BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ruang Kota di Kawasan Pusat Pusat kota merupakan tempat pertemuan semua unsur masyarakat, yang banyak mengundang segala macam aktifitas. Menurut Ir. Triarso dalam salah satu jurnalnya mengemukakan bahwa problem utama yang dihadapi suatu pusat kota adalah kesibukan yang berlebihan, banyaknya bangunan dan lalu lintas yang masuk pada area yang terbatas. Problem ruangnya adalah penyediaan floor space dan ruang untuk kendaraan (jalan, tempat parkir, pedestrian, pemberhentian bus, dan sebagainya). Kawasan pusat kota adalah kawasan yang mengakomodir volume pejalan kaki yang lebih besar dibanding kawasan pemukiman. Ruang pejalan kaki di area ini dapat berfungsi untuk berbagai tujuan yang beragam. Tipe tipe karakter jalan menguraikan tidak hanya parameter dasar dari jalan seperti jalur pejalan kaki dan jalur kendaraan bermotor, tetapi juga hubungan antara jalan dengan bangunan-bangunan dan detaildetail penting lainnya seperti pengaturan parkir, tumbuh-tumbuhan dan penerangan jalan. Pada skala kota, ruang publik dapat berupa jalur sirkulasi yang mewadahi pergerakan orang atau berupa taman-taman kota yang sifatnya sangat publik. Pada dasarnya orang-orang melakukan aktifitas pada ruang publik ini adalah untuk

2 berinteraksi satu sama lain walaupun pertemuan diantara mereka yang sifatnya insidental. Shirvani (1985) mengemukakan bahwa ruang kota, baik berupa lapangan maupun koridor/jaringan, merupakan salah satu elemen rancang kota yang sangat penting dalam pengendalian kualitas lingkungan ekologis dan sosial. Ruang publik kota pada hakekatnya adalah ruang yang dapat dimasuki dan digunakan oleh siapa saja tanpa ada syarat untuk memasukinya. Sebagai wilayah milik publik, ruang publik kota akan digunakan oleh seluruh warga kota secara bebas dan adil tanpa membedakan satu warga dengan warga yang lainnya Ruang kota yang akrab, aman, dan nyaman Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Carr (1992) menyatakan bahwa salah satu hal yang dibutuhkan manusia di dalam ruang publik adalah kenyamanan (comfort) secara fisik maupun mental, misalnya dimana orang semakin sadar akan bahaya dari dampak sinar matahari secara langsung, penyediaan tempat yang teduh menjadi suatu hal yang penting. Kenyamanan dapat dipergunakan sebagai salah satu indikator rentang waktu keberadaan seseorang pada suatu tempat. Untuk mencapai tujuan kenyamanan ini terdapat dua hal yang perlu diperhatikan yaitu keamanan (security) dan keselamatan (safety). Suatu hal yang sangat tragis dimana justru kepentingan aktifitas manusia di jalan sebagai ruang kota tidak diperhatikan seperti: kenyamanan, keamanan, kesehatan pejalan kaki, demikian dikatakan Jacobs (1961). Dapat dikatakan juga

3 kota yang bersahabat adalah City for all atau kota untuk semua: miskin kaya, tua muda, sehat sakit, mampu cacat, dll. Sebagai kebalikannya kota yang tidak bersahabat adalah kota yang secara langsung maupun tidak langsung meminggirkan manusianya, kota telah berubah menjadi sebuah mesin besar yang merongrong kenyamanan, kemakmuran, kesehatan dan keamanan manusia. Sucher (1995) mengatakan Manusia adalah alat ukur dari dunia, sehingga kenyamanan manusia adalah ukuran keberhasilan sebuah kota. Ruang kota yang bersahabat harus ditujukan bagi representasi kepentingan masyarakat kota sehari-hari dimana sebagai sebuah ruang kota, ruang - ruang yang dinamis diisi dengan kelengkapan bagi kegiatan rutin kehidupan, kelengkapan untuk bergerak, kelengkapan tempat untuk berkomunikasi dan lahan untuk tempat bermain dan berekreasi. Makna kota yang akrab (friendly city) dibentuk melalui spirit of place dari karakter yang menonjol, melalui kualitas-kualitas yang melingkupinya dan aktivitas yang berlangsung di dalamnya serta mempunyai fungsi yang akomodatif sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya yang divisualisasikan melalui nilai-nilai arsitektural. Sebuah ruang kota yang akrab juga merupakan tampat bernaung bagi pejalan kaki, tempat duduk untuk bersantai, patung, pahatan, air mancur, tempat bermain anak-anak, tempat makan di ruang terbuka, paving dan pengaruh sinar lampu di malam hari yang menarik. Dari bahan ajar pada program Magister Teknik Arsitektur USU mengenai Sustainable City dan Friendly City dikatakan bahwa penciptaan suatu ruang kota

4 yang akrab sebagai sebuah pendekatan perencanaan suatu kawasan di pusat kota yang luas harus memiliki dasar-dasar yang digunakan dalam teori merencana suatu kawasan pusat kota, yaitu: a. Mengakomodasikan kegiatan/fungsi campuran (multi-use) merupakan dasar suatu perencanaan kawasan pusat kota yang vital dan optimal, sesuai dengan prinsip-prinsip perencanaannya. Kegiatan/fungsi campuran yang diakomodasikan dalam sebuah kawasan multi-use dengan fungsi dan jenis fungsi publik yang masuk dalam lingkup fasilitas publik, transportasi publik, tempat rekreasi umum. b. Upaya mengakomodasikan kegiatan masyarakat dalam suatu wadah yang responsif, demokratis dan bermakna melalui upaya pengintegrasian antara bangunan-bangunan dan ruang kota yang memiliki hubungan pembentukan yang timbal balik dalam pengertian ruang terbuka dibentuk oleh bangunan dan sebaliknya bangunan dibentuk oleh ruang terbuka, bukan salah satu merupakan bagian yang diutamakan c. Pembangunan yang baru harus mengenali konteks kota lama yang tercermin melalui struktur dan konstruksi kotanya d. Tujuan utama dari pembentukan ruang publik adalah menjadikan ruang kota sebagai ruang kota akrab yang hidup (live able). Ruang kota ini tidak hanya meliputi ruang luar seperti park/plaza tetapi juga bangunan dan ruang-ruang di dalamnya yang diperuntukkan bagi publik

5 e. Sistem transportasi harus rasional dan jalan harus dapat mengakomodasikan berbagai masam bentuk transit dan meningkatkan kegiatan pedestrian serta pergerakannya f. Ruang kota harus bervariasi dan dapat meningkatkan kegiatan-kegiatan yang terkait di sekitarnya: perumahan, perbelanjaan, pedagang eceran, masyarakat dan seterusnya. g. Masyarakat harus ikut berperan serta/diikut sertakan dalam membentuk ruang-ruang kota 2.2 Pejalan kaki Berjalan adalah merupakan bagian dari kegiatan-kegiatan yang saling melengkapi seperti melihat-lihat, menikmati pemandangan atau berbincang-bincang dengan orang-orang. Menurut Mougthin (2003), secara keseluruhan, semuanya tidak terlihat jauh dari kenyataan bahwa kebebasan seseorang dapat berjalan-jalan dan melihat sekeliling adalah petunjuk yang sangat berguna bagi kualitas peradaban pada sebuah area perkotaan. Menurut Giovanny (1977), berjalan merupakan salah satu sarana transportasi yang dapat menghubungkan antara satu fungsi di suatu kawasan dengan fungsi lainnya. Sedangkan menurut Fruin (1979), berjalan kaki merupakan alat untuk pergerakan internal kota, satu satunya alat untuk memenuhi kebutuhan interaksi tatap muka yang ada didalam aktivitas komersial dan kultural di lingkungan kehidupan kota. Berjalan kaki merupakan alat penghubung antara moda moda angkutan yang

6 lain. Sedangkan Rusmawan (1999) mengemukakan bahwa, dalam hal berjalan termasuk juga di dalamnya dengan menggunakan alat bantu pergerakan seperti tongkat maupun tuna netra termasuk kelompok pejalan. Dengan tidak terpenuhinya kebutuhan pejalan akan mengurangi minat orang untuk melakukan aktifitasnya dan berimplikasi pada tidak terpenuhinya kebutuhan interaksi tatap muka dalam aktifitas komersial yang pada akhirnya berdampak pada terganggunya kehidupan kawasan secara keseluruhan. Menurut Gideon (1977), berjalan kaki merupakan sarana transportasi yang menghubungkan antara fungsi kawasan satu dengan yang lain terutama kawasan perdagangan, kawasan budaya, dan kawasan permukiman, dengan berjalan kaki menjadikan suatu kota menjadi lebih manusiawi. Spreiregen (1965) menyebutkan bahwa pejalan kaki tetap merupakan sistem transportasi yang paling baik meskipun memiliki keterbatasan kecepatan rata-rata 3 4 km/jam serta daya jangkau yang sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik. jarak 0,5 km merupakan jarak yang berjalan kaki yang paling nyaman, namun lebih dari itu orang akan memilih berjalan kaki. Pada buku Manual for the Street yang dikeluarkan oleh Departement for Transport London dikatakan bahwa pejalan kaki dapat berjalan dengan tujuan atau melakukan aktifitas lainnya seperti bermain, bersosialisasi, berbelanja atau hanya duduk-duduk. Menurut Bromley dan Thomas (1993), ada dua karakteristik pejalan yang perlu diperhatikan jika dikaitkan dengan pola perilaku pejalan, yaitu: a. Secara Fisik

7 Dipahami sebagai dimensi manusia dan daya gerak, keduanya mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap penggunaan ruang pribadi dan penting untuk memahami kebutuhan-kebutuhan pejalan. b. Secara Psikis Karakteristik ini berupa preferensi psikologi yang diperlukan untuk memahami keinginan pejalan ketika melakukan aktivitas berlalu lintas. Kebutuhan ini berkaitan dengan berkembangnya kebutuhan pejalan pada kawasan yang tidak hanya untuk berbelanja, tetapi juga sebagai kegiatan rekreasi, sehingga harus mempunyai persyaratan mendasar yang dimiliki kawasan yaitu maximum visibility, accessibility dan security. Pejalan kaki lebih suka menghindari kontak fisik dengan pejalan kaki lainnya dan biasanya akan menjadi ruang pribadi yang lebih luas. Dari teori diatas dapat diartikan bahwa berjalan kaki merupakan aktifitas bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya dan diharapkan bisa menikmati suasana di sepanjang jalan yang dilalui serta merupakan salah satu sarana untuk bersosialisasi dengan sesama para pejalan kaki sehingga berjalan kaki menjadi suatu aktifitas yang menyenangkan. Untuk melakukan aktifitas tersebut maka diperlukan jalur untuk berjalan kaki yang aman dan nyaman serta suasana yang akrab dengan para pejalan kaki.

8 2.3 Makna Jalur Pejalan Kaki Moughtin (2003) mengatakan bahwa jalan bukan hanya berarti akses tetapi juga tempat untuk ekspresi sosial. Jalan dan sisi jalan, ruang publik utama dari sebuah kota, adalah organ vital yang sangat penting. Jika kita berpikir tentang sebuah kota dan apa yang ada di pikiran kita? Jalan jalan. Jika jalan jalan di sebuah kota terlihat menarik, maka kota tersebut juga akan terlihat menarik. Begitu juga jika jalan terlihat buruk maka kota juga akan terlihat buruk. Sebagai sebuah penghubung, jalan menfasilitasi pergerakan manusia sebagai pejalan kaki atau kendaraan bermotor dan juga perpindahan barang untuk diteruskan ke pasar yang lebih luas. Jalur pejalan kaki juga dipergunakan oleh pemakai kursi roda dan orang-orang yang membawa kereta dorong bayi. Jalur pejalan kaki digunakan oleh semua masyarakat berbagai umur, ukuran, dan kemampuan. Sedangkan pada buku Manual for the Street juga dikatakan bahwa desain dari jalur tersebut harus dapat memenuhi kebutuhan yang luas sehingga dapat mengakomodasi kebutuhan anak-anak dan masyarakat dengan keterbatasan fisik. Menurut Shirvani (1985), salah satu elemen fisik Urban Design yang bersifat ekspresif dan suportif yang mendukung terbentuknya struktur visual kota adalah jalur pejalan kaki. Dimana jalur pejalan kaki yang baik adalah mengurangi ketergantungan dari kendaraan bermotor dalam areal kota, meningkatkan kualitas lingkungan dengan memprioritaskan skala manusia, lebih mengekspresikan aktifitas pedagang kaki lima dan mampu menyajikan kualitas udara.

9 Baik Shirvani (1985) maupun Linch (1960) mengemukakan bahwa pedestrian bagian dari ruang publik dan merupakan aspek penting sebuah ruang kota, baik berupa lapangan (ruang terbuka) maupun jalan/koridor. Pada modul 1a mengenai Peran Transportasi dalam kebijakan perkembangan perkotaan dikatakan bahwa pentingnya ruang untuk pejalan kaki tidak dapat diukur dan tidak dapat dibuktikan secara matematis bahwa trotoar yang lebih lebar, jalur khusus pejalan kaki dan jumlah taman yang indah akan dapat membuat orang merasa lebih bahagia. Menurut Utermann (1984) mendefinisikan berbagai macam jalur pejalan kaki diruang luar bangunan menurut fungsi dan bentuk. Menurut fungsi adalah sebagai berikut: a. Jalur pejalan kaki yang terpisah dari jalur kendaraan umum (Sidewalk atau trotoar) biasanya terletak bersebelahan atau berdekatan sehingga diperlukan fasilitas yang aman terhadap bahaya kendaraan bermotor dan mempunyai permukaan rata, berupa trotoar dan terletak di tepi jalan raya. Pejalan kaki melakukan kegiatan berjalan kaki sebagai sarana angkutan yang akan menghubungkan tempat tujuan. b. Jalur pejalan kaki yang digunakan sebagai jalur menyeberang untuk mengatasi/menghindari konflik dengan moda angkutan lain, yaitu jalur penyeberangan jalan, jembatan penyeberangan atau jalur penyeberangan bawah tanah. Untuk aktivitas ini diperlukan fasilitas berupa zebra cross, skyway, dan subway.

10 c. Jalur pejalan kaki yang bersifat rekreatif dan mengisi waktu luang yang terpisah sama sekali dari jalur kendaraan bermotor dan biasanya dapat dinikmati secara santai tanpa terganggu kendaraan bermotor. Pejalan kaki dapat berhenti dan beristirahat pada bangku bangku yang disediakan, fasilitas ini berupa plaza pada taman taman kota. d. Jalur pejalan kaki yang digunakan untuk berbagai aktivitas, untuk berjualan, duduk santai, dan sekaligus berjalan sambil melihat etalase pertokoan yang biasa disebut mall. e. Footpath atau jalan setapak, jalan khusus pejalan kaki yang cukup sempit dan hanya cukup untuk satu pejalan kaki. f. Alleyways atau pathways (gang) adalah jalur yang relatif sempit di belakang jalan utama, yang terbentuk oleh kepadatan bangunan, khusus pejalan kaki karena tidak dapat dimasuki kendaraan. Sedangkan menurut bentuk adalah sebagai berikut: a. Arkade atau selasar, suatu jalur pejalan kaki yang beratap tanpa dinding pembatas disalah satu sisisnya. b. Gallery, berupa selasar yang lebar digunakan untuk kegiatan tertentu c. Jalan pejalan kaki tidak terlindungi/tidak beratap. Menurut Carr (1992) dan Rubeinstein (1992) membedakan tipe pedestrian sebagai berikut:

11 a. Pedestrian sisi jalan. Bagian ruang publik kota yang banyak dilalui orang yang sedang berjalan kaki menyusun jalan yang satu yang berhubungan dengan jalan lain. Letaknya berada di kiri dan kanan jalan. b. Mal Pedestrian. Suatu jalan yang ditutup bagi kendaraan bermotor, dan diperuntukkan khusus bagi pejalan kaki. Fasilitas tersebut biasanya dilengkapi dengari asesoris kota seperti pagar, tanaman, dan berlokasi dijalan utama pusat kota. c. Mal Transit. Pengembangan pencapaian transit untuk kendaraan umum pada penggal jalan tertentu yang telah dikembangkan sebagai pedestrian area. d. Jalur Lambat. Jalan yang digunakan sebagai ruang terbuka dan diolah dengan desain pedestrian agar lalu lintas kendaraan terpaksa berjalan lamban, disamping dihiasi dengan tanaman sepanjang jalan tersebut atau jalur jalan sepanjang jalan utama yang khusus untuk pejalan kaki dan kendaraan bukan bermotor. e. Gang Kecil. Gang-gang kecil ini merupakan bagian jaringan jalan yang menghubungkan ke berbagai elemen kota satu dengan yang lain yang sangat kompak. Ruang publik ini direncanakan dan dikemas untuk mengenal lingkungan lebih dekat lagi. Carr dan kawan-kawan (1992), mengartikan jalur pedestrian (pedestrian sidewalks/trotoar) adalah bagian dari kota, dimana orang bergerak dengan kaki, biasanya disepanjang sisi jalan yang direncanakan atau terbentuk dengan sendirinya

12 yang menghubungkan satu tempat dengan tempat lainnya. Dengan kata lain jalur pedestrian dari segi perencanaannya terbagi dua yaitu yang terencana dan tidak terencana. Jalur pedestrian yang terencana terbentuk dari jalur pedestrian yang memang telah direncanakan untuk menghubungkan satu tempat ke tempat lain yang dibutuhkan oleh pejalan kaki. Sedangkan jalur pedestrian yang tidak terencana terbentuk dengan sendirinya dari jalur yang biasa digunakan oleh pejalan kaki dalam pergerakannya dari satu tempat ke tempat lainnya Jalur pejalan kaki yang akrab (friendly) Perencanaan jalur pejalan kaki sebaiknya berfungsi untuk menfasilitasi pejalan kaki dari satu tempat ke tempat lain dengan berkesinambungan, lancar, selamat, aman dan nyaman. Selain itu rencana jalur pejalan kaki harus dapat mengakomodasi pejalan kaki baik dewasa maupun anak-anak dan juga penyandang cacat. Sehingga dapat menciptakan sebuah kota yang akrab terhadap pengguna jalur pejalan kaki atau pedestrian. Bentuk yang tepat dari pemisahan kendaraan bermotor dan pejalan kaki dikondisikan oleh fungsi jalan tersebut. Padahal pembagian yang jelas antara kendaraan bermotor dan pejalan kaki dapat membantu dalam perkembangan dari aktifitas jalan. Banyak jalur-jalur pejalan kaki di pusat kota di Inggris dan negaranegara Eropa lainnya sangat sukses. Kesuksesan dari jalur pejalan kaki tersebut tergantung kepada atraksi-atraksi yang beraneka ragam yang disuguhkan sehingga banyak jalur pejalan kaki yang selalu diingat. Salah satu masalah bagi perencana

13 adalah jalur pejalan kaki berintegrasi dengan parkir kendaraan bermotor. Menurut Mougthin (2003) bahwa pembedaan antara jalur pejalan kaki dengan jalur lalu lintas padat adalah sangat penting. Sedangkan menurut Burton (2006) bahwa keakraban menunjuk kepada besaran jalan yang dapat dikenali oleh orang jompo dan mudah dimengerti oleh mereka. Jalan yang akrab adalah yang tersusun dan dibuat dengan bentuk, ruang terbuka, bangunan-bangunan dan perangkat-perangkat yang akrab dengan para penggunanya. Jalan yang akrab kemungkinan diletakkan dimana: a. Jalan jalan ruang terbuka dan bangunan-bangunan lama didirikan. b. Perubahan dalam skala kecil dan bertambah. c. Pengembangan baru dan gabungan dari bentuk lokal, style, warna, dan material. d. Ada hirarki tipe-tipe jalan, termasuk jalan utama, sisi jalan, gang dan trotoar. e. Tempat-tempat dan bangunan-bangunan di desain akrab mudah diingat oleh masyarakat yang melewatinya. f. Bagian-bagian arsitektur dan perabot jalan yang didesain akrab agar mudah diingat oleh penggunanya. Dari beberapa studi yang sudah dilakukan terkait jalur pedestrian, Nurdiani (2005) ada beberapa prinsip perancangan yang harus dipertimbangkan untuk mendesain jalur pedestrian yang baik: a. Berfungsi dengan baik sebagai jalur pejalan kaki.

14 b. Memberi perlindungan dan keamanan bagi pejalan kaki. c. Memberikan kemudahan pada pejalan kaki. d. Menghubungkan dengan baik satu tempat dengan tempat lain. e. Memberi kenyamanan saat berjalan bagi pejalan kaki. f. Memberi ruang yang cukup luas untuk berjalan kaki, baik saat sendiri atau apabila harus berhadapan dengan pejalan kaki dari arah berlawanan. g. Peduli atau perhatian pada budaya pengguna jalur pedestrian (pejalan kaki). h. Peduli terhadap pejalan kaki yang memiliki keterbatasan (penyandang cacat). i. Memperhatikan iklim setempat (misal pada iklim tropis; rimbunnya pepohonan membantu melindungi pejalan kaki dari teriknya matahari atau rintiknya hujan). j. Merespon terhadap konteks lingkungan dimana jalur pedestrian tersebut berada. Jalur pedestrian dapat dirancang mengikuti tema kawasan/lingkungan. Menarik atau atraktif dalam membuat rancangan jalur pedestrian dimana permukaan bidang jalur pedestrian dapat dibuat pola-pola tertentu. Pada beberapa tempat diberi ruang-ruang untuk beristirahat sejenak sebelum meneruskan perjalanan dengan pola yang berbeda sehingga tidak membosankan. Menurut Fruin (1979) pengembangan fasilitas untuk jalur pejalan adalah keamanan, keselamatan dan perbaikan gambaran terhadap fisik sistem untuk dapat

15 meningkatkan kenyamanan, keamanan, kesenangan, kesinambungan, kelengkapan dan daya tarik. Orang lebih memilih berjalan di pinggir atau bahkan di badan jalan, menggunakan kendaraan yang pada akhirnya dapat mengurangi Level Of Service (LOS) jalan. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan indikator tercapainya suatu konsep pengembangan fasilitas pejalan kaki yang akrab, sebagai berikut (Uterman, 1984; Marcus dan Francis 1989; Carr, 1992; Rubenstein, 1992; Harris dan Dines, 1995; Bromley dan Thomas, 1993): a. Keselamatan (safety), diwujudkan dengan penempatan pedestrian, struktur, tekstur, pola perkerasan dan dimensi trotoar (ruang bebas, lebar efektif, kemiringan) b. Keamanan (security), terlindung dari kemungkinan berlangsungnya tindakan kejahatan dengan merancang penerangan yang cukup atau struktur maupun lansekap yang tidak menghalangi. c. Kenyamanan (comfort), mudah dilalui dari berbagai tempat dengan adanya pelindung dari cuaca yang buruk, tempat istirahat sementara, terhindar dari hambatan oleh karena ruang yang sempit serta permukaan yang harus nyaman dipergunakan oleh siapa saja termasuk juga penyandang cacat. d. Kenikmatan (convenience), diindikasikan melalui jarak, lebar trotoar, lansekap yang menarik serta kedekatan dengan fasilitas yang dibutuhkan. e. Keindahan (aesthetics), berkaitan dengan trotoar dan lingkungan disekitarnya.

16 Jacobs (1995) secara gamblang menyatakan jalan yang masuk dalam klasifikasi 'great streets', biasanya selalu memiliki kualitas spasial istimewa dan umumnya sukses merangsang warga kota, untuk turun berinteraksi sosial dan beraktivitas urban yang sehat. Di ruas-ruas ruang publik tersebut, warga kota tidak ragu-ragu untuk melangkahkan kakinya membeli susu dan koran pagi, berjalan mengamati pajangan di kaca-kaca toko, bergurau santai di kafe-kafe pinggir jalan ataupun duduk makan siang sambil mengamati lalu lalang pejalan kaki di trotoar jalan. Kriteria untuk jalan yang baik menurut Jacobs (1995) adalah sebagai berikut: a. Dapat menciptakan sebuah komunitas: memfasilitasi tindakan manusia dalam bersosialisasi b. Aman dan nyaman: membuat masyarakat betah dan tidak merasa takut c. Mendorong partisipasi: menimbulkan rasa memiliki dan tanggung jawab pada lingkungan jalan, termasuk ikut serta untuk merawatnya d. Dapat diingat: memberikan kesan dan kenangan. e. Representative: dapat menjadi contoh tipe yang baik, untuk itu kriteria diatas harus mampu dipadukan dan juga memiliki nilai seni. Selain itu diperlukan kualitas fisik tertentu untuk dapat menjadi great street: a. Tempat yang nyaman untuk orang berjalan (place for people to walk with some leisure). Orang dapat berjalan dengan mudah dan aman, jelas dan mudah dalam pencapaian.

17 b. Kenyamanan fisik (physical comfort). Jalan yang baik adalah jalan memberikan kenyamanan dan perlindungan terhadap iklim. c. Definisi (definition). Mampu berkomunikasi dan memberikan definisi terhadap jalan tersebut. Jalan didefinisikan menjadi 2: vertikal (ketinggian bangunan, tembok dan pepohonan), horisontal (lebar jalan, jarak, dan lantai). Jalan yang baik mampu memadukan unsur vertikal dan horisontal dalam sebuah proporsi yang harmonis, skala manusia, dan ruang antar bangunan d. Kualitas yang melibatkan pandangan mata (qualities that engage the eyes). Mata akan tertarik pada suatu yang bergerak dan mengalami perubahan. Jalan yang baik mampu menarik pandangan mata seperti adanya bayangan dari perbedaan permukaan bangunan, bayangan dan pertumbuhan pohon, pergerakan dan pengguna jalan, warna dan pemanfaatan cahaya, dan detail bangunan. e. Transparansi (transparency). Dimana sisi publik dan semi publik yang ada pada jalan dapat bertemu dengan sisi privat dari bangunan. Orang dapat melihat, merasakan dan mengetahui apa yang ada dibaliknya. f. Komplementaritas (complementarity). Adanya keterpaduan dan rasa menghormati antar bangunan pada suatu jalan. Jalan yang baik umumnya memiliki ketinggian bangunan yang hampir sama. g. Perawatan (maintenance). Untuk menjaga jalan tetap bersih, lancar dan tidak berlubang, maka sangat penting untuk perawatan terhadap

18 pepohonan, material, bangunan, dan semua bagian jalan. Untuk itu diperlukan pemakaian material yang relatif mudah untuk dirawat dan harus ada kepedulian pada elemen jalan yang bersejarah. h. Kualitas konstruksi dan desain (quality of construction and design). Adanya kualitas yang baik dalam material, keahlian pembuatan, dan disain. Disamping hal tersebut kualitas juga akan dipengaruhi oleh uang/ biaya yang ada. Sedangkan beberapa kualitas lainnya yang mempengaruhi jalan menurut Jacob (1995) adalah: a. Pepohonan; Selain menghasilkan oksigen dan peneduh untuk memberikan kenyaman, pohon juga dapat sebagai pembatas dan pengaman. Jarak antar pohon yang baik adalah 15 kaki sampai 25 kaki, pada tikungan berjarak 40 atau 50 kaki. b. Awal dan akhir; Sangat diperlukan penataan awal dan akhir dari jalan. Kesan yang kuat akan terasa pada awal dan akhir jalan. c. Keanekaragaman bangunan; Bangunan akan membentuk garis vertikal jalan, ukuran dan skala. Banyaknya bangunan akan memberikan keberagaman fasade dan keberagaman aktifitas. d. Detail: fitur desain khusus; Kulitas detail: gerbang, air mancur, tempat duduk, kios, paving, petanda, kanopi, lampu jalan akan memberikan pengaruh pada kualitas jalan.

19 e. Tempat; Jalan memiliki persimpangan, plaza kecil, taman, pelebaran, dan ruang terbuka yang sangat penting untuk menikung/berbelok dan memutar arah, menyediakan tempat untuk berhenti sejenak dan memberikan titik acuan pada jalan. f. Aksesibilitas; Tujuan utama adalah sebagai akses dari suatu tempat ke tempat yang lain. Jalan yang baik memiliki akses yg mudah dan aman dan nyaman bagi pejalan kaki, kendaraan dan penyandang cacat. g. Kepadatan; Dalam mendisain dan membangun kita harus memperhatikan kepadatan yg terbentuk dan peruntukan lahan yang ada. Kepadatan yang dimaksud disini adalah kepadatan aktifitas orang, yang membentuk komunitas. h. Keberagaman; Jalan yang baik memiliki keberagaman aktifitas, adanya mix uses dan keberagaman fungsi dan peruntukan di dalamnya. i. Panjang; Terdapat fokal poin yang spesial seperti patung/tugu/monumen, dan bangunan yang special. j. Landai; Memberikan kenyamanan bagi penyandang cacat, orang tua, ibu dan anak kecil. k. Parkir; Jalan yang baik tidak diperuntukan untuk parkir kendaraan dalam jumlah banyak. l. Kontras; Kontras pada disain akan akan memberikan perbedaan bentuk dan ukuran dimana hal tersebut dapat menarik perhatian dan menjadikannya spesial.

20 m. Waktu; Mampu menghadapi perubahan waktu dan jaman, dengan berbagai keberagaman dan terus berkembang serta memiliki nilai sejarah Keselamatan dan keamanan jalur pejalan kaki Dalam usaha untuk mendorong dan menfasilitasi pejalan kaki, pejalan kaki ingin merasa aman. Dalam buku Manual for the Street dikatakan bahwa pejalan kaki secara umum merasa aman dari kejahatan dimana: a. Rutinitas mereka terlihat secara keseluruhan dari dalam bangunanbangunan di pinggir jalan. b. Masyarakat lain juga menggunakan jalan tersebut. c. Disana tidak ada tanda-tanda aktifitas anti sosial (seperti: vandalisme, graffiti,dan lain sebagainya) d. Mereka tidak dapat dikejutkan (contoh pada sudut yang gelap) e. Mereka tidak dapat diculik (contoh orang-orang dapat merasa gugup jika berada di tempat dengan banyak pintu masuk dan keluar seperti jalur subway) f. Ada pencahayaan yang baik. Material untuk permukaan yang digunakan pada jalur pejalan kaki harus rata dan bebas dari sandungan-sandungan. Di dalam buku Manual for the Street juga dikemukakan bahwa permukaan yang tidak biasa seperti batu kerikil adalah pembatas dari beberapa jalur pejalan kaki dan tidak disukai untuk digunakan pada

21 area permukiman. Utermann (1984) juga mengemukakan bahwa salah satu hal yang dapat menciptakan rasa aman pada jalur pejalan kaki adalah jalur pejalan kaki tersebut memiliki permukaan yang rata. Dengan kata lain pemilihan bahan untuk jalur pejalan kaki perlu direncanakan dengan baik agar tidak mengganggu pejalan kaki dan aman untuk digunakan. Menurut Rapoport (1971) prinsip perancangan jalur pedestrian yang dapat menimbulkan rasa aman dan nyaman bagi penggunanya adalah harus aman dan melindungi bagi pejalan kaki, menghubungkan dengan baik antara satu tempat ke tempat lain, bebas hambatan dan memiliki akses langsung serta mudah dicapai oleh semua pejalan kaki, dirancang dengan baik dan cukup atraktif. Dari teori tersebut dapat diperoleh masukan bahwa dengan merencanakan jalur pejalan kaki yang baik dapat membuat penggunanya merasa aman dan nyaman berjalan di jalur pedestrian tersebut. Sehingga akan banyak orang yang menggunakan jalur pedestrian dalam aktifitas sehari-hari. Aspek keselamatan diwujudkan dengan penempatan pedestrian, struktur, tekstur, pola perkerasan dan dimensi trotoar (ruang bebas, lebar efektif, kemiringan) sedangkan untuk aspek keamanan dimana jalur pejalan kaki tersebut terlindung dari kemungkinan berlangsungnya tindakan kejahatan dengan merancang penerangan yang cukup atau struktur maupun lansekap yang tidak menghalangi. Dari aspek keselamatan berjalan di jalur pejalan kaki bisa dilihat dari fasilitas prasarana dan sarananya. Utermann (1984) mengemukakan bahwa jalur pejalan kaki yang digunakan sebagai jalur menyeberang adalah untuk menghindari konflik

22 dengan moda angkutan lain, selain itu untuk aktivitas tersebut diperlukan fasilitas berupa zebra cross, skyway (jembatan penyeberangan) dan subway (terowongan). Pada Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum diatur sebaiknya keberadaan jalur pejalan kaki tidak menimbulkan konflik dengan lalu lintas kendaraan atau peruntukkan lainnya, jika berpotongan dengan jalur lalu lintas kendaraan harus dilengkapi rambu dan marka atau lampu yang menyatakan peringatan/petunjuk bagi pengguna jalan, koridor jalur pejalan kaki (selain terowongan) sebaiknya mempunyai jarak pandang yang bebas ke semua arah, selain itu dalam hal perencanaannya juga harus memperhatikan lebar lajur dan spesifikasi teknik bagi penyandang cacat Drainase Drainase sebagai salah satu fasilitas sarana ruang pejalan kaki dapat juga menciptakan keselamatan penggunanya jika direncanakan dengan baik. Drainase terletak berdampingan atau dibawah dari ruang pejalan kaki. Drainase berfungsi sebagai penampung dan jalur aliran air pada ruang pejalan kaki. Keberadaan drainase akan dapat mencegah terjadinya banjir dan genangan-genangan air pada saat hujan. Menurut Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum diatur bahwa dimensi minimal adalah lebar 50 centimeter dan tinggi 50 centimeter. Sedangkan pada buku Manual for the Street dikatakan bahwa hal yang

23 paling penting dalam merencanakan drainase adalah peletakkannya terhadap jalan dan dampak yang mungkin muncul akibat drainase tersebut. Saluran drainase direncanakan untuk menampung air kotor dari bangunan-bangunan di sepanjang jalan Pagar Pengaman Fasilitas sarana ruang pejalan kaki lainnya yang dapat memberi keselamatan bagi penggunanya adalah pagar pengaman. Carr (1992) membedakan jalur pejalan kaki ke dalam beberapa tipe, salah satunya adalah Mall Pedestrian dimana memerlukan fasilitas pagar pengaman terutama jika terletak di jalan utama pusat kota. Pada Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum diatur bahwa pagar pengaman diletakan pada jalur amenitas. Pada titik tertentu yang berbahaya dan memerlukan perlindungan dengan tinggi 90 centimeter, dan bahan yang digunakan adalah metal/beton yang tahan terhadap cuaca, kerusakan, dan murah pemeliharaannya. Pagar pengaman juga dapat didesain dengan menarik. Sedangkan pada buku Manual for the Street dikemukakan bahwa pagar pengaman secara umum dibuat untuk menghindari pengendara kendaraan bermotor yang tidak bertanggung jawab, bentuk pagar pengaman seperti terlihat pada gambar 2.1.

24 Gambar 2.1 Pagar Pengaman Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan Marka dan perambuan Pada Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum mengatur tentang marka dan perambuan, informasi (signage) yang diletakan pada jalur amenitas, pada titik interaksi sosial, pada jalur dengan arus pedestrian padat, dengan besaran sesuai kebutuhan, dan bahan yang digunakan terbuat dari bahan yang memiliki durabilitas tinggi, dan tidak menimbulkan efek silau. Marka dan perambuan juga dapat menciptakan lingkungan yang informatif sehingga memudahkan pemakai ruang publik berorientasi dan bersirkulasi di dalam lingkungan tersebut. Peletakan perambuan berada di tempat terbuka, ketinggiannya sejajar dengan kondisi jalan serta tidak tertutup pepohonan. Lebih efisien dan mudah dibaca jika dilengkapi dengan lampu penerangan. Lynch (1984) mengemukakan bahwa marka dan perambuan yang dirancang dengan baik dapat memberikan kualitas yang ramah bagi pejalan kaki karena marka dan perambuan tersebut dapat sebagai iklan suatu usaha ataupun tanda akan suatu tempat sehingga memberikan sense of belonging.

25 Penyeberangan dan Marka untuk Penyeberangan Fasilitas prasarana ruang pejalan kaki juga dapat dimasukkan dalam usaha keselamatan bagi penggunanya. Fasilitas prasarana tersebut berupa penyeberangan dan marka untuk penyeberangan. Penyeberangan sendiri terdiri dari penyeberangan sebidang, tidak sebidang, di tengah ruas dan dipesimpangan. Untuk penyeberangan sebidang atau At Grade terdiri dari dua jenis yaitu penyeberangan zebra dan penyeberangan pelikan. Penyeberangan zebra dipasang di kaki persimpangan tanpa alat pemberi isyarat lalu lintas atau di ruas jalan. Apabila persimpangan diatur dengan lampu pengatur lalu lintas, pemberian waktu penyeberangan bagi pejalan kaki menjadi satu kesatuan dengan lampu pengatur lalu lintas persimpangan sedangkan apabila persimpangan tidak diatur dengan lampu pengatur lalu- lintas, maka kriteria batas kecepatan kendaraan bermotor adalah <40 km/jam. Sedangkan penyeberangan Pelikan dipasang pada ruas jalan, minimal 300 meter dari persimpangan, atau pada jalan dengan kecepatan operasional rata-rata lalu lintas kendaraan >40 km/jam. Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum dikatakan bahwa Penyeberangan tidak sebidang terdiri dari dua macam yaitu elevated (jembatan) dan underground (terowongan). Elevated (jembatan) digunakan apabila jenis jalur penyeberangan tidak dapat menggunakan penyeberangan zebra, penyeberangan pelikan sudah menganggu lalu lintas kendaraan yang ada. Berada pada ruas jalan dengan frekuensi terjadinya

26 kecelakaan pejalan kaki yang cukup tinggi. Serta pada ruas jalan yang mempunyai arus lalu lintas dengan kecepatan tinggi dan arus pejalan kaki yang cukup ramai. Jalur yang melandai harus disediakan untuk seluruh tempat penyeberangan bagi pejalan kaki baik di atas jalan maupun di bawah jalan. Jika diperlukan, maka dapat disediakan tangga untuk mencapai tempat penyeberangan. Underground (terowongan) digunakan apabila jenis jalur penyeberangan dengan menggunakan elevated (jembatan) tidak dimungkinkan untuk diadakan. Lokasi lahan atau medan memungkinkan untuk dibangun underground/terowongan. Untuk kawasan perkotaan, yang terdapat jarak antar persimpangan cukup panjang, maka dibutuhkan penyeberangan di tengah ruas agar pejalan kaki dapat menyeberang dengan aman. Lokasi yang dipertimbangkan untuk penyeberangan ditengah ruas harus dikaji terlebih dahulu. Pertimbangan dalam penentuan lokasi penyeberangan di tengah ruas, antara lain: a. Lokasi penyeberangan memungkinkan untuk mengumpulkan atau mengarahkan pejalan kaki menyeberang pada satu lokasi. b. Merupakan lokasi untuk rute yang aman untuk berjalan kaki bagi anak sekolah. c. Kawasan dengan konsentrasi pejalan kaki yang menyeberang cukup tinggi (seperti permukiman yang memotong kawasan pertokoan atau rekreasi atau halte yang berseberangan dengan permukiman atau perkantoran).

27 d. Rambu-rambu peringatan harus dipasang sebelum lokasi untuk memperingatkan pada pengendara bermotor akan adanya aktifitas penyeberangan. e. Penyeberangan dan rambu-rambu harus memiliki penerangan jalan yang cukup. f. Penyeberangan harus memiliki jarak pandang yang cukup baik bagi pengendara bermotor maupun pejalan kaki. g. Pada lokasi dengan arus lalu lintas 2 (dua) jalur, perlu disediakan median pada lokasi penyeberangan, sehingga penyeberang jalan cukup berkonsentrasi pada satu arah saja. Hal-hal yang harus dihindari pada jalur penyeberangan di tengah ruas jalan, khususnya yang tidak bersinyal adalah: a. Harus terletak <90 meter dari sinyal lalu lintas, dimana pengendara bermotor tidak mengharapkan adanya penyeberang. b. Berada pada jarak 180 meter dari titik penyeberangan yang lain, kecuali pada pusat kota/central Bussiness District (CBD) atau lokasi yang sangat memerlukan penyeberangan. c. Pada jalan dengan batasan kecepatan di atas 72 km/jam Hal-hal yang harus diperhatikan untuk penyeberangan di persimpangan adalah sebagai berikut: terdapat alat pemberi isyarat lalu lintas yang berfungsi

28 menghentikan arus lalu lintas sebelum pejalan kaki menyeberangi jalan atau alat yang memberi isyarat kepada pejalan kaki kapan saat yang tepat untuk menyeberang jalan. Pada Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum diatur bahwa jika penyeberangan di persimpangan memiliki permasalahan yang cukup kompleks antara lain dengan interaksi dari sistem prioritas, volume yang membelok, kecepatan, jarak penglihatan, dan tingkah laku pengemudi, maka pada suatu fase yang terpisah bagi pejalan kaki dapat diterapkan alat pemberi isyarat lalu lintas, dengan memperhatikan hal hal sebagai berikut: a. Arus pejalan kaki yang menyeberangi setiap kaki persimpangan lebih besar dari 500 orang/jam. b. Lalu lintas yang membelok kesetiap kaki persimpangan mempunyai jarak waktu (headway) rata-rata kurang dari 5 detik, tepat pada saat lalu lintas tersebut bergerak dan terjadi konflik dengan arus pejalan kaki. Marka jalan untuk penyeberangan pejalan kaki dinyatakan dalam bentuk zebra cross. Zebra cross, yaitu marka berupa garis-garis utuh yang membujur tersusun melintang jalur lintas. Ketentuan teknis yang mengatur tentang marka penyeberangan pejalan kaki adalah sebagai berikut: a. Garis membujur tempat penyeberangan orang harus memiliki lebar 0,30 meter dan panjang sekurang-kurangnya 2,50 meter.

29 b. Celah di antara garis-garis membujur mempunyai lebar sama atau maksimal 2 (dua) kali lebar garis membujur tersebut. c. Dua garis utuh melintang tempat penyeberangan pejalan kaki memiliki jarak antar garis melintang sekurang-kurangnya 2,5 meter dengan lebar garis melintang 0,30 meter. d. Tempat penyeberangan orang ditandai dengan zebra cross. e. Apabila arus lalu lintas kendaraan dan arus pejalan kaki cukup tinggi, tempat penyeberangan orang dilengkapi dengan alat pemberi isyarat lalu lintas. Selain itu Utermann (1984) juga mengemukakan bahwa zebra cross terletak di setiap 100 kaki pada suatu jalur pejalan kaki Lampu penerangan Fasilitas lain yang dapat didesain dengan menarik adalah lampu penerangan. Pada Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum dikemukakan bahwa lampu penerangan selain dapat menciptakan rasa aman juga dapat menimbulkan keindahan jika didesain dengan menarik. Lampu penerangan diletakkan pada jalur amenitas, terletak setiap sepuluh meter dengan tinggi maksimal empat meter dan bahan yang digunakan adalah bahan dengan

30 durabilitas tinggi seperti metal dan beton cetak, bentuk lampu penerangan kurang lebih seperti terlihat pada gambar 2.2. Pada Manual of the Street juga diatur bahwa tiang-tiang lampu penerangan beserta lampu penerangan harus terhindar dari vandalime dan diletakkan pada lokasi yang terhindar dari kendaraan bermotor. Selain itu lampu penerangan dapat mengurangi kecelakaan pada malam hari dan membuat pengguna jalan merasa aman jika berjalan pada malam hari. Lampu penerangan harus direncanakan berintegrasi dengan layout jalan, persimpangan dan memperhatikan pertumbuhan tanaman atau pepohonan. Gambar 2.2 Lampu penerangan Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan Peletakannya direncanakan dengan baik sehingga dapat memberikan penerangan yang merata, aman dan nyaman bagi pengguna jalan serta memberikan arah dan petunjuk yang jelas. Sedangkan menurut Jacobs (1995) bahwa lampu yang ditempatkan terlalu tinggi tidak akan memberikan cahaya yang memadai langsung bagi daerah sekitarnya. Dengan mengurangi ketinggian lampu jalanan

31 dan jarak antara mereka, dan menurunkan intensitas lampu diharapkan mampu untuk memberikan cahaya yang lebih baik bagi jalan-jalan kota Kenyamanan, kenikmatan dan keindahan jalur pejalan kaki Kenyamanan merupakan salah satu nilai vital yang selayaknya harus dinikmati oleh manusia ketika melakukan aktifitas-aktifitas di dalam suatu ruang. Kenyamanan dapat pula dikatakan sebagai kenikmatan atau kepuasan manusia dalam melaksanakan kegiatannya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan antara lain: Sirkulasi, iklim atau kekuatan alam, bising, aroma atau bau-bauan, bentuk, keamanan, kebersihan, dan keindahan. Kenyamanan dapat diartikan bahwa mudah dilalui dari berbagai tempat dengan adanya pelindung dari cuaca yang buruk, tempat istirahat sementara, terhindar dari hambatan oleh karena ruang yang sempit serta permukaan yang harus nyaman dipergunakan oleh siapa saja termasuk juga penyandang cacat. Sedangkan kenikmatan diindikasikan melalui jarak lebar trotoar, lansekap yang menarik serta kedekatan dengan fasilitas yang dibutuhkan. Aspek keindahan berkaitan dengan trotoar dan lingkungan sekitarnya. Untuk menciptakan rasa nyaman pada jalur pejalan kaki salah satunya bisa dengan dengan melihat dari tingkat pelayanan (Level of Service) jalur pejalan kaki tersebut. Menurut Rubenstein (1987) tingkat pelayanan pejalan kaki seperti terlihat pada tabel 2.1.

32 Tabel 2.1 Tingkat pelayanan pejalan kaki Ft2 / orang Arus rata-rata pejalan kaki Kecepatan dan papasan 35 < 7 - Bebas memilih kecepatan - Dapat bebas berpapasan - Tidak ada beban maksimum Kecepatan berjalan normal - Dapat berpapasan satu sama lain - Tidak ada beban maksimum Berjalan kaki sedikit terbatas Tidak dapat berpapasan dengan bebas terbatas - Sulit berpapasan Semua pejalan kaki memiliki kecepatan yang terbatas - Sangat sulit berpapasan < 5 >25 - Sangat terbatas - Seringkali kontak sesama pejalan yang tidak dapat dihindari dan tidak dapat berpapasan Sumber : Harvey Rubenstein, A Guide to Site and Environtmental Planning 1987

33 Dari tingkat pelayanan diatas maka tingkatan pelayanan yang paling ideal dan nyaman adalah yang memiliki luasan jalur ft2/orang. Dimana kecepatan berjalan normal dan dapat berpapasan satu sama lain tanpa terjadi konflik. Moughtin (2003) mengemukakan bahwa pergeseran fungsi trotoar jelas membuat ketidak nyamanan para pejalan kaki. Mereka tidak bisa lagi tenang berjalan sambil menikmati keramaian kota, mereka harus berhati-hati dan tetap waspada, jangan sampai terserempet kendaraan yang berlalu lalang. Pada lokasi koridor kawasan tersebut terjadi kesenjangan, pergeseran pemanfaatan fungsi trotoar sebagai fasilitas pejalan kaki yang diharapkan sebagai sarana sirkulasi sesuai dengan fungsinya, dalam waktu tertentu mengalami pergeseran fungsi sebagai ruang berjualan hal ini dipersepsikan berbeda oleh pedagang kaki lima, sehingga jalur pejalan kaki mempunyai fungsi ganda. Salah satu indikator untuk dapat menciptakan keindahan pada jalur pejalan kaki adalah dengan merencanakan fasilitas sarana ruang pejalan kaki yang menarik. Fasilitas sarana jalur pejalan kaki yang dapat dibuat menarik antara lain jalur hijau, tempat duduk, tempat sampah, halte bus dan telepon umum Jalur hijau Menurut Shirvani (1985), salah satu hal yang dapat membuat jalur pejalan kaki dikatakan baik adalah mampu menyajikan kualitas udara yang baik. Dalam hal untuk menciptakan kualitas udara yang baik adalah dengan menanam pepohonan yang rindang di sepanjang jalur pejalan kaki. Untuk tempat pepohonan

34 tersebut maka diperlukan jalur hijau yang dapat mengakomodasi besaran pepohonan tersebut. Pada Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan diatur bahwa jalur hijau diletakkan pada jalur amenitas dengan lebar 150 centimeter dan bahan yang digunakan adalah tanaman peneduh. Jika cukup lebar, dapat ditanam pohon-pohon yang lebih besar, untuk melindungi pejalan kaki dari perubahan cuaca khususnya panas. Minimum 4,5 meter untuk penanaman pohon-pohon yang lebih besar. Jalur hijau juga menjadi buffer bagi pejalan kaki. Secara umum jalur hijau juga merupakan pemisah yang efektif antara jalur pejalan kaki dengan lalu lintas kendaraan bermotor. Jacobs dalam bukunya the Great Street mengemukakan selain menghasilkan oksigen dan peneduh untuk memberikan kenyamanan, pohon juga dapat sebagai pembatas dan pengaman (safety barrier). Jarak antar pohon yang baik adalah 15 kaki sampai 25 kaki, pada tikungan (corner) berjarak 40 atau 50 kaki. Ilustrasi jalur hijau dapat dilihat pada gambar 2.3. Gambar 2.3 Fasilitas jalur hijau Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan

35 Tempat duduk Tempat duduk yang juga merupakan fasilitas sarana jalur pejalan kaki selain dapat menciptakan rasa nyaman dapat juga memperindah jalur pejalan kaki jika didesain dengan menarik. Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum mengatur bahwa tempat duduk diletakan pada jalur amenitas. Terletak setiap 10 meter dengan lebar centimeter, panjang 150 centimeter dan bahan yang digunakan adalah bahan dengan durabilitas tinggi seperti metal dan beton cetak. Menurut Jacob (1995) jalur pejalan kaki juga memiliki fungsi yang bersifat rekreatif sehingga diperlukan bangku-bangku untuk tempat berhenti beristirahat. Hal ini sama dengan apa yang dikemukakan oleh Utermann (1984) bahwa jika dilihat dari fungsinya, jalur pejalan kaki yang bersifat rekreatif maka diperlukan bangku-bangku tempat pemberhentian untuk beristirahat. Sedangkan Burton (2006) mengemukakan bahwa tempat duduk merupakan salah satu faktor yang penting dalam membuat suatu jalan terasa nyaman dan mudah digunakan oleh semua lapisan masyarakat baik tua maupun muda dan masyarakat dengan keterbatasan fisik. Burton juga mengakatakan bahwa tempat duduk kayu lebih diminati karena terasa hangat dan lebih nyaman jika diduduki dibandingkan dengan bahan besi ataupun beton. Lebar tempat duduk yang direkomendasikan adalah 420 mm sampai 440 mm dan tinggi 470 mm sampai dengan 480 mm.

36 Sedangkan peletakannya setiap 100 m sampai dengan 125 m. Ilustrasi gambar tempat duduk bisa dilihat pada gambar 2.4. Gambar 2.4 Tempat duduk Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan Tempat sampah Tempat sampah juga merupakan fasilitas sarana jalur pejalan kaki. Tempat sampah selain menciptakan kebersihan juga dapat menarik jika didesain dengan baik. Menurut kaedahnya pada Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum tempat sampah diletakan pada jalur amenitas. Terletak setiap 20 meter dengan besaran sesuai kebutuhan, dan bahan yang digunakan adalah bahan dengan durabilitas tinggi seperti metal dan beton cetak. Gambar 2.5 Tempat sampah Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan

37 Peletakan tempat sampah direncanakan mudah dalam dicapai oleh mobil pengangkut sampah dan mudah dijangkau dengan tangan dalam usaha memasukkan sampah. Ilustrasi bentuk tempat sampah bisa dilihat pada gambar Halte bus Fasilitas sarana lainnya yang dapat didesain menarik sehingga mencipkatan keindahan pada jalur pejalan kaki adalah halte (shelter Bus). Pada Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum halte/shelter bus diletakan pada jalur amenitas. Shelter harus diletakan pada setiap radius 300 meter atau pada titik potensial kawasan, dengan besaran sesuai kebutuhan, dan bahan yang digunakan adalah bahan yang memiliki durabilitas tinggi seperti metal. Perencanaan panjang halte bus minimum disesuaikan dengan panjang bus kota sehingga penumpang dapat naik atau turun dari pintu depan atau belakang. Gambar 2.6 Halte (shelter bus) Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan

38 Burton (2006) mengemukakan bahwa halte bus lebih baik terbuka dengan sisi transparan atau jendela yang besar. Memiliki dimensi yang luas, tempat duduk dengan material anti slip yang tidak terkontaminasi udara panas maupun dingin. Ilustrasi bentuk halte bus bisa dilihat pada gambar Telepon umum Fasilitas sarana jalur pejalan kaki lainnya adalah telepon umum. Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum diatur bahwa telepon umum diletakan pada jalur amenitas. Terletak pada setiap radius 300 meter atau pada titik potensial kawasan, dengan besaran sesuai kebutuhan dan bahan yang digunakan adalah bahan yang memiliki durabilitas tinggi seperti metal. Peletakan telepon umum direncanakan mudah terlihat dan terlindung dari cuaca. Dimensi lebarnya + 1 (satu) meter. Gambar 2.7 Telepon umum Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan

39 Burton (2006) mengemukakan bahwa fasilitas telepon umum sebaiknya terbuka ataupun pintu yang mudah dibuka tutup dan mudah dipergunakan oleh semua kalangan termasuk masyarakat dengan keterbatasan. Ilustrasi bentuk telepon umum seperti terlihat pada gambar Studi Banding Pedestrian di beberapa kota tua di Eropa Kota Marienplatz, Muenchen, Jerman. Tidak jauh dari Hauptbahnhof, stasiun kota. Suasana Marienplatz bisa dilihat pada gambar 2.8. Jika cuaca bagus, dipastikan kawasan ini dipenuhi pejalan kaki. Di satu sudut bisa dijumpai anak-anak muda bermain band, unplugged. Di sudut lain, kadang dijumpai pengamen-pengamen dengan biola dan bas betot melantunkan Blue Danube, komposisi klasik Johan Strauss. Mereka dikerubungi penonton, tapi juga sering bermain sendirian. Gambar 2.8 Marienplatz Sumber: diunduh pada tanggal 27 Juli 2010

40 Ada sesuatu yang unik di sini. Menjelang jam 11 siang, pengunjung di Plaza ini pasti berkerumun menantikan jarum jam tepat ke angka 11. Itulah saat glockenspiel yang termasyhur berbunyi, dengan boneka-boneka kecil menari berkeliling. (Jakarta punya kopinya di Plaza Senayan). Bentuk glockenspiel bisa dilihat pada gambar 2.9. Gambar 2.9 Glockenspiel Sumber: diunduh pada tanggal 27 Juli 2010 Banyak kota tua Eropa yang dijadikan kawasan pedestrian, yang makin lama semakin terkenal. Keindahan bangunan masa lalu bisa dinikmati sambil berjalanjalan tanpa khawatir tersambar sepeda motor atau dijambret. Gambar 2.10 Grotte Markt Sumber: diunduh pada tanggal 27 Juli 2010

41 Di Brussel, Belgia, sasaran pertama para wisatawan adalah Grotte Markt, pedestrian di kawasan kota berusia seribu tahun. Berjalan mengagumi berbagai bangunan gothic di sini terasa cepat lapar seperti terlihat pada gambar Pasalnya di setiap sudut dan trotoar digelar kafe dengan aroma menggoda. Belum lagi berbagai bentuk kreasi coklat Belgia yang dikenal lezatnya dipajang di etalase. Dari studi banding diatas dapat dijadikan masukan bahwa: a. Jalur pejalan kaki di beberapa kota tua di Eropa diatas diapit oleh bangunan-bangunan tua sehingga ketika orang berjalan di sisi jalan orang bisa menikmati keindahan bangunan tua tersebut. b. Di setiap sudut trotoar banyak digelar cafe-cafe ataupun pemusik-pemusik jalanan yang beraksi sehingga para pejalan kaki bisa beristirahatan sambil menikmati permainan musik Koeln, kota pejalan kaki Kota Koeln atau Cologne di Jerman Utara merupakan Ibu kota negara bagian North-Rhein Westphalia atau Nordhein Westfallen. Kota itu dikenal karena katedralnya dengan menara kembar kehitam-hitaman setinggi 157 meter. Selain terkenal sebagai kota gereja dan museum, Koeln merupakan surga bagi pejalan kaki. Pusat keramaian kota dan objek wisata Koeln, sebagian besar terletak di lingkaran daerah katedral yang populer disebut Dome of Cologne. Semua bisa dijangkau dengan berjalan kaki. Daerah Dom ini ramai terus 24 jam sehari.

42 Kota yang dilewati Sungai Rhine ini termasuk kota tua di Jerman. Kota ini mempunyai bangunan-bangunan gereja, baik yang terletak di tengah maupun di sudut kota. Gereja tertua adalah Dome seperti terlihat pada gambar 2.11, dibangun tahun Pembangunannya baru selesai seperti bentuknya sekarang ini di tahun Jadi, selama 632 tahun ada pembangunan terus-menerus. Gambar 2.11 Gereja Dome Sumber: diunduh pada tanggal 27 Juli 2010 Kota ini juga dijuluki kota karnaval. Karnaval diadakan hampir setiap bulan setiap tahun di Plaza Dom, yang memang luas. Semua pengunjung biasa bersuka ria, baik pelaku karnaval maupun penonton. Bayangkan ramainya manusia di sekitar Dom jika karnaval berlangsung. Sehari-hari saja pengunjung Dom sekitar orang. Bus besar menampung turis dari seluruh penjuru Eropa tak kunjung putus berdatangan keluar masuk di sekitar Dome. Bosan menikmati karnaval, kita langsung berjalan menuju Hohe Strasse, yang dijuluki Queen Of The Streets sejak Sepanjang jalan dipenuhi toko, baik untuk window shopping atau shopping. Kota ini tak pernah sepi. Sepanjang tahun, selain dipenuhi karnaval, juga sebagai ajang pameran internasional. Paling terkenal adalah pameran fotografi, alat-

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas dan daya tariknya kemudian berangsur-angsur akan berubah

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas dan daya tariknya kemudian berangsur-angsur akan berubah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pusat kota sebagai kawasan yang akrab dengan pejalan kaki, secara cepat telah menurunkan kualitas dan daya tariknya kemudian berangsur-angsur akan berubah menjadi lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU (BEHAVIOURISME) Tandal dan Egam (2011) menyatakan perilaku menunjukkan manusia dalam aksinya, berkaitan dengan aktivitas manusia secara fisik, berupa interaksi manusia

Lebih terperinci

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN Supriyanto Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam Kalau kita berjalan kaki di suatu kawasan atau daerah, kita mempunyai tempat untuk mengekspresikan diri ( yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan) Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan Mata Kuliah Manajemen Lalu Lintas Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM Pendahuluan Yang termasuk pejalan kaki : 1. Pejalan kaki itu sendiri

Lebih terperinci

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2)

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2) Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2) Gambar simulasi rancangan 5.30 : Area makan lantai satu bangunan komersial di boulevard stasiun kereta api Bandung bagian Selatan 5.6.3 Jalur Pedestrian Jalur

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Definisi Jalur Pejalan Kaki Pejalan kaki merupakan salah satu pengguna jalan yang memiliki hak dalam penggunaan jalan. Oleh sebab itu, fasilitas bagi pejalan kaki perlu disediakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum 2.1.1. Fasilitas penyeberangan pejalan kaki Dalam Setiawan. R. (2006), fasilitas penyeberangan jalan dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu: a. Penyeberangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Wibowo (2010), dalam Analisis Kelayakan Sarana Transportasi Khususnya Trotoar, yang mengambil lokasi penelitian di Pasar pakem, Sleman, Yogyakarta, membahas

Lebih terperinci

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA Tataguna Lahan Aktivitas Pendukung Bentuk & Massa Bangunan Linkage System Ruang Terbuka Kota Tata Informasi Preservasi & Konservasi Bentuk dan tatanan massa bangunan

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), yang dimaksud dengan evaluasi adalah pengumpulan dan pengamatan dari berbagai macam bukti untuk mengukur dampak dan efektivitas

Lebih terperinci

5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut

5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut 5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut Ruang urban Depok terutama jalan Margonda Raya sangat ramai dan berbahaya. Pada pagi hari pukul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aksesibilitas 2.1.1. Pengertian Aksesibilitas Jhon Black mengatakan bahwa aksesibilitas merupakan suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan pencapaian lokasi dan hubungannya satu

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KENYAMANAN PEJALAN KAKI DI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA

IDENTIFIKASI KENYAMANAN PEJALAN KAKI DI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA 33 IDENTIFIKASI KENYAMANAN PEJALAN KAKI DI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA Kuncoro Harsono, Yayi Arsandrie, Wisnu Setiawan Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

KAJIAN ASPEK KENYAMANAN PADA JALUR PEDESTRIAN PENGGAL JALAN PROF. SOEDHARTO, SEMARANG (NGESREP (PATUNG DIPONEGORO) - GERBANG UNDIP)

KAJIAN ASPEK KENYAMANAN PADA JALUR PEDESTRIAN PENGGAL JALAN PROF. SOEDHARTO, SEMARANG (NGESREP (PATUNG DIPONEGORO) - GERBANG UNDIP) KAJIAN ASPEK KENYAMANAN PADA JALUR PEDESTRIAN PENGGAL JALAN PROF. SOEDHARTO, SEMARANG (NGESREP (PATUNG DIPONEGORO) - GERBANG UNDIP) ABSTRAKSI Jalur pedestrian merupakan wadah atau ruang untuk kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pejalan Kaki Menurut Pratama (2014) pejalan kaki adalah istilah dalam transportasi yang digunakan untuk menjelaskan orang yang berjalan di lintasan pejalan kaki baik dipinggir

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Perancangan Dalam perancangan desain Transportasi Antarmoda ini saya menggunakan konsep dimana bangunan ini memfokuskan pada kemudahan bagi penderita cacat. Bangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kenyamanan adalah keadaan nyaman;kesejukan. Kolcaba (2003) menjelaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kenyamanan adalah keadaan nyaman;kesejukan. Kolcaba (2003) menjelaskan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kenyamanan 2.1. Pengertian Kenyamanan Konsep tentang kenyamanan atau comfort sangat sulit untuk didefenisikan karena lebih merupakan penilaian responsif individu (Oborne,1995).menurut

Lebih terperinci

Persyaratan Teknis jalan

Persyaratan Teknis jalan Persyaratan Teknis jalan Persyaratan Teknis jalan adalah: ketentuan teknis yang harus dipenuhi oleh suatu ruas jalan agar jalan dapat berfungsi secara optimal memenuhi standar pelayanan minimal jalan dalam

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-15-2004-B Perencanaan Separator Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN ANALISA

BAB III DATA DAN ANALISA BAB III DATA DAN ANALISA 3.1 Data Fisik dan Non Fisik Gambar 3. Peta Lokasi Lahan LKPP Data Tapak Lokasi : Lot/Kavling 11B, CBD Rasuna Epicentrum, Jakarta Selatan Luas lahan : 4709 m² Koefisien Dasar Bangunan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian

BAB II KAJIAN TEORI. dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian BAB II KAJIAN TEORI Bab ini berisi kajian teori terkait topik penelitian dengan sumber referensi dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian dan self efficacy. Fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trotoar adalah jalur bagi pejalan kaki yang terletak di daerah manfaat jalan, diberi lapis permukaan, diberi elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan,

Lebih terperinci

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun Oleh M.ARIEF ARIBOWO L2D 306 016 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA)

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) 5.1 Sirkulasi Kendaraan Pribadi Pembuatan akses baru menuju jalan yang selama ini belum berfungsi secara optimal, bertujuan untuk mengurangi kepadatan

Lebih terperinci

BAB IV PENGAMATAN PERILAKU

BAB IV PENGAMATAN PERILAKU BAB IV PENGAMATAN PERILAKU 3.1 Studi Banding Pola Perilaku Pengguna Ruang Publik Berupa Ruang Terbuka Pengamatan terhadap pola perilaku di ruang publik berupa ruang terbuka yang dianggap berhasil dan mewakili

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III BAB III DATA ALUN-ALUN KABUPATEN WONOGIRI Kabupaten Wonogiri, dengan luas wilayah 182.236,02 Ha secara geografis terletak pada garis lintang 7 0 32' sampai 8 0 15' dan garis bujur 110 0 41' sampai 111

Lebih terperinci

1. Manajemen Pejalan Kaki

1. Manajemen Pejalan Kaki 1. Manajemen Pejalan Kaki 1. Desain Fasilitas Pejalan Kaki Terdapat 2 jenis design fasilitas pejalan kaki 1. Traditional engineering design Meminimumkan biaya dan memaksimalkan efisiensi. Contoh: waktu

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 2 DATA DAN ANALISA BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1. Data Umum Jalur sepeda adalah jalur lalu lintas yang khusus diperuntukan bagi pengguna sepeda, dipisahkan dari lalu lintas kendaraan bermotor untuk meningkatkan keselamatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Parkir dan Pedestrian Menurut Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996) yang menyatakan bahwa parkir adalah suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.I Ruang Pejalan Kaki Jalur Ruang pejalan kaki Pengertian Pada masa lalu, perancangan ruang pejalan kaki di kota jarang dilakukan. Ketika suatu mall dirancang dengan memperhatikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruas Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,

Lebih terperinci

JALUR PEJALAN KAKI / PEDESTRIAN PADA JALAN UMUM

JALUR PEJALAN KAKI / PEDESTRIAN PADA JALAN UMUM JALUR PEJALAN KAKI / PEDESTRIAN PADA JALAN UMUM PENGERTIAN PEDESTRIAN Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagi

Lebih terperinci

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan BAB V MEDIAN JALAN 5.1 Macam-macam Median Jalan 1. Pemisah adalah suatu jalur bagian jalan yang memisahkan jalur lalulintas. Tergantung pada fungsinya, terdapat dua jenis Pemisah yaitu Pemisah Tengah dan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Umum Fasilitas pejalan kaki adalah seluruh bangunan pelengkap yang disediakan untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan demi kelancaran, keamanan dan kenyamanan, serta keselamatan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A HASIL CHECKLIST LANJUTAN PEMERIKSAAN INSPEKSI KESELAMATAN JALAN YOGYAKARTA SOLO KM 10 SAMPAI DENGAN KM 15

LAMPIRAN A HASIL CHECKLIST LANJUTAN PEMERIKSAAN INSPEKSI KESELAMATAN JALAN YOGYAKARTA SOLO KM 10 SAMPAI DENGAN KM 15 LAMPIRAN A HASIL CHECKLIS LANJUAN PEMERIKSAAN INSPEKSI KESELAMAAN JALAN OGAKARA SOLO KM 10 SAMPAI DENGAN KM 15 79 80 abel 1 Kondisi Umum 1 1.1 Kelas / Fungsi Jalan 1.2 Median/Separator Kondisi Umum a ()/

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arif Rahman Hakim L2D 303 283 JURUSAN

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET 42 VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET Pengembangan konsep dalam studi perencanaan kawasan ini akan terbagi ke dalam empat sub konsep, yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street,

Lebih terperinci

ELEMEN ELEMEN PELENGKAP JALUR PEDESTRIAN TERHADAP KENYAMANAN PEJALAN KAKI

ELEMEN ELEMEN PELENGKAP JALUR PEDESTRIAN TERHADAP KENYAMANAN PEJALAN KAKI PENGARUH ELEMEN ELEMEN PELENGKAP JALUR PEDESTRIAN TERHADAP KENYAMANAN PEJALAN KAKI ( Studi Kasus : Penggal Jalan Pandanaran, Dimulai dari Jalan Randusari Hingga Kawasan Tugu Muda ) Danoe Iswanto ABSTRAKSI

Lebih terperinci

LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 03/PRT/M/2014 TANGGAL : 26 Februari 2014 PEDOMAN

LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 03/PRT/M/2014 TANGGAL : 26 Februari 2014 PEDOMAN LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 03/PRT/M/2014 TANGGAL : 26 Februari 2014 PEDOMAN PERENCANAAN, PENYEDIAAN, DAN PEMANFAATAN PRASARANA DAN SARANA JARINGAN PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27 PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Perencanaan Trotoar DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN 1-27 Daftar Isi Daftar Isi Daftar Tabel

Lebih terperinci

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah: Parkir adalah suatu kondisi kendaraan yang berhenti atau tidak bergerak pada tempat tertentu yang telah ditentukan dan bersifat sementara, serta tidak digunakan untuk kepentingan menurunkan penumpang/orang

Lebih terperinci

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT DESKRIPSI OBJEK RUANG PUBLIK TERPADU RAMAH ANAK (RPTRA) Definisi : Konsep ruang publik berupa ruang terbuka hijau atau taman yang dilengkapi dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 204 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Perumusan kesimpulan dibuat dengan tetap mengacu kepada pertanyaan penelitian yang ada untuk dapat memperoleh relefansi pembahasan secara menyeluruh,

Lebih terperinci

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5468 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Simpang Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), simpang adalah tempat berbelok atau bercabang dari yang lurus. Persimpangan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR P E D O M A N

KATA PENGANTAR P E D O M A N KATA PENGANTAR Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan dipersiapkan oleh Panitia Teknik Standardisasi Bidang Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah suatu pergerakan orang dan barang. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehariharinya, sehingga transportasi

Lebih terperinci

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Pedoman Perencanaan, Pen

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Pedoman Perencanaan, Pen No.315, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU. Sarana Prasarana. Pejalan Kaki. Perkotaan. Pemanfaatan. Penyediaan. Perencanaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Perkotaan Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997), jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Inspeksi Keselamatan Jalan Tingginya angka lalu lintas, maka salah satu cara untuk mengurangi tingkat kecelakaan adalah dengan melakukan Inspeksi Keselamatan Jalan.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN BAB IV ANALISA PERENCANAAN 4.1. Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan

BAB III LANDASAN TEORI. diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Sistem Angkutan Umum Sarana angkutan umum mengenai lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan.

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah kota, sebagai untuk mengebumikan jenazah makam juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pedestrian II.1.1 Pengertian Jalur Pedestrian Di era modern sekarang, dalam tata ruang kota jalur pejalan kaki merupakan elemen yang sangat penting. Selain karena memberikan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan pertanyaan penelitian yaitu: mengetahui karakteristik

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PERANCANGAN. terdapat pada konsep perancangan Bab V yaitu, sesuai dengan tema Behaviour

BAB VI HASIL PERANCANGAN. terdapat pada konsep perancangan Bab V yaitu, sesuai dengan tema Behaviour BAB VI HASIL PERANCANGAN 6.1 Dasar Perancangan Hasil perancangan Sekolah Dasar Islam Khusus Anak Cacat Fisik di Malang memiliki dasar konsep dari beberapa penggambaran atau abstraksi yang terdapat pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Ruas jalan Cicendo memiliki lebar jalan 12 meter dan tanpa median, ditambah lagi jalan ini berstatus jalan arteri primer yang memiliki minimal kecepatan 60 km/jam yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelompokan Jalan Menurut Undang Undang No. 38 Tahun 2004 tentang jalan, ditinjau dari peruntukannya jalan dibedakan menjadi : a. Jalan khusus b. Jalan Umum 2.1.1. Jalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Fasilitas Penyeberangan Fasilitas penyeberangan pejalan kaki menurut Departemen Pekerjaan Umum, dalam Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki pada Jalan Umum (1999:1) adalah

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Jalur pedestrian di Jalan Sudirman Kota Pekanbaru dinilai dari aktivitas pemanfaatan ruang dan Pedestrian Level of Service. Jalur pedestrian di Jalan Sudirman

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN V.1. KONSEP DASAR PERANCANGAN Dalam konsep dasar pada perancangan Fashion Design & Modeling Center di Jakarta ini, yang digunakan sebagai konsep dasar adalah EKSPRESI BENTUK dengan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN

BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN Dari proses yang dilakukan mulai pengumpulan data, analisa, sintesa, appraisal yang dibantu dengan penyusunan kriteria dan dilanjutkan dengan penyusunan konsep dan arahan,

Lebih terperinci

BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN

BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN 4.1 Temuan Studi Berdasarkan hasil analisis, terdapat beberapa temuan studi, yaitu: Secara normatif, terdapat kriteria-kriteria atau aspek-aspek yang

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage

BAB I PENDAHULUAN. sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam arsitektur signage dikenal sebagai alat komunikasi dan telah digunakan sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage digunakan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini akan berisi pembahasan tentang posisi hasil penelitian terhadap teori yang digunakan sehingga mampu menjawab permasalahan penelitian. Pembahasan akan secara kritis dilakukan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dijabarkan kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan berisi rangkuman dari hasil penelitian dan pembahasan sekaligus menjawab tujuan penelitian di bab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau orang yang berjalan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari :

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari : BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki Di Kawasan Perkotaan NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari : a) Trotoar b) Penyeberangan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Trotoar Menurut keputusan Direktur Jenderal Bina Marga No.76/KPTS/Db/1999 tanggal 20 Desember 1999 yang dimaksud dengan trotoar adalah bagian dari jalan raya yang khusus disediakan

Lebih terperinci

Spesifikasi geometri teluk bus

Spesifikasi geometri teluk bus Standar Nasional Indonesia Spesifikasi geometri teluk bus ICS : 93.080.01 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemacetan Lalu Lintas Kemacetan adalah kondisi dimana arus lalu lintas yang lewat pada ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Studi Elemen Preservasi Kawasan Kota dengan studi kasus Koridor Jalan Nusantara Kecamatan Karimun Kabupaten Karimun diantaranya menghasilkan beberapa kesimpulan:

Lebih terperinci

sementara (Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1996).

sementara (Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1996). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Ruas jalan Menurut Suwardi (2010) dalam Gea dan Harianto (2011) kinerja ruas jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk melayani kebutuhan arus lalu lintas sesuai dengan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 03/PRT/M/2014 /2011 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN, PENYEDIAAN, DAN PEMANFAATAN PRASARANA DAN SARANA JARINGAN PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Terkait dengan pertanyaan penelitian akan kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi walkability menjadi acuan dalam proses menganalisa dan pembahasan,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ BAB VI KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini merupakan hasil dari analisis dan pembahasan terhadap penilaian komponen setting fisik ruang terbuka publik dan non fisik (aktivitas) yang terjadi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Perkotaan Menurut MKJI 1997, jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pedestrian / Pejalan Kaki Dirjen Perhubungan Darat (1999) menyatakan bahwa pejalan kaki adalah suatu bentuk transportasi yang penting di daerah perkotaan. Pejalan kaki merupakan

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP RANCANGAN

BAB VI KONSEP RANCANGAN BAB VI KONSEP RANCANGAN Lingkup perancangan: Batasan yang diambil pada kasus ini berupa perancangan arsitektur komplek Pusat Rehabilitasi Penyandang Cacat Tubuh meliputi fasilitas terapi, rawat inap, fasilitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Ruang terbuka Publik berasal dari bahasa latin platea yang berarti jalur

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Ruang terbuka Publik berasal dari bahasa latin platea yang berarti jalur BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Ruang Terbuka Publik 2.1.1. Definisi Ruang Terbuka Publik Ruang terbuka Publik berasal dari bahasa latin platea yang berarti jalur yang diperluas seperti square. Square merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Kendaraan tidak mungkin bergerak terus-menerus, akan ada waktunya kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau biasa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GUNADARMA KRITIK ARSITEKTUR

UNIVERSITAS GUNADARMA KRITIK ARSITEKTUR UNIVERSITAS GUNADARMA KRITIK ARSITEKTUR PEDESTRIAN UNTUK DISABILITAS NAMA : LUTFI LANDRIAN NPM : 24312278 JURUSAN DOSEN : TEKNIK ARSITEKTUR : AGUNG WAHYUDI, ST., MT. 2015 ABSTRAKSI Nama : Lutfi Landrian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi memiliki peran penting dalam sistem transportasi setiap kota karena

BAB I PENDAHULUAN. tetapi memiliki peran penting dalam sistem transportasi setiap kota karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas berjalan kaki merupakan suatu bagian integral dari aktivitas lainnya. Bagi masyarakat di daerah tropis, berjalan kaki mungkin kurang nyaman karena masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karateristik Visual Kondisi visual suatu kota sangat erat berkaitan dengan fenomena psikologinya yang berkaitan dengan tampilan fisik yang dapat menimbulkan suatu rasa tertentu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Lalu lintas berjalan menuju suatu tempat tujuan dan setelah mencapai tempat tersebut kendaraan harus diparkir, sementara pengendaranya melakukan berbagai urusan,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan pada Bab IV didapatkan temuan-temuan mengenai interaksi antara bentuk spasial dan aktivitas yang membentuk karakter urban

Lebih terperinci

STUDI PERSEPSI TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KENYAMANAN KAWASAN SIMPANG LIMA SEBAGAI RUANG TERBUKA PUBLIK TUGAS AKHIR

STUDI PERSEPSI TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KENYAMANAN KAWASAN SIMPANG LIMA SEBAGAI RUANG TERBUKA PUBLIK TUGAS AKHIR STUDI PERSEPSI TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KENYAMANAN KAWASAN SIMPANG LIMA SEBAGAI RUANG TERBUKA PUBLIK TUGAS AKHIR Oleh: ENI RAHAYU L2D 098 428 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perhubungan Darat : SK.43/AJ 007/DRJD/97).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perhubungan Darat : SK.43/AJ 007/DRJD/97). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pejalan Kaki 1. Definisi Pejalan kaki adalah orang yang melakukan aktifitas berjalan kaki dan merupakan salah satu unsur pengguna jalan. (Keputusan Direktur Jendral Perhubungan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan menguraikan kesimpulan studi yang merupakan ringkasan hasil studi yang dilakukan sesuai dengan tujuan dan sasaran dalam melakukan studi, serta saran-saran

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu 15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Salah satu pengertian redevelopment menurut Prof. Danisworo merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu melakukan pembongkaran

Lebih terperinci

Analisa Perhitungan Level Of Service Fasilitas Pedestrian Menggunakan Prototipe Gainesville, Pada Ruas Jalan Margonda, Depok

Analisa Perhitungan Level Of Service Fasilitas Pedestrian Menggunakan Prototipe Gainesville, Pada Ruas Jalan Margonda, Depok Analisa Perhitungan Level Of Service Fasilitas Pedestrian Menggunakan Prototipe Gainesville, Pada Ruas Jalan Margonda, Depok Bayu Sandy Jatmiko Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Indonesia

Lebih terperinci

BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Wilayah studi dalam penelitian ini adalah Area Taman Ayodia, Jalan Barito, Jakarta Selatan. Gambaran umum terhadap wilayah studi pada awalnya akan dipaparkan gambaran

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH 56 ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH Berdasarkan hasil inventarisasi maka dari faktor-faktor yang mewakili kondisi tapak dianalisis sehingga diketahui permasalahan yang ada kemudian dicari solusinya sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perlu dirinci dan dicatat ciri khasnya, termasuk tingkat pelayanan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perlu dirinci dan dicatat ciri khasnya, termasuk tingkat pelayanan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasi Sarana dan prasarana tranportasi merupakan faktor yang saling menunjang, dalam sistem transportasi keduanya menjadi kebutuhan utama. Sarana

Lebih terperinci