RENCANA PENGELOLAAN HUTAN (RPH) JANGKA PANJANG KPHL RINJANI BARAT PERIODE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RENCANA PENGELOLAAN HUTAN (RPH) JANGKA PANJANG KPHL RINJANI BARAT PERIODE"

Transkripsi

1 RENCANA PENGELOLAAN HUTAN (RPH) JANGKA PANJANG KPHL RINJANI BARAT PERIODE BALAI KPHL RINJANI BARAT DESEMBER 2012 ii

2 LEMBAR PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG PERIODE 2012 S/D 2021 KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG RINJANI BARAT Dinilai oleh : GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Disusun Oleh : KEPALA BALAI KPH RINJANI BARAT H. M. ZAINUL MAJDI Ir. MADANI MUKAROM, BSc.F., M.Si. NIP Disahkan di Jakarta Tanggal : An. MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPALA PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN REGIONAL II, Dr. Ir. TONNY R. SOEHARTONO, M.Sc iii

3 iv

4 PETA SITUASI iv

5 RINGKASAN EKSEKUTIF Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Rinjani Barat ditetapkan sebagai Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Model (KPHL Model) di Provinsi Nusa Tenggara Barat sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.785/Menhut-II/2009 tanggal 7 Desember 2009, dengal luas wilayah kerja berdasarkan pencadangan Menteri Kehutanan (Kepmenhut Nomor 337/Menhut/VII/2009 tanggal 15 Juni 2009) tercatat seluas Ha yang terdiri dari hutan lindung Ha, hutan produksi terbatas Ha, dan hutan produksi tetap Ha. Organisasi KPHL Model Rinjani Barat berbentuk UPTD, yaitu berupa UPTD Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan. Sebagai sebuah institusi pengelola di tingkat tapak, sebagaimana diamanatkan oleh PP No. 6 tahun 2007 jo PP No. 3 tahun 2008 pasal 9 mengenai fungsi dan tugas dari organisasi KPH, dimana salah satunya yaitu menyelenggarakan pengelolaan hutan berupa tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, maka KPHL Rinjani Barat harus mempunyai rencana pengelolaan yang merupakan roh penggerak seluruh kegiatan yang mengarahkan pada pencapaian tujuan dari pengelolaan hutan yang telah ditetapkan. Rencana pengelolaan yang terdiri dari rencana pengelolaan jangka panjang dan jangka pendek tersebut memuat setidaknya tujuan, strategi, kegiatan serta target kelayakan pengembangan pengelolaan hutan. Sudah tentu dalam penyusunan rencana pengelolaannya, KPH harus mengacu pada pada Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN), dalam hal ini RKTN , maupun kabupaten/kota dan memperhatikan aspirasi, nilai budaya masyarakat setempat, serta kondisi lingkungan serta Rencana Strategis (Renstra) Kementrian Kehutanan tahun Oleh karena itu, melalui kegiatan penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan (RPH) KPHL Rinjani Barat diharapkan informasi yang dimiliki oleh KPHL Rinjani Barat yang meliputi kondisi kawasan baik biofisik, sosial, ekonomi, kelembagaan dilengkapi dengan isu dan permasalahan serta tantangan yang dihadapinya dapat tersusun sebagai sebuah baseline data yang menjadi dasar dalam penentuan prioritas pengelolaan. Sehingga kedepannya dapat memberikan hasil yang sesuai dengan rencana dan target dari dibentuknya KPHL Rinjani Barat. Penyusunan RPH-KPHL Rinjani Barat ini nantinya menjadi landasan dan acuan pembangunan kehutanan tingkat tapak di wilayah KPHL Rinjani Barat. B a g i a n 1 Pendahuluan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Rinjani Barat sebagai sebuah institusi pengelola hutan di tingkat tapak, sebagaimana diamanatkan oleh PP No. 6 tahun 2007 jo PP No. 3 tahun 2008 pasal 9 mengenai fungsi dan tugas dari organisasi KPH, dimana salah v

6 satunya yaitu menyelenggarakan pengelolaan hutan berupa tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, maka KPHL Rinjani Barat harus mempunyai rencana pengelolaan yang merupakan roh penggerak seluruh kegiatan yang mengarahkan pada pencapaian tujuan dari pengelolaan hutan yang telah ditetapkan. Rencana pengelolaan yang terdiri dari rencana pengelolaan jangka panjang dan jangka pendek tersebut memuat setidaknya tujuan, strategi, kegiatan serta target kelayakan pengembangan pengelolaan hutan. Sudah tentu dalam penyusunan rencana pengelolaannya, KPH harus mengacu pada pada Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN), dalam hal ini RKTN , maupun kabupaten/kota dan memperhatikan aspirasi, nilai budaya masyarakat setempat, serta kondisi lingkungan maupun Rencana Strategis (Renstra) Kementrian Kehutanan tahun Oleh karena itu, melalui kegiatan penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan (RPH) KPHL Rinjani Barat diharapkan informasi yang dimiliki oleh KPHL Rinjani Barat, yang meliputi kondisi kawasan baik biofisik, sosial, ekonomi, kelembagaan dilengkapi dengan isu dan permasalahan serta tantangan yang dihadapinya, dapat tersusun sebagai sebuah baseline data yang menjadi dasar dalam penentuan prioritas pengelolaan. Sehingga kedepan dapat memberikan hasil yang sesuai dengan rencana dan target dari dibentuknya KPHL Rinjani Barat. Dokumen RPH-KPHL Rinjani Barat ini nantinya menjadi landasan dan acuan pembangunan kehutanan tingkat tapak di wilayah KPHL Rinjani Barat. Maksud Penyusunan RPH-KPHL ini adalah : 1. Menyediakan rencana pengelolaan (management plan) jangka panjang kurun waktu 10 tahun ( ) untuk mengarahkan pelaksanaan pengelolaan kawasan hutan pada setiap blok dan petak di wilayah KPHL Rinjani Barat. 2. Memberikan arahan bagi parapihak yang berkepentingan dalam kegiatan pembangunan kehutanan di wilayah KPHL Rinjani Barat. Adapun Tujuan Penyusunan RP-KPHL ini, antara lain : 1. Menyusun dokumen RPH-KPHL yang layak terap sesuai dengan kondisi blok dan petak. 2. Menyusun grand design RPH-KPHL yang terencana dan terukur, dan memiliki tata waktu sehingga kegiatan pembangunan kehutanan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien untuk memberikan hasil yang maksimal. vi

7 B a g i a n 2 Deskripsi Kawasan Berdasarkan letak astronomis, KPHL Rinjani Barat terletak antara 116º 02' 44" - 116º 28' 25" Bujur Timur dan 08º 17' 22" - 08º 34' 52" Lintang Selatan. Wilayah kelola KPHL Rinjani Barat termasuk dalam wilayah administrasi pemerintahan di dalam dua kabupaten yaitu KPHL Rinjani Gambar 1. Peta KPHL Rinjani Barat Kabupaten Lombok Barat yang terdiri dari Kecamatan (Narmada, Lingsar, Gunung Sari, Batulayar) dan Kabupaten Lombok Utara terdiri dari Kecamatan (Pemenang, Tanjung, Gangga, Kayangan dan Bayan). Berdasarkan kelompok hutan, wilayah KPHL Rinjani Barat meliputi Kelompok Hutan Rinjani (RTK 1), Kelompok Hutan Pandan Mas (RTK 2) dan Kelompok Hutan Ranget (RTK 6). Menurut wilayah pengelolaan DAS, sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor 147 Tahun 1999 Tentang Pembagian Sub Satuan Wilayah Sungai/Daerah Aliran Sungai di Satuan Wilayah Sungai Lombok dan Satuan Wilayah Sungai Sumbawa, wilayah kelola KPH Rinjani Barat masuk dalam 2 wilayah Pengelolaan DAS yaitu DAS Dodokan dan DAS Putik. Secara detail, letak wilayah kelola KPHL Rinjani Barat berdasarkan pembagian wilayah DAS dan administrasi pemerintahan dan kehutanan disajikan dalam tabel 1. dibawah ini. Berdasarkan letak geografis, batas-batas wilayah KPHL Rinjani Barat adalah sebagai berikut : Sebelah Utara : Laut Jawa, Sebelah Selatan : Samudera Indonesia, Sebelah Barat : Selat Lombok, dan Sebelah Timur : Taman Nasional Gunung Rinjani. Luas keseluruhan wilayah kerja Balai KPHL Rinjani Barat sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 337/Menhut/VII/2009 tercatat seluas Ha yang tersebar pada 3 (tiga) kelompok hutan (KH), yaitu ; (1) KH. Gunung Rinjani (RTK 1), (2) KH. Pandan Mas (RTK 2) dan (3) KH. Ranget (RTK 6). Berdasarkan fungsi hutannya, wilayah KPHL Rinjani Barat terdiri dari hutan lindung (HL) seluas Ha, hutan produksi terbatas (HPT) seluas Ha dan hutan produksi tetap (HP) seluas Ha. Secara detail, luas wilayah kerja Balai KPHL Rinjani Barat berdasarkan fungsi tiap kelompok seperti disajikan pada Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1. Luas Wilayah KPHL Rinjani Barat berdasarkan Kelompok dan Fungsi Hutan. No. Kelompok Hutan Fungsi Hutan (Ha) HL HPT HP Total (Ha) 1. Gunung Rinjani (RTK 1) , , ,30 2. Pandan Mas (RTK 2) 630, , vii

8 3. Ranget (RTK 6) 2, ,70 Jumlah Beberapa isu strategis bagi KPHL Rinjani Barat untuk segera ditindaklanjuti, antara lain: 1. Kondisi masyarakat di lingkar kawasan hutan yang masih miskin. 2. Pengelolaan sebagian kawasan hutan di wilayah KPH oleh masyarakat tanpa ijin pengelolaan. 3. Masih lemahnya organisasi pengelola kawasan hutan di tingkat tapak. 4. Belum seluruh wilayah KPHL Rinjani Barat tertata kedalam blok dan petak, serta banyaknya batas wilayah dalam keadaan rusak 5. Tingginya tingkat kekritisan lahan. Saat ini, lahan kritis di kawasan KPHL Rinjani Barat mencapai Ha (20%) dan apabila digabungkan dengan potensial kritis mencapai Ha atau hampir mencapai 50% dari seluruh kawasan hutan KPHL Rinjani Barat. 6. Kinerja DAS yang menurun. Hal ini ditandai dengan berkurangnya jumlah mata air dan menurunnya debit air, tingginya erosi, sedimentasi, ketidakseimbangan neraca air dan sebagainya, sehingga mempengaruhi kinerja DAS. 7. Belum optimalnya pemanfaatan kawasan hutan KPHL Rinjani Barat. B a g i a n 3 Visi dan Misi Pengelolaan Hutan Gambaran KPHL Rinjani Barat 10 tahun kedepan dituangkan dalam rumusan visi dan misi. Rumusan visi dan misi KPHL Rinjani Barat didasarkan atas kondisi, isu - isu strategis yang diangkat dari berbagai problematika yang menjadi tantangan dalam pengelolaan sumberdaya hutan di kawasan KPHL Rinjani Barat saat ini dan harapan di masa yang akan datang dengan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki. Sebagai bagian dari perangkat pembangunan, proses penyusunan visi dan misi KPHL Rinjani Barat diselaraskan dengan visi dan misi pembangunan nasional dan daerah pada umumnya serta sektor kehutanan pada khususnya. Merujuk pada Visi dan Misi Pembangunan Nasional dan Daerah serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2007, jo. PP Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan, maka Visi KPHL Rinjani Barat Tahun adalah Terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan sumberdaya hutan KPHL Rinjani Barat yang optimal secara partisipatif, kolaboratif dan berkelanjutan. Visi tersebut diupayakan pencapaiannya melalui beberapa misi sebagai berikut : 1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di lingkar kawasan KPHL Rinjani Barat. Misi ini bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang diindikasikan oleh meningkatnya pendapatan, meningkatnya lama sekolah, meningkatnya derajat kesehatan, menurunnya angka kemiskinan, dan terpenuhinya akses masyarakat terhadap layanan publik lainnya yang tersedia. viii

9 2. Memantapkan penataan kawasan Kesatuan pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Rinjani barat. Misi tersebut bertujuan tertatanya kawasan KPHL menjadi blok dan petak yang mantap sehingga praktek pengelolaan hutan lestari dapat diterapkan. 3. Membangun sistem dan mekanisme kelembagaan KPHL yg profesional, efektif dan efisien dalam pengelolaan SDH Rinjani Barat. Misi ini bertujuan untuk menyiapkan perangkat peraturan, penguatan kelembagaan KPHL dan peningkatan kapasitas SDM di organisasi KPHL Rinjani Barat. 4. Mengembangkan dan menguatkan kapasitas dan kelembagaan masyarakat untuk mendukung pengelolaan sumberdaya hutan berbasis nilai-nilai kearifan lokal. Misi ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan keterampilan masyarakat serta memberikan pengakuan terhadap nilai-nilai kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya hutan. 5. Melaksanakan perlindungan dan konservasi ekosistem KPHL Rinjani Barat. Misi ini bertujuan untuk menurunkan gangguan keamanan hutan dan hasil hutan sehingga laju degradasi hutan dapat dikendalikan melalui upaya-upaya pengamanan dan resolusi konflik serta pengembangan konservasi spesies dan genetik di kawasan hutan KPHL Rinjani Barat. 6. Memelihara dan meningkatkan fungsi ekosistem KPHL Rinjani Barat untuk menjamin kinerja DAS yang optimal dan berkelanjutan. Misi ini bertujuan untuk meningkatkan kondisi, fungsi dan daya dukung DAS sebagai basis pengelolaan ekosistem secara berkelanjutan. 7. Mengoptimalkan pemanfaatan SDH di kawasan KPHL Rinjani Barat secara efisien dan berkelanjutan. Misi ini bertujuan untuk mengoptimalkan pengelolaan hutan melalui pemanfaatan HHK, HHBK, jasa lingkungan dan wisata. Berdasarkan rumusan visi dan misi KPHL Rinjani Barat seperti diuraikan diatas dan dalam rangka tercapainya visi dan misi tersebut maka ada beberapa capaian utama yang diharapkan dapat terpenuhi selama kurun waktu 10 tahun ( ), sebagai berikut : 1. Terjadinya peningkatan pendapatan masyarakat sekitar wilayah KPHL Rinjani Barat, 2. Tertatanya blok dan petak seluas ha yang pengelolaannya dilakukan secara partisipatif, kolaboratif dan berkelanjutan, 3. Terlaksananya upaya-upaya resolusi konflik tenurial di wilayah KPHL Rinjani Barat yang penanganannya dilakukan berdasarkan skala prioritas, 4. Terbentuknya kelembagaan KPHL Rinjani Barat yang kuat dengan perangkat dan mekanisme kerja yang mantap, 5. Terehabilitasinya lahan kritis dan potensial kritis seluas ha di wilayah KPHL Rinjani Barat, 6. Terjadinya peningkatan kinerja DAS, 7. Turunnya gangguan terhadap keamanan hutan, 8. Terjadinya peningkatan pemahaman dan keterampilan masyarakat dalam melakukan upaya-upaya konservasi ekosistem. 9. Terbangunnya berbagai skema kerjasama antara KPHL Rinjani Barat dan masyarakat serta pemegang ijin pengelolaan (HKm, HTR, HTI) dalam mengelola kawasan hutan, ix

10 10. Terjadinya peningkatan kesadaran masyarakat yang diindikasikan oleh meningkatnya jumlah kelompok binaan pengelola kawasan hutan dan partsisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan, 11. Terbangunnya core business HHBK (bambu, kayu putih, ketak, karet, iles-iles, Camelina sativa, gula aren, MPTs), HHK (rajumas, sengon, kalimoro/udu) dan pengembangan jasa lingkungan dan penyedia sarana serta jasa wisata di lokasi blok pemanfaatan di wilayah tertentu. B a g i a n 4 Analisis dan Proyeksi Bagian ini merupakan ulasan teknis dari core business KPHL Rinjani Barat melalui proses analisis serta membuat proyeksi 10 tahun kedepan. Secara sistematis, bagian ini terdiri dari 4 sub bagian, yaitu ; 1) analisis dan proyeksi hasil hutan bukan kayu (HHBK), 2) analisis dan proyeksi hasil hutan kayu (HHK), 4) Analisis dan proyeksi Jasa Lingkungan dan 4) skema pengelolaan core business. Uraian ringkas ketiga sub bagian analisis dan proyeksi, sebagai berikut : Analisis dan proyeksi hasil hutan bukan kayu (HHBK) Analisa dan proyeksi HHBK diarahkan pada komoditi yang menjadi unggulan di wilayah KPHL Rinjani Barat, seperti ; bambu, kayu putih, ketak, karet, iles-iles dan kamelina sativa. Analisis dan proyeksi hasil hutan kayu (HHK) Analisa dan proyeksi HHK diarahkan pada komoditi yang menjadi unggulan di wilayah KPHL Rinjani Barat, seperti ; rajumas, sengon, dan kalimoro/udu. Analisis dan proyeksi jasa lingkungan Analisa dan proyeksi jasa lingkungan diarahkan pada pengelolaan sumberdaya air yang menjadi produk utama dari kawasan KPHL Rinjani Barat dan pengembangan ekowisata. Analisa dan proyeksi baik untuk HHBK maupun HHK difokuskan untuk menganalisa nilai ekonomi dan nilai lingkungan dari masing-masing komoditi. Nilai ekonomi yang dianalisa, meliputi ; (1) harga, (2) rantai nilai, (3) penyerapan tenaga kerja, (4) pendapatan usaha, dan (5) implikasi ekonomi dan PAD. Sedangkan nilai lingkungan yang dianalisa, antara lain; (1) fungsi konservasi, dan (2) fungsi pengganti kayu, khusus untuk komoditi HHBK. Secara skematis, analisa dan proyeksi core business KPHL Rinjani Barat disajikan dalam gambar dibawah ini. x

11 Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Analisa dan Proyeksi Hasil HutanKayu (HHK) Bambu Kayu Putih Ketak Karet Iles-iles Kamelina sativa Nilai Ekonomi Harga Rantai nilai Penyerapan tenaga kerja Pendapatan usaha Implikasi ekonomi dan PAD Nilai Lingkungan Rajumas Sengon Kalimoro/Udu Gambar : Skema Analisa dan Proyeksi Core Business KPHL Rinjani Barat Skema Pengelolaan Core Business Untuk mendukung pengelolaan core business berupa HHBK maupun HHK secara maksimal dalam rangka mewujudkan organisasi KPH yang mandiri maka perlu ada upaya untuk mendorong KPHL Rinjani Barat memiliki badan hukum yang memungkinkan pengelolaan core business berjalan sebagaimana mestinya. Bentuk badan hukum yang dapat menjadi alternatif pilihan untuk KPH yaitu Badan Layanan Umum (BLU) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). B a g i a n 5 Rencana Kegiatan Bentuk-bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan oleh KPHL Rinjai Barat selama kurun waktu 10 tahun ( ) diselaraskan dengan misi, capaian-capaian utama dan core business yang telah diuraikan pada bagian 3. Secara garis besar, kegiatan-kegiatan utama yang akan dilaksanakan oleh KPHL Rinjani Barat, antara lain: 1. Melakukan penataan blok dan petak seluas ha yang merupakan wilayah tertentu. Kegiatan ini akan dilaksanakan pada tahun pertama. 2. Memperkuat kelembagaan KPHL Rinjani Barat agar menjadi professional, efektif dan efisien. xi

12 3. Memperkuat kapasitas masyarakat termasuk kelembagaannya melalui pemberdayaan. 4. Melakukan upaya-upaya resolusi konflik tenurial di wilayah KPHL Rinjani Barat yang pelaksanaanya dilakukan berdasarkan skala prioritas. 5. Membangun core business HHBK (bambu, kayu putih, ketak, karet, iles-iles, kamelina sativa), HHK (rajumas, sengon, kalimoro/udu) dan pengembangan jasa lingkungan dan penyedia sarana serta jasa wisata di lokasi blok pemanfaatan di wilayah tertentu. Pembangunan core business ini dilakukan dalam rangka mendukung terwujudnya organisasi KPH yang mandiri. Selain itu, diharapkan dengan berkembangnya core business dapat berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan masyarakat di sekitar wilayah KPHL Rinjani Barat. Kegiatan awal yang akan dilakukan untuk pembangunan core business ini adalah melakukan studi dan inventarisasi untuk masing-masing komoditi baik HHBK maupun HHK. 6. Melakukan kegiatan rehabilitasi lahan kritis dan potensial kritis seluas ha di wilayah KPHL Rinjani Barat untuk mengembalikan fungsi-fungsi ekosistem yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap setiap tahunnya dan disesuaikan dengan ketersediaan anggaran. 7. Melaksanakan kegiatan perlindungan dan konservasi. xii

13 KATA PENGANTAR Salah satu upaya mewujudkan pembangunan kehutanan dan pengelolaan hutan yang lestari dalam pembangunan kehutanan nasional yang berkelanjutan adalah dengan adanya Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), yaitu wilayah pengelolaan hutan sesuai dengan fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. KPHL Rinjani Barat di Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Utara merupakan salah satu KPH yang telah ditetapkan Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.785/Menhut- II/2009 tanggal 7 Desember Untuk dapat memberikan acuan bagi pengelola KPH agar dapat menjalankan fungsi dan perannya dengan baik maka disusunlah dokumen Rencana Pengelolaan KPHL Rinjani Barat. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Rinjani Barat ini disusun berdasarkan pada Peraturan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Nomor P.5/VII-WP3H/2012 tentang Petunjuk Teknis Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) bekerjasama dengan Universitas Mataram dan dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar Tahun Anggaran Dokumen Rencana Pengelolaan KPHL Rinjani Barat ini memuat bagian-bagian pendahuluan, deskripsi kawasan, visi dan misi pengelolaan hutan, analisis dan proyeksi, rencana kegiatan, pembinaan pengawasan dan pengendalian, pemantauan evaluasi dan pelaporan dan penutup. Hal ini dimaksudkan agar KPHL Rinjani Barat dapat menjalankan dan mengaplikasikan sesuai dengan rencana pengelolaan yang telah disusun dan menjadi pedoman dalam kegiatan pengelolaan hutan jangka panjang dan menjadi acuan dalam penyusunan rencana derivatifnya dan pelaksanaannya. Disampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu baik dalam penyediaan data dan informasi, analisis data, penulisan serta pembahasan draft dokumen sehingga menjadi Dokumen Rencana Pengelolaan KPHL Rinjani Barat. Semoga bermanfaat sesuai dengan tujuannya. Mataram, Desember 2012 Kepala Balai KPH Rinjani Barat, Ir. MADANI MUKAROM, BSc.F., M.Si. NIP xiii

14 DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... ii Lembar Pengesahan... iii Peta Situasi... iv Ringkasan Eksekutif... v Kata Pengantar... xiii Daftar isi... xiv Daftar Tabel... xviii Daftar Gambar... xx Daftar Lampiran... xxi Daftar Lampiran Peta... xxii I. Pendahuluan Latar Belakang Maksud dan Tujuan Sasaran Dasar Hukum Ruang Lingkup Batasan Pengertian... 9 II. Deskripsi Kawasan Risalah Wilayah KPHL Rinjani Barat Luas Wilayah KPHL Rinjani Barat beserta Fungsi Hutan Aksesibilitas Kawasan Iklim KPHL Rinjani Barat Geologi dan Tanah KPHL Rinjani Barat Ketinggian Tempat dan Topografi KPHL Rinjani Barat Sejarah Wilayah KPHL Rinjani Barat Pembagian Blok dan Petak di KPHL Rinjani Barat xiv

15 2.2 Potensi Wilayah KPHL Rinjani Barat Penutupan Vegetasi Penutupan Vegetasi Hutan Lindung Penutupan Vegetasi Hutan Produksi Potensi Kayu dan Bukan Kayu Potensi Kayu dan Bukan Kayu pada Hutan Lindung Potensi Kayu dan Bukan Kayu pada Hutan Produksi Keberadaan Flora dan Fauna Langka Pada Hutan Lindung Jenis Flora Jenis Fauna Pada Hutan Produksi... ` Jenis Flora Jenis Fauna Potensi Jasa Lingkungan dan Wisata Alam Data dan Informasi Sosial Budaya Demografi Kondisi Sosial Ekonomi Budaya Kondisi Sosial Budaya Kondisi Ekonomi Kondisi Pendidikan Pola Hubungan Masyarakat dengan Hutan Kelembagaan Masyarakat Industri Kerajinan Industri Pengolahan HHBK Industri Sawmill Data Informasi Ijin-ijin Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan Pemanfaatan Kawasan Penggunaan Kawasan xv

16 2.5 Kondisi Posisi KPHL Rinjani Barat Dalam Perspektif Tata Ruang Wilayah dan Pembangunan Daerah Isu Strategis, kendala dan permasalahan III. Visi dan Misi Gambaran KPHL Rinjani Barat 10 Tahun Kedepan Capaian - Capaian Utama Yang Diharapkan IV. Analisis dan Proyeksi Hasil Hutan Bukan Kayu Bambu Harga Rantai Nilai Ketak Nilai Ekonomi Ketak Nilai Lingkungan Ketak Kayu Putih Nilai Ekonomi Kayu Putih Nilai Lingkungan Kayu Putih Iles-iles/Porang Nilai Ekonomi Iles-iles/Porang Nilai Lingkungan Hasil Hutan Kayu (HHK) Jasa Lingkungan Skema Pengelolaan Core Bussiness V. Rencana Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Inventarisasi Berkala Wilayah Kelola serta Penataan Hutan Rasionalisasi Wilayah Kelola Pengembangan Data Base Koordinasi dan Sinergi dengan Instansi dan Stakeholders Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas SDM xvi

17 5.7 Penyediaan Pendanaan Review Rencana Pengelolaan Penyelenggaraan koordinasi dan sinskronisasi antar Pemegang Izin Pembinaan dan Pemantauan (Controlling) pada Areal KPHL Rinjani Barat yang telah ada Izin Pemanfaatan maupun Penggunaan Kawasan Hutan Penyelenggaraan Rehabilitasi pada Areal di Luar Izin Pembinaan dan Pemantauan (Controlling) Pelaksanaan Rehabilitasi dan Reklamasi pada Areal yang Sudah Ada Ijin Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan Penyelenggaraan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Pemanfaatan Hutan pada Wilayah Tertentu Pengembangan Investasi VI. Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian Pembinaan Pengawasan Pengendalian VII. Pemantauan, Evaluasi dan pelaporan Pemantauan Evaluasi Pelaporan VIII. Penutup Lampiran-lampiran xvii

18 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Letak Wilayah KPHL Rinjani Barat berdasarkan DAS dan Administrasi Pemerintahan dan Kehutanan Tabel 2.2. Luas Wilayah KPHL Rinjani Barat berdasarkan Kelompok dan Fungsi Hutan Tabel 2.3. Pembagian Wilayah KPHL Rinjani Barat berdasarkan RPH dan Sektor Tabel 2.4. Aksesiblitas KPH Rinjani Barat Tabel 2.5. Kondisi Iklim di KPHL Rinjani Barat Tabel 2.6. Keadaan Geologi dan Tanah KPH Rinjani Barat Tabel 2.7. Ketinggian, Kelerengan dan Topografi KPH Rinjani Barat Tabel 2.8. Penutupan Lahan di Areal Hutan Lindung KPH Rinjani Barat Tabel 2.9. Pembagian Blok dan Petak di Hutan Lindung di KPHL Rinjani Barat Tabel Jenis Penutupan Lahan di Kawasan Hutan Produksi KPHL Rinjani Barat 27 Tabel Pembagian Blok dan Petak di Hutan Produksi KPHL Rinjani Barat Tabel Jenis Tanaman Penutupan Vegetasi di KPH Rinjani Barat dibagi Berdasarkan Blok Tabel Potensi Kayu dan Tanaman MPTs di Kawasan hutan Lindung KPHL Rinjani Barat Tabel Potensi Hutan Produksi berdasarkan Tingkatan Pohon dan Dominasi Jenis Pohon Rata-rata per Ha Lokasi Inventarisasi Tabel Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di Wilayah KPH Rinjani Barat 35 Tabel Kecamatan, Desa dan Dusun yang Mengelilingi Wilayah Kelola KPHL Rinjani Barat Tabel Perubahan Populasi di Kecamatan yang Melingkari KPHL Rinjani Barat Tabel Perubahan Populasi Penduduk Desa Sekitar KPHL Rinjani Barat xviii

19 Tabel Kondisi Penduduk Sekitar Kawasan Hutan KPHL Rinjani barat Tabel Kondisi Sosial Budaya berbagai Resort yang Masuk dalam Wilayah KPHL Rinjani Barat Tabel Kondisi Ekonomi Berbagai Resort yang Masuk dalam Wilayah KPHL Rinjani Barat Tabel Deskripsi Tingkat Pendidikan berbagai Resort yang Masuk dalam Wilayah KPHL Rinjani Barat Tabel Deskripsi Interaksi Masyarakat dengan Sumberdaya Hutan berbagai Resort yang Masul dalam Wilayah KPHL Rinjani Barat Tabel Gambaran Potensi Industri Kerajinan Berbagai Resort yang Masuk dalam Wilayah KPHL Rinjani Barat Tabel Gambaran Potensi Industri HHBK Resort yang Masuk dalam Wilayah KPHL Rinjani Barat Tabel Gambaran Potensi Industri Sawmill berbagai Resort yang Masuk dalam Wilayah KPHL Rinjani Barat Tabel Jenis Pemanfaatan Kawasan pada Hutan Produksi di Wilayah KPHL Model Rinjani Barat Tabel Jenis Penggunaan Kawasan Hutan pada Wilayah KPHL Model Rinjani Barat Tabel 4.1. Harga Rata-Rata Berbagai Jenis Bambu (Rp/batang) di Tingkat Petani di Provinsi NTB Tabel 4.2. Harga Rata-rata Berbagai Jenis Bambu (Rp/batang) di Tingkat Penjual di Provinsi NTB Tabel 4.3. Perkiraan pendapatan masyarakat dan pemerintah dalam kegiatan budidaya Rumput Ketak pada KPH Rinjani Barat Tabel 4.4. Perkiraan pendapatan masyarakat dan pemerintah dalam kegiatan budidaya tanaman Porang pada KPH Rinjani Barat xix

20 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Peta KPHL Rinjani Gambar 2.2. Peta Wilayah KPHL Rinjani Barat berdasarkan RPH Gambar 2.3. Peta Kondisi Tanah Wilayah KPH Rinjani Barat Gambar 2.4. Peta Kelerengan KPH Rinjani Barat Gambar 2.5. Peta Kondisi Penutupan Lahan KPH Rinjani Barat Gambar 2.6. Desa-desa di Sekeliling KPHL Rinjani Barat Gambar 2.7. Perubahan Penduduk Kecamatan di Sekitar KPHL Rinjani Barat Gambar 2.8. Jumlah Penduduk, Kepadatan dan Rumah Tangga Berbagai Resort yang Masuk Dalam Wilayah KPHL Rinjani Barat Gambar 2.9. Rata-rata Anggaran Rumah Tangga dan Sex Ratio Gambar Jumlah Sarana Pendidikan Berbagai Resort Dalam Wilayah KPHL Rinjani Barat Gambar Peta Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan KPHL Rinjani Barat Gambar 4.1. Skema Alur Rantai Nilai Tanaman Bambu mulai dari Petani sampai Art Shop Untuk Satu Batang Bambu Jenis Tali dan Galah Gambar 4.2. Skema Analisa dan Proyeksi Core Business KPHL Rinjani Barat Gambar 5.1. Peta Pembagian Blok dan Petak Wilayah Kelola KPHL Rinjani Barat xx

21 DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan di KPHL Rinjani Barat. 2. Peta Pembagian Blok dan Petak Kawasan Hutan di KPHL Rinjani Barat 3. Rencana Kegiatan KPHL Rinjani Barat xxi

22 DAFTAR LAMPIRAN PETA 4. Peta Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Rinjani Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat Skala 1 : Peta Penutupan Lahan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Rinjani Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat Skala 1 : Peta Pembagian DAS Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Rinjani Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat Skala 1 : Peta Sebaran Potensi Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Rinjani Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat Skala 1 : Peta Aksesibilitas Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Rinjani Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat Skala 1 : Peta Blok / Petak Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Rinjani Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat Skala 1 : Peta Keberadaan Ijin Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Rinjani Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat Skala 1 : Peta Jenis Tanah Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Rinjani Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat Skala 1 : Peta Iklim Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Rinjani Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat Skala 1 : Peta Geologi Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Rinjani Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat Skala 1 : xxii

23 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang erat kaitannya dengan kehidupan umat manusia, penting dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesarbesarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Sifat hutan yang khas dengan keanekaragaman komponen penyusunnya, memiliki keragaman peluang pemanfaatan untuk kepentingan antar generasi dengan siklus usaha yang panjang, yang bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat umum. Pengelolaan hutan mempunyai karakteristik yang tidak dapat disamakan dengan kegiatan pengelolaan sumberdaya alam lainnya, karena disamping untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan masyarakat, juga harus memperhatikan sifat, karakteristik dan keutamaannya, sehingga tidak mengubah fungsi pokoknya, meliputi fungsi konservasi, lindung dan produksi. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan dalam pengelolaan hutan agar ketiga fungsi tersebut dapat berjalan secara simultan, sebagai pendukung dalam pembangunan ekonomi melalui produksi hasil hutan kayu dan bukan kayu, perlindungan wilayah melalui konservasi tanah dan air serta pelestarian keanekaragaman hayati guna kepentingan jangka panjang bagi generasi sekarang dan mendatang. Salah satu strategi yang ditempuh untuk dapat mewujudkan keberlanjutan dari fungsi dan peranan hutan adalah dukungan kebijakan yang tepat melalui penerapan pengelolaan hutan dengan pendekatan ekosistem. Kebijakan pengelolaan dengan pendekatan ekosistem merupakan kebijakan pengelolaan yang mengedepankan keseimbangan ekosistem, dimana pola pengelolaan lebih berorientasi pada proses yang melihat keragaman dari elemen pembentuk hutan. Pergeseran paradigma pengelolaan dari pengelolaan yang mengedepankan produksi utama hutan berupa kayu (timber based management) ke pengelolaan - 1 -

24 berbasis ekosistem ini didasarkan pada kondisi sumberdaya hutan yang semakin hari fungsinya semakin menurun dan semakin dipahaminya bahwa nilai manfaat yang dihasilkan dari keberadaan hutan dengan kondisi yang baik jauh melebihi nilai hasil hutan kayu yang selama ini menjadi hasil utama yang diekstrak dari hutan. Hal ini diperkuat dengan pengalaman pengelolaan selama kurun waktu tahun 1980-an sampai 2000-an dimana kebijakan pembangunan lebih berorientasi pada produksi kayu. Walaupun di era tersebut sektor kehutanan memberikan sumbangan devisa negara yang cukup besar bagi Pembangunan Nasional, namun karena kebijakan yang kurang tepat tersebut menyebabkan kondisi hutan berada pada posisi sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan data analisis kementerian kehutanan, laju deforestasi hutan adalah seluas 1,8 juta ha/tahun, kemudian meningkat pada periode menjadi 2,8 juta ha/tahun, dan menurun lagi pada periode sebesar 1,08 juta ha/tahun. Kondisi hutan yang kritis tersebut di atas, akan membawa dampak yang buruk bagi kehidupan umat manusia dan lingkungannya dengan meningkatnya frekuensi banjir dan tanah longsor, pemanasan global, serta perubahan iklim yang sulit diprediksi. Upaya-upaya pembangunan terus dilakukan untuk menekan laju kerusakan hutan tersebut, hingga kondisi hutan dapat berfungsi secara optimal. Berbagai kebijakan dari pemerintah pusat telah diluncurkan dengan harapan akan terwujudnya kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat serta sekaligus mengakomodasikan tuntutan dan kepentingan pemerintah daerah. Salah satu bentuk konkret kebijakan yang diinisiasi Kementerian Kehutanan adalah kebijakan Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), yang telah diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 41 tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 jo Peraturan Pemerintah No. 3 tahun Kebijakan tersebut telah menegaskan bahwa seluruh kawasan hutan di Indonesia akan dibagi dan dibentuk kedalam unit-unit KPH. KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai dengan fungsi pokok dan peruntukkannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. Dengan demikian KPH - 2 -

25 merupakan organisasi lapangan unit pengelolaan hutan terkecil sampai tingkat tapak (Blok/Petak), yang menurut dominasi luas fungsi hutan-nya dapat berupa Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK). Pembentukan Organisasi/Kelembagaan KPH merupakan program prioritas Pembangunan Nasional, yang telah diamanatkan dalam Inpres Nomor 3 tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan, dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.51/Menhut-II/2010 tentang Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kehutanan Tahun Pembentukan dan operasionalisasi organisasi KPH tersebut perlu dilakukan percepatan dalam rangka menyelesaikan persoalanpersoalan dalam pengelolaan hutan di Indonesia (Bappenas, 2012). Pembentukan KPH di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dilaksanakan pada periode tahun , yang dimulai dengan kegiatan penyusunan arahan dan peta rancang bangun pembagian wilayah KPH. Selanjutnya peta hasil rancang bangun tersebut disepakati para Kepala Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan, para Kepala Dinas yang menangani urusan Kehutanan di Provinsi/Kabupaten/Kota, disetujui seluruh Bupati/Walikota, serta disetujui dan diusulkan Gubernur NTB kepada Menteri Kehutanan. Dalam periode tersebut, secara simultan diusulkan pembentukan Organisasi Tata Kerja Kelembagaan KPH, sehingga tertuang dalam Peraturan Daerah NTB Nomor 7 Tahun 2008 dan Peraturan Gubernur NTB Nomor 23 Tahun Penetapan Wilayah KPH NTB terbit sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 337/MENHUT-VII/2009, yang di dalamnya telah membagi seluruh kawasan hutan lindung dan hutan produksi di Provinsi NTB seluas ± Ha, kedalam 23 unit KPH, yang terdiri dari 12 unit KPHP (seluas ± Ha), dan 11 unit KPHL (seluas ± Ha). Berdasarkan kewenangan dalam pengelolaannya terdiri dari 7 unit KPH Provinsi (lintas kab/kota) dan 16 unit KPH Kabupaten, sedangkan sisanya merupakan kawasan hutan konservasi (KPHK) yang menjadi kewenangan Kementerian Kehutanan

26 Penetapan wilayah KPH di NTB tersebut, memberikan ruang pengelolaan yang secara spasial relatif cukup efektif sebagai satu kesatuan wilayah kelola secara teritorial oleh suatu kelembagaan yang spesifik dalam bentuk KPH, sehingga dapat memberi dampak terhadap pengelolaan hutan yang lebih optimal. Komitmen Pemerintah Provinsi NTB dalam mendukung pembangunan KPH, telah dituangkan dalam RPJMD NTB tahun dan Rencana Strategis Dinas Kehutanan NTB Tahun , dengan target indikator kinerja utama (IKU) adalah beroperasinya 3 unit organisasi KPH Model. Dalam rangka mewujudkan komitmen tersebut, pada tahun 2009 telah diusulkan KPHL Rinjani Barat sebagai KPH Model pertama di Provinsi NTB, dengan pertimbangan antara lain; (1). wilayah kerja KPHL Rinjani Barat, merupakan hulu sungai dan daerah tangkapan air (catchment area) DAS/Sub DAS yang menjadi kebutuhan vital (air minum, irigasi, dll) masyarakat pada 4 wilayah Kabupaten/Kota, meliputi Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Utara dan Kota Mataram; (2). terdapat beberapa lokasi kegiatan/program kehutanan yang dikembangkan partisipatif, serta menjadi percontohan yang sering dikunjungi berbagai lembaga baik nasional maupun internasional; (3). mempunyai potensi obyek daya tarik wisata alam yang mendukung pariwisata di NTB, seperti potensi air terjun (Sindang Gila, Tiu Teja, Tiu Pupus, Sekeper, Kerta Gangga, Trenggulis dan Timponan dll), panorama Ngarai Tete Batu, dan berbagai panorama alam hutan yang berbatasan dengan Pantai Batu Bolong, Pantai Senggigi, Pantai Malimbu, Pantai Nipah dll; (4). terdapat beberapa kawasan hutan yang dikelola masyarakat adat; (5). sebagian masyarakat sekitar hutan sudah mengembangkan wirausaha dengan bahan baku utama berupa hasil hutan bukan kayu (HHBK) dari kawasan hutan seperti kerajinan ketak (pakis kawat), bambu dan cukli, industri dodol nangka/duren, emping melinjo, keripik pisang, gula aren, serta usaha bibit gaharu dll; (6). mempunyai lokasi yang sangat strategis, karena merupakan KPHL yang terdekat dengan ibukota provinsi dan berdasarkan RTRW Provinsi NTB berbatasan dengan kawasan provinsi strategis 1 Senggigi; serta (7). sebagian besar kawasannya berbatasan dengan pemukiman dengan tingkat kepadatan penduduk cukup tinggi (rata-rata ± 474 jiwa/km²)

27 Atas dasar usulan tersebut, Menteri Kehutanan telah menetapkan KPH Rinjani Barat sebagai KPHL Model Nasional, yang terletak di Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Lombok Utara, dengan luas wilayah kerja ± Ha (Keputusan Nomor SK. 785/Menhut-II/2009). KPHL Rinjani Barat sebagai sebuah institusi pengelola hutan di tingkat tapak, dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya perlu dilandasi acuan kerja berupa Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan (RPH-JP KPH). RPH-JP KPH harus tepat, handal, luwes, dan mampu menghadapi perubahan/ dinamika tatanan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat yang sulit diduga. Atas dasar itu, maka RPH-JP KPH disusun dengan memperhatikan kondisi lingkungan, aspirasi dan nilai budaya masyarakat setempat, mengacu pada Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) dan Rencana Strategis (Renstra) Kementrian Kehutanan, Rencana Kehutanan Provinsi dan Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kehutanan Provinsi NTB, serta diselaraskan dengan kebijakan pembangunan Nasional (RPJMN) dan Daerah (RPJMD). Dengan demikian RPH-JP KPH tersebut menjadi baseline data dalam penentuan prioritas pengelolaan hutan di tingkat tapak. RPH-JP KPHL Rinjani Barat merupakan rencana induk dan roh penggerak seluruh aspek kegiatan pengelolaan hutan jangka panjang (10 tahunan) untuk periode , yang memuat unsur-unsur tujuan yang akan dicapai, kondisi yang dihadapi, dan strategi pengembangan pengelolaan hutan, meliputi; tata hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam. Seluruh kegiatan pengelolaan hutan tersebut dikemas dengan kerangka pemberdayaan masyarakat, dalam rangka menuju pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari berlandaskan sinergitas basis ekologi, ekonomi dan sosial

28 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud Penyusunan RPH-JP KPHL adalah : 1. Menyediakan dokumen rencana pengelolaan hutan jangka panjang, dengan kurun waktu 10 tahun untuk periode , yang mengarahkan penyelengaraan pengelolaan hutan pada wilayah KPHL Rinjani Barat. 2. Memberikan arahan bagi parapihak yang berkepentingan dalam kegiatan pembangunan kehutanan di wilayah KPHL Rinjani Barat. Tujuan Penyusunan RPH-JP KPHL, antara lain : 1. Menetapkan Visi dan Misi Pengelolaan Hutan KPHL Rinjani Barat. 2. Menetapkan Proyeksi Kondisi Wilayah KPHL Rinjani Barat dalam waktu 10 tahun yang akan datang. 3. Menyusun Rencana Kegiatan Strategis Pengelolaan Hutan selama 10 tahun (periode ) yang terencana dan terukur dengan tata waktu sesuai skala prioritas sehingga dapat dilaksanakan secara efisien dan lestari berlandaskan sinergitas basis ekologi, ekonomi dan sosial. 1.3 Sasaran Sasaran lokasi RPH-JP KPHL Rinjani Barat berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 337/MENHUT-VII/2009 meliputi; sebagian Kelompok Hutan (KH) Gunung Rinjani (RTK 1), KH.Pandan Mas (RTK 2) dan KH. Ranget (RTK 6), dengan luas wilayah Ha. Sedangkan sasaran pengelolaan yang hendak dicapai adalah : 1. Tersusunnya arahan rencana pengelolaan wilayah KPHL Rinjani Barat yang memuat tujuan pengelolaan yang akan dijabarkan secara jelas berdasarkan kondisi-kondisi yang dihadapi melalui : a. Penelaahan kondisi terkini wilayah KPHL Rinjani Barat dari aspek ekologi yang berkaitan dengan ; a). kondisi fisik wilayah antara lain meliputi : jenis tanah, iklim, ketinggian, geomorfologi, kelerengan, penutupan vegetasi, b). kondisi hutan yang meliputi : lahan kritis, jenis dan volume tegakan hutan, sebaran - 6 -

29 vegetasi, flora dan fauna, potensi non kayu, dan c) kondisi sumberdaya air dan Daerah Aliran Sungai (DAS); b. Penelaahan kondisi ekonomi yang berkaitan dengan ; a). aksesibilitas wilayah KPHL Rinjani Barat, b). potensi pendukung ekonomi sekitar wilayah KPHL Rinjani Barat, antara lain meliputi : industri kehutanan sekitar wilayah KPHL Rinjani Barat, peluang ekonomi yang dapat dikembangkan, keberadaan lembaga-lembaga ekonomi pendukung kawasan, c). batas administrasi pemerintahan, dan d). nilai tegakan hutan baik kayu maupun non kayu termasuk karbon dan jasa lingkungan; c. Penelaahan kondisi sosial yang berkaitan dengan ; a). perkembangan demografi sekitar kawasan, b). pola-pola hubungan sosial masyarakat dengan hutan, c). keberadaan kelembagaan masyarakat, d). pola penguasaan lahan oleh masyarakat di dalam dan sekitar kawasan dan e). Potensi konflik sekitar kawasan. 2. Tersusunnya arahan rencana yang memuat strategi serta kelayakan pengembangan pengelolaan hutan yang meliputi rancangan tata hutan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan hutan, konservasi alam, pengembangan dan penguatan kapasitas masyarakat berbasis nilai-nilai kearifan lokal untuk mendukung pengelolaan kawasan hutan KPHL Rinjani Barat. 3. Tersusunnya arahan rencana pengembangan kelembagaan KPHL Rinjani Barat yang memuat pengembangan SDM, pengadaan sarana dan prasarana, pembiayaan kegiatan, dan kegiatan lainnya menuju lembaga pengelolaan hutan yang profesional, efektif dan efisien. 1.4 Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan RPH-JP KPHL Rinjani Barat terdiri dari : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan

30 4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Provinsi, dan Pemerintahan Kabupaten/Kota. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Jo Nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan. 7. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. 8. Permenhut Nomor P.37/Menhut-II/2007, jo. Permenhut Nomor P.54/Menhut- II/2011 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-Ii/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan. 9. Permenhut Nomor P.68/Menhut-II/2008 tentang Penyelenggaraan Demonstration Activities Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan 10. Permenhut Nomor P.6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah KPH, 11. Permenhut Nomor P.30/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD) 12. Permenhut Nomor P.32/Menhut-II/2009, jo. Permenhut Nomor P.12/Menhut- II/2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.32/Menhut-Ii/2009 Tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan Dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTK RHL-DAS), 13. Permenhut Nomor P.36/Menhut-II/2009, tentang Tata Cara Perizinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan Dan/Atau Penyimpanan Karbon Pada Hutan Produksi Dan Hutan Lindung. 14. Permenhut Nomor P.6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pengelolaan Hutan pada Kesatuan Pengeloaan Hutan Lindung (KPHL) dam Kesatuan Pengeloaan Hutan Produksi (KPHP). 15. Permenhut Nomor P.37/Menhut-V/2010 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan. 16. Permenhut Nomor P.39/Menhut-II/2010 tentang Pola Umum, Kriteria, Dan Standar Rehabilitasi Dan Reklamasi Hutan

31 17. Permenhut Nomor P.42/Menhut-II/2010 tentang Sistem Perencanaan Kehutanan, 18. Permenhut Nomor P.51/Menhut-II/2010 tentang Rencana Strategis Kehutanan Permendagri Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi di Daerah. 20. Permenhut Nomor P.18/Menhut-II/2011, jo. Permenhut Nomor P.38/Menhut- II/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/Menhut-Ii/2011 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. 21. Permenhut Nomor P.41/Menhut-II/2011, Jo. Permenhut Nomor P.54/Menhut- II/2011 tentang Perubahan Atas Permenhut Nomor P.41/Menhut-II/2011 tentang Standar Fasilitasi Sarana Dan Prasarana Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Model Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model. 22. Permenhut Nomor P.42/Menhut-II/2011 tentang Standar Kompetensi Bidang Teknis Kehutanan Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi. 23. Permenhut Nomor P.49/Menhut-II/2011 tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional Permenhut Nomor P.55/Menhut-II/2011 tentang Tata Cara Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat Dalam Hutan Tanaman. 25. Permenhut Nomor P.57/Menhut-II/2011 tentang Rencana Kerja Kementerian Kehutanan tahun Permenhut Nomor P.63/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Penanaman Bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai. 27. Permenhut Nomor P.20/Menhut-II/2012 tentang Penyelenggaraan Karbon Hutan. 28. Permenhut Nomor P.22/Menhut-II/2012 tentang Pedoman Kegiatan Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam Pada Hutan Lindung

32 29. Permenhut Nomor P.9/Menhut-II/2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Kegiatan Pendukung Dan Pemberian Insentif Kegiatan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan. 30. Permenhut Nomor P.39/Menhut-II/2013 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat Melalui Kemitraan Kehutanan. 31. Permenhut Nomor P.46/Menhut-II/2013 tentang Tata Cara Pengesahan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi. 32. Permenhut Nomor P.47/Menhut-II/2013 tentang Pedoman, Kriteria Dan Standar Pemanfaatan Hutan Di Wilayah Tertentu Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi. 33. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 337/Menhut-VII/2009 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Provinsi NTB. 34. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 785/Menhut-II/2009 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Rinjani Barat, Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Lombok Utara, Provinsi NTB. 35. Peraturan Dirjen Planologi Nomor P.5/VIII-WP3H/2012 tentang Petunjuk Teknis Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan. 36. Peraturan Daerah Nusa Tenggara Barat Nomor 7 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 37. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat No. 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor 23 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) pada Dinas Daerah Dan Unit Pelaksana Teknis Badan (UPTB) pada Inspektorat, Bappeda dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 39. Surat Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor 147 Tahun 1999 Tentang Pembagian Sub Satuan Wilayah Sungai/Daerah Aliran Sungai di Satuan Wilayah Sungai Lombok dan Satuan Wilayah Sungai Sumbawa. 40. Rencana Strategik (Renstra) Dinas Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Barat Periode

33 41. Buku dan Peta Pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun Berita Acara dan Peta Tata Batas Kawasan Hutan (BATB) KH. Gunung Rinjani (RTK.1), KH. Ranget (RTK.6) dan KH. Pandan Mas (RTK. 2). 1.5 Ruang Lingkup Ruang Lingkup Penyusunan RPH-JP KPHL Rinjani Barat, meliputi : 1. Pendahuluan, berisi ; latar belakang, maksud dan tujuan, sasaran, dasar hukum, ruang lingkup, dan pengertian. 2. Deskripsi Kawasan KPHL Rinjani Barat, yang terdiri dari : a). Risalah wilayah (letak, luas, aksesibilitas kawasan, batas-batas, sejarah wilayah, dan pembagian blok), b). Potensi wilayah (penutupan vegetasi, potensi kayu dan bukan kayu, keberadaan flora dan fauna langka, potensi jasa lingkungan dan wisata alam), c). Data dan informasi sosial budaya masyarakat di dalam dan sekitar hutan termasuk keberadaan masyarakat hukum adat, d). Data dan informasi ijin-ijin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan di dalam wilayah kelola, e). Kondisi posisi KPHL Model Rinjani Barat dalam perspektif tata ruang wilayah dan pembangunan daerah, dan f). Isu strategis, kendala dan permasalahan. 3. Kebijakan, berisi : diisi ringkasan di Bab Kebijakan 4. Visi dan Misi Pengelolaan Hutan, berisi ; proyeksi KPHL Model Rinjani Barat di masa depan serta target capaian-capaian utama yang diharapkan. 5. Analisis dan Proyeksi, meliputi : a). Analisi data dan informasi yang tersedia saat ini (baik data primer maupun data sekunder), b). Proyeksi kondisi wilayah KPHL Model Rinjani Barat di masa yang akan datang dan c). Analisa dan proyeksi core business. 6. Rencana Kegiatan, terdiri dari : a). Pemberdayaan masyarakat, b). Inventarisasi berkala wilayah kelola dan penataan hutan, b). Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu, c). Rasionalisasi wilayah kelola, d). pengembangan database, e). Review rencana pengelolaan (minimal 5 tahun sekali), f). Pembinaan dan pemantauan (controlling) pada areal KPHL yang telah ada ijin pemanfaatan maupun

34 penggunaan kawasan hutan, g). Penyelenggaraan rehabilitasi pada areal di luar ijin, i). Pembinaan dan pemantauan (controlling) pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi pada areal yang sudah ada ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, j). Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam, h). Penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang ijin, k). koordinasi dan sinergi dengan instansi dan stakeholder terkait, l). penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM, m). Penyediaan pendanaan, n). Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu dan o). Pengembangan investasi 7. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian 8. Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan 9. Penutup 10. Lampiran, meliputi : a). Peta pemanfaatan dan penggunaan kawasa, b) Peta pembagian blok dan petak dan c) Rencana Kegiatan KPHL Rinjani Barat. 1.6 Batasan Pengertian 1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan; 2. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 3. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. 4. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. 5. Pengurusan Hutan adalah kegiatan penyelenggaraan hutan yang meliputi perencanaan kehutanan, pengelolaan hutan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, serta penyuluhan kehutanan dan pengawasan

35 6. Pengelolaan Hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam. 7. Perencanaan Kehutanan adalah proses penetapan tujuan, penetuan kegiatan dan perangkat yang diperlukan dalam pengurusan hutan lestari untuk memberikan pedoman dan arah guna menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan. 8. Penataan Hutan (Tata Hutan) adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan, mencakup pengelompokan sumber daya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung didalamnya dengan tujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari. 9. Inventarisasi Hutan adalah suatu rangkaian kegiatan yang terdiri dari penataan batas, inventarisasi hutan, pembagian hutan, pembukaan wilayah hutan, pengukuran dan pemetaan. 10. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. 11. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) adalah kesatuan pengelolaan hutan yang luas wilayahnya seluruhnya atau didominasi oleh kawasan hutan lindung. 12. KPH Model adalah wujud awal dari KPH yang secara bertahap dikembangkan menuju situasi dan kondisi aktual organisasi KPH di tingkat tapak. 13. Resort Pengelolaan Hutan adalah kawasan hutan dalam wilayah KPH yang merupakan bagian dari wilayah KPH yang dipimpin oleh Kepala Resort KPH dan bertanggungjawab kepada Kepala KPH. 14. Blok Pengelolaan pada wilayah KPH adalah bagian dari wilayah KPH yang dibuat relatif permanen untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan. 15. Petak adalah bagian dari Blok dengan luasan tertentu dan menjadi unit usaha pemanfaatan terkecil yang mendapat perlakuan pengelolaan dan silvikultur yang sama

36 16. Wilayah tertentu adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum menarik bagi pihak ketiga untuk mengembangkan usaha pemanfaatannya. 17. Rencana Pengelolaan Hutan KPH adalah rencana pada kesatuan pengelolaan hutan yang memuat semua aspek pengelolaan hutan dalam kurun jangka panjang dan pendek, disusun berdasarkan hasil tata hutan dan rencana kehutanan, dan memperhatikan aspirasi, peran dan nilai budaya masyarakat serta kondisi lingkungan dalam rangka pengelolaan kawasan hutan yang lebih intensif untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dan lestari. 18. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang adalah rencana pengelolaan hutan pada tingkat strategis berjangka waktu 10 (sepuluh) tahun atau selama jangka benah pembangunan KPH. 19. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek adalah rencana pengelolaan hutan berjangka waktu satu tahun pada tingkat kegiatan operasional berbasis petak/blok. 20. Penggunaan Kawasan Hutan adalah kegiatan penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi pokok kawasan hutan. 21. Hutan/Lahan Kritis adalah hutan/lahan yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai media pengatur tata air dan unsur produktivitas lahan sehingga menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem DAS. 22. Reboisasi adalah upaya penanaman jenis pohon hutan pada kawasan hutan rusak yang berupa lahan kosong, alang-alang, atau semak belukar untuk mengembalikan fungsi hutan. 23. Reklamasi Hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. 24. Revegetasi adalah usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang rusak melalui kegiatan penanaman dan pemeliharaan pada lahan bekas penggunaan kawasan hutan

37 25. Pemeliharaan Hutan adalah kegiatan untuk menjaga, mengamankan, dan meningkatkan kualitas tanaman hasil kegiatan reboisasi, penghijauan jenis tanaman, dan pengayaan tanaman. 26. Pengayaan tanaman adalah kegiatan memperbanyak keragaman dengan cara pemanfaatan ruang tumbuh secara optimal melalui penanaman pohon. 27. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. 28. Hutan Kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat. 29. Hutan Tanaman Industri (HTI) adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. 30. Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. 31. Pemanfaatan Hutan adalah bentuk kegiatan pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya. 32. Pemanfaatan Kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi utamanya. 33. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya

38 34. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. 35. Pemungutan Hasil Hutan Kayu dan/atau Bukan Kayu adalah kegiatan untuk mengambil hasil hutan baik berupa kayu dan/atau bukan kayu dengan batasan waktu, luas dan/atau volume tertentu. 36. Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) adalah pungutan yang dikenakan kepada pemegang izin sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil hutan yang dipungut dari hutan negara. 37. Dana Reboisasi (DR) adalah dana yang dipungut dari pemegang IUPHHK dalam hutan alam pada hutan produksi untuk mereboisasi dan merehabilitasi hutan. 38. Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. 39. Pemanfaatan Jasa Lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya. 40. Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam adalah keseluruhan kegiatan yang bertujuan untuk menyediakan sarana dan jasa yang diperlukan oleh wisatawan/pengunjung dalam pelaksanaan kegiatan wisata alam, mencakup usaha obyek dan daya tarik, penyediaan jasa, usaha sarana, serta usaha lain yang terkait dengan wisata alam. 41. Wisata Alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam di kawasan hutan lindung. 42. Pemberdayaan masyarakat setempat melalui Kemitraan Kehutanan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal dan adil melalui

39 Kemitraan Kehutanan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. 43. Masyarakat setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari warga negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam dan/atau di sekitar hutan, yang bermukim di dalam dan di sekitar kawasan hutan yang memiliki komunitas sosial dengan kesamaan mata pencaharian yang bergantung pada hutan dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan. 44. Kemitraan Kehutanan adalah kerjasama antara masyarakat setempat dengan Pemegang Izin pemanfaatan hutan atau Pengelola Hutan, Pemegang Izin usaha industri primer hasil hutan, dan/atau Kesatuan Pengelolaan Hutan dalam pengembangan kapasitas dan pemberian akses, dengan prinsip kesetaraan dan saling menguntungkan. 45. Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. 46. Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi. 47. Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi. 48. Kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan. 49. Evaluasi adalah suatu proses untuk mengukur pencapaian suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan serta dilakukan secara sistematik dan teratur, hasilnya digunakan sebagai umpan balik untuk perbaikan pelaksanaan perencanaan selanjutnya. 50. Pengendalian adalah suatu proses atau upaya untuk mengurangi atau menekan penyimpangan yang mungkin terjadi, sehingga diperoleh suatu hasil sesuai dengan yang telah ditetapkan melalui pemantauan, pengawasan dan penilaian kegiatan. 51. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan 52. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 53. Gubernur adalah Gubernur Nusa Tenggara Barat

40 II. DESKRIPSI KAWASAN 2.1. Risalah Wilayah Letak Wilayah Berdasarkan letak geografis, KPHL Rinjani Barat terletak antara 116º 02' 44" - 116º 28' 25" Bujur Timur dan 08º 17' 22" - 08º 34' 52" Lintang Selatan. Letak dan batas wilayah KPHL Rinjani Barat seperti pada Gambar 2.1 antara lain : Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Barat Sebelah Timur : TN Gunung Rinjani dan Kabupaten Lombok Utara, : Tahura Nuraksa, TWA Suranadi dan Kabupaten Lombok Barat, : TWA Kerandangan, Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Lombok Utara : Tahura Nuraksa, KPHL Mareje-Aik Bukak, TN Gunung Rinjani, Menurut wilayah pengelolaan DAS, termasuk dalam 2 (dua) wilayah pengelolaan DAS yaitu DAS Dodokan dan DAS Putik (sesuai SK Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor 147 Tahun 1999). Berdasarkan dan Kabupaten Lombok Tengah. administrasi pemerintahan termasuk dalam 2 (dua) wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Lombok Barat yang terdiri dari Kecamatan Narmada, Lingsar, Gunung Sari dan Batulayar, serta Kabupaten Lombok Utara terdiri dari Kecamatan Pemenang, Tanjung, Gangga, Kayangan dan Bayan. KPH Rinjani Barat LOMBOK BARAT LOMBOK UTARA KPH Mareje Aik Bukak LOMBOK TENGAH Taman Nasional Gn Rinjani KPH Rinjani Timur Gambar 2.1. Peta situasi KPHL Rinjani Barat 18

41 Kawasan hutan yang menjadi wilayah kerja KPHL Rinjani Barat (peta pada Lampiran 1), tersebar pada tiga kelompok hutan (KH) meliputi; KH. Gunung Rinjani (RTK.1), KH. Pandan Mas (RTK.2) dan KH. Ranget (RTK.6). Letak wilayah kerja KPHL Rinjani Barat berdasarkan pembagian wilayah DAS, administrasi pemerintahan dan administrasi kehutanan disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Letak Wilayah KPHL Rinjani Barat berdasarkan DAS, Administrasi Pemerintahan dan Administrasi Kehutanan No. Kelompok Hutan DAS Administrasi Pemerintahan Administrasi Kehutanan 1. KH. Rinjani (RTK 1) a. Dodokan Kecamatan Narmada, Lingsar, Gunung Sari, Batulayar, Kabupaten Lombok Barat 2. KH. Pandan Mas (RTK.2) b. Putik Kecamatan Tanjung, Pemenang, Gangga, Kayangan dan Bayan, Kabupaten Lombok Utara Putik Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara 3. KH. Ranget (RTK.6) Dodokan Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat Sumber : Data KPHL Rinjani Barat 2012 UPTD Narmada dan UPTD Wadon. UPTD Tanjung, UPTD Pemenang, UPTD Gangga, UPTD Kayangan dan Bayan UPTD Gangga UPTD Narmada Luas Wilayah Luas wilayah kerja KPHL Rinjani Barat sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.337/Menhut/VII/2009 dan Nomor SK.785/Menhut-II/2009 tercatat seluas Ha, tersebar pada sebagian KH. Gunung Rinjani (RTK 1) seluas ,3 Ha, KH. Pandan Mas (RTK 2) seluas Ha, dan KH. Ranget (RTK 6) seluas 2,7 Ha. Pembagian luas wilayah KPHL Rinjani Barat berdasarkan Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan (BATB), yang dikelompokan menurut wilayah kabupaten, kelompok hutan dan fungsi kawasan hutan, seperti disajikan pada Tabel

42 No Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Tabel 2.2. Luas Wilayah KPHL Rinjani Barat berdasarkan Kelompok dan Fungsi Hutan Kabupaten/ Kelompok Hutan A. Kab. Lombok Utara HL (Ha) HPT (Ha) HP (Ha) Jumlah (Ha) 1. Gn. Rinjani (RTK 1) , , , ,12 2. Pandan Mas (RTK 2) 630,22-739, ,00 B. Kab. Lombok Barat Jumlah , , ,52 23,354,12 1. Gn. Rinjani (RTK 1) , ,18 2. Ranget (RTK 6) 2, ,70 Jumlah , ,88 Jumlah A+B , , , ,00 Keterangan : HL (Hutan Lindung); HPT (Hutan Produksi Terbatas) dan HP (Hutan Produksi Tetap) Sumber : BATB KH. Gunung Rinjani (RTK.1), BATB KH. Pandan Mas (RTK.2) dan BATB KH. Ranget (RTK.6) Pembagian Wilayah Kerja Resort KPH merupakan bagian pengelolaan hutan (bagian hutan) dari unit pengelolaan hutan lestari (KPH), yang terdiri dari beberapa blok/petak, dengan batas wilayah berupa batas alam dan buatan permanen seperti; batas Daerah Aliran Sungai (DAS) atau Sub DAS, alur sungai, jalan raya/jalan hutan, alur petak/blok dan ornamen lain yang permanen. Berdasarkan hasil penataan wilayah kerja (Tahun 2011), diketahui bahwa KPHL Rinjani Barat terbagi kedalam 8 (delapan) Resort meliputi; Resort Sesaot, Jangkok, Meninting, Malimbu, Tanjung, Monggal, Santong Sidutan dan Senaru Putik. Pembagian Resort KPHL Rinjani Barat seperti disajikan dalam Gambar 2.2, dengan perincian luas menurut fungsi hutan, seperti disajikan pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Pembagian Luas Wilayah Resort KPHL Rinjani Barat menurut fungsi hutan No. Luas Wilayah Per Fungsi (Ha) Resort Jumlah (Ha) HL HPT HP 1. Sesaot 6.270, ,70 2. Jangkok 3.958, ,41 3. Meninting 3.156, ,03 20

43 No. Luas Wilayah Per Fungsi (Ha) Resort Jumlah (Ha) HL HPT HP 4. Malimbu 3.760, ,17 5. Tanjung 4.701, , ,82 6. Monggal 3.372, ,60 757, ,88 7. Santong Sidutan 3.607, , , ,47 8. Senaru Putik , ,52 Jumlah , , , ,00 Sumber : Laporan Hasil Penataan Wilayah Kerja KPHL Rinjani Barat (2011) Gambar 2.2. Gambaran Pembagian Resort KPHL Rinjani Barat. Senaru Putik Santong Sidutan Monggal Malimbu Meninting Tanjung Jangkok Sesaot Gambar 2.2. Peta Pembagian Resort KPHL Rinjani Barat. Sumber : Peta Laporan Hasil Penataan Wilayah Kerja KPHL Rinjani Barat (2011) Aksesibilitas Kawasan Aksesibilitas kawasan dicerminkan oleh kemudahan dalam mencapai kawasan hutan sesuai dengan sarana dan prasarana transportasi yang tersedia serta jarak tempuh menuju kawasan hutan. Berdasarkan ketersediaan sarana dan prasarana transportasi, maka aksesibilitas pada wilayah KPHL Rinjani Barat dapat dikategorikan rendah sampai sedang (peta aksesibilitas seperti disajikan pada Lampiran 2). Akses jalan untuk menuju kawasan hutan dapat dikategorikan sedang, karena adanya jalan pengerasan dan sedikit jalan aspal yang bisa dilalui kendaraan roda 2/roda 4. Sedangkan akses jalan di dalam kawasan hutan termasuk kategori rendah, 21

44 karena sebagian besar merupakan jalan tanah dan jalan setapak yang licin, sempit dan menanjak. Kondisi jalan di hutan tersebut, hanya dapat ditempuh dengan jalan kaki atau menggunakan kendaraan roda 2 apabila musim kemarau. Gambaran aksesibiltas menuju dan di dalam kawasan hutan setiap Resort seperti disajikan pada Tabel 2.4. No. Tabel 2.4. Aksesibilitas Menuju dan di Dalam Kawasan Hutan pada KPHL Rinjani Barat Resort Jalan Negara Jalan Provinsi Jalan Kabupaten Jalan Desa Jalan di dalam kawasan 1. Sesaot - Ada Ada Ada Jalan hutan & jalan setapak 2. Jangkok - - Ada Ada Jalan hutan & jalan setapak 3. Meninting - - Ada Ada Jalan setapak 4. Malimbu - Ada Ada Ada Jalan aspal, jalan hutan & jalan setapak 5. Tanjung - Ada Ada Ada Jalan setapak 6. Monggal - Ada Ada ada Jalan aspal, jalan hutan & jalan setapak 7. Santong Sidutan - Ada Ada Ada Jalan aspal, jalan hutan & jalan setapak 8. Senaru Putik - Ada Ada Ada Jalan hutan & jalan setapak Sumber: Data KPHL Rinjani Barat, Kekompakan Kawasan Kawasan hutan yang menjadi Wilayah Kerja KPHL Rinjani Barat merupakan kawasan yang terintegrasi dari 3 (tiga) kelompok hutan meliputi KH. Gunung Rinjani (RTK.1), KH. Pandan Mas (RTK.2) dan KH. Ranget (RTK.6), seperti disajikan dalam peta kawasan hutan pada Lampiran 1. Ketiga kelompok hutan tersebut, mempunyai jarak yang relatif pendek ± 1 Km dengan KH. Gunung Rinjani sebagai kelompok hutan terbesar, sehingga mempunyai kekompakan areal dalam satu kesatuan wilayah pengelolaan hutan dengan luasan dan sebaran yang cukup efektif dan efisien. 22

45 Sejarah Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kawasan hutan pada KPH Rinjani Barat seluruhnya telah selesai dilakukan penataan batas luar (temu gelang) dan penataan batas fungsi. Penataan batas luar umumnya dilakukan pada Zaman Pemerintahan Hindia Belanda, kecuali perluasan di resort Kedistrikan Bajan (memanjang dari Monggal-Rempek-Sidutan-Putik) dilakukan pada tahun Kronologis pengukuhan dan penatagunaan kawasan hutan setiap kelompok hutan pada KPHL Rinjani Barat antara lain : (1). KH. Gunung Rinjani (RTK. 1) a. Ditunjuk Gubernur Jenderal Hindia Belanda sebagai hutan tutupan No.1-Sub I tanggal 9 September b. Penataan batas luar tahun , dengan berita acara tata batas disyahkan Pemerintah Belanda tahun c. Keputusan Gubernur Hindia Belanda GB. Nomor 15 STBL No:77 tanggal 17 Maret 1941, menetapkan sebagian menjadi kawasan Suaka Marga Satwa seluas Ha. d. Dewan Pemerintahan Daerah Lombok sesuai Keputusan Nomor 433/AGR- I/6/497 tanggal 12 November 1954 menyerahkan Tanah GG di Resort Kedistrikan Bajan (kawasan Monggal-Rempek-Sidutan-Putik) kepada Jawatan Kehutanan Seluas Ha, dan dilakukan tata batas tahun 1957, sehingga luas total definitif menjadi Ha. e. Tata batas fungsi Hutan Lindung dan Hutan Produksi sesuai Tata Guna Hutan Kesepakatan sesuai SK. Menteri Pertanian No. 756/Kpts/Um/X/82 f. Penunjukkan Menteri Kehutanan Nomor 280/Kpts-IV/1997 perubahan fungsi Suaka Margasatwa menjadi Taman Nasional dengan luas Ha. g. Penunjukkan sebagai kawasan hutan sesuai Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 418/Kpts-II/1999. h. Penunjukan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 244/Kpts-II/1999 sebagai kawasan Hutan Lindung menjadi Taman Hutan Raya Nuraksa Sesaot seluas Ha. 23

46 i. Penunjukkan sebagai kawasan hutan sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 598/Menhut-II/2009. j. Penetapan sebagai wilayah KPH Provinsi NTB sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 337/Menhut/VII/2009. k. Penetapan KPHL Rinjani Barat sebagai KPHL Model sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 785/Menhut-II/2009. l. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi NTB PERDA NTB No.3 tahun m. Dokumen Piagam Kesepakatan Para Pihak tanggal 31 Januari 2013 tentang Pergeseran Letak dan Luas Kawasan Hutan Taman Hutan Raya Nuraksa Sesaot dengan Kawasan Hutan KPH Rinjani Barat, yang selanjutnya tertuang dalam Surat Gubernur NTB Nomor 520/445/Dishut tanggal 28 Juni 2013 perihal Revisi SK Penunjukan Kawasan Tahura Nuraksa dan KPHL Rinjani Barat. (2). KH. Pandan Mas (RTK. 2) a. Penataan batas luar tahun 1936 dengan luas definitif Ha. b. Tata guna hutan kesepakatan sesuai Keputusan Menteri Pertanian Nomor 756/Kpts/Um/X/82 dengan hutan lindung dan hutan produksi. c. Penataan batas fungsi hutan tahun1995 terdiri dari hutan lindung 630,22 Ha dan hutan produksi tetap 739,78 Ha. d. Penunjukkan sebagai kawasan hutan lindung dan hutan produksi sesuai Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 418/Kpts-II/1999. e. Berita acara tata batas disahkan Menhut tahun f. Penunjukan sebagai kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.598/Menhut-II/2009. g. Penetapan sebagai wilayah KPH Provinsi NTB sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 337/Menhut/VII/2009. h. Penetapan KPHL Rinjani Barat sebagai KPHL Model sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 785/Menhut-II/2009. i. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi NTB PERDA NTB No.3 tahun

47 (3). KH. Ranget (RTK 6) a. Penataan batas tahun 1941 dengan berita acara tata batas disahkan Pemerintah Belanda 10 September 1941 dengan luas definitif 2.7 Ha. b. Tata Guna Hutan Kesepakatan sesuai Keputusan Menteri Pertanian Nomor 756/Kpts/Um/X/82 dengan fungsi hutan lindung. c. Penunjukan sebagai kawasan hutan lindung sesuai Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 418/Kpts-II/1999. d. Penunjukan sebagai kawasan hutan lindung sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.598/Menhut-II/2009 e. Penetapan sebagai wilayah KPH Provinsi NTB sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 337/Menhut/VII/2009. f. Penetapan KPHL Rinjani Barat sebagai KPHL Model sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 785/Menhut-II/2009. g. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi NTB PERDA NTB No.3 tahun Sejarah Pembangunan KPH (1). Rancang Bangun KPH NTB Proses Pembangunan KPH di NTB mulai dilakukan tahun (masa transisi menuju era otonomi), dalam rangka rancang bangun Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP). Hasil rancang bangun tersebut telah membagi seluruh luasan kawasan hutan produksi kedalam 13 (tiga belas) unit KPHP. Selanjutnya arah, tujuan dan strategi hasil rancang bangun tersebut disempurnakan dengan acuan PP 34/2002. Seiring dengan terbitnya PP 6/2007, jo. PP 3/2008 (pengganti PP 34/2002), hasil rancang bangun KPHP tersebut dilakukan perubahan mendasar, yaitu dengan menyatukan fungsi hutan lindung dengan hutan produksi kedalam wadah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Disamping itu juga membentuk kawasan hutan konservasi kedalam Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK). Hasil rancang bangun KPH NTB telah membagi seluruh kawasan hutan kedalam 29 KPH, terdiri dari 11 (sebelas) KPHP, 12 (dua belas) KPHL dan 6 (enam) KPHK. 25

48 Peta hasil rancang bangun KPH NTB tersebut disepakati para Kepala Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan lingkup NTB, para Kepala Dinas yang menangani urusan Kehutanan di Provinsi/Kabupaten/Kota, diketahui seluruh Bupati/Walikota se-ntb, serta disetujui Gubernur NTB dan diusulkan kepada Menteri Kehutanan sesuai surat No.522/935/ Plan/Dishut tahun 2008 (Gambaran Peta Rancang Bangun disajikan pada Gambar 2.3). (2). Pembentukan Organisasi KPH NTB Dengan dasar Peta Rancang Bangun KPH tersebut, secara simultan diusulkan pembentukan Organisasi dan Tata Kerja KPH Provinsi (KPH lintas Kab./Kota), yang selanjutnya ditetapkan berupa Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD/Balai) dalam Peraturan Daerah NTB Nomor 7 Tahun 2008 dan Peraturan Gubernur NTB Nomor 23 Tahun Struktur Organisasi UPTD/Balai KPH NTB disajikan pada Gambar 2.4. Gambar 2.4. Bagan Struktur Organisasi KPHL Rinjani Barat Kepala KPHL Kelompok Jafung Sub Bagian Tata Usaha Seksi Budidaya dan Produksi Seksi Pengolahan dan Pemasaran (3). Penetapan Wilayah KPH NTB Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.337/Menhut-VII/2009, telah ditetapkan Wilayah KPH NTB seluas ± Ha, yang terdiri dari 12 unit KPHP seluas ± Ha, dan 11 unit KPHL seluas Ha. Sedangkan berdasarkan kewenangan pengelolaannya terdiri dari 16 KPH Kabupaten dan 7 KPH Provinsi (lintas Kabupaten/Kota). 26

49 Gambar 2.3. Gambaran Peta Rancang Bangun KPH NTB 27

50 (4). Penetapan Sebagai KPHL Model Berdasarkan pertimbangan penetapan wilayah KPH oleh Menteri Kehutanan serta Peraturan Daerah NTB Nomor 7 Tahun 2008 dan Peraturan Gubernur NTB Nomor 23 Tahun 2008 tersebut, selanjutnya KPH Rinjani Barat diusulkan menjadi KPH Model di Provinsi NTB. Usulan tersebut disetujui Menteri Kehutanan dengan keputusan Nomor SK.785/Menhut-II/2009. Gambaran peta penetapan KPH Rinjani Barat sebagai KPHL Model di NTB seperti disajikan pada gambar 2.5. Gambar 2.5. Gambaran Peta Penetapan KPH Rinjani Barat sebagai KPHL Model Sejarah Rehabilitasi Hutan Pra-KPH (Tahun ) Upaya yang dilakukan dalam menghimpun dokumen hasil kegiatan rehabilitasi hutan sebelum terbentuknya KPH ( ) antara lain; (a). Penelusuran data/peta pada Dinas Kehutanan Prov/Kab dan BP-DAS Dodokan Moyosari, selanjutnya dilakukan peninjauan lapangan, sehingga diperoleh luas fisik tanaman yang dianggap berhasil; (b). Untuk lokasi yang tidak ada dokumennya, tetapi mempunyai tegakan cukup baik, dilakukan deleniasi berdasarkan data/ informasi 28

51 hasil inventarisasi hutan (Dishut NTB 2008 dan KPH Rinjani Barat 2011), serta inventarisasi sosekbud (KPH Rinjani Barat 2010 dan 2011). Atas dasar itu, maka diketahui lokasi hasil rehabilitasi hutan yang dikategorikan cukup baik meliputi; Reboisasi, Hutan Serbaguna (HSG), HKm, Padat Karya (jalur hijau), Hutan Cadangan Pangan (HCP), Rehabilitasi Mata Air, Pengembangan Gaharu dan Pembangunan Hutan Tanaman Unggulan Lokal (PHTUL). Kegiatan rehabilitasi tersebut umumnya dilakukan swakelola bersama masyarakat sekitar hutan mulai dari pembuatan persemaian, penanaman dan pemeliharaan (kecuali untuk Reboisasi Gerhan melalui pihak ke-3). Pelaksana kegiatan antara lain CDK Lombok Barat, Kanwil Dephut NTB, Balai RLKT/BP-DAS NTB, CDKP Gangga, dan Dishut NTB. Pola tanam untuk Inpres Reboisasi menerapkan sistem banjar harian dan tumpangsari dengan tanaman pokok kayu-kayuan seperti Mahoni, Sonobrizt, Bajur dan Garu, sedangkan tanaman MPTS (Nangka, Duren, Aren, Bambu dll) saat itu merupakan swadaya masyarakat. Sedangkan pada proyek HKm, PHTUL, HCP, HSG dan Padat Karya menerapkan pola agroforestry dengan kombinasi tanaman kayukayuan seperti Sengon, Rajumas (Binuang) dan Kalimoro (Udu), dengan tanamam serbaguna (MPTS) seperti Duren, Nangka, Kemiri, Melinjo, Lengkeng, Petai dll, serta tanaman produktif dibawah tegakan hutan seperti Kopi, Vanili, Talas, Cacao, Pisang, Ganyong dan empon-empon lainnya. Gambaran luas hasil rehabilitasi hutan sebelum terbentuknya KPH Rinjani Barat ( ), seperti disajikan pada Tabel 2.5. Tabel 2.5. Gambaran Hasil Rehabilitasi Hutan Sebelum Terbentuknya KPH Rinjani Barat (Tahun ) No Proyek/ Sumber Dana 1. Inpres Reboisasi (APBN) 2. Hutan Serbaguna (APBD/APBN) 3. HKm (Jasa Giro DR) Pelaksana CDK Lobar & Dishut Tk I NTB CDK Lobar & Dishut Tk I NTB a. LP3ES & Sub BRLKT b. CDK Lobar & Kanwil Dephut NTB Lokasi Sesaot, Praba, Duman, Bt Kemali & Pusuk dsk Kumbi, Praba, Karang Bayan & Kekait dsk Tahun Tanam Sesaot 1994/ 1995 Santong 1996/ 1997 Luas (Ha) Jenis Tanaman 600 Mahoni, Sono, Kemiri, Duren, Nangka 275 Duren, Kemiri, Nangka, Melinjo, Aren, Bambu dll 25 Mahoni, Kemiri, Nangka & Duren 221 Sengon, Duren, Nangka, Alpuket dll 29

52 No Proyek/ Sumber Dana 4, Padat Karya-Jalur Batas Hutan (DIKS-DR) 5, Hutan Cadangan Pangan (DIKS- DR) 6, Rehab mata air (swadaya Kelompok) 7. Pengemb. Gaharu (Jasa Giro/DIKS DR) 8. Pemb. Hutan Tanaman Unggulan Lokal (PHTUL) DIK-DR 9. Reboisasi (APBN- Gerhan) Pelaksana CDK Lombok Barat Kanwil Dephut NTB CDK Lombok Barat Sub BRLKT NTB Masyarakat Desa Genggelang- Bentek a. KHDTK UNRAM b..cdk Lobar- Kanwil Dephut/ Dihut NTB CDKP Gangga dan Dishut NTB Dishutbun Lombok Barat Lokasi Sesaot-Duman- Kekait-Pusuk (lebar 25 M) Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Tahun Tanam Luas (Ha) Jenis Tanaman Bambu, Duren, Aren, Nangka dll Kekait Sukun, Nangka, Duren, Aren dll Monggal (areal eks HPH) Senaru/Bayan Pusuk Bentek, Genggelang dan Rempek Bentek,Genggelang dan Santong Bentek, Buani, Kalipucak, Santong dan Genngelang Semporangan dan Semate Pusuk Geripak dan Batu Kemali Beringin, Boak, Mahoni, Putat dan Rajumas 200 Riset inokulasi Gaharu 60 Kebun Sumber Benih Gaharu Rajumas, Sengon,Kepuh, Gaharu, Leci, Lengkeng, Petai, Duren, Jengkol Matoa, Pinang, Alpokat dll *) 50 Bajur,Mahoni, Duren Gaharu & Gmelina 2006 *) 50 Duren,Nangka dan Mahoni Karang Bayan 2007 *) 50 Mahoni,Piling, Durian 10. Aneka usaha kehutanan (APBDI) Senggigi 2007 *) 150 Mahoni, Bajur, Trembesi, duren, petai dll Dishut NTB Batu Layar 2009 *) 20 Nyamplung,Duren, Sukun Jumlah Sumber: -Kanwil Dehutbun NTB / Dishut NTB (2011) -Dishut Lombok Barat (2011) *) Belum dilakukan pemeriksaan Beberapa lokasi hasil rehabilitasi tersebut, mempunyai nilai sejarah sukses model pengelolaan hutan partisipatif di NTB, sehingga selalu menjadi sasaran kunjungan berbagai lembaga Nasional dan lembaga Internasional. Beberapa lembaga Internasional seperti Uni Eropa, World Bank, Department for International Development (DFID), Ford Foundation, Japan International Forestry Promotion and 30

53 Cooperation (JIFPRO), Korea International Cooperation Agency (KOICA), Japan International Cooperation Agency (JICA), Korea Forest Research Institute (KFRI), International Tropical Timber Organization (ITTO), World Neighbors (WN), Center for International Forestry Research (CIFOR), United Nations Development Programme (UNDP), The Rights and Resources Initiative (RRI), Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ), serta terakhir menjadi sasaran kunjungan Delegasi Konferensi Tahun Kehutanan Internasional 2011, dan Delegasi Konferensi UNREDD Programme Policy Board dan Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) tahun Beberapa lokasi kegiatan rehabilitasi yang mempunyai nilai sejarah sukses model pengelolaan hutan partisipatif di NTB antara lain; (1). HKm Sesaot HKm Sesaot merupakan gagasan LP3ES NTB tahun , yang mengadopsi surat penugasan Menteri Kehutanan kepada Perum Perhutani dalam melaksanakan Proyek HKm di Pulau Sumbawa, karena saat itu belum ada regulasi tentang HKm. Uji coba HKm tersebut dilaksanakan pada areal bekas perladangan dan penggembalaan dengan luas areal 25 Ha, dan mendapat pendanaan melalui DIP Jasa Giro DR Sub BRLKT NTB 1994/1995. Pendampingan kelompok dan fasilitasi perijinan dilakukan secara berkelanjutan oleh LP3ES/LSM Konsepsi, sehingga menumbuhkan swadaya kelompok, yang mendorong pengembangan areal mencapai ± Ha. Sementara areal yang sudah mendapat Ijin Usaha HKm dari Bupati Lombok Barat baru seluas 185 Ha. HKm Sesaot tersebut menjadi tempat pembelajaran dan merupakan salah satu rujukan pengelolaan hutan model HKm di Indonesia. Berdasarkan Laporan LSM Konsepsi dan Forum Kawasan Sesaot (2010), diketahui bahwa pendapatan masyarakat dari pemanfaatan HKm tersebut bervariasi antara Rp ,- s/d Rp ,-per Ha/bulan. Hal ini tergantung kerajinan peserta dan tingkat harga berlaku dari komoditas tanaman (MPTS dan tanaman produktif) yang dikembangkan. 31

54 (2). HKm Santong Proyek HKm ini merupakan proyek inisiatif Kanwil Dephutbun NTB melalui DIP Jasa Giro DR tahun 1995/1996, dengan target areal seluas 500 Ha. Proyek ini semula direncanakan untuk menyelesaikan kasus pendudukan dan sertifikasi kawasan hutan di Desa Rempek, Kabupaten Lombok Utara (dulu Lombok Barat). Sehubungan calon lokasi HKm Rempek tersebut syarat dengan konflik tenurial (dipicu oleh sertifikat kawasan hutan seluas ± 86 Ha), maka sebelum kegiatan dimulai terlebih dahulu dilakukan prakondisi melalui survey sosekbud (PRA= participatory rural apraisal) bekerjasama dengan LP3ES NTB tahun 1994/1995. Upaya ini diharapkan mendapat dukungan masyarakat, karena mengakomodasikan berbagai usulannya terutama dalam penentuan pola tanam dan jenis tanaman. Akan tetapi karena tingginya konflik yang ditumpangi berbagai kepentingan politik, sehingga masyarakat yang semula mendukung turut bergabung melakukan aksi pengrusakan persemaian dan aksi penolakan ke Kanwil Dephutbun NTB. Dengan demikian kegiatan tidak dapat direalisasikan dan anggaran penanaman dikembalikan. Atas dasar itu, maka Kanwil Dephutbun NTB melakukan peninjauan lapangan calon lokasi alternatif yang diusulkan pejabat Kepala Desa Santong. Kondisi kawasan hutan di Santong saat itu berupa tegalan, tempat penggembalaan dan terdapat pemukiman. Atas dasar jaminan pejabat Kepala Desa Santong, maka Kanwil Dephutbun NTB merekomendasikan lokasi HKm tersebut dipindahkan ke kawasan hutan sekitar Desa Santong. Kegiatan dilakukan pada tahun 1996/1997, yang dimulai dengan sosialisasi program, relokasi pemukiman ke luar kawasan hutan dan pelaksanaan penanaman yang dilakukan secara gotong royong dari seluruh calon peserta HKm. Realisasi penanaman hanya tercapai seluas 221 Ha (44,2%), hal ini karena sebagian besar bibit rusak (aksi masyarakat Rempek) dan sebagian lagi telah berumur lebih dari 1 tahun. Upaya pemeliharaan tanaman, penguatan kelembagaan masyarakat dan proses perijinan secara berkelanjutan dilakukan pendampingan oleh LP3ES (sekarang LSM Konsepsi). Atas dasar upaya tersebut, sehingga kondisi tegakan hutan terpelihara dengan baik, terbentuk koperasi sebagai lembaga usaha peserta HKm, mendapat 32

55 pencadangan HKm dari Menhut dan Ijin Usaha HKm dari Bupati Lombok Utara, serta memperoleh Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (sertifikat PHPL). Vegetasi HKm Santong di dominasi tanaman Sengon, dan tanaman lainnya seperti Alpukat, Kalimuru/Udu, Alpukat, Duren, Nangka dan Boro/Dadap. Sedangkan diantara tegakan diatas masyarakat menanam tanaman Kopi, Kacao, Vanili, Pisang, Lada, Talas, Ganyong, Kunyit, Laos, Jahe dan tanaman empon-empon lainnya. Berdasarkan Laporan LSM Konsepsi dan Koperasi Maju Bersama Santong (2011), diketahui bahwa pendapatan masyarakat dari tanaman produktif dibawah tegakan (Kopi, Cacao, Duren, Adpukat, Nangka, Pisang dll) lokasi HKm rata-rata Rp ,- per Ha/bulan. Pendapatan tersebut akan meningkat lagi, apabila mendapat ijin pemanfaatan hasil hutan kayu (Sengon) yang saat ini sudah melewati daur (berumur ± 15 tahun). (3). Pembangunan Hutan Tanaman Unggulan Lokal di Monggal; Kawasan hutan Monggal sebelumnya merupakan areal HPH PT. Angkawijaya Raya Timber yang beroperasi sejak tahun 1990 sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 39/Kpts-II/1990. Aktivitas HPH tersebut mendapat kecaman dan penolakan masyarakat, puncaknya ditunjukan dalam aksi massa yang membakar dan mengusir HPH pada tahun (era reformasi). Kemudian ijin operasi HPH dihentikan sesuai Keputusan Dirjen Pemanfaatan Hutan Produksi No. 905/VI-PHA/2000. Akan tetapi setelah HPH tidak beroperasi, justru masyarakat beramai-ramai masuk kawasan hutan melakukan pengrusakan fasilitas kehutanan, illegal logging, perladangan, penyerobotan dan penguasaan kawasan hutan. Disamping itu, juga mengembangkan gerakan aksi bisu, perlawanan dan pengusiran terhadap petugas kehutanan, bahkan menolak berbagai program yang ditawarkan Kanwil Dephutbun NTB/Institusi Kehutanan lainnya. Atas dasar itu, maka pada tahun 1999 Kanwil Dephutbun NTB membuat strategi penyamaran dengan menugaskan pengelola kegiatan bersama LSM (YLKMP), untuk melakukan pendekatan, menggali informasi dan berkoordinasi dengan para tokoh kunci dan lembaga masyarakat. Proses tersebut dilakukan intensif dan berkelanjutan, 33

56 sehingga dalam kurun waktu ± 3 tahun (tahun 2001), mulai tumbuh kepercayaan dan partisipasi masyarakat. Tumbuhnya partisipasi tersebut, ditunjukan dengan menerimanya bantuan bibit dari Kanwil Dephutbun NTB, dan bergotong royong melakukan rehabilitasi mata air seluas 95 Ha. Sejak itu, mulai terbangun hubungan komunikasi antara masyarakat dengan Kanwil Dephutbun NTB, sehingga dalam pleno Desa/Kecamatan melahirkan kesepakatan bersama, yang salah satunya kesepakatan untuk menerima program aksi rehabilitasi hutan pada tahun Usulan rehabilitasi hutan tersebut terakomodir dalam program PHTUL Ditjen Bina Produksi Kehutanan (DIKS-DR Dishut NTB) mulai tahun Konsistensi dan komitmen masyarakat terlihat dari tingkat partisipasi dan upaya swadaya dalam melakukan kegiatan PHTUL mulai tahun Berdasarkan data diketahui bahwa pada pelaksanaan PHTUL tahun 2002 dari target 150 Ha terealisasi 215 Ha (143,3 %), PHTUL tahun 2005 dari target 150 Ha terealisasi 175 Ha (116,7 %), dan PHTUL tahun 2006 dari target seluas 300 Ha tealisasi 350 Ha (116,7 %). Jenis tanaman yang dikembangkan terdiri dari tanaman unggulan lokal, yang disesuaikan dengan minat masyarakat antara lain; Rajumas (Binuang), dan tanaman MPTS seperti Gaharu, Leci, Lengkeng, Petai, Duren, Jengkol Matoa, Pinang, Alpokat dll, serta tanaman produktif di bawah tegakan hutan yang secara swadaya ditanaman antara lain Kopi, Kacao, Vanili, Pisang, Talas, Ganyong, Laos dan tanaman emponempon lainnya. Pendampingan kelompok mulai tahun dilakukan oleh LSM Perekat Ombara, LSM Puggar dan KSM Bareng Maju. Selanjutnya setelah tahun , pendampingan kelompok dilakukan secara berkelanjutan oleh KSM Bareng Maju. Berdasarkan Laporan Tahunan PHTUL (2005), diketahui bahwa tanaman produktif dibawah tegakan (Kopi, Cacao, Vanili, Pisang dll) hasil kegiatan tahun 2002, mulai panen perdana pada tahun ke-tiga (tahun 2005). Pendapatan masyarakat dari hasil panen perdana tersebut rata-rata sebesar Rp ,- per Ha/Tahun. Sedangkan dalam Laporan KSM Bareng Maju (2011), bahwa pendapatan masyarakat peserta PHTUL berkisar antara Rp ,- s/d Rp ,- per Ha/tahun. 34

57 (4). Pengembangan Gaharu di Pusuk dan Persemaian Swadaya di Kekait Kegiatan tersebut merupakan gagasan Kanwil Dephutbun NTB dalam upaya mengantisipasi langkanya tanaman Gaharu di kawasan hutan. Kegiatan dimulai tahun 2000/2001 dan dilanjutkan Dishut NTB tahun 2002, dengan perkiraan luas areal yang berhasil seluas ± 60 Ha. Tegakan Gaharu tersebut saat ini dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber benih untuk persemaian swadaya di Pusuk dan Kekait. Hasil rehabilitasi hutan (tahun ) di atas, menjadi acuan yang akan ditumbuh kembangkan dalam pelaksanaan pembangunan pada wilayah KPHL Rinjani Barat. Langkah tersebut dilakukan dalam upaya; (a). Percepatan rehabilitasi hutan dengan mempersatukan seluruh sumberdaya pembangunan meliputi; masyarakat, pemerintah dan investor lembaga kemitraan pengelolaan hutan, (b). Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan kehutanan, (c). Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat, dan (d). Membangkitkan kegiatan ekonomi masyarakat sekitar hutan Pembangunan Kehutanan Era KPH (Tahun ) Pembangunan kehutanan pada KPHL Rinjani Barat tahun umumnya merupakan kegiatan lanjutan yang dilakukan Dishut NTB, serta beberapa kegiatan hasil koordinasi/kerjasama dan upaya swadaya KPHL Rinjani Barat. Sedangkan untuk tahun 2012 dan 2013, merupakan gerakan konvergensi pembangunan kehutanan dari seluruh Eselon I, UPT Kemenhut, Dinas Kehutanan Provinsi/ Kabupaten dan berbagai lembaga terkait lainnya. Gerakan konvergensi tersebut, merupakan gagasan Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional II Kemenhut (PUSDALREG II), yang dirancang dalam kerangka Pembangunan Kehutanan Terpadu di KPHL Rinjani Barat. Hasil pembangunan kehutanan pada KPHL Rinjani Barat untuk periode tahun antara lain; (1). Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas SDM KPHL Rinjani Barat mulai beroperasi sejak dilantiknya pejabat Kepala Balai KPH, Kepala Subag Tata Usaha dan Kepala Seksi pada tanggal 10 Pebruari Pengisian organisasi Balai KPH tersebut, sesuai dengan Keputusan Gubernur NTB Nomor

58 1/130/BKD/2010. Sedangkan jumlah Sumber Daya Manusi (SDM) KPHL Rinjani Barat menurut jabatan dan status kepegawaian sampai tahun 2013 tercatat sebanyak 163 orang, yang terdiri dari 14 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan 149 orang tenaga kontrak yang sebagian besar ditugaskan sebagai Mandor/Petugas Lapangan. Dalam upaya meningkatkan eksistensi KPHL Rinjani Barat di lapangan, maka dalam rekruitmen Mandor/Petugas Lapangan dilakukan dengan persyaratan; (a). Merupakan tokoh panutan masyarakat; (b). Bertempat tinggal pada Dusun/Desa yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan; (c). Mempunyai akhlak, moral dan etika yang baik; (d). Mempunyai komitmen dalam pelestarian hutan; dan (e). Mampu melaksanakan tugas berat di dalam kawasan hutan. Gambaran kondisi SDM KPHL Rinjani Barat menurut status kepegawaian Tahun 2013 disajikan pada Tabel 2.6. Tabel 2.6. Kondisi SDM KPHL Rinjani Barat menurut Status Kepegawaian Tahun 2013 No Nama Jabatan Struktural dan Non Struktural Status Kepegawaian PNS Kontrak Jumlah Keterangan A. Kantor KPH 1. Jabatan Struktural 2-2 = 2 Jabatan Kasi kosong 2.Non struktural (Teknis) = Tenaga kotrak terdiri dari : 3. Non struktural (Keuangan & Umum Lainnya) Dana APBD NTB : 6 org 4. Fungsional Dana APBN-BPDAS : 125 org Jumlah A Dana APBN-BPKH : 3 org B. Resort KPH - Dana APBN-BUK : 15 org 1. Pimpinan 6-6 = 2 Jabatan Resort kosong 2. Staf Admistrasi Mandor/Petugas Lapangan Jumlah B Jumlah A+B Peningkatan kompetensi dan kapasitas SDM KPHL Rinjani Barat telah diupayakan melalui pendidikan dan pelatihan teknis yang diselenggarakan Pusdiklat Kemenhut, Balai Diklat Kehutanan Kupang, dan BP2HP Denpasar. Sedangkan training lainnya melalui koordinasi/kerjasama dengan Ditjen Bina Usaha Kehutanan, Pusat Penelitian Rehabilitasi dan Konservasi, Kemitraan Jakarta, Korea Forest Research Institute (KFRI), PT. Hijau Artha Nusa (PT.HAN) Jakarta, Program Studi Kehutanan 36

59 UNRAM, Arizona University, North Arizona University, Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ), International Forest Cooporation (INFOCO), Dinas Kehutanan NTB, Balai KSDA NTB, LSM Konsepsi dan KSM Bareng Maju. Disamping itu juga dilakukan training dengan memanfaatkan petugas yang mempunyai keahlian Perpetaan GIS dan sedang melakukan perjalanan dinas ke KPHL Rinjani Barat, seperti petugas BPKH Wilayah VIII Denpasar dan Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Hutan Ditjen Planologi. Gambaran jumlah dan jenis pelatihan/training dalam peningkatan kapasitas SDM KPHL Rinjani Barat untuk periode seperti disajikan pada Tabel 2.7. No Tabel 2.7. Jumlah dan Jenis Pelatihan/Training SDM KPHL Rinjani Barat PENYELENGGARA/ SPONSOR / JENIS PELATIHAN / TRAINING 1. Pusdiklat / Ditjen Planologi Kemenhut TAHUN (Orang) JML a. Diklat Calon Kepala KPH b. Diklat Teknis Perencana KPH BP2HP Denpasar a. Diklat Teknis Perencana Hutan Produksi b. Diklat Wasganis Pengukuran Kayu Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) / Ditjen Planologi Kemenhut Forest Management Practices in Heseen Forst (FMU Herborn) - Germany 4. KSM Bareng Maju / LSM Konsepsi Pelatihan Manajemen Koperasi KPHL Rinbar / Petugas Ditwil WP3H Planologi Training Pemantapan Perpetaan GIS Ditjen Bina Usaha Kehutanan Pengenalan Perpetaan GIS Balai Diklat Kehutanan Kupang a. Diklat PerpetaanGIS b. Diklat Pengamanan Hutan Partisipatif c. Diklat Pemanfaatan & Pengolahan Madu d. Diklat Pembuatan Persemaian e. Diklat Pengendalian Kebakaran Hutan f. Diklat Perencanaan Rehabilitasi Hutan

60 No PENYELENGGARA/ SPONSOR / JENIS PELATIHAN / TRAINING Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang TAHUN (Orang) JML 8. Balai KSDA NTB Pembentukan Kader Konservasi Pemula KPHL Rinbar / Petugas BPKH Wilayah VIII Training Pemantapan Perpetaan GIS Kemitraan Jakarta Pelatihan Analisis & Pemetaan Resolusi Konflik KPHL Ribar / Dishut NTB Inhouse Training Pengamanan Hutan untuk Mandor KPHL Ribar / Korea Forest Research Institute / PT. Hijau Artha Nusa Inhouse Training Teknik Pengambilan Contoh dan Pembuatan Petak Sample Permanen Karbon 13. KPHL Rinbar / Puslitbang Rehabilitasi Konservasi Inhouse Training Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Penghitungan Karbon Hutan 14. KPHL Rinbar / KFRI / UNRAM / North Arizona University / Arizona University Praktek Survey Sosekbud & Metode Participatory Rurral Apraisal 15. International Forest Cooperation (INFOCO) Training Program for South-East Aisa Forestry Specialist - Seoul - Korea JUMLAH (2). Pengembangan Sarana dan Prasarana KPH Pengembangan sarana dan prasarana KPHL Rinjani Barat didukung melalui APBD/DAK NTB dan APBN BPKH Wilayah VIII Denpasar. Jenis dan jumlah sarana dan prasarana KPHL Rinjani Barat periode seperti disajikan pada Tabel 2.8. Tabel 2.8. Jumlah dan Jenis Sarana Prasarana KPHL Rinjani Barat No JENIS SAPRAS Satuan A. Bangunan / Sapras Perkantoran TAHUN JML 1. Kantor KPH M Meja Kursi Biro Unit Meja Kursi Tamu Unit

61 TAHUN No JENIS SAPRAS Satuan JML 4. Meja Gambar Peta / Pantograph Unit Rak Peta Unit Lemari/Rak Arsif Unit Filling Kabinet Unit B. Kendaraan 1. Mobil (Taft GT & Hilux Doble Cabin) Unit Mobil Patroli (Hiline 4x4) Unit Sepeda Motor Roda Tiga Unit Sepeda Motor (Trail, Bebek & Win) Unit C. Peralatan/Mesin Kantor 1. AC (Air Condition) Unit Komputer PC / Lap top Unit Printer Laserjet & A1 (Perpetaan) Unit Kamera digital Unit Infocus proyektor Unit GPS Unit Kompas Unit (3). Sosialisasi Organisasi KPH Menyadari KPHL Rinjani Barat sebagai organisasi pengelola hutan yang baru hadir di tengah-tengah masyarakat, maka dalam upaya meningkatkan eksistensinya diperlukan sosialisasi intensif dan berkelanjutan kepada masyarakat/kth, tokoh masyarakat dan berbagai stakeholder lainnya. Sosialisasi dilakukan dalam berbagai kesempatan dan acara seperti; lokarya, workshop, seminar/simposium, konsultasi publik, rapat koodinasi, pameran, kuliah umum/praktek kerja, pembinaan/bimbingan teknis serta pertemuan kelompok. Gambaran sosialisasi organisasi KPHL Rinjani Barat periode , disajikan pada Tabel 2.9. No Tabel 2.9. Jenis, Penyelenggara dan Frekuensi Sosialisasi KPHL Rinjani Barat JENIS SOSIALISASI / PENYELENGGARA / SPONSOR A. Sosialisasi dg KTH, Kadus/Kades/ Camat/Instansi/Lembaga terkait Satuan TAHUN JML 1. Dinas Kehutanan NTB Kali KPHL Rinjani Barat Kali

62 No JENIS SOSIALISASI / PENYELENGGARA / SPONSOR Satuan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang TAHUN JML 3. BP2HP Denpasar Kali B. Lokakarya/Workshop/Seminar 1. Kemitraan Partnership Kali LSM Mitrasamiya Kali LSM Konsepsi Kali Samanta / DFID Kali KFRI/KOICA/Prodi Kehutanan UNRAM/ KPHL Rinjani Barat C. Rakor/Konsultasi Publik KPH Kali Pusdal Regional II Kemenhut Kali KPHL Rinjani Barat Kali BPKH Wilayah VIII Kali D. Pertemuan Kelompok/Koperasi 1. KPHL Rinjani Barat Kali LSM Konsepsi Kali LSM Koslata Kali Yayasan Samanta /Kemitraan Kali KSM Bareng Maju Kali Kaldera KLU Kali Koperasi Maju Bersama Kali KSU Rimba Kali E. Kuliah Umum/Kemah Kehutanan 1. Prodi Kehutanan UNRAM Kali SMK Qamarul Huda Narmada Kali F. Praktek Kerja Lapang/Magang 1. Prodi Kehutanan UNRAM Desa SMK Qamarul Huda Narmada Desa G. Pameran 1. KPHL Rinjani Barat (Tahun Kehutanan Dunia & Konferensi UNREDD) Lokasi (4). Perencanaan Hutan Kegiatan perencanaan yang telah dilakukan meliputi inventarisasi hutan, survey sosial ekonomi budaya, survey potensi karbon, identifikasi permasalahan (tenurial kawasan hutan), tata hutan/pemeliharaan petak, rekonstruksi batas, dan penyusunan rencana pengelolaan hutan jangka panjang. 40

63 Inventarisasi potensi hutan; KPHL Rinjani Barat melaksanakan inventarisasi tetsebut tahun 2011 pada Hutan Produksi Tetap KH. Pandan Mas (RTK.2) dan KH. Gunung Rinjani (RTK.1) seluas ± Ha, dan untuk tahun 2012 pada Hutan Produksi Terbatas KH. Gunung Rinjani (RTK.1) seluas ± Ha. Inventarisasi Karbon Hutan. (a). Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi tahun 2012 melakukan Kajian Status, Potensi dan Nilai Manfaat Hutan Lindung pada KPHL Rinjani Barat, dengan membuat sampel plot (TSP) sebanyak 39 buah di 13 lokasi. (b). KPHL Rinjani Barat bekerjasama dengan Korea Forest Research Institute (KFRI), PT. Hijau Artha Nusa (PT.HAN) dan Prodi Kehutanan UNRAM pada tahun , melakukan survey pembuatan petak sampel permanen (PSP) karbon sebanyak 45 PSP, yang tersebar diseluruh fungsi/kondisi penutupan hutan, serta (c). Pusat Penelitian Kebijakan Kehutanan membuat 9 PSP pada Hutan Produksi Tetap di sekitar Santong dsk. Identifikasi sosekbud/kelembagaan masyarakat. (a). KPHL Rinjani Barat tahun 2011 dan 2012, melaksanakan identifikasi di 36 Desa sekitar kawasan hutan, yaitu mewawancarai 50 responden/desa. (b). Korea Forest Research Institute (KFRI) bekerjasama dengan Prodi Kehutanan UNRAM, Universitas Arizona dan Universitas Arizona Utara tahun , melakukan survey dengan metoda FGD/PRA terhadap 21 lokasi/desa yang berbatasan dengan kawasan hutan. (c). Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi tahun 2012 melakukan kajian kelembagaan sekitar KPHL Rinjani Barat dengan sasaran lokasi di 6 Desa yang berbatasan dengan kawasan hutan. Identifikasi Masalah/Tenurial Kawasan Hutan. (a). LSM Mitrasamiya dan WG Tenure melakukan identifikasi dan kajian tenurial tahun 2010 dengan sasaran lokasi di Desa Rempek. (b). KPHL Rinjani Barat pada tahun 2010 dan 2011 dengan sasaran 3 Desa yaitu di Jelitong (Rempek), Akar Akar dan Senaru. (c). LSM Samanta/ Kemitraan pada tahun 2011 melakukan identifikasi di Desa Akar Akar (Pawang Timpas, Batu Jingkiran, dan Pawang Tenung), karena masyarakat kurang kondusif, maka untuk tahun 2012 lokasi dipindah ke Jelitong Desa Rempek. (d). BPKH Wilayah VIII tahun 2013 melakukan survey di Desa Akar Akar dan Desa Sambi Elen. (e). Dinas 41

64 Kehutanan NTB tahun 2013, melakukan survey di Desa Akar Akar dan Desa Senaru. (f). Balai Litbang HHBK Mataram melakukan survey di Desa Desa Rempek dan Desa Akar Akar. (g). Pudal Regional II Kemenhut tahun 2013 melakukan survey di Desa Sambik Bangkol (Senjajak dan Kopong Sebangun). Tata Hutan (Tata Petak). KPHL Rinjani Barat pada; (a). tahun 2010 melakukan pemeliharaan petak seluas 985 Ha, pada lokasi eks Pembangunan Hutan Tanaman Unggulan Lokal (PHTUL) pada KH. Gunung Rinjani (RTK.1) meliputi lokasi Monggal, Rempek dan Santong, serta KH. Pandan Mas (RTK.2) meliputi lokasi Buani dan Kalipucak. (b). pada tahun 2011 melakukan penataan wilayah kerja Resort (APBN Ditjen Planologi), dan tata petak (APBN Ditjen BUK) seluas Ha pada hutan produksi KH. Gunung Rinjani (RTK.1) meliputi lokasi Monggal, Santong, Salut, Mumbulsari dan Senaru (KHDTK Unram). (c). pada tahun 2012 mulai membudayakan tata petak untuk lokasi kegiatan reboisasi pengkayaan dana APBN BPDAS Dodokan Moyosari NTB, sasaran lokasi hutan lindung KH. Gunung Rinjani (RTK.1) dengan realisasi seluas Ha. (d). pada tahun 2013 tata petak lokasi reboisasi pengkayaan dana APBN BPDAS Dodokan Moyosari NTB, sasaran lokasi hutan lindung KH. Gunung Rinjani (RTK.1) dengan realisasi seluas 350 Ha. Dalam tata hutan tersebut, ditetapkan bahwa luas petak tanaman yang dibuat untuk hutan produksi antara Ha/petak dan hutan lindung antara Ha/petak. Rekonstruksi Batas Hutan. KPHL Rinjani Barat bersama BPKH Wilayah VIII Denpasar pada tahun 2012 melakukan rekonstruksi batas hutan sepanjang 98,2 Km. Dengan perincian antara lain; KH. Gunung Rinjani (RTK.1) meliputi batas luar dari Monggal Atas (B. 360) s/d Sungai Putik (B.620) sepanjang 38,8 Km, batas fungsi hutan lindung dengan TWA Kerandangan mulai Pal TWA.1 s/d TWA.96 sepanjang 9,2 Km, batas fungsi hutan lindung dengan hutan produksi terbatas dari Jenggala (HL- 1/HPT.343) s/d Santong (HL.250/HPT.94) sepanjang 27,4 Km, batas fungsi hutan produksi terbatas dengan hutan produksi tetap dari Monggal Bawah (B.360/HPT.1) s/d Santong (HPT.69) sepanjang 10,5 Km, serta KH. Pandan Mas (RTK.2) batas fungsi hutan lindung dengan hutan produksi tetap dari Mejet (B.89/HP.89/HL.25) s/d Sanbangket (B.202/HP.163/HL.138) sepanjang 6,9 Km. 42

65 Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPHL Rinjani Barat. Penyusunan RPHJP dilaksanakan tahun 2012, melalui kerjasama antara BPKH Wilayah VIII Denpasar dengan Prodi Kehutanan UNRAM. Sedangkan KPHL Rinjani Barat secara proaktif melakukan suply data/peta, pemaparan dengan Tim Penilai Eselon I Kemenhut, dan perbaikan draft RPHJP. Kegiatan perencanaan hutan pada KPHL Rinjani Barat tahun , disajikan pada Tabel No Tabel Hasil Kegiatan Perencanaan pada KPHL Rinjani Barat JENIS PERENCANAAN / PENYELENGGARA / SPONSOR A. Inventarisasi Potensi Hutan Produksi Satuan TAHUN JML 1. KPHL Rinjani Barat/Ditjen BUK Ha B. Inventarisasi Karbon Hutan 1. Puslitbang Rehabilitasi Konservasi TSP KPHL/UNRAM/KFRI/PT.HAN PSP Pusbijak Balitbang Kemenhut PSP C. Identifikasi Sosekbud/Kelembagaan 1. KPHL Rinjani Barat/Ditjen BUK Desa Puslitbang Rehabilitasi Konservasi Desa KFRI / Kehutanan UNRAM / Universitas Arizona / Universitas Arizona Utara D. Identifikasi Masalah/Tenurial Kws Lokasi LSM Mitrasamiya / WG Tenure Lokasi KPHL Rinjani Barat/Ditjen Planologi Desa Yayasan Samanta/Kemitraan Lokasi BPKH Wilayah VIII Denpasar Lokasi Dishut NTB/Ditjen Planologi Lokasi Pusdal Regional II Kemenhut Lokasi Balai Litbang HHBK Mataram Lokasi E. Tata Hutan (Tata Petak/Blok/Resort) 1. KPHL Rinjani Barat / Ditjen BUK Ha KPH/Kehutanan UNRAM/Ditjen BUK Ha KPHL Rinjani Barat / BPDAS DMS NTB Ha F. Rekonstruksi Batas Hutan 1. BPKH Wilayah VIII Denpasar Km ,8-92,8 G. RPH-JP KPH 1. Program Studi Kehutanan UNRAM/ KPHL Rinbar/BPKH Wil VIII Denpasar Judul

66 (5). Rehabilitasi Hutan dan Konservasi Tanah Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan (RPRH). KPHL Rinjani Barat melalui dana APBN BPDAS Dodokan Moyosari NTB tahun 2012, melakukan penyusunan RPRH KPHL Rinjani Barat untuk tahun Penyusunan dilakukan dengan mengacu pada Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTk RHL DAS) wilayah Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Utara periode , dengan target lahan kritis yang menjadi sasaran rehabilitasi seluas Ha. Berdasarkan hasil survey lapangan Tim BPDAS Dodokan Moyosari NTB dengan KPHL Rinjani Barat, diketahui kondisi kawasan hutan yang tergolong potensial kritis tercatat seluas ± Ha. Dengan demikian, maka total kawasan hutan kritis (RTk RHL DAS) dan potensial kritis pada KPHL Rinjani Barat tercatat seluas ± Ha. Sedangkan target rehabilitasi hutan dalam RPRH KPHL Rinjani Barat seluas Ha, terdiri kegiatan reboisasi seluas Ha dan pengkayaan seluas Ha. Dokumen RPHJP tersebut disusun oleh Kepala KPHL Rinjani Barat, dinilai Kepala BPDAS Dodokan Moyosari NTB, diketahui Kepala Dinas Kehutanan NTB dan disahkan Gubernur NTB. Rencana Tahunan Rehabilitasi Hutan/Lahan (RTnRHL). KPHL Rinjani Barat telah menyusun RTnRHL tahun 2012 dan tahun 2013 (dana APBN BPDAS Dodokan Moyosari NTB). Pelaksanaan penyusunan dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan masyarakat, KTH dan berbagai tokoh masyarakat lainnya. Sedangkan pengukuran lokasi RTnRHL dilakukan berbasis petak sesuai Perdirjen Planologi Nomor P.5/III-WP3H/2012, sehingga lokasi kegiatan reboisasi/pengkayaan tersebut menjadi bagian dari petak yang sudah direncanakan dengan penomoran yang permanen. Upaya ini dilakukan sebagai langkah dalam melakukan percepatan tata hutan pada KPHL Rinjani Barat. Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan. KPHL Rinjani Barat melaksanakan kegiatan rehabilitasi hutan mulai tahun meliputi; (a). pemeliharaan II PHTUL dalam upaya melanjutkan pembinaan kelompok dan penyulaman tanaman eks HPH di Monggal seluas 300 Ha, (b). pengembangan Bambu seluas 65 Ha dalam mendukung kebutuhan bahan baku kerajinan Bambu di Gunung Sari dan Sanbangket (Gangga), 44

67 (c). pengembangan Ketak (Paku Kawat) seluas 35 Ha dalam mendukung kebutuhan bahan baku kerajinan di Nyurbaya Gawah (Lingsar) dan Sanbangket (Gangga), (d). pengembangan Pandan di Kalipucak (Gangga) seluas 5 Ha, (e). pengembangan Kayu Putih dengan tambahan Srikaya pada daerah dengan kondisi tanah berbatu dan miskin hara di Batu Bolong dan Kerandangan (Batu Layar), Lendangluar, Malimbu, Badung dan Nipah (Malaka), Kalipucak-Buani (Gangga) dengan total luas Ha, (f). pengkayaan reboisasi berbagai jenis MPTS seperti Karet, Dukuh Palembang, Gaharu, Pala, Aren, Duren, Lengkeng, Manggis, Rambutan, Alpukat, Nangka, Kluih, Matoa, Nyamplung, Melinjo dan Sawo Susu, dengan total luas 1800 Ha, dan (g). pengkayaan reboisasi hutan produksi pada daerah rawan konflik tenurial (eskalasi sedang dan tinggi) di Monggal, Rempek dan Senjajak (Gangga), sebagai upaya tindak lanjut hasil proses pendapingan dan kajian LSM Samanta dan Pusdal Regional II bersama KPHL Rinjani Barat, dengan mengembangkan tanaman kayu-kayuan jenis Rajumas, Sengon, Kalimoro/Udu dan MPTS jenis Karet pada areal seluas 75 Ha. Sedangkan kegiatan konvergensi antara lain; (a). Bidang RKH (Rehabilitasi dan Konservasi Sumberdaya Hutan) dan Bidang PH (Pemanfaatan Hutan) Dishut NTB pada tahun melakukan pengembangan Arboretum di Batu Bolong seluas 10 Ha, pengembangan Nyamplung di Batu Bolong seluas 20 Ha dan rehabilitasi mata air di Pusuk Lestari seluas 50 Ha. (b). Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) Bali Nusra tahun 2010 dan 2013 melaksanakan pembuatan demoplot sumber benih unggul Bali Nusa Tenggara di Semokan (Bayan) seluas 3 Ha, dan tanaman Langka (tujuan Konservasi) di Pusuk-Bentek (Pemenang) seluas 3 Ha. (c). Dinas Kehutanan Kabupaten Lombok Utara tahun 2010 melaksanakan kegiatan reboisasi dan pengkayaan di Pusuk Bentek (Pemenang) seluas 100 Ha, tahun 2011 kegiatan reboisasi di Badung (Pemenang) seluas 100 Ha, tahun 2012 reboisasi dan pengkayaan di Tebango (Pemenang) seluas 100 Ha, dan tahun 2013 pengembangan Kemiri seluas 200 Ha. (d). Dinas Kehutanan Lombok Barat pada tahun 2011 melaksanakan reboisasi di Batu Kemali (Gunung Sari) seluas 100 Ha, dan tahun 2012 pengembangan tanaman Murbey di Kebon Baru (Lingsar) seluas 20 Ha. Gambaran hasil rehabilitasi hutan pada KPHL Rinjani Barat tahun , disajikan pada Tabel

68 No Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Tabel Gambaran Hasil Rehabilitasi Hutan pada KPHL Rinjani Barat PENYELENGGARA / JENIS KEGIATAN A. KPHL Rinjani Barat Sumber Dana TAHUN (Ha) JML 1. Pemeliharaan II PHTUL di Monggal APBN Pengembangan Ketak/Pakis Kawat APBD Pengembangan Bambu APBD Pengembangan Pandan APBD Pengkayaan / jenis Kayu Putih APBN Pengkayaan/berbagai jenis MPTS APBN Pengkayaan Hutan Produksi DAK Jumlah A B. Bidang RKH & PH Dishut NTB 1. Pengembangan Arboretum APBD Pengembangan Nyamplung APBD Rehabilitasi Mata Air APBD Jumlah B C. BPTH Denpasar 1. Sumber Benih Jenis Unggulan Nusra APBN Demoplot Tanaman Langka/Konservasi APBN Jumlah C D. Dinas Kehutanan Kab. Lombok Utara 1. Reboisasi hutan lindung APBD Pengkayaan hutan lindung APBD Pengembangan Kemiri APBD Jumlah D E. Dinas Kehutanan Kab. Lombok Barat 1. Reboisasi hutan lindung APBD Pengembangan Murbei APBD Jumlah E Jumlah Total (A + E) Kegiatan Konservasi Tanah. (a). BPDAS Dodokan Moyosari NTB pada tahun 2012 membagun 1 unit Statsiun Pengamat Air Sungai (SPAS) pada Sungai Segara terletak di Dusun Dasan Tengak, Desa Jenggala, Kecamatan Tanjung. (b). Dinas yang menangani Kehutanan Kabupaten Lombok Utara pada tahun 2012 membangun Dam Penahan 5 unit di Kecamatan Pemenang dan Kecamatan Gangga. 46

69 (6). Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kehutanan pada KPHL Rinjani Barat sudah dilakukan sejak proses perencanaan, sehingga dalam merancang kegiatan sebagian besar telah mengakomodasikan usulan/harapan masyarakat/kth pengelola hutan. Pemberdayaan masyarakat juga diimplementasikan secara utuh pada saat pelaksanaan program meliputi pembuatan persemaian, penyiapan sarana prasarana, penanaman, pemeliharaan tanaman, dan membangun budaya patroli hutan secara partisipatif bersama kelompok tani (KTH). Kolaborasi pemberdayaan masyarakat pada wilayah KPHL Rinjani Barat, juga dilakukan oleh berbagai Instansi Kehutanan Pusat/Daerah dan lembaga swadaya yang mempunyai kepedulian terhadap kelestarian hutan. Gambaran pemberdayaan masyarakat pada KPHL Rinjani Barat tahun disajikan pada Tabel Tabel Gambaran Pemberdayaan Masyarakat pada KPHL Rinjani Barat No JENIS PEMBERDAYAAN Satuan A. Partisipasi Perencanaan TAHUN JML 1. Rencana Pengelolaan Hutan KPH (*) Kegiatan Rencana Pengelolaan Rehabilitasi (*) Kegiatan Rancangan Teknis Kegiatan (PRA)(***) KTH Pengukuran lokasi (***) Lokasi Penyusunan RO/RKU HKm (Dishut KLU/Lobar, Konsepsi & Samanta) 6. Penyusunan Rencana Defenitif Kelompok (SCBFWM) 7. Penyusunan Risalah Kemitraan Kehutanan (Samanta/KPHL Ribar) B. Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan Kegiatan KTH Pembuatan persemaian (***) KTH Pebuatan sapras, penanaman dan pemeliharaan tanaman (***) KTH Patroli hutan partisipatif (*) KTH C. Penguatan Kelembagaan 1. Regulasi/MoU Pembayaran Jasling/PES (WWF/Konsepsi/Dishut Lobar/PDAM) 2. Pelatihan Koperasi (LSM Konsepsi/ KSM Bareng Maju/KPHL Rinbar) Kegiatan Orang

70 No JENIS PEMBERDAYAAN Satuan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang TAHUN JML 3. Pembentukan Legalitas Kelompok (*) KTH Praktek persemaian & penanaman (***) KTH Studi Banding Pengolahan HHBK (**) Orang Pembentukan/Legalitas Koperasi (*) Unit Pelatihan teknologi Inokulasi Gaharu (Balai Litbang HHBK Mataram) 8. Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestasri HKm Santong (LSM Konsepsi & LEI) 9. Pembinaan Desa Konservasi (Balai KSDA NTB & Balai TN Gn. Rinjani) 10. Pemberdayaan /Usaha Produktif (Pusluh Kemenhut, Bakorluh NTB & SCBFWM) 11. Regulasi Pengembangan HHBK (WWF NTB / Dishut KLU) Orang Kegiatan KTH KTH Judul Pendampingan HKm binaan (Konsepsi) Lokasi Pendampingan HKm binaan (Koslata) Lokasi Sosialisasi HTR (KPHL Rinbar & BP2HP) KTH Sosialisasi Kemitraan Kehutanan KTH Pelatihan perlebahan (*) KTH D. Bantuan Kelompok 1. Sapras perlebahan (KPHL Rinbar, Dishut NTB & SCBFWM) 2. Mesin pengolah kopi/hhbk (KPHL Ribar & SCBFWM) Unit Unit Bantuan Gubernur NTB (Kungker) Rp/KTH 40 jt / 4 15 jt / jt / 6 4. Bantuan Pembibitan/Agroforestry/Rehab Mata Air & Kakisu (SCBMWF) KTH Bantuan semen rabat jalan akses (*) Sak/KTH / / / Bibit Salak Pondoh (*) Batang Bibit Murbai (*) Batang Bibit Porang/Ileus-Ileus/Lombos (*) Batang Kopi Sambung (*) Batang Bantuan alat pengolahan & pemasaran HHBK (Dishut Lobar) 11. Bantuan dana jasa lingkungan (Dishut Lobar) 12. Bantuan ternak Kambing/Bebek (SCBMWF/ BP DAS NTB) 13. Bantuan Jasling PLTMH Sesaot (Konsepsi/PT.Tirtadaya) KTH KTH KTH KTH Keterangan : (*) KPHL Rinbar/Dishut NTB (**) KPHL Rinbar/Dishut KLU (***) KPHL Rinbar/Dishut KLU /Dishut Lobar 48

71 (7). Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Perlindungan hutan merupakan garda terdepan dalam pengelolaan hutan pada wilayah pada KPHL Rinjani Barat, sebagai upaya dalam mencegah dan membatasi kerusakan kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabakan oleh perilaku manusia (masyarakat), ternak, kebakaran, hama/penyakit dan daya alam lainnya. Gangguan keamanan hutan yang menonjol pada KPHL Rinjani Barat, disebabkan oleh perilaku masyarakat dalam bentuk pembukaan dan pembersihan lahan untuk berladang/berkebun, ilegal loging, penguasaan dan pendudukan kawasan untuk pemukiman, serta kasus sertifikat kawasan di Rempek. Kondisi ini menjadi pemicu konflik tenurial pengelolaan hutan dengan masyarakat, yang berdasarkan data hasil survey (2011) diketahui bahwa luas kawasan hutan yang sudah dikelola masyarakat secara ilegal (non program) tercatat seluas ± ,99 Ha, dan menurut tingkatan eskalasi konflik tenurial terdiri dari eskalasi rendah seluas ± ,37 Ha, eskalasi sedang seluas ± 3.210,06 Ha, dan eskalasi tinggi seluas ± 912,56 Ha (termasuk kasus sertifikat hutan di Rempek seluas ± 86 Ha). Gangguan kebakaran hutan dan penggembalaan liar terdapat pada sebagian kecil kawasan antara lain Resort Malimbu (Senggigi dan Malaka), Resort Monggal (KH. Pandan Mas), Resort Bayan (Akar Akar, Sukadana, Senaru dan Sambik Elen). Sedangkan gangguan gejala alam adalah keberadaan Gunung Rinjani sebagai gunung api yang masih aktif. Peta gambaran lokasi konflik tenurial, lokasi ilegal loging dan gangguan keamanan hutan pada KPHL Rinjani Barat disajikan pada Lampiran 12. Upaya perlindungan dan pengamanan hutan yang telah dilakukan KPHL Rinjani Barat pada tahun meliputi penyuluhan/sosialisasi, pembentukan/ pembinaan kelompok dikaitkan dengan kegiatan rehabilitasi (reboisasi pengkayaan dan pengembangan tanaman serbaguna), patroli hutan secara partisipatif, pembongkaran pondok/rumah dalam kawasan, operasi fungsional dan operasi gabungan (bersama Dinas Kehutanan Provinsi/ Kabupaten, Taman Nasional Gunung Rinjani dan Balai KSDA NTB), dan pengendalian kebakaran hutan. Gambaran kegiatan perlindungan hutan yang dilakukan KPHL Rinjani Barat pada tahun , disajikan pada Tabel

72 No Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Tabel Kegiatan Perlindungan Hutan pada KPHL Rinjani Barat JENIS KEGIATAN PERLINDUNGAN HUTAN A. Kegiatan Prepentif Satuan TAHUN JML 1. Penyuluhan / sosialisasi Pamhut KTH Pembinaan Kelompok KTH Pembentukan Brigade Pamhut KPH Regu/org 1/13 1/13 4/44 4/44 4/44 4. Pembentukan Intelejen tiap Dusun orang Penyuluhan pengendalian kebakaran hutan (KPH Rinbar & Balai TNGR) B. Pengamanan Hutan Kegiatan Patroli hutan partisipatif dengan KTH Kali/KTH 8 / 4 12 / / / / Patroli Rutin Brigade Pamhut (24 jam) Hari a. Pembongkaran pemukiman (KPH, KSM Bareng Maju & Desa Genggelang) b. Pencegahan perambahan, peneresan pohon & ilegal loging c. Pembersihan pohon Kelapa/Cengkih dalam kawasan hutan Rumah Lokasi Lokasi d. Barang temuan Chainsaw Buah e. Barang temuan Kayu Olahan/Log M ,207 6,027 16, Opgab Pembongkaran Pemukiman (KPH Rinbar, Dishut Prov/KLU, Pol PP KLU, Polsek Gangga, Pencinta Alam) 4. Operasi Gabungan (KPH Rinbar dan Balai Taman Nasional G. Rinjani) C. Tindak Lanjut Penyelesaian 1. Pemanggilan/Peringatan/Wajib Lapor para pelanggar 2. Penghentian/pencabutan garapan para pelanggar/terpidana Rumah Kali Orang Orang Penghentian tambang liar galian C Lokasi Laporan Kejadian/Kepolisian/DPO orang Penyelesaian Kasus P21 Berkas D. Perlindungan Hutan Lainnya 1. Operasi pemadaman kebakaran hutan (KPH Rinbar & Dishut KLU) 2. Patroli kebakaran hutan/monev hotspot (KPH Rinbar & Balai TNGR) 3. Pemanggilan dan penghentian penggembalaan liar Lokasi Kegiatan Orang

73 Dalam penyelesaian konflik tenurial pada kawasan hutan lindung, melalui kegiatan reboisasi pengkayaan tahun 2012, KPHL Rinjani Barat secara proaktif telah melakukan beberapa upaya antara lain; (a). menyusun perencanaan secara partisipatif, (b). merancang seluruh kegiatan pengelolaan hutan dalam kerangka pemberdayaan masyarakat melalui skema kemitraan saling menguntungkan, (c). memprioritaskan pengembangan tanaman MPTS yang unggul, mempunyai prosfek pasar, dan menunjang skala bisnis KPH, (d). menyepakati seluruh kawasan hutan lindung yang sudah dikelola masyarakat dirancang menjadi blok pemanfaatan. Sedangkan dalam penyelesaian konflik tenurial pada hutan produksi sekitar Desa Rempek dan Desa Sambi Bangkol, KPHL Rinjani Barat telah melakukan berbagai upaya dengan langkah-langkah dan kronologis antara lain; (a). Koordinasi intensif dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama mulai tahun 2011, dalam rangka minta pertimbangan calon petugas lapangan/mandor KPH dari desa tersebut, (b). Pada tahun 2012 melakukan penunjukan 14 orang Mandor sesuai rekomendasi tokoh masyarakat/agama setempat, jumlah Mandor tersebut dilipat gandakan karena jatahnya hanya 8 orang, (c). Memberikan pembekalan materi dan rincian tugas Mandor, (d). Melakukan uji coba reboisasi hutan lindung tahun 2012, yang diawali dengan proses perencanaan dan pelaksanaan partisipatif, (e). Melakukan koordinasi, konsolidasi dan pertemuan kelompok secara intensif, (f). Pelaksanaan reboisasi hutan lindung sepenuhnya dilakukan masyarakat, (g). Melakukan kerjasama pendampingan kajian/ resolusi konflik dengan LSM Samanta di Desa Akar Akar tahun 2012, karena ditolak selanjutnya pendampingan dipindahkan ke Desa Rempek tahun 2013, (h). Melakukan kerjasama kajian/resolusi konflik dengan Pusdal Regional II Kemenhut di Desa Sambi Bangkol tahun 2013, (i). Masyarakat menerima uji coba penanaman reboisasi DAK tahun 2013 masing-masing seluas 25 Ha tiap Desa, dengan sasaran lokasi hutan produksi tetap yang selama ini diakui masyarakat sebagai tanah GG, (j). Pertengahan tahun 2013 melakukan pertemuan kelompok dan sosialisasi regulasi kemitraan kehutanan dan pemanfaatan wilayah tertentu, yang diterima antusias oleh sebagian besar masyarakat pengelola hutan di Desa Rempek dan Desa Sambi Bangkol, (k). kelompok melakukan pertemuan dan sosialisasi intensif, serta mendorong terbentuknya badan hukum koperasi. 51

74 Upaya proaktif yang dilakukan tersebut, menjadi jalan tengah dalam mengeleminir terjadinya konflik sosial akibat masalah tenurial di dalam kawasan hutan, karena seluruh rencana dan keputusan dirumuskan dari, untuk, dan oleh masyarakat, sehingga dapat mengakomodasikan sebagian besar usulan dan harapan masyarakat/kth, dalam kerangka pengelolaan hutan lestari menuju sinergitas manfaat ekologi, sosial dan ekonomi. Kegiatan konservasi sumber daya alam yang dilakukan pada KPHL Rinjani Barat tahun antara lain identifikasi habitat satwa dilindungi, identifikasi obyek daya tarik wisata, dan pembuatan blok inti/blok khusus/blok perlindungan, yang dipersiapkan sebagai tempat perlindungan sistem penyangga kehidupan dan pelestarian satwa/flora dilindungi. Kegiatan konvergensi dari Balai KSDA NTB antara lan; pembinaan model desa konservasi, pembentukan kader konservasi, pembinaan/ penilaian dan pertemuan kader konservasi dan kelompok pencinta alam. Sedangkan kegiatan dari Balai Taman Nasional Gunung Rinjani pembinaan model desa konservasi. Gambaran Kegiatan Konservasi sumber daya alam pada KPHL Rinjani Barat tahun , disajikan pada Tabel No Tabel Kegiatan konservasi SDA pada KPHL Rinjani Barat PENYELENGGARA / JENIS KEGIATAN KONSERVASI SDA A. KPHL Rinjani Barat Satuan TAHUN JML 1. Identifikasi Habitat Lutung kegiatan Identifikasi Obyek Daya Tarik Wisata kegiatan Penataan Blok Inti, Perlindungan dan Khusus dalam upaya konservasi SDA B. Balai KSDA NTB kegiatan Model Desa Konservasi Desa Pembentukan Kader Konservasi kegiatan Pembinaan dan Penilaian Kader Konservasi & Kelompok Pecinta Alam 4. Pertemuan Kader Konservasi dan Kelompok Pecinta Alam C. Balai Taman Nasional G. Rinjani kegiatan kegiatan Model Desa Konservasi Desa

75 (8). Penelitian Kehutanan, Sosekbud dan Kelembagaan Masyarakat Penelitian yang mendukung pembangunan pada KPHL Rinjani Barat meliputi penelitian bidang kehutanan (ekologi, silvikultur, rehabilitasi, biomasa karbon, dan hama penyakit), sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan masyarakat. Penelitian dilaksanakan tim dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kehutanan, Korea Forest Research Institute (KFRI), Program Studi Kehutanan Universtas Mataram (UNRAM), Universitas Arizona (AU), Universitas Arizona Utara (NAU) dan PT. Hijau Artha Nusa (PT.HAN). Penyelenggara dan judul penelitian pada KPHL Rinjani Barat pada tahun , disajikan pada Tabel Tabel Hasil Kegiatan Penelitian pada KPHL Rinjani Barat No PENYELENGGARA / JUDUL PENELITIAN A. Puslit Konservasi & Rehabiltasi 1. Kajian Status, Potensi dan Manfaat Hutan Lindung 2. Klasifikasi Tipologi dan Sebaran Potensi Hutan Lahan Kering 3. Kajian Kelembagaan Pengelolaan Hutan Lindung B. Puslit Kebijakan Kemenhut 1. Pembuatan petak sampel permanen Karbon Hutan C. Balai Litbang HHBK Mataram 1. Ujicoba Rehabilitasi Hutan Lahan Kering Berbasis Tanaman HHBK 2. Ujicoba Rehabilitasi Hutan Lahan Kering Berbasis Tanaman HHBK 3. Teknik Pengendalian Hama Ulat Daun Gaharu Melalui Pola Tanam Campuran dan Insektisida Nabati 4. Populasi Pemuliaan Untuk Jenis Gaharu dan Nyamplung 5. Kajian Kebijakan Tenurial Dalam Pengelolaan KPH Rinjani Barat D. KFRI / UNRAM /Univesitas Arizona/ Universitas Arizona Utara 1. Survey Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat Satuan TAHUN JML Judul Judul Judul PSP Judul Judul Judul Judul Judul Lokasi

76 No PENYELENGGARA / JUDUL PENELITIAN Satuan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang TAHUN JML 2. REL Establisment Kegiatan Compensation Options Kegiatan Funding Contribution Kegiatan E. KPH / UNRAM / KFRI / PT.HAN 1. Survey pembuatan petak contoh permanen (PSP) stok karbon hutan F. KPH Rinbar & KFRI 1. Identify causes of deforestation and forest degradation 2. Detect land use changes and carbon stock changes PSP Kegiatan Kegiatan Kondisi Biofisik Wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Berdasarkan Peta Batas DAS Direktorat Perencanaan dan Evaluasi Pengelolaan DAS (tahun 2011), diketahui bahwa pada wilayah KPHL Rinjani Barat terdapat ± 27 DAS/Sub DAS, dan termasuk klasifikasi DAS prioritas di NTB. Beberapa DAS yang mempunyai area tangkapan cukup luas dan sungainya berair sepanjang tahun antara lain; Kokok Babak, Kokok Jangkok, Kokok Meninting, Kokok Bentek, Kali Sokong, Kali Segara, Lokok Tiu Pupus, Lokok Luk, Lokok Sidutan, Lokok Amor Amor, Lokok Embar Embar, dan Lokok Putih. Keberadaan DAS tersebut sangat berpengaruh terhadap tata air untuk memenuhi kebutuhan bagi masyarakat (air minum/pdam, bendungan irigasi, dll) di 4 wilayah Kabupaten/Kota, meliputi Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Utara dan Kabupaten Lombok Tengah. Kondisi tersebut mengisyaratkan perlunya upaya pengendalian dan penanganan serius terhadap kelestarian hutan, terutama melalui kegiatan rehabilitasi kawasan hutan pada wilayah KPH Rinjani Barat yang kondisinya sudah kritis, sehingga keberadaannya memberikan manfaat lebih secara ekologis, ekonomis dan sosial. Peta Batas DAS dan penyebaran mata air pada Wilayah Kerja KPH Rinjani Barat seperti disajikan pada Lampiran 3. 54

77 Iklim Berdasarkan tipe iklim Schmidt & Fergusson, diketahui bahwa kondisi iklim pada kawasan KPHL Rinjani Barat antara lain; mempunyai tipe iklim C-E, rata-rata curah hujan tahunan berkisar antara mm/tahun, mulai turun hujan bulan September dan Oktober, curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan Februari, hari hujan tertinggi pada bulan Desember, Januari dan Februari, musim kemarau antara 7-9 bulan, musim hujan antara 3 5 bulan, dan temperatur udara berkisar 18-31⁰C. Peta Iklim pada KPHL Rinjani Barat disajikan pada Lampiran 4, sedangkan data kondisi iklim tiap Resort pada KPHL Rinjani Barat disajikan pada Tabel No Tabel Kondisi Iklim Tiap Resort pada KPHL Rinjani Barat KONDISI IKLIM Sesaot Jangkok RESORT KPH Meninting Malimbu Tanjung Monggal 1. Type Iklim C-D D D-E D D E Santong- Bayan 2. a. Curah Hujan Tahunan (mm/tahun ) > b. Hujan mulai turun Oktober September September September September Oktober c. Curah hujan tertinggi Januari Januari Februari Februari Februari Januari d. Hari hujan tertinggi Januari Februari Desember Desember Februari Februari 3. Musim kemarau Musim hujan Temperature ( C) Sumber : Data primer diolah, 2012 Memperhatikan Tabel 2.16 di atas, diketahui bahwa rata-rata musim hujan lebih pendek dari pada musim kemarau, maka terkait pelaksanaan rehabilitasi harus memperhatikan; (a). pelaksanaan penanaman dilakukan tepat waktu, sehingga tanaman mempunyai tenggang waktu relatif panjang untuk beradaptasi dengan lingkungannya; (b). memilih jenis tanaman yang mampu beradaptasi dengan hutan kering, tetapi disukai masyarakat dan mempunyai prosfek pasar. Gambaran curah hujan pada KPHL Rinjani Barat disajikan pada Gambar

78 Gambar 2.6. Kondisi Curah Hujan pada di Wilayah KPHL Rinjani Barat Keterangan : mm mm mm mm mm mm mm >3750 mm Geologi dan Tanah Berdasarkan peta geologi Pulau Lombok, diketahui bahwa KPHL Rinjani Barat didominasi oleh formasi batuan gunung api tak terpisahkan, diikuti oleh formasi kalibabak dan formasi lekopiko. Kelompok batuan yang mendomnasi adalah batuan induk dan batuan beku seperti andesit, andesite, basalt, coarse grained tephra, reccias dan fine, dengan tingkat kandungan batuan antara 5-25%. Batuan ini pada umumnya merupakan batuan yang terbentuk dari pembekuan magma atau dari rekristalisasi batuan lama oleh panas dan tekanan tinggi sehingga menjadi cair dan membeku kembali. Peta geologi pada wilayah KPHL Rinjani Barat disajikan pada Lampiran 5. Kondisi tanah KPHL Rinjani Barat umumnya termasuk tanah sedang-peka erosi dengan tingkat bahaya erosi ± 71,59%, dan mempunyai tingkat kesuburan kategori kurang-baik. Jenis tanah tersebut terdiri dari; (a). Mediteran coklat seluas Ha, (b). Mediteran coklat kemerahan ,2 Ha, (c). Kelompok litosol mediteran coklat dan mediteran coklat kemerahan seluas 3.697,2 Ha, (d). Kelompok renzina dan litosol seluas 3.004,3 Ha, (e). Kelompok litosol dan mediteran coklat kemerahan seluas 1.507,8 Ha, (f). Kelompok litosol dan mediteran coklat seluas 1.327,1 Ha, (g). Grumosol kelabu 53,6 Ha, dan (h). Kelompok regosol kelabu dan litosol seluas 2,9 Ha. Peta jenis tanah pada KPHL Rinjani Barat disajikan pada Lampiran 6. 56

79 Jenis tanah mediteran umumnya mempunyai tekstur berat, konsistensi lekat, kadar bahan organik rendah, reaksi alkalis, derajat kejenuhan basa tinggi, mengandung konkresi-konkresi kapur dan besi, dengan topografi berbukit sampai pegunungan. Jenis tanah litosol merupakan tanah yang sangat muda, sehingga bahan induknya sering terlihat dangkal. Ciri-ciri tanah ini yaitu miskin unsur hara dan mineralnya masih terikat pada butiran yang besar. Tanah litosol tidak berkembang karena pengaruh iklim yang lemah atau terlalu agresif, letusan gunungapi, atau topografi dengan kemiringan yang tinggi. Proses pembentukan tanah lebih lambat dari proses penghilangan tanah akibat dari erosi, sehingga solum tanah cenderung semakin dangkal. Memperhatikan kondisi tanah tersebut, maka dalam pengelolaan hutan diperlukan upaya; (a). konservasi tanah seperti pembuatan terasering dengan tanaman penguat teras, pembuatan dam penahan, dam pengendali, trucukan, gulyplug, dll; (b). pengembangan tanaman tahunan jenis serbaguna (MPTS), sehingga mengurangi keinginan masyarakat untuk memanfaatkan kayu dari tanaman tersebut; (c). pengolahan lahan dilakukan secara terbatas (OTM= olah tanah minimum) misalnya untuk membuat lobang saja, dan ditunjukan untuk tanaman bawah tegakan; dan (d). membatasi atau menghentikan pengolahan lahan intensif yang ditujukan untuk tumpangsari tanaman semusim. Gambaran kondisi geologi dan tanah tiap Resort pada KPHL Rinjani Barat disajikan pada Tabel Tabel Kondisi Geologi dan Tanah tiap Resort pada KPHL Rinjani Barat No Resort Jenis Tanah 1. Sesaot Mediteran Coklat (Lempung berdebu) 2. Jangkok Mediteran Coklat (Lempung berdebu) 3. Meninting Mediteran Coklat (Lempung berdebu) 4. Malimbu Komplek Litosol & Mediterian Coklat. Kemerahan (Liat) Solum Tanah (cm) Tingkat Kesuburan Batuan Induk Batuan (%) Baik Andesite, basalt, coarse grained tephra, 57reccias, fine Baik Andesite, basalt, coarse grained tephra, 57reccias, fine Baik Andesite, basalt, coarse grained tephra, 57reccias, fine Kurang Andesite, basalt, coarse grained tephra, 57reccias, fine

80 No Resort Jenis Tanah 5. Tanjung Komplek Litosol & Mediterian Coklat. Kemerahan (Liat) 6. Monggal Mediteran Coklat (Lempung berdebu) 7. Santong Sidutan Mediteran Coklat Kemerahan (Liat) 8. Senaru Putik Mediteran Coklat Kemerahan (Liat) Sumber : Peta Hasil Study RePPPRoT, 1990 Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Solum Tingkat Tanah (cm) Kesuburan Batuan Induk Batuan (%) Sedang Andesite, basalt, coarse 5-20 grained tephra, 58reccias, fine Sedang-Baik Andesite, basalt, coarse grained tephra, 58reccias, fine Baik Andesite, basalt Sedang Andesite, basalt 5-10 Berdasarkan hasil penelitian Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu Mataram (2012), diketahui sifat tanah kawasan hutan pada KPHL Rinjani Barat seperti disajikan pada Tabel 2.18 Tabel Sifat Tanah Kawasan Hutan pada KPHL Rinjani Barat Parameter Rata-rata Minimum Maksimum Standar Deviasi ph 5,61 5,07 6,19 0,33 N (%) 0,23 0,05 0,48 0,13 C-Organik (%) 1,96 0,06 3,93 1,09 P₂O₅ (ppm) 19,37 4,39 71,80 18,96 K₂O (mg/100g) 162,84 54,55 233,00 43,64 Fraksi : - Pasir (%) 74,16 59,76 93,76 7,86 - Debu (%) 21,54 5,76 39,76 7,49 - Liat (%) 4,34 0,20 16,48 4,71 KTK (cmol/kg) 21,7 10,4 44,4 7,1 Kation dapat ditukar : - K (cmol/kg) 0,05 0,02 0,10 0,03 - Na (cmol/kg) 0,08 0,04 0,15 0,03 - Ca (cmol/kg) 3,56 1,04 7,90 1,68 - Mg (cmol/kg) 1,71 0,27 4,02 0,80 Permeabilitas (cm/jam) 6,4 2,1 12,6 3,2 Infiltrasi (mm/jam) ,3 Kerapatan Butir Tanah (BD) (gr/m 3 ) 1,8 1,2 2,3 0,3 Kerapatan Massa Tanah (BV) (gr/m 3 ) 1,1 0,5 2,1 0,9 Porositas (N) (%) 41,5 12,9 53,8 9,7 Sumber : LHP Model Rehabilitasi Hutan Lindung Berbasis HHBK, Balai Litbang HHBK Mataram (2012) 58

81 Kelerengan dan Ketinggian Tempat Luas kawasan hutan menurut klasifikasi kelerengan lapangan pada KPHL Rinjani Barat terdiri dari klasifikasi curam (> 25%) seluas ± Ha atau 48% dari luas KPH, klasifikasi sedang-agak curam (15-25%) seluas ± Ha atau 44% dari luas KPH, dan klasifikasi datar (<15%) seluas ± Ha atau hanya 8%. Dengan demikian kelerengan sedang-curam mendominasi wilayah KPHL Rinjani Barat, kondisi tersebut mengisyaratkan perlunya kehati-hatian dalam sistem pengolahan lahan hutan dan penentuan pola tanam yang akan dikembangkan. Peta kelerengan lapangan KPHL Rinjani Barat disajikan pada Lampiran 7. Berdasarkan ketinggian dari permukaan laut, kawasan hutan KPHL Rinjani Barat terbagi dalam 2 bagian yaitu; (a). bagian luar mengelilingi kawasan mempunyai ketinggian M dpl dengan topografi datar, landai sampai berbukit, dan (b). bagian dalam kawasan mempunyai ketinggian M dpl dengan topografi bergelombang, terjal sampai bergunung. Berdasarkan hasil survey dan studi peta (2012), ketinggian, kemiringan dan bentuk lapangan KPHL Rinjani Barat seperti disajikan pada Tabel No. Tabel Ketinggian, Kelerengan dan Topografi KPHL Rinjani Barat Resort Ketinggian (M dpl) Kelerengan (%) Tofografi Lapangan 1. Sesaot Landai, bergelombang dengan lembah dalam, dan curam 2. Jangkok Dominasi curam, lembah dalam, dan bergelombang 3. Meninting Dominasi curam, lembah dalam, dan bergelombang 4. Malimbu Dominasi curam, lembah dalam, dan bergelombang 5. Tanjung Dominasi curam dengan lembah yang dalam, dan bergelombang 6. Monggal Landai, bergelombang dengan lembah dalam, dan curam 7. Santong Sidutan Landai, bergelombang dengan lembah dalam, dan curam 8. Senaru Putik Landai, bergelombang, lembah dalam & sedikit curam Sumber: Peta kelerengan & hasil survey KPHL Rinjani Barat,

82 2.3. Potensi Wilayah Penutupan Vegetasi Penutupan vegetasi kawasan hutan KPHL Rinjani Barat dalam sejarahnya ditumbuhi oleh berbagai spesies, namun dalam perkembangannya mengalami perubahan karena adanya pemberian ijin penebangan swakelola, ijin penebangan HPH dan HHPH, illegal logging, pendudukan kawasan hutan, perambahan hutan, perladangan liar dan reboisasi sistem monokultur, sehingga potensi keragaman vegetasi mengalami degradasi jenis, dan bahkan menjadi hutan rawang yang ditumbuhi alang-alang dan semak belukar. Berdasarkan hasil survey KPHL Rinjani Barat (2011), diketahui bahwa kondisi penutupan lahan dan kualitas tegakan hutan yang diketemukan di seluruh kawasan antara lain; berupa lahan kosong seluas ± Ha (15%), alang-alang dan belukar seluas ± Ha (18,8 %), hutan rawang (sekunder) seluas ± Ha (25%), sedangkan hutan primer dengan kerapatan sedang-rapat tersisa seluas ± Ha (41,3%). Kondisi tersebut sejalan dengan hasil analisis citra landsat Korea Forest Research Institute ( ), bahwa penutupan lahan pada KPHL Rinjani Barat mengalami degradasi cukup signifikan. Hal tersebut ditunjukan dengan penurunan luas hutan primer yang semula (tahun 1990) seluas ± ,3 Ha dan pada tahun 2010 menurun menjadi ± ,5 Ha. Hutan primer tersebut berubah menjadi hutan sekunder, sehingga terjadi peningkatan hutan sekunder menjadi ± ,5 Ha pada tahun 1995, dan kemudian menurun kembali pada posisi semula, karena sebagian hutan sekunder tersebut telah berubah menjadi semak belukar/hutan rawang. Gambaran perubahan penutupan lahan pada KPHL Rinjani Barat selama 10 tahun ( ), disajikan pada Tabel Tabel Perubahan Penutupan Lahan pada KPHL Rinjani Barat Perubahan Penutupan (Ha) No Jenis Penutupan Lahan Primary Forest , , , , ,5 2. Secondary Forest , , , , ,6 60

83 No Jenis Penutupan Lahan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Perubahan Penutupan (Ha) Shrubland 224,2 454, , , ,8 4. dryland agriculture 121,0 169,5 888,4 852, ,0 5. Paddy field 94,4 113,9 105,3 104,4 102,0 6. Estate crop 212,6 76,7 43,3 41,2 40,0 7. Upand grassland 80,4 529,9 488,1 485,7 481,7 8. Wetland 5,8 0,0 0,0 0,0 0,0 9. Settlement 0,1 2,3 2,0 1,8 1,7 10. Others 52,7 86,7 87,8 87,7 85,8 Total , , , , ,3 Sumber : KFRI (2012 & 2013) Potensi Kayu, MPTS dan Tanaman Produktif Gambaran potensi Kayu, MPTS (HHBK) dan tanaman produktif diantara tegakan hutan (Non MPTS/Non HHBK) yang diperoleh berdasarkan hasil inventarisasi hutan (2008, 2011 dan 2012), hasil inventarisasi karbon (2013), serta hasil survey sosekbud (2011 dan 2013), antara lain: (1). Kawasan Hutan Lindung Potensi kayu pada hutan lindung virgin (berupa hutan primer) ± 156,36 M³/ha, dengan komposisi tegakan berupa pohon ± 169 batang/ha, tiang ± 745 batang/ha serta pancang dan semai ± batang/ha. Letak kawasan tersebut umumnya berada pada daerah terjal (kelerengan > 40%), yang mengarah ke puncak bukit/ gunung, dan berdasarkan hasil deleniasi diperkirakan masih tersedia seluas ± Ha (± 41,3% dari luas wilayah KPHL Rinjani Barat). Kondisi kawasan tersebut belum tersentuh aktivitas masyarakat, sehingga dipertimbangkan untuk dirancang menjadi blok inti pada KPHL Rinjani Barat. Disamping itu terdapat kawasan hutan lindung blok Mejet pada KH. Pandan Mas (RTK.2) dengan perkiraan areal seluas 12,68 Ha (0,04%), yang kondisinya hampir sama dengan blok inti, karena kawasan hutan tersebut merupakan sumber mata air dan tempat ritual adat/budaya masyarakat setempat. 61

84 Sedangkan kondisi kawasan hutan lindung lainnya seluas ± ,41 Ha (28,96%) berupa hutan sekunder dan semak belukar, yang sebagian besar sudah dikelola masyarakat melalui perambahan dan perladangan liar (areal non program) yang ditujukan untuk tumpangsari tanaman holtikultura dan perkebunan. Kondisi vegetasi pada kawasan tersebut didominasi tanaman non MPTS seperti Kopi, Cacao, Pisang dan Pepaya. Sementara potensi kayu diperkirakan ± 46,91 M³/Ha, dengan jumlah tegakan kayu dan MPTS untuk tingkat pohon ± 118 batang/ha, tingkat tiang ± 51 batang/ha, serta untuk tingkat pancang dan tingkat semai ± 68 batang/ha. Pengembangan tanaman kayu pada hutan lindung sudah dimulai sejak proyek Inpres Reboisasi tahun 70-an, yang dilakukan secara monokultur dengan jenis kayu komersial seperti Mahoni dan Sonobrizt, sementara tanaman MPTS saat itu belum diperkenankan, walaupun ada yang ditanam merupakan swadaya masyarakat hasil negosiasi dengan petugas (mandor) kehutanan. Sedangkan kebijakan komposisi jenis tanaman MPTS 30% dan kayu-kayuan 70%, mulai diberikan pada tahun 1994 melalui proyek hutan kemasyarakatan (HKm), hutan cadangan pangan (HCP), hutan serbaguna (HSG), padat karya sektor kehutanan (P2KSK) dan aneka usaha kehutanan (AUK). Akan tetapi kebijakan tersebut dirasakan belum optimal karena tanaman kayu tetap menjadi prioritas padahal fungsi kawasan hutan lindung, sehingga masyarakat peserta proyek tetap berkata kita harus belajar sabar untuk menonton pohon kayu. Disamping itu pembinaan masyarakat dalam proyek tersebut belum berkelanjutan, karena disentuh sebagai pekerja harian selama umur proyek berlangsung (maksimal 3 tahun). Setelah proyek berakhir kawasan menjadi open akses kembali, tanaman tidak terpelihara, terjadi ganti rugi (jual beli) lahan garapan, tanaman kayu ditebang, dan bahkan tanaman MPTS (Kemiri, Duren dll) juga ditebang kemudian diganti tanaman non MPTS seperti Kopi, Cacao, Pisang, Pepaya dll. Kondisi tersebut berlangsung juga pada kawasan yang sudah mendapatkan legalitas ijin, seperti halnya pada lokasi HKm. Gambaran potensi kayu, serta jumlah tegakan untuk tingkat pohon, tiang, pancang dan semai pada kawasan hutan lindung wilayah KPHL Rinjani Barat seperti disajikan pada Tabel

85 Tabel Gambaran Potensi Kayu dan Jumlah Tegakan pada Hutan Lindung KPHL Rinjani Barat No Blok Luas (Ha) Rata-rata jumlah tegakan (batang/ha) Volume Rata2 (M³) Semai-pancang Tiang Pohon 1. Blok Inti , ,36 2. Blok Pemanfaatan (Areal eks proyek & areal perladangan) , ,91 3. Blok Khusus (Hutan Mejet) 12, ,78 Jumlah , Sumber: hasil inventarisasi hutan lindung (2008) dan hasil survey Karbon (2013) Dalam pelaksanaan kegiatan reboisasi pengkayaan tahun 2012 dan 2013, KPHL Rinjani Barat telah melakukan upaya antara lain ; menyusun perencanaan secara partisipatif, merancang seluruh kegiatan pengelolaan hutan dalam kerangka pemberdayaan masyarakat, memprioritaskan pengembangan tanaman MPTS, merancang hutan lindung yang sudah dikelola masyarakat menjadi blok pemanfaatan wilayah tertentu. Pengembangan tanaman MPTS sebagai prioritas dapat menumbuhkan motivasi masyarakat untuk mengurangi/memangkas tanaman Cacao, Kopi, Pisang dan Pepaya, sehingga menambah prosentase komposisi tanaman pokok (Kayu dan MPTS) dari rata-rata 20% tiap hektar, menjadi diatas 40% tiap hektar. Gambaran komposisi tanaman Kayu, MPTS dan non MPTS pada kawasan hutan lindung KPHL Rinjani Barat seperti disajikan pada Tabel Tabel Prosentase Komposisi Kayu, MPTS dan Non MPTS pada Hutan Lindung KPHL Rinjani Barat No Blok / Kegiatan Program Luas (Ha) Prosentase Komposisi Tanaman (%) Kayu MPTS Non MPTS 1. Blok Inti , Blok Pemanfaatan (HKm) 792, Blok Pemanfaatan Wilayah Tertentu : a. Lokasi Perambahan/Non Program (termasuk eks berbagai proyek) ,

86 No Blok / Kegiatan Program Luas (Ha) Prosentase Komposisi Tanaman (%) Kayu MPTS Non MPTS b. Lokasi Reboisasi/Rehabilitasi KPHL Rinjani Barat c. Lokasi Reboisasi/Rehabilitasi Dishut Prov/Kab, BPTH Bali dll , , Blok Khusus (Hutan Mejet) 12, Jumlah , Sumber: hasil inventarisasi hutan lindung (2008) dan hasil survey Karbon (2013) Jenis tanaman MPTS yang dikembangkan dalam kegiatan reboisasi pengkayaan KPHL Rinjnai Barat Tahun 2012 dan 2013 tersebut antara lain; Karet, Kayu Putih, Aren, Dukuh Palembang, Duren, Lengkeng, Petai, Jengkol, Murbey, Kemiri, Gaharu, Pala, Alpukat, Bambu, Manggis dan Rambutan. (2). Hutan Produksi Luas kawasan hutan produksi pada wilayah KPHL Rinjani Barat tercatat seluas ,9 Ha terdiri dari hutan produksi terbatas (HPT) seluas 6.984,38 Ha dan hutan produksi tetap (HP) seluas 5.171,52 Ha. Kondisi kawasan hutan produksi tersebut sebagian besar berupa hutan sekunder dan semak belukar (hutan rawang), yang seluruhnya sudah dikelola masyarakat (kegiatan non program) untuk tumpangsari tanaman semusim, holtikultura dan perkebunan. Tegakan pohon didominasi tanaman non MPTS seperti Kopi, Cacao dan Pisang. Potensi kayu pada HPT rata-rata 63,57 M³/ha, dengan jumlah tegakan (kayu dan MPTS) tingkat pohon ± 90 batang/ha, tingkat tiang 85 batang/ha, tingkat pancang 88 batang/ha dan tingkat semai 75 batang/ha. Sedangkan potensi kayu pada HP tertinggi pada KH. Pandan Mas tercatat 34,53 M³/ha, dengan jumlah tegakan (kayu dan MPTS) tingkat pohon 45 batang/ha, tingkat tiang 26 batang/ha, tingkat pancang 61 batang/ha dan tingkat semai 89 batang/ha. Gambaran potensi kayu, serta jumlah tegakan tingkat pohon, tiang, pancang dan semai pada hutan produksi wilyah KPHL Rinjani Barat seperti disajikan pada Tabel

87 Tabel Gambaran Potensi Kayu dan Jumlah Tegakan pada Hutan Produksi KPHL Rinjani Barat No Fungsi Hutan / Kelompok Hutan Luas (Ha) Rata-rata jumlah tegakan (batang/ha) Volume Semai Pancang Tiang Pohon Rata2 (M³) 1. Hutan Produksi Terbatas 6.984, ,57 2. Hutan Produksi Tetap a. KH. Gunung Rinjani 4.431, ,57 b. KH. Pandan Mas 739, ,53 Jumlah , Sumber: hasil inventarisasi hutan produksi (2011 & 2012) dan hasil survey Karbon (2013) Rendahnya potensi kayu pada kawasan hutan produksi tetap KH. Gunung Rinjani (RTK.1), disebabkan karena pada kawasan tersebut terdapat kasus sertifikasi hutan di Rempek tahun 1984 seluas ± 86 Ha, yang memicu kegiatan ilegal loging, perladangan liar, perambahan dan penguasaan kawasan hutan, mulai dari kali Ungkah Desa Rempek di bagian barat sampai dengan Kokok Putik Desa Sambik Elen di bagian timur. Disamping itu pada tahun 1990 terdapat kegiatan Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) oleh pemegang ijin HTI PT. Tambora Buana Lestari, akan tetapi setelah selesai melakukan IPK, tidak dilanjutkan dengan kegiatan penanaman yang baik dan profesional. Kondisi dan masalah tersebut yang menjadi penyebab rendahnya potensi kayu pada kawasan hutan produksi tetap KH. Gunung Rinjani. Program pembangunan kehutanan yang pernah dilakukan pada kawasan hutan produksi antara lain; proyek pembangunan HTI di Bayan, pengembangan Gaharu Unram di Senaru, proyek hutan kemasyarakatan (HKm) di Santong dan pembangunan hutan tanaman unggulan lokal (PHTUL) di Monggal. Akan tetapi pembinaan masyarakat pada program di atas kurang berkelanjutan, sehingga terindikasi terjadi ganti rugi (jual beli) lahan, ilegal loging dan pembukaan kawasan untuk diganti kembali dengan tanaman semusim dan non MPTS. Kondisi tersebut menyebabkan tingginya prosentasi penutupan lahan yang didominasi tanaman Kopi, Cacao dan Pisang hingga mencapai 85%. Penutupan lahan tersebut hampir sama pada lokasi hutan produksi yang sudah memiliki ijin seperti pada IUP HKm Salut/Munder/Gumantar (537 Ha), IUP HKm 65

88 Maliko Bangkit Jenggala (718 Ha), IUP HTI Sadana (1.246 Ha) dan KHDTK Universitas Mataram seluas ± 202,61 Ha. Sementara komposisi tegakan yang ideal dan terpelihara dengan baik, hanya terlihat pada lokasi IUP HKm Santong (221 Ha). Gambaran prosentase komposisi jenis Kayu, MPTS dan non MPTS pada hutan produksi KPHL Rinjani Barat disajikan pada Tabel Tabel Prosentase Komposisi Kayu, MPTS dan Non MPTS pada Hutan Produksi KPHL Rinjani Barat No Blok / Kegiatan Program Luas (Ha) A. Hutan Produksi Tetap Prosentase Komposisi Tanaman (%) Kayu MPTS Non MPTS 1. Blok Perlindungan 708, Blok Pemberdayaan (HKm) a. HKm Santong 221, b. HKm Salut, Munder dsk 537, Blok Pemanfaatan Wilayah Tertentu 2.256, Blok Khusus (KHDTK Unram) 202, Blok Pemanfaatan HHK-HTI 1.246, Jumlah A 5.171, B. Hutan Produksi Terbatas 1. Blok Perlindungan 904, Blok Pemberdayaan (HKm) 718, Blok Pemanfaatan Wilayah Tertentu 5.326, Blok Khusus (Hutan Ritual Bebeke) 35, Jumlah B 6.984, Sumber: hasil inventarisasi hutan produksi (2011 & 2012) dan hasil survey Karbon (2013) KPHL Rinjani Barat sejak tahun 2011 telah melakukan berbagai upaya dalam menangani konflik tenurial pada hutan produksi antara lain; koordinasi intensif dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama, melakukan perencanaan partisipatif, konsolidasi dan pertemuan kelompok secara intensif, ujicoba reboisasi tahun 2012, kerjasama pendampingan kajian/resolusi konflik, membangun kerjasama kemitraan, melakukan uji coba reboisasi pengkayaan DAK tahun 2013 seluas 50 Ha. Upaya tersebut, menjadi jalan tengah dalam mengeleminir terjadinya konflik sosial akibat masalah tenurial di dalam kawasan hutan, serta telah menumbuhkan pengakuan 66

89 masyarakat terhadap keberadaan kawasan hutan produksi tetap yang sebelumnya diklaim sebagai tanah GG. Potensi produksi hasil hutan bukan kayu (HHBK) dari wilayah KPHL Rinjani Barat yang teridentifikasi antara lain kemiri, bambu, madu, aren dan gaharu. Produksi HHBK tersebut merupakan komoditas yang dikelola masyarakat untuk kebutuhan konsumsi sendiri maupun untuk dijual. wilayah KPHL Rinjani Barat, seperti disajikan pada Tabel No. Gambaran potensi produksi HHBK dar Tabel Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di wilayah KPHL Rinjani Barat Potensi Unggulan Produksi/ Tahun Lokasi 1 Kemiri 50 Ton Sesaot & Gunung Sari Kab. Lombok Barat 200 kg/ha Senaru & Bayan, Kab. Lombok Utara 2 Bambu batang Narmada & Gunung sari Kab. Lombok Barat 3 Madu 240 botol Lingsar Kab. Lombok Barat botol Tanjung, Gangga, Kayangan & Bayan Kab. Lombok Utara 4 Gaharu 500 Kg Kabupaten Lombok Barat 5 Aren liter Kabupaten Lombok Barat Sumber : Dishut Provinsi NTB Potensi Jasa Lingkungan dan Wisata Alam (1). Potensi Sumber Daya Air Sebagaimana telah dijelaskan dalam sub bab 2.1.1, bahwa kawasan hutan pada wilayah KPHL Rinjani Barat merupakan hulu dari potensi sumber daya air yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat di 4 wilayah Kabupaten/Kota, meliputi Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Utara dan Kabupaten Lombok Tengah. Potensi sumber daya air tersebut diperlukan untuk memenuhi kebutuhan air minum, irigasi/pengairan sawah, bendungan/dam, pembangkit listrik mikro hydro, dan kebutuhan lainnya. Gambaran jenis penggunaan sumberdaya air tiap Resort pada KPHL Rinjani Barat disajikan pada Tabel

90 No Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Tabel Jenis penggunaan sumber daya air tiap Resort pada KPHL Rinjani Barat 1. SESAOT Resort /Jenis Penggunaan Pengguna Keterangan a. Air minum, dan MCK 2 Kec Dusun/desa sekitar hutan Kec. Narmada dan Kec. Lingsar b. Sumber Air PDAM 2 Kab/Kota Kota Mataram & Kab Lombok Barat c. Irigasi Teknis 3 Kab/Kota Kota Mataram, Kab Lombok Barat & Kab. Lombok Tengah d. Bendungan/Dam 4 unit Embung Aik Nyet & Gn Jahe, Dam Batujai & Dam Pengga. e. PLTMH (0,5-1 MW) 2 unit PLTMH Sedau & Renc PLTMH Sesaot f. Kolam Ikan 3 Kab/Kota Kota Mataram, Kab Lombok Barat & Kab. Lombok Tengah 2. JANGKOK a. Air minum, dan MCK 2 Kec Dusun/desa sekitar hutan Kec. Narmada dan Kec. Lingsar b. Sumber air PDAM 2 Kab/Kota Kota Mataram & Kab Lombok Barat c. Irigasi Teknis 2 Kab/Kota Kota Mataram & Kab Lombok Barat d. PLTMH (0,5-1 MW) 1 unit PLTMH Tirtadaya di Buwun Sejati e. Kolam Ikan 2 Kab/Kota Kota Mataram & Kab Lombok Barat 3. MENINTING a. Air minum, dan MCK 2 Kec Dusun/desa sekitar hutan Kec. Lingsar & Kec.Gunungsari b. Sumber air PDAM 2 Kab/Kota Kota Mataram & Kab Lombok Barat c. Irigasi Teknis 2 Kec Kec Lingsar & Kec. Gunungsari d. Kolam Ikan 2 Kec Kec Lingsar & Kec. Gunungsari 4. MALIMBU a. Air minum, dan MCK 2 Kec Dusun/desa sekitar hutan Kec. Batu Layar & Kec.Pemenang b. Irigasi non Teknis 1 Kec Dusun/desa sekitar hutan Kec. Pemenang 5. TANJUNG a. Air minum, dan MCK 2 Kec Dusun/desa sekitar hutan Kec. Tanjung dan Kec. Gangga b. Sumber air PDAM 3 Kec Kec. Tanjung, Kec. Gangga & Kec Pemenang c. Irigasi Teknis 2 Kec Kec. Tanjung dan Kec. Gangga d. PLTMH (1-5 MW) 1 unit PLTMH Segara 2 e. Kolam Ikan 2 Kec Kec. Tanjung dan Kec. Gangga 6. MONGGAL a. Air minum, dan MCK 1 Kec Dusun/desa sekitar hutan Kec. Gangga b. PAM BUMDES 1 Kec Kec. Gangga c. Irigasi Teknis 1 Kec Kec. Gangga d. PLTMH (1-5 MW) 1 unit PLTMH Segara 1 7. SANTONG SIDUTAN a. Air minum, dan MCK 2 Kec Dusun/desa sekitar hutan Kec.Gangga & Kec. Kayangan 68

91 No Resort /Jenis Penggunaan Pengguna b. Sumber air PDAM 1 Kec Kec. Kayangan c. Irigasi Teknis 2 Kec Kec.Gangga & Kec. Kayangan d. PLTMH (1-5 MW) 2 unit PT. PLN & Perusahaan swasta e. Kolam Ikan 1 Kec Kec. Kayangan 8. SENARU PUTIK Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Keterangan a. Air minum, dan MCK 2 Kec Dusun/desa sekitar hutan Kec. Bayan b. Sumber air PDAM 1 Kec Kec. Bayan c. Irigasi Teknis 1 Kec Kec. Bayan Sumber: hasil survey Sosekbud KPHL Rinjani Barat (2011 dan 2013) (2). Potensi Karbon Berdasarkan hasil survey Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi (2012), diketahui bahwa komponen ekosistem bagian atas permukaan tanah yang berupa tumbuhan hidup memiliki kontribusi paling besar dalam stok karbon sebuah ekosistem di KPHL Rinjani Barat (hampir 98% total stok karbon yang ada di atas tanah berupa vegetasi hidup bagian di atas tanah). Potensi stok karbon yang dimiliki di masing-masing tipe vegetasi beragam, yaitu rata-rata di hutan alam sekunder (156,48 ton/ha), hutan mahoni (210,41 ton/ha), agroforestri campuran (102,47 ton/ha), coklat-dadap (28,07 ton/ha) dan semak belukar (2,27 ton/ha). Dalam survey/penelitian tersebut belum menganalisis komponen ekosistem tanah sebagai bagian dari komponen stok karbon hutan. Sedangkan hasil survey stok karbon KPHL Rinjani Barat bekerjasama dengan Korea Forest Research Institute (KFRI), Prodi Kehutanan Unram dan PT. Hijau Artha Nusa (2013), dilakukan dengan menganalisis seluruh komponen ekosistem (termasuk komponen tanah) terhadap 45 petak sampel permanen (PSP) dari berbagai type hutan. Hasil analisis diketahui bahwa komponen ekosistem tanah memberikan kontribusi paling besar dalam stok karbon ekosistem hutan di KPHL Rinjani Barat. Potensi stok karbon yang dimiliki di masing-masing tipe hutan, yaitu rata-rata hutan primer rata-rata 206,6 ton/ha, hutan sekunder rata-rata 180,1 ton/ha dan semak belukar rata-rata 75,3 ton/ha. Gambaran rata-rata potensi karbon setiap komponen menurut type hutan pada KPHL Rinjani Barat disajikan pada Tabel

92 No Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Tabel Rata-rata Stok Karbon setiap Komponen Ekosistem Menurut Type Hutan pada KPHL Rinjani Barat Land use (Forest type) Rata-rata Stok Karbon Komponen Ekosistem (Ton/Ha) Abovegrounground Below- Dead Litter Soil Total wood 1. Hutan Primer 109,9 29,7 18,3 1,7 47,0 206,6 2. Hutan Sekunder 97,8 26,4 21,4 1,8 32,8 180,1 3. Semak belukar 26,5 7,2 16,7 1,6 23,4 75,3 Sumber: hasil survey KPHL Rinjani Barat, KFRI, Prodi Kehutanan Unram & PT.HAN (2013) Memperhatikan Tabel 2.27 di atas, diketahui bahwa hasil analisis Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi tersebut pada prinsipnya hampir sama dan sejalan dengan hasil survey yang dilaksanakan KPHL Rinjani Barat dengan Korea Forest Research Institute, Prodi Kehutanan Unram dan PT. Hijau Artha Nusa, apabila komponen ekosistem tanah dimasukan sebagai bagian dari komponen potensi stok karbon hutan. Disamping itu KFRI ( ), telah melakukan analisis terhadap perubahan stok karbon hutan pada KPHL Rinjani Barat pada periode tahun Hasil penelitian menunjukan bahwa potensi stok karbon hutan pada KPHL Rinjani Barat tahun cenderung terus menurun. Penurunan stok karbon yang cukup signifikan terjadi pada hutan primer untuk periode tahun , dan sebaliknya terjadi peningkatan stok karbon pada hutan sekunder. Kondisi tersebut disebabkan karena pada tahun antara lain; (a). mulai beroperasinya Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Angkawijaya Raya Timber pada kawasan hutan alam primer, yang terletak pada kawasan hutan produksi terbatas di sekitar Dusun Monggal, Desa Genggelang, Kabupaten Lombok Utara, dan (b). terdapat ijin pemanfaatan kayu tumbang yang dilaksanakan Dinas Kehutanan Tk.I NTB pada kawasan hutan lindung yang terletak sekitar Desa Sesaot Kabupaten Lombok Barat. Aktivitas HPH tersebut mulai berkurang sejak tahun1996, karena mendapat penolakan dan tuntutan penghentian dari masyarakat setempat dan berbagai pihak terkait. Tuntutan dan aksi masyarakat tersebut kurang direspon khususnya Institusi 70

93 Kehutanan, sehingga pada tahun 1998 aksi tersebut semakin berkembang dan masif, dan puncaknya pada tahun 1999 terjadi aksi masa yang anarkis dengan membakar camp dan sarana prasarana HPH. Akan tetapi sejak HPH menghentikan operasinya (tahun 1999), masyarakat berbondong-bondong masuk kawasan eks HPH dan melakukan ilegal loging, perambahan hutan dan perladangan. Demikian halnya terjadi pada kasus pemanfaatan kayu tumbang di kawasan hutan lindung Sesaot, karena lemahnya pengawasan dan adanya kecerobohan oknum petugas kehutanan yang melakukan penebangan tegakan pohon berdiri/sehat, sehingga terjadi penebangan besar-besaran oleh masyarakat disekitarnya. Kegiatan ilegal loging tersebut terus berlangsung dan tidak terkendali, sehingga terjadi kerusakan kawasan hutan yang diperkirakan mencapai luas ± Ha, selanjutnya areal tersebut saat ini diistilahkan sebagai areal HKm non program. Gambaran perubahan stok karbon hutan pada KPHL Rinjani Barat periode tahun , seperti disajikan pada Tabel No Tabel Perubahan Stok Karbon pada KPHL Rinjani Barat Tahun Land Use (Forest type) Perubahan stok karbon (Ton) Hutan Primer Hutan Sekunder Semak belukar Total Sumber: KFRI (2012 & 2013) Upaya yang diperlukan untuk mempertahankan dan meningkatkan stok karbon hutan tersebut, antara lain melalui peningkatan kegiatan rehabilitasi dan reklamasi hutan, patroli pengamanan hutan, pengendalian kebakaran hutan, pengendalian perladangan liar, pengembangan tanaman MPTS, membatasi eksploitasi hasil hutan kayu, dan upaya peningkatan pemberdayaan masyarakat/kth sekitar hutan. (3). Potensi Wisata Alam Panorama alam di kawasan KPHL Rinjani Barat didominasi deretan pegunungan dan perbukitan, dengan hamparan lanscape kawasan yang bervariasi, yang dihiasi 71

94 panorama air terjun dan ngarai, Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang serta pemandangan menuju lembah berupa persawahan di bagian selatan, dan pemandangan pantai di bagian barat dan bagian utara. Gambaran potensi alam yang dapat dikembangkan untuk tujuan wisata tiap Resort pada KPHL Rinjani Barat seperti disajikan pada Tabel No Tabel Potensi Wisata Alam Tiap Resort pada KPHL Rinjani Barat 1. SESAOT Resort /Jenis Potensi Alam a. Panorama hutan, sungai & sawah b. Pemandian alam sumber mata air Lokasi Buwun Sejati & Batu Asah Aiknyet-Sesaot Potensi Pengembangan Arung jeram, outbond, atraksi wisata & agrowisata lain. Penataan pemandian tradisionil, outbond, camping ground, kuliner, atraksi wisata, cidera mata dan agrowisata lain c. Embung Aiknyet-Sesaot Kolam pancing, atraksi wisata, outbond & agrowisata 2. JANGKOK a. Air Terjun Timponan, Tiu & Eyat Kembar c. Ngarai Tebing Batu Susun 3. MENINTING a. Puncak bukit, panorama laut dan Kera Abu Tetebatu-Praba Pusuk Pas-Pusuk Lestari Outbond, jalur tracking, atraksi, rumah pohon, kolam renang tradionil, atraksi budaya, kuliner, cideramata dan agrowisata lain Jalur tracking, tempat pemantauan panorama, atraksi wisata, outbond, tempat ritual & agrowisata lain Tempat pemantauan panorama, rest area, jalur tracking, outbond, kuliner, atraksi wisata, cideramata & agrowisata lain. b. Air Terjun Tibu Ijau & Trenggilis Pemandian tradisionil, outbond, atraksi wisata, kuliner, cidera mata dan agrowisata lain 4. MALIMBU a. Puncak bukit, panorama laut dan pantai 5. TANJUNG a. Panorama hutan, sungai & sawah 1. Bukit Batu Bolong 2. Bukit Senggigi 3. Bukit Kerandangan 4. Bukit Mangsit 5. Bukit Stanggi 6. Bukit Klui 7. Bukit Malimbu 8. Bukit Nipah 9. Bukit Pandanan Jenggala Kereta gantung, jalur tracking, penginapan tradisionil, rumah pohon, paralayang, pemantauan panorama, outbond, playing fox, atraksi wisata, atraksi budaya, cideramata, kuliner & agrowisata lain. Arung jeram, outbond, penginapan tradisionil, atraksi wisata, rumah pohon & agrowisata lain. b. Bendungan PLTMH Segara 1-2 Kolam pancing ikan, penginapan tradisionil, rumah pohon, outbond, kuliner & atraksi wisata. 72

95 No 6. MONGGAL Resort /Jenis Potensi Alam a. Panorama sawah & Air Terjun Lokasi Kerta Gangga Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Potensi Pengembangan Pemandian tradisionil, outbond, penginapan tradisionil, rumah pohon, atraksi wisata dan agrowisata lain b. Hutan Adat Bebeke & Mejet Ritual adat, atraksi budaya, outbond & atraksi wisata. 7. SANTONG SIDUTAN a. Air Terjun Tiu Teja & Sekeper Pemandian tradisionil, jalur tracking Rinjani, outbond, penginapan tradisionil, rumah pohon, atraksi wisata dan agrowisata lain b. Bendungan PLTMH Santong 1-2 Kolam pancing ikan, rumah pohon, outbond & atraksi wisata. 8. SENARU PUTIK a. Hutan Adat Semokan Ritual adat, atraksi budaya & outbond. b. Kampung Adat Senaru Ritual adat & atraksi budaya. c. Hutan Pendidikan Senaru Atraksi berbagai model pengelolaan hutan lestari d. Air Terjun Sindanggila & Tiu Kelep Pemandian tradisionil, jalur tracking Rinjani, outbond, penginapan tradisionil, rumah pohon & atraksi wisata e. Panorama hutan, bukit dan laut Sambi Elen Sumber: hasil berbagai survey KPHL Rinjani Barat (2011, 2012 dan 2013) Keanekaragaman Flora dan Fauna (1). Flora Jalur tracking Rinjani, tempat pemantauan panorama, rest area & penginapan tradisionil Berdasarkan hasil enumerasi petak ukur permanen (PUP) dan petak ukur sementara (PUS), diketahui bahwa pada KPHL Rinjani Barat ditemukan sebanyak 135 spesies flora. Sedangkan jenis flora dominan pada hutan primer berdasarkan hasil inventarisasi hutan lindung (2008), serta hasil survey stok karbon (2013) antara lain; Rajumas (Duabanga molucana), Tanjung (Mimusops elengi), Ara/Beringin (Ficus spp), Jukut/Salam (Eugena polyanta), Udu/Kalimuru (Neolitsea javanica), Sentul (Sondaricum emarginatum), Laban (Vitec pubescens), Klokos/Jejawan/Dungul (Syzigium sp), Bintangur (Calophyllum inophyllum), Api-Api/Ketai (Disoxylum coulostuchyum), Kenanga (Cananga Odorata), Bebatu (Alstonia spectabilis), Keruing (Dipterocarpus appendicu), Cemara Gunung (Casuarina Junghunina), Duk-Duk (Melastoma malabathricum), Buraksasa/Bentaeng (Bilshmiedia lucidula), Sangkuri/ Cempaka (Michelia alba), Jambu Hutan (Eugenia sp), Bangsal (Engelhardia spicata), Garu (Lansium sp), Koak/Goak (Ficus eustolosa), Klokos Udang (Syzigium polyanthum), 73

96 Langsat/Cluring (Codiacum farigata), Bintangur/Nyamplung (Callophylum inophyllum), Bebuloan/Blok/Bebilok (Eusiderxylon zwageri), Banitan/Kepundungan/ Banyutan (Baccaurea racemosa), Badung (Garcinia lateri flora), Ketimusan (Protium javanicum), Buak Odak (Planchonella notida), Kemuning (Mieromelum minutum), Lempokon/Lengkukun/Walikukun (Schoutenia ovata), Lenpinyo (Anthocapalus cadamba), Sipit/Ipil (Instia bijuga), Mendongan (Fimbritylis globulus), Bajur (Pterospermum javanicum), Kumitri/Jumitri (Elaicarpus sphaericus), Bintangur (Calophyllum sp), Nyangget Tunggak (Syzigium polyanthum), Jambu Hutan (Eugenia sp), Terep (Arthocarpus sp), Kluwih (Arthocarpus communis), Aren (Arenga pinata), Ketimunan/Gaharu (Girinops verstigii), Saropan (Urceola brachysepala Hook), Goa (Ficus, spp), jelateng (Laportea peltata Gaud), Bambu/Tereng (Bambusa angulata) serta beberapa jenis tanaman perdu, pakis, palm dan liana lainya. Sedangkan vegetasi pada hutan sekunder di dominasi Dadap/Boro (Erythrina varigata), Kopi (Coffea arabica), Kakao/Coklat (Theobrama Cacao), Gamal (Gliricidia sepium), Randu (Lagerstronia speciosa), Saropan (Urceola brachysepala Hook), Bambu/ Tereng (Bambusa angulata), Kluwih (Arthocarpus communis), Aren (Arenga pinata), Ketimunan/Gaharu (Girinops verstigii), serta tanaman hasil reboisasi dan program rehabilitasi hutan lainnya (s/d tahun2013) seperti Mahoni (Swetenia mahagony), Rajumas (Duabanga mollucana), Sengon/Merak (Paraserianthes falcataria), Sonobrizt (Dalbergia latifolia), Jati (Tectona grandis), Alpukat (Persea gratisium), Kemiri (Aleurites malucana), Melinjo (Gnetum gnemon), Durian (Durio zibethin`us), Jambu Mete (Anacardium occidentale), Nangka (Arthocarpus keterophyllus), Asam (Tamarindus indicus), Karet (Hevea brassiliensis), Kayu Putih (Malaleuca katjoeputi), Manggis (Garcinia mangostana), Alpukat (Parcea americana), Petai (Parkia speciosa), Jengkol (Archidendron paucihorum), Matoa (Pometia pinnata), Lengkeng (Dhimocarpus longan), Dukuh Palembang (Baccaurea sp) Murbey (Morus alba), Nyamplung (Callophylum innophylum), Pala (Myristica fragrans), Rambutan (Nephelium lapaceum), Srikaya (Annona squamosa) dan berbagai jenis MPTS dan tanaman produktif (non MPTS) lainnya. 74

97 (2). Fauna Kawasan hutan pada KPHL Rinjani Barat merupakan satu kesatuan ekosistem kawasan yang sama dengan kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani. Berdasarkan hasil penelitian Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (1994), diketahui bahwa jumlah fauna yang ditemukan pada Kelompok Hutan Gunung Rinjani (RTK.1) diperkirakan ± 154 jenis, yang terbagi ke dalam jenis mamalia, reptil, primata, amphibi, insect, dan aves (burung). Beberapa jenis mamalia yang ditemukan antara lain; Rusa/Mayung (Cervus timorensis), Dedes (Felis bengalensis javanensis), Babi/Bawi (Sus scrofa vitatus), Leleko (Paradoxurus hermaproditus rindjanicus), Trenggiling (Manis javanica), Bajing/Kelep (Lornys horsfield). Jenis primata yang ditemukan antara lain; Lutung/Pitu (Tracyphitecus auratus cristatus) dan Kera Abu/Godeg (Macaca fascicularis). Jenis reptilia yang ditemukan antara lain; Biawak (Varanus salvator), Ular Sawa/Sanca Bodo (Phyton morulus), Ular Sawak/Sanca Kuning (Phyton reticulates), Ular Hijau (Trimenesurus albolabris) dan Ular Hitam (Trimenesurus sp). Jenis aves yang ditemukan antara lain; Elang Bondol (Haliastur indus intermedius), Kecial Bale (Zosterops chloris maxi), Punglor (Zoothera leucolaema), Anis Kuning (Turdus obsculus), Anis Merah (Zoothera ciltira), Punglor Kepala Hitam (Zoothera interpres interpres), Alap-Alap (Elanus caeruleus), Cerukcuk (Pycnonotus goiavier), Koakao Lantang/Cucak Timor (Philemon buceroides), Burung Gosong (Megapodius reinwardtii), Tekukur (Streptopellia chinensis), Ayam Hutan (Gallus sp), Kakatua Kecil Jambul Kuning (Cacatua sulphurea), Anis Kembang (Zoothera interpres), Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus) dan Dedawe Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Wilayah Administrasi KPHL Rinjani Barat secara administratisi pemerintahan berada di Kabupaten Lombok Barat (meliputi kecamatan Narmada, Lingsar, Gunungsari dan Batu Layar), serta Kabupaten Lombok Utara (meliputi kecamatan Tanjung, Pemenang, Gangga, Kayangan dan Bayan), dengan letak menurut administratisi pemerintahan seperti 75

98 disajikan pada Lampiran 9. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Berdasarkan hasil identifikasi sosial ekonomi budaya, diketahui bahwa jumlah desa/dusun yang berbatasan langsung dengan wilayah KPHL Rinjani Barat tercatat 42 desa dan 104 dusun. Jumlah Kecamatan, Desa dan Dusun tiap kecamatan dan kabupaten yang berbatasan langsung dengan wilayah KPHL Rinjani Barat seperti disajikan pada Tabel Tabel Jumlah Kecamatan Desa dan Dusun sekitar KPHL Rinjani Barat No Kabupaten Kecamatan Jumlah Desa Jumlah Dusun A. Lombok Barat 1. Narmada 4 15 Resort Sesaot 2. Lingsar 6 12 Resort Jangkok Keterangan 3. Gunung Sari 7 11 Resort Meninting 4. Batulayar 2 6 Resort Malimbu B. Lombok Utara 5. Pemenang 3 11 Resort Malimbu 6. Tanjung 4 7 Resort Tanjung 7. Gangga 4 15 Resort Monggal & Resort Santong Sidutan 8. Kayangan 5 9 Resort Santong Sidutan 9. Bayan 7 16 Resort Senaru Putik Jumlah Sumber : Data Hasil Inventarisasi/Identifikasi Sosekbud KPHL Rinjani Barat (2012) Penduduk Berdasarkan data pada Biro Pusat Statistik NTB (2011), diketahui bahwa pertambahan penduduk tiap desa sekitar wilayah KPHL Rinjani Barat dalam sepuluh tahun terakhir ( ) menunjukan kecenderungan (trend) peningkatan yang cukup tinggi. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya perubahan jumlah/populasi penduduk pada setiap desa yang cenderung positif, dengan pertambahan penduduk dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 tercatat lebih dari jiwa, atau ratarata bertambah jiwa dalam setiap tahun. Data dan grafik kecenderungan perubahan populasi penduduk tiap desa sekitar wilayah KPHL Rinjani Barat dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010, seperti disajikan dalam grafik pada Gambar 2.7 dan data pada Tabel

99 Population Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Gambar 2.7. Grafik Kecenderungan Perubahan Peduduk Tiap Desa Sekitar KPHL Rinjani Barat Tahun Year Kondisi di atas, mengisyaratkan bahwa dalam pengelolaan hutan pada KPHL Rinjani Barat diperlukan berbagai kegiatan yang dirancang dalam kerangka pemberdayaan masyarakat, sehingga mampu mengurangi dan mengendalikan kemungkinan terjadinya gangguan keamanan hutan, yang akan dipengaruhi meningkatnya jumlah penduduk tiap desa sekitar hutan. Misalnya mengembangkan industri pengolahan dan pemasarana HHK/HHBK di tingkat lapangan, seluruh kegiatan menerapkan sistem swakelola dan padat karya, serta berbagai kegiatan padat modal lainnya. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik NTB (2012), diketahui kondisi penduduk tiap desa sekitar wilayah KPHL Rinjani Barat tahun 2011 tercatat sejumlah jiwa, dengan tingkat kepadatan rata-rata 309 jiwa/km², dengan jumlah rumah tangga tercatat KK, dan rata-rata jumlah anggota keluarga tercatat 3,51 jiwa. Gambaran kondisi penduduk tiap desa sekitar wilayah KPHL Rinjani Barat tahun 2011 seperti disajikan pada Tabel

100 Tabel Perubahan Populasi Penduduk Desa Sekitar KPHL Rinjani Barat No Kabupaten Kecamatan Desa Penduduk Lombok Barat Narmada Sesaot Lembah sempaga Pakuan Buwun sejati Lingsar Batu mekar Duman Karang bayan Langko Giri Madya Dasan Geria Gunung sari Kekait Taman sari Pusuk lestari Guntur macan Mambalan Penimbung Bukit Tinggi Batu layar Batu layar Senggigi Lombok Utara Pemenang Malaka Pemenang barat Pemenang timur Tanjung Sigar penjalin Teniga Tegal maja Jenggala Gangga Bentek Ganggelang Rempek Sambik bangkol Kayangan Santong Sesait Gumantar Selengan Salut Bayan Mumbul sari Akar-akar Sukadana Senaru Bayan Loloan Sambik elen Total Sumber : BPS, Sensus Penduduk 1971, 1990, 2000, 2010 dan Proyeksi

101 Tabel Kondisi Penduduk Sekitar Kawasan Hutan KPHL Rinjani Barat Tahun 2011 No Kabupaten Kecamatan Desa Penduduk Kepadatan Laki-laki Perempuan total Penduduk Sex ratio Distribusi (jiwa/km2) 1 Lombok Barat Narmada Sesaot 37, ,28 100,67 2, ,03 Lembah sempaga 4, ,36 97,16 3, ,96 Pakuan 4, Buwun sejati 14, Lingsar Batu mekar 11, ,84 93,26 3, ,87 Duman 10, ,20 84,32 2, ,66 Karang bayan 5, ,83 95,39 2, ,43 Langko 3, ,36 97,36 2, ,46 Giri Madya Dasan Geria 2, ,58 97,82 1, ,76 Gunung sari Kekait 9, ,68 96,61 2, ,81 Taman sari 6, ,92 101,53 3, ,88 Pusuk lestari Guntur macan 2, ,79 94,79 0, ,61 Mambalan 5, ,69 93,22 2, ,49 Bukit Tinggi Penimbung 8, ,17 92,94 2, ,44 Batu layar Batu layar 8, ,07 98,69 4, ,12 Senggigi 6, ,38 109,33 1, ,76 2 Lombok Utara Pemenang Malaka 83, ,42 102,00 3, ,61 Pemenang barat 26, ,85 100,00 5, ,80 Pemenang timur 6, ,98 98,00 2, ,65 Tanjung Sigar penjalin 14, ,57 101,00 3, ,68 Teniga 14, ,68 104,00 0, ,01 Tegal maja 23, ,18 94,00 2, ,24 Jenggala 45, ,37 92,00 3, ,37 Gangga Bentek 37, ,31 94,00 3, ,48 Ganggelang 29, ,73 98,00 4, ,67 Rempek 30, ,03 97,00 3, ,70 Sambik bangkol 30, ,92 93,00 2, ,50 Kayangan Santong 11, ,67 92,00 2, ,90 Sesait 19, ,10 99,00 3, ,71 Gumantar 3, ,14 96,00 2, ,69 Selengan 5, ,14 95,00 2, ,50 Salut 8, ,69 97,00 1, ,35 Bayan Mumbul sari 49, ,67 95,00 1, ,33 Akar-akar 45, ,95 99,00 2, ,80 Sukadana 9, ,18 95,00 2, ,09 Senaru 37, ,88 96,00 2, ,62 Bayan 30, ,23 93,00 1, ,53 Loloan 41, ,66 94,00 1, ,50 Sambik elen 11, ,96 105,00 1, ,80 Total 760, ,98 85,29 100, ,51 Sumber : BPS (2012) Luas (km2) Rumah Tangga Rata2 Jml Anggota Keluarga 79

102 Kondisi Ekonomi Mata pencaharian penduduk sekitar wilayah KPHL Rinjani Barat sebagian besar bertani/berkebun, dagang dan buruh tani. Masyarakat sekitar hutan disamping mendapat penghasilan dari usaha pokok, juga mendapatkan tambahan penghasilan sebagai pengelola hutan dari tanaman MPTS dan tanaman produktif dibawah tegakan hutan seperti kopi/kakao dan buah-buahan. wilayah KPHL Rinjani Barat seperti disajikan pada Tabel No. Kondisi ekonomi masyarakat sekitar Tabel Kondisi Ekonomi Masyarakat sekitar Wilayah KPHL Rinjani Barat. Resort Belum ada Kondisi Ekonomi Wilayah KPHL Rinjani Barat Kelembagaan Mata Pencaharian Penghasilan Insidentil Masy Koperasi Lainnya Bertani/ Bertani Dagang Memiliki Tidak adat kebun sendiri penghasilan memiliki 1. Sesaot 71,1 15,7 7,2-78,3 16,9 4,8 65,1 34,9 2. Jangkok 46,6 5,2 8,6 36,2 22,4 60,3 3,4 67,2 32,8 3. Meninting 41,7 13,9 26,4 6,0 27,8 34,7 37,5 77,8 22,2 4. Malimbu 48,9 38,3 12,8-60,6 9,6 29,8 74,5 25,5 5. Tanjung 47,9 39,3 12,8-65,5 10,6 25,8 74,5 25,5 6. Monggal 41,7 13,9 26,4 6,0 27,8 34,7 37,5 77,8 22,2 7. Santong 72,1 15,7 6,2-79,3 15,9 4,8 65,1 34,9 8. Senaru 48,9 38,3 12,8-60,6 9,6 29,8 74,5 25,5 Sumber : Data Hasil Inventarisasi Sosekbud KPHL Rinbar ( ) Pemilikan Lahan Rata-rata luas pemilikan lahan masyarakat tiap kecamatan yang sekitar kawasan hutan tercatat ± 0,48 Ha/KK, dengan rata-rata pemilikan lahan terendah umumnya di Kabupaten Lombok Barat (Kecamatan Gunung Sari, Narmada, Batu Layar dan Lingsar) tercatat < 0,30 Ha/KK. Rendahnya pemilikan lahan tersebut yang mendorong masyarakat melakukan perladangan/perambahan hutan, serta penguasaan dan pendudukan hutan untuk tujuan sertifikasi dan pemukiman. Demikian halnya untuk masyarakat di Kecamatan Bayan walaupun pemilikan lahannya tergolong luas (tercatat 1,69 Ha/KK), tetapi tetap melakukan perladangan/ perambahan hutan, 80

103 karena kondisi tanahnya berbatu dan kurang subur. Rata-rata pemilikan lahan tiap kecamatan sekitar KPH Rinjani Barat disajikan pada Tabel Tabel Rata-rata pemilikan lahan tiap kecamatan sekitar KPH Rinjani Barat No Kecamatan Penggunaan Lahan (Ha) Sawah Kebun Jumlah Jml Rumah Tangga (KK) Pemilikan Lahan (ha) Keterangan 1. Narmada 2.242, , , ,0 0,21 Resort Sesaot 2. Lingsar 1.856, , , ,0 0,29 Resort Jangkok 3. Gunungsari 905, , , ,0 0,20 Resort Jangkok & Meninting 4. Batu Layar 332, , , ,0 0,23 Resort Malimbu 5. Pemenang 417, , , ,0 0,46 Resort Malimbu 6. Tanjung 714, , , ,0 0,49 Resort Tanjung 7. Gangga 1.238, , , ,0 0,70 Resort Monggal & Santong 8. Kayangan 2.619, , , ,0 0,58 Resort Santong 9. Bayan 3.316, , , ,0 1,69 Resort Senaru Putik Jumlah/rata² , , , ,0 0,48 Sumber : Hasil analisis data Kab, Lombok Utara dan Lombok Barat Dalam Angka, Pola Hubungan Masyarakat Dengan Hutan Interaksi masyarakat dengan sumber daya hutan ditunjukan dengan berbagai bentuk kegiatan, yaitu menanam tanaman dibawah tegakan seperti cakao, kopi, cengkih, vanili, talas, berbagai jenis empon-empon, tanaman semusim lainnya, serta kegiatan mencari rumput, sayuran, buah dan kayu bakar dari kawasan hutan untuk memenuhi sebagian kebutuhan sehari-harinya. Berdasarkan hasil inventarisasi sosial ekonomi dan budaya (2011) menjelaskan bahwa sebagian besar masyarakat sekitar wilayah KPHL Rinjani Barat, mempunyai penghasilan rata-rata kurang dari Rp ,- per bulan. Hal ini menandakan bahwa tingkat pendapatan masyarakat sekitar hutan masih tergolong rendah dan dikategorikan sebagai masyarakat miskin, karena pendapatan yang diperoleh kurang dari US$ 2 per-hari atau setara dengan Rp ,- per-hari. Deskripsi interaksi masyarakat dengan sumberdaya hutan pada wilayah KPHL Rinjani Barat seperti disajikan pada Tabel

104 Tabel Deskripsi Interaksi Masyarakat Dengan Sumberdaya Hutan pada Wilayah KPHL Rinjani Barat No Uraian 1 Manfaat hutan yang dirasakan : - Tempat menanam pohon - Tempat mencari sayur dan buah - Tempat mencari kayu bakar 2 Jenis tanaman bawah tegakan : - Kakao - Kopi - Cengkeh - Pisang, pepaya, tanaman semusim & empon-empon lain 3 Pendapatan pengelolaan hutan : - < Rp 400 rb/bln - Rp rb/bln - > Rp 550 rb/bln Sesaot, Jangkok & Meninting 50,6 % 39,8 % 9,6 % 37,7 % 29,3 % 2,2 % 30,8 % 83,1 % 7,2 % 9,8 % Sumber : Data Hasil Inventarisasi Sosekbud KPHL Rinbar ( ) Resort Malimbu & Monggal Tanjung 58,6 % 8,6 % 32,8 % 12,1 % 23,8 % 2,7 % 15,5% (sisax alang2) 93,1 % 5,3 % 1,6 % 76,4 % 9,8 % 13,8% 39,7 % 35,3 % 5,6 % 19,4 % 61,1 % 23,9 % 11,1 % Santong & Senaru 47,9 % 14,9 % 37,2 % 24,5 % 27,4 % 14,3 % 33,8 % 88,3 % 7,4 % 4,3 % Kondisi Sosial Budaya Kondisi sosial budaya masyarakat sekitar wilayah KPHL Rinjani Barat dapat diketahui dari bentuk kelembagaan, bentuk kegiatan, awig-awig yang dilakukan, serta bentuk sangsi yang diterapkan sesuai dengan awig-awig tersebut. Berdasarkan bentuk kegiatan, diketahui bahwa masyarakat sekitar Resort Santong dan Resort Senaru merupakan prosentase tertinggi (tercatat 85,1%) yang melakukan kegiatan adat, sedangkan untuk kegiatan sangkep prosentase tertinggi dilakukan masyarakat sekitar Resort Malimbu tercatat 56,7%. Kelompok yang sudah memiliki awig-awig prosentase tertinggi pada Resort Malimbu, tetapi prosentase tertinggi kelompok yang sudah menerapkan awig-awig terdapat kelompok Resort Santong Sidutan dan Resort Senaru Putik tercatat 29,8%, dengan bentuk sangsi yang sering dilakukan berupa menanam pohon kembali tercatat 66%. Gambaran kondisi sosial budaya masyarakat sekitar wilayah KPHL Rinjani Barat, seperti disajikan pada Tabel

105 No. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Tabel Kondisi Sosial Budaya Masyarakat sekitar Wilayah KPHL Rinjani Barat Resort Adat Kegiatan (%) Kondisi Sosial Budaya Wilayah KPHL Rinjani Barat Lainnya Sangkep Awiq-awiq dalam Pengelolaan Hutan (%) Belum Sdh Diterapkan ada ada Bentuk Sanksi dari Awiq-awiq (%) Tanam Denda Dikucilkan/lain2 pohon uang 1. Sesaot 55,4 32,5 12,0 26,5 47,0 26,5 60,3 19,3 20,4 2. Jangkok 46,6 25,9 15,5 26,5 47,0 26,5 25,0 45,8 23,6 3. Meninting 25,0 45,8 23,6 85,1 9,6 3,2 33,0 43,8 23,6 4. Malimbu 8,6 56,7 34,7 7,5 90,3 4,2 66,0 17,0 10,6 5. Tanjung 39,7 15,5 37,9 46,6 25,9 15,5 12,1 17,2 29,3 6. Monggal 55,4 32,5 12,5 25,0 45,8 23,6 60,3 4,2 18,1 7. Santong Sidutan 85,1 9,6 3,2 9,6 44,7 29,8 66,0 17,0 10,6 8. Senaru Putik 85,1 9,6 3,2 9,6 44,7 29,8 66,0 17,0 10,6 Sumber : Data Hasil Inventarisasi Sosekbud KPHL Rinbar ( ) Berdasarkan penelitian Koslata (2007) menjelaskan bahwa di 12 desa Lombok Utara terdapat 14 lembaga adat yang mengelola 31 hutan adat baik di dalam/di luar kawasan hutan dengan menerapkan awig-awig pengelolaan hutan. Pengelolaan hutan adat yang dilakukan mempunyai 3 (tiga) fungsi utama, yaitu ekologi dan konservasi, sosial budaya serta ekonomi. Fungsi ekologi/konservasi ditujukan dengan adanya keanekaragaman hayati dalam kawasan hutan serta bentuk perlindungan mata air. Fungsi sosial budaya dengan adanya pelaksanaan upacara dan sanksi adat. Sedangkan fungsi ekonomi adanya pemanfatan hasil hutan non kayu berupa kulit, daun dan buah. Awig-awig tersebut merupakan kearifan lokal, yang perlu dikembangkan dalam tata kelola hutan secara lestari pada KPHL Rinjani Barat. Budaya lain dari masyarakat sekitar hutan adalah budaya sawineh (kedermawanan sosial). Atas inisiasi LSM Konsepsi dan KSM Bareng Maju, budaya sawineh tersebut digulirkan kembali pada saat pertemuan kelompok di Kantor Desa Genggelang tahun Selanjutnya LSM Konsepsi telah mengimplementasikan budaya sawineh tersebut kepada peserta HKm Santong di Lombok Utara dan HKm Sesaot di Lombok Barat. 83

106 Kondisi Pendidikan Tingkat pendidikan secara umum menggambarkan tingkat kemampuan masyarakat dalam mengadopsi inovasi yang berkembang, kemampuan dalam berkomunikasi dan terkadang menjadi cerminan dari derajat/status sosial. Tingkat pendidikan masyarakat sekitar wilayah KPHL Rinjani Barat sebagian besar berpendidikan pada tingkat Sekolah Dasar (SD) dan sebagian kecil tamat Sekolah Menengah Pertama (SLTP), Sekolah Menengah Atas (SLTA), maupun Perguruan Tinggi (PT). Kondisi ini menandakan pendidikan yang ditempuh masyarakat masih tergolong rendah dan belum mencapai target program wajib belajar 9 tahun. Sarana pendidikan yang sudah tersedia disetiap lokasi umumnya sarana pendidikan SD, sedangkan untuk SLTP dan SLTA hanya ada di Ibu Kota Kecamatan. Keberadaan dan peran lembaga pendidikan tersebut dapat dimanfaatkan KPHL Rinjani Barat, khususnya dalam sosialisasi program yang akan dilaksanakan. Deskripsi pendidikan di wilayah KPHL Rinjani Barat disajikan pada Tabel Tabel Deskripsi Tingkat Pendidikan pada Wilayah KPHL Rinjani Barat No Resort Deskripsi Pendidikan 1 Sesaot Pendidikan yang terbanyak adalah tamat SD dan sebagian kecil Tidak Tamat SD, dan Tamat SMA 2 Jangkok Pendidikan yang terbanyak adalah tamat SD, dan tidak tamat SD, SMP dan Tamat SMA, bahkan ada sebanyak 5,2 % yang berpendidikan Sarjana S1. 3 Meninting Pendidikan yang terbanyak adalah tamat SD (40,3%) dan SMA (12,5%) 4 Malimbu Pendidikan yang terbanyak adalah tamat SD (53,3%). Tidak tamat SD (29,8%) dan SMP serta SMA (14,9%) 5. Tanjung Pendidikan yang terbanyak adalah tamat SD, dan tidak tamat SD, SMP dan Tamat SMA, bahkan ada sebanyak 5,2 % yang berpendidikan Sarjana S1. 6. Monggal Pendidikan yang terbanyak adalah tamat SD, dan tidak tamat SD, SMP dan Tamat SMA, bahkan ada sebanyak 5,2 % yang berpendidikan Sarjana S1. 7. Santong Sidutan Pendidikan yang terbanyak adalah tamat SD, dan tidak tamat SD, SMP dan Tamat SMA, bahkan ada sebanyak 5,2 % yang berpendidikan Sarjana S1. 8. Senaru Putik Pendidikan yang terbanyak adalah tamat SD (53,3%). Tidak tamat SD (29,8%) dan SMP serta SMA (14,9%) Sumber : Data Hasil Inventarisasi Sosekbud KPHL Rinbar ( ) 84

107 2.5. Potensi Wirausaha Industri Kerajinan Industri kerajinan masyarakat yang terdapat sekitar wilayah KPHL Rinjani Barat antara lain kerajinan anyaman rumput ketak (pakis kawat), mebelair (kayu dan bambu), berugaq (kayu dan bambu), anyaman bambu dan cukli. Kapasitas pemasaran dari masing-masing kerajinan tersebut mulai pemasaran tingkat lokal hingga eksport. Potensi kerajinan yang sudah berjalan hanya terdapat di 3 Resort, yaitu Resort Jangkok, Meninting, Malimbu dan Monggal. Sedangkan keragaman industri kerajinan cukup tinggi terdapat di Resort Meninting, sehubungan letaknya yang strategis karena berdekatan dengan pusat perkotaan dan daerah kunjungan wisata. Keberadaan potensi kerajinan tersebut perlu didukung keberlanjutan kebutuhan bahan bakunya yang dipersiapkan KPHL Rinjani Barat. Gambaran potensi industri kerajinan masyarakat sekitar Wilayah KPHL Rinjani Barat seperti disajikan pada Tebel Tabel Potensi Industri Kerajinan pada Wilayah KPHL Rinjani Barat No Resort Lokasi/Desa/ Kecamatan Jenis Kerajinan Kapasitas 1. Sesaot Buwun Sejati/Narmada Kerajinan rumah tangga bahan baku kayu (piring, mangkok, nampan dll) 2. Jangkok Nyurbaya Gawah/ Batu Mekar/ Lingsar Karang Bayan / Batu Mekar/ Lingsar Anyaman Rumput Ketak/Pakis Kawat Anyaman Rumput Ketak/Pakis Kawat 3. Meninting Gunung Sari =Mebelair bambu =Berugaq kayu/ bambu =Anyaman bambu Sesela/Gunungsari 3. Malimbu Bentek/Pemenang Barat/ Pemenang 4. Monggal Sanbangket & Sanbaro/Bentek/ Gangga Sumber : Data Hasil Inventarisasi Sosekbud KPHL Rinbar ( ) =Kerajinan kayu Cukli =Berugaq kayu. =Kerajinan rumah tangga bahan baku kayu (piring, mangkok, lepean, nampan dll) Anyaman Bambu Anyaman Bambu Lokal/Bali Eksport Lokal Eksport Eksport Lokal Eksport Lokal Eksport Pasar lokal Pasar lokal 85

108 Industri Pengolahan HHBK Industri pengolahan yang terdapat sekitar wilayah KPHL Rinjani Barat, merupakan industri skala rumah tangga berupa pengolahan HHBK seperti Nangka, Duren, Melinjo dan Aren, serta pengolahan non HHBK seperti Kopi dan Pisang. Produk olahan tersebut berupa Dodol, Emping, Keripik, Gula Aren, Gula Semut dan Kopi bubuk. Gambaran Potensi Industri HHBK dan non HHBK pada Wilayah KPHL Rinjani Barat disajikan pada Tabel Tabel Potensi Industri HHBK dan Non HHBK pada Wilayah KPHL Rinjani Barat No Resort Lokasi/Kecamatan Jenis Kerajinan Kapasitas 1. Sesaot Sesaot dan Suranadi/Narmada Dodol Nangka/Duren, Keripik Nangka/Pisang dan Kopi Bubuk. Pasar lokal/ cideramata 2. Jangkok Praba dan Punikan /Lingsar Industri Kopi Bubuk, Dodol Duren dan Keripik Pisang. 3. Meninting Kekait /Gunungsari Emping Melinjo, keripik Pisang, Gula Aren, Gula Semut dan air Aren/tuaq manis 4. Malimbu Pusuk dsk/batu Layar Emping Melinjo, gula Aren dan air Aren/tuaq manis. Pasar lokal/ cideramata Pasar lokal Pasar lokal Bentek dsk/pemenang Gula Aren dan keripik Pisang. Pasar lokal 5. Tanjung Teniga, Leong dsk/tanjung Gula Aren dan keripik Pisang. Pasar lokal 6. Monggal Genggelang, Monggal, Rempek dan Sambi Bangkol/Gangga 7. Santong Sidutan Kopi bubuk & keripik Pisang Konsumsi Santong dsk/kayangan Kopi bubuk & keripik Pisang Konsumsi 8. Bayan Putik Mumbulsari, Sukadana, Bayan dan Senaru dsk/bayan Sumber : Data Hasil Inventarisasi Sosekbud KPHL Rinbar ( ) Industri Pengolahan Kayu (Sawmill) Kopi bubuk & keripik Pisang Konsumsi Industri pengolahan kayu (sawmill) yang terdapat sekitar wilayah KPHL Rinjani Barat sampai tahun 2013 tercatat sebanyak 66 unit, yang terdiri dari 52 unit sawmil permanen, dan 14 unit sawmil bergerak (jalan/mobil). Jumlah sawmil yang memiliki ijin sebanyak 19 unit, dan sisanya sebanyak 47 unit tidak memiliki ijin operasi sesuai 86

109 peraturan perundangan yang berlaku. Sedangkan asal usul bahan baku kayu industri penggergajian tersebut berasal dari Sulawesi, Kalimantan, kebun milik (hutan rakyat), dan sebagian diindikasikan merupakan kayu ilegal yang diperoleh dari kawasan hutan di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Gambaran industri penggergajian (sawmil) tiap Resort pada Wilayah KPHL Rinjani Barat, disajikan pada Tabel Tabel Gambaran Sawmil Tiap Resort Pada Wilayah KPHL Rinjani Barat No Resort/ Pemilik /Perusahaan A. Resort Sesaot Alamat Ijin Usaha Keterangan 1. Uri/Dian Pesantek 503.B3/1010/PKMP2T/L Sawmil dan pedagang eceran B/ Sapi ah/hidaya Jurang Malang 2296/518/PK/III/2008 Sawmil dan pedagang eceran 3. Nurul Wahyudi/Neta Jurang Malang Sawmil dan pedagang eceran 4. Sanusi / - Jurang Malang - Sawmil dan pedagang eceran 5. Aril / - Jurang Malang - Sawmil dan pedagang eceran 6. Man / - Kumbi - Sawmil dan pedagang eceran 7. Cah/Cahyadi Pesorongan Jukung 503.B3/1616/PK/BPNIP Sawmil dan pedagang eceran 2T/ H. Rus/Monas Sejati Pesorongan Jukung /N6/BPNIP2T/VIII Sawmil dan pedagang eceran / Nasri/Faesk Mandiri Lebah Sempaga 503.B3/1257/PK/BPNIP Sawmil dan pedagang eceran 2T-LB/ T. Sulamin / - Tatar - Sawmil dan pedagang eceran 11. Sin / - Presak - Sawmil dan pedagang eceran 12. H. Man/Rido Sedau 503.B3/1439/PK/BPNIP Sawmil dan pedagang eceran 2T-LB/ Ibu Mur / - Sedau - Sawmil dan pedagang eceran 14. H. Muzaki/Harapan Sedau Sawmil dan pedagang eceran 15. A. Esal / - Sedau - Sawmil dan pedagang eceran 16. A. Husnan / - Sedau - Sawmil dan pedagang eceran 17. Atik/Mandiri Sedau Sawmil dan pedagang eceran 18. Sukar / - Sedau - Sawmil dan pedagang eceran 19. Sutadi / - Sedau - Sawmil dan pedagang eceran 20. A. Kar / - Repok atas - Sawmil dan pedagang eceran 21. Azudin / - Lebah Sempaga - Sawmil dan pedagang eceran 22. Yip / Arif Selen Aik 503.B3/0602/PK/BPNIP Sawmil dan pedagang eceran 2T/LB/ A.Rizal / - Lebah Suren - Sawmil dan pedagang eceran 24. Rus / - Sesaot - Sawmil Jalan B. Resort Jangkok 25. Sahirman/ Jadi Jaya Punikan Utara 503.B3/2180/PK/BPMP Sawmil Jalan 2T-LB/II/ Saripah / - Trenggaluh - Sawmil Jalan 27. Minarim / Iping Batu Asak - Sawmil Jalan 28. Sudirman/UD.Yoga Presak Timur 503.B3/1371/PK/BPMP 2T-LB/2012 Sawmil dan pedagang eceran 87

110 No Resort/ Pemilik /Perusahaan Alamat Ijin Usaha Keterangan 29. Indah / - Leong Giri Madya - Sawmil Jalan 30. Lahir / - Langko - Sawmil Jalan 31. H. Nasrullah / - Duman - Sawmil Jalan 32. H. Jalalludin/ UD. Dasan Gerya 503.B3/1830/PK/BPMP Sawmil Jalan Sederhana 2T-LB/IV/ Abdurrahman/ UD. Dasan Gerya 503.B3/0465/PK/BP2T- Sawmil dan pedagang eceran Nizam LB/ Sahudin / - Jelateng Gegerung - Sawmil dan pedagang eceran 35. Said / - Jelateng Gegerung - Sawmil Jalan 36. Mura i / - Gegutu Geriya - Sawmil Jalan 37. Sam / - Presak Barat - Sawmil Jalan 38. Asni / - Karang Bayan - Sawmil Jalan 39. Jon / - Karang Bayan - Sawmil Jalan 40. Klaci / - Berembeng - Sawmil Jalan C. Resort Meninting 41. H. Nasir / - Penimbung Sedang Proses Sawmil dan pedagang eceran 42. Abd.Haris /UD Mandiri Penimbung 503.B3/1066/PK/BP2T- Sawmil dan pedagang eceran LB/ Salehudin/UD Mulya Penimbung Utara Sedang Proses Sawmil dan pedagang eceran 44. M. Sayuti/UD Sahabat Penimbung Barat Sedang Proses Sawmil dan pedagang eceran 45. Aliman / - Penimbung Barat - Sawmil dan pedagang eceran 46. Abdul Rahman / - Montong Sager - Sawmil dan pedagang eceran 47. Cembun / - Montong Sager - Sawmil dan pedagang eceran 48. Alis/UD Taman Sari Montong Sager 503.BJ/0438/SITU/BPM Sawmil dan pedagang eceran P2T-LB/III/ H.Zaini/UD. Berugak Montong Sager Sedang Proses Sawmil dan pedagang eceran Elen 50. Mursidah/UD Ananda Montong Sager Sedang Proses Sawmil dan pedagang eceran 51. H.Bayan/UD Medas 503.B3/0308/PK/BP2T- Sawmil dan pedagang eceran Jembatan Baru LB/ Hamdan Kholil/UD. Salam Medas 503.B3/0565/PK/BT2T- LB/2010 Sawmil dan pedagang eceran D. Resort Maimbu 53. UD. Rester Bangunan Pemenang Barat - Sawmil dan pedagang eceran E. Resort Tanjung 54. Zen Mebel Tanjung - Sawmil dan pedagang eceran 55. Tia Darma Tanjung 1922/518/PK/III/2008 Sawmil dan pedagang eceran 56. Bangun Indah Solong Medane Situ dari Camat Tanjung Sawmil dan pedagang eceran F. Resort Monggal 57. UD. Mandiri Gondang - Sawmil dan pedagang eceran 58. Toko Sahabat Genggelang - Sawmil dan pedagang eceran 59. Riamunte Genggelang - Sawmil dan pedagang eceran 60. Toko Rizki Karang Kates - Sawmil dan pedagang eceran G. Resort Santong Sidutan 61. Aulia Telaga Maluku - Sawmil dan pedagang eceran 62. UD. Luk Baru Luk - Sawmil dan pedagang eceran 63. UD. Barokah Kopong Sebangun - Sawmil dan pedagang eceran 88

111 No Resort/ Pemilik /Perusahaan Alamat Ijin Usaha Keterangan G. Resort Senaru Putik 64. UD. Sukses Anyar - Sawmil dan pedagang eceran 65. UD. UD Mulo Keto Karang Bajo - Sawmil dan pedagang eceran 66. UD. Mini Bangunan Kayangan - Sawmil dan pedagang eceran Sumber : Hasil Survey KPH Rinjani Barat, Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan Pemanfaatan Kawasan Hutan Pemanfaatan kawasan hutan pada KPH Rinjani Barat, sudah dimulai tahun 90-an berupa Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Angkawijaya Raya Timber di Monggal dan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. Tambora Buana Lestari di kawasan hutan Sidutan- Kokok Putik. Akan tetapi kegiatan pemanfaatan hutan tersebut telah menimbulkan degradasi hutan, serta kecemburuan sosial masyarakat yang ditunjukannya dengan melakukan perambahan, perladangan, ilegal loging, dan penguasaan/pendudukan kawasan untuk pemukiman. Dalam upaya memperbaiki kondisi kawasan hutan tersebut, telah dilakukan beberapa proyek pembangunan kehutanan seperti proyek pembangunan HTI Senaru tahun 1995/1996, percontohan pembangunan hutan kemasyarakatan di Sesaot tahun 1995/1996, proyek pengembangan pusat Gaharu Unram di Senaru tahun , proyek pembangunan hutan kemasyarakatan di Santong tahun 1996/1997, dan proyek pembangunan hutan tanaman unggulan lokal (PHTUL) pada areal eks HPH di Monggal pada Tahun Proyek tersebut didukung dana pemerintah, yang sebagian dilakukan secara partisipatif bersama masyarakat setempat, dan saat ini menjadi percontohan pengelolaan hutan partisipatif seperti HKm Santong, HKm Sesaot dan PHBM Monggal. Jenis tanaman pokok yang dikembangkan pada PHTUL dan HKm tersebut meliputi Sengon dan Rajumas, serta tanaman MPTS seperti Gaharu, Durian, Nangka, Melinjo, Bambu dll, disamping itu juga terdapat tanaman produktif yang mampu tumbuh di bawah tegakan hutan seperti Kopi, Cacao, Vanili, Talas dan Empon-Empon. Keberagaman jenis tanaman tersebut secara ekologi telah memperlihatkan multi 89

112 strata tajuk penutupan pohon, dan secara ekonomi telah memberikan hasil optimal terhadap tambahan pendapatan masyarakat setempat. Sedangkan program HKm era baru (inisiatif kelompok) seperti HKm di Senggigi dan HKm di Jenggala, karena kurang diberikan insentif (misalnya rehabilitasi) dari pemerintah, keberhasilannya sangat lambat. Kondisi ini membutuhkan peran KPHL Rinjani Barat untuk melakukan pembinaan dan mengupayakan bantuan insentif berkelanjutan untuk mempercepat tujuan/sasaran yang ingin dicapai. Sedangkan untuk KHDTK (kawasan hutan dengan tujuan khusus) Universitas Mataram di Senaru yang semula ditujukan sebagai Pusat Penelitian Budidaya Gaharu, kegiatannya perlu dikembangkan seperti halnya Hutan Pendidikan Gunung Walat yang dikelola Fahutan Institut Pertanian Bogor. Demikian halnya Ijin Usaha Pembangunan Hutan Tanaman Industri (IUP-HTI) PT. Sadhana Arif Nusa yang semula ditujukan dalam pengembangan tanaman energi (kayu bakar), perlu mengupayakan kombinasi jenis unggulan lokal dan tanaman bawah tegakan hutan, yang diminati masyarakat yang saat ini sudah mengelola hutan. Jenis pemanfaatan kawasan hutan pada wilayah KPHL Rinjani Barat disajikan pada Tabel Tabel Jenis Pemanfaatan Kawasan Hutan pada Wilayah KPHL Rinjani Barat. No. Pemanfaatan/Lokasi/Fungsi Luas (Ha) A. PHTI / IUPHHK-HT 1. PT. Sadana Arif Nusa (Senaru dsk/bayan/hp) B. Hutan Kemasyarakatan Keterangan 1.246,0 - Kepmenhut No: SK.256/Menhut-II/ Rencana uji coba penanaman th Sesaot/Narmada/HL 185,00 - Kepmenhut No:SK.445/Menhut-II/ SK Bupati : 2130/65/Dishut/ Senggigi/Batu Layar/HL 226,00 Kepmenhut No:SK.358/Menhut-II/ Jenggala/Tanjung/HL & HPT 1.284,00 Kepmenhut No:SK.352/Menhut-II/ Santong, Salut, Munder, dsk/hp 758,00 Kepmenhut No: SK.447/Menhut-II/2009 C. KHDTK GAHARU-UNRAM 1. Senaru/Bayan/HP 200,34 Menhutbun No:137/Menhutbun-VII/1999 Jumlah 4.058,34 Sumber : Data kondisi umum KPH Rinjani Barat (2013) dan Dishut NTB (2012) 90

113 Bentuk pengelolaan hutan partisipatif ini perlu dikembangkan secara masif di seluruh lokasi yang menjadi wilayah tertentu KPHL Rinjani Barat, melalui skema kemitraan/pemberdayaan yang prosesnya simpel dan cepat, sehingga mempercepat terhadap dampak partisipasi/pendapatan masyarakat pengelola/sekitar hutan. Gambaran spasial pemanfaatan kawasan hutan pada KPHL Rinjani Barat, seperti disajikan dalam peta pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan Lampiran Penggunaan Kawasan Hutan Penggunaan kawasan hutan merupakan kegiatan pembangunan yang dilakukan di dalam kawasan hutan untuk pembangunan non kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi pokok kawasan hutan. Jenis penggunaan kawasan hutan yang terdapat pada wilayah KPHL Rinjani Barat antara lain; transmisi repiter PT. Telkom, transmisi repiter BTS Excelcomindo, Seismograft, Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohydro (PLTMH), bak penampung air, rest area dengan sarananya, jaringan pipa PDAM dan jaringan jalan raya. Pengggunaan kawasan hutan yang sampai saat ini tidak memiliki legalitas dokumen pinjam pakai kawasan hutan antara lain; rest area dengan sarananya, bak penampung air, jaringan pipa PDAM, dan jaringan jalan raya. Kondisi tersebut menjadi tugas KPHL Rinjani Barat untuk menyelesaikan legalitas penggunaan kawasan hutan yang terdapat dalam wilayah kerjanya. Jenis penggunaan kawasan hutan yang terdapat pada KPHL Rinjani Barat seperti disajikan pada Tabel Tabel Jenis Penggunaan Kawasan Hutan Pada Wilayah KPHL Rinjani Barat No Jenis Penggunaan / Pemegang Ijin Lokasi (Kecamatan) Luas (Ha) A. Hutan Lindung 1. Repiter PT. Telkomindo Pusuk/Gunung Sari 0,23 2. Seismograft Pusuk/Gunung Sari 0,08 3. Repiter PT. Excelcomindo Mangsit / Pemenang 0,08 4. Bak Penampung & Jaringan Pipa PDAM Menang B. Hutan Produksi Ranget/Narmada, Serepak/Lingsar, Segara & Jangkar/Tanjung Pm 91

114 No Jenis Penggunaan / Pemegang Ijin Lokasi (Kecamatan) Luas (Ha) 1. PLTMH PT. PLN Santong/Kayangan 12,40 2. Bak Penampung & Jaringan Pipa PDAM Santong/Kayangan Pm Menang 3. PLTMH - PT.Suar Investindo Capital Jenggala/Tanjung 2,75 Sumber : Data kondisi umum KPH Rinjani Barat (2013) dan Dishut NTB (2012) Total 15,54 Penggunaan kawasan hutan pada wilayah KPHL Rinjani Barat tersebut merupakan prospek pengembangan yang perlu dikerjasamakan dalam pengelolaan hutan, khususnya penggunaan daerah hulu yang memakai sumber daya air, misalnya dengan PDAM dan PLTMH dalam program pengelolaan dana CSR dan dana sumbangan pihak ketiga untuk pemberdayaan masyarakat dan rehabilitasi hutan. Gambaran spasial penggunaan kawasan hutan pada wilayah KPHL Rinjani Barat, disajikan dalam peta pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan Lampiran Posisi Dalam Perspektif Tata Ruang Wilayah dan Pembangunan Daerah Posisi Dalam Perspektif Tata Ruang Wilayah Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Nusa Tenggara Barat tahun , diketahui bahwa kebijakan penataan ruang propinsi bertujuan untuk mewujudkan wilayah propinsi yang maju dan lestari melalui penataan ruang secara serasi, seimbang, terpadu dan berkelanjutan dalam rangka mendorong wilayah provinsi sebagai kawasan pengembangan agrobisnis dan pariwisata untuk meningkatkan daya saing daerah dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan hidup dan kelestarian sumberdaya alam. Berkaitan dengan tujuan tersebut, maka dikembangkan kebijakan dan pola pemanfaatan ruang meliputi kawasan lindung, kawasan budidaya dan kawasan strategis propinsi, yang pada prinsipnya menjamin keberadaan kawasan hutan dalam tata ruang tersebut. Kepastian dan kemantapan kawasan hutan inilah sebagai salah satu prasyarat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan khususnya pengelolaan yang diselenggarakan melalui kelembagaan KPH. 92

115 Wilayah KPHL Rinjani Barat, secara administrasi pemerintahan berada di dua kabupaten yaitu Kabupaten Lombok Barat (kecamatan Narmada, Lingsar, Gunung Sari, dan Batulayar) dan Kabupaten Lombok Utara (kecamatan Pemenang, Tanjung, Gangga, Kayangan dan Bayan). Berdasarkan letaknya, sebagian besar kawasan hutan KPHL Rinjani Barat merupakan kawasan lindung (kawasan hutan lindung), dan sisanya merupakan kawasan budidaya (kawasan hutan produksi). Dalam RTRWP tersebut telah ditetapkan kebijakan pemantapan terhadap kawasan lindung, strategi untuk mempertahankan luas kawasan lindung, pencegahan alih fungsi lahan, minimalisasi kerusakan kawasan lindung, merehabilitasi dan konservasi kawasan lindung, dan upaya perlindungan lainnya. Berdasarkan penetapan Kawasan Strategis Provinsi (KSP), wilayah kerja KPHL Rinjani Barat termasuk dalam KSP untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi antara lain : (a). KSP Mataram Metro yang didalamnya termasuk kecamatan yang berada sekitar KPH meliputi Kecamatan Batulayar, Kecamatan Gunungsari, Kecamatan Lingsar dan Kecamatan Narmada, dengan sektor unggulan perdagangan-jasa, industri dan pariwisata; (b). KSP Senggigi-Tiga Gili (Air, Meno, Trawangan) dan sekitarnya di Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Lombok Utara dengan sektor unggulan pariwisata, industri dan perikanan; (c). KSP Agropolitan Rasimas di Kabupaten Lombok Utara dengan sektor unggulan pertanian, industri dan pariwisata; KPHL Rinjani Barat sebagai institusi pengelola hutan tingkat tapak, yang secara langsung berbatasan dan menjadi penyangga 3 KSP, mempunyai peranan penting untuk memastikan terpeliharanya fungsi-fungsi kawasan lindung, termanfaatkannya fungsi kawasan budidaya secara berkelanjutan, dan terjaganya kawasan strategis provinsi yang telah ditetapkan. Hal tersebut sejalan dengan tugas fungsi-nya dalam menyelenggarakan kegiatan tata hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam. Kegiatan pengelolaan hutan tersebut dikemas dalam kerangka pemberdayaan masyarakat, untuk menuju pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, sinergitas basis ekologi, ekonomi dan sosial. yang dapat dikelola secara efisien dan lestari berlandaskan 93

116 Posisi Dalam Perspektif Pembangunan Daerah Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL Rinjani Barat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan Pembangunan Nasional dan Daerah. Pembangunan KPH merupakan amanat Undang- Undang Nomor 41 tahun 1999, yang telah dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2004, PP Nomor 6 Tahun 2007, jo. PP Nomor 3 Tahun2008, serta menjadi program prioritas sebagaimana tertuang dalam Rencana Kehutanan Tingkat Nasional dan Rencana Strategis Kehutanan Dalam pembangunan daerah, kebijakan dan strategi pembangunan kehutanan mengacu pada Rencana Pembangunan Daerah Jangka Menengah Provinsi NTB yang merupakan penjabaran RPJP NTB dan RPJM/RPJP Nasional, dimana telah ditetapkan beberapa sektor unggulan. Pemerintah NTB dalam RPJMD telah mencanangkan program unggulan, antara lain; (a). NTB Bumi Sejuta Sapi; (b). Program Perlindungan Mata Air; (c). Desa Mandiri Energi; (d). Ketahanan Pangan; (e) NTB Hijau; dan (f). Visit Lombok Sumbawa Keterkaitan Program Unggulan dengan Program Pembangunan Kehutanan disajikan pada Gambar 2.8. Gambar 2.8. Keterkaitan Program Unggulan dengan Pembangunan Kehutanan NTB BSS:bumi sejuta sapi SILVOPASTURE PERMATA REHABILITASI CATHMENT AREA NTB DESA MANDIRI ENERGI KETAHANAN PANGAN PTLMH dan HTI-CE HKm, HTCPE, Agroforestry dll MENUJU NTB HIJAU VISIT LOMBOK SUMBAWA 2012 PENGEMBANGAN JASA LIGKUNGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KAYU HTI, HTR, IUPHHK RE dll 94

117 Sektor kehutanan mempunyai peranan sangat penting dalam mendukung program unggulan tersebut, mengingat luas kawasan hutan di NTB mencapai 53% dari luas wilayah, merupakan sumber daya yang cukup besar untuk mendukung berbagai kegiatan pembangunan sektor lain. Untuk menghindari terjadinya dikotomi kepentingan dalam pengelolaan hutan dan dampak kerusakan yang ditimbulkannya, serta dalam upaya mempertahankan kelestarian dan luasan proporsional kawasan hutan, maka perlu dikelola melalui kebijakan yang tepat. Kebijakan kehutanan NTB telah dituangkan dalam Visinya NTB Hijau untuk Kesejahteraan Masyarakat dengan misi : (1). Meningkatkan kualitas sumberdaya hutan melalui pendekatan Daerah Aliran Sungai; (2). Memantapkan dan mengamankan kawasan dan sumberdaya hutan; (3). Meningkatkan pengelolaan hutan lestari; (4). Meningkatkan kualitas pelayanan aparatur kehutanan; (5). Meningkatkan pelayanan masyarakat. Dalam misi tersebut telah terakomodasi komitmen Dinas Kehutanan NTB untuk mendorong beroperasinya unit Kesatuan Pengeloaan Hutan (KPH) dalam mendukung pembangunan daerah. Pembangunan Kehutanan NTB, Komitmen tersebut tercermin dalam arah kebijakan yang dirumuskan pada butir; (e). Meningkatkan pemantapan kawasan hutan; (i). Optimalisasi pengelolaan hutan melalui KPH; dan (m). mendorong percepatan pembentukan lembaga teknis/uptd KPH dan Taman Hutan Raya. Sedangkan dari 98 sasaran pembangunan yang akan dicapai, komitmen pembangunan KPH NTB terdapat pada butir; (19). Terbentuknya kelembagaan unitunit Kesatuan Pengelolaan Hutan/KPH; (20). Terselenggaranya operasionalisasi 3 KPH Model; (22). Terwujudnya rencana pengelolaan pada KPH lintas Kabupaten/Kota; (24). Terinventarisasinya sumberdaya hutan pada KPH; (27). Tersebarnya informasi mengenai KPH; (33). Tertatanya blok/petak KPH lintas Kabupaten/Kota; (87), Terbentuknya UPTD baru; dan (98). prasarana pendukung UPTD. Tersedianya sarana Kondisi tersebut sudah diyakini Pemerintah NTB bahwa penyelenggaran pembangunan kehutanan, idealnya dilakukan melalui unit-unit pengelolaan hutan 95

118 tingkat tapak dalam bentuk Kesatuan Pengelolan Hutan (KPH). Melalui kebijakan pembangunan KPH tersebut, diharapkan ada jaminan keberhasilan dan keberlanjutan pengelolaan hutan secara efektif dan efisien, sehingga fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan sosial dari kawasan hutan dapat dipertahankan dan ditingkatkan, serta dapat didistribusikan secara berkeadilan kepada masyarakat. Dalam konteks pembangunan daerah, secara ekologis hutan sebagai sumberdaya alam yang khas memberikan berbagai macam pelayanan kepada masyarakat seperti penyedia dan pengatur tata air, sementara dari sisi ekonomi, sumberdaya hutan menghasilkan berbagai macam benda dan jasa yang dapat menjadi salah satu sumber penerimaan asli daerah. Keterikatan yang kuat antara sumberdaya hutan dengan masyarakat disekitarnya menjadikan hutan sebagai salah satu identitas sosial Kendala dan Permasalahan Aspek Ekologi (1). Belum dilaksanakan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan untuk memantapkan pengelolaan kawasan KPHL, ditandai dengan : a. Batas luar dan batas fungsi hutan sebagian sudah hilang, rusak dan nomornya hilang, hal tersebut karena tenggang waktu penataan/ rekonstruksi batas rata-rata berumur diatas 10 tahun. b. Belum dilakukan penataan hutan meliputi tata blok dan petak, selama ini masih terbatas penataan petak pada kegiatan RHL c. Belum diketahuinya data/peta/informasi detail kawasan hutan, meliputi potensi hutan, kondisi dan permasalahan sosekbud masyarakat sekitar hutan yang menjadi areal kerja KPHL Rinjani Barat berbasis blok (membangun KPHL berbasis petak/blok). d. Belum ada rencana pengelolaan KPHL yang mantap (2). Banyak kawasan hutan yang kondisinya kritis, berupa (lahan kosong, padang alang-alang dan hutan rawang dengan potensi rendah, sebagai akibat perambahan, peladangan, dan penyerobotan kawasan hutan. Saat ini, lahan kritis di kawasan KPHL Rinjani Barat mencapai Ha (20%) dan apabila digabungkan dengan potensial 96

119 kritis mencapai Ha atau hampir mencapai 50% dari seluruh kawasan hutan KPHL Rinjani Barat....Peta lahan kritis dalam Lampiran 11. (3). Semakin menurunnya potensi sumberdaya hutan yang disebabkan oleh berubahnya struktur hutan akibat tingginya aktivitas antropogenik, yang ditandai : a) Flora dan Fauna Potensi HHK dan HHBK unggulan lokal seperti jenis-jenis rajumas, kelicung dan HHBK diantaranya bambu dan rumput ketak yang tumbuh alami menurun tajam di kawasan hutan, sehingga tidak mampu mengimbangi kebutuhan bahan baku dalam rangka menopang industry kerjainan/anyaman bambu dan rumput ketak tersebut. Sementara akibat terganggunya kondisi habitat, terjadi penurunan secara drastis jenis-jenis fauna endemik, seperti : rusa, kancil, lutung, burung koakiao. b) Berkurangnya jumlah dan menurunnya debit mata air, tingginya erosi, sedimentasi dan sebagainya, sehingga mempengaruhi kinerja DAS. c) Terjadinya penurunan cadangan karbon akibat semakin berkurangnya kuantitas dan kualitas tegakan di kawasan. (4). Permasalahan tenurial banyak ditemui disekitar kawasan, seperti terdapat kasus sertifikasi kawasan hutan yang perlu dilakukan proses hukum, sertifikasi tersebut dilakukan oleh BPN melalui Program PRONA Tahun 1984 di Rempek seluas ± 86 Ha. Hal tersebut dikarenakan masyarakat masuk sebelum KPHL beroperasi dikarenakan tidak adanya pengelolaan di tingkat tapak, lemahnya penegakan hukum dan rendahnya pemahaman masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan. Masalah tenurial ini menjadi salah satu isu pokok, karena kemantapan kawasan merupakan syarat bagi terjaminnya pengelolaan hutan secara berkelanjutan...peta konflik tenurial Lampiran 12. (4). Tingginya gangguan keamanan hutan dalam bentuk perambahan, ilegal logging, penguasaan lahan (sertifikasi), perlandangan yang ditandai dengan adanya masyarakat yang mengelola kawasan secara ilegal di area seluas ha dengan jumlah KK. 97

120 oleh Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Gangguan keamanan hutan yang menonjol pada KPHL Rinjani Barat, disebabkan perilaku manusia dalam bentuk pembukaan dan pembersihan lahan untuk berladang/berkebun, ilegal loging, pendudukan kawasan untuk pemukiman, serta penguasaan dan sertifikasi kawasan hutan di Rempek. Kondisi ini menjadi pemicu konflik tenurial dalam pengelolaan hutan antara KPHL Rinjani Barat dengan masyarakat. Gambaran tipologi eskalasi konflik tenurial dan potensi ilegal loging pada KPHL Rinjani Barat seperti disajikan dalam Gambar 2.6 dan dalam Tabel 2.13 Gambar 2.6. Gambaran Konflik Tenurial dan Ilegal Loging pada KPHL Rinjani Barat Ilegal loging Ilegal loging Ilegal loging Eskalasi konflik Tenurial Gangguan akibat kebakaran hutan dan penggembalaan liar terdapat pada sebagian kecil kawasan yang menyebar secara sporadis. Sedangkan gangguan 98

121 gejala alam adalah kemungkinan meletusnya Gunung Rinjani sebagai gunung api yang masih aktif Aspek Ekonomi Aspek ekonomi merupakan aspek yang harus mendapatkan perhatian khusus dikarenakan Sebagian besar (± 70%) masyarakat sekitar hutan (KPHL Rinjani Barat) tergolong masyarakat miskin, yang dapat menjadi pendorong kegiatan illegal di dalam kawasan hutan. Selain itu keberadaan kawasan hutan sebagai penunjang sektor pembangunan semakin terjepit mengingat semakin meningkatnya kebutuan lahan untuk pembangunan non kehutanan. Permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh KPHL Rinjani Barat meliputi : 1. Belum dikembangnya akses pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwata alam guna memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap konsumsi jasa hutan. 2. Kesenjangan antara suply dan demand bahan baku industri kehutanan, khususnya kayu untuk kebutuhan energi (kayu bakar) dan HHBK (rumput ketak, bambu, dll) dikarenakan Terhambatnya investasi di KPHL Rinbar dikarenakan kurang kondusifnya masyarakat yang telah ada di dalam kawasan (masalah tenurial). 3. Belum dikembangkannya jenis-jenis tanaman yg bernilai ekonomis tinggi untuk mendukung pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan kesejahteraannya dan mendorong kemandirian pengelolaan KPHL. 4. Belum dikembangkannya akses pasar hasil hutan, khususnya HHBK. 5. Rendahnya insentif dan bantuan modal dari pemerintah dan sektor swata untuk mengembangkan usaha di bidang kehutanan. 6. Masih terbatasnya infrastruktur di wilayah KPHL untuk mendukung berkembangnya kegiatan ekonomi Aspek Sosial Budaya Berhasil atau tidaknya pengelola kehutanan ditingkat tapak sangat ditentukan oleh kondisi sosial budaya masyarakatnya. Masyarakat di sekitar kawasan KPHL 99

122 Rinjani Barat mempunyai keterikatan yang tinggi terhadap sumberdaya hutan didekatnya. Hal tersebut diperlihatkan dengan tingginya aktifitas yang dilakukan masyarakat di dalam kawasan. Tingginya aktifitas ini apabila tidak dikelola secara baik dikhawatirkan akan semakin menekan kondisi sumberdaya hutan yang ada. Sejauh ini permasalahan yang dihadapi dalam aspek sosial budaya, diantaranya : 1. Rendahnya pemahaman dan keperdulian masyarakat terhadap usaha-usaha konservasi, perlindungan dan pemeliharaan kawasan hutan. 2. Rendahnya pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam pengelolaan lahan dikawasan hutan dan peningkatan nilai tambah hasil-hasil hutan, khususnya HHBK. 3. Belum diakuinya secara yuridis (formal) keberadaan masyarakat adat beserta nilainiai kearifan lokalnya (awiq-awiq), yang seharusnya menjadi bagian dalam kegiatan pengelolaan kehutanan, termasuk belum dilibatkannya tokok-tokoh kunci dalam masyakat seperti tokoh agama dan tokoh adat Aspek Kelembagaan Salah satu ketidakberhasilan pengelolaan sumberdaya hutan di Indonesia dikarenakan lemahnya kelembagaan pengelolaan di tingkat tapak. Permasalahan lemahnya kelembagaan yang dihadapi oleh KPHL Rinjani Barat, tidak hanya berpusat pada organisasi KPHLnya tetapi juga lemahnya kelembagaan di masyarakat sekitar kawasan. Permasalahan-permasalahn yang dihadapi, diantaranya : 1. Belum adanya sarana dan prasarana yang mendukung beroperasinya kelembagaan KPHL sampai tingkat lapangan, seperti halnya perkantoran, perlengkapan dan peralatan kerja, kendaraan operasional dan sarana prasarana lainnya. 2. Kelembagaan Balai KPHL Rinjani Barat berbentuk Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (UPTD) dari Dinas kehutanan Provinsi NTB, sehingga secara otomatis mempunyai tugas dan fungsi pengurusan hutan. Sedangkan berdasarkan PP no 6 tahun 2007, jo. PP 3 Tahun 2008 serta Permenhut no P.6/Menhut-II/2010, menegaskan bahwa KPHL mempunyai tugas dan fungsi sebagai pengelola (pemangku) kawasan hutan. Konsekuensinya adalah arah kebijakan yang 100

123 dijalankan dalam lingkup pengurusan hutan, serta system penganggarannya belum mandiri karena bergantung pada bidang-bidang Dinas Kehutanan. 3. Struktur organisasi belum mencerminkan organisasi pengelolaan hutan sampai tingkat tapak. Karena dalam struktur organisasi tersebut belum ada bagian/ resort pengelolaan hutan dilapangan. 4. Jumlah personil KPHL masih terbatas (14 orang), sementara 3 orang diantaranya ditunjuk untuk merangkap tugas-tugas di KPHL dan dilapangan (BKPHL). Dengan demikian masih kekurangan tenaga teknis yang seharusnya mengisi dalam bagian hutan (BKPHL), resort (RPH) dan mandor disetiap petak. 5. Masih rendahnya kapasitas SDM yang ada dalam pengelolaan hutan. 6. Belum terbangunnya sistem data dan informasi SDH kawasan. 7. Keterbatasan tata hubungan kerja, karena tata hubungan kerja sebagai UPTD harus dilakukan melalui dinas kehutanan, sehingga kurang sesuai dengan tugas dan sifat pekerjaan KPHL yang menuntut kecepatan kerja dan meningkatkan intensitas kerjasama dengan lembaga lain. 8. Belum adanya peraturan Gubernur NTB sebagai penjabaran dari PERDA NTB yang mengatur sumbangan pihak ke-tiga dari kawasan hutan. PERGUB tersebut sebagai dasar hokum untuk., (a) mengakomodasikan usulan/harapan masyarakat pengelola hutan yang berniat menyerahkan bagi hasil tanaman produktif (kakao dan kopi) yang ditanam diantara tegakan hutan, (b) mengatur sumbangan berbagai pihak yang memanfaatkan sumberdaya air (PDAM dan perusahaan air mineral) dari kawasan hutan wilayah kerja KPHL Rinjani Barat, dan (c) mengatur sumbangan pihak lainnya yang sejalan dengan amanat PERDA tersebut. 9. Rendahnya kapasitas masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan sehingga berpengaruh terhadap perekrutan masyarakatan sebagai tenaga lapang dalam pengelolaan hutan di kawasan KPHL. 10. Belum kuatnya kelembagaan ekonomi masyarakat sekitar hutan dalam rangka menopang perekonomian masyarakat. 101

124 III. VISI DAN MISI 1.1. Kebijakan Kementerian Kehutanan Kementerian Kehutanan melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.51/Menhut-II/2010 tentang Rencana Strategik Kementrian Kehutanan tahun menetapkan visi yaitu HUTAN LESTARI UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT YANG BERKEADILAN. Untuk mencapai visi tersebut telah dirumuskan enam kebijakan prioritas pembangunan kehutanan yaitu : 1) Pemantapan kawasan hutan; 2) Rehabilitasi hutan dan peningkatan daya dukung DAS; 3) Pengamanan hutan dan pengendalian kebakaran hutan; 4) Konservasi keanekaragaman hayati; 5) Revitalisasi pemanfaatan hutan dan industri kehutanan; dan 6) Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan Kebijakan Pemerintah Provinsi NTB Kebijakan Pemerintah Provinsi NTB tercermin dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D) Provinsi NTB Periode dengan menetapkan visi yaitu : TERWUJUDNYA MASYARAKAT NUSA TENGGARA BARAT YANG BERIMAN DAN BERDAYA SAING (NTB BERSAING). Visi tersebut diupayakan pencapaiannya melalui misi : 1 Mengembangkan masyarakat madani yang berakhlak mulia, berbudaya, menghormati pluralitas dan kesetaraan gender; 2 Meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang berkeadilan, terjangkau dan berkualitas; 67

125 3 Menumbuhkan ekonomi berbasis sumber daya lokal dan mengembangkan investasi dengan mengedepankan prinsip pembangunan berkelanjutan; 4 Melakukan percepatan pembangunan infrastruktur strategis dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi; 5 Menegakkan supremasi hukum, pemerintahan yang bebas KKN dan memantapkan otonomi daerah Kebijakan Dinas Kehutanan Provinsi NTB Sementara itu Dinas Kehutanan menetapkan visi dan misi yang menggambarkan kondisi yang ingin dituju dalam jangka panjang yaitu pengelolaan hutan yang lebih mengakar pada kebutuhan masyarakat guna peningkatan kesejahteraan masyarakat serta menjamin kebutuhan air melalui perbaikan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Sesuai dengan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan RPJMD Provinsi NTB, serta memperhatikan isu-isu strategis sebagaimana tersebut diatas, maka visi Dinas Kehutanan dalam pembangunan kehutanan di Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun adalah NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT. Untuk mewujudkan visi tersebut, Dinas Kehutanan Provinsi NTB menyelenggarakan pengelolaan hutan dalam bentuk unit-unit Kesatuan Pengeloaan Hutan (KPH ) untuk mendukung pembangunan daerah. Pembangunan kehutanan tersebut dirumuskan dalam Misi sebagai berikut : 1. Meningkatkan kualitas sumber daya hutan melalui pendekatan DAS 2. Memantapkan dan mengamankan kawasan dan sumberdaya hutan 3. Meningkatkan pengelolaan hutan lestari. 4. Meningkatkan kualitas pelayanan aparatur kehutanan. 5. Meningkatkan pelayanan masyarakat. 68

126 3.4. Analisis SWOT Analisis SWOT adalah suatu metoda untuk menyusun rencana strategis dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi termasuk dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang KPHL Model Rinjani Barat. Analisis SWOT dimulai dengan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari Strength (Kekuatan) dan Weakness (kelemahan), sedangkan faktor eksternal terdiri dari Oportunity (Peluang) dan Threat (Ancaman). Strength (kekuatan) adalah sumberdaya, keahlian atau keunggulan yang dimiliki oleh KPHL Model Rinjani Barat. Weakness (kelemahan) adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumberdaya, keahlian dan kemampuan yang mengganggu efektifitas kinerja KPHL Model Rinjani Barat. Opportunity (peluang) adalah situasi di luar KPHL Model Rinjani Barat yang menguntungkan dan dapat membantu mencapai tujuan pegelolaan KPHL Model Rinjani Barat. Threats (ancaman) adalah situasi yang tidak menguntungkan di luar KPHL Model Rinjani Barat yang menghambat pencapaian tujuan. Bila keempat hal tersebut diidentifikasikan maka akan terlihat faktorfaktor yang akan membantu dan menghambat KPHL Model Rinjani Barat untuk mencapai tujuan. Analisa ini menghasilkan strategi pencapaian tujuan dengan memaksimalkan Strengths (kekuatan) dan Opportunities (peluang), namun secara bersamaan meminimalkan Weaknesses (kelemahan) dan Threats (ancaman). Dengan begitu akan dapat ditentukan berbagai kemungkinan alternatif strategi yang dapat dijalankan Faktor Lingkungan Internal a. Kekuatan (Strength) 1. Eksistensi Pemerintah Daerah, Dinas Kehutanan Provinsi NTB, serta UPTD KPH Rinjani Barat cukup jelas; 2. Mempunyai status hukum kelembagaan dan kawasan; 3. Sarana dan prasarana kantor cukup memadai; 69

127 4. Perangkat peraturan perundang-undangan serta kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah yang terkait dengan pengelolaan KPH; 5. Potensi kawasan KPH Rinjani Barat yang merupakan pengelolaan ekosistem berbasis masyarakat dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. b. Kelemahan (Weakness) 1. Kelembagaan pengelola KPH, masih dalam bentuk UPTD kurang mencerminkan organisasi lapangan, karena dalam struktur organisasinya tidak ada (Resort/Mandor) yang secara langsung menyelenggarakan pengelolaan hutan di tingkat tapak/blok; 2. Jumlah dan Kualitas aparat kehutanan belum optimal dan belum adanya Jagawana pada UPTD KPH, termasuk sarana operasional lapang sangat terbatas. 3. Belum adanya data/informasi potensi biofisik dan social, ekonomi serta budaya masyarakat. 4. Masih banyaknya kawasan hutan yang kondisinya sudah kritis; 5. Isu permasalahan dan konflik di dalam kawasan yang lebih menonjol dibandingkan dengan potensi kawasan yang ada; 6. Belum adanya peraturan gubernur sebagai penjabaran Perda NTB yang mengatur sumbangan pihak ketiga Faktor Lingkungan Eksternal a. Peluang (Opportunities) 1. Tersedianya kawasan hutan yang cukup; 2. Komitmen kuat Pemerintah pusat dan daerah untuk mewujudkan pengelolaan hutan berbasis KPH; 3. Dukungan lembaga-lembaga kemasyarakatan (NGO) di tingkat lokal maupun internasional terhadap pengelolaan hutan berbasis masyarakat; 4. Peluang investasi ke kawasan KPH baik Hutan Lindung maupun Hutan Produksi; 70

128 5. Meningkatnya permintaan masyarakat terhadap kayu bakar dan kayu bangunan; 6. Adanya program Pendidikan dan Pelatihan Teknis Kehutanan dari Kementerian Kahutanan; 7. Adanya program Rehabilitasi Hutan dan Lahan melalui partisipasi masyarakat berupa HKm, HTR dan KBR; 8. Pesatnya perkembangan IPTEK b. Ancaman (Threats) 1. Pencurian dan perdagangan hasil hutan illegal. 2. Penduduk di dalam dan disekitar hutan yang masih miskin. 3. Berkurangnya sumber daya flora dan fauna. 4. Meningkatnya jumlah penduduk yang memanfaatkan kawasan hutan 5. Rendahnya kesadaran masyarakat dan pengusahaan dalam pelestarian alam. Kombinasi dari faktor-faktor lingkungan internal dan lingkungan eksternal dalam analisis SWOT akan menghasilkan strategi-strategi. Model kombinasi tersebut disajikan pada tabulasi sebagai berikut : Tabel 3.1 Kombinasi Faktor Lingkungan Internal dan Eksternal Dalam Analisis SWOT INTERNAL EKSTERNAL Strength (Kekuatan) Weakness (Kelemahan) Opportunity (Peluang) Strategi SO Strategi ST Threat (Ancaman) Strategi WO Strategi WT Adapun strategi-strategi hasil kombinasi dari faktor-faktor lingkungan internal dan lingkungan eksternal dalam analisis SWOT sebagai berikut : a. Strategi Memakai Kekuatan Untuk Memanfaatkan Peluang 1. Mendayagunakan UPTD KPH beserta prasarana dan sarana perkantoran yang cukup didukung status hukum kelembagaan dan 71

129 kawasan untuk memanfaatkan adanya komitmen pemerintah untuk mewujudkan pengelolaan hutan berbasis KPH dan dukungan internasional dan NGO untuk pembangunan hutan lestari. 2. Mendayagunakan Potensi kawasan KPH Rinjani Barat yang merupakan pengelolaan ekosistem berbasis masyarakat dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya dan Perangkat peraturan perundang-undangan serta kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Peluang investasi dan memenuhi permintaan masyarakat terhadap kayu bakar dan kayu bangunan; 3. Mendayagunakan Eksistensi UPTD KPH untuk memanfaatkan program Diklat teknis kehutanan dan penggunaan IPTEK. b. Strategi Menanggulangi Kendala/Kelemahan Dengan Memanfaatkan Peluang 1. Mengatasi UPTD yang kurang mencerminkan organisasi lapangan, dan kapasitas aparat kehutanan belum optimal, termasuk sarana operasional lapang sangat terbatas dengan memanfaatkan Komitmen kuat Pemerintah pusat dan daerah untuk mewujudkan pengelolaan hutan berbasis KPH dan Dukungan lembaga-lembaga kemasyarakatan (NGO) serta program Pendidikan dan Pelatihan Teknis dari Kementerian Kahutanan 2. Memfasilitasi Peraturan Gubernur sebagai penjabaran Perda NTB yang mengatur sumbangan pihak ketiga dengan memanfaatkan peran pemerintah pusat dan daerah untuk mewujudkan pengelolaan berbasis KPH; 3. Mengurangi lahan kritis pada kawasan hutan yang dan Isu permasalahan dan konflik di dalam kawasan dengan memanfaatkan Dukungan lembaga-lembaga kemasyarakatan (NGO) dan program Rehabilitasi Hutan dan Lahan melalui partisipasi masyarakat. 4. Mengatasi ketersediaan data dan informasi dengan memanfaatkan perkembangan IPTEK 72

130 c. Strategi Memakai Kekuatan Untuk Mengatasi Tantangan/ Ancaman 1. Mendayagunakan Eksistensi Pemerintah Daerah, Dinas Kehutanan Provinsi NTB, UPTD KPH Rinjani Barat dan status hukum kelembagaan/ kawasan serta Sarana dan prasarana kantor untuk mengatasi Pencurian dan perdagangan hasil hutan illegal serta meningkatkan kesadaran masyarakat dan pengusaha dalam pelestarian alam. 2. Mendayagunakan Potensi kawasan KPH Rinjani Barat didukung tersedianya Perangkat peraturan perundang-undangan serta kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah yang terkait dengan pengelolaan KPH untuk meningkatkan kesejahteraan Penduduk di dalam dan disekitar hutan yang masih miskin, dan memfasilitasi penduduk yang memanfaatkan kawasan hutan dan meminimalisir berkurangnya sumber daya flora dan fauna. d. Strategi Memperkecil Kelemahan dan Mengatasi Tantangan/ Ancaman 1. Meningkatkan peran UPTD KPH dan kuantitas maupun kapasitas aparat kehutanan termasuk jagawana untuk mengendalikan Pencurian dan perdagangan hasil hutan illegal; 2. Mengendalikan isu konflik lahan dan lahan kritis dengan memfasilitasi pemanfaatan kawasan oleh masyarakat miskin sekitar kawasan hutan dan meningkatkan keragaman sumberdaya flora dan fauna. 3. Meningkatkan tanggung jawab dan dedikasi petugas lapangan yang belum optimal, sistem pengawasan dan pengendalian hutan yang belum efektif, rendahnya kesadaran masyarakat dan pengusaha dalam pelestarian alam. 73

131 Tabel 3.2. Matriks analisis SWOT KEKUATAN : KENDALA / KELEMAHAN : FAKTOR EKSTERNAL FAKTOR INTERNAL 1. Eksistensi Pemerintah Daerah, Dinas Kehutanan Provinsi NTB, serta UPTD KPH Rinjani Barat cukup jelas; 2. Mempunyai status hukum kelembagaan dan kawasan; 3. Sarana dan prasarana kantor cukup memadai; 4. Perangkat peraturan perundang-undangan serta kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah yang terkait dengan pengelolaan KPH; 5. Potensi kawasan KPH Rinjani Barat yang merupakan pengelolaan ekosistem berbasis masyarakat dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya;. 1. Kelembagaan pengelola KPH, masih dalam bentuk UPTD kurang mencerminkan organisasi lapangan, karena dalam struktur organisasinya tidak ada (Resort/Mandor) yang secara langsung menyelenggarakan pengelolaan hutan di tingkat tapak/blok; 2. Jumlah dan Kualitas aparat kehutanan belum optimal dan belum adanya Jagawana pada UPTD KPH, termasuk sarana operasional lapang sangat terbatas. 3. Belum adanya data/informasi potensi biofisik dan social, ekonomi serta budaya masyarakat. 4. Masih banyaknya kawasan hutan yang kondisinya sudah kritis; 5. Isu permasalahan dan konflik di dalam kawasan yang lebih menonjol dibandingkan dengan potensi kawasan yang ada; 6. Belum adanya peraturan gubernur sebagai penjabaran Perda NTB yang mengatur sumbangan pihak ketiga. PELUANG : 1. Tersedianya kawasan hutan yang cukup; 2. Komitmen kuat Pemerintah pusat dan daerah untuk mewujudkan pengelolaan hutan berbasis KPH; 3. Dukungan lembaga-lembaga kemasyarakatan (NGO) di tingkat lokal maupun internasional terhadap pengelolaan hutan berbasis masyarakat; 4. Peluang investasi ke kawasan KPH baik Hutan Lindung maupun Hutan Produksi; 5. Meningkatnya permintaan masyarakat terhadap kayu bakar dan kayu bangunan; 6. Adanya program Pendidikan dan Pelatihan Teknis Kehutanan dari Kementerian Kahutanan; 7. Adanya program Rehabilitasi Hutan dan Lahan melalui partisipasi masyarakat berupa HKm, HTR dan KBR; 8. Pesatnya perkembangan IPTEK STRATEGI MEMAKAI KEKUATAN UNTUK MEMANFAATKAN PELUANG. 1. Mendayagunakan UPTD KPH beserta prasarana dan sarana perkantoran yang cukup didukung status hukum kelembagaan dan kawasan untuk memanfaatkan adanya komitmen pemerintah untuk mewujudkan pengelolaan hutan berbasis KPH dan dukungan internasional dan NGO untuk pembangunan hutan lestari. 2. Mendayagunakan Potensi kawasan KPH Rinjani Barat yang merupakan pengelolaan ekosistem berbasis masyarakat dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya dan Perangkat peraturan perundang-undangan serta kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Peluang investasi dan memenuhi permintaan masyarakat terhadap kayu bakar dan kayu bangunan; 3. Mendayagunakan Eksistensi UPTD KPH untuk memanfaatkan program Diklat teknis kehutanan dan penggunaan IPTEK. STRATEGI MENANGGULANGI KENDALA/ KELEMAHAN DENGAN MEMANFAATKAN PELUANG 1. Mengatasi UPTD yang kurang mencerminkan organisasi lapangan, dan kapasitas aparat kehutanan belum optimal, termasuk sarana operasional lapang sangat terbatas dengan memanfaatkan Komitmen kuat Pemerintah pusat dan daerah untuk mewujudkan pengelolaan hutan berbasis KPH dan Dukungan lembaga-lembaga kemasyarakatan (NGO) serta program Pendidikan dan Pelatihan Teknis dari Kementerian Kahutanan 2. Memfasilitasi Peraturan Gubernur sebagai penjabaran Perda NTB yang mengatur sumbangan pihak ketiga dengan memanfaatkan peran pemerintah pusat dan daerah untuk mewujudkan pengelolaan berbasis KPH; 3. Mengurangi lahan kritis pada kawasan hutan yang dan Isu permasalahan dan konflik di dalam kawasan dengan memanfaatkan Dukungan lembaga-lembaga kemasyarakatan (NGO) dan program Rehabilitasi Hutan dan Lahan melalui partisipasi masyarakat. 4. Mengatasi ketersediaan data dan informasi dengan memanfaatkan perkembangan IPTEK. 74

132 KEKUATAN : KENDALA / KELEMAHAN : FAKTOR EKSTERNAL FAKTOR INTERNAL 1. Eksistensi Pemerintah Daerah, Dinas Kehutanan Provinsi NTB, serta UPTD KPH Rinjani Barat cukup jelas; 2. Mempunyai status hukum kelembagaan dan kawasan; 3. Sarana dan prasarana kantor cukup memadai; 4. Perangkat peraturan perundang-undangan serta kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah yang terkait dengan pengelolaan KPH; 5. Potensi kawasan KPH Rinjani Barat yang merupakan pengelolaan ekosistem berbasis masyarakat dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya;. 1. Kelembagaan pengelola KPH, masih dalam bentuk UPTD kurang mencerminkan organisasi lapangan, karena dalam struktur organisasinya tidak ada (Resort/Mandor) yang secara langsung menyelenggarakan pengelolaan hutan di tingkat tapak/blok; 2. Jumlah dan Kualitas aparat kehutanan belum optimal dan belum adanya Jagawana pada UPTD KPH, termasuk sarana operasional lapang sangat terbatas. 3. Belum adanya data/informasi potensi biofisik dan social, ekonomi serta budaya masyarakat. 4. Masih banyaknya kawasan hutan yang kondisinya sudah kritis; 5. Isu permasalahan dan konflik di dalam kawasan yang lebih menonjol dibandingkan dengan potensi kawasan yang ada; 6. Belum adanya peraturan gubernur sebagai penjabaran Perda NTB yang mengatur sumbangan pihak ketiga. TANTANGAN / ANCAMAN : 1. Pencurian dan perdagangan hasil hutan illegal. 2. Penduduk di dalam dan disekitar hutan yang masih miskin. 3. Berkurangnya sumber daya flora dan fauna. 4. Meningkatnya jumlah penduduk yang memanfaatkan kawasan hutan 5. Rendahnya kesadaran masyarakat dan pengusaha dalam pelestarian alam. STRATEGI MEMAKAI KEKUATAN UNTUK MENGATASI TANTANGAN/ ANCAMAN 1. Mendayagunakan Eksistensi Pemerintah Daerah, Dinas Kehutanan Provinsi NTB, UPTD KPH Rinjani Barat dan status hukum kelembagaan/kawasan serta Sarana dan prasarana kantor untuk mengatasi Pencurian dan perdagangan hasil hutan illegal serta meningkatkan kesadaran masyarakat dan pengusaha dalam pelestarian alam. 2. Mendayagunakan Potensi kawasan KPH Rinjani Barat didukung tersedianya Perangkat peraturan perundang-undangan serta kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah yang terkait dengan pengelolaan KPH untuk meningkatkan kesejahteraan Penduduk di dalam dan disekitar hutan yang masih miskin, dan memfasilitasi penduduk yang memanfaatkan kawasan hutan dan meminimalisir berkurangnya sumber daya flora dan fauna. STRATEGI MEMPERKECIL KELEMAHAN DAN MENGATASI TANTANGAN/ ANCAMAN 1 Meningkatkan peran UPTD KPH dan kuantitas dan kapasitas aparat kehutanan termasuk jagawana untuk mengendalikan Pencurian dan perdagangan hasil hutan illegal. 2 Mengendalikan isu konflik lahan dan lahan kritis dengan memfasilitasi pemanfaatan kawasan oleh masyarakat miskin sekitar kawasan hutan dan meningkatkan keragaman sumberdaya flora dan fauna. 3 Meningkatkan tanggung jawab dan dedikasi petugas lapangan yang belum optimal, sistem pengawasan dan pengendalian hutan yang belum efektif, rendahnya kesadaran masyarakat dan pengusaha dalam pelestarian alam. 75

133 3.5. Arahan Kebijakan KPHL Rinjani Barat Gambaran kebijakan KPHL Rinjani Barat 10 tahun kedepan dituangkan dalam rumusan visi dan misi. Rumusan visi dan misi KPHL Rinjani Barat didasarkan atas kondisi, isu - isu strategis yang diangkat dari berbagai problematika yang menjadi tantangan dalam pengelolaan sumberdaya hutan di kawasan KPHL Rinjani Barat saat ini dan harapan di masa yang akan datang dengan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki. Sebagai bagian dari perangkat pembangunan, proses penyusunan visi dan misi KPHL Rinjani Barat diselaraskan dengan visi dan misi pembangunan nasional dan pembangunan daerah pada umumnya serta sektor kehutanan pada khususnya. Merujuk kepada berbagai permasalahan yang telah diulas diatas maka yang menjadi isu strategis bagi KPHL Rinjani Barat untuk segera ditindaklanjuti, adalah sebagai berikut : 1. Kondisi masyarakat di lingkar kawasan hutan yang masih miskin. 2. Pengelolaan sebagian kawasan hutan di wilayah KPHL oleh masyarakat tanpa ijin pengelolaan. 3. Masih lemahnya organisasi pengelola kawasan hutan di tingkat tapak. 4. Belum seluruh wilayah KPHL Rinjani Barat tertata kedalam blok dan petak, serta banyaknya batas wilayah dalam keadaan rusak 5. Tingginya tingkat kekritisan lahan. Saat ini, lahan kritis di kawasan KPHL Rinjani Barat mencapai Ha (20%) dan apabila digabungkan dengan potensial kritis mencapai Ha atau hampir mencapai 50% dari seluruh kawasan hutan KPHL Rinjani Barat. 6. Kinerja DAS yang menurun. Hal ini ditandai dengan berkurangnya jumlah mata air dan menurunnya debit air, tingginya erosi, sedimentasi, ketidakseimbangan neraca air dan sebagainya, sehingga mempengaruhi kinerja DAS. 7. Belum optimalnya pemanfaatan kawasan hutan KPHL Rinjani Barat. 76

134 Merujuk pada Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan tingkat nasional dan daerah, serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2007, jo. PP Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan, isu-isu strategis maka Visi KPHL Rinjani Barat Tahun adalah TERWUJUDNYA PENGELOLAAN KPHL RINJANI BARAT YANG OPTIMAL SECARA PARTISIPATIF, KOLABORATIF DAN BERKELANJUTAN UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT. Visi ini ditetapkan berangkat dari sebuah kesadaran bahwa sumberdaya manusia merupakan subyek dalam pembangunan. Sehingga pembangunan dalam sektor kehutanan pun pada dasarnya berintikan dan dihajatkan untuk membangun manusia dalam kerangka agar dapat mengelola sumberdaya hutan dengan dasar pengetahuan dan secara arif dan bijaksana. Pengelolaan sumberdaya hutan sesungguhnya merupakan instrumen dalam rangka membangun kehidupan manusia yang lebih sejahtera, sehingga fokus pengelolaan sumberdaya hutan adalah pembangunan manusia yang dalam hal ini diwakili oleh seluruh stakeholder kehutanan. Pengelolaan sumberdaya hutan yang optimal merupakan suatu kondisi dimana tujuan pengeloaan yang ditetapkan dapat dicapai. Partisipatif dan kolaboratif merupakan prinsip yang mengedepankan kerja bersama dan saling berterima diantara pelaku pembangunan. Berkelanjutan adalah suatu kondisi dimana pengelolaan sumberdaya hutan ditujukan untuk dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini diselaraskan dengan kebutuhan dan kepentingkan generasi yang akan datang. Hal tersebut menunjukkan bahwa hutan merepresentasikan kepentingan antar generasi. Kesejahteraan masyarakat adalah suatu kondisi dimana masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasarnya yang bersifat material dan spiritual. 77

135 Indikator yang dipergunakan dalam mengukur kesejahteraan dalam pengelolaan hutan, antara lain adanya tambahan tingkat pendapatan dan akses masyarakat dalam pengelolaan hutan, dalam menunjang pendidikan, kesehatan, angka kemiskinan, dan akses terhadap layanan publik lainnya yang tersedia. Visi tersebut diupayakan pencapaiannya melalui Misi : 1. Memantapkan penataan kawasan KPHL Rinjani Barat. Misi tersebut bertujuan tertatanya kawasan KPHL menjadi blok dan petak yang mantap sehingga praktek pengelolaan hutan lestari dapat diterapkan. 2. Membangun sistem dan mekanisme kelembagaan KPHL Rinjani Barat yang profesional, efektif dan efisien. Misi ini bertujuan untuk menyiapkan perangkat peraturan, penguatan kelembagaan KPHL dan peningkatan kapasitas SDM di organisasi KPHL Rinjani Barat. 3. Mengembangkan dan menguatkan kapasitas dan kelembagaan masyarakat untuk mendukung pengelolaan sumberdaya hutan berbasis nilai-nilai kearifan lokal. Misi ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan keterampilan masyarakat serta memberikan pengakuan terhadap nilai-nilai kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya hutan. 4. Melaksanakan perlindungan dan konservasi ekosistem KPHL Rinjani Barat. Misi ini bertujuan untuk menurunkan gangguan keamanan hutan dan hasil hutan sehingga laju degradasi hutan dapat dikendalikan melalui upaya-upaya pengamanan dan resolusi konflik serta pengembangan konservasi spesies dan genetik di kawasan hutan KPHL Rinjani Barat. 5. Memelihara dan meningkatkan fungsi ekosistem KPHL Rinjani Barat untuk menjamin kinerja DAS yang optimal dan berkelanjutan. Misi ini bertujuan untuk meningkatkan kondisi, fungsi dan daya dukung DAS sebagai basis pengelolaan ekosistem secara berkelanjutan. 6. Mengoptimalkan pemanfaatan SDH di kawasan KPHL Rinjani Barat secara efisien dan berkelanjutan. Misi ini bertujuan untuk 78

136 mengoptimalkan pengelolaan hutan melalui pemanfaatan HHK, HHBK, jasa lingkungan dan wisata. 3.2 Capaian - Capaian Utama yang Diharapkan Berdasarkan rumusan visi dan misi KPHL Rinjani Barat seperti diuraikan diatas dan dalam rangka tercapainya visi dan misi tersebut maka ada beberapa capaian utama yang diharapkan dapat terpenuhi selama kurun waktu 10 tahun ( ), sebagai berikut : 1. Tertatanya blok dan petak seluas ± ha yang pengelolaannya dilakukan secara partisipatif, kolaboratif dan berkelanjutan, 2. Terbentuknya kelembagaan KPHL Rinjani Barat yang kuat dengan perangkat regulasi dan mekanisme kerja yang mantap, 3. Terehabilitasinya lahan kritis dan potensial kritis seluas ha di wilayah KPHL Rinjani Barat, 4. Terjadinya peningkatan kinerja DAS, 5. Menurunnya gangguan keamanan hutan, 6. Terjadinya peningkatan pemahaman dan keterampilan masyarakat dalam melakukan upaya-upaya konservasi ekosistem. 7. Terbangunnya berbagai skema kerjasama kemitraan antara KPHL Rinjani Barat dengan masyarakat serta pemegang ijin pengelolaan (HKm, HTR, HTI) dalam mengelola kawasan hutan, 8. Terjadinya peningkatan kesadaran masyarakat yang diindikasikan oleh meningkatnya jumlah kemitraan kelompok dalam pengelola hutan model partsisipatif. 9. Terbangunnya core business HHBK (bambu, kayu putih, ketak, karet, iles-iles, gula aren, dan berbagai jenis MPTS lainnya), HHK (rajumas, sengon, kalimuru/udu) dan pengembangan jasa lingkungan dan penyedia sarana serta jasa wisata di lokasi blok pemanfaatan wilayah tertentu. 10. Terjadinya peningkatan pendapatan masyarakat sekitar wilayah KPHL Rinjani Barat, 79

137 11. Terlaksananya upaya-upaya resolusi konflik tenurial di wilayah KPHL Rinjani Barat yang dilakukan secara bertahap sesuai skala prioritas, Bentuk-bentuk kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh KPHL Rinjani Barat selama kurun waktu 10 tahun ( ) diselaraskan dengan misi, capaian-capaian utama dan core business dapat dirinci sebagai berikut : Misi 1 : Memantapkan penataan kawasan KPHL Rinjani barat Misi tersebut bertujuan tertatanya kawasan KPHL menjadi blok dan petak yang mantap sehingga praktek pengelolaan hutan lestari dapat diterapkan. Untuk itu KPHL Rinjani Barat dapat mengembangkan beberapa kegiatan antara lain; (1) Rekonstruksi Batas Kawasan Hutan; (2) Penataan Wilayah Kerja, Blok dan Petak; (3) Pelaksanaan Inventarisasi Hutan secara Berkala; (4) Penyusunan dan Evaluasi Rencana Pengelolaan Hutan; serta (5) Pembangunan data base KPH yang valid serta up to date. Misi 2 : Membangun sistem dan mekanisme kelembagaan KPHL Rinjani Barat yang profesional, efektif dan efisien. Misi ini bertujuan untuk menyiapkan perangkat peraturan, penguatan kelembagaan KPHL dan peningkatan kapasitas SDM KPHL Rinjani Barat. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan antara lain; (1) Pemantapan struktur organisasi KPHL Rinjani Barat menjadi Satuan Kerja Pemerintah Daerah; (2) Pemantapan status legal formal terhadap kelembagaan masyarakat pengelola kawasan; (3) Peningkatan kapasitas personil dengan memanfaatkan program peningkatan kapasitas SDM dari lembaga lain serta penambahan jumlah personil lapangan; (4) Penyiapan prosedur kerja (SOP) sesuai bidang tugas dan kebutuhan; dan (5) Peningkatan sarana dan prasarana penunjang kelembagaan. Misi 3 : Mengembangkan penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat untuk mendukung pengelolaan hutan berbasis nilai-nilai kearifan lokal. Misi ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan keterampilan masyarakat serta memberikan pengakuan terhadap nilai-nilai kearifan lokal 80

138 dalam pengelolaan hutan. Kegiatan yang akan dikembangkan antara lain : (1) Pembentukan kemitraan kelompok tani hutan; (2) Sosialisasi prinsipprinsip pengelolaan hutan lestari; (3) Pengembangan nilai-nilai kearifan lokal dalam pengelolaan hutan lestari; (4) Pembentukan dan Pembinaan Koperasi Kelompok Tani Hutan; dan (4) Pelatihan/In House Training/Praktek Kerja/Study Banding Anggota KTH mitra KPH. Misi 4 : Melaksanakan perlindungan dan konservasi ekosistem KPHL Rinjani Barat. Misi ini bertujuan untuk menurunkan gangguan keamanan hutan dan hasil hutan sehingga laju degradasi hutan dapat dikendalikan melalui upayaupaya pengamanan dan resolusi konflik serta pengembangan konservasi spesies dan genetik serta pengembangan wisata alam di kawasan hutan KPHL Rinjani Barat. Kegiatan yang akan dilakukan antara lain; (1) Mengintensifkan patroli hutan secara berkelanjutan, (2) Pemberantasan Illegal Logging dan pemberantasan perambahan kawasan; (3) Penegakan supremasi hukum bidang Kehutanan; (4) Pengendalian kebakaran hutan; (5) Penyuluhan masyarakat; (6) Penurunan tingkat konflik tenurial; (7) Pengembangan Obyek dan Daya Tarik Wisata; (8) Pengembangan sarana dan prasarana perlindungan dan konservasi alam. Misi 5 : Memelihara dan meningkatkan fungsi ekosistem KPHL Rinjani Barat untuk menjamin kinerja DAS yang optimal dan berkelanjutan. Misi ini bertujuan untuk meningkatkan kondisi, fungsi dan daya dukung DAS sebagai basis pengelolaan ekosistem secara berkelanjutan. Kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain; (1) Reboisasi dan pengayaan hutan; (2) Pengembangan perhutanan sosial; (3) Pengembangan sarana dan prasarana konservasi tanah dan air; (4) Peningkatan partisipasi dan koordinasi program dari para pihak dalam rangka rehabilitasi hutan; (5) Penggalangan sumber dana alternative untuk pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan secara kolaboratif. 81

139 Misi 6 : Mengoptimalkan pemanfaatan SDH di kawasan KPHL Rinjani Barat secara efisien dan berkelanjutan. Misi ini bertujuan untuk mengoptimalkan pengelolaan hutan melalui pemanfaatan HHK dan HHBK pada di wilayah tertentu melalui skema kemitraan dengan masyarakat, KTH, Koperasi, serta dengan BUMN dan BUMS yang bermitra dengan masyarakat/kth. Diharapkan kedepan KPHL Rinjani Barat mampu menjadi lembaga pelayanan mandiri sekaligus lembaga bisnis yang bermitra dengan berbagai pihak terutama masyarakat sekitar hutan. Kegiatan yang akan dilakukan antara lain; (1) Pengembangan dan penguatan kelembagaan usaha masyarakat (koperasi usaha KTH); (2). Pengembangan pemanfaatan HHK, HHBK dan jasa lingkungan; (3) Fasilitasi Pengembangan Kemitraan Kehutanan dalam Pemanfaatan Wilayah Tertentu; dan (4) Pembuatan regulasi (PERGUB) sumbangan pihak ketiga pemanfaatan danpenggunaan kawasan hutan. 82

140 Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Model Rinjani Barat Tabel 3.3. Koherensi Antara Visi, Misi, Tujuan, Kombinasi Faktor (Strategi) dan Sasaran Program Indikatif KOMBINASI FAKTOR VISI MISI TUJUAN (STRATEGI) Terwujudnya Pengelolaan Sumberdaya Hutan yang Optimal Secara Partisipatif, Kolaboratif Dan Berkelanjutan Dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat SASARAN PROGRAM Memantapkan penataan kawasan KPHL Model Rinjani Barat 2. Membangun sistem dan mekanisme kelembagaan KPHL Rinjani Barat yang profesional, efektif dan efisien dalam pengelolaan SDH. Penataan kawasan ditujukan untuk memperoleh kepastian hukum dan kejelasan status, menghindari sengketa yang bersumber dari tumpang tindihnya perizinan dan areal kawasan disamping untuk menyediakan ruang bagi masyarakat dalam melakukan berbagai kegiatan baik dalam rangka mendukung program KPH maupun untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat Pemantapan aspek kelembagaan ditujukan untuk mempersiapkan aparatur pengelola dalam pelayanan publik, menyusun struktur, fungsi, wewenang, tugas dan tanggung jawab serta tata hubungan yang efektif dan efisien dalam optimalisasi pengelolaan KPHL Model Rinjani Barat a. Meningkatkan dukungan para pihak dan menggalang partisipasi masyarakat dalam penyelesaian batas kawasan dan penataan blok dan petak. b. Meningkatkan koordinasi dengan para pihak, terutama dengan pihak BPKH Wilayah Bali-Nusa Tenggara dalam rangka pemeliharaan batas kawasan. c. Penguatan data potensi kawasan untuk menunjang kegiatan penanganan berbagai ancaman yang dihadapi. d. Penetapan dan penataan batas blok/petak kawasan untuk memberikan kepastian pengelolaan hutan. a. Memantapan Struktur organisasi KPH Rinjani Barat dalam upaya meningkatkan dukungan para pihak dan mendorong pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan melalui kerjasama dengan para mitra dan investor b. Meningkatkan jumlah dan kapasitas personil untuk mencegah dan mengurangi pencurian dan perdagangan hasil hutan illegal serta meningkatkan kesadaran masyarakat dan pengusaha dalam pelestarian 1. Rekonstruksi Batas Kawasan Hutan; 2. Penataan Wilayah Kerja, Blok dan Petak; 3. Pelaksanaan Inventarisasi Hutan secara Berkala; 4. Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan; 5. Pembangunan data base yang berbasis hasil inventarisasi hutan, blok dan petak secara berkala yang valid serta up to date. 1. Pemantapan struktur organisasi Unit Pelaksana Teknis KPHL Model Rinjani Barat menjadi Satuan Kerja Pemerintah Daerah. 2. Pemantapan status legal formal terhadap kelembagaan dan kawasan 3. Peningkatan kapasitas personil dengan memanfaatkan program peningkatan kapasitas SDM dari lembaga lain serta penambahan jumlah personil lapangan 4. Penyiapan prosedur kerja (SOP) sesuai bidang tugas dan kebutuhan 5. Peningkatan sarana dan prasarana penunjang kelembagaan 83

141 Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Model Rinjani Barat VISI MISI TUJUAN KOMBINASI FAKTOR (STRATEGI) alam c. Peningkatan kapasitas personil dengan memanfaatkan program peningkatan kapasitas Diklat teknis kehutanan dan penggunaan IPTEK d. Pemantapan status hukum kelembagaan & kawasan dengan meningkatkan partisipasi masyarakat dan dukungan para pihak serta meningkatkan minat para ilmuwan untuk melakukan penelitian dalam mendukung keberadaan KPHL Model Rinjani Barat e. Menyediakan SOP dalam pengelolaan KPHL Model Rinjani Barat dalam upaya peningkatan pemahaman, pengetahuan dan partisipasi masyarakat meningkatkan pengembangan jasa lingkungan serta dukungan kegiatan penelitian f. Meningkatakan koordinasi dengan para pihak terutama pemerintah provinsi dalam perluasan kewenangan wilayah lintas kabupaten/kota. SASARAN PROGRAM 84

142 Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Model Rinjani Barat VISI MISI TUJUAN 3. Mengembangkan dan menguatkan kapasitas dan kelembagaan masyarakat untuk mendukung pengelolaan sumberdaya hutan berbasis nilai-nilai kearifan lokal. Pemantapan partisipasi antara KPHL Model Rinjani Barat dengan masyarakat dan para pihak ditujukan untuk upaya pemberdayaan, memperbaiki kinerja dalam mengurangi meminimalisir terjadinya konflik KOMBINASI FAKTOR (STRATEGI) a. Penguatan koordinasi dan perencanaan di dalam penyelesaian masalah lahan kritis. b. Meningkatkan dukungan para pihak dalam penggalangan sumber-sumber dana alternatif, peningkatan rehabilitasi hutan. c. Mengurangi masyarakat miskin melalui kegiatan pemanfaatan hutan hasil rehabilitasi hutan dan lahan. SASARAN PROGRAM 1. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pengelolaan hutan 2. Pengembangan nilai-nilai kearifan lokal dalam pengelolaan hutan berkelanjutan; 3. Pembentukan dan Pembinaan Koperasi Kelompok Tani Hutan 4. Pelatihan/In House Training/Praktek Kerja/Study Banding Bagi Anggota KTH 4. Melaksanakan perlindungan dan konservasi ekosistem KPHL Rinjani Barat. Pemantapan perlindungan dan pengamanan ditujukan untuk menjaga fungsi perlindunganan, pelestarian dan pengawetan keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya a. Memberantas kegiatan illegal logging dan penyerobotan lahan dengan meningkatkan jumlah dan kapasitas personil, struktur organisasi yang jelas dan penegakan hukum b. Penyediaan SOP dalam pemberantasan kegiatan illegal logging dan penyerobotan lahan c. Mengurangi kegiatan illegal logging dan penyerobotan lahan dengan melibatkan masyarakat di dalam kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan, agar potensi keanekaragaman hayati tetap terjaga d. Pendanaan yang memadai untuk mengatasi seluruh ancaman keamanan hutan 1. Pemberantasan Illegal Logging dan pemberantasan perambahan kawasan 2. Penegakan supremasi hukum bidang Kehutanan 3. Pengendalian kebakaran hutan; 4. Penyuluhan masyarakat 5. Penurunan tingkat konflik tenurial 6. Pengembangan Obyek dan Daya Tarik Wisata; 7. Pengembangan sarana dan prasarana perlindungan dan konservasi alam. 85

143 Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Model Rinjani Barat VISI MISI TUJUAN 5. Memelihara dan meningkatkan fungsi ekosistem KPHL Rinjani Barat untuk menjamin kinerja DAS yang optimal dan berkelanjutan Meningkatkan kondisi, fungsi dan daya dukung DAS sebagai basis pengelolaan ekosistem secara berkelanjutan KOMBINASI FAKTOR (STRATEGI) a. Menjaga fungsi DAS dan kualitas sumberdaya hutan melalui kerjasama dalam rehabilitasi hutan dan lahan. b. Meningkatkan dukungan para pihak dalam penggalangan sumber-sumber dana alternatif, peningkatan rehabilitasi hutan c. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya rehabilitasi lahan kritis SASARAN PROGRAM 1. Rehabilitasi hutan dan lahan 2. Pengembangan sarana dan prasarana konservasi tanah dan air 3. Peningkatan partisipasi dan koordinasi program dari para pihak dalam rangka rehabilitasi hutan 4. Penggalangan sumber dana alternative untuk pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan secara kolaboratif 6. Mengoptimalkan pemanfaatan SDH di kawasan KPHL Rinjani Barat secara efisien dan berkelanjutan. Pemanfaatan sumberdaya hutan dan ekosistemnya ditujukan untuk pengendalian fungsi pemanfaatan secara lestari dengan mengatur segala bentuk kegiatan di kawasan KPHL Model Rinjani Barat a. Mendorong pengembangan potensi jasa lingkungan, wisata alam dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), serta serta meningkatkan minat para ilmuwan melakukan penelitian di KPHL Model Rinjani Barat b. Menjaga kelestarian potensi keanekaragaman hayati dengan partisipasi masyarakat dan kerjasama serta mengakomodir kearifan lokal masyarakat c. Menggalang partisipasi masyarakat dalam mendukung pengumpulan data potensi kawasan d. Mengelola potensi keanekaragaman hayati (HHBK) dan jasa lingkungan untuk meningkatkan taraf hidup, tingkat pendidikan dan mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat sekitar kawasan 1. Pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan dan HHBK. 2. Pembangunan dan pemanfaatan HHK 3. Fasilitasi Pengembangan Kemitraan Kehutanan (Masyarakat - KPH); 4. Pengembangan Kemitraan Pemanfaatan Wilayah Tertentu 86

144 IV. ANALISIS DAN PROYEKSI 4.1. Alur Analisis dan Proyeksi Analisa dan proyeksi HHBK dan HHK difokuskan untuk menganalisa nilai ekonomi dan nilai lingkungan dari masing-masing komoditi. Nilai ekonomi yang dianalisa, meliputi ; (1) harga, (2) rantai nilai, (3) penyerapan tenaga kerja, (4) pendapatan usaha, dan (5) implikasi ekonomi dan PAD. Sedangkan nilai lingkungan yang dianalisa, antara lain; (1) fungsi konservasi, dan (2) fungsi pengganti kayu, khusus untuk komoditi HHBK. Alur analisis dan proyeksi HHBK dan HHK sebagai berikut. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Analisa dan Proyeksi Hasil HutanKayu (HHK) Bambu Kayu Putih Ketak Karet Iles-iles Kamelina sativa Nilai Ekonomi Harga Rantai nilai Penyerapan tenaga kerja Pendapatan usaha Implikasi ekonomi dan PAD Nilai Lingkungan Rajumas Sengon Kalimoro/Udu Gambar 4.2. Skema Analisa dan Proyeksi Core Business KPHL Rinjani Barat. 87

145 1.2. Analisis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Analisa dan proyeksi HHBK diarahkan pada komoditi yang menjadi unggulan dan yang sudah dikembangkan pada wilayah KPHL Rinjani Barat seperti; bambu, kayu putih, ketak, karet dan iles-iles. Sedangkan tanaman MPTS dan tanaman produktif dibawah tegakan lainnya (kopi, cakao, pisang dll) merupakan tanaman HHBK dan tanaman ikutan, sehingga dalam rencana pengelolaan ini tidak dilakukan analisis dan proyeksi Bambu (1). Harga Harga bambu sangat bervariasi tergantung dari jenis dan ukuran bambu. Gambaran mengenai harga bambu pada tingkat petani dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 4.4. Harga Rata-Rata Berbagai Jenis Bambu di Tingkat Petani di Provinsi NTB. Jenis Bambu Kecil (Rp/Btg) Sedang (Rp/Btg) Besar (Rp/Btg) Tali Galah Tutul Aur Petung Duri Gereng Sumber : Hasil Studi Bambu di Provinsi NTB Tahun Harga ditingkat penjual ditentukan oleh faktor jarak, atau biaya tranportasi dari produsen sampai di tingkat penjual. Selain biaya transportasi, ada tambahan upah tenaga kerja yang bertugas memotong bambu, menaikkan dan menurunkan bambu di kendaraan. Kisaran tambahan biaya transportasi sebesar Rp 500 Rp 1.000,- per batang bambu. Kisaran biaya ini berlaku untuk distribusi bambu yang ada dalam satu wilayah kabupaten. 88

146 Tabel 4.5. Harga Rata-rata Berbagai Jenis Bambu di Tingkat Penjual di Provinsi NTB. Kecil Sedang Besar No Jenis Bambu (Rp/batang) (Rp/batang) (Rp/batang) 1. Tali Galah Tutul Aur Petung Duri Gereng Sumber : Hasil Studi Bambu di Provinsi NTB Tahun Pedagang bambu mengambil keuntungan berkisar antara Rp 250,- sampai Rp 1.000,- untuk setiap batang bambu. Sedangkan untuk bambu yang dalam bentuk ikatan seperti : jenis aur, gereng dan duri, pedagang mengambil keuntungan rata-rata Rp per ikat. (2). Rantai Nilai Rantai Nilai yang dimaksud di sini adalah perubahan nilai bambu karena adanya perubahan tempat dan bentuk bambu. Segmen yang di lihat mulai dari tingkat petani (produsen), pedagang, pengrajin, dan rantai pemasaran terakhir (art shop). Berapa nilai perubahan bambu mulai dari tingkat petani sampai dengan sampai pada tingkat art shop?. Pada tingkat petani, harga jual rata-rata bambu yang umum digunakan (bambu tali dan galah) sebesar Rp 2.500,- per batang. Biaya yang dikeluarkan petani untuk budidaya tanaman bambu mendekati nol rupiah, karena bambu tumbuh tanpa memerlukan pemeliharaan. Transportasi mendapat nilai Rp 500,- untuk setiap batang bambu. Sementara biaya tebang dan angkat bambu yang diterima oleh buruh sebesar Rp 250,- per batang. Pedagang bambu mengambil keuntungan untuk setiap batangnya ratarata Rp 400,- Sampai ditingkat pengrajin bambu di buat berbagai variasi kerajinan. Untuk setiap batang bambu dengan jumlah 4 ruas, pengrajin mampu membuat satu sampai dua jenis barang kerajinan dengan harga rata-rata Rp ,-. Sampai di tingkat art shop, harga kerajinan dapat mencapai Rp 89

147 30.000,-. Dengan gambaran rantai nilai tersebut, dapat diketahui bahwa bambu memiliki implikasi ekonomi yang cukup luas dan pada akhirnya produk bambu dapat memiliki nilai berlipat ganda setelah di olah menjadi barang-barang kerajinan. Gambar 4.1. Skema Alur Rantai Nilai Tanaman Bambu mulai dari Petani sampai Art Shop Untuk Satu Batang Bambu Jenis Tali dan Galah PETANI TRANS- PORTASI PEDA- GANG PENG- ART SHOP Dari skema alir tersebut dapat diketahui bahwa penambahan nilai dari produsen (petani) sampai ke pedagang akhir (artshop), satu batang bambu dapat mencapai 14 kali lipat. Perubahan rantai nilai tersebut juga tidak diikuti oleh korbanan biaya yang besar, yang diperlukan hanya korbanan tenaga kerja. Permasalahannya adalah, ada kesenjangan yang cukup lebar antara nilai produk di tingkat produsen dengan nilai produk di tingkat pedagang akhir (art shop) Ketak (Lygodium cyrcinatum) (1). Harga Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata (DTW) baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Meningkatnya jumlah pengunjung tersebut, memberikan peluang usaha terhadap industri kerajinan lokal yang merupakan cideramata bagi para wisatawan, seperti halnya kerajinan mutiara, kerajinan cuklik dan bebagai jenis anyam-anyaman yang merupakan ciri khas NTB. Kerajinan anyaman rumput ketak seperti piring, tas, pembungkus gerabah, hiasan dinding, dll, termasuk salah satu kerajinan lokal yang menjadi ciri khas 90

148 NTB. Kerajinan anyaman rumput ketak tersebut, merupakan peluang usaha bagi masyarakat sekitar hutan, karena penyebaran tanaman tersebut umumnya berada di dalam kawasan hutan. Rumput Ketak (Lygodium cyrcinatum) merupakan tanaman kelompok paku-pakuan (Pteridophyta) yang dibeberapa tempat disebut Paku Kawat, Paku Tali dan Hata Kecil. Jenis paku ini mempunyai daun yang serupa rambut atau sisik yang tersebar kecil-kecil, pada beberapa jenis daunnya mempunyai lidahlidah (ligula) berdaun banyak dan tersusun rapat menurut garis spiral. Paku ini membentuk rumpun dan tiap rumpun bisa mencapai antara batang. Bentuk batangnya seperti kawat, yang menjalar diatas permukaan tanah atau melilit dibatang pohon, dengan panjang bisa mencapai ± 10 meter. Karena itulah paku ini sering disebut sebagai paku kawat. Pengadaan bibit saat ini masih dilakukan dengan pencarian anakan yang diambil dari beberapa rumpun. Tanaman tersebut mudah tumbuh dan tidak memerlukan pemeliharaan secara khusus. Pemanenan pertama kalinya dilakukan setelah tanaman berumur 4 (empat) tahun dengan menyisakan anakan/tanaman yang masih muda, sehingga untuk selanjutnya tanaman dapat dipanen setiap tahun tanpa harus menanam kembali bibitnya. Pemanenan dalam setiap rumpun biasanya hanya dipungut maksimal sebanyak 6 batang/rumpun. Dalam setiap batang tanaman tersebut hanya diambil bagian batang bawah sepanjang ± 6 meter, selanjutnya dipotong kedalam ukuran (sortimen) 2 meteran, sehingga diperoleh 3 sortimen (lonjoran). Dengan demikian dalam setiap rumpun akan diperoleh ±18 lonjoran, dan apabila jarak tanam 3x3m, maka akan diperoleh ± lonjoran/ha atau ±198 ikat/ha. Menurut informasi para pengrajin, bahwa kebutuhan bahan baku rumput ketak untuk industri kerajinan khususnya di Kota Mataram (Sayang Sayang), dan Lombok Barat (Nyiurbaya Gawah, Punikan, Banyu Mulek dll) diperkirakan mencapai ± 25 ton/tahun (± ikat/tahun). Kebutuhan bahan baku tiap tahun tersebut identik dengan luas areal penanaman ± 252,5 Ha, karena daur rumput ketak sampai masa panen rata-rata berumur 4 tahun, maka untuk mencapai kelestarian produksinya diperlukan areal pengembangan rumput ketak seluas ± Ha. 91

149 Waktu panen biasanya dilakukan setelah berakhirnya musim hujan, sehingga tiap sortimen hasil penebangan dijemur terlebih dahulu sebelum digabungkan dalam satuan ikatan (1 ikat ± 100 sortimen). Harga jual tiap ikat ditingkat pengrajin rata-rata Rp ,-/ikat. (2). Rantai nilai Berdasarkan informasi masyarakat, diketahui bahwa penyebaran rumput ketak di wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPHL) Rinjani Barat meliputi kawasan hutan di wilayah Sesaot, Punikan, Kekait, Pusuk, Teniga, Sokong, Leong, Jangkar, Monggal, Rempek, Santong, Salut dan Senaru. Akan tetapi kondisinya saat ini sudah semakin langka, disebabkan karena; (a). Sistem pemungutan dilakukan dengan penebasan bersama rumpunnya, tanpa menyisakan anakan sebagai upaya pelestarian; (b). Meningkatnya perladangan dengan pembersihan dan pembakaran lahan hutan; dan (c). Perambahan kawasan hutan; dan (d). Penebangan pohon yang menjadi naungan habitat rumput ketak. Akibat kelangkaan tersebut, maka para pengrajin harus mendatangkan kebutuhan bahan baku-nya dari luar daerah, seperti Flores-NTT, Sulawesi dan Kalimantan. Menurut informasi para pengrajin, diketahui bahwa kebutuhan bahan baku rumput ketak untuk industri kerajinan khususnya di Kota Mataram dan Lombok Barat diperkirakan mencapai ± 25 ton/tahun (± ikat/ tahun). Kebutuhan bahan baku tiap tahun tersebut identik dengan luas areal penanaman ± 252,5 Ha, sedangkan daur rumput ketak sampai masa panen ratarata berumur 4 tahun, sehingga untuk mencapai kelestarian produksinya diperlukan areal pengembangan seluas ± Ha. (3). Penyerapan tenaga kerja KPHL Rinjani Barat pada tahun 2010 telah melakukan uji coba budidaya rumput ketak pada wilayah kerja KPHL Rinjani Barat di Dusun Rumbuk Desa Batu Mekar seluas 5 Ha. Berdasarkan hasil evaluasi, diketahui bahwa pertumbuhan tanaman dapat dikategorikan baik, dan selanjutnya untuk kegiatan tahun 2011 dilakukan pengembangan areal seluas 20 Ha. Akan tetapi 92

150 upaya pengembangan tersebut masih belum memenuhi kebutuhan bahan baku sehingga mencapai kelestarian produksinya. Upaya yang telah dilaksanakan pada lokasi sasaran kegiatan budidaya Rumput Ketak antara lain program reboisasi dan pembangunan hutan tanaman unggulan lokal (PHTUL). Dalam program reboisasi dan PHTUL tersebut telah dilaksanakan beberapa kegiatan yang akan mendukung kegiatan budidaya Rumput Ketak, seperti halnya; (1). Tersedia kelompok tani hutan/kth; (2). Pengalaman KTH dalam penanaman dan pengelolaan hutan lestari; (3). Tersedia lahan hutan yang sudah ditumbuhi tegakan/pohon yang merupakan syarat tumbuh dari tanaman Rumput ketak; (4). Tersedia mandor yang berpengalaman dan tinggal di lokasi kegiatan; (5). Tersedia akses jalan menuju lokasi, baik yang bisa dilewati kendaraan roda dua atau kendaraan roda empat; (6). Tersedia aturan kelompok yang sejalan dengan ketentuan kehutanan. Rencana kegiatan utama kegiatan budidaya Rumput Ketak antara lain; penyusunan rancangan, pengukuran dan tata batas lokasi, pembuatan pondok kerja, pembuatan persemaian, penanaman, serta monitoring evaluasi dan pembinaan. Sedangkan kegiatan utama untuk tahap selanjutnya yaitu pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran, merupakan upaya swadaya kelompok (KTH) dan tugas rutin KPHL Rinjani Barat. a. Penentuan jarak tanam; sehubungan sebagian besar kawasan hutan pada wilayah kerja KPHL Rinjani Barat sudah ada tanaman produktif lain, maka jarak tanam yang akan digunakan 3m x 3m. b. Kebutuhan bibit; apabila prosentase tumbuh diatas 90%, dengan jarak tanam 3m x 3m, maka jumlah bibit yang diperlukan tiap hektar termasuk untuk penyulaman yaitu ± batang/ha. Proses pengadaan bibit/benih tersebut akan dilakukan melalui penunjukan langsung kepada kelompok tani hutan (KTH). c. Pengukuran dan tata batas lokasi; Kegiatan ini diawali dengan pencermatan kondisi biofisik calon lokasi, sehingga mempunyai kesesuaian dengan persyaratan tumbuh Rumput Ketak. Kegiatan pengukuran dan tata batas dilakukan di 5 lokasi dengan luas areal 100 Ha. 93

151 d. Pembangunan pondok kerja; pondok kerja dibuat 5 buah, yang ditunjukan sebagai tempat beristirahatnya para peserta, tempat pertemuan KTH, tempat penjagaam Mandor, tempat penyimpanan perlengkapan kerja dll. e. Penanaman; kegiatan budidaya Rumput Ketak akan dilaksanakan di 3 Resort KPHL dengan total luas penanaman 100 Ha. Beberapa metoda yang akan dilakukan pada tahap penanaman antara lain: Bimbingan teknis dan praktek kerja kepada masyarakat peserta akan dilakukan oleh pengurus kelompok didampingi petugas lapangan (Mandor) KPHL Rinjani Barat. Pembersihan lapangan, pemasangan ajir, pembuatan lobang dan penanaman dilakukan secara jalur diantara tegakan hutan. Pemeliharaan tanaman selanjutnya dilakukan secara swadaya sampai dengan tanaman siap panen pada umur 4 tahun. f. Monitoring, evaluasi dan pembinaan; Kegiatan ini hanya diberikan dana bantuan untuk 1 (satu) tahun anggaran pada saat pelaksanaan penanaman/pemeliharaan tahun berjalan. Sedangkan pemeliharaan selanjutnya (mulai tahun ke-2), merupakan tugas rutin pelaksana lapangan (Mandor) KPHL Rinjani Barat. Hal ini sesuai dengan tugas fungsi organisasi KPHL, yang merupakan organisasi lapangan pengelola/pemangku kawasan hutan sampai tingkat tapak, dimana setiap petak/ blok dikelola oleh seorang Mandor. (4). Pendapatan usaha Berdasarkan asumsi-asumsi yang diperoleh dari para pengrajin Rumput Ketak di Nyurbaya Gawah Desa Batu Mekar, diketahui komponen produksi, harga jual dan perkiraan pendapatan (seperti pada Tabel 1) antara lain; - Produksi rumput ketak rata-rata tiap hektar ±198 Ikat/Ha. - Harga jual rumput ketak ± Rp ,-/Ikat. - Penanaman hanya dilakukan 1 kali, sedangkan pemanenan dilakukan terus menerus dalam setiap tahun setelah panen I pada umur 4 tahun. Perkiraan pendapatan masyarakat tiap hektar pada panen I setelah umur 4 tahun dari penanaman sekitar ± Rp ,-/Ha/tahun. Peningkatan 94

152 pendapatan pada tahun berikutnya hanya dipengaruhi adanya kenaikan tingkat bunga. (5). Implikasi ekonomi dan potensi PAD Perkiraan pendapatan pemerintah tiap hektar, diperoleh dari sumbangan pihak ketiga dari pendapatan masyarakat (misalnya disepakati 10%), ditambah dari hasil penjualan benih (berupa anakan) yang akan dipungut/disetor KPHL Rinjani Barat, melalui Kas Daerah Kabupaten dan Provinsi sesuai peraturan yang berlaku. Perkiraan pendapatan pemerintah tiap hektar mulai panen I setelah umur 4 tahun dari penanaman sekitar ± Rp ,-/Ha/tahun. Perkiraan pendapatan masyarakat dan pemerintah (Prov/Kab) dalam budidaya Rumput Ketak di bawah tegakan hutan disajikan pada Tabel 1. Tabel 4.6. Perkiraan pendapatan masyarakat dan pemerintah dalam kegiatan budidaya Rumput Ketak pada KPHL Rinjani Barat TAHUN KEGIATAN PRODUKSI (kg/ha) HARGA PENDAPATAN (Rp/Ha) (Rp/Kg) MASYARAKAT PEMERINTAH KETERANGAN Tahun I - Ketak Asumsi-asumsi - Anakan berda-sarkan pengalaman Jml Tahun I - - pengrajin al : Tahun II = Produksi rumput - Ketak , ikat/ha = Produksi anakan - Anakan , btg/ha Jml Tahun II - - = apabila Tahun III sumbangan - Ketak ,0 - - pihak ke-3 - Anakan ,5 - - disepakati 10%. Jml Tahun III - - = Harga Rumput Tahun IV - Ketak , , ,0 ketak saat ini Rp ,-/ ikat = Harga anakan - Anakan , ,0 rumput ketak Jml Thn V Rp.1.750,-/btg = Tingkat bunga 10% per tahun , ,0 Dst

153 (6). Nilai Lingkungan Ketak Fungsi konservasi Kegiatan pengembangan tanaman di bawah tegakan hutan adalah suatu budidaya tanaman produktif yang mampu tumbuh dibawah naungan tajuk hutan, dalam rangka pemanfaatan lahan (ruang tumbuh) diantara tegakan hutan. Upaya tersebut dapat memberikan keuntungan ekonomis, sosial, maupun ekologis, karena akan menambah pendapatan masyarakat, meningkatkan kesuburan tanah dan mengurangi laju aliran air di permukaan tanah (pengendalian erosi). Fungsi pengganti kayu Rumput Ketak (Lygodium cyrcinatum) merupakan salah satu jenis tanaman produktif yang mampu tumbuh dibawah naungan vegetasi hutan, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengisi ruang tumbuh diantara tegakan hutan. Upaya tersebut dapat memberikan keuntungan dan mendorong pengembangan usaha ekonomi masyarakat sekitar hutan, dan diharapkan secara simultan akan menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam melakukan pengelolaan hutan. Dinas Kehutanan Provinsi NTB pada tahun 2010 telah melakukan uji coba budidaya rumput ketak pada wilayah kerja KPHL Rinjani Barat di Dusun Rumbuk Desa Batu Mekar seluas 5 Ha. Berdasarkan hasil evaluasi, diketahui bahwa pertumbuhan tanaman dapat dikategorikan baik, dan selanjutnya untuk kegiatan tahun 2011 dilakukan pengembangan areal seluas 20 Ha. Akan tetapi upaya pengembangan tersebut masih belum memenuhi kebutuhan bahan baku sehingga mencapai kelestarian produksinya. Sehubungan dengan itu, maka diperlukan program pengembangan budidaya rumput ketak hingga mencapai skala kelestarian produksinya. Upaya tersebut sekaligus mendukung eksistensi organisasi KPHL Rinjani Barat ditingkat lapangan. Tujuan kegiatan budidaya Rumput Ketak (Lygodium cyrcinatum) di bawah tegakan hutan antara lain : 96

154 a. Memberikan percontohan optimalisasi pemanfaatan ruang (lahan) diantara tegakan hutan dengan tanaman produktif. b. Memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat disekitar hutan, sebagai perwujudan distribusi manfaat hutan secara berkelanjutan. c. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan lestari. d. Mengurangi/menghambat terjadinya pelanggaran hutan. e. Menumbuhkan sumber pendapatan baru bagi pemerintah (Provinsi/Kab) Kayu Putih (Melaleuca cajuputi) (1). Nilai Ekonomi Kayu Putih Minyak kayu putih termasuk ke dalam famili Myrtaseae dan ordo Myrtalae. Beberapa spesies yang sudah diketahui dapat menghasilkan minyak kayu putih dan sudah diusahakan secara komersil adalah Melaleuca leucodendrom, M. cajuputi Roxb dan M. viridiflora Corn. Pohon kayu putih terdapat secara alami di daerah Asia Tenggara, yang tumbuh di dataran rendah atau rawa tetapi jarang ditemukan di daerah pegunungan. Tanaman kayu putih yang tumbuh di rawarawa mempunyai komposisi kimia yang berbeda dengan yang terdapat pada dataran rendah. Tanaman yang tumbuh di rawa-rawa mempunyai kadar sineol yang rendah, bahkan ada yang tidak mengandung sineol, sehingga tanaman kayu putih yang tumbuh di rawa-rawa tidak mempunyai nilai ekonomi. Tanaman kayu putih dapat tumbuh di daerah yang mengandung air garam, angin bertiup kencang, kering dan berhawa sejuk. Dengan kondisi diatas maka tanaman ini dapat juga ditanam didaerah pantai dan pegunungan. Karena dapat tumbuh di daerah yang tandus, maka penanaman kayu putih selain untuk mendapatkan minyaknya, dapat juga digunakan untuk mencegah erosi pada tanah yang gundul. Dari usaha minyak kayu putih memiliki nilai yang dihasilkan dalam setengah bulan sekitar 200 hingga 300 kilogram dengan harga jual kisaran Rp 100 ribu per kilogram. Banyak sedikitnya hasil penyulingan tergantung bagus 97

155 tidaknya bahan baku. Dengan demikian diperlukan tinjauan yang kebih mendalam mengenai usaha yang dikembangkan dari tanaman kayu putih ini. Karena selain daunnya yang di manfaatkan. Batang dan pohonnya memiliki nilai ekonomi seperti menjadikannya kayu bakar yang di gunakan untuk biaya produksi minyak kayu putih itu sendiri. (2). Rantai nilai Rumphius membedakan kayu putih dalam varietas daun besar dan varietas daun kecil. Varietas yang berdaun kecil, yang digunakan untuk membuat minyak kayu putih. Daunnya, melalui proses penyulingan, akan menghasilkan minyak atsiri yang disebut minyak kayu putih, yang warnanya kekuning-kuningan sampai kehijau-hijauan. Perbanyakan dengan biji atau tunas akar. Sebagai tumbuhan industri, kayu putih dapat diusahakan dalam bentuk hutan usaha (agroforestri. Perhutani memiliki beberapa hutan kayu putih untuk memproduksinya. Minyak kayu putih yang diambil dari penyulingan biasa dipakai sebagai minyak balur atau campuran minyak pengobatan lain (seperti minyak telon) atau campuran parfum serta produk rumah tangga lain. (3). Penyerapan tenaga kerja Lain halnya dengan aspek ekonomi, banyak orang mengakui bahwa nilai ekonomis kayu putih jauh lebih kecil dibandingkan dengan kayu jati yang dihasilkan PT Perhutani. Namun demikian, proses produksi tersebut berdampak luas secara sosial. Secara ekonomi tanaman kayu putih memang lebih rendah nilainya ketimbang kayu jati. Tapi, usaha minyak kayu putih mampu menyerap ribuan tenaga kerja sehingga memiliki dampak positif yang sangat besar dari kegiatan tersebut. Dalam kegiatan pengembangan kayu putih banyak tenaga kerja yang akan terserap dari mulai penanaman sampai pemanenan. Kegiatan pengembangan kayu putih ini akan melibatkan masyarakat sekitar hutan. (4). Pendapatan usaha 98

156 Lokasi pengembangan kayu putih di KPHL Rinjani Barat yaitu seluas ± Ha. Dari usaha minyak kayu putih memiliki nilai yang dihasilkan dalam setengah bulan sekitar 200 hingga 300 kilogram dengan harga jual kisaran Rp 100 ribu per kilogram. Minyak kayu putih mempunyai daya produksi 2 ton/ha jika luasan Ha (Deptan, 2009). Pemanenan kayu putih dalam 1 tahun hanya sekali selama 6 bulan, sedangkan 6 bulan berikutnya merupakan masa pemulihan kayu putih agar dapat menghasilkan minyak kembali. Jika diperkirakan nilai produksi yang akan diperoleh dengan luasan tersebut adalah 6480 ton. (5). Implikasi ekonomi dan potensi PAD Tanaman kayu putih tidak hanya dimanfaatkan sekedar untuk konservasi tanah kawasan hutan saja, tetapi dipikirkan juga nilai ekonomis dan finansialnya. Dengan demikia pengelolaan hutan menuju kelestarian fungsi hutan yang optimal dapat memenuhi aspek social, ekonomi dan lingkungan. Produktivitas minyak kayu putih memberikan dampak positif terhadap masyarakat sekitar hutan, hutan dan kehutanan yang dapat dilihat dari aspek social, ekonomi dan lingkungan. Aspek social yaitu dengan meningkatnya jumlah pungutan daun yang menggunakan tenaga masyarakat sekitar hutan. Aspek ekonomi yaitu dengan peningkatan produktivitas minak kayu putih akan meningkatkan PAD. Disamping itu, aspek social adalah kesempatan melakukan tumpangsari di hutan kayu putih oleh masyarakat sekitar hutan. (6). Nilai lingkungan Kayu Putih Fungsi konservasi Kayu Putih (Melaleuca cajuputi.) karena dapat tumbuh di daerah yang tandus, maka penanaman kayu putih selain untuk mendapatkan minyaknya, dapat juga digunakan untuk mencegah erosi pada tanah yang gundul (Anonim 2008). Selain itu, tanaman kayu putih mampu mempercepat pemulihan hutan sekunder dari kebakaran maupun dari pengembalaan liar yang berpindahpindah. In di karenakan tanaman kayu putih mampu bertahan pada areal yang 99

157 memiliki suhu yang sangat tinggi termasuk bijinya yang dapat bertahan saat terjadi kebakaran hutan (Soetrisno 1990). Secara ekologi, tanaman kayu putih merupakan tanaman yang mempunyai perakaran dalam sehingga mempercepat daur ulang unsur-unsur hara dari serasahnya. Manfaat ekologi yang lain juga adalah dengan pengurangan aliran air permukaan, pencucian unsur hara dan erosi tanah melalui efek rintangan yang dihasilkan oleh akar-akar dan batang pohon pada proses tersebut juga perbaikan struktur tanah melalui penambahan bahan organik secara tetap dari daun- daun yang terkomposisi ( Lajihe, 2000). Fungsi pengganti kayu Pohon ini memiliki tinggi m, kulit batangnya berlapis-lapis, berwarna putih keabu-abuan dengan permukaan kulit yang terkelupas tidak beraturan. Batang pohonnya tidak terlalu besar, dengan percabangan yang menggantung kebawah. Daun tunggal, agak tebal seperti kulit, bertangkai pendek, letak berseling. Helaian daun berbentuk jorong atau lanset, panjang 4,5-15 cm, lebar 0,75-4 cm, ujung dan pangkalnya runcing, tepi rata, tulang daun hampir sejajar. Permukaan daun berambut, warna hijau kelabu sampai hijau kecoklatan, Daun bila diremas atau dimemarkan berbau minyak kayu putih. Perbungaan majemuk bentuk bulir, bunga berbentuk seperti lonceng, daun mahkota warna putih, kepala putik berwarna putih kekuningan, keluar di ujung percabangan. Buah panjang 2,5-3 mm, lebar 3-4 mm, warnanya coklat muda sampai coklat tua. Bijinya halus, sangat ringan seperti sekam, berwarna kuning. Buahnya sebagai obat tradisional disebut merica bolong. Ada beberapa varietas pohon kayu putih. Ada yang kayunya berwarna merah, dan ada yang kayunya berwarna putih. Minyak kayu putih merupakan salah satu produk kehutanan yang telah dikenal luas oleh masyarakat. Minyak atsiri hasil destilasi atau penyulingan daun kayu putih (Melaleuca cajuputi) ini memiliki bau dan khasiat yang khas, sehingga dapat digunakan biofarmaka. 100

158 Ciri-ciri bahan minyak kayu putih yang bagus diantaranya pohon kayu putih yang berdaun lebat dan tua. Disamping itu musim kering juga sangat berpengaruh, semakin kering kandungan minyaknya semakin banyak. Selain menghasilkan minyak kayu putih, batang dan daun yang telah dimasak dikeringkan lagi untuk digunakan menjadi bahan bakar. Batang kayu putih sebagai bahan bakar tungku penyulingan, sedang daun yang telah kering digunakan untuk masak sajeng (nira) Iles-iles/Porang (Amorphopallus oncophillus) (1). Nilai Ekonomi Tanaman Porang (Amorphopallus oncophillus) merupakan salah satu jenis tanaman iles-iles yang berumbi di dalam tanah, dan menghasilkan karbohidrat. Porang merupakan tumbuhan semak (herba) dengan tinggi cm, berbatang halus, tangkai dan daunnya berwana hijau hingga hijau tua bergarisgaris dengan bercak putih. Tanaman porang merupakan tanaman lorong yang mampu tumbuh dibawah naungan tanaman tahunan, sehingga lebih menyukai lingkungan dengan tingkat naungan tinggi dan kelembaban cukup. Kebutuhan benih/bibit tiap hektar dengan prosentase tumbuh diatas 90%, apabila jarak tanam 1 m x 0,5 m ( btg/ha) antara lain; (a). menggunakan umbi diperlukan kg ( ± buah/kg), (b). menggunakan biji diperlukan 300 kg benih, dan (c). menggunakan bupil diperlukan 350 kg (± bupil/kg). Tanaman tersebut mudah tumbuh dan tidak memerlukan pemeliharaan secara khusus. Mengalami pertumbuhan selama 5-6 bulan setiap tahunnya yaitu pada musim penghujan. Pada musim kemarau tanaman mengalami masa istirahat/dorman dan daunnya akan layu sehingga tampak seolah-olah mati. Tanaman akan tumbuh kembali pada musim penghujan dan umbi yang berada di dalam tanah akan tumbuh membesar. Pemanenan pertama kalinya dilakukan setelah tanaman berumur 3 (tiga) tahun, setelah itu tanaman dapat dipanen setiap tahun, tanpa harus menanam 101

159 kembali bibitnya. Waktu panen biasanya dilakukan pada bulan April sampai Juli pada saat tanaman mengalami masa dorman. Umbi yang dipanen adalah umbi yang sudah besar, beratnya antara 1-5 kg/umbi, bahkan apabila bagus pemeliharaannya dapat mencapai diatas 5 kg/umbi. Sedangkan umbi yang masih kecil ditinggalkan untuk dipanen pada taun berikutnya. Harga jual umbi basah Rp. 600,-/kg, dengan demikian, maka tiap pohon akan memperoleh nilai jual antara Rp. 600,- s/d Rp ,-/pohon. (2). Rantai Nilai Tanaman Porang (Amorphopallus oncophillus) merupakan salah satu tanaman produktif yang mampu tumbuh dibawah naungan vegetasi hutan, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengisi ruang tumbuh diantara tegakan hutan. Upaya tersebut dapat memberikan keuntungan dan mendorong pengembangan usaha ekonomi masyarakat sekitar hutan, dan diharapkan secara simultan akan menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam melakukan pengelolaan hutan. Pengembangan budidaya Porang di KPHL Rinjani Barat diharapkan dapat memberikan manfaat seperti halnya yang telah dilakukan di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur sudah melaksanakan program tersebut sejak tahun 1975, melalui program PMDH (pembinaan masyarakat desa hutan) dengan mengembangkan jenis tanaman Porang (Amorphopallus oncophillus). Program tersebut telah memberikan manfaat terhadap pendapatan masyarakat sekitar hutan (aspek ekonomi), manfaat terhadap peningkatan partisipasi masyarakat dalam perlindungan hutan (aspek sosial), dan manfaat terhadap optimalisasi ruang tumbuh terbuka diantara tegakan hutan (aspek ekologis). (3). Penyerapan tenaga kerja Kondisi vegetasi penutup lahan pada KPHL Rinjani Barat sebagian besar (60%) merupakan kawasan kurang produktif, yang terdiri dari lahan kosong seluas ± Ha (15%), alang-alang dan semak belukar seluas ± Ha 102

160 (20%), hutan rawang seluas ± Ha (25%). Sedangkan kawasan yang masih berhutan sedang-rapat seluas ± Ha (40%). Menurunnya potensi hutan tersebut umumnya terjadi karena masih berlangsungnya illegal logging, perambahan/penguasaan hutan dan perladangan. Kondisi tersebut sebagai akibat; (a). tingginya tingkat kemiskinan, menurut penelitian WWF diketahui bahwa dari jiwa masyarakat yang bermukim di Lingkar Rinjani, sebanyak 70 % tergolong kaum miskin papa, (b). defisit kayu olahan sebesar ± M 3 per tahun atau ± 50% dari kebutuhan, (c). tingginya kebutuhan kayu bakar rumah tangga sebesar ± M 3 per tahun, (d). sempitnya pemilikan lahan pertanian rata-rata 0,3 Ha/KK, (e). kurangnya peluang usaha dan kesempatan kerja, karena aksesibilitas yang rendah dengan berbagai sumber pembangunan ekonomi yang umumnya terkonsentrasi di perkotaan, dan (f). keterbatasan anggaran program pembangunan kehutanan dan anggaran yang menunjang beroperasinya organisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPHL). Sumberdaya hutan sebagai suatu ekosistem disamping menyimpan sumberdaya berupa kayu, air dan jasa lingkungan lainnya, juga menyimpan potensi hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat. Hasil hutan bukan kayu tersebut dapat diperoleh dari tegakan hutan seperti Duren, Nangka dll, juga diperoleh dari tanaman produktif yang mampu tumbuh dibawah tegakan hutan. Rencana kegiatan utama kegiatan budidaya iles-iles/porang (Amorphopallus oncophillus ), antara lain; a. Penentuan jarak tanam; sehubungan sebagian besar kawasan hutan pada wilayah kerja KPHL Rinjani Barat sudah ada tanaman produktif lain, maka jarak tanam yang akan digunakan 2m x 1m. b. Kebutuhan bibit; apabila prosentase tumbuh diatas 90%, dengan jarak tanam 2m x 1m, maka jumlah tanaman tiap hektar ± batang. Atas dasar itu, maka bibit/ benih yang diperlukan tiap hektar termasuk untuk penyulaman antara lain; o menggunakan umbi diperlukan 375 kg ( ± buah/kg). 103

161 o menggunakan benih diperlukan 75 kg. o menggunakan bupil diperlukan 90 kg bupil. Untuk memudahkan transportasi, maka sebagian besar bibit yang akan digunakan yaitu berupa benih (biji) ± 80%, sedangkan sisanya sebagai uji coba menggunakan umbi 10% dan bupil 10%. Proses dalam pengadaan bibit/benih tersebut akan dilakukan melalui penunjukan langsung kepada kelompok tani hutan (KTH) binaan KPHL Rinjani Barat. c. Pengukuran dan tata batas lokasi; Kegiatan ini diawali dengan pencermatan kondisi biofisik calon lokasi, sehingga mempunyai kesesuaian dengan persyaratan tumbuh tanaman Porang. Kegiatan pengukuran dan tata batas hanya diberikan berupa dana bantuan, dengan demikian diperlukan upaya swadaya dari petugas KPHL Rinjani Barat. Areal percontohan yang diukur terletak di 4 lokasi dengan luas areal 60 Ha. d. Penanaman; kegiatan budidaya tanaman Porang di bawah tegakan hutan tersebut, akan dilaksanakan di 4 lokasi pada 3 Resort KPHL dengan total luas 80 Ha. Beberapa metoda yang akan dilakukan pada tahap penanaman antara lain: o Bimbingan teknis dan praktek kerja kepada masyarakat peserta percontohan akan dilakukan oleh anggota kelompok peserta study banding, yang didampingi petugas lapangan (Mandor) KPHL Rinjani Barat. o Pembersihan lapangan, pembuatan lobang dan penanaman dilakukan secara jalur diantara tegakan hutan. Kegiatan tersebut hanya diberikan bantuan dana swadaya, sehingga masyarakat dituntut sumbangan sukarela dan gotong royong anggota KTH. o Pemeliharaan tanaman dilakukan secara swadaya sampai dengan tanaman siap panen atau berumur 3 tahun. e. Monitoring, evaluasi dan pembinaan; Kegiatan ini hanya diberikan dana bantuan untuk 1 (satu) tahun anggaran pada saat pelaksanaan penanaman/pemeliharaan tahun berjalan. Sedangkan pemeliharaan 104

162 selanjutnya (mulai tahun ke-2), merupakan tugas rutin pelaksana lapangan (Mandor) KPHL Rinjani Barat. Hal ini sesuai dengan tugas fungsi organisasi KPHL, yang merupakan organisasi lapangan pengelola/pemangku kawasan hutan sampai tingkat tapak, dimana setiap petak/ blok dikelola oleh seorang Mandor. Upaya yang telah dilaksanakan pada lokasi sasaran kegiatan budidaya tanaman Porang tersebut antara lain program reboisasi dan pembangunan hutan tanaman unggulan lokal (PHTUL). Dalam program reboisasi dan PHTUL tersebut telah dilaksanakan beberapa kegiatan yang akan mendukung kegiatan budidaya tanaman Porang di bawah tegakan hutan, seperti halnya; (1). Tersedia kelompok tani hutan/kth; (2). Pengalaman KTH dalam penanaman dan pengelolaan hutan lestari; (3). Tersedia lahan hutan yang sudah ditumbuhi tegakan/pohon yang merupakan syarat tumbuh dari tanaman Porang; (4). Tersedia mandor yang berpengalaman dan tinggal di lokasi kegiatan; (5). Tersedia akses jalan menuju lokasi, baik yang bisa dilewati kendaraan roda dua atau kendaraan roda empat; (6). Tersedia aturan kelompok yang sejalan dengan ketentuan kehutanan. Rencana kegiatan utama kegiatan budidaya tanaman Porang di bawah tegakan hutan antara lain; study banding, pengukuran dan tata batas lokasi, pengadaan benih/bibit, penanaman, serta monitoring evaluasi dan pembinaan. Sedangkan kegiatan utama untuk tahap selanjutnya yaitu pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran, merupakan upaya swadaya kelompok (KTH) dan tugas rutin KPHL Rinjani Barat. (4). Pendapatan usaha Berdasarkan asumsi dari pengalaman Perum Perhutani Unit I Jawa Timur dalam mengembangkan tanaman Porang (Amorphopallus oncophillus), diketahui komponen produksi, harga jual dan perkiraan pendapatan (seperti pada Tabel 1) antara lain; o Produksi umbi porang rata-rata tiap pohon ± 2,5 kg/pohon atau kg/ha. 105

163 o Harga jual umbi porang saat ini ± Rp. 600,-/Kg. o Penanaman hanya dilakukan 1 kali, sedangkan pemanenan dilakukan terus menerus dalam setiap tahun setelah panen I pada umur 3 tahun. Perkiraan pendapatan masyarakat peserta kegiatan tiap hektar pada panen I umur 3 tahun penanaman sekitar ± Rp ,-/Ha/tahun. Peningkatan pendapatan pada tahun berikutnya hanya dipengaruhi adanya kenaikan tingkat bunga. (5). Implikasi ekonomi dan potensi PAD Perkiraan pendapatan pemerintah disamping akan diperoleh dari sumbangan pihak ketiga dari pendapatan masyarakat (misalnya setelah ada PERGUB disepakati 10%), juga akan diperoleh dari hasil penjualan biji dan bupil sebagai sumber benih/bibit yang akan dipungut/disetor KPHL Rinjani Barat, melalui Kas Daerah Kabupaten dan Provinsi sesuai peraturan yang berlaku. Perkiraan pendapatan pemerintah pada panen I setelah 3 tahun penanaman sekitar ± Rp ,-/Ha/Thn. Perkiraan pendapatan masyarakat dan pemerintah (Prov/Kab) dalam budidaya tanaman Porang di bawah tegakan hutan disajikan pada Tabel 4.7. TAHUN KEGIATAN Tahun I Tabel 4.7. Perkiraan pendapatan masyarakat dan pemerintah dalam kegiatan budidaya tanaman Porang pada KPHL Rinjani Barat PRODUKSI (kg/ha) HARGA (Rp/Kg) PENDAPATAN (Rp/Ha) MASYARAKAT PEMERINTAH KETERANGAN - Umbi 0 600,0 - - Asumsi-asumsi berdasarkan - Biji ,0 - - pengalaman - Bupil ,0 - - Perum Perhutani Unit Jml Tahun I - - II Jawa Timur al : = Harga umbi Porang Tahun II saat ini Rp.600,- - Umbi 0 660,0 - - = Harga Biji Porang saat ini Rp.3.250,- - Biji ,0 - - = Harga Bupil Porang - Bupil ,0 - - saat ini Rp.2.750,- Jml Tahun II - - = Tingkat bunga 10% Tahun III per tahun = Produksi umbi ratarata kg/ha - Umbi , , ,0 - Biji , ,0 = Produksi Bupil rata- 106

164 TAHUN KEGIATAN PRODUKSI (kg/ha) HARGA (Rp/Kg) PENDAPATAN (Rp/Ha) MASYARAKAT PEMERINTAH KETERANGAN - Bupil , ,0 rata 800 kg/ha Jml Tahun III , ,0 Tahun IV - Umbi , , ,0 - Biji , ,0 - Bupil , ,0 Jml Tahun IV , ,0 Tahun V - Umbi , , ,0 - Biji , ,5 - Bupil , ,0 Jml Tahun V , ,5 Dst (6). Nilai lingkungan = Produksi Biji ratarata 700 kg/ha = apabila sumbangan pihak ke-3 dari umbi dikenakan 10%. Fungsi konservasi Kegiatan pengembangan tanaman di bawah tegakan hutan adalah suatu budidaya tanaman produktif yang mampu tumbuh dibawah naungan tajuk hutan, dalam rangka pemanfaatan lahan (ruang tumbuh) diantara tegakan hutan. Upaya tersebut dapat memberikan keuntungan ekonomis, sosial, maupun ekologis, karena akan menambah pendapatan dan sumber pangan alternatif, meningkatkan kesuburan tanah dan mengurangi laju aliran air di permukaan tanah (pengendalian erosi). Berkaitan dengan hal itu dan mengingat keterbatasan anggaran pada pemerintah NTB, diharapkan rencana kegiatan percontohan budidaya tanaman Porang (Amorphopallus oncophillus) mendapat dukungan/partisipasi berbagai pihak. Atas dasar itu, Dinas Kehutanan Provinsi NTB mengusulkan kegiatan percontohan budidaya Porang (Amorphopallus oncophillus) pada wilayah kerja KPHL Rinjani Barat dengan target areal seluas 60 Ha. Fungsi pengganti kayu Porang satu famili dengan tanaman Suweg/Lombos, merupakan tanaman penghasil umbi, yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan, yang saat ini 107

165 menjadi komoditas ekspor khususnya ke Jepang setelah diolah menjadi mie atau konyaku. Disamping itu, setelah diproses lebih lanjut maka hasil olahan Porang dapat digunakan sebagai bahan industri minuman dan makanan, industri farmasi dan pengobatan, industri kosmetika, bahan campuran pada industri kertas, bahan pembuat lem, bahan untuk industri tekstil, industri perfilma, bahan isolator pada industri listrik, dapat dimanfaatkan untuk menjernihkan air dan memurnikan bagian koloid yang terapung pada industri bir, gula, minyak dan serat. Pengembangan kegiatan budidaya tanaman Porang (Amorphopallus oncophillus) di bawah tegakan hutan bertujuan antara lain : - Memberikan percontohan upaya pemanfaatan ruang (lahan) hutan secara optimal dengan tanaman produktif, kepada masyarakat sekitar hutan. - Memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat disekitar hutan, sebagai perwujudan distribusi manfaat hutan secara berkelanjutan. - Memberikan sumber pangan alternatif bagi masyarakat sekitar hutan. - Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan lestari. - Mengurangi/menghambat terjadinya pelanggaran hutan. - Menumbuhkan sumber pendapatan baru bagi pemerintah (Provinsi/Kab) Perkiraan Hasil HHBK dan HHK Jenis dan Jumlah Pohon No Jenis Komoditi Luas (Ha) Daur A. HHK Tanam Perdaur (Luas) Jarak Tanam Jumlah tanaman Per Ha Sengon/ HP 700,00 7,00 100,00 5 x 5 400,00 Kalimuru /HP 412,00 10,00 41,20 5 x 5 400,00 Karet /HP 500,00 25,00 20,00 5 x 5 400,00 Raju Mas /HP 705,00 15,00 47,00 5 x 5 400,00 Rajumas/ HPT 1.500,00 15,00 100,00 5 x 5 400,00 Sengon /HPT 1.500,00 7,00 214,29 5 x 5 400,00 108

166 Kalimuru/ HPT 1.000,00 10,00 100,00 5 x 5 400,00 B. HHBK Karet /HP 500,00 5,00 100,00 5 x 5 400,00 Karet /HPT 2.279,00 5,00 455,80 5 x 5 400,00 Karet /HL 4.500,00 5,00 900,00 5 x 5 400,00 Kayu Putih/ HP 595,00 5,00 119,00 3 x ,67 Kayu Putih /HL 3.434,00 5,00 686,80 3 x ,67 109

167 URAIAN A. BIAYA IRR dan BCR TAHUN Perencanaan Penanaman Pemeliharaan Perlindungan dan Pengamanan Lingkungan Sosial dan Ekonomi Penelitian dan Pengembangan Sarana dan Prasarana Pemanenan Administrasi dan Umum Jumlah A B. PENDAPATAN 1. Hasil Hutan Kayu (LOG) 2. Hasil Hutan Karet 3. Hasil Hutan Kayu Putih

168 Jumlah B C. PAJAK PENDAPATAN 1. Hasil Hutan Kayu (LOG) 2. Dana Reboisasi (DR) 3. Karet 4. Kayu Putih Jumlah C Total Revenue CASH INFLOW CASH OUTFLOW NETTO REVENUE PRESEN VALUE 14% PRESEN VALUE 12% NET PRESENT VALUE 14% NET PRESENT VALUE 12% INTEREST RATE OF RETURN ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ,00% 111

169 PAYBACK PERIOD BENEFIT COST 5 TAHUN 22,83 112

170 Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Model Rinjani Barat Jasa Lingkungan Selain potensi HHBK yang melimpah, KPHL Rinjani Barat juga memiliki potensi jasa lingkungan yang sangat prospektif untuk dikembangkan dan dikelola secara maksimal di masa mendatang untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat dan sumber pemasukan bagi pemerintah daerah. Potensi jasa lingkungan yang terdapat di wilayah KPHL Rinjani Barat meliputi; wisata alam, air, dan cadangan karbon. Untuk wisata alam, wilayah KPHL Rinjani Barat memiliki potensi yang sangat menarik mulai dari lingkungan perairan (wisata bahari) berupa pantai sampai dengan lingkungan hutan (wana wisata) berupa air terjun, keragaman hayati baik flora maupun fauna. Obyek wisata bahari yang berada di wilayah KPHL Rinjani Barat yang sangat potensial untuk terus dikembangkan pengelolaanya, antara lain; 1) pantai Senggigi, 2) taman wisata alam Kerandangan, 3) pantai Malimbu, dan 4) pantai Nipah. Sedangkan untuk obyek wana wisata di wilayah KPHL Rinjani Barat yang saat ini sudah eksis sebagai salah satu tujuan wisata bagi wisatawan baik domestic maupun mancanegara yang perlu mendapat perhatian lebih lanjut untuk pengelolaannya, seperti; 1) taman wisata alam suranadi, 2) air terjun timponan, 3) air terjun trenggilis, 4) air terjun kertaganga, 5) air terjun tiu teja, 6) air terjun sekeper, 7) air terjun sendang gila, 8) air terjun tiu kelep, 9) wisata kera abu, dan 10) habitat lutung. Salah satu skema yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan nilai tambah dari potensi jasa lingkungan yang berada di wilayah KPHL Rinjani Barat adalah melalui penerapan pembayaran jasa lingkungan yang ditujukan kepada penerima manfaat (beneficiary) dari keberadaan sumberdaya alam yang dinikmatinya tersebut. Strategi yang dapat dilakukan yaitu dengan menaikkan tarif masuk pengunjung ke obyek-obyek wisata alam yang ada di wilayah KPHL Rinjani Barat. Tentunya besar kecilnya kenaikan tarif yang akan diberlakukan nantinya didahului dari hasil kajian yang komprehensif. Penerimaan dana dari kenaikan tarif inilah yang nantinya akan dialokasikan untuk kegiatan konservasi dan peningkatan pelayanan kepada penerima manfaat. 113

171 Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Model Rinjani Barat Skema Pengelolaan Core Business Untuk mendukung pengelolaan core business berupa HHBK maupun HHK secara maksimal dalam rangka mewujudkan organisasi KPHL yang mandiri maka perlu ada upaya untuk mendorong KPHL Rinjani Barat memiliki badan hukum yang memungkinkan pengelolaan core business berjalan sebagaimana mestinya. Bentuk badan hukum yang dapat menjadi alternatif pilihan untuk KPHL adalah Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) atau PPK BLUD. 114

172 V. RENCANA KEGIATAN 5.5. Inventarisasi Berkala Wilayah Kelola serta Penataan Hutan Inventarisasi Berkala Inventarisasi meliputi inventarisasi potensi hutan dan inventarisasi sosial budaya. Kegiatan inventarisasi dilakukan untuk mengetahui potensi dan kondisi nyata KPHL Rinjani Barat. Hasil inventarisasi digunakan sebagai dasar dalam penataan petak/blok dan penyusunan perencanaan pengelolaan hutan, sehingga diharapkan dapat mengakomodir berbagai kepentingan stakeholder. Inventarisasi potensi hutan akan dilaksanakan secara berkelanjutan pada seluruh wilayah kerja KPHL Rinjani Barat seluas Ha. Sedangkan inventarisasi sosial budaya akan dilakukan pada lokasi 39 Desa (8 resort KPH) Pengawasan Batas Wilayah Pengawasan batas wilayah, dilakukan terhadap batas-batas wilayah kelola KPHL, batas luar kawasan hutan dan batas fungsi kawasan. Kegiatan ini bertujuan untuk monitoring kondisi kawasan dan batas hutan sehingga setiap perubahan yang terjadi dapat diketahui lebih awal untuk memperoleh penanganan lebih lanjut. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi patroli rutin batas kawasan hutan, orientasi kawasan hutan serta rekomendasi kebijakan dalam rangka penanganan perubahan kondisi. Kegiatan ini merupakan tugas KPHL Rinjani Barat yang dilaksanakan secara rutin oleh Mandor Lapangan, dengan total batas yang dimonitor sepanjang 92,21 Km Pemeliharaan dan Rekonstruksi batas Pemeliharaan dan rekonstruksi batas wilayah kelola serta batas luar dan batas fungsi kawasan hutan akan dipelihara dan dilakukan rekonstruksi dengan tujuan memperjelas batas serta menegaskan batas sesuai dengan kedudukan semula. Pemeliharaan batas dilakukan dengan membuat lorong (jalur) batas 115

173 dengan lebar 2 meter, sehingga batas hutan menjadi lebih jelas dan mudah dikenali. Rekonstruksi batas dilakukan dengan mengembalikan pal batas pada kedudukan semula sesuai dengan hasil tata batas yang didasarkan pada data ukur lapangan. Pelaksanaan pemeliharaan batas dan rekonstruksi batas tesebut didasarkan pada hasil orientasi/pengawasan lapangan sehingga dapat diketahui secara tepat pelaksanaan kegiatan menyangkut lokasi, panjang batas serta jumlah dan kondisi pal batas. Kegiatan rekontruksi ini harus dikoordinasikan KPHL Rinjani Barat dengan BPKH Wilayah VIII Denpasar, dengan target kegiatan rekonstruksi batas 92,21 Km Rasionalisasi Wilayah Kelola Pembagian wilayah KPH didasarkan pada 3 (tiga) pendekatan utama sebagai dasar analisis yaitu (1) kewilayahan/ekosistem secara spasial, (2) kajian pembagian kewenangan serta (3) kemampuan dalam pengelolaan hutan. Pendekatan ekosistem dilakukan dengan mengembangkan indikator Daerah Aliran Sungai (DAS) yang menyangkut pengaturan tata air, penetapan wilayah hulu sungai sebagai cathment area dan wilayah hilir sebagai wilayah layanan, serta status fungsi hutan. Secara fisik kawasan tersebut akan dibatasi oleh kondisi topografis berupa dataran tinggi, puncak bukit dan lereng gunung. Kajian dilakukan dengan mempertimbangkan alur sungai, topografi dan fisiografi suatu kawasan mengingat pengaruhnya terhadap wilayah sungai, terutama menyangkut penyimpanan, penampungan dan distribusi air dalam suatu wilayah. Pendekatan pembagian kewenangan secara spasial diwujudkan pembagian (resort/blok/petak) dengan batas Kabupaten, Kecamatan, Desa, dan Dusun serta jenis kewenangan lainnya yang menjadi wilayah pengelolaan secara khusus seperti Hutan Adat, Hutan Penelitian dan wilayah pengelolaan lainnya sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Pendekatan kemampuan dalam pengelolaan hutan oleh organisasi Resort KPH. Pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan indikator kemampuan pengawasan, aksesibilitas serta kesatuan wilayah, blok dan petak. Kemampuan pengelolaan tersebut akan mencerminkan efektivitas dan efisiensi serta aspek 116

174 kelestarian. Aksesibilitas akan dicerminkan oleh kemudahan dalam mencapai lokasi karena ketersediaan sarana dan prasarana transportasi, jarak orbitasi antar lokasi serta kekompakan areal sebagai kesatuan wilayah pengelolaan hutan dalam luasan yang cukup efektif dan efisien. Atas dasar itu, wilayah kerja KPHL Rinjani Barat terbagi kedalam 8 Resort dan 20 Sektor (peta terlampir) dengan rincian luas tiap Resort dan Sektor menurut kelompok hutan seperti disajikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Pembagian wilayah Kerja KPHL Rinjani Barat No Nama Resort/ Luas G. Rinjani Pandan Mas Ranget Sektor (Ha) RTK.1 RTK.2 RTK.6 1. SESAOT Sektor Buwun Sejati ,7 - Sektor Aik Nyet JANGKOK 3.957,55 - Sektor Batu Rimba Sektor Longseran MENINTING Sektor Kekait Sektor Batu Kemali MALIMBU Sektor Kerujuk Sektor Pusuk Sektor Malaka TANJUNG 6.156,82 - Sektor Onggong Sektor Leong Sektor Segara MONGGAL Sektor Genggelang Sektor Selelos Sektor Pandan Mas

175 No Nama Resort/ Luas Gunung Rinjani Pandan Mas Ranget Sektor (Ha) RTK.1 RTK.2 RTK.6 7. SANTONG SIDUTAN 7.823,47 - Sektor Pansor Sektor Rempek Sektor Samba SENARU PUTIK 2.608,00 - Sektor Batu Rakit Sektor Torean LUAS TOTAL , Pembuatan Blok Pembagian blok didasarkan atas dasar hasil inventarisasi hutan dengan mempertimbangkan : (1). Karakteristik biofisik lapangan, (2). Kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar, (3). Potensi sumberdaya alam dan (4). Keberadaan hak-hak atau izin usaha pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan serta (5). Faktor-faktor pembatas, serta (6). Menetapkan wilayah tertentu. Penataan kawasan dimaksudkan untuk mengatur arah peruntukan kawasan hutan dengan melakukan pembagian kawasan hutan kedalam blok dan petak. Selanjutnya hasil penataan dilakukan dengan memasang patok batas masing-masing blok sesuai dengan rencana pengembangan kawasan hutan pada wilayah kelola KPH sesuai dengan fungsinya. Atas dasar itu, maka rencana pembagian blok dalam penataan hutan lindung pada KPHL Rinjani Barat terdiri dari 4 jenis blok antara lain; blok inti, blok pemanfaatan, blok pemanfaatan wilayah tertentu dan blok khusus (Peta terlampir). Rincian rencana pembagian blok fungsi hutan lindung pada KPHL Rinjani Barat disajikan pada Tabel

176 Tabel 5.2. Rencana Pembagian Blok Hutan Lindung KPHL Rinjani Barat ARAHAN NO PEMANFAATAN MENURUT RKTN 1 Kawasan Untuk Rehabilitasi LUAS HUTAN LINDUNG PEMBAGIAN BLOK LUAS (Ha) KETERANGAN a. Blok Inti ,25 b. Blok Pemanfaatan 792,00 HKm Maliko Bangkit & Senggigi c. Blok Pemanfaatan ,17 Calon areal Wilayah Tertentu Kemitraan KPH d. Blok Khusus 12,68 Hutan Adat ,10 Sedangkan rencana pembagian blok dalam kegiatan penataan hutan produksi pada KPHL Rinjani Barat, terdiri dari 5 jenis blok yaitu Blok Perlindungan, Blok Pemanfaatan HHK-HT, Blok Pemberdayaan Masyarakat, Blok Pemanfaatan Wilayah Tertentu dan Blok Khusus (peta terlampir). Rincian rencana pembagian blok fungsi hutan produksi pada KPHL Rinjani Barat disajikan pada Tabel 5.3. NO 1. Tabel 5.3. Rencana Pembagian Blok Penataan Hutan Produksi KPHL Rinjani Barat ARAHAN PEMANFAATAN MENURUT RKTN HUTAN PRODUKSI PEMBAGIAN BLOK LUAS (Ha) KETERANGAN TETAP 5.171,52 Kawasan Hutan Untuk Rehabilitasi dan Pengusahaan Hutan Skala Kecil 2. HUTAN PRODUKSI TERBATAS Kawasan Hutan Untuk Rehabilitasi dan Pengusahaan Hutan Skala Kecil a. Blok Perlindungan 708,09 Mata air & sepadan sungai b. Blok Pemberdayaan 758,00 HKm Santong dsk c. Blok Pemanfaatan 2.097,82 Calon areal Wilayah Tertentu Kemitraan KPH d. Blok Khusus 202,61 KHDTK & Hutan Adat e. Blok Pemanfaatan HHK-HT 1.405,00 HTI PT. Sadhana Arif Nusa 6.984,38 a. Blok Perlindungan 904,64 Mata air & sepadan sungai b. Blok Pemberdayaan 718,00 HKm Maliko Bangkit c. Blok Pemanfaatan Wilayah Tertentu 5.326,17 Calon areal Kemitraan KPH d. Blok Khusus 35,57 Hutan Adat Bebekeq & Makam Genggelang 119

177 Pembuatan Petak Dalam pembagian petak didasarkan pada pendekatan; (1) kewilayahan/ ekosistem secara spasial, (2) kajian pembagian kewenangan serta (3) kemampuan dalam pengelolaan hutan. Pendekatan ekosistem dalam penataan petak dilakukan dengan mengembangkan indikator Daerah Aliran Sungai (DAS) yang menyangkut pengaturan tata air, penetapan wilayah hulu sungai sebagai cathment area dan wilayah hilir sebagai wilayah layanan, serta status fungsi hutan. Secara fisik kawasan tersebut akan dibatasi oleh kondisi topografis berupa dataran tinggi, puncak bukit dan lereng gunung. Kajian dilakukan dengan mempertimbangkan alur sungai, topografi dan fisiografi suatu kawasan mengingat pengaruhnya terhadap wilayah sungai, terutama menyangkut penyimpanan, penampungan dan distribusi air dalam suatu wilayah. Pendekatan pembagian kewenangan secara spasial diwujudkan dalam batas-batas fungsi kawasan hutan, batas kabupaten, Kecamatan, Desa, dan Dusun serta jenis kewenangan lainnya yang menjadi wilayah pengelolaan secara khusus seperti Hutan Adat, Hutan Penelitian dan wilayah pengelolaan lainnya sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Pendekatan kemampuan dalam luas pengelolaan hutan oleh seorang petugas lapangan (Mandor). Pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan indikator kemampuan pengawasan, aksesibilitas serta kesatuan petak. Kemampuan pengelolaan tersebut akan mencerminkan efektivitas dan efisiensi serta aspek kelestarian. Aksesibilitas akan dicerminkan oleh kemudahan dalam mencapai lokasi karena ketersediaan sarana dan prasarana transportasi, jarak orbitasi antar lokasi serta kekompakan areal sebagai kesatuan wilayah pengelolaan hutan dalam luasan yang cukup efektif dan efisien. Disamping itu secara khusus dalam penataan batas petak tersebut perlu memperhatikan batas alam permanen seperti alur sungai, jalan raya, jalan hutan, jalan setapak yang sudah biasa digunakan masyarakat, serta berbagai ornamen lain yang sifatnya permanen. 120

178 Atas dasar pertimbangan diatas, maka wilayah KPHL Rinjani Barat dibagi kedalam 819 Petak, termasuk pada lokasi Tahura Nuraksa yang direncanakan menjadi kawasan KPHL Rinjani Barat, sesuai hasil kesepakatan para pemangku kepentingan. Peta dan rincian data luas tiap petak rencana tata hutan seperti disajikan pada lampiran. Sedangkan jumlah petak tiap fungsi hutan pada KPHL Rinjani Barat seperti disajikan pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Jumlah Petak tiap Fungsi Hutan pada KPHL Rinjani Barat No Nama Resort/ Sektor Luas (Ha) Jumlah Petak Tiap Fungsi Hutan HL HP HPT TAHURA Jumlah Petak 1 RESORT TANJUNG 6.156,82 - Sektor Onggong Sektor Leong Sektor Segara SENARU PUTIK 2.608, Sektor Batu Rakit Sektor Torean SANTONG SIDUTAN 7.823, Sektor Pansor Sektor Rempek Sektor Samba MONGGAL Sektor Genggelang Sektor Selelos Sektor Pandan Mas MENINTING Sektor Kekait Sektor Batu Kemali MALIMBU Sektor Kerujuk Sektor Pusuk Sektor Malaka JANGKOK 3.957, Sektor Batu Rimba Sektor Longseran SESAOT Sektor Buwun Sejati Sektor Aik Nyet LUAS TOTAL

179 5.6. Pengembangan Data Base Database atau pangkalan data merupakan kunci dari keberhasilan bagi pengelolaan kawasan. Keakuratan dan ketelitian data adalah inti dari perencanaan pengelolaan hutan. Sehinnga untuk menjadi sebuah organisasi yang kuat yang dapat mengelola kawasannya dengan efektif dan efisien, keberadaan pangkalan data yang terpelihara merupakan salah satu prasyarat bagi keberhasilan pengelolaan di tingkat tapak. Rencana pembangunan data base (1 kegiatan) akan dilakukan pada tahun Pemanfaatan Hutan Pada Wilayah Tertentu Kebijakan Pemanfaatan Kawasan hutan KPHL Rinjani Barat didominasi oleh hutan lindung (70,54%) dan sebagian kecil berupa hutan produksi tetap/hutan produksi terbatas (29,45%). Oleh karena itu, arah kebijakan pemanfaatan hutan KPHL Rinjani Barat pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, jasa lingkungan dan penyerapan/penyimpan karbon dalam rangka carbon trade, serta pemanfaatan hasil hutan kayu jenis tanaman cepat tumbuh. (1). Pemanfaatan Hutan Lindung Berdasarkan RKTN/RKTP, maka arahan pemanfaatan pada hutan lindung dalam RPHJP KPHL Rinjani Barat adalah Kawasan Untuk Rehabilitasi. Sedangkan kegiatan pemanfaatan hutan pada hutan lindung dapat dilakukan melalui kegiatan pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu, kecuali dalam blok inti. Pemanfaatan kawasan pada hutan lindung dilakukan antara lain, melalui kegiatan usaha budidaya tanaman obat, budidaya tanaman hias, budidaya jamur, budidaya lebah, penangkaran satwa liar, rehabilitasi satwa atau budidaya hijauan makanan ternak. Pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan lindung dilakukan, antara lain, melalui kegiatan usaha pemanfaatan jasa aliran air, pemanfaatan air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan perlindungan lingkungan serta penyerapan dan/atau penyimpanan karbon. Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung antara lain rotan, 122

180 madu, getah, buah, jamur dan sarang burung walet, yang secara alami sudah tersedia dan tidak dilindungi serta tidak melebihi produktifitas alaminya. (2). Pemanfaatan Hutan Produksi Berdasarkan RKTN/RKTP, maka arahan pemanfaatan pada hutan produksi dalam RPHJP KPHL Rinjani Barat adalah Kawasan Hutan Untuk Rehabilitasi dan Pengusahaan Hutan Skala Kecil. Sedangkan kegiatan pemanfaatan pada hutan produksi, dilaksanakan dengan prinsip-prinsip PHL dan peningkatan fungsi utamanya. Pemanfaatan hutan pada hutan produksi dilakukan antara lain melalui kegiatan usaha pemanfaatan kawasan, usaha pemanfaatan jasa lingkungan, usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam, usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman, usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam, usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman, pemungutan hasil hutan kayu dalam hutan alam, pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman Luas Wilayah Tertentu Berdasarkan Tabel 5.2 dan Tabel 5.3 di atas, diketahui bahwa wilayah tertentu pada KPHL Rinjani Barat terdiri dari; (a) Fungsi Hutan Lindung; terdiri dari blok inti dan blok pemanfaatan; (b), Fungsi Hutan Produksi; terdiri dari blok perlindungan dan blok pemanfaatan/ pemberdayaan. Atas dasar itu, maka wilayah tertentu yang menjadi areal pengelolaan KPHL Rinjani Barat tercatat seluas ,14 Ha, dengan perincian tiap blok disajikan pada Tabel 5.5. Tabel 5.5. Rincian Luas Wilayah Tertentu menurut blok pada KPHL Rinjani Barat NO A. Hutan Lindung Fungsi Hutan/Blok LUAS (Ha) 2. Blok Pemanfaatan ,17 B. Hutan Produksi Terbatas Jumlah A ,42 2. Blok Pemanfaatan/pemberdayaan 5.326,17 C. Hutan Produksi Tetap Jumlah B 6.230,81 KETERANGAN 123

181 2. Blok Pemanfaatan/pemberdayaan 2.097,82 Jumlah C 2.805,91 Jumlah A+B+C , Rencana Pengelolaan Wilayah Tertentu Berdasarkan pertimbangan kebijakan pemanfaatan hutan (PP 6/2007 jo.pp 3/2008), arahan pemanfaatan dalam RKTN/RKTP NTB, serta ketentuan yang diatur dalam Permenhut P.39/Menhut-II/2013 dan Permenhut P.47/Menhut-II/2013, maka Rencana Pengelolaan Wilayah Tertentu pada KPHL Rinjani Barat seperti disajikan pada Tabel 5.6. Tabel 5.6. Rencana Pengelolaan Wilayah Tertentu pada KPHL Rinjani Barat NO Fungsi Hutan/Blok Arahan RKTN Tujuan dan Skema Pengelolaan A. Hutan Lindung 1. Blok Inti Kawasan untuk rehabilitasi 2. Blok Pemanfaatan Kawasan untuk rehabilitasi B. Hutan Produksi 1. Blok Perlindungan Kawasan untuk Rehabilitasi 2. Blok Pemanfaatan/ pemberdayaan Kawasan untuk rehabilitasi dan pengusahaan skala kecil o Perlindungsn tata air dan plasma nuftah,. o Perdagangan Karbon o Pemanfaatan HHBK, Jasling, Karbon, Wisata Alam dll. o Kemitraan antara KPH dengan masyarakat, KTH, Koperasi, BUMN dan BUMS o Perlindungsn tata air. o Pemanfaatan HHBK, Jasling, wisata dan Karbon o Pemanfaatan HHK, HHBK, Jasling, dan Karbon. o Kemitraan antara KPH dengan masyarakat, KTH, Koperasi, BUMN dan BUMS Kegiatan Bina Usaha Pemanfaatan Hutan Rencana kegiatan bina usaha pemanfaatan hutan antara lain; pembentukan Koperasi Usaha Bersama 20 unit, Bantuan Peralatan Teknologi Tepat Guna 20 unit, Fasilitasi Pengembangan Kemitraan Kehutanan 8 kegiatan, Fasilitasi Pengembangan Kemitraan pada wilayah tertentu 8 kegiatan, sosialisasi HTR 1 lokasi, penyusunan PERGUB NTB tentang sumbangan pihak ketiga pemanfaatan dan penggunaan hutan, jasa wisata, jasa karbon & jasa lainnya 1 judul, Sosialisasi PERGUB NTB Sumbangan Pihak Ke Tiga dan 124

182 sosialisasi bagi hasil kemitraan 9 kegiatan, serta implementasi sumbangan pihak ke tiga dan bagi hasil kegiatan kemitraan 7 kegiatan Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan Kebijakan Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan Rehabilitasi dan reklamasi hutan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Selain itu kebijakan RHL dimaksudkan untuk memelihara dan meningkatkan fungsi dan daya dukung daerah aliran sungai (DAS) sehingga dapat meningkatkan optimalisasi fungsi ekologi, ekonomi dan sosial pengelolaan DAS. Rehabilitasi hutan diselenggarakan melalui kegiatan: a). Reboisasi, b). Penghijauan, c). Pemeliharaan, d). Pengayaan tanaman, atau e). Penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis, pada lahan kritis dan tidak produktif. Kegiatan rehabilitasi dilakukan disemua hutan dan kawasan hutan kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional. Rehabilitasi hutan dan lahan dilaksanakan berdasarkan kondisi spesifik biofisik. Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatannya partisipatif dalam rangka mengembangkan potensi dan memberdayakan masyarakat. Reklamasi hutan meliputi usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. Kegiatan reklamasi meliputi inventarisasi lokasi, penetapan lokasi, perencanaan, dan pelaksanaan reklamasi. Penggunaan kawasan hutan yang mengakibatkan kerusakan hutan, wajib dilakukan reklamasi dan rehabilitasi sesuai dengan pola yang ditetapkan pemerintah. Reklamasi pada kawasan hutan bekas areal tambang wajib dilaksanakan oleh pemegang ijin pertambangan sesuai degan tahapan kegiatan pertambangan Sasaran Lokasi 125

183 (1). RTk RHL DAS Berdasarkan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTk RHL DAS) wilayah Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Utara periode , diketahui bahwa sasaran reboisasi hutan yang termasuk dalam wilayah kerja KPH Rinjani Barat selama 15 (lima belas) tahun periode seluas Ha. Lokasi RTk RHL DAS tersebut terletak di dalam fungsi hutan lindung dan hutan produksi, yang berada di SWP DAS Dodokan dan SWP DAS Putih, di hulu dan tengah 29 DAS. Sasaran RTk RHL DAS pada KPH Rinjani Barat tersebut seperti disajikan pada Tabel 5.7. Tabel 5.7. Rincian luas sasaran RTk RHL DAS selama 15 tahun berdasarkan SWP DAS dan fungsi hutan pada KPH Rinjani Barat NO KABUPATEN/KEC./ SWP DAS/ TINGKAT FUNGSI LUAS DAS DESA SWP SWS KRITIS HUTAN (HA) A. KAB. LOMBOK BARAT 1 KEC. BATU LAY AR Batu Layar Koloh Batu Bolong, Koloh Dodokan Agak Kritis HL 344 Senggigi, Koloh Kerandangan - Senggigi Koloh Lendangluar Dodokan Agak Kritis HL 52 2 KEC. GUNUNGSARI 1,067 - Gunungsari Kokok Meninting Dodokan Agak Kritis HL Penimbung Kokok Meninting Dodokan Agak Kritis HL Mambalan Kokok Meninting Dodokan Agak Kritis HL 85 - Kekait Kokok Meninting Dodokan Agak Kritis HL Taman Sari Kokok Meninting Dodokan Agak Kritis HL 21 3 KEC. LINGSAR Batu Mekar Kokok Jangkok Dodokan Agak Kritis HL Duman Kokok Jangkok Dodokan Agak Kritis HL 33 - Karang Bayan Kokok Jangkok Dodokan Agak Kritis HL KEC. NARMADA Sesaot Kokok Jangkok Dodokan Agak Kritis HL 52 - Pakuan Kokok Babak Dodokan Agak Kritis HL 63 - Lembah Sempaga Kokok Babak Dodokan Agak Kritis HL 21 JUMLAH A 2,

184 NO KABUPATEN/KEC./ SWP DAS/ TINGKAT FUNGSI LUAS DAS DESA SWP SWS KRITIS HUTAN (HA) B. KAB. LOMBOK UTARA 1 KEC. BAY AN Bayan Koloh Gereneng Putih Agak Kritis HP Selengan Lokok Sidutan Putih Agak Kritis HL 26 2 KEC. GANGGA 1,050 - Sambik Bangkol Lokok Sidutan Putih Agak Kritis HL/HP Rempek Lokok Sidutan, Lokok Tiupupus Putih Agak Kritis HL Gondang Lokok Tiupupus Putih Agak Kritis HL 77 - Bentek Kali Segara, Lokok Tiupupus Putih Agak Kritis HL KEC. KAY ANGAN Santong Lokok Sidutan Putih Agak Kritis HL 59 - Sesait Lokok Sidutan Putih Agak Kritis HL 47 4 KEC. PEMENANG 1,409 - Pemenang Timur Lokok Buruan Putih Agak Kritis HL Pemenang Barat Lokok Bentek, Koloh Malimbu, Putih Agak Kritis HL 1,144 Koloh Pandanan - Malaka Koloh Teloknare Putih Agak Kritis HL KEC. TANJUNG Jenggala Kali Segara Putih Agak Kritis HL Tanjung Kali Segara, Kali Sokong Putih Agak Kritis HL Sokong Kali Sokong Putih Agak Kritis HL 25 JUMLAH B 3,340 JUMLAH A+B 5,471 Sedangkan berdasarkan hasil survey lapangan dalam rangka penyusunan Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan (RPRH) KPH Rinjani Barat, dan hasil analisis data referensi antara lain; peta citra landsat, data/peta sasaran RTk RHL DAS, data/peta hasil inventarisasi hutan lindung tahun 2008, data/peta hasil inventarisasi potensi hutan produksi tahun 2011, data/peta hasil identifikasi masalah kawasan hutan tahun 2011, dan data/peta hasil inventarisasi sosial budaya tahun Hasil analisis berbagai sumber diatas diketahui bahwa luas kawasan hutan yang yang tergolong potensial kritis pada KPH Rinjani Barat tercatat ± Ha, dengan perincian luas seperti disajikan pada Tabel

185 Tabel 5.8. Luas kawasan hutan potensial kritis pada KPHL Rinjani Barat No. KABUPATEN/ DAS SWP DAS/ TINGKAT FUNGSI LUAS KEC. /DESA SWP SWS KRITIS HUTAN (HA) A. LOMBOK BARAT 1. Kec.Narmada 2,977 -Sesaot dsk Koko Jangkok Dodokan Potensial Kritis HL 723 -Batu Kumbung Koko Jangkok Dodokan Potensial Kritis HL 2,028 -Sigrongan Koko Jangkok Dodokan Potensial Kritis HL Kec.Lingsar 1,210 -Duman Koko Jangkok Dodokan Potensial Kritis HL 188 -Penimbung Koko Jangkok Dodokan Potensial Kritis HL 88 -Dasan Geria Koko Jangkok Dodokan Potensial Kritis HL Kec. Gunungsari 729 -Mambalan Koko Meninting Dodokan Potensial Kritis HL 40 -Gunungsari Koko Meninting Dodokan Potensial Kritis HL 170 -Kekait Koko Meninting Dodokan Potensial Kritis HL Kec. Batulayar 118 -Batulayar Koko Meninting Dodokan Potensial Kritis HL 93 -Senggigi Lokok Bentek, Dodokan Potensial Kritis HL 25 Koloh Malimbu, Jumlah A 5,034 B. LOMBOK UTARA 1 Kec. Pemenang 1,913 -Pemenang Timur Lokok Buruan Putih Potensial Kritis HL 419 -Malaka dan Pemenang Barat Lokok Bentek, Koloh Malimbu, Koko Pandanan Putih Potensial Kritis HL 1,494 2 Kec. Tanjung 2,980 -Tanjung Kali Segara, Kali Putih Potensial Kritis HL 411 Sokong -Sokong Kali Sokong Putih Potensial Kritis HL 158 -Jenggala Kali Segara Putih Potensial Kritis HL/HP 2,411 3 Kec.Gangga 5,403 -Rempek & Sambi Bangkol Lokok Sidutan, Lokok Tiupupus Putih Potensial Kritis HP/HL 1,576 -Gondang Lokok Tiupupus Putih Potensial Kritis HP/HL 998 -Gangga Lokok Tiupupus Putih Potensial Kritis HP 122 -Bentek Kali Segara, Lokok Tiupupus Putih Potensial Kritis HP/HL 2,

186 No. KABUPATEN/ DAS SWP DAS/ TINGKAT FUNGSI LUAS KEC. /DESA SWP SWS KRITIS HUTAN (HA) 4 Kec. Kayangan 592 -Sesait Lokok Sidutan Putih Potensial Kritis HP/HL Kec. Bayan 1,718 -Sukadana Koloh Gereneng Putih Potensial Kritis HP 384 -Selengan Lokok Sidutan Putih Potensial Kritis HP/HL 380 -Akar-akar Koloh Gereneng Putih Potensial Kritis HP 569 -Bayan Koloh Gereneng Putih Potensial Kritis HP 385 Jumlah B 12,606 JUMLAH A+B 17,640 Gambar 5.1. Peta Lahan Kritis KPHL Rinjani Barat Indikator Pemulihan Hutan Rencana pemulihan hutan diarahkan pada 3 (tiga) aspek kegiatan yang harus diupayakan yakni memulihkan kondisi hutan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi kawasan hutan, sehingga dapat mendukung sistem penyangga kehidupan. Upaya pemulihan hutan diprioritaskan pada kawasan 129

187 hutan kritis dan potensial kritis, terutama pada kawasan hutan yang belum mendapatkan ijin pengelolaan (kawasan hutan open akses), tetapi secara defakto sudah dikelola masyarakat. Sedangkan kegiatan pemulihan hutan yang akan dilakukan meliputi kegiatan reboisasi dan pengayaan. Indikator keberhasilan yang dipergunakan dalam rencana pemulihan hutan adalah Indeks Penutupan Lahan (IPL) dan Kesesuaian Penggunaan Lahan (KPL). Upaya pemulihan hutan melalui kegiatan vegetatif dengan dasar kesesuaian penggunaan lahan tersebut, diharapkan mampu meningkatkan persentase penutupan lahan dan meningkatkan produktifitas hutan. Indikator dan parameter yang digunakan dalam rencana pemulihan hutan seperti disajikan pada Tabel 5.8. Tabel 5.8. Indikator dan Parameter Rencana Pemulihan Hutan No Indikator Parameter Standar Evaluasi 1. Penutupan Vegetasi LVP IPL = X 100 % L IPL > 75 % IPL 30-75% IPL < 30% : Baik : Sedang : Kurang 2 Kesesuaian Penggunaan Lahan LPS KPL = X 100 % L KPL > 75 % KPL 40-75% KPL < 40% : Baik : Sedang : Kurang Keterangan : IPL : Indek Penutupan Lahan LPV : Luas Lahan bervegetasi permanen L : Luas DAS / Sub DAS KPL : Kesesuaian Penggunaan Lahan LPS : Luas Penggunaan Lahan yang sesuai Berdasarkan data pada Tabel 5.7 dan Tabel 5.8, diketahui bahwa luas kawasan hutan yang kritis dan potensial kritis pada wilayah KPHL Rinjani Barat seluas ± Ha. Dengan dilakukannya upaya pemulihan hutan tiap tahun rata-rata seluas Ha, diharapkan dalam kurun waktu 10 tahun (RPHJP KPHL Rinjani Barat), dapat mengurangi kawasan hutan kritis dan potensial kritis dengan kondisi kesesuaian penutupan lahan kategori baik (KPL > 75%) 130

188 dan Indeks Penutupan Lahan (IPL) berada pada kategori sedang (IPL 30-75%), sehingga mampu memulihkan fungsi dan meningkatkan produktifitas hutan Rekomendasi Jenis Tanaman Jenis tanaman yang direkomendasikan untuk reboisasi dan pengayaan sesuai usulan masyarakat (hasil inventarisasi sosial ekonomi budaya masyarakat 2011), antara lain; (a). Kawasan hutan lindung sebagian besar tanaman MPTS antara lain; Bambu, Karet, Dukuh Palembang/Ceruring, Kayu Putih, Pala, Durian, Lengkeng, Matoa, Gaharu, Aren, Melinjo, Srikaya, Nangka, Manggis, Beringin Karet, Pinus, Kemiri, Kemiri Sunan, Namplung, Kenitu, Sukun, Keluih, Kepundung, Petai, Jengkol dan Rambutan. (b). Kawasan hutan produksi antara lain; tanaman kayu yang cepat tumbuh seperti Sengon dan Gmelina, serta jenis unggulan lokal seperti Kalimoro dan Rajumas. Sedangkan untuk tanaman MPTS antara lain; Kayu Putih, Bambu, Karet dan tanaman energi/industri lainnya Sasaran Reboisasi dan Pengayaan Reboisasi merupakan kegiatan utama upaya pemulihan kawasan hutan, dengan sasaran ditunjukan pada kawasan hutan lindung, hutan produksi dan kawasan perlindungan dalam kawasan hutan produksi. Sasaran kegiatan dilaksanakan pada LMU Terpilih yang berada dalam petak/blok hasil penataan hutan, dengan kondisi areal terbuka/semak belukar dan bertegakan anakan kurang dari 200 (dua ratus) batang/hektar. Pelaksanaan penanaman pada LMU Terpilih tersebut, berdasarkan jumlah tanaman yang ditanam dapat dilakukan dengan dua ketentuan yaitu; Prioritas I paling sedikit (seribu enam ratus) batang/hektar; dan Prioritas II paling sedikit (seribu seratus) batang/hektar. Jumlah tanaman yang harus tumbuh pada akhir tahun ketiga (Pemeliharaan II) baik tanaman asal maupun tanaman baru paling sedikit 700 (tujuh ratus) batang/hektar, sehingga tidak dilakukan pemeliharaan lanjutan akan tetapi dilanjutkan dengan kegiatan pengamanan tanaman oleh petugas lapangan (Mandor KPH) bersama kelompok tani sebagai pengelola blok/petak tanaman. 131

189 Pengayaan tanaman dilakukan terhadap kawasan hutan lindung dan hutan produksi pada LMU Terpilih dalam petak/blok, yang termasuk kategori potensial kritis, dengan jumlah tegakan antara 200 (dua ratus) sampai dengan 700 (tujuh ratus) batang/hektar. Pelaksanaan pengayaan tanaman dilakukan paling sedikit 400 (empat ratus) batang/hektar, sehingga jumlah tanaman pada akhir tahun ketiga (Pemeliharaan II) baik tanaman asal maupun tanaman baru paling sedikit 700 (tujuh ratus) batang/hektar. Kawasan potensial kritis pada KPH Rinjani Barat, sebagian besar merupakan kawasan perambahan dan perladangan liar yang saat ini sudah dikuasai/dikelola masyarakat dengan mengembangkan tanaman perkebunan seperti Cacao, Kopi, Pisang, Vanili dll. Atas dasar ketentuan kegiatan reboisasi dan pengayaan diatas, maka sasaran luas kegiatan reboisasi dan pengayaan tanaman dalam RPHJP KPHL Rinjani Barat antara lain; (a). Sasaran reboisasi seluruhnya dilaksanakan pada lokasi sasaran RTk RHL DAS, dengan target seluas Ha; (b). Sasaran pengayaan tanaman dilaksanakan pada lokasi sasaran RTk RHL DAS (data Tabel 5.7), dan kawasan potensial kritis hasil survey RPRH (data Tabel 5.8), dengan target areal seluas Ha. Rincian lokasi kegiatan reboisasi dan pengayaan tananaman tiap tahun seperti disajikan pada lampiran Kegiatan Sipil Teknis Kegiatan penerapan teknik konservasi tanah secara sipil teknis dalam RPRH KPH Rinjani Barat Tahun antara lain; pembuatan dam pengendali (DPi), dam penahan (DPn), embung air, serta saluran pembuangan air (SPA) dan bangunan terjunan. Pembangunan dam pengendali (DPi) ditunjukan untuk; (a). Mengendalikan endapan/aliran air yang ada dipermukaan tanah yang berasal dari daerah tangkapan air dibagian hulunya; (b). Menaikkan permukaan air tanah sekitarnya; dan (c). Tempat persediaan air bagi masyarakat (rumah tangga, irigasi, ternak dan lain-lain). 132

190 Pembangunan dam penahan (DPn) disamping untuk mengendalikan endapan dan aliran air permukaan dari daerah tangkapan air dibagian hulu, juga dimanfaatkan sebagai jembatan jalan hutan. Pembangunan embung air diprioritaskan untuk mendukung kegiatan persemaian pada KPH Rinjani Barat, dengan tujuan untuk; (a). Menampung dan mengalirkan air pada kolam penampung; dan (b). Cadangan persediaan air untuk berbagai kebutuhan pada musim kemarau. Pembangunan saluran pembuang air (SPA) akan diprioritaskan sepanjang samping kanan kiri jalan hutan, dengan tujuan untuk mengarahkan aliran air ke tempat yang aman dari erosi jurang sekaligus meresapkan air ke dalam tanah, sehingga jalan hutan tidak tergerus oleh aliran air. Sedangkan bangunan terjunan air merupakan kelengkapan SPA agar air yang jatuh pada SPA tidak menyebabkan erosi dan menimbulkan longsor. Rekapitulasi Rencana kegiatan teknik konservasi tanah sivil teknis RPRH KPHL Rinjani Barat seperti disajikan pada Tabel Tabel 5.9. Rencana kegiatan konservasi tanah sipil teknis KPHL Rinjani Barat No Jenis Kegiatan Satuan Jumlah 1. Dam Pengendali Unit 6 2. Dam Penahan Unit Embung Air Unit 2 4. Saluran Pembuang Air (SPA) dan Bangunan Terjunan Unit Pengembangan Sumberdaya Air Pengembangan sumber daya air diutamakan pada upaya pengendalian tata air DAS dan konservasi air. yang pada prinsipnya diarahkan untuk memperkecil aliran permukaan/surface run off, memperbesar infiltrasi air hujan, dan melindungi dan melestarikan mata air. Kegiatan prioritas pengembangan sumber daya air yang direncanakan dalam RPRH KPH Rinjani Barat adalah melindungi dan melestarikan mata air 133

191 dengan penanganan di daerah tangkapannya pada radius minimal 200 meter di sekeliling mata air tersebut, yang selanjutnya disebut Kawasan Perlindungan. Rencana rencana kegiatan pengembangan sumber daya air kawasan perlindungan disajikan pada Tabel Tabel Rencana Pengembangan Sumberdaya Air Kawasan Perlindungan KPHL Rinjani Barat No Jenis Kegiatan Satuan Jumlah 1. Penataan batas KPS Unit Rehabilitasi mata air Ha/unit Ha Membangun Sistem dan Mekanisme Kelembagaan KPH Kegiatan ini bertujuan untuk menyiapkan perangkat peraturan, penguatan kelembagaan KPH dan peningkatan kapasitas SDM organisasi KPHL Rinjani Barat Pemantapan Struktur Organisasi KPHL Model Rinjani Barat Pemantapan Struktur Organisasi dan Tata Kerja KPHL Model Rinjani Barat dilakukan dengan mengusulkan revisi Peraturan Daerah NTB, dengan tujuan agar organisasi KPHL Rinjani Barat menjadi Satuan Kerja Pemerintah Daerah yang mandiri sesuai Permendagri Nomor 61 Tahun Dalam struktur tersebut, Kepala KPH akan dibantu 1 orang Subag Tata Usaha, 2 orang Seksi dan Resort KPH. Pemberian nama nomenklatur seksi disesuaikan dengan Permenhut No. P.42/Menhut-II/2011. Selanjutnya untuk mengurangi beban kerja Resort, akan dibentuk organisasi teknis pembantu Resort yang dinamakan Sektor. Wilayah Sektor KPH merupakan pembagian dari wilayah kerja Resort KPH, yang dipimpin seorang Koordinator Sektor (Jabatan Non Struktural), yang dalam menyelenggarakan tugas operasional pengelolaan hutan pada wilayah kerjanya, dibantu Tenaga Teknis/Administrasi, serta Petugas Lapangan/Mandor dan Tenaga Pengamanan (Tenaga Kontrak). Rencana bentuk struktur organisasi KPHL Rinjani Barat seperti disajikan pada Gambar

192 Gambar 5.1. Rencana Struktur Organisasi KPHL Rinjani Barat KEPALA KPH KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL KEPALA SUB BAG. TU KEPALA SEKSI Pengendalian & Monev KEPALA SEKSI Perencanaan Hutan RESORT KPH Organisasi Teknis Lapangan SEKTOR KPH Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas SDM (1). SDM di Kantor KPH Kebutuhan SDM yang ideal di Kantor KPHL Rinjani Barat setelah menjadi SKPD mandiri terdiri dari; Kepala Kantor, Kepala/Staf Subag Tata Usaha, 2 Kepala Seksi/Staf dan tenaga fungsional. Jumlah kebutuhan SDM di Kantor KPH tercatat sebanyak 25 orang, dengan perincian seperti disajikan pada Tabel Tabel Rencana Kebutuhan SDM di Kantor KPHL Rinjani Barat No. Jabatan Kepala Staf/Fungsional Jumlah 1. Kepala KPH Kepala Subag Tata Usaha Seksi Perencanaan Hutan Seksi Pengendalian dan Monev Kelompok Fungsional Jumlah Kantor KPH

193 (2). SDM Organisasi Lapangan (Resort KPH) Wilayah Resort KPH merupakan bagian hutan unit KPH, yang dipimpin seorang Kepala Resot (Jabatan Struktural/Non Struktural), yang dalam menyelenggarakan tugas operasional pengelolaan hutan pada wilayah kerjanya, dibantu Kepala Sektor KPH, Tenaga Teknis dan Administrasi (PNS/Tenaga Kontrak) dan Tenaga Fungsional (Penyuluh/ Pendamping). Kebutuhan SDM lapangan untuk setiap Resort direncanakan sebanyak 64 orang, dengan perincian seperti disajikan pada Tabel Tabel Jumlah SDM yang dibutuhkan organisasi Resort KPH Rinjani Barat No RESORT Kepala RESORT KPH Teknis/ Fungsional SEKTOR KPH Adm Kepala Teknis/Adm Jumlah (orang) 1 Sesaot Jangkok Meninting Malimbu Tanjung Monggal Santong Sidutan Senaru Putik Jumlah (3). Tenaga Lapangan (Mandor) Petak Petak adalah unit terkecil pengelolaan hutan dengan luas antara Ha (kasus di Perhutani), mempunyai letak/lokasi geografisnya teregister dengan nomor petak yang bersifat permanen, sebagai basis pemberian perlakuan pengelolaan, dan menjadi satuan administrasi dari setiap kegiatan pengelolaan hutan, yang dipimpin seorang Mandor (Tenaga Kontrak). Dalam menghitung kebutuhan tenaga lapangan (Mandor) dalam RPHJP KPHL Rinjani Barat, dilakukan dengan pendekatan kemampuan Mandor dalam mengelola areal/petak. Sehubungan aktifitas pengelolaan hutan belum intensif, maka untuk tahap awal dalam RPHJP ini kebutuhan tenaga lapangan diukur 136

194 dengan perkiraan kemampuan seorang petugas untuk mengelola hutan produksi dengan ratio 50 Ha/orang dan untuk hutan lindung dengan ratio 100 Ha/orang. Berdasarkan luas wilayah tertentu yang akan dikelola KPHL Rinjani Barat, maka perkiraan kebutuhan Mandor sebanyak 274 orang. Rincian kebutuhan tenaga lapangan disajikan pada Tabel Tabel Jumlah tenga Mandor pada KPHL Rinjani Barat NO Fungsi Hutan/Blok LUAS (Ha) A. Hutan Lindung Ratio Pembagi (Ha) Jumlah Tenaga (Orang) 1. Blok Inti , Blok Pemanfaatan , B. Hutan Produksi Terbatas Jumlah A , Blok Perlindungan 904, Blok Pemanfaatan/pemberdayaan 5.326, C. Hutan Produksi Tetap Jumlah B 6.230, Blok Perlindungan 708, Blok Pemanfaatan/pemberdayaan 2.097, Jumlah C 2.805,91-48 Jumlah A+B+C , Sedangkan persyaratan dan kompetensi tenaga lapangan (tenaga kontrak/mandor) yang akan direkrut antara lain; (a). Prioritas masyarakat yang tinggal di Dusun/Desa yang berbatasan dengan kawasan hutan; (b). Merupakan tokoh dan penutan masyarakat sekitar; (c). Mempunyai akhlak, moral dan etika yang baik; (d). Mempunyai komitmen dalam pelestarian hutan dan lingkungan, terutama aktivis dalam organisasi pencinta alam; (e). Mampu melaksanakan tugas berat di dalam kawasan hutan; (f). Mampu membaca dan menulis hurup latin. (4). Peningkatan Kapasitas SDM KPH dan Masyarakat Meningkatkan kapasitas SDM KPH dan masyarakat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan SDM KPH, peningkatan jenjang pendidikan personil KPH, inhouse training, praktek kerja, studi banding dan magang. Kegiatan ini 137

195 dilakukan melalui koordinasi/kerjasama dengan lembaga lain seperti Pusdiklat SDM Kemenhut, Balai Diklat Kehutanan, Balai Diklat Pertanian NTB, Badan Diklat SDM NTB, serta berbagai lembaga lain khususnya yang mempunyai program peningkatan kapasitas masyarakat. (5). Penyiapan Standar Prosedur Kerja (SOP) Kegiatan tersebut diarahkan dalam menyiapkan SOP dalam pelayanan Kantor KPHL Rinjani Barat, SOP Resort KPH dan SOP Sektor KPH serta penyusunan Juklak/Juknis kegiatan rutin KPHL Rinjani Barat Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Arahan kebijakan Arah kebijakan kegiatan perlindungan hutan dan konservasi alam dilakukan melalui kegiatan pengamanan preventif dan represif, percepatan proses penyelesaian kasus tindak pidana kehutanan, pengendalian kebakaran hutan, dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengamanan hutan melalui pengamanan swakarsa. Untuk mendukung terlaksananya percepatan upaya perlindungan hutan maka diperlukan dukungan parapihak (stakeholder) melalui koordinasi dan kerjasama. Selain itu usaha-usaha untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan masyarakat dalam melakukan kegiatan konservasi alam menjadi salah satu arahan yang sangat penting dalam konservasi alam. Perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan untuk menurunkan gangguan keamanan hutan dan hasil hutan sehingga laju degradasi hutan dapat dikendalikan melalui upaya-upaya pengamanan dan resolusi konflik, serta pengembangan konservasi spesies dan genetik di kawasan hutan KPHL Rinjani Barat Rencana Kegiatan Rencana kegiatan perlindungan dan konservasi alam yang akan dikembangkan antara lain: 1. Patroli Hutan (8 Resort, 4 Orang, 360 Rp /hari, HOK 2. Operasi Fungsional Tiap semester 10 kali. 138

196 3. Operasi Gabungan 10 kali, yang melibatkan personil penegak hukum di tingkat provinsi dan kabupaten. 4. Pemberkasan 10 paket, 5. Pengangkutan Barang Bukti 10 paket 6. Pembangunan Pos Penjagaan 10 lokasi 7. Pembuatan Portal 30 Titik 8. Identifikasi Obyek Daya Tarik Wisata/Jasling dll 20 kegiatan, meliputi kegiatan identifikasi obyek dan daya tarik wisata, desain tapak pengembangan wisata alam; promosi pengembangan obyek dan daya tarik wisata. 9. Pembuatan Menara Pemantau Kebakaran 8 unit, yang ditempatkan pada daerah rawan kebakaran hutan. 10. Penurunan tingkat konflik tenurial 16 kegiatan, melalui koordinasi intensif dengan pihak terkait, identifikasi daerah rawan konflik tenurial, identifikasi program bagi daerah rawan konflik tenurial, PRA bagi masyarakat di rawan konflik tenurial Peningkatan Sarana dan Prasarana Penunjang Sarana prasarana penunjang yang dibutuhkan dlam mendukung operasionalisasi KPHL Rinjani Barat antara lain : Pembangunan Kantor Resort KPH 4 unit, Pembangunan Rumah Jaga Kantor KPH 1 unit, rehabilitasi kantor resort KPH 4 unit, Kendaraan Operasional Roda Empat (4x4) 1 unit, Kendaraan Roda Empat Truck 3 unit, Kendaraan Roda Empat Minibus 1 unit, kendaraan roda dua 20 unit, Kendaraan Roda tiga 12 unit, serta perlengkapan/peralatan kantor 1 paket Koordinasi dan Sinergi dengan Instansi dan Stakeholder terkait Untuk menjadi sebuah institusi yang profesional, KPHL Rinjani Barat harus mampu menerapkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik yaitu : visi strategik, partisipasi, transparansi, akuntabilitas, responsif, efektif, efisien, dan taat hukum. Arah Pengembangan kebijakan dengan Standard Operasi Prosedur (SOP) yang jelas bagi setiap tahapan pengelolaan mulai dari 139

197 perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan monitoring merupakan langkah untuk mencapai tata kelola pemerintahan yang baik tersebut. Pengembangan organisasi dengan prinsip-prinsip kolaboratif merupakan salah satu cara memperbesar dan memperkuat KPHL Rinjani Barat. Sehingga koordinasi dan sinergi dengan instansi dan stakeholder terkait harus merupakan salah satu agenda utama yang dilaksanakan organisasi KPHL Rinjani Barat. Kebijakan menguatkan kelembagaan KPHL diarahkan untuk menjadikan KPHL Rinjani Barat sebagai sebuah institusi pengelola hutan di tingkat tapak yang dijalankan secara profesional, efektif dan efisien. Dalam kebijakan penguatan kelembagaan ini, terdapat 4 arahan yang menjadi fokus yaitu : organisasi dan tata hubungan kerja, kapasitas SDM pengelola, tata kelola dan sarana prasarana. Organisasi KPHL sebagai sebuah lembaga atau institusi tingkat tapak dalam pengelolaan hutan merupakan ujung tombak dalam pencapaian target pembangunan kehutanan nasional, provinsi dan kabupaten. Oleh karena itu diperlukan kebijakan yang matang dalam organisasi, kelembagaan, dan tata hubungan kerja baik antar KPHL maupun dengan instansi lainnya. Selain itu, tugas dan fungsi juga akan memberikan arah tentang bagaimana hubungan kerja atau sistem kerja antara komponen atau bagian dalam struktur organisasi KPHL, dan bahkan pola hubungan eksternal KPHL. Selain itu keberadaan organisasi KPHL mampu memberikan pelayanan kepada publik dalam pengusahaan dan pemanfaatan potensi potensi kawasan hutan terutama dalam pengembangan kemasyarakatan yang berada di wilayah KPHL Penyediaan Pendanaan Penyediaan dana diarahkan untuk peningkatan tata kelola hutan, peningkatan kualialitas sumberdaya hutan melalui kegiatan rehabilitasi hutan, pengadaan tenaga (SDM) pengelola hutan tingkat tapak, pelaksanaan fasilitasi kemitraan kehutanan dengan masyarakat, peningkatan kualitas SDM KPH dan masyarakat pengelola hutan, pengembangan sarana dan prasarana operasional, serta perlindungan dan konservasi alam. Standar biaya kegiatan dalam rangka 140

198 menyelenggarakan pengelolaan hutan KPHL Rinjani Barat diharapkan sesuai dengan standard biaya pengelolaan hutan Nasional dan Internasional. Sumber pendanaan akan diupayakan melalui dana APBN, APBD, DAK Kehutanan, Dana Bagi Hasil Kemitraan Kehutanan, Dana Sumbangan Pihak Ketiga Pengelola Kawasan, Dana Perdagangan Karbon, Dana Kewajiban Rehabilitasi para Pemegang Ijin Penggunaan Kawasan Hutan, Dana Hibah Negara Donor, dan dana berbagai pihak yang mempunyai komitmen dalam pelestarian hutan. Langkah-langkah yang diperlukan dalam penggalangan sumber dana alternative untuk pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan KPHL Rinjani Barat antara lain; (a). Membangun mekanisme penggalangan dana; (b). Penyusunan proposal dukungan program, serta (d). Membangun perencanaan program bersama Review Rencana Pengelolaan Rencana Pengelolaan ini harus membuka ruang untuk terjadinya penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi yang sesungguhnya, sehingga tujuantujuan yang ditetapkan dapat secara sistematis dicapai. Rencana Pengelolaan ini sebaiknya dilakukan review secara berkala setiap 5 tahun, untuk melihat dan mengevaluasi pencapaian yang telah dicapai selama ini. Sehingga apabila terjadi ketidaksesuaian, dapat dilakukan perbaikan Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran dan keterampilan masyarakat serta memberikan pengakuan terhadap nilai-nilai kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya hutan. Kegiatan yang dikembangkan meliputi: Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pengelolaan hutan yang akan ditepuh melalui tahapan (a). Penyusunan program penyuluhan, (b). Sosialisasi peraturan perundangan berkitan dengan pengelolaan hutan; (c). Sosialisasi organisasi KPHL Model 141

199 Rinjani Barat; (d) Fokus group diskusi dengan kelompok masyarakat, (e). Kunjungan kerja/magang ke kelompok tani hutan lainnya. Kegiatan pengembangan nilai-nilai kearifan lokal dalam pengelolaan hutan berkelanjutan, akan ditempuh melalui tahapan kegiatan antara lain; (a). Identifikasi awiq-awiq yang berkaitan dengan hubungan masyarakat dengan hutan, (b). Identifikasi kearifan lokal yang berkaitan dengan pengelolaan hutan, (c). Pembentukan forum komunikasi pemangku adat di wilayah utara, (d). Pembentukan forum komunikasi pimpinan -kelompok pengelola kawasan huan di wilayah selatan, dan membangun komunikasi antar forum KPH se Indonesia Pembinaan dan Pemantauan Pelaksanaan Kegiatan pada Areal Pemegang Ijin Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan Pemerintah mengatur perlindungan hutan, baik didalam maupun diluar kawasan hutan. Perlindungan hutan pada hutan negara dilaksanakan oleh pemerintah. Pemegang ijin usaha pemanfaatan hutan serta pihak-pihak yang menerima wewenang pengelolaan hutan diwajibkan melindungi hutan dalam areal kerjanya. Perlindungan hutan pada hutan hak dilakukan oleh pemegang haknya. Untuk menjamin pelaksanaan perlindungan hutan yang sebaik-baiknya masyarakat diikutsertakan dalam upaya perlindungan hutan. Atas dasar itu KPHL Rinjani Barat melakukan pembinaan dan pemantauan untuk memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan yang dilakukan para Pemegang Ijin Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan, terlaksana sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku Pengembangan Investasi Dalam rangka menggiatkan kembali industri kehutanan sebagai salah satu penopang sumber devisa nasional dan daerah, maka perlu dilakukan revitalisasi industri kehutanan. Kecenderungan penurunan ekspor hasil hutan dan harga komoditas hasil hutan yang menurun tajam sebagai akibat ketidakmampuan produk-produk kehutanan untuk bersaing dengan negara lain merupakan beberapa alasan perlunya revitalisasi industri kehutanan. Untuk itu perlu 142

200 dilakukan upaya pemantapan pemanfaatan potensi sumberdaya hutan yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan hutan produksi dalam penyediaan produk-produk hasil hutan berupa kayu dan non kayu, baik dari hutan alam maupun hutan tanaman, pengembangan revitalisasi industri pengolahan hasil hutan, serta pengendalian peredaran dan perdagangan hasil hutan. Arahan kebijakan untuk pengelolaan/industri kehutanan KPHL Rinjani Barat meliputi (1). stabilisasi pemenuhan kebutuhan hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan industri, pencegahan illegal logging dan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan pemanfaatan hutan alam, peningkatan pengelolaan hutan yang tidak dibebani hak/ijin, dan pengembangan kemitraan kehutanan, HTI, HTR dan HKm; (2). Peningkatan upaya pemanfaatan dan diversifikasi produk hasil hutan kayu dan non kayu; (3)Pengembangan usaha-usaha pengolahan hasil hutan skala kecil dan menengah bersama masyarakat. 143

201 VI. PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN 6.1 Pembinaan Pembinaan adalah kegiatan untuk memberikan pedoman dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian agar KPHL Rinjani Barat dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara berdaya guna dan berhasil guna. Pembinaan dilakukan terhadap sumberdaya manusia pelaksana pengelolaan, dan masyarakat di sekitar kawasan KPH. Dalam rangka pembinaan tersebut perlu dilakukan upaya-upaya sebagai berikut : 1. Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia pengelola KPHL Rinjani Barat dalam penyelenggaraan kegiatan pengelolaan kawasan, baik berupa pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi maupun pendidikan non formal berupa pendidikan dan pelatihan lainnya yang dapat meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan keahlian guna mendukung jalannya pengelolaan. 2. Terbentuknya suatu kondisi yang dapat menguatkan kerangka semangat kerjasama diantara pihak pengelola, pemerintah pusat, Pemerintah Daerah, mitra dan masyarakat dalam pelaksanaan pengelolan KPHL Model Rinjani Barat. 3. Pengembangan sistem informasi yang baik agar dapat menyajikan hal-hal baru yang bermanfaat bagi semua pihak di dalam pengelolaan. 4. Pembinaan dalam rangka meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai arti pentingnya pengelolaan kawasan KPHL Rinjani Barat, mengingat masyarakat di sekitar kawasan merupakan bagian dari pengelolaan. Hal ini dapat dilhat dari adanya pembagian peran terhadap masyarakat. 144

202 6.2 Pengawasan Pengawasan adalah seluruh proses kegiatan penilaian terhadap kinerja KPHL Rinjani Barat agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik. Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan KPHL Rinjani Barat dilakukan oleh pihak internal pengelola maupun para pihak yang berkompeten dan dilakukan secara langsung agar pelaksanaan pengelolaan sesuai dengan perencanaan yang dibuat. Maksud dan tujuan pengawasan adalah untuk menjamin kelancaran pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana pengelolaan. Fungsi dari pengawasan dalam hal ini adalah sebagai penghimpun informasi yang nantinya bermanfaat dalam penilaian, sehingga dapat diketahui perubahan-perubahan yang terjadi terhadap fungsi dan kelestarian kawasan KPHL Model Rinjani Barat serta perubahan pada sosial ekonomi masyarakat. Disamping sebagai penghimpun informasi, pengawasan juga dapat berfungsi pemeriksaan terhadap ketepatan dan kesesuaian sasaran pengelolaan. Pada pemeriksaan dimungkinkan dilakukannya perubahan-perubahan terhadap sasaran dan program yang tidak tepat. 6.3 Pengendalian Pengendalian adalah segala upaya untuk menjamin dan mengarahkan agar kegiatan yang dilaksanakan dapat mencapai sasaran sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Di dalam instansi pemerintahan, pengaturan pengendalian terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor : 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Sistem Pengendalian Intern (SPI) menurut peraturan ini adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi yang efektif dan efisien, kehandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundangundangan. Sedangkan yag dimaksud dengan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah. 145

203 Unsur Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terdiri dari lingkungan pengendalian, penilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi dan pemantauan pengendalian intern. Kegiatan pengendalian yang diterapkan dalam suatu instansi pemerintah dapat berbeda dengan pengendalian yang diterapkan pada instansi pemerintah lain. Perbedaan penerapan ini antara lain disebabkan oleh perbedaan visi, misi,lingkungan, sejarah dan latar belakang budaya dan resiko yang dihadapi oleh instansi itu sendiri. Untuk menjadikan pengelolaan KPHL Rinjani Barat berjalan dengan baik sesuai dengan perencanaan, tersedianya informasi yang terbuka pada tingkat manajemen KPHL Rinjani Barat, mitra pengelolaan, pemerintah daerah dan masyarakat, maka perlu dilakukan pengendalian pada unit pengelola sehingga tujuan dari pengelolaan tercapai dan menjamin seluruh proses pengelolaan berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Lingkup pengendalian dilakukan pada tingkat pimpinan manajemen KPHL Rinjani Barat sampai kepada pelaksana di lapangan sehingga tanggung jawab didalam pelaksanaan pengelolaan berjalan berdasarkan prosedur operasional dan tata kerja organisasi Unit Pelaksana Teknis KPHL Rinjani Barat. 146

204 VII. PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN 7.1 Pemantauan Pemantauan adalah kegiatan pengamatan secara terus menerus terhadap pelaksanaan suatu tugas dan fungsi satuan organisasi. Kegiatan pemantauan yang dilanjutkan dengan evaluasi dapat dilakukan oleh unsur internal Balai KPHL Model Rinjani Barat maupun unsur eksternal baik oleh instansi pemerintah maupun masyarakat. Pemantauan atau monitoring terhadap jalannya pengelolaan kawasan dilaksanakan oleh KPHL Rinjani Barat bersamasama dengan instansi terkait dan pihak lembaga swadaya masyarakat (LSM) sebagai mitra. Pemantauan dilaksanakan dengan melakukan penilaian terhadap seluruh komponen pengelolaan. Hasil yang diperoleh dari pemantauan akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam evaluasi pengelolaan. Jangka waktu pemantauan dapat dilakukan secara berkala. 7.2 Evaluasi Evaluasi dilakukan dengan melihat ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan, yang dikategorikan kedalam kelompok masukan (inputs), keluaran (outputs), hasil (outcomes), dan manfaat (benefits). Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi mencakup ; (1) Pemantauan dan evaluasi oleh internal KPHL Rinjani Barat, (2) Pemantauan dan evaluasi oleh institusi lain, dan (3) Pemantauan dan evaluasi oleh masyarakat. Evaluasi keberhasilan program pengelolaan KPHL Rinjani Barat dapat diukur dari : Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap kawasan KPHL Rinjani Barat semakin menurun. Timbulnya kesadaran dan meningkatnya peran aktif masyarakat terutama yang disekitar kawasan untuk menjaga dan melindungi kawasan KPHL Rinjani Barat dari gangguan keamanan kawasan serta berkembangnya nilainilai kearifan lokal masyarakat dalam mendukung pengelolaan kawasan. 147

205 Berhasilnya program pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan sebagai upaya alternatif dalam peningkatan perekonomian masyarakat. Meningkatnya pengelolaan kawasan oleh seluruh stakeholder terkait yang memiliki kepedulian terhadap KPHL Rinjani Barat, yang dimulai dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Dinas Kehutanan NTB, KPHL Rinjani Barat sebagai Unit Pelaksana Teknis pengelolaan, dan pihak mitra pendukung. Tersedianya data dan informasi mengenai potensi kawasan. 7.3 Pelaporan Pelaporan merupakan bentuk pertanggungjawaban kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi. Pada instansi pemerintah, pelaporan seluruh kegiatan yang dilaksanakan disampaikan dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Pelaporan kinerja dimaksudkan untuk mengkomunikasikan capaian kinerja dari suatu instansi pemerintah dalam satu tahun anggaran, yang dikaitkan dengan pencapaian tujuan dan sasarannya. Penyampaian laporan disampaikan kepada pihak yang memiliki hak atau yang berkewenangan meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Pada kegiatan pelaporan, KPHL Rinjani Barat melaporkan hasil akhir dari seluruh kegiatan-yang dilaksanakan oleh KPHL Rinjani Barat sesuai dengan fungsi dan tugasnya secara berkala. Acuan yang digunakan dalam pelaporan adalah berdasarkan standar prosedur operasional yang berlaku pada lingkup Dinas Kehutanan Provinsi NTB. Pelaporan disusun dengan mengacu kepada Prosedur Kerja KPHL Rinjani Barat. Tahapan dari penyampaian laporan dimulai dari penyiapan format laporan, penyusunan bahan laporan dan resume telaahan bahan laporan sampai ke pada tahap penyusunan Laporan Bulanan, Laporan Triwulanan, Laporan Semester dan Laporan Tahunan. Seluruh laporan yang telah tersusun ditandatangani oleh Kepala KPHL Rinjani Barat dan disampaikan kepada Sekretaris Daerah NTB sebagai pimpinan eselon tertinggi di Daerah. 148

206 VIII. PENUTUP Sebagai pelengkap dan dalam rangka mendukung kegiatan perencanaan dan implementasi kegiatan pengelolaan hutan di wilayah KPHL Rinjani Barat maka dokumen rencana pengelolaan hutan KPHL Rinjani Barat dilengkapi dengan data dan informasi spasial berupa peta. Adapun jenis-jenis peta yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari dokumen ini, antara lain ; (1) peta pemanfaatan dan penggunaan kawasan di wilayah KPHL Rinjani Barat, (2) peta pembagian blok dan petak kawasan hutan di KPHL Rinjani Barat, (3) matriks rencana kegiatan pengelolaan KPHL Rinjani Barat. 149

207 Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Model Rinjani Barat Lampiran 1. Peta Pembagian Wilayah Resort KPHL Rinjani Barat 150

208 Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Model Rinjani Barat Lampiran 2. Peta Tingkatan Eskalasi Konflik Tenurial pada KPHL Rinjani Barat 151

209 Lampiran 1. Peta Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan di KPHL Rinjani Barat

210 Lampiran 2. Peta Pembagian Blok dan Petak Kawasan Hutan di KPHL Rinjani Barat

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA 9 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.46/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

BAB II. PERENCANAAN KINERJA BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXV TAPANULI TENGAH SIBOLGA PERIODE

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXV TAPANULI TENGAH SIBOLGA PERIODE RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXV TAPANULI TENGAH SIBOLGA PERIODE 2016-2025 i LEMBAR PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG (RPHJP) KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG

Lebih terperinci

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan. BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG TAHUN

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG TAHUN UPT. KPHL BALI TENGAH RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG TAHUN 2014-2023 UPT. KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) BALI TENGAH MATRIKS RENCANA KEGIATAN UPT.KPH BALI TIMUR 2013-2022 Denpasar,

Lebih terperinci

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi

Lebih terperinci

(KPH) Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan

(KPH) Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DIREKTORAT WILAYAH PENGELOLAAN DAN PENYIAPAN AREAL PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) COOPERATION

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN

OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN Direktur Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan Disampaikan pada Acara Gelar Teknologi Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 12 Mei 2014

Lebih terperinci

PERAN STRATEGIS KPH. Oleh : M.Rizon, S.Hut, M.Si (KPHP Model Mukomuko) Presentasi Pada BAPPEDA Mukomuko September 2014

PERAN STRATEGIS KPH. Oleh : M.Rizon, S.Hut, M.Si (KPHP Model Mukomuko) Presentasi Pada BAPPEDA Mukomuko September 2014 PERAN STRATEGIS KPH Oleh : M.Rizon, S.Hut, M.Si (KPHP Model Mukomuko) Presentasi Pada BAPPEDA Mukomuko September 2014 KONDISI KPHP MODEL MUKOMUKO KPHP MODEL MUKOMUKO KPHP Model Mukomuko ditetapkan dengan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.41 /Menhut-II/2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Ampang Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Ampang Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun KPHL Model Ampang 215-224 Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Ampang Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 215-224 Disusun oleh Kepala Kesatuan Pengelolaan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DITJEN PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH (Memperkuat KPH dalam Pengelolaan Hutan Lestari untuk Pembangunan Nasional / daerah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG, 1 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR P.7/PDASHL/SET/KUM.1/11/2016 TENTANG STANDAR OPERASIONALISASI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN)

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN) BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA (2014 - KEDEPAN) Gambar 33. Saluran Listrik Yang Berada di dalam Kawasan Hutan 70 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara Foto : Johanes Wiharisno

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI BATULANTEH KABUPATEN SUMBAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. EXECUTIVE SUMMARY KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI.. EXECUTIVE SUMMARY KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI EXECUTIVE SUMMARY KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI.. i iii iv BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang 2 B. Maksud dan Tujuan 5 C. Sasaran... 5 D. Dasar Hukum. 7 E. Ruang Lingkup.. 11 F. Batasan Pengertian.

Lebih terperinci

Policy Brief. Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU. Fitra Riau

Policy Brief. Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU. Fitra Riau Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU Fitra Riau 1 Skema Pendanaan Perhutanan Sosial SKEMA PENDANAAN PERHUTANAN SOSIAL LANDASAN KEBIJAKAN (HUKUM) Banyak

Lebih terperinci

KEBUTUHAN SARANA DAN PRASARANA OPERASIONALISASI KPH

KEBUTUHAN SARANA DAN PRASARANA OPERASIONALISASI KPH KEBUTUHAN SARANA DAN PRASARANA OPERASIONALISASI KPH Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Disampaikan pada Sosialisasi DAK Bidang Kehutanan Tahun 2014 Jakarta, 6 Februari 2014 Mandat Perundang-undangan

Lebih terperinci

VISI, MISI & SASARAN STRATEGIS

VISI, MISI & SASARAN STRATEGIS VISI, MISI & SASARAN STRATEGIS BADAN LITBANG KEHUTANAN 2010-2014 V I S I Menjadi lembaga penyedia IPTEK Kehutanan yang terkemuka dalam mendukung terwujudnya pengelolaan hutan lestari untuk kesejahteraan

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PEMBENTUKAN WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 6/Menhut-II/2009 TENTANG PEMBENTUKAN WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN 1 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP) MODEL LALAN KABUPATEN MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN Tesis Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 1/MENHUT-II/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT PROVINSI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 1/MENHUT-II/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT PROVINSI PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 1/MENHUT-II/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT PROVINSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN - 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Urgensi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan.

I. PENDAHULUAN A. Urgensi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan. 7 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 32/Menhut-II/2013 TENTANG RENCANA MAKRO PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN I. PENDAHULUAN A. Urgensi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan. Hutan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, 9PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.99/MENLHK/SETJEN/SET.1/12/2016 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2017

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Disampaikan pada acara : Rapat Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Jakarta, 22

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo Hutan Kemasyarakatan (HKm) menjadi salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan untuk menekan laju deforestasi di Indonesia dengan

Lebih terperinci

SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON

SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON KKI WARSI LATAR BELAKANG 1. Hutan Indonesia seluas + 132,9

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXVI TAPANULI SELATAN-PADANG LAWAS UTARA. PERIODE

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXVI TAPANULI SELATAN-PADANG LAWAS UTARA. PERIODE RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXVI TAPANULI SELATAN-PADANG LAWAS UTARA. PERIODE 2016-2025 Daftar Isi Halaman Pengesahan Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar BAB I. Pendahuluan A.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MOR : P.25/Menhut-II/2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2013 KEPADA 33 GUBERNUR PEMERINTAH PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA 013 NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG FASILITASI BIAYA OPERASIONAL KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG Draft 10 vember 2008 Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG

Lebih terperinci

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.811, 2015 KEMEN-LHK. Biaya Operasional. Kesatuan Pengelolaan Hutan. Fasilitasi. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.20/MenLHK-II/2015

Lebih terperinci

DIGANDAKAN DAN SEBARLUASKAN OLEH PUSAT KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN

DIGANDAKAN DAN SEBARLUASKAN OLEH PUSAT KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN DIGANDAKAN DAN SEBARLUASKAN OLEH PUSAT KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR : P.7/SETJEN/ROKUM/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DIREKTORAT WILAYAH PENGELOLAAN DAN PENYIAPAN AREAL PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DIREKTORAT WILAYAH PENGELOLAAN DAN PENYIAPAN AREAL PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DIREKTORAT WILAYAH PENGELOLAAN DAN PENYIAPAN AREAL PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN Petunjuk Teknis TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PENATAAN KORIDOR RIMBA

PENATAAN KORIDOR RIMBA PENATAAN KORIDOR RIMBA Disampaikan Oleh: Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Dalam acara Peluncuran Sustainable Rural and Regional Development-Forum Indonesia DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

Lebih terperinci

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI TATA KELOLA SUMBERDAYA ALAM DAN HUTAN ACEH MENUJU PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN DAN RENDAH EMISI VISI DAN MISI PEMERINTAH ACEH VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PENANAMAN BAGI PEMEGANG IZIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA REHABILITASI DAERAH ALIRAN SUNGAI Menimbang

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN TAHUN

RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS KEHUTANAN RUT 2011 Jl. Patriot No. O5 Tlp. (0262) 235785 Garut 44151 RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN TAHUN 2014-2019 G a r u t, 2 0 1 4 KATA PENGANTAR Dinas Kehutanan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan kawasan hutan di Jawa Timur, sampai dengan saat ini masih belum dapat mencapai ketentuan minimal luas kawasan sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 41

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH Ir. BEN POLO MAING (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT)

DISAMPAIKAN OLEH Ir. BEN POLO MAING (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT) DISAMPAIKAN OLEH Ir. BEN POLO MAING (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT) DASAR HUKUM DAN ARAHAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN DI PROV. NTT UUD 1945; Pasal 33 BUMI, AIR DAN KEKAYAAN ALAM YANG TERKANDUNG DI DALAMNYA

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Iman Santosa T. (isantosa@dephut.go.id) Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA KEMITRAAN PEMANFAATAN HUTAN DI WILAYAH TERTENTU PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 32/Menhut-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 32/Menhut-II/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 32/Menhut-II/2013 TENTANG RENCANA MAKRO PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Seluruh kawasan hutan yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi

TINJAUAN PUSTAKA. Seluruh kawasan hutan yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) 1. Pembentukan Wilayah KPH Seluruh kawasan hutan yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi harus dilaksanakan proses pembentukan

Lebih terperinci

BAB 2 Perencanaan Kinerja

BAB 2 Perencanaan Kinerja BAB 2 Perencanaan Kinerja 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kean Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi

Lebih terperinci

RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015

RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015 RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015 BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN (BAPEDAL ) Nomor : / /2014 Banda Aceh, Maret 2014 M Lampiran : 1 (satu) eks Jumadil Awal

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

SUMBER MATA AIR SESAOT DARI GUNUNG RINJANI KABUPATEN LOMBOK BARAT

SUMBER MATA AIR SESAOT DARI GUNUNG RINJANI KABUPATEN LOMBOK BARAT SUMBER MATA AIR SESAOT DARI GUNUNG RINJANI KABUPATEN LOMBOK BARAT IDA NURMAYANTI Widyaiswara Balai Diklat Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bogor =======================================================================

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN, KRITERIA DAN STANDAR PEMANFAATAN HUTAN DI WILAYAH TERTENTU PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN

Lebih terperinci

OLEH: LALU ISKANDAR,SP DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN LOMBOK TENGAH

OLEH: LALU ISKANDAR,SP DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN LOMBOK TENGAH MANAJEMEN PENGELOLAAN HUTAN DI KABUPATEN LOMBOK TENGAH OLEH: LALU ISKANDAR,SP KEPALA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN LOMBOK TENGAH DISAMPAIKAN PADA LOKAKARYA REDD+ KOICA-FORDA-CIFOR SENGGIGI,

Lebih terperinci

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar Oleh : Ir. HENDRI OCTAVIA, M.Si KEPALA DINAS KEHUTANAN PROPINSI SUMATERA BARAT OUTLINE Latar Belakang kondisi kekinian kawasan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2012 KEPADA 33 GUBERNUR PEMERINTAH PROVINSI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1127, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Reklamasi Hutan. Areal Bencana. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Laswell dan Kaplan (1970) mengemukakan bahwa kebijakan merupakan suatu program yang memroyeksikan tujuan, nilai, dan praktik yang terarah. Kemudian Dye (1978) menyampaikan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016 Disampaikan dalam : Rapat Koordinasi Teknis Bidang Kehutanan

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT 1 GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN Pangkal Pinang 16-17 April 2014 BAGIAN DATA DAN INFORMASI BIRO PERENCANAAN KEMENHUT email: datin_rocan@dephut.go.id PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.7/Menhut-II/2010P. /Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.7/Menhut-II/2010P. /Menhut-II/2009 TENTANG Draft 10 November 2008 Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.7/Menhut-II/2010P. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG

Lebih terperinci

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF Peran Penting Masyarakat dalam Tata Kelola Hutan dan REDD+ 3 Contoh lain di Bantaeng, dimana untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian, pemerintah kabupaten memberikan modal dan aset kepada desa

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI MODEL KOTAWARINGIN

Lebih terperinci

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) 1) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO P E T I K A N PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP)

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBENTUKAN SENTRA HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Sedang Membuka Rapat Koordinasi Perencanaan Pembangunan Kehutanan Daerah Provinsi Jambi Tahun /10/2014 2

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Sedang Membuka Rapat Koordinasi Perencanaan Pembangunan Kehutanan Daerah Provinsi Jambi Tahun /10/2014 2 Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Sedang Membuka Rapat Koordinasi Perencanaan Pembangunan Kehutanan Daerah Provinsi Jambi Tahun 2015 3/10/2014 2 Peserta Rapat Koordinasi Perencanaan Pembangunan Kehutanan

Lebih terperinci

AA. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Inventarisasi Hutan SUB BIDANG

AA. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Inventarisasi Hutan SUB BIDANG - 563 - AA. PEMBAGIAN URUSAN AN KEHUTANAN PROVINSI 1. Inventarisasi Hutan prosedur, dan kriteria inventarisasi hutan, dan inventarisasi hutan kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman buru dan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Inventarisasi Hutan Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam wilayah daerah.

Lebih terperinci

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Inventarisasi Hutan Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam wilayah daerah.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN KPH

KEBIJAKAN DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN KPH KEBIJAKAN DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN KPH Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan Disampaikan pada Pembahasan Finalisasi RPI Periode 205-209 Jakarta, 8 Februari 204 OUTLINE:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

2016, No informasi geospasial dengan melibatkan seluruh unit yang mengelola informasi geospasial; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

2016, No informasi geospasial dengan melibatkan seluruh unit yang mengelola informasi geospasial; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.429, 2016 KEMEN-LHK. Jaringan Informasi Geospasial. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.28/Menlhk/Setjen/KUM.1/2/2016

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hutan dan hasil hutan dengan tujuan untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya

I. PENDAHULUAN. hutan dan hasil hutan dengan tujuan untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penguasaan hutan oleh negara memberi wewenang kepada Pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan dengan

Lebih terperinci

BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN

BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR V TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS KESATUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan kumpulan pohon pohon atau tumbuhan berkayu yang menempati suatu wilayah yang luas dan mampu menciptakan iklim yang berbeda dengan luarnya sehingga

Lebih terperinci

Edisi 1 No. 1, Jan Mar 2014, p Resensi Buku

Edisi 1 No. 1, Jan Mar 2014, p Resensi Buku Resensi Buku Edisi 1 No. 1, Jan Mar 2014, p.33-38 Judul Buku: : Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) Tahun 2011-2030 Penyunting Akhir : Ir. Basoeki Karyaatmadja, M.Sc., Ir. Kustanta Budi Prihatno,

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG MODEL ALOR PANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan DIREKTORAT KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KEMENTERIAN KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN Jakarta, Juni 2012 KATA PENGANTAR Buku ini merupakan penerbitan lanjutan dari Buku Statistik Bidang Planologi Kehutanan tahun sebelumnya yang

Lebih terperinci