RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXVI TAPANULI SELATAN-PADANG LAWAS UTARA. PERIODE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXVI TAPANULI SELATAN-PADANG LAWAS UTARA. PERIODE"

Transkripsi

1 RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXVI TAPANULI SELATAN-PADANG LAWAS UTARA. PERIODE

2

3 Daftar Isi Halaman Pengesahan Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar BAB I. Pendahuluan A. Latar Belakang... 2 B. Maksud dan Tujuan... 4 C. Sasaran... 5 D Dasar Hukum... 6 E. Ruang Lingkup... 8 F.Batasan Pengertian BAB II. Deskripsi Wilayah A. Risalah Wilayah KPHl Unit XXVI B. Potensi Wilayah KPHL Unit XXVI C. Data informasi sosial budaya D. Data informasi izin pemanfaatan hutan E.Posisi KPHL dalam Perspektif Tata Ruang F. Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan BAB III. Visi dan Misi Pengelolaan Hutan A. Visi B. Misi C.Tujuan Pengelolaan D.Capaian Utama BAB IV. Analisis Proyeksi A. Analisis data dan Informasi B.Analisis dan Proyeksi Core Business C. Skenario Pengelolaan Core Business... 62

4 BAB V. Rencana Kegiatan A. Inventarisasi Berkala Wilayah Kelola dan Penataan Hutan B. Pemanfaatan Hutan pada Wilayah Tertentu C. Pemberdayaan Masyarakat D. Pembinaan dan Pemantauan Areal KPH E. Penyelenggaraan Rehabilitasi pada areal diluar izin F. Pembinaan dan Pemantauan KPH pada Areal yang telah berizin G.Penyelenggaraan Perlindungan hutan dan Konservasi Alam H.Penyelenggaraan Koordinasi dan Sinkronisasi antar pemegang ijin I. Koordinasi dan Sinergi dengan Pemangku Kepentingan J. Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas SDM K. Penyediaan Pendanaan L. Pengembangan Database M. Rasionalisasi Wilayah Kelola N. Review Rencana Pengelolaan O.Pengembangan Investasi BAB VI. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian A.Pembinaan B. Pengawasan C. Pengendalian BAB VII. Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan A. Pemantauan B. Evaluasi C. Pelaporan BAB VIII. Penutup DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ii

5 Daftar Tabel No Keterangan Hal 2.1 Sebaran kecamatan yang masuk wilayah administratif KPHL Unit 17 XXVI 2.2 Fungsi Kawasan KPHL Unit XXVI Berdasarkan SK Pembagian Blok di KPHL Unit XXVI Sumatera Utara Berdasarkan 18 Fungsi 2.4 Data Curah Hujan di KPHL XXVI Klasifikasi Tanah pada Wilayah KPHL Unit XXVI Formasi Geologi pada Wilayah KPHL Unit XXVI Kondisi Lereng di KPHL Unit XXVI Tutupan Lahan pada Wilayah KPHL Unit XXVI Luas Tutupan Lahan pada Wilayah KPHL Unit XXVI Luasan Dan Kategori Kekritisan Lahan di KPHL XXVI Luasan Lokasi RTkRHL pada wilayah KPHL Unit XVI Nama DAS di wilayah Wilayah KPHL Unit XXVI Luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk menurut desa Sebaran jenis kelamin penduduk menurut desa Sarana dan prasarana di desa Sarogodung, desa Sipogu, desa Arse 32 Nauli, desa Pardomuan 2.16 Penggunaan Lahan di Desa Sarogodung, desa Sipogu, desa Arse Nauli, 34 desa Pardomuan 2.17 Ijin Pemanfaatan Hutan di KPHL Unit XXVI Korelasi antara Visi, Misi, Kegiatan Strategis dan Capaian Utama Kondisi Potensi Wilayah dan Penutupan lahan Wilayah Kelola KPHL Unit XXVI Identifikasi faktor internal dan eksternal a Strategi Meningkatkan Kekuatan (Strength) dengan Memanfaatkan 65 Peluang (Opportunity) 4.2b Strategi Mengatasai Kelemahan (Weakness) dengan Memanfaatkan 67 Peluang (Opportunity) 4.2c Strategi Mengatasi Kelemahan (Weakness) Dengan Memanfaatkan 69 Ancaman (Threat) 4.3 Harga Rata-Rata Berbagai Jenis Rotan di Tingkat Petani Harga Getah Kemenyan di Tingkat Petani Harga Getah Kemenyan di Tingkat Petani Kondisi KPHL Unit XXVI dan Proyeksi di 10 (sepuluh) tahun ke 61 depan 5.1 Pembagian Blok di KPHL Unit XXVI Sumatera Utara Berdasarkan 74 Fungsi 5.2 Arahan pemanfaatan pada wilayah tertentu Rencana Pemberdayaan Masyarakat dalam Bentuk Penyerapan Tenaga 80 Lokal, Kemitraan, Penyediaan Akses Usaha Kehutanan dan Ekonomi Produktif lainnya 5.4 Persyaratan Administrasi Minimal SDM KPH Pengembangan Data Base KPHL Unit XXVI Sumatera Utara Dalam 96 Mendukung System Informasi Kehutanan di Tingkat KPH 5.6 Arahan pemanfaatan pada wilayah tertentu pada KPHL Unit XXVI Logical framework dari visi dan misi KPHL Unit XXVI Tata Waktu Rencana Kegiatan KPHL Unit XXVI iii

6 6.1 Uraian kegiatan dan tim pelaksana pembinaan Uraian kegiatan pengawasan dan tim pengawas Uraian kegiatan pengendalian dan tim pengendali Uraian kegiatan pemantauan dan tim pelaksana pemantauan kegiatan 133 yang dilaksanakan KPHL Unit XXVI 7.2 Uraian kegiatan pemantauan dan tim pelaksana kegiatan yang dilaksanakan instansi/ lembaga lain 136 DAFTAR GAMBAR No Keterangan Hal 2.1 Struktur organisasi KPHL Unit XXVI Skema Analisis dan Proyeksi Core Business 55 DAFTAR LAMPIRAN No Keterangan Hal 1 Sebaran desa dalam KPHL Unit XXVI Peta Penetapan Kawasan Peta Fungsi Hutan Peta Tutupan Hutan Peta Pembagian Blok Peta Sebaran Formasi Geologi dan Luasan Peta sebaran klasifikasi tanah Peta Sebaran Kemiringan Lereng Peta Sebaran DAS Peta Tutupan Lahan 156 iv

7 RINGKASAN EKSEKUTIF Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai dengan fungsi pokok dan peruntukkannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. KPH bertujuan untuk menyediakan wadah bagi terselenggaranya kegiatan pengelolaan hutan secara efisien dan lestari. Pembentukan. Dalam melaksanakan kegiatannya, KPH memerlukan panduan program kerja yang tercantum dalam Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) selama kurun waktu sepuluh tahun ( ). RPHJP bertujuan untuk menyediakan dokumen rencana pengelolaan hutan jangka panjang dan memberikan arahan bagi para pihak yang berkepentingan dalam pembangunan kehutanan di wilayah kelola. KPH Unit XXVI merupakan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) yang masuk dalam region 7 (tujuh) dengan luas total areal sebesar Ha. Luasan tersebut meliputi Hutan lindung ( ,00 Ha), Hutan Produksi Terbatas (44.958,41 Ha) dan Hutan Produksi (17.706,46 Ha). KPH ini dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.102/Menhut-II/2010 tanggal 5 Maret Seiring dengan berjalannya waktu, terjadi perubahan luasan kawasan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.579/Menhut-II/2014 tanggal 24 Juni 2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara. Kondisi areal wilayah kerja KPHL XXVI menyimpan potensi yang menjanjikan manfaat untuk pembangunan daerah, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keseimbangan lingkungan hidup. Dalam pelaksanaannya KPHL Unit XXVI, membagi areal menjadi unit kesatuan terkecil yang dinyatakan dalam blok. Berdasarkan kondisi biogeofisik, tutupan lahan dan sosial budaya, areal KPHL unit XXVI dibagi dalam 7 (tujuh) blok yaitu HL-Blok inti, HL-Blok Pemanfaatan, HP-Blok Perlindungan, HP-Blok Pemberdayaan, HP- Blok Pemanfaatan HHK-HT, HP-Blok Pemanfaatan Jasling dan HHBK dan HP-Blok pemanfaatan HHK-HA. Areal KPHL Unit XXVI memiliki potensi hasil hutan kayu dengan rata-rata volume tegakan dengan diameter cm sebanyak 32.9 m 3, sebanyak m 3, sebanyak 41.6 m 3 dan diameter diatas 50 cm sebanyak m 3. Jenis pohon komersial yang ada di daerah ini diantaranya medang, Meranti, Kapur, Kruing, Bania, Merbau, Rengas. Sedangkan potensi HHBK yang banyak dijumpai dilokasi ini meliputi rotan, getah pinus, kemenyan kulit manis dan pasak bumi. Potensi jasa lingkungan dapat dikembangkan untuk pemanfaatan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH), potensi aliran air sungai untuk arung jeram, potensial track lintas alam ataupun sumber air minum.

8 Dalam pelaksanaannya KPHL Unit XXVI memiliki visi dan misi yang menjadi capaian yang diharapkan dan sekaligus rencana dan kegiatan yang akan dicapai. Visi pengelolaan KPHL Unit XXVI adalah Mewujudkan KPH Mandiri, Berbasis Kelestarian Hutan dan Pemberdayaan Masyarakat. Visi selanjutnya dituangkan dalam 3 (tiga) misi yaitu (1). Mewujudkan kemandirian KPH melalui pemantapan operasional berupa peningkatan kualitas dan jumlah SDM kehutanan yang profesional, tata kelola administrasi yang baik, sarana dan prasarana, serta pemetaan potensi kawasan yang tepat dan terintegratif, (2). Mewujudkan skema kelestarian produksi, dan mengembangkan secara aktif kegiatan produktif yang berkelanjutan pada wilayah di KPHL Unit XXVI, mengembangkan usaha pemanfaatan hutan yang optimal namun tetap memegang prinsip-prinsip kelestarian dan (3). Peningkatan kapasitas pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan melalui kegiatan-kegiatan edukatif yang ada di KPH, dan pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan atau kegiatan KPH dengan menggunakan prinsip-prinsip kemitraan yang saling menguntungkan. Sehingga meningkatkan produksi dan diversifikasi hasil hutan serta memperluas kesempatan berusaha dan lapangan pekerjaan. Berdasarkan rumusan visi, misi dan tujuan pengelolaan yang ingin dicapai, maka ada 15 capaian yang hendak dicapai oleh KPHL Unit XXVI dalam kurun waktu 10 tahun yaitu: (1).Terbangunnya kerjasama dengan berbagai instansi dan stakeholder terkait dengan pengelolaan KPH, (2).Terbangunnya koordinasi dengan pemegang izin yang berada di kawasan KPH; (3).Terbangunnya sistem database KPH yang dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, (4).Tertatanya blok dan petak di wilayah kerja sesuai yang mampu mengakomodir arahan RKTN dan kondisi nyata dilapangan; (5).Tersedianya SDM terampil dan profesional untuk pengelolaan KPH; (6).Rencana Pengelolaan KPH yang selalu mengikuti perkembangan berdasarkan baik dilapangan atau kebijakan, maupun inventarisasi berkala yang dilakukan; (7).Terbangunnya mekanisme dan skema perizinan yang memungkinkan untuk pemanfaatan sumberdaya hutan dibawah kelembagaan KPH; (8).Terbangunnya hutan kemasyarakatan sesuai arahan yang ada; (9).Terwujudnya kerjasama investasi antara KPHL Unit XXVI dengan berbagai pihak; (10). Berpartisipasinya masyarakat dalam pemberdayaan, pemanfaatan dan perlindungan hutan, (11).Termanfaatkannya HHK (meranti, kapur, kruing, bania, rengas, resak, lagan, medang, kelat, lesi-lesi); (12).Termanfaatkannya HHBK (getah pinus, rotan, kulit manis, pasak bumi dan kemenyan); (13).Termanfaatkannya potensi air, wisata alam dan jasa lingkungan; (14).Terbangunnya mekanisme dalam rangka monitoring dan evaluasi untuk memastikan tingkat kepatuhan

9 pemegang izin terhadap pengelolaan hutan sesuai dengan peraturan nasional dan standar wajib (misalnya SVLK); (15). Terlaksananya perlindungan hutan dan rehabilitasi hutan. Adapun rencana kegiatan yang akan dilakukan dalam 10 tahun kedepan yang diselaraskan dengan visi misi KPHL Unit XXVI adalah: (1) Inventarisasi berkala wilayah kelola serta penataan hutannya, (2) Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu, (3) Pemberdayaan masyarakat, (4) Pembinaan dan pemantauan pada areal KPH yang telah ada izin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan, (5) Rehabilitasi pada areal di luar izin, (6) Pembinaan dan pemantauan rehabilitasi dan reklamasi di dalam areal yang berizin, (7) Rencana penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam, (8) Rencana penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang izin, (9) Koordinasi dan sinergi dengan Instansi dan stakeholder terkait, (10) Rencana penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM, (11) Penyediaan pendanaan, (12) Pengembangan database, (13) Rencana rasionalisasi wilayah kelola, (14) Review rencana pengelolaan, dan (15) Pengembangan investasi. Pelaksanaan kegiatan KPH dilaksanakan secara bertahap dengan capaian yang jelas. Sebagai pelengkap dalam rangka mendukung kegiatan perencanaan dan implementasi kegiatan pengelolaan hutan di KPH maka RPHJP dilengkapi dengan data-data pendukung terkini. Arahan pelaksanaan pengelolaan untuk diaplikasikan secara konsisten serta terus dimonitor sehingga terwujud pengelolaan hutan intensif, efisien, dan efektif.

10 KATA PENGANTAR Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) merupakan salah satu Indikator Kinerja Utama (IKU) dalam perencanaan strategis Kementerian Kehutanan yang telah tertuang dalam RPJMN dan Rencana Strategis Kementrian Kehutanan Gagasan pembangunan KPH dilandasi oleh keinginan yang kuat dari semua pihak dalam mewujudkan pengelolaan hutan yang efisien, efektif dan sesuai dengan fungsi pokok serta peruntukannya. Berdasarkan keinginan tersebut, selanjutnya di bentuk KPH-KPH yang tersebar di setiap propinsi yang ada di Indonesia. Dalam rangka operasionalisasi kegiatan KPH diperlukan adanya rencana, program serta capaian yang terarah dan terjadwal berdasarkan potensi sumberdaya hutan yang ada di tapak tersebut. Rencana tersebut dibuat dalam suatu dokumen pengelolaan di tingkat tapak yang disebut RPHJP KPH yang memuat rencana operasionalisasi selama 10 tahun. Dalam rencana ini tercantum deskripsi kawasan, visi dan misi, analisis proyeksi, rencana kegiatan serta mekanisme pengawasan, pengendalian, monitoring dan evaluasinya, sehingga capaian kegiatan dapat terukur dengan baik. RPHJP KPHL Unit XXVI ini merupakan dokumen yang berisi rencana-rencana pengelolaan hutan yang didasarkan pada kajian ilmiah dan didukung oleh data inventarisasi lapangan pada wilayah kelola KPHL Unit XXVI. Dokumen RPHJP ini disusun secara sistematis dan riil sehingga menjadi acuan bagi pengelolaan wilayah KPHL Unit XXVI selama 10 (sepuluh) tahun kedepannya. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah ikut serta berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan penyusunan KPHL Unit XXVI. Semoga RPHJP ini dapat dijadikan sebagai landasan dan acuan untuk mempercepat pembangunan kehutanan tingkat tapak di wilayah KPHL Unit XXVI. Medan, Desember 2015 Marolop H.O Gultom, S.H

11 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Maksud dan Tujuan C. Sasaran D. Dasar Hukum E. Ruang Lingkup F. Batasan Pengertian 1

12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang merupakan negara yang memiliki luas hutan tropis terbesar ketiga setelah Brazil dan Zaire, dengan luas hutan mencapai juta hektar. Luasnya hutan tropis yang dimiliki telah menempatkan Indonesia sebagai salah satu wilayah strategis dalam mewujudkan peran penyangga bagi kelangsungan kehidupan ekosistem di planet bumi seperti regulator air, sebagai paru-paru dunia, penyerap emisi gasgas polutan penyebab efek rumah kaca, pencegah terjadinya perubahan iklim dunia secara radikal, dan sumber plasma nutfah (Ruhimat 2010). Kondisi kehutanan Indonesia sampai saat ini masih sangat memprihatinkan yang ditandai dengan semakin meningkatnya laju degradasi hutan setiap tahunnya. Pada tahun 1970, laju kerusakan hutan mencapai 300 ribu hektar/tahun, namun pada tahun menurut data terakhir dari Food and Agricultural Organization (FAO) laju kerusakan hutan mencapai 1,3 juta hektar/tahun (Baplan dalam Hadi, dkk., 2003), bahkan pada tahun 2003 telah mencapai 2,83 juta ha/tahun (Departemen Kehutanan, 2005). Selain laju degradasi hutan yang semakin meningkat, kehutanan Indonesia juga memiliki beberapa permasalahan seperti kurang berkembangnya investasi di bidang kehutanan, rendahnya kemajuan pembangunan hutan tanaman, kurang terkendalinya illegal logging dan illegal trade, merosotnya perekonomian masyarakat di dalam dan sekitar hutan, serta meningkatnya luas kawasan hutan yang tidak terkelola secara baik sehingga perlu dilakukan usaha yang bersifat strategis baik dalam bentuk deregulasi maupun debirokratisasi (Anonim, 2007). Oleh karena itu diperlukan adanya usaha konkrit dari semua kalangan, dalam rangka optimasi pemanfaatan dan pengelolaan hutan maupun kawasan hutan bagi kesejahteraan masyarakat. Terkait dengan hal tersebut, pemerintah telah mengeluarkan PP No 6 tahun 2007 yang bertujuan mengatur pengelolaan hutan sesuai dengan prinsip-prinsip hutan lestari. Salah point penting dalam peraturan tersebut adalah mengenai pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). KPH yang dibangun merupakan kesatuan pengelolan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien, lestari dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta penyelenggaraan pengelolaan hutan (Anonim, 2007). Pengelolaan hutan secara lestari dapat diwujudkan dengan membagi habis seluruh kawasan hutan ke dalam Kesatuan Pengelolaan 2

13 Hutan baik Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK), Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), maupun Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP). Lebih lanjut dijelaskan bahwa, pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilakukan pada tingkat Provinsi, Kabupaten/kota serta pada tingkat wilayah pengelolaan. Pembentukan Organisasi Kelembagaan KPH merupakan Prioritas Pembangunan Nasional dalam Inpres Nomor 3 tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang berkeadilan. Dengan PP tersebut diatas, maka seluruh pengelolaan hutan di Indonesia diarahkan pengelolaannya dilaksanakan oleh sebuah organisasi kelembagaan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Adapun kelembagaan KPH tingkat Provinsi Sumatera Utara telah diinisiasi dengan keluarnya Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.102/Menhut-II/2010 tanggal 5 Maret 2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan keputusan tersebut, Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Sumatera Utara memiliki luasan sebesar kurang lebih Ha, yang terdiri dari Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) sebanyak 14 unit seluas kurang lebih Ha dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) sebanyak 19 unit seluas kurang lebih Ha. KPH wilayah XXVI merupakan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) yang masuk dalam region 7 (tujuh) dengan luas total areal sebesar Ha. Luasan tersebut meliputi Hutan lindung ( Ha), Hutan Produksi Terbatas ( Ha) dan Hutan Produksi ( Ha). KPHL ini mencakup areal dari Kabupaten Padang Lawas Utara dan Kabupaten Tapanuli Selatan serta dibatasi oleh DAS Barumun, Batang Toru dan Bilah. Tidak berbeda dengan kawasan lainnya, KPHL wilayah XXVI juga menghadapi kendala yang terkait dengan degradasi dan deforestasi yang disebabkan oleh aktifitas penebangan liar (illegal logging) karena didorong adanya permintaan yang tinggi terhadap kayu dan hasil hutan lainnya baik di pasar lokal, nasional dan global. Perambahan lahan juga menjadi persoalan dengan semakin tingginya kebutuhan lahan untuk pemukiman dan perkebunan terutama sawit dan karet yang berakibat terjadi konversi kawasan hutan secara permanen, perladangan berpindah, klaim okupasi berupa desa/pemukiman, dan klaim sebagai tanah adat Selain itu kawasan ini juga menghadapi kendala adanya kegiatan penambangan baik legal maupun ilegal. Dengan adanya tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan hutan, maka pada tingkat tapak diperlukan perencanaan pengelolaan yang sesuai serta memperhatikan aspek pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari berlandaskan sinergitas basis ekologi, ekonomi dan sosial. Oleh karena itu 3

14 diperlukan adanya rencana pengelolaan jangka panjang sehingga kegiatan yang akan dilaksanakan mampu dikuantifikasi dalam bentuk formulasi strategi dan program kerja, struktur organisasi dan aspek finansial untuk menyiapkan kondis KPH sehingga dimonitoring, dilaporkan dan diverifikasi dalam suatu basis wilayah-wilayah kelestarian yang permanen. Rencana jangka panjang ini tentunya selaras dengan n dengan tujuan pengembangan wilayah Kabupaten dan/atau provinsi. Dalam kerangka inilah maka perlu disusun Rencana Pengelolaan Jangka Panjang KPHL Unit XXVI Sumatera Utara sebagai acuan rencana kerja di tingkat tapak dalam bentuk wilayah-wilayah pengelolaan hutan (KPH) yang akan mengelola hutan secara terintegrasi melalui kaidah-kaidah pengelolaan hutan yang dapat menjamin keberlangsungan fungsinya (sustainable forest management) sebagaimana yang dimandatkan dalam peraturan perundangundangan. Dokumen RPHJP ini akan menjadi masterplan penggerak seluruh aspek kegiatan pengelolaan hutan jangka panjang (10 tahunan) untuk periode , yang memuat unsur-unsur tujuan yang akan dicapai, kondisi yang dihadapi, dan strategi pengembangan pengelolaan hutan, meliputi; tata hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam KPHL Unit XXVI Sumatera Utara. B. Maksud dan Tujuan Sebagai KPHL yang terdiri dari 3 (tiga) Daerah Aliran Sungai (DAS) penting dan 2 (dua) Kabupaten, maka maksud Penyusunan RPHJP KPHL Unit XXVI Sumatera Utara adalah: 1. Menyediakan dokumen rencana pengelolaan hutan jangka panjang, yang mengarahkan penyelengaraan pengelolaan hutan untuk mewujudkan pengelolaan hutan secara lestari pada wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara dalam kurun waktu 10 tahun untuk periode Memberikan arahan bagi para pihak yang berkepentingan dalam pembangunan kehutanan di wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara. Tujuan Penyusunan RPHJP KPHL Unit XXVI Sumatera Utara, antara lain : 1. Terwujudnya suatu rencana pengelolaan hutan yang mempertimbangkan dan memperhatikan potensi dan kekhasan KPHL Unit XXVI Sumatera Utara. 2. Terwujudnya pengelolaan hutan yang efektif dan efisien berdasarkan Proyeksi Kondisi KPHL Unit XXVI Sumatera Utara dalam waktu 10 tahun yang akan datang. 4

15 3. Terselenggaranya kegiatan pengelolaan hutan yang optimal berdasarkan rencana Kegiatan Strategis Pengelolaan Hutan selama 10 tahun (periode ) yang terencana dan terukur dengan tata waktu sesuai skala prioritas sehingga dapat dilaksanakan secara efisien dan lestari berlandaskan sinergitas basis ekologi, ekonomi dan sosial. 4. Terselenggaranya pemberdayaan masyarakat melalui skema Hutan Kemasyarakatan, Hutan Desa, dan kemitraan. 5. Terwujudnya pengamanan kawasan hutan melalui pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan. C. Sasaran Lokasi KPHL Unit XXVI region 7 (tujuh) Sumatera Utara berdasarkan SK Nomor SK.579/MENHUT-II/2014 tentang kawasan hutan di Sumatera Utara meliputi kelompok Hutan lindung dengan luas areal Ha, kelompok hutan Produksi Terbatas dengan luas areal Ha dan kelompok Hutan Produksi dengan luas areal Ha. Adapun sasaran pengelolaan yang hendak dicapai adalah : 1. Tersusunnya arahan rencana pengelolaan KPHL Wilayah XXVI Sumatera Utara yang memuat tujuan pengelolaan yang akan dijabarkan secara jelas berdasarkan kondisikondisi yang dihadapi melalui : a. Penelaahan kondisi terkini wilayah KPHL Wilayah XXVI Sumatera Utara dari aspek ekologi yang berkaitan dengan ; a). kondisi fisik wilayah antara lain meliputi : jenis tanah, iklim, ketinggian, geomorfologi, kelerengan, penutupan vegetasi, b). kondisi hutan yang meliputi : lahan kritis, jenis dan volume tegakan hutan, sebaran vegetasi, flora dan fauna, potensi non kayu, dan c) kondisi sumberdaya air dan Daerah Aliran Sungai (DAS); b. Penelaahan kondisi ekonomi yang berkaitan dengan ; a). aksesibilitas wilayah KPHL Wilayah XXVI Sumatera Utara, b). potensi pendukung ekonomi sekitar wilayah KPHL Wilayah XXVI Sumatera Utara, antara lain meliputi : industri kehutanan sekitar KPHL Wilayah XXVI Sumatera Utara, peluang ekonomi yang dapat dikembangkan, keberadaan lembaga-lembaga ekonomi pendukung kawasan, c). batas administrasi pemerintahan, dan d). nilai tegakan hutan baik kayu maupun non kayu termasuk karbon dan jasa lingkungan; 5

16 c. Penelaahan kondisi sosial yang berkaitan dengan ; a). perkembangan demografi sekitar kawasan, b). pola-pola hubungan sosial masyarakat dengan hutan, c). keberadaan kelembagaan masyarakat, d). pola penguasaan lahan oleh masyarakat di dalam dan sekitar kawasan dan e). Potensi konflik sekitar kawasan. 2. Tersusunnya arahan rencana yang memuat strategi serta kelayakan pengembangan pengelolaan hutan yang meliputi rancangan tata hutan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan hutan, konservasi alam, pengembangan dan penguatan kapasitas masyarakat berbasis nilai-nilai kearifan lokal untuk mendukung pengelolaan kawasan hutan KPHL Wilayah XXVI Sumatera Utara. 3. Tersusunnya arahan rencana pengembangan kelembagaan KPHL Wilayah XXVI Sumatera Utara yang memuat pengembangan SDM, pengadaan sarana dan prasarana, pembiayaan kegiatan, dan kegiatan lainnya menuju lembaga pengelolaan hutan yang profesional, efektif dan efisien. D. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan RPHJP KPHL Wilayah XXVI Sumatera Utara.terdiri dari : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 3. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan. 5. PeraturanPemerintahNomor38Tahun2007tentang PembagianUrusanPemerintahanantaraPemerintah, PemerintahanProvinsi,danPemerintahanKabupaten/Kota. 6. PeraturanPemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. 7. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007, jo. Nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan. 8. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. 9. Permenhut Nomor P.37/Menhut-II/2007, jo. Permenhut Nomor P.54/Menhut-II/2011 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut- II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan. 10. Permenhut Nomor P.68/Menhut-II/2008 tentang Penyelenggaraan Demonstration Activities Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan 11. PermenhutNomor P.6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah KPH 6

17 12. Permenhut Nomor P.30/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD) 13. Permenhut Nomor P.32/Menhut-II/2009, jo. Permenhut Nomor P.12/Menhut-II/2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.32/Menhut- II/2009 Tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan Dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTKRHL-DAS), 14. Permenhut Nomor P.36/Menhut-II/2009, tentang Tata Cara Perizinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan Dan/Atau Penyimpanan Karbon Pada Hutan Produksi Dan Hutan Lindung. 15. Permenhut Nomor P.6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pengelolaan Hutan pada Kesatuan Pengeloaan Hutan Lindung (KPHL) dam Kesatuan Pengeloaan Hutan Produksi (KPHP). 16. Permenhut Nomor P.37/Menhut-V/2010 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan. 17. Permenhut Nomor P.39/Menhut-II/2010 tentang Pola Umum, Kriteria, Dan Standar Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. 18. Permenhut Nomor P.42/Menhut-II/2010 tentang Sistem Perencanaan Kehutanan, 19. Permenhut Nomor P.51/Menhut-II/2010 tentang Rencana Strategis Kehutanan Permendagri Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi di Daerah. 21. Permenhut Nomor P.18/Menhut-II/2011, jo. Permenhut Nomor P.38/Menhut-II/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2011 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. 22. Permenhut Nomor P.41/Menhut-II/2011, jo. Permenhut Nomor P.54/Menhut-II/2011 tentang Perubahan Atas Permenhut Nomor P.41/Menhut-II/2011 tentang Standar Fasilitasi Sarana dan Prasarana Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Model Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model. 23. Permenhut Nomor P.42/Menhut-II/2011 tentang Standar Kompetensi Bidang Teknis Kehutanan Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi. 24. Permenhut Nomor P.49/Menhut-II/2011 tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional

18 25. Permenhut Nomor P.55/Menhut-II/2011 tentang Tata Cara Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat dalam Hutan Tanaman. 26. Permenhut Nomor P.57/Menhut-II/2011 tentang Rencana Kerja Kementerian Kehutanan tahun Permenhut Nomor P.63/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Penanaman Bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai. 28. Permenhut Nomor P.20/Menhut-II/2012 tentang Penyelenggaraan Karbon Hutan. 29. Permenhut Nomor P.22/Menhut-II/2012 tentang Pedoman Kegiatan Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam pada Hutan Lindung. 30. Permenhut Nomor P.9/Menhut-II/2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Kegiatan Pendukung Dan Pemberian Insentif Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. 31. Permenhut Nomor P.39/Menhut-II/2013 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat Melalui Kemitraan Kehutanan. 32. Permenhut Nomor P.46/Menhut-II/2013 tentang Tata Cara Pengesahan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi. 33. Permenhut Nomor P.47/Menhut-II/2013 tentangpedoman, Kriteria dan Standar Pemanfaatan Hutan di Wilayah Tertentu Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi. 34. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.102/Menhut-II/2010 tanggal 5 Maret 2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Provinsi Sumatera Utara 35. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.579/Menhut-II/2014 tanggal 24 Juni 2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara. 36. Peraturan Dirjen Planologi Nomor P.5/VIII-WP3H/2012 tentang Petunjuk Teknis Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan. E. Ruang Lingkup Ruang Lingkup Penyusunan RPHJP KPHL Unit XXVI Sumatera Utara, meliputi : 1. Pendahuluan, berisi ; latar belakang, maksud dan tujuan, sasaran, dasar hukum, ruang lingkup, dan pengertian. 2. Deskripsi Kawasan KPHL Unit XXVI Sumatera Utara, yang terdiri dari : a). Risalah wilayah (letak, luas, aksesibilitas kawasan, batas-batas, sejarah wilayah, dan pembagian blok), b). Potensi wilayah (penutupan vegetasi, potensi kayu dan bukan kayu, keberadaan 8

19 flora dan fauna langka, potensi jasa lingkungan dan wisata alam), c). Data dan informasi sosial budaya masyarakat di dalam dan sekitar hutan termasuk keberadaan masyarakat hukum adat, d). Data dan informasi ijin-ijin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan di dalam wilayah kelola, e). Kondisi posisi KPHL Unit XXVI Sumatera Utara dalam perspektif tata ruang wilayah dan pembangunan daerah, dan f). Isu strategis, kendala dan permasalahan. 3. Kebijakan, berisi : diisi ringkasan di Bab Kebijakan 4. Visi dan Misi Pengelolaan Hutan, berisi ; proyeksi KPHL Unit XXVI Sumatera Utara di masa depan serta target capaian-capaian utama yang diharapkan. 5. Analisis dan Proyeksi, meliputi : a). Analisi data dan informasi yang tersedia saat ini (baik data primer maupun data sekunder), b). Proyeksi kondisi wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara di masa yang akan datang dan c). Analisa dan proyeksi core business. 6. Rencana Kegiatan, terdiri dari : a). Pemberdayaan masyarakat, b). Inventarisasi berkala wilayah kelola dan penataan hutan, b). Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu, c). Rasionalisasi wilayah kelola, d). pengembangan database, e). Review rencana pengelolaan (minimal 5 tahun sekali), f). Pembinaan dan pemantauan (controlling) pada areal KPHL Unit XXVI Sumatera Utara yang telah ada ijin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan, g). Penyelenggaraan rehabilitasi pada areal di luar ijin, i). Pembinaan dan pemantauan (controlling) pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi pada areal yang sudah ada ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, j). Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam, h). Penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang ijin, k). koordinasi dan sinergi dengan instansi dan stakeholder terkait, l). penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM, m). Penyediaan pendanaan, n). Pemanfaatan hutan pada Pengembangan investasi. 7. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian. 8. Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan. 9. Penutup wilayah tertentu dan o). 10. Lampiran, meliputi : a). Peta wilayah KPHL Unit XXVI, b). Peta penutupan lahan, c). Peta DAS, d). Peta sebaran potensi wilayah KPHL Unit XXVI dan aksesibilitas, e). Peta penataan hutan (zonasi, blok, petak), f). Peta penggunaan lahan, g). Peta keberadaan izin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, dan h). Peta tanah, iklim, serta geologi. 9

20 F. Batasan Pengertian Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang 1. Hutan adalah kesatuan ekosistem pada suatu hamparan lahan yang berisikan sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan dengan alam lingkungannya, dimana antara satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan. 2. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki fungsi utama sebagai pendukung kelestarian ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) dan sebagai pendukung bagi upaya optimalisasi fungsi sumberdaya buatan yang ada pada bagian hilir DAS. 3. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang memiliki fungsi pokok memproduksi Hasil hutan. 4. Hasil hutan adalah aneka produk berupa barang dan atau jasa yang diperoleh atau berasal dari sumberdaya hutan yang dapat dimanfaatkan dan atau diperdagangkan. 5. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu daratan yang merupakan suatu kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak sungai yang melintasi daerah tersebut, yang berfungsi untuk menampung dan menyimpan air hujan ataupun air yang berasal dari sumber lainnya, serta mengalirkan air termaksud ke laut melalui badan-badan sungai. 6. Sub DAS adalah bagian wilayah dari DAS yang dibatasi oleh pemisah topografi berupa punggung bukit yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. 7. Degradasi hutan adalah penurunan luasan dan kualitas sumberdaya hutan, yang berakibat pada penurunan potensi, nilai manfaat, dan fungsi hutan yang bersangkutan. 8. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 9. Kehutanan adalah sistem pengurusan hutan, kawasan hutan, dan Hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. 10. Perencanaan Kehutanan adalah proses penetapan tujuan, jenis dan tahapan kegiatan, serta penentuan perangkat yang diperlukan dalam pengurusan hutan, yang diharapkan dapat mendasari dan sekaligus menjadi pedoman dan pemberi arah bagi penyelenggaraan kehutanan sehingga sumberdaya hutan dapat didayagunakan sebesarbesarnya bagi kemakmuran rakyat, secara berkeadilan dan berkelanjutan. 11. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) adalah unit pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang diharapkan dapat mendukung dan atau menjamin pengelolaan sumberdaya hutan secara efisien dan lestari. 12. Arahan Pencadangan KPH adalah suatu kebijakan yang diwujudkan melalui surat keputusan dan peta pencadangan KPH, yang ditetapkan oleh Kepala Badan Planologi 10

21 Kehutanan a.n. Menteri Kehutanan berdasarkan Hasil pengkajian Rancang Bangun KPH dengan memperhatikan kriteria dan standar pembentukan KPH. 13. Model adalah perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual, yang juga dapat dimaknai sebagai bentuk atau wujud penyederhanaan dari suatu realitas yang kompleks. 14. Pembentukan KPH adalah proses pengembangan kesepahaman dan kesepakatan pihak-pihak terkait dalam hal penjabaran arahan Pencadangan KPH ke dalam unit pengelolaan hutan pada suatu wilayah, yang dapat meliputi satu wilayah kabupaten/kota tertentu, ataupun meliputi wilayah beberapa kabupaten/kota, yang Hasilnya dituangkan dalam bentuk buku dan peta KPHL 15. Penetapan KPH adalah rangkaian akhir dari pembentukan KPH berupa pengesahan KPH oleh Menteri Kehutanan. 16. Rancang Bangun KPH adalah rancangan makro KPH yang memuat Hasil identifikasi dan delinasi areal yang akan dibentuk menjadi KPH dalam bentuk buku dan peta. 17. Kriteria dan standar pembentukan KPHL adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian atau penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan. 18. Komoditas andalan kehutanan adalah produk kehutanan yang dapat dikelola dan lebih dikembangkan menjadi kekuatan utama untuk mendukung pertumbuhan wilayah, yang dicirikan oleh daya serap tenaga kerja yang relatif tinggi, kontribusi terhadap pendapatan daerah yang relatif besar, serta daya mengangkat atau daya dorong terhadap pertumbuhan sektor non kehutanan yang relatif kuat 19. Komoditas komersial kehutanan adalah hasil-hasil hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif untuk diusahakan atau dimanfaatkan sebagai komoditas bisnis berbasis kehutanan. 20. Komoditas unggulan kehutanan adalah produk kehutanan yang mampu bersaing dengan komoditas serupa yang berasal dari provinsi atau negara lain, baik pada pasar nasional maupun pada pasar internasional. 21. Konservasi adalah upaya mempertahankan, meningkatkan dan atau mengembalikan daya dukung lahan hutan, untuk menjamin kelestarian fungsi dan manfaat lahan hutan yang bersangkutan, melalui pemanfaatan secara bijaksana. 22. Perlindungan dan Pengamanan Hutan adalah upaya-upaya untuk melindungi dan mengamankan sumberdaya hutan dari berbagai gangguan seperti, kebakaran hutan, serangan Hama dan penyakit, perambahan dan pencurian hasil hutan, perburuan liar, dan lain-lain. 11

22 23. Kemitraan adalah suatu kerjasama yang sinergis diantara para pemangku kepentingan yang didasari prinsip-prinsip : saling ketergantungan, saling membutuhkan, saling mempercayai, saling mendukung dan saling melindungi, demi terwujudnya tujuan dan sasaran pengembangan. 24. Konflik adalah ketegangan atau ketidakharmonisan hubungan antar individu atau kelompok-kelompok sosial sebagai akibat dari adanya perbedaan pemahaman, perbedaan persepsi dan atau perbedaan kepentingan dalam upaya pencapaian tujuan atau sasaran pengembangan. 25. Jejaring adalah sistem komunikasi yang dikembangkan dan memungkinkan semua stakeholder untuk saling berinteraksi (bertukar informasi) secara langsung ataupun tidak langsung, dengan menggunakan beragam media (multi-media), dalam kedudukan yang setara atas dasar saling membutuhkan dan saling ketergantungan. 26. Masyarakat lokal adalah kelompok masyarakat di dalam suatu kawasan geografis tertentu, meliputi penduduk asli atau penduduk tradisional dan para pendatang yang melakukan pemukiman swakarsa. 27. Stakeholders adalah pihak-pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan suatu program atau kegiatan. 28. Peran multipihak adalah fungsi, kedudukan dan tugas yang seharusnya diemban oleh masing-masing stakeholder dalam kaitan dengan pembentukan dan pengembangan KPH. 29. Pengembangan sumberdaya manusia (SDM) adalah segala upaya yang ditujukan untuk peningkatan mutu, baik dalam kualifikasi maupun produktivitas SDM, pada Hakekatnya diwujudkan melalui kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat. 30. Pengusahaan hutan adalah upaya pemanfaatan sumberdaya hutan berdasarkan azas kelestarian fungsi dan azas perusahaan yang meliputi penanaman, pemeliharaan dan pengamanan, pemanen hasil, serta pengolahan dan pemasaran hasil hutan. 31. Rehabilitasi Hutan dan Lahan adalah upaya-upaya pemulihan, dan peningkatan fungsi lahan dan hutan sehingga daya dukung, produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap berjalan. 32. Social forestry adalah sistem pengelolaan kawasan hutan negara dan atau hutan Hak, melalui pelibatan masyarakat setempat sebagai pelaku dan atau mitra utama dalam rangka peningkatan kesejahteraan mereka dan perwujudan kelestarian hutan. 33. Wilayah pengelolaan hutan pada tingkat kabupaten/kota adalah himpunan unit-unit pengelolaan hutan di wilayah kabupaten/kota. 12

23 34. Wilayah pengelolaan hutan pada tingkat provinsi adalah himpunan wilayah-wilayah pengelolaan hutan pada tingkat kabupaten/kota dan unit pengelolaan hutan lintas kabupaten/kota dalam satu provinsi. 35. Wilayah tertentu antara lain adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum menarik bagi pihak ketiga untuk mengembangkan pemanfaatannya berada diluar areal ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan. 36. Rencana Pengelolaan Hutan KPH adalah rencana pada kesatuan pengelolaan hutan yang memuat semua aspek pengelolaan hutan dalam kurun jangka panjang dan pendek, disusun berdasarkan hasil tata hutan dan rencana kehutanan, dan memperhatikan aspirasi, peran dan nilai budaya masyarakat serta kondisi lingkungan dalam rangka pengelolaan kawasan hutan yang lebih intensif untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dan lestari. 37. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang adalah rencana pengelolaan hutan pada tingkat strategis berjangka waktu 10 (sepuluh) tahun atau selama jangka benah pembangunan KPH 38. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek adalah rencana pengelolaan hutan berjangka waktu satu tahun pada tingkat kegiatan operasional berbasis petak/blok 39. Reboisasi adalah upaya penanaman jenis pohon hutan pada kawasan hutan rusak yang berupa lahan kosong, alang-alang, atau semak belukar untuk mengembalikan fungsi hutan 40. Reklamasi Hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya 41. Revegetasi adalah usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang rusak melalui kegiatan penanaman dan pemeliharaan pada lahan bekas penggunaan kawasan hutan. 42. Pemanfaatan Kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi utamanya 43. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. 13

24 44. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. 45. Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan 46. Masyarakat setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari warga negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam dan/atau di sekitar hutan, yang bermukim di dalam dan di sekitar kawasan hutan yang memiliki komunitas sosial dengan kesamaan mata pencaharian yang bergantung pada hutan dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan 47. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan 48. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Padang Lawas Utara, Provinsi Sumatera Utara. 49. Gubernur adalah Gubernur Sumatera Utara 14

25 Bab II. Deskripsi Kawasan A. Risalah Wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara B. Potensi Wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara C. Data dan Informasi Sosial Budaya D. Data Informasi Ijin-Ijin Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan E. Kondisi Posisi KPHL Unit XXVI Sumatera Utara dalam Perspektif Tata Ruang Wilayah dan Pembangunan Daerah F. Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan 15

26 BAB II DESKRIPSI KAWASAN A. Risalah Wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara Wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara secara geografis terletak antara 99 20'0" sampai dengan 99 55'0" Bujur Timur dan 01 15'0" sampai dengan " Lintang Utara. Secara administrasi KPHL Unit XXVI terbagi dalam dua Kabupaten yaitu Tapanuli Selatan ( Ha) dan Padang Lawas Utara ( Ha). Adapun Batas-batas wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara adalah sebagai berikut: Sebelah Utara : Kabupaten Tapanuli Utara dan Tapanuli Tengah Sebelah Selatan :Kabupaten Padang Lawas Sebelah Timur :Kabupaten Labuhan Batu Selatan Sebelah Barat :Kecamatan Batang Toru, Kecamatan Muara Batang Toru. Terdapat tiga Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan yang masuk wilayah ini yaitu Kecamatan Saipar Dolok Hole, Arse, Sipirok. Sedangkan kecamatan di Kabupaten Padang Lawas Utara yang masuk dalam wilayah kerja KPHL Unit XXVI yaitu Kecamatan Halongonan, Padang Bolak, Dolok, Dolok Sigompuan, Batang Onang, Padang Sidempuan Timur, Sosopan, Padang Bolak Julu. Adapun luasan masing-masing kecamatan yang masuk dalam wilayah KPHL XXVI disajikan pada Tabel 2.1. Sesuai dengan SK.579/MENHUT-II/2014 tentang kawasan hutan di Sumatera Utara, KPH wilayah XXVI merupakan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) yang masuk dalam region 7 (tujuh) dengan luas total areal sebesar Ha. Luasan tersebut meliputi Hutan lindung ( ,00 Ha), Hutan Produksi Terbatas (44.958,41 Ha) dan Hutan Produksi (17.706,46 Ha). KPH ini juga meliputi 3 (tiga) kelompok Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Barumun, Batang Toru dan Bilah dengan luasan masing-masing berturutturut adalah ,01 Ha, 6.342,71 Ha dan Ha. 16

27 Tabel 2.1. Sebaran kecamatan yang masuk wilayah administratif KPHL Unit XXVI Kabupaten Kecamatan Luas (Ha) Luas (%) Kab. Padang Lawas Utara Kec. Batang Onang 15932,02 9,19 Kec. Dolok Kec. Dolok Sigompulon Kec. Halongonan Kec. Padang Bolak Kec. Padang Bolak Julu Kec. Padang Sidempuan Timur Kec. Sipirok Kec. Sosopan 1188,58 0,69 Kec. Sungai Kanan Kab. Tapanuli Selatan Kec. Arse Kec. Saipar Dolok Hole Kec. Sipirok 6304, Total : Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) 1. Luas Wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara Beserta Fungsi Hutan Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No SK:102/Menhut II/2010 tanggal 5 Maret 2009 tentang Penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Provinsi Sumatera Utara. luasan KPHL Unit XXVI adalah Ha dengan peruntukan Hutan Lindung (HL) seluas Ha. Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas Ha dan Hutan Produksi (HP) seluas Ha. Namun, luasan tersebut mengalami revisi seiring dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.579/Menhut-II/2014 tanggal 24 Juni 2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara. Pada revisi tersebut. luasan KPHL Unit XXVI berubah menjadi Ha. dengan fungsi Hutan lindung (HL) seluas ,00 Ha. Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas ,41 Ha dan Hutan Produksi (HP) seluas ,46 Ha (Tabel 2.2). Selanjutnya berdasarkan petunjuk dan kriteria yang telah ditetapkan dalam petunjuk teknis tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan di wilayah KPH maka luasan KPHL unit XXVI dibagi kedalam beberapa Blok. Berdasarkan tata hutan pada KPH, blok didefinisikan sebagai bagian dari wilayah KPH dengan persamaan karakteristik biogeofisik dan sosial budaya, bersifat relatif permanen yang ditetapkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi manajemen. Dengan demikian pembentukan blok didasarkan faktor biogeofisik dan sosial budaya. Faktor-faktor biogeofisik yang berpengaruh antara lain penutupan lahan. potensi sumber daya hutan, bentang alam. 17

28 topografi dan ekosistem. Faktor sosial budaya yang berpengaruh antara lain: jumlah penduduk, mata pencaharian, pemilikan lahan, jarak pemukiman, pola-pola pemanfaatan hutan oleh masyarakat, dan keberadaan hutan adat. Tabel 2.2. Fungsi Kawasan KPHL Unit XXVI Berdasarkan SK 579 Fungsi Hutan Blok Kabupaten Luas (Ha) HL HL-Blok Inti Kab. Padang Lawas Utara 983,88 0,57 Luas (%) Kab. Tapanuli Selatan 1096,18 0,63 HL-Blok Pemanfaatan Kab. Padang Lawas Utara 70373,63 40,57 Kab. Tapanuli Selatan 38026,34 21,92 HP HP-Blok Pemanfaatan HHK-HT Kab. Padang Lawas Utara 9785,39 5,64 HP-Blok Pemanfaatan Jasling & HHBK Kab. Tapanuli Selatan 115,24 0,07 HP-Blok Pemberdayaan Kab. Padang Lawas Utara 7215,73 4,16 Kab. Tapanuli Selatan 592,10 0,34 HPT HP-Blok Pemanfaatan HHK-HA Kab. Padang Lawas Utara 6040,53 3,48 HP-Blok Pemanfaatan HHK-HT Kab. Padang Lawas Utara 2642,87 1,52 HP-Blok Pemanfaatan Jasling & HHBK Kab. Tapanuli Selatan 4983,94 2,87 HP-Blok Pemberdayaan Kab. Padang Lawas Utara 25685,23 14,81 Kab. Tapanuli Selatan 4028,17 2,32 HP-Blok Perlindungan Kab. Padang Lawas Utara 244,84 0,14 Kab. Tapanuli Selatan 1332,80 0,77 Total , Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) Berdasarkan arahan SK.579/Menhut-II/2014 maka luasan wilayah KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara berdasarkan fungsinya dikelompokkan dalam 7 (tujuh) pengelolaan yaitu (1). Blok inti; (2) Blok pemanfaatan ; (3) Blok pemanfaatan HHK-HA; (4) Blok pemanfaatan hasil hutan kayu-hutan tanaman (HHK-HT), (5). blok Pemanfaanfaatan Jasling dan HHBK, (6).Hutan produksi blok pemberdayaan, (7).Blok Perlindungan (Tabel 2.3). Tabel 2.3. Pembagian Blok di KPHL Unit XXVI Sumatera Utara Berdasarkan Fungsi No Fungsi Hutan Blok Luas (Ha) Luas (%) 1 HL Blok Inti Blok Pemanfaatan HPT Blok Pemanfaatan HHK-HA Blok Pemanfaatan HHK-HT Blok Pemanfaatan Jasling&HHBK Blok Pemberdayaan Blok Perlindungan HP Blok Pemberdayaan Blok Pemanfaat Jasling dan HHBK Blok Pemanfaatan HHK-HT Luas Total Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) blok 18

29 2. Sejarah Wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Sebagian wilayah KPHL Unit XXVI pada awalnya merupakan wilayah Hutan Register, sedangkan sebagian lainnya merupakan penambahan pada saat Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1967, selanjutnya melalui Paduserasi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dengan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) sehubungan dengan UU Nomor 24 Tahun 1992, serta penambahan pada saat penunjukan kawasan hutan Provinsi Sumatera Utara berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor SK.44/Menhut-II/2005 yang merupakan penerapan UU Nomor 41 Tahun Pada tahun 2010, kawasan ini diubah menjadi wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia SK:102/Menhut II/2010 tanggal 5 Maret Pada Tahun 2014 dikeluarkan kembali SK Menteri Kehutanan Nomor: 579/Menhut-II/2014 mengenai Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara sehingga secara langsung mengubah luasan wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara baik fungsi dan luasnya. Hasil analisis peta menunjukkan bahwa wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara dari awal penunjukannya memiliki 3 (tiga) fungsi kawasan yaitu Hutan Produksi. Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Lindung. Namun dengan turunnya SK 579 luasannya menjadi berkurang. Berkurangnya luasan tersebut disebabkan karena pada wilayah tertentu KPH berubah fungsi menjadi Areal Penggunaan Lain (APL). 3. Aksesibilitas Kawasan Aksesibilitas menuju wilayah Aksesibilitas menuju wilayah KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara, bila ditempuh dari ibu kota Provinsi Sumatera Utara (Medan) cukup lancar hal ini didukung kondisi jalan cukup baik. Posisi Wilayah KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara merupakan perlintasan jalan Kabupaten dan Provinsi yang menghubungkan antara masyarakat yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan dengan masyarakat yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Mandailing Natal, Labuhan Batu dan Provinsi Sumatera Barat dan Riau. a. Dari kota Medan Provinsi Sumatera Utara menuju Kota Sipirok dengan jarak km dapat ditempuh selama + 10 jam dengan kendaraan darat, dan 5 sampai 6 jam dengan pesawat udara melalui Bandara Udara Aek Godang/Pinang Sori dan dilanjutkan dengan kendaraan darat. b. Dari kota Medan Provinsi Sumatera Utara menuju Kota Gunung tua dengan jarak km dapat ditempuh selama + 11 jam dengan kendaraan darat. dan 5 sampai 6 19

30 jam dengan pesawat udara melalui Bandara Udara Aek Godang/Pinang Sori dan dilanjutkan dengan kendaraan darat. c. Kabupaten Padang Lawas Utara memiliki Bandara Aek Godang merupakan outletinlet point utama yang memegang peranan penting dalam sistem perhubungan udara antara Medan-Kabupaten Padang Lawas Utara dengan wilayah lainnya. 4. Iklim di KPHL XXVI Sumatera Utara Sumatera Utara tergolong daerah tipe iklim A (sangat basah) yang puncak musim hujannya jatuh antara Oktober dan Januari, kadang hingga Februari. Berdasarkan iklim ini Sumatra memiliki hutan gambut yang umumnya berada di daerah tipe iklim A atau B, yaitu di pantai timur Sumatra, hutan hujan tropis dan hutan muson. Selain itu juga memiliki Hutan hujan tropis yang umumnya menempati daerah tipe iklim A dan B pula. Jenis hutan ini menutupi sebagian besar Pulau Sumatra, Hutan Mangrove berada di pantai timur Sumatra. Dari pola hujan Sumatra Utara termasuk tipe hujan equatorial artinya puncak hujan terjadi dua kali setahun pada saat posisi matahari berada di atas equator. Atau tepatnya puncak curah hujan terjadi satu bulan setelah matahari tepat di atas khatulistiwa: yaitu bulan April/Mei atau Oktober/November. Iklim di Provinsi Sumatera Utara termasuk iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin Passat dan Angin Muson. Kelembaban udara rata-rata 78% - 91%. Curah hujan mm/tahun dan penyinaran matahari 43%. Ketinggian permukaan wilayah KPHL XXVI berada pada mdpl, sebagian daerahnya datar, beriklim cukup panas bisa mencapai 34.20⁰C. Wilayah ini memiliki curah hujan yang tidak teratur setiap tahunnya. Hal tersebut juga disebabkan topografi kawasan yang berbeda, sehingga memiliki kombinasi suhu, kelembaban dan curah hujan yang berbeda. Berdasarkan data BPS 2015, curah hujan tertinggi rata-rata mencapai 323 mm yang terjadi pada bulan Februari-April, sementara curah hujan terendah rata-rata mencapai 13.6 mm yang terjadi pada bulan Juni. Musim kemarau biasanya terjadi sekitar bulan Mei hingga September dan musim hujan terjadi pada bulan Oktober hingga bulan April. Curah hujan tahunan tertinggi pada wilayah ini adalah 3850 mm/tahun dan terendah sebesar 2200 mm/ tahun. Berdasarkan hasil pengukuran curah hujan yang dilakukan di wilayah KPHL Unit XXVI menunjukkan bahwa, kelas kategori curah hujan dilokasi tersebut dibagi kedalam curah hujan tinggi dan agak tinggi. Namun demikian curah hujan agak tinggi lebih mendominasi di KPH ini. Adapun data curah hujan di wilayah KPHL Unit XXVI disajikan pada Tabel

31 Tabel 2.4. Data Curah Hujan di KPHL XXVI Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kabupaten Kelas CH Luas (Ha) Luas (%) Tapanuli Selatan Agak tinggi Tinggi Padang Lawas Utara Agak Tinggi Tinggi Total , Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) 5. Geologi dan Tanah di KPHL XXVI Pada dasarnya. tanah merupakan suatu lapisan yang berada di permukaan bumi berbentuk padat (tetapi bukan batuan), dengan penyebaran secara horizontal dan vertikal yang berbeda untuk satu daerah dengan daerah yang lainnya. Tanah sangat mendukung berbagai aktivitas kehidupan manusia dan organisme lainnya, dan dapat dikatakan tanpa adanya tanah hampir setiap jenis aktivitas kehidupan manusia akan terganggu. Tanah pada wilayah KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 8 (delapan) tipe namun demikian,wilayah ini didominasi oleh jenis podsolik coklat sebesar 69.31% diikuti oleh podsolik merah kuning (15.40%). Adapun tipe dan luasan tutupan jenis tersebut disajikan pada Tabel 2.5. Jenis tanah podsolik bersifat gembur dan mempunyai perkembangan penampang. Cenderung tidak seberapa mantap dan teguh, peka terhadap pengikisan. Dari segi kimia, jenis tanah ini asam dan miskin, lebih asam dan lebih miskin dari tanah latosol. Untuk keperluan pertanian, jenis tanah ini perlu pemupukan lengkap dan tindak pengawetan. Untuk jenis tanah podsolik coklat biasanya dipakai untuk hutan lindung. Tanah podsolik merah kuning merupakan bagian dari tanah Ultisol. Menurut USDA, ultisol adalah tanah yang sudah mengalami pencucian pada iklim tropis dan sub tropis. Karakter utama tanah ultisol adalah memiliki horizon A yang tipis. akumulasi lempung pada horizon Bt dan bersifat agak masam. Tabel 2.5. Klasifikasi Tanah pada Wilayah KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara Jenis Tanah Luas (Ha) Luas (%) Aluvial Andosol Grumosol Latosol NO DATA Podsolik Coklat Podsolik Merah Kuning Renzina Total , Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) 21

32 Berdasarkan formasi geologinya. wilayah KPHL XVII memiliki 12 formasi geologi yang berbeda. Formasi yang mendominasi areal ini adalah formasi Sihapas sebesar 27% dari total wilayah. diikuti oleh formasi Gunung Api Naribong sebesar 26.65%.Adapun rincian formasi geologi di KPHL XVII disajikan pada Tabel 2.6. Cekungan sumatera Utara secara tektonik terdiri dari berbagai elemen yang berupa tinggian, cekungan maupun peralihannya, dimana cekungan ini terjadi setelah berlangsungnya gerakan tektonik pada zaman Mesozoikum atau sebelum mulai berlangsungnya pengendapan sedimen tersier dalam cekungan sumatera utara. Tektonik yang terjadi pada akhir Tersier menghasilkan bentuk cekungan bulat memanjang dan berarah barat laut tenggara. Proses sedimentasi yang terjadi selama Tersier secara umum dimulai dengan trangressi. kemudian disusul dengan regresi dan diikuti gerakan tektonik pada akhir Tersier. Pola struktur cekungan sumatera utara terlihat adanya perlipatan-perlipatan dan pergeseran-pergeseran yang berarah lebih kurang lebih barat laut tenggara Sedimentasi dimulai dengan sub cekungan yang terisolasi berarah utara pada bagian bertopografi rendah dan palung yang tersesarkan. Pengendapan Tersier Bawah ditandai dengan adanya ketidak selarasan antara sedimen dengan batuan dasar yang berumur Pra-tersier. merupakan hasil trangressi, membentuk endapan berbutir kasar halus, batu lempung hitam, napal, batulempung gampingan dan serpih Tabel 2.6. Formasi Geologi pada Wilayah KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara Formasi Luas (Ha) Luas (%) Aluvium Muda 36,43 0,02 Anggota Batugamping 3.462,19 2,00 Anggota kanan ,69 10,21 Anggota Sipupus ,79 5,87 Formasi Gunung Api Naribong ,14 26,65 Formasi Petani 1.028,59 0,59 Formasi Sialang 955,97 0,55 Formasi Sihapas ,79 27,85 Formasi Telisa 7.074,77 4,08 Kelompok Tapanuli ,63 15,31 Pusat Gunungapi Sibualbuali 3.158,01 1,82 Tuffa Toba 8.771,88 5,06 Total , Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) Kelompok Sihapas merupakan formasi yang diendapkan di atas Kelompok Pematang. Formasi ini merupakan suatu seri sedimen pada saat aktifitas tektonik mulai berkurang, terjadi selama Oligosen Akhir sampai Miosen Tengah. Kompresi yang terjadi bersifat setempat yang 22

33 ditandai dengan pembentukan sesar dan lipatan pada tahap inversi yang terjadi bersamaan dengan penurunan muka air laut global. Proses geologi yang terjadi pada saat itu adalah pembentukan morfologi hampir rata (peneplain) yang terjadi pada Kelompok Pematang dan basement yang tersingkap. Periode ini diikuti oleh terjadinya subsiden kembali dan transgresi ke dalam cekungan tersebut.kelompok Sihapas ini terdiri dari Formasi Menggala, Formasi Bangko, Formasi Bekasap, Formasi Duri dan Formasi Telisa. Formasi Gunungapi Naribong terdiri atas gunungapi menengah dan aglomerat tersebar cukup luas di Tapanuli Selatan. Pada Formasi Tuffa Toba, jenis batuan yang dominan pada formasi ini berupa Tufa Riodasit dan sebahagian telah terlaskan. Berwarna abu-abu pucat dengan matriks gelas; kristal kuarsa, biotit, sanidin, hornblende, plagioklas dengan mineral minornya yaitu apatit, magnetit, ilmenit, hipersten, alanit, dan zirkon. Saat gunung toba meletus kebanyakan hasil letusan yang berupa abu vulkanik jatuh dan terendapkan pada daerah ini. Saat ini kenampakan jenis batuan ini lebih mirip pada batu pasir bila diamati dari jauh sebab telah terkompakkan. 6. Ketinggian Tempat dan Topografi KPHL Unit XXVI Topografi merupakan tanda fisik dari daratan. Peta topografi adalah peta yang mewakili dari bentuk, ukuran, posisi dan hubungan dari pengenal fisik dari suatu area. Mencakup pegunungan, bukit, lembah dan sungai. kebanyakan peta topografi juga menamp[ilkan hasil budaya dari suatu wilayah seperti batas wilayah, kota, rumah, jalan dan tanda-tanda semacamnya. Peta topografi digunakan dilaboratorium untuk pengamatan dan analisis dari proses-proses geologi yang perubahannya secara konstan dari muka bumi. Beberapa pengertian (definisi) yang berhubungan dengan peta topografi antara lain Elevasi atau Altitude yang berarti jarak vertikal satu titik dengan bidang datum. Topografi adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah. termasuk di dalamnya adalah perbedaan kemiringan lereng, panjang lereng, bentuk lereng, dan posisi lereng. Topografi merupakan salah satu faktor pembentuk tanah. Topografi dalam proses pembentukan tanah mempengaruhi: (1) jumlah air hujan yang meresap atau ditahan oleh massa tanah; (2) dalamnya air tanah; (3) besarnya erosi; (4) arah gerakan air berikut bahan terlarut di dalamnya dari satu tempat ke tempat lain (Hardjowigeno. 1993). Pada umumnya areal lokasi pelaksanaan wilayah KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara merupakan dataran tanah kering dengan ketinggian tempat bervariasi dari lebih kurang diatas permukaan laut (mdpl) dan fisiografi bervariasi dari dataran. pegunungan lipatan dan pegunungan patahan. Kemiringan lereng, diklasifikasikan menjadi 5 (lima) kelas yaitu yaitu datar (0-8 %) landai (8-15 %), agak curam (15-25 %), curam (25-45 %) dan 23

34 sangat curam ( 45 %). Berdasarkan data BPKH (2015), topografi di wilayah KPHL Unit XXVI cukup beragam, dari kondisi datar sampai curam. namun demikian persentase lahan dengan topografi sangat curam paling banyak dijumpai diwilayah ini (87.30%). Adapun rincian topografi di KPHL ini adalah sebagai berikut: datar (2.26%), landai (0.69%) agak curam (3.72%), curam (6.04%), sangat curam (87.30%). Tabel 2.7. Kondisi Lereng di KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara Lereng Luas (ha) Persentase D a t a r L a n d a i Agak curam C u r a m Sangat curam Total , Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) Memperhatikan kondisi kelerengan tersebut, maka 87.3% areal KPHL ini direkomendasikan untuk kegiatan non budidaya karena sangat rentan terhadap erosi. Kegiatan budidaya yang mungkin dilakukan pada lokasi ini adalah Wanatani (agroforestry). Agroforestry manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari. dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit pengolahan sosial. ekonomi dan budaya masyarakat berperanserta (Departemen Kehutanan. 1997: 232). Arsyad (1989: 197) menerjemahkan agroforestry dengan istilah pertanian hutan. Bentuk usahatani yang dapat dikategorikan sebagai pertanian hutan meliputi: kebun pekarangan, talun kebun. Perladangan, tumpangsari rumput hutan, perikanan hutan dan pertanaman lorong. 7. Tutupan Lahan di KPHL Unit XXVI Tutupan lahan adalah kondisi kenampakan biofisik permukaan bumi yang diamati. Penggunaan lahan adalah pengaturan, kegiatan dan input terhadap jenis tutupan lahan tertentu untuk menghasilkan sesuatu, mengubah atau mempertahankannya. Analisis akan lebih efektif jika data yang dihasilkan dari kedua istilah tersebut digabungkan karena memungkinkan mendeteksi lokasi perubahan terjadi perubahan tipe dan bagaimana suatu lahan berubah (Jansen dan Gregorio. 2002). Analisis tutupan dan penggunaan lahan merupakan tahapan awal untuk memahami keruangan suatu area atau objek penelitian. Melalui bantuan citra satelit dan tehnik penginderaan jauh, fitur-fitur alami dan antropogenik yang tampak dalam citra diekstraksi, dikelompokkan, dilakukan groundcheck kemudian dianalisis. Menurut Lu (2003) deteksi perubahan fitur permukaan bumi dalam suatu periode waktu merupakan hal penting untuk 24

35 memahami hubungan antara manusia dan fenomena alam yang berkaitan dengan menyusun keputusan pengelolaan dan penggunaan sumber daya alam. Kelas tutupan lahan dibedakan menjadi dua yaitu daerah bervegetasi dan tidak bervegetasi. Semua kelas penutupan lahan bervegetasi diturunkan dari bentuk fisiognomi yang konsisten dengan bentuk tumbuhan. sedangkan kelas tidakbervegetasi pendetailannya mengacu pada aspek permukaan tutupan. distribusi. ketinggian. kepadatan dan kedalaman objek. Berdasarkan tutupannya kawasan di wilayah KPHL Unit XXVI dibedakan menjadi 2 kelompok besar yaitu hutan dan non hutan (Tabel 2.8). Luasan areal berhutan sebesar 62, Ha (35.91%) sedangkan areal tidak berhutan seluas 111, (64.09 %). Tabel 2.8. Tutupan lahan di Wilayah KPHL Unit XXVI Tutupan Lahan Luas (Ha) Luas (%) Hutan 62274,87 35,91 Kab. Padang Lawas Utara 28520,82 16,44 Kab. Tapanuli Selatan 33754,05 19,46 Non Hutan ,00 64,09 Kab. Padang Lawas Utara 94451,38 54,46 Kab. Tapanuli Selatan 16420,69 9,47 Total , Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) Tutupan lahan pada wilayah KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 9 (sembilan) tipe (Tabel 2.9). Berdasarkan tersebut pertanian lahan kering memiliki tutupan lahan yang terluas (26.09%) diikuti oleh semak belukar (22.65%) dan hutan primer (18.08%). Berdasarkan luasan dan distribusi tersebut juga terlihat tutupan lahan tidak berhutan menunjukkan jumlah yang cukup luas. oleh sebab itu diperlukan upaya penanganan seperti kegiatan reboisasi dan rehabilitasi pada areal KPHL ini untuk mengembalikan fungsinya sebagai areal lindung. Tabel 2.9. Luas Tutupan Lahan pada Wilayah KPHL Unit XXVI Tutupan lahan Luas (Ha) Luas (%) Htn Primer , Htn Sekunder , Htn Tanaman 2.837, Lahan Terbuka , Perkebunan 649, Pert.Lahan Kering , Pert.Lahan Kering Cpr Semak , Sawah 704, Semak Belukar , Total , Sumber : BPKH Wilayah I Medan (2015) 25

36 Hasil analisis lahan kritis menemukan tingkat kekritisan lahan pada wilayah kelola KPHL unit XXVI beragam dari mulai agak kritis sampai tidak kritis. Namun demikian kondisi lahan kritis mendominasi areal ini (28%) atau sekitar Ha. Sedangkan kondisi sangat kritis meliputi areal seluas Ha atau 20.5% dari luas total tutupan KPH ini. Tingkat kekritisan lahan di KPHL XXVI disajikan pada Tabel Tabel Luasan Dan Kategori Kekritisan Lahan di KPHL XXVI Kategori Luas (Ha) Luas (%) Sangat Kritis Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Total , Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) Dalam rangka merehabilitasi lahan kritis di wilayah KPHL Unit XXVI, dapat bekerja sama dengan Balai Pengelolaan Asahan Barumun yang telah menyusun RTKRHL pada tahun Adapun lokasi-lokasi kegiatan rehabilitasi yang berada di blok dalam kawasan KPHL Unit XXVI dapat dilihat pada Tabel Tabel Luasan Lokasi RTkRHL pada wilayah KPHL Unit XXVI Blok DAS Keterangan LMU Luas (Ha) HL-Blok Inti Barumun Rtk Darat I 135,08 II 281,85 HL-Blok Pemanfaatan Barumun Rtk Darat I ,75 II 8.915,64 Batang Toru RTK Darat I 346,70 II 463,63 Bilah RTK Darat I 869,05 HP-Blok Pemanfaatan HHKk-HA Barumun Rtk Darat I 964,33 II 1.064,01 HP-Blok Pemanfaatan HHK-Ht Barumun Rtk Darat I 1.887,10 HP-Blok Pemanfaatan Jasling & HHBK HP-Blok Pemberdayaan II ,19 Barumun Rtk Darat I 128,30 II 6,67 Batang Toru RTK Darat II 59,06 Barumun Rtk Darat I ,33 II ,65 Batang Toru RTK Darat II 78,72 Bilah RTK Darat I 9,35 HP-Blok Perlindungan Barumun Rtk Darat I 244,84 Total ,87 Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) 26

37 8. DAS di wilayah KPHL Unit XXVI Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang di batasi punggung-punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama (Asdak. 1995). Karena DAS dianggap sebagai suatu sistem, maka dalam pengembangannyapun. DAS harus diperlakukan sebagai suatu sistem. Dengan memperlakukan sebagai suatu sistem dan pengembangannya bertujuan untuk memenuhi tujuan pembangunan berkelanjutan. Salah satu fungsi utama dari DAS adalah sebagai pemasok air dengan kuantitas dan kualitas yang baik terutama bagi orang di daerah hilir. Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas tata air pada DAS yang akan lebih dirasakan oleh masyarakat di daerah hilir. Menurut Pembagian Wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) wilayah Wilayah KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara masuk ke dalam pengelolaan DAS Barumun. DAS Batang Toru dan DAS Bilah. Sebaran dan luasan DAS di Wilayah KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara disajikan pada Tabel Tabel Nama DAS di wilayah Wilayah KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara Nama DAS Total Persentase Barumun Batang Toru Bilah Luas (Ha) , Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) Berdasarkan Tabel 2.12 sebagian besar wilayah KPHL Unit XXVI berada pada DAS Barumun (95.8%) diikuti oleh DAS Batang Toru (3.66%) dan DAS Bilah (0.55%). Hulu Sungai Barumun sendiri berada di daerah Siraisan di Kecamatan Ulu Barumun yang berada di daerah bukit yang memisahkan Kabupaten Padang Lawas dan Kabupaten Mandailing Natal. Dengan mengikuti garis Sungai Barumun via anak sungai Aek Sihapas yang hulunya berada di Gunung Sibual Buali. maka DAS Sungai Barumun menjadi sungai terpanjang di Sumatra Utara. Menariknya. Sungai Barumun dan anak-anak sungainya di hulu mencakup semua kabupaten di wilayah Tapanuli Bagian Selatan. Sedangkan di hilir. Sungai Barumun melewati Kabupaten Labuhan Batu Selatan. 27

38 9. Kelembagaan dan Sumberdaya Manusia (SDM) Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Sebagai KPHL baru. struktur organisasi KPHL Unit XXVI saat ini sedang dibentuk. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 61 Tahun 2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Organisasi KPHL dan KPHP, struktur organisasi yang terbentuk normalnya merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Dinas Kehutanan dan Perkebunan. yang dipimpin seorang Kepala UPTD setingkat Eselon IV/a dan dibantu seorang Kepala Sub Bagian Tata Usaha, staf. fungsional polhut, penyuluh dan pengendali ekosistem hutan. Adapun acuan model struktur organisasi KPH menurut peraturan tersebut disajikan pada Gambar 2.1. Gambar 2.1. Struktur organisasi KPHL Unit XXVI Struktur organisasi ini merupakan Tipe B, sehingga belum memiliki kepala seksi. Selain itu. saat ini KPHL Unit XXVI belum memiliki resort yang menjadi kendala saat di lapangan. Untuk SDM seyogyanya KPHL ini memiliki SDM yang berkompeten secara administrasi dan kompetensi jabatan sesuai NSPK SDM KPH. Kompetensi tersebut ditunjukkan dengan administrasi pangkat. Jabatan, hasil penilaian kinerja dan tingkat pendidikan formal serta memiliki sertifikat kompetensi dari lembaga sertifikasi profesi atau Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. B. Potensi Wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara Dalam rangka menghimpun data mengenai potensi hutan di wilayah KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara maka dilakukan kegiatan inventarisasi hutan dengan menggunakan metoda pengamatan dengan membuat sample plot pada setiap fungsi hutan di areal berhutan dengan stratifikasi hutan lahan kering primer dan stratifikasi hutan lahan kering sekunder. 28

39 Inventarisasi yang dilakukan. bertujuan untuk melihat potensi kayu. hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan. 1. Potensi Hasil Hutan Kayu Hasil pengolahan terhadap hasil pengambilan data yang dilakukan oleh BPKH Wilayah I Medan dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Selatan dan Padang Lawas Utara, maka diperoleh potensi tegakan pohon dengan rata-rata volume tegakan dengan diameter cm sebanyak 32.9 m 3, diameter sebanyak m 3, diameter sebanyak 41.6 m 3 dan diameter diatas 50 cm sebanyak m 3. Jenis hasil hutan kayu yang mendominasi yaitu jenis Medang (Litsia firma HK.F), Kelat (Xylopia altissima Boerl), Lesi-lesi (Tarretia), Meranti (Shorea sp.), Resak (Fatica Songa V.Si) dan Laban (Vitex pubescens Valil), Kapur, Kruing, Bania, Merbau, Rengas. Data hasil hutan kayu tersebut selanjutnya diseleksi lagi untuk mencari jenis yang potensial untuk dikembangkan/dimanfaatkan. 2. Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Paradigma baru sektor kehutanan memandang hutan sebagai sistem sumberdaya yang bersifat multi fungsi, multi guna dan multi kepentingan serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar besar kemakmuran rakyat. Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa produk HHBK merupakan salah satu sumber daya yang memiliki keunggulan komparatif paling menyentuh dengan kehidupan masyarakat di dalam dan disekitar hutan. HHBK dapat memberikan dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat didalam dan disekitar hutan dan memberikan kontribusi positif terhadap PAD. Mengacu kepada Peraturan Menteri Kehutanan no P.35/Menhut-II/2007 telah ditetapkan jenis jenis HHBK yang terdiri dari 9 kelompok HHBK yang terdiri dari 557 spesies tumbuhan dan hewan. Potensi HHBK yang dijumpai di areal kerja KPHL XXVI meliputi rotan. getah pinus. kulit manis dan pasak bumi. Jenis-jenis ini selanjutnya akan dikembangkan. 3. Potensi Flora dan Fauna Langka Kawasan kawasan DAS Barumun sesuai dengan penetapannya merupakan habitat penting bagi satwa harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrensis) sehingga perlu dijaga dan dibina kelestariannya untuk ilmu pengetahuan dan pendidikan. Satwa lain yang hidup di kawasan adalah antara lain Orangutan Sumatera (Pongo abelii), Rusa (Cervus unicolor). Tapir (Tapirus indicus), Babi Hutan (Sus sp), Siamang (Symphalangus syndactilus), Monyet 29

40 ekor panjang, Burung Rangkong (Aquasinus argus) dan lain-lain. Sedangkan untuk jenis tumbuhan yang dilindungi karena langka dan terancam punah antara lain bunga bangkai (Amorphophalus sp). dan kantong semar (Nephentes sp). 4. Potensi Jasa Lingkungan dan Wisata Alam Manfaat hutan sebagai penyedia jasa lingkungan sangat memberikan kontribusi yang nyata karena kemampuannya dalam menyediakan sumberdaya air, memasok oksigen. menyerap karbon, jasa wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, pengatur iklim global dan sebagainya. Segala manfaat tersebut bisa dicapai dengan syarat kelestarian hutan tetap terjaga, antara lain melalui upaya rehabilitasi maupun reforestasi. Di lokasi ini terdapat sumber air yang digunakan sebagai sumber bagi PDAM Gunung Tua. Hulu sungai Dolok Hayupayung dan Dolok Tusam menjadi sumber air yang penting untuk daerah disekitarnya. Selain itu juga terdapat sumber-sumber mata air, aliran sungai untuk pemanfaatan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH), potensi aliran air sungai untuk arung jeram, lokasi potensial camping ground, potensial track lintas alam. Di Kecamatan Siprok terdapat beberapa objek wisata yang juga didukung dengan panganan khas kerupuk sambal teruma berharga ekonomis berasa renyah. Objek wisata itu antara lain, pemandian Aek Milas (Air panas) di Desa Huta Baru, pemandian air panas alami ini bersumber dari pegunungan, Danau Marsabut di Desa Bunga Bandar Monumen Perang Gurilla dan Tor Simago-mago (Puncak Bukit) dan Gunung Merapi Sibual-buali serta Bagas Godang (rumah adat) Desa Bunga Bondar dan terdapat di Desa Menuju Wisata, yang memiliki desain bangunan khas. C. Data dan Informasi Sosial Budaya 1. Data Kependudukan Kependudukan menggambarkan hal ihwal yang terkait dengan jumlah, ciri utama, pertumbuhan, persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas, kondisi, kesejahteraan yang menyangkut politik. Ekonomi, sosial budaya, agama, serta lingkungan penduduk tersebut. Berdasarkan hasil survey terhadap beberapa sampel desa dilokasi KPHL XXVI diperoleh informasi mengenai jumlah penduduk di Desa Sarogadung, Desa Arse Nauli, Desa Pardomuan dan Desa Sipogi (Tabel 2.13). 30

41 Tabel Luas wilayah. jumlah dan kepadatan penduduk menurut desa Desa Luas wilayah Tahun 2015 (km 2 ) Jumlah (jiwa) Kepadatan (jiwa/km 2 ) Sarogadung Arse Nauli Pardomuan Sipogu Sumber: Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di desa Sarogadung. desa Arse Nauli. desa Pardomuan dan desa Sipogu disajikan pada Tabel Hasil survey menunjukkan trend jumlah perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah laki-laki. Tabel Sebaran jenis kelamin penduduk menurut desa Desa Laki-laki Perempuan Jumlah Sarogadung Arse Nauli Pardomuan Sipogu Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) Karakteristik penduduk menurut umur dan jenis kelamin berguna dalam membantu menyusun perencanaan pemenuhan kebutuhan dasar bagipenduduk sesuai dengan kebutuhan kelompok umur masing-masing. baik kebutuhan pangan. sandang. papan. pendidikan. kesehatan. pekerjaan dan lain sebagainya. Data rasio jenis kelamin ini berguna untuk pengembangan perencanaan pembangunan yang berwawasan gender. terutama yang berkaitan dengan perimbangan pembangunan laki-laki dan perempuan secara adil. Selain itu. informasi rasio jenis kelamin juga penting diketahui oleh para politisi. terutama untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam parlemen. Sarana prasarana merupakan elemen penting yang menunjang keberhasilan pembangunan dalam suatu desa. Sarana dan prasarana adalah alat penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan di dalam pelayanan publik. karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana. Berdasarkan aksesibilitasnya keempat desa tersebut berjarak 1-10 km dari ibukota kecamatan masing-masing. Sedangkan jarak dengan kabupaten mencapai 6-38 km. Sarana prasarana penunjang yang ada meliputi masjid. sekolah dan puskesmas disajikan pada Tabel

42 Tabel Sarana dan prasarana di desa Sarogodung, desa Sipogu, desa Arse Nauli, desa Pardomuan Desa Sarana Prasarana rumah ibadah sekolah kesehatan Sarogodung 5 masjid 1 SD 1 puskesmas pembantu. 3 posyandu. 4 bidan Sipogu 1 gereja HKBP.1 gerejakatolik 1 TK/PAUD. 1 SD 1 puskesmas pembantu. 1 posyandu. 1 bidan Arse nauli 6 masid. 2 mushola. 2 gereja 1 TK/PAUD. 2 SD. 1 SMP. 1 SMA 1 puskesmas pembantu. 6 posyandu. 6 bidan/mantri. 1 dukun bayi Pardomuan 2 masjid. 3 mushola. 1 gereja 3 posyandu Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) Sarana kesehatan yang tersedia di tingkat desa Sarogadung meliputi 1 unit puskesmas pembantu, 3 posyandu dan memiliki 4 orang bidan, tanpa adanya dokter tetap. Didesa Sipogu, memiliki 1 unit puskesmas pembantu, 1 posyandu dan hanya 1 bidan. Di desa Arse Nauli terdapat 1 puskesmas pembantu, 6 posyandu, 6 bidan/mantri dan 1 dukun bayi. Desa pordomuan hanya memiliki 3 posyandu. Perbedaan jumlah fasilitas kesehatan tersebut disebabkan jumlah penduduk dan akses dari pusat kota kecamatan yang berbeda-beda. Desa Arse nauli dan desa Sarogadung memiliki fasilitas yang lebih banyak karena dekat dengan pusat kecamatan. 2. Kondisi, Sosial, Ekonomi dan Budaya Kondisi sosial ekonomi budaya masyarakat adalah suatu kedudukan yang diatur secara sosial dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu dalam masyarakat, pemberian posisii itu disertai pula dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dimainkan oleh si pembawa status. Tinjauan sosial ekonomi masyarakat meliputi aspek sosial, aspek sosial budaya, dan aspek Desa yang berkaitan dengan kelembagaan dan aspek peluang kerja. a. Kondisi Sosial Budaya Karaktersitik kehidupan masyarakat desa terutama nampak dengan adanya tata masyarakat dan ekonomi pertanian yang membedakan dengan tata masyarakat kota. Secara umum dapat dikemukakan bahwa perbedaan utama antara kehidupan masyarakat kota dengan masyarakat desa adalah dalam tuntutan kebutuhan dalam usaha-usaha memenuhi kebutuhan hidup. Beberapa dekade sebelum berlakunya UU No.5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. masyarakat di Kabupaten Tapanuli Selatan dan Padang Lawas Utara tidak lagi hidup dalam format kerajaan. Pengaturan mengenai hubungan masyarakat dengan tanah juga sudah ditata melalui Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960 dan aturan lain yang 32

43 kemudian lahir sebagai turunannya. Selanjutnya dengan corak pemerintahan orde baru juga semakin menempatkan komunitas desa sebagai objek dari pada subjek dalam pengambilan keputusan yang menyangkut penataan kehidupan mereka sebagai warga kolektif. Pada Tahun 2010 Peraturan Daerah tentang Penataan Desa dan Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan. masih mengacu pada Perda No.5 Tahun Terbentuknya masyarakat di desa-desa Tapanuli Selatan dan Padang Lawas Utara. merupakan perpaduan dari sejumlah besar orang-orang yang berlainan marga yang datang dari berbagai tempat, kemudian bertemu disuatu kawasan contohnya di kawasan Sipirok dan Saipar Dolok Hole. Nenek moyang di kedua kawasan tersebut telah membentuk satu kesatuan hidup dan kesatuan budaya yang diikat dengan satu sistem adat yang sama. Sehingga. penduduknya sama-sama mengidentifikasikan diri mereka sebagai Halak Sipirok atau orang Sipirok. Budaya yang dianut oleh masyarakat didaerah ini adalah berdasarkan kepercayaan mereka terhadap agama Islam dan juga budaya yang berasal secara turun menurun dan telah ada sejak lahir. b. Kondisi Ekonomi Pekerjaan masyarakat di desa Sarogadung, desa Arse Nauli, desa Pardomuan dan desa Sipogu umumnya adalah sebagai petani dan memanfaatkan sumberdaya yang ada disekitar hutan. Hasil panen mereka selanjutnya dibawa ke pajak/pasar yang ada di level kecamatan. Selain pasar, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari di desa juga tersedia beberapa toko dan warung/kios. Hasil-Hasil pertanian selain dijual ke pasar, warga juga memanfaatkan jasa pedagang pengumpul atau agen untuk menjual hasil pertaniannya. Untuk memasarkan hasil panennya. masyarakat di desa-desa tersebut harus menempuh jarak sekitar 2 Km. Hasil-hasil pertanian selain dijual ke pasar, warga juga memanfaatkan jasa pedagang pengumpul atau agen atau cukong untuk menjual hasil pertaniannya. Sebagai media transportasi. masyarakat umumnya masih menjadi kendaraan roda dua bahkan masih ada yang menggunakan cara tradisional dengan cara memikul hasil panennya. Sektor pertanian terdiri dari sub sektor tanaman bahan makanan. perkebunan. peternakan. kehutanan dan perikanan. Sub sektor tanaman bahan pangan mencakup tanaman padi. palawija dan hortikultura. Berdasarkan hasil survey, diketahui bahwa komoditas yang diusahakan oleh masyarakat dikeempat desa tersebut adalah padi, hortikultura semusim dan perkebunan semusim. Adapun komoditi hortikultura dan perkebunan semusim yang dihasilkan meliputi: kacang tanah, jagung, ubi kayu, kacang kedelai dan kacang hijau. Penggunaan lahan di keempat desa di kawasan KPHL Unit XXVI disajikan pada Tabel

44 Tabel Penggunaan Lahan di Desa Sarogodung, desa Sipogu, desa Arse Nauli, desa Pardomuan Penggunaan Lahan Sarogodung Arse nauli Pardomuan Permukiman 3, Sawah Ladang Kebun (tanaman keras/tahunan Semak belukar (bekas ladang) Padang rumput/alang-alang Hutan rakyat/hutan tanaman rakyat Hutan Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) Berdasarkan pengelompokan tingkat kesejahteraan, masyarakat di keempat desa tersebut paling banyak berada di tingkat kedua (sama baik). Pengelompokan ini didasarkan beberapa kriteria yaitu pendapatan. kualitas makanan. variasi lauk pauk. kemampuan membeli pakaian. rumah. kesehatan anggota keluarga dan kemampuan membeli obat. c. Kondisi Pendidikan Dari 4(empat) desa yang disurvey tingkat pendidikan masyarakatnya cukup bervariasi. Pada desa Sipogu misalnya, pendidikan terendah masyarakatnya adalah SD, level tingkat pendidikan terbanyaknya di Sekolah menengah pertama dan hanya dijumpai satu orang sarjana saja di desa ini. Berbeda dengan desa arse nauli, didesa ini masih dijumpai 4 orang yang tidak tamat SD, level tingkat pendidikan terbanyaknya di Sekolah menengah pertama dan dijumpai 21 orang sarjana yang ada di desa ini. Keberhasilan program di bidang pendidikan sangat erat kaitannya dengan ketersediaan sarana/fasilitas pendidikan. Pada jenjang pendidikan SD/sederajat di desa Sipogu, Arse Nauli dan Pardomuan) untuk tahun ajaran 2014/2015 seorang guru rata-rata mengajar 10 murid SD/sederajat. Semakin tinggi jenjang pendidikan umumnya beban seorang guru semakin sedikit. hal ini tidak berlaku untuk desa-desa ini, dimana untuk jenjang pendidikan SLTP/sederajat rata-rata seorang guru mengajar 10 murid dan di jenjang SLTA/sederajat beban seorang guru hanya mengajar 5 murid. Pada jenjang pendidikan SD/sederajat di desa Sarogadung untuk tahun ajaran 2014/2015 seorang guru rata-rata mengajar 12 murid SD/sederajat. Semakin tinggi jenjang pendidikan umumnya beban seorang guru semakin sedikit, dimana untuk jenjang pendidikan SLTP/sederajat ratarata seorang guru mengajar 10 murid dan di jenjang SLTA/sederajat beban seorang guru hanya mengajar 9 murid. 34

45 d. Pola Hubungan masyarakat dengan Hutan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Pola hubungan masyarakat dengan hutan memperlihatkan bagaimana keeratan masyarakat ataupun keterkaitan masyarakat terhadap keberadaan hutan. Pola hubungan ini bisa digambarkan dalam berbagai tipologi kondisi sosial budaya masyarakat. sejarah interaksi masyarakat dengan hutan dan harapan ekonomi masyarakat dengan hutan. Pengetahuan ini diperlukan untuk pengelola KPH dalam mencegah terjadinya konflik dan memfasilitasi kebutuhan masyarakat akan hasil hutan. Apalagi dalam usaha pertaniannya, sebagian masyarakat juga masih melakukan praktek pertanian/perkebunan berpindah. Untuk itu. perlu diberi penyuluhan dan pembinaan agar melakukan pertanian/perkebunan yang berkelanjutan. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari perambahan hutan yang lebih luas dan pembakaran pada saat pembukaan hutan. Selain memanfaatkan lahan hutan, sebagian petani juga mengambil/memungut produk langsung dari hutan. Pemungutan tersebut berupa kayu sembarang dan non kayu untuk konsumsi masyarakat, obat-obatan, perlengkapan rumah tangga dan sebagian untuk diperdagangkan seperti rotan, kayu, tumbuhan obat-obatan, burung dan madu, buah durian, kulit manis serta pasak bumi. Koordinasi lintas sektor di pemerintahan perlu ditingkatkan untuk menjamin tercapainya kesejahteraan hidup warga desa di pinggir dan di dalam kawasan hutan. Sistem perladangan berpindah yang dilakukan oleh warga desa selama ini harus diganti dengan sistem pertanian intensif. Pertanian intensif merupakan usaha memberdayakan suatu petak lahan untuk menghasilkan produksi pertanian setinggi mungkin, termasuk penggunaan teknologi pertanian. Hasil usaha pertanian intensif biasanya sangat tinggi karena didukung oleh teknologi pertanian seperti penggunaan pupuk, pestisida, benih unggul, perawatan, pemanenan dan pemrosesan produk pascapanen. Intensifikasi pertanian dijamin akan meningkatkan kesejahteraan warga desa sekitar hutan selain juga meningkatkan kelestarian keberadaan kawasan hutan di sekitar desa. Pola hubungan antara masyarakat dan kawasan hutan harus dijaga dan diarahkan. Hal tersebut karena kelestarian kawasan hutan di sekitar desa akan terjamin jika melibatkan partisipasi warga desa. Warga desa akan mampu melakukan berbagai usaha di luar kawasan hutan dengan pemberian modal dan pendampingan. Hal penting lainnya adalah jaminan pemasaran hasil pertanian warga desa. Jaminan pemasaran terdiri dari jaminan pasar dan jaminan harga. Semangat warga desa untuk berusaha di luar kawasan hutan akan lebih baik jika hasil petanian, perikanan, peternakan dan lain-lain mendapat jaminan pasar dan jaminan harga yang menguntungkan. Peranan pemerintah secara konsisten kembali dibutuhkan untuk 35

46 jaminan pemasaran hasil pertanian warga desa. Apabila jaminan pemasaran hasil pertanian dan pendampingan dalam proses berproduksi diabaikan, bisa dipastikan ketertarikan warga untuk berusaha di luar kawasan hutan akan hilang dan akan kembali menggantungkan hidupnya terhadap kawasan hutan. 3. Kelembagaan masyarakat Lembaga adalah wadah dimana sekumpulan orang berinisiatif untuk memenuhi kebutuhan bersama. dan yang berfungsi mengatur akan kebutuhan bersama tersebut dengan nilai dan aturan bersama. Terkait dengan kelembagaan yang ada di desa dan pemanfaatan hutan secara berkelanjutan. diperlukan adanya lembaga masyarakat yang mampu mengakomodir masyarakat desa yang berada didalam atau disekitar hutan untuk mengatur dan memenuhi kebutuhannya melalui interaksi terhadap hutan dalam konteks sosial ekonomi, politik dan budaya. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan. masyarakat desa Sarogadung. desa Arse Nauli, desa Pardomuan dan desa Sipogu masih menggunakan sebagian lahan hutan untuk memenuhi kebutuhan akan lahan pertanian. Bentuk kelembagaan seperti LMDH belum diketemukan di keempat desa tersebut. Kelembagaan yang ada merupakan kelembagaan formal dan non formal yang umum disetiap desa. Kepala Desa dan Sekretaris Desa merupakan tokoh formal yang dihormati masyarakat. Selain tokoh formal. masyarakat juga menghormati tokoh-tokoh non formal seperti tokoh adat dan tokoh agama. Sedangkan tokoh agama yang dihormati antara lain Imam Masjid, Alim ulama dan pengurus masjid. Peranan tokoh adat adalah penyelenggaraan perkawinan. membuka lubuk larangan dan membuka lahan. Gotong royong merupakan kegiatan sosial yang masih kental. Beberapa kegiatan yang dilakukan secara bergotong royong adalah pembersihan lahan kebun. membangun rumah warga. serta membersihkan tanah wakaf (makam). D. Data informasi izin-izin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan. memanfaatkan jasa lingkungan. memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya. Pemanfaatan kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi utamanya. Pemanfaatan hutan yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara adalah pemanfaatan hutan pada kawasan hutan produksi. Pemanfaatan Hutan Produksi dilaksanakan melalui pemberian 36

47 Ijin Usaha Pemanfaatan Kawasan, Ijin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan, Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu, Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu, Ijin Pemungutan Hasil Hutan Kayu dan Ijin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu. Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. dijelaskan bahwa Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Hutan Produksi terdiri dari : Hutan Produksi Tetap (HP). Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK). Adapun ijin pemanfaatan hutan yang ada di KPHL Unit XXVI disajikan pada Tabel 2.17 Tabel Ijin Pemanfaatan Hutan di KPHL Unit XXVI N o Nama Perusahaan Jenis Perizinan No SK Luas (Ha) Luas SK 579 (Ha) 1 PT. Barumun IUPHHK-HA SK.585/Menh Raya Padang ut II/2011 Langkat 2 PT.Hutan Barumun Perkasa IUPHHK-HT SK.324/Menh ut-ii/ PT. Toba Pulp IUPHHK-HT SK No Lestari 493/Kpts-II/92 jo. SK No. 58/Menhut- II/2011 Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) PT. Barumun Raya Padang Langkat merupakan salah satu pemegang IUPHHK-HA di Sumatera Utara selain PT. Gunung Raya Utama Timber, Inanta Timber dan PT. Nauli Timber. Luasan areal kerja PT ini adalah hektar yang meliputi Kabupaten Padang Lawas dan Padang Lawas Utara. Adapun jangka waktu kontrak karya PT ini berakhir pada tahun PT Barumun bergerak di bidang perkebunan sawit. PT Hutan Barumun Perkasa merupakan pemegang IUPHHK-HT dengan legalitas SK.324/Menhut-II/2004 dan luasan areal kerja Ha. Areal ijin kerja perusahaan ini ada di Kabupaten Tapanuli Selatan. PT Toba Pulp Lestari. Tbk merupakan pemegangan IUPHHK-HTI dengan legalitas SK No. 493/Kpts-II/92 Jo. SK No. 58/Menhut-II/2011. Luasan areal ijin usaha perusahaan ini adalah Ha. Perusahaan berdomisili di Medan. Sumatera Utara, dengan pabrik berlokasi di Desa Sosor Ladang. Pangombusan, Kecamatan Parmaksian. Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Kegiatan Utama Perusahaan adalah mendirikan dan menjalankan industri bubur kertas (pulp) dan serat rayon (viscose rayon), mendirikan. Menjalankan, dan mengadakan pembangunan hutan tanaman industri dan industri lainnya untuk mendukung 37

48 bahan baku dari industri tersebut serta mendirikan dan memproduksi semua macam barang yang terbuat dari bahan-bahan tersebut. serta memasarkan hasil-hasil industri tersebut. Selain ketiga pemegang ijin usaha tersebut. di beberapa areal juga dijumpai perusahaanperusahaan yang secara legalitas ijinnya belum jelas atau sedang dalam proses pengurusan ijin. Seperti salah satu perusahaan perkebunan karet. Pemegang izin pemanfaatan hutan ini yang berada di kawasan KPHL Unit XXVI akan terus dimonitoring dan dievaluasi sehingga akan diketahui apakah pemegang izin melakukan tanggung jawabnya dalam mengelola kawasan atau tidak sesuai kesepakatan awal dalam perijinannya. E. Posisi KPHL wilayah XXVI Provinsi Sumatera Utara dalam Perspektif Tata Ruang Wilayah dan Pembangunan Daerah Pembangunan nasional berkelanjutan selain akan memerlukan berbagai sumberdaya juga menghendaki ketersediaan lahan yang cukup antara lain untuk memenuhi ekspansi pembangunan pertanian, perkotaan, pemukiman, perhubungan dan pertambangan. Keperluan akan lahan tersebut secara bertahap akan diperoleh melalui konversi lahan hutan menjadi non hutan. Berdasarkan Undang Undang Tata Ruang no 26 tahun 2007 penetapan tata ruang dilakukan melalui kajian teknis dan analisa kebutuhan dari berbagai sektor diwilayah tersebut. Sekalipun demikian seringkali hasil akhir ditentukan melalui konsensus antar sektor yang berkepentingan. Hal lain yang mendorong terus mengemukanya isu tata ruang adalah penataaan ruang yang memberi peluang pengkajian tata ruang provinsi dan kabupaten/kota dalam setiap lima tahun sekali. Selain itu seiring dengan meningkatnya dinamika pembangunan daerah yaitu munculnya pemekaran daerah kabupaten sehingga makin mempersulit penataan ruang provinsi dan berimplikasi pada ketidak pastian alokasi lahan di wilayah tersebut yang pada akhirnya menghambat pembangunan nasional secara umum dan khususnya pembangunan daerah termasuk pembangunan kehutanan di KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara. Pemerintah provinsi Sumatera Utara hingga saat ini sedang menyusun RKTP. Rencana Kehutanan tingkat provinsi yang sedang disusun ini adalah untuk tahun dan nantinya menyusul Rencana kehutanan tingkat kabupaten dan kota. Dengan demikian posisi wilayah kelola KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara masih ditentukan oleh kebijakan provinsi. Meskipun demikian wilayah kelola KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara masih sinkron dengan RKTN dalam hal arahan pengelolaan. Maka dalam melaksanakan pembangunan hutan dan kehutanan senantiasa berkaitan langsung dengan pemanfaatan ruang/wilayah dan sumber daya lainnya, terkait dengan pemanfaatan ruang maka harus 38

49 memperhatikan koordinasi dan kebijakan penataan ruang/wilayah dan pelaksanaan pembangunan daerah baik kebijakan pembangunan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, maupun Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dan Padang Lawas Utara sehingga dalam implementasinya senantiasa terjadi sinergisitas dan sinkronisasi tidak terjadi tumpang tindih program/kegiatan sehingga tidak mengorbankan kepentingan pembangunan pada umumnya. F. Isu Strategis. Kendala dan Permasalahan Beberapa isu strategis yang ada di Kawasan KPHP Unit XXVI diantaranya terkait dengan: 1. Perubahan rencana peruntukan kawasan hutan (SK.579/Menhut-II/2014) 2. Perkembangan isu global; Good Forest Governance. Climate Change dan Public- Private Partnership. 3. Lokasi KPHL ini mengakomodir dua Kabupaten yang berbeda, sehingga diperlukan adanya koordinasi yang cukup solid antara KPH dengan pemerintah daerah. Beberapa permasalahan dalam pembentukan KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara ke depan yang perlu mendapat perhatian antara lain : 1. Koordinasi Fungsi kordinasi dalam KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara adalah proses pengendalian berbagai kegiatan, kebijakan atau keputusan berbagai organisasi lembaga, sehingga tercapai keselarasan dalam pencapaian tujuan dan sasaran umum yang telah disepakati bersama. Koordinasi dalam kerangka tupoksi KPH tersebut mencakup (1) kordinasi internal Kementerian Kehutanan. Dalam hal ini instansi-instansi lingkup UPT dan Dinas Kehutanan mendukung secara penuh menurut tupoksi masing-masing hingga KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara ini dapat berjalan. (2) koordinasi lintas Kementerian berkaitan dengan kepentingan bersama antara lain pemanfaatan kelompok hutan untuk kegiatan investasi kehutanan, pengembangan sumberdaya air, pemantapan kelompok hutan dan penyelesaian konflik yang bersifat lintas kementerian. 2. Integrasi Agar organisasi kelembagaan KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara yang dibentuk tidak bekerja sendiri dalam menyelesaikan permasalahan beban kerja (tupoksi) tersebut. maka perlu mengintegrasikan beberapa jenis kegiatan ditingkat lapangan secara transparan antar kelembagaan yang ada. 3. Sinkronisasi Sinkronisasi yang dimaksud disini adalah berbagai rencana dan program kegiatan dalam KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara pada setiap rencana kegiatan tahunan 39

50 disinkronisasi dengan instansi atau unit kerja lain agar lebih efektif dan efisien serta bermanfaat. 4. Simplikasi Permasalahan yang membutuhkan koordinasi lintas sektoral baik internal kementerian Kehutanan maupun lintas kementerian perlu dilakukan sesederhana mungkin. Hal ini dimaksudkan agar dapat memberikan kesan positif dalam berbagai fungsi pelayanan KPH itu sendiri. Fungsi pelayanan prima harus semakin nyata berkembang setiap tahunnya dan terus mengalami peningkatan. 5. Struktur Organisasi Posisi KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara dalam Struktur Organisasi Pemerintahan di bawah Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara sebagai sebuah UPTD dengan Eselon IVa akan memperpanjang proses pengambilan kebijakan dalam pelaksanaan pembangunan KPH kedepan. Perlu peningkatan kelembagaan KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara menjadi sebuah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Mandiri yang memiliki anggaran tersendiri. 6. Wilayah KPH Wilayah KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara berada pada 2 kabupaten dan tersebar pada beberapa kecamatan dan desa. Penduduk di kabupaten ini terdiri dari beberapa suku yang berbeda. agama yang berbeda serta adat budaya yang berbeda. Selain itu terlihat adanya ketergantungan antara masyarakat disekitar hutan terhadap lahan hutan. hal tersebut ditunjukkan dengan aktifitas mereka yang memanfaatkan areal hutan untuk pertanian dan perkebunan semusim serta pengambilan beberapa hasil hutan dilokasi KPH. Perlu dikembangkan adanya pola kemitraan yang mampu mengakmodir. harapan masyarakat dan harapan KPH sehingga fungsi hutan yang direncanakan dapat tercapai. 7. Peluang terjadinya praktek pencurian kayu dan penggunaan lahan hutan Praktek illegal logging di kawasan KPHL XXVI sangat mengkin terjadi. Hal tersebut dapat diketahui dari survey yang dilakukan oleh Tim dibeberapa desa sekitar hutan. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat tidak mengetahui mengenai status kepemilikan hutan disekitarnya. termasuk juga tata batas hutan. Masyarakat yang berada di sekitar hutan mulai merambah wilayah tersebut untuk dijadikan kebun. Permasalahan lain adalah berkembangnya perkebunan karet dan sawit rakyat tanpa ijin. 40

51 Bab III. VISI DAN MISI PENGELOLAAN HUTAN A. Visi B. Misi C. Tujuan Pengelolaan D. Capaian Utama

52 BAB III VISI DAN MISI PENGELOLAAN HUTAN A. Visi Visi adalah apa yang perusahaan inginkan di masa depan. Visi dapat memberikan aspirasi dan motivasi disamping memberikan panduan atau rambu-rambu dalam menyusun strategi perusahaan. Pernyataan visi yang efektif adalah menggambarkan secara jelas gambaran dari perusahaan yang ingin dikembangkan Visi atau pandangan adalah cita-cita yang ingin dicapai dan menjadi pedoman arah terhadap penyelenggaran pengelolaan hutan. Visi menggambarkan kondisi kawasan, isu-isu strategis serta potensi yang diangkat dari berbagai problematika yang menjadi tantangan dalam pengelolaan sumberdaya hutan. Visi yang dibuat juga harus selaras dengan visi pembangunan nasional, visi pembangunan daerah dan visi pengelolaan hutan sendiri. Melalui Rencana Jangka Panjang Nasional ditetapkan bahwa visi pembangunan nasional adalah : Indonesia Yang Mandiri, Maju, Adil Dan Makmur. Sedangkan Kementrian kehutanan dalam hal pengelolaan hutan juga telah menetapkan visi yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.51/Menhut-II/2010 tentang Rencana Strategik Kementerian Kehutanan tahun menetapkan visi yaitu Hutan Lestari Untuk Kesejahteraan Masyarakat Yang Berkeadilan. Sedangkan Provinsi Sumatera Utara melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sumatera Utara mengemukakan bahwa visi pembangunan Periode yaitu Sumatera Utara yang Maju, dan Sejahtera dalam Harmoni Keberagaman. Terkait dengan pengelolaan hutan dan mempertimbangkan kondisi ekologi, ekonomi, kelembagaan, dan sosial budaya dan multifungsi kawasan hutan kehutanan Provinsi Sumatera Utara, maka pengelolaan hutan harus mampu mencapai beberapa tujuan tersebut secara berkelanjutan. Dengan demikian pengelolaan hutan harus berdasarkan beberapa prinsip, yaitu 1. Prinsip kelestarian menyangkut kelestarian secara ekologi, ekonomi, dan sosial budaya. Secara ekologi kawasan hutan harus dipertahanan dan kualitas hutan harus selalu ditingkatkan. Secara ekonomi, sumberdaya hutan harus mampu memberikan hasil untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat. Secara sosial manfaat hutan harus terbagi adil kepada semua kelompok dan golongan masyarakat. 2. Prinsip kesejahteraan untuk berbagai tingkatan pemangku kepentingan, masyarakat sekitar hutan, tingkat regional, nasional, dan internasional. 42

53 3. Aspek keadilan untuk semua pihak yang terkait dengan pengelolaan hutan. Sebagai bagian integral dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, maka dengan mengacu pada Visi dan Misi Pembangunan Sumatera Utara Tahun , serta dengan mempertimbangkan dan mencermati pelaksanaan kebijakan dan hasil-hasil yang telah dicapai serta kecenderungan lingkungan strategis kedepan maka ditetapkan Visi pengurusan hutan Provinsi Sumatera Utara adalah: Mewujudkan Hutan Lestari Menuju Masyarakat Sejahtera. Berdasarkan pertimbangan ekologis, potensi SDH dan potensi masyarakat di wilayah kerja KPHL serta Selaras dengan visi yang tertuang diatas, maka visi KPHL Unit XXVI adalah Mewujudkan KPH Mandiri, Berbasis Kelestarian Hutan dan Pemberdayaan Masyarakat. Penjelasan dari visi tersebut adalah sebagai berikut: a.mewujudkan b.mandiri : bermakna pernyataan untuk melaksanakan suatu tekad yang baik : bermakna mampu mengelola sendiri tanpa tidak tergantung pada pemerintah pusat maupun daerah. c. Kelestarian Hutan : bermakna kelestarian yang diharapkan merupakan kelestarian kawasan hutan secara keseluruhan baik itu kelestarian keragaman hayati, kelestarian bentang alam maupun kelestarian lanskap kawasan d. Pemberdayaan : bermakna membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya atau mempunyai kekuatan atau pelibatan dalam suatu kegiatan e. Masyarakat : bermakna seluruh komponen/lapisan masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh manfaat dari hutan Berdasarkan visi tersebut dapat dijabarkan bahwa dalam pengelolaannya KPHL Unit XXVI harus mengacu pada 3 (tiga) point utama yaitu: 1. KPHL Unit XXVI harus memiliki stuktur organisasi kerja yang solid dan sumberdaya manusia dikantor maupun dilapangan yang cukup kompeten, serta sarana prasarana yang memadai. Sehingga dapat menghasilkan keuntungan secara ekonomi ataupun ekologis dan pada akhirnya mampu membiayai sendiri kegiatan yang ada di KPHL 2. KPHL Unit XXVI memiliki sumberdaya hutan baik kayu, bukan kayu, jasa lingkungan maupun wisata yang cukup potensial. Potensi tersebut harus dipetakan dengan baik, dijaga kondisinya dan dikembangkan sehingga dapat mendatangkan keuntungan secara finansial maupun ekologis bagi hutan. Dalam pemanfaatannya harus memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian yang ada dalam pengelolaan hutan lestari 43

54 3. KPHL Unit XXVI memiliki sumberdaya masyarakat yang cukup besar. Untuk B. Misi menghindari adanya konflik kepentingan maka dalam pengelolaan kawasan partisipasi masyarakat menjadi point utama yang diperhatikan. Sehingga harapan masyarakat dan KPH terhadap kawasan hutan dapat berjalan dengan selaras. Misi dan visi merupakan sebuah rangkaian filosofi atau tujuan yang ditetapkan suatu organisasi sebagai arah tujuan kemana organisasi atau berusahaan akan dibawa. Misi masih merupakan sesuatu yang memiliki arti global dan cenderung generik. Oleh karena itu, beberapa ditentukan beberapa obyektif yang ingin dicapai dalam beberapa hal sehubungan dengan misi yang dicanangkan. Dalam rangka mewujudkan visi tersebut maka KPHL Unit XXVI menetapkan beberapa obyektif yang ingin dicapai yaitu: 1. Mewujudkan kemandirian KPH melalui pemantapan operasional berupa peningkatan kualitas dan jumlah SDM kehutanan yang profesional, tata kelola administrasi yang baik, sarana dan prasarana, serta pemetaan potensi kawasan yang tepat dan terintegratif. 2. Mewujudkan skema kelestarian produksi, dan mengembangkan secara aktif kegiatan produktif yang berkelanjutan pada wilayah di KPHL XXVI, mengembangkan usaha pemanfaatan hutan yang optimal namun tetap memegang prinsip-prinsip kelestarian. 3. Peningkatan kapasitas pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan melalui kegiatankegiatan edukatif yang ada di KPH, dan pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan atau kegiatan KPH dengan menggunakan prinsip-prinsip kemitraan yang saling menguntungkan. Sehingga meningkatkan produksi dan diversifikasi hasil hutan serta memperluas kesempatan berusaha dan lapangan pekerjaan C. Tujuan Pengelolaan Melalui serangkaian visi dan misi yang telah dirumuskan diatas maka diharapkan dalam kurun waktu 10 tahun tujuan pengelolaan yang ingin di capai oleh KPHL Unit XXVI dapat terwujud. Tujuan umum yang ingin dicapai KPHL Unit XXVI mampu beroperasi pada areal kerja yang mantap dengan kegiatan yang tertata pada azas kelestarian produksi, mandiri mandiri secara finansial, dan dengan kelembagaan pengelolaan berbasis kemitraan. Adapun tujuan khusus dari pembangunan KPHL Unit XXVI adalah: 44

55 1. Pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistem ditujukan untuk pengendalian fungsi pemanfaatan secara lestari, bijaksana dan berkelanjutan dalam rangka pengembangan ekowisata di wilayah KPHL Unit XXVI. 2. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia ditujukan untuk mempersiapkan aparatur pengelola dalam pelayanan publik, penyusun struktur organisasi, fungsi, wewenang, tugas dan tanggung jawab serta tata hubungan yang efektif dan efisien dalam pengembangan ekowisata di KPHL Unit XXVI. 3. Pengembangan potensi ekowisata ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertimbangan untuk perencanaan strategis menuju pengelolaan hutan lestari dan KPH yang mandiri. 4. Peningkatan perlindungan dan pengamanan hutan ditujukan untuk menjaga fungsi perlindungan, pelestarian serta revitalisasi hutan sesuai dengan fungsi peruntukannya demi tercapainya kondisi hutan yang lestari. 5. Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan ditujukan untuk penguatan kelembagaan dengan memberikan izin pengelolaan hutan agar dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui kerjasama dengan menempatkan masyarakat sebagai mitra yang sejajar. D. Capaian Utama Berdasarkan rumusan visi, misi dan tujuan pengelolaan yang ingin dicapai, maka beberapa capaian yang hendak dicapai oleh KPHL Unit XXVI dalam kurun waktu 10 tahun ( ) dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Terbangunnya kerjasama dengan berbagai instansi dan stakeholder terkait dengan pengelolaan KPH 2. Terbangunnya koordinasi dengan pemegang izin yang berada di kawasan KPH. 3. Terbangunnya sistem database KPH yang dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan. 4. Tertatanya blok dan petak di wilayah kerja sesuai yang mampu mengakomodir arahan RKTN dan kondisi nyata dilapangan. 5. Tersedianya SDM terampil dan profesional untuk pengelolaan KPH. 6. Rencana Pengelolaan KPH yang selalu mengikuti perkembangan berdasarkan baik dilapangan atau kebijakan, maupun inventarisasi berkala yang dilakukan. 45

56 7. Terbangunnya mekanisme dan skema perizinan yang memungkinkan untuk pemanfaatan sumberdaya hutan dibawah kelembagaan KPH 8. Terbangunnya hutan kemasyarakatan sesuai arahan yang ada 9. Terwujudnya kerjasama investasi antara KPHL Unit XXVI dengan berbagai pihak. 10. Berpartisipasinya masyarakat dalam pemberdayaan, pemanfaatan dan perlindungan hutan. 11. Termanfaatkannya HHK (meranti, kapur, kruing, bania, rengas, resak, lagan, medang, kelat, lesi-lesi). 12. Termanfaatkannya HHBK (getah pinus, rotan, kulit manis, pasak bumi dan kemenyan). 13. Termanfaatkannya potensi air, wisata alam dan jasa lingkungan 14. Terbangunnya mekanisme dalam rangka monitoring dan evaluasi untuk memastikan tingkat kepatuhan pemegang izin terhadap pengelolaan hutan sesuai dengan peraturan nasional dan standar wajib (misalnya SVLK) 15. Terlaksananya perlindungan hutan dan rehabilitasi hutan. Misi menunjukkan langkah yang dilakukan untuk mewujudkan suatu visi. Penjabaran detail dari misi berupa kegiatan strategis. Dalam kegiatan strategis harus ditentukan capaian utama dan indikator capaiannya agar semua berjalan dengan sinkron. Keterkaitan antara visi, misi, kegiatan strategis, capaian utama dan indikator capaian dapat dilihat pada Tabel

57 Tabel 3.1. Korelasi antara Visi, Misi, Kegiatan Strategis dan Capaian Utama VISI Mewujudkan KPH Mandiri, Berbasis Kelestarian Hutan dan Pemberdayaan Masyarakat MISI KEGIATAN STRATEGIS CAPAIAN UTAMA INDIKATOR CAPAIAN 1. Mewujudkan kemandirian KPH melalui pemantapan operasional berupa peningkatan kualitas dan jumlah SDM kehutanan yang profesional, tata kelola administrasi yang baik, sarana dan prasarana, serta pemetaan potensi kawasan yang tepat dan terintegratif. Koordinasi dan sinergi dengan Instansi dan stakeholder terkait Penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang Izin Penyediaan Kelembagaan dan SDM Terbangunnya kerjasama dengan berbagai instansi dan stakeholder terkait Terbangunnya koordinasi dengan pemegang izin yang berada di kawasan KPHL Unit XXVI Tersedianya SDM terampil dan profesional untuk pengelolaan KPHL Unit XXVI. Adanya kejelasan tata hubungan kerja antara KPHL Unit XXVI dengan Dinas terkait di Kabupaten, Dinas Kehutanan Provinsi dan Kementerian LH dan Kehutanan, serta stakeholder terkait Terwujudnya koordinasi dengan pemegang izin melalui forum maupun kegiatan lainnya 1. Tersedia kelompok tenaga fungsional untuk mendorong terbentuknya badan layanan umum daerah (BLUD) serta tersedianya fasilitas kantor dan resort/pos di lapangan dengan sarana transportasi yang optimal 2. KPHL Unit XXVI dikepalai oleh seorang profesional dan memiliki pengalaman yang relevan 3. KPH memiliki staf untuk mengelola kawasan KPHL Unit XXVI

58 2. Mewujudkan skema kelestarian produksi, dan mengembangkan secara aktif kegiatan produktif yang berkelanjutan pada wilayah di KPHL XXVI, mengembangkan usaha pemanfaatan hutan yang optimal namun tetap memegang prinsip-prinsip Pengembangan database Penyediaan pendanaan Inventarisasi berkala wilayah kelola serta penataan hutannya Rasionalisasi wilayah kelola Review Rencana Pengelolaan (minimal 5 tahun sekali) Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu Terbangunnya sistem database KPHL UNIT XXVI yang dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan Tergalangnya dana untuk KPHL Unit XXVI pada program yang berkelanjutan Tertatanya blok dan petak di wilayah KPHL Unit XXVI. Tertatanya blok dan petak di wilayah KPHL Unit XXVI. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Ter-update nya Rencana Pengelolaan KPHL Unit XXVI berdasarkan perkembangan yang terjadi baik dilapangan atau kebijakan 1. Terbangunnya hutan pinus, hutan karet dan kemenyan KPHL Unit XXVI Terbangunnya sistem komunikasi yang efektif Terbangunnya mekanisme Fundraising KPHL Unit XXVI dengan memanfaatkan sumber dana dari Pemerintah, Donor dan CSR Adanya peta batas wilayah kelola KPH termasuk izin-izin pengelolaan yang ada di dalamnya Adanya perubahan penataan kawasan KPH sesuai dengan analisis dan penilaian tata hutan dan kondisi lapangan Tersusunnya dokumen Rencana Pengelolaan Hutan baik jangka panjang maupun jangka pendek yang selalu up to date sesuai trend yang berkembang Pengembangan hutan pinus dan kemenyan KPH yang dilakukan secara bertahap 2. Termanfaatkannya HHK Terbangunnya Kemitraan hutan tanaman 3. Termanfaatkannya potensi air, wisata alam dan jasa lingkungan Terbangunnya pilot pemanfaatan jasa lingkungan 4. Termanfaatkannya HHBK Adanya pengembangan dan pemanfaatan hasil hutan bukan 48

59 kelestarian kayu di kawasan hutan baik dalam bentuk kemitraan atau bentuk lainnya 3. Peningkatan kapasitas pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan melalui kegiatankegiatan edukatif yang ada di KPH, dan pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan atau kegiatan KPH dengan menggunakan prinsipprinsip kemitraan yang saling menguntungkan. Sehingga meningkatkan produksi dan diversifikasi hasil hutan serta memperluas kesempatan berusaha dan lapangan pekerjaan Pemberdayaan masyarakat Pengembangan investasi Berpartisipasinya masyarakat dalam pemberdayaan, pemanfaatan dan perlindungan hutan Terwujudnya kerjasama investasi KPHL UNIT XXVI dalam bentuk MoU Ikut terlibatnya masyarakat dalam kegiatan pemanfaatan dan perlindungan wilayah KPHL serta penguatan kelembagaan masyarakat Terealisasikannya kerjasama investasi dalam penggunaan lahan lainnya yang berkelanjutan didalam wilayah KPH 49

60 Bab IV. ANALISIS PROYEKSI A. Analisis Data dan Informasi B. Analisis dan proyeksi core bisnis C. Skenario Pengelolaan Core Business 50

61 A. Analisa Data dan Informasi Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang BAB IV ANALISIS PROYEKSI Dalam Rencana kerja Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara disebutkan bahwa pengurusan hutan Provinsi Sumatera Utara adalah: Mewujudkan Hutan Lestari Menuju Masyarakat Sejahtera. Mempertimbangkan kondisi ekologi, ekonomi, kelembagaan, dan sosial budaya dan multifungsi kawasan hutan kehutanan Provinsi Sumatera Utara, maka pengelolaan hutan harus mampu mencapai beberapa tujuan tersebut secara berkelanjutan Pencapaian tujuan KPHL Unit XXVI 10 tahun kedepan ditentukan oleh bagaimana strategi operasional yang diterapkan. Berdasarkan data dan informasi yang ada diterapkan strategi pencapaian tujuan yaitu : (1). Pemantapan batas kawasan hutan, (2). Pemanfaatan potensi sumberdaya alam, (3). Pembinaan terhadap pemegang ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, (4). Pemberdayaan masyarakat, (5). Rehabilitasi kawasan hutan, (6). Konservasi sumber daya alam, (7). Perlindungan dan pengamanan hutan, (8). Optimalisasi pemanfaatan wilayah tertentu dan penerapan PPK BLUD. Wilayah kelola KPHL Unit XXVI ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.102/Menhut-II/2010 tanggal 5 Maret 2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Provinsi Sumatera Utara. Total luas areal KPHL XXVI menurut SK ini adalah Ha yang meliputi Kabupaten Padang Lawas Utara ( Ha) dan Tapanuli Selatan ( Ha). KPH ini juga meliputi 3 (tiga) kelompok Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Barumun, Batang Toru dan Bilah dengan luasan masing-masing berturutturut adalah ,01 Ha, 6.342,71 Ha dan Ha. Sesuai dengan SK.579/MENHUT- II/2014 tentang kawasan hutan di Sumatera Utara, KPH wilayah XXVI merupakan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) yang masuk dalam region 7 (tujuh) dengan luas total areal sebesar Ha. Luasan tersebut meliputi Hutan lindung ( ,00 Ha), Hutan Produksi Terbatas (44.958,41 Ha) dan Hutan Produksi (17.708,46 Ha). Kondisi potensi wilayah dan penutupan lahan wilayah kelola KPHL Unit XXVI disajikan pada Tabel

62 Tabel 4.1. Kondisi Potensi Wilayah dan Penutupan lahan Wilayah Kelola KPHL Unit XXVI Tutupan lahan Luas (Ha) Luas (%) Htn Primer 31, ,08 Htn Sekunder 28, ,19 Htn Tanaman 2, ,64 Lahan Terbuka 11, ,64 Perkebunan ,37 Pert.Lahan Kering 45, ,09 Pert.Lahan Kering Cpr Semak 13, ,94 Sawah ,41 Semak Belukar 39, ,65 Total B. Analisis dan Proyeksi core bisnis Selain potensi wilayah yang cukup luas dengan penutupan yang beragam dan legal formal kawasan yang sudah jelas, KPHL XXVI juga memiliki potensi faktor internal dan eksternal yang dapat dijadikan sebagiai suatu peluang, kelemahan, kekuatan, maupun ancaman yang harus diidentifikasi secara jelas. Faktor internal meliputi peluang dan kekuatan sedangkan faktor eksternal (kelemahan dan ancaman) harus dipetakan secara jelas sehingga dapat diambil strategi dan solusinya dimasa mendatang. Adapun faktor internal potensi dikawasan KPHL Unit XXVI adalah sebagai berikut: a. KPHL Unit XXVI memiliki areal kerja yang cukup luas Ha dengan distribusi Hutan lindung ( ,00 Ha), Hutan Produksi Terbatas (44.958,41 Ha) dan Hutan Produksi (17.708,46 Ha). Dalam kawasan ini memiliki potensi hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu, jasa lingkungan serta masyarakat yang cukup prospektif untuk dikembangkan. b. KPHL Unit XXVI telah memiliki kepastian kawasan yang jelas karena telah dikukuhkan melalui peraturan perundangan Nomor: SK.102/Menhut-II/2010 tanggal 5 Maret Secara struktur organisasi KPH ini sedang dalam proses pembentukan tata organisasi dan dipimpin oleh seorang kepala KPH dibantu kepala sub bagian tata usaha dan beberapa fungsional ( struktur organisasi KPH Tipe B). c. KPHL Unit XXVI memiliki potensi sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati yang besar karena berada di kawasan DAS yang memiliki potensi keragaman hayati yang tinggi. Contohnya seperti potensi hasil hutan kayu, hasil hutan non kayu, jasa lingkungan (ekowisata, potensi air, dll). Potensi flora dan fauna yang ada diwilayah KPH juga cukup tinggi dan ada beberapa jenis yang endemik. Namun, data potensi 52

63 yang ada hingga saat ini masih belum lengkap sehingga untuk perencanaan pengelolaan masih belum bisa diperkirakan dengan optimal. d. Bagi sebagian besar masyarakat maupun pemerintah daerah unit pengelolaan KPH merupakan sesuatu yang baru. Sehingga diperlukan adanya sosialisasi dan koordinasi dari para stakeholder seperti masyarakat sekitar kawasan KPH, Pemerintah Daerah, Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan dan Pemerintah Pusat agar tercipta kesepahaman bersama dalam pengelolaan KPHL. e. Sebagai KPHL baru yang sedang tahap pembentukan struktur organisasi, KPH ini masih memerlukan sarana prasarana pendukung seperti kantor dan transportasi serta tenaga teknis dan fungsional yang kompeten dibidangnya. Faktor eksternal dari KPHL Unit XXVI meliputi: a. Rendahnya pendidikan dan taraf hidup masyarakat di sekitar kawasan KPHL Unit XXVI yang memiliki pendidikan rendah, serta menggantungkan hidupnya pada sektor kehutanan menjadi permasalahan dan pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan. b. Rendahnya pendidikan dan ketergantungan yang cukup tinggi terhadap keberadaan hutan dikhawatirkan menjadi pintu masuk untuk praktek okupasi lahan, pencurian kayu, perambahan, perburuan satwa liar dan praktek pembakaran lahan hutan. c. Seperti halnya KPH lain yang berada di irisan Kabupaten yang berbeda, KPHL Unit XXVI juga memiliki potensi tumpang tindih regulasi terutama antara regulasii antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang menyebabkan terjadi konflik pengelolaan kawasan KPH dan tidak menutup kemungkinan juga adanya konflik dengan masyarakat. d. Karena memiliki keragaman jenis yang tinggi, areal KPHL XXVI berpotensi menjadi pusat penelitian ataupun stasiun penelitian, ataupun kerjasama dan investasi lain. Oleh karena itu diperlukan mekanisme dan pola kemitraan yang sesuai untuk pelaksanaannya. e. Tata batas wilayah KPHL Unit XXVI yang belum ditata dan ditandai dengan baik serta pengetahuan masyarakat yang minim mengenai tata batas hutan, sehingga mengakibatkan ketidakjelasan batas kawasan hutan. Hal ini mengakibatkan banyaknya wilayah KPH yang dikuasai oleh masyarakat Hasil identifikasi potensi internal dan eksternal tersebut selanjutnya dibuat tabulasi seperti Tabel 4.2. Apabila keempat faktor tersebut diidentifikasikan maka akan terlihat faktorfaktor tersebut akan membantu KPHl untuk mencapai tujuan sesuai visi dan misi. Analisa inii 53

64 menghasilkan strategi pencapaian tujuan dengan memaksimalkan Strengths (kekuatan) dan Opportunities (peluang), namun secara bersamaan meminimalkan Weaknesses (kelemahan) dan Threats (ancaman), maka dapat ditentukan beberapa kemungkinan alternatif strategi yang dapat dijalankan. Strategi yang diperlukan adalah strategi yang mampu mengatasi masalah/kendala serta ancaman dari luar dengan memanfaatkan potensi dan peluang yang ada. Strategi-strategi ini diharapkan mampu menghasilkan KPHL Unit XXVI yang optimal dalam pengelolaannya (Tabel 4.2, a,b,c). Tabel 4.2. Identifikasi faktor internal dan eksternal KPHL XXVI Kekuatan (strength) 1. Wilayah kelola KPHL yang sangat luas 2. Sedang dalam penyusunan struktur organisasi 3. Mempunyai legalitas hukum kawasan dan kelembagaan 4.Potensi HHK, HHBK dan Jasling yang tinggi 5. Adanya izin pemanfaatan kawasan hutan di KPH Kelemahan (weakness) 1. Belum didukung SDM dan sarpras yang memadai 2. Sosialisasi mengenai KPHL masih kurang 3.Masih kurangnya koordinasi antara pihak terkait 4.Pemanfaatan oleh masyarakat yang belum terkontrol dengan baik. 5. Data potensi kawasan belum terpetakan secara keseluruhan Peluang (opportunities) 1.Perangkat kebijakan International yang mendukung pengelolaan hutan ditingkat tapak 2.Pengembangan jasa lingkungan (carbon trade, pariwisata, penelitian, DAS, air bersih) yang didukung dengan kebijakan pemerintah 3.Terdapat dukungan dari para pihak (Pemerintah pusat, pemda, LSM, masyarakat dan universitas) 4. Potensi kerjasama antar lembaga, baik nasional dan internasional untuk pemetaan potensi keanekaagaman hayati 5.Pengembangan yang lebih luas untuk potensi kawasan KPHL Unit XXVI Ancaman Theats) 1. Peraturan/regulasi yang masih tumpang tindih dan belum jelas 2.Tingginya ketergantungan masyarakat terhadap SDH 3. Adanya peluang konflik lahan dan perambahan karena sedikitnya masyarakat yang tahu tata batas hutan dan sistem perladangan dikawasan utan yang masih dipelihara sampai sekarang. 4.Masih rendahmya tingkat pendidikan dan taraf hidup masyarakat sekitar hutan 5.Masih dijumpai beberapa perusahaan yang tidak berijin didalam kawasan hutan dan hutan adat yang perlu kejelasan statusnya Analisis dan proyeksi HHBK dan HHK difokuskan untuk menganalisa nilai ekonomi dan nilai lingkungan dari masing-masing komoditi. Nilai ekonomi yang dianalisa, meliputi ; harga, rantai nilai, penyerapan tenaga kerja, pendapatan usaha, dan implikasi ekonomi dan PAD. Sedangkan nilai lingkungan yang dianalisa, meliputi : fungsi konservasi dan fungsi pengganti kayu khusus untuk komoditi HHBK, seperti terlihat pada Gambar

65 Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) & non HHBK Analisis dan Proyeksi Hasil HutanKayu (HHK) Getah Pinus, rotan, kemenyan, pasak bumi karbon, kulit manis, jaslinhg dan wisata Nilai Ekonomi Harga Rantai nilai Penyerapan tenaga kerja Pendapatan usaha Implikasi ekonomi dan PAD Nilai Lingkungan Jenis-jenis kayu dari hutan tanaman (fast growing), seperti: jabon, sentang, sengon Kayu meranti Gambar 4.1. Skema Analisis dan Proyeksi Core Business KPHP Wilayah XXVI Sumatera Utara Kondisi kualitas tegakan akan meningkat dengan memberikan solusi alternatif lapangan kerja bagi masyarakat melalui core bisnis KPH, kegiatan pemberdayaan masyarakat dan kemitraan, sehingga pendapatan masyarakat meningkat dan menurunkan tekanan penduduk terhadap pemanfaatan kawasan hutan wilayah KPHP Unit XXVI. Keterkaitan yang bersifat simbiostik ini memberikan peluang kepada kepastian usaha, keamanan dan kelestarian pengelolaan kawasan hutan dalam jangka panjang. 1. Hasil Hutan Kayu, Hasil pengolahan terhadap hasil pengambilan data yang dilakukan oleh BPKH Wilayah I Medan dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Selatan dan Padang Lawas Utara, maka diperoleh potensi tegakan pohon dengan rata-rata volume tegakan dengan diameter cm sebanyak 32.9 m 3, sebanyak m 3, sebanyak 41.6 m 3 dan diameter diatas 50 cm sebanyak m 3. Jenis hasil hutan kayu yang mendominasi yaitu jenis Medang (Litsia firma HK.F), Kelat (Xylopia altissima Boerl), Lesi-lesi (Tarretia), Meranti (Shorea sp.), Resak (Fatica Songa V.Si), dan Laban (Vitex pubescens Valil), Kapur, Kruing, Bania, Merbau, Rengas dan hasil hutan kayu lainnya berdasarkan hasil inventarisasi selanjutnya yang potensial dikembangkan/dimanfaatkan. 55

66 2. Hasil Hutan bukan Kayu Paradigma baru sektor kehutanan memandang hutan sebagai system sumberdaya yang bersifat multi fungsi, multi guna dan memuat multi kepentingan serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar besar kemakmuran rakyat. Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa produk HHBK merupakan salah satu sumber daya yang memiliki keunggulan komparatif paling menyentuh dengan kehidupan masyarakat didalam dan disekitar hutan. HHBK terbukti dapat memberikan dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat di dalam dan disekitar hutan dan memberikan kontribusi yang berarti bagi PAD. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) penting untuk konservasi, kelestarian dan ekonomi. Penting untuk konservasi sebab untuk mengeluarkan hasil hutan bukan kayu biasanya dapat dilakukan dengan kerusakan minimal terhadap hutan. HHBK penting untuk kelestarian sebab proses panen biasanya dapat dilakukan secara lestari dan tanpa kerusakan hutan. Penting untuk ekonomi karena bukan timber produk ini berharga atau memiliki nilai ekonomi tinggi. Pada beberapa keadaan, pendapatan dari HHBK dapat lebih banyak jika dibandingkan pendapatan dari semua alternatif yang lain. Keuntungan lain dar HHBK adalah dapat mengurangi kerusakan hutan alam, selama masyarakat local memperoleh pendapatan dari lahan hutan (Baharuddin dan Taskirawati, 2009). Mengacu kepada Peraturan Menteri Kehutanan no P.35/Menhut-II/2007 telah ditetapkan jenis jenis HHBK yang terdiri dari 9 kelompok HHBK yang terdiri dari 557 spesies tumbuhan dan hewan. Menurut statistik Dishut Prov Sumut tahun 2011 potensi Hasil hutan bukan kayu (HHBK) jenis rotan sebannyak ,63 ton pada kawasan hutan produksi dan hutan lindung seluas ,63 Ha dengan asumsi potensi rata rata 0,36 ton/ Ha. Hasil hutan bukan kayu yang diproduksi di Provinsi Sumatera Utara sampai dengan tahun 2011 terdiri dari getah pinus, rotan dan kemenyan. Diketahui bahwa total produksi hasil hutan bukan kayu pada tahun 2011adalah ,21 kg dan batang dengan total nilai sebesar Rp ,- Produksi hasil hutan tersebut terdiri dari getah pinus sebanyak ,21 kg senilai Rp dan rotan sebanyak kg dengan nilai sebesar Rp ,-. Beberapa komoditas HHBK (rotan, bambu, lebah madu, kemenyan dll) diusahakan dalam skala rumah tangga, kelompok dan skala usaha kecil. Inisiatif imbal jasa hutan sebagai pengatur tata air dan jasa lingkungan lainnya belum dilakukan secara optimal oleh Pemerintah Daerah. 56

67 1. Rotan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Rotan (Calamus sp.)merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang sangat potensial dalam perkembangan industri mabeling. Kelenturan dan keindahan dari rotan mampu menghasilkan peralatan mabel yang bernilai tinggi. Hampir semua hutan di Provinsi Sumatera mengandung potensi HHBK ini. Terutama di kawasan lindung, potensi rotan yang ada didalamnya masih tinggi dan perlu perkembangan lanjutan. Pada dewasa ini, rotan menjadi kebutuhan yang tidak dapat dipungkiri. Permintaan akan rotan sudah mencapai tingkat ekspor. Hal ini menunjukkan bahwa KPHL Unit XXVI mempunyai peluang besar dalam memenuhi bisnis HHBK yang satu ini. Namun, sebelum dilakukannya perkembangan rotan perlu adanya inventarisasi dan pendataan kuota rotan agar dapat mengambil kebijakan pengelolaan secara lestari. Sehingga itu pihak KPHL sangat membuka usaha dalam perkembangan rotan ini ke pihak luar agar dapat bekerjasama dalam mengembangkan salah satu primadona HHBK ini. Terkait dengan ekspor, harga rotan asalan sangat bervariasi tergantung dari jenis dan ukuran, gambaran harga rotan pada tingkat petani seperti disajikan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Harga Rata-Rata Berbagai Jenis Rotan di Tingkat Petani Jenis Rotan Kecil (Rp) Sedang (Rp) Besar (Rp) Keterangan Rotan Manao Harga per batang (Panjang 4 m) Slimit (Awe cut) Harga per kilogram Lilin 4000 Harga per kilogram Getah (Awe tabee) 3500 Harga per kilogram Semambo 2000 Harga per kilogram Sega 4000 Harga per kilogram Harga di tingkat pengumpul ditentukan oleh faktor jarak, atau biaya tranportasi dari petani sampai di tingkat pengumpul, penyusutan, pengolahan dll. Selain biaya transportasi, ada tambahan upah tenaga kerja yang bertugas memotong rotan, menaikkan dan menurunkan rotan dari kendaraan. Penyusutan yang dimaksud adalah kehilangan berat rotan sekaligus adanya seleksi, yang biasanya mencapai 50% dari berat asalnya. Pengolahan yang dimaksud adalah membersihkan dan memasak/menggoreng rotan. Kisaran biaya ini berlaku untuk distribusi rotan yang ada dalam satu wilayah provinsi. 2. Getah Pinus Pinus merkusii merupakan satu-satunya jenis pinus yang tumbuh asli di Indonesia. P. merkusii termasuk dalam jenis pohon serbaguna yang terus-menerus dikembangkan dan diperluas penanamannya pada masa mendatang untuk menghasilkan kayu, produksi getah dan 57

68 konservasi lahan. Hampir semua bagian pohonnya dapat dimanfaatkan, antara lain bagian batangnya dapat disadap untuk diambil getahnya. Getah tersebut diproses lebih lanjut menjadi gondorukem dan terpentin. Gondorukem dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat sabun, resin dan cat. Terpentin digunakan untuk bahan industri, parfum, obat-obatan dan desinfektan. Hasil kayunya bermanfaat untuk konstruksi, korek api, pulp, dan kertas serat panjang. Bagian kulitnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan abunya dapat digunakan untuk bahan campuran pupuk, karena mengandung kalium (Dahlian dan Hartoyo, 1997). Produksi hasil hutan di seluruh Sumatera Utara dari getah pinus sebanyak ,21 kg senilai Rp Khusus di Sumatera Utara, hutan pinus dimiliki oleh negara dan juga oleh rakyat seluas Ha dari hasil inventarisasi tahun Apalagi pohon pinus memiliki manfaat ganda yaitu menghasilkan kayu dan getah/resin. Getah/resin yang dihasilkan ini merupakan bahan baku industri gondorukem untuk industri cat, batik, kertas, dan lain-lain. Menurut Badan Pusat Statistik Sumatera Utara tahun 2004, bahwa produksi hasil hutan getah pinus Sumatera Utara sebesar 295,63 kg. Penurunan produksi getah pinus dari tahun ke tahun disebabkan oleh sadapan pinus yang semakin berkurang (Sugiyono, et. al., 2001). Berdasarkan data statistik kehutanan, produksi gondorukem Sumatera Utara pada tahun 1996/1997 sebesar 147,915 kg yaitu sebesar 0,27% dari total produksi gondorukem nasional sebesar 53,736 ton (Sasmuko dan Totok, 2001). Produksi hasil hutan tersebut terdiri dari getah pinus sebanyak ,21 kg senilai Rp Kemenyan Kemenyan (Styrax sp) merupakan jenis serbaguna dan dikenal sebagai penghasil getah bernilai ekonomis tinggi. Getah kemenyan dimanfaatkan untuk industri farmasi, bahan pengawet, parfum, kosmetik, aroma terapi, dupa, campuran rokok kretek (Widyastuti 1989). Sedangkan kayu kemenyan Kayu kemenyan yang tidak produktif juga sering dimanfaatkan oleh masyarakat lokal sebagai ornamen, jembatan dan bangunan rumah. Sumatera Utara dikenal sebagai daerah penghasil kemenyan terbesar di Indonesia. Produksi kemenyan di Sumatera Utara sekitar ton per tahun. Produksi tersebut dihasilkan dari Kabupaten Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Papak Barat, dan Toba Samosir dengan luas sekitar ha, selain Kabupaten Dairi 844 ha dan Tapanuli Selatan 830 ha.. Kabupaten Tapanuli Utara merupakan sentra produksi kemenyan Sumatera Utara yang terbesar dengan luasan mencapai ha dengan produksi ton/tahun (Sasmuko 1999). Daerah ini dapat melibatkan petani kemenyan 14 ribu jiwa yang tersebar di 8 58

69 kecamatan serta 161 desa (Anonim 2001). Namun demikian, akibat fluktuasi harga kemenyan di pasaran dan regenerasi alami yang lambat Alur pemasaran kemenyan dimulai dari tingkat petani kemenyan kemudian pengumpul desa selanjutnya pengumpul desa akan menjual ke pengumpul kecamatan. Dari pengumpul kecamatan selanjutnya memasarkan kepada pengumpul kabupaten. Pengumpul kabupaten akan memasarkan ke antar kota. Simanjuntak (2012) menyatakan pola pemasaran kemenyan (Styrax spp.) yang paling banyak digunakan adalah pola pemasaran yang terlebih dahulu dikumpul oleh pengumpul desa. Hal ini disebabkan oleh sebagian petani merupakan pengumpul desa. Pengumpul desa ini merupakan masyarakat yang tinggal berdekatan dengan petani kemenyan, sehingga memudahkan traksaksi jual beli kemenyan. Disamping itu para pengumpul desa langsung turun ke wilayah sekitar hutan untuk membeli kemenyan sehingga petani tidak mengeluarkan biaya untuk pengangkutan dan transportasi. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kemenyan yang dihasilkan petani tidak selalu banyak sehingga petani lebih baik menggunakan pola tersebut. Selain dijual, sebagian kecil masyarakat ada juga yang menfaatkan getah kemenyan dalam kegiatan-kegiatan ritual oleh masyarakat yang berprofesi sebagai dukun kampung. Getah kemenyan dibakar untuk memanggil arwah nenek moyang dan digunakan untuk menyembuhkan orang yang kerasukan. Sasmuko (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan kemenyan yang diketahui oleh masyarakat secara umum masih terbatas pada penggunaannya untuk industri rokok dan kegiatan tradisional atau religious. Selain digunakan untuk kegiatan ritual, masyarakat yang menganut agama Khatolik juga menggunakan getah kemenyan sebagai Dupa (wewangian) pada saat perayaan-perayaan besar seperti paskah (hari kematian Isa Al-masih) dan perayaan natal. Wewangian ini dugunakan untuk melengkapi penyembahan dan ucapan syukur kepada Tuhan. Harga kemenyan pada tingkat petani dibagi menjadi 2 yaitu harga kemenyan kondisi basah dan kemenyan kondisi kering. Kondisi kering dijual pada saat kemenyan sudah dikeringkan dalam waktu lebih dari 5 bulan. Kondisi basah dapat dijual pada saat getah baru diluak sampai 3 bulan masa pengeringan. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani kemenyan, penjualan getah basah umumnya dilakukan jika kondisi keuangan petani dalam keadaan tidak baik. Distribusi harga getah kemenyan berbeda antar pelaku pasar baik ditingkat petani kemenyan dan ditingkat pengumpul desa. Harga getah kemenyan disajikan pada Tabel

70 Tabel 4.4. Harga Getah Kemenyan di Tingkat Petani Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang No Kualitas Getah/Kondisi Getah Kering/Kg Basah/Kg 1 Sidukkapi/Mata Halus/Jurur Rp ,- Rp ,- 2 Tahir/Barbar/Kacang/Abu Rp ,- Rp ,- 4. Kulit manis Kulit manis/kayu manis merupakan primadona baru ekspor hasil hutan bukan kayu di Sumatera Utara. Sebaran kayu manis hampir dapat dijumpai diseluruh kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Utara dengan kapasitas produksi yang berbeda-beda. Provinsi Sumatera Utara, setiap tahunnya mampu mengekspor kurang lebih ton kulit manis dengan dengan nilai 13,53 juta dolar AS (M4l, 2014). Produksi kulit manis sebagian besar diperoleh dari perkebunan rakyat. Di Kabupaten Tapanuli Selatan terdapat sekurangnya 394 hektar lahan perkebunan rakyat yang menghasilkan kulit manis, sedangkan di kabupaten padang lawas utara terdapat sekurangnya Hektar perkebunan rakyat yang menghasilkan kulit manis (Sumatera Utara dalam Angka, 2014) Dipasaran internasional, kulit manis asal Indonesia sangat diminati sehingga dihargai kisaran USD 1,4 sampai 1,5 per kg FOB Belawan, sedangkan untuk harga lokal di tingkat pengumpul kisaran Rp.13 ribu sampai Rp.15 ribu per kg untuk kualitas A. Trend harga kayu manis cenderung naikdi dari harga lokal awal sebesar Rp.11 ribuan per kg kualitas A. Sedangkan untuk kayu manis yang pecah lebih murah sekitar Rp.7 ribu sampai 8 ribu per kg. 5. Pasak Bumi Pasak bumi atau dengan nama ilmiah Eurycoma longifolia Jack. merupakan salah satu jenis tumbuhan obat yang telah lama dimanfaatkan oleh berbagai etnis di Indonesia, khususnya masyarakat baik yang bermukim di Sumatera maupun Kalimantan (de Padua 1999). Eurycoma longifolia memiliki nama lokal yang berbeda pada kelima sub-etnis Batak yaitu bulung besan (Karo), tongkat ali (Phakpak), horis kotala (Simalungun), tengku ali (Toba), dan ampahan gunjo (Angkola-Mandailing). Pada semua sub-etnis Batak (kecuali subetnis Toba), pasak bumi hanya diketahui dan dikenali oleh responden yang berumur lebih dari 50 tahun. Rifai (1992) menyatakan kondisi populasi pasak bumi asal Indonesia sudah dikategorikan sebagai tanaman langka dengan status terkikis. Pemerintah Malaysia pada 60

71 tahun 2001 menyatakan tanaman ini sebagai tanaman yang dilindungi, hal tersebut juga mendorong eksploitasi yang lebih tinggi terhadap pasak bumi asal Indonesia Secara umum, pasak bumi ditemukan di hutan primer atau agroforestry karet yang telah lama ditinggal petani. Pada masyarakat Batak di Sumatera Utara, pasak bumi dimanfaatkan sebagai obat demam, malaria, sakit perut, dan penambah stamina. Daun, biji, dan akar merupakan organ utama yang dimanfaatkan. Untuk mendapatkan akar pasak bumi dilakukan penggalian, namun karena sulit mendapatkan akar, masyarakat lokal khususnya di Desa Peadundung lebih sering memanfaatkan bagian daun dibandingkan dengan bagian lainnya. Pemanfaatan bagian akar dan biji jarang dilakukan, dan hanya digunakan untuk menyembuhkan penyakit berat seperti malaria. Berdasarkan rasa pahit yang dihasilkan oleh pasak bumi, bagian biji lebih pahit dibandingkan dengan akar maupun daun. Bagian tumbuhan dengan rasa yang sangat pahit diyakini dapat menyembuhkan penyakit berat. Pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack) merupakan salah satu tumbuhan obat asal hutan yang memiliki banyak khasiat. Berdasarkan kajian farmakologis diperoleh informasi bahwa senyawa canthin pada tumbuhan pasak bumi mampu menghambat pertumbuhan sel kanker (Nurhanan et al. 2005), senyawa turunan eurycomanone sebagai anti malaria (Chan et al. 2005), senyawa quassinoid berfungsi sebagai anti leukimia, dan prospektif untuk anti HIV (Sindelar et al.2005), senyawa etanol berfungsi sebagai afrodisiak (Nainggolan & Simanjuntak 2005). Manfaat yang beragam tersebut menyebabkan pasak bumi banyak diekspor ke luar negeri untuk keperluan pembuatan obat herbal. Produk pasak bumi kering memiliki harga cukup mahal, produk berupa cacahan akar (chipped root) harganya 60 USD/kg sedangkan produk berupa ekstrak harganya 80 USD/kg (Sumatera Pasak Bumi 2007). 6. Jasa lingkungan dan ekowisata Di lokasi ini terdapat sumber air yang digunakan sebagai sumber bagi PDAM Gunung Tua. Hulu sungai Dolok Hayupayung dan Dolok Tusam menjadi sumber air yang penting untuk daerah disekitarnya. Selain itu juga terdapat sumber-sumber mata air, aliran sungai untuk pemanfaatan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH), potensi aliran air sungai untuk arung jeram, lokasi potensial camping ground, potensial track lintas alam. Di Kecamatan Siprok terdapat beberapa objek wisata yang juga didukung dengan panganan khas kerupuk sambal teruma berharga ekonomis berasa renyah. Objek wisata itu antara lain, pemandian Aek Milas (Air panas) di Desa Huta Baru, pemandian air panas alami ini bersumber dari pegunungan, Danau 61

72 Marsabut di Desa Bunga Bandar Monumen Perang Gurilla dan Tor Simago-mago (Puncak Bukit) dan Gunung Merapi Sibual-buali serta Bagas Godang (rumah adat) Desa Bunga Bondar dan terdapat di Desa Menuju Wisata, yang memiliki desain bangunan khas. C. Skenario Pengelolaan Core Business Berdasakan analisis potensi kawasan dan analisis potensi kayu, bukan kayu dan jasa lingkungan maka dibuat skema arahan pemanfaatan sesuai dengan SK Menhut 579. Berdasarkan analisis tata hutan dibagi menjadi 3 fungsi yaitu perlindungan, produksi terbatas dan produksi. Kemudian berdasarkan fungsi yang ditetapkan pada SK.579/Menhut-II/2014 namun ketika analisis tata hutannya tidak sesuai maka disesuaikan arahan pemanfaatannnya tanpa mengganti tata hutannya. Arahan pemanfaatan wilayah kelola KPH dapat dilihat pada Tabel 4.5 Tabel 4.5. Arahan Pemanfaatan wilayah kelola KPHL XXVI SK 579 ANALISIS TATA HUTAN PERLINDUNGAN PRODUKSI TERBATAS PRODUKSI HL INTI PEMANFAATAN-HL PEMANFAATAN-HL 1. Jasa Lingkungan (PES) 1. Jasa Lingkungan (PES) 1. Jasa Lingkungan (PES) 2. Micro-Hydro 2. NTFP (HHBK) 2. NTFP (HHBK) HPT PERLINDUNGAN PEMANFAATAN HHK-HA PEMANFAATAN HHK-HA 1. NTFP (HHBK) 1. HA (RIL) 1. HA (RIL) 2. Restorasi Ekosistem 2. NTFP (HHBK) 3. Restorasi Ekosistem HP PERLINDUNGAN PEMANFAATAN HHK-HT PEMBERDAYAAN 1. NTFP (HHBK) 2. Restorasi Ekosistem 3. Jasa Lingkungan (PES) 1. HA (RIL) 2. Jasa Lingkungan (PES) 3. NTFP (HHBK) 4. Restorasi Ekosistem 1. HHK-HT (KARET) 2. NTFP (HHBK) Untuk mendukung pengelolaan core business secara optimal berupa usaha pemanfaatan, pengolahan dan pemasaran HHBK, HHK, jasa wisata, jasa air, jasa perdagangan karbon dan jasa lingkungan lainnya, maka perlu adanya pemetaaan potensi kawasan, SDH, organisasi dan pendukung lainnya untuk kelancaran usaha yang dilakukan. Adapun proyeksi potensi masing-masing aspek tersebut di KPHL Unit XXVI disajikan sebagai berikut: 1. Potensi wilayah Sebagai KPH dengan luas Ha yang meliputi ( ,00 Ha), Hutan Produksi Terbatas (44.958,41 Ha) dan Hutan Produksi (17.706,46 Ha) seharusnya KPH ini memiliki areal berhutan yang paling luas. Namun demikian dalam fakta real dilapangan diketahui bahwa luasan areal berhutan sebesar Ha (35.91%) sedangkan areal tidak berhutan seluas (64.09 %). Lahan kering memiliki tutupan lahan yang 62

73 terluas (26.09%) diikuti oleh semak belukar (22.65%) dan hutan primer (18.08%). Dari luasan tersebut, maka tugas penting bagi KPH selama 10 taun kedepan adalah mengembalikan fungsi sebagai hutan bagi sekuranya ,85 hektar lahan yang berstatus semak belukar melalui kegiatan rehabilitasi 2. Kelembagaan dan Sumberdaya manusia Kelembagaan KPHL unit XXVI sampai saat masih dalam tahap penyusunan organisasi. Namun demikian direncanakan format kelembagan yang akan terbentuk adalah UPTD atau unit pelaksana teknis dinas dibawah koordinasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten. Pada jangka waktu 10 tahun ke depan diupayakan KPHL Unit XXVI menjadi SKPD tersendiri dan memiliki sistem pengelolaan keuangan seperti Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang dapat menghasilkan PAD kepada Kabupaten. Bentuk badan hukum yang dapat menjadi alternatif pilihan untuk KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara adalah Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) atau PPK BLUD. Sumber daya manusia yang ada juga perlu diperhatikan dengan mengacu pada peratuan yang telah dibuat. Sehingga untuk 10 tahun kedepan diharapkan KPHL Unit XXVI telah memiliki minimal 20 staff dari berbagai disiplin ilmu dan tingkatan (SMA, D3 dan Sarjana) yang memiliki spesifikasi kerja sehingga kinerja akan lebih efektif dan efisien. 3. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu serta Jasa Lingkungan Database potensi kawasan KPHL XXVI masih sangat sedikit. Kegiatan inventarisasi menyeluruh terhadap kawasan KPH harus dilakukan sehingga terpetakan seluruh potensi yang dapat dimanfaatkan. Hingga 10 tahun ke depan diperkirakan akan melakukan pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu seperti getah pinus, kulit manis, tanaman obat ataupun madu, aren dan lain-lain, pemanfaatan jasa lingkungan berupa ekowisata dan potensi air yang bisa diupayakan menjadi usaha pembangkit sumber air minum atau microhydro. Pada pemanfaatan hasil hutan kayu yang bisa dilakukan dalam jangka 10 tahun ke depan, sesuai hasil analisis blok pemanfaatan HHK-HA maka diketahui luasannya Ha dan data potensi yang diperoleh dari inventarisasi BPKH Wilayah I Medan volume tegakan yang diperoleh adalah diameter cm sebanyak 32.9 m 3, sebanyak m 3, sebanyak 41.6 m 3 dan diameter diatas 50 cm sebanyak m 3. Dalam pemanfaatan kayu ini yan terpenting adalah prinsip kelestarian hasil, dimana harus menyediaakan standing stock untuk rotasi penebangan berikutnya. 63

74 4. Peluang Investasi Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Berdasarkan data yang ada, KPHL Unit XXVI memiliki 3 (tiga) ijin usaha pemanfaatan hutan yaitu PT. Barumun Raya Padang Langkat, PT. Hutan Barumun Perkasa dan PT. Toba Pulp Lestari. Selain itu dilokasi KPH ini juga dijumpai sumber air minum yang dapat dikelola menjadi air minum kemasan. Pengolahan hasil hutan bukan kayu seperti rotan juga diharapkan akan memperoleh skemanya tersendiri selama 10 tahun kedepan. Berdasarkan rumusan diatas, maka beberapa proyeksi yang dapat dikembangkan di KPHL Unit XXVI dalam kurun waktu 10 tahun ke depan dapat dilihat disajikan pada Tabel 4.6 Tabel 4.6. Kondisi KPHL Unit XXVI dan Proyeksi di 10 (sepuluh) tahun ke depan ( ) Kondisi Yang No. Uraian Kondisi Saat Ini Diinginkan 1 Resort Pengelolaan - 6 Unit 2 Penataan Blok dan Petak - ± Ha 3 Sumber Daya Manusia (SDM) - Min. 20 orang 4 Pembangunan Hutan Pinus,Kemenyan karet - ± Ha 5 Kerjasama MoU Investasi - 10 Mou 6 Partisipasi Masyarakat dalam Perlindungan Hutan - 12 Kali/Tahun 7. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan KPH - 2 kegiatan/tahun 8. Pemanfaatan HHK m 3 9. Pengembangan dan pemanfaatan HHBK - ± Ha 10. Pemanfaatan Potensi Air, Wisata dan Jasa Lingkungan 11. Perlindungan dan Rehabilitasi Hutan - Lahan Kritis dan Kerusakan Kawasan - 6 unit ,66 Ha 64

75 Tabel 4.2a. Strategi Meningkatkan Kekuatan (Strength) dengan Memanfaatkan Peluang (Opportunity) Kekuatan (Strength) Opportunity (Peluang) 1. Wilayah kelola KPHL yang sangat luas 2. Memiliki Struktur Organisasi yang jelas 3. Mempunyai legalitas hukum kawasan dan kelembagaan 4. Memiliki potensi sumberdaya alam yang Perangkat kebijakan international yang mendukung pengelolaan hutan ditingkat tapak Pengembangan jasa lingkungan (carbon trade, pariwisata, penelitian, DAS, air bersih) yang didukung dengan kebijakan pemerintah Dukungan para pihak (pemerintah pusat-provinsikab/kota,privat, sektor LSM, masyarakat) Berkembangnya bentuk-bentuk kerjasama dengan pihak lain dalam pengelolaan hutan untuk mewujudkan KPH yang mandiri Pengembangan yang lebih luas untuk potensi kawasan KPHL Unit XXVI Melakukan analisis Mendorong Meningkatkan Mendorong kerjasama kawasan dan diversifikasi usaha dukungan para pemanfaatan kawasan menentukan sesuai pemanfaatan jasa pihak agar lebih melalui kerjasama peruntukaannya lingkungan melalui memudahkan dengan para mitra dan dengan kerjasama dengan operasional investor memanfaatkan para mitra dan kegiatan KPH kebijakan yang investor mendukung Membangun mekanisme Mendorong pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan melalui kerjasama dengan para mitra dan investor Mendorong terbentuknya klas perusahaan untuk bisnis di KPH Membentuk klas perusahaan KPH Memantapkan struktur organisasi dalam upaya meningkatkan dukungan para pihak Memantapkan status hukum kelembagaan dan kawasan dengan meningkatkan dukungan para pihak Membentuk kerjasama/forum Mendorong pengembangan pemanfaatan kawasan melalui kerjasama dengan para mitra dan investor Mendorong terbentuknya Mou dengan pihak terkait dalam pengelolaan KPH Adanya potensi jasa lingkungan dapat Memberikan atau membuka kesempatan kepada para peneliti dari berbagai latar untuk riset di KPH Memberikan atau membuka kesempatan kepada para peneliti dari berbagai latar untuk riset di KPHL Mempertahankan status hukum kelembagaan dan kawasan dapat meningkatkan minat para peneliti Adanya potensi jasa lingkungan 65

76 Kekuatan (Strength) Opportunity (Peluang) besar (HHK, HHBK, Jasa Lingkungan, keanekaragaman hayati) 5. danya izin pemanfaatan kawasan hutan di KPH Perangkat kebijakan international yang mendukung pengelolaan hutan ditingkat tapak Pengembangan jasa lingkungan (carbon trade, pariwisata, penelitian, DAS, air bersih) yang didukung dengan kebijakan pemerintah Dukungan para pihak (pemerintah pusat-provinsikab/kota,privat, sektor LSM, masyarakat) Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Berkembangnya bentuk-bentuk kerjasama dengan pihak lain dalam pengelolaan hutan untuk mewujudkan KPH yang mandiri Pengembangan yang lebih luas untuk potensi kawasan KPHL Unit XXVI pengelolaan hutan dalam bidang Jasa antar stakeholder berbasis Lingkungan, HHBK dalam pengelolaan sumberdaya alam atau HHK Kehati di KPH Menganalisis mekanisme monitoring dan evaluasi pada pemegang izin di KPH Mendorong program kerjasama dengan pemegang izin yang memiliki kawasan jasling untuk dikelola bersama Mendorong kegiatan pelestarian di wilayah KPH dengan berbagai stakeholder mendorong kerjasama dalam bentuk kemitraan dalam mengelola potensi jasa lingkungan Mendorong program CSR dan program pemberdayaan lainnya dari pemegang izin meningkatkan minat peneliti untuk melakukan penelitian di KPH Bekerjasama dengan pemegang izin untuk penelitian di sekitar kawasan izin 66

77 Tabel 4.2b. Strategi Mengatasai Kelemahan (Weakness) dengan Memanfaatkan Peluang (Opportunity) Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Opportunity (Peluang) Weakness (Kelemahan) Perangkat kebijakan international yang mendukung pengelolaan hutan ditingkat tapak Pengembangan jasa lingkungan (carbon trade, pariwisata, penelitian, DAS, air bersih) yang didukung dengan kebijakan pemerintah Dukungan para pihak (pemerintah pusatprovinsikab/kota,privat,sektor LSM, masyarakat) Berkembangnya bentuk-bentuk kerjasama dengan pihak lain dalam pengelolaan hutan untuk mewujudkan KPH yang mandiri Belum didukung oleh SDM dan sarpras yang memadai 2. Kurangnya sosialisasi KPHP 3. Koordinasi para pihak (KPH, Pemegang Izin, masyarakat dan stakeholder terkait) yang rendah 4. Data potensi kawasan belum lengkap Kebijakan internasional yang mendukung pengelolaan hutan di tingkat tapak memungkinan bantuan internasional membantu meningkatkan kapasitas SDM dan sarpras Meningkatkan koordinasi antar stakeholder KPH dengan mengedepankan kebijakan international Membangun mekanisme inventarisasi dan Mendatangkan para ahli yang bisa membantu dalam pengembangan potensi KPH Pengembangan jasa lingkungan akan mendorong tersosialisasinya KPHL Melakukan koordinasi dan membentuk tim kerja pada program pengembangan jasa lingkungan dsb agar lebih terkoordinir Melakukan inventarisasi potensi HHK, HHBK dan Meningkatkan dukungan para pihak dalam pengadaan dan peningkatan sarana dan prasarana Dukungan para pihak secara tidak langsung dapat mensosialisasikan keberadaan KPHL Dukungan para pihak akan lebih mendorong koordinasi dengan para pihak Membangun mekanisme inventarisasi dan basis Pengelola KPHP dapat bekerjasama dengan pihak lain untuk meningkatkan kapasitas SDM KPHL Mendorong sosialisasi ke KPH melalui kerjasama dengan pihak lain yang mengelola KPH Berkembangnya bentuk kerjasama dapat mendorong koordinasi dengan para pihak Menggalang kerjasama dengan lembaga riset seperti Universitas Pengembangan yang lebih luas untuk potensi kawasan KPHL Unit XXVI Peneliti yang melaksanakan penelitian sangat memungkinkan untuk mentransfer ilmu kepada personil KPHL Publikasi hasil riset di KPHL akan mensosialisasikan KPHP Melakukan koordinasi antar KPH dengan pusat penelitian seperti Litbang, universitas dsb Memanfaatkan hasil-hasil penelitian untuk melengkapi data potensi kawasan 67

78 Opportunity (Peluang) Weakness (Kelemahan) Perangkat kebijakan international yang mendukung pengelolaan hutan ditingkat tapak Pengembangan jasa lingkungan (carbon trade, pariwisata, penelitian, DAS, air bersih) yang didukung dengan kebijakan pemerintah Dukungan para pihak (pemerintah pusatprovinsikab/kota,privat,sektor LSM, masyarakat) Berkembangnya bentuk-bentuk kerjasama dengan pihak lain dalam pengelolaan hutan untuk mewujudkan KPH yang mandiri basis data KPH 5. Pemanfaatan oleh masyarakat yang belum terkontrol dengan baik Mendorong tertatanya batas kawasan dengan meningkatkan peran kebijakan internasional yang mendukung jasling agar diketahui kawasan yang cocok untuk pengembangan usaha Melakukan kerjasama/kesepaka tan dengan mitra dan masyarakat agar memanfaatkan kawasan data KPH dengan dukungan dari para stakeholder Meningkatkan koordinasi dengan para pihak, terutama dengan pihak BPKH dalam penyelesian penataan batas kawasan untuk menggali potensi yang dimiliki oleh KPHL Mendorong pihak yang bekerjasama dalam hal pengelolaan KPH untuk melakukan tata batas wilayah kelola Pengembangan yang lebih luas untuk potensi kawasan KPHL Unit XXVI Melakukan penelitian terkait pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat 68

79 Tabel 4.2c. Strategi Mengatasi Kelemahan (Weakness) Dengan Memanfaatkan Ancaman (Threat) Threat (Ancaman) Weakness (Kelemahan) 1. Tidak didukung oleh SDM dan sarpras yang memadai Regulasi yang belum jelas Tingginya ketergantungan masyarakat terhadap SDH Adanya peluang konflik lahan dan perambahan karena sedikitnya masyarakat yang tahu tata batas hutan dan sistem perladangan dikawasan utan yang masih dipelihara sampai sekarang. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Rendahnya pendidikan dan taraf hidup masyarakat di sekitar kawasan Masih rendahmya tingkat pendidikan dan taraf hidup masyarakat sekitar hutan Meningkatkan Peningkatan kapasitas Peningkatan kapasitas Peningkatan kapasitas SDM dan mendorong SDM KPHL dapat SDM KPHL dapat KPHL dapat membantu regulasi teknis mencegah degradasi mencegah Kegiatan illegal memberdayakan sehingga dan SDM serta hutan di KPHL logging di KPHL meningkatkan taraf hidup sarpras agar masyarakat di KPHL pengelolaan optimal Peningkatan SDM dan sarpras dalam mensosialisasikan batas kawasan KPH 2. Kurangnya sosialisasi KPHL 3. Masih kurangnya koordinasi antara pihak terkait dan stakeholder terkait) yang rendah Meningkatkan kegiatan sosialisasi mengenai KPH agar memicu pembentukan regulasi yang jelas Memperjelas regulasi dapat mendorong terciptanya koordinasi para pihak Menggalakkan kegiatan sosialisasi pengelolaan KPHL dapat mencegah degradasi hutan Membentuk forum koordinasi untuk mengatasi degradasi SDA yang tinggi Meningkatkan kegiatan sosialisasi pengelolaan KPHL dapat mencegah kegiatan illegal logging dan perambahan hutan Berkoordinasi dengan masyarakat dan Dinas Kehutanan untuk mengatasi illegal logging dan perambahan Menggalakkan sosialisasi KPH ke masyarakat dapat meningkatkan pemahaman masyarkat tentang hutan dan KPH Berkoordinasi dengan pemegang izin atau swasta untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat Kegiatan sosialisasi pengelolaan KPHL dapat meningkatkan kesadaran bagi masyarakat yang tinggal disekitar KPHL Berkoordinasi dengan masyarakat mengenai tata batas antara kawasan KPH dan lahan milik masyarakat 69

80 4. Pemanfaatan oleh masyarakat yang belum terkontrol dengan baik 5. Data potensi kawasan belum lengkap Peningkatan regulasi dapat mendatangkan pihak ketiga yang akan menginvestasikan saham untuk pengembangan kegiatan Melakukan inventarisasi dan identfikasi kawasan sehingga mendorong regulasi teknis dalam pengelolaan basis data KPH Pendanaan yang baik dapat menurunkan degradasi Melakukan identifikasi kawasan terdegradasi dan menganalisis penyebabnya Sosiaalisasi tata batas kawasan Melakukan identifikasi terhadap kawasan yang sering terjadi perambahan dan illegal loging dan mencari strategi penyelesaian kawasan Meningkatkan fund rising dengan membuat proposal ke swasta untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat Melakukan inventarisasi sosekbud masyarakat dan meningkatkan program pemberdayaan masyarakat Mencari sumber pendanaan untuk kegiatan-kegiatan yang mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat Melakukan analisis dan identifikasi kawasan yang berbatasan dengan lahan masyarakat 70

81 Bab V. RENCANA KEGIATAN A. Inventarisasi berkala wilayah kelola serta penataan hutan B. Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu C. Pemberdayaan masyarakat. D. Pembinaan dan pemantauan (Controlling) pada areal KPH yang telah ada ijin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan E. Penyelenggaraan rehabilitasi pada areal di luar ijin F. Pembinaan dan pemantauan (Controlling) pelaksanaan rehabilitaasi dan reklamasi pada areal yang sudah ada ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan G. Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam H. Penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang ijin I. Koordinasi dan sinergi dengan Instansi dan Pemangku terkait J. Penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM K. Penyediaan pendanaan. L. Pengembangan database M. Rasionalisasi wilayah kelola. N. Review Rencana Pengelolaan (minimal 5 tahun sekali) O. Pengembangan investasi 71

82 BAB V RENCANA KEGIATAN Dalam rangka mencapai tujuan seperti yang dikemukakan pada visi dan misi sepuluh tahun ke depan, perlu dibuat rencana, tata waktu serta target dari kegiatan yang dilakukan. Rencana kegiatan yang akan dilakukan oleh KPHL XXVI dalam kurun waktu 10 tahun dijabarkan dalam sebagai berikut: A. Inventarisasi Berkala Wilayah Kelola dan Penataan Hutan Inventarisasi hutan merupakan rangkaian kegiatan pengumpulan data untuk mengetahui keadaan dan potensi sumber daya hutan serta lingkungannya secara lengkap pada seluruh wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara. Hasil inventarisasi digunakan sebagai dasar dalam penataan petak/blok dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, sehingga perencanaan yang disusun dapat mengakomodir berbagai kepentingan para pihak. Program ini merupakan pelaksanaan dari misi ke-2 dari KPHL XXVI yaitu mengenai tata kelola wilayah. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, beberapa kegiatan yang akan dilakukan oleh KPHL Unit XXVI yaitu: 1. Inventarisasi biogeofisik secara berkala yang meliputi inventarisasi hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu, satwa liar, jasa lingkungan dan potensi air. Hasil inventarisasi ini penting untuk membuat perencanaan pemanfaatan yang optimal. 2. Inventarisasi kondisi ekonomi, sosial dan budaya masyarakat sekitar hutan. Inventarisasi ini dilakukan untuk mengetahui tingkat perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, tingkat pendidikan sampai budaya yang dikembangkan masyarakat sekitar hutan, termasuk didalamnya cara mereka memanfaatkan hasil hutan. Kegiatan ini dilaksanakan secara bertahap terhadap desa-desa yang berada di 11 kecamatan yang masuk kawasan wilayah kelola KPHL XXVI. 3. Sosialisasi tata batas kawasan. Kegiatan Sosialisasi ini dilakukan dalam rangka memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai arti pentingnya tata batas, kegunaan, fungs beserta kemungkinan sanksi yang diakibatkan karena melanggar tata batas. Hal tersebut perlu dilakukan karena hasil survey yang dilakukan oleh Tim, menunjukkan sebagian besar masyarakat tidak mengetahui adanya tata batas hutan 4. Pemeliharaan dan penanaman jalur batas. Kegiatan penanaman di jalur batas berfungsi untuk memberikan tanda kepada masyarakat mengenai batas kawasan 72

83 KPH dengan pemukiman dan lahan masyarakat. Masyarakat diharapkan ikut berperan dalam kegiatan pemeliharaan tanaman yang telah ditanam di jalur batas tersebut. 5. Rekonstruksi batas kawasan. Rekonstruksi batas kawasan adalah pengukuran dan pemasangan tanda batas serta pembuatan garis atau proyeksi batas ulang sesuai dengan posisi pada peta tata batasnya. Tujuan kegiatan ini adalah mengembalikan posisi atau letak tanda batas (pal batas) kawasan hutan yang telah dikukuhkan sehingga batas-batas kawasan hutan sesuai dengan keadaan batas pada saat dikukuhkan. 6. Penataan blok dan petak. Wilayah KPHL terbagi menjadi 7 (tujuh) blok yaitu HL Blok Inti, HL Blok Pemanfaatan, HP Blok Pemanfaatan HHK-HA, HP Blok Pemanfaatan HHK-HT, HP Blok Pemanfaatan Jasling HHBK, HP blok Pemberdayaan dan HP Blok Perlindungan. Blok-blok ini akan ditata dengan melakukan groundcheck di lapangan yang disesuaikan dengan peta blok yang telah dibuat oleh BPKH Wilayah I Medan. Penataan terhadap blok dan petak ini dilakukan secara bertahap dan dimulai dari tahun ke Identifikasi pola keterkaitan hubungan masyarakat dengan hutan. Identifikasi ini dilakukan dengan melakukan survey terhadap masyarakat di seluruh wilayah kelola untuk mengetahu, harapan apa yang mereka inginkan dari keberadaan hutan, tindakan yang dilakukan untuk menjaga hutan, ataukah adanya tradisi tertentu dalam pemanfaatan hasil hutan. 8. Identifikasi kearifan lokal yang berkaitan dengan pengelolaan hutan. B. Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu Program pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu merupakan pelaksanaan dari misi ke 2 (dua) yaitu Mewujudkan skema kelestarian produksi, dan mengembangkan secara aktif kegiatan produktif yang berkelanjutan pada wilayah di KPHL XXVI, mengembangkan usaha pemanfaatan hutan yang optimal namun tetap memegang prinsipprinsip kelestarian. Seperti telah diketahui, wilayah kelola KPHL Unit XXVI dibagi kedalam 7 (tujuh) blok pengelolaan yaitu (1). Blok inti (2) Blok pemanfaatan (3) Blok pemanfaatan HHK-HA (4) Blok pemanfaatan hasil hutan kayu-hutan tanaman (HHK- HT), blok Pemanfaanfaatan Jasling dan HHBK, (6).Hutan produksi blok pemberdayaan (7).Blok Perlindungan (Tabel 5.1). 73

84 Tabel 5.1. Pembagian Blok di KPHL Unit XXVI Sumatera Utara Berdasarkan Fungsi No Fungsi Luas (%) Luas (Ha) Hutan Blok 1 HL Blok Inti Blok Pemanfaatan HPT Blok Pemanfaatan HHK-HA Blok Pemanfaatan HHK-HT Blok Pemanfaatan Jasling&HHBK Blok Pemberdayaan Blok Perlindungan HP Blok Pemberdayaan Blok Pemanfaat Jasling dan HHBK Blok Pemanfaatan HHK-HT Luas Total Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) Untuk pencapaian tujuan pemanfaatan hutan di wilayah tertentu dan tujuan terwujudnya kerjasama investasi rencana kegiatan yang akan dilaksanakan adalah : a. Membangun hutan pinus dan kemenyan di KPHL Unit XXVI Pembangunan hutan pinus dan kemenyan ini dapat dilakukan dengan mekanisme yaitu kemitraan dengan investor di wilayah tertentu KPH yang lahannya telah sesuai. Hutan pinus dan kemenyan yang ditargetkan masing-masing luasannya ± Ha. Pembangunan hutan hutan pinus dan kemenyan akan dilaksanakan secara bertahap mulai tahun ke-3 dengan luasan Ha kemudian tahun ke-4 dan tahun ke-5 dengan luasan Ha. Kegiatan dalam pembangunan hutan pinus dan kemenyan antara lain: 1) Mengidentifikasi daerah yang sesuai untuk pembangunan hutan pinus dan kemenyan berdasarkan perencanaan tata ruang dalam hubungannya dengan keterlibatan masyarakat 2) Pembangunan hutan pinus dan kemenyan akan dilaksanakan secara bertahap. 3) Memfasilitasi pembangunan hutan pinus dan kemenyan di area yang telah ditentukan dengan keterlibatan masyarakat didalamnya 4) Membantu masyarakat untuk menentukan wilayah yang sesuai untuk pengembangan sistem agroforestri atau usaha terkait yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat 5) Memberikan pelatihan dasar dan dukungan teknis yang diperlukan untuk memfasilitasi praktek pengelolaan terbaik dalam sistem agroforestri 74

85 b. Pembangunan Hutan Tanaman Karet Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Pembangunan Hutan Tanaman Karet dilakukan mengingat banyaknya masyarakat dan investor di daerah Padang Lawas yang mengusahakan karet. Kegiatan ini sekaligus, menghindarkan dari aktifitas ilegall pembangunan hutan karet di areal KPHL Unit XXVI. Mekanisme pembangunan dilaksanakan sebagaimana hutan pinus dan kemenyan, dilaksanakan secara kemitraan dengan investor di wilayah tertentu KPH yang lahannya telah sesuai. Direncanakan hutan karet yang dibangun seluas Hektar dan dilakukan secara bertahap. Kegiatan dalam pembangunan hutan karet antara lain: 1) Mengidentifikasi daerah yang sesuai untuk pembangunan hutan karet berdasarkan perencanaan tata ruang dalam hubungannya dengan keterlibatan masyarakat 2) Pembangunan hutan karet secara bertahap. 3) Memfasilitasi pembangunan hutan karet di area yang telah ditentukan dengan keterlibatan masyarakat didalamnya 4) Membantu masyarakat untuk menentukan wilayah yang sesuai untuk pengembangan sistem agroforestri atau usaha terkait yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat 5) Memberikan pelatihan dasar dan dukungan teknis yang diperlukan untuk memfasilitasi praktek pengelolaan terbaik dalam sistem agroforestri c. Kemitraan Hutan Tanaman Kemitraan hutan tanaman merupakan salah satu kegiatan restorasi ekosistem. Konsep kemitraan hutan tanaman adalah pemberdayaan masyarakat dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tersebut namun tetap menjaga kelestarian hutan. Pada kegiatan Kemitraan Hutan Tanaman digunakan sistem agroforestri dalam memanfaatkan kawasan. masyarakat dengan melakukan penananam pohon dan tanaman palawija sekaligus. Untuk pohon yang ditanam tergantung pada kondisi lahan dan juga dominasi tanaman yang sudah ada tumbuh baik di lahan tersebut. Kemitraan Hutan Tanaman ini dapat dilakukan dengan beberapa mekanisme yaitu, kemitraan dengan masyarakat, kemitraan dengan perusahaan (pemegang izin), atau kemitraan dengan investor di wilayah tertentu KPH yang lahannya telah sesuai. Kemitraan Hutan Tanaman ini ditargetkan luasannya ± Ha. Salah satu arahan pada Kemitraan Hutan Tanaman adalah memanfaatkan hasil hutan kayu nantinya. 75

86 Pemanfaatan hasil hutan kayu di wilayah tertentu merupakan kewenangan KPH. Namun, saat ini belum bisa terlaksana karena regulasi teknis pemanfaatan belum ada dan KPH sendiri harus berbentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Sehingga perlu disusun strategi dan regulasi yang mengarahkan pada pemanfaatan hasil hutan kayu secara optimal oleh KPH. Kegiatan terkait dengan Kemitraan Hutan Tanaman antara lain: 1. Assessment lokasi dan luasan serta identifikasi kondisi sosial, budaya dan ekonomi masyarakat desa 2. Pembentukan kelompok tani hutan sebagai mitra 3. Pendampingan masyarakat terhadap pengelolaan hutan dengan penerapan sistem agroforestri 4. Menyusun strategi dan regulasi pengusahaan kegiatan pemanfaatan kayu hutan alam 5. Kerjasama investasi pengembangan tanaman berkayu. 6. Peningkatan pelayanan dan pengelolaan kegiatan pemanfaatan kayu hutan alam 7. Pengembangan jaringan pengusahaan 8. Membangun mekanisme kontribusi pemanfaatan kayu di hutan alam 9. Membangun sarana dan prasarana pengembangan kegiatan pemanfaatan kayu hutan alam d. Pembuatan pilot project untuk Jasa lingkungan Pembangunan pilot project untuk jasa lingkungan di KPHL Unit XXVI lebih diarahkan pada pemanfaatan air dan ekowisata. Adapun kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut diantaranya: 1. Pengembangan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) 2. Pengembangan pariwisata alam 3. Pemanfaatan sumber-sumber mata air 4. Usaha air minum kemasan 5. Fasilitasi masyarakat dalam pemanfaatan potensi air e. Pengembangan dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu di kawasan hutan baik dalam bentuk kemitraan atau bentuk lainnya 1) Mengeksplorasi aktifitas pemanfaatan HHBK di dalam KPHL misalnya rotan, kemenyan, tanaman obat, kayu manis, pasak bumi, getah pinus 2) Pengembangan jenis HHBK lokal setempat 76

87 3) Pemanfaatan tanaman hias dan tanaman obat (jika ada) 4) Fasilitasi masyarakat dalam pemanfaatan HHBK 5) Mengembangkan dan memfasilitasi kegiatan pemanfaatan HHBK dengan bekerjasama dengan masyarakat lokal, misalnya 1 produk usaha baru yang dikembangkan dalam 3 tahun dan 3 produk usaha baru dalam 5 tahun Berdasarkan uraian diatas maka potensi blok yang terdapat di KPHL Unit XXVI dan rangkaian kegiatan yang akan dilakukan sangat beragam. Untuk Setidaknya ada 4 (empat) arahan pemanfaatan di wilayah tertentu, antara lain: 1. Perlindungan dan Rehabilitasi Lahan Kegiatan perlindungan akan dilakukan pada HP blok perlindungan seluas Hektar dan blok lain yang memiliki kekritisan lahan yang dikategorikan kritis hingga sangat kritis. Di KPHL ini dijumpai areal kritis sebesar 28% atau sekitar Ha. Sedangkan kondisi sangat kritis meliputi areal seluas Ha atau 20.5% Pada Hutan lindung (HL) blok inti akan lebih ditekankan khusus untuk perlindungan dan tidak dilakukan pemanfaatan apapun. 2. Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan HHBK Pemanfaatan terhadap jasa lingkungan dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) dilakukan pada hutan produksi (HP) Blok Pemanfaatan Jasling dan HHBK dan HL blok pemanfaatan. Melalui inventarisasi potensi jasa lingkungan dan HHBK yang dilakukan maka akan diperoleh potensi jasling dan HHBK sehingga bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin. Contoh potensi yang ada di KPHL Unit XXVI antara lain microhydro, getah pinus, rotan, pasak bumi, kulit manis, sumber air dan pemandangan kawasan. 3. Pemanfaatan HHK dan Pembangunan Hutan Pinus, Kemenyan dan Karet Pemanfaatan hasil hutan kayu dilakukan pada HP blok pemanfaatan HHK-HA dan HHK-HT. Selain dapat dilakukan pemanfaatan terhadap hasil hutan kayu juga dapat dilakukan kegiatan Kemitraan Hutan Tanaman sebagai upaya pemberdayaan masyarakat. Pembangunan hutan karet yang dijadikan kegiatan utama KPH akan dilakukan juga di HP blok pemanfaatan HHK-HA dan HHK-HT. 4. Restorasi Ekosistem (Kemitraan Hutan Tanaman) dan Rehabilitasi Lahan Restorasi ekosistem dilakukan pada HP blok pemberdayaan dan HP blok perlindungan. Restorasi ekosistem yang dilakukan KPH adalah berupa Kemitraan Hutan Tanaman. Konsep restorasi ekosistem adalah melestarikan hutan dan tetap 77

88 memberikan manfaat langsung kepada masyarakat berupa peningkatan pendapatan melalui penanaman tanaman semusim dibawah tegakan tanaman tahunan. Selain itu, untuk beberapa lokasi akan dilakukan rehabilitasi hutan dan lahan. Terutama pada kawasan hutan yang memang sebaiknya dijadikan fungsi lindung. Secara umum, arahan pemanfaatan pada wilayah tertentu KPHL Unit XXVI sesuai dengan fungsi dan blok dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Arahan pemanfaatan pada wilayah tertentu pada KPHL Unit XXVI No Blok Arahan Luas (Ha) 1 HL Blok Inti Perlindungan dan Rehabilitasi Lahan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan HL Blok Pemanfaatan HHBK Pemanfaatan HHK dan Kemitraan Hutan HP Blok Pemanfaatan HHK-HA Tanaman PemanfaatanHHK, Pembangunan Hutan HP Blok Pemanfaatan HHK-HT Pinus, Kemenyan dan Karet ,26 5 Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan HP Blok Pemanfaatan Jasling&HHBK HHBK Restorasi Ekosistem (Kemitraan Hutan HP Blok Pemberdayaan Tanaman), Pemanfaatan Hutan Tanaman Melalui HKM/HD,HTR ,27 7 Restorasi Ekosistem (Kemitraan Hutan HP Blok Perlindungan Tanaman) dan Rehabilitasi Lahan Luas Total Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) C. Pemberdayaan Masyarakat Dalam misi KPHL Unit XXVI, pelibatan masyarakat ini masuk dalam misi ketiga. Pemberdayaan dan pelibatan masyarakat setempat dalam pengelolaan hutan merupakan salah satu upaya pemanfaatan sumberdaya hutan secara optimal dan berkelanjutan. Upaya tersebut dapat dilakukan baik melalui pengembangan kapasitas maupun pemberian akses pemanfaatan sumber daya hutan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan. Pemberdayaan masyarakat setempat tersebut merupakan kewajiban pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang pelaksanaannya menjadi tanggung jawab KPH. Pada dasarnya kegiatan pemberdayaan sejalan dengan kegiatan pemanfaatan hutan yang dilakukan oleh KPHL terutama kegiatan yang dilakukan di wilayah tertentu KPH. Sebagai contoh pada kegiatan Kemitraan Hutan Tanaman, masyarakat dijadikan sebagai pelaku utama dalam kegiatan tersebut. Masyarakat yang akan melakukan penanaman di kawasan KPH dan masyarakat juga yang akan mendapatkan hasil dari apa yang diusahakannya di dalam kawasan tersebut. Pola agroforestry sangat cocok digunakan dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat. Masyarakat diberikan sosialisasi mengenai kawasan KPH dan bagaimana kerjasama 78

89 (kemitraan) yang dibangun antara KPH dan masyarakat. Kemudian, masyarakat membentuk kelompok tani hutan sehingga cukup jelas keorganisasiannya. KPHL Unit XXVI selaku fasilitator dan pendamping serta evaluator terhadap kegiatan pemberdayaan masyarakat tersebut. Untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat yang berupa Kemitraan Hutan Tanaman akan dilaksanakan seluas ± Ha dan dilakukan secara bertahap per tahunnya. Sebagai contoh pembentukan HKm yang ada di Kecamatan Dolok, maupun beberapa kecamatan lainnya. Kegiatan pemberdayaan akan terus berkembang sesuai dengan pola fikir masyarakat. Adanya kegiatan sosialisasi akan memudahkan masyarakat memahami bagaimana pentingnya hutan dan menjaga kelestariannya namun tetap bisa memanfaatkan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sumber dana untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat ini juga bisa diperoleh dari APBN, APBD, NGO dan donor dari lembaga dalam dan luar negeri. Rencana kegiatan pemberdayaan yang akan dilakukan, disajikan pada Tabel 5.3. Untuk pencapaian tujuan berpartisipasinya masyarakat dalam kegiatan pemanfaatan dan perlindungan hutan, maka rencana kegiatan yang akan dilaksanakan adalah : a. Pelibatan masyarakat dalam pembangunan hutan karet KPH b. Pelibatan masyarakat dalam kegiatan Kemitraan Hutan Tanaman c. Pelibatan masyarakat dalam patroli dan operasi pengamanan hutan d. Pembentukan tenaga pengaman hutan lokal e. Fasilitasi masyarakat dalam pemanfaatan HHBK, dan potensi air f. Peningkatan taraf hidup masyarakat melalui pengembangan usaha-usaha kehutanan g. Pendampingan, pendidikan dan pelatihan masyarakat h. Menyusun perencanaan dan kebutuhan desa melalui participatory rural appraisal i. Pelibatan masyarakat dalam perencanaan dan pengambilan kebijakan publik 79

90 Tabel 5.3. Rencana Pemberdayaan Masyarakat dalam Bentuk Penyerapan Tenaga Lokal, Kemitraan, Penyediaan Akses Usaha Kehutanan dan Ekonomi Produktif lainnya No Kegiatan Tujuan Metode Lokasi Waktu Hasil 1 Sosialisasi KPH (membangun kepercayaan ke masyarakat dan pemerintah desa) 2. Mengumpulkan data desa (monografi atau profil desa) 3. Lokakarya atau pertemuan-pertemuan kampung (desa) memperkenalkan rencana kerja KPHL Pendekatan Interpersonal Unit XXVI Sumatera Utara dalam dan Kelembagaan kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan KPHL Unit XXVI - Data desa, data BPS, identifikasi programprogram yang masuk ke desa. - identifikasi institusi desa, tokoh masyarakat, karang taruna, kelompok tani, kelompok pengelolah hutan, dll Menghimpun data dari masyarakat/kelompok, Sejarah Desa/Kelompok, Analisis potensi, Analisis Stakeholder, keterlibatan para pihak Penilaian tentang Peran serta Masyarakat dalam aktifitas kebutuhan kapasitas kelompok, transformasi pengetahuan, membangun dalam upaya meningkatkan penghasilan kelompok/masyarakat. Menetukan komoditi prioritas berdasarkan pasar. Pendekatan Interpersonal dan Kelembagaan FGD (Focus Group Discussion) FGD (Focus Group Discussion) Prioritas lokasi Desa yang memiliki potensi Tahun 1 Prioritas Lokasi Tahun 1 Hutan Tanaman pinus, kemenyan dan karet Prioritas Lokasi Tahun 1 Hutan Tanaman pinus, kemenyan dan karet Prioritas Lokasi HKm dan HTR Tahun 1 KPHL Unit XXVI Sumatera Utara dikenal oleh masyarakat di sekitar Wilayah KPHL Unit XXVI secara Umum Data Desa Historis Daerah, Potensi Desa (SDA) Jenis Program yang masuk, Terlibatnya pemangku kepentingan Kelompok desa, ruang saling berbagi informasi, menilai komiditi yang menjadi prioritas desa 4. Jasa lingkungan : Menunjang nilai ekonomi FGD (Focus Group Discussion) Tahun 1 Tata kelola berdasarkan jasa lingkungannya 80

91 D. Pembinaan dan Pemantauan (Controlling) pada areal KPH yang telah ada izin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan Pada prinsipnya semua hutan dan kawasan hutan dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperhatikan sifat, karakteristik dan kerentanannya serta tidak dibenarkan mengubah fungsi pokok hutan, fungsi konservasi, lindung dan produksi. Kesesuaian ketiga fungsi tersebut sangat dinamis dan yang paling penting dalam pemanfaatan hutan dan kawasan hutan Harus tetap sinergi. Program ini merupakan pelaksanaan dari misi 1 Mewujudkan kemandirian KPH melalui pemantapan operasional berupa peningkatan kualitas dan jumlah SDM kehutanan yang profesional, tata kelola administrasi yang baik, sarana dan prasarana, serta pemetaan potensi kawasan yang tepat dan terintegratif. Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan adalah : a. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan RKT Izin pemanfaatan/penggunaan kawasan hutan. b. Pembinaan pelaksanaan kewajiban-kewajiban pemegang Izin. c. Pengembangan kemitraan dalam upaya pemberdayaan masyarakat. d. Melakukan keterlibatan secara berkala dengan pemegang konsesi dan menyediakan pedoman terbaru (up to date) mengenai praktek dan operasional yang baik serta arahan melakukan perbaikan KPHL Unit XXVI selaku evaluator harus mampu merangkul pemegang izin sehingga dapat memberikan pembinaan kepada para pemegang izin dan mampu memastikan pengelolaan hutan yang dilakukan oleh pemegang izin sudah bertanggung jawab dan optimal. E. Penyelenggaraan rehabilitasi pada areal di luar Izin Program ini merupakan pelaksanaan dari misi kedua KPHL Unit XXVI yaitu Mewujudkan skema kelestarian produksi, dan mengembangkan secara aktif kegiatan produktif yang berkelanjutan pada wilayah di KPHL XXVI, mengembangkan usaha pemanfaatan hutan yang optimal namun tetap memegang prinsip-prinsip kelestarian. Penyelenggaraan rehabilitasi hutan berpedoman pada PP 76 tahun 2008 tentang rehabilitasi dan reklamasi hutan dan Permenhut Nomor P 39/Menhut-II/2010 tentang pola umum, Kriteria dan Standar Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. Berdasarkan data dari BPKH (2015) diketahui bahwa luasan areal berhutan sebesar 62, Ha (35.91%) sedangkan areal tidak berhutan seluas 111, (64.09 %). lahan kering memiliki tutupan lahan yang terluas (26.09%) diikuti oleh semak belukar (22.65%) dan hutan primer (18.08%). Dari luasan tersebut ditemui sekitar ,66 Ha yang masuk kategori lahan kritis dan sangat kritis. Berdasarkan data 81

92 tersebut mengharuskan KPH untuk melakukan kegiatan rehabilitasi lahan sebagai salah satu pioritas kegiatan. Rehabilitasi lahan di luar areal izin ini akan dilaksanakan pada lahan seluas Ha dalam jangka waktu 10 tahun. Dalam perencanaan kegiatan rehabilitasi, akan dilakukan koordinasi dengan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Asahan Barumun sebagai salah satu fasilitator yang dapat mendanai kegiatan rehabilitasi lahan di wilayah kelola KPHL Unit XXVI. Lahan terbuka dan lahan kritis di wilayah KPHL Unit XXVI memang cukup luas sehingga selain kegiatan rehabilitasi lahan akan dilaksanakan kegiatan Kemitraan Hutan Tanaman yang menggantikan fungsi rehabilitasi lahan sebagai upaya perbaikan tutupan lahan. Pada kegiatan Kemitraan Hutan Tanaman diupayakan untk didanai oleh donor atau NGO atau pihak swasta lainnya. Kegiatan Kemitraan Hutan Tanaman akan dilaksanakan pada lahan seluas Ha sehingga jumlah lahan kritis dan lahan terbuka diupayakan akan berkurang melalui konsep rehabilitasi tersebut. Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan dalam merehabilitasi lahan kritis atau lahan terbuka KPH adalah sebagai berikut: a. Mendeliniasi secara jelas dipeta dan di lapangan (dimana data keadaan fisik telah tersedia) pada area Hutan Lindung dan kawasan yang bernilai konservasi tinggi lainnya untuk dilindungi oleh KPH. b. Mengidentifikasi area yang prioritas untuk direhabilitasi pada lahan kritis atau terdegradasi dan menyiapkan strategi untuk pelaksanaannya c. Mensosialisasikan area yang menjadi target rehabilitasi kepada masyarakat lokal dan pihak terkait lainnya. d. Membuat target reklamasi dan rehabilitasi lahan kritis/terbuka atau lahan terdegradasi (84.235,66 Ha) dengan pendekatan progresif misalnya 3000 ha dalam 3 tahun, 5000 ha dalam 5 tahun atau 8000 ha dalam 8 tahun. e. Perencanaan RHL Perencanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) ini perlu dilakukan karena untuk merealisasikan setiap kegiatan diperlukan perencanaan yang baik sebagai pedoman pada saat kegiatan RHL. Kegiatan perencanaan RHL ini akan menghasilkan buku rancangan teknis kegiatan RHL yang berisi detail daerah yang akan direhabilitasi, teknik pelaksanaan RHL, standar biaya, jumlah dan jenis bibit dan peta. f. Pelaksanaan RHL 82

93 Pelaksanaan kegiatan RHL ini bertujuan untuk mengurangi lahan kritis, melindungi mata air, mencegah bencana alam dan mengurangi tingkat pemanasan global yang kegiatannya meliputi: - Rehabilitasi hutan rusak dan lahan kritis Rehabilitasi hutan rusak dan lahan kritis merupakan salah satu tujuan areal yang akan dilaksanakan untuk kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Faktor faktor yang mempengaruhi kerusakan hutan dan lahan dapat terjadi ada dua yaitu faktor internal karena degradasi tanah yang meliputi dari longsor, gempa bumi dan faktor eksternal yang mempengaruhi terjadinya kerusakan hutan dan lahan meliputi dari pembukaan lahan yang besar-besaran, areal izin pertambangan yang tidak dikelola dan dimanfaatkan lagi, penebangan pohon secara illegal (Ilegal logging), dan lain sebagainya. - Rehabilitasi daerah rawan bencana Untuk melakukan kegiatan rehabilitasi ini hal yang paling penting untuk penentuan lokasi rehabilitasi daerah rawan bencana ini adalah adanya informasi yang didukung oleh data data lokasi daerah yang telah terjadi bencana maupun adanya informasi dan data pendukung penentuan lokasi daerah yang sering atau rawan terjadinya bencana seperti longsor, degradasi pantai, degradasi tanah, dan gempa bumi. - Rehabilitasi untuk perlindungan mata air Rehabilitasi untuk perlindungan mata air penting dilakukan uintuk menjaga kestabilan tercukupan sumber air bersih untuk keberlangsungan hidup, baik itu tetap menjaga kestabilan ekosistem yang berada didaerah mata air, daerah pinggir sungai maupun daerah pinggir pantai. - Pengkayaan tanaman Kegiataan pengkayaan ini perlu dilakukan untuk merehabilitasi dan menambah keanekaragaman hayati pada suatu areal atau lahan yang memiliki minoritas keanekaragaman hayati. Selain untuk menambah keanekaragaman hayati kegiatan pengkayaan tanaman ini juga bertujuan untuk menjaga atau mempertahankan jumlah keanekaragaman yang akan musnah atau hayati yang sudah langka dan melalui kegiatan pengkayaan ini diharapkan untuk jenis jenis hayati yang hampir musnah dapat ditambah dan dikembangbiakan populasinya diareal yang sesuai dengan peruntukkan fungsinya. Selain itu juga kegiatan ini dilakukan bertujuan untuk dapat menjadi taman penelitian atau sebagai taman arboretum untuk para peneliti maupun mahasiswa yang ingin mencari informasi tentang jenis dan populasi hayati tersebut. 83

94 - Melakukan pengkayaan penanaman pohon di areal jalur hijau dan di sekitar mata air yang ada di KPHL Unit XXVI. Melalui kegiatan pengkayaan penanaman pohon pada areal jalur hijau dan disekitar mata air sehingga diharapkan degradasi disekitar mata air dapat menurun. Selain itu, dapat terjaga ketersediaan pasokan air bersih demi keberlangsungan hidup dengan tetap menjaga dan merawat kelestarian areal jalur hijau disekitar mata air yang ada. g. Pemeliharaan tanaman Kegiatan pemeliharaan tanaman ini merupakan rangkaian dari kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Untuk pemeliharaan tanaman dilaksanakan setelah pelaksanaan evaluasi terhadap pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan. Kegiatan ini meliputi penyulaman, pemupukan, pembersihan lahan yang dilaksanakan pada tahun pertama dan kedua. h. Sosialisasi dan pembekalan kepada masyarakat tentang sistem tanam konservasi berbasis pengelolaan vegetasi (cover crop, barisan tanam sejajar kontur, pemulsaan) Kegiatan sosialisasi dan pembekalan kepada masyarakat tentang sistem tanam konservasi berbasis pengelolaan vegetasi ini perlu dilaksanakan kepada masyarakat agar masyarakat memiliki pengetahuan atau lebih mengetahui mengenai cara bagaimana menanam tanaman berbasis konservasi. Jenis-jenis pengelolaan vegetasi berbasis konservasi dapat diterapkan sesuai dengan keadaan/kondisi lahan masyarakat agar hasilnya lebih optimal. Selain itu diharapkan kegiatan sosialisasi ini bukan hanya sekedar kegiatan sosialisasi dan pembekalan yang hanya dilaksanakan satu kali kegiatan, akan tetapi kegiatan sosialisasi ini dilaksanakan secara berkesinambungan demi terciptanya masyarakat yang mandiri. i. Intensifikasi penerapan teknik konservasi tanah dan air dengan pendekatan vegetatif. j. Penerapan teknik konservasi tanah dan air secara sipil teknis. k. Sosialisasi teknologi/ sistem agroforestry yang memberikan hasil maksimum, namun sekaligus berfungsi perlindungan (proteksi) terhadap degradasi lahan dan lingkungan. F. Pembinaan dan Pemantauan (controlling) Pelaksanaan Rehabilitaasi dan Reklamasi pada Areal yang Sudah Ada Izin Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutannya Program ini merupakan pelaksanaan dari misi 1 yakni memastikan tata kelola hutan Untuk pencapaian tujuan terlaksananya perlindungan dan rehabilitasi hutan pada areal konsesi maka rencana kegiatan yang akan dilaksanakan adalah : a. Monitoring pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi Kegiatan monitoring adalah kegiatan meninjau pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan reklamasi yang telah dilaksanakan, serta memantau teknis kegiatan yang dilaksanakan 84

95 telah tepat dan sesuai dengan rencana yang disusun. Kegiatan monitoring dilakukan selama pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi dilaksanakan. b. Pengawasan dan evaluasi pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi Pengawasan dan evaluasi biasanya dilakukan selama dan setelah pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi. Pengawasan dan evaluasi ini dilakukan guna untuk mengawasi dan menilai kinerja dalam melaksanakan kegiatan tersebut, sehingga nantinya tidak terjadi kesalahan yang menyimpang dari perencanaan yang telah disusun sebelumnya. Pengawasan dan evaluasi dilaksanakan minimal sebulan sekali selama pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi berlangsung. c. Pembinaan pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi Kegiatan pembinaan ini dilaksanakan sebelum pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi dilaksanakan. Kegiatan ini hampir sama dengan kegiatan sosialisasi yakni membina masyarakat tentang tata cara pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi sehingga nantinya masyarakat yang terlibat mengerti serta dapat melaksanakan rehabilitasi dan reklamasi dengan baik sesuai tata cara yang berlaku. G. Penyelenggaraan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Program ini merupakan pelaksanaan dari misi 5 yakni Pengelolaan hutan yang konsisten dengan regulasi nasional dan standar yang berlaku (mandatory/svlk) dan yang bersifat voluntary. Untuk pencapaian tujuan terlaksananya perlindungan hutan dan rehabilitasi hutan, rencana kegiatan yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikuit : a. Mensosialisasikan KPH dan kawasan dengan nilai konservasi tinggi (HCVF) agar masyarakat menyadari pentingnya nilai-nilai tersebut dan ikut terlibat dalam upaya perlindungan. b. Koordinasi perlindungan dan pengamanan kawasan. Kegiatan koordinasi ini dilakukan dengan bantuan tenaga fungsional seperti polisi hutan. Mengingat terbatasnya jumlah polisi hutan yang ada di Dinas Kehutanan dan Perkebunan maka ada baiknya juga bekerja sama dengan polhut atau tenaga teknis lainnya. Kegiatan terkait hal ini antara lain: operasi illegal logging, operasi perambahan kawasan, operasi perladangan liar, patroli rutin, operasi gabungan dan mandiri, gelar perkara, penyelesaian kasus, penanganan barang bukti). c. Pengendalian kebakaran hutan Kegiatan ini juga dapat dilakukan dengan membentuk masyarakat peduli api atau memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang mencegah dan mengendalikan 85

96 kebakaran hutan terutama pada daerah yang rawan terjadi kebakaran hutan. Rencana kegiatan yang dilakukan dalam upaya pencegahan kebakaran hutan antara lain: pembuatan peta daerah rawan kebakaran hutan; pembentukan regu pemadam kebakaran; membangun sistem peringatan dini; penyuluhan; pembuat film, brosur, leaflet, poster; kegiatan masyarakat peduli api; penyiapan sarana dan prasarana pengendalian kebakaran hutan dan lahan; deliniasi areal/blok perlindungan). d. Perlindungan dan pengawetan flora dan fauna yang dilindungi (konservasi HCVF). Kegiatan perlindungan dan pengawetan terhadap flora dan fauna yang dilindungi berguna untuk melestarikan jenis-jenis flora dan fauna yang dilindungi baik karena kelangkaan maupun kekhasannya. Dengan adanya kegiatan perlindungan dan pengawetan flora dan fauna yang dilindungi diharapkan akan terjadi peningkatan terhadap keanekaragaman hayati yang ada di wilayah KPHL. e. Membangun mekanisme dalam rangka monitoring dan evaluasi untuk memastikan tingkat kepatuhan pemegang izin terhadap pengelolaan hutan sesuai dengan peraturan nasional dan standar wajib (misalnya SVLK). f. Melakukan analisa benefit cost ratio (penilaian terlingkup) untuk menuju sertifikasi pengelolaan hutan voluntary. g. Membangun baseline REL untuk cadangan karbon hutan di KPH. h. Mendapatkan tinjauan yang sesuai dan validasi dari baseline REL untuk menguji ketelitian i. Membangun inventarisasi hutan secara berkala untuk menilai sumber daya dan cadangan karbon hutan j. Membangun mekanisme pelaporan untuk kegiatan yurisdiksi REDD+ yang relevan dengan tutupan lahan hutan dan potensi penambahan/kehilangan hutan secara teratur k. Melakukan kegiatan monitoring dan pelaporan secara rutin seperti laporan tahunan H. Penyelenggaraan Koordinasi dan Sinkronisasi antar pemegang izin Program ini merupakan pelaksanaan dari misi pertama KPHL Unit XXVI mengenai peningkatan kualitas dan jumlah SDM kehutanan yang profesional, tata kelola administrasi yang baik, sarana dan prasarana, serta pemetaan potensi kawasan yang tepat dan terintegratif. KPHL Unit XXVI Sumatera Utara berperan sebagai penyelenggara pengelolaan hutan di tingkat tapak harus menjamin bahwa pengelolaan hutan dilakukan secara lestari sesuai fungsinya. Keberadaan KPHL Unit XXVI Sumatera Utara sebagai institusi negara menyelenggarakan kewenangan tertentu pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah 86

97 kabupaten/kota sesuai mandat undang-undang yaitu hutan dikuasai negara dan harus dikelola secara lestari. Sesuai dengan pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 jo. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 yang dijabarkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.6/Menhut- II/2010 yang mengatur mengenai norma, standar, prosedur dan kriteria pengelolaan hutan pada KPHL dan KPHP, dijelaskan bahwa fungsi kerja KPH dalam penyelenggaraan pengelolaan hutan secara operasional diantaranya melaksanakan pembinaan, monitoring dan evaluasi kinerja pengelolaan hutan yang dilaksanakan oleh pemegang izin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, termasuk dalam bidang rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan hutan. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, koordinasi dan sinkronisasi antara pemegang izin dalam penyelenggaraan pengelolaan hutan dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan hutan di wilayah kelola KPHL Unit XXVI sebagaimana termuat dalam Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Unit XXVI Sumatera Utara. Untuk itu koordinasi dan sinkronisasi pemegang izin pemanfaatan hutan dan kawasan hutan di wilayah kelola KPHL Sumatera Utara dilaksanakan menurut arahan kerangka kerja sebagai berikut: 1. Evaluasi dan sinkronisasi Rencana Kerja Usaha (RKU) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) pemegang izin, mengacu pada Rencana Pengelolaan Jangka Panjang dan Rencana Pengelolaan Jangka Pendek KPHL Unit XXVI. 2. Pembinaan, monitoring dan evaluasi kinerja pemegang izin mengacu pada RKU, dan RKT pemegang izin yang bersangkutan. 3. Jenis perizinan dan ruang lingkup kegiatan yang menjadi kewenangan KPHL Unit XXVI Sumatera Utara sinkronisasi, pembinaan dan evaluasi disajikan pada atas pemegang izin sebagai bahan evaluasi perencanaan, Berdasarkan Hasil analisa peraturan perundang-undangan, lingkup perencanaan pemegang izin yang dapat dijadikan bahan evaluasi dan penilaian kinerja pemegang izin meliputi pokokpokok materi sebagai berikut : 1. Penyusunan Rencana Karya/Kerja 2. Penataan batas areal kerja 3. Pelaksanaan sistem silvikultur 4. Penggunaan peralatan pemanfaatan hasil hutan 5. Penatausahaan hasil hutan 6. Pengukuran atau pengujian hasil hutan 7. Perlindungan hutan 87

98 8. Penggunaan tenaga professional 9. Pemberdayaan masyarakat 10. Kondisi financial termasuk iuran kehutanan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Diharapkan dengan adanya program ini terjadi kesepahaman Untuk pencapaian tujuan berpartisipasinya masyarakat dalam pembangunan hutan pinus dan kemenyan, pemanfaatan dan perlindungan hutan dan tujuan terwujudnya kerjasama investasi KPHL Unit XXVI dalam bentuk MoU, rencana kegiatan yang akan dilaksanakan adalah : a. Membentuk forum komunikasi antar pemegang Izin. Forum komunikasi antar pemegang Izin dilaksanakan bertujuan untuk meminimalkan konflik konflik yang sering terjadi antara para pemegang Izin, pemegang Izin dengan masyarakat, dan para pemegang Izin dengan pemerintah. Dengan adanya forum komunikasi antar pemegang Izin ini diharapkan terjalin kerjasama yang baik antara para pemegang Izin dan masyarakat serta pemerintah terkait. b. Pemeliharaan bersama batas persekutuan antar pemegang Izin Selama ini konflik tapal batas antara pemegang Izin dengan masyarakat sering kali terjadi bahkan sudah menjadi rahasia umum hal itu terjadi di lapangan. Diharapkan dengan terbentuknya forum komunikasi yang melibatkan masyarakat dan pemegang Izin, serta dengan terbentuknya kesatuan kerja untuk kegiatan pemeliharaan batas yang sering menjadi konflik pada masyarakat, dan dengan sering dilaksanakan kegiatan community patrol yang melibatkan masyarakat maka para pihak pihak terkait dapat saling menjaga batas batas areal konsesi dan areal pemanfaatan yang dikelola oleh masyarakat dan para pemeagang Izin. c. Koordinasi pelaksanaan pemberdayaan masyarakat melalui CSR Pemegang Izin Koordinasi pelaksanaan CSR pemegang Izin sangat perlu dilaksanakan karena para pemegang Izin dapat mensosialisasikan kegiatan kegiatan yang akan dilaksanakan pada areal KPHL Unit XXVI. Melalui kegiatan CSR ini juga pihak pemegang Izin dengan masyarakat dapat menjalin kerjasama yang baik dan diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak, misalnya wilayah konsesi pemegang Izin tidak lagi dikelola masyarakat secara illegal sementara masyarakat juga lebih mandiri serta mau menjaga areal konsesi pemegang Izin dengan adanya bantuan kepada masyarakat. d. Koordinasi pengembangan investasi Koordinasi pengembangan investasi dapat dilaksanakan setelah adanya kesepakatan antara pemegang Izin dengan masyarakat yang melibatkan KPHL Unit XXVI, salah satu cara melalui program pemberdayaan masyarakat yang berada disekitar batas areal konsesi 88

99 Izin pengelolaan, misalnya apabila disuatu areal Izin konsesi terdapat air terjun maka dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ekowisata alam, dengan melihat letak strategis lokasi air terjun tersebut, apabila tidak memungkinkan untuk dikelola untuk ekowisata maka solusi lain dapat dimanfaatkan untuk pengembangan jasa lingkungan yang memanfaatkan debit air terjun untuk pembangkit listrik yang sekitar kawasan konsesi yang dapat dimanfaatkan oleh banyak pihak antara lain, pihak pemegang Izin tersebut, pihak masyarakat sekitar lokasi dengan mendatangkan pihak investor yang ingin bekerjasama untuk mengembangkan jasa lingkungan tersebut. I. Koordinasi dan Sinergi dengan instansi dan Pemangku kepentingan Program ini merupakan pelaksanaan dari misi pertama KPHL Unit XXVI mengenai peningkatan kualitas dan jumlah SDM kehutanan yang profesional, tata kelola administrasi yang baik, sarana dan prasarana, serta pemetaan potensi kawasan yang tepat dan terintegratif. Dalam keberhasilan pelaksanaan tugas sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan seringkali menjumpai hebatan/kendala non teknis, dalam arti kendala dari stake holder lain yang sudah barang tentu mereka juga sudah menetapkan rencana, tujuan dan kegiatan yang sama sehingga terjadi tarik menarik kepentingan. Oleh karena itu perlu dilakukan koordinasi yang mantap dengan para stakeholder sehingga program dan kegiatannya bersinergi. Efektifitas koordinasi dan sinkronisasi program kegiatan diwadahi dengan keberadaan forum DAS yang terdiri dari berbagai stakeholder. Anggota forum ini terdiri dari unsur Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, BAPPEDA, BBKSDA, BPDAS, BPKH Wilayah I, akademisi (Universitas Sumatera Utara), LSM, Badan Pemberdayaan Masyarakat. Untuk pencapaian tujuan berpartisipasinya masyarakat dalam pemanfaatan dan perlindungan hutan dan tujuan terwujudnya kerjasama investasi KPHL Unit XXVI dalam bentuk MoU, maka rencana kegiatan yang akan dilaksanakan adalah : a. Membentuk kelembagaan kolaboratif yang melibatkan para pihak Kelembagaan yang kolaboratif dan melibatkan para pihak seperti masyarakat, pemerintah pusat (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), UPT Kementerian seperti Taman Nasional Batang Gadis, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah I Medan, Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi (BP2HP) Wilayah II Medan, Balai Pengelolaan DAS (BPDAS) Asahan Barumun, Pemerintah Kabupaten Padang Lawas dan Tapanuli Selatan, CSO/LSM, pemegang izin di kawasan KPH, akademisi dan pihak lain yang relevan merupakan 89

100 langkah yang baik dan dapat memudahkan untuk berkoordinasi dan sinergi antar pihak. Kelembagaan kolaboratif berdasarkan pada kesetaraan masing-masing pihak dalam mengakomodir kepentingan dan keinginan bersama yang kemudian tertuang dalam perencanaan bersama. Perencanaan dan implementasi kegiatan dibangun berdasarkan kepentingan bersama sehingga proses koordinasi dan sinergi terus berjalan. Pembuatan forum dalam berbagai kesempatan terkait multipihak sangat perlu dilakukan agar terjalin komunikasi yang baik dan selaras untuk mewujudkan percepatan kegiatan KPH. b. Membangun kolaborasi pengelolaan blok pemanfaatan dan blok pemberdayaan antar pihak. Blok pemanfaatan dan pemberdayaan masyarakat merupakan bagian yang harus menjadi perhatian dalam pengelolaan, karena ada interaksi manusia pada wilayah tersebut. Disatu sisi, mengurangi tekanan terhadap kawasan dan sisi yang lain bermanfaat langsung kepada masyarakat. Pengelolaan blok pemanfaatan dan blok pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat menjembatani kepentingan semua pihak seperti investor ataupun pihak swasta dengan masyarakat sehingga meredam konflik sumber daya alam yang ada di masyarakat. c. Membangun dan memperkuat media komunikasi pertemuan reguler para pihak Melalui berbagai kesempatan baik forum atau workshop terkait pengelolaan hutan dalam wilayah kelola KPHL Unit XXVI, maka sangat perlu untuk menjaga komunikasi dan koordinasi dengan melakukan pertemuan rutin. d. Sosialisasi peraturan perundangan berkaitan dengan pengelolaan hutan e. Sosialisasi kawasan KPHL Unit XXVI Kegiatan sosialisasi ini perlu dliakukan terlebih dahulu agar para pihak yang terkait dapat memahami bagaimana konsep kerja KPH. Selain itu, sosialisasi kawasan KPHL Unit XXVI kepada masyarakat juga penting agar masyarakat tahu mana batas wilayah KPH dan wilayah pemukiman masyarakat sehingga menghindari konflik lahan nantinya. J. Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas SDM Program ini merupakan pelaksanaan dari misi pertama KPHL Unit XXVI mengenai peningkatan kualitas dan jumlah SDM kehutanan yang profesional, tata kelola administrasi yang baik, sarana dan prasarana, serta pemetaan potensi kawasan yang tepat dan terintegratif. Untuk mencapai visi misi KPH Harus didukung dengan kuantitas dan mutu SDM serta kompetensi yang dibutuhkan. Berdasarkan Permendagri Nomor 61 tahun 2010 tentang 90

101 Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung, maka saat ini KPH memiliki struktur organisasi dengan jumlah personil dan jabatan personil sebagaimana disajikan pada Tabel 5.4. Kebutuhan tenaga untuk jabatan struktural berdasarkan forrmasi pada struktur organisasi yang berlaku namun untuk jabatan fungsional seperti tenaga Polhut, (Jagawana), PEH dan tenaga teknis Kehutanan lainnya, kebutuhannya didasarkan pada luasan hutan yang dikelola dan kemampuan tenaga yang bersangkutan. Analisis kebutuhan tenaga teknisi lapangan termasuk Jagawana didasarkan pada pertimbangan bahwa setiap staf tenaga teknis pada tingkat seksi kemampuan mengurus hutan adalah Ha/orang, sedangkan pada tingkat lapangan (Jagawana) adalah Ha/orang (rasio Ditjen PHKA 2013). Operasionalisasi KPH harus dilakukan oleh tenaga profesional bidang kehutanan, pebisnis profesional sesuai dengan bidangnya. Tenaga profesional dibidang kehutanan dan pebisnis dapat berasal dari sarjana kehutanan, diploma 3 kehutanan, dan tenaga teknis menengah yang meliputi lulusan sekolah kehutanan menengah atas (SMK Kehutanan), serta tenaga-tenaga hasil pendidikan dan latihan kehutanan antara lain penguji kayu (grader), perisalah hutan (cruiser) dan pengukur (scaler). Sedangkan pebisnis dapat berasal dari praktisi dan kalangan profesional. Pegawai KPH harus memenuhi syarat administrasi meliputi pangkat, golongan/ruang, Hasil penilaian kinerja,dan tingkat pendidikan formal atau dengan kata lain pegawai KPH harus memiliki sertifikasi kompetensi jabatan struktural atau fungsional yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi profesi dibidang kehutanan atau pengakuan oleh menteri. Sedangkan pebisnis profesional disiapkan untuk melaksanakan kegiatan bisnis hutan tanaman pinus, rotan, pasak bumi, getah pinus, kemenyan dan lain-lain dengan standar kompetensi tertentu. Untuk pencapaian tujuan tersedianya sarana dan prasarana pengelolaan KPHL Unit XXVI, rencana kegiatan yang akan dilaksanakan adalah : a. Berbentuk BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) b. Pembangunan kantor resort lapangan berdasarkan fungsi kawasan hutan, pondok kerja, pondok jaga dan pos jaga. c. Pembangunan rumah jabatan dan mess lapangan. d. Pengadaan kendaraan roda 4 dan 2. e. Penyusunan SOP dan Petunjuk Kerja/Teknis f. Peningkatan peralatan kantor. g. Peningkatan perlengkapan kerja personil h. Pengadaan peralatan komunikasi lapangan 91

102 i. Pemeliharaan, perbaikan dan rehabilitasi sarana dan prasarana Sedangkan pencapaian tujuan Tersedianya SDM terampil dan berkompetensi untuk pengelolaan KPHL Unit XXVI dilakukan dengan rencana kegiatan : a. Peningkatan jenjang pendidikan b. Pemetaan kompetensi c. Pendidikan dan Pelatihan SDM Pengelola KPH d. Usulan formasi Penambahan SDM dan Rekruitmen petugas lapangan e. Pertukaran kunjungan staf pengelola f. Studi banding g. Magang pegawai Tabel 5.4. Persyaratan Administrasi Minimal SDM KPH No. Persyaratan Kepala KPH Kepala Seksi Kepala SBTU Kepala Unit Pengelolaan/ Resort Staf Adm. Staf Resort Pangkat/ Gol/ Ruang Penata Tk I, Gol III/d Penata Muda Tk I, Gol.III/b Penata Muda Tk I,Gol.III/b Pengatur Tk I, Gol.II/b Hsl Penilaian Kinerja (DP- 3) 3 Tkt. Pendidikan Formal Baik Baik Baik Baik Baik Baik S1/D-IV Kehutanan, S1 non Kehutanan berlatar belakang pendidikan Kehutanan(S KMA/SMK Kehutanan, DIIIKehutana n) dengan pengalaman dibidang kehutanan lima tahun SKMA/SMK Kehutanan D- IIIKehutanan, D-III non Kehutanan dengan pengelaman dibidang Kehutanan lima tahun 4 Diklat Kepemimpinan Diklatpim III Diklatpim IV 5 Diklat Diklat CKPH Teknis Kemenhut Diklat Teknis Kehutanan seperti PEH,Polhut,dll SLTA/ D-III SKMA/SMK Kehutanan, D- IIIKehutanan, D-III non Kehutanan dengan pengalaman dibidang Kehutanan dua tahun SLTA SLTA Diklatpim IV IV.a Polhut 6 Esselon III.a IV.a IV.a Kebutuhan Personil 92

103 K. Penyediaan Pendanaan Berdasarkan pasal 10 PP no 6 tahun 2007 Pemerintah Pemerintah Provinsi dan Pemerintah kabupaten/kota sesuai kewenangannya bertanggung jawab terhadap pembangunan KPH dan infrastrukturnya. Dana untuk pemmbangunan KPH berasal dari APBD dan sumber lain yang syah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Perencanaan pembiayaan harus dilakukan secara terpadu antara pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota untuk efisiensi dan menghindari pengadaan suatu sarpras tumpang tindih. Pembiayaan dengan sumber dana APBN, selain digunakan untuk pembangunan sarana prasarana juga dimungkinkan untuk membiayai kegiatan pengelolaan hutan. Menggunakan KPH sebagai bagian penguatan system pengurusan hutan dengan mewujudkan integrasi program atau konvergensi program kehutanan nasional, provinsi dan kabupaten/kota (rehabilitasi, inventarisasi, pemberdayaan masyarakat), sehingga diperoleh sinergisitas kegiatan pembangunan kehutanan. Dengan banyaknya aktivitas kegiatan kehutanan di lokasi KPH, maka secara otomatis akan menarik para rimbawan muda untuk bekerja dilapangan. Pembiayaan pelaksanaan program dan kegiatan yang diusulkan diharapkan tersedia sesuai kebutuhan baik jumlahnya maupun waktu pelaksanaan kegiatan, akan tetapi Hal ini selalu menjadi masalah, karena sumber sumber pendanaan pembangunan tidak pernah mencukupi dan selalu terbatas. Penggalian sumber pembiayaan dari sumber lain yang syah dan tidak mengikat sangat dimungkinkan, dengan menyampaikan program peluang investasi yang telah disusun sesuai dengan rencana pengelolaan jangka panjang kepada lembaga donor. Cukup banyak lembaga donor yang bersedia membantu pembangunan KPH karena diyakni dengan adanya KPH akan memberikan dampak positif dalam pengelolaan hutan lestari. Organisasi KPH Harus pandai membuat jejaring dengan berbagai intitusi untuk mempromosikan atau menjual potensi yang dimilikinya. Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan sumber sumber lain yang tidak mengikat. Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan adalah : a. Membangun mekanisme penggalangan dana. Proses dan skema pendanaan lain dapat ditempuh dengan penggalangan bersama melalui mekanisme yang baik dan menguntungkan antar pihak. Secara sederhana mekanisme ini dapat berupa aturan-aturan yang sangat memungkinkan dilaksanakan dan tidak menyimpang dari regulasi yang sudah disepakati bersama. Selain itu mekanisme ini juga dibangun diatas kebijakan yang berlaku. 93

104 b. Penyusunan proposal dukungan pendanaan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Proposal dukungan pendanaan terbangun berdasarkan kemampuan KPHL Unit XXVI saat ini dan dibandingkan dengan kekurangan (gap) yang ada. Gap yang terjadi ini diupayakan sebagai langkah penyusunan proposal untuk memperoleh dukungan pendanaan pihak lain. Di beberapa pemberi dana biasanya melihat dana pendamping yang dikeluarkan oleh pihak lain dalam implementasi program. Kekurangan yang ada baru disusun melalui proposal yang diinginkan. Penyusunan proposal dan mencari dukungan pendanaan dapat dilakukan dan bersama pihak-pihak lain seperti konsultan ataupun NGO/LSM, BUMN, Swasta. c. Membangun perencanaan program bersama Perencanaan program bersama merupakan salah satu langkah strategis dalam menyikapi penggalangan pendanaan bersama. Penyusunan perencanan ini lebih melihat kerjasama dengan pihak lain di luar KPHL Unit XXVI, pihak lain tersebut berupa program-program di pemerintah daerah (Pemda) melalui musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) baik di tingkat desa maupun di kabupaten, ataupun penyusunan program bersama NGO maupun pihak swasta yang tertarik dan berminat dengan sesuatu issue ataupun obyek tertentu. Penyusunan program ini akan berjalan dengan sharing pendanaan atau sumber daya masing-masing pihak. Untuk menjalankan tugas dan fungsinya, KPH memerlukan sarana prasarana guna menunjang kegiatan KPH. Berdasarkan Permenhut No 41 tahun 2011 psal 3 dan PP 45 pasal 10 bahwa sarana prasarana KPH terdiri dari : Bangunan kantor. Kendaraan operasional yang meliputi kendaraan roda empat, kendaraan roda dua dan atau kendaraan perairan. Peralatan kantor yang meliputi : meja dan kursi kerja, lemari kantor dan peralatan elektronik kantor. Peralatan operasional meliputi alat komuknikasi dan perangkat lunak computer, Perangkat keras computer dan peralatan survey. Sarana pendukung kegiatan pengelolaan hutan misalnya pembuatan pal batas blok atau petak. Pembuatan jalan pendukung pengelolaan hutan. Perangkat yang berhubungan dengan penglolaan hutan antara lain pal batas hutan, pos jaga, papan informasi, menara pengawas, sarana komunikasi dan sarana transportasi. 94

105 Sarana perlindungan hutan dapat berupa alat pemadam kebakaran hutan baik perangkat lunak maupun perangkat keras, alat komunikasi, perlengkapan satuan pengaman hutan, tanda batas kawasan hutan plang/tanda tanda larangan. Prasarana Perlindungan hutan dapat berupa asrama satuan pengaman hutan, rumah jaga, jalan jalan pemeriksaan, menara pengawas dan parit batas. L. Pengembangan Data Base Berdasarkan Pasal 14, Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan, Sistem Informasi Kehutanan disusun secara berjenjang yang meliputi nasional, provinsi, kabupaten/kota dan unit pengelolaan atau KPH. Pengembangan data base KPHL Unit XXVI Sumatera Utara merupakan bagian integral dari pengembangan system informasi kehutanan melalui sinkronisasi dan integras data kabupaten/kota dan provinsi. Strategi pengembangan data base KPHL Unit XXVI Sumatera Utara adalah mengembangkan sistem informasi wilayah kelola KPHL Unit XXVI Sumatera Utara yang cepat, akurat dan integratif dan didukung oleh perangkat system informasi dan data base berbasis web yang dapat diakses dengan mudah oleh seluruh stakeholders. Dengan demikian, data base KPHL Unit XXVI Sumatera Utara akan menjadi pusat informasi mengenai kekayaan sumberdaya hutan yang ada dalam wilayah kelola KPHL Unit XXVI. Dalam penyelenggaraannya, pengelolaan data base KPHL Unit XXVI diarahkan menurut peruntukan sebagai berikut : a. Database untuk mendukung system informasi kehutanan secara berjenjang sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun b.date base dengan peruntukan penyelenggaran pengelolaan hutan ditingkat tapak sesuai tugas dan fungsi KPHL Unit XXVI Sumatera Utara. Jenis data dan informasi wilayah kelola KPHL Unit XXVI Sumatera Utara untuk mendukung system informasi kehutanan secara berjenjang dan terintegrasi meliputi jenis data sebagaimana disajikan pada Tabel

106 Tabel 5.5. Pengembangan Data Base KPHL Unit XXVI Sumatera Utara Dalam Mendukung System Informasi Kehutanan di Tingkat KPH No Jenis Data Uraian Jenis Data 1. Kawasan dan Potensi Hutan 1. Luas dan letak wilayah kelola KPHL Unit XXVI 2. Potensi Hasil Hutan Kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu 3. Luas areal tertutup dan tidak tertutup hutan 4. Luas dan letak areal penggunaan kawasan hutan dan pemanfaatan hutan 5. Jenis flora dan fauna 6. Gangguan kemanan hutan 7. Lokasi dan luas areal kebakaran hutan 8. Perlindungan hutan 2. Rehabilitasi Lahan Kritis 1. Lokasi dan luas lahan kritis berdasarkan DAS 2. Laju deforestasi dan degradasi 3. Hasil rehabilitasi hutan dan lahan 4. Luas dan kegiatan reklamasi hutan 5. Pengembangan kegiatan perbenihan 3. Pemberdayaan Masyarakat 1. Lokasi dan luas hutan desa 2. Jumlah, letak dan luas areal HTR, HKm. 3. Pengembangan PHBM dan Jasa Lingkungan 4.Pengelolaan ekonomi dan peningkatan usaha masyarakat disekitar hutan. 4. Tata Kelola Kehutanan 1. Jumlah Personil (PNS dan Non Pns) 2. Alokasi Dan Realisasi Anggaran 3. Sarana Dan Prasarana Pegelolaan Hutan 4. Pelaksanaan dan Pelaporan Audit Kinerja 5. Penyuluhan Kehutanan 6. Hasil Hasil Penelitian Data yang dikumpulkan dapat berupa analog atau manual (peta, dokumen, laporan, data penelitian dan lain-lain), juga dapat berupa data digital (dokumen-dokumen, data GIS dan data digital lainnya). Unit yang secara khusus mengelola data base ini merupakan division support system atau pendukung sistem organisasi KPHL Unit XXVI yang diperlukan untuk pengambilan keputusan dari tingkat KPH hingga hingga unit terkecil. Beberapa kegiatan pendukung dalam membangun program ini antara lain: a. Pelatihan staf data base. b. Penyiapan perangkat data base c. Penyusunan dan pengelolaan sistem data base d. Membangun manajemen sistem pusat informasi M. Rasionalisasi Wilayah Kelola Permasalahan pada wilayah kelola KPHL Unit XXVI Sumatera Utara dapat dikatakan belum ada karena lembaga ini baru akan beroperasi setelah ada alokasi dan mobilisasi suberdaya misalnya alokasi sumberdaya pendanaan, Sumberdaya manusia, mobilisasi sarana dan prasarana serta adanya rugulasi yang mengatur tentang administrasi dan kegiatan KPH. 96

107 Strategi yang ditempuh adalah proaktif dalam melakukan koordinasi penjemputan program dan alokasi sumberdaya tersebut. sehinga pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota memahami peran dan fungsi serta kebutuhan KPH yang mendesak. Namun demikian tantangannya adalah bahwa masih kurangnya pemahaman tentang peran strategis dan pentingnya KPH terhadap pembangunan daerah dan nasional. Disisi lain keterbatasan dana menjadi kendala yang harus dicarikan solusinya. Untuk rasionalisasi pengurusan wilayah kelola mencakup 2 aspek yaitu: 1) aspek fisik (kawasan) yang mencakup aspek silvikultur, tata guna hutan, eksplorasi potensi dan lainnya dan 2) aspek non teknis yang meliputi rasionalisasi kelembagaan wilayah kelola hutan mulai dari tingkat blok sampai dengan tingkat petak (organisasi, kewenangan dan personil). Rasionalisasi wilayah kelola dari aspek fisik merupakan bentuk penilaian kembali terhadap kawasan blok atau petak pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan yang mengalami perubahan. Misalnya jika blok pemanfaatan kayu pada hutan alam sudah tidak memiliki potensi yang signifikant maka perlu dirasionalisasi ke bentuk wilayah kelola lain misalnya diarahkan ke pemanfaatan kayu hutan tanaman. Perubahan wilayah kelola juga akan mempengaruhi operasional personil dilapangan. Rencana kegiatan yang dilakukan adalah inventarisasi hutan secara berkala untuk dinilai dan dilaporkan bagaimana kawasan hutan, kondisi hutan dan produktivitas dan membandingkan dengan citra penginderaan jauh. N. Review Rencana Pengelolaan (minimal 5 tahun sekali) Sesuai dengan ketentuan maka kegiatan ini dilakukan minimal 5 (lima) tahun sekali dalam rangka penyusunan rencana pengelolaan dan perolehan data terkini. Kegiatan ini dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh data update dan akurat pada masing - masing unit pengelolaan, blok dan petak. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah kegiatan dilaksanakan sesuai arah kebijakan pengelolaan yang telah ditetapkan dan perkembangan yang dicapai. Adapun tujuan dari dilaksanakan kegiatan ini adalah : a. Mengetahui dan menganalisis semua data dasar yang dipergunakan dalam proses perencanaan terkait dengan pengelolaan kawasan hutan di KPHL Unit XXVI b. Mengevaluasi efektivitas tata guna kawasan hutan wilayah kelola dan kemungkinan untuk menggali potensi kawasan hutan lainnya yang dikembangkan. c. Membuat arahan terbentuknya blok pengelolaan/resort yang baru sesuai dengan potensi di KPHL Unit XXVI 97

108 d. Menganalisis kinerja organisasi KPHL Unit XXVI di tingkat tapak (Blok dan tapak) dan dinamika kelembagaannya. Kegiatan yang dilakukan dalam review rencana pengelolaan bahkan sebelum 5 tahun sekali adalah dengan menyusun rencana pengelolaan hutan jangka pendek dalam satu tahun yang dilakukan setiap tahunnya. Penyusunan rencana pengelolaan hutan jangka pendek dilakukan dengan berkoordinasi dengan para stakeholder yang terkait. Setelah tersusun dokumen rencana pengelolaan hutan jangka pendek maka dilakukan sosialisasi dan konsultasi publik kepada masyarakat dan pihak terkait rencana pengelolaan dalam setiap tahunnya. O. Pengembangan investasi Program ini merupakan pelaksanaan dari misi 4 yakni Mengembangkan secara aktif kegiatan produktif yang berkelanjutan pada wilayah di luar konsesi (wilayah tertentu ). Untuk pencapaian tujuan terwujudnya kerjasama investasi di KPHL Unit XXVI. Rencana kegiatan yang terkait investasi yang akan dilaksanakan adalah berupa: a. Pembangunan hutan karet b. Pengembangan budidaya rotan, pasak bumi, kulit manis, getah pinus dan kemenyan. c. Pengembangan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH). d. Pengembangan pariwisata alam. e. Pemanfaatan tanaman hias, anggrek, kantong semar dan obat. f. Pemanfaatan sumber-sumber mata air g. Usaha air minum kemasan. h. Pengusahaan dan pemanfaatan hasil hutan KPHL Unit XXVI harus melakukan eksplorasi peluang-peluang untuk investasi sektor swasta dan pengembangan regional di dalam KPH yang konsisten dengan tujuan pengelolaan hutan lestari seperti pengembangan pembangkit listrik mikro hidro dan usaha ekowisata dan eksplorasi cakupan untuk merealisasikan mekanisme pendanaan bagi jasa lingkungan seperti penyediaan air bersih, wisata alam dan jasa lingkungan lainnya sehingga kegiatan yang diharapkan mendapatkan investasi dari swasta (investor) akan terlaksana. Arahan pemanfaatan ini bisa dijadikan acuan sesuai dengan hasil analisis peta. Namun, kemungkinan berubah juga ada karena harus dilihat kondisi sebenarnya di lapangan. Perbedaan arahan pemanfaatan dengan kondisi lapangan dapat diganti menjadi solusi yang mendekati arahan pemanfaatan awal namun tetap berkoordinasi dengan masyarakat sekitar terutama yang telah memanfaatkan lahan di wilayah kelola. Luasan masing-masing arahan pemanfaatan ini dapat dilhat pada Tabel

109 Tabel 5.6. Arahan pemanfaatan pada wilayah tertentu pada KPHL Unit XXVI No Blok Arahan Luas (Ha) 1 HL Blok Inti Perlindungan dan Rehabilitasi Lahan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan HL Blok Pemanfaatan HHBK Pemanfaatan HHK dan Kemitraan Hutan HP Blok Pemanfaatan HHK-HA Tanaman PemanfaatanHHK, Pembangunan Hutan HP Blok Pemanfaatan HHK-HT Karet ,26 5 Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan HP Blok Pemanfaatan Jasling&HHBK HHBK Restorasi Ekosistem (Kemitraan Hutan HP Blok Pemberdayaan Tanaman), Pemanfaatan Hutan Tanaman Melalui HKM/HD,HTR ,27 7 Restorasi Ekosistem (Kemitraan Hutan HP Blok Perlindungan Tanaman) dan Rehabilitasi Lahan Luas Total ,87 Program yang disusun didalam Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang ini sesuai dengan visi dan misi KPHL Unit XXVI. Penjabarannya dapat dilihat pada tabel logical framework. Logical framework (kerangka logis) disusun berdasarkan visi, misi, kegiatan strategis, kemungkinan waktu pengerjaan dan sumber dana yang memungkinkan dalam memfasilitasi kegiatan-kegiatan tersebut. Selain adanya tabel logical framework ada juga tabel tata waktu pelaksanaan rencana kegiatan di KPHL Unit XXVI. Logical framework KPHL Unit XXVI dapat dilihat pada Tabel 5.7. Sedangkan tata waktu rencana kegiatan yang akan dilaksanakan selama 10 (sepuluh) tahun juga dapat dilihat pada Tabel

110 Tabel 5.7. Logical framework dari visi dan misi KPHL Unit XXVI Misi KPH Indikator Capaian Rencana Kegiatan Stakeholder Mitra 1. Mewujudkan kemandirian KPH melalui pemantapan operasional berupa peningkatan kualitas dan jumlah SDM kehutanan yang profesional, tata kelola administrasi yang baik, sarana dan prasarana, serta pemetaan potensi kawasan yang tepat dan terintegratif. a. Adanya kejelasan tata hubungan kerja antara KPHL Unit XXVI dengan Dinas Kehutanan Kabupaten, Dinas Kehutanan Provinsi dan Kementerian LH dan Kehutanan, serta stakeholder terkait Membangun batasan yang jelas mengenai tata hubungan kerja antara KPH, Dishut Kabupaten, Dishut Provinsi dan pusat Mengkonfirmasikan aturan kelembagaan untuk aturan mengenai pendapatan (seperti biaya perizinan) dan alokasi anggaran Membentuk kelembagaan kolaboratif yang melibatkan para pihak Membangun kolaborasi pengelolaan blok pemanfaatan dan blok pemberdayaan antar pihak Membangun dan memperkuat media komunikasi pertemuan reguler para pihak Sosialisasi peraturan perundangan berkaitan dengan pengelolaan hutan Sosialisasi kawasan Sosialisasi potensi konflik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi Pemegang Izin, Masyarakat, DInas Kehutanan dan Provinsi Masyarakat Desa, Dinas Kehutanan Kabupaten, Pemegang izin Sumber Pendanaan (Indikiatif) NGO/LSM NGO/LSM NGO/LSM, APBN APBD APBN,APBD NGO/LSM APBN Tahun Penyelesaian Tahun ke-2 (2016) Tahun ke-4 (2018) Tahun ke- 3 Tahun ke- 3 Tahun ke- 3 b. Tersedianya kelompok tenaga fungsional untuk mendorong terbentuknya badan layanan umum daerah (BLUD) serta tersedianya fasilitas kantor dan resort/pos di lapangan dengan sarana transportasi yang optimal Peningkatan jenjang pendidikan staf KPHP Pemetaan kompetensi Pendidikan dan pelatihan SDM Pengelola KPH Pertukaran kunjungan staf pengelola Studi banding Magang pegawai Pembangunan kantor resort lapangan berdasarkan fungsi kawasan hutan, pondok kerja, pondok jaga dan pos jaga Pembangunan rumah jabatan dan mess lapangan Pengadaan kendaraan roda 4 dan 2 Pemeliharaan, perbaikan dan rehabilitasi sarana dan prasarana Peningkatan peralatan kantor Peningkatan perlengkapan kerja personil Pengadaan peralatan komunikasi lapangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi, NGO Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, NGO, Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten Dinas Kehutanan Provinsi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, NGO APBN, APBD APBN, APBD APBN, APBD APBN APBN, APBD, NGO APBD, APBN APBD, APBN Tahun ke- 4, 5, 6,7,8 Tahun ke-5,6 Tahun ke- 3, 4,5 Tahun ke-4 Tahun ke-2,3,4 Tahun ke- 4,5,6 Tahun ke-4 Tahun ke- 6 Tahun ke- 1(2014), 2, 3 Tahun ke-3,6,9 c. KPH dikepalai oleh seorang profesional dan memiliki pengalaman yang relevan d. KPH memiliki setidaknya 20 staf untuk mengelola sekitar ha e. Terbangunnya sistem komunikasi yang efektif Menunjuk kepala sesuai dengan kualifikasi dan profesional serta berpengalaman untuk mengelola KPHP dan menyadari Visi dan Misi KPH Peningkatan jenjang pendidikan Membangun KPH dengan personil (staf) yang terlatih meliputi keterampilan dan kapasitas untuk berbagai peran dan tanggung jawab Usulan formasi penambahan SDM dan Rekruitmen petugas lapangan Pelatihan staf database Penyiapan perangkat database Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Kehutanan Provinsi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi Dinas Kehutanan Provinsi, Kementerian APBN APBN, APBD APBN (Bakti Rimbawan) APBD (Honor Daerah), APBN APBD, APBN,NGO APBD, APBN,NGO Tahun ke 2 Tahun ke 3, 4,8,9 Tahun ke-1, 2, 3 Tahun ke-2,3 Tahun ke 3,4,5 Tahun ke 5,6 100

111 Penyusunan dan pengelolaan sistem database Membangun manajemen sistem pusat informasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan, NGO APBD, APBN,NGO APBD, APBN,NGO Tahun ke 7,8,9 Tahun ke- 8,9,10 f. Terbangunnya mekanisme Fundraising dengan memanfaatkan sumber dana dari Pemerintah, Donor dan CSR g. Adanya peta batas wilayah kelola KPH termasuk izin-izin pengelolaan yang ada di dalamnya Membangun mekanisme penggalangan dana Penyusunan proposal dukungan pendanaan Membangun perencanaan program bersama Penyusunan Business Plan Konsultasi publik penyusunan Bussiness Plan Inventarisasi biofisik SDH (potensi-potensi kayu, non kayu, satwa, jasa lingkungan dan air) Inventarisasi sosial budaya Identifikasi wilayah tertentu Penataan areal kerja KPH Identifikasi potensi konflik di areal KPH Identifikasi pola ketertarikan hubungan masyarakat dengan hutan Identifikasi kearifan lokal yang berkaitan dengan pengelolaan hutan Sosialisasi tata batas kawasan KPHP Mandailing Natal Pemeliharaan dan penanaman jalur batas Orientasi dan rekonstruksi batas Konsultasi publik dan sosialisasi Penataan Blok dan Petak NGO, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi Dinas Kehutanan Provinsi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, BPKH Wilayah I Medan, BP2HP Medan, NGO BPKH Medan, Dinas Kehutanan Provinsi NGO/LSM NGO, APBN NGO, Swasta NGO, APBN NGO, APBN APBN APBN, NGO APBN, NGO APBN APBN, NGO NGO NGO APBN APBN, NGO APBN Tahun ke- 3,4 Tahun ke-3 Tahun ke- 2,3,4,5 Setiap Tahun Mulai Tahun ke 2 Tahun ke 2 (2015) Tahun ke- 2 Tahun ke- 2 Tahun ke- 2, 3, 4, 5 Tahun ke- 2 Tahun ke- 2, 3 Tahun ke 2, 3 Tahun ke 2, 3 Tahun ke 4 Tahun ke 3, 4, 5,6 2.Mewujudkan skema kelestarian produksi, dan mengembangkan secara aktif kegiatan produktif yang berkelanjutan pada wilayah di KPHL XXVI, mengembangkan usaha pemanfaatan hutan yang optimal namun tetap memegang prinsip-prinsip kelestarian h. Tersusunnya dokumen Rencana Pengelolaan Hutan baik jangka panjang maupun jangka pendek yang selalu up to date sesuai trend yang berkembang a. Pengembangan hutan karet dengan skala ha yang dilakukan secara bertahap b. Terbangunnya Kemitraan hutan tanaman seluas Review Rencana Pengelolaan (minimal 5 tahun sekali) Penyusunan RPHJ Pendek Sosialisasi/ ekspose RPHJ Pendek Mengidentifikasi daerah yang sesuai untuk pembangunan hutan karet berdasarkan perencanaan tata ruang dalam hubungannya dengan keterlibatan masyarakat Memfasilitasi pembangunan hutan karet di area yang telah ditentukan dengan keterlibatan masyarakat didalamnya Membantu masyarakat untuk menentukan wilayah yang sesuai untuk pengembangan sistem agroforestri atau usaha terkait yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat Memberikan pelatihan dasar dan dukungan teknis yang diperlukan untuk memfasilitasi praktek pengelolaan terbaik dalam sistem agroforestri Assessment lokasi dan luasan serta identifikasi kondisi sosial, budaya dan ekonomi masyarakat desa Dinas Kehutanan Provinsi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, NGO Kemitraan dengan masyarakat, NGO, BP2HP, Pemegang Izin, Investor Kemitraan dengan masyarakat Kemitraan dengan masyarakat Kementerian LH Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi, NGO, Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup dan APBN, NGO/LSM APBN, NGO APBN Swasta, APBN NGO, Swasta NGO Tahun ke-2, 7 Setiap Tahun Mulai Tahun ke-2 Tahun ke 2 Tahun ke 3,4,5,6 Tahun ke 3,4,5,6 Tahun ke 3,4 APBN, Tahun ke 3 NGO/program berbasis hibah yang mendukung penghidupan berkelanjutan NGO, APBN Tahun ke 2 101

112 ha Pembentukan kelompok tani hutan sebagai mitra Pendampingan masyarakat terhadap pengelolaan hutan dengan penerapan sistem agroforestri Menyusun strategi dan regulasi pengusahaan kegiatan pemanfaatan kayu hutan alam Kerjasama investasi pengembangan tanaman berkayu. Peningkatan pelayanan dan pengelolaan kegiatan pemanfaatan kayu hutan alam Pengembangan jaringan pengusahaan Membangun mekanisme kontribusi pemanfaatan kayu di hutan alam Membangun sarana dan prasarana pengembangan kegiatan pemanfaatan kayu hutan alam Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi, NGO, Swasta, Masyarakat desa NGO NGO, APBN APBN, NGO APBN, NGO Swasta, APBN Swasta Swasta, APBN Swasta Tahun ke 2 Tahun ke 2,3 Tahun 7,8 Tahun ke 8,9,10 Tahun ke 8,9,10 Tahun ke 9,10 Tahun ke 9,10 Tahun ke Peningkatan kapasitas pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan melalui kegiatankegiatan edukatif yang ada di KPH, dan pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan atau kegiatan KPH dengan menggunakan prinsip-prinsip kemitraan yang saling menguntungkan. Sehingga meningkatkan produksi dan diversifikasi hasil hutan serta memperluas kesempatan berusaha dan lapangan pekerjaan c. Terbangunnya pilot pemanfaatan jasa lingkungan a.adanya pengembangan dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu di kawasan hutan baik dalam bentuk kemitraan atau bentuk lainnya Pengembangan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) Pengembangan pariwisata alam Pemanfaatan sumber-sumber mata air Usaha air minum kemasan Fasilitasi masyarakat dalam pemanfaatan potensi air Mengeksplorasi aktifitas pemanfaatan HHBK di dalam KPHP misalnya rotan, madu, bambu, tanaman obat, kayu manis Failitasi masyarakat dalam pemanfaatan HHBK Mengembangkan dan memfasilitasi kegiatan pemanfaatan HHBK dengan bekerjasama dengan masyarakat lokal, misalnya 1 produk usaha baru yang dikembangkan dalam 3 tahun dan 3 produk usaha baru dalam 5 tahun NGO/program berbasis hibah yang mendukung penghidupan berkelanjutan Investor/swastaDinas Kehutanan Provinsi, Kabupaten, NGO Masyarakat desa, Swasta, Dinas Kehutanan Provinsi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan APBN, Swasta APBN, NGO, Swasta APBD, APBN APBN, APBD APBN, APBD APBN, APBD APBN, APBD Tahun ke 7,8 Tahun ke 9,10 Tahun ke 6,7 Tahun ke 8 Tahun ke 8 Tahun ke 2 Tahun Ke 3 Tahun ke 4 Tahun ke 2 Tahun ke 3 b.terealisasikannya kerjasama investasi dalam penggunaan lahan lainnya yang berkelanjutan didalam wilayah KPH Mengeksplorasi peluang-peluang untuk investasi sektor swasta dan pengembangan regional di dalam KPH yang konsisten dengan tujuan pengelolaan hutan lestari seperti pengembangan pembangkit listrik mikro hidro dan usaha ekowisata Mengeksplorasi cakupan untuk merealisasikan mekanisme pendanaan bagi jasa lingkungan seperti penyediaan air bersih, wisata alam dan jasa lingkungan lainnya Pemerintah Daerah (Kabupaten) dan Pemerintah Provinsi, Swasta Investor/swasta, Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan NGO dan penyedia layanan lokal seperti PDAM dan pusat NGO Swasta, APBN Tahun ke 5,6 Tahun 8,9,10 102

113 c.ikut terlibatnya masyarakat dalam kegiatan pemanfaatan dan perlindungan wilayah KPH serta penguatan kelembagaan masyarakat Pelibatan masyarakat dalam pembangunan hutan karet KPH Pelibatan masyarakat dalam patroli dan operasi pengamanan hutan Pembentukan tenaga pengaman hutan lokal Peningkatan taraf hidup masyarakat melalui pengembangan usaha-usaha kehutanan Pendampingan, pendidikan dan pelatihan masyarakat Fasilitasi masyarakat dalam pemanfaatan HHBK dan jasa lingkungan Menyusun perencanaan dan kebutuhan desa melalui participatory rural appraisal Pelibatan masyarakat dalam perencanaan dan pengambilan kebijakan publik Fasilitasi kelembagaan perekonomian masyarakat di sekitar kawasan pariwisata Dinas Kehutanan Provinsi, NGO, Masyarakat, swasta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Swasta NGO, APBN APBN, APBD APBN,APBD, Swasta APBN, APBD, NGO, Swasta Swasta, NGO, APBN, APBD NGO, Swasta NGO, Swasta Tahun ke 3 Tahun ke 3,4 Tahun ke 5 Tahun ke 3,4,5 Tahun ke 2, 3, 4, 5,6,7 Tahun ke 2, 3,4,5,6,7 Tahun ke 3 Tahun ke 7,8,9 Tahun ke 4,5,6 103

114 KEGIATAN STRATEGIS Koordinasi dan sinergi dengan Instansi dan stakeholder terkait Tabel 5.8. Tata Waktu Rencana Kegiatan KPHL Unit XXVI CAPAIAN UTAMA Terbangunnya kerjasama dengan berbagai instansi dan stakeholder terkait INDIKATOR CAPAIAN Adanya kejelasan tata hubungan kerja antara KPHL Unit XXVIdengan Dinas terkait di Kabupaten, Dinas Kehutanan Provinsi dan Kementerian LH dan Kehutanan, serta stakeholder terkait Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KEGIATAN Membangun batasan yang jelas mengenai tata hubungan kerja antara KPHL Unit XXVI, Dishut Provinsi dan pusat 2. Mengkonfirmasikan aturan kelembagaan untuk aturan mengenai pendapatan (seperti biaya perizinan) dan alokasi anggaran 3. Membentuk kelembagaan kolaboratif yang melibatkan para pihak 4. Membangun kolaborasi pengelolaan blok pemanfaatan dan blok pemberdayaan antar pihak 5. Membangun dan memperkuat media komunikasi pertemuan reguler para pihak 6. Sosialisasi peraturan perundangan 104

115 berkaitan dengan pengelolaan hutan 7. Sosialisasi kawasan KPHL Unit XXVI 8. Sosialisasi potensi konflik di areal KPHL Unit XXVI Penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang Izin Terbangunnya koordinasi dengan pemegang izin yang berada di kawasan KPHL Unit XXVI Terwujudnya koordinasi dengan pemegang izin melalui forum maupun kegiatan lainnya 1. Membentuk forum komunikasi antar pemegang izin 2. Pemeliharaan bersama batas persekutuan antar pemegang izin 3. Koordinasi pelaksanaan CSR pemegang izin 4. Koordinasi pengembangan investasi 105

116 Penyediaan Kelembagaan dan SDM Tersedianya SDM terampil dan profesional untuk pengelolaan KPHL Unit XXVI. 1. Tersedianya kelompok tenaga fungsional untuk mendorong terbentuknya badan layanan umum daerah (BLUD) serta tersedianya fasilitas kantor dan resort/pos di lapangan dengan sarana transportasi yang optimal 2. KPHL Unit XXVI dikepalai oleh seorang profesional dan memiliki pengalaman yang relevan 3. KPHL Unit XXVI memiliki setidaknya 20 staf untuk mengelola sekitar ha 1. Peningkatan jenjang pendidikan staf KPHL Unit XXVI 2. Pemetaan kompetensi 3. Pendidikan dan pelatihan SDM Pengelola KPHL Unit XXVI 4. Pertukaran kunjungan staf pengelola 5. Studi banding 6. Magang pegawai 7. Pembangunan kantor resort lapangan berdasarkan fungsi kawasan hutan, pondok kerja, pondok jaga dan pos jaga 8. Pembangunan rumah jabatan dan mess lapangan 9. Pengadaan kendaraan roda 4 dan Pemeliharaan, perbaikan dan rehabilitasi sarana dan prasarana 11. Peningkatan peralatan kantor 106

117 12. Peningkatan perlengkapan kerja personil 13. Menunjuk kepala sesuai dengan kualifikasi dan profesional serta berpengalaman untuk mengelola KPHL Unit XXVI dan memahami Visi dan Misi KPHL Unit XXVI 14. Peningkatan jenjang pendidikan 15. Membangun KPHL Unit XXVI dengan personil (staf) yang terlatih meliputi keterampilan dan kapasitas untuk berbagai peran dan tanggung jawab 16. Usulan formasi penambahan SDM dan Rekruitmen petugas lapangan 107

118 Pengembangan database Terbangunnya sistem database KPHL Unit XXVI yang dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan Terbangunnya sistem komunikasi yang efektif 1. Pelatihan staf database 2. Penyiapan perangkat database 3. Penyusunan dan pengelolaan sistem database 4. Membangun manajemen sistem pusat informasi Penyediaan pendanaan Tergalangnya dana untuk KPHL Unit XXVI pada program yang berkelanjutan Terbangunnya mekanisme Fundraising KPHL Unit XXVI dengan memanfaatkan sumber dana dari Pemerintah, Donor dan CSR 1. Membangun mekanisme penggalangan dana 2. Penyusunan proposal dukungan pendanaan 3. Membangun perencanaan program bersama 4. Penyusunan Business Plan 5. Konsultasi publik penyusunan Bussiness Plan Inventarisasi berkala wilayah kelola serta penataan hutannya Tertatanya blok dan petak di wilayah KPHL Unit XXVI. Adanya peta batas wilayah kelola KPH termasuk izin-izin pengelolaan yang ada di dalamny 1. Inventarisasi biofisik SDH (potensi-potensi kayu, non kayu, satwa, jasa lingkungan dan air) 2. Inventarisasi sosial budaya 3. Identifikasi 108

119 wilayah tertentu 4. Penataan areal kerja KPHL Unit XXVI Identifikasi potensi konflik di areal KPH 5. Identifikasi pola ketertarikan hubungan masyarakat dengan hutan 6. Identifikasi kearifan lokal yang berkaitan dengan pengelolaan hutan 7. Sosialisasi tata batas kawasan KPHL Unit XXVI 8. Pemeliharaan dan penanaman jalur batas 9. Orientasi dan rekonstruksi batas 10. Konsultasi publik dan sosialisasi 11. Penataan Blok dan Petak Rasionalisasi wilayah kelola Tertatanya blok dan petak di wilayah KPHL Unit XXVI. Adanya perubahan penataan kawasan KPHL Unit XXVI sesuai dengan analisis dan penilaian tata hutan 1. Inventarisasi hutan secara berkala untuk dinilai dan dilaporkan bagaimana kawasan hutan, 109

120 Review Rencana Pengelolaan (minimal 5 tahun sekali) Pembinaan dan pemantauan (Controlling) pada areal KPHL Unit XXVI yang telah ada Izin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan Ter update nya Rencana Pengelolaan KPHL Unit XXVI berdasarkan perkembangan yang terjadi baik di lapangan atau kebijakan Terbangunnya mekanisme dan skema perizinan yang memungkinkan untuk pemanfaatan sumberdaya hutan dibawah kelembagaan KPHL Unit XXVI dan kondisi lapangan Tersusunnya dokumen Rencana Pengelolaan Hutan baik jangka panjang maupun jangka pendek yang selalu up to date sesuai trend yang berkembang Konsesi beroperasi secara optimal sesuai dengan regulasi pengelolaan hutan kondisi hutan dan produktivitas dan membandingkan dengan citra penginderaan jauh 1. Review Rencana Pengelolaan (minimal 5 tahun sekali) 2. Penyusunan RPHJ Pendek 3. Sosialisasi/ ekspose RPHJ Pendek 1. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan RKT izin pemanfaatan/pengg unaan kawasan hutan 2. Pembinaan pelaksanaan kewajibankewajiban pemegang izin 3. Pengembangan kemitraan dalam upaya pemberdayaan masyarakat 4. Koordinasi pelaksanaan pemberdayaan 110

121 masyarakat 5. Melakukan keterlibatan secara berkala dengan pemegang konsesi dan menyediakan pedoman terbaru (up to date) mengenai praktek dan operasional yang baik serta arahan melakukan perbaikan Pembinaan dan pemantauan (Controlling) pelaksanaan rehabilitaasi dan reklamasi pada areal yang sudah ada Izin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutannya. Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu Terbangun komunikasi secara berkala dengan pemegang konsesi dan menyediakan pedoman terbaru (up to date) mengenai praktek dan operasional yang baik 1. Terbangunnya hutan pinus dan kemenyan KPHL Unit XXVI Adanya komunikasi yang aktif dengan konsesi untuk mendukung pemanfaatan sumber daya yang lebih produktif dan dukungan penuh untuk perbaikan dalam pengelolaan hutan Pengembangan hutan pinus dan kemenyan KPHL Unit XVI yang dilakukan secara bertahap 1. Monitoring pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi 2. Pengawasan dan evaluasi pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi 3. Pembinaan pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi 1. Mengidentifikasi daerah yang sesuai untuk pembangunan hutan pinus dan kemenyan berdasarkan perencanaan tata 111

122 ruang dalam hubungannya dengan keterlibatan masyarakat 2. Membangun hutan pinus dan kemenyan di KPHL Unit XXVI 3. Memfasilitasi pembangunan hutan pinus dan kemenyan di area yang telah ditentukan dengan keterlibatan masyarakat didalamnya 4. Membantu masyarakat untuk menentukan wilayah yang sesuai untuk pengembangan sistem agroforestri atau usaha terkait yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat 5. Memberikan pelatihan dasar dan dukungan teknis yang diperlukan untuk memfasilitasi praktek pengelolaan terbaik dalam sistem agroforestri 112

123 2. Termanfaatka nnya HHK dengan mekanisme Kemitraan hutan Tanaman Terbangunnya Kemitraan hutan tanaman 1. Assessment lokasi dan luasan serta identifikasi kondisi sosial, budaya dan ekonomi masyarakat desa 2. Pembentukan kelompok tani hutan sebagai mitra 3. Pendampingan masyarakat terhadap pengelolaan hutan dengan penerapan sistem agroforestri 4. Menyusun strategi dan regulasi pengusahaan kegiatan pemanfaatan kayu hutan alam 5. Kerjasama investasi pengembangan tanaman berkayu. 6. Peningkatan pelayanan dan pengelolaan kegiatan pemanfaatan kayu hutan alam 7. Pengembangan jaringan pengusahaan 8. Membangun 113

124 mekanisme kontribusi pemanfaatan kayu di hutan alam 9. Membangun sarana dan prasarana pengembangan kegiatan pemanfaatan kayu hutan alam Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang 3. Termanfaatka nnya potensi air, wisata alam dan jasa lingkungan Terbangunnya pilot pemanfaatan jasa lingkungan 1. Membangun pilot untuk : a. Pengembangan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) b. Pengembangan pariwisata alam c. Pemanfaatan sumber-sumber mata air d. Fasilitasi masyarakat dalam pemanfaatan potensi air 114

125 4. Termanfaatka nnya HHBK (rotan, kemenyan, getah pinus, rotan, pasak bumi) Adanya pengembangan dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu di kawasan hutan baik dalam bentuk kemitraan atau bentuk lainnya 1. Mengeksplorasi aktifitas pemanfaatan HHBK di dalam KPHL Unit XXVI misalnya rotan, kemenyan, pasak bumi, getah pinus 2. Pengembangan budidaya rotan, 3. Pemanfaatan tanaman obat 4. Pengembangan budidaya lebah madu 5. Pengembangan budidaya kemenyan 6. Failitasi masyarakat dalam pemanfaatan HHBK 7. Mengembangkan dan memfasilitasi kegiatan pemanfaatan HHBK dengan bekerjasama Pemberdayaan masyarakat Berpartisipasinya masyarakat dalam pemberdayaan, Ikut terlibatnya masyarakat dalam kegiatan pemanfaatan dan 1. Pelibatan masyarakat dalam pembangunan hutan pinus dan kemenyan, karet di 115

126 pemanfaatan dan perlindungan hutan. perlindungan wilayah KPHL Unit XXVI serta penguatan kelembagaan masyarakat KPHL Unit XXVI 2. Pelibatan masyarakat dalam patroli dan operasi pengamanan hutan 3. Pembentukan tenaga pengaman hutan lokal 4. Peningkatan taraf hidup masyarakat melalui pengembangan usaha-usaha kehutanan 5. Pendampingan, pendidikan dan pelatihan masyarakat 6. Fasilitasi masyarakat dalam pemanfaatan HHBK dan jasa lingkungan 7. Menyusun perencanaan dan kebutuhan desa melalui participatory rural appraisal 8. Pelibatan masyarakat dalam perencanaan dan pengambilan kebijakan publik 9. Fasilitasi kelembagaan perekonomian masyarakat di sekitar kawasan 116

127 Pengembangan investasi Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam Terwujudnya kerjasama investasi KPHL Unit XXVI dalam bentuk MoU Terbangunnya mekanisme dalam rangka monitoring dan evaluasi untuk memastikan tingkat kepatuhan pemegang izin terhadap pengelolaan Terealisasikannya kerjasama investasi dalam penggunaan lahan lainnya yang berkelanjutan didalam wilayah KPHL Unit XXVI 1. Tersusunnya dokumen rencana kerja dan rencana audit untuk menyelaraskan pengelolaan hutan dengan SVLK 2. Adanya 1. Mengeksplorasi peluang-peluang untuk investasi sektor swasta dan pengembangan regional di dalam KPHL Unit XXVI yang konsisten dengan tujuan pengelolaan hutan lestari seperti pengembangan pembangkit listrik mikro hidro dan usaha ekowisata 2. Mengeksplorasi cakupan untuk merealisasikan mekanisme pendanaan bagi jasa lingkungan seperti penyediaan air bersih, wisata alam dan jasa lingkungan lainnya 1. Membangun mekanisme dalam rangka monitoring dan evaluasi untuk memastikan tingkat kepatuhan pemegang izin terhadap pengelolaan hutan sesuai dengan 117

128 Penyelenggaraan rehabilitasi pada areal di luar Izin hutan sesuai dengan peraturan nasional dan standar wajib (misalnya SVLK) Terlaksananya perlindungan hutan dan rehabilitasi hutan keselarasan pengelolaan hutan dan rencana kerja tahunan dengan standar voluntary dan mengkaji untuk mempertimban gkan kelayakannya (benefit cost ratio) 1. Adanya kejelasan status kawasan hutan dan batas-batas 2. Adanya peningkatan tindakan konservasi termasuk melakukan monitoring dan patrol berkala pada Hutan Lindung dan Kawasan bernilai konservasi tinggi lainnya 3. Terlaksananya rehabilitasi lahan kritis atau lahan peraturan nasional dan standar wajib (misalnya SVLK) 2. Melakukan analisa benefit cost ratio (penilaian terlingkup) untuk menuju sertifikasi pengelolaan hutan voluntary 1. Mendeliniasi secara jelas dipeta dan di lapangan (data keadaan fisik telah tersedia) pada area Hutan Lindung, dan kawasan yang bernilai konservasi tinggi lainnya untuk dilindungi oleh KPHL Unit XVI 2. Mensosialisasikan KPHL Unit XVI dan kawasan dengan nilai konservasi tinggi (HCVF) agar masyarakat menyadari pentingnya nilai- 118

129 terdegradasi di kawasan hutan nilai tersebut dan ikut terlibat dalam upaya perlindungan 3. Koordinasi perlindungan dan pengamanan kawasan 4. Pengendalian kebakaran hutan 5. Perlindungan dan pengawetan flora dan fauna yang dilindungi (konservasi HCVF) 6. Membangun baseline REL untuk cadangan karbon hutan di KPHL Unit XVI 7. Mendapatkan tinjauan yang sesuai dan validasi dari baseline REL untuk menguji ketelitian 8. Membangun inventarisasi hutan secara berkala untuk menilai sumber daya dan cadangan karbon hutan 9. lahan hutan dan potensi 119

130 penambahan/kehila ngan hutan secara teratur 10. Melakukan kegiatan monitoring dan pelaporan secara rutin seperti laporan tahunan 11. Mengidentifikasi area yang prioritas untuk direhabilitasi pada lahan kritis atau terdegradasi dan menyiapkan strategi untuk pelaksanaannya 12. Mensosialisasikan area yang menjadi target rehabilitasi kepada masyarakat lokal dan pihak terkait lainnya 13. Membuat target reklamasi dan rehabilitasi lahan kritis/terbuka atau lahan terdegradasi 14. Perencanaan RHL 15. Rehabilitasi hutan rusak dan lahan kritis 16. Melakukan pengkayaan penanaman pohon 120

131 hingga 75% dari areal jalur hijau bagi 50% dari jumlah mata air yang ada di KPHL Unit XVI 17. Sosialisasi dan pembekalan kepada masyarakat tentang sistem tanam konservasi berbasis pengelolaan vegetasi (cover crop, barisan tanam sejajar kontur, pemulsaan) 18. Intensifikasi penerapan teknik konservasi tanah dan air secara sipil teknis 19. Sosialisasi teknologi/sistem agroforestry yang memberikan hasil maksimum, namun sekaligus berfungsi perlindungan (proteksi) terhadap degradasi lahan dan lingkungan 121

132 122

133 BAB VI PEMBINAAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pembinaan, pengawasan dan pengendalian dilakukan dalam rangka memastikan tujuan yang inngin dicapai dalam pembangunan KPH dapat tercapai. Kegiatan ini sesuai amanat dalam Peraturan menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.6/Menhut-II/2010 Tentang Norma, standar, prosedur dan kriteria pengelolaan hutan pada kesatuan pengelolaan hutan lindung (KPHL) Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHL).Hal tersebut dimaksudkan agar pemangku jabatan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan dan perlindungan hutan oleh KPHL maupun KPHP. Berdasarkan PP 44 tahun 2004 pasal 32 menyatakan bahwa pada unit pengelolaan hutan dibentuk institusi pengelola yang bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan pengelolaan hutan yang meliputi perencanaan pengelolaan, pengorganisasian, pelaksanaan pengelolaan dan pengendalian dan pengawasan. Organisasi KPH adalah organisasi pemerintah daerah yang mempunyai fungsi pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan hutan diwilayahnya. Disisi lain organisasi KPH adalah organisasi pengelolaan hutan ditingkat tapak yang perlu dibina oleh institusi pengurusan yaitu Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Gubernur. Analisis BAPPENAS di tahun 2010 terkait permasalahan mendasar pada sektor kehutanan Indonesia menunjukan bahwa tata kelola yang buruk, ketidakjelasan hak tenurial, serta lemahnya kapasitas dalam manajemen hutan (termasuk penegakan hukum) menjadi permasalahan mendasar pengelolaan hutan di Indonesia. Selain itu, adanya kriteria pengelolaan hutan lestari yang didukung adanya sertifikasi legalitas kayu, maka ketiga kegiatan tersebut harus dilaksanakan. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya standar dan pedoman untuk melakukan verifikasi legalitas kayu yang diterapkan terhadap unit pengelola hutan sebagai penghasil kayu dan industri pengolahan kayu sebagai pengguna kayu. A. Pembinaan Pembinaan dilakukan terhadap sumberdaya manusia pelaksana pengelolaan dan masyarakat di sekitar kawasan KPH L. Sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008, organisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) harus 122

134 dikelola oleh sumber daya manusia yang memiliki kompetensi kerja sesuai dengan jabatan yang diperlukan. Upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka pembinaan meliputi: 1. Meningkatkan kemampuan dan kompetensi sumberdaya manusia pengelola dalam penyelenggaraan kegiatan pengelolaan kawasan, baik berupa pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi maupun pendidikan non formal berupa pendidikan dan pelatihan, seminar ataupun workshop yang dapat meningkatkan kapabilitasnya. 2. Pembinaan dan sosialisasi terhadap masyarakat sekitar, dan pihak-pihak tekait mengenai kerangka program sebagai sarana meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai arti pentingnya pengelolaan kawasan hutan di KPHL XXVI. 3. Pelibatan masyarakat perwakilan masyarakat dalam penyusunan kerangka kegiatan KPH yang bersentuhan langsung dengan lahan masyarakat, sehingga masyarakat merasa memiliki peran dalam pembangunan KPH. 4. Pembinaan kemampuan masyarakat dalam pemanfaatan hasil hutan yang lestari, pemasaran produk yang tepat serta sesuai prosedur legalitas. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.6/ Menhut-II/ 2010 bahwa pembinaan dan pengendalian terhadap KPH dilakukan oleh atau atas nama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan didegelegasikan kepada Gubernur. Uraian kegiatan dan tim pelaksana pembinaan pada KPHL Unit XXVI disajikan pada Tabel 6.1. Tabel 6.1. Uraian kegiatan dan tim pelaksana pembinaan No. Kegiatan Uraian Kegiatan Tim Pembina 1. Perencanaan hutan. 2. Penguatan Kelembagaan KPH 3. Sarana dan prasarana operasional KPH Rekonstruksi batas hutan, tatablok/ petak, inventarisasi sumberdaya hutan, penyusunan rencana pengelolaan, dan penyusunan rencana strategis Penyempurnaan peraturan daerah tentang organisasi KPH, sumbangan pihak ketiga dan bagi hasil kemitraan serta pengelolaan keuangan pola BLUD), penyusunan standard opperational procedure (SOP) KPH, pelaksanaan diklat / inhouse training dan penambahan formasi pegawai dan perekrutan petugas lapangan Pengembangan sarana dan prasarana operasional. Menteri LH Kehutanan (Dirjen Planologi dan tata lingkungan), Gubernur Sumatera Utara. Menteri LH Kehutanan GubernurSumatera Utara. Menteri LH Kehutanan (Dirjen Planologi dan tata lingkungan), Gubernur Sumatera Utara. 123

135 No. Kegiatan Uraian Kegiatan Tim Pembina 4. Pemberdayaan Masyarakat Fasilitasi pengembangan kelompok tani hutan, fasilitasi pembentukan koperasi kth, sosialisasi dan pengembangan nilai-nilai kearifan lokal tentang prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari serta pelatihan/in House Training/ praktek kerja/studi banding bagi anggota KTH Menteri LH Kehutanan, GubernurSumatera Utara. 5. Perlindungan dan Konservasi Alam 6. Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan 7. Pemanfaatan Hutan Patroli pengamanan hutan, operasi pengamanan hutan, pemantauan dan pengendalian kebakaran hutan, penyuluhan dalam rangka perlindungan dan konservasi alam kepada masyarakat, penurunan tingkat konflik tenurial, pengembangan obyek dan daya tarik wisata, penyediaan sarana dan prasarana perlindungan hutan dan konservasi alam serta monitoring dan pembinaan kemitraan pemanfaatan wisata alam dan jasa lingkungan lainnya serta pembinaan habitat. Reboisasi dan pengkayaan hutan, penyediaan sarana dan prasarana konservasi tanah dan air, penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif, fasilitasi partisipasi dan koordinasi program rehabilitasi hutan, fasilitasi kerjasama kegiatan rehabilitasi hutan, serta monitoring dan pembinaan ijin usaha HKm dan kemitraan kehutanan. Pemanfaatan sumber daya hutan, kemitraan pemanfaatan HHK, HHBK, perdagangan karbon dan jasa lingkungan lainnya pada wilayah tertentu di hutan produksi, serta pengolahan dan pemasaran hasil hutan Menteri LH Kehutanan, GubernurSumatera Utara. Menteri LH Kehutanan, Gubernur Sumatera Utara. Menteri LH Kehutanan, Gubernur Sumatera Utara. B. Pengawasan Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan KPH dilakukan oleh pihak internal pengelola maupun para pihak yang berkompeten dan dilakukan secara langsung agar pelaksanaan pengelolaan sesuai dengan perencanaan yang dibuat. Maksud dan tujuan pengawasan adalah untuk menjamin kelancaran pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana pengelolaaan. Pada pengawasan ini dimungkinkan dilakukannya perubahan-perubahan terhadap sasaran dan program yang tidak tepat. Pengawasan dilaksanakan dalam tahapan sebagai berikut: 1. Penyusunan standar kesesuaian Standar kesesuaian adalah standar yang sudah ditentukan di rencana pengelolaan hutan jangka panjang yang dapat berupa kesesuaian dengan ketentuan perundangan- 124

136 undangan, kesesuaian dengan rencana, kesesuaian dengan kesepakatan antar pihak, kesesuaian waktu dan kesesuaian dengan anggaran. 2. Analisis penyimpangan Analisis ini dilakukan dengan menilai kegiatan yang telah dilaksanakan dan melihat bagaimana pelaksanaan kegiatan tersebut apakah telah sesuai dengan standar yang telah disusun atau telah tersedia. 3. Pengambilan tindakan koreksi Berdasarkan hasil analisis, bila terjadi penyimpangan maka perlu dilakukan tindakan koreksi sehingga pelaksanaan rencana menjamin tercapainya tujuan. Fungsi dari pengawasan dalam hal ini adalah sebagai penghimpun informasi yang nantinya bermanfaat dalam penilaian, sehingga dapat diketahui perubahan-perubahan yang terjadi terhadap fungsi dan kelestarian kawasan KPHL Unit XXVI serta perubahan pada sosial ekonomi masyarakat. Disamping sebagai penghimpun informasi, pengawasan juga dapat berfungsi pemeriksaan terhadap ketepatan dan kesesuaian sasaran pengelolaan. Pada pemeriksaan dimungkinkan dilakukannya perubahan-perubahan terhadap sasaran dan program yang tidak tepat. Uraian kegiatan dan tim pelaksana pengawasan terhadap program/kegiatan yang dilaksanakan KPHL Unit XXVI seperti disajikan pada Tabel 6.2. Tabel 6.2. Uraian kegiatan pengawasan dan tim pengawas No. Kegiatan Uraian Kegiatan Tim Pengawas 1. Perencanaan hutan. 2. Penguatan Kelembagaan KPH 3. Sarana dan prasarana operasional KPH 4. Pemberdayaan Masyarakat 5. Perlindungan dan Konservasi Alam Rekonstruksi batashutan, tatablok/ petak, inventarisasi sumberdayahutan, penyusunan rencana pengelolaan, dan penyusunan rencana strategis Penyempurnaan peraturan daerah tentang organisasi KPH (tentang organisasi KPH, sumbangan pihak ketiga dan bagi hasil kemitraan serta pengelolaan keuangan pola BLUD), penyusunan standard opperational procedure(sop) KPH, pelaksanaan diklat / inhouse training dan penambahan formasi pegawai dan perekrutan petugas lapangan Pengembangansaranadanprasaranaoperasional. Fasilitasi pengembangan kelompok tani hutan, fasilitasi pembentukan koperasi KTH, sosialisasi dan pengembangan nilai-nilai kearifan lokal tentang prinsipprinsip pengelolaan hutan lestari serta pelatihan/in House Training/ praktek kerja/studi banding bagi anggota KTH Patrolipengamananhutan, operasi pengamanan hutan, pemantauan dan pengendalian kebakaran hutan, penyuluhan dalam rangka perlindungan dan konservasi a. Dana APBN : Inspektorat Jenderal Kemenhut dan BPK RI b. Dana APBD/DAK: Inspektorat Provinsi dan BPK RI 125

137 No. Kegiatan Uraian Kegiatan Tim Pengawas 6. Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan 7. Pemanfaatan Hutan alam kepada masyarakat, penurunan tingkat konflik tenurial, pengembangan obyek dan daya tarik wisata, penyediaan sarana dan prasarana perlindungan hutan dan konservasi alam serta monitoring dan pembinaan kemitraan pemanfaatan wisata alam dan jasa lingkungan lainnya serta pembinaan habitat. Reboisasi dan pengkayaan hutan, penyediaan sarana dan prasarana konservasi tanah dan air, penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif, fasilitasi partisipasi dan koordinasi program rehabilitasi hutan, fasilitasi kerjasama kegiatan rehabilitasi hutan, serta monitoring dan pembinaan ijin usaha HKm dan kemitraan kehutanan. Pemanfaatan sumber daya hutan, kemitraan pemanfaatan HHK, HHBK, perdagangan karbon dan jasa lingkungan lainnya pada wilayah tertentu di hutan produksi, serta pengolahan dan pemasaran hasil hutan C. Pengendalian Pengendalian adalah suatu proses atau upaya untuk mengurangi atau menekan penyimpangan yang mungkin terjadi, sehingga diperoleh suatu hasil sesuai dengan yang telah ditetapkan melalui pemantauan, pengawasan dan penilaian kegiatan. Kegiatan pengendalian juga dimaksudkan untuk meminimalisir adanya penyimpangan-penyimpangan terhadap kegiatan yang direncanakan sebelum. Kegiatan pengendalian yang dapat dilakukan diantaranya: 1. Kepala KPHL bertanggungjawab mengendalikan berhasilnya pengelolaan KPHP mulai dari tingkat operasional kantor KPHL pelaksanaan program dan kegiatan sampai pada pencapaian visi pengelolaan sampai dilapangan. 2. Pengendalian dilakukan terhadap petugas di kantor KPHP petugas di lapangan, masyarakat sekitar, kelompok tani hutan, usaha pemanfaatan HHBK oleh masyarakat, dan pemegang izin di wilayah KPH. 3. Kepala KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara wajib melaksanakan pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan pengelolaan hutan yang dilakukan oleh pemegang izin seperti izin pemanfaatan hutan, izin penggunaan kawasan hutan, pelaksanaan rehabilitasi hutan, pelaksanaan reklamasi hutan diwilayah KPHnya dan wajib melaporkan setiap 3 (tiga) bulan kepada menteri dengan tembusan kepada gubernur. 126

138 Untuk menjadikan pengelolaan KPHL Unit XXVI berjalan dengan baik sesuai dengan perencanaan, tersedianya informasi yang terbuka pada tingkat manajemen KPHL Unit XXVI, mitra pengelolaan, pemerintah daerah dan masyarakat, maka perlu dilakukan pengendalian pada unit pengelola sehingga tujuan dari pengelolaan tercapai dan menjamin seluruh proses pengelolaan berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Lingkup pengendalian dilakukan pada tingkat pimpinan manajemen KPHL Unit XXVI sampai kepada pelaksana di lapangan sehingga tanggung jawab didalam pelaksanaan pengelolaan berjalan berdasarkan prosedur operasional dan tata kerja organisasi Unit Pelaksana Teknis KPHL Unit XXVI, Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.6/ Menhut-II/ 2010 bahwa pembinaan dan pengendalian terhadap KPH dilakukan oleh atau atas nama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan dilegelegasikan pula kepada Gubernur. Atas dasar itu maka pengendalian yang akan dilakukan terhadap KPHL Unit XXVI seperti disajikan pada Tabel 6.3. Tabel 6.3. Uraian kegiatan pengendalian dan tim pengendali No. Kegiatan Uraian Kegiatan Tim Pengendali 1. Perencanaan hutan 2. Penguatan Kelembagaan KPH 3. Sarana dan prasarana operasional KPH 4. Pemberdayaan Masyarakat 5. Perlindungan dan Konservasi Alam Rekonstruksi batashutan, tatablok/ petak, inventarisasi sumberdaya hutan, penyusunan rencana pengelolaan, dan penyusunan rencana strategis Penyempurnaan peraturan daerah tentang organisasi KPH, peraturan Bupati (tentang organisasi KPH, sumbangan pihak ketiga dan bagi hasil kemitraan serta pengelolaan keuangan pola BLUD), penyusunan standard opperational procedure (SOP) KPH, pelaksanaan diklat / inhouse training dan penambahan formasi pegawai dan perekrutan petugas lapangan Pengembangansaranadanprasaranaoperasional. Fasilitasi pengembangan kelompok tani hutan, fasilitasi pembentukan koperasi KTH, sosialisasi dan pengembangan nilai-nilai kearifan lokal tentang prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari serta pelatihan/in house /studi banding bagi anggota KTH Patrolipengamananhutan, operasi pengamanan hutan, pemantauan dan pengendalian kebakaran hutan, penyuluhan dalam rangka perlindungan dan konservasi alam kepada masyarakat, penurunan tingkat konflik tenurial, pengembangan obyek dan daya tarik wisata, penyediaan sarana dan prasarana perlindungan hutan dan konservasi alam serta monitoring dan Menteri Lingkungsn Hidup dan Kehutanan (Dirjen Planologi dan Tata Lingkungan) Gubernur Sumatera Utara. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Setjen, BP2SDM) dan Gubernur Sumatera Utara Menteri Lingkungsn Hidup dan Kehutanan (Dirjen Planologi dan Tata Lingkungan) Gubernur Sumatera Utara. Menteri Lingkungsn Hidup dan Kehutanan Gubernur Sumatera Utara. Menteri Lingkungsn Hidup dan Kehutanan Gubernur Sumatera Utara. 127

139 No. Kegiatan Uraian Kegiatan Tim Pengendali pembinaan kemitraan pemanfaatan wisata alam dan jasa lingkungan lainnya serta pembinaan habitat TSL 6. Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan 7. Pemanfaatan Hutan Reboisasi dan pengkayaan hutan, penyediaan sarana dan prasarana konservasi tanah dan air, penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif, fasilitasi partisipasi dan koordinasi program rehabilitasi hutan, fasilitasi kerjasama kegiatan rehabilitasi hutan, serta monitoring dan pembinaan ijin usaha HKm dan kemitraan kehutanan. Pemanfaatan sumber daya hutan, kemitraan pemanfaatan HHK, HHBK, perdagangan karbon dan jasa lingkungan lainnya pada wilayah tertentu di hutan produksi, serta pengolahan dan pemasaran hasil hutan Menteri Lingkungsn Hidup dan Kehutanan Gubernur Sumatera Utara. Menteri Lingkungsn Hidup dan Kehutanan Gubernur Sumatera Utara 128

140 BAB VII PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN Sistem monitoring dan evaluasi dalam wilayah pengelolaan hutan dalam suatu wadah KPH merupakan salah satu komponen utama dalam sistem pemantauan dan pengendalian. Sistem pemantauan dan pengendalian itu sendiri merupakan suatu perangkat sistem yeng bertugas untuk membangkitkan dan menyediakan informasi sehingga data dan informasi tersebut dapat digunakan untuk memberikan umpan balik sehingga seluruh dinamika sistem manajemen dapat dijaga pada status dan kondisi yang diinginkan. Sebagaimana dijelaskan pada tujuan, tugas pokok dan fungsi KPH, maka sistem monitoring dan evaluasi yang dikembangkan haruslah merupakan bentuk umpan balik yang positif yaitu perangkat pemantauan dan pengendalian yang mempunyai kapasitas untuk mengakses sistem manajemen dan melakukan perubahan terhadap sitemnya sendiri apabila memang diperlukan.dengan demikian maka sistem monitoring dan evaluasi akan mencakup; (i) Seluruh tingkat (level) dan perangkat organisasi, (ii) input, proses dan output yang dilaksanakan oleh KPH (iii) fungsi fungsi yang dijalankan KPH. Didalam proses manajemen monitoring dan evaluasi dapat mengambil bagian dihampir seluruh tingkatan baik ditingkat perencanaan, tingkatan operasional kegiatan (implementasi) maupun tingkatan pasca implementasi. Evaluasi ditujukan untuk membuat justifikasi terhadap rencana yang dibuat, pencapaian tujuan dan pelaksanaan rencana serta dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan maupun kinerja manajemen dilingkup KPH sendiri. A. Pemantauan Menurut Peraturan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Nomor: P.15/VII-PKH/2012, kegiatan monitoring penggunaan kawasan hutan adalah pemantauan secara periodik terhadap pelaksanaan dan capaian sasaran-sasaran antara dalam pemenuhan kewajiban persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan, dispensasi penggunaan kawasan hutan, perjanjian pinjam pakai kawasan hutan atau izin pinjam pakai kawasan hutan. Kegiatan pemantauan yang dilanjutkan dengan evaluasi dilakukan oleh unsur internal KPH maupun unsur eksternal baik oleh instansi pemerintah, universitas maupun masyarakat. Pemantauan atau monitoring terhadap jalannya pengelolaan kawasan dilaksanakan oleh KPHL Unit XXVI bersama-sama dengan instansi terkait dan pihak lembaga swadaya masyarakat (LSM) sebagai mitra. Kegiatan pemantauan dilakukan secara berkala dengan melakukan penilaian terhadap seluruh komponen pengelolaan yang terkait di KPHL XXVI. 129

141 Hasil pemantauan tersebut selanjutnya dipetakan dan dijadikan bahan untuk melakukan evaluasi kinerja pengelolaan. Kegiatan monitoring dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu pengumpulan data laporan penggunaan kawasan hutan dan data pendukung lainnya, pengolahan dan analisis data dan pelaporan. Pemantauan akan dilakukan secara berkala dan berjenjang sesuai dengan tahapannya, terhadap seluruh kegiatan dan komponen pengelolaan lainnya yang dilaksanakan KPHL Unit XXVI. Tim pelaksana pemantauan disesuaikan dengan keterkaitan dengan tugas fungsinya, dan akan ditunjuk dengan surat perintah tugas. Hasil yang diperoleh dari pemantauan tersebut akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam evaluasi kegiatan tahun berjalan dan sebagai dasar dalam penyusunan rencana untuk kegiatan berikutnya. Rencana kegiatan pemantauan dan tim pelaksana pemantauan terhadap seluruh kegiatan yang akan dilaksanakan dalam KPHL Unit XXVI tahun seperti disajikan pada Tabel 7.1. Disamping itu, di KPHL Unit XXVI tahun terdapat kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi/ lembaga lain, dalam rangka mendukung kapasitas kelembagaan KPHL Unit XXVI. Atas dasar itu maka kegiatan pemantauan yang dilakukan instansi/ lembaga lain tersebut seperti disajikan pada Tabel 7.2. B. Evaluasi Evaluasi penggunaan kawasan hutan adalah pemeriksaan dan penilaian terhadap capaian sasaran-sasaran akhir dalam pemenuhan kewajiban persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan, dispensasi penggunaan kawasan hutan, perjanjian pinjam pakai kawasan hutan atau izin pinjam pakai kawasan hutan. Kegiatan evaluasi merupakan kelanjutan dari kegiatan monitoring yang dilakukan. Evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui capaian pelaksanaan dari program dan kegiatan, permasalahan yang dihadapi dan solusi apa yang dapat diambil dalam melaksanakan program dan kegiatan sehingga akan lebih baik lagi perencanaannya di tahun selanjutnya. Kegiatan evaluasi melibatkan pihak pengelola KPHL Unit XXVI, evaluasi dari institusi lain dan evaluasi dari masyarakat yang terlibat dalam kegiatan KPH. Evaluasi dilaksanakan melalui tahapan pengumpulan data hasil monitoring dan data pendukung lainnya, pemeriksaan lapangan, pengolahan dan analisis data dan pelaporan hasil evaluasi. Parameter evaluasi yang dilihat adalah semua kegiatan pengelolaan yang dilakukan oleh KPH. Keberhasilan program KPHL dapat dilihat dari beberapa kriteria evaluasi diantaranya: 1. Tingkat alih fungsi dan pengunaan lahan tanpa ijin oleh masyarakat semakin menurun. 130

142 2. Timbulnya kesadaran dan meningkatnya peran aktif masyarakat terutama yang disekitar kawasan untuk menjaga dan melindungi kawasan KPHL Unit XXVI dari gangguan keamanan kawasan serta berkembangnya nilai-nilai kearifan lokal masyarakat dalam mendukung pengelolaan kawasan. 3. Berhasilnya program pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan sebagai upaya alternatif dalam peningkatan perekonomian masyarakat. 4. Meningkatnya kerjasama dan kepedulian pengelolaan kawasan oleh seluruh stakeholder terkait terhadap kawasan KPHL. 5. Tersedianya data dan informasi mengenai potensi kawasan. Rencana kegiatan evaluasi dan tim pelaksana evaluasi terhadap seluruh kegiatan yang akan dilaksanakan dalam RPHJP KPHL Unit XXVI tahun seperti disajikan pada Tabel 7.3. C. Pelaporan Pelaporan merupakan bentuk pertanggungjawaban kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi. Pada instansi pemerintah, pelaporan seluruh kegiatan yang dilaksanakan disampaikan dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Pelaporan kinerja dimaksudkan untuk mengkomunikasikan capaian kinerja dari suatu instansi pemerintah dalam satu tahun anggaran, yang dikaitkan dengan pencapaian tujuan dan sasarannya. Penyampaian laporan disampaikan kepada pihak yang memiliki hak atau yang berkewenangan meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Pada kegiatan pelaporan, KPHL Unit XXVI melaporkan hasil akhir dari seluruh kegiatan-yang dilaksanakan sesuai dengan fungsi dan tugasnya secara berkala. Pelaporan mengacu pada standar prosedur operasional yang berlaku. Tahapan dalam penyusunan laporan dimulai dari penyiapan format laporan, penyusunan bahan laporan dan resume telaahan, dan penyusunan. Laporan rutin secara berkala yakni laporan bulanan, triwulan dan tahunan, sedangkan untuk hal-hal yang sangat urgen dan mendesak dapat dilaporkan setiap saat. Laporan disampaikan secara berjenjang mulai dari Kepala KPHL Unit XXVI dan ditembuskan kepada: a. Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan b. Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional I Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan c. Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara 131

143 d. BPKH Wilayah I Medan e. BP2HP Wilayah II Medan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang f. BBTNGL Sumatera Utara (Selaku Korwil. UPT Kementerian Kehutanan) 132

144 Tabel 7.1. Uraian kegiatan pemantauan dan tim pelaksana pemantauan kegiatan yang dilaksanakan KPHL Unit XXVI No. Kegiatan Proses Kegiatan yang Dipantau Tim Pemantauan A. Perencanaan hutan. Pembentukan tim, penyusunan rencana kerja, persiapan alat dan bahan terkait BPKH Wilayah I Sumut 1. Rekonstruksi batashutan kegiatan rekonstruksi, pelaksanaan rekonstruksi, pembuatan peta dan laporan. 2. Tata blok/petak Pembentukan tim, penyusunan rencana tata hutan, persiapan alat dan bahan, pelaksanaan, pembuatan peta dan laporan. 3. Inventarisasi sumberdaya Pembentukan tim, penyusunan rencana kerja inventarisasi, persiapan alat/ bahan hutan dan alat ukur, pelaksanaan inventarisasi (potensi hutan dan sosial budaya), penyusunan Neraca SDH, penyusunan stastistik serta pembuatan peta dan laporan 4. Penyusunan rencana Pembentukan tim, penyusunan rencana kerja,persiapan bahan, pengumpulan data, pengelolaan pelaksanaan, konsultasi publik dan evaluasi dokumen rencana pengelolaan. 5. Penyusunan rencana strategis Pembentukan tim, penyusunan rencana kerja, persiapan bahan, pengumpulan data, pelaksanaan penyusunan dokumen rencana pengelolaan B. Penguatan kelembagaan KPH Penyusunan kerangka acuan kerja, penunjukan pelaksana dan tim ahli 1. Penyusunan SOP KPH penyusunan, konsultasi publik, buku dokumen SOP KPH dan berita acara serah terima 2. Pelaksanaan kegiatan Pembentukan panitia, penyusunan panduan dan materi, penyiapan alat bahan, inhouse training. pembuatan sertifikat pelatihan dan penyusunan laporan kegiatan 3. Perekrutan petugas lapangan Identifikasi kebutuhan peserta, pembentukan tim, penyusunan kriteria, proses perekrutan petugas lapangan dan keputusan penetapan C. Sarana dan prasarana Identifikasi kebutuhan, pembentukan panitia, penyusunan rencana kerja dan operasional syarat syarat, penunjukan rekanan, pelaksanaan, pembuatan berita acara D. Pemberdayaan masyarakat 1. Pengembangan KTH Penyiapan data kelompok, pertemuan kelompok, pembentukan dan pengesahan pengurus 2. Pembentukan koperasi KTH. Konsolidasi kelompok, pertemuan/rapat anggota, pembentukan dan pengesahan pengurus. KPH dan Dinas kehutanan. KPH dan Dinas kehutanan. KLHKI, Dinas Kehutanan Provinsi dan KPH KPH dan Dinas kehutanan. KPH, Dinas kehutanan atau lembaga/ instansi lain sebagai pemberi donor KPH KPH, Dinas Kehutanan dan BPKH Wilayah I Sumut dan Sumbar KPH, Desa/ Dusun, atau lembaga/ instansi lain sebagai pemberi donor KPH, Desa/ Dusun, Dinas Koperasi Kab atau lembaga/ instansi lain sebagai pemberi donor. 133

145 No. Kegiatan Proses Kegiatan yang Dipantau Tim Pemantauan 3. Sosialisasi dan pengembangan nilai-nilai kearifan lokal. Konsolidasi kelompok, pertemuan forum lembaga adat/forum tuan guru, penyusunan dan kesepakatan awik-awik kearifan lokal, sosialisasi, pembuatan laporan. KPH, Dinas Kehutanan, tokoh agama, Lembaga adat, KTH, LSM/ NGO, Akademisi dan Lembaga terkait lainnya 4. Praktek Kerja/Studi Banding Bagi Anggota KTH E. Perlindungan dan Konservasi Alam 1. Patroli pengamanan hutan Pembentukan panitia, penyusunan panduan dan materi, penyiapan alat bahan, pembuatan sertifikat dan penyusunan laporan kegiatan. Penyusunan rencana, penyiapan alat dan perlengkapan, pelaksanaan, dan pembuatan laporan. 2. Operasi pengamanan hutan Penyusunan rencana, penyiapan alat dan perlengkapan, pelaksanaan, pemberkasan dan pembuatan laporan. 3. Pemantauan dan Identifikasi daerah rawan kebakaran hutan, penyusunan rencana, penyiapan tim, pengendalian kebakaran alat dan perlengkapan, pelaksanaan dan pembuatan laporan. hutan 4. Penyuluhanperlindungan Penyusunan rencana, penyiapan materi, konsolidasi dan pertemuan kelompok, dan konservasi alam pelaksanaan serta pembuatan laporan. 5. Penurunan tingkat konflik tenurial Identifikasi konflik, penyusunan rencana, penunjukan tokoh kunci dan mediator, pendekatan masyarakat, penyiapan tim, pertemuan dan dialog, membangun kesepakatan dan pembuatan laporan 6. Pengembangan obyek wisata Inventarisasi potensi, pemetaan potensi ODTW, penyusunan rencana pengelolaan obyek wisata, konsultasi publik, kesepakatan kemintraan, pelaksanaan, pembuatan laporan. 7. Penyediaan sarana dan Identifikasi kebutuhan, pembentukan panitia, penyusunan rencana kerja dan prasarana perlindungan syarat syarat, penunjukan rekanan, pelaksanaan, pembuatan berita acara. hutan dan konservasi alam. F. Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan 1. Reboisasi dan pengkayaan hutan. Identifikasi lahan kritis, penyusunan rancangan, persiapan alat bahan, pembuatan persemaian, penanaman, pemeliharaan tanaman dan pembuatan peta dan laporan. KPH atau lembaga/ instansi lain sebagai pemberi donor KPH KPH, Dinas Kehutanan dan Instansi terkait KPH, Dinas Kehutanan dan Instansi terkait KPH atau lembaga/ instansi lain sebagai pemberi donor KPH, Dinas Kehutanan atau lembaga/ instansi lain sebagai pemberi donor KPH, BKSDA, Dinas Kehutanan atau Lembaga mitra KPH, BKSDA, Dinas Kehutanan BPDAS, KPH dan Dinas Kehutanan 134

146 No. Kegiatan Proses Kegiatan yang Dipantau Tim Pemantauan 2. Penyediaan sarana dan prasarana konservasi tanah Identifikasi kebutuhan, pembentukan panitia, penyusunan rencana kerja dan syarat syarat, penunjukan rekanan, pelaksanaan, pembuatan berita acara. BPDAS, KPH dan Dinas Kehutanan dan air 3. Penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif. Penyusunan rancangan konservasi tanah secara vegetatif, penunjukan rekanan, pelaksanaan kegiatan, penyusunan laporan. BPDAS, KPH dan Dinas Kehutanan 4. Fasilitasi partisipasi dan koordinasi program rehabilitasi hutan 5. Fasilitasi kerjasama kegiatan rehabilitasi hutan. G. Pemanfaatan Hutan. 1. Pemanfaatan Sumber daya hutan 2. Kemitraan pemanfaatan HHK, HHBK, Perdagangan Karbon dan jasa lingkungan lainnya pada wilayah tertentu di Hutan Produksi 3. Pengolahan dan pemasaran hasil hutan Penyusunan rencana kerja, pelaksanaan sosialisasi program dan kegiatan rehabilitasi hutan serta pelaporan Penyusunan rencana pengelolaan rehabilitasi, konsultasi publik, kesepakatan kemintraan, pelaksanaan, pembuatan laporan. Pembentukan tim, penyusunan rencana kerja,persiapan bahan, pengumpulan data, pelaksanaan, konsultasi publik dan evaluasi dokumen rencana pengelolaan serta pemanfaatan wilayah tertentu oleh KPH. Identifikasi potensi, promosi potensi, membangun kesepakatan kemitraan, pelaksanaan, pembuatan laporan. Pengembangan sarpras pengolahan hasil hutan, promosi produk hasil hutan dan pemasaran BPDAS, KPH, Dinas Kehutanan KPH, BPDAS, Dinas Kehutanan atau lembaga/ instansi lain sebagai pemberi donor BP2HP, Dinas Kehutanan, KPH, atau lembaga/ instansi lain sebagai pemberi donor BP2HP, Dinas Kehutanan, KPH, atau lembaga/ instansi lain sebagai pemberi donor BP2HP, Dinas Kehutanan, KPH, atau lembaga/ instansi lain sebagai pemberi donor 135

147 Tabel 7.2. Uraian kegiatan pemantauan dan tim pelaksana kegiatan yang dilaksanakan instansi/ lembaga lain Kegiatan Proses Kegiatan yang Dipantau Tim Pemantauan Penyiapan bahan/peraturan Perundangan terkait, Penyusunan Naskah Akademik Sekda, Asisten 1 dan Dinas Perda/ Pergub Organisasi KPH, rapat koordinasi,dokumen draft Perda/ Pergub, Kehutanan. Pembahasan di DPRD, Pengesahan Dokumen Perda/ Pergub Penguatan Kelembangaan KPH 1. Penyerpurnaan peraturan daerah dan peraturan gubernur tentang organisasi KPH 2. Peningkatan kualitas kelembagaan KPH Penyiapan bahan/peraturan Perundangan terkait, Penyusunan Naskah Akademik (Pergub Sumbangan Pihak Ketiga dan Bagi Hasil, Pergub Badan Layanan Umum Daerah), rapat koordinasi, dokumen Pergub 3. Pelaksanaan diklat Penyusunan Rencana kegiatan, Penyiapan alat dan bahan diklat, Penyusunan laporan kegiatan Biro Hukum, Biro Organisasi, Asisten 1, dan Dinas Kehutanan Pusdiklat SDM KLHK, dan Lembaga diklat lainnya. 4. Penambahan pegawai Identifikasi Formasi Pegawai yang dibutuhkan, Pengusulan Formasi Pegawai, Proses Perekrutan Pegawai BKD, Dinas Kehutanan, BP2SDM KLHK Tabel 7.3. Uraian kegiatan evaluasi dan tim pelaksana evaluasi kegiatan yang dilaksanakan KPHL Unit XXVI Kegiatan Proses Kegiatan yang Dievaluasi Tim Evaluasi Penyiapan bahan/peraturan Perundangan terkait, Penyusunan Naskah Akademik Sekda, Asisten 1 dan Dinas Perda/ Pergub Organisasi KPH, rapat koordinasi,dokumen draft Perda/ Pergub, Kehutanan. Pembahasan di DPRD, Pengesahan Dokumen Perda/ Pergub Penguatan Kelembangaan KPH 1. Penyerpurnaan peraturan daerah dan peraturan gubernur tentang organisasi KPH 2. Peningkatan kualitas kelembagaan KPH Penyiapan bahan/peraturan Perundangan terkait, Penyusunan Naskah Akademik (Pergub Sumbangan Pihak Ketiga dan Bagi Hasil, Pergub Badan Layanan Umum Daerah), rapat koordinasi, dokumen Pergub 3. Pelaksanaan diklat Penyusunan Rencana kegiatan, Penyiapan alat dan bahan diklat, Penyusunan laporan kegiatan 4. Penambahan pegawai Identifikasi Formasi Pegawai yang dibutuhkan, Pengusulan Formasi Pegawai, Proses Perekrutan Pegawai Biro Hukum, Biro Organisasi, Asisten 1, dan Dinas Kehutanan Pusdiklat SDM KLHK, dan Lembaga diklat lainnya. BKD, Dinas Kehutanan, BP2SDMK KLHK 136

148 BAB VIII PENUTUP Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara tahun ini diharapkan dapat menjadi arah atau pedoman pengurusan/pembangunan kehutanan untuk dapat mencapai kondisi dimana tahun 2025 nanti dapat terbangun sesuai dengan visi dan misi pembangunan KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara. Rencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat diaplikasikan secara konsisten serta terus dimonitor pencapaian pelaksanaannya. Perlu disadari bahwa masa perencanaan ini cukup panjang sedangkan kebijakan pemerintah akan terus berubah dan mengarah kepada perbaikanperbaikan di masa yang akan datang. Review terhadap rencana ini perlu terus dilakukan agar tetap sinkron dengan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Diawal beroperasinya KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara tentu banyak menjumpai berbagai kendala seperti Sarpras yang kurang memadai, SDM Handal masih minim, regulasi yang belum lengkap disamping belum memiliki pengalaman dalam tindakan pengelolaan hutan lestari. Kondisi areal wilayah kerja seluas Ha disamping menyimpan potensi yang menjanjikan manfaat untuk pembangunan daerah, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keseimbangan lingkungan hidup, ternyata juga berpotensi untuk terjadinya degradasi fungsi lahan, deforestasi sebagai akibat dari kegiatan pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan untuk non kehutanan dan aktifitas illegal dibidang kehutanan lainnya. Arahan dalam Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara tahun ini sangat diharapkan dapat mewujudkan lembaga KPH yang mandiri, dan, dapat mewujudkan kawasan hutan yang mantap, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan yang optimal. Laju rehablitasi yang harus melebihi laju degradasi/deforestasi, menurunnnya angka degradasi dan deforestasi, optimalnya pengelolaan kawasan konservasi, dengan kesetaraan antara perlindungan hutan, pengawetan dan pemanfaatan, terinternaliasinya komitmen dan kesepakatan daerah, nasional sektor kehutanan dalam kebijakan dan pelaksanaan pembanguan kehutanan di pusat dan provinsi serta daerah. Proses penyusunan rencana pengeloloaan hutan ini yang melibatkan berbagai pihak dan sektor diharapkan dapat terbangun dukungan kuat dari para pihak dan sektor terkait dalam implementasinya 137

149 Lampiran 138

150 Lampiran 1. Sebaran Desa di Wilayah KPHL Unit XXVI KABUPATEN KECAMATAN Desa Luas (Ha) Kab. Padang Lawas Utara Kec. Batang Onang AEK BAYUR 0,0001 AEK TUHUL 0,0003 BALANGKA 0,0021 BALIMBING JULU 0,0015 BANUA TONGA 0,0069 BATANG ONANG BARU 137,5139 BATANG ONANG LAMA 0,9563 BATU MAMAK 799,2742 BATU PULUT 292,4020 BONAN DOLOK 151,2080 GALANGGANG 487,1335 GUNUNG TUA JULU 210,3041 GUNUNG TUA TUMBU JATI 396,6101 GUNUNG UA BATANG ONANG 184,9955 HUTA LOMBANG 201,5058 JANJI MANAHAN 3001,0598 JANJI MAULI 146,5282 PADANG BUJUR BARU 737,7707 PADANG GARUGUR 2073,0086 PADANG MATINGGI 283,6109 PAL IV P KOLING 0,0008 PAMUNTARAN 0,0001 PANGKALAN DOLOK LAMA 1,8806 PARAN BATU 87,2176 PARAU SORAT 297,9608 PASAR MATANGGOR 366,7324 PASIR AMPOLU HEPENG 421,7114 PINTU PADANG 492,9035 PURBA TUA 2003,8310 SAYUR MATINGGI 424,6894 SAYUR MATINGGI II (JULU) 259,3155 SIHITANG 0,0013 SIMANAPANG 630,6859 SIMANGAMBAT DOLOK 181,0273 SIMANINGGIR PSM 500,2856 SIMARDONA 169,1433 SIMARTOLU 0,0039 SIPUPUS LOMBANG 0,0009 SOBAR 0,0004 TAMOSU 990,6950 Kec. Dolok AEK HARUAYA 93,8320 AEK ILUNG 284,

151 AEK RAO TAPIAN NADENGGAN 152,2578 AEK SUHAT JAE 94,5335 AEK SUNDUR 74,6253 ARSE 304,7885 BAHAP 531,9805 BANDAR NAULI 67,1747 BARINGIN SIL 404,3946 BATU RUNDING 110,2680 BINANGA GUMBOT 271,3145 BINANGA PANOSAHAN 276,0311 BINTAIS JULU 76,1175 BUKIT TINGGI 247,8046 BUNUT 101,0739 DALIHAN NATOLU 195,4715 DOLOK SANGGUL 74,9816 GONTING BANGE 0,0020 GUMARUNTAR 890,4040 GUMBOT 66,1315 GUNUNG MARIA 83,6909 GUNUNG SALAMAT 71,8581 HULA BARINGIN 82,7067 HUTA BARU (SIP) 80,3988 HUTA BARU SIL 36,2123 JAMBUR BATU 130,4664 JANJI MANAHAN GUL 43,9840 JANJI MANAHAN SIL 253,2360 JANJI MATOGU 78,9406 JANJIMANAHAN GUT 69,3058 KUALA SIMPANG 0,0014 LAMPINING 0,0003 LUBUK GODANG 106,8887 LUBUK KUNDUR 213,3195 LUBUK LANJANG 132,8507 MALINO 0,0019 MARSONJA 0,0035 MOMPANG DOLOK 101,6990 MOMPANG LOMBANG 77,2762 NABONGGAL 126,7894 NAGA SARIBU 41,5750 NAHULU JAE 0,0005 NAPALANCAT 0,0006 PADANG BALAKKA 0,0008 PAGAR GUNUNG 0,0011 PAGARAN JULU I 12,7213 PAGARAN JULU II 100,

152 PANGARAMBANGAN 0,0005 PARIGI 249,9831 PARMERAN 331,7180 PASANG LELA 0,0005 PASAR SIPIONGOT 111,1110 PIJOR KOLING 218,7954 PP MERDEKA 261,1658 PULO LIMAN (LIMO) 0,0007 PURBA TUA TAPUS 0,0038 PURBATUA (PURBABATU) 87,6268 RANCARAN 10,0904 RONGKARE 31,2585 SAMPEAN 0,0002 SIALANG DOLOK 72,8376 SIBAYO 28,1968 SIBAYO JAE 110,7693 SIBORANGAN 0,0018 SIBUR BUR 175,3128 SIGALA GALA 163,6471 SIHALO-HALO/SIHATUBANG 0,0009 SIHAPAS HAPAS 0,0004 SIJANTUNG JAE 104,5644 SIJANTUNG JULU 159,7738 SIJARA-JARA 92,1931 SILANGGE 325,2611 SIMANGAMBAT TUA 107,2912 SIMANINGGIR SIP 55,9883 SIMANOSOR 1,5193 SIMATANIARI 1,7523 SIMATORKIS 281,9974 SIMATORKIS TAPUS 0,0002 SIMUNDOL 0,0021 SINABONGAN 244,9338 SINGANYAL 341,0639 SIPIONGOT 99,3331 SIRAGA HUTA PADANG 103,6341 SIRANAP 114,0489 SITONUN 0,0032 SITUMBAGA 301,5544 SUNGAI DATAR 159,7981 TANJUNG BARU B 132,9416 TANJUNG BARU SILAIYA 0,0018 TANJUNG LONGAT 57,6817 TARUTUNG BOLAK 125,3760 Kec. Dolok Sigompulon AEK KANAN 164,

153 AEK SIMANAT 46,2993 AEK SUHUT TR 73,4632 DOLOK SANGGUL 0,0025 GONTING BANGE 55,8101 GUMBOT 0,0011 GUNUNG SORMIN 70,6363 HULA BARINGIN 0,0003 HUTA BARU SIL 0,0002 HUTA IMBARU SIM 30,5394 HUTAN 209,0460 JAMBUR BATU 0,0018 KARANG ANYAR 68,7626 KUALA SIMPANG 80,8618 MALINO 99,6033 NABONGGAL 0,0008 NABUNDONG 119,7758 NAGA SARIBU 0,0000 NAHULU JAE 102,1983 PADANG BALAKKA 208,4342 PAMONORAN 61,3761 PARMERAN 0,0019 PASANG LELA 82,0065 PASAR SIMUNDOL 41,5363 PINARIK 24,6948 PULO LIMAN (LIMO) 45,3628 SABA BANGUNAN 153,0865 SALUSUHAN 66,7183 SIHALO-HALO/SIHATUBANG 63,7878 SIMANGAMBAT 283,3454 SIMANINGGIR SIM 31,5126 SIMUNDOL 133,0113 SIPOGAS B 32,3130 SIRANAP 0,0021 SITONUN 230,0975 TANJUNG BARU SILAIYA 33,1289 UNTE MANIS 22,8579 Kec. Halongonan AEK GAMBIR 0,0005 AMBASANG NATIGOR 0,0017 BALIMBING 582,3680 BARGOT TOPONG JAE 716,6202 BARGOT TOPONG JULU 1294,9407 BATANG BARUHAR JULU 0,0001 BATU TUNGGAL 183,4088 DOLOK SAE 0,0042 GUNUNG MANAON III 52,

154 GUNUNG TUA BARU 0,0009 HALONGONAN 399,5790 HASATAN 375,1411 HITEURAT 227,6305 HUTAIMBARU I 457,7232 HUTAIMBARU II 0,0007 HUTANOPAN 295,9140 JAPINULIK 731,7362 NAPALANCAT 1493,7231 PAGAR GUNUNG 1818,1198 PANGARAMBANGAN 1783,8491 PANGIRKIRAN 966,7482 PAOLAN 345,7460 PARAN HONAS 251,1420 PASIR BARU 562,5249 PURBA TUA 0,0013 RONDAMAN SIBUREGAR 462,7646 SABA 148,7488 SANDEAN JAE 472,3530 SANDEAN JULU 247,2894 SANDEAN TONGA 255,1841 SIBAGASI 0,0009 SIBORU ANGIN 779,6899 SIHAPAS HAPAS 0,0042 SILANTOYUNG 338,3160 SIMANDI ANGIN LOMBANG 0,0025 SIMASI 0,0007 SIOPUK BARU 483,3263 SIOPUK LAMA 310,0503 SIPAHO 2359,6182 SIPENGGENG 780,6344 SIRINGKIT JAE 3929,1876 SIRINGKIT JULU 799,6309 SITABOLA 321,3044 SITENUN 622,0766 TAPUS JAE 155,4475 UJUNG PADANG 1095,0637 UPT BATANG PANE I 0,0041 Kec. Padang Bolak AEK BAYUR 4743,7943 AEK GAMBIR 128,0718 AEK NAULI 0,0007 AMBASANG NATIGOR 334,0394 BATANG BARUHAR JULU 25,8229 BATU MAMAK 1555,1736 BATU RANCANG 0,

155 BATU SUNDUNG 4,9577 BATU TUNGGAL 0,0024 BOTUNG 83,9989 DOLOK SAE 883,2320 GARONGGANG 1022,8319 GOTI 0,0000 GUMARUNTAR 0,0010 GUNUNG TUA BARU 465,3976 GUNUNG TUA JULU 866,6720 GUNUNGTUA PARGURUTAN 0,0000 HADUNGDUNG 1,1240 HASAMBI 0,0011 HASATAN 0,0003 HUTA POHAN 0,0021 HUTA TONGA TURUNAN 0,0005 HUTAIMBARU I 0,0041 HUTAIMBARU II 387,9273 HUTANOPAN 0,0001 JANJI NAULI TAPUS 0,0013 JAPINULIK 0,0012 LABUHAN RASOKI 0,0028 LIANG ASONA 263,8952 LOSUNG BATU 255,4396 LUBUK TOROP 40,7387 MANEGEN 0,0028 NABONGGAL 107,0381 NAPA GADUNG LAUT 91,7632 PAGAR GUNUNG 0,0068 PAGARAN TONGA 11,8508 PANCUR PANGKO 0,0086 PANOMPUAN JAE 0,0008 PARAN HONAS 0,0015 PARAN NANGKA 0,0027 PURBA SINOMBA TAPUS 0,0017 PURBA TUA 87,9350 PURBA TUA TAPUS 0,0010 RAHUNING JAE 71,4367 RAMPA JAE 115,7271 RAMPA JULU 0,0295 SABA 0,0021 SABA BANGUNAN 322,4437 SANDEAN JAE 0,0000 SANDEAN TONGA 0,0028 SIALANG 0,0009 SIBAGASI 177,

156 SIGIRING-GIRING 0,0023 SIHAPAS HAPAS 2634,4015 SIMANDI ANGIN DOLOK 0,7403 SIMANDI ANGIN LOMBANG 457,3227 SIMASI 532,6444 SIOMBOB 4,0826 SIOPUK BARU 0,0020 SIOPUK LAMA 0,0002 SITANGGORU 0,0033 SITENUN 0,0020 SUNGAI OROSAN 356,0093 SUNGAI PINING 0,0031 SUNGE TOLANG 777,5728 SUNGEI DURIAN 159,3166 TANJUNG MARULAK 372,8548 TANO HUDON JAE 0,0005 TANO HUDON JULU 0,0001 TAPUS JAE 0,0025 TARUTUNG BARU 0,0028 UPT BATANG PANE I 951,0757 UPT BATANG PANE III 2,8235 Kec. Padang Bolak Julu AEK BAYUR 0,0041 AEK NAULI 0,0002 BALANGKA 1594,5127 BALIMBING JULU 274,7274 BATU GANA 878,4166 BATU RANCANG 1226,4370 BATU SUNDUNG 0,0007 GARIANG 251,3342 GARONGGANG 0,0002 GOTI 0,0000 GUNUNG SALAMAT 0,0016 HASAMBI 591,8941 HUTA KOJE PIJOR KOLING 0,0011 HUTA POHAN 0,0013 JANJI MANAHAN 0,0010 LANTOSAN II 259,3834 LANTOSAN ROGAS 0,0010 MANEGEN 0,0004 PADANG BARUAS 56,9678 PADANG BUJUR 81,2108 PADANG BUJUR BARU 0,0002 PADANG GARUGUR 0,0007 PAMUNTARAN 20,8262 PANCUR PANGKO 814,

157 PARAN GADUNG 5,5857 PARAN NANGKA 917,3408 PARUPUK JAE 507,0135 PARUPUK JULU 608,4792 PINTU BOSI 0,0004 PURBA TUA 0,0014 PURBATUA P KOLING 0,0024 SAYUR MATUA 0,0009 SIALANG 756,5001 SIGULANG 0,0006 SILAIYA JAE 0,0014 SILAIYA JULU 0,0020 SILANGKITANG LOMBANG 0,0019 SIPUPUS LOMBANG 554,3177 SITANGGORU 767,3224 SIUNGGAM DOLOK 94,2947 SOBAR 452,6378 TAMOSU 0,0004 TANJUNG MARULAK 0,0016 UBAR 295,0642 Kec. Padang Sidempuan Timur AEK BAYUR 61,9613 AEK GODANG 343,6682 AEK NAULI 498,5769 AEK TUHUL 237,8991 BALANGKA 0,0004 BARGOT TOPONG 35,7343 BATU GANA 0,0005 BATU RANCANG 0,0007 BINANGA 368,0988 GALANGGANG 459,6228 GOTI 577,7175 GUNUNG MANUNGKAP 489,9231 GUNUNG SALAMAT 0,0045 GUNUNGTUA PARGURUTAN 437,8501 HASAMBI 0,0020 HUTA KOJE PIJOR KOLING 178,3538 HUTA LIMBONG 199,6367 HUTA LOMBANG 206,5625 HUTA PADANG PK 427,5051 JANJI MANAHAN 0,0038 LABUHAN RASOKI 399,0852 LANTOSAN ROGAS 409,3703 MANEGEN 145,2259 MANUNGGANG JAE 287,

158 MANUNGGANG JULU 315,2164 MARISI 11,7591 PAL IV P KOLING 323,2913 PANCUR PANGKO 0,0000 PANGIRKIRAN 481,0001 PANOMPUAN JAE 407,9375 PANOMPUAN JULU 412,5750 PANOMPUAN TONGA 372,1350 PARGARUTAN 0,0003 PARGARUTAN JAE 243,5293 PARUPUK JAE 0,0028 PARUPUK JULU 0,0005 PERK P KOLING 155,3714 PIJOR KOLING 85,2186 PINTU BOSI 918,7635 PUDUN JAE 169,5770 PUDUN JULU 299,4764 PURBATUA P KOLING 255,7685 RAHUNING JULU 0,0017 SABA TARUTUNG 0,0010 SALAMBUE 260,6855 SAMPEAN KAPAR 136,4606 SAMPURAN SIMARLOTING 490,4563 SIALANG 0,0019 SIDONG-DONG 447,9304 SIGULANG 246,3221 SIHITANG 234,0058 SILINGGOM-LINGGOM 133,5594 SILOTING 377,2068 SIMANINGGIR PB 393,0472 SIREGAR MATOGU 0,6678 SIRUMAMBE 430,6206 SITABAR 601,4541 SITADA-TADA 428,0239 TABUSIRA 51,4975 TARUTUNG BARU 635,1751 TIANG ARAS 62,7036 Kec. Saipar Dolok Hole AEK HORSIK 623,8624 AEK PISANG 163,6540 ARSE 0,0002 BATU LOMBANG 392,9191 BATU MAMAK 0,0003 BATU RANCANG 0,0019 BATU TUA 532,6993 GARIANG 19,

159 GAROGA 322,7382 GUMARUNTAR 0,0030 GUNUNG SALAMAT 1125,5565 HUTA BARU LOBUTAYAS 544,1455 HUTA BARU MANDALA SENA 353,8928 HUTA BARU TAPUS 76,5477 HUTA POHAN 557,0691 HUTA TONGA TURUNAN 753,1527 JANJI MAULI II (MANLA SM) 394,3374 JANJI NAULI TAPUS 567,0901 LAMPINING 275,6645 LOBUTAYAS 206,1090 MANDELA SENA 146,1356 NAPA GADUNG LAUT 0,0011 PADANG PANJANG 104,3804 PAGARAN PADANG 155,5166 PANGURIPAN 69,7374 PARAU SORAT 10,2936 PARGARUTAN 0,0021 PARGUMBANGAN 427,4392 PARKAYUAN 872,7253 PARSANGGARAN 21,9017 PINARIK BARU 416,7774 PINTU BOSI 0,0000 PINTU PADANG 320,3827 PURBA SINOMBA TAPUS 564,2374 PURBA TUA TAPUS 815,1504 PURBASINOMBA MDS 28,5092 RAHUNING JULU 206,1541 SAYUR MATUA 724,8676 SIBADOAR 197,1088 SIBORANGAN 518,0369 SIDONG-DONG 0,0008 SIGIRING-GIRING 539,3557 SIGOLANG 104,3025 SIHAPAS HAPAS 0,0015 SILAIYA JAE 343,9048 SILAIYA JULU 465,1803 SILANGKITANG DOLOK 501,8645 SILANGKITANG LOMBANG 316,0230 SILAYANG-LAYANG 52,7263 SIMATORKIS TAPUS 263,2281 SIPAGABU 482,9339 SIPANGE 1860,1655 SIRANAP 2,

160 SITABAR 0,0004 SITABO-TABO (SITOBA-TOBA) 164,5205 SITANGGORU 0,0039 SIUNGGAM DOLOK 0,0001 SUNGAI PINING 936,2609 SUNGE TOLANG 0,0018 TAMBISKI 246,8267 TANJUNG BARU 242,0658 TANJUNG MARULAK 0,0006 TANJUNG SELAMAT 85,0587 TANO HUDON JAE 721,2167 TANO HUDON JULU 569,4826 TAPUS DOLOK 369,7945 TAPUS GODANG 217,1889 TURUNAN 472,7390 Kec. Sipirok GUNUNG MANUNGKAP 0,0023 PARGARUTAN 221,4747 RAHUNING JULU 0,0001 SABA TARUTUNG 14,7605 SITABAR 0,0001 Kec. Sosopan BANUA TONGA 715,3389 BATU MAMAK 0,0004 GALANGGANG 0,0031 GUNUNG TUA TUMBU JATI 0,0012 HUTA BARU SOSOPAN 54,0347 SIMANAPANG 0,0003 SIMANINGGIR PSM 0,0002 SIMARTOLU 419,1957 Kec. Sungai Kanan BAHAP 0,0024 BARGOT TOPONG JULU 0,0007 BATANG NADENGGAN 0,0267 JANJI MANAHAN SIL 0,0012 MARSONJA 64,4862 NAPALANCAT 0,0000 PARIMBURAN 14,6566 SAMPEAN 57,6716 SIMATORKIS 0,0000 SUNGAI DATAR 0,0002 UJUNG PADANG 0,0018 Kab. Tapanuli Selatan Kec. Arse ARSE JAE DOLOK 139,7824 ARSE JULU 723,7066 BAHAP 5,9870 BANGUN PURBA 0,0007 BATU HORPAK JULU 121,1016 BINANGA 0,

161 GUNUNG TUA ARSE 362,5825 HANOPAN 122,1745 HASAHATAN D 0,0052 HASANG MARSADA 0,0006 HUTA PADANG 1,4652 NAPOMPAR 2856,1470 PAGARAN PISANG 250,2527 PAGARAN SIALA 113,9231 PANAUNGAN 0,0030 PGR. TULASAN 1042,1524 RONCITAN 80,2216 SIANTAR TUA 1328,9790 SIBADOAR 0,0036 SIDAP DAP 0,0003 SIMANDERA HUTAJULU 0,0000 SIMANINGGIR JAE 0,0042 SIPOGU 3155,5132 UJUNG PADANG 59,2876 Kec. Padang Sidempuan Timur GUNUNG MANUNGKAP 0,0000 SABA TARUTUNG 0,0000 TIANG ARAS 0,0005 Kec. Saipar Dolok Hole ARSE JULU 0,0002 BANGUN PURBA 168,4165 BARINGIN TUA 312,7054 BINANGA 1503,3888 GUNUNG SALAMAT 113,6540 GUNUNG TUA PANDAPOTAN 136,3655 HANOPAN (HUTANOPAN) 5139,0998 HUTA TONGA TURUNAN 10,1828 NAPOMPAR 0,0070 PANAUNGAN 0,0017 PARAU SORAT 231,2131 PARGARUTAN 0,0019 PARKAYUAN 4,4968 PASAR SIMANGAMBAT 52,5326 PGR. TULASAN 0,0015 PINARIK BARU 0,0617 PINTU PADANG 161,4735 PSR SIPAGIMBAR 1084,9658 PURBASINOMBA MDS 741,3596 PURBATUA SIMANGAMBAT 103,0817 RAHUNING JULU 1073,2735 SIANTAR TUA 0,0044 SIBADOAR 1635,

162 SIBATANG KAYU 123,0659 SIDAP DAP 2870,6865 SIGIRING-GIRING 457,8036 SIGORDANG DOLOK 1631,2943 SIGORDANG LOMBANG 878,3555 SIGORING-GORING 217,0489 SIHABORGOAN 0,0030 SILANGKITANG DOLOK 1061,7466 SIMANDERA HUTAJULU 395,7643 SIMANGAMBAT HUTA GODANG 60,4813 SIMANINGGIR JAE 4887,3004 SIMANOSOR JAE 38,2791 SIMANOSOR TAPUS 2,2381 SIPAGABU 2421,1337 SIPANGE 3462,3706 SIPOGU 0,0032 SITABO-TABO (SITOBA-TOBA) 176,1645 SITUNGGALING 1415,7023 SUNGAI PINING 878,4540 TURUNAN 212,4873 ULU MAMIS 81,0245 Kec. Sipirok AMPOLU 316,0551 ARSE JULU 0,0013 BARINGIN TUA 0,0018 GADU 146,5975 HASAHATAN D 493,6665 HASANG MARSADA 702,8047 JAMBUR BATU 458,8788 NAGASARIBU 307,4122 PANAUNGAN 767,2067 PARGARUTAN 298,9292 PURBASINOMBA MDS 0,0020 SABA TARUTUNG 722,2218 SABA TOLANG 157,8615 SABUNGAN 424,8301 SALESE 201,0895 SIANTAR TUA 0,0013 SIBADOAR 0,0002 SIHABORGOAN 799,6412 TANJUNG SUNGE 50,2571 TAPUS 220,9826 Total ,

163 Lampiran 2. Peta Penetapan Kawasan Lampiran 3. Peta Fungsi Hutan di KPHL Unit XXVI 152

164 Lampiran 4. Peta tutupan hutan pada KPHL Unit XXVI Lampiran 5. Peta Pembagian Blok di KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara 153

165 Lampiran 6. Peta Sebaran Formasi Geologi dan Luasan pada Wilayah KPHL Unit XXVI Lampiran 7. Peta Sebaran Klasifikasi Tanah pada Wilayah KPHL Unit XXVI 154

166 Lampiran 8. Peta Sebaran Kemiringan Lereng di KPHL Unit XXV Lampiran 9. Peta Sebaran DAS di wilayah KPHL Unit XXVI 155

167 Lampiran 10. Peta Tutupan Lahan di wilayah KPHL Unit XXVI 156

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA 9 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.46/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXV TAPANULI TENGAH SIBOLGA PERIODE

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXV TAPANULI TENGAH SIBOLGA PERIODE RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXV TAPANULI TENGAH SIBOLGA PERIODE 2016-2025 i LEMBAR PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG (RPHJP) KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DITJEN PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH (Memperkuat KPH dalam Pengelolaan Hutan Lestari untuk Pembangunan Nasional / daerah

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

(KPH) Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan

(KPH) Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DIREKTORAT WILAYAH PENGELOLAAN DAN PENYIAPAN AREAL PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) COOPERATION

Lebih terperinci

PERAN STRATEGIS KPH. Oleh : M.Rizon, S.Hut, M.Si (KPHP Model Mukomuko) Presentasi Pada BAPPEDA Mukomuko September 2014

PERAN STRATEGIS KPH. Oleh : M.Rizon, S.Hut, M.Si (KPHP Model Mukomuko) Presentasi Pada BAPPEDA Mukomuko September 2014 PERAN STRATEGIS KPH Oleh : M.Rizon, S.Hut, M.Si (KPHP Model Mukomuko) Presentasi Pada BAPPEDA Mukomuko September 2014 KONDISI KPHP MODEL MUKOMUKO KPHP MODEL MUKOMUKO KPHP Model Mukomuko ditetapkan dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG, 1 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR P.7/PDASHL/SET/KUM.1/11/2016 TENTANG STANDAR OPERASIONALISASI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Iman Santosa T. (isantosa@dephut.go.id) Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan

Lebih terperinci

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.811, 2015 KEMEN-LHK. Biaya Operasional. Kesatuan Pengelolaan Hutan. Fasilitasi. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.20/MenLHK-II/2015

Lebih terperinci

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

BAB II. PERENCANAAN KINERJA BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan. BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. EXECUTIVE SUMMARY KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI.. EXECUTIVE SUMMARY KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI EXECUTIVE SUMMARY KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI.. i iii iv BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang 2 B. Maksud dan Tujuan 5 C. Sasaran... 5 D. Dasar Hukum. 7 E. Ruang Lingkup.. 11 F. Batasan Pengertian.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan pemanfaatan lahan antara masyarakat adat dan pemerintah merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Salah satu kasus yang terjadi yakni penolakan Rancangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA 013 NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG FASILITASI BIAYA OPERASIONAL KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

2016, No. -2- Kehutanan, diperlukan penyempurnaan Peraturan Menteri Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam huruf b; d. bahwa berdasarkan pertimbangan se

2016, No. -2- Kehutanan, diperlukan penyempurnaan Peraturan Menteri Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam huruf b; d. bahwa berdasarkan pertimbangan se BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 336, 2016 KEMEN-LHK. Pengelolaan Hutan. Rencana. Pengesahan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.64/MENLHK-SETJEN/2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah di Indonesia sejak adanya otonomi daerah harus terintegrasi antar berbagai sektor. Pembangunan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN 1 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP) MODEL LALAN KABUPATEN MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN Tesis Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PEMBENTUKAN WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 6/Menhut-II/2009 TENTANG PEMBENTUKAN WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal

Lebih terperinci

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN)

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN) BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA (2014 - KEDEPAN) Gambar 33. Saluran Listrik Yang Berada di dalam Kawasan Hutan 70 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara Foto : Johanes Wiharisno

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN - 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO P E T I K A N PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP)

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN

OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN Direktur Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan Disampaikan pada Acara Gelar Teknologi Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 12 Mei 2014

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan kawasan hutan di Jawa Timur, sampai dengan saat ini masih belum dapat mencapai ketentuan minimal luas kawasan sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 41

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN. Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN. Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN Disampaikan pada Acara Sosialisasi PP Nomor 10 Tahun 2010 Di Kantor Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI BATULANTEH KABUPATEN SUMBAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Urgensi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan.

I. PENDAHULUAN A. Urgensi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan. 7 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 32/Menhut-II/2013 TENTANG RENCANA MAKRO PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN I. PENDAHULUAN A. Urgensi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan. Hutan

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 677/Kpts-II/1998 jo Keputusan Menteri

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 1/MENHUT-II/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT PROVINSI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 1/MENHUT-II/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT PROVINSI PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 1/MENHUT-II/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT PROVINSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang : a. bahwa Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 I. PENDAHULUAN REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 Pembangunan kehutanan pada era 2000 2004 merupakan kegiatan pembangunan yang sangat berbeda dengan kegiatan pada era-era sebelumnya. Kondisi dan situasi

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5794. KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 326). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI MODEL KOTAWARINGIN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA KEMITRAAN PEMANFAATAN HUTAN DI WILAYAH TERTENTU PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuhtumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan di

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL KUANTAN SINGINGI SELATAN KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU TAHUN

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL KUANTAN SINGINGI SELATAN KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU TAHUN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL KUANTAN SINGINGI SELATAN KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU TAHUN 2016-2025 PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI DINAS KEHUTANAN UPT KPHL KUANTAN

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHP MODEL UNIT III LAKOMPA

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHP MODEL UNIT III LAKOMPA PEMERINTAH KABUPATEN BUTON KANTOR KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI KPHP LAKOMPA Jalan Poros Sampolawa-Mambulu Kode Pos 93753 RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHP MODEL UNIT III LAKOMPA DI KABUPATEN

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

this file is downloaded from

this file is downloaded from th file PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut

Lebih terperinci

KELOLA KAWASAN AREAL PERHUTANAN SOSIAL Oleh : Edi Priyatno

KELOLA KAWASAN AREAL PERHUTANAN SOSIAL Oleh : Edi Priyatno KELOLA KAWASAN AREAL PERHUTANAN SOSIAL Oleh : Edi Priyatno I. PENDAHULUAN Hutan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan alam yang tak ternilaikan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MOR : P.25/Menhut-II/2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2013 KEPADA 33 GUBERNUR PEMERINTAH PROVINSI

Lebih terperinci

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar Oleh : Ir. HENDRI OCTAVIA, M.Si KEPALA DINAS KEHUTANAN PROPINSI SUMATERA BARAT OUTLINE Latar Belakang kondisi kekinian kawasan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN (RPH) JANGKA PANJANG KPHL RINJANI BARAT PERIODE

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN (RPH) JANGKA PANJANG KPHL RINJANI BARAT PERIODE RENCANA PENGELOLAAN HUTAN (RPH) JANGKA PANJANG KPHL RINJANI BARAT PERIODE 2012-2021 BALAI KPHL RINJANI BARAT DESEMBER 2012 ii LEMBAR PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG PERIODE 2012 S/D

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG TAHUN

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG TAHUN UPT. KPHL BALI TENGAH RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG TAHUN 2014-2023 UPT. KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) BALI TENGAH MATRIKS RENCANA KEGIATAN UPT.KPH BALI TIMUR 2013-2022 Denpasar,

Lebih terperinci

BAB 2 Perencanaan Kinerja

BAB 2 Perencanaan Kinerja BAB 2 Perencanaan Kinerja 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kean Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2015 KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5794). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN

BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR V TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS KESATUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hutan dan hasil hutan dengan tujuan untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya

I. PENDAHULUAN. hutan dan hasil hutan dengan tujuan untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penguasaan hutan oleh negara memberi wewenang kepada Pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan dengan

Lebih terperinci

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Ketua : Marfuatul Latifah, S.H.I, L.LM Wakil Ketua : Sulasi Rongiyati, S.H., M.H. Sekretaris : Trias

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1230, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Kelompok Tani Hutan. Pembinaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.57/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELOMPOK

Lebih terperinci

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 KATA PENGANTAR Assalaamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Buku

Lebih terperinci

PENATAAN KORIDOR RIMBA

PENATAAN KORIDOR RIMBA PENATAAN KORIDOR RIMBA Disampaikan Oleh: Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Dalam acara Peluncuran Sustainable Rural and Regional Development-Forum Indonesia DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

VISI, MISI & SASARAN STRATEGIS

VISI, MISI & SASARAN STRATEGIS VISI, MISI & SASARAN STRATEGIS BADAN LITBANG KEHUTANAN 2010-2014 V I S I Menjadi lembaga penyedia IPTEK Kehutanan yang terkemuka dalam mendukung terwujudnya pengelolaan hutan lestari untuk kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi dan sosial budaya. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang

I. PENDAHULUAN. ekonomi dan sosial budaya. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan modal pembangunan nasional yang memiliki manfaat ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

KONDISI KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA

KONDISI KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA KONDISI KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA (Bahan Kata Sambutan Gubernur Sumatera Utara pada Rapat Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Indonesia Sektor Kehutanan dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Ampang Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Ampang Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun KPHL Model Ampang 215-224 Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Ampang Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 215-224 Disusun oleh Kepala Kesatuan Pengelolaan

Lebih terperinci

disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011

disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011 disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011 Hutan : suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2012 KEPADA 33 GUBERNUR PEMERINTAH PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBENTUKAN SENTRA HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.67/Menhut-II/2006 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR INVENTARISASI HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.67/Menhut-II/2006 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR INVENTARISASI HUTAN MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.67/Menhut-II/2006 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR INVENTARISASI HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa untuk terselenggaranya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.202,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.6/Menhut-II/2012 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON

SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON KKI WARSI LATAR BELAKANG 1. Hutan Indonesia seluas + 132,9

Lebih terperinci

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB.

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB. SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : 08.00 12.00 WIB. Oleh : HARRY SANTOSO Kementerian Kehutanan -DAS adalah : Suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaedah dasar yang melandasi pembangunan dan perlindungan lingkungan hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah dasar ini selanjutnya

Lebih terperinci

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI TATA KELOLA SUMBERDAYA ALAM DAN HUTAN ACEH MENUJU PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN DAN RENDAH EMISI VISI DAN MISI PEMERINTAH ACEH VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH Ir. BEN POLO MAING (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT)

DISAMPAIKAN OLEH Ir. BEN POLO MAING (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT) DISAMPAIKAN OLEH Ir. BEN POLO MAING (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT) DASAR HUKUM DAN ARAHAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN DI PROV. NTT UUD 1945; Pasal 33 BUMI, AIR DAN KEKAYAAN ALAM YANG TERKANDUNG DI DALAMNYA

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI UNTUK PEMBANGUNAN DILUAR KEGIATAN KEHUTANAN

KEBIJAKAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI UNTUK PEMBANGUNAN DILUAR KEGIATAN KEHUTANAN KEBIJAKAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI UNTUK PEMBANGUNAN DILUAR KEGIATAN KEHUTANAN SOLUSI PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN UNTUK KEGIATAN NON KEHUTANAN Disampaikan oleh : Kementerian

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS BAB II PERENCANAAN STRATEGIS 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 32/Menhut-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 32/Menhut-II/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 32/Menhut-II/2013 TENTANG RENCANA MAKRO PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

KEBUTUHAN SARANA DAN PRASARANA OPERASIONALISASI KPH

KEBUTUHAN SARANA DAN PRASARANA OPERASIONALISASI KPH KEBUTUHAN SARANA DAN PRASARANA OPERASIONALISASI KPH Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Disampaikan pada Sosialisasi DAK Bidang Kehutanan Tahun 2014 Jakarta, 6 Februari 2014 Mandat Perundang-undangan

Lebih terperinci

PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI

PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI Oleh Ir. H. BUDIDAYA, M.For.Sc. (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi) Disampaikan pada Focus Group

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini 57 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Hutan Indonesia Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini mencapai angka 120,35 juta ha atau sekitar 61 % dari luas wilayah daratan Indonesia.

Lebih terperinci