula memiliki persen kerapuhan kurang dari 1 % yaitu sesuai dengan syarat tablet yang baik (Sharma, 2010). 4. Waktu hancur tablet Waktu hancur tablet adalah waktu yang diperlukan tablet untuk pecah menjadi partikel-partikel kecil yang larut dalam cairan. Obat akan hancur terlebih dahulu sebelum mengalami disolusi. Waktu hancur bukan menjadi parameter nilai biovalibilitas dalam tubuh (Dirjen POM, 2014). Persamaan yang diperoleh adalah sebagai berikut : Y = - 6,81 X1 0,01X2 + 0,03X1X2...(21) Keterangan : X1 = komponen PEG 400 X2 = komponen laktosa Model plot respon waktu hancur tablet pada gambar 14. Keterangan : Y= respon waktu hancur tablet A= komponen PEG 400 B= komponen Laktosa = Design point = Convidence interval --= Tolerence interval Gambar 14. Model plot respon waktu hancur tablet Pada persamaan (21) dapat diketahui bahwa PEG 400, laktosa, dan interaksi komponen PEG 400-laktosa memberikan pengaruh respon waktu hancur tablet. Nilai negatif menunjukkan penggunaan komponen PEG 400 dan komponen laktosa masing-masing menurunkan waktu hancur tablet yaitu dengan nilai - 6,81 dan 0,01. Komponen PEG 400 merupakan komponen yang dominan dalam

70 50 menurunkam waktu hancur. Hal tersebut disebabkan karena komponen PEG 400 bersifat hidrofilik sehingga air lebih mudah terpenetrasi ke dalam pori-pori tablet sehingga waktu hancur tablet menjadi lebih cepat. Berdasarkan model plot interaksi waktu hancur maka kurva yang dihasilkan melengkung ke bawah. Hal ini ditunjukkan interaksi positif dengan nilai interaksi sebesar 0,03 sehingga campuran PEG 400-laktosa akan meningkatkan waktu hancur tablet menjadi lebih lama namun pengaruhnya tidak begitu besar. Hasil persamaan menunjukkan nilai p-value yang diperoleh oleh 0,0038 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan signifikan antar formula sehingga penambahan tunggal maupun interaksi PEG 400 dan laktosa pengaruhnya kecil terhadap waktu hancur tablet liquisolid. Hasil uji stastistik menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifkan yaitu pada formula Run (R) R1, R2, dan R3. Berdasarkan hasil data waktu hancur tablet (lampiran 5) menunjukkan bahwa semua formula memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia V yaitu waktu hancur tablet kurang dari 15 menit (Dirjen POM, 2014). C. Penetapan kadar tablet Penetapan kadar tablet dilakukan untuk mengetahui kadar tablet liquisolid glibenklamid sehingga dapat digunakan untuk perhitungan uji disolusi tablet. Penetapan kadar tablet liquisolid glibenklamid menggunakan panjang gelombang dan kurva baku glibenklamid dalam metanol. Penetapan kadar glibenklamid menggunakan pelarut metanol dan hasilnya dianalisis dengan spektrofotometer UV. Hasil penetapan kadar tablet adalah sebagai berikut :

71 51 Tabel VI. Hasil penetapan kadar tablet liquisolid glibenklamid Formula tablet glibenklamid CV ± SD (%) (n= 3) (%) R1 104,53 ±0,46 0,44 R2 92,42 ± 4,27 4,63 R3 98,42 ± 1,04 1,06 R4 97,83 ± 1,01 1,03 R5 93,31 ± 1,29 1,38 R6 102,42 ± 0,38 0,37 R7 105,50 ± 2,39 2,26 R8 95,92 ± 1,37 1,44 Hasil penetapan kadar dalam tablet liquisolid glibenklamid memenuhi persyaratan tidak kurang dari 90 % dan tidak lebih dari 110 % (United States Pharmacopeial Convention, 2014). 1. Panjang gelombang maksimum D. Hasil Uji Disolusi Tablet Penentuan panjang gelombang maksimum digunakan untuk mengukur absorbansi sampel dalam uji disolusi tablet glibenklamid. Hasil yang didapat pada penentuan panjang gelombang yaitu pada 204,5 nm. Hasil panjang gelombang glibenklamid pada medium bufer fosfat ph 8,5 ditunjukkan pada gambar ,5 Gambar 15. Panjang gelombang glibenklamid dalam medium bufer fosfat ph 8,5

72 Absorbansi 52 Pada panjang gelombang tersebut dapat memberikan serapan yang relative besar. Menurut Gianitto (2007) glibenklamid dalam medium disolusi bufer fosfat memiliki panjang gelombang 204,5 nm. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa panjang gelombang tersebut dapat digunakan untuk penetuan kurva baku dalam disolusi tablet liquisolid glibenklamid. 2. Kurva baku Pengukuran kurva baku glibenklamid dalam medium bufer fosfat ph 8,5 menggunakan spektrofotometer UV. Hasil pengukuran kurva baku pada panjang gelombang maksimum 204,5 nm dapat dilihat pada tabel berikut. 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 y = 0,091x + 0,013 R² = 0, Konsentrasi (µg/ml) Gambar 16. Kurva baku glibenklamid dalam bufer fosfat ph 8,5 Pada gambar 16 menunjukkan absorbansi yang didapat yaitu berada pada range 0,2-0,8. Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 karena memiliki persen kesalahan terkecil yaitu 0,5% (Gandjar et al., 2009). Persamaan regresi linier kurva baku glibenklamid dalam metanol adalah y = 0,091x + 0,013 dengan nilai r = 0,998. Menurut Miller dan Miller (2010), nilai r yang dianjurkan untuk sebuah analisis dengan menggunakan persamaan regresi linier adalah r dengan nilai diatas 0,99. Kurva baku diatas

73 53 menunjukkan korelasi yang linier karena r hitung lebih besar dari r tabel pada n= 5 (0,998 > 0,503), sehingga persamaan tersebut dapat digunakan untuk perhitungan uji disolusi tablet liquisolid glibenklamid. 3. Hasil uji disolusi Uji disolusi digunakan untuk menentukan profil disolusi obat glibenklmid yang sesuai dengan masing-masing monografi. Pengujian disolusi diasumsikan bahwa selama proses tersebut terjadi pada seluruh permukaan tablet yang ada dalam tabung disolusi. United State Pharmacope XXXVII mensyaratkan bahwa kelarutan tablet glibenklamid dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 75%. Pada penelitian ini digunakan waktu 45 menit. Waktu tersebut digunakan untuk melihat apakah obat masih melepaskan zat aktif atau tidak. Hasil pengungkapan disolusi obat dengan melihat nilai Q30 yaitu persentase kadar obat terdisolusi dalam medium pada waktu 30 menit. Persamaan yang diperoleh adalah sebagai berikut : Y = 59030,87X1 + 0,46X2-340,06X1X2-0,67X1X2 (X1X2)-0,00005X1X2 (X1X2) 2...(22) Keterangan : X1 = komponen PEG 400 X2 = komponen laktosa Berikut model plot respon disolusi tablet ditunjukkan pada gambar 17. Keterangan : Y= respon obat terdisolusi (Q30) A= komponen PEG 400 B= komponen Laktosa = Design point = Convidence interval --= Tolerence interval Gambar 17. Model plot respon disolusi tablet

74 54 Pada persamaan (22) dapat diketahui bahwa PEG 400, laktosa, dan interaksi komponen PEG 400-laktosa memberikan pengaruh respon disolusi tablet. Nilai positif menunjukkan penggunaan komponen PEG 400 dan komponen laktosa masing-masing meningkatkan disolusi tablet yaitu dengan nilai 59030,87 dan 0,46. Komponen PEG 400 merupakan komponen yang dominan dalam peningkatan kecepatan disolusi karena komponen PEG 400 akan membasahi obat sehingga dapat meningkatkan luas permukaan obat menyebabkan kecepatan disolusi meningkat. Berdasarkan model plot interaksi disolusi, kurva yang dihasilkan adalah sigmoid. Hal ini menunjukkan interaksi komponen PEG 400-laktosa akan menurunkan laju disolusi karena memiliki nilai negatif sebesar -340,06. Penurunan disolusi terjadi karena komponen PEG 400 akan membuat obat menjadi bentuk cair sehingga sulit terabsorbsi dengan laktosa yang berfungsi sebagai adsorbent. PEG 400 dalam jumlah banyak dapat menyebabkan fraksi obat yang tidak larut lebih banyak dibanding dengan fraksi obat yang larut sehingga terjadi penurunan laju disolusi (Hadisoewignyo, 2012). Hasil persamaan menunjukkan nilai p-value yang diperoleh oleh diperoleh 0,2578 (p>0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antar formula sehingga penambahan tunggal maupun interaksi PEG 400 dan laktosa memberikan pengaruh yang besar terhadap disolusi tablet liquisolid. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antar formula. Berikut profil hasil uji disolusi tablet liquisolid glibenklamid dinyatakan dalam (%) disolusi, hasil kadar yang didapat dimasukkan dalam kurva grafik antara persen obat terdisolusi dengan waktu.

75 obat terdisolusi (%) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Waktu (menit) R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 Gambar 18. Kurva jumlah terdisolusi tablet liquisolid glibenklamid terhadap waktu (menit) Pada gambar 18 menunjukkan profil disolusi tiap formula (Run) (R) dari menit ke-0 sampai menit ke-45. Hasil ini mencapai 75% zat aktif larut dalam waktu 30 menit. Hasil memenuhi persyratan glibenklamid yang harus 75 % dalam waktu 30 menit. Dalam penelitian ini seharusnya perlu dibuat satu formula glibenklamid yang digunakan sebagai kontrol. Kontrol yang dimaksud adalah kontrol formula tanpa penambahan pelarut PEG 400. Kontrol tersebut digunakan sebagai pembanding dari kedelapan formula Run (R) tablet liquisolid glibenklamid untuk menunjukkan terjadinya peningkatan kelarutan. Dalam hal ini pelarut PEG 400 berpengaruh besar dalam formula tablet liquisolid glibenklamid karena digunakan untuk melarutkan atau mensuspensikan obat yang tidak larut dalam air sehingga akan dapat merubah kondisi lingkungan yang hidrofobik menjadi hidrofilik. E. Penentuan Formula Optimum Formula optimum ditentukan dengan menggunakan software Design Expert versi 9.0 yang diawali dengan menentukan parameter sifat fisik (keseragaman

76 56 kandungan, kerasan, kerapuhan, waktu hancur ) dan disolusi tablet. Nilai dan bobot parameter yang dioptimasi dapat dilihat pada tabel VII. Tabel VII. Pemberian nilai dan bobot pada respon Respon Goal Minimum point Maksimum point Bobot Keseragaman In target 92,32% 105,22% +++ kandungan (100%) Kekerasan In range 3,36 kg 5,51 kg - Kerapuhan Minimal 0,11% 0,60% ++ Waktu hancur Minimal 0,99 menit 5,29 menit +++ Disolusi obat (Q30) Maksimal 75,17% 100% +++ Pada tabel VII pemberian nilai dan bobot respon kemudian dibuat hasil prediksi untuk mendapatkan persamaan polinomial dan grafik untuk setiap respon. Berikut hasil prediksi model plot formula optimum tablet dengan menggunakan sofware Design ekspert 9.0 yang dapat dilihat pada gambar 19. Keterangan : Y= Desirability A= komponen PEG 400 B= komponen Laktosa = Design point = Convidence interval Gambar 19. Model plot formula optimum tablet Pada gambar 19 menunjukkan solusi dalam memprediksikan formula optimum. Prediksi tersebut kemudian dipilih salah satu formula sebagai formula optimum. Formula optimum yang dipilih adalah formula dengan proporsi PEG mg dan laktosa 307 mg (0% : 100%) yang sama dengan formula Run

77 57 R1 dan R2 dan nilai desirability-nya sebesar 0,459. Desirability merupakan nilai yang besarnya nol sampai dengan satu yang artinya bahwa semakin nilai desirability mendekati satu maka semakin tinggi mendapatkan nilai respon yang diinginkan. Verifikasi data selanjutnya dilakukan untuk melihat hasil prediksi dengan hasil percobaan yang kemudian dianalisis dengan uji T tidak berpasangan menggunakan software R studio Berikut hasil prediksi formula optimum dan hasil formula Run (R) R1 dan R2 yang disajikan pada tabel VIII. Tabel VIII. Hasil prediksi formula optimum dan hasil formula Run R1 dan R2 Paramater Prediksi formula Hasil formula optimum Nilai p-value optimum R1 R2 R1 R2 Keseragaman 99,18 100,63 97,23 0,240 0,075 Kandungan (%) Kekerasan (Kg) 3,52 3,36 4,40 0,630 0,114 Kerapuhan (%) 0,42 0,36 0,41 0,501 0,969 Waktu hancur 1,50 0,99 2,12 0,063 0,101 (menit) Disolusi obat (Q30) 78,68 75,73 77,17 0,444 0,111 Berdasarkan tabel VIII parameter keseragaman kandungan, kekerasan, waktu hancur, kerapuhan, dan disolusi tablet mempunyai nilai p-value lebih dari 0,05 untuk fomula Run R1 dan R2 sehingga dapat disimpulkan tidak ada perbedaan signifikan antara prediksi dan hasil formula optimum. Hasil ini menunjukkan bahwa formula hasil percobaan tablet liquisolid glibenklamid sesuai dengan teori dan membuktikan bahwa formula optimum yang didapat dari simplex lattice design dengan software Design Ekspert 9.0 telah valid.

78 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. PEG 400 berpengaruh signifikan menaikkan kerapuhan, disolusi tablet, keseragaman kandungan tablet, dan waktu hancur tablet, sedangkan laktosa berpengaruh signifikan menaikkan kekerasan tablet. Interaksi keduanya berpengaruh signifikan terhadap kenaikkan keseragaman kandungan tablet liquisolid glibenklamid. 2. Campuran bahan pelarut PEG 400 dan Laktosa sebagai carrier material menghasilkan formula optimum dengan perbandingan konsentrasi PEG 400 : Laktosa (0% : 100%) metode Simplex Lattice Design dengan proporsi jumlah bahan (5 : 307) mg. B. Saran 1. Perlu dilakukan pemilihan obat, pelarut, carrier material, coating material yang lain agar dapat mengetahui pengaruh sifat fisik dan disolusi tablet liquisolid. 2. Perlu digunakan kontrol untuk dapat membandingkan pengaruh peningkatan kelarutan obat tablet liquisolid. 58

79 DAFTAR PUSTAKA Abbas, A.A., Rasool, A.A., and Rajab, N.A., 2014, Preparation and Comparative Evaluation of Liquisolid Compact and Solid Dispersion of Candesarta Cilexetil, International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, Vol. 6, 1-2. Abdul, B.M., Swathimutyam, P., Padmanabha, R.A., Nalini, S., and Prakash,V.D., 2011, Development and Validation of Glibenclamide in Nanoemulsion Formulation by using RP-HPLC, Journal of Pharmaceutical and Biomedical science, Vol. 8, 1. Al-Sarraf, M.A., Hussein, A.A., and Jabbar, A.S., 2014, Dissolution Enhancement of Telmisartan by Liquisolid Compacts, International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences,Vol. 6, 4-6. Anilkumar, S., Arun,W., Amol, P., and Harinith, M., 2010, Development and Characterisation of Oral Dissolving Tablet of Nifedipine Using Camphor as a Subliming Material, Research Journal of Pharmaceutical Biological and Chemical Sciences, Vol. 1, Arulkumaran, K.S.G., and Padmapreetha, J., 2014, Enhancement of Solubility of Ezetimibe by Liquisolid Technique, International Journal of Pharmaceutical Chemistry and Analysis,Vol. 1, Bilal, A., Rehman, K., Akash, M.A.H., Hussain, K., Ibrahim, M., and Hussan, S.S., 2013, Development and Validation of Analytical Method for Qualitative and Quantitative Determination of Glibenclamide in Different Brands of Tablet Dosage form using UV-visible Spektroscopy, Journal Molecular and Genetic Medicine, Vol.7, 3-7. Bohwmik, D., Chiranji, B., Krishnakanth, Pankaj, and Marget, R., 2009, Fast Dissolving Tablet : An Overview, Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, Vol.1, Dewi, K.S., 2010, Formulasi Sediaan Tablet Fast Disinegrating Antasida dengan Starch 1500 sebagai Bahan Penghancur dan Laktosa sebagai Bahan Pengisi, Skripsi, 2, Drugbank.com, 2015, Drugbank : Glyburide (DB01016), diakses tanggal 24 April Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 2014, Farmakope Indonesia, jilid V, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta pp.753,

80 60 Edge, S., Steele, D.F., Stainforth., J.N., Chen A., and Woodcock, P.M., 2002, Powder Compaction Properties of Sodium Starch Glycolat Disintegrant, Drug Development and Industrial Pharmacy, 28. Fudholi, A., 2013, Disolusi & Pelepasan Obat in vitro, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, pp. 3,59, , 142. Gandjar, I.G., and Rohman, A., 2009, Pengantar Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, pp Gianotto, E.A.S., Arantes, R.P., Lara-Filho, M.J., Filho A.C.S.C., and Fregonezi- Nery, M.M, 2007, Dissolution Test for Glibenclamide Tablet, Quim.Nova, Vol. 30, Gubbi, S., and Jarag, R., 2009, Liquisolid Technique for Enhancement of Dissolution Properties of Bromhexine Hydrochloride, J. Pharm and Tech, Vol. 2, Hadisoewignyo, L., 2012, Likuisolid: Teknik Pembuatan Tablet untuk Bahan Obat Tidak Larut Air, Medicinus, Vol. 25, John Willey Rowe, R.C.,P.J., Sheskey, and Quinn, M.E., 2009, Handbook of Pharmaceuticals Excipient, 6 th ed., The Pharmaceutical Press, London, pp. 283, 581. Kibbe, A.H., 2000, Handbook of Pharmaceutical Excipients, 3 rd ed., The Pharmaceutical Press, London, pp.102, 143, 305, 501, 555. Kulkarni, A.S., Aloorkar, N.H., Mane, M.S., and Gaja, J.B., 2010, Liquisolid Systems : A Review, International Journal of Pharmaceutical Sciences and Nanotechnology, Vol. 3, Kumar, S., Dilbaghi, N., Rani, R., Bhanjana, G., and Umar, A., 2013, Novel Approaches for Enhancement of Drug Bioavailability, American Scientific Publishers, Vol. 2, 4. Moffat, A.C., Osselton, M.D., and Widdop, B., 2011, Clarke s Analysis of Drugs and Poisons, 4 th ed, The Pharmaceutical Press, London, p Nagabandi, V.K., Ramarao, T., and Jayaveera, K.N., 2011, Liquisolid Compacts: A Novel Approach to Enhance Bioavailability of Poorly Soluble Drugs, International Journal of Biomedical Research, Vol. 1, Nagabandi, V.K., Ramarao, T., and Jayaveera, K.N., 2011, Formulation Development and Evaluation of Liquisolid System to Improve the Dissolution Rate of Ketoprofen, International Journal of Biomedical Research, Vol. 2,

81 61 Nithiyanatham, S., and Palaniappan, L., 2013, Physicochemical Studies on Some Disacchaides (Sucrose, Lactose, Maltose) in Aqueous Media at 298,15 K,Chem Sci Trans, Vol. 2, 37. Miller, N.J., and Miller, N.C., 2010, Statistics and Chemometrics for Analytical Chemistry,6 th editon, Pearson Educated Limited, Inggris, pp Oktora, L., 2012, Formulasi Tablet Likuisolid Ibuprofen Menggunakan Polimer Hidrofilik PVP K-30 Dan Polietilen Glikol 400 Sebagai Pelarut Non- Volatile,Skripsi, Pravala, K., Nagabandi,V.K., and Divya, A., 2013, Enhancement of Bioavailability of Nebivolol Hydrochloride throught Liquisolid Formulation: In Vitro and In Vivo evaluation, St. Peter s Institute of Pharmaceutical Sciences, Pharmaceutical CGMPs, 2003, Guidence for Industry : Powder Blends and Finished Dosage Units- Stratified In-Process Dosage Unit Sampling and Assessment, U.S Departemnet of Health and Human Services, p.6. Priyaka, Shrivastava, 2013, A Review Article on: Superdisintegrant, Int.J.Drug Res,Tech, 80. Rohayati, A., Hasanah, N.A., Saptarini, M.N., Aryanti, D.A., 2015, Optimasi Kondisi Pemisahan Glibenklamid Kombinasi Metformin dalam Plasma Darah Menggunakan KCKT, Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology, Vol. 2, 101. Shivajinagar, Gangapur, 2000, Sistem Klasifikasi Biofarmasi : Ilmiah Dasar Mengenai Biowaiver, Jurnal Internasional Farmasi dan Ilmu Farmasi, 10. Siregar, Charles, J.P., dan Wikarsa, S., 2008, Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-Dasar Praktis, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 1, 54-56, 149, 185, 193, 223, 235. Sirisha, V.N.L., Sruthi, B., and Eswaraiah, M.C., 2012, Preparation and In-Vitro Evaluation of Liquid Solid Compacts of Glibenclamide, International Journal Researh Journal of Pharmacy, Vol.3, 1-4. Spireas, S., 2002, Liquisolid System and Methods of Preparation Same, Pharmaceutical Research, Vol. 9, 1-6. Suherman, Suharti, K., Insulin dan Antidiabetik Oral, Dalam: Gunawan,S.G., R.Setiabudy, Nafradi, Elysabeth, 2007, Farmakologi dan Terapi, Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universirtas Indonesia, Jakarta, p. 4. Sulaiman, T.N.S., 2007, Teknologi Formulasi Sediaan Tablet, Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta, pp.80, 96,103, , 151.

82 62 Sweetman, S.C., 2009, Martindale The Complete Drug Reference, 36 th ed., The Pharmaceutical Press, London, p.64. Syead, I.A., and Pavani, E., 2012, The Liquisolid Technique: Based Drug Delivery System, International Journal of Pharmaceutical Sciences and Drug Research, 91. Penta, T., Mohiuddin, M.Z., Puligilla,S., Chukka,S., Devadasu, V., 2014, Formulation and Evaluation of Glyburide Liquisolid Compacts, Journal of Pharma Research & Review, 6. UNC, E.S.P.,1996, The Pharmaceutics and Compounding Laboratory, diakses tanggal 24 April United States Pharmacopeial Convention, 2014, The United States Pharmacopeia, 28 th edition, United States Pharmacopeial Convention Inc., Rockville, pp Vraníková, B., and Gajdziok, J., 2013, Liquid System and Aspects Influencing Their Research and Development, Acta Pharm., Yadav,V.B., and Yadav, A.V., 2009, Liquisolid Granulation Technique for Tablet Manufacturing: an Overview, Journal of Pharmacy Research,

83 63 Lampiran 1. Sertifikat Analisis (Certificate Of Analysis COA) 1. Glibenklamid

84 64 2. PEG 400

85 65 3. Laktosa

86 66 4. Aerosil (HDK Wacker N20)

87 67 5. Avicel PH 102

88 68 6. Sodium Starch Glykolat

89 69 7. Magnesium Stearat

90 70 Lampiran 2. Hasil spektrofotomer UV glibenklamid 1. Panjang gelombang glibenklamid dalam metanol 2. Deteksi dan kurva baku glibenklamid dalam metanol

91 71 3. Panjang gelombang glibenklamid dalam buffer phosphat 4. Deteksi dan kurva baku glibenklamid dalam buffer phosphat

92 72 Lampiran 3. Data hasil uji sifat alir serbuk 1. Uji Kecepatan alir Formula Replikasi Rata-rata ± SD detik g/detik detik g/detik detik g/detik g/detik R1 2,94 39,37 2,32 43,10 2,41 41,49 41,32 ± 1,87 R2 2,74 36,49 2,45 40,82 2,35 42,55 39,95 ± 3,12 R3 1,78 56,17 1,91 52,36 1,70 58,82 55,78 ± 3,25 R4 2,25 44,44 1,95 51,28 2,04 49,01 48,24 ± 3,48 R5 2,08 48,08 2,16 46,29 1,99 50,25 48,21 ± 1,98 R6 1,79 55,86 1,98 50,50 1,91 52,36 52,90 ± 2,73 R7 1,67 50,88 2,17 46,08 2,08 47,39 48,12± 2,48 R8 1,91 50,30 2,06 48,54 2,00 50,00 50,30 ± 1,93 2. Uji Sudut Diam Replikasi Rata-rata ± SD h r Sudut diam ( O ) h r Sudut diam ( O ) h r Sudut diam ( O ) Sudut diam ( 0 ) R1 2,5 7,5 18,44 3 7,5 18,44 2,7 7,5 19,80 18,89 ± 0,79 R2 3 7,5 21, ,56 3,3 7,5 23,75 22,04 ± 1,61 R3 3,5 7,5 25,01 3 7,5 21, ,56 22,46 ± 2,30 R4 3,4 6,5 27,47 4,1 6,5 32,24 3,8 7 28,49 29,40 ± 2,51 R5 3,7 7,5 26,26 3,5 7,5 25,02 3,3 7 25,24 25,51 ± 0,66 R6 3,7 6,75 28,73 3,7 6,75 28,73 3,7 6,75 28,73 28,73 ± 0,00 R7 3,8 7,5 26,87 3,7 9 22,35 3,6 8,25 23,58 24,27 ± 2,34 R8 3,8 7,5 26,87 3,7 8 24,82 3,5 8 23,63 25,10 ± 1,64 Formula Contoh perhitungan kecepatan alir dan sudut diam : Diketahui berat serbuk : 100 gram, h = ketinggian, r = jari-jari Kecepatan alir : 100 gram detik = 100 gram 2,94 detik = 39,37 g/detik Sudut diam tan α : h r = 2,5 7,5 = 0,33 α : 18,44 0

93 73 Formula Volume awal (ml) R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 Volume mampat (ml) Hausner Ratio Indeks Kompresibilitas (%) Rata-rata ± SD Hausner Indeks Ratio Kompresibilitas (%) ,30 22, ,31 19,05 1,31 ±0,02 22,22 ± 2, ,33 24, ,28 21, ,27 20,95 1,28 ±0,02 21,98 ± 1, ,30 23, ,32 24, ,33 25,00 1,31 ±0,03 23,67 ± 1, , ,25 20, ,30 22,72 1,27 ±0,02 20,91 ± 1, ,25 20, ,27 20, ,29 21,74 1,27 ±0,03 21,19 ± 0, ,29 21, ,18 15, ,18 15,00 1,18 ±0,00 15,00±0, ,18 15, ,27 20, ,26 20,46 1,26 ±0,01 20,76 ± 0, ,27 20, ,27 21, ,25 20,00 1,26 ±0,11 20,60 ± 0, ,26 20,45 3. Uji hausner ratio dan Indeks Kompresibilitas Contoh perhitungan hausner ratio, dan indeks kompresibilitas : Diketahui berat serbuk : 100 gram Hausner ratio : IK (%) : volume awal volume mampat volume awal volume mampat volume awal = 210 ml 162 ml = 1,30 x 100% = 210 ml 162 ml 210 ml x 100% = 22,86%

94 74 Lampiran 4. Data hasil uji homogenitas campuran Persamaan regresi linier : y = 0,062x + 0,025 R² = 0,995 Tabel Absorbansi sampel serbuk glibenklamid R8 No Absorbansi Konsentrasi sampel (mg/l) (%) dalam 550 mg serbuk 1 0,334 4,98 124,50 2 0,338 5,05 126,50 3 0,340 5,08 127,00 4 0,353 5,29 132,25 5 0,343 5,13 128,25 6 0,345 5,16 129,00 7 0,338 5,01 125,25 8 0,350 5,24 131,00 9 0,348 5,21 130, ,345 5,16 129,00 X 128,30 SD 2,5 CV 1,95 %

95 75 Lampiran 5. Data hasil uji sifat fisik tablet 1. Keseragaman kandungan Persamaan regresi linier Y= 0,062x + 0,025 R= 0,995 Formula R1 No Serapan Konsentrasi (%) tablet (mg/l) 1 0,285 4,20 105,00 2 0,271 3,97 99,25 3 0,282 4,15 103,75 4 0,265 3,87 96,75 5 0,278 4,08 102,00 6 0,270 3,95 98,75 7 0,289 4,26 106,50 8 0,268 3,92 98,00 9 0,262 3,82 95, ,275 4,03 100,75 Rata-rata (x ) ± Simpangan deviasi (SD) 100,63± 3,64 Nilai penerimaan (Np) 8,74 Formula R2 No Serapan Konsentrasi (%) tablet (mg/l) 1 0,260 3,79 94,75 2 0,269 3,94 98,50 3 0,259 3,78 94,50 4 0,255 3,71 92,75 5 0,278 4,08 102,00 6 0,278 4,08 102,00 7 0,251 3,62 90,50 8 0,253 3,68 92,00 9 0,280 4,11 102, ,279 4,10 102,50 Rata-rata (x ) ± Simpangan deviasi (SD) 97,23 ± 4,85 Nilai penerimaan (Np) 12,91

96 76 Formula R3 No Serapan Konsentrasi (%) tablet (mg/l) 1 0,255 3,71 92,75 2 0,250 3,63 90,73 3 0,253 3,68 92,00 4 0,245 3,55 88,71 5 0,258 3,76 96,00 6 0,263 3,83 95,97 7 0,243 3,52 88,00 8 0,258 3,76 94,00 9 0,249 3,61 90, ,260 3,79 94,76 Rata-rata (x ) ± Simpangan deviasi (SD) 92,32 ± 2,88 Nilai penerimaan (Np) 13,08 Formula R4 No Serapan Konsentrasi (%) tablet (mg/l) 1 0,289 4,26 106,50 2 0,279 4,10 102,50 3 0,290 4,28 107,00 4 0,257 3,74 93,55 5 0,291 4,30 107,26 6 0,286 4,21 105,24 7 0,254 3,69 92,25 8 0,286 4,21 105,24 9 0,266 3,89 97, ,259 3,78 94,50 Rata-rata (x ) ± Simpangan deviasi (SD) 101,13 ± 6,07 Nilai penerimaan (Np) 14,57 Formula R5 No Serapan Konsentrasi (%) tablet (mg/l) 1 0,266 3,89 97,25 2 0,258 3,76 94,00 3 0,260 3,79 94,75 4 0,259 3,78 94,50 5 0,242 3,50 87,50 6 0,258 3,76 94,00 7 0,257 3,74 93,55 8 0,263 3, ,266 3,89 97, ,254 3,69 92,34 Rata-rata (x ) ± Simpangan deviasi (SD) 94,09 ± 2,79 Nilai penerimaan (Np) 11,11

97 77 Formula R6 No Serapan Konsentrasi (mg/l) (%) tablet 1 0,295 4,35 108,87 2 0,255 3,71 92,75 3 0,276 4,05 101,25 4 0,271 3,97 99,25 5 0,293 4,32 108,00 6 0,291 4,29 107,25 7 0,298 4,40 110,00 8 0,270 3,95 98,75 9 0,275 4,03 100, ,279 4,09 102,25 Rata-rata (x ) ± Simpangan deviasi (SD) 102,91 ± 5,5 Nilai penerimaan (Np) 14,61 Formula R7 No Serapan Konsentrasi (%) tablet (mg/l) 1 0,268 3,92 97,98 2 0,261 3,81 95,25 3 0,296 4,37 109,25 4 0,264 3,86 96,37 5 0,267 3,90 97,50 6 0,268 3,92 98,00 7 0,277 4,07 101,75 8 0,294 4,34 108,50 9 0,297 4,38 109, ,260 3,79 94,75 Rata-rata (x ) ± Simpangan deviasi (SD) 100,89 ± 5,97 Nilai penerimaan (Np) 14,94 Formula R8 No Serapan Konsentrasi (%) tablet (mg/l) 1 0,292 4,31 107,75 2 0,284 4,18 104,44 3 0,288 4,24 106,00 4 0,291 4,29 107,25 5 0,289 4,26 106,50 6 0,287 4,23 105,65 7 0,294 4,34 108,50 8 0,293 4,32 108,07 9 0,271 3,97 99, ,270 3,95 98,75 Rata-rata (x ) ± Simpangan deviasi (SD) 105,22 ± 3,50 Nilai penerimaan (Np) 12,11

98 78 2. Uji Kekerasan Tablet Replikasi Formula (kg) R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 1 3,6 3,2 3,9 2,1 4,0 5,4 3,9 3,8 2 2,9 3,4 3,5 1,5 5,8 5,8 3,7 4,3 3 3,1 3,5 3,8 8,0 4,7 4,8 3,9 4,0 4 3,4 3,9 3,8 7,7 6,3 6,1 4,0 4,2 5 5,2 3,6 3,5 7,3 5,4 4,9 4,2 4,4 6 2,1 5,1 4,1 5,4 5,4 5,6 3,4 3,8 7 2,0 4,7 4,2 4,3 6,1 5,4 4,1 3,6 8 2,9 4,0 4,0 2,4 5,5 5,4 4,4 4,2 9 3,7 8,6 3,1 6,3 5,8 5,3 3,9 3,7 10 4,7 4,0 3,6 6,7 6,1 5,4 3,7 4,3 X 3,36 4,40 3,93 5,17 5,51 5,41 3,92 4,03 SD 1,02 1,59 0,59 2,45 0,70 0,38 0,28 0,29 3. Uji Kerapuhan Tablet Replikasi Rata-rata ± SD Formula Bobot yang hilang (%) Bobot yang hilang (%) R1 0,78 0,03 1,45 0,36 ± 0,37 R2 0,22 0,30 0,72 0,41 ± 0,27 R3 0,36 0,89 0,05 0,43 ± 0,43 R4 0,04 0,12 0,19 0,11 ± 0,08 R5 0,18 0,32 0,30 0,24 ± 0,09 R6 0,15 0,04 0,13 0,11 ± 0,06 R7 0,68 0,32 0,30 0,43 ± 0,21 R8 0,16 0,32 0,23 0,24 ± 0,08 4. Uji Waktu Hancur Tablet Replikasi Rata-rata ± SD Formula menit menit R1 1, ,78 0,99 ± 1,84 R2 2, ,04 2,12 ± 0,22 R3 3,80 4,10 3,92 3,94 ± 0,15 R4 5,16 5,25 5,45 5,29 ± 0,15 R5 4,98 5,10 5,20 5,09 ± 0,11 R6 4,42 4,40 4,50 4,44 ± 0,05 R7 4,02 3,54 3,57 3,71 ± 0,27 R8 4,10 3,44 3,55 3,69 ± 0,35

99 79 Lampiran 6. Data penetapan kadar tablet Persamaan regresi linier Y= 0,062x + 0,025 R= 0,995 Formula Absorbansi Konsentrasi (%) 0,289 4,26 104,84 R1 0,283 4,16 104,00 0,285 4,19 104,75 0,261 3,81 95,25 R2 0,259 3,78 94,50 0,242 3,50 87,50 0,266 3,89 97,25 R3 0,270 3,95 98,75 0,271 3,97 99,25 0,265 3,87 96,75 R4 0,268 3,92 98,00 0,270 3,95 98,75 0,259 3,78 94,50 R5 0,257 3,74 93,50 0,253 3,68 91,94 0,278 4,08 102,00 R6 0,280 4,11 102,75 0,279 4,10 102,50 0,292 4,31 107,75 R7 0,287 4,23 105,75 0,280 4,12 103,00 0,266 3,89 97,25 R8 0,259 3,78 94,50 0,263 3,84 96,00 Rata-rata kadar ± SD (%) CV (%) 104,53 ±0,46 0,44 92,42 ± 4,27 4,63 98,42 ± 1,04 1,06 97,83 ± 1,01 1,03 93,31 ± 1,29 1,38 102,42 ± 0,38 0,37 105,50 ± 2,39 2,26 95,92 ± 1,37 1,44

100 80 Lampiran 7. Data hasil uji disolusi tablet Formula R1 Jumlah zat aktif glibenklamid ( 104,53 x 5 mg = 5,23 mg) 100 Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0, ,08 0 2,08 39,70% 10 0, ,65 0,012 2,66 50,76% 15 0, ,09 0,027 3,12 59,54% 30 0, ,94 0,044 3,99 76,16% 45 0, ,54 0,066 3,61 68,89% Berat tablet percobaan : 550 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0, ,98 0 1,98 37,86% 10 0, ,57 0,011 2,58 49,33% 15 0, ,87 0,025 2,90 55,45% 30 0, ,96 0,041 4,00 76,48% 45 0, ,54 0,063 3,60 68,83% Berat tablet percobaan : 553 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0, ,22 0 2,22 42,21% 10 0, ,03 0,012 3,04 57,80% 15 0, ,17 0,028 3,20 60,84% 30 0, ,64 0,046 3,69 70,15% 45 0, ,78 0,066 3,86 73,39%

101 81 Berat tablet percobaan : 552 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0, ,25 0 2,25 42,86% 10 0, ,97 0,013 2,98 56,76% 15 0, ,17 0,030 4,20 79,85% 30 0, ,79 0,053 4,84 92,19% 45 0, ,42 0,032 5,74 109,33% Berat tablet percobaan : 550 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0, ,90 0 1,90 36,33% 10 0, ,13 0,011 3,14 60,04% 15 0, ,32 0,028 3,35 64,05% 30 0, ,66 0,047 3,71 70,94% 45 0, ,78 0,067 3,85 73,61% Berat tablet percobaan: 550 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0, ,31 0 1,31 25,05% 10 0, ,87 0,007 2,88 55,07% 15 0, ,21 0,023 3,23 61,76% 30 0, ,54 0,041 3,58 68,45% 45 0, ,62 0,061 3,68 70,36% Rata-rata Q 0 menit : 0,00 % ± 0,00% Rata-rata Q 5 menit : 37,34 % ± 6,51 % Rata-rata Q 10 menit : 54,96 % ± 4,16 % Rata-rata Q 15 menit : 63,58 % ± 8,46 % Rata-rata Q 30 menit : 75,73 % ± 8,70 % Rata-rata Q 45 menit : 77,45 % ± 15,76%

102 82 Formula R2 Jumlah zat aktif glibenklamid ( 92,42 x 5 mg = 4,62 mg) 100 Berat tablet percobaan : 550 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,120 2 `2,12 0 2,12 45,89% 10 0, ,97 0,012 2,98 65,07% 15 0, ,13 0,029 3,16 68,40% 30 0, ,44 0,046 3,49 75,54% 45 0, ,50 0,065 3,57 77,27% Berat tablet percobaan : 552 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,121 2 `2,14 0 2,14 46,12% 10 0, ,85 0,012 2,86 61,64% 15 0, ,21 0,029 3,24 69,83% 30 0, ,48 0,046 3,52 76,19% 45 0, ,54 0,064 3,61 77,80% Berat tablet percobaan : 550 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,116 2 `2,04 0 2,04 44,06% 10 0, ,89 0,011 2,90 62,64% 15 0, ,21 0,027 3,24 70,41% 30 0, ,66 0,046 3,70 80,09% 45 0, ,90 0,064 3,97 85,75%

103 83 Berat tablet percobaan : 550 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,118 2 `2,08 0 2,08 44,93% 10 0, ,93 0,012 2,94 63,50% 15 0, ,11 0,028 3,14 67,82% 30 0, ,44 0,045 3,50 75,59% 45 0, ,62 0,064 3,69 79,70% Berat tablet percobaan : 552 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,123 2 `2,18 0 2,18 46,88% 10 0, ,99 0,012 3,01 64,73% 15 0, ,15 0,029 3,18 68,39% 30 0, ,60 0,046 3,65 79,01% 45 0, ,68 0,065 3,75 80,65% Berat tablet percobaan : 548 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,125 2 `2,22 0 2,22 48,16% 10 0, ,99 0,012 3,01 65,29% 15 0, ,15 0,029 3,18 68,98% 30 0, ,48 0,046 3,53 76,57% 45 0, ,68 0,065 3,75 81,35% Rata-rata Q 0 menit : 0,00 % ± 0,00% Rata-rata Q 5 menit : 46,00% ± 1,44 % Rata-rata Q 10 menit : 63,81% ± 1,47% Rata-rata Q 15 menit : 68,97 % ± 0,98% Rata-rata Q 30 menit : 77,17 % ± 1,92 % Rata-rata Q 45 menit : 80,42% ± 3,05 %

104 84 Formula R3 Jumlah zat aktif glibenklamid ( 98,42 x 5 mg = 4,92 mg) 100 Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0, ,72 0 0,72 14,64% 10 0, ,64 0,004 1,64 33,33% 15 0, ,82 0,013 1,83 37,20% 30 0, ,78 0,023 3,80 77,24% 45 0, ,13 0,047 3,17 64,43% Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0, ,92 0 1,92 39,03% 10 0, ,92 0,011 3,93 79,88% 15 0, ,74 0,033 4,77 96,95% 30 0, ,78 0,059 4,84 98,37% 45 0, ,85 0,086 3,94 80,08% Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0, ,02 0 2,02 41,06% 10 0, ,21 0,011 4,22 85,77% 15 0, ,73 0,038 4,77 96,95% 30 0, ,91 0,061 4,97 101,02% 45 0, ,78 0,084 3,87 78,66%

105 85 Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0, ,70 0 1,70 34,55% 10 0, ,02 0,009 2,03 41,26% 15 0, ,47 0,011 2,48 50,41% 30 0, ,46 0,025 3,49 70,83% 45 0, ,80 0,044 3,84 78,33% Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0, ,58 0 1,58 32,11% 10 0, ,22 0,008 2,23 45,33% 15 0, ,57 0,020 2,59 52,64% 30 0, ,01 0,034 3,05 61,99% 45 0, ,11 0,051 3,16 64,23% Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0, ,92 0 1,92 39,03% 10 0, ,91 0,008 2,92 59,35% 15 0, ,01 0,024 3,04 61,79% 30 0, ,25 0,041 3,29 66,87% 45 0, ,26 0,059 3,32 67,48% Rata-rata Q 0 menit : 0,00 % ± 0,00% Rata-rata Q 5 menit : 33,40 % ± 9,77 % Rata-rata Q 10 menit : 57,49 % ± 21,46% Rata-rata Q 15 menit : 65,99% ± 25,37 % Rata-rata Q 30 menit : 79,39% ± 19,53% Rata-rata Q 45 menit : 72,20% ± 7,58 %

106 86 Formula R4 Jumlah zat aktif glibenklamid ( 97,83 x 5 mg = 4,89 mg) 100 Berat tablet percobaan : 554 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0, ,68 0 1,68 35,75% 10 0, ,04 0,009 2,05 41,92% 15 0, ,28 0,019 2,30 48,94% 30 0, ,92 0,032 3,94 80,08% 45 0, ,21 0,054 3,26 66,47% Berat tablet percobaan : 556 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0, ,35 0 1,35 28,66% 10 0, ,80 0,008 1,81 38,43% 15 0, ,81 0,018 2,83 60,09% 30 0, ,80 0,034 3,85 77,94% 45 0, ,90 0,055 3,96 80,49% Berat tablet percobaan : 554 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0, ,15 0 1,55 32,98% 10 0, ,80 0,006 1,86 39,58% 15 0, ,81 0,016 2,83 60,21% 30 0, ,68 0,032 3,71 75,72% 45 0, ,86 0,053 3,91 79,79%

107 87 Berat tablet percobaan : 556 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0, ,82 0 1,82 38,64% 10 0, ,94 0,011 1,95 41,49% 15 0, ,43 0,022 2,45 52,13% 30 0, ,66 0,035 3, % 45 0, ,90 0,050 3,95 78,95% Berat tablet percobaan : 550 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0, ,48 0 1,48 31,62% 10 0, ,84 0,008 1,85 39,53% 15 0, ,35 0,018 2,36 50,43% 30 0, ,46 0,031 3,49 71,37% 45 0, ,60 0,045 3,65 74,54% Berat tablet percobaan : 553 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0, ,50 0 1,50 22,34% 10 0, ,08 0,008 2,09 44,47% 15 0, ,31 0,020 2,45 52,02% 30 0, ,23 0,033 3,56 76,23% 45 0, ,15 0,051 3,20 68,09% Rata-rata Q 0 menit : 0,00 % ± 0,00% Rata-rata Q 5 menit : 31,67 % ± 5,71 % Rata-rata Q 10 menit : 40,12 % ± 2,55 % Rata-rata Q 15 menit : 53,97 % ± 4,93% Rata-rata Q 30 menit : 76,01 % ± 2,96 % Rata-rata Q 45 menit : 74,72 % ± 6,14 %

108 88 Formula R5 Jumlah zat aktif glibenklamid ( 93,31 x 5 mg = 4,67mg) 100 Berat tablet percobaan : 548 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,101 2 `1,74 0 1,74 37,26% 10 0, ,80 0,009 1,81 38,76% 15 0, ,28 0,019 2,30 49,25% 30 0, ,68 0,034 3,71 79,79% 45 0, ,76 0,055 3,81 81,94% Berat tablet percobaan : 548 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,088 2 `1,48 0 1,48 31,83% 10 0, ,62 0,008 1,63 35,05% 15 0, ,26 0,017 2,28 49,03% 30 0, ,66 0,029 3,68 79,14% 45 0, ,13 0,045 3,18 67,80% Berat tablet percobaan : 546 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,096 2 `1,64 0 1,64 35,35% 10 0, ,92 0,009 2,01 42,59% 15 0, ,32 0,020 2,52 54,55% 30 0, ,46 0,034 3,50 75,43% 45 0, ,68 0,048 3,72 80,52%

109 89 Berat tablet percobaan : 546 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,065 2 `1,01 0 1,01 21,77% 10 0, ,68 0,005 1,69 36,42% 15 0, ,05 0,014 3,07 66,16% 30 0, ,28 0,031 3,31 71,03% 45 0, ,19 0,049 3,24 69,83% Berat tablet percobaan : 549 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,058 2 `0,89 0 0,89 19,06% 10 0, ,50 0,004 1,51 32,33% 15 0, ,22 0,012 2,23 47,75% 30 0, ,66 0,024 3,68 78,80% 45 0, ,73 0,038 2,77 59,32% Berat tablet percobaan : 550 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,045 2 `0,63 0 0,63 13,49% 10 0, ,25 0,003 1,25 26,77% 15 0, ,75 0,009 3,07 65,74% 30 0, ,60 0,024 3,63 77,73% 45 0, ,13 0,041 3,24 69,38% Rata-rata Q 0 menit : 0,00 % ± 0,00% Rata-rata Q 5 menit : 26,46 % ± 9,69 % Rata-rata Q 10 menit : 35,32 % ± 5,44 % Rata-rata Q 15 menit : 55,41 % ± 8,49 % Rata-rata Q 30 menit : 76,99 % ± 3,29 % Rata-rata Q 45 menit : 71,47 % ± 8,48 %

110 90 Formula R6 zat aktif glibenklamid ( 102, Berat tablet percobaan : 551 mg x 5 mg = 5,12 mg) Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0, ,78 0 1,78 34,77% 10 0, ,86 0,009 1,87 36,67% 15 0, ,96 0,019 1,98 38,83% 30 0, ,46 0,047 3,51 68,53% 45 0, ,26 0,065 3,33 65,30% Berat tablet percobaan : 552 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0, ,12 0 2,12 41,57% 10 0, ,37 0,012 2,38 46,67% 15 0, ,53 0,025 2,56 50,20% 30 0, ,48 0,039 3,51 68,29% 45 0, ,89 0,055 3,95 77,45% Berat tablet percobaan : 550 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,102 2 `1,76 0 1,76 34,51% 10 0, ,02 0,009 2,03 45,01% 15 0, ,83 0,020 2,85 55,88% 30 0, ,35 0,036 4,39 85,74% 45 0, ,66 0,060 3,72 72,66%

111 91 Berat tablet percobaan : 548 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,118 2 `2,08 0 2,08 40,95% 10 0, ,28 0,012 2,29 45,08% 15 0, ,83 0,025 2,86 56,30% 30 0, ,68 0,041 3,72 72,94% 45 0, ,23 0,058 3,29 64,76% Berat tablet percobaan : 558 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,114 2 `2,00 0 2,00 38,61% 10 0, ,04 0,011 2,04 39,38% 15 0, ,71 0,022 2,73 52,50% 30 0, ,14 0,037 4,17 81,45% 45 0, ,66 0,050 3,71 71,35% Berat tablet percobaan : 550 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,122 2 `2,16 0 2,16 42,35% 10 0, ,20 0,012 2,21 43,33% 15 0, ,23 0,041 3,27 63,88% 30 0, ,92 0,058 3,97 77,15% 45 0, ,10 0,079 4,18 81,06% Rata-rata Q 0 menit : 0,00 % ± 0,00% Rata-rata Q 5 menit : 38,37% ± 3,68% Rata-rata Q 10 menit : 42,69 % ± 3,86 % Rata-rata Q 15 menit : 52,93 % ± 8,32% Rata-rata Q 30 menit : 75,68% ± 7,07 % Rata-rata Q 45 menit : 72,10% ± 6,49 %

112 92 Formula R7 zat aktif glibenklamid ( 105,,5 100 Berat tablet percobaan : 551 mg x 5 mg = 5,28 mg) Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,041 2 `0,55 0 0,55 10,40% 10 0, ,44 0,003 1,44 27,22% 15 0, ,77 0,011 2,78 52,55% 30 0, ,86 0,026 3,88 73,49% 45 0, ,35 0,047 4,40 83,18% Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,055 2 `0,83 0 0,83 15,69% 10 0, ,66 0,003 1,66 30,38% 15 0, ,40 0,016 2,42 45,75% 30 0, ,88 0,030 3,91 74,05% 45 0, ,53 0,052 4,58 86,75% Berat tablet percobaan : 550 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,046 2 `0,65 0 0,65 12,31% 10 0, ,85 0,004 0,86 16,26% 15 0, ,30 0,008 2,31 43,75% 30 0, ,12 0,021 4,14 78,41% 45 0, ,31 0,044 4,35 82,39%

113 93 Berat tablet percobaan 549 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,035 2 `0,44 0 0,44 8,35% 10 0, ,43 0,003 1,43 27,14% 15 0, ,85 0,011 2,86 54,27% 30 0, ,66 0,027 3,69 70,02% 45 0, ,27 0,047 4,31 81,78% Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,040 2 `0,54 0 0,54 10,23% 10 0, ,01 0,003 1,01 19,13% 15 0, ,24 0,008 2,25 42,61% 30 0, ,33 0,021 4,35 82,39% 45 0, ,59 0,041 4,63 87,69% Berat tablet percobaan : 552 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,047 2 `0,67 0 0,67 12,64% 10 0, ,48 0,003 1,48 28,91% 15 0, ,45 0,008 2,46 48,05% 30 0, ,82 0,022 3,84 72,68% 45 0, ,69 0,043 4,73 89,25% Rata-rata Q 0 menit : 0,00 % ± 0,00% Rata-rata Q 5 menit : 11,60 % ± 2,54% Rata-rata Q 10 menit : 24,84 % ± 5,74% Rata-rata Q 15 menit : 47,83 % ± 4,73 % Rata-rata Q 30 menit : 75,17 % ±4,46 % Rata-rata Q 45 menit : 85,62 % ± 3,12 %

114 94 Formula R8 zat aktif glibenklamid ( 95,92 x 5 mg = 4,8 mg) 100 Berat tablet percobaan : 556 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,041 2 `0,55 0 0,55 11,32% 10 0, ,03 0,003 1,03 21,19% 15 0, ,12 0,008 2,20 45,27% 30 0, ,62 0,020 3,64 74,90% 45 0, ,65 0,040 4,69 96,50% Berat tablet percobaan : 548 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,038 2 `0,50 0 0,50 10,46% 10 0, ,35 0,005 1,36 28,45% 15 0, ,18 0,013 2,19 45,82% 30 0, ,88 0,025 3,91 81,80% 45 0, ,59 0,047 4,64 97,07% Berat tablet percobaan : 547 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,036 2 `0,46 0 0,46 9,64% 10 0, ,37 0,002 1,37 28,72% 15 0, ,94 0,009 1,95 40,88% 30 0, ,68 0,024 3,71 77,62% ,57 0,045 4,62 96,65%

115 95 Berat tablet percobaan : 548 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,035 2 `0,44 0 0,44 9,21% 10 0, ,85 0,002 0,85 17,78% 15 0, ,47 0,006 2,48 51,88% 30 0, ,78 0,020 3,98 81,56% 45 0, ,61 0,041 4,65 97,28% Berat tablet percobaan : 551 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,037 2 `0,48 0 0,48 10,00% 10 0, ,95 0,002 1,37 28,54% 15 0, ,67 0,009 2,68 55,83% 30 0, ,80 0,024 3,83 79,79% 45 0, ,87 0,045 4,91 99,17% Berat tablet percobaan : 552 mg Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0,040 2 `0,53 0 0,53 11,04% 10 0, ,95 0,002 0,95 19,79% 15 0, ,73 0,007 2,74 57,08% 30 0, ,92 0,022 3,94 82,08% 45 0, ,69 0,044 4,73 98,54% Rata-rata Q 0 menit : 0,00 % ± 0,00% Rata-rata Q 5 menit : 10,28 % ± 0,82 % Rata-rata Q 10 menit : 24,08 % ± 5,04 % Rata-rata Q 15 menit : 49,46 % ± 6,47 % Rata-rata Q 30 menit : 79,63 % ± 2,86 % Rata-rata Q 45 menit : 97,54 % ± 1,08 %

116 96 Lampiran 8. perhitungan keseragaman kandungan Persamaan regresi linier Y= 0,062x + 0,025 R= 0,995 Formula R1 No Serapan Konsentrasi tablet (%) (mg/l) 1 0,285 4,20 105,00 2 0,271 3,97 99,25 3 0,282 4,15 103,75 4 0,265 3,87 96,75 5 0,278 4,08 102,00 6 0,270 3,95 98,75 7 0,289 4,26 106,50 8 0,268 3,92 98,00 9 0,262 3,82 95, ,275 4,03 100,75 Rata-rata (x ) ± Simpangan deviasi (SD) 100,63± 3,64 Nilai penerimaan (Np) 8,74 Contoh perhitungan : Konsentrasi sampel 1 Y= 0,062x + 0,025 0,285 = 0,062x + 0,025 X= 4,20 mg/l (mg) = Konsentrasi sampel 1 (mg/l) x faktor pengenceran (fp) x Volume labu takar(ml) = 4,20 mg/l x 1 x 0,1 L = 0,42 mg sampel (%) = sampel (mg) 44 mg Jumlah zat aktif (mg) dalam 550 mg tablet x 100% = 0,42 mg 44 mg Jumlah zat = kadar sampel (%)x 550 mg = 0,955% x 550 mg = 0,955 x 550 mg = 5,25 mg mg tablet (%) = juumlah zat zat aktif x 100% = 0,955% 5,25 mg x 100% = x 100% = 105,00% 5 mg

117 97 Perhitungan nilai penerimaan Rata-rata kadar R1 jika x = 100,,63 % T = 100%, maka M (kasus 1) yang digunakan jika 98,5% x 101,5 % Kondisi : M = x Nilai penerimaan : Np = ks = 2,4(3,64) = 8,74%

118 98 Lampiran 9. Perhitungan disolusi tablet Formula R1 Jumlah zat aktif glibenklamid ( 104,53 x 5 mg = 5,23 mg) 100 Diketahui Menit Abs fp (mg) Faktor koreksi koreksi (mg) terdisolusi ,00% 5 0, ,08 0 2,08 39,70% 10 0, ,65 0,012 2,66 50,76% 15 0, ,09 0,027 3,12 59,54% 30 0, ,94 0,044 3,99 76,16% 45 0, ,54 0,066 3,61 68,89% Berat tablet percobaan = 551 mg fp (faktor pengenceran) = 10 ml /5 ml = 2 Volume medium disolusi : 900 ml = 0,9 L Perhitungan : 1. (mg) menit ke-5 Y= 0,091x+ 0,013 0,118 = 0,091x + 0,013 X = 1,15 mg/l (mg) = 1,15 mg/l x fp x 0,9 L = 2,08 mg 2. Faktor koreksi menit ke-5 ( 5 ml x kadar menit ke 0) + faktor koreksi menit ke 0 = ml 3. koreksi menit ke-5 = kadar (mg) + faktor koreksi = 2, = 2,08 mg

119 99 4. terdisolusi = 2,08 mg kadar awal glibenklamid x 100 % awal glibenklamid = Berat tablet percobaan Berat tablet sesungguhnya x zat aktif sesungguhnya = 551 mg 550 mg x 5,23 mg = 5,24 mg terdisolusi Keterangan : = 2,08 mg 5,24 mg x 100% = 39,70 % Faktor koreksi : kadar dalam medium yaitu pada pengambilan medium tiap selang waktu sebanyak 5,0 ml dan diganti dengan volume medium yang sama, tiap pengambilan tersebut, akan terjadi pengurangan kadar dalam medium sehingga agar kadar dalam medium dianggap tetap maka dijadikan faktor koreksi.

120 100 Lampiran 10. Data hasil kurva baku glibenklamid 1. Hasil kurva baku glibenklamid dalam metanol Konsentrasi (mg/l) Absorbansi 3,98 0,248 5,97 0,423 7,96 0,513 9,55 0,620 11,94 0,752 Persamaan regresi linier : Y = 0,062x + 0,025 R² = 0,995 Pembuatan Kurva Baku : a. Pembuatan larutan induk dengan cara mengambil 100 mg glibenklamid ad 100 ml metanol. Konsentrasi glibenklamid murni (Certificate of Analysis) : 99,5 % Jumlah yang diambil : 99,5% x 100 mg = 99,5 mg Konsentrasi larutan induk = 99,5 mg 100 ml = 0,995mg/ml = 995 mg/l b. Dibuat variasi konsentrasi dari larutan induk adalah sebagai berikut : Konsentrasi 3,98 mg/l C1V1=C2V2 995 mg/ L x 0,4 ml = C2 x 100 ml, => C2 = 3,98 mg/l Konsentrasi 5,97 mg/l C1V1=C2V2 995 mg/ L x 0,6 ml = C2 x 100 ml, => C2 = 5,97 mg/l Konsentrasi 7,96 mg/l C1V1=C2V2 995 mg/ L x 0,8 ml = C2 x 100 ml, => C2= 7,96 mg/l

121 101 Konsentrasi 9,55 mg/l C1V1=C2V2 995 mg/ L x 0,1 ml = C2 x 100 ml, => C2 = 9,55 mg/l Konsentrasi 11,94 mg/l C1V1=C2V2 995 mg/ L x 0,1 ml = C2 x 100 ml, => C2 = 11,94 mg/l 2. Hasil kurva baku glibenklamid dalam bufer fosfat ph 8,5 Konsentrasi (mg/l) Absorbansi 2,68 0,257 4,02 0,386 5,36 0,488 6,70 0,639 8,04 0,742 Persamaan regresi linier : Y= 0,091x+ 0,013 R² = 0,998 Pembuatan Kurva Baku : a. Pembuatan larutan induk dengan cara mengambil 67,0 mg glibenklamid ad 500 ml metanol dan bufer fosfat PH 8,5. Konsentrasi glibenklamid murni (Certificate of Analysis) : 99,5 % Jumlah yang diambil : 99,5% x 67 mg = 66,7 mg Konsentrasi larutan induk = 66,7 mg 500 ml = 0,1334mg/ml = 133,4 mg/l b. Dibuat variasi konsentrasi dari larutan induk adalah sebagai berikut : Konsentrasi 2,68 mg/l C1V1=C2V2 133,4 mg/ L x 0,2 ml = C2 x 100 ml, => C2 = 2,68 mg/l

122 102 Konsentrasi 4,02 mg/l C1V1=C2V2 133,4 mg/ L x 0,3 ml = C2x 100 ml, => C2 = 4,02 mg/l Konsentrasi 5,36 mg/l C1V1=C2V2 995 mg/ L x 0,4 ml = C2 x 100 ml, => C2= 5,36 mg/l Konsentrasi 6,70 mg/l C1V1=C2V2 995 mg/ L x 0,5 ml = C2 x 100 ml, => C2 = 6,70 mg/l Konsentrasi 8,04 mg/l C1V1=C2V2 995 mg/ L x 0,6 ml = C2 x 100 ml, => C2= 8,04 mg/l Keterangan : C1 = Konsentrasi larutan induk (mg/l) V1= Volume yang diambil dari larutan induk (ml) C2 = Konsentrasi larutan yang dibuat (mg/l) V2 = Volume labu takar (ml)

123 103 Lampiran 10. Analisis statistik sifat alir, sifat fisik dan disolusi tablet liquisolid glibenklamid dengan software Design Expert 9.0 dan formula optimum 1. Sifat alir a. Respon kecepatan alir Signifikasi model persamaan Model persamaan respon kecepatan alir Persamaan simplex lattice design : Y = ,11 X X ,14 X1 X1 + 0,73 X1 X2(X1-X2) + 0,0006 X1 X2 (X1 X2) 2

124 104 b. Respon sudut diam Signifikansi model persamaan Model persamaan respon sudut diam Persamaan simplex lattice design : Y= -482,82 X1 +0,08 X2 +2,42 X1X1 + 0,002 X1X2 (X1 X2)

125 105 c. Respon hausner ratio Signifikasi model persamaan Model persamaan respon hausner ratio Persamaan simplex lattice design : Y= X E-003 X X1X e -005 X1X2 (X1-X2)

126 106 d. Respon indeks kompresibilitas Signifikansi model persamaan Model persamaan respon sudut diam Persamaan simplex lattice design : Y= X X X1X X1X2 (X1-X2) e -004 X1X2 (X1-X2)

127 Sifat fisik tablet a. Respon keseragaman kandungan Model persamaan respon keseragaman kandungan Persamaan simplex lattice design : Y = - 962,918 X1 + 0,39988 X2 + 4,87497 X1X2 + +5,80728e -003 X1X2 (X1-X2)

128 108 b. Respon kekerasan tablet Model persamaan respon kekerasan tablet Persamaan simplex lattice design : Y = -3,61946 X1 + 5,59802e -003 X2 + 0, X1 X2

129 109 c. Respon kerapuhan tablet Model persamaan respon kerapuhan tablet Persamaan simplex lattice design : Y = 41,81115X1-5,81334e -004 X2-0,20968X1X2-2,44618e -004 X1X2(X1 X2)

130 110 d. Respon waktu hancur Model persamaan respon waktu hancur tablet Persamaan simplex lattice design : Y = - 6,80471 X1 6,69772e -003 X2 + 0, X1X2

131 Disolusi tablet (Q30) Model persamaan respon disolusi tablet (Q30) Persamaan simplex lattice design : Y = 59030,8702X1 + 0,45817X2-340,05663X1X2-0,66787X1X2 (X1X2)-5,91667 e- 0,04 X1X2 (X1X2) 2

132 Penentuan formula optimum Formula dengan proporsi PEG 400 : Laktosa (5:307) mg yang dipilih dengan nilai desirability 0,459.

133 113 Lampiran 11. Analisis statistik sediaan tablet liquisolid glibenklamid dengan menggunakan sofware R studio 3.23 a. Kecepatan alir Uji normalitas Formula (Run) p-value R1 0,8495* R2 0,5362* R3 0,8027* R4 0,6338* R5 0,8943* R6 0,6661* R7 0,5102* R8 0,3056* Keterangan *p-value > 0,05 menunjukkan data normal, **p-value < 0,05 menunjukkan data tidak normal.

134 114 Uji Levene s Keterangan p-value > 0,05 menunjukkan antar formula homogen. Uji ANOVA Keterangan p-value < 0,05 menunjukkan data berbeda signifikan. * * * * *

135 115 Nilai * p-value < 0,05 menunjukkan data berbeda signifikan, p-value > 0,05 menunjukkan data berbeda tidak signifkan. b. Sudut diam Uji normalitas * * Nilai p-value uji normalitas Formula (Run) p-value R1 2,2 x ** R2 0,7559* R3 0,5221* R4 0,3905* R5 0,319* R6 Error R7 0,5086* R8 0,7096*

136 116 Keterangan *p-value > 0,05 menunjukkan data normal,p-value < 0,05 menunjukkan data tidak normal. Uji Kruskall- Wallis Keterangan p-value < 0,05 menunjukkan data berbeda bermakna, p > 0,05 menunjukkan data berbeda tidak bermakna. c. Hausner ratio Uji normalitas

137 117 Nilai p-value uji normalitas Formula (Run) p-value R1 0,6369* R2 0,6369* R3 0,3631* R4 2,2 x ** R5 2,2 x ** R6 Error R7 2,2 x ** R8 1* Keterangan *p-value > 0,05 menunjukkan data normal, **p-value < 0,05 menunjukkan data tidak normal. Uji Kruskal- Wallis Keterangan p-value < 0,05 menunjukkan data berbeda bermakna, p > 0,05 menunjukkan data berbeda tidak bermakna. d. Indeks kompresibilitas Uji normalitas

138 118 Nilai p-value Uji normalitas Formula (Run) p-value R1 0,6356* R2 0,8914* R3 0,6369* R4 2,2 x ** R5 2,2 x ** R6 Error R7 2,2 x ** R8 0,6317* Keterangan *p-value > 0,05 menunjukkan data normal, **p-value < 0,05 menunjukkan data tidak normal. Uji Kruskal- Wallis Keterangan p-value < 0,05 menunjukkan data berbeda bermakna, p > 0,05 menunjukkan data berbeda tidak bermakna.

139 119 e. Homogenitas serbuk Keterangan *p-value > 0,05 menunjukkan data tidak berbeda signifikan **p-value < 0,05 menunjukkan data berbeda signifikan. f. Uji keseragaman kandungan Uji normalitas

140 120 Nilai p-value uji normalitas Formula (Run) p-value R1 0,8499* R2 0,08877* R3 0,5823* R4 0,04452** R5 0,08972* R6 0,4779* R7 0,02319** R8 0,03884** Keterangan *p-value > 0,05 menunjukkan data normal, **p-value < 0,05 menunjukkan data tidak normal. Kruskal- Wallis Keterangan p-value < 0,05 menunjukkan data berbeda bermakna, p > 0,05 menunjukkan data berbeda tidak bermakna. g. Kekerasan tablet Uji normalitas

141 121 Nilai p-value uji normalitas Formula (Run) p-value R1 0,6001* R2 7,47 x 10 5 ** R3 0,7872* R4 0,07964* R5 0,1752* R6 0,4971* R7 0,9446* R8 0,2734* Keterangan p-value > 0,05 menunjukkan data normal,p < 0,05 menunjukkan data tidak normal. Uji Kruskal- Wallis Keterangan p-value < 0,05 menunjukkan data berbeda bermakna, p > 0,05 menunjukkan data berbeda tidak bermakna. h. Kerapuhan tablet

142 122 Uji normalitas data Nilai p-value Uji normalitas Formula (Run) p-value R1 0,9379* R2 0,2855* R3 0,7134* R4 0,9265* R5 0,253* R6 0,3275* R7 0,0893* R8 0,8624* Keterangan *p-value > 0,05 menunjukkan data normal, **p < 0,05 menunjukkan data tidak normal Uji Levene s Keterangan p-value > 0,05 menunjukkan antar formula homogen p-value <0,05 menunjukkan antar formula tidak homogen.

143 123 Uji ANOVA Keterangan Keterangan p-value > 0,05 menunjukkan data tidak berbeda signifikan, p-value < 0,05 menunjukkan data berbeda signifikan. i. Waktu hancur Uji normalitas

144 124 Nilai p-value uji normalitas Formula (Run) p-value R1 0,6369* R2 0,3535* R3 0,7804* R4 0,5883* R5 0,8999* R6 0,3631* R7 0,3796* R8 0,2983* Keterangan* p-value > 0,05 menunjukkan data normal, **p < 0,05 menunjukkan data tidak normal. Uji Levene s Keterangan p-value > 0,05 menunjukkan antar formula homogen p-value <0,05 menunjukkan antar formula tidak homogen. Uji ANOVA Keterangan p-value > 0,05 menunjukkan data tidak berbeda signifikan, p-value < 0,05 menunjukkan data berbeda signifikan.

145 125 * * * * * * * * Nilai * p-value < 0,05 menunjukkan data berbeda signifikan, p-value > 0,05 menunjukkan data berbeda tidak signifkan. j. Penetapan Uji normalitas

146 126 Formula (Run) p-value R1 0,1866* R2 0,1623* R3 0,4633* R4 0,7262* R5 0,7601* R6 0,2297* R7 0,8264* R8 0,8999* Keterangan* p-value > 0,05 menunjukkan data normal, **p < 0,05 menunjukkan data tidak normal. Uji Levene s Keterangan p-value > 0,05 menunjukkan antar formula homogen, p-value <0,05 menunjukkan antar formula tidak homogen. ANOVA

147 127 Keterangan p-value > 0,05 menunjukkan data tidak berbeda signifikan, p-value < 0,05 menunjukkan data berbeda signifikan. Tukey HSD * * * * * * * Nilai *p-value < 0,05 menunjukkan data berbeda signifikan, p-value > 0,05 menunjukkan data berbeda tidak signifkan * *

148 128 k. Uji disolusi Uji normalitas Formula (run)/ tablet Nilai p-value Uji normalitas 1 0,3668* 0,05701* 0,8490* 0,8516* 0,5078* 0,3902* 0,608* 0,6136* 2 0,5037* 0,06907* 0,1448* 0,6281* 0,8924* 0,4679* 0,813* 0,6097* 3 0,1053* 0,2328* 0,1103* 0,6307* 0,6978* 0,9143* 0,2733* 0,6194* 4 0,8592* 0,09777* 0,7635* 0,5607* 0,2356* 0,3514* 0,5824* 0,4101* 5 0,1043* 0,08321* 0,2716* 0,67* 0,9966* 0,7282* 0,2936* 0,7019* 6 0,1454* 0,07757* 0,03129* 0,789* 0,2911* 0,3998* 0,8167* 0,4563* Keterangan *p-value > 0,05 menunjukkan data normal, **p-value < 0,05 menunjukkan data tidak normal. Uji Levene s p -value R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 Formula (Run) p-value R1 0,9024* R2 0,9999* R3 0,9689* R4 0,9935* R5 0,9623* R6 0,9841* R7 0,9992* R8 0,9968* Keterangan *p-value > 0,05 menunjukkan antar formula homogen, **p-value <0,05 menunjukkan antar formula tidak homogen.

149 129 Uji ANOVA Formula (Run) p-value R1 0,937* R2 1* R3 0,525* R4 1* R5 0,996* R6 0,992* R7 1* R8 1* Keterangan *p-value > 0,05 menunjukkan data tidak berbeda signifikan,** p- value < 0,05 menunjukkan data berbeda signifikan. l. Formula optimum R2 Uji t tidak berpasangan

150 130 Respon Nilai p-value Keseragaman Kandungan (%) 0, 2343* Kekerasan (Kg) 0,114* Kerapuhan (%) 0,969* Waktu hancur (menit) 0,101* Disolusi obat (%) 0,111* Keterangan * p-value > 0,05 menunjukkan data tidak berbeda signifikan, ** p- value < 0,05 menunjukkan data berbeda signifikan.

151 Formula optimum R1 Uji t tidak berpasangan

152 132 Respon Nilai p-value Keseragaman Kandungan (%) 0, 2403* Kekerasan (Kg) 0,6303* Kerapuhan (%) 0,5017* Waktu hancur (menit) 0,0634* Disolusi obat (%) 0,444* Keterangan * p-value > 0,05 menunjukkan data tidak berbeda signifikan, ** p- value < 0,05 menunjukkan data berbeda signifikan.

153 133 Lampiran 12. Dokumentasi A. Dokumentasi alat 1. Cube mixer 2. Alat uji kecepatan alir, sudut diam, hausner ratio dan indeks kompresibilitas

154 Mesin cetak tablet 4. Alat uji kekerasan tablet dan kerapuhan tablet 5. Alat uji waktu hancur dan disolusi tablet 6.

155 135 B. Dokumentasi hasil formula tablet Formula R1 Formula R2 Formula R3 Formula R4

156 136 Formula R5 Formula R6 Formula R7 Formula R8

157 137 Formula Optimum

158 138 BIOGRAFI PENULIS Yudha Adi Prabowo lahir di Yogyakarta pada tanggal 22 April 1993, merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak FX. Wiryadi dan Ibu FL. Rahartini. Penulis memulai pendidikan dibangku TK Pangudi Luhur Yogyakarta pada tahun , dilanjutkan di SD Pangudi Luhur Yogyakarta pada tahun SMP Maria Immaculata Yogyakarta pada tahun SMA Negeri 1 Kasihan Bantul pada tahun Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di program studi S1 Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun Selama menempuh pendidikan S1, penulis memiliki pengalaman sebagai koordinator seksi perlengkapan seminar nasional peringatan Hari pendidikan Nasional (2013), seksi konsumsi pada acara Tiga Hari Temu Akrab Farmasi TITRASI (2013 dan 2014), memperoleh juara II dalam Sanata Dharma Bussiness Plan Competition pada tahun 2014, lolos program Dikti Mahasiswa Wirausaha Bina Desa MAUBISA pada tahun 2015, dan asisten dosen praktikum Farmakokinetika-Biofarmasetika (2016).

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan di bidang teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, memberikan dampak pengembangan terhadap metode untuk meningkatkan mutu suatu obat.

Lebih terperinci

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum BAB 1 PENDAHULUAN Seiring berjalannya waktu, teknologi farmasi telah berkembang pesat. Hal ini dibuktikan dengan munculnya berbagai metode baru dalam industri farmasi yang memiliki tujuan akhir untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam penyimpanan. Akan tetapi obat yang bersifat lipofil dalam bentuk tablet

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam penyimpanan. Akan tetapi obat yang bersifat lipofil dalam bentuk tablet BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sediaan tablet merupakan sediaan yang disukai dalam pengobatan penyakit kronis. Hal ini disebabkan bentuk sediaan tablet mudah digunakan dan praktis dalam penyimpanan.

Lebih terperinci

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi BAB 1 PENDAHULUAN Dalam dunia farmasi saat ini berkembang dengan pesatnya yang memberikan dampak berkembangnya metode dalam meningkatkan mutu suatu obat. Mutu dijadikan dasar acuan untuk menetapkan kebenaran

Lebih terperinci

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009). BAB 1 PENDAHULUAN Tablet merupakan bentuk sediaan yang paling popular di masyarakat karena bentuk sediaan tablet memiliki banyak keuntungan, misalnya: massa tablet dapat dibuat dengan menggunakan mesin

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saat ini, sediaan farmasi yang paling banyak digunakan adalah sediaan tablet, yang merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkular,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN NATRIUM ALGINAT SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : YENNYFARIDHA K100040034

Lebih terperinci

FORMULASI TABLET LIKUISOLID IBUPROFEN MENGGUNAKAN PROPILEN GLIKOL SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE DAN PVP K-30 SEBAGAI POLIMER

FORMULASI TABLET LIKUISOLID IBUPROFEN MENGGUNAKAN PROPILEN GLIKOL SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE DAN PVP K-30 SEBAGAI POLIMER FORMULASI TABLET LIKUISOLID IBUPROFEN MENGGUNAKAN PROPILEN GLIKOL SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE DAN PVP K-30 SEBAGAI POLIMER NEHRU WIBOWO 2443007022 FAKULTAS FARMASI UNIKA WIDYA MANDALA SURABAYA 2011 ABSTRAK

Lebih terperinci

OPTIMASI FORMULA TABLET PARASETAMOL DENGAN KOMBINASI Ac-Di-Sol DAN PVP K-30 MENGGUNAKAN METODE FACTORIAL DESIGN

OPTIMASI FORMULA TABLET PARASETAMOL DENGAN KOMBINASI Ac-Di-Sol DAN PVP K-30 MENGGUNAKAN METODE FACTORIAL DESIGN OPTIMASI FORMULA TABLET PARASETAMOL DENGAN KOMBINASI Ac-Di-Sol DAN PVP K-30 MENGGUNAKAN METODE FACTORIAL DESIGN RICHARD HARTONO LEHMAN 2443005022 FAKULTAS FARMASI UNIKA WIDYA MANDALA SURABAYA 2010 ABSTRAK

Lebih terperinci

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan BAB 1 PENDAHULUAN Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang relatif lebih stabil secara fisika kimia dan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang sering dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika

Lebih terperinci

FORMULASI SEDIAAN TABLET LIQUISOLID GLIBENKLAMID DENGAN PELARUT GLISERIN DAN AMILUM KENTANG SEBAGAI CARRIER MATERIAL. Skripsi

FORMULASI SEDIAAN TABLET LIQUISOLID GLIBENKLAMID DENGAN PELARUT GLISERIN DAN AMILUM KENTANG SEBAGAI CARRIER MATERIAL. Skripsi FORMULASI SEDIAAN TABLET LIQUISOLID GLIBENKLAMID DENGAN PELARUT GLISERIN DAN AMILUM KENTANG SEBAGAI CARRIER MATERIAL Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam dunia kesehatan, obat dengan berbagai sediaan sangat dibutuhkan masyarakat untuk mengobati suatu penyakit. Obat-obatan bentuk padat dapat diberikan

Lebih terperinci

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak hanya orang tua tetapi para remaja sekarang ini juga banyak yang menderita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak hanya orang tua tetapi para remaja sekarang ini juga banyak yang menderita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit yang banyak dialami masyarakat Indonesia pada saat ini. Seiring dengan gaya hidup yang tidak sehat, tidak hanya

Lebih terperinci

OPTIMASI FORMULA TABLET EKSTRAK ETANOL SALAM-SAMBILOTO MENGGUNAKAN PVP K-30 SEBAGAI PENGIKAT DAN CROSPOVIDONE SEBAGAI PENGHANCUR

OPTIMASI FORMULA TABLET EKSTRAK ETANOL SALAM-SAMBILOTO MENGGUNAKAN PVP K-30 SEBAGAI PENGIKAT DAN CROSPOVIDONE SEBAGAI PENGHANCUR OPTIMASI FORMULA TABLET EKSTRAK ETANOL SALAM-SAMBILOTO MENGGUNAKAN PVP K-30 SEBAGAI PENGIKAT DAN CROSPOVIDONE SEBAGAI PENGHANCUR INDAHWATI WIJAYA 2443011002 PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan jaman yang semakin modern menuntut semua hal yang serba cepat dan praktis, termasuk perkembangan sediaan obat. Bentuk sediaan obat padat berupa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi dalam bidang kefarmasian saat ini telah cukup maju atau dapat dikatakan mengalami modernisasi. Hal ini berkenaan dengan derajat kualitas obat

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: HENI SUSILOWATI K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

SKRIPSI. Oleh: HENI SUSILOWATI K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN EXPLOTAB SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh: HENI SUSILOWATI K100 040 020

Lebih terperinci

BEBY YUNITA

BEBY YUNITA PENGGUNAAN AVICEL PH 102/SDL SEBAGAI FILLER- BINDER DAN Ac-Di-Sol/CROSPOVIDONE SEBAGAI SUPERDISINTEGRANT PADA OPTIMASI FORMULA TABLET IBUPROFEN DENGAN METODE CETAK LANGSUNG BEBY YUNITA 2443007025 FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut: 4.1.1 Pemeriksaan bahan baku Hasil pemeriksan bahan baku ibuprofen, Xanthan Gum,Na CMC, sesuai dengan

Lebih terperinci

SKRIPSI UMI SALAMAH K Oleh :

SKRIPSI UMI SALAMAH K Oleh : OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN LEPAS LAMBAT TABLET TEOFILIN DENGAN MATRIKS ETIL SELULOSA (EC) DAN HIDROKSIETIL SELULOSA (HEC) DENGAN METODE SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : UMI SALAMAH K 100 030 007 FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGGUNAAN AVICEL PH 102/EMCOMPRESS SEBAGAI FILLER-BINDER

PENGGUNAAN AVICEL PH 102/EMCOMPRESS SEBAGAI FILLER-BINDER PENGGUNAAN AVICEL PH 102/EMCOMPRESS SEBAGAI FILLER-BINDER DAN SSG/CROSPOVIDONE SEBAGAI SUPERDISINTEGRANT PADA OPTIMASI FORMULA TABLET IBUPROFEN DENGAN METODE CETAK LANGSUNG GRACESYA FLORENSYA TENY 2443007017

Lebih terperinci

FORMULASI TABLET LIKUISOLID IBUPROFEN MENGGUNAKAN POLIMER HIDROFILIK HPMC K4M DAN TWEEN 80 SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE MESSI

FORMULASI TABLET LIKUISOLID IBUPROFEN MENGGUNAKAN POLIMER HIDROFILIK HPMC K4M DAN TWEEN 80 SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE MESSI FORMULASI TABLET LIKUISOLID IBUPROFEN MENGGUNAKAN POLIMER HIDROFILIK HPMC K4M DAN TWEEN 80 SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE MESSI 2443008005 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2012

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kulit pisang merupakan bahan buangan limbah buah pisang yang jumlahnya cukup banyak. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, kulit pisang

Lebih terperinci

SKRIPSI SANASHTRIA PRATIWI K Oleh :

SKRIPSI SANASHTRIA PRATIWI K Oleh : OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN LEPAS LAMBAT TABLET TEOFILIN DENGAN MATRIKS ETIL SELULOSA (EC) DAN HIDROKSIPROPIL METIL SELULOSA (HPMC) DENGAN METODE SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : SANASHTRIA PRATIWI

Lebih terperinci

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat; BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, perkembangan terhadap metode pembuatan sediaan obat untuk meningkatkan mutu obat juga semakin maju. Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tablet adalah sediaan oral dalam bentuk padat yang mengandung bahan aktif dengan atau tanpa bahan tambahan yang sesuai (Departemen Keshatan RI, 2014). Tablet

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya kemajuan teknologi dalam industri farmasi sekarang ini, terutama di bidang sediaan solida termasuk sediaan tablet yang telah mengalami banyak perkembangan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri farmasi baik dalam maupun luar negeri bersaing untuk menghadirkan suatu sediaan obat yang memiliki harga yang murah dengan pemakaian yang mudah.

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: HADI CAHYO K

SKRIPSI. Oleh: HADI CAHYO K OPTIMASI KOMBINASI HIDROKSIPROPIL METILSELULOSA SEBAGAI MATRIKS DAN AVICEL PH 101 SEBAGAI FILLER UNTUK FORMULA TABLET KAPTOPRIL LEPAS LAMBAT SISTEM FLOATING SKRIPSI Oleh: HADI CAHYO K 100 080 103 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, salah satu penyebab masalah lingkungan hidup yang sering dijumpai adalah limbah. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang kian pesat, produksi limbah juga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rute pemberian secara oral merupakan rute yang paling umum digunakan hingga 50 60% dari keseluruhan bentuk sediaan. Bentuk sediaan padat pada umumnya lebih disukai

Lebih terperinci

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari.

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari. BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini industri farmasi telah tumbuh dan berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut ditandai dengan adanya kemajuan di bidang teknologi farmasi, khususnya dalam pembuatan sediaan

Lebih terperinci

sediaan tablet cukup kecil dan wujudnya padat sehingga memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya (Siregar, 1992). Telah diketahui bahwa

sediaan tablet cukup kecil dan wujudnya padat sehingga memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya (Siregar, 1992). Telah diketahui bahwa BAB I PENDAHULUAN Seiring berjalannya waktu, sintesis obat dengan tingkat kelarutan rendah terus meningkat. Beberapa obat yang kelarutannya rendah seperti ibuprofen, piroxicam, carbamazepine, furosemid

Lebih terperinci

OPTIMASI FORMULA TABLET ASAM MEFENAMAT MENGGUNAKAN METODE FACTORIAL DESIGN

OPTIMASI FORMULA TABLET ASAM MEFENAMAT MENGGUNAKAN METODE FACTORIAL DESIGN OPTIMASI FORMULA TABLET ASAM MEFENAMAT MENGGUNAKAN METODE FACTORIAL DESIGN FILLICYA THELVYANTHIE 2443005093 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2010 ABSTRAK OPTIMASI FORMULA

Lebih terperinci

OPTIMASI FORMULA ORALLY DISINTEGRATING TABLET DOMPERIDONE MENGGUNAKAN SUPERDISINTEGRANT AC-DI-SOL DAN PENGIKAT GELATIN

OPTIMASI FORMULA ORALLY DISINTEGRATING TABLET DOMPERIDONE MENGGUNAKAN SUPERDISINTEGRANT AC-DI-SOL DAN PENGIKAT GELATIN OPTIMASI FORMULA ORALLY DISINTEGRATING TABLET DOMPERIDONE MENGGUNAKAN SUPERDISINTEGRANT AC-DI-SOL DAN PENGIKAT GELATIN JEANY YUSIANA IWANTONO 2443009106 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA

Lebih terperinci

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al,

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al, BAB 1 PENDAHULUAN Sediaan farmasi terdapat berbagai macam bentuk berbeda yang didalamnya terkandung suatu bahan obat untuk pengobatan penyakit tertentu. Salah satu bentuk sediaan yang paling populer adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tablet Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu contoh jenis tanaman obat yang bisa dimanfaatkan yaitu daun pepaya (Carica papaya). Menurut penelitian Maniyar dan Bhixavatimath (2012), menunjukkan

Lebih terperinci

FORMULASI SEDIAAN TABLET PARASETAMOL DENGAN PATI BUAH SUKUN (Artocarpus communis) SEBAGAI PENGISI

FORMULASI SEDIAAN TABLET PARASETAMOL DENGAN PATI BUAH SUKUN (Artocarpus communis) SEBAGAI PENGISI FORMULASI SEDIAAN TABLET PARASETAMOL DENGAN PATI BUAH SUKUN (Artocarpus communis) SEBAGAI PENGISI Dwi Elfira Kurniati*, Mirhansyah Ardana, Rolan Rusli Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS,

Lebih terperinci

FORMULASI TABLET LIKUISOLID PIROKSIKAM MENGGUNAKAN GLISERIN SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE

FORMULASI TABLET LIKUISOLID PIROKSIKAM MENGGUNAKAN GLISERIN SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE FORMULASI TABLET LIKUISOLID PIROKSIKAM MENGGUNAKAN GLISERIN SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE LILY KUSUMA DEWI 2443006018 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2010 ABSTRAK FORMULASI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi sangat pesat, salah satunya yaitu pengembangan bentuk sediaan obat yang semakin banyak. Namun,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

OPTIMASI SODIUM STARCH GLYCOLATE SEBAGAI DISINTEGRAN DAN AVICEL PH 101 SEBAGAI PENGIKAT DAN PENGISI PADA TABLET SUBLINGUAL PROPRANOLOL HIDROKLORIDA

OPTIMASI SODIUM STARCH GLYCOLATE SEBAGAI DISINTEGRAN DAN AVICEL PH 101 SEBAGAI PENGIKAT DAN PENGISI PADA TABLET SUBLINGUAL PROPRANOLOL HIDROKLORIDA OPTIMASI SODIUM STARCH GLYCOLATE SEBAGAI DISINTEGRAN DAN AVICEL PH 101 SEBAGAI PENGIKAT DAN PENGISI PADA TABLET SUBLINGUAL PROPRANOLOL HIDROKLORIDA INDAH REVITASARI 2443006077 FAKULTAS FARMASI UNIKA WIDYA

Lebih terperinci

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, terutama dalam bidang farmasi, memberikan kesempatan pada bagian Research and Development di sebuah industri farmasi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

OPTIMASI FORMULA TABLET LIKUISOLID KLORFENIRAMIN MALEAT MENGGUNAKAN XANTHAN GUM SEBAGAI POLIMER DAN PEG 400 SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE

OPTIMASI FORMULA TABLET LIKUISOLID KLORFENIRAMIN MALEAT MENGGUNAKAN XANTHAN GUM SEBAGAI POLIMER DAN PEG 400 SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE OPTIMASI FORMULA TABLET LIKUISOLID KLORFENIRAMIN MALEAT MENGGUNAKAN XANTHAN GUM SEBAGAI POLIMER DAN PEG 400 SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE ERIC TUSEAN CHIANGGONO 2443009059 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Mengapung Verapamil HCl Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih lima formula untuk dibandingkan kualitasnya, seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, seiring dengan semakin bertumbuhnya jumlah penduduk mengakibatkan sering terjadinya permasalahan dalam lingkungan hidup, seperti salah satunya mengenai

Lebih terperinci

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Asetosal 150 mg Starch 10% PVP 5% Laktosa q.s Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% Monografi a. Asetosal Warna Bau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan sebagian besar wilayahnya adalah daerah hutan yang memiliki banyak kekayaan alam berupa tanaman. Tanaman asli Indonesia

Lebih terperinci

OPTIMASI FORMULA TABLET FLOATING IBUPROFEN MENGGUNAKAN HPMC K4M AMILUM KULIT PISANG AGUNG DAN NATRIUM BIKARBONAT SEBAGAI FLOATING AGENT

OPTIMASI FORMULA TABLET FLOATING IBUPROFEN MENGGUNAKAN HPMC K4M AMILUM KULIT PISANG AGUNG DAN NATRIUM BIKARBONAT SEBAGAI FLOATING AGENT OPTIMASI FORMULA TABLET FLOATING IBUPROFEN MENGGUNAKAN HPMC K4M AMILUM KULIT PISANG AGUNG DAN NATRIUM BIKARBONAT SEBAGAI FLOATING AGENT KRESENSIA APRIANA BUKARIM 2443012219 PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

OPTIMASI KONSENTRASI MAGNESIUM STEARAT, AEROSIL, DAN AMILUM MANIHOT

OPTIMASI KONSENTRASI MAGNESIUM STEARAT, AEROSIL, DAN AMILUM MANIHOT OPTIMASI KONSENTRASI MAGNESIUM STEARAT, AEROSIL, DAN AMILUM MANIHOT DALAM PEMBUATAN TABLET EKSTRAK DAUN PARE (MOMORDICA CHARANTIA L.) DENGAN METODE CETAK LANGSUNG FRANSISKUS APRIYADI 2443007112 FAKULTAS

Lebih terperinci

kurang dari 135 mg. Juga tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya lebih dari180 mg dan kurang dari 120 mg.

kurang dari 135 mg. Juga tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya lebih dari180 mg dan kurang dari 120 mg. PEMBAHASAN TABLET Setelah dilakukan uji granul dan granul dinyatakan layak untuk dikempa, proses yang selanjutnya dilakukan adalah pencetakan tablet sublingual famotidin. Sebelum pencetakan, yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco

BAB III METODE PENELITIAN. ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco 17 BAB III METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Bahan yang digunakan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco chemical),

Lebih terperinci

OPTIMASI PERBANDINGAN KONSENTRASI CARRAGEENAN-HPMC K4M DAN MACAM PENGISI SEBAGAI MATRIK TABLET LEPAS LAMBAT IBUPROFEN

OPTIMASI PERBANDINGAN KONSENTRASI CARRAGEENAN-HPMC K4M DAN MACAM PENGISI SEBAGAI MATRIK TABLET LEPAS LAMBAT IBUPROFEN OPTIMASI PERBANDINGAN KONSENTRASI CARRAGEENAN-HPMC K4M DAN MACAM PENGISI SEBAGAI MATRIK TABLET LEPAS LAMBAT IBUPROFEN YOHAN KUSUMA HADI 2443006076 FAKULTAS FARMASI UNIKA WIDYA MANDALA SURABAYA 2011 Saya

Lebih terperinci

PROFIL PELEPASAN IN VITRO IBUPROFEN DALAM BENTUK TABLET LEPAS LAMBAT DENGAN MENGGUNAKAN MATRIKS GUAR GUM PADA BERBAGAI KONSENTRASI

PROFIL PELEPASAN IN VITRO IBUPROFEN DALAM BENTUK TABLET LEPAS LAMBAT DENGAN MENGGUNAKAN MATRIKS GUAR GUM PADA BERBAGAI KONSENTRASI PROFIL PELEPASAN IN VITRO IBUPROFEN DALAM BENTUK TABLET LEPAS LAMBAT DENGAN MENGGUNAKAN MATRIKS GUAR GUM PADA BERBAGAI KONSENTRASI OLEH: MORRIS DINATA 2443005096 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PEKTIN KULIT PISANG AGUNG SEBAGAI PENGIKAT TABLET IBUPROFEN

PEMANFAATAN PEKTIN KULIT PISANG AGUNG SEBAGAI PENGIKAT TABLET IBUPROFEN PEMANFAATAN PEKTIN KULIT PISANG AGUNG SEBAGAI PENGIKAT TABLET IBUPROFEN FITRIYA VANIA CHANDRA 2443010078 PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2015 ABSTRAK PEMANFAATAN

Lebih terperinci

1. Penetapan panjang gelombang serapan maksimum Pembuatan kurva baku... 35

1. Penetapan panjang gelombang serapan maksimum Pembuatan kurva baku... 35 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv INTISARI... xv ABSTRACT... xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Selama ini, kemajuan teknologi dalam industri farmasi, terutama dibidang sediaan solida termasuk sediaan tablet telah mengalami banyak perkembangan dalam

Lebih terperinci

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat terutama dalam bidang industri farmasi memacu setiap industri farmasi untuk menemukan dan mengembangkan berbagai macam sediaan obat. Dengan didukung

Lebih terperinci

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam BAB 1 PENDAHULUAN Klorfeniramin maleat merupakan obat antihistamin H 1 Reseptor yang dapat menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos, serta bekerja dengan mengobati

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, Tablet merupakan sediaan obat yang paling banyak digunakan di masyarakat. Sediaan Tablet merupakan bentuk sediaan solid mengandung bahan obat (zat aktif)

Lebih terperinci

FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI PENGHANCUR

FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI PENGHANCUR As-Syifaa Vol 08 (02) : Hal. 64-74, Desember 2016 ISSN : 2085-4714 FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Pemeriksaan Bahan Baku Pemeriksaan bahan baku ibuprofen, HPMC, dilakukan menurut Farmakope Indonesia IV dan USP XXIV.

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Pemeriksaan Bahan Baku Pemeriksaan bahan baku ibuprofen, HPMC, dilakukan menurut Farmakope Indonesia IV dan USP XXIV. BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Percobaan Ibuprofen, HPMC 6 cps (Shin-Etsu), PVP K-30, laktosa, acdisol, amprotab, talk, magnesium stearat, kalium dihidrogen fosfat, natrium hidroksida, natrium dihidrogen fosfat,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic. 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Amilum Biji Nangka Pada penelitian ini didahulu dengan membuat pati dari biji nangka. Nangka dikupas dan dicuci dengan air yang mengalir kemudian direndam larutan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji KLT Ekstrak Daun Sirih Hijau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji KLT Ekstrak Daun Sirih Hijau BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji KLT Ekstrak Daun Sirih Hijau Uji KLT dilakukan sebagai parameter spesifik yaitu untuk melihat apakah ekstrak kering daun sirih yang diperoleh dari PT. Industry

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sediaan obat alam merupakan warisan budaya Indonesia yang dipercaya oleh masyarakat dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, sehingga masyarakat semakin terbiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

OPTIMASI FORMULA TABLET LIKUISOLID KLORFENIRAMIN MALEAT MENGGUNAKAN GUAR GUM DAN TWEEN 80

OPTIMASI FORMULA TABLET LIKUISOLID KLORFENIRAMIN MALEAT MENGGUNAKAN GUAR GUM DAN TWEEN 80 OPTIMASI FORMULA TABLET LIKUISOLID KLORFENIRAMIN MALEAT MENGGUNAKAN GUAR GUM DAN TWEEN 80 SIEK, MARTHA ANDRIYANI 2443009045 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2013 ABSTRAK OPTIMASI

Lebih terperinci

FORMULASI KAPSUL EKSTRAK LUMBRICUS RUBELLUS DENGAN AVICEL PH 101 SEBAGAI PENGISI DAN AMILUM JAGUNG SEBAGAI PENGIKAT

FORMULASI KAPSUL EKSTRAK LUMBRICUS RUBELLUS DENGAN AVICEL PH 101 SEBAGAI PENGISI DAN AMILUM JAGUNG SEBAGAI PENGIKAT FORMULASI KAPSUL EKSTRAK LUMBRICUS RUBELLUS DENGAN AVICEL PH 101 SEBAGAI PENGISI DAN AMILUM JAGUNG SEBAGAI PENGIKAT BEE SHIA 2443006070 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2010

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hipertensi merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang terjadi di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hipertensi merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang terjadi di digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hipertensi merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang terjadi di seluruh dunia, karena prevalensi yang terus meningkat sejalan dengan perubahan gaya

Lebih terperinci

Tablet likuisolid ibuprofen

Tablet likuisolid ibuprofen Majalah Farmasi Indonesia, 22(3), 197 203, 2011 Tablet likuisolid ibuprofen Liquisolid ibuprofen tablets Lannie Hadisoewignyo* ), Evania Hadi dan Nehru Wibowo Fakultas Farmasi Unika Widya Mandala Surabaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

OPTIMASI PERBANDINGAN KONSENTRASI XANTHAN GUM- HPMC K4M SEBAGAI MATRIK TABLET LEPAS LAMBAT IBUPROFEN

OPTIMASI PERBANDINGAN KONSENTRASI XANTHAN GUM- HPMC K4M SEBAGAI MATRIK TABLET LEPAS LAMBAT IBUPROFEN OPTIMASI PERBANDINGAN KONSENTRASI XANTHAN GUM- HPMC K4M SEBAGAI MATRIK TABLET LEPAS LAMBAT IBUPROFEN LITA SANTOSO 2443006012 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2011 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tablet merupakan salah satu sediaan farmasi yang sangat digemari, karena bentuknya yang padat, mudah di bawa dan dapat menghasilkan efek yang cepat. Dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Dari jenis-jenis sediaan obat yang ada di pasaran, tablet merupakan bentuk sediaan yang paling

Lebih terperinci

FORMULASI TABLET LIKUISOLID PIROKSIKAM MENGGUNAKAN POLIETILEN GLIKOL 400 SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE LIEM AGNES KRISTANTY

FORMULASI TABLET LIKUISOLID PIROKSIKAM MENGGUNAKAN POLIETILEN GLIKOL 400 SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE LIEM AGNES KRISTANTY FORMULASI TABLET LIKUISOLID PIROKSIKAM MENGGUNAKAN POLIETILEN GLIKOL 400 SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE LIEM AGNES KRISTANTY 2443006056 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2010 ABSTRAK

Lebih terperinci

ANAK AGUNG BAGUS MARADI WISWA DAMANA

ANAK AGUNG BAGUS MARADI WISWA DAMANA PENGARUH VARIASI PERBANDINGAN RANITIDIN HIDROKLORIDA DENGAN EKSIPIEN AMILUM SINGKONG FULLY PREGELATINIZED TERHADAP SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSI TABLET Skripsi ANAK AGUNG BAGUS MARADI WISWA DAMANA 1008505087

Lebih terperinci

FORMULA TABLET SALUT FILM EKSTRAK KULIT BUAH DELIMA PUTIH (Punica granatum) MENGGUNAKAN KOLLICOAT PROTECT SEBAGAI PENYALUT STEFANY LUKE

FORMULA TABLET SALUT FILM EKSTRAK KULIT BUAH DELIMA PUTIH (Punica granatum) MENGGUNAKAN KOLLICOAT PROTECT SEBAGAI PENYALUT STEFANY LUKE FORMULA TABLET SALUT FILM EKSTRAK KULIT BUAH DELIMA PUTIH (Punica granatum) MENGGUNAKAN KOLLICOAT PROTECT SEBAGAI PENYALUT STEFANY LUKE 2443013005 PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, kemajuan dibidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan dalam meningkatkan mutu dan kualitas suatu obat, terutama dibidang

Lebih terperinci

OPTIMASI KONSENTRASI MAGNESIUM STEARAT, TALK DAN SODIUM STARCH GLYCOLATE

OPTIMASI KONSENTRASI MAGNESIUM STEARAT, TALK DAN SODIUM STARCH GLYCOLATE OPTIMASI KONSENTRASI MAGNESIUM STEARAT, TALK DAN SODIUM STARCH GLYCOLATE DALAM PEMBUATAN TABLET EKSTRAK DAUN PARE (Momordica charantia L.) DENGAN METODE CETAK LANGSUNG VALENTINE AGUNG PURWANDARI 2443007054

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI PVP K-30 DAN AC-DI-SOL TERHADAP MUTU FISIK TABLET ANTIPIRETIK EKSTRAK DAUN KEMANGI HUTAN (Ocimum sanctum L.)

PENGARUH KOMBINASI PVP K-30 DAN AC-DI-SOL TERHADAP MUTU FISIK TABLET ANTIPIRETIK EKSTRAK DAUN KEMANGI HUTAN (Ocimum sanctum L.) PENGARUH KOMBINASI PVP K-30 DAN AC-DI-SOL TERHADAP MUTU FISIK TABLET ANTIPIRETIK EKSTRAK DAUN KEMANGI HUTAN (Ocimum sanctum L.) HARRIS KRISTANTO 2443010044 PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS FARMASI UNIKA WIDYA

Lebih terperinci

IFNA ANGGAR KUSUMA K

IFNA ANGGAR KUSUMA K OPTIMASI FORMULA SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DAN GELATIN SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : IFNA ANGGAR KUSUMA K100040029

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. adalah obat yang menentang kerja histamin pada H-1 reseptor histamin sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. adalah obat yang menentang kerja histamin pada H-1 reseptor histamin sehingga 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tablet CTM digunakan sebagai antihistaminikum. Antihistaminikum adalah obat yang menentang kerja histamin pada H-1 reseptor histamin sehingga berguna dalam menekan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan populasi sebesar 256 juta jiwa. Indonesia menjadi negara terbesar kedua se-asia-pasifik yang sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

FORMULASI TABLET LIKUISOLID PIROKSIKAM MENGGUNAKAN PROPILEN GLIKOL SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE

FORMULASI TABLET LIKUISOLID PIROKSIKAM MENGGUNAKAN PROPILEN GLIKOL SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE FORMULASI TABLET LIKUISOLID PIROKSIKAM MENGGUNAKAN PROPILEN GLIKOL SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE HENDRIK 2443006006 FAKULTAS FARMASI UNIKA WIDYA MANDALA SURABAYA 2010 ABSTRAK FORMULASI TABLET LIKUISOLID

Lebih terperinci

Karakterisasi dan studi disolusi dispersi padat furosemida menggunakan polietilen glikol (PEG), talk dan PEG talk sebagai pembawa dispersi

Karakterisasi dan studi disolusi dispersi padat furosemida menggunakan polietilen glikol (PEG), talk dan PEG talk sebagai pembawa dispersi Majalah Yandi Syukri Farmasi Indonesia, 15 (1), 37 43, 2004 Karakterisasi dan studi disolusi dispersi padat furosemida menggunakan polietilen glikol (PEG), talk dan PEG talk sebagai pembawa dispersi Characterization

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR.. vii. DAFTAR ISI.. viii. DAFTAR GAMBAR. xi. DAFTAR TABEL. xiii. DAFTAR LAMPIRAN. xiv. INTISARI.. xv. ABSTRAC.

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR.. vii. DAFTAR ISI.. viii. DAFTAR GAMBAR. xi. DAFTAR TABEL. xiii. DAFTAR LAMPIRAN. xiv. INTISARI.. xv. ABSTRAC. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.. vii DAFTAR ISI.. viii DAFTAR GAMBAR. xi DAFTAR TABEL. xiii DAFTAR LAMPIRAN. xiv INTISARI.. xv ABSTRAC. xvi BAB I. PENDAHULUAN. 1 A. LATAR BELAKANG MASALAH.. 1 B. PERUMUSAN MASALAH..

Lebih terperinci

OPTIMASI FORMULA TABLET EKSTRAK ETANOL SALAM- SAMBILOTO MENGGUNAKAN GELATIN SEBAGAI PENGIKAT DAN AMILUM JAGUNG SEBAGAI PENGHANCUR

OPTIMASI FORMULA TABLET EKSTRAK ETANOL SALAM- SAMBILOTO MENGGUNAKAN GELATIN SEBAGAI PENGIKAT DAN AMILUM JAGUNG SEBAGAI PENGHANCUR OPTIMASI FORMULA TABLET EKSTRAK ETANOL SALAM- SAMBILOTO MENGGUNAKAN GELATIN SEBAGAI PENGIKAT DAN AMILUM JAGUNG SEBAGAI PENGHANCUR SARI DEWI SANTOSO 2443011037 PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring berjalannya waktu, industri farmasi di Indonesia terus mengalami perkembangan dalam setiap bidangnya, termasuk dalam bidang pengembangan formulasi dan teknologi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... i ii iii iv v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... x xi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara internasional obat dibagi menjadi 2 yaitu obat paten dan obat generik. Obat paten adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset dan memiliki masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (compression coating). Sekarang salut film enterik telah banyak dikembangkan. dan larut dalam usus halus (Lachman, et al., 1994).

BAB I PENDAHULUAN. (compression coating). Sekarang salut film enterik telah banyak dikembangkan. dan larut dalam usus halus (Lachman, et al., 1994). BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Penyalutan tablet dilakukan karena berbagai alasan, antara lain melindungi zat aktif dari udara, kelembaban atau cahaya, menutupi rasa dan bau yang tidak enak, membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi di bidang farmasi begitu pesat, termasuk pengembangan berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Bahan dan Alat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak daun sirih hijau (Piper betle, L) diperoleh dari PT. Borobudur Natural Herbal Industry,

Lebih terperinci

Beberapa hal yang menentukan mutu tablet adalah kekerasan tablet dan waktu hancur tablet. Tablet yang diinginkan adalah tablet yang tidak rapuh dan

Beberapa hal yang menentukan mutu tablet adalah kekerasan tablet dan waktu hancur tablet. Tablet yang diinginkan adalah tablet yang tidak rapuh dan BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini industri farmasi telah tumbuh dan berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut ditandai dengan adanya kemajuan di bidang teknologi farmasi, khususnya dalam pembuatan sediaan

Lebih terperinci

TEKNIK DISPERSI SOLIDA UNTUK MENINGKATKAN KELARUTAN IBUPROFEN DALAM BENTUK TABLET DENGAN MENGGUNAKAN AVICEL PH102 SEBAGAI PENGISI

TEKNIK DISPERSI SOLIDA UNTUK MENINGKATKAN KELARUTAN IBUPROFEN DALAM BENTUK TABLET DENGAN MENGGUNAKAN AVICEL PH102 SEBAGAI PENGISI TEKNIK DISPERSI SOLIDA UNTUK MENINGKATKAN KELARUTAN IBUPROFEN DALAM BENTUK TABLET DENGAN MENGGUNAKAN AVICEL PH102 SEBAGAI PENGISI EFFERLIN MULYANTI 2443006038 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA

Lebih terperinci